Tinjauan Pustaka
Fraktur Tertutup Lengan Regio Antebrachii Dextra Sepertiga Distal
Beserta Jenis-jenis Frakturnya
Theresia
102012165 / E4
15 Maret 2014
Fakultas Kedokteran Universitas Krida Wacana
Jl. Arjuna No.6 Jakarta Barat 11510 Telp. 021-56942061 Fax. 021-5631731
Email : [email protected]
Pendahuluan
Penyakit-penyakit sistem muskuloskeletal menduduki tempat pertama di antara penyakit-
penyakit yang mengubah kualitas hidup. Keadaan ini berkaitan dengan keterbatasan aktivitas,
disabilitas, dan gangguan. Di Amerika Serikat, satu dari setiap tujuh orang menderita salah satu
jenis gangguan muskuloskeleial, yang menghabiskan biaya lebih dari 60 milyar dolar
setahunnya. Biaya ini mencakup hilangnya penghasilan dan biaya pengobatan. Penyakit sistem
muskuloskeletal dapat dibagi menjadi dua golongan: penyakit sistemik dan penyakit lokal.
Pasien dengan penyakit sistemik, seperti artritis reumatoid, lupus eritematosus sistemik, dan
polimiosilis, dapat terlibat sakit kronis dengan kelemahan umum, nyeri dan kaku sendi secara
berkala. Pasien dengan penyakit lokal pada dasarnya merupakan individu sehat yang menderita
keterbatasan gerakan dan nyeri pada satu daerah tertentu. Yang termasuk ke dalam kelompok ini
adalah pasien yang menderita nyeri punggung, tennis elbow, artritis, atau bursitis, dan juga
fraktur. Di dalam makalah kali ini, akan dibahas mengenai fraktur yang terjadi pada regio
antebrachii dextra sepertiga distal. Fraktur sendiri berarti hilangnya kontinuitas tulang, tulang
rawan sendi, tulang rawan epifisis, baik yang bersifat total maupun yang parsial. Selanjutnya
akan dibahas lebih lanjut pada subbab-subbab berikutnya.1,2
1
Makalah ini diharapkan dapan membantu penulis dan pembaca mengerti mengenai
fraktur di regio antebrachii sepertiga distal dextra dalam hal anamnesis, gejala klinis,
pemeriksaan fisik, pemeriksaan penunjang, working diagnosis, differential diagnosis, etiologi,
faktor risiko, epidemiologi, manifestasi klinik, patofisiologi, penatalaksanaan, komplikasi,
pencegahan, dan prognosis. Dengan demikian, penanganan dalam kasus fraktur tersebut dapat
dilakukan dengan baik.
Anamnesis
Anamnesis adalah wawancara yang dapat mengarahkan masalah pasien ke diagnosis penyakit
tertentu. Anamnesis memiliki tujuan untuk menentukan diagnosis kemungkinan sehingga
membantu menentukan langkah pemeriksaan selanjutnya, termasuk pemeriksaan fisik dan
penunjang. Anamnesis dapat langsung dilakukan terhadap pasien (auto-anamnesis) atau terhadap
keluarganya atau pengantarnya (alo-anamnesis) bila keadaan pasien tidak memungkinkan untuk
diwawancarai.3
Anamnesis yang baik akan terdiri dari:3
1. Identitas
Pada kasus didapat seorang wanita berusia 60 tahun dibawa oleh keluarganya
2. Keluhan utama
Keluhan utama pada kasus yaitu keluhan nyeri pada lengan bawah sebelah kanan
3. Riwayat penyakit sekarang
Pasien jatuh terduduk di kamar mandi dengan posisi tangannya menahan berat tubuhnya
2 jam yang lalu
4. Riwayat penyakit dahulu
5. Riwayat penyakit dalam keluarga
6. Riwayat pribadi
Seringkali pasien datang sudah dengan sadar dengan kondisi fraktur atau bisa juga tidak
sadar. Diagnosis patah tulang dimulai dengan anamnesis adanya trauma tertentu, seperti jatuh,
terputar, tertumbuk, dan berapa kuat trauma tersebut. Dalam persepsi penderita tersebut bisa
dirasa berat meskipun sebenarnya ringan, sebaliknya bisa dirasa ringan meskipun sebenarnya
2
berat. Selain riwayat trauma, biasanya didapati keluhan nyeri meskipun patah tulang fragmen
patahan stabil, kadang tidak menimbulkan keluhan nyeri. Banyak patah tulang mempunyai
cedera yang khas.4
Mekanisme Trauma
Trauma, dalam bentuk cedera remuk pada otot dan tulang, luka tembak, dan penetrasi
pada pembuluh darah, visera, atau organ vital lain oleh pisau atau alat tajam lain, yang
menimbulkan status syok terutama melalui kehilangan darah tiba – tiba dan hebat. Jumlah
kehilangan darah yang tida terduga karena trauma dapat tersembunyi dalam jaringan, organ, dan
“ruang ketiga” selama variable waktu sebelum gejala syok terlihat. Sebagai contoh, otot paha
dapat menahan sampai 1000 mL darah akibat fraktur femur atau robekan pada pembuluh darah
femoralis tampa terlihat peningkatan diameter paha. Kehilangan darah 1 liter menunjukkan
hemoragi serius, khususnya bila berlangsung tanpa terdeteksi dan tidak diperbaiki. Karena
kehilangan darah massif biasanya dihubungkan dengan trauma hebat, syok traumatic hampir
serupa dengan syok hemoragik dalam hal mekanisme patologis dan respon adaptif nya.5
Penyebab fraktur tulang yang paling sering adalah trauma, terutama pada anak – anak dan
dewasa muda. Jatuh dan cedera olahraga adalah penyebab umum fraktur traumatic. Beberapa
fraktur dapat terjadi setelah trauma minimal atau tekanan ringan apabila tulang lemah. Hal ini
disebut fraktur patologis. Fraktur patologis sering terjadi pada lansia yang mengalami
osteoporosis, atau individu yang mengalami tumor tulang, infeksi, atau penyakit lain. 6
Fraktur yang bahkan disebabkan oleh jatuh ringan adalah penyebab utama disabilitas
pada lansia. Lansia dengan persentase besar yang mengalami fraktur, terutama fraktur panggul,
tidak mendapatkan kembali tingkat fungsi yang sama seperti sebelum jatuh. Ketika lansia
mengalami fraktur, mereka sering menjadi tidak mandiri, yang sering menyebabkan mereka
dirawat di nursing home dengan biaya tinggi bagi pasien maupun masyarakat. Banyak lansia
yang lemah tidak pernah pulih dari fraktur, takut jatuh adalah masalah signifikan bagi banyak
individu lansia, bahkan mereka yang tidak pernah jatuh. 6
3
Pemeriksaan Fisik
Salah satu pemeriksaan fisik yang dilakukan adalah memeriksa tanda-tanda vital yang
terdiri dari suhu, tekanan darah, nadi, dan frekuensi pernapasan. Suhu tubuh yang normal adalah
36-37oC. Pada pagi hari suhu mendekati 36oC, sedangkan pada sore hari mendekati 37oC.
Tekanan darah diukur dengan menggunakan tensimeter dengan angka normalnya 120/80 mmHg.
Pemeriksaan nadi biasa dilakukan dengan melakukan palpasi a. radialis. Frekuensi nadi yang
normal adalah sekitar 60-80 kali permenit. Dalam keadaan normal, frekuensi pernapasan adalah
16-24 kali per menit.3 Hasil pemeriksaan tanda-tanda vital pasien normal.
Gambar 1. Palpasi radius dan ulna distal di sisi lateral dan medial.7
Selain itu, dilakukan pula pemeriksaan fisik dengan inspeksi dan palpasi. Inspeksi yang
dilakukan adalah dengan mengamati posisi tangan saat bergerak untuk melihat apakah
pergerakannya halus dan normal. Saat diam, jari seharusnya sedikit fleksi dan teratur hampir
sejajar. Lihat pula sisi palmar dan dorsal dari pergelangan dan tangan secara hati-hati untuk
melihat pembengkakkan di atas sendi. Perhatikan pula adakah deformitas dari pergelangan, dan
angulasi dari sudut tulang radius ataupun ulna. Palpasi juga diamati pada pergelangan, palpasi
sisi distal radius dan ulna di permukaan medial dan lateral. Perhatikan adanya pembengkakkan,
kekenyalan, dan kehalusannya.7
Pada pasien tampak ada edema dan deformitas pada regio antebrachii dextra 1/3 distal
dan pada palpasi, teraba adanya penonjolan fragmen tulang, terasa nyeri saat ditekan, dan tidak
dapat digerakkan.
Pemeriksaan Penunjang
a. Pemeriksaan radiografik menyatakan adanya awal cedera san kemajuan proses
penyembuhan sebelumnya. Perbandingan dengan foto – foto ekstremitas lain yang sehat
4
sering digunakan untuk melihat adanya perubahan tak terlihat pada ekstremitas yang
sakit.8
Dengan pemeriksaan klinik kita sudah dapat mencurigai adanya fraktur. Walaupun
demikian pemeriksaan radiologis diperlukan untuk menentukan keadaan, lokasi serta
ekstensi fraktur. Untuk menghindarkan nyeri serta kerusakan jaringan lunak selanjutnya,
maka sebaiknya kita mempergunakan bulai yang bersifat radiolusen untuk imobilisasi
sementara sebelum dilakukan pemeriksaan radiologis. Bila secara klinis ada atau diduga
ada fraktur, maka harus dibuat 2 foto tulang yang bersangkutan. Sebaiknya dibuat foto
antero-posterior (AP) dan lateral. Bila kedua proyeksi ini tidak dapat dibuat karena
keadaan pasien yang tidak mengizinkan, maka dibuat 2 proyeksi yang tegak lurus satu
sama lain. Perlu diingat bahwa bila hanya 1 proyeksi yang dibuat, ada kemungkinan
fraktur tidak dapat dilihat. Adakalanya diperlukan proyeksi khusus, misalnya proyeksi
aksial, bila ada fraktur pada femur proksimal atau humerus proksimal.2,9
Tujuan pemeriksaan radiologis:
Untuk mempelajari gambaran normal tulang dan sendi.
Untuk konfirmasi adanya fraktur.
Untuk melihat sejauh mana pergerakan dan konfigurasi fragmen serta
pergerakannya.
Untuk menentukan teknik pengobatan.
Untuk menentukan apakah fraktur itu baru atau tidak.
Untuk menentukan apakah fraktur intra-artikuler atau ekstra-artikuler.
Untuk melihat adanya keadaan patologis lain pada tulang.
Untuk melihat adanya benda asing, misalnya peluru.2
Pemeriksaan radiologis dilakukan dengan beberapa prinsip dua:
Dua posisi proyeksi; dilakukan sekurang-kurangnya yaitu pada antero-posterior
dan lateral.
Dua sendi pada anggota gerak dan tungkai harus difoto, di atas dan di bawah
sendi yang mengalami fraktur.
Dua anggota gerak. Pada anak-anak sebaiknya dilakukan foto pada ke dua 5
anggota gerak terutama pada fraktur epifisis.
Dua trauma, pada trauma yang hebat sering menyebabkan fraktur pada dua daerah
tulang. Misalnya pada fraktur kalkaneus atau femur, maka perlu dilakukan foto
pada panggul dan tulang belakang.
Dua kali dilakukan foto. Pada fraktur tertentu misalnya fraktur tulang skafoid foto
pertama biasanya tidak jelas sehingga biasanya diperlukan foto berikutnya 10-14
hari kemudian.2
b. Pemeriksaan Darah
Pemeriksaan darah menyatakan pendarahan (penurunan hemoglobin dan hematocrit) dan
kerusakan otot (peningkatan aspartate transaminase [AST] dan lactic dehydrogenase
[LDH]).
Working Diagnosis
Diagnosis dari pasien ini adalah fraktur tertutup antebrachii dextra 1/3 distal. Ciri-ciri
fraktur dapat dilihat pada pemeriksaan fisik yaitu berupa bengkok, terputar, pemendekan, dan
juga terdapat gerakan yang tidak normal. Bila sudah dilakukan pemeriksaan rontgen, fraktur
sudah dapat dipastikan dengan adanya garis patah4
Differential Diagnosis
Pada fraktur tertutup antebrachii dextra 1/3 distal terdapat beberapa macam fraktur: fraktur
monteggia, fraktur galeazzi, fraktur colles, fraktur smith. Karena hasil rontgen pasien tidak ada,
belum bisa dipastikan fraktur jenis apa yang diderita oleh pasien.
Fraktur Monteggia
Gambar 2. Gambaran radiologis fraktur monteggia.10
6
Fraktur monteggia adalah fraktur ulna sepertiga tengah atau proksimal dengan disertai
dislokasi caput radii. Caput radii dapat bergeser ke anterior, posterior, atau lateral, dan pada
beberapa keadaan baik radius maupun ulna dapat mengalami fraktur.11 Terdapat klasifikasi dari
fraktur monteggia ini dapat dilihat pada gambar di bawah ini.12
Gambar 3. Fraktur monteggia tipe I: angulasi fraktur ulna ke depan
dan dislokasi caput radii ke depan.12
Gambar 4. Fraktur monteggia tipe II: angulasi fraktur ulna ke belakang
dan dislokasi caput radii ke belakang.12
Gambar 5. Fraktur monteggia tipe III: fraktur metafisis ulna
proksimal dan dislokasi caput radii ke samping.12
7
Gambar 6. Fraktur monteggia tipe IV: dislokasi caput radii ke depan
dan fraktur tulang radius dan ulna.12
Penyebab fraktur ini biasanya trauma langsung terhadap ulna, misalnya sewaktu
melindungi kepala pada pukulan, sehingga disebut patah tulang tangkis.4
Fraktur Galeazzi
Gambar 7. Gambaran radiologis fraktur galeazzi.10
Fraktur galeazzi adalaah fraktur sepertiga distal radius dengan dislokasi articulatio
radioulnaris distalis.11 Terjadinya fraktur ini biasanya akibat trauma langsung sisi laterial ketika
jatuh.4
Fraktur Colles
Gambar 8. Gambaran radiologis fraktur colles. 13
8
Fraktur colles adalah fraktur metafisis distal radius, biasanya terjadi 3 sampai 4 cm dari
permukaan sendi dengan angulasi volar apeks fraktur, dislokasi fragmen distal ke arah dorsal,
dan disertai pemendekan radius.11 Fraktur ini paling sering ditemukan di kehidupan normal
karena jatuh bertumpu pada sisi palmar tangan sehingga juga disebut fraktur radius tipikal.4
Gambar 9. Fraktur colles disebabkan sisi palmar tangan
menahan tubuh saat jatuh.4
Fraktur Smith
Gambar 10. Gambaran radiologis fraktur smith.13
Fraktur smith dikenal sebagai kebalikan fraktur colles yaitu pergeseran bagian distal
radius bukan ke dorsal, melainkan ke arah palmar. Fraktur ini ditemukan saat jatuh bertumpu
pada sisi dorsal tangan, lebih jarang terjadi.4
Gambar 11. Fraktur smith disebabkan sisi dorsal tangan
menahan tubuh saat jatuh.4
9
Etiologi
Mekanisme terjadinya fraktur beragam. Kasus yang paling sering adalah terjatuh dengan
posisi tangan menahan tubuh, atau bisa juga pukulan langsung ke lengan bawah yang
menyebabkan patahnya tulang radius dan ulna, atau keduanya. Mekanisme dari fraktur juga
termasuk kecelakaan lalu lintas dan cedera atlet.13
Faktor Resiko
Usia Lanjut
Berbagai faktor berperan untuk terjadinya gangguan keseimbangan dan jatuh. Umumnya
merupakan kombinasi beberapa faktor yang saling berinteraksi dengan masalah lingkungan.3
Proses menua mengakibatkan perubahan pada kontrol postural yang mungkin memegang
peran penting pada sebagian besar kejadian jatuh dan menyebabkan fraktur. Perubahan
komponen dari kapabilitas biomekanik meliputi latensi mioelektrik, waktu untuk bereaksi,
proprioseptif, lingkup gerak sendi, dan kekuatan otot. Selain itu, terdapat pula perubahan pada
postur tubuh, gaya berjalan, ayunan postural, sistem sensorik, dan mobilitas fungsional. Usia
lanjut dikaitkan dengan input proprioseptif yang berkurang, proses degeneratif pada sistem
vestibuler, refleks posisi yang melambat, dan melemahnya kekuatan otot yang amat penting
dalam memelihara postur. Semua perubahan tersebut dapat berperan untuk terjadinya jatuh,
terutama pada kemampuan untuk mencegah jatuh manakala terpeleset atau menghadapi situasi
lingkungan yang “membahayakan” sehingga menyebabkan fraktur.3
Epidemiologi
McQueen dan rekan-rekannya melakukan analisis komprehensif mengenai insidensi
fraktur antebrachii yang diliat dari unit trauma Royal Infirmary of Edibburgh selama 3 tahun.
Unit ini khusus melayani kasus trauma di area spesifik dan populasi dan sangat baik sebagai
panduan epidemiologi dari fraktur antebrachii di negara barat. Kasus dari fraktur termasuk
trauma langsung, jatuh dari ketinggian, kecelakaan lalu lintas, dan kecelakaan saat olahraga.
Tidak seperti di regio lain, fraktur yang berhubungan dengan tembakan tidak masuk dalam
10
persentase fraktur regio ini. Dari 2812 kejadian fraktur, hanya 5% fraktur di diafisis antebrachii,
dan yang paling besar adalah fraktur distal radius sebanyak 76%.13
Patofisiologi
Untuk mengetahui mengapa dan bagaimana tulang mengalami kepatahan, kita harus
mengetahui keadaan fisik tulang dan keadaan trauma yang dapat menyebabkan tulang patah.
Tulang kortikal mempunyai struktur yang dapat menahan kompresi dan tekanan memuntir
(shearing). Kebanyakan fraktur terjadi karena kegagalan tulang menahan tekanan terutama
tekanan membengkok, memutar dan tarikan. Trauma bisa bersifat langsung dan tidak langsung.
Trauma langsung menyebabkan tekanan langsung pada tulang dan terjadi fraktur pada daerah
tekanan. Fraktur yang terjadi biasanya bersilat komunitif dan jaringan lunak ikut mengalami
kerusakan. Trauma tidak langsung adalah trauma dihantarkan ke daerah yang lebih jauh dari
daerah fraktur, misalnya jatuh dengan tangan ekstensi dapat menyebabkan fraktur pada klavikula.
Pada keadaan ini biasanya jaringan lunak tetap utuh. Tekanan pada tulang dapat berupa; tekanan
berputar yang menyebabkan fraktur bersifat spiral alau oblik, tekanan membengkok yang
menyebabkan fraktur transversal, tekanan sepanjang aksis tulang yang dapat menyebabkan
fraktur impaksi, dislokasi atau fraktur dislokasi, kompresi vertikal dapat menyebabkan fraktur
komunitif atau rnernecah misalnya pada badan vertebra, talus atau fraktur buckle pada anak-anak,
trauma langsung disertai dengan resistensi pada satu jarak tertentu akan menyebabkan fraktur
oblik atau fraktur Z, fraktur oleh karena remuk, dan trauma karena tarikan pada ligamen atau
tendo akan menarik sebagian tulang. Selain itu, umur penderita dan lokasi fraktur juga dapat
mempengaruhi jenis-jenis fraktur yang terjadi. Bila trauma terjadi pada atau dekat persendian,
mungkin terdapat fraktur pada tulang disertai dislokasi sendi yang disebut fraktur dislokasi.2,9
Penatalaksanaan
Penatalaksanaan Medika Mentosa
Perlu dilakukan tata laksana terhadap nyeri yang seringkali timbul akibat fraktur. Pada
keadaan tersebut pasien dapat diberikan paracetamol 500 mg hingga dosis maksimal 3000 mg
per hari. Bila respons tidak adekuat dapat ditambah dengan kodein 10 mg. Langkah selanjutnya
adalah dengan menggunakan obat antiinflamasi nonsteroid seperti ibuprofen 400 mg, 3 kali
sehari. Golongan narkotik hendaknya dihindari karena dapat menyebabkan delirium.3
11
Penatalaksanaan Non-Medika Mentosa
Untuk fraktur sendiri, prinsip penatalaksanaannya adalah mengembalikan posisi patahan
tulang ke posisi semula (reposisi) dan mempertahankan posisi itu selama masa penyembuhan
fraktur (imobilisasi). Reposisi yang dilakukan tidak harus mencapai keadaan sepenuhnya seperti
semula karena tulang mempunyai kemampuan untuk menyesuaikan bentuknya kembali seperti
bentuk semula (remodelling).4
Fraktur dapat ditangani sesuai dengan kondisi dari tulang. Imobilisasi dengan gips
merupakan penanganan pilihan pada fraktur lengan bawah kedua tulang yang tidak disertai
dislokasi dan fraktur ulna saja. Alatnya dengan stress sharing, dengan cara penyembuhan tulang
sekunder. Reduksi tertutup dan imobilisasi dengan long arm cast telah dipergunakan untuk
fraktur lengan bawah dengan dislokasi, tapi mungkin kurang memuaskan kecuali jika reduksinya
dapat dipertahankan dengan hati-hati. Gips harus memiliki cetakan interoseus yang baik dengan
potongan melintang berbentuk oval, bukan bulat, karena dapat membantu mempertahankan
ruang interoseus. Fraktur radius sepertiga distal harus dimobilisasi dalam posisi pronasi
(merelaksasikan tarikan deformasi m. pronator quadratus) untuk mencapai kemungkinan terbaik
kesegarisan yang dapat diterima. Long arm cast dipakai selama 4 minggu, dan kemudian diganti
dengan short arm cast atau brace fungsional selama 2 minggu. Durasi pemakaian gips dan
imobilisasi adalah sekitar 6 sampai 8 minggu sebelum menyambung.11
Kebanyakan fraktur lengan bawah, termasuk fraktur radius saja, fraktur kedua tulang, dan
fraktur yang disertai dislokasi caput radii atau destruksi articulatio radioulnaris distalis
memerlukan reduksi terbuka dan fiksasi interna. Alat yang digunakan adalah stess shielding dan
cara penyembuhan tulang primer.11
Pada fraktur monteggia, reduksi tertutup caput radii dapat dilakukan, diikuti dengan
pemasangan pelat untuk fraktur ulna. Reduksi simultan caput radii akan terjadi saat fraktur
corpus ulnae telah tereduksi secara anatomis dan terfiksasi. Bergantung pada stabilitas caput
radii setelah reduksi, imobilisasi pascaoperatif dapat bervariasi dari long arm cast sampai brace
fungsional.11
12
Pada fraktur galeazzi, radius direduksi secara anatomis dan difiksasi pada pelat.
Penanganan ini akan mengembalikan posisi articulatio radioulnaris. Long arm cast atau brace
fungsional mempertahankan lengan bawah pada posisi supinasi selama 4 minggu. Penanganan
kemudian diikuti dengan short arm cast selama 2 minggu berikutnya.11
Fraktur colles dan smith juga memiliki cara penanganan yang berbeda dengan fraktur
monteggia dan galaezzi. Cara pertama adalah dengan reduksi tertutup dan pemasangan gips,
yang merupakan penanganan fraktur yang tidak memerlukan fiksasi bedah. Cara ini
diindikasikan untuk pasien dengan fraktur tanpa dislokasi atau dengan dislokasi minimal tanpa
kominutif yang banyak. Radiograf pascareduksi harus memperlihatkan pemulihan kemiringan
palmar dan panjang radius. Secara umum, pasien berusia lebih dari 60 tahun biasanya ditangani
dengan short arm cast untuk mencegah kekakuan siku. Setelah pemasangan long arm cast selama
3 sampai 6 minggu pertama, akan diteruskan dengan pemasangan short arm cast. Long arm cast
memberikan dukungan yang lebih baik untuk fraktur kominutif tidak stabil serta memberikan
kontrol rotasional dan kontrol nyeri yang lebih baik. Fraktur tanpa lokasi dapat ditangani dengan
short arm cast.11
Ada pula fiksator eksterna yang sangat berguna untuk fraktur kominutif, fraktur dengan
dislokasi yang tidak dapat ditangani dengan reduksi terbuka atau fiksasi interna. Alat yang
digunakan adalah stress-sharing dengan cara penyembuhan tulang sekunder, dengan disertai
pembentukan kalus. Kadang-kadang, pin perkutaneus atau fiksasi interna dapat digunakan
sebagai adjuvan fiksasi eksterna.11
Selain itu, bila frakturnya artikular dengan dislokasi, digunakan metode reduksi terbuka
dan fiksasi interna. Alat yang digunakan adalah stres-shielding untuk fiksasi pelat dan stress-
sharing untuk fiksasi pin. Cara penyembuhannya primer, jika tercapai fiksasi solid dengan pelat
sehingga tidak terbentuk kalus, cara penyembuhan sekunder jika fiksasi solid tidak tercapai, atau
pada pin perkutaneus. Gips pasca oprasi biasanya dianjurkan selama 2 sampai 6 minggu,
bergantung pada stabilitas fiksasi.11
Komplikasi
13
Komplikasi patah tulang dapat dibagi menjadi komplikasi segera, komplikasi dini, dan
komplikasi lambat atau kemudian. Komplikasi segera terjadi pada saat terjadinya patah tulang
atau segera setelahnya, komplikasi dini terjadi dalam beberapa hari setelah kejadian, dan
komplikasi kemudian terjadi lama setelah patah tulang. Pada ketiganya dibagi lagi masing-
masing menjadi komplikasi lokal dan umum sebagai berikut:4
1. Komplikasi segera:
Lokal:
Kulit: abrasi, laserasi, penetrasi
Pembuluh darah: robek
Sistem saraf: saraf tepi motorik dan sensorik
Otot
Umum:
Rudapaksa multipel
Syok: hemoragik, neurogenik
2. Komplikasi dini:
Lokal:
Nekrosis kulit, gangren, sindrom kompartemen, trombosis vena,
infeksi sendi, osteomielitis umum
Tetanus
3. Komplikasi lama:
Lokal:
Sendi: ankilosis fibrosa, ankilosis osal
Tulang: gagal taut, distrofi refleks, osteoporosis pascatrauma,
gangguan pertumbuhan, osteomielitis, patah tulang ulang
Otot/tendo: penulangan otot, ruptur tendon
Saraf: kelumpuhan saraf lambat
Umum:
Batu ginjal (akibat imobilisasi lama di tempat tidur)
Pencegahan14
Pemeriksaan osteoporosis rutin yang merupakan salah satu upaya mencegah fraktur.
Digunakan obat-obat untuk mencegah fraktur apabila pasien menderita osteoporosis yaitu obat-
obat yang mengurangi resorpsi tulang seperti kalsium / vitamin D, bifosfat, dan/atau terapi
estrogen.14
Prognosis
Prognosis untuk fraktur pada orang dewasa di radius dan ulna tergantung oleh banyak
faktor. Namun, faktor dalam operasi juga menentukan prognosis termasuk dalam metode
penanganan, waktu fiksasi internal untuk fraktur tertentu, dan penanganan akan jaringan lunak,
dan restorasi jaringan tulang. Hal pentingnya adalah dimana union rate lebih dari 90%
dilaporkan, bergantung pada kekerasan fiksasi.13
Penutup
Pasien menderita fraktur tertutup di regio antebrachii dextra 1/3 distal. Anamnesis,
pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang yang menentukan diagnosis tersebut. Differential
diagnosis yang ada pada pasien disebabkan belum adanya hasil dari pemeriksaan penunjang
yaitu gambaran radiologis sehingga jenis-jenis fraktur di regio itu harus dibedakan. Bila jenis
fraktur yang tepat sudah dapat dipastikan, penatalaksanaan dari fraktur tersebut bisa tepat dan
pasien dapat menggunakan lengan bawahnya dengan normal kembali.
Daftar Pustaka
1. Swartz MH. Buku ajar diagnostik fisik. Jakarta: EGC; 1995. h. 309.
2. Rasjad C. Pengantar ilmu bedah ortopedi. Edisi ke-3. Jakarta: Yarsif Watampone; 2007.
h.355-61, 364-70.
3. Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I, Simadibrata M, Setiati S, penyunting. Buku ajar ilmu
penyakit dalam. Jakarta: InternaPublishing; 2009. h. 25-7, 31-2, 815, 822, 2650.
4. Sjamsuhidajat R, Jong WD, penyunting. Buku ajar ilmu bedah. Edisi ke-2. Jakarta: EGC;
2005. h. 840-68.
15
5. Tamboyang J. Patofisiologi. Edisi ke-1. Jakarta : EGC; 2004.h.25.
6. Corwin. EJ. Buku saku patofisiologi. Edisi ke-3. Jakarta: EGC; 2009. h. 335-8.
7. Bickley LS. Bates’ guide to physical examination and history taking. 10th edition.
London: Lippincott Willams & Wilkins; 2009. p.603-4.
8. Muscari ME. Keperawatan pediatric. Edisi ke – 3. Jakarta : EGC; 2005. H.378.
9. Rasad S. Radiologi diagnostik. Edisi ke-2. Jakarta: Balai Penerbit FKUI; 2009. h.31-4,
46.
10. Sutton D. Textbook of radiology and imaging. 7th edition. London: Churchill
Livingstone; 2008. p. 1408.
11. Thomas MA. Terapi dan rehabiliasi fraktur. Jakarta: EGC; 2011. h. 158-81
12. Doherty GM. Current surgical diagnosis and treatment. 11th edition. New York: The
McGraw-Hill Companies; 2003. p. 1141-2.
13. Forearm fracture, diunduh dari: http://emedicine.medscape.com/article/1239187-
overview#a0102, 25 Maret 2013.
14. Davey P. At a glance medicine. Jakarta: Penerbit Erlangga; 2006. h. 381.
16