Download - padf zal rabu 5
-
8/3/2019 padf zal rabu 5
1/87
PENGURUS
Majalah
ANESTESIA& CRITICALCARE
diterbitkan setiap empat bulan oleh
Perhimpunan Dokter Spesialis
Anestesiologi dan Reanimasi Indonesia
(IDSAI)
Pelindung
Ketua Umum PP IDSAI Bambang Tutuko, dr., SpAnKIC
Penasehat
Prof. Dr. Tatang Bisri, dr., SpAnKNA
Prof. M. Roesli Thaib, dr., SpAnKIC
Ketua Dewan Majalah/Pemimpin Redaksi
Prof. Dr. Amir S. Madjid, dr., SpAnKIC
Mitra Bestari
Prof. Herlin Megawe, dr., SpAnKIC (Surabaya)
Prof. Si Chasnak Saleh, dr., SpAnKNA (Surabaya)
Prof. Dr. Rita Sucahyo, dr., SpAnKIC, KNA (Surabaya)
Prof. Dr. Eddy Rahardjo, dr., SpAnKIC (Surabaya)
Prof. Sunaryo, dr., SpAnKIC (Semarang)
Prof. Marwoto, dr., SpAnKIC, KAR (Semarang)
Prof. Husni Tanra, dr., SpAnKIC, PhD (Makassar)
Prof. Dr. St. Mulyata, dr., SpAnKIC (Solo)
Prof. M. Ruswan Dahlan, dr., SpAnKIC, KAR (Jakarta)
Prof. A. Himendra Wargahadibrata, dr., SpAnKIC (Bandung)
Prof. Dr. Tatang Bisri, dr., SpAnKNA, KOA (Bandung)Prof. Kaswiyan A., dr., SpAnKIC (Bandung)
Prof. Darto Satoto, dr., SpAnKAR (Jakarta)
Prof. Dr. Amir S. Madjid, dr., SpAnKIC (Jakarta)
Dr. Hari Bagianto, dr., SpAnKIC (Malang)
Dr. Syarif Sudirman, dr., SpAn, KAR (Solo)
Dewan Redaksi
Sun Sunatrio, dr., SpAnKIC (Jakarta)
Bambang Tutuko, dr., SpAnKIC (Jakarta)
Gunawarman, dr., SpAnKAR (Jakarta)
Susilo Chandra, dr., SpAn, FRCA (Jakarta)
Indro Mulyono, dr., SpAnKIC (Jakarta)
Oloan Tampubolon, dr., SpAnKIC, MHKes (Jakarta)
Arif HM Marsaban, dr., SpAnKAA (Jakarta)Tantani Sugiman, dr., SpAnKIC (Jakarta)
Aida Rosita Tantri, dr., SpAnKAR (Jakarta)
Yohannes WH George, dr., SpAnKIC (Jakarta)
Bambang Wahjuprajitno, dr., SpAnKIC (Surabaya)
Marsudi Rasman, dr., SpAnKIC (Bandung)
Ike Sri Redjeki, dr., SpAnKIC, M.Kes (Bandung)
Hasanul Arifin, dr., SpAn, KIC (Medan)
Bambang Suryono, dr., SpAnKNA, M.M (Yogyakarta)
Endang Mela Maas, dr., SpAnKIC (Palembang)
Az Rii, dr., SpAnKIC (Padang)
Wayan Suranadi, dr., SpAnKIC (Bali)
Koordinator Dana dan Iklan
Eddy Harjanto, dr., SpAnKIC
Redaktur Pelaksana
Ratna Farida, dr., SpAn, KAKV
Rudyanto Sedono, dr., SpAnKIC
Staf Redaksi
Pryambodho, dr., SpAnKAR
Andi Ade Wijaya, dr., SpAnKAP
Jefferson, dr., SpAnKAKV
Dita Adianingsih, dr., SpAn
Vera Irawany, dr., SpAn
Rethia Syahril, dr.
R. Besthadi Sukmono, dr.
Krisna Andria, dr.
Koresponden
IDSAI Medan, Padang, Palembang, Bandung, Cirebon, Semarang,
Yogyakarta, Semarang, Surakarta, Denpasar, Makassar, Manado,
Ponanak
Alamat Redaksi:
Departemen/SMF Anestesiologi dan Terapi Intensif
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia/
RSUPN Cipto Mangunkusumo,
Jln. Diponegoro 71, Jakarta.
Telp. 021-31909033. Fax. 021-3923443
E-mail: [email protected]
Surat Izin Terbit 71 5 /K/DIT. B I N PRES/XII/78
-
8/3/2019 padf zal rabu 5
2/87
Sejawat yang terhormat,
Pada penerbitan edisi kedua 2010 ini, kami menyajikan ga laporan penelian, ga laporan kasus, satu
njauan pustaka, dan satu studi pustaka.
Melengkapi edisi kali ini kami menerbitkan juga diantaranya satu laporan kasus mengenai Penatalaksa-
naan Edema Paru pada Kasus VSD dan Sepsis VAP, dan satu njauan pustaka mengenai Blok Peribulbar: Modali-
tas Anestesi Rawat Jalan untuk Pembedahan Eviserasi Oalmika.
Mudah-mudahan tulisan-tulisan yang kami sajikan ini dapat menambah informasi dan bermanfaat bagi
sejawat.
Selamat membaca.
Prof. Dr. dr. Amir S Madjid, SpAn. KIC.
Pemimpin Majalah Anestesia & Crical Care
Anestesia & Critical Care Vol 28 No.2 Mei 2010 i
KATA PENGANTAR
-
8/3/2019 padf zal rabu 5
3/87
Hemodynamic Comparison of Spinal Anesthesia between Coloading Ringer Lactate and HES
130/0,4 in Caesarean Secon
Perbandingan Hemodinamik saat Anestesi Spinal antara Coloading Ringer Laktat dan HES
130/0,4 untuk Operasi Bedah Sesar
Aldy Heriwardito
The Effecveness of Spinal Anaesthesia Using 0,5% Hyperbaric Bupivacaine 7,5 mg Plus 25 mcg
Fentanyl Compared with 0,5% Hyperbaric Bupivacaine 12,5 mg in Caesarean Secon
Keefekfan Anestesia Spinal Menggunakan Bupivakain 0,5% Hiperbarik 7,5 mg Ditambah Fent-
anil 25 mcg Dibandingkan dengan Bupivakain 0,5% Hiperbarik 12,5 mg pada Bedah Sesar
Bintartho A , Pryambodho, Susilo
Incidence of Throat Complaints Post Endotracheal Intubaon: Comparison of Esmaon and
Measurement on Cuff Pressure With or Without Equipment in GBPT RSUD dr.Soetomo Surabaya
Kejadian Gejala Tenggorok Pascaintubasi Endotrakea: Perbandingan Esmasi dan Pengukuran
Tekanan Kaf Menggunakan Alat dengan Tanpa Alat di GBPT RSUD dr. Soetomo Surabaya
Herdy Sulistyono H
Management of Encephalis and Epilepsy in ICU
Tatalaksana Ensefalis dan Epilepsi di ICU
Rudy Manalu
Coagulopathy Bleeding in Intraabdominal Infecon
Perdarahan Terkait Koagulopa pada Infeksi Intraabdominal
Diah Widyan
Treatment of Lung Oedema in VSD and VAP Sepsis
Penatalaksanaan Edema Paru pada Kasus VSD dan Sepsis VAP
Maria Irawaty
Intra-operave Awareness in General Anesthesia and the Developement of Post-traumac StressDisorder
Kesadaran Intraoperaf pada Anestesi Umum dan Pembentukkan Post-traumac Stress Disorder
Anestesia & Critical Care Vol 28 No.2 Mei 2010 ii
DAFTAR ISI
LAPORAN PENELITIAN
1
9
18
26
37
52
LAPORAN KASUS
63
STUDI PUSTAKA
-
8/3/2019 padf zal rabu 5
4/87
Maria Blandina
Intra Peribulbar Block: A Modality in Ambulatory Anesthesia for Ophthalmic Evisceraon Sur-
gery
Blok Peribulbar: Modalitas Anestesi Rawat Jalan untuk Pembedahan Eviserasi Oalmika
Andi Salahuddin
71
Anestesia & Critical Care Vol 28 No.2 Mei 2010 iii
TINJAUAN PUSTAKA
-
8/3/2019 padf zal rabu 5
5/87
I LAPORAN PENELITIAN I
Perbandingan Hemodinamik saat Anestesi Spinal antara Coloading Ringer Laktat
dan HES 130/0,4 untuk Operasi Bedah SesarHemodynamic Comparison of Spinal Anesthesia between Coloading Ringer Lactate and HES130/0,4 in Caesarean Secon
Aldy Heriwardito
ABSTRACT
Background: Spinal anesthesia in caesarean sec-
on causes a decreasing of blood pressure and uterina pla-
cental circulaon. Giving crystaloid coloading is not effec-
ve enough for prevenng the decrease of blood pressure.
Coloading HES 130/0,4 500 ml has been predicted as a more
effecve way because it has longer period of intravascular
effect.
Method: This study had been done in randomized
single blinded experimental design. There were 84 subjects
with ASA I and II that had been in caesarean secon pro-
cedure by spinal anesthesia. Seven subjects had been ex-
cluded, and the rest had been divided into 2 groups. Group 1
consists of 39 subjects as control group that had coloadingRL 1000 mL therapy, group 2 consists of 38 subjects that
had coloading HES 130/0,4 500 mL therapy. Blood pressure
and heart rate were checked in every 2 minutes aer spinal
anesthesia. Aer the baby born, APGAR score is determined
and pH of umbilical cord were measured.
Result: There are significant difference in mean
arteries blood pressure. It can be seen in second minute
(p=0,025), fourth (p=0,034), 16th (p=0,044), 18th (p=0,08),
20th (0,06). Mean of the difference in second minute is 7
mmHg (SD=3,1), the fourth is 7,1 mmHg (SD=3,3), the 16th is
4,7 mmHg (SD=2,7), the 18th is 7,3 mmHg (SD=2,7), the 20th
is 7,1 mmHg (SD=2,5). There is no significant difference be-tween two kind of the coloading fluids with umbilical cord
pH and APGAR score.
Conclusion: Giving coloading HES 130/0,4 is beer
than coloading RL in prevenng changes in blood pressure
at spinal anesthesia in caesarean secon. There is no signifi-
cant difference in changes of heart rate and umbilical cord
pH between coloading HES 130/0,4 and RL in spinal anes-
thesia in caesarean secon.
Keywords: Spinal Anesthesia, Caesarean secon,
coloading, HES 130/0,4
ABSTRAK
Latar belakang: Anestesia spinal pada bedah sesar
Aldy HeriwarditoDepartemen Anestesiologi dan Terapi Intensif
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia
menyebabkan penurunan tekanan darah dan sirkulasi
uteroplasenta. Pemberian coloading cairan kristaloid be-lum cukup efekf mencegah penurunan tekanan darah. Co-
loading HES 130/0,4 500 mL diharapkan lebih efekf karena
memiliki efek intravaskular yang lebih lama.
Tujuan: Mengetahui perbedaan tekanan darah, laju
nadi, pH tali pusat setelah pemberian cairan coloading HES
130/0,4 pada anestesia spinal untuk bedah sesar.
Metode: Penelian ini dilakukan dengan desain eks-
perimental acak tersamar tunggal mengikutsertakan 84 sub-
yek ASA I dan II yang menjalani operasi bedah sesar dengan
anestesia spinal. Tujuh subyek dikeluarkan dari penelian
dan subyek dibagi dua kelompok. 39 subyek masuk dalam
kelompok kontrol mendapat coloading RL 1000 mL dan 38
subyek masuk dalam kelompok perlakuan mendapat co-loading HES 130/0,4 500 mL. Tekanan darah dan laju nadi
diperiksa seap dua menit setelah anestesia spinal. Setelah
bayi lahir dilakukan penilaian skor APGAR dan pemeriksaan
pH tali pusat.
Hasil: Terdapat perbedaan yang bermakna secara
stask antara rata-rata tekanan darah arteri rata-rata
juga didapatkan setelah pemberian coloading pada menit
kedua (p=0,025), keempat (p=0,034), ke-16 (p=0,044), ke-
18(p=0,08), ke-20 (0,06). Selisih rata-rata pada menit kedua
7 mmHg (SD=3,1), keempat sebesar 7,1 mmHg (SD=3,3), ke-
16 sebesar 4,7 mmHg (SD=2,7), ke-18 sebesar 7,3 mmHg
(SD=2,7), ke-20 sebesar 7,1 mmHg (SD=2,5). Tidak terdapatperbedaan berbedaan bermakna antara Jenis cairan co-
loading dengan pH tali pusat dan skor APGAR.
Kesimpulan: Pemberian coloading HES 130/0,4 lebih
baik dalam mencegah perubahan tekanan darah dibanding-
kan dengan coloading RL saat anestesia spinal untuk bedah
sesar. Tidak terdapat perbedaan perubahan laju nadi dan
pH tali pusat bayi antara coloading HES 130/0,4 dengan co-
loading RL saat anestesia spinal untuk bedah sesar.
Kata Kunci: Anestesia spinal, Bedah Sesar, coloading,
Anestesia & Critical Care Vol 28 No.2 Mei 2010 1
-
8/3/2019 padf zal rabu 5
6/87
HES 130/0,4
LATAR BELAKANG
Anestesia spinal masih menjadi pilihan anestesia
untuk bedah sesar. Anestesia spinal membuat pasien tetap
dalam keadaan sadar sehingga masa pulih lebih cepat dan
dapat dimobilisasi lebih cepat. Zat anestesia pada anestesiaspinal yang masuk ke sirkulasi maternal lebih sedikit sehing-
ga pengaruh terhadap janin dapat berkurang. Pada umum-
nya, morbiditas ibu dan janin lebih rendah pada prosedur
anestesia spinal. Selain itu, anestesia spinal lebih superior
karena menunjukkan angka komplikasi yang lebih sedikit
pada beberapa kasus, seper preeklampsia berat. Aneste-
sia spinal juga menjadi pilihan pada kasus plasenta previa
karena perdarahan yang terjadi lebih sedikit dibandingkan
dengan bedah sesar dengan anestesia umum.
Salah satu efek samping anestesia spinal adalah
hipotensi. Jefferson menemukan insidens hipotensi dite-
mukan sebesar 52% pada peneliannya dan kejadian hipo-tensi masih dapat terjadi pada 20 menit pertama dilakukan
anestesia spinal. Hipotensi akan menyebabkan ibu mual
dan muntah selama operasi, serta bradikardia pada derajat
yang lebih berat.
Empat alternaf cara pencegahan hipotensi pada
anestesia spinal adalah pemberian vasopresor, modifikasi
teknik regional anestesia, modifikasi posisi dan kompresi
tungkai pasien, pemberian cairan intravena.
Usaha meningkatkan volume cairan sentral dengan
pemberian cairan intravena merupakan cara yang mudah
dilakukan untuk mencegah hipotensi pada anestesia spinal.
Cairan yang diberikan dapat berupa kristaloid atau koloid.2
Teknik pemberian cairan dapat dilakukan dengan preload-
ing atau coloading. Preloading adalah pemberian cairan
20 menit sebelum dilakukan anestesia spinal, sedangkan
coloading adalah pemberian cairan selama 10 menit saat
dilakukan anestesia spinal.
Pemberian cairan kristaloid sebagaipreloading dak
memperlihatkan manfaat untuk mencegah hipotensi.3,8
Clark dkk. membandingkan kejadian hipotensi antara ke-
lompok pasien yang diberikan preloading dekstrosa 5%
dalam ringer laktat sebanyak 1000 mL dan kelompok pasien
yang dak diberikan preloading sebelum anestesia spinal
pada pasien yang menjalani bedah sesar. Hasil yang di-
dapatkan menunjukkan dak ada perbedaan yang bermak-na antara dua kelompok tersebut.
Coloading kristaloid dapat menjadi pilihan untuk
mencegah efek samping hipotensi pada anestesia spinal na-
mun dak menurunkan angka kejadian hipotensi. Hal ini di-
tunjukkan pada penelian Mojika dkk. yang membanding-
kan pemberian RL sebagai preloading dan coloading pada
operasi non-obstetrik.3
Koloid memiliki keunggulan dibanding kristaloid
karena bertahan lebih lama intravaskular. Keuntungan lain
adalah jumlah volume koloid yang diperlukan untuk mence-
gah hipotensi lebih sedikit dibanding kristaloid.10
Penelian mengenai pemberianpreloading kristaloidatau koloid sebelum anestesia spinal untuk mencegah pe-
rubahan hemodinamik telah banyak dilakukan, namun
belum ada penelian yang membandingkan pemberian
kristaloid dan koloid pada saat anestesia spinal sebagai co-
loading sehingga penulis tertarik untuk meneli masalah
ini. Pada penelian ini penulis akan menggunakan hetar-
strach (HES) dengan berat molekul 130 dan koefisien sub-
stusi 0,4 sebagai coloading.
Penelian yang akan dilakukan memiliki metode
yang berbeda dari penelian- penelian yang sudah ada.Cairan yang digunakan adalah HES 130/0,4 karena me-
miliki berbagai kelebihan. Berat molekul yang lebih besar
dibandingkan dengan penelian Nishikawa menyebabkan
efek volume yang lebih besar. HES 130/0,4 memiliki efek
reologi yang lebih baik dibandingkan dengan HES yang lain
dan gelan, sehingga oksigenasi jaringan lebih baik.15,16 Be-
rat molekul 130 kD membuat ginjal dak terbebani untuk
fungsi eliminasi.17
Pemberian HES akan bertahan lebih dari 20 menit in-
travaskular sehingga dengan pemberian setengah dari jum-
lah coloading kristaloid dapat memiliki efek volume yang
sama namun bertahan lebih lama intravascular.10
Anestesia & Critical Care Vol 28 No.2 Mei 2010 2
Perbandingan Hemodinamik saat Anestesi Spinal antara Coloading Ringer Laktat dan HES 130/0,4 untuk Operasi Bedah Sesar I Hemodynamic Comparisonof Spinal Anesthesia between Coloading Ringer Lactate and HES 130/0,4 in Caesarean Section
-
8/3/2019 padf zal rabu 5
7/87
METODE PENELITIAN
Penelian ini merupakan penelian yang bersifat
eksperimental dengan rancangan uji klinik acak tersamar
tunggal untuk membandingkan pemberian Ringer Laktat
1000mL dan HES 130/0,4 500mL saat dilakukan spinal anes-
tesia pada bedah sesar terhadap kejadian hipotensi.
Populasi penelian adalah pasien yang menjalanioperasi bedah sesar dengan anestesia spinal di RS Budi Ke-
muliaan dan RS Cipto Mangunkusumo. Penelian dilakukan
di instalasi bedah pusat RS Budi Kemuliaan dan RS Cipto
Mangunkusumo periode waktu Februari sampai Mei 2010.
Kriteria penerimaan adalah pasien wanita hamil berusia 20-
35 tahun, berat badan 50 80 kg, nggi badan 145-180 cm,
status fisik ASA I - II, bersedia mengiku penelian. Kriteria
penolakan adalah hipertensi dalam kehamilan, kehamilan
risiko nggi, gawat Janin, gemelli, kadar hemoglobin kurang
dari 8 g/dl, infeksi pada daerah penyunkan, gangguan
pembekuan darah, hipovolemia berat, peningkatan tekan-
an intrakranial, deformitas tulang belakang, kelainan kar-diovaskular. Sedangkan kriteria pengeluaran adalah terjadi
komplikasi selama operasi yang membutuhkan dilakukan
anestesia umum dalam 20 menit setelah dilakukan aneste-
sia spinal, kenggian blok sensorik anestesia spinal kurang
dari dermatom torakal enam, atau lebih dari torakal empat.
Penelian ini bersifat uji hipotesis terhadap 2 kelom-
pok numerik dak berpasangan, maka besar sampel dicari
dengan menggunakan rumus :
Penulis dak menemukan penelian yang serupa,
maka peneli melakukan studi preleminari dan di dapatkan
standar deviasi tekanan darah arteri rata-rata sebesar 5,4.
Besarnya perbedaan yang dianggap bermakna sebesar lima
milimeter air raksa. Maka besarnya perhitungan jumlah
sampel untuk ap kelompok sebesar:
Dari perhitungan di atas didapatkan jumlah sampel
ap kelompok minimal 38 orang. Dengan kemungkinan
drop outsebesar 10 persen, sehingga jumlah sampel ap
kelompok sebesar 42 orang.
Bahan yang digunakan dalam penelian adalah HES
130/0,4, Ringer Laktat, Jarum Spinal 27G, Spuit 3 cc, Obat-
obatan seper: Bupivakain 0,5 % Hiperbarik, perlengkapan
sesuai standar anestesia umum (mesin anestesia, sumberoksigen, alat sucon, stetoskop, laringoskop, ETT, plaster,
obat emergensi, dan sedasi), monitor tekanan darah non
invasif, pulse oksimetri, elektrokardiografi.
Cara kerja penelian adalah sebagai berikut:
1. Kunjungan pra anestesia :
Semua pasien yang memenuhi kriteria peneri-
maan, dicatat nama, umur, berat badan, nggi
badan, pendidikan.
Pasien diberikan penjelasan mengenai pene-
lian dan menandatangani informed consent.
Penjelasan mencakup kerahasiaan data subyek
penelian dan hak pasien untuk menolak ataumengundurkan diri dalam penelian.
Diberikan premedikasi ranidin dan metoklopra-
mid.
2. Dilakukan randomisasi sederhana dengan metoda
amplop, pasien dibagi dalam dua kelompok. Ke-
lompok pertama akan mendapat coloading HES,
kelompok kedua akan mendapat coloading Ringer
laktat. Perlakuan lain adalah sama sesuai standar
anestesia spinal.
3. Di kamar operasi dilakukan pemasangan monitor
NIBP, saturasi oksigen, EKG serta dipasang akses
intravena 18 G. Dilakukan pengukuran NIBP, lajunadi, dan saturasi yang selanjutnya dicatat sebagai
nilai praanestesia.
4. Pasien pada posisi duduk dilakukan anestesia spi-
nal dengan jarum spinal nomer 27 G pada L2-3,
setelah didapatkan cairan serebrospinal mengalir
lancar, dimasukkan zat anestek lokal bupivakain
0,5% hiperbarik dengan jumlah 12,5 mg (2,5 cc).
Saat dilakukan pemberian anestek lokal, dilaku-
kan coloading cairan RL sebanyak 1000mL dalam
10 menit pada kelompok pertama, dan HES seban-
yak 500 mL maksimal dalam 10 menit pada kelom-
pok kedua.
5. Pasien dibaringkan kembali dan dilakukan pe-nilaian kenggian blok, jika kenggian blok men-
capai dermatom torakal enam maka operasi dapat
dimulai, pemeriksaan kenggian blok diulang se-
ap dua menit dan dicatat kenggian blok maksi-
mal.
6. Selama ndakan pasien diberikan oksigen nasal
kanul 3 liter permenit. Dan mendapat cairan ru-
matan RL sesuai 10 mL/Kg berat badan.
7. Dilakukan pengukuran tekanan darah, laju nadi,
dan saturasi. Selanjutnya dicatat pada ap 2 menit
selama 20 menit pertama selanjutnya ap 5 menit
hingga menit ke 30.8. Jika pasien mengalami hipotensi dapat dilakukan
pemberian 5 mg efedrin dan dapat di ulang seap
ALDY HERIWARDITO
Anestesia & Critical Care Vol 28 No.2 Mei 2010 3
-
8/3/2019 padf zal rabu 5
8/87
2 menit. Seap pemberian efedrin di catat dalam
lembar observasi.
9. Setelah bayi lahir dilakukan pencatatanApgar score
pada menit pertama dan kelima. Analisa gas darah
dari tali pusat diperiksa dan dilakukan pencatatan.
10. Pasien diberikan oxytocin 20 IU drip setelah bayi
lahir.
11. Sepuluh menit sebelum operasi selesai diberi obatanalgek ketorolak 30mg IV.
12. Setelah operasi selesai pasien ke ruang pulih dan
dilakukan observasi tanda vital.
HASIL PENELITIAN
Telah dilakukan penelian untuk mengetahui efek
hemodinamik pada pemberian coloading Ringer Laktat
1000 mL dan HES 130/0,4 pada anestesia spinal untuk be-
dah sesar.
Penelian ini dilakukan terhadap 84 subyek peneli-
an yang terbagi dalam dua kelompok secara randomisasisederhana. Subyek penelian memiliki kisaran umur 20 -35
tahun, berat badan 50-80 kg, dan status fisik ASA I dan ASA
II. Tujuh subyek penelian dikeluarkan karena kenggian
blok dak mencapai torakal enam, dan dua diantaranya ha-
rus dilakukan anestesia umum, sehingga kelompok RL ber-
jumlah 39 dan kelompok HES 130/0,4 berjumlah 38. Tabel
1 menunjukkan deskripsi variabel-variabel yang diobservasi
dan dicatat.
Tabel 1. Distribusi variabel diantara dua kelompok
Grup RL Grup HES
130/0,4
P
Umur 29 (SD =
5,2)
28 (SD = 3,7) 0,251
Berat
Badan
66,1 (SD =
7,5)
66,1 (SD = 8,2) 0, 438
Tinggi
Badan
155 (145-
168)
155 (145-168) 0,740
Tekanan
Darah
Arteri
Rata-rata
praspinal*
90 (74-110) 91 (69-110) 0,366
Laju Nadipraspinal* 89(SD=19,1) 90 (SD=12,4) 0,837
Keng-
gian Blok
T5 (30,1%)
T6 (69,9 %)
T5 (26 %)
T6 (74 %)
0,431
Tidak terdapat perbedaan yang bermakna secara
stask pada tekanan darah sistolik, diastolik, arteri rata-
rata, dan laju nadi pada pemeriksaan sebelum dilakukan
anesthesia spinal.
Hasil ini menunjukkan kedua kelompok memiliki karakter-
isk yang seragam sebelum dilakukan perlakuan. Terdapat
perbedaan yang bermakna secara stask antara rata-rata
tekanan darah sistolik setelah pemberian coloading padamenit kedua (p=0,023) dan ke-16 (p=0,041). Selisih rata-
rata pada menit kedua sebesar 7 mmHg (SD 2,9), dan pada
menit ke-16 sebesar 5,9 mmHg (SD 2,84) . (gambar 1)
Gambar 1. Grafik rata-rata tekanan darah sistolik setelah
pemberian RL dan HES 130/0,4
Gambar 2. Grafik rata-rata tekanan darah diastolik setelahpemberian RL dan HES 130/0,4
Terdapat perbedaan yang bermakna secara stas-
k antara rata-rata tekanan darah diastolik setelah pem-
berian coloading pada menit kedua (p=0,042), keempat
(p=0,036), ke-14 (p=0,029), ke-16 (p=0,020), ke-18(p=0,07),
ke-20 (0,03), dan ke-25(p=0,027). Selisih rata-rata pada
menit kedua 5,8 mmHg (SD=2,8), keempat sebesar 6
mmHg (SD=2,81), ke-14 sebesar 6 (SD=2,7), ke-16 sebe-
sar 5,3(SD=2,3), ke-18 sebesar 7,3 mmHg (SD=2,62), ke-20
sebesar 7,5 (SD=2,42), dan ke-25 sebesar 5,5 (2,4). (gambar2).
Perbandingan Hemodinamik saat Anestesi Spinal antara Coloading Ringer Laktat dan HES 130/0,4 untuk Operasi Bedah Sesar I Hemodynamic Comparisonof Spinal Anesthesia between Coloading Ringer Lactate and HES 130/0,4 in Caesarean Section
Anestesia & Critical Care Vol 28 No.2 Mei 2010 4
-
8/3/2019 padf zal rabu 5
9/87
Gambar 3. Grafik rata-rata tekanan darah arteri rata-rata
setelah pemberian RL dan HES 130/0,4.
Perbedaan yang bermakna secara stask antara
rata-rata tekanan darah arteri rata-rata juga didapatkan
setelah pemberian coloading pada menit kedua (p=0,025),
keempat (p=0,034), ke-16 (p=0,044), ke-18(p=0,08), ke-20
(0,06). Selisih rata-rata pada menit kedua 7 mmHg (SD=3,1),
keempat sebesar 7,1 mmHg (SD=3,3), ke-16 sebesar 4,7
mmHg (SD=2,7), ke-18 sebesar 7,3 mmHg (SD=2,7), ke-20
sebesar 7,1 mmHg (SD=2,5). Perbedaan secara stask ra-
ta-rata laju nadi hanya didapatkan pada menit ke -8 sebesar7,8 (SD= 3,5) dengan nilai p = 0,027 (gambar 4).
Gambar 4. Grafik rata-rata laju nadi setelah pemberian RL
dan HES 130/0,4.
Uji stask yang digunakan untuk menentukan kore-
lasi antara pH tali pusat dan jenis cairan coloading adalaht-test dak berpasangan. Hasil yang diperoleh adalah nilai
p sebesar 0,705. Dengan demikian dak ditemukan korelasi
antara pH talipusat dan jenis cairan coloading.
Tabel 2. Hubungan antara jenis cairan coloading dan pH.
Untuk mencari hubungan antara skor apgar dan jenis
cairan coloading digunakan uji Kolmogorov Smirnov . Hasil
uji stask menununjukkan dak ada perbedaan yang ber-
makna antara jenis cairan dan skor Apgar menit pertama
dan kelima.
Tabel 3. Hubungan antara jenis cairan dan skor Apgar menitpertama
Tabel 4. Hubungan antara jenis cairan dan skor Apgar menit
kelima
Uji stask yang digunakan untuk menentukan
hubungan antara perbedaan pemberian efedrin dan jenis
cairan coloading adalah Komolgorov Smirnov karena syarat
uji chi kuadrat dak terpenuhi. Tidak didapatkan perbe-
daan yang bermakna antar jenis cairan coloading dan jum-
lah pemberian efedrin.
Uji stask yang digunakan untuk menentukan
hubungan antara jenis cairan coloading dan efek samping
hipotensi adalah Komolgorov Smirnov. Tidak didapatkan
perbedaan yang bermakna antarjenis cairan coloading daninsiden terjadinya efek samping hipotensi.
ALDY HERIWARDITO
Anestesia & Critical Care Vol 28 No.2 Mei 2010 5
-
8/3/2019 padf zal rabu 5
10/87
Tabel 5. Hubungan antara pemberian efedrin dan jenis cai-
ran coloading.
Tabel 6. Hubungan antara jenis cairan coloading dan efek
samping hipotensi.
PEMBAHASAN
Penelian ini adalah penelian jenis cairan coload-
ing, jenis cairan yang digunakan adalah koloid HES 130/0,4.
Penelian ini berbeda dari penelian sebelumnya karenamembandingkan secara langsung coloading kristaloid dan
koloid. Tekanan onkok koloid menjaga cairan lebih lama
berada dalam intravaskular. Efek volume yang lebih lama
inilah yang diharapkan membedakan tekanan darah pasca
spinal antara pemberian cairan RL dan HES 130/0,4.
Penelian ini menggunakan subyek yang hampir
sama yaitu ibu hamil. Pemilihan karakterisk subyek pene-
lian diharapkan mempertajam hasil penelian. Usaha un-
tuk membatasi karakterisk subyek dengan pembatasan
usia, nggi badan, dan status fisik ASA. Kenggian blok
adalah faktor yang sangat berpengaruh terhadap peruba-
han hemodinamik.
Sehingga kenggian blok lebih dari kurang dari tor-akal enam dan lebih dari torakal empat dikeluarkan. Faktor-
faktor yang mempengaruhi kenggian blok juga diseragam-
kan seper barisitas, volume, dosis anestek lokal, dan
posisi penyunkan. Karakterisk umur, berat badan, dan
nggi badan dibatasi sehingga diharapkan kedua kelompok
memiliki karakterisk tekanan intraabdomen yang hampir
sama.
Randomisasi sederhana dilakukan untuk menentu-
kan kelompok perlakuan. Penggunaan plasebo dihindari
pada penelian ini untuk mencegah terjadinya hipotensi
dan bahayanya perfusi organ yang buruk pada subyek
penelian. Standar yang digunakan adalah coloading RLkarena telah terbuk mencegah terjadinya hipotensi.9
Perhitungan besar sampel menggunakan standar
deviasi rerata tekanan darah arteri rata-rata yang dilakukan
studi sebelum dilakukan penelian ini sebesar 5,4. Perbe-
daan tekanan darah arteri rata-rata yang diaggap bermakna
sebesar lima milimeter air raksa.
Pemeriksaan tekanan darah dan laju nadi sebelum
dilakukan anestesia spinal menunjukkan dak berbeda
bermakna secara stask. Kedua kelompok memiliki kara-
kterisk hemodinamik yang sama.Pemeriksaan rata-rata tekanan darah sistolik yang
lebih nggi pada kelompok perlakuan (HES 130/0,4) diband-
ingkan dengan kelompok kontrol (RL) terutama bermakna
secara stask pada pengukuran menit kedua dan ke-16.
Rerata tekanan darah arteri rata-rata kelompok perlakuan
lebih nggi dan berbeda bermakna dibandingkan kelompok
kontrol pada pengukuran menit kedua, keempat, ke-16, ke-
18, dan ke-20. Perbedaan tekanan darah yang terjadi sebe-
sar empat sampai tujuh milimeter air raksa.
Hasil ini menunjukkan bahwa coloading 500 mL
HES 130/0,4 memiliki efek mencegah perubahan tekanan
darah yang lebih baik dibandingkan dengan coloading1000 mL RL. Perbedaan rata-rata tekanan darah terjadi
hingga menit ke-20 pasca dilakukan anestesia spinal. Efek
volume intravaskular HES 130/0,4 meningkatkan preload
jantung yang akhirnya meningkatkan isi sekuncup, dimana
laju nadi tetap konstan. Penelian ini menunjukkan dak
adanya perubahan yang besar terhadap laju nadi pada dua
kelompok. Penelian Karinen 26 menunjukkan preloading
koloid lebih baik dalam mencegah perubahan hemodin-
amik dibandingkan dengan kristaloid, dengan demikian ko-
loid dapat diberikan secara coloading atau preloading un-
tuk mencegah perubahan hemodinamik. Penelian Karinen
mengukur tekanan vena sentral pada subyek peneliannya.Didapatkan peningkatan tekanan vena sentral yang signifi-
kan setelah 10 menit cairan diberikan. Jumlah cairan yang
lebih besar (15 mL/Kg) diberikan pada penelian Teoh 13 di-
dapatkan pemberian koloid preloading lebih baik dalam
meningkatkan curah jantung dibandingkan dengan coload-
ing sampai ga menit pasca spinal anestesia.
Penelian ini menggunakan teknik pemberian cai-
ran secara coloading karena dengan cara ini diharapkan
preload jantung akan lebih besar. Preloading akan menye-
babkan pelepasan hormon ANP (Atrial Natriurec Pepde)
yang lebih besar. ANP dilepaskan karena adanya smulus
regangan otot jantung, regangan ini terjadi karena jantung
terisi cairan preloading. Efek pelepasan ANP adalah penu-runan tekanan darah akibat meningkatnya permeabilitas,
meningkatnya kapasitas vena, dan diuresis.13,14
Pemberian cairan secara coloading diharapkan dapat
memaksimalkan ekspansi volume akibat pemberian cairan.
Pengukuran tekanan darah arteri rata-rata menunjukkan
nilai rerata yang lebih nggi pada kelompok kontrol hing-
ga pengukuran menit ke-18 dan ke-20. Hal ini menunjuk-
kan efek volume HES 130/0,4 masih bertahan intravaskular
hingga 20 menit pasca coloading. HES 130/0,4 lebih lama
dalam intravaskular karena memiliki tekanan koloid onkok
yang besar dan HES memiliki waktu paruh hingga dua jam.
Meskipun tekanan darah sistolik dan arteri rata-ratakelompok perlakuan lebih nggi, akan tetapi dak terdapat
perbedaan yang bermakna pada rerata pH tali pusat. Hasil
Perbandingan Hemodinamik saat Anestesi Spinal antara Coloading Ringer Laktat dan HES 130/0,4 untuk Operasi Bedah Sesar I Hemodynamic Comparisonof Spinal Anesthesia between Coloading Ringer Lactate and HES 130/0,4 in Caesarean Section
Anestesia & Critical Care Vol 28 No.2 Mei 2010 6
-
8/3/2019 padf zal rabu 5
11/87
yang serupa juga ditunjukkan pada penelian Nishikawa,12
Teoh,13 dan Karinen26. Sistem uteroplasenta dak memiliki
autoregulasi, karena pembuluh darah plasenta sudah berdi-
latasi penuh. Perfusi uteroplasenta hanya bergantung pada
tekanan darah ibu hamil. Batas tekanan darah terendah
yang masih dapat dikompensasi untuk menjamin perfusi
uteroplasenta manusia yang masih baik sampai saat ini be-
lum dapat ditentukan.4
Penelian pada hewan coba menunjukkan penu-
runan aliran darah uteroplasenta hingga 30% dan kurang
dari 10 menit masih dapat ditoleransi oleh janin. Hal inilah
yang membuat pH tali pusat dak berbeda pada dua ke-
lompok tersebut.
Penelian Karinen menunjukkan pemeriksaan pul-
sality indexpada arteri maternal dengan dopler menun-
jukkan perfusi yang dak berbeda bermakna pada kelom-
pok yang memiliki insiden hipotensi lebih nggi.26
Pemeriksaan laktat pada arteri umbilikal pun menun-
jukkan dak ada perbedaan pada berbagai kelompok yang
memiliki insiden hipotensi yang berbeda.12Tidak terdapat perbedaan skor apgar yang bermak-
na antara kelompok kontrol dan kelompok perlakuan. Hasil
ini juga serupa dengan penelian penelian sebelumnya.
Autoregulasi sistem uteroplasenta yang membuat perfusi
janin tetap baik menyebabkan skor apgar tetap baik pula.
Efedrin diberikan jika tekanan darah arteri rata-rata kurang
dari 20 % tekanan darah arteri rata-rata pra spinal aneste-
sia. Hasil penelian ini menunjukkan kebutuhan pemberian
efedrin yang dak berbeda bermakna antara dua kelom-
pok.
Kriteria pemberian vasokonstriktor sangat berkaitan
dengan hasil ini. Penelian Dyer yang menggunakan krite-ria pemberian vasokonstriktor jika terjadi penurunan 10 %
dari tekanan darah arteri rata-rata pra anestesia, menun-
jukkan kebutuhan vasokonstriktor yang lebih besar. Jadi
kriteria ini menentukan pula kebutuhan dan perbedaan
yang terjadi antara kelompok perlakuan dan kontrol.
SIMPULAN
Pemberian coloading HES 130/0,4 lebih baik dalam
menjaga tekanan darah dibandingkan dengan coloading
RL saat anestesia spinal untuk bedah sesar. Tidak terdapat
perbedaan laju nadi antara coloading HES 130/0,4 dengan
coloading RL saat anestesia spinal untuk bedah sesar. Tidak
terdapat perbedaan pH talipusat bayi antara coloading HES130/0,4 dengan coloading RL saat anestesia spinal untuk
bedah sesar.
SARAN
Pemberian cairan masih dianjurkan untuk mencegah
perubahan hemodinamik dan efek sampingnya pada anes-
tesia spinal untuk bedah sesar. Kombinasi dengan teknik lain
dibutuhkan untuk mendapatkan hasil yang lebih baik. Perlu
dilakukan penelian lebih lanjut terhadap efek coloading
HES 130/0,4 terhadap curah jantung, kadar laktat darah tali
pusat, dan tekanan onkok koloid ibu hamil dibandingkan
dengan coloading RL. Perlu dilakukan pula penelian ten-tang jenis dan jumlah cairan koloid terbaik untuk mencegah
hipotensi.41
DAFTAR PUSTAKA
1. Paech M. Anesthesia for Cesarean Secon. In Palmer
CM, DAngelo R, eds. Handbook of Obstetric Anesthe-
sia. Oxford: BIOS Scienfic Publishers Limited; 2002:
81-113.
2. Wee MYK, Brown H, Reynolds F. The Naonal Instute
of Clinical Excellence (NICE) guidelinesfor caesarean
secons: implicaons for the anaesthest. Internaon-al Journal of Obstetric Anesthesia 2005; 14: p. 147-58.
3. Mojica JL, Melendez HJ, Bausta LE. The Timing of In-
travenous Crystaloid Administraon and Incidence of
Cardiovascular Side Effect During Spinal Anesthesia:
The Results from a Randomized Controlled Trial.Anesth
Analg 2002; 94: 432-7.
4. Skillman C. Effect of graded reducons in uteroplacen-
tal blood flow on the fetal lamb.Am J Physiol Heart Circ
Physiol1985; 249(6): 1098-105.
5. NN. www.anzca.edu.au/fellows/.anaesthesia.anaes-
thesia./hypotension-during-regional- anaesthesia-for-
caesarean-birth.html. [Online].; 2009 [cited 2009 Feb-ruari 12. Available from: www.anzca.edu.au/fellows/.
anaesthesia.anaesthesia./hypotension-during-region-
al- anaesthesia-for-caesarean-birth.html.
6. Mercier FJ. Phenylephrine added to prophylacc
ephedrine infusion during spinal anesthesia for elec-
ve cesarean secon. Anesthesiology 2001; Sep; 95:
668-74.
7. Ben-David B. Low-dose bupivacaine-fentanyl spinal an-
esthesia for cesarean delivery. Reg Anesth Pain Med
2000; 25: 235-9.
8. Morgan PJ. The Effect of Increasing Central Blood Vol-
ume to Decrease the Incidence of Hypotension Follow-ing Spinal Anesthesia for Cesarean Secon. In Halpern
SH, Douglas MJ. Evidence Based Obstetric Anesthesia.
Massacuses: Blackwell Publishing, Inc; 2005, 89-100.
9. Jefferson. Pencegahan Hipotensi dan Efek Samping
Hipotensi Akibat Anesthesia Spinal pada Bedah Sesar
Elekf: Perbandingan Antara Pemberian Ringer Laktat
Saat Dilakukan Anestesia Spinal dengan 20 menit Sebe-
lum Tindakan. Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas
Indonesia RSUPN Cipto Mangunkusumo; 2005.
10. Mcllroy DR, Karasch ED. Acute Intravascular Volume Ex-
pansion with Rapidly Administered Crystalloid or Col-
loid in the Se ng of Moderate Hypovolemia. Anesth
Analg 2003; 96: 1572-7.11. Singh U, Saha U. Prevenon of Hypotension Following
Spinal Anesthesia for Caesarean Secon-Comparison of
Volume Preloading with Ringer Lactate & 6% Hydroxy-
etyl Starch (HES 130/0,4).Journal Anaesth Clin Pharma-
col2009; 25: 54-8.
12. Nishikawa K, Naho Y, Saito S, Goto F. Comparasion of
Effects of Rapid Colloid Loading Before and Aer Spinal
Anesthesia on Maternal Hemodynamics and Neonatal
Outcomes in Cesarean Secon.Journal of Clinical Mon-
itoring and Compung 2007; 21: 125-9.
13. Teoh W. Colloid Preload Versus Coload for Spinal Anes-
thesia for Cesarean Delivery: The Effects on MaternalCardiac Output.Anesth Analg ; 2009; 108: 1592-8.
14. Levin E. Natriurec Pepdes. The New England Journal
ALDY HERIWARDITO
Anestesia & Critical Care Vol 28 No.2 Mei 2010 7
-
8/3/2019 padf zal rabu 5
12/87
of Medicine 1998 Sep; 339(5): 321-8.
15. Standl T. Hydroxyethyl Starch (HES) 130/0.4 Provides
Larger and Faster Increases in Tissue Oxygen Tension
in Comparison with Prehemodiluon Values than HES
70/0.5 or HES 200/0.5 in Volunteers Undergoing Acute
Normovolemic Hemodiluon. Anesth Analg 2003; 96:
936 43.
16. Onal B, Yuceyar L, Erolcay H, Ercan M. The effect of HESvs. gelan soluons on blood rheology, plasma oncoc
pressure and serum osmolality. European Journal of
Anaesthesiology2002; 19: 15-6.
17. Jungheinrich C. Pharmacokinec and Tolerability of
an Intravenous Invusion of a New HES 130/0,4 (0,6%,
500mL) in Mild to Severe Renal Impairment. Anesth
Analg. 2002; 95: p. 544-5.
18. Dubois MJ, Vincent JL. Colloid Fluids. In Hahn RG, ed.
Perioperave Fluid Therapy. New York: Informa Health-
care USA, Inc.; 2007. p. 153-61.
19. Waschke K, Frietsc T. Selecon of Adequate Substute
for Intravascular Volume Replacement. InternaonalJournal of Intensive Care 1999; winter: 135-43.
20. Afolabi BB. Regional versus general anaesthesia for
caesarean secon (Review). Cochrane Collaboraon
2006 Oct; 4(4): 1-44.
21. Kleinman W, Mikhail M. Spinal, Epidural, & Caudal
Blocks. In Morgan E, Mikhail M, Murray M, editors.
Clinical Anesthesiology, Fourth Edion. New York: Mc-
Graw-Hill Companies, Inc; 2006: 289-323.
22. Hartman B. The Incidence and Risk Factors for Hypo-
tension Aer Spinal Anesthesia Inducon: An Analysis
with Automated Data Collecon. Anesth Analg 2002;
94: 15219.23. Klasen J. Differing Incidences of Relevant Hypotension
with Combined Spinal-Epidural Anesthesia and Spinal
Anesthesia.Anesth Analg 2003; 96: 14915.
24. Morgan GE. Spinal, Epidural, & Caudal Blocks. In Clini-
cal Anesthesiology, Fourth Edion. New York: McGraw-
Hill Companies, Inc; 2006.
25. Bose M, Kini G, Krishna H. Comparison of Crystaloid
Preloading versus Crystalloid Coloading to Prevent Hy-
potension and Bradycardia following Spinal Anesthesia.
Journal Anesth Clinic Pharmacol2008; 24: 53-6.
26. Karinen J. Effect of crystalloid and colloid preloading
on uteroplacental and maternal haemodynamic state
during spinal anaesthesia for Caesarean secon. BrishJournal of Anaesthesia 1995; 75: 53135.
27. Park G, Martha A. The Effects of Varying Volumes of
Crystalloid Administraon Before Cesarean Delivery
on Maternal Hemodynamics and Colloid Osmoc Pres-
sure. 1996; 83: 299-303.
28. Prough DS, Svensen CH. Crystalloid Soluon. In Hahn
RG. Perioperave Fluid Therapy. New York: Informa
Healthcare USA, Inc.; 2007: 137-51.
29. Traylo RJ, Pearl RG. Crystaloid versus Colloid versus Col-
loid: All Coloid ar not Equal:Anesth Analg; 1996.
30. Waschke K, Frietsc T. Selecon of Adequate Substute
for Intravascular Volume Replacement. InternaonalJournal of Intensive Care 1999; Winter.
Perbandingan Hemodinamik saat Anestesi Spinal antara Coloading Ringer Laktat dan HES 130/0,4 untuk Operasi Bedah Sesar I Hemodynamic Comparisonof Spinal Anesthesia between Coloading Ringer Lactate and HES 130/0,4 in Caesarean Section
Anestesia & Critical Care Vol 28 No.2 Mei 2010 8
-
8/3/2019 padf zal rabu 5
13/87
I LAPORAN PENELITIAN I
Keefekfan Anestesia Spinal Menggunakan Bupivakain 0,5% Hiperbarik 7,5 mg
Ditambah Fentanil 25 mcg Dibandingkan denganBupivakain 0,5% Hiperbarik 12,5 mg pada Bedah SesarThe Effecveness of Spinal Anaesthesia Using 0,5% Hyperbaric Bupivacaine 7,5 mg Plus 25
mcg Fentanyl Compared with 0,5% Hyperbaric Bupivacaine 12,5 mg in Caesarean Secon
Bintartho A, Pryambodho, Susilo
ABSTRACT
Background: Hypotension can be a serious threat
to mother and baby in spinal anaesthesia during caesarean
secon. In order to decrease the incidence of hypotension,
we can lower the dose of local anaesthesia and add lipophil-
ic opioid to keep the quality of analgesia. This study tried to
compare the used of 7,5 mg hyperbaric bupivacaine 0,5%
plus 25 mcg fentanyl with 12,5 mg hyperbaric bupivacaine
0,5% only, a common spinal anaesthesia regiment used in
Cipto Mangunkusumo General Hospital.
Method: One hundred and eight parturient, who
meet the inclusion criteria, divided into 2 groups, 54 parturi-
ent in group I received 7,5 mg hyperbaric bupivacaine 0,5%
plus fentanyl 25 mcg, 54 parturient in group II received 12,5mg hyperbaric bupivacaine 0,5% as a control group. Vital
sign, hypotension, total ephedrine, sensory and motor block
profile, nausea and voming, pruritus, respiratory depres-
sion, and APGAR score were observed unl 60 minutes aer
the spinal anaesthesia.
Result: Hypotension was found in 13 parturient
(24,1%) in group I and 23 parturient (42,6%) in group II. Dif-
ference between groups was stascally significant. Mean
of total ephedrine was found significantly different (13,04
(5,98) vs 5,38 (1,38) mg). Sensory block at 60 minutes
(T6 (T5-T8) vs T6 (T4-T8)) was found stascally different,
me to reach maximal motor block (6,94 (2,39) vs 4,33(2,89) minutes), maximum motor block (3 (2-3) vs 3 brom-
age scale), and motor block at 60 minutes (2 (1-3) vs 3 (2-
3) bromage scale), were found significantly different. Other
sensory block profile, me to reach Th6 (3,94 (1,4) vs 3,55
(1,17) minutes), me to reach maximal sensory block (5,83
(1,22) vs 5,94 (0,91) minutes), and highest sensory block
(T5 (T4-T6) vs T4 (T3-T6)), were not found different. Nausea
and voming, pruritus, and APGAR score were not found
different, and no respiratory depression was found.
Conclusion: Spinal anaesthesia using combinaon
of 7,5 mg hyperbaric bupivacaine 0,5% plus fentanyl 25 mcg
is more effecve compared with 12,5 mg hyperbaric bupiva-caine 0,5% alone for caesarean secon. It has an effecve
intraoperave analgesia and more stabile hemodynamic
effect.
Bintartho A, Pryambodho, SusiloDepartemen Anestesiologi dan Terapi Intensif
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia
Keywords: spinal anaesthesia, bupivacaine, fen-
tanyl, caesarean secon, hypotension
ABSTRAK
Latar belakang: Hipotensi merupakan suatu kom-
plikasi anestesia spinal yang dapat mengancam pada bedah
sesar. Salah satu cara untuk mengurangi risiko hipotensi,
yaitu dengan menurunkan dosis analgesik lokal dan me-
nambahkan opioid lipofilik untuk mempertahankan kualitas
analgesia. Penelian ini mencoba membandingkan penggu-
naan 7,5 mg bupivakain 0,5% hiperbarik ditambah fentanil
25 mcg dengan 12,5 mg bupivakain 0,5% hiperbarik yang
sering digunakan di RSCM.
Metode: Sebanyak 108 parturien yang memenuhikriteria inklusi dibagi secara acak menjadi 2 kelompok, yaitu
54 parturien pada kelompok I mendapat 7,5 mg bupivakain
0,5% hiperbarik ditambah fentanil 25 mcg, sedangkan 54
lainnya pada kelompok II mendapat 12,5 mg bupivakain
0,5% hiperbarik sebagai kontrol. Dilakukan pencatatan
berkala mulai dari sebelum hingga 60 menit pasca ndakan
spinal terhadap beberapa variabel antara lain: tanda vital,
kejadian hipotensi, jumlah total pemberian efedrin, pro-
fil blokade sensorik dan motorik, mual muntah, pruritus,
depresi napas, dan nilai APGAR.
Hasil: Sebanyak 24,1% (13 pasien) dari kelompok
I dan 42,6% (23 pasien) dari kelompok II mengalami hipo-tensi, dan perbedaannya bermakna secara stask. Didapa-
rerata total pemberian efedrin yang berbeda bermakna
(13,04 (5,98) vs 5,38 (1,38) mg), blokade sensorik saat 60
menit yang berbeda bermakna secara stask (T6 (T5-T8)
vs T6 (T4-T8)), waktu tercapainya blokade motorik maksi-
mal (6,94 (2,39) vs 4,33 (2,89) menit), blokade motorik
maksimal (3 (2-3) vs 3 skala bromage), blokade motorik saat
60 menit (2 (1-3) vs 3 (2-3) skala bromage) yang berbeda
Anestesia & Critical Care Vol 28 No.2 Mei 2010 9
-
8/3/2019 padf zal rabu 5
14/87
bermakna. Perbedaan waktu tercapainya blokade sensorik
senggi T6 (3,94 (1,4) vs 3,55 (1,17) menit), waktu ter-
capainya nggi blokade sensorik maksimal (5,83 (1,22) vs
5,94 (0,91) menit), nggi blokade sensorik maksimal (T5
(T4-T6) vs T4 (T3-T6)) dak berbeda bermakna. Efek samp-
ing mual muntah, pruritus, dan nilai APGAR menit pertama
juga dak berbeda bermakna dan dak ditemukan depresi
napas.Kesimpulan: Anestesia spinal menggunakan 7,5 mg
bupivakain hiperbarik 0,5% ditambah fentanil 25 mcg lebih
efekf dibandingkan 12,5 mg bupivakain hiperbarik 0,5%
pada bedah sesar karena menghasilkan analgesia intraop-
eraf yang adekuat dan hemodinamik yang lebih stabil.
Kata kunci: anestesia spinal, bupivakain, fentanil,
bedah sesar, hipotensi.
LATAR BELAKANG
Sejak Augustus Bier memperkenalkan anestesiaspinal pada tahun 1899, penggunaannya semakin luas kare-
na murah, reliabel, dan efekf.1 Dalam bidang anestesia
obstetrik, anestesia spinal pun lebih sering digunakan pada
bedah sesar dibandingkan anestesia umum. Berdasarkan
data di Instalasi Gawat Darurat RSUPNCM periode Januari
Juni 2008, 90% dari 645 bedah sesar yang tercatat meng-
gunakan teknik anestesia spinal.2
Penggunaan anestesia regional pada bedah sesar
meningkat karena ngginya risiko komplikasi jalan napas
pada anestesia umum. Angka mortalitas ibu yang men-
jalani bedah sesar dengan anestesia umum hampir 17 kali
lebih nggi dibandingkan setelah penggunaan anestesia re-
gional.3,4 Keuntungan lain adalah mula kerja dan masa pulih
anestesia yang cepat, relaf mudah, kualitas blokade sen-
sorik dan motorik yang baik, serta memungkinkan ibu tetap
sadar pada saat kelahiran bayinya.4,5
Namun, hipotensi yang terjadi karena penurunan
tahanan vaskular sistemik akibat hambatan simpas tetap
menjadi sebuah permasalahan tersendiri.3,4 Keadaan ini
dapat membahayakan ibu maupun bayi. Hipotensi berkai-
tan dengan ngginya blokade spinal. Semakin nggi blokade
spinal, mekanisme kompensasi akibat hambatan simpa-
s pun akan semakin ditekan.4,6 Angka kejadian hipotensi
akibat anestesia spinal pada pasien bedah sesar bervariasi
dan cukup nggi.7 Chung dkk. (12 mg bupivakain hiperbarik0,5%), mendapatkan insidens hipotensi 80%.8 Penelian
Riley dkk. dan Siddik-Sayyid dkk. (12 mg bupivakain hiper-
barik 0,75%), mendapatkan insidens hipotensi sebesar 85%
dan 87%.9,10 Bryson dkk., serupa dengan Chung, mendapat-
kan insidens hipotensi yang lebih dari 70%.11 Sementara itu,
Bogra dkk., Suwardi, dan Akmal (12,5 mg bupivakain hiper-
barik 0,5%) mendapatkan insidens hipotensi sebesar 50%,
46%, 42%.12-14
Penggunaan anestek lokal dengan dosis yang
lebih kecil dak memblok serabut saraf simpas di daerah
atas sehingga hipotensi dak terjadi. Penggunaan dosis ke-
cil akan memperkecil risiko mbulnya toksisitas sistemikobat anestek lokal.15,16 Namun, dosis yang rendah akan
berpengaruh terhadap kualitas dan durasi anestesia spinal.
Ginosar dkk. melakukan penelian untuk mencari ED50 dan
ED95 dari bupivakain untuk anestesia spinal pada bedah
sesar. Hasilnya didapatkan ED50 dan ED95 adalah sebesar
7,6 mg dan 11 mg.17 Di RSCM dosis bupivakain yang paling
sering digunakan pada bedah sesar adalah 12,5 mg.2
Beberapa peneli menurunkan dosis bupivakain
dan menambahkan opioid lipofilik intratekal untuk men-
gurangi hipotensi dan mempertahankan kualitas anestesiayang baik. Fentanil merupakan opioid lipofilik yang banyak
digunakan dan mudah didapat. Hunt dkk. menyebutkan
bahwa penambahan 6,25-50 mcg fentanil intratekal akan
meningkatkan periode analgesia perioperaf pada aneste-
sia spinal dengan bupivakain hiperbarik, tetapi dak mem-
pengaruhi onset hambatan sensorik dan motorik.18
Pada penelian ini, kami mencoba membanding-
kan anestesia spinal menggunakan 7,5 mg bupivakain 0,5%
hiperbarik ditambah fentanil 25 mcg dengan 12,5 mg bupi-
vakain 0,5% hiperbarik pada bedah sesar.
METODOLOGI
Penelian eksperimental, uji klinik acak tersamar
tunggal ini dikerjakan di Rumah Sakit Umum Pusat Nasi-
onal Cipto Mangunkusumo, Jakarta setelah mendapatkan
persetujuan dari Pania Tetap Penilai Ek dan persetujuan
tertulis dari pasien yang telah mendapatkan penjelasan se-
belumnya, dalam periode November 2009-Januari 2010.
Jumlah sampel total adalah 108 orang, yang dirandomisasi
menjadi dua kelompok.
Dilakukan randomisasi sederhana berdasarkan am-
plop pada pasien yang memenuhi kriteria inklusi. Pasien -
dak diberikan premedikasi sedasi. Identas pasien dicatat,
antara lain: nama, usia, jenis kelamin, berat badan (BB),
dan nggi badan (TB). Setelah pasien masuk ruang operasi,
dibaringkan telentang, dipasang monitor EKG, tensimeter,
saturasi oksigen, dan diberikan oksigen melalui kanul nasal
2-3 L/menit. Dilakukan pencatatan data awal berupa tekan-
an darah, frekuensi nadi, dan frekuensi napas. Coloading
cairan ringer laktat 500 mL dilakukan bersamaan dengan
anestesia spinal. Sebelum dilakukan anestesia spinal, obat
anestek lokal disiapkan terlebih dahulu dalam spuit 3 mL.
Pada kelompok I, diberikan 7,5 mg bupivakain 0,5% hip-
erbarik ditambah 25 mcg fentanil, dengan total volume 2
mL. Untuk kelompok II, 12,5 mg diberikan bupivakain 0,5%
hiperbarik, dengan total volume 2,5 mL. Pasien diposisi-kan miring (lateral dekubitus), kemudian kaki dan kepala
difleksikan sehingga terlihat membungkuk. Dilakukan n-
dakan asepk dan ansepk pada lapangan tempat pe-
nyunkan. Pungsi lumbal dilakukan dengan menggunakan
jarum Quincke ukuran 27 G pada vertebra lumbal senggi
garis imajiner Tuffi er atau senggi sela vertebra lumbal 3-4
atau 4-5. Ujung jarum berada di ruang subaraknoid yang
ditandai dengan keluarnya cairan serebrospinal dari lumen
jarum spinal. Anestek lokal kemudian disunkkan dengan
kecepatan 0,2 mL/dek. Spuit kemudian dilepaskan dari
jarum spinal dan tampak cairan serebrospinal mengalir
untuk memaskan posisi ujung jarum spinal tetap beradadi ruang subaraknoid dan anestek lokal telah masuk ke-
dalam ruang subaraknoid, kemudian jarum dicabut. Segera
Anestesia & Critical Care Vol 28 No.2 Mei 2010 10
Keefektifan Anestesia Spinal Menggunakan Bupivakain 0,5% Hiperbarik Ditambah Fentanil Dibandingkan dengan Bupivakain 0,5% Hiperbarik padaBedah Sesar I The Efficacy of Spinal Anaesthesia Using 0,5% Hyperbaric Bupivacaine Plus Fentanyl Compared with Hyperbaric Bupivacaine in Caesarean
Section
-
8/3/2019 padf zal rabu 5
15/87
setelah selesai, pasien dikembalikan pada posisi telentang
horizontal, kepala diganjal bantal dan panggul kanan di-
ganjal kolf cairan 500 mL. Dilakukan pemantauan tekanan
darah, frekuensi nadi, pernapasan, dan saturasi oksigen. Di-
catat tanda vital menit ke-3, 6, 9, 12, 15, 18, 20, 30, 40, 50,
dan 60 setelah obat habis disunkkan. Jika tekanan darah
sistolik turun hingga kurang dari 90 mmHg, diberikan efe-
drin 5 mg intravena. Pemberian efedrin dapat diulang ap60 dek hingga tekanan darah sistolik >90 mmHg. Dilaku-
kan pencatatan waktu tercapainya hambatan sensorik T6,
dan nggi blok maksimal dengan menggunakan tes tusuk
jarum (pinprick) serta hambatan motorik dengan menggu-
nakan skala Bromage, beserta waktunya. Setelah bayi lahir,
skor APGAR menit pertama dicatat. Dilakukan pencatatan
efek samping yang terjadi seper mual muntah dan depresi
napas. Setelah 60 menit penelian selesai, prosedur selan-
jutnya sesuai standar yang berlaku di RSCM. Bila sebelum
operasi selesai pasien mengeluh kesakitan, teknik anestesia
dapat dikonversi menjadi anestesia umum sesuai standar
yang berlaku di RSCM. Setelah operasi selesai, pasien diba-wa ke ruang pulih. Untuk tambahan analgek pascaoperasi
diberikan ketoprofen supositoria. Bila telah memenuhi skor
Aldree Modifikasi di atas 8, pasien dipindahkan ke ruang
rawat.
Data yang didapat dari kedua kelompok akan dio-
lah dan disajikan dalam bentuk tekstular dan tabular atau
diagram. Perhitungan stask dilakukan dengan meng-
gunakan program komputer Stascal Package for Social
Science (SPSS) ver. 17.0. Uji stask yang dilakukan adalah
perbandingan dua proporsi menggunakan uji Chi square
dan perbandingan nilai rata-rata dengan standar deviasi
menggunakan uji student t-test independentuntuk melihat
perbedaan hasil antara dua kelompok dengan perlakuan
yang berbeda. Nilai kemaknaan p0,05 jika dak menunjukkan
perbedaan yang bermakna.
HASIL
Telah dilakukan penelian untuk menilai keefek-
fan (kestabilan hemodinamik dan analgesia intraoperasi
yang baik) anestesia spinal pada pasien yang menjalani
bedah sesar dengan menggunakan bupivakain 0,5% hiper-
barik 7,5 mg ditambah fentanil 25 mcg (kelompok I) diband-
ingkan dengan bupivakain 0,5% hiperbarik 12,5 mg (kelom-pok II) sebagai kontrol. Penelian dilakukan terhadap 108
pasien, yang dibagi dalam 2 kelompok, masing-masing 54
pasien. Tidak ada subjek penelian yang dikeluarkan (drop
out). Karakterisk demografik pasien yang menjalani pene-
lian dapat dilihat pada Tabel 1. Perbandingan kelompok I
dan kelompok II dak ada perbedaan bermakna.
Efek hemodinamik dinilai berdasarkan angka ke-
jadian hipotensi dan jumlah efedrin yang diberikan. Se-
banyak 24,1% (13 pasien) dari kelompok bupivakain 0,5%
hiperbarik 7,5 mg ditambah fentanil 25 mcg (kelompok
I) mengalami hipotensi, sedangkan pada kelompok bu-
pivakain 0,5% hiperbarik 12,5 mg (kelompok II) sebanyak42,6% (23 pasien) yang mengalami hipotensi (Gambar 1).
Dari uji stask yang dilakukan, perbandingan kedua hasil
ini menunjukkan perbedaan yang bermakna (p
-
8/3/2019 padf zal rabu 5
16/87
bedaan bermakna (p0,05. Dari hasil yang didapat, waktu terca-
painya kenggian blokade sensorik maksimal dak berbe-
da bermakna antara kedua kelompok (p>0,05). Kenggian
blokade sensorik pada menit ke-60 antara kelompok I dan
kelompok II berbeda bermakna secara stask. Sebaran
kenggian blokade sensorik terlihat pada Gambar 3 dan 4.
Perbandingan profil blokade motorik antara kedua kelom-
pok, yang tergambar dari waktu tercapainya blokade mo-
torik maksimal, skala blokade motorik maksimal, dan skala
blokade motorik saat menit ke-60, keganya memberikan
hasil yang berbeda bermakna secara stask (Tabel 2).
Gambar 3. Sebaran blokade sensorik maksimal
Tabel 2. Waktu dan skala blokade motorikVariabel
Kelom-
pok 1
Kelom-
pok 2P
Mean
(SD)
Mean
(SD)
Waktu Tercapainya Blok
Motorik Maksimal
6.94
(2.39)
4.33
(2.89)0.001
Median
(min-maks)
Median
(min-maks)
Blok Motorik maksimal
(skala bromage)3 (2-3) 3 0,005*
Blok Motorik saat 60
menit (skala bromage)2 (1-3) 3 (2-3) 0,002*
Menggunakan Uji Mann-Whitney; *menggunakan Uji Chi
Square
Efek lain dari teknik anestesia spinal terhadap ibu
dan bayi yang diobservasi adalah kejadian mual muntah,
pruritus, depresi napas, dan nilai APGAR menit pertama.
Hasil yang didapatkan, yaitu mual muntah terjadi pada
kelompok I dan kelompok II sebanyak 15 (27,8%) dan 17
(31,5%) pasien, sedangkan efek pruritus terjadi pada 3
(5,6%) dan 0 pasien.
Gambar 5. Sebaran nilai APGAR menit pertama
Gambar 4. Sebaran ketinggian blokade sensorik menit ke-
60
Anestesia & Critical Care Vol 28 No.2 Mei 2010 12
Keefektifan Anestesia Spinal Menggunakan Bupivakain 0,5% Hiperbarik Ditambah Fentanil Dibandingkan dengan Bupivakain 0,5% Hiperbarik padaBedah Sesar I The Efficacy of Spinal Anaesthesia Using 0,5% Hyperbaric Bupivacaine Plus Fentanyl Compared with Hyperbaric Bupivacaine in Caesarean
Section
-
8/3/2019 padf zal rabu 5
17/87
Perbandingan yang dilakukan terhadap dua efek samping ini
dak bermakna secara stask. Pada kedua kelompok dak
didapatkan efek samping depresi napas. Nilai APGAR me-
nit pertama dak berbeda bermakna secara stask pada
kedua kelompok, dengan nilai p 0,893. Pada penelian ini
didapa nilai APGAR 0 pada 2 kelompok yang disebabkan
kondisi intrauterine fetal death (IUFD) sebelum dilakukanndakan anestesia dan pembedahan. Datanya dak diikut-
kan dalam pengolahan uji stask. Sebaran nilai APGAR
menit pertama dapat dilihat pada Gambar 5.
PEMBAHASAN
Penggunaan opioid lipofilik intratekal yang dit-
ambahkan pada bupivakain hiperbarik semakin populer
untuk mengurangi dosis anestek lokal dan mempertah-
ankan kualitas analgesia. Dasar dari penambahan opioid
pada anestek lokal adalah efek sinergisk yang dihasilkan.
Blokade kanal ion natrium oleh anestek lokal dan kanal ionkalsium oleh opioid akan saling menguatkan efek.15,19 Pene-
lian ini membandingkan dua kelompok pasien yang men-
jalani bedah sesar dengan modalitas anestesia spinal yang
berbeda. Kelompok I menggunakan obat bupivakain 0,5%
hiperbarik 7,5 mg ditambah fentanil 25 mcg, sedangkan
kelompok II menggunakan bupivakain 0,5% hiperbarik 12,5
mg sebagai kelompok kontrol. Karakterisk pasien pada ke-
lompok I dan kelompok II, berdasarkan usia, berat badan,
nggi badan, dan status ASA dak memiliki perbedaan ber-
makna. Dengan demikian, kedua kelompok ini layak untuk
dibandingkan. Demikian pula dengan data dasar tekanan
darah awal dan frekuensi nadi awal antara kedua kelompok
juga dak terdapat perbedaan bermakna.
Pada penelian ini didapatkan angka kejadian
hipotensi sebesar 42,6% pada kelompok bupivakain 0,5%
hiperbarik 12,5 mg (kelompok II) sebagai kelompok kontrol.
Angka yang didapatkan ini hampir sama dengan hasil yang
dikemukakan oleh beberapa penelian sebelumnya. Bogra
dkk. pada tahun 2004, melakukan penelian dengan 12,5
mg bupivakain 0,5% hiperbarik pada 20 pasien mendapat-
kan angka kejadian hipotensi sebesar 50% pada kelompok
tersebut.12 Sementara itu, Suwardi (2005) dan Akmal (2008)
dengan obat yang sama pada 43 dan 90 pasien mendapat-
kan angka kejadian hipotensi sebesar 46% dan 42%.13,14
Penelian Bogra, Suwardi, dan Akmal menggunakan pop-ulasi yang sama dengan penelian ini. Berdasarkan hal
tersebut, rerata risiko hipotensi antara 42-50% dalam peng-
gunaan bupivakain 0,5% hiperbarik 12,5 mg untuk bedah
sesar.
Dengan menurunkan dosis obat anestek lokal
pada anestesia spinal diharapkan dapat menurunkan angka
kejadian hipotensi. Namun, dosis yang rendah berkaitan
dengan blokade sensorik (analgesia) yang kurang efekf un-
tuk pembedahan. Untuk mempertahankan kualitas analge-
sia, ditambahkan opioid lipofilik yang bekerja selekf pada
jaras nyeri (sensorik).1,4,19 Pada penelian ini obat anestesia
spinal yang digunakan adalah bupivakain 0,5% hiperbarikdengan dosis 7,5 mg yang ditambah dengan fentanil 25
mcg. Dengan menggunakan kombinasi obat tersebut di-
dapatkan angka kejadian hipotensi yang lebih rendah, yaitu
sebesar 24,1%.
Pada penelian ini didapatkan penurunan angka
kejadian hipotensi pada kelompok I dibandingkan kelom-
pok II yang disebabkan hambatan simpas yang rendah
akibat penggunaan bupivakain dengan dosis yang lebih
rendah. Semakin nggi hambatan simpas, semakin nggi
pula angka kejadian dan semakin berat derajat hipotensiyang terjadi.4,15 Dengan kata lain, penggunaan dosis bupi-
vakain yang lebih nggi akan menyebabkan kejadian hipo-
tensi yang lebih nggi pula. Namun, penggunaan dosis bu-
pivakain yang lebih rendah berisiko menghasilkan analgesia
yang dak adekuat. Kombinasi 7,5 mg bupivakain 0,5% hip-
erbarik ditambah 25 mcg fentanil menghasilkan analgesia
yang adekuat untuk bedah sesar dibandingkan penelian
lain yang menggunakan kombinasi obat yang sama dengan
dosis yang berbeda.
Penelian Kang dkk., menggunakan 5 mg bupiv-
akain hiperbarik ditambah 25 mcg fentanil dan didapatkan
insidens hipotensi sebesar 20%, tetapi 13% dikonversi men- jadi anestesia umum.20 Kualitas analgesia yang menurun
juga ditunjukkan oleh Tolia dkk., yang menggunakan dosis
bupivakain lebih besar dari penelian Kang. Tolia menggu-
nakan 7,5 mg bupivakain hiperbarik 0,5% ditambah dengan
10 mcg fentanil dengan hasil insidens hipotensi yang ren-
dah (8%), tetapi 4% dikonversi menjadi anestesia umum.3
Dapat terlihat bahwa semakin kecil dosis bupivakain yang
digunakan, semakin rendah kejadian hipotensi, tetapi dii-
ku dengan kualitas analgesia yang menurun. Hal yang
menarik dari penelian Tolia dibandingkan penelian Kang
adalah insidens hipotensi yang didapat oleh Tolia lebih ren-
dah dibandingkan Kang, di mana Tolia menggunakan dosis
bupivakain yang lebih nggi, tetapi dengan dosis fentanil
yang lebih rendah.
Dosis fentanil yang lebih besar juga menimbulkan
risiko hipotensi yang lebih besar, dengan penggunaan dosis
anestek lokal yang sama. Hasil yang didapat dari peneli-
an yang dilakukan Tolia dkk., menunjukkan insidens hipo-
tensi yang lebih rendah dari hasil yang didapatkan pada
penelian ini di mana kami menggunakan dosis fentanil
lebih nggi (10 mcg vs 25 mcg).3 Hunt dkk., menemukan
hal yang sama dalam peneliannya dengan menggunakan
dosis fentanil yang beragam dikombinasi dengan dosis bu-
pivakain yang ditentukan. Beberapa postulat penelian
menyatakan penggunaan opioid intratekal juga menimbul-kan hipotensi, terutama dengan dosis yang semakin nggi.
Mekanisme yang mendasari terjadinya hal ini diperkirakan
akibat blokade nyeri yang baik dan terjadi cepat, menye-
babkan turunnya kadar katekolamin sehingga menurunkan
tekanan darah, dan mekanisme lain yang belum diketahui.
Akan tetapi, kejadian hipotensi ini dapat dicegah dengan
rehidrasi yang baik.3,18,21 Dosis fentanil 25 mcg yang dit-
ambahkan pada 7,5 mg bupivakain 0,5% hiperbarik pada
penelian ini memberikan analgesia intraoperaf yang
baik dengan kejadian hipotensi yang masih lebih rendah
jika dibandingkan dengan penggunaan 12,5 mg bupivakain
0,5% hiperbarik.Hasil penelian ini mendapa penggunaan fent-
anil 25 mcg intratekal sebagai tambahan 7,5 mg bupivakain
Anestesia & Critical Care Vol 28 No.2 Mei 2010 13
SUSILO, PRYAMBODHO, BINTARTHO A
-
8/3/2019 padf zal rabu 5
18/87
0,5% hiperbarik, masih memiliki kejadian hipotensi yang
lebih rendah dibandingkan kombinasi obat yang diberi-
kan pada penelian sebelumnya. Srivastava dkk. (2004),
dalam peneliannya menggunakan bupivakain hiperbarik
10 mg ditambah 25 mcg fentanil, mendapatkan insidens
hipotensi 52%.22 Suwardi (2005) menggunakan bupivakain
hiperbarik 10 mg ditambah 10 mcg fentanil, mendapatkan
insidens hipotensi 39,5% dan analgesia yang baik.13 Sarveladkk. (1999), menggunakan 9 mg bupivakain hiperbarik dit-
ambah 20 mcg fentanil, mendapatkan insidens hipotensi
61%, tanpa mempengaruhi penambahan durasi blokade
sensorik maupun motorik.23 Harsoor dan Vikram (2008)
menggunakan 8 mg bupivakain hiperbarik ditambah 12,5
mcg fentanil dan didapatkan kejadian hipotensi 50%.24
Pada penelian ini didapatkan penggunaan re-
rata efedrin total yang jauh lebih rendah pada kelompok
bupivakain 0,5% hiperbarik 7,5 mg ditambah fentanil 25
mcg, yaitu sebesar 5,38 (1,38) mg dibandingkan dengan
13,04 (5,98) mg pada kelompok bupivakain 0,5% hiper-
barik 12,5 mg. Rerata total jumlah efedrin untuk kelompokII mendeka apa yang didapatkan Neves dkk. (2003) yang
menggunakan 12,5 mg bupivakain hiperbarik, yaitu 14,17
(9,92). Demikian pula dengan hasil yang didapatkan Gi-
nosar dkk. (2004) dengan 14 mg bupivakain, dan Suwardi
(2005) yang menggunakan 12,5 mg bupivakain hiperbarik
dan 10 mg bupivakain hiperbarik ditambah fentanil 12,5
mcg, yaitu sebesar 13,82 (5,73) vs 11,19 (4,15) mg.13,17,25
Rerata efedrin total untuk kelompok I dibandingkan den-
gan kelompok II memiliki perbedaan yang bermakna secara
stask.
Penggunaan dosis total efedrin yang lebih nggi
memiliki risiko efek samping yang lebih nggi untuk bedah
sesar. Efedrin dapat menimbulkan hipertensi reakf, vaso-
konstriksi pembuluh darah uterus, dan dapat menembus
sawar darah-plasenta, sehingga mempengaruhi denyut
jantung janin. Lee dkk., dalam sebuah njauan mengenai
beberapa penelian penggunaan efedrin untuk mence-
gah hipotensi, menyatakan bahwa penggunaan dosis lebih
dari 14 mg berpotensi menimbulkan hipertensi reakf dan
penurunan pH arteri umbilikalis, tetapi dak berkaitan den-
gan asidosis fetal ataupun nilai APGAR. Terlepas dari kes-
impulan mengenai penggunaan efedrin tersebut, hipotensi
tetap merupakan faktor risiko mayor terjadinya asidosis fe-
tal.19,26,27 Sayangnya pada penelian ini dak dilakukan pen-
gukuran terhadap asidosis fetal.Dalam penelian ini dak ditemukan adanya
pasien yang mengalami bradikardia pada kedua kelompok.
Bradikardia berkaitan dengan blokade saraf spinal yang
nggi sehingga dak hanya menghambat simpas tetapi
juga dapat memblok cardiac accelerator fiberyang keluar
dari level T1-4. Blokade simpas ditambah dengan volume
intravaskular yang rendah dan penekanan aortokaval yang
berat akan menyebabkan penurunan preload, sehingga
terjadi bradikardia. Selain dak terjadi blokade spinal yang
nggi, volume intravaskular yang cukup, dan penguran-
gan efek penekanan aortokaval, penggunaan efedrin pada
penelian ini juga berperan dalam mencegah bradikardia.Efedrin selain memiliki efek langsung agonis alfa adrener-
gik (meningkatkan tonus vena dan vasokonstriksi arteriol),
juga memiliki efek agonis beta adrenergik yang akan me-
ningkatkan frekuensi denyut jantung dan kontraklitas jan-
tung.4,15,19
Blokade sensorik yang dianggap adekuat dalam
bedah sesar, yaitu tercapainya blokade sensorik senggi
torakal 6 (T6). Waktu untuk tercapainya blokade sensorik
senggi dermatom T6 dapat menggambarkan waktu dimu-
lainya pembedahan. Kelompok I dan kelompok II memilikirerata waktu untuk mencapai kenggian blokade sensorik
T6 yang dak berbeda bermakna yaitu 3,94 (1,4) menit
dan 3,55 (1,17) menit. Waktu untuk tercapainya keng-
gian blokade senggi T6 ini mirip dengan hasil yang di-
dapatkan Tolia dkk.3 Hasil ini menggambarkan dak ada
perbedaan waktu yang diperlukan untuk dapat dimulainya
pembedahan dan analgesia yang cukup untuk dilakukan
pembedahan antara kedua kelompok. Demikian pula rerata
waktu tercapainya kenggian blokade sensorik maksimal
antara kedua kelompok dak berbeda bermakna. Tolia dkk.,
dengan menggunakan bupivakain hiperbarik 11 mg, bupiv-
akain hiperbarik 9 mg ditambah fentanil 10 mcg, dan bu-pivakain hiperbarik 7,5 mg ditambah fentanil 10 mcg, juga
mendapatkan dak adanya perbedaan dari dua variabel ini,
dan sama-sama mendapa kejadian hipotensi yang lebih
rendah. Hasil yang senada dengan kelompok II pun diutara-
kan oleh Suwardi, Dahlgren dkk., dan Siddik-Sayyid dkk. Va-
riasi perbedaan nggi blokade maksimal antara penelian
yang satu dengan yang lain disebabkan penggunaan obat
yang berbeda.3,10,13,21
Kombinasi obat kelompok I dalam penelian ini
memiliki volume total yang lebih rendah, yaitu 2 mL diband-
ingkan dengan 2,5 mL pada 0,5% bupivakain hiperbarik 12,5
mg (kelompok II), sehingga dinjau dari perbandingan vol-
ume obat pun kombinasi 7,5 mg bupivakain 0,5% hiperbarik
ditambah dengan fentanil 25 mcg telah diperkirakan sebe-
lumnya akan menghasilkan angka kejadian hipotensi yang
lebih rendah. Namun, kombinasi anestek lokal dan opioid
ini masih menghasilkan analgesia intraoperaf yang cukup
baik. Hasil ini membawa kita pada pertanyaan apakah ma-
sih perlu dosis bupivakain 0,5% hiperbarik sebesar 12,5 mg
untuk bedah sesar. Hal ini tentu membutuhkan penelian
lanjutan untuk mendapatkan gambaran yang lebih tepat.
Perbandingan profil blokade motorik kedua kelom-
pok memberikan hasil yang berbeda bermakna (Tabel 2).
Waktu yang dibutuhkan untuk mencapai blokade maksimal
lebih lama pada kelompok I dibandingkan dengan kelom-pok II, yaitu 6,94 (2,39) vs 4,33 (2,89) menit). Blokade
motorik maksimal yang dicapai dan blokade motorik pada
menit ke-60 (menggunakan skala Bromage) lebih rendah
pada kelompok I dibandingkan dengan kelompok II. Per-
bedaan ini terjadi karena penggunaan dosis obat aneste-
k lokal pada kelompok I jauh lebih rendah dibandingkan
dengan kelompok II, namun blokade yang dimbulkan
pada kelompok I masih memadai untuk dilakukannya be-
dah sesar. Blokade serat saraf motorik diketahui memerlu-
kan dosis dan konsentrasi anestek lokal yang lebih nggi
bila dibandingkan dengan serat saraf sensorik dan otonom.
Penggunaan fentanil intratekal menunjukkan selekvitasblokade terhadap jaras saraf sensorik. Hasil yang serupa
juga didapa pada beberapa penelian sebelumnya yang
Anestesia & Critical Care Vol 28 No.2 Mei 2010 14
Keefektifan Anestesia Spinal Menggunakan Bupivakain 0,5% Hiperbarik Ditambah Fentanil Dibandingkan dengan Bupivakain 0,5% Hiperbarik padaBedah Sesar I The Efficacy of Spinal Anaesthesia Using 0,5% Hyperbaric Bupivacaine Plus Fentanyl Compared with Hyperbaric Bupivacaine in Caesarean
Section
-
8/3/2019 padf zal rabu 5
19/87
juga menurunkan dosis anestek lokal dan menambahkan
fentanil intratekal.13,17,18,20,25,28 Sarvela dkk., menyatakan
hambatan motorik lebih cepat hilang pada penggunaan 9
mg bupivakain hiperbarik ditambah 20 mcg fentanil. Bryson
dkk. serta Tolia dkk., menyatakan penggunaan dosis anes-
tek lokal yang rendah ditambah opioid lipofilik intratekal
menghasilkan blokade motorik maksimal yang lebih lama
tercapai, lebih ringan, dan cepat pulih.3,11,19,23 Hasil yang di-dapat ini bermakna bahwa penggunaan 7,5 mg bupivakain
0,5% hiperbarik ditambah 25 mcg fentanil, menimbulkan
blokade motorik yang adekuat untuk dilakukannya bedah
sesar dengan waktu pemulihan yang lebih cepat sehingga
mempersingkat waktu observasi pasien di ruang pulih.
Efek lain yang diama pada penelian ini adalah
kejadian mual muntah, pruritus, depresi napas, serta pen-
garuhnya terhadap janin yang dilihat dari nilai APGAR me-
nit pertama. Pada penelian ini didapatkan angka kejadian
mual muntah yang dak berbeda bermakna, yaitu sebesar
27,8% pada kelompok I dan 31,5% pada kelompok II. Angka
kejadian mual muntah pada penelian ini sama denganhasil yang didapat dari penelian Dahlgren dkk. (25%) dan
Ben-David dkk. (31%).21,28 Munculnya kejadian mual muntah
dapat diakibatkan oleh banyak faktor antara lain teknik
anestesia spinal yang berkaitan dengan kejadian hipotensi
dan hipoksemia pada pusat muntah, rangsangan langsung
pada pusat muntah akibat penggunaan opioid, adanya nyeri
viseral saat manipulasi uterus, tarikan omentum atau isi ab-
domen lain, dan peningkatan tekanan darah yang signifikan
dan ba-ba akibat pemberian vasopresor.4,6,7,10 Selain itu,
terdapat perbedaan protokol antara penelian yang satu
dengan lainnya, seper pemberian premedikasi anemek
atau tanpa pemberian premedikasi anemek. Ben-David
dalam peneliannya melaporkan adanya rasa dak nyaman
saat manipulasi uterus, walaupun hanya sebentar dan -
dak mengganggu secara keseluruhan dibandingkan dengan
kedaknyamanan akibat mual muntah. Nyeri viseral saat
manipulasi atau tarikan organ abdomen dapat mencetus-
kan mual muntah juga, tetapi dikeluhkan sebagai kejadian
yang terpisah oleh pasien.28 Hal ini membuat idenfikasi
penyebab mual muntah menjadi lebih sulit. Borgeat dkk.
dalam njauannya mengatakan untuk melakukan pene-
lian mengenai efek samping mual muntah bukanlah hal
yang mudah, disebabkan banyaknya faktor yang mempen-
garuhi. Walaupun telah banyak protokol penelian yang di-
gunakan, masih terdapat beberapa aspek yang menyulitkangeneralisasi dari hasil yang didapatkan.29
Variasi hasil yang didapatkan pada penelian se-
belumnya menunjukkan dak jelasnya keterkaitan antara
mual muntah dengan kombinasi obat yang digunakan un-
tuk anestesia spinal. Penelian Ben-David dkk., memband-
ingkan insidens mual muntah pada pemberian bupivakain
hiperbarik 10 mg dengan bupivakain isobarik 5 mg dit-
ambah 25 mcg fentanil mendapatkan angka 69% vs 31%.28
Kang dkk. yang menggunakan bupivakain hiperbarik 8 mg
dan bupivakain hiperbarik 5 mg ditambah 25 mcg fentanil
mendapatkan angka 53% dan 40%. Sementara itu, Tolia
dkk. bahkan melaporkan dak menemukan kejadian mualmuntah pada penggunaan bupivakain hiperbarik 7,5 mg
dengan penambahan fentanil 10 mcg dan hanya 2% pada
penggunaan 9 mg bupivakain hiperbarik dengan penamba-
han fentanil 10 mcg.3,28 Dari perbandingan ga penelian
berbeda yang sama-sama dak menggunakan premedikasi
ini, ada hal yang perlu dicerma, yaitu besar angka kejadian
mual muntah selalu sejalan dengan besar angka kejadian
hipotensinya (Ben-David 94% vs 31%, Kang 40% vs 20%, To-
lia 24% vs 8%).
Penggunaan opioid intratekal dianggap dapat me-nyebabkan terjadinya mual muntah. Beberapa hasil peneli-
an menyatakan penggunaan morfin intratekal lebih sering
menyebabkan mual muntah dibandingkan penggunaan
fentanil.4,15 Siddik-Sayyid menyatakan penggunaan fentanil
intratekal memiliki efek samping mual muntah yang justru
lebih rendah dibandingkan fentanil intravena.10,18 Hasil yang
diperoleh pada penelian ini memberikan kesan penggu-
naan dosis fentanil intratekal yang lebih nggi menjadi pe-
nyebab meningkatnya insidens mual muntah, terutama bila
dibandingkan dengan hasil yang diperoleh Tolia (nihil pada
penggunaan 7,5 mg bupivakain hiperbarik ditambah 10 mcg
fentanil). Namun, Hunt dalam peneliannya menggunakan2,5-50 mcg fentanil, gagal menunjukkan kenaikan insidens
mual muntah yang konsisten seiring kenaikan dosis fentanil
yang digunakan.3,18 Hasil dari penelian ini menunjukkan
bahwa penggunaan fentanil 25 mcg sebagai kombinasi obat
anestesia spinal untuk bedah sesar pada kelompok I, dak
meningkatkan angka kejadian mual muntah bila dibanding-
kan dengan kelompok II. Sebaliknya, angka kejadian mual
muntah pada kelompok I justru lebih rendah dibandingkan
kelompok II, walaupun secara stask perbedaannya dak
bermakna.
Penggunaan opioid intratekal juga dikatakan me-
nyebabkan mbulnya pruritus. Pruritus yang disebabkan
oleh opioid intratekal atau epidural terjadi akibat migrasi
opioid dalam cairan serebrospinal ke arah kranial dan
merangsang langsung nukleus trigemini yang terletak super-
fisial di medula. Collin menyatakan penggunaan morfin leb-
ih sering menyebabkan pruritus dibandingkan penggunaan
fentanil intratekal. Pada penelian ini didapa angka ke-
jadian pruritus yang dak berbeda bermakna. Pruritus yang
terjadi masih dapat ditoleransi oleh pasien dan dak sam-
pai memerlukan nalokson. Dahlgren dkk., pada penelian-
nya hanya menemukan kejadian pruritus ringan ini sebesar
4%. Tolia, Harsoor, serta Kang, juga mendapatkan insidens
pruritus ringan yang dak signifikan bermakna pada peng-
gunaan bupivakain ditambah fentanil intratekal.3,7,20,21,24
Pada penelian ini dak ada kejadian depresi
napas pada kedua kelompok. Hasil serupa juga dilaporkan
oleh penelian sebelumnya yang menggunakan fentanil
intratekal.3,8,10-13,20-22,28,30,31 Hunt dkk., dalam peneliannya
menggunakan beragam dosis fentanil intratekal, 2,5-50
mcg, dak menemukan adanya insidens depresi napas.18
Gwirtz dkk., melakukan penelian terhadap pasien yang
menjalani bedah urologi, bedah ortopaedi, bedah umum
atau vaskular, bedah toraks, dan bedah ginekologi nonob-
stetrik yang mendapat opioid intratekal, mengemukakan
kejadian depresi napas sebesar 3%, dengan jumlah sampel
5069 pasien dan dengan periode waktu yang lama, yaitu tu-juh tahun.32
Perbandingan nilai APGAR pada kedua kelompok
Anestesia & Critical Care Vol 28 No.2 Mei 2010 15
SUSILO, PRYAMBODHO, BINTARTHO A
-
8/3/2019 padf zal rabu 5
20/87
dak berbeda bermakna secara stask. Adanya nilai AP-
GAR 0 pada kedua kelompok disebabkan kondisi janin yang
telah didiagnosis intrauterine fetal death (IUFD) sebelum
dilakukan ndakan anestesia maupun pembedahan. Kon-
disi ini dak termasuk dalam kriteria drop out, tetapi data
nilai APGAR kega sampel tersebut (1 pada kelompok I dan
2 dalam kelompok II) dak disertakan dalam pengolahan
uji stask karena nilai APGAR yang rendah ini dak dise-babkan dan dak berkaitan dengan modalitas anestesia
spinal yang diteli. Selebihnya, dak ditemui nilai APGAR
di bawah 7 pada kedua kelompok. Hal ini sesuai dengan
penelian sebelumnya.3,8,10,13,20-22,28,31 Hasil yang diperoleh
dari penelian ini menggambarkan bahwa penambahan
fentanil 25 mcg intratekal dak menimbulkan efek depresi
yang signifikan pada janin.
SIMPULAN
Anestesia spinal menggunakan 7,5 mg bupivakain
hiperbarik 0,5% ditambah fentanil 25 mcg lebih efekfdibandingkan 12,5 mg bupivakain hiperbarik 0,5% pada be-
dah sesar karena menghasilkan analgesia intraoperaf yang
adekuat dan hemodinamik yang lebih stabil.
DAFTAR PUSTAKA
1. Ganapathy S. Editorial: Walking spinals: A myth or real-
ity? Can J Anaesth 2001;52:222-4.
2. Data Rekapitulasi Anestesia Spinal Instalasi Gawat
Darurat RSUPNCM tahun 2005-2007.
3. Tolia G, Kumar A, Jain A, Pandey M. Low dose intrathe-
cal bupivacaine with fentanyl for cesarean delivery. JAnesth Clin Pharmacol2008;24(1):201-4.
4. Wlody D. Complicaon of regional anesthesia in obstet-
rics. Clin Obstet Gynecol 2003;46:667-78.
5. Lee A, Ngan KWD, Gin T. Prophylacc ephedrine pre-
vent hypotension during spinal anesthesia for cesarean
delivery. Can J Anaesth 2002;49:588-99.
6. Ronald D, Miller MD. Anesthesia. 6th ed. New York:
Churchill Livingstone; 2005. p. 232-329.
7. Collins VJ. Principles of anesthesiology. 3rded. Philad-
helphia: Lea-Febiger; 1993. 1199-281; 1445-555.
8. Chung CJ, Choi SR, Yeo KH, Park HS, Lee SI, Chin YJ.
Hyperbaric spinal ropivacaine for cesarean delivery: A
comparison to hyperbaric bupivacaine. Anesth Analg
2001;93:157-61.
9. Riley E, Cohen SE, Rubenstein AJ, Flanagan B. Preven-
on of hypertension aer spinal anesthesia for cesar-
ean secon: 6% hetastarch versus lactated ringers so-
luon.Anesth Analg 1995;81:838-42.
10. Siddik-Sayyid SM, Aouad MT, Jalbout MI, Zalaket MI,
Berzina CE, Baraka AS. Intrathecal versus intravenous
fentanyl for supplementaon of subarachnoid block
during cesarean delivery. Anesth Analg 2002;95:209
13.
11. Bryson GL, Macneil R, Jeyaraj LM, Rosaeg OP. Small
dose spinal bupivacaine for caesarean delivery doesnot reduce hypotension but accelerates motor recov-
ery. Can J Anesth 2007;54:531-7.
12. Bogra J, Arora N, Srivastava P. Synergisc effect of intra-
thecal fentanyl and bupivacaine in spinal anesthesia for
cesarean secon. BMC Anesthesiol2005;5:5.
13. Suwardi C. Perbandingan analgesia spinal pada bedah
sesar antara kombinasi 10 mg bupivakain hiperbarik
0,5% + 12,5 mcg dengan 12,5 mg bupivakain hiperbarik
0,5%. FKUI 2005.
14. Akmal E. Penyebaran anestek lokal dan efek hemo-dinamik pada operasi seksio sesaria dalam anestesia
spinal. FKUI 2008.
15. Russel F, Holmqvist ELO. Subarachnoid analgesia for
caesarean secon. Br J Anaesth 1987;59:347-53.
16. Richardson MG, Collins HV, Wissler R. Intrathecal plain
vs hyperbaric bupivacaine with mophine for cesarean
secon: A comparison of effecveness, side-effects and
sedaon.Anesthesiology1997;87:A890.
17. Ginosar Y, Mirikatani E, Drover DR, Cohen SE, Riley ET.
ED50 and ED95 of intrathecal hyperbaric bupivacaine
coadministered with opioid in cesarean delivery.Anes-
thesiology2004;100:676-82.18. Hunt CO, et al. Perioperave analgesia with subarach-
noid fentanyl-bupivacaine for cesarean secon. Anes-
thesiology1999;71:535-40.
19. Stoelng RK. Pharmacology and physiology in anesthet-
ic pracce. 3rd ed. Philadelphia: Lippinco-Raven; 1999.
p. 158-81.
20. Kang FC, Tsai YC, Chang PJ, Chen TY. Subarachnoid fen-
tanyl with diluted small-dose bupivacaine for cesarean
secon delivery.Acta Anaesthesiol Sin 1998;36:207-14.
21. Dahlgren G, Hulstrand C, Jakobsson J, Norman M, Er-
iksson EW, Marn H. lntrathecal sufentanil, fentanyl,
or placebo added to bupivacaine for cesarean secon.Anesth Analg 1997;85:1288-93.
22. Srivastava U, Kumar A, Gandhi NK, Saxena S, Dua D,
Chandra P, et al. Hyperbaric or plain bupivacaine com-
bined with fentanyl for spinal anesthesia during caesar-
ean delivery. Indian J Anaesth 2004;48:44-5.
23. Sarvela PJ, Halonen PM, Korla KT. Comparaon of in-
trathecal hypobaric and hyperbaric bupivacain both
with fentanyl for cesarean secon. Anesth Analg
1999;89:71:706-10.
24. Harsoor S,Vikram M. Spinal anaesthesia with low dose
bupivacaine with fentanyl for caesarean secon. SAARC
J Anaesth 2008;1(2):142-5.
25. das Neves JF, Monteiro GA, de Almeida JR, Brun A, Ca-
zarin N, SantAnna RS, Duarte ES. Spinal anesthesia for
cesarean secon. Comparave study between isobaric
and hyperbaric bupivacaine associated to morphine.
Rev Bras Anestesiol2003;53(5):5738.
26. Lee A, Ngan Kee WD, Gin T. A dose-response meta-
analysis of prophylacc intravenous ephedrine for the
prevenon of hypotension during spinal anesthesia for
elecve cesarean delivery.Anesth Analg 2004;98:483-
90.
27. Van de velde M. Spinal anesthesia in the obstetric pa-
ent: Prevenon and treatment of hypotension. Acta
Anaesth Belg 2006;57:383-6.28. Ben-David B, Miller G, Gavriel R, Gurevitch A. Low-dose
bupivacaine-fentanyl spinal anesthesia for cesarean
Anestesia & Critical Care Vol 28 No.2 Mei 2010 16
Keefektifan Anestesia Spinal Menggunakan Bupivakain 0,5% Hiperbarik Ditambah Fentanil Dibandingkan dengan Bupivakain 0,5% Hiperbarik padaBedah Sesar I The Efficacy of Spinal Anaesthesia Using 0,5% Hyperbaric Bupivacaine Plus Fentanyl Compared with Hyperbaric Bupivacaine in Caesarean
Section
-
8/3/2019 padf zal rabu 5
21/87
delivery. Reg Anesth Pain Med2000;25:235-9.
29. Borgeat A, Ekatodramis G, Schenker CA. Postoperave
nausea and voming in regional anesthesia. A review.
Anesthesiology2003;98:530-47.
30. Seyedhejazi M, Madarek E. The effect of small dose
bupivacaine-fentanyl in spinal anesthesia on hemody-
namic nausea and vomi ng in cesarean secon. Pak J
Med Sci2007;23:747-50.31. Belzarena SD. Clinical effect of intratechally adminis-
tered fentanyl in paents undergoing cesarean secon.
Anesth Analg 1992;74:653-7.
32. Gwirtz KH, et al. The safety and effi cacy of intrathecal
opioid analgesia for acute postoperave pain: Seven
years experience with 5969 surgical paents at Indiana
university hospital.Anesth Analg 1999;88:599-604.
Anestesia & Critical Care Vol 28 No.2 Mei 2010 17
SUSILO, PRYAMBODHO, BINTARTHO A
-
8/3/2019 padf zal rabu 5
22/87
ABSTRACT
Background: Along with globalizaon era there are
much worries about the paent complaints caused by com-
plicaons of medical procedures. Tracheal intubaon pro-
cedure rounely conducted for general anesthesia has been
associated with throat complaints (i.e sore throat, cough,
and hoarseness) caused by the endotracheal tube cuff trau-
mac pressure at the tracheal lateral wall.
Methods: Fiy ASA class 1 and 2 paents, aged 20
to 60 years undergoing elecve surgeries under general an-
esthesia with endotracheal intubaon in GBPT dr Soetomo
Hospital Surabaya were randomized into two groups: treat-
ment and control groups. The first was using Endotest spe-
cial device while the later assessed by clinical esmaon.Throat complaints were recorded 20-24 hours aer surgery.
The cuff inflaons and post operave assessments all con-
ducted by double blinded technique.
Result: Air volume injected into endotracheal tube cuff
in the first group was averaging 5,24 + 1,66 ml, the later
group cuff pressure was maintained between 25 and 30 cm-
H2O as recommended by previous studies. The incidence of
throat complaints was considerably lower (20%) compared
to other reports in the literature, this study found no sig-
nificant differences of throat complaints incidence between
those groups (OR = 0,603, 95% CI = 0,147 to 2,468).
Conclusion: A simple and cheap met