NILAI-NILAI INTRINSIK PENDIDIKAN ISLAM DALAM
TRADISI MALAM JUM’AT PAHING DI DESA MENGGORO
KECAMATAN TEMBARAK KABUPATEN TEMANGGUNG
SKRIPSI
Diajukan Untuk Memperoleh
Gelar Sarjana S1 Kependidikan Islam
Disusun Oleh
AZIZ MUBAROK
NIM. 11108069
JURUSAN TARBIYAH
FAKULTAS TARBIYAH DAN ILMU KEGURUAN
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI
SALATIGA
2015
ii
iii
iv
v
MOTTO DAN PERSEMBAHAN
MOTTO
Sesungguhnya sesudah kesulitan itu ada kemudahan.
Maka apabila kamu telah selesai (dari sesuatu urusan), kerjakanlah
dengan sungguh-sungguh (urusan) yang lain, (QS: Alam Nasyrah :6-7)
PERSEMBAHAN
Skripsi ini penulis persembahkan untuk:
1. Almarhum Bapak, Ibu tercinta, yang selalu mendukung,
mendo'akan dan memberikan segalanya baik moral maupun
spritual bagi kelancaran studi, semoga Allah senantiasa
meridhoinya.
2. Rekan-rekan Mahasiswa STAIN Salatiga Angkatan 2008
vi
KATA PENGANTAR
بسم الله الرحمن الرحيم
Syukur Alhamdulillah senantiasa penulis panjatkan kehadirat Allah SWT,
Rabb yang Maha Rahman dan Rahim yang telah mengangkat manusia dengan
berbagai keistimewaan. Dan dengan hanya petunjuk serta tuntunan-Nya, penulis
mempunyai kemampuan dan kemauan sehingga penulisan skripsi ini bisa
terselesaikan.
Sholawat dan salam penulis haturkan kepada Nabi Muhammad SAW,
semoga beliau senantiasa dirahmati Allah SWT. Amin. Sebagai insan yang lemah,
penulis menyadari bahwa tugas penulisan ini bukanlah merupakan tugas yang
ringan, tetapi merupakan tugas yang berat. Akhirnya dengan berbekal kekuatan
serta kemauan dan bantuan dari berbagai pihak, maka terselesaikanlah skripsi
yang sederhanan ini dengan judul “NILAI-NILAI INTRINSIK PENDIDIKAN
ISLAM DALAM TRADISI MALAM JUM’AT PAHING DI DESA
MENGGORO KECAMATAN TEMBARAK KABUPATEN
TEMANGGUNG” Dengan tersusunnya skripsi ini, penulis ucapkan terima kasih
yang tiada taranya kepada :
1. Bapak Dr. Rahmat Hariyadi, M.Pd, selaku Rektor IAIN Salatiga.
2. Bapak Suwardi, M.Pd selaku Dekan Fakultas TIK IAIN Salatiga.
3. Bapak Rasimin, S.PdI, M.Pd, selaku Ketua jurusan PAI FTIK Tarbiyah IAIN
Salatiga.
4. Bapak Drs. Juz'an, M.Hum, selaku Dosen Pembimbing, yang dengan
keikhlasannya telah memberikan bimbingan hingga tersusunnya skripsi ini.
5. Karyawan Perpustakaan IAIN Salatiga yang telah menyediakan fasilitasnya.
vii
Atas segala hal tersebut, penulis hanya bisa berdo’a, semoga Allah SWT
mencatatnya sebagai amal sholeh yang akan mendapat balasan yang berlipat
ganda. Amin.
Akhirnya penulis juga menyadari bahwa skripsi ini masih memiliki
keterbatasan. Oleh karena itu saran dan kritik yang membangun untuk
kesempurnaan skripsi ini akan penulis terima dengan rasa senang hati dan terbuka.
Semoga skripsi ini bermanfaat bagi penulis pribadi dan bagi pembaca pada
umumnya.
Amin – amin yarobbal ‘alamin
Salatiga, Maret 2015
Penulis
Aziz Mubarok
viii
ABSTRAK
Mubarok, Aziz. 2015. NILAI-NILAI INTRINSIK PENDIDIKAN ISLAM
DALAM TRADISI MALAM JUM’AT PAHING DI DESA
MENGGORO KECAMATAN TEMBARAK KABUPATEN
TEMANGGUNG. Skripsi, Jurusan Tarbiyah. Program Studi Pendidikan
Agama Islam. Institut Agama Islam Negeri Salatiga. Pembimbing. Drs.
Juz’an, M.Hum
Kata Kunci : Nilai Intrinsik, Pendidikan Islam, Malam Jumat Pahing
Rumusan masalah dalam penelitian ini adalah Bagaimana pelaksanaan
Tradisi Malam Jum’at Pahing di Desa Menggoro Kecamatan Tembarak
Kabupaten Temanggung? Bagaimana pandangan masyarakat terhadap
pelaksanaan Tradisi Malam Jum’at Pahing di Desa Menggoro Kecamatan
Tembarak Kabupaten Temanggung? Apa sajakah Nilai-nilai intrinsic Pendidikan
Islam dalam Tradisi Malam Jum’at Pahing di Desa Menggoro Kecamatan
Tembarak Kabupaten Temanggung?
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui pelaksanaan Tradisi Malam
Jum’at Pahing di Desa Menggoro Kecamatan Tembarak Kabupaten Temanggung.
Untuk mengetahui pandangan masyarakat terhadap pelaksanaan Tradisi Malam
Jum’at Pahing di Desa Menggoro Kecamatan Tembarak Kabupaten Temanggung.
Dan untuk mengetahui nilai-nilai intrinsik Pendidikan Islam yang terkandung
dalam Tradisi malam Jum’at Pahing di Desa Menggoro Kecamatan Tembarak
Kabupaten Temanggung. Jenis penelitian ini adalah penelitian deskriptif
kualitatif, yaitu penelitian yang menggambarkan fenomena secara mendalam
untuk mengkaji masalah yang diteliti. Penelitian ini merupakan penelitian yang
dilakukan di Desa Menggoro Kecamatan Tembarak Kabupaten Temanggung.
Pengumpulan data menggunakan wawancara, dokumentasi dan observasi atau
pengamatan. Analisis datanya menggunakan deskriptif kualitatif.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa nilai yang terkandung dalam
pelaksanaan kegiatan Malam Jum’at Pahing adalah nilai aqidah, yaitu meyakini
bahwa Allah SWT merupakan satu-satunya dzat yang memberikan keselamatan
kepada manusia. Nilai ibadah, yaitu dilakukan upacara berdo’a untuk mendoakan
keselamatan warga dan arwah sebagai wujud ibadah. Nilai gotong royong/
kerjasama yaitu masyarakat secara bersama-sama bekerja bakti membersihkan
makam dan membuat umbul-umbul sehingga kebersamaan antar mereka tetap
terjalin dengan baik. Saran yang dapat disampaikan adalah masyarakat Desa
Menggoro agar tetap menjaga, melestarikan mempertahankan tradisi yang sesuai
dengan ajaran Islam, terutama kegiatan mujahadah, sehingga nilai-nilai
pendidikan Islam dapat terus dilestarikan dari generasi ke generasi. Perlunya
masyarakat memupuk kesadaran untuk selalu bersyukur atas nikmat yang
diberikan Allah serta senantiasa bersabar atas ujian yang diberikan.
ix
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL .................................................................................... i
NOTA PEMBIMBING ................................................................................ ii
PENGESAHAN ........................................................................................... iii
PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN .................................................... iv
MOTTO DAN PERSEMBAHAN ............................................................... v
KATA PENGANTAR ................................................................................. vi
ABSTRAK ................................................................................................... viii
DAFTAR ISI ................................................................................................ x
DAFTAR TABEL ........................................................................................ xii
DAFTAR LAMPIRAN ................................................................................ xiii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah ........................................................ 1
B. Rumusan Masalah ................................................................... 4
C. Tujuan Penelitian .................................................................... 4
D. Manfaat Penelitian .................................................................. 5
E. Definisi Operasional ............................................................... 5
F. Metode Penelitian ................................................................... 7
G. Sistematika Penulisan ............................................................. 12
BAB II KAJIAN PUSTAKA
A. Definisi Nilai .......................................................................... 14
B. Pendidikan Islam .................................................................... 19
C. Nilai-nilai Pendidikan Islam ................................................... 25
BAB III LAPORAN HASIL PENELITIAN
A. Letak Geografis ...................................................................... 42
B. Upacara Malam Jumat Pahing di Desa Menggoro ................. 45
x
BAB IV PEMBAHASAN .......................................................................... 57
A. Pelaksanaan Tradisi Malam Jumat Pahing di Menggoro ...... 57
B. Pandangan Masyarakat terhadap Tradisi Malam
Jumat Pahing di Menggoro .................................................... 58
C. Nilai Intrinsik Tradisi Malam Jumat Pahing
di Menggoro........................................................................... 60
BAB V PENUTUP
A. Kesimpulan ............................................................................ 65
B. Saran ....................................................................................... 66
DAFTAR PUSTAKA .................................................................................. 66
LAMPIRAN-LAMPIRAN
xi
DAFTAR TABEL
Tabel 3.1 Jumlah Penduduk Menurut Umur ....................................... 43
Tabel 3.2 Data Pemeluk Agama .......................................................... 44
Tabel 3.3. Tingkat Pendidikan Masyarakat .......................................... 45
Tabel 3.4 Data Sarana Pendidikan ...................................................... 45
xii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Salah satu upaya untuk membentuk kepribadian adalah melalui sarana
kebudayaan. Kebudayaan yang diwariskan dengan baik akan memberikan
dampak terhadap perilaku anak. Pendidikan yang dilaksanakan dalam rangka
membentuk perilaku yang baik dapat dilakukan dengan melalui berbagai cara.
Umpamanya adalah dengan menggunakan kebudayaan atau tradisi yang isinya
berupa petuah atau ajaran yang baik, sehingga siapa yang memahami makna
tradisi atau kebudayaan itu dapat mengambil hikmah sebagai sebuah bentuk
pendidikan.
Suatu tradisi merupakan pewarisan serangkaian kebiasaan dan nilai-
nilai yang diwariskan dari suatu generasi kepada generasi berikutnya. Nilai-
nilai yang diwariskan berupa nilai-nilai yang oleh masyarakat pendukungnya
masih dianggap baik, serta relevan dengan kebutuhan kelompok. Dalam suatu
tradisi selalu ada hubungannya dengan upacara tradisional. Oleh karena itu
upacara tradisional merupakan warisan budaya leluhur yang dipandang
sebagai usaha manusia untuk dapat berhubungan dengan arwah para leluhur.
Pada umumnya mereka masih mempunyai anggapan bahwa roh para leluhur
dianggap masih dapat memberikan keselamatan dan perlindungan kepada
keluarga yang ditinggalkan. Namun seiring dengan perkembangan pemikiran,
serta pengetahuan mengenai agama, masalah-masalah syirik tersebut hilang
1
2
dan berganti dengan kegiatan-kegiatan bernafaskan Islam sebagai
wujud mengakui keesaan Allah SWT. Masalah di dalam kegiatan tersebut ada
persoalan makanan dan tradisi lain, selama ini sudah dilakukan hal-hal yang
tidak mengandung syirik, dan sebagai wujud shadaqah untuk dimakan
bersama dalam kegiatan tersebut.
Agar tujuannya dapat tercapai maka mereka mengadakan pendekatan
melalui berbagai bentuk upacara. Dalam upacara ini dapat dipakai untuk
mengukuhkan kembali nilai-nilai dan keyakinan yang berlaku dalam
masyarakat. Oleh karena itu upacara merupakan salah satu kegiatan sosial
yang sangat diperhatikan, dalam rangka menggali tradisi atau kebudayaan
daerah dan pengembangan kebudayaan nasional. Dengan demikian dalam
setiap kebudayaan terdapat norma-norma atau nilai-nilai yang menjadi
pedoman bagi masing-masing warga masyarakat pendukungnya dalam
bertingkah laku atau bergaul dengan sesamanya.
Norma-norma atau nilai-nilai dapat dimengerti oleh warga masyarakat
selaku pendukung kebudayaan tersebut melalui belajar, baik secara formal
maupun non formal. Hal yang serupa juga diungkapkan oleh Peursen (2004:
4) bahwa kebudayaan merupakan semacam sekolah di mana manusia belajar.
Sumber-sumber informasi yang tak tertulis dapat diperoleh misalnya dengan
memperhatikan tingkah laku yang ditujukan untuk kegiatan teknis sehari-hari
mempunyai kaitan dengan kepercayaan tertentu ataupun dalam bentuk hasil
karya masyarakat pendukungnya. Kebudayaan yang merupakan warisan
3
leluhur, sebenarnya oleh warga masyarakat masih ada yang memegang teguh
serta terikat adanya tradisi yang berlaku dalam kelompoknya.
Demikian pula kebudayaan yang tersebar di seluruh kepulauan
Indonesia masih banyak yang disampaikan secara lisan maupun masih diakui
oleh masyarakat pendukungnya, sehingga perlu dipertahankan. Menurut
Peursen (2004: 12) upacara tradisional lebih dari sebuah mitos di mana
fungsinya tidak hanya sekedar memberikan hiburan tetapi yang penting
upacara itu dapat mengukuhkan nilai-nilai tradisi tentang kebaikan,
kehidupan, kesuburan, juga penyucian.
Selain itu upacara berfungsi pula untuk mengukuhkan ikatan
solidaritas. Sehingga upacara tradisional mempunyai fungsi sosial, kultural
dan religi. Dalam masyarakat agraris dapat dijumpai beberapa tradisi yang
masih dilakukan dan dilestarikan oleh pendukungnya sampai saat ini. Salah
satu tradisi yang masih dilakukan sampai saat ini adalah tradisi peringatan
hari-hari tertentu. Tradisi ini digelar masyarakat sebagai wujud rasa syukur
atas karunia Tuhan berupa rezeki, kesehatan dan ketenteraman.
Tradisi peringatan pada hari-hari tertentu, sebagaimana yang ada di
Desa Menggoro Kecamatan Tembarak Kabupaten Temanggung. Setiap malam
jum’at pahing masyarakat meyakini sebagai sebuah hari yang penuh makna,
sehingga menjadi suatu tradisi yang sangat terkenal. Kegiatan yang dilakukan
di malam jum’at pahing di Masjid Menggoro merupakan suatu tradisi yang
diyakini sebagai malam yang penuh ijabah sehingga dilaksanakan tradisi tahlil
4
maupun istighosah untuk memohon kepada Allah atas keinginan warga yang
datang baik secara pribadi maupun secara kelompok.
Namun demikian, perkembangan peradaban serta tingkat pengetahuan
serta perekonomian saat ini telah banyak mengikis sedikit demi sedikit tradisi
bahkan kebudayaan yang dahulu berkembang dalam masyarakat. Bahkan
karena ketidaktahuan tentang budayanya menganggap bahwa tradisi atau
budaya tersebut sebagai bagian yang tidak perlu dilestarikan dengan berbagai
macam alasan. Demikian halnya dengan tradisi malam Jum’at Pahing, yang
dahulu selalu ramai orang yang datang ke Tembarak. Dahulu warga yang
merantau setiap akan dilakukan peringatan Jum’at Pahing selalu
menyempatkan diri untuk pulang. Namun akhir-akhir ini peringatan malam
Jum’at pahing tidaklah banyak menyita perhatian warga, sehingga terkesan
biasa-biasa saja. Bahkan para pemuda sendiri banyak yang tidak mengetahui
makna peringatan tersebut.
Berdasarkan hal-hal tersebut, maka peneliti mengajukan penelitian
berjudul “NILAI-NILAI INTRINSIK PENDIDIKAN ISLAM DALAM
TRADISI MALAM JUM’AT PAHING DI DESA MENGGORO
KECAMATAN TEMBARAK KABUPATEN TEMANGGUNG”
B. Rumusan Masalah
Pokok permasalahan dalam penelitian ini dapat dirumuskan sebagai
berikut:
1. Bagaimana pelaksanaan Tradisi Malam Jum’at Pahing di Desa Menggoro
Kecamatan Tembarak Kabupaten Temanggung?
5
2. Bagaimana pandangan masyarakat terhadap pelaksanaan Tradisi Malam
Jum’at Pahing di Desa Menggoro Kecamatan Tembarak Kabupaten
Temanggung?
3. Apa sajakah Nilai-nilai intrinsic Pendidikan Islam dalam Tradisi Malam
Jum’at Pahing di Desa Menggoro Kecamatan Tembarak Kabupaten
Temanggung?
C. Tujuan Penelitian
Sesuai dengan rumusan masalah di atas tujuan dari penelitian ini adalah:
1. Untuk mengetahui pelaksanaan Tradisi Malam Jum’at Pahing di Desa
Menggoro Kecamatan Tembarak Kabupaten Temanggung
2. Untuk mengetahui pandangan masyarakat terhadap pelaksanaan Tradisi
Malam Jum’at Pahing di Desa Menggoro Kecamatan Tembarak
Kabupaten Temanggung
3. Untuk mengetahui nilai-nilai intrinsic Pendidikan Islam yang terkandung
dalam Tradisi malam Jum’at Pahing di Desa Menggoro Kecamatan
Tembarak Kabupaten Temanggung.
D. Kegunaan Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat baik secara
akademik maupun manfaat praktis sebagai berikut:
1. Manfaat teoritis
6
Hasil penelitian ini secara teoritis dapat memberikan masukan bagi
pengembangan ilmu pengetahuan khususnya bagi pendidikan Islam terkait
dengan strategi pendidikan Islam melalui kebudayaan.
2. Manfaat praktis
Sebagai masukan bagi orang tua untuk memberikan perhatian kepada
anak-anaknya, terutama dalam hal pendidikan.
E. Definisi Operasional
Untuk menghindari kesalahpahaman dalam memahami pengertian
yang sebenarnya dari judul tersebut, penulis jelaskan pengertian istilah-istilah
yang ada di dalamnya hingga membentuk suatu pengertian yang utuh sebagai
berikut :
1. Nilai Intrinsik
Nilai adalah kemampuan yang dipercayai yang ada pada suatu
benda atau hal untuk memuaskan manusia (Surayin, 2007: 374). Nilai juga
diartikan kualitas suatu hal yang menjadikan hal itu dapat disukai,
diinginkan, berguna, dihargai dan dapat menjadi objek kepentingan
(Sjarkawi, 2009: 29). Intrinsik diartikan sebagai sesuatu yang terkandung
di dalam (Surayin, 2007: 192). Sehingga nilai intrinsik merupakan
kemampuan yang terkandung didalam suatu hal.
2. Pendidikan Islam
Pendidikan menurut Hamalik (2003: 79) didefinisikan sebagai
proses pengubahan tingkah laku seseorang melalui serangkaian proses.
7
Sedangkan pendidikan Islam adalah usaha untuk membimbing
keterampilan jasmaniah dan rohaniah berdasarkan hukum-hukum agama
Islam menuju terbentuknya kepribadian utama menurut ukuran-ukuran
Islam (Saebani, 2009: 22)
3. Malam Jumat Pahing
Merupakan hari pasaran legi (Kamis Legi Malam Jum’at Pahing)
yang diyakini orang untuk datang ke Masjid di Desa Menggoro
Kecamatan Tembarak Kabupaten Temanggung untuk melaksanakan
nadzarnya dengan cara beribadah kepada Allah.
F. Metode Penelitian
1. Pendekatan Penelitian
Jenis penelitian ini adalah penelitian deskriptif kualitatif, yaitu
penelitian yang menggambarkan fenomena secara mendalam untuk
mengkaji masalah yang diteliti (Sugiyono, 2009: 4).
2. Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian dilaksanakan di Desa Menggoro
Kecamatan Tembarak Kabupaten Temanggung. Waktu
penelitian dimulai bulan Mei 2014 sampai dengan Juni
2014.
3. Subjek Penelitian
Dalam penelitian ini dipilih sebanyak 5 orang warga, 2 orang
perangkat desa, yaitu kepala dusun dan modin, serta 4 orang tokoh
8
masyarakat sebagai subjek penelitian. Subjek yang telah dipilih tersebut
diharapkan dapat menggambarkan keadaan yang sebenarnya.
4. Metode Pengumpulan Data
Keberhasilan suatu penelitian terutama penelitian kualitatif,
tergantung beberapa faktor. Paling tidak ditentukan oleh faktor kejelasan
tujuan dan permasalahan penelitian, ketepatan pemilihan pendekatan/
metodologi, ketelitian dan kelengkapan data/ informasi itu sendiri.
Dalam penelitian yang mendasarkan pada pendekatan kualitatif ini
dipergunakan beberapa teknik pengumpulan data, yaitu wawancara dan
studi dokumentasi. Kedua teknik akan dijelaskan berikut ini, digunakan
peneliti dalam rangka memperoleh informasi saling melengkapi.
Wawancara; yaitu dengan melakukan tanya jawab atau
mengkonfirmasikan kepada sampel penelitian dengan sistematis
(wawancara terstruktur). Dalam wawancara ini, pertanyaan dan jawaban
akan bersifat verbal atau semacam percakapan yang bertujuan
memperoleh data atau informasi. Dalam penelitian ini, yang menjadi
sasaran dari wawancara adalah warga, kepala desa, tokoh masyarakat
dan sumber lainnya yang relevan.
Studi dokumentasi; yaitu suatu alat penelitian yang bertujuan
untuk melengkapi data (sebagai bukti pendukung), yang bersumber
bukan dari manusia yang memungkinkan dilakukannya pengecekan
untuk mengetahui kesesuiannya. Sumber data yang menjadi fokus dalam
penelitian ini adalah dokumentasi pelaksanaan.
9
Selain dengan wawancara dan dokumentasi juga menggunakan
observasi, yaitu melakukan pengamatan langsung terhadap proses/
tahapan dalam pelaksanaan kegiatan pada malam jum’at pahing.
Dalam penelitian kualitatif tidak terdapat prosedur pengumpulan
data yang memiliki pola yang pasti. Rianse (2009:6) mengatakan
“masing- masing peneliti dapat memberi sejumlah petunjuk dan saran
berdasarkan pengalaman masing-masing”, namun demikian Lincoln dan
Guba (Rianse, 2009: 64) mengatakan terdapat rangkaian prosedur dasar
yang dipergunakan dalam penelitian kualitatif, prosedur itu meliputi
tahap orientasi, explorasi, dan member check. Pelaksanaan
pengumpulan data dalam penelitian ini melalui kegiatan sebagai berikut:
1. Tahap Orientasi
Pada saat ini peneliti melakukan kegiatan: Pendekatan kelembaga-
lembaga yang menjadi lokasi penelitian, dengan tujuan untuk
memperoleh gambaran tentang lokasi dan fokus masalah penelitian,
serta memilih jumlah informan awal yang memadai untuk memperoleh
informan yang tepat. Melakukan pendalaman terhadap sumber-sumber
bacaan yang berhubungan dengan masalah penelitian, guna menyusun
kerangka penelitian dan teori-teori. Melakukan wawancara awal untuk
memperoleh informasi yang bersifat umum yang berkenaan dengan
ruang lingkup penelitian ini.
10
2. Tahap Eksplorasi
Pada tahap ini peneliti melakukan kegiatan: Mengadakan wawancara
secara intensif dengan subjek penelitian, yaitu kepala desa, tokoh
masyarakat, dan masyarakat yang mengetahui tradisi malam jum’at
pahing.
3. Tahap Member check
Pada tahap ini, semua data dan informasi yang telah dikumpulkan dan
dicek ulang dengan metode triangulasi, untuk melihat kelengkapan atau
kesempurnaan serta validitas data. Pengecekan data ini dilakukan
dengan kegiatan sebagai berikut: Mengecek ulang data yang sudah
terkumpul, baik data yang terkumpul dari wawancara, hasil observasi
maupun dokumen. Meminta data atau informasi ulang kepada subjek
penelitian apabila ternyata data yang terkumpul tersebut belum lengkap.
Meminta penjelasan kepada pihak terkait tentang data pelaksanaan
kegiatan Malam Jum’at Pahing yang melanjutkan serta data lain yang
berhubungan dengan penelitian.
5. Teknik Analisis Data
Tujuan utama penelitian ini adalah memahami perilaku manusia
dalam konteks tertentu. Sebagai konsekuensi dari tujuan, sifat dan
pendekatan penelitian kualitatif tersebut, maka proses dan teknik analisis
data yang ditempuh peneliti cenderung beragam. Kualitas konseptual,
kreativitas dan intuisi peneliti menentukan keberhasilan analisisnya. Sesuai
11
dengan sifat penelitian yang naturalistic-fenomenologis kualitatif, tentunya
semua informasi yang dijaring dengan berbagai macam alat dalam studi ini
berupa uraian yang penuh deskripsi mengenai subjek yang diteliti, pendapat,
pengetahuan, pengalaman dan aspek lainya yang berkaitan. Tentu tidak
semua data itu dipindahkan dalam laporan penelitian, melainkan dianalisis
dengan menggunakan prosedur menurut Sugiyono (2009:14) yaitu: (1)
reduksi data, (2) display data, (3) mengambil keputusan dan verifikasi.
Analisis data dalam penelitian naturalisti kualitatif menurut Rianse (2009:
66) adalah proses mengatur data untuk ditafsirkan dan diketahui maknanya.
a. Reduksi Data
Tahap ini dilakukan dengan menelaah data yang tersedia dari berbagai
sumber, yaitu wawancara, pengamatan lapangan, dan dokumen,
sehingga dapat ditemukan hal- hal pokok dari proyek yang diteliti yang
berkenaan dengan fokus penelitian.
b. Display Data
Pada tahap ini, dilakukan dengan merangkum hal- hal pokok yang
ditemukan dalam susunan yang sismatis, yaitu data disusun dengan cara
menggolongkannya ke dalam pola, tema, unit atau katagori, sehingga
tema sentral dapat diketahui dengan mudah, kemudian diberi makna
sesuai materi penelitian. Lebih jelasnya apa yang dimaksud dengan
analisis dan interpretasi data adalah merupakan proses penyederhanaan
dan trasformasi timbunan data mentah, sehingga menjadi kesimpulan-
kesimpulan yang singkat, padat dan bermakna.
12
c. Verifikasi
Pada tahap ini dilakukan pengujian tentang kesimpulan yang telah
diambil dengan data pembandingan yang bersumber dari hasil
pengumpulan data dan penunjang lainnya. Pengujian ini dimaksudkan
untuk melihat kebenaran hasil analisis sehingga melahirkan kesimpulan
yang diambil dilakukan dengan menghubungkan atau
mengkomunikasikan hasil- hasil penelitian dengan teori- teori para ahli.
Terutama teori yang menjadi kerangka acuan peneliti dan keterkaitannya
dengan temuan- temuan dari penelitian lainnya yang relevan, melakukan
proses member-chek mulai dari tahap orientasi sampai dengan
kebenaran data terakhir, dan akhirnya membuat kesimpulan untuk
dilaporkan sebagai hasil penelitian (Rianse, 2009: 67.
G. Sistematika Penulisan Skripsi
Sistematika dalam penulisan skripsi ini dipakai sebagai aturan yang
saling terkait dan saling melengkapi, adapun sistematika penulisan sebagai
berikut:
BAB I Pendahuluan, terdiri dari Latar Belakang Masalah, Rumusan
Masalah, Tujuan Penelitian, Kegunaan Penelitian, Definisi
Operasional Metode Penelitian meliputi Metode Pemilihan
Subyek, Metode Pengumpulan Data, Metode Analisa Data
serta Sistematika Penulisan
BAB II Kajian Pustaka
A. Tinjauan tentang Nilai Pendidikan Islam meliputi: Definisi
Nilai dan Pendidikan Islam
B. Tinjauan tentang Malam Jum’at Pahing
13
BAB III Hasil Penelitian, berisi gambaran umum Desa Menggoro,
Keadaan Sosial Masyarakat, serta Tradisi Malam Jumat
Pahing di Desa Menggoro
BAB IV Analisis Data, meliputi analisis tentang Nilai Pendidikan Islam
dalam Tradisi Malam Jumat Pahing serta Pembahasan
BAB V Penutup
Dalam bab ini akan disampaikan tentang kesimpulan dan
saran
Diakhiri dengan daftar pustaka, serta lampiran-lampiran yang dapat
mendukung laporan penelitian ini.
14
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
A. Definisi Nilai
Nilai adalah sesuatu yang berharga, bermutu, menunjukkan
kualitas, dan berguna bagi manusia (Koentjaraningrat, 2004: 12). Sesuatu itu
bernilai berarti sesuatu itu berharga atau berguna bagi kehidupan manusia.
Adanya dua macam nilai tersebut sejalan dengan penegasan pancasila
sebagai ideologi terbuka. Perumusan Pancasila sebagai dalam pembukaan
UUD 1945. Alinea 4 dinyatakan sebagai nilai dasar dan penjabarannya
sebagai nilai instrumental. Nilai dasar tidak berubah dan tidak boleh diubah
lagi. Betapapun pentingnya nilai dasar yang tercantum dalam pembukaan
UUD 1945 itu, sifatnya belum operasional. Artinya belum dapat dijabarkan
secara langsung dalam kehidupan sehari-hari. Penjelasan UUD 1945 sendiri
menunjuk adanya undang-undang sebagai pelaksanaan hukum dasar tertulis
itu. Nilai-nilai dasar yang terkandung dalam pembukaan UUD 1945 itu
memerlukan penjabaran lebih lanjut. Penjabaran itu sebagai arahan untuk
kehidupan nyata. Penjabaran itu kemudian dinamakan nilai instrumental
(Koentjaraningrat, 2004: 13).
Nilai Instrumental harus tetap mengacu kepada nilai-nilai dasar
yang dijabarkannya Penjabaran itu bisa dilakukan secara kreatif dan dinamis
dalam bentuk-bentuk baru untuk mewujudkan semangat yang sama dan
31 14
15
dalam batas-batas yang dimungkinkan oleh nilai dasar itu. Penjabaran itu
jelas tidak boleh bertentangan dengan nilai-nilai dasarnya.
Sifat-sifat nilai menurut Daroeso (2006: 28) adalah sebagai berikut.
1. Nilai itu suatu realitas abstrak dan ada dalam kehidupan manusia. Nilai
yang bersifat abstrak tidak dapat diindra. Hal yang dapat diamati
hanyalah objek yang bernilai itu. Misalnya, orang yang memiliki
kejujuran. Kejujuran adalah nilai,tetapi kita tidak bisa mengindra
kejujuran itu. Yang dapat kita indra adalah kejujuran itu.
2. Nilai memiliki sifat normatif, artinya nilai mengandung harapan, cita-
cita, dan suatu keharusan sehingga nilai memiliki sifat ideal (das sollen).
Nilai diwujudkan dalam bentuk norma sebagai landasan manusia dalam
bertindak, misalnya, nilai keadilan. Semua orang berharap dan
mendapatkan dan berperilaku yang mencerminkan nilai keadilan.
3. Nilai berfungsi sebagai daya dorong/motivator dan manusia adalah
pendukung nilai. Manusia bertindak berdasar dan didorong oleh nilai
yang diyakininya, misalnya, nilai ketakwaan. Adanya nilai ini
menjadikan semua orang terdorong untuk bisa mencapai derajat
ketakwaan.
Nilai diartikan sebagai sesuatu yang berharga, yang dianggap
bernilai, adil, baik dan indah serta menjadi pedoman atau pegangan diri
(Darmadi, 2009: 27). Nilai juga diartikan sebagai suatu sasaran sosial atau
tujuan sosial yang dianggap pantas dan berharga untuk dicapai (Sagala,
16
2006: 237). Adapun nilai yang dimaksud adalah norma yang berlaku dalam
masyarakat ataupun tuntunan agama yang ada dalam masyarakat.
Nilai merupakan esensi yang melekat pada sesuatu yang sangat
berarti bagi kehidupan manusia. Esensi belum berarti sebelum dibutuhkan
oleh manusia, tetapi tidak berarti adanya esensi karena adanya manusia yang
membutuhkan. Hanya saja kebermaknaan esensi tersebut semakin
meningkat sesuai dengan peningkatan daya tangkap dan pemaknaan manusia
sendiri.
Hakikat kehidupan sosial kemasyarakatan adalah untuk perdamaian,
perdamaian hidup merupakan esensi kehidupan manusia. Esensi itu tidak
hilang walaupun kenyataannya banyak bangsa yang berperang. Nilai
perdamaian semakin tinggi selama manusia mampu memberikan makna
terhadap perdamaian, dan nilai perdamaian juga berkembang sesuai dengan
daya tangkap manusia tentang hakekat perdamaian.
1. Macam-macam Nilai
Nilai dapat dilihat dari berbagai sudut pandangan, yang
menyebabkan terdapat bermacam-macam nilai, antara lain:
a. Dilihat dari segi kebutuhan hidup manusia, nilai menurut Sjarkawi
(2009:29)
1) Nilai moral
2) Nilai sosial
3) Nilai undang-undang
4) Nilai agama
17
Keempat nilai tersebut berkembang sesuai dengan tuntutan kebutuhan.
Dari kebutuhan yang paling sederhana, yakni kebutuhan akan tuntutan
fisik biologis, keamanan, cinta kasih, harga diri dan yang terakhir
kebutuhan jati diri. Apabila kebutuhan dikaitkan dengan tata-nilai
agama, akan menimbulkan penafsiran yang keliru. Apakah untuk
menemukan jati diri sebagai orang muslim dan mukmin yang baik itu
baru dapat terwujud setelah kebutuhan yang lebih rendah tercukupi
lebih dahulu? Misalnya makan cukup, tidak ada yang merongrong
dalam beragama, dicintai dan dihormati kemudian orang itu baru dapat
beriman dengan baik, tentunya tidak. Nilai keimanan dan ketaqwaan
tidak tergantung pada kondisi ekonomi maupun sosial budaya, tidak
terpengaruh oleh dimensi ruang dan waktu.
b. Dilihat dari Kemampuan jiwa manusia untuk menangkap dan
mengembangkan, nilai dapat dibedakan menjadi dua yakni:
1) Nilai yang statik, seperti kognisi, emosi, dan psikomotor.
2) Nilai yang bersifat dinamis, seperti motivasi berprestasi, motivasi
berafiliasi, motivasi berkuasa.
c. Pendekatan proses budaya, nilai dapat dikelompokkan dalam tujuh
jenis yakni (Darmadi, 2006: 44):
1) Nilai ilmu pengetahuan
2) Nilai ekonomi
3) Nilai keindahan
4) Nilai politik
18
5) Nilai keagamaan
6) Nilai kekeluargaan dan
7) Nilai kejasmanian.
Pembagian nilai-nilai ini dari segi ruang lingkup hidup manusia
sudah memadai sebab mencakup hubungan manusia dengan Tuhan,
hubungan manusia dengan manusia, dan hubungan manusia dengan
dirinya sendiri, karena itu nilai ini juga mencakup nilai-nilai ilahiyah (ke-
Tuhanan) dan nilai-nilai insaniyah (kemanusiaan). (Sjarkawi, 2009: 14)
a. Pembagian nilai didasarkan atas sifat nilai itu dapat dibagi ke dalam
(1) nilai-nilai subjektif, (2) nilai-nilai objektif rasional, dan (3) nilai-
nilai objektif metafisik. Nilai subjektif adalah nilai yang merupakan
reaksi subjek terhadap objek, hal ini sangat tergantung kepada
masing-masing pengalaman subjek tersebut. Nilai subjektif rasional
(logis) yakni nilai-nilai yang merupakan esensi dari objek secara logis
yang dapat diketahui melalui akal sehat. Seperti nilai kemerdekaan,
setiap orang memiliki hak untuk merdeka, nilai kesehatan, nilai
keselamatan badan dan jiwa, nilai perdamaian dan sebagainya.
Sedangkan nilai yang bersifat objektif metafisik yakni nilai-nilai yang
ternyata mampu menyusun kenyataan objektif, seperti nilai-nilai
agama.
b. Nilai bila dilihat dari sumbernya terdapat (1) nilai illahiyah
(ubudiyah dan muamalah), (2) nilai insaniyah. Nilai ilahiyah adalah
nilai yang bersumber dari agama (wahyu Allah), sedangkan nilai
19
insaniyah adalah nilai yang diciptakan oleh manusia atas dasar kriteria
yang diciptakan oleh manusia pula.
c. Dilihat dari segi ruang lingkup dan keberlakuannya nilai dapat dibagi
menjadi (1) nilai-nilai universal dan (2) nilai-nilai lokal. Tidak tentu
semua nilai-nilai agama itu universal, demikian pula ada nilai-
nilai insaniyah yang bersifat universal. Dari segi keberlakuan
masanya dapat dibagi menjadi (1) nilai-nilai abadi, (2) nilai pasang
surut dan (3) nilai temporal.
d. Ditinjau dari segi hakekatnya nilai dapat dibagi menjadi (1) nilai
hakiki (root values) dan (2) nilai instrumental. Nilai-nilai yang hakiki
itu bersifat universal dan abadi, sedangkan nilai-nilai instrumental
dapat bersifat lokal, pasang-surut, dan temporal.
Perbedaan macam-macam nilai ini mengakibatkan menjadikan
perbedaan dalam menentukan tujuan pendidikan nilai, perbedaan strategi
yang akan dikembangkan dalam pendidikan nilai, perbedaan metoda dan
teknik dalam pendidikan Islam. Di samping perbedaan nilai tersebut di atas
yang ditinjau dari sudut objek, lapangan, sumber dan kualitas/serta masa
keberlakuannya, nilai dapat berbeda dari segi tata strukturnya. Tentu hal ini
lebih ditentukan dari segi sumber, sifat dan hakekat nilai itu
B. Pendidikan Islam
Pendidikan adalah proses yang berlangsung untuk menghasilkan
perubahan yang diperlukan dalam tingkah laku manusia. Menurut Ahmad D.
20
Marimba yang dikutip oleh Heri Noer Aly (2009: 14), pendidikan adalah
bimbingan atau pimpinan secara sadar oleh si pendidik terhadap
perkembangan jasmani dan rohani si terdidik menuju terbentuknya
kepribadian yang utama. Sedangkan pengertian pendidikan menurut
Soegarda Poerbakawaca yang dikutip oleh Abuddin Nata (2005: 64), ialah
semua perbuatan atau usaha dari generasi tua untuk mengalihkan
pengetahuannya, pengalamannya, kecakapannya, dan ketrampilannya
kepada generasi muda untuk melakukan fungsi hidupnya baik jasmani
maupun rohani dalam pergaulan bersama sebaik-baiknya. Adapun menurut
Hujair AH Sanaky, pendidikan adalah usaha sadar yang dibutuhkan untuk
menyiapkan anak manusia demi menunjang perannya di masa datang.
Dari beberapa pendapat yang telah diuraikan di atas dapat
disimpulkan bahwa pendidikan pada hakekatnya merupakan usaha manusia
untuk dapat membantu, melatih, dan mengarahkan anak melalui transmisi
pengetahuan, pengalaman, intelektual, dan keberagamaan orang tua
(pendidik) dalam kandungan sesuai dengan fitrah manusia supaya dapat
berkembang sampai pada tujuan yang dicita-citakan, yaitu kehidupan yang
sempurna dengan terbentuknya kepribadian yang utama.
Secara umum dapat dikatakan bahwa pendidikan Islam adalah ilmu
pendidikan yang berdasarkan Islam. Pendidikan Islam menurut Tadjab
secara sederhana dapat diartikan sebagai pendidikan yang dilaksanakan
dengan bersumber dan berdasar atas ajaran agama Islam. Menurut Hery
Noer Aly (2009: 18), pendidikan Islam adalah pendidikan manusia
21
seutuhnya; akal dan hatinya, rohani dan jasmaninya, akhlak dan
keterampilannya. Sedangkan menurut Endang Saipuddin Anshari dalam
Hery Noer Ali (2009: 20), ia mendefinisikan pendidikan Islam menjadi dua
bagian; pertama dalam arti yang luas adalah proses bimbingan (pimpinan,
tuntunan, dan asuhan) oleh subjek didik terhadap perkembangan jiwa
(pikiran, perasaan, kemauan, intuisi, dan lain sebagainya) dan raga objek
didik dengan bahan-bahan materi tertentu dan dengan metode tertentu.
Dilakukan dalam jangka waktu tertentu, dengan metode tertentu dan dengan
alat perlengkapan yang ada ke arah terciptanya pribadi tertentu disertai
evaluasi sesuai dengan ajaran Islam. Kedua, pendidikan Islam dalam arti
khusus adalah pendidikan yang materi didiknya adalah Al-Islam, akidah,
syari’ah (ibadah dan muamalah) dan akhlak Islam, seperti pendidikan agama
Islam di perguruan tinggi.
Masih banyak lagi pengertian pendidikan Islam menurut para ahli,
namun dari beberapa pengertian tersebut yang dapat disimpulkan, pada
dasarnya pendidikan Islam adalah usaha bimbingan jasmani dan rohani pada
tingkat kehidupan individu dan sosial untuk mengembangkan fitrah manusia
berdasarkan hukum-hukum Islam menuju terbentuknya manusia ideal (insan
kamil) yang berkepribadian Muslim dan berakhlak terpuji serta taat pada
Islam sehingga dapat mencapai kebahagiaan di dunia dan di akhirat.
Berdasarkan uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa nilai-nilai pendidikan
Islam adalah sifat-sifat atau hal-hal yang melekat pada pendidikan Islam
yang digunakan sebagai dasar manusia untuk mencapai tujuan hidup, yaitu
22
mengabdi pada Allah SWT. Nilai-nilai tersebut perlu ditanamkan pada anak
sejak kecil, karena pada waktu itu adalah masa yang tepat untuk
menanamkan kebiasaan yang baik padanya.
Pendidikan Islam sangat memperhatikan penataan individual dan
sosial yang membawa penganutnya pada pengaplikasian Islam dan ajaran-
ajarannya ke dalam tingkah laku sehari-hari. Karena itu, keberadaan sumber
dan landasan pendidikan Islam harus sama dengan sumber Islam itu sendiri,
yaitu Al-Qur’an dan As-Sunah. Pandangan hidup yang mendasari seluruh
kegiatan pendidikan Islam ialah pandangan hidup muslim yang merupakan
nilai-nilai luhur yang bersifat universal yakni Al-Qur’an dan As-Sunnah
yang sahih juga pendapat para sahabat dan ulama sebagai tambahan. Nilai-
nilai luhur tersebut diuraikan sebagai berikut: (Aly, 2009: 26)
1. Al-Qur’an
Di dalam Al-Qur’an terdapat ajaran yang berisi prinsip-prinsip yang
berkenaan dengan kegiatan atau usaha pendidikan itu. Sebagai contoh
dapat dibaca dalam kisah Luqman yang mengajari anaknya dalam surat
Luqman. Al-Qur’an adalah petunjuk-Nya yang bila dipelajari akan
membantu menemukan nilai-nilai yang dapat dijadikan pedoman
berbagai problem hidup. Apabila dihayati dan diamalkan menjadi
pikiran rasa dan karsa mengarah pada realitas keimanan yang
dibutuhkan bagi stabilitas dan ketentraman hidup pribadi dan
masyarakat.
23
2. As-Sunah
Setelah Al-Qur’an, pendidikan Islam menjadikan As-Sunnah sebagai
dasar dan sumber kurikulumnya. Secara harfiah ’sunnah’ berarti jalan,
metode dan program. Secara istilah ’sunnah’ adalah perkara yang
dijelaskan melalui sanad yang sahih baik itu berupa perkataan,
perbuatan atau sifat Nabi Muhammad SAW. Sebagaimana Al-Qur’an,
sunnah berisi petunjuk-petunjuk untuk kemaslahatan manusia dalam
segala aspeknya yang membina manusia menjadi Muslim yang
bertaqwa. Dalam dunia pendidikan sunnah memiliki dua faedah yang
sangat besar, yakni:
a. Menjelaskan sistem pendidikan Islam yang terdapat dalam Al-
Qur’an atau menerangkan hal-hal yang tidak terdapat di dalamnya.
b. Menyimpulkan metode pendidikan dari kehidupan Rasulullah
SAW bersama anak-anaknya dan penanaman keimanan ke dalam
jiwa yang dilakukannya.
Tujuan adalah sesuatu yang diharapkan tercapai setelah kegiatan
selesai dan memerlukan usaha dalam meraih tujuan tersebut. Secara umum
menurut Hery Noer Aly (2009: 22), tujuan adalah batas akhir yang dicita-
citakan seseorang dan dijadikan pusat perhatiannya untuk dicapai melalui
usaha. Pengertian tujuan pendidikan adalah perubahan yang diharapkan
pada subjek didik setelah mengalami proses pendidikan baik pada tingkah
laku individu dan kehidupan pribadinya, maupun kehidupan masyarakat
dan alam sekitarnya individu hidup.
24
Adapun tujuan pendidikan Islam menurut Imam Al-Ghazali, ialah
kesempurnaan insani di dunia dan akhirat. Manusia akan mencapai
kesempurnaan melalui pencarian keutamaan dengan menggunakan ilmu.
Keutamaan itu akan memberinya kebahagiaan di dunia serta
mendekatkannya kepada Allah SWT, sehingga dia juga akan mendapatkan
kebahagiaan di akhirat. Sedangkan menurut Muhammad Munir Mursa
dalam Saebani (2009: 14), tujuan terpenting pendidikan Islam adalah
tercapainya kesempurnaan insani, karena Islam sendiri merupakan
manifestasi tercapainya kesempurnaan agamawi. Dan menurut pendapat
Abdul Fattah Jalal dalam Saebani (2009: 14), tujuan akhir pendidikan Islam
adalah menjadikan manusia sebagai abdi atau hamba Allah SWT. Di dalam
Al-Qur’an dijelaskan bahwa tujuan pendidikan adalah ”membina manusia
secara pribadi dan kelompok sehingga mampu menjalankan fungsinya
sebagai hamba Allah SWT dan khalifah-Nya, untuk membangun dunia ini
sesuai dengan konsep yang ditetapkan Allah (untuk bertaqwa kepada-
Nya).” Firman Allah SWT dalam Al-Qur’an surat Adz-Dzariyat ayat 56:
Artinya: Dan tidaklah Aku menciptakan jin dan manusia melainkan supaya
mereka menyembah-Ku (QS. Adz-Dzariyat: 56) (Depag RI, 2005: 654)
Makna dari ayat tersebut bahwa untuk menyembah Allah
diperlukan suatu pendidikan sehingga dalam tatacara menyembah tersebut
sesuai dengan ajaran yang ditentukan. Oleh karena itulah pendidikan
25
merupakan sarana untuk dapat memahami aturan-aturan dalam menyembah
kepada Allah SWT.
Berdasarkan penjelasan dan rincian tentang tujuan pendidikan di
atas maka dapat diambil kesimpulan bahwa tujuan nilai pendidikan Islam
adalah sebagai berikut:
1. Menyiapkan dan membiasakan anak dengan ajaran Islam sejak kecil
agar menjadi hamba Allah SWT yang beriman.
2. Membentuk anak Muslim dengan perawatan, bimbingan, asuhan, dan
pendidikan pra natal sehingga dalam dirinya tertanam kuat nilai-nilai
keislaman yang sesuai dengan fitrahnya.
3. Mengembangkan potensi, bakat, dan kecerdasan anak sehingga mereka
dapat merealisasikan dirinya sebagai pribadi Muslim.
d. Memperluas pandangan hidup dan wawasan keilmuan bagi anak
sebagai makhluk individu dan social
C. Nilai-nilai Pendidikan Islam
Kehidupan manusia tidak terlepas dari nilai, dan nilai itu
selanjutnya diinstitusikan. Institusional nilai yang terbaik adalah melalui
upaya pendidikan. Pada hakikatnya pendidikan adalah proses transformasi
dan internalisasi nilai, baik sebagai proses pembiasaan terhadap nilai, proses
rekonstruksi nilai serta proses penyesuaian terhadap nilai. Lebih dari itu
fungsi pendidikan Islam adalah pewarisan dan pengembangan nilai-nilai
dienul Islam serta memenuhi aspirasi masyarakat dan kebutuhan tenaga di
26
semua tingkat dan bidang pembangunan bagi terwujudnya kesejahteraan
masyarakat. Nilai pendidikan Islam perlu ditanamkan pada anak sejak kecil
agar mengetahui nilai-nilai agama dalam kehidupannya. Dalam pendidikan
Islam terdapat bermacam-macam nilai islami yang mendukung dalam
pelaksanaan pendidikan bahkan menjadi suatu rangkaian atau sistem di
dalamnya. Nilai tersebut menjadi dasar pengembangan jiwa anak sehingga
bisa memberi out put bagi pendidikan yang sesuai dengan harapan
masyarakat luas.
Berdasarkan uraian di atas, maka penulis akan mengemukakan
nilai-nilai pendidikan Islam secara umum menurut yang dikemukakan oleh
Dr. Zulkarnain (2008: 38), yakni; nilai tauhid/aqidah, ibadah (’ubudiyah),
Akhlak, dan nilai kemasyarakatan, yang merupakan dasar pokok dan harus
ditanamkan pada anak sejak dini.
1. Nilai Tauhid/Aqidah (Keimanan)
Tauhid atau aqidah (iman) adalah kepercayaan yang terhujam ke dalam
hati dengan penuh keyakinan, tidak ada perasaan syak (ragu-ragu),
serta mempengaruhi orientasi kehidupan, sikap dan aktivitas
keseharian. Al-Ghazali mengatakan iman adalah megucapkan dengan
lidah, mengakui benarnya dengan hati dan mengamalkan dengan
anggota badan. Pendidikan keimanan termasuk aspek pendidikan yang
patut mendapat perhatian yang pertama dan utama dari orang tua.
Memberikan pendidikan ini pada anak merupakan sebuah keharusan
27
yang tidak boleh ditinggalkan. Pasalnya iman merupakan pilar yang
mendasari keislaman seseorang.
Aqidah (iman) yang kuat dan tertanam dalam jiwa seseorang
merupakan hal yang penting dalam perkembangan pendidikan. Salah
satu yang bisa menguatkan aqidah adalah memiliki nilai pengorbanan
dalam dirinya demi membela aqidah yang diyakini kebenarannya.
Semakin kuat nilai pengorbanannnya akan semakin kokoh aqidah yang
ia miliki.Keimanan merupakan landasan pokok bagi kehidupan yang
sesuai dengan fitrah manusia, karena manusia mempunyai sifat dan
kecenderungan untuk mengalami dan mempercayai adanya Tuhan.
Oleh karena itu penanaman keimanan harus diperhatikan dan tidak
boleh dilupakan. Sebagaimana firman Allah SWT dalam surat Ar-Rum
ayat 30:
Maka hadapkanlah wajahmu dengan Lurus kepada agama Allah;
(tetaplah atas) fitrah Allah yang telah menciptakan manusia menurut
fitrah itu. tidak ada peubahan pada fitrah Allah. (Itulah) agama yang
lurus; tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahui, (Depag RI, 2005:
286)
Dengan fitrah manusia yang telah ditetapkan oleh Allah SWT
sebagaimana dalam ayat di atas, maka manusia mempunyai kewajiban
untuk memelihara fitrah dan mengembangkannya. Artinya bahwa
manusia memiliki kesamaan fitrah, yang membedakannya adalah
derajat ketaqwaan di hadapan Allah. Untuk mencapai ketaqwaan
dicapai melalui belajar.
2. Nilai Ibadah
28
Ibadah yang dimaksud adalah pengabdian ritual sebagaimana
diperintahkan dan diatur di dalam Al-Qur’an dan Sunnah. Aspek
ibadah ini di samping bermanfaat bagi kehidupan duniawi, tetapi yang
paling utama adalah sebagai bukti dari kepatuhan manusia memenuhi
perintah-perintah Allah SWT. Ibadah merupakan bukti nyata bagi
seorang Muslim dalam meyakini dan mempedomani aqidah Islamiyah.
Pedidikan ibadah merupakan salah satu aspek pendidikan Islam yang
perlu diperhatikan. Semua ibadah dalam Islam bertujuan membawa
manusia supaya selalu ingat kepada Allah SWT. Oleh karena itu
ibadah merupakan tujuan hidup manusia diciptakan-Nya di muka
bumi. Ibadah yang dimaksud bukan ibadah ritual saja tetapi ibadah
yang dimaksud di sini adalah ibadah dalam arti umum dan khusus.
Ibadah umum yaitu segala amalan yang dizinkan Allah SWT,
sedangan ibadah khusus yaitu segala sesuatu (apa) yang telah
ditetapkan Allah SWT dengan perincian-perinciannya, tingkat, dan
cara-caranya yang tertentu. Usia balig merupakan batas Taklif
(pembebanan hukum syar’i) apa yang diwajibkan syari’at pada seorang
Muslim maka wajib dilakukannya, sedang yang diharamkan wajib
menjauhinya. Salah satu kewajiban yang dapat dilihat dalam
kehidupan sehari-hari adalah shalat lima waktu. Orang tua wajib
mendidik anak-anaknya untuk melaksanakan shalat, apabila ia tidak
melaksanakan maka orang tua wajib memukulnya.
29
Luqman menanamkan nilai-nilai ibadah kepada anak-anaknya sejak
dini. Dia bermaksud agar anak-anaknya mengenal tujuan hidup
manusia, yaitu menghambakan diri kepada Allah SWT bahwa
sesungguhnya tidak ada Tuhan yang patut disembah selain Allah SWT.
Apa yang dilakukan Luqman kepada anak-anaknya bisa dicontoh
orang tua zaman sekarang ini. Oleh karena itu, nilai ibadah yang
benar-benar Islamiyyah mesti dijadikan salah satu pokok dalam
pendidikan, khususnya pendidikan anak. Orang tua dapat menanamkan
nilai-nilai ibadah pada anak dan berharap nantinya ia akan tumbuh
menjadi insan yang tekun beribadah secara benar sesuai dengan ajaran
Islam.
Muatan ibadah dalam pendidikan Islam diorientasikan kepada
bagaimana manusia mampu memenuhi hal-hal sebagai berikut:
”Pertama, menjalin hubungan utuh dan langsung dengan Allah SWT.
Kedua, menjaga hubungan dengan sesama insan. Ketiga, kemampuan
menjaga dan menyerahkan dirinya sendiri.” Dengan demikian, aspek
ibadah dapat dikatakan sebagai alat untuk digunakan oleh manusia
dalam rangka memperbaiki akhlak dan mendekatkan diri kepada Allah
SWT. (Darmadi, 2009: 62)
3. Nilai Akhlak
Tidak dapat diragukan lagi bahwa akhlak yang baik dan tingkah laku
yang bagus merupakan buah dari iman yang mantap dan pertumbuhan
30
agama yang benar. Akhlak menjadi masalah yang penting dalam
perjalanan hidup manusia sebagai makhluk sosial. Sebab akhlak
memberi norma-norma atau aturan baik dan buruk yang menentukan
kualitas pribadi manusia dalam menjalani kehidupan.
Dalam akhlak Islam, norma-norma atau aturan baik dan buruk telah
ditentukan oleh Al-Qur’an dan Hadits. Oleh karena itu, Islam tidak
merekomendasikan kebebasan manusia untuk menentukan norma-
norma akhlak secara otonom (pribadi). Islam menegaskan bahwa hati
nurani senantiasa mengajak manusia mengikuti yang baik dan
menjauhkan yang buruk. Dengan demikian, hati dapat menjadi ukuran
baik dan buruk pribadi manusia.
Pentingnya akhlak, dalam hal ini tidak terbatas pada perseorangan saja,
melainkan penting untuk masyarakat, umat, dan kemanusiaan
seluruhnya. Akhlak dalam diri manusia timbul dan tumbuh dari dalam
jiwa, kemudian berbuah ke segenap anggota yang menggerakkan amal-
amal serta menghasilkan sifat-sifat yang baik serta menjauhi segala
larangan terhadap sesuatu yang buruk yang membawa manusia ke
dalam kesesatan. Puncak dari akhlak tersebut adalah pencapaian; 1)
Irsyad, yakni kemampuan membedakan antara amal yang baik dan
buruk; 2) Taufiq, yaitu perbuatan yang sesuai dengan tuntunan
Rasulullah SAW dengan akal sehat; dan 3) Hidayah, yakni gemar
melakukan perbuatan baik dan terpuji serta menghindari yang buruk
dan tercela. (Darmadi, 2009: 64)
31
4. Nilai Kemasyarakatan
Bidang kemasyarakatan ini mencakup pengaturan pergaulan hidup
manusia di atas bumi, misalnya pengaturan tentang benda,
ketatanegaraan, hubungan antarnegara, hubungan antarmanusia dalam
dimensi sosial, dan lain sebagainya. Dengan kata lain, dapat dikatakan
sebagai kaidah muamalah, sebagaimana telah dijelaskan oleh Endang
Saifuddin Anshari di atas, mencakup dua bagian;
a) Al-Qanunul Khas ’hukum perdata’ yang meliputi; (1) muamalah
dalam arti sempit sama dengan hukum niaga, (2) munakahah (hukum
nikah), (3) waratsah (hukum waris), dan lain sebagainya.
b) Al-Qanunul ’Am ’hukum publik’ yang meliputi; (1) jinayah (hukum
pidana), (2) khilafah (hukum kenegaraan), (3) jihad (hukum perang
dan damai), dan lain sebagainya. (Saebani, 2009: 18)
Dengan demikian, sesungguhnya pendidikan islam tidak saja fokus
pada education for the brain, tetapi juga pada education for the heart. Dalam
pandangan islam, karena salah satu misi utama pendidikan islam adalah dalam
rangka membantu peserta didik mencapai kesejahteraan lahir batin, maka ia
harus seimbang, sebab bila ia hanya fokus pada pengembangan kreatifiats
rasional semata tanpa diimbangi oleh kecerdasan emosional, maka manusia
tidak akan dapat menikmati nilai kemajuan itu sendiri, bahkan yang terjadi
adalah manusia kehilangan identitasnya dan mengalami kegersangan
psikologis.
32
Demikian pula pendidikan islam mesti bersifat integralitik, artinya ia
harus memandang manusia sebagai satu kesatuan utuh, kesatuan jasmani
rohani, kesatuan intelektual, emosional dan spiritual, kesatuan pribadi dan
sosial dan kesatuan dalam melangsungkan, mempertahankan dan
mengembangkan hidup dan kehidupannya.
Ruang lingkup pendidikan Islam meliputi keserasian, keselarasan
dan keseimbangan antara (Saebani, 2009: 46):
1. Hubungan manusia dengan Allah SWT
2. Hubungan manusia dengan sesama manusia
3. Hubungan manusia dengan dirinya sendiri
4. Hubungan manusia dengan mahluk lain dan lingkungannya.
Adapun ruang lingkup pendidikan Islam meliputi lima unsur pokok
yaitu: Al-Qur’an, Aqidah, Syari’ah, Akhlak, dan Tarikh (sejarah). Ruang
lingkup ajaran Islam mencakup tiga domain yaitu (Saebani, 2009: 47):
1. Kepercayaan (i’tiqadiyah), yang berhubungan dengan rukun iman,
sepert iman kepada Allah SWT, malaikat, kitabullah, Rasulullah, hari
kebangkitan dan takdir;
2. Perbuatan (‘amaliyah), yang terbagi dalam dua bagian: (1) masalah
Ibadah, berkaitan dengan rukun Islam, seperti syahadat, shalat, zakat,
puasa, haji, dan ibadah-ibadah lain yang mengatur hubungan manusia
dengan Allah SWT.; (2) masalah Mu’amalah, berkaitan dengan interaksi
manusia dengan sesamanya, baik perseorangan maupun kelompok
33
seperti akad, pembelajaran, hukuman, hukum jinayah (hukum pidana
dan perdata);
3. Etika (khulukiyah), berkaitan dengan kesusilaan, budi pekerti, adab atau
sopan santun yang menjadi perhiasan bagi seseorang dalam rangka
mencapai kutamaan. Nilai-nilai seperti jujur (siddiq), terpercaya
(amanah), adil, sabar, syukur, pemaaf, tidak tergantung pada materi
(zuhud), menerima apa adanya (qana’ah), berserah diri kepada Allah
(tawakal), malu berbuat buruk (haya), persaudaraan (ukhuwah),
toleransi (tasamuh), tolong menolong (ta’awun), dan saling
menanggung (akaful), adalah serangkaian bentuk dari budi pekerti yang
luhur (akhlaq al karimah).
Materi merupakan komponen kedua dalam sistem pembelajaran.
Dalam konteks tertentu, materi merupakan inti dalam proses pembelajaran.
Artinya, sering terjadi proses pembelajaran diartikan sebagai proses
penyampaian materi. Hal ini bisa dibenarkan manakala tujuan utama
pembelajaran adalah penguasaan materi pelajaran (subject centered
teaching). Dalam kondisi semacam ini, maka penguasaan materi pelajaran
oleh guru mutlak diperlukan. Guru perlu memahami secara detail isi materi
pelajaran yang harus dikuasai siswa, sebab peran dan tugas guru adalah
sebagai sumber belajar.
Inti pokok ajaran agama Islam meliputi akidah (masalah keimanan)
syari’ah (masalah keislaman), dan ihsan (masalah akhlak), maka desain
kurikulum pendidikan agama Islam selayaknya juga diarahkan kepada tiga
34
aspek tersebut. Dalam penerapannya, penentuan materi pendidikan agama
Islam yang mengandung tiga ajaran pokok harus memperhitungkan
kesesuaiannya dengan tingkat perkembangan siswa. Pada tingkatan sekolah
dasar, siswa yang belajar pendidikan Agama Islam harus memiliki
karakteristik tertentu yang diharapkan setelah ia lulus dari sekolah tersebut
antara lain (Saebani, 2009: 250):
1. Siswa dapat mengetahui bentuk dan tata cara pelaksanaan ibadah salat
secara baik dan benar.
2. Mengenal adab sopan santun baik dalam berbicara, berpakaian ataupun
bertindak sesuai dengan ajaran agama Islam.
3. Memiliki sifat setia kawan, bekerja sama dan berpikir positif.
4. Peka terhadap lingkungan rumah, sekolah dan masyarakat.
5. Memiliki kesadaran beragama yang kuat.
6. Mampu membedakan nilai-nilai kehidupan yang baik yang harus diikuti,
dan menjauhi nilai-nilai yang tidak baik, melalui kisah-kisah teladan
Nabi dan Rasul dan kisah-kisah kesesatan dari para pembangkang
agama.
Pendidikan Islam itu sendiri pada hakikatnya bagi keluarga muslim
sudah terjadi di dalam keluarga, di sekolah dan dalam lingkungan
masyarakat (Saebani, 2009: 201).
1. Pendidikan Islam dalam Keluarga
35
Pendidikan Islam telah menunjukkan pada tataran konseptual
bahwa proses pendidikan dalam keluarga merupakan realisasi tanggung
jawab orangtua terhadap pendidikan anaknya, diantaranya melalui
aspek-aspek yang sangat penting untuk diperhatikan oleh orangtua dalam
mendidik anaknya. Aspek-aspek tersebut diantaranya adalah pendidikan
ibadah, pokok-pokok ajaran Islam dan membaca Al-Qur’an, aspek
pendidikan akhlak karimah, dan aspek pendidikan akidah Islamiah.
Pokok-pokok pendidikan Islam dalam keluarga adalah membantu
anak-anak memahami posisi dan perannya masing-masing, membantu
anak-anak mengenal dan memahami norma-norma Islam agar mampu
melaksanakannya untuk memperoleh ridha Allah SWT. Sebagaimana
firman Allah dalam Surat Luqman ayat 17-18:
Hai anakku, dirikanlah shalat dan suruhlah (manusia) mengerjakan
yang baik dan cegahlah (mereka) dari perbuatan yang mungkar dan
bersabarlah terhadap apa yang menimpa kamu. Sesungguhnya yang
demikian itu Termasuk hal-hal yang diwajibkan (oleh Allah).
Dan janganlah kamu memalingkan mukamu dari manusia (karena
sombong) dan janganlah kamu berjalan di muka bumi dengan angkuh.
Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang sombong lagi
membanggakan diri.
Peranan orangtua terhadap pendidikan anak merupakan peran
yang sangat penting sebagaimana ayat tersebut. Orangtua memiliki
kewajiban untuk memberikan pengertian sekaligus memberi nasihat agar
anak melaksanakan salat dengan benar sehingga aqidah tetap terjaga
dengan baik.
36
Pendidikan salat sebagaimana ayat di atas, tidak terbatas tentang
kaifiyat untuk menjalankan salat yang lebih bersifat fiqhiyah, melainkan
termasuk menanamkan nilai-nilai dibalik ibadah salat. Mereka harus
mampu tampil sebagai pelopor amar ma’ruf nahi munkar serta jiwa yang
terpuji menjadi orang yang sabar.
Aspek berikutnya dalam pendidikan Islam pada keluarga adalah
pendidikan aqidah Islamiah. Aqidah adalah inti dari dasar keimanan
seseorang yang harus ditanamkan kepada anak secara dini. Aqidah
Islamiah berkaitan dengan keyakinan anak sejak masih di dalam rahim.
Anak terus menerus digembleng agar memahami Allah dan sifat-
sifatnya. Yang pertama ditekankan kepada anak adalah kehidupan yang
rukun dalam rumah tangga. Orangtua memberi contoh dan teladan
kepada anak dengan mengajak mereka melaksanakan salat berjamaah,
berlatih melakukan puasa dan berbagai kegiatan yang menciptakan
watak dan kebiasaan anak dengan perbuatan yang baik menurut tuntunan
agama, terutama ketauhidannya yang bulat dan utuh. Firman Allah
dalam Surat Luqman ayat 13-15
Dan (ingatlah) ketika Luqman berkata kepada anaknya, di waktu ia
memberi pelajaran kepadanya: "Hai anakku, janganlah kamu
mempersekutukan Allah, Sesungguhnya mempersekutukan (Allah)
adalah benar-benar kezaliman yang besar".
Dan Kami perintahkan kepada manusia (berbuat baik) kepada dua
orang ibu- bapanya; ibunya telah mengandungnya dalam Keadaan
lemah yang bertambah- tambah, dan menyapihnya dalam dua tahun.
bersyukurlah kepadaku dan kepada dua orang ibu bapakmu, hanya
kepada-Kulah kembalimu.
Dan jika keduanya memaksamu untuk mempersekutukan dengan aku
sesuatu yang tidak ada pengetahuanmu tentang itu, Maka janganlah
kamu mengikuti keduanya, dan pergaulilah keduanya di dunia dengan
37
baik, dan ikutilah jalan orang yang kembali kepada-Ku, kemudian hanya
kepada-Kulah kembalimu, Maka Kuberitakan kepadamu apa yang telah
kamu kerjakan.
Ayat tersebut merupakan penegasan kembali peranan penting
orangtua dalam pendidikan anak. Selain itu Allah juga mengingatkan
anak agar berbakti kepada orangtua.
2. Pendidikan Islam di Sekolah
Manusia tidak dapat hidup sendiri tanpa bergaul dengan
lingkungannya, termasuk juga dalam memberikan pendidikan, orangtua
juga berhubungan dengan pendidikan yang ada di lingkungannya, yang
disebut dengan institusi pendidikan. Di dalam institusi pendidikan,
pendidikan Islam dilakukan melalui pembelajaran yang dinamakan
Pendidikan Agama Islam.
Menurut Undang-undang Sistem Pendidikan Nasional UU
Nomor 20 Tahun 2003 pendidikan dimaksudkan sebagai usaha sadar dan
terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran
agar peserta didik secara aktif menyumbangkan potensi dirinya untuk
memiliki kekuatan sepiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian,
kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya,
masyarakat, bangsa dan negara.
Dalam pengertiannya yang begitu ideal tentu sangat
membutuhkan perhatian semua pihak, terutama para guru dan dosen
yang memang bertanggung jawab langsung atas keberhasilan peserta
didik. Memang guru bukanlah satu satunya faktor dalam kesuksesan
38
belajar mengajar tetapi masih banyak faktor lainnya yang sangat
menunjang dan bahkan menentukan keberhasilan suatu pembelajaran,
seperti perpustakaan, laboratorium, dan berbagai fasilitas lainnya.
Tetapi faktor guru atau dosen memang tidak bisa dikesampingkan begitu
saja, bahkan dalam jenjang pendidikan tertentu faktorr guru menjadi
sangat dominan dan menentukan.
Guru berperan sebagai perancang pembelajaran, pengelola
pembelajaran, penilai hasil pembelajaran peserta didik, pengarah
pembelajaran dan pembimbing peserta didik. Sedangkan dalam keluarga,
guru berperan sebagai pendidik dalam keluarga (family educator).
Sementara itu di masyarakat, guru berperan sebagai pembina masyarakat
(social developer), penemu masyarakat (social inovator), dan agen
masyarakat (social agent) (Hamalik, 2009: 123).
Dengan peran yang demikian ideal, tentunya guru mempunyai
tugas berat untuk dapat sukses memerankan dirinya sebagai guru ideal.
Tugas-tugas sebagai seorang guru sesungguhnya telah banyak
dirumuskan oleh beberapa ahli, namun yang jelas tugas tersebut
setidaknya berkaitan dengan bidang profesi, bidang kemanusiaan dan
bidang kemasyarakatan. Tugas guru sebagai profesi meliputi mendidik,
mengajar dan melatih. Mendidik berarti meneruskan dan
mengembangkan nilai-nilai hidup dan kehidupan. Mengajar berarti
meneruskan dan mengembangkan ilmu pengetahuan dan teknologi.
Sedangkan melatih berarti mengembangkan keterampilan-keterampilan
39
pada peserta didik. Tugas guru dalam bidang kemanusiaan adalah
memposisikan dirinya sebagai orang tua ke dua. Dimana ia harus
menarik simpati dan menjadi idola para peserta didiknya. Adapun yang
diberikan atau disampaikan guru hendaklah dapat memotivasi hidupnya
terutama dalam belajar. Bila seorang guru berlaku kurang menarik, maka
kegagalan awal akan tertanam dalam diri peserta didik.
Guru adalah posisi yang strategis bagi pemberdayaan dan
pembelajaran suatu bangsa yang tidak mungkin digantikan oleh unsur
manapun dalam kehidupan sebuah bangsa sejak dahulu. Semakin
signifikannya keberadaan guru melaksanakan peran dan tugasnya
semakin terjamin terciptanya kehandalan dan terbinanya kesiapan
seseorang. Dengan kata lain potret manusia yang akan datang tercermin
dari potret guru di masa sekarang dan gerak maju dinamika kehidupan
sangat bergantung dari "citra" guru di tengah-tengah masyarakat.
Melihat tugas dan peran guru yang demikian strategis tersebut
tentu sangat diharapkan bahwa seluruh guru akan dapat memerankan
dirinya sebagaimana yang seharusnya, sehingga proses pendidikan
yang ada akan benar-benar dapat membentuk sosok ideal yang
diinginkan. Lebih lebih bagi guru Pendidikan Agama Islam, yang
memang disamping mempunyai misi yang sama dengan guru pada
umumnya, yakni untuk mencerdaskan bangsa, juga mempunyai misi lain
yang sangat luhur, yakni mempersiapkan generasi yang pandai,
berakhlak mulia, dan taat menjalankan ajaran agamanya. Peran guru
40
PAI memang sangat vital, khususnya dalam membentuk akhlak mulia
dan ketaatan terhadap seluruh aturan dan norma yang ada dan berlaku,
termasuk norma agama (Saebani, 2009: 243).
Peran pembentukan akhlak dan kepribadian yang demikian kuat
yang dilakukan oleh guru PAI tentunya kita harus terus berupaya
memberikan support kepada mereka agar selalu meningkatkan kualitas,
baik melalui studi formal maupun melalui berbagai kegiatan keilmuan
yang memungkinkan mereka akan dapat terus menambah pengetahuan
yang nantinya akan berdampak kepada peserta didik yang menjadi
tanggung jawab mereka. Sebab sangat tidak mungkin kita terlalu
banyak berharap kalau kita sendiri tidak memberikan dukungan nyata
bagi mereka untuk dapat meningkatkan pengetahuan dan ketrampilan.
3. Pendidikan Islam di lingkungan masyarakat
Kehidupan masyarakat di mana pun adanya secara sosiologis
akan menjalani proses interaksi struktural, yaitu sebagai interaksi yang
dipaksa, dibimbing, didorong dan diyakinkan oleh sistem yang berlaku
di lingkungan sosial yang merupakan lingkungan strukturalnya (Hamid,
2009: 141). Lingkungan masyarakat merupakan tempat bergaul
sekaligus menerima pendidikan sosial bagi setiap keluarga yang ada di
dalamnya.
Agama sebagai sumber sosial normatif dapat dipahami sebagai
substansi nilai yang erat kaitannya dengan aspek pengalaman yang
menstransedentalkan sejumlah peristiwa eksistensi sehari-hari, yaitu
41
melibatkan kepercayaan dan tanggapan pada sesuatu yang berada di luar
jangkauan manusia. Oleh karena itu, secara sosiologis, agama menjadi
penting dalam kehidupan manusia bermasyarakat, sehingga lingkungan
masyarakat merupakan kontrol terhadap perilaku-perilaku yang tidak
sesuai dengan norma agama dan norma yang berlaku dalam masyarakat.
Pembinaan nilai agama dalam masyarakat dapat dilihat dari
akhlak keluarga yang ada di dalamnya. Apabila akhlak semua anggota
keluarga telah baik, akan baik pula lingkungan masyarakatnya.
Pembinaan lingkungan masyarakat dengan pendidikan Islam dapat
dilakukan dengan mengadakan berbagai kegiatan yang bersifat
menumbuhkembangkan pemahaman tentang Islam, misalnya kegiatan
pengajian, gotong royong, silaturrahmi dan dialog interaktif sehingga
masyarakat memahami ajaran Islam (Saebani, 2009: 268)
42
BAB III
LAPORAN HASIL PENELITIAN
A. Letak Geografis Desa Menggoro
Desa Menggoro merupakan salah satu desa yang terletak di
Kecamatan Tembarak Kabupaten.
Luas Desa Menggoro ± 1237 ha yang terdiri dari tanah sawah, tanah
pekarangan, tanah pemukiman, jalan serta sungai. Dilihat dari kondisi
geografis, Desa Menggoro merupakan desa yang berada pada ketinggian ±
224 meter dari permukaan laut, sehingga desa ini termasuk dataran sedang.
Menurut Data monografi bulan April 2014, penduduk Desa
Menggoro terdiri dari 880 Kepala Keluarga dengan jumlah 3190 jiwa,
dikelompokkan berdasarkan tingkat usia dan jenis kelamin sebagai berikut:
Tabel 3.1.
Jumlah Penduduk Menurut Kelompok Umur
No Kelompok Umur Laki-laki Perempuan Jumlah
1
2
3
4
5
6
7
0-1 tahun
1-5 tahun
6-10 tahun
11-15 tahun
16-20 tahun
21-25 tahun
26-30 tahun
69
74
179
132
264
157
116
65
158
175
237
190
232
118
134
232
354
369
454
389
234
42
43
8
9
10
11
31-40 tahun
41-50 tahun
51-60 tahun
60 tahun ke atas
264
121
134
30
110
127
160
70
374
248
294
108
Jumlah 1548 1642 3190
Sumber: Monografi Desa Menggoro
Agama yang dianut oleh masyarakat Desa Menggoro adalah sebagai
berikut:
Tabel 3.2
Data Pemeluk Agama
No Agama Jumlah Prosentase
1
2
3
4
5
Islam
Kristen
Katholik
Budha
Hindu
3186
4
-
-
-
99%
1%
-
-
-
Sumber: Monografi Desa Menggoro
Taraf pendidikan dan mata pencaharian warga Desa Menggoro
Walaupun letaknya cukup jauh dari ibu kota kabupaten dan
berdekatan dengan kota Temanggung, namun masyarakat Desa Menggoro
memiliki motivasi untuk memperoleh pendidikan sangat besar, hal ini
terbukti bahwa masyarakat Desa Menggoro telah dinyatakan Bebas dari
Tiga Buta sejak 1990. Hal ini berarti bahwa para orang tua memiliki
44
kemauan yang tinggi untuk memasukkan anak-anaknya ke jenjang
pendidikan yang lebih tinggi walaupun harus ke luar kota.
Menurut tingkat pendidikan yang ditempuh oleh penduduk Desa
Menggoro dapat digambarkan sebagai berikut.
Tabel 3.3.
Pendidikan Masyarakat Desa Menggoro
No Jenis Pendidikan Jumlah
1
2
3
4
5
6
7
Tamat Perguruan Tinggi
Tamat SMA
Tamat SMP
Tamat SD
Belum Tamat SD
Tidak Tamat SD
Tidak Sekolah
80
654
780
502
584
319
271
Sumber: Monografi Desa Menggoro
Adapun Sarana Pendidikan yang Ada di Desa Menggoro.
Tabel 3.4.
Sarana Pendidikan
No Jenis Sarana Jumlah Gedung Jumlah Murid
1
2
3
4
PAUD
Taman Kanak-Kanak
Sekolah Dasar
SMP
1
1
3
6
32
78
270
360
Sumber: Monografi Desa Menggoro
45
Perekonomian masyarakat Desa Menggoro dapat digolongkan maju,
terbukti sebagian besar masyarakat bermata pencaharian sebagai petani,
pegawai negeri, pedagang, buruh dan pengemudi.
Melihat dari letak geografis Desa Menggoro masih jauh dari pusat
kota dan mata pencaharian masyarakat yang sebagian besar petani, maka
pola pikir masyarakat Desa Menggoro masih dipengaruhi oleh budaya dan
kepercayaan Jawa yang sudah turun temurun, antara lain mereka masih
melaksanakan budaya Malam Jum’at Pahing/desa yang dilaksanakan secara
rutin tiap setahun sekali.
B. Upacara Malam Jum’at Pahing di Desa Menggoro
Nama ataupun istilah Malem Jum’at Pahingan Menggoro Tembarak
adalah suatu kesatuan dari beberapa pengertian. Malem Jum’at pahing,
adalah Kamis Malam menurut hitungan hari dan legi berdasarkan hitungan
pasaran pada penanggalan Jawa. Sedangkan Menggoro adalah nama wilayah
administratip desa di Kecamatan Tembarak Kabupaten Temanggung
(bahkan sebagai ibu kota kecamatan), tempat terjadinya prosesi tradisi
budaya tersebut di lokasi atau komplek Masjid Jami'. Implikasi dari arti
tersebut adalah bahwa pemilihan hari Kamis Malam Jumat secara cultural
sangat erat kaitanya dengan upaya pendekatan diri kepada Allah SWT lewat
doa dan permohonan. Oleh karena itu, prosesi ritual Malem Jum’at Pahingan
Menggoro Tembarak, harus diberi makna "pendekatan diri kepada Sang
Maha Pencipta", yaitu setiap aktivitas dari permohonan, hanya ditujukan
46
kepada Allah SWT. Sebagai bahan pertimbangan tinjauan histories,
sebenarnya terdapat dua sumber, yaitu sumber Artefaktual dan Tekstual.
Hasil wawancara dengan kepala Desa Menggoro, Bapak Rahayu
Santoso
“Kegiatan malam Jum’at Pahing di Mengoro merupakan tradisi
turun menurun yang diyakini masyarakat bahwa malam jum’at pahing
dengan berdo’a di masjid Menggoro sebagai salah satu masjid peninggalan
Sunan Kalijaga, karena masyarakat Jawa kental dengan Islam yang diajarkan
oleh walisongo, sehingga masyarakat berdo’a dan istighosah untuk
memohon berkah dari Allah”
Data artefaktual dapat ditunjukan dengan adanya :
1. Bentuk dan struktur bangunan masjid (utamanya bagian dalam),
mengindikasikan pola arsitektur masa pertumbuhan islam di Jawa;
2. Dua buah patung nandini ( patung sapi betina ) yang sudah terpotong
kepalanya, terletak di halaman masjid, menunjukan bahwa kawasan itu
pada masa silam, ada keterkaitannya dengan kultur agama sebelum islam
yakni hindu.
3. Dua buah pohon tanjung dihalaman depan masjid, yang dulu (mestinya)
juga ada pohon sawo kecik dan kelor. Hal ini menandakan bahwa
penanaman dan penempatan pohon dan beberapa benda dikompleks
masjid, mempertimbangkan konsep maknawi dalam kebudayaan Jawa.
4. Sengkalan (rangkaian kata yang menunjukan angka tahun) berbunyi :
Rasa Brahmana Resi Bumi yang tertulis digapura masuk halaman
masjid, yang apabila dimaknai merupakan rangkaian makna angka tahun
1786. Adapun menurut hitungan tahun saka atau Masehi masih perlu
penelitian lebih lanjut. hanya saja, kebiasaan dalam budaya jawa,
47
penulisan sengkalan pada umumnya berdasarkan hitungan tahun saka
sehingga 1786 saka dikurangi 78 (selisih tahun saka dengan masehi)
menjadi 1722 Masehi, masa penjajahan Belanda. Bentuk gapura
berornamen garis gaya bangunan Belanda sehingga agak mendekati
kebenaran bahwa pembangunan gapura tersebut terjadi pada masa
penjajahan belanda.
Melihat latar belakang sejarah yang demikian menunjukan bahwa
eksistensi masjid Menggoro sudah ada sejak masa pertumbuhan islam di
Jawa sehingga dapat dikatakan bahwa Masjid Menggoro Tembarak
Kabupaten Temanggung termasuk 9 masjid tertua di Jawa. Data yang
bersifat tekstual yang berupa antara lain seperti : prasasti, babad, catatan
harian, kisah perjalanan, surat-surat keputusan dan lainya, sampai kapan
persisnya Masjid Menggoro berdiri, mengalami kesulitan sehingga hanya
berdasarkan dugaan, setelah menganalisis keterkaitannya dengan sosio
cultural yang ada. Beberapa pendapat tokoh masyarakat setempat, yang juga
berdasarkan cerita turun menurun atau berupa legenda, namun dapat juga
dijadikan salah satu acuan pemotretan "masa silam" Masjid Menggoro,
diterapkan bahwa keberadaan Masjid Menggoro ada yang menceritakan
dalam 2 (dua) versi :
1. Terkait dengan tokoh Nyai Brintik, sebagai penyebar agama Islam di
wilayah itu, yang sekarang konon makamnya ada 2 (dua) tempat yakni di
Jogopati Desa Menggoro dan satunya di Komplek Makam Sewu atau
48
Komplek Makam Sewu atau Komplek Makam Panembahan Bodho yang
terletak di Kabupaten Bantul di Propinsi DIY.
2. Dihubungkan dengan tokoh Sunan Kalijaga salah satu anggota wali
sanga di masa Keraton Demak Bintoro. Dalam salah satu perjalanan
syiar Islam di Jawa Tengah sampai di wilayah ini, diduga juga
mendirikan masjid, yang diyakini sekarang sebagai Masjid Jami'
Menggoro.
Sumbang pendapat yang lain dari Bapak Sudjiyanto yang diwawancarai
dirumahnya Menggoro pada hari Kamis Pahing tanggal 22 Januari 2015
mengenai pertanyaan Apa yang menjadi daya tarik orang melaksanakan
kegiatan di Masjid Menggoro, Bapak Sudjiyanto selaku penduduk
Menggoro yang juga mendapatkan cerita dari para sesepuh, bahwa
"dulu apabila bedhug Masjid Demak di tabuh maka akan terdengar
sampai dengaan Masjid Menggoro". Hal ini semakin menguatkan
pendapat bahwa keberadaan Masjid Menggoro Tembarak, erat sekali
kaitnya dengan pusat kebijaksanaan perkembangan agama Islam pada
masa pertumbuhannya di tanah Jawa, yaknii Demak Bintoro di bawah
kendalli Sultan Patah (raja pemeluk Islam pertama di Jawa) dan di
bawah pertimbangan para wali”
Diterangkan lebih lanjut oleh Bapak Sudjiyanto, yang mantan Kades
Menggoro ini, bahwa upaya penyelamatan bangunan dilakukan dengan
renovasi tanpa menghilangkan ciri khas bangunan pernah dilakukan pada
:
1. Tahun 1932 yang dipimpin langsung oleh Bupati Temanggung
Cokrosoetomo
2. Tahun 1958 Juga dilakukan Pemugaran
49
3. Tahun 1989 dilakukan renovasi, bahkan pada tahun ini pula, adanya
"Mimbar Khotbah" yang serupa dengan mimbar di keraton
Ngayogyakarta, karena sudah usang dan rusak maka diganti dengan yang
baru.
Upaya-upaya penyelamatan ini merupakan hal yang perlu
dilestarikan, agar keberadaan masjid tersebut sebagai situs, tidak kehilangan
unsur-unsur pendukung histories, yang merupakan ciri khas dan mempunyai
keunikan langka.
Apabila dipotret lebih mendalam baik sisi budaya maupun
pariwisata, keberadaan Masjid Jami' Menggoro berserta Malam Jum’at
Pahingannya, dapat dikemukanan sebagai berikut :
1. Masjid Menggoro adalah bangunan lama, sesuai citra masyarakat.
Terkait dengan perkembangan Islam pada masa pertumbuhan di tanah
Jawa.
2. Keterkaitannya dengan budaya Demak Bintoro sangat erat.
3. Jum’at Pahingan dan pasar, adalah aktifitas atraktif/kebiasaan menarik.
4. Event yang memungkinkan untuk diberdayakan agar menjadi salah satu
sumber pendapatan desa atau dusun ataupun masyarakat, dengan
penanganan secara terorganisir dan profesional.
5. Sarana menuju potensi wisata budaya ini sangat mudah, ini merupakan
kekuatan positif untuk pengembangannya lebih lanjut.
Tidak berlebihan bila kiranya apabila saya berpendapat terhadap
eksistensi Masjid Jami' Menggoro Tembarak beserta Malem Jum’at
50
Pahingannya sebagai citra tradisi masyarakat, sebagaimana hasil wawancara
dengan Tokoh masyarakat, Sumardi di rumahnya pada hari Kamis, 22
Januari 2015 mengenai mengapa tradisi Malam Jumat Pahing perlu
dilestarikan
"Sebagai situs kultural, harus dilestarikan dengan
mempertimbangkan aspek historisnya dan sebagai salah satu potensi atraksi
wisata budaya, layak untuk dikembangkan demi peningkatan kesejahteraan
masyarakat, mengingat setiap malam jumat pahing pengunjung dari luar
daerah cukup banyak”
Sebenarnya yang terjadi tidak berbeda dengan di masjid-masjid lain
di setiap malam Jum'at, yang memang sering mengadakan ritual Mujahadah,
berdzikir dan memohon kehadhirat Allah untuk memohon keselamatan,
kesehatan dan limpahan rejeki yang halal dan barokah. Mujahadah di Masjid
Menggoro juga tak jauh beda, ada yang dilakukanpun secara kelompok,
namun ada juga yang perorangan, seperti yang dilakukan oleh para
pendatang dari luar kota itu.
Biasanya pengunjung dari luar kota ini datang untuk melunaskan
nadzarnya, misalnya " Kalau besok saya atau anak saya sembuh dari sakit,
atau besok kalau usaha saya berhasil dan sebagainya, saya akan Jum’at
Pahingan di Masjid Menggoro ", begitu kira-kira. Memang yang namanya
nadzar kalau sudah diikrarkan, apalagi ikrar di hadapan Allah maka
hukumnya wajib dilaksanakan. Itulah sebabnya mereka datang jauh-jauh
karena berniat melaksanakan nadzar.
51
Hasil wawancara dengan Baedlowi, tokoh masyarakat Menggoro
pada Hari Jum’at 23 Januari 2015 di rumahnya mengenai kegiatan apa yang
dilakukan saat Malam Jumat Pahing di Menggoro
“Kegiatan yang dilakukan saat malam Jum’at pahing ya selayaknya
seperti selamatan layaknya masyarakat Jawa melakukan selamatan, dengan
adanya makanan yang didahului dengan kegiatan tahlil dan istighosah baru
kemudian makanan tersebut dimakan bersama. Namun demikian setelah
pelaksanaan selesai, biasanya masyarakat dari luar daerah terus melanjutkan
dengan kegiatan membaca yaasin atau do’a tahlil untuk memohon kepada
Allah atau ada juga yang datang karena nadzar tertentu”
Sehingga pada malam Jum’at Pahing di desa Menggoro khususnya
di lingkungan Masjid menjadi ramai, bahkan di tiap malam Jum'at Pahing
digelar Pasar Malam di sebuah pelataran yang cukup luas di depan Masjid.
Yang tersedia di Pasar Malampun macam-macam, ada jajan pasar seperti
onde-onde, kue cucur, jagung bakar sampai makanan khas seperti tahu
kupat, brongkos kikil dan sebaginya. Mainan anak-anakpun juga bermacam-
macam tentu saja disediakan untuk pengunjung yang mengajak anak-
anaknya.
Untuk melengkapi nadzarnya biasanya mereka akan membeli
kembang boreh, yaitu serangkaian bunga mawar dan rajangan daun pandan
yang diberi boreh yang dibuat dari enjet atau kapur yang diberi warna
kuning, enjet ini akan ditorehkan pada bagian tubuh sesuai niatnya, misalnya
di daun telinga, leher atau kaki dan sebagainya. Kemudian sisanya kembang
boreh ini biasanya diletakkan pada tempat-tempat tertentu seperti di
perempatan jalan, di sendang dan sebagainya. Memang hal ini mirip sesaji
seperti yang dilakukan Umat Hindu atau Budha, ini menandakan bahwa
52
masih ada dinamisme dalam masyarakat, yang merupakan akulturisasi dari
budaya Hindu, Budha dan Islam, pergeseran budaya yang belum seratus
persen berubah ke dalam nilai-nilai Islami, masih ada kultur Hindu yang
melekat.
Hal ini semakin menguatkan pendapat bahwa keberadaan Masjid
Menggoro Tembarak, erat sekali kaitnya dengan pusat kebijaksanaan
perkembangan agama Islam pada masa pertumbuhannya di tanah Jawa,
yakni Demak Bintoro di bawah kendali Raden Patah (raja pemeluk Islam
pertama di Jawa) dan di bawah pertimbangan para wali.
Mimbar Khotbah yang serupa dengan mimbar di keraton
Ngayogyakarta, karena sudah usang dan rusak maka telah diganti baru.
Upaya-upaya penyelamatan ini merupakan pelestarian, agar keberadaan
masjid tersebut sebagai situs dan bangunan cagar budaya tidak kehilangan
unsur-unsur pendukung histories, yang merupakan ciri khas dan mempunyai
keunikan tersendiri, walaupun disana-sini telah mengalami beberapa
perubahan seiring perkembangan jaman.
C. Tanggapan Masyarakat Terhadap Tradisi Malam Jum’at Pahing di
Menggoro
Seiring dengan berkembangnya keadaan, baik informasi maupun
teknologi, pelaksanaan tradisi malam jum’at pahing mendapatkan berbagai
penilaian dari masyarakat. Hasil wawancara dengan Bapak Khosi’in misalnya
53
yang diwawancarai di rumahnya 23 Januari 2015 mengenai nilai yang
terkandung di dalam tradisi Malam Jumat Pahing
“kegiatan malam jum’at pahing di menggoro merupakan kegiatan
positif dari dahulu, bahkan sejak sebelum saya lahir. Kegiatan yang ada
berupa kegiatan pengajian, atau ngaji untuk berdo’a. dan yang datang
meskipun dari berbagai macam kalangan, bahkan jauh dari luar Jawa pun
masyarakat menilai kegiatan di Masjid Menggoro ini merupakan kegiatan
yang baik. Masyarakat tidak pernah menilai hal yang tidak baik dengan
kegiatan malam Jum’at pahing. Soal syirik itu kan letaknnya di dalam hati,
sehingga saat ada orang yang datang pada malam jum’at pahing itu tidak
ada anggapan yang datang adalah orang meminta berkah tertentu dari
masjid, tetapi menjadikan masjid sebagai sarana ibadah”.
Hasil wawancara lainnya dengan Bapak Islahudin menyatakan
bahwa
“Apa yang dilakukan masyarakat baik masyarakat Menggoro dan
sekitarnya maupun masyarakat luar daerah selama ini merupakan kegiatan
berdo’a, soal ada yang memanfaatkan untuk hal-hal yang tidak baik itu
urusan pribadi-pribadi, namun dalam setiap kesempatan dalam kegiatan
tersebut selalu diingatkan bahwa Allah merupakan satu-satunya tempat
meminta pertolongan, bukan justru menjadikan pelaksanaan malam Jumat
pahing sebagai sarana syirik”
54
Hasil wawancara dengan Bapak Rohman di rumahnya 23 Januari
2015 mengenai pelaksanaan tradisi malam jum’at pahing masih ada dalam
masyarakat Menggoro
“tradisi ini masih ada dalam masyarakat karena nilai aqidahnya
adalah meyakini kekuatan do’a. dengan berdo’a di Masjid Menggoro yang
menurut sejarahnya adalah peninggalan Sunan Kalijaga, masyarakat
merasa lebih bisa mendekatkan diri kepada Allah atau khusyu’ dalam
berdoa, itu yang saya tangkap dari warga masyarakat yang datang. Namun
masyarakat setempat menganggap hal ini dari dulu sebagai sebuah tradisi
yang baik.”
D. Nilai-nilai Intrinsik dalam Tradisi Malam Jum’at Pahing di Menggoro
Nilai instrinsik merupakan nilai yang terkandung dalam Tradisi
Malam Jum’at Pahing di Menggoro, berdasarkan wawancara mengenai
makna pelaksanaan tradisi tersebut, menurut Bapak Sudjiyanto berdasarkan
wawancara tanggal 23 Januari 2015 di rumahnya
“Banyak nilai yang terkandung dalam pelaksanaan Malam Jum’at
Pahing di Menggoro. Diantaranya adalah masalah aqidah, bagaimana orang
yang datang melakukan ibadah dengan khusyu di Menggoro untuk
mendekatkan diri kepada Allah agar hajadnya terkabul, terkadang yang
datang ke sini juga karena hajadnya sudah terkabul, istilahnya mereka
tasyakuran. Bagi masyarakat sekitar sendiri, kegiatan pelaksanaan tradisi ini
merupakan sarana gotong royong kemasyarakat, karena masyarakat
55
mempersiapkan segala sesuatunya untuk kegiatan tersebut, termasuk dalam
kebersihan lingkungan masjid dan lain sebagainya”
Menurut Bapak Baedlowi yang dilakukan wawancara di rumahnya
tanggal 23 Januari 2015 mengenai nilai instrinsik atau makna yang
terkandung dalam Tradisi Malam Jum’at Pahing
“Yang jelas yang datang melaksanakan ibadah, mengucapkan syukur
yang terdengar dari ucapan tahlil, dzikir dan kegiatan mujahadah yang
dilakukan. Kegiatan yang dilakukan selama ini merupakan kegiatan
keagamaan yang positif. Bagi masyarakat sekitar dalam mempersiapkan
Malam Jum’at Pahing juga melalui musyawarah dengan membentuk panitia
kecil yang mengurusi masalah pelaksanaan kegiatan tersebut, sehingga
berjalan dengan lancar dan masyarakat yang berasal dari luar daerah dapat
melaksanakan kegiatan secara khusyuk”
56
BAB IV
PEMBAHASAN
A. Pelaksanaan Tradisi Malam Jum’at Pahing di Menggoro
Pelaksanaan Tradisi Malam Jum’at Pahing di Menggoro telah
dilaksanakan secara turun temurun dan tidak diketahui asal usul serta awal
mulai dilaksanakannya. Perayaan ini biasa dilaksanakan penduduk Desa
Menggoro setiap Malam Jum’at Pahing. Sebelum pelaksanaan acara tersebut,
jauh sebelumnya pada malam hari masyarakat mempersiapkan untuk
kegiatan di Masjid Menggoro.
Tradisi Malam Jum’at Pahing di Desa Menggoro Kecamatan
Tembarak Kabupaten Temanggung dilakukan dengan kegiatan Mujahadah,
baik secara perorangan maupun kelompok, dilakukan oleh wisatawan minat
khusus ini. Berdzikir kepada Allah SWT, secara khusuk, penuh konsentrasi,
hanya ditujukan kepada_Nya, Sang Maha Pencipta, Maha Pemurah, Maha
Pengasih dan Maha Penyayang. Sikap dan perilaku demikian, memang sudah
seharusnya menjadi pedoman bagi setiap makhluk_Nya. Termasuk juga
wisatawan Malam Jum’at Pahing, yang mengkaitkan dengan Nadzar tertentu.
Hal ini mengingat bahwa hanya kepada Allah SWT tempat yang tepat untuk
meminta, dan hanya berkat kemurahan_Nya lah, makhluk terutama manusi
mendapatkan anugerah_Nya, karena hanya Sang Khalik yang Maha Pemberi.
Dilihat dari warna dialek kebahasannya, dapat diketahui bahwa
75
57
pengunjung/wisatawan Malam Jum’at Pahing Menggoro Tembarak itu,
tidakk hanya berasal dari sekitar Temanggung saja.
B. Pandangan Masyarakat terhadap Tradisi Malam Jum’at Pahing di
Menggoro
Tingkat pengamalan ajaran agama masyarakat Desa Menggoro
secara umum tergolong masyarakat yang pengamalannya biasa-biasa saja.
Artinya ada sebagian yang taat dan sebagian lagi tidak taat. Dari segi akhlak,
tergolong rendah tingkat pengamalannya (menengah ke bawah). Sedangkan
dari sisi syari’at, tergolong tingkat pengamalan menengah ke atas. Dengan
demikian masyarakat tersebut dikategorikan masyarakat yang menjalankan
ajaran agama, walaupun tidak secara keseluruhan (sempurna). Dalam
pemahaman ajaran agama, masyarakat Desa Menggoro tergolong muqallid,
yaitu mengikuti orang lain dalam i’tikad (perkataan dan perbuatan) yang
semata-mata berbaik sangka tanpa alasan yang tepat untuk mengikutinya.
Mereka tidak berfikir yang menjadi dasar akidah Islam adalah Al-Qur’an dan
Hadits, tetapi yang terpenting adalah pikiran dinamis yang tidak dibebani
oleh kekeliruan-kekeliruan yang turun temurun. Namun demikian, ada juga
sebagian masyarakat yang telah tersentuh oleh perkembangan zaman, yang
mengamalkan ajaran agama merujuk pada Al-Qur’an dan Hadits, hanya saja
tidak konsisten (sungguh-sungguh) dalam pelaksanaannya.
Nuansa sifat masyarakat Desa Menggoro yang memiliki sistem
kekerabatan yang tinggi menyebabkan setiap kegiatan sosial dan agama
58
dilakukan secara gotong-royong dan tolong-menolong. Mengenai yang
dilakukan, benar dan salah tidak menjadi sorotan, orientasinya adalah
keamanan dan ketentraman hidup bermasyarakat. Perbuatan benar atau salah
tergantung dari baik atau buruknya tujuan dari perbuatan yang dilakukan.
Begitu juga dengan tradisi Malam Jum’at Pahing yang dilakukan setiap satu
tahun sekali, di dalamnya terdapat berbagai macam unsur; seperti mistik
(alam gaib), khurafat dan tahayul. Nilai Islam yang mendominasi dalam
tradisi, membuat ketiga unsur tersebut secara perlahan sirna.
Malam Jum’at Pahing dalam kehidupan beragama masyarakat Desa
Menggoro memiliki peranan yang sangat penting dalam menjalankan ajaran
agama, khususnya bagi generasi muda. Peran tersebut adalah memberikan
dorongan bagi generasi muda untuk lebih menjalankan ajaran agama,
terutama dalam hal menjalankan sunnah Nabi Muhammad SAW, dalam sunat
kapong dan dalam hal belajar membaca Al-Qur’an. Tidak hanya itu, juga
sebagai perwujudan atas kecintaan kepada nabi, dengan memperingati hari
kelahirannya.
Dalam Malam Jum’at Pahing, tentu hal ini memiliki peranan yang
sangat penting bagi kelangsungan hidup beragama masyarakat Menggoro,
karena sunat merupakan puncak pensucian diri sebelum syarat dan rukun
dalam menjalankan ajaran agama Islam. Selanjutnya, dalam kegiatan Malam
Jum’at Pahing yang didalamnya dilakukan kegiatan ngaji dan mujahadah
merupakan upaya meningkatkan kualitas keimanan dan ketaqwaan kepada
Allah SWT.
59
C. Nilai-nilai Instrinsik Tradisi Malam Jum’at Pahing di Menggoro
Nilai-nilai yang terkandung dalam tradisi Malam Jum’at Pahing di
Desa Menggoro Kecamatan Tembarak Kabupaten Temanggung meliputi:
1. Nilai Aqidah
Keyakinan bahwa yang memberikan rezeki dan telah menjaga
keselamatan adalah Allah merupakan nilai aqidah dalam acara Malam
Jum’at Pahing di Desa Menggoro. Nilai aqidah ini menjadi sangat penting,
karena masyarakat Jawa yang dahulu mengadakan Malam Jum’at Pahing
karena faktor agama Hindhu dan Budha, setelah masuknya ajaran Islam,
masyarakat meyakini bahwa Malam Jum’at Pahing merupakan suatu
bentuk keyakinan bahwa yang memberikan keselamatan adalah Allah
SWT.
2. Nilai Ibadah
Dalam acara Malam Jum’at Pahing di Dusun Menggoro, saat
dilaksanakannya ambengan dilakukan acara tahlilan atau membaca do’a.
Tahlil untuk mendo’akan arwah masing-masing keluarga dan sesepuh desa
merupakan suatu bentuk ibadah, menghargai orangtua yang telah
mendahului warga masyarakat.
3. Nilai Gotong Royong/Kerjasama
Nilai gotong royong dalam upacara Malam Jum’at Pahing ini
terlihat dalam pelaksanaan atau penyelenggaraan yang dilakukan bersama-
sama antara warga masyarakat Desa Menggoro dan sekitarnya. Misalnya
dalam hal biaya penyelenggaraan ditanggung bersama dengan warga
60
masyarakat. Demikian pula dalam hal gotong royong yang dilakukan
warga masyarakat pada waktu diadakan kerja bakti di tempat
penyelenggaraan upacara. Pada waktu pembersihan fasilitas berupa masjid
kegotongroyongan jelas terlihat, mereka dengan suka rela membantu
sampai selesai. Mereka membantu secara suka rela, sehingga merasa puas,
dan gotong royong yang menjadi ciri khas warga masyarakat dapat
dilestarikan atau dipertahankan.
4. Nilai Persatuan dan Kesatuan
Tradisi Malam Jum’at Pahing yang diselenggarakan di Desa
Menggoro ternyata dapat berperan untuk menggalang persatuan dan
kesatuan warga setempat. Persatuan dan kesatuan warga masyarakat
tersebut dinyatakan adanya pembagian makanan dan makan bersama yang
dilakukan pejabat desa, tamu undangan dan warga masyarakat. Oleh
karena itu dorongan untuk melaksanakan tradisi Malam Jum’at Pahing
merupakan dasar yang kuat bagi warga masyarakat Desa Menggoro dalam
melakukan tugas-tugas yang dibebankan kepada mereka. Sebagai contoh
dalam membuat sesaji, dalam kerja bakti dan persiapan minuman atau
makanan untuk suatu pelaksanaan upacara. Bahkan pada saat pelaksanaan
upacara telah selesai, mereka bersama-sama membersihkan tempat-tempat
yang telah digunakan dan mengembalikan ke tempat semula. Sebagai
warga Desa Menggoro yang menjunjung tinggi nilai-nilai luhur,
mempunyai anggapan bahwa manusia tidak dapat hidup sendirian, tetapi
selalu tergantung kepada sesamanya. Oleh karena itu tradisi Malam Jum’at
61
Pahing yang menyangkut kegiatan seluruh warga ditujukan untuk
kepentingan bersama. Hal ini disebabkan pada dasarnya tradisi tersebut
untuk kepentingan bersama, memberikan kesejahteraan, ketenteraman dan
keselamatan warga Desa Menggoro. Nilai persatuan dan kesatuan yang
ada sehubungan dengan adanya tradisi Malam Jum’at Pahing dapat pula
dilihat pada waktu pelaksanaan upacara. Penduduk sekitar tempat
pelaksanaan tradisi Malam Jum’at Pahing dilaksanakan mereka dengan
senang hati membuka pintu rumahnya dan menyediakan makan dan
minum bagi siapa saja yang mampir dirumahnya untuk istirahat sejenak.
5. Nilai Musyawarah
Dalam penyelenggaraan tradisi Malam Jum’at Pahing sangat
menjunjung tinggi nilai musyawarah. Hal ini ditunjukkan dalam
pelaksanaan tradisi Malam Jum’at Pahing. Sebelum diselenggarakan,
dibentuk panitia secara musyawarah, yang dinamakan rembug desa, antara
warga masyarakat dengan aparat desa. Dalam musyawarah tersebut
dibicarakan bagaimana cara mencari dana untuk penyelenggaraan.
6. Nilai Pengendalian Sosial
Tradisi Malam Jum’at Pahing selain merupakan suatu upaya
warga masyarakat Desa Menggoro dan sekaligus memberikan
penghormatan dan ucapan rasa syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa,
juga merupakan upaya pelestarian tradisi yang sangat besar manfaatnya
bagi masyarakat Dusun Menggoro. Berbagai pantangan yang berlaku
dalam penyelenggaraan tradisi tersebut membuktikan ketaatan
62
masyarakat terhadap tradisi Malam Jum’at Pahing yang telah diyakininya.
Hal tersebut nampak saat dilakukan pengajian, dimana pembicara/ kyai
menyampaikan nilai agama dan sosial terkait dengan pelaksanaan Malam
Jum’at Pahing dan hal yang berkembang dalam masyarakat.
7. Nilai Kearifan Lokal
Tradisi Malam Jum’at Pahing yang dilakukan masyarakat Desa
Menggoro mempunyai kearifan lokal tradisi yang dapat dilestarikan.
Sebelum pelaksanaan Malam Jum’at Pahing pada hari Rabu Wage
diadakan kerja bakti membersihkan lingkungan.
Dengan mengamati berbagai kegiatan yang ada pada acara adat Malam
Jum’at Pahing di Desa Menggoro tersebut kiranya dapat kita ambil maknanya:
1. Adanya rasa takwa dan hormat terhadap Tuhan Yang Maha Esa. Ini dapat
dilihat adanya kegiatan doa bersama dalam kenduri yang dilakukan di
halaman masjid atau lapangan secara bersama sebagai ungkapan syukur
atas keberhasilan seseorang atas hajadnya atau permohonan agar
dikabulkan hajadnya.
2. Adanya perilaku rasa penghormatan terhadap orang yang lebih tua atau
yang lebih dulu ada. Ini memberikan suatu teladan bahwa yang muda
sudah sewajarnya memberi hormat kepada yang lebih tua. Bagaimanapun
orang yang lebih tua itu sebagai panutan.
3. Adanya rasa kebersamaan persatuan, gotong-royong berarti
menghilangkan individualisme dan egoistis. Ini dapat kita lihat dalam
63
kerja sama dalam mempersiapkan segala sesuatu berkaitan dengan
pelaksanaan Malam Jum’at Pahing.
4. Adanya sikap perilaku kemanusiaan ini bisa kita lihat dengan cara
membagi sedekah/makanan kepada fakir miskin/peminta-minta waktu
kenduri bersama.
5. Mengajarkan tentang kesehatan, kebersihan dan keindahan yang bisa kita
lihat adanya kegiatan untuk membersihkan lingkungan sekitar masjid.
6. Mengajarkan tentang kehidupan yang teratur, penghematan dan
pemanfaatan..
64
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Berdasarkan hasil pembahasan dapat disimpulkan beberapa hal,
diantaranya adalah:
1. Tradisi Malam Jum’at Pahing berkaitan dengan kepercayaan dan
merupakan salah satu bentuk warisan budaya leluhur yang sampai
sekarang masih tetap dilaksanakan dan dilestarikan oleh masyarakat Desa
Menggoro. Pada hakekatnya tradisi tersebut merupakan kegiatan sosial
yang melibatkan seluruh warga masyarakat dalam usaha bersama untuk
mendapatkan keselamatan dan ketenteraman bersama. Sebenarnya yang
terjadi tidak berbeda dengan di masjid-masjid lain di setiap malam Jum'at,
yang memang sering mengadakan ritual Mujahadah, berdzikir dan
memohon kehadhirat Allah untuk memohon keselamatan, kesehatan dan
limpahan rejeki yang halal dan barokah. Mujahadah di Masjid Menggoro
juga tak jauh beda, ada yang dilakukanpun secara kelompok, namun ada
juga yang perorangan, seperti yang dilakukan oleh para pendatang dari
luar kota.
2. Pandangan masyarakat terhadap pelaksanaan tradisi Malam Jum’at Pahing
sebagai kegiatan yang positif dan merupakan tradisi yang perlu
dilestarikan. Selain kegiatan bernuansa Islami juga merupakan kegiatan
yang berhubungan dengan kehidupan social.
65
3. Nilai intrinsik yang terkandung dalam pelaksanaan tradisi Malam Jumat
Pahing diantaranya adalah nilai aqidah, ibadah, nilai kemasyarakatan,
gotong royong, kearifan local dan musyawarah. Banyaknya nilai positif
tersebut yang menjadikan tradisi Malam Jumat Pahing masih dilestarikan
sampai dengan sekarang.
B. naraS
Pada akhir penulisan ini penulis memberikan saran yang mungkin
dapat membantu dan bermanfaat bagi para pembaca pada umumnya dan orang
lain:
1. Masyarakat Desa Menggoro agar tetap menjaga, melestarikan
mempertahankan tradisi yang sesuai dengan ajaran Islam, terutama
kegiatan mujahadah, sehingga nilai-nilai pendidikan Islam dapat terus
dilestarikan dari generasi ke generasi.
2. Perlunya masyarakat memupuk kesadaran untuk selalu bersyukur atas
nikmat yang diberikan Allah serta senantiasa bersabar atas ujian yang
diberikan.
66
DAFTAR PUSTAKA
Akhdiyat, Hendra. 2009. Ilmu Akhlak. Bandung: Pustaka Setia
Aly, Hery Noer. 2009. Ilmu Pendidikan Islam. Bandung: Pustaka Setia
Darmadi, Hamid. 2009. Dasar Konsep Pendidikan Moral. Bandung: Alfabeta
Daroeso, Bambang. 2006. Pendidikan Moral. Yogyakarta: Kanisius
Depag RI. 2000. Al-Qur’an dan Terjemahnya. Jakarta: Depag RI
Hamalik, Oemar. 2003. Proses Belajar Mengajar. Jakarta: Remaja Rosda Karya
Hamid, Abdul. 2009. Ilmu Akhlak. Bandung: Pustaka Setia
Koentjaraningrat. 2005. Kebudayaan Jawa. Jakarta: Bumi Aksara
Mustopo, H, dkk. 2003. Sejarah dan Budaya Dari Masa Kuno Sampai
Kontemporer. Malang: Universitas Negeri Malang
Poerwadarminto, WJS. 2002. Kamus Umum Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai
Pustaka.
Puersen, 2004. Strategi Kebudayaan. Yogyakarta: Penerbit Kanisius.
Rianse, Usman. 2009. Metodologi Penelitian Sosial. Bandung: Alfabeta
Saebani, Beni Ahmad. 2009. Ilmu Pendidikan Islam. Bandung: Pustaka Setia
Sjarkawi. 2009. Pembentukan Kepribadian Anak. Jakarta: Bumi Aksara
Sugiyono. 2009. Statistik untuk Penelitian. Bandung: Alfabeta
Surayin. 2007. Kamus Umum Bahasa Indonesia. Yogyakarta: Yrama Widya
Zulkarnain. 2008. Ilmu Pendidikan Islam. Bandung: Pustaka Pelajar
LAMPIRAN
3
4
5
DOKUMENTASI
6
7
8
9
10