OUTLOOK PERBANKAN SYARIAH
TAHUN 2013
Bismillahirrahmanirrahiim,
Assalamu’alaikum warahmatullah wabarakatuh,
Dalam rangka pelaksanaan transparansi dan good governance, Bank Indonesia
selama ini telah secara konsisten menyampaikan proyeksi perkembangan dan kebijakan
perbankan syariah atau Outlook Perbankan Syariah menjelang berakhirnya tahun,
hal ini dimaksudkan untuk memberikan evaluasi kinerja, informasi prospek beserta
arah kebijakan perbankan syariah selama satu tahun ke depan.
Selama tahun 2012, perbankan syariah Indonesia mengalami tantangan
yang cukup berat dengan mulai dirasakannya dampak melambatnya pertumbuhan
perekononomian dunia yang mengakibatkan pertumbuhan ekonomi Indonesia tidak
setinggi yang diharapkan, walaupun Indonesia termasuk negara yang masih mengalami
pertumbuhan ekonomi yang stabil di dunia. Selain itu, faktor lain seperti dampak
penurunan DPK antara lain karena penarikan dana haji dari perbankan syariah juga
merupakan salah satu hal yang cukup berpengaruh terhadap pertumbuhan perbankan
syariah. Oleh karena itu pertumbuhan aset perbankan syariah tidak setinggi
pertumbuhan pada periode yang sama di tahun sebelumnya. Hingga bulan Oktober
2012 pertumbuhan aset perbankan syariah mencapai ± 37% (yoy) dan total asetnya
menjadi ± Rp179 triliun. Meskipun demikian Bank Indonesia memperkirakan
pertumbuhan perbankan syariah tahun 2013 tetap mengalami pertumbuhan yang
relatif cukup tinggi berkisar antara 36% - 58% (skenario pesimis – optimis). Sementara
perekonomian Indonesia di tahun depan masih tetap mengalami pertumbuhan yang
cukup tinggi dalam kisaran 6,3% - 6,7%.
KATA PENGANTAR
ii
Dalam rangka tetap menumbuh-kembangkan perbankan syariah, Bank
Indonesia akan memfokuskan kebijakan pengembangan perbankan syariah tahun
2013 pada hal-hal sebagai berikut: (i) Pembiayaan perbankan syariah yang lebih
mengarah kepada sektor produktif dan masyarakat yang lebih luas, (ii) Pengembangan
produk yang lebih memenuhi kebutuhan masyarakat dan sektor produktif, (iii) Transisi
pengawasan yang tetap menjaga kesinambungan pengembangan perbankan syariah,
(iv) Revitalisasi peningkatan sinergi dengan bank induk dan (v) Peningkatan edukasi
dan komunikasi dengan terus mendorong peningkatan kapasitas perbankan syariah
pada sektor produktif serta komunikasi “parity” dan “distinctiveness” .
Akhir kata kami berharap semoga Outlook Perbankan Syariah 2012 ini dapat
bermanfaat bagi pengembangan industri perbankan syariah.
Billahi taufiq wal hidayah, wassalamu’alaikum warahmatullah wabarakatuh.
Jakarta, Desember 2012
BANK INDONESIA
Bank Indonesia: Outlook Perbankan Syariah 2013iii
KATA PENGANTAR........................................................................................ ii
DAFTAR ISI..................................................................................................... iv
BAB 1.Kondisi, Perkembangan dan Pelaksanaan Kebijakan
Perbankan Syariah 2012.................................................................. 1
1.1. Pertumbuhan Volume Usaha dan Struktur Perbankan Syariah..... 1
1.2. Struktur dan Pertumbuhan Sumber Dana dan Penyaluran Dana
BUS dan UUS.............................................................................. 2
1.3. Perkembangan Kelembagaan BUS dan UUS................................ 3
1.4. Perkembangan Permodalan dan Rentabilitas............................... 3
1.5. Perkembangan UMKM dan BPRS................................................ 4
1.6. Pelaksanaan Kebijakan Perbankan Syariah 2012.......................... 6
1.7.Pelaksanaan Fungsi Sosial dan Linkage........................................ 15
BAB 2.Kondisi Perekonomian, Dampak Terhadap Perbankan dan
Proyeksi Pertumbuhan Perbankan Syariah.................................... 19
2.1. Kondisi Perekonomian Dunia dan Domestik.................................20
2.2. Dampak Makro Ekonomi terhadap Perbankan dan
Perbankan Syariah....................................................................... 24
2.3. Proyeksi Pertumbuhan Perbankan Syariah 2013........................... 27
BAB 3.Arah Kebijakan Perbankan Syariah 2013....................................... 33
1. Pembiayaan perbankan syariah yang lebih mengarah kepada
sektor ekonomi produktif dan masyarakat yang lebih luas.............. 35
2. Pengembangan produk yang lebih memenuhi kebutuhan
masyarakat dan sektor produktif.....................................................38
3. Transisi pengawasan yang tetap menjaga kesinambungan
pengembangan perbankan syariah................................................. 40
DAFTAR ISI
iv
4. Revitalisasi peningkatan sinergi dengan bank induk........................ 42
5. Peningkatan edukasi dan komunikasi dengan terus mendorong
peningkatan kapasitas perbankan syariah pada sektor produktif
serta komunikasi “parity” dan “distinctiveness”............................. 46
Bank Indonesia: Outlook Perbankan Syariah 2013v
1.1 Pertumbuhan Volume dan Struktur Usaha Perbankan Syariah
(BUS + UUS)
Perkembangan perbankan syariah selama satu tahun terakhir, sampai dengan
bulan Oktober 2012 (yoy) cukup menggembirakan. Perbankan syariah mampu
tumbuh ± 37% sehingga total asetnya menjadi Rp174,09 triliun. Pembiayaan
telah mencapai Rp135,58 triliun (40,06%, yoy) dan penghimpunan dana
menjadi Rp134,45 triliun (32,06%). Strategi edukasi dan sosialisasi perbankan
syariah yang ditempuh dilakukan bersama antara Bank Indonesia dengan
industri dalam bentuk iB campaign baik untuk funding maupun financing
telah mampu memperbesar market share perbankan syariah menjadi ± 4,3%.
Penghimpunan dana masyarakat terbesar dalam bentuk deposito yaitu
Rp78,50 triliun (58,39%) diikuti oleh Tabungan sebesar Rp40,84 triliun
(30,38%) dan Giro sebesar Rp15,09 triliun (11,22%). Penyaluran dana masih
didominasi piutang Murabahah sebesar Rp80,95 triliun atau 59,71% diikuti
pembiayaan Musyarakah yang sebesar Rp25,21 triliun (18,59%) dan
pembiayaan Mudharabah sebesar Rp11,44 triliun (8,44%), dan piutang Qardh
sebesar Rp11,19 triliun (8,25%).
Sebagaimana pencapaian pada tahun lalu, perbankan syariah tetap
berkomitmen untuk menggerakkan sektor riil dan mengoptimalkan pencapaian
tersebut. Pembiayaan sebagai upaya lembaga finansial dalam menggerakkan
sektor riil telah mendapat perhatian tinggi dari perbankan syariah. Sebesar
80,85% dari total penyaluran dana perbankan syariah atau Rp135,58 triliun
KONDISI, PERKEMBANGAN, DAN PELAKSANAAN
KEBIJAKAN PERBANKAN SYARIAH
1
Bab
1
diinvestasikan ke dalam aktivitas pembiayaan, lalu Penempatan pada Bank
Indonesia dalam bentuk Surat Berharga Bank Indonesia Syariah (SBIS), giro
dan Fasilitas Bank Indonesia (FASBI) sebesar Rp18,52 triliun (11,04%),
kemudian penempatan pada Surat Berharga yang dimiliki sebesar Rp7,82
triliun (4,66%) serta penempatan pada Bank Lain sebesar Rp5,16 triliun
(3,08%).
1.2 Struktur dan pertumbuhan Sumber Dana dan Penyaluran Dana
(BUS + UUS)
Penghimpunan dana masyarakat meningkat ± 32% yang sebagian besar
(58,39%) terhimpun dalam Deposito. Sedangkan dari sisi penyaluran dana
meningkat ± 40% menjadi Rp135,58 triliun dimana piutang Murabahah
paling mendominasi dengan portofolio sebesar 59,71%. Hal ini mengindikasikan
bahwa perbankan syariah masih didominasi oleh dana mahal dalam
penghimpunan dan menyalurkannya dalam pricing (marjin dari piutang
Murabahah) yang cukup tinggi dibandingkan dengan rata-rata suku bunga
(rata-rata tahun 2012 s.d September 2012 equivalent rate sebesar 14,31%).
Atas hal tersebut perlu dikaji kembali faktor-faktor yang berpengaruh dalam
menggeser struktur bisnis perbankan syariah sehingga menjadi lembaga
keuangan yang efisien dan dapat memberikan kemanfaatan yang lebih besar.
Dari sisi preferensi masyarakat terhadap produk-produk perbankan syariah,
masyarakat masih cenderung memilih produk yang memberikan imbal hasil
yang tinggi. Imbal hasil deposito berfluktuasi antara 5,74% sampai dengan
6,28% (equivalent rate), sedangkan imbal hasil tabungan sekitar 2,32% dan
giro sekitar 0,88% (equivalent rate). Produk simpanan berjangka (deposito)
lebih diminati dibandingkan produk tabungan.
Pertumbuhan penghimpunan dana cukup baik diimbangi dengan pertumbuhan
penyaluran dana kepada sektor riil baik berupa pembiayaan (Mudharabah
dan Musyarakah), piutang (Murabahah, Istisna, dan Qardh), dan dalam bentuk
Bank Indonesia: Outlook Perbankan Syariah 20132
pembiayaan Ijarah. Dengan demikian fungsi intermediasi perbankan dapat
relatif terjaga yang tercermin dari FDR agregat perbankan syariah tercatat
cukup tinggi yaitu sebesar 100,84% meningkat lebih tinggi dari tahun
sebelumnya yang tercatat sebesar 95,08%. Selain fungsi intermediasi, untuk
memberikan pelayanan dengan jangkauan yang lebih luas bagi masyarakat,
akses jaringan perkantoran meningkat menjadi 2.188 (29,31%) dari 1.692
kantor pada tahun sebelumnya. Perluasan jaringan kantor tersebut telah
mampu meningkatkan pengguna bank syariah yang tercermin dari peningkatan
jumlah total rekening (pembiayaan + DPK) yaitu sebesar 3,4 juta rekening
dari 9 juta rekening menjadi 12,4 juta rekening (Oktober 2012, yoy).
1.3 Perkembangan Kelembagaan (BUS + UUS)
Selama periode tahun 2012, jumlah Bank Umum Syariah (BUS) dan Unit Usaha
Syariah (UUS) sampai dengan Oktober 2012 tidak mengalami perubahan,
namun demikian jumlah jaringan kantor meningkat. Meskipun dengan jumlah
BUS (11 buah) maupun UUS (24 buah) yang sama, namun pelayanan kebutuhan
masyarakat akan perbankan syariah menjadi semakin meluas yang tercermin
dari bertambahnya Kantor Cabang dari sebelumnya sebanyak 452 menjadi
508 Kantor, sementara Kantor Cabang Pembantu (KCP) dan Kantor Kas (KK)
telah bertambah sebanyak 440 kantor pada periode yang sama (Oktober
2012, yoy). Secara keseluruhan jumlah kantor perbankan syariah yang beroperasi
sampai dengan bulan Oktober 2012 dibandingkan tahun sebelumnya meningkat
dari 1.692 kantor menjadi 2.188 kantor.
1.4 Perkembangan Permodalan dan Rentabilitas Perbankan Syariah
(BUS + UUS)
Permodalan perbankan syariah dapat dijaga sehingga dapat menyerap potensi
kerugian. Rasio kecukupan modal perbankan syariah cukup baik secara rata-
rata tercatat sebesar 15,63%. Kegiatan sosialisasi dan edukasi perbankan
syariah yang telah dilakukan bersama antara regulator dengan industri
Bank Indonesia: Outlook Perbankan Syariah 2013 3
perbankan syariah melalui berbagai kegiatan expo, penayangan iklan dan
liputan kegiatan oleh media massa telah dapat meningkatkan pembiayaan
dari perbankan syariah.
Peningkatan pembiayaan ini terjadi dengan tetap memperhatikan prinsip
kehati-hatian sehingga Non Performing Financing (NPF) dapat dijaga dalam
kisaran yang stabil. Secara rerata NPF gross menurun dari 3,11 % pada tahun
lalu menjadi 2,58% tahun ini. Meningkatnya pembiayaan dan perbaikan
kualitas pembiayaan telah mendorong perolehan laba dan efisiensi biaya,
sehingga rentabilitas dapat terjaga dan bahkan meningkat, yang selanjutnya
akan meningkatkan akumulasi laba yang dapat memperkuat permodalan.
Tingkat rentabilitas perbankan syariah terhadap penggunaan asetnya cukup
baik yang tercermin dari rasio ROA dan ROE yang masing-masing sebesar
2,11% dan 25,51% yang lebih baik dari tahun lalu sebesar 1,75% dan
17,43%. Jumlah pembiayaan yang meningkat diiringi dengan membaiknya
kinerja telah mampu menurunkan rasio BOPO menjadi 75,04% dari posisi
tahun lalu 79,17%.
1.5 Perkembangan Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM) dan Bank
Pembiayaan Rakyat Syariah (BPRS)
1.5.1 Perkembangan UMKM
Sektor UMKM merupakan sektor yang penting dalam menggerakkan
perekonomian nasional. Terlihat dari sumbangannya terhadap PDB nasional
yang telah mencapai 56,5%. Keunggulan UMKM sebagai sektor domestik
yang mampu menggerakkan perekonomian nasional adalah karena
ketergantungannya yang kuat terhadap muatan lokal. Unit usaha UMKM
menggunakan sumber daya dalam negeri baik sumber daya manusia, bahan
baku dan peralatan sehingga UMKM tidak tergantung pada ekspor. Selain
itu, hasil produksi sektor UMKM lebih ditujukan untuk memenuhi pangsa
Bank Indonesia: Outlook Perbankan Syariah 20134
pasar dalam negeri, sehingga tidak tergantung kepada kondisi perekonomian
negara lain. Oleh karena itu, sektor inilah yang paling tahan terhadap ancaman
krisis global beberapa waktu yang lalu.
Perbankan Syariah sebagai lembaga keuangan yang sangat concern terhadap
pengembangan sektor riil telah dapat memanfaatkan peluang atas kebutuhan
finansial sektor UMKM. Sebesar 61,29% atau Rp83,09 triliun dari total
pembiayaan perbankan syariah (BUS + UUS) disalurkan ke sektor UMKM.
1.5.2 Perkembangan BPRS
BPRS sebagai bagian dari lembaga perbankan syariah juga mengalami
perkembangan yang cukup menggembirakan. Aset BPRS selama kurun waktu
satu tahun terakhir meningkat sebesar 33,09% menjadi sebesar Rp4,46
triliun (yoy), dengan share pembiayaan merupakan 77,68% dari total aktiva.
Penghimpunan dana BPRS juga meningkat tinggi yaitu sebesar 41,47%
menjadi Rp2,77 triliun. BPRS telah menjalankan fungsi intermediasi perbankan
dengan baik, tercermin dari rasio FDR agregat BPRS yang mencapai 124,80%.
Pertumbuhan penyaluran dana tersebut cukup terkendali dengan kualitas
pembiayaan yang baik dengan penurunan rasio NPF (net) dari 5,90% menjadi
5,60%. Rasio permodalan BPRS cukup memadai yang tercermin dari agregat
rasio CAR yang tinggi mencapai 25%.
Keunggulan karakteristik BPRS yang beroperasi di daerah-daerah terpencil
bahkan sampai pada daerah remote area sehingga dapat memberikan
pelayanan dengan jangkauan yang lebih luas kepada masyarakat. Luasnya
demografi BPRS ternyata berperan cukup signifikan dalam perolehan laba
untuk menjaga tingkat rentabilitas. Rasio ROE meningkat dari 16,10% menjadi
22,30%, ROA meningkat dari 2,40% menjadi 2,80%, meskipun rasio BOPO
lebih tinggi dari rata-rata BUS dan UUS, namun dapat dijaga dalam kisaran
86,20%.
Bank Indonesia: Outlook Perbankan Syariah 2013 5
1.6 Pelaksanaan Kebijakan Perbankan Syariah 2012
Perkembangan perbankan syariah yang relatif masih cukup tinggi di tengah
melambatnya perekonomian global, karena didukung oleh perekonomian
domestik Indonesia yang masih tetap tumbuh stabil selama lima tahun terakhir
dan termasuk yang terstabil di dunia untuk kurun waktu tersebut (The
Economist, November 2012) serta tidak terlepas dari kebijakan yang dilaksanakan
tahun 2012. Sejalan dengan arah kebijakan yang telah digariskan pada tahun
sebelumnya, untuk pelaksanaan kebijakan perbankan syariah tahun 2012
meliputi hal-hal sebagai berikut :
1. Penguatan Intermediasi Perbankan Syariah kepada Sektor Ekonomi
Produktif.
Karakter perekonomian Indonesia secara umum masih banyak bertumpu
kepada pasar domestik, dimana perbankan syariah masih belum sepenuhnya
dapat mengekplorasi potensi pasar dimaksud termasuk peningkatan
kepada sektor produktif. Dengan demikian pada tahun 2012, perbankan
syariah diarahkan untuk mulai mengembangkan kapasitasnya dan lebih
aktif melayani kebutuhan pembiayaan sektor produktif serta mulai
melakukan redirecting/review terhadap dominasi pembiayaan di sektor
jasa/konsumsi.
Arah pembiayaan yang lebih kepada sektor/jenis produktif ini sudah mulai
terlihat hasilnya pada akhir tahun 2012 (data September 2012), dimana
telah terjadi perlambatan pertumbuhan (0,82% di 2012-yoy) pangsa
pembiayaan ke sektor-sektor jasa dan lainnya untuk dunia usaha, sosial
masyarakat dan lainnya/konsumsi dibandingkan pembiayaan ke sektor
produktif dibandingkan pertumbuhan pada tahun sebelumnya (8,4% di
2011-yoy) atau telah terjadi perlambatan pertumbuhan pangsa sebesar
7,59% selama setahun. Begitu pula yang terjadi apabila dilihat dari jenis
pembiayaan yang diberikan, telah terjadi perlambatan pertumbuhan
Bank Indonesia: Outlook Perbankan Syariah 20136
pangsa pembiayaan jenis konsumsi dibandingkan jenis produktif (modal
kerja + investasi) yaitu dari tahun sebelumnya sebesar 30,09% (2011, yoy)
menjadi hanya terjadi pertumbuhan pangsa pembiayaan konsumsi sebesar
1,92% (2012, yoy) atau telah mengalami perlambatan pertumbuhan
pangsa pembiayaan jenis konsumsi sebesar 28% selama setahun.
Pencapaian ini tidak terlepas dari berbagai upaya yang telah dilakukan
Bank Indonesia maupun industri perbankan syariah, terutama keluarnya
berbagai aturan yang mulai membatasi pertumbuhan sektor/jenis konsumsi
(dalam hal ini terkait gadai emas) seperti aturan pembiayaan qardh beragun
emas maupun pembiayaan kepemilikan emas di semester I-2012 dan
pelaksanaan seminar internasional keuangan syariah pada bulan Mei 2012
yang mengetengahkan tema terkait pertumbuhan perbankan syariah yang
tetap fokus kepada pembiayaan sektor/jenis produktif dimana telah
ditampilkan pembicara dari kalangan perbankan syariah maupun pelaku
usaha yang bergerak di sektor riil, sehingga dapat menjadi lesson learnt
bagi yang lain. Selain itu, dilakukannya upaya memfasilitasi proses link
and match bank syariah dengan pelaku usaha di sektor-sektor tersebut,
antara lain melalui business matching dan focus group discussion antara
perbankan syariah dengan pengusaha.
2. Pengembangan dan Pengayaan Produk yang Lebih Terarah
Sejalan dengan arah peningkatan diversifikasi segmen nasabah, Bank
Indonesia akan memprioritaskan dukungan bagi pengembangan produk-
produk yang terkait sektor produksi. Dukungan tersebut antara lain dapat
diberikan dalam bentuk kajian produk dan penyempurnaan regulasi dan
proses perizinan produk.
Bank Indonesia tetap melanjutkan forum kerjasama tripartite dengan
Dewan Syariah Nasional dan Ikatan Akuntan Indonesia dalam mempercepat
pengembangan produk-produk baru atau non standard, antara lain produk
Bank Indonesia: Outlook Perbankan Syariah 2013 7
lindung nilai. Selain itu juga, dikeluarkannya aturan yang memberikan
insentif bagi produk yang lebih bervariasi (MMQ dan IMBT) dari produk
yang sudah umum (murabahah) yaitu berupa aturan penerapan kebijakan
Financing to Value (FTV) dan Down Payment (DP) bagi Produk Pembiayaan
Kepemilikan Rumah dan Pembiayaan Kendaraan Bermotor bagi BUS dan
UUS.
Lebih jauh, dalam konteks arah pengembangan bisnis dan produk
perbankan syariah, pada tahun 2012 Bank Indonesia telah menyusun
model bisnis perbankan syariah, serta product development strategic plan
yang akan diluncurkan pada akhir tahun 2012, yang diharapkan dapat
menjadi pijakan dan guidance bagi bagi otoritas maupun industri. Dapat
ditambahkan pula upaya yang telah dilakukan Bank Indonesia dalam
melakukan penyempurnaan kodifikasi produk perbankan syariah, melalui
updating produk yang telah memperoleh perizinan dari Bank Indonesia
serta review kembali pola kodifikasi dari semula lebih berfokus kepada
akad menjadi lebih berfokus kepada produknya.
3. Peningkatan Sinergi Dengan Bank Induk Dengan Tetap
Mengembangkan Infrastruktur Kelembagaan Bisnis Syariah
Strategi kerjasama sinergis antara bank konvensional induk dengan bank
syariah telah dicanangkan oleh Bank Indonesia pada arah kebijakan
perbankan syariah tahun 2011, dan kembali diperkuat pada tahun 2012
yaitu dengan diselenggarakannya Forum Komunikasi Perbankan Syariah
yaitu forum antara pimpinan perbankan syariah dengan Bank Indonesia
pada pertengahan tahun 2012. Pada forum kali ini juga diundang direksi
bank umum konvensional yang memiliki bank umum syariah, untuk dapat
menegaskan kembali komitmen induk dalam mengembangkan bisnis
syariahnya. Melalui penegasan komitmen dari strategi dan arah kebijakan
tersebut diharapkan perbankan syariah dapat lebih menyejajarkan tingkat
layanannya dengan bank umum konvensional (BUK) induknya antara lain
Bank Indonesia: Outlook Perbankan Syariah 20138
melalui kerjasama penggunaan fasilitas teknologi, jaringan kantor dan
SDM.
Tingkat penerapan strategi kerjasama ini yang merupakan salah satu upaya
mendorong pertumbuhan bank syariah juga masih bervariasi. Pada beberapa
bank, kerjasama yang dilakukan masih relatif terbatas baik di sisi jenis
produk maupun jumlah jaringan kantor yang digunakan, antara lain karena
proses penyesuaian infrastruktur teknologi informasi dan pengelolaan
SDM yang masih berlangsung. Namun di bank lain, telah diterapkan secara
progresif, misalnya mulai dalam bentuk dukungan permodalan dan ekspansi
bisnis secara reguler, hingga pengembangan cross selling dan penyetaraan
produk dengan dukungan infrastruktur seperti jaringan kantor dan IT, dan
kebijakan SDM yang lebih integrated dengan memasukkan komponen
aktivitas bisnis syariah yang dilakukan SDM BUK-nya sebagai komponen
penilaian kinerjanya. Sementara penggunaan regulatory incentives oleh
Bank Indonesia belum dilakukan pada tahun 2012, dengan pertimbangan
kesiapan dan kemanfaatan pengaturan dan kebijakan yang akan dikeluarkan
seharusnya dapat bermanfaat kepada seluruh atau sebagian besar pelaku
industri perbankan syariah. Dengan demikian diharapkan pada tahun
mendatang pelaku industri perbankan syariah akan lebih siap dan dapat
memanfaatkan arah kebijakan dan pengaturan, sehingga ke depan akan
dipertimbangkan penggunaan regulatory incentives dimaksud.
4. Peningkatan Edukasi dan Komunikasi dengan Fokus pada Kesetaraan
dan Keunikan (Parity & Distinctiveness)
Ditengah terjadinya perlambatan perekonomian, perbankan syariah masih
mengalami kenaikan jumlah rekening pembiayaan yang relatif cukup
tinggi (71%) selama setahun terakhir (Oktober 2012, yoy). Hal ini
menunjukkan masih relatif tumbuhnya minat dan permintaan terhadap
produk perbankan syariah, serta masyarakat telah semakin mengenal
dan merasakan kemanfaatan dari kehadiran bank syariah. Menyikapi
Bank Indonesia: Outlook Perbankan Syariah 2013 9
perkembangan tersebut, Bank Indonesia memandang bahwa citra “inklusif”
industri perbankan syariah, yang juga semakin dikenali sebagai iB (ai-Bi),
perlu terus dikomunikasikan kepada berbagai segmen yang relevan dan
potensial. Bank Indonesia juga melakukan program komunikasi, sosialisasi
dan edukasi masyarakat melalui iB Campaign, dengan tema pokok
perbankan syariah yang menghargai kerja keras, kemitraan dan kesetaraan,
hal ini dlakukan antara lain berupa dukungan terhadap film Negeri
5 Menara, Blogshop dan Lomba Menulis Blog bekerjasama dengan
Kompasiana (di Bandung, Surabaya dan Makassar), serta exposure media
terkait dukungan BI dan iB pada berbagai media
Dalam upaya mendorong pengembangan perbankan syariah, telah dilakukan
kegiatan seperti dalam kegiatan Bobo Fair 2012 di Jakarta dan Surabaya
(kerjasama dengan perbankan syariah), dengan tujuan lebih mendekatkan
perbankan syariah dengan masyarakat, terutama bagi keluarga yang
memiliki anak-anak usia baru lahir sampai usia sekolah menengah pertama.
Selain itu BI juga turut berpartisipasi aktif dalam kegiatan The 1st International
Islamic Financial Inclusion Summit (IFIS) di Surakarta, serta bekerjasama
dengan Kantor Perwakilan BI dalam sosialisasi di daerah seperti Banyumas,
Serang, Makasar, Cianjur dan Gorontalo. Selanjutnya telah dilakukan pula
berbagai kegiatan seperti Training of Trainers (TOT) Perbankan Syariah
bekerjasama dengan STAI Solok Nan Indah, sosialisasi dan bantuan teknis
a.l. dalam Seminar Umum Ekonomi Syariah - UNJ; Diskusi Jakarta Foreign
Correspondence Club; Bincang-Bincang Ramadhan dengan Jurnalis Ekonomi
Syariah; The 3rd Muslim World Biz; dan Workshop ASBANDA. Selain itu,
permintaan kegiatan wawancara oleh media antara lain kepada Majalah
Kontan, Majalah Investor, Bloomberg, Komunitas Jurnalis Radio, Jurnalis
Ekonomi Syariah, Jurnalis Kementerian Agama dan MQ TV.
Menjelang berakhirnya tahun 2012, dilaksanakan program bulan ekonomi
syariah pada bulan November - Desember 2012 yang diawali oleh Forum
Riset Ekonomi Syariah (bekerjasama dengan IAEI) di Pekanbaru serta
Bank Indonesia: Outlook Perbankan Syariah 201310
diakhiri oleh Seminar Akhir Tahun Perbankan Syariah, Bazar Perbankan
Syariah dan Lecture Series Tokoh Keuangan Syariah Internasional bekerja
sama dengan IDB di bulan Desember 2012. Dalam berbagai program
edukasi dan komunikasi perbankan syariah yang dilakukan selama tahun
2012, lebih difokuskan pada komunikasi kesetaraan “parity” dan keunikan
“distinctiveness” produk perbankan syariah, dalam rangka meningkatkan
pemahaman masyarakat terhadap produk perbankan syariah (iB financial
literacy).
Adapun untuk meningkatkan kompetensi SDM, telah dilakukan kerjasama
dengan ICDIF – LPPI untuk Pelatihan Pembiayaan Mikro Perbankan Syariah
bagi BUS, UUS dan BPRS serta Pelatihan Commercial Banking bagi BUS
dan UUS sebanyak 4 kali pelatihan.
5. Peningkatan Good Governance dan Pengelolaan Risiko
Penguatan tata kelola usaha atau good governance dan pengelolaan
risiko masih diperlukan untuk mendukung pertumbuhan perbankan yang
senantiasa dapat terjaga sustainability-nya. Selama tahun 2012, Bank
Indonesia telah menyelesaikan ketentuan dalam rangka menjaga aspek
integritas dan transparansi bagi pengurus dalam pengelolaan bank yaitu
berupa penyempurnaan ketentuan mengenai Uji Kemampuan dan
Kepatutan (Fit and Proper Test) Bank Syariah dan Unit Usaha Syariah.
Bank Indonesia telah memperketat sanksi bagi mereka yang sengaja
menyalahgunakan kewenangannya serta bagi Pemegang Saham Pengendali
(PSP) dan pengurus bank bertanggung jawab penuh dalam batas-batas
ketentuan perundangan yang berlaku, atas apa yang terjadi di bank
mereka. Beberapa pengaturan dimaksud antara lain mengenai kejelasan
kelengkapan dokumen dan waktu bagi calon pengurus dalam melakukan
uji kemampuan dan kepatutan di Bank Indonesia, serta tidak adanya lagi
aspek perhitungan materialitas terhadap keuangan atas dampak perbuatan
yang dilakukan pengurus untuk pengenaan sanksi maupun jumlah tahun
Bank Indonesia: Outlook Perbankan Syariah 2013 11
pengenaan sanksi. Pengaturan pengenaan sanksi dimaksud yang antara
lain berlaku terhadap pengurus existing, sekarang menjadi lebih diperlama
waktunya supaya tidak dapat masuk kembali kedalam industri perbankan
syariah, dari sebelumnya 2 tahun menjadi 3 tahun (dalam rangka lebih
menimbulkan efek jera).
Perbankan syariah juga diarahkan untuk terus memperkuat kemampuan
pengelolaan risiko dan senantiasa menjaga prudential banking beserta
pemenuhan Prinsip Syariahnya. Salah satunya, adalah menjaga perbankan
syariah untuk tidak terlibat dalam kegiatan yang dapat menjurus ke arah
spekulasi. Selama tahun 2012, Bank Indonesia telah menerbitkan ketentuan
untuk mencegah spekulasi dalam produk emas yaitu berupa ketentuan
produk Bank Syariah dan UUS mengenai produk Qardh beragun emas
yang diterbitkan tahun 2012 bertujuan untuk menjaga prinsip kehati-
hatian bank dan mencegah spekulasi pembiayaan beragun emas (gadai
emas) di perbankan syariah dengan menerapkan batas maksimal plafon/
nasabah dan frekuensi perpanjangan pembiayaan. Selain itu untuk
memitigasi risiko kredit dan penerapan prinsip kehati-hatian serta melakukan
disinsentif pembiayaan non produktif, Bank Indonesia telah menerbitkan
pula ketentuan mengenai produk Pembiayaan Kepemilikan Emas (PKE)
bagi Bank Syariah dan UUUS. Lebih jauh lagi dalam rangka menghindari
terjadinya arbitrase regulasi antar perbankan serta mengelola kebijakan
makroprudensial yang dapat berpengaruh terhadap harga aset, Bank
Indonesia telah mengeluarkan ketentuan mengenai penerapan kebijakan
Financing to Value (FTV) dan Down Payment (DP) bagi Produk Pembiayaan
Kepemilikan Rumah dan Pembiayaan Kendaraan Bermotor bagi Bank
Umum Syariah dan Unit Usaha Syariah.
Sebagaimana diketahui bahwa krisis keuangan global memiliki keterkaitan
dengan risiko likuiditas maupun permodalan perbankan, sehingga dalam
rangka adopsi standar internasional pengelolaan risiko perbankan syariah
maka direncanakan pada tahun 2012 Bank Indonesia akan mengeluarkan
Bank Indonesia: Outlook Perbankan Syariah 201312
hasil review penerapan standar internasional IFSB terkait manajemen
risiko likuiditas selain review penerapan profit equalization reserve (PER)
yang dapat dilakukan dalam rangka mitigasi risiko imbal hasil (rate of
return risk, khususnya displacement risk). Selain itu juga, Bank Indonesia
terlibat aktif dalam pembahasan manajemen risiko bagi perbankan syariah
Internasional dalam workshop bersama IDB dan GARP.
6. Penguatan Sistem Pengawasan
Sejalan dengan kebijakan penguatan tata kelola dan manajemen risiko,
efektivitas pengawasan bank terus ditingkatkan, terutama melalui
penyempurnaan infrastruktur pengawasan.
Bank Indonesia sedang mengembangkan Sistem Informasi Perbankan
(SIP) Syariah, yang merupakan sistem yang mengintegrasikan beberapa
aplikasi perbankan syariah yang digunakan dalam proses pengawasan
bank sehingga semua informasi pengawasan akan terintegrasi baik dari
on site supervision maupun off site supervision sehingga memudahkan
pengawas dalam mengakses informasi yang diperlukan. Sejalan dengan
tuntutan kebutuhan informasi pengawasan yang diperlukan dalam
pengawasan berbasis risiko, penerapan Basel II dan perubahan standar
pelaporan sistem akuntansi yang berlaku internasional, BI telah melakukan
perubahan atas Laporan Bulanan Bank Umum Syariah (LBUS). Perubahan
dalam LBUS ini juga diiringi dengan perubahan terhadap sistem pelaporan
yang selama ini dilakukan, dari form based menjadi metode Extensible
Business Reporting Languange (XBRL) yang mempergunakan kamus
data dalam penyusunan LBUS 2012 (berlaku mulai pelaporan data bulan
Juli 2013). Titik penting sistem pelaporan ini adalah bank syariah akan
menyampaikan data dalam bentuk metadata (data individu tiap transaksi)
dengan mengacu kepada kamus data LBUS. Perubahan sistem dan format
LBUS 2012 tersebut telah di sosialisasikan kepada seluruh BUS/UUS dan
dilaksanakan juga coaching clinic untuk mendukung kesiapan bank syariah
Bank Indonesia: Outlook Perbankan Syariah 2013 13
di dalam implementasi sistem tersebut. Seiring dengan perubahan sistem
pelaporan tersebut, diharapkan akan memberikan efisiensi dan fleksibilitas
pelaporan, sekaligus pioner di dalam industri perbankan nasional.
Pengembangan sistem pelaporan BUS ini merupakan bagian dari integrasi
sistem pelaporan BI dalam kerangka Laporan Stabilitas Moneter dan
Sistem Keuangan (LSMK).
Dalam rangka melengkapi infrastruktur pengawasan BPRS, Bank Indonesia
telah menyusun aplikasi dan pedoman penilaian pengawasan dini BPRS
yang mulai diimplementasikan pada awal tahun 2012. Lebih lanjut, Bank
Indonesia juga telah mengembangkan aplikasi Enterprise Data Warehouse
(EDW) bagi pengawas untuk mendukung penyediaan informasi dari sisi
perkembangan BPRS secara industri (statistik) dan kebutuhan simulasi data
keuangan BPRS secara individual yang bersumber dari Laporan Berkala
BPRS, EWS BPRS, dan Simwas BPRS. Implementasi ini diharapkan dapat
meningkatkan kemampuan dan intuisi pengawas bank syariah dalam
mendeteksi permasalahan bank lebih awal dan dapat menyelaraskan
kegiatan off-site dan on-site supervision. Sementara itu, infrastruktur
pengawasan lain yang sedang tahap pengembangan adalah sistem
pelaporan Rencana Bisnis Bank (RBB) dan Pedoman Panel Pengawasan
BPRS. Sistem pelaporan RBB merupakan penyempurnaan dari Simwas
BPRS berupa penyediaan informasi RBB (BPRS) dan realisasinya secara web
based sehingga diharapkan informasi yang disajikan lebih aktual dan
tepat waktu. Sedangkan Forum Panel Pengawasan BPRS merupakan
bentuk proses quality assurance pengawasan BPRS.
Sejalan dengan pengembangan konsep pengawasan bank umum
konvensional, dilakukan juga penyempurnaan terhadap konsep pengawasan
bank syariah dengan rencana penerapan konsep Risk Based Bank Rating
Syariah (RBBR-S) dengan menambahkan dua risiko terkait aspek syariah,
yaitu Risiko Imbal Hasil (rate of return risk) dan Risiko Investasi (equity
investment risk). Dalam hal ini termasuk juga mempersiapkan infrastruktur
Bank Indonesia: Outlook Perbankan Syariah 201314
pengawasan (SIP Syariah) yang menerapkan konsep RBBR Syariah yang
dilengkapi juga dengan informasi statistik.
Sementara berkenaan dengan standar akuntansi perbankan syariah, BI
bersama IAI dan perbankan syariah telah melakukan pembahasan materi
penyempurnaan Pedoman Akutansi Perbankan Syariah (PAPSI) tahun
2003. Penyempurnaan tersebut akan menghasilkan dua produk yaitu : (i)
PAPSI BUS/UUS dan (ii) PAPSI BPRS (PSAK ETAP). Pengklasifikasian PAPSI
dalam dua kelompok tersebut dalam rangka mengakomodasi kompleksitas
dan perkembangan industri. Selain pembahasan dengan industri/IAI/Ikatan
Akuntan Publik Indonesia (IAPI) untuk persiapan penerapan PSAK 102
(Akuntansi Murabaha), dan rencana pembahasan lanjutan guna mencapai
kesepakatan penerapan PSAK 102 di perbankan syariah.
Selain penyempurnaan infrastruktur pengawasan tersebut, BI juga secara
regular terus melaksanakan program pelatihan pengawas bank syariah
dalam rangka peningkatan kompetensi pengawas baik tingkat dasar,
menengah dan advance. Disamping pelatihan regular tersebut, terdapat
pula pelatihan khusus seperti: penaksir emas untuk memberikan
pengetahuan dan ketrampilan menilai emas karena produk ini salah satu
trend bisnis perbankan syariah, RBBR untuk pendalaman konsep
pengawasan, pelatihan EWS, Simwas dan EDW. Dengan penyempurnaan
baik infrastruktur maupun SDM pengawasan bank syariah, diharapkan
kedepan pengawasan bank syariah akan lebih tajam dan berkualitas.
1.7 Pelaksanaan Fungsi Sosial dan Linkage BUS dan UUS
Berdasarkan UU No. 21 Tahun 2008 tentang Perbankan Syariah, Bank Syariah
dan UUS dapat menjalankan fungsi sosial, yaitu menerima dana yang berasal
dari zakat, infak, sedekah atau dana sosial lainnya dan menyalurkannya kepada
organisasi pengelola zakat. Selain itu juga dapat menghimpun dana yang
berasal dari wakaf uang dan menyalurkannya kepada pengelola wakaf (nazhir)
Bank Indonesia: Outlook Perbankan Syariah 2013 15
sesuai kehendak pemberi wakaf (wakif). Pelaksanaan fungsi sosial ini, juga
dapat merefleksikan peranan perbankan syariah dalam pemerataan
kesejahteraan ekonomi umat.
Dari 8 BUS dan 4 UUS yang telah melaporkan pelaksanaan fungsi sosial dan
linkage, jumlah dana yang telah dikumpulkan dan/atau disalurkan perbankan
syariah selama tahun 2012 (s.d Oktober 2012) adalah: (i) dana CSR Rp42,2
milyar, (ii) dana ZISW Rp52,7 milyar, (iii) linkage program BPRS Rp207,2 milyar
dan (iv) linkage program BMT Rp439,2 milyar. Hal ini dapat terlihat dari
gambar dibawah.
Bank Indonesia: Outlook Perbankan Syariah 201316
Grafik 1.
Pertumbuhan Dana Sosial/Linkage (Rp juta)
Dana CSR Dana ZISW Linkage BPRS Linkage BMT
500000
400000
300000
200000
100000
0
2009 2010 2011 2012
(Oktober)
Grafik 1.2.
Rata-rata Growth Dana Sosial/Linkage
100,00
50,00
0,00
(%)
Linkage BMT
Dana ZISW Linkage BPRSDana CSR
BMT PenerimaBPRS Penerima
Bank Indonesia: Outlook Perbankan Syariah 2013 17
Bab
2
Industri perbankan syariah nasional hingga bulan Oktober 2012 masih berada
dalam fase pertumbuhan yang tinggi yaitu 37% (lihat gambar 2.1). Perkembangan
ini tentu memberikan harapan positif bagi perkembangannya pada tahun 2012.
Namun yang menonjol pada tahun ini adalah terjadinya perlambatan pertumbuhan
yang signifikan akibat perlambatan pada sisi pengumpulan Dana Pihak Ketiga (DPK).
Optimisme untuk tetap tumbuh masih terpelihara dalam industri perbankan syariah.
Terlebih lagi ketika perekonomian secara global diprakirakan akan membaik pada
tahun 2013. Dengan begitu ekonomi nasional pada tahun depan diprakirakan akan
mampu tumbuh lebih baik.
KONDISI PEREKONOMIAN, DAMPAK TERHADAP
PERBANKAN DAN PROYEKSI PERTUMBUHAN
PERBANKAN SYARIAH
19
Grafik 2.1.
Perkembangan Industri Perbankan Syariah (BUS + UUS)
200,000,000
180,000,000
160,000,000
140,000,000
120,000,000
100,000,000
80,000,000
60,000,000
40,000,000
20,000,000
0
(%)
60
50
40
30
20
10
0
Jan
Mei
Sep
Jan
Mei
Sep
Jan
Mei
Sep
Jan
Mei
Sep
Jan
Mei
Sep
Jan
Mei
Sep
Jan
Mei
Sep
2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012
Asset (left axis) GAsset GFinancing GDeposit
Perekonomian global yang membaik tentu akan mendorong pertumbuhan
ekonomi nasional yang akhirnya memiliki pengaruh positif bagi kinerja bank syariah
pada tahun depan. Dengan kondisi dalam negeri yang masih relative stabil dan
optimisme pada dinamika perekonomian global diharapkan mampu mendorong
tingkat preferensi dan kepercayaan pelaku bisnis untuk melakukan ekspansi usaha.
Pelambatan kinerja pada aspek DPK yang terjadi pada tahun 2012 memberikan
pelajaran berharga bagi industri untuk juga memperhatikan harmonisasi kebijakan
dengan lembaga terkait khususnya lembaga pemerintah, mengingat pelambatan
tersebut berasal dari penarikan DPK oleh Kementerian Agama untuk ditempatkan
di Sukuk Dana Haji Indonesia (SDHI). Harmonisasi ini pada dasarnya merupakan
salah satu potensi untuk mengakselerasi pertumbuhan perbankan syariah nasional
karena jika berkaca dari negara lain peran lembaga pemerintah (termasuk institusi
komersial/swasta (BUMN) yang dimiliki pemerintah) sangat signifikan dalam
membesarkan portfolio perbankan syariah, baik sisi pendanaan maupun pembiayaan.
2.1 Kondisi Perekonomian Dunia dan Domestik
Berdasarkan analisis IMF dalam World Economic Outlook Update (WOE-IMF),
pertumbuhan ekonomi global pada tahun 2012 diprakirakan sebesar 3,5%.
Namun pada tahun 2013 pertumbuhan diprakirakan akan membaik menjadi
3,9%. Indikasi pelambatan pertumbuhan dunia ekonomi dunia, terlihat pada
dua motor ekonomi dunia yaitu Amerika Serikat dan China. Berdasarkan data
yang dirangkum oleh US Department of Commerce, Amerika Serikat hanya
mencatat pertumbuhan sebesar 1,5% di triwulan II-2012, sedangkan pada
triwulan I-2012 perekonomian Amerika Serikat tumbuh 2%. Begitu juga
dengan pertumbuhan ekonomi Cina yang melambat yakni dari 1,9% (triwulan
I-2012) menjadi 1,8% (triwulan II-2012), kondisi ini di luar perkiraan World
Bank dan IMF. Hal ini mengindikasikan bahwa krisis Eropa sudah mengakibatkan
perlambatan pertumbuhan ekonomi di beberapa negara. Perekonomian Eropa
masih melemah seiring dengan implementasi kebijakan penghematan fiskal
yang berdampak pada tertekannya aktivitas ekonomi khususnya di pasar
tenaga kerja. Selain itu, perekonomian dunia yang tumbuh lebih rendah
Bank Indonesia: Outlook Perbankan Syariah 201320
mengakibatkan penurunan aktivitas perdagangan dunia. IMF memprakirakan
volume perdagangan dunia di tahun 2012 hanya tumbuh 3,8% (lebih rendah
dari perkiraan sebelumnya) dan juga lebih rendah dari tahun 2011 (5,9%).
Dengan prakiraan bahwa geliat positif ekonomi akan terjadi pada tahun
depan, pada tahun 2013 diprakirakan perekonomian dunia akan tumbuh
3,9% (WOE-IMF). Perekonomian AS diharapkan menjadi salah satu pendorong
utama pemulihan perekonomian dunia pada tahun 2013. Sementara itu,
kebijakan budget deficit yang diterapkan oleh negara Eropa belum menunjukkan
Bank Indonesia: Outlook Perbankan Syariah 2013 21
*) IMF : China, India, Malaysia, Thailand, Philipina, Indonesia. • : Proyeksi., e: EstimasiSumber: IMF, ADB, World Bank, diolah
Tabel 2.1.
Proyeksi Pertumbuhan Ekonomi
201320122011201320122011201320122011201320122011
WEO-IMF World BankAsia PacificConcencus Forecast
Asia Development Bank Forecast
Word Output 3,9 3,5 3,9 2,7 2,5 3,0 - 3,32 3,85
Advanced Economies 1,6 1,4 1,9 1,6 1,4 1,9 - 1,4 1,8
Amerika Serikat 1,7 2,0 2,3 1,7 2,1 2,4 1,8 2,1 2,3 1,7 1,9 2,2
Jepang -0,7 2,4 1,5 -0,7 2,4 1,5 -0,7 2,5 1,4 -0,7 2,2 1,5
Eropa 1,5 -0,3 0,7 1,6 -0,3 0,7 1,5 -0,2 0,7 1,5 -0,7 0,8
Developing Asia* 7,8 7,1 7,5 6,1 5,3 5,9 7,1 6,4 6,9 7,2 6,6 7,1
China 9,2 8,0 8,5 9,2 8,2 8,6 9,2 8,1 8,4 9,2 8,2 8,5
India 7,1 6,1 6,5 6,9 6,6 6,5 6,9 6,3 7,2 6,5 6,5 7,3
ASEAN 5 4,5 5,4 6,1 - - - - - - 4,5 5,6 5,9
Indonesia - - - 6,5 6,0 6,5 6,5 6,0 6,2 6,5 6,4 7,3
Malaysia - - - - - - 5,1 4,2 4,7 5,1 4,0 5,0
Philipina - - - - - - 3,9 4,7 4,9 3,7 4,8 5,0
Thailand - - - 0,1 4,3 5,2 0,1 5,3 4,5 0,1 5,5 5,5
Vietnam - - - - - - 6,0 5,3 6,2 5,9 5,7 6,2
Latin America And the Caribbean 4,5 3,4 4,2 4,3 3,5 4,1 4,2 3,3 4,0 - - -
Middle East and North Africa 3,5 5,5 3,7 1,0 0,6 2,2 - - - - - -
Sub-Saharan Africa 5,2 5,4 5,3 4,7 5,0 5,3 - - - - - -
hasil yang signifikan. Hal ini terlihat dengan semakin memburuknya
perekonomian Yunani dan sudah berdampak kepada perekonomian beberapa
negara antara lain Perancis dan Finlandia. Namun secara keseluruhan tahun
2013 diprakirakan pertumbuhan ekonomi Eropa positif dibandingkan dengan
tahun ini. Di sisi lain, prediksi pertumbuhan ekonomi negara-negara ASEAN-
5 cukup optimis dengan laju pertumbuhan yang meningkat dibandingan
dengan kawasan lain di dunia. Geliat negara-negara tujuan ekspor pada tahun
2013 diharapkan mampu mendorong kinerja ekspor negara developing
countries, meskipun peningkatan arus modal asing khususnya Foreign Direct
Investment (FDI) yang cukup tinggi serta masih tingginya konsumsi domestik
merupakan pendukung utama pertumbuhan ekonomi ke tingkat yang lebih
optimis. (lihat Tabel 2.1.).
Khusus untuk kondisi Indonesia, hampir semua lembaga keuangan dunia
memperkirakan pada tahun 2013 Indonesia akan mengalami pertumbuhan
yang lebih baik dibandingkan tahun ini, bahkan Asian Development Bank
(ADB) memperkirakan pertumbuhan Indonesia akan mencapai 7,3%. Prakiraan
positif ini tentu akan mendorong tingkat kepercayaan terhadap ekonomi
Indonesia untuk tumbuh lebih baik, baik dari sektor luar negeri maupun
domestik. Sepanjang tahun 2012 Bank Indonesia memutuskan untuk
menetapkan dan mempertahankan BI Rate sebesar 5,75%. Tingkat suku
bunga tersebut dinilai masih konsisten dengan tekanan inflasi yang rendah
dan terkendali sesuai dengan sasaran inflasi tahun 2012 dan 2013, yaitu 4,5%
± 1%. Sejalan dengan dinamika perekonomian dan sejumlah kebijakan yang
ditempuh selama ini, tekanan ketidakseimbangan eksternal mulai mereda
dengan defisit transaksi berjalan yang telah menurun dan neraca pembayaran
yang kembali mengalami surplus. Nilai tukar rupiah juga bergerak sesuai
kondisi pasar dengan intensitas depresiasi yang menurun. Sementara itu,
perekonomian domestik masih tumbuh cukup baik, meskipun sedikit melambat
akibat menurunnya ekspor karena dampak berlanjutnya pelemahan ekonomi
global. Ke depan, Bank Indonesia mengarahkan kebijakannya untuk mengelola
keseimbangan eksternal ke tingkat yang berkesinambungan dengan tetap
Bank Indonesia: Outlook Perbankan Syariah 201322
memberikan dukungan terhadap pertumbuhan ekonomi domestik. Bank
Indonesia juga akan terus memperkuat koordinasi dengan Pemerintah dalam
upaya menjaga kestabilan ekonomi makro dan kesinambungan pertumbuhan
ekonomi nasional.
Bank Indonesia menilai bahwa perekonomian domestik sejauh ini masih
tumbuh cukup baik walaupun mengalami sedikit perlambatan. Perekonomian
Indonesia pada triwulan III-2012 tumbuh 6,2%, sedikit lebih rendah dari
prakiraan akibat penurunan kinerja ekspor yang masih berlanjut. Pertumbuhan
tersebut didorong oleh kuatnya permintaan domestik, terutama konsumsi
rumah tangga dan investasi. Ke depan, pertumbuhan ekonomi diprakirakan
akan kembali meningkat, ditopang oleh konsumsi dan investasi domestik
yang tetap kuat. Ekspor diprakirakan juga akan mengalami perbaikan sejalan
dengan membaiknya perekonomian beberapa negara mitra dagang utama,
meskipun masih dibayangi ketidakpastian kondisi perekonomian global.
Dengan perkembangan tersebut, ekonomi Indonesia untuk keseluruhan tahun
2012 diprakirakan tumbuh 6,3% dan pada tahun 2013 meningkat menuju
kisaran 6,3%-6,7%.
Keseimbangan eksternal dalam perekonomian juga mengalami perbaikan
sebagaimana yang diharapkan. Defisit transaksi berjalan pada triwulan III-
2012 turun menjadi 2,4% dari PDB, lebih rendah dari triwulan II-2012 sebesar
3,5% dari PDB. Perbaikan defisit transaksi berjalan ini disebabkan oleh
membaiknya kinerja neraca transaksi perdagangan yang didorong oleh
penurunan impor yang cukup tajam, khususnya barang-barang konsumsi,
sementara beberapa komoditas ekspor nonmigas seperti CPO mulai tumbuh
positif. Transaksi Modal dan Finansial (TMF) mencatat peningkatan surplus
yang lebih besar, terutama didorong oleh investasi langsung (FDI), sehingga
secara keseluruhan Neraca Pembayaran Indonesia (NPI) triwulan III-2012
kembali mencatat surplus. Ke depan, NPI pada triwulan IV-2012 diprakirakan
akan mengalami surplus yang lebih besar, ditopang oleh membaiknya transaksi
berjalan dan meningkatnya surplus TMF, khususnya investasi langsung.
Bank Indonesia: Outlook Perbankan Syariah 2013 23
Dengan perkembangan tersebut, jumlah cadangan devisa pada akhir Oktober
2012 meningkat sehingga mencapai 110,3 miliar dolar AS atau setara dengan
6,1 bulan impor dan pembayaran utang luar negeri Pemerintah.
Inflasi tetap terkendali dan diprakirakan pada akhir tahun akan berada di
sekitar titik tengah kisaran sasaran inflasi 2012 sebesar 4,5%±1%. Inflasi IHK
pada Oktober 2012 tercatat 0,16% (mtm) sehingga secara tahunan sebesar
4,61% (yoy). Inflasi inti masih terkendali, meskipun sedikit meningkat menjadi
4,59% (yoy), terutama didorong oleh kenaikan sewa dan kontrak rumah.
Secara fundamental, terkendalinya inflasi inti dipengaruhi oleh turunnya
imported inflation sejalan dengan penurunan harga komoditas pangan dan
energi global, relatif terjaganya stabilitas rupiah, stabilnya ekspektasi inflasi,
serta respons sisi penawaran yang memadai. Sementara itu, perkembangan
harga bahan pangan (volatile food) mencatat deflasi didorong oleh koreksi
harga komoditas pangan seiring dengan meningkatnya pasokan. Di sisi lain,
inflasi administered prices juga terjaga pada level yang rendah seiring dengan
tidak adanya kebijakan Pemerintah di bidang harga barang dan jasa yang
bersifat strategis.
2.2. Dampak Makro Ekonomi terhadap Perbankan dan Perbankan Syariah
Secara nasional, kondisi ekonomi makro yang positif diharapkan mampu
mendorong kinerja industri perbankan nasional lebih baik pada tahun 2013.
Sementara itu, sepanjang tahun 2012 stabilitas sistem keuangan dan fungsi
intermediasi perbankan tetap terjaga dengan baik. Kinerja industri perbankan
yang solid tercermin pada tingginya rasio kecukupan modal (CAR/Capital
Adequacy Ratio) yang berada jauh di atas minimum 8% dan terjaganya
rasio kredit bermasalah (NPL/Non Performing Loan) gross di bawah 5%.
Pertumbuhan kredit hingga akhir September 2012 mencapai 22,9% (yoy).
Perlambatan terutama pada kredit modal kerja yang tumbuh sebesar 21,9%
(yoy) sementara kredit konsumsi tumbuh relatif stabil sebesar 19,6% (yoy).
Namun, kredit investasi tumbuh tinggi sebesar 30,4% (yoy), dan diharapkan
Bank Indonesia: Outlook Perbankan Syariah 201324
dapat meningkatkan kapasitas perekonomian nasional. Perbankan ke depan
masih mendominasi sistem keuangan berdasarkan total aset lembaga keuangan
di Indonesia. Dari sisi ketahanan permodalan bank, sampai dengan akhir
tahun 2012 perbankan terindikasi masih mampu menyerap risiko memburuknya
ekonomi Eropa dan AS. Hal ini terutama dikarenakan jumlah eksposur aset
perbankan yang berasal dari luar negeri tidak terlalu signifikan dibandingkan
total asset perbankan dari dalam negeri.
Sepanjang tahun 2012 dampak makro ekonomi berupa krisis keuangan
global yang cenderung melambatkan laju pertumbuhan ekonomi di banyak
negara di dunia, diyakini memiliki pengaruh yang minimal terhadap industri
perbankan syariah nasional. Hal ini terlihat dari pertumbuhan aset perbankan
syariah yang masih relatif tinggi. Penurunan aset industri yang signifikan
dimulai pada bulan Maret sampai dengan bulan September 2012 lebih karena
akibat dari penurunan DPK yang cukup tajam. Penurunan ini disebabkan
Bank Indonesia: Outlook Perbankan Syariah 2013 25
Grafik 2.2.
FDR, CAR Dan NPF Perbankan Syariah (BUS + UUS) 6 Tahun Terakhir
NPF Gross NPF Net FDRCAR
120,00
100,00
80,00
60,00
40,00
20,00
0,00
(%)
25,00
20,00
15,00
10,00
5,00
0,00
(%)
2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012
Mar
Jun
Sep
Mar
Jun
Sep
Mar
Jun
Sep
Mar
Jun
Sep
Mar
Jun
Sep
Mar
Jun
Sep
Mar
Jun
Sep
oleh penarikan yang cukup besar dana pemerintah (Kementerian Agama)
untuk keperluan pengembangan ekonomi sektor lain. Dengan demikian,
pelambatan pertumbuhan industri perbankan syariah lebih akibat kondisi
domestik dan bersifat non-ekonomi. Sepanjang tahun 2012, kinerja industri
perbankan syariah nasional relatif cukup baik, dimana; (i) fungsi intermediasi
ada pada tingkat yang optimal (rata-rata FDR 2012 sebesar 96,5%); (ii) tingkat
kecukupan modal (CAR) masih jauh di atas minimum 8% (rata-rata CAR
2012 sebesar 15,5%); dan (iii) tingkat pembiayaan bermasalah (NPF) di bawah
5% (rata-rata NPF 2012 sebesar 2,79%).
Sementara itu, portfolio pembiayaan perbankan syariah secara sektoral
ekonomi mulai identik dengan portfolio kredit perbankan nasional, dimana
pembiayaan di sektor konsumtif, jasa bisnis dan perdagangan masih
mendominasi (lihat gambar 2.3). Secara keseluruhan pembiayaan perbankan
syariah tumbuh 40,4% (YoY per-Oktober 2012). Dengan demikian, kondisi
Bank Indonesia: Outlook Perbankan Syariah 201326
Grafik 2.3.
Break Down Pembiayaan Perbankan Syariah
0.0%
10.0%
20.0%
30.0%
40.0%
50.0%
Listrik, gas dan air
Industri Pengolahan
Pertambangan
Pertanian
Lain-Lain
Jasa Sosial
Jasa dunia Usaha
Pengangkutan
Perdagangan
Konstruksi
NasionaliB
perekonomian global yang membaik dan geliat ekonomi domestik yang
semakin positif diharapkan memberikan lingkungan usaha yang kondusif
bagi pertumbuhan industri perbankan nasional yang lebih baik pada tahun
2013. Dengan demikian, secara umum dapat dikatakan dampak makro
ekonomi berupa perbaikan kondisi ekonomi pada tahun 2013 akan berdampak
positif dan diperkirakan mampu mendorong pertumbuhan industri yang lebih
tinggi dibandingkan dengan kondisi tahun lalu.
2.3. Proyeksi Pertumbuhan Perbankan Syariah 2013
Proyeksi industri perbankan syariah sepanjang tahun 2012 relatif cukup akurat
antara lain proyeksi total asset, pembiayaan, DPK dan market share. Secara
umum, kinerja industri perbankan syariah selama tahun 2012 masih sesuai
dengan yang diproyeksikan.
Untuk tahun 2013, proyeksi perkembangan perbankan syariah masih terdiri
dari 3 skenario yaitu: (i) skenario pesimis, (ii) skenario moderat dan (iii) skenario
optimis. Skenario pesimis terjadi apabila ekspansi perbankan syariah mengalami
tekanan baik dari faktor internal maupun eksternal. Tekanan dari internal
bersumber antara lain dari semakin terbatasnya funding yang berhasil dihimpun
dari publik khususnya kemampuan beberapa bank tertentu dan cukup
dominan, yang semakin menurun dalam meningkatkan DPK. Dengan demikian
ekspansi pembiayaan yang dilakukan menjadi semakin terbatas dan dibutuhkan
target funding baru untuk memperbesar operasi bank syariah seperti nasabah
korporasi dan pemerintah yang lebih besar. Tekanan dari faktor eksternal
bersumber dari menurunnya kinerja perekonomian nasional. Sementara
kinerja pembiayaan Mudarabah dan Musyarakah sensitif terhadap stabilitas
perekonomian domestik. Perekonomian Eropa yang masih dalam kondisi
krisis, sedikit banyak berdampak kepada perekonomian nasional walaupun
sejauh ini perekonomian Indonesia masih tumbuh positif dengan kecepatan
yang melambat.
Bank Indonesia: Outlook Perbankan Syariah 2013 27
Skenario moderat adalah ketika akselerasi perbankan syariah saat ini terus
berlanjut dan tidak banyak mengalami tekanan atau tetap didukung oleh
faktor-faktor organik. Ekspansi pembiayaan terus berlanjut dan peningkatan
DPK terus meningkat untuk mengimbangi sisi aset. Tahun 2013 Kementerian
Agama disinyalir akan kembali menempatkan dana haji di perbankan syariah
sebesar 30% bahkan berpotensi lebih besar dari persentase tersebut. Selain
itu, penerapan ketentuan multiple license industri perbankan nasional dapat
membawa konsekuensi peningkatan kewajiban modal pemilik di bank-bank
umum termasuk di bank syariah. Hal ini tentunya mendukung ekspansi
perbankan syariah ke depan.
Skenario optimis apabila faktor-faktor non organik terjadi bersamaan dengan
faktor-faktor organik (skenario moderat) seperti dibukanya bank-bank syariah
baru, spin off UUS menjadi BUS, konversi bank konvensional menjadi bank
syariah termasuk meningkatnya penempatan dana pemerintah di bank syariah
(dana haji, sukuk, dll).
Bank Indonesia: Outlook Perbankan Syariah 201328
Grafik 2.4.
Proyeksi dan Realisasi Total Asset
Asset CB (moderate)Asset CB (actual) Asset IB (actual)Asset IB (moderate)Asset IB (pesimist) Asset IB (optimist)
4,500,000,000
0
4,000,000,000
3,500,000,000
3,000,000,000
2,500,000,000
2,000,000,000
1,500,000,000
1,000,000,000
500,000,000
330,000,000
280,000,000
230,000,000
180,000,000
130,000,000
80,000,000
actual
estimation
2011 2012 2013
Jan Mar Mei Jul Sep NovJan Mar Mei Jul Sep Nov Jan Mar Mei Jul Sep Nov
Dengan berbagai skenario tersebut, total aset tahun 2013 diproyeksikan
menjadi Rp255 triliun (skenario pesimis), Rp269 triliun (skenario moderat),
dan Rp296 triliun (skenario optimis) (lihat Gambar 2.4.).
Sementara market share sebesar 5% diperkirakan akan tercapai antara April
2013-Mei 2013 dan akhir 2013 diperkirakan market share telah menjadi 6,5%
(lihat gambar 2.5).
Sementara itu, total DPK pada akhir tahun 2013 diperkirakan menjadi sebesar
Rp168 triliun (pesimis), Rp177 triliun (moderat), dan Rp186 triliun (optimis).
(lihat Gambar 2.6).
Sedangkan total pembiayaan tahun 2013 diperkirakan sebesar Rp200 triliun
(pesimis), Rp211 triliun (moderat) dan menjadi sebesar Rp222 triliun (optimis).
(lihat gambar 2.7).
Bank Indonesia: Outlook Perbankan Syariah 2013 29
Grafik 2.5.
Proyeksi Market Share
Market Share (estimasi)Market Share (aktual)
2011 2012 2013
Jan Mar Mei Jul Sep NovJan Mar Mei Jul Sep Nov Jan Mar Mei Jul Sep Nov
6.7
6.2
5.7
5.2
4.7
4.2
3.7
3.2
4.32%
4.26%
5%
Bank Indonesia: Outlook Perbankan Syariah 201330
Grafik 2.6.
Proyeksi dan Realisasi Total DPK
DPK IB (moderate)DPK IB (actual) DPK IB (pesimist) DPK IB (optimist)
2011 2012 2013
Jan Mar Mei Jul Sep NovJan Mar Mei Jul Sep Nov Jan Mar Mei Jul Sep Nov
200,000,000
180,000,000
160,000,000
140,000,000
120,000,000
100,000,000
80,000,000
60,000,000
40,000,000
20,000,000
0
actual estimation
Grafik 2.7.
Proyeksi dan Realisasi Total Pembiayaan
Financing IB (moderate)
Financing IB (actual) Financing IB (pesimist)
Financing IB (optimist)
2011 2012 2013
Jan Mar Mei Jul Sep NovJan Mar Mei Jul Sep Nov Jan Mar Mei Jul Sep Nov
250,000,000
230,000,000
210,000,000
190,000,000
170,000,000
150,000,000
130,000,000
110,000,000
90,000,000
70,000,000
50,000,000
actualestimation
Bank Indonesia: Outlook Perbankan Syariah 2013 31
Moderat
Aset 255 36 % 269 44% 296 58%
DPK 168 17% 177 23% 186 29%
Pembiayaan 200 36% 211 43% 222 50%
(Rp. Triliun)
Tabel 2.2.
Proyeksi dan Pertumbuhan Aset, DPK dan Pembiayaan Tahun 2013
(%) (Rp. Triliun) (Rp. Triliun)(%) (%)
OptimisPesimis
Grafik 2.8.
Proyeksi Aset, DPK dan Pembiayaan Tahun 2013 (Rp. Triliun)
Pesimis Moderat Optimis
300
250
200
150
100
50
0
Aset DPK PYD
Bank Indonesia: Outlook Perbankan Syariah 201332
Grafik 2.9.
Proyeksi Pertumbuhan Aset, DPK dan Pembiayaan Tahun 2013 (%)
Pesimis Moderat Optimis
60,00
50,00
40,00
30,00
20,00
10,00
0,00
Aset DPK PYD
(%)
Memasuki tahun 2013, perekonomian dunia masih dibayangi oleh perlambatan
perekonomian negara-negara maju seperti AS dan Eropa. Pemulihan ekonomi global
akan lambat dan kemungkinan akan diperpanjang. Untuk mengisi kekurangan
permintaan agregat yang sedang berlangsung di negara maju, sangat penting bagi
negara-negara berkembang untuk mengambil peluang perdagangan, investasi, dan
keuangan.
Ekonomi Asia menunjukkan ketahanannya di tengah dampak krisis global.
Tercermin dari pertumbuhan ekonomi yang kuat, inflasi rendah, sistem keuangan
yang sehat, dan keseimbangan fiskal yang sehat. Kondisi Asia tahun 2012 diperkirakan
mempunyai pertumbuhan 6,1%, inflasi 4,7%, dan surplus transaksi berjalan sebesar
1,6% dari PDB. Optimisme untuk prospek 2013 diproyeksikan pertumbuhan menjadi
sebesar 6,7%, inflasi dapat turun menjadi 4,6%, dan surplus transaksi berjalan
meningkat menjadi 1,7% dari PDB.
Wilayah ini akan memainkan peran utama untuk mendukung ekonomi
global. Pertama, keberhasilan dalam mengatasi dampak krisis 1997/98 melalui
restrukturisasi kredit dan rekapitalisasi bank-bank di Asia membuat sektor
keuangan Asia jauh lebih sehat dan terbukti tahan dalam menghadapi krisis 2008-
2009. Kedua, dasar fundamental yang kuat dalam kebijakan makroekonomi dan
keuangan yang sehat. Kebijakan makroekonomi terwujud dalam kebijakan moneter
diarahkan untuk mencapai stabilitas harga guna mendukung pertumbuhan ekonomi.
Selain mengadopsi prinsip standar internasional untuk memperkuat kesehatan
untuk sektor keuangan dan peran intermediasi bagi perekonomian. Ketiga,
strategi perekonomian terbuka untuk mendorong pertumbuhan ekonomi yang
tinggi.
ARAH KEBIJAKAN PERBANKAN SYARIAH 2013
33
Bab
3
Ditandatanganinya the ASEAN Economic Community (AEC), yang melahirkan
the AEC Blueprint menyatakan bahwa pada tahun 2015 akan diperkuat integrasi
perekonomian global dan bilateral dengan empat pilar: pasar tunggal dan basis
produksi, kawasan ekonomi yang kompetitif, wilayah pembangunan ekonomi yang
merata, dan wilayah yang terintegrasi dengan perekonomian global. Selain itu,
terdapat kerja sama regional dalam lingkup yang lebih luas seperti ASEAN + 3 untuk
meningkatkan kerjasama intra-regional.
Indonesia sebagai salah satu negara di Asia mempunyai pertumbuhan ekonomi
terstabil di Asia bahkan dunia dalam 20 (dua puluh) triwulan terakhir. Dalam delapan
tahun terakhir perekonomian Indonesia terus tumbuh dengan rata-rata sekitar 6,1–
6,2% per tahun. Selain itu, Indonesia sebagai pelopor dalam penerapan bauran
kebijakan moneter dan makroprudensial yang efektif. Sehingga mampu memitigasi
risiko kredit dan mencegah pelarian modal, tanpa harus menaikkan suku bunga.Sejak
Oktober 2011 Bank Indonesia merupakan bank sentral pertama di kawasan Asia
yang menurunkan suku bunga kebijakan. Dalam tiga tahun terakhir laju inflasi
menunjukkan tren menurun, nilai tukar menunjukkan fluktuasi dalam batas wajar
dan selaras dengan nilai fundamentalnya. Dengan dinamika risiko makro yang
menurun dan stabilitas sistem keuangan yang kuat, saving-investment menjadi
berkontributif terhadap penguatan fondasi struktural perekonomian. Rasio investasi
terhadap PDB melampaui levelnya sebelum krisis 1997/1998. Daya tahan perbankan
yang kuat menjadi peredam guncangan (shock absorber) bagi perekonomian. Daya
redam ini ditopang oleh kekuatan modal yang memadai dalam menyerap risiko dan
efektifnya pengaturan dan pengawasan perbankan. Ketahanan dan sistem pengawasan
perbankan yang efektif telah mendorong perbankan menjalankan fungsi intermediasi
penyaluran pembiayaan secara maksimal dan disertai dengan tingkat kredit bermasalah
yang masih terkendali.
Perbankan syariah sebagai bagian dari perbankan nasional, dalam menetapkan
arah kebijakan perbankan syariah ke depan tidak terlepas dari kebijakan perbankan
nasional sebagaimana yang telah disampaikan Gubernur Bank Indonesia dalam
pertemuan Bankers Dinners tanggal 23 November 2012 lalu. Arah kebijakan perbankan
Bank Indonesia: Outlook Perbankan Syariah 201334
syariah akan mengacu kepada 3 (tiga) koridor yang saling terkait yaitu : (i) pemeliharaan
stabilitas sistem keuangan, (ii) penguatan ketahanan dan daya saing perbankan, dan
(iii) penguatan fungsi intermediasi, termasuk program keuangan inklusif, yang dapat
lebih bermanfaat bagi perekonomian serta masyarakat yang lebih luas.
Dalam rangka terus mendorong dan menjaga kesinambungan pengembangan
perbankan syariah, terlebih pada tahun 2013 yang merupakan tahun transisi
pengawasam mikroprudential perbankan dari Bank Indonesia kepada Otoritas Jasa
Keuangan yang mulai efektif pada tanggal 1 Januari 2014, Bank Indonesia memandang
perlu dilakukannya langkah pengembangan dan kebijakan perbankan syariah yang
difokuskan pada hal-hal berikut :
1. Pembiayaan Perbankan Syariah yang Lebih Mengarah kepada Sektor
Ekonomi Produktif dan Masyarakat yang Lebih Luas.
Potensi Indonesia di tengah optimisme Asia sebagai mesin utama penggerak
perekonomian dunia dan bonus demografi Indonesia telah memberikan peluang
yang besar tetap tumbuhnya perekonomian Indonesia. Arah pengembangan
yang sesuai untuk memberikan multiflier effect yang lebih besar bagi pertumbuhan
ekonomi Indonesia adalah dengan turut menunjang pertumbuhan perekonomian
nasional. Dukungan pembiayaan kepada sektor produktif tidak hanya akan
meningkatkan market share perbankan syariah namun juga akan mendukung
perekonomian nasional yang lebih berdikari.
Seperti halnya arah perbankan syariah pada tahun yang lalu, di tahun 2013
perbankan syariah diarahkan untuk mengembangkan pelayanan akan pembiayaan
sektor-sektor produksi. Beberapa terobosan yang dapat ditempuh antara lain
dengan memasuki sektor-sektor yang mendapatkan prioritas dari pemerintah
seperti konstruksi, listrik dan gas, pertanian dan industri kreatif, sektor produktif
untuk start up business, dan sektor Usaha Kecil dan Menengah (UMKM) serta
proyek-proyek skala prioritas dalam inisiatif MP3EI (Master plan percepatan dan
perluasan pembangunan ekonomi Indonesia). Pada tahun 2012, fokus pembiayaan
Bank Indonesia: Outlook Perbankan Syariah 2013 35
kepada sektor produktif ini sudah mulai terlihat hasilnya di perbankan syariah,
dimana sebagai akibatnya terlihat dari melambatnya pertumbuhan pangsa sektor
konsumsi (jasa dunia usaha + jasa sosial + lain-lain) terhadap total pembiayaan
kepada berbagai sektor ekonomi dan melambatnya pertumbuhan pangsa
pembiayaan jenis konsumsi terhadap total pembiayaan (modal kerja + investasi
+ konsumsi) dibandingkan tahun sebelumnya (yoy, posisi September).
Selain ke sektor produktif, pembiayaan perbankan syariah diarahkan juga agar
lebih efektif dan efisien. Bank Indonesia telah mendorong hal ini kepada bank
syariah melalui langkah supervisory action. Kedepan tidak menutup kemungkinan
Bank Indonesia akan mengeluarkan regulasi terkait dengan hal ini.
Berada pada level playing field yang sama dengan perbankan konvensional, yang
telah memiliki keunggulan struktur pendanaan yang lebih efisien dan jenis
pembiayaan yang lebih familiar bagi masyarakat merupakan tantangan tersendiri
Bank Indonesia: Outlook Perbankan Syariah 201336
Grafik 3.1.
Perlambatan Pertumbuhan Pangsa Konsumsi Perbankan Syariah
2011 2012
GPangsa sektor konsumsi
(%)
GPangsa pembiayaan konsumsi
35,00
30,00
25,00
20,00
15,00
10,00
5,00
0,00
bagi perbankan syariah. Selain itu, dimaklumi bahwa beberapa bank konvensional
merupakan ‘pemain’ yang handal dan lebih unggul dalam pembiayaan produktif
yaitu dalam segi permodalan dan infrastruktur baik dalam bentuk jaringan kantor
maupun teknologi informasi serta Sumber Daya Manusia. Selain membutuhkan
kompetensi dari industri syariah termasuk Sumber Daya Insani (SDI), perbankan
syariah juga membutuhkan akses informasi dalam mendapatkan market
pembiayaan produktif. Kemampuan SDI berperan sangat strategis dalam
mendukung market inteligence baik dalam menganalisa pembiayaan maupun
untuk memasarkan produk-produk syariah yang tepat untuk sektor produktif
dimaksud. Dalam hal ini, Bank Indonesia akan turut menjembatani knowledge
and skill gap yang masih menjadi kendala industri perbankan syariah. Bentuk
dukungan dari Bank Indonesia lebih lanjut antara lain berupa kajian model bisnis
perbankan syariah dan finalisasi indeks sektor riil yang menghasilkan informasi
untuk dapat lebih mencerminkan hasil usaha dari sektor riil yang nantinya akan
dibiayai oleh perbankan syariah.
Beberapa upaya untuk memperkecil gap tersebut akan ditempuh baik melalui
pelatihan, workshop, seminar, maupun bentuk komunitas antar SDI perbankan
syariah. Namun demikian, keberhasilan perbankan syariah untuk lebih berani
melakukan terobosan melalui pembiayaan sektor produktif tentunya membutuhkan
komitmen yang kuat dari industri perbankan syariah sendiri. Oleh karena itu,
perbankan syariah diharapkan dapat menyiapkan rencana pengembangan
bisnis ke sektor-sektor produksi. Disamping itu, perbankan syariah juga perlu
mempersiapkan pengendalian risiko terkait konsentrasi usahanya, antara lain
melalui persiapan manajemen risiko produk.
Arah kebijakan ke sektor produktif tersebut juga harus diimbangi dengan
pemerataan layanan untuk memberikan inklusivitas perbankan syariah pada
seluruh masyarakat yang melintasi batas-batas daerah dan batas kemampuan
ekonomi. Merujuk keberadaan perbankan syariah yang telah meliputi 33 propinsi
di seluruh Indonesia dan kedekatan psikologis dengan lembaga Baitul Maal Wa
Tamwil (BMT) memberikan ciri khas inklusivitas bank syariah pada seluruh daerah
Bank Indonesia: Outlook Perbankan Syariah 2013 37
masyarakat di Indonesia. BMT dapat menjangkau daerah yang terpencil sekalipun.
Kerjasama sinergis untuk memberikan layanan perbankan yang inklusif dapat
disediakan oleh bank syariah melalui pembiayaan kepada BMT baik melalui skim
channeling, executing maupun sebagai penyedia likuiditas terakhir (APEX bank)
serta technical assistance.
Kemudahan pembukaan loket layanan perbankan syariah di daerah-daerah baik
di Jawa maupun di luar Jawa akan digalakan sebagai dukungan pemberdayaan
daerah serta implementasi financial inclusion oleh perbankan syariah. Dalam
rangka memastikan fungsi intermediasi yang lebih fokus kepada sektor produktif
dan pembiayaan kepada masyarakat yang lebih luas, maka sebagaimana perbankan
konvensional akan ditetapkan target pembiayaan produktif termasuk pembiayaan
UMKM kepada perbankan syariah sebesar minimum 20%. Diharapkan bank
syariah dapat tumbuh bersama dengan tumbuhnya perekonomian masyarakat
yang lebih merata di Indonesia. Untuk itu, bank syariah diharapkan dapat
mengoptimalkan berbagai opsi dalam kebijakan pembukaan outlet layanan,
dalam rangka perluasan jaringan dan meningkatkan market share sekaligus
berperan dalam program financial inclusion. Selain itu, kawasan di luar Jawa
merupakan kawasan yang menjanjikan untuk memperbesar pangsa perbankan
syariah, yang terlihat dari mulai tumbuhnya sentra-sentra pertumbuhan di luar
Jawa selama periode tahun 2000 – 2010 sebagaimana tercermin dari pertumbuhan
di wilayah Sumatera (246%) dan Sulawesi, Maluku dan Papua (Sulampua) sebesar
248% yang lebih tinggi dari wilayah Jawa sebesar 228%.
2. Pengembangan Produk yang Lebih Memenuhi Kebutuhan Masyarakat
dan Sektor Produktif
Dengan berbagai pertimbangan seperti diversifikasi segmen nasabah, market
share yang tumbuh lebih cepat, dan multiflier effect yang lebih besar, Bank
Indonesia akan memprioritaskan dukungan bagi pengembangan produk-produk
yang terkait sektor produktif dan dapat lebih memenuhi kebutuhan masyarakat
yang lebih luas. Dukungan tersebut antara lain diberikan melalui penyempurnaan
Bank Indonesia: Outlook Perbankan Syariah 201338
regulasi, proses perizinan produk, kajian produk dan diseminasi knowledge dan
skill untuk analis pembiayaan/sektor produktif melalui kegiatan a.l workshop,
lokakarya, dan seminar.
Pertumbuhan sektor produktif yang ekspansif dan berkesinambungan
membutuhkan prasyarat pengembangan infrastruktur dan struktur industri yang
efisien dan dapat memenuhi kebutuhan masyarakat yang lebih luas. Sehubungan
dengan hal tersebut, Bank Indonesia akan melakukan kajian efisiensi dan cost
structure perbankan syariah dan potensi pengembangan skim pembiayaan
Islamic Microfinance yang selama ini bergerak di sektor produktif dan menyasar
sebagian besar penduduk Indonesia. Selain itu juga arah pembiayaan ke sektor
produktif dapat melalui pengembangan sektor korporasi dan infrastruktur (a.l
mendukung MP3EI), yang pada pelaksanaannya memerlukan dukungan modal,
manajemen risiko dan sumber dana serta dukungan risk appetite pemilik/pengurus.
Dalam hal ini, Bank Indonesia akan mendukung eksplorasi yang dilakukan bank
atau asosiasi perbankan syariah untuk mendapatkan pendanaan maupun
menyalurkan pembiayaan dengan produk yang lebih sophisticated termasuk,
jika diperlukan, menjajaki opsi regulatory approah (a.l insentif produktif dan
disinsentif produk konsumsi).
Bank Indonesia akan terus menyempurnakan regulasi terkait produk perbankan
syariah. Melanjutkan kebijakan pada tahun-tahun sebelumnya, Bank Indonesia
menyelenggarakan forum kerjasama tripartite dengan Dewan Syariah Nasional
dan Ikatan Akuntan Indonesia dalam mempercepat pengembangan produk-
produk baru atau non standard. Sebagaimana tahun sebelumnya, diagendakan
untuk produk yang relevan dengan kebutuhan bank dan masyarakat.
Sebagaimana tahun sebelumnya, bank syariah diarahkan untuk memperkuat
unit kerja pengembangan produk guna mempercepat pengembangan aset dan
mengakomodir kebutuhan masyarakat secara lebih luas. Dalam pengembangan
produk tersebut, bank syariah kadang kala tidak seleluasa perbankan konvensional
yang lebih bebas mengeksplorasi produk, sehingga acap kali membatasi bank
Bank Indonesia: Outlook Perbankan Syariah 2013 39
syariah dalam inovasi produk. Jika keterbatasan tersebut tidak berkaitan dengan
aspek kesyariahan, maka dapat dikaji bersama dengan regulator dan asosiasi.
Namun jika keterbatasan pada aspek syariah selain dikaji bersama dengan Dewan
syariah Nasional, juga semestinya dipahami bersama baik kalangan perbankan,
regulator, maupun masyarakat bahwa perbankan syariah memberikan nilai lebih
pada sistem keuangan yang diberikan dan kemaslahatan yang lebih arif.
3. Transisi Pengawasan yang Tetap Menjaga Kesinambungan Pengembangan
Perbankan Syariah
Paska disahkannya Undang-undang Nomor. 21 Tahun 2011 tentang Otoritas
Jasa Keuangan (UU OJK), fungsi pengaturan dan pengawasan perbankan termasuk
perbankan syariah yang sebelumnya dilakukan oleh BI akan beralih kepada OJK
pada akhir tahun 2013. Dengan demikian tahun 2013 merupakan periode yang
sangat krusial dalam mempersiapkan pengalihan fungsi pengaturan dan
pengawasan perbankan syariah dari BI ke OJK. Terbentuknya OJK, telah membagi
dua kewenangan pengaturan dan pengawasan perbankan termasuk perbankan
Syariah, yaitu mikroprudential di OJK dan makroprudential di Bank Indonesia.
Dalam pelaksanaannya, terdapat kemungkinan terjadinya overlapping antara
kebijakan mikroprudential dengan makroprudential, sehingga diharapkan dalam
masa transisi pengawasan ini tidak akan mengganggu proses pengembangan
dan pertumbuhan perbankan syariah itu sendiri. Selain itu juga,
Masing-masing lembaga yang memiliki kepentingan dalam pengembangan
dan pertumbuhan perbankan syariah, dalam masa transisi sudah seharusnya
melakukan proses review dan menyelaraskan berbagai perangkat organisasi dan
infrastrukturnya serta menyiapkan langkah-langkah yang diperlukan dalam
rangka mempersiapkan peranannya yang baru. Termasuk diantaranya adalah
menyiapkan berbagai infrastruktur yang dibutuhkan selain mekanisme dan
proses koordinasi yang baru antara berbagai lembaga yang ada baik nasional
maupun internasional. Bank Indonesia sebagai lembaga yang diamanahkan UU
OJK untuk melakukan pengaturan dan pengawasan makroprudential semestinya
Bank Indonesia: Outlook Perbankan Syariah 201340
sudah mulai mempersiapkan segala sesuatunya terkait dengan hal tersebut.
Peranan yang baru tersebut, termasuk dalam kerangka arsitektur keuangan
syariah Indonesia yang saat ini sedang disusun bekerjasama dengan Islamic
Development Bank (IDB), dimana masing-masing lembaga harus mengetahui
dan dapat berkontribusi dalam kerangka tersebut sesuai peranannya yang baru.
Beberapa kebijakan terkait makroprudential antara lain adalah penetapan
kebijakan Financing to Value (FTV) dan Down Payment (DP) di perbankan syariah
dan penetapan permodalan yang dapat mengakomodasi perubahan siklus bisnis
dan perekonomian. Selain juga macrosurveillance dan fungsi penyedia likuiditas
perbankan, termasuk fungsi Lender of the Last Resort (LOLR) bagi perbankan
syariah tetap merupakan fungsi yang akan dijalankan oleh Bank Indonesia.
Beberapa infrastruktur yang sedang dan akan dipersiapkan Bank Indonesia,
antara lain adalah mempersiapkan infrastruktur pengawasan untuk BUS dan
UUS yang dilengkapi dengan Sistem Informasi Perbankan (SIP) Syariah yang
menerapkan konsep baru tingkat kesehatan bank syariah (RBBR Syariah) dengan
menambahkan dua risiko terkait aspek syariah (Risiko Imbal Hasil dan Risiko
Investasi), dan dilengkapi pula dengan informasi statistik serta upaya melengkapi
rencana sistem pelaporan LBUS dengan menggunakan XBRL. Selain itu juga
penyusunan berbagai ketentuan maupun kebijakan perbankan syariah terkait
dengan pengelolaan konsentrasi risiko dan governance seperti permodalan bank
syariah maupun guidance produk dan aktivitas baru serta efisiensi perbankan,
yang kesemuanya diharapkan dapat memperkuat ketahanan perbankan syariah
selama masa transisi maupun kedepannya. Hal-hal tersebut diperlukan dalam
rangka dukungan infrastruktur untuk pengawasan bank dan arus informasi
pelaporan yang baik.
Selain itu juga, Bank Indonesia pada tahun 2013 akan mulai melakukan proses
revisited cetak biru perbankan syariah, dan turut berkontribusi dalam penyusunan
arsitektur keuangan syariah Indonesia. Revisited Cetak biru perbankan syariah
dan arsitektur keuangan syariah Indonesia ini, nantinya diharapkan dapat menjadi
pegangan baik bagi OJK, Bank Indonesia maupun lembaga-lembaga lain dalam
Bank Indonesia: Outlook Perbankan Syariah 2013 41
melakukan pengembangan perbankan dan keuangan syariah Indonesia. Selain
itu juga, Bank Indonesia akan melakukan proses review kerjasama domestik dan
internasional dengan institusi lain sesuai dengan peranan Bank Indonesia yang
baru. Review tersebut antara lain berupa kerjasama dengan DSN-MUI dan Ikatan
Akuntan Indonesia, serta dalam Komite Perbankan Syariah. Sementara terkait
dengan kerjasama dengan institusi keuangan syariah internasional seperti dalam
AAOIFI/IFSB/IILM/IIFM, Bank Indonesia akan melihat sejauh mana keanggotaan
Bank Indonesia dalam organisasi-organisasi tersebut masih sejalan dengan
peranan baru Bank Indonesia dan kemanfaatannya bagi perbankan dan keuangan
syariah Indonesia. Namun secara umum, Bank Indonesia tetap memandang
perlu untuk tetap melanjutkan kerjasama dengan institusi keuangan syariah
internasional dalam rangka pengembangan keuangan syariah.
Dengan demikian diharapkan pada masa transisi maupun pada saat pengalihan
pengawasan nantinya, seluruh persiapan infrastruktur dan arus informasi dan
koordinasi telah dipersiapkan dan berjalan dengan baik. Semua lembaga yang
terkait sudah mengetahui peranannya masing-masing, dan tidak akan menimbulkan
gangguan untuk kontinuitas pelaksanaan pengawasan maupun pengembangan
perbankan dan keuangan syariah di Indonesia.
4. Revitalisasi Peningkatan Sinergi Dengan Bank Induk
Sebagaimana pada tahun-tahun sebelumnya, strategi untuk memperluas jangkauan
dan meningkatkan aset perbankan syariah masih dititikberatkan pada strategi
kerjasama sinergis antara bank induk konvensional dengan bank syariah. Melalui
strategi tersebut diharapkan perbankan syariah bersama dengan bank induknya
dapat lebih bersinergi dalam pemanfaatan fasilitas teknologi, jaringan kantor
dan SDM.
Pertumbuhan aset bank syariah secara umum lebih tinggi dibandingkan bank
induknya. Namun demikian, karena nominal aset bank konvensional jauh lebih
besar sehingga walaupun pertumbuhan bank induk tidak setinggi perbankan
Bank Indonesia: Outlook Perbankan Syariah 201342
syariah tetap menyebabkan pertambahan pangsa bank syariah dengan induknya
meningkat relatif moderat. Hal ini terlihat dari 10 (sepuluh) bank konvensional
terbesar yang ada di Indonesia yang telah memiliki bank syariah, jika dibandingkan
dengan pangsa pada tahun sebelumnya relatif saat ini telah mengalami
peningkatan, kecuali 2 (dua) bank saja yang relatif tidak jauh berbeda. Yang lebih
menggembirakan, jumlah bank yang memiliki pangsa atas induk di atas 6%,
dimana tahun sebelumnya hanya 1 bank (BSM) pada tahun 2012 (data Sept’12)
bertambah menjadi 3 bank yaitu BSM (10,01%), UUS Permata (7,3%) dan UUS
BTN (6,23%). (lihat Gambar 3.2) Hal ini memperlihatkan telah dilaksanakannya
strategi dan kebijakan dalam arah yang tepat sebagai implementasi sinergi antara
perbankan syariah dengan bank induknya yang menghasilkan peningkatan pangsa
dimaksud. Beberapa strategi yang telah dilakukan perbankan syariah pada tahun
2012 antara lain memanfaatkan jaringan dan SDM bank induk dalam melakukan
analisa pembiayaan yang relatif lebih kompleks seperti korporasi dan/atau
manajemen risiko sepanjang masih diakomodasi pemenuhan prinsip syariahnya.
Bank Indonesia: Outlook Perbankan Syariah 2013 43
Grafik 3.2.
Pangsa Aset Bank Syariah terhadap 10 BUK induk terbesar (2010 – 2012)
Desember 2010 September 2011
(%)
10.0
9.0
8.0
7.0
6.0
5.0
4.0
3.0
2.0
1.00.0
BSM BRI Syariah
BCA Syariah
BNI Syariah
UUS CIMBNiaga
UUS Permata
UUSBII
UUS BTN
Panin Syariah
UUS Danamon
Untuk lebih meningkatkan share bank syariah dari bank induknya, diperlukan
berbagai langkah dan strategi baru. Strategi dan langkah dimaksud antara lain
berupa peningkatan koordinasi dalam pengawasan bank konvensional dan bank
syariah agar tingkat penerapan strategi sinergi bank induk dengan bank syariah
sebagai salah satu upaya mendorong pertumbuhan bank syariah meningkat.
Selain itu juga regulatory incentives apabila diperlukan tetap akan dipertimbangkan,
seperti dalam kelembagaan maupun peningkatan penyediaan fasilitas layanan
syariah dalam jaringan bank induknya. Dengan demikian, kerjasama yang
dilakukan selama ini akan dilanjutkan dengan bentuk-bentuk inovasi yang lebih
progresif, misalnya dalam bentuk dukungan permodalan dan ekspansi bisnis
secara reguler, hingga pengembangan cross selling dan penyetaraan produk
dengan dukungan infrastruktur seperti jaringan kantor dan IT, dan kebijakan
SDM yang lebih integrated termasuk diantaranya penilaian kinerja (key performance
indicator) aktivitas layanan syariah oleh SDM bank induk menjadi salah satu
strategi yang dapat dijalankan dan diharapkan dapat meningkatkan pertumbuhan
Bank Indonesia: Outlook Perbankan Syariah 201344
Share Bank Syariah terhadap bank Induk (September 2012)
(%)
12,00
10,00
8,00
6,00
4,00
2,00
0,00BSM BRI
SyariahBCA
SyariahBNI
SyariahUUS CIMBNiaga
UUS Permata
UUSBII
UUS BTN
Panin Syariah
UUS Danamon
perbankan syariah. Upaya lain yang tetap dapat dilakukan adalah dengan
melakukan sharing antara kompetensi unit BUK induk dalam mendesain dan
menjual produk di satu sisi, dengan pemahaman standar/akad syariah yang
dimiliki bank syariah di sisi lain, sehingga produk dan layanan syariah dapat
diperluas untuk melayani segmen nasabah yang beragam, baik mikro, ritel
maupun komersial/korporasi.
Pola pengembangan perbankan syariah di Indonesia sejak awal mengedepankan
pengembangan kapasitas institusi termasuk dalam penyediaan infrastruktur
jaringan, SDM dan produk yang mendukung pembentukan reputasi dalam
pemenuhan prinsip syariah selain pengembangan infrastruktur kelembagaan
bisnis syariah. Apabila diperlukan, akan dipertimbangkan berbagai pemikiran
seperti perluasan office channeling maupun delivery channel dengan bank induk
dan/atau bank satu grup. Namun hal ini tetap mesti sejalan dengan kebijakan
pengembangan perbankan syariah nasional yang telah diatur dalam UU No. 21
Tahun 2008 tentang Perbankan Syariah, yang mendorong terwujudnya konsep
perbankan syariah yang bersifat full-pledged dengan mendorong UUS untuk di-
spin off dan BUS untuk mengembangkan jaringan kantornya secara luas, serta
adanya semangat dalam UU dimaksud untuk menampilkan karakteristik khas
perbankan syariah sebagai suatu sistem baru layanan keuangan.
Kebijakan pemanfaatan dan perluasan jaringan dan layanan melalui bank induk
dan/atau bank satu grup-nya, agar tidak menciptakan disinsentif dalam perluasan
jaringan kantor bank syariah, dapat diatasi dengan melakukan beberapa persyaratan
dan pertimbangan tertentu seperti : (i) peningkatan produktivitas atau efisiensi
biaya namun dalam batas risiko yang dapat diterima, (ii) kejelasan tanggung
jawab dan terpenuhinya compliance serta akses pengawas, (iii) terjaganya
kontinuitas layanan, reputasi dan kemampuan bank untuk memenuhi kewajibannya,
dan (iv) kewajiban pembukaan kantor cabang syariah setelah terpenuhinya
persyaratan keuangan tertentu atas telah dibukanya layanan perluasan perbankan
syariah di jaringan kantor bank induk/bank satu grup.
Bank Indonesia: Outlook Perbankan Syariah 2013 45
5. Peningkatan Edukasi dan Komunikasi dengan Terus Mendorong Peningkatan
Kapasitas Perbankan Syariah pada Sektor Produktif serta Komunikasi
“parity” dan “distinctiveness” Produk Perbankan Syariah
Kemanfaatan kehadiran bank syariah akan terus disosialisasikan agar masyarakat
semakin mengenal dan merasakan manfaatnya. Dari jumlah rekening yang
dikelola perbankan syariah dalam 4 tahun terakhir menunjukkan peningkatan
yang cukup signifikan (rata-rata ± 31%), bahkan pertumbuhan periode 2011 –
2012 (36,62%) lebih tinggi dari pertumbuhan periode 2009 – 2010 (24,67%).
Hal tersebut menunjukkan citra inclusive perbankan syariah yang terus meningkat.
Untuk menjaga trend peningkatan jumlah masyarakat yang memanfaatkan
produk dan layanan perbankan syariah (iB financial literacy), program sosialisasi/
edukasi publik Bank Indonesia pada 2013 akan lebih difokuskan pada peningkatan
kapasitas perbankan syariah di sektor produktif serta terus mengkomunikasikan
manfaat (benefit) dari produk dan akad bank syariah yang lebih variatif melalui
peningkatan komunikasi yang menekankan pada kesetaraan (parity) dan perbedaan
khas yang menjadi keunggulan (distinctiveness) produk perbankan syariah.
Program dimaksud diimplementasikan melalui berbagai media yang dinilai efektif
dalam mendorong aktivasi penggunaan layanan perbankan syariah, sebagai
berikut:
• Sosialisasi berbasis komunitas melalui berbagai event atau media seperti radio,
micro-site dan talkshow dengan mengambil tema peningkatan kapasitas
sektor produktif perbankan syariah seperti: program pelatihan kewirausahaan
bagi mahasiswa dan masyarakat umum, serta sosialisasi "skim kredit bagi
wirausahawan pemula/start-up credit”. Selain itu juga akan dilakukan sosialisasi
berbasis komunitas melalui berbagai event atau media seperti radio, micro-
site dan talkshow, yang sesuai dengan target segmen komunikasi iB yaitu
komunitas muda dan wanita/keluarga, pengusaha/profesional, akademisi,
ulama/santri/tokoh agama dan netizen untuk dikedepankan dalam berbagai
kegiatan edukasi tersebut antara lain, kesetaraan teknologi dibalik fasilitas iB
dan perencanaan keuangan melalui iB. Secara spesifik, untuk segmen akademisi
Bank Indonesia: Outlook Perbankan Syariah 201346
dan ulama, edukasi yang dilakukan yaitu melalui pola training for trainers di
berbagai daerah.
• Partisipasi perbankan syariah dalam pameran/expo untuk mendekatkan
masyarakat umum dengan produk bank syariah yang sesuai kebutuhannya,
antara lain expo terkait sektor produktif seperti konstruksi, maritim, pertambangan,
pertanian, perkebunan, elektronik, pariwisata, otomotif dan industri kreatif.
Implementasi program tersebut di daerah akan difasilitasi dengan format “iB
pavilliun” dengan entry point expo/pameran pada bidang yang sebelumnya
telah dimasuki seperti di bidang properti, UMKM, elektronik, otomotif dan
franchise. Kegiatan iB campaign tersebut diarahkan dapat dilakukan bersama-
sama dengan perbankan syariah secara budget sharing untuk menumbuhkan
kebersamaan dalam pengembangan industri dan juga semangat co-opetition
diantara bank-bank syariah maupun antara bank syariah dengan bank induk.
• Dialog dengan stakeholder perbankan syariah (pengelola bank syariah, asosiasi
industri/pengusaha, pemerintah daerah, akademisi, media, pengamat ekonomi
dan perbankan, organisasi masyarakat) yang dilakukan untuk mengenalkan
dan menyelaraskan pandangan terhadap perbankan syariah sekaligus
memfasilitasi bank syariah untuk meningkatkan pelayanan serta mendorong
inovasi produk (co-creation).
• Mendekatkan perbankan syariah dengan calon nasabah berskala kecil,
menengah maupun besar melalui berbagai kegiatan dan strategi seperti
business gathering, focus group discussion dan business matching. Kegiatan
ini juga dimaksudkan untuk lebih mendorong pada terjadinya kerjasama
(aktivasi transaksi) antara perbankan syariah dengan pengusaha.
• Penguatan basic cultural perbankan syariah dengan ciri khas yang berazaskan
prinsip bagi hasil dengan berbagai kegiatan ekonomi yang berpola bagi hasil
yang hidup dan tumbuh dalam masyarakat melalui program “reinvent the
heritage”.
Bank Indonesia: Outlook Perbankan Syariah 2013 47
• Pengembangan produk yang sesuai dengan prinsip-prinsip syariah dan sesuai
dengan kebutuhan masyarakat.
Selain itu, sesuai strategi pengembangan pasar, komunikasi “above the line”
melalui Iklan Layanan Masyarakat dan program/rubrik khusus di berbagai media
cetak, elektronik, media online dan media luar ruang, dalam porsi lebih kecil
dibandingkan program-program aktivasi tersebut diatas juga tetap akan dilakukan.
Dalam upaya meningkatkan kompetensi SDM perbankan syariah, Bank Indonesia
akan melanjutkan kerjasama dengan ICDIF-LPPI melalui dukungan program
pelatihan dan pendidikan kepada SDM perbankan syariah yang diperlukan untuk
meningkatkan ketrampilan/kompetensi teknis operasional serta kemampuan
analisis dalam pemasaran produk perbankan syariah yang berbasis prudential
dan sharia compliance.
Bank Indonesia: Outlook Perbankan Syariah 201348