OPTIMASI FERMENTASI PADAT MENGGUNAKAN
Rhizopus oryzae DALAM PEMBUATAN PAKAN IKAN APUNG
TANPA PROSES STERILISASI
Nabila Priska Mira Dewinta
1111095000014
PROGRAM STUDI BIOLOGI
FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
2018 M / 1439 H
OPTIMASI FERMENTASI PADAT MENGGUNAKAN
Rhizopus oryzae DALAM PEMBUATAN PAKAN IKAN APUNG
TANPA PROSES STERILISASI
Skripsi
Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Sains
Pada Program Studi Biologi Fakultas Sains dan Teknologi
Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta
NABILA PRISKA MIRA DEWINTA
1111095000014
PROGRAM STUDI BIOLOGI
FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
2018 M / 1439 H
iv
ABSTRAK
NABILA PRISKA MIRA DEWINTA. Optimasi Fermentasi Padat Menggunakan
Rhizopus oryzae dalam Pembuatan Pakan Ikan Apung tanpa Proses Sterilisasi. Skripsi
ini di bawah bimbingan Dr. rer. nat. Catur Sriherwanto dan Etyn Yunita, M. Si. Program
Studi Biologi. Fakultas Sains dan Teknologi. Universitas Islam Negeri Syarif
Hidayatullah Jakarta 2018.
Pembudidaya ikan skala kecil dan menengah berupaya meningkatkan keuntungan
diantaranya dengan membuat pakan mandiri atau membeli pakan tenggelam komersial
yang lebih murah. Namun sifat tenggelamnya menyulitkan pengontrolan pemberian
pakan, yang jika tersisa akan mencemari air kolam. Teknologi tepat guna fermentasi
padat menggunakan Rhizopus oryzae yang telah dikembangkan berhasil memunculkan
sifat apung pada pakan fermentasi, namun belum dioptimasi. Penelitian ini bertujuan
mendapatkan kondisi optimum komposisi, sterilitas, ketebalan dan jarak pori penutup
substrat pada fermentasi padat tersebut. Penelitian meliputi: (i). seleksi kombinasi
pakan, (ii). perlakuan ketebalan substrat dan jarak pori penutup substrat, serta (iii).
penaikan nilai protein kasar. Seluruh substrat terdiri dari campuran pakan tenggelam
komersial, rumput bebek (Lemna minor), onggok, kulit ari kelapa, dan ampas kelapa,
dalam cawan petri berdiameter 9 cm serta kapang Rhizopus oryzae. Parameter optimum
didasarkan pada sterilitas, kehilangan berat kering, protein dan serat kasar. Hasil
menunjukkan kombinasi pakan B (pakan komersial tenggelam 20%, rumput bebek
20%, kulit ari kelapa 20%, dan ampas kelapa 20%) non-steril dengan ketebalan substrat
3cm dan jarak pori penutup 1 cm (KS3-JP1) adalah yang paling optimum. Dengan
menaikkan komponen pakan ikan tenggelam komersial hinggal 60% (kombinasi pakan
B1), pakan fermentasi yang dihasilkan memiliki nilai protein kasar 24,23% dan serat
kasar 9,14%, sehingga mendekati nilai acuan SNI untuk pakan ikan budidaya.
Kata kunci : fermentasi padat, optimasi, Rhizopus oryzae.
v
ABSTRACT
NABILA PRISKA MIRA DEWINTA. Optimization of Solid Fermentation Using
Rhizopus oryzae in Making of Non-sterilized Floating Fish Feed. Undergraduate Thesis.
Under-guidance of Dr. rer. nat. Catur Sriherwanto and Etyn Yunita, M. Si. Biology
Under-Graduate Program. Faculty of Science and Technology. Syarif Hidayatullah
State Islamic University Jakarta. 2018.
Small and medium scale fish farmers increase their business profits by cheaper self-
made or commercial sinking feed. But the sinking property makes it difficult in
controlling the feeding, which, if not consumed, will pollute the pond water. The
appropriate solid fermentation technology using Rhizopus oryzae has been developed
and successfully given floating property to the fermented feed, but not yet optimized.
This study aimed to obtain the optimum conditions for the composition, sterility,
thickness, and pore spacing of substrate’s cover used in the solid fermentation. The
study consisted of; (i). selection of feed combination, (ii). treatment of substrate
thickness and pore spacing of the substrate’s cover, (iii). increasing the crude protein
content. The substrate consisted of commercial sinking feed, duckweed (Lemna minor),
cassava bagasse, coconut testa, and coconut bagasse, and the fungus Rhizopus oryzae,
contained in a 9 cm diameter petri dish. The optimum parameters were determined by
sterility, dry weight loss, crude protein and fibre content. The results showed that the
feed combination B (20% commercial sinking feed, 20% duckweed, 20% cassava
bagasse, 20% coconut testa and 20% coconut bagasse), non-sterilized, a substrate
thickness of 3 cm, and pore spacing of 1 cm (KS3-JP1) was the most optimum condition.
By increasing the percentage of commercial sinking feed component to 60% (feed
combination B1), the fermented floating fish produced contained 24,23% crude protein
and 9,14% crude fibre, thus being close to the SNI reference value for cultivated fish
feed.
Keywords: optimization, Rhizopus oryzae, solid-state fermentation.
vi
KATA PENGANTAR
Assalamualaikum warrahmatullahi wabarakatuh, Segala puji dan syukur
penulis panjatkan atas rahmat, hidayah, dan izin dari Allah SWT sehingga penulis dapat
menyelesaikan skripsi yang berjudul, “Optimasi Fermentasi Padat Menggunakan
Rhizopus oryzae dalam Pembuatan Pakan Ikan Apung Tanpa Proses Sterilisasi”.
Shalawat serta salam tak lupa dipanjatkan penulis kepada Baginda Rasullulah SAW.
Penulis mengakui bahwa tidak akan mungkin skripsi ini akan terselesaikan tanpa
bantuan, bimbingan, dukungan dan do’a dari orang-orang terdekat penulis. Sehingga,
izinkanlah penulis untuk mengucapkan terima kasih kepada:
1. Kedua Orang Tua yang tercinta, Papa Sofyannis dan Mama Ismila, dan Adik
Achmed Owairan Al-Muqaddasi dengan kasih sayangnya tanpa lelah
mengingatkan penulis untuk tidak lengah dalam menjalankan tanggungjawab
sebagai mahasiswa, dukungan spiritual, dan dukungan materiil yang tidak henti-
hentinya.
2. Dr. rer. nat. Catur Sriherwanto selaku pembimbing I yang selalu membantu,
membimbing dan memberikan arahan kepada penulis dengan kesabaran dan
ketulusan sehingga skripsi ini selesai.
3. Ibu Etyn Yunita, M. Si selaku pembimbing II yang telah memberikan dukungan
moril sejak penulis menjalankan PKL sampai sekarang, begitu pula kesediaannya
untuk meluangkan waktu dalam bimbingan serta selalu memberikan informasi dan
pengarahan serta bimbingan sehingga skripsi ini selesai.
vii
4. Dr. Agus Salim, M.Si selaku Dekan fakultas Sains dan Teknologi Universitas Islam
Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.
5. Dasumiati M. Si selaku Ketua Jurusan Biologi Fakultas Sains dan Teknologi UIN
Syarif Hidayatullah Jakarta.
6. Bapak Imam Suja’i selaku pembimbing teknis yang selalu memberikan arahan,
bimbingan, ilmu, serta semangat sehingga skripsi ini selesai.
7. Asep Badruzaman dan Lia Nur Oktaviani, teman seperjuangan dalam penelitian ini,
yang saling menguatkan dan menyemangati satu sama lain.
8. Muhammad Arif Tanzil, Azkiya Banata, Rizki Amadinda GP, Zulmi Aprizal,
Keluarga Dapur Seni, dan teman-teman lainnya menjadi tempat berkeluh kesah dan
berbagi kebahagiaan penulis dalam masa-masa penyusunan skripsi ini.
9. Pihak-pihak yang tidak mungkin disebutkan satu-persatu atas dukungan-dukungan
yang membantu penulis menyelesaikan skripsi ini.
Penulis memohon maaf atas kesalahan-kesalahan yang diperbuat dalam
penyusunan skripsi ini seperti penulisan huruf, nama, gelar dan lainnya. Semoga skripsi
ini dapat dijadikan referensi pembelajaran dan bermanfaat bagi pembaca dan pejuang
skripsi lainnya. Wassalamualaikum warrahmatullahi wabarakatuh.
Jakarta, Juli 2018
Penulis
viii
DAFTAR ISI
hlm.
PENGESAHAN SKRIPSI…………………………………………………………i
LEMBAR PENGESAHAN UJIAN……………………………………………….ii
PERNYATAAN……………………………………………………………………iii
KATA PENGANTAR ......................................................................................... iv
ABSTRAK……………………………………………………………………… vi
DAFTAR ISI ........................................................................................................ viii
DAFTAR GAMBAR ........................................................................................... ix
DAFTAR TABEL ............................................................................................... x
DAFTAR LAMPIRAN ....................................................................................... xi
BAB 1 PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang ........................................................................................ 1
1.2. Perumusan Masalah ................................................................................ 4
1.3. Hipotesis Penelitian ................................................................................ 4
1.4. Tujuan Penelitian .................................................................................... 5
1.5. Manfaat Penelitian .................................................................................. 5
1.6. Kerangka Berpikir ................................................................................... 6
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Pakan Ikan .............................................................................................. 7
2.2. Kelapa (Cocos nucifera) ......................................................................... 8
2.3. Rumput Bebek (Lemna minor) ............................................................... 9
2.4. Onggok ................................................................................................... 10
2.5. Fermentasi .............................................................................................. 11
2.6. Jamur Tempe (Rhizopus oryzae) ............................................................ 12
2.7. Pengapungan Pakan Fermentatif Non-Ekstrusi ...................................... 13
ix
BAB III METODE PENELITIAN
3.1. Lokasi dan Waktu Penelitian .................................................................. 15
3.2. Alat dan Bahan ....................................................................................... 15
3.3. Prosedur Kerja ........................................................................................ 16
3.4. Analisis Data ........................................................................................... 24
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Seleksi Kombinasi Pakan ........................................................................ 25
4.2 Perlakuan Ketebalan Substrat dan Jarak Pori Plastik Penutup Substrat .. 33
4.3 Peningkatan Nilai Protein pada Fermentasi Kondisi Optimum .............. 35
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN
5.1 Kesimpulan .............................................................................................. 38
5.2 Saran ........................................................................................................ 38
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
x
DAFTAR GAMBAR
hlm.
Gambar 1. Kerangka Berpikir Penelitian…………………………………………… 6
Gambar 2. Rumput bebek yang terdapat pada kolam pengembangbiakan rumput
bebek di Balai Pengkajian Bioteknologi, Badan Pengkajian dan
Penerapan Teknologi, Puspiptek……………………………………….. 10
Gambar 3. Bagan alur penelitian................................................................................ 17
Gambar 4. A. Plastik penutup dengan jarak pori 0,5 cm, B. 1 cm dan C. 2 cm……. 20
Gambar 5. (A) Cawan petri, (B) plastik modifikasi ketebalan dan (C) cawan
dengan modifikasi ketebalan ……………………………....................... 21
Gambar 6. Kehilangan berat kering kombinasi pakan A, B, dan C ……………….. 26
Gambar 7. Hasil uji protein kasar kombinasi pakan A, B, dan C …………………. 29
Gambar 8. Hasil uji serat kasar kombinasi pakan A, B, dan C ……………………. 31
Gambar 9. Hasil uji protein kasar dan serat kasar pakan fermentasi kondisi
optimum………………………………………………………………… 37
xi
DAFTAR TABEL
hlm.
Tabel 1. Kombinasi Pakan Percobaan Skala Cawan Petri Diameter 9 cm.......................... 18
Tabel 2. Susunan kombinasi pakan untuk peningkatan kadar protein……………... 22
Tabel 3. Hasil uji nutrisi perlakuan ketebalan substrat dan jarak pori plastik penutup
substrat…….................................................................................................
34
Tabel 4. Perbandingan kebutuhan protein dan serat kasar pada beberapa jenis ikan
budidaya dalam beragam tingkatan pertumbuhan sesuai dengan SNI........
35
xii
xii
DAFTAR LAMPIRAN
hlm.
Lampiran 1. Dokumentasi dan data mentah percobaan tahap I................................ 45
Lampiran 2. Dokumentasi dan data mentah percobaan tahap II………………….. 47
Lampiran 3. Dokumentasi dan data mentah percobaan tahap III............................. 51
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Nilai produksi ikan budidaya meningkat dari 4.584.004 ton pada tahun 2009
menjadi 6.277.923 ton pada tahun 2010, dan data terbaru tahun 2013 menunjukkan angka
yang jauh lebih tinggi, yaitu 13.313.838 ton (Direktorat Jenderal Perikanan Budidaya,
Kementerian Kelautan dan Perikanan, 2014). Namun demikian keuntungan yang
diperoleh pembudidaya ikan belum maksimal dikarenakan sejumlah permasalahan yang
dihadapi oleh mereka. Diantara permasalahan tersebut adalah mayoritas pembudidaya
ikan di Indonesia masih dalam skala kecil dan menengah dengan sistem teknologi
produksi yang masih sederhana. Permasalahan lainnya adalah besarnya porsi biaya
pakan, keterbatasan modal, dan pengetahuan serta akses teknologi bagi pembudidaya
(Kemen. PPN/Badan Perencanaan Pembangunan Nasional, 2014).
Penggunaan pakan apung komersial yang cenderung mahal dalam tiap tahap
pembiakan (pembibitan, pembesaran dan pemeliharaan sebelum distribusi) berakibat
pada terbatasnya keuntungan yang diperoleh pembudidaya. Sementara itu penggunaan
pakan yang lebih murah seperti pakan tenggelam komersial menyulitkan pembudidaya
karena setelah ditebar ke dalam kolam, pakan jenis ini langsung tenggelam ke dasar
kolam dan membuat penggunaannya tidak efektif, seperti (i) sulit memantau apakah
pakan sudah cukup diberikan atau belum, (ii) pakan tenggelam yang tidak termakan di
dalam kolam dapat menyebabkan pencemaran. (Kemen. PPN/Badan Perencanaan
Pembangunan Nasional, 2014). Berdasarkan kondisi tersebut maka dibutuhkan inovasi
2
di bidang pembuatan pakan ikan apung yang diharapkan mempermudah serta membantu
pembudidaya ikan mendapatkan keuntungan yang lebih baik.
Salah satu teknologi yang dibutuhkan adalah fermentasi menggunakan mikroba
dengan memanfaatkan bahan baku pakan yang murah dan mudah didapat di lokasi
pembudidayaan ikan. Diantara bahan baku pakan tersebut adalah pakan komersial
tenggelam, onggok, rumput bebek (Lemna minor), kulit ari kelapa, dan ampas kelapa
yang merupakan hasil samping industri kelapa parut dan santan kelapa. Proses fermentasi
bahan baku tersebut memerlukan tahapan optimasi untuk mendapatkan hasil fermentasi
pakan dengan kandungan protein kasar dan serat kasar yang terbaik.
Pemanfaatan mikroba dalam proses pembuatan pakan ikan telah dikembangkan
oleh Balai Bioteknologi, BPPT, yang berlokasi di kawasan Puspiptek, Tangerang
Selatan, Banten. Teknologi sederhana berupa fermentasi dimanfaatkan untuk
menghasilkan inovasi dalam bidang produksi pakan ikan apung menggunakan kapang
Rhizopus oryzae.
Penggunaan kulit ari dan ampas kelapa serta bekatul melalui fermentasi
menggunakan R. oryzae telah dilakukan Balai Bioteknologi-BPPT. Miselia dari kapang
R. oryzae yang memiliki sifat hidrofobik akan memperlambat laju penyerapan air pada
pakan ikan buatan sehingga akan memperlama waktu mengapung. Selain itu,
pertumbuhan miselia R. oryzae ini dapat menyebabkan massa jenis dari pakan tenggelam
komersial lebih ringan dari massa jenis air (Sriherwanto dkk. 2017). Pembuatan pakan
apung sudah dilakukan sebelumnya dan menunjukkan bahwa perlakuan fermentasi
menggunakan substrat Rhizopus oryzae, onggok, dan rumput bebek, terbukti lebih
mudah, murah, dan efektif karena tidak memerlukan tambahan bahan perekat seperti
3
tepung, serta dapat mengapung sampai 20 jam (Zaman dkk. 2017). Namun dalam proses
pembuatannya bahan baku tersebut masih harus melalui proses sterilisasi menggunakan
autoklaf sehingga kurang praktis dan ekonomis (Dzul Umam dkk. 2015 & Pradana dkk.
2017). Walaupun tahapan ini bisa disederhanakan dengan pengukusan oleh
pembudidaya ikan, namun akan lebih mudah dan mengurangi ongkos produksi jika
fermentasi dilakukan tanpa melalui tahap sterilisasi tersebut.
Penambahan rumput bebek (L. minor) dalam penelitian ini adalah sebagai sumber
nutrisi berupa protein yang mudah didapat dan mudah dibiakkan. Potensi protein yang
mencapai 25% (Leng dkk. 1995) pada rumput bebek dapat menjadi tambahan nutrisi
pada pakan buatan ini. Penambahan onggok dilakukan sebagai sumber pati bagi proses
metabolisme kapang R. oryzae karena potensi pati mencapai 40-70% (Sriherwanto,
2010).
Uji ketebalan dan jarak pori plastik penutup substrat akan dilakukan terkait
transfer panas dan sirkulasi udara pada pertumbuhan kapang untuk optimasi fermentasi.
Sejalan dengan Bhargav dkk (2008) yang menyatakan bahwa fermentasi dengan
ketebalan substrat yang minimal akan memudahkan transfer panas dan sirkulasi udara
sehingga pertumbuhan akan lebih baik. Adapun uji ketebalan substrat ini dimaksudkan
untuk mencari tahu pengaruh tebal pakan terhadap nilai protein kasar dan serat kasar.
Sementara uji jarak pori plastik penutup substrat dimaksudkan untuk mengetahui
pengaruh akses udara terhadap kualitas pakan yang dihasilkan (nilai protein kasar dan
serat kasar).
Fermentasi pembuatan pakan ikan apung selama ini dilakukan dalam kondisi
laboratorium dan skala kecil. Penyederhanaan perlakuan substrat, pembuatan pakan
4
tanpa proses sterilisasi dan optimasi fermentasi belum dilakukan. Berdasarkan hal
tersebut, akan dilakukan penelitian tentang: “Optimasi Fermentasi Padat Menggunakan
Rhizopus oryzae dalam Pembuatan Pakan Ikan Apung Tanpa Proses Sterilisasi”.
1.2 Perumusan Masalah
a. Bagaimana mendapatkan kondisi optimum fermentasi padat menggunakan
R. oryzae pada substrat campuran (pakan tenggelam komersial, rumput
bebek, onggok, kulit ari dan ampas kelapa) dalam pembuatan pakan ikan
apung tanpa sterilisasi substrat?
b. Apakah perlakuan ketebalan substrat dan jarak pori plastik penutup
substrat berpengaruh pada kandungan protein dan serat kasar pakan
fermentasi?
1.3 Hipotesis Penelitian
a. Kondisi optimum fermentasi padat menggunakan R. oryzae pada substrat
campuran (pakan tenggelam komersial, rumput bebek, onggok, kulit ari
dan ampas kelapa) akan didapatkan dengan; (i) perlakuan tanpa sterilisasi
substrat, (ii) aplikasi ketebalan dan jarak pori plastik penutup substrat.
b. Perlakuan ketebalan substrat dan jarak pori plastik penutup akan
berpengaruh pada kandungan protein dan serat kasar pakan fermentasi
5
1.4 Tujuan Penelitian
a. Mendapatkan kondisi optimum ketebalan substrat dan jarak pori plastik
penutup substrat dalam fermentasi padat menggunakan R. oryzae pada
substrat campuran (pakan tenggelam komersial, rumput bebek, onggok,
kulit ari dan ampas kelapa) dalam pembuatan pakan ikan apung tanpa
sterilisasi substrat.
b. Mencari pengaruh perlakuan ketebalan substrat dan jarak pori plastik
penutup substrat pada kandungan protein dan serat kasar pakan
fermentasi.
1.5 Manfaat Penelitian
Manfaat penelitian ini adalah untuk memberikan solusi teknologi tepat
guna yang mudah, murah, dan efisien dalam pengapungan pakan ikan dengan
hasil pakan yang bernilai gizi baik.
6
1.6 Kerangka Berpikir
Gambar 1. Kerangka berpikir penelitian
7
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Pakan Ikan
Makanan merupakan kebutuhan primer bagi makhluk hidup. Makanan
diperlukan untuk tumbuh dan berkembang, serta untuk memenuhi kebutuhan akan
nutrisi pada makhluk hidup. Dalam praktek budidaya, ikan diberi makan dengan
pakan komersial buatan pabrik untuk mendapatkan hasil pertumbuhan dan
perkembangan yang baik dan optimal. Menurut Dani dkk. (2005), pakan yang
berkualitas memenuhi kebutuhan nutrisi ikan, antara lain protein, lemak, karbohidrat,
vitamin dan mineral.
Pakan terdiri dari dua kelompok, yakni pakan alami dan pakan buatan. Pakan
alami adalah pakan yang tersedia di alam secara natural. Salah satu pakan alami yang
dapat digunakan adalah cacing sutera (Tubifex sp.) yang baik untuk pertumbuhan
ikan air tawar karena kandungan gizinya tinggi yaitu protein sebesar 57%, lemak
13,30%, dan karbohidrat 2,04% (Subandiyah dkk. 2003). Pakan buatan ini biasanya
memanfaatkan bahan-bahan yang memang tersedia di lingkungan. Sebagai contoh
adalah pembuatan pakan ikan Tawes yang menggunakan tepung ikan, maizena,
jagung, dedak, tepung daun turi, kanji dan tambahan vitamin, (Dani dkk. 2005) dan
pemanfaatan tepung keong emas (Hidayat dkk. 2013). Pakan buatan ini digunakan
untuk pemenuhan nutrisi-nutrisi yang dibutuhkan agar tercapai pertumbuhan optimal
dari budidaya ikan yang dilakukan. Pemberian pakan buatan pada ikan, terkhusus
pada bidang perikanan budidaya, memiliki standar tertentu yang harus dipenuhi.
8
Standar pakan ikan lele dumbo (Clarias gariepinus) dan ikan patin
(Pangasius sp.) yang dianjurkan oleh SNI (BKIPM, 2006 & BKIPM, 2009b)
memiliki kadar protein minimal 25% dan kadar serat kasar sebesar 5-8%, sementara
pada jenis ikan budidaya lainnya seperti gurame (Osphronemus goramy, Lac.)
dibutuhkan kadar protein minimal sebesar 28-32% dan kadar serat kasar sebesar 6-
8% dalam pakan yang digunakan (BKIPM, 2009a).
2.2 Kelapa (Cocos nucifera)
Kelapa atau Cocos nucifera. merupakan tumbuhan monokotil atau berbiji
tunggal (kelas Liliopsida), subkelas Arecidae, ordo Arecales, yang termasuk dalam
famili Arecaceae atau palem (USDA, 2016). Hampir setiap bagian dari buah kelapa
dapat dimanfaatkan oleh manusia. Ampas kelapa merupakan limbah dari proses
pembuatan santan. Kandungan ampas kelapa ini antara lain air 13,35%, protein
17,09%, lemak 9,44%, karbohidrat 23,77%, abu 5,92%, dan serat kasar 30,4%
(Elyana, 2011). Ampas kelapa merupakan limbah yang potensial untuk dimanfaatkan
sebagai bahan pakan karena mudah didapat (Yamin, 2008). Selain itu ampas kelapa
memiliki kandungan serat galaktomanan (Purawisastra, 2001). Galaktomanan adalah
polisakarida yang tersusun dari rantai mannose dan galaktosa, sebuah senyawa yang
mengandung serat dan polisakarida, serta berperan untuk memicu pertumbuhan
bakteri usus yang membantu pencernaan (Sihombing, 2016). Sementara itu untuk
kulit ari kelapa memiliki kandungan air sebesar 8,59%, protein sejati 6,39%, serat
kasar 15,72%, kadar abu 2,05% dan lemak 41,92% berdasarkan uji proksimat yang
dilakukan pada penelitian di Laboratorium Bioteknologi Pakan, Balai Pengkajian
Bioteknologi-BPPT. Penelitian dengan menggunakan kulit ari kelapa dalam
9
pembuatan pakan ikan nila (Oreochromis niloticus) pernah dilakukan oleh Sukarman
& Firdaus (2015).
2.3 Rumput Bebek (Lemna minor)
Rumput bebek adalah spesies monokotiledon dari famili Lemnaceae yang
telah beradaptasi sehingga dapat tumbuh di air pada suhu 6 sampai 33o C. Rumput
bebek yang dikenal dengan nama duckweed adalah tanaman yang tumbuh dengan
sangat baik pada permukaan air seperti pada kolam dan umumnya ditemukan di
negara tropis (My Tu, 2012).
Rumput bebek memiliki ciri berupa berdaun kecil yang panjangnya tidak
lebih dari 5 mm, berdaun tunggal pada jenis Lemna minuta dan Lemna gibba, serta
daun berkelompok 2-3 daun pada Lemna minor (Centre for Ecology & Hydrology,
2004). Rumput bebek yang digunakan pada penelitian ini bisa dilihat pada gambar
di bawah ini (Gambar 2).
Rumput bebek bereproduksi secara vegetatif primer. Massa rumput bebek
dapat berlipat ganda dalam kurun waktu 10 hari sampai beberapa minggu dalam
kondisi lingkungan yang optimal. Rumput bebek segar memiliki kandungan air
sebanyak 92-94%. Kandungan serat dan abu lebih tinggi dan proteinnya lebih
sedikit pada koloni yang tumbuh di kolam dengan kandungan nutrisi rendah. Jumlah
konsentrasi nutrisi bahan kering dari koloni liar rumput bebek yang tumbuh pada
kolam miskin nutrisi umumnya adalah protein dengan jumlah 15-25% dan serat 15-
30%. Sementara itu dalam keadaan lingkungan yang optimal dan panen teratur akan
10
didapatkan nilai kandungan serat sebanyak 5-15%, protein kasar senilai 35-43% dan
kandungan lemak tidak jenuh sebesar 5% (Leng dkk. 1995).
2.4 Onggok
Onggok merupakan hasil sampingan industri pengolahan tepung tapioka.
Karena jumlahnya yang besar, pemanfaatan onggok singkong sebagai bahan baku
pakan pun menjadi alternatif pengganti bahan baku lainnya, seperti tepung jagung
(Antika dkk. 2014). Penggunaan tepung onggok sebagai pengganti tepung jagung
dalam pembuatan bahan pakan telah dilakukan oleh Yohanista dkk (2014).
Kandungan nutrisi yang rendah pada onggok (protein murni 1,10%, serat kasar
7,20%), mengharuskan adanya pengolahan pada onggok secara fermentatif
menggunakan kapang R. oligoporus dan Aspergillus niger (Yohanista dkk. 2014).
Kandungan pati yang mencapai 40-70% (Sriherwanto, 2010) membuatnya potensial
Gambar 2. Rumput bebek yang terdapat pada kolam pengembangbiakan
rumput bebek di Balai Pengkajian Bioteknologi, Badan
Pengkajian dan Penerapan Teknologi, Puspiptek. (dok. Pribadi)
11
sebagai bahan baku pembuatan pakan fermentasi karena dapat dimanfaatkan
sebagai sumber energi bagi kapang. Adapun fermentasi menggunakan R. oryzae
dalam pembuatan pakan fermentasi dengan campuran kulit ari kelapa juga sudah
dilakukan (Pradana dkk. 2017; Zaman dkk. 2017).
2.5 Fermentasi
Fermentasi adalah proses penyederhanaan kandungan gizi di dalam suatu
bahan makanan agar mudah dicerna dan memiliki kualitas yang lebih baik dari
sebelumnya (Yamin, 2008). Fermentasi biasanya menggunakan substrat yang
mengandung karbon. Sumber karbon adalah karbohidrat yang didapatkan dari
berbagai jenis sumber pati berupa, jagung, serealia, kentang, singkong, dan sagu.
(Pelczar and Chan, 2005).
Fermentasi dapat dibedakan menjadi dua, fermentasi padat dan cair.
Fermentasi padat atau surface fermentation/Solid-state fermentation adalah proses
fermentasi dengan memanfaatkan substrat padat seperti dedak, ampas dan bubur
kertas, secara perlahan-lahan dan terus-menerus. Jenis fermentasi ini efektif
digunakan untuk kapang dan mikroorganisme yang membutuhkan kelembaban
rendah. Sementara fermentasi cair adalah fermentasi yang menggunakan substrat
cairan seperti molases dan broth atau medium kultur cair dengan senyawa bioaktif
yang ditambahkan ke dalam cairan kultur. Substrat yang digunakan pada proses ini
dimanfaatkan secara cepat dan butuh penggantian dan suplementasi konstan. Teknik
ini cocok untuk mikroorganisme bakteri yang butuh kelembaban tinggi. Hasil
fermentasi dari teknik ini juga lebih mudah dipurifikasi karena biasanya digunakan
12
untuk ekstraksi produk metabolit sekunder yang digunakan dalam bentuk cairan
(Subramaniyam & Vimala, 2012)
Fermentasi dapat juga dimanfaatkan dalam pembuatan pakan untuk hewan
budidaya. Fermentasi berguna untuk mengubah bahan organik kompleks (protein,
lemak, karbohidrat, dan nutrisi lainnya) menjadi molekul yang lebih sederhana
(Amri, 2007) dan mudah dicerna (Poesponegoro, 1975) oleh ikan budidaya. Nilai
gizi hasil fermentasi akan meningkat seiring dengan peningkatan kecernaan
sehingga penggunaannya akan lebih efektif dengan hasil yang lebih
menguntungkan.
Contoh penelitian yang telah memanfaatkan pembuatan pakan dengan metode
fermentasi adalah Pradana dkk. (2017) yang menggunakan campuran kulit ari
kelapa dan onggok singkong sebagai salah satu bahan penyusun pakan anakan ikan
Nila (Oreochromis niloticus L.) dengan bantuan fermentasi kapang R. oryzae dan
Dzul Umam dkk. (2015) menggunakan bantuan R. oryzae untuk pembuatan pakan
ikan mas (Cyprinus carpio L.) dengan menggunakan dedak padi dan ampas kelapa.
2.6 Kapang Rhizopus oryzae
Rhizopus oryzae berasal dari ordo Mucorales, dari kelas Zygomycota (Global
Biodiversity Information Facility, 2016). Kapang R. oryzae memiliki kemampuan
proteolitik (Ghosh & Ray, 2011; Endrawati & Kusumaningtyas, 2017; Purwoko &
Handajani, 2007) atau mampu memecah gugus protein menjadi gugus yang lebih
sederhana sehingga mudah dicerna tubuh. Keuntungan lain penggunaan R. oryzae
adalah dapat ditumbuhkan dalam substrat bernutrisi tinggi maupun limbah, tidak
memerlukan nutrisi yang spesifik, dan karena bentuknya yang berfilamen sehingga
13
mudah dipisahkan dari campuran hasil (Soccol dkk. 1994). R. oryzae memiliki
karakteristik yang disebut selulolitik. R. oryzae mampu meningkatkan kandungan
protein kasar dan menurunkan kandungan serat kasar dengan enzim protease serta
selulase (Nuryana dkk. 2016).
Alasan utama penggunaan kapang R. oryzae dalam penelitian ini, selain karena
Kapang R. oryzae telah digunakan dalam fermentasi pakan ikan dan terbukti
memberikan hasil positif pada uji pengapungan pakan (Dzul Umam dkk. 2015;
Pradana dkk. 2017), juga karena tingkat aktivitas proteolitiknya yang lebih tinggi
daripada Rhizopus oligosporus (Purwoko & Handajani, 2007) sehingga
memungkinkan perombakan protein dari substrat yang lebih tinggi dibanding jenis
lainnya. Sementara itu kemampuan pemecahan pati (amilolitik) dari R. oryzae juga
paling tinggi dibanding R. oligosporus, R. arrhizus dan R. stolonifer (Widoyo,
2010).
2.7 Pengapungan Pakan Fermentatif Non-Ekstrusi
Pengapungan pakan fermentatif non-ekstrusi adalah proses pembuatan pakan
ikan yang dapat mengapung namun tidak menggunakan proses ekspansi. Alat yang
digunakan untuk melakukan ekstrusi adalah mesin ekstruder (Hasting dan Higgs,
1978). Tekniknya adalah menjadikan pakan mengembang pada suhu tinggi
sebagaimana pada proses penggorengan kerupuk di mana terbentuk rongga-rongga
udara di dalam pakan yang menjadikan berat jenis total pakan lebih rendah daripada
berat jenis air. Sebaliknya, proses pengapungan pakan non-ekstrusi dapat
menggunakan bantuan mikroorganisme seperti penelitian yang telah dilakukan oleh
Solomon dkk. (2011), yang memanfaatkan ragi roti dan pati mentah sebagai agen
14
pengapung. Falayi dkk. (2005) juga menggunakan ragi dan pati gandum serta pati
singkong untuk membuat pakan apung untuk ikan lele dan Tilapia (ikan nila). Lalu
Adenkunle (2012) menggunakan ragi dan baking powder yang digunakan sebagai
katalis untuk mengapungkan pakan ikan. Sementara pada tahun 2016, Saputra
menggunakan Saccharomyces cerevisae dan proses deep-frying untuk
menghasilkan pakan apung yang ekonomis dan berdaya tahan baik. Lindasari
(2017) juga menggunakan Saccharomyces cerevisae dengan bantuan deep-frying
dan proses pengeringan oven untuk mengapungkan pakan. Namun semua proses
tersebut masih menggunakan bahan pengikat khusus, tahapan pemanasan yang
memerlukan input energi, dan penggunaan alat untuk memanaskan. Metode
fermentasi ini akan lebih murah, mudah, dan praktis jika tahapan pemanasan ini
ditiadakan.
Penelitian terdahulu mengenai pembuatan pakan apung fermentasi dengan
menggunakan R. oryzae juga telah dilakukan (Leiskayanti dkk. 2017; Sriherwanto
dkk. 2017) dan pengujian terhadap daya apung, meliputi stabilitas dalam air,
absorpsi air dan lama waktu pengapungan juga telah dilakukan oleh Zaman dkk,
2017). Penelitian tersebut dilakukan tanpa proses fermentasi substrat dengan hasil
yang tidak mengecewakan. Pakan fermentasi Zaman (2017) dapat mengapung
sampai 20 jam tanpa tenggelam dengan kemampuan penyerapan air hingga 4 kali
bobot awalnya akibat rongga-rongga yang terbentuk dari hifa-hifa kapang R. oryzae
dan hasil metabolisme senyawa mudah menguap (volatile compounds) yang juga
andil dalam munculnya rongga-rongga udara. Namun belum dilakukan pengujian
terhadap kandungan nutrisi terhadap hasil pakan fermentasi yang didapatkan.
15
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Bioteknologi Pakan, Balai
Bioteknologi, Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT) yang bertempat
di Gedung 630 Kawasan Puspiptek, Tangerang Selatan, Banten. Waktu Penelitian
adalah 20 Desember 2015 – 20 Februari 2016.
3.2 Alat dan Bahan
Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah cawan petri dengan kapasitas
20 g substrat, sendok, spatula, blender, nampan, timbangan analitik Mettler,
mikroskop, Laminar Air Flow Gelaire TC 60, inkubator Yamato IS 600 dan mangkuk
besar. Sementara bahan yang digunakan antara lain, pakan komersial tenggelam P.
99 (PT. Central Proteina Tbk.), onggok, Lemna minor, inokulum Rhizopus oryzae,
kulit ari dan ampas kelapa (Cocos nucifera) serta stok larutan mineral yang
mengandung unsur N, S, F, dan K.
Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah kulit ari dan ampas
kelapa didapatkan dari limbah kelapa parut yang dijual pedagang di pasar Serpong.
Kulit ari dihaluskan menggunakan blender dan dimasukkan ke dalam wadah kedap
udara dan disimpan pada suhu 4oC. Prosedur yang sama dilakukan pada ampas
kelapa, namun tanpa penghalusan blender. Bahan lainnya adalah rumput bebek yang
didapatkan dari kolam pembiakan yang ada di BATAN (Badan Tenaga Atom
Nasional), Jl. Lebak Bulus Raya, Pasar Jum'at, Jakarta Selatan. Rumput bebek
16
tersebut dibawa ke Balai Bioteknologi BPPT, untuk kemudian dibiakkan di kolam
berukuran 3 x 6 m2 dengan kedalaman 1 m. Onggok didapatkan dari pabrik tapioka
yang bertempat di desa Kedunghalang, Kecamatan Bogor Utara, Bogor, Jawa Barat.
Sementara itu pakan komersial tenggelam yang digunakan adalah produk P-99 dari
PT. Central Proteina Prima Tbk.
3.3 Prosedur Kerja
Prosedur kerja dalam penelitian ini terdiri dari tiga tahapan utama berupa
pembuatan inokulum, percobaan I (seleksi kombinasi bahan pakan) dengan dan tanpa
sterilisasi bahan pakan, percobaan II (perlakuan ketebalan substrat dan jarak pori)
dan percobaan III (penaikan nilai protein). Pada masing-masing tahapan percobaan
dilakukan analisis proksimat berupa uji protein kasar dan serat kasar. Penelitian
dengan tiga percobaan ini dilakukan menggunakan cawan petri berdiameter 9 cm
dengan kapasitas 20-25 g substrat basah per cawan petri. Pada percobaan kedua
cawan diberikan variasi ketebalan substrat (1; 2; 3 cm) dan jarak pori plastik penutup
substrat (0,5; 1; 2 cm). Percobaan III adalah proses penaikan nilai protein dengan
menggunakan kondisi optimal hasil percobaan II, di mana porsi pakan komersial
tenggelam dalam substrat dinaikkan. Seluruh percobaan diulang sebanyak tiga kali
(triplo). Alur pengerjaan dapat dilihat pada gambar 3 berikut;
17
Gambar 3. Bagan alur penelitian.
Pembuatan inokulum
Tahap awal dari pembuatan inokulum adalah dicampurkannya bahan-bahan
kering berupa 20% (40 g) pakan komersial tenggelam, 20% (40 g) onggok, dan 4 g
inokulum R. oryzae starter yang merupakan stok inokulum dari Lab. Bioteknologi Pakan,
Balai Bioteknologi, BPPT. Setelah dicampurkan dengan baik, bahan-bahan basah seperti
20% (40 g) rumput bebek, 20% (40 g) ampas dan 20% (40 g) kulit ari kelapa
ditambahkan. Campuran diaduk rata dan kemudian ditambahkan 80 mL larutan mineral
(mengandung N, S, F, dan K.). Selanjutnya, bahan campuran ini dimasukkan ke dalam
cawan petri lalu diinkubasi selama 48 jam pada suhu 30-33o C.
Jika hasil fermentasi sudah berwarna putih kapas
(Lampiran 1), maka inkubasi diteruskan hingga muncul spora yang berwarna kehitaman
(Lampiran 1). Spora kehitaman ini adalah yang nantinya akan menjadi bakal inokulum
18
yang akan digunakan dalam proses fermentasi selanjutnya. Setelah spora kehitaman
menutupi permukaan substrat tersebut, maka dilakukan pengeringan di dalam oven pada
suhu 70oC selama 24 jam. Hasil pengeringan dihaluskan menggunakan blender
kemudian dimasukkan ke dalam kantung plastik untuk disimpan dalam kulkas pada suhu
3o C.
Percobaan I
Percobaan I bertujuan untuk menyeleksi 3 kombinasi pakan melalui proses
fermentasi padat menggunakan R. oryzae. Proses fermentasi pakan dilakukan dengan
prosedur yang sama dengan pembuatan inokulum yang telah dijelaskan sebelumnya.
Tujuan percobaan I adalah untuk mendapatkan kombinasi substrat paling optimum
dengan atau tanpa sterilisasi substrat. Variasi kombinasi substrat (bahan pakan) yang
dimaksud ada di dalam Tabel 1,
Tabel 1. Kombinasi Pakan Percobaan Skala Cawan Petri Diameter 9 cm
No.
Nama Substrat
(Bahan Pakan)
Kombinasi Pakan
A B C
1 Kulit ari kelapa 10% (5 g) 20% (10 g) 30% (15 g)
2 Ampas kelapa 10% (5 g) 20% (10 g) 30% (15 g)
3
Pakan komersial
tenggelam 30% (15 g) 20% (10 g) 10% (5 g)
4 Onggok 30% (15 g) 20% (10 g) 10% (5 g)
5 Rumput bebek 20% (10 g) 20% (10 g) 20% (10 g)
6 Inokulum 1 g 1 g 1 g
7 Larutan mineral 20 mL 20 mL 20 mL
19
Kombinasi bahan-bahan tersebut difermentasi menggunakan kapang R. oryzae,
dilakukan dalam dua perlakuan yaitu, dengan dan tanpa sterilisasi, dan hasil
fermentasinya dianalisis proksimat untuk mengetahui kandungan serat kasar dan protein
kasar. Sterilisasi bahan dengan menggunakan autoklaf dilakukan pada suhu 121oC
selama 30 menit dan prosedur pembuatan pakan dilakukan pada laminar air flow
(Gelaire TC 60), dan perlakuan dengan sterilisasi bahan pakan diinkubasi dalam
inkubator (Yamato IS 600). Perlakuan dengan sterilisasi bahan digunakan sebagai
perlakuan kontrol. Perlakuan tanpa sterilisasi bahan pakan dilakukan pada ruangan lab
dan diinkubasi pada suhu ruang 27oC. Uji kuantitatif meliputi pengamatan terhadap
berat kering hasil fermentasi, hasil uji protein kasar dan nilai serat kasar. Kombinasi
pakan yang menghasilkan nilai protein kasar tertinggi dan nilai serat kasar terendah
digunakan dalam percobaan kedua. `
Percobaan II
Tujuan dari percobaan II ini adalah mengetahui pengaruh faktor ketebalan
substrat dan jarak pori plastik penutup substrat terhadap kualitas pertumbuha R. oryzae.
Parameter yang diamati adalah kemampuan pertumbuhan R. oryzae berdasarkan nilai
protein kasar dan serat kasar pada hasil seleksi percobaan I.. Media fermentasi yang
digunakan adalah cawan petri dengan ukuran diameter 9 cm yang diberikan variasi
ketebalan dan jarak pori seperti yang terlampir pada Gambar 4 dan 5. Prosedur penyiapan
substrat dan proses fermentasi adalah sebagaimana telah dijelaskan dalam pembuatan
inokulum. Perlakuan jarak pori dan ketebalan substrat masing-masing membutuhkan
lembaran plastik tipis berpori dan plastik laminasi tebal kaku yang dapat membantu
20
menentukan ketebalan substrat yang dimaksud. Cara pembuatan keduanya sebagaimana
berikut;
a. Plastik penutup berpori terbuat dari plastik kiloan dengan merk Bawang.
Kantung plastik ini berukuran 15 x 30 cm
Gambar 4. A. Plastik penutup dengan jarak pori 0,5 cm, B. 1 cm dan C. 2 cm.
(dok. Pribadi)
Plastik yang tersedia digunting pangkal dan salah satu sisinya, sehingga dapat
dibuka lipatannya dan menjadi lapisan plastik besar berukuran 30 x 30 cm.
Kemudian millimeter block dibentangkan di bawah plastik tersebut, dan dengan
menggunakan kawat tajam, plastik dilubangi dengan cara ditusuk sesuai dengan
jarak yang dibutuhkan (per 0,5; 1; dan 2 cm).
b. Modifikasi Cawan Petri
Modifikasi ketebalan cawan petri dilakukan dengan melakukan
penambahan plastik laminasi atau dikenal dengan nama laminating film yang dibeli
di Toko Sinar Pamulang, Pamulang Barat, Tangerang Selatan. Plastik laminasi ini
diukur sesuai dengan ketebalan yang dibutuhkan (2 dan 3 cm) menggunakan
penggaris 30 cm, kemudian dipotong sesuai dengan ketebalannya. Setelah itu
dilapisi dengan lakban kuning (Lakban 2 inch) dan dibentuk seukuran keliling
petri. Contoh gambar tersaji pada Gambar 5.
A B C 2 cm 1 cm
0,5 cm
21
Gambar 5. (A) Cawan petri, (B) plastik modifikasi ketebalan dan (C)
cawan dengan modifikasi ketebalan (Dok. Pribadi)
Percobaan III
Tahap III penelitian ini bertujuan untuk menaikkan nilai protein kasar dengan
menggunakan kondisi optimum fermentasi yang didapatkan pada percobaan II. Penaikan
nilai protein kasar dilakukan dengan menaikkan porsi pakan tenggelam komersial pada
kombinasi pakan yang baru, yakni 60% (60 gram) dari sebelumnya 20% (20 gram).
Kombinasi pakan yang dimaksud tersaji pada Tabel 2. Prosedur fermentasi selebihnya
dan pengukuran parameter pertumbuhan kapang dilakukan sebagaimana pada percobaan
I dan II. Pada kombinasi pakan B2 tidak dilakukan proses fermentasi karena tidak ada
penambahan kapang Rhizopus oryzae yang dilakukan. Kombinasi pakan B2 merupakan
kontrol dari percobaan ini.
A B
C
22
Tabel 2. Susunan kombinasi pakan untuk penaikan kadar protein
Komponen pakan B B1 B2 (kontrol)
Pakan Tenggelam 20 g (20%) 60 g (60%) 100 g (100%)
Rumput bebek 20 g 10 g 0 g
Kulit ari kelapa 20 g 10 g 0 g
Ampas kelapa 20 g 10 g 0 g
Onggok 20 g 10 g 0 g
Air 30 mL 40 mL 0 mL
Inokulum 4 g 4 g 0 g
Analisis proksimat
Proses Analisis Proksimat dilakukan di Laboratorium Analisa Kimia Balai
Bioteknologi BPPT dengan rincian langkah-langkah sebagai berikut;
Analisis serat kasar
Sampel sebanyak 2-4 gr ditimbang dan dihilangkan lemaknya menggunakan
soxhlet atau dengan diaduk dan dituangkan di dalam pelarut organik sebanyak 3 kali.
Kemudian sampel dikeringkan dan dimasukkan ke dalam labu Erlenmeyer 500 ml.
Larutan H2SO4 1,25% ditambahkan kemudian didihkan selama 30 menit menggunakan
pendingin tegak. Setelah ditambahkan NaOH 3,25% dan dididihkan lagi selama 30
menit, dalam keadaan panas sampel disaring dengan corong Buchner yang berisi kertas
saring tak berabu Whatman 54,41 atau 541 yang telah dikeringkan dan diketahui
bobotnya. Endapan dicuci dengan H2SO4 1,25% panas, air panas dan etanol 96% secara
berurutan. Kertas saring diangkat dan dimasukkan ke dalam kotak timbang yang telah
diketahui bobotnya dan dikeringkan dalam suhu 105oC, lalu didinginkan dan ditimbang
sampai bobotnya tetap. Bila ternyata kadar serat lebih besar dari 1%, kertas saring beserta
23
isinya diabukan kemudian ditimbang sampai bobot tetap. (Kemenperin, 1992).
Perhitungan:
a. Serat kasar ≤ 1%
Serat kasar (%) = 𝑤
𝑤2 𝑋 100%
b. Serat kasar ≥ 1%
Serat kasar (%) = 𝑤−𝑤1
𝑏𝑤2 𝑋 100%
Keterangan:
W : bobot cuplikan dalam gram
W1 : bobot abu dalam gram
W2 : bobot endapan pada kertas saring dalam gram.
Analisis kadar protein kasar
Satu gram sampel dimasukkan dalam labu Kjedahl, ditambahkan 2 – 2.5 g
Selenium Mixture dan Asam Sulfat pekat (15 mL). Dipanaskan pada api kecil dalam
ruang asam sampai tidak berubah. Pemanasan dilanjutkan sampai cairan dalam labu
berwarna jernih kemudian didinginkan.
Tahap kedua uji adalah proses destilasi. Larutan dalam labu Kjedahl dipindahkan
ke dalam labu didih dan dibilas dengan menggunakan aquadest sehingga larutan pada
labu kjedahl tidak tersisa. Pemasangan labu didih berisi larutan pada alat destilasi, dalam
Erlenmeyer ditambahkan Asam Borat 5%. Destilasi selesai bila dua pertiga larutan dalam
labu sudah menguap dan tertampung di Erlenmeyer.
Tahap ketiga proses ini adalah titrasi. Labu Erlenmeyer berisi supernatant
dititrasi dengan HCl 1N, kandungan protein kasar dapat dihitung dengan rumus
perhitungan sebagai berikut:
Protein Kasar (%) =mlHCl x NHCl x 0.014 x 6,25
Berat Sampel dalam gram X 100%
24
3.5 Analisis Data
Penelitian ini menggunakan metode eksperimental. Data-data yang didapatkan
dari percobaan I (seleksi kombinasi pakan) akan diamati secara deskriptif pada
pengamatan terhadap berat sisa pengeringan, hasil uji protein kasar dan serat kasar.
Percobaan II terhadap faktor penelitian ketebalan substrat (1; 2; dan 3 cm) dan jarak pori
pada plastik penutup (0,5; 1,0; dan 2,0 cm) dengan jumlah perlakuan 3 x 3 x 3: 27. Data-
data yang didapatkan dari percobaan II (penerapan perlakuan KS dan JP) seperti
pertumbuhan miselium lewat hasil foto dan data hasil uji proksimat (protein dan serat
kasar) dianalisis secara kualitatif. Percobaan III dianalisis secara kualitatif pada data
pertumbuhan R. oryzae dan uji lanjutan berupa uji protein kasar dan serat kasar.
25
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1. Seleksi Kombinasi Pakan
Kehilangan berat kering
Kehilangan berat kering adalah pengamatan terhadap degradasi lignin, selulosa
dan hemiselulosa pada hasil fermentasi yang berhubungan dengan kelembaban substrat
(Ashton, 2010) dan kaitannya dengan aktivitas metabolik mikroorganisme yang
digunakan. Pengamatan ini dilakukan untuk mengetahui seberapa besar reduksi pada
keseluruhan kandungan bahan yang diakibatkan oleh aktivitas metabolik
mikroorganisme.
Proses fermentasi Percobaan I dilakukan terhadap tiga kombinasi pakan (A, B,
dan C) dengan perlakuan dengan dan tanpa sterilisasi bahan pakan. Hasilnya kapang
Rhizopus oryzae mampu tumbuh dengan baik pada kombinasi pakan A, B, maupun C
(Tabel 1). Akan tetapi di bagian tengah cawan terdapat zona substrat yang tidak
ditumbuhi kapang (Lampiran 1, No. 3, kolom 2-3). Hal ini kemungkinan dikarenakan
oleh suhu tinggi panas metabolik saat fermentasi berlangsung yang menghambat
pertumbuhan jamur di bagian tengah substrat (Han dkk. 1999).
Pengamatan terhadap berat kering (Gambar 6) menampilkan kehilangan pada 3
jenis kombinasi pakan yang berbeda. Kombinasi pakan A, B, dan C pada perlakuan tanpa
fermentasi dan non-steril tidak menunjukkan nilai kehilangan berat kering karena tidak
terdapat proses metabolisme oleh kapang R. oryzae. Menggunakan proses sterilisasi
bahan pakan, kombinasi pakan A menunjukkan nilai kehilangan berat kering tertinggi
26
sedangkan kombinasi pakan B menunjukkan nilai terendah. Hasil yang sama ditunjukkan
pada fermentasi tanpa sterilisasi bahan pakan, di mana kombinasi pakan A yang
difermentasi mengalami kehilangan berat kering yang paling tinggi di antara perlakuan
lainnya.
Gambar 6. Kehilangan berat kering kombinasi pakan A, B, dan C
Hal ini kemungkinan karena kombinasi pakan A mengandung sumber
karbohidrat terbesar berupa onggok 30% dibandingkan dengan dua kombinasi pakan
lainnya, yakni B dan C yang masing-masing mengandung onggok yang lebih rendah
sebesar 20 dan 10%. Onggok diketahui mengandung karbohidrat berupa zat pati
(Sriherwanto, 2010) yang dapat digunakan kapang Rhizopus sebagai sumber energi.
Proses biokimia pembentukan energi ini menghasilkan produk samping karbon dioksida
dan air yang dilepaskan ke udara saat fermentasi berlangsung dan saat pengeringan hasil
fermentasi. Inilah salah satu mekanisme kehilangan berat kering tersebut, sehingga
0,00 0,00 0,00
39,70
31,2833,67
51,65
4,13
23,12
0
5
10
15
20
25
30
35
40
45
50
55
A B C
Keh
ila
ng
an
ber
at
ker
ing
(%
)
Kode kombinasi pakan
non-steril, tanpa fermentasi non steril, fermentasi steril, fermentasi
27
lumrah apabila pada perlakuan tanpa fermentasi dan non-steril tidak menunjukkan nilai
kehilangan berat kering sama sekali.
Dalam penelitian ini kehilangan berat kering untuk semua perlakuan berkisar
antara 4,13-51,65% selama 48 jam fermentasi. Peneliti lain, Leiskayanti dkk. (2017) juga
melaporkan kehilangan berat kering sebesar 10,0-14,1% selama fermentasi 22-34 jam
menggunakan kapang Rhizopus sp. pada substrat pakan komersial tenggelam merk
Buana Mas, PT Balqis Sejahtera, Bandung Barat. Demikian pula Sriherwanto dkk.
(2017), yang melaporkan kehilangan berat kering sebesar 16-24% untuk fermentasi
selama 24 jam menggunakan substrat dan kapang yang sama sebagaimana yang
digunakan Leiskayanti (2017). Kehilangan berat kering maksimal dalam penelitian ini
(51,65%) jauh lebih tinggi dibandingkan kehilangan berat kering maksimal dua
penelitian terdahulu tersebut (14,1% dan 24%). Hal ini kemungkinan dikarenakan
penelitian ini menggunakan durasi fermentasi yang lebih panjang (48 jam) dibandingkan
penelitian sebelumnya tersebut (maksimal 34 jam).
Perbedaan kehilangan berat kering ini kemungkinan juga disebabkan oleh
perbedaan strain Rhizopus dan substrat fermentasi. Perbedaan ini mengakibatkan
perbedaan dalam jumlah senyawa mudah menguap yang dihasilkan selama fermentasi,
sehingga akhirnya berujung pada kehilangan berat kering yang berbeda-beda pula.
Christen, dkk. (2000) melakukan fermentasi menggunakan 4 strain Rhizopus pada 8
campuran substrat yang berbeda (yang terdiri atas kombinasi onggok, ampas perasan jus
apel, kedelai, butir amaranth, dan minyak kedelai). Selama fermentasi, kedelapan
substrat tersebut menghasilkan beragam senyawa mudah menguap yang berbeda dengan
28
kuantitas yang berbeda pula. Di antara senyawa tersebut adalah asetaldehid, etanol, 1-
propanol, etil asetat, etil propionat, dan 3 metil butanol.
Ditinjau dari sisi perlakuan dengan sterilisasi, kehilangan berat kering pada pakan
A dan C menunjukkan nilai yang lebih tinggi. Hal ini kemungkinan diakibatkan oleh
tidak adanya kontaminan berupa pertumbuhan mikroba jenis lain yang terdapat pada
komponen penyusun pakan jika dibandingkan dengan perlakuan tanpa sterilisasi (pakan
kombinasi B). Tidak adanya kontaminan ini membuat proses kehilangan berat kering
oleh kapan R. oryzae lebih terfokus. Selain itu nilai kehilangan berat kering yang tinggi
(kombinasi pakan A dan C) juga berarti massa pakan yang didapat akan lebih sedikit
ketimbang dengan pakan yang memiliki nilai kehilangan berat kering yang lebih rendah
(kombinasi pakan B). Pertimbangan lainnya adalah akan lebih mudahnya pembudidaya
dalam melakukan proses pembuatan pakan fermentasi. Peniadaan proses sterilisasi (pada
kombinasi pakan B) ini mengurangi investasi peralatan sterilisasi dan waktu sterilisasi
sehingga lebih menghemat biaya, waktu dan tenaga. Pertimbangan ini yang membuat
dipilihnya kombinasi pakan B untuk diujikan pada percobaan II.
Protein kasar
Pengamatan terhadap kandungan protein kasar dilakukan guna mengamati
kualitas dari pakan buatan yang didapatkan dari proses fermentasi. Tingginya kadar
protein kasar berpengaruh pada kualitas pakan fermentasi yang dibuat. Sesuai dengan
standar SNI pakan ikan budidaya, kandungan protein kasar pada pakan haruslah berada
pada kisaran 25-30% (BKIPM, 2006; BKIPM, 2009a; BKIPM 2009b) untuk memenuhi
29
kebutuhan nutrisi ikan budidaya pada tiap tahap pemeliharaannya. Hal ini menjadi dasar
dilakukannya pengamatan terhadap nilai protein kasar pada penelitian ini.
Grafik nilai protein kasar (Gambar 7) menunjukkan keadaan yang serupa pada tiga
kombinasi pakan A, B dan C, yaitu kandungan protein yang cenderung meningkat karena
fermentasi kapang R. oryzae. Nilai tertinggi protein kasar dicapai kombinasi pakan A
steril, sedangkan yang terendah dicapai kombinasi pakan B steril. Nilai protein kasar
tertinggi untuk fermentasi tanpa sterilisasi substrat terdapat pada kombinasi pakan B, dan
yang terendah adalah kombinasi pakan C.
Gambar 7. Hasil uji protein kasar kombinasi pakan A, B, dan C
Peningkatan kadar protein kasar melalui fermentasi menggunakan Rhizopus
dialami juga oleh Dzul Umam dkk. (2015). Dengan menggunakan campuran dedak padi
dan ampas kelapa dengan 4 rasio yang berbeda, peneliti tersebut berhasil meningkatkan
kandungan protein kasar dari 1,96-5,85% sebelum fermentasi menjadi 4,89-9,57%
11,02
14,13
12,10
17,0418,09
15,71
18,65
16,4217,36
0
2
4
6
8
10
12
14
16
18
20
A B C
Nil
ai
pro
tein
ka
sar
(%)
Kode kombinasi pakan
non-steril, tanpa fermentasi non-steril, fermentasi steril, fermentasi
30
setelah fermentasi selama 24 jam. Kenaikan tertinggi sebesar 428% dicapai dengan
perlakuan campuran substrat 50% dedak padi dan 50% ampas kelapa. Peningkatan
protein yang cukup besar oleh Dzul Umam dkk. (2015) tersebut tidak diperoleh pada
penelitian ini, yang maksimal peningkatannya hanya mencapai 169% pada kombinasi
pakan A steril. Perbedaan peningkatan kadar protein kasar ini kemungkinan disebabkan
oleh lamanya fermentasi dan perbedaan komposisi substrat.
Seperti diketahui bahwa kapang R. oryzae memiliki kemampuan (Ghosh & Ray,
2011; Endrawati & Kusumaningtyas, 2017; Purwoko & Handajani, 2007) yang akan
aktif jika terdapat bahan baku substrat yang mengandung protein. Kandungan substrat
berupa rumput bebek, pakan tenggelam komersial, kulit ari dan ampas kelapa membantu
kapang R. oryzae untuk melakukan pemecahan protein. Hal ini yang mengakibatkan
adanya perbedaan nilai protein kasar pada pakan tanpa fermentasi pada tiap kombinasi
pakan yang diujikan (Gambar 7).
Nilai protein kasar yang tinggi pada kombinasi pakan B non-steril (Gambar 7),
dan nilai kehilangan berat keringnya yang rendah menjadi alasan digunakannya
kombinasi pakan tersebut dalam eksperimen (Percobaan II) berikutnya yaitu optimasi
ketebalan substrat dan jarak pori plastik penutup substrat fermentasi. Selain
pertimbangan ekonomis, tidak dilakukannya proses sterilisasi pada substrat dan alat
fermentasi bertujuan untuk meminimalisir kerusakan zat-zat nutrisi yang mudah rusak
oleh panas.
31
Serat Kasar
Uji serat kasar pada pakan buatan dilakukan untuk menentukan kualitas pakan
yang dibuat. Sesuai dengan SNI, nilai serat kasar pada pakan haruslah berada pada
kisaran 5-8% (BKIPM, 2006; BKIPM, 2009a; BKIPM 2009b) guna memenuhi
kebutuhan nutrisi bagi ikan budidaya pada tiap tahapan pemeliharaannya. Hal ini
menjadi alasan dilakukannya pengamatan terhadap nilai serat kasar pada penelitian ini.
Gambar 8. Hasil uji serat kasar kombinasi pakan A, B, dan C.
Secara garis besar kombinasi pakan B dan C (Gambar 8 mengalami penurunan
nilai serat kasar, baik pada perlakuan steril maupun non-steril. Fenomena sebaliknya
dijumpai pada pakan A dimana fermentasi menjadikan nilai serat kasar cenderung tetap
atau bahkan meningkat. Nilai serat kasar pada kombinasi pakan A non-steril mengalami
kenaikan setelah fermentasi, yakni 14,92% dibandingkan sebelumnya (11,19%),
11,19
15,44
13,9014,92
11,2812,16
11,19 11,49 11,33
0
2
4
6
8
10
12
14
16
18
A B C
Nil
ai s
erat
kas
ar (
%)
Kode kombinasi pakan
non steril, tanpa fermentasi non-steril, fermentasi steril, fermentasi
32
sedangkan kombinasi pakan A steril tidak mengalami perubahan kadar serat kasar
setelah fermentasi.
Hasil serupa didapatkan Dzul Umam dkk. (2015). Pada penelitian tersebut,
fermentasi substrat campuran dedak padi dan ampas kelapa pada semua rasio yang
digunakan mengalami penurunan nilai serat kasar setelah difermentasi menggunakan R.
oryzae. Namun hal sebaliknya terjadi pada substrat 100% ampas kelapa, yang mengalami
kenaikan nilai serat kasar setelah fermentasi. Menurut Dzul Umam dkk. (2015),
peningkatan nilai serat kasar tersebut mungkin dikarenakan besarnya kehilangan berat
kering akibat fermentasi. Sebagaimana diketahui, dalam penelitian ini (Gambar 6)
kombinasi pakan A mengalami kehilangan berat kering terbesar akibat fermentasi
dibandingkan kombinasi pakan B dan C, sehingga pakan A terlihat mengalami
peningkatan nilai serat kasar setelah fermentasi.
Kemampuan amilolitik dan selulolitik dari kapang R. oryzae (Nuryana dkk. 2016
dan Hidayat, 2008 dalam Widoyo, 2010) memungkinkan terjadinya perubahan nilai serat
kasar pada ketiga kombinasi pakan yang diujikan. Bahan kombinasi pakan berupa
onggok memungkinkan terjadinya pengaktifan enzim tersebut sehingga dapat
disimpulkan terdapat kegiatan kapang R. oryzae pada proses fermentasi pakan ini.
Hasil yang didapatkan ini masih belum mencapai acuan standar serat kasar pada
pakan ikan budidaya, yaitu sebesar 5-8% (BKIPM, 2006a; BKIPM, 2006b; & BKIPM,
2009). Namun hasil sudah menunjukkan bahwa terjadi penurunan serat kasar yang
diakibatkan proses fermentasi kapang R. oryzae. Hasil uji serat kasar paling mendekati
yang didapatkan pada percobaan ini (Kombinasi pakan B nonsteril) akan digunakan pada
33
percobaan selanjutnya (Percobaan perlakuan ketebalan substrat dan jarak pori plastik
penutup substrat.
4.2. Perlakuan Ketebalan Substrat dan Jarak Pori Plastik Penutup Substrat
Tahapan lanjutan penelitian ini adalah optimasi ketebalan substrat fermentasi (1,
2, dan 3 cm) dan jarak pori plastik penutup substrat (0, 0,5, 1, dan 2 cm) dengan total 3
x 4 = 12 perlakuan yang masing-masing diulang tiga kali (triplo) dan didapatkan nilai
rata-rata masing-masing perlakuan (Tabel 3). Tahap ini menggunakan kombinasi pakan
B non-steril hasil dari Percobaan I (Pembahasan Subbab 4.1). Pasca fermentasi,
dilakukan uji protein kasar dan serat kasar. Kandungan protein dan serat kasar termasuk
kriteria yang menentukan apakah pakan ikan yang dibuat berkualitas baik atau tidak.
Nilai protein kasar berpengaruh terhadap pertumbuhan ikan budidaya. Asupan
protein yang tinggi akan memaksimalkan pertumbuhan dan kesehatan ikan budidaya.
Kandungan serat kasar yang sedikit akan memaksimalkan konsumsi pakan sehingga ikan
budidaya mendapat asupan gizi yang maksimal. Pakan ikan yang baik mengandung
kadar protein yang tinggi dan kadar serat yang rendah (nilai rasio protein kasar/serat
kasar yang tinggi) yaitu protein kasar sebesar 25-30% dan serat kasar sebesar 5-8%
(BKIPM, 2006a; BKIPM, 2006b; & BKIPM, 2009).
Berdasarkan rasio protein kasar/serat kasar ini, didapatkan dua perlakuan yang
menunjukkan hasil paling baik, yakni perlakuan KS1-JP2 dan KS3-JP1. Dua perlakuan
ini menunjukkan nilai perbandingan antara hasil uji protein dan serat kasar yang lebih
tinggi dibandingkan perlakuan-perlakuan lain. Nilai perbandingan yang tinggi ini
mengindikasikan protein yang tinggi dan nilai serat kasar yang rendah. Hasil perlakuan
34
KS3-JP1 memiliki ketebalan substrat yang lebih tinggi dibanding KS1-JP2, sehingga
memungkinkan volume produksi pakan yang lebih tinggi per cawan petri.
Tabel 3. Hasil uji nutrisi perlakuan ketebalan substrat dan jarak pori plastik penutup
substrat
Sampel
No. Kode
Perlakuan Berat Sisa
Setelah
Pengeringan
(%)
Protein
Kasar
(%)
Serat
Kasar
(%)
Rasio
Protein:
Serat
Ketebalan
substrat
(cm)
Jarak
pori
(cm)
1
bahan
kering
(kontrol)
- - - 14,13 15,44 0,92
2 KS1-JP0 1 0 55,27 19,97 14,72 1,36
3 KS1-JP0,5 1 0,5 66,55 19,18 14,44 1,33
4 KS1-JP1 1 1 61,20 18,08 14,75 1,23
5 KS1-JP2 1 2 77,19 16,61 10,82 1,54
6 KS2-JP0 2 0 58,63 19,18 13,79 1,39
7 KS2-JP0,5 2 0,5 38,94 17,58 14,87 1,18
8 KS2-JP1 2 1 38,15 15,87 13,59 1,17
9 KS2-JP2 2 2 39,16 16,37 12,79 1,28
10 KS3-JP0 3 0 66,81 17,46 13,98 1,25
11 KS3-JP0,5 3 0,5 38,76 16,50 14,86 1,11
12 KS3-JP1 3 1 37,78 17,47 11,67 1,50
13 KS3-JP2 3 2 68,22 9,99 7,93 1,26
Pertumbuhan kapang R. oryzae tidak terlepas dari kebutuhan udaranya. Kapang
R. oryzae merupakan mikroorganisme aerob (Skory dkk. 1998; Cantabrana dkk. 2015)
dan memiliki karakteristik berupa sifat mikroaerofilik (Lin & Wang, 1991). Kebutuhan
akan udara bagi pertumbuhan kapang R. oryzae bukan merupakan sebuah kebutuhan
absolut, namun jika berada pada kondisi sepenuhnya anaerobik, kapang tidak dapat
tumbuh dengan baik (Lin & Wang, 1991). Pernyataan ini menandakan pentingnya aliran
udara bagi keberlangsungan pertumbuhan kapang R. oryzae. Pada penelitian ini beragam
35
ketebalan substrat dan jarak pori plastik penutup digunakan dalam proses fermentasi
untuk mendapatkan kondisi aerasi yang optimum bagi pertumbuhan kapang.
4.3. Peningkatan Nilai Protein Pada Fermentasi Kondisi Optimum
Percobaan III ini untuk menaikkan kandungan protein. Hal ini dilakukan karena
pada percobaan II sebelumnya nilai protein kasar tertinggi 19,97%. Nilai ini belum
memenuhi kecukupan protein pakan ikan budidaya yang disyaratkan SNI (Tabel 4). Oleh
karenanya pada percobaan III ini sumber protein, yakni pakan tenggelam komersial pada
substrat dinaikkan dari 20% atau 20 gram (Kombinasi Pakan B) menjadi 60% atau 60
gram (Kombinasi Pakan B1), dan kemudian difermentasi menggunakan kondisi
optimum ketebalan substrat dan jarak pori penutup substrat KS3-JP1.
Tabel 4. Perbandingan kebutuhan protein dan serat kasar pada beberapa jenis ikan
budidaya dalam beragam tingkatan pertumbuhan sesuai dengan SNI (BKIPM, 2006;
BKIPM, 2009a; BKIPM 2009b)
No Jenis Ikan
Budidaya Tingkat pertumbuhan ikan
Nilai Standar (%)
Protein kasar Serat kasar
1 Lele dumbo
(SNI 01-4087-
2006)
Benih 30 5
Pembesaran grower/finisher 28/25 5/5
Induk 30 5
2 Patin (SNI
7548:2009)
Benih 30 8
Pembesaran 25 8
Induk 35 8
3 Gurami (SNI
7473:2009)
Ukuran 3-5 cm 38 5
Ukuran 5-15 cm 32 6
Ukuran >15 cm 28 8
36
Prosedur pembuatan pakan ini sedikit berbeda karena ditiadakannya penggunaan
larutan mineral. Larutan mineral yang ditambahkan pada pembuatan pakan dalam
tahapan percobaan I dan II dilakukan atas dasar penambahan kandungan mineral pada
bahan-bahan yang dirasa kurang memiliki kandungan nutrisi sehingga dapat menjadi
booster dalam pertumbuhan kapang R. oryzae. namun setelah melewati rangkaian
percobaan ini, pertumbuhan kapang dirasa cukup baik dengan asumsi kandungan nutrisi
dari bahan-bahan yang digunakan dan hasil uji protein kasar dan serat kasar yang didapat
menunjukkan nilai yang potensial untuk ditingkatkan. Sehingga larutan mineral
digantikan dengan air biasa.
Hasil fermentasi menunjukkan bahwa peningkatan penggunaan pakan tenggelam
komersial dari 20% menjadi 60% berakibat pada nilai protein kasar yang meningkat dan
serat kasar yang menurun. Akan tetapi penggunaan pakan komersial tenggelam sebesar
60% dalam substrat ini belum bisa menaikkan protein kasarnya hingga setara dengan
pakan komersial tenggelam 100%. pada kombinasi pakan B1 kemudian naik sedikit pada
kombinasi pakan B2 (kontrol).
37
Gambar 9. Hasil uji protein kasar dan serat kasar pakan fermentasi kondisi optimum
Dengan mengacu pada SNI untuk pakan ikan budidaya lele dumbo, patin dan
gurami (Tabel 4), pakan ikan yang baik memiliki kandungan protein kasar antara 25-
38% dan serat kasar 5-8%. Hasil yang mendekati acuan SNI pada penelitian ini dicapai
dengan menaikkan persentase pakan ikan tenggelam komersial sebesar 60% pada
kombinasi pakan B1, di mana setelah fermentasi diperoleh kadar protein kasar sebesar
24,23% dan serat kasar sebesar 9,14%.
Berdasarkan pembuatan pakan ikan apung fermentasi pada penelitian Zaman
dkk. (2017), yang menggunakan bahan-bahan komposisi yang nyaris sama (minus kulit
ari dan ampas kelapa) hasil uji apung yang didapatkan mencapai 20 jam. Pengujian
ekstensif terhadap kemampuan apung pakan fermentasi yang dibuat dalam penelitian ini
belum dilakukan, namun dalam prosesnya, hasil fermentasi diberikan pada ikan yang
dipelihara pada kolam pemijahan rumput bebek dan menunjukkan sifat mengapung.
16,50
24,23
36,74
15,12
9,14 9,85
0
5
10
15
20
25
30
35
40
20% 60% 100%
Ka
da
r S
era
t a
tau
Pro
tein
Ka
sar
Persentase penggunaan jumlah pakan tenggelam komersial kombinasi
pakan B
Kadar Protein (%)
Kadar Serat (%)
(B) (B1) (B2 kontrol)
38
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
Penelitian tentang optimasi fermentasi padat menggunakan Rhizopus oryzae
dalam pembuatan pakan ikan apung telah dilakukan dengan hasil berupa kombinasi
pakan B non-steril, dengan perlakuan dengan ketebalan substrat 3 cm dan jarak pori
plastik penutup substrat 1 cm dianggap sebagai perlakuan yang paling optimum dengan
nilai protein kasar mencapai 24,23% dan serat kasar 9,14% setelah dilakukan optimasi
jumlah pakan dari 20 gram (20%) menjadi 60 gram (60%).
5.2 Saran
Penelitian ini perlu dilanjutkan dengan penaikan massa fermentasi (scale up),
agar dapat memproduksi pakan apung fermentasi dengan kapasitas yang lebih besar.
Selain itu perlu dilakukan Analisa proksimat kandungan nutrisi selain protein dan serat
kasar, seperti kadar air, lemak, karbohidrat, mineral, vitamin dan asam amino.
39
Daftar Pustaka
Adekunle, H. L., Sadiku, S. O. E., & Orire, A. M. (2012). Development of farm made
floating feed for aquaculture species. International Journal of Advanced Biological
Research (I.J.A.B.R.), 2(4), 579-583.
Amri, M. (2007). Pengaruh bungkil inti sawit fermentasi dalam pakan terhadap
pertumbuhan ikan mas (Cyprinus carpio L.). Jurnal Ilmu-ilmu Pertanian
Indonesia, 9(1), 71- 76.
Antika, R., Hudaidah S., & Santoso L. (2014). Penggunaan tepung onggok singkong
yang difermentasi dengan Rhizopus sp. .sebagai bahan baku pakan ikan nila merah
(Oreochromis niloticus). E-Jurnal Rekayasa dan Teknologi Budidaya Perairan.
2(2), 279 – 284.
Ashton, S. (2010). Dry-matter loss. Retrieved from:
http://articles.extension.org/pages/26565/dry-matter-loss.
Badan Karantina Ikan, Pengendalian Mutu Dan Keamanan Hasil Perikanan (BKIPM).
(2006). SNI. 01-4087-2006. Pakan buatan untuk ikan lele dumbo (Clarias
gariepinus) pada budidaya ikan intensif. Badan Standarisasi Nasional. Retrieved
from:
http://www.bkipm.kkp.go.id/bkipm/en/sni/SNI%20%20PERIKANAN%20%20B
UDIDAYA
Badan Karantina Ikan, Pengendalian Mutu Dan Keamanan Hasil Perikanan (BKIPM).
(2009a). SNI. 7473:2009. Pakan buatan untuk ikan gurami (Osphronemus goramy,
Lac.). Badan Standarisasi Nasional. Retrieved from:
http://www.bkipm.kkp.go.id/bkipm/en/sni/SNI%20%20PERIKANAN%20%20B
UDIDAYA
Badan Karantina Ikan, Pengendalian Mutu Dan Keamanan Hasil Perikanan (BKIPM).
(2009b). SNI. 7548:2009. Pakan buatan untuk ikan patin (Pangasius. sp). Badan
Standarisasi Nasional. Retrieved from: http://www.bkipm.kkp.go.id/ bkipm/en/
sni/ SNI%20%20PERIKANAN%20%20BUDIDAYA
Bhargav, S., Panda B. P., Ali M., & Javed. S. (2008). Solid-state fermentation: n
overview. Chemical and Biochemical Engineering Quarterly, 22(1), 49-70.
Cantabrana, I., Perise R., & I. Hernandez. (2015). Uses of Rhizopus oryzae in the kitchen.
International Journal of Gastronomy and Food Science, 2(2), 103-111.
https://doi.org/10.1016/j.ijgfs.2015.01.001.
40
Centre for Ecology & Hydrology. (2014). Information Sheet Lemna Species
(Duckweeds). Natural Environment Research Council. Retrieved from
http://www.ceh.ac.uk/sci_programmes/documents/ duckweeds.pdf.
Christen, P. A., Bramorski, S. Revah, & C. R. Soccol. (2000). Characterization of volatile
compounds produced by Rhizopus strains grown on agro-industrial solid wastes.
Bioresource Technology, 71(3), 211-215. Retrieved from:
https://www.sciencedirect.com/science/article/pii/S096085249900084X.
CP Prima. 2016. Pakan P 99. Retrieved from: http://www.cpp.co.id/id/our-
business/feed-business/fish/p-99-pakan-ikan-bawal-nila.
Dani, Ning P., Budiharjo A., & Listyawati S. (2005). Komposisi pakan buatan untuk
meningkatkan pertumbuhan dan kandungan protein ikan tawes (Puntius javanicus
Blkr.). Jurnal. BioSMART, 7(2), 83-90. ISBN 1411- 321X.
Direktorat Jenderal Perikanan Budidaya, Kementerian Perikanan dan Kelautan RI.
(2009-2013). Data Produksi Perikanan Budidaya. Retrieved from:
http://www.djpb.kkp.go.id/
Dzul Umam, R., Sriherwanto C., Yunita E., & Suja’i I. (2015). Growth of carp (Cyprinus
carpio L.) fed with rice bran-coconut bagasse mixed with substrate fermented using
Rhizopus oryzae. Jurnal Bioteknologi dan Biosains Indonesia, 2(2). ISSN 2442 –
2606. DOI: 10.29122/jbbi.v2i2.512
Elyana, P. (2011). Pengaruh penambahan ampas kelapa hasil fermentasi Aspergillus
oryzae dalam pakan komersial terhadap pertumbuhan ikan nila (Oreochromis
niloticus Linn.). (Skripsi). Universitas Sebelas Maret, Surakarta.
Endrawati, Dwi & E. Kusumaningtyas. (2017). Beberapa fungsi Rhizopus sp dalam
meningkatkan nilai nutrisi bahan pakan. Jurnal. WARTAZOA 27(2), 081-088. doi:
http://dx.doi.org/10.14334/wartazoa.v27i2.1181
Falaye, B. A., Sadiku, S. O. E., Okaeme, A. N., & Eyo, A. A. (2005). Preliminary
investigation into implication of a single cell organism in fish feed bouyancy and
flotation. In: 19th Annual Conference of the Fisheries Society of Nigeria (FISON),
29 Nov - 03 Dec 2004, Ilorin, Nigeria, 493-499.
Ghosh, B. & Ray, R. R.. (2011). Current commercial perspective of Rhizopus oryzae : A
Review. Journal Applied Sciences, 11(14), 2470-2486.
Global Biodiversity Information Facility. Rhizopus oryzae Went & Prints. Geerl. (1895).
Retrieved from: http://www.gbif.org/species/100539652/classification.
41
Han, M., Yule Kim, Youngran Kim, B. Chung, & Gi-Wook Choi. (2011). Bioethanol
production from optimized pretreatment of sassava stem. Korean Journal Chem.
Eng, 28(1), 119-125.
Hasting, W. H. & D. Higgs. (1978). Subsection: Feed Manufacturing Technology,
Chapter 18. Feed Milling Processes. Lectures presented at the FAO/UNDP
Training Course in Fish Feed Technology. University of Washington, Seattle,
Washington. U.S.A., 9 October-15 December 1978.
http://www.fao.org/docrep/x5738e/x5738e0j.htm#chapter%2018.%20feed%20mi
lling%20processes. Diakses 28 Desember 2017
Hidayat D., Ade D. S., Yulisman. (2013). Kelangsungan hidup, pertumbuhan dan
efisiensi pakan ikan gabus (Channa striata) yang diberi pakan berbahan baku
tepung keong emas (Pomacea sp). Jurnal Akuakultur Rawa Indonesia, 1(2), 161 -
172. ISSN: 2303 – 2960
Kementerian Perindustrian Republik Indonesia (Kemenperin). (1992). SNI. 01-2891-
1992. Cara uji makanan dan minuman. Badan Standarisasi Nasional. Retrieved
from: http://lib.kemenperin.go.id/neo/detail.php?id=226303
Kementerian PPN/Bappenas Direktorat Kelautan dan Perikanan. (2014). Kajian Strategi
Berkelanjutan Pengelolaan Perikanan. http://www.bappenas.go.id/files/
7614/4401/4206/Strategi_Pengelolaan_Perikanan_Berkelanjutan.pdf. Diakses 26
September 2016.
Leiskayanti, Y., Sriherwanto C., & Suja’I I. (2017). Fermentasi Menggunakan ragi tempe
sebagai cara biologis pengapungan pakan ikan. Jurnal Bioteknologi dan Biosains
Indonesia. Vol. 4 No. 2. ISSN: 2548- 611X. pg: 54 – 63.
Leng R. A., Stambolie J. H., & Bell R. (1995). Duckweed - a potential high-protein feed
resource for domestic animals and fish. Livestock Research for Rural Development.
Vol. 7, Article #5. Retrieved from: http://www.lrrd.org/lrrd7/1/3.htm
Lin M. S. & Wang H. H. (1991). Anaerobic growth and oxygen toxicity of Rhizopus
cultures isolated from starters made by solid state fermentation. Zhonghua Min Guo
Wei Sheng Wu Ji Mian Yi Xue Za Zhi. (2), 229-39. PubMed PMID: 1855404.
Lindasari, A. (2017). Pembuatan pakan terapung terfermentasi Saccharomyces
cerevisiae melalui proses non-ekstrusi. (Skripsi). Departemen Ilmu Nutrisi dan
Teknologi Pakan. Fakultas Peternakan. Institut Pertanian Bogor. Retrieved from:
http://repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/87722/D17ali.pdf?sequenc
e=1&isAllowed=y.
42
Muryanto. (2012). Enkapsulasi Rhizopus oryzae dalam kalsium-alginat untuk roduksi
bioetanol dari tandan kosong kelapa sawit dengan sakarifikasi dan fermentasi
serentak. (Tesis). Universitas Indonesia, Depok.
My Tu, D. T. (2012). Manipulation of the nutritive value of duckweed (Lemna minor) as
a feed resource for local muscovy ducks. (Master’s thesis). Ministry of Education
and Training Can Tho University, Vietnam.
Nuryana, R. S., Rachmat W., & Denny R.. (2016). Pengaruh dosis dan waktu fermentasi
kulit kopi (Coffea arabica) menggunakan Rhizopus oryzae dan Saccharomyces
cereviseae terhadap kandungan protein kasar dan serat kasar. Student E-journals
UNPAD. 5 (3).
Pelczar, M. J., & Chan, E. C. S. (2005). Dasar-Dasar Mikrobiologi. Jilid I. Universitas
Indonesia Press.
Poesponegoro, M. (1975). Makanan hasil fermentasi. Ceramah Ilmiah LKN-LIPI-
Bandung. 4,1-9.
Pradana, Y. W., Sriherwanto C., Yunita E., & Suja’I I. (2017). Growth Of Nile Tilapia
(Oreochormis niloticus) Fry Fed With Coconut Testa Cassava Baggasse Mixed
Substrate Fermented Using Rhizopus oryzae. Jurnal Bioteknologi dan Biosains
Indonesia (JBBI) 4 (1), 1-9. DOI: http://dx.doi.org/10.29122/jbbi.v4i1.1799
Purawisastra, S. (2001). Penelitian Pengaruh isolat galaktomannan kelapa terhadap
penurunan kadar kolesterol serum kelinci. Article. Retrieved from: Warta Litbang
Kesehatan. http://repository.litbang.kemkes.go.id/id/eprint/969
Purwoko, T. & Noor S. H. (2007). Kandungan protein kecap manis tanpa fermentasi
moromi hasil fermentasi Rhizopus oryzae dan R. oligosporus. Biodiversitas 8(2),
223-227.
Ratledge, C. & Kristiansen B. (2001). Basic Biotechnology. hlm 5-17. Cambridge
University Pr.
Saputra, R. A. (2016). Uji kualitas fisik pakan terapung terfermentasi Saccharomyces
cerevisiae melalui proses non-ekstrusi dan deep-frying. (Skripsi). Departemen
ILMU Nutrisi dan Teknologi Pakan. Fakultas Peternakan. Institut Pertanian Bogor.
http://repository.ipb.ac.id/handle/123456789/86021. UT – Nutritiona Sciences and
Feed Technology 2016.
Skory. C. D. & Shelby N. F. Rodney J. B. (1998). Production of L-lactic acid by Rhizopus
oryzae under oxygen limiting condition. Biotechnology Letter. 20(2), 191-194.
43
Sihombing, Rislima. (2016). Pengujian sifat antioksidan galaktomanan yang diekstraksi
dari ampas kelapa. (Master tesis). http:// repository. usu.ac.id/ handle/
123456789/57521
Soccol, C. R., Stonoga, V. I., & Raimbault, M. (1994). Production of (L)-lactic acid by
Rhizopus species. World Journal Microbioliology Biotechnology. 10(1994), 433-
435.
Solomon, S. G., G. A. Ataguba, & A. Abeje. (2011). Water stability and floatation test
of fish pellets using local starch sources and yeast (Saccahromyces cerevisae).
International Journal Latest Trends Agricultural Food Science (IJLTAFS). 1(1), 1-
5.
Sriherwanto C., Suja’i I., & Soraya. (2017). Pemanfaatan kapang Rhizopus sp. sebagai
agen hayati pengapung pakan ikan. Jurnal Mikologi Indonesia online. e-ISSN:
2579-8766 1(2), 70 – 81.
Sriherwanto C. (2010). Studies on the Solid State Fermentation of Cassava Bagasse for
Animal Feed. (Dissertation). Department of Chemistry, Faculty of Mathematics,
Informatics, and Natural Sciences. University of Hamburg.
Subandiyah, S., Satyani D., & Aliyah. (2003). Pengaruh substitusi pakan alami (Tubifex)
dan buatan terhadap pertumbuhan ikan tilan lurik merah (Mastacembelus
erythrotaenia Bleeker, 1850). Jurnal Iktiologi Indonesia. 3(2), 67 – 72.
Subramaniyam, R & Vimala R. Solid state and submerged fermentation for the
production of bioactive substances: A comparative study. International Journal of
Science and Nature (IJSN), 3(3), 480-486.
Sukarman & Ramadhan, F. (2015). Pemanfaatan kulit ari kelapa sebagai alternative
bahan pakan untuk ikan nila (Oreochromis niloticus). Jurnal Biologi Al-Kauniyah,
8(1), 15-20.
USDA (United States Department of Agriculture) National Resource Conservation
Service. Classification for kingdom Plantae down to species Cocos nucifera L.
Retrieved from: https://plants.usda.gov /java/ ClassificationServlet? source=
profile&symbol=CONU&display=31#.
Widoyo, S. (2010). Pengaruh lama fermentasi terhadap kadar serat kasar dan aktivitas
antioksidan tempe beberapa varietas kedelai (Glycine sp.). Skripsi. Fakultas
Pertanian. Universitas Sebelas Maret.
Yamin, Moh. (2008). Pemanfaatan ampas kelapa dan ampas kelapa fermentasi dalam
ransum terhadap efisiensi ransum dan income over feed cost ayam pedaging. J.
Agroland 15 (2), 135 – 139.
44
Yohanista, M., O. Sofjan, & E. Widodo. (2014). Evaluasi nutrisi campuran onggok dan
ampas tahu terfermentasi Aspergillus niger, Rhizopus oligoporus, dan kombinasi
sebagai bahan pakan pengganti tepung jagung. Jurnal Ilmu-Ilmu Peternakan,
24(2), 72 – 83.
Zaman, A. B., Sriherwanto C., Yunita E. & Suja’i I. (2017). Karakteristik fisik pakan
ikan apung non-ekstrusi yang dibuat melalui fermentasi Rhizopus oryzae. Jurnal
Bioteknologi dan Biosains Indonesia. 5(1), 29-37. DOI:
http://dx.doi.org/10.29122/jbbi.v5i1.2793
45
Lampiran 1
Dokumentasi dan data mentah percobaan tahap I
No
.
Foto
1
Kulit ari kelapa
yang belum dihaluskan
Proses penghalusan kulit ari
kelapa dengan menggunakan
blender
Kulit ari kelapa yang sudah
dihaluskan
2
Proses pencampuran bahan
kombinasi pakan berupa,
pakan tenggelam yang
sudah dihaluskan, onggok,
kulit ari kelapa, ampas
kelapa, dan lemna minor.
Pakan yang telah dimasukkan
dalam cawan disimpan dalam
inkubator untuk memulai
proses fermentasi
Hasil fermentasi putih
bersih.
3
Contoh tampilan spora
kehitaman
Hasil fermentasi percobaan I
A
B C
46
Tabel Data Berat Kering
Kombinasi bahan pakan non steril,
fermentasi steril, fermentasi
non-steril,
tanpa
fermentasi
A 39,695 51,649 0,00
B 31,276 4,126 0,00
C 33,666 23,121 0,00
Tabel Data Protein Kasar
Kombinasi bahan pakan
non-steril,
tanpa
fermentasi
non-steril,
fermentasi
steril,
fermentasi
A 11,02 17,04 18,65
B 14,13 18,09 16,42
C 12,1 15,71 17,36
Tabel Data Serat Kasar
Kombinasi bahan pakan
non steril,
tanpa
fermentasi
non-steril,
fermentasi
steril,
fermentasi
A 11,19 14,92 11,19
B 15,44 11,28 11,49
C 13,9 12,16 11,33
47
Lampiran II
Dokumentasi dan data mentah percobaan tahap II
No. Foto
1
KS 2 JP 0.5
KS 2 JP 0.5
KS 2 JP 0.5 irisan miring
perbesaran 4x
2
KS 2 JP 1
KS 2 JP 1
KS 2 JP 1 irisan miring
Perbesaran 4x
3
KS 2 JP 2
KS 2 JP 2
KS 2 JP 2 irisan miring
perbesaran 4x
4
KS 3 JP 0,5
KS 3 JP 0,5
KS 3 JP 0,5 irisan miring
perbesaran 4x
48
5
KS 3 JP 1
KS 3 JP 1
KS 3 JP 1 irisan miring
perbesaran 4x
6
KS 3 JP 2
KS 3 JP 2
KS 3 JP 2 irisan miring
perbesaran 4x
7
KS 1 JP 0,5
KS 1 JP 1
KS 1 JP 2
49
DATA MENTAH
Berat Kering
Perlakuan Berat sisa setelah
pengeringan (%)
KS1-JP0 55,272
KS1-JP0.5 66,554
KS1-JP1 61,203
KS1-JP2 77,194
KS2-JP0 58,628
KS2-JP0.5 38,939
KS2-JP1 38,145
KS2-JP2 39,155
KS3-JP0 66,807
KS3-JP0.5 38,761
KS3-JP1 37,779
KS3-JP2 68,219
50
Protein Kasar Serat Kasar
Sampel (cm) Serat Kasar (%)
Bahan Kering B 15,44
KS1-JP0 14,72
KS1-JP0,5 14,44
KS1-JP1 14,75
KS1-JP2 10,82
KS2-JP0 13,79
KS2-JP0.5 14,87
KS2-JP1 13,59
KS2-JP2 12,79
KS3-JP0 13,98
KS3-JP0.5 14,86
KS3-JP1 11,67
Sampel (cm)
Protein
Kasar(%)
Bahan Kering B 14,13
KS1-JP0 19,97
KS1-JP0,5 19,18
KS1-JP1 18,08
KS1-JP2 16,61
KS2-JP0 19,18
KS2-JP0.5 17,58
KS2-JP1 15,87
KS2-JP2 16,37
KS3-JP0 17,46
KS3-JP0.5 16,5
KS3-JP1 17,47
KS3-JP2 9,99
51
LAMPIRAN 3
Dokumentasi dan data mentah percobaan tahap III
Keterangan : Percobaan penaikan protein dengan menggunakan cawan 20-25 g
DATA MENTAH
Protein Kasar Serat Kasar
Kombinasi
pakan
Kadar protein
(%)
B 16,5
B1 24,23
B2 36,74
Kombinasi
pakan
Kadar serat
kasar (%)
B 15,12
B1 9,14
B2 9,85
B B1 B2