Universitas Indonesia
Partikulat (PM10) Udara dalam Rumah dan Infeksi Saluran
Pernafasan Akut pada Balita di Wilayah Kerja Puskesmas
Karawang Kabupaten Karawang Tahun 2014
Welly Faruli, Laila Fitria
Departemen Kesehatan Lingkungan Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas
Indonesia
Email : [email protected]
Abstrak
Penyakit Infeksi Saluran Pernafasan Akut merupakan salah satu penyebab kesakitan dan
kematian pada balita. Selama tiga tahun berturut-turut menduduki urutan pertama dari sepuluh
penyakit terbanyak di Puskesmas Karawang. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan
antara konsentrasi partikulat (PM10) udara dalam rumah dengan infeksi saluran pernafasan akut di
wilayah kerja Puskesmas Karawang Kabupaten Karawang. PM10 diukur di ruangan balita sering
tidur dan dilakukan satu kali di setiap rumah responden. Waktu pelaksanaan penelitian antara
bulan Pebruari-Mei 2014. Rancangan penelitian menggunakan desain cross sectional dengan
jumlah sampel 130 orang. Hasil analisis memperlihatkan bahwa 82,3% balita yang diteliti
mengalami ISPA dan 83,1% balita tinggal di dalam rumah dengan konsentrasi PM10> 70 µg/m3.
Risiko balita untuk mengalami ISPA adalah sebesar 1,44 kali pada balita denganPM10> 70 µg/m3;
2,39 kali pada balita dengan dinding rumah tidak memenuhi syarat; 2,29 kali balita dengan
kepadatan hunian tidak memenuhi syarat; 10,10 kali pada balita yang terdapat penderita ISPA
serumah; dan 1,47 kali pada balita yang tidak mendapat imunisasi lengkap.
Kata kunci : Balita, ISPA, PM10
Particulate Matter (PM10) Air in The House and Acute Respiratory
Infections in Children in The Area Of Public Health District Karawang.
Karawang Year 2014
Abstract
Acute Respiratory Infection is one of the causes of morbidity and mortality in infants. For
three consecutive years ranked first of the ten most diseases in PHC Falkirk.
This study aims to determine the relationship between the concentrated of particulate matter
(PM10) in the air with acute respiratory tract infections in Puskesmas Karawang, Karawang
regency. PM10 was measured at room toddlers often sleep and performed once in each respondent's
house. The timing of the study between the months of February-May 2014. This study designed
using cross design sectional by sample size of 130 people. The results show that 82.3% of toddler
were studied experienced ISPA and 83.1% of toddler living in homes with concentrations of
PM10> 70 μg/m3. Toddler risk for experiencing ISPA is 1.44 times the toddler with a PM10> 70
μg/m3; 2.39 times the toddler with a wall of the house does not qualify; 2.29 times with a density
the occupancy toddler does not qualify; 10.10 times in toddlers ISPA patients who are at home;
and 1.47 times in toddler who do not get complete immunization.
Keywords: Toddler, ARI, PM10
Partikulat (PM10)..., Welly Faruli, FKM UI, 2014
Universitas Indonesia
Pendahuluan
Rumah dikatakan sehat apabila memenuhi kriteria kebutuhan fisiologis,
psikologis, pencegahan penyakit, penyediaan air bersih, pengelolaan tinja dan
limbah rumah tangga, bebas vektor penyakit dan tikus, kepadatan hunian yang
tidak berlebihan, cukup sinar matahari pagi, terlindunginya makanan dan
minuman dari pencemaran.(Depkes.2007)
Pencemaran udara dalam ruang (indoor air pollution) terutama rumah
sangat berbahaya bagi kesehatan manusia, karena pada umumnya orang lebih
banyak menghabiskan waktu untuk melakukan kegiatan di dalam rumah sehingga
rumah menjadi sangat penting sebagai lingkungan mikro yang berkaitan dengan
risiko dari pencemaran udara.(Permenkes, 2011).
Pajanan PM10 rumah merupakan indikator yang paling cocok untuk
pengukuran pencemaran partikulat rumah yang dikaitkan dengan efek terhadap
saluran pernafasan karena PM10 rumah merupakan kelompok partikulat keci,
partikulat ini juga merupakan risiko kesehatan karena terhirup masuk melalui
saluran pernafasan sampai dengan saluran pernafasan bagian bawah dan dideposit
di paru-paru. (Purwana R, 1999)
Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA) merupakan salah satu penyebab
kesakitan dan kematian pada balita. Angka kejadian penyakit Infeksi Saluran
Pernafasan Atas (ISPA) pada balita di Indonesia masih tinggi, kasus kesakitan
tiap tahun mencapai 260.000 balita. Pada akhir tahun 2000, ISPA mencapai enam
kasus di antara 1000 bayi dan balita. Tahun 2003 kasus kesakitan balita akibat
ISPA sebanyak lima dari 1000 balita. (Depkes, 2002)
Menurut World Health Organization (WHO), penyakit ISPA merupakan
penyakit yang paling sering menyebabkan kematian pada anak balita, sehingga
ISPA masih merupakan penyakit yang mengakibatkan kematian cukup tinggi,
Kematian tersebut sebagian besar disebabkan oleh pneumonia. Sebagai kelompok
penyakit, ISPA juga merupakan penyebab utama kunjungan pasien ke sarana
kesehatan yakni sebanyak 40% - 60% kunjungan berobat di puskesmas dan 15% -
30% kunjungan berobat di rumah sakit (Depkes, 2012).
Secara umum terdapat tiga faktor risiko terjadinya ISPA, yaitu faktor
lingkungan, faktor individu anak serta faktor perilaku. Faktor lingkungan
Partikulat (PM10)..., Welly Faruli, FKM UI, 2014
Universitas Indonesia
meliputi: pencemaran udara dalam rumah (asap rokok dan asap hasil pembakaran
bahan bakar untuk memasak dengan konsentrasi yang tinggi), ventilasi rumah dan
kepadatan hunian. Faktor individu anak meliputi: umur anak, berat badan lahir,
status gizi, vitamin A dan status imunisasi. Faktor perilaku meliputi perilaku
pencegahan dan penanggulangan ISPA pada bayi atau peran aktif
keluarga/masyarakat dalam menangani penyakit ISPA.
Menurut Laporan Tahunan Kegiatan Puskesmas Karawang, penyakit ISPA
menduduki peringkat pertama dari 10 jenis penyakit rawat jalan di Puskesmas
Karawang. Penemuan balita penderita ISPA pada tahun 2013. Kejadian ISPA di
Puskesmas Karawang termasuk 10 penyakit utama. Untuk itu perlu dilakukan
penelitian mengenai Partikulat (PM10) udara rumah tinggal yang mempengaruhi
kejadian Penyakit Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA) pada balita di wilayah
puskesmas Karawang Kecamatan Karawang
Tinjauan Teoritis
Menurut WHO besarnya ukuran partikel debu yang dapat masuk ke dalam
saluran pernafasan manusia adalah yang berukuran 0,1 µm sampai 10µm dan
berada di udara sebagai suspended particulate matter (partikulat melayang dengan
ukuran ≤ 10 µm dan dikenal dengan nama PM10). P artikel debu dengan ukuran ≤
10 µm akan lebih cepat mengendap ke permukaan sehingga kesempatan
terjadinya pemajanan pada manusia menjadi lebih kecil dan kalaupun terjadi akan
tertahan oleh saluran pernafasan bagian atas. Debu yang dapat dihirup disebut
debu inhalable dengan diameter ≤ 10 µm dan berbahaya bagi saluran pernafasan
karena mempunyai kemampuan merusak paru-paru. Sebagian debu yang masuk
ke saluran pernafasan berukuran 5 µm akan sampai ke alveoli. (Depkes, 2009).
Dampak yang ditimbulkan PM10 biasanya bersifat akut pada saluran
pernafasan bagian bawah seperti pneumonia dan bronchitis baik pada anak-anak
maupun pada orang dewasa. Salah satu partikulat yang penting dapat
menyebabkan ISPA adalah mist asam sulfat (H2SO4). Zat ini dapat mengiritasi
membran mukosa saluran pernafasan dan menimbulkan konstriksi karena sifatnya
yang iritan. Hal ini dapat merusak terhadap saluran pertahanan pernafasan (bulu
hidung, silia, selaput lendir) sehingga dengan rusaknya pertahanan pernafasan ini
Partikulat (PM10)..., Welly Faruli, FKM UI, 2014
Universitas Indonesia
kuman dengan mudah dapat masuk kedalam tubuh dan menimbulkan penyakit
infeksi saluran nafas akut.
Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA) adalah penyakit infeksi akut yang
menyerang salah satu bagian atau lebih dari saluran nafas mulai dari hidung
hingga kantong paru (alveoli) termasuk jaringan adneksanya seperti sinus/rongga
di sekitar hidung (sinus para nasal), rongga telinga tengah dan pleura (Depkes,
2009).
Pada umumnya suatu penyakit saluran pernafasan dimulai dengan keluhan-
keluhan dan gejala-gejala yang ringan.Dalam perjalanan penyakit mungkin gejala-
gejala menjadi lebih berat dan bila semakin berat dapat jatuh dalam keadaan
kegagalan pernafasan dan mungkin meninggal.Bila sudah dalam kegagalan
pernafasan maka dibutuhkan penatalaksanaan yang lebih rumit, meskipun
demikian mortalitas masih tinggi, maka perlu diusahakan agar yang ringan tidak
menjadi lebih berat dan yang sudah berat cepat-cepat ditolong dengan tepat agar
tidak jatuh dalam kegagalan pernafasan (Depkes, 2009).
Infeksi Saluran Pernafasan Atas disebabkan oleh beberapa golongan kuman yaitu
bakteri, virus, dan ricketsia yang jumlahnya lebih dari 300 macam. Pada ISPA
atas 90-95% penyebabnya adalah virus.
Penyakit pada saluran pernafasan mempunyai gejala yang berbeda yang
pada dasarnya ditimbulkan oleh iritasi, kegagalan mucociliary transport, sekresi
lendir yang berlebihan dan penyempitan saluran pernafasan. Misalnya untuk
menentukan infeksi saluran pernafasan, WHO menganjurkan pengamatan
terhadap gejala-gejala, kesulitan bernafas, radang tenggorok, pilek dan penyakit
pada telinga dengan atau tanpa disertai demam. Efek pencemaran terhadap saluran
pernafasan memakai gejala-gejala penyakit pernafasan yang meliputi radang
tenggorokan, rinitis, bunyi mengi dan sesak nafas (Robertson, 1984 dalam
Purwana, 1992).
Secara umum faktor terjadinya ISPA dapat dibagi menjadi 3 (tiga) faktor
yaitu : Faktor Lingkungan (jenis dinding, kelembaban, suhu, ventilasi rumah,
kepadatan hunian), faktor individu anak (status gizi, riwayat imunisasi), dan faktor
prilaku ( jenis bahan bakar memasak, penggunaan obat nuamuk, asap rokok,
penderita ispa serumah).
Partikulat (PM10)..., Welly Faruli, FKM UI, 2014
Universitas Indonesia
Metode Penelitian
Penelitian ini merupakan penelitian kesehatan lingkungan yang mempelajari
hubungan antara PM10 dengan Infeksi Saluran Pernafasan Akut pada balita di
Wilayah Puskesmas Karawang Desain penelitian adalah Cross Sectional (potong
lintang) Variabel yang diteliti meliputi karakteristik individu (status gizi dan
riwayat imunisasi), kondisi fisik rumah (jenis dinding, kelembaban, suhu,
ventilasi dan kepadatan hunian) dan sumber polutan dalam rumah (jenis bahan
bakar memasak, penggunaan obat nyamuk, asap rokok dan penderita ISPA
serumah). Kemudian data yang diperoleh dianalisis menggunakan uji chi square.
Penelitian dilaksanakan di Wilayah Puskesmas Karawang Kecamatan Karawang
Barat Kabupaten Karawang Provinsi Jawa Barat , pada bulan Pebruari 2014
sampai dengan bulan Mei 2014.
Populasi adalah seluruh balita berumur 2 bulan – 59 bulan, yang ada di
Wilayah Kerja Puskesmas Karawang Kecamatan Karawang Barat. Besar sampel
diperoleh = 55 sampel. Untuk penelitian ini ditentukan besar sampel adalah 2 x
55, yaitu 110 bayi dan balita. Karena desain penelitian cross-sectional hanya
melakukan pengukuran seluruh variabel sebanyak satu kali dalam satu waktu yang
bersamaan maka peneliti memperkirakan kemungkinan drop out sampel cukup
kecil. Oleh karena itu penambahan sampel hanya akan dilakukan sebanyak 10%,
yaitu sebanyak 11 sampel. Sehingga total sampel minimal berjumlah 121 sampel
dan dibulatkan menjadi 130 sampel.
Data primer didapatkan dengan cara melakukan observasi dan wawancara
terhadap responden yaitu ibu atau orang tua asuh balita menggunakan alat ukur
daftar pertanyaan / kuesioner. Sedangkan data sekunder didapatkan dari Dinas
Kesehatan Kabupaten Karawang, Propil Puskesmas Karawang dan catatan
penimbangan balita. Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini berupa
kuesioner, alat Haz-Dust EPAM 5000 untuk pengukuran partikulat PM10,
Hygrometer untuk pengukuran kelembaban, alat termometer untuk pengukuran
suhu, meteran untuk mengukur luas rumah, luas ventilasi, serta timbangan kamar
mandi untuk pengukuran berat badan balita. Analisis data yang digunakan dalam
penelitian yaitu, analisis univariat untuk gambaran distribusi frekuensi, analisis
bivariat untuk melihat hubungan antara dua variable.
Partikulat (PM10)..., Welly Faruli, FKM UI, 2014
Universitas Indonesia
Hasil Penelitian
Penelitian ini untuk mengetahui hubungan antara konsentrasi partikulat (PM10)
udara rumah dengan Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA) pada balita di
Puskesmas Karawang Tahun 2014. Variabel yang diteliti yang diteliti meliputi
karakteristik individu (status gizi dan riwayat imunisasi), kondisi fisik rumah
(jenis dinding, kelembaban, suhu, ventilasi dan kepadatan hunian) dan sumber
polutan dalam rumah (jenis bahan bakar memasak, penggunaan obat nyamuk,
asap rokok dan penderita ISPA serumah).
PM10
Hasil penelitian mengenai gambaran kadar partikulat PM10 dalam rumah
balita diukur pada tempat dimana balita sering tidur dengan kejadian ISPA,
sebagai berikut :
Tabel 1 Hubungan Kadar Partikulat (PM10) dalam Rumah dengan Kejadian ISPA pada
Balita di Wilayah Kerja Puskesmas Karawang Tahuh 2014
Variabel
Status ISPA
Total OR (95% CI) p-
value Kejadian
ISPA
Tanpa
Kejadian
ISPA
F % f % f %
PM10
Tidak
Memenuhi
syarat
20 18.5 88 81.5 108 100 1.439 (0.388-
5.339)
0.763
Memenuhi
syarat
3 13.6 19 86.4 22 100
Karakteristik Balita
Dari penelitian didapatkan hasil terhadap variabel-variabel karakteristik
balita yang diuji dan diperoleh nilai p serta OR sebagai berikut:
Tabel 2 Hubungan Karakteristik Balita dengan Kejadian ISPA pada Balita di Wilayah
Kerja Puskesmas Karawang Tahuh 2014
Variabel
Status ISPA
Total OR (95% CI) p-
value Kejadian
ISPA
Tanpa Kejadian
ISPA
F % F % F %
Gizi kurang baik 5 17.9 23 82.1 28 100 1.014 (0.340-
3.026)
1.000
Gizi baik 18 17.6 84 82.4 102 100
Riwayat Imunisasi
Tidak lengkap 5 22.7 17 77.3 22 100 1.471 (0.481-
4.499)
0.542
Lengkap 18 16.7 90 83.3 108 100
Partikulat (PM10)..., Welly Faruli, FKM UI, 2014
Universitas Indonesia
Sumber Polutan Rumah
Dari penelitian didapatkan hasil terhadap variabel-variabel sumber polutan
rumah yang diuji dan diperoleh nilai p serta OR sebagai berikut:
Tabel 3 Hubungan Sumber Polutan dalam Rumah dengan Kejadian ISPA pada Balita di
Wilayah Kerja Puskesmas Karawang Tahuh 2014
Variabel
Status ISPA
Total OR (95% CI) p-value Kejadian
ISPA
Tanpa
Kejadian
ISPA
F % f % f %
Jenis bahan
bakar memasak
Ada asap
pencemar
3 20,0 12 80.0 15 100 1.188 0.729
Tidak ada asap
pencemar
20 17.4 95 82.6 115 100
Obat nyamuk
Ada 17 15.9 90 84.1 107 100 0.535 (0.184-
1.553)
0.242
Tidak ada 6 26.1 17 73.9 23 100
Asap Rokok
Ada 20 18.0 91 82.0 111 100 1.172 (0.312-
4.409)
1.000
Tidak ada 3 15.8 16 84.2 19 100
Penderita ISPA
serumah
Ada 2 66,7 1 33.3 3 100 10.095 (0.875-
116.483)
0.081
Tidak ada 21 16,5 106 83.5 127 100
Kondisi Fisik
Dari penelitian didapatkan hasil terhadap variabel-variabel kondisi fisik
yang diuji dan diperoleh nilai p serta OR sebagai berikut:
Tabel 4 Hubungan Kondisi Fisik Rumah dengan Kejadian ISPA pada Balita
di Wilayah Kerja Puskesmas Karawang Tahuh 2014
Variabel
Status ISPA
Total OR (95% CI) p-
value Kejadian
ISPA
Tanpa Kejadian
ISPA
f % f % f %
Dinding Rumah
Tidak Permanen 1 33.3 2 66.7 3 100 2.386 (0.207-
27.490)
0.445
Permanen 22 17.3 105 82.7 127 100
Kelembaban
Tidak memenuhi syarat 14 16.7 70 83.3 84 100 0.822 (0.325-
2.078)
0.679
Memenuhi syarat 9 19.6 37 80.4 46 100
Suhu
Tidak memenuhi syarat 19 16.4 97 83.6 116 100 0.490 (0.139-
1.725)
0.272
Memenuhi syarat 4 28.6 10 71.4 14 100
Partikulat (PM10)..., Welly Faruli, FKM UI, 2014
Universitas Indonesia
Rasio Ventilasi
< 20% lantai 21 17.6 98 82.4 119 100 1.037 (0.209-
5.152)
1.000
≥ 20% lantai 2 18.2 9 81.8 11 100
Kepadatan hunian
Tidak memenuhi syarat 4 30.8 9 69.2 13 100 2.292 (0.640-
8.213)
0.245
Memenuhi syarat 19 16.2 98 83.8 117 100
Pembahasan
PM10
Gangguan kesehatan akibat polusi udara di dalam rumah biasanya terjadi
lebih besar pada daerah pemukiman atau perumahan padat penduduk. Pencemaran
udara dalam ruang (indoor air polution), sangat berbahaya terhadap kesehatan
manusia, semakin lama seseorang tinggal di dalam rumah yang tidak memenuhi
syarat akan menyebabkan manusia mudah terpajan. PM10 juga dapat
menyebabkan pneumonia, gangguan sistem pernapasan, iritasi mata, alergi,
bronchitis khronis.(Permenkes, 2011)
Hasil pengukuran di tempat penelitian menunjukan masih banyak keluarga
yang rumahnya terpapar kadar partikulat (PM10). Hasil uji univariat ada sebanyak
83,1% (108 balita) yang tinggal di rumah dengan kadar parikulat (PM10) >70
µg/m3 dan 16,9% (22 balita) yang tinggal di rumah dengan kadar parikulat
(PM10)≤ 70 µg/m3. Hasil bivariat dengan memakai uji chi square didapatkan
bahwa kejadian Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA) ada sebanyak 18,5% (20
balita) yang tinggal di rumah dengan kadar parikulat (PM10) >70 µg/m3
mengalami ISPA. Hasil penelitian ini juga menunjukan bahwa balita yang tinggal
dengan kadar parikulat (PM10) >70 µg/m3 mempunyai resiko 1,439 kali lebih
besar mengalami ISPA, dibanding dengan balita yang tinggal yang di rumah
dengan kadar parikulat (PM10) ≤ 70 µg/m3 mengalami ISPA yaitu sebanyak
15,8% (3 balita) ISPA dengan nilai OR = 1,439 (95% CI : 0,388-5,339).
Karakteristik Balita
Hasil obsevasi di tempat penelitian menunjukan sebagian besar balita
dengan status gizi yang baik. Hasil uji univariat ada sebanyak 78,5% (102 balita)
yang dengan status gizi baik dan sebanyak 21,5% (28 balita) dengan status gizi
kurang baik. Hasil bivariat dengan memakai uji chi square didapatkan bahwa
Partikulat (PM10)..., Welly Faruli, FKM UI, 2014
Universitas Indonesia
kejadian Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA) ada sebanyak 17,9% (5 balita)
dengan status gizi kurang baik mengalami ISPA. Hasil penelitian ini juga
menunjukan bahwa balita dengan status gizi kurang baik kemungkinan memiliki
resiko 1,014 kali lebih besar mengalami ISPA, dibanding dengan balita dengan
status gizi baik mengalami ISPA yaitu sebanyak 17,6% (18 balita) ISPA dengan
nilai OR = 1,014 (95% CI : 0,340-3,026).
Hasil obsevasi di tempat penelitian menunjukan sebagian besar balita
mendapatkan imunisasi lengkap. Hasil uji univariat ada sebanyak 83,1% (108
balita) yang dengan riwayat imunisasi lengkap dan sebanyak 16,9% (22 balita)
dengan riwayat imunisasi tidak lengkap. Hasil bivariat dengan memakai uji chi
square didapatkan bahwa kejadian Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA) ada
sebanyak 22,79% (5 balita) dengan riwayat imunisasi tidak lengkap mengalami
ISPA. Hasil penelitian ini juga menunjukan bahwa balita dengan riwayat
imunisasi tidak lengkap kemungkinan memiliki resiko 1,471 kali lebih besar
mengalami ISPA, dibanding dengan balita dengan riwayat imunisasi lengkap
mengalami ISPA yaitu sebanyak 16,7% (22 balita) ISPA dengan nilai OR = 1,471
(95% CI : 0,481-4,499).
Imunisasi berguna untu memberikan kekebalan untuk melindungi anak dari
serangan penyakit menular. Imunisasi yang paling efektif mencegah ISPA yaitu
imunisasi campak dan DPT (Achmadi,2006). Kematian karena ISPA sebagian
besar berasal dari jenis ISPA yang berkembang menjadi penyakit yang dapat
dicegah dengan imunisasi. Imunisasi lengkap berguna untuk mengurangi
mortalitas ISPA, sehingga balita yang mempunyai status imunisasi lengkap jika
terkena ISPA maka diharapkan perkembangan penyakitnya tidak akan menjadi
berat. (Achmadi, 2006).
Sumber Polutan dalam Rumah
Hasil obsevasi di tempat penelitian menunjukan sebagian besar keluarga
menggunakan jenis bahan bakar memasak yang memenuhi syarat (menggunakan
bahan bakar gas). Hasil uji univariat ada sebanyak 88,5% (115 balita) yang tinggal
di rumah dengan jenis bahan bakar memasak memenuhi syarat dan sebanyak
11,5% (15 balita) yang tinggal di rumah dengan jenis bahan bakar memasak tidak
Partikulat (PM10)..., Welly Faruli, FKM UI, 2014
Universitas Indonesia
memenuhi syarat. Hasil bivariat dengan memakai uji chi square didapatkan bahwa
kejadian Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA) ada sebanyak 20,0% (3 balita)
yang tinggal di rumah dengan jenis bahan bakar memasak tidak memenuhi syarat
mengalami ISPA. Hasil penelitian ini juga menunjukan bahwa balita yang tinggal
di rumah dengan jenis bahan bakar memasak tidak memenuhi syarat mempunyai
resiko 1,188 kali lebih besar mengalami ISPA, dibanding dengan balita yang
tinggal di rumah dengan jenis bahan bakar memasak memenuhi syarat mengalami
ISPA yaitu sebanyak 17,4% (20 balita) ISPA, dengan OR = 1,188 (95% CI :
0,307-4,599).
Pada penelitian data tentang penggunaan obat nyamuk didapatkan dengan
cara penyebaran kuesioner dan wawancara kepada responden. Hasil obsevasi di
tempat penelitian menunjukan sebagian banyak keluarga menggunakan obat
nyamuk di dalam rumah. Hasil uji univariat ada sebanyak 82,3% (107 balita) yang
tinggal di rumah dengan penggunaan obat nyamuk (obat nyamuk bakar, semprot)
dan sebanyak 17,7 % (23 balita) yang tinggal di rumah tanpa penggunaan obat
nyamuk (menggunkan kelambu dan tidak menggunkan obat nyamuk). Hasil
bivariat dengan memakai uji chi square didapatkan bahwa kejadian Infeksi
Saluran Pernafasan Akut (ISPA) ada sebanyak 15,9% (17 balita) yang tinggal di
rumah dengan penggunaan obat nyamuk mengalami ISPA dan 26,1% (6 balita)
yang tinggal di rumah tanpa penggunaan obat nyamuk mengalami ISPA. Hasil
penelitian ini juga menunjukan bahwa persentasi balita yang tinggal dengan tanpa
penggunaan obat nyamuk lebih banyak jika dibanding balita yang tinggal di
rumah penggunan obat nyamuk dengan nilai OR = 0,535 (95%, CI : 0,184-1,553).
Peneliti berasumsi bahwa penggunaan obat nyamuk tidak rutin setiap hari dan
polusi yang ditimbulkan tidak terlalu banyak. Hasil penelitian ini sejalan dengan
penelitian Budiaman (2008) yang menyatakan bahwa tidak ada hubungan yang
bermakna antara rumah yang menggunkan obat nyamuk dengan kejadian penyakit
gangguan saliran pernafasan pada balita.
. Hasil obsevasi di tempat penelitian menunjukan masih banyak keluarga
yang memiliki kebiasaan merokok di dalam rumah. Hasil uji univariat ada
sebanyak 85,4% (111 balita) yang tinggal di rumah dengan penghuni merokok
dan sebanyak 14,6 % (19 balita) yang tinggal di rumah tanpa penghuni merokok.
Partikulat (PM10)..., Welly Faruli, FKM UI, 2014
Universitas Indonesia
Hasil bivariat dengan memakai uji chi square didapatkan bahwa kejadian Infeksi
Saluran Pernafasan Akut (ISPA) ada sebanyak 18,0% (20 balita) yang tinggal
serumah dengan penghuni merokok mengalami ISPA. Hasil penelitian ini juga
menunjukan bahwa balita yang tinggal dengan penghuni merokok mempunyai
resiko 1,172 kali lebih besar mengalami ISPA, dibanding dengan balita yang
tinggal serumah tanpa penghuni merokok yang mengalami ISPA yaitu sebanyak
15,8% (3 balita) ISPA dengan nilai OR = 1,172 (95% CI : 0,312-4,409). Jumlah
konsumsi rokok akan menghasilkan partikulat debu. Pajanan partikulat debu
(PM10) rumah salah satu indikator untuk mengukuran pencemaran partikulat
rumah yang dikaitkan dengan efek terhadap saluran pernafasan, karena partikulat
(PM10) rumah merupakan kelompok partikulat berukuran kecil, sehingga mudah
terhirup masuk melalui saluran pernafasan sehingga dapat menyebabkan resiko
kesehatan. Anak balita adalah kelompok umur yang sangat rentan dengan
lingkungan salah satunya yaitu menghirup udara yang bercampur partikulat dari
asap rokok maka kemungkinan akan terjadi iritasi pada saluran pernafasan,
selanjutnya akan mudah terinfeksi. Pemaparan asap rokok akan meningkatkan
penyakit jantung dan infeksi saluran pernafasan pada balita (Sarwanto, 2004).
Hasil obsevasi di tempat penelitian menunjukan sebagian keluarga ada
anggota kelurganya yang menderita ISPA. Hasil uji univariat ada sebanyak 2,3%
(3 balita) yang tinggal serumah dengan penderita ISPA dan sebanyak 97,7% (127
balita) yang tinggal serumah tanpa penderita ISPA. Hasil bivariat dengan
memakai uji chi square didapatkan bahwa kejadian Infeksi Saluran Pernafasan
Akut (ISPA) ada sebanyak 66,7% (2 balita) yang tinggal serumah dengan
penderita ISPA mengalami ISPA. Hasil penelitian ini juga menunjukan bahwa
balita yang tinggal dengan penderita ISPA serumah kemungkinan memiliki resiko
10,095 kali lebih besar mengalami ISPA, dibanding dengan balita yang tinggal
serumah tanpa penderita ISPA serumah mengalami ISPA yaitu sebanyak 16,5%
(21 balita) ISPA dengan nilai OR = 10,095 (95% CI : 0,875-116,483).
Hasil observasi di tempat penelitian menunjukan sebagian besar balita
tinggal di dalam rumah berdinding permanen. Hasil uji univariat ada sebanyak
97,7% (127 balita) yang tinggal di rumah dengan dinding permanen dan sebanyak
2,3% (3 balita) yang tinggal di rumah dengan dinding tidak permanen. Hasil
Partikulat (PM10)..., Welly Faruli, FKM UI, 2014
Universitas Indonesia
bivariat dengan memakai uji chi square didapatkan bahwa kejadian Infeksi
Saluran Pernafasan Akut (ISPA) ada sebanyak 33,3% (1 balita) yang tinggal di
rumah dengan dinding tidak permanen mengalami ISPA. Hasil penelitian ini juga
menunjukan bahwa balita yang tinggal di rumah dengan dinding tidak permanen
mempunyai resiko 2,386 kali lebih besar mengalami ISPA, dibanding dengan
balita yang tinggal di rumah dengan dinding permanen mengalami ISPA yaitu
sebanyak 17,3% (22 balita), dengan OR = 2,386 (95% CI : 0,207-27,490).
Anthony (2008) yang menyatakan ada hubungana yang bermakna antara jenis
dinding dengan kejadian ISPA. Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitia yang
dilakukan Gertrudis (2012) yang menyatakan tidak ada hubungan yang bermakna
antara jenis dinding dengan kejadian ISPA.
Hasil obsevasi di tempat penelitian menunjukan sebagian besar balita
tinggal di dalam rum ah dengan kelembaban tidak memenuhi syarat. Hasil uji
univariat ada sebanyak 64,6% (84 balita) yang tinggal di dalam rumah dengan
kelembaban tidak memenuhi syarat dan sebanyak 35,4% (46 balita) yang tinggal
di dalam rumah dengan kelembaban memenuhi syarat. Hasil bivariat dengan
memakai uji chi square didapatkan bahwa kejadian Infeksi Saluran Pernafasan
Akut (ISPA) ada sebanyak 16,7% (14 balita) yang tinggal di dalam rumah dengan
kelembaban tidak memenuhi syarat mengalami ISPA dan 19,6% (9 balita) yang
tinggal di dalam rumah dengan kelembaban memenuhi syarat mengalami ISPA.
Hasil penelitian ini juga menunjukan bahwa persentasi balita yang tinggal dalam
rumah dengan kelembaban memenuhi syarat lebih banyak daripada balita yang
tinggal dalam rumah dengan kelembaban tidak memenuhi syarat. dengan nilai OR
= 0,822 (95%, CI : 0,325-2,078). Kelembaban yang terlalu tinggi maupun rendah
dapat menyebabkan suburnya pertumbuhan mikroorganisme. (Permenkes, 2011)
Hasil obsevasi di tempat penelitian menunjukan sebagian besar balita
tinggal di dalam rumah dengan suhu tidak memenuhi syarat. Hasil uji univariat
ada sebanyak 89,2% (116 balita) yang tinggal di dalam rumah dengan suhu tidak
memenuhi syarat dan sebanyak 10,8% (14 balita) yang tinggal di dalam rumah
dengan suhu memenuhi syarat. Hasil bivariat dengan memakai uji chi square
didapatkan bahwa kejadian Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA) ada sebanyak
16,4% (19 balita) yang tinggal di dalam rumah dengan suhu tidak memenuhi
Partikulat (PM10)..., Welly Faruli, FKM UI, 2014
Universitas Indonesia
syarat mengalami ISPA dan 28,6% (4 balita) yang tinggal di dalam rumah dengan
suhu memenuhi syarat . Hasil penelitian ini juga menunjukan bahwa persentasi
balita yang tinggal dalam rumah dengan suhu memenuhi syarat lebih besar
daripada persentasi balita yang tinggal dalam rumah dengan suhu tidaka
memenuhi syarat. dengan nilai OR = 0,490 (95%, CI : 0,139-1,725).
Hasil obsevasi di tempat penelitian menunjukan sebagian besar balita
tinggal di dalam rumah dengan rasio ventilasi tidak memenuhi syarat. Hasil uji
univariat ada sebanyak 91,5% (119 balita) yang tinggal di dalam rumah dengan
ventilasi tidak memenuhi syarat dan sebanyak 8,5% (11 balita) yang tinggal di
dalam rumah dengan ventilasi memenuhi syarat. Hasil bivariat dengan memakai
uji chi square didapatkan bahwa kejadian Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA)
ada sebanyak 17,6% (21 balita) yang tinggal di dalam rumah mengalami ISPA.
Hasil penelitian ini juga menunjukan bahwa balita yang tinggal di dalam rumah
dengan ventilasi tidak memenuhi syarat kemungkinan memiliki resiko 1,037 kali
lebih besar mengalami ISPA, dibanding dengan balita yang tinggal di dalam
rumah dengan ventilasi memenuhi syarat mengalami ISPA yaitu sebanyak 16,7%
(22 balita) ISPA dengan nilai OR = 1,037 (95% CI : 0,209-5,152).
Hasil obsevasi di tempat penelitian menunjukan sebagian besar balita
tinggal di dalam rumah dengan kepadatan hunian memenuhi syarat. Hasil uji
univariat ada sebanyak 90,0% (117 balita) yang tinggal di dalam rumah dengan
kepadatan hunian memenuhi syarat dan sebanyak 10,0% (13 balita) yang tinggal
di dalam rumah dengan kepadatan hunian tidak memenuhi syarat. Hasil bivariat
dengan memakai uji chi square didapatkan bahwa kejadian Infeksi Saluran
Pernafasan Akut (ISPA) ada sebanyak 30,8% (4 balita) yang tinggal di dalam
rumah dengan kepadatan hunian tidak memenuhi syarat mengalami ISPA. Hasil
penelitian ini juga menunjukan bahwa balita yang tinggal di dalam rumah dengan
kepadatan hunian tidak memenuhi syarat kemungkinan memiliki resiko 2,292 kali
lebih besar mengalami ISPA, dibanding dengan balita yang tinggal di dalam
rumah dengan kepadatan hunian memenuhi syarat mengalami ISPA yaitu
sebanyak 83,8% (19 balita) ISPA dengan nilai OR = 2,292 (95% CI : 0,640-
8,213).
Partikulat (PM10)..., Welly Faruli, FKM UI, 2014
Universitas Indonesia
Kesimpulan
Dari hasil penelitian yang dilakukan dapat ditarik kesimpulan bahwa
variabel kadar partikulatPM10, karakteristik balita, sumber polutan rumah dan
kondisi fisik rumah tidak ada hubungan yang bermakna antara varibel tersebut
dengan kejadian ISPA ini mungkin dikarenakan untuk studi cross sectional ,
jumlah sampel dalam penelitian ini termasuk sedikit, sehingga analisis menjadi
kurang presisi serta Proporsi balita yang ISPA sangat tinggi yang lebih dari 80%
sehingga dapat dikatakan data adalah homogren sehingga hasil analisis menjadi
tidak signifikan.
Saran
Bagi Puskesmas, perlu ditingkatkan pembinaan dan pengawasan mengenai
penyehatan pemukiman. Lingkungan rumah tempat tinggal balita sebagai salah
satu prioritas program kesehatan anak, melakukan koordinasi antar lintas program
dan lintas sektor mengenai pembinaan penanganan kesehatan lingkungan
perumahan/pemukiman yang memenuhi syarat, melakukan koordinasi antar lintas
program dan lintas sektor mengenai pembinaan dan pengawasan program gizi
balita kepada masyarakat, Melakukan koordinasi antar lintas program dan lintas
sektor mengenai pembinaan dan pengawasan program imunisasi balita kepada
masyarakat, melakukan koordinasi antar lintas program dan lintas sektor
mengenai pembinaan dan pengawasan program promosi kesehatan balita kepada
masyarakat.
Bagi Masyarakat, setiap warga selalu memperhatikan dan menjaga kondisi
lingkungan dan kebersihan rumahnya, agar lingkungan rumah tempat tinggalnya
selalu memenuhi syarat kesehatan seperti jendela selalu dibuka setiap hari
terutama pada saat memasak., ventilasi minimal 10% luas lantai, penggunan
genteng kaca, menggunakan saringan debu pada lubang ventilasi rumah yang
mudah dibersihkan, setiap warga diharapkan aktif dalam mencari informasi yang
dapat menunjang kesehatan anaknya, agar masyarakat mempunyai kesadaran akan
pengendalian pencemaran udara di dalam rumah, merubah perilaku merokok
menjadi tidak merokok atau minimal merokok di luar rumah, mengurangi polusi
Partikulat (PM10)..., Welly Faruli, FKM UI, 2014
Universitas Indonesia
di dalam rumah dengan mengurangi penggunaan bahan bakar yang mencemari
udara rumah tinggal.
Daftar Pustaka
Achmadi, U. F. (1993). The Socio-Environmental Factors And The Acute
Respiratory Infection, Episode Among Children Under Five in Jakarta. In
Children at Risk: Selected Paper. The Norwegian Center For Children
Research.
Alsagaff. H., Mukty, A.2002. Dasar-Dasar Ilmu Penyakit Paru. Airlangga
University Press, Surabaya.
Anggraeni, W. (2005). Particulate Matter (PM10) dan Faktor Lingkungan Rumah
yang mempengaruhi Kejadian Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA)
pada Balita di Kecamatan Teluknaga Kabupaten Tangerang, Tesis, FKM,
UI.
Anonim. (1996). Program Pemberantasan Penyakit ISPA untuk penanggulangan
Pnemonia pada Balita Dalam Pelita VI, Jakarta.
_______. (1999). Menanggulangi ISPA pada anak-anak, Pusat Penyuluhan
Kesehatan Masyarakat, Jakarta.
_______. (2002). Pedoman Pemberantasan Penyakit ISPA untuk penanggulangan
Pnemonia pada Balita, Jakarta.
_______. (2004). Sistem Kesehatan Nasional, Jakarta.
Arisman. (2004). Gizi Dalam Daur Kehidupan, Penerbit Buku Kedokteran
EGC, Jakarta.
Budiaman. (2008). Hubungan Kadar PM10 Dalam Rumah, Lingkungan Fisik
rumah Dan Karakteristik Balita Dengan Penyakit Gangguan Saluran
Pernapasan Balita Di Wilayah Puskesmas Pangkalan Kerinci Kabupaten
Pelalawan Propinsi Riau Tahun 2008, Tesis, FKM UI, Depok.
Blum, Henrik L. (1981). Planning for Health: Development And Aplication of
Social Change Theory, Human Science Press, New York.
Departemen Kesehatan. (1999). Keputusan Menteri Kesehatan RI
No.829/Menkes/SK/VII/1999, Tentang Prasyarat Kesehatan Perumahan
Jakarta, Departemen Kesehatan, RI.
Depkes RI. (2000). Pedoman Program Pemberantasan Penyakit Infeksi Saluran
Pernafasan Akut. Direktorat PPM&PL. Jakarta
Depkes. RI. (2002). Pedoman Program Pemberantasan Penyakit Infeksi Saluran
Pernafasan Akut untuk menanggulangi Pneumonia pada balita. Depkes RI.
Jakarta.
Depkes. RI (2007). Pedoman Teknis Penilaian Rumah Sehat. Direktorat Jenderal
PPM & PL, Jakarta.
Depkes. RI (2009). Pedoman Pengendalian Penyakit Infeksi Saluran Pernafasan
AkutTeknis. Jakarta. Kemenkes RI.
Depkes. (2000a). Pedoman Program Pemberantasan Penyakit ISPA Untuk
Penanggulangan Pneumonia Pada Balita, Direktorat Jenderal PPM & PL,
Jakarta.
Depkes. (2001). Parameter Pencemar Udara dan Dampaknya Terhadap
Kesehatan, Ditjen PPM & PL, Jakarta.
Partikulat (PM10)..., Welly Faruli, FKM UI, 2014
Universitas Indonesia
Lemeshow, Stanley, 1997. Besar Sampel Dalam Penelitian Kesehatan, Gajah
Mada University Press, Yogyakarta Muluki, M. (2003). Analisis Faktor Yang Berhubungan Dengan Terjadinya Penyakit
ISPA di Puskesmas Palanro Kecamatan Mallusetasi Kabupaten Barru Tahun
2002-2003. Tesis Program Pasca Sarjana FKM Universitas Hasanuddin.
Mukono H. J. (1997). Pencemaran Udara dan Pengaruhnya Terhadap Gangguan
Saluran Pernapasan, Surabaya: Airlangga University Press.
Murti, Bhisma. (1997). Prinsip dan Metode Riset Epidemiologi, Gajah Mada
Press, Yogyakarta.
Permenkes RI No. 1407/Menkes/Per/V/2002, Pedoman Penyehatan Udara dalam
Ruang. Jakarta
Permenkes RI No. 1077/Menkes/Per/V/2011, Pedoman Penyehatan Udara dalam
Ruang. Jakarta
Permenkes RI. (2012). Pedoman Pengendalian Infeksi Saluran Pernafasan Akut.
Ditjen PPM & PL, Jakarta.
Puskesmas Karawang. (2013). Profil Kesehatan, Kabupaten Karawang.
Puskesmas Karawang. (2013). Laporan Bulanan P2 ISPA, Kabupaten Karawang.
Pudjiastuti L, dkk. (1998). Kualitas Udara Dalam Ruangan, Direktorat Jenderal
Pudjiastuti, W. (2002). Debu Sebagai Bahan Pencemar Yang Membahayakan
Kesehatan Kerja Jakarta, Pusat Kesehatan Kerja, Departemen Kesehatan
Republik Indonesia.
Purwana R. (1999). Particulate Rumah Sebagai Faktor Resiko Gangguan
Pernapasan Anak Balita (Penelitian di Kelurahan Pekojan,
Jakarta)Disertasi, FKM, Univesitas Indonesia, Jakarta.
Safwan. (2003). Lingkungan Fisik Rumah Dan Sumber Pencemaran Dalam
Rumah Sebagai Faktor Risiko Kejadian ISPA Pada Anak Balita, Studi
Kasus Kontrol Di Puskesmas Alai Kota Padang. Tesis, FKM UI, Depok.
Soemirat, S.J.200. Mortality and Morbidity as Related to Air Polution A Paper,
University of Minnesota.
T. Gertrudis. (2010). Hubungan antara Kadar Partikulat (PM10) Udara Rumah
Tinggal dengan Kejadian ISPA pada Balita di Sekitar Pabrik Semen
Indocement, Citeureup Tahun 2010. (Tesis). Magister Ilmu Kesehatan
Masyarakat, Fakultas Kesehatan Masyarakat, Universitas Indonesia.
Wattimena, C.S. (2004). Faktor Lingkungan Rumah Yang Mempengaruhi Kadar
PM10 Dengan Kejadian ISPA Pada Balita di Wilayah Puskesmas Curug,
Kabupaten Tangerang, Tesis, FKM, UI, Depok.
Wardana, W.A.(2004). Dampak Pencemaran Lingkungan. Penerbit Andi,
Yogyakarta
WHO. (2003) Health Aspects of Air Pollution, WHO Regional Office for Europe.
WHO.(2009). Acute Respiratory in Children, Family and Community Health
Cluster (FCH).
WHO(2007). Pencegahan dan pengendalian infeksi saluran pernafasan akut
(ISPA) yang cenderung menjadi epidemi dan pandemi di fasilitas pelayanan
kesehatan
Wydiastuti, Palupi. (2005). Bahaya Bahan Kimia Pada Kesehatan Manusia Dan
Lingkungan/WHO; Alih Bahasa; Editor Edisi Bahasa Indonesia, Monica
Ester. Penerbit Buku Kedokteran Jakarta.
Partikulat (PM10)..., Welly Faruli, FKM UI, 2014
Universitas Indonesia
Partikulat (PM10)..., Welly Faruli, FKM UI, 2014