LAPORAN PENELITIAN KUALITATIF
“MAKNA MAKANAN CEPAT SAJI BAGI REMAJA”
Disusun Oleh:
1. Yesanya Gamaliel ( Liel ) 17/413266/SP/27983
2. Diah Ayu Gandasari (Diah ) 17/413245/SP/27962
3. Firda Alpiyanti (Firda) 17/409925/SP/27770
4. Bernadeta Karuna Lalita A ( Lita ) 17/413243/SP/27960
5. Nur Khamila Salsabilla (Salsa) 17/414961/SP/28088
DEPARTEMEN SOSIOLOGI
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN POLITIK
UNIVERSITAS GADJAH MADA
2018
BAB IPENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Pada era globalisasi dan perkembangan teknologi saat ini, individu cenderung
berperilaku konsumtif. Banyaknya produsen asing makanan yang mengekspansi pasar
global dengan makanan praktis cepat saji dari yang berasal dari barat atau sering
disebut fast food mendorong individu berperilaku konsumtif. Makanan yang termasuk
dalam kategori fast food diantaranya makanan yang diproduksi restoran cepat saji
seperti McDonald, KFC, Pizza Hut, Texas, A&W, Wendy’s, Burger King, dan lain-
lain.
Dalam proses penyajiannya, makanan cepat saji tersebut telah diolah dan
dimasak terlebih dahulu sehingga dapat segera disajikan. Varian produk nya berupa
sandwich, burger, pizza, fried chicken, french fries, chicken nuggets, fish and chips,
ice cream dan sejenisnya (Sari, 2006). Oxford Dictionary juga mendefinisikan
makanan siap saji sebagai makanan yang dapat diolah dan disajikan dalam waktu
yang singkat dan mudah dalam hitungan beberapa menit, terutama di snack bar atau
rumah makan. Kehadiran makanan cepat saji sangat diterima oleh masyarakat karena
cocok untuk gaya hidup orang modern. Cara penyajian yang praktis memudahkan
para individu untuk menyantapnya sembari berdiri atau berjalan, bahkan jalan-jalan.
Di Indonesia, hadirnya makanan cepat saji sangat mempengaruhi pola makan
masyarakat, terutama para remaja. Remaja merupakan masa pencarian jati diri
sehingga masih mudah untuk terpengaruh orang lain, seperti dalam hal pemilihan
makanan. Mereka cenderung akan memilih makanan cepat saji atau fast food karena
lebih praktis dan memiliki prestise tersendiri. Konsumsi makanan cepat saji sudah
menjadi bagian dari gaya hidup pada masyarakat (Noer dkk, 2013). Gaya hidup
modern yang serba praktis menyebabkan para remaja sulit menghindar dari makanan
cepat saji. Makanan cepat saji yang memiliki target awal bagi kelas pekerja pun
mengubah konsepnya dengan menawarkan berbagai macam paket makanan mulai
dari paket makan individu hingga paket makan berkelompok, serta membuat desain
interior dari restoran-restoran tersebut lebih modern. Menurut sudut pandang
Sosiologi, individu cenderung merasa lebih nyaman untuk datang ke tempat makan
yang memiliki fasilitas AC dan wifi dengan pelayanan yang memuaskan
dibandingkan dengan makan di warung yang lebih sederhana. Pemberian fasilitas AC
dan wifi merupakan strategi yang dibuat oleh pemilik restoran agar dapat menarik
pasar kalangan anak muda seperti remaja.
Alasan remaja memilih fast food biasanya karena enak, cepat saji, praktis, dan
sebagai makanan selingan pada saat remaja merasa bosan karena malas makan di
rumah (Kristianti,2009). Sangat disayangkan bahwa tren konsumsi makanan cepat saji
pada era sekarang ini yang sebenarnya tidak baik bagi kesehatan belum dapat
langsung menembus pola pikir remaja karena secara psikologis dan kepedulian remaja
dalam hal kesehatan tidaklah begitu tinggi.
Namun, hingga saat ini persepsi remaja mengenai perbedaan fast food dan junk
food masih minim. Sedangkan menurut Suswanti (2013) makanan cepat saji mengacu
pada makanan yang dapat siap untuk dimakan. Penggunaan istilah makanan cepat saji
biasanya lebih dikenal dengan sebutan fast food dan junk food. Akan tetapi dalam
realitasnya sebagian besar junk food adalah fast food dan tidak semua fast food
dikatakan sebagai junk food, terutama ketika fast food tersebut bergizi walaupun tidak
seimbang. Berdasarkan latar belakang di atas, urgensi dari penelitian ini adalah
mempertegas makna fast food pada remaja, karena di era saat ini konsumen remaja
merupakan target pasar yang potensial dalam era ekonomi yang cenderung
kapitalistik. Remaja dengan status ekonomi yang tinggi merupakan segmen pasar
yang sangat penting. Peneliti menganggap pentingnya untuk melakukan kajian dan
mengetahui makna dari makanan cepat saji atau fast food bagi para remaja saat ini
melalui penelitian yang berjudul makna makanan cepat saji bagi remaja.
B. TAHAPAN PENELITIAN
Tahapan awal penelitian dimulai dari proses penyusunan rancangan penelitian.
Bermula dari perumusan masalah seputar makna fast food yang dipilih oleh peneliti
karena urgensinya untuk mempertegas makna fast food pada remaja. Remaja dipilih
peneliti sebagai sasaran penelitian karena di era sekarang ini konsumen remaja
merupakan target pasar yang potensial dalam era ekonomi yang cenderung
kapitalistik.
Selama proses penelitian berlangsung pada tanggal 15 dan 17 April 2018,
peneliti menemukan kendala diantaranya kesulitan mendapatkan informan usia
remaja. Hal ini dapat terjadi karena pada tanggal 15 April 2018 berlangsung pula
kirab budaya yang mengikutsertakan sebagian besar remaja padukuhan Nologaten.
Kendala ini mengakibatkan peneliti kembali ke padukuhan Nologaten untuk mencari
informan pada tanggal 17 April 2018. Kendala lain yang dihadapi peneliti saat proses
penelitian berlangsung yakni informan yang menjawab pertanyaan terlalu singkat
sehingga peneliti harus memperdalam pertanyaan demi mendapatkan jawaban
informan tersebut. Selain kedua hal tersebut, ada pula peneliti yang pada awalnya
informan tidak berkenan untuk diwawancara, namun karena bujuk rayu peneliti
berhasil, maka informan tersebut bersedia untuk diwawancara.
Setelah proses wawancara yang dilakukan peneliti, tahap selanjutnya
merupakan penggabungan data yang didapat dari masing-masing informan. Dari
seluruh data yang didapat, kemudian dianalisis dan dijabarkan dengan metodologi
yang dipilih peneliti yaitu kualitatif deskriptif.
C. RUMUSAN MASALAH
Berdasarkan latar belakang di atas, rumusan masalah pada penelitian ini adalah:
Apa makna makanan cepat saji atau fast food bagi remaja?
D. METODOLOGI
Metode penelitian yang digunakan pada penelitian kali ini adalah pendekatan
kualitatif dengan menggunakan metode deskriptif. Sugiyono (2010) menjelaskan
bahwa metodologi kualitatif digunakan untuk mendapatkan data yang mendalam dan
merupakan data yang mengandung makna. Sedangkan menurut Silalahi (2010:28),
dalam penelitian deskriptif masalah sudah diketahui cukup banyak oleh peneliti. Mely
G. Tan (dalam Silalahi, 2010) mengatakan:
“Penelitian yang bersifat deskriptif bertujuan menggambarkan secara tepat sifat
sifat suatu individu, keadaan, gejala, atau kelompok tertentu, atau untuk menentukan
frekuensi adanya hubungan tertentu antara suatu gejala dan gejala lain dalam
masyarakat. Dalam hal ini mungkin sudah ada hipotesis-hipotesis, mungkin belum,
tergantung dari sedikit banyaknya pengetahuan tentang masalah yang bersangkutan”.
Berdasarkan uraian diatas, peneliti menggunakan metode penelitian kualitatif
deskriptif karena penelitian ini menjabarkan makna fast food bagi remaja di
Padukuhan Nologaten secara apa ada nya sesuai dengan pendapat mereka.
Selain itu, teknik wawancara mendalam juga digunakan untuk mengumpulkan
data. Wawancara ini dilakukan kepada lima informan yang berbeda dengan rentang
usia antara 12-18 tahun. Teknik wawancara yang dilakukan merupakan wawancara
semi terstruktur. Esterberg dalam Sugiyono (2010:233) mengemukakan bahwa
terdapat tiga jenis wawancara, yaitu terstruktur, semi terstruktur, dan tidak terstruktur.
Menurut Esterberg, wawancara semi terstruktur sudah termasuk dalam kategori in
depth interview yang pelaksanaannya lebih bebas daripada wawancara terstruktur.
Dalam penelitian di lapangan, peneliti menggunakan interview guide untuk menjadi
patokan dalam mengajukan pertanyaan, tetapi tidak menggunakan daftar pertanyaan
yang baku atau sama untuk setiap informan sehingga dapat dikatakan bahwa jenis
wawancara yang dilakukan adalah wawancara semi terstruktur.
Dalam melakukan wawancara, peneliti juga menggunakan sejumlah instrumen
pendukung untuk menyimpan hasil wawancara. Instrumen tersebut diantaranya adalah
telepon genggam yang digunakan untuk merekam suara informan dan juga digunakan
untuk mengambil gambar.
BAB II
SETTING SOSIAL
Gambar 1.1 Peta Lokasi Padukuhan Nologaten
Padukuhan Nologaten terletak di Desa Caturtunggal, Kabupaten Sleman,
Daerah Istimewa Yogyakarta. Secara geografis, Padukuhan Nologaten berada pada
lingkungan padat penduduk yang juga terletak dekat dengan salah satu mall di
Yogyakarta yaitu Ambarukmo Plaza (Amplaz). Padukuhan Nologaten sendiri terdiri
dari 4 RW dengan 10 RT. Masyarakat Nologaten, secara garis besar terbagi menjadi
dua yaitu pendatang dan penduduk asli yang tersebar di beberapa RW dengan
karakteristik RW 1 dan 4 di dominasi oleh penduduk asli, serta RW 3 yang mayoritas
merupakan penduduk pendatang dan RW 2 yang bersifat lebih heterogen. Heterogen
yang dimaksud adalah penduduk RW 2 yang terdiri dari penduduk asli, pendatang,
dan juga penduduk yang menetap untuk sementara misalnya untuk kos. Lokasi setiap
RW juga menunjukkan persebaran karakteristik penduduk tersebut. Seperti RW 1 dan
RW 4 yang lokasinya berdekatan, RW 2 yang berlokasi di dekat Sekolah Tinggi
Pariwisata AMPTA sehingga banyak ditemukan penduduk yang menetap untuk
sementara (kos), dan RW 3 yang terletak di belakang Ambarukmo Plaza (Amplaz). Di
RW 3 juga ditemukan adanya gated community dimana terdapat suatu kompleks
perumahan yang terlihat mengeksklusifkan diri dari warga sekitar.
Gambar 1.2 Gated Community padukuhan Nologaten
Terkait dengan persebaran gerai makanan cepat saji ala barat, di Nologaten
sendiri tidak terlalu banyak ditemukan. Gerai makanan cepat saji seperti KFC, MCD,
Pizza Hut, dan Burger King hanya dapat dijumpai di dalam Mall Ambarukmo Plaza.
Sedangkan untuk gerai makanan cepat saji yang bisa dijumpai di sekitar tempat
tinggal warga Nologaten lebih didominasi oleh gerai makanan cepat saji lokal
diantaranya Popeye, D'Ayam Crispy, warmindo, dan lain-lain. Selain gerai makanan
cepat saji lokal tersebut, terdapat pula berbagai tempat nongkrong anak muda seperti
cafe, dan tempat makan kekinian.
Padukuhan Nologaten juga memiliki keunikannya tersendiri seperti adanya
kegiatan Posbindu yang dilaksanakan pada tanggal 15 setiap bulannya. Kegiatan
Posbindu merupakan suatu kegiatan seperti posyandu yang menyasar penduduk
dengan rentang usia nol (0) hingga manula. Pada kegiatan Posbindu ini juga terdapat
sosialisasi makanan sehat sehingga hal ini dapat menyebabkan penduduk Nologaten
tidak terlalu banyak mengonsumsi makanan cepat saji.
Gambar 1.3 Sanggar Tari “Kembang Sore” Padukuhan Nologaten
Selain itu, di Nologaten juga dapat ditemukan Sanggar Tari Kembang Sore dan
Gubuk Budaya yang berisi seperangkat gamelan sebagai wadah bagi pemuda
Nologaten melestarikan kebudayaan Jawa. Hal ini juga dapat dilihat dari turut
berpartisipasinya Padukuhan Nologaten pada kirab budaya yang dilakukan pada
tanggal 15 April 2018.
BAB III
PEMBAHASAN
Makanan cepat saji (fast food) bukan berasal dari budaya asli atau budaya lokal
Indonesia. Makanan cepat saji (fast food) berasal dari budaya asing yang merambah
masuk ke Indonesia. Akhir-akhir ini fast food sangat digandrungi oleh berbagai
kalangan, terutama oleh kalangan muda dan remaja. Fast food dianggap memiliki
keunggulan-keunggulan tertentu. Selain proses penyajiannya yang cepat dan tak
memakan waktu yang lama, fast food juga meningkatkan gengsi dan status sosial bagi
kalangan yang menikmatinya. Fast food dapat ditemukan diberbagai tempat dan
berbagai macam bentuknya. Mulai dari mall, pasar swalayan, hingga di tepian jalan
raya fast food dapat ditemukan.
Penyebaran makanan tersebut diiringi dengan penyebaran budaya konsumtif
yaitu budaya baru yang merubah selera makan masyarakat Indonesia (Suwarsono &
Alvin Y. So. 2006). Hal ini merupakan bentuk dari adanya modernisasi, dimana
negara berkembang seperti Indonesia mencontoh atau mengadopsi budaya selera
makan negara maju, salah satunya dalam mengkonsumsi makanan cepat saji.
Remaja mendapatkan uang saku setiap harinya. Dari uang saku ini remaja
mendapatkan kesempatan untuk jajan/makan diluar rumah tanpa memperhatikan
makanan apa yang akan dikonsumsi. Perilaku remaja dipengaruhi oleh apa yang dia
lihat, dia dengar, dan dia terima, begitu halnya dengan perilaku konsumsi pada
remaja.
World Health Organization (WHO) menyebutkan 10 golongan yang termasuk
dalam makanan fast food yaitu:
a. Makanan asinan
b. Makanan kalengan, yaitu makanan yang dikemas dalam kaleng, bisa berupa
buah-buahan atau daging.
c. Makanan gorengan
d. Makanan daging yang diproses seperti sosis
e. Mie instan
f. Makanan yang dibakar atau dipanggang
g. Keju olahan
h. Makanan asinan kering
i. Makanan manisan beku seperti ice cream, cake beku, dan lain-lain.
j. Makanan daging berlemak dan jeroan
Menurut Yuyun Alamsyah dalam buku Bisnis Fast Food ala Indonesia,
keunggulan dari konsep makanan cepat saji adalah waktu penyajiannya yang relatif
cepat dan praktis. Aneka paket menu menjadikan konsumen semakin cepat dalam
menentukan pilihan.
Makna Makanan Cepat Saji Bagi Remaja Padukuhan Nologaten :
Masyarakat pada masa kini terutama remaja padukuhan Nologaten berada pada
keadaan dimana sudah mengarah kepada modernitas. Begitu pula dengan pemenuhan
kebutuhan makannya. Menjamurnya makanan cepat saji dewasa ini menyebabkan
semakin beragamnya pilihan yang cenderung lebih banyak mengkonsumsi fast food
baik serta menghabiskan waktu makan di luar rumah. Restoran-restoran yang menjual
makanan jenis fast food menciptakan image atau kesan tertentu, tanpa
mempertimbangkan zat gizi yang terkandung di dalamnya.
Restoran fast food terbagi menjadi dua golongan besar. Golongan pertama
didasarkan pada kronologi sejarah perkembangan fast food, maka tipe fast food di
Indonesia dapat dikategorikan menjadi tiga macam, yaitu:
1. Coffee shop gaya Amerika seperti McDonald's, Burger King, Kentucky Fried
Chicken (KFC).
2. Restoran tradisional gaya Indonesia seperti restoran Padang, angkringan dan
warmindo (burjo)
Penggolongan berikutnya berdasarkan menu. Jika dilihat dari menu yang
ditawarkan fast food di Indonesia dapat dikategorikan menjadi dua macam yaitu:
1. Bermenu barat seperti hamburger, sandwich, pizza, ayam goreng, kentang goreng,
salad dan beraneka ragam jenis roti.
2. Bermenu tradisional seperti lotek, masakan padang, nasi goreng dan gorengan.
3. Makanan yang sudah mengalami proses pengolahan kimiawi seperti mie instan.
Verbatim Box 01Informan : Yudanta Azhari PranajayaTanggal Wawancara : 17 April 2018, 13.00Tempat Wawancara : Burjo seberang posbindu RW 02Pewawancara : Bernadeta Karuna Lalita A.
L : Kalau..eee…pengertian makanan cepat saji ala barat itu menurutmu apa? Maksudnya…eee…yang langsung ada dipikiranmu tuh apa menurut kamu sendiri?Y : Ya makanan yang dari luar negeri gitu…L : Contohnya??
Dalam wawancara yang dilakukan peneliti, remaja di Nologaten menganggap
bahwa makanan cepat saji itu atau fast food itu bukan dari Indonesia. Fast food
mereka anggap sebagai makanan yang diambil dari luar negeri dan lebih spesifiknya
adalah dari Amerika Serikat. Fast food sendiri sering dibedakan antara fast food yang
berasal dari luar negeri atau yang lebih dikenal dengan sebutan fast food modern
seperti McDonalds, KFC, Pizza hut, dan sebagainya. Sedangkan fast food tradisional
atau lokal seperti rumah makan padang, warung tegal, burjo, dan lain-lain.
Dilihat dari sejarahnya, Sylvester Graham menyatakan bahwa Amerika
semenjak Perang Sipil (1861-1865) sudah meningkatkan teknologi untuk mengolah
hasil peternakan dan pertanian menjadi fast food dan makanan kalengan. Hal ini
berdampak pada makanan sehat dalam masa perang tersebut. Salah satu solusinya
adalah mengkonsumsi makanan cepat saji dan makanan kalengan. Ketika mereka
kembali ke kehidupan sipil setelah perang, mereka menjadi akrab dengan makanan
tersebut, dan ingin selalu mengkonsumsinya.
Industrialisasi fast food Amerika mulai muncul setelah perang sipil hingga terus
berkembang mengekspansi pasar memasuki era industri. Disisi lain, pada era itu
banyak pekerja hanya mempunyai jam istirahat yang pendek, sementara jam kerjanya
cukup panjang. Bahkan, wanita pada era itu juga mulai bekerja sehingga mereka
meninggalkan pekerjaan rumah, seperti memasak dan akhirnya lebih banyak waktu
untuk makan di luar rumah. Pada tahun 1940-an, McDonald’s menjadi restoran
pertama yang dibuka oleh pemilik bioskop bernama Richard dan Maurice di tempat
terbuka dekat Pasadena, California. Saat itu, McDonald’s hanyalah berbentuk kios
hamburger. Hingga pada akhirnya, tahun 1960-an usaha fast food ini terus maju dan
mengekspansi pasar global.
Tahun 1970-an, sampailah restoran-restoran fast food di Indonesia, diawali
dengan masuknya KFC dan disusul oleh restoran-restoran fast food lainnya, seperti
McDonald’s, Burger King, dll dengan menggunakan konsep waralaba. Hingga saat
ini, restoran-restoran tersebut pun masih bertahan dan semakin berkembang. Tidak
heran, apabila informan penelitian ini yang berasal dari kalangan remaja padukuhan
Nologaten memiliki persepsi bahwa fast food merupakan makanan yang diadopsi dari
luar negeri. Hal ini dibuktikan dari hasil jawaban informan pada penelitian ini yang
menjawab bahwa fast food bukan asli Indonesia serta jawaban informan yang
Verbatim Box 01Informan : Yudanta Azhari PranajayaTanggal Wawancara : 17 April 2018, 13.00Tempat Wawancara : Burjo seberang posbindu RW 02Pewawancara : Bernadeta Karuna Lalita A.
L : Kalau..eee…pengertian makanan cepat saji ala barat itu menurutmu apa? Maksudnya…eee…yang langsung ada dipikiranmu tuh apa menurut kamu sendiri?Y : Ya makanan yang dari luar negeri gitu…L : Contohnya??
mengatakan secara lebih spesifik dan mengacu pada Amerika sehingga fast food
dianggap sebagai hasil “impor” dari produk Amerika yang ada di Indonesia.
Dalam merek memberikan identitas kepada suatu produk, juga terkandung
image dan asosiasi tertentu yang bisa meningkatkan nilai jual suatu produk atau juga
bisa menurunkan nilai jual. Merek merupakan suatu stimuli yang mendorong
konsumen dalam mengambil keputusan pembelian terhadap suatu produk. Merek
yang sukses, dapat mengikat konsumen sehingga konsumen loyal terhadap suatu
produk (brand loyalty). Penggunaan merek asing pada produk dalam negeri
diharapkan akan memberikan brand image yang positif, pada produk yang mereka
buat dibandingkan merek lokal. Citra merek yang positif sangat mempengaruhi
konsumen dalam membeli produk atau jasa. Untuk itu, citra merek dapat menjadi
salah satu faktor yang harus dipertimbangkan oleh konsumen dalam melakukan
keputusan pembelian. Menurut Siswanto Sutojo, keputusan konsumen dalam membeli
barang atau jasa sangat dipengaruhi oleh citra merek, sehingga konsumen lebih
memilih produk atau jasa yang bercitra merek positif.( Sutojo, 2004).
Berkaitan dengan keputusan pembelian seorang konsumen, maka harga
merupakan salah satu faktor yang cukup penting untuk menjadi pertimbangan seorang
konsumen dalam mengambil keputusan pembelian suatu produk. Hal ini berlaku pula
dalam pengambilan ke mputusan dalam mengkonsumsi fast food. Konsumen
cenderung memilih fast food yang memiliki nama dipasaran dan mempunyai harga
terjangkau. Dengan demikian citra merek dari fast food dan harga sangat
mempengaruhi konsumen dalam menentukan proses pengambilan keputusan dalam
pembelian.
STORY BOX:
Hari Minggu, 15 April 2018 saya berjumpa dengan dek Adit di Sanggar Tari Kembang Sore. Pada saat itu, Adit sedang menunggu adiknya yang tengah latihan menari di sanggar itu. Saya kemudian menghampiri Adit dan menanyakan beberapa hal terkait fastfood kepada Adit. Dari perbincangan kami, saya menemukan beberapa pendapat Adit yang menurut saya menarik. Salah satu nya adalah pendapat Adit mengenai kebiasaan nongkrong di gerai fastfood seperti KFC, MCD, dsb. Menurut Adit, ketika beberapa orang berkumpul disana, interaksi (ngobrol) yang terjadi akan relatif lebih sedikit daripada ketika beberapa orang berkumpul di warmindo (burjo). Alasannya adalah adanya fasilitas wifi yang membuat pengunjung lebih tertarik bermain handphone daripada ngobrol bersama dengan teman-temannya.
Di lihat dari merek yang digunakan dalam fast food, makanan tergolong ke
dalam makanan dengan harga yang mahal bagi informan atau khalayak remaja di
Nologaten. Menurut hasil penelitian, cara informan mengkonsumsi fast food yaitu
dengan cara dibelikan oleh orang lain, termasuk didalamnya orangtua informan
tersebut. Hal ini dikarenakan harga fast food bagi kalangan remaja termasuk kategori
mahal, di lain sisi harga yang jual mahal ini tidak sebanding dengan besaran uang
yang mereka miliki atau keterbatasan ekonomi sehingga tidak dapat membeli fast
food sendiri. Berbeda jika dibandingkan dengan harga makanan lokal dan jajanan
tradisional lain yang harganya masih terjangkau atau tergolong murah.
Dalam hal ini harga mempunyai peranan penting bagi konsumen dalam
mempertimbangkan pembelian mengingat harga merupakan salah satu faktor yang
diperhitungkan konsumen dalam menentukan intensitas pembelian Swasta ( Fika,
2012). Selain itu, harga yang mahal bisa juga dikarenakan faktor kepuasan dari
konsumen. Harga memiliki pengaruh terhadap kepuasan konsumen. Harga
mempengaruhi persepsi konsumen terhadap kualitas dan kepuasan konsumen
(Shabastian, 2013). Harga yang mahal tersebut bisa dikatakan untuk memancing
‘gengsi’ konsumen.
Mencari rekomendasi fast food dengan harga yang relatif murah memang tidak
mudah. Walaupun di negara asalnya fast food merupakan pilihan untuk makan dengan
harga yang relatif murah, tetapi lain halnya di Indonesia. Pilihan menu yang ada di
restoran fast food Indonesia cenderung memiliki harga yang terbilang mahal. Akibat
dari hal ini, berbagai kalangan di Indonesia dengan ide-ide kreatifnya berusaha
menciptakan inovasi baru dengan berlomba-lomba memunculkan restoran fast food
lokal yang mengacu pada fast food aslinya dari Amerika dengan harga yang jauh lebih
terjangkau. Menu utama yang tersedia pun dibuat mirip seperti menu fast food
asalnya, mulai dari ayam goreng, kentang goreng, hingga hamburger.
Verbatim Box 09Informan : Yudanta Azhari PranajayaTanggal Wawancara : 17 April 2018, 13.00Tempat Wawancara : Burjo seberang posbindu RW 02Pewawancara : Bernadeta Karuna Lalita A.
L : Makanan…makanannya kenapa??
Y : Mahal..
Berkembangnya bisnis restoran fast food di Indonesia yang diadopsi dari
Amerika, selain karena faktor keuntungan pasar, faktor tingkat kesejahteraan,
tentunya didorong juga dengan tingginya perilaku konsumen di Indonesia yang gemar
makan di luar rumah. Bagi konsumen yang berpenghasilan pas-pasan, mereka cukup
mengunjungi rumah makan yang sederhana. Sedangkan yang berdompet tebal
biasanya mengunjungi restoran atau kafe.
Banyak alasan kenapa mereka sering makan di luar rumah. Di samping ingin
menikmati hidangan lezat, yang jarang disajikan di rumah, restoran bisa juga menjadi
tempat untuk rekreasi. Saat ini, restoran sudah merupakan bagian dari gaya hidup
masyarakat, terutama di perkotaan. Bisnis yang menjanjikan kepuasan lidah ini terus
berkembang, semakin hari semakin ramai. Seiring dengan tingkat kesejahteraan
masyarakat, sekarang ini banyak sekali jenis restoran yang bermunculan.
Warta Ekonomi menggelar kegiatan bertajuk Netizen Brand Choice Award
2018 yang bertujuan untuk memberikan apresiasi kepada perusahaan-perusahaan yang
mampu membuat merek produknya menjadi merek pilihan warganet berdasarkan
gaya hidup mereka. Berdasarkan hasil survei tersebut, terpilih 5 merek pilihan favorit
dalam kategori restoran makanan cepat saji di Indonesia, diantaranya :
1. KFC - PT Fastfood Indonesia Tbk
2. MCD - PT Rekso Nasional Food
3. Burger King - PT Mitra Adiperkasa Tbk
4. CFC - PT Pioneerindo Gourmet International Tbk
5. A&W - PT Biru Fast Food Nusantara
Hasil top brand di atas memperlihatkan bahwa masyarakat dari latar belakang
apapun dapat dengan mudah menjadikan makanan cepat saji sebagai menu favorit
khususnya KFC. Namun berkembangnya zaman melahirkan banyak variasi dari
makanan cepat saji. Salah satunya makanan cepat saji lokal yang merupakan produk
imitasi dari makanan cepat saji pada umumnya baik melalui aspek budaya, simbol
simbol yang di produksi serta aspek peniruan lainya. Makanan cepat saji lokal yang
beredar di sekitaran Nologaten contohnya Olive Fried Chicken, Popeye Fried
Chicken, Rocket Chicken dan D’Ayam Crispy. Rasa yang enak dan harga yang lebih
murah dibanding fast food asli dari Barat kiranya bisa menjadi alasan utama mengapa
makanan cepat saji lokal disenangi oleh masyarakat khususnya remaja di padukuhan
Nologaten.
Beberapa merek atau brand fast food Barat maupun lokal yang dikenali oleh
kalangan remaja di Desa Nologaten diantaranya KFC, McD, Popeye, dan Olive.
Merek tersebut merupakan contoh dari beberapa merek fast food menurut informan.
Merk-merk tersebut memang terbilang mudah dijangkau dari seputaran Nologaten,
terutama Popeye dan Olive. Hal ini sangat wajar apabila remaja di Nologaten lebih
mengenali merek-merek tersebut, mulai dari KFC dan MCD, meskipun restoran dari
Barat yang berada di Amplaz tetapi dapat dikenali karena aksesibilitasnya dekat dan
masih satu kawasan di Nologaten. Sedangkan Popeye dan Olive lebih dikenali karena
terletak di sepanjang jalan menuju Nologaten.
Daftar merek makanan cepat saji yang dikenali informan memiliki peran
penting dalam keputusan informan untuk mengkonsumsi makanan cepat saji. Banyak
faktor yang membuat remaja di Nologaten lebih memilih mengkonsumsi fast food
Verbatim Box 02Informan : Yudanta Azhari PranajayaTanggal Wawancara : 17 April 2018, 13.00Tempat Wawancara : Burjo seberang posbindu RW 02Pewawancara : Bernadeta Karuna Lalita A.
L : Apa aja menurutmu? *sambil minum menggunakan sedotan*
Y : Kayak Popeye gitu kan…yang junkfood-junkfood..
Verbatim Box 03Informan : Doni Asta PrajaTanggal Wawancara : 15 April 2018, 16.00Tempat Wawancara : Lapangan Desa NologatenPewawancara : Diah Ayu Gandasari
D : ya kayak popeyeA : oh beli popeye ?D : iya, waktu itu beli popeye
Verbatim Box 04Informan : AditTanggal Wawancara : Minggu, 15 April 2018 pukul 11.00-11.10Pewawancara : Firda Alpiyanti
F: suka nongkrong di burjo?
A: ya lebih suka daripada di KFC, McD gitu
salah satunya dilihat dari sisi penyajian fast food yang praktis. Praktis ini merupakan
dampak dari teknologi pangan yang terkesan ingin memanjakan konsumen sehingga
memunculkan sikap pragmatisme yang ingin serba cepat, efisien dan praktis dalam
penyimpanan, penyiapan dan konsumsi.
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, praktis berarti mudah dan senang
memakainya (menjalankan dan sebagainya). Makanan fast food saat itu sangat
digemari karena kepraktisannya. Para konsumennya bisa makan sambil jalan, duduk
dimanapun tanpa direpotkan dengan cara makan. Fast food relatif enak, nyaman dan
tidak mudah tumpah atau belepotan saat disantap. Asal mula makanan cepat saji
bermula dari kepraktisan tersebut yang membuat makanan cepat saji digemari pada
saat ini.
Berdasarkan hasil wawancara dengan informan yang bernama Adit, dapat
diketahui bahwa salah satu definisi fast food bagi informan adalah praktis dari segi
penyajian dan memasak. Praktis bagi informan yang dimaksud disini adalah penyajian
menu makanannya. Menurut informan, fast food memiliki sisi praktis karena
pelanggannya cukup duduk kemudian memesan dan makanan akan diantar ke meja
pelanggan. Hal ini sesuai dengan julukan fast food diberikan bagi makanan yang bisa
disiapkan dan disajikan dengan sangat cepat (Habib dkk, 2011).
Praktis sendiri termasuk keuntungan dan kelebihan dari fast food, hal ini sesuai
dengan pernyataan bahwa kelebihan dan keuntungan mengkonsumsi fast food adalah;
praktis, enak, cepat, hemat, dan sesuai dengan kebutuhan (Alamsyah, 2009)
Sedangkan menurut Vina Mandasari dan Bayu Adhi Tama dalam Jurnal Generic
“Analisis Kepuasan Konsumen Terhadap Restoran Cepat Saji Melalui Pendekatan
Data Mining: Studi Kasus XYZ” tahun 2011, terdapat beberapa tipe restoran cepat
saji salah satu nya yaitu pengunjung datang ke counter, mengambil makanan yang
Verbatim Box 05Informan : AditTanggal Wawancara : Minggu, 15 April 2018 pukul 11.00-11.10Pewawancara : Firda Alpiyanti
F: kenapa eh kok makanan cepat saji?
A: soalnya praktis. Tinggal pesen aja kan nanti juga dianter
diinginkan, membayar, dan kemudian mencari tempat duduk dan mulai menikmati
makanan.
Dilihat dari sisi kepraktisan penjualan makanan cepat saji ini kemudian
mendorong munculnya inovasi baru dari pihak restoran fast food misalnya desain
interior restoran tersebut dibuat modern, menarik, dan bersih sehingga para konsumen
sangat nyaman dengan pelayanan ditambah fasilitas yang menarik. Dengan demikian,
sebenarnya makanan cepat saji memang cukup membantu atau memudahkan para
konsumen untuk dapat melepaskan rasa lapar dan rasa ingin segera membeli makanan
tanpa harus menunggu terlalu lama, karena kita ketahui makanan cepat saji
merupakan makanan yang praktis untuk dikonsumsi dalam berbagai keadaan dengan
berbagai macam menu dan harga yang ditawarkan. Adanya makanan cepat saji yang
bervariasi serta praktis ini maka tak heran banyak masyarakat dari berbagai kalangan
terutama remaja memilih makanan cepat saji.
Kehadiran fast food tentu saja sangat disukai oleh banyak orang karena lebih
praktis, efektif dan efisien. Fast food ini bisa dikonsumsi dimana pun, kapan pun, baik
sambil berjalan, menulis serta melakukan aktivitas lainnya (Hidayah, 2012).
Sayangnya, dibalik itu terdapat kekurangan yakni komposisi bahan makanannya
kurang memenuhi standar makanan sehat berimbang, antara lain kandungan lemak
jenuh berlebihan karena unsur hewani lebih banyak dibanding nabati, kurang sehat,
kurang vitamin dan terlalu banyak sodium. Dalam penyajiannya, fast food biasanya
dilengkapi dengan minuman ringan (soft drink). Minuman jenis tersebut dapat
menyebabkan sekresi asam urat dan menyebabkan karies gigi karena kandungan gula.
Begitu pula, kulit ayam goreng pada fried chicken mengandung kolesterol tinggi
sehingga ada yang memberikan peringatan dengan sebutan “Hantu Fast Food”
(Irianto, 2007).
Jenis fast food yang sering dikonsumsi adalah jenis makanan dengan zat gizi
yang kurang seimbang. Selain rendah karbohidrat, makanan ini juga rendah
kandungan seratnya. Serat yang dimaksud adalah serat makanan yang berasal dari
sayuran dan buah-buahan. Keadaan itu juga diperburuk dengan tidak adanya
perubahan pola makan sehat saat berada di rumah (Khomsan, 2008: 10).
Verbatim Box 07Informan : Hilmi Tanggal Wawancara : Minggu, 15 April 2018Pewawancara : Nur Khamila Salsabilla
- " fast food itu ya termasuk indomie itu mbak. Popeye, olive, kfc kayak gitu".
Fast food merupakan makanan dengan tujuan komersial dan tidak
memperdulikan aspek kesehatan untuk masyarakat yang mengkonsumsinya. Dampak
buruk dari kebiasaan konsumsi fast food jika dikonsumsi secara berlebihan yaitu
dapat menimbulkan berbagai gangguan kesehatan, seperti diabetes (kencing manis),
hipertensi (tekanan darah tinggi), pengerasan pembuluh darah (aterosklerosis),
penyakit jantung koroner, stroke, kanker, dan peningkatan status gizi seperti
kegemukan dan obesitas (Sari, 2008).
Dalam hal ini para pakar dan dokter menyebutkan makanan seperti fast food
menjadi ancaman utama bagi kesehatan. Hal tersebut dikarenakan makanan-makanan
yang disediakan banyak mengandung lemak jenuh, lemak trans, dan natrium. Selain
itu, fast food mengandung kalori yang tinggi dan rendah gizi. (Lee Young Ho dkk,
2010).
Informan penelitian kami juga menyebutkan bahwa fast food identik dengan
kandungan pada makanannya yang tidak sehat apabila dimakan secara terus menerus
dalam jangka waktu yang lama. Salah satu kandungan yang menyebabkan fast food
menjadi tidak sehat salah satunya terdapat kandungan kolesterol. Selain itu, informan
juga menyatakan fast food belum tentu higienis meskipun penyajiannya cepat.
Menurut hasil wawancara, informan berpendapat demikian karena terdapat sosialisasi
makanan sehat setiap bulan pada tanggal 15 di Posbindu Desa Nologaten dan juga
informasi yang didapat dari media seperti televisi, radio, bahkan media sosial.
Verbatim Box 07Informan : Hilmi Tanggal Wawancara : Minggu, 15 April 2018Pewawancara : Nur Khamila Salsabilla
- " fast food itu ya termasuk indomie itu mbak. Popeye, olive, kfc kayak gitu".
Verbatim Box 06Informan : AditTanggal Wawancara : Minggu, 15 April 2018 pukul 11.00-11.10Pewawancara : Firda Alpiyanti
F: kalo yang sejenis makanan cepat saji kayak KFC, McD, dll gitu?A: enggak mbak.F: kenapa?
Verbatim Box 03Informan : Doni Asta PrajaTanggal Wawancara : 15 April 2018, 16.00Tempat Wawancara : Lapangan Desa NologatenPewawancara : Diah Ayu Gandasari
A : kamu pernah mikir ga kalau mie itu bahaya atau gimana lah ?D : ya sempat kalau dimakan terus-terusanA : alasannya?D : kadang-kadang sakit perut
Beberapa bahan dasar fast food termasuk golongan pangan bergizi. Meski
tergolong pangan bergizi, namun sering kali gizinya tidak seimbang sehingga pola
makan makanan fast food dapat menyebabkan kelebihan kemasukan kalori. Bahkan
kebanyakan fast food tinggi kalori dan rendah gizi, ada juga beberapa fast food yang
relatif rendah kalori dan tinggi gizi. Masalahnya, sebagian besar konsumen terutama
remaja dan anak-anak jarang memesan makanan yang tergolong sehat pada saat di
restoran makanan cepat saji. Mereka cenderung memesan fast food tanpa
memperhatikan kandungan kalori maupun gizi yang terdapat didalamnya. Masalah
lain adalah bahwa banyak makanan yang disebut sehat tetapi mengandung tinggi
kalori, lemak, garam namun miskin serat yang berdampak buruk bagi kesehatan.
Contohnya saja dalam 100 gram, fried chicken pada bagian dada atau sayap
mengandung 303 kkal, pizza yang mengandung keju 268 kkal, hot dog mengandung
247 kkal, informasi kalori tersebut umumnya tidak diketahui oleh sebagian besar
konsumen dan bahkan fast food menjadi salah satu faktor yang menyebabkan
meningkatnya resiko obesitas (Virgianto dan Purwaningsih, 2005) dan merupakan
salah satu masalah kesehatan di indonesia yang memerlukan penanganan serius
(Anonimous, 2009). Hal yang terpenting untuk dilakukan dalam mengonsumsi fast
food adalah bagaimana mengatur frekuensi konsumsi fast food agar tidak berlebihan
dan terus menerus, karena ini akan berdampak pada perilaku, kebiasaan makan, dan
juga peran orangtua serta lingkungan diharapkan mampu memotivasi anak untuk
menerapkan pola makan sehat dan seimbang.
Verbatim Box 06Informan : AditTanggal Wawancara : Minggu, 15 April 2018 pukul 11.00-11.10Pewawancara : Firda Alpiyanti
F: kalo yang sejenis makanan cepat saji kayak KFC, McD, dll gitu?A: enggak mbak.F: kenapa?
BAB III
PENUTUP
Globalisasi telah membawa banyak perubahan dalam kehidupan manusia.
Salah satu aspek yang terkena dampak dari globalisasi adalah aspek budaya dimana
budaya dari luar dapat dengan mudah masuk ke Indonesia dan berakulturasi seolah-
olah telah menjadi budaya Indonesia itu sendiri. Hal ini dapat dilihat dengan mulai
menjamurnya restoran makanan cepat saji ala barat di berbagai kota di Indonesia,
khususnya Yogyakarta.
Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan pada tanggal 15-16 April 2018 di
Padukuhan Nologaten, Desa Caturtunggal, Kabupaten Sleman, Yogyakarta dapat
ditemukan pola konsumsi remaja yang memaknai fast food sebagai suatu hal yang
praktis, tidak sehat, mahal, serta berasal dari luar negeri. Akan tetapi, ditengah proses
menjamurnya berbagai gerai makanan cepat saji ala barat seperti KFC, McD, Pizza
Hut, Burger King, dan sebagainya justru remaja di Padukuhan Nologaten kurang bisa
mengakses makanan cepat saji ala barat tersebut karena berbagai faktor, salah satunya
adalah faktor harga yang terlalu mahal untuk mereka. Hal ini juga menyebabkan
munculnya pola konsumsi baru yaitu remaja Nologaten yang lebih sering
mengkonsumsi makanan cepat saji lokal tetapi tetap mengadopsi menu ala barat
seperti Popeye, D’Ayam Crispy, Warmindo (Burjo), dan sebagainya yang memiliki
harga lebih murah daripada makanan cepat saji ala barat seperti KFC, McD, Pizza
Hut, dan Burger King. Selain karena faktor harga, hal ini juga dapat disebabkan oleh
lokasi gerai makanan cepat saji ala barat yang hanya terdapat di dalam Mall
Ambarukmo Plaza sedangkan gerai makanan cepat saji lokal memiliki gerai yang
tersebar hampir di seluruh daerah Padukuhan Nologaten sehingga lebih mudah
diakses oleh masyarakat khusus nya remaja Nologaten.
Pada era saat ini, kesadaran remaja di Desa Nologaten akan pentingnya
makanan sehat semakin berkurang. Dalam hal ini perlu diadakan sosialisasi lebih
lanjut mengenai makanan sehat untuk remaja di Padukuhan Nologaten. Kegiatan ini
bisa dilakukan bersamaan dengan kegiatan posbindu yang rutin dilakukan tiap
bulannya. Selain itu, kegiatan ini juga bisa dijadikan sebagai sarana komunikasi
kepada remaja Nologaten mengenai perbedaan antara fastfood dan junkfood
mengingat kebanyakan remaja saat ini ketika mendengar fast food maka yang terlintas
di pikiran remaja adalah makanan yang tidak sehat (junk food) padahal keduanya jelas
berbeda, di sisi lain usia remaja merupakan usia dimana pola konsumsi mulai
dibentuk dan menjadi kebiasaan sehingga sangat tepat untuk membangun pemikiran
yang berbeda diantara keduanya.
Fast food memang lebih banyak efek negatifnya daripada manfaatnya, tetapi
bukan berarti tidak boleh mengkonsumsinya sama sekali, hanya perlu dibatasi seperti
maksimal 1 kali dalam seminggu.
DAFTAR PUSTAKA
Kristianti,N 2009, ‘Hubungan Pengetahuan Gizi Dan Frekuensi Konsumsi Fast Food Dengan
Status Gizi Siswa SMA Negeri 4 Surakarta’ , Jurnal Kesehatan, vol.2, no.1, hh 39-47
Noer, ER & Imtihani, TR 2013, ‘Hubungan Pengetahuan, Uang Saku, Dan Peer Group
Dengan Frekuensi Konsumsi Makanan Cepat Saji Pada Remaja Putri’, Journal of Nutrition
College, vol.2, no.1, hh. 162-169
Sari, ET 2006, ‘Peranan Customer Value Dalam Mempertahankan Keunggulan Bersaing
Pada Restoran Cepat Saji’, Jurnal Manajemen Perhotelan, vol. 2, no. 2, hh. 68-75
Suwarsono & Alvin Y, 2006, ‘Perubahan Sosial dan Pembangunan’. PT Pustaka LP3ES Indonesia, hh. 22
LAMPIRAN :
1. Daftar informan, tanggal wawancara, pewawancara.
2. OBSERVASI GUIDE
1. Mengamati dari dekat lokasi penelitian
2. Mengamati kondisi subjek penelitian pada saat wawancara berlangsung
3. Mengamati secara langsung keadaan sekitar lokasi penelitian
3. INTERVIEW GUIDE
1. Menurut anda, apa pengertian makanan cepat saji ala barat?
Pewawancara 01 : Yesanya Gamaliel Informan : Ivan (1 SMK)Tanggal/waktu : 15 April 2018 (16.45)
Pewawancara 02 : Diah Ayu GandasariInforman : Doni Asta PrajaTanggal Wawancara : 15 April 2018 (16.00)
Pewawancara 03 : Firda AlpiyantiInforman : AditTanggal Wawancara : Minggu, 15 April 2018 pukul 11.00-11.10
Pewawancara 04 : Nur Khamila Salsabilla Informan : HilmiTanggal Wawancara : 15 April 2018 (11:22)
Pewawancara 05 : Bernadeta Karuna
Lalita AInforman : Yudanta Azhari
PranajayaTanggal Wawancara : 17 April 2018, 13.00
4. DATA NETWORKING KELOMPOK
5 . DATA NETWORKING INDIVIDU
Yesanya Gamaiel
Nur Khamia S
Bernadeta Karuna Lalita A
7. DOKUMENTASI :
Lokasi : Nologaten
8. DAFTAR DATA KOMPILASI TUGAS INDIVIDU
Nama Sudah mengumpulkan
YESANYA GAMALIEL Verbatim Transkrip V Reflection Diary V Indexing V Coding V Data Networking V
FIRDA ALPIYANTI Verbatim Transkrip V Reflection Diary V Indexing V Coding V Data Networking V
DIAH AYU GANDASARI
Verbatim Transkrip V Reflection Diary V Indexing V Coding V Data Networking V
BERNADETA KARUNA LALITA A. Verbatim Transkrip V Reflection Diary V Indexing V Coding V Data Networking V
NUR KHAMILA SALBILLA Verbatim Transkrip V Reflection Diary V Indexing V Coding V Data Networking V