Penerbit : Irib Indonesia
Penulis : Ustaz Saleh Lapadin
Sumber : Irib Indonesia
Mengenal Surat An Nisa
Surat An-Nisaa’ memiliki 176 ayat dan diturunkan di Madinah. Dikarenakan, sebagian
besar ayat surat ini berkaitan dengan persoalan-persoalan keluarga, hak wanita dalam
keluarga, surat ini dinamakan Surat An-Nisaa’ yang artinya wanita.
ا ونساءا واتقوا يا أيها الناس اتقوا ربكم الذي خلقكم من نفس واحدة وخلق منها زوجها وبث منه ما رجالا كثيرا
كان عليكم رقيباا الذي تساءلون به والرحام إن الل (1) الل
Hai sekalian manusia, bertakwalah kepada Tuhan-mu yang telah menciptakan kamu dari
seorang diri, dan dari padanya Allah menciptakan isterinya; dan dari pada keduanya
Allah memperkembang biakkan laki-laki dan perempuan yang banyak. Dan bertakwalah
kepada Allah yang dengan (mempergunakan) nama-Nya kamu saling meminta satu sama
lain, dan (peliharalah) hubungan silaturrahim. Sesungguhnya Allah selalu menjaga dan
mengawasi kamu. (4:1)
Nama surat yang berkaitan dengan persoalan keluarga ini dimulai dengan anjuran
takwa dan dalam ayat pertama anjuran ini, dinyatakan dua kali. Karena kelahiran
dan pendidikan setiap individu terjadi di dalam keluarga. Bila fondasi urusan ini bukan
perintah Tuhan, maka tidak ada jaminan untuk kesehatan ruhani dan mental individu
dan sosial. Untuk menafikan segala bentuk keinginan untuk unggul sendiri,
Allah Swt mengingatkan bahwa semua kalian diciptakan dari satu jenis, maka
bertakwalah dan jangan berfikir bahwa keturunan, warna kulit dan bahasa dapat
menjadi faktor keunggulan.
Bahkan wanita dan lelaki dengan semua perbedaan-perbedaan yang dimiliki baik dari
segi jasmani dan ruhani, tetapi tidak satupun yang lebih unggul dari lainnya. Karena
keduanya dari satu jenis dan akar semuanya adalah seorang ayah dan ibu. Pada ayat al-
Quran yang lain, Allah Swt menempatkan berbuat kebajikan kepada orang tua dari sisi
ketaatan kepada-Nya dan dengan demikian, memandang posisi mereka begitu tinggi dan
mulia. Namun dalam ayat ini, bukan hanya orang tua, melainkan setelah nama-Nya
Allah Swt menyebut perlu pemeliharaan hak semua keluarga (famili) dan kerabat serta
memperingatkan masyarakat agar menjauhi perilaku zalim terhadap mereka.
Dari ayat tadi terdapat empat pelajaran yang dapat dipetik:
1. Islam adalah agama sosial. Oleh karenanya ia menaruh perhatian tentang hubungan
manusia antara satu dengan lainnya dalam keluarga dan masyarakat. Kelaziman takwa
dan tauhid adalah menjaga hak orang lain.
2. Manusia harus bersatu. Karena segala bentuk diskriminasi antara mereka
berdasarkan warna, etnis, bahasa dan kawasan adalah dilarang Allah Swt.
Allah menciptakan semua manusia dari satu jenis.
3. Semuan anak Adam adalah satu keluarga. Karena semua dari satu ayah dan satu ibu.
Untuk itu semuanya harus saling menghormati seperti keluarga sendiri.
4. Tuhan mengetahui niat kita. Kita tidak patut mempraktikkan diskriminasi terhadap
sesama manusia mekipun dalam hati.
اوآتوا اليتامى أموالهم ول تتبدلوا الخبيث بالطي ب ول تأكلوا أموالهم إلى أموال (2) كم إنه كان حوباا كبيرا
Dan berikanlah kepada anak-anak yatim (yang sudah balig) harta mereka, jangan kamu
menukar yang baik dengan yang buruk dan jangan kamu makan harta mereka bersama
hartamu. Sesungguhnya tindakan-tindakan (menukar dan memakan) itu, adalah dosa
yang besar. (4: 2)
Ayat ini menyinggung salah satu topik yang menimpa semua masyarakat manusia yaitu
anak-anak yatim. Anak-anak yang tak punya pengasuh dan tak mampu menjaga harta
warisan. Oleh karenanya mereka diasuh oleh seorang pengasuh yang berpeluang
menyalahgunakan harta anak yatim itu.
Pesan penting ayat ini adalah anak-anak kecil yang ditinggal mati oleh kedua orang
tuanya seringkali hak-hak mereka terabaikan. Harta waris yang semestinya milik mereka
diambil oleh orang lain, atau diberi sesuka hati sang pengasuh, tidak seperti yang
ditentukan oleh Allah dalam hukum warisan. Ayat ini melarang segala bentuk
penyalahgunaan harta anak-anak yatim. Barang siapa melakukannya berarti ia telah
jatuh ke dalam dosa besar. Karena tugas mengasuh anak yatim , adalah memegang
amanah dan menyerahkannya kepada anak-anak itu ketika mereka sudah besar kelak,
bukannya harta itu dibelanjakan untuk kepenntingan sendiri.
Dari ayat tadi terdapat tiga pelajaran yang dapat dipetik:
1. Harta anak-anak yatim harus diserahkan kepada mereka, meskipun mereka tidak
tahu ataupun lupa.
2. Anak-anak juga pemilik harta, namun selagi mereka belum mencapai usia dewasa,
mereka tidak berhak memegangnya.
3. Islam menaruh perhatian kepada orang-orang tertindas dan anak-anak yang tidak
memiliki pengasuh dalam masyarakat dan membela mereka.
ا أل ت م أل تقسطوا في اليتامى فانكحوا ما طاب لكم من الن ساء مثنى وثلث ورباع فإن خفتم وإن خفت عدلوا فواحدة
(3) أو ما ملكت أيمانكم ذلك أدنى أل تعولوا
Dan jika kamu takut tidak akan dapat berlaku adil terhadap (hak-hak) perempuan yang
yatim (bilamana kamu mengawininya), maka kawinilah wanita-wanita (lain) yang kamu
senangi: dua, tiga atau empat. Kemudian jika kamu takut tidak akan dapat berlaku adil,
maka (kawinilah) seorang saja, atau budak-budak yang kamu miliki. Yang demikian itu
adalah lebih dekat kepada tidak berbuat aniaya. (4: 3)
Ayat ini berkaitan dengan anak-anak gadis yatim yang selalu menjadi obyek kesewenang-
wenangan. Oleh karenanya, Allah Swt berbicara mengenai mereka secara tersendiri dan
terpisah serta melarang keras tindakan zalim terhadap mereka ini.
Betapa banyak orang yang meminang anak-anak yatim dengan tujuan menguasasi harta
gadis-gadis yatim tersebut. Untuk tujuan ini mereka menggunakan segala
cara. Namun al-Quran menyatakan, bila kalian ingin mengawini gadis-gadis yatim dan
berniat menzalimi mereka, maka urungkanlan niat tersebut.
Dalam riwayat disebutkan, sebagian orang yang mengangkat anak dari gadis-gadis
yatim, namun tidak berapa lama mereka mengawininya dengan niat menguasai hartanya.
Bahkan yang lebih buruk lagi, mas kawinnya diberikan di bawah standar. Ayat ini dan
ayat 127 turun dan melarang segala bentuk ketidakadilan terhadap mereka.
Dikarenakan anak-anak gadis yatim tersebut pada umumnya dijadikan isteri
kedua, ketiga atau keempat. Untuk memelihara kehormatana mereka, al-Quran
menyatakan, jika kalian berniat kawin lagi, mengapa kalian memilih anak-anak gadis
yatim? Carilah wanita lain atau paling tidak kalian mencukupkan diri dengan budak-
budak wanita yang kalian miliki.
Meskipun ayat ini mengizinkan kepada lelaki untuk menikah dengan empat
wanita, namun perlu diketahui bahwa perkara ini bukan inisiatif Islam. Tapi ini sebuah
solusi dari masalah sosial yang muncul di tengah-tengah masyarakat. Karena Islam selalu
berusaha untuk memelihara kehormatan keluarga, menetapkan syarat yang berat
baginya. Dengan kata lain, Islam tidak memerintahkan poligami, keduali setelah
melihat kondisi realistis dari masyarakat. Untuk itu Islam mengontrolnya dan
meletakkan undang-undang yang khas.
Pada kenyataannya, kaum lelaki tidak lebih terjamin keselamatan nyawanya
ketimbang kaum wanita. Dalam peperangan, kaum lelaki yang mati, sementara isteri
mereka menjadi janda. Dalam kegiatan sehari-hari, kaum lelaki senantiasa menjadi
obyek ancaman dan jumlah korban jauh yang jatuh lebih besar dari wanita. Oleh
karena itulah, dalam semua masyarakat, usia pertengahan di kalangan wanita lebih
banyak dari kaum lelaki. Pertanyaannya, apakah para janda dan wanita
itu harus tetap dalam kondisnya hingga akhir usianya?
Di sisi lain, apakah mudah memerintah para pemuda untuk mengawini para janda yang
memiliki anak? Lebih buruk adalah kondisi yang berlku di Barat, dimana tidak ada
batasan dalam hubungan antara laki-laki dan perempuan. Islam tidak ingin mengingkari
kebutuhan timbal balik ini. Untuk itu Islam menetapkan hukum yang khusus dan
membatasi jumlah isteri. Tapi yang terpenting dalam hubungan ini adalah menjaga
keadilan antara isteri.
Apakah ini bertentangan dengan hak wanita? Sementara di masyarakat yang tidak
memberikan batasan bagi hubungan laki-laki dan wanita telah mengizinkan segala
bentuk hubungan bahkan dengan isteri orang lain. Semua ini disosialisasikan dengan isu-
isu kebebasan yang menipu. Apakah hal yang seperti ini menghormati hak
perempuan? Al-Quran dalam ayat ini dengan jelas mengatakan, jika kalian tidak dapat
membagi keadilan terhadap isteri, maka kalian tidak berhak berpoligami!
Dari ayat tadi terdapat tiga pelajaran yang dapat dipetik:
1. Untuk memelihara kehormatan dan kemuliaan anak-anak gadis yatim dan mencegah
segala bentuk penyalahgunaan harta dan kehormatan mereka, Islam menjadikan
keadilan sebagai tolak ukur bagaimana bersikap dengan mereka.
2. Salah satu dari syarat memilih isteri adalah cinta. Tidak boleh seseorang dikawinkan
secara paksa.
3. Bila muslimin menyalahgunakan poligami, bukan berarti poligami itu sendiri yang
buruk. Sebaliknya, masyarakat yang memerlukan poligami, tapi harus diatur undang-
undang yang jelas.
(4) وآتوا الن ساء صدقاتهن نحلةا فإن طبن لكم عن شيء منه نفساا فكلوه هنيئاا مريئاا
Berikanlah maskawin (mahar) kepada wanita (yang kamu nikahi) sebagai pemberian
dengan penuh kerelaan. Kemudian jika mereka menyerahkan kepada kamu sebagian
dari maskawin itu dengan senang hati, maka makanlah (ambillah) pemberian itu
(sebagai makanan) yang sedap lagi baik akibatnya. (4:4)
Surat Nisaa’ menjelaskan banyak tentang hukum dan masalah keluarga. Satu
persoalan yang dibahas terkait pembentukan sebuah keluarga adalah mahar. Tapi yang
terjadi di kalangan bangsa Arab di masa Rasulullah Saw, pihak pria tidak bersedia
membayar mahar, atau bila mereka membayarnya, mahar itu diambil kembali secara
paksa.
Al-Quran dalam surat Nisaa’ ini berusaha membela kaum perempuan dengen
memerintahkan kaum lelaku untuk membayar mahar. Pembayaran yang dilakukan
harus dilakukan atas kehendak dan keinginan, bukan karena takut atau
terpaksa. Selanjutnya, kaum lelaki diingatkan bahwa mereka tidak berhak mengambil
seluruh atau sebagian dari mahar yang telah diberikan kepada wanita. Karena mahar
itu milik isteri, bila ia menginginkan untuk mengembalikannya kepada kalian, di saat itu
mahar itu menjadi halal bagi kalian.
Beralih dalam penggunaan kata “Nihlah” dalam ayat ini. Oleh pakar bahasa Arab, Raghib
Isfahani menyebut kata Nihlah berasal dari Nahl yang berarti lebah madu. Lebah
memberikan madu kepada manusia tanpa pernah mengharapkan apapun dari manusia.
Al-Quran menyerupakan mahar seperti lebah madu, dimana ia merupakan pemberian
dari suami kepada isterinya dan menjadi pemanis kehidupan rumah tangganya. Oleh
karenanya, suami tidak boleh berharap mahar yang telah diberikan untuk diminta
kembali, sama seperti lebah madu yang tak pernah mengharap apapun dari manusia.
Dari ayat tadi terdapat tiga pelajaran yang dapat dipetik:
1. Mahar bukan berarti harga wanita, melainkan hadiah lelaki dan petanda ketulusan
lelaki dalam merefleksikan cintanya. Kata “Shadaq” berarti mahar yang berasal dari
kata shidq yang artinya kejujuran. Berarti mahar itu sendiri simbol dari kejujuran.
2. Mahar merupakan hak perempuan dan milik isteri yang harus diberikan oleh suami
dan tidak boleh diambil darinya.
3. Kerelaan secara zahir saat memberi tidaklah cukup, tapi perlu kerelaan hati juga. Bila,
wanita menghalalkan maharnya atas dasar terpaksa dan keberatan, maka
pengembalian itu tidak sah sekalipun ia rela secara zahir.
ا وارزقوهم فيها واكسوهم وقولوا لهم قولا معروفااول تؤتوا السفهاء أموالكم التي جعل لكم قياما (5) الل
Dan janganlah kamu serahkan kepada orang-orang yang belum sempurna akalnya, harta
(mereka yang ada dalam kekuasaanmu) yang dijadikan Allah sebagai pokok kehidupan.
Berilah mereka belanja dan pakaian (dari hasil harta itu) dan ucapkanlah kepada mereka
kata-kata yang baik. (4: 5)
Dari ayat-ayat sebelumnya dan selanjutnya menjelaskan bahwa maksud ayat
ini memerintahkan agar kalian jangan menyerahkan harta anak-anak yatim kepada
mereka selagi belum dewasa dari segi akal dan ekonomi. Selain itu, apabila anak-anak
yatim itu bodoh, maka jangan sekali- kali kalian serahkan hartanya
kepada mereka. Harta anak yatim harus dijaga dan boleh diniagakan, kemudian
keuntungan yang diperoleh dari harta anak-anak yatim itu dibelanjakan untuk keperluan
hidup mereka, seperti makanan dan pakaian.
Setelah itu Allah Swt menyinggung nilai etik yang sangat penting, “Bahkan berbicaralah
dengan orang-orang yang bodoh dengan baik, bukannya perkataan buruk. Jika kalian
tidak memberikan harta kalian kepada mereka, hendaknya kalian harus menghormati
mereka dengan lisan dan perilaku”.
Dari ayat tadi terdapat tiga pelajaran yang dapat dipetik:
1. Harta dan kekayaan merupakan sarana dinamis masyarakat, dengan syarat diberikan
kepada orang-orang yang bersih dan saleh.
2. Dalam masalah ekonomi, keluarga dan masyarakat hendaknya memperhatikan
maslahat individu dan sosial.
3. Menurut Islam, harta dan kekayaan dunia bukan hanya tidak buruk dan tercela,
melainkan penyebab kekokohan sistem ekonomi, dengan catatan tidak ada di tangan
orang-orang yang bodoh.
ا أن ول تأكلوها إسرافاا وبدا م وابتلوا اليتامى حتى إذا بلغوا الن كاح فإن آنستم منهم رشداا فادفعوا إليهم أمواله را
ا فليأكل بالمعروف فإذا دفعتم إلي ليهم وكفى هم أموالهم فأشهدوا ع يكبروا ومن كان غنيا فليستعفف ومن كان فقيرا
حسيباا (6) بالل
Dan ujilah anak yatim itu sampai mereka cukup umur untuk kawin. Kemudian jika
menurut pendapatmu mereka telah cerdas (pandai memelihara harta), maka
serahkanlah kepada mereka harta-hartanya. Dan janganlah kamu makan harta anak
yatim lebih dari batas kepatutan dan (janganlah kamu) tergesa-gesa
(membelanjakannya) sebelum mereka dewasa. Barang siapa (di antara pemelihara itu)
mampu, maka hendaklah ia menahan diri (dari memakan harta anak yatim itu) dan
barangsiapa yang miskin, maka bolehlah ia makan harta itu menurut yang patut.
Kemudian apabila kamu menyerahkan harta kepada mereka, maka hendaklah kamu
adakan saksi-saksi (tentang penyerahan itu) bagi mereka. Dan cukuplah Allah sebagai
Pengawas (atas persaksian itu). (4: 6)
Ayat ini menerangkan secara terperinci metode pemeliharaan harta anak-anak
yatim, metode untuk membelanjakan harta itu untuk kepentingan mereka
dan membuat rancangan kerja untuk melindungi orang lemah dalam
masyarakat. Syarat penyerahan harta anak yatim kepada mereka adalah kedewasaan
pemikiran yang dapati dibuktikan lewat pengamatan.
Hal lain yang disebutkan dalam ayat ini, sebelum diserahkan kepada mereka, harta anak
yatim harus dijaga oleh yang diberi amanat untuk itu, bukannya dibelanjakan sebelum
mereka dewasa. Persoalan lainnya, orang yang mengasuh anak yatim, tidak
boleh menggunakan harta anak yatim itu, kecuali bila ia sendiri hidup dalam
kemiskinan. Ia hanya diperbolehkan menggunakan uang anak yatim sekadar upah dari
jerih payahnya menjaga harta anak yatim itu, tidak lebih.
Masalah penting lainnya, saat melakukan penyerahan harta anak yatim, hendaknya
disertai dengan kesaksian orang yang dapat dipercayai. Hal ini sangat diperlukan untuk
menghindari segala bentuk sengketa dan konflik yang bakal muncul di kemudian hari.
Dari ayat tadi terdapat dua pelajaran yang dapat dipetik:
1. Untuk menggunakan harta, anak yatim disyaratkan sudah dewasa dalam berpikir.
Itulah mengapa seorang remaja boleh menggunakan hartanya dengan syarat sudah
dewasa secara ekonomi.
2. Perlu keseriusan dalam masalah keuangan dan ekonomi. Selain seseorang harus
memperhatikan perintah Allah, ia harus menjaga kehormatannya di
tengah masyarakat.
ا ترك الوالدا ا ترك الوالدان والقربون وللن ساء نصيب مم جال نصيب مم ا قل منه أو كثر للر ن والقربون مم
ا (7) نصيباا مفروضا
Bagi orang laki-laki ada hak bagian dari harta peninggalan ibu-bapa dan kerabatnya,
dan bagi orang wanita ada hak bagian (pula) dari harta peninggalan ibu-bapa dan
kerabatnya, baik sedikit atau banyak menurut bahagian yang telah ditetapkan. (4:7)
Sebelumnya, telah disebutkan ayat-ayat pertama surat Nisaa’ menjelaskan banyak
persoalan keluarga. Salah satu problem keluarga adalah anak-anak yang tidak memiliki
pengasuh dan anak yatim. Dalam sebuah riwayat telah disebutkan, salah seorang dari
sahabat Rasul Saw meninggal dunia. Sahabat tadi memiliki isteri dan anak, tapi
keponakan yang meninggal justru membagi-bagi harta si mayit di antara mereka sendiri
dan tidak menyisakan sedikitpun untuk isteri dan anak-anaknya. Karena di masa
Jahiliah, hanya lelaki yang memiliki hak waris, bukan anak-anak si mayit atau isterinya.
Ayat ke-7 surat Nisaa’ diturunkan untuk membela hak-hak kaum perempuan, terutama
masalah warisan. Disebutkan, ”Sebagaimana kaum pria memiliki hak waris, kaum
perempuan juga punya hak yang sama, sekalipun berbeda dalam jumlah. Karena jatah
masing-masing telah ditentukan oleh Allah.”
Dari ayat tadi terdapat tiga pelajaran yang dapat dipetik:
1. Islam tidak hanya memerintah shalat dan puasa, tapi memberikan perhatian ke
seluruh aspek kehidupan manusia. Islam melihat upaya melindungi hak perempuan dan
anak yatim sebagai kelaziman iman seseorang.
2. Pembagian warisan harus berlandaskan perintah Tuhan, bukan mengikuti tradisi
sosial atau keinginan orang yang meninggal.
3. Poin penting dalam pembagian warisan bukan jumlah, tapi perlindungan hak para
ahli waris. Bukan karena jumlahnya sedikit, lalu hak waris seseorang diabaikan.
(8) ربى واليتامى والمساكين فارزقوهم منه وقولوا لهم قولا معروفااوإذا حضر القسمة أولو الق
Dan apabila sewaktu pembagian itu hadir kerabat, anak yatim dan orang miskin, maka
berilah mereka dari harta itu (sekedarnya) dan ucapkanlah kepada mereka perkataan
yang baik. (4:8)
Demi mengokohkan dan memelihara hubungan keluarga, diperlukan perilaku dan etika
yang sesuai. Sebagai kelanjutan ayat sebelumnya, ayat ini membahas hukum warisan dan
akhlak.
Disebutkan dalam ayat bila ada kerabat miskin atau anak yatim yang ikut dalam proses
pembagian harta warisan, maka bila disepakati oleh ahli waris hendaknya mereka juga
diberi bagian walaupun sedikit. Hal ini penting untuk mempererat jalinan keluarga dan
mengokohkan hubungan yang ada, sekaligus tentu saja menghilangkan rasa dengki yang
mungkin lahir dari kemiskinan mereka. Bila pihak ahli waris sepakat untuk memberikan
sedikit bagian kepada kerabat miskin yang hadir, diupayakan agar tetap bersikap sopan
dan santun ketika berbicara dengan mereka. Hal ini harus dilakukan agar menghapus
kesan bahwa mereka tidak dipedulikan oleh kerabatnya lantaran miskin.
Dari ayat tadi terdapat dua pelajaran yang dapat dipetik:
1. Hendaknya kita memperhatikan harapan orang miskin sebatas kewajaran
dan membantu mereka di luar dari kewajiban yang ditetapkan agama.
2. Memberi hadiah dan perhatian dapat mengokohkan hubungan keluarga. Memberikan
bantuan berupa materi dan bersikap sopan dapat mencegah munculnya dengki dan
dendam di tengah keluarga.
وليقولوا قولا سديدااوليخش الذين لو تركو قوا الل يةا ضعافاا خافوا عليهم فليت (9) ا من خلفهم ذر
Dan hendaklah takut kepada Allah orang-orang yang seandainya meninggalkan
dibelakang mereka anak-anak yang lemah, yang mereka khawatir terhadap
(kesejahteraan) mereka. Oleh sebab itu hendaklah mereka bertakwa kepada Allah dan
hendaklah mereka mengucapkan perkataan yang benar. (4: 9)
Al-Quran memberikan gambaran dalam ayat ini untuk menumbuhkan empati
masyarakat akan kondisi anak-anak yatim. Al-Quran mengajak umat Islam
membayangkan bagaimana bila anak mereka sendiri hidup di bawah pengawasan orang-
orang yang kejam dan sewenang-wenang dalam membelanjakan harta mereka. Allah
mengingatkan mereka bila mengkhawatirkan masa depan anak-anaknya sepeninggal
mereka, maka hal pertama yang dilakukan adalah takut kepada Allah, tidak menzalimi,
berperilaku terpuji, mengasihi dan memenuhi kebutuhan material dan spiritual mereka.
Dari ayat tadi terdapat tiga pelajaran yang dapat dipetik:
1. Kita harus bersikap yang sama terhadap anak-anak yatim seperti yang kita lakukan
terhadap anak kita.
2. Perilaku baik memiliki dampak di dunia, bukan hanya di akhirat. Perilaku baik atau
buruk kita akan sampai kepada anak dan keturunan kita.
3. Kebutuhan anak yatim tidak terbatas pada hal-hal materi, tapi yang lebih penting
adalah kebutuhan spiritual.
ا ا وسيصلون سعيرا ا إنما يأكلون في بطونهم نارا (10) إن الذين يأكلون أموال اليتامى ظلما
Sesungguhnya orang-orang yang memakan harta anak yatim secara zalim, sebenarnya
mereka itu menelan api sepenuh perutnya dan mereka akan masuk ke dalam api yang
menyala-nyala (neraka). (4: 10)
Ayat ini menyinggung wajah batin di balik perbuatan kejam terhadap anak-anak yatim.
Memakan harta anak yatim sama dengan menelan api dan hal ini akan terbukti dan
menjelma pada Hari Kiamat.
Perbuatan manusia di dunia memiliki wajah lahiriah yang kita lihat sehari-hari, tapi
juga memilih wajah batin yang tersembunyi. Wajah batin perbuatan manusia akan
muncul di Hari Kiamat. Pada hari itu perbuatan yang kita lakukan akan menjelma wajah
aslinya. Bila memakan harta anak yatim terlihat betapa pelakunya gembira di dunia, tapi
bila melihat dengan mata batin, maka apa yang dimakannya itu sejatinya berupa api.
Pada Hari Kiamat yang dimakan itu bukan harta, tapi api yang akan membakar wajah
dan tubuhnya.
Dengan demikian, bila ayat sebelumnya menyinggung dampak lahiran dari berbuat zalim
terhadap anak-anak yatim, maka dalam ayat ini dijelaskan mengenai dampak batin dari
menyelewengkan harta anak yatim.
Dari ayat tadi terdapat dua pelajaran yang dapat dipetik:
1. Memakan harta haram, khususnya milik anak yatim, sekalipun terlihat nikmat, tapi
pada hakikatnya mengganggu jiwa manusia.
2. Api neraka sejatinya perbuatan buruk yang menjelma di Hari Kiamat. Karena Allah
tidak suka menyiksa hamba-Nya, tapi kitalah yang menjebloskan diri ke api neraka.
في أولدكم للذكر مثل حظ النثيين فإن كن نساءا فوق اثنتين ا فلها فلهن ثلثا ما ترك وإن كانت يوصيكم الل واحدة
ا ترك إن كان له ولد فإن لم يكن له ول ه الثلث فإن الن صف ولبويه لكل واحد منهما السدس مم م د وورثه أبواه ف
ه السدس من بعد وصية يوصي بها أو دين آباؤكم وأبناؤكم ل تدرون أيهم كان له إخ م أقرب لكم نفعاا وة ف
ا ) ا حكيما كان عليما إن الل إن لم يكن لهن ولد فإن كان لهن ولد ( ولكم نصف ما ترك أزواجكم 11فريضةا من الل
ا تركتم إن بع مم ا تركن من بعد وصية يوصين بها أو دين ولهن الر بع مم كم لم يكن لكم ولد فإن كان ل فلكم الر
ا تركتم من بعد وصية توصون بها أو دين وإن كان رجل يورث كللةا أو امرأة ولد فلهن الث وله أخ أو من مم
ن بعد وصية يوصى بها أو دين أخت فلكل واحد منهما السدس فإن كانوا أكثر من ذلك فهم شركاء في الثلث م
عليم حليم والل (12) غير مضار وصيةا من الل
Allah mensyari'atkan bagimu tentang (pembagian pusaka untuk) anak-anakmu. Yaitu:
bahagian seorang anak lelaki sama dengan bagahian dua orang anak perempuan; dan
jika anak itu semuanya perempuan lebih dari dua, maka bagi mereka dua pertiga dari
harta yang ditinggalkan; jika anak perempuan itu seorang saja, maka ia memperoleh
separo harta. Dan untuk dua orang ibu-bapa, bagi masing-masingnya seperenam dari
harta yang ditinggalkan, jika yang meninggal itu mempunyai anak; jika orang yang
meninggal tidak mempunyai anak dan ia diwarisi oleh ibu-bapanya (saja), maka ibunya
mendapat sepertiga; jika yang meninggal itu mempunyai beberapa saudara, maka ibunya
mendapat seperenam. (Pembagian-pembagian tersebut di atas) sesudah dipenuhi wasiat
yang ia buat atau (dan) sesudah dibayar hutangnya. (Tentang) orang tuamu dan anak-
anakmu, kamu tidak mengetahui siapa di antara mereka yang lebih dekat (banyak)
manfaatnya bagimu. Ini adalah ketetapan dari Allah. Sesungguhnya Allah Maha
Mengetahui lagi Maha Bijaksana. (4: 11)
Dan bagimu (suami-suami) seperdua dari harta yang ditinggalkan oleh isteri-isterimu,
jika mereka tidak mempunyai anak. Jika isteri-isterimu itu mempunyai anak, maka kamu
mendapat seperempat dari harta yang ditinggalkannya sesudah dipenuhi wasiat yang
mereka buat atau (dan) seduah dibayar hutangnya. Para isteri memperoleh seperempat
harta yang kamu tinggalkan jika kamu tidak mempunyai anak. Jika kamu mempunyai
anak, maka para isteri memperoleh seperdelapan dari harta yang kamu tinggalkan
sesudah dipenuhi wasiat yang kamu buat atau (dan) sesudah dibayar hutang-hutangmu.
Jika seseorang mati, baik laki-laki maupun perempuan yang tidak meninggalkan ayah
dan tidak meninggalkan anak, tetapi mempunyai seorang saudara laki-laki (seibu saja)
atau seorang saudara perempuan (seibu saja), maka bagi masing-masing dari kedua jenis
saudara itu seperenam harta. Tetapi jika saudara-saudara seibu itu lebih dari seorang,
maka mereka bersekutu dalam yang sepertiga itu, sesudah dipenuhi wasiat yang dibuat
olehnya atau sesudah dibayar hutangnya dengan tidak memberi mudharat (kepada ahli
waris). (Allah menetapkan yang demikian itu sebagai) syari'at yang benar-benar dari
Allah, dan Allah Maha Mengetahui lagi Maha Penyantun. (4: 12)
Allah Swt dengan kebijaksanaan-Nya menurunkan aturan dan hukum agama yang sesuai
dengan kebutuhan alami dan fitrah manusia. Kematian menyebabkan terputusnya
semua ikatan duniawi, kepemilikan dan dominasi manusia atas materi. Kematian
juga merupakan jalan penghubung manusia untuk memasuki dunia lain. Tapi ada
pertanyaan penting, apa nasib semua benda yang diperolehnya semasa hidup dan jatuh
ke tangan siapa nantinya?
Di sebagian masyarakat, harta orang yang meninggal dunia dibagikan kepada keluarga
dan keturunannya yang laki-laki. Sementara isteri dan anak perempuan tidak mendapat
bagian apapun dari harta yang ditinggalkan. Di sebagian tempat harta yang ditinggal
mati oleh seseoragn menjadi milik umum, sementara keluarga dan keturunannya tidak
berhak sedikitpun darinya. Ajaran Islam datang membawa perintah untuk mengatur
masalah pembagian harta warisan yang dikenal dengan hukum waris. Menariknya,
ternyata Islam memberikan wewenang untuk membelanjakan sepertiga dari hartanya
sesuai keinginan yang meninggalkan harta warisan, sebelum meninggal dunia.
Aturan yang ada dalam Islam membuat mereka yang kaya tetap berusaha mencari rezeki,
sekalipun mendekati hari-hari terakhir dari kehidupannya. Karena mereka tahu bahwa
sepeninggal mereka, harta yang ditinggal akan terjatuh ke tangan keturunannya yang
melanjutkan namanya. Dengan dasar itulah, Islam pada tingkat pertama membagi
warisan kepada anak dan selanjutnya kepada kerabat. Dalam pembagian ini anak laki-
laki mendapat dua kali lebih banyak dari anak perempuan. Alasannya, kaum lelaki
menanggung biaya kehidupan keluarganya, dan mereka lebih memerlukan uang dari
wanita untuk membiaya anak isterinya.
Meskipun ketetapan ini secara lahiriah merugikan perempuan, namun dengan
memperhatikan ketetapan Islam lainnya, menjadi jelas bahwa ketetapan ini sebenarnya
mengutungkan wanita.Karena dalam sistem keluarga Islam, perempuan tidak
berkewajiban mengeluarkan uang dan semua keperluan,dari makanan,
pakaian dan tempat tinggal ditanggung lelaki. Dalam kondisi yang demikian,
perempuan dapat menyimpan semua bagian warisannya atau di belanjakan untuk
keperluan pribadinya. Sementara, lelaki minimal harus membelanjakan separuh dari
warisannya untuk kehidupan keluarganya, baik nafkah maupun mahar.
Sebenarnya, perempuan menjadi pemilik bagian warisannya dan juga bergabung di
dalam separuh dari warisan suaminya. Sebaliknya suami tidak berhak memperoleh
bagian warisan isterinya dan ia harus membelanjakan haknya untuk isterinya. Ayat 11
dan12 surah Nisaa’ yang menjelaskan ketetapan pembagian warisan antara anak anak,
orang tua dan isteri yang meninggal, hanya menyentuh sebagian dari hukuman
warisan. Oleh karenanya, untuk detilnya harus merujuk ke riwayat yang kuat yang
menjelaskan detil masalah warisan. Perlu diketahui juga bahwa pembagian warisan
baru boleh dilakukan setelah membayar utang yang dimiliki orang yang meninggal dan
melaksanakan wasiatnya. Karena hak orang yang memberi utang dan yang dimaksud
dalam wasiat harus didahulukan ketimbang hak para pewaris
Dari ayat tadi terdapat tiga pelajaran yang dapat dipetik:
1. Karena anak merupakan pelanjut ayahnya, maka sudah semestinya ia juga menjadi
pewaris ayahnya dan tidak boleh ada yang mencegahnya.
2. Sekalipun bagian warisan anak perempuan setengah dari bagian anak laki-laki,
perbedaan itu kembali pada perbedaan hak dan tanggung jawab dalam kehidupan
sehari-hari. Selain itu, karena itu merupakan ketetapan Allah, maka sudah selayaknya
kita pasrah di hadapannya.
3. Menunaikan hak manusia dan peduli akan hak rakyat sangat penting, sehingga Allah
menekankannya sebanyak 4 kali agar para pewaris tidak melupakan hak orang lain.
ورسوله يدخله جنات تجري من تح ومن يطع الل تها النهار خالدين فيها وذلك الفوز العظيم تلك حدود الل
ا خالداا فيها وله عذاب مهين 11) ورسوله ويتعد حدوده يدخله نارا (14) ( ومن يعص الل
(Hukum-hukum tersebut) itu adalah ketentuan-ketentuan dari Allah. Barangsiapa taat
kepada Allah dan Rasul-Nya, niscaya Allah memasukkannya kedalam surga yang mengalir
didalamnya sungai-sungai, sedang mereka kekal di dalamnya; dan itulah kemenangan
yang besar. (4: 13)
Dan barangsiapa yang mendurhakai Allah dan Rasul-Nya dan melanggar ketentuan-
ketentuan-Nya, niscaya Allah memasukkannya ke dalam api neraka sedang ia kekal di
dalamnya; dan baginya siksa yang menghinakan. (4: 14)
Setelah ayat ayat hukum warisan, ayat ini mewasiatkan orang mukmin agar taat terhadap
perintah Tuhan dalam persoalan harta, khususnya warisan dan menghindari segala
bentuk pelanggaran dan ketidakpatuhan. Karena, melanggar hak-hak ilahi termasuk
dosa besar dan mendatangkan hukuman yang berat.
Ayat ini menjelaskan bahwa taat kepada Tuhan bukan hanya beribadah, melainkan
memelihara hak masyarakat dalam persoalan sosial dan ekonomi, merupakan syarat
tauhid dan agama dan seorang individu dan keluarga.
Dari ayat tadi terdapat tiga pelajaran yang dapat dipetik:
1. Jalan untuk sampai kepada kebahagiaan dunawi dan akhirat adalah mengikuti hukum
agama, bukannya mengikuti hawa nafsu.
2. Orang yang melanggar hak orang lain bakal mendapat siksaan yang hina di akhirat,
sama dengan orang kafir.
3. Sekalipun orang yang meninggal sudah tidak tahu apakah utang-utangnya telah
ditunaikan oleh anak-anaknya, tapi harus diketahui Allah ada. Allah akan menyiksa berat
orang yang melanggar hak orang lain.
تي يأتين الفاحشة من نسائكم فاستشهدوا عليهن أربعةا منكم فإن شه توفاهن دوا فأمسكوهن في البيوت حتى ي والل
لهن سبيلا (15) الموت أو يجعل الل
Dan (terhadap) para wanita yang mengerjakan perbuatan keji, hendaklah ada empat
orang saksi diantara kamu (yang menyaksikannya). Kemudian apabila mereka telah
memberi persaksian, maka kurunglah mereka (wanita-wanita itu) dalam rumah sampai
mereka menemui ajalnya, atau sampai Allah memberi jalan lain kepadanya. (4: 15)
Ayat-ayat pertama surat Nisaa’ menjelaskan persoalan keluarga. Sementara ayat ini dan
selanjutnya akan membicarakan soal hukuman yang akan dijatuhkan kepada laki-laki
dan perempuan yang melanggar kesucian keluarga dan telah tercemar. Ayat 15
menyinggung soal hukuman terhadap wanita yang memiliki suami, tapi menjalin
hubungan di luar syariat dengan pria lain. Tapi ada poin penting dalam Islam yang tidak
memperbolehkan tindakan memata-matai, sekalipun dengan alasan ingin menjaga
kehormatan keluarga. Islam juga tidak mendorong manusia untuk membuktikan
pelanggaran orang lain.
Bila ada tiga orang adil memberikan kesaksian bahwa seorang perempuan
melakukan zina, tapi orang keempat tidak membenarkan, maka kesaksian tiga orang itu
tidak diterima. Tidak hanya itu, ketiga orang tersebut akan dihukum cambuk dengan
alasan telah mencemarkan nama baik perempuan yang dituduh. Selain itu, hukum zina
juga tidak dapat diterapkan kepada perempuan tadi.
Hukum terhadap perempuan yang terbukti berzina di akhir ayat bagi perempuan yang
berzina pada mulanya adalah ditahan ditahan di rumah suaminya. Hukum ini untuk
menjaga kehormatan keluarga, sekaligus mencegah konsentrasi para penyeleweng
dalam satu tempat dan penyebarannya ke orang lain atau perempuan ini justru belajar
hal-hal buruk lainnya. Dewasa ini, penjara telah menjadi tempat pertukaran informasi
bagi para penjahat. Hukum penjara perempuan bersuami di rumah itu berlaku sampai
Allah memberlakukan hukum rajam terhadap mereka.
Dari ayat tadi terdapat tiga pelajaran yang dapat dipetik:
1. Memelihara kehormatan seorang mukmin, lebih penting bahkan dari darahnya.
Pembunuh cukup dibuktikan dengan dua saksi, sementara zina diperlukan 4 saksi.
2. Islam memberlakukan hukuman berat demi melindungi keluarga dan masyarakat
dari penyimpangan.
3. Penjara diperlukan untuk mensterilkan masyarakat. Dalam melaksanakan perintah
ilahi, perasaan dan emosi harus dibelakangkan.
ا كان تو اواللذان يأتيانها منكم فآذوهما فإن تابا وأصلحا فأعرضوا عنهما إن الل (16) باا رحيما
Dan terhadap dua orang yang melakukan perbuatan keji di antara kamu, maka berilah
hukuman kepada keduanya, kemudian jika keduanya bertaubat dan memperbaiki diri,
maka biarkanlah mereka. Sesungguhnya Allah Maha Penerima taubat lagi Maha
Penyayang. (4:16)
Sekalipun dalam ayat ini bersifat umum dan mencakup pria yang berbuat keji, baik
dengan sejenis atau lawan jenis, tapi menurut sebagian besar ahli tafsir ayat ini khusus
berbicara mengenai perempuan dan pria yang belum berumah tangga. Bila mereka
berbuat zina, maka hukuman yang diterapkan ke atas mereka adalah cambuk.
Tetapi, selagi kesalahannya belum terbukti di pengadilan dan mereka yang tertuduh itu,
baik pria maupun perempuan bertaubat dan berusaha memperbaiki diri, maka mereka
harus diampunia. Sementara apakah mereka memang benar melakukannya atau tidak
harus diserahkan kepada Allah. Karena Allah Maha Penyarang dan Pengampun akan
menerima taubat mereka.
Dari ayat tadi terdapat dua pelajaran yang dapat dipetik:
1. Siap saja yang bersalah dalam masyarakat Islam tidak boleh merasa aman dan harus
dihukum setimpal dengan perbuatannya.
2. Jangan menutup pintu taubat dan berikan kesempatan kepada orang yang benar-
benar menyesali perbuatannya untuk kembali ke pangkuan masyarakat.
للذين يع ا إنما التوبة على الل عليما عليهم وكان الل ملون السوء بجهالة ثم يتوبون من قريب فأولئك يتوب الل
ا ) ن الن ول الذي ( وليست التوبة للذين يعملون السي ئات حتى إذا حضر أحدهم الموت قال إن ي تبت 17حكيما
ا (18) يموتون وهم كفار أولئك أعتدنا لهم عذاباا أليما
Sesungguhnya taubat di sisi Allah hanyalah taubat bagi orang-orang yang mengerjakan
kejahatan lantaran kejahilan, yang kemudian mereka bertaubat dengan segera, maka
mereka itulah yang diterima Allah taubatnya; dan Allah Maha Mengetahui lagi Maha
Bijaksana. (4: 17)
Dan tidaklah taubat itu diterima Allah dari orang-orang yang mengerjakan kejahatan
(yang) hingga apabila datang ajal kepada seseorang di antara mereka, (barulah) ia
mengatakan: "Sesungguhnya saya bertaubat sekarang". Dan tidak (pula diterima taubat)
orang-orang yang mati sedang mereka di dalam kekafiran. Bagi orang-orang itu telah
Kami sediakan siksa yang pedih. (4: 18)
Menyusul ayat sebelumnya yang menjelaskan kemungkinan bertaubatnya orang-orang
yang bersalah, ayat ini menjelaskan syarat dan waktunya bertaubat. Syarat terpenting
taubat berawal dari perbuatan dosa itu berasal dari kelalaian, tidak tahu dampak
buruknya dan akibat mengikuti hawa nafsu. Dengan kata lain, perbuatan dosa yang
dilakukan itu bukan kebiasaan dan tidak atas niat menyepelekan dosa. Syarat
kedua, taubat harus segera dilakukan setelah mengetahui buruknya dosa dan
penyesalan.
Jangan menunda-nunda taubat, kemudian mengulangi dosa itu, hingga akhir ajal. Karena
taubat yang dilakukan setelah mendekati ajal dengan kondisi seperti ini tidak akan
diterima oleh Allah Swt. Karena syarat diterima taubat harus ada upaya memperbaiki
diri, bila hal itu tidak dilakukan, maka taubat menjadi sia-sia. Menunda taubat bakal
menjerumuskan manusia untuk mengulangi perbuatan dosanya, sehingga perbuatan
dosa itu menyatu dan menjadi karakternya. Bila sudah demikian kondisinya, taubat yang
dilakukannya hanya sekadar lisan, dan tidak benar-benar keluar dari hatinya. Jiwa
manusia yang terbiasa melakukan dosa akan sangat sulit untuk kembali ke fitrahnya.
Dari ayat tadi terdapat empat pelajaran yang dapat dipetik:
1. Allah Swt menerima taubat orang yang berdosa. Oleh karenanya, selagi hidupm mari
kita gunakan kesempatan ini.
2. Orang yang tidak mampu melawan hawa nafsu sejatinya bodoh, sekalipun ia pandai
3. Kunci diterimanya taubat adalah segera melakukannya dan jangan menundanya
4. Taubat harus dilakukan dengan kehendak, bukan bahaya atau menjelang kematian.
ن ما آتيتموهن إل أن يأتييا أيها الذين آمنوا ل يحل لكم أن ترثوا الن ساء كرهاا ول تعضلوهن لتذهبوا ببعض
ابفاحشة مبي نة وعاشروهن بالمعروف ف ا كثيرا فيه خيرا (19) إن كرهتموهن فعسى أن تكرهوا شيئاا ويجعل الل
Hai orang-orang yang beriman, tidak halal bagi kamu mempusakai wanita dengan jalan
paksa dan janganlah kamu menyusahkan mereka karena hendak mengambil kembali
sebagian dari apa yang telah kamu berikan kepadanya, terkecuali bila mereka
melakukan pekerjaan keji yang nyata. Dan bergaullah dengan mereka secara patut.
Kemudian bila kamu tidak menyukai mereka, (maka bersabarlah) karena mungkin kamu
tidak menyukai sesuatu, padahal Allah menjadikan padanya kebaikan yang banyak. (4:
19)
Ayat ini diturunkan dalam rangka membela hak kaum wanita dalam persoalan keluarga.
Guna mewujudkan hal ini, langkah pertama yang ditempuh al-Quran adalah
mengeluarkan perintah larangan kaum pria melakukan tindakan tidak terpuji terhadap
perempuan. Di akhir ayat ini dijelaskan satu prinsip umum bagaimana memelihara
sistem keluarga.
Menjadikan tolok ukur harta dalam memilih pasangan adalah niat yang tidak terpuji
dalam upaya membangun rumah tangga. Karena pada dasarnya, pria yang ingin menikah
itu tidak cinta kepada perempuan, atau bila ada itupun tidak sebesar keinginannya untuk
menguasai harta perempuan itu. Ayat ini menjelaskan bahwa apa yang dilakukan oleh
pria itu merupakan kesalahan dan bagi orang yang beriman perbuatan ini tidak
menunjukkan keimanan.
Kebiasaan buruk di tengah kaum Jahiliah adalah menekan isteri agar menghalalkan
sebagian atau keseluruhan dari maharnya. Hal ini sering terjadi ketika mahar yang
diminta oleh pihak perempuan tinggi nilainya. Al-Quran mencegah kebiasaan tidak
terpuji ini dan mewajibkan suami untuk menghormati hak dan kekayaan isteri.
Mempersulit isteri itu hanya boleh dilakukan bila ia melakukan perbuatan keji, agar
dapat menceraikan isteri tanpa harus membayar maharnya. Hal yang demikian menjadi
balasan setimpal atas perilaku buruk isterinya.
Dalam ayat ini, Allah menjelaskan aturan umum agar setiap suami berperilaku baik
terhadap isterinya. Bila terjadi suami sudah tidak senang lagi kepada isterinya, atau rasa
cinta yang ada sudah semakin berkurang, Allah menekankan agar suami tetap tidak boleh
berbuat buruk kepadanya. Karena sangat mungkin ada sejumlah persoalan yang
tampaknya tidak menyenangkan suami, tapi Allah memberikan berkah dalam masalah
itu.
Dari ayat tadi terdapat tiga pelajaran yang dapat dipetik:
1. Jangan menjadikan harta dan kekayaan sebagai tolok ukur dalam memilih isteri. Cinta
adalah dasar utama dalam menikah.
2. Mahar adalah milik isteri dan suami tidak berhak memilikinya dengan cara apapun,
kecuali dengan kerelaan isteri.
3. Suami bertanggung jawab memelihara institusi keluarga. Segala masalah yang muncul
tidak boleh membuatnya bersikap buruk terhadap isteri yang berujung pada perceraian.
ا م وإن أردتم استبدال زو ا فل تأخذوا منه شيئاا أتأخذونه بهتاناا وإثما ( 22ناا )بيج مكان زوج وآتيتم إحداهن قنطارا
(21) وكيف تأخذونه وقد أفضى بعضكم إلى بعض وأخذن منكم ميثاقاا غليظاا
Dan jika kamu ingin mengganti isterimu dengan isteri yang lain, sedang kamu telah
memberikan kepada seseorang di antara mereka harta yang banyak, maka janganlah
kamu mengambil kembali dari padanya barang sedikitpun. Apakah kamu akan
mengambilnya kembali dengan jalan tuduhan yang dusta dan dengan (menanggung) dosa
yang nyata? (4: 20)
Bagaimana kamu akan mengambilnya kembali, padahal sebagian kamu telah bergaul
(bercampur) dengan yang lain sebagai suami-isteri. Dan mereka (isteri-isterimu) telah
mengambil dari kamu perjanjian yang kuat. (4: 21)
Ada kebiasaan buruk di masa Jahiliah yang ditentang keras oleh Islam. Bila ada seorang
suami ingin kawin lagi, dengan mudah ia menuduh isteri pertamanya dengan tuduhan
yang bukan-bukan. Hal itu dilakukan guna menekan jiwa isterinya dan membebaskannya
membayar mahar agar diceraikan oleh suaminya. Setelah menceraikan isteri
pertamanya, kemudia ia menikah lagi dengan mahar isteri pertamanya.
Dua ayat ini menentang keras tradisi buruk dan tidak terpuji ini dan mengingatkan kesan
pertama saat awal pernikahan. Bukankah pada waktu itu sang suami telah berjanji untuk
memberikan mahar kepada isterinya. Setelah hidup bersama bertahun-tahun,
bagaimana mereka dengan mudah melanggar janji yang telah diucapkan dahulu. Lebih
buruk dari itu, mengapa harus melontarkan tuduhan keji kepada isterinya yang bersih
dan suci?
Dari ayat tadi terdapat tiga pelajaran yang dapat dipetik:
1. Islam membela hak wanita dan perkawinan kedua suami tidak boleh mengorbankan
hak isteri yang pertama.
2. Mengambil kembali mahar dilarang dalam Islam, apalagi hal itu dilakukan dengan
alasan yang dibuat-buat, bahkan dengan tuduhan keji.
3. Akad nikah merupakan perjanjian kokoh, dimana berkat itu Allah menghalalkan
seorang pria dan perempuan hidup bersama. Di sini memelihara janji dan berusaha
saling memahami merupakan keharusan.
مت عليكم 22يلا )ول تنكحوا ما نكح آباؤكم من الن ساء إل ما قد سلف إنه كان فاحشةا ومقتاا وساء سب ( حر
هاتكم وبناتكم وأخ تي أرضعنكم وأخ أم هاتكم الل اتكم وخالتكم وبنات الخ وبنات الخت وأم اتكم من و واتكم وعم
تي دخلت تي في حجوركم من نسائكم الل هات نسائكم وربائبكم الل ضاعة وأم بهن م بهن فإن لم تكونوا دخلتم الر
كان غف فل جناح عليكم وحلئل أبنائكم الذين من أصلبكم وأن تجمعوا بين الختين إل ا ما قد سلف إن الل ورا
ا (23) رحيما
Dan janganlah kamu kawini wanita-wanita yang telah dikawini oleh ayahmu, terkecuali
pada masa yang telah lampau. Sesungguhnya perbuatan itu amat keji dan dibenci Allah
dan seburuk-buruk jalan (yang ditempuh). (4: 22)
Diharamkan atas kamu (mengawini) ibu-ibumu; anak-anakmu yang perempuan;
saudara-saudaramu yang perempuan, saudara-saudara bapakmu yang perempuan;
saudara-saudara ibumu yang perempuan; anak-anak perempuan dari saudara-
saudaramu yang laki-laki; anak-anak perempuan dari saudara-saudaramu yang
perempuan; ibu-ibumu yang menyusui kamu; saudara perempuan sepersusuan; ibu-ibu
isterimu (mertua); anak-anak isterimu yang dalam pemeliharaanmu dari isteri yang
telah kamu campuri, tetapi jika kamu belum campur dengan isterimu itu (dan sudah
kamu ceraikan), maka tidak berdosa kamu mengawininya; (dan diharamkan bagimu)
isteri-isteri anak kandungmu (menantu); dan menghimpunkan (dalam perkawinan) dua
perempuan yang bersaudara, kecuali yang telah terjadi pada masa lampau;
sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. (4: 23)
Dua ayat ini secara terperinci menyebutkan kelompok perempuan yang haram
dinikahi. Alasan tidak boleh mengawini kelompok perempuan ini kembali pada sifatnya
yang menentang fitrah manusia. Tapi secara keseluruhan, ada tiga hal penting yang
menyebabkan haramnya pernikahan. Pertama, hubungan nasab atau keturunan yang
menyebabkan haramnya menikahi ibu, saudara perempuan, anak perempuan, bibi dan
anak perempuan dari saudara laki dan perempuan. Kedua, hubungan sababi (sebab),
yang muncul karena perkawinan seorang lelaki dengan seorang perempuan. Setelah
menikahi seorang perempuan maka ibu, saudara perempuan dan anak isteri diharamkan
baginya. Ketiga, hubungan susuan. Apabila seorang wanita menyusui bayi dalam waktu
tertentu, wanita itu dan anak-anak perempuannya yang minum susunya adalah tidak
boleh dikawini.
Dari ayat tadi terdapat dua pelajaran yang dapat dipetik:
1. Dilarang menikahi perempuan yang muhrim demi menjaga kehormatan keluarga.
2. Penetapan halal dan haram, seperti masalah pernikahan hanya wewenang Allah Swt.
عليكم وأحل لكم ما وراء ذ ين لكم أن تبتغوا بأموالكم محصن والمحصنات من الن ساء إل ما ملكت أيمانكم كتاب الل
منهن فآتوهن أجورهن فريضةا ول جناح عليكم فيما تراضيتم به من بعد الفريضة غير مسافحين فما استمتعتم به
ا ا حكيما كان عليما (24) إن الل
Dan (diharamkan juga kamu mengawini) wanita yang bersuami, kecuali budak-budak
yang kamu miliki (Allah telah menetapkan hukum itu) sebagai ketetapan-Nya atas kamu.
Dan dihalalkan bagi kamu selain yang demikian (yaitu) mencari isteri-isteri dengan
hartamu untuk dikawini bukan untuk berzina. Maka isteri-isteri yang telah kamu nikmati
(campuri) di antara mereka, berikanlah kepada mereka maharnya (dengan sempurna),
sebagai suatu kewajiban; dan tiadalah mengapa bagi kamu terhadap sesuatu yang kamu
telah saling merelakannya, sesudah menentukan mahar itu. Sesungguhnya Allah Maha
Mengetahui lagi Maha Bijaksana. (4: 24)
Sebagai lanjutan ayat-ayat sebelumnya, ayat ini menyebut jenis perkawinan yang
dihalalkan oleh syariat dan mewajibkan orang-orang mukmin memelihara batasan-
batasan ilahi.
Satu dari realitas pahit masyarakat manusia, dari dahulu hingga sekarang adalah
munculnya perang dan konflik etnis dan agama yang mengakibatkan banyak korban
terbunuh dan mengungsi dari kedua belah pihak yang berseteru. Dampak dari perang
ini juga memunculkan banyak keluarga yang kehilangan orang tuanya. Sementara
menurut perang di masa silam, tidak disediakan tempat khusus menampung para
tawanan, sehingga tawanan pria dijadikan pekerja dan perempuan dijadikan budak.
Ketika Islam datang, agama mulia ini menghapus tradisi ini secara prinsipal dengan
mengusahakan secara gradual pembebasan budak.
Islam bahkan membolehkan untuk mengawini para tawanan perempuan, bahkan
perilaku ini terpuji dalam rangka mengangkat derajat perempuan dari tawanan menjadi
isteri dan ibu. Masalah yang muncul bila tawanan perempuan itu dahulunya memiliki
suami. Tapi Islam memberikan jalan keluar bahwa setiap perempuan yang ditawan dan
menjadi budak itu secara otomatis telah diceraikan dari suaminya. Tapi, untuk kawin
lagi, harus diberikan tenggat waktu untuk menjelaskan apakah ia sedang hamil atau
tidak. Tentu saja program yang ditawarkan Islam ini lebih baik dan logis, ketimbang
mengabaikan tuntutan-tuntutan biologis mereka.
Dalam kasus perang saudara, tidak sedikit kaum pria yang menjadi korban dan akhirnya
banyak keluarga yang kehilangan pengayomnya Islam mengusulkan dua jalan sebagai
solusi masalah ini. Pertama dengan poligami, dimana seorang pria dapat beristeri lebih
dari satu. Artinya, seorang seorang pria yang memiliki satu isteri dapat mengawini
perempuan lain lagi hingga empat dengan syarat semua diperlakukan sama dengan isteri
pertama. Poligami telah dijelaskan dalam ayat sebelumnya. Sementara dalam ayat ini ada
solusi lain yang disebut nikah Mut’ah atau kawin sementara. Pernikahan model ini tidak
berbeda dengan nikah permanen, kedua-duanya dihalalkan oleh Allah Swt dengan
perbedaan waktunya terbatas, tapi dapat diperpanjang.
Sejumlah cendikiawan muslim pro-Barat menuding nikah Mut’ah sebagai bentuk
penghinaan terhadap martabat perempuan. Padahal di negara-negara Barat justru tidak
ada batasan dalam hubungan antara pria dan wanita. Di Barat, melakukan hubungan
secara rahasia atau terang-terangan antara seorang wanita dengan beberapa lelaki tanpa
aturan dan murni hawa nafsu malah dipandang tidak menyalahi peraturan. Ironisnya
apabila hubungan ini diatur dalam kerangka yang jelas dan begitu transparan seperti
perkawinan sementara malah dipandang menghina wanita.
Pandangan seperti ini juga berlaku di awal Islam. Perkawinan sementara dilarang
sehingga tercipta sarana untuk menjalin hubungan secara rahasia dan perzinahan. Oleh
karenanya dengan mencabut hukum perkawinan sementara bukan berarti kemudian
kebutuhan biologis manusia berhenti, justru disalurkan melalui cara yang tidak benar.
Dari ayat tadi terdapat tiga pelajaran yang dapat dipetik:
1. Masalah sosial harus dilihat secara realistis, bukan mengikuti perasaan dan selera
individu atau golongan. Solusi terbaik dengan menerima perintah Tuhan. Karena
hanya Allah yang paling mengetahui tuntutan manusia, baik individu maupun sosial.
2. Perkawinan, baik permanen atau sementara merupakan benteng yang kokoh untuk
menjaga kehormatan dan kesucian lelaki atau wanita.
3 Kerelaan kedua pihak harus ada dalam menentukan jumlah mahar, bukan hanya pria
yang menentukan
يستطع منكم طولا أن ينكح المحصنات المؤمنات فمن ما ملكت أيمانكم من فتياتكم ومن لم أعلم المؤمنات والل
ن بالمعروف محصنات غير مسافحات ول بإيمانكم بعضكم من بعض فانكحوهن بإذن أهلهن وآتوهن أجوره
نت ذاب ذلك لمن خشي الع متخذات أخدان فإذا أحصن فإن أتين بفاحشة فعليهن نصف ما على المحصنات من الع
غفور رحيم منكم وأن تصبروا خير لك (25) م والل
Dan barangsiapa diantara kamu (orang merdeka) yang tidak cukup perbelanjaannya
untuk mengawini wanita merdeka lagi beriman, ia boleh mengawini wanita yang
beriman, dari budak-budak yang kamu miliki. Allah mengetahui keimananmu;
sebahagian kamu adalah dari sebahagian yang lain, karena itu kawinilah mereka dengan
seizin tuan mereka, dan berilah maskawin mereka menurut yang patut, sedang
merekapun wanita-wanita yang memelihara diri, bukan pezina dan bukan (pula) wanita
yang mengambil laki-laki lain sebagai piaraannya; dan apabila mereka telah menjaga
diri dengan kawin, kemudian mereka melakukan perbuatan yang keji (zina), maka atas
mereka separo hukuman dari hukuman wanita-wanita merdeka yang bersuami.
(Kebolehan mengawini budak) itu, adalah bagi orang-orang yang takut kepada
kemasyakatan menjaga diri (dari perbuatan zina) di antara kamu, dan kesabaran itu
lebih baik bagimu. Dan Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. (4: 25)
Pada ayat sebelumnya telah dijelaskan tentang bolehnya menikahi budak dan tawanan
perang, dalam ayat ini mendorong para pria muslim yang tidan mampu mengawini
perempuan bebas akibat mahalnya mahar, maka mereka dapat mengawini perempuan
tawanan perang. Hal itu dilakukan agar mereka dapat menyalurkan kebutuhan
seksualnya dan terjaga dari perbuatan keji. Di sisi lain, para perempuan tawanan itu juga
diselamatkan dari kondisi terus menjanda. Poin penting yang patut mendapat perhatian
di sini, al-Quran mensyaratkan keimanan dalam pernikahan, baik itu dilakukan dengan
perempuan merdeka maupun tawanan.
Syarat yang ditetapkan al-Quran menunjukkan bahwa sekalipun sebelum menikah kedua
pasangan belum saling mengenal dan bahkan derajat sosial mereka berbeda, tapi
keimanan dan ketaatan kepada perintah agama dapat menjadi sarana bagi keduanya
untuk hidup bahagia. Sebaliknya, apabila keduanya tidak beriman, maka kekayaan dan
kecantikan tidak dapat menjamin kehidupan dan rumah tangga mereka aman dan
langgeng. Karena kedua tolok ukur ini akan hilang seiring waktu.
Dari ayat tadi terdapat empat pelajaran yang dapat dipetik:
1. Anda dapat bersabar kawin dengan budak, namun tidak mungkin dapat bertahan dari
siksa dosa.
2. Islam memberikan solusi bagi pria yang tidak mampu menikah dengan alasan biaya
yang tinggi.
3. Kemuliaan dan kesucian serta jauh dari dosa merupakan syarat utama perkawinan
dan kesuksesannya.
4. Orang yang berbuat keji tidak hanya dihukum di Hari Kiamat, tapi juga di dunia. Hal
itu dilakukan agar orang lain mengambil pelajaran dan pelakunya tidak mengulangi lagi
perbuatannya.
عليم حك ليبي ن لكم ويهديكم سنن الذين من قبلكم ويتوب عليكم والل يريد أن يتوب عليكم 22يم )يريد الل ( والل
بعون الشهوات ا ) ويريد الذين يت نسان ضعيفاا27أن تميلوا ميلا عظيما أن يخف ف عنكم وخلق ال (28) ( يريد الل
Allah hendak menerangkan (hukum syari'at-Nya) kepadamu, dan menunjukimu kepada
jalan-jalan orang yang sebelum kamu (para nabi dan shalihin) dan (hendak) menerima
taubatmu. Dan Allah Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana. (4: 26)
Dan Allah hendak menerima taubatmu, sedang orang-orang yang mengikuti hawa
nafsunya bermaksud supaya kamu berpaling sejauh-jauhnya (dari kebenaran). (4: 27)
Allah hendak memberikan keringanan kepadamu, dan manusia dijadikan bersifat lemah.
(4: 28)
Bila ayat-ayat sebelumnya mendorong manusia untuk menikah dan menjelaskan hukum
dan syarat-syaratnya, maka tiga ayat ini mengingatkan manusia bahwa apa yang
diperintahkan Allah itu demi keuntungan manusia sendiri. Perintah Allah itu ingin
mengantarkan manusia kepada kebahagiaan dan menjauhkannya dari perbuatan nista.
Karena kebijakan dan kasih sayang-Nya, Allah senantiasa memberi petunjuk dan
mengarahkan manusia. Oleh karenanya, Allah Swt menurunkan nabi dan kitab.
Sayangnya sebagian manusia lebih memilih kesesatan dan berupaya menyesatkan orang
lain.
Sebagian dari manusia berusaha memuaskan hawa nafsunya dan mengajak orang lain
mengikuti tuntutan syahwatnya. Ayat ini menyatakan bahwa hukum-hukum yang
diturunkan Allah kepada manusia tidak sulit. Perintah yang diturunkan Allah bersumber
dari ilmu dan kebijakan-Nya. Allah telah mempertimbangkan kebutuhan manusia dan
masyarakat, lalu memudahkan keinginan manusia dengan menghalalkan dua bentuk
pernikahan guna mengendalikan hawa nafsunya. Hal itu dilakukan agar manusia tidak
tercemari oleh perbuatan dosa dan masyarakat terpelihara dari kebejatan sosial.
Dari ayat tadi terdapat tiga pelajaran yang dapat dipetik:
1. Hukum dan perintah-perintah agama merupakan rahmat dan anugerah Tuhan kepada
manusia. Karena Dia memberi petunjuk manusia agar memilih jalan yang benar.
2. Hasrat seksual tidak berbeda dengan naluri lainnya merupakan perkara yang alami
dan fitrawi. Namun kebebasan seksual menjalin hubungan di luar ikatan
syariat menyebabkan hancurnya sendi keluarga dan masyarakat.
3. Islam adalah agama yang mudah. Prinsip agama memberikan perintah atau tanggung
jawab sebatas kemampuan.
أموالكم بينكم بالباطل إل أن تكون تجارةا عن تراض منكم ول تقتلوا أنفسكم إن يا أيها الذين آمنوا ل تأكلوا الل
ا ) 22كان بكم رحيما ا وكان ذلك على الل ا فسوف نصليه نارا ا( ومن يفعل ذلك عدواناا وظلما (12) يسيرا
Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu saling memakan harta sesamamu dengan
jalan yang batil, kecuali dengan jalan perniagaan yang berlaku dengan suka sama-suka
di antara kamu. Dan janganlah kamu membunuh dirimu; sesungguhnya Allah adalah
Maha Penyayang kepadamu. (4: 29)
Dan barangsiapa berbuat demikian dengan melanggar hak dan aniaya, maka Kami kelak
akan memasukkannya ke dalam neraka. Yang demikian itu adalah mudah bagi Allah. (4:
30)
Bila ayat sebelumnya melarang bentuk pemerkosaan dan pelecehan seksual, sekaligus
perintah memelihara kesucian keluarga dan masyarakat, ayat ini melarang umat Islam
bersikap arogan, mengambil harta atau membunuh orang lain. Dua ayat ini menegaskan
agar umat Islam menghargai harta dan jiwa orang lain, sama seperti mereka
menghormati jiwa dan hartanya sendiri dan janganlah mereka berlaku keji dan zalim.
Segala bentuk pemerkosaan terhadap harta orang lain adalah perbuatan tercela, kecuali
berazaskan transaksi yang sah serta pemiliknya melakukan transaksi ini dengan
kerelaan yang penuh. Mélanggar harta orang lain adalah sinyalemen kezaliman jiwa
pelakunya, dari itulah, perbuatan itu nanti mendatangkan hukuman dan siksaan yang
berat, siksaan yang pada hari kiamat nanti berbentuk api yang panas dan membakar
yang menelan si zalim.
Dari ayat tadi terdapat empat pelajaran yang dapat dipetik:
1. Islam menghormati kepemilikan pribadi dan kerelaan pemilik merupakan syarat
bertransaksi.
2. Sistem ekonomi yang tidak benar hanya akan melahirkan kesenjangan sosial yang
akan melahirkan pelbagai masalah sosial.
3. Islam menilai jiwa manusia sebagai mulia. Oleh karenanya bunuh diri atau membunuh
orang lain haram hukumnya.
4. Allah Swt mengasihi manusia, tapi bersikap tegas terhadap para pelaku kezaliman.
Karena hak masyarakat sangat penting di sisi Allah.
ا (31) إن تجتنبوا كبائر ما تنهون عنه نكف ر عنكم سي ئاتكم وندخلكم مدخلا كريما
Jika kamu menjauhi dosa-dosa besar di antara dosa-dosa yang dilarang kamu
mengerjakannya, niscaya Kami hapus kesalahan-kesalahanmu (dosa-dosamu yang kecil)
dan Kami masukkan kamu ke tempat yang mulia (surga). (4: 31)
Ayat ini menjelaskan bahwa dosa itu ada yang kecil dan besar. Tapi harus dicamkan
bahwa dosa itu baik kecil atau besar tetap saja tercela di sisi Allah Swt. Pembagian dosa
menjadi kecil dan besar kembali pada dampak dosa tersebut. Dalam riwayat telah
disebutkan secara terperinci mana jenis dosa yang disebut kecil dan mana yang
besar. Semakin luas lingkaran dosa itu, berarti akan semakin besar pula dampak
merugikannya bagi orang yang melakukan juga keluarga dan masyarakat. Dalam kondisi
yang demikian, dosa yang dilakukan juga semakin tercela di sisi Allah.
Dari sisi lain, sebuah perbuatan dosa kecil yang dilakukan oleh orang biasa tidak akan
terhitung kecil bila dilakukan oleh seorang yang tidak biasa, seperti pejabat, ulama dan
lain-lain. Karena seorang pemuka masyarakat misalnya, hubungannya tidak terbatas
dengan diri dan keluarganya saja, tapi lebih luas dengan masyarakat sekitarnya. Bahkan
sebagian orang memiliki hubungan dengan jutaan orang lain. Orang seperti ini, bila
melakukan dosa yang terhitung kecil bagi orang biasa akan digolongkan dosa besar. Tapi
Allah yang Maha Pengasih masih tetap menunjukkan kasih sayangnya dengan
mengatakan, “Bila kalian menjauhi dosa besar, maka Aku akan memaafkan kalian dan
memasukkan kalian ke surga.”
Dari ayat tadi terdapat dua pelajaran yang dapat dipetik:
1. Allah Swt mengampuni kesalahan kecil kita. Oleh karenanya, alangkah baik bila kita
juga memaafkan kesalahan remeh orang lain dan tidak membesar-besarkannya.
2. Bila dasar pemikiran dan perbuatan seseorang itu bena, Allah pasti akan memaafkan
dosa-dosa kecilnya, bahkan tanpa taubat sekalipun.
ل ا اكتسبن واسأل ول تتمنوا ما فض ا اكتسبوا وللن ساء نصيب مم جال نصيب مم به بعضكم على بعض للر وا الل
ا كان بكل شيء عليما من فضله إن الل (32) الل
Dan janganlah kamu iri hati terhadap apa yang dikaruniakan Allah kepada sebahagian
kamu lebih banyak dari sebahagian yang lain. (Karena) bagi orang laki-laki ada bahagian
dari pada apa yang mereka usahakan, dan bagi para wanita (pun) ada bahagian dari apa
yang mereka usahakan, dan mohonlah kepada Allah sebagian dari karunia-Nya.
Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui segala sesuatu. (4: 32)
Allah Swt menciptakan makhluk berdasarkan perbedaan dan bukan pembedaan demi
mengatur alam dengan sempurna. Sebagian diciptakan dalam bentuk benda mati,
sebagian berupa tumbuhan dan yang lainnya diciptakan dalam bentuk hewan dan
manusia. Dari jenis manusia juga diciptakan sebagian laki-laki dan sebagiannya
perempuan. Yang lebih unik lagi, tidak ada dua manusia yang benar-benar sama dari
segala sisi. Setiap manusia tidak hanya berbeda pada jasad, tapi juga ruh mereka.
Perbedaan antara manusia berdasarkan hikmah dengan tujuan memenuhi pelbagai
kebutuhan manusia. Bila kita menyaksikan sebuah kendaraan, untuk membuatnya
diperlukan ban yang lentur serta baja yang kokoh untuk motornya, begitu juga kaca yang
jernih untuk penglihatan pengemudi. Sebuah mobil juga memerlukan lampu sebagai
penerang di malam hari. Artinya, dalam membuat sebuah kendaraan dibutuhkan ribuan
suku cadang yang masing-masing berbeda dari segi bentuk, jenis dan kinerjnya, tapi
semua bersinergi secara harmonis membentuk sebuah mobil. Alam juga demikian.
Alam dengan segala keagungannya terdiri dari miliaran makhluk hidup dan juga benda
mati yang berbeda-beda. Setiap ciptaan Allah ini mengemban tugas dan peran yang
berbeda, tapi diperlukan demi keberlangsungan alam ini. Dalam sistem sosial, manusia
punya beragam bakat dan potensi yang bila disinergikan dapat menjadi kekuatan yang
luar biasa. Potensi dan bakat ini bila diaktualkan dapat menciptakan kesejahteraan bagi
seluruh umat manusia.
Patut dicamkan bahwa perbedaan bukan pembedaan atau diskriminasi. Karena pertama,
Allah tidak pernah berutang kepada makhluk yang akan diciptakan-Nya, sehingga dapat
menuntut model penciptaannya sesuai dengan keinginannya. Kedua, perbedaan yang ada
itu berdasarkan hikmah dan bukan atas dasar kezaliman, kedengkian dan kikir.
Begitu juga, sekiranya Allah menuntut kewajiban yang sama dari semua manusia, maka
perbuatan seperti ini tidak adil dan puncak dari kezaliman, sekalipun Allah memberikan
fasilitas yang sama kepada mereka. Karena menurut ayat dan riwayat, Allah
menghendaki tugas atau tanggung jawab dari manusia sesuai dengan kemampuan
mereka. Allah dalam surat at-Thalaq ayat ke-7 menyatakan, “La Yukallifullahu nafsan
illa ma ataha, Allah tidak memaksa siapapun, kecuali sesuai dengan apa yang telah
diberikan kepadanya.
Tapi ada poin lain bahwa antara manusia dan makhluk yang lain terdapat perbedaan
yang inti. Manusia diberi akal dan kemampuan berpikir sehingga mampu memilih sesuai
dengan kehendaknya. Kelebihan ini menjadi landasan bagi manusia untuk menciptakan
kemajuan, atau sebaliknya kehancuran. Dengan kata lain, Allah memberikan
kemampuan lain bagi manusia yang dapat diraihnya dengan usaha seperti ilmu,
kekuasaan dan kekayaan.
Manusia harus bekerja keras untuk meraih keberhasilan. Karena segala kemalasan itu
sumbernya manusia sendiri, bukan Allah. Dengan demikian, ketika ayat ini menyinggung
masalah nikmat Allah, maka yang pertama itu terkait dengan nikmat yang dianegerahkan
oleh Allah dan tidak perlu dicari. Jadi kita tidak boleh dengki akan apa yang diberikan
oleh Allah kepada sebagian yang lain dan jangan pula berharap sesuatu yang tidak pantas.
Sebagaimana dalam nikmat yang harus dicari dengan susah payah, setiap pria dan
perempuan akan memperoleh bagiannya sesuai dengan usaha yang dilakukannya.
Dari ayat tadi terdapat empat pelajaran yang dapat dipetik:
1. Mari melihat potensi yang kita miliki dan memanfaatkannya, ketimbang melihat milik
orang lain.
2. sekalipun kita berusaha keras, tapi jangan menghapus peran Allah dalam
menyampaikan rezeki. Bekerjalah sambil berdoa.
3. Harapan harus diletakkan pada tempatnya. Karena harapan yang berlebihan
penyebab kehinaan.
4. Perempuan berhak atas hartanya yang didapat dari warisan, mahar atau gaji.
ا ترك الوالدان والقربون والذين عقدت أيمانكم فآتوهم نص كان على كل شي ولكل جعلنا موالي مم ء يبهم إن الل
(33) شهيداا
Bagi tiap-tiap harta peninggalan dari harta yang ditinggalkan ibu bapak dan karib
kerabat, Kami jadikan pewaris-pewarisnya. Dan (jika ada) orang-orang yang kamu telah
bersumpah setia dengan mereka, maka berilah kepada mereka bahagiannya.
Sesungguhnya Allah menyaksikan segala sesuatu. (4: 33)
Sebagai kelanjutan dari ayat sebelumnya yang menyebut setiap perempuan dan pria
pemilik harta yang diusahakannya, ayat ini menetapkan pria dan wanita berhak
mewarisi harta ayah, ibu atau kerabat mereka. Ayat ini melanjutkan bahwa selain
warisan dan hasil dari kerja yang diperoleh, segala bentuk perjanjian yang sah yang
dilakukan dengan orang lain juga sah dan terhitung menjadi miliknya. Dalam sejarah
disebutkan, sebelum Islam terdapat sejenis perjanjian di kalangan Arab dimana dua
orang berjanji saling membantu. Bila satu dari mereka mengalami kerugian, maka yang
lain wajib menggantikannya, bahkan setelah meninggalpun mereka saling mewarisi
harta temannya. Agama Islam menerima perjanjian yang serupa dengan asuransi ini, tapi
menolak masalah hak waris di antara keduanya.
Dari ayat tadi terdapat dua pelajaran yang dapat dipetik:
1. Warisan dalam Islam merupakan aturan ilahi dan tidak seorangpun boleh
mengubahnya.
2. Wajib menepati janji, khususnya perjanjian yang memiliki nilai uang yang
menyebabkan kerugian pihak lain. Janji itu harus dihormati, sekalipun pihak lain telah
meninggal.
بعضهم على بعض وبما أنفقوا من أموالهم ف ل الل امون على الن ساء بما فض جال قو الحات قانتات ح الر افظات الص
تي تخافون نشوزهن فعظوهن واهجروهن في المضاجع واضربوهن فإن أطع للغيب بما والل م فل نك حفظ الل
ا كان عليا كبيرا (34) تبغوا عليهن سبيلا إن الل
Kaum laki-laki itu adalah pemimpin bagi kaum wanita, oleh karena Allah telah
melebihkan sebahagian mereka (laki-laki) atas sebahagian yang lain (wanita), dan
karena mereka (laki-laki) telah menafkahkan sebagian dari harta mereka. Sebab itu
maka wanita yang saleh, ialah yang taat kepada Allah lagi memelihara diri ketika
suaminya tidak ada, oleh karena Allah telah memelihara (mereka). Wanita-wanita yang
kamu khawatirkan nusyuznya, maka nasehatilah mereka dan pisahkanlah mereka di
tempat tidur mereka, dan pukullah mereka. Kemudian jika mereka mentaatimu, maka
janganlah kamu mencari-cari jalan untuk menyusahkannya. Sesungguhnya Allah Maha
Tinggi lagi Maha Besar. (4: 34)
Kaum lelaki merupakan pemimpin kaum perempuan. Allah melebihkan posisi kaum
lelaki dengan alasan mereka menafkahi perempuan dengan hartanya sendiri. Dengan
demikian, wajar bila perempuan menaati suaminya. Selain itu, bila suaminya telah
meninggal, hendaknya ia menjaga rahasia suaminya. Karena Allah Swt adalah pemelihara
rahasia.
Setelah menjelaskan posisi suami dan isteri dalam rumah tangga, Allah kemudian
menjelaskan cara seorang suami dalam menghadapi isterinya yang dikhawatirkan
melanggar atau tidak taat. Langkah pertama yang harus dilakukan seorang suami adalah
menasihati isterinya. Bila cara ini tidak mempan, seorang suami dapat menerapkan
langkah kedua dengan pisah ranjang dengan isteri. Bila masih tetap melakukan
pelanggaran, maka suami dapat menjatuhkan hukuman kepada isterinya. Tapi ketika
terjadi perubahan dalam sikapnya dan mereka sudah menaati suaminya, maka suami
tidak boleh menyakitinya. Karena sesungguhnya Allah Maha Besar dan Tinggi.
Ayat ini boleh disebut sebagai kunci al-Quran dalam memberikan solusi bila muncul
masalah dalam sebuah keluarga. Tapi sayangnya ayat ini pula yang sering
disalahtafsirkan oleh sekelompok orang baik yang beragama atau punya kepentingan
tertentu. Dengan bersandar pada ayat ini mereka menganggap dirinya tuan dan isteri
sebagai budak. Sebagaimana seorang budak harus menaati tuannya, maka isterinya
harus menaati mutlak perintahnya. Padahal ayat ingin memberikan penjelasan lain
terkait masalah lain.
Seorang suami yang ingin berlaku semena-mena menjadikan ayat ini sebagai justifikasi
atas segala perbuatannya terhadap isterinya. Ia menganggap perintahnya sama seperti
perintah Allah. Bila isterinya menentang, maka ia berhak memberikan hukuman yang
paling berat. Pandangan yang salah terhadap ayat ini membuat sebagian orang jahil lalu
mengolok-olok Islam dan menyebut Islam menentang hak-hak
perempuan. Padahal, yang mereka saksikan adalah penerapan yang buruk yang
bersumber dari ketidakmengertian mereka akan tafsir ayat tersebut. Penjelasan masalah
ini akan dibagi menjadi dua agar dapat dipahami dengan lebih baik.
Pertama, ayat ini memperkenalkan bahwa suami menjadi pelaksana urusan isteri. Ketika
melihat keluarga sebagai institusi paling mendasar bagi pembentukan masyarakat, maka
sudah barang tentu keluarga punya peran yang sangat penting. Sebuah keluarga dibentuk
lewat sebuah perjanjian suci antara seorang laki-laki dan perempuan yang berujung pada
lahirnya anak-anak mereka. Tentu saja sebuah keluarga memerlukan seorang
penanggung jawab untuk mengurusi urusan mereka. Bila tidak ada seorang pengelola
yang bertanggung jawab, maka institusi keluarga akan kacau balau.
Oleh karenanya, penentuan seorang sebagai pemimpin keluarga merupakan kewajiban
yang tidak dapat dihindari. Wajar bila anak kecil bukan pemimpin keluarga, adalah
perkara yang lazim dan tidak dapat dihindari. Wajar bila pemimpin keluarga adalah
suami. Al-Quran memperkenalkan suami sebagai pemimpin rumah tangga dengan dua
alasan. Pertama, lelaki dari segi fisik lebih kuat dari perempuan. Dengan karakter
semacam ini, seorang suami yang berkewajiban mencari penghasilan untuk menghidupi
keluarganya. Sebaliknya, perempuan menurut Islam tidak bertanggung jawab untuk
mencari nafkah, bahkan bila ia memiliki mata pencaharian sendiri. Isteri tidak wajib
untuk mengeluarkan hartanya untuk membelanjai keluarganya.
Artinya, tanggung jawab berat memenuhi kebutuhan keluarga berada di pundak suami.
Ketika ia bertanggung jawab, maka wewenang seorang suami dalam keluarga juga besar,
sesuai dengan tanggung jawabnya. Tapi itu tidak berarti seorang suami dapat berbuat
sewenang-wenang terhadap isterinya dan memperlakukannya seperti seorang budak
yang harus melakukan segala perintahnya. Oleh karenanya, bila seorang suami berbuat
salah dan tidak memberi nafkah, misalnya, maka isteri dapat meminta kepada hakim
syariat untuk mencampuri urusan rumah tangga mereka dan bila perlu suami harus
berjanji di hadapan hakim untuk menjadi suami yang bertanggung jawab.
Satu hal lagi yang patut diperhatikan bahwa kepemimpinan suami di tengah keluarga
bukan berarti laki-laki lebih mulia dari perempuan. Karena tolok ukur keutamaan
seseorang terletak pada takwa dan iman.
Kedua, ayat menjelaskan tentang dua model perempuan. Ada perempuan yang salehah,
taat dan memegang teguh pada sistem keluarga. Ia tidak hanya taat kepada suami ketika
ada, tapi juga saat suaminya tidak ada di rumah. Bahkan lebih dari itu, ketika suaminya
meninggalpun ia tetap memelihara kepribadian, rahasia dan hak suaminya. Model isteri
yang semacam ini mendapat pujian dari Allah Swt. Sementara model yang kedua, seorang
isteri yang tidak taat kepada suaminya dalam urusan rumah tangga. Sekaitan dengan
isteri yang seperti ini, al-Quran mengingatkan mereka sebaga isteri yang dikhawatirkan
menyeleweng.
Bila seorang suami mulai mengkhawatirkan penyelewengan isterinya, maka metode
pertama yang harus diterapkan adalah dengan menasihatinya. Bila tidak mempan, maka
langkah kedua yang harus diambil adalah pisah ranjang agar isterinya mengetahui
bahwa peringatan yang diberikan semakin serius. Tapi bila isteri tetap tidak patuh
dengan cara ini, maka suami punya izin untuk menjatuhkan hukuman kepadanya, tapi
diberi catatan bahwa hukuman tidak boleh terlampau berat agar isterinya menyadari
akan kesalahannya.
Pelanggaran atau penyelewengan isteri dalam al-Quran disebut dengan istilah Nusyuz.
Al-Quran memberikan solusi sesuai tingkat penyelewengan yang dilakukan oleh isteri.
Artinya, bila penyelewengan atau ketidakpatuhan isteri terhadap suami hanya pada
tingkat lisan saja, maka cukup dinasehati dengan lisan. Tapi tidak jarang penentangan
isteri sudah sampai pada tingkat perbuatan, maka suami harus meningkatkan cara
nasihatnya dengan pisah ranjang. Tapi ketika penentangan isteri sudah mencapai tingkat
yang berat, maka di sini ia harus diberi hukum badan.
Ketika seorang suami melakukan pelanggaran, maka yang akan mengadili kesalahannya
adalah hakim syariat. Bila pelanggaran seorang suami sudah berat, maka hakim harus
menjatuhkan hukuman terhadapnya. Sebagai contoh, ketika suami tidak memberikan
nafkah kepada isteri dan anak-anaknya, maka isterinya dapat mengadukan perbuatan
suaminya ke pengadilan. Namun mengingat masalah keluarga itu sifatnya sangat privasi,
maka al-Quran menghimbau pasangan suami-isteri hendaknya dapat menyelesaikan
masalahnya lewat cara kekeluargaan, sehingga tidak diketahui orang luar.
Dari ayat tadi terdapat lima pelajaran yang dapat dipetik:
1. Dalam sebuah komunitas yang terdiri dari dua orang, maka salah satunya harus dipilih
sebagai ketua yang bertanggung jawab pada komunitasnya.
2. Amal saleh tidak terbatas pada shalat dan puasa, tapi juga melaksanakan tanggung
jawaab keluarga.
3. Kepatuhan isteri terhadap suaminya bukan kelemahan, tapi penghormatan
kepada institusi keluarga.
4. Suami senantiasa memiliki niat baik dalam usahanya memperbaiki isterinya, bukan
niat balas dendam atau lainnya.
5. Suami harus tahu bahwa Allah mengawasi mereka sebagai kepala rumah tangga dan
meminta pertanggungjawabannya di Hari Kiamat.
ا يوف ا من أهلها إن يريدا إصلحا ا من أهله وحكما بينهما إن وإن خفتم شقاق بينهما فابعثوا حكما ك ق الل ان الل
ا ا خبيرا (35) عليما
Dan jika kamu khawatirkan ada persengketaan antara keduanya, maka kirimlah seorang
hakam dari keluarga laki-laki dan seorang hakam dari keluarga perempuan. Jika kedua
orang hakam itu bermaksud mengadakan perbaikan, niscaya Allah memberi taufik
kepada suami-isteri itu. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Mengenal. (4:
35)
Ayat ini menerangkan tentang solusi keluarga yang mengalami sengketa antara suami
dan isteri. Disebutkan bahwa bila terjadi perselisihan antara suami dan isteri dan
kondisinya semakin parah, maka keluarga kedua pihak diharapkan untuk ikut
menyelesaikan perselisihan itu agar tidak berujung pada perceraian. Tentu saja tidak
semua keluarga ikut campur, tapi dari setiap pihak mengusulkan wakilnya untuk
bertemu dan mencari jalan keluar mencapai islah atau perdamaian. Kedua pihak ini yang
akan menjadi hakam atau penengah untuk menengahi, bukan mengadili atau
menyalahkan satu pihak.
Terobosan Islam ini memiliki beberapa kelebihan. Pertama, masalah yang menimpa ini
tidak menyebar dan diketahui orang lain. Dengan kata lain, hanya pihak keluarga suami
dan isteri yang mengetahui perselisihan ini. Karena pada dasarnya, hanya keluarga suami
dan isteri yang paling perhatian akan keutuhan keluarga ini. Di sisi lain, dalam masalah
semacam ini, sebaiknya orang lain tidak perlu tahu.
Kedua, motivasi adanya penengah dari keluarga kedua belah pihak adalah
mendamaikan. Oleh karenanya, bila ada keputusan yang diambil, maka dari pihak suami
dan isteri akan menerimanya dengan tulus. Hal ini akan berbeda bila keputusan diambil
di pengadilan, dimana biasanya satu pihak tidak puas dan memrotes keputusan itu.
Ketiga, upaya mencari solusi ini untuk menentukan kebenaran untuk diteladani, bukan
ingin memvonis suami atau isteri. Karena vonis mana yang benar dan yang salah hanya
akan memperparah perselisihan. Solusi yang ditawarkan Islam untuk mencari
kesepahaman dan menyingkirkan perselisihan masa lalu.
Dari ayat tadi terdapat empat pelajaran yang dapat dipetik:
1. Keluarga dan masyarakat tidak boleh mengabaikan perselisihan suami dan isteri,
bahkan bertanggung jawab mencari solusinya.
2. Setiap perselisihan di tengah keluarga harus diantisipasi agar tidak mengarah pada
perceraian.
3. Pihak suami dan isteri masing-masing mengusulkan seorang wakil.
4. Bila ada niat baik, niscaya Allah akan menganugerahkan taufik-Nya.
ول تشركوا به شيئاا وبالوالدين إحساناا وبذي القربى واليتامى والمساك ربى والجار لجار ذي الق ين واواعبدوا الل
ل يحب من كان مخت احب بالجنب وابن السبيل وما ملكت أيمانكم إن الل االجنب والص (36) الا فخورا
Sembahlah Allah dan janganlah kamu mempersekutukan-Nya dengan sesuatupun. Dan
berbuat baiklah kepada dua orang ibu-bapa, karib-kerabat, anak-anak yatim, orang-
orang miskin, tetangga yang dekat dan tetangga yang jauh, dan teman sejawat, ibnu sabil
dan hamba sahayamu. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang sombong
dan membangga-banggakan diri. (4: 36)
Setelah ayat sebelumnya menjelaskan tanggung jawab suami, ayat ini dan sejumlah
ayat selanjutnya membahas tentang tanggung jawab seorang mukmin di hadapan
masyarakat. Ayat-ayat ini menjelaskan yang demikian agar tidak ada anggapan bahwa
seorang suami hanya bertanggung jawab pada isteri dan anak-anaknya. Karena seorang
mukmin sejati, selain beriman kepada Allah Swt dan menyembahnya, ia punya tanggung
jawab sosial di hadapan orang tua, keluarga, sahabat dan tetangganya. Tidak hanya itu
ia harus memiliki empat terhadap anak-anak yatim dan orang miskin yang ada di
sekelilingnya.
Ironis bila menyaksikan seorang pria dan perempuan yang mengikat diri dalam sebuah
institusi keluarga, tapi setelah menjadi suami dan isteri mereka justru melupakan kedua
orang tua dan memutuskan hubungan dengan keluarga juga sahabatnya. Namun poin
penting dari ayat ini, berbuat kebaikan yang diungkapkan dengan istilah ihsan,
maknanya lebih luas dari berinfak. Benar, istilah ihsan biasa dipakai untuk membantu
orang miskin, tapi sejatinya kata ihsan maknanya sangat luas mencakup setiap perbuatan
baik manusia untuk orang lain. Di akhir ayat ini juga dijelaskan betapa orang-orang yang
tidak berbuat baik kepada orang tua, sahabat dan tetangga dikategorikan sebagai orang-
orang yang sombong.
Dari ayat tadi terdapat empat pelajaran yang dapat dipetik:
1. Ayat ini menyebut kewajiban manusia untuk menyembah Allah dan berbuat baik
kepada sesama.
2. Shalat dan ibadah saja tidak cukup. Karena dalam urusan kehidupan manusua harus
meraih kerelaan Allah.
3. Orang tua berperan besar dalam proses penciptaan kita setelah Allah. Oleh karenanya
setiap anak harus menghormati dan menghargai kedua orang tuanya.
4. Sahabat, tetangga dan bahkan bawahan memiliki hak atas orang lain yang harus
ditunaikan.
من فضله وأعتدنا لل كافرين عذاباا مهينااالذين يبخلون ويأمرون الناس بالبخل ويكتمون ما آتاهم الل (17)
(yaitu) orang-orang yang kikir, dan menyuruh orang lain berbuat kikir, dan
menyembunyikan karunia Allah yang telah diberikan-Nya kepada mereka. Dan Kami
telah menyediakan untuk orang-orang kafir siksa yang menghinakan. (4: 37)
Ayat ini mengingatkan perilaku sebagian orang kaya. Mereka bukan hanya tidak
menginfakkan sebagian hartanya, tapi juga tidak senang bila ada orang lain yang
membantu orang miskin. Sedemikian kikirnya mereka sehingga sifat ini telah
membelenggu hati dan jiwanya, sehingga mereka tidak dapat memanfaatkan fasilitas
yang ada dengan baik. Mereka begitu khawatir ada orang miskin yang melihat kekayaan
mereka lalu mendatanginya untuk meminta bantuan. Oleh karenanya, mereka berusaha
sebisa mungkin menyembunyikan hartanya dari orang lain. Di sini, al-Quran
memandang kebakhilan seperti ini bertentangan dengan iman
dan menyebut orang seperti ini sebagai kafir yang layak merasakan siksaan pedih dan
kehinaan.
Dari ayat tadi terdapat tiga pelajaran yang dapat dipetik:
1. Sebagian penyakit hati seperti kikir dapat menular, sama seperti penyakit jasmani.
2.Salah satu cara mensyukuri nikmat dengan menceritakan dan memanfaatkannya.
Karena menyembunyikan nikmat merupakan sejenis kufur nikmat.
3. Segala nikmat harus dilihat sebagai anugerah Allah, bukan hasil upaya kita, sehingga
dapat terjauhkan dari sifat kikir.
ول باليوم الخر ومن يكن نااالشيطان له قريناا فساء قريوالذين ينفقون أموالهم رئاء الناس ول يؤمنون بالل
(38)
Dan (juga) orang-orang yang menafkahkan harta-harta mereka karena riya kepada
manusia, dan orang-orang yang tidak beriman kepada Allah dan kepada hari kemudian.
Barangsiapa yang mengambil syaitan itu menjadi temannya, maka syaitan itu adalah
teman yang seburuk-buruknya. (4: 38)
Sebagai pelengkap ayat-ayat yang lalu, ayat ini menyebut hati yang kikir dapat
menyebabkan manusia melepaskan keimanannya kepada Allah dan Hari Kiamat. Karena
kelaziman dari iman itu termasuk membayar zakat dan sedekah. Mereka yang tidak
melaksanakan kewajiban ini, pada dasarnya ia tidak menerima hukum Allah dan lebih
mementingkan hartanya ketimbang Allah. Wajar bila orang yang seperti ini lebih menjaga
kehormatan diri dan status sosialnya daripada Allah. Orang yang seperti ini tidak akan
mendapat pahala sedikitpun. Betapa meruginya mereka ketika telah berkorban
sedemikian rupa, tapi tidak ada yang tersisa di Hari Kiamat.
Dari ayat tadi terdapat lima pelajaran yang dapat dipetik:
1. Berinfak tapi diikuti riya sama dengan kekikiran itu sendiri. Di Hari Kiamat, orang
yang riya, selain perbuatannya tidak mendapat pahala, malah mendapat dosa riya.
2. Riya berarti tidak punya iman sejati. Karena orang yang melakukannya, tidak
mengharapkan pahala dari Allah, tapi dari manusia lain.
3. Tujuan infak bukan hanya mengenyangkan perut orang miskin. Perbuatan ini juga
dapat dilakukan dengan riya. Tapi berinfak punya tujuan meningkatkan kualitas
keimanan dan spiritual.
4. Infak tidak terbatas dengan harta dan kekayaan, tapi dapat dilakukan dengan apa
saja yang dianugerahkan Allah kepada kita untuk membantu orang miskin.
به وكان الل ا رزقهم الل واليوم الخر وأنفقوا مم اوماذا عليهم لو آمنوا بالل (39) م عليما
Apakah kemudharatannya bagi mereka, kalau mereka beriman kepada Allah dan hari
kemudian dan menafkahkan sebahagian rezeki yang telah diberikan Allah kepada
mereka? Dan adalah Allah Maha Mengetahui keadaan mereka. (4: 39)
Sebagai pelengkap ayat-ayat yang lalu, ayat ini menyatakan bahwa jiwa yang kikir
menyebabkan hilangnya atau terkikisnya keimanan kepada Allah Swt dan Hari Kiamat
dalam diri manusia. Karena membayar zakat dan sedekah merupakan kelaziman iman.
Orang muslim yang tidak melakukan ini berarti ia lebih mengutamakan hartanya,
ketimbang Allah. Orang yang lebih mementingkan harta selain Allah Swt menjadi
kewajaran bila ia juga enggan mengeluarkan hartanya di jalan Allah.
Bila orang seperti ini mengeluarkan hartanya untuk kepentingan sosial, maka sudah
barang tentu niatnya bukan karena Allah, tapi demi status sosial yang bakal diraihnya
dengan perbuatan itu. Tapi orang yang seperti ini bakal merugi di Hari Kiamat, ketika
mendapatkan perbuatannya yang disanka bakal mendapat pahala dari Allah, ternyata
sia-sia. Lebih buruk dari itu, ia diperintahkan untuk meminta balasan kepada mereka
yang menjadi niatan dari perbuatannya itu. Inilah tipu daya setan yang dilakukan
terhadap manusia.
Dari ayat tadi terdapat empat pelajaran yang dapat dipetik:
1. Berinfak dan amal saleh lainnya harus bersih dari riya, bila ingin diterima oleh Allah.
2. Berinfak dan sedekah bukan berarti kita menjadi miskin, tapi menjadi bekal di Hari
Kiamat nanti.
3. Allah mengetahui segala niat perbuatan kita.
4. Infak dapat dilakukan dengan banyak cara dan tidak terbatas pada harta.
ل يظل اإن الل ا عظيما ة وإن تك حسنةا يضاعفها ويؤت من لدنه أجرا (40) م مثقال ذر
Sesungguhnya Allah tidak menganiaya seseorang walaupun sebesar zarrah, dan jika ada
kebajikan sebesar zarrah, niscaya Allah akan melipat gandakannya dan memberikan dari
sisi-Nya pahala yang besar. (4: 40)
Sebelumnya telah dijelaskan bahwa orang yang kikir terhadap orang miskin telah
mengkufuri nikmat ilahi. Orang seperti ini bakal mendapat siksaan yang pedih.
Sementara dalam ayat ini Allah menyebutkan bahwa siksaan itu bukan kezaliman Tuhan
terhadap manusia, tapi hasil dari perbuatan mreka sendiri. Terlebih lagi, akar dari
kezaliman tidak terlepas dari dua hal; kebodohan atau kesombongan. Padahal Allah suci
dari segala kekurangan. Oleh karenanya, tidak ada alasan untuk menuduh Allah berbuat
zalim kepada makhluk-Nya, tapi yang terjadi manusia sendirilah yang menzalimi dirinya
dengan perbuatan buruk.
Selanjutnya Allah mengajak manusia agar berbuat kebajikan kepada sesama. Barang
siapa yang menerima seruan ini, Allah pasti memberikan pahala beberapa kali lipat
baginya di dunia dan di akhirat. Dalam ayat lain Allah menyebutkan akan memberi
ganjaran orang yang berinfak dengan tulus hingga 700 kali lipat.
Dari ayat tadi terdapat dua pelajaran yang dapat dipetik:
1. Bencana jangan dipandang sebagai kezaliman Tuhan, tapi hal itu berawal dari sifat
kikir dan kekufuran kita.
2. Hukuman yang diterapkan Allah setara dengan perbuatan buruk yang dilakukan
manusia. Allah tidak akan menambah atau mengurangi sedikitpun.
ة بشهيد وجئنا بك على هؤلء شهيداا )فك سول لو 11يف إذا جئنا من كل أم ( يومئذ يود الذين كفروا وعصوا الر
حديثاا ى بهم الرض ول يكتمون الل (42) تسو
Maka bagaimanakah (halnya orang kafir nanti), apabila Kami mendatangkan seseorang
saksi (rasul) dari tiap-tiap umat dan Kami mendatangkan kamu (Muhammad) sebagai
saksi atas mereka itu (sebagai umatmu). (4: 41)
Di hari itu orang-orang kafir dan orang-orang yang mendurhakai rasul, ingin supaya
mereka disamaratakan dengan tanah, dan mereka tidak dapat menyembunyikan (dari
Allah) sesuatu kejadianpun. (4: 42)
Salah satu dalil terbaik yang membuktikan bahwa Allah tidak berbuat zalim kepada
seorangpun adalah pengadilan di Hari Kiamat yang mengetengahkan banyak saksi.
Dalam pengadilan itu yang akan bersaksi adalah anggota tubuh manusia sendiri,
kesaksian para malaikat dan yang terakhir adalah kesaksian dari setiap nabi atas
kelakuan umatnya. Dengan demikian, pengadilan Hari Kiamat akan mengetengahkan
paling sedikit tiga saksi atas setiap perbuatan yang dilakukan manusia.
Dihadirkannya Rasulullah Saw sebagai saksi menyebabkan orang-orang kafir dan para
penentang beliau berharap tidak pernah dilahirkan di dunia. Bila telah dilahirkan
mereka berharap tetap tinggal dalam tanah kuburan dan tidak dibangkitkan bersama
manusia yang lain untuk diadili. Namun harapan dan penyesalan ini sudah tidak berguna
lagi. Dengan adanya tiga saksi yang akan dihadirkan dalam pengadilan Hari Kiamat,
maka tidak ada lagi celah untuk menyembunyikan perbuatan buruk. Lebih dari itu, tidak
ada ucapan dan pikiran yang tersembunyi dari Allah Swt.
Dari ayat tadi terdapat empat pelajaran yang dapat dipetik:
1. Para Nabi adalah bukti bagi manusia dan juga bagi diri mereka sendiri. Allah Swt
pada Hari Kiamat akan menjatuhkan hukuman sesuai dengan perintah nabi mereka.
2. Sejatinya, Allah Swt tidak memerlukan saksi. Tapi saksi dipersiapkan agar manusia
tahu selain Allah ada juga yang mengetahui perbuatan mereka.
3. Membangkang perintah Nabi dan sunnahnya sama dengan kekafiran terhadap Allah.
4. Hari Kiamat adalah hari penyesalan, tapi itu sudah terlambat.
لة وأنتم سكارى حتى تعلموا ما تقو تسلوا لون ول جنباا إل عابري سبيل حتى تغ يا أيها الذين آمنوا ل تقربوا الص
موا صعيداا طي وإن كنتم مرضى أو على سفر أو جاء أحد منكم من الغائط أو لمستم الن ساء فلم تجد باا وا ماءا فتيم
ا فامسحوا بوجوهكم ا غفورا كان عفو (43) وأيديكم إن الل
Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu shalat, sedang kamu dalam keadaan
mabuk, sehingga kamu mengerti apa yang kamu ucapkan, (jangan pula hampiri mesjid)
sedang kamu dalam keadaan junub, terkecuali sekedar berlalu saja, hingga kamu mandi.
Dan jika kamu sakit atau sedang dalam musafir atau datang dari tempat buang air atau
kamu telah menyentuh perempuan, kemudian kamu tidak mendapat air, maka
bertayamumlah kamu dengan tanah yang baik (suci); sapulah mukamu dan tanganmu.
Sesungguhnya Allah Maha Pemaaf lagi Maha Pengampun. (4: 43)
Ayat ini menjelaskan sejumlah hukum fiqih. Pertama, menjelaskan tentang inti shalat,
yaitu perhatian kepada Allah swt. Kedua, mengenai masalah mandi dan tayammum. Pada
prinsipnya, tujuan dari shalat dan ibadah lainnya agar dapat mengarahkan perhatian
manusia kepada Tuhan secara terus menerus dan bertawakal kepada-Nya. Manusia
yang menjadikan Allah sebagai sandarannya akan terbebaskan dari segala keterikatan
duniawi. Sementara bila ibadah yang dilakukan dipenuhi dengan makrifah akan
berdampak positif pada dirinya. Ia akan meninggalkan segala hal yang membuat manusia
tidak khusyu.
Dalam ayat ini ini seorang yang akan melakukan shalat hendaknya meninggalkan
minuman keras. Karena hal itu dapat menyebabkan dirinya mabuk dan tidak mengerti
apa yang dilakukannya. Dalam ayat lain juga dilarang melakukan shalat dengan kondisi
mengantuk atau malas. Di sini, manusia yang ingin melakukan shalat harus tahu sedang
berhadapan dengan siapa, serta memahami apa yang diucapkannya. Selain perhatian
manusia harus fokus kepada Allah, masalah jasmani manusia juga harus bersih dari
segala kekotoran. Oleh karena itu, orang yang melakukan hubungan badan terhitung
junub. Ia bukan saja dilarang melakukan shalat dalam kondisi demikian, tapi juga tidak
boleh berada di dalam masjid.
Ketika disebutkan bahwa orang junub tidak boleh melakukan shalat, lalu apa yang harus
dilakukannya? Orang tersebut harus melakukan mandi junub agar terbebas dari hadas
besar ini. Bila ia tidak menemukan air, karena berada di dalam perjalanan atau
penggunaan air membahayakan kesehatannya, maka Allah memperbolehkannya
melakukan tayammum sebagai pengganti mandi. Dalam buku-buku fiqih dijelaskan lebih
terperinci mengenai masalah junub, mandi junub dan tayammum.
Dari ayat tadi terdapat empat pelajaran yang dapat dipetik:
1. Shalat bukan hanya lafad dan gerakan. Karena inti shalat adalah konsentrasi kepada
Tuhan dan ini membutuhkan kesadaran penuh.
2. Masjid dan tempat peribadatan memilki kesucian dan kesakralan tersendiri. Tidak
boleh memasukiny adalam kondisi junub.
3. Kesucian jasmani dan ruh merupakan pendahuluan shalat.
4. Dalam keadaan sakit sekalipun, shalat tetap wajib sekalipun lebih mudah
kewajibannya.
للة ويريدون أن تضلوا السبيل أعلم بأعدائكم 11)ألم تر إلى الذين أوتوا نصيباا من الكتاب يشترون الض ( والل
ا نصيرا وليا وكفى بالل (45) وكفى بالل
Apakah kamu tidak melihat orang-orang yang telah diberi bahagian dari Al Kitab
(Taurat)? Mereka membeli (memilih) kesesatan (dengan petunjuk) dan mereka
bermaksud supaya kamu tersesat (menyimpang) dari jalan (yang benar). (4: 44)
Dan Allah lebih mengetahui (dari pada kamu) tentang musuh-musuhmu. Dan cukuplah
Allah menjadi Pelindung (bagimu). Dan cukuplah Allah menjadi Penolong (bagimu). (4:
45)
Ayat ini diturunkan berkaitan dengan para cendikiawan yahudi yang tinggal di kota
Madinah ketika datangnya Islam. Sepatutnya mereka itu mengimani Rasul dan al-Quran,
namun ironisnya, sejak awal mereka mencoba memusuhi dan menentang Rasul, bahkan
mereka bekerjasama dengan kaum musyrik Mekah. Ayat ini mengingatkan bahwa para
cendekiawan Ahlul Kitab bahwa mereka mengetahui firman Allah, tapi tidak menjadikan
Kitab sebagai jalan petunjuk kebenaran bagi diri mereka sendiri. Tidak cukup itu, mereka
malah menyesatkan orang lain yang ingin beriman kepada Allah Swt. Allah menegaskan
kepada umat Islam agar mereka tidak takut terhadap permusuhan kaum
musyrik. Karena kaum kafir tidak terlepas dari kekuasaan ilahi dan kalian juga pasti
mendapatkan bantuan Allah.
Dari ayat tadi terdapat tiga pelajaran yang dapat dipetik:
1. Mengenali Kitab Allah dan hukum-hukum ilahi dengan sendirinya tidak menjadi
penyebab kebahagiaan dan keselamatan.
2. Musuh utama masyarakat Islam adalah musuh agama dan ideologi, baik di dalam
maupun di luar negeri.
3.Allah hanya akan melindungi orang yang berpegang teguh pada-Nya.
فون الكلم عن مواضعه ويقولون سمعنا وعصينا واسمع غير مسمع وراعنا ليا بألسنتهم من الذين هادوا يحر
ا لهم وأقوم ين ولو أنهم قالوا سمعنا وأطعنا واسمع وانظرنا لكان خيرا بكفرهم ولكن لعن وطعناا في الد فل هم الل
(46) يؤمنون إل قليلا
Yaitu orang-orang Yahudi, mereka mengubah perkataan dari tempat-tempatnya. Mereka
berkata: "Kami mendengar", tetapi kami tidak mau menurutinya. Dan (mereka
mengatakan pula): "Dengarlah" sedang kamu sebenarnya tidak mendengar apa-apa. Dan
(mereka mengatakan): "Raa'ina", dengan memutar-mutar lidahnya dan mencela agama.
Sekiranya mereka mengatakan: "Kami mendengar dan menurut, dan dengarlah, dan
perhatikanlah kami", tentulah itu lebih baik bagi mereka dan lebih tepat, akan tetapi
Allah mengutuk mereka, karena kekafiran mereka. Mereka tidak beriman kecuali iman
yang sangat tipis. (4: 46)
Salah satu cara penentang Islam mengganggu adalah dengan menghina dan mengolok-
olok. Al-Quran banyak mengutip sikap dan gangguan para penentang Islam ini. Jelas,
mereka memilih cara ini karena tidak punya kemampuan melawan logika Islam. Mereka
hendak mempertunjukkan kedengkian dan dendam mereka terhadap Islam. Dalam ayat
ini disebutkan, beberapa orang Yahudi menyalahgunakan penggunaan kalimat serta
menyindir Rasul dengan mengatakan, “Engkau yang berkata, sementara kami yang tidak
mendengarkan dan kami juga berkata, engkau tidak mendengar, karena apa yang
engkau katakan adalah untuk membodohi kami. Inilah yang menyebabkan kami tidak
mentaatimu.”
Mereka bahkan menyalahgunakan kata yang mirip. Ketika Rasul Saw membacakan ayat-
ayat al-Quran, kaum Muslimin berkata , “Wahai Rasul! Raa’ina!” Artinya,
bertenggangrasalah kepada kami, dan berikan kepada kami kesempatan untuk dapat
mendengarkan perkataanmu dengan lebih baik dan kami simpan di dalam ingatan kami.
Adapun kaum yahudi menggunakan kalimat ini di depan Rasul, dan yang dimaksudkan
adalah arti lainnya yaitu membodohkan. Oleh itulah, Allah berfirman ditujukan kepada
mereka dan juga kaum Muslimin agar mereka menggunakan kata “Undzurna” sebagai
ganti kalimat “Raa’ina” yang memiliki arti memberikan peluang dan tidak memiliki
makna buruk tadi.
Dari ayat tadi terdapat tiga pelajaran yang dapat dipetik:
1. Kita harus bersikap obyektif, sekalipun di hadapan para musuh. Ayat ini tidak mencela
semua orang Yahudi, tapi hanya kepada mereka yang benar-benar mencemooh.
2. Tidak boleh menodai kesucian agama, baik terkait pemimpin maupun hukumnya.
3. Keselamatan manusia terletak pada kepatuhannya kepada Nabi dan Allah.
قاا لما معكم من قبل أن نطمس وجو لنا مصد هاا فنردها على أدبارها أو يا أيها الذين أوتوا الكتاب آمنوا بما نز
مفعولا نلعنهم كما لع (48) نا أصحاب السبت وكان أمر الل
Hai orang-orang yang telah diberi Al Kitab, berimanlah kamu kepada apa yang telah Kami
turunkan (Al Quran) yang membenarkan Kitab yang ada pada kamu sebelum Kami
mengubah muka(mu), lalu Kami putarkan ke belakang atau Kami kutuki mereka
sebagaimana Kami telah mengutuki orang-orang (yang berbuat maksiat) pada hari Sabtu.
Dan ketetapan Allah pasti berlaku. (4: 47)
Sebagai kelanjutan ayat-ayat sebelumnya yang ditujukan kepada Ahlul Kitab, ayat ini
mengatakan kepada mereka, “Kalian telah mengenal Kitab Allah dan semestinya kalian
lebih punya kecenderungan kepada Islam. Sebenarnya kalian tidak dapat dibandingkan
dengan orang-orang Musyrik yang sama sekali tidak memiliki latar belakang keimanan
kepada Allah. Terlebih lagi Islam sejalan dengan Kitab kalian yang mengesakan Allah. Ayat
ini kemudian menjelaskan sebuah prinsip penting bahwa bila kalian memungkiri
kebenaran atas sifat kebencian dan mengolok-olokinya, sebenanya kalian telah
menghapus fitrah kalian sendiri. Bila hal ini terus berlanjut, berarti kalian telah
menghapus fitrah kalian dan secara perlahan-lahan sifat kemanusiaan kalian akan sirna.
Ayat ini berbicara tentang perubahan wajah manusia yang mengisyaratkan bahwa alat
pemahaman manusia berada di kepalanya. Al-Quran menyebut ketidakberdayaan
manusia memperoleh hakikat dan kebenaran dengan terhapusnya wajah mereka.
Demikianlah adanya ketika lidah tidak mau mengkaui kebenaran, maka mata, telinga
dan akal lambat laut menyeleweng dan melihat kebenaran terbalik menjadi kebatilan.
Sama halnya ketika manusia melihat alam sekitarnya dari balik kaca mata hitam. Semua
yang dilihatnya di siang hari terlihat gelap seperti di malam hari. Ayat ini menyinggung
peristiwa penyelewengan beberapa orang Yahudi dari hukum Tuhan, tentang libur di hari
Sabtu. Dalam ayat ini Allah mewanti-wanti orang Yahudi bahwa bila sebelumnya mereka
yang melanggar larangan hari Sabtu dijatuhi sanksi dengan mengubah wajah mereka
seperti kera, maka kalian juga akan binas bila mempermainkan ayat-ayat al-Quran.
Dari ayat tadi terdapat empat pelajaran yang dapat dipetik:
1. Saat mengajak orang lain kepada Islam, kita juga harus mengakui kebaikan orang lain.
2. Prinsip universal semua agama itu sama.
3. Islam menyeru para pemeluk Yahudi untuk meningkatkan iman dan menerima Islam.
4. Salah satu penyebab turunnya siksa dunia adalah mempermainkan kesucian agama.
ل يغفر أن يشرك به ويغفر ما دون ذلك لمن يشاء ومن يشرك بالل اإن الل ا عظيما (48) فقد افترى إثما
Sesungguhnya Allah tidak akan mengampuni dosa syirik, dan Dia mengampuni segala
dosa yang selain dari (syirik) itu, bagi siapa yang dikehendaki-Nya. Barangsiapa yang
mempersekutukan Allah, maka sungguh ia telah berbuat dosa yang besar. (4: 48)
Melanjutkan ayat-ayat sebelumnya yang berbicara tentang Ahlul Kitab; Yahudi dan
Kristen, ayat ini melarang segala bentuk akidah dan perbuatan yang berujung pada
kesyirikan kepada Allah Swt. Ayat ini juga menyebut perbuatan syirik bahkan
menjauhkan manusia dari tauhid dan berbuat dengan dasar ikhlas. Selain itu, meskipun
Allah Maha Pengasih dan Penyayang, namun Dia tidak akan memaafkan dosa syirik.
Karena syirik dengan sendirinya menghapus keimanan dalam diri manusia.
Sebagai catatan, ampunan Allah yang dimaksud dalam ayat ini adalah ampunan tanpa
taubat. Artinya, Allah Swt mengampuni dosa siapa saja yang dipandangnya layak
sekalipun ia tidak bertaubat. Namun untuk dosa syirik tidaklah demikian. Selagi
seseorang melakukan dosa syirik tidak bertaubat, maka ia tidak akan mendapatkan
ampunan Allah Swt. Dalam sebuah riwayat disebutkan bahwa ayat ini adalah ayat yang
paling memberikan harapan kepada Mukminin. Karena ayat ini tidak membiarkan
orang-orang yang berbuat dosa, sebesar apapun dosanya itu, merasa berputus asa dari
rahmat Tuhan. Ayat ini memberikan harapan akan datangnya ampunan ilahi kepada
mereka.
Dari ayat tadi terdapat dua pelajaran yang dapat dipetik:
1. Syirik mencegah seseorang memperoleh rahmat ilahi. Orang musyrik membuat
dirinya sendiri jauh dari rahmat ilahi.
2. Kebohongan yang paling besar adalah menisbatkan syirik kepada Tuhan.
ي من يشاء ول يظلمون فتيلا ) يزك الكذب ( انظر 12ألم تر إلى الذين يزكون أنفسهم بل الل كيف يفترون على الل
ا مبيناا (50) وكفى به إثما
Apakah kamu tidak memperhatikan orang yang menganggap dirinya bersih?. Sebenarnya
Allah membersihkan siapa yang dikehendaki-Nya dan mereka tidak aniaya
sedikitpun. (4: 49)
Perhatikanlah, betapakah mereka mengada-adakan dusta terhadap Allah? Dan cukuplah
perbuatan itu menjadi dosa yang nyata (bagi mereka). (4: 50)
Ayat ini melarang Ahlul Kitab dan Muslimin merasa dilebihkan dan menang sendiri.
Menurut al-Quran, setiap Ahlul Kitab dan Muslimin memandang orang lain berbuat
salah, dan pada saat yang sama kalian memuji diri sendiri dan merasa jauh dari
kesalahan dan dosa? Padahal hanya Tuhan lah yang mengetahui isi hati kalian. Hanya
Dia yang mengetahui siapa di antara kalian yang layak dipuji. Dia lah yang
membersihkan mereka dari kekotoran dan kekejian sesuai dengan perbuatan manusia
itu sendiri.
Dengan kata lain, keutamaan sejati adalah keutamaan yang memang dipandang mulia
oleh Tuhan, bukannya apa yang dipandang oleh orang-orang sombong dan egois sebagai
suatu keutamaan dan kelebihan dari orang lain, kemudian dinisbatkan kepada Tuhan.
Karena hal yang demikian tidak lebih dari satu kebohongan. Bahkan rasa sombong yang
lahir karena merasa paling taat beragama pada jiwa orang-orang mukmin merupakan
suatu bahaya dan penyakit yang mengancam para pengikut agama. Karena ayat ini dan
ayat lain al-Quran mengangkat persoalan bahaya kesombongan agamis dan memberi
peringatan kepada orang-orang Mukmin.
Imam Ali as dalam khotbah Hammam menjelaskan, “Di antara petanda orang-orang
bertakwa adalah setiap kali dipuji mereka takut dan khawatir. Jenis mereka ini adalah
bukannya tidak suka memuji diri sendiri, tapi bila ada orang lain memuji mereka,
mereka cemas jangan sampai terjerumus ke sifat sombong.
Dari ayat tadi terdapat tiga pelajaran yang dapat dipetik:
1. Nilai pujian ada pada pujian Allah kepada hamba-Nya, bukan pujian manusia kepada
dirinya sendiri.
2. Memuji diri sendiri bersumber pada kesombongan seseorang. Sifat ini berseberangan
dengan jiwa seorang hamba Tuhan.
3. Merasa dekat dengan Tuhan, tanpa ada buktinya merupakan penipuan kepada Tuhan
dan mendatangkan siksaan yang besar.
والطاغوت ويقولون للذين كفروا هؤلء أهدى من الذين ألم تر إلى الذين أوتوا نصيباا من الكتاب يؤمنون بالجبت
ا11آمنوا سبيلا ) فلن تجد له نصيرا ومن يلعن الل (52) ( أولئك الذين لعنهم الل
Apakah kamu tidak memperhatikan orang-orang yang diberi bahagian dari Al kitab?
Mereka percaya kepada jibt dan thaghut, dan mengatakan kepada orang-orang Kafir
(musyrik Mekah), bahwa mereka itu lebih benar jalannya dari orang-orang yang
beriman. (4: 51)
Mereka itulah orang yang dikutuki Allah. Barangsiapa yang dikutuki Allah, niscaya kamu
sekali-kali tidak akan memperoleh penolong baginya. (4: 52)
Dalam riwayat yang dinukil oleh buku-buku sejarah, setelah perang Uhud ada
sekelompok orang Yahudi Madinah yang mendatangi kaum Musyrikin Mekah untuk
mengajak mereka bersama-sama memerangi kaum Muslimin. Guna menarik hati orang-
orang Musyrikin, kaum Yahudi bersujud di depan berhala mereka dan berkata,
“Menyembah berhala milik kalian lebih baik dari keimanan Muslimin.” Padahal orang-
orang Yahudi masih terikat janji untuk tidak melakukan makar terhadap kaum Muslimin.
Apa yang dilakukan oleh orang-orang Yahudi ini berarti telah melanggar janji mereka dan
berbaiat dengan para pemuka Quraisy untuk melawan kaum Muslimin demi meraih cita-
cita kejinya.
Aneh melihat sikap orang-orang Yahudi yang tergolong Ahlul Kitab ini. Untuk
merealisasikan tujuan buruknya, mereka harus mengakui akidah khurafat penyembah
berhala masih lebih baik dari akidah Islam. Lebih buruk lagi, mereka bahkan
menyanggupi akan menyerang umat Islam bersam-sama kaum Musyrikin. Sikap dan
perbuatan mereka ini merupakan dosa besar yang menyebabkan mereka dikutuk oleh
Allah dan dijauhkan dari rahmat-Nya.
Dari ayat tadi terdapat tiga pelajaran yang dapat dipetik:
1. Tujuan yang buruk membuat orang Yahudi siap bersama para penyembah berhala
untuk memerangi Islam.
2. Sikap membangkang akan menutup mata, telinga dan lisan manusia dari kebenaran.
Orang Yahudi menentang Islam, bukan karena benci Islam, tapi Islam menjadi kendala
mereka meraih kepentingan duniawinya.
3. Pembela sejati manusia adalah Tuhan. Setiap orang yang menjauhkan dirinya dari
rahmat Tuhan berarti telah kehilangan penolongnya.
ا ) من فضله فقد آتينا ( أم يحسدون الناس 11أم لهم نصيب من الملك فإذاا ل يؤتون الناس نقيرا على ما آتاهم الل
ا ) ا11آل إبراهيم الكتاب والحكمة وآتيناهم ملكاا عظيما ( فمنهم من آمن به ومنهم من صد عنه وكفى بجهنم سعيرا
(55)
Ataukah ada bagi mereka bahagian dari kerajaan (kekuasaan)? Kendatipun ada, mereka
tidak akan memberikan sedikitpun (kebajikan) kepada manusia. (4: 53)
Ataukah mereka dengki kepada manusia (Muhammad) lantaran karunia yang Allah telah
berikan kepadanya? Sesungguhnya Kami telah memberikan Kitab dan Hikmah kepada
keluarga Ibrahim, dan Kami telah memberikan kepadanya kerajaan yang besar. (4: 54)
Maka di antara mereka (orang-orang yang dengki itu), ada orang-orang yang beriman
kepadanya, dan di antara mereka ada orang-orang yang menghalangi (manusia) dari
beriman kepadanya. Dan cukuplah (bagi mereka) Jahannam yang menyala-nyala
apinya. (4: 55)
Dalam ayat sebelumnya telah disebutkan bagaimana kaum Yahudi meminta bantuan
kaum Musyrikin Mekah guna mengalahkan kaum Muslimin di Madinah. Ayat ini ditujukan
kepada mereka dan menanyakan apakah kalian melakukan perbuatan ini dengan
harapan mendapatkan kekuasaan dan pemerintahan? Padahal kalian tidak memiliki
kelayakan itu. Karena jiwa monopoli telah begitu kuat membelenggu, maka kalian tidak
akan memberikan hak kepada orang lain. Kalian mengambil semua hak orang lain untuk
diri sendiri.
Selain itu, mengapa kalian tidak tahan menyaksikan kaum Muslimin yang berkuasa
dan menyimpan dendam terhadap mereka? Bukankah Tuhan telah
menganugerahkan kekuasaan kepada para nabi terdahulu dari keturunan Nabi
Ibrahim as? Lalu mengapa kalian heran? Bukankah Tuhan telah memberikan kitab
samawi dan kekuasaan kepada Musa as, Sulaiman, Dawud? Lalu mengapa kalian dengki
terhadap Muhammad lantaran kitab dan kekuasaan yang diberikan oleh Tuhan
kepadanya? Bahkan tidak hanya itu, kalian memandang kaum Musyrikin lebih baik
daripada Muslimin.
Ketika itu, al-Quran mengatakan kepada kaum muslimin, walaupun masyarakat di era
itu sebagian ada yang beriman dan sebagian lagi menentang, tapi kalian tidak
boleh berputus asa meyaksikan kaum Yahudi tidak mau beriman kepada Islam. Jangan
juga berputus asa menyaksikan kedengkian mereka terhadap kalian. Karena hal ini telah
terjadi sepanjang sejarah.
Dari ayat tadi terdapat empat pelajaran yang dapat dipetik:
1. Kenalilah musuh dan mantapkanlah keyakinan agama kalian. Karena ketahuilah bila
suatu hari kaum Yahudi itu mendapatkan kekuasaan, maka mereka pasti akan
mengabaikan kalian.
2. Sifat kikir, berpikiran sempit dan menilai sesuatu tidak adil merupakan tanda-tanda
orang yang cinta materi dan kekuasaan.
3. Apa yang dimiliki orang lain adalah dari rahmat dan karunia Tuhan. Sementara orang
yang dengki pada hakikatnya ia memprotes tindakan Tuhan. Daripada mendengki
nikmat Tuhan yang diberikan kepada orang lain, sebaiknya manusia selalu optimis akan
karunia dan rahmat-Nya yang tiada terbatas.
4. Mengharapkan semua manusia beriman adalah harapan yang sia-sia. Allah Swt
menghendaki semua manusia bebas memilih jalan masing-masing.
ا كلما نضجت جلودهم بدلناهم جلوداا غيره ك إن الذين كفروا بآياتنا سوف نصليهم نارا ان ا ليذوقوا العذاب إن الل
ا ا حكيما (56) عزيزا
Sesungguhnya orang-orang yang kafir kepada ayat-ayat Kami, kelak akan Kami
masukkan mereka ke dalam neraka. Setiap kali kulit mereka hangus, Kami ganti kulit
mereka dengan kulit yang lain, supaya mereka merasakan azab. Sesungguhnya Allah
Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana. (4: 56)
Setelah ayat-ayat sebelumnya menceritakan kedengkian dan kebencian segolongan
manusia kepada para nabi dan ajarah ilahi. Sementara ayat ini memberitahukan tentang
adanya siksaan pedih yang akan menimpa mereka kelak di Hari Kiamat. Siksaan tersebut
setimpal dengan perbuatan mereka. Karena orang yang disepanjang usianya menentang
kebenaran dan semakin lama penentangannya itu semakin besar, maka mereka pantas
mendapatkan siksaan yang abadi. Jadi ayat ini menjelaskan bahwa orang-orang yang
menentang Islam janganlah mengira bahwa mereka akan dibakar hanya sekali
pada Hari Kiamat dam todal ada siksaan berikutnya. Ketika kulit mereka sudah
terbakar, Allah Swt akan membuat kulit baru buat mereka menggantikan yang lama
dan begitulah seterusnya.
Dari ayat tadi terdapat tiga pelajaran yang dapat dipetik:
1. Berbeda dengan di dunia, siksaan akhirat tidak pernah berkurang rasa pedihnya.
2. Siksaan di akhirat tidak terbatas pada siksaan mental saja, tapi juga badan, seperti
kulit yang dibakar.
3. Siksaan ilahi adalah balasan dari perbuatan manusia. Siksaan itu bukan kezaliman
Tuhan kepada hamba-Nya. Allah menghukum hamba-Nya berdasarkan hikmat dan
kebijaksanaan.
الحات سندخلهم جنات تجري من تحتها رة والذين آمنوا وعملوا الص النهار خالدين فيها أبداا لهم فيها أزواج مطه
(57) وندخلهم ظل ظليلا
Dan orang-orang yang beriman dan mengerjakan amalan-amalan yang shaleh, kelak
akan Kami masukkan mereka ke dalam surga yang di dalamnya mengalir sungai-sungai;
kekal mereka di dalamnya; mereka di dalamnya mempunyai isteri-isteri yang suci, dan
Kami masukkan mereka ke tempat yang teduh lagi nyaman. (4: 57)
Setelah menjelaskan siksaan orang-orang Kafir pada Hari Kiamat, ayat ini
menjelaskan soal pahala besar orang-orang Mukmin. Disebutkan, apabila iman dan
keyakinan kepada Tuhan disertai dengan melakukan perbuatan baik, maka ia
akan mendapat ganjaran yang baik pada Hari Kiamat. Allah Swt menempatkan orang-
orang semacam ini di surga yang hijau dengan pepohonan yang rindang dan lebat.
Mereka di Hari Kiamat tidak sendirian.
Karena mereka bersama isteriya yang bersih dan suci. Berkumpul kembali dengan
isterinya merupakan kenikmatan yang lengkap, setelah di dunia mereka meninggalkan
kelezatan duniawi dan meninggalkan apa yang diharamkan oleh Tuhan.
Dari ayat tadi terdapat dua pelajaran yang dapat dipetik:
1. Manusia dalam berbuat memiliki kebebasan untuk memilih jalan. Oleh karenanya,
siapa yang memilih jalan yang sesat, maka ia pasti mendapatkan siksa. Sementara iman
mendatangkan kesucian dan ketenangan.
2. Kesucian bagi wanita dan laki-laki adalah suatu nilai. Oleh karenanya, saat menyifati
isteri di surga, lebih menekankan kesucian dari pada kecantikan.
يأ إن الل ا يعظكم به إن مركم أن تؤدوا المانات إلى أهلها وإذا حكمتم بين الناس أن تحكموا بالعدل إن الل نعم
ا كان سميعاا بصيرا (58) الل
Sesungguhnya Allah menyuruh kamu menyampaikan amanat kepada yang berhak
menerimanya, dan (menyuruh kamu) apabila menetapkan hukum di antara manusia
supaya kamu menetapkan dengan adil. Sesungguhnya Allah memberi pengajaran yang
sebaik-baiknya kepadamu. Sesungguhnya Allah adalah Maha Mendengar lagi Maha
Melihat. (4: 58)
Berbeda dengan gambaran sejumlah masyarakat yang memandang agama sebagai
perkara individu dan hubungan antara dirinya dan pencipta, agama samawi, khususnya
Islam, ajarannya diperuntukkan bagi individu dan sosial. Islam bahkan melihat iman
dan agama memiliki kelaziman untuk memelihara keadilan dan amanah dalam
masyarakat
Dalam beberapa riwayat disebutkan, “Jangan kalian melihat lamanya ruku dan sujud
seseorang, tetapi lihatlah kejujuran dan amanahnya. Karena khianat dalam amanah
menunjukkan kemunafikan dan sifat bermuka dua. Makna amanah sangat luas
mencakup amanah harta, ilmu dan keluarga. Bahkan dalam beberapa riwayat,
kepemimpinan sosial dikategorikan sebagai amanah ilahi yang besar, dimana
masyarakat harus berhati-hati dan menyerahkannya kepada seorang yang saleh dan
layak. Bahkan kunci kebahagiaan masyarakat terletak pada kepemimpinan yang saleh
dan professional. Sebaliknya, sumber dari kesulitan sosial adalah para pemimpin yang
tidak saleh dan korup.
Amanah yang ada di pundak manusia ada tiga. Pertama, antara manusia dan
Tuhan. Artinya, memelihara hukum dan batas-batas ilahi sendiri merupakan amanah
yang ada di pundak manusia. Kedua, antara manusia dengan manusia. Seseorang yang
diberikan amanah harus mengembalikannya kepada sang pemilik tanpa ditambah dan
dikurangi. Ketiga, amanah yang ada pada diri manusia itu sendiri seperti usia,
kekuasaan, kemampuan jasmani dan mental. Dari sisi agama, semua itu adalah amanah
Tuhan yang ada di tangan kita. Bahkan kita manusia bukan pemilik diri kita
sendiri melainkan hanya mengemban amanah. Anggota badan kita harus
dimanfaatkan dengan baik di jalan keridhaan Tuhan.
Dari ayat tadi terdapat lima pelajaran yang dapat dipetik:
1. Setiap amanah memiliki pemiliknya yang harus diserahkan kepadanya. Penyerahan
amanah sosial seperti pemerintahan dan pengadilan kepada orang orang yang bukan
ahlinya adalah tidak sejalan dengan iman.
2. Amanah harus diserahkan kepada pemiliknya, baik ia itu Kafir ataupun Musyrik.
Dalam menunaikan amanah kemukminan si pemilik tidaklah disyaratkan.
3. Bukan hanya hakim yang harus adil, tapi semua orang mukmin haruslah memelihara
keadilan dalam segala bentuk penanganan masalah keluarga dan sosial.
4. Dalam memelihara amanah dan menjaga keadilan, haruslah kita tahu bahwa Tuhan
sebagai pengawas. Karena Dia Maha Mendengar dan Melihat.
5. Manusia memerlukan nasehat dan penasehat yang terbaik adalah Tuhan yang Maha
Esa.
سول وأولي ال وأطيعوا الر سول يا أيها الذين آمنوا أطيعوا الل والر مر منكم فإن تنازعتم في شيء فردوه إلى الل
واليوم الخر ذلك خير وأحسن تأويلا (59) إن كنتم تؤمنون بالل
Hai orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan taatilah Rasul (Nya), dan ulil amri di
antara kamu. Kemudian jika kamu berlainan pendapat tentang sesuatu, maka
kembalikanlah ia kepada Allah (Al Quran) dan Rasul (sunnahnya), jika kamu benar-benar
beriman kepada Allah dan hari kemudian. Yang demikian itu lebih utama (bagimu) dan
lebih baik akibatnya. (4: 59)
Dalam ayat sebelumnya telah disebutkan bahwa dianjurkan menyerahkan urusan
pemerintahan dan keadilan kepada orang yang layak dan adil. Ayat ini mengatakan
kepada kaum Mukmin, selain taat kepada Tuhan dan Rasulnya, maka haruslah kalian
taat kepada para pemimpin yang adil. Karena ketaatan itu merupakan kelaziman iman
kepada Tuhan dan Hari Kiamat.
Dalam riwayat sejarah disebutkan, bahwa Rasul Saw ketika berangkat ke perang Tabuk
beliau melantik Imam Ali aw sebagai penggantinya di Madinah. Beliau berkata, ”Wahai
Ali! Engkau di sisiku, seperti Harun untuk Musa.” Selanjutnya ayat ini turun dan
masyarakat diperintah untuk menaatinya.
Berangkat dari ada kemungkinan masyarakat akan berselisih menentukan Ulil Amri,
kelanjutan ayat menyatakan, “Dalam keadaan seperti ini, rujuklah kepada Kitab Allah
dan Sunnah Rasul yang merupakan sebaik-baik hakim dan sebaik-baik kesudahan bagi
kalian. Namun yang jelas, ketaatan kepada Ulil Amri dan Rasul Saw adalah dalam
rangka ketaatan kepada Tuhan. Perkara ini tidak bertentangan dengan tauhid.
Karena kita menaati Nabi dan Ulil Amri atas perintah Tuhan juga.
Dari ayat tadi terdapat empat pelajaran yang dapat dipetik:
1. Ketaatan kepada Rasul dan Ulil Amri dalam ayat ini bersifat mutlak, tanpa ada syarat
yang ditaati harus tidak memiliki kekurangan.
2. Rasul memiliki dua kedudukan. Pertama, menjelaskan hukum-hukum Tuhan dan
menunaikan risalahNya. Kedua, mengelola urusan masyarakat dan menjelaskan
peraturan-praturan pemerintahan berdasarkan kebutuhan.
3. Jalan yang terbaik menyelesaikan perselisihan mazhab Islam adalah merujuk kepada
al-Quran dan Sunnah Rasul yang diterima oleh semua orang.
4. Masyarakat haruslah menerima pemerintahan Islam dan mendukung para pimpinan
yang adil.
ن يتحاكموا إلى الطاغوت وقد ألم تر إلى الذين يزعمون أنهم آمنوا بما أنزل إليك وما أنزل من قبلك يريدون أ
(60) م ضللا بعيدااأمروا أن يكفروا به ويريد الشيطان أن يضله
Apakah kamu tidak memperhatikan orang-orang yang mengaku dirinya telah beriman
kepada apa yang diturunkan kepadamu dan kepada apa yang diturunkan sebelum kamu?
Mereka hendak berhakim kepada thaghut, padahal mereka telah diperintah mengingkari
thaghut itu. Dan syaitan bermaksud menyesatkan mereka (dengan) penyesatan yang
sejauh-jauhnya. (4: 60)
Ayat 59 surat an-Nisaa’ yang telah dibahas sebelum ini menyebut kunci
penyelesaian semua perselisihan terletak pada al-Quran dan Sunnah Rasul Saw. Ayat
di atas mengkritisi orang-orang yang tidak saleh dan juga penguasa tirani yang anti
kebenaran. Mereka itu disifati oleh al-Quran sebagai manusia yang sesat lagi
menyesatkan. Sejarah menyebutkan bahwa suatu saat di Kota Madinah, seorang muslim
terlibat konflik dengan seorang Yahudi.
Si Yahudi mengusulkan agar merujuk kepada Rasulullah Saw untuk menyelesaikan
konflik itu. Rasulullah Saw dijadikan juri untuk menentukan siapa yang salah dan
benar. Ironisnya, si muslim yang tidak setuju dengan gagasan itu. Mengapa demikian?
Karena ia khawatir, keputusan Rasul Saw berseberangan dengan
kepentingan pribadinya yang tidak benar. Ia akhirnya mengusulkan agar Rahib Yahudi
saja yang menjadi hakim. Sebab ia yakin rahib itu dapat disogok dan pasti
memenangkannya dalam kasus sengketa dengan si Yahudi. Ayat ini diturunkan untuk
mencela perilaku buruk orang muslim tersebut.
Dari ayat tadi terdapat tiga pelajaran yang dapat dipetik:
1. Iman tanpa menjauhi kebatilan dan membenci thaghut bukanlah iman yang sejati.
2. Siapa saja yang mengaku beriman tapi dalam perbuatan selalu berpaling dari
Tuhan adalah orang yang memusuhi Tuhan dan berada di barisan thaghut.
3- Menerima pemerintahan thaghut sama saja dengan menyiapkan sarana bagi kegiatan
setan di tengah masyarakat.
سول رأيت المنافقين يصدون عنك صد وإلى الر (61) ودااوإذا قيل لهم تعالوا إلى ما أنزل الل
Apabila dikatakan kepada mereka: "Marilah kamu (tunduk) kepada hukum yang Allah
telah turunkan dan kepada hukum Rasul", niscaya kamu lihat orang-orang munafik
menghalangi (manusia) dengan sekuat-kuatnya dari (mendekati) kamu. (4: 61)
Ayat ini menyebutkan bahwa menjadikan orang non muslim sebagai hakim merupakan
pertanda kemunafikan. Ayat ini menegaskan bahwa orang-orang munafik menjauhi al-
Quran dan Sunnah Rasul Saw dan menyuarakan aspirasi orang-orang kafir. Mereka ini
bukan hanya tidak menerima hukum dan perintah ilahi, bahkan mengajak orang lain
supaya bersikap seperti mereka sehingga tidak ada orang yang menentang mereka.
Dari ayat tadi terdapat dua pelajaran yang dapat dipetik:
1. Tugas seorang mukmin adalah menyeru manusia untuk menyembah Tuhan. Adapun
yang diajak itu menerima atau tidak, adalah di luar tanggung jawabnya.
2. Menentang kepeminpinan haq merupakan tanda kemunafikan yang paling nyata.
إن أردنا إل ( أولئك الذين 22إحساناا وتوفيقاا ) فكيف إذا أصابتهم مصيبة بما قدمت أيديهم ثم جاءوك يحلفون بالل
ما في قلوبهم فأعرض عنهم وعظهم وقل لهم في أنفسهم قولا بليغاايعلم (63) الل
Maka bagaimanakah halnya apabila mereka (orang-orang munafik) ditimpa sesuatu
musibah disebabkan perbuatan tangan mereka sendiri, kemudian mereka datang
kepadamu sambil bersumpah: "Demi Allah, kami sekali-kali tidak menghendaki selain
penyelesaian yang baik dan perdamaian yang sempurna". (4: 62)
Mereka itu adalah orang-orang yang Allah mengetahui apa yang di dalam hati mereka.
Karena itu berpalinglah kamu dari mereka, dan berilah mereka pelajaran, dan
katakanlah kepada mereka perkataan yang berbekas pada jiwa mereka. (4: 63)
Sebagai lanjutan ayat-ayat sebelumnya yang menjelaskan perbuatan buruk orang-orang
munafik yang mengutamakan orang-orang non muslim ketimbang al-Quran dan Sunnah
Nabi, ayat ini menghimbau kaum muslimin sedapat mungkin agar menghindari
konfrontasi fisik secara langsung dengan mereka. Cukuplah dengan dialog dan nasehat
serta peringatan akan akibat perbuatan mereka kelak. Karena merupakan urusan
Tuhan bagaimana nantinya menghukum mereka.
Salah satu alasan orang-orang munafik tidak suka menunjuk Rasul sebagai hakim,
karena mereka yakin Rasul akan bersikap adil dalam menghakimi.
Mereka beranggapan bahwa cara ini akan menyebabkan salah seorang dari yang
berselisih akan dikecewakan. Oleh kerenanya, mereka tidak ingin kemuliaan dan
popularitas Rasul menurun. Itulah mengapa mereka tidak membawa masalah ini kepada
Rasul Saw.
Jelas sekali di sini, bahwa alasan-alasan seperti ini adalah untuk lari dari tanggung
jawab. Karena bila popularitas Rasul Saw itu harus dipelihara dengan cara seperti itu,
maka pasti Tuhan lebih tahu dari mereka.
Dari dua ayat tadi terdapat lima pelajaran yang dapat dipetik:
1. Sumber penyelesaian masalah individu dan sosial kembali kepada perbuatan manusia
itu sendiri. Oleh karenanya, manusia tidak boleh menyalahkan Allah, ketika ditimpa
musibah.
2. Berbelit-belit adalah petanda kemunafikan. Sama seperti sikap munafikin yang ingin
melemahkan Rasulullah Saw dengan alasan ingin memuliakan beliau.
3. Orang munafik bersumpah demi menutupi perbuatan kotor mereka.
4. Biasanya orang yang berbuat keji menutupi perbuatannya dengan menyebutnya
sebagai upaya untuk memperbaiki.
5. Dalam menghadapi orang munafik, terkadang perlu menjauhinya, tapi adakalanya
menasihati atau memperingatkannya.
ولو أنهم إذ ظلموا أنفسهم جاءوك فاست واست وما أرسلنا من رسول إل ليطاع بإذن الل سول غفروا الل غفر لهم الر
ا اباا رحيما تو (21) لوجدوا الل
Dan Kami tidak mengutus seseorang rasul melainkan untuk ditaati dengan seizin Allah.
Sesungguhnya jikalau mereka ketika menganiaya dirinya datang kepadamu, lalu
memohon ampun kepada Allah, dan Rasulpun memohonkan ampun untuk mereka,
tentulah mereka mendapati Allah Maha Penerima Taubat lagi Maha Penyayang. (4: 64)
Bila ayat-ayat sebelumnya mengajak umat Islam untuk tidak meladeni orang-orang
munafik yang tidak ingin menjadikan Rasulullah Saw sebagai hakim mereka saat
berselisih, maka ayat ini menjelaskan sebuah masyarakat Islam yang ideal. Di mana
dalam masyarakat ideal ini, rakyatnya beriman kepada Allah Swt dan ketaatan mereka
kepada pemimpinnya begitu kuat dan kokoh . Sementara mereka yang terlanjur jatuh ke
jurang kesesatan dan penyimpangan menyesali perbuatannya dan memohon ampun
kepada Allah Swt lewat pemimpinnya. Rasulullah Saw sebagai pemimpin menerima
taubat dan istighfar mereka.
Ketika mereka memohon ampun kepada Allah Swt lewat Rasulullah Saw, maka sudah
barang tentu Allah pasti mengabulkan doa Nabi-Nya. Bila Allah mengabulkan doa beliau,
dengan sendirinya permohonan ampun mereka juga diterima oleh-Nya. Tidak hanya
Rasulullah Saw saja yang mendoakan mereka, tapi para malaikat juga mendoakan
mereka.
Dalam al-Quran ada dua tempat yang menyebutkan tentang permintaan istighfar dan
mendoakan manusia. Pertama, dalam surat as-Syuura ayat 5 disebutkan tentang
permintaan istighfar yang dilakukan oleh para malaikat kepada masyarakat, “... dan
malaikat-malaikat bertasbih serta memuji Tuhan-nya dan memohonkan ampun bagi
orang-orang yang ada di bumi...” dan permintaan ampunan khusus untuk orang-orang
mukmin seperti yang disebutkan pada surat al-Mu’min ayat 7, “(Malaikat-malaikat)
yang memikul 'Arsy dan malaikat yang berada di sekelilingnya bertasbih memuji
Tuhannya dan mereka beriman kepada-Nya serta memintakan ampun bagi orang-orang
yang beriman...”.
Dari ayat tadi terdapat lima pelajaran yang dapat dipetik:
1. Tujuan dari pengutusan para nabi adalah menuntun masyarakat lewat cara menaati
mereka.
2. Ketaatan hanya khusus untuk Allah, bahkan ketaatan kepada para nabi juga harus
mendapat izin Allah, bila tidak ada izin, maka ketaatan itu menjadi perbuatan syirik.
3. Taubat akibat meninggalkan pemimpin adalah kembali kepadanya.
4. Meninggalkan para nabi dan menaati taghut merupakan kezaliman terhadap derajat
kemanusiaan dari manusia itu sendiri.
5. Hubungan manusia dengan para nabi harus kokoh, baik itu orang mukmin atau fasik.
Seorang mukmin untuk mendapatkan hidayah, sementara orang fasik untuk
mendapatkan syafaat.
ا مم موك فيما شجر بينهم ثم ل يجدوا في أنفسهم حرجا ات ا قضيت ويسل موا فل ورب ك ل يؤمنون حتى يحك سليما
(65)
Maka demi Tuhanmu, mereka (pada hakekatnya) tidak beriman hingga mereka
menjadikan kamu hakim terhadap perkara yang mereka perselisihkan, kemudian
mereka tidak merasa dalam hati mereka sesuatu keberatan terhadap putusan yang kamu
berikan, dan mereka menerima dengan sepenuhnya. (4: 65)
Ayat ini diturunkan mengenai perselisihan Zubair bin Awwam dan seorang Anshar soal
penyiraman pohon-pohon kurma. Nabi Muhammad Saw kemudian memutuskan karena
bagian atas dari kebun kurma itu milik Zubair bin Awwam, maka yang pertama
menyiram pohon-pohon kurma itu adalah dirinya. Pria Anshar itu tidak puas dengan
keputusan Nabi dan mengatakan beliau membela Zubair yang masih merupakan
keponakannya. Wajah Nabi berubah mendengar ucapan itu dan pada waktu itu ayat ini
diturunkan yang heran melihat sikap pria Anshar itu. Karena kedua-duanya pada
awalnya setuju bila Nabi yang menjadi pengadil di antara mereka, tapi ketika diputuskan,
mereka menolak menerima keputusan beliau.
Dari ayat tadi terdapat empat pelajaran yang dapat dipetik:
1. Tanda-tanda keimanan ada tiga; pertama, menjadi Nabi sebagai hakim, bukan taghut.
Kedua, tidak boleh berburuk sangka dengan keputusan Nabi dan ketiga, harus menerima
keputusan Nabi dengan lapang dada.
2. Selain pasrah lahiriah, Islam juga sangat memperhatikan kepasrahan batin.
3. Kehakiman merupakan salah satu wewenang kenabian dan kepemimpinan.
4. Pasrah di hadapan keputusan Nabi menunjukkan ishmah beliau (kemaksuman).
ه أنفسكم أو اخرجوا من دياركم ما فعلوه إل قليل منهم ولو أنهم فعلوا ما يوعظون ب ولو أنا كتبنا عليهم أن اقتلوا
ا لهم وأشد تثبيتاا (66) لكان خيرا
Dan sesungguhnya kalau Kami perintahkan kepada mereka: "Bunuhlah dirimu atau
keluarlah kamu dari kampungmu", niscaya mereka tidak akan melakukannya kecuali
sebagian kecil dari mereka. Dan sesungguhnya kalau mereka melaksanakan pelajaran
yang diberikan kepada mereka, tentulah hal yang demikian itu lebih baik bagi mereka
dan lebih menguatkan (iman mereka). (4: 66)
Ayat ini pada hakikatnya penyempurna kewajiban umat-umat terdahulu yang dirasakan
sulit. Sebagai contoh, Bani Israil yang menyembah sapi meminta ampun atas kesalahan
mereka ini dan agar dosa mereka dapat diampuni, Allah memerintahkan mereka untuk
saling membunuh. Karena menyembah selain Allah terhitung dosa besar, maka untuk
menghapus dosa semacam ini mereka diperintah untuk saling membunuh dan diusir dari
kota.
Dari ayat tadi terdapat empat pelajaran yang dapat dipetik:
1. Orang mukmin harus mengukur dirinya, bila ada perintah yang sulit dari Allah, maka
apa yang harus dilakukannya?
2. Hanya sedikit orang yang berhasil lulus dari ujian ilahi.
3. Kebaikan dan kebahagiaan manusia ada pada perbuatannya.
4. Hukum ilahi yang berupa perintah dan larangan pada dasarnya nasihat Allah.
ا ) ا عظيما ا27وإذاا لتيناهم من لدنا أجرا (68) ( ولهديناهم صراطاا مستقيما
Dan kalau demikian, pasti Kami berikan kepada mereka pahala yang besar dari sisi Kami.
(4: 67)
Dan pasti Kami tunjuki mereka kepada jalan yang lurus. (4: 68)
Dua ayat ini melanjutkan ayat sebelumnya. Bila ayat sebelumnya menjelaskan tentang
kewajiban sulit yang dibebankan Allah kepada manusia, dua ayat ini memberikan kabar
gembira kepada mereka yang melakukan kewajiban sulit itu. Allah menjanjikan pahala
yang besar kepada siapa saja yang melakukan kewajiban yang sulit dan tidak cukup itu
saja, karena Allah juga akan menunjukinya ke jalan yang lurus.
Dari dua ayat tadi terdapat dua pelajaran yang dapat dipetik:
1. Untuk sampai kepada kebaikan, manusia harus tegar, istiqamah sambil tetap beramal.
2. Melangkah di jalan kebaikan akan mengantarkan manusia kepada kebaikan yang lebih
baik dan sempurna.
سول فأولئك والر الحين وحسن ومن يطع الل يقين والشهداء والص د عليهم من النبي ين والص مع الذين أنعم الل
ا (22أولئك رفيقاا ) عليما وكفى بالل (70) ذلك الفضل من الل
Dan barangsiapa yang mentaati Allah dan Rasul(Nya), mereka itu akan bersama-sama
dengan orang-orang yang dianugerahi nikmat oleh Allah, yaitu: Nabi-nabi, para
shiddiiqiin, orang-orang yang mati syahid, dan orang-orang saleh. Dan mereka itulah
teman yang sebaik-baiknya. (4: 69)
Yang demikian itu adalah karunia dari Allah, dan Allah cukup mengetahui. (4: 70)
Menurut ayat-ayat sebelumnya, mereka yang menjalankan perintah ilahi di dunia ini,
akan memperoleh berkah dalam kehidupan dunia, serta senantiasa mendapat
hidayah khusus ilahi. Semenetara ayat ini menyatakan, orang-orang seperti inilah yang
nantinya duduk di samping Rasul serta orang-orang saleh serta memperoleh manfaat
dari keberadaan mereka di sana.
Dalam surah al-Fatihah yang sering diulangi pada setiap shalat, kita memohon dari
Tuhan agar memelihara kita tetap di jalan yang benar. Jalan orang yang telah diberikan
kepada mereka nikmat khusus. Dalam ayat ini, kita diberitahu bahwa orang-orang yang
terbaik adalah para nabi, syuhada dan orang-orang suci. Oleh karenanya, dalam setiap
shalat, kita mohon dari Tuhan supaya kita dikumpulkan dengan orang-orang terbaik ini.
Dari dua ayat tadi terdapat tiga pelajaran yang dapat dipetik:
1. Cara mendapatkan sahabat yang baik di dunia dan akhirat adalah dengan mentaati
perintah Tuhan dan Nabi.
2. Dalam memilih teman, iman dan kesucian adalah syarat yang paling mendasar.
3. Iman bahwa Tuhan mengetahui perbuatan-perbuatan kita merupakan dorongan
terbaik untuk melaksanakan perbuatan baik.
(71) يا أيها الذين آمنوا خذوا حذركم فانفروا ثبات أو انفروا جميعاا
Hai orang-orang yang beriman, bersiap siagalah kamu, dan majulah (ke medan
pertempuran) berkelompok-kelompok, atau majulah bersama-sama! (4: 71)
Islam sebagai agama kehidupan membuatnya memiliki dimensi individu dan
sosial. Oleh karenanya, perintah-perintah al-Quran selain pelaksanaan ibadah dan tugas
personal, juga mencakup juga berbagai urusan sosial. Di antaranya persoalan-pesoalan
penting sosial adalah cara menghadapi musuh dari dalam dan luar. Al-Quran di dalam
banyak ayatnya mengajak orang-orang mukmin agar bersiap siaga untuk membela
teritorial Islam dan ajaran Islam. Al-Quran juga menyebutkan bahwa segala bentuk
kerugian dan musibah yang dialami manusia di jalan ini memiliki nilai dan kesakralan
yang tinggi.
Sebagaimana dalam ayat sebelumnya, kedudukan para syuhada disejajarkan dengan
para nabi dan orang-orang saleh, di sini orang-orang mukmin diminta agar
meningkatkan kemampuan militernya, sehingga dapat menghalau segala bentuk
ekspansi musuh.
Kata “Hidzr” berarti media untuk mempertahankan diri. Dengan kata lain, kalian
janganlah menyerang musuh terlebih dahulu. Namun bila musuh menyerang kalian,
maka kalian harus memiliki kesiapan membela diri sehingga kemuliaan dan kekuatan
kalian terpelihara.
Dari ayat tadi terdapat dua pelajaran yang dapat dipetik:
1. Kaum Muslimin haruslah mengetahui metode dan fasilitas militer musuh agar mereka
dapat menyediakan peralatan pertahanan dan siap untuk membela diri.
2. Semua masyarakat harus dibekali latihan militer untuk membela tanah air dan
agamanya bila musuh menyerang.
ئن فإن أصابتكم مصيب علي إذ لم أكن معهم شهيداا )وإن منكم لمن ليبط ( ولئن أصابكم فضل 72ة قال قد أنعم الل
ا ليقولن كأن لم تكن بينكم وبينه مودة يا ليتني كنت معهم فأفوز فوزا امن الل (73) عظيما
Dan sesungguhnya di antara kamu ada orang yang sangat berlambat-lambat (ke medan
pertempuran). Maka jika kamu ditimpa musibah ia berkata: "Sesungguhnya Tuhan telah
menganugerahkan nikmat kepada saya karena saya tidak ikut berperang bersama
mereka. (4: 72)
Dan sungguh jika kamu beroleh karunia (kemenangan) dari Allah, tentulah dia
mengatakan seolah-oleh belum pernah ada hubungan kasih sayang antara kamu dengan
dia: "Wahai kiranya saya ada bersama-sama mereka, tentu saya mendapat kemenangan
yang besar (pula)". (4: 73)
Ayat sebelumnya menyinggung soal kesiapan muslimin di hadapan musuh asing. Ayat ini
memperingatkan soal keberadaan munafikin dan musuh-nusuh dari dalam. Orang-orang
oportunis yang mengejar kepentingan pribadi dan bukan hanya enggan mengorbankan
jiwa di jalan Allah Swt, bahkan mereka menghalangi orang lain dari berjihad dengan
tujuan mereka tidak dikenali dan mencolok mata. Ayat ini memperkenalkan ciri-ciri
orang orang semacam ini dengan mengatakan bahwa dalam kesulitan masyarakat Islam,
mereka menjauhkan diri dan bersyukur kepada Tuhan karena keluar dari bahaya dengan
selamat dan ketika muslimin dalam kesenangan dan kemenangan, mereka meratap dan
menyesali karena tidak memperoleh rampasan perang.
Dari dua ayat tadi terdapat lima pelajaran yang dapat dipetik:
1. Medan perang dan jihad adalah medan ujian yang terbaik untuk mengenali mukminin
dan munafikin.
2. Kehadirin munafikin di medan pertempuran, melemahkan semangat para
pejuang. Oleh karenanya, mereka harus dikenali dan janganlah kalian kirim mereka ke
medan laga.
3. Lari dari perang dan medan kesulitan masyarakat Islam, di antara tanda
kemunafikan.
4. Kesejahteraan akan bernilai apabila lapisan lain masyarakat juga sejahtera, bukannya
seseorang bergelimang kesejahteraan, sementara kelompok lain terjepit kesusahan.
5. Dalam kacamata munafikin kesejahteraan dan kebahagiaan terletak pada kekayaan
duniawi kita harus waspada janganlah sampai seperti mereka.
الذين يشرون الحياة الدنيا بال فيقتل أو يغلب فسو فليقاتل في سبيل الل ا خرة ومن يقاتل في سبيل الل ف نؤتيه أجرا
ا (74) عظيما
Karena itu hendaklah orang-orang yang menukar kehidupan dunia dengan kehidupan
akhirat berperang di jalan Allah. Barangsiapa yang berperang di jalan Allah, lalu gugur
atau memperoleh kemenangan maka kelak akan Kami berikan kepadanya pahala yang
besar. (4:74)
Telah disebutkan sebelumnya bahwa salah satu ciri orang munafik ialah umumnya
mereka mengelak berjihad di jalan Allah, bahkan mencegah orang lain ikut serta
berjihad.
Ayat ini menegaskan bahwa orang yang lari dari perang, tandanya ia tidak beriman
kepada Allah dan Hari Kiamat. Jika seseorang meyakini adanya pahala akhirat, niscaya
kehidupan dunia dipandangnya sebagai ladang untuk kehidupan abadi dan tentu orang
semacam ini akan ringan berjuang di jalan Allah. Karena, manusia mukmin mengetahui
tugasnya yaitu membela kehormatan agama di depan musuh dan berupaya menunaikan
tugasnya semaksimal mungkin. Sementara mereka tidak pernah berpikir tentang
hasilnya, karena semuanya di tangan Tuhan. Kesudahan perang apapun yang
terjadi; menang atau kalah, tidak ada beda di sisi Allah. Targetnya adalah menunaikan
kewajiban dan bekerja untuk keridhaan Allah, bukan semata-mata mengalahkan musuh.
Dari ayat tadi terdapat tiga pelajaran yang dapat dipetik:
1. Tujuan jihad dalam Islam adalah menjaga kemuliaan agama, bukannya untuk
ekspansi, balas dendam atau kolonialisasi.
2. Salah satu medan menguji keimanan adalah saat berada di medan tempur. Di situlah
seorang mukmin sejati dipisahkan dari yang munafik.
3. Dalam front kebenaran tidak ada istilah lari dan kalah, melainkan syahid atau
menang.
جال والن والمستضعفين من الر ذه ساء والولدان الذين يقولون ربنا أخرجنا من ه وما لكم ل تقاتلون في سبيل الل
ا (75) القرية الظالم أهلها واجعل لنا من لدنك وليا واجعل لنا من لدنك نصيرا
Mengapa kamu tidak mau berperang di jalan Allah dan (membela) orang-orang yang
lemah baik laki-laki, wanita-wanita maupun anak-anak yang semuanya berdoa: "Ya
Tuhan kami, keluarkanlah kami dari negeri ini (Mekah) yang zalim penduduknya dan
berilah kami pelindung dari sisi Engkau, dan berilah kami penolong dari sisi
Engkau!". (4: 75)
Ayat-ayat al-Quran seringkali menganjurkan orang-orang mukmin agar menjadikan
iman kepada Hari Kiamat sebagai pegangan dan ayat-ayat al-Quran juga acapkali
membuat perbandingan antara kehidupan dunia dan akhirat. Di samping itu, al-Quran
juga mengajak mukminin agar berjihad di jalan Allah. Ayat ini menggugah emosi manusia
dan menghendaki dari mereka agar bangkit berjuang dan berupaya menyelamatkan
mereka yang dianiaya orang-orang zalim.
Ayat ini dengan jelas menegaskan bahwa menyelamatkan dan membebaskan orang-orang
yang teraniaya dari dominasi orang-orang keji, merupakan tujuan jihad dan itulah yang
dikatakan jihad fisabilillah. Seorang mukmin sejati memiliki tanggung jawab di depan
agama dan manusia setanah air dan tidaklah sepantasnya mereka mengabaikan kesulitan
orang lain dan hanya memikirkan kesejahteraan dan keluarganya sendiri.
Dari ayat tadi terdapat tiga pelajaran yang dapat dipetik:
1. Jihad dalam Islam di samping bersifat ilahi, juga manusiawi. Perjuangan untuk
pembebasan manusia, adalah perjuangan ilahi.
2. Ketidakacuhan di depan penderitaan dan permintaan bantuan orang-orang teraniaya
adalah dosa. Haruslah bangkit dengan seluruh kekuatan untuk membela mereka.
3. Untuk menyelamatkan diri dari cengkeraman orang-orang zalim, haruslah meminta
pertolongan dari Tuhan dan para aulia-Nya, bukannya dari setiap orang dan dengan
segala bentuk.
والذين كفروا يقاتلون في سبيل الطاغوت فقاتلوا أو طان إن كيد الشيطان ياء الشي ل الذين آمنوا يقاتلون في سبيل الل
(76) كان ضعيفاا
Orang-orang yang beriman berperang di jalan Allah, dan orang-orang yang kafir
berperang di jalan thaghut, sebab itu perangilah kawan-kawan syaitan itu, karena
sesungguhnya tipu daya syaitan itu adalah lemah. (4: 76)
Untuk memperjelas tujuan jihad, ayat ini menjelaskan tujuan kaum Mukminin dan
kaum Kafir dalam melakukan perang. Disebutkan, ahli iman berperang bukan hanya
untuk memelihara dan memperkokoh agama Tuhan, dan untuk sampai kepada kekuatan
dan kedudukan untuk dirinya, melainkan tujuan mereka adalah keridhaan Tuhan.
Sementara orang-orang kafir berperang guna memperkokoh pemerintahan orang-orang
zalim dan tiran. Tujuan mereka adalah untuk menguasai orang lain dan menjajah
mereka.
Selanjutnya ayat ini bahwa orang-orang mukminin distimulasi untuk berperang melawan
kelompok dominan ini. Jangan kalian pikir mereka itu kuat, sementara kalian lemah.
Tapi sebaliknya, dengan memiliki iman pada Tuhan, kalian memiliki kekuatan yang
paling tinggi dan lantaran mereka mengikuti syaitan mereka itu sangat lemah. Janganlah
kalian takut menentang pasukan kafir dan tiran serta perangilah mereka dengan semua
kekuatan dan ketahuilah kalian lebih mulia. Sebab mereka pengikut setan, sementara
setan adalah lemah di hadapan kehendak Tuhan.
Dari ayat tadi terdapat empat pelajaran yang dapat dipetik:
1. Fi sabilillah artinya keridhaan Allah dijadikan sebagai simbol dan tujuan semua urusan
dalam masyarakat Islam.
2. Ketidakpedulian pada urusan sosial dan menghindari jihad tidak sepatutnya dilakukan
oleh seorang mukmin. Di antara tanda iman adalah melawan hawa nafsu.
3. Kufur, thagut dan setan merupakan tiga serangkai yang saling bergantung untuk
melanjutkan kehidupan. Dari itulah, masing-masing berusaha untuk menguatkan yang
lain.
4.Kesudahan atau akibat mengikuti setan adalah kegagalan. Karena pembelaan setan
untuk para pengikutnya adalah sangat lemah.
لة وآتوا الز ا كتب عليهم القتال إذا فريق منهم يخشو ألم تر إلى الذين قيل لهم كفوا أيديكم وأقيموا الص ن كاة فلم
رتنا أو أشد خشيةا وقالوا ربنا لم كتبت علينا القتال لول أخ دنيا قليل إلى أجل قريب قل متاع الالناس كخشية الل
(77) والخرة خير لمن اتقى ول تظلمون فتيلا
Tidakkah kamu perhatikan orang-orang yang dikatakan kepada mereka: "Tahanlah
tanganmu (dari berperang), dirikanlah sembahyang dan tunaikanlah zakat!" Setelah
diwajibkan kepada mereka berperang, tiba-tiba sebahagian dari mereka (golongan
munafik) takut kepada manusia (musuh), seperti takutnya kepada Allah, bahkan lebih
sangat dari itu takutnya. Mereka berkata: "Ya Tuhan kami, mengapa Engkau wajibkan
berperang kepada kami? Mengapa tidak Engkau tangguhkan (kewajiban berperang)
kepada kami sampai kepada beberapa waktu lagi?" Katakanlah: "Kesenangan di dunia
ini hanya sebentar dan akhirat itu lebih baik untuk orang-orang yang bertakwa, dan
kamu tidak akan dianiaya sedikitpun. (4: 77)
Riwayat sejarah menjelaskan, manakala muslimin berada di Mekah, mereka berada di
bawah tekanan dan gangguan orang-orang musyrik. Tekanan ini membuat mereka
menghadap Rasul. Mereka mengatakan, “Wahai Rasul! Sebelum kami masuk Islam, kami
aman, namun kini kami tidak aman lagi dan senantiasa mendapat siksaan dan gangguan
musuh. Izinkanlah kami memerangi mereka agar kami peroleh lagi keamanan dan
kemuliaan kami”. Rasulullah Saw menjawab, “Untuk sementara ini, kita tidak
diperintahkan untuk berperang. Jadi, kalian tunaikan kewajiban-kewajiban pribadi dan
sosial kalian semisal shalat dan zakat!”
Ketika Rasul Saw dan sahabat diperintahkan untuk berjihad, mereka yang sebelumnya
ingin berperang justru mencari-cari alasan untuk tidak berjihad. Ayat ini turun dan
mengkritisi sikap ganda ini. Kendati sebab turunya ayat ini berkenaan dengan kelompok
muslimin di awal Islam, namun substansi ayat ini dapat dijumpai pada setiap zaman.
Senantiasa ada manusia yang
bersikap ifrat (berlebihan) dan tafrit (pengurangan) dalam perilaku sosial.
Adakalanya mereka melangkah lebih ekstrim dari pemimpin sosial mereka dan ada juga
yang lebih lambat dari masyarakat umum.
Sebenarnya tipe manusia seperti ini tidak ingin tahu apa tugas dan kewajibannya. Suatu
saat mereka bersemangat bagaikan ombak laut yang menggelegar, namun ketika ombak
itu tiba di tepi pantai, berubah menjadi busa yang tidak dapat bertahan lama. Manusia
seperti ini bagaikan tong kosong nyaring bunyinya, dari luar begitu ramai namun dari
dalam mereka tidak berani apa apa.
Dari ayat tadi terdapat dua pelajaran yang dapat dipetik:
1. Hukum-hukum agama diturunkan secara bertahan. Orang yang memiliki kemampuan
jihad adalah orang-orang yang sebelumnya telah terdidik dengan shalat dan
zakat serta telah memerangi hawa nafsu dan seetan dari batin.
2. Kesulitan dan problema sosial tidak boleh disikapi dengan emosional, melainkan harus
mengikuti pandangan para pemuka yang adil dan berpikiran jauh ke depan.
وإن أينما تكونوا يدرككم الموت ولو أينما كنتم في بروج مشيدة وإن تصبهم حسنة يقولوا هذه من عند الل
فمال هؤلء القوم ل يكادون ما أصابك ( 77يفقهون حديثاا ) تصبهم سي ئة يقولوا هذه من عندك قل كل من عند الل
وما أصابك من سي ئة فمن نفسك وأرسلناك للناس رسولا وكفى بالل (79) شهيداامن حسنة فمن الل
Di mana saja kamu berada, kematian akan mendapatkan kamu, kendatipun kamu di
dalam benteng yang tinggi lagi kokoh, dan jika mereka memperoleh kebaikan, mereka
mengatakan: "Ini adalah dari sisi Allah", dan kalau mereka ditimpa sesuatu bencana
mereka mengatakan: "Ini (datangnya) dari sisi kamu (Muhammad)". Katakanlah:
"Semuanya (datang) dari sisi Allah". Maka mengapa orang-orang itu (orang munafik)
hampir-hampir tidak memahami pembicaraan sedikitpun? (4: 78)
Apa saja nikmat yang kamu peroleh adalah dari Allah, dan apa saja bencana yang
menimpamu, maka dari (kesalahan) dirimu sendiri. Kami mengutusmu menjadi Rasul
kepada segenap manusia. Dan cukuplah Allah menjadi saksi. (4: 79)
Pada ayat sebelumnya, telah dijelaskan bahwa sekelompok muslimin yang imannya
lemah dan penakut melakukan protes dan meminta penundaan ketika diperintah untuk
jihad. Hal itu dilakukan dengan tujuan menyelamatkan diri dari kematian. Ayat ini
menyebutkan bahwa ketahuilah jika kalian tinggal di tempat yang paling kokoh
sekalipun kematian akan menyongsong kalian. Beruntunglah orang yang berjalan di atas
jalan yang benar lagi bernilai seperti jihad. Mereka ini mengasuransikan kesehjahteraan
kehidupan akhirat dengan cara berjihad dan syahid di jalan Allah ketika berada di dunia.
Ayat ini kemudian mengungkap sikap buruk munafikin yang biadap terhadap
Nabi Muhammad Saw. Setiap kali mereka menang dalam perang, mereka melihat
kemenangan itu dari anugerah dan karunia Tuhan, namun apabila dalam perang itu,
mereka kalah, maka mereka menyalahkan Rasul, sebagai sosok yang tidak tidak tahu
manajamen.
Ayat ini menyanggah hal ini. Semua yang ada di alam ini adalah atas kehendak Tuhan
dan tanpa kehendakNya tidak akan ada sesuatu terjadi, baik itu kemenangan atau
kekalahan. Namun kehendak Tuhan bukanlah tanpa alasan dan perhitungan. Jika kalian
melaksanakan tugas kalian, maka Tuhan menakdirkan kebaikan dan kemenangan bagi
kalian. Sebaliknya, bila kalian malas dan ingkar seperti dalam perang Uhud maka
Allah Swt menakdirkan kekalahan buat kalian.
Hubungan manusia dengan Tuhan bagaikan hubungan bumi dengan matahari. Bumi
mengelilingi matahari dan setiap kali menghadap dengan matahari, maka ia memperoleh
cahaya dan panasnya matahari dan setiap kali membelakangi matahari, bumi menjadi
dingin dan gelap.
Dari itulah, dapat dikatakan bahwa cahaya bumi dari matahari,
sementara kegelapannya berasal dari dirinya sendiri. Manusia juga demikian, di mana
saja ia menghadap Tuhan, maka ia akan memperoleh karunia dan rahmat-Nya. Apabila
ia membelakangi Tuhan, maka ia akan terjauhkan dari karunia Tuhan. Walaupun
hakikat ini hanya dimengerti oleh manusia-manusia berjiwa bersih, sementara orang-
orang yang berjiwa sakit tidak dapat mengerti atau sengaja tidak mau
menerima. Karena mereka menganggap dirinya sebagai sentral, bukannya Tuhan.
Padahal kriteria kebenaran dan kebatilan adalah Tuhan bukannya mereka.
Dari dua ayat tadi terdapat lima pelajaran yang dapat dipetik:
1. Kematian sudah ditentukan oleh Tuhan, lalu apa gunanya lari dari perang dan jihad?
2. Janganlah kita meletakkan dosa di pundak orang lain dan jangan kita suka membuat
alasan untuk lari dari tanggung jawab.
3. Kematian dan kehidupan, kepahitan dan manisnya kehidupan, semuanya adalah
ketetapan Tuhan yang Maha Bijaksana.
4.Dalam perspektif ilahi, setiap keindahan dan kesempurnaan adalah dari Tuhan dan
apa saja kekurangan adalah dari diri kita sendiri.
5. Risalah Nabi bersifat mendunia dan tidak dikhususkan kepada etnis atau kawasan
tertentu.
ومن تولى فما أرسلناك عليهم حفيظاا سول فقد أطاع الل (80) من يطع الر
Barangsiapa yang mentaati Rasul itu, sesungguhnya ia telah mentaati Allah. Dan
barangsiapa yang berpaling (dari ketaatan itu), maka Kami tidak mengutusmu untuk
menjadi pemelihara bagi mereka. (4:80)
Manajemen yang baik dalam mengelola masyarakat perlu menetapkan peraturan
pemerintah yang baik dan ditaati oleh rakyat. Perlu diingat juga bahwa agama Islam
tidak diturunkan oleh Allah Swt kepada manusia hanya untuk mengatur masalah pribadi
manusia, tapi juga masalah sosialnya. Islam melihat kebahagiaan manusia berada di
balik kebahagiaan sosial dan perannya di berbagai pentas sosial.
Kewajiban seperti zakat, haji, jihad adalah contoh jelas perintah-perintah sosial
dan menindaklanjuti hukum ini memerlukan jaminan pelaksanaan dan tiada
lain jaminan itu adalah pembetukan pemerintahan Islam.
Menurut al-Quran, Rasul Saw bukan hanya bertanggung jawab menyampaikan perintah-
perintah ilahi, tetapi beliau juga menjadi hakim dan pemimpin masyarakat Islam.
Menaati Rasulullah Saw sejajar dengan mengikuti perintah
Tuhan. Sebaliknya, melanggar beliau sama artinya melanggar perintah Allah.
Poin penting yang patut diperhatikan, ayat ini menyatakan bahwa Rasul Saw di depan
masyarakat tidak bertugas memaksa masyarakat menerima kebenaran dan
melaksanakannya, sekalipun beliau merupakan pemimpin masyarakat. Tanggung
jawab beliau hanya mengarahkan dan memimpin masyarakat, bukan
memaksa mereka melaksanakan perintah-perintah ilahi.
Dari ayat tadi terdapat dua pelajaran yang dapat dipetik:
1. Taat kepada Tuhan bukanlah berarti melaksanakan shalat dan puasa saja, tapi juga
termasuk taat kepada para pimpinan sosial ilahi dan penanggung jawab agama.
2. Tugas para nabi adalah menyebarkan agama bukan memaksakannya dan manusia
harus memilih agama lewat kehendaknya.
يكتب ما يبي تون فأعر ويقولون طاعة نهم وتوكل ض ع فإذا برزوا من عندك بيت طائفة منهم غير الذي تقول والل
وكيلا وكفى بالل (81) على الل
Dan mereka (orang-orang munafik) mengatakan: "(Kewajiban kami hanyalah) taat".
Tetapi apabila mereka telah pergi dari sisimu, sebahagian dari mereka mengatur siasat
di malam hari (mengambil keputusan) lain dari yang telah mereka katakan tadi. Allah
menulis siasat yang mereka atur di malam hari itu, maka berpalinglah kamu dari mereka
dan tawakallah kepada Allah. Cukuplah Allah menjadi Pelindung. (4: 81)
Ayat ini kembali memperingatkan bahaya orang-orang munafik yang ditujukan kepada
Nabi Saw dan muslimin. Waspadailah bahwa di antara kalian terdapat kelompok yang
lemah imannya atau munafik yang pada lahiriahnya seakan-akan bersama
muslimin. Karena dalam pertemuan rahasia di malam hari mereka mengambil
keputusan lain dan berupaya melakukan konspirasi terhadap umat Islam. Cara
menghadapi orang-orang seperti ini adalah dengan mengenali mereka dan tidak boleh
cemas terhadap konspirasi mereka. Karena Tuhan memantau ucapan dan keputusan
mereka dan harus dipatahkan tepat waktunya. Oleh karenanya sudah sepatutnya
muslimin bertawakal dan meminta bantuan dari-Nya.
Dari ayat tadi terdapat tiga pelajaran yang dapat dipetik:
1. Janganlah kita lalai terhadap konspirasi musuh dalam negeri. Jangan juga bepikir
musuh hanya ada di luar perbatasan.
2. Janganlah cepat percaya semua pernyataan persahabatan. Ingat, bila
lisan semakin manis dan suka memuji, maka semakin besar kemungkinan
kemunafikannya.
3. Allah Swt adalah pelindung sejati mukminin. Allah membantu umat Islam dengan
bantuan lahiriah dan gaib.
اأفل يتدبرون القرآن ولو كان من عند غ لوجدوا فيه اختلفاا كثيرا (82) ير الل
Maka apakah mereka tidak memperhatikan Al Quran? Kalau kiranya Al Quran itu bukan
dari sisi Allah, tentulah mereka mendapat pertentangan yang banyak di dalamnya. (4:
82)
Para penentang Islam yang tidak memiliki alasan di depan logika dan argumentasi
gamblang Rasul Saw, mereka melontarkan berbagai tudingan. Di antaranya mereka
mengatakan, al-Quran adalah hasil pikiran Muhammad dan Allah Swt. Dalam ayat ini
menyatakan, mengapa kalian tidak tadabbur atau merenung mengenai ayat-ayat al-
Quran? Padahal al-Quran sepanjang lebih dari 20 tahun era risalah Nabi, diturunkan
dalam kondisi yang berbeda-beda, baik itu kondisi damai dan perang. Sekiranya hasil
dari pikiran manusia sudah sewajarnya akan dijumpai banyak perselisihan, baik dari
sisi kandungan maupun dari sisi bentuk dan keindahan pengungkapan.
Pada prinsipnya, salah satu dari mukjizat al-Quran adalah kekuatan dan kebernilaian
ayat-ayat al-Quran di sepanjang sejarah manusia. Karena, para penulis yang
paling hebat sekalipun tidak dapat membandingkan tulisannya saat ini dengan hasil
karyanya 20 tahun yang akan datang. Dalam rentang waktu ini akan terjadi perubahan
dan perkembangan.
Dari ayat tadi terdapat tiga pelajaran yang dapat dipetik:
1. Berbeda dengan mereka yang mendefinisikan agama bertentangan dengan pikiran
dan ilmu pengetahuan, ayat ini secara gamblang mengajak semua
manusia merenungkan ayat-ayat ilahi agar dapat sampai kepada kebenaran Islam.
2. Al-Quran dapat dimengerti oleh semua zaman dan generasi dan semua mukminin
diwajibkan merenungkannya.
3. Apabila masyarakat kembali kepada al-Quran, perselisihan dan pertikaian akan
sirna. Karena dalam al-Quran tidak ada sesuatu yang menyebabkan perselisihan.
سول وإلى أولي المر من وإذ هم لعلمه الذين ا جاءهم أمر من المن أو الخوف أذاعوا به ولو ردوه إلى الر
عليكم ورحمته لتبعتم الشيطان (83) إل قليلا يستنبطونه منهم ولول فضل الل
Dan apabila datang kepada mereka suatu berita tentang keamanan ataupun ketakutan,
mereka lalu menyiarkannya. Dan kalau mereka menyerahkannya kepada Rasul dan Ulil
Amri di antara mereka, tentulah orang-orang yang ingin mengetahui kebenarannya (akan
dapat) mengetahuinya dari mereka (Rasul dan Ulil Amri). Kalau tidaklah karena karunia
dan rahmat Allah kepada kamu, tentulah kamu mengikut syaitan, kecuali sebahagian
kecil saja (di antaramu). (4: 83)
Melanjutkan ayat sebelumnya yang menjelaskan sikap tidak sewajarnya yang dilakukan
kaum munafikin terhadap Rasul dan muslimin di era permulaan Islam,
ayat ini menyebutkan salah satu bentuk dari sikap munafikin. Menurut al-
Quran, orang-orang munafik biasa menyebarluaskan berita-berita bohong khususnya
mengenai perang. Rumor-rumor seperti ini membangkitkan rasa takut di tengah
masyarakat dan tidak jarang juga memberikan rasa aman yang tidak pada tempatnya di
tengah mereka.
Selanjutnya, ayat ini menyampaikan satu perintah umum kepada masyarakat muslim
terhadap Ulil Amri (Penguasa Islam). Ayat ini menjelaskan bahwa kaum muslimin harus
merujuk kepada para pimpinan mereka terkait tatanan sosial, agar Ulil Amri dapat
menganalisa dengan benar serta menyampaikan hal yang sebenarnya kepada
masyarakat.
Lanjutan ayat ini menyentuh poin penting yaitu sikap orang-orang
munafik yang menyeret manusia kepada kekufuran dan mengikuti setan. Seandainya
tidak ada rahmat Tuhan dan petunjuk Rasul serta para pemuka agama, niscaya sebagian
masyarakat akan sesat dan terjerumus dalam tipuan dan bisikan setan saat menghadapi
problem sosial.
Dari ayat tadi terdapat tiga pelajaran yang dapat dipetik:
1. Di antara kebiasaan orang-orang munafik adalah menyebarluaskan isu di tengah
masyarakat. Semua itu harus diwaspadai oleh muslimin.
2. Informasi militer muslimin harus dirahasiakan dan hanya boleh diketahui oleh para
pimpinan masyarakat.
3. Hanya mereka yang punya kemampuan mengambil istinbat (menyimpulkan hukum)
yang akan mendapatkan kebenaran dan lapisan masyarakat lain harus merujuk kepada
mereka.
أن يكف بأس الذ ض المؤمنين عسى الل ل تكلف إل نفسك وحر أش فقاتل في سبيل الل د بأساا وأشد ين كفروا والل
(84) تنكيلا
Maka berperanglah kamu pada jalan Allah, tidaklah kamu dibebani melainkan dengan
kewajiban kamu sendiri. Kobarkanlah semangat para mukmin (untuk berperang).
Mudah-mudahan Allah menolak serangan orang-orang yang kafir itu. Allah amat besar
kekuatan dan amat keras siksaan(Nya). (4: 84)
Sejarah menyebutkan bahwa setelah kekalahan kaum muslimin di Uhud, Abu
Sufyan telah menentukan waktu untuk melakukan serangan berikutnya. Pada waktu
yang telah ditentukan juga, Rasul Saw memanggil dan mengundang muslimin untuk
membicarakan masalah ini. Namun kenangan pahit mereka di Uhud telah menyebabkan
banyak sekali yang enggan datang. Sekaitan dengan hal ini, ayat ini diturunkan dan
diperintahkan kepada Rasul Saw, sekiranya tidak ada satu orangpun yang datang,
engkau berkewajiban berperang dan berangkat ke medan tempur. Hal ini harus
dilakukan sekalipun engkau berkewajiban mengajak muslimin untuk berjihad.
Rasul Saw melakukan perintah Allah ini dan sedikit orang menyertai Rasul Saw.
Tapi musuh ternyata tidak hadir di tempat yang telah dijanjikan dan tidak terjadi
perang. Di sinilah janji Allah untuk mencegah orang-orang kafir memukul muslimin
terbukti.
Dari ayat tadi terdapat empat pelajaran yang dapat dipetik:
1. Seorang pemimpin haruslah senantiasa di barisan terdepan saat menghadapi bahaya
dan ancaman. Bahkan bila tinggal seorang diri, tetap ia tidak boleh meninggal medan
tempu. Bila perintah ini ditaati, niscaya bantuan Tuhan akan datang kepadanya.
2. Tugas para nabi mengajak warga kepada agama, bukan mendesak dan memaksa
mereka.
3. Setiap orang bertanggung jawab atas perbuatannya sendiri, tidak terkecuali para
nabi.
4. Kekuatan ilahi adalah kekuatan yang paling unggul dengan syarat masyarakat
menjalankan tugas masing-masing.
من يشفع ل شيء على ك شفاعةا حسنةا يكن له نصيب منها ومن يشفع شفاعةا سي ئةا يكن له كفل منها وكان الل
(85) مقيتاا
Barangsiapa yang memberikan syafa'at yang baik, niscaya ia akan memperoleh bahagian
(pahala) dari padanya. Dan barangsiapa memberi syafa'at yang buruk, niscaya ia akan
memikul bahagian (dosa) dari padanya. Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu. (4: 85)
Melanjutkan ayat sebelumnya yang memperkenalkan Rasul sebagai yang bertanggung
jawab menyeru mukminin untuk berjihad, ayat ini menjelaskan sebuah kaidah umum.
Menurut ayat ini, bukan hanya Nabi tapi setiap orang bertanggung jawab menyeru dan
mengajak orang lain untuk buat kebajikan, dengan syarat dilakukan lewat cara yang
baik. Kendatipun setiap orang hanya bertanggung jawab atas perbuatannya sendiri,
tapi bukan berarti seorang muslim tidak peduli dengan orang lain, bahkan baik buruknya
masyarakat. Sekali lagi, Islam buan agama yang hanya mengurusi masalah pribadi dan
peribadatan murni, tapi juga memiliki aspek sosial.
Amar Makruf dan Nahi Munkar salah satu dari tugas setiap muslim yang harus
dilakukannya dalam lingkup kehidupannya termasuk pribadi, keluarga, tempat tinggal,
tempat kerja dan di lingkungannya.
Manusia tidak hanya menerima pahala dan hukuman perbuatannya sendiri, tapi juga
mendapat pahala akibat perbuatan sosialnya. Bila seseorang menjadi penyebab orang
lain melakukan kebaikan, maka ia akan menerima sebagian dari pahala perbuatan
itu. Sebaliknya, bila ia menjadi penyebab orang lain melakukan
keburukan, maka ia juga akan mendapatkan sebagian dari hukuman itu.
Dari ayat tadi terdapat dua pelajaran yang dapat dipetik:
1. Mendamaikan dua muslim, bekerjasama melakukan kebaikan di tengah masyarakat,
membantu orang lain dan ikut perang melawan musuh merupakan inti kebaikan dan
kewajiban setiap muslim.
2. Manusia tidak dapat melakukan setiap kebaikan karena keterbatasan tempat dan
waktu. Tapi ia dapat memperoleh pahala dengan menjadi penyebab orang lain
melakukan kebaikan.
كان على كل شيء حسيباا (86) وإذا حي يتم بتحية فحيوا بأحسن منها أو ردوها إن الل
Apabila kamu diberi penghormatan dengan sesuatu penghormatan, maka balaslah
penghormatan itu dengan yang lebih baik dari padanya, atau balaslah penghormatan itu
(dengan yang serupa). Sesungguhnya Allah memperhitungankan segala sesuatu. (4: 86)
Ayat ini menyinggung soal sikap antara sesama umat Islam dan menyatakan dalam
interaksi dengan orang lain fondasinya harus kasih sayang dan penghormatan. Dalam
istilah al-Quran disebut mahabbah dan tahiyyah baik itu berbentuk ucapan atau
perbuatan. Saling mengucapkan salam saat bertemu dengan orang lain serta
memberikan hadiah dalam pertemuan keluarga dan sahabat merupakan hal yang
dianjurkan oleh Islam. Ayat ini melihat salam dan hadiah sebagai perkara yang
disepakati dan menghimbau kepada umat Islam untuk melakukannya setiap kali
bertemu.
Umat Islam memerintahkan umat Islam agar menjawab salam dengan jawaban yang lebih
baik, atau sama. Dengan ungkapan lain, berikanlah jawaban salam orang lain dengan
lebih baik dan hangat serta balaslah hadiah mereka dengan hadiah yang lebih baik.
Dalam sejarah disebutkan, salah seorang dari budak Imam Hasan
Mujtaba as menghadiahkan sekuntum bunga kepada beliau. Menjawab kebaikan
budaknya, Imam Hasan as memerdekakannya dan menjelaskan alasan dari
perbuatannya itu lewat ayat ini.
Dari ayat tadi terdapat tiga pelajaran yang dapat dipetik:
1. Segala bentuk kasih sayang dari orang lain kita balas dengan bentuk yang terbaik
dan tidak lama.
2. Menolak kebaikan orang lain adalah perbuatan yang tidak benar. Hadiah harus
diterima dan haruslah dibalas dengan lebih baik.
3. Mengabaikan salam dan penghormatan orang lain berdampak negatif yang akan
dirasakan oleh manusia di dunia dan akhirat.
حد ل إله إل هو ليجمعنكم إلى يوم القيامة ل ريب فيه ومن أصدق من الل (87) يثااالل
Allah, tidak ada Tuhan (yang berhak disembah) selain Dia. Sesungguhnya Dia akan
mengumpulkan kamu di hari kiamat, yang tidak ada keraguan terjadinya. Dan siapakah
orang yang lebih benar perkataan(nya) dari pada Allah? (4: 87)
Sebagai pelengkap ayat 86, Allah Swt menyatakan akan memperhitungkan semua
amalan manusia dan tidak ada perbuatan baik atau buruk yang tersembunyi dari
penglihatan-Nya. Lanjutan ayat 86 ini menyebutkan, Dia lah Tuhan yang Maha Esa yang
awal penciptaan ada di tangan-Nya. Akhir dunia juga di tangan-Nya dan Dia
mengumpulkan kalian setelah kalian mati dalam satu hari dan satu tempat serta setiap
orang akan menyaksikan ganjaran dan balasan perbuatannya.
Pertanyaan, lalu mengapa sebagian dari kalian meragukan kedatangan Hari Kiamat?
Adakah kalian menemui yang lebih jujur dari Tuhan? Tuhan tidak perlu berbohong.
Bohong biasanya bersumber dari rasa takut, memerlukan atau kebodohan. Sementara
Tuhan Maha Kaya dan Mengetahui. Apa gunanya Dia bebohong dan menjanjikan
kedatangan Hari Kiamat bagi kalian?
Dari ayat tadi terdapat dua pelajaran yang dapat dipetik:
1. Mulai sekarang, marilah kita memikirkan soal Hari Kiamat dan berupaya di jalan
keridhaan Tuhan dan janganlah kita sembah selain-Nya.
2. Dengan adanya berbagai argumentasi yang membenarkan kedatangan Hari Kiamat
seperti janji Tuhan dan keadilan-Nya, maka tidak tersisa keraguan. Dia menciptakan
manusia dari tiada bagaimana mungkin ia tidak mampu menciptakan untuk kedua
kalinya?
أركسهم بما كسبوا أتريدون أن فلن ت فما لكم في المنافقين فئتين والل ومن يضلل الل جد له تهدوا من أضل الل
(88) سبيلا
Maka mengapa kamu (terpecah) menjadi dua golongan dalam (menghadapi) orang-orang
munafik, padahal Allah telah membalikkan mereka kepada kekafiran, disebabkan usaha
mereka sendiri? Apakah kamu bermaksud memberi petunjuk kepada orang-orang yang
telah disesatkan Allah? Barangsiapa yang disesatkan Allah, sekali-kali kamu tidak
mendapatkan jalan (untuk memberi petunjuk) kepadanya. (4: 88)
Ayat ini sebagai lanjutan ayat-ayat sebelumnya, yang menjelaskan pikiran dan amalan
munafikin, menyentuh soal cara sikap kaum Mukmin terhadap mereka. Ayat ini
menyebutkan, mengapa sekelompok dari kalian cepat percaya dan kalian pikir bahwa
kaum Munafikin adalah dari kalian dan bersama kalian? Mereka sama sekali tidak
bersama dengan kalian dan sama sekali jiwa dan pikirannya tidak beriman. Iman yang
mereka nyatakan itu tidak lebih dari sekadar lisan.
Tanda iman adalah ketaatan praktis atas perintah-perintah Tuhan serta Rasul-Nya
bukannya cukup dengan menyatakan kebersamaan lisan. Sementara orang munafik dan
berwajah dua mengalami siksaan ilahi akibat perbuatan mereka dan tidak akan
mendapatkan hidayah dan kebahagiaan. Mereka berpikir telah menipu umat Islam,
padahal mereka menipu dirinya sendiri.
Ayat ini dengan jelas menunjukkan, setiap orang yang ingin menipu orang lain dengan
cara menampakkan diri sebagai mukmin, padahal batinnya tidak beriman, tidak ada
yang dapat memberi petunjuk mereka, bahkan Rasulullah Saw. Meskipun dalam ayat
ini disebutkan dua kali tentang penyesatan Allah, tapi harus diketahui bahwa di awal
ayat ini telah diperingatkan bahwa semua itu akibat perbuatan mereka
sendiri. Allah Swt menyiapkan sarana yang sama bagi setiap orang, tapi sebagian orang
menolak petunjuk tersebit dan memainkan hukum Allah.
Orang yang seperti ini jelas tidak akan mendapat petunjuk, yang diungkapkan dalam al-
Quran bahwa Allah menyesatkan mereka. Padahal kesesatan itu berasal dari mereka
sendiri yang menolak hidayah yang diturunkan Allah. Dengan penjelasan seperti ini,
menjadi sangat mudah kita pahami betapa Allah tidak pernah menginginkan manusia
tersesat. Karena bila hal ini benar, maka tidak pernah ada orang non-muslim yang akan
beriman kepada Allah. Adanya orang non-muslim yang kemudian beriman menunjukkan
betapa Allah tidak menginginkan kesesatan manusia. Orang sesat dalam ayat ini
dikarenakan hatinya penuh kemunafikan yang tidak ingin menerima hidayah barang
sedikitpun.
Dari ayat tadi terdapat dua pelajaran yang dapat dipetik:
1. Kebinasaan manusia bergantung pada perbuatannya sendiri. Allah tidak menyesatkan
seseorang tanpa alasan.
2. Dalam menyikapi munafikin, janganlah kita cepat percaya dan jangan cepat merasa
kasihan kepada mereka. Lebih penting lagi kita jangan mencari kasih sayang mereka.
فإن تو ودوا لو تكفرون كما كفروا فتكونون سواءا فل تتخذوا منهم أولياء حتى يهاجروا في س لوا فخذوهم بيل الل
اواقتلوهم حيث وجدتموهم ول خذوا منهم وليا ول نصيرا (89) تت
Mereka ingin supaya kamu menjadi kafir sebagaimana mereka telah menjadi kafir, lalu
kamu menjadi sama (dengan mereka). Maka janganlah kamu jadikan di antara mereka
penolong-penolong(mu), hingga mereka berhijrah pada jalan Allah. Maka jika mereka
berpaling, tawan dan bunuhlah mereka di mana saja kamu menemuinya, dan janganlah
kamu ambil seorangpun di antara mereka menjadi pelindung, dan jangan (pula) menjadi
penolong. (4: 89)
Ayat-ayat sebelumnya telah membicarakan banyak hal mengenai
adanya kelompok Muslimin yang berpikiran lugu dan malah membantu
kaum Munafikin. Ayat ini menegaskan bahwa kaum Munafik berperangai sedemikian
buruknya, sehingga mereka bukannya puas menjadi
kafir, melainkan juga menginginkan kalian ikut bergabung dengan mereka. Orang-
orang semacam ini tidak layak bersahabat dengan kalian dan janganlah kalian anggap
mereka itu sebagai teman, kecuali bila mereka meninggalkan cara-cara buruk
dan benar-benar memilih Islam dengan tulus. Karena bila mereka masih tetap
berperangai buruk, maka ketahuilah mereka itu masih kafir. Karena mereka masih
menyalahgunakan nama Islam, maka dimanapun kalian menjumpai mereka, maka
tawanlah dan bila perlu bunuh mereka.
Menurut al-Quran, orang-orang Yahudi dan Kristen yang hidup di bawah naungan
pemerintahan Islam, harus dilindungi dan dihormati. Tidak seorangpun berhak
melanggar kehormatan mereka. Sebaliknya, orang munafik yang berupaya merugikan
Islam dan merusak citra Islam harus dijatuhi hukuman yang paling berat.
Dari ayat tadi terdapat tiga pelajaran yang dapat dipetik:
1. Jangan kalian lalai akan bahaya orang-orang munafik dan
jangan menerima persahabatan mereka. Karena mereka itu lebih buruk dari orang
kafir.
2. Tanda iman yang sejati adalah siap berhijrah di jalan Allah. Orang yang tidak mau
berhijrah di jalan agama artinya ia bukan seorang mukmin sejati.
3. Definisi taubat atau menyesali setiap dosa adalah dengan tidak mengulangi dan
menyesali perbuatan dosa itu. Taubat tidak melakukan hijrah dengan melakukan hijrah
di jalan Allah.
لو كم أو يقاتلوا قومهم و إل الذين يصلون إلى قوم بينكم وبينهم ميثاق أو جاءوكم حصرت صدورهم أن يقاتلو
لسلطهم شاء الل (90) كم عليهم سبيلا ل عليكم فلقاتلوكم فإن اعتزلوكم فلم يقاتلوكم وألقوا إليكم السلم فما جعل الل
Kecuali orang-orang yang meminta perlindungan kepada sesuatu kaum, yang antara
kamu dan kaum itu telah ada perjanjian (damai) atau orang-orang yang datang kepada
kamu sedang hati mereka merasa keberatan untuk memerangi kamu dan memerangi
kaumnya. Kalau Allah menghendaki, tentu Dia memberi kekuasaan kepada mereka
terhadap kamu, lalu pastilah mereka memerangimu. tetapi jika mereka membiarkan
kamu, dan tidak memerangi kamu serta mengemukakan perdamaian kepadamu maka
Allah tidak memberi jalan bagimu (untuk menawan dan membunuh) mereka. (4: 90)
Ayat ini menyebut dua kelompok orang munafik yang dapat dikecualikan dalam
menyikapi orang munafik. Pertama, orang munafik yang meminta perlindungan kepada
orang-orang yang tidak menginginkan perang dan kedua, orang-orang munafik yang
punya inisiatif untuk berdamai. Kelompok pertama dikecualikan, karena mereka
mengikat perjanjian. Sementara kelompok kedua dikarenakan mereka menyatakan
bersikap netral. Oleh karenanya, melanggar hak mereka adalah berseberangan dengan
keadilan dan kesatriaan.
Dari ayat tadi terdapat dua pelajaran yang dapat dipetik:
1. Perjanjian politik atau militer yang dilakukan harus dihormati, sekalipun itu dengan
orang kafir.
2. Jihad dan perjuangan dalam Islam bukan untuk membalas dendam atau mendominasi.
Oleh karenanya tidak seorangpun berhak melanggar hak orang lain.
يلقوا عتزلوكم و ين يريدون أن يأمنوكم ويأمنوا قومهم كل ما ردوا إلى الفتنة أركسوا فيها فإن لم ي ستجدون آخر
(91) كم جعلنا لكم عليهم سلطاناا مبينااإليكم السلم ويكفوا أيديهم فخذوهم واقتلوهم حيث ثقفتموهم وأولئ
Kelak kamu akan dapati (golongan-golongan) yang lain, yang bermaksud supaya mereka
aman dari pada kamu dan aman (pula) dari kaumnya. Setiap mereka diajak kembali
kepada fitnah (syirik), merekapun terjun kedalamnya. Karena itu jika mereka tidak
membiarkan kamu dan (tidak) mau mengemukakan perdamaian kepadamu, serta
(tidak) menahan tangan mereka (dari memerangimu), maka tawanlah mereka dan
bunuhlah mereka dan merekalah orang-orang yang Kami berikan kepadamu alasan yang
nyata (untuk menawan dan membunuh) mereka. (4: 91)
Sejumlah warga Mekah setiap kali mendatangi Rasulullah Saw selalu berpura-pura
menunjukkan dirinya sebagai orang Islam. Namun, ketika mereka kembali ke Mekah,
mereka menyembah berhala dan mengikuti orang-orang kafir agar terhindar
dari gangguan orang-orang kafir. Dengan cara ini, mereka mendapat keuntungan dari
dua kelompok dan selamat juga dari ancamannya. Kecenderungan hati mereka lebih
kepada kaum Kafir dan bahkan mengikuti makar kaum Kafir terhadap
kaum Muslimin.
Kemudian ayat ini diturunkan yang menyatakan bahwa kelompok ini harus ditindak
tegas. Karena orang-orang ini merupakan pasukan musuh yang menyusup di front
muslim dan ancaman mereka lebih besar dari orang-orang kafir yang jelas-jelas
menyatakan perang. Kelompok ini bukanlah kelompok yang diperintahkan agar
kaum Muslimin berdamai dengan mereka. Mereka ini licik dan suka berbuat
makar dan tidak bersikap netral dalam perang. Bahkan mereka inilah yang
mengobarkan api peperangan. Oleh karenanya, hukuman yang dijatuhkan atas
mereka berbeda dengan hukuman terhadap orang lain. Setiap kali umat Islam
menemukan orang yang seperti ini, maka harus ditawan dan bila mereka melakukan
perlawanan, maka harus dibunuh.
Dari ayat tadi terdapat dua pelajaran yang dapat dipetik:
1. Umat Islam harus mengetahui berbagai model musuhnya dan menyikapi mereka
sesuai dengan sikapnya.
2. Mereka yang bermaksud menggulingkan pemerintah Islam harus ditindak dengan
tegas.
3. Tanda orang munafik adalah mereka hanya mencari kesejahteraan dan kesenangan
hidup, sama sekali tidak ada upaya untuk menjaga keimanan dan akidah.
ا ا ومن قتل مؤمناا خطأ فتحرير رقبة مؤمنة ودية مسلمة إلى أهله إل أن وما كان لمؤمن أن يقتل مؤمناا إل خطأ
لكم وهو مؤمن فتحرير رقبة مؤمنة وإن كان من قوم دقوا فإن كان من قوم عدو بينكم وبينهم ميثاق فدية يص
مسلم ا ح ة إلى أهله وتحرير رقبة مؤمنة فمن لم يجد فصيام شهرين متتابعين توبةا من الل عليما ا وكان الل كيما
(92)
Dan tidak layak bagi seorang mukmin membunuh seorang mukmin (yang lain), kecuali
karena tersalah (tidak sengaja), dan barangsiapa membunuh seorang mukmin karena
tersalah (hendaklah) ia memerdekakan seorang hamba sahaya yang beriman serta
membayar diat yang diserahkan kepada keluarganya (si terbunuh itu), kecuali jika
mereka (keluarga terbunuh) bersedekah. Jika ia (si terbunuh) dari kaum (kafir) yang
ada perjanjian (damai) antara mereka dengan kamu, maka (hendaklah si pembunuh)
membayar diat yang diserahkan kepada keluarganya (si terbunuh) serta memerdekakan
hamba sahaya yang beriman. Barangsiapa yang tidak memperolehnya, maka hendaklah
ia (si pembunuh) berpuasa dua bulan berturut-turut untuk penerimaan taubat dari pada
Allah. Dan adalah Allah Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana. (4: 92)
Dalam buku-buku sejarah disebutkan bahwa salah seorang muslim selama beberapa
tahun di Mekah telah disiksa oleh sebagian orang kafir. Setelah ia berhijrah ke Madinah
ia bertemu dengan orang yang menyiksa dirinya. Orang ini membunuhnya dengan
keyakinan bahwa orang itu adalah kafir dan zalim tanpa mengetahui bahwa bekas
penyiksanya itu telah menjadi seorang muslim. Berita mengenai peristiwa ini sampai
pada Nabi Saw, dan turunlah ayat ini.
Sebagaimana telah disebutkan dahulu bahwa hukuman orang-orang kafir dan
zalim adalah penjara dan jika perlu hukaman mati. Tetapi sudah barang tentu bahwa
hukuman ini dijatuhkan setelah dilakukannya penelitian dan penyelidikan di bawah
pengawasan hakim di dalam masyarakat Islam. Bukannya setiap orang boleh
melampiaskan selera dan keyakinannya serta melakukan pembunuhan dan
pertumpahan darah. Dengan demikian, perbuatan orang muslim ini juga salah. Oleh
karenanya, ia harus mendapatkan balasan dengan membayar diyah (denda) dengan
sempurna. Hal ini menjadi hukumannya dengan syarat-syarat khusus sebagaimana yang
dijelaskan di dalam ayat ini.
Point yang menarik dan perlu diperhatikan adalah bahwa apabila keluarga orang yang
terbunuh itu adalah musuh Islam, maka ganti rugi atau diyah tersebut tidak akan
diberikan kepada mereka. Hal itu dimaksudkan untuk mencegah agar keuangan pihak
musuh tidak menjadi semakin kuat. Kecuali bila musuh tersebut telah mengikat
perjanjian damai dengan kaum muslimin. Dalam hal ini diyah tersebut dapat diberikan
dan diterima oleh anggota keluarga korban.
Pembayaran diyah dan ganti rugi kepada keluarga orang yang terbunuh memberikan
pengaruh yang positif. Di antaranya sebagian dari kesulitan ekonomi yang timbul akibat
pembunuhan tersebut dapat tertutupi. Selain itu, adanya diyah merupakan jalan untuk
mencegah kesewenang-wenangan masyarakat. Sehingga setiap orang tidak bisa
beralasan dengan mengatakan,” Pembunuhan yang saya lakukan adalah tidak
sengaja.” Selain itu, masalah ini menunjukkan adanya penghormatan terhadap jiwa
manusia dan keamanan masyarakat.
Dari ayat tadi terdapat tiga pelajaran yang dapat dipetik:
1. Membunuh manusia tidak sesuai dengan iman kepada Allah. Apabila seseorang
melakukannya karena keliru, maka ia harus mendapat hukuman yang berat.
2. Islam tidak saja menentang perbudakan, bahkan
memberikan banyak jalan untuk membebaskan mereka. Seperti bila seorang
muslim melakukan kasus pembunuhan maka dendanya juga termasuk membebaskan
budak.
3. Agama Islam bukan hanya berisi perintah ibadah saja. Tetapi Islam juga memiliki
ajaran untuk mengatur masyarakat secara benar, menciptakan keadilan dan keamanan.
عليه ولعنه وأعد ل داا فجزاؤه جهنم خالداا فيها وغضب الل اومن يقتل مؤمناا متعم (93) ه عذاباا عظيما
Dan barangsiapa yang membunuh seorang mukmin dengan sengaja maka balasannya
ialah Jahannam, kekal ia di dalamnya dan Allah murka kepadanya, dan mengutukinya
serta menyediakan azab yang besar baginya. (4: 93)
Sebagaimana disebutkan dalam buku-buku sejarah, ketika sedang terjadi perang Uhud,
salah seorang muslim membunuh muslim yang lain dengan alasan permusuhan pribadi.
Nabi Muhammad Saw mengetahui hal tersebut melalui wahyu. Dalam perjalanan
kembali dari Uhud, beliau memerintahkan agar pembunuh tersebut dijatuhi
hukum qishas. Permohonan maaf pembunuh tersebut tidak diterima oleh Rasul Allah
Saw.
Sebagai lanjutan dari ayat sebelumnya yang menjelaskan hukum membunuh sesama
muslim dengan keliru, ayat ini menjelaskan hukuman membunuh sesama muslim yang
dilakukan dengan sengaja. Di dalam ayat ini dijelaskan bahwa orang yang membunuh
dengan sengaja ini mendapat murka Allah Swt, dan memperoleh balasan api neraka.
Dalam hal ini, hukuman duniawi pembunuhan jenis ini, yaitu qishas, telah dijelaskan di
dalam ayat lain.
Dari ayat tadi terdapat dua pelajaran yang dapat dipetik:
1. Hukuman bagi pelaku kejahatan sengaja dibedakan dengan pelaku kejahatan tanpa
disengaja.
2. Hukuman berat merupakan salah satu solusi mencegah kejahatan dan ketidakamanan
dalam masyarakat.
فتبينوا ول تقولوا لمن ألقى إليكم السلم لست يا أيها ال ا تبتغون عرض مؤمنا ذين آمنوا إذا ضربتم في سبيل الل
مغانم كثيرة كذلك كنتم من قبل فمن الل كان بما تعملون خب الحياة الدنيا فعند الل ا عليكم فتبينوا إن الل (94) يرا
Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu pergi (berperang) di jalan Allah, maka
telitilah dan janganlah kamu mengatakan kepada orang yang mengucapkan "salam"
kepadamu: "Kamu bukan seorang mukmin" (lalu kamu membunuhnya), dengan maksud
mencari harta benda kehidupan di dunia, karena di sisi Allah ada harta yang banyak.
Begitu jugalah keadaan kamu dahulu, lalu Allah menganugerahkan nikmat-Nya atas
kamu, maka telitilah. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan. (4:
94)
Berdasarkan riwayat yang dinukil buku-buku sejarah, setelah perang Khaibar yang
terjadi antara Muslimin dan Yahudi di sekitar Madinah, Rasul Allah Saw mengutus
sekelompok Muslimin ke sebuah desa guna mengajak mereka kepada Islam atau
menerima Pemerintahan Islam. Salah seorang Yahudi ketika mengetahui kedatangan
tentara Islam tersebut segera menyelamatkan harta dan keluarganya dengan
menyembunyikan mereka ke sebuah gunung. Setelah itu ia muncul menyambut
kedatangan Muslimin seraya menyatakan kesaksiannya atas keesaan Allah dan
kebenaran Risalah Muhammad Saw.
Salah seorang muslim yang meyakini bahwa orang Yahudi tersebut menunjukkan
keislamannya karena takut, membunuh dan mengambil hartanya sebagai rampasan
perang. Ayat ini turun dan mengecam perbuatan yang tidak benar tersebut, seraya
menjelaskan bahwa tujuan Islam mengerahkan pasukan dan tentara, bukan untuk
mengumpulkan harta duniawi. Tetapi tujuannya untuk menyeru kepada Islam dan
menciptakan perdamaian serta keamanan di antara kaum Muslimin dan orang-orang
kafir.
Dari ayat tadi terdapat lima pelajaran yang dapat dipetik:
1. Perang dan jihad harus berdasarkan informasi-informasi dan pengetahuan yang
mendetail mengenai tujuan dan kondisi musuh. Bukan berdasarkan perasaan atau
keinginan mencari harta dunia dan rampasan perang.
2. Seseorang yang menampakkan keislaman harus diterima dengan tangan
terbuka. Kecuali bila ada kepastian bahwa ia hanya berbohong.
3. Saat berkuasa, kita tidak boleh menyelewengkan kekuasaan, merampas harta atau
membunuh para penentang tanpa alasan yang jelas.
4. Bahaya cinta dunia juga mengancam para tentara di medan tempur yang
tengah menghadapi musuh. Oleh karenanya niat sangat penting.
5. Jangan berpikiran jelek, berpikiran sederhana, menjadi pendendam dan jangan pula
cepat percaya. Hendaklah kita tetap menjaga sikap moderat, sekalipun menghadapi
musuh.
رر والمجاهدون في ل يستوي القاعدون من المؤمنين غير أولي الض ل الل بأموالهم وأنفسهم فض سبيل الل
ل الل الحسنى وفض المجاهدين على القاعدين المجاهدين بأموالهم وأنفسهم على القاعدين درجةا وكل وعد الل
ا ) ا عظيما ا( درج 21أجرا ا رحيما غفورا (96) ات منه ومغفرةا ورحمةا وكان الل
Tidaklah sama antara mukmin yang duduk (yang tidak ikut berperang) yang tidak
mempunyai 'uzur dengan orang-orang yang berjihad di jalan Allah dengan harta mereka
dan jiwanya. Allah melebihkan orang-orang yang berjihad dengan harta dan jiwanya atas
orang-orang yang duduk satu derajat. Kepada masing-masing mereka Allah menjanjikan
pahala yang baik (surga) dan Allah melebihkan orang-orang yang berjihad atas orang
yang duduk dengan pahala yang besar. (4: 95)
(yaitu) beberapa derajat dari pada-Nya, ampunan serta rahmat. Dan adalah Allah Maha
Pengampun lagi Maha Penyayang. (4: 96)
Sebagai lanjutan keterangan sebelumnya dimana Allah Swt menegaskan kepada
kaum Mukminin agar tidak tergesa-gesa dalam menentukan perkara musuh, ayat ini
menyeru mereka untuk pro aktif di medan jihad melawan musuh. Demi membangkitkan
semangat kaum Mukminin yang takut atau cinta dunia, Allah mengingatkan kedudukan
para mujahidin yang maju ke medan perang tidak dengan kaum Mukminin
yang hanya berdoa dan shalat serta tinggal di rumah. Dalam ayat ini Allah
berfirman, “Para mujahidin memiliki derajat yang lebih mulia.” Sedangkan di akhir
ayat ini disebutkan, “Bukan saja derajat, tetapi pahala yang sangat besar juga menunggu
mereka. Pahala dan balasan yang disertai dengan rahmat serta kecintaan ilahi.”
Tentu saja Allah Swt tidak membebankan taklif atau kewajiban yang berat kepada
manusia. Karena itu, siapa saja yang memiliki tubuh yang lemah dan sakit, maka
ketidakhadiran mereka di medan perang dapat dimaklumi dan dimaafkan. Apabila
mereka membantu para mujahidin, baik secara materil maupun moril, maka mereka
juga akan memperoleh pahala. Sekalipun dalam ayat ini ditekankan sebanyak
tiga kali tentang keutamaan para mujahidin dibanding orang-orang yang duduk dan
tinggal di rumah, tetapi hal ini bukan berarti tidak mempedulikan pengabdian dan jerih
payah orang lain. Karena itu, ayat ini menekankan, Allah Swt menjanjikan pahala dan
balasan bagi seluruh kaum Mukminin. Keutamaan para mujahidin memang
benar, tetapi hal itu sama sekali bukan berarti mengesampingkan orang lain.
Dari ayat tadi terdapat tiga pelajaran yang dapat dipetik:
1. Keadilan di dalam masyarakat Islam bukan berarti menyamakan kedudukan semua
mukmin. Ikut dalam berjihad dengan sendiri menjadi keistimewaan yang harus
diperhatikan umat Islam. Tapi para mujahidin tidak boleh memiliki harapan yang tidak
pada tempatnya.
2. Syarat memperoleh rahmat ilahi adalah pembersihan dan penyucian diri yang
dimulai dengan permohonan ampun.
3 Sekalipun Allah Swt adalah Maha Pengampun dan Maha Pengasih, namun peluang
untuk memperoleh ampunan dan rahmat-Nya berada di tangan manusia sendiri.
إن الذين توفاهم الملئكة ظالمي أنفسهم قالوا فيم كنتم قالوا كنا مستضعفين في الرض قالوا ألم تكن أرض الل
ا (97) واسعةا فتهاجروا فيها فأولئك مأواهم جهنم وساءت مصيرا
Sesungguhnya orang-orang yang diwafatkan malaikat dalam keadaan menganiaya diri
sendiri, (kepada mereka) malaikat bertanya: "Dalam keadaan bagaimana kamu ini?".
Mereka menjawab: "Adalah kami orang-orang yang tertindas di negeri (Mekah)". Para
malaikat berkata: "Bukankah bumi Allah itu luas, sehingga kamu dapat berhijrah di bumi
itu?". Orang-orang itu tempatnya neraka Jahannam, dan Jahannam itu seburuk-buruk
tempat kembali. (4: 97)
Berdasarkan riwayat-riwayat yang tercatat dalam buku-buku sejarah, sebagian
muslimin yang tinggal di Mekah, terkadang akibat kekhawatiran atas atas keselamatan
jiwanya, mereka bersedia bekerjasama dengan orang-orang kafir. Sebagian dari
mereka bahkan ikut di dalam kelompok orang-orang kafir ketika memerangi muslimin
serta terbunuh di dalam peperangan tersebut. Ayat ini turun dan menyebut mereka ini
sebagai orang yang telah melakukan dosa dan kesalahan. Cinta tanah air dan kampung
halaman merupakan alasan yang tidak bisa diterima untuk menjalin kerjasama dengan
musuh. Ayat ini menegaskan bahwa yang penting adalah penjagaan agama, sekalipun
untuk itu seseorang harus melakukan hijrah dari satu tempat ke kekawasan lain.
Hal yang patut dicermati berdasarkan ayat ini ada pada saat ajal datang menjemput.
Karena manusia bertemu dengan malaikat Allah dan mereka berbicara dengan manusia
tersebut, serta menegur dan mengungkapkan kesalahan manusia itu.
Dari ayat tadi terdapat tiga pelajaran yang dapat dipetik:
1. Bukan hanya Allah Swt tetapi para malaikat juga mengetahui amal perbuatan
manusia.
2. Berhijrah dari lingkungan kafir dan dosa adalah wajib. Sebagaimana menjadi anggota
pasukan kafir adalah haram.
3. Dasar dalam kehidupan adalah penyembahan Allah Swt bukan memuja tanah air.
Seseorang harus mengubah lingkungannya atau berpindah dari tempat tersebut.
جال والن ساء والولدان ل يستطيعون حيلةا ول يهتدون سبيلا ) أن 27إل المستضعفين من الر ( فأولئك عسى الل
ا ا غفورا عفو (99) يعفو عنهم وكان الل
Kecuali mereka yang tertindas baik laki-laki atau wanita ataupun anak-anak yang tidak
mampu berdaya upaya dan tidak mengetahui jalan (untuk hijrah). (4: 98)
Mereka itu, mudah-mudahan Allah memaafkannya. Dan adalah Allah Maha Pemaaf lagi
Maha Pengampun. (4: 99)
Sebagai kelanjutan ayat sebelumnya, dimana berhijrah untuk menjaga agama
dinyatakan sebagai suatu kewajiban, ayat ini mengecualikan orang-orang mukmin yang
tidak memiliki kemampuan untuk berhijrah. Artinya, mereka yang lemah untuk berhijrah
tidak dituntut untuk melakukan sesuatu di luar kemampuannya.
Pada dasarnya di dalam Islam kemampuan merupakan syarat taklif (kewajiban). Orang
yang tidak memiliki kemampuan berpikir atau jasmani, maka ia tidak akan masuk
dalam lingkar kewajiban ilahi. Sebagaimana di dalam ayat ini, orang laki-laki dan
perempuan yang lemah disejajarkan dalam hal ini dengan anak-anak dan dianggap
sebagai mustadhaf (lemah).
Dari ayat tadi terdapat dua pelajaran yang dapat dipetik:
1. Hijrah yang dibicarakan oleh ayat ini tidak hanya wajib atas laki-laki dewasa, tetapi
juga atas seluruh anggota keluarga, baik wanita maupun anak-anak, kecuali jika mereka
tidak memiliki kemampuan.
2. Allah hanya akan menerima alasan yang sebenarnya dan bukan yang dibuat-buat.
ي ورسوله ثم ومن يهاجر في سبيل الل ا إلى الل ا وسعةا ومن يخرج من بيته مهاجرا ا كثيرا جد في الرض مراغما
ا ا رحيما غفورا وكان الل (100) يدركه الموت فقد وقع أجره على الل
Barangsiapa berhijrah di jalan Allah, niscaya mereka mendapati di muka bumi ini tempat
hijrah yang luas dan rezeki yang banyak. Barangsiapa keluar dari rumahnya dengan
maksud berhijrah kepada Allah dan Rasul-Nya, kemudian kematian menimpanya
(sebelum sampai ke tempat yang dituju), maka sungguh telah tetap pahalanya di sisi
Allah. Dan adalah Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. (4: 100)
Dalam penjelasan sebelumnya telah disebutkan bahwa orang-orang mukmin tidak
terikat dengan kota dan negerinya. Karena yang utama bagi mereka adalah menyembah
Allah Swt dan bukan menghambakan diri kepada negerinya. Oleh sebab itu,
apabila mereka tidak bisa menjaga agama dan ibadahnya di negerinya sendiri, maka
mereka harus berhijrah. Ayat ini mengatakan, bahwa jangan menyangka bahwa bumi ini
hanya berakhir di kota dan negeri kalian saja. Bumi Allah sungguh sangat
luas. Barangsiapa keluar dari rumahnya dan berhijrah karena Allah, maka Allah akan
membukakan kepadanya pintu keberhasilan. Ia akan memperoleh kelapangan hidup
yang lebih banyak di dunia ini. Disamping itu, bila maut menjemputnya dalam
perjalanan hijrah tersebut, maka pahalanya telah tersedia di sisi Allah.
Meskipun dalam ayat ini, hijrah yang disebutkan adalah hijrah dalam rangka
menjaga agama, namun seluruh hijrah yang bermotivasi ilahi tercakup di
dalamnya. Sebagaimana berhijrah untuk menuntut ilmu atau berdakwah.
Dari ayat tadi terdapat tiga pelajaran yang dapat dipetik:
1. Kita dituntut untuk melaksanakan tugas dan kewajiban kita, bukan memikirkan
hasil. Dengan kata lain, kita harus berhijrah terlebih dahulu demi menyelamatkan diri
dan agama, ketimbang diam yang membahayakan diri dan agama.
2. Dengan berpangku tangan dirumah, seseorang tidak akan mencapai apa pun.
Ia berusaha dan berjuang menggapai cita-cita dan itu berarti ia telah bergerak dan
berhijrah.
3. Bila sudah pasti, maka lakukan langkah yang telah dipilih. Bila meninggal atau
dibunuh di tengah jalan, pahalanya adalah syahid di jalan Allah.
لة إن خفتم أن يفتنكم الذين كفروا إن الكافرين وإذا ضربتم في الرض فليس عليكم جناح أن تقصروا من الص
ا مبيناا (101) كانوا لكم عدو
Dan apabila kamu bepergian di muka bumi, maka tidaklah mengapa kamu men-qashar
sembahyang(mu), jika kamu takut diserang orang-orang kafir. Sesungguhnya orang-
orang kafir itu adalah musuh yang nyata bagimu. (4: 101)
Ayat ini menjelaskan hukum shalat bagi orang yang bepergian. Kaum Muslimin di awal
munculnya Islam begitu memperhatikan shalat, sehingga mereka melakukannya dengan
sempurna, terutama jumlah rakaatnya, seperti yang diperintahkan Allah Swt. Dalam ayat
ini, Allah Swt menurunkan ayat ini dengan hukum baru. Disebutkan bahwa bila dalam
keadaan jihad dan berada dalam perjalanan hijrah, dimana bahaya musuh mengancam,
maka mereka diperintahkan untuk memperpendek rakaat shalat agar tidak memberi
peluang musuh menyerang mereka.
Sejak saat itu hingga kini, hukum yang terkandung dalam ayat ini diberlakukan secara
umum. Yaitu, mencakup segala bentuk perjalanan. Dengan demikian, maka setiap
musafir yang berada dalam perjalanan, harus memperpendek rakaat shalatnya, bila
telah memenuhi syarat seorang musafir seperti yang dijelaskan dalam buku-buku fiqih.
Shalat yang pada mulanya empat rakaat menjadi dua rakaaat.
Dari ayat tadi terdapat dua pelajaran yang dapat dipetik:
1. Sekalipun tengah melakukan shalat, seorang muslim tidak boleh lengah menghadapi
musuh. Sebuah lembaga, bahkan negara termasuk dalam hukum ini. Bila negara Islam
dalam bahaya, maka untuk mempertahankannya, maka seorang muslim harus
memperpendek shalatnya.
2. Kewajiban shalat atas manusia tidak pernah gugur dalam keadaan apapun. Bahaya
yang mengancam tidak menggugurkan shalat, tapi shalat diringkas atau qashar.
لة فلتقم طائفة منهم معك وليأخذوا أسلحتهم فإذا سجدوا فليكونوا من ور وإذا كنت فيهم فأقمت ئكم الهم الص
حتكم كفروا لو تغفلون عن أسل ولتأت طائفة أخرى لم يصلوا فليصلوا معك وليأخذوا حذرهم وأسلحتهم ود الذين
كنتم مرضى أن تضعوا وأمتعتكم فيميلون عليكم ميلةا واحدةا ول جناح عليكم إن كان بكم أذاى من مطر أو
أ ا وقعوداا 122عد للكافرين عذاباا مهيناا )أسلحتكم وخذوا حذركم إن الل قياما لة فاذكروا الل ( فإذا قضيتم الص
لة كانت على المؤمنين كتاباا مو لة إن الص (103) قوتااوعلى جنوبكم فإذا اطمأننتم فأقيموا الص
Dan apabila kamu berada di tengah-tengah mereka (sahabatmu) lalu kamu hendak
mendirikan shalat bersama-sama mereka, maka hendaklah segolongan dari mereka
berdiri (shalat) besertamu dan menyandang senjata, kemudian apabila mereka (yang
shalat besertamu) sujud (telah menyempurnakan serakaat), maka hendaklah mereka
pindah dari belakangmu (untuk menghadapi musuh) dan hendaklah datang golongan
yang kedua yang belum bersembahyang, lalu bersembahyanglah mereka denganmu],
dan hendaklah mereka bersiap siaga dan menyandang senjata. Orang-orang kafir ingin
supaya kamu lengah terhadap senjatamu dan harta bendamu, lalu mereka menyerbu
kamu dengan sekaligus. Dan tidak ada dosa atasmu meletakkan senjata-senjatamu, jika
kamu mendapat sesuatu kesusahan karena hujan atau karena kamu memang sakit; dan
siap siagalah kamu. Sesungguhnya Allah telah menyediakan azab yang menghinakan bagi
orang-orang kafir itu. (4: 102)
Maka apabila kamu telah menyelesaikan shalat(mu), ingatlah Allah di waktu berdiri, di
waktu duduk dan di waktu berbaring. Kemudian apabila kamu telah merasa aman, maka
dirikanlah shalat itu (sebagaimana biasa). Sesungguhnya shalat itu adalah fardhu yang
ditentukan waktunya atas orang-orang yang beriman. (4: 103)
Sebagai kelanjutan ayat sebelumnya yang menjelaskan tentang kewajiban
memperpendek shalat ketika berada dalam keadaan berjihad, ayat ini menjelaskan
bagaimana melakukan shalat berjamaah dalam situasi perang. Shalat berjamaah dalam
kondisi perang ini disebut dengan shalat “Khouf” yang berarti takut. Tata cara
pelaksanaannya dilakukan dengan membuat dua kelompok. Satu kelompok
bersama Imam jamaah berdiri melakukan shalat dengan senjata tetap bersama mereka.
Setelah mereka melakukan sujud kedua dalam rakaat pertama, maka rakaat kedua
dilakukan secara munfarid. Shalat mereka dilakukan dua rakaat, tidak lebih dan segera
disempurnakan.
Setelah kelompok pertama ini selesai dengan dua rakaat mereka, maka kelompok kedua
datang menjadi makmum untuk melakukan shalat dua rakaat bersama Imam, sebagai
mana kelompok pertama. Sementara itu kelompok pertama yang sudah selesai,
menggantikan kelompok kedua berjaga-berjaja dengan senjata siap di tangan. Dengan
cara ini, mereka tetap melaksanakan shalat, tanpa memberi kesempatan kepada musuh
untuk menyerang. Di sini, shalat tetap dilaksanakan dengan berjamaah selama hal itu
memungkinkan.
Dari dua ayat tadi terdapat tiga pelajaran yang dapat dipetik:
1. Sedemikian pentingnya nilai shalat berjamaah, sampai-sampai di medan perang-pun
tetap dilaksanakan.
2. Dalam keadaan apa pun senantiasa harus waspada, sampai dalam shalat pun kaum
Muslimin tidak boleh lengah dari bahaya musuh.
3. Penentuan waktu khusus untuk shalat sudah ditetapkan di dalam syariat.
Umat Islam diminta untuk menjaga dan berpegang teguh dengannya.
ول تهنوا في ابتغاء القوم إن تكونوا تألمون فإنهم يألمون كما تألمون وترجون من ما ل يرجون وكان الل الل
ا ا حكيما (121) عليما
Janganlah kamu berhati lemah dalam mengejar mereka (musuhmu). Jika kamu
menderita kesakitan, maka sesungguhnya merekapun menderita kesakitan (pula),
sebagaimana kamu menderitanya, sedang kamu mengharap dari pada Allah apa yang
tidak mereka harapkan. Dan adalah Allah Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana. (4: 104)
Sebagaimana disebutkan dalam sejarah, setelah kekalahan kaum Muslimin dalam
peperangan Uhud, orang-orang kafir Mekah memutuskan untuk menyerang kota
Madinah, untuk membunuh kaum Muslimin yang tersisa, sekaligus membasmi agama
Islam. Tetapi dengan turunnya ayat ini Nabi Muhammad Saw langsung memerintahkan
mobilisasi kaum Muslimin, bahkan mereka yang terluka di dalam perang sebelumnya
juga ikut siap siaga untuk membela dan mempertahankan Islam. Kekompakan dan
kesiapan umum ini telah menyebabkan pasukan kafir Mekah berubah pikiran dan
mengurungkan rencana penyerangan tersebut.
Point penting yang disinggung oleh ayat ini, dalam setiap pertempuran kedua belah
pihak pasti akan mengalami luka atau tertawan dan pada puncaknya terbunuh. Tetapi
yang penting adalah tujuan yang akan dicapai. Pasukan Islam memiliki harapan kepada
pertolongan Allah Swt dan turunnya pertolongan ilahi kepada mereka. Sedangkan
pasukan kuffar tidak memiliki tempat pelarian dan perlindungan. Orang-orang mukmin
yang luka dan tewas di dalam pertempuran akan mendapatkan pahala yang besar yaitu
surga. Tetapi orang-orang kafir yang tewas yang tidak memiliki keyakinan
akan Hari Kiamat, mereka tidak akan memperoleh apa pun kecuali siksa yang lebih
pedih di akhirat.
Dari ayat tadi terdapat dua pelajaran yang dapat dipetik:
1. Sebagian kekalahan menghadapi musuh tidak boleh berdampak pada kelemahan
mental dalam menghadapi mereka. Kaum muslimin memiliki mental yang kokoh dengan
bertawakal kepada Allah Swt.
2. Harapan kepada rahmat Allah Swt merupakan modal yang paling besar bagi tentara
Islam. Oleh karenanya, baik gugur sebagai syahid atau menang, semua menjanjikan
kebahagiaan bagi mereka.
3. Berbagai kesulitan yang kita tanggung dalam melaksanakan tugas agama, tidak akan
dilupakan begitu saja. Allah Swt mengetahui semua itu dan akan memberikan pahala
sesuai dengan hikmah-Nya.
لتحكم بين الن ا )إنا أنزلنا إليك الكتاب بالحق ول تكن للخائنين خصيما 121اس بما أراك الل إن الل ( واستغفر الل
ا ا رحيما (122) كان غفورا
Sesungguhnya Kami telah menurunkan kitab kepadamu dengan membawa kebenaran,
supaya kamu mengadili antara manusia dengan apa yang telah Allah wahyukan
kepadamu, dan janganlah kamu menjadi penantang (orang yang tidak bersalah), karena
(membela) orang-orang yang khianat. (4: 105)
Dan mohonlah ampun kepada Allah. Sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha
Penyayang. (4: 106)
Berdasarkan beberapa riwayat, seorang muslim telah mencuri sebuah baju besi. Ketika
perbuatannya itu hampir ketahuan, ia menjatuhkan barang curian tersebut ke rumah
seorang Yahudi. Kemudian ia meminta kepada teman-temannya agar menjadi saksi
bahwa orang Yahudi itulah yang mencuri. Rasulullah Saw membebaskan muslim
itu berdasarkan kesaksian mereka dan menuduh orang Yahudi itu yang mencuri. Saat
itu ayat ini turun memberitahukan kepada Nabi Saw duduk perkara yang sebenarnya.
Dalam perkara pengadilan seorang hakim dituntut untuk memperoleh bukti-bukti yang
kuat dari kedua belah pihak dan harus mencari jalan untuk mencegah penyalahgunaan
undang-undang oleh para penjahat. Dalam peristiwa ini jalan penyelesaian diperoleh
melalui wahyu yang diturunkan kepada Nabi Saw dan bantuan ilahi yang sekaligus
merupakan bukti kebenaran kenabian Muhammad Saw. Hal ini juga
menunjukkan hubungan beliau dengan Allah Swt, sekaligus mencegah pemberian
hukuman kepada orang yang tidak bersalah, sekalipun ia hanya seorang Yahudi.
Dari ayat tadi terdapat dua pelajaran yang dapat dipetik:
1. Al-Quran diturunkan berdasarkan hak dan sebagai dasar bagi seluruh hakikat bagi
manusia. Oleh sebab itu, seharusnya al-Quran dijadikan sebagai dasar dalam proses
pengadilan dan hakim harus menjadikan al-Quran sebagai dasar pijakannya dalam
mengadili siapapun.
2. Tuduhan orang lain tidak bisa dijadikan sebagai bukti kesalahan seorang tertuduh.
Asas praduga tak bersalah juga sangat sesuai dengan ajaran Islam. Bahkan jika seorang
kafir sekalipun mendapat tuduhan dari seorang muslim, maka ia harus dibela, apalagi
bila ternyata memang ia tidak bersalah.
ل يحب ا ) ول تجادل عن الذين يختانون أنفسهم إن الل اناا أثيما ( يستخفون من الناس ول يستخفون 127من كان خو
بما يعملون محيطاا ) وهو معهم إذ يبي تون ما ل يرضى من القول وكان الل ( ها أنتم هؤلء جادلتم 127من الل
عنهم يوم القيامة أم من يكون عليهم وكيلا عنهم في الحياة الدنيا فمن يجادل الل (122)
Dan janganlah kamu berdebat (untuk membela) orang-orang yang mengkhianati dirinya.
Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang selalu berkhianat lagi bergelimang
dosa. (4: 107)
Beginilah kamu, kamu sekalian adalah orang-orang yang berdebat untuk (membela)
mereka dalam kehidupan dunia ini. Maka siapakah yang akan mendebat Allah untuk
(membela) mereka pada hari kiamat? Atau siapakah yang menjadi pelindung mereka
(terhadap siksa Allah)? (4: 109)
Allah Swt dalam tiga ayat ini memberikan peringatan kepada dua kelompok. Pertama
kepada kepada hakim. Ayat ini mengatakan, dalam melaksanakan pengadilan
hendaknya jangan membela pengkhianat dan tidak melanggar rambu-rambu
kebenaran. Jangan menyangka bahwa tidak ada orang yang mengawasi perbuatan kita.
Karena Allah Sw) Maha Mengetahui semua pekerjaan Anda. Kedua kepada orang
membela pengkhianat dan jahat. Allah Swt berfirman, “Sekalipaun usaha kalian
berhasil di dunia, tapi itu tidak akan berguna di akhirat kelak.”
Point yang menarik dalam hal ini, dalam ayat 107, Allah berfirman, “Orang
yang berkhianat sebelum mengkhianati orang lain, ia telah berkhianat dan menzalimi
dirinya sendiri. Karena, mula-mula ia kehilangan kebersihan fitrah ilahi dan terjauh
dari ketulusan serta semangat keadilan. Dengan perbuatannya itu ia telah membuka
peluang bagi orang lain untuk menzalimi dan berkhianat juga kepadanya.
Dari ayat tadi terdapat tiga pelajaran yang dapat dipetik:
1. Dalam budaya al-Quran, anggota masyarakat diserupakan dengan bagian anggota
tubuh. Bila anggotanya berkhianat, berarti telah mengkhianati dirinya sendiri.
2. Keyakinan bahwa Allah Swt mengetahui seluruh pikiran, ucapan dan perbuatan kita
sebagai unsur takwa paling penting.
3. Seandainya hakim membebaskan pengkhianat di dunia, tapi di Hari Kiamat Allah Swt
akan memberikan balasan yang setimpal. Orang yang dizalimi di dunia tidak boleh
berputus asa. Karena di akhirat Allah akan menjadi pembelanya.
ا ا رحيما غفورا يجد الل ا أو يظلم نفسه ثم يستغفر الل (110) ومن يعمل سوءا
Dan barangsiapa yang mengerjakan kejahatan dan menganiaya dirinya, kemudian ia
mohon ampun kepada Allah, niscaya ia mendapati Allah Maha Pengampun lagi Maha
Penyayang. (4: 110)
Sebelumnya telah disebutkan bahwa Allah Swt telah memperingatkan kepada orang-
orang mukmin dari segala bentuk pengkhianatan, penyembunyian kebenaran dan
dukungan kepada para pengkhianat. Allah juga mengingatkan mereka akan balasan siksa
yang sangat pedih di Hari Kiamat. Ayat ini memberitakan tentang terbukanya pintu
taubat dan mengatakan, “Barangsiapa berbuat jahat kepada orang lain atau melakukan
perbuatan dosa dan menzalimi diri sendiri, lalu ia meminta ampun kepada Allah Swt,
maka Allah akan mengampuninya dan mencurahkan rahmat-Nya kepada hamba
tersebut.
Dalam hal ini tidak ada bedanya antara dosa kecil ataupun dosa besar. Karena di sisi
Allah Swt yang penting adalah taubat dan permintaan ampun dari dosa yang dapat
menarik ampunan Allah dan mengembalikan rahmat-Nya. Yang pasti, jelas bahwa bila
suatu dosa menyebabkan kerugian harta atau nyawa orang lain, maka kerugian tersebut
harus ditebus dan yang demikian itu merupakan syarat diterimanya taubat tersebut.
Tanpa penebusan itu taubat tidak akan diterima.
Dari ayat tadi terdapat dua pelajaran yang dapat dipetik:
1. Dosa pada hakikatnya adalah kezaliman pada diri sendiri. Sementara manusia tidak
berhak menganiaya bahkan dirinya sendiri.
2. Allah Swt tidak hanya mengampuni perbuatan jahat, tetapi menyukai orang yang
berbuat taubat. Allah mengasihi orang-orang yang bertaubat.
ا فإنما يكسبه على نفسه وكان ا ) ومن يكسب إثما ا حكيما عليما ا ثم يرم به بريئاا 111الل ( ومن يكسب خطيئةا أو إثما
ا مبيناا (112) فقد احتمل بهتاناا وإثما
Barangsiapa yang mengerjakan dosa, maka sesungguhnya ia mengerjakannya untuk
(kemudharatan) dirinya sendiri. Dan Allah Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana. (4:
111)
Dan barangsiapa yang mengerjakan kesalahan atau dosa, kemudian dituduhkannya
kepada orang yang tidak bersalah, maka sesungguhnya ia telah berbuat suatu
kebohongan dan dosa yang nyata. (4: 112)
Dua ayat ini, selain menekankan dampak negatif dosa juga mengingatkan
bahwa pelaku dosa sebelum menimpakan kerugian kepada orang lain dan masyarakat,
sesungguhnya ia telah menimpakan kerugian pada dirinya sendiri. Karena dengan
berbuat dosa itu maka fitrah suci dan ilahinya akan tercemari. Ia akan kehilangan
kebersihan hati serta kesucian jiwanya dan ini adalah kerugian yang terbesar.
Selain itu, berdasarkan sunnah ilahi yang berlaku di dalam tatanan sosial, segala bentuk
kezaliman dan kejahatan terhadap masyarakat, lambat atau cepat dampaknya
akan kembali kepada pelakunya. Pelaku kejahatan itu akan mengalami kesulitan di
dunia karena perbuatan jahatnya itu. Poin yang lebih penting dalam ayat ini, menuduh
orang lain oleh al-Quran disebut sebagai serangan dan aksi kejahatan terhadap orang lain
yang merusak nama baik orang itu.
Dari ayat tadi terdapat dua pelajaran yang dapat dipetik:
1. Dosa bukan sesuatu yang sudah dilakukan dan lalu selesai. Dosa berdampak pada
mental dan jiwa pelaku dosa.
2. Orang yang menuduh orang lain memikul dosa berat di pundaknya. Karena ia telah
menjatuhkan kehormatan orang lain di depan khalayak ramai.
ت طائفة منهم أن يضلوك وما يضلون إل عليك ورحمته لهم ونك من شيء ولول فضل الل أنفسهم وما يضر
عليك عظ عليك الكتاب والحكمة وعلمك ما لم تكن تعلم وكان فضل الل اوأنزل الل (113) يما
Sekiranya bukan karena karunia Allah dan rahmat-Nya kepadamu, tentulah segolongan
dari mereka berkeinginan keras untuk menyesatkanmu. Tetapi mereka tidak
menyesatkan melainkan dirinya sendiri, dan mereka tidak dapat membahayakanmu
sedikitpun kepadamu. Dan (juga karena) Allah telah menurunkan Kitab dan hikmah
kepadamu, dan telah mengajarkan kepadamu apa yang belum kamu ketahui. Dan adalah
karunia Allah sangat besar atasmu. (4: 113)
Dalam riwayat-riwayat yang dinukil oleh buku sejarah disebutkan ada sekelompok orang
musyrik yang mendatangi Rasulullah Saw dan berkata, “Kami siap berbait dan
memeluk agama anda dengan dua syarat ! Pertama, patung-patung yang ada di tangan
kami tidak perlu kami pecahkan. Kedua, untuk setahun kedepan, izinkan kami untuk
tetap menyembah Uzza”.
Sebagai jawaban atas permintaan mereka dengan dua syarat itu, ayat ini diturunkan
kepada Rasulullah Saw, “Mereka tidak berniat mendapat petunjuk, tapi berniat
menyesatkanmu. Sedangkan Allah Swt mengajarkan kepadamu al-Kitab dan Hikmah.
Dengan rahmat-Nya Dia menjagamu dari segala bentuk penyelewengan”.
Dari ayat tadi terdapat dua pelajaran yang dapat dipetik:
1. Allah Swt senantiasa menjaga Nabi Muhammad Saw dari segala bentuk kesalahan
dan penyelewengan. Inilah yang dimaksud dengan maksum atau
keterjagaan yang dianugerahkan Allah khusus kepada para nabi.
2. Allah Swt memberikan pelajaran kepada Nabi Saw. Sudah barang tentu pelajaran ini
tidak akan pernah salah sedikitpun.
دقة أو معروف أو إصلح بين الناس ومن يفعل ذلك ابتغاء مرضاة ل خير في كثير من نجواهم إل من أمر بص
ا ا عظيما فسوف نؤتيه أجرا (114) الل
Tidak ada kebaikan pada kebanyakan bisikan-bisikan mereka, kecuali bisikan-bisikan
dari orang yang menyuruh (manusia) memberi sedekah, atau berbuat ma'ruf, atau
mengadakan perdamaian di antara manusia. Dan barangsiapa yang berbuat demikian
karena mencari keridhaan Allah, maka kelak Kami memberi kepadanya pahala yang
besar. (4: 114)
Selain menyinggung satu kasus akhlak yang tidak baik, yaitu berbicara dengan berbisik-
bisik dan sembunyi-sembunyi, ayat ini berkata, berbicara dengan bisik-bisik bukan
perbuatan terpuji, kecuali yang menuntut harus disembunyikan seperti pembicaraan
rahasia.
Dalam ayat ini dibolehkan melakukan perbuatan secara sembunyi-sembunyi seperti
berinfak kepada orang miskin. Bahkan dalam ayat-ayat lain ditekankan kepada pelaku
infak agar melakukannya secara rahasia dan tidak diketahui oleh orang lain. Begitu juga
dengan kewajiban amar makruf dan nahi mungkar. Karena seseorang yang melakukan
kewajiban ini secara sembunyi-sembunyi, hasil dan dampaknya lebih besar. Tapi yang
lebih penting lagi, cara ini dapat menciptakan ketenangan dan kedamaian di tengah
masyarakat serta keluarga dan juga dapat melindungi kehormatan orang lain.
Dari ayat tadi terdapat dua pelajaran yang dapat dipetik:
1. Di dalam pergaulan sosial, memlihara nama baik orang lain merupakan pokok yang
harus diperhatikan dengan baik.
2. Nilai mulia suatu pekerjaan kembali pada keikhlasan pelakunya. Merahasiakan
perbuatan baik akan semakin mendekatkannya kepada keikhlasan.
ه ما ت بع غير سبيل المؤمنين نول سول من بعد ما تبين له الهدى ويت اءت س ولى ونصله جهنم و ومن يشاقق الر
ا (115) مصيرا
Dan barangsiapa yang menentang Rasul sesudah jelas kebenaran baginya, dan mengikuti
jalan yang bukan jalan orang-orang mukmin, Kami biarkan ia leluasa terhadap kesesatan
yang telah dikuasainya itu dan Kami masukkan ia ke dalam Jahannam, dan Jahannam itu
seburuk-buruk tempat kembali. (4: 115)
Salah satu dari bahaya yang mengancam seorang mukmin adalah keluar dari agama dan
melakukan penentangan secara sadar kepada pemimpin ilahi dan petunjuk mereka
yang hak. Meskipun pada zaman kita sudah tidak ada lagi nabi, sehingga seseorang tidak
dapat lagi menentang pribadi beliau langsung, tetapi penentangan terhadap jamaah
muslimin akan menyebabkan perpecahan dan perselisihan di kalangan mereka.
Perbuatan ini termasuk yang dilarang dalam ayat ini dan dikategorikan sebagai sikap
permusuhan terhadap Rasulullah Saw. Jika seseorang melakukan permusuhan
terhadap muslimin, maka dapat dipastikan ia akan menerima pemerintahan zalim di
dunia dan di akhirat akan mendapat siksa yang amat pedih.
Dari ayat tadi terdapat dua pelajaran yang dapat dipetik:
1. Adanya anggota masyarakat Islam yang melawan dan tidak menaati lagi pemimpinnya
yang hak akan dihukumi sebagai penentangan terhadap Nabi Saw.
2. Allah Swt tidak akan menyiksa seseorang tanpa menyempurnakan hujjah. Mula-mula
Allah menyediakan segala petunjuk-Nya. Ketika seseorang menyimpang dari petunjuk
tersebut barulah akan menurunkan azab.
ل يغفر أن يشرك به ويغفر ما دون ذلك لمن يشاء فقد ضل ضللا بعيداا )إن الل ( إن 112ومن يشرك بالل
(117) يدعون من دونه إل إناثاا وإن يدعون إل شيطاناا مريداا
Sesungguhnya Allah tidak mengampuni dosa mempersekutukan (sesuatu) dengan Dia,
dan dia mengampuni dosa yang selain syirik bagi siapa yang dikehendaki-Nya.
Barangsiapa yang mempersekutukan (sesuatu) dengan Allah, maka sesungguhnya ia
telah tersesat sejauh-jauhnya. (4: 116)
Yang mereka sembah selain Allah itu, tidak lain hanyalah berhala, dan (dengan
menyembah berhala itu) mereka tidak lain hanyalah menyembah syaitan yang
durhaka. (4: 117)
Ketika Islam muncul di Mekah, warga Mekah masih menyembah patung yang memiliki
nama perempuan seperti Lata, Manat dan Uzza. Mereka juga berkeyakinan bahwa
para malaikat adalah anak-anak perempuan Tuhan dan segala macam urusan kehidupan
berada di tangan mereka. Karena itulah mereka menyembah malaikat-malaikat itu. Ayat-
ayat ini dengan tegas menolak segala bentuk keyakinan khurafat seperti
ini dan mengatakan, “Mereka sebenarnya mengikuti pemikiran setan yang batil.
Keyakinan syirik semacam ini hanya akan menggiring manusia kepada kesesatan dan
penyelewengan.
Jelas, bahwa setiap orang musyrik tidak mau meninggalkan kemusyrikannya dan tidak
menyembah Allah yang Maha Esa, maka Allah Swt tidak akan mengampuninya. Di satu
sisi, seorang mukmin yang memiliki pemikiran dan keyakinan yang benar bila suatu
waktu tergelincir dan jatuh dalam perbuatan dosa, maka masih ada kesempatan baginya
untuk memperoleh kelembutan & rahmat Allah Swt. Pengampunan Allah berdasarkan
kesalehan dan kelayakan seseorang yang ditimbang oleh hikmah dan maslahat ilahi.
Dari ayat tadi terdapat tiga pelajaran yang dapat dipetik:
1. Dosa terbesar adalah syirik atau menyekutukan Allah. Perbuatan ini akan menutup
pintu rahmat ilahi.
2. Setiap jalan penyelewengan akan berakhir pada sebuah jalan setan. Orang yang
menjauhkan diri dari kebenaran tidak memiliki pelindung kecuali setan.
3. Penyembahan kepada selain Allah hakikatnya adalah penyembahaan kepada setan.
ا ) خذن من عبادك نصيباا مفروضا وقال لت ( ولضلنهم ولمن ينهم ولمرنهم فليبت كن آذان النعام 117لعنه الل
فقد خسر خسراناا مبينااولمرنهم فليغي رن خلق الل خذ الشيطان وليا من دون الل (119) ومن يت
Yang dilaknati Allah dan syaitan itu mengatakan: "Saya benar-benar akan mengambil
dari hamba-hamba Engkau bahagian yang sudah ditentukan (untuk saya) (4: 118)
Dan aku benar-benar akan menyesatkan mereka, dan akan membangkitkan angan-
angan kosong pada mereka dan menyuruh mereka (memotong telinga-telinga binatang
ternak), lalu mereka benar-benar memotongnya, dan akan aku suruh mereka (mengubah
ciptaan Allah), lalu benar-benar mereka meubahnya". Barangsiapa yang menjadikan
syaitan menjadi pelindung selain Allah, maka sesungguhnya ia menderita kerugian yang
nyata. (4: 119)
Orang-orang musyrik tidak hanya menyembah patung dan berhala lalu menyebutnya
sebagai perantara antara dirinya dan Tuhan. Tidak hanya menganggap mereka
sebagai pembantu Allah di bumi, tapi mereka juga mengorbankan sebagian hasil
peternakan dan pertanian merela sebagai nadzar untuk patung-patung itu. Mereka
membagi-bagi binatang sembelihan mereka dan menentukan bagian tertentu untuk
patung-patung sesembahan mereka dengan memberinya tanda. Dengan memberi tanda
diketahui bahwa bagian itu khusus untuk berhala-berhala. Mereka juga
melarang siapapun untuk memanfaatkan daging tersebut.
Dalam ayat tersebut, Allah Swt menyebut keyakinan dan perbuatan semacam itu sebagai
ajaran setan dan berfirman, “Setan telah bersumpah akan menyesatkan hamba-hamba
Alah dan membuka peluang bagi kesesatan mereka. Oleh sebab itu, mereka dan para
penngikut mereka terjauh dari rahmat Allah Swt.
Di antara ajaran-ajaran setan untuk menyimpangkan manusia, yang disinggung dalam
ayat ini, mengaharapkan sesuatu yang tidak pada tempatnya serta mengubah ciptaan
Allah Swt. Jelas bahwa khurafat dan berharap keselamatan dari berhala akan
menciptakan harapan-harapan kosong yang membawa manusia kepada kesesatan.
Begitu juga tentang mengubah ciptaan Allah Swt dan undang-undang ilahi termasuk di
antara jalan setan yang menjauhkan manusia dari fitrah sucinya.
Dari ayat tadi terdapat tiga pelajaran yang dapat dipetik:
1. Setan adalah musuh bebuyutan manusia. Oleh karenanya, manusia harus selalu
sadar agar tidak terperosok ke dalam jurang yang diciptakannya.
2. Mengharamkan hal-hal yang halal termasuk di antara ajaran sesat setan. Demikian
pula menghalalkan yang haram.
3. Setan akan menyesatkan siapa saja dengan cara tertentu. Ada dengan cara
memberikan harapan kosong dan ada juga yang lewat upaya mengubah ciptaan Allah dan
begitulah seterusnya.
ا )يعدهم ا122ويمن يهم وما يعدهم الشيطان إل غرورا (121) ( أولئك مأواهم جهنم ول يجدون عنها محيصا
Syaitan itu memberikan janji-janji kepada mereka dan membangkitkan angan-angan
kosong pada mereka, padahal syaitan itu tidak menjanjikan kepada mereka selain dari
tipuan belaka. (4: 120)
Mereka itu tempatnya Jahannam dan mereka tidak memperoleh tempat lari dari
padanya. (4: 121)
Dua ayat ini masih juga melanjutkan pembahasan ayat-ayat sebelumnya yang berbicara
tentang cara-cara setan menyesatkan manusia. Dalam ayat-ayat ini dijelaskan metode
lain lagi seperti memberikan janji bohong dan setelah itu menjerumuskan manusia ke
dalam angan-angan panjang dan kosong. Janji-janji bohong ini sering dipakai oleh setan
dalam menyesatkan manusia.
Dalam sejumlah riwayat disebutkan bahwa Iblis mengumpulkan bala tentaranya,
ketika ayat-ayat al-Quran mengenai pengampunan Allah Swt terhadap orang-orang yang
berdosa telah diturunkan. Kepada mereka Iblis berkata, “Bila manusia bertaubat, maka
seluruh jerih payah dan kerja keras kita akan sia-sia.” Salah satu dari bala tentaranya
bertaka, “Setiap kali seseorang memutuskan untuk bertaubat, maka kita harus
menyibukkannya dengan angan-angan kosong. Karena hal itu dapat membuatnya
menunda-nunda keinginannya bertaubat. Akhirnya ia mengurungkan niatnya untuk
bertaubat.
Dari ayat tadi terdapat dua pelajaran yang dapat dipetik:
1. Terbiasa memiliki angan-angan yang jauh tanpa realisasi dapat menyebabkan
seseorang terjatuh dalam perangkap setan.
2. Janji bohong kepada orang lain, sekalipun kepada anak kecil tetap merupakan
perbuatan setan.
الحات سندخلهم جنات تجري من تحتها النهار خالدين فيها أ حق والذين آمنوا وعملوا الص ا ومن بداا وعد الل
قيلا (122) أصدق من الل
Orang-orang yang beriman dan mengerjakan amalan saleh, kelak akan Kami masukkan
ke dalam surga yang mengalir sungai-sungai di dalamnya, mereka kekal di dalamnya
selama-lamanya. Allah telah membuat suatu janji yang benar. Dan siapakah yang lebih
benar perkataannya dari pada Allah? (4: 122)
Bila ayat sebelumnya berbicara tentang janji-janji bohong setan kepada manusia, maka
dalam ayat ini disebutkan bahwa janji yang diberikan Allah Swt semuanya benar. Allah
menjanjikan kepada manusia akan surga dan pasti ditepatinya. Allah Swt tidak meminta
manusia berangan-angan, tapi Dia meminta manusia agar beramal dan berusaha. Amal
dan usaha itu juga harus baik dan mendatangkan kebaikan kepada orang lain. Sebuah
amalan baik dengan niat yang bersih dan mulia yang dapat menjadi
sumber perkembangan kesempurnaan orang yang bersangkutan.
Dari ayat tadi terdapat dua pelajaran yang dapat dipetik:
1. Iman dan amal saleh senantiasa saling berkaitan erat dan tidak akan berpisah.
Seorang tidak akan menjadi seorang mukmin tanpa amal saleh.
2. Kita harus percaya sepenuh hati kepada janji-janji Allah Swt. Janji akan adanya surga
abadi yang tidak ada sedikitpun keraguan akan kebenarannya.
اليس بأماني كم ول أ وليا ول نصيرا ا يجز به ول يجد له من دون الل أهل الكتاب من يعمل سوءا (123) ماني
(Pahala dari Allah) itu bukanlah menurut angan-anganmu yang kosong dan tidak (pula)
menurut angan-angan Ahli Kitab. Barangsiapa yang mengerjakan kejahatan, niscaya akan
diberi pembalasan dengan kejahatan itu dan ia tidak mendapat pelindung dan tidak
(pula) penolong baginya selain dari Allah. (4: 123)
Dalam ayat ini setan memberikan angan-angan kosong kepada manusia yang melakukan
perbuatan dosa agar tetap tersesat dan tidak punya keinginan untuk bertaubat. Ayat ini
menyebutkan, “Karena kalian adalah orang beragama, baik Islam atau Kristen, maka
Allah Swt tidak akan menyiksa kalian. Allah hanya menimpakan siksaan-Nya kepada
pemeluk agama yang lain. Dengan pemikiran seperti ini, setan tetap berusaha
menyiapkan lahan bagi para pelaku dosa untuk tetap berbuat dosa. Dengan demikian,
dari satu sisi mereka tetap bergelimangan dalam perbuatan dosa dan dari sisi lain,
mereka telah menutup jalannya sendiri untuk bertaubat.”
Oleh karenanya, ayat ini mengatakan, “Janganlah kalian bersenang dan berpuas hati
dengan angan-angan dan cita-citanya kosong ini. Jangan
pula kalian menyangka bahwa Allah Swt akan melakukan perhitungan secara khusus
kepada kalian. Perlakuan khusus itu membuat kalian tidak disiksa! Tidak! Tidak
demikian. Karena setiap orang yang berbuat dosa dari pemeluk keyakinan apapun atau
dari etnis manapun pasti akan mendapat balasan dari setiap perbuatannya. Mereka yang
berbuat dosa pasti akan mendapat siksa yang pedih.”
Dalan sejarah disebutkan ada sebagian muslimin berharap Nabi Muhammad Saw akan
berpihak kepada muslimin ketika mereka berselisih dengan orang-orang Ahli Kitab.
Padahal dasar segala sesuatu adalah keadilan, bukan dukungan kepada sesama muslim.
Tolok ukurnya adalah sifat dan keadaan dimana seseorang itu berada dan tidak ada
hubungannya dengan pertalian hubungan etnis, keluarga atau yang lainnya.
Dari ayat tadi terdapat tiga pelajaran yang dapat dipetik:
1. Tuntutan untuk diperlakukan secara khusus, adanya perasaan lebih baik dari orang
lain dan pengharapan tidak pada tempatnya merupakan cara-cara setan untuk
menyesatkan hamba-hamba Allah.
2. Ajaran Islam dan perintah-perintahnya bertumpu di atas kenyataan, bukan di atas
khayalan dan kecenderungan pribadi.
3. Setiap orang sama di hadapan undang-undang ilahi adalah sama. Islam melarang
penyalahgunaan nama dan ajaran agama.
الحات من ذكر أو أنثى وهو مؤ اومن يعمل من الص (124) من فأولئك يدخلون الجنة ول يظلمون نقيرا
Barangsiapa yang mengerjakan amal-amal saleh, baik laki-laki maupun wanita sedang
ia orang yang beriman, maka mereka itu masuk ke dalam surga dan mereka tidak
dianiaya walau sedikitpun. (4: 124)
Sebagai lanjutan dari ayat sebelumnya, ayat ini menjelaskan kriteria umum ancaman
hukuman ilahi. Ayat ini menjelaskan kriteria umum pemberian pahala di Hari Kiamat
sebagai berikut; setiap orang yang beriman kepada Allah dan Hari Kiamat, baik laki-
laki maupun perempuan, yang melaksanakan perbuatan baik apapun, maka ia akan
menikmati surga Allah. Pahala mereka tidak akan dikurangi sedikitpun. Hal penting
lainnya dalam ayat ini, syarat diterimanya perbuatan baik seseorang dalam ayat ini dan
juga ayat-ayat lainnya al-Quran adalah adanya keimananya kepada Allah Swt
Bila keimanan kepada Allah Swt menjadi syarat diterimanya perbuatan baik seseorang,
maka dengan sendirinya menjadi jelas mengapa orang yang tidak beriman tidak diterima
perbuatan baiknya oleh Allah Swt. Karena seseorang yang tidak beriman
kepada Hari Kiamat dan pahala-pahala di hari itu, maka sudah barang tentu ia tidak
akan mengharapkan balasan apapun dari Allah Swt. Namun bukan berarti tempatnya
adalah di neraka. Karena boleh jadi Allah dengan rahmat dan karunia-Nya yang Maha
Luas akan memasukkan orang yang melakukan kebaikan tanpa iman ini ke dalam surga-
Nya pula. Akan tetapi yang demikian itu berbeda dengan pengharapan kepada pahala dan
hak menerima ganjaran yang baik di akhirat kelak.
Dari ayat tadi terdapat tiga pelajaran yang dapat dipetik:
1. Imam kepada Allah penyebab dimasukkannya manusia ke dalam surga, bukan harapan
kosong. Semua manusia memiliki kesempatan yang sama untuk memperoleh rahmat
Allah.
2. Perempuan dan lelaki sama dalam kemampuan mencapai kesempurnaan maknawi.
Tidak ada suatu pembatasan apa pun bagi mereka dalam rangka memperoleh tahap-
tahap kesempurnaan.
3. Iman adalah syarat diterimanya amal perbuatan, sedangkan perbuatan-perbuatan
baik manusia-manusia yang tidak beriman akan mendapatkan balasan di dunia saja.
وهو محسن واتبع ملة إبراهيم حنيفاا واتخذ ن أسلم وجهه لل إبراهيم خليلا )ومن أحسن ديناا مم ما 121الل ( ولل
بكل شيء محيطاا في (126) السماوات وما في الرض وكان الل
Dan siapakah yang lebih baik agamanya dari pada orang yang ikhlas menyerahkan
dirinya kepada Allah, sedang diapun mengerjakan kebaikan, dan ia mengikuti agama
I brahim yang lurus? Dan Allah mengambil Ibrahim menjadi kesayangan-Nya. (4: 125)
Kepunyaan Allah-lah apa yang di langit dan apa yang di bumi, dan adalah (pengetahuan)
Allah Maha Meliputi segala sesuatu. (4: 126)
Telah disebutkan sebelumnya bahwa ada keimanan kepada Allah dan Hari Kiamat serta
beramal saleh menjadi syarat diterimanya amal perbuatan manusia dan mendapat
pahala dari Allah Swt. Dua ayat ini menyinggung motivasi yang ada dalam diri manusia
mukmin dan mengatakan, “Iman akan dianggap berharga dan sempurna, bila ia
berdasarkan pada sikap pasrah dan ikhlas kepada Allah Swt. Iman tidak cukup hanya
sekadar lisan yang mengakui wujud Allah, sedangkan hati manusia tidak tunduk dan
menyerah di hadapan Allah.
Perbuatan manusia juga akan diterima oleh Allah Swt, bila orang yang melakukannya
memiliki motivasi dan niat yang bersih serta ikhlas. Ia melakukan perbuatan tersebut
hanya dengan tujuan kebaikan, bukan untuk menipu dan riya serta tidak untuk
memperoleh manfaat materi. Dalam hai ini, al-Quran membawakan kisah Nabi Ibrahim
as sebagai contoh sempurna manusia yang demikian. Al-Quran mengajak manusia
untuk mengambil contoh dari manusia teladan ini. Karena al-Quran menyebut Nabi
Ibrahim as sebagai manusia yang telah mencapai kedudukan “khalilullah” (kekasih
Allah).
Nabi Ibrahim as telah mencapai kedudukan yang sedemikian tinggi, sehingga Rasulullah
Saw juga diperintahkan untuk mengikuti ajaran-ajarannya yang benar. Itulah mengapa
agama Islam sering pula disebut sebagai agama Ibrahimi, yang disebut dalam ayat-ayat
ini sebagai agama terbaik.
Dari ayat tadi terdapat tiga pelajaran yang dapat dipetik:
1. Inti agama samawi adalah bersikap pasrah kepada Allah dan berbuat baik kepada
orang lain.
2. Iman dan amal adalah dua hal yang saling berkaitan. Keduanya baru lengkap dan
efektif bila berkumpul.
3. Sekalipun Allah Swt menyeru manusia kepada iman dan amal, namun Allah sama
sekali tidak memerlukan semua itu. Karena Allah adalah Penguasa semua langit dan
bumi dengan segala isinya. Allah Maha Mengetahui segala sesuatu.
يفتيكم فيهن وما يتلى عليكم في الكتاب في يتامى الن تي ل تؤتونهن ما كتب ساء الل ويستفتونك في الن ساء قل الل
لهن وترغبون أن تنكحوهن والمستضعفين من الولدان وأن تقوموا لليتامى بالقسط وما تفعلوا من خير فإن الل
ا (127) كان به عليما
Dan mereka minta fatwa kepadamu tentang para wanita. Katakanlah: "Allah memberi
fatwa kepadamu tentang mereka, dan apa yang dibacakan kepadamu dalam Al Quran
(juga memfatwakan) tentang para wanita yatim yang kamu tidak memberikan kepada
mereka apa yang ditetapkan untuk mereka, sedang kamu ingin mengawini mereka dan
tentang anak-anak yang masih dipandang lemah. Dan (Allah menyuruh kamu) supaya
kamu mengurus anak-anak yatim secara adil. Dan kebajikan apa saja yang kamu
kerjakan, maka sesungguhnya Allah adalah Maha Mengetahuinya. (4: 127)
Bila ayat-ayat pertama surat an-Nisaa’ berbicara tentang hukum nikah dan warisan bagi
para wanita, ayat ini mengatakan, ”Katakanlah kepada kaum lelaki, semua hukum yang
telah diterangkan tentang hak-hak kaum wanita, semuanya berasal dari Allah Swt dan
aku yang ditunjuk sebagai Nabi oleh Allah sama sekali tidak memiliki peran dalam
menentukan hal ini. Bukan hanya hukum-hukum kaum wanita pada umumnya, dari segi
warisan dan mahar, tetapi juga hukum yang berkenaan dengan para janda dan anak-
anak yatim perempuan dan lelaki yang tidak memiliki pelindung. Semua itu diturunkan
dari sisi Allah dan telah diterangkan di berbagai ayat al-Quran.”
Ayat ini menjelaskan bahwa keadilan merupakan tolok ukur dalam setiap perlakuan
terutama terhadap anak-anak yatim dan orang-orang miskin. Karena
keadilan meniscayakan penunaian hak-hak finansial dan kekeluargaan kaum
perempuan serta anak-anak. Bukan hanya memberikan hak-hak mereka yang bersifat
wajib, namun berbuat baik kepada mereka juga sangat ditekankan oleh Allah Swt.
Dari ayat tadi terdapat dua pelajaran yang dapat dipetik:
1. Pada masa dimana kaum perempuan sama sekali tidak memiliki hak di dalam
keluarga dan masyarakat, Islam datang membela hak-hak kaum perempuan, anak-anak
dan para yatim.
2. Hukum-hukum Islam datang dari sisi Allah Swt. Sedangkan para nabi hanya
bertugas menyampaikan serta menjelaskannya kepada masyarakat luas.
ا ا فل جناح عليهما أن يصلحا بينهما صلحا ا أو إعراضا لح خير وأحضرت وإن امرأة خافت من بعلها نشوزا والص
قوا فإن ا النفس الشح وإن تحسنوا وتت كان بما تعملون خبيرا (128) الل
Dan jika seorang wanita khawatir akan nusyuz atau sikap tidak acuh dari suaminya,
maka tidak mengapa bagi keduanya mengadakan perdamaian yang sebenar-benarnya,
dan perdamaian itu lebih baik (bagi mereka) walaupun manusia itu menurut tabiatnya
kikir. Dan jika kamu bergaul dengan isterimu secara baik dan memelihara dirimu (dari
nusyuz dan sikap tak acuh), maka sesungguhnya Allah adalah Maha Mengetahui apa yang
kamu kerjakan. (4: 128)
Sebagai lanjutan ayat sebelumnya yang memesankan kepada kaum lelaki agar
meperhatikan dan melindungi hak-hak kaum wanita, ayat ini berbicara kepada kaum
wanita dengan mengatakan, ”Sekalipun hukum-hukum dan masalah-masalah yang
berkaitan dengan hak-hak kekeluargaan harus dijunjung tinggi, namun pemeliharaan
pokok keluarga itu sendiri merupakan hal yang terpenting. Seandainya pemberian
perhatian terhadap masalah tersebut akan menyebabkan kehancuran sistem keluarga,
maka lebih baik kedua belah pihak, yaitu suami dan istri, memperlihatkan sikap toleran
demi memelihara keutuhan keluarga.
Ayat ini mengingatkan segalanya harus dicegah sebelum masalah keluarga berakhir
dengan perceraian. Hendaknya perselisihan keluarga diselesaikan dengan damai dan
lapang dada. Jangan sampai keinginan-keinginan hawa nafsu, sikap kikir dan pandangan
sempit menciptakan perpecahan di antara suami dan istri. Bahkan keduanya harus
berusaha agar ikatan keluarga semakin kuat daripada sebelumnya dengan saling berbuat
kebaikan.
Dari ayat tadi terdapat tiga pelajaran yang dapat dipetik:
1. Suami dan isteri harus memperkuat sifat pemaaf guna menjaga fondasi rumah
tangga tetap kokoh.
2. Islam menekankan agar sedapat mungkin masalah rumah tangga diselesaikan tanpa
campur tangan pihak lain.
3. Sistem undang-undang Islam selalu seiring dengan norma-norma akhlak. Terkait
rumah tangga, Islam berbicara tentang “islah” untuk menyelesaikan masalah dengan
damai, sementara untuk berbuat baik kepada sesama, Islam berbicara tentang “ihsan”.
قوا فإن ة وإن تصلح تستطيعوا أن تعدلوا بين الن ساء ولو حرصتم فل تميلوا كل الميل فتذروها كالمعلق ولن وا وتت
ا ا رحيما كان غفورا (129) الل
Dan kamu sekali-kali tidak akan dapat berlaku adil di antara isteri-isteri(mu), walaupun
kamu sangat ingin berbuat demikian, karena itu janganlah kamu terlalu cenderung
(kepada yang kamu cintai), sehingga kamu biarkan yang lain terkatung-katung. Dan jika
kamu mengadakan perbaikan dan memelihara diri (dari kecurangan), maka
sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. (4: 129)
Ayat ini ditujukan kepada orang laki-laki yang memiliki beberapa isteri. Sebagai lanjutan
dari ayat sebelumnya yang mewasiatkan kepada seluruh kaum lelaki agar berbuat baik
dan memperbaiki kehidupan suami isteri, ayat ini memesankan kepada kaum lelaki
supaya berbuat adil. Tetapi sebelum menjelaskan poin-poin yang ada di dalam ayat
ini ada beberapa hal yang perlu digarisbawahi
1. Islam tidak pernah memerintahkan kepada kaum lelaki agar memiliki beberapa isteri.
Tetapi Islam membolehkan hal itu dalam kondisi dan keadaan tertentu.
2. Adanya bencana alam dan perang ditambah beragamnya sistem sosial manusia
memberikan peluang kepada lelaki untuk berpoligami. Bila masalah ini tidak ditangani
dengan baik, akan memunculkan hubungan ilegal di tengah masyarakat. Bila
menyaksikan kondisi negara-negara Barat yang melarang poligami, ternyata para
prianya justru dengan mudah melakukan hubungan di luar nikah dengan pelbagai
wanita, baik itu secara terang-terangan atau sembunyi-sembunyi.
Di sini, Islam tidak melarang dan juga tidak mendorong umat Islam untuk berpoligami.
Karena pada dasarnya poligami itu tuntutan masyarakat sendiri, maka Islam kemudian
meletakkan batasan-batasan dalam melakukan poligami. Islam menetapkan keadilan
seorang suami sebagai dasar dalam berpoligami. Itulah mengapa di ayat ketiga surat an-
Nisaa’ al-Quran menyebutkan, “...Kemudian jika kamu takut tidak akan dapat berlaku
adil, maka (kawinilah) seorang saja...”
3. Penyalahgunaan undang-undang dapat dilakukan di mana saja dan dalam kasus apa
saja. Betapa banyak lelaki yang melangggar hukum Allah ini. Tanpa memiliki kelayakan
dan keadilan mereka menikahi beberapa orang isteri. Tapi jelas, sebuah hukum dan
undang-undang tidak akan dicabut hanya dikarenakan ada sejumlah orang yang
melanggar.
Kembali pada ayat ini yang mengingatkan bahwa seorang suami harus bersikap adil dan
memenuhi hak-hak para isterinya. Hal ini harus dilakukannya agar tidak ada seorangpun
dari isteri-isteri yang dimilikinya terzalimi atau diperlakukan tidak adil. Terutama sekali
seorang suami harus bersikap adil dalam masalah materi.
Dari ayat tadi terdapat dua pelajaran yang dapat dipetik:
1. Suami tidak boleh membiarkan kondisi isterinya tanpa kejelasan. Selama masih
menjadi isterinya, maka suami berkewajiban memenuhi haknya, hingga resmi
diceraikan.
2. Kehidupan yang damai, saling mencintai antara suami dan isteri serta menjaga nilai-
nilai takwa ilahi merupakan sumber keutuhan sebuah rumah tangga. Kondisi ini akan
menurunkan anugerah ilahi dalam kehidupan mereka.
ا واسعاا حكيما كل من سعته وكان الل قا يغن الل (130) وإن يتفر
Jika keduanya bercerai, maka Allah akan memberi kecukupan kepada masing-masingnya
dari limpahan karunia-Nya. Dan adalah Allah Maha Luas (karunia-Nya) lagi Maha
Bijaksana. (4: 130)
Kelebihan Islam dibandingkan agama-agama yang lain ada pada kemampuannya
memberikan solusi atas kenyataan yang terjadi dalam keluarga atau masyarakat. Lebih
jauh lagi, solusi yang disampaikan oleh Islam tidak kaku dan kering yang menyampaikan
manusia kepada sebuah jalan buntu. Islam memberikan jalan keluar dengan
baik, fleksibel dan bertahap agar dapat dilaksanakan dengan baik oleh pemeluknya.
Satu masalah yang sering dihadapi oleh masyarakat adalah perceraian. Benar, Islam
mendorong para pemuda untuk menikah, tapi pada saat yang sama melarang (makruh)
untuk melakukan perceraian. Tapi dalam kehidupan manusia, terkadang muncul yang
namanya perceraian, ketika kedua pihak tidak mampu lagi mempertahankan keutuhan
rumah tangganya. Dalam kondisi yang demikian, memaksa keduanya untuk tetap
bersama merupakan keputusan yang salah, bahkan dampaknya justru lebih merugikan,
tidak hanya bagi keduanya, tapi yang lebih buruk lagi adalah dampak yang diterima oleh
anak-anak mereka.
Islam memberikan peluang untuk bercerai kepada suami dan isteri yang sudah tidak
mampu lagi mempertahankan kehidupan rumah tangga mereka dengan beberapa syarat.
Selain itu, Islam mengingatkan mereka akan kegagalan dalam pernikahan tidak boleh
membuat mereka berputus asa. Mereka harus senantiasa meminta petunjuk dan harapan
kepada Allah Swt. Dengan pengertian, mereka tetap berusaha untuk membentuk kembali
keluarga baru, baik dengan menikah lagi, atau kembali rujuk dengan mantan isterinya.
Karena rahmat Allah tidak terbatas hanya pada kehidupan masa lalu.
Dari ayat tadi terdapat dua pelajaran yang dapat dipetik:
1. Tidak ada jalan buntu dalam kehidupan seorang muslim. Bila pemberian maaf,
berdamai dan takwa sudah tidak dapat mempertahankan keutuhan keluarga, maka Islam
memberikan penyelesaian akhir dengan perceraian.
2. Tidak semua perceraian itu buruk. Betapa banyak terjadi suami membunuh isteri
dan sebaliknya disebabkan masing-masing sudah tidak sanggup hidup bersama.
ينا الذين أوتوا الكتاب من قبلكم وإيا ما في السماوات وما في الرض ولقد وص وإن تكفروا ولل كم أن اتقوا الل
ما في السماوات وما في الرض وك غنيا حميداا )فإن لل ما في السماوات وما في الرض وكفى 111ان الل ( ولل
وكيلا (112) بالل
Dan kepunyaan Allah-lah apa yang di langit dan yang di bumi, dan sungguh Kami telah
memerintahkan kepada orang-orang yang diberi kitab sebelum kamu dan (juga) kepada
kamu; bertakwalah kepada Allah. Tetapi jika kamu kafir maka (ketahuilah),
sesungguhnya apa yang di langit dan apa yang di bumi hanyalah kepunyaan Allah dan
Allah Maha Kaya dan Maha Terpuji. (4: 131)
Dan kepunyaan Allah-lah apa yang di langit dan apa yang di bumi. Cukuplah Allah sebagai
Pemelihara. (4: 132)
Sebagai lanjutan ayat-ayat sebelumnya yang memberi pesan kepada pasangan suami-
isteri agar tetap menjaga takwa dalam urusan kehidupannya, terutama urusan rumah
tangganya, ayat ini menjelaskan hal yang lebih luas lagi. Dalam ayat ini ditekankan
bahwa ajaran ini tidak khusus hanya kepada umat Islam, tapi semua ajaran agama yang
lain juga memiliki ajaran yang sama seperti ini.
Ayat ini juga menegaskan bahwa jangan sampai kita menyangka bahwa ajaran ini
menguntungkan Allah Swt. Karena Allah tidak memerlukan apapun dari kita. Dia adalah
pemilik seluruh langit dan bumi beserta isinya. Bahkan Allah tidak memerlukan
keberadaan kita, apa lagi ketakwaan kita. Oleh karenanya, bila seluruh penduduk
dunia ini kafir dan mengingkari Allah Swt, maka hal itu tidak akan pernah mendatangkan
kerugian sedikitpun kepada-Nya.
Ada yang menarik dalam ayat ini. Masalah kepemilikan dan kekuasaan mutlak Allah Swt
diulangi sebanyak tiga kali. Hal itu sengaja dilakukan agar segala keraguan manusia akan
ketidakbutuhan Allah menjadi sirna dalam benaknya. Pengulangan itu ingin menghapus
keragu-raguan dalam diri seorang muslim dan membuktikan hanya Allah yang Maha
Kaya.
Dari ayat tadi terdapat tiga pelajaran yang dapat dipetik:
1. Agama yang diturunkan Allah tidak saling bertentangan. Karena semua berasal dari
satu sumber. Semua menekankan penjagaan dan pelaksanaan perintah-perintah Allah
Swt.
2. Manusia hanya takut kepada Allah Swt, bukan selain-Nya.
3. Manusia harus bertawakal kepada Allah, penguasa langit dan bumi serta isinya.
ا على ذلك قديرا (133) إن يشأ يذهبكم أيها الناس ويأت بآخرين وكان الل
Jika Allah menghendaki, niscaya Dia musnahkan kamu wahai manusia, dan Dia
datangkan umat yang lain (sebagai penggantimu). Dan adalah Allah Maha Kuasa berbuat
demikian. (4: 133)
Ayat ini menegaskan agar manusia jangan sampai menyangkan Allah Swt memerlukan
sesuatu terkait apa yang diperintahkan-Nya. Karena pada dasarnya Allah tidak
membutuhkan manusia sama sekali. Bukankah ketika manusia belum diciptakan, Allah
Swt juga tidak menemui kesulitan sedikitpun. Lalu mengapa ada pemikiran bahwa Allah
menghadapi masalah setelah penciptaan manusia? Oleh karenanya, jangan berbangga
diri dan sombong di hadapan-Nya. Karena bila Allah Swt menghendaki, maka Dia mampu
melenyapkan manusia durhaka dan menggantikan mereka dengan orang-orang yang taat
dan patuh.
Dari ayat tadi terdapat dua pelajaran yang dapat dipetik:
1. Allah memberikan kesempatan kepada orang-orang kafir bukan berarti lemah, tapi
itu bersumber dari rahmat dan kebijakan Allah Swt.
2. Segala sesuatu yang kita miliki datang dari Allah. Oleh karenanya, jangan menyangka
kekayaan yang dimiliki itu akan kekal agar tidak sampai terkena penyakit sombong di
hadapan Allah Swt.
ا سميعاا بصيرا ثواب الدنيا والخرة وكان الل (134) من كان يريد ثواب الدنيا فعند الل
Barangsiapa yang menghendaki pahala di dunia saja (maka ia merugi), karena di sisi
Allah ada pahala dunia dan akhirat. Dan Allah Maha Mendengar lagi Maha Melihat. (4:
134)
Ayat ini berbicara tentang orang mukmin yang berpandangan sempit. Mereka beriman
kepada Allah, tapi hanya memikirkan kesejahteraan duniawi semata. Seperti orang
mukmin yang ikut dalam peperangan, tapi pikiran mereka terpusat pada rampasan
perang. Tentang kelompok ini, Allah Swt menyatakan, “Mengapa kalian hanya
menginginkan harta dunia, padahal kalian beriman kepada Allah? Padahal dunia dan
akhirat kedua-duanya berada di sisi Allah Swt. Apakah kalian
menyangka dengan memikirkan akhirat, maka kalian akan kehilangan dunia? Padahal
Allah Swt menginginkan agar kaum Mukminin memperoleh kebahagiaan duniawi dan
ukhrawi. Karena meninggalkan salah satu untuk memperoleh yang lainnya hanya akan
mendatangkan kerugian bagi manusia.
Dari ayat tadi terdapat dua pelajaran yang dapat dipetik:
1. Manusia akan merugi bila tujuan dari perbuatan baiknya hanya untuk hal-hal duniawi
saja.
2. Islam adalah Agama yang lengkap dan realistis. Islam mendorong para pengikutnya
agar berusaha memperoleh kebahagiaan dunia dan akhirat.
ولو على أنفسكم أو الوالدي امين بالقسط شهداء لل ا ين إن يكن غني ن والقرب يا أيها الذين آمنوا كونوا قو ا أو فقيرا
كان ب بعوا الهوى أن تعدلوا وإن تلووا أو تعرضوا فإن الل أولى بهما فل تت افالل (135) ما تعملون خبيرا
Wahai orang-orang yang beriman, jadilah kamu orang yang benar-benar penegak
keadilan, menjadi saksi karena Allah biarpun terhadap dirimu sendiri atau ibu bapa dan
kaum kerabatmu. Jika ia kaya ataupun miskin, maka Allah lebih tahu kemaslahatannya.
Maka janganlah kamu mengikuti hawa nafsu karena ingin menyimpang dari kebenaran.
Dan jika kamu memutar balikkan (kata-kata) atau enggan menjadi saksi, maka
sesungguhnya Allah adalah Maha Mengetahui segala apa yang kamu kerjakan. (4: 135)
Setelah al-Quran memberikan beberapa pesan dalam ayat-ayat yang lalu untuk bersikap
adil terhadap anak-anak yatim dan isteri, ayat ini berbicara secara umum kepada orang-
orang mukmin. Kepada mukminin, ayat ini memerintahkan mereka untuk tetap bersikap
adil dalam kepada setiap orang dan dalam kondisi bagaimanapun. Al-Quran menekankan
masalah bersikap adil ini bahkan kepada diri sendiri, apalagi terhadap kerabat dan
orang-orang dekatnya.
Manusia pada umumnya ketika mengambil keputusan selalu dipengaruhi oleh pemihakan
kepada keluarga atau status mereka. Sebagai contoh, seseorang akan memberikan
kesaksikan yang menguntungkan saudaranya, sekalipun ia bersalah. Orang akan
membela siapa saja yang kaya karena tergiur oleh kekayaan yang bakal didapatnya. Ada
juga yang membela orang lain karena kasihan, seperti membela orang miskin hanya
karena belas kasihan, sekalipun orang tersebut berbuat salah.
Mencermati kondisi dan kenyataan yang sering terjadi seperti ini, ayat ini mengatakan,
“Saat mengambil keputusan atau memberikan kesaksian, hendaknya seorang mukmin
hanya menjadikan Allah sebagai sandarannya. Jangan sekali-kali memasukkann unsur
keluarga, status, ekonomi dan sebagainya dalam mengambil keputusan. Perintah al-
Quran ini menunjukkan betapa Islam begitu menaruh perhatian akan masalah duniawi
manusia dan menyeru mukminin untuk memperhatikan keadilan sosial dalam segala
hal.
Dari ayat tadi terdapat empat pelajaran yang dapat dipetik:
1. Allah mengutus para nabi untuk menerapkan keadilan, sekaligus menjadikannya
kelaziman iman para pengikut mereka.
2. Keadilan harus dilaksanakan di seluruh aspek kehidupan dan bagi seluruh
manusia, bahkan non muslim sekalipun.
3. Setiap orang sama di hadapan hukum, baik kaya ataupun miskin dan baik
menguntungkan ataupun merugikan mereka.
4. Jaminan pelaksanaan keadilan adalah iman kepada Allah dan ilmu Allah akan
perbuatan kita.
ل على رسوله والكتاب ال ورسوله والكتاب الذي نز ذي أنزل من قبل ومن يكفر ب يا أيها الذين آمنوا آمنوا بالل الل
(136) واليوم الخر فقد ضل ضللا بعيدااوملئكته وكتبه ورسله
Wahai orang-orang yang beriman, tetaplah beriman kepada Allah dan Rasul-Nya dan
kepada kitab yang Allah turunkan kepada Rasul-Nya serta kitab yang Allah turunkan
sebelumnya. Barangsiapa yang kafir kepada Allah, malaikat-malaikat-Nya, kitab-kitab-
Nya, rasul-rasul-Nya, dan hari kemudian, maka sesungguhnya orang itu telah sesat
sejauh-jauhnya. (4: 136)
Ayat ini menyeru orang-orang mukmin agar menumbuhkan dan memperdalam iman
mereka. Disebutkan dalam ayat ini, melangkahlah ke depan dan capailah derajat yang
lebih tinggi. Berpegang teguhlah pada iman kalian dan jangan beranjak sedikitpun
darinya.
Tak dapat dipungkiri bahwa iman memiliki berbagai tingkat dan derajat, sama
seperti sebagaimana pengetahuan manusia juga bertingkat-tingkat. Itulah mengapa
pendidikan juga berjenjang. Ketika seorang mukmin menyempurnakan imannya dalam
setiap kondisi, maka keimanan yang sempurna itu akan melahirkan pengamalan atas
perintah Allah yang lebih baik dan banyak.
Selanjutnya, ayat ini menyinggung salah satu bahaya yang mengancam orang-orang
mukmin. Ayat ini menyebutkan, jika seorang mukmin mengalami kelemahan iman secara
bertahap, maka ia akan sampai pada tahapan dimana ia mulai meragukan apa yang
diimani selama ini. Tidak hanya itu, ia akan terjerumus dalam kesesatan yang sangat
berat, dimana sangat sulit baginya untuk keluar dari kubangan kesesatan itu.
Dari ayat tadi terdapat dua pelajaran yang dapat dipetik:
1. Agama-agama samawi seperti kelas di sebuah sekolah dan para nabi adalah gurunya
yang punya satu tujuan. Oleh karena itu, iman kepada semua nabi dan kitab suci
mereka merupakan kelaziman dari iman kepada Allah.
2. Imam perlu diperkuat agar terus tumbuh dan menyempurna. Seorang mukmin harus
mencapai derajat keimanan yang paling tinggi.
ليغفر ا لم يكن الل (137) لهم ول ليهديهم سبيلا إن الذين آمنوا ثم كفروا ثم آمنوا ثم كفروا ثم ازدادوا كفرا
Sesungguhnya orang-orang yang beriman kemudian kafir, kemudian beriman (pula),
kamudian kafir lagi, kemudian bertambah kekafirannya, maka sekali-kali Allah tidak
akan memberi ampunan kepada mereka, dan tidak (pula) menunjuki mereka kepada
jalan yang lurus. (4: 137)
Setelah ayat-ayat sebelumnya menjelaskan nasib orang-orang Mukmin dan Kafir, ayat
ini mengisyaratkan nasib sekelompok orang yang keputusannya selalu berubah-
ubah. Suatu hari mereka bersikap seperti orang mukmin, namun pada hari lainnya
menjadi orang kafir. Ayat in i menekankan bahwa orang yang akidah senantiasa berubah
seperti tidak punya keinginan jelas untuk mencari kebenaran, tapi muncul dari sifat
munafik. Tujuan mereka adalah manfaat materi. Di mana ada keuntungan materi di sana,
mereka akan memosisikan dirinya di sana dan membelanya. Sudah barang tentu orang
semacam ini tidak akan mendapat ramyat dan ampunan Allah. Kesempatan mendapat
hidayah untuk orang semacam ini sudah tertutup.
Dari ayat tadi terdapat dua pelajaran yang dapat dipetik:
1. Murtad bisa menimpa siapa saja, termasuk orang mukmin. Oleh karenanya, jangan
membanggakan diri dengan iman yang ada, tapi harus dipertahankan dan
dikembangkan.
2. Lemahnya akidah dapat menyesatkan manusia dari petunjuk dan rahmat Allah.
ر المنافقين بأن لهم عذ ا )بش ة 117اباا أليما ( الذين يتخذون الكافرين أولياء من دون المؤمنين أيبتغون عندهم العز
جميعاا ة لل (139) فإن العز
Kabarkanlah kepada orang-orang munafik bahwa mereka akan mendapat siksaan yang
pedih. (4: 138)
(yaitu) orang-orang yang mengambil orang-orang kafir menjadi teman-teman penolong
dengan meninggalkan orang-orang mukmin. Apakah mereka mencari kekuatan di sisi
orang kafir itu? Maka sesungguhnya semua kekuatan kepunyaan Allah. (4: 139)
Ciri penting orang munafik adalah sering menyebut orang kafir dan lebih dekat dengan
mereka untuk memperoleh tujuannya. Mereka membayangkan hidup bersama orang
mukmin menyebabkan mereka terjatuh dalam kehinaan. Untuk itu mereka tidak ingin
dan malu disebut sebagai bagian dari orang mukmin. Mereka tidak menyadari bahwa
kemuliaan itu adalah sikap komitmen kepada ajaran Allah, bukan kekayaan. Bersandar
pada Allah Swt yang Maha Kuasa memberikan kemuliaan dan kekuatan luar biasa kepada
manusia.
Dari dua ayat tadi terdapat dua pelajaran yang dapat dipetik:
1. Orang mukmin yang merasa mulia ketika bersama orang kafir berarti ia munafik.
2. Dalam politik luar negeri kita harus memikirkan hubungan dengan negara-negara
Islam, ketimbang meningkatkan hubungan dengan negara-negara kafir.
يكفر بها ويستهزأ بها فل تق ل عليكم في الكتاب أن إذا سمعتم آيات الل ي حديث عدوا معهم حتى يخوضوا ف وقد نز
جامع الم (140) نافقين والكافرين في جهنم جميعااغيره إنكم إذاا مثلهم إن الل
Dan sungguh Allah telah menurunkan kekuatan kepada kamu di dalam Al Quran bahwa
apabila kamu mendengar ayat-ayat Allah diingkari dan diperolok-olokkan (oleh orang-
orang kafir), maka janganlah kamu duduk beserta mereka, sehingga mereka memasuki
pembicaraan yang lain. Karena sesungguhnya (kalau kamu berbuat demikian), tentulah
kamu serupa dengan mereka. Sesungguhnya Allah akan mengumpulkan semua orang-
orang munafik dan orang-orang kafir di dalam Jahannam. (4: 140)
Ayat ini menyinggung tanda-tanda lain dari orang munafik. Pertama, ketika ada
pertemuan orang-orang yang menentang Islam, mereka pasti hadir dan menjelek-
jelekkan agama. Kedua, mereka diam saat agama diejek dan dinistakan. Padahal orang
tugas orang mukmin harus mencegah kejadian ini, atau setidak-tidaknya meninggal
tempat itu.
Dari ayat tadi terdapat tiga pelajaran yang dapat dipetik:
1. Mengikuti pertemuan yang ada perbuatan dosanya berarti ikut dalam perbuatan dosa
itu, bila diam dan menyetujuinya.
2. Duduk bersama orang kafir tidak dilarang, selama mereka tidak mencaci kesucian
agama.
3. Jangan biarkan orang menistakan kesucian agama, sekalipun dengan alasan
kebebasan berbicara dan toleransi.
قالوا ألم نكن معكم وإن كان للكافرين نصيب قالوا ألم نستحوذ الذين يتربصون بكم فإن كان ل كم فتح من الل
للك يحكم بينكم يوم القيامة ولن يجعل الل (141) بيلا على المؤمنين س افرين عليكم ونمنعكم من المؤمنين فالل
(yaitu) orang-orang yang menunggu-nunggu (peristiwa) yang akan terjadi pada dirimu
(hai orang-orang mukmin). Maka jika terjadi bagimu kemenangan dari Allah mereka
berkata: "Bukankah kami (turut berperang) beserta kamu?" Dan jika orang-orang kafir
mendapat keberuntungan (kemenangan) mereka berkata: "Bukankah kami turut
memenangkanmu, dan membela kamu dari orang-orang mukmin?" Maka Allah akan
memberi keputusan di antara kamu di hari kiamat dan Allah sekali-kali tidak akan
memberi jalan kepada orang-orang kafir untuk memusnahkan orang-orang yang
beriman. (4: 141)
Satu lagi dari ciri orang munafik adalah memanfaatkan setiap kesempatan untuk
kepentingan dirinya. Ketika orang mukmin memperoleh kemenangan dan
keberuntungan, mereka mengatakan, “Kami juga ikut andil bersama kalian. Oleh
karenanya, kami juga memiliki bagian dari rampasan perang itu.” Sebaliknya, bila
musuh yang memperoleh kemenangan, mereka mengatakan, “Kami juga berperan dalam
kemenangan ini, sehingga musuh berhasil mengalahkan umat Islam.”
Ayat ini mengingatkan bahwa orang yang seperti ini adalah munafik. Tapi di akhir ayat
ini al-Quran memberikan penghargaan kepada orang-orang mukmin. Karena dengan
keimanannya mereka tidak pernah mengikuti ke mana angin bertiup. Mereka tidak
mencari kepentingan pribadi, tapi kemuliaan agama yang pada gilirannya membuat
mereka juga mulia. Terlebih lagi Allah telah berjanji tidak akan mengizinkan orang-orang
kafir untuk menguasai orang mukmin.
Lalu bagaimana dengan kondisi saat ini, dimana orang kafir berkuasa di sebagian besar
dunia? Sebenarnya itu dikarenakan umat Islam tidak memiliki iman yang sebenarnya
dan tidak melakukan tanggung jawab agamanya dengan benar. Umat Islam hendaknya
punya hubungan yang kuat dengan Allah, tidak hanya terkait urusan pribadi, tapi juga di
bidang sosial seperti menciptakan rasa solidaritas di antara umat Islam dan persatuan.
Dengan begitu mereka tidak akan dikuasai oleh orang kafir. Karena sudah menjadi janji
Allah bila orang-orang beriman melaksanakan ajaran agamanya dengan benar, mereka
tidak akan dikuasai oleh orang-orang kafir.
Dari ayat tadi terdapat tiga pelajaran yang dapat dipetik:
1. Tanda orang munafik adalah mencari kesempatan untuk kepentingan pribadi. Kita
diperintahkan untuk berhati-hati menjaga hak, bukan mencari kesempatan.
2. Negara Islam tidak boleh menerima dijajah orang kafir. Hubungan politik, sosial,
ekonomi dan kebudayaan hanya boleh dilakukan dengan negara kafir dengan syarat
tidak membuat mereka berkuasa dan menghina umat Islam.
3. Harus ada upaya agar orang kafir tidak dapat menerapkan keinginannya menjajah
negara-negara Islam.
ليغفر ا لم يكن الل لهم ول ليهديهم سبيلا إن الذين آمنوا ثم كفروا ثم آمنوا ثم كفروا ثم ازدادوا كفرا (117)
Sesungguhnya orang-orang yang beriman kemudian kafir, kemudian beriman (pula),
kamudian kafir lagi, kemudian bertambah kekafirannya, maka sekali-kali Allah tidak
akan memberi ampunan kepada mereka, dan tidak (pula) menunjuki mereka kepada
jalan yang lurus. (4: 137)
Setelah ayat-ayat sebelumnya menjelaskan nasib orang-orang Mukmin dan Kafir, ayat
ini mengisyaratkan nasib sekelompok orang yang keputusannya selalu berubah-
ubah. Suatu hari mereka bersikap seperti orang mukmin, namun pada hari lainnya
menjadi orang kafir. Ayat in i menekankan bahwa orang yang akidah senantiasa berubah
seperti tidak punya keinginan jelas untuk mencari kebenaran, tapi muncul dari sifat
munafik. Tujuan mereka adalah manfaat materi. Di mana ada keuntungan materi di sana,
mereka akan memosisikan dirinya di sana dan membelanya. Sudah barang tentu orang
semacam ini tidak akan mendapat ramyat dan ampunan Allah. Kesempatan mendapat
hidayah untuk orang semacam ini sudah tertutup.
Dari ayat tadi terdapat dua pelajaran yang dapat dipetik:
1. Murtad bisa menimpa siapa saja, termasuk orang mukmin. Oleh karenanya, jangan
membanggakan diri dengan iman yang ada, tapi harus dipertahankan dan
dikembangkan.
2. Lemahnya akidah dapat menyesatkan manusia dari petunjuk dan rahmat Allah.
ا ) ر المنافقين بأن لهم عذاباا أليما ة 117بش ( الذين يتخذون الكافرين أولياء من دون المؤمنين أيبتغون عندهم العز
جميعاا ة لل (112) فإن العز
Kabarkanlah kepada orang-orang munafik bahwa mereka akan mendapat siksaan yang
pedih. (4: 138)
(yaitu) orang-orang yang mengambil orang-orang kafir menjadi teman-teman penolong
dengan meninggalkan orang-orang mukmin. Apakah mereka mencari kekuatan di sisi
orang kafir itu? Maka sesungguhnya semua kekuatan kepunyaan Allah. (4: 139)
Ciri penting orang munafik adalah sering menyebut orang kafir dan lebih dekat dengan
mereka untuk memperoleh tujuannya. Mereka membayangkan hidup bersama orang
mukmin menyebabkan mereka terjatuh dalam kehinaan. Untuk itu mereka tidak ingin
dan malu disebut sebagai bagian dari orang mukmin. Mereka tidak menyadari bahwa
kemuliaan itu adalah sikap komitmen kepada ajaran Allah, bukan kekayaan. Bersandar
pada Allah Swt yang Maha Kuasa memberikan kemuliaan dan kekuatan luar biasa kepada
manusia.
Dari dua ayat tadi terdapat dua pelajaran yang dapat dipetik:
1. Orang mukmin yang merasa mulia ketika bersama orang kafir berarti ia munafik.
2. Dalam politik luar negeri kita harus memikirkan hubungan dengan negara-negara
Islam, ketimbang meningkatkan hubungan dengan negara-negara kafir.
يكفر بها ويستهزأ بها فل تق ل عليكم في الكتاب أن إذا سمعتم آيات الل تى يخوضوا في حديث عدوا معهم ح وقد نز
جامع المنافقين والكافرين في جهنم جميعاا (112) غيره إنكم إذاا مثلهم إن الل
Dan sungguh Allah telah menurunkan kekuatan kepada kamu di dalam Al Quran bahwa
apabila kamu mendengar ayat-ayat Allah diingkari dan diperolok-olokkan (oleh orang-
orang kafir), maka janganlah kamu duduk beserta mereka, sehingga mereka memasuki
pembicaraan yang lain. Karena sesungguhnya (kalau kamu berbuat demikian), tentulah
kamu serupa dengan mereka. Sesungguhnya Allah akan mengumpulkan semua orang-
orang munafik dan orang-orang kafir di dalam Jahannam. (4: 140)
Ayat ini menyinggung tanda-tanda lain dari orang munafik. Pertama, ketika ada
pertemuan orang-orang yang menentang Islam, mereka pasti hadir dan menjelek-
jelekkan agama. Kedua, mereka diam saat agama diejek dan dinistakan. Padahal orang
tugas orang mukmin harus mencegah kejadian ini, atau setidak-tidaknya meninggal
tempat itu.
Dari ayat tadi terdapat tiga pelajaran yang dapat dipetik:
1. Mengikuti pertemuan yang ada perbuatan dosanya berarti ikut dalam perbuatan dosa
itu, bila diam dan menyetujuinya.
2. Duduk bersama orang kafir tidak dilarang, selama mereka tidak mencaci kesucian
agama.
3. Jangan biarkan orang menistakan kesucian agama, sekalipun dengan alasan
kebebasan berbicara dan toleransi.
قالوا ألم نكن معكم وإن كان للكاف ستحوذ رين نصيب قالوا ألم ن الذين يتربصون بكم فإن كان لكم فتح من الل
للكافرين على المؤمنين سبيلا عليكم ونمنعكم من المؤم يحكم بينكم يوم القيامة ولن يجعل الل (141) نين فالل
(yaitu) orang-orang yang menunggu-nunggu (peristiwa) yang akan terjadi pada dirimu
(hai orang-orang mukmin). Maka jika terjadi bagimu kemenangan dari Allah mereka
berkata: "Bukankah kami (turut berperang) beserta kamu?" Dan jika orang-orang kafir
mendapat keberuntungan (kemenangan) mereka berkata: "Bukankah kami turut
memenangkanmu, dan membela kamu dari orang-orang mukmin?" Maka Allah akan
memberi keputusan di antara kamu di hari kiamat dan Allah sekali-kali tidak akan
memberi jalan kepada orang-orang kafir untuk memusnahkan orang-orang yang
beriman. (4: 141)
Satu lagi dari ciri orang munafik adalah memanfaatkan setiap kesempatan untuk
kepentingan dirinya. Ketika orang mukmin memperoleh kemenangan dan
keberuntungan, mereka mengatakan, “Kami juga ikut andil bersama kalian. Oleh
karenanya, kami juga memiliki bagian dari rampasan perang itu.” Sebaliknya, bila
musuh yang memperoleh kemenangan, mereka mengatakan, “Kami juga berperan dalam
kemenangan ini, sehingga musuh berhasil mengalahkan umat Islam.”
Ayat ini mengingatkan bahwa orang yang seperti ini adalah munafik. Tapi di akhir ayat
ini al-Quran memberikan penghargaan kepada orang-orang mukmin. Karena dengan
keimanannya mereka tidak pernah mengikuti ke mana angin bertiup. Mereka tidak
mencari kepentingan pribadi, tapi kemuliaan agama yang pada gilirannya membuat
mereka juga mulia. Terlebih lagi Allah telah berjanji tidak akan mengizinkan orang-orang
kafir untuk menguasai orang mukmin.
Lalu bagaimana dengan kondisi saat ini, dimana orang kafir berkuasa di sebagian besar
dunia? Sebenarnya itu dikarenakan umat Islam tidak memiliki iman yang sebenarnya
dan tidak melakukan tanggung jawab agamanya dengan benar. Umat Islam hendaknya
punya hubungan yang kuat dengan Allah, tidak hanya terkait urusan pribadi, tapi juga di
bidang sosial seperti menciptakan rasa solidaritas di antara umat Islam dan persatuan.
Dengan begitu mereka tidak akan dikuasai oleh orang kafir. Karena sudah menjadi janji
Allah bila orang-orang beriman melaksanakan ajaran agamanya dengan benar, mereka
tidak akan dikuasai oleh orang-orang kafir.
Dari ayat tadi terdapat tiga pelajaran yang dapat dipetik:
1. Tanda orang munafik adalah mencari kesempatan untuk kepentingan pribadi. Kita
diperintahkan untuk berhati-hati menjaga hak, bukan mencari kesempatan.
2. Negara Islam tidak boleh menerima dijajah orang kafir. Hubungan politik, sosial,
ekonomi dan kebudayaan hanya boleh dilakukan dengan negara kafir dengan syarat
tidak membuat mereka berkuasa dan menghina umat Islam.
3. Harus ada upaya agar orang kafir tidak dapat menerapkan keinginannya menjajah
negara-negara Islam.
يخادعون المنافقين إن لة إلى قاموا وإذا خادعهم وهو الل يذكرون ول الناس يراءون كسالى قاموا الص ل إ الل
(142) قليلا
Sesungguhnya orang-orang munafik itu menipu Allah, dan Allah akan membalas tipuan
mereka. Dan apabila mereka berdiri untuk shalat mereka berdiri dengan malas. Mereka
bermaksud riya (dengan shalat) di hadapan manusia. Dan tidaklah mereka menyebut
Allah kecuali sedikit sekali. (4: 142)
Setelah ayat sebelumnya dimana kami telah menyebut ciri-ciri khusus orang-orang
munafiq, ayat ini juga menyinggung tanda-tanda lain dari mereka dengan firman-
Nya, “Mereka yang imannya tidak meresap ke dalam sanubarinya menunjukkan sikap
malas saat tiba waktu shalat. Mereka menunda shalat hingga akhir waktunya, itupun
dilakukan dengan tergesa-gesa. Lebih buruk dari itu, ketika shalat mereka menyebut hal
lain lebih banyak, ketimbang menyebut nama Allah. Selain itu, mereka melakukan shalat
secara riya dan menunjukkan shalatnya kepada orang lain.
Di awal ayat ini menyebutkan bahwa orang-orang munafik berpikiran dapat menipu
Allah dan menyamakan-Nya seperti orang-orang mukmin yang mereka tipu selama ini.
Allah menyatakan mengetahui tipuan mereka dan akan membalas tipuan mereka. Tidak
hanya itu, Allah yang Maha Mengetahui, mengamati sepak terjang mereka. Tapi tetap saja
mereka harus diperlakukan sama seperti muslim lainnya. Akan tetap segalanya menjadi
lain di Hari Kiamat. Karena di sana mereka terhitung kafir dan akan dijatuhkan azab
yang sangat pedih. Karena mereka berlaku riya dalam menyembah Allah dan itu berarti
syirik.
Dari ayat tadi terdapat dua pelajaran yang dapat dipetik:
1. Bermalas-masalan saat melakukan shalat, lupa menyebut nama Allah, berbuat riya
merupakan tanda-tanda orang munafik. Kita perlu waspada agar tidak terjerumus
seperti mereka.
2. Allah memberikan balasan sesuai dengan perbuatan kita. Di dunia kita masih bisa
berbohong, tapi tidak akan bisa melakkannya di hadapan Allah Swt.
يضلل ومن هؤلء إلى ول هؤلء إلى ل ذلك بين مذبذبين (143) سبيلا له تجد فلن الل
Mereka dalam keadaan ragu-ragu antara yang demikian (iman atau kafir): tidak masuk
kepada golongan ini (orang-orang beriman) dan tidak (pula) kepada golongan itu (orang-
orang kafir), maka kamu sekali-kali tidak akan mendapat jalan (untuk memberi
petunjuk) baginya. (4: 143)
Ayat ini masih juga menyinggung tentang tanda-tanda orang munafik. Dalam ayat ini
disebutkan mereka adalah orang peragu. Dengan kata lain, akidah yang mereka miliki
tidak kokoh. Mereka tidak dapat digolongkan ke dalam kelompok Mukminin, dan juga
tidak termasuk kelompok Kafir. Bahkan mereka tidak punya nyali sedikitpun untuk
menampakkan kekafirannya. Kondisi ini yang membuat mereka digolongkan dengan
orang-orang Kafir.
Mereka setiap harinya mengikuti ke arah mana angin bertiup. Siapa saja yang berjalan
mengikuti arah angin dan tidak memiliki tujuan yang jelas merupakan orang-orang yang
tersesat. Siapa saja yang bersikap demikian tidak akan berhasil dalam kehidupannya. Ini
adalah balasan Allah bagi mereka di dunia.
Dari ayat tadi terdapat dua pelajaran yang dapat dipetik:
1. Sifat munafik merampas kebebasan berpikir setiap orang dan senantiasa dalam
kondisi bingung.
2. Orang munafik membuat Allah marah. Orang seperti ini tidak dapat memanfaatkan
hidayah yang diturunkan Allah. Oleh karenanya, ia senantiasa berada di jalan buntu.
تجعلوا أن أتريدون المؤمنين دون من أولياء الكافرين تتخذوا ل آمنوا الذين أيها يا (144) بيناام سلطاناا عليكم لل
Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu mengambil orang-orang kafir menjadi
wali dengan meninggalkan orang-orang mukmin. Inginkah kamu mengadakan alasan
yang nyata bagi Allah (untuk menyiksamu)? (4: 144)
Setelah menjelaskan ciri-ciri khusus orang-orang Munafik dalam ayat-ayat yang lalu,
ayat ini memberikan peringatan kepada orang-orang Mukmin agar tidak menjadi
munafik. Ayat ini mengingatkan orang mukmin agar tidak bersahabat dengan orang-
orang kafir, karena hal itu akan membuat mereka seperti orang munafik. Karena hanya
orang mukmin yang memiliki kelayakan, sahabat dan menjadi panutan kalian. Bila kalian
menyingkirkan orang mukmin dan menjalin hubungan dengan orang kafir, maka ini
menunjukkan lemahnya iman. Di Hari Kiamat orang mukmin seperti ini tidak dapat
mempertanggungjawabkan perbuatannya di hadapan Allah.
Dari ayat tadi terdapat dua pelajaran yang dapat dipetik:
1. Muslimin dilarang melakukan perbuatan yang memberikan kesempatan orang kafir
mendominasi umat Islam. Mereka juga harus menjauhi segala perjanjian yang
memberikan kekuasaan kepada orang orang kafir.
2. Salah tanda keimanan adalah berteman dengan orang mukmin dan menjauhkan diri
dari orang kafir.
ا لهم تجد ولن النار من السفل الدرك في المنافقين إن واعتصموا وأصلحوا تابوا الذين إل ( 111) نصيرا بالل
دينهم وأخلصوا يؤت وسوف مؤمنين ال مع فأولئك لل ا المؤمنين الل ا أجرا (146) عظيما
Sesungguhnya orang-orang munafik itu (ditempatkan) pada tingkatan yang paling bawah
dari neraka. Dan kamu sekali-kali tidak akan mendapat seorang penolongpun bagi
mereka. (4: 145)
Kecuali orang-orang yang taubat dan mengadakan perbaikan dan berpegang teguh pada
(agama) Allah dan tulus ikhlas (mengerjakan) agama mereka karena Allah. Maka mereka
itu adalah bersama-sama orang yang beriman dan kelak Allah akan memberikan kepada
orang-orang yang beriman pahala yang besar. (4: 146)
Ayat ini menjadi bukti bahwa orang munafik lebih buruk dari orang kafir dengan
ditempatkannya mereka di negara paling bawah yang mengindikasikan siksaannya
paling pedih. Menurut ayat ini, orang munafik juga merupakan orang yang paling jauh
dari Allah Swt. Karena dengan tampak lahiriah, mereka menunjukkan dirinya orang
beriman, tapi pada hakikatnya mereka adalah musuh kaum Mukminin yang paling
berbahaya. Orang munafik seperti kata pepatah menikam dari belakang. Ketika umat
Islam menganggap mereka sebagai saudara sendiri, ternyata dalam hatinya mereka
menyembunyikan permusuhan mendalam.
Sekalipun demikian, Allah yang Maha Dermawan tidak pernah menutup pintu rahmat dan
kemurahan-Nya kepada siapapun. Bila orang munafik bertaubat dan menghilangkan
kebiasaan jelek masa lalunya, Allah pasti menerima mereka kembali pada pangkuan
umat Islam. Terkait dengan Allah, mereka harus memperbaiki akidahnya dan yang paling
penting tidak bersikap riya dalam beramal. Bila hal itu dilakukan, Allah pasti akan
memberikan mereka pahala atas segala perbuatan baiknya.
Dari dua ayat tadi terdapat empat pelajaran yang dapat dipetik:
1. Hari Kiamat adalah tempat perhitungan amal perbuatan. Bila ingin berbuat baik,
maka tempatnya di dunia.
2. Jalan untuk taubat senantiasa terbuka bagi siapapun. Di sisi Allah tidak berlaku
makna putus asa.
3. Taubat semata-mata merupakan ungkapan lisan penyesalan, peninjauan
dan perbaikan kembali segala yang buruk menjadi lebih baik.
4. Orang-orang Mukmin selalu membentangkan tangannya untuk menyambut orang-
orang yang bertaubat dan melupakan masa lalu mereka.
يفعل ما وكان وآمنتم شكرتم إن بعذابكم الل ا الل ا شاكرا (147) عليما
Mengapa Allah akan menyiksamu, jika kamu bersyukur dan beriman? Dan Allah adalah
Maha Mensyukuri lagi Maha Mengetahui. (4: 147)
Ayat-ayat sebelumnya telah menjelaskan betapa pedihnya siksaan kepada orang-orang
munafik. Sementara ayat ini ingin mengingatkan bahwa ketika Allah menyiksa orang-
orang munafik, itu dilakukan bukan dengan alasan balas dendam atau ada permusuhan
dengan mereka. Allah juga menyiksa mereka tidak untuk menunjukkan kekuasaan-Nya.
Allah mengingatkan bahwa siksaan yang diberikan itu sesuai dengan perbuatan manusia
sendiri selama hidupnya. Karena Allah tidak berkepentingan untuk menyiksa manusia.
Akhir ayat ini menyebutkan bahwa sebagaimana Allah membalas kebaikan kalian dengan
pahala yang berlimpah, hendaknya manusia mau mensyukuri nikmat-Nya. Manusia
harus memanfaatkan nikmat yang dianugerahkan Allah di jalan yang diridhainya. Karena
bila manusia mensyukuri nikmat Allah disertai iman dan amal saleh, maka Allah tidak
akan pernah menimpakan azabnya kepada manusia.
Dari ayat tadi terdapat dua pelajaran yang dapat dipetik:
1. Iman kepada Allah ditandai dengan mensyukuri nikmat-Nya dan mengingkari-Nya
dengan mengingkari nikmat-Nya.
2. Mensyukuri nikmat Allah akan menyelamatkan manusia dari kemurkaan Allah.
يحب ل وكان م ظل من إل القول من بالسوء الجهر الل ا سميعاا الل ا تبدوا إن ( 117) عليما تعفوا أو تخفوه أو خيرا
فإن سوء عن ا كان الل ا عفو (149) قديرا
Allah tidak menyukai ucapan buruk, (yang diucapkan) dengan terus terang kecuali oleh
orang yang dianiaya. Allah adalah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui. (4: 148)
Jika kamu melahirkan sesuatu kebaikan atau menyembunyikan atau memaafkan sesuatu
kesalahan (orang lain), maka sesungguhnya Allah Maha Pemaaf lagi Maha Kuasa. (4:
149)
Ayat-ayat ini menyinggung tentang sebuah prinsip kehidupan sosial yang sangat penting.
Al-Quran menyebutkan, daripada kalian mencari-cari kesalahan dan aib orang lain
dalam masyarakat, lebih baik kalian berusaha untukmemaafkan kejelekan orang lain.
Akan lebih baik bila kalian mengucapkan hal-hal yang baik saja. Karena Allah Swt
menutupi aib dan keburukan manusia. Sudah semestinya kita juga mengkuti akhlak Allah
yang menutupi keburukan manusia.
Bila seseorang dizalimi tanpa dapat membela dirinya, sementara pada saat yang sama ia
tidak dapat menuntut haknya atas orang yang menzaliminya, maka Allah yang Maha Adil
akan memberikannya kesempatan di Hari Kiamat untuk menuntut hak-haknya kepada
orang yang menzaliminya.
Dari dua ayat tadi terdapat dua pelajaran yang dapat dipetik:
1. Dilarang membuka keburukan orang lain, kecuali perbuatan zalim dan membela hak
orang yang dizalimi.
2. Lapang dada dan memaafkan orang yang berbuat salah sangat bernilai di hadapan
Allah. Karena sekalipun Maha Kuasa, Allah ternyata juga Maha Pemaaf.
يكفرون الذين إن قوا أن ويريدون ورسله بالل بين يفر ويريدون بعض ب ونكفر ببعض نؤمن ويقولون ورسله الل
(151) مهيناا عذاباا للكافرين وأعتدنا حقا الكافرون هم أولئك ( 112) سبيلا ذلك بين يتخذوا أن
Sesungguhnya orang-orang yang kafir kepada Allah dan rasul-rasul-Nya, dan bermaksud
memperbedakan antara (keimanan kepada) Allah dan rasul-rasul-Nya, dengan
mengatakan: "Kami beriman kepada yang sebahagian dan kami kafir terhadap
sebahagian (yang lain)", serta bermaksud (dengan perkataan itu) mengambil jalan
(tengah) di antara yang demikian (iman atau kafir). (4: 150)
Merekalah orang-orang yang kafir sebenar-benarnya. Kami telah menyediakan untuk
orang-orang yang kafir itu siksaan yang menghinakan. (4: 151)
Ayat ini menyinggung adanya upaya yang mengancam para pemeluk agama ilahi. Ayat ini
mengatakan, ada sekelompok pemeluk agama yang menyebut hanya nabi mereka yang
benar, sedang nabi yang lain adalah batil. Oleh karenanya, mereka menolak nabi-nabi
yang lain. Allah menyatakan bahwa para nabi itu semua merupakan utusan Allah. Mereka
tidak berbeda dari sisi kebenaran. Manusia harus beriman kepada nabi terakhir dan
harus melaksanakan ajaran-ajarannya.
Ayat ini pada mulanya ditujukan kepada orang-orang yahudi yang tidak mau beriman
ketika diutusnya Nabi Isa as. Begitu juga dengan orang-orang Yahudi dan Kristen yang
tidak mau beriman dengan risalah Nabi Muhammad Saw. Padahal mereka mestinya
beriman dan menerima serta mengamalkan ajaran-ajaraan agama yang dibawah oleh
Nabi Muhammad Saw sebagai nabi terakhir. Pada perinsipnya iman seseorang akan
menuntutnya untuk menjadi penyembah Allah, bukan menyembah hawa nafsu. Orang
yang mau menerima sebagian hakikat agama dan menolak hakikat yang lain
sesungguhnya adalah orang yang hanya mengikuti hawa nafsunya, bukan ajaran dan
perintah Allah Swt.
Dari dua ayat tadi terdapat tiga pelajaran yang dapat dipetik:
1. Wajib mengimani kebenaran semua nabi dan kitab suci yang bersamanya.
2. Agama merupakan kumpulan ajaran yang menyatu dan tak terpisahkan. Seseorang
tidak boleh menerima sebagian dan menolak sebagian yang lain.
3. Pengingkaran ajaraan agama meskipun hanya sebagian merupakan sumber
kekufuran dan penolakan agama.
آمنوا والذين قوا ولم ورسله بالل وكان أجورهم يؤتيهم سوف أولئك منهم أحد بين يفر ا الل ا غفورا رحيما (112)
Orang-orang yang beriman kepada Allah dan para rasul-Nya dan tidak membeda-
bedakan seorangpun di antara mereka, kelak Allah akan memberikan kepada mereka
pahalanya. Dan adalah Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. (4: 152)
Ayat ini berbicara tentang ciri-ciri orang mukmin yang sesungguhnya dan
menyebutkan, Mukmin yang sesungguhnya adalah orang yang menyakini kebenaran
semua nabi dan utusan Allah, bukan orang yang meyakini sebagian tetapi menolak
sebagian yang lain. Ia tidak memiliki fanatisme sesat yang menganggap hanya
dirinyalah Mukmin dan pengikuti agama lain adalah kafir. Jelas sekali bahwa
hanya Mukmin sejati seperti inilah yang akan mendapat rahmat dan inayah ilahi
di dunia dan di akhirat.
ل أن الكتاب أهل يسألك أرنا فقالوا ذلك من أكبر موسى سألوا فقد السماء من كتاباا عليهم تنز فأخذتهم جهرةا الل
اعقة (153) يناامب سلطاناا موسى وآتينا ذلك عن فعفونا البي نات جاءتهم ما بعد من العجل اتخذوا ثم بظلمهم الص
Ahli Kitab meminta kepadamu agar kamu menurunkan kepada mereka sebuah Kitab dari
langit. Maka sesungguhnya mereka telah meminta kepada Musa yang lebih besar dari itu.
Mereka berkata: "Perlihatkanlah Allah kepada kami dengan nyata". Maka mereka
disambar petir karena kezalimannya, dan mereka menyembah anak sapi, sesudah datang
kepada mereka bukti-bukti yang nyata, lalu Kami maafkan (mereka) dari yang demikian.
Dan telah Kami berikan kepada Musa keterangan yang nyata. (12: 153)
Dalam ayat-ayat sebelumnya, al-Quran mengkritik Ahlul Kitab yang membeda-bedakan
para nabi dengan menerima yang ini dan menolak yang itu. Ayat ini menyinggung salah
satu syarat yang diberikan oleh kaum Yahudi Madinah untuk menerima Islam dan
mengatakan, “Mereka meminta kepada Nabi Muhammad Saw bahwa al-Quran,
sebagaimana Taurat, hendaknya diturunkan dari langit secara sekaligus. Padahal
penurunan wahyu adalah hak Allah, bukan hak nabi. Selain itu diturunkan sekaligus
atau bertahap wahyu ilahi tersebut, tidak memiliki pengaruh tentang hak dan bathilnya
wahyu, sebagaimana firman Allah dalam al-Quran surat al-An’am ayat 7, “Dan kalau
Kami turunkan kepadamu tulisan diatas kertas, yang dapat mereka pegang dengan
tangan, tentulah orang-orang yang kafir itu berkata : ini tidak lain hanyalah sihir yang
nyata.”
Waktu itu al-Quran sebagai pendorong semangat Nabi Muhammad Saw,
mengatakan, “Janganlah engkau wahai Muhammad merasa sedih karena orang-orang
Yahudi itu mengajukan sayarat atau alasan seperti itu. Karena sebelum ini pun, nenek
moyang mereka pernah meminta kepada Musa as untuk dpat melihat Allah dengan mata
kepala mereka. Sifat keras kepala itulah yang telah mengakibatkan turunnya azab ilahi
terhadap mereka. Meskipun hujjah dan bukti-bukti yang dibawa oleh Musa as sudah
sempurna, namun mereka masih saja mau menjadikan patung anak sapi sebagai
sesembahan seraya melupakan Allah Swt. Namun dikarenakan mereka bertaubat dan
kembali ke jalan lurus, Allah pun mengampuni mereka.
Dari ayat tadi terdapat dua pelajaran yang dapat dipetik:
1. Mencari kebenaran berbeda dengan mencari-cari alasan. Orang yang benar-benar
mencari hak dan hakikat, akan merasa puas, ketika dalil dan hujjah sudah jelas baginya.
Tetapi orang yang hanya mencari-cari alasan, setiap hari akan mengajukan permintaan-
permintaan baru.
2. Sifat keras kepala, dan ingkar mendatangkan kemarahan ilahi di dunia ini. Jangan
sekali-kali kita mengambil sikap memerangi agama samawi parra Nabi.
داا الباب ادخلوا لهم وقلنا بميثاقهم الطور فوقهم ورفعنا غليظاا ميثاقاا منهم وأخذنا السبت في تعدوا ل لهم وقلنا سج
(154)
Dan telah Kami angkat ke atas (kepala) mereka bukit Thursina untuk (menerima)
perjanjian (yang telah Kami ambil dari) mereka. Dan kami perintahkan kepada mereka:
"Masuklah pintu gerbang itu sambil bersujud", dan Kami perintahkan (pula) kepada
mereka: "Janganlah kamu melanggar peraturan mengenai hari Sabtu", dan Kami telah
mengambil dari mereka perjanjian yang kokoh. (12: 154)
Ayat ini mirip dengan ayat 63 dan 93 Surat al-Baqarah, berbicara mengenai cara-cara
perjanjian Tuhan dengan Bani Israel, mengatakan, “Dengan kehendak Allah Gunung Thur
terangkat dari tempatnya dan berada diatas kepala mereka. Waktu itu Nabi Musa as
menjelaskan perjanjian-perjanjian Allah dan kaum ini pun menerimanya; yang
di antaranya ialah menyembah kepada Tuhan yang Esa, berbuat baik kepada kedua
orang tua, membantu orang-orang miskin, mendirikan sholat dan mengeluarkan
zakat.” Perjanjian-perjanjian ini secara terperinci disebutkan di dalam surat al-Baqarah
ayat 40 dan ayat 83.
Ayat ini juga menyinggung dua hal; pertama, sewaktu memasuki Baitul Maqdis untuk
bertaubat dari dosa-dosa, mereka harus melakukannya dalam keadaan khusyu dan
merendah diri seraya bersujud. Kedua, pada hari Sabtu mereka harus menghentikan
segala bentuk usaha dan kerja. Mereka harus menghormati hukum Allah yang melarang
penangkapan ikan pada hari itu. Tetapi mereka melanggar hukum-hukum Allah ini dan
tidak mentaatinya, meskipun Allah Swt telah mengambil sumpah yang berat terhadap
mereka.
Dari ayat tadi terdapat tiga pelajaran yang dapat dipetik:
1. Menerima suatu agama, tidak hanya dengan akal dan hati, tetapi perjanjian dan
hukum-hukum Ilahi pun harus ditaati secara nyata.
2. Tempat-tempat suci khususnya masjid-masjid memiliki tatakrama khusus yang harus
dijaga guna menghormati kemuliaannya.
3. Sibuk bekerja di waktu yang dikhususkan untuk melakukan ibadah, merupakan
sejenis pelanggaran terhadap hukum-hukum Ilahi.
بآيات وكفرهم ميثاقهم نقضهم فبما طبع بل غلف قلوبنا وقولهم حق بغير النبياء وقتلهم الل رهم بكف عليها الل
قليلا إل يؤمنون فل (111)
Maka (Kami lakukan terhadap mereka beberapa tindakan), disebabkan mereka
melanggar perjanjian itu, dan karena kekafiran mereka terhadap keterangan-keterangan
Allah dan mereka membunuh nabi-nabi tanpa (alasan) yang benar dan mengatakan:
"Hati kami tertutup". Bahkan, sebenarnya Allah telah mengunci mati hati mereka karena
kekafirannya, karena itu mereka tidak beriman kecuali sebahagian kecil dari mereka.
(12: 155)
Sebagai lanjutan ayat sebelumnya yang menyebutkan tentang perjanjian Allah
sementara Gunung Thur diangkat di atas kepala Bani Israel, ayat ini mengatakan, meski
mereka telah menyaksikan semua tanda-tanda atau ayat-ayat Allah ini, namun mereka
kembali mengabaikan perjanjian itu. Mereka bukan bukan hanya melanggar perintah-
perintah Allah, tetapi juga mengingkari mukjizat. Lebih buruk lagi, mereka sampai tega
membunuh nabi-nabi Allah. Dalam rangka membela sikapnya, mereka seraya
mengatakan bahwa hati kami telah terikat kepada perbuatan-perbuatan ini. Kalaupun
kami melakukan penyimpangan, maka yyang demikian itu bukan atas kehendak kami.
Al-Quran dalam menjawab pernyataan mereka, mengatakan, kekafiran, sifat keras
kepala kalian itulah yang telah menyebabkan hati kalian tertutup. Akhirnya, kalian tidak
dapat lagi menemukan jalan keselamatan dan kebahagiaan.
Dari ayat tadi terdapat dua pelajaran yang dapat dipetik:
1. Kufur nikmat kadang-kadang membuat mereka yang sesungguhnya telah
mendapatkan kemerdekaan berkat perjuangan para nabi mereka, menjadi
pembunuh nabi mereka itu.
2. Balasan Allah merupakan hasil dari pemikiran dan perbuatan kita sendiri. Perbuatan-
perbuatan maksiat yang dilakukan dengan ikhtiar dan keinginan sendiri, mendatangkan
balasan-balasan yang bersifat paksaan dan tak dapat ditolak.
ا بهتاناا مريم لىع وقولهم وبكفرهم رسول مريم ابن عيسى المسيح قتلنا إنا وقولهم ( 112) عظيما قتلوه وما الل
يقيناا قتلوه وما الظن ات باع إل علم من به لهم ما منه شك لفي فيه اختلفوا الذين وإن لهم شب ه ولكن صلبوه وما
رفعه بل ( 117) وكان إليه الل ا الل ا عزيزا حكيما (117)
Dan karena kekafiran mereka (terhadap Isa) dan tuduhan mereka terhadap Maryam
dengan kedustaan besar (zina). (12: 156)
Dan karena ucapan mereka: "Sesungguhnya kami telah membunuh Al Masih, Isa putra
Maryam, Rasul Allah", padahal mereka tidak membunuhnya dan tidak (pula)
menyalibnya, tetapi (yang mereka bunuh ialah) orang yang diserupakan dengan Isa bagi
mereka. Sesungguhnya orang-orang yang berselisih paham tentang (pembunuhan) Isa,
benar-benar dalam keragu-raguan tentang yang dibunuh itu. Mereka tidak mempunyai
keyakinan tentang siapa yang dibunuh itu, kecuali mengikuti persangkaan belaka,
mereka tidak (pula) yakin bahwa yang mereka bunuh itu adalah Isa. (12: 157)
Tetapi (yang sebenarnya), Allah telah mengangkat Isa kepada-Nya. Dan adalah Allah Maha
Perkasa lagi Maha Bijaksana. (12: 158)
Pada pembahasan yang lalu telah disebutkan beberapa ayat yang menjadi penyebab
turunnya kemurkaan dan azab Allah kepada Bani Israel. Ayat-ayat ini menjadi kelanjutan
pembahasan sebelumnya yang menyebutkan, orang-orang Yahudi telah menuduh
Maryam yang berjiwa suci dengan tuduhan keji, yaitu melakukan perzinaan, dan dengan
kemukjizatan Isa as segala ketidaklurusan dan ketidakberesan dapat diatasi. Karena
tidak sepantasnya beliau yang diutus untuk memberi hidayah dan menyampaikan risalah
dituduh dengan tuduhan ini. Di sini, Nabi Isa as sebagai argumentasi jawaban atas
tuduhan mereka.
Mereka tidak saja menjelaskan pembicaraan yang tak senonoh semacam itu, tetapi
mereka juga melakukan konspirasi untuk membunuh Nabi Isa as. Mereka menyangka
bahwa yang mereka salib adalah Nabi Isa as. Oleh karenanya dengan nada sombong
mereka berkata, “Kami yang membunuh Isa.” Tapi al-Quran mengatakan, “Salah
seorang diserupakan dengan Isa, lalu mereka salib dan perkara ini menjadi samar bagi
mereka. Karena itu Allah Swt mengangkat Isa as ke langit, sehingga terselamatkan dari
konspirasi mereka.
Dari tiga ayat tadi terdapat tiga pelajaran yang dapat dipetik:
1. Terkadang orang mengejek manusia paling suci, seperti yang dilakukan terhadap
Sayidah Maryam as.
2. Sedemikian rendahnya akhlak sehingga manusia sampai hati membunuh utusan Allah
Swt dan merasa bangga dengan perbuatan itu.
3. Sebagaimana kelahirannya tidak biasa, kepergian Nabi Isa as juga tidak seperti biasa.
Beliau diangkat ke langit oleh Allah Swt.
(59) شهيداا عليهم يكون القيامة ويوم موته قبل به ليؤمنن إل الكتاب أهل من وإن
Tidak ada seorangpun dari Ahli Kitab, kecuali akan beriman kepadanya (Isa) sebelum
kematiannya. Dan di hari kiamat nanti Isa itu akan menjadi saksi terhadap mereka. (12:
159)
Berdasarkan riwayat-riwayat Islam, Nabi Isa as yang naik ke langit dengan kekuasaan
Allah, pada akhir zaman nanti akan turun dari Langit, dan berada dibelakang Imam
Mahdi fa. Beliau merupakan keturunan Nabi Muhammad Saw, yang muncul di
dunia untuk memerangi dan memberantas kezaliman yang merajalela, dan menegakkan
keadilan dan keamanan di atas bumi. Nabi Isa as akan melakukan shalat di belakangnya
sehingga waktu itu seluruh orang-orang Kristen akan beriman kepadanya. Tetapi iman
yang benar tidak menyebut Nabi Isa as sebagai putra Tuhan, bahkan orang-
orang Yahudi juga memberikan persaksian tentang kenabian Isa as.
Dari ayat tadi terdapat dua pelajaran yang dapat dipetik:
1. Kematian adalah sebuah sunnah yang bersifat pasti bagi semua manusia, bahkan bagi
semua nabi-nabi Allah. Nabi Isa as yang hidup berabad-abad di langit, akan turun
kepermukaan bumi dan akan mengalami kematian.
2. Nabi-nabi akan menjadi saksi terhadap amal perbuatan umatnya dan
pada Hari Kiamat kesaksian mereka akan jelas.
منا هادوا الذين من فبظلم هم لهم أحلت طي بات عليهم حر سبيل عن وبصد ا الل (160) كثيرا
Maka disebabkan kezaliman orang-orang Yahudi, kami haramkan atas (memakan
makanan) yang baik-baik (yang dahulunya) dihalalkan bagi mereka, dan karena mereka
banyak menghalangi (manusia) dari jalan Allah, (12: 160)
Kendatipun dalam Taurat yang ada saat ini juga disebutkan bahwa Allah dalam rangka
memberikan sanksi kepada kaum Yahudi yang telah mengharamkan sebagian yang
halal, dengan kedatangan Nabi Isa as hal-hal yang diharamkan tersebut dihapuskan. Hal
ini menunjukkan bahwa kondisi dan perbuatan-perbuatan sementara orang serta
masyarakat memiliki pengaruh dalam memanfaatkan nikmat-nikmat ilahi. Dalam
sebagian ayat-ayat al-Quran lainnya yang kita baca, alasan pengharaman terhadap
nikmat-nikmat ilahi, tidak memperhatikan pada kemiskinan dan anak-anak yatim
dalam masyarakat, meskipun mereka beriman kepada Tuhan dan melaksanakan
perbuatan-perbuatan yang baik, bahkan langit tetap menurunkan berkahnya.
Dari ayat tadi terdapat dua pelajaran yang dapat dipetik:
1. Pengharaman Allah terkadang untuk memberikan sanksi, bukan sebagai sumber
bahaya dan malapetaka atau sumber kekotoran.
2. Mencaci kepada orang lain merupakan unsur yang menjadikan tercegahnya
kelembutan dan nikmat-nikmat Allah.
با وأخذهم ا عذاباا منهم للكافرين وأعتدنا بالباطل الناس أموال وأكلهم عنه نهوا وقد الر (161) أليما
Dan disebabkan mereka memakan riba, padahal sesungguhnya mereka telah dilarang
daripadanya, dan karena mereka memakan harta benda orang dengan jalan yang batil.
Kami telah menyediakan untuk orang-orang yang kafir di antara mereka itu siksa yang
pedih. (12: 161)
Ayat ini merupakan kelanjutan dari ayat-ayat sebelumnya yang menjelaskan saat-saat
turunnya kemurkaan dan azab Allah Swt terhadap Bani Israi. Ayat ini menyebutkan,
“Padahal mereka melarang mengambil riba, tetapi apabila mereka tidak mengindahkan
hukum Allah, dan memakan harta masyarakat dengan cara yang tidak hak, maka
Allah akan memberikan sanksi di dunia atas pengharaman terhadap sebagian hal-hal
yang dihalalkan. Tapi sebenarnya sanksi dan siksaan yang utama besok
pada Hari Kiamat.
Dari ayat tadi terdapat dua pelajaran yang dapat dipetik:
1. Memakan riba diharamkan oleh semua agama ilahi. Semua ajaran samawi sangat
sensitif terhadap penjagaan hak-hak manusia dalam hubungan dengan harta kekayaan.
2. Memakan riba sekalipun dalam kenyataannya merupakan sumber
pendapatan, tetapi pada kenyataannya akan menjadi sanksi dan azab.
اسخون لكن لة والمقيمين قبلك من أنزل وما إليك أنزل بما يؤمنون والمؤمنون منهم العلم في الر لمؤتون وا الص
كاة والمؤمنون الز ا سنؤتيهم أولئك الخر واليوم بالل ا أجرا (162) عظيما
Tetapi orang-orang yang mendalam ilmunya di antara mereka dan orang-orang mukmin,
mereka beriman kepada apa yang telah diturunkan kepadamu (Al Quran), dan apa yang
telah diturunkan sebelummu dan orang-orang yang mendirikan shalat, menunaikan
zakat, dan yang beriman kepada Allah dan hari kemudian. Orang-orang itulah yang akan
Kami berikan kepada mereka pahala yang besar. (12: 162)
Dalam sejumlah pembahasan sebelumnya telah disinggung mengenai sikap
penentangan serta dosa para pembangkang kaum Yahudi. Tetapi di tengah-tengah kaum
ini juga masih terdapat beberapa orang yang saleh, bahkan orang-orang Mukmin yang
sebenarnya dan taat sepenuhnya kepada Tuhan. Al-Quran menerangkan kondisi beberapa
kaum terdahulu yang senantiasa menjaga kejujuran yang sempurna, juga menyinggung
kelompok ini.
Al-Quran mengatakan, “Mereka yang telah meresapkan keimanan kepada Allah di dalam
hatinya, kepada sesuatu yang telah diturunkan dari sisi Allah baik mereka Yahudi
maupun Mukmin, dan dalam amal perbuatan mereka juga ahli shalat dan ibadah. Mereka
bahkan mengeluarkan zakat kepada orang-orang miskin. Oleh karenanya, Allah Swt
menyempurnakan balasan mereka dengan memberikan kemuliaan dan kehormatan
secara sempurna.
Dari ayat tadi terdapat dua pelajaran yang dapat dipetik:
1. Iman kepada Allah dan hakikat tidak mengenal batas teritorial. Setiap orang yang
beriman kepada Allah dari ras dan golongan manapun, pasti akan mendapatkan anugerah
dan bantuan Allah yang khusus.
2. Shalat dan zakat terdapat di seluruh agama ilahi. Tetapi ibadah tanpa berkhidmat
tidak ada artinya. Karena khidmat tanpa ibadah juga akan mendatangkan sifat sombong
dan bangga diri.
السباط و ويعقوب وإسحاق وإسماعيل إبراهيم إلى وأوحينا بعده من والنبي ين نوح إلى أوحينا كما إليك أوحينا إنا
ا داوود وآتينا وسليمان وهارون ويونس وأيوب وعيسى (163) زبورا
Sesungguhnya Kami telah memberikan wahyu kepadamu sebagaimana Kami telah
memberikan wahyu kepada Nuh dan nabi-nabi yang kemudiannya, dan Kami telah
memberikan wahyu (pula) kepada Ibrahim, Isma'il, Ishak, Ya'qub dan anak cucunya, Isa,
Ayyub, Yunus, Harun dan Sulaiman. Dan Kami berikan Zabur kepada Daud. (12: 163)
Ayat ini menyinggung proses pengutusan dan risalah para nabi sepanjang sejarah.
Disebutkan, “Mengapa orang-orang Yahudi dan Kristen sebagai Ahli Kitab merasa heran
bahwa al-Quran telah diturunkan kepadamu. Apakah mereka tidak tahu dan paham
bahwa Allah Swt sepanjang sejarah telah memilih berbagai manusia sebagai nabi. Di
antara para nabi itu adalah Musa dan Isa yang diberikan kepada mereka al-Kitab.
Lalu kenapa mereka tidak bersedia menerima kebenaran wahyu dan beriman
kepada risalah-mu?!
Dari ayat tadi terdapat dua pelajaran yang dapat dipetik:
1. Tujuan seluruh Agama Samawi adalah satu, karena semua itu datang dari satu sumber,
yaitu Allah swt.
2. Perhatian kepada perjalanan Nabi-nabi sepanjang sejarah, akan membantu
menciptakan peluang bagi seseorang menerima kebenaran risalah Nabi Islam saaw.
وكلم عليك نقصصهم لم ورسلا قبل من عليك قصصناهم قد ورسلا ا موسى الل رين لا رس ( 121) تكليما مبش
على للناس يكون لئل ومنذرين ة الل سل بعد حج وكان الر ا الل ا عزيزا (165) حكيما
Dan (Kami telah mengutus) rasul-rasul yang sungguh telah Kami kisahkan tentang
mereka kepadamu dahulu, dan rasul-rasul yang tidak Kami kisahkan tentang mereka
kepadamu. Dan Allah telah berbicara kepada Musa dengan langsung. (12: 164)
(Mereka Kami utus) selaku rasul-rasul pembawa berita gembira dan pemberi peringatan
agar supaya tidak ada alasan bagi manusia membantah Allah sesudah diutusnya rasul-
rasul itu. Dan adalah Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana. (12: 165)
Setelah menyebut nama beberapa nmabi dalam ayat yang lalu, dalam ayat
ini disebutkan, “Jangan menyangka nabi-nabi hanya terbatas pada nama-nama yang
telah Kami sebutkan tadi! Tetapi masih ada beberapa nabi yang nama mereka tidak
disebutkan di dalam al-Quran. Penyebutan mereka hanya lewat peristiwa yang
berhubungan dengan mereka.” Setelah itu, ayat ini menyinggung risalah dan tugas
para nabi dan mengatakan, “Tugas utama para rasul ialah menyampaikan berita
gembira dan ancaman. Risalah yang disampaikan oleh para nabi ini, tak lain merupakan
hujjah bagi Allah atas semua hamba-Nya. Sehingga di hari perhitungan kelak, manusia
tidak akan dapat lagi menyampaikan alasan dengan mengatakan, saya tidak mengetahui
baik dan buruk, sehingga saya tidak dapat beramal sesuai dengannya.”
Alasan mereka yang demikian ini tidak akan diterima. Karena pada kenyataannya
para rasul Allah telah menjelaskan kepada mereka semua perintah dan larangan
Allah Swt. Tentu saja akal manusia pun merupakan hujjah Allah. Akan tetapi, kekuatan
pemahamannya hanya terbatas pada sebagian masalah-masalah duniawi. Oleh
karenanya di Hari Kiamat, Allah akan mengazab mereka yang telah mendengar seruan
para nabi, tetapi menolaknya dengan kesadaran.
Dari dua ayat tadi terdapat tiga pelajaran yang dapat dipetik:
1. Umur manusia tidak cukup untuk mendengarkan seluruh kejadian-kejadian sejarah
dan tidak pula memerlukan untuk mendengar seluruh peristiwa sejarah. Jika seseorang
memiliki kesadaran untuk menerima kebenaran, maka satu saja peristiwa sejarah yang
mengandung pelajaran akan cukup baginya. Karena itu al-Quran menjelaskan hanya
sebagian yang mengandung contoh dari sejarah para nabi, bukannya menukil sejarah
seluruh nabi.
2. Hakikat adalah sesuatu yang pada dasarnya sudah jelas. Tugas para nabi hanya
memberikan peringatan dengan cara memberikan berita gembira dan ancaman.
3. Sekalipun seluruh nabi mendapatkan wahyu dan menjadi lawan bicara Allah, tetapi
Nabi Musa as, termasuk nabi yang paling banyak berbicara langsung dengan Allah Swt.
Hal itu dikarenakan risalah yang diembannya lebih sulit. Hal itu membuat beliau disebut
sebagai Kalimullah.
لكن وكفى يشهدون والملئكة بعلمه أنزله إليك أنزل بما يشهد الل (166) شهيداا بالل
(Mereka tidak mau mengakui yang diturunkan kepadamu itu), tetapi Allah mengakui Al
Quran yang diturunkan-Nya kepadamu. Allah menurunkannya dengan ilmu-Nya; dan
malaikat-malaikat pun menjadi saksi (pula). Cukuplah Allah yang mengakuinya. (12:
166)
Bila ayat-ayat sebelumnya menyinggung orang kafir dan Ahli Kitab yang menentang dan
tidak mau menerima agama Islam, ayat ini justru memberikan semangat kepada Nabi
Muhammad Saw untuk mendakwahkan Islam. Ayat ini menyebutkan, “Apabila
masyarakat mengingkari risalah yang kamu emban dan meremehkannya malah menjadi
bukti kuat akan kebenaran al-Quran berasal dari Allah Swt. Karena kandungan ilmiah al-
Quran bak lautan tak bertepi. Isinya merupakan bukti-bukti gamblang yang
menunjukkan kitab ini bukan hasil pemikiran manusia.
Pada dasarnya, bagaimana mungkin seseorang yang tidak pernah belajar, dan tinggal
di kawasan yang penuh dengan kesyirikan, kebodohan dan khurafat
dapat memberikan pelajaran kepada masyarakat. Belum lagi manusia dewasa ini masih
dapat menikmati nilai dan pentingnya ajaran itu setelah melewati 14 abad? Ajaran Islam
mampu mengubah masyarakat dari umat yang tercerai berai menjadi umat yang satu,
dari syirik menjadi tauhid, dari bodoh menjadi pandai, dari hina menjadi terhormat dan
begitulah seterusnya hingga menjadi sebuat umat Islam yang besar.
Dari ayat tadi terdapat dua pelajaran yang dapat dipetik:
1. Wahyu merupakan sumber ilmu pengetahuan ilahi yang tak terbatas. Karena
itu, dengan majunya ilmu pengetahuan, banyak hal yang terungkap.
2. Dalam agama Islam, sandara yang kokoh itu sendiri adalah Allah Swt. Pengingkaran
manusia tidak akan mempengaruhi Allah Swt.
سبيل عن وصدوا كفروا الذين إن يكن لم وظلموا كفروا الذين إن ( 127) بعيداا ضللا ضلوا قد الل لهم ليغفر الل
على ذلك وكان أبداا فيها خالدين جهنم طريق إل ( 127) طريقاا ليهديهم ول ا الل (169) يسيرا
Sesungguhnya orang-orang yang kafir dan menghalang-halangi (manusia) dari jalan
Allah, benar-benar telah sesat sejauh-jauhnya. (12: 167)
Sesungguhnya orang-orang yang kafir dan melakukan kezaliman, Allah sekali-kali tidak
akan mengampuni (dosa) mereka dan tidak (pula) akan menunjukkan jalan kepada
mereka. (12: 168)
Kecuali jalan ke neraka Jahannam; mereka kekal di dalamnya selama-lamanya. Dan yang
demikian itu adalah mudah bagi Allah. (12: 169)
Pada ayat-ayat sebelumnya telah disinggung sejumlah poin mengenai orang-orang yang
tidak beriman, serta sikap mereka terhadap Islam. Dalam ayat-ayat ini juga diterangkan
mengenai satu kelompok orang-orang kafir yang tidak hanya tersesat, tapi juga berusaha
membuat orang lain tersesat sama seperti mereka. Mereka menganiaya diri mereka
sendiri dan juga terhadap orang lain. Mereka tersesat dan juga menyebabkan kesesatan
orang-orang di sepanjang sejarah. Dengan alasan inilah nampaknya sangat jauh
sekali bila mereka dapat sadar atas kesalahan jalan yang mereka ditempuh. Oleh sebab
itu tidak ada harapan bagi mereka untuk mendapat rahmat dan pengampunan Allah
Swt, bahkan jalan penyelamatan merekapun telah terutup. Karena mereka sendiri telah
menggali jalan masuk ke neraka.
Pada hakikatnya, banyak orang kafir telah menganggap remeh ancaman-ancaman Allah
tersebut. Mereka tidak memandang penting dan serius, padahal pada Hari Kiamat
nanti mereka bakal menyaksikan betapa pedihnya siksaan ini yang bagi Allah hal itu
sangat mudah.
Dari tiga ayat tadi terdapat dua pelajaran yang dapat dipetik:
1. Siksaan merupakan balasan atas kezaliman terhadap dirinya sendiri dan orang lain.
Kezaliman di sini lebih umum dari pemikiran, budaya, dan lain-lain.
2. Segala bentuk kejahatan dan kezaliman merupakan penyebab dijauhkannya
pengampunan dan hidayah Allah Swt serta merupakan penyebab terjerumusnya
kedalam api neraka.
سول جاءكم قد الناس أيها يا ا فآمنوا رب كم من بالحق الر فإن تكفروا وإن لكم خيرا الرض و السماوات في ما لل
وكان ا الل (170) احكيما عليما
Wahai manusia, sesungguhnya telah datang Rasul (Muhammad) itu kepadamu dengan
(membawa) kebenaran dari Tuhanmu, maka berimanlah kamu, itulah yang lebih baik
bagimu. Dan jika kamu kafir, (maka kekafiran itu tidak merugikan Allah sedikitpun)
karena sesungguhnya apa yang di langit dan di bumi itu adalah kepunyaan Allah. Dan
adalah Allah Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana. (12: 170)
Berdasarkan data-data sejarah, para Ahli Kitab khususnya orang Yahudi menanti
kemunculan nabi dari keturunan Arab, berdasarkan berita-berita gembira yang terdapat
didalam Kitab Suci mereka. Demi menyambut kemunculannya, mereka kemudian
berhijrah ke Madinah. Orang-orang Musyrik pun telah mendengar berita ini dan
mereka juga menunggu kehadiran beliau.
Oleh karena itu al-Quran dalam ayat ini menyatakan, “Justru nabi yang kalian tunggu
telah datang kepada kalian dengan kalimat yang hak dan berdasarkan hak pula.
Ketahuilah, apabila kalian beriman kepada nabi tersebut dan melaksanakan kata-kata
beliau, hal ini bermanfaat bagi kalian. Tetapi bila kalian mengingkarinya, maka hal itu
tidak berbahaya sedikitpun bagi Allah. Karena Allah Swt pemilik seluruh yang ada
di langit dan bumi. Allah Swt tidak membutuhkan shalat dan ibadah kalian. Segala
perintah yang diberikan kepada kalian, semuanya berdasarkan ilmu pengatahuan
dan hikmah-Nya yang tidak terbatas, yang justru memperhatikan kemaslahatan kalian.
Dari ayat tadi terdapat tiga pelajaran yang dapat dipetik:
1. Keistimewaan ajaran-ajaran para nabi kembali pada kebenaran yang dibawanya.
2. Orang-orang Mukmin seharusnya memanfaatkan ajaran para nabi dengan keimanan
yang dimilikinya.
3. Pengingkaran terhadap Allah tidak akan mendatangkan bahaya kepada-Nya.
Sementara keimanan kepada akan memberi manfaat kepada pemiliknya.
على تقولوا ول دينكم في تغلوا ل الكتاب أهل يا رسول مريم ابن عيسى المسيح إنما الحق إل الل وكلمته الل
فآمنوا منه وروح مريم إلى ألقاها ا انتهوا ثلثة تقولوا ول ورسله بالل إنما لكم خيرا يكون أن ه سبحان واحد إله الل
وكفى الرض في وما السماوات في ما له ولد له (171) وكيلا بالل
Wahai Ahli Kitab, janganlah kamu melampaui batas dalam agamamu, dan janganlah
kamu mengatakan terhadap Allah kecuali yang benar. Sesungguhnya Al Masih, Isa putera
Maryam itu, adalah utusan Allah dan (yang diciptakan dengan) kalimat-Nya yang
disampaikan-Nya kepada Maryam, dan (dengan tiupan) roh dari-Nya. Maka berimanlah
kamu kepada Allah dan rasul-rasul-Nya dan janganlah kamu mengatakan: "(Tuhan itu)
tiga", berhentilah (dari ucapan itu). (Itu) lebih baik bagimu. Sesungguhnya Allah Tuhan
Yang Maha Esa, Maha Suci Allah dari mempunyai anak, segala yang di langit dan di bumi
adalah kepunyaan-Nya. Cukuplah Allah menjadi Pemelihara. (12: 171)
Doktrin Trinitas hingga kini masih dipegang sebagai keyakinan para pemeluk Kristen.
Doktrin ini meniscayakan adanya Tuhan Bapak, Anak dan Ruhul Qudus. Dalam
pandangan Islam, keyakinan ini dikategorikan syirik. Karena Tuhan anak yang dikenal
juga dalam Islam sebagai Nabi Isa as adalah sama seperti ciptaan Allah Swt yang lain.
Nabi Isa as adalah makhluk dan hamba Allah Swt. Sudah jelas bahwa seorang hamba
tidak akan pernah mencapai derajat Tuhan, sekalipun penciptaannya berbeda dari
manusia-manusia lainnya.
Jika kelahiran Isa as yang hanya melalui ibunya Maryam, yang mengandungnya tanpa
memiliki seorang suami, dianggap sebagai tanda ketuhanannya, maka Nabi Adam as,
yang lahir kedunia tanpa Ayah dan Ibu, tentu lebih dekat kepada kedudukan ketuhanan.
Selain itu, Tuhan tidak memiliki isteri dan sekutu, sehingga Nabi Isa as dapat dianggap
sebagai anak-Nya. Kelahiran Nabi Isa melalui seorang perawan suci, yang tidak pernah
tersentuh seorang lelaki pun, tak lain merupakan tanda dan bukti kekuasaan Allah.
Dengan kehendak-Nya Allah menciptakan Nabi Isa dalam perut ibunya, Sayidah Maryam,
lalu lahir ke dunia.
Dari ayat tadi terdapat dua pelajaran yang dapat dipetik:
1. Berlebih-lebihan dalam urusan Agama akan membuat manusia tergelincir dari jalan
lurus dan tersesat.
2. Semua nabi adalah manusia, sama dengan manusia yang lain, sekalipun kita meyakini
mereka memiliki kedudukan istimewa di sisi Allah.
عبداا يكون أن المسيح ف يستنك لن بون الملئكة ول لل إليه سيحشرهم ف ويستكبر عبادته عن يستنكف ومن المقر
(172) جميعاا
Al Masih sekali-kali tidak enggan menjadi hamba bagi Allah, dan tidak (pula enggan)
malaikat-malaikat yang terdekat (kepada Allah). Barangsiapa yang enggan dari
menyembah-Nya, dan menyombongkan diri, nanti Allah akan mengumpulkan mereka
semua kepada-Nya. (12: 172)
Ayat ini berbicara kepada orang-orang Kristen dengan mengatakan, “Mengapa kalian
membawa Isa as pada kedudukan yang tinggi sebagai Tuhan! Padahal Isa sendiri tidak
pernah merasa hina dengan menjadi hamba Allah. Sebagaimana para malaikat,
meskipun memiliki kedudukan yang amat dekat di sisi Allah, mereka tidak pernah
menolak bahkan merasa bangga dalam kedudukan sebagai hamba. Pada dasarnya,
siapakah yang mampu menunjukkan kebesaran dirinya di hadapan keagungan Allah dan
menolak kedudukan sebagai hamba-Nya?!
Dalam riwayat-riwayat sejarah disebutkan bahwa Imam Ali Ridha as berkata kepada
pemimpin orang-orang Kristen pada waktu itu, “Nabi Isa as memang sempurna dalam
segala hal. Tetapi ia bukan ahli ibadah.” Mendengar ucapan beliau ini pemimpin Kristen
itu marah dan mengatakan, ”Isa lebih banyak beribadah dibanding dengan siapa pun.”
Imam Ridza as berkata kepadanya, ”Beribadah kepada siapa dan siapakah yang
disembah olehnya?” Pemimpin Kristen itu tertegun karena memahami tujuan
pertanyaan Imam Ridha yaitu, bahwa seorang abid (hamba yang beribadah) tidak
mungkin menjadi ma’bud (sesuatu yang disembah).
Dari ayat tadi terdapat dua pelajaran yang dapat dipetik:
1. Dalam urusan agama tidak boleh ekstrim. Nabi Isa as sendiri mengaku bahwa ia
adalah seorang hamba Allah. Lalu mengapa kita menyebutnya sebagai anak Tuhan?
2. Akar penyebab utama seseorang meninggalkan ibadah dan penghambaan diri kepada
Allah ialah watak takabur yang membuat manusia akan terjauh dari seluruh berkah
maknawi.
ا الحات وعملوا آمنوا الذين فأم ا فضله من ويزيدهم أجورهم فيوف يهم الص بهم ف واستكبروا استنكفوا الذين وأم يعذ
ا عذاباا دون من لهم يجدون ول أليما ا ول وليا الل (173) نصيرا
Adapun orang-orang yang beriman dan berbuat amal saleh, maka Allah akan
menyempurnakan pahala mereka dan menambah untuk mereka sebagian dari karunia-
Nya. Adapun orang-orang yang enggan dan menyombongkan diri, maka Allah akan
menyiksa mereka dengan siksaan yang pedih, dan mereka tidak akan memperoleh bagi
diri mereka, pelindung dan penolong selain dari pada Allah. (12: 173)
Ayat ini melanjutkan penjelasan tentang sesatnya keyakinan orang-orang Kristen
mengenai Nabi Isa as. Disebutkan, ”Orang Yahudi dan Kristen yang tetap beriman dan
beramal saleh tetap mendapat pahal dari Allah. Tetapi barangsiapa yang enggan
menerima kebenaran dan menyombong diri di hadapan Allah, maka kelak
pada Hari Kiamat Allah akan memberi azab dan siksaan yang pedih. Karena pada hari
itu hanya iman dan amal saleh yang diterima dan dapat menyelamatkan. Sedang sekadar
mengaku beragama atau menerima seorang nabi tanpa iman dan amal saleh tidak akan
menolong manusia dari azab Allah Swt.
Dari ayat tadi terdapat dua pelajaran yang dapat dipetik:
1.Iman yang benar harus diaktualisasikan dengan amal. Sementara amal tanpa iman
tidak akan diterima Allah.
2.Tanpa iman dan amal perbuatan, kita tidak dapat mengharapkan syafaat, sekalipun
para nabi memiliki kemampuan untuk memberikan syafaat.
ا إليكم وأنزلنا رب كم من برهان م جاءك قد الناس أيها يا ا( 171) مبيناا نورا آمنوا الذين فأم به واعتصموا بالل
ا صراطاا إليه ويهديهم وفضل منه رحمة في فسيدخلهم (175) مستقيما
Hai manusia, sesungguhnya telah datang kepadamu bukti kebenaran dari Tuhanmu.
(Muhammad dengan mukjizatnya) dan telah Kami turunkan kepadamu cahaya yang
terang benderang (Al Quran). (12: 174)
Adapun orang-orang yang beriman kepada Allah dan berpegang teguh kepada (agama)-
Nya niscaya Allah akan memasukkan mereka ke dalam rahmat yang besar dari-Nya
(surga) dan limpahan karunia-Nya. Dan menunjuki mereka kepada jalan yang lurus
(untuk sampai) kepada-Nya. (12: 175)
Ayat ini masih berbicara secara khusus kepata orang-orang Ahli Kitab dan mengatakan,
“Allah Swt dengan mengutus Nabi Muhammad Saw telah menyempurnakan hujjah-nya
atas kalian semua. Karena pengetahuan-pengetahuan yang tinggi dan mulia semacam ini,
yang keluar dari seorang yang tidak pernah belajar, bahkan lahir dan hidup di tengah
masyarakat yang amat terkebelakang, merupakan sebaik-baik bukti bahwa kitab suci
yang ia sampaikan itu benar-benar firman ilahi. Suatu kitab yang menjadi pencerah jalan
kalian, juga petunjuk bagi kalian yang sekaligus menjadi bukti yang jelas bahwa ia datang
dari sisi-Nya. Barangsiapa yang memanfaatkan ajaran kitab ini dan mengamalkan
semua perintah Allah, maka kitab ini akan menghantarkannya kepada kebahagiaan yang
merupakan rahmat dan anugerah Allah. Dengan mengikutinya manusia di dunia dan di
akhirat akan senantiasa di arahkan kepada Allah.
Dari dua ayat tadi terdapat dua pelajaran yang dapat dipetik:
1. Pesan-pesan Islam bersifat universal. Ia berbicara kepada seluruh umat manusia di
setiap zaman dan setiap generasi.
2. Pahala ilahi merupakan kemuliaan dan rahmat Allah, bukan hak dan permintaan
kita kepada Allah. Sebagaimana dasar hidayah, juga merupakan rahmat dari Allah Swt.
قل يستفتونك يكن لم إن ثهاير وهو ترك ما نصف فلها أخت وله ولد له ليس هلك امرؤ إن الكللة في يفتيكم الل
ا الثلثان فلهما اثنتين كانتا فإن ولد لها يبي ن النثيين حظ مثل فللذكر ونساءا رجالا إخوةا كانوا وإن ترك مم لكم الل
تضلوا ن أ (176) عليم شيء بكل والل
Mereka meminta fatwa kepadamu (tentang kalalah). Katakanlah: "Allah memberi fatwa
kepadamu tentang kalalah (yaitu): jika seorang meninggal dunia, dan ia tidak
mempunyai anak dan mempunyai saudara perempuan, maka bagi saudaranya yang
perempuan itu seperdua dari harta yang ditinggalkannya, dan saudaranya yang laki-laki
mempusakai (seluruh harta saudara perempuan), jika ia tidak mempunyai anak; tetapi
jika saudara perempuan itu dua orang, maka bagi keduanya dua pertiga dari harta yang
ditinggalkan oleh yang meninggal. Dan jika mereka (ahli waris itu terdiri dari) saudara-
saudara laki dan perempuan, maka bahagian seorang saudara laki-laki sebanyak
bahagian dua orang saudara perempuan. Allah menerangkan (hukum ini) kepadamu,
supaya kamu tidak sesat. Dan Allah Maha Mengetahui segala sesuatu. (12: 176)
Surat an-Nisaa’ ini diakhiri dengan ayat-ayat yang berbicara tentang hukum warisan bagi
kaum perempuan. Yaitu warisan saudara perempuan dari saudara lelaki, dimana cara
pembagiannya akan berbeda, jika terdapat saudara-saudara perempuan dan lelaki lain.
Sebagaimana yang telah dijelaskan berkenaan dengan ayat 11 surat ini, Allah Swt
sangat menekankan pemberian hak-hak ahli waris, baik anak perempuan maupun lelaki.
Allah meminta kepada mukminin agar berhati-hati dan teliti dalam melaksanakan
hukum-hukum warisan dan wasiat.
Dari ayat tadi terdapat dua pelajaran yang dapat dipetik:
1. Agama bukan semata-mata untuk kebahagiaan ukhrawi, tetapi ia juga memiliki
program untuk kebahagian hidup manusia di dunia. Masalah warisan, dari satu sisi
merupakan masalah ekonomi, dan dari sisi lain merupakan masalah kekeluargaan dan
Islam telah menjelaskan hukum-hukum berkenaan dengan semuanya itu.
2. Saham warisan saudara lelaki dua kali lipat dari saham saudara perempuan dan itu
ditentukan berdasarkanilmu Allah. Penentuan ini bukan karena kondisi khusus pada
zaman Nabi Muhammad Saw, dimana kaum perempuan dianggap sebagai kaum yang
lemah. Karena itu kita harus menerima ketetapan hukum-hukum Allah.