Download - Parameter Bod, Cod, Do Dan Kebisingan
PARAMETER BOD, COD, DO DAN KEBISINGAN
Untuk Memenuhi Tugas Praktikum Pemeriksaan Parameter Air dan Udara
Edisi Revisi
Disusun oleh
Reza Zulfahmi E2A006099
Siti Komariah E2A006106
Verry Aji K E2A006113
Yulia Purnawati E2A006118
FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT
UNIVERSITAS DIPONEGORO
SEMARANG
2009
2
BOD, COD, DO DAN KEBISINGAN
A. BIOCHEMICAL OXYGEN DEMAND (BOD)
1. Definisi BOD
Suatu karakteristik yang menunjukkan jumlah oksigen terlarut yang
diperlukan oleh mikroorganisme (biasanya bakteri) untuk mengurai
atau mendekomposisi bahan organik dalam kondisi aerobik (Umaly
dan Cuvin, 1988; Metcalf & Eddy, 1991). 1)
Ditegaskan lagi oleh Boyd (1990), bahwa bahan organik yang
terdekomposisi dalam BOD adalah bahan organik yang siap
terdekomposisi (readily decomposable organic matter).1)
Mays (1996) mengartikan BOD sebagai suatu ukuran jumlah
oksigen yang digunakan oleh populasi mikroba yang terkandung
dalam perairan sebagai respon terhadap masuknya bahan organik
yang dapat diurai. 1)
Kebutuhan oksigen yang terlarut dalam air buangan yang
mengandung senyawa kimia organic (karbon, hydrogen, nitrogen,
belerang). Pada umumnya proses penguraian senyawa organic
terjadi secara sempurna pada temperatur 20ocelsius dan dalam
tempo 5 hari. Satuan BOD dinyatakan dalam milligram per liter
(mg/lt) atau milligram per kilogram (mg/kg).2)
Kebutuhan oksigen biokima yang menunjukkan jumlah oksigen
yang digunakan dalam reaksi oksidasi oleh bakteri. Sehingga
makin banyak bahan organik dalam air, makin besar BOD nya
sedangkan DO akan makin rendah. Air yang bersih adalah yang
BOD nya kurang dari 1 mg/l atau 1 ppm, jika BOD nya di atas 4
ppm, air dikatakan tercemar.3)
Suatu analisa empiris yang mencoba mendekati secara global
proses mikrobiologis yang benar - benar terjadi dalam air.5)
2. Metode Pemeriksaan BOD
3
Pemeriksaan BOD diperlukan untuk menentukan beban
pencemaran akibat air buangan dan untuk mendesain sistem pengolahan
secara biologis (G. Alerts dan SS Santika,1987).5)
Prinsip pengukuran BOD pada dasarnya cukup sederhana, yaitu
mengukur kandungan oksigen terlarut awal (DOi) dari sampel segera
setelah pengambilan contoh, kemudian mengukur kandungan oksigen
terlarut pada sampel yang telah diinkubasi selama 5 hari pada kondisi
gelap dan suhu tetap (200C) yang sering disebut dengan DO5.
1)
Selisih DOi dan DO5 (DOi - DO5) merupakan nilai BOD yang
dinyatakan dalam miligram oksigen per liter (mg/L). Pengukuran
oksigen dapat dilakukan secara analitik dengan cara titrasi (metode
Winkler, iodometri) atau dengan menggunakan alat yang disebut DO
meter yang dilengkapi dengan probe khusus. Jadi pada prinsipnya
dalam kondisi gelap, agar tidak terjadi proses fotosintesis yang
menghasilkan oksigen, dan dalam suhu yang tetap selama lima hari,
diharapkan hanya terjadi proses dekomposisi oleh mikroorganisme,
sehingga yang terjadi hanyalah penggunaan oksigen, dan oksigen
tersisa ditera sebagai DO5.1)
Yang penting diperhatikan dalam hal ini adalah mengupayakan
agar masih ada oksigen tersisa pada pengamatan hari kelima sehingga
DO5 tidak nol. Bila DO5 nol maka nilai BOD tidak dapat ditentukan.1)
Pada prakteknya, pengukuran BOD memerlukan kecermatan
tertentu mengingat kondisi sampel atau perairan yang sangat bervariasi,
sehingga kemungkinan diperlukan penetralan pH, pengenceran, aerasi,
atau penambahan populasi bakteri. Pengenceran dan/atau aerasi
diperlukan agar masih cukup tersisa oksigen pada hari kelima. Secara
rinci metode pengukuran BOD diuraikan dalam APHA (1989), Umaly
dan Cuvin, 1988; Metcalf & Eddy, 1991) atau referensi mengenai
analisis air lainnya.1)
Karena melibatkan mikroorganisme (bakteri) sebagai pengurai
bahan organik, maka analisis BOD memang cukup memerlukan waktu.
4
Oksidasi biokimia adalah proses yang lambat. Dalam waktu 20 hari,
oksidasi bahan organik karbon mencapai 95 – 99 %, dan dalam waktu 5
hari sekitar 60 – 70 % bahan organik telah terdekomposisi (Metcalf &
Eddy, 1991). Lima hari inkubasi adalah kesepakatan umum dalam
penentuan BOD. Bisa saja BOD ditentukan dengan menggunakan
waktu inkubasi yang berbeda, asalkan dengan menyebutkan lama waktu
tersebut dalam nilai yang dilaporkan (misal BOD7, BOD10) agar tidak
salah dalam interpretasi atau memperbandingkan.1)
Temperatur 20oC dalam inkubasi juga merupakan temperatur
standard. Temperatur 20oC adalah nilai rata-rata temperatur sungai
beraliran lambat di daerah beriklim sedang (Metcalf & Eddy, 1991)
dimana teori BOD ini berasal. Untuk daerah tropik seperti Indonesia,
bisa jadi temperatur inkubasi ini tidaklah tepat. Temperatur perairan
tropik umumnya berkisar antara 25 – 30oC, dengan temperatur inkubasi
yang relatif lebih rendah bisa jadi aktivitas bakteri pengurai juga lebih
rendah dan tidak optimal sebagaimana yang diharapkan. Ini adalah
salah satu kelemahan lain BOD selain waktu penentuan yang lama
tersebut.1)
Dengan metode pemeriksaan Winkler (titrasi di laboratorium),
pemeriksaan parameter BOD didasarkan pada reaksi oksidasi zat
organik dengan oksigen di dalam air dan proses tersebut berlangsung
karena adanya bakteri aerobik. Sebagai hasil oksidasi akan terbentuk
karbon dioksida, air dan Reaksi oksidasi dapat dituliskan sebagai
berikut:
bakteri
CnHaObNc + ( n + a/4 – b/2 – 3c/4 ) O2 nCO2 + ( a/2 – 3c/2 ) + H2O
+ cNH3
Atas dasar reaksi tersebut memerlukan waktu ± 2 hari agar 50%
reaksi telah tercapai, 5 hari untuk 75% reaksi tercapai dan 20 hari untuk
100% reaksi tercapai. Dengan kata lain tes BOD berlaku sebagai
simulasi proses biologi secara alamiah, mula-mula diukur DO nol dan
5
setelah mengalami inkubasi selama 5 hari pada suhu 20°C atau 3 hari
pada suhu 25°C–27°C diukur lagi DO air tersebut. Perbedaan DO air
tersebut yang dianggap sebagai konsumsi oksigen untuk proses
biokimia akan selesai dalam waktu 5 hari dipergunakan dengan
anggapan segala proses biokimia akan selesai dalam waktu 5 hari,
walau sesungguhnya belum selesai.5)
3. Dampak Tingginya Kadar BOD Terhadap Lingkungan
Pencemar organik terdiri dari pencemar organik tidak mudah urai
(nondegradable organic pollutant) dan pencemar organik mudah urai
(degradable organic pollutants). Pencemar organik mudah urai antara
lain sampah rumah tangga, kotoran manusia dan hewan, sampah dan
limbah pertanian dan berbagai jenis limbah industri.10)
Pencemar organik tersebut di perairan akan diuraikan oleh
mikroba, terutama berbagai jenis bakteria. Mikroba aerobik dalam
proses penguraian bahan organik tersebut menggunakan oksigen
terlarut dalam air dan melepaskan unsur-unsur hara ke dalam air.
Akibatnya kadar oksigen terlarut akan menurun (oxygen depletion) dan
kesuburan perairan meningkat. Apabila kandungan unsur-unsur hara
tinggi sehingga menyebabkan perairan lewat subur (eutrophication)
dapat menyebabkan peledakan pertumbuhan fitoplankton dan atau
zooplankton yang disebut “blooming”. Akibat blooming, kandungan
oksigen terlarut akan menurun dan apabila planktonnya mati secara
massal dapat mencemari perairan karena terbentuk gas-gas (seperti
ammonia, hydrogen sulfida dan fosfat) dan senyawa beracun lain
(cyanoglucosida). 10)
Aktifitas mikroba aerob yang berlebihan menyebabkan
kandungan oksigen terlarut di dalam perairan habis, kondisi perairan
menjadi aerob. Proses penguraian bahan organik selanjutnya dilakukan
oleh mikroba anearob. Hasil dari aktifitas mikroba anaerobik adalah
gas-gas ammonia, hydrogen sulfide, methan dan ethan serta fosfin. Gas-
6
gas tersebut umumnya bersifat racun bagi ikan dan biota air lainnya.
Gas ammonia, sulfide dan fosfin mempunyai bau yang menyengat dan
busuk sehingga air dan perairan yang tercemari bahan organik mudah
diurai, nilai gunanya bagi peruntukan perikanan, rumah tangga dan
industri menurun atau tidak berguna lagi. 10)
4. Dampak Tingginya Kadar BOD Terhadap Kesehatan
Tingginya kadar BOD dalam suatu perairan biasanya ditunjukkan
dengan tingginya kandungan mikroorganisme dalam perairan tersebut.
Mikroorganisme yang biasanya terdapat pada limbah domestik dalam
jumlah banyak yaitu bakteri kelompok Coliform, Escherichia coli dan
Streptococcus faecalis (Schaechter 1992). Bakteri yang merupakan
indikator kualitas suatu perairan adalah coliform, fecal coli, salmonella
dan fecal streptococcus (Wolff 1991).11)
E. coli jika masuk ke dalam saluran pencernaan dalam jumlah
banyak dapat membahayakan kesehatan. Menurut Pelczar & Chan
(1988) walaupun E. coli merupakan bagian dari mikroba normal saluran
pencernaan, tapi saat ini telah terbukti bahwa galur-galur tertentu
mampu menyebabkan gastroeritris taraf sedang hingga parah pada
manusia dan hewan. 11)
E. coli dapat menyebabkan diare dengan metode 1) produksi
enterotoksin yang secara tidak langsung dapat menyebabkan kehilangan
cairan dan 2) invasi yang sebenarnya lapisan epitelium dinding usus
yang menyebabkan peradangan dan kehilangan cairan. 11)
E. coli umumnya terdapat di dalam saluran pencernaan dan
tersebar pada semua individu. Pengujian mikrobiologi dengan hasil
mikroorganisme tersebut merupakan indikator adanya mikroorganisme
patogen dan pencemaran pada suatu ekosistem (World Health
Organization 1982). Dari jumlah bakteri E. coli didapat, kondisi suatu
perairan yang tercemar dapat diketahui karena bakteri tersebut
merupakan indikator pencemaran. 11)
7
5. Tingkat Pencemaran Berdasarkan Nilai BOD
Berikut ini adalah tabel nilai BOD untuk tingkat pencemaran
perairan.
Tabel 1. Tingkat pencemaran perairan berdasarkan nilai BOD
Tingkat Pencemaran Parameter BOD (ppm)
Rendah 0 - 10
Sedang 10 - 20
Tinggi 25
Sumber : WIROSARJONO (1974)
B. CHEMICAL OXYGEN DEMAND (COD)
1. Definisi COD
Jumlah oksigen yang diperlukan untuk mengurai seluruh bahan
organik yang terkandung dalam air (Boyd, 1990). Hal ini karena
bahan organik yang ada sengaja diurai secara kimia dengan
menggunakan oksidator kuat kalium bikromat pada kondisi
asam dan panas dengan katalisator perak sulfat (Boyd, 1990;
Metcalf & Eddy, 1991), sehingga segala macam bahan organik,
baik yang mudah urai maupun yang kompleks dan sulit urai,
akan teroksidasi. 1)
Kadar oksigen yang terlarut dalam air limbah yang diperlukan
untuk menguraikan zat organic tertentu secara kimia karena
sukar dihancurkan secara oksidasi. Oleh karenanya dibutuhkan
bantuan reaksi oksidator yang kuat menjadi suasana asam. Nilai
COD selalu lebih besar daripada nilai BOD.2)
Jumlah oksigen yang diperlukan agar bahan buangan yang ada
dalam air dapat teroksidasi melalui reaksi kimia baik yang dapat
didegradasi secara biologis maupun yang sukar didegradasi.
Bahan buangan organik tersebut akan dioksidasi oleh dikromat
yang digunakan sebagai sumber oksigen (oxidizing agent)
8
menjadi gas CO2 dan H2O serta sejumlah ion chrom. Reaksinya
sebagai berikut :4)
CaHbOc + Cr2O72-
+ H+ → CO2 + H2O +Cr
3+
Angka COD merupakan ukuran bagi pencemaran air oleh zat-
zat organik yang secara alamiah dapat maupun tidak dapat
dioksidasikan melalui proses mikrobiologis, dan mengakibatkan
berkurangnya oksigen terlarut dalam air (Alaerts and Sumestri,
1984) oleh karena itu konsentrasi COD dalam air harus
memenuhi ambang batas yang ditentukan. Perairan dengan nilai
COD tinggi tidak diinginkan bagi kepentingan perikanan dan
pertanian.4)
Nilai COD pada perairan yang tidak tercemar biasanya kurang
dari 20 mg/L, sedangkan pada perairan tercemar dapat lebih dari
200 mg/L dan pada limbah industri dapat mencapai 60.000
mg/L. 4)
Nilai COD merupakan satu bilangan yang dapat menunjukkan
banyaknya oksigen yang diperlukan untuk mengoksidasi bahan
organik menjadi CO2 dan air dengan perantara oksidan kuat
dalam suasana asam. Beberapa bahan organik tertentu yang
terdapat pada air limbah ”kebal” terhadap degradasi biologis dan
ada beberapa di antaranya yang beracun meskipun pada
kosentrasi yang rendah. Bahan yang tidak dapat didegradasi
secara biologis tersebut akan didegradasi secara kimiawi melalui
proses oksidasi, jumlah oksigen yang dibutuhkan untuk
mengoksidasi tersebut dikenal dengan COD (Cheremisionoff
and Ellerbusch, 1978). 4)
COD merupakan salah satu parameter indikator pencemar di
dalam air yang disebabkan oleh limbah organik, keberadaan
COD di dalam lingkungan sangat ditentukan oleh limbah
organik, baik yang berasal dari limbah rumah tangga maupun
industri, secara umum konsentrasi COD yang tinggi dalam air
9
menunjukkan adanya bahan pencemar organic dalam jumlah
banyak. Kadar COD dalam air limbah berkurang seiring dengan
berkurangnya konsentrasi bahan organik yang terdapat dalam air
limbah, kosentrasi bahan organik yang rendah tidak selalu dapat
direduksi dengan metode pengolahan yang konvensional. 4)
Nilai COD ditentukan dari bahan organik yang biodegradable
maupun non-degradable, sehingga hasil penetapan nilai COD
biasanya lebih tinggi dari nilai BOD. Apabila nila COD 3 kali
lebih tinggi dari BOD, maka perlu diketahui apakah ada bahan-
bahan yang bersifat toksik dan nonbiodegredable (Ibnu, 2002). 4)
Jumlah oksigen (mg O2) yang dibutuhkan untuk mengoksidasi
zat-zat organis yang ada dalam 1 liter sampel air, dimana
pengoksidasi K2,Cr2,O7 digunakan sebagai sumber oksigen
(oxidizing agent) (G. Alerts dan SS Santika, 1987).5)
2. Metode Pemeriksaan COD
a. Metode Pemeriksaan dengan Reflux
Metode pengukuran COD sedikit lebih kompleks, karena
menggunakan peralatan khusus reflux, penggunaan asam pekat,
pemanasan, dan titrasi (APHA, 1989, Umaly dan Cuvin, 1988).
Peralatan reflux (Gambar 1) diperlukan untuk menghindari
berkurangnya air sampel karena pemanasan. Pada prinsipnya
pengukuran COD adalah penambahan sejumlah tertentu kalium
bikromat (K2Cr2O7) sebagai oksidator pada sampel (dengan
volume diketahui) yang telah ditambahkan asam pekat dan katalis
perak sulfat, kemudian dipanaskan selama beberapa waktu.
Selanjutnya, kelebihan kalium bikromat ditera dengan cara titrasi.
Dengan demikian kalium bikromat yang terpakai untuk oksidasi
bahan organik dalam sampel dapat dihitung dan nilai COD dapat
ditentukan. 1)
10
Kelemahannya, senyawa kompleks anorganik yang ada di
perairan yang dapat teroksidasi juga ikut dalam reaksi (De Santo,
1978), sehingga dalam kasus-kasus tertentu nilai COD mungkin
sedikit „over estimate‟ untuk gambaran kandungan bahan organik.
Bilamana nilai BOD baru dapat diketahui setelah waktu inkubasi
lima hari, maka nilai COD dapat segera diketahui setelah satu
atau dua jam. Walaupun jumlah total bahan organik dapat
diketahui melalui COD dengan waktu penentuan yang lebih
cepat, nilai BOD masih tetap diperlukan. Dengan mengetahui
nilai BOD, akan diketahui proporsi jumlah bahan organik yang
mudah urai (biodegradable), dan ini akan memberikan gambaran
jumlah oksigen yang akan terpakai untuk dekomposisi di perairan
dalam sepekan (lima hari) mendatang. Lalu dengan
memperbandingkan nilai BOD terhadap COD juga akan diketahui
seberapa besar jumlah bahan-bahan organik yang lebih persisten
yang ada di perairan. 1)
11
Gambar 1. Peralatan reflux untuk pengukuran COD (sumber:
Boyd, 1979)1)
b. Metode Pemeriksaan Tanpa Reflux (Titrasi di Laboratorium)
Pemeriksaan parameter COD ini menggunakan oksidator
potasium dikromat yang berkadar asam tinggi dan dipertahankan
12
pada temperatur tertentu. Penambahan oksidator ini menjadikan
proses oksidasi bahan organik menjadi air dan CO2, setelah
pemanasan maka sisa dikromat diukur. Pengukuran ini dengan
jalan titrasi, oksigen yang ekuifalen dengan dikromat inilah yang
menyatakan COD dalam satuan ppm.5)
3. Dampak Tingginya Kadar COD Terhadap Lingkungan
Pencemar organik terdiri dari pencemar organik tidak mudah
urai (nondegradable organic pollutant) dan pencemar organik
mudah urai (degradable organic pollutants). Pencemar organik tidak
mudah urai diantaranya adalah batang kayu (log) yang berada di
perairan, menyebabkan gangguan terhadap navigasi dan setelah
mengendap, mendangkalkan perairan. Detergent
alkylbehenesulfonate (sabun detergen dan pestisida organochlorine
(misalnya, dieldrien, DDT) termasuk pencemar organik sukar urai
dan pencemar organik.
Mikroba aerobik dalam proses penguraian bahan organik
menggunakan oksigen terlarut dalam air dan melepaskan unsur-
unsur hara ke dalam air. Akibatnya kadar oksigen terlarut akan
menurun (oxygen depletion) dan kesuburan perairan meningkat.
Apabila kandungan unsur-unsur hara tinggi sehingga menyebabkan
perairan lewat subur (eutrophication) dapat menyebabkan peledakan
pertumbuhan fitoplankton dan atau zooplankton yang disebut
“blooming”. Akibat blooming, kandungan oksigen terlarut akan
menurun dan apabila planktonnya mati secara missal dapat
mencemari perairan karena terbentuk gas-gas (seperti ammonia,
hydrogen sulfide dan fosfat) dan senyawa beracun lain
(cyanoglucosida).
Aktifitas mikroba aerob yang berlebihan menyebabkan
kandungan oksigen terlarut di dalam perairan habis, kondisi perairan
menjadi aerob. Proses penguraian bahan organik selanjutnya
13
dilakukan oleh mikroba anearob. Hasil dari aktifitas mikroba
anaerobik adalah gas-gas ammonia, hydrogen sulfide, methan dan
ethan serta fosfin. Gas-gas tersebut umumnya bersifat racun bagi
ikan dan biota air lainnya. Gas ammonia, sulfide dan fosfin
mempunyai bau yang menyengat dan busuk sehingga air dan
perairan yang tercemari bahan organic mudah diurai, nilai gunanya
bagi peruntukan perikanan, rumah tangga dan industri menurun atau
tidak berguna lagi.
4. Dampak Tingginya Kadar COD Terhadap Kesehatan
Tingginya kadar COD menunjukkan tingginya kandungan
mikroorganisme dalam air. Mikroorganisme yang biasanya terdapat
pada limbah domestik dalam jumlah banyak yaitu bakteri kelompok
Coliform, Escherichia coli dan Streptococcus faecalis (Schaechter
1992). Mikroorganisme tersebut dapat menyebabkan diare, disentri
dan gangguan pencernaan lainnya bagi orang yang mengkonsumsi
air dengan kadar COD tinggi (melewati ambang batas).7)
C. DISSOLVED OXYGEN (DO)
1. Definisi DO
Oksigen mengandung peranan penting sebagai indikator
kualitas perairan, karena oksigen terlarut berperan dalam proses
oksidasi dan reduksi bahan organik dan anorganik. Selain itu oksigen
juga menentukan khan biologis yang dilakukan oleh organisme
anaerobik atau aerobik. Dalam kondisi aerobik, oksigen berperan
sebagai atau mengoksidasi bahan organik dan anorganik dengan
hasil akhirnya adalah nutrien yang pada akhirnya dapat memberikan
kesuburan pada perairan.
Oksigen terlarut (dissolved oxygen) merupakan kebutuhan
dasar untuk kehidupan tanaman dan hewan di dalam air. Kadar
oksigen terlarut merupakan jumlah oksigen yang dibutuhkan untuk
14
respirasi aerob mikroorganisme. DO di dalam air sangat tergantung
pada temperatur dan salinitas.6)
Oksigen terlarut yang terkandung di dalam air, berasal dari
udara dan hasil proses fotosintesis tumbuhan air. Oksigen diperlukan
oleh semua mahluk yang hidup di air seperti ikan, udang, kerang dan
hewan lainnya termasuk mikroorganisme seperti bakteri. 3)
Biota air yang hangat memerlukan O2 terlarut minimal 5 ppm,
sedangkan biota air dingin memerlukan O2 terlarut mendekati jenuh.
Konsentrasi O2 terlarut minimal untuk kehidupan biota tidak boleh
kurang dari 6 ppm.
Agar ikan dapat hidup, air harus mengandung oksigen paling
sedikit 5 mg/ liter atau 5 ppm (part per million). Apabila kadar
oksigen kurang dari 5 ppm, ikan akan mati, tetapi bakteri yang
kebutuhan oksigen terlarutnya lebih rendah dari 5 ppm akan
berkembang.3)
Dalam kondisi anaerobik oksigen dihasilkan akan mereduksi
senyawa-senyawa kimia menjadi lebih sederhana dalam bentuk
nutrient dan gas. Karena proses oksidasi dan reduksi sangat penting
untuk membantu mengurangi beban pencemaran pada perairan
secara alami maupun secara perlakuan aerobik yang ditujukan untuk
memurnikan air buangan industri dan rumah tangga. Karena
peranannya yang sangat penting ini, air buangan industri dan limbah
sebelum dibuang ke lingkungan umum terlebih dahulu diperkaya
kadar oksigennya.
Di dalam suatu badan air, oksigen memiliki peranan dalam
menguraikan komponen-komponen kimia menjadi komponen yang
lebih sederhana. Oksigen memiliki kemampuan untuk beroksidasi
dengan zat pencemar seperti komponen organik sehingga zat
pencemar tersebut tidak membahayakan bagi lingkungan. Oksigen
juga dibutuhkan oleh mikroorganisme, baik yang bersifat aerob
maupun anaerob, dalam proses metabolismenya. Dengan adanya
15
oksigen dalam air, mikroorganisme semakin giat dalam menguraikan
kandungan dalam air.
Jika reaksi penguraian komponen kimia dalam air terus
berlanjut, maka kadar oksigen pun akan terus menurun. Pada
puncaknya, oksigen yang tersedia tidak cukup lagi untuk
menguraikan komponen kimia tersebut. Kondisi yang demikian
merupakan indikasi pencemaran berat pada badan air.
2. Metode Pemeriksaan DO
Untuk mengukur kadar DO dalam air, ada 2 metode yang
sering dilakukan :
a. Metode titrasi
b. Metode elektrokimia atau lebih dikenal pengukran dengan DO-
meter
3. Tingkat Pencemaran Berdasarkan Nilai DO
Berikut ini adalah tabel nilai DO untuk tingkat pencemaran
perairan.
Tabel 1. Tingkat pencemaran perairan berdasarkan nilai DO
Tingkat Pencemaran Parameter DO (ppm)
Rendah > 5
Sedang 0-5
Tinggi 0
Sumber : WIROSARJONO (1974)
4. Dampak Tingginya Kadar DO Terhadap Lingkungan
Ketersediaan oksigen terlarut merupakan informasi penting
dalam reaksi secara biologi dan biokimia di perairan. Konsentrasi
oksigen yang tersedia berpengaruh secara langsung pada kehidupan
akuatik khususnya respirasi aerobik, pertumbuhan dan reproduksi.
Konsentrasi oksigen terlarut di perairan juga menentukan kapasitas
perairan untuk menerima beban bahan organik tanpa menyebabkan
16
gangguan atau mematikan organisme hidup (Umaly and Cuvin,
1988).
Sumber oksigen di perairan berasal dari: difusi atmosfir,
fotosintesis,angin, dan susupan oksigen terlarut. Sedangkan
penggunaan oksigen terlarut di perairan mencakup respirasi, dan
dekomposisi aerobik bahan organik yang berasal dari luar maupun
dari dalam perairan.
Dari uraian diatas, bahan organik dan nutrien yang berasal dari
luar dan dari suatu kegiatan akan mempengaruhi ketersediaan
oksigen di perairan dan akhirnya akan mempengaruhi daya dukung
perairan.
Daya dukung perairan adalah kemampuan perairan dalam
menerima, mengencerkan dan mengasimilasi beban tanpa
menyebabkan perubahan kualitas air atau pencemaran. Di
lingkungan waduk, daya dukung ditentukan oleh keberadaan oksigen
terlarut (DO) di epilimnion dan hipolimnion. Oksigen di lapisan
epilimnion sangat dinamik, ditentukan oleh aerasi dan fotosintesis;
sedangkan di hipolimnion oksigen merupakan cadangan yang
tersedia saat terjadi umbalan, dan dimanfaatkan pada waktu periode
stagnasi. Karena cadangan oksigen yang terbatas, maka beban bahan
organik yang masuk harus dibatasi sesuai dengan ketersediaan
oksigen di perairan. Apabila beban melampaui ketersediaan
cadangan oksigen, akan terjadi deplesi, lalu defisit dan menyebabkan
pencemaran. Hal ini dapat dilihat dari adanya gas-gas toksik. Defisit
oksigen di hipolimnion diduga adalah penyebab kematian ikan saat
terjadi umbalan di waduk.
D. KEBISINGAN
1. Definisi Kebisingan
17
Bunyi yang tidak diinginkan dari usaha atau kegiatan dalam
tingkat dan waktu tertentu yang dapat menimbulkan gangguan
kesehatan manusia dan kenyamanan lingkungan.8)
2. Parameter Kebisingan Komunitas
Perekaman secara kontinyu terhadap kebisingan di suatu
tempat memungkinkan kita untuk membuat statistik kebisingan
dalam suatu komunitas. Dari data hasil rekaman SLM dapat dibuat
histogram maupun distribusi komulatif kebisingan.9)
Berikut beberapa kuantitas atau besaran yang digunakan dalam
pengukuran kebisingan :9)
a. Equivalent Continous Sound (beberapa buku menggunakan kata
Noise) Level, Leq: atau Tingkat Kebisingan Sinambung Setara,
yakni tingkat kebisingan dari tingkat kebisingan yang berfluktuasi
selama waktu tertentu yang setara dengan tingkat kebisingan yang
ajeg (steady) pada selang waktu yang sama.
b. Daytime average sound level (Ld12): Leq yang dihitung dari jam
07.00 hingga jam 19.00.
c. Evening average sound level (Le) : Leq yang dihitung dari jam
19.00 - 22.00.
d. Hourly average sound level (Lh): Leq yang dihitung dalam
periode satu jam.
e. Night average sound level (Ln): Leq yang dihitung mulai jam
22.00 - 07.00.
f. Day-Night averaged sound level (Lnd): Leq 24 jam yang
diperoleh setelah penambahan 10 dB(A) pada pembacaan dari
jam 22.00 - 07.00.
g. x-percentile-exceeded sound level (Lx): dB(A) yang nilainya
sama atau melampaui x persen dari waktu paparan (pada respons
cepat). Yang paling banyak dipakai adalah L10, L50, dan L90
(level yang melampaui berturut-turut 10, 50 dan 90 persen
waktu).
18
h. Community noise equivalent level (CNEL): Leq 24 jam yang
diperoleh setelah penambahan 5 dB(A) pada hasil pembacaan jam
19.00 - 22.00 dan penambahan 10 dB pada hasil pembacaan jam
22.00 - 07.00.
i. Noise exposure level (Lex): (atau disebut juga Sound exposure
level, SEL) adalah dB(A) yang diperoleh dari normalisasi
(integral dari kuadrat hasil pembacaan pada suatu waktu yang
ditentukan) mengacu pada (1s) x (20μPa)2. Dalam kalimat
berbeda dapat dikatakan sebagai pembacaan konstan selama satu
sekon yang memiliki jumlah energi akustik yang sama dengan
suara asli.
j. Single event exposure level (SENEL) :Lex yang ditentukan untuk
suatu event tunggal.
3. Metode Pemeriksaan Kebisingan
Pengukuran tingkat kebisingan dapat dilakukan dengan dua
cara :8)
a. Cara Sederhana
Dengan sebuah sound level meter biasa diukur tingkat
tekanan bunyi db (A) selama 10 (sepuluh) menit untuk tiap
pengukuran. Pembacaan dilakukan setiap 5 (lima) detik.
b. Cara Langsung
Dengan sebuah integrating sound level meter yang
mempunyai fasilitas pengukuran LTMS, yaitu Leq dengan
waktu ukur setiap 5 detik, dilakukan pengukuran selama 10
(sepuluh) menit.
Waktu pengukuran dilakukan selama aktifitas 24 jam
(LSM) dencan cara pada siang hari tingkat aktifitas yang paling
tinggi selama 10 jam (LS) pada selang waktu 06.00 - 22.00 dan
aktivitas dalam hari selama 8 jam (LM) pada selang 22.00 -
06.00.
19
Setiap pengukuran harus dapat mewakili selang waktu
tertentu dengan menetapkan paling sedikit 4 waktu pengukuran
pada siang hari dan pada malam hari paling sedikit 3 waktu
pengukuran, sebagai contoh :
- L1 diambil pada jam 7.00 mewakli jam 06.00 - 09.00
- L2 diambil pada jam 10.00 mewakili jam 09.00 - 11.00
- L3 diambil pada jam 15.00 mewakili jam 14.00 - 17.00
- L4 diambil pada jam 20.00 mewakili jam 17.00.- 22.00
- L5 diambil pada jam 23.00 mewakili jam 22.00 - 24.00
- L6 diambil pada jam 01.00 mewakili jam 24.00 - 03.00
- L7 diambil pada jam 04.00 mewakili jam 03.00 - 06.00
Keterangan :
Leq : Equivalent Continuous Noise Level atau Tingkat
Kebisingan Sinambung
Setara ialah nilai tertentu kebisingan dari kebisingan yang
berubah-ubah (fluktuatif selama waktu tertentu, yang setara
dengan tingkat kebisingan dari kebisingan yang ajeg
(steady) pada selang waktu yang sama. Satuannya adalah
dB (A).
LTMS = Leq dengan waktu sampling tiap 5 detik
LS = Leq selama siang hari
LM = Leq selama malam hari
LSM = Leq selama siang dan malam hari.
4. Baku Tingkat Kebisingan
BAKU TINGKAT KEBISINGAN
(KEPMEN LH: KEP-48/MENLH/II/1996)
PERUNTUKAN KAWASAN8)
LINGKUNGAN
KEGIATAN
TINGKAT KEBISINGAN
dB(A)
20
a. Peruntukan kawasan
1. Perumahan dan pemukiman 33
2. Perdagangan dan jasa 70
3. Perkantoran dan
perdagangan
65
4. Ruang terbuka hijau 70
5. Industri 70
6. Pemerintahan – forum 60
7. Rekreasi 50
8. Khusus
- Bandara
- Stasiun KA
- Pelabuhan laut 70
- Cagar budaya 60
b. Lingkungan kegiatan
1. Rumah sakit – sejenisnya 55
2. Sekolah – sejenisnya 55
3. Tempat ibadah – sejenisnya 55
5. Dampak Kebisingan Terhadap Lingkungan dan Kesehatan
a. Gangguan Fisiologis
Pada umumnya, bising bernada tinggi sangat mengganggu,
apalagi bila terputus-putus atau yang datangnya tiba-tiba.
Gangguan dapat berupa peningkatan tekanan darah (± 10 mmHg),
peningkatan nadi, konstriksi pembuluh darah perifer terutama
pada tangan dan kaki, serta dapat menyebabkan pucat dan
gangguan sensoris.
Bising dengan intensitas tinggi dapat menyebabkan
pusing/sakit kepala. Hal ini disebabkan bising dapat merangsang
situasi reseptor vestibular dalam telinga dalam yang akan
menimbulkan evek pusing/vertigo. Perasaan mual,susah tidur dan
sesak nafas disbabkan oleh rangsangan bising terhadap sistem
saraf, keseimbangan organ, kelenjar endokrin, tekanan darah,
sistem pencernaan dan keseimbangan elektrolit.
b. Gangguan Psikologis
Gangguan psikologis dapat berupa rasa tidak nyaman,
21
kurang konsentrasi, susah tidur, dan cepat marah. Bila kebisingan
diterima dalam waktu lama dapat menyebabkan penyakit
psikosomatik berupa gastritis, jantung, stres, kelelahan dan lain-
lain.
c. Gangguan Komunikasi
Gangguan komunikasi biasanya disebabkan masking effect
(bunyi yang menutupi pendengaran yang kurang jelas) atau
gangguan kejelasan suara. Komunikasi pembicaraan harus
dilakukan dengan cara berteriak. Gangguan ini menyebabkan
terganggunya pekerjaan, sampai pada kemungkinan terjadinya
kesalahan karena tidak mendengar isyarat atau tanda bahaya.
Gangguan komunikasi ini secara tidak langsung membahayakan
keselamatan seseorang.
d. Gangguan Keseimbangan
Bising yang sangat tinggi dapat menyebabkan kesan
berjalan di ruang angkasa atau melayang, yang dapat
menimbulkan gangguan fisiologis berupa kepala pusing (vertigo)
atau mual-mual.
e. Efek pada pendengaran
Pengaruh utama dari bising pada kesehatan adalah
kerusakan pada indera pendengaran, yang menyebabkan tuli
progresif dan efek ini telah diketahui dan diterima secara umum
dari zaman dulu. Mula-mula efek bising pada pendengaran adalah
sementara dan pemuliahan terjadi secara cepat sesudah pekerjaan
di area bising dihentikan. Akan tetapi apabila bekerja terus-
menerus di area bising maka akan terjadi tuli menetap dan tidak
dapat normal kembali, biasanya dimulai pada frekuensi 4000 Hz
dan kemudian makin meluas kefrekuensi sekitarnya dan akhirnya
mengenai frekuensi yang biasanya digunakan untuk percakapan.
22
E. TABEL STANDAR BAKU MUTU BOD, COD, DO DAN
KEBISINGAN TERHADAP LINGKUNGAN SERTA DAMPAK
BOD, COD, DO DAN KEBISINGAN TERHADAP KESEHATAN
Keterangan : * Perda Propinsi Jawa Tengah No 10 Tahun 20046)
* Peraturan Menteri Kesehatan RI No. 82 / 2001
F. TABEL DAMPAK BOD, COD, DAN DO TERHADAP
LINGKUNGAN DAN KESEHATAN
Parameter Dampak terhadap lingkungan Dampak terhadap kesehatan
BOD Apabila sungai menjadi tempat
pembuangan limbah yang
Dapat menyebabkan diare bagi
orang yang mengkonsumsi air
Parameter Baku Mutu
BOD 6 mg/l*
COD 15 mg/l*
DO > 5 mg/l
Kebisingan 85 dB(A)
23
mengandung bahan organik, sebagian
besar oksigen terlarut digunakan
bakteri aerob untuk mengoksidasi
karbon dan nitrogen dalam bahan
organik menjadi karbondioksida dan
air. Sehingga kadar oksigen terlarut
akan berkurang dengan cepat dan
akibatnya hewan-hewan seperti ikan,
udang dan kerang akan mati. Bila
terbentuk kondisi anaerob, maka akan
menghasilkan bahan-bahan toksik,
seperti NH3, H2S, CH4 dan lainnya.
Gas NH3 dan H2S yang merupakan
hasil proses penguraian bahan organik
lanjutan oleh bakteri anaerob akan
menyebabkan bau busuk pada air dan
air tidak layak untuk diminum atau
untuk mandi. Selain itu terjadi pula
penambahan unsur pencemar nitrogen,
fosfor, dan kalium, yang
mempengaruhi tingkat kesuburan
perairan (eutrofikasi).
yang memiliki kadar BOD
tinggi (melewati ambang
batas).7)
Dapat menyebabkan penyakit
kulit apabila air yang memiliki
kadar BOD tinggi digunakan
untuk mandi dan membersihkan
tubuh.
COD
Sampah organik yang dibuang ke
sungai menyebabkan berkurangnya
jumlah oksigen terlarut, karena
sebagian besar digunakan bakteri
untuk proses pembusukannya. Apabila
sampah anorganik yang dibuang ke
sungai, cahaya matahari dapat
terhalang dan menghambat proses
fotosintesis dari tumbuhan air dan
Dapat menyebabkan diare bagi
orang yang mengkonsumsi air
yang memiliki kadar COD
tinggi (melewati ambang
batas). 7)
Dapat menyebabkan penyakit
kulit apabila air yang memiliki
kadar COD tinggi digunakan
untuk mandi dan
24
alga, yang menghasilkan oksigen. Jika
tumbuhan air ini mati, akan terjadi
proses pembusukan yang
menghabiskan persediaan oksigen dan
pengendapan bahan-bahan yang
menyebabkan pendangkalan.3)
membersihkan tubuh.
DO
Apabila sungai menjadi tempat
pembuangan limbah yang
mengandung bahan organik, sebagian
besar oksigen terlarut digunakan
bakteri aerob untuk mengoksidasi
karbon dan nitrogen dalam bahan
organik menjadi karbondioksida dan
air. Sehingga kadar oksigen terlarut
akan berkurang dengan cepat dan
akibatnya hewan-hewan seperti ikan,
udang dan kerang akan mati.
Kemudian akan menyebabkan bau
busuk yang berasal dari gas NH3 dan
H2S yang merupakan hasil proses
penguraian bahan organik lanjutan
oleh bakteri anaerob.3)
Apabila air dengan kadar DO
rendah dikonsumsi oleh
masyarakat dan dipergunakan
untuk aktivitas mandi dan
mencuci, maka akan menyebabkan
penyakit diare dan penyakit kulit.
25
DAFTAR PUSTAKA
1) Hariyadi, Sigid. 2004. BOD dan COD Sebagai Parameter Pencemaran Air
dan Baku Mutu Air Limbah. http://www.rudyct.com/PPS702-
ipb/09145/sigid_hariyadi.pdf. Diakses pada 03 Oktober 2009. (Online)
2) Anonim. Bagian 6 Menciptakan Lingkungan Hidup yang Sehat dan Aman.
http://www.jatimprov.go.id/dbfile/punky/20080513233313_lingkungan_hi
dup_bpde_2004.pdf. Diakses pada 03 Oktober 2009. (Online)
3) Anonim. 2009. Pencemaran Air.
http://www.bplhdjabar.go.id/index.php/did-you-know/lingkungan/305-
pencemaran-air. Diakses pada 03 Oktober 2009. (Online)
4) Corry Riris Anggraeni, Wardatul Jannah Khoirunnisa dan Donna Novita
Sari. 2009. Penggunaan Tanah Laterit Sebagai Media Adsorpsi untuk
Menurunkan Kadar Chemical Oxygen Demand (COD) pada Pengolahan
Limbah Cair di Rumah Sakit. http://darsono-sigit.um.ac.id/wp-
26
content/uploads/2009/04/tanah-laterit.pdf. Diakses pada 03 Oktober 2009.
(Online)
5) Agnes A.R., R. Azizah. 2005. Perbedaan Kadar BOD, COD, TSS, dan
MPN Coliform pada Air Limbah, Sebelum dan Sesudah Pengolahan di
RSUD Nganjuk. JURNAL KESEHATAN LINGKUNGAN, VOL. 2,
NO.1,JULI 2005 : 97 – 110. http://journal.unair.ac.id/filerPDF/KESLING-
2-1-10.pdf. Diakses pada 03 Oktober 2009. (Online)
6) Junaidi, Bima Patria Dwi Hatmanto. 2006. Analisis Teknologi Pengolahan
Limbah Cair Pada Industri Tekstil (Studi Kasus PT. ISKANDAR INDAH
PRINTING TEXTILE Surakarta). Jurnal PRESIPITASI Vol.1 No.1
September 2006, ISSN 1907-187X. http://eprints.undip.ac.id/506/1/hal_1-
6.pdf. Diakses pada 03 Oktober 2009. (Online)
7) Prasetyo. 2001. Tatkala Air Sungai Brantas Menghitam.
http://www.library.ohiou.edu/indopubs/2001/08/14/0083.html. Diakses
pada 03 Oktober 2009. (Online)
8) Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup No. 48 Tahun 1996
Tentang : Baku Tingkat Kebisingan.
http://www.proxsis.com/perundangan/LH/doc/uu/J07-1996-00048.pdf.
Diakses pada 03 Oktober 2009. (Online)
9) Yahya, Iwan. 2009. DASAR-DASAR PENGUKURAN
BISING.http://iwany.staff.uns.ac.id/files/2009/05/pengukuran-bising.pdf.
Diakses pada 03 Oktober 2009. (Online)
10) Sigid Hariyadi, Mia Setiawati, Untuk Bijaksana, Syafiuddin, Kemal
Massi, Alfa Nelwan dkk. 2004. Pencemaran Perairan Teluk Jakarta dan
Strategi Penanggulangannya [Makalah Kelompok 1, Materi Diskusi Kelas
Pengantar Falsafah Sains (PPS702) Program Pasca Sarjana / S3]. Institut
Pertanian Bogor. http://www.rudyct.com/PPS702-ipb/09145/9145_1.pdf.
Diakses pada 15 November 2009. (Online)
11) Feliatra. Sebaran Bakteri Escherichia coli di Perairan Muara Sungai
Bantan Tengah Bengkalis Riau. Laboratorium Mikrobiologi Laut,
Faperika, Universitas Riau.
27
http://www.unri.ac.id/jurnal/jurnal_natur/vol4(2)/feliatra2.pdf. Diakses
pada 15 November 2009. (Online)