Download - Patogenesis Dm
REFERAT
PATOGENESIS DAN PATOFISIOLOGI DIABETES MELITUS
Pembimbing:
dr. Qodri Santosa, M.Si. Med, Sp.A
Disusun oleh:
Medio Yoga Pratama
G1A211092
SMF ILMU KESEHATAN ANAKUNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU-ILMU KESEHATANPURWOKERTO
2012
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Diabetes Melitus (DM) termasuk dalam kelompok penyakit metabolik
yang ditandai dengan hiperglikemia kronik yang disebabkan oleh gangguan
sekresi insulin, aksi insulin atau keduanya. Secara umum diabetes dibagi
menjadi dua bentuk utama yaitu kerusakan sel β pankreas yang menyebabkan
defisiensi sebagian atau keseluruhan insulin, dan resistensi insulin pada jaringan
dengan sedikit atau tanpa gangguan sintesis atau pelepasan insulin. Penurunan
aksi pada jaringan target menyebabkan gangguan metabolisme karbohidrat,
lemak dan protein 1.
DM tipe 1 merupakan salah satu penyakit kronis yg bergantung pada
insulin dan sampai saat ini belum dapat disembuhkan. Walaupun demikian
berkat kemajuan teknologi kedokteran kualitas hidup penderita DM tipe 1 tetap
dapat sepadan dengan anak normal lainnya apabila standar pelayanan memadai.
DM tipe 2 merupakan salah satu tipe DM yang disebabkan oleh resistensi
insulin. Penyakit ini berhubungan dengan komplikasi pada mikrovaskuler
(retina,ginjal), makrovaskuler (koroner,pembuluh darah perifer) dan neuropati
(autonom, perifer). Meskipun DM tipe 2 tidak bergantung pada insulin,
beberapa pasien tetap memerlukan insulin sebagai terapi. Kasus – kasus DM
tipe 2 pada anak sudah meningkat prevalensinya, namun sebagian besar
penderita DM pada anak termasuk DM tipe 1 2.
Insidensi DM tipe 1 sangat bervariasi baik antar Negara maupun dalam
suatu negara. Insidensi tertinggi terdapat di Finlandia yaitu 43/100.000 dan
insidens yang rendah di jepang yaitu 2,4/100.000 dan di Cina 0,1/100.000 untuk
usia kurang 12 tahun. Insidens DM tipe 1 lebih tinggi pada ras kaukasia
dibandingkan ras-ras lainnya. Berdasarkan data dari rumah sakit terdapat 2
puncak insidens DM tipe 1 pada anak yaitu umur 5-6 tahun dan 11 tahun. Perlu
dicatat bahwa lebih dari 50% penderita baru DM tipe 1 berusia > 20 tahun. Saat
timbulnya gejala sampai de maka awnga diagnosis sangat bervariasi, maka
awitan DM tipe 1 ditetapkan sebagai saat pertama kali mendapat insulin 1.
Onset DM tipe 2 biasa terjadi setelah usia 40 tahun, tetapi dapat pula
terjadi pada semua usia termasuk masa anak dan remaja. Dulu diabetes ini
dikenal sebagai diabetes onset dewasa, maturity onset diabetes atau diabetes
stabil dan pada anak yang mempunyai riwayat keluarga DM tipe 2 dikenal
dengan istilah Maturity Onset Diabetes of the Young (MODY). DM tipe 2 pada
usia muda sering terjadi pada decade kedua dalam kehidupan, rata-rata usia
diagnosis 13,5 tahun. Hal ini berhubungan dengan puncak pubertas dan secara
fisiologis terjadi resistensi insulin pada usia muda. Di Eropa dan Amerika
Serikat, kasus diabetes terjadi pada indeks masa tubuh (IMT) >85 persentil
untuk usia dan jenis kelamin. Tetapi di Jepang hampir 30% DM tipe 2 tidak ada
hubungan dengan obesitas. Anak-anak DM tipe 2 di India perkotaan,
setengahnya memiliki berat badan yang normal (<120% dari berat ideal
menurut tinggi badan) dan dari Taiwan setengahnya tidak obes. Beberapa
ditemukan tanpa gejala pada pemeriksaan rutin kesehatan di sekolah atau
kegiatan olahraga. Lebih dari sepertiga kasus baru DM tipe 2 ditemukan dengan
ketosis atau KAD sehingga terjadi kesalahan diagnosis sebagai DM tipe 1.
Kadang-kadang juga dapat ditemukan dengan dehidrasi berat (koma
hiperglikemik, hyperosmolar, hypokalemia) yang dapat berakibat fatal 2.
B. TUJUAN
1. Tujuan Umum
Referat ini diajukan sebagai syarat mengikuti kepaniteraan klinik di bagian
Ilmu Kesehatan Anak RSUD Margono Soekarjo Purwokerto
2. Tujuan Khusus
Untuk mengetahui Patogenesis dan Patofisiologi Diabetes Melitus pada
anak
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. KLASIFIKASI
Pemeriksaan petanda autoantibody diabetes seperti ICA (Islet cell
antibodies), GAD (Glutamic Acid Decarboxylase), IA2 (Autoantibodi terhadap
tirosin fosfat), IAA (Autoantibodi terhadap insulin) dan atau HbA1c dapat
membantu menegakkan diagnosis diabetes, meskipun HbA1c tidak rutin
digunakan untuk mendiagnosis diabetes 2.
Insulin puasa dan C-peptide dapat membantu membedakan DM tipe 1
dengan DM tipe 2. Biasanya kadar insulin puasa dan C-peptide normal atau
meningkat. Pada pasien yang diterapi insulin pengukuran C-peptide sebaiknya
saat kadar glukosa tinggi (> 144mg/dL atau >8mmol/L) untuk menstimulasi C-
peptide yang akan terukur jika sekresi insulin endotel masih ada. Keadaan ini
sukar dibedakan dengan DM tipe 1 periode honeymoon yang dapat berlangsung
2-3 tahun 2.
I. Type 1P -cell destruction, usually leading to absolute insulin deficiencyA. Immune mediatedB. Idiopathic
II. Type 2May range from predominantly insulin resistance with relative insulin deficiency to a predominantly secretory defect with or without insulin resistance
III. Other specific types
A. Genetic defects of p -cell function E. Drug- or chemical-induced
1. Chromosome 12, HNF-1a (MODY3) 1. Vacor2. Chromosome 7, glucokinase (MODY2) 2. Pentamidine
3. Chromosome 20, HNF-4a (MODY1) 3. Nicotinic acid
4. Chromosome 13, insulin promoter factor- (IPF-1; MODY4)
4. Glucocorticoids
5. Chromosome 17, HNF-1P (MODY5) 5. Thyroid hormone
6. Chromosome 2, NeuroDI (MoDY6) 6. Diazoxide
7. Mitochondrial DNA mutation 7. p-adrenergic agonists
8. Chromosome 7, KCNJ11 (Kir6.2) 8. Thiazides
9. Others 9. Dilantin10. a -Interferon11. Others
B. Genetic defects in insulin action F. Infections
1. Type A insulin resistance 1. Congenital rubella
2. Leprechaunism 2. Cytomegalovirus
3. Rabson-Mendenhall syndrome4. Lipoatrophic diabetes5. Others
3. Others
C. Diseases of the exocrine pancreas G. Uncommon forms of immune-mediated diabetes
1. Pancreatitis 1. ‘‘Stiff-man’’ syndrome2. Trauma / pancreatectomy 2. Anti-insulin receptor antibodies
3. Neoplasia 3. Others4. Cystic fibrosis5. Haemochromatosis6. Fibrocalculous pancreatopathy7. Others
4. Polyendocrine autoimmune deficiencies APS I and II
D. Endocrinopathies H. Other genetic syndromes sometimes associated with diabetes
1. Acromegaly 1. Down syndrome
2. Cushing’s syndrome 2. Klinefelter syndrome
3. Glucagonoma 3. Turner syndrome
4. Phaeochromocytoma 4. Wolfram syndrome
5. Hyperthyroidism 5. Friedreich’s ataxia
6. Somatostatinoma 6. Huntington’s chorea
7. Aldosteronoma 7. Laurence-Moon-Biedl syndrome
8. Others 8. Myotonic dystrophy9. Porphyria10. Prader-Willi syndrome11. Others
IV. Gestational diabetes
B. KRITERIA DIAGNOSIS
Kriteria diagnosis dibuat berdasarkan pengukuran glukosa darah dan ada
tidaknya gejala, Glukosa darah puasa dianggap normal bila kadar glukosa darah
kapiler <126 mg/dL (7mmol/L). Glukosuria saja tidak spesifik untuk DM
sehingga perlu dikonfirmasi dengan pemeriksaan glukosa darah 1. Diagnosis
DM dapat ditegakkan apabila memenuhi salah satu kriteria sebagai berikut:
1. Kadar glukosa darah puasa ≥ 7 mmol/L (≥126 mg/dL). Puasa adalah tanpa
asupan kalori minimal 8 jam.
2. Ditemukannya gejala klinis poliuria, polidipsia, polifagia, berat badan yang
menurun dan kadar glukosa darah sewaktu >200 mg/dL (11,1 mmol/L)
3. Pada penderita yang asimptomatis ditemukan kadar glukosa darah sewaktu
>200 mg/dLatau kadar glukosa darah puasa lebih tinggi dari normal dengan
test toleransi glukosa yang terganggu pada lebih satu kali pemeriksaan 1.
C. DIABETES MELITUS TIPE 1
1. Definisi
DM tipe 1 merupakan kelainan sistemik akibat gangguan metabolism
glukosa yang ditandai oleh hiperglikemia kronik. Keadaan ini disebabkan
oleh kerusakan sel-β pankreas baik oleh proses autoimun maupun idiopatik
sehingga produksi insulin berkurang atau terhenti 1. DM tipe 1 berkembang
sebagai akibat dari faktor genetik, lingkungan, dan faktor imunologi yang
menghancurkan sel- sel Pancreas. Gejala DM tidak akan muncul pada
seorang individu hingga ± 80% sel β pankreas dihancurkan 2. Umumnya
berkembang dari masa anak ± anak dan bermanifestasi saat remaja yang
kemudian berprogres seiring bertambahnya umur. DM tipe ini sangat
bergantung dengan terapi insulin karena jika tidak mendapatkan insulin
penderita akan mengalami komplikasi metabolik serius berupa ketoasidosis
dan koma 3.
2. Patogenesis dan Patofisiologi DM tipe 1
a. Faktor Genetik
Berdasarkan studi yang ada didapatkan berbagai gen yang
dapat memicu timbulnya DM tipe 1. Gen yang paling berpengaruh
adalah lokus HLA pada kromosom 6p21 yaitu sekitar 50% penderita
DM tipe 1 memiliki HLA-DR3 atau HLA-DR4 haplotype. Beberapa
gen non-HLA yang dapat memicu timbulnya DM tipe 1 adalah insulin
dengan variable number of tandem repeats (VNTRs) pada region
promoter. Polimorfisme dari CTLA4 dan PTPN22 menganggu fungsi
aktivitasnya sebagai inhibitor respon sel T dapat memicu proses
autoimun pada DM tipe 1 4.
b. Faktor Autoimmunitas
Di antara sekian banyak jenis sel pankreas, hanya sel β yang
dihancurkan oleh sistem imun. Walaupun demikian tipe sel islet lain
seperti sel α yang memproduksi glukagon, sel δ yang memproduksi
somatostatin, dan sel PP yang memproduksi polipeptida pankreas,
masih berfungsi. Terlebih lagi, secara embriologi sel-sel islet lain
tersebut mirip dengan sel β dan juga mengekspresikan protein yang
sebagian besar sama dengan sel β. Sel β peka terhadap efek toksik
dari beberapa sitokin seperti Tumor Necrosis Factor α (TNF α),
interferon γ, dan interleukin 1 (IL-1). Mekanisme dari proses kematian
sel β belum diketahui dengan pasti, namun proses ini dipengaruhi oleh
pembentukkan metabolit nitric oxide (NO), apoptosis, dan
sitotoksisitas dari sel T CD8+ 3.
Dasar dari abnormalitas imun pada DM tipe 1 adalah
kegagalan dari self-tolerance sel T. Kegagalan toleransi ini dapat
disebabkan oleh defek delesi klonal pada sel Tself-reactive pada
timus, defek pada fungsi regulator atau resistensi sel T efektor
terhadap supresi sel regulator. Hal - hal tersebut membuat sel T
autoreaktif bertahan dan siap untuk berespon terhadap self-antigens.
Aktivasi awal dari sel tersebut terjadi pada nodus limfe peripankreatik
sebagai respon terhadap antigen yang dilepaskan dari sel Pulau
Langerhans yang rusak. Sel T yang teraktivasi bergerak ke pancreas
→ merusak sel β. Populasi sel T yang dapat menyebabkan kerusakan
tersebut adalah TH1 cells (merusak dengan mensekresi sitokin =
including IFN-γ and TNF) dan CD8 + CTLs 4.
Sel islet pankreas yang menjadi target autoimun antara lain
adalah Islet cell autoantibodies (ICA) yang merupakan suatu
komposisi dari beberapa antibodi yang spesifik pada molekul sel islet
pankreas seperti insulin, glutamic acid decarboxylase (GAD), ICA-
512/IA-2 (homolog tirosin-fosfatase), danphogrin (protein granul
yang mensekresi insulin). Sehingga antigen tersebut merupakan
marker dari proses autoimun DM tipe 1 3.
c. Faktor Lingkungan
Berbagai faktor lingkungan sering dikaitkan dengan DM, namun tidak
satupun pernah terbukti benar benar berpengaruh. Faktor yang diduga
memicu DM antara lain meliputi virus (coxsackie B, mumps,
cytomegalovirus dan rubella)3. Terdapat 3 hipotesis yang menjelaskan
bagaimana virus dapat menimbulkan DM tipe 1 :
1) Akibat infeksi virus → inflamasi serta kerusakan sel Pulau
Langerhans → pelepasan antigen sel β dan aktivasi sel T
autoreaktif
2) Virus memproduksi protein yang mirip dengan antigen sel β
sehingga memicu respon imun yangjuga beraksi dengan sel β
pada pancreas
3) Infeksi virus terdahulu yang menetap pada jaringan Pankreas
kemudian terjadi reinfeksi dengan virus yang sama yang memiliki
epitop antigenic yang sama → memicu respon imun pada sel
Pulau Langerhans
Dari ketiga hipotesis tersebut belum ada yang dapat menjelaskan
secara pasti patogenesis infeksi virus terhadap timbulnya DM tipe 1.
Vaksinasi pada anak tidak ada hubungannya dengan timbulnya DM
tipe 1 4. Faktor lain yang dapat memicu DM tipe 1 adalah protein
susu bovinedan komponen nitrosurea 3.
D. DIABETES MELITUS TIPE 2
1. Definisi
DM tipe 2 terjadi akibat oleh resistensi insulin. DM tipe 2 selalu
dihubungkan dengan bentuk sindrom resistensi insulin lainnya
(hiperlipidemia,hipertensi,akantosis nigrikans,hiperandrogenisme ovarium,
penyakit perlemakan hati non-alkoholik). Pada uji tolerensi glukosa oral,
sekresi insulin tergantung pada derajat dan lama penyakit serta sangat
bervariasi antara yang paling lambat sampai cepat 5.
Resistensi insulin dan sekresi insulin yang tidak normal menjadi kunci
dari berkembangnya DM tipe 2. Obesitas, terutama tipe sentral, sering
ditemukan pada penderita DM tipe 2. Pada tahap awal, toleransi glukosa
hampir normal karena sel-sel β pankreas mengkompensasi dengan
meningkatkan produksi insulin. Ketika resistensi insulin dan
hiperinsulinemia kompensatorik terus terjadi, pankreas tidak mampu
mempertahankan keadaan hiperinsulinemia tersebut. Akibatnya, terjadi
gangguan toleransi glukosa, yang ditandai dengan peningkatan glukosa
darah setelah makan. Setelah itu, penurunan sekresi insulin dan peningkatan
produksi glukosa hati berlanjut pada diabetes berat dengan hiperglikemia
saat puasa dan kegagalan sel beta 3. Berdasarkan studi terbaru dikatakan
bahwa dalam timbulnya DM tipe 2 terdapat pengaruh faktor genetik yaitu
transcription factor 7-like-2 (TCF7L2) pada kromosom 10q yang
mengkode faktor transkripsi pada WNT signaling pathway. Berbeda dengan
DM tipe 1 penyakit ini tidak berhubungan dengan gen yang mengatur
toleransi dan regulasi imun seperti HLA, CTLA4, dll 4.
2. Patogenesis dan Patofisiologi DM tipe 2
Ada 4 karakteristik penyebab DM tipe 2, yaitu resistensi insulin,
berkurangnya sekresi insulin, dan meningkatnya produksi glukosa hati,
dan metabolisme lemak yang abnormal.3,4
a. Resistensi Insulin
Resistensi insulin adalah resistensi terhadap efek insulin
pada uptake, metabolisme, dan penyimpanan glukosa. Hal tersebut
dapat terjadi akibat defek genetik dan obesitas 3,4. Menurunnya
kemampuan insulin untuk berfungsi dengan efektif pada jaringan
perifer merupakan gambaran DM tipe 2. Mekanisme resistensi
insulin umumnya disebabkan oleh gangguan pascareseptor insulin.
Polimorfisme pada IRS-1 berhubungan dengan intoleransi glukosa
dan meningkatkan kemungkinan bahwa polimorfisme dari berbagai
molekul pascareseptor dapat berkombinasi dan memunculkan
keadaan yang resisten terhadap insulin. Resistensi insulin terjadi
akibat gangguan persinyalan PI-3-kinase yang mengurangi
translokasiglucose transporter (GLUT) 4 ke membran plasma 3.
Ada 3 hal yang berperan dalam resistensi insulin terkait obesitas 4
yaitu :
1) Asam lemah bebas (free fatty acids/FFA).
Peningkatan trigliserida intraselular dan produk metabolism
asam lemak menurunkan efek insulin yang berkelanjutan
menjadi resistensi insulin
2) Adipokin
Leptin dan adiponektin meningkatkan kepekaan insulin,
sedangkan resistin meningkatkan resistensi insulin
3) PPAR γ (peroxisome proliferator activated reseptor gamma)
dan TZD (thiazolidinediones)
PPAR γ merupakan reseptor intrasel yang meningkatkan
kepekaan insulin. TZD merupakan antioksida (antidiabetik)
yang mampu berikatan dengan PPAR γ sehingga menurunkan
resistensi insulin.
Berikut ini merupakan table berisi hal - hal yang dapat menurunkan respon
terhadap insulin :
Table 17–7 Factors Reducing Response to Insulin.
Pre-receptor Insulin autoantibodiesReduced transendothelial transit
Primary defect in insulin Insulin receptor mutations
signaling Leprechaunism (complete)Rabson-Mendenhall syndrome (partial)Type A (mild)Defects in other genes involved in insulin signalingInsulin receptor autoantibodies (Type B)Ataxia telangectasia syndrome
Secondary to other endocrine disorders
Cushing syndromeAcromegalyPheochromocytomaGlucagonomaHyperthyroidismInsulinoma
Secondary to other disorders
Visceral obesityStress (infection, surgery, etc)UremiaHyperglycemia (mild resistance seen intype 1 diabetes)Liver diseaseCytogenetic disorders (Down, Turner, Klinefelter)Neuromuscular disorders (muscular dystrophies, ataxias, muscle inactivity)Congenital lipodystrophies/lipoatrophyAcquired lipodystrophy
Secondary to normal physiologic states
PubertyPregnancyStarvation
Secondary to medications GlucocorticoidsAtypical antipsychotic drugsAntiretroviral protease inhibitorsNicotinic acidThiazide diureticsOral contraceptiveProgesterone
blockers
b. Gangguan Sekresi Insulin
Sekresi insulin dan sensitivitasnya saling berhubungan 3.
Pada DM tipe 2, sekresi insulin meningkat sebagai respon terhadap
resistensi insulin untuk mempertahankan toleransi glukosa.
Namun, lama kelamaan sel beta kelelahan memproduksi insulin
sehingga terjadi kegagalan sel β. Kegagalan sel β ini tidak terjadi
pada semua penderita DM tipe 2 sehingga diduga ada pengaruh
faktor intrinsik berupa faktor genetik yaitu gen diabetogenik
TCF7L2 4. Polipeptida amiloid pada pulau Langerhans (amilin)
disekresikan oleh sel beta dan membentuk deposit fibriler amiloid
pada pankreas penderita DM tipe 2 jangka panjang. Diduga bahwa
amiloid ini bersifat sitotoksik terhadap sel sehingga massa sel β
berkurang. Dapat disimpulkan bahwa disfungsi yang terjadi dapat
bersifat kualitatif (sel beta tidak mampu mempertahankan
hiperinsulinemia) atau kuantitatif (populasi sel beta berkurang).
Kedua hal tersebut dapat disebabkan oleh toksisitas glukosa dan
lipotoksisitas 3.
c. Peningkatan Produksi Glukosa Hati
Ketika tubuh semakin resisten terhadap insulin, kadar gula darah yang
tinggi akan memaksa tubuh mensekresikan insulin secara terus
menerus ke dalam sirkulasi darah (hiperinsulinemia). Pada keadaan
normal, seharusnya hal ini dapat membuat glukosa dikonversi menjadi
glikogen dan kolesterol. Akan tetapi, pada pasien DM yang resisten
terhadap insulin, hal ini tidak terjadi dan sebaliknya ketiadaan respon
terhadap insulin mengakibatkan hati terus menerus memproduksi
glukosa (glukoneogenesis). Hal ini pada akhirnya akan berujung pada
terjadinya hiperglikemia. Produksi gula hati baru akan terus meningkat
akibat terjadinya ketidaknormalan sekresi insulin dan munculnya
resistensi insulin di otot rangka 3.
d. Abnormalitas Metabolik
1) Abnormalitas metabolisme otot dan lemak
Resistensi insulin bersifat relatif karena hiperinsulinemia dapat
menormalkan kadar gula darah. Akibat resistensi insulin,
penggunaan glukosa oleh jaringan sensitif insulin berkurang,
sedangkan hepatic glucose output bertambah sehingga
menyebabkan hiperglikemia 3. Akumulasi lipid dalam serat otot
rangka, yang mengganggu fosforilasi oksidatif dan penurunan
produksi ATP mitokondria yang dirangsang insulin,
menghasilkan reactive oxygen species (ROS), seperti lipid
peroksida. Peningkatan massa adiposit meningkatkan kadar asam
lemak bebas dan produk adiposit lainnya. Selain mengatur berat
badan, nafsu makan, dan energy expenditure, adipokin mengatur
sensitivitas insulin. Peningkatan produksi asam lemak bebas dan
beberapa adipokin menyebabkan resistensi insulin pada otot
rangka dan hati. Misalnya, asam lemak bebas mengurangi
penggunaan glukosa pada otot rangka, merangsang produksi
glukosa dari hati, dan mengganggu fungsi sel beta 3. Di sisi lain,
produksi adiponektin berkurang pada obesitas dan menyebabkan
resistensi insulin hepatik. Adiponektin memegang peranan
penting dalam resistensi insulin yang dihubungkan dengan
struktur molekul dan mekanisme kerjanya yaitu menurunkan
kandungan trigliserida, mengaktivasi PPAR-α dan AMP-Kinase.
Kadar adponektin yang rendah merupakan salah satu faktor risiko
dan prediktor terjadinya diabetes melitus tipe 2 6. Selain itu,
beberapa produk adiposit dan adipokin merangsang inflamasi
sehingga terjadi peningkatan IL-6 dan C-reactive protein pada
DM tipe 2 4.
2) Peningkatan produksi glukosa dan lipid hati
Pada DM tipe 2, resistensi insulin pada hati menggambarkan
kegagalan hiperinsulinemia untuk menekan glukoneogenesis
sehingga terjadi hiperglikemia saat puasa dan penurunan
penyimpanan glikogen hati setelah makan 3. Peningkatan produksi
glukosa hati terjadi pada tahap awal diabetes, setelah terjadi
abnormalitas sekresi insulin dan resistensi insulin pada otot
rangka. Akibatnya, banyak asam lemak bebas keluar dari adiposit
sehingga terjadi peningkatan sintesis lipid (VLDL dan
trigliserida) dalam hepatosit. Penyimpanan lipid (steatosis) dalam
hati dapat berlanjut pada penyakit perlemakan hati nonalkoholik
dan abnormalitas fungsi hati. Selain itu, keadaan tersebut
menyebabkan dislipidemia pada penderita DM tipe 2, yaitu
peningkatan trigliserida, peningkatan LDL, dan penurunan
HDL 3.
BAB III
KESIMPULAN
1. Diabetes Melitus (DM) termasuk dalam kelompok penyakit metabolik yang
ditandai dengan hiperglikemia kronik yang disebabkan oleh gangguan sekresi
insulin, aksi insulin atau keduanya
2. Secara umum diabetes dibagi menjadi dua bentuk utama yaitu kerusakan sel β
pankreas yang menyebabkan defisiensi sebagian atau keseluruhan insulin, dan
resistensi insulin pada jaringan dengan sedikit atau tanpa gangguan sintesis atau
pelepasan insulin
3. Kriteria diagnosis dibuat berdasarkan pengukuran glukosa darah dan ada
tidaknya gejala, Glukosa darah puasa dianggap normal bila kadar glukosa darah
kapiler <126 mg/dL (7mmol/L).
4. DM tipe 1 merupakan kelainan sistemik akibat gangguan metabolism glukosa
yang ditandai oleh hiperglikemia kronik. Keadaan ini disebabkan oleh kerusakan
sel-β pankreas baik oleh proses autoimun maupun idiopatik sehingga produksi
insulin berkurang atau terhenti
5. Ada 4 karakteristik penyebab DM tipe 2, yaitu resistensi insulin, berkurangnya
sekresi insulin, dan meningkatnya produksi glukosa hati, dan metabolisme lemak
yang abnormal
DAFTAR PUSTAKA
1. Craig ME, Hattersley A, Donaghue KC. ISPAD clinical practice consensus
guidelines 2009. Compendium: Definition, Epidemiology and classification of
diabetes in children and adolescents. Pediatric Diabetes 2009; 10(Suppl. 12): 3-
12.
2. Jose RL Batubara, Bambang Tridjaja AAE, Aman B. Pulungan. Buku Ajar
Endokrinologi Anak : Diabetes Melitus. Jakarta.2010.125-190.
3. Fauci, et al. Endocrinology and Metabolisme. Harrison's : Principles of
lntemal Medicine. 17th edition. USA : McGraw-Hill, inc.,2008.
4. Kumar, Abbas, Fausto, Mitchell. The Endocrine sytem. Robbins Basic
Pathology. Edisi ke-8 Philadelphia: Elsevier Saunders; 2007.
5. Rosenbloom AL, Silverstein JH, Amemiya S, ZeitlerP, Klingensmith. . ISPAD
clinical practice consensus guidelines 2009. Compendium: Type 2 diabetes in
children and adolescents. Pediatric Diabetes 2009: 10(Suppl. 12): 17–32.
6. Umar H, Adam J. Low Adiponectin Levels and The Risk of Type 2 Diabetes
Mellitus. The Indonesian Journal of Medical Science Volume 2. 2009 Januari
(1) : 56-60.