NOTA KEUANGAN
DAN
RANCANGAN ANGGARAN
PENDAPATAN DAN BELANJA NEGARA
TAHUN 1970/1971
DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA
BAB I
U M U M
A. Kebijaksanaan Keuangan
1.1. Pendahuluan
Tahun anggaran 1970-1971 merupakan tahun kedua daripada pelaksanaan Pelita I,
1969-1974. Pelaksanaan pembangunan ini sesuai dengan garis-garis kebijaksanaan yang
telah dituangkan dalam berbagai ketetapan hasil-hasil sidang MPRS tahun 1966, terutama
Ketetapan MPRS XXIII/MPRS/1966. Ketetapan MPRS No.XLI/MPRS/1968 menentukan
bahwa tugas pokok Kabinet Pembangunan adalah melanjutkan tugas-tugas Kabinet Ampera
dengan perincian sebagai berikut :
(a) Menciptakan stabilisasi politik dan ekonomi sebagai syarat untuk berhasilnya
pelaksanaan rencana pembangunan lima tahun dan pemilihan umum
(b) Menyusun dan melaksanakan Rencana Pembangunan Lima Tahun
(c) Melaksanakan Pemilihan Umum sesuai dengan Ketetapan MPRS
No.XLII/MPRS/1968.
(d) Mengembalikan ketertiban dan keamanan masyarakat dengan mengikis habis sisa-sisa
G 30 S/PKI dan setiap perongrongan, penyelewengan serta pengkhianatan terhadap
Pancasila dan Undang-undang Dasar 1945.
(e) Melanjutkan penyempurnaan dan pembersihan secara menyeluruh Aparatur Negara
dari Tingkat Pusat sampai Daerah.
Sudah barang tentu tugas pembangunan itu tidak akan dapat berhasil bila beberapa
prasyarat tidak dipenuhi atau tidak ada.
Prasyarat-prasyarat yang diperlukan untuk berhasilnya pembangunan itu adalah :
(1) Adanya kepemimpinan negara dan pemerintahan yang sepenuhnya merasa dan
bertindak terikat pada usaha-usaha pembangunan;
(2) Terciptanya suatu mentalitas rakyat yang yakin akan berhasilnya suatu pembangunan,
sehingga dengan demikian bersedia untuk memikul segala biaya dan akibat-akibatnya
dan turut serta didalamnya;
(3) Adanya kesepakatan tentang sasaran-sasaran dan cara-cara untuk mencapai sasaran
pembangunan tersebut, sasaran-sasaran dan cara-cara mana haruslah cukup realistis
mengingat kondisi, waktu dan tempat; dengan perkataan lain, harus ada suatu rencana
pembangunan yang baik dan realistis;
1
(4) Memiliki sumber-sumber, baik yang bersifat manusia, kekayaan alam maupun modal,
yang dapat dikerahkan untuk melaksanakan usaha-usaha pembangunan; dan akhirnya
(5) Memiliki perangkat kelembagaan masyarakat yang membantu bahkan turut serta di
dalam usaha-usaha pembangunan.
Suatu usaha pembangunan mensyaratkan adanya suatu ketenangan dan kemantapan
di dalam bidang moneter. Atas dasar itulah Pemerintah telah melaksanakan usaha-usaha
stabilisasi di dalam tahun 1967/1968. Tahun 1969 merupakan tahun pertama kali di mana
Indonesia mengalami suatu kemantapan harga meskipun jumlah uang yang beredar terus
bertambah (lihat grafik). Stabilisasi moneter bukanlah menjadi tujuan akhir Pemerintah.
Kestabilan moneter merupakan salah satu prasyarat ekonomis obyektif yang memungkinkan
berhasilnya usaha-usaha pembangunan ekonomi. Berkat tekad dan kesungguhan masyarakat
bersama Pemerintah untuk sepenuhnya mengabdikan dan melibatkan diri di dalam usaha
stabilisasi dan rehabilitasi itu, maka prasyarat pembangunan tersebut dapat dicapai dalam
suatu jangka waktu yang relatif pendek.
Usaha pembangunan itu sendiri memerlukan pembiayaan yang besar sekali. Seluruh
sumber-sumber pembiayaan pembangunan yang dapat dihasilkan dan disisihkan oleh
masyarakat, baik oleh Pemerintah maupun oleh sektor swasta, merupakan pembatasan yang
mencerminkan sampai di mana usaha-usaha pembangunan dapat dilaksanakan. Pembatasan-
pembatasan pembiayaan ini pulalah yang mengharuskan Pemerintah dan masyarakat untuk
melakukan pilihan di antara banyak bidang sasaran. Untuk itulah harus diadakan prioritas-
prioritas tertentu.
Kondisi-kondisi obyektif yang ada di Indonesia mengharuskan Pemerintah untuk
menentukan sektor pertanian sebagai prioritas utama kegiatan-kegiatan pembangunan
Repelita 1969/1970 – 1973/1974. Dengan terarahnya kegiatan pembangunan pada sektor
pertanian, diusahakn pula secara simultan pembangunan sektor-sektor perekonomian lain
yang akan menunjang sektor pertanian tersebut. Sebaliknya dengan berkembangnya sektor
pertanian itu sendiri diharapkan akan mendorong sektor-sektor lain untuk berkembang.
Jelaslah bahwa berhasilnya usaha pembangunan sesuai dengan strategi umum
Repelita itu bergantung pada 2 hal, yakni : (a) berlangsungnya terus stabilisasi moneter
sebagai landasan pembangunan dan (b) tersedianya dana-dana pembiayaan pembangunan
serta pengarahan kegiatan-kegiatan pembangunan. Di samping itu adanya tekad dan
kesungguhan masyarakat untuk sepenuhnya mengabdikan dan melibatkan diri di dalam
usaha-usaha pembangunan tersebut merupakan pula prasyarat. Dengan demikian tugas untuk
tetap menjaga stabilisasi di samping meningkatkan suber-sumber pembiayaan membawa
2
konsekuensi terhadap kebijaksanaan-kebijaksanaan Pemerintah dalam bidang ekonomi –
keuangan.
1.2. Landasan Pokok Kebijaksanaan APBN 1970/1971
Landasan pokok Kebijaksanaan APBN 1970/1971 didasarkan pada hal-hal sebagai
berikut :
(1) Sesuai dengan ketetapan MPRS XXIII/MPRS/1966 Pemerintah akan tetap
menyelenggarakan kebijaksanaan integral yang mencakup kebijaksanaan budget,
kebijaksanaan fiskal, kebijaksanaan upah, kebijaksanaan neraca pembayaran luar
negeri dan sebagainya disertai dengan perubahan-perubahan institusionil dan
proseduril guna lebih memantapkan stabilisasi sebagai prasyarat pembangunan dan
sesuai dengan skala prioritas pembangunan yang telah dituangkan dalam Repelita
1969/1970 – 1973/1974.
(2) Tetap melaksanakan budget management yang disesuaikan dengan kegiatan-kegiatan
ekonomi di Indonesia dan dengan tahap-tahap pembangunan.
(3) Mengingat akan bertambah besarnya pembiayaan pembangunan di satu pihak dan
makin terbatasnya bantuan program yang nilai lawannya dipergunakan untuk
pembiayaan pembangunan, maka bagian penerimaan dalam negeri yang sejak
pelaksanaan tahun pertama PELITA disisihkan sebagai tabungan Pemerintah untuk
pembiayaan pembangunan harus lebih ditingkatkan dalam tahun anggaran 1970/1971.
(4) Kebijaksanaan di bidang anggaran yang dianut adalah tetap anggaran berimbang.
Tetapi anggaran berimbang ini sifatnya tidak statis. Mengingat di dalam anggaran
berimbang tersebut harus diciptakan public savings yang makin lama makin besar bagi
pembiayaan pembangunan, maka anggaran tersebut merupakan anggaran berimbang
yang dinamis.
(5) Tetap melaksanakan pengintegrasian antara rencana fisik PELITA dengan anggaran
pembangunan dari APBN untuk menjamin berhasilnya pelaksanaan rencana
pembangunan.
(6) Pelaksanaan anggaran tetap disusun atas dasar orientasi pada program (program
oriented budget).
1.2.1. Pokok-pokok Kebijaksanaan Dalam Penerimaan Negara
Khusus mengenai landasan pokok kebijaksanaan APBN yang menyangkut
segi penerimaan dapatlah diperinci sebagai berikut :
3
Dalam segi penerimaan negara selalu diusahakan kebijaksanaan yang dapat
menjamin bagian yang makin meningkat dari pendapatan nasional (GNP). Untuk
tahun anggaran 1970/1971 kenaikan penerimaan negara adalah 40% dibandingkan
dengan tahun anggaran 1969/1970. Didalam rangka meningkatkan penerimaan
Pemerintah tersebut, maka harus dijaga agar tabungan Pemerintah terus meningkat
disamping menjamin pemberian perangsang yang cukup bagi kegiatan-kegiatan
produktif. Sehubungan dengan ini Pemerintah akan menurunkan dan
menyederhanakan tarif-tarif pajak terutama pajak perseroan dan pajak pendapatan.
Untuk pajak perseroan tarif maksimum akan diturunkan dari 60% menjadi 45%,
sedangkan jumlah golongan tarif dari 7 macam disederhanakan menjadi 2 macam
saja.
Dalam hubungan inilah maka Pemerintah bermaksud mengajukan 5 buah
rancangan undang-undang tentang perubahan-perubahan dan tambahan-tambahan
terhadap :
1. Ordonansi Pajak Perseroan 1925
2. Ordonansi Pajak Pendapatan 1944
3. Undang-undang Pajak Dividen 1959
4. Undang-undang No. 1 Tahun 1967 tentang Penanaman Modal Asing
5. Undang-undang No.6 tahun 1968 tentang Penanaman Modal Dalam
Negeri.
Disamping itu dalam rangka meningkatkan penerimaan negara, tetap
diusahakan usaha-usaha intensifikasi dan ekstensifikasi.
Intensifikasi mencakup hal-hal seperti : penetapan dasar pengenaan pajak,
yakni besarnya pendapatan, laba ataupun peredaran, yang lebih sesuai dengan
keadaan yang sebenarnya, sedangkan penagihannnya diawasi dan dijaga supaya
pajak-pajak dibayar tepat pada waktunya.
Dalam hal itu sistim pemungutan MPS dan MPO, yang kini sudah cukup
dikenal masyarakat, akan lebih ditingkatkan kemanfaatannya. Dari masyarakat
sendiri diharapkan adanya kesadaran, rasa tanggung jawab serta kerelaan yang lebih
besar untuk memenuhi kewajiban membayar pajak sebagaimana telah ditetapkan
dalam masing-masing undang-undang pajak yang bersangkutan.
Adapun ekstensifikasi berarti usaha-usaha untuk menjangkau obyek-obyek
serta subyek-subyek yang kini masih lolos dari pengenaan pajak.
4
Kedua usaha tersebut hanya akan berhasil apabila disatu pihak kemampuan
aparatur dan ketertiban administrasi perpajakan sendiri ditingkatkan, dilain pihak
ditempuh usaha-usaha untuk mempertebal kesadaran masyarakat tentang fungsi
perpajakan didalam kehidupan bernegara, tentang diperlukannnya pajak-pajak guna
membiayai kebutuhan-kebutuhan umum.
Demikian pula dalam bidang bea masuk pokok kebijaksanaan yang ditempuh
akan tetap dilaksanakan dalam rangka Peraturan Pemerintah No. 6 bulan Maret 1969
yang kemudian diikuti dengan surat Keputusan Menteri Keuangan RI. No.
Kep.600/MK/III/9/1969 tertanggal 1 September 1969. Dalam bidang cukai,
penetapan harga limit hasil tembakau, penertiban merk hasil tembakau dan usaha
secara langsung mengawasi produksi beberapa hasil tembakau merupakan langkah-
langkah kearah pengamanan penerimaan negara yang berasal dari cukai.
1.2.2. Pokok-pokok Kebijaksanaan Dalam Pengeluaran Negara
Dibandingkan dengan pengeluaran Negara tahun 1969/1970, maka
pengeluaran negara untuk tahun 1970/1971 akan merupakan beban yang lebih berat
bagi Pemerintah. Bila didalam tahun 1969/1970 anggaran rutin berjumlah Rp 204
milyar, maka didalam thaun 1970/1971 akan bertambah besar menjadi Rp 283,4
milyar. Sedangkan anggaran pembangunan (diluar bantuan proyek) akan meningkat
dari Rp 87 milyar di dalam tahun 1969/1970 menjadi Rp 115,8 milyar didalam tahun
1970/1971.
Peningkatan dari pengeluaran negara tersebut meliputi sektor-sektor belanja
pegawai, belanja barang, subsidi daerah otonom, pembayaran hutang, biaya
pemilihan umum dan public savings.
Mengenai belanja pegawai, Pemerintah bermaksud untuk menaikkan gaji
pegawai negeri dan ABRI sebesar 50%. Kenaikan ini hanya sebesar jumlah tersebut
karena terbatasnya kemampuan penerimaan negara dan adanya pengeluaran-
pengeluaran lain yang tidak dapat dielakkan dan haruis dibayar oleh Pemerintah,
misalnya Pemilihan Umum, dan sebagainya.
Pengeluaran lain yang memerlukan pembiayaan yang jauh meningkat
dibandingkan dengan tahun 1969/1970 adalah pembiayaan Pemilihan Umum. Untuk
ini dalma tahun 1970/1971 disediakan Rp 10 milyar. Meskipun sebenarnya keperluan
pembiayan Pemilihan Umum adalah lebih besar daripada jumlah tersebut, tetapi
5
berhubungan terbatasnya dana yang tersedia maka jumlah tersebut adalah yang
maksimal dapat disediakan.
Disamping itu pengeluaran pembangunan juga memerlukan pembiayaan yang
sangat meningkat berhubung dengan adanya faktor-faktor sebagai berikut :
(a) Diperkirakan bahwa untuk tahun anggaran 1970/1971 penyediaan rupiah untuk
“local cost” daripada bantuan proyek akan meningkat menjadi kurang lebih
Rp 32,0 milyar.
(b) Berhubungan adanya keperluan “local cost” yang sangat meningkat tersebut,
diperlukan tambahan biaya untuk proyek-proyek lain yang sekarang sedang
berjalan guna menghindari kemacetan dan kemunduran di dalam pembangunan.
(c) Pembangunan dari daerah Irian Barat yang harus makin ditingkatkan.
(d) Disamping subsidi desa yang juga akan diberikan di dalam tahun 1970/1971 ini
seperti juga di dalam tahun anggaran yang lalu, maka Pemrintah merasa perlu
untuk juga memberikan subsidi kepada kabupaten-kabupaten. Tujuan daripada
subsidi tersebut selain dimaksudkan untuk memperluas lapangan kerja juga
bertujuan mendorong peningkatan usaha dalam kegiatan ekonomi dan produksi
pada tingkat Kabupaten. Dengan demikian dapat lebih dimanfaatkan kelebihan
tenaga kerja yang masih tersedia di daerah tersebut, sehingga pendapatan
daerah dan kesejahteraan rakyat juga akan meningkat lagi.
Untuk tahun-tahun berikutnya pemberian subsidi ini akan dikaitkan dengan
penerimaan daerah. Dengan demikian maka akan diukur dan dinilai pula usaha suatu
daerah Kabupaten didalam meningkatkan penerimaan daerah dari sumber-sumber
didaerahnya.
Dengan demikian maka tabungan Pemerintah yang harus disediakan lebih
besar daripada didalam tahun anggaran yang lalu. Untuk itu diperkirakan tabungan
Pemerintah akan berjumlah Rp 37,1 milyar (menurut perkiraan didalam REPELITA
hanya Rp 33,0 milyar).
Mengenai pembiayaan disekitar belanja barang telah terjadi peningkatan dari
Rp 36,7 milyar menjadi Rp 69,4 milyar; ini berarti suatu kenaikan hampir sebesar
100%. Kenaikan ini sebagian disebabkan keperluan pemeliharaan (maintenance) dan
pelaksanaan proyek-proyek disamping kebutuhan belanja barang yang diperlukan
untuk lebih meningkatkan jalannya roda Pemerintahan.
6
Sebagai akibat daripada usaha Pemerintah untuk meningkatkan gaji pegawai,
maka subsidi daerah otonom juga meningkat yaitu dari Rp 41,4 milyar menjadi
Rp 53,2 milyar.
Mengenai pembayaran hutang-hutang terjadi peningkatan sebagai akibat
semakin besarnya hutang-hutang yang telah jatuh tempo.
1.3. Landasan Pokok Kebijaksanaan Perkreditan Bank
Pada azasnya kebijaksanaan perkreditan Pemerintah dalam tahun 1970/1971 masih
tetap berlandaskan kebijaksanaan perkreditan yang selektif yang mendorong kegiatan-
kegiatan pembangunan. Kebijaksanaan-kebijaksanaan tersebut meliputi kebijaksanaan suku
bunga, pengarahan kredit, penyediaan kredit jangka menengah/panjang untuk investasi dan
penyediaan kredit jangka pendek untuk sektor-sektor produksi dan industri.
Mengenai kebijaksanaan suku bunga debet, seperti dalam tahun 1969/1970, akan
terus disesuaikan sedemikian rupa sehingga akan mendorong kegiatan-kegiatan ekonomi
tanpa mengganggu kestabilan ekonomi. Disamping itu guna menjaga pengarahan kredit ke
sektor-sektor yang lebih prodyktif maka kebijaksanaan “differential interes rates” akan tepat
dilaksanakan.
Begitu pula mengenai kebijaksanaan suku bunga deposito akan disesuaikan dengan
perkembangan ekonomi pada umumnya.
Kebijaksanaan kredit investasi yang telah dimulai sejak bulan April 1969 akan tetap
dilanjutkan untuk 1970/1971 guna lebih memberikan perangsang kepada kegiatan-kegiatan
investasi yang diprioritaskan oleh Pemerintah.
Diperkirakan bahwa ekspansi kredit perbankan untuk tahun 1970/1971 akan
mencapai jumlah Rp 130,0 milyar. Didalam pelaksanan daripada pemberian kredit tersebut
akan tetap diperhatikan situasi dan keadaan moneter pada umumnya.
1.4. Situasi Moneter Internasional
Segala kebijaksanaan yang akan dilakukan Pemerintah tidak terlepas dari situasi
monoter internasikonal. Kalau diperhatikan keadaan moneter pada waktu ini dan
memperkirakan apa yang akan terjadi dalam tahun anggaran 19701971, maka keadaan
tersebut secara umum dapat dikatakan tidak begitu mengkhawatirkan dibandingkan dengan
beberapa tahun yang lalu.
Seperti diketahui, krisis moneter internasional dimulai dengan devaluasi Pound
Sterling Inggris dalam bulan Nopember 1967 yang kemudian diikuti oleh negara-negara
7
commonwealth. Krisis tersebut terjadi sebagai akibat adanya defisit dalam Neraca
Pembayaran Inggris yang sangat berat yang telah menimbulkan balance of payment gap dan
mengakibatkan merosotnya cadangan emas dan devisa secara drastis.
Beberapa bulan kemudian telah terjadi pula kegoncangan moneter internasional yang
kedua sebagai akibat terjadinya krisis emas internasional. Di dalam bulan Maret 1968
ditentukan adanya “two-tier System” untuk emas yang berarti adanya 2 harga untuk emas :
satu harga untuk transaksi emas antar bank sentral beberapa negara besar dan harga yang lain
untuk pasaran bebas emas. Harga untuk antar bank sentral ditentukan sebesar US$ 35 per
ounce sedangkan untuk pasar bebas diserahkan kepada kekuatan permintaan dan penawaran.
Sementara itu dalam tahun 1968 di Perancis telah terjadi kenaikan-kenaikan harga
sebagai akibat tuntutan kenaikan upah buruh yang telah mengakibatkan meningkatnya
ongkos produksi dan aggregate demand. Gejala ini pada akhirnya telah menekan pada
Neraca Pembayaran luar negeri sehingga terjadi defisit yang menyebabkan merosotnya
cadangan emas dan devisa pula. Pada bulan November 1968 Pemerintah Perancis terpaksa
mengumumkan devaluasi mata uang Franc.
Pada waktu yang bersamaan keadaan moneter di Jerman Barat menunjukkan gejala
yang sebaliknya dibandingkan dengan di Inggris dan Perancis. Keadaan perekonomian
adalah demikian pesatnya sehingga nilai mata uang DM menjadi sangat kuat. Neraca
Pembayaran luar negerinya menunjukkan surplus yang sangat besar yang telah menyedot
cadangan emas dan devisa dari negara-negara lain. Dengan adanya tekanan-tekanan tersebut
Pemerintah Jerman Barat terpaksa melepaskan nilai paritasnya terhadap emas dan US$ dan
menyerahkan kursnya kepada suatu “floating rate” dan kemudian diakhiri dengan suatu
revaluasi di dalam bulan Oktober 1969.
Kegoncangan yang di satu pihak berbentuk devaluasi dan di lain pihak revaluasi pada
hakekatnya bersumber pada ketidakseimbangan kekuatan ekonomi di antara negara-negara
yang mata uangnya dianggap sebagai cadangan alat pembayaran internasional. Sebagai
akibat hal-hal yang disebutkan itu maka terasa sekali gangguan terhadap kelancaran lalu-
lintas pembayaran internasional. Untuk mengatasi hal ini IMF telah mengambil berbagai
langkah untuk menetralisir akibat-akibat negatifnya.
Didalam sidang tahunan Dana Moneter Internasional 1969 yang baru lalu telah
diambil keputusan yang mengijinkan negara-negara yang ekonomi lemah untuk
mempergunakan “hak tarik dana khusus” (special drawing right) untuk menambah liquiditas
dalam perdagangan luar negeri negara-negara yang bersangkutan yang dapat dipergunakan
untuk memenuhi kewajiban-kewajiban internasionalnya.
8
Jumlah SDR yang disediakan IMF adalah US$ 9,5 milyar yang akan dibagikan di
dalam 3 tahun. Untuk tahun pertama (1970) akan disediakan US$ 3,5 milyar, sedangkan
untuk tahun kedua (1971) dan tahun ketiga (1972) masing-masing disediakan US 3,0 milyar.
Besarnya SDR bagi masing-masing negara tergantung pada quota negara-negara mereka.
70% daripada SDR ini dapat digunakan secara bebas sedangkan yang 30% pada akhir tahun
harus dikembalikan kepada IMF. SDR tidak dapat digunakan oleh negara-negara yang
mengalami surplus di dalam Neraca Pembayarannya tetapi untuk kelebihan SDR-nya IMF
membayar bunga.
Disamping penciptaan SDR ini IMF dan Bank Dunia menganjurkan agar negara yang
maju tetap memenuhi kewajibannya untuk menyisihkan 1% dari Pendapatan Nasional
mereka untuk bantuan-bantuan luar negeri.
Dalam bidang ekspor diharapkan bahwa harga-harga daripada barang-barang ekspor
kita yang berada pada tingkatan yang menguntungkan akan tetap bertahan. Demikian pula
dalam bidang impor dapat diharapkan tidak akan terjadi kenaikan-kenaikan harga sehingga
tidak akan merugikan “terms of trade” Indonesia.
Keadaan moneter internasional dan indikator-indikator ekonomi internasional selalu
akan diperhatikan Pemerintah untuk menentukan kebijaksanaan APBN dan kebijaksanaan-
kebijaksanaan ekonomi lainnya.
1.5. Landasan Pokok Kebijaksanaan Dalam Penanaman Modal Asing dan
Penanaman Modal Dalam Negeri
Di dalam melaksanakan pencapaian sasaran dalam pembangunan, maka pemerintah
berusaha untuk merangsang sebanyak mungkin dana, baik di dalam sektor pemerintahan
sendiri maupun dlaam sektor swasta, dalam dan luar negeri, karena pemerintah berkeyakinan
bahwa pendobrakan keterbelakangan ekonomi tidaklah mungkin dilakukan dengan
permodalan yang kecil. Saling berkaitannya pelbagai sektor menandakan betapa luas dan
banyaknya modal yang dibutuhkan. Oleh karena itu maka keserasian dan harmoni dalam
kerjasama antara sektor Pemerintah dan Swasta dalam maupun luar negeri sangatlah
dibutuhkan.
Haruslah diakui bahwa selama kemampuan kita masih terbatas, maka perlu
dimanfaatkan dana-dana luar negeri sepanjang hal tersebut tidak diikuti ikatan-ikatan politik
dan dapat dipertanggungjawabkan penggunannya secara ekonomis. Tujuan terpenting
penanaman modal asing adalah sebagai alat pembantu untuk mempercepat proses
9
pengolahan kekayaan alam kita yang potensiil menjadi kekayaan yang riil terutama selama
kita sendiri belum mampu melaksanakannya.
Landasan pokok daripada penanaman modal asing dan penanaman modal dalam
negeri pada hakekatnya berdasarkan pada Undang-undang No.1 tahun 1967 dan No. 6 tahun
1968 serta Ketetapan MPRS No. XXIII/MPRS/1966 tentang Pembaharuan Kebijaksanaan
Landasan Ekonomi, Keuangan dan Pembangunan.
Dalam pelaksanaan Undang-undang tersebut oleh Pemerintah telah dikeluarkan
beberapa keputusan baik yang mengenai bidang perpajakan maupun yang mengenai bidang
bea dan cukai. Dalam bidang perpajakan telah dikeluarkan :
a. Instruksi Presidium Kabinet No. 06/EK/IN/I/1967 tanggal 27 Januari 1967 yang
mengatur tentang pedoman pelaksanaan Undang-undang No. 1 tahun 1967
b. Instruksi Menutama EKKU No.IN/026/MEKKU/IV/1967 tanggal 1 April 1967 yang
mengatur tax holiday bagi investasi baru oleh perusahaan-perusahaan asing yang
dikembalikan.
c. Instruksi Presidium Kabinet No. 36/U/IN/6/1967 tanggal 3 Juni 1967 mengenai
pemberian tambahan tax holiday 1 tahun untuk proyek-proyek yang mengadakan joint
enterprise.
Dalam bidang bea dan cukai telah dikeluarkan :
a. Surat Keputusan Menteri Keuangan No. 156/Men.Keu/1967 tanggal 3 Agustus 1967
yang kemudian disempurnakan dengan surat keputusan No. Kep-246/M/IV/9/1968
tanggal 5 September 1968, yang mengatur pemberian fasilitas pembebasan/keringanan
bea masuk dan pajak penjualan impor, terhadap barang-barang modal yang diimpor.
b. Surat Keputusan Menteri Keuangan No. Kep-342/MK/III/5/1969 tanggal 23 Mei 1969
tentang pemberian fasilitas pembebasan/keringanan bea masuk dan pajak penjualan
impor terhadap barang-barang modal yang diimpor dengan mempergunakan DICS-Rp.
Sedang dalam rangka memanfaatkan dan merangsang agar modal nasional/domestik
turut serta di dalam pembangunan, maka Undang-undang No.6 tahun 1968 merupakan
landasan pokok bagi penanaman modal dalam negeri. Sebagai pelaksanaan lebih lanjut, telah
pula dikeluarkan beberapa ketentuan baik yang mengatur pemberian fasilitas perpajakan
maupun bea dan cukai.
Ketentuan-ketentuan yang telah dikeluarkan dalam rangka pelaksanaan penanaman
modal dalam negeri adalah :
a. Surat Keputusan Ketua Panitia Tehnis Penanaman Modal No.01/Kep/PTPM/68 tanggal
18 November 1968 tentang prosedure pengajuan permohonan fasilitas PMDN.
10
b. Surat Keputusan Menteri Keuangan No.Kep-24/MK/II/1/1969 tanggal 21 Januari 1969
tentang fasilitas-fasilitas di bidang perpajakan :
a. tax holiday (pajak perseroan dan pajak dividen);
b. bea materai modal;
c. pemutihan modal;
d. pajak kekayaan atas modal yang ditanam.
c. Surat Keputusan Menteri Keuangan No. Kep-202/MK/IV/3/1969 tanggal 28 Maret 1969
tentang fasilitas-fasilitas bea masuk dan pajak penjualan impor.
d. Surat Keputusan Menteri Keuangan No.Kep-611/MK/III/9/1969 tanggal 3 September
1969 tentang fasilitas bea masuk dan pajak penjualan impor (PMDN dan PMA), khusus
mengenai pembangunan/rehabilitasi hotel tingkat internasional.
Dalam pemberian fasilitas penanaman modal, Pemerintah berpegang teguh pada
kebijaksanaan ekonomi sebagai keseluruhan. Pemberian fasilitas hanyalah diberikan kepada
investor-investor yang benar-benar melakukan penanaman modal dengan mempertaruhkan
modalnya terhadap resiko yang harus dihadapi serta yang proyeknya benar-benar sangat
diperlukan masyarakat.
Di samping memberikan perangsang-perangsang, juga harus diperhitungkan bahwa
penanaman modal baru tidak boleh mematikan bahkan sebaliknya harus lebih menyehatkan
cara kerja dan management daripada perusahaan-perusahaan yang telah ada (asas proteksi).
Akhirnya selalu diperhitungkan pula bahwa pemberian fasilitas kepada perusahaan
penanaman modal baru tidak boleh mengganggu kebijaksanaan keuangan negara
(penerimaan negara) dan kebijaksanaan moneter yang dilaksanakan Pemerintah.
Seperti dijelaskan di atas, pemberian perangsang dalam rangka penanaman modal
dimaksudkan untuk menarik modal baik dari luar negeri maupun nasional yang belum
dimanfaatkan untuk usaha produktif, agar mau menanamkannnya di dalam usaha-usaha
produktif terutama dalam bidang penggalian kekayaan alam. Selain itu juga dimaksudkan
untuk menciptakan lapangan kerja baru, mendatangkan skill dan teknik modern dan lain-lain
hal sehubungan dengan pembangunan ekonomi.
Dengan adanya fasilitas penanaman modal dalam negeri, kredit investasi dan lain-
lain memungkinkan mereka mengadakan pembaruan teknik, management dan organisasinya
sehingga dengan demikian mereka akan lebih maju. Dalam kebijaksanaan perekonomian
dewasa ini dan dalam suasana pembnagunan sekarang, tidak pada tempatnya lagi usaha-
usaha yang bekerja dengan sistim jatah, sistim lisensi, sistim golongan dan sebagainya
11
seperti di masa-masa lampau, melainkan harus didasarkan atas prinsip-prinsip ekonomi
secara rasionil.
B. Perkembangan Harga, Gaji, Produksi dan Penanaman Modal
Dibandingkan dengan tahun-tahun sebelumnya, tahun 1969 menunjukkan
perkembangan yang cukup menggembirakan. Perbedaan tersebut secara fundamental
terutama terdapat dalam bidang-bidang perkembangan harga, lalu lintas devisa, perkreditan
dan investasi/produksi.
Di bidang perkembangan harga, maka selama sembilan bulan pertama dalam tahun
1969 tingkat harga menunjukkan perkembangan yang jauh lebih bantap dan stabil. Apabila
dalam tahun 1966 tingkat harga telah mengalami kenaikan yang sangat tinggi yaitu lebih dari
600%, maka dalam periode terakhir ini kenaikannya hanya berjumlah 4%. Lebih-lebih bila
diperhatikan bahwa kestabilan ini telah dapat dicapai meskipun jumlah uang yang beredar
terus bertambah. Kalau di dalam tahun 1967 setiap pertambahan uang beredar selalu
mengakibatkan kenaikan harga, maka keadaan ini tidak terjadi lagi dewasa ini. Perbedaan
yang fundamentil ini menunjukkan bahwa pertambahan jumlah uang tersebut dapat
dikendalikan dan diarahkan oleh pemerintah. Dengan tercapainya kemantapan harga maka
telah timbul kembali kepercayaan masyarakat terhadap mata uang rupiah.
Hal ini akan lebih jelas lagi apabila dilihat perkembangan di bidang lalu lintas devisa.
Dengan adanya kemantapan kurs BE dan DP yang terjadi untuk jangka waktu yang lama
yang berbeda pula dengan keadaan sebelumnya, maka telah terjadi pengaliran kembali
devisa yang dahulu justru melarikan diri dari Indonesia. Pada gilirannya gejala ini
menambah supply devisa dalam negeri dan memperkuat kestabilan kurs devisa yang pada
akhirnya menambah pula kemantapan harga pada umumnya.
Di bidang suku bunga telah pula terjadi perubahan yang fundamentil jika
dibandingkan dengan masa yang lalu. Jika dahulu tingkat bunga di pasar bebas dapat
mencapai lebih dari 20% sebulan, maka sebagai hasil daripada kebijaksanaan suku bunga
Pemerintah, suku bunga pada waktu ini dapat ditekan menjadi sekitar 6% sebulan.
Kalau dahulu Pemerintah tidak dapat mengendalikan suku bunga pasar bebas dan
terpaksa mengikuti saja gerak arahnya, maka sekarang Pemerintah justru mengendalikan
kekuatan-kekuatan pasar bebas itu sesuai dengan kebijaksanaan ekonomi Pemerintah.
Dengan pengendalian itu maka kegiatan spekulatip dapat dialihkan ke arah kegiatan-kegiatan
yang produktif.
12
Masalah daya beli rakyat adalah masalah ekonomi secara keseluruhan. Jika keadaan
ekonomi bertambah baik, maka yang sedemikian itu akan membawa kekuatan pula pada
daya beli. Dalam suasana inflasi, daya beli rakyat akan terus menerus merosot.
Pada hakekatnya usaha stabilitasi pemerintah dalam tahun 1967 – 1968 adalah usaha
untuk memberikan kemantapan pada daya beli rakyat. Namun demikian, harus disadari
bahwa daya beli rakyat masih harus terus ditingkatkan. Yang sedemikian ini hanya dapat
dicapai dengan kerja keras, dengan terus menerus meningkatkan investasi dan penanaman
modal, dengan terus menerus memperluas produksi serta dalam suatu suasana yang stabil
baik ekonomis maupun politis.
Di dalam hubungan ini perlu ditegaskan kembali peringatan yang diberikan di dalam
REPELITA (Bab I) sebagai berikut :
“Oleh karena itu maka perlu diperingatkan bahwa pembangunan tidaklah segera
akan memberi kepuasan dan pemenuhan secara menyeluruh. Lain dari pada itu perlu pula
dikemukakan bahwa ikhtiar pembangunan tidaklah identik dengan hasil pembangunan.
Semua orang menghasrati pembangunan untuk memetik hasil-hasil dan manfaat
pembangunan. Akan tetapi mengusahakan pembangunan memerlukan sikap hidup yang
berani mengurangi konsumsi, berani menabung dan memupuk modal serta rela untuk
dipajak. Usaha pembangunan memerlukan cucuran keringat, kerja keras dan pengorbanan
yang tidak kecil.
Hasil pembangunan ini tidak segera akan terasa. Hasil jerih payah hari ini baru
akan terpetik beberapa waktu kemudian. Menyadari hal ini sepenuhnya maka sudah
sewajarnya apabila kita tidak mengharap terlalu banyak dalam waktu terlalu pendek.
Yang penting adalah agar masyarakat Indonesia mengetahui ke arah mana bangsa
dan negara kita di bawa. Apa yang dapat diharapkan terjadi di hari esok. Apa perspektif di
masa depan. Dan apa pula yang belum dapat diharapkan dengan segera.”
1.6. Perkembangan Harga, Gaji dan Upah
1.6.1. Perkembangan Harga
Perkembangan harga-harga dalam semester pertama dari masa pelaksanaan
PELITA tahun pertama ini dapat dilihat pada perkembangan angka-angka indeks
harga 62 macam barang dan jasa (indeks biaya hidup), indeks harga 9 bahan pokok
dan indeks harga beras di Jakarta. Dapat ditambahkan pula bahwa di samping indeks
tersebut dapat dilihat pula perkembangan harga-harga barang ekspor penting dan kurs
valuta asing di Jakarta sebagai di muat dalam Tabel-tabel yang dilampirkan.
13
a. Indeks Biaya Hidup
Angka indeks biaya hidup di Jakarta seperti dimuat dalam Tabel 1.1. selama
periode triwulan II 1969/1970 ini menunjukkan kenaikan pada bulan Juli dan
Agustus masing-masing sebesar + 1,87% dan + 3,04% dan pada bulan September
menunjukkan penurunan sebesar – 1,12% sehingga selama triwulan tersebut
terdapat kenaikan indeks sebesar + 3,79% atau rata-rata sebesar + 1,26% per
bulan. Dari Tabel 1.2. ternyata kenaikan tersebut terjadi pada semua sektor
indeks biaya hidup, yang masing-masing sebesar + 1,09% pada sektor makanan,
+ 3,10% pada sektor perumahan, + 0,71% pada sektor pakaian dan +1,45% pada
sektor lain-lainnya. Sebaliknya angka-angka indeks di dalam periode triwulan I
1969/1970 menunjukkan penurunan total – 6,18% selama triwulan tersebut atau
rata-rata – 2,06% per bulan. Dengan demikian dapat diambil kesimpulan bahwa
untuk semester I tahun pertama pelaksanaan PELITA ini indeks biaya hidup
menunjukkan suatu penurunan. Jika dibandingkan dengan kenaikan yang terjadi
pada masa Januari – Maret 1969 yang lalu yakni sebesar + 2% per bulan, maka
kenaikan yang terjadi pada masa Juli – September ini sebesar + 1,26% terutama
sebagai akibat dari kenaikan indeks harga yang terjadi pada bulan Agustus
sebesar + 3,04%. Pada Tabel 1.2. indeks biaya hidup pada sektor perumahan
dalam bulan Juli mengalami kenaikan sebear + 7,14% dan pada sektor makanan
dalam bulan Agustus menunjukkan kenaikan sebesar + 5,10%.
b. Indeks Harga 9 Bahan Pokok
Indeks harga 9 bahan pokok di Jakarta selama periode triwulan II 1969/1970
mengalami kenaikan rata-rata sebesar + 5,37% per bulan. Untuk bulan Juli,
Agustus dan September masing-masing sebesar + 2,38%, + 10,45% dan + 3,27%.
Dibandingkan dengan keadaan pada masa triwulan I – 1969/70 dimana terdapat
penurunan rata-rata – 4,88% per bulan, kenaikan pada truwulan II – 1969/70
cukup berarti. Kenaikan yang agak besar terjadi pada bulan Agustus yakni
sebesar + 10,45% sebagai akibat dari kenaikan harga beras dan harga bahan lain-
lain pada minggu ke-IV dan V bulan Agustus. Kenaikan yang terjadi dalam bulan
Agustus itu sebagian diimbangi dengan berkurangnya kenaikan dalam bulan
September yakni hanya sebesar + 3,27%.
c. Indeks Harga Beras
Harga beras di Jakarta (Tabel 1.1.) pada periode triwulan II – 1969/70 ini
menunjukkan kenaikan pula dengan terjadinya kenaikan sebesar +20% dalam
14
bulan Agustus. Dalam bulan Juli tidak terdapat kenaikan harga, sedangkan dalam
bulan September hanya ada sedikit saja perubahan harga sehingga kenaikan rata-
rata adalah sebesar + 7,86% per bulannya. Dalam periode Januari – Juni 1969
terdapat penurunan rata-rata per bulan sebesar – 3,13%. Masalah dan
kebijaksanaan harga beras tetap mendapat perhatian besar dari Pemerintah,
terutama di dalam menghadapi hari-hari raya pada akhir tahun 1969agar harga
beras tidak mempengaruhi kestabilan harga-harga umumnya.
d. Indeks Harga Emas, BE, DP dan Valuta Asing
Harga emas (Tabel 1.5.) selama periode triwulan II – 1969/70 menunjukkan
harga yang stabil selama dua bulan pertama yakni masing-masing 0,00% (nol)
dalam bulan Juli dan Agustus dan dalam bulan September terdapat penurunan
sebesar – 1,67% (harga emas 24 karat). Periode triwulan Januari – Maret dan
April – Juni tahun 1969 menunjukkan penurunan rata-rata masing-masing sebesar
– 1,84% dan – 1,54%.
Dibandingkan dengan periode triwulan II – 1969/70 dimana angka penurunan
rata-rata sebesar – 0,56% per bulan, dapat dikatakan bahwa harga emas (24 karat)
adalah stabil. Harga BE (Tabel 1.5.) dalam periode truwulan II – 1969/70 tetap
bertahan pada kurs Rp 326,- untuk setiap US$. Karena keadaan ini telah terjadi
sejak bulan Oktober 1968 yang lalu, maka kurs BE telah stabil untuk jangka
waktu kurang lebih satu tahun lamanya. Harga DP selama periode triwulan II –
1969/70 tidak mengalami kenaikan. Dalam periode Januari – Juni 1969 yang lalu
terlihat adanya tendensi penurunan sebear – 1,46% per bulan, sedang untuk
periode Juli – September keadaan harga/kurs DP tetap stabil. Kurs valuta asing di
pasaran bebas Jakarta untuk bulan Juli dan Agustus mengalami penurunan
masing-masing sebesar – 0,03% dan – 0,17%; dan untuk bulan September
sebesar 0,00% (stabil) sehingga untuk masa Juli – September 1969 ini terdapat
penurunan sebear – 0,07% per bulan (lihat Tabel 1.4.). Dibandingkan dengan
periode Januari – Juni yang lalu dimana penurunan rata-rata sebesar – 0,89% per
bulan, harga valuta asing di pasaran bebas adalah stabil pada dua bulan terakhir
triwulan II – 1969/70. Angka-angka di atas menunjukkan bahwa nilai rupiah kita
di pasaran valuta asing telah menunjukkan kemantapan dan kepercayaan yang
bertambah besar dari masyarakat pada umumnya.
15
e. Harga Hasil Bumi Ekspor Golongan A
Harga beberapa hasil bumi ekspor di pasar luar negeri dan lokal dalam periode
triwulan II – 1969/70 mengalami kenaikan, kecuali biji sawit yang mengalami
tendens harga menurun. (lihat Tabel 1.6. dan Tabel 1.7.). Harga rata-rata karet
RSS III di pasar luar negeri untuk triwulan II – 1969/70 tercatat sebesar US$ 26
cts/lb per bulannya, sedang untuk triwulan Januari – Maret dan triwulan I –
1969/70 masing-masing tercatat sebesar US$ 22 cts/lb dan US$ 24 cts/lb per
bulannya. Dari angka-angka tersebut ternyata bahwa tendens kenaikan harga
karet di pasar luar negeri telah terjadi sejak awal tahun 1969, kenaikan mana
diikuti pula oleh kenaikan harga lokal/dalam negeri sebagaimana terlihat pada
harga rata-rata karet di pasar lokal Jakarta pada periode triwulan Januari – Maret,
I dan I I – 1969/70 yang masing-masing adalah sebear Rp 138,-; Rp 152,- dan
Rp 163,- per kg. Harga kopra rata-rata di pasar luar negeri Manila pada periode
triwulan II – 1969/70 mengalami tendens kenaikan dengan catatan harga sebesar
US$ 200,81/longton. Dibandingkan dengan kejadian pada masa triwulan I –
1969/70 yang mengalami tendens menurun, maka tendens pada periode triwulan
II ini menunjukkan suatu kenaikan yang mendekati harga yang tercatat pada
triwulan Januari – Maret 1969, yakni sebesar US$ 201,48/longton. Kenaikan
harga tersebut diikuti pula dengan kenaikan harga lokal di Sulawesi yang
mencatat harga rata-rata Rp 52,57/kg untuk masa triwulan II – 1969/70. Harga
kopi (robusta) di pasar luar negeri Singapore mengalami penurunan di dalam
triwulan I, II dan III tahun 1969 yang masing-masing tercatat sebesar Str$
90,14/pic, Str$ 79,52/pic dan Str$ 74,49/pic dan di pasar New York untuk
triwulan II – 1969 mengalami kenaikan dengan catatan sebesar US$ 27 cts/lb
sedang untuk triwulan II – 1969 tercatat sebesar US$ 26 cts/lb. Kenaikan yang
terjadi di pasar New York tidak mempunyai pengaruh terhadap harga pasar lokal.
Pada waktu ini harga Singapore yang mempunyai pengaruh terhadap harga lokal.
Hal ini ternyata dari harga lokal di Jakarta yang telah menurun sampai
Rp 75,70/kg sedang untuk triwulan-triwulan Januari- Maret dan April-Juni 1969
masing-masing tercatat sebesar Rp 111,67 dan Rp 89,67 per kg. Harga Lada
hitam di pasar luar negeri New York pada triwulan I, II dan III tahun 1969
masing-masing mencatat sebesar US$ 32 cts, US$ 34 cts, dan US$ 40 cts per lb,
sehingga terlihat adanya kenaikan harga. Kenaikan tersebut diikuti pula oleh
kenaikan harga lokal di Jakarta untuk triwulan I, II dan III tahun 1969 masing-
16
masing tercatat Rp 157,85; Rp 176,66 dan Rp 192,41 per kg. Harga timah di
pasar luar negeri London pada periode triwulan II – 1969/70 masih menunjukkan
tendens kenaikan. Dari catatan harga-harga di pasar luar negeri, untuk periode
triwulan I sampai akhir triwulan III tahun 1969 ini masing-masing tercatat
sebesar : £ 1370; £ 1420 dan £ 1465 per long ton. Dari angka-angka yang tercatat
di pasar luar negeri maupun di pasar lokal, jelas terlihat bahwa harga hasil bumi
ekspor golongan A pada periode triwulan II – 1969/70 cukup baik.
IndeksOktober'66 = 100
IndeksOktober'66 = 100
IndeksRata-rata '66 = 100
1965 Desember 15,23 46,171966 Maret 29,48 + 34,97 70,31 + 25,37
Juni 46,99 + 16,91 80,46 + 14,44September 73,38 + 13,38 110,10 + 36,87Desember 106,92 + 10,23 116,76 - 140,80 + 27,88
Rata-rata 1966 - + 18,85 - - 100,00 26,14
1967 Maret 136,63 + 10,80 154,18 + 11,38 187,16 + 12,15Juni 154,05 + 1,21 153,64 - 1,89 181,90 - 4,01September 171,85 + 5,93 191,82 + 14,86 244,86 + 21,53Desember 226,31 + 8,81 345,92 + 17,94 504,30 + 22,18
Rata-rata 1967 - + 6,69 - + 10,55 - + 12,95
1968 Maret 356,47 + 17,39 652,35 + 23,61 996,94 + 26,39Juni 369,22 + 0,55 545,59 - 5,05 748,58 - 7,99September 409,18 + 2,74 558,16 - 0,74 783,56 + 0,71Desember 424,54 + 2,00 518,99 - 1,00 703,10 - 1,94
Rata-rata 1968 - + 5,76 - + 4,21 - + 3,94
1969 Januari 449,40 + 2,16 516,79 - 0,29 671,62 - 3,03Februari 456,72 + 1,63 521,07 + 0,83 671,62 0,00Maret 466,83 + 2,21 506,70 - 2,76 650,63 - 3,13April 447,22 - 4,20 483,16 - 4,65 598,16 - 8,06Mei 444,40 - 0,63 454,57 - 5,92 545,49 - 8,77Juni 438,42 - 1,35 436,10 - 4,06 524,70 - 3,85Juli 446,63 + 1,87 446,50 + 2,38 524,70 0,00Agustus 460,22 + 3,04 493,14 + 10,45 629,65 + 20,00September 458,52 - 0,37 509,38 + 3,27 652,27 + 3,59Oktober 469,23 + 2,34 570,44 + 12,01 770,27 + 18,09NopemberDesember
Rata-rata 1969
Triwulan I + 2,00 - 0,74 2,05II - 2,06 - 4,88 6,89III + 1,57 + 5,37 + 7,86IV
Sumber : Biro Pusat Statistik; diolah kembali oleh Departemen Keuangan
INDEKS BIAYA HIDUP, INDEKS 9 MACAM BAHAN POKOK DAN INDEKS HARGA BERAS DI JAKARTA, 1965 - 1969
Tabel 1.1
Biaya Hidup 9 Macam Bahan Pokok BerasTahun/Bulan
( % ) ( % ) ( % )
17
18
%
39,8
19,
243,
12-
5,80
5,85
2,61
4,28
3,71
0,25
-1,
323,
693,
64+
5,76
2,16
1,63
2,21
+2,
00
-4,
20-
0,63
-1,
35-
2,06
+1,
87+
3,04
-0,
37+
1,51
+2,
34N
opem
ber
Des
embe
rR
ata-
rata
Sum
ber :
Biro
Pus
at S
tatis
tik; d
iola
h ke
mba
li ol
eh D
epar
tem
en K
euan
gan
(100
%)
Inde
ks%
Inde
ks%
Inde
ks%
Inde
ks%
Inde
ks(O
kt'6
6=10
0)(O
kt'6
6=10
0)(O
kt'6
6=10
0)(O
kt'6
6=10
0)(O
kt'6
6=10
0)
1968
Janu
ari
420,
7949
,54
280,
745,
9115
4,67
23,3
822
9,54
22,7
633
2,24
Febr
uari
465,
0310
,51
267,
09-
4,86
163,
595,
7725
3,22
10,3
236
2,93
Mar
et46
7,60
0,55
286,
197,
1516
6,29
1,65
293,
7616
,01
374,
25A
pril
417,
35-
10,7
530
2,64
5,75
186,
421,
2130
7,82
4,79
352,
25M
ei43
0,14
3,06
443,
7146
,61
202,
678,
7231
1,90
1,33
372,
85Ju
ni44
1,27
2,59
391,
30-
11,8
122
1,03
9,06
332,
936,
7438
2,59
Juli
460,
504,
3637
3,56
-4,
5324
6,55
11,5
434
6,10
3,96
398,
97A
gust
us46
8,58
1,75
367,
29-
1,68
262,
576,
5038
6,84
11,7
741
3,76
Sept
embe
r46
5,80
-0,
6036
7,29
0,00
264,
450,
7239
8,70
3,06
414,
80O
ktob
er45
3,64
-2,
6136
7,29
0,00
272,
513,
0540
0,25
0,39
409,
32N
opem
ber
458,
651,
1036
8,39
0,30
307,
7112
,92
734,
168,
4742
4,42
Des
embe
r46
3,47
1,05
449,
5222
,02
323,
105,
0045
7,39
5,35
439,
89R
ata-
rata
196
845
1,52
+5,
0535
5,42
+5,
4123
0,96
+7,
4634
6,05
+7,
9139
8,86
1969
Janu
ari
470,
101,
4344
9,52
0,00
326,
431,
0348
0,78
5,11
449,
40Fe
brua
ri47
9,01
1,90
456,
611,
5832
7,29
0,26
488,
771,
6645
6,72
Mar
et48
4,99
1,25
486,
026,
4432
5,98
-0,
4051
5,10
5,39
466,
83R
ata-
rata
Triw
ulan
I+
1,53
+2,
67+
0,29
7+
4,05
Apr
il45
0,54
-7,
1048
2,84
-0,
0532
5,73
-0,
077
517,
86+
0,54
447,
22M
ei44
1,75
-1,
9548
2,55
-0,
0632
6,40
-0,
2152
8,74
+2,
1044
4,40
Juni
434,
13-
1,72
473,
00-
1,98
325,
62-
0,24
524,
82-
0,74
438,
42R
ata-
rata
Triw
ulan
II-
3,59
-0,
90-
0,18
+0,
63
Juli
434,
67+
0,12
508,
06+
7,41
331,
59+
1,83
547,
52+
4,33
446,
63A
gust
us45
6,83
+5,
1051
7,61
+1,
8833
2,14
+0,
1754
7,63
+0,
0246
0,22
Sept
embe
r *)
447,
88-
1,96
517,
610,
0033
2,57
+0,
1354
7,39
-0,
0445
8,52
+1,
09+
3,10
+0,
71+
1,45
Okt
ober
485,
50+
8,40
437,
40-
15,5
032
1,76
-3,
2554
6,02
-0,
2546
9,23Um
um
Tab
el 1
.2.
IND
EK
S B
IAY
A H
IDU
P D
I JA
KA
RT
A (B
ER
DA
SAR
KA
N 6
2 M
AC
AM
BA
HA
N),
1968
- 19
69
Tahu
n / B
ulan
Mak
anan
(63%
)Pe
rum
ahan
(11%
)Pa
kaia
n (9
%)
Lain
-lain
(17%
)
Macam
Baran
gUn
it1. B
eras
liter
32,00
32,00
30,75
28,90
26,13
25,00
25,80
29,84
31,30
36,80
2. Ikan
kg159
,82167
,68170
,53162
,71161
,61160
,09151
,71150
,00149
,71147
,803. M
inyak
Goren
gbtl
81,61
85,72
82,14
79,28
76,97
73,75
75,57
75,54
74,79
75,00
4. Gula
Pasir
kg65,
0063,
9361,
8865,
0079,
9169,
2063,
2159,
6859,
7162,
405. G
aram
Bataa
nbat
a13,
7914,
5214,
5514,
8615,
0015,
0015,
6416,
3415,
6415,
006. M
inyak
Tanah
btl4,3
94,5
44,8
54,5
54,5
14,2
04,5
64,8
84,8
44,8
07. S
abun C
ucibtg
40,54
43,30
43,22
42,43
42,14
40,71
42,00
42,14
42,00
40,80
8. Teks
tilmt
r110
,18110
,71110
,36110
,00110
,00108
,57113
,15114
,65115
,71114
,609. B
atiklbr
426,79
428,57
425,00
421,43
421,43
421,43
427,14
430,36
435,71
435,70
1. Bera
slite
r556
,52556
,52534
,78502
,61454
,43434
,78448
,70518
,96544
,35640
,002. I
kan As
inkg
694,87
729,04
741,43
707,43
702,65
699,52
650,60
652,17
650,91
642,40
3. Miny
ak Go
reng
btl582
,92612
,28586
,71566
,28549
,78526
,78539
,78539
,57534
,21535
,714. G
ula Pa
sirkg
650,00
639,30
618,80
650,00
799,10
692,00
632,10
596,80
597,10
624,00
5. Gara
m Ba
taan
bata
913,24
961,59
963,58
984,10
993,38
993,38
1035,7
6108
2,12
1035,7
6993
,386. M
inyak
Tanah
btl313
,57324
,29346
,43325
,00322
,14300
,00325
,71348
,57345
,71342
,867. S
abun C
ucibtg
405,40
433,00
432,20
424,30
421,40
407,10
420,00
421,40
420,00
408,00
8. Teks
tilmt
r367
,26369
,03367
,86366
,66366
,66361
,90377
,16382
,16385
,70382
,009. B
atiklbr
189,67
190,46
188,87
187,28
187,28
187,28
189,82
191,25
193,63
193,63
516,79
521,07
506,70
483,16
454,57
436,10
446,50
493,14
509,28
570,44
Tabel
1.3.
HARG
A DAN
INDE
KS 9 B
AHAN
POKO
K DI J
AKAR
TA (H
ARGA
DALA
M Rp
) TAH
UN 19
69
Indeks
Rata-
rata (
Dasar
: 4 O
ktober
1966
= 100)
Indeks
Kese
luruh
an
Nop
Oktob
erSep
tember
Agust
usMa
retFe
bruari
Janua
riJu
liJu
niMe
iAp
ril
-0,2
9+
0,83
-2,8
1-
4,65
-5,9
2-
4,06
+2,0
6+
2,38
+10,
4512,
01Su
mber :
Biro
Pusat
Statis
tikCa
tatan :
Pada b
ulan J
uli 19
69 Mi
nggu k
e I, II
& III
harga
beras
Rp 25
/ltrDio
lah ke
mbali
oleh D
eparte
men K
euanga
nMi
nggu k
e IV m
enjadi
Rp 26
/ltrMi
nggu k
e V m
enjadi
Rp 28
/ltr
Kena
ikan I
ndeks
(%)
Desem
berem
ber
19
Har
ga (R
p)In
deks
Har
ga (R
p)In
deks
Har
ga (R
p)In
deks
Har
ga (R
p)In
deks
Har
ga (R
p)
1965
Des
1)
30.0
0080
065
.000
55.0
00
1966
Mar
et 2
)Ju
niSe
ptD
es
128,
3389
,28
-5,
6536
,67
91,6
7-
4,17
283,
3394
,44
-26
,67
111,
6782
,71
-9,
8314
0,00
Rat
a-ra
ta 1
966
1967
Mar
et12
8,33
91,6
6+
1,59
41,5
010
3,75
+4,
8631
9,67
106,
55+
7,48
121,
3389
,87
+6,
4615
2,71
Juni
135,
8397
,02
+6,
5642
,33
105,
83+
6,29
328,
3310
9,44
+5,
6212
1,67
90,1
2+
3,36
157,
04Se
pt16
5,00
117,
86+
3,33
51,5
012
8,75
+0,
5937
5,00
125,
00+
4,61
155,
6711
5,31
+7,
7418
6,79
Des
183,
0013
0,71
+7,
3553
,33
133,
33+
1,90
413,
3313
7,78
+0,
9517
0,00
125,
93+
4,73
204,
92R
ata-
rata
196
715
3,04
109,
31+
4,76
47,1
311
7,92
+3,
4135
9,08
119,
69+
4,66
142,
1710
5,31
+5,
5717
5,37
1968
Mar
et28
6,67
204,
7613
,22
80,0
020
0,00
+15
,15
543,
3318
1,11
+13
,58
263,
3319
5,06
+14
,38
293,
33Ju
ni32
3,33
230,
956,
7610
3,07
257,
42+
9,14
756,
6725
2,28
+9,
2630
9,40
253,
87+
10,5
238
1,47
Sept
406,
6729
0,48
16,6
913
2,50
331,
25+
12,4
194
6,77
315,
59+
7,39
442,
8732
8,05
+7,
7948
2,30
Des
435,
5831
3,51
-0,
8413
7,17
342,
92-
2,66
958,
9431
6,31
-1,
0045
6,32
353,
44-
0,78
497,
01R
ata-
rata
196
836
3,88
259,
93+
8,96
113,
8428
2,92
+8,
5180
1,43
267,
16+
7,31
375,
4827
7,61
+7,
9841
3,51
1969
Jan
410,
0029
2,85
-1,
5012
8,13
320,
210,
0094
7,46
315,
82-
5,87
441,
1332
6,77
-4,
3448
1,68
Feb
393,
7528
1,25
-3,
9612
5,50
314,
06-
1,95
908,
8330
2,94
-4,
0842
4,78
314,
68-
3,70
463,
22M
aret
333,
5027
3,93
-2,
6012
2,40
306,
00-
2,57
887,
4429
5,82
-2,
3541
3,92
306,
61-
2,57
451,
82A
pril
381,
8827
2,77
-0,
4212
1,88
304,
69-
0,43
883,
4629
4,49
-0,
4541
1,93
305,
13-
0,48
449,
79M
ei37
8,00
270,
00-
1,02
120,
0030
0,00
-1,
5486
7,79
289,
30-
1,76
407,
2630
1,68
-1,
1344
3,26
Juni
378,
0027
0,00
-0,
0012
2,50
306,
25+
2,08
864,
5028
8,17
-0,
3940
4,50
299,
63-
0,68
442,
38Ju
li37
7,00
269,
29-
0,26
123,
0030
7,50
+0,
4186
5,00
288,
35+
0,06
404,
0029
9,26
-1,
2344
2,23
Agu
st37
8,00
270,
00+
0,26
122,
5030
6,25
-0,
4186
2,00
287,
33-
0,35
403,
5029
8,87
-0,
1244
1,50
Sept
378,
0027
0,00
0,00
122,
5030
6,25
0,00
862,
0028
7,33
0,00
403,
5029
8,87
0,00
441,
50O
kt37
9,00
270,
71+
0,26
123,
0030
7,50
+0,
4185
8,50
286,
17-
0,40
404,
5029
9,63
0,25
441,
25N
opD
esR
ata-
rata
196
9R
ata-
rata
Tr
iw. I
395,
7528
2,68
-2,
6912
5,34
313,
42-
1,51
914,
5830
4,86
-4,
1042
6,61
312,
69-
3,53
465,
57
US$
$ SI
NG
APO
RE
£ IN
GG
RIS
$ A
UST
RA
LIA
TA
HU
N/B
UL
AN
RA
Tab
el 1
.4H
AR
GA
RA
TA
-RA
TA
IN
DE
KS
BE
BE
RA
PA V
AL
UT
A A
SIN
G D
I JA
KA
RT
A, 1
965
- 196
9(D
ASA
R H
AR
GA
RA
TA
-RA
TA
OK
TO
BE
R 1
966
= 10
0)
Ken
aika
n (%
)K
enai
kan
(%)
Ken
aika
n (%
)K
enai
kan
(%)
Inde
ks 91,0
614
,93
99,3
2+
5,62
102,
14+
5,40
121,
49+
4,80
133,
28+
3,20
114,
06+
1,58
190,
79+
13,4
124
8,13
+8,
7131
3,63
+8,
3932
3,38
-0,
9126
8,96
+7,
40
313,
29+
3,06
301,
28-
3,83
293,
87-
2,46
292,
55-
0,45
288,
30-
1,45
287,
73-
0,20
287,
64-
0,03
287,
15-
0,17
287,
150,
0028
7,00
0,05
302,
81-
1,08
Rat
a-ra
ta
Triw
. II
379,
2927
1,59
-0,
4812
1,46
303,
65+
0,04
871,
9229
0,65
-0,
8740
7,90
302,
15-
0,76
445,
1428
9,53
-0,
70R
ata-
rata
Triw
. III
377,
6726
9,76
0,00
122,
6730
6,67
0,00
863,
0028
7,66
-10
,10
403,
6729
9,00
-0,
4544
1,75
287,
31-
0,07
Rat
a-ra
taTr
iw. I
V
Sum
ber :
Biro
Pus
at S
tatis
tikD
iola
h K
emba
li ol
eh D
epar
tem
en K
euan
gan
1). P
erat
uran
uan
g ba
ru m
ulai
ber
laku
tang
gal 1
4-2-
1965
(Pen
pres
No.
27 ta
hun
1965
) Rp
1.00
0,- =
Rp
1,-
2). M
ulai
bul
an F
ebru
ari 1
966
mat
a ua
ng A
ustra
lia d
igan
ti da
ri PO
UN
D k
e D
OLL
AR
TA
-RA
TA K
enai
kan
(%)
20
Harg
aHa
rga
Harg
aHa
rga
Harg
arat
a-rata
(Rp)
rata-r
ata (R
p)rat
a-rata
(Rp)
rata-r
ata (R
p)ra
ta-rat
a (R
1966
Okt
200,0
010
0,00
-17
5,00
100,0
0-
170,0
010
0,00
-85
,0010
0,00
-9
1967
Mare
t20
7,50
103,7
5-
196,3
311
7,38
-18
6,67
109,8
0-
99,75
117,3
3-
116
Juni
208,0
010
4,00
+3,1
119
8,00
113,3
3+
3,05
189,0
011
1,18
+2,9
512
6,00
114,6
7+
9,76
134
Sept
237,0
011
8,67
+2,5
722
6,33
129,3
3+
2,94
216,3
312
7,26
+2,8
114
2,33
168,0
0+
2,44
138
Des
259,0
012
9,67
+7,0
824
8,00
141,7
2+
6,97
237,6
713
9,80
+7,1
317
4,80
205,6
7+
11,96
19Ra
ta-rat
a 196
722
7,88
114,0
2-
217,3
312
4,19
-20
7,42
122,0
0-
135,7
815
9,75
-14
5
1968
Mare
t35
7,38
195,3
3+
11,40
367,5
020
9,99
+10
,6834
2,17
201,4
7+
9,51
234,6
731
5,33
+10
,3528
Juni
452,3
822
6,33
+3,8
940
3,00
229,6
8+
11,61
387,3
322
7,84
+12
,2929
0,00
341,3
3+
4,63
314
Sept
581,1
828
0,42
+7,6
156
1,17
354,0
0+
7,59
542,8
331
9,31
+7,8
030
9,60
364,3
3+
1,57
380
Des
675,3
833
7,69
+0,0
365
8,33
376,1
9+
2,29
639,9
837
5,98
+2,5
032
5,00
382,6
7+
0,88
436
Rata-
rata 1
968
524,0
525
9,94
+5,7
350
2,75
284,1
4+
0,07
477,9
628
1,15
+8,0
229
3,98
350,9
2+
4,36
354
1969
Jan
660,0
033
0,00
-1,1
164
0,00
365,7
1-
1,16
620,0
036
4,74
-1,5
932
6,00
384,0
00,0
040
Feb
607,5
030
3,75
-7,9
558
5,00
334,2
9-
8,59
562,5
033
0,88
-9,2
832
6,00
384,0
00,0
039
Mare
t62
9,00
314,5
0+
3,54
629,0
035
9,43
+7,5
258
8,00
345,8
8+
4,53
326,0
038
4,00
0,00
38Ap
ril60
2,50
301,2
5-
4,21
602,5
034
4,29
-4,2
152
6,50
330,8
8-
4,34
326,0
038
4,00
0,00
38M
ei60
0,00
300,0
0-
0,41
580,0
033
1,43
-3,4
456
0,00
329,4
1-
0,44
326,0
038
4,00
0,00
37Ju
ni60
0,00
300,0
00,0
058
0,00
331,4
30,0
056
0,00
329,4
10,0
032
6,00
384,0
00,0
037
Juli
600,0
030
0,00
0,00
580,0
033
1,43
0,00
560,0
032
9,41
0,00
326,0
038
4,00
0,00
37Ag
t60
0,00
300,0
00,0
058
0,00
331,4
30,0
056
0,00
329,4
10,0
032
6,00
384,0
00,0
037
Sept
590,0
029
5,00
-1,6
757
0,00
325,7
11,7
355
0,00
323,5
3-
1,69
326,0
038
4,00
0,00
37Ok
t58
0,00
290,0
0-
1,69
560,0
032
0,00
1,75
540,0
031
7,65
-1,8
232
6,00
384,0
00,0
037
Nop
--
--
--
--
--
--
B. E
E M
A S
24
E M
A S
23
E M
A S
22
+ %
Inde
ksIn
deks
+ %
Tabe
l 1.5
HARG
A RA
TA-R
ATA
DAN
INDE
KS R
ATA-
RATA
EM
AS S
ERTA
KUR
S DA
N IN
DEKS
RAT
A-RA
TA B
E &
DP
DI JA
KART
A, 19
66-1
969
(DAS
AR IN
DEKS
& H
ARGA
RAT
A-RA
TA O
KTOB
ER 19
66 =
100)
TAHU
N/BU
LAN
+ %
Inde
ks+
%In
deks
21
p)
5,00
100,0
0-
,4712
2,67
-,30
141,3
3+
7,99
,4816
6,67
+3,5
22,7
920
3,00
11,91
,4915
8,42
-
8,00
303,0
0+
8,57
,0033
0,67
+3,4
0,73
401,0
0+
11,65
,3345
9,33
+1,9
8,76
373,5
0+
5,51
8,50
430,0
0-
1,38
3,50
413,6
8-
3,80
2,75
402,8
9-
2,61
1,59
401,6
7-
0,30
9,22
399,1
9-
0,62
9,00
399,0
0-
0,05
9,00
399,0
00,0
09,0
039
9,00
0,00
9,00
399,0
00,0
09,0
039
9,00
0,00
--
-De
s-
--
--
--
--
--
--
--
Rata-
rata 1
969
Rata-
rata
Triw
. I63
1,17
316,0
8-
1,84
618,0
035
3,14
-0,7
459
0,17
347,1
6-
2,11
326,0
038
4,00
0,00
394,5
241
5,52
-2,6
0Ra
ta-rat
a Tr
iw. I
I60
0,83
300,4
2-
1,54
587,5
033
5,72
-2,5
556
0,90
329,9
0-
1,59
326,0
038
4,00
0,00
379,6
039
9,95
-0,3
2Ra
ta-rat
a Tr
iw. I
II59
6,67
289,3
3-
0,56
576,6
732
9,52
-0,5
855
6,67
327,4
5-
0,56
326,0
038
4,00
0,00
379,0
039
9,90
0,00
Sumb
er : B
iro P
usat
Stati
stik
Diola
h kem
bali
oleh D
epart
emen
Keu
anga
n
D. P
Inde
ks+
%
1968 Jan 61,50 266,46 24,00 331,03 97,50 230,33 86,27 212,33Feb 59,93 259,66 26,50 365,52 130,00 307,11 108,45 266,92Maret 62,44 270,54 36,75 506,90 131,00 309,47 126,03 310,19April 70,55 305,68 37,50 517,24 136,50 322,47 122,80 302,24Mei 81,15 351,60 46,00 634,48 136,50 322,47 119,93 295,18Juni 87,44 378,86 46,00 634,48 132,50 313,02 118,39 291,39Juli 100,33 434,71 42,50 586,21 127,50 300,02 108,12 266,11Agt 100,88 437,09 40,00 551,72 110,00 259,86 161,25 396,87Sept 109,08 472,62 38,00 524,14 107,50 253,96 100,00 246,12Okt 130,12 563,78 38,25 527,59 164,50 388,61 95,00 233,82Nop 128,40 556,33 41,00 565,52 158,00 373,26 95,00 233,82Des 126,00 545,93 40,00 551,72 166,25 392,75 110,00 270,74
Rata-rata 1968 93,11 403,60 38,04 524,71 133,10 314,44 109,66 277,14Rata-rata Triwulan I 61,29 265,56 29,09 401,15 119,50 282,30 106,92 263,11Rata-rata Triwulan II 79,71 345,38 43,17 595,40 135,17 319,32 120,37 296,27Rata-rata Triwulan III 103,43 448,12 40,25 554,02 114,83 271,28 123,12 303,03Rata-rata Triwulan IV 128,17 555,35 39,75 548,28 162,92 384,87 100,00 246,13
1969 Jan 124,10 537,69 50,70 847,17 165,00 389,79 110,00 270,74Feb 135,13 585,49 49,10 677,24 157,50 372,08 110,00 270,74Maret 155,54 673,92 50,38 694,90 151,56 358,04 115,00 283,04April 156,12 676,43 49,39 681,24 166,25 392,75 109,00 268,28Mei 149,10 646,01 48,26 665,66 173,12 408,98 95,00 191,42Juni 150,82 653,47 51,00 703,45 190,62 450,32 75,4 *) 159,98Juli 163,42 708,06 51,70 713,10 186,00 439,40 72,95 179,55Agt 177,44 768,80 55,00 758,62 200,62 473,94 78,75 193,82SeptOktNopDes
Rata-rata 1969Rata-rata Triwulan I 138,26 559,03 50,06 739,77 157,85 373,30 111,67 274,84Rata-rata Triwulan II 152,01 658,64 49,55 683,45 176,66 417,35 89,67 206,56Rata-rata Triwulan III 163,89 710,11 52,57 725,06 192,41 454,55 75,70 177,78Rata-rata Triwulan IV
Sumber : Biro Pusat StatistikDiolah kembali oleh Departemen Keuangan*) Angka Sementara
HargaIndeks (Okt'66=100)
Indeks (Okt'66=100)Harga Harga Harga
Tabel 1.6PERKEMBANGAN HARGA LOKAL BEBERAPA HASIL BUMI EKSPOR GOLONGAN A DI JAKARTA 1968 - 1969
(Dalam Rp/Kg)
TAHUN/BULANR S S I Kopra (Sul) Lada Putih Kopi Robusta
Indeks (Okt'66=100)
Indeks (Okt'66=100)
22
Str.$
/Pic
US$
/LB
Putih
Hita
mLa
mpu
ngPa
lem
bang
Br.P
/LB
US$
/Ct/L
B(S
inga
pore
)(N
ew Y
ork)
(Lon
don)
(New
Yor
k)
1967
Des
16,3
915
,93
45,8
026
1,85
-88
,53
-36
,13
31,2
01.
352,
3919
68Ja
n15
,91
15,9
745
,03
243,
76-
91,7
5-
36,4
130
,93
1.31
9,92
Feb
15,6
315
,54
43,4
326
5,18
-93
,19
-38
,44
36,3
41.
316,
50M
aret
16,0
216
,09
45,3
026
4,94
-91
,35
-37
,44
33,6
31.
320,
52A
pril
16,5
116
,21
42,9
727
1,47
-89
,30
-34
,87
34,8
51.
268,
05M
ei17
,72
16,8
948
,00
284,
01-
88,0
4-
35,3
534
,95
1.30
5,72
Juni
19,3
118
,93
54,1
325
9,19
-90
,06
-33
,41
33,5
01.
304,
75Ju
li19
,03
18,6
653
,43
157,
49-
89,4
8-
32,7
230
,86
1.30
2,34
Agt
18,8
619
,19
54,1
421
0,67
-90
,03
-32
,38
31,3
51.
296,
78Se
pt18
,27
18,9
053
,72
198,
53-
91,0
029
,60
32,3
835
,23
1.28
2,11
Okt
19,8
319
,53
55,3
119
0,89
194,
6094
,72
29,4
833
,68
30,1
01.
311,
21N
op20
,50
20,0
256
,73
194,
2319
6,85
94,7
529
,88
34,4
435
,50
1.44
6,45
Des
20,3
620
,23
57,6
219
9,38
205,
6591
,85
28,7
234
,32
35,0
01.
381,
66Ra
ta-ra
ta 1
968
18,1
618
,01
50,8
222
8,31
-91
,29
-34
,65
33,5
21.
321,
33Ra
ta-ra
ta T
riw. I
15,8
515
,87
44,5
925
7,96
-92
,10
-37
,43
33,8
31.
318,
98Ra
ta-ra
ta T
riw. I
I17
,85
17,3
448
,37
271,
56-
89,1
3-
34,5
434
,43
1.29
2,84
Rata
-rata
Triw
. III
18,7
218
,92
53,7
618
8,90
-90
,17
-32
,49
32,4
91.
293,
74Ra
ta-ra
ta T
riw. I
V20
,23
19,9
356
,55
194,
8319
9,03
93,7
729
,36
34,1
533
,53
1.37
9,77
1969
Jan
20,8
120
,47
58,2
720
9,94
210,
6091
,00
28,6
830
,93
35,6
01.
367,
00Fe
b22
,00
22,2
362
,98
195,
7819
8,40
90,2
928
,90
32,1
630
,00
1.37
2,00
Mar
et24
,15
24,4
969
,04
198,
7220
0,26
89,1
328
,84
32,5
029
,91
1.37
2,00
Apr
il24
,61
24,4
871
,00
193,
6719
5,98
83,1
726
,46
33,3
832
,90
1.40
0,72
Mei
23,9
523
,93
68,2
918
4,10
185,
4280
,11
25,8
934
,88
34,5
01.
422,
00Ju
ni24
,47
24,4
770
,04
187,
3419
0,10
75,2
725
,15
34,5
634
,02
1.43
6,00
Juli
25,8
925
,85
73,6
519
9,01
200,
7573
,38
24,7
535
,95
34,5
01.
455,
65A
gt27
,63
27,4
978
,99
199,
2920
0,85
73,1
526
,53
40,3
835
,10
1.46
8,10
Sept
26,3
525
,95
74,5
820
4,57
205,
5776
,95
28,9
951
,49
50,7
71.
470,
63O
ktN
op
KA
RET
R S
S II
I
Br.P
./l b
(Lon
don)
Str.$
.Ct/l
b
(Sin
gapo
re)
US$
.$/L
t
(Man
ila)
MIN SA
TIM
AH
KO
PI R
OBU
STA
KO
PRA
US$
/Lt
(L
ondo
n)
Tabe
l 1.7
PER
KEM
BAN
GA
N H
AR
GA
BEB
ERA
PA H
ASI
L BU
MI E
KSP
OR
GO
LON
GA
N A
DI P
ASA
R IN
TER
NA
SIO
NA
L, 1
967
- 196
9
TAH
UN
/BU
LAN
E (L Ex. S
LAD
A
US$
.Ct/l
b
(N
ew Y
ork)
E £ /L
t (L
ondo
n)
--
-84
,50
28,5
083
,50
79,7
087
,50
79,7
091
,00
77,1
391
,33
73,1
386
,91
66,5
766
,81
61,4
366
,80
57,5
865
,66
57,2
264
,02
57,0
066
,30
57,0
070
,40
-77
,06
-85
,17
76,6
589
,75
61,8
666
,42
53,7
466
,91
-71
,48
-71
,50
174,
6067
,90
172,
0063
,59
165,
2561
,94
160,
2759
,46
163,
4559
,50
171,
2559
,50
-60
,65
Des
Rata
-rata
196
9Ra
ta-ra
ta T
riw. I
22,3
522
,40
63,4
320
3,09
203,
0990
,14
28,8
131
,88
31,8
71.
370,
33-
70,2
9Ra
ta-ra
ta T
riw. I
I24
,34
24,3
969
,78
188,
3719
0,50
79,5
225
,83
34,2
733
,81
1.41
9,57
165,
8461
,63
Rata
-rata
Triw
. III
26,6
226
,43
75,7
420
0,81
202,
3974
,49
26,7
642
,61
40,1
21.
464,
79-
59,8
8
Sum
ber :
Lem
baga
Pen
yalu
ran
Perd
agan
gan
Dep
arte
men
Per
daga
ngan
Dio
lah
kem
bali
oleh
Dep
arte
men
Keu
anga
n
YA
K
WIT
BIJI
SA
WIT
£ /L
t on
don)
um
atra
E £ /L
t (L
ondo
n)
Ex. N
iger
ia
23
1.6.2. Perkembangan Gaji dan Upah
Dalam rangka stabilitasi dan pembangunan beberapa kebijaksanaan tarif dan
harga dari barang-barang dan jasa-jasa milik Pemerintah telah disesuaikan dan
disempurnakan. Kebijaksanaan tersebut pada umumnya berbentuk subsidi harga
penjualan dan/atau subsidi harga dari bahan baku.
Subsidi dari harga bahan baku telah diberikan bersamaan dengan subsidi
harga penjualan pada produksi bahan makanan pokok, misalnya beras. Pemerintah
menjamin harga padi kering sawah Rp 13,20/kg agar petani mendapat balas jasa yang
sama nilainya dengan harga pupuk chemis Rp 31,50/kg yakni harga pupuk yang
minimal ditentukan atas dasar kurs BE Rp 326/US$ dan tanpa dipungut bea masuk.
Tujuan kebijaksanaan demikian tidak saja untuk tetap mendorong kegairahan petani
meningkatkan penggunaan pupuk tetapi juga untuk memantapkan baik harga BE
maupun harga beras karena kedua macam barang-barang itu pada saat sekarang
merupakan “pemimpin harga” (price leader) dalam pembentukan harga jasa-jasa dan
barang-barang lainnya. Dalam rangka menstabilkan harga bahan makanan pokok dna
kebutuhan-kebutuhan pokok lainnya Pemerintah telah memberikan subsidi dollar
guna memungkinkan harga penjualan yang serendah-rendahnya bagi masyarakat.
Untuk beras impor Pemerintah telah pula mengambil kebijaksanaan dimana
harga jualnya disamakan dengan harga pasaran di dalam negeri.
Subsidi dollar telah diberikan untuk tepung terigu dimana penerimaan
Pemeritnah adalah hanya Rp 20/kg. Subsidi ini diberikan disamping fasilitas-fasilitas
lain untuk importir. Pemberian subsidi ini dimaksud supaya masyarakat konsumen
dapat mengurangi konsumsinya akan beras pada saat-saat dimana harga beras
meningkat karena sebab musiman.
Subsidi berbentuk penurunan bea masuk atas berbagai-bagai bahan makanan
pokok seperti ikan asin, gula dan garam telah diberikan pada masa yang lalu.
Demikian pula atas minyak tanah yang diprodusir di dalam negeri atau langsung
harus diimpor berhubung dengan pemakaian yang meningkat pada hari-hari Lebaran
dan Tahun Baru.
Subsidi dollar pun telah diberikan pada industri tekstil dimana harga kapas
kasar yang ditetapkan adalah Rp 170,- - Rp 200,- per US$. Untuk memungkinkan
industri pertenunan dapat bersaing dengan tekstil impor telah diberikan pula subsidi
impor benang tenun asal USA dengan harga hanya Rp 120/US$.
24
Dalam produksi hasil jasa-jasa dan barang di samping subsidi berupa
keringanan bea masuk dan subsidi dollar, Pemerintah telah pula memberikan barang-
barang modal tambahan sebagai hadiah dan tambahan modal kerja jika dialami
kerugian-kerugian pada industri transpor perhubungan dan tenaga listrik, satu dan
lain denganmaksud untuk dapat melaksanakan kebijaksanaan tarif dan harga yang
sesuai dengan kemampuan masyarakat konsumen tanpa mengurangi kewajiban-
kewajiban perusahaan negara tersebut untuk berusaha atas dasar cost accounting.
Pada dasarnya kebijaksanaan tarip dan harga Pemerintah adalah sedemikian rupa
sehingga terdapat suatu tingkat seminimum mungkin dimana perusahaan-perusahaan
negara tidak mengalami kerugian dalam biaya operasionilnya.
Jelas bahwa subsidi demikian tidak mungkin kita alihkan
pertanggungjawabnya kepada negara kreditor, melainkan harus ditanggung oleh
Pemerintah di dalam pembayaran kembali hutang-hutangnya. Pemerintah
berpendirian bahwa kebijaksanaan pemberian subsidi lebih diutamakan karena tujuan
utamanya adalah meningkatkan produksi di dalam negeri tanpa mengorbankan
masyarakat konsumen. Menjadi jelas pula bahwa karena beban hutang-hutang luar
negeri harus dipikul oleh generasi yang akan datang, kebijaksanaan pemberian
subsidi seperti disebutkan di atas tidak bisa berlangsung terus dan tahap demi tahap
harus dikurangi. Misalnya seiring dengan sehatnya management, maka bantuan
permodalan bagi perusahaan-perusahaan public utilities dapat dihilangkan. Dalam
hubungan ini penyehatan management yang dikaitkan dengan penyempurnaan
permodalan sudah dilaksanakan dengan bantuan Bank Dunia.
Gaji dan upah umumnya meningkat dalam tiap-tiap sektor, bahkan
dikebanyakan sektor secara nominal naik antara 40 – 60%. Secara terperinci, maka
dibandingkan dengan keadaan pertengahan 1968, gaji di berbagai sektor adalah
sebagai berikut :
a. Pertambangan : Naik antara 40% - 50% untuk gaji minimum
dan maksimum.
b. Perindustrian : Naik antara 74% - 174%, terutama di industri-
industri rokok kretek.
c. Konstruksi : Gaji minimum naik 15% dan gaji maksimum
turun 35%.
d. Perdagangan : Gaji minimum naik dengan 75% dan
maksimum dengan 55%.
25
e. Transport : Gaji minimum dan maksimum naik dengan
10%.
f. Pegawai negeri : Penyesuaian PGPS 1968 yang membawa
kenaikan 33% untuk pegawai golongan I dan
100% untuk golongan II keatas.
Khusus mengenai gaji pegawai negeri, maka usaha-usaha Pemerintah dalam
memperbaiki nasib pegawai negeri tidaklah dapat terlepas dari usaha-usaha dan
kebijaksanaan-kebijaksanaan di lain-lain bidang dalam rangka pembangunan
ekonomi, khususnya kebijaksanaan yang menyangkut soal tenaga kerja secara
keseluruhan.
Dalam rangka ini yang harus diperhatikan adalah kenaikan gaji secara riil dan
bukannya secara moneter. Dengan demikian kebijaksanaan di bidang perbaikan gaji
pegawai negeri tidak dapat terlepas dari kebijaksanaan menaikkan produksi nasional
dan kebijaksanaan stabilitasi. Kenaikan gaji hanya akan berarti apabila harga-harga
dapat dipertahankan pada tingkat yang stabil.
Di dalam tahun 1969, dalam rangka perbaikan gaji pegawai negeri, telah
dilaksanakan 2 hal :
(1) Berlakunya secara penuh PGPS 1968.
(2) Pemberian tambahan gaji bulan ke-13 dan ke-14.
Di dalam tahun 1970/1971 direncanakan untuk kenaikan gaji pegawai negeri
sipil dan ABRI sebesar 50%.
1.7. Perkembangan Produksi dan Realisasi Penanaman Modal
1.7.1. Perkembangan Produksi
Realisasi perkembangan produksi selama masa satu semester pelaksanaan
PELITA tahun pertama ini belum dapat digambarkan dengan data-data yang lengkap
dalam laporan ini karena angka-angka statistiknya masih belum terkumpul
seluruhnya. Namun untuk memperoleh sedikit gambaran tentang perkembangan
produksi berikut ini dikemukakan angka-angka realisasi sementara yang tersedia
untuk beberapa jenis hasil produksi nasional menurut sektor-sektor sebagai dimuat di
bawah ini. Untuk beberapa sektor produksi dimana angka-angka realisasi
produksinya belum terkumpulkan dapat dikemukakan beberapa angka perkiraan dan
target menurut REPELITA.
26
a. Pertanian
Berdasarkan anga-angka sementara yang diperoleh, perkembangan produksi
sektor pertanian adalah sebagai berikut :
(i) Bahan makanan utama
Angka-angka produksi bahan makanan utama yang disajikan di bawah ini
meliputi periode Januari- Juni 1969 dan untuk periode Juli-Desember merupakan
angka-angka taksiran. Angka-angka triwulanan belum terkumpulkan walaupun
diperlukan untuk mengadakan penilaian dalam triwulan I dan II tahun 1969/70.
Dari angka-angka produksi bahan makanan utama dibuat berdasarkan
realisasi masa Januari-Juni 1969 dapat diharapkan bahwa target produksi beras
1969/70 akan dapat tercapai. Target untuk masa 1969/70 adalah 20.231.000 ton padi
atau 10.520.000 ton beras.
Pertambahan produksi beras diharapkan dengan perbaikan persediaan dan
pemakaian pupuk dalam tahun 1969, keadaan hujan yang diramalkan normal, dan
disamping itu adanya penambangan luas areal sawah dengan mulai mengalirnya air
dari proyek pengairan Jatiluhur.
Angka-angka produksi hasil palawija yakni jagung, ubi-ubian dan kacang-
kacangan menunjukkan kemunduran. Hal ini dapat disebabkan karena iklim yang
terlalu basah pada musim tanam tiap tanaman itu sehingga hasil per Ha. Turun.
Sedang kemungkinan kedua adalah karena harga yang relatif turun pada awal tahun
1969 ini sehingga mengurangi kegairahan untuk berproduksi.
27
Jan-Juni 1969 Juli-Des 1969 Jumlah Target(Realisasi) (Taksiran) Jan-Des 1969 1969/70
1. Padi (kering giling) 15.852.634 +) +) 20.231.0002. (Beras) ( 8.243.370 ) +) +) ( 10.520.000 )3. Ketela pohon (ubi basah) 3.783.139 6.814.161 10.597.300 12.287.0004. Jagung (pipilan kering) 1.252.008 691.529 1.943.537 3.370.0005. Ketela rambat (ubi basah) 780.469 1.175.431 1.955.900 3.363.0006. Kacang tanah (biji kering) 172.425 135.356 307.781 } 947.5007. Kacang kedele (biji kering) 112.823 206.720 319.543 }
Sumber :1) Biro Pusat Statistik (untuk padi; konversi padi-beras = 100 : 52)2) Departemen Pertanian+) Menurut Sumber Departemen Pertanian, maka angka target 1969/70 akan dapat dicapai, bahkanakan dilampaui. Angka realisasi baru dapat diperoleh pada bulan Januari 1970.
Bahan Makanan
Tabel 1.8PRODUKSI BAHAN MAKANAN UTAMA DI INDONESIA, 1969 - 1970
( Dalam Ton )
(ii) Perkebunan
Angka-angka realisasi produksi hasil Perkebunan Negara untuk masa Januari-
Juni 1969 dan target produksi 1969/1970 adalah sebagai berikut :
Realisasi(Januari-Juni 1969)
1. Gula (Hablur) Kw 6.251.023 2.360.3832. Minyak Sawit Kg 127.254.268 50.798.5323. Inti Sawit Kg 25.867.838 11.066.9334. The Kg 63.241.000 31.932.9855. Karet Kg 104.152.885 49.620.9356. Serat Manilla Kg 265.690 43.0047. Serat Agave Kg 8.700.146 3.711.1008. Coklat Kg 886.937 360.8029. Kina Kg 1.520.000 1.053.14810. Kopi Robusta Kg 1.366.500 58.10011. Kopi Arabica Kg 9.905.150 1.894.06212. Kelapa Bh 945.000 486.45913. Kopra Kg 1.505.000 195.63614. Gutta Percha Kg 30.000 17.626
Sumber : Departemen Pertanian
Tabel 1.9PRODUKSI PERKEBUNAN NEGARA, 1969 - 1970
No. Budidaya Satuan Target (1969/70)
Angka-angka dalam daftar di atas hanya memuat realisasi produksi
Perkebunan Negara sedang hasil produksi swasta belum terkumpulkan data-datanya
dan demikian pula halnya dengan realisasi produksi perkebunan rakyat yang
jumlahnya tidak dapat diabaikan. Dari angka-angka produksi Perkebunan Negara di
atas dapat diharapkan bahwa target nasioanl 1969-70 akan terpenuhi misalnya untuk
minyak sawit, inti sawit, teh, karet, coklat, kina dan gula khususnya karena
penggilingan besar akan terdapat pada semester II/1969 ini. Untuk kopi robusta dan
kopi arabica sangant kecil kemungkinannya untuk memenuhi target.
b. Perindustrian
Perkembangan di bidang perindustrian menunjukkan hasil-hasil yang lebih
memuaskan dengan adanya dorongan positif sebagai akibat terdapatnya
28
perkembangan harga-harga yang relatif stabil dan pula dengan adanya dorongan
perbaikan dalam sarana-sarana produksi maupun fasilitas-fasilitas dari Pemerintah
seperti di bidang perkreditan, perpajakan, anggaran pembangunan, penanaman modal
asing dan dalam negeri. Keadaan harga-harga yang stabil dan fasilitas-fasilitas
berproduksi yang mendorong kegairahan berproduksi menjadi landasan bagi
kebijaksanaan-kebijaksanaan Pemerintah.
Dalam menilai perkembangan hasil-hasil produksi perindustrian sementara
baru dapat dikemukakan untuk bidang-bidang tertentu. Hal ini karena masih
terdapatnya kesulitan dan kelambatan dalam kompilasi statistiknya.
(i) Sandang
Produksi benang tenun dalam negeri dari permulaan tahun sampai dengan
bulan September 1969 diperkirakan mencapai jumlah 119.414 β @ 400 lbs dengan
perincian sebagai berikut (sumber : Sekretariat Sektor B, Departemen Perindustrian) :
Produksi triwulan I 1969 32.630,8 β
Produksi triwulan II 1969 41.058,2 β
Produksi bulan Juli 1969 15.725,-
Produksi bulan Agustus 1969 15.000,-
Produksi bulan September 1969 15.000,-
Produksi triwulan III 1969 _____________ 45.725,-- β
Jumlah produksi triwulan I + II + III : 119.414 β @ 400 lbs
Carry over stock dari tahun 1968 pada awal Januari 1969
adalah sebesar
21.902,8 β
Jumlah produksi Januari s.d. April 1969 sebesar 32.630,8 β
Jumlah produksi April – September 1969 sebesar 86.783,- β
Sehingga stock awal dengan jumlah produksi dalam negeri
Januari – September 1969 sebesar
141.316,6 β
yang mana sebagian telah diolah menjadi tekstil.
Benang tenun impor yang diolah berjumlah : 62.000,- β
Sehingga jumlah benang tenun produksi dalam negeri dan
benang tenun ex-impor yang diolah adalah sejumlah :
203.316,6 β
Khusus untuk periode April – September produksi benang tenun dalam negeri
yang dicapai adalah sejumlah 86.783 β sehingga diperkirakan mencapai hasil
produksi ± 108.478.750 m tekstil dan ini berarti sebesar 24,11% dari target produksi
dalam negeri 1969 – 70 yaitu sebesar 450 juta meter.
29
Penyediaan tekstil dari Januari s.d. September diperkirakan akan meliputi
(Sumber : Departemen Perindustrian) :
1. Carry over 1968 192.000.000 m
2. Produksi dalam negeri 239.000.000 m
3. Tekstil Impor (menurut taksasi berdasarkan
konversi US$ 1 = 5 meter) 112.500.000 m
4. Tekstil dalam rangka kiriman dagang
(diperkirakan 20% dari ad.3) 22.500.000 m
5. Tekstil impor lain-lain
(diperkirakan 25% dari ad.3) 28.000.000 m
Jumlah persediaan seluruhnya : Jan – Sept. 594.000.000 m
(ii) Industri Kimia
Angka-angka realisasi yang dapat dikemukakan berupa angka-angka produksi
sampai dengan semester I/1969 khususnya dari Perusahaan-perusahaan Negera dalam
lingkungan Departemen Perindustrian yang perkembangannya adalah seperti terlihat
dalam tabel berikut :
Jenis Produksi Satuan Semester I/1968 Semester II/1968 Semester I/1969 Target 1969/1970
1. Semen Ton 187.758 222.207 243.700 515.0002. Kertas Ton 5.096 6.061 6.754 10.0003. Pupuk Urea Ton 46.985 48.543 36.570 46.5004. Gelas Ton 2.640 3.144 3.928 -5. Zat Asam M3 827.500 975.800 980.000 -
Sumber : Departemen Perindustrian
Tabel 1.10PRODUKSI INDUSTRI KIMIA (PN2) 1968-1969/1970
30
Produksi Penjualan Produksi Penjualan Produksi Penjualan
Januari 27.578 27.437 8.467 8.172 3.440 1.707Februari 24.933 20.830 9.927 10.069 5.700 3.044Maret 26.581 27.687 11.393 12.401 6.860 5.764April 27.659 28.144 548 12.442 3.720 4.880Mei 27.884 28.712 864 12.508 7.460 4.748Juni 27.952 29.243 356 10.735 1.220 776Juli 20.184 29.962 8.781 8.260 560 7.846Agustus 31.292 27.620 10.000*) 10.000*) 5.000*) 5.000*)September 25.000*) 25.000*) 10.000*) 10.000*) 5.000*) 5.000*)
Sumber : Departemen Perindustrian*) Estimate dari Sekretariat Sektor B, Departemen Perindustrian
Semen Gresik Semen Padang Semen Tonasa
Tabel 1.11SPESIFIKASI PRODUKSI DAN PENJUALAN SEMEN
JANUARI s.d. SEPTEMBER 1969(Dalam Ton)
12.
12.12.
Produksi semen pada semester I tahun 1969 mengalami kenaikan dibandingkan
dengan Semester I dan Semester II tahun 1968. Hal ini disebabkan oleh tercapainya
rehabilitasi dan konsolidasi dari unit-unit produksi yang sudah ada yaitu Gresik dan
Padang. Produksi kertas secara menyeluruh juga mengalami kenaikan walaupun ada
kemacetan di pabrik Pematang Siantar. Produksi pupuk urea mengalami kemunduran
dalam semester I tahun 1969, karena adanya kerusakan pada Cooper Besamer
Compressor, yang menyebabkan turunnya produksi PUSRI; tetapi pada semester II –
1969 diharapkan akan normal kembali karena sudah diperbaiki. Dari angka-angka di
atas dapat diharapkan target 1969/1970 tercapai.
c. Pertambangan
Perkembangan produksi pertambangan sampai dengan semester I/1969 adalah
sebagai berikut :
Triwulan I/1969 Triwulan I/1969/70 Triwulan II/1969/70 Triw I + II 1969/1970(Januari-Maret) (April-Juni) Juli-Sept) (April-Sept)
1. Batu Bara Ton 44.493 63.325 48.208 111.533 140.0002. Timah Kw 40.069 46.023 47.461 93.484 161.6003. Bauksit Ton 185.104 132.315 145.761 278.076 1.000.0004. Nikel Ton 65.316 56.410 62.390 118.800 -5. Emas Kg 83.4016*) 70.4530*) 27.3264*) 27.3264*) 222,56. Perak Kg 3.156.602 2.443.337 914.011 914.011 9.715
Sumber : Departemen Keuangan *) Inclusif Emas dari Logam
Tabel 1.12PRODUKSI PERTAMBANGAN, 1969/1970
Jenis Produksi Satuan/Berat Target 1969/70
Khusus mengenai produksi tambang minyak adalah sebagai dimuat dalam
tabel berikut :
31
1967 1968 1969 Target 1969/70Bbls Bbls Bbls
Triwulan IJanuari 15.254.233 16.133.675 19.684.094Februari 13.727.094 14.114.435 19.263.417Maret 15.445.404 17.238.442 22.839.292
Total 44.426.731 47.486.552 61.786.803
Triwulan IIApril 15.540.856 17.003.391 22.016.540Mei 15.752.483 18.312.120 22.160.292Juni 14.102.523 18.275.087 21.003.647
Total 45.395.862 53.590.598 65.180.479
Juli 23.328.503Agustus -Tahun Anggaran 1969/70 293.000.000
Sumber : Departemen PertambanganProduksi Minyak Mentak ini meliput hasil Pertamina unit I, II, III, IV dan Vserta Cilacap Cepu, Caltex, Stanvac.
Tabel 1.13PRODUKSI MINYAK MENTAH INDONESIA, 1967-1969/1970
Dari angka-angka ini dapat dilihat bahwa realisasi produksi hasil minyak
mengalami kenaikan. Target produksi minyak tahun 1969/1970 adalah sebesar 293
juta BBL yang besar kemungkinan akan dapat dipenuhi.
d. Angka-angka produksi sektor-sektor lainnya
Perkembangan produksi di sektor-sektor seperti perkebunan swasta,
kehutanan, perindustrian ringan dan kerajinan rakyat, prasarana-prasarana umum,
listrik dan pengairan belum dapat dikompilasikan pada saat ini untuk melengkapi
data-data sampai dengan tahun 1969.
1.7.2. Realisasi Penanaman Modal
Mengenai realisasi penanaman modal asing, maka dalam triwulan II tahun
anggaran 1969/1970 telah disetujui Pemerintah 23 proyek, terdiri dari 4 proyek
investasi langsung dan 19 proyek joint enterprise. Sehingga dengan demikian selama
9 bulan tahun 1969 telah disetujui 58 proyek penanaman modal asing, 15 proyek
investasi langsung dengan intended capital US$ 247.134 ribu dan 43 proyek joint
enterprise dengan modal akan ditanam masing-masing US$ 59.004 ribu modal asing
dan US$ 17.974 ribu modal nasional. Dari jumlah itu sebanyak 36 proyek dengan
modal US$ 54.582 ribu akan beroperasi di pulau Jawa dan 22 proyek lainnya dengan
32
modal US$ 269.530 ribu akan beroperasi di luar pulau Jawa. Proyek-proyek dalam
bidang perindustrian dan perhubungan/pariwisata hampir semua memusat di pulau
Jawa sedang di luar Djawa kebanyakan beroperasi di bidang pertambangan dan
kehutanan/perkebunan.
Dengan demikian semenjak tahun 1967 sampai dengan akhir triwulan II-
1969/1970 telah disetujui Pemerintah 148 proyek penanaman modal asing, meliputi
jumlah modal akan ditanam US$ 672.756 ribu, terdiri dari US$ 626.457 ribu modal
asing dan US$ 46.299 ribu modal dari peserta nasional.
Sejumlah 45 proyek berupa straight investment dengan modal akan ditanam
US$ 503.995 ribu dan 103 proyek joint enterprise dengan modal akan ditanam
US$ 168.761 ribu (terdiri dari US$ 122.462 ribu modal asing dan US$ 46.299 ribu
modal peserta nasional).
Menurut daerah usahanya, 94 proyek dengan modal akan ditanam sebesar
US$ 151.645 ribu (terdiri dari US$ 118.892 ribu modal asing dan US$ 32.753 ribu
modal peserta nasional) beroperasi di pulau Jawa, dan 54 proyek lainnya di luar Jawa
dengan modal akan ditanam sebesar US$ 521.111 ribu (terdiri dari US$ 507.565 ribu
modal asing dan US$ 13.546 ribu modal peserta Indonesia).Pada umumnya modal
yang ditanam berasal dari Amerika Serikat, Jepang dan Kanada.
Selama 9 bulan dalam tahun 1969 ini tercatat pemasukan modal asing
US$ 16.733.043,27 yang terdiri dari US$ 4.446.431,27 dalam triwulan peralihan
(Januari-Maret), US$ 3.441.645,76 dalam triwulan I tahun anggaran 1969/1970 dan
selebihnya US$ 8.844.966,24 dalam triwulan II-1969/1970. Sedangkan realisasi
pemasukan modal asing selama dua tahun (1967-1968) hanya berjumlah
US$ 11.205.097,40. Dengan demikian realisasi pemasukan modal asing berjumlah
US$ 27.938.504,67 (US$ 11.205.097,40 tahun 1967-1968 dan US$ 16.733.043,27
triwulan peralihan, triwulan I dan II tahun anggaran 1969/1970).
Apabila kita bandingkan dengan modal yang disanggupkan akan ditanam
memang jumlah realisasi ini masih terlalu kecil, tetapi perlu diingat bahwa modal-
modal yang telah direalisir itu kebanyakan barulah paid up capital, sedang
autrhorized capital dan intended capital masih beberapa tahun kemudian harus
disetor penuh. Lagi pula kebanyakan dari proyek-proyek itu masih pada tingkat
survey, belum sampai tingkat eksploitasi, sehingga modalnya belum diperlukan
seluruhnya.
33
Mengenai realisasi penanaman modal dalam negeri, maka selam triwulan II
tahun anggaran 1969/1970 telah masuk permohonan fasilitas penanaman modal
dalam negeri sebanyak 78 proyek yang meliputi modal akan ditanam Rp 18.840.491
ribu (termasuk nilai lawan valuta asing yang dipergunakan). Dari jumlah itu telah
dikeluarkan rekomendasi dari Sub-Panitia PMDN sebanyak 31 proyek diantaranya
telah dapat diselesaikan oleh Departemen Keuangan proyek-proyek yang meliputi
modal yang akan ditanam sebesar Rp 11.689.966 ribu.
Sampai dengan triwulan II 1969/1970 sejumlah 196 proyek telah mengajukan
fasilitas penanaman modal dalam negeri yang meliputi Rp 119.568.943 ribu.
Sebanyak 82 proyek telah memperoleh rekomendasi Sub-Panitia PMDN
dengan jumlah modal yang akan ditanam sebesar Rp 23.450.754 ribu. Sebagian
terbesar dari proyek-proyek itu bergerak di bidang perindustrian, kemudian diikuti
pertanian/perkebunan, perhubungan/pariwisata dan kehutanan.
Sejumlah 25 proyek telah mulai berproduksi meliputi modal yang ditanam
Rp 4.426.145 ribu, terdiri dari 16 buah proyek di bidang perindustrian, 5 buah di
bidang pertanian/perkebunan, 2 buah di bidang perhubungan/pariwisata dan masing-
masing sebuah untuk bidang peternakan, kehutanan dan parmasi.
Apabila dilihat dari angka-angka realisasi pemasukan modal asing maupun
penanaman modal dalam negeri, tampaklah suatu kenaikan yang sangat besar pada
tahun 1969 ini.
a. PMA
Tahun 1967/1968 aplikasi sebesar : US$ 348.644 ribu
realisasi pemasukan : US$ 11.205 ribu
9 bulan tahun 1969 aplikasi sebesar : US$ 324.112 ribu
realisasi pemasukan : US$ 16.733 ribu
b. PMDN
9 bulan tahun 1969 aplikasi sebesar : Rp 119.569 juta
proyek telah jalan : Rp 4.426 juta
34
BAB II
PELAKSANAAN APBN 1969/1970
2.1. Pendahuluan
Seperti diketahui APBN 1969/1970 tetap dilaksanakan dalam rangka kebijaksanaan
anggaran berimbang (balanced budget policy). Pelaksanaan kebijaksanaan dimaksud adalah
untuk keseluruhan APBN 1969/1970, yaitu keseimbangan antara keseluruhan penerimaan
rutin dan penerimaan pembangunan di satu pihak dan keseluruhan pengeluaran rutin dan
penerimaan pembangunan di pihak lain. Kebijaksanaan anggaran berimbang tersebut juga
dimaksudkan berlaku untuk seluruh tahun anggaran. Dengan demikian pelaksanan secara
triwulanan tidak perlu selalu seimbang. Hal ini dapat terjadi karena pola penerimaan tidak
selalu bersamaan dengan pola pengeluaran yang disebabkan oleh berlainannya faktor-faktor
yang menguasai atau mempengaruhi penerimaan dengan yang menguasai atau
mempengaruhi pengeluaran.
APBN 1969/1970 memperkirakan penerimaan rutin sebesar Rp 228,0 milyar dan
penerimaan pembangunan (tidak termasuk bantuan proyek) sebesar Rp 63,2 milyar sehingga
jumlah seluruh penerimaan (tidak termasuk bantuan proyek) diperkirakan sebesar Rp 291,2
milyar. Di pihak lain pengeluaran rutin diperkirkan sejumlah Rp 204,0 milyar dan
pengeluaran pembangunan (tidak termasuk bantuan proyek) sejumlah Rp 87,2 milyar;
jumlah seluruh pengeluaran (tidak termasuk bantuan proyek) menjadi Rp 291,2 milyar.
2.2. Anggaran Rutin
2.2.1. Penerimaan Rutin
Pada Tabel 2.1 dapat diketahui perincian daripada seluruh penerimaan negara
baik rutin maupun pembangunan.
Dari jumlah seluruh penerimaan rutin sebesar Rp 228,0 milyar, maka pajak
langsung menghasilkan Rp 91,2 milyar, pajak tidak langsung Rp 134,3 milyar dan
penerimaan non-tax Rp 2,5 milyar.
Berbagai usaha, tindakan dan peraturan telah diambil dan ditempuh
Pemerintah yang kesemuanya bertujuan untuk lebih meningkatkan lagi penerimaan
negara. Pada umumnya cara pendekatan (approach) yang ditempuh Pemerintah ialah
dengan jalan secara lebih aktif turut serta dan ikut mendorong majunya aktivitas
perekonomian itu sendiri. Diharapkan bila aktivitas perekonomian lebih meningkat,
35
maka pendapatan masyarakatpun akan lebih meningkat sehingga menyebabkan lebih
banyak pula pemasukan penerimaan negara.
Dalam rangka inilah dapat dilihat segala usaha-usaha ataupun peraturan-
peraturan yang telah diambil Pemerintah. Berbagai fasilitas dan kelonggaran-
kelonggaran telah diberikan di bidang pajak langsung baik dalam rangka penanaman
modal, pajak pendapatan dan pajak perseroan.
Di bidang pajak-pajak tidak langsung juga telah diambil beberapa tindakan
yang dimasudkan untuk memberikan lebih banyak pertolongan dan dorongan kepada
berbagai-bagai cabang usaha masyarakat. Tarif-tarif pajak penjualan atas bermacam-
macam barang dan jasa telah diturutkan sehingga diharapkan dapat memberikan
perangsang (incentive) yang lebih besar lagi pada berbagai cabang usaha yang
bersangkutan. Demikian pula terhadap tarif-tarif pajak penjualan impor atas beberapa
jenis barang telah dilakukan penyesuaian-penyesuaian.
Di bidang cukai juga telah diberikan berbagai kelonggaran-kelonggaran dan
penyesuaian-penyesuaian. Atas hasil-hasil tembakau telah diberikan pembebasan
sebagian cukai tembakau di samping diadakannya tindakan-tindakan penertiban
lainnya yang juga dimasudkan untuk lebih meningkatkan lagi baik produksi maupun
mutu daripada hasil-hasil tembakau. Demikian pula atas perhitungan-perhitungan
cukai gula, cukai alkohol sulingan dan cukai bir telah dilakukan penyesuaian-
penyesuaian sehingga menjadi lebih wajar.
Dengan Peraturan Pemerintah No.6 tahun 1969 telha dilakukan penyesuaian-
penyesuaian dan penurunan-penurunan tarif bea masuk atas sejumlah besar barang-
barang impor. Kepada industri-industri dalam negeri dengan demikian telah
diberikan perangsang maupun proteksi yang lebih besar lagi. Sedangkan kepada
cabang-cabang usaha produktif lainnya yang baru mulai tumbuh telah pula diberikan
dorongan-dorongan yang lebih efektif legi karena bea masuk atas bahan-bahan baku,
bahan penolong, spareparts dan benda-benda modal pada umumnya telah diturunkan,
bahkan ada yang dibebaskan sama sekali dari bea masuk.
Sebagai follow up dari PP No.6/1969 ini dalam bulan September 1969 telah
dikeluarkan SK Menkeu No.KEP-600/MK/III/9/1969 sehingga diharapkan dapat
lebih positif lagi akibat-akibatnya atas kegiatan-kegiatan ekonomi di dalam negeri.
Selain penyesuaian-penyesuaian dan penurunan tarif-tarif bea masuk,
Pemerintah juga telah memberikan kelonggaran lainnya seperti : penghapusan
pembayaran muka pungutan-pungutan pabean untuk barang-barang golongan B dan
36
C (SK Menkeu No.KEP-287/MK/III/4/1969 yang merupakan SK Bersama dengan
Menteri Perdagangan) pemberian ijin vooruitslag berupa pnangguhan bea masuk dan
pungutan-pungutan lainnya atas 11 macam barang-barang impor (SK Menkeu
No.KEP-782/MK/III/11/1969 yang dikeluarkan dalam bulan November 1969 yang
sebenarnya merupakan lanjutan dari pemberian ijin vooruitslag yang telah
dikeluarkan dalam bulan Januari 1969 dengan SK Menkeu No.KEP-
18/MK/III/1/1969).
Dalam hubungan dengan penyesuaian-penyesuaian dan penurunan tarif-tarif
bea masuk serta pemberian kelonggaran-kelonggaran lainnya tersebut Pemerintah
memperhatikan pula kepentingan rakyat banyak sebagai konsumen. Hal ini dilakukan
dengan jalan memberikan pula keringanan-keringanan bahkan pembebasan-
pembebasan bea masuk atas beberapa barang impor yang merupakan kebutuhan
pokok rakyat banyak. Dengan demikian selalu dijaga keseimbangan yang wajar
antara kepentingan konsumen, kepentingan produsen dan kepentingan penerimaan
negara.
Mengenai jenis-jenis penerimaan pajak tidak langsung yang lainnya, seperti :
pajak devisa ekspor, penerimaan minyak lainnya dan lain-lain sebagainya Pemerintah
juga telah melakukan berbagai usaha sehingga memungkinkan hasil-hasil penerimaan
yang lebih baik.
Akhirnya mengenai penerimaan non-tax ternyata telah dapat dihasilkan
jumlah yang cukup berarti juga. Sebagai hasil penertuiban-penertiban yang telah
dilakukan sesuai dengan ketentuan-ketentuan yang dimuat di dalam Keputusan
Presiden No.33 tahun 1969 tentang pedoman pelaksanaan APBN 1969/1970, maka
hasil-hasil yang diterima dari departemen-departemen (“administrative revenues”)
ataupun dari perusahaan-perusahaan negara dan bank-bank Pemerintah (bagian
Pemerintah dari laba) telah menunjukkan perkembangan yang positif.
2.2.2. Pengeluaran Rutin
Anggaran induk untuk belanja rutin tahun anggaran 1969/1970 ditetapkan
sebesar Rp 204,0 milyar.
Untuk melaksanakan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negera tahun
1969/1970 Pemerintah telah mengeluarkan pedoman pelaksanaan APBN tahun
1969/1970 dengan Keputusan Presiden No.33 tahun 1969, tanggal 31 Maret 1969.
37
Peraturan ini dipakai sebagai pegangan bagi seluruh aparatur Pemerintahan di bidang
keuangan negara dalam melaksanakan APBN 1969/1970.
Berdasarkan angka-angka sementara (lihat Tabel 2.2) pengeluaran rutin
sampai dengan Semester I tahun anggaran 1969/1970 berjumlah Rp 102,2 milyar
yang terdiri atas pengeluaran untuk belanja pegawai/pensiun sebesar Rp 38,4 milyar,
belanja makan (uang lauk pauk) ABRI dan Sipil sebesar Rp 5,2 milyar, belanja
barang, dan sebagainya sebesar Rp 19,9 milyar, subsidi/perimbangan keuangan
daerah otonom sebesar Rp 28,8 milyar, bunga/cicilan hutang sebesar Rp 8,6 milyar
dan lain-lain pengeluaran rutin serta pengeluaran yang berasal dari tahun anggaran
yang lalu sebesar Rp 1,3 milyar.
Pengeluaran rutin selama semester I tahun 1969/1970 tersebut diatas telah
mencapai ± 50% dari anggaran induk tahun 1969/1970. Mengingat bahwa sebagian
besar dari subsidi/perimbangan keuangan daerah otonom adalah untuk mencukupi
belanja pegawai daerah otonom, maka dapat dikatakan bahwa sebagian terbesar dari
belanja rutin tahun 1969/1970 adalah untuk belanja pegawai/pensiun. Mengenai
belanja barang dan sebagainya masih terus dilakukan penghematan-penghematan.
Pemerintah masih harus melakukan penghematan-penghematan di dalam
belanja rutin ini. Namun demikian, belanja rutin yang sifatnya urgen dan merupakan
kewajiban Pemerintah yang tidak dapat ditunda-tunda telah mendapatkan prioritas
dari Pemerintah.
Untuk memperbaiki tingkat hidup pegawai-pegawai negeri dan ABRI,
Pemerintah senantiasa berusaha untuk memperbaiki kehidupan mereka dalam batas-
batas kemampuan keuangan negara. Dalam tahun anggaran 1969/1970 ini
Pemerintah telah memutuskan untuk memberikan tambahan gaji bulan ke 13 dan ke
14.
2.3. Anggaran Pembangunan
2.3.1. Penerimaan Pembangunan
Pada Tabel 2.1 dapat diketahui pula bahwa untuk seluruh tahun anggaran
1969/1970, Pemerintah memperkirakan jumlah penerimaan pembangunan (di luar
bantuan proyek) sebesar Rp 63,2 milyar.
Suatu ciri utama daripada penerimaan Pemerintah untuk APBN 1969/1970
termasuk penerimaan pembangunan adalah kenyataan stabilnya kurs BE pada tingkat
Rp 326,0/US$. Stabilnya kurs BE tersebut juga mempunyai arti bahwa untuk pertama
38
kalinya di dalam sejarah kebijaksanaan APBN, Pemerintah diharuskan untuk
mengubah cara bekerja dan usaha-usahanya kepada hal-hal yang sifatnya riil dan
produktif untuk dapat meningkatkan penerimaannya. Kenyataan ini pastilah
mengakibatkan tugas Pemerintah untuk dapat memperoleh penerimaan pembangunan
sebesar mungkin menjadi lebih berat daripada di masa-masa sebelumnya.
Mengenai bantuan proyek (project aid) seluruhnya diteruskan kepada
Departemen-departemen/Badan-badan pelaksanaan teknis yang menggunakannya.
Realisasi daripada bantuan proyek diperkirakan akan lebih kecil daripada yang
diperhitungakn semula mengingat pelaksanaannya memerlukan waktu yang jauh
lebih lama daripada yang diperkirakan.
Perlu dikemukakan di sini bahwa penerimaan pembangunan memerlukan
beberapa tahap yang agak panjang sebelum dapat direalisir sepenuhnya. Tahapan-
tahapan tersebut adalah : (1) aid requirement, (2) aid commitment, (3) aid realization,
dan (4) aid disbursement.
2.3.2. Pengeluaran Pembangunan
Prosedur Pembiayaan Pembangunan
Dalam tahun anggaran 1969/1970, prosedur pembiayaan pembangunan
mengalami perubahan jika dibandingkan dengan prosedur pembiayaan pembangunan
dalam tahun-tahun sebelumnya. Prosedur pembiayaan yang berlaku dalam tahun-
tahun anggaran 1969/1970 ini adalah sebagai berikut :
(1) Departemen-departemen mengajukan Daftar Isian Proyek (DIP) kepada
Departemen Keuangan dan Bappenas. Daftar Isian Proyek memuat program dan
rencana biayanya untuk satu proyek/sub-proyek guna keperluan satu tahun,
diperinci per triwulan. Untuk tiap proyek/su-proyek dibuat DIP tersendiri.
(2) Departemen Keuangan bersama-sama dengan Bappenas mengadakan penelaahan
mengenai DIP yang diajukan oleh Departemen-departemen.
(3) DIP yang telah disetujui disahkan oleh Menteri Keuangan dan Ketua Bappenas
dan dikirimkan aslinya kepada Menteri yang bersangkutan, sedangkan copynya
dikirimkan kepada Kantor Bendahara Negara di daerah lokasi proyek.
(4) Setelah menerima DIP yang telah disahkan, Menteri yang bersangkutan
mengeluarkan SKO (Surat Keputusan Otorisasi) yang aslinya dikirimkan kepada
Kantor Bendahara Negara yang bersangkutan, sedangkan copynya dikirimkan
kepada pelaksana proyek.
39
(5) Pelaksana proyek mengajukan permintaan uang kepada Kantor Bendahara
Negara setempat.
(6) Setelah ditelaah, Kantor Bendahara Negara memberikan uang kepada pelaksana
proyek menurut kebutuhan.
(7) Untuk proyek-proyek yang dibiayai melalui Bank, pelaksana proyek mengajukan
permintaan kredit kepada Bank yang akan membiayai proyeknya. Setelah
ditelaah dan memenuhi ketentuan-ketentuan bank, maka bank yang bersangkutan
memberikan kreditnya.
Prosedur pembiayaan pembangunan yang baru ini berbeda dengan prosedur
yang terdahulu dalam hal-hal sebagai berikut :
(1) Untuk tiap-tiap proyek/sub-proyek, pembiayaannya harus didasarkan pada DIP.
Dengan DIP ini paling sedikit telah ada rencana proyek-proyek baik mengenai
fisik maupun keuangannya. Selanjutnya dengan DIP ini dapat disusun pula
perencanaan penyediaan biaya menurut daerah-daerah lokasi proyek. DIP
tersebut juga akan dapat dipergunakan sebagai alat pengawasan, baik secara
preventif oleh Kantor-kantor Bendahara Negara, yaitu sebelum mengeluarkan
uang, maupun secara represif oleh unit-unit pengawasan, yaitu untuk meneliti
apakah rencana telah dilaksanakan sebagaimana mestinya.
(2) Penerbitan SKO lebih disederhanakan. Kalau dalam tahun-tahun yang lalu untuk
menerbitkan otorisasi guna pembiayaan pembangunan harus mendapat
persetujuan terlebih dahulu dari Departemen Keuangan, cq. Direktorat Jenderal
Anggaran, maka dengan prosedure yang baru ini masing-masing Departemen
dapat menerbitkan SKO atas dasar DIP yang telah disahkan olehMenteri
Keuangan dan Ketua Bappenas, tanpa pengesahan lagi dari Direktorat Jenderal
Anggaran. Dengan begini diharapkan bahwa pelaksanaan pembiayaan dapat lebih
diperlancar karena satu mata rantai telah dikurangi.
(3) Dengan adanya DIP dan otorisasi yang diterbitkan sendiri oleh masing-masing
Departemen, maka pembiayaan pembangunan dapat disesuaikan menurut
kebutuhan pada tiap-tiap triwulan. Pelaksana-pelaksana proyek dapat menerima
pembiayaan pada Kantor-kantor Bendahara Negara di daerah lokasi proyeknya.
Realisasi Pembiayaan Pembangunan
Anggaran induk untuk belanja pembangunan tahun anggaran 1969/1970
berjumlah Rp 123,4 milyar, diantaranya Rp 36,2 milyar berupa bantuan
40
proyek/bantuan teknis dan Rp 87,2 milyar terdiri dari nilai lawan bantuan luar negeri
yang di BE-kan dan dari tabungan Pemerintah.
Penggunaan dari anggaran belanja pembangunan tahun 1969/1970 tersebut
diats direncanakan untuk proyek bidang ekonomi sebanyak Rp 94,4 milyar (76,5%),
bidang sosial sebanyak Rp 19,6 milyar (15,9%), dan bidang umum sebesar Rp 9,4
milyar (7,6%).
Dari jumlah biaya pembangunan Rp 87,2 milyar yang pembiayaannya
diperoleh dari bantuan luar negeri yang di BE-kan dan dari tabungan pemerintah
tersebut di ats, direncanakan Rp 73,3 milyar disalurkan melalui Kantor-kantor
Bendahara Negara, Rp 4,0 milyar untuk pembangunan bidang Hankam, Rp 7,3
milyar disalurkan melalui bank-bank Pemerintah dan Rp 2,6 milyar untuk subsidi
(bantuan) desa yang penyalurannya melalui Bank Rakyat Indonesia.
Berdasarkan angka-angka sementara, realisasi anggaran belanja
pembangunan selama semester I (April sampai dengan September 1969) tahun
anggaran 1969/1970 dapat disimpulkan sebagai berikut (dalam milyar Rp) :
(1) Pembiayaan melalui KBN-KBN 21,0
(2) Pembiayaan pembangunan Hankan 2,0
(3) Pembiayaan pembangunan yang
disalurkan melalui perbankan 3,0
(4) Subsidi desa 2,0
(5) Lain-lain pengeluaran dan pengeluaran
yang berasal dari tahun anggaran yang lalu 2,6
Jumlah 30,6
Angka-angka tersebut di atas adalah untuk anggaran pembangunan yang
dibiayai dari nilai lawan bantuan luar negeri yang di BE-kan dan dari tabungan
pemerintah.
Angka realisasi pembiayaan pembangunan melalui KBN-KBN tersebut di
atas adalah berdasarkan realisasi pengeluaran SPM (Surat Perintah Membayar) yang
dikeluarkan oleh KBN-KBN dan yang dilaporkan sampai dengan akhir September
1969.
SKO-SKO (Surat Keputusan Otorisasi) yang diterima oleh KBN-KBN selama
semester I tahun anggaran 1969/1970 ini telah mencapai jumlah kira-kira Rp 26,8
milyar.
41
Pelaksanaan anggaran pembangunan di dalam tahun anggaran yang lalu telah
mengalami beberapa kelambatan yang disebabkan oleh beberapa faktor :
(1) Penyusunan daripada program yang harus dinyatakan di dalam DIP (Daftar Isian
Proyek) merupakan hal yang baru. Hal ini telah memerlukan waktu yang agak
lama sehingga baru dapat diselesaikan di dalam triwulan I daripada tahun
anggaran 1969/1970.
(2) Di dalam pelaksanaan daripada dropping uang yang telah dipergunakan prosedur
baru dengan tujuan untuk mempercepat pembiayaan dan pencapaian ketepatan
(doelmatigheid) yang sebesar-besarnya. Inipun memerlukan waktu untuk
penyesuaiannya.
(3) Pelaksanaan daripada proyek-proyek pada umumnya dilaksanakan dengan sistim
tender dan voorfinanciering, artinya pelaksanaan proyek-proyek terlebih dahulu
ditawarkan secara terbuka kepada kontraktor-kontraktor dan bila telah disetujui,
pembiayaannya dilakukan lebih dahulu oleh kontraktor. Pembayaran oleh
proyek-proyek baru dilakukan bila pekerjaan seluruhnya atau sebagian telah
selesai.
(4) Berhubung banyaknya proyek-proyek yang harus dilakukan di daerah-daerah di
mana ada kemungkinan tidak terdapatnya kontraktor-kontraktor yang memenuhi
syarat atau tidak terdapatnya bahan-bahan yang diperlukan menurut program
yang telah ditentukan, maka biasanya terpaksa dicarikan kontraktor-kontraktor
dari daerah lain yang kemungkinan besar jauh letaknya dari tempat/lokasi proyek.
Dengan sendirinya keadaan ini memerlukan waktu yang lebih lama di dalam
pelaksanaannya.
Kalau diperhatikan perkembangan pembiayaan pembangunan melalui KBN-
KBN dalam triwulan I dan triwulan II tahun anggaran 1969/1970, maka terlihat
bahwa pembiayaan pembangunan dalam triwulan II tahun 1969/1970 mencapai kira-
kira tiga kali lebih banyak daripada pembiayaan dalam triwulan I tahun 1969/1970.
Jadi telah menunjukkan perkembangan yang berarti.
Jika dilihat angka-angka mengenai pelaksanaan pembiayaan pembangunan
melalui KBN-KBN, maka dapat disimpulkan bahwa dari realisasi pembiayaan
pembangunan selama semester I tahun 1969/1970 sebesar Rp 21,0 milyar tersebut di
atas (tidak termasuk subsidi desa), Rp 16,6 milyar (79,2%) adalah untuk proyek-
proyek di bidang ekonomi, Rp 3,1 milyar (14,7%) adalah untuk proyek-proyek di
bidang sosial dan Rp 1,3 milyar (6,1%) adalah untuk proyek-proyek di bidang umum.
42
Kalau angka-angka realisasi pembiayaan pembangunan selama semester I
tahun anggaran 1969/1970 tersebut di atas dibandingkan dengan anggaran
pembangunan induk tahun 1969/1970 (di luar bantuan proyek dan bantuan teknis),
maka untuk masing-masing bidang dapat diperoleh gambaran sebagai berikut :
(1) Pembiayaan melalui KBN-KBN :
- Bidang Ekonomi, telah dikeluarkan 33% dari anggaran induk 1969/1970
- Bidang Sosial, telah dikeluarkan 17% dari anggaran induk 1969/1970
- Bidang Umum, telah dikeluarkan 25% dari anggaran induk 1969/1970
(2) Pembiayaan pembangunan Hankam, telah dikeluarkan 50% dari anggaran induk
1969/1970.
(3) Pembiayaan yang disalurkan melalui perbankan telah dikeluarkan 43% dari
anggaran induk 1969/1970.
(4) Subsidi Desa, telah dikeluarkan 77% dari anggaran induk 1969/1970.
Dari angka-angka tersebut di atas dapat dilihat bahwa realisasi pembiayaan
pembangunan selama semester I tahun anggaran 1969/1970 ini telah diarahkan
sebagian terbesar pada bidang ekonomi sesuai dengan prioritas yang telah digariskan
dalam Rencana Pembangunan Lima Tahun dan dalam APBN 1969/1970.
Dengan berhasilnya PEPERA, maka khusus untuk daerah Irian Barat Pemerintah
telah menyediakan pembiayaan pembangunan sebesar Rp 3,1 milyar.
43
I. Penerimaan Rutin 113,0 228,0A. Pajak Langsung 41,3 91,2
1. Pajak Pendapatan 5,7 15,52. Pajak Perseroan 8,1 15,03. Pajak Perseroan Minyak 20,1 48,74. MPO 1) 7,3 11,55. Lain-lain 0,1 0,5
B. Pajak Tidak Langsung 70,3 134,31. Pajak Penjualan 7,2 12,02. Pajak Penjualan Impor 7,5 10,03. Cukai 15,1 28,24. Bea Masuk 28,0 60,05. Pajak Devisa Ekspor 3,8 7,06. Penerimaan minyak lainnya 7,0 14,17. Lain-lain 1,7 3,0
C. Penerimaan non-tax 1,4 2,5
II. Penerimaan Pembangunan 25,0 2) 99,41. Kredit Luar Negeri 25,0 63,22. Bantuan Proyek p.m 3) 36,2
Jumlah Penerimaan 138,0 327,4
Sumber : Departemen Keuangan RI1) Sudah termasuk hasil MPO yang dipungut oleh pabean2) Tidak termasuk bantuan proyek3) Lihat Tabel 5.1
Jenis Penerimaan Semester I(Realisasi)
APBN1969/1970
Tabel 2.1REALISASI DAN PERKIRAAN PENERIMAAN NEGARA
APBN 1969/1970(Milyar Rupiah)
I. Rutin 102,2 204,01. Belanja Pegawai/Pensiun 38,4 93,4
Tunjangan beras in natura 6,1 26,5Tunjangan beras dalam uang 5,5 12,0Gaji/Upah/Pensiun 23,1 48,5Pengeluaran dalam negeri lainnya 2,1 2,0Pengeluaran luar negeri 1,6 4,4
2. Belanja Lauk Pauk 5,2 13,8
3. Belanja Barang 19,9 36,7Pengeluaran Dalam Negeri 16,9 27,4Pengeluaran Luar Negeri 3,0 9,3
4. Subsidi Daerah Otonom 28,8 41,4Irian Barat 4,9 8,0Daerah Otonom lainnya 23,9 33,4
5. Bunga/Cicilan Hutang-hutang 8,6 16,5Hutang Dalam Negeri 0,4 1,0Hutang Luar Negeri 8,2 15,5
6. Pengeluaran lainnya 1,3 2,2
II. Pembangunan 30,6 123,41. Proyek Pemerintah Pusat 23,0 77,32. Pembiayaan melalui perbankan 3,0 7,33. Subsidi Desa 2,0 2,64. Lain-lain pengeluaran 2,6 -5. Bantuan Proyek p.m. 36,2
Jumlah Pengeluaran 132,8 327,4
Sumber : Departemen Keuangan RI1) Tidak termasuk project aid2) Lihat Tabel 5.1
Jenis Pengeluaran Semester I APBN(Realisasi) 1969/1970
Tabel 2.2REALISASI DAN PERKIRAAN PENGELUARAN NEGARA
APBN 1969/1970(Milyar Rupiah)
44
BAB III
RENCANA ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA NEGARA 1970/1971
3.1. Pendahuluan
Seperti telah dikemukakan di atas, anggaran berimbang yang dinamis disamping
menyesuaikan pengeluaran dan penerimaan, harus memperhatikan peningkatan tabungan
Pemerintah. Peningkatan tabungan tersebut, mengharuskan Pemerintah untuk menyisihkan
sebagian dari penerimaan dalam negeri utnuk pembiayaan pembangunan. Tugas Pemerintah
menjadi semakin berat karena di samping harus melaksanakan pembangunan juga harus
mempertahankan kestabilan ekonomi yang telah tercapai. Makin besar pembangunan yang
harus dilakukan makin besar pula keharusan untuk menciptakan public savings. Dengan
demikian maka tahun demi tahun harus diusahakan agar komponen pembiayaan yang berasal
dari sumber dalam negeri makin lama makin lebih besar daripada sumber pembiayaan luar
negeri. Disadari sepenuhnya bahwa didalam periode PELITA pertama hal tersebut tidak
mudah tercapai. Meskipun demikian akan tetap diusahakan untuk bekerja ke arah itu.
Makin bertambah besarnya anggaran pembangunan untuk tahun anggaran 1970/1971
disebabkan adanya keharusan untuk menyediakan pembiayaan pembangunan Irian Barat dan
subsidi kepada kabupaten-kabupaten di samping meningkatnya “local cost” untuk bantuan
proyek.
Di bidang anggaran rutin pun harus dilaksanakan pengeluaran-pengeluaran yang
sifatnya sukar untuk dielakkan. Pengeluaran-pengeluaran tersebut meliputi pengeluaran
untuk kenaikan belanja pegawai, belanja barang, subsidi daerah otonom dan pembayaran
hutang-hutang. Khusus di dalam tahun anggaran 1970/1971 pengeluaran rutin menanggung
beban yang lebih berat lagi berhubung adanya keharusan untuk menyediakan pembiayaan
bagi Pemilihan Umum.
Faktor-faktor tersebut diataslah yang mempengengaruhi kebijaksanaan-
kebijaksanaan Pemerintah dalam tahun anggaran 1970/1971. Tabel 3.1. memuat angka-
angka perbandingan antara APBN 1969/1970 dengan APBN 1970/1971.
Faktor komposisi impor yang sesuai dengan pembangunan membawa pengaruh bagi
penerimaan baik yang berasal dari nilai lawan bantuan luar negeri maupun dari impor umum.
Seperti telah dikemukakan dalam Bab Umum, secara bertahap komposisi bantuan luar negeri
akan beralih pada bantuan proyek dan pengurangan dalam bantuan program. Dari bantuan
program yang diusahakan, maka sebagian besar diperuntukkan bagi pencukupan bahan-
45
bahan kebutuhan pokok yang menghasilkan nilai lawan yang tidak penuh berhubung
sebagian masih harus diberikan subsidi.
Anggaran pembangunan tahun 1970/1971 akan bertambah dengan 32% jika
dibandingkan dengan tahun 1969/1970. Hal ini dimungkinkan antara lain karena tabungan
pemerintah dapat ditingkatkan. Dari bantuan luar negeri yang diharapkan diperoleh sebesar
US$ 600 juta untuk 15 bulan, hanya US$ 200 juta yang dapat di BE-kan dan US$ 140 juta
berupa bantuan pangan. Kedua-duanya menghasilkan nilai lawan yang dapat dipergunakan
untuk pembiayaan pembangunan.
Jumlah Persen Jumlah Persen Persen
I. Pengeluaran Rutin1. Belanja Pegawai/Pensiun 93,4 45,8 119,4 42,2 + 26,0 32,82. Belanja Barang 50,5 24,7 69,4 24,5 + 18,9 22,03. Subsidi Daerah Otonom 41,4 20,3 53,2 18,8 + 11,8 14,94. Bunga/cicilan Hutang 16,5 8,1 31,4 11,0 + 14,9 18,95. Pemilihan Umum 1,0 0,5 10,0 3,5 + 9,0 11,46. Lain-lain 1,2 0,6
Jumlah 204,0 100,0 283,4 100,0 + 79,4 100,0
II. Tabungan Pemerintah 24,0 37,1 + 13,1Jumlah I + II : 228,0 100,0 320,5 100,0 + 92,5 100,0
III. Penerimaan Rutin 1. Pajak Langsung 42,5 55,6 + 13,12. Pajak Tak Langsung 120,2 167,2 + 47,03. Minyak 62,8 95,1 + 32,34. Non-Tax 2,5 2,6 + 0,1
Jumlah III : 228,0 320,5 + 92,5
Sumber : Departemen Keuangan RI
Tabel 3.1PERBANDINGAN ANGGARAN RUTIN DARI APBN 1969/1970
DENGAN APBN 1970/1971( Dalam Milyar Rupiah )
Anggaran APBN 1969/70 APBN 1970/71 KenaikanJumlah
46
Penyediaan “local cost” bagi bantuan proyek untuk tahun anggaran 1970/1971 akan
sangat meningkat dibandingkan dengan tahun anggaran 1969/1970. Hal ini disebabkan
karena perkiraan daripada disbursement dari bantuan proyek jauh lebih besar daripada tahun
anggaran yang lalu.
Tabel 3.2. di bawah ini memperlihatkan keseluruhan RAPBN 1970/1971 :
I. Penerimaan Rutin 320,583 I. Pengeluaran Rutin 283,475
A. Pajak Langsung 117,120 1. Belanja Pegawai dan Pensiun 119,4391. Pajak Pendapatan 13,250 a. Tunjangan Beras 30,7342. Pajak Perseroan 21,250 b. Gaji/Upah/Pensiun 51,9383. P. Ps. Minyak 61,470 c. Kenaikan Gaji 50% 21,5844. MPO 20,900 d. Lain-lain Belanja Pegawai DN 10,9925. Lain-lain 0,250 e. Belanja Pegawai LN 4,191
B. Pajak Tidak Langsung 200,810 2. Belanja Barang 69,4431. Pajak Penjualan 19,0002. P.Pn. Impor 19,500 3. Subsidi/Perimbangan Keuangan 53,2193. Cukai 39,4604. Bea Masuk 78,000 4. Bunga/Cicilan Hutang 31,3745. Pajak Devisa Ekspor 7,0006. Penerimaan Minyak lainnya 33,600 5. Pemilu 10,0007. Lain-lain 4,250
C. Penerimaan Non-Tax 2,653
II. Penerimaan Pembangunan 124,316 II. Pengeluaran Pembangunan 161,424
1. Kredit Luar Negeri 78,676 A. Bidang Ekonomi 81,6442. Bantuan Proyek 45,640 B. Bidang Sosial 21,612
C. Bidang Umum 12,528115,784
D. Bantuan Proyek 45,640
Jumlah 444,899 Jumlah 444,899
Sumber : Departemen Keuangan RI
Tabel 3.2RENCANA ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA NEGARA 1970/1971
(Dalam Milyar Rupiah)
PengeluaranJumlah JumlahPenerimaan
47
3.2. Anggaran Rutin
3.2.1. Penerimaan Rutin
Di dalam memperkirakan penerimaan rutin untuk tahun anggaran 1970/1971
ada beberapa faktor yang harus diperhatikan oleh Pemerintah :
(1) Karena kebutuhan pembiayaan baik untuk pengeluaran rutin maupun untuk
pengeluaran pembangunan makin meningkat di dalam tahun kedua (1970/1971)
PELITA, maka penerimaan rutin harus lebih ditingkatkan lagi daripada apa yang
dapat dihasilkan di dalam tahun anggaran 1969/1970.
(2) Untuk lebih meningkatkan pemasukan daripada penerimaan rutin tersebut, maka
selain fasilitas-fasilitas dan perangsang-perangsang fiskal yang telah diberikan
kepada industri-industri baru dalam rangka Undang-undang Penanaman Modal
dan kepada industri-industri yang sudah ada (existing industries), akan diberikan
pula perangsang-perangsang (incentives) yang cukup berarti yang mendorong
kegiatan produksi dalam negeri.
(3) Di dalam usaha untuk lebih meningkatkan lagi penerimaan rutin 1970/1971,
Pemerintah tetap menjaga agar kestabilan moneter yang telah dicapai di dalam
tahun 1969/1970 terus dipelihara dan lebih dimantapkan lagi. Hanya perlu
ditekankan di sini bahwa kestabilan yang dimaksud bukanlah kestabilan yang
statis, tetapi merupakan kestabilan yang dinamis. Artinya di dalam usahanya
untuk tetap memelihara kestabilan moneter tersebut, maka Pemerintah melalui
kebijaksanaan anggaran harus dapat melaksanakan kegiatan pembangunan yang
makin besar.
(4) Harus dapat dipertahankan peningkatan penerimaan yang berasal dari sektor
perdagangan internasional, meskipun pola daripada impor harus disesuaikan
dengan kegiatan pembangunan yang lebih terarah kepada barang-barang modal,
bahan-bahan baku dan bahan-bahan penolong yang sebenarnya tidak
menghasilkan bea masuk yang besar.
Berdasarkan faktor-faktor seperti disebutkan di atas, maka dalam tahun
anggaran 1970/1971 Pemerintah akan menjalankan beberapa tindakan pelaksanaan
sebagai berikut :
(1) Intensifikasi pemungutan dan ekstensifikasi pengenaan pajak akan terus
ditingkatkan, baik mengenai pajak-pajak langsung maupun mengenai pajak-
pajak tidak langsung.
48
(2) Dalam rangka memberikan fasilitas dan perangsang (incentives) kepada dunia
usaha maka Pemerintah merencanakan mengajukan beberapa RUU Perpajakan
tentang perubahan dan tambahan atas ordonansi-ordonansi pajak pendapatan,
pajak perseroan dan pajak dividen. Dengan adanya perubahan dan tambahan (tax
reform) tersebut, maka diharapkan dunia usaha akan memperoleh peluang dan
kesempatan yang lebih besar untuk memperkembangkan usaha-usahanya.
Berarti aktivitas perekonomian akan lebih hidup dan lebih maju lagi dari masa
sebelumnya, sehingga pada akhirnya penerimaan pajak-pajak pun diharapkan
dapat lebih ditingkatkan. “Tax Reform” tersebut mencakup penurunan dan
penyederhanaan tarif, peningkatan batas minimum kena pajak, penambahan dan
penyempurnaan lapisan-lapisan pendapatan (income brackets), penilaian
kembali (revaluasi) aktiva tetap badan usaha, penghapusan yang dipercepat
(accelerated depreciation), perangsang penanaman modal baru, kemungkinan
kompensasi kerugian inisial (carry forward of initial losses), perpanjangan
jangka waktu untuk kompensasi kerugian nominal, dan lain-lain lagi yang
semuanya diharapkan dapat mendorong kemajuan dan perluasan dunia industri
dan perusahaan.
(3) Juga terhadap Undang-undang No.1 tahun 1967 (Penanaman Modal Asing) dan
Undang-undang No.6 tahun 1968 (Penanaman Modal Dalam Negeri) akan
diadakan beberapa perubahan-perubahan dan tambahan. Hal ini dilakukan
sebagai akibat perubahan-prubahan dan tambahan-tambahan yang diadakan atas
Ordonansi Pajak Perseroan 1925 itu sendiri. Dengan demikian diharapkan
prinsip keseragaman dapat dipegang teguh. Dari perubahan-perubahan dan
tambahan atas kedua Undang-undang tersebut di atas diharapkan penanaman
modal pada umumnya dapat lebih berkembang lagi.
(4) Di bidang impor, maka Peraturan Pemerintah No.6 tahun 1969 yang mengatur
kembali pengenaan bea masuk akan terus disempurnakan sehingga pengarahan
impor menjadi lebih baik lagi, tetapi tetap memperhatikan keseimbangan yang
harus dicapai diantara kepentingan penerimaan Pemerintah, kepentingan
produsen (baik berupa perangsang maupun dalam bentuk proteksi) dan
kepentingan rakyat banyak (konsumen terbesar).
Dengan memperhitungkan faktor-faktor dan tindakan-tindakan pelaksanaan
seperti disebutkan di atas, maka Pemerintah memperkirakan bahwa penerimaan rutin
1970/1971 akan berjumlah Rp 320,5 milyar yang terdiri dari pajak langsung
49
Rp 117,1 milyar, pajak tidak langsung Rp 200,8 milyar dan penerimaan non tax
Rp 2,6 milyar. Perincian lebih lanjut dari penerimaan rutin 1970/1971 dapat dibaca
dalam Lampiran 1 dari Nota Keuangan ini.
3.2.2. Pengeluaran Rutin
Pengeluaran rutin 1970/1971 diperkirakan lebih besar daripada yang
dikeluarkan di dalam tahun anggaran 1969/1970 disebabkan oleh kebijaksanaan-
kebijaksanaan yang hendak dijalankan Pemerintah seperti di bawah ini :
(1) Khusus dalam tahun anggarn 1970/1971 maka anggaran rutin harus menanggung
beban yang berat yang disebabkan keharusan penyediaan pembiayaan Pemilihan
Umum.
(2) Sebagai salah satu usaha untuk memperbaiki taraf hidup pegawai negeri dan
ABRI, maka Pemerintah bermaksud menaikkan gaji pegawai.
(3) Pemeliharaan peralatan (maintenance) Pemerintah akan dipertinggi tarafnya. Juga
secara kuantitatif hal tersebut harus dilakukan karena makin meningkatnya
volume pembangunan sesuai penahapan di dalam PELITA. Termasuk pula di
dalam hubungan ini peningkatan aktivitas-aktivitas Pemerintah dalam bidang
pengawasan.
(4) Subsidi daerah otonom juga akan lebih meningkat antara lain sebagai akibat
kenaikan gaji pegawai.
(5) Guna mengembalikan kepercayaan dunia internasional akan kemampuan dan
kesungguhan Indonesia untuk memenuhi kewajiban-kewajiban internasionalnya
sesuai dengan perjanjian-perjanjian antaranegara yang telah disetujuinya, maka di
dalam tahun anggaran 1970/1971 Pemerintah tetap akan memenuhi kewajiban
pembayaran hutang-hutangnya yang jumlahnya lebih besar dibandingkan dengan
tahun-tahun sebelumnya.
Berdasarkan kebijaksanaan-kebijaksanaan sebagaimana disebutkan diatas,
maka pengeluaran rutin 1970/1971 diperkirakan akan berjumlah Rp 283,4 milyar
dengan pembagian sebagai berikut :
50
Rp miliar
1. Belanja Pegawai/Pensiun 119,4
2. Belanja Barang 69,4
3. Subsidi Daerah Otonom 53,2
4. Bunga/cicilan hutang 31,4
5. Pemilihan Umum 10,0
Jumlah : 283,4
Keterangan-keterangan selanjutnya adalah sebagai berikut :
ad. 1. Belanja Pegawai/Pensiun
Di samping kenaikan berkala (naruurlijk acc-res) sudah selayaknyalah
kepada pegawai negeri diberikan kenaikan gaji tambahan. Namun mengingat
kemampuan keuangan negara dan mengingat beban yang harus ditanggung oleh
Pemerintah dalam bidang lainnya maka diperkirakan bahwa gaji baru dapat
dinaikkan dengan 50%.
Tunjangan beras tetap diberikan dalam bentuk natura maupun dalam bentuk
uang menurut peraturan-peraturan yang berlaku.
Perincian Jumlah
1. Tunjangan Beras 30,7342. Gaji/Upah/Pensiun 51,9383. Kenaikan Gaji 50% 21,5844. Lain-lain belanja pegawai dalam negeri 10,9925. Belanja pegawai luar negeri 4,191
Jumlah 119,439Sumber : Departemen Keuangan RI
Tabel 3.3.PERINCIAN BELANJA PEGAWAI/PENSIUN 1970/1971
(Dalam Milyar Rupiah)
ad. 2. Belanja Barang
Pada umumnya dalam tahun-tahun yang lalu perlengkapan Pemerintah kurang
dipelihara sebagaimana mestinya karena biaya yang tersedia untuk keperluan itu jauh
daripada mencukupi. Lain daripada itu pengeluaran-pengeluaran untuk keperluan
aktivitas-aktivitas lainnya misalnya : biaya perjalanan yang perlu untuk aktivitas
pembinaan dan pengawasan daripada proyek-proyek belum seluruhnya mendapat
51
perhatian sebagaimana seharusnya. Dengan meningkatnya volume pembangunan,
maka kegiatan rutin pun akan meningkat. Dengan demikian pengeluaran-pengeluaran
untuk tugas-tugas pembinaan dan pengawasan perlu ditingkatkan baik untuk
kelancaran roda pemerintahan maupun kelancaran pembangunan.
ad. 3. Subsidi Daerah Otonom
Dengan adanya kenaikan gaji, maka subsidi daerah otonom mengalami
kenaikan pula oleh karena di dalam subsidi tersebut termasuk gaji dari pegawai
daerah otonom.
ad. 4. Bunga/Cicilan Hutang
Jumlah anggaran untuk keperluan ini tergantung daripada besarnya hutang-
hutang yang jatuh tempo untuk tiap tahunnya. Pengeluaran untuk hutang-hutang yang
sudah jatuh tempo ini tiap tahunnya makin besar dan pengeluaran untuk hutang-
hutang luar negeri untuk tahun anggaran 1970/1971 diperkirakan besarnya Rp 20,2
milyar. Dibandingkan dengan tahun anggaran 1969/1970 ini berarti kenaikan sebesar
kurang lebih Rp 5,0 milyar. Oleh karena itu Pemerintah senantiasa berusaha untuk
menunda secara menyeluruh pembayaran kembali hutang-hutang warisan orde lama.
Disamping itu pinjaman-pinjaman baru hanya diterima bilamana syarat-syaratnya
betul-betul lunak. Dengan demikian maka beban embayaran kembali hutang-hutang
untuk tahun-tahun yang akan datang akan menjadi lebih ringan.
Mengenai hutang-hutang dalam negeri, tunggakan-tunggakan daripada
hutang-hutang tahun-tahun yang lalu sudah sedemikian meningkatnya sehingga perlu
untuk mulai diangsur. Guna kelangsungan usaha daripada perusahaan-perusahaan
negara, maka hutang-hutang antar PN/Departemen perlu diselesaikan secara
menyeluruh. Pelaksanaan pembayarannya dilakukan secara bertahap.
Tabel 3.4. menunjukkan perincian pembayaran kembali hutang-hutang Luar
Negeri dalam tahun anggaran 1970/1971.
52
I. Hutang-hutang Lama 26,0(Sebelum Juni 1966)
II. Hutang-hutang Baru 28,0(Sesudah Juni 1966)a. Stop-gap Kredit 1966 15,0
1. Jepang ( 10,0 )2. Jerman Barat ( 1,0 )3. P.L. 480 (USA) ( 3,0 )4. India ( 1,0 )
b. Bantuan Program IGGI 13,01. Bunga Pinjaman 1967 ( 3,0 )2. Bunga Pinjaman 1968 ( 6,0 )3. Bunga Pinjaman 1969 ( 4,0 )
III. Pembayaran pada IMF 8,0(Repurchase + bunga)
Jumlah 62,0 20,212
Sumber : Departemen Keuangan
Macam Hutang Dalam US$ juta Dalam Milyar Rp
Tabel 3.4.PEMBAYARAN KEMBALI HUTANG-HUTANG LUAR NEGERI, 1970/1971
(Dalam Milyar Rp dan Jutaan US$)US$ 1 = Rp 326,-
ad. 5. Pengeluaran untuk Pemilihan Umum
Mengingat bahwa pengeluaran untuk Pemilihan Umum merupakan suatu
keharusan, maka didalam tahun anggaran 1970/1971 oleh Pemerintah disediakan
Rp 10,- milyar. Keperluan untuk Pemilihan Umum sebenarnya lebih besar daripada
jumlah tersebut.
Perincian lebih lanjut dari pengeluaran rutin 1970/1971 dapat diketahui di
dalam Lampiran 2 dari Nota Keuangan ini.
3.3. Anggaran Pembangunan
3.3.1. Penerimaan Pembangunan
Untuk tahun anggaran 1970/1971 Pemerintah memperkirakan penerimaan
pembangunan sebesar Rp 124,3 milyar yang terdiri dari kredit luar negeri sebesar
Rp 78,7 milyar dan bantuan proyek sebesar Rp 45,6 milyar.
53
Untuk tahun 1970/1971 diperkirakan bantuan “non-food” adalah US$ 200
juta yang terdiri dari BE, barang modal, pupuk, kapas kasar dan benang tenun. Untuk
“food aid” diperkirakan bantuan sebesar US$ 140 juta yang terdiri dari beras, tepung
terigu dan lain-lain bahan makanan.
Bantuan proyek diperkirakan sebesar US$ 260 juta atas dasar commitment,
sedangkan atas dasar disbursement diperkirakan US$ 140 juta.
Perlu dikemukakan bahwa kesediaan negara-negara yang membantu
Indonesia untuk memberikan “program aid” makin berkurang dan pada umumnya
ada usaha untuk menggeser pada “project aid”. Jika di dalam APBN 1969/1970
bantuan proyek yang diterima diperkirakan Rp 36,2 milyar, maka di dalam APBN
1970/1971 bantuan proyek tersebut diperkirakan meningkat menjadi Rp 45,6 milyar,
berarti suatu kenaikan sebesar kira-kira 26%.
Sebaliknya bantuan-bantuan luar negeri lainnya telah meningkat dari Rp 63,2
milyar di dalam APBN 1969/1970 mejadi Rp 78,7 milyar di dalam APBN
1970/1971, suatu kenaikan sebesar kira-kira 23%.
Dengan berkurangnya hasrat negara-negara kreditor untuk memberikan
“program aid” yang lebih besar membawa akibat bertambah pentingnya peranan
public savings sebagai sumber pembiayaan pembangunan untuk program-program
yang tidak dicakup di dalam bantuan-bantuan proyek. Dengan demikian sumber
pembiayaan dalam negeri untuk menghasilkan public savings akan sangat
dipengaruhi oleh performance APBN 1970/1971.
Perincian lebih lanjut dari penerimaan pembangunan dapat dilihat di dalam
Lampiran 1 dari Nota Keuangan ini.
3.3.2. Pengeluaran Pembangunan
Sesuai dengan REPELITA, maka pengeluaran pembangunan di dalam tahun
anggaran 1970/1971 diharapkan akan meningkat dibandingkan dengan tahun
anggaran 1969/1970.
Faktor-faktor yang harus diperhitungkan di dalam pelaksanaan anggaran
pembangunan 1970/1971 adalah :
(8) Meningkatnya keperluan “local cost” untuk bantuan-bantuan proyek yang jauh
lebih besar daripada tahun yang lalu.
(9) Keharusan untuk melaksanakan pembangunan di daerah Irian Barat sebagai
“follow up” daripada hasil PEPERA.
54
(10) Pemberian subsidi kepada kabupaten-kabupaten, di samping subsidi desa,
guna memanfaatkan kelebihan tenaga kerja sebagai akibat ertambahan penduduk
dan kurangnya kesempatan kerja serta mendorong pelaksanaan proyek-proyek
pembangunan di daerah-daerah.
ad.(1). “Local cost” untuk bantuan-bantuan proyek diperhitungkan sebesar Rp 32,0
milyar. Pembagiannya adalah sebagai berikut (dalam Rp milyar) :
1. Bidang Ekonomi 31,5 - Pertanian 0,5 - Telekomunikasi 1,9 - Kereta Api 0,5 - Perhubungan Laut 2,3 - Perhubungan Udara 0,2 - Air minum 1,0 - Jalan Raya 7,5 - Irigasi 9,0 - Tenaga Listrik 8,5
2. Bidang Sosial 0,5
3. Bidang Umum -
Jumlah : 32,0
ad.(2). Pembangunan Irian Barat diperkirakan sebesar Rp 3,5 milyar.
ad.(3). Pemberian subsidi kepada kabupaten diperkirakan sebesar Rp 5,7 milyar,
sedang untuk subsidi desa diperlukan Rp 5,6 milyar.
Atas dasar hal-hal tersebut di atas, maka prioritas pembiayaan pembangunan
harus pula disesuaikan. Urutan prioritas tersebut adalah sebagai berikut :
a) Keperluan pembiayaan untuk pencapaian terget fisik 1969/1970 dari proyek-
proek yang direncanakan dan tersedia anggarannya dalam tahun anggaran
tersebut, yang karena berbagai sebab dalam pelaksanaannya tidak akan mencapai
target fisiknya pada akhir tahun anggaran 1969/1970 tersebut.
b) Keperluan pembiayaan dalam negeri (“local cost”) untuk pelaksanaan bantuan
proyek dan bantuan teknis yang akan dilaksanakan dalam tahun anggaran
1970/1971.
c) Keperluan pembiayaan untuk melanjutkan proyek-proyek dalam tahun anggaran
1969/1970, yang dalam perencanaannya semula memerlukan kelanjutan atau
penyelesaian dalam tahun anggaran 1970/1971.
55
d) Keperluan pembiayaan proyek-proyek baru yang akan dimulai dalam tahun
1970/1971.
Dengan memperhitungkan hal-hal tersebut di atas, maka pengeluaran
pembangunan 1970/1971 (tanpa project aid) adalah sebagai terlihat di dalam
Tabel 3.5. Dari tabel tersebut diketahui bahwa seluruh anggaran pembangunan yang
berjumlah Rp 115,7 milyar tersebut dibagi di dalam bidang ekonomi sebesar Rp 81,6
milyar (70,5%), bidang sosial sebesar Rp 21,6 milyar (18,8%) dan bidang umum
sebesar Rp 12,5 milyar (10,7%). Angka-angka terperinci mengenai project aid dapat
dilihat dalam Lampiran 3a dan 3e.
Perincian lebih lanjut dari pengeluaran pembangunan 1970/1971 dapat
diketahui di dalam Lampiran 3 dari Nota Keuangan ini.
I MPRS - - 133.000 133.000II DPR - GR - - 667.000 667.000III DPA - - 27.000 27.000IV BPK - - 67.000 67.000V Mahkamah Agung 55.000 55.000VI Kejaksanaan Agung 266.000 266.000VII Kepresidenan - 54.000 54.000VIII Sekretariat Negara 415.000 306.500 721.500IX Badan/Lembaga Non Departemen 536.484 207.516 744.000X Departemen Dalam Negeri 100.000 551.000 843.000 1.494.000XI Departemen Luar Negeri 2.900 311.100 314.000XII Departemen Hankam 4.500.000 4.500.000XIII Departemen Kehakiman 940.500 940.500XIV Departemen Penerangan 800.000 206.000 1.006.000XV Departemen Keuangan 107.200 1.492.800 1.600.000XVI Bagian Pembiayaan dan Perhitungan 19.790.000 2.350.000 406.500 22.546.500XVII Departemen Perdagangan 522.500 522.500XVIII Departemen Pertanian 5.387.000 607.000 576.000 6.570.000XIX Departemen Perindustrian 1.321.000 452.500 300.000 2.073.500XX Departemen Pertambangan 836.700 4.400 160.900 1.002.000XXI Departemen PUTL 42.590.000 2.731.000 679.000 46.000.000XXII Departemen Perhubungan 10.673.000 140.000 230.000 11.043.000XXIII Departemen P & K 5.650.000 200.000 5.850.000XXIV Departemen Kesehatan 4.196.000 204.000 4.400.000XXV Departemen Agama 930.600 169.400 1.100.000XXVI Departemen Tenaga Kerja 135.635 200.665 71.500 407.800XXVII Departemen Sosial 264.800 54.900 319.700XXVIII Departemen Transkop 811.000 410.500 138.500 1.360.000
Jumlah 81.644.335 21.611.549 12.528.116 115.784.000(Dalam persen) ( 70,5% ) ( 18,8% ) ( 10,7% ) (100,0% )
Sumber : Departemen Keuangan dan Bappenas
(A + B + C)Ekonomi Sosial Umum Jumlah BiayaDepartemen/LembagaNo.
Tabel 3.5RANCANGAN ANGGARAN PEMBANGUNAN 1970/1971
Daftar Rekapitulasi menurut Departemen/Lembaga dan Bidang(tidak termasuk nilai lawan bantuan proyek/bantuan teknis)
(Dalam Ribuan Rupiah)
( A ) ( B ) ( C )
56
BAB IV
JUMLAH UANG BEREDAR DAN PERKREDITAN BANK
4.1. Perkembangan uang beredar dan tingkat inflasi 1966 - 1969
Kebijaksanaan stabilisasi ekonomi yang dijalankan oleh Pemerintah sejak bulan
Oktober 1966 telah menunjukkan hasil-hasilnya. Jika digunakan angka indeks biaya hidup di
Jakarta (Oktober 1966 = 100) sebagai pengukur laju inflasi, maka ternyata tingkat kenaikan
index harga tersebut selama :
Tahun 1966 636,8 %
Tahun 1967 112,1 %
Tahun 1968 85,1 %
Tahun 1969 4,6 %
(hingga September).
Dengan turunnya laju inflasi maka terlihat adanya kenyataan bahwa jumlah uang
beredar terus bertambah meskipun tingkat kenaikannya berkurang (lihat Grafik dalam bab I).
Jumlah uang beredar bertambah dalam tahun 1966 sebesar ± Rp 19.636 juta (763%), dalam
tahun 1967 sebesar ± Rp 29.263 juta (131,8%) dalam tahun 1968 sebesar ± Rp 62.423 juta
(121,3%). Sedangkan dalam tahun 1969 sampai dengan bulan September adalah sebesar
Rp 56.776 juta (49,8%) (lihat Tabel 4.1). Kenyataan bahwa tingkat pertambhan jumlah uang
beredar bertambah, sedangkan laju inflasi menurun, menunjukkan bahwa kecepatan uang
beredar (velocity) telah menurun. Hal ini menunjukkan bahwa kepercayaan masyarakat
terhadap nilai uang rupiah telah bertambah.
Gambaran yang lebih jelas dapat diperoleh bila jumlah uang beredar diperluas
dengan berbagai jenis deposito. Berbagai jenis deposito tersebut dapat dianggap sebagai
mendekat uang (near money). Seperti diketahui maka sistim moneter dapat menciptakan
sejumlah uang kartal, uang giral dan pelbagai jenis deposito dalam arti nominal. Tetapi yang
menentukan nilai riil dari tagihan moneter tersebut adalah masyarakat dan bukan sistim
moneter. Yang dimaksudkan dengan nilai riil dari tagihan moneter tersebut adalah nilai
nominal dari tagihan moneter tersebut dibandingkan dengan indeks tingkat biaya hidup. Jika
sistim moneter menciptakan jumlah nominal uang (kartal dan giral) dan deposito lebih besar
daripada jumlah yang diperlukan oleh masyarakat pada tingkat harga-harga yang berlaku
maka masyarakat berusaha melemparkan kelebihan uang tersebut dengan jalan membeli
barang-barang. Ini mengakibatkan tingkat harga-harga akan naik. Sebaliknya bila sistim
moneter menciptakan jumlah nominal uang dan deposito lebih kecil daripada jumlah yang
57
diperlukan oleh masyarakat pada tingkat harga yang berlaku, maka mereka berusaha
menambah kekurangan itu dengan jalan menjual barang-barangnya atau mengurangi
pembelian barang-barang. Ini mengakibatkan tingkat harga-harga akan menurun.
Dari Tabel 4.1 ternyata bahwa pada bulan September 1966 sistim moneter telah
menciptakan uang dan deposito sebesar Rp 15,4 milyar dan pada bulan September 1969
telah meningkat menjadi Rp 214,7 milyar atau menjadi ± empat belas kali. Dalam arti riil
pertambhaan uang dan deposito itu hanya ± 2,5 kali. Hal ini berarti tingkat harga telah naik
kira-kira lebih dari lima kali selama periode tersebut.
Jika dilihat per tahun maka sejak September 1966 s.d September 1967 jumlah uang
dan deposito dalam arti riil bertambah sebesar ± 20%, dan dari bulan September 1967 s.d
September 1968 bertambah sebesar 12,5% sedangkan kenaikan terbesar terjadi selama
September 1968 s.d September 1969 yaitu suatu kenaikan sebesar 69%.
4.2. Sebab-sebab jumlah uang beredar
Dari Tabel 4.2 dapat diikuti sektor-sektor yang memegang peranan dalam
memperbesar jumlah uang beredar. Dalam tahun 1966 pertambahan jumlah uang beredar
sebesar ± Rp 19.636 juta terutama disebabkan karena bertambahnya tagihan bersih terhadap
pemerintah sebanyak ± 64,2%. Sedangkan peranan daeri sektor “kegiatan perusahaan-
perusahaan”, sektor “luar negeri” dan “sektor lain” adalah masing-masing 29,0%, -1,3%,
8,1% dari pertambahan jumlah uang beredar. Dalam tahun 1967 polanya sedikit berbeda di
mana sektor “resmi” dan sektor “kegiatan perusahaan” mengambil bagian yang hampir sama
besar dari pertambahan jumlah uang yang beredar yakni 55,8% dan 76,2%. Perubahan yang
drastis terjadi dalam tahun 1968 di mana sektor “kegiatan perusahaan” memegang peranan
utama yaitu 77,3%. Sedangkan sektor “resmi” hanya 4,6% dari pertambhaan jumlah uang
beredar. Pola yang hampir bersamaan dengan tahun 1968 telah terjadi dalam tahun 1969
(sampai dengan September 1969) di mana sektor-sektor resmi malah memberikan efek
penurunan uang beredar -36,9%, sedangkan sektor kegiatan perusahaan dan sektor luar
negeri menimbulkan efek penambahan uang beredar yaitu masing-masing dengan +87,3%
dan +59,4% dari pertambahan jumlah uang beredar. Suatu kesimpulan penting yang dapat
ditarik ialah :
1) Peranan dari anggaran belanja negara sebagai faktor penyebab utama kenaikan
harga makin lama makin berkurang. Hal ini sesuai dengan kebijaksanaan
anggaran berimbang yang dijalankan oleh pemerintah.
58
2) Peranan sektor “kegiatan perusahaan” makin lama makin menonjol dalam
memperbesar jumlah uang beredar. Hal ini sesuai dengan kebijaksanaan
pemerintah dewasa ini maupun di masa depan dalam rangka meningkatkan
kegiatan investasi dan produksi.
4.3. Perkembangan Dana Perkreditan
Perkembangan Dana Kredit Perbankan dapat di lihat dalam Tabel 4.3. Selama
periode bulan September 1966 s.d. bulan September 1967 dana kredit perbankan telah
bertambah sebesar + Rp 11.714,29 juta (263,7%). Pertambahan tersebut terutama disebabkan
oleh pertambahan giro bank-bank Pemerintah sebesar Rp 7.216,24 juta (61,6%) dari
pertambhaan dana seluruhnya, sedangkan giro Bank Swasta hanya bertambah sebesar
Rp 2.232,60 juta (19,1%).
Sedangkan dalam periode bulan September 1967 s.d 1968 dana kredit perbankan
telah bertambah sebesarp Rp 25.031,71 juta (154,9%) yang terutama disebabkan oleh :
Pertambahan deposito :
Bank-bank Pemerintah : + Rp 1.460,78 juta (5,8%)
Bank-bank Swasta : + Rp 4.158,48 juta (16,6%)
Pertambahan giro :
Bank-bank Pemerintah : + Rp 15.816,83 juta (63,2%)
Bank-bank Swasta : + Rp 2.941,76 juta (11,8%)
Pola yang sangat berbeda terjadi selama periode September 1968 s.d. 1969 di mana
dana kredit perbankan seluruhnya bertambah sebesar + Rp 69.224,57 juta (168%).
Pertambahan dana tersebut disebabkan :
Pertambahan deposito :
Bank-bank Pemerintah : + Rp 28.039,28 juta (40,5%)
Bank-bank Swasta : + Rp 8.591,92 juta (12,4%)
Pertambahan giro :
Bank-bank Pemerintah : + Rp 25.979,39 juta (37,5%)
Bank-bank Swasta : + Rp 4.010,73 juta (5,8%)
Dengan demikian dapat dilihat :
1) Deposito bertambah lebih besar daripada giro
2) Deposito dan giro bertambah lebih cepat dari pertambahan uang kartal
59
3) Deposito bank Pemerintah bertambah lebih besar daripada deposito bank-bank Swasta,
meskipun bunga deposito pada bank-bank Swasta lebih tinggi daripada Bank-bank
Pemerintah.
Kesimpulan tersebut di atas adalah sesuai dengan kebijaksanaan pemerintah di bidang ini :
a) Dalam bulan Oktober 1968 dalam rangka kebijaksanaan deposito berjangka, tingkat
bunga deposito berjangka dari bank-bank Pemerintah telah dinaikkan menjadi 6% per
bulan, dan deposito itu dijamin oleh Pemerintah.
b) Dalam bulan Pebruari 1967 suatu program tabungan berhadiah telah dijalankan oleh
Bank-bank Pemerintah yang berkedudukan di Jakarta sebagai percobaan dengan bunga
yang cukup menarik.
Sejak bulan Maret 1969 tingkat bunga deposito berjangka bank-bank Pemerintah telah
diturunkan beberapa kali (lihat Tabel 4.4) untuk menyesuaikan dengan perkembangan harga.
Dari Tabel 4.4 dan 4.5 dapat dilihat, bahwa meskipun suku bunga deposito selalu
diturunkan namun hasrat masyarakat terhadap deposito berjangka bahkan semakin besar. Ini
menunjukkan bertambahnya kepercayaan kepada rupiah kita.
Adapun kenaikan (bukan posisi) deposito berjangka pada Bank-bank Pemerintah per
bulan sejak Desember 1968 dibandingkan dengna bulan-bulan sebelumnya adalah :
Januari : + Rp 2.138,0 juta ( + 47,3 %)
Februari : + Rp 3.705,2 juta ( + 55,7 %)
Maret : + Rp 6.028,4 juta ( + 58,2 %)
April : + Rp 5.178,4 juta ( + 32 %)
Mei : + Rp 2.208,0 juta ( + 10 %)
Juni : + Rp 772,0 juta ( + 3 %)
Juli : + Rp 1.302,9 juta ( + 5,3 %)
Agustus : + Rp 1.931,7 juta ( + 7,5 %)
September : + Rp 2.040,2 juta ( + 7,3 %)
Bila dibandingkan angka akhir triwulan III 1969 dengan angka akhir triwulan II 1969 maka
telah terjadi kenaikan sebesar Rp 5.274,8 juta (+ 21,5%).
Untuk meningkatkan usaha-usaha pengerahan dana dari masyarakat di samping
deposito berjangka adalah tabungan berhadiah yang diselenggarakan oleh bank-bank
pemerintah, yang mulai dilaksanakan sejak awal Februari 1969 dengan perincian suku bunga
sebagai berikut :
60
- 1 tahun atau lebih 3,5%
- 6 bulan atau lebih 3,0%
- 3 bulan atau lebih 2,5%
- kurang 3 bulan tidak diberikan bunga
Adapun perkembangan tabungan berhadiah 1969, setiap bulan mulai Februari 1969
dapat dilihat dalam Tabel 4.6.
Dari tabel tersebut dapat terlihat bahwa sejak bulan Februari sampai dengan akhir
September 1969 nilai nominal tabungan berhadian 1969 meningkat setiap bulan berturut-
turut dengan : Rp 15,15 juta (73,4%), Rp 16,46 juta (46%), Rp 11,22 juta (21,5%), Rp 13,26
juta (20,9%), Rp 19,70 juta (25,7%), Rp 23,12 juta (24,0%) dan Rp 39,91 juta (33,4%),
sedangkan perinciannya adalah ± 61,4% berasal dari Bank-bank Pemerintah dan sisanya
± 35,6% dari Bank-bank Swasta.
4.4. Perkembangan Pemberian Kredit Perbankan menurut Sektor
Perkembangan pemberian kredit perbankan secara keseluruhan dapat diikuti dari
Tabel 4.7. Perkembangan pemberian kredit perbankan sejak bulan September 1966 s.d
September 1967, demikian pula dari 1967-1968 dan 1968-1969 dalam jangka waktu yang
sama tersebut adalah masing-masing + Rp 14.311,90 juta (311,1%), + Rp 80.327,35 juta
(424,7%), dan + Rp 108.264,43 juta (109,6%). Secara absolut dapat dikatakan bahwa
pemberian kredit perbankan menunjukkan pertambahan yang cukup besar dari tahun ke
tahun sesuai dengan pola kebijaksanaan stabilisasi ekonomi yang dijalankan oleh Pemerintah
sejak Oktober 1966 yang mengarahkan kredit-kredit pada sektor yang diprioritaskan.
Perubahan yang terjadi hanya terletak pada pelaksanaannya yang lebih
mencerminkan kepada kondisi ekonomi yang sedang brjalan, sehinga dapat diciptakan suatu
iklim yang menguntungkan bagi pembangunan ekonomi. Dalam rangka mensukseskan
pembangunan, kebijaksanaan perkreditan merupakan suatu alat yang penting, sehingga dapat
diharapkan perkembangan pemberian kredit bank di masa-masa depan akan bertambah lebih
besar lagi.
4.4.1. Perkembangan pemberian kredit menurut sektor perbankan
Sesuai dengan Undang-undang tentang bank-bank pemerintah yang telah
disahkan pada akhir tahun 1968, maka dewasa ini terdapat 8 buah bank-bank
pemerintah :
61
1. Bank Indonesia, sebagai bank sentral (sebelumnya disebut BNI Unit I)
2. Bank Rakyat Indonesia (adalah bagian dari BNI Unit II sebelumnya)
3. Bank Ekspor Import (adalah bagian dari BNI Unit II sebelumnya)
4. BNI 1946 (sebelumnya disebut BNI Unit III)
5. Bank Bumi Daya (sebelumnya BNI Unit IV)
6. Bank Tabungan Negara (sebelumnya BNI Unit V)
7. Bank Dagang Negara (statusnya sama dengan sebelumnya)
8. Bank Pembangunan Indonesia.
Perkembangan pemberian kredit menurut sektor perbankan dapat dilihat
dalam Tabel 4.7. Pertambahan pemberian kredit bank sebesar Rp 14.311,90 juta
dalam periode bulan September 1966 – September 1967 adalah disebabkan :
- Bank Indonesia : + Rp 6.300,62 juta (44,3 %)
- Bank Pemerintah : + Rp 5.311,19 juta (37,2 %)
- Bank-bank Swasta : + Rp 2.700,09 juta (18,5 %)
Dalam periode September 1967 – September 1968 pertambahan pemberian
kredit bank adalah sebesar + Rp 80.327,35 juta yang dapat diperinci sebagai berikut :
- Bank Indonesia : + Rp 61.994,58 juta (77,1 %)
- Bank Pemerintah : + Rp 14.517,44 juta (18,3 %)
- Bank-bank Swasta : + Rp 3.815,33 juta ( 4,6 %)
Selanjutnya dalam periode September 1968 – September 1969 pertambahan
kredit bank adalah sebesar + Rp 108.264,43 juta yang dapat diperinci sebagai berikut
- Bank Indonesia : + Rp 62.312,93 juta (57,8 %)
- Bank Pemerintah : + Rp 37.347,84 juta (34,7 %)
- Bank-bank Swasta : + Rp 8.603,66 juta ( 7,5 %)
4.4.2. Perkembangan perkreditan menurut sektor kegiatan usaha Pemerintah dan
Swasta
Pemberian kredit perbankan menurut sektor Pemerintah dan Swasta
menunjukkan trend yang menaik terus. Kenaikan tersebut adalah cukup besar ini
dapat dilihat pada Tabel 4.8.
Perkembangan kredit perbankan, yaitu Bank Sentral, Bank-bank Swasta
Nasional (tidak termasuk Bank-bank Asing) per akhir triwulan III 1966 sampai
62
dengan akhir triwulan III 1969 dapat diperinci menurut sektor Pemerintah dan
Swasta sebagai berikut :
Sektor Pemerintah : Posisi Jumlah Pertambahan
Triwulan III 1969 Rp 110.606,14 juta + Rp 46.495,86 juta
Triwulan III 1968 Rp 64.110,28 juta + Rp 54.805,01 juta
Triwulan III 1967 Rp 9.305,27 juta + Rp 6.660,44 juta
Triwulan III 1966 Rp 2.644,83 juta
Sektor Swasta :
Triwulan III 1969 Rp 96.897,34 juta + Rp 61.768,57 juta
Triwulan III 1968 Rp 35.128,77 juta + Rp 25.522,34 juta
Triwulan III 1967 Rp 9.608,43 juta + Rp 7.651,46 juta
Triwulan III 1966 Rp 1.954,97 juta
Dari perincian tersebut di atas jelas terlihat bahwa posisi kredit perbankan
pada akhir Triwulan III 1969 yang diberikan ke Sektor Pemerintah dan Swasta adalah
masing-masing sebesar Rp 110.606,14 juta dan Rp 96.897,34 juta. Ini berarti telah
terjadi kenaikan masing-masing sebesar Rp 46.495,86 juta dan Rp 61.768,57 juta jika
dibandingkan dengan posisi akhir triwulan III 1968.
Posisi akhir triwulan III 1969 yang sebesar Rp 110.606,14 juta untuk sektor
Pemerintah adalah hampir seluruhnya diberikan oleh Bank Sentral yaitu sebesar
Rp 104.652,31 juta atau ± 93%, baik berupa kredit langsung sebesar Rp 64.475,21
juta maupun berupa kredit likuiditas sebesar Rp 40.177,10 juta. Sedang selebihnya
yaitu Rp 5.953,83 juta adalah diberikan oleh Bank-bank Pemerintah lainnya. Sedang
untuk sektor Swasta yang pada akhir Triwulan III 1969 menunjukkan posisi
Rp 96.897,34 juta adalah sebagian besar disebabkan oleh pemberian kredit Bank-
bank Pemerintah yaitu sebesar Rp 52.410,37 juta dan oleh Bank Sentral sebesar
Rp 28.422,63 juta, sedangkan oleh Bank-bank Swasta Nasional adalah sebesar
Rp 16.064,34 juta.
Kenaikan kredit yang terjadi pada akhir triwulan III 1969 terhadap akhir
Triwulan III 1968 bagi sektor Pemerintah yaitu sebesar + Rp 46.495,86 juta adalah
sebagian besra disebabkan oleh kredit likuiditas Bank Sentral yaitu sebesar
Rp 29.665,36 juta dan kredit langsung bank Sentral Rp 13.606,36 juta, sedang dari
Bank-bank Pemerintah lainnya menunjukkan kenaikan sebesar Rp 3.224,14 juta.
Untuk sektor Swasta, sebagian besar kenaikannya adalah disebabkan
kenaikan pemberian kredit oleh Bank-bank Pemerintah yaitu sebesar Rp 34.123,70
63
juta dan juga oleh kenaikan kredit Bank Sentral sebesar Rp 2.767,99 juta kredit
langsung dan Rp 16.273,22 juta kredit likuiditas. Sedangkan kenaikan pemberian
kredit Bank Swasta adalah sebesar Rp 8.603,66 juta.
Begitu pula kalau diperhatikan dengan membandingkan posisi kredit pada
akhir triwulan III 1968 dan akhir triwulan III 1967, dan seterusnya yaitu akhir
triwulan III 1967 dengan akhir triwulan III 1966, baik untuk sektor Pemerintah
maupun untuk sektor swasta, dapat dikatakan menunjukkan pola yang hampir
bersamaan yaitu untuk sektor pemerintah adalah sebagian besar dibiayai dari kredit
Bank Sentral baik dengan kredit likuiditas maupun dengna kredit langsungnya.
Untuk sektor swasta pemberian kredit yang terbesar dilakukan oleh Bank-
bank Pemerintah di luar Bank Sentral.
4.4.3. Perkembangan pemberian kredit menurut sektor ekonomi
Kebijaksanaan kredit pemerintah sejak bulan Oktober 1986 terutama
diarahkan kepada sektor-sektor yang dapat membantu proses stabilisasi dan
rehabilitasi. Sejak mulai 1 April 1969 diarahkan juga ke sektor-sektor yang dapat
melancarkan pelaksanaan pembangunan. Salah satu alat kebijaksanaan untuk
mencapai tujuan ini adalah dengan jalan mengenakan tingkat bunga yang berbeda-
beda untuk pelbagai golongan sektor kegiatan ekonomi sesuai dengan tujuan yang
diprioritaskan. Dalam pelaksanaannya sampai sekarang telah terjadi beberapa kali
perubahan tingkat bunga dan penggolongannya.
Jika tanggal 3 Oktober 1966 bunga pinjaman telah dinaikkan menjadi 6-9%
(6% yang terendah sedangkan 9% yang tertinggi), maka kemudian secara berturut-
turut perubahan tingkat bunga telah terjadi pada bulan-bulan April 1967, Juli 1967,
Oktober 1968, Mei 1969 dan September 1969 yang masing-masing adalah 4-7%,
3-5%, 3-7%, 1-6% dan ½-5%. Perubahan tingkat bunga tersebut menunjukkan
tendens yang makin lama makin menurun yang disesuaikan dengan makin rendahnya
perkembangan harga.
Perkembangan pemberian kredit perbankan menurut sektor ekonomi dapat
dilihat dalam Tabel 4.7. Pertambahan pemberian kredit selama periode September
1966-1967 sebesar Rp 14.311,90 juta (311,1%) dapat diperinci menurut sektor
ekonomi.
64
Produksi Rp 8.707,74 juta (60,8%)
Ekspor Rp 3.914,02 juta (27,3%)
Lain-lain Rp 1.690,14 juta (11,9%)
Pertambahan kredit yang terbesar adalah ke sektor produksi dalam periode tersebut
dan dibiayai terutama oleh kredit bank Sentral Rp 5.491,44 juta (63,1%) (kredit
langsung Rp 3.025,72 juta dan kredit likuiditas Rp 2.465,72 juta), sedangkan dari
Bank-bank Pemerintah dan Bank-bank Swasta adalah masing-masing sebesar
Rp 2.666,17 juta (30,6%) dan Rp 550,13 juta (6,3%). Sedangkan pertambahan kredit
ke sektor ekspor terutama dibiayai oleh Bank Pemerintah Rp 2.045,31 juta (52,3%),
sedang kredit Bank Swasta dan Bank Indonesia adalah masing-masing Rp 1.320,59
juta (33,7%) dan Rp 584,12 juta (14%). Pemberian kredit untuk sektor lain terutama
dibiayai oleh Bank-bank Swasta yaitu Rp 829,37 juta (49,1%), sedangkan Bank
Pemerintah dan Bank Sentral adalah masing-masing Rp 599,71 juta (35,5%) dan
Rp 261,06 juta (15,4%).
Pola yang agak berbeda terjadi dalam periode bulan September 1967 – 1968
di mana pertambahan pemberian kredit sebesar Rp 80.327,35 juta (424,7%) dapat
diperinci sebagai berikut :
Produksi + Rp 28.054,68 juta (34,9%)
Ekspor + Rp 5.121,03 juta ( 6,4%)
Lain-lain + Rp 47.151,64 juta (58,7%)
Pertambahan kredit yang terbesar adalah ke sektor lain-lain yang terutama
dibiayai oleh kredit langsung Bank Sentral Rp 37.088,62 juta (78,7%) yang
didalamnya termasuk kredit untuk pengadaan pangan sebesar Rp 28.183,0 juta, kredit
likuiditas bank Sentral Rp 3.317,94 juta (7,0%) sedangkan yang berasal dari Bank-
bank Pemerintah dan Swasta adalah masing-masing Rp 3.302,03 juta (7,0%) dan
Rp 3.443,05 juta (7,3%).
Selanjutnya pertambahan kredit ke sektor produksi terutama dibiayai oleh
kredit Bank Sentral Rp 19.338,02 juta (68,9%) sedangkan bank-bank pemerintah dan
swasta adalah masing-masing sebesar Rp 7.745,65 juta (27,6%) dan Rp 991,01 juta
(3,5%). Selanjutnya dalam periode bulan September 1968 – September 1969
pertambahan kredit perbankan sebear Rp 108.264,43 juta (109,1%) dapat diperinci
menurut sektor ekonomi .
65
Produksi + Rp 45.760,72 juta (42,3%)
Ekspor + Rp 7.156,20 juta ( 6,6%)
Lain-lain + Rp 55.347,51 juta (51,1%)
Ternyata dalam periode terakhir ini pemberian kredit juga sebagian besar
diarahkan ke sektor lain yang terutama dibiayai oelh kredit bank sentral Rp 41.275,58
juta (74,6%) yang didalamnya termasuk pertambahan kredit untuk pengadaan pangan
sebesar Rp 29.989,0 juta. Selanjutnya pertambahan kredit ke sektor produksi
terutama dibiayai oleh Bank Pemerintah sebesar Rp 21.639,57 juta (47,3%)
sedangkan dari Bank Sentral dan Bank Swasta adalah masing-masing sebesar
Rp 20.453,41 jtua (44,7%) dan Rp 3.687,74 juta (8,0%). Akhirnya pertambahan
kredit ke sektor ekspor terutama berasal dari Bank-bank Pemerintah yakni sebesar
Rp 6.011,87 juta (84,0%) sedangkan dari Bank Sentral dan Swasta adalah masing-
masing sebesar Rp 583,94 juta (8,2%) dan Rp 560,39 juta (7,8%).
Dari uraian di atas ternyata bahwa sejak tahun 1966, jika pemberian kredit
untuk pengadaan pangan tidak diperhitungkan, maka proporsi alokasi pemberian
kredit yang terbesar adalah ke sektor produksi dan kemudian ke sektor lain dan
sektor ekspor. Perlu dijelaskan bahwa pemberian kredit untuk sektor lain-lain pada
akhir bulan September 1969 antara lain terdiri dari kredit-kredit untuk keperluan
pengadaan pangan Rp 58.171,78 juta, pengadaan barang untuk Irian Barat
Rp 3.308,89 juta, impor terigu Rp 2.170,99 juta dan lain sebagainya.
4.5. Kredit Investasi (jangka menengah dan panjang)
Dalam rangka pelaksanaan PELITA, maka bank-bank Pemerintah ditugaskan untuk
memberikan kredit investasi jangka menengah/panjang. Ketentuan-ketentuan mengenai
kredit jangka menengah/panjang adalah antara lain sebagai berikut : kredit adalah untuk
pembiayaan impor barang modal (devisa) maupun untuk pembiayaan investasi dalam negeri
guna pembiayaan rehabilitasi/modernisasi maupun pembangunan proyek baru. Sekurang-
kurangnya 25% dari seluruh pembiayaan harus dipikul sendiri oleh perusahaan yang
bersangkutan. Jangka waktu kredit (termasuk grace period) adalah 3 sampai 5 tahun dengan
bunga 12% setahun dengan pengertian bahwa jangka waktu tersebut dapat pula
diperhitungkan jangka waktu yang diperlukan sampai proyek yang dibiayai mulai
berproduksi termasuk masa trial-run. Pemberian kredit investasi itu diberikan dengan syarat
nilai tetap dan diutamakan untuk proyek-proyek yang quick yielding dalam sektor-sektor
66
yang diprioritaskan oleh pemerintah. Untuk keperluan kredit investasi, Bank Sentral dapat
memberikan bantuan kredit likuiditas maksimum sebesar 75%.
Dari tabel di bawah ini akan terlihat jumlah pemberian kredit investasi jangka
menengah/panjang pada tanggal 30 September 1969 yang telah disetujui (dalam jutaan
rupiah). Sektor
Bank-bank Pertanian Industri
Pertam-
bangan
Perhubungan/
Pariwisata Lain-lain Jumlah
1. Bank Rakyat Indonesia 59,2 - - 24,4 - 83,6
2. Bank Ekspor Impor
Indonesia
66,5 - - 47,6 - 114,1
3. Bank Negara Indonesia
1946
1.692,0 976,1 - 58,2 - 2.726,3
4. Bank Bumi Daya 349,6 333,9 - - - 716,5
5. Bank Dagang Negara 150,8 57,6 700,0 - 33,0 908,4
6. Bank Pembangunan
Indonesia
1.457,6 2.187,9 - 615,4 - 4.260,9
7. Bank Indonesia 520,0 50,5 - 1.849,7 70,0 2.490,2
4.295,7 3.606,0 700,0 2.595,3 103,0 11.300,0
Sumber : Bank Indonesia
Pemberian kredit investasi yang telah disetujui per 30 September untuk sektor
pertanian telah mencapai jumlah Rp 4.295,7 juta, untuk sektor industri Rp 3.606,0 juta,
untuk sektor pertambangan Rp 700,0 juta, untuk sektor perhubungan/pariwisata Rp 2.595,3
juta dan sektor lain-lain sebesar Rp 103,0 juta.
Selanjutnya dapat pula diketahui dari tabel tersebut, pemberian kredit investasi yang
dilakukan oleh masing-masing bank-bank Pemerintah dalam jumlah total dan per sektor.
4.6. Perkembangan pemberian kredit Bank-bank Pemerintah menurut Daswati I
Pemberian kredit seluruh bank-bank Pemerintah (tidak termasuk Bank Indonesia)
menurut Daerah Swatantra Tingkat I dalam tahun 1969 menunjukkan posisi sebagai berikut :
Triwulan I 1969 : Rp 81,3 milyar
Triwulan II 1969 : Rp 95,6 milyar
Triwulan III 1969 *) : Rp --
Dari tabel pemberian kredit pada Daswati I tahun 1969 (Tabel 4.9 dan 4.10) dapat
dilihat bahwa alokasi kredit menurut sektor-sektor ekonomi adalah :
67
Dalam milyar Rp
Triwulan I Triwulan II
Produksi 59,0 (73%) 67,4 (70%)
Ekspor 9,6 (12%) 11,1 (12%)
Lain-lain 12,7 (15%) 17,1 (18%)
*) angka belum tersedia
Pemberian kredit tersebut terutama terjadi pada daerah-daerah yang menjadi pusat kegiatan
ekonomi, hal mana dapat dilihat pada uraian di bawah :
Dalam milyar Rp
Triwulan I Triwulan II
1. D.K.I Jaya 42,3 (52%) 43,1 (45%)
2. Jawa Timur 8,7 (17%) 11,2 (12%)
3. Jawa Tengah 6,1 ( 8%) 7,6 (8%)
4. Sumatera Utara 5,3 ( 6%) 6,2 (6%)
5. Jawa Barat 5,6 ( 7%) 5,8 (6%)
6. Daerah-daerah lainnya 13,3 (10%) 21,7 (23%)
Jumlah 81,3 (100%) 95,6 (100%)
Dari uraian tersebut ternyata bahwa jumlah kredit Bank-bank Pemerintah untuk
sebagian besar diberikan di Jakarta, hal aman bukanlah semata-mata berarti bahwa
penggunaannya untuk keperluan daerah Jakarta sendiri, tetapi sebagian daripadanya
dipergunakan untuk memenuhi kebutuhan kredit daerah-daerah lainnya yang pemberiannya
dilakukan melalui kantor Pusat (Jakarta). Kredit termaksud misalnya adalah kredit-kredit
untuk pengadaan pangan, impor pupuk, industri (dalam rangka impor kapas dan benang
tenun PL-480), dan lain-lainnya.
Selanjutnya pemberian kredit di Daswati I Jawa Timur terutama diarahkan kepada
sektor produksi bahan pangan, demikian pula di Jawa Tengah dan Jawa Barat. Sedangkan di
Daswati I Sumatera Utara, pemberian kreditnya sebagian besar untuk sektor produksi barang
ekspor dan ekspor.
Mengenai pemberian kredit Bank-bank Pemerintah di daerah-daerah lainnya
menunjukkan perimbangan yang agak merata bagi kegiatan sektor ekonominya.
68
4.7. Perkiraan perkembangan jumlah uang beredar dan perkreditan tahun 1970-1971
Untuk membuat perkiraan secara tepat mengenai perkembangan jumlah uang beredar
dan perkreditan untuk sesuatu periode adalah tidak mudah. Faktor-faktor yang dapat
mempengaruhi perkiraan tersebut antara lain adalah :
1. tingkat perkembangan harga-harga
2. hasil pelaksanaan anggaran triwulanan
3. keadaan perdagangan luar negeri
Selain dari faktor tersebut di atas masih terdapat faktor-faktor lainnya misalnya besarnya
GNP yang biasanya ikut juga menentukan besar kecilnya jumlah uang beredar. Tetapi
dewasa ini faktor-faktor yuang lebih relevan adalah ketiga faktor yang disebut di atas.
Pada triwulan II 1969/1970 jumlah uang beredar adalah Rp 170,6 milyar. Dengan
demikian maka untuk semester I 1969/1970 telah terjadi pertambahan jumlah uang beredar
sebesar Rp 41,2 milyar. Dengan asumsi bahwa perkembangan harga dan keadaan lainnya
tidak mengalami perubahan, maka untuk semester II 1969/1970 jumlah uang beredar akan
mengalami perubahan yang sama besarnya dengan semester I 1969/1970. Ini berarti bahwa
untuk seluruh tahun 1969/1970 jumlah uang beredar akan mencapai posisi Rp 211,2 milyar.
Selanjutnya bila perkembangan harga dan faktor lainnya sama dengan keadaan dalam tahun
1969/1970, maka untuk tahun anggaran 1970/1971, jumlah uang beredar akan diperkirakan
mencapai jumlah Rp 352,0 milyar.
Mengenai masalah pemberian kredit oleh perbankan dapat dijelaskan bahwa dalam
semester I 1969/1970 telah terjadi pertambahan volume kredit sebesar Rp 73,0 milyar.
Dalam semester kedua pertambahan kredit ini diperkirakan tidak akan sebesar pertambahan
di dalam semester I, berhubung pemberian kredit untuk pupuk dan pangan akan tidak sebesar
semester I. Dengan demikian diperkirakan pada akhir tahun anggaran 1969/1970 posisi
kredit akan mencapai ± Rp 270,0 milyar. Berdasarkan pengalaman tersebut maka dapat
diperkirakan bahwa untuk tahun anggaran 1970/1971 posisi kredit perbankan akan mencapai
sekitar Rp 400,0 milyar. Perlu dicatat di sini bahwa meskipun posisi perkreditan
diperkirakan mencapai jumlah tersebut, namun dalam pelaksanaannya masih harus
diperhitungkan faktor-faktor tersebut di atas serta kegiatan pembangunan pada umumnya.
69
1966
I3,
81,
80,
15,
736
,88,
4II
7,8
2,8
0,2
10,8
57,8
13,2
III11
,33,
80,
315
,484
,119
,2IV
14,4
7,8
0,4
22,6
112,
025
,5
1967
I16
,97,
30,
724
,915
1,6
34,6
II21
,710
,71,
333
,715
7,1
35,8
III26
,912
,21,
940
,918
6,4
42,5
IV34
,117
,32,
754
,123
7,6
54,2
1968
I41
,221
,63,
666
,437
4,3
85,4
II56
,929
,05,
090
,338
2,5
87,2
Akh
ir Tr
iwul
anU
ang
Gira
lDe
posit
o Be
rjan
gka
Tabe
l 4.1
PER
KEM
BAN
GA
N U
ANG
BER
EDAR
DAN
DEP
OSI
TO B
ERJA
NGK
A D
ALA
M A
RTI R
IIL
Uang
dan
Dep
osito
dal
amar
ti no
min
al(1
)+(2
)+(3
)
Inde
ks h
arga
(6
2 m
acam
bar
ang)
Okt
196
6=10
0
Inde
ks h
arga
(6
2 m
acam
bar
ang
Juni
196
9=10
0
(1)
(2)
(3)
(4)
(5)
(6)
Uang
Kar
tal
70
67,9
81,8
80,2
88,6
72,0
94,1
96,2
29,8
77,8
104,
2III
62,2
32,7
7,5
102,
441
4,8
94,6
108,
2IV
74,7
32,2
10,7
124,
643
9,9
100,
312
4,2
1969
I81
,148
,325
,715
5,1
466,
810
6,5
145,
6II
88,6
58,0
36,3
182,
943
8,4
100,
018
2,9
III10
2,5
68,1
44,1
214,
746
0,3
150,
020
4,5
Sum
ber :
Ban
k In
done
sia
)U
ang
dan
Depo
sito
dala
m a
rti r
iil(4
) + (6
)
71
681.
796
3274
2.76
526
753.
761
2565
7.84
835
707.
286
3067
10.7
4233
6912
.090
3166
17.3
7334
6621
.660
3466
28.9
6034
6632
.656
3466
39.2
1034
6243
.247
3863
44.7
7737
6348
.366
37
6152
.646
3962
52.3
2638
6058
.044
40
Juli
3.44
86.
893
119
+3.
504
+6.
830
153.
457
91.6
0860
61.8
4940
Agu
stus
3.08
816
.087
1.63
7-
1.28
2+
13.3
5416
6.81
199
.184
5967
.627
41Se
pt10
.074
14.7
198.
629
+7.
843
+3.
859
170.
670
102.
522
6068
.148
40K
umul
atif
Triw
. III
16.6
10-
69,1
37.6
99+
156,
87.
111
29,6
+10
.065
+41
,9+
24.0
4316
,4K
umul
atif
196
920
.937
-36
,949
.550
+87
,333
.733
-59
,4-
5.57
0-
9,8
+56
.776
Sum
ber B
ank
Indo
nesia
Dio
lah
kem
bali
oleh
Dep
arte
men
Keu
anga
n RI
*) P
rose
ntas
i dar
i Mut
asi
1) an
gka-
angk
a sem
enta
rax)
Ken
aika
n da
lam
pro
sent
asi p
er tr
iwul
an
Jum
lah
%*)
Gir
al%
*)
1966
Mar
et+
875
+28
,7+
1.26
3+
41,4
-47
8-
15,7
+1.
392
+45
,6+
3.05
211
8,7
5.62
43.
828
Juni
+3.
635
+74
,1+
1.27
1+
25,9
-77
-1,
5+
74+
1,5
+4.
903
87,2
10.5
277.
762
Sept
+2.
054
+45
,4+
1.42
6+
31,5
+61
3+
13,5
+43
4+
9,6
+4.
527
43,0
15.0
5411
.293
Des
+6.
044
+84
,5+
1.72
8+
24,2
-31
4-
4,4
-30
4-
4,3
+7.
154
47,5
22.2
0814
.360
Kum
ulat
if 19
66+
12.6
08+
64,2
+5.
688
+29
,0-
256
-1,
3+
1.59
6+
8,1
+19
.636
-
1967
Mar
et+
6.82
0+
349,
4+
1.17
4+
60,1
-5.
364
-27
4,8
-67
8-
134,
7+
1.95
28,
824
.160
16.8
74Ju
ni+
5.52
5+
66,8
+4.
351
+52
,6+
502
+6,
1-
2.10
9-
25,4
+8.
269
34,2
32.4
2921
.687
Sept
-2.
939
-44
,9+
5.70
6+
87,2
+1.
402
+21
,4+
2.37
4+
36,3
+6.
543
20,2
38.9
7226
.882
Des
+6.
926
+55
,4+
11.0
78+
88,6
-1.
431
-11
,4-
4.07
4-
13,2
6+
12.4
9932
,151
.471
34.0
98K
umul
atif
1967
+16
.332
+55
,8+
22.3
09+
76,2
-4.
891
-16
,7-
4.48
7-
15,3
+29
.263
-
1968
Mar
et-
2.39
2-
21,1
+4.
052
+35
,7+
1.53
1+
13,5
+8.
170
+71
,9+
11.3
6122
,162
.832
41.1
72Ju
ni+
8.44
2+
36,6
+20
.227
+87
,7+
4.81
9+
20,9
-10
.437
-45
,2+
23.0
5136
,785
.883
56.9
23Se
pt-
3.87
5-
43,3
+11
.107
+12
4,2
+4.
624
+51
,7-
2.91
4-
32,6
+8.
942
10,4
94.8
2562
.169
Des
+70
6+
3,7
+12
.880
+67
,5-
37.7
80-
198,
1+
43.2
63+
226,
9+
19.0
6920
,111
3.89
474
.684
Kum
ulat
if 19
68+
2.88
1+
4,6
+48
.266
+77
,3-
26.8
06-
42,9
+38
.082
+60
,1+
62.4
23
1969
Jan
2.87
03.
846
502
-45
1+
1.02
711
4.92
171
.674
Feb
1.35
64.
083
13.9
50-
5.39
5+
5.82
812
0.74
975
.972
Mar
et3.
633
1.15
813
.258
-7.
050
+8.
638
129.
432
81.0
66K
umul
atif
Triw
. I2.
119
+13
,61.
395
-9,
027
.710
+17
8,3
-12
.896
-82
,9+
15.5
3813
,6
Apr
il3.
537
1.82
67.
675
-4.
700
+4.
506
133.
938
81.2
92M
ei2.
698
9.73
965
8-
3.96
5+
3.73
413
7.67
285
.346
Jun
7.10
55.
333
4.80
1+
5.92
6+
8.95
514
6.62
788
.583
Kum
ulat
if T
riw. I
I6.
446
-37
,513
.246
+77
,013
.134
+76
,4-
2.73
9-
15,9
+17
.195
13,3
Mut
asi
Tabe
l 4.2
JUM
LAH
UA
NG
YA
NG
BER
EDA
R D
AN
SEB
AB-
SEBA
B PE
RU
BAH
AN
NY
A M
ENU
RU
T SE
KTO
R(D
alam
Jut
aan
Rp)
Posis
i Mon
ey
Supp
lyA
khir
Mas
aJu
mla
h%
x )Ju
mla
hLu
ar N
eger
iLa
inny
aK
arta
l%
*)Ju
mla
h%
*)Ju
mla
h%
*)K
egia
tan
Peru
saha
anR
esm
iJu
mla
h%
*)Ju
mla
h
72
alam
juta
Rp.
1.824
,09)
3.282
,85)
4.441
,64)
D
Giro
Depo
sito
Lain
-lain
Giro
Depo
sito
Lain
-lain
1966
I1.3
61,08
46,73
62,67
298,8
042
,0112
,80II
2.235
,6467
,1715
5,94
655,1
013
7,00
32,00
III3.1
12,05
74,79
170,6
982
9,70
200,3
054
,11IV
4.830
,8383
,3413
7,49
1.307
,2331
0,94
66,04
1967
I5.3
19,22
171,1
748
4,07
1.515
,5847
9,94
110,4
4II
8.627
,6233
0,24
568,9
02.0
28,40
970,6
112
0,38
III10
.328,2
943
0,51
685,1
33.0
62,30
1.488
,2316
1,47
IV13
.973,2
137
1,57
520,2
74.1
06,14
2.315
,5025
7,69
1968
I16
.021,4
454
4,26
1.493
,484.5
20,95
3.016
,3422
4,19
II22
.347,7
066
3,72
1.733
,836.5
95,38
4.350
,6833
4,38
III26
.145,1
21.8
91,29
828,7
46.0
04,06
5.646
,7167
1,74
IV29
.070,1
04.7
29,34
930,1
87.7
65,63
5.978
,3944
7,62
Tabe
l 4.3
PERK
EMBA
NGAN
DAN
A KR
EDIT
PER
BANK
AN
Bank
-ban
k Pem
erin
tah
Bank
-ban
k Swa
staAk
hir T
riwul
an
*)
6.735
,87)
8.080
,4212
.646,1
516
.155,9
321
.544,3
8
25.82
0,66
36.02
5,69
41.18
7,66
48.92
1,26
1969
I36
.876,8
917
.013,3
61.0
41,83
7.292
,748.6
62,62
573,0
771
.460,5
1II
42.70
9,26
24.46
5,84
1.695
,038.8
66,32
11.82
2,69
557,2
990
.116,4
3III
52.12
4,51
29.93
0,57
3.469
,8510
.014,7
914
.218,6
365
3,88
110.4
12,23
Sumb
er : B
ank I
ndon
esia
*) T
idak t
ermas
uk B
ank I
ndon
esia,
Ban
k Tab
unga
n Neg
ara da
n Bap
indo
Jum
lah
Deposito denganjangka waktu
1 bulan atau lebih 1,5 1,5 1,0 1,0 1,0
3 bulan atau lebih 4,0 3,0 2,0 1,5 1,5
6 bulan atau lebih 5,0 4,0 3,0 2,5 2,0
1 tahun atau lebih 6,0 5,0 4,0 3,0 2,5
Sumber : Bank Indonesia
Tabel 4.4PERKEMBANGAN SUKU BUNGA DARIPADA DEPOSITO BERJANGKA
PADA BANK-BANK PEMERINTAH
01-Okt-68 17-Mar-69 01-Mei-69 10-Jul-69 15-Sep-69
Januari Februari Maret April Mei Juni Juli Agustus September
1. B E I I 66,4 127,3 127,5 487,6 1.367,9 1.594,9 1.655,1 1.857,0 2.148,2 2.288,8 2.398,12. B R I 144,7 691,4 897,3 1.362,4 1.734,3 2.126,0 2.734,3 2.644,8 2.654,7 2.946,9 3.345,43. B N I 1946 589,7 1.383,8 1.824,8 3.121,1 4.423,3 6.432,1 6.670,4 7.166,7 7.572,0 7.758,9 7.999,44. B B D 318,5 1.241,0 1.907,2 2.570,7 3.863,8 4.628,4 5.365,3 5.585,4 6.574,6 6.354,6 6.948,25. B D N 501,9 628,6 1.172,8 1.914,5 3.910,7 5.419,0 5.904,6 5.746,7 5.651,8 7.092,1 8.119,16. BAPINDO 145,3 446,0 726,7 905,0 1.087,7 1.427,7 1.546,4 1.547,5 1.249,7 1.341,4 1.414,7
1.766,5 4.518,1 6.656,1 10.361,3 16.389,7 21.568,1 23.776,1 24.548,1 25.851,0 27.788,7 29.822,9Sumber : Bank Indonesia
Triwulan II - 1969 Triwulan III - 1969
Tabel 4.5PERKEMBANGAN DEPOSITO BERJANGKA SELAMA OKTOBER 1968 - SEPTEMBER 1969
(Dalam Juta Rupiah)
Bank-bank Okt-68 Des-68 Triwulan I - 1969
73
Februari Maret April Mei Juni Juli Agustus September
I. Bank Pemerintah1. B E I I - - - - 8,80 1,87 2,67 2,892. B R I 3,62 4,62 6,12 7,46 9,33 12,62 16,91 21,583. B N I 1946 1,41 5,79 10,44 13,75 16,31 19,66 23,12 24,784. B B D 5,50 7,77 10,48 13,77 16,55 23,59 30,38 44,925. B D N 0,24 0,39 0,71 0,90 1,05 1,22 2,99 5,526. B T N 1,89 2,96 3,50 4,62 5,40 7,02 8,85 15,54
Jumlah I : 12,66 21,73 31,25 40,56 49,44 65,98 84,92 115,23
II. Bank Swasta II 7,98 14,06 21,00 22,91 27,29 30,45 34,63 44,23
Jumlah I + 20,64 35,79 52,25 63,47 76,73 96,43 119,55 159,46*) Nilai Nominal TerjualSumber : Bank Indonesia
1 9 6 9
Tabel 4.6.NILAI NOMINAL TABUNGAN BERHADIAH 1969 *)
(Dalam Juta Rupiah)
Likuiditas Sendiri
1966I. Produksi ) ) 275,03 ) 92,71 1.284,25
Ekspor ) 531,80 * ) 745,00 * 221,20 ) 14,44 496,44Lain-lain ) ) 67,25 ) 94,64 261,38)
II. Produksi 227,13 896,13 302,73 ) 260,41 1.686,40Ekspor 334,03 - 304,27 ) 39,68 677,98Lain-lain 142,19 258,22 152,29 ) 333,51 886,21)
III. Produksi 304,09 1.346,95 557,58 ) 381,98 2.590,60Ekspor 369,78 - 355,40 ) 60,86 785,72Lain-lain 229,78 216,53 274,75 ) 502,42 1.223,48)
IV. Produksi 679,39 1.478,63 1.295,52 ) 524,19 3.977,73Ekspor 545,14 - 460,10 ) 109,68 1.114,92Lain-lain 288,17 56,46 355,05 ) 549,89 1.249,57
1967I. Produksi 587,95 2.373,87 1.116,21 485,18 4.563,21
Ekspor 575,61 - 672,36 585,94 1.833,91Lain-lain 321,39 73,78 443,94 584,61 1.423,72
II. Produksi 1.660,81 3.232,23 2.122,29 640,58 7.655,91Ekspor 595,71 - 1.128,70 1.099,41 2.823,82Lain-lain 303,05 145,25 775,14 1.071,54 2.294,98
III. Produksi 3.329,81 3.812,67 3.223,75 932,11 11.298,34Ekspor 553,70 363,88 2.400,71 1.381,45 4.699,74Lain-lain 362,29 345,08 874,46 1.331,79 2.913,62
IV. Produksi 3.309,63 4.618,89 4.511,48 1.553,09 13.993,09Ekspor 249,25 324,25 2.874,77 1.425,64 4.873,91Lain-lain 8.528,16 141,56 1.956,71 1.702,06 12.328,49
1968I. Produksi 4.516,51 5.736,38 6.205,55 1.637,74 18.096,18
Ekspor 270,74 1.399,01 4.250,47 1.081,52 7.001,74Lain-lain 6.032,18 662,02 2.654,22 2.564,26 11.912,68
II. Produksi 6.275,91 8.936,74 8.052,95 1.362,62 24.628,22Ekspor 318,14 2.148,65 5.644,63 430,45 8.541,87Lain-lain 19.186,10 1.398,26 3.298,03 3.393,39 27.275,78
III. Produksi 15.752,18 10.728,32 10.969,40 1.923,12 39.353,02Ekspor 345,02 2.842,56 5.870,47 762,72 9.820,77Lain-lain 37.450,91 3.663,02 4.176,49 4.774,84 50.065,26
IV. Produksi 17.016,85 22.507,80 13.373,70 2.540,41 55.438,76Ekspor 420,30 2.865,26 6.082,37 780,02 10.147,95Lain-lain 44.410,60 4.775,46 6.754,86 4.155,89 60.096,81
1969I. Produksi 3.666,39 39.897,56 19.085,78 3.315,82 65.965,55
Ekspor 420,96 2.771,13 6.848,42 1.033,21 11.073,72Lain-lain 40.446,81 5.163,95 7.502,33 5.562,83 58.675,92
II. Produksi 4.427,91 42.393,10 25.040,15 4.680,48 76.541,64Ekspor 417,12 2.293,82 8.747,35 1.229,51 12.687,80Lain-lain 43.584,03 8.068,30 9.426,74 7.622,58 68.701,65
III. Produksi 3.484,46 43.429,45 32.608,97 5.590,86 85.113,74Ekspor 417,48 3.354,04 11.882,34 1.323,11 16.976,97Lain-lain 66.000,52 16.388,99 13.872,89 9.150,37 105.412,77
* Data-datanya tidak diperinci** Tidak termasuk Bank Tabungan Negara dan BapindoSumber : Bank Indonesia
Tabel 4.7KREDIT PERBANKAN MENURUT SEKTOR-SEKTOR EKONOMI
JUMLAHBANK SENTRALAKHIR
TRIWULANBANK PEMERINTAH BANK SWASTA
Kredit Langsung Kredit Likuiditas Likuiditas Sendiri
74
Dalam Juta Rupiah
1966Triwulan ISektor Swasta 531,80 +) 745,00 137,32 - - - 1.392,80Sektor Swasta 426,16 - 201,79 - 649,27
Triwulan IISektor Pemerintah 667,86 1.153,27 142,15 1.153,27 - - 1.963,28Sektor Swasta 35,49 1,07 617,14 1,07 633,60 - 1.287,30
Triwulan IIISektor Pemerintah 821,16 1.561,96 261,71 1.561,96 -Sektor Swasta 82,17 1,52 926,02 1,52 945,26
Triwulan IVSektor Pemerintah 1.406,53 1.533,61 905,25 1.533,61 - - 3.845,39Sektor Swasta 106,17 1,48 1.205,42 1,48 1.183,76 - 2.496,83
1967Triwulan ISektor Pemerintah 1.315,00 2.446,56 459,35 2.446,56 - - 4.220,91Sektor Swasta 169,95 1,09 1.773,16 1,09 1.655,73 - 3.599,93
Triwulan IISektor Pemerintah 2.338,47 3.354,86 964,83 3.354,86 - - 6.658,16Sektor Swasta 221,10 22,62 3.061,30 22,62 2.811,53 - 6.116,55
Triwulan IIISektor Pemerintah 4.016,44 4.338,48 950,35 4.338,48 - - 9.305,27Sektor Swasta 229,36 183,15 5.548,57 183,15 3.645,35 - 9.606,43
Triwulan IVSektor Pemerintah 11.636,54 4.456,03 1.243,45 4.456,03 - - 17.336,02Sektor Swasta 450,50 628,67 8.099,51 497,79 4.680,79 130,88 13.859,47
1968Triwulan ISektor Pemerintah 9.659,97 5.482,93 1.822,97 5.482,93 - - 16.965,87Sektor Swasta 1.159,39 2.314,48 11.287,27 2.077,54 5.283,52 236,94 20.044,73
Triwulan IISektor Pemerintah 23.982,76 7.290,27 2.129,05 7.290,27 - - 33.402,08Sektor Swasta 1.797,39 5.193,38 14.866,56 4.896,21 5.186,46 297,17 27.043,79
Triwulan IIISektor Pemerintah 50.868,85 10.511,74 2.729,69 10.511,74 - - 64.110,28Sektor Swasta 2.659,26 6.722,16 18.286,67 6.423,03 7.460,68 299,13 35.128,77
Triwulan IVSektor Pemerintah 58.806,57 20.191,85 2.694,99 20.191,85 - - 81.693,41Sektor Swasta 3.041,18 9.956,67 23.515,94 9.817,33 7.476,32 139,34 43.990,11
1969Triwulan ISektor Pemerintah 40.375,89 37.661,33 3.465,56 37.661,33 - - 81.502,78Sektor Swasta 4.158,27 10.171,31 29.970,97 10.040,99 9.911,86 130,32 54.212,41
Triwulan IISektor Pemerintah 43.353,37 37.985,89 4.631,75 37.985,89 - - 85.971,01Sektor Swasta 5.075,69 14.769,33 38.582,49 13.636,01 13.532,57 1.133,32 71.960,08
Triwulan IIISektor Pemerintah 64.475,21 40.177,10 5.953,83 40.177,00 - - 110.606,14Sektor Swasta 5.427,25 22.995,38 52.410,37 21.024,04 16.064,34 1.971,34 96.897,34
Sumber : Bank IndonesiaCatatan :
1) Tidak dihitung, karena sudah termasuk Kolom Bank Sentral*) Data-data terperinci belum tersediaTidak termasuk Bank Tabungan Negara dan BAPPINDO
Tabel 4.8KREDIT PERBANKAN MENURUT SEKTOR-SEKTOR PEMERINTAH DAN SWASTA
BANK SENTRAL BANK SWASTAKredit Langsung Kredit Likuiditas Likuiditas Sendiri
JUMLAHBANK PEMERINTAH
Likuiditas B.Sentral *) Likuiditas Sendiri Likuiditas B.Sentral
75
1. Ja
karta
14.6
49,8
81.
494,
7413
.102
,05
3.63
3,76
-33
9,85
33.2
20,2
880
1,40
1.24
5,00
2.30
7,66
7,70
4.74
2,48
2. Ja
wa B
arat
3.59
7,64
108,
0468
4,35
297,
09-
3,57
4.69
0,69
79,6
165
1,68
--
143,
373.
Jawa
Ten
gah
3.49
3,66
315,
6543
3,32
686,
270,
1527
,44
4.95
6,49
538,
3749
5,25
--
77,7
74.
Yog
yaka
rta45
1,82
-12
1,14
24,4
6-
1,99
599,
413,
1045
,44
--
9,74
5. Ja
wa T
imur
5.58
8,04
826,
6613
8,29
381,
520,
3434
,69
6.96
9,54
1.05
6,25
548,
63-
-11
8,10
6. A
ceh
125,
8382
,25
2,24
33,9
5-
2,52
246,
7916
4,47
97,4
0-
-20
,06
7. S
umat
era U
tara
568,
022.
743,
6015
,29
548,
84-
12,5
33.
888,
281.
050,
0631
2,84
--
25,4
28.
Sum
ater
a Bar
at23
1,03
403,
6323
,19
58,7
1-
9,62
726,
1831
1,94
175,
52-
-0
9. R
iau
79,6
621
6,18
0,28
10,2
7-
18,1
932
4,58
227,
5822
7,46
--
14,1
610
. Jam
bi14
8,21
129,
66-
--
26,7
630
4,63
309,
9939
,16
--
-11
. Sum
ater
a Sel
atan
190,
8170
7,22
7,34
128,
34-
62,7
71.
096,
4893
0,98
200,
84-
-16
,79
12. L
ampu
ng12
3,07
212,
200,
908,
89-
27,4
137
2,47
425,
0340
,57
--
313
. Kal
iman
tan
Bara
t89
,24
161,
050,
3517
,05
-9,
8527
7,54
672,
8911
7,28
--
814
. Kal
iman
tan
Teng
ah3,
316,
960,
18-
--
10,4
575
,24
21,4
8-
-0,
7515
. Kal
iman
tan
Sela
tan
65,6
211
6,74
0,76
19,0
30,
80-
202,
9545
5,65
83,8
7-
-11
,61
16. K
alim
anta
n Ti
mur
12,8
981
,69
-12
,72
-2,
5010
9,80
121,
4057
,93
--
5,21
17. S
ulaw
esi U
tara
110,
9114
,02
-19
,56
--
144,
491.
659,
6016
5,59
--
112,
13
Tabe
l 4.9
PEM
BER
IAN
KRE
DIT
BA
NK-B
ANK
PEM
ERIN
TAH
MEN
URU
T DA
SWA
TI I
(EXC
L.K
RED
IT L
AN
GSU
NG B
ANK
SEN
TRA
L)UN
TUK
BU
LAN
MA
RET
196
9
DASW
ATI I
Baha
n Pa
ngan
Bara
ng
Eksp
orSa
ndan
g
III.
LAIN
-LA
INII
. EK
SPO
R
Lain
-lai
Perd
ag.D
lm
Nege
riJu
mla
h II
Non
Kons
umsi
Kon
sum
si
Imp.
dg B
E -K
red
I. PR
OD
UK
SI
Jum
lah
IPe
r-in
dustr
ian
Per-
tam
bang
anPr
asar
ana
76
Dal
am J
uta
Rupi
ah
8.30
5,94
42.3
27,6
279
5,05
5.56
5,35
573,
026.
067,
8858
,28
660,
7966
6,73
8.69
2,52
117,
4652
8,72
338,
265.
276,
60,2
717
5,89
1.21
4,01
163,
2671
5,30
39,1
665
3,78
2.17
1,63
2.24
5,09
,40
43,9
784
1,47
,81
126,
091.
076,
5222
,23
107,
9295
,48
754,
0863
,14
294,
3427
7,72
2.08
1,81
18. S
ulaw
esi T
enga
h35
,14
4,78
--
--
39,9
213
9,17
59,1
4-
0,88
5,23
65,2
524
4,34
19. S
ulaw
esi S
elat
an27
5,97
73,2
19,
9121
,77
-4,
0038
4,86
149,
4724
0,77
--
9,94
250,
7178
5,04
20. S
ulaw
esi T
engg
ara
--
--
--
0,84
19,1
9-
-19
,19
20,0
321
. Mal
uku
18,6
30,
24-
8,09
--
26,9
616
8,60
77,4
3-
-41
,06
118,
4931
4,05
22. B
ali
131,
908,
340,
8447
,18
-80
,61
268,
8791
,82
63,9
5-
-1,
0064
,95
425,
6423
. Nus
a Ten
ggar
a Bar
at76
,02
5,23
0,56
5,85
-2,
4890
,14
49,3
445
,32
--
3,93
49,2
518
8,73
24. N
usa T
engg
ara T
imur
31,3
7-
-4,
51-
0,66
36,5
414
0,87
35,4
4-
-3,
6339
,07
216,
48
Jum
lah
30.0
98,6
77.
712,
0914
.540
,99
5.96
7,86
1,29
667,
4458
.988
,34
9.62
3,67
5.06
7,18
2.30
7,66
8,58
5.37
4,86
14.6
40,2
281
.295
,01
Sum
ber :
Ban
k In
done
sia
JUM
LAH
I+
II+I
IIn
Jum
lah
III
1. Ja
karta
16.79
5,53
1.043
,71
13.60
4,62
4.99
8,64
-21
8,36
36.56
0,86
1.37
5,36
2.248
,061.5
50,4
2-
1.32.
Jawa
Bar
at2.3
30,97
363,
2095
2,97
503,0
6-
6,68
4.156
,8811
1,26
661,1
7-
-8
3. Ja
wa T
enga
h3.4
93,37
828,
3058
4,49
680,1
7-
32,87
5.619
,2048
6,35
718,9
3-
-8
4. Yo
gyak
arta
342,
11-
109,9
228
,62-
5,05
485,7
09,6
484
,01-
-2
5. Ja
wa T
imur
5.766
,121.5
12,5
013
6,78
626,8
7-
10,19
8.052
,461.
340,9
381
7,40
--
96.
Aceh
147,
5979
,79
2,12
80,18
-4,9
831
4,66
187,6
212
9,12
--
17.
Sum
atera
Utar
a47
0,47
3.234
,98
23,8
353
0,50
-54
,984.3
14,76
1.00
6,62
417,8
8-
-5
8. Su
mate
ra B
arat
201,
8659
9,20
39,7
819
0,77
-14
,601.0
46,21
350,2
212
8,34
--
19.
Riau
192,
6014
9,57
0,77
11,81
-17
,7237
2,47
248,3
514
4,69
--
110
. Jam
bi1.0
45,00
130,
14-
--
30,15
1.205
,2925
7,47
57,57
--
11. S
umate
ra S
elatan
315,
5874
2,06
10,5
715
9,76
0,06
14,69
1.242
,7289
7,31
287,1
3-
-4
12. L
ampu
ng15
0,14
548,
281,0
074
,610,4
61,7
077
6,19
388,4
244
,69-
-13
. Kali
man
tan B
arat
58,24
619,
46-
127,8
7-
-80
5,57
632,0
717
8,00
--
114
. Kali
man
tan T
enga
h16
,5229
,42
0,12
--
-46
,0686
,0120
,96-
-15
. Kali
man
tan S
elatan
77,70
145,
661,2
432
,850,8
0-
258,2
558
0,41
117,5
1-
-1
16. K
alim
antan
Tim
ur24
,6023
,51
-9,3
5-
11,17
68,63
353,3
795
,80-
-1
Lain
-lNo
n Ko
nsum
siKo
nsum
siJu
mlah
IJu
mlah
IIPe
rdag
.Dlm
Ne
geri
Imp.d
g BE
-Kre
dSa
ndan
gPe
r-in
dustr
ianPe
r-tam
bang
anPr
asar
anaTa
bel 4
.10PE
MBE
RIAN
KRE
DIT
BANK
-BAN
K P
EMER
INTA
H M
ENUR
UT D
ASW
ATI I
UNTU
K B
ULAN
JUNI
1969
DASW
ATI I
I. PR
ODU
KSI
II. E
KSP
OR
III.
LAIN
-LAI
N
Baha
n Pa
ngan
Bara
ng
Eksp
or
77
Dala
m Ju
ta R
upia
h
37,11
5.175
,5943
.111,8
128
,461.4
89,63
5.757
,77
29,75
1.548
,687.6
54,2
343
,3132
7,32
822,6
651
,981.7
69,38
11.16
2,77
40,50
269,6
277
1,90
10,73
929,6
16.2
49,9
954
,0428
2,38
1.678
,81
62,75
307,4
492
8,26
57,57
115,1
41.5
77,9
042
,3972
9,52
2.869
,55
47,87
92,86
1.257
,47
96,62
374,6
21.8
12,2
621
,6343
,5917
4,66
50,44
267,9
51.1
06,6
102
,4719
8,27
620,2
717
. Sul
awes
i Utar
a14
1,37
220,
96-
50,18
--
412,5
11.
752,2
332
3,73
--
595,5
991
9,32
3.084
,06
18. S
ulaw
esi T
enga
h53
,0449
,11
0,20
0,77
--
103,1
213
8,58
138,5
5-
-15
7,28
295,8
353
7,53
19. S
ulaw
esi S
elatan
182,
8464
6,18
3,63
164,2
4-
4,33
1.001
,2226
0,82
615,9
2-
-63
0,28
1.246
,202.5
08,2
420
. Sul
awes
i Ten
ggar
a-
--
--
--
-48
,72-
--
48,72
48,7
221
. Malu
ku37
,953,
14-
35,24
--
76,33
223,4
817
2,37
--
-17
2,37
472,1
922
. Bali
187,
395,
705,9
136
,20-
-23
5,20
131,3
483
,65-
-19
1,53
275,1
864
1,72
23. N
usa T
engg
ara B
arat
85,07
-6,5
415
,85-
-10
7,46
62,85
65,70
--
66,18
131,8
830
2,19
24. N
usa T
engg
ara T
imur
51,00
6,58
0,11
13,22
--
70,91
174,6
454
,03-
-54
,5610
8,59
354,1
4
Jum
lah
32.16
7,06
10.98
1,45
15.48
4,60
8.37
0,76
1,32
427,4
767
.332,6
611
.055
,357.6
53,93
1.550
,42
-7.8
73,04
17.1
19,69
95.60
6,41
Sum
ber :
Ban
k Ind
ones
ia
ainJu
mlah
III
JUM
LAH
I+
II+I
II
BAB V
HUBUNGAN EKONOMI LUAR NEGERI DAN
PERKEMBANGAN LALU LINTAS DEVISA
5.1. Pengaruh Kebijaksanaan Dalam Hubungan Ekonomi Luar Negeri Pada
Perkembangan Lalu Lintas Devisa 1969/1970
Landasan pokok dari kebijaksanaan pemerintah dalam hubungan ekonomi luar negeri
diarahkan sedemikian rupa sehingga dapat mempertahankan kemantapan dalam
perekonomian melalui kebijaksanaan perdagangan luar negeri dan bantuan luar negeri.
Dengan demikian lalu lintas devisa dapat lancar serta membantu kepada berhasilnya
pembangunan.
5.1.1. Kebijaksanaan dalam Perdagangan Luar Negeri 1969
Landasan pokok dari kebijaksanaan dalam bidang ekspor adalah :
a. memberikan kepastian berusaha kepada para usahawan eksportir;
b. meningkatkan jumlah dan mutu dari produksi barang-barang untuk ekspor.
ad. a. Untuk memberikan kepastian berusaha bagi para usahawan eksportir, maka
sistim “overprice” dipertahankan. Penetapan “harga penjerahan” (HP) yang semula
berubah-ubah terlalu sering, ditentukan hanya sebulan sekali, agar menambah iklim
yang pasti bagi para eksportir. Penetapan kembali dari HP tersebut dilakukan
bersama-sama dengan gabungan eksportir dan instansi-instansi lain. Untuk tahun
1969 overprice yang telah diterima (untuk golongan A maupun golongan B) oleh
para eksportir diperkirakan berjumlah US$ 131 juta, sedangkan pada tahun 1968
berjumlah US$ 110 juta.
ad. b. Untuk meningkatkan jumlah barang-barang ekspor, maka barang-barang
ekspor golongan B telah mendapatkan perhatian yang besar dengan tidak
mengabaikan barang-barang ekspor golongan A, yang memang masih merupakan
90% dari hasil seluruh ekspor Indonesia. Dalam pada itu perlu dikemukakan bahwa
barang-barang ekspor Indonesia sudah cukup terkenal di pasar dunia, tetapi mutunya
masih perlu ditingkatkan agar dapat lebih bersaing serta dapat mencapai harga yang
lebih tinggi. Karena mutu tersebut belum memenuhi syarat-syarat internasional maka
barang-barang ekspor Indonesia terpaksa dioleh di luar negeri. Untuk menanggulangi
78
keadaan yang demikian itu maka pemerintah telah mengambil kebijaksanaan
“offensif operasionil”.
Untuk karet misalnya kebijaksanaan offensif operasionil tersebut meliputi
lima unsur :
(1) Penyediaan kredit pembelian jangka pendek yang dikaitkan dengan usaha-usaha
up grading dari mutu karet;
(2) Kredit investasi berjangka menengah untuk rehabilitasi dan modernisasi remilling
serta rumah-rumah asap yang ada;
(3) Kredit investasi berjangka menengah untuk mendirikan “Crum-Rubber Plant”
baru;
(4) Penambahan alat transpor dan sarana-sarana produksi bagi petani produsen;
(5) Pengolahan bahan-bahan remilling dari daerah-daerah yang kekurangan kapasitas
unit-unit remilling ke daerah-daerah lain yang masih kelebihan kapasitas dari
unit-unit remillinya.
Tujuan dari pengarangan jenis pengolahan karena menjadi Crum Rubber adalah
sebagai berikut :
i. Mengembangkan teknologi modern dalam pengolahan karet;
ii. Mengimbangi saingan dari karet synthetis, yang telah merebut 55% dari
pemakaian karet dunia;
iii. Meningkatkan mutu dan menjaga ketinggian mutu dari karet Indonesia, guna
menjamin pasaran untuk karet Indonesia, melalui penetapan suatu Standard
Indonesian Rubber (SIR)
Dalam hubungan penjagaan ketinggian mutu, maka Balai Penelitian
Perkebunan Bogor dan Medan telah ditugaskan sebagai National Testing Station,
yang berhak mengeluarkan “Sertifikat Kualitas”.
Di samping landasan pokok dari kebijaksanaan dalam bidang ekspor
sebagaimana diuraikan di atas, maka prosedur ekspor juga disederhanakan.
Perlu dikemukakan bahwa dalam tahun 1968 peningkatan ekspor adalah
dengan mengurangi pajak ekspor dari 15% menjadi 5%, di samping pemberian
“overprice”.
Di dalam tahun 1969 suku bunga yang berlaku untuk produksi ekspor dan
perdagangan ekspor diturunkan dari masing-masing 3-3½% dan 5% tiap bulan
menjadi masing-masing 2¼% dan 2¼ - 2½% sebulan dalam September 1969.
79
Dari ekspor Indonesia, hanya kopi dan timah yang telah ditentukan kuotanya
melalui International Commodity Agreement. Kuota ekspor secara triwulanan telah
ditentukan oleh International Tin Council dalam bulan September 1968. Bagian
Indonesia adalah 9,41% dari jumlah kuota yang ditentukan atau 4.040 ton, 3.575 ton,
3.645 ton, 3.716 ton dan 3.904 ton masing-masing untuk triwulan terakhir 1968
sampai triwulan terakhir 1969.
Mengenai kopi maka kuota ekspor Indonesia kepada negara-negara anggota
ICO (International Coffee Organization) di dalam tahun kopi 1968/1969 telah
dinaikkan dari 64.100 ton menjadi 66.100 ton. Kuota untuk 1969/1970 telah
ditentukan sebesar 67.980 ton. Ekspor kopi kepada negara-negara non kuota telah
naik dari 6.500 ton dalam tahun 1967/1968 menjadi kurang lebih 42.100 ton dalam
tahun 1968/1969.
Hasil dari kebijaksanaan tersebut diatas tercermin dalam nilai ekspor dalam
tahun 1969 yang lebih besar daripada nilai ekspor dalam tahun 1968. Berdasarkan
perkembangan triwulan-triwulan yang telah lalu, maka diperkirakan ekspor tanpa
minyak dalam tahun 1969 akan mencapai US$ 622 juta, di antaranya US$ 471 juta
adalah dari golongan A dan US$ 151 juta dari golongan B, sedangkan dalam tahun
1968, ekspor tanpa minyak telah mencapai US$ 569 juta, di antaranya US$ 422 juta
dari golongan A dan US$ 147 juta dari golongan B.
Landasan pokok dari kebijaksanaan dalam bidang impor adalah :
a. mengarahkan penggunaan devisa, melalui suatu sistim BE yang mencerminkan
prioritas kebutuhan produksi dan konsumsi dalam negeri.
b. Mengamankan setidak-tidaknya kebutuhan untuk produksi pangan, sandang dan
lain-lain barang kebutuhan yang strategis untuk pembangunan.
c. Mengimpor barang-barang kebutuhan yang belum dapat dipenuhi oleh aparat
produksi di dalam negeri, dalam bentuk yang dapat menciptakan multiplier-effect
kegiatan ekonomi di dalam negeri, misalnya dengan memasukkan barang-barang
berbentuk CKD atau “complete knocked down”, untuk kemudian diassembling
atau dikerjakan di dalam negeri.
Pengarahan impor dilakukan melalui :
i. Penyusunan suatu rencana/program operasional untuk :
(a) bahan-bahan pokok yang masih dianggap perlu untuk diimpor dari luar
negeri;
(b) tepung terigu, kapas kasar, benang tenun;
80
(c) pupuk dan insectisida;
(d) kertas koran
ii. Kebijaksanaan tarif dan sistim kurs devisa berganda (“multiple exchange rate”),
yang meliputi : penentuan daftar barang-barang yang boleh diimpor dengan BE
dan DP; barang-barang yang hanya dapat diimpor dengan devisa pelengkap (DP),
dan barang-barang yang dilarang diimpor, kesemuanya berdasarkan atas kriteria
seperti berikut :
(1) Sifat barangnya : barang-barang essensiil, kurang essensiil dan non-
essensiil.
(2) Memberikan dorongan yang aktif bagi perkembangan industri-industri
dalam negeri (termasuk proteksi yang wajar).
Pengaruh dari kebijaksanaan tersebut di atas tercermin dalam realisasi dari
impor dalam tahun 1969. Dalam masa Januari s.d September 1969, impor barang-
barang konsumsi mencapai US$ 148 juta, sedangkan dalam masa yang sama pada
tahun 1968 impor barang-barang konsumsi mencapai US$ 269 juta; sebaliknya impor
bahan baku dan barang modal dalam masa Januari s.d September 1969 mencapai
US$ 386 juta, sedangkan dalam masa yang sama pada tahun 1968 impor bahan baku
dan barang modal mencapai US$ 274 juta.
Seirama dengan makin meningkatnya kegiatan-kegiatan pembangunan maka
impor tanpa minyak untuk seluruh tahun 1969 diperkirakan akan meningkat dan
mencapai US$ 886 juta, sedangkan dalam tahun 1968 hanya berjumlah US$ 751 juta.
Dengan meningkatnya impor, maka pengeluaran jasa-jasa dalam tahun 1969
diperkirakan akan meningkat pula sampai mencapai US$ 183 juta (tanpa minyak),
sedangkan pada tahun 1968 pengeluaran jasa-jasa berjumlah US$ 160 juta.
5.1.2. Kebijaksanaan Jasa Berhubungan Dengan Bantuan Luar Negeri dalam Tahun
1969
Salah satu fungsi dari bantuan luar negeri adalah menutup balance of payment
gap dan memperbesar kapasitas impor dalam rangka kebutuhan untuk memasukkan
barang dan bahan baku guna investasi untuk pembangunan nasional. Bagi Indonesia,
maka fungsi dari bantuan luar negeri tidak saja untuk membantu neraca pembayaran
luar negeri, tetapi juga untuk membantu kebutuhan anggaran pembangunan
Pemerintah.
81
Di samping itu, sementara usaha produksi dan pengadaan bahan makanan
masih belum mencukupi, serta pula untuk menjaga stabilitas harga bahan makanan,
maka bantuan luar negeri untuk memasukkan bahan makanan merupakan unsur
pelengkap yang penting pula.
Pemerintah selalu berusaha memperoleh bantuan luar negeri dengan syarat-
syarat yang lunak (bunga yang rendah dan pembayaran kembali dalam jangka waktu
yang panjang), serta jenis bantuan yang dapat menghasilkan rupiah guna
meningkatkan penerimaan negara.
Jenis bantuan luar negeri dapat digolongkan sebagai berikut :
(1) Bantuan program, yang terdiri atas : kredit BE, grant BE, PL 480, Kennedy
Round dan bantuan pangan lainnya;
(2) Bantuan proyek ialah bantuan yang berbentuk proyek-proyek;
(3) Bantuan teknis, yang berbentuk pendidikan, survey, penelitian, penyuluhan, dan
sebagainya.
Jumlah dan perincian bantuan luar negeri dapat dilihat pada Tabel 5.1 yang
menggambarkan besarnya commitment, persetujuan yang telah ditandatangani dan
jumlah yang tersedia untuk dijual/dilaksanakan dalam masa Januari s.d. Oktober
1969.
5.1.3. Perkembangan Lalu Lintas Devisa 1969/1970
Pengaruh dari kebijaksanaan-kebijaksanaan seperti tersebut di atas tercermin
pula dalam perkiraan lalu lintas devisa 1969/1970. Perkembangan ini perlu
dikemukakan dalam rangka penyusunan perkiraan perkembangan lalu lintas devisa
untuk 1970/1971, yang akan dibahas lebih lanjut dalam bagian 5.3.
Ekspor tanpa minyak diperkirakan mencapai US$ 632 juta dalam tahun
anggaran 1969/1970, yang merupakan kenaikan sebesar 11% di atas ekspor dalam
tahun anggaran 1968. Ekspor keseluruhan (termasuk minyak) dalam tahun anggaran
1969/1970 diperkirakan akan mencapai US$ 1.001 juta atau 15% di atas seluruh
ekspor dalam tahun anggaran 1968.
Impor tanpa minyak dalam tahun anggaran 1969/1970 diperkirakan akan
mencapai US$ 956 juta, yang berarti 27% di atas impor dalam tahun anggaran 1968.
Impor yang diperlukan untuk perusahaan minyak diperkirakan akan naik ± 5% di atas
tahun anggaran 1968.
82
Meskipun demikian neraca perdagangan dalam tahun anggaran 1969/1970
menunjukkan suatu defisit yang lebih kecil kalau dibandingkan dengan tahun
anggaran 1968. Defisit pada Neraca Perdagangan dalam tahun anggaran 1969/1970
adalah sebesar US$ 39 juta, sedangkan dalam tahun anggaran 1968 adalah sebesar
US$ 41 juta; dengan demikian ada penurunan defisit sebesar 5%.
Pengeluaran untuk jasa-jasa akan meningkat sesuai dengan kenaikan impor.
Dalam tahun anggaran 1969/1970 nerada jasa-jasa diperkirakan akan mengalami
defisit sebesar US$ 367 juta, sedangkan dalam tahun anggaran 1968 defisit itu adalah
sebesar US$ 305 juta, sehingga dengan demikian defisit neraca jasa-jasa diperkirakan
naik dengan 20%.
Kesemuanya itu menyebabkan bahwa transaksi berjalan dalam tahun
anggaran 1969/1970 akan mengalami kenaikan defisit. Kalau dibandingkan dengan
tahun anggaran 1968, maka defisit pada transaksi berjalan dalam tahun anggaran
1969/1970 diperkirakan akan meningkat dengan 54%.
Defisit pada transasksi berjalan dalam tahun anggaran 1969/1970
diperkirakan dapat diimbangi dengan pemasukan modal dari sektor pemerintah
maupun swasta. Pemasukan modal sektor pemerintah akan naik dengan 56% kalau
dibandingkan dengan tahun anggaran 1968. Pemasukan modal sektor Pemerintah ini
masih harus dikurangi dengan pembayaran/pencicilan hutang-hutang luar negeri.
Dengan memperhitungkan pemasukan modal dari sektor swasta dan pembayaran
kembali/pencicilan hutang-hutang luar negeri maka pemasukan modal netto dalam
tahun anggaran 1968. Dengan pemasukan modal netto tersebut, maka defisit pada
Neraca Pembayaran dapat ditekan sampai US$ 11 juta, yaitu US$ 3 juta defisit pada
Neraca Pembayaran dalam tahun anggaran 1968 (yang berjumlah US$ 8 juta).
5.2. Kebijaksanaan dalam Hubungan Ekonomi Luar Negeri tahun 1970/1971
Mobilisasi sumber-sumber pembiayaan di dalam negeri adalah terbatas, terutama di
dalam suatu jangka waktu yang pendek seperti dalam suatu tahun anggaran tertentu.
Disamping itu, sumber-sumber pembiayaan dalam negeri yang dapat digali oleh Pemerintah
dalam tahun anggaran 1970/1971 dapat dibuat perkiraannya relatif lebih mudah daripada
sektor swasta.
Terbatasnya sumber-sumber di dalam negeri di suatu pihak dan kebutuhan untuk
membangun secepat mungkin di lain pihak, mendorong pemerintah untuk mengusahakan
sumber-sumber pembiayaan tambahan yang berasal dari luar negeri. Oleh karena itu semua
83
kebijaksanaan dalam bidang hubungan ekonomi luar negeri berlandaskan tuuan-tujuan
demikian. Pula perkiraan perangkaan di dalam anggaran devisa yang disusun dalam
anggaran tahun 1970/1971 berdasarkan kebijaksanaan-kebijaksanaan di dalam bidang
hubungan ekonomi luar negeri dengan memperhatikan situasi moneter internasional yang
mempengaruhi pada saat tersebut.
Landasan pokok kebijaksanaan dalam hubungan ekonomi luar negeri ialah agar
dalam rangka keseimbangan Neraca Pembayaran mengusahakan secara kontinu alat
pembayaran luar negeri yang diperlukan sebagai tambahan untuk menutup kekurangan
sumber-sumber di dalam negeri untuk pembiayaan pembangunan. Demikian pula
kebijaksanaan-kebijaksanaan untuk dapat mempertahankan stabilitas nilai tukar rupiah dan
menjamin komposisi impor yang penting melalui kebijaksanaan impor dan kebijaksanaan-
kebijaksanaan fiskal dan kredit lainnya akan tetap dilanjutkan.
Kebijaksanaan dalam bidang ekspor untuk tahun anggaran 1970/1971 akan
ditingkatkan lagi, sekurang-kurangnya akan mempertahankan hasl-hasil positif dari
kebijaksanaan dalam tahun 1979/1970.
Kebijaksanaan dalam bidang impor untuk tahun anggaran 1970/1971 akan pula
melanjutkan pengarahan yang telah dimulai dalam tahun anggaran yang lalu, yaitu
mendorong ke arah kegiatan-kegiatan yang produktif.
5.3. Perkiraan Perkembangan Lalu Lintas Devisa 1970/1971
Dalam memperkirakan neraca pembayaran tahun anggaran 1970/1971, gambaran
dari perkembangan neraca pembayaran tahun anggaran 1969/1970 merupakan bahan
perhitungan. Neraca Pembayaran 1970/1971 diperkirakan akan mengalami defisit dalam
transaksi berjalan sebesar US$ 459 juta, yang berarti 13% lebih besar dari defisit dalam
tahun anggaran 1969/1970. Defisit tersebut diperkirakan dapat ditutup dengan pemasukan
modal netto sebesar US$ 459 juta, yang merupakan kenaikan sebesar 16% di atas pemasukan
modal netto dalam tahun anggaran 1969/1970.
Ekspor dalam tahun anggaran 1970/1971 diperkirakan akan mencapai jumlah
US$ 1.113 juta, yang berarti kenaikan sebesar 11% di atas ekspor dalam tahun anggaran
1969/1970. Di antara jumlah ekspor ini, ekspor tanpa minyak berjumlah US$ 676 juta, atau
7% di atas ekspor dalam tahun anggaran 1970/1971.
Sebaliknya impor dalam tahun anggaran 1970/1971 diperkirakan akan mencapai
jumlah US$ 1.159 juta, yang merupakan kenaikan sebesar 11% di atas impor dalam tahun
anggaran 1969/1970. Di antara jumlah tersebut termasuk impor tanpa minyak sebesar
84
US$ 1.059 juta, yang berarti kenaikan sebesar 12% di atas impor dalam tahun anggaran
1969/1970.
Dengan demikian maka Neraca Perdagangan dalam tahun anggaran 1970/1971
diperkirakan akan mengalami defisit sebesar US$ 46 juta atau 17% di atas defisit dalam
Neraca Perdagangan dalam tahun anggaran 1969/1970.
Dengan defisit pada neraca jasa-jasa sebesar US$ 413 juta, maka transaksi berjalan
diperkirakan akan mengalami defisit sebesar US$ 459 juta, yang sebagaimana telah disebut
di atas akan diusahakan untuk menutupnya dengan pemasukan modal netto. Pemasukan
modal dari sektor pemerintah diperkirakan sebesar US$ 480 juta, yang terdiri atas progran
aid sebesar US$ 340 juta dan project aid sebesar US$ 140 juta.
Pemasukan modal dari sektor pemerintah tersebut masih harus dikurangi dengan
pembayaran kembali/pencicilan hutang-hutang luar negeri yang berjumlah US$ 84 juta.
Dengan memperhitungkan pemasukan modal dari sektor swasta sebesar US$ 63 juta,
pemasukan modal dari sektor pemerintah sebear US$ 480 juta serta dikurangi dengan
pembayaran kembali hutang-hutang luar negeri, maka tercapailah angka US$ 459 juta seperti
tersebut di atas, yang dapat menutup defisit pada neraca pembayaran tahun anggaran
1970/1971.
Dalam Ribuan US$
Proyek B.E P.L 480 K. R Jumlah Proyek B.E P.L 480 K. R Jumlah Proyek B.E P.L 480 K. R Jumlah
1. Australia 3.249 7.042 - 5.686 15.977 3.249 7.042 - 5.686 15.977 3.249 2.464 - 878 6.5912. Belgia 1.000 1.200 - 518 2.718 - 1.200 - 518 1.718 - 1.200 - 518 1.7183. Perancis 6.302 6.302 - 1.088 13.692 6.302 6.302 - 1.088 13.692 - - - 1.088 1.0884. Jerman Barat *) 13.661 13.661 - 1.261 28.583 13.661 13.661 - 1.261 28.583 - - - 1.261 1.2615. Amerika Serikat 31.300 44.000 140.200 16.000 231.500 6.300 44.000 79.250 16.050 145.600 6.300 25.000 79.250 16.050 126.6006. Canada 900 - - 900 1.800 - - - 1.850 1.850 - - - 1.850 1.8507. Inggris 600 4.200 - - 4.800 - 4.200 - - 4.200 - 4.200 - - 4.2008. Nederland 10.000 18.055 - 1.945 30.000 10.000 18.055 - 689 28.744 - 10.635 - 689 11.3249. Jepang 55.000 55.000 - 10.000 120.000 55.000 55.000 - 10.000 120.000 - 55.000 - - 55.00010. I D A 86.000 - - - 86.000 46.000 - - - 46.000 46.000 - - - 46.00011. Denmark 4.000 - - - 4.000 4.000 - - - 4.000 4.000 - - - 4.00012. Italia - - - 1.000 1.000 - - - 241 241 - - - - -13. New Zealand - 560 - - 560 - - - - - - - - - -14. A D B 13.432 - - - 13.432 3.432 - - - 3.432 3.432 - - - 3.432
225.444 150.020 140.200 38.398 554.062 147.944 149.460 79.250 37.383 414.829 62.981 98.499 79.250 22.334 263.064Sumber : Departemen Keuangan *) Berdasarkan Kurs US$ 1 = DM 3,66
COMMITMENT PERSETUJUAN TELAH DITANDATANGANI TERSEDIA UNTUK DIJUAL/DILAKSANAKAN
Tabel 5.1.BANTUAN LUAR NEGERI 1969
s.d 31 Oktober 1969
NEGARA
85
A. Barang dan Jasa1. Ekspor 872 1.001 1.113
(minyak) 303 369 437(tanpa minyak) 569 632 676
2. Impor -831 -1.040 -1.159(minyak) -80 -84 -100(tanpa minyak) -751 -956 -1.059
Neraca Perdagangan -41 -39 -46
3. Jasa-jasa -305 -367 -413(minyak) -145 -175 -198(tanpa minyak) -160 -192 -215
Transaksi Berjalan -264 -406 -459
B. Lalu lintas Modal dan Transfer1. Swasta 65 39 632. Pemerintah 266 414 4803. Pembayaran kembali hutang-hutang -75 -58 -84
Pemasukan Modal (netto) 256 395 459Jumlah A + B -8 -11 0
C. Selisih yang tak diperhitungkan -4 -7 0
D. Lalu lintas Moneter 12 ) 181. IMF Position 15 )2. Kewajiban jangka pendek )
netto (kenaikan +) -3 ) 183. Cadangan Devisa (penurunan +) - ) -
Sumber : Bank Indonesia
1968 1969/1970 1970/1971
Tabel 5.2NERACA PEMBAYARAN INDONESIA TAHUN ANGGARAN 1969/1970
DAN PERKIRAAN TAHUN 1970/1971(Dalam jutaan US$)
Transaksi
86
BAB VI
PRODUKSI DALAM TAHUN 1970/1971
6.1. Pendapatan Nasional
Angka-angka resmi pendapatan nasional Indonesia untuk tahun akhir-akhir ini tidak
tersedia yang dapat menunjukkan gambaran yang jelas mengenai perkiraan pertumbuhan
ekonomi. Data statistik untuk produksi dan perdagangan dalam negeri yang menjadi
landasan untuk perhitungan pendapatan nasional (GNP) pada umumnya tidak lengkap dan
kurang up to date.
Meskipun demikian untuk tahun 1967 dan 1968 dapat diperkirakan pendapatan
nasional dalam arti riil telah menunjukkan kenaikan yang sedang sebagai akibat
pertambahan produksi bidang pertambangan dan kehutanan bersamaan dengan perbaikan di
bidang pertanian terutama beras. Begitu pula perkembangan di bidang ekspor menunjukkan
suatu kenaikan. Diharapkan perkembangan ini akan meningkat untuk tahun-tahun
selanjutnya.
6.2. Sektor Pertanian
a. Bahan Makan Utama
Produksi bahan makanan merupakan urang lebih 2/3 dari seluruh produksi
sektor pertanian di mana produksi beras merupakan hasil yang paling utama.
(i) Beras
Seperti telah dimuat di dalam Bab Umum, angka-angka realisasi produksi tahun
1969/1970 menurut perkiraan akan dapat dicapai bahkan ada kemungkinan akan
sedikit terlampaui. Berhasilnya usaha-usaha untuk mempertahankan target tersebut
adalah berkat usaha-usaha yang dilancarkan Pemerintah dalam mengefektifkan
usaha-usaha intensifikasi prodksi padi dengan memberi bimbingan dan
menganjurkan kepada petani-petani pemakaian bibit unggul, pupuk dan
pemberantasan hama. Sedangkan usaha-usaha perbaikan prasarana-prasarana tetap
pula ditingkatkan selain daripada proyek pengairan Jatiluhur yang kini telah mulai
didayagunakan. Dalam tahun 1969 tidak dapat dilupakan bahwa faktor iklim turut
pula membantu peningkatan produksi padi.
Oleh Pemerintah ditetapkan program peningkatan produksi padi musim tanam
Oktober 1969 – Maret 1970 untuk sejumlah areal 2.225.020 Ha sawah yang
tersebar di seluruh Nusantara. Peningkatan produksi diusahakan denan cara
87
intensifikasi melalui proyek-proyek yang diklassifisir dalam Bimas, Bimas Baru,
Bimas Baru yang disempurnakan, Bimas Gotong Royong, Bimas Baru Gotong
Royong, Inmas dan Inmas Baru.
Masing-masing proyek itu ditentukan dengan cara tersendiri mengenai penyediaan
pupuk dan alat-alat pertanian serta kredit-kredit untuk petani dan pemakaian benih-
benih tertentu dan sebagainya sesuai dengan keadaan pertanian setempat dan
tujuan-tujuan yang akan dicapai. Berdasarkan pengalaman-pengalaman maka
dalam pelaksanaan program-program Bimas/Inmas yang akan datang Pemerintah
akan lebih memperhatikan faktor-faktor penyediaan pupuk, benih dan obat-obat
hama bagi petani tepat pada waktunya. Pemberian kredit bagi petani di atur
sedemikian rupa sehingga tidak menghambat usaha-usaha petani. Disamping itu
bimbingan bagi petani-petani akan lebih diintensifkan pula. Sasaran produksi beras
tahun 1970/1971 dalam rangka PELITA adalah sebesar 11.430.000 ton. Dengan
usaha-usaha intensifikasi seperti diuraikan di atas yang pelaksanaannya akan
dilanjutkan dalam tahun 1970/1971 dan disesuaikan dengan perkembangan-
perkembangan keadaan target tersebut diharapkan akan dapat dicapai.
Perkembangan realisasi produksi beras sampai dengan tahun 1969 dan target-target
REPELITA 1969/1970 s.d. 1973/1974 dapat terlihat dalam tabel berikut.
Realisasi 1)
1960 -1961 7,9501962 8,536 + 7,621963 7,628 - 10,841964 8,420 + 10,381965 8,840 + 4,281966 9,137 + 3,351967 9,324 + 2,151968 10,683 + 14,57
I/1969 8,243
Target 2)
1969/70 10,521970/71 11,43 + 8,651971/72 12,52 + 9,501972/73 13,81 + 10,301973/74 15,42 + 11,60
Sumber : 1) 1961 s.d 1967 BPS1968 )I/1969 ) Departemen Pertanian2) Buku Repelita
Tahun Produksi (dlm juta ton)
Tabel 6.1PERKEMBANGAN PRODUKSI DAN TARGET PRODUKSI BERAS
1961-1973/1974
Persentase Pertambahan Produksi
88
(ii) Palawija dan hortikultura
Perkembangan produksi palawija dan hortikultura adalah dapat terlihat seperti
dalam tabel berikut :
T
I
Realisasi 1)
1961 2,283 0,678 13,654 -1962 3,243 0,658 15,066 -1963 2,359 0,584 14,590 -1964 3,769 0,653 16,154 -1965 2,361 0,640 15,655 -1966 3,220 0,638 15,625 -1967 2,960 0,605 15,080 -1968 2,693 0,584 11,745 -/1969 1,252 0,285 4,563 -
Target 2)
1969/70 3,37 0,95 15,66 8,301970/71 3,51 0,99 16,00 8,701971/72 3,70 1,08 16,35 9,301972/73 3,94 1,21 16,71 10,201973/74 4,23 1,40 18,09 11,20
Sumber : 1) 1961 s.d 1967 BPS1968 )I/1969 ) Departemen Pertanian2) Buku Repelita
Produksi Produksi
Jagung Kacang-kacanganahun
Tabel 6.2PERKEMBANGAN PRODUKSI DAN TARGET PRODUKSI PALAWIJA DAN HORTIKULTURA
1961-1973/1974 (jutaan ton)
Ketela pohon + rambat
Hortikultura (sayur-sayuran + buah-buahan)
Produksi Produksi
b. Perkebunan
Perkembangan hasil-hasil dan target-target produksi utama perkebunan besar dan
rakyat selama beberapa tahun terakhir adalah sebagai terlihat dalam tabel-tabel
berikut :
89
Realisasi 1)
1960 - - - - -1961 229 146 43 19 651
341962 217 141 47 12 585
331963 216 148 39 18 650
331964 232 161 46 7 649
341965 228 157 47 20 776
321966 210 159 43 12 612
311967 215 171 32 18 663
351968 102 3) 122 30 7,2 525
24I/1969 49,6 3) 50 31 2,3 236
11
Target 2)
1969/70 104 172 39,5 11,1 67741
1970/71 107 199 40 8,0 76150
1971/72 114 220 40,5 10,9 78855
1972/73 121 246 42 7,5 86261
1973/74 132 275 43 11,7 90768
Sumber : 1) 1961 s.d 1967 BPS19681969 Departemen Pertanian2) Buku Repelita3) Tidak termasuk perkebunan swasta besar
Tabel 6.3PRODUKSI HASIL-HASIL UTAMA PERKEBUNAN NEGARA
(dalam 1.000 metric ton)
Tehe Kopi GulaTahun Karet Palm Oil + Palm Kernel
90
24
62 66
65
60
68
74
Tahun
Realisasi 1)
1961 476 89 - 37 1.361
1962 496 99 - 37 1.387
1963 490 127 - 39 1.379
1964 500 80 - 41 1.193
1965 510 92 - 42 1.249
1966 528 107 - 42 1.350
1967 530 117 - 46 1.320
1968 512 143 46 42 61 1.275
Sumber : 1) 1961 s.d 1967 BPS1968 Departemen Pertanian
The Kopra
Tabel 6.4PRODUKSI HASIL-HASIL UTAMA PERKEBUNAN RAKYAT, 1961 - 1968
(dalam 1.000 metric ton)
Karet Kopi Lada Tembakau
Sektor perkebunan memegang peranan penting, karena hasil-hasil perkebunan
merupakan hasil-hasil ekspor yang menjadi sumbe devisa bagi negara. Dalam
tahun-tahun yang lalu devisa yang berasal dari ekspor hasil-hasil perkebunan
hampir mencapai 70% dari seluruh penerimaan devisa. Dalam sektor perkebunan
baik perkebunan besar maupun rakyat kebijaksanaan Pemerintah terutama
diarahkan kepada usaha-usaha peremajaan tanaman-tanaman tua dan mengadakan
investasi-investasi baru untuk perluasan areal tanaman-tanaman baru dengan benih-
benih unggul dan cara-caran penanaman baru yang lebih efisien. Usaha-usaha
penyuluhan bagi petani-petani rakyat digiatkan baik untuk mempertinggi
produktivitas dan daya tanam rakyat maupun memperbaiki tata cara pemasaran
hasil-hasil.
Dalam rangka usaha-usaha peremajaan dan perluasan perkebunan-perkebunan
negara dalam REPELITA ditentukan target peremajaan tahun 1970/1971 untuk
beberapa jenis tanaman seperti tertera dalam tabel di bawah ini.
91
Karet 8.700 1.480 2.220 1.360
Kelapa Sawit 6.800 1) 835
Sumber : Buku Repelita1) Jumlah peremajaan, konversi dan perluasan
Perluasan Biaya (juta Rp)
Tabel 6.5RENCANA PEREMAJAAN, KONVERSI, PERLUASAN
PERKEBUNAN NEGARA TAHUN 1970/1971
Peremajaan (Ha) Konversi
Sasaran produksi khusus dalam tahun 1970/1971 dari sektor perkebunan dapat
dilihat pada tabel berikut :
Karet 154.000 109.000 4,81Kelapa sawit 59.474 148.686 21,86Tehe ……… 87.000 1) 1,75Gula 78.000 761.000 ………Kopi 18.570 7.988 7,14Tembakau 3.065 9,82 1,24Kopra 1.100 0
Sumber : Buku REPELITA1) Termasuk produksi perkebunan rakyat sebear 47.000 ton
Luas areal produktif Produksi (ton) Pertambahan (%)
produksi
Tabel 6.6LUAS AREAL PRODUKTIF, PRODUKSI DAN PERTAMBAHAN PRODUKSI
PERKEBUNAN NEGARA 1970/1971 DARI BEBERAPA JENIS HASIL
b. Kehutanan
Di bidang kehutanan terlihat bahwa di dalam tahun 1967 dan 1968 terjadi kenaikan
hasil kayu yang sangat besar dari 1.983 ribu metric ton menjadi 3.828 ribu metric
ton. Diperkirakan bahwa di dalam tahun 1969 hasil tersebut akan lebih meningkat
lagi menjadi 5.200 metric ton.
Kayu
1. Logs dan kayu grajen 1.983 2.853 3.828 5.200 *)
2. Kayu bakar 1.161 1.133 1.105 -3. Arang 363 364 366 -
Sumber : Departemen Pertanian*) Angka-angka taksiran
Tabel 6.7PRODUKSI BEBERAPA HASIL KAYU-KAYUAN HUTAN 1966- 1969
(dalam ribuan metric ton)
1966 1967 1968 1969
92
6.3. Sektor Perindustrian
Gambaran tentang perkembangan produksi dalam tahun 1970/1971 dari sektor
perindustrian dapat diberikan untuk beberapa hasil tertentu seperti sandang dan beberapa
industri kimia sebagai berikut :
a. Sandang
Di dalam Bab Umum telah dimuat angka-angka realisasi sementara pengadaan dan
produksi tekstil yang mana diperkirakan akan mencapai jumlah produksi
±108.478.750 m selama triwulan-triwulan I dan II tahun 1969/1970. Adapun target
produksi 1969/1970 adalah sebesar 450 juta meter. Menurut perkiraan Departemen
Perindustrian taksasi produksi tahun 1969 akan mencapai jumlah ±419.125.000 m
di mana pada bulan-bulan terakhir tahun 1969 diharapkan produksi akan meningkat
sesuai dengan keadaan permintaan. Kebijaksanaan dalam industri sandang telah
diarahkan pada persediaan yang cukup untuk kapas dan benang tenun baik berasal
dari produksi dalam negeri maupun dari impor.
Di dalam bidang produksi sandang ini oleh Pemerintah telah diberikan berbagai
macam fasilitas-fasilitas antara lain subsidi kepada kapas kasar dan benang tenun,
penerimaan MPO dan pemberian proteksi. Sasaran produksi tahun 1970/1971
untuk sandang adalah sejumlah 575 juta meter tekstil dengan kebutuhan kapas
sejumlah 260 bale (1bale kapas = 500 lbs) dan benang impor sejumlah 206 bales (1
bale benang = 400 lbs). Untuk mencapai kenaikan produksi tersebut, kebijaksanaan
diarahkan pula pada perluasan perusahaan pemintalan, pertenunan, dan perajutan di
dalam negeri di samping usaha-usaha pencukupan spareparts untuk rehabilitasi
unit-unit produksi yang ada.
b. Industri Kimia
Hasil-hasil produksi industri seperti semen, kertas dan pupuk urea, menurut angka-
angka realisasi 1969 yang disajikan dalam Bab Umum memberikan harapan bahwa
target 1969/1970 akan tercapai. Khusus mengenai semen, maka untuk menjaga
kestabilan harganya masih perlu dipertahankan kebijaksanaan impor untuk
mengatasi kekuarangan persediaan yang sewaktu-waktu dapat terjadi kekurangan.
Demikian pula halnya dengan kebijaksanaan pengadaan pupuk yang dalam masa
pembangunan dengan titik sentral bidang pertanian sekarang merupakan landasan
kebijaksanaan penting. Pupuk produksi dalam negeri belum mencukupi sehingga
masih diperlukan import pupuk. Dalam pada itu direncanakan untuk memperluas
93
pabrik pupuk PN Pusri di Palembang sehingga akan tercapai kapasitas yang dapat
memenuhi target-target produksi pembangunan. Unit-unit perluasan ini diharapkan
sudah akan memberi hasil pertambahan produksi dalam tahun 1972.
6.4. Sektor Pertambangan
Dalam tahap permulaan dari REPELITA kegiatan-kegiatan di sektor pertambangan
lebih banyak tertuju pada usaha-usaha penelitian, eksplorasi dan lebih lanjut pendekatan
pada pengadaan kerjasama dengan pengusaha-pengusaha dan ahli-ahli luar negeri untuk
mencari landasan-landasan fisik maupun finansial dalam sektor ini. Usaha-usaha demikian
dilakukan dalam hal tambang minyak bumi maupun timah, bauksit, nikkel, mangan, emas
dan perak. Dari kegiatan-kegiatan yang ada sekarang terlihat banyaknya pengusaha-
pengusaha yang berminat akan berusaha di bidang pertambangan.
Khusus mengenai hasil minyak bumi, angka-angka produksi tahun-tahun terakhir
seperti dimuat dalam Bab Umum menunjukkan kenaikan-kenaikan yang melonjak bila
dibandingkan angka-angka realisasi semester I/1969 dengan semester I/1967 dan semester
I/1968.
Usaha dan kebijaksanaan Pemerintah di bidang perminyakan yang pokok adalah
untuk mendapatkan cadangan-cadangan dan lapangan-lapangan baru sebagai pengganti yang
kini dan tengah diambil hasilnya. Dalam usaha eksplorasi dan eksploitasi ini, Pemerintah
membuka kesempatan kerja sama dengan perusahaan asing umumnya untuk daerah lepas
pantai (off shore). Di samping itu usaha dan kebijaksanaan diarahkan pula ketujuan
memperluas pasaran ekspor minyak di luar negeri.
Produksi hasil pertambangan dapat dilihat dari tabel di bawah ini :
1. Minyak bumi 1) 170,7 186,2 219,9 56,12. Gas bumi 2) 72,7 75,8 116,0 -3. Timah 12,8 13,8 16,9 8,64. Bauxit 701 912 879 3175. Batu bara 320 208 175 1086. Nikkel 117 172 262 122
Sumber : Departemen Pertambangan1) Dalam jutaan British Barrels2) Dalam jutaan mega cubic feet3) s.d. bulan Maret
Tabel 6.8HASIL-HASIL PERTAMBANGAN 1966-1969
(dalam ribuan metric ton)
TahunHasil-hasil Tambang
1966 1967 1968 1969 3)
94
I. Penerimaan Rutin 320.583A. Pajak Langsung 117.120
1. Pajak Pendapatan 13.2501.1. Buruh 6.750
1.1.1. Dalam Rupiah 4.7501.1.2. Dalam Valuta Asing 2.000
1.2. Usahawan 6.5001.2.1. Kohir 1.4001.2.2. MPS 5.100
2. Pajak Perseroan 21.2502.1. Perusahaan Negara 11.750
2.1.1. Kohir 7502.1.2. MPS 11.000
2.2. Perusahaan Swasta 9.5002.2.1. Kohir 7502.2.2. MPS 8.750
3. Pajak Perseroan Minyak 61.470
4. MPO 20.9004.1. Ditjen Pajak 17.0004.2. Ditjen Bea dan Cukai 3.900
5. Lain-lain 250
B. Pajak Tidak Langsung 200.8101. Pajak Penjualan 19.0002. Pajak Penjualan Impor 19.5003. Cukai 39.460
3.1. Cukai Tembakau 36.7203.2. Cukai Gula 2.4003.3. Cukai Bir 1803.4. Cukai Alkohol Sulingan 1603.5. Cukai Minyak Tanah p.m
4. Bea Masuk 78.0005. Pajak Devisa Ekspor 7.0006. Penerimaan Minyak Lainnya 33.6007. Lain-lain 4.250
C. Penerimaan Non-Tax 2.653
II. Penerimaan Pembangunan 124.3161. Kredit Luar Negeri 78.6762. Bantuan Proyek 45.640
JUMLAH 444.899
JENIS PENERIMAAN JUMLAH PENERIMAAN
Lampiran 1
RENCANA PENERIMAAN NEGARATAHUN ANGGARAN 1970/1971
( x Rp 1 juta )
95
I. PENERIMAAN RUTIN 320.583
A. PAJAK LANGSUNG 117.1201. Pajak Pendapatan 13.250
1.1. Pajak Pendapatan Buruh 6.7501.1.1. Dalam Rupiah 4.750Asumsi-asumsi :(1)
(2)
(3)
(4)
Unsur-unsurnya :
1.1.2. Dalam Valuta Asing 2.000Asumsi-asumsi :(1) Akan diturunkannya tarif(2)
b) Hasil verifikasi atas penyetoran tahun 1969 diperkirakan 15% x 5.500 = 825,-
Batas minimum kena pajak akan dinaikkan menjadi dua kali, yang mengakibatkan turunnya penerimaan pajak dengan ± 40%Adanya kemungkinan kenaikan gaji/upahBertambahnya kesempatan bekerja sebagai akibat penanaman modal asing, modal dalam negeri dan pelaksanaan PELITADitingkatkannya intensifikasi pemungutan. Dengan asumsi-asumsi tersebut diperkirakan bahwa untuk tahun 1970/1971 akan diterima sebagai berikut :
DASAR PERHITUNGAN PENERIMAAN NEGARADI DALAM RAPBN 1970/1971
(x Rp 1 juta)
c) Sebagai akibat dari pada asumsi (2), (3) dan (4) diatas, maka diperkirakan tambahan penerimaan sebesar 15% x 60% x 5.665 = 510,-. Jadi jumlah semua = 3.399 + 825 + 510 = 4.734 atau dibulatkan 4.750,-
Penambahan jumlah WP (wajib pajak) sebagai akibat penanaman modal asing.
Realisasi penerimaan tahun 1969/70 diperkirakan sebear 5.665, dimana untuk tahun pajak 1969 saja sebesar 5.500,-
a) Penyetoran bulanan tahun 1970/1971 sebagai akibat dari dinaikkannya batas minimum kena pajak maka realisasi bulanan yang akan diterima hanya tinggal 60% x 5.665 = 3.399,-
96
(3)
(4) Penertiban pembayaran
1.2. Pajak Pendapatan Usahawan 6.5001.2.1. Menurut cara lama (kohir) 1.400Unsur-unsurnya :
a) Tunggakan-tunggakan lamab)
c)
ad (a) :- Tunggakan 1-4-69 = 4.231
ad (b) :
ad ( c) :
Diperkirakan dalam tahun 1970/71 dapat ditagih 10% = 305,-
Dalam APP (Anggaran Penerimaan Pajak) 1969/70 hasil verifikasi MPS 1968 yang ditagih menurut cara lama, akan ada tambahan yang dapat ditagih dalam tahun 1969/70 sebesar 1.200,-Kelihatannya jumlah yang dapat ditagih dalam tahun tersebut baru sebesar 400, sehingga sisanya 800, akan dapat ditagih dalam tahun 1970/1971.
Realisasi MPS dalam tahun 1969 diperkirakan = 2.750,- Realisasi MPO diperkirakan sebesar 12.700 dan 20% adalah PPd. Usahawan = 2.540. Jumlah pembayaran PPd Usahawan …. 5.290,-
Verifikasi MPS 1968 dengan penagihan cara lama (kohir)Verifikasi MPS 1969 dengan penagihan cara lama (kohir)
Tambahan perampungan th pajak '67 ke bawah diperkirakan tidak ada lagi. Jumlah tunggakan = 4.231- Diterima dalam th 69/70 diperkirakan 1.181, Sisa tunggakan 1-4-1970 …. 3.050.
Penerimaan dalam tahun 1970/1971 diperkirakan sebagai berikut :Penyetoran bulanan dalam tahun 1969/1970 rata-rata tiap bulan sebesar US$ 350.000 akibat asumsi-asumsi (1) s.d (4) di atas diharapkan penerimaan tiap-tiap bulan menjadi $ 450.000 atau dalam 1 th = $ 5.400.000,-Jadi penerimaan 1970/1971 menjadi $ 5.400.000 @ 370 = 1.998 atau dibulatkan = 2.000,-
Ditingkatkannya intensifikasi pemungutan
97
1.2.2. Menurut cara baru (MPS) 5.100Asumsi-asumsi :(1) Peningkatan intensifikasi pemungutan(2)
Unsur-unsurnya :
(b) Setoran MPS Masa 70/71.( c) Hasil intensifikasi
ad (a) :
ad (b) :
ad ( c) :
ad (d) :Jumlah PPD Usahawan mengenai tahun pajak 1970 yang akan diterima ialah :
(a ) Setoran tambahan Spt akhir th 1969 yang diterima dalam tahun 1970/1971.
(d) Setoran tambahan Spt. Akhir tahun 1970 yang diterima dalam tahun 1970/1971.
Penyetoran tambahan sukarela atas Spt akhir 1969 diperkirakan sebesar 20% dari jumlah pajak yang sudah dibayar dalam tahun tersebut yaitu 20% x 5.290 = 1.058, dan diharap masih dapat diterima dalam tahun 1970/71 sebesar 60% atau sebesar 635,-
Setoran MPS Masa dalam tahun 1970/71 diusahakan menjadi sebesar penyetoran bulanan dalam tahun 1969/70 ditambah lagi dengan hasil penyetoran tambahan Spt akhir tahun 1969, yaitu 2.750 + 1.058 = 3.808,-
Akibat ditingkatkannya internsifikasi pemungutan maka diharapkan penambahan penerimaan penyetoran bulanan sebesar 5% dari MPS dalam tahun 1969/70, yaitu 5% x 2.750 = 265,-
Peningkatan kegiatan produksi dan ekonomi akibat penanaman modal asing, modal dalam negeri dan pelaksanaan PELITA.
Akibat sudah ditingkatkannya intensifikasi pemungutan dan ditertibkannya pemasukan Spt akhir 1969, diperkirakan yang diterima th 1970/71 hanya 5% lagi, atau 5% x 5.290 = 265,-. Jadi jumlah seluruhnya - 305 + 800 + 265 = 1.370 atau dibulatkan menjadi 1.400,-
98
- Setoran masa = 3.808- 20% dari MPO : 20% x 17.000 = 3.400 Jumlah : 7.208
2. Pajak Perseroan 21.2502.1. Perusahaan Negara 11.750
2.1.1. Menurut cara lama (kohir) 750Unsur-unsurnya :(a) Tunggakan lama(b)
( c)
ad (a) :- Tunggakan 1-4-69 = 930
Jumlah : 1.430
ad (b) :
ad (c ) :
- MPS Masa = 8.000dari MPO 20% x 12.700 = 2.540 Jumlah : 10.540
Dalam APP 1969/70 telah diperkirakan dari verifikasi MPS 1968 akan diterima sebesar 400,- Kelihatannya jumlah yang mungkin tertagih dalam tahun tersebut baru 300. Sisanya yang 100 diharapkan dapat ditagih dalam tahun 1970/71.
Jumlah pajak th 1969 yang akan diterima diperkirakan sebagai berikut:
Setoran tambahan Spt akhir 1970 sebagai akibat intensifikasi pemungutan dan pengawasan yang sudah lebih ditingkatkan dalam tahun 1970/71, diperkirakan hanya sebesar 12½ % saja lagi.Dari jumlah tersebut 40% diperkirakan diterima dalam tahun 1970/71 (Sisanya dalam tahun 1971/72) atau = 40% x 12½% x 7.208 = 360,-
Verifikasi MPS 1968 dengan penagihan menurut cara lama (kohir)
- Diperkirakan dapat ditagih dalam tahun 1969/70 dari jumlah tersebut sebesar = 900. Sisa 1-4-1970 = 530.Ditagih dalam tahun 1970/71 diperkirakan ± 25% atau sebesar 132,-
- Tambahan perampungan th pajak 67 ke bawah diperkirakan sebesar = 500
Sehingga jumlah semua menjadi = 635 + 3.808 + 265 + 360 = 5.068, atau dibulatkan = 5.100,-
Verifikasi MPS 1969, dengan penagihan menurut cara lama (kohir)
99
2.1.2. Menurut cara baru (MPS) 11.000Unsur-unsurnya :(a)
(b) MPS Masa 1970/71.( c)
ad (a) :
ad (b) :Asumsi-asumsi :
(1)
(2) Peningkatan disiplin membayar pajak(3)
ad (c ) :
Jumlah penerimaan MPS 1970/71 ialah sebesar 1.054 + 9.959 = 11.013 atau dibulatkan 11.000,-
Peningkatan kegiatan produksi dan ekonomi lainnya sebagai akibat pelaksanaan PELITA, penanaman modal asing dan modal dalam negeri.Realisasi MPS Masa 1970/71 diharapkan sama dengan realisasi MPS Masa 1969/70 ditambah dengan setoran tambahan Spt akhir MPS 1969, yaitu sebesar 8.000 + 1.054 = 9.054.Akibat dari asumsi-asumsi (1) s.d (3) di atas diharapkan adanya penambahan realisasi MPS Masa 1970/71 sebesar 10% atau 10% x 9.054 = 905. Jadi MPS Masa 1970/71 = 9.054 + 905 = 9.959,-
Setoran tambahan Spt akhir MPS 1969 berjumlah nol (0), karena diperkirakan baru akan diterima dalam tahun 1971/1972.
Penyetoran tambahan Spt akhir MPS tahun 1969.
Penyetoran tambahan Spt akhir MPS tahun 1970.
Penyetoran tambahan Spt akhir MPS 1969 yang diterima dalam tahun 70/71 diperkirakan 10% dari jumlah yang sudah dibayar, yaitu 10% x 10.540 = 1.054,-
Reorganisasi PN-PN mengakibatkan peningkatan aktivitasnya.
Tambahan verifikasi yang ditagih menurut cara lama diperkirakan dapat diterima dalam th 1970/71 sebesar 5%, atau 5% x 10.540 = 527,-Jumlah semua menjadi : 132 + 100 + 527 = 759 atau bulat 750.
100
2.2. Perusahaan Swasta 9.5002.2.1. Menurut cara lama (kohir) 750Unsur-unsurnya :(a)
(b)
(c )
ad (a) :- Tunggakan 1-4-69 = 1.316
ad (b) :
ad (c ) :
- MPS = 3.600- 60% dari MPO, 60% x 12.700…. = 7.620 Jumlah = 11.220
2.2.2. Menurut cara baru (MPS) 8.750Asumsi-asumsi :(1)
(2) Peningkatan produksi dan kegiatan ekonomi lainnya sebagai akibat penanaman modal asing, modal dalam negeri dan pelaksanan
- Tambahan perampungan th pajak 1967 dan sebelumnya diperkirakan = 700. Jumlah : 2.016- Diperkirakan diterima dalam th 69/70 sebesar = 700. Sisa 1-4-1970 = 1.316Dapat diterima dalam tahun 1970/71 ± 25% = 329
Dalam APP 1969/1970 tambahan verifikasi yang dapat ditagih telah diperkirakan sebesar 1.200.Dari jumlah tersebut diperkirakan hanya 2/3 saja yang dapat direalisir yaitu = 800.Dari jumlah ini diterima dalam th 1969/70 diharapkan sebesar 600, dan sisanya 200 akan diterima dalam th 1970/71.
Pembayaran pajak th 1969 diperkirakan :
Tambahan verifikasi yang ditagih menurut cara lama, akibat penertiban setoran tambahan Spt akhir MPS 1969, diperkirakan hanya 2% saja lagi, yaitu 2% x 11.220 = 224.Jumlah semua menjadi 329 + 200 + 224 = 753 atau bulat 750.
Pencairan tunggakan th pajak 1967 dan sebelumnyaVerifikasi MPS 1968 yang ditagih menurut cara lamaVerifikasi MPS 1969 yang ditagih menurut cara lama.
Peningkatan intensifikasi pemungutan dan pengawasan
101
Unsur-unsurnya :(a) Setoran tambahan Spt akhir 1969(b) MPS masa 1970/1971(c ) Setoran tambahan Spt akhir 1970ad.(a) :
ad (b) :
ad (c ) :
3. Pajak Perseroan Minyak 61.470Asumsi-asumsi :(1)
(2) Kurs konversi : Rp 326,-/US$(3)
Penerimaan :(95,50 x 93,06) x 326,- = 61.470,-
4. MPO (Memungut Pajak Orang) 20.9004.1. Ditjen Pajak 17.000
Asumsi-asumsi :(1)
(2)
Kurs NLM (Nilai Lawan Minyak) : Rp 326,-/US$
Perluasan wapu, sehingga yang dapat dipungut semakin luasPeningkatan intensifikasi pemungutan dan pengawasan
Penerimaan Negara dari perusahaan-perusahaan minyak asing, yaitu merupakan "60% operating income " menurut Perjanjian Karya Minyak, untuk tahun 1970/1971 diperkirakan berjumlah US$ 188,56 juta (US$ 95,50 juta untuk dikonversi dan US$ 93,06 juta untuk perbekalan dalam negeri).
Penyetoran tambahan Spt akhir 1969 diperkirakan 20% dari jumlah pajak tahun 1969 yang akan diperkirakan dibayar, yaitu 20% x 11.220 = 2.244,-
Sehubungan dengan asumsi-asumsi (1) dan (2) di atas diharapkan MPS Masa tersebut akan bertambah ±10%, yaitu 10% x 5.844 = 584. Jadi jumlah MPS Masa 1970/71 = 5.844 + 584 = 6.428,-
Setoran tambahan Spt akhir 1970 diharapkan baru diterima dalam th 1971/72. Jadi dalam th 1970/71 belum ada yang diterima. Jumlah penerimaan yang diharapkan menjadi : 2.244 + 6.428 = 8.672 atau dibulatkan 8.750,-
MPS Masa 1970/71 diharapkan sama dengan MPS Masa 69/70 + verifikasi setoran akhir 1969, yaitu = 3.600 + 2.244 = 5.844,-
102
(3)
4.2. Ditjen Bea dan Cukai 3.900Asumsi-asumsi :(1)
(2)
Penerimaan :10½% x 37.735,- = 3.962 dibulatkan : 3.900
5. Lain-lain 250Unsur-unsurnya :(a) Pajak kekayaan(b) Pajak Dividen(c ) Lain-lain yang tidak dapat dispesifikasikan
B. PAJAK TIDAK LANGSUNG 200.8101. Pajak Penjualan 19.000
Asumsi-asumsi :(1)
(2)
Realisasi triw IV-69/70 diperkirakan sebesar 3.750; setahun menjadi 4 x 3.750 = 15.000,-65% dari jumlah tersebut adalah MPO di luar yang dipungut bank. Ini diharapkan dapat ditingkatkan sehubungan dengan asumsi-asumsi (1), (2) dan (3) sebesar 20%, atau 20% x 65% x 15.000 = 1.955. Jumlah semua = 15.000 + 1.955 = 16.955 atau dibulatkan = 17.000,-
Penerimaan diperkirakan kira-kira 10½% daripada bea masuk yang dikenakan atas barang-barang yang diimpor dengan DP dan devisa bebas lainnya.Bea masuk atas impor dengan DP dan devisa bebas diperkirakan besarnya Rp 37.375,- juta (lihat penerimaan bea masuk).
Peningkatan produksi dan kegiatan ekonomi lainnya akibat pelaksanaan PELITA, penanaman modal asing dan modal dalam negeri. Sehugungan dengan itu penerimaan dalam tahun 1970/1971 diperkirakan sebagai berikut :
Kenaikan produksi fisik dan kegiatan-kegiatan ekonomi lainnya sebagai akibat dari penanaman modal asing, modal dalam negeri dan pelaksanaan PELITA.Peningkatan intensifikasi pemungutan dan pengawasan. Penerimaan tahun 1970/71 diperkirakan sebagai berikut :Realisasi triw.IV-69/70 diperkirakan sebesar 4.500; untuk 1 tahun = 4 x 4.500 = 18.000,-
103
2. Pajak Penjualan Impor 19.500Asumsi-asumsi :(1)
(2)
Penerimaan :25% x 78.000,- = 19.500,-
3. Cukai 39.4603.1. Cukai Tembakau 36.720Asumsi-asumsi :(1)
(2)
Penerimaan :27.500,- + 33½% x 27.500,- =27.500,- + 9.213,- = 36.713Dibulatkan : 36.720,-
3.2. Cukai Gula 2.400Asumsi-asumsi :(1)
(2)
Penerimaan :12 x 200,- = 2.400,-
3.3. Cukai Bir 180Asumsi-asumsi :(1)
(2)
Penerimaan :12 x 15,- = 180,-
Akibat dari asumsi-asumsi (1) dan (2) diharapkan pertambahan peneriman 5% x 18.000 = 900,- Jumlah semua + 18.000 + 900 = 18.900 atau dibulatkan = 19.000,-
Penerimaan diperkirakan 25% daripada jumlah seluruh bea masuk 1970/1971.Jumlah seluruh bea masuk 1970/1971 diperkirakan sebesar Rp 78.000,- juta (lihat penerimaan bea masuk).
Kenaikan penerimaan cukai atas tembakau di dalam tahun 1970/1971 diperkirakan 33½%, yaitu sebagai akibat dari kenaikan produksi serta aktivitas perekonomian pada umumnya, perbaikan mutu dari hasil-hasil tembakau itu sendiri dan penertiban-penertiban yang dilakukan di bidang pemungutan dan pengenaan pita-pita cukai.
Tidak ada perubahan atas harga dasar pengenaan cukai.
Penerimaan cukai tembakau di dalam tahun 1969/1970 diperkirakan akan berjumlah Rp 27.500,- juta.
Penerimaan rata-rata bulanan untuk tahun 1970/1971 diperkirakan : Rp 200,- juta.Tidak ada perubahan atas harga dasar pengenaan cukai.
Penerimaan rata-rata bulanan untuk tahun 1970/1971 diperkirakan : Rp 15,- juta
104
3.4. Cukai Alkohol Sulingan 160Asumsi-asumsi :(1)
(2)
Penerimaan :4 x 40,- = 160,-
3.5. Cukai minyak tanah p.m
4. Bea Masuk 78.000Asumsi-asumsi :(1)
(2)
(3)
(4)
Penerimaan :- Impor dengan BE :18% x 695 juta x 325,- = 40.657,-
100% x 115 juta x 325,- = 37.375,- Jumlah = 78.032,-Dibulatkan : 78.000,-
5. Pajak Devisa Ekspor 7.000Asumsi-asumsi :(1)
(2)
(3)
(4) Kurs BE : Rp 326,-/US$Penerimaan :5% x 432 juta x 326,- = 7.042,-Dibulatkan : 7.000,-
Penerimaan rata-rata triwulan untuk tahun 1970/1971 diperkirakan : Rp 40,- jutaTidak ada perubahan atas harga dasar pengenaan cukai.
(Sudah termasuk di dalam "penerimaan minyak lainnya").
Dutiable imports diperkirakan : US$ 810 juta. Sejumlah US$ 695 juta merupakan impor dengan BE, sedangkan sisanya sebesar US$ 115 juta merupakan impor dengan DP dan devisa bebas lainnya.NDPBM (Nilai Dasar Perhitungan Bea Masuk) Rp 325,-/US$.Tarip rata-rata bea masuk untuk impor dengan BE adalah : 18%.Tarip rata-rata bea masuk untuk impor dengan DP dan devisa bebas adalah : 100%.
- Impor dengan DP dan devisa bebas lainnya :
Jumlah ekspor 1970/1971 (di luar minyak) diperkirakan : US$ 535 juta.Sejumlah US$ 432,- juta dari jumlah tersebut merupakan ekspor barang-barang golongan A.Bagian Pemerintah Pusat dari hasil ekspor golongan A tersebut adalah 5%.
105
6. Penerimaan Minyak Lainnya 33.600Asumsi-asumsi :
Penerimaan :4 x 8.400,- = 33.600,-
7. Lain-lain 4.250Unsur-unsurnya :(a) Bea Materai(b) Bea Lelang(c ) Lain-lainad (a) :Asumsi-asumsi :(1) Peningkatan produksi(2)
ad (b) :
ad (c ) :
4.000 + 150 + 100 = 4.250,-
C. PENERIMAAN NON-TAX 2.653Asumsi-asumsi :
(1)
(2)
Akibat asumsi-asumsi di atas, diharapkan pertambahan penerimaan sebesar 10% x 3.640 = 364,-. Jumlah semua = 3.640 + 364 = 4.004 atau dibulatkan 4.000,-.
Realisasi triw.IV-69/70 diperkirakan sebesar 910,- Dalam 1 tahun = 4 x 910,- = 3.640,-.
Penerimaan non-tax ini antara lain terdiri dari denda overdraft, royalties, hasil-hasil tagihan Pemerintah, denda-denda lainnya, dsb., yang semuanya sulit diperkirakan secara tepat. Perkiraan penerimaan ini adalah 2.653,-.
Diperkirakan adanya kenaikan ongkos produksi minyak sebesar 10%, kenaikan perbekalan dalam negeri sebesar 27% dan perubahan-perubahan lainnya.Atas dasar itu diperhitungkan bahwa penerimaan rata-rata per triwulan adalah Rp
Peningkatan intensifikasi pemungutan dan pengawasan
Realisasi th. 1969/70 diperkirakan sebesar 125,- Untuk tahun 1970/71 diperkirakan berjumlah 150.
Realisasi th 1969/70 diperkirakan sebesar 75,- Untuk tahun 1970/71 diperkirakan diterima sebesar 100,-. Jadi jumlah semua :
Baik terhadap penerimaan-penerimaan yang berasal dari bagian Pemerintah dari laba perusahaan-perusahaan Negara, maupun terhadap penerimaan-penerimaan departemen (administrative revenues) diusahakan tindakan-tindakan penertiban sehingga diharapkan pemasukan penerimaan akan menjadi lebih lancar lagi.
106
II. PENERIMAAN PEMBANGUNAN 124.3161. Kredit Luar Negeri 78.676
Asumsi-asumsi :(1)
(2)
(3)
(4)
(5) Kurs BE : Rp 326,-/US$Penerimaan nilai-lawan (counterpart) :- Barang-barang BE dan barang-barang modal :
(90 + 30) juta x Rp 326,- = Rp 39.120 juta.- Bantuan pupuk :
30 juta x Rp 326,- = Rp 9.780 jutaSubsidi = Rp 3.750 jutaPenerimaan = Rp 6.030 juta
- Bantuan kapas-kasar :35 juta x Rp 326,- = Rp 11.410 jutaSubsidi = Rp 5.450 jutaPenerimaan = Rp 5.960 juta
- Bantuan benang tenun :15 juta x Rp 326,- = Rp 4.890 jutaSubsidi = Rp 2.970 jutaPenerimaan = Rp 1.920 juta
- Bantuan beras dan pangan lainnya :95 juta x Rp 326,- = Rp 30.970 jutaSubsidi = Rp 10.319 jutaPenerimaan = Rp 20.651 juta
- Bantuan terigu :45 juta x Rp 326,- = Rp 14.670 jutaSubsidi = Rp 9.675 jutaPenerimaan = Rp 4.995 juta
Sisanya sejumlah US$ 140 juta merupakan bantuan pangan (beras, terigu, dll). Untuk jumlah ini Pemerintah juga memberikan subsidi sehingga hanya nilai lawan bersih saja yang merupakan penerimaan pembangunan.
Diperkirakan seluruh kredit luar negeri yang akan diterima berjumlah US$ 340 Dari jumlah tersebut diperkirakan sebesar US$ 90 juta berupa barang-barang BE dan US$ 30 juta berupa barang-barang modal (capitalgoods). Seluruh nilai lawannya merupakan penerimaan pembangunan.Sejumlah US$ 80 juta merupakan bantuan berupa pupuk, kapas kasar dan benang tenun. Pemerintah memberikan subsidi untuk barang-barang tersebut sehingga hanya nilai lawan netto saja yang merupakan penerimaan pembangunan.
107
- Jumlah seluruh penerimaan :39.120
6.0305.9601.920
20.6514.995
78.676
2. Bantuan Proyek 45.640Asumsi-asumsi :
(1)
(2)
(3) Kurs penilaian : Rp 326,- /US$Bantuan proyek dinilai dalam rupiah :140 juta x Rp 326,- = Rp 45.640 juta
Seluruh bantuan proyek yang dijanjikan (commitment) berjumlah US$ 260 jutaDari jumlah tersebut diperkirakan akan direalisasikan (disbursement) sejumlah US$ 140 juta.
108
ANGGAR
AN RUT
IN 1970/
1971(dal
am ribu
an rupia
h)
I. BELA
NJA PEG
AWAI/P
ENSIUN
50.417,5
132.345,
814.8
66,557.0
32,315.1
98,7921.
546,7
32.263,8
195.274,
6371.
120,9
1.237.11
8,02.95
6.501,6
60.495.2
27,01.80
3.078,5
1.238.46
1,92.35
4.381,4
17.026.8
41,8364.
183,9
749.167,
6415.
058,8
161.719,
3443.
135,8
1.033.10
6,114.0
22.941,7
2.214.14
9,Pega
wai Neg
eriTun
jangan b
eras3.12
7,39.41
9,81.46
1,69.81
7,93.23
8,2219.
572,6
15.732,4
49.324,0
126.239,
4260.
646,1
23.426,0
16.479.3
18,0457.
095,3
264.078,
4596.
688,3
-63.2
71,0208.
341,0
76.459,2
37.966,3
130.417,
6326.
007,4
2.590.36
8,5803.
428,Gaji
/Upah
4.209,5
11.974,6
1.903,4
16.019,9
5.059,3
332.595,
07.51
3,558.1
03,0115.
089,3
353.483,
950.8
89,619.3
19.582,0
538.675,
0404.
557,1
749.856,
5-
110.376,
4239.
129,8
141.675,
356.0
58,7140.
214,7
284.944,
34.64
9.275,9
665.233,
Tunjang
an umum
1.514,3
4.610,7
732,9
6.168,3
1.927,7
129.518,
42.89
3,022.3
72,144.3
14,2136.
106,5
19.594,6
7.269.03
9,0204.
696,5
163.559,
9288.
712,1
-42.4
99,392.3
22,852.2
08,821.5
84,953.9
88,5109.
715,4
1.791.54
9,4254.
542,Ken
aikan ga
ji 50%
2.861,9
8.292,7
1.318,1
11.094,1
3.493,5
231.056,
75.20
3,340.2
37,679.7
01,8244.
795,0
35.242,1
13.073.8
10,0371.
685,7
297.908,
1519.
284,5
-76.4
37,2165.
225,9
96.942,1
38.821,8
97.101,7
197.329,
93.22
0.412,7
459.888,
Pejabat N
egara
Tunjang
an beras
penj. kh
usus63,0
5.216,4
340,2
264,6
--
113,4
289,8
--
--
-12.4
74,0-
--
--
--
--
-Tun
jangan p
okok pen
j. khusus
930,0
50.010,0
3.390,0
2.850,0
--
450,0
4.692,0
--
--
-27.7
00,0-
--
--
--
--
-Tun
jangan u
mum pen
j.khusus
37.411,5
27.505,1
1.864,5
1.567,5
--
-2.39
2,9-
--
-61.2
00,0-
--
--
--
--
19.000,0
-
Pensiun Pens
iun pokok
7.269.85
7,6-
--
--
--
-Tun
jangan b
eras4.60
0.000,0
--
--
--
--
Tunjang
an umum
829.984,
2-
--
--
--
-
Lain-lain
Belanja
Pegawa
iHon
orarium
dan vaka
si-
14.621,3
3.780,0
5.250,0
-1.35
9,0-
15.100,0
256,0
2.291,0
300,0
100.000,
012.3
91,25.00
0,020.5
00,02.46
6.000,0
3.000,0
12.200,0
7.083,8
2.802,9
4.697,6
28.494,4
1.300.00
0,010.5
00,Uan
g lembur
300,0
570,2
75,81.00
0,0750,
02.64
5,0358,
22.76
3,25.52
0,210.0
99,51.00
0,035.0
00,042.3
26,020.2
87,498.4
40,0-
10.000,0
11.956,5
7.083,8
2.802,9
7.010,8
23.401,1
61.281,0
19.006,
Belanja p
egawai la
in-lain D
N-
125,0
-3.00
0,0730,
04.80
0,0-
--
229.696,
0-
3.308.96
2,053.4
30,8-
8.400,0
1.840.00
0,01.00
0,01.02
7,64.25
0,31.68
1,89.70
4,915.3
29,1287.
054,2
1.548,
Belanja p
egawai L
uar Neger
i-
--
--
--
--
-2.82
6.049,3
909.516,
061.5
78,042.8
97,072.5
00,021.0
00,057.6
00,018.9
64,029.3
55,5-
-47.8
84,5104.
000,0
-
II. BELA
NJA BA
RANG
96.325,2
500.883,
243.6
15,2131.
833,2
26.145,0
430.419,
0764.
562,0
631.082,
4361.
074,5
503.896,
83.02
9.440,0
42.511.8
88,81.49
6.696,8
1.234.97
5,03.50
1.397,8
3.445.54
7,0278.
500,0
477.234,
3392.
343,6
82.605,6
1.037.88
3,61.65
6.023,0
2.677.95
1,62.28
8.650,
Departe
men
PU & T
LDep
artemen
Perh
ubunga
nDep
artemen
P &
KDep
artem
Kesehat
aDep
artemen
Perd
agangan
Departe
men
Pertania
nDep
artemen
Peri
ndustria
nDep
artemen
Pert
ambang
anDep
. Keh
akiman
Dep.
Peneran
ganDep
. Keu
angan
Pemb.&
Perhit.
Lemb.No
n Dep
t.Dep
. Dalam
Neg
eriDep
. Luar
Negeri
Dep. Ha
nkam
Mahkam
ah Agu
ngKej
aksaan
Agung
Sekretar
iat Kep
residen
anSek
retariat
Neg
araBPK
Jenis Pe
ngeluara
nMP
RSDPR
-GRDPA
109
Lampira
n 2
39.82
1.288,5
345.324,
4412.
593,3
555.533,
9119.
439.879,
6
93.03
4.422,7
88.860,2
86.420,9
150.129,
026.1
15.278,0
92.92
4.352,4
111.997,
4117.
188,5
187.117,
131.5
97.076,0
81.12
5.997,3
43.143,2
45.270,8
72.047,8
12.000.6
31,23
2.025.17
4,873.8
76,577.3
64,9129.
582,5
21.584.1
43,4
18.761,4
90.022,0
150.941,
5
7.269.85
7,64.60
0.000,0
829.984,
2
0517.
090,1
3.032,0
3.000,0
3.000,0
4.541.74
9,37
3.960,0
3.199,9
3.348,2
10.657,5
384.843,
97
190.291,
221.2
15,280.0
00,03.00
0,06.06
5.246,8
4.191.34
4,3
0652.
349,1
496.813,
6483.
650,0
209.632,
569.4
43.418,8
Uang ma
kan/lauk
-pauk
--
--
--
--
--
-10.7
91.756,0
662.094,
0-
24.574,7
--
42.500,0
--
7.776,0
181.768,
0-
978.200,
0179.
380,0
12.868.0
48,7Bela
nja Baran
g Dalam
Negeri
93.125,2
465.883,
243.6
15,2130.
233,2
26.145,0
394.119,
0623.
877,2
561.461,
6289.
300,7
-337.
430,0
26.458.6
76,8817.
112,8
978.100,
03.42
1.213,1
3.445.54
7,0241.
000,0
411.200,
0360.
663,6
79.441,3
960.847,
61.44
0.430,0
2.331.95
1,61.29
0.650,0
619.349,
1439.
469,5
299.020,
0209.
632,5
46.769.4
95,2Bela
nja Baran
g Luar N
egeri
3.200,0
35.000,0
-1.60
0,0-
36.300,0
140.684,
869.6
20,871.7
73,8503.
896,8
2.692.01
0,05.26
1.456,0
17.490,0
256.875,
055.6
10,0-
37.500,0
23.534,3
31.680,0
3.164,3
69.260,0
33.825,0
346.000,
019.8
00,033.0
00,057.3
44,15.25
0,09.80
5.874,9
III. SUB
SIDI/PE
RIMBAN
GAN KE
UANGAN
53.218.6
66,753.2
18.666,7
IV. BUN
GA/CIC
ILAN H
UTANG
31.373.5
81,931.3
73.581,9
Hutang D
alam Neg
eri11.1
00.000,0
11.100.0
00,0Huta
ng Luar N
egeri
20.273.5
81,920.2
73.581,9
V. LAIN
-LAIN P
ENGELU
ARAN R
UTIN
10.000.0
00,010.0
00.000,0
146.742,
7633.
229,0
58.481,7
188.865,
541.3
43,71.35
1.965,7
796.825,
8826.
357,0
732.195,
41.74
1.014,8
5.985.94
1,6103.
007.115,
83.29
9.775,3
2.473.43
6,95.85
5.779,2
115.064.
637,4
642.683,
91.22
6.401,9
807.402,
4244.
324,9
1.481.01
9,42.68
9.129,1
16.700.8
93,34.50
2.799,3
10.473.6
37,6842.
138,0
896.243,
3765.
166,4
283.475.
547,0
en nJUM
LAHDep
artemen
Aga
maDep
artemen
Ten
aga Ker
jaDep
artemen
Sosi
alDep
artemen
Tra
nskop.
ANGGAR
AN PEMB
ANGUNA
N 1970/197
1(dala
m ribuan r
upiah)
1BIDA
NG EKON
OMI100.0
0019.79
0.0005.387
.0001.321
.000836.7
0042.59
0.00010.67
3.000
1.1.Sekto
r Pertanian
dan Irigasi
5.387.000
20.080.000
1.2.Sekto
r Industri da
n Pertamba
ngan1.321
.000836.7
001.3.
Sektor Ten
aga Listrik
8.620.000
1.4.Sekto
r Perhubung
an dan Par
iwisata
13.890.000
10.673.000
1.5.Sekto
r Pembangu
nan Daerah
dan Desa
100.000
14.790.000
1.6.Sekto
r Penyertaa
n Pemerinta
h5.000
.000
2BIDA
NG SOSIA
L55.00
0266.0
00415.0
00536.4
84551.0
002.900
940.500
800.000
107.200
2.350.000
607.000
452.500
4.4002.731
.000140.0
005.650
.0004.196
.00093
2.1.Sekto
r Agama
300.000
312.2.
Sektor Pen
didikan dan
Kebudayaa
n13.00
0115.0
00536.4
84551.0
002.900
40.332
96.000
107.200
250.000
607.000
452.500
4.400416.0
00140.0
005.650
.000252.4
0061
2.3.Sekto
r Tenaga K
erja dan Pe
nduduk
1.600.000
2.4.Sekto
r Kesehata
n dan Kelu
arga Berenc
ana500.0
003.925
.6002.5.
2.315.000
18.000
2.6.Sekto
r Penerang
an704.0
002.7.
Sektor Tert
ib Hukum
55.000
253.000
900.168
Sektor Peru
mahan, Ke
sejahteraan
Sosial dan
Penyediaan
Air Minm
No. Kode
Bidang / Se
ktorMPR
SDPR-
GRDPA
BPKDepa
rtem AgamDepa
rtemen
PU & TL
Departeme
n Perhu
bunganDepa
rtemen
P & KDepa
rtemen
Kesehatan
Departeme
n Perda
ganganDepa
rtemen
Pertanian
Departeme
n Perin
dustrian
Departeme
n Perta
mbangan
Dep. Kehakima
nDep. Pener
anganDep. Keua
nganBag.
Pemb.&
Perhit.
Lemb.Non Dept.
Dep. Dalam
Nege
riDep.
Luar
Negeri
Dep. Hankam
Mahkamah
Agun
gKejak
saan Agung
Sekretariat
Kepr
esidenan
Sekretariat
Nega
ra
110
Lampiran 3
a
135.635
811.000
81.644.335
811.000
26.278.000 2.157
.7008.620
.00024.56
3.000135.6
3515.02
5.635 5.000.000
0.600200.6
65264.8
00410.5
0021.61
1.549
9.250619.2
501.350
193.665
23.320
410.500
10.473.051
7.0001.607
.0004.425
.600241.4
802.574
.480 704.000
1.208.168
3BIDA
NG UMUM
133.000
667.000
27.000
67.000
54.000
306.500
207.516
843.000
311.100
4.500.000
206.000
1.492.800
406.500
522.500
576.000
300.000
160.900
679.000
230.000
200.000
204.000
169.400
71.500
54.900
138.500
12.528.116
3.1.Sekto
r Pemerinta
h Umum
133.000
27.000
66.062
54.000
306.500
207.516
843.000
311.100
206.000
27.500
522.500
576.000
300.000
160.900
679.000
230.000
200.000
204.000
169.400
71.500
54.900
138.500
5.488.378
3.2.Sekto
r Pertahana
n dan Keam
anan4.500
.0004.500
.0003.3.
Sektor Bad
an-badan P
erwakilan
667.000
667.000
3.4.Sekto
r Pengurus
an Keuanga
n Negara
9381.492
.800379.0
001.872
.738
J u m l a h
133.000
667.000
27.000
67.000
55.000
266.000
54.000
721.500
744.000
1.494.000
314.000
4.500.000
940.500
1.006.000
1.600.000
22.546.500
522.500
6.570.000
2.073.500
1.002.000
46.000.000
11.043.000
5.850.000
4.400.000
1.100.000
407.800
319.700
1.360.000
115.784.00
0
JUMLAH
en aDepa
rtemen
Tenaga Ke
rjaDeparteme
n Sosia
lDepa
rtemen
Transkop.
RANC
ANGA
N AN
GGAR
AN PE
MBA
NGUN
AN 19
70/19
71BI
DANG
EKO
NOM
I(d
alam
ribua
n rup
iah)
1.1Se
ktor P
ertan
ian da
n Irig
asi
5.387
.000
20.08
0.000
1.1.1.
Sub S
ektor
Perta
nian
4.917
.000
1.1.1.
1Pr
ogram
Penin
gkata
n Prod
uksi
Baha
n Mak
anan
2.958
.000
1.1.1.
2Pr
ogram
Penin
gkata
n Prod
uksi
Hasil
Perke
buna
n51
8.000
1.1.1.
3Pr
ogram
Penin
gkata
n Prod
uksi
Hasil
Perik
anan
518.0
001.1
.1.4
484.0
001.1
.1.5
Prog
ram Pe
ningk
atan P
roduk
si Pe
terna
kan
439.0
00
1.1.2.
Sub S
ektor
Iriga
si47
0.000
20.08
0.000
1.1.2.
1Pr
ogram
Peny
elama
tan Ta
nah d
an A
ir47
0.000
1.1.2.
2Pr
ogram
Perba
ikan I
rigasi
8.580
.000
1.1.2.
3Pr
ogram
Perlu
asan I
rigasi
3.966
.500
1.1.2.
4Pr
ogram
Perba
ikan d
an Pe
ngam
anan
Sung
ai1.0
11.00
01.1
.2.5
Prog
ram Pe
mban
guna
n Irig
asi la
innya
6.522
.500
1.2.
Sekto
r Ind
ustri
dan P
ertam
bang
an1.3
21.00
083
6.700
1.2.1.
Sub S
ektor
Indu
stri
1.321
.000
1.2.1.
1Pr
ogram
Pemb
inaan
Indu
stri R
ingan
& K
er. R
akya
t1.0
00.00
01.2
.1.2
Prog
ram Pe
manfa
atan P
royek
-proy
ek te
rtund
a18
6.000
1.2.1.
3Pr
ogram
Peng
emba
ngan
Indu
stri
135.0
00
1.2.2.
Sub S
ektor
Perta
mban
gan
836.7
001.2
.2.1.
Prog
ram Pe
neliti
an M
inyak
dan G
as bu
mi13
5.000
1.2.2.
2.Pr
ogram
Perba
ikan P
ertam
bang
an Ti
mah
1.2.2.
3.Pr
ogram
Perba
ikan P
ertam
bang
an B
atu B
ara1.2
.2.4.
Prog
ram Pe
ningk
atan K
egiat
an G
eslog
e40
8.200
1.2.2.
5.Pro
gram
Perba
ikan F
asilita
s Pem
binaa
n Pert
amba
ngan
293.5
00
1.3.
Sekto
r Ten
aga L
istrik
8.620
.000
1.3.1.
Sub S
ektor
Tena
ga Li
strik
8.620
.000
1.3.1.
1.Pr
ogram
Penin
gkata
n Ten
aga L
istrik
8.620
.000
1.4.
Sekto
r Per
hubu
ngan
dan P
ariw
isata
13.89
0.000
10.67
3.000
1.4.1.
Sub S
ektor
Perhu
bung
an13
.890.0
0010
.623.0
001.4
.1.1.
1.4.1.
2.Pr
ogram
Penin
gkata
n Fasi
litas A
ngku
tan Ja
lan90
.000
1.4.1.
3.Pro
gram
Penin
gkata
n dan
Perba
ikan A
ngku
tan K
ereta
Api
2.685
.000
1.4.1.
4.Pr
ogram
Perba
ikan P
rasaan
Perhu
bung
an La
ut3.1
70.00
01.4
.1.5.
Prog
ram Pe
rbaika
n Arm
ada N
iaga
1.4.1.
6.
1.4.1.
7.Pr
ogram
Perba
ikan P
rasara
na Pe
rhubu
ngan
Uda
ra2.0
00.00
01.4
.1.8.
Prog
ram Pe
mbina
an A
rmad
a Uda
ra Ni
aga
Prog
ram Pe
ningk
atan F
asilita
s Sun
gai, P
embin
aan
Sung
ai da
n Ang
gutan
Sung
ai
13.89
0.000
92.00
0
Prog
ram Pe
rbaika
n Pras
arana
Perhu
bung
an D
arat
(jalan
dan j
emba
tan)
No. K
ode
Bida
ng / S
ektor
MPR
SDP
R-GR
DPA
BPK
Mah
kama
h Ag
ung
Kejak
saan
Agun
gSe
kreta
riat
Kepr
eside
nan
Sekr
etaria
t Ne
gara
Lemb
.Non
De
pt.De
p. Da
lam
Nege
riDe
p. Lu
ar
Nege
riDe
p. Ha
nkam
Dep.
Keha
kiman
Dep.
Pene
rang
anDe
parte
men
PU &
TL
Depa
rteme
n Pe
rhub
unga
nDe
p. Ke
uang
anBa
g. Pe
mb.&
Pe
rhit.
Depa
rteme
n Pe
rdag
anga
nDe
parte
men
Perta
nian
Prog
ram Pe
ningk
atan P
roduk
si Ha
sil K
ehuta
nan &
Pe
mbina
an H
utan
Depa
rteme
n P &
KDe
parte
mKe
sehata
Depa
rteme
n Pe
rindu
strian
Depa
rteme
n Pe
rtamb
anga
n
111
Lamp
iran 3
b
811.0
0026
.278.0
00
4.917
.000
2.958
.000
518.0
0051
8.000
439.0
00
811.0
0021
.361.0
0047
0.000
8.580
.000
3.966
.500
1.011
.000
811.0
007.3
33.50
0
2.157
.700
1.321
.000
1.000
.000
186.0
0013
5.000
836.7
0013
5.000 0 0
408.2
0029
3.500
8.620
.000
8.620
.000
8.620
.000
24.56
3.000
24.51
3.000
90.00
02.6
85.00
03.1
70.00
0
2.000
.000
1.4.1.
9.Pr
ogram
Penin
gkata
n Jasa
Pos d
an G
iro12
1.000
121.0
001.4
.1.10
.Pro
gram
Perba
ikan d
an Pe
ningk
atan J
asa Te
lekom
unika
si2.1
00.00
02.1
00.00
01.4
.1.11
.Pr
ogram
Penin
gkata
n Sara
na Pe
mban
guna
n36
5.000
365.0
00
1.4.2.
Su
b Sek
tor Pa
riwisa
ta50
.000
50.00
01.4
.2.1.
Prog
ram Pe
ngem
bang
an Pa
riwisa
ta50
.000
50.00
0
1.5.
Sekto
r Pem
bang
unan
Dae
rah d
an D
esa10
0.000
14.79
0.000
135.6
3515
.025.6
35
1.5.1.
Subse
ktor D
esa10
0.000
5.590
.000
135.6
355.8
25.63
51.5
.1.1.
Prog
ram pe
mban
guna
n Desa
5.590
.000
135.6
355.7
25.63
51.5
.1.2.
Prog
ram Ta
ta Ag
raria
100.0
0010
0.000
1.5.2.
Sub S
ektor
Daer
ah9.2
00.00
09.2
00.00
01.5
.2.1.
Prog
ram Pe
mban
guna
n Dae
rah Tk
. II5.7
00.00
05.7
00.00
01.5
.2.2.
Prog
ram Pe
mban
guna
n Dae
rah Ir
ian B
arat
3.500
.000
3.500
.000
1.6.
Sekto
r Pen
yerta
an Pe
merin
tah5.0
00.00
05.0
00.00
0
1.6.1.
Sub S
ektor
Kred
it Inv
estasi
5.000
.000
5.000
.000
1.6.1.
1.Pr
ogram
Kred
it Inv
estasi
mela
lui Pe
rbank
an5.0
00.00
05.0
00.00
0
J u m
l a h
100.0
000
00
00
19.79
0.000
05.3
87.00
01.3
21.00
083
6.700
42.59
0.000
10.67
3.000
00
013
5.635
081
1.000
81.64
4.335
484.0
00
13.89
0.000
92.00
0
Depa
rteme
n So
sial
Depa
rteme
n Tr
ansk
op.
JUM
LAH
en
nDe
parte
men
Agam
aDe
parte
men
Tena
ga K
erja
RANC
ANG
AN A
NGG
ARAN
PEM
BANG
UNAN
1970
/197
1BI
DANG
SO
SIAL
(dal
am ri
buan
rupi
ah)
2.1Se
ktor
Aga
ma
300.0
00
2.1.1.
Sub S
ekto
r Aga
ma30
0.000
2.1.1.
1Pr
ogra
m Pe
nyed
iaan S
aran
a Keh
idup
an B
erag
ama
2.1.1.
2Pr
ogra
m Pe
nera
ngan
dan B
imbi
ngan
Aga
ma2.1
.1.3
Prog
ram
Peni
ngka
tan K
eseja
htera
an P
erjala
nan H
aji/Z
iarah
2.1.1.
4
2.1.1.
5Pr
ogra
m Pe
mban
guna
n Mas
jid Is
tiqlal
300.0
00
2.2.
Sekt
or P
endi
dika
n da
n K
ebud
ayaa
n13
.000
115.0
0053
6.484
551.0
002.9
0040
.332
96.00
010
7.200
250.0
0060
7.000
452.5
004.4
0041
6.000
140.0
005.6
50.00
0
2.2.1.
Sub S
ekto
r Pen
didi
kan
5.320
.000
2.2.1.
1Pr
ogra
m Pe
ning
katan
Mut
u Pen
didi
kan S
ekol
ah D
asar
360.0
002.2
.1.2
2.2.1.
3.Pr
ogra
m Pe
ning
katan
Pen
didi
kan T
ekni
k dan
Keju
ruan
2.161
.000
2.2.1.
4.Pr
ogra
m Pe
ningk
atan P
endi
dika
n Gur
u23
9.000
2.2.1.
5.Pr
ogra
m Pe
mbina
an P
ergu
ruan
Tin
ggi
1.800
.000
2.2.1.
6.
2.2.1.
7.Pr
ogra
m Pe
ngem
bang
an P
endi
dika
n10
0.000
2.2.2.
Sub S
ekto
r Keb
uday
aan
90.00
033
0.000
2.2.2.
1.Pr
ogra
m Pe
ngem
bang
an K
ebud
ayaa
n Nas
iona
l90
.000
210.0
002.2
.2.2.
Prog
ram
Penin
gkata
n Keg
iatan
Olah
Rag
a12
0.000
2.2.3.
Sub S
ekto
r Pen
didi
kan d
an P
eneli
tian I
nstit
utio
nal
13.00
025
.000
536.4
8455
1.000
2.900
40.33
296
.000
107.2
0025
0.000
607.0
0045
2.500
4.400
416.0
0014
0.000
2.2.3.
1Pr
ogra
m Pe
ndid
ikan
& L
atiha
n Ins
tituti
onil
13.00
027
8.834
551.0
002.9
0040
.332
61.50
010
7.200
449.0
0018
2.500
4.400
166.0
0014
0.000
2.2.3.
2Pr
ogra
m Pe
ningk
atan P
eneli
tian/S
urve
y25
.000
257.6
5034
.500
250.0
0015
8.000
270.0
0025
0.000
2.3.
Sekt
or T
enag
a Ker
ja d
an P
endu
duk
1.600
.000
2.3.1.
Sub S
ekto
r Ten
aga K
erja
100.0
002.3
.1.1.
Prog
ram
Peny
ediaa
n dan
Pen
ggun
aan T
enag
a Ker
ja10
0.000
2.3.1.
2.Pr
ogra
m Pe
mbina
an K
eahli
an da
n Keju
ruan
2.3.1.
3.Pr
ogra
m Pe
mbin
aan N
orma
-nor
ma P
erlin
dung
an K
erja
2.3.2.
Sub S
ekto
r Pen
dudu
k1.5
00.00
02.3
.2.1.
Prog
ram
Sens
us P
endu
duk
1.500
.000
2.4.
Sekt
or K
eseh
atan
dan
Kelu
arga
Ber
enca
na50
0.000
2.4.1.
Sub S
ekto
r Kes
ehata
n2.4
.1.1.
Prog
ram
Pend
idik
an K
eseh
atan M
asya
raka
t2.4
.1.2.
Prog
ram
Peng
emba
ngan
Infra
struk
tur K
eseh
atan
2.4.1.
3.Pr
ogra
m Pe
mber
antas
an P
enya
kit M
enul
ar2.4
.1.4.
Prog
ram
Pemu
lihan
dan P
ening
katan
Kes
ehata
n2.4
.1.5.
Prog
ram
Peng
adaa
n Oba
t-oba
tan da
n Alat
-alat
Kes
ehata
n
2.4.2.
Su
b Sek
tor K
eluar
ga B
eren
cana
500.0
002.4
.2.1.
Prog
ram
Pemb
inaan
Kelu
arga
Ber
enca
na50
0.000
Prog
ram
Pena
mbah
an P
endi
dika
n Keju
ruan
pada
Se
kolah
Lan
jutan
Umu
m
Prog
ram
Penin
gkata
n Pen
didi
kan M
asya
raka
t dan
Or
ang D
ewas
a
500.0
00
160.0
00
Prog
ram
Peng
awas
an da
n Ban
tuan
kepa
da L
emba
ga-
lemba
ga K
eaga
maan
Swa
sta
Depa
rtem
en
P &
KDe
paK
esDe
part
emen
Pe
rindu
stria
nDe
part
emen
Pe
rtam
bang
anDe
part
emen
PU
& T
LDe
part
emen
Pe
rhub
unga
nDe
p.
Keu
anga
nBa
g. Pe
mb.
&
Perh
it.De
part
emen
Pe
rdag
anga
nDe
part
emen
Pe
rtan
ian
Dep.
Lua
r Ne
geri
Dep.
H
anka
mDe
p.
Keh
akim
anDe
p.
Pene
rang
anSe
kret
aria
t K
epre
siden
anSe
kret
aria
t Ne
gara
Bdn/
Lem
b.No
n De
pt.
Dep.
Dal
am
Nege
riDP
ABP
KM
ahka
mah
Ag
ung
Kej
aksa
an
Agun
gNo
. Kod
eBi
dang
/ Se
ktor
MPR
SDP
R-GR
112
Lam
pira
n 3 c
319.2
5061
9.250
319.2
5061
9.250
207.7
5020
7.750
63.50
063
.500
23.00
023
.000
300.0
00
252.4
0061
1.350
193.6
6523
.320
410.5
0010
.473.0
51
5.320
.000
360.0
00
2.161
.000
239.0
001.8
00.00
0
100.0
00
420.0
0030
0.000
120.0
00
252.4
0061
1.350
193.6
6523
.320
410.5
004.7
33.05
119
7.400
586.3
5017
1.665
19.80
029
0.000
3.261
.881
55.00
025
.000
22.00
03.5
2012
0.500
1.471
.170
7.000
1.607
.000
7.000
107.0
0010
0.000
5.000
5.000
2.000
2.000
1.500
.000
1.500
.000
3.925
.600
4.425
.600
3.925
.600
3.925
.600
46.00
046
.000
1.589
.900
1.589
.900
1.047
.574
1.047
.574
72.10
072
.100
1.170
.026
1.170
.026
500.0
00
2.5.
2.5.1.
Sub S
ekto
r Per
umah
an R
akya
t,Tata
Kot
a dan
Tata
Dae
rah42
0.000
420.0
002.5
.1.1.
2.5.1.
2.Pr
ogra
m Pe
renc
anaa
n Tata
Kot
a dan
Tata
Dae
rah
120.0
0012
0.000
2.5.2.
Sub S
ekto
r Kes
ejahte
raan
Sos
ial24
1.480
241.4
802.5
.2.1.
Prog
ram
Pemb
inaa
n Kes
ejaht
eraa
n dan
Peru
baha
n Sos
ial10
1.480
101.4
802.5
.2.2.
Prog
ram
Bantu
an/R
ehab
ilitas
i Sos
ial14
0.000
140.0
00
2.5.3.
Sub S
ekto
r Air
Min
um da
n Ass
ainer
ing
1.895
.000
18.00
01.9
13.00
02.5
.3.1.
Prog
ram
Penin
gkata
n Per
sedi
aan A
ir M
inum
1.835
.000
18.00
01.8
53.00
02.5
.3.2.
Prog
ram
Penin
gkata
n Ass
ainer
ing
60.00
060
.000
2.6.
Sekt
or P
ener
anga
n70
4.000
704.0
00
2.6.1.
Sub S
ekto
r Pen
eran
gan
704.0
0070
4.000
2.6.1.
1.2.6
.1.2.
2.6.1.
3.Pr
ogra
m Pe
ngem
bang
an A
lat-a
lat M
ass M
edia
358.0
0035
8.000
2.7.
Sekt
or T
ertib
Huk
um55
.000
253.0
0090
0.168
1.208
.168
2.7.1.
Sub S
ekto
r Ter
tib H
ukum
55.00
025
3.000
900.1
681.2
08.16
82.7
.1.1.
Prog
ram
Pemb
inaan
Ter
tib H
ukum
55.00
025
3.000
626.0
0093
4.000
2.7.1.
2.Pr
ogra
m Pe
masy
arak
atan/R
eklas
erin
g27
4.168
274.1
68
J u m
l a h
55.00
026
6.000
415.0
0053
6.484
551.0
002.9
0094
0.500
800.0
0010
7.200
2.350
.000
607.0
0045
2.500
4.400
2.731
.000
140.0
005.6
50.00
04.1
96.00
093
0.600
200.6
6526
4.800
410.5
0021
.611.5
49
Prog
ram
Peny
uluha
n Pem
bang
unan
Per
umah
an K
ota
dan P
erum
ahan
Des
a
Prog
ram
Penin
gkata
n Pen
eran
gan R
akya
t/Ope
rasi
Pene
rang
an
25.00
0
500.0
00
160.0
00
2.574
.480
300.0
00
346.0
0034
6.000
Sekt
or P
erum
ahan
Kes
ejah
tera
an S
osia
l dan
Pe
nyed
iaan
Air
Min
um2.3
15.00
0
300.0
00
18.00
0
25.00
0
241.4
80
Depa
rtem
en
Sosia
lDe
part
emen
Tr
ansk
op.
JUM
LAH
rtem
en
ehat
anDe
part
emen
Ag
ama
Depa
rtem
en
Tena
ga K
erja
RANCAN
GAN ANG
GARAN P
EMBANG
UNAN 197
0/1971
BIDANG U
MUM(dala
m ribuan r
upiah)
3.1Sekto
r Pemerint
ahan Umu
m133.0
0027.00
066.06
254.00
0306.5
00207.5
16843.0
00311.1
00206.0
0027.50
0522.5
00576.0
00300.0
00160.9
00679.0
00230.0
00200.0
00204.0
00
3.1.1.
Sub Sektor
Pemerinta
han Umum
133.000
27.000
66.062
54.000
306.500
207.516
843.000
311.100
206.000
27.500
522.500
576.000
300.000
160.900
679.000
230.000
200.000
204.000
3.1.1.1
Program P
enyem. Efis
iensi Apar
atur Pemeri
ntahan
8.50043.50
026.00
027.50
0378.5
00576.0
003.1.1
.2Progr
am Penyem
. Prasarana
Fisik Pem
erintahan
133.000
27.000
66.062
54.000
298.000
207.516
799.500
311.100
180.000
144.000
300.000
160.900
679.000
230.000
200.000
204.000
3.2.Sekto
r Pertahan
an dan Ke
amanan
4.500.000
3.2.1.
Sub Sektor
Pertahanan
dan Keama
nan4.500
.0003.2.1
.1Progr
am Organi
sasi dan Pe
mbinaan T
enaga Man
usia1.500
.0003.2.1
.2Progr
am Organi
sasi dan Pe
mbinaan T
enaga Tem
pur1.000
.0003.2.1
.3.Progr
am Penelit
ian dan Pen
gembangan
500.000
3.2.1.4.
Program P
erluasan P
otensi Pem
bangunan
1.500.000
3.3.Sekto
r Badan-ba
dan Perwa
kilan667.0
00
3.3.1.
Sub Sektor
Badan-bad
an Perwaki
lan667.0
003.3.1
.1.Progr
am Pening
katan Prod
uk Legislat
if667.0
00
Departem
en P & K
Departem
en Kese
hatanDepa
rtemen
Perindustr
ianDepa
rtemen
Pertamban
ganDepa
rtemen
PU & TL
Departem
en Perh
ubungan
Dep. Keuangan
Bag. Pemb
.& Perh
it.Depa
rtemen
Perdagan
ganDepa
rtemen
Pertanian
Dep. Luar
Nege
riDep. Hank
amDep. Keha
kiman
Dep. Penerang
anSekr
etariat
Kepreside
nanSekre
tariat
Negara
Bdn/Lemb
.Non
Dept.Dep.
Dalam
Negeri
DPABPK
Mahkama
h Agun
gKeja
ksaan
Agung
No. Kode
Bidang / S
ektorMPR
SDPR
-GR
113
Lampiran
3 d
169.400
71.500
54.900
138.500
5.488.378
169.400
71.500
54.900
138.500
5.488.378
6.5007.500
2.5001.076
.500162.9
0064.00
052.40
0138.5
004.411
.878
4.500.000
4.500.000
1.500.000
1.000.000 500.0
001.500
.000 667.000
667.000
667.000
3.4.Sekto
r Penguru
san Keuan
gan Negara
9381.492
.800379.0
001.872
.738
3.4.1.
Sub Sektor
Pengurusa
n Keuangan
Negara
9381.492
.800379.0
001.872
.7383.4.1
.1.Progr
am Pening
katan Pene
rimaan Neg
ara1.101
.800379.0
001.480
.8003.4.1
.2.Progr
am Pening
katan Efisi
ensi Pengel
uaran Nega
ra259.0
00259.0
003.4.1
.3.Progr
am Pening
katan Tata
Usaha Keu
angan Nega
ra32.40
032.40
03.4.1
.4.Progr
am Pening
katan Peng
awasan Keu
angan Nega
ra938
99.600
100.538
J u m l a h
133.000
667.000
27.000
67.000
54.000
306.500
207.516
843.000
311.100
4.500.000
206.000
1.492.800
406.500
522.500
576.000
300.000
160.900
679.000
230.000
200.000
204.000
169.400
71.500
54.900
138.500
12.528.116
Departem
en Sosia
lDepa
rtemen
Transkop.
JUMLAH
Departem
en Agam
aDepa
rtemen
Tenaga K
erja
Lampiran 4.
RANCANGAN UNDANG-UNDANG NO. TAHUN 1970
TENTANG ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA NEGARA
TAHUN 1970/1971 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA
Menimbang : 1. bahwa Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara untuk tahun anggaran 1970/1971 perlu ditetapkan dengan Undang-undang;
2. bahwa Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara 1970/1971 sebagai “performance budget” adalah Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara kedua dalam masa Pembangunan Lima Tahun I 1969-1974, di mana sasaran pembangunan mengikuti skala prioritas yang ditetapkan oleh Ketetapan MPRS No.XXIII/MPRS/1966, khususnya Pasal 25;
3. bahwa Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara 1970/1971 sebagai penuangan daripada pelaksanaan tugas-tugas pokok Kabinet Pembangunan dalam tahun anggaran yang bersangkutan, tetap menempatkan bidang pertanian sebagai titik sentral pembagnunan;
4. bahwa Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara 1970/1971 selain mengutamakan perampungan usaha pembangunan yang telah dilaksanakan dalam tahun anggaran 1969/1970, juga merupakan landasan bagi usaha-usaha pembangunan selanjutnya dalam rangka Pembangunan Lima Tahun.
Mengingat : 1. Pasal 5 ayat (1) jo pasal 23 ayat (1) Undang-undang Dasar 1945; 2. Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Sementara
No.XXIII/MPRS/1966; 3. Ketetapan MPRS No. XLI/MPRS/1968; 4. Undang-undang No.9 Tahun 1968 tentang Perubahan Pasal 7 Indische
Comptabiliteitwet (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1968 No. 53).
Dengan persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat Gotong Royong
MEMUTUSKAN :
Menetapkan : UNDANG-UNDANG TENTANG ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA NEGARA TAHUN 1970/1971
Pasal 1 (1) Pendapatan Negara tahun anggaran 1970/1971 diperoleh dari :
a. Sumber-sumber Anggaran Rutin dan b. Sumber-sumber Anggaran Pembangunan
114
(2) Pendapatan Rutin dimaksud pada ayat (1) sub a menurut perkiraan berjumlah Rp 320.583.547.000,0
(3) Pendapatan Pembangunan dimaksud pada ayat (1) sub b menurut perkiraan berjumlah Rp 124.316.000.000,0
(4) Jumlah seluruh pendapatan Negara 1970/1971 menurut perkiraan berjumlah Rp 444.899.547.000,0
(5) Perincian pendapatan dimaksud pada ayat (2) dan (3) di atas berturut-turut di muat dalam Lampiran I dan II Undang-undang ini.
Pasal 2 (1) Anggaran Belanja Negara tahun anggaran 1970/1971 terdiri atas :
a. Anggaran Belanja Rutin dan b. Anggaran Belanja Pembangunan
(2) Anggaran Belanja Rutin dimaksud pada ayat (1) sub a menurut perkiraan berjumlah Rp 283.475.000,0
(3) Anggaran Belanja Pembangunan dimaksud pada ayat (1) sub b menurut perkiraan berjumlah Rp 161.424.000.000,0
(4) Jumlah seluruh Anggaran Belanja Negara tahun 1970/1971 menurut perkiraan berjumlah Rp 444.899.547.000,0
(5) Perincian Pengeluaran dimaksud pada ayat (2) dan (3) di atas berturut-turut dimuat dalam Lampiran III dan IV Undang-undang ini.
Pasal 3 (1) Setiap triwulan dibuat laporan realisasi mengenai :
a. Anggaran Pendapatan Rutin, b. Anggaran Pendapatan Pembangunan, c. Anggaran Belanja Rutin, d. Anggaran Belanja Pembangunan.
(2) Setiap triwulan dibuat laporan realisasi mengenai : a. Kebijaksanaan Perkreditan, b. Perkembangan lalu lintas pembayaran Luar Negeri
(3) Dalam laporan-laporan dimaksud dalam ayat (1) dan (2) pasal ini, disusun pula prognosa untuk setiap triwulan mendatang.
(4) Badan Pemeriksa Keuangan memberitahukan hasil pemeriksaannya atas laporan dimaksud dalam ayat (1) dan (2) pasal ini kepada Dewan Perwakilan Rakyat Gotong Royong.
(5) Laporan-laporan dimaksud dalam ayat (1) dan (2) dalam pasal ini dibahas bersama antara Pemerintah dengan Panitia Anggaran Dewan Perwakilan Rakyat Gotong Royong.
(6) Penyesuaian anggaran dengan perkembangan/perubahan keadaan, dibahas bersama antara Pemerintah dan Dewan Perwakilan Rakyat Gotong Royong.
115
Pasal 4
Selambat-lambatnya pada akhir tahun anggaran 1970/1971 oleh Pemerintah harus diajukan Rancangan Undang-undang tentang Tambahan dan Perubahan atas Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara tahun 1970/1971 berdasarkan kepada Perubahan/tambahan sebagai hasil penyesuaian dimaksud dalam pasal 3 ayat (6) untuk mendapatkan pengesahan dari Dewan Perwakilan Rakyat Gotong Royong.
Pasal 5
(1) Setelah tahun anggaran 1970/1971 berakhir, dibuat perhitungan anggaran mengenai pelaksanaan anggaran.
(2) Perhitungan dimaksud dalam ayat (1) pasal ini setelah diteliti oleh Badan Pemeriksa Keuangan disampaikan oleh Pemerintah kepada Dewan Perwakilan Rakyat Gotong Royong untuk mendapatkan penilaian seperlunya.
Pasal 6
Ketentuan-ketentuan dalam Undang-undang Perbendaharaan (ICW) yang bertentangan dengan bentuk dan susunan Undang-undang ini, dinyatakan tidak berlaku.
Pasal 7
Undang-undang ini mulai berlaku pada tanggal …………………...
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Undang-undang ini dengan penempatannya, dalam Lembaran Negara Republik Indonesia.
Disahkan di Jakarta. Pada tanggal …………………..
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA
S O E H A R T O JENDERAL TNI
Diundangkan di Jakarta. Pada tanggal ………………………
SEKRETARIS NEGARA REPUBLIK INDONESIA,
A L A M S J A H
LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN………NOMOR…….
116
Penjelasan Atas Undang-undang Nomor ….. Tahun 1970
Tentang Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara
Tahun 1970/1971 U m u m : Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara tahun 1970/1971 adalah
Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara kedua setelah Tahun Anggaran diubah dengan Undang-undang No.9 Tahun 1968 tentang Perubahan Pasal 7 Indische Comptabiliteitswet (Lembaran Negara RI Tahun 1968 nomor 53). Sebagai Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara kedua yang anggaran pembangunannya disusun berdasarkan program yang merupakan manifestasi dari pelaksanaan Pembangunan Lima Tahun pertama (1969 – 1974), Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara 1970/1971 tetap menempatkan bidang pertanian sebagai titik sentral pembangunan. Sebagaimana lazimnya, sesuatu Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara adalah rencana kerja Pemerintah yang dituangkan dalam angka-angka; dan untuk tahun anggaran 1970/1971, Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara 1970/1971 adalah pengungkapan yang sedemikian itu daripada tugas-tugas pokok Kabinet Pembangunan. Maka adalah suatu kebijaksanaan yang wajar, jika Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara dimaksud terutama mementingkan perampungan usaha pembangunan yang telah dimulai dalam tahun anggaran 1969/1970, disamping menyediakan dana untuk menampung bantuan proyek serta usaha pembangunan baru. Dengan tetap dilandaskannya kebijaksanaan ekonomi Indonesia pada ketetapan MPRS XXIII/MPRS/1966, serta dipertahankannya prinsip anggaran berimbang yang luwes dan dinamis, maka Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara 1970/1971 disusun berdasarkan asumsi-asumsi umum sebagai berikut :
a. Harus dipertahankan kestabilan moneter yang telah tercapai dalam tahun anggaran 1969/1970 serta terselenggaranya perkembangan harga ke arah yang lebih mantap lagi.
b. Dapat ditingkatkannya penerimaan negara meskipun akan diberikan fasilitas-fasilitas dan perangsang-perangsang fiskal kepada industri-industri baik industri yang telah ada maupun industri baru dalam rangka penanaman modal.
c. Target penerimaan negara yang ditetapkan dari sektor perdagangan Internasional dapat dipertahankan, meskipun adanya penyesuaian dalam kebijaksanaan ekonomi, antara lain penyesuaian pola impor yang mendorong kegiatan pembangunan.
d. Tidak terjadi perubahan yang menyolok dalam situasi internasional yang dapat membawa pengaruh negatif dalam hubungan ekonomi internasional Republik Indonesia.
117
118
Adapun sistimatika daripada Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara 1970/1971 adalah sama dengan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara 1969/1970, sedangkan prinsip, bahwa Anggaran Rutin disusun sedemikian rupa agar mempunyai efek bagi peningkatan kemampuan pelaksanaan pembangunan, tetap dipegang teguh. Sejalan dengan prinsip balanced budget tersebut di atas dan dengan tidak meninggalkan dasar pertanggungan jawab menurut ketentuan perbendaharaan yang ada dan berlaku, maka pergeseran antara mata anggaran, pasal dan pos dari sesuatu bagain anggaran, jika perlu dapat dilakukan. Adapun jika terdapat kelebihan dalam target tabungan Pemerintah, maka kelebihan itu hendaknya dipergunakan bagi keperluan anggaran rutin. Disamping itu juga dibuka kemungkinan adanya penambahan pembiayaan bagi pos-pos tertentu, jika terdapat surplus dalam penerimaan. Kemungkinan untuk mengadakan pergeseran dan atau penambahan pembiayaan adalah bertujuan untuk mempertahankan kemantapan ekonomi serta usaha-usaha penyempurnaannya.
PASAL DEMI PASAL : Pasal 1.
Cukup Jelas Pasal 2.
Cukup Jelas Pasal 3.
Ayat (1). Cukup Jelas Ayat (2). Cukup Jelas Ayat (3). Cukup Jelas
Ayat (4). Maksud daripada adanya ketentuan, bahwa Badan Pemeriksa Keuangan mengadakan pemeriksaan atas tiap Laporan Triwulan ini; yang hasil pemeriksaannya disampaikan kepada Dewan Perwakilan Rakyat Gotong Royong, ialah bahan kepada Dewan Perwakilan Rakyat, khususnya panitia Anggaran, bila diadakan pembahasan sesuatu laporan Triwulan oleh panitia Anggaran.
Ayat (5). Pembahasan dimaksudkan untuk menemukan prinsip-prinsip dalam menentukan Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara tahun berikutnya sesuai dengan pasal 5 ayat (1) jo Pasal 23 ayat (1) Undang-undang Dasar 1945.
Ayat (6). Cukup Jelas Pasal 4.
Cukup Jelas
119
Pasal 5. Prosedure pembahasan perhitungan anggaran menurut pasal 5 ayat (1) Undang-undang ini dilakukan menurut ketentuan dalam Indische Comptabiliteitswet sebelum ada Undang-undang perbendaharaan yang baru.
Pasal 6. Cukup Jelas
Pasal 7. Cukup Jelas.
TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA NOMOR ………….