Download - On site sanitation kawasan bencana
TUGAS
PERENCANAAN BANGUNAN PENGOLAHAN AIR BUANGAN
ON SITE SANITATION PADA KAWASAN BENCANA
OLEH:
NURUL FITRIA 0910942013
LUCIANA GUSTIN 0910942043
NADIA PUTRI 1010941001
WIDIA YULIANTI 1010941009
DOSEN:
Dr. PUTI SRI KOMALA
JURUSAN TEKNIK LINGKUNGAN
FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS ANDALAS
PADANG
2013
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Air buangan diartikan sebagai kejadian dimasukkannya benda padat, cair dan gas ke dalam
air dengan sifatnya berupa endapan, atau padat,padat tersuspensi, terlarut, koloid, dan
emulsi yang menyebabkan air tersebut harus dipisahkan atau dibuang dengan saluran air
buangan. Air buangan dapat berasal dari buangan rumah tangga, sekolah, perkantoran,
hotel rumah sakit, pasar restoran dan lain-lain.
Prinsip air buangan harus dapat mengalir secara terus menerus dan cepat terbuang, akan
tetapi tidak boleh mengganggu estetika seperti terjadinya endapan di sepanjang saluran
buangan dengan bau dan warna air buangan yang mengganggu kesehatan. Air buangan
terjadi bila air bersih terkontaminasi oleh material proses dalam proses pencucian. Selain itu
air buangan juga diproduksi oleh sistem utilitas seperti proses pengolahan air umpan boiler,
boiler blowdown, cooling tower blowdown dan lain-lain. Karateristik Air buangan meliputi
jumlah dan kandungan kontaminan.
Indonesia merupakan salah satu negara yang memiliki tingkat rawan bencana yang tinggi.
Seperti seringnya terjadi bencana gempa, tanah longsor ataupun banjir. Tentu dalam kondisi
seperti ini diperlukan suatu pengolahan air buangan yang lebih spesifik. Seperti pada
kawasan rawan banjir, akan berbeda pengolahan air buangannya dengan kawasan yang
tidak rawan banjir, karena ada beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam pengolahan air
buangannya.
1.2Tujuan
Adapun maksud dari penulisan makalah ini adalah untuk memenuhi tugas dari mata kuliah
dan dapat sebagai pembelajaran akan ilmu tentang Onsite Sanitation pada kawasan
bencana.
Sedangkan Tujuan dari penulisan makalah ini adalah:
1. Memahami jenis penerapan on site sanitation pada daerah rawan bencana banjir;
2. Memahami jenis penerapan on site sanitation pada daerah rawan bencana gempa bumi.
1.3 Sistematika Penulisan
Adapun sistematika penulisan makalah ini adalah sebagai berikut:
HALAMAN JUDUL
BAB I : PENDAHULUAN
Berisi tentang latar belakang, maksud dan tujuan, serta sistematika penulisan
makalah;
BAB II : ISI
Berisi penjelasan mengenai Onsite Sanitation yang digunakan dalam pengolahan air
buangan pada institusi (contohnya Rumah Sakit);
BAB III : PENUTUP
Berisi kesimpulan dan saran.
DAFTAR PUSTAKA
BAB II
ISI
Sistem pembuangan setempat adalah fasilitas sanitasi yang berada di dalam daerah persil
(batas tanah yang dimiliki). Sarana sistem pembuangan setempat dapat dibagi 2 (dua)
yaitu: - Sistem individual: tangki septic, cubluk - Sistem komunal: MCK
Keuntungan Sistem pembuangan setempat:
a. Biaya pembuatan murah
b. Biasanya dibuat oleh sector swasta/pribadi
c. Teknologi dan pembangunannya sederhana
d. Sistem yang terpisah bagi tiap-tiap rumah dapat menjaga privacy yang aman dan bebas
e. Operasi dan pemeliharaannya mudah dan umumnya merupakan tanggung jawab
pribadi masing-masing, kecuali yang tidak terpisah atau dalam kelompok/blok, dan
f. Manfaatnya dapat dirasakan segera, yaitu: (1) Jamban bersih (2) Saluran air hujan tidak
lagi dibuangi limbah air cucian, tidak lagi selalu tergenang. Aliran limbah air cucian kecil
pada musim kemarau setiap harinya, yang biasanya anak balita suka main dalam aliran
air tersebut, yang bisa mengakibatkan penyakit. (3) Terhidar dari bau (4) Estetika
pekarangan, pekarangan menjadi terbebas dari saluran dengan aliran air berwarna
hitam dan becek-becek tiap hari (5) Populasi nyamuk berkurang
Kerugian Sistem pembuangan setempat :
a. Tidak cocok bagi daerah dengan kepadatan penduduk sangat tinggi sehingga lahan
yang tersedia sangat sempit, dan muka air tanah tinggi, kecuali jika daya resap tanah
yang rendah.
b. Sukar mengontrol operasi dan pemeliharaannya (terutama untuk sistem tangki septik)
c. Kesalahan pengertian bahwa limbah air cucian (air cucian dapur, kamar mandi, kamar
cuci, wastafel) tidak boleh masuk ke cubluk atau tangki septik, langsung dibuang ke
saluran drainase, sehingga terus mengakibatkan adanya air becek tiap hari, mencemari
pemandangan, terutama badan-badan air, dan bau busuk juga mungkin terjadi
d. Mencemari air tanah (sumur dangkal) bila pemeliharaannya tidak dilakukan dengan
baik.
Pada penerapan sistem setempat ada beberapa kriteria yang harus dipenuhi (DPU 1989)
antara lain:
a. Kepadatan penduduk kurang dari 200 jiwa /ha.
b. Kepadatan penduduk 200-5— jiwa/ha masih memungkinkan dengan syarat penduduk
tidak menggunakan air tanah.
c. Tersedia truk penyedotan tinja.
Untuk kawasan yang memiliki tingkat rawan terhadap bencana lebih tinggi akan memiliki
karakteristik pemilihan bentuk pengolahan onsite sanitation yang berbeda.
2.1 Onsite Sanitation di Daerah Rawan Banjir
Teknologi dalam Pengolahan Limbah Rumah Tangga
A. Tangki Septik Konvensional
Fungsi tangki septik konvensional adalah untuk mengolah air limbah domestik dengan
memanfaatkan proses biologis melalui pemisahan padatan dari cairan dimana padatan
tersebut akan secara anaerobik terdekomposisi sementara airnya akan dialirkan ke sistem
pembuangan. Tangki septic konvensional yang dilengkapi dengan sistem resapan
merupakan metode yang paling umum untuk pengolahan air limbah rumah tangga dari
perumahan yang tidak tersambung dengan sistem perpipaan air buangan.
Tangki septik konvensional merupakan sistem pengolahan air limbah rumah tangga yang
paling banyak digunakan untuk sistem individual di Indonesia
Gambar 1 Tangki Septik Konvensional
B. Anaerobic Baffled Reactor
Anaerobic baffled reactor (ABR) dapat dikatakan sebagai pengembangan tangki septik
konvensional. ABR terdiri dari kompartemen pengendap yang diikuti oleh beberapa reaktor
baffle. Baffle ini digunakan untuk mengarahkan aliran air ke atas (upflow) melalui beberapa
seri reactor selimut lumpur (sludge blanket). Konfigurasi ini memberikan waktu kontak yang
lebih lama antara biomasa anaerobic dengan air limbah sehingga akan meningkatkan
kinerja pengolahan. Dari setiap kompartemen tersebut akan dihasilkan gas.
Teknologi sanitasi ini dirancang menggunakan beberapa baffle vertikal yang akan memaksa
air limbah mengalir keatas melalui media lumpur aktif. Pada ABR ini terdapat tiga zone
operasional: asidifikasi, fermentasi, dan buffer. Zone asidifikasi terjadi pada kompartemen
pertama dimana nilai pH akan menurun karena terbentuknya asam lemak volatil dan
setelahnya akan meningkat lagi karena meningkatnya kapasitas buffer. Zona buffer
digunakan untuk menjaga agar proses berjalan dengan baik. Gas methan dihasilkan pada
zona fermentasi.
Gambar 2. Anaerobic Baffled Reactor
C. Anaerobic Upflow Filter
Anaerobic upflow filter (AUF) merupakan proses pengolahan air limbah dengan metode
pengaliran air limbah ke atas melalui media filter anaerobik. Sistem AUF ini memiliki waktu
detensi yang panjang dan akan menghasilkan efluen anaerob serta biasanya digunakan
untuk mengolah air limbah yang telah diolah sebelumnya dan juga perlu ada pengolahan
lanjutan untuk mendapatkan efluen yang memenuhi standar.
Mekanisme dasar pengolahan pada sistem ini adalah secara fisik, yaitu flokulasi,
sedimentasi dan adsorpsi. Proses atau reaksi biologis secara anaerob sangatlah lambat dan
tidak memiliki dampak penurunan BOD yang signifikan kecuali dengan waktu detensi yang
lama. Namun beberapa organik toksik dapat dikurangi melalui mekanisme fisik dan
presipitasi kimiawi (misalnya dengan sulfit) pada waktu detensi yang lebih pendek
Gambar 3. Anaerobic Upflow Filter
D. Rotating Biological Contactor
Rotating biological contactor (RBC) merupakan salah satu sistem pengolahan air limbah
secara aerobik dengan system lapisan tetap (aerobic fixed film system). RBC sendiri
merupakan media tempat menempelnya mikroorganisme aerobik. Dalam sistem RBC
terdapat tiga unit utama, yaitu: (Elisabeth v. Münch, 2005)
a. Zona primer: tangki sedimentasi dimana air limbah masuk dan padatan akan terendapkan
untuk kemudian dibuang dengan penyedotan
b. RBC: dimana pengolahan secara biologis terjadi. Sejumlah cakram (disk) menempel pada
tuas pemutar dan sebagian dari cakram ini akan terendam oleh air buangan sehingga akan
terbentuk lingkungan biomasa aktif pada media. RBC ini secara perlahan berputar pada
porosnya sehingga biomasa yang ada dapat kontak dengan air limbah maupun oksigen di
atmosfir secara bergantian
c. Zona pengendapan akhir: dimana terjadi pengendapan campuran air limbah yang telah
terolah dan biomasa yang berlebih
Gambar 4. Rotating Biological Contactor
E. Biofiltrasi
Biofiltrasi merupakan teknologi pengolahan air limbah yang memanfaatkan material hidup
untuk menangkap dan secara biologis mendegradasi polutan didalamnya. Biofiltrasi air
limbah domestik merupakan proses pengolahan yang unik dibandingkan dengan
pengolahan biologis lainnya dimana mikroorganisme menempel pada media kontak dan air
limbah dialirkan melewatinya untuk diolah.
Teknologi biofiltrasi ini secara umum dapat dibagi menjadi dua kategori yaitu
1. Sistem konvensional dimana mikroorganisme menempel secara alami pada media
kontak
2. Penempelan mikroorganisme secara artifisial pada material polimer. Dalam sistem
biofiltrasi modern, mikroorganisme ditempelkan pada media kontak atau diperangkap
dalam suatu membran sehingga dapat lebih meningkatkan penyisihan BOD dan
padatan tersuspensi dibandingkan dengan teknologi biofiltrasi konvensional.
Lebih jauh lagi, penyisihan BOD dan padatan tersuspensi dalam air limbah dapat tercapai
dengan baik apabila mekanisme dan parameter yang mempengaruhi kekuatan penempelan
biofilm pada permukaan artifisial dapat diketahui dan dikontrol
F. Tripikon-S dan T-Pikon-H
Tripikon-S (Tri/Tiga Pipa Konsentris-Septik) merupakan salah satu alternatif pengolahan air
limbah domestik pada daerah yang terpengaruh pasang surut, seperti misalnya daerah
pesisir pantai, muara, sungai, maupun rawa. Teknologi ini dapat diterapkan untuk toilet
individual maupun komunal.
Kemudian teknologi Tripikon-S ini dikembangkan lebih lanjut menjadi T-Pikon-H (T Pipa
Horisontal). Pengolahan yang terjadi dalam T-Pikon-H ini adalah secara semi-aerob dan
anaerob.
Konsep dasar pengolahan adalahdengan menggunakan 3 pipa, yaitu:
1. pipa kecil sebagi inlet dari toilet;
2. pipa medium sebagai tempat terjadinya proses dekomposisi biologis,
3. pipa besar sebagai pelimpah (overflow) efluen. Ketiga pipa tersebut diatur secara
konsentris.
Gambar 5. Tripikon-S
Gambar 6. T-Pikon-H
Sistem Perencanaan Pengelolaan Air Buangan Pada Daerah Banjir
Pengolahan air limbah domestik di daerah banjir dapat menggunakan jenis teknologi apa
saja selama tetap memperhatikan ketinggian muka tanah serta ketinggian banjir maksimal.
Teknologi untuk masing-masing daerah spesifik dapat dilihat pada opsi-opsi untuk rumah
yang berada di darat. Yang sangat diperlukan adalah teknik untuk mencegah air banjir
masuk ke dalam sistem pengolahan, baik melalui lubang kloset, lubang di lantai, lubang
kontrol, ataupun outlet sistem pengolahan. Instalasi pengolahan yang aman dari banjir
mensyaratkan posisi lubang jamban, lubang hawa dan outlet instalasi pengolahan yang
berada di posisi terlindung dari rendaman banjir, khususnya untuk daerah rawan banjir. Hal
ini untuk mencegah masuknya air banjir ke dalam sistem yang akan menyebabkan instalasi
pengolahan lebih cepat penuh atau bahkan melimpah sehingga mencemari lingkungan.
Algoritma Pilihan Sanitasi Pada Daerah Rawan Banjir
Dari algoritma banjir tersebut dapat dijelaskan bahwa:
Sistem B1
merupakan sistem sestempat (jamban pribadi atau jamban bersama) sesuai untuk daerah
rawan banjir dengan kepadatan penduduk kurang dari 200 jiwa/ Ha dan muka air tanah < 2
m
Pada sistem ini pengolahan air buangan menggunakan tangki septik fiberglass, Tripkon-S
atau T-Pikon-H. Tripikon-S (Tri/Tiga Pipa Konsentris-Septik) merupakan salah satu
alternatif pengolahan air limbah domestic.
Efluen dari pengolahan tangki septik fiberglass sebaiknya diolah dengan sistem klorinasi
yang tersedia pada sistem tersebut. Hal ini untuk memperkecil potensi pencemaran
lingkungan apabila terjadi banjir dan agar efluen dapat langsung dibuang ke badan air
terdekat
T-Pikon-H & Tripikon-S disambungkan pada lubang jamban yang ada. Apabila
menggunakan ring beton sebagai material pembuat T-Pikon-H ataupun Tripikon-S, maka
sambungan antar ring beton harus dibuat kedap dengan menambahkan karet diantara ring
beton sebelum diplester
T-Pikon-H (T Pipa Horisontal). merupakan Tripikon-S yang dikembangkan lebih lanjut.
Pengolahan yang terjadi dalam T-Pikon-H ini adalah secara semi-aerob dan anaerob.
Konsep dasar pengolahan adalah dengan menggunakan 3 pipa, yaitu:
(a) pipa kecil sebagi inlet dari toilet;
(b) pipa medium sebagai tempat terjadinya proses dekomposisi biologis, dan (c) pipa besar
sebagai pelimpah (overflow) efluen. Ketiga pipa tersebut diatur secara konsentris.
Hal yang harus diperhatikan:
1. Untuk daerah kumuh dan miskin, pengadaan tangki septik fiberglass yang cukup
mahal perlu didukung sistem pembiayaan yang dapat diterima masyarakat, seperti
misalnya arisan.
2. Sistem pengolahan yang kedap air merupakan suatu keharusan untuk mencegah air
banjir masuk ke dalam sistem pengolahan.
3. Tinggi jamban sebaiknya disesuaikan dengan ketinggian banjir rata-rata.
4. Pipa hawa pada sistem pengolahan harus lebih tinggi dari rata-rata banjir tertinggi
Sistem B2
Pada sistem ini memiliki kawasan dengan ketinggian muka air >2 m. Sistem setempat
(jamban pribadi/bersama) sesuai untuk rumah di darat dengan kepadatan <200jiwa/Ha dan
taraf muka air tanah >2m
Teknologi pengolahan yang direkomendasikan adalah tangki septik, T-Pikon-H, Tripikon-S
dan biofiltrasi tangki fiber. Efluen dari instalasi pengolahan tersebut perlu diolah dengan
sistem resapan, kecuali pada biofiltrasi tangki fiber yang diaktifkan sistem klorinasinya
Penggunaan plastik yang diikatkan pada penutup tangki fiberglass dapat mencegah air
banjir masuk ke dalamnya
T-Pikon-H dan Tripikon-S disambungkan pada lubang jamban yang ada. Apabila
menggunakan ring beton sebagai material pembuat T-Pikon-H ataupun Tripikon-S, maka
sambungan antar ring beton harus dibuat kedap dengan menambahkan karet diantara ring
beton sebelum diplester
T-Pikon-H dan Tripikon-S sebaiknya dibuat dari bahan PVC ataupun ring beton, tergantung
dari kapasitas pengolahan yang diperlukan
Hal yang harus diperhatikan:
1. Tangki septik dan sistem resapan yang dibuat harus sesuai dengan SNI 03-2398-
2002
2. Untuk daerah kumuh dan miskin, pengadaan tangki septik fiberglass yang cukup
mahal perlu didukung sistem pembiayaan yang dapat diterima masyarakat, seperti
misalnya arisan
3. Sistem pengolahan yang kedap air merupakan suatu keharusan untuk mencegah air
banjir masuk ke dalam sistem pengolahan.
4. Apabila memungkinkan, tinggi jamban sebaiknya disesuaikan dengan ketinggian
banjir rata-rata
5. Pipa hawa pada sistem pengolahan harus lebih tinggi dari rata-rata banjir tertinggi
Sistem B3
Sistem setempat untuk jamban umum sesuai untuk daerah rawan banjir dengan kepadatan
>200jiwa/Ha, dimana masyarakatnya tidak memiliki jamban sendiri.
Kualitas efluen perlu diperhatikan mengingat potensi pencemaran air tanah sehingga
penggunaan ABR + AUF yang dilengkapi wetland direkomendasikan.
Ketinggian wetland perlu disesuaikan dengan ketinggian banjir rata-rata (apabila
memungkinkan terkait dengan posisi instalasi pengolahannya), atau setidaknya memiliki
dinding yang cukup tinggi untuk mencegah air banjir masuk.
Sistem pondasi instalasi pengolahan menggunakan teknik pondasi yang disokong sistem
cerucuk untuk menghindari amblasan, apabila konstruksi dibangun di lokasi tanah yang
lembek dan tidak stabil.
Tangki septik fiberglass disambungkan pada lubang jamban yang ada. Tangki fiber ini
sebaiknya dilindungi dengan boks beton sehingga tidak mudah hanyut atau terangkat oleh
banjir.
Penggunaan plastik yang diikatkan pada penutup tangki fiberglass dapat mencegah air
banjir masuk ke dalamnya.
Efluen dari pengolahan tangki septik fiberglass sebaiknya diolah dengan sistem klorinasi
yang tersedia pada sistem tersebut. Hal ini untuk memperkecil potensi pencemaran
lingkungan apabila terjadi banjir, dan agar efluen dapat langsung dibuang ke badan air
terdekat.
Hal yang mesti diperhatikan:
1. Konstruksi cerucuk dapat mengacu pada “Tata Cara Pelaksanaan Pondasi Cerucuk
Kayu di Atas Tanah Lembek dan Tanah Gambut”.
2. Sistem pengolahan yang kedap air merupakan suatu keharusan untuk mencegah air
banjir masuk ke dalam sistem pengolahan.
3. Apabila memungkinkan, tinggi jamban sebaiknya disesuaikan dengan ketinggian
banjir rata-rata.
4. Pipa hawa pada sistem pengolahan harus lebih tinggi dari rata-rata banjir tertinggi
Sistem B4
Sistem perpipaan sesuai untuk rumah di daerah rawan banjir dengan kepadatan penduduk
>200jiwa/Ha, dimana masyarakat telah memiliki jamban sendiri dengan atau tanpa
pengolahan.
Pengolahan air buangan menggunakan teknologi ABR atau menerapkan sistem small bore
sewer dimana tinja diolah di pengolahan individual (misalnya tangki septik) dan efluennya
dialirkan menuju AUF.
Pengolahan efluen sangat diperlukan mengingat risiko pencemaran air tanah yang tinggi.
Penerapan wetland ataupun RBC sangat dianjurkan apabila memungkinkan.
Kapasitas pengolahan harus disesuaikan dengan beban air limbah yang masuk. Penerapan
system small bore sewer ini dapat mengurangi kapasitas pengolahan.
Perpipaan harus tertanam ataupun terlindung dengan baik dari sinar matahari langsung
maupun dari kerusakan oleh kegiatan di sekitarnya (misalnya terinjak, tergilas, atau
tertabrak).
Sambungan pipa harus dibuat kokoh dan kedap sehingga air dari luar tidak dapat masuk ke
dalam sistem, terutama di daerah yang tergenang setiap saat.
Hal yang mesti diperhatikan:
1. Perlu ada kelompok pengelola yang bertanggung jawab dalam O&M.
2. Pihak penyedia jasa penyedotan tinja perlu dilengkapi kendaraan penyedot tinja yang
mampu menjangkau medan sulit (misalnya motor tinja).
3. Kelompok pengelola perlu dibekali kemampuan perbaikan, minimal untuk perbaikan
minor
2.2 Onsite Sanitation Pasca Gempa Bumi
Salah satu contoh pengolahan air buangan yang dapat digunakan pada kawasan pasca
terjadinya bencana gempa adalah sistem sanitasi kompos. Sebuah sistem sanitasi kompos
didasarkan pada konsep dan prinsip-prinsip termofilik (panas) kompos. Ada tiga komponen
dasar yang diperlukan untuk sistem tersebut untuk berhasil beroperasi:
1) Toilet itu sendiri;2) Bahan penutup berbasis karbon; 3) Sampah kompos. .
Toilet pada sistem ini bertujuan untuk mengumpulkan kotoran manusia, air seni dan tinja tak
terpisahkan kedalam wadah tahan air. Kotoran manusia yang telah terkumpul tersebut akan
didaur ulang melalui pengomposan.
Sistem sanitasi kompos ini adalah sistem sanitasi yang melibatkan baik limbah atau
pembuangan. Ukuran dan jenis toilet dapat bervariasi dari tempat ke tempat, tergantung
pada ketersediaan dan tujuan. Wadah galon ukuran lima galon (20 liter) yang umum
digunakan dan sesuai untuk sistem skala kecil karena wadah dapat dengan mudah
dikosongkan oleh satu orang. Jenis toilet ini juga akan menghemat pemakaian air.
Tujuan dari toilet adalah untuk mengumpulkan kotoran, urin, kertas, dan serbuk gergaji (atau
lainnya penutup material) sehingga dapat mencegah kontak tidak sehat dengan lingkungan.
Selain itu, toilet ini memungkinkan pengumpulan kotoran manusia untuk pengomposan
termofilik karena ini dikombinasikan dalam toilet dengan carbonbased bahan organik oleh
tindakan sederhana menutupi isi toilet. Tujuan pengomposan termofilik adalah sebagai
untuk meningkatkan aktivitas mikroba termofilik yang menghasilkan panas. Proses ini telah
terbukti secara ilmiah untuk menghancurkan pathogensi manusia, rendering bahan toilet
higienis aman dan memenuhi syarat sanitasi.
Kotoran manusia tidak akan bisa dijadikan bahan kompos tunggal, karena memiliki tingkat
kelembaban yang terlalu tinggi. Dengan menambahkan bahan mengandung karbon ke toilet
setiap kali selesai digunakan, isi toilet bisa menjadi seimbang antara karbon dan nitrogen
dan dapat mencapai tingkat kelembaban yang optimal, selain itu juga dapat mengurangi bau
dari toilet tersebut.
Pada toilet ini, urine dibiarkan tercampur dengan tinja ketika didalam wadah toilet. Karena
untuk sanitasi kompos ini diperlukan kelembaban dan kadar nitrogen untuk mengimbangi
kekeringan dan karbon dari bahan penutupnya. Bila urin dipisahkan dari toilet tersebut,
dapat membuat massa organik kering yang dapat menyebabkan kekurangan kelembaban
dan nitrogen. Hal ini dapat menghambat fase termofilik pengomposan.
Selain itu, bahan-bahan kertas disarankan untuk ditambahkan ke isi toilet , seperti tissu
toilet. Sebaiknya sangat dihindari memasukkan bahan berbahan plastik kedalam wadah
toilet. Karena bahan plastik tidak akan dapat terurau dan tidak mempunyai peran dalam
pengomposan termofilik. Toilet ini dapat digunakan untuk ukuran rumah tangga, baik unutuk
satu orang ataupun beberapa orang, untuk kelompok orang sepeeti di posko-posko
pengungsian saat terjadi bencana.
Gambar diatas menggambarkan kapasitas 20 liter toilet kompos di Haiti. Di bawah toilet
duduk adalah wadah toilet di mana urin dan feses dikumpulkan dan ditutupi dengan serbuk
gergaji , gula tebu, atau bahan lain yang mengandung selulosa seperti dari tanaman lokal.
kandungan dan jumlah bahan penutup yang dimasukkan dengan kadar yang seimbang
akan dapat mengusir bau dan lalat. Ketika penuh, wadah toilet dapat diambil dari toilet dan
sisihkan untuk dikumpulkan dan kompos di lokasi terpisah.
Bahan penutup mengandung karbon digunakan dalam toiket kompos ini. Bahan-bahan
penutup ini akan menutupi tinja yang terdapat dalam wadah toilet tersebut. Bahan penutup
yang cukup akan dapat menghilangkan bau dan lalat. Pengukuran jumlkah bahan penutup
hanya dengan mencium toilet ataupun tumpukan kompos tersebut. Jika ada bau yang
ofensif, bahan penutup lainnya, bahan penutup halus, atau bahan dengan kadar air lebih
harus digunakan untuk menutupi . Demikian juga dengan keberadaan lalat pada toilet
tersebut.
Bahan penutup harus memiliki kadar karbon dan selulosa tanaman untuk dapat
mengoptimalkan kerja pengomposan terfmoilik. Salah satu bahan penutup yang paling
banyak digunakan adalah serbuk gergaji dari pohon. Bahan penutup lainnya seperti lahan
gambut dan sekam padi. Ketersediaan bahan penutup yang tepat penting untuk
keberhasilan operasi dari toilet kompos ini. Bahan penutup tidak boleh terlalu kasar seperti
potongan kayu. Serutan kayu dapat menghambat kerja termofilik kompos karena tidak dapat
diaksesnya karbon untuk mikroorganisme kompos karena partikel kayu terlalu besar,
meskipun serutan kayu dapat digunakan.
Pengomposan termofilik adalah dekomposisi aerobik bahan organik yang mencakup panas
didominasi oleh bakteri penghasil panas. Tahap panas dapat berlangsung beberapa hari,
beberapa minggu atau beberapa bulan, tergantung pada faktor-faktor seperti bahan organik,
ukuran massa kompos, suhu, lokasi geografis dan/ atau waktu tahun, dan kadar air. Suhu
termofilik umumnya di kisaran 45 derajat C atau lebih panas .
Banyak penelitian ilmiah telah dilakukan mengenai efektivitas termofilik lingkungan kompos
dalam menghancurkan patogen manusia seperti virus, protozoa, mikroba usus, dan bakteri.
Penelitian telah menunjukkan bahwa patogen manusia akan cepat terdegradasi pada
lingkungan yang termofilik.
Tumpukan kompos akan menjalani beberapa tahapan dekomposisi di samping tahap awal
termofilik. Setelah fase panas telah berakhir, bahan organik akan melanjutkan proses
degradasi biologis dan transformasi menjadi humus dibantu oleh non – termofilik
mikroorganisme, macroorganisme seperti cacing tanah dan serangga lainnya , dan jamur.
Ini tahap tambahan memungkinkan untuk dekomposisi lebih lanjut dari bahan organik untuk
menghasilkan produk akhir yang ramah dan menguntungkan untuk tanaman pertanian.
Proses pengomposan yang menggabungkan unsur suhu dan waktu akan menghasilkan
produk akhir yang aman, sanitasi, menyenangkan, tidak berbau dapat disimpan tanpa batas
waktu dan dapat digunakan untuk menanam makanan manusia.
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Kesimpulan dari makalah ini adalah:
1. Dalam menentukan jenis pengolahan air buangan untuk daerah yang rawan bencana
banjir, ada beberapa hal yang harus diperhatikan, seperti jumlah penduduk, bentuk
rumah penduduk dan tinggi muka air tanah;
2. Jenis pengolahan onsite sanitation air buangan yang dapat digunakan adalah tangki
septik, biofiltrasi, ABR, Tripikon S dan T – Pikon H;
3. Toilet kompos dapat dijadikan alternatif pengolahan air buangan pasca terjadinya gempa
bumi ataupun bencana lain yang menyebabkan kurangnya jumlah air di kawasan
tersebut;
4. 3 komponen penting dalam toilet kompos adalah toilet itusendiri, bahan penutup
mengandung karbon dan sampah kompos.
3.2 Saran
Saran yang dapat penuli berikan adalah Indonesia perlu merencanakan bentuk pengolahan
tepat guna yang cocok digunakan pada saat ataupun sebelum terjadinya bencana. Karena
mengingat negara Indonesia salah satu negara yang rawan terhadap bencana.
DAFTAR PUSTAKA
Jenkins, Joseph. 2010. Title: Compost-Based Sanitation In Post-Earthquake Haiti In Urban And Rural Locations
Water and sanitation program. Buku Penuntun Opsi Sanitasi yang Terjangkau untuk Daerah Spesifik.