PEMBELAJARAN PIANO KLASIK DENGAN METODEFABER DAN RELEVANSINYA DALAMMENINGKATKANMINAT ANAK DI PURWACARAKAMUSIC STUDIO (PCMS)
PURWOKERTO
Skripsi
Diajukan untuk memenuhi salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Pendidikan Seni Musik
oleh
Nur Aini Putri Utami
2501415121
JURUSAN PENDIDIKAN SENI DRAMA, TARI DAN MUSIK
FAKULTAS BAHASA DAN SENI
UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG
2019
v
MOTTO DAN PERSEMBAHAN
MOTTO
“Dan janganlah kamu berputus asa dari rahmat Allah. Sesungguhnya tiada
berputus dari rahmat Allah melainkan orang-orang yang kufur”
(QS Yusuf : 87)
PERSEMBAHAN
1. Orang tuaku tercinta, Bapak
Basuki dan Ibu Sri Murni.
2. Kakakku tersayang, Sri Astuti
Putri Ramdhani dan Prima
Aulia Rahman.
3. Sahabat terkasih: Wima, Salis,
Nana, Meli, Yusrizal, Hasbi,
Iyan, Fandi dan Fajar.
4. Teman-teman seperjuangan
dari semester awal sampai
saat ini : Puput, Diyah, Liyak.
5. Teman-teman terkasih yang
selalu support perjuanganku.
6. Almamaterku, Sendratasik.
vi
KATA PENGANTAR
Puji syukur dan terima kasih kepada Allah Yang Maha Kuasa atas berkat
dan rahmatnya, sehingga penulis dapat menyelesaikan penyusunan skripsi ini
dengan judul:
“Pembelajaran Piano Klasik Dengan Metode Faber Dan Relevansinya Dalam
Meningkatkan Minat Anak Di Purwacaraka Music Studio (PCMS) Purwokerto.”
Meskipun dalam penyusunan skripsi ini banyak mengalami hambatan,
tetapi dengan bantuan dari berbagai pihak, akhirnya dapat terselesaikan. Untuk itu,
penulis menyampaikan ucapan terima kasih kepada:
(1) Prof. Dr. Fathur Rokhman, M.Hum., Rektor Universitas Negeri Semarang
yang telah memberikan kesempatan penulis untuk menimba ilmu di Unnes.
(2) Prof. Dr. Muhammad Jazuli, M.Hum., Dekan Fakultas Bahasa dan Seni
Universitas Negeri Semarang yang telah memberikan izin penelitian.
(3) Dr. Udi Utomo, M.S., Ketua Jurusan Pendidikan Seni Drama, Tari, dan
Musik Universitas Negeri Semarang yang telah memberikan kemudahan
dalam menyelesaikan skripsi ini.
(4) Kusrina Widjajantie, S.pd.,M.A selaku dosen pembimbing, yang telah
memberikan saran, koreksi, masukan, dan pengarahan kepada penulis dalam
menyelesaikan skripsi ini.
(5) Purwacaraka Music Studio Purwokerto, yang telah memberikan ijin dan
tempat bagi penulis untuk dijadikan sebagai obyek penelitian.
(6) Anisa Riyartini Lestari, selaku Guru Piano Klasik yang telah membantu
dalam proses penelitian.
(7) Siswa dan Wali Murid Purwacaraka Music Studio Purwokerto yang telah
bersedia memberikan data penelitian
(8) Semua pihak yang telah membantu penulis dalam penyusunan skripsi ini
yang tidak dapat disebutkan satu persatu.
vii
Semoga Allah SWT memberikan rahmat dan kasih sayang-Nya kepada
pihak-pihak yang terkait tersebut dan membalasnya dengan lebih baik. Penulis
berharap semoga skripsi ini dapat memberikan manfaat bagi pembaca.
Semarang, Maret 2019
Penulis
viii
ABSTRAK
Utami, Nur Aini Putri. 2019. Pembelajaran Piano Klasik Dengan Metode FaberDan Relevansinya Dalam Meningkatkan Minat Anak Di PurwacarakaMusic Studio (PCMS) Purwokerto. Skripsi. Jurusan Pendidikan Seni DramaTari dan Musik, Fakultas Bahasa dan Seni, Universitas Negeri Semarang.Pembimbing: Kusrina Widjajantie, S.Pd., M.A.
Kata kunci: metode, pembelajaran, piano klasik.
Siswa piano klasik Grade Preparatory di Purwacaraka Music Studio(PCMS) Purwokerto mampu memenangkan kompetisi piano klasik yang telahdiikuti. Salah satunya adalah siswa piano klasik mendapat juara 1 untuk kategoriB, dan 2 untuk kategori C pada “Purwacaraka Piano Competition”. Dari hasilobservasi, metode yang digunakan dalam pembelajaran piano klasik adalahmetode faber dengan menerapkan metode ceramah, metode tanya jawab danmetode latihan pada saat proses pembelajaran berlangsung. Penulis inginmengetahui tentang metode faber dan mendiskripsikan tentang penerapan sertarelevansi dalam meningkatkan minat anak dalam pembelajaran piano klasik diPCMS Purwokerto.
Pendekatan penelitian yang diterapkan dalam penelitian ini adalahdeskriptif kualitatif. Teknik pengumpulan data dilakukan dengan cara observasi,wawancara dan studi dokumen. Metode pemeriksaan keabsahan datamenggunakan triangulasi data. Teknik analisis data dilakukan melaluipengumpulan data, reduksi data, penyajian data, penarikan kesimpulan.
Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa penggunaan metode faberdalam pembelajaran piano klasik di PCMS Purwokerto hanya digunakan padatingkat pemula (Grade Preparatory). Pengggunaan metode faber dalammeningkatkan minat anak pada pembelajaran piano klasik di PCMS Purwokertocukup relevan karena metode faber merupakan metode yang dirancang khususbagi anak-anak. Dalam buku pembelajarannya banyak dimunculkan gambar,warna, dan simbol-simbol yang menarik perhatian anak. Proses pembelajaranyang dilaksanakan oleh guru piano klasik sesuai dengan pedoman yang terterapada buku-buku faber. Tetapi dalam penggunaan metode ceramah, metode tanyajawab dan metode latihan (drill), kerelevansian dalam meningkatkan minat anakhanya terjadi pada saat guru menerangkan dengan menggunakan metode ceramah.Untuk metode tanya jawab dan metode latihan (drill) kurang relevan dalammeningkatkan minat anak untuk mengikuti pembelajaran piano klasik.
Metode tanya jawab dan metode latihan (drill) kurang sesuai untukpembelajaran piano klasik pada tingkat Preparatory A karena siswa lebih senangpembelajaran dengan berdongeng dan bermain. Oleh sebab itu perludikembangkan lagi kreatifitas guru dalam penerapan metode pembelajaran padasiswa piano klasik tingkat Pemula A.
ix
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN JUDUL ··································································· i
HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ································· ii
HALAMAN PENGESAHAN ······················································· iii
HALAMAN PERNYATAAN ······················································· iv
MOTTO DAN PERSEMBAHAN ·················································· v
KATA PENGANTAR ································································ vi
ABSTRAK ············································································ viii
DAFTAR ISI ··········································································· ix
DAFTAR TABEL ···································································· xv
DAFTAR GAMBAR ································································ xvi
DAFTAR BAGAN ································································· xviii
DAFTAR LAMPIRAN ····························································· xix
BAB I PENDAHULUAN ····························································· 1
1.1 Latar Belakang Masalah ··························································· 1
1.2 Rumusan Masalah ··································································· 6
1.3 Tujuan Penelitian ···································································· 6
1.4 Manfaat Penelitian ·································································· 7
1.4.1 Manfaat Teroritis ·································································· 7
1.4.2 Manfaat Praktis ···································································· 7
1.5 Sistematika Skripsi ·································································· 7
x
BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORI··················· 9
2.1 Tinjauan Pustaka ···································································· 9
2.2 Landasan Teori ····································································· 17
2.2.1 Pengertian Musik ································································ 17
2.2.2 Pembelajaran ····································································· 19
2.2.2.1 Tujuan Pembelajaran··························································· 20
2.2.2.2 Peserta Didik ··································································· 21
2.2.2.3 Tenaga Kependidikan ························································ 21
2.2.2.4 Kurikulum ······································································ 21
2.2.2.5 Materi Pembelajaran ·························································· 22
2.2.2.6 Metode Pembelajaran ························································ 23
2.2.2.7 Media Pembelajaran ·························································· 23
2.2.2.8 Evaluasi Pembelajaran ·························································24
2.2.3 Metode Faber ···································································· 24
2.2.3.1 Metode Ceramah ······························································ 26
2.2.3.2 Metode Tanya Jawab ························································· 26
2.2.3.3 Metode Latihan ································································ 27
2.2.4 Piano ·············································································· 27
2.2.4.1 Sejarah dan Perkembangan Piano ·········································· 28
2.2.4.2 Macam dan Jenis Piano ······················································ 31
2.2.4.3 Pembelajaran Piano ··························································· 32
2.3 Psikologi Anak ····································································· 33
2.3.1 FaseBayi (0–1tahun) ···························································· 34
xi
2.3.2 FaseAnak-Anak (1–3tahun) ···················································· 35
2.3.3 UsiaBermain (3–6tahun) ······················································· 35
2.3.4 UsiaSekolah (6–12tahun) ······················································ 36
2.3.5 Adolesen (12–20tahun) ························································· 37
2.3.6 DewasaAwal (20–30tahun) ···················································· 37
2.3.7 Dewasa (30–65tahun) ··························································· 37
2.3.8 UsiaTua (>65tahun) ····························································· 38
2.4 Kerangka Berpikir ································································· 38
BAB III METODE PENELITIAN ················································ 43
3.1 Pendekatan Penelitian ····························································· 43
3.2 Lokasi dan Sasaran Peneitian ···················································· 44
3.2.1 Lokasi Penelitian ································································ 44
3.2.2 Sasaran Penelitian································································ 44
3.3 Sumber Data ········································································ 45
3.3.1 Data Primer ······································································· 45
3.3.2 Data Sekunder ··································································· 45
3.4 Teknik Pengumpulan Data ······················································· 45
3.4.1 Teknik Observasi ································································ 46
3.4.2 Teknik Wawancara ······························································ 46
3.4.3 Studi Dokumen ·································································· 47
3.5 Teknik Keabsahan Data ·························································· 48
3.5.1 Sumber ············································································ 48
3.5.2 Metode Pengamatan ···························································· 49
xii
3.5.3 Teori ··············································································· 49
3.6 Teknik Analisis Data ······························································ 50
3.6.1 Pengumpulan Data ······························································ 51
3.6.2 Reduksi Data ····································································· 51
3.6.3 Sajian Data ······································································· 52
3.6.4 Penarikan Kesimpulan/Verifikasi ············································· 52
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ·········································· 53
4.1 Gambaran Umum Lokasi Penelitian ············································ 53
4.1.1 Perkembangan PCMS Purwokerto ··········································· 53
4.1.2 Kondisi Fisik ····································································· 55
4.1.3 Visi dan Misi ····································································· 56
4.1.4 Struktur Organisasi ······························································ 57
4.1.5 Sarana dan Prasarana ··························································· 60
4.1.6 Tenaga Pengajar dan Peserta Kursus ········································· 65
4.1.6.1 Tenaga Pengajar ······························································· 65
4.1.6.2 Peserta Kursus ································································· 66
4.1.7 Ketentuan-Ketentuan Kursus ·················································· 67
4.1.8 Ketentuan-Ketentuan Dalam Mengikuti Ujian Piano Klasik ············· 67
4.2 Kurikulum Pembelajaran Piano Klasik di PCMS Purwokerto ·············· 68
4.2.1 Tingkat Pemula (Grade Prepatory) ·········································· 69
4.2.1.1 Tingkat Pemula A (Grade Prepatory A) ··································· 70
4.2.1.2 Tingkat Pemula B (Grade Prepatory B) ··································· 70
4.2.2 Tingkat (GradeI) I ······························································· 71
xiii
4.2.3 Tingkat (Grade) II ······························································· 72
4.2.4 Tingkat (Grade) III ······························································ 72
4.3 Pedoman Pembelajaran Piano Klasik di PCMS Purwokerto ················ 73
4.3.1 Materi Pembelajaran Piano Klasik ············································ 74
4.3.1.1 Tingkat Pemula (Prepatory) ················································· 74
4.3.1.1.1 Posisi Duduk ································································ 75
4.3.1.1.2 Bentuk Tangan dan Jari ···················································· 76
4.3.1.2 Grade I ·········································································· 78
4.3.1.3 Grade II ········································································· 78
4.3.1.4 Grade III ······································································· 79
4.3.2 Metode Pembelajaran Piano Klasik Grade Preparatory
Di PCMS Purwokerto ································································· 79
4.3.2.1 Proses Pembelajaran Piano Klasik Grade Preparatory ················· 80
4.3.2.2 Teknik Menerangkan Materi Pembelajaran
Grade Preparatory ····································································· 83
4.3.3 Tahap Pembelajaran Piano Klasik Grade Preparatory A
Di PCMS Purwokerto ···································································85
4.3.3.1 Pengenalan Tuts Hitam ······················································· 85
4.3.3.2 Pengenalan Ketukan Notasi ················································· 90
4.3.3.3 Pengenalan Tanda Dinamika ················································ 94
4.3.3.4 Penganalan Nama Notasi ···················································· 95
4.3.4 Evaluasi Pembelajaran Piano Klasik ········································ 100
xiv
4.4 Relevansi Metode Faber Dalam Meningkatkan Minat Anak Di PCMS
Purwokerto ············································································ 101
BAB V PENUTUP ·································································· 104
5.1 Simpulan ·········································································· 104
5.2 Saran ··············································································· 106
DAFTAR PUSTAKA ······························································· 107
LAMPIRAN-LAMPIRAN ························································ 115
xv
DAFTAR TABEL
Halaman
4.1 Tabel Struktur Organisasi PCMS Purwokerto ································ 57
4.2 Tabel Daftar Guru dan Instrumen ··············································· 65
4.3 Tabel Daftar Instrumen dan Jumlah Siswa ···································· 66
xvi
DAFTAR GAMBAR
Halaman
4.1 Gambar PCMS Purwokerto ······················································ 55
4.2 Gambar Peta Lokasi PCMS Purwokerto ······································· 56
4.3 Gambar Karyawan dan Staff Pengajar PCMS Purwokerto ················· 59
4.4 Gambar Fasilitas Di Ruang Piano ··············································· 61
4.5 Gambar Ruang Tunggu di PCMS Purwokerto ································ 62
4.6 Gambar Suasana Ruang Tunggu Pada Saat Ujian Kenaikan
Grade Di PCMS Purwokerto ························································· 62
4.7 Gambar Ruang Aula Di PCMS Purwokerto ···································· 63
4.8 Gambar Kegiatan Di Ruang Aula ··············································· 63
4.9 Gambar Front Office Di PCMS Purwokerto ·································· 64
4.10 Gambar Kegiatan Di Front Office ············································· 64
4.11 Gambar Buku- Buku Yang Digunakan Pada
Grade Preparatory A Dan Preparatory B ·········································· 71
4.12 Gambar Posisi Duduk Yang Benar Dalam Bermain Piano ················ 76
4.13 Gambar Posisi Tangan Dan Jari Dalam Piano ······························· 77
4.14 Gambar Bentuk Tangan Dan Jari Dalam Permainan Piano ················ 77
4.15 Gambar Pembelajaran Piano Klasik Di Dalam Kelas ······················ 82
4.16 Gambar Proses Pembelajaran Piano Klasik Di Dalam Kelas ·············· 83
4.17 Gambar Proses Menerangkan Materi Pembelajaran
Piano Klasik Pada Grade Preparatory A ··········································· 84
4.18 Gambar Pengenalan Tuts Hitam Dengan 2 Jari
xvii
Pada Tangan Kiri ········································································ 86
4.19 Gambar Pengenalan Tuts Hitam Dengan 2 Jari
Pada Tangan Kanan ···································································· 87
4.20 Gambar Pengenalan Tuts Hitam Dengan 3 Jari
Pada Tangan Kiri ······································································· 88
4.21 Gambar Pengenalan Tuts Hitam Dengan 3 Jari
Pada Tangan Kanan ···································································· 89
4.22 Gambar Pengenalan “The Quarter Note” Atau Notasi 1/4 ················· 90
4.23 Gambar Materi Lagu Dengan Notasi 1/4 ····································· 91
4.24 Gambar Pengenalan “The Half Note” Atau Notasi 1/2 ····················· 92
4.25 Gambar Notasi 1/2 Pada Lagu “The I Like Song” ·························· 93
4.26 Gambar Pengenalan “The Whole Note” Atau Notasi Utuh ················ 93
4.27 Gambar Pengenalan Tanda Dinamika ········································ 94
4.28 Gambar Pengenalan Nama Notasi ············································· 96
4.29 Gambar Mengenal Notasi C-D-E ·············································· 97
4.30 Gambar Lagu “Merrily We Roll Along” ····································· 98
4.31 Gambar Mengenal Notasi F-G-A-B ··········································· 98
4.32 Gambar Lagu “Ode To Joy” ···················································· 99
4.33 Gambar Ujian Evaluasi Siswa ················································ 101
xviii
DAFTAR BAGAN
Halaman
2.1 Bagan Kerangka Berpikir ························································ 39
3.1 Bagan Skema Analisis Data Kualitatif ········································· 51
xix
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
Lampiran 1 Surat Izin Penetapan Dosen ·········································· 116
Lampiran 2 Surat Izin Penelitian ··················································· 117
Lampiran 3 Surat Keterangan Melakukan Penelitian ··························· 118
Lampiran 4 Pedoman Observasi ···················································· 119
Lampiran 5 Pedoman Wawancara ················································· 120
Lampiran 6 Pedoman Studi Dokumen ············································· 124
Lampiran 7 Transkrip Wawancara Peneliti Dengan Guru ······················ 125
Lampiran 8 Transkrip Wawancara Peneliti Dengan Siswa ····················· 132
Lampiran 9 Transkrip Wawancara Peneliti Dengan Orang Tua ··············· 137
Lampiran 10 Foto-Foto Dokumentasi ············································· 139
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah
Pendidikan seni merupakan strategi menanamkan pengetahuan dan
ketrampilan, dengan cara mengondisikan siswa menjadi kreatif, inovatif, dan
mampu mengenali potensi dirinya secara karakteristik serta memiliki sensitivitas
terhadap berbagai perubahan sosial budaya dan lingkungan (Surono, 2001, p.3).
Menurut Joseph (2003, p.1), pendidikan seni yaitu penggunaan media seni untuk
mengubah tingkah laku peserta didik. Pendidikan seni bertautan dengan
pendidikan pribadi, dalam berbagai tautannya sehingga paradigma pendidikan
seni mengandung tujuan pendidikan keseluruhannya termasuk pendidikan musik
(Winata, 2015, p.18). Pendidikan seni diharapkan dapat menjadi bagian dalam
pembentukan manusia seutuhnya (Suharto, 2012, p.87).
Kompetensi dasar dari pendidikan seni dirancang secara sistemik
berdasarkan keseimbangan antara kognitif, afektif dan psikomotorik dengan
sistem pendekatan terpadu. Hal ini berkaitan dengan implementasi pembelajaran
seni khususnya pembelajaran musik untuk mengembangkan mental dan
psikomotorik anak dengan cara memberikan alat musik ritmis dan
memperdengarkan jenis aliran musik beragam seperti pop, rock, jazz, klasik,
terutama musik beraliran dangdut yang sangat diminati anak (Ardina, 2012,
p.129). Menurut Dewi (2009, p.108), musik dapat digunakan sebagai pilihan
pendekatan dalam membantu individu yang mengalami hambatan kondisi fisik,
2
perilaku dan psikologis agar menjadi lebih baik. Musik dipercaya mempunyai
kekuatan yang ampuh untuk membantu orang meningkatkan kemampuan belajar,
berfikir, menstabilkan emosi dan menyeimbangkan mental seseorang (Wulandari,
2013, p.66).
Menurut Elliot dalam (Gunara, 2008, p.4), hakikat pendidikan musik
yang semestinya menjadi pedoman bagi seorang pendidik dan dipahami secara
esensial adalah sebagai berikut: (1) Education in music, yang berkaitan dengan
nilai-nilai pendidikan yang terkandung dalam pembelajaran musik; (2) Education
about music, yang berkaitan dengan pengetahuan musik yang berhubungan
dengan pembelajaran musik, seperti teori musik, harmoni dan sejarah musik; (3)
Education for music, berkaitan dengan tujuan mempelajari musik; (4) Education
by means of music, yang merupakan gabungan dari ketiga komponen di atas.
Upaya seorang pendidik atau instruktur meliliki pengaruh yang kuat pada
kepuasan dan perasaan pengayaan siswa (Iwaguchi, 2012, p.171).
Berkaitan dalam hal seni, di ASEAN salah saunya negara Jepang telah
memprioritaskan pelajaran musik untuk dijadikan pembelajaran wajib dari mulai
jenjang dasar sampai jenjang perguruan tinggi karena berkontribusi untuk
meningkatkan kesadaran mengenai taraf hidup yang lebih baik (Venier,
Yamashita, & Tsukahara, 2014, p.112). Mengenal musik dapat menciptakan
nilai-nilai postif pada anak salah satunya sebagai cara untuk menyatukan hal-hal
positif di budaya sehari-hari dalam keluarga, sekolah dan masyarakat (Rivera,
2018, p.60). Mengenal musik juga dapat memperluas pengetahuan dan pandangan
selain itu juga mengenal banyak hal lain di luar musik seperti menumbuhkan rasa
3
penghargaan akan nilai seni serta mampu membentuk karakter anak (Aruja, 2016,
p.1).
Menurut Rosmiati (2014, p.71), pembentukan karakter dibutuhkan untuk
menanamkan pendidikan, kepribadian, dan moral kepada anak usia dini karena
memiliki peran yang besar dalam membangun dan membentuk karakter jangka
panjang pada anak. Masa anak usia dini merupakan masa keemasan atau sering
disebut masa Golden Age, biasanya ditandai oleh perubahan cepat dalam
perkembangan fisik, kognitif, sosial dan emosional (Widhianawati, 2011, p.220).
Pembentukan karakter pada anak dapat dioptomalkan melalui pembelajaran musik
dengan menggunakan pendekatan berbasis kreativitas karena memberikan peluang
dan wadah bagi siswa untuk berperan dengan imajinasi dan kreativitasnya dalam
proses belajar mengajar musik (Wicaksono, 2009, p.2). Untuk mengembangakn
kreativitas anak dibutuhkan dukungan sosial sehingga gagasan kreatif dapat di
realisasikan menjadi suatu wujud yang dapat diamati, dirasakan, maupun didengar
(Yosep, 2004, p.3).
Mendidik anak melalui musik lebih efektif karena lebih mudah
diinterpretasi oleh otak anak serta akan cenderung bertahan lebih lama dalam
ingatannya. Anak-anak akan lebih mudah belajar mengenal benda, bentuk, warna,
binatang, membaca, berhitung dan berbagai pengetahuan tentang dunia luar
melalui musik (Kusumawati, 2013, p.2). Campbell (dalam Supradewi, 2010, p.59),
mengataka bahwa metode pembelajaran dengan menggunakan musik mampu
mempercepat proses belajar dan mendapatkan hasil belajar yang optimum dan
biasanya musik yang dipakai adalah jenis musik klasik.
4
Musik klasik dapat dimainkan dengan beberapa alat musik, salah satunya
yaitu piano. Dalam mempelajari alat musik piano, tentu tidak hanya dengan asal
bermain namun juga harus didukung dengan teori musik yang kuat (Sudargo,
Natadjaja, & Erandaru, 2015, p.2). Mengajarkan teori musik pada usia anak-anak
cenderung lebih sulit dibandingkan mengajarkan pada usia dewasa, karena
anak-anak cenderung lebih tertarik kepada gambar daripada tulisan dan lisan.
Anak-anak usia dini lebih memilih bermain karena melalui bermain, semua aspek
perkembangan anak dapat ditingkatkan (Zaini, 2015, p.3). Dalam hal ini guru
harus mempunyai strategi khusus dalam mengajarkan musik pada anak. Peran
guru sangat penting untuk memandu semua aksi keterampilan yang dilaksanakan
oleh siswa (Julien, 2014, p.30). Menurut Sinaga (2010, p.2), kemampuan guru
dalam menunjang proses pembelajara musik pada anak terdapat beberapa faktor
yaitu (1) kemampuan menentukan kegiatan pengalaman musik, (2) kemampuan
merancang bentuk kegiatan pengalaman musik yang akan dilakukan, (3)
kemampuan menentuan jenis karya musik dan lagu model yang akan dijadikan
sebagai media pembelajaran, (4) kreativitas guru dalam mengembangkan dan
berkreasi musik.
Piano klasik banyak diminati oleh orang tua untuk mengasah kemampuan
bermusik dan meningkatkan kecerdasan anak mereka. Para orang tua memasukan
anak mereka ke sekolah musik sedini mungkin karena semakin dini semakin baik
untuk tumbuh kembang otak anak (Aruja, 2016, p.2). Selain itu, apabila anak
mempelajari piano sebagai instrumen utama, maka dia akan dengan mudah belajar
instrumen musik lainnya seperti gitar, biola atau alat musik tiup (Sandra dalam
5
(Pratama, 2017, p.3)). Kesadaran orang tua akan pentingnya belajar musik
khususnya piano bagi anak direspon dengan baik oleh berbagai sekolah musik,
terbukti dengan banyak bermunculan sekolah-sekolah musik di Indonesia.
Di Purwokerto sendiri terdapat beberapa sekolah musik yang berdiri salah
satunya yang sedang berkembang yaitu Purwacaraka Music Studio (PCMS)
Purwokerto yang beralamat di Jalan Pramuka No.240 Purwokerto Selatan. Ada
beberapa kelas yang dibuka dalam pembelajaran instrumen musik oleh PCMS
Purwokerto yaitu: vokal, piano klasik, piano pop, biola, keyboard, drum, dan gitar.
Berdasarkan hasil observasi di PCMS Purwokerto, kursus piano merupakan
kursus musik yang mendominasi jumlah siswanya di PCMS Purwokerto
dibandingkan dengan sekolah musik lain yang ada di Purwokerto karena
kurikulum yang digunakan dalam pembelajaran piano klasik yaitu menggunakan
metode faber untuk pengenalan piano kepada anak. Dalam konteks ini yang
dijadikan obyek adalah pembelajaran tentang alat musik khususnya piano. Dalam
penelitian ini mengambil obyek piano karena penulis sangat tertarik terhadap
permainan piano klasik, selain itu penulis ingin mengetahui bagaimana proses dan
metode yang digunakan dalam pembelajaran piano klasik.
Metode pengajaran dalam mengajarkan bermain musik sangatlah penting
karena metode pengajaran mempengaruhi proses pembelajaran musik pada anak.
Dalam metode pengajaran dibutuhkan guru yang aktif, kreatif, inovatif dan
kurikulum yang mendukung proses belajar mengajar. Sehingga, hasil
pembelajaran dapat diperoleh secara maksimal (Aruja, 2016, p.2). Metode yang
dipakai dalam pembelajaran piano di PCMS Purwokerto yaitu dengan
6
menggunakan metode ceramah, metode tanya jawab, dan metode latihan.
Berdasarkan hasil observasi diatas, penulis tertarik untuk melakukan
penelitian di PCMS Purwokerto yang menggunakan metode faber dalam
pembelajaran piano klasik dengan menerapkan metode ceramah, metode tanya
jawab, dan dan metode latihan pada saat pembelajaran.
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang ada maka penulisan ini difokuskan pada
hal-hal berikut ini:
1.2.1 Bagaimanakah pembelajaran piano klasik dengan metode faber di
Purwacaraka Music Studio (PCMS) Purwokerto?
1.2.2 Bagaimanakah relevansinya metode faber dalam meningkatkan minat anak
pada pembelajaran piano klasik di Purwacaraka Music Purwacaraka (PCMS)
Purwokerto?
1.3 Tujuan Penelitian
Berdasarkan permasalahan yang dikemukakan di atas, penelitian ini
bertujuan untuk:
1.3.1 Mengetahui dan mendeskripsikan pembelajaran piano klasik dengan metode
faber di Purwacaraka Music Studio (PCMS) Purwokerto.
1.3.2 Mengetahui dan mendeskripsikan relevansinya metode faber dalam
meningkatkan minat anak pada pembelajaran piano klasik di Purwacaraka
7
Music Purwacaraka (PCMS) Purwokerto.
1.4 Manfaat Penelitian
Dari hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat sebagai berikut:
1.4.1 Manfaat Teoritis
1.4.1.1 Sebagai sumbang pemikiran bagi lembaga pendidikan tinggi Universitas
Negeri Semarang khususnya mahasiswa jurusan musik untuk lebih
mengenal metode pembelajaran piano.
1.4.1.2 Hasil penelitian ini dapat dijadikan referensi pada penelitian berikutnya.
1.4.2 Manfaat Praktis
1.4.2.1 Bagi instruktur atau guru, dapat dijadikan sebagai informasi agar
pembelajarannya dapat dilakukan secara jelas dan mudah ditangkap siswa
sehingga dapat digunakan sebagai pedoman selanjutnya.
1.4.2.2 Bagi lembaga kursus, dapat dijadikan sebagai bahan masukan guna
mengupayakan dan meningkatkan pembelajaran piano.
1.5 Sistematika Skripsi
Secara garis besar sistematika skripsi sebagai berikut:
1.5.1Bagian awal skripsi berisi tentang: halaman judul, halaman pengesahan,
pernyataan motto dan persembahan, kata pengantar, abstrak, daftar isi,
daftar tabel, daftar gambar, daftar bagan, daftar lampiran.
8
1.5.2 Bab 1 yaitu Pendahuluan, diuraikan mengenai latar belakang masalah,
rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, dan sistematika
skripsi.
1.5.3 Bab 2 yaitu Tinjauan Pustaka dan Landasan Teori, pada bab ini memuat
tinjauan pustaka yang berisi tentang penelitian terdahulu yang berhubungan
dengan penelitian ini dan landasan teori yang berisi telaah pustaka yang
berhubungan dengan masalah-masalah yang di bahas dalam penelitian ini
yaitu tentang pembelajaran piano klasik, mengkaji metode faber dalam
pembelajaran piano klasik.
1.5.4 Bab 3 yaitu Metode Penelitian, pada bab ini terdiri dari hal-hal yang
berhubungan dengan prosedur penelitian yang meliputi: pendekatan
penelitian, lokasi dan sasaran penelitian, teknik pengumpulan data, teknik
keabsahan data, dan teknik analisis data.
1.5.5 Bab 4 yaitu Hasil Penelitian, pada bab ini memuat data-data yang diperoleh
sebagai hasil penelitian dan dibahas secara Deskriptif Kualitatif, hasil
penelitian termuat dalam bab 4 sekaligus merupakan jawaban dari
permasalahan yang diuraikan dari bab 1.
1.5.6 Bab 5 yaitu Penutup, pada bab ini memuat tentang simpulan dan saran.
1.5.7 Bagian akhir dari skripsi, terdiri atas: daftar pustaka dan lampiran berupa
gambar/foto, transkip wawancara dan instrumen penelitian.
9
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORI
2.1 Tinjauan Pustaka
Artikel yang ditulis oleh Penelitian yang dilakukan oleh Sandie Gunara
yang berjudul “Pemanfaatan Bahan Sight Reading dalam Pembelajaran Piano”
yang memuat mahasiswa memiliki kesulitan dalam membaca partitur karena
belum terbiasa membaca secara langsung tanpa latihan terlebih dahulu. Proses
pembelajaran dengan menggunakan bahan-bahan sight reading pun memiliki
pengaruh hanya pada tataran permukaan saja yaitu mahasiswa hanya mampu
membaca dengan tepat nada dan ritmiknya saja. Sedangkan pada tataran yang
lebih dalam, seperti kesadaran musikal dalam menerapkan konsep-konsep musikal
secara praktik belum menunjukkan hasil yang maksimal. Penelitian ini
berhubungan dengan penelitian yang akan penulis teliti yaitu penggunaan bahan
atau materi dalam pembelajaran piano klasik di Purwacaraka Music Studio
Purwokerto untuk mengukur kemampuan siswa selama mengikuti pembelajaran.
Artikel yang ditulis oleh Arumaya Aruja yang berjudul “Metode
Pembelajaran Piano Klasik Pada Anak Usia 7-10 Tahun Di PCMS Yogyakarta”
yang memuat pembelajaran di PCMS Yogyakarta menggunakan beberapa metode
pembelajaran piano klasik antara lain metode ceramah, metode pemberian tugas,
metode demonstrasi, metode latihan dan metode tanya jawab. Pada saat proses
belajar mengajar di dalam kelas pada tingkat yang berbeda yaitu tingkat pemula B
guru menggunakan metode tanta jawab, ceramah, demonstrasi, latihan dan
10
pemberian tugas. Pada tingkat 1A guru menggunkan metode ceramah,
demonstrasi, pemberian tugas dan latihan. Penelitian ini sesuai dengan penelitian
yang akan penulis teliti yaitu tentang metode pembelajaran piano di PCMS
Purwokerto.
Artikel yang ditulis oleh Lula Amalia yang berjudul “Pembelajaran Piano
Untuk Anak Autisme Di Sekolah Musik Morizta” yang memuat proses
pembelajaran piano untuk anak autisme di Sekolah Musik Morizta terdiri dari
kegiatan menyapa murid, re-view pelajaran yang dilakukan selama 3 menit,
memberikan materi, guru melakukan evaluasi kepada murid, dan mengajarkan
bernyanyi kepada murid di waktu 5 menit terakhir. Penelitian ini berhubungan
dengan penelitian yang akan penulis teliti yaitu tentang pembelajaran piano.
Artikel yang ditulis oleh Nirmala Nandya Praditidina & Kusrina
Widjajantie yang berjudul “Penerapan Metode Mendongeng Dalam Pembelajaran
Electone Dasar Bagi Anak Usia Dini Di Yamaha Music School Kudus” yang
memuat pemilihan istilah-istilah musik yang diumpamakan dalam dongeng juga
dirasa tepat dan relevan. Pengumpamaan istilah musik dalam dongeng juga sesuai
dengan usia dan daya tangkap peserta didik. Selain itu, peserta didik yang berusia
kisaran 4 sampai 5 tahun menjadi lebih antusias dalam mendengarkan pengajar
dalam menyampaikan materi ajar bila diajarkan dengan metode mendongeng.
Penelitian ini berhubungan dengan penelitian yang akan penulis teliti yaitu
tentang metode pembelajaran piano.
Artikel yang ditulis oleh Silvia Debora Siahaan yang berjudul “Model
Pembelajaran Piano Grade I Di Adis Music Yogyakarta” yang memuat
11
pelaksanaan model pembelajaran piano klasik untuk grade 1 yang diperlukan di
Adis Musik Yogyakarta dapat diikuti dengan baik oleh para siswa yang belajar.
Hal ini dibuktikan dengan seluruh siswa dapat mengikuti ujian untuk kenaikan
grade 2. Model pembelajaran yang dipakai adalah menggunakan buku Andre
Fling, James Bastien Technic, James Bastien Performance, Sonatines Oscar
Block, teknik C, G, F Mayor, A minor, dan teori musik dasar seperti not 1/2, 1/4,
tanda alterasi #, b. Penelitian ini berhubungan dengan penelitian yang akan
penulis teliti yaitu tentang materi yang digunakan dalam pembelajaran piano
klasik.
Artikel yang ditulis oleh Dwiyan Pandapotan yang berjudul “Metode
Pembelajaran Piano Untuk Anak Usia 3-5 Tahun Di Yamaha Music School” yang
memuat pembelajaran piano pada siswa tingkat sekolah dasar di Yamaha Music
School yang diterapkan pada kelas Prepatory, guru mempersiapkan beberapa poin
penting yang semuanya dijelaskan di dalam buku panduan mengajar (Teaching
Guide) dan harus menjadi acuan guru dalam mengajar. Mengenai hasil
pembelajarannya, siswa terbukti senang dan mampu memainkan lagu dengan
menggunakan alat musik piano. Penelitian ini berhubungan dengan penelitain
yang akan penulis teliti yaitu tentang metode pembelajaran piano klasik di sekolah
musik.
Artikel yang ditulis oleh Praditia Indra Setiawan yang berjudul “Metode
Pembelajaran Drum Pada Junior Groove Class Level Reading Di Gilang
Ramadhan Studio Band Semarang” yang memuat metode pembelajaran pada
Junior Groove Class Level Reading di Gilang Ramadhan Studio Band dengan
12
menggunakan metode ceramah, metode demonstrasi, metode latihan, metode
tanya jawab, metode resitasi. Kelima metode tersebut merukapan metode
pembelajaran yang sesuai dengan kurikulum di Gilang Ramadhan Studio Band
Semarang. Penelitian ini berhubungan dengan penelitian yang akan penulis teliti
yaitu tentang meode pembelajaran musik yang digunakan sesuai dari kurikulum di
sekolah musik.
Artikel yang ditulis oleh Arga Novia Bernadetta S yang berjudul
“Implementasi Metode Suzuki Dalam Pembelajaran Biola Tingkat Dasar Di Era
Musik Medan” yang memuat dalam proses pembelajaran biola di Era Musika
Medan tidak sepenuhnya menerapkan metode Suzuki, itu terbukti tidak adanya
CD materi pembelajaran dalam proses pembelajaran berlangsung dan
pembelajaran kelompok yang tidak ada serta peran orang tua yang kurang aktif.
Namun penerapannya sudah mengacu pada penerapan yang dilakukan Metode
Suzuki. Hal ini berkaitan dengan penelitian yang akan saya teliti yaitu tentang
penerapan metode yang sesuai dalam pembelajaran piano.
Artikel yang ditulis oleh Wagiman Joseph yang berjudul
“Pendidikan Kesenian di Sekolah Sub Materi Musik” yang memuat pembelajaran
seni harus selalu mengacu pada tujuan pendidikan seni yakni, sebagai pendidikan
apresiasi dan kreasi agar ada keseimbangan antara olah piker yang diberikan pada
mata pelajaran yang lain dengan olah rasa yang harus diberikan melalui
pendidikan seni.
Artikel yang ditulis oleh Dean Arda Winata yang berjudul “Pembelajaran
Piano Klasik Untuk Siswa Tingkat Dasar di Maestro Musc School Semarang”
13
yang memuat proses pembelajaran diterapkan dengan metode solfegio. Ada 3
aspek solfegio yang dilaksanakan di dalam pembelajaran, yaitu ear training, sight
singing, sight reading. Semua berjalan dengan lancar hingga pada proses evaluasi
menunjukan hasil yang membanggakan dan terbukti efektif dalam membentuk
dan menumbuhkan kualitas musikal siswa.
Artikel yang ditulis oleh Suharto yang berjudul “Problem in
Implementation of Arts Education in Non-Arts Vocational Schools” yang memuat
pendidikan seni budaya yang antara lain membentuk pribadi dan karakter atau
watak yang lembut, halus seperti inovatif dan kreatif yang dapat menunjang
tujuan pendidikan jenis lain yang mengarah pada kecerdasan seperti logika dan
analisa. Sifat-sifat watak atau karakter tersebut yang ditimbulkan dari pendidi-
kan seni di sekolah tersebut adalah untuk mencapai pendidikan secara umum.
Artikel yang ditulis oleh Mayliza Defly Ardina yang berjudul
“Implementasi Pembelajaran Musik Untuk Mengembangkan Mental Dan
Psikomotorik Anak Penderita Down Syndrom” yang memuat pembelajaran musik
mampu mengembangkan mental dan psikomotorik anak penderita down syndrom
dengan cara memberikan alat musik ritmis dan memperdengarkan jenis aliran
musim beragam seperti pop, rock, jazz, klasik, terutama musik beraliran dangdut
yang sangat diminati anak.
Artikel yang ditulis oleh Mahargyantari P Dewi yang berjudul “Studi
Metaanalis: Musik Untuk Menurunkan Stress” yang memuat musik dapat
digunakan sebagai pilihan pendekatan dalam membantu individu yang mengalami
hambatan kondisi fisik, perilaku dan psikologis agar menjadi lebih baik.
14
Artikel yang ditulis oleh Tirza Aprillivia Wulandari yang berjudul
“Pembelajaran Piano Dasar Pada Anak Autis Melalui Metode Memory Singing,
Hearing, Reading, Dan Fingerdrill Di Sekolah Harapan Bunda” yang memuat
ditemukan beberapa perkembangan perilku dan keterampilan bermain piano
secara signifikan dan memperlihatkan hasil yang baik yang ditimbulkan oleh
siswa. Perilaku yang awalnya tidak bisa diatur maupun hanya pasif dalam
pembelajaran, berangsur-angsur menjadi lebih baik dan mampu mengikuti
pembelajaran dengan baik. Seni musik adalah seni yang sangat digemari oleh
anak autis karena memiliki ketertarikan tersendiri melalui metode-metode yang
diterapkan.
Artikel yang ditulis oleh Matteo Venier, Kaoruko Yamashita, dan Yasuko
Tsukahara yang berjudul “The Teaching of Music History in Japanese Music
Education” yang memuat bahwa Jepang telah memprioritaskan pelajaran musik
untuk dijadikan pembelajaran wajib dari mulai jenjang dasar sampai jenjang
perguruan tinggi karena berkontribusi untuk meningkatkan kesadaran mengenai
taraf hidup yang lebih baik.
Artikel yang ditulis oleh Jorge Montoya Rivera yang berjudul “The
Formation of Values Through Music in Children of Preschool Education Who Are
in Temporary Refugee Status” yang memuat mengenal musik dapat menciptakan
nilai-nilai postif pada anak salah satunya sebagai cara untuk menyatukan hal-hal
positif di budaya sehari-hari dalam keluarga, sekolah dan masyarakat.
Artikel yang ditulis oleh Ana Rosmiati yang berjudul “Teknik Stimulasi
dalam Pendidikan Karakter Anak Usia Dini melalui Lirik Lagu Dolanan” yang
15
memuat bahwa pembentukan karakter pada anak-anak harus dimulai ketika pada
masa kanak-kanak. Pembentukan karakter pada anak dapat dilakukan dengan
teknik stimulasi melalui musik. Musik dapat digunakan sebagai media untuk
membantu mengatur tingkat emosional. Pada masa anak-anak tingkat
emosinalnya masih labil.
Artikel yang ditulis oleh Nana Widhianawati yang berjudul “Pengaruh
Pembelajaran Gerak Dan Lagu Dalam Meningkatkan Kecerdasan Musikal Dan
Kecerdasan Kinestik Anak Usia Dini (Studi Eksperimen Kuasi Pada Anak
Kelompok Bermain Mandiri SKB Sumedang)" yang memuat tentang pengaruh
positif bahwa dengan pembelajaran gerak dan lagu dapat meningkatkan
kecerdasan musikal dan kecerdasan kinestetik anak secara signifikan.
Rekomendasi diberikan kepada Pengelola Pendidikan Anak Usia Dini agar
mensosialisasikan pembelajaran gerak dan lagu sebagai salah satu alternatif
pembelajaran bagi guru agar lebih meningkatkan seluruh aspek perkembangan
khususnya aspek kecerdasan musikal dan kecerdsan kinestetik.
Artikel yang ditulis oleh Wagiman Yosep yang berjudul “Pembelajaran
Musik Kreatif Pada Anak Usia Dini” yang memuat proses pembelajaran musik
yang kreatif, tanpa ditunjang oleh suasana kegiatan belajar yang kondusif, hasil
belajar musik tidak akan baik.
Artikel yang ditulis oleh Ratna Supradewi yang berjudul “Otak, Musik
Dan Proses Belajar” yang memuat musik memang dapat mempengaruhi
gelombang otak dan neuro fisiologis tubuh manusia yang bila digunakan dalam
proses belajar memberikan hasil yang positif karena lebih meningkatkan
16
konsentrasi, merekatkan ingatan materi pelajaran, membuat suasana lebih rileks
dan gembira, dan akhirnya dapat mempengaruhi performa untuk mendapatkan
nilai tes yang lebih tinggi.
Artikel yang ditulis oleh Felecia Yeremia Sudargo, Listia Natadjaja, dan
Erandaru yang berjudul “Perancangan Media Bantu Pembelajaran Interaktif untuk
Miracle Music Learning Center di Surabaya” yang memuat bahwa pendidikan
musik terutama dalam alat musik piano sangat digemari oleh anak-anak namun
ditemukan fakta bahwa anak-anak usia 5-10 tahun menjumpai kesusahan pada
skill sight reading untuk mempelajari piano sehingga minat anak-anak berkurang
dan mereka “bosan” dengan piano karena tertanam pada mindset mereka bahwa
belajar piano itu susah.
Artikel yang ditulis oleh Ahmad Zaini yang berjudul “Bermain Sebagai
Metode Pembelajaran Bagi Anak Usia Dini” yang memuat banyak metode
pembelajaran yang dapat diterapkan bagi anak-anak usia dini, salah satunya
melalui bermain. Belajar sambil bermain dapat menyenangkan dan menghibur
bagi anak-anak. Bermain bagi anak adalah kegiatan yang serius tetapi
menyenangkan. Bermain adalah salah satu pendekatan dalam melaksanakan
kegiatan pendidikan untuk anak usia dini.
Artikel yang ditulis oleh Syahrul Syah Sinaga yang berjudul
“Pemanfaatan Dan Pengembagan Lagu Anak-Anak Dalam Pembelajaran Tematik
Pada Pendidikan Anak Usia Dini/TK” yang memuat bahwa pemanfaatan lagu
anak-anak dalam proses pembelajaran selain dianggap dapat memudahkan dan
memperbanyak jumlah lagu anak-anak yang sesuai dengan 11 macam tema
17
pembelajaran, dapat pula dijadikan sebagai media pembelajaran yang mendukung
pesan tema pembelajaran, sehingga membantu anak dalam memahami materi
pembelajaran dan menjadikan proses pembelajaran berlangsung dalam situasi
yang lebih menyenangkan. Bahkan beberapa guru seringkali memanfaatkan lagu
anak-anak untuk kepentingan pengelolaan kelas.
2.2 Landasan Teori
2.2.1 Pengertian Musik
Musik berasal dari nama Dewa Muse (nama diantara dewa dalam
mitologi Yunani Kuno). Dewa ini mewakili cabang seni dan ilmu pengetahuan.
Selain itu, Banoe berpendapat bahwa pengertian seni musik adalah cabang seni
yang menjelaskan tentang berbagai macam suara dalam pola yang dapat
diapahami oleh manusia (Banoe, 2003, p.288). Sedangkan menurut Soeharto
(1992, p.86), mengungkapkan bahwa musik adalah pengungkapan gagasan
melalui bunyi, yang unsur dasarnya berupa irama, melodi, dan harmoni, dengan
unsur pendukung berupa bentuk musik, dinamika dan warna bunyi (suara).
Namun dalam penyajiannya seiring dengan unsur-unsur lain seperti bahasa, gerak
ataupun warna. Unsur-unsur musik tersebut merupakan satu kesatuan yang saling
melengkapi dan tidak dapat dipisahkan. Penjelasan unsur-unsur musik tersebut
dapat diuraikan sebagai berikut:
Unsur musik yang pertama adalah Irama. Irama adalah rangkaian gerak
yang terdapat dalam musik dan tari. Dalam musik irama adalah unsur pokok
musik yang terbentuk dari sekelompok bunyi dan diam dengan panjang pendek
18
yang berbeda lama waktunya. Secara singkat irama adalah pola panjang pendek
bunyi dalam lagu. Istilah asing untuk irama adalah rhythm, yang dterjemaahkan
ritme atau ritmis (Yosep, 2004, p.52). Unsur musik yang kedua adalah melodi.
Melodi adalah suatu rangkaian nada-nada yang terkait biasanya bervariasi dalam
tinggi rendah dan panjang pendeknya nada. Perlu ditambahkan bahwa seperti
kata-kata dalam sebuah kalimat, nada-nada dari sebuah melodi membentuk suatu
ide musikal yang lengkap (Miller, 2001, p.34). Sedangkan menurut Jamalus (1988,
p.16), melodi adalah susunan rangkaian nada (bunyi dengan teratur) yang
terdengar berurutan serta berirama dan mengungkapkan suatu gagasan. Unsur
musik yang ketiga adalah Harmoni.
Harmoni adalah elemen musikal yang didasarkan atas penggabungan
secara simultan dari nada-nada. Jika melodi adalah sebuah konsep horizontal,
maka harmoni adalah konsep vertical (Miller, 2001, p.41). Menurut Jamalus
(1988, p.35), harmoni adalah keselarasan bunyi yang berupa gabungan dua nada
atau lebih yang berbeda tinggi rendahnya. Unsur musik yang keempat struktur/
bentuk musik. Struktur atau bentuk musik adalah susunan serta hubungan antara
unsur-unsur musik dalam suatu musik atau lagu, sehingga menghasilkan yang
bermakna. Sebuah lagu dapat terdiri dari satu atau lebih kalimat lagu yang terdiri
dari kalimat tanya dan kalimat jawaban (Jamalus, 1988, p.35). Struktur lagu
musik ada 3 macam: (a) bentuk lagu 1 bagian, (b) bentuk lagu 2 bagian, dan (3)
bentuk lagu 4 bagian.
Unsur musik yang kelima adalah Dinamik. Dinamik adalah kuat atau
lemahnya nada dalam suatu bentuk komposisi musik yang terdiri dari forte (keras),
19
piano (lembut), fortissimo (sangat keras), pianissimo (sangat lembut), mezzo forte
(agak keras), mezzo piano (agak lembut) (Miller, 2001, p.58). Unsur musik yang
ketujuh adalah warna suara. Menurut Jamalus (1988, p.40), warna suara adalah
ciri khas bunyi yang terdengar bermacam-macam dan dihasilkan oleh bahan
sumber atau bunyi yang berbeda-beda. Warna nada juga mempengaruhi ekspresi
yang menurut Jamalus (1988, p.38), diungkapkan sebagai ungkapan pikiran dan
perasaan yang mencakup tempo, dinamik, dan warna nada itu sendiri dari
unsur-unsur pokok musik yang diwujudkan oleh seniman musik atau penyanyi
yang disampaikan kepada pendengarnya.
2.2.2 Pembelajaran
Pembelajaran adalah sesuatu yang dilakukan oleh siswa, bukan dibuat
untuk siswa. Pembelajaran pada dasarnya merupakan upaya pendidikan untuk
membantu peserta didik melakukan belajar (Isjoni, 2010, p.12). Lebih lanjut,
menurut Hutabarat (1986, p.100), pembelajaran adalah totalitas aktifitas
belajar-mengajar yang diawali dengan perencanaan dan diakhiri dengan evaluasi
yang selanjutnya ditindak lanjuti dengan follow up.
Kegiatan Pembelajaran menurut Sudjana (2005, p.80), adalah setiap
upaya yang dilakukan dengan sengaja oleh pendidik yang dapat menyebabkan
siswa melakukan belajar. Sedangkan Gulo (dalam Sugihartono, 2007, p.80),
mendefinisikan pembelajaran sebagai suatu usaha untuk menciptakan sistem
lingkungan yang mengoptimalkan kegiatan belajar. Adapun di dalam Kamus
Besar Bahasa Indonesia disebutkan arti dari pembelajaran adalah proses, cara,
20
perbuatan menjadikan orang atau makhluk hidup belajar. Jadi dapat disimpulkan,
pembelajaran adalah sebuah usaha yang dilakukan untuk membelajarkan siswa.
Menurut Hamalik (2004, p.77), proses pembelajaran merupakan satu
sistem artinya keseluruhan yang terjadi dari komponen-komponen yang
berinteraksi antara satu dengan yang lainnya dan dengan keseluruhan untuk
mencapai tujuan pembelajaran. Komponen-komponen pokok dalam pembelajaran
adalah sebagai berikut: tujuan pembelajaran, peserta didik (siswa), tenaga
kependidikan (guru), kurikulum, materi pembelajaran, metode pembelajaran,
sarana (alat, media) pembelajaran, dan evaluasi pembelajaran (Hamalik, 2003,
p.77). Adapun komponen-komponen tersebut akan dijelaskan sebagai berikut:
2.2.2.1 Tujuan Pembelajaran
Tujuan pembelajaran merupakan acuan yang dipertimbangkan untuk
memilih strategi belajar-mengajar. Tujuan pembelajaran dapat didefinisikan
sebagai kemampuan yang harus dimiliki oleh anak didik setelah mereka
mempelajari bahasan tertentu dalam satu kali pertemuan (Sanyaja, 2008, p.68).
Sugandi, dkk (2004, p.9), berpendapat bahwa tujuan pembelajaran merupakan
perubahan perilaku dan tingkah laku yang positif dari peserta didik setelah
mengikuti kegiatan belajar mengajar, seperti: perubahan yang secara psikologis
akan tampil dalam tingkah laku yang dapat diamati melalui alat indera oleh orang
lain baik tutur katanya, motorik dan gaya hidupnya. Menurut pendapat di atas
tujuan pembelajaran adalah kemampuan, keterampilan, dan sikap yang harus
dicapai peserta didik setelah peserta didik melakukan proses pembelajaran agar
21
dapat merubah perilaku dan tingkah laku yang positif dari peserta didik itu
sendiri.
2.2.2.2 Peserta Didik
Aly (1999, p.113), peserta didik ialah setiap manusia yang sepanjang
hayatnya selalu berada dalam perkembangan. Jadi bukan hanya anak-anak yang
sedang dalam pengasuhan dan pengasihan orangtuanya, bukan pula anak-anak
dalam usia sekolah. Kemudian Sarwono (2007, p.8), mengemukakan bahwa siswa
merupakan setiap orang yang secara resmi terdaftar untuk mengikuti pelajaran di
dunia pendidikan.
Menurut pendapat di atas peserta didik ialah semua manusia yang
sepanjang hayatnya selalu berada dalam perkembangan dan terdaftar resmi untuk
mengikuti pelajaran di dunia pendidikan.
2.2.2.3 Tenaga Kependidikan
Tenaga kependidikan bisa disebut juga dengan pendidik. Menurut
Mulyasa (2003, p.53), pendidik yaitu orang yang memiliki kualifikasi akademik
dan kompetensi sebagai agen pembelajaran, sehat jasmani dan rohani, serta
memiliki kemampuan untuk mewujudkan tujuan pendidikan. Lebih lanjut Atmaka
(2004, p.17), berpendapat bahwa pendidik adalah orang yang bertanggung jawab
untuk memberikan bantuan kepada siswa dalam pengembangan baik fisik dan
spiritual. Pendidik hanya memfasilitasi transisi pengetahuan dari sumber belajar
ke peserta didik (Chotimah, 2008, p.3).
2.2.2.4 Kurikulum
22
Kurikulum merupakan seluruh pembelajaran yang dirancang dan
dilakukan secara individu maupun kelompok, baik didalam sekolah maupun diluar
sekolah (Kerr, 1968, p.74). Lebih lanjut Beauchamp (1975, p.58), berpendapat
bahwa kurikulum diartikan sebagai dokumen tertulis yang berisikan seluruh mata
pelajaran yang akan diajarkan kepada peserta didik melalui pilihan sebagai
disiplin ilmu dan rumusan masalah dalam kehidupan sehari-hari. Kurikulum
adalah suatu rangkaian unit materi belajar yang disusun sedemikian rupa,
sehingga anak didik dapat mempelajarinya berdasarkan kemampuan awal yang
dimiliki atau dikuasai sebelumnya (Ahmad,1998, p.14).
Menurut pendapat diatas kurikulum merupakan rangkaian rencana dan
pengaturan tentang materi pembelajaran yang disusun sesuai jenjang dan jenis
pendidikn, sehingga peserta didik mampu menguasai materi pembelajaran.
2.2.2.5 Materi Pembelajaran
Yang dimaksud dengan materi pembelajaran adalah bahan ajar yang
disiapkan untuk disajikan dan dilatihkan kepada siswa. Materi pelajaran adalah
bahan pelajaran yang merupakan isi dari proses interaksi (Suryobroto, 1986, p.12).
Sebagaimana Mulyasa (2006, p.96), mengemukakan bahwa bahan ajar merupakan
salah satu bagian dari sumber ajar yang dapat diartikan sesuatu yang mengandung
pesan pembelajaran baik yang bersifat khusus maupun yang bersifat umum yang
dapat dimanfaatkan untuk kepentingan pembelajaran.
Menurut pendapat diatas materi merupakan bahan ajar yang dirancang
oleh pengajar untuk dibelajarkan kepada siswa atau peserta didik yang
23
mengandung pesan pembelajaran baik yang bersifat khusus maupun yang bersifat
umum yang dapat dimanfaatkan untuk kepentingan pembelajaran.
2.2.2.6 Metode Pembelajaran
Gerlach & Ely (1980, p.40), menyatakan bahwa metode pembelajaran
adalah cara yang dipilih untuk menyampaikan pelajaran dalam lingkungan
pengajaran tertentu yang meliputi sifat, lingkup dan urutan kegiatan yang dapat
memberikan pengalaman kepada siswa. Metode pembelajaran ialah cara yang
dipergunakan guru dalam mengadakan hubungan dengan siswa pada saat
berlangsungnya pembelajaran (Sudjana, 2005, p.76). Selanjutnya (Sutikno, 2009,
p.88), berpendapat bahwa metode pembelajaran adalah caracara menyajikan
materi pelajaran yang dilakukan oleh pendidik supaya terjadi proses pembelajaran
pada diri siswa dalam upaya untuk mencapai tujuan.
Menurut pendapat di atas metode pembelajaran merupakan cara yang
dilakukan oleh pendidik atau guru dalam menyampaikan materi pembelajaran
agar tujuan pembelajaran dapat tercapai secara maksimal.
2.2.2.7 Media Pembelajaran
Media merupakan seperangkat alat bantu atau pelengkap yang digunakan
oleh guru atau pendidik dalam rangka berkomunikasi dengan siswa atau peserta
didik (Yuwono, 2011, p.10). Menurut Supriyanto (2008, p.9), media pembelajaran
adalah alat untuk mencapai suatu tujuan pembelajaran yang akan digunakan oleh
pendidik atau guru dalam menyampaikan materi pelajaran. Memilih dan
menggunakan media pembelajaran yang sesuai dengan situasi dan kondisi siswa
dan lingkungan yang dapat mendukung keberhasilan tujuan pembelajaran yang
24
telah direncanakan.
Menurut pendapat di atas media pembelajaran adalah suatu alat yang
digunakan pendidik untuk menyampaikan materi supaya tujuan dari pembelajaran
berhasil.
2.2.2.8 Evaluasi Pembelajaran
Dengan adanya evaluasi terhadap hasil pembelajaran yang teratur akan
memudahkan pendidik untuk mengontrol tingkat perkembangan peserta didik
sehingga pencapaian tujuan pendidikan dapat dioptimalkan (Yuwono, 2011, p.10).
Menurut Suryobroto (1986, p.12), evaluasi merupakan barometer untuk mengukur
tercapainya proses interaksi, dengan mengadakan evaluasi dapat mengontrol hasil
belajar siswa dan juga dapat mengontrol ketepatan suatu metode yang digunakan
oleh guru, sehingga pencapain tujuan pembelajaran dapat dioptimalkan.
Menurut pendapat diatas pelaksanaan evaluasi pembelajaran dapat
memudahkan pendidik untuk mengontrol perkembangan peserta didik dan dapat
juga untuk mengontrol ketepatan suatu metode yang digunakan supaya
pencapaian tujuan pendidikan dapat dioptimalkan.
2.2.4 Metode Faber
Berasal dari bahasa Yunani, metha (melalui atau melewati), dan hodos
(jalan atau cara). Metode merupakan prosedur atau cara yang ditempuh untuk
mencapai tujuan tertentu (Ramdani, 2016, p.4). Secara umum metode dapat
diartikan sebagai suatu cara atau strategi untuk mencapai tujuan dan kegunaan
tertentu (Hasibuan, 2002, p.19). Suryobroto (1986, p.3), berpendapat bahwa
25
metode adalah cara yang dalam fungsinya sebagai alat untuk mencapai tujuan.
Semakin tepat metode yang digunakan diharapkan semakin efektif pencapaian
tujuan tersebut. Selanjutnya Ruslan (2003, p.24), berpendapat bahwa metode
merupakan kegiatan ilmiah yang berkaitan dengan suatu cara kerja (sistematis)
untuk memahami suatu subjek atau objek penelitian sebagai upaya untuk
menemukan jawaban yang tepat. Dengan kata lain, metode berarti jalan atau cara
yang harus dilalui untuk mencapai tujuan tertentu (Karo-Karo, 1985, p.7).
Selanjutnya penjelasan mengenai metode faber.
Metode faber merupakan metode pengenalan piano untuk kelas pemula
yang diciptakan oleh seorang composer dan pianis bernama Nancy dan Randall
Faber. Metode faber diciptakan dengan alasan untuk mendukung guru dan siswa
piano pada saat pembelajaran, karena banyak ditemui diberbagai negara masih
banyak hambatan yag terjadi seperti siswa masih bingung dengan alat musik yang
bernama piano. Sehingga Nancy dan Randall Faber memutuskan untuk
menciptakan metode faber sebagai metode pengenalan piano untuk siswa yang
baru belajar piano.
Nancy dan Randal Faber telah mengubah wajah pedagogi piano modern
dengan merevolusi pengajaran piano. Terdapat banyak celah dan jebakan dalam
metode lain, sehingga Nancy dan Randall Faber mulai menulis metode yang
selalu mereka inginkan untuk siswa mereka sendiri. Sebagai pendidik, mereka
memahami motivasi intrinsic sehingga menciptakan perpustakaan dengan semua
genre dan selera musik yang ada didunia.
Semua buku pembelajaran piano klasik yang diciptakan oleh Nancy dan
26
Randall Faber diberi nama Piano Adentures. Hal ini bertujuan sebagai pendekatan
yang berpusat pada siswa dengan menggunakan analisis, kreativitas, dan ekspresi
untuk mengembangkan pikiran dan hati pada saat bermain piano. Buku-buku
faber dirancang khusus untuk pemula dengan memunculkan banyak gambar,
symbol, dan warna. Proses pembelajaran piano menurut buku-buku faber
dilaksanakan secara menyenangkan dan teori kreatif dikombinasikan dengan
pendekatan teknis yang mendorong praktik dan kemajuan, sehingga siswa
merasakan petualangan yang sangat menyenangkan pada saat belajar piano. Piano
Adventures sangat disegani karena memotivasi siswa seluruh dunia. (Leonard,
2006).
Pembelajaran piano klasik di Purwacaraka Music Studio (PCMS)
Purwokerto menggunakan metode faber dengan menerapkan metode ceramah,
metode tanya jawab dan metode latihan. Adapaun pengertian masing-masing
metode tersebut sebagai berikut:
2.2.3.1 Metode Ceramah
Metode ceramah merupakan sebuah bentuk interaksi melalui penerangan
dan penuturan secara lisan oleh seseorang terhadap sekelompok pendengar
(Surakhmad, 1980, p.98). Selanjutnya Sanjaya (2006, p.147), mendefinisikan
metode ceramah adalah cara menyajikan pelajaran melalui penuturan secara lisan
atau penjelasan langsung kepada siswa. Metode ceramah hanya mengandalkan
indera pendengaran sebagai alat belajar yang paling dominan (Juniari, 2016,
p.15).
2.2.3.2 Metode Tanya Jawab
27
Metode tanya jawab adalah suatu cara penyampaian pelajaran oleh guru
dengan jalan mengajukan pertanyaan dan murid menjawabnya yang bertujuan
untuk meninjau pelajaran yang lalu agar para murid memusatkan lagi
perhatiannya tentang sejumlah kemajuan yang telah dicapai sehingga dapat
melanjutkan pada pelajaran berikutnya (Alipandie, 1984, p.79). Lebih lanjut
Sudirman (1992, p.199), berpendapat bahwa metode Tanya jawab merupakan
suatu cara penyajian pelajaran dalam bentuk petanyaan yang harus dijawab,
terutama dari guru kepada siswa maupun sebaliknya. Penggunaan metode Tanya
awab dapat dinilai sebagai metode yang cukup wajar dan tepat pada saat
melaksanakan ulangan, evaluasi dan memberikan selingan dalam ceramah
(Zuhairini, 1993, p.46).
2.2.3.3 Metode Latihan
Metode latihan atau biasa disebut metode drill adalah suatu cara mengajar
dimana siswa melaksanakan kegiatan-kegiatan latihan agar siswa memiliki
ketangkasan atau keterampilan yang lebih tinggi dari apa yang telah dipelajari
(Roestiyah, 2001, p.23). Selanjutnya Sagala (2003, p.18), berpendapat bahwa
metode drill merupakan suatu cara mengajar yang baik untuk menanamkan
kebiasaan-kebiasaan tertentu yang dijadikan sebagai sarana memperoleh
ketangkasan, ketepatan, kesempatan dan keterampilan.
2.2.4 Piano
Piano adalah alat musik yang bisa dimasukkan dalam kategori alat musik
tertua, sekaligus termahal di dunia dan dimainkan dengan jari-jemari tangan.
28
Pemain piano disebut pianis. Piano merupakan perangkat alat musik yang berupa
jajaran bilah-bilah papan nada yang membentuk urutan tangga nada, dimainkan
oleh kedua tangan dengan sepuluh jarinya secara bergantian atau bersamaan
dengan menekan tuts yang menghasilkan nada dan melodi serta akord yang
harmonis (Munthoriq, 2015).
2.2.4.1 Sejarah dan Perkembangan Piano
Cikal bakal piano sebenarnya adalah alat musik kecapi. Kesamaan dari
dua instrumen ini adalah sama-sama menggunakan senar. Cara kerja kecapi
dengan dipetik. Kemudian setelah itu muncul alat musik monochord lalu muncul
juga gambus. Gambus umum pada abad ke-14 dan ke-15. Bentuknya seperti kotak
tertutup dan ada senar yang membujur diatasnya. Cara memainkannya sama-sama
dipetik. Selain gambus ada pula dulcimer, bentuknya sangat mirip dengan gambus
akan tetapi cara memainkannya yang berbeda. Dulcimer dimainkan dengan cara
dipukul senarnya, sehingga disinyalir muasal piano adalah dulcimer. Hingga pada
tahun 800M di Roma, mulai ada pengembangan terhadap notasi musik. Kemudian
pada tahun 1400 di Inggris mulai dikenal rumah para nada, atau biasa dilihat
sebagai lima buah garis tempat untuk meletakkan not balok.
Pada saat awal-awal diciptakan, suara piano tidak sekeras piano abad
ke-11, seperti piano yang dibuat oleh Bartolomeo Cristofori (1655-1731) buatan
1720. Pasalnya, tegangan senar piano kala itu tidak sekuat sekarang. Kini piano
itu dipajang di Metropolitan Museum of Art di New York. Meskipun siapa
penemu pertama piano, yang awalnya dijuluki gravecembalo col piano e forte
(harpsichord dengan papan tuts lembut dan bersuara keras), masih menjadi
29
perdebatan, banyak orang mengakui, Bartolomeo Cristofori sebagai penciptanya.
Piano juga bukan alat musik pertama yang menggunakan papan tuts dan bekerja
dengan dipukul. Alat musik berprinsip kerja mirip piano telah ada sejak 1440.
Menjelang pertengahan abad ke-14 atau sekitar tahun 1350, pandai besi
dari Jerman mulai melakukan terobosan untuk membuat senar (string) untuk alat
musik. Ada yang terbuat dari plat baja. Sampai pada awal abad ke-19 besi, emas,
perak, kuningan, usus, rambut kuda, hingga nylon digunakan sebagai bahan untuk
membuat senar. Awalnya senar dari plat baja muncul pada tahun 1735 di Wales.
Sebuah perusahaan piano bernama “Broadwood” menyatakan bahwa mereka
menggunakan plat baja sebagai senarnya tetapi belum ada yang mengkonfirmasi
kejelasannya.
Christian Ernst Friederici murid dari Silberman melakukan percobaan
dengan membuat piano kecil berbentuk kotak dengan nama fortbien. Selain
fortbien, Fruederici juga membuat piano berbentuk pyramid setelah berakhirnya
perang yang melanda Jerman sekitar tahun 1760. Piano menjadi sangat diminati
oleh masyarakat pada saat itu. Piano sendiri lahir dari keinginan untuk
menggabungkan keindahan nada clavichord dengan kekuatan harpsichord. Hasrat
itu mendorong Marius dari Paris (1716), Schroter dari Saxony (1717), dan
Christofori (1720) dari Padua, Italia, untuk membuat piano. Namun, hasil utuh
dan lengkap Cuma ditunjukkan Bartolomeo Christofori.
Pada akhir periode 1790 - 1860, piano era Mozart mengalami
perubahan instrumen modern semakin terlihat memimpin. Pada revolusinya, piano
banyak mendapat dukungan dari komposer dan pianis terkenal yang mengiringi
30
perkembangannya. Sehingga piano dalam musik semakin memiliki power yang
tinggi. Teknologi dalam pembuatan piano menggunakan alat-alat berteknologi
tinggi. Dalam beberapa waktu gaya suara piano meningkat dari 5 oktaf menjadi 7
1/3 oktaf (atau bahkan lebih). Perusahaan Broadwood mengirim piano mereka
kepada Hadyn dan Bethoveen. Cakupan kemampuan piano yang mereka kirim
lebih dar 5 oktaf pada tahun 1790an, pada tahun 1810 menyusul menjadi 6 oktaf
sampai pada tahun 1820 akhirnya menjadi 7 oktaf.
Pada pertengahan abad ke-17 piano dibuat dengan beberapa bentuk.
Awalnya, ada yang dibuat mirip desain harpsichord, dengan dawai menjulang.
Piano menjadi lebih rendah setelah John Isaac Hawkins memodifikasi letaknya
menjadi sejajar lantai. Lalu, dengan munculnya tuntutan instrumen musik lebih
ringan, tidak mahal, dan dengan sentuhan lebih ringan, para pembuat piano
Jerman menjawabnya dengan piano persegi. Sampai 1860 piano persegi ini
mendominasi penggunaan piano di rumah.
Rangka untuk senar piano pertama menggunakan rangka kayu dan hanya
dapat menahan tegangan ringan dari senar. Akibatnya, ketika pada abad ke-19
dibangun gedung-gedung konser berukuran besar, suara piano tadi kurang
memadai. Maka, mulailah dibuat piano dengan rangka besi. Sekitar tahun 1800
Joseph Smith dari Inggris membuat suatu piano dengan rangka logam seluruhnya.
Piano hasil inovasinya mampu menahan tegangan senar sangat kuat, sehingga
suara yang dihasilkan pun lebih keras. Sekitar 1820, banyak pembuat
menggunakan potongan logam untuk bagian piano lainnya. Pada 1822, Erard
bersaudara mematenkan double escapement action, yang merupakan temuan
31
tersohor dari yang pernah ada berkaitan dengan cara kerja piano.
Dalam perkembangannya, sebelum memiliki 88 tuts seperti sekarang,
piano memiliki 5 oktaf dan 62 tuts. Ia juga dilengkapi dengan pedal. Semula pedal
itu digerakkan dengan lutut. Namun, kemudian pedal kaki yang diperkenalkan di
Inggris menjadi populer hingga sekarang. (Rizki, 2009)
2.2.4.2 Macam dan Jenis Piano
Piano hadir dalam berbagai versi yang menawarkan berbagai tingkat
kualitas suara, ukuran dan kepraktisan. Piano memiliki dua kategori dasar: piano
vertikal dan horisontal. Piano Vertikal disebut piano vertikal karena tingginya dan
posisi senarnya.
Tinggi piano ini berkisar antara 36 sampai dengan 60 inci. Ada 4 jenis
piano vertikal antara lain: (1) Spinet yaitu dengan ketinggian sekitar 36 sampai 38
inci, dan lebar perkiraan 58 inci, spinet adalah piano terkecil. (2) Piano Konsol
agak lebih besar dari spinet, tingginya berkisar 40-43 inci dan lebar sekitar 58 inci.
(3) Piano studio ini adalah jenis piano yang biasanya kamu lihat di
sekolah-sekolah musik dan studio musik. Tingginya sekitar 45 sampai 48 inci dan
memiliki lebar sekitar 58 inci. Karena soundboard yang lebih besar dan senar
yang panjang, maka bisa menghasilkan kualitas nada yang baik dan panjang. (4)
Piano Upright adalah piano yang tertinggi di antara piano vertikal, dengan
perkiraan ketinggian mulai dari 50 hingga 60 inci dan lebar 58 inci.
Selanjutnya piano horizontal juga dikenal sebagai Grand Piano. Disebut
piano horizontal karena panjangnya dan penempatan stringnya yang disusun
secara horizontal dan bertumpu pada 3 buah kaki. Grand Piano bisa dikatakan
32
menghasilkan nada lebih halus dan memiliki kunci yang paling responsif. Ada 6
tipe dasar dari piano horizontal yaitu: (1) Petite Grand adalah yang terkecil dari
piano horizontal. Ukurannya berkisar dalam ukuran dari 4 kaki 5 inci sampai 4
kaki 10 inci. (2) Baby Grand Jenis yang sangat popular yang ukurannya berkisar
antara 4 kaki 11 inci sampai 5 kaki 6 inci. (3) Medium Grand lebih besar dari
Baby Grand ukurannya sekitar 5 kaki dan 7 inci. (4) Parlor Grand ukurannya
berkisar antar 5 kaki 9 inci sampai 6 kaki 1 inci. (5) Semiconcert atau Ballroom
berukuran lebih besar Grand Parlor, adalah sekitar 6 kaki 2 inci sampai 7 kaki. (6)
Concert Grand ukurannya sekitar 9 kaki, yang terbesar dari semua piano grand.
(Munthoriq, 2015).
2.2.4.3 Pembelajaran Piano
Pembelajaran piano disuatu lembaga atau sekolah musik umumnya dibagi
menjadi dua macam yaitu piano klasik dan piano pop. Piano klasik mempelajari
tentang segala macam lagu komponis era dahulu, seperti J.S Bach, W.A Mozart,
L.W Beethoven, dan lain-lain. Pada piano klasik ini not-not yang dipelajari lebih
kompleks daripada piano pop, karena visualisasi yang ada pada partitur atau not
piano klasik lebih rumit dan kompleks, tidak seperti piano pop yang easy listening
dan mudah di dengar. Belajar piano klasik memerlukan ketekunan dan kesabaran,
juga waktu yang relatif lebih lama dibandingkan dengan belajar piano pop
maupun keyboard. Teknik yang dipakai pada permainan piano klasik dijadikan
dasar pada permainan piano pop atau keyboard.
Selanjutnya yaitu piano pop. Dasar dari permainan piano pop tidak jauh
berbeda dengan piano klasik. Namun pada piano pop, partitur atau notnya lebih
33
sederhana dan tidak serumit piano klasik. Materi lagu yang dimainkan yaitu lagu
modern atau lagu jaman sekarang. Jadi pada piano pop lebih banyak ditekankan
improvisasi lagu. Dilihat dari bentuk sajiannya, piano pop dibagi menjadi dua
yaitu, (1) piano pop sebagai performance style, sajian ini adalah gaya paling
umum dari piano pop yakni memainkan melodi dengan simbol akor dan iringan
tidak ditulis secara detail. Pianis dituntut untuk mengembangkan permainan
tangan kirinya secara mandiri; (2) piano pop sebagai performance genre, sajian ini
adalah lagu pop yang ditata dengan gaya permainan piano klasik. Umumnya lagu
ditulis dalam partitur yang legkap untuk tangan kanan dan kiri secara detail
(Tjahjadi, 2017).
2.3 Psikologi Anak
Psikologi adalah ilmu yang mempelajari perilaku manusia dan binatang
baik yang dapat dilihat secara langsung maupun yang tidak dapat dilihat secara
langsung (Abdi, 1990). Selanjutnya Syah (1999, p.34), mengatakan bahwa
psikologi adalah ilmu pengetahuan yang mempelajari tingkah laku terbuka dan
tertutup pada manusia baik selaku individu maupun kelompok, dalam
hubungannya dengan lingkungan. Psikologi membahas tingkah laku manusia
dalam hubungannya dengan lingkungannya (Dakir, 1993, p.19).
Dalam perkembangannya ilmu psikologi dikelompokkan dalam beberapa
bidang, salah satunya adalah bidang psikologi perkembangan. Lerner (1976,
p.110), merumuskan bahwa psikologi perkembangan sebagai pengetahuan yang
memperlajari persamaan dan perbedaan fungsi-fungsi psikologis sepanjang hidup
34
salah satunya psikologi perkembangan anak yang mempelajari persamaan dan
perbedaan proses berpikir pada anak umur 1-5 tahun atau mempelajari bagaimana
kepribadian seseorang berubah dan berkembang dari anak-anak, remaja sampai
dewasa.
Psikologi anak adalah sebuah cabang dari ilmu psikologi yang
mempelajari tentang tumbuh kembang dan perilaku siapapun yang berusia di
bawah 18 tahun (Hodgkin & Newell, 1989, p.12). Selanjutnya (Havighurst, 1985,
p.76), menfefinisikan psikologi anak adalah bagian dari ilmu psikologi
perkembangan yang khusus mempelajari tahap perkembangan anak dan
membahas tentang cara memahami anak dan cara memberi perlakuan yang tepat
dengan mempertimbangkan kondisi mereka. Anak merupakan pribadi yang masih
bersih dan peka terhadap rangsa-rangsangan yang berasal dari lingkungan (Locke,
2002, p.12). Perkembangan pada anak mengakibatkan perubahan pada
kematangan tingkat berfikir, interaksi sosial, dan semakin matangnya fungsi
motorik (Seifert & Hoffnung, 1994, p.114).
Selanjutnya (Erikson, 1968), berpendapat tahap-tahap perkembangan
manusia dari lahir sampai mati dipengaruhi oleh interaksi sosial dan budaya
antara masyarakat terhadap perkembangan kepribadian, perkembangan psikologis
disepanjang kehidupan manusia dan bukan antar masa bayi dan remaja. Adapun
Erikson membagi fase-fase perkembangan sebagai berikut:
2.3.1 Fase Bayi (0 – 1 tahun)
Pada tahap ini bayi hanya memasukkan (incorporation), bukan hanya
melalui mulut (menelan) akan tetapi juga bisa dari semua indera. Tahap sensori
35
oral ditandai oleh dua jenis inkorporasi: mendapat (receiving) dan menerima
(accepting). Tahun pertama kehidupannya, bayi memakai sebagian besar
waktunya untuk makan, eliminasi (buang kotoran), dan tidur. Ketika ia menyadari
ibu akan memberi makan/minum secara teratur, mereka belajar dan memperoleh
kualitas ego atau identitas ego yang pertama, perasaan kepercayaan dasar (basic
trust). Bayi harus mengalami rasa lapar, haus, nyeri, dan ketidaknyamanan lain,
dan kemudian mengalami perbaikan atau hilangnya kondisi yang tidak
menyenangkan itu.
2.3.2 Fase Anak-Anak (1 – 3 tahun)
Pada tahap ini anak dihadapkan dengan budaya yang menghambat
ekspresi diri serta hak dan kewajiban. Anak belajar untuk melakukan
pembatasan-pembatasan dan kontrol diri dan menerima kontrol dari orang lain.
Hasil mengatasi krisis otonomi versus malu-ragu adalah kekuatan dasar kemauan.
Ini adalah permulaan dari kebebasan kemauan dan kekuatan kemauan
(benar-benar hanya permulaan), yang menjadi wujud virtue kemauan di dalam
egonya. Pada tahap ini pola komunikasi mengembangkan penilaian benar atau
salah dari tingkah laku diri dan orang lain, disebut bijaksana (judicious), dengan
sikap seperti itu anak pun akan merasa dihargai dengan sendirinya dan secara
otomatis akan tumbuh kepercayaan dirinya ketika berinteraksi dengan yang
lainnya.
2.3.3 Usia Bermain (3 – 6 tahun)
Pada tahap ini Erikson mementingkan perkembangan pada fase bermain,
yakni identifikasi dengan orang tua (odipus kompleks), mengembangkan gerakan
36
tubuh, ketrampilan bahasa, rasa ingin tahu, imajinasi, dan kemampuan
menentukan tujuan. Erikson mengakui gejala odipus muncul sebagai dampak dari
fase psikososeksual genital-locomotor, namun diberi makna yang berbeda.
Menurutnya, situasi odipus adalah prototip dari kekuatan yang abadi dari
kehidupan manusia. Aktivitas genital pada usia bermain diikuti dengan
peningkatan fasilitas untuk bergerak. Inisiatif yang dipakai anak untuk memilih
dan mengejar berbagai tujuan, seperti kawain dengan ibu/ayah, atau meninggalkan
rumah, juga untuk menekan atau menunda suatu tujuan. Konflik antara inisiatif
dengan berdosa menghasilkan kekuatan dasar (virtue) tujuan (purpose). Tahap ini
dipenuhi dengan fantasi anak, menjadi ayah, ibu, menjadi karakter baik untuk
mengalahkan penjahat.
2.3.4 Usia Sekolah (6 – 12 tahun)
Pada usia ini dunia sosial anak meluas keluar dari dunia keluarga, anak
bergaul dengan teman sebaya, guru, dan orang dewasa lainnya. Pada usia ini
keingintahuan menjadi sangat kuat dan hal itu berkaitan dengan perjuangan dasar
menjadi berkemampuan (competence). Memendam insting seksual sangat penting
karena akan membuat anak dapat memakai energinya untuk mempelajari
teknologi dan budayanya serta interaksi sosialnya. Krisis psikososial pada tahap
ini adalah antara ketekunan dengan perasaan inferior (industry – inveriority). Dari
konflik antar ketekunan dengan inferiorita, anak mengembangkan kekuatan dasar
kemampuan (competency). Di sekolah, anak banyak belajar tentang sistem, aturan,
metoda yang membuat suatu pekerjaan dapat dilakukan dengan efektif dan
efisien.
37
2.3.5 Adolesen (12 – 20 tahun)
Tahap ini merupakan tahap yang paling penting diantara tahap
perkembangan lainnya, karena orang harus mencapai tingkat identitas ego yang
cukup baik. Bagi Erikson, pubertas (puberty) penting bukan karena kemasakan
seksual, tetapi karena pubertas memacu harapan peran dewasa pada masa yang
akan datang. Pencarian identitas ego mencapai puncaknya pada fase ini, ketika
remaja berjuang untuk menemukan siapa dirinya. Kekuatan dasar yang muncul
dari krisis identitas pada tahap adolesen adalah kesetiaan (fidelity), yaitu setia
dalam beberapa pandangan idiologi atau visi masa depan.
2.3.6 Dewasa Awal (20 – 30 tahun)
Pengalaman adolesen dalam mencari identitas dibutuhkan oleh
dewasa-awal. Perkembangan psikoseksual tahap ini disebut perkelaminan
(genitality). Keakraban (intimacy) adalah kemampuan untuk menyatukan identitas
diri dengan identitas orang lain tanpa ketakutan kehilangan identitas diri itu.
Ritualisasi pada tahap ini adalah Afiliasi, refleksi dari kenyataan adanya cinta,
mempertahankan persahabatan, ikatan kerja.
2.3.7 Dewasa (30 – 65 tahun)
Tahap dewasa adalah waktu menempatkan diri di masyarakat dan ikut
bertanggung jawab terhadap apapun yang dihasilkan dari masyarakat. Kualitas
sintonik tahap dewasa adalah generativita, yaitu penurunan kehidupan baru, serta
produk dan ide baru. Kepedulian (care) adalah perluasan komitmen untuk
merawat orang lain, merawat produk dan ide yang membutuhkan perhatian.
Kepedulian membutuhkan semua kekuatan dasar ego sebelumnya sebagai
38
kekuatan dasar orang dewasa. Generasional adalah interaksi antara orang dewasa
dengan generasi penerusnya bisa berupa pemberian hadiah atau sanjungan,
sedangkan otoritisme mengandung pemaksaan.
2.3.8 Usia Tua (> 65 tahun)
Tahap terakhir dari psikoseksual adalah generalisasi sensualitas
(Generalized Sensuality): kenikmatan dari berbagai sensasi fisik, penglihatan,
pendengaran, kecapan, bau, dan juga stimulasi genital. Banyak terjadi pada krisis
psikososial terakhir ini, kualitas distonik “putus asa” yang menang. Orang dengan
kebijaksanaan matang, tetap untuk integritasnya ketika kemampuan fisik dan
mentalnya menurun. Pada tahap usia tua, ritualisasinya adalah integral; ungkapan
kebijaksanaan dan pemahaman makna kehidupan. Interaksi yang tidak
mementingkan keinginan dan kebutuhan duniawi.
2.4 Kerangka Berpikir
Menurut Uma Sekaran (dalam Sugiyono, 2011, p.60), kerangka berpikir
merupakan model konseptual tentang bagaimana teori terhubung dengan berbagai
faktor yang telah diidentifikasi sebagai hal yang penting, jadi dengan demikian
maka kerangka berpikir adalah sebuah pemahaman yang melandasi
pemahaman-pemahaman yang lainnya, sebuah pemahaman yang paling mendasar
dan menjadi pondasi bagi setiap pemikiran atau suatu bentuk proses keseluruhan
dari penelitian yang akan dilakukan.
39
Bagan 2.1 Kerangka Berpikir
Penjelasan kerangka berpikir diatas adalah sebagai berikut:
Dari kerangka konsep diatas, penulis akan mengemukakan deskripsi dari
pembelajaran alat musik piano klasik di PCMS Purwokerto dengan menjelaskan
urutan dari pembelajaran alat musik piano klasik dengan faber dengan
menerapkan metode ceramah, metode tanya jawab dan metode latihan sebagai
metode pembelajaran yang digunakan sampai pada hasil belajar. Penggunakan
metode faber sebagai metode yang diterapkan dalam pembelajaran piano klasik,
ini akan melalui tiga tahap sebelum mencapai hasil belajar, yaitu: (1) perencanaan,
(2) pelaksanaan, (3) evaluasi.
PEMBELAJARAN PIANOKLASIK
METODE FABER
PERENCANAAN PELAKSANAAN EVALUASI
METODE CERAMAH
HASIL
METODE TANYAJAWAB
METODE LATIHAN(DIRLL)
RELEVAN DALAMMENINGKATKAN MINAT
ANAK ATAU TIDAK
40
Perencanaan dapat didefinisikan sebagai keseluruhan proses pemikiran
dan penentuan secara matang dari hal-hal yang akan dikerjakan di masa yang akan
datang dalam rangka pencapaian tujuan yang telah ditentukan (Siagian, 1994,
p.108). Selanjutnya Suandy (2001, p.2), mengemukanan bahwa perencanaan
merupakan suatu proses penentuan tujuan organisasi dan kemudian menyajikan
dengan jelas strategi-strategi, taktik-taktik, dan operasi yang diperlukan untuk
mencapai tujuan organisasi secara menyeluruh. Dalam organisasi di PCMS
Purwokerto merencanakan suatu pembelajaran instrumen salah satunya yaitu
piano klasik dengan kurikulum yang telah disusun. Setelah perencanaan, tahap
yang harus dilalui selanjutnya adalah pelaksanaan. Lebih lanjut Terry (1986, p.15),
mengemukakan bahwa actuating (pelaksanaan) merupakan usaha menggerakkan
anggota kelompok sedemikian rupa sehingga mereka berkeinginan dan berusaha
untuk mencapai sasaran perusahaan dan sasaran anggota perusahaan tersebut oleh
karena para anggota itu juga ingin mencapai sasaran-sasaran tersebut. Pelaksanaan
(implementasi) bermuara pada aktivitas, aksi, tindakan atau adanya mekanisme
suatu sistem. Pelaksanaan bukan sekedar aktivitas, tetapi suatu kegiatan yang
terencana dan untuk mencapai tujuan kegiatan (Usman, 2002, p.70). Dalam
kerangka konsep diatas diartikan sebagai semua aktifitas dan usaha yang
dilaksanakan berdasar perencanaan yang telah ditetapkan. Pelaksanaan
pembelajaran piano akan menggunakan metode yang telah ditentukan sesuai
kurikulum yaitu metode faber dan pada penerapannya dengan menggunakan
metode ceramah, metode tanya jawab, dan metode lathan. Kemudian diteliti lagi
apakah penerapan metode ceramah, metode tanya jawab dan metode latihan pada
41
metode faber tersebut relevan dalam meningkatkan minat anak pada saat
pembelajaran berlangsung.
Setelah tahap pelaksanaan dalam kerangka konsep ini, selanjutnya adalah
tahap evaluasi yang merupakan proses menentukan nilai untuk suatu hal objek
yang berdasarkan pada acuan-acuan tertentu untuk menentukan tujuan tertentu.
Penilaian ini bersifat netral, positif atau negatif dan bisa juga merupakan
gabungan dari keduanya. Proses evaluasi biasanya akan diikutkan dengan
pengambilan keputusan atas objek yang dievaluasi. Evaluasi merupakan kegiatan
yang membandingkan antara hasil implementasi dengan kriteria dan standar yang
telah ditetapkan untuk melihat keberhasilannya.
Dalam pelaksanaannya, evaluasi yang digambarkan pada kerangka
konsep ini, dilakukan sebagai suatu proses menjelaskan, memperoleh dan
menyediakan data untuk penilaian alternatif keputusan atau kebijakan yang pada
akhirnya akan diambil, dan yang terakhir adalah hasil belajar. Setiap proses
belajar yang dilaksanakan oleh peserta didik akan menghasilkan hasil belajar.
Hasil belajar yang baik hanya dicapai melalui proses belajar yang baik pula. Jika
proses belajar tidak optimal sangat sulit diharapkan terjadinya hasil belajar yang
baik.
Ada pun beberapa pengertian hasil belajar menurut para ahli:
Menurut Suprijono (2013, p.7), hasil belajar adalah perubahan perilaku
secara keseluruhan, bukan hanya satu aspek potensi kemanusiaan saja. Hasil
belajar merupakan pencapaian bentuk perubahan perilaku yang cenderung
menetap dari ranah kognitif, afektif, dan psikomotorik dari proses belajar yang
42
dilakukan dalam waktu tertentu (Jihad & Haris, 2012, p.14). Lebih lanjut Hamalik
(2004, p.3), mendefinisikan hasil belajar sebagai tingkat penguasaan yang dicapai
oleh pelajar dalam mengikuti proses belajar mengajar sesuai dengan tujuan
pendidikan yang ditetapkan. Sedangkan menurut Nawawi (dalam Susanto, 2013,
p.5), menyatakan bahwa hasil belajar dapat diartikan sebagai tingkat keberhasilan
siswa dalam mempelajari materi pelajaran di sekolah yang dinyatakan dalam skor
yang diperoleh dari hasil tes mengenal sejumlah pelajaran tertentu.
Berdasarkan uraian di atas maka dapat disimpulkan bahwa hasil belajar
merupakan hasil yang diperoleh siswa setelah terjadinya proses pembelajaran
piano klasik yang ditunjukkan dengan kelancaran atau skill siswa dalam bermain
alat musik piano yang diberikan oleh pengajar setelah selesai memberikan materi
pelajaran pada satu pokok bahasan atau materi ajar
104
BAB V
PENUTUP
5.1 Simpulan
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan tentang pengguaan metode
faber dalam pembelajaran piano klasik di PCMS Purwokerto, maka dapat
disimpulkan bahwa:
Metode faber merupakan metode yang disusun sesuai kurikulum di
PCMS Purwokerto.Dalam penerapannya, guru menggunakan metode ceramah,
metode tanya jawab, dan metode latihan (drill). Penggunaan metode faber dalam
pembelajaran piano klasik hanya diterapkan pada tingkat Pemula (Grade
Preparatory) yang terbagi dalam Grade Preparatory A dan Grade Preparatory B.
Materi pada tingkat Pemula (Grade Preparatory) terbagi menjadi dua yaitu materi
teori praktik dan materi praktik. Buku pembelajaran yang digunakan untuk
pembelajaran piano klasik yaitu dengan menggunakan buku-buku faber yang
sudah modern dan dirancang khusus bagi pemula dengan terdapat banyak gambar,
sehingga peserta didik tertarik untuk mempelajari materi dalam buku-buku faber.
Proses pembelajaran piano klasik, guru dibekali pedoman yaitu (1) materi
pembelajaran, (2) metode pembelajaran, (3) tahapan pembelajaran, dan (4)
evaluasi pembelajaran. Pedoman tersebut merupakan komponen pembelajaran
piano klasik di PCMS Purwokerto.
Sebelum memulai pembelajaran, guru mengulas materi pembelajaran
dengan cara berdongeng agar peserta didik fokus untuk mengkuti pembelajaran
piano klasik. Kemudian setelah peserta didik fokus, guru mengajak siswa untuk
105
mewarnai gambar-gambar yang ada didalam buku pembelajaran sesuai dengan
kemauan peserta didik. Setelah mewarnai, guru mulai menerangkan materi dan
mengajak peserta didik untuk mempraktikkan materi pembelajaran yang telah
dibahas.
Pengggunaan metode faber dalam meningkatkan minat anak pada
pembelajaran piano klasik di PCMS Purwokerto cukup relevan karena metode
faber merupakan metode yang dirancang khusus bagi anak-anak. Dalam buku
pembelajarannya banyak dimunculkan gambar, warna, dan simbol-simbol yang
menarik perhatian anak. Proses pembelajaran yang dilaksanakan oleh guru piano
klasik sesuai dengan pedoman yang tertera pada buku-buku faber. Tetapi dalam
penggunaan metode ceramah, metode tanya jawab dan metode latihan (drill),
kerelevansian dalam meningkatkan minat anak hanya terjadi pada saat guru
menerangkan dengan menggunakan metode ceramah. Untuk metode tanya jawab
dan metode latihan (drill) kurang relevan dalam meningkatkan minat anak untuk
mengikuti pembelajaran piano klasik.
Evaluasi dari pembelajaran piano klasik di PCMS Purwokerto dengan
menggunakan metode faber ini dilakukan setiap tahun untuk ujian kenaikan
tingkat (grade) dan evaluasi tuga bulanan yang bertujuan untuk mengukur
kemampuan peserta didik dalam hal pemahaman musikal yang kuat dan teknik
bermain yang benar serta menguji kesiapan siswa dalam menghadapi grade
selanjutnya. Kemampuan siswa yang akan diuji meliputi: (1) posisi duduk, (2)
bentuk tangan dan jari, (3) teknik dasar (artikulasi: legato, staccato dan dua
tangan), (4) hitungan, (5) sight reading, dan (6) aural test meliputi tepuk tangan
106
dan baca not. Dari aspek-aspek yang diujikan, hampir seluruh peserta didik
mampu melaluinya dengan sangat baik dan lancar. Siswa yang mengikuti ujian
kenaikan grade lulus sekitar 90%. Berkaitan dengan hasil pembelajarannya,
peserta didik terbukti senang dan mampu memainkan lagu menggunakan alat
musik piano dengan teknik bermain yang benar, peserta didik juga mampu untuk
membaca notasi lagu dan tanda baca dengan baik. Dengan demikian, penerapan
metode faber dalam pembelajaran piano klasik terbukti efektif untuk
pembelajaran pada tingkat dasar, karena dapat dijadikan dasar atau pondasi yang
kuat dalam permainan piano klasik dengan teknik yang baik dan benar serta
efektif untuk menumbuhkan kepekaan musikal dan skill peserta didik.
5.2 Saran
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan tentang Pembelajaran Piano
Klasik Dengan Metode Faber dan Relevansinya Dalam Meningkatkan Minat
Anak di PCMS Purwokerto, guru piano klasik hanya menerapkan metode
ceramah, metode tanya jawab dan metode latihan. Metode yang relevan dalam
meningkatkan minat anak yaitu hanya metode ceramah. Metode tanya jawab dan
metode latihan (drill) kurang sesuai untuk pembelajaran piano klasik pada Grade
Preparatory A karena siswa Grade Preparatory A lebih senang pembelajaran
dengan berdongeng dan bermain. Oleh sebab itu perlu dikembangkan lagi
kreatifitas guru dalam penerapan metode pembelajaran pada siswa piano klasik
tingkat Pemula A.
107
DAFTAR PUSTAKA
Abdi, C. P. (1990). Ensiklopedi nasional Indonesia Jilid 13: Per-Py. InEnsiklopedia Nasional (Jilid 13). Telkom Library.
Ahmad. (1998). Pengembangan Kurikulum. Bandung: CV Pustaka Setia.
Alipandie, I. (1984). Didaktik Metodik Pendidikan. Surabaya: Usaha Nasional.
Aly, H. N. (1999). Ilmu Pendidikan Islam (Cetakan 1). Jakarta: Jakarta Logos.
Amalia, L. (2017). Pembelajaran Piano Untuk Anak Autisme Di Sekolah MusikMorizta. Ilmiah Mahasiswa Sendratasik, 11(3), 30–38.
Ardina, M. D. (2012). Implementasi Pembelajaran Musik Untuk MengembangkanMental Dan Psikomotorik Anak Penderita Down Syndrom. Harmonia, 12(2),125–131.
Arikunto, S. (1998). Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek. Jakarta:Bumi Aksara.
Arneti. (2013). Pembelajaran Notasi Balok Melalui Metode Drill Di SMP Negeri1 Sungai Sariak Kabupaten Padangpariaman. Sendratasik, 1(3), 54–61.
Aruja, A. (2016). Metode Pembelajaran Piano Klasik Pada Anak Usia 7-10 TahunDi Sekolah Musik Purwacaraka Yogyakarta. Resital, 4(2), 16.
Astuti, E. (2015). Perancangan Aplikasi Pembelajaran Notasi Musik Piano UntukMelatih Meningkatka Kecerdasan Manusia Menggunakan Visual Basic 6.0.Prosiding, 1(1), 435–441.
Atmaka, D. (2004). Tips Menjadi Guru Kreatif. Bandung: Yrama Widya.
Banoe, P. (2003). Kamus Musik. Yogyakarta: PT. Kanisius.
Beauchamp, G. A. (1975). Curriculum Theory. Wilmette Illionis: The Kagg Press.
Bernadetta S, A. N. (2018). Implementasi Metode Suzuki Dalam PembelajaranBiola Tingkat Dasar Di Era Musika Medan. Grenek Music, 7(2), 1–10.
Chotimah, H. (2008). Tips Menjadi Guru Inspiratif. Retrieved fromhttp://zonainfosemua.blogspot.com./2015/02/pengertian-model-pembelajaran-student-centered.html.
108
Clark, B. (2013). Relevance Theory. Cambridge: Cambridge University Press.
Dakir. (1993). Dasar-Dasar Psikologi. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Dewi, M. P. (2009). Studi Metaanalisis : Musik Untuk Menurunkan Stres.Psikologi, 36(2), 106–115.
Erikson, E. H. (1968). Identity, youth, and Crisis. New York: InternationalUniversity Press.
Gerlach, & Ely, D. P. (1980). Teaching And Media: A Systematic Approach.Pearson Education, 12(4), 34–47.
Gunara, S. (2008). "Konsep Pembelajaran Musik di Sekolah Umum” dalamPendidikan Seni dan Perubahan Sosial Budaya. Bandung: Bintang WarliArtika.
Gunara, S. (2016). Pemanfaatan Bahan Sight Reading dalam Pembelajaran Piano.Ritme, 2(1), 78–85.
Hamalik, O. (2003). Kurikulum dan Pembelajaran. Jakarta: PT. Bumi Aksara.
Hamalik, O. (2004). Proses Belajar Mengajar. Jakarta: PT. Bumi Aksara.
Hasibuan, S. (2002). Manajemen Sumber Daya Manusia. Jakarta: PT. BumiAksara.
Havighurst, R. J. (1985). Human Development & Education. Wisconsin: NewYork Longmans.
Hidayat, S., & Sedarmayanti. (2002). Metodologi Penelitian. Bandung: MandarMaju.
Hodgkin, R., & Newell, P. (1989). Convention on The Right Of the Child. InImplementation Handbook. UNICEF.
Hutabarat, D. (1986). Cara Belajar. Jakarta: Gunung Mulia.
Isjoni. (2010). Pembelajaran Kooperatif. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Iwaguchi, S. (2012). Frim Student Evaluations To Teacher Performance: A StudyOf Piano Class Instruction. Routledge, 14(2), 171–185.
Jamalus. (1988). Pengajaran Musik Melalui Pengalaman Musik. Jakarta: DirjenDikti Depdikbud.
109
Jihad, A., & Haris, A. (2012). Evaluasi Pembelajaran. Yogyakarta: MultiPressindo.
Joseph, W. (2003). Pendidikan Kesenian di Sekolah Sub Materi Musik. Harmonia,4(1), 1–9.
Julien, L. (2014). Enacting Teaching and Learning in The Interaction Process:“Key” For Developing Skills in Piano Lessons Trough Four-HandImprovisations. Educational Magazine, 5(1), 24–47.
Juniari. (2016). Efektivitas Metode Ceramah Dengan Multi Media Dan MetodeCeramah Tanpa Multimedia Terhadap Pembelajaran Ilmu PengetahuanSosial (IPS) Pada Hasil Belajar Siswa Kelas V Madrasah Ibtidaiyah (MI) SeKecamatan Ringinrejo Kab.Kediri. IAIN Tulungagung.
Karo-Karo, U. B. (1985). Metodologi Pengajaran. Salatiga: CV Saudara.
Kerr, J. F. (1968). Changing The Curriculum. London: University of LondonPress.
Kesumawati, N. (2013). Pemahaman Konsep Matematika Dalam PembelajaranMatematika. Pendidikan Matematika, 5(1), 1–7.
Kusumawati, H. (2013). Pendidikan Karakter Melalui Lagu Anak-Anak. Imaji,11(2), 1–7.
Leonard. (2006). Faber Piano Adventures. Retrieved fromhttps://pianoadventures.com/
Lerner, R. M. (1976). Concept and Theories of Human Development. Philippines:Addison-Wesley Publishing Company.
Locke, J. (2002). An Essay Concerning the True Original, Extent and End of CivilGovernment. Dunn: Grafiti.
Margono, S. (2007). Metodologi Penelitian Pendidikan Komponen MKDK.Jakarta: Rineka Cipta.
Miller, H. (2001). Apresiasi Musik (Terjemahan oleh Bramantyo). Yogyakarta:Yayasan Lentera Budaya.
Moleong, L. J. (1986). Metodelogi Penelitian Kualitatif. Bandung: PT. RemajaRosdakarya.
Moleong, L. J. (2002). Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: PT. RemajaRosdakarya.
110
Moleong, L. J. (2006). Metode Penelitian Kualitatif. Bandung: PT. RemajaRosdakarya.
Moleong, L. J. (2013). Metode Penelitian Kulalitatif. Bandung: PT. RemajaRosdakarya.
Mulyasa, E. (2003). Kurikulum Berbasis Kompetens: Konsep, Karakteristik danImplementasi. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya.
Mulyasa, E. (2006). Kurikulum Yang Di Sempurnakan. Bandung: PT. RemajaRosdakarya.
Munthoriq, I. (2015). Mengenal Alat Musik Piano. Retrieved fromhttps://klinikmusik.wordpress.com/2015/02/04/mengenal-alat-musik-pianogrand-piano/
Nasir, M. (1985). Metode Penelitian. Jakarta: Ghalia Jakarta.
Pandapotan, D. (2018). Metode Pembelajaran Piano Untuk Anak Usia 3-5 TahunDi Yamaha Music School. Pendidikan Sendratasik, 6(1), 1–18.
Praditidina, N. N., & Widjajantie, K. (2017). Penerapan Metode MendongengDalam Pembelajaran Electone Dasar Bagi Anak Usia Dini Di Yamaha MusicSchool Kudus. Jurnal Seni Musik, 6(1), 1–10.
Prasetyo, E. (2015). Pedoman Melaksanakan Penelitian Bidang Pendidikan.Yogyakarta: Edunomi.
Pratama, S. A. (2017). Proses Pembelajaran Piano Pop Grade I Di Rhythm StarMusic School Jogja. Resital, 5(1), 1–14.
Ramdani, T. (2016). Pengertian Metode dan Metodologi Penelitian. Retrievedfromwww.slideshare.net/mobile/tri-ramdani/pengertian-metode-dan-metodologi-penelitian
Rivera, J. M. (2018). The Formation of Values Through Music in Children ofPreschool Education Who Are in Temporary Refugee Status. Master Society,1(2), 55–66.
Rizki, A. (2009). Sejarah dan Perkembangan Piano. Retrieved fromwww.academia.edu/19232146/Sejarah_dan_perkembangan_piano_ami
Roestiyah. (2001). Strategi Belajar Mengajar. Jakarta: Rineka Cipta.
Rosmiati, A. (2014). Teknik Stimulasi dalam Pendidikan Karakter Anak Usia
111
Dini melalui Lirik Lagu Dolanan. Resital, 15(1), 71–82.
Rusdewanti, P. P. (2014). Upaya Peningkatan Hasil Belajar Piano 2 MelaluiMetode Sight Reading Di Jurusan Pendidikan Seni Musik FBS UNY.Pendidikan Seni Musik, 13(2), 1–17.
Ruslan, R. (2003). Metode Penelitian PR dan Komunikasi. Jakarta: PT RajaGrafindo Persada.
Rustaman. (2001). Pengertian Pembelajaran. Bandung: Alfabeta.
Sagala, S. (2003). Konsep dan Makna Pembelajaran. Bandung: Alfabeta.
Sanjaya, W. (2006). Strategi Pembelajaran. Jakarta: Kencana.
Sanyaja, W. (2008). Perencanaan dan Desain Sistem Pembelajaran. Jakarta:Kencana.
Sarwono. (2007). Meningkatkan Kemampuan Komunikasi Matematis Siswa SMPMelalui Pembelajaran dalam Kelompok Kecil dengan Strategi MasteryLearning. Bandung: Sps UPI.
Sayekti, D., & Handayaningrum, W. (2017). Pembelajaran Piano Beginner Grade1-2 Program Private Class Di Sekolah Musik Indonesia Cabang RungkutSurabaya. Sendratasik, 6(1), 1–16.
Seifert, K. L., & Hoffnung, R. J. (1994). Child and Adolescent Development.Boston: Houghton Miflin Company.
Setiawan, P. I. (2014). Metode Pembelajaran Drum Pada Junior Groove ClassLevel Reading Di Gilang Ramadhan Studio Band Semarang. Jurnal SeniMusik, 3(1), 1–14.
Siagian, S. P. (1994). Organisasi, Kepemimpinan, Perilaku Administrasi. Jakarta:CV. Haji Mas Agung.
Siahaan, S. D. (2015). Model Pembelajaran Piano Grade I Di Adis MusikYogyakarta. ISI Yogyakarta.
Sinaga, S. S. (2010). Pemanfaatan Dan Pengembagan Lagu Anak-Anak DalamPembelajaran Tematik Pada Pendidikan Anak Usia Dini/TK. Harmonia,10(1), 1–15.
Soeharto, M. (1992). Kamus Musik. Jakarta: Gramedia Widia Sarana Indonesia.
Suandy, E. (2001). Perencanaan Pajak. Jakarta: Salemba Empat.
112
Sudargo, F. Y., Natadjaja, L., & Erandaru. (2015). Perancangan Media BantuPembelajaran Interaktif untuk Miracle Music Learning Center di Surabaya.Desain Komunikasi Visual Adiwarna, 1(3), 1–14.
Sudibyo, P. (2008). Teknik Praktis Bermain Organ dan Kibor Tunggal. Depok:Puspa Swara.
Sudirman, N. (1992). Ilmu Pendidikan. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya.
Sudjana, N. (2005). Dasar-Dasar Proses Belajar Mengajar. Bandung: Sinar BaruAlgensindo.
Sudjana, N. (2005). Dasar-Dasar Proses Belajar Mengajar. Bandung: Sinar BaruAlgensindo.
Sugandi, A., & Dkk. (2004). Teori Pembelajaran. Bandung: UPT MKK UNNES.
Sugihartono. (2007). Psikologi Pendidikan. Yogyakarta: UNY Press.
Sugiyono. (2010). Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R&D. Bandung:Alfabeta.
Sugiyono. (2011). Metode Penelitian Untuk Bisnis. Jakarta: Salemba Empat.
Suharto. (2012). Problem in Implementation of Arts Education in Non- ArtsVocational Schools. Harmonia: Jornal of Arts Research and Education,12(1), 87–94. https://doi.org/10.15294/harmonia.v12i1.2221
Sumaryanto, F. T. (2005). Efektifitas Penggunaan Metode Solfegio UntukPembelajaran Keterampilan Bermain Musik Di Sekolah Dasar. Harmonia,6(2), 1–10.
Sumaryanto, F. T. (2007). Pendekatan Kuantitatif dan Kualitatif Dalam PenelitianPendekatan Seni. Harmonia, 3(6), 18–30.
Supradewi, R. (2010). Otak, Musik, Dan Proses Belajar. Jurnal Buletin Psikologi,18(2), 58–68.
Suprijono, A. (2013). Cooperative Learning (Teori dan Aplikasi Paikem). Jakarta:Pustaka Pelajar.
Supriyanto, I. (2008). Metode Pembelajaran Ansambel Drum Anal-Anak DR.Ensembel Surakarta. Pendidikan Seni Musik, 11(3), 1–12.
Surakhmad, W. (1980). Pengantar Interaksi Dasa-Dasar Belajar Mengajar danTeknik Metodologi Pengajaran. Bandung: Tarsito.
113
Surono, C. K. (2001). Konsep Pendidikan Seni Tingkat SD-SLTP-SMU Jakarta:Jakarta.
Suryobroto. (1986). Metode Pengajaran di Sekolah dan Pendekatan Baru dalamProses Belajar-Mengajar. Yogyakarta: Amarta.
Susanto, A. (2013). Teori Belajar dan Pembelajaran di Sekolah Dasar DalamProses Belajar-Mengajar. Jakarta: Kencana.
Sutikno, M. S. (2009). Belajar dan Pembelajaran. Bandng: Prospect.
Syah, M. (1999). Psikologi Belajar. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada.
Terry, G. R. (1986). Asas-Asas Manajemen. Bandung: Alumni.
Tjahjadi, D. (2017). Piano Klasik, Piano Pop atau Keyboard? Retrieved fromwww.nuansamusik.com/posts/piano-klasik-piano-pop
Usman, N. (2002). Konteks Implementasi Berbasis Kurikulum. Bandung: CV.Sinar Baru.
Utomo, U. (2013). Pengembangan Instrumen Penilaian Unjuk Kerja (PerformanceAssessement) Kompetensi Ekspresi Dan Kreasi Musik Di SekolahMengengah Pertama (SMP). Harmonia, 13(1), 1–9.
Venier, M., Yamashita, K., & Tsukahara, Y. (2014). The Teaching of MusicHistory in Japanese Music Education. Musica Docta, 4(1), 111–119.
Wicaksono, H. Y. (2009). Kreativitas Dalam Pembelajaran Musik. CakrawalaPendidikan, 3(1), 1–12.
Widhianawati, N. (2011). Pengaruh Pembelajaran Gerak Dan Lagu DalamMeningkatkan Kecerdasan Musikal Dan Kecerdasan Kinestik Anak UsiaDini (Studi Eksperimen Kuasi Pada Anak Kelompok Bermain Mandiri SKBSumedang). Penelitian Pendidikan, 11(2), 220–228.
Widyawati, H. (2016). Peningkatan Keterampilan Bermain Pianika MelaluiMetode Tutor Sebaya. Ilmiah Kependidikan, 3(3), 227–234.
Winata, D. A. (2015). Pembelajaran Piano Klasik untuk Siswa Tingkat Dasar diMaestro Music School Semarang. Universitas Negeri Semarang.
Wulandari, T. A. (2014). Pembelajaran Piano Dasar Pada Anak Autis MelaluiMetode Memory Singing, Hearing, Reading, Dan Fingerdrill Di SekolahHarapan Bunda. Pendidikan Sendratasik, 2(1), 65–76.
114
Yosep, W. (2004). Pembelajaran Musik Kreatif Pada Anak Usia Dini. Harmonia,5(1), 1–10.
Yuwono, Y. E. (2011). Metode Pembelajaran Musik Ensembel Yang DiterapkanDalam Komunitas Pemusik Akustik B-01 Di Gereja Benteng Yogyakarta.Pendidikan Seni Musik, 3(2), 1–14.
Zaini, A. (2015). Bermain Sebagai Metode Pembelajaran Bagi Anak Usia Dini.Inovasi Pendidikan Guru Raudhatul Athfal, 3(1), 118–134.
Zuhairini. (1993). Metodologi Pendidikan Agama. Solo: Ramadhani.