JURNAL INKUIRI
ISSN: 2252-7893, Vol 1, No 3, 2012 (hal 183-194)
http://jurnal.pasca.uns.ac.id
183
PEMBELAJARAN BIOLOGI MENGGUNAKAN MODEL
PEMBELAJARAN BERBASIS MASALAH DENGAN PENDEKATAN
KETERAMPILAN PROSES SAINS UNTUK MENINGKATKAN
MOTIVASI BELAJAR DAN HASIL BELAJAR
Yokhebed1)
, Suciati Sudarisman2)
, Widha Sunarno3)
1Mahasiswa Program Studi Pendidikan Sains, Program Pascasarjana, Universitas Sebelas Maret
Jl. Ahmad Yani 78124, Pontianak, Kalimantan Barat, Indonesia
2Program Studi Pendidikan Sains, Program Pascasarjana Universitas Sebelas Maret
Jl.Ir. Sutami 36 A 57126, Surakarta, Indonesia
3Program Studi Pendidikan Sains, Program Pascasarjana Universitas Sebelas Maret
Jl.Ir. Sutami 36 A 57126, Surakarta, Indonesia
Abstrak Penelitian ini bertujuan membuat rancangan dan mengimplementasikan model pembelajaran berbasis masalah
dengan pendekatan keterampilan proses, dan mengetahui peningkatan motivasi belajar dan hasil belajar pada
mahasiswa yang mengikuti pembelajaran model pembelajaran berbasis masalah dengan pendekatan
keterampilan proses sains. Penelitian ini merupakan Penelitian Tindakan Kelas (PTK) dilaksanakan dalam 3
siklus, masing-masing siklus terdiri atas empat tahapan yaitu: perencanaan, tindakan, observasi, dan refleksi.
Penelitian dilaksanakan di Program Studi Pendidikan Biologi Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan (FKIP)
Universitas Tanjungpura Pontianak pada bulan Maret-Juni 2012. Teknik pengumpulan data menggunakan teknik
observasi, angket, tes. Uji beda rerata hasil belajar menggunakan uji paired samples T test.
Motivasi dan hasil belajar ranah kognitif, afektif dan keterampilan proses sains (KPS) mengalami peningkatan.
Mahasiswa yang memiliki motivasi tinggi Pra Siklus, Siklus I, II, III (31,57%; 63,15%; 68,42%; 79%). Pada ranah kognitif jumlah mahasiswa yang lulus Pra Siklus, Siklus I, II, III (26, 31%; 68,42%; 89,47%; 94,73%).
Pada ranah afektif rata-rata nilai pada Pra Siklus, Siklus I, II, III (31,08; 75,20; 82,6; 87,42). Nilai rata-rata KPS
Pra Siklus, Siklus I, II, III (52,81; 58,10; 61,62; 78,38). Dengan demikian disimpulkan: 1) dapat dibuat
rancangan model pembelajaran berbasis masalah dengan keterampilan proses sains, 2) model pembelajaran
berbasis masalah dengan pendekatan keterampilan proses sains dapat diterapkan pada mahasiswa Pendidikan
Biologi semester II mata kuliah Pengetahuan Lingkungan, 3) dapat meningkatkan motivasi belajar dan hasil
belajar mahasiswa Pendidikan Biologi FKIP UNTAN semester II pada mata kuliah Pengetahuan Lingkungan
Tahun Akademik 2011/2012. 4) terdapat perbedaan signifikan Keterampilan Proses Sains antara siklus II dan
siklus III (sign = 0,000); 5) terdapat perbedaan signifikan hasil belajar kognitif antara Siklus I dan Siklus II (sign
= 0,000); 6) terdapat perbedaan signifikan hasil belajar ranah afektif antara Pra Siklus dan Siklus I (sign = 0,000)
, Siklus I dan Siklus II (sign = 0,000), Siklus II dan Siklus III (sign = 0,000).
Kata kunci: Pembelajaran Berbasis Masalah, Pendekatan Keterampilan Proses Sains, Motivasi Belajar, Hasil
Belajar.
Pendahuluan
Mutu lulusan dari pendidikan dasar atau
pendidikan tinggi yang dihasilkan (out put dan
out come) harusnya selaras dengan Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi
(IPTEK) akhir-akhir ini yang berkembang sangat
pesat. Lulusan pendidikan nasional harus
memiliki keunggulan kompetitif dan komparatif sesuai standar mutu nasional dan internasional.
Sejalan dengan perkembangan IPTEK yang pesat
dan perubahan masyarakat yang dinamis, perlu
disiapkan warga negara Indonesia yang mampu
bersaing bebas dan memiliki ketangguhan dalam
berpikir, bersikap, dan bertindak berdasarkan pemahaman tentang konsep-konsep dan prinsip-
prinsip sains serta penerapannya melalui
kurikulum sains. Poedjadi (2005) menyatakan bahwa :
“Diharapkan pendidikan sains dapat
menghasilkan anggota masyarakat yang
memahami sains dan teknologi serta kaitannya dengan kepentingan masyarakat
JURNAL INKUIRI
ISSN: 2252-7893, Vol 1, No 3, 2012 (hal 183-194)
http://jurnal.pasca.uns.ac.id
184
serta mampu membangun suatu masyarakat
yang memiliki literasi sains dan teknologi.” Pembelajaran dalam konteks
mempersiapkan sumber daya manusia abad 21
mengacu pada konsep belajar yang memberi
pengalaman pada peserta didik seperti yang
dicanangkan UNESCO (dalam Poedjiadi, 2005) yaitu"Learning to do, learning to know, learning
to be, and learning to live to-gether".
Pendidikan merupakan usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan
proses pembelajaran agar peserta didik secara
aktif mengembangkan potensi dirinya sehingga
memiliki kekuatan spiritual, kecerdasan, kepribadian, akhlak mulia serta keterampilan
yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan
negara (UU No. 20 tahun 2003). Dengan demikian, dalam proses pembelajaran harus
melibatkan mahasiswa secara aktif dan tidak
hanya menekankan pada aspek kognitif namun juga pada aspek psikomotor dan afektif.
Pembelajaran yang diharapkan adalah
pembelajaran yang inovatif, relevan dengan
kebutuhan dan peran aktif mahasiswa dalam pembelajaran. Pendekatan pembelajaran yang
inovatif itu berpusat pada mahasiswa (student
centered) dan terkait dengan permasalahan
kehidupan sehari-hari. Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan
Universitas Tanjungpura Pontianak khususnya program studi pendidikan Biologi merupakan
salah satu Lembaga Pendidikan dan Tenaga
Pendidikan yang memiliki visi sebagai penghasil pendidik dalam bidang studi Biologi yang
profesional dan berkompetensi berbasis IPTEK
berwawasan tropik khatulistiwa pada tahun 2020.
Kompetensi yang dimaksud menurut Undang Undang Pasal 14 Tahun 2005 (dalam Sagala,
2011) tentang Guru dan Dosen adalah
kompetensi pedagogik, profesional, sosial, dan kepribadian. Dengan demikian FKIP khususnya
program studi pendidikan Biologi sebagai
penyedia tenaga pendidik (guru) biologi seyogyanya mempersiapkan calon pendidik yang
profesional dan memiliki kompetensi yang
diharapkan.
Biologi sebagai salah satu bidang sains menyediakan berbagai pengalaman belajar untuk
memahami konsep dan proses sains. Biologi
berkaitan dengan cara mencari tahu dan memahami tentang alam secara sistematis,
sehingga biologi bukan hanya penguasaan
kumpulan pengetahuan yang berupa fakta-fakta, konsep-konsep, prinsip-prinsip saja tetapi juga
merupakan suatu proses penemuan (inquiry). Hal
tersebut dapat dilakukan dengan bekerja secara
ilmiah. Pembelajaran biologi menekankan pada pemberian pengalaman secara langsung,
sehingga mahasiswa perlu dibantu untuk
mengembangkan sejumlah keterampilan proses
sains supaya mereka mendapatkan pengetahuan dan terbentuk sikap ilmiah. Bruner (dalam Dahar,
1989) menyatakan bahwa “siswa-siswa
hendaknya belajar melalui partisipasi aktif dengan konsep-konsep dan prinsip-prinsip
mereka dianjurkan untuk memperoleh
pengalaman dan melakukan eksperimen-
eksperimen yang mengizinkan mereka untuk menemukan prinsip-prinsip itu sendiri“. Hal
tersebut menunjukkan bahwa dosen tidak begitu
saja memberikan pengetahuan kepada mahasiswa, tetapi mahasiswa yang harus aktif
membangun pengetahuan dalam pikiran mereka
sendiri. Menurut Ausubel (dalam Ango, 2002) “dengan belajar hafalan, mereka hanya mampu
menulis definisi dan daftar, tetapi mereka tidak
mampu memecahkan masalah”. Dengan
demikian pembelajaran harus mengembangkan tujuan pada ranah kognitif tingkat tinggi agar
mahasiswa mampu memecahkan masalah. Berdasarkan Standar Pendidikan Sains
Nasional Amerika (United States National
Research Council) (dalam Rahman, dkk. Tanpa
Tahun) dinyatakan bahwa dalam pembelajaran di LPTK, metode mengajar hendaknya lebih
memperhatikan pada keterampilan teknik
pengambilan keputusan, teori dan penalaran. Proses penyiapan calon guru sains khususnya
Biologi perlu mendapat perhatian karena
berkaitan erat dengan mutu peserta didik dan
perkembangan pendidikan sains (Biologi). Pembelajaran sains di Indonesia belum
optimal. Berdasarkan data PISA (Program for
International Student Assessment) 2009 dalam laporan Organisation for Economic Co-
Operation and Development 2010 penguasaan
bidang sains peserta didik Indonesia (tingkatan usia 15 tahun ) hanya memperoleh skor 383 dari
skor tertinggi yaitu 575 yang diperoleh
Shanghai-Cina dan berada pada peringkat 60 dari
65 dari seluruh negara peserta. Peserta didik dari Indonesia tidak dapat menjawab soal-soal pada
level 5 dan 6 yang merupakan soal-soal dalam
bentuk yang kompleks. Hal ini menunjukkan masih rendahnya kualitas pembelajaran yang
berdampak pada rendahnya hasil belajar siswa.
Oleh sebab itu mahasiswa FKIP sebagai calon guru diharapkan telah memiliki kemampuan-
JURNAL INKUIRI
ISSN: 2252-7893, Vol 1, No 3, 2012 (hal 183-194)
http://jurnal.pasca.uns.ac.id
185
kemampuan seperti pemecahan masalah, analisis
dan evaluasi agar dapat melatihkannya pada
siswa-siswi ketika telah menjadi seorang guru. Rendahnya penguasaan sains (Biologi)
juga terjadi di LPTK khususnya pada mahasiswa
Pendidikan Biologi FKIP UNTAN semester II
khususnya yang mengikuti mata kuliah pengetahuan lingkungan. Keterampilan-
keterampilan yang harus dimiliki peserta didik,
seyogyanya telah diterapkan pada mahasiswa sebagai calon pendidik (guru) dalam
perkuliahan. Berdasarkan pengalaman dan
pengamatan di kelas pada mata kuliah
Pengetahuan Lingkungan UNTAN dosen cenderung menerapkan model pembelajaran
konvensional dengan metode ceramah, sehingga
kurang melibatkan mahasiswa dalam pembelajaran. Pembelajaran masih terpusat pada
dosen, mahasiswa hanya mencatat, menyimak
dan memberi tanggapan. Konsep-konsep dalam pembelajaran hanya diperoleh secara pasif,
akibatnya belajar secara hapalan. Dosen
cenderung kurang memberikan pembelajaran
yang mendorong mahasiswa agar mampu memecahkan masalah dan menggunakan
keterampilan proses sains.
Pembelajaran dan penilaian masih berorientasi pada hafalan atau ingatan dan
pemahaman, kurang mengembangkan
kemampuan memecahkan masalah berupa soal-soal yang membutuhkan keterampilan berpikir
tingkat tinggi. Selain itu, dosen masih belum
mengembangkan pengukuran dan penilaian pada
ranah afektif dan psikomotor secara komprehensif. Pelaksanaan praktikum masih
berupa langkah-langkah yang berurutan seperti
resep (cookery book type), mahasiswa belum diberi kesempatan merancang percobaan.
Meskipun pada saat melaksanakan
perkuliahan dosen memberikan pertanyaan yang
berbentuk problem solving tetapi secara klasikal, mahasiswa kesulitan dalam memberikan
pemecahan masalah. Hal tersebut tampak dari
jawaban yang diberikan mahasiswa yang belum optimal. Hanya 30% dari seluruh mahasiswa
yang dapat memberikan pemecahan masalah. Pada proses pembelajaran mahasiswa
cenderung pasif dalam aktivitas pembelajaran,
hal ini ditunjukkan oleh sikap mahasiswa yang
cenderung kurang terlibat aktif dalam pembelajaran terutama dalam pemecahan
masalah. Gejala tersebut menunjukkan motivasi
belajar mahasiswa cenderung masih rendah.
Mata kuliah Pengetahuan Lingkungan
merupakan mata kuliah dengan bobot 2 SKS
teori dan 1 SKS praktikum. Penyampaian teori dilaksanakan dalam 1(satu) kali pertemuan dalam
satu minggu. Karakteristik materi pengetahuan
lingkungan merupakan materi yang konkrit dan
pada kehidupan sehari-hari banyak sekali permasalahan yang berhubungan dengan masalah
lingkungan yang dapat dijadikan acuan dalam
pembelajaran. Pada mata kuliah pengetahuan lingkungan salah satu kompetensi dasar yang
dicapai bahwa mahasiswa dapat memecahkan
permasalahan yang terjadi di lingkungan sekitar.
Pembelajaran yang dilaksanakan selama ini cenderung masih tekstual dan masih kurang
menggunakan isu-isu atau masalah yang terjadi
dilingkungan sekitar sebagai acuan dalam pembelajaran. Selain itu, pembelajaran mata
kuliah Pengetahuan Lingkungan yang
dilaksanakan cenderung kurang mengembangkan keterampilan proses sains
terutama keterampilan proses sains terintegrasi
seperti membuat definisi operasional,
menginterpretasi data, berhipotesis dan mengontrol variabel.
Dengan demikian diperlukan model
pembelajaran yang dapat mengembangkan kemampuan pemecahan masalah, keterampilan
sosial, sikap ilmiah dan keterampilan proses
sains. Pembelajaran berbasis masalah adalah belajar dengan memanfaatkan masalah dan
mahasiswa harus melakukan pencarian atau
penggalian informasi (inquiry). Pembelajaran
berbasis masalah ini dapat melibatkan mahasiswa untuk berpikir analisis logis dan kritis,
penggunaan analogi dan berpikir divergen,
integrasi kreatif dan sintesis. Pada pembelajaran berbasis masalah, mahasiswa diperhadapkan
dengan masalah-masalah autentik dalam
kehidupan sehari-hari. Situasi ini menjadi titik
tolak pembelajaran untuk memahami konsep atau prinsip dan memecahkan masalah tersebut
melalui investigasi dan penyelidikan (Arends,
2008). Sintaks model pembelajaran berbasis masalah terdiri dari 5 tahap yaitu orientasi
masalah, mengorganisasikan mahasiswa belajar,
membimbing penyelidikan individu dan kelompok, mengembangkan dan menyajikan
hasil karya, menganalisis dan mengevaluasi
proses pemecahan masalah.
Model pembelajaran berbasis masalah memiliki beberapa keuntungan yaitu menekankan
pada makna, meningkatkan pemahaman diri,
mengembangkan keterampilan berpikir,
JURNAL INKUIRI
ISSN: 2252-7893, Vol 1, No 3, 2012 (hal 183-194)
http://jurnal.pasca.uns.ac.id
186
mengembangkan sikap memotivasi diri,
hubungan tutor antara dosen dan mahasiswa
(Yazdani dalam Nur, 2011). Model pembelajaran berbasis masalah melibatkan kerja kelompok
untuk memecahkan masalah sebagai fokus utama
dalam pembelajaran. Konsep dan teori dari
berbagai disiplin ilmu dapat dipelajari dengan pemecahan masalah melalui keterampilan proses
sains.
Pendekatan keterampilan proses sains melibatkan mahasiswa dalam proses
pembelajaran agar terampil dalam memproses
pengetahuan menggunakan proses-proses fisik,
intelektual dan sosial seperti menginterpretasi data, menyimpulkan, mengkomunikasikan data,
merancang percobaan dan lain lain. Mahasiswa
dilatih untuk bekerja sesuai metode ilmiah untuk menemukan produk sains berupa konsep, prinsip,
hukum, fakta-fakta baru dan teori-teori. Dengan
demikian penggunaan model pembelajaran berbasis masalah dengan pendekatan
keterampilan proses diprediksi dapat mengatasi
permasalahan motivasi belajar dan hasil belajar
yang rendah pada mahasiswa semester II Pendidikan Biologi FKIP UNTAN mata kuliah
Pengetahuan Lingkungan.
Metode Penelitian
Setting penelitian dilaksanakan pada
mahasiswa Pendidikan Biologi semester II FKIP
Universitas Tanjungpura Tahun Akademik
2011/2012 pada mata kuliah Pengetahuan
Lingkungan. Penelitian dilaksanakan dari bulan
Maret 2012 –Juni 2012. Penelitian ini merupakan
Penelitian Tindakan Kelas dilaksanakan dalam 3
siklus. Masing- masing siklus terdiri atas tahapan
perencanaan, tindakan, observasi, dan refleksi.
Pengumpulan data dilakukan dengan
menggunakan teknik tes untuk mengukur prestasi
belajar kognitif dan keterampilan proses sains.
Hasil belajar pada ranah afektif di ukur
menggunakan teknik non tes menggunakan
lembar observasi dan angket. KPS diukur
menggunakan lembar observasi dan tes.
Pengukuran motivasi belajar dilakukan tiap akhir
siklus dengan menggunakan angket. Analisis data
melalui tahapan reduksi data, penyajian data,
kesimpulan, dan verifikasi.
Indikator kinerja pada penelitian tindakan
kelas ini yaitu pada penilaian ranah kognitif batas
kelulusan ditentukan sebesar 60 dengan jumlah mahasiswa yang lulus sebesar 75%. Ranah
afektif dan KPS minimal mencapai nilai rata-rata
75 pada akhir siklus dan capaian per indikator sebesar 75%. Indikator kinerja motivasi belajar
mencapai 75% mahasiswa dengan kategori
motivasi tinggi. Menurut Mulyasa (2010)
pembelajaran dikatakan berhasil apabila seluruhnya atau setidaknya sebagian besar (75%)
peserta didik terlibat aktif baik fisik, mental
maupun sosial dalam proses pembelajaran, disamping menunjukkan kegairahan belajar yang
tinggi, semangat yang besar, dan rasa percaya
pada diri sendiri. Sedangkan dari segi hasil, proses pembelajaran dikatakan berhasil apabila
terjadi perubahan perilaku pada peserta didik
setidaknya sebagian besar (75%).
Hasil Penelitian dan Pembahasan
Deskripsi data mengenai perbandingan hasil
Observasi pelaksanaan tahapan pembelajaran di sajikan pada Tabel 1. Sedangkan data mengenai
pelaksanaan PTK tiap siklus di sajikan pada
Tabel 2. Tabel 1. Hasil Observasi Pelaksanaan Pembelajaran Biologi Menggunakan Model Pembelajaran Berbasis Masalah dengan
Pendekatan KPS Tahap Siklus 1 Siklus II Siklus III
Orientasi masalah Pada tahap ini dosen memberikan
masalah dalam bentuk wacana,
mahasiswa mendengar-kan penjelasan
dosen dan membaca permasalahan.
Pada tahap ini belum terlihat mahasiswa
yang bertanya atau mengajukan
pendapat mengenai permasalahan yang
diberikan. Rumusan masalah yang
disampaikan mahasiswa sebagian besar
sudah mengarah pada tahap pemecahan
masalah namun belum spesifik.
Pada tahap ini, masalah di
sampaikan dalam bentuk
wacana. Mahasiswa pada tahap
ini menentukan permasalahan
dan sebagian besar 16
mahasiswa telah menentukan
permasalahan yang mengarah
pada pemecahan masalah.
Sementara 3 orang mahasiswa
masih belum menunjukkan
pemecahan masalah yang logis.
Masalah diberikan dalam
bentuk wacana, hampir semua
kelompok sudah dapat
menentukan permasalahan.
Namun dalam merumuskan
masalah ada 1 kelompok yang
merumuskan masalah belum
mengarah pada pemecahan
masalah.
Mengorganisasikan
mahasiswa belajar
Setelah dibagi dalam 4 kelompok
belajar, mahasiswa membagi tugas
dengan anggota kelompoknya untuk
bersama-sama memecahkan
permasalahan. Berdasarkan pengamatan
mahasiswa merencanakan percobaan
belum menggunakan referensi atau
Pada tahap ini mahasiswa
mulai diarahkan untuk
merencanakan percobaan
berupa alat penjernih dan
penyaringan air. Hanya ada 3
kelompok yang merencanakan
percobaan berdasarkan sumber
Semua kelompok sudah
menggunakan sumber belajar
dari jurnal untuk mendukung
pemecahan masalah.
JURNAL INKUIRI
ISSN: 2252-7893, Vol 1, No 3, 2012 (hal 183-194)
http://jurnal.pasca.uns.ac.id
187
sumber belajar lain.
belajar
(internet dan bahan ajar)
Tahap Siklus 1 Siklus II Siklus III
sedangkan 1 (satu) kelompok
belum menggunakan sumber
belajar
Membim-bing inves-
tigasi kelompok dan
individu
Mahasiswa:
saat mendisku-sikan pemeca-han
masalah, semua kelom-pok kesulitan
dalam merum-uskan hipotesis, definisi
operasional dan menginterpre-tasi data.
Hal tersebut tampak pada banyaknya
anggota kelompok yang bertanya pada
dosen.
Hanya satu kelompok yang mengontrol
variabel.
Dosen: cenderung kurang memberikan
kesempatan mahasiswa untuk bertanya
pada saat menjelaskan prosedur
pelaksanaan percobaan. Bimbingan
dilakukan pada kelompok-kelompok.
Pada tahap ini semua
mahasiswa sudah mulai
memahami menentukan
variabel termasuk manipulasi
variabel bebas dan mengontrol
variabel. Pada saat membuat
definisi operasional sebagian
besar masih kesulitan. Pada
tahap ini, ada satu kelompok
yaitu kelompok 3 yang
melakukan pengulangan
pembuatan alat penyaringan
air.
Dosen memberikan bimbingan
dengan mendatangi tiap-tiap
kelompok untuk menanyakan
kesulitan masing- masing
kelompok
Penyelidikan dilakukan selama
2 minggu pengamatan, setiap
kelompok aktif untuk
melakukan pengukuran dan
memantau proses pembuatan
kompos.
Mengem-bangkan dan
menyaji-kan hasil
karya
Hasil karya berupa presentasi hasil
percobaan, na-mun dalam menyajikan-
nya masih ada 1 (satu) kelompok
mahasiswa yang belum sistematis
mengkomunika-sikannya.
Tahap ini dibagi menjadi dua
bagian yaitu mempresentasi-
kan rancangan pembuatan alat
penjernih dan penyaringan air
dan mendemonstrasikan alat
yang telah dibuat. Setiap
anggota kelompok terlibat aktif
dalam mempresentasi-kan serta
mendemonstrasikannya.
Hasil karya disajikan dalam
bentuk presentasi dan
menunjukan produk berupa
kompos.
Menganalisis dan
mengevaluasi
pemecahan masalah
Pada kegiatan diskusi dan tanya jawab
mahasiswa masih pasif, dosen
memberikan pertanyaan-
pertanyaan
Masing-masing kelompok
mengomentari atau
memberikan masukan pada
kelompok lain mengenai
rancangan masing-masing
Berdasarkan hasil analisis dan
evaluasi, terdapat satu
kelompok yang masih
memerlukan waktu tambahan
Tahap Siklus 1 Siklus II Siklus III
untuk mengarahkan mahasiswa agar
dapat merefleksi proses pemecahan masalah yang telah dilakukan.
kelompok mengomentari atau
memberikan masukan pada
kelompok lain mengenai
rancangan alat yang dibuat.
Dosen memotivasi mahasiswa
untuk mengajukan pertanyaan,
kemudian menanyakan pada
setiap kelompok alasan
penyusunan atau rancangan alat
yang di kerjakan mahasiswa.
Berdasarkan hasil analisis dan
evaluasi, terdapat satu
kelompok yang masih
memerlukan waktu tambahan
untuk membuat kompos.
Tabel 1 menunjukkan pada pelaksanaan pembelajaran sudah mengalami peningkatan dari siklus
1 hingga siklus 3. Tabel 2. Perbandingan Pelaksanaan Penelitian Tindakan Kelas Tiap Siklus
Siklus Tahapan
Perencanaan Tindakan dan observasi Refleksi
1 a. Membuat SAP sesuai
tahapan model
pembelajaran berbasis
masalah dengan
pendekatan keterampilan
proses sains
b. Merancang LKM sesuai
tahapan kegiatan
pembelajaran
c. Membuat perangkat
penilaian ranah kognitif,
afektif, psikomotor dan
motivasi belajar.
a. Dosen memberikan motivasi dan apersepsi
b. Dosen mengorienta-sikan masalah melaui
wacana
c. Dosen mengorgani-sasikan mahasiswa belajar
d. Dosen membimbing investigasi kelompok dan
individu
e. Mengembangkan dan
menyajikan hasil karya berupa laporan
f. Menganalisis dan mengevaluasi proses
pemecahan
masalah.
Kelebihan: Dosen sudah mengarahkan
mahasiswa untuk menemukan
permasalahan berdasarkan wacana
Kekurangan:
a. Pemecahan masalah belum
menggunakan referensi
b. Hasil karya mahasiswa hanya berupa
laporan
c. Dosen belum membimbing pada
masing-masing individu
d. Dosen belum
memberikan
kesempatan bertanya
JURNAL INKUIRI
ISSN: 2252-7893, Vol 1, No 3, 2012 (hal 183-194)
http://jurnal.pasca.uns.ac.id
188
e. Mahasiswa belum melakukan
pengontrolan varibel
Siklus Tahapan
Perencanaan Tindakan dan observasi Refleksi
f. Mahasiswa masih belum memahami
istilah-istilah definisi operasional dan
variabel.
2 a. Merancang SAP dengan
perencanaan sbb: pada
tahap mengorganisasi- kan
mahasiswa belajar, dosen
merencanakan untuk
memberikan penegasan
untuk menggunakan
sumber/referensi dalam
pemecahan masalah.
Dosen mengarahkan
mahasiswa untuk
mengontrol variabel dan
membuat variabel
manipulasi.
b. Pada tahap
mengembangkan dan
menyajikan hasil karya,
dosen merencanakan
mengarahkan mahasiswa
membuat produk berupa
alat penjernih dan
penyaringan air.
c. Dosen merencanakan
membimbing mahasiswa
baik kelompok maupun
individu
d. Dosen merencanakan
memberikan kesempatan
bertanya selama kegiatan
perkuliahan.
e. Merancang LKM sesuai
tahapan kegiatan
pembelajaran.
f. Membuat perangkat
penilaian ranah kognitif,
afektif, psikomotor dan
motivasi belajar.
a. Dosen memberikan motivasi dan apersepsi
b. Dosen mengorienta-sikan masalah melalui
wacana
c. Dosen mengorgani-sasikan mahasiswa belajar,
mengarahkan mahasiswa mengguna
kan referensi untuk memecahkan masalah
d. Dosen membimbing investigasi kelompok dan
individu, dosen mendekati tiap-tiap kelompok
dan individu membimbing mahasiswa
merencana
kan percobaan dan praktikum
e. Mengembangkan dan menyajikan hasil karya
berupa proses dan hasil pembauatan alat
penjernih air.
f. Menganalisis dan mengevaluasi proses
pemecahan masalah
dosen memberikan kesempatan bertanya dan
memberikan pendapat.
Kelebihan:
a. Dosen sudah mengarahkan mahasiswa
mencari referensi pendukung untuk
memecahkan masalah
b. Dosen sudah mengarahkan mahasiswa
untuk membuat produk berupa alat
penjernih dan penyaringan air.
c. Sebagian besar Mahasiswa sudah
memahami istilah-istilah definisi
operasional, variabel dan memanipula-
si variabel serta mengontrol variabel.
d. Mahasiswa sudah melakukan
pengontrolan variabel dalam praktikum
sesuai rancangan percobaan.
Kekurangan:
Dosen belum mengarahkan mahasiswa
untuk mengungkap-kan kelebih-
an dan kelemah-
an proses pemecahan masalah yang
dilaksanakan, sebagian besar masih
kesulitan
membuat definisi operasional.
Siklus Tahapan
Perencanaan Tindakan dan observasi Refleksi
memberikan kesempatan bertanya dan
memberikan pendapat.
membuat definisi operasional.
3 a. Menyusun SAP, pada
tahap membimbing
investigasi kelompok dan
individu, dosen
merencanakan
membimbing mahasiswa
membuat definisi
operasional pada masing-
masing individu.
b. Pada tahap analisis dan
evaluasi pemecahan
masalah dosen
merencanakan untuk
mengarahkan mahasiswa
mengungkapkan kelebihan
dan kelemahan proses
pemecahan masalah.
d. Merancang LKM sesuai
tahapan kegiatan
pembelajaran.
e. Membuat perangkat
penilaian ranah kognitif,
afektif, psikomotor.
a. Dosen memberikan motivasi dan apersepsi.
b. Dosen mengorienta-sikan masalah melalui
wacana.
c. Dosen mengorgani-sasikan mahasiswa belajar,
membimbing mencari jurnal untuk mendukung
pemecahan masalah.
d. Dosen membimbing investigasi kelompok dan
individu, membimbing mahasiswa membuat
definisi operasional
e. Mengembangkan dan menyajikan hasil karya
berupa proses dan hasil pembuatan kompos.
f. Menganalisis dan mengevaluasi proses
pemecahan masalah, membimbing mahasiswa mengungkapkan kelebihan dan kelemahan proses dan hasil pemecahan masalah.
Kelebihan:
a. Dosen sudah dapat membimbing
secara individu.
b. Dosen sudah dapat mengarahkan
mahasiswa untuk aktif dalam diskusi,
tanya jawab.
c. Dosen sudah mengarahkan
mahasiswa dalam memecahkan
masalah dengan sumber berupa
jurnal.
d. Mahasiswa sudah dapat membuat
rancangan percobaan dengan
berbagai manipulasi variabel
pengamatan dan membuat produk
berupa kompos.
e. Mahasiswa sudah dapat menganalisis
dan mengevaluasi proses pemecahan
masalah.
Kekurangan: Dosen masih belum optimal membimbing mahasiswa
membuat definisi operasional.
JURNAL INKUIRI
ISSN: 2252-7893, Vol 1, No 3, 2012 (hal 183-194)
http://jurnal.pasca.uns.ac.id
189
Tabel 2 menunjukkan terdapat perbaikan
pelaksanaan proses pembelajaran berdasarkan
refleksi dari siklus I dan II. Perbandingan persentase kelulusan hasil
belajar ranah kognitif disajikan pada Gambar 1,
perbandingan ketercapaian indikator ranah afektif
antar siklus disajikan pada Gambar 2 dan perbandingan ketercapaian indikator KPS antar
siklus disajikan pada Gambar 3. Sedangkan
perbandingan nilai rata-rata hasil belajar disajikan pada Gambar 4.
Gambar 1. Perbandingan Persentase Kelulusan Hasil
Belajar Kognitif antar Siklus
Gambar 1 menunjukkan bahwa hasil
belajar pada ranah kognitif telah terjadi
peningkatan tiap siklus, dan pada akhir siklus
(94,73%) telah mencapai kriteria kelulusan 75%. Peningakatan hasil belajar yang paling tinggi
yaitu pada Pra Siklus ke Siklus I.
Gambar 2. Perbandingan Ketercapaian Indikator
Ranah Afektif antar Siklus.
Gambar 2 menunjukkan bahwa hasil
belajar pada ranah afektif telah terjadi peningkatan tiap siklus. Pada akhir siklus telah
mencapai kriteria kelulusan 75%. Indikator
keingintahuan lebih tinggi peningkatannya
dibandingkan dengan indikator teliti, kritis dan
kerjasama. Pada indikator kerjasama mengalami
penurunan dari Pra Siklus ke Siklus I.
Gambar 3. Perbandingan Ketercapaian Indikator
KPS antar Siklus
Keterangan:
Pada kegiatan Pra Siklus indikator KPS 4 dan 5 tidak diobservasi. KPS 1 = Mengajukan Pertanyaan KPS 2 = Membuat Hipotesis KPS 3 = Merancang Percobaan KPS 4 = Menentukan Variabel KPS 5 = Membuat Definisi Operasional KPS 6 = Melakukan Pengukuran
KPS 7 = Mengkomunikasikan Data KPS 8 = Menginterpretasi Data KPS 9 = Menyimpulkan
Gambar 3 menunjukkan pada akhir siklus
masing-masing indikator mencapai kriteria ketercapaian 75%, namun pada indikator
membuat definisi operasional (38,2%) belum
mencapai kriteria yang ditetapkan 75%.
Gambar 4. Perbandingan Motivasi Belajar antar Siklus
Gambar 4 menunjukkan motivasi belajar
mahasiswa mengalami peningkatan tiap siklus. Pada akhir siklus mencapai 78,94% melebihi
kriteria ketercapaian yang ditetapkan 75%.
0%10%20%30%40%50%60%70%80%90%
100%
PRASIKLUS
SIKLUS1
SIKLUS2
SIKLUS3
J
U
M
L
A
H
K
E
L
U
L
U
S
A
N
LULUS
0%
10%
20%
30%
40%
50%
60%
70%
80%
90%
100%K
E
T
E
R
C
A
P
A
I
A
N
Indikator Ranah Afektif
Pra siklus
Siklus 1
Siklus 2
Siklus 3
0%
10%
20%
30%
40%
50%
60%
70%
80%
90%
100%
KPS1
KPS2
KPS3
KPS4
KPS5
KPS6
KPS7
KPS8
KPS9
K
E
T
E
R
C
A
P
A
I
A
N
INDIKATOR KPS
PRASIKLUSSIKLUS 1
SIKLUS 2
0%
10%
20%
30%
40%
50%
60%
70%
80%
90%
100%
PRASIKLUS
SIKLUS1
SIKLUS2
SIKLUS3
K
E
T
E
R
C
A
P
A
I
A
N
MotivasiTinggi
JURNAL INKUIRI
ISSN: 2252-7893, Vol 1, No 3, 2012 (hal 183-194)
http://jurnal.pasca.uns.ac.id
190
Gambar 5. Perbandingan Nilai Rata-Rata Hasil Belajar
dan KPS antar Siklus
Berdasarkan gambar 5 dapat dilihat bahwa
peningkatan hasil belajar dari yang tertinggi
secara berurutan dari Pra siklus ke siklus III
yaitu ranah afektif (selisih 56,34), ranah kognitif (selisih 34,43), dan KPS (selisih 25,35).
Data penelitian berupa hasil belajar
kognitif, afektif dan KPS dianalisis statistik menggunakan uji Paired Samples T Test.
Rangkuman hasil uji statistik disajikan pada
Tabel 3. Tabel 3. Rangkuman Uji Paired Samples T Test
Pair Siklus Sign Kesimpulan Ho
Keterampilan
Proses Sains
Pra Siklus-Siklus I 0,203 Diterima
Siklus I- Siklus II 0,220 Diterima
Siklus II- Siklus
III
0,000 Ditolak
Kognitif Pra Siklus-Siklus I 0,113 Diterima
Siklus I- Siklus II 0,000 Ditolak
Siklus II- Siklus
III
0,054 Diterima
Afektif Pra Siklus-Siklus I 0,000 Ditolak
Siklus I- Siklus II 0,000 Ditolak
Siklus II- Siklus
III
0,000 Ditolak
Hasil Penelitian Tindakan Kelas pada
mahasiswa pendidikan Biologi semester II FKIP UNTAN pada mata kuliah Pengetahuan
Lingkungan menunjukkan adanya peningkatan
dan motivasi belajar dan hasil belajar pada ranah kognitif, afektif, serta KPS. Pada kegiatan awal,
dosen mengeksplorasi pengetahuan awal yang
sudah dimiliki mahasiswa dengan mengajukan pertanyaan- pertanyaan berdasarkan apa yang
sudah diketahui mahasiswa dengan materi yang
akan dipelajari. Menurut Piaget (dalam Dahar,
1989) konsep-konsep yang sudah dimiliki mahasiswa tersebut akan mengalami proses
asimilasi. Konsep-konsep tersebut memudahkan
mahasiswa untuk memecahkan masalah. Pembelajaran berbasis masalah dengan
pendekatan keterampilan proses sains diawali
dengan menghadirkan masalah yang terdapat di
sekitar lingkungan mahasiswa. Masalah autentik
yang dijadikan acuan pada proses pembelajaran
dapat memotivasi mahasiswa untuk belajar. Masalah yang diberikan dapat menimbulkan
banyak solusi atau cara pemecahan masalah
sehingga menimbulkan pertanyaan-pertanyaan
dalam pikiran mahasiswa. Berdasarkan hasil penelitian Chin & Chia (2006) menyebutkan masalah yang tidak terstuktur menstimulasi siswa
untuk mengajukan pertanyaan yang memetakan kegiatan mereka, yang mengarah pada
penyelidikan independen. Mahasiswa didorong
untuk mencari cara pemecahan masalahnya
melalui berbagai sumber belajar diantaranya internet dan buku ajar. Proses ini mendorong
kemandirian belajar mahasiswa.
Pada tahap mengorganisasikan mahasiswa belajar, mahasiswa dibagi menjadi 4 kelompok
yang heterogen. Kelompok yang dibentuk
bersama-sama mendiskusikan pemecahan masalah, memberikan pendapat dan mengajukan
pertanyaan pada anggota kelompok lainnya.
Menurut Arends (2008) kolaborasi atau
kerjasama pada kelompok-kelompok belajar dapat mendorong penyelidikan dan dialog
bersama dan mengembangkan keterampilan
berpikir dan keterampilan sosial. Keterampilan sosial menurut Vigotsky akan memacu
pertukaran ide-ide baru dan memperkaya
perkembangan intelektual. Pada tahap membimbing investigasi
kelompok dan individu, dosen berperan sebagai
fasilitator. Namun pada siklus I dosen masih
kurang dalam membimbing mahasiswa secara individu. Pada tahap penyelidikan dosen
memberikan bimbingan khususnya pada saat
mengajukan pertanyaan, merumuskan hipotesis, merancang percobaan, menentukan variabel dan
membuat definisi operasional. Keterampilan-
keterampilan tersebut masih baru bagi
mahasiswa. Sedangkan untuk menginterpretasi data, mengkomunikasikan data, dan
menyimpulkan sudah pernah dilakukan
mahasiswa pada saat membuat laporan praktikum pada mata kuliah semester I. Kegiatan
membimbing mahasiswa untuk melakukan
investigasi sangat penting dilakukan karena peran pembimbing untuk mengarahkan mahasiswa
mengkonstruksi pengetahuannya.
Mahasiswa melakukan investigasi dengan
menggunakan pengamatan langsung untuk menemukan informasi dan menyelesaikan
masalah. Proses ini mengembangkan hands on,
minds on, hearts on activity. Bruner (dalam
0102030405060708090
100
Kognitif Afektif KPS
N
I
L
A
I
R
A
T
A
-
R
A
T
A
HASIL BELAJAR
Pra Siklus
Siklus 1
Siklus 2
Siklus 3
JURNAL INKUIRI
ISSN: 2252-7893, Vol 1, No 3, 2012 (hal 183-194)
http://jurnal.pasca.uns.ac.id
191
Arends, 2008) menekankan pentingnya proses
penemuan (discovery learning) yang dilakukan
dalam kegiatan pembelajaran. Strategi-strategi mahasiswa dalam kegiatan investigasi dalam
pemecahan masalah membantu mahasiswa
berpikir analitis (Jacobsen et al, 2009). Selain
itu secara tidak langsung mereka memperoleh informasi sebagai hasil kegiatan investigasi.
Mahasiswa dapat menemukan informasi-
informasi dengan bantuan (scaffolding) yang dilakukan oleh dosen atau teman yang lebih
mampu. Pada saat mahasiswa melakukan
investigasi mahasiswa melakukan pengukuran
yang membutuhkan ketelitian. Pada tahap ini mahasiswa juga dilatih untuk teliti dalam
membaca petunjuk kerja dalam pelaksanaan
kegiatan investigasi. Pada tahap menyajikan dan
mengembangkan hasil karya pada siklus I hanya
berupa laporan, namun pada siklus II dan siklus III hasil karya sudah dihasilkan dalam bentuk
produk berupa alat penjernih air dan kompos.
Pada keterampilan merancang percobaan
mahasiswa merancang alat dan dilanjutkan dengan membuat produk berupa alat penjernih air
dan kompos. Pembuatan produk ini juga sebagai
hasil pemecahan masalah. Proses pemecahan masalah dengan menghasilkan hasil karya yang
bermanfaat bagi masyarakat secara tidak
langsung telah membangun literasi sains bagi mahasiswa. Literasi sains yang dikembangkan
pada materi pengolahan limbah secara biologi
telah memanfaatkan bioteknologi sederhana
(pemanfaatan mikroorganisme) pada pembuatan kompos berdasarkan pengetahuan yang telah
dimiliki mahasiswa. Berdasarkan hasil penelitian
Mei et al. (2007) temuan menunjukkan adanya peningkatan yang signifikan dalam persepsi
siswa tentang kompetensi keterampilan proses
sains. Persentase siswa yang sangat tinggi
menunjukkan bahwa program ini telah membuat siswa lebih sadar akan relevansi sains dalam
kehidupan.
Pada tahap analisis dan evaluasi proses pemecahan masalah, mahasiswa melakukan
refleksi berdasarkan proses pemecahan masalah
yang dilakukan. Pada proses ini mahasiswa diberikan kesempatan untuk berdiskusi,
memberikan masukan, dan mengkritisi proses
pemecahan masalah yang dilakukan kelompok
lain. Kegiatan yang demikian melatih keterampilan berpikir yang kritis, analitis dan
evaluatif terhadap proses pemecahan masalah
yang terdiri atas banyak solusi. Keterampilan
berpikir yang muncul pada saat proses
pembelajaran merupakan salah satu ciri
keterampilan berpikir tingkat tinggi. Keterampilan berpikir tingkat tinggi menurut
Holbrook & Rannikmae (2009) salah satu cirinya
adalah mampu menempatkan, mengumpulkan,
menganalisis, dan mengevaluasi sumber- sumber informasi ilmiah dan teknologi serta dapat
menggunakan sumber-sumber dalam
memecahkan masalah, membuat keputusan dan mengambil tindakan. Dosen berperan
memberikan konfirmasi kepada mahasiswa
dalam rangka proses analisis dan evaluasi
pemecahan masalah yang dilakukan bersama-sama mahasiswa. Konfirmasi dilakukan dengan
merefleksi pembelajaran.
Pada kegiatan refleksi proses pembelajaran siklus 1 dan siklus II mahasiswa belum secara
langsung mengungkapkan kelemahan serta
kelebihan dari proses pembuatan alat, namun dosen memberikan pertanyaan-pertanyaan yang
mengarahkan mahasiswa untuk mengevaluasi
proses pemecahan masalah yang dilakukan. Pada
siklus 3 mahasiswa sudah mengevaluasi secara langsung mengenai kelebihan dan kelemahan
pembuatan produk kompos. Dengan demikian
mahasiswa telah dilatih untuk berpikir evaluatif. Peningkatan motivasi belajar terjadi pada
tiap siklus. Menurut Uno (2010) anak akan
tertarik untuk belajar apabila yang dipelajarinya itu sedikit sudah diketahui atau dinikmati
manfaatnya. Pada setiap pertemuan dosen
memberikan masalah yang berada disekitar
lingkungan. Dosen menumbuhkan motivasi mahasiswa secara verbal untuk memberikan
penjelasan mengenai manfaat pembelajaran yang
dilaksanakan, selain itu motivasi diberikan secara visual pada siklus II dan siklus III melalui
gambar-gambar fenomena yang terjadi di
lingkungan. Kondisi yang demikian
menumbuhkan rasa ingin tahu. Menurut Piaget dalam Arends (2008) menyatakan keingintahuan
ini dapat memotivasi mahasiswa untuk
mengkonstruksi pengetahuan secara aktif. Dengan demikian proses pembelajaran menjadi
terpusat kepada mahasiswa (student centered).
Usaha pemberian motivasi yang dilakukan dosen dengan cara verbal dan visual (gambar)
merupakan motivasi ekstrinsik yang mendorong
mahasiswa untuk belajar. Kegiatan yang menarik
dalam belajar menurut Uno (2010) merupakan salah satu indikator motivasi belajar. kegiatan
yang menarik dalam proses pembelajaran yang
dihadirkan dosen berupa kegiatan- kegiatan yang
JURNAL INKUIRI
ISSN: 2252-7893, Vol 1, No 3, 2012 (hal 183-194)
http://jurnal.pasca.uns.ac.id
192
sebelumnya belum pernah dilakukan oleh
mahasiswa. Selain itu kegiatan pembuatan
produk sebagai hasil karya diakhir perkuliahan mendorong mahasiswa memahami bahwa
pembelajaran tersebut bermanfaat bagi kehidupan
di masa akan datang. Dengan demikian akan
tumbuh hasrat atau keinginan untuk belajar dan
berhasil dalam proses pembelajaran. Peningkatan motivasi belajar sejalan
dengan peningkatan hasil belajar. Motivasi belajar telah mendorong tercapainya tujuan
pembelajaran. Berdasarkan proses pembelajaran
yang telah dilaksanakan berdampak pada peningkatan hasil belajar pada ranah kognitif.
Berdasarkan uji paired samples T Test diketahui
terdapat perbedaan rata-rata pada siklus I ke siklus II (p<0,05). Hasil belajar pada ranah
kognitif yang diperoleh mahasiswa yaitu pada
tingkat kognitif menganalisis dan mencipta. Pada
tingkat kognitif menganalisis mahasiswa melakukan identifikasi masalah berdasarkan
wacana kemudian mengorganisasi hubungan-
hubungan yang sistematis dan koheren antar informasi sedangkan pada tingkat kognitif
mencipta mahasiswa merencanakan metode
penyelesaian masalah dan memproduksi suatu hasil karya (Airasian, et al.2010). Pengetahuan
yang dimiliki mahasiswa merupakan hasil
konstruksi mereka sendiri. Proses konstruksi
pengetahuan tersebut mengaitkan antara konsep baru dengan konsep yang telah ada pada struktur
kognitif mahasiswa. Berdasarkan proses tersebut
menurut Ausubel (dalam Dahar,1989) mengakibatkan konsep-konsep yang diperoleh
lebih bermakna sehingga konsep-konsep atau
prinsip prinsip dapat bertahan lebih lama dalam
struktur kognitif mahasiswa. Peningkatan hasil belajar pada ranah
afektif pada setiap siklus pembelajaran
menunjukkan bahwa pembelajaran berbasis masalah dengan pendekatan keterampilan proses
sains mengembangkan sikap ilmiah dan
keterampilan sosial mahasiswa. Hal ini juga didukung oleh hasil uji Paired Samples T Test
menunjukkan Ho ditolak (p<0,05), artinya
terdapat perbedaan nilai rata-rata hasil belajar
afektif Pra Siklus, Siklus I, Siklus II dan Siklus III. Pada tahap mengorganisasikan mahasiswa
belajar dan investigasi melalui kegiatan
merancang percobaan dan melakukan pengukuran, dapat menumbuhkan sikap
kerjasama, ketelitian, rasa ingin tahu dan kritis.
Hal ini relevan dengan hasil penelitian Dwiastuti dan Aryanto (2010) bahwa model pembelajaran
berbasis masalah meningkatkan sikap dan
interaksi mahasiswa dalam belajar serta
meningkatkan motivasi belajar pada mata kuliah Pengetahuan Lingkungan.
Indikator keterampilan proses sains yang
dikembangkan terdiri atas sembilan indikator
yang termasuk keterampilan proses dasar dan terintegrasi. Keterampilan proses menurut
Nuryani (2007) memberikan pengalaman belajar.
Pada siklus 1 indikator merancang percobaaan, menentukan variabel pengamatan, dan membuat
definisi operasional masih belum mecapai
indikator ketercapaian. Namun pada pelaksanaan
tindakan pada siklus berikutnya telah mengalami peningkatan. Pada siklus I kesulitan yang dialami
mahasiswa dalam merancang percobaan adalah
menentukan alat dan bahan yang dibutuhkan dalam percobaan, mahasiswa kesulitan dalam
menentukan variabel dan definisi operasional
karena istilah tersebut belum diketahui sebelumnya. Pada kegiatan konfirmasi dosen
telah mengarahkan mahasiswa mengenai cara
menentukan alat dan bahan percobaan, variabel
dan definisi operasional. Pada siklus II indikator membuat hipotesis
dan menyimpulkan belum mencapai indikator
ketercapaian. Berdasarkan hasil pengamatan diketahui bahwa dalam merumuskan hipotesis
mahasiswa masih banyak yang belum tepat
dalam menghubungkan variabel bebas dan terikat. Hal tersebut berdampak pada indikator
menyimpulkan yang masih belum sfesifik sesuai
dengan hipotesis atau bertele-tele. Indikator
menginterpretasi data mengalami penurunan dari siklus I, berdasarkan hasil pengamatan diketahui
bahwa mahasiswa masih cenderung kesulitan
dalam menemukan pola-pola berdasarkan data hasil pengamatan.
Berdasarkan hasil uji paired samples T
Test diketahui bahwa untuk siklus II ke siklus III
Ho di tolak (p< 0,05), artinya terdapat perbedaan yang signifikan nilai rata-rata KPS. Pembelajaran
berbasis masalah dengan pendekatan
keterampilan proses sains mengarahkan mahasiswa untuk dapat memecahkan
permasalahan. Upaya mahasiswa memecahkan
masalah dilakukan melalui tahapan keterampilan proses sains. Hal tersebut sejalan dengan
pendapat Brown dan Jegede (dalam Ango, 2002)
bahwa “nilai keterampilan proses pembelajaran
dalam rangka mengembangkan keahlian dalam pemecahan masalah”. Keterampilan proses sains
menurut Nuryani (2007) melibatkan
keterampilan-keterampilan kognitif atau
JURNAL INKUIRI
ISSN: 2252-7893, Vol 1, No 3, 2012 (hal 183-194)
http://jurnal.pasca.uns.ac.id
193
intelektual, manual dan sosial”. Dengan demikian
dalam proses pembelajaran mengembangkan
daya cipta, rasa dan karsa. pada tiap siklus menunjukkan bahwa mahasiswa telah berproses
secara aktif dalam memperoleh pengetahuan.
Peningkatan keterampilan proses sains
Keterampilan yang telah dikembangkan pada proses pembelajaran pada siklus III telah
mencapai indikator ketercapaian, meskipun
masih terdapat satu indikator yang belum berhasil dikembangkan secara maksimal hingga
akhir siklus yaitu keterampilan membuat definisi
operasional. Berdasarkan hasil pengamatan dari
Lembar Kerja Mahasiswa diketahui bahwa mahasiswa belum mengungkapkan cara
mengukur suatu variabel. Menurut Nur (2011)
bahwa definisi operasional harus mendeskripsikan bagaimana variabel harus
diukur. Dosen telah melakukan bimbingan
kepada masing-masing kelompok namun mahasiswa tetap mengalami kesulitan. Namun,
pada proses pengukuran mahasiswa sudah dapat
melakukan pengukuran dengan menunjukkan
peningkatan pada setiap siklus.
Kesimpulan dan Rekomendasi
Berdasarkan hasil penelitian dapat
disimpulkan bahwa: 1) Dapat dibuat rancangan model pembelajaran berbasis masalah dengan
pendekatan keterampilan proses sains untuk
meningkatkan motivasi belajar dan hasil belajar pada mahasiswa pendidikan Biologi FKIP
UNTAN semester II mata kuliah pengetahuan
Lingkungan tahun akademik 2011/2012; 2)
Model pembelajaran berbasis masalah dengan pendekatan keterampilan proses sains dapat
diterapkan pada mahasiswa pendidikan Biologi
FKIP UNTAN semester II pada mata kuliah pengetahuan Lingkungan tahun akademik
2011/2012; 3) Pembelajaran berbasis masalah
dengan pendekatan keterampilan proses sains
melibatkan masalah lingkungan dalam belajar sehingga mahasiswa tertarik mengikuti
pembelajaran; 4) Pada kegiatan pembelajaran
mahasiswa merancang percobaan dan melakukan investigasi sehingga mahasiswa aktif melakukan
pemecahan masalah, menumbuhkan kerjasama
dan sikap ilmiah; 5) Motivasi dan hasil belajar ranah kognitif, afektif dan KPS mengalami
peningkatan. Mahasiswa yang memiliki motivasi
tinggi Pra Siklus, Siklus I, II, III (31,57%;
63,15%; 68,42%; 79%). Pada ranah kognitif jumlah mahasiswa yang lulus Pra Siklus, Siklus
I, II, III (26, 31%; 68,42%; 89,47%; 94,73%).
Pada ranah afektif rata-rata nilai pada Pra Siklus,
Siklus I, II, III (31,08; 75,20; 82,6; 87,42) sedangkan nilai rata-rata KPS Pra Siklus, Siklus
I, II, III (52,81; 58,10; 61,62; 78,38); 6) terdapat
perbedaan signifikan Keterampilan Proses Sains
antara siklus II dan siklus III (sign = 0,000); 7) terdapat perbedaan signifikan hasil belajar
kognitif antara siklus I dan Siklus II (sign =
0,000); 8) terdapat perbedaan signifikan hasil belajar ranah afektif antara Pra Siklus dan Siklus
I (sign = 0,000), Siklus I dan Siklus II (sign =
0,000), siklus II dan siklus III (sign = 0,000).
Rekomendasi bagi peneliti lain diharapkan:
1) Melakukan penelitian sejenis dengan cakupan
materi lain yang sesuai dengan karakteristik model pembelajaran berbasis masalah dengan
pendekatan keterampilan proses sains sehingga
dapat diketahui sejauh mana penerapan model ini terhadap hasil belajar dan motivasi belajar; 2)
Mengembangkan penelitian sejenis dengan
meninjau secara khusus aspek kemampuan
pemecahan masalah.
Daftar Pustaka
Airasian, PW., Cruikshank, KA., Mayer, RE.,
Pintrich, PR., Raths, J & Wittrack, MC. (2010).
Pembelajaran, Pengajaran, dan Asesmen.
Yogyakarta: Pustaka pelajar.
Ango, ML. (2002). Mastery of Science Process Skill
and Their Effective Use in the Teaching of
Science: An Educology of Science Education in the Nigerian Context. International Journal of
Educology, 16(1): 11-30.
Arends, RI. (2008). Learning to Teach: Belajar untuk
Mengajar. Buku Dua Edisi Ketujuh.
Yogyakarta: Pustaka Pelajar
Chin, C. & Chia, L. (2006). Problem- Based
Learning: Using Ill- Struktured Problems in
Biology Project Work. Science Education 90:
44-67 Retrieved 3 Juni 2012 (www.interscience.wiley.com).
Dahar, RW. (1989). Teori-teori Belajar. Jakarta:
Erlangga
Dwiastuti, S dan Aryanto, J. (2010). Implementasi
Model Pembelajaran Berbasis Masalah melalui
Variasi Integrasi outdoor dan indoor Learning
dalam Mata Kuliah Lingkungan pada
Mahasiswa P. Biologi. Hal 277-238 Prosiding
JURNAL INKUIRI
ISSN: 2252-7893, Vol 1, No 3, 2012 (hal 183-194)
http://jurnal.pasca.uns.ac.id
194
Seminar Nasional Pendidikan Biologi FKIP
UNS.
Holbrook, J & Rannikmae, M. (2009). The Meaning
of Scientific Literacy. International Journal of
Environmental & Science Education, 4(3);
275-28.
Jacobsen, DA., Eggen, P & Kauchak, D. (2009).
Methods for Teaching: Metode-Metode
Pengajaran meningkatkan belajar siswa TK-SMA. Edisi Ke-8. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Mei, GTY., Kaling, C., Xinyi, CS., Sing, JSK &
Khoon, KNS. (2007). Promoting Science
Process Skill and the Relevance of Science
Through Science Alive Programe. Proceeding
of the Redesigning Pedagogy: Culture,
Knowledge, and Understanding Conference:
Singapura.
Mulyasa, HE. (2010). Implementasi Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan: Kemandirian Guru
dan Kepala Sekolah. Jakarta: Bumi Aksara
Nur, M. (2011). Modul Keterampilan Proses Sains
(disadur dari INQURY SKILL ACTIVITY
BOOK yang diterbitkan oleh Prentice-Hall,
Inc.Upper Saddle River, New Jersey 07458
pada tahun 2000). Pusat Sains dan Matematika
Sekolah Universitas Negeri Surabaya.
-------------(2011). Model Pembelajaran Berdasarkan Masalah. Pusat Sains dan Matematika Sekolah
Universitas Negeri Surabaya
Nuryani.YR. (2007). Keterampilan Proses Sains.
Makalah SPS UPI Bandung.
Organisation for Economic Co-operation and
Development. (2010). PISA 2009 Results: What
Students Know and Can Do – Student
Performance in Reading, Mathematics and
Science (Volume I) Retrieved 6 Agustus 2012
OECD Publishing
http://dx.doi.org/10.1787/9789264091450-en
Poedjiadi, A. (2005). Model Pembelajaran Sains
Teknologi Masyarakat pada Pendidikan
Formal. Hal 15-19. Prosiding Seminar
Nasional Pendidikan IPA. Bandung.
Rahman, T., Sukmadinata, NS dan Poedjiadi, A.
(Tanpa Tahun). Program Pembelajaran
Praktikum Berbasis Kemampuan Generik
(P3BGK) dan Profil Pencapaiannya (Studi
Deskriptif pada Praktikum Fisiologi Tumbuhan
Calon Guru Biologi). Laporan Penelitian. SPS UPI Bandung. (Unpublished).
Sagala, S. (2011). Kemampuan Profesional Guru dan
Tenaga Kependidikan. Bandung: Alfabeta.
Undang Undang Republik Indonesia No. 20 Tahun
2003. Sistem Pendidikan Nasional. Retrieved
28 Juli 2012 www.dikti.go.id
Uno, HB. (2010). Teori Motivasi dan Pengukurannya
Analisis di Bidang Pendidikan. Jakarta: Bumi
Aksara