Download - Nyeri Sendi VI B
LAPORAN PBL Makassar, 25 September 2012
BLOK MUSKULOSKELETAL
MODUL NYERI SENDI
SKENARIO 1
KELOMPOK VI B
DEWI RAHMAYANTI 110 209 0068ASNI HAERUNNISA 110 211 0004NUR INDAH RAHMADANI 110 211 0010WIDYA HAFSARI 110 211 0017MUH. AZRUL AZHARI DJAFAR 110 211 0024DZULHIJJAHYANTI 110 211 0032ANUGRAH ALAMSYAH ADNAN 110 211 0039MUH. RACHMAD HABEL 110 211 0049FADIAH FATHANIAH M. 110 211 0060YASSER ZEIN SUWELEH 110 211 0079RIYANTI NOVIA ULFA 110 211 0118
TUTOR: dr. HENNI FAUZIAH
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS MUSLIM INDONESIA
MAKASSAR
2012
KATA PENGANTAR
Puji syukur kita panjatkan kepada Allah swt. atas karunia dan nikmat yang
telah dilimpahkan kepada kita semua, sehingga kami masih bisa menyelesaikan
laporan ini. Serta shalawat dan salam semoga tercurah kepada Nabi besar
Muhammad saw. yang telah membawa kita dari alam kegelapan menuju ke alam
terang benderang yang menjadi rahmat bagi alam semesta.
Laporan ini merupakan hasil dari Problem Basic Learning modul nyeri
sendi pada blok muskuloskeletal. Laporan ini tidak akan selesai tanpa adanya
bantuan dari teman-teman dan dosen pemimbing yang bersangkutan. Oleh karena
itu, kami ucapkan terima kasih sebanyak-banyaknya terhadap semua pihak yang
telah membantu dalam penyusunan laporan ini.
Kami sadar bahwa laporan ini masih jauh dari kesempurnaan. Jadi, kami
mengharapkan kepada pembaca agar memberikan saran maupun kritikan yang
bersifat membangun untuk menyempurnakan laporan ini. Semoga laporan ini
dapat bermanfaat bagi penyusun khususnya dan bagi pengguna umumnya.
Wasalam.
penyusun
A. SKENARIO
Seorang wanita umur 58 tahun, ibu rumah tangga, mengeluh nyeri
kedua lutut dialami penderita sejak 3 bulan terakhir ini, terutama saat
berjalan, sulit berdiri dari posisi jongkok. Kaku pagi hari (+), berlangsung
sekitar 10-15 menit. Bengkak kedua lutut, namun tidak ada tanda-tanda
kemerahan. Nyeri pada jari- jari tangan (+), tidak bersifat simetris.
Penderita juga menderita kencing manis dan berobat teratur di Poliklinik
Endokrin, berat badan 65 kg, dengan tinggi badan 162 cm.
B. KATA SULIT
1. Nyeri
Rasa sakit seperti ditusuk jarum atau dijepit pada bagian tubuh. Rasa
yang menimbulkan penderitaan.
2. Bengkak
Adanya cairan dalam jumlah besar yang abnormal di ruang jaringan
interseluler tubuh; biasanya menunjukkan jumlah yang nyata dalam
jaringan subkutis.
3. Kencing manis
Syndrome kronik gangguan metabolism, karbohidrat, protein, dan
lemak akibat insufisiensi sekresi insulin atau resistensi insulin pada
jaringan yang dituju.
Penyakit yang menyebabkan air kencing yang dikeluarkan bercampur
dengan zat gula (DM)
4. Kaku
Keras yang tidak dapat dilentukkan.
5. Endokrin
Mensekresi secara internal (berlawanan dengan eksokrin), istilah ini
dipakai untuk organ dan struktur yang mengeluarkan bahan yang
dihasilkannya ke dalam darah ata cairan limfe, dan dipakai untuk za-
zat (hormone) yang mempunyai efek spesifik pada organ lain.
C. KATA/ KALIMAT KUNCI
1. Seorang wanita umur 58 tahun, ibu rumah tangga, mengeluh nyeri
kedua lutut dialami sejak 3 bulan terakhir.
2. Terutama saat berjalan, sulit berdiri dari posisi jongkok.
3. Kaku pagi hari (+), berlangsung sekitar 10-15 menit.
4. Bengkak pada kedua lutut , namun tidak ada tanda kemerah-merahan.
5. Nyeri pada jari0jari tangan (+) , tidak bersifat simetris.
6. Penderita juga menderita kencing manis dan berobat teratur di
poloklinik endokrin, barat badan 65 kg, dengan tinggi badan 162 cm
D. PERTANYAAN DAN JAWABAN
1. Jelaskan anatomi dan histologi sendi, serta fisiologi cairan sinovial!
Ekstremitas superior
1) Articulatio sternoclavicularis
Dibentuk oleh ujung pars sternalis calviculare. manubrium
sterni dan ujung pars cartilaginis costa I. Ujung clavicula terletak
menonjol di cranialis manubrium sterni. Cavum articulare dibagi
menjadi dua bagian oleh suatu discus articularis, yang di satu pihak
melekat pada ujung clavicula di bagian cranialis dan di pihak lain
melekat pada ujung costa I. Discus articularis berfungsi untuk
membuat kedua permukaan sendi lebih serasi dan juga berfungsi
untuk menahan dorongan clavicula ke arah medial.
Capsula articularis diperkuat oleh ligamentum sternoclavicularis
anterius dan ligamentum sternoclavicularis posterius. Ligamentum
lainnya yang juga memperkuat capsula articularis adalah ligamentum
interclaviculare, yang melekat pada kedua ujung clavicula, dan
ligamentum costoclaviculare (=rhomboid ligament) yang mengikat
costa I pada clavicula, dan berada di sebelah lateral capsula
articularis. Ligamentum costoclavicularis sangat kuat,merupakan
faktor stabilisasi yang kuat bagi articulus bersangkutan. Pada posisi
protraksi dan hyperabduksi ligamentum ini menjadi tegang,
2) Articulatio Acromioclavicularis
Dibentuk oleh facies articutaris acromialis claviculae
dengan vacies articularis acromii. Capsula articularis tipis dan
kurang berperan dalam memfiksasi clavicula pada scapula. Pada
articulus ini terdapat discus articularis. Yang berperan dalam
stabilisasi articulus ini adalah ligamentum coracoclaviculare, yang
memfiksir clavidula pada prosessus coracoldeus, jadi merupakan
suatu syndesmosis. Ligamentum ini terdiri atas dua bagian. yaitu (1)
ligamentum trapexoideum dan (2) ligamentum conoideum.
Ligamentum conoideum berbentuk konus terbalik dengan apexnya
meiekat pada processus coracoideus dan basisnya meiekat pada
tuberculum conoideum claviculae. Ligamentum trapezoideum
berada di sebelah antero-lateral ligamentum conoideum, dan
letaknya hampir horizontal.
3) Articulatio humeri
Tipe articuluc ini adalah Ball and Socket, mempunyai gerakan
yang sangat luas. Dibentuk oleh caput humeri dengan cavitas
glenoidalis, dilengkapi dengan labrum glenoidale (suatu
fibrocartilago yang berbentuk cincin). Capsula articularis melekat
pada tepi labrum glenoidale, dan di pihak humerus pada tepi caput
humeri, kecuali di bagian inferior perlekatannya berada 2 - 3 cm di
caudalis dari tepi permukaan persendian. Capsula articularis ini
longgar sehingga rnemungkinkan gerakan menjadi luas (tampak jelas
pada posisi adduksi humerus). Bagian anterior dari capsula articularis
menebal dan membentuk Ligamentum glenohumeral, Caput longum
m.biceps brachii berjalan di dalam sulcus intertubercularis, dan
menembusi capsula articularis.
Ligamentum corachohumerale, suatu ligamentum extra
capsularis. berjalan ke arah lateral dari processus coracoideus dan
bercampur dengan bagian cranialis capsula articularis beserta dengan
tendo m.suprapinatus, mengadakan perlekatan pada tuberculum
majus et minus. Ligamentum ini menghalangi gerakan rotasi lateral
dan adduksi.
Pada umumnya kekuatan suatu articulus ditentukan oleh
bentuk tulang. ligamenta dan otot-otot; psda articulus humeri
terulama tergantung dari otot.
4) Articulatio cubiti
Articulus ini termasuk tipe Ginglymus, yang hanya memberi
kemungkinan gerakan Flexi dan Extensi. Articulus ini dibentuk oleh
tiga buah tulang, yaitu (a) ujung distal humerus, (b) ujung proximal
radius dan (c) ujung proximal ulna.
Secara structural terbentuk tiga buah articulus, masing-rnasing
(1) articutatio humeroradialis, (2) articulatio humeroulnaris dan (3)
ariiculatio radioulnaris proximalis. Ketiga-tiganya berada dalam satu
capsula articularis.
Articulatio humeroradialis dibentuk oleh capitulurn humeri
dengan fovea capituli radii. Articulatio humerouinaris dibentuk oleh
trochlea humeri dengan incisura semilunaris ulnea. Articulatio
radiouinaris proximalis dibentuk oleh capilulum radii
(circumferentia articularis) dengan incisura radialis ulnea.
Capsula articularis dari persendian ini bentuknya tipis di
bagian anterior dan di bagian posterior, ditutupi oleh m.brachialts
dan m.triceps brachii, mengadakan perlekatan di bagian anterior
pada humerus di sebelah cranialis dari fossa radialis dan fossa
coronoidea, dan di bagian caudal melekat pada ligamentum anulare
radii dan pada processus coronoideus. Di bagian dorsal capsula
articuralis melekat pada tepi cranialis olecranon. Di bagian medial
dan lateral capsula articularis diperkuat oleh ligamentum collateral
ulnare (mediale) dan ligamentum collateral radiale (laterale).
Ligamentum collateral ulnare berbemuk segitiga, pars anterior
adalah bagian yang paling kual, melekat dan epicondylus humeri
menuju ke tepi medialis processus coronoudeus, sedangkan pars
posterior melekat pada processus coronoideus dan pada tepi medialis
olecranon; bagian ke tiga alau pars intermedia menghubungi kedua
bagian iersebut tadi satu sama lain, terletak agak ke profundus dan
menutupi (melindungi) nervus ulnaris.
5) Articulatio radio-ulnaris
Antara radius dan ulna terbentuk tiga buah articulus, yaitu (a)
articulatio radio-ulnaris proximalis, (b) articulatio radio-ulnaris
distalis dan (c) syndesmosis, di bagian tengah (membrana interossea
antebrachii).
Articulatio radio-ulnaris proximalis dibentuk oleh capitulum
radii dengan incisura radialis ulnae.
Membrana interossea antebrachii melekat pada crista
interossea radii dan pada crista interossea ulnea, arahnya dari cranio-
iateral menuju ke infero-medial.
Articulatio radio-ulnaris distalis (inferior) dibentuk oleh
capitulum ulnea dengan circumferentia articularisnya di satu pihak
dengan incisura ulnaris radii di pihak lain.
6) Articulation radiocarpalis (wrist joint)
Articulation ini bertipe ellipsoidea,dibentuk oleh os.
naviculare manus, os. lunatum dan os.triquetrum yg membentuk
permukaan konveks dan pihak lain yg membentuk permukaan
konkaf.
Pergerakan
Gerakan flexi dan extensi terjadi pada transversalis. Gerakan
abduksi (devisi radialis) dan adduksi (deviasi ulnaris) terjadi
terhadap axis antero posterior. Abduksi ulnaris lebih luas dari pada
abduksi radialis oleh karena processus styloideus radii lebih jauh
menjulang ke distal dari pada processus styloideus ulnae.
7) Articulatio intercarpalis
Ossa carpalia deretan proximalis membentuk artriculus dengan
ossa carpalia deretan distalis membentuk articulatio mediocarpalis.
Pada artriculus ini permukaan persendian yang konveks dibentuk
oleh os hamatum dan os capitatum, permukaan yang cekung dibentuk
oleh os scaphoideum, os lunatum, dan os triquetrum. sementara itu
permukaan yang konveks dari bagian distal os scaphoideum
membentuk persendian dengan permukaan yang konkaf yang
dibentuk oleh os trapexium dan os trapezoideum.
8) Articulatio carpometacarpalis
Ada lima buah articulatio carpometacarpalis. Yang pertama
dibentuk oleh basis ossis metacarpalis dengan os multangulum
majus. Basis metacarpalis II membentuk persendian dengan os
multangulum majus, os multangulum minus dan os capitatum. Basis
metacarpalis III membentuk articulus dengan os capitatum. Basis
metacarpalis IV membentuk articulus dengan os capitatum dan os
hamatum. Selanjutnya membentuk persendian antara basis
metacarpalis II, III, IV satu sama lainnya.
9) Articulatio metacarpophalangealis
Dibentuk oieh basis phalanx I (proximalis) yang mempunyai
permukaan konkaf dengan capitulum metacarpalis yang berbentuk
bola.
10) Articulatio interphalangealis
Dibentuk antara caput phalangis pada satu phalanx (proximalis)
dengan basis phalangis dari phalanx berikutnya (distalis).
Eksremitas inferior
1) Articulatio coxae
Dibentuk oleh caput femoris dengan acetabulum. Articulus ini
termasuk tipe Ball and Socket. Facies articularis caput femoris
berbentuk 2/3 bagian dari suatu bulatan, dan facies articularis dari
acetabulum berbentuk tapak kuda (horseshoeshaped). Capsula
articularisnya kuat sekali, mengadakan perlekatan pada tepi
acetabulum di bagian proximal dan di bagian distal melekat pada
linea intertrochanterica dan sepanjang collum femoris, di sebelah
proximal dari crista intertrochanterica. Jadi sebagtan besar dari
collum femoris berada di dalam cavum articulare, Capsula articularis
menebal pada beberapa tempat membentuk ligamentum
iliofemorale, ligamentum pubofemorale dan ligamentum
ischiofemorale.
2) Articulatio genu
Dibentuk oleh ujung distal condylus femoris dengan ujung
proximal condylus tibiae dan dengan facies dorsalis patella. Tipe :
Condiloidea.
Permukaan persendian dari condylus femoris yang berhadapan
dengan tibia berbentuk konveks; bentuk facies articulus pada uung
condylus tibiae datar dan dilengkapi dengan suatu fibrocartilago, yang
dinamakan meniscus, yaitu meniscus lateralis dan meniscus medialis.
Stabilitas articulus ini tergantung pada ligamentum yang terdapat
disitu.
Meniscus medialis dan meniscus lateralis adalah dua buah
fibrocartilago yang berbentuk cresentic (sebagian dari lingkaran),
mengadakan perlekatan pada facies cranialis ujung proximal tibia.
Pada penampang melintang meniscus berbentuk segitiga. Meniscus
medialis bentuknya lebih besar daripada meniscus lateralis, dengan
bagian yang terbuka meliputi (kaki huruf “C”) meniscus laterallis.
Gerakan utama pada persendian ini adalah Flexi dan Extensi,
yang terjadi terhadap axis transversal. Axis ini tidak tetap, melainkan
berpindah ke dorsal selama (mengikuti) gerakan Flexi dan keadaan ini
disebabkan oleh karena bentuk condylus femoris (bagian posterior
yang makin melengkung). Luas gerakan dari Extensi penuh sampai
Flexi penuh kira-kira 130 derajat, dibatasi oleh otot-otot di bagian
dorsal region femoris dan region cruralis yang saling bertemu.
3) Articulatio Tibiofibularis
Antara tibia dan fibula terbentuk articulus pada ujung proximal,
ujung distal dan di sepanjang corpus kedua tulang tersebut. Persendian
pada ujung proximal berupa suatu articulation (diarthrosis) yang
member kemungkinan gerakan menggelincir. Capsula articularisnya
kuat dibagian ventral, melebihi yang dibagian dorsal. Diantara tendo
m.popliteus dan capsula articularis terdapat bursa m.popliteus.
persendian ini disebut articulatio tibiofibularis.
Antara corpus tibiae dan corpus fibulae terdapat membrane
interossea, yang melekat pada crista interossea tibiae dan crista
interossea fibulae dengan arahnya ke caudal-lateral, membentuk suatu
Syndesmosis. Fungsi membrana interossea selain memfiksir tibia pada
fibula juga tempat melekat beberapa otot cruris.
Ujung distal tibia dan fibula membentuk suatu Syndesmosis,
dan dihubungi satu sama lain oleh ligamentum interosseum, yang
membentuk membrane interossea. Hubungan ini diperkuat dibagian
anterior oleh ligamentum malleoli lateralis anterius, dan dibagian
posterior terdapat ligamentum malleoli lateralis posterior yang lebih
kuat. Nama lain dari kedua ligamenta tersebut adalah ligamentum
tibiofibulare anterius dan ligamentum tibiofibularis posterius. Fungsi
ligament tersebut adalah menghalangi terariknya fibula ke arah
caudal.
4) Articulation talocruralis (ankle joint)
Persendian ini adalah suatu hinge joint yg terbentuk oleh os
talus di satu pihak dan facies distalis tibia, facies articularis malleoli
lateralis et medialis serta ligamentum tibiofibularis transverses di
pahak lain, yg membentuk cavitas articularis. Ligamentum
tibiofibularis transverses adalah bagian dari ligamentum malleoli
lateralis posterius (ligamentum tibiofibularis posterior inferior) yg
berada dibagian caudal dan profunda.
Pergerakan
Pada persedian ini terdapat axis transversalis yg melewati
corpus tali, tetapi arahnya miring (oblique), yaitu arah caudo-lateral.
Mengangkat dorsum pedis di sebut dorsiflexion (extension),
menurunkan planta pedis disebut plantar flexion (flexi).
Tabilitas tubuh
Kerja pengungkit (lever) pada alat gerak
Mempunyai tiga buah komponen, yaitu (1) articulus titik
penyokong, (2) otot sebagai gaya dan (3) beban adalah berat vagian
yang digerakkan.
Keseimbangan badan
Pada sikap biasa titik berat badan berada diatas axis transversal
yang melalui kedua articulation coxae. Jadi badan berada dalam
keseimbangan labil kerena titk berat terdapat di atas titik penyokong.
Pada sikap ini panggul letaknya sedemikian rupa sehingga spina
iliaca anterior superior dan tuberculum pubicum terdapat dalam satu
bidang frontal, incisura acetabuli menghadap ke caudal, dan bidang yg
melalui adirus pelvis membentuk sudut 60 derajat dengan bidang
datar (inclination pelvis = miring pelvis).
5) Articulatio talocalcanea
6) Midtarsal joint
7) Persendian intertarsalis lainnya, articulatio tarsometatarsales
dan articulatio intertarsalis
8) Articulatio metatarsophalangealis dan articulatio
interphalangealis
HISTOLOGI
Jaringan Ikat terdiri dari 3 komponen:
Sel-sel : fibroblast, sel mast, makrofag, leukosit
Serat intersel = serat ekstraseluler : serat kolagen,elastis, retikuler
Unsur intersel = substansia dasar amorf =substansia ekstraseluler :
glikosaminoglikans,glikoprotein dengan asam hialuronat
Jaringan ikat biasa:
- Longgar
- Padat : teratur dan tidak teratur
Jaringan ikat sejati khusus
- Jaringan adiposa = Jaringan lemak
- Jaringan retikuler
- Jaringan hematopoietik
Jaringan ikat penyokong
- Tulang
- Tulang rawan
Jaringan ikat longgar
Relatif banyak mengandung sel-sel & matriks ekstraseluler yang cair dengan
serat ekstraseluler yang sedikit.
Jaringan ikat areolar ini menyusup ke segala bagian tubuh, menyokong
pembuluh darah & saraf
Sering menjadi tempat berlangsungnya proses peradangan
Fungsi terpenting : mempersatukan & sarana transportasi makanan bagi
jaringan tubuh lainnya, pertahanan tubuh
Jaringan ikat embrional
Sel mesenkim: bentuk bintang/ fusiform
Sitoplasma:
- banyak tonjolan saling berhubungan satu sel dengan lain sel
- sedikit, berkumpul di sektr inti
Inti: oval- bulat
Zat interselluer:
- Setengah cair, homogen, amorf
- Serat jarang, jika ada halus
JARINGAN IKAT PADAT KOLAGEN
Potongan longitudinal:
• Serat bergelombang, tidk homogen
• Inti fibrosit nampak terjepit diantara serat, gepeng berwarna biru.
JARINGAN IKAT PADAT ELASTIS
Potongan longitudinal
Serat elastis
- jalan bergelombang, sejajar satu sama lain
- bercabang-cabang saling berhubungan
- homogen berwarna merah
Serat kolagen
- sedikit
- inti fibrosit terdapat diantara serat-serat
JARINGAN LEMAK
Sel lemak uniokuler berbentuk bulat dengan lubang ditengah
Inti sel terdorong ke tepi, bentuk gepeng
Sering diantara sel lemak uniokuler ini ditemukan sel bulat, inti di tengah
dengan sitoplasma penuh vakuol kecil (isi lemak) ini adalah lemak
multiokuler
JARINGAN PENYOKONG
Tulang Rawan
STRUKTUR UMUM
Bahan interseluler : matrik
Rongga : lakuna yang mengandung sel tulang rawan
(kondrosit)
SIFAT :
Avaskuler : mendapat zat makanan melalui :
Difusi dari kapiler jaringan.penyambung
Cairan sinovial dari cavum sendi
¹ mempunyai saraf
¹ mempunyai pembuluh limfe
Matriks: amorf : glikosaminoglikans
serat : kolagen dan elastis
PEMBAGIAN
Ada 3 jenis :
Tulang rawan hyalin
Tulang rawan elastis
Fibrocartilago
Tulang rawan hyalin:
- Paling banyak dijumpai pada orang dewasa
- Lokalisasi :
o Ujung ventral iga
o Larynx,trachea, bronchus
o Permukaan sendi tulang
o Pada janin & anak yg sedang tumbuh pada
lempeng epifisis
- Mikros:
o Dilapisi perikondrium yg trdiri dari 2 lapis
o Di bawah perikondrium terdapt kondrium
o Ditepi ditemukan sel kondroblas
o Makin ke tengah didapati kondrosit dalm rongga-
rongga kcil disebut “lakuna primer”
o Bila kondrosit bermitosis 1x atw beberp kali maka
dalam lakuna trdapt beberpa sel dan disebut “sel
isogen”
o Matriks interseluler:
- matriks teritorial
- matriks interteritorial
Tulang rawan elastis:
- DISTRIBUSI :
o Pd daun telinga, Dinding meatus akustikus
eksternus, Tuba auditori eustachia,
Epiglotis, Sebagian larynx.
- MATRIX : serat kolagen type II, serat elastis >>>
- Mempunyai perikondrium
Tulang rawan fibrosa:
- DISTRIBUSI :
o Anulus fibrosus diskus intervertebralis,
symphisis pubis, tempat melekatnya tendo
pd tulang rawan.
- MIKROSKOPI :
o Serat kolagen kasar, teratur
o Kurang seluler
o Sel kondrosit tersebar jarang
o Matrix basofilik, ¹ perikondrium
FISIOLOGI CAIRAN SINOVIA
Sinovia (cairan sendi) adalah lapisan cairan tipis yang mengisi ruang sendi
normal, cairan sendi ini memberikan nutrisi esensial dan membersihkan sisa
metabolisme dari kondrosit di dalam rawan sendi. Selain itu sinovial juga
berfungsi sebagai pelumas dan sebagai perekat. Sebagai pelumas sinovia
melumasi cairan permukaan sendi yang mendapat beban mekanik, sedang sebagai
perekat, sinovia meningkatkan stabilitas dan menjaga agar permukaan sendi tetap
pada posisi normalnya (pada relnya) pada saat sendi digerakkan. Viskositas yang
tinggi dari cairan sendi terjadi karena adanya asam hyaluronat yang disekresi oleh
fibroblas-like B cells di dalam sinovium.
Cairan sendi normal adalah ultrafiltrat atau dialisat dari plasma. Dengan demikian
kadar ion-ion dan molekul-molekul kecil ekivalen dengan kadarnya di dalam
plasma. Molekul-molekul yang berpindah dari plasma ke cairan sendi pertama
harus melewati endotel mikrovaskular, kemudian harus melewati matriks di
sekeliling sel sinovia. Barier yang paling kritikal adalah endotel. Protein plasma
yang melewati barier ini begerak melalui difusi dengan tingkat kecepatan yang
berbanding terbalik dengan ukuran molekulnya.
2. Jelaskan mekanisme nyeri!
Pada proses imflamasi, misalnya pada artritis, proses nyeri terjadi
karena stimulus nociceptor akibat pembebasan berbagai mediator
kimiawi selama proses inflamasi. Inflamasi akibat rangkaian reaksi
imunologi yang dimuali oleh adanya antigen yang kemudian diproses
oleh APC yang kemudian akan di eskpresikan ke permukaan sel
dengan determinan HLA yang sesuai. Antigen yang di ekspresikan
tersebut akan diikat oleh sel T melalui reseptor sel T pada permukaan
sel T membentuk kompleks trimolekuler. Kompeks trimolekuler
tersebut akan mencetuskan rangkaian reaksi imunologik dengan
pelepasan berbagai sitokin ( IL1, IL2) sehingga terjadi aktivasi, metosi
dan proliferasi sel T tersebut. Sel T yang teraktivasi juga akan
menghasilkan berbagai linfokin dan mediator inflamasi yang bekerja
merangsang makrofag untuk meningkatkan aktivasi fagositosisnya dan
merangsang proliferasi dan aktivasi sel B untuk meningkatkan aktivitas
fagositosisnya dan merangsang proliferasi dan aktivasi sel B unyuk
memproduksi antibodi.
Setelah berikatan dengan antigen, antibodiyang dihasilkan akan
membentuk kompleks imun yang akan mengendap pada organ target
dan mengaktifkan sel radang untuk melakukan fagositosis yang diikuti
oleh pembebasanmetabolik asam arakidonat, radikal oksigen bebas,
enzim protease yang pada akhirnya akan menyebabkan kerusakan pada
organ
tersebut . kompleks imunjuga dapat mengaktivasi sistem komplemen
dan membebaskan komponen aktif seperti C3A dan C5A yang
merangsang sel mast dan trombosit untuk membebaskan amina
vasoaktif sehingga timbul fase dilatasi dan peningkatan permeabilitas
vaskuler. Selain itu komponen komplemen C5A juga mempunyai efek
kemotaktif sehingga sel-sel polimorfonuklear dan mononuklear akan
berdatangan kedaerah inflamasi.
proses nyeri mulai stimulasi nociceptor oleh stimulus noxious
sampai terjdinya pengalaman subjektif nyeri adalah suatu seri kejadian
elektrik dan kimia yang dapat dikelompokkan menjadi 4 proses yaitu:
transduksi, transmisi, modulasi dan presepsi.
Secara singkat mekanisme nyeri dimulai dari stimulasi nociceptor
oleh stimulus noxious pada jaringan, dan kemudian akan
mengakibatkan stimulasi nociceptor dimana disini noxious tersebut
akan di ubah menjadi potensial aksi. Proses ini disebut transduksi atau
aktivasi reseptor. Selanjutnya potensial aksi tersebut akan
ditransmisikan menuju neuron susunan saraf pusat yang berhubungan
dengan nyeri. Tahap pertama transmisi adalah knduksi impuls dan
neuron aferen primer ke kornu dorsalis medulla spinalis, pada kornu
dorsalis inineuron aferen primer bersinaps dengan neuron susunan saraf
pusat. Dari sini jaringan neuron tersebut akan naik ke atas di medulla
spinalis menuju batang otak dan talamus. Selanjutnya terjadi hubungan
timbal balik antara talamus dan pusat-pusat yan lebih tinggi di otak
yang mengurusi respon presepsi dan afektif yang berhubungan dengan
nyeri. Tetapi rangsangan nociceptif tidak selalu menimbulkan presepsi
nyeri dan sebaliknya presepsi nyeri bisa terjadi tanpa stimulasi
nociceptif. Terdapat proses modulasi sinyal yang mampu
mempengaruhi proses nyeri tersebut, tempat modulasi sinyal yang
paling diketahui adalah pada kornu dorsalis medulla spinalis.proses
terakhir adalah presepsi,dimana pesan nyeri direlay menuju ke otak dan
menghasilkan pengalaman yang tidak menyenangkan.
3. Apa penyebab terjadinya pembengkakan pada kedua lutut?
penyebab nyeri lutut : pd usia diatas 45 thn osteoclast lebih
banyak dr pd osteoblast. Memicu timbulnya osteofit, yg akan menusuk
jaringan hingga sakit saat sendi digerakkan.
Penyebab bengkak diduga karena adanya osteofit. Kartilago
hyalin (jaringan rawan sendi) adalah jaringan elastis yg 95 % terdiri
dari air dan matriks ekstra selular, 5 persen sel kondrosit. Fungsinya
sebagai penyangga atau shock breaker, juga sebagai pelumas, sehingga
tidak menimbukan nyeri pada saat pergerakan sendi.
Apabila kerusakan jaringan rawan endi ebih cepat dari
kemampuannya utk memperbaiki diri, maka terjadi penipisan dan
kehilangan pelumas sehingga kedua tulag akan bersentuhan. Inilah yang
menyebabkan rasa nyeri pada luut.
Setelah terjadi keruakan tulang rawan, sendi dan tulang ikut
berubah. Pada permukaan sendi yang sudah aus terjadlah pengapuran.
Yaitu tumbuhnya tulang baru (osteofit) yg merupakan mekanisme
pertahanan tubuh untuk menjadikan sendi kembali stabil, tapi hal ini
justru membuat sendi kaku dan bengkak. Dengan terbentuknya osteofit
maka akanmengiritasi membran synovial. Jadi pembengkakan yg terjadi
pd skenario bukan karena reaksi inflamasi sehingga bengkak yg terlihat
tidak menunjukkan tanda kemerahan.
4. Mengapa kaku sendi terjadi pada pagi hari?
Beberapa pasien, nyeri atau kaku sendi dapat timbul setelah
imobilitas, seperti duduk dikursi atau mobil dalam waktu yang cukup
lama atau bahkan setelah bangun tidur.
Kaku sendi:
akibat desakan cairan yang berda disekitar jaringan yang mengalami
inflamasi (kapsul sendi, synovial, atau bursa) .
kaku pagi hari (+)
setela istirahat (+)
pada saat bergerak, cairan akan menyebar dari jaringan yang
mengalami inflamasi, sehingga pasien merasa lepas dari kaku.
5. Bagaimana pengaruh berat badan, tinggi badan, usia, dan jenis
kelamin terhadap penyakit pasien?
- Pengaruh jenis kelamin terhadap gejala
Estrogen dan androgen memegang peranan yang sangat
penting pada maturasi tulang yang sedang tumbuh dan mencegah
kehilangan masa tulang. Reseptor estrogen pada sel-sel tulang sangat
sedikit di eksprikan, sehingga sulit diperlihatkan efek estrogen
terhadap resorbsi dan formasi tulang. Estrogen dapat menurunkan
resorbsi tulang secara tidak langsung melalui penurunan sintesis
berbagai sitokin, seperti IL-1, TNF-a, dan IL-6. Il-6 diketahui
banyak terdapat pada lingkungan mikro tulang dan berperan
merangsang resorpsi tulang.
- Pengaruh berat badan dan tinggi badan terhadap gejala
IMT = BBTB2 =
651.622 = 24,76 (OVERWEIGHT)
Overweight menyebabkan meningkatnya beban tumpuan pada
sendi sehinnga dapat mendasari terjadinya penurunan fungsi tulang
dan sendi sebagai penyangga tubuh.
- Pengaruh Usia terhadap gejala
Dengan bertambahnya umur, remodeling endokortikal dan
intrakortikal akan meningkat, sehingga kehilangan tulang terutama
terjadi pada tulang kortikal dan meningkatkan resiko fraktur tulang
kortikal, misalnya pada femur proksimal. Total permukaan tulang
untuk remodeling tidak berubah dengan bertambahnya umur, hanya
berpindah dari tulang trabekular ke tulang kortikal.
6. Apakah ada hubungan antara gejala 3 bulan yang lalu dengan
riwayat DM?
Pada penderita diabetes melitus, dimana terjadi Syndrome
kronik gangguan metabolisme karbohidrat, protein, dan lemak akibat
insufisiensi sekresi insulin atau resistensi insulin pada jaringan yang
dituju. WHO sebelumnya telah merumuskan bahwa DM merupakan
sesuatu yang tidak dapat dituangkan dalam suatu jawaban yang jelas
dan singkat tetapi secara umum dapat dikatakan sebagai suatu
kumpulan problema anatomik dan kimiawi akibat dari sejumlah faktor
dimana di dapat difisiensi insulin absolut atau relatif dan gangguan
fungsi insulin.
Insulin mempunyai peran dalam merangsang sintesis matriks
tulang dan pembentukan tulang rawan. Selain itu, insulin juga sangat
penting pada mineralisasi tulang yang normal, dan merangsang
produksi IGF I oleh hati. Peranan insulin pada sintesis matriks
terutama pada fun gsi diferensiasi osteoblas, sedangkan IGF I
meningkatkan jumlah sel yang dapat mensintesis matriks tulang.
Insulin Growth Factor I dan II (IGF I dan II)
IGF merupakan growth hormon- dependent polypeptides yang
memiliki berat molekul 7600. Ada dua macam IGF, yaitu IGF I dAn
IGF II yang disentetis oleh berbagai macam jaringan, termasuk tula
ng, dan mempunyai efek biologik yang sama, walaupun IGF I lebih
poten 4-7 kali dibandingkan IGF II. IGF I mempunyai efek
merangsang sintesis matriks dan kolagen tulang dan juga merangsang
replikasi sel-sel turunan osteoblas. Selain itu, IGF I juga menurunkan
degradasi kolagen tulang. Dengan demikian\ iGF I memegang perana
yang penting pada formasi tulang dan nuga berperan mempertahankan
massa tulang. Berbagai faktor sistemik dan lokal turut berperan
mengatur sintesis IGF I oleh osteoblas, antara lain, esterogen, PTH,
PGE2, dan BMP-2, sedangkan PDGF dan glukokortikoid menghambat
ekspresi IGF I dan 1,25 (OH)2D3, TGF b dan PGF 2 memiliki efek
stimulator dan inhibitor ekspresi IGF I. Di salam sirkulasi, IGF akan
terikat pada IGF binding proteins (IGFBPs). Sampai saat ini telah
ditemukan enam IGFBP yang diproduksi oleh sel tulang, dan jumlah
yang terbanyak adalah IGFBP 3 . IGFBP memiliki afinitas yang tinggi
terhadap interaksi IGF dengan reseptornya dan mempengaruhi aksi
IGF.
7. Diferensial diagnosis dan Penatalaksanaan!
1) Artrhitis Gout
Gout Arthritis merupakan kelompok penyakit heterogen sebagai
akibat deposisi Kristal Monosodium urat pada jaringan atau akibat
supersaturasi asam urat di dalam cairan ektraseluler.
a. Patologi Gout
Histopatologis dari tofus menunjukkan granuloma dikelilingi oleh
butir Kristal monosodium urat (MSU). Reaksi inflamasi disekeliling
Kristal terutama terdiri dari sel mononuclear dan sel giant. Erosi kartilago
dan korteks tulang terjadi disekitar tofus. Kapsul fibrosa biasanya
prominem di sekitar tofi. Kristal dalam tofi berbentuk jarum (needle
shape) dan sering membentuk kelompok kecil secara radier.
Komponen lain yang penting dalam tofi adalah lipid
glikosaminoglikan dan plasma protein. Pada arthritis gout akut cairan
sendi juga mengandung Kristal monosodium urat monohidrat pada 95%
kasus. Pada cairan aspirasi dari sendi yang diambil segera pada inflamasi
akut akan ditemukan banyak Kristal di dalamleukosit. Hal ini disebabkan
karena terjadi proses fagositosis.
b. Patogenesis Arthritis Gout
Awitan (onset) serangan gout akut berhubungan dengan perubahan
kadar asam urat serum, meninggi ataupun menurun. Pada kadar kadar urat
serum yang stabil, jarang mendapat serangan. Pengobatan dini dengan
alopurinol yang menurunkan kadar urat serum, dapat mempresipitasi
serangan gout akut. Pemakaian alcohol berat pada pasien gout dapat
menimbulkan fluktuasi kosentrasi urat serum. Hal ini dikarenakan
meminum alcohol dapat meningkatkan produksi urat. Dimana kadar laktat
akan meningkat sebagai akibta produk sampingan dari metabolisme
normal alcohol. Asam laktat menghambat eksresi asam urat oleh ginjal
sehingga terjadi peningkatan kadarnya dalam serum.
Terdapat peranan temperature, PH, dan kelarutan urat untuk timbul
serangan gout akut. Menurunnya kelarutan sodium urat pada termperatur
lebih rendah pada sendi perifer seperti kaki dan tangan, dapat menjelaskan
mengapa Kristal MSU diendapkan pada kedua tempat tersebut.Predileksi
pengendapan Kristal MSU pada metatarsofalangeal -1 (MTP-1)
berhubungan juga dengan trauma ringan yang berulang-ulang pada daerah
tersebut.
Konsentrasi urat dalam cairan sendi seperti MTP-1 menjadi
seimbang dengan urat dalam plasma pada siang hari, selanjutnya bila
cairan sendi diabsorbsi sewaktu berbaring, maka akan terjadi peningkatan
kadar urat lokal. Fenomena ini dapat menerangkan terjadinya awitan
(onset) gout akut pada malam hari pada sendi yang bersangkutan.
Perandangan atau inflamasi merupakan reaksi penting pada
arthritis gout terutama gout akut. Reaksi ini merupakan reaksi pertahanan
tubuh nonspesifik untuk menghindari kerusakan jaringan akibat gen
penyebab. Tujuan dari proses inflamasi adalah :
i. Menetralisir dan menghancurkan agen penyebab.
ii. Mencengah perluasan agen penyebab ke jaringan yang lebih luas
Peradangan pada arthritis gout akut adalah akibat penumpukan
agen penyebab yaitu Kristal monosodium urat pada sendi. Mekanisme
peradangan ini vbelum diketahui secara pasti. Hal ini diduga oleh peranan
mediator kimia dan seluler. Pengeluaran berbagai mediator peradangan
akibat aktivasi melalui berbagai jalur antara lain, aktivitas komplemen (C)
dan seluler.
c. Gambaran Klinis
- Pada keadaan normal kadar urat serum pada laki-laki mulai
meningkat setelah pubertas. Pada perempuan kadar urat
tidak meningkat sampai setelah menopause, karena
estrogen meningkatan eksresi asam urat melalui ginjal.
Setelah menopause, kadar urat serum meningkat seperti
pada pria.
Gout jarang ditemukan pada perempuan. Sekitar 95% kasus adalah
pada laki-laki. Gout dapat ditemukan diseluruh dunia pada seluruh ras
manusia. Ada prevalensi familial dalam penyakit gout yang mengesankan
suatu dasar genetic dari penyakit ini. Namun, ada sejumlah faktor yang
agaknya memengaruhi timbulnya penyakit ini, termasuk diet, berat badan,
dan gaya hidup.
Terdapat 4 tahap perjalan klinis dari penyakit gout yang tidak diobati.\
- Tahap Pertama adalah Hiperurisemia asimtomatik. Nilai normal
asam urat serum pada laki-laki adalah 5,1 1,0 mg/dl dan pada
perempuan adalah 4,0 1,0 mg/dl. Nilai-nilai ini meningkat sampai 9-
10 mg/dl pada serangan gout. Dalam tahap ini pasien tidak
menunjukkan gejala-gejala selain dari peningkatan asam urat serum.
Hanya 20% dari pasien Hiperurisemia Asimptomatik yang berlanjut
menjadi serangan akut.
- Tahap kedua, Arthritis Gout akut. Pada tahap ini terjadi awitan
mendadak pembengkakan dan nyeri yang luar biasa, biasanya pada
sendi ibu jari kaki dan sendi metatarsofalangeal-1. Arthritis bersifat
monoartikuler dan menunjukkan tanda0tanda peradangan lokal.
Mungkin terdapat demam dan peningkatan sejumlah leukosit.
Serangan dapat dipicun oleh pembedahan, trauma, obat-obatan,
alcohol, atau stress emosional. Tahap ini biasanya mendorong pasien
untuk mencari pengobatan segera.sendi-sendi lain yang dapat
terserang, termasuk sendi jari-jari tangan, lutut, mata kaki,
pergelangan tangan, dan siku. Serangan gout akut biasanya pulih
tanpa pengobatan, tetapi dapat memakan waktu 10-14 hari.
- Tahap ketiga,disebut juga tahap interkritis. Tidak terdapat gejala-
gejala pada masa ini, yang dapat berlangsung dari beberapa bulan
sampai tahun. Kebanyakan orang mengalami serangan gout berulang
dalam waktu kurang dari 1 tahun jika tidak diobati.
- Tahap Keempat, Gout Kronik. Dengan timbunan asam urat yang
terus bertambah dalam beberapa tahun jika pengobatan tidak dimulai.
Peradangan kronik akibat Kristal-kristal asam urat mengakibatkan
nyeri, sakit, dan kaku juga pembesaran dan penonjolan sendi yang
bengkak.Serangan akut arthritis gout dapat terjadi dalam tahap ini
akan tampak tofus. Dimana secara klinis tofus ini sulit dibedakan
dengan nodul rheumatic. Pada masa kini tofus jarang terlihat dan akan
menghilang dengan terapi yang tepat.
Gout dapat merusak ginjal sehingga ekskresi asam urat akan
bertambah buruk. Kristal-kristal asam urat dapat terbentuk dalam
intertitium medulla, papilla, dan pyramid sehingga timbul protein uria dan
hipertensi ringan. Batu ginjal asam urat juga dapat terbentuk sebagai
akibat sekunder dari gout. Batu biasanya berukuran kecil, bulat, dan tidak
terlihat pada pemeriksaan radiografi.
d. Diagnostik
Dengan menemukan Kristal urat dalam tofus merupakan diagnosis
spesifik untuk gout. Akan tetapi tidak semua penderita memiliki tofi,
sehingga tes diagnostic ini kurang sensitive. Oleh karena itu kombinasi
dari penemuan-penemuan di bawah ini dapat dipakai untuk menengakkan
diagnosis.
- Riwayat inflamasi klasik arthritis monoartikuler khusus pada sendi
MTP-
- Diikuti oleh stadium interkritik dimana bebas symptom
- Revolusi sinovitis yang cepat dengan pengobatan kolksin
- Hiperurisemia
Kadar asam urat normal tidak dapat menghindari diagnosis gout.
Logan dkk mendapatkan 40% pasien gout mempunyai kadar asam urat
normal. Hasil penelitian penulis didaptkan sebanyak 21% arthritis gout
dengan asam urat normal. Walaupun hiperurisemia dan gout mempunyai
hubungan kausal, keduanya mempunyai fenomena yang berbeda.
Pemeriksaan radiografi pada serangan pertama arthritis gout akut adalah
nonspesifik. Kelainan utama radiografi pada kronik gout adalah inflamasi
asimetri, arthritis erosi yang kadang-kadang disetrai nodul jaringan
lunak.
e. Penatalaksanaan Arthritis Gout
Secara umum penanganan arthritis gout adalah memberikan
edukasi, pengaturan diet, istirahat sendi, dan pengobatan. Pengobatan
dilakukan secara dini agar tidak terjadi kerusakan sendi ataupun
komplikasi lain, misalnya pada ginjal. Pengobatan arthritis gout akut
bertujuan menghilangkan nyeri sendi dan peradangan dengan obat-obat,
antara lain kolkisin, obat anti inflamasi nonsteroid (OAINS),
kortikosteroid, atau hormone ACTH.
Obat penuruan asam urat seperti alopurinol atau obat urikosurik
tidak boleh diberikan pada stadium akut. Namun pada pasien yang telah
rutin mendapat obat penurun asam urat, sebaiknya tetap diberikan.
Pemberian kolsikin dosis standar untuk arthritis gout akut secara oral 3-4
kali, 0,5-0,6mg/hari dengan dosis maksimal 6 mg. pemberian OAINS
dapat pula diberikan. Dosis tergantung dari jenis OAINS yang dipakai.
Disamping egekl inflamsi obat ini, juga mempunyai efek analgetik.
Jenis OAINS yang banyak dipakai pada arthritis gout akut adalah
indometasin. Dosis obat ini adalah 150-200mg/hari selama 2-3 hari dan
dilanjutkan 75-100mg/hari sampai minggu berikutnya atau sampai nyeri
atau peradangan berkurang. Kortikosteroid dan ACTH diberikan apabila
kolsikin dan OAINS tidak efektif atau merupakan kontra indikasi.
Pemakaian kortikosteroid pada gout dapat diberikan oral atau parentral.
Indikasi pemberian pemberian adalah pada arthritis gout akut yang
mengenai banyak sendi (poliartikular). Pada stadium interkritik dan
menahun, tujuan pengobatan untuk menurunkan kadar asam urat sampai
kadar normal, guna mencegah kekambuhan. Penurunan kadar asam urat
dilakukan dengan pemberian diet rendah purin dan pemakaian obat
allopurinol bersama obat urikosurik yang lain.
2) Artrhitis Rheumatoid
Artritis rheumatoid (AR) adalah penyakit autoimun yang ditandai oleh
inflamasi sistemik kronik dan progresif, dimana sendi merupakan target
utama. Artritis rheumatoid adalah suatu penyakit peradangan sistemik
kronik yang dapat melibatkan banyak jaringan dan organ-kulit, pembuluh
darah, paru, jantung, dan otot, tetapi terutama mengenai sendi,
menyebabkan sinovitis proliferative dan inflamatorik nonsupuratif yang
sering menimbulkan kerusakan tulang rawan sendi dan ankilosis sendi.
Pada kebanyakan populasi di dunia , prevalensi AR relative konstan
berkisar antara 0,5-1%. Prevalensi yang tinggi didapatkan di Pima India
dan Chippewa Indian masing-masing sebesar 5,3% dan 6,8%. Prevalensi
AR di India dan di Negara barat kurang lebih sama yaitu sekitar 0,75%.
Sedangkan di China, Indonesia, dan Philipina prevalensinya kurang dari
0,4%, baik didaerah urban maupun rural. Hasil survey yang dilakukan di
jawa tengah mendapatkan prevalensi AR sebesar 0,2% di daerah rural dan
0,3% di daerah urban. Prevalensi AR lebih banyak ditemukan pada
perempuan dibandingkan dengan laki-laki dengan rasio 3 : 1 dan dapat
terjadi pada semua kelompok umur, dengan angka kejadian tertinggi
didapatkan pada decade keempat dan kelima.
a. Etiomologi
Faktor Genetik
Etiologi dari AR tidak diketahui secara pasti. Terdapat interaksi
yang kompleks antara faktor genetic dan lingkungan. Faktor genetic
berperan penting terhadap kejadian AR, dengan angka kepekaan dan
ekspresi penyakit sebesar 60%. Hubungan gen HLA-DRB1 dengan kejadian
AR telah diketahui dengan baik, walaupun beberapa lokus non-HLA juga
berhubungan dengan AR seperti daerah 18q21 dari gen TNFRSR11A yang
mengkode activator reseptor I nuclear factor kappa B (NF-kB). Gen ini
berperan penting dalam terapi AR karena aktivitas enzim seperti
methyltransferase reductase dan thiopurine methyltransferase untuk
metabolism methotrexate dan azathioprine ditentukan oleh faktor
genetic.pada kembar monosigot mempunyai angka kesesuaian untuk
berkembangnya AR lebih dari 30% dan pada orang kulit putih dengan AR
yang mengekspresikan HLA-DR1 atau HLA-DR4 mempunyai angka
kesesuaian sebesar 80%.
Hormone Sex
Prevalensi AR lebih besar pada perempuan dibandingkan dengan
laki-laki, sehingga diduga hormone sex berperan dalam pekembangan
penyakit ini. Pada observasi didapatkan bahwa terjadi perbaikan gejala AR
selama kehamilan. Perbaikan ini diduga karena : 1. Adanya aloantibodi
dalam sirkulasi maternal yang menyerang HLA-DR sehingga terjadi
hambatan fungsi epitop HLA-DR yang mengakibatkan perbaikan penyakit.
2. Adanya perubahan profil hormone. Placental corticotropinreleasing
hormone secara langsung menstimulasi sekresi dehidroepiandrosteron
(DHEA), yang merupakan androgen utama pada perempuan yang
dikeluarkan oleh sel-sel adrenal fetus. Androgen bersifat imunosupresi
terhadap respon imun selular dan humoral. DHEA merupakan substrat
penting dalam sintesis estrogen plasenta. Estrogen dan progesterone
menstimulasi respon imun humoral. (Th2) dan menghambat respon imun
selular (Th1). Oleh karena pada AR respon Th1 lebih dominan sehingga
estrogen dan progesterone mempunyai efek yang berlawanan terhadap
perkembangan AR. Pemberian kontasepsi oral dilaporkan mencegah
perkembangan AR atau berhubungan dengan penurunan insiden AR yang
lebih berat.
b. Patogenesis
Kerusakan sendi pada AR dimulai dari proliferasi makrofag dan
fibroblast synovial setelah adanya faktor pencetus, berupa autoimun atau
infeksi. Limfosit menginfiltrasi daerah perivaskular dan terjadi proliferasi sel-
sel endotel, yang selanjutnya terjadi neovaskularisasi. Pembuluh darah pada
sendi yang terlibat mengalami oklusi oleh bekuan-bekuan kecil atau sel-sel
inflamasi. Terjadi pertumbuhan yang irregular pada jaringan synovial yang
mengalami inflamsi sehingga membentuk jaringan pannus (suatu massa
sinovium dan stroma sinovium yang terdiri dari sel radang, jaringan granulasi,
dan fibroblast, yang tumbuh menutupi tulang rawan sendi dan menyebabkan
erosi). Pannus menginvasi dan merusak rawan sendi dan tulang. Berbagai
macam sitokin, interleukin, proteinase, dan fakrot pertumbuhan dilepaskan,
sehingga mengakibatkan destruksi sendi dan komplikasi sistemik.
Peran sel T
Induksi respon sel T pada arthritis rheumatoid di awali oleh interaksi
antara sel T dengan share epitope dari major histocompability complex class II
(MHCII-SE) dan peptide pada antigen-presenting cell (APC) sinovium atau
sistemik. Molekul tambahan (accessory) yang diekspresikan oleh APC antara
lain ICAM-1 (intracellular adhesion molucle-1) (CD54), OX40L (CD252),
inducible costimulator (ICOS) ligand (CD275), B7-1 (CD80) dan B7-2
(CD86), berpartisipasi dalam aktivasi sel T melalui ikatan dengan lymphocyte
function-associated antigen (LFA)-1 (CD11a/CD18), OX40( CD134), ICOS
(CD278), dan CD28. Fibroblast-like synoviocutes (FLS) yang aktif mungkin
juga berpartisipasi dalam presentasi antigen dan mempunyai molekul tambahan
seperti LFA-3 (CD58) dan ALCAM (activated leukocyte cell adhesion
molecule) (CD166) yang berinteraksi dengan sel T yang mengekspresikan CD2
dan CD6. Interleukin (IL)-6 dan transforming growth factor-beta (TGF-β)
kebanyakan berasal dari APC aktif, signal pada sel Th17 menginduksi
pengeluaran Il-17.
IL-17 mempunyai efek indepeden dan sinergistik dengan sitokin
proinflamasi lainnya (TNF- α dan IL- β) pada sinovium, yang menginduksi
pelepasan sitokin, produksi metalloproteinase, ekspresi ligan RANK/ RANK
(CD265/ CD254) dan osteoklastogenesis. Interaksi CD40L (CD154) dengan
CD40 juga mengakibatkan aktivasi monosit/makrofag (Mo/Mac) synovial,
FLS, dan sel B. walaupun pada kebanyakan penderita AR didapatkan adanya
sel T regulator CD4+CD25hi pada sinovium, tetapi tidak efektif dalam
mengontrol inflamasi dan mungkin di non-aktifkan oleh TNF- α synovial IL-10
banyak didapatkan pada cairan synovial tetapi efeknya oada regulasi Th17
belum diketahui. Ga
Peran sel B
Peran sel B dalam immunopatogenesis AR belum diketahui secara pasti,
meskipun sejumlah peneliti menduga ada beberapa mekanisme yang mendasari
keterlibatan sel B. keterlibatan sel B dalam pathogenesis AR diduga melalaui
mekanisme sebagai berikut:
- Sel B berfungsi sebagai APC dan menghasilkan signal konstimulator yang
penting untuk clonal expansion dan fungsi efektor dari sel T CD4+.
- Sel B dalam membrane synovial AR juga memproduksi sitokin
proinflamasi seperti TNF- α dan kemokin.
- Membrane synovial AR mengandung banyak sel B yang memproduksi
faktor rheumatoid (RF) AR dengan RF positif (seropositif) berhubungan
dengan penyakit artikular yang lebih agresif, mempunyai prevalensi
manifestasi ekstraartikular yang lebih tinggi dan angka morbiditas dan
mortalitas yang lebih tinggi. RF juga bisa mencetuskan stimulus diri
sendiri untuk sel B yang mengakibatkan aktivasi dan presentasi antigen
kepada sel Th, yang pada akhirnya proses ini juga akan memproduksi RF.
Selain itu kompleks imun RF juga memperantarai aktivasi komplemen,
kemudian secara bersama-sama bergabung dengan reseptor Fcg, sehingga
mencetuskan kaskade inflamasi.
- Aktivasi sel T dianggap sebagai komponen kunci dalam pathogenesis AR.
Bukti terbaru menunjukkan bahwa aktivasi ini sangat tergantung kepada
adanya sel B. berdasarkan mekanisme diatas, mengindiaksikan bahwa sel
B berperanan penting dalam penyakit AR, sehingga layak dihjadikan target
dalam terapi AR.
Sel B mature yang terpapar oleh antigen dan stimulasi TLR (Toll-like
receptor ligand) akan berdiferensiasi menjadi short-lived plasma cells atau
masuk kedalam reaksi GC (germinal centre) sehingga berubah menjadi sel B
memori dan long-lived plasma cells yang dapat memproduksi autoantibody.
Autoantibodi membentuk kompleks imun yang selanjutnya akan mengaktivasi
system imun melalui reseptor Fc dan reseptor komplemen yang terdapat pada
sel target. Antigen yang diproses oleh sel B mature selanjutnya disajikan
kepada sel T sehingga menginduksi diferensiasi sel T efektor utnuk
memproduksi sitokin proinflamasi, dimana sitokin ini diketahui secara
langsung maupun tidak langsung terlibat dalam destruksi tulang dan tulang
rawan. Sel B mature juga dapat berdiferensiasi menjadi sel B yang
memproduksi IL-1ng0 yang dapat menginduksi respon autoreaktif sel T.
MANIFESTASI KLINIS
Awitan (onset)
Penyakit timbul secara perlahan dan samar pada lebih dan separuh pasien.
Awalnya terdapat malaise, lesu, dan nyeri muskuloskletal menyeluruh,
kemudian sendi mulai jelas memperlihatkan gejala-gejala. Kurang lebih 2/3
penderita AR, awitan terjadi secara perlahan, arthritis simetris terjadi dalam
beberapa minggu sampai beberapa bulan dari perjalanan penyakit. Kurang
lebih 15% dari penderita mengalami gejala awal yang lebih cepat yaitu antara
beberapa hari sampai beberapa minggu. Sebanyak 10-15% penderita
mempunyai awitan fulminant berupa arthritis poliartikular, sehingga
diagnosis AR lebih mudah ditegakkan. Pada 8-15% penderita, gejala muncul
beberapa hari setelah kejadian tertentu (infeksi). Arthritis sering kali diikuti
oleh kekakuan sendi pada pagi hari yang berlangsung selama satu jam atau
lebih.
Manifestasi artikular
Penderita AR pada umumnya datang dengan keluhan nyeri dan kaku
banyak sendi, walaupun ada sepertiga penderita mengalami gejala awal pada
satu atau beberapa sendi saja. Walaupun tanda cardinal inflamasi (nyeri,
bengkak, kemerahan dan perabaan hangat mungkin tidak dijumpai pada AR
yang kronik).
Penyebab arthritis pada AR adalah sinovitis, yaitu adanya inflamasi pada
membrane synovial yang membungkus sendi. Pada umunya sendi yang
terkena adalah persendian tangan, kaki dan vertebra servikal, tetapi
persendian besar seperti bahu dan lutut juga bisa terkena. Sendi yang terlibat
pada umumnya simetris, meskipun pada presentasi awal bisa tidak simetris.
Sinovitis akan menyebabkan erosi permukaan sendi sehingga terjadi
deformitas dan kehilangan fungsi. Ankilosis tulang (destruksi sendi disertai
kolaps dan pertumbuhan tulang yang berlebihan) bisa terjadi pada beberapa
sendi khususnya pada pergelangan tangan dan kaki. Sendi pergelangan tangan
hampir selalu terlibat, demikian juga sendi interfalang proksimal dan
metakarpofalangeal. Sendi interfalang distal dan sakroiliaka tidak pernah
terlibat.
Manisfestasi Ekstraartikular
Manifestasi ekstraartikular pada umunya didapatkan pada penderita yang
mepunyai titer faktor rheumatoid (RF) serum tinggi. Nodul rheumatoid
merupakan manifestasi kulit yang paling sering dijumpai, tetapi biasanya
tidak memerlukan intervensi khusus. Nodul rheumatoid umumnya ditemukan
didaerah ulna, olekranon, jari tangan, tendon Achilles atau bursa olekranon.
Nodul rheumatoid hanya ditemukan pada penderita AR dengan faktor
rheumatoid positif (sering titernya tinggi) dan mungkin dikelirukan dengan
tofus gout, kista ganglion, tendon xathoma atau nodul yang berhubungan
dengan demam reumatik, lepra, MCTD, atau multicentric
reticulohistiocytosis. Manifestasi paru juga bisa didapatkan, tetapi beberapa
perubahan patologik hanya ditemukan saat otopsi. Beberapa manifestasi
ekstraartikuler seperti vaskulitis dan felty syndrome jarang dijumpai, tetapi
sering memerlukan terapi spesifik.
PENATALAKSANAAN
TERAPI NON FARAMAKOLOGIK
Beberapa terapi non farmakologik telah dicoba pada penderita AR. Terapi
puasa, suplementasi asam lemak esensial, terapi spa dan latihan,
menunjukkan hasil yang baik. Pemberian suplemen minyak ikan (cod liver
oil) bisa digunakan sebagai NSAID-sparing agents pada penderita AR.
Memberikan edukasi dan pendekatan multidisiplin dalam perawatan
penderita, bisa memberikan manfaat jangka pendek. Penggunaan terapi
herbal, acupuncture dan splinting belum didapatkan bukti yang
meyakinkan.
Pembedahan harus dipertimbangkan bila : 1. Terdapat nyeri berat yang
berhubungan dengan kerusakan sendi yang ekstensif, 2. Keterbatasan
gerak yang bermakna atau keterbatasan fungsi yang berat, 3. Ada rupture
tendon.
TERAPI FARMAKOLOGIK
OAINS
OAINS digunakan sebagai terapi awal untuk mengurangi nyeri dan
pembengkakan. Oleh karena obat-obat ini tidak merubah perjalanan
penyakit maka tidak boleh digunakan secara tunggal. Penderita AR
mempunyai risiko dua kali lebih sering mengalami komplikasi serius
akibat penggunaan OAINS dibandingkan dengan penderita osteoarthritis.
Oleh karena itu, perlu pemantauan secara ketat terhadap gejala efek
samping gastrointestinal.
Glukortikoid
Steroid dengan dosis ekuivalen dengan prednisone kurang dari 10 mg/hari
cukup efektif untuk meredakan gejala dan dapat memperlambat kerusakan
sendi. Dosis steroid harus diberikan dalam dosis minimal karena risiko
tinggi mengalami efek samping seperti osteoporosis, katarak, gejala
Cushingoid, dan gangguan kadar gula darah. ACR merekomendasikan
bahwa penderita yang mendapat terapi glukokortikoid harus disertai
dengan pemberian kalsium 1500mg dan vitamin D 400-800 IU per hari.
Bila arthritis hanya mengenai satu sendi dan mengakibatkan disabilitas
yang bermakna, maka injeksi steroid cukup aman dan efektif, walaupun
efeknya bersifat sementara. Adanya artritis infeksi harus disingkirkan
sebulum dilakukan injeksi. Gejala mungkin akan kambuh kembali bila
steroid dihentikan, terutama bila diguankan steroid dosis tinggi, sehingga
kebanyakan Rheumatologist menghentikan steroid secara perlahan dalam
satu bulan atau lebih, untuk menghindari rebound effect. Steroid sistemik
sering digunakan sebagai bridging therapy selama periode inisiasi
DMARD tersebut, tetapi DMARD terbaru saat ini mempunyai mula keja
relative.
DMARD
Pemberian DMARD haarus dipertimbangkan untuk semua penderita AR.
Pemilihan jenis DMARD harus mempertimbangkan kepatuhan, beratnya
penyakit, pengalaman dokter dan adanya penyakit penyerta. DMARD
yang paling umum digunakan adalah MTX, hidroksisiklorokuin atau
klorokuin fosfat, sulfasalazin, leflunomide, infliximad dan etanercept.
Sulfasalazin, hidroksisiklorokuin atau klorokuin fosfat sering digunakan
sebagai terapi awal, tetapi pada kasus yang lebih berat, MTX atau
kombinasi terapi mungkin digunakan sebagai terapi lini pertama. Banyak
bukti menunjukkan bahwa kombinasi DMARD lebih efektif dibandingkan
dengan terapi tunggal.
Leflunomide bekerja secara kompetitif inhibitor terhadap enzim
intraselular yang diperlukan untuk sintesis pirimidin dalam limfosit yang
teraktivasi. Leflunomide memperlambat perburukan kerusakan sendi yang
diukur secara radiologis dan juga mencegah erosi sendi yang baru 80%
penderita dalam periode 2 tahun. Antagonis TNF menurunkan kosentrasi
TNF-α, yang kisentrasinya ditemukan meningkat pada cairan sendi
penderita AR. Entanercept adalah suatu soluble TNF-receptor fusion
protein, dimana efek jangka panjangnya sebanding dengan MTX, tetapi
lebih cepat dalam meperbaiki gejala, sering dalam 2 minggu terapi.
Antagonis TNF yang lain adalah infliximad, yang merupakan chimeric
IgG1 anti TNF-α antibody. Penderita AR dengan respon buruk terhadap
MTX, mempunyai respon lebih baik dengan pemberian infliximad
dibandingkan placebo. Adalimumabuga merupakan rekombinan human
IgG1 antibody, yang mempunyai efek aditif bila dikombinasi dengan
MTX. Pemberian antagonis TNF berhubungan dengan peningkatan risiko
terjadinya infeksi, khususnya reaktivasi tuberculosis.
Anakinra adalah rekombinan antagonis reseptor IL-1. Beberapa uji klinis
tersamar ganda mendapatkan bahwa anakinra lebih efektif dibandingkan
dengan placebo, baik diberikan secara tunggal maupun dikombinasi
dengan MTX. Efek sampingnya antara lain iritasi kulit pada tempat
suntikan, peningkatan risiko infeksi dan leucopenia. Ritusimab merupakan
antibody terhadap reseptor permukaan sel B (anti-CD20) menunjukkan
efek cukup baik. Antibody terhadap reseptor IL-6 juga sedang dalam
evaluasi.
3) Artiritis Septik
Artritis septik karena infeksi bakterial merupakan penyakit yang serius
yang cepat merusak kartilago hyalin artikular dan kehilangan fungsi sendi
yang ireversibel. Diagnosis awal yang diikuti dengan terapi yang tepat
dapat menghindari terjadinya kerusakan sendi dan kecacatan sendi.
Puncak insiden pada kelompok umur adalah anak-anak usia kurang
dari 5 tahun (5 per 100.000/tahun) dan dewasa usia lebih dari 64 tahun
(8,4 kasus/100.000 penduduk/tahun) Kebanyakan artritis septik terjadi
pada satu sendi, sedangkan keterlibatan poliartikular terjadi 10-15% kasus.
Sendi lutut merupakan sendi yang paling sering terkena sekitar 48-56%,
diikuti oleh sendi panggul 16-21%, dan pergelangan kaki 8%.
Artritis septik masih merupakan tantangan bagi para klinisi sejak dua
puluh tahun terakhir, dengan penanganan yang dini dan tepat maka
diharapkan dapat menurunkan kehilangan fungsi yang permanen dari sendi
dan menurunkan mortalitas
a. Patogenesis
Patogenesis artritis septik merupakan multifaktorial dan tergantung pada
interaksi patogen bakteri dan respon imun hospes. Proses yang terjadi pada
sendi alami dapat dibagi pada tiga tahap yaitu kolonisasi bakteri, terjadinya
infeksi, dan induksi respon inflamasi hospes.
b. Gambaran Klinis
Gejala klasik artritis septik adalah demam yang mendadak, malaise, nyeri
lokal pada sendi yang terinfeksi, pembengkakan sendi, dan penurunan
kemampuan ruang lingkup gerak sendi. Sejumlah pasien hanya mengeluh
demam ringan saja.Demam dilaporkan 60-80% kasus, biasanya demam
ringan, dan demam tinggi terjadi pada 30-40% kasus sampai lebih dari
390C. Nyeri pada artritis septik khasnya adalah nyeri berat dan terjadi saat
istirahat maupun dengan gerakan aktif maupun pasif.
Evaluasi awal meliputi anamnesis yang detail mencakup faktor
predisposisi, mencari sumber bakterimia yang transien atau menetap (infeksi
kulit, pneumonia, infeksi saluran kemih, adanya tindakantindakan invasiv,
pemakai obat suntik, dll), mengidentifikasi adanya penyakit sistemik yang
mengenai sendi atau adanya trauma sendi.
Sendi lutut merupakan sendi yang paling sering terkena pada dewasa
maupun anak-anak berkisar 45%-56%, diikuti oleh sendi panggul 16-38%.
Artritis septik poliartikular, yang khasnya melibatkan dua atau tiga sendi
terjadi pada 10%-20% kasus dan sering dihubungkan dengan artritis
reumatoid. Bila terjadi demam dan flare pada artritis reumatoid maka perlu
dipikirkan kemungkinan artritis septik.
c. Pemeriksaan Penunjang
1. Pemeriksaan darah tepi
Terjadi peningkatan lekosit dengan predominan neutrofil segmental,
peningkatan laju endap darah dan C-reactive Protein (CRP). Tes ini tidak
spesifik tapi sering digunakan sebagai petanda tambahan dalam diagnosis
khususnya pada kecurigaan artritis septik pada sendi. Kultur darah
memberikan hasil yang positif pada 50-70% kasus.
2. Pemeriksaan cairan sendi
Aspirasi cairan sendi harus dilakukan segera bila kecurigaan terhadap
artritis septik, bila sulit dijangkau seperti pada sendi panggul dan bahu maka
gunakan alat pemandu radiologi. Pada pemeriksaan ini juga dapat
mengetahui adanya inflamasi akibat penumpukkan kristal maupun inflamasi
lainnya seperti artritis reumatoid.
3. Pemeriksaan Radiologi
Pada pemeriksaan radiologi pada hari pertama biasanya menunjukkan
gambaran normal atau adanya kelainan sendi yang mendasari. Penemuan
awal berupa pembengkakan kapsul sendi dan jaringan lunak sendi yang
terkena, pergeseran bantalan lemak, dan pelebaran ruang sendi.
Osteoporosis periartikular terjadi pada minggu pertama artritis septik.
Dalam 7 sampai 14 hari, penyempitan ruang sendi difusi dan erosi karena
destruksi kartilago. Pada stadium lanjut yang tidak mendapatkan terapi
adekuat, gambaran radiologi nampak destruksi sendi, osteomyelitis,
ankilosis, kalsifikasi jaringan periartikular, atau hilangnya tulang subkondral
diikuti dengan sklerosis reaktif. Dapat juga dengan melakukan emeriksaan
USG dapat memperlihatkan adanya kelainan baik intra maupun ekstra
artikular yang tidak terlihat pada pemeriksaan radiografi. Sangat sensitif
untuk mendeteksi adanya efusi sendi minimal (1-2 mL),termasuk sendi-
sendi yang dalam seperti pada sendi panggul. Cairan sinovial yang
hiperekoik dan penebalan kapsul sendi merupakan gambaran karakteristik
artritis septik.
4) Osteoartritis
Osteoartritis (OA) merupakan penyakit sendi yang karakteristik dengan
menipisnya rawan sendi secara progresif, disertai dengan pembentukan tulang
baru pada trabekula subkondral dan terbentuknya rawan sendi dan tulang baru
pada tepi sendi (osteofit).
a. Etiologi
Osteoartritis seringkali terjadi tanpa diketahui sebabnya, yang
disebut dengan osteoartritis idiopatik. Pada kasus yang lebih jarang,
osteoartritis dapat terjadi akibat trauma pada sendi, infeksi, atau variasi
herediter, perkembangan, kelainan metabolik dan neurologik., yang disebut
dengan osteoartritis sekunder. Onset usia pada osteoartritis sekunder
tergantung pada penyebabnya; maka dari itu, penyakit ini dapat berkembang
pada dewasa muda, dan bahkan anak-anak, seperti halnya pada orang tua.
Sebaliknya, terdapat hubungan yang kuat antara osteoartritis primer dengan
umur. Presentasi orang yang memiliki osteoartritis pada 1 atau beberapa
sendi meningkat dari dibawah 5% dari orang-orang dengan usia antara 15-
44 tahun menjadi 25%-30% pada orang-orang dengan usia 45-64 tahun, dan
60%-90% pada usia diatas 65 tahun. Selain hubungan erat ini dan
pandangan yang luas bahwa osteoartritis terjadi akibat proses wear & tear
yang normal dan kekakuan sendi pada orang-orang dengan usia diatas 65
tahun, hubungan antara penggunaan sendi, penuaan, dan degenerasi sendi
masih sulit dijelaskan. Terlebih lagi, penggunaan sendi selama hidup tidak
terbukti menyebabkan degenerasi. Sehingga, osteoartritis bukan merupakan
akibat sederhana dari penggunaan sendi. Meskipun akhiran –itis
menunjukkan bahwa osteoartritis merupakan suatu penyakit inflamasi dan
ada beberapa bukti sering terjadi sinovitis, inflamasi bukan merupakan
komponen utama dari kelainan yang terjadi pada pasien. Tidak seperti
kerusakan sendi yang disebabkam oleh inflamasi sinovial, osteoartritis
merupakan sekuen retrogresif dari perubahan sel dan matrik yang berakibat
kerusakan struktur dan fungsi kartilago artikuler, diikuti dengan reaksi
perbaikan dan remodeling tulang. Karena reaksi perbaikan dan remodeling
tulang ini, degenerasi permukaan artikuler 2 pada osteoartritis tidak bersifat
progresif, dan kecepatan degenerasi sendi bervariasi pada tiap individu dan
sendi. Osteoartritis sering terjadi, tapi pada sebagian besar kasus
osteoartritis berkembang lambat selama bertahun-tahun, meskipun dapat
menjadi stabil atau bahkan membaik dengan spontan dengan restorasi
parsial yang minimal dari permukaan sendi dan pengurangan gejala.
Osteoartritis biasanya melibatkan semua jaringan yang membentuk sendi
sinovial, termasuk rawan sendi, tulang subchondral, tulang metafise,
synovium, ligamen, kapsul sendi, dan otot – otot yang bekerja melalui
sendi; tetapi perubahan primer meliputi kerusakan rawan sendi, remodeling
tulang subchondral, dan pembentukan osteofit. Perubahan struktur tulang
rawan sendiyang paling dini terlihat pada osteoartritis adalah kerusakan atau
fibrilasi zona superfisial sampai ke zona transisional dan violasi oleh
pembuluh darah tulang subchondral. Berberapa peneliti memperkirakan
bahwa kekakuan tulang subchondral menyebabkan dan mempercepat
degenerasi rawan sendi, dan progresi degenerasi kartilago mengakibatkan
kekakuan tulang subchondral, tapi beberapa peneliti lain mengatakan bahwa
kerusakan tulang rawan sendimeningkatkan stress pada tulang subchondral
yang menyebabkan remodeling tulang. Degenerasi kartilago artikuler dan
remodeling tulang subchondral muncul pada pasien yang mengeluhkan
gejala, dan kerusakan rawan sendilah yang mengakibatkan kerusakan fungsi
sendi. Walaupun insidens OA meningkat dengan bertambahnya usia,
ternyata proses OA bukan sekedar suatu proses wear and tear yang terjadi
pada sendi di sepanjang kehidupan.
Menurut penyebabnya dibagi atas :
a. Osteoartritis Primer jika penyebabnya tidak diketahui
b. Osteoartritis Sekunder, dapat disebabkan karena kelainan kongenital,
penyakit metabolik, trauma, inflamasi, penyakit endokrin dan
degenerasi.
Menurut distribusinya dibagi atas :
a. Osteoartritis Perifer, dapat terjadi bilateral (85%) atau monoartikuler
(10%). Biasanya mengenai sendi lutut (75%), tangan dan jari-jari
(60%), kaki (40%), panggul (25%), bahu (15%).
b. Osteoartritis Spinal : Biasanya mengenai daerah lumbal (30%) dan
cervical (20%).
Dikatakan demikian karena beberapa hal. Perubahan biokimiawi
rawan sendi pada tingkat molekuler yang terjadi akibat proses menua
berbeda dengan yang terjadi pada rawan sendi akibat OA. Perubahan
menyerupai OA dapat terjadi pada rawan sendi percobaan berusia muda
yang dirangsang dengan berbagai trauma seperti tekanan mekanik dan zat
kimia.
b. Penyebab
Bukan tunggal, OA merupakan gangguan yang disebabkan oleh
multifaktor, antara lain usia, mekanik, genetik, humoral dan faktor
kebudayaan. Menipisnya rawan sendi diawali dengan retak dan
terbelahnya permukaan sendi di beberapa tempat yang kemudian
menyatu dan disebut sebagai fibrilasi. Di lain pihak pada tulang akan
terjadi pula perubahan sebagai reaksi tubuh untuk memperbaiki
kerusakan. Perubahan itu adalah penebalan tulang subkondral dan
pembentukan osteofit marginal, disusul kemudian dengan perubahan
komposisi molekular dan struktur tulang.
c. Patogenesis
Tulang rawan sendi
Stage I : Gangguan atau perubahan matriks kartilago. Berhubungan
dengan peningkatan konsentrasi air yang mungkin disebabkan
gangguan mekanik, degradasi makromolekul matriks, atau perubahan
metabolisme kondrosit. Awalnya konsentrasi kolagen tipe II tidak
berubah, tapi jaring-jaring kolagen dapat rusak dan konsentrasi
aggrecan dan derajat agregasi proteoglikan menurun.
Stage II : Respon kondrosit terhadap gangguan atau perubahan
matriks. Ketika kondrosit mendeteksi gangguan atau perubahan
matriks, kondrosit berespon dengan meningkatkan sintesis dan
degradasi matriks, serta berproliferasi. Respon ini dapat menggantikan
jaringan yang rusak, mempertahankan jaringan, atau meningkatkan
volume kartilago. Respon ini dapat berlangsung selama bertahun-
tahun.
Stage III : Penurunan respon kondrosit. Kegagalan respon kondrosit
untuk menggantikan atau mempertahankan jaringan mengakibatkan
kerusakan tulang rawan sendidisertai dan diperparah oleh penurunan
respon kondrosit. Penyebab penurunan respon ini belum diketahui,
namun diperkirakan akibat kerusakan mekanis pada jaringan, dengan
kerusakan kondrosit dan downregulasi respon kondrosit terhadap
sitokin anabolik.
Perubahan Tulang.
Perubahan tulang subchondral yang mengikuti degenerasi tulang
rawan sendi meliputi peningkatan densitas tulang subchondral,
pembentukan rongga- rongga yang menyerupai kista yang
mengandung jaringan myxoid, fibrous, atau kartilago. Respon ini
muncul paling sering pada tepi sendi tempat pertemuan tulang dan
tulang rawan yang berbentuk bulan sabit (crescent).Peningkatan
densitas tulang merupakan akibat dari pembentukan lapisan tulang
baru pada trabekula biasanya merupakan tanda awal dari penyakit
degenerasi sendi pada tulang subchondral, tapi pada beberapa sendi
rongga – rongga terbentuk sebelum peningkatan densitas tulang secara
keseluruhan. Pada stadium akhir dari penyakit, tulang rawan sendi
telah rusak seluruhnya, sehingga tulang subchondral yang tebal dan
padat kini berartikulasi dengan permukaan tulang "denuded" dari
sendi lawan. Remodeling tulang disertai dengan kerusakan tulang
sendi rawan mengubah bentuk sendi dan dapat mengakibatkan
shortening dan ketidakstabilan tungkai yang terlibat. Pada sebagian
besar sendi sinovial, pertumbuhan osteofit diikuti dengan perubahan
tulang rawan sendi serta tulang subchondral dan metafiseal.
Permukaan yang keras, fibrous, dan kartilaginis ini biasanya muncul
di tepi-tepi sendi. Osteofit marginal biasanya muncul pada permukaan
tulang rawan, tapi dapat muncul juga di sepanjang insersi kapsul sendi
(osteofit kapsuler). Tonjolan tulang intraartikuler yang menonjol dari
permukaan sendi yang mengalami degenerasi disebut osteofit sentral.
Sebagian besar osteofit marginal memiliki pernukaan kartilaginis yang
menyerupai tulang rawan sendi yang normal dan dapat tampak
sebagai perluasan dari permukaan sendi. Pada sendi superfisial,
osteofit ini dapat diraba, nyeri jika ditekan, membatasi ruang gerak,
dan terasa sakit jika sendi digerakkan. Tiap sendi memiliki pola
karakter yang khas akan pembentukan osteofit di sendi panggul,
osteoarthritis biasanya membentuk cincin di sekitar tepi acetabulum
dan tulang rawan femur. Penonjolan osteofit sepanjang tepi inferior
dari permukaan artikuler os humerus biasanya terjadi pada pasien
dengan penyakit degenartif sendi glenohumeral. Osteofit merupakan
respon terhadap proses degerasi tulang rawan sendi dan remodelling
tulang sudkhondral, termasuk pelepasan sitokin anabolik yang
menstimulasi proliferasi dan pembentukan sel tulang dan matrik
kartilageneus.
Jaringan Periartikuler.
Kerusakan tulang rawan sendi mengakibatkan perubahan
sekunder dari synovium, ligamen, kapsul, serta otot yang
menggerakan sendi yang terlibat. Membran sinovial sering mengalami
reaksi inflamasi ringan serta sedang dan dapat berisi fragmen-fragmen
dari tulang rawan sendi.Semakin lama ligamen, kapsul dan otot
menjadi contracted. Kurangnya penggunaan sendi dan penurunan
ROM mengakibatkan atropi otot. Perubahan sekunder ini sering
mengakibatkan kekakuan sendi dan kelemahan tungkai.
d. Faktor resiko
Predisposisi genetik dan kelemahan sendiri merupakan faktor
resiko osteoartritis sedangkan usia merupakan faktor resiko yang
paling penting. Bebannya mekanik yang mempengaruhi kemampuan
sendi memperbaiki atau mempertahankan dirinya juga merupakan
faktor bentuk sendi post trauma, instabilitas, atau alignment dan
displasia sendi dapat menghasilkan tekanan mekanik yang merusak
permukaan sendi tulang rawan.
a) Usia Fungsi kondrosit menurun dengan bertambahnya usia. Sel-sel
ini mensintesis aggrecans yang lebih kecil dan protein penghubung
yang kurang fungsional sehingga mengakibatkan pembentukan
agregat proteoglikan yang ireguler dan lebih kecil. Aktivitas
mitotik dan sintesis menurun dengan bertambahnya usia, dan
mereka kurang responsif terhadap sitokin anabolik dan rangsang
mekanik.
b) Beban Sendi yang Berlebihan dan Berulang-ulang. Pemeliharaan
struktur dan fungsi sendi synovial yang normal dilakukan melalui
penggunaan sendi yanng teratur dalam aktivitas sehari-hari.
Namun, beban berlebihan dan berulang-ulang dari sendi yang
normal dapat meningkatkan resiko kerusakan degeneratif pada
sendi.
c) Riwayat Penyakit Penelitian longitudinal menunjukkan bahwa
selama beberapa puluh tahun, pemeriksaan radiologi pasien dengan
osteoartritis sendi panggul dan lutut, tidak berkembang pada 1/3
sampai 2/3 pasien. Tidak terdapat hubungan kuat antara perubahan
radiografik dan klinis. Faktor lain yang sukar dinilai adalah
hubungan antara derajat degenerasi sendi dengan gejala yang
ditimbulkannya. Meskipun gejala osteoartritis utama yaitu nyeri
dan kekakuan sendi, muncul dari degenerasi sendi, tingkat
keparahan kerusakan tulang rawan tidak memiliki korelasi kuat
dengan tingkat keparahan gejala. Pasien dengan degenerasi sendi
yang berat dapat merasakan nyeri yang minimal dan ruang gerak
yang luas, dan sebaliknya. Oleh karena itu, sangatlah penting untuk
membedakan riwayat klinis dan riwayat penyakit.
Faktor resiko lainnya yang dapat meneybabkan nyeri pada sendi
1) Umur. Osteoartritis biasanya terjadi pada manusia usia lanjut,
jarang dijumpai penderita osteoartritis yang berusai di bawah
40 tahun.
2) Kelamin. Wanita memiliki kecenderungan menderita
osteoartritis lebih besar. Belum diketahui mengapa.
3) Cacat tulang. Beberapa kasus orang lahir dengan kelainan
engsel tulang akan lebih besar kemungkinan mengalami
osteoartritis
4) Cidera engsel. Cedera yang terjadi karena aktifitas seperti olah
raga atau kegiatan lain juga meningkatkan resiko terkena
osteoartritis ini.
5) Obesitas. Membawa beban lebih berat akan membuat engsel
sambungan tulang bekerja lebih berat, ditengarai memberi andil
terjadinya osteoartritis.
6) Penyakit lain. Encok dan rematik juga dianggap memberi
kontribusi pada timbulnya osteoartritis.
e. Jenis pemeriksaan yang dilakukan pada penderita osteoartritis
1) Pemeriksaan fisik
Pemeriksaan fisik ini berupa Krepitasi, perubahan bentuk
(deformitas ) sendi yang permanen, serta perubahan gaya
berjalan.
2) Pemeriksaan diagnostik
Pemeriksaan diagnostik (radiographis) diharapkan didapatkan
ciri-ciri:
a) Penyempitan celah sendi yang seringkali asimetris.
b) Peningkatan densitas (sclerosis) tulang subchondral.
c) Kista tulang
d) Osteofit pada pinggir sendi
e) Perubahan struktur anatomi sendi
3) Pemeriksaan laboratorium
Pada Osteoartritis yang disertai peradangan, mungkin didapatkan
penurunan viskositas, plesmolisis ringan sampai sedang,
peningkatan ringan sel peradangan (< 8000) dan peningkatan
protein. Jadi dilakukan pemeriksaan laboratorium untuk
menegakkan suatu diagnosis yang benar.
4) Pemantauan progresivitas
Terdapat 3 cara utama untuk memantau progresivitas dan
outcome Osteoartritis :
a) Pengukuran nyeri sendi dan disabilitas pada pasien.
b) Pengukuran perubahan struktural (anatomi) pada sendi
terserang.
c) Pengukuran proses penyakit yang dinyatakan dengan
perubahan metabolism atau perubahan kemampuan
fungsional dari rawn sendi artikuler, tulang subkondral atau
jaringan sendi lainnya/
f. Medikamentosa
a) Lini Pertama
Pengobatan OA yang ada saat ini barulah bersifat
simptomatik dengan obat anti inflamasi non steroid (OAINS)
dikombinasi dengan program rehabilitasi dan proteksi sendi. Pada
stadium lanjut dapat dipikirkan berbagai tindakan operatif.
Pengetahuan tentang patogenesis OA mendorong para peneliti
untuk mengembangkan obat-obatan yang dapat menghambat
perjalanan/progresivitas penyakit yang disebut sebagai Disease-
Modifying Osteoarthritis Drugs (DMOA), sayang hingga saat ini
obat tersebut masih dalam taraf penelitian. Tabel . Obat-obatan
pada Penatalaksanaan OA Pengobatan simptomatik (* dalam
penelitian) Short acting Obat antiinflamasi non steroid Analgetik
non-antiinflamasi (opioid, non-opioid) Antispasmodik Long
acting Depokortikosteroid infra-artikuler Asam hialuronat infra-
artikuler*S-adenosilmetionin (SAM)* Kondroitin-sulfat oral*
Glukosamin-sulfat (Dona)* Orgotein intra-artikuler* Diacerhein*
Avocado/soy nonsaponifiables* Disease Modifying Osteoarthritis
Drugs (* dalam penelitian) Tetrasiklin* Glycosaminoglycan
polysulfuric acid (GAPS)* Glycosaminoglycan peptide
complexes* Pentosan polysulfate* Growth factors dan sitokin
(TGF-()* Tetapi genetik* Transplantasi stem cell den
Osteochondral Graf*
b) Lini Kedua
Penggunaan nutrisi seperti glukosamin dan chondroitin
sulfat msih controversial, pada penelitian masih belum
menunjukkan hasil yang bagus. Injesi articular : - Dengan
kortikosteroid, dapat menurunkan rasa sakit pada jangka waktu
yang pendek - Dengan asam hialuronat dapat menurunkan sedikit
rasa sakit Pemberian opioid dapat digunakan pada pasien dengan
rasa sakit yang sangat berat dan pasien yang tidak kooperatif. 10
c) Pembedahan
Ada 2 tipe terapi pembedahan : Realignment osteotomi dan
replacement joint:
- Realignment osteotomi Permukaan sendi direposisikan
dengan cara memotong tulang dan merubah sudut dari
weightbearing. Tujuan : Membuat karilago sendi yang sehat
menopang sebagian besar berat tubuh. Dapat pula
dikombinasikan dengan ligamen atau meniscus repair.
- Arthroplasty Permukaan sendi yang arthritis dipindahkan,
dan permukaan sendi yang baru ditanam. Permukaan
penunjang biasanya terbuat dari logam yang berada dalam
high-density polyethylene. Macam-macam operasi sendi
lutut untuk osteoarthritis : a) Partial
replacement/unicompartemental b) High tibial osteotmy :
orang muda c) Patella &condyle resurfacing d) Minimally
constrained total replacement : stabilitas sendi dilakukan
sebagian oleh ligament asli dan sebagian oelh sendi buatan.
e) Cinstrained joint : fixed hinges : dipakai bila ada tulang
hilang&severe instability.
Indikasi total knee replacement
- Nyeri
- Deformitas
- Instability
Akibat dari Rheumatoid atau osteoarthritis Kontraindikasi :
a) Non fungsi otot ektensor
b) Neuromuscular dysfunction
c) Infection
d) Neuropathic Joint
e) Prior Surgical fusion Komplikasi :
1. Deep vein thrombosis
2. Infeksi
3. Loosening
4. Problem patella ; rekuren sublukssasi/dislokasi,
loosening prostetic component, fraktur, catching soft
tissue
5. Tibial tray wear.
6. Peroneal palsy
8. Komplikasi penyakit
Artritis Septik:
Dini : kematian, kerusakan sendi, dislokasi patologinya dari sendi, kematian
tulang
Lanjut : penyakit degenerasi pada sendi . dislokasi permanen, fibrous,
ankylosis, bony ankylosis
Osteomilitis
Sepsis
OA : deep veir thrombosis, infeksi, loosenung, problem patella, tibial tray
wear, peroneal pasy, fraktur supracondyl femur
AR : destruksi pencernaan, vaskulitis, sindroma sicca, limfadenopati, nodul
reumatid, sindroma felty, amiloidosis
GA : tofus, deformitas sendi, nefropatigout / gagal ginjal, hipertensi
DAFTAR PUSTAKA
Robbins, Stanley L, et al. 2007. Buku Ajar Patologi Robbins volume 2 edisi 7. Jakarta: EGC; Baratawidjaja
Sudoyo Aru W., dkk. 2009. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam edisi V jilid III. Jakarta: Interna Publishing
Dorland, W. A. Newman. 2010. Kamus Kedokteran Dorland Edisi 28. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC
Ganong William F., 2003. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC