PEMBERDAYAAN PEREMPUAN MELALUI
KETERAMPILAN MENJAHIT DI PUSAT KEGIATAN
BELAJAR MASYARAKAT (PKBM) NEGERI 26
BINTARO JAKARTA SELATAN
Skripsi
Diajukan Kepada Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi
Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh
Gelar Sarjana Sosial (S.Sos)
Oleh :
Siti Rayatul Murtapiah
11160541000001
PROGRAM STUDI KESEJAHTERAAN SOSIAL
FAKULTAS ILMU DAKWAH DAN ILMU KOMUNIKASI
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI (UIN)
SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
1441 H / 2020 M
i
ii
iii
iv
ABSTRAK
Siti Rayatul Murtapiah, 11160541000001
Pemberdayaan Perempuan Melalui Keterampilan Menjahit
di Pusat Kegiatan Belajar Masyarakat (PKBM) Negeri 26
Bintaro Jakarta Selatan
Perempuan, khususnya ibu rumah tangga memiliki hak
untuk dapat survive ketika situasi perekonomian keluarga terbatas
ditambah lagi dengan tingkat pendidikan yang rendah. Untuk
dapat memberdayakan para ibu rumah tangga yang termasuk
dalam kategori keluarga pra sejahtera ini, salah satu upayanya
adalah dengan memberikan keterampilan agar mereka memiliki
keahlian dan produktifitas yang dapat dimanfaatkan untuk
meningkatkan kualitas hidupnya dan keluarganya.
Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif, dengan
melakukan wawancara, observasi dan studi dokumentasi serta
menggunakan metode deskriptif analisis dalam penyajian
datanya.
Pusat Kegiatan Belajar Masyarakat (PKBM) Negeri 26
Bintaro Jakarta Selatan, merupakan salah satu jenis pendidikan
nonformal yang didirikan untuk memenuhi kebutuhan masyarakat
dengan menyelenggarakan berbagai pendidikan menyesuaikan
dengan kebutuhan masyarakat. Di antara programnya adalah
keterampilan menjahit, suatu program keterampilan yang
ditujukan bagi para perempuan agar dapat meningkatkan
kemampuan yang bermanfaat bagi diri dan keluarganya,
khususnya dalam membantu perekonomian keluarga. Hasil
temuan penelitian ini yaitu untuk dapat meningkatkan kualitas
hidup perempuan diperlukan adanya suatu pendidikan atau
pelatihan melalui keterampilan menjahit dengan melaksanakan
beberapa tahapan dalam proses pemberdayaan dan peserta atau
ibu-ibu rumah tangga dapat merasakan kebermanfaatan dalam
hidupnya dari sasaran program pemberdayaan perempuan melalui
keterampilan menjahit tersebut.
Kata Kunci: Tahapan Pemberdayaan, Sasaran Program dan
Manfaat bagi Perempuan, Ibu-ibu Rumah Tangga
v
KATA PENGANTAR
Segala puji dan syukur atas kehadirat Allah SWT karena
berkat rahmat dan karunia-Nya serta yang telah memberikan
kesehatan sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian ini
sebagai tugas akhir dalam perkuliahan yaitu skripsi yang berjudul
“Pemberdayaan Perempuan Melalui Keterampilan Menjahit di
Pusat Kegiatan Belajar Masyarakat (PKBM) Negeri 26 Bintaro
Jakarta Selatan” dan tidak lupa salawat serta salam penulis
haturkan kepada baginda Nabi Muhammad SAW serta
keluarganya, para sahabat dan kerabatnya yang telah
mengantarkan kami dari zaman kegelapan ke zaman yang terang
benderang ini.
Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih banyak
kekurangan, baik dari segi isi maupun teknik penulisan, sekalipun
penulis sudah berusaha untuk menyusun skripsi ini sebaik
mungkin. Karena sesungguhnya kesempurnaan hanyalah milik
Allah SWT.
Pada kesempatan ini penulis akan menyampaikan rasa
terima kasih kepada berbagai pihak yang telah memberikan
bantuan, motivasi, dan arahan serta saran terhadap penulis
sehingga penulis mampu menyelesaikan penulisan skripsi ini.
Dengan segala kerendahan hati penulis menyampaikan ucapan
terima kasih kepada:
1. Ibu Prof. Dr. Hj. Amany Lubis, Lc., M.A sebagai
Rektor UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
vi
2. Bapak Suparto, M.Ed., Ph.D, sebagai Dekan Fakultas
Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta. Ibu Dr. Siti Napsiyah, S. Ag,
BSW, MSW sebagai Wakil Dekan Bidang Akademik,
Bapak Drs. Sihabudin Noor, MA sebagai Wakil Dekan
Bidang Administrasi Umum, Bapak Drs. Cecep
Sastrawijaya, MA sebagai Wakil Dekan Bidang
Kemahasiswaan.
3. Bapak Ahmad Zaky, M.Si sebagai Ketua Program Studi
Kesejahteraan Sosial UIN Syarif Hidayatulla Jakarta.
Ibu Hj. Nunung Khoiriyah, MA sebagai sekretaris
Program Studi Kesejahteraan Sosial UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta.
4. Bapak Ahmad Darda, M.Pd sebagai Dosen Pembimbing
Akademik
5. Ibu Dr. Rubiyanah, MA sebagai Dosen Pembimbing
bagi penulis secara ikhlas dan sabar dalam membimbing
dan memberikan pemahaman serta arahan yang sangat
baik dalam penulisan skripsi. Semoga beliau selalu
dalam lindungan Allah SWT.
6. Seluruh Dosen Program Studi Kesejahteraan Sosial
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta yang telah
memberikan ilmu pengetahuan, pengajaran, dan
bimbingan selama penulis menjalani perkuliahan di
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
7. Seluruh Dosen Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu
Komunikasi dan Civitas Akademika yang telah
vii
memberikan sumbangan ilmu pengetahuan, pengajaran,
dan bimbingan selama penulis menjalani perkuliahan di
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
8. Seluruh staf Tata Usaha serta karyawan Fakultas Ilmu
Dakwah dan Ilmu Komunikasi UIN Syarif Hidayatullah
Jakarta yang telah membantu penulis dalam mengurus
segala kebutuhan adminstrasi dan lain sebagainya.
9. Perpustakaan Umum dan Perpustakaan Fakultas Ilmu
Dakwah dan Ilmu Komunikasi UIN Syarif Hidayatullah
Jakarta, penulis mengucapkan terima kasih karena telah
membantu dalam memberikan referensi buku, jurnal
ataupun skripsi dari penelitian-penelitian terdahulu.
10. Pusat Kegiatan Belajar Masyarakat (PKBM) Negeri 26
Bintaro Jakarta Selatan, khususnya Ibu Dra. Nurhaeni
selaku Kepala PKBM Negeri 26 Bintaro, Bapak
Irwansyah, S.Pd selaku sekretaris dan Ibu Parini selaku
instruktur keterampilan menjahit serta para peserta atau
ibu-ibu rumah tangga yang mengikuti keterampilan
menjahit, yang telah meluangkan waktunya dan
memberikan kesempatan kepada penulis dalam
menjalankan penelitian ini, mereka semua terbuka dan
memberikan respon yang sangat baik kepada penulis.
11. Kedua orang tua tercinta penulis Bapak Edi Junaedi dan
Ibu (Almh) Sukatmi yang tiada henti untuk selalu
mendo’akan dan memberikan dukungan serta
mencukupi kebutuhan penulis sehingga akhirnya
penulis dapat menyelesaikan pendidikannya di jenjang
viii
Strata Satu ini dan semua kerja keras serta pengorbanan
keduanya tidak bisa penulis balas atas segala-galanya.
Eka Sukmawati, S.Pd satu-satunya Kakak perempuan
yang penulis miliki yang telah memberikan dukungan
dan motivasi dalam menjalani perkuliahan dan
penulisan skripsi ini serta yang telah membantu penulis
dalam hal-hal lainnya. Keluarga penulis yang berada di
Sukabumi yang telah memberikan do’a-do’a terbaiknya
dan memberikan dukungan kepada penulis.
12. Himpunan Mahasiswa Jurusan Kesejahteraan Sosial
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta 2016-2017 atas
kesempatan yang diberikan kepada penulis untuk dapat
berproses di dalamnya.
13. Teman-teman Kesejahteraan Sosial UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta angkatan 2016 yang selalu
memberikan energi positif dan ilmu pengetahuan serta
hangatnya kekeluargaan kepada penulis selama
menjalani perkuliahan.
14. Keempat teman seperjuangan penulis selama menjalani
perkuliahan dari awal semester satu hingga sekarang ini
yaitu Ajeng Wahyuni, Cahya Tri Aulita, Khoirunnisa
Azizah dan Nuriska Ciptaningrum yang selalu
memberikan dukungan, motivasi, saling membantu satu
sama lain dan bekerja sama selama perkuliahan
berlangsung serta telah menciptakan hangatnya
persahabatan dengan penulis.
ix
15. Teman-teman penulis dari semasa putih biru yang selalu
memberikan motivasi kepada penulis agar selalu
bersemangat dalam menjalani hari dan khususnya
Kartika yang selalu memberikan motivasi kepada
penulis dalam menyelesaikan penulisan skripsi ini,
Endah, Tika, Livia, Noviana, Faisal, DC, Ilham, Yoga
semoga selalu tetap menjadi Be10.
16. Ainune selaku teman penulis semasa putih abu-abu dan
masih selalu berkomunikasi walaupun secara tidak
langsung sampai saat ini yang telah memberikan
dukungan, motivasi serta do’a terbaiknya kepada
penulis dalam menyelesaikan penelitian ini.
Semoga skripsi ini dapat menjadi referensi bagi penelitian-
penelitian selanjutnya dan semoga dapat melengkapi khasanah
keilmuan Kesejahteraan Sosial untuk banyak orang.
Jakarta, 24 Juli 2020
Siti Rayatul Murtapiah
x
DAFTAR ISI
LEMBAR PENGESAHAN DOSEN PEMBIMBING i
LEMBAR PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ii
LEMBAR PENGESAHAN PENGUJI
Error! Bookmark not defined.
ABSTRAK iii
KATA PENGANTAR v
DAFTAR ISI x
DAFTAR TABEL xiv
DAFTAR GAMBAR xv
DAFTAR BAGAN xvi
DAFTAR LAMPIRAN xvii
BAB I 1
PENDAHULUAN 1
A. Latar Belakang Masalah 1
B. Identifikasi Masalah 9
C. Batasan Masalah 10
D. Rumusan Masalah 10
E. Tujuan dan Manfaat Penelitian 10
F. Tinjauan Kajian Terdahulu 12
G. Metode Penelitian 17
1. Pendekatan Penelitian ........................................................... 17
2. Jenis Penelitian ..................................................................... 18
3. Teknik Pengumpulan Data ................................................... 19
4. Teknik Pemilihan Informan .................................................. 21
5. Teknik Pengolahan dan Analisis Data .................................. 23
6. Teknik Keabsahan Data ........................................................ 24
7. Waktu dan Tempat Penelitian .............................................. 24
H. Sistematika Penulisan 25
xi
I. Teknik Penulisan Penelitian 26
BAB II 27
KAJIAN PUSTAKA 27
A. Pemberdayaan Perempuan . 27
1. Pengertian Pemberdayaan Perempuan .................................. 27
2. Faktor Pemberdayaan Perempuan ........................................ 31
3. Tujuan Pemberdayaan .......................................................... 31
4. Tahapan Pemberdayaan ........................................................ 33
5. Sasaran Program dan Manfaat Pemberdayaan Perempuan .. 36
B. Pendidikan Nonformal 37
1. Pengertian Pendidikan Nonformal ........................................ 37
2. Tujuan Pendidikan Nonformal ............................................. 40
3. Karakteristik Pendidikan Nonformal .................................... 42
4. Jenis Pendidikan Nonformal ................................................. 43
BAB III 52
GAMBARAN UMUM PUSAT KEGIATAN BELAJAR
MASYARAKAT (PKBM) NEGERI 26 BINTARO JAKARTA
SELATAN 52
A. Sejarah Berdirinya 53
B. Visi dan Misi 55
C. Tujuan 55
D. Sarana dan Prasarana 56
E. Program-program yang Diselenggarakan 59
F. Struktur Organisasi 62
G. Tenaga Kependidikan dan Tenaga Pendidik 63
H. Mitra Kerja 66
BAB IV 67
DATA DAN TEMUAN PENELITIAN 67
A. Identitas Informan 67
xii
B. Karakteristik Program Keterampilan Menjahit di Pusat
Kegiatan Belajar Masyarakat (PKBM) Negeri 26 Bintaro 76
C. Tahapan Pemberdayaan Perempuan Melalui Keterampilan
Menjahit di Pusat Kegiatan Belajar Masyarakat (PKBM)
Negeri 26 Bintaro 90
1. Tahap Persiapan (Engagement) ............................................ 91
2. Tahap Pengkajian (Assessment)............................................ 95
3. Tahap Perencanaan Alternatif Program dan Formulasi
Rencana Aksi (Designing) .................................................... 98
4. Tahap Pelaksanaan Program atau Kegiatan ........................ 101
5. Tahap Evaluasi ................................................................... 113
6. Tahap Terminasi ................................................................. 114
D. Sasaran Program dan Manfaat yang dirasakan oleh
Perempuan dalam Pemberdayaan Melalui Keterampilan
Menjahit di Pusat Kegiatan Belajar Masyarakat (PKBM)
Negeri 26 Bintaro 116
1. Peningkatan Kualitas Hidup Perempuan ............................ 116
2. Mewujudkan Rasa Peduli terhadap Gender ........................ 119
3. Menjadikan Perempuan sebagai Pengkoordinir ................. 121
BAB V 125
PEMBAHASAN 125
A. Tahapan Pemberdayaan Perempuan Melalui Keterampilan
Menjahit di Pusat Kegiatan Belajar Masyarakat (PKBM)
Negeri 26 Bintaro 126
1. Tahap Persiapan (Engagement) .......................................... 126
2. Tahap Pengkajian (Assessment).......................................... 128
3. Tahap Perencanaan Alternatif Program dan Formulasi
Rencana Aksi (Designing) .................................................. 130
4. Tahap Pelaksanaan Program atau Kegiatan ........................ 131
5. Tahap Evaluasi ................................................................... 132
6. Tahap Terminasi ................................................................. 133
xiii
B. Sasaran Program dan Manfaat yang dirasakan oleh
Perempuan dalam Pemberdayaan Melalui Keterampilan
Menjahit di Pusat Kegiatan Belajar Masyarakat (PKBM)
Negeri 26 Bintaro 135
1. Peningkatan Kualitas Hidup Perempuan ............................ 135
2. Mewujudkan Rasa Peduli terhadap Gender ........................ 136
3. Menjadikan Perempuan sebagai Pengkoordinir ................. 138
BAB VI 139
PENUTUP 139
A. Kesimpulan 139
B. Implikasi 143
C. Saran 144
DAFTAR PUSTAKA 146
LAMPIRAN 151
xiv
DAFTAR TABEL
Tabel 1.1 Rancangan Informasi 22
Tabel 1.2 Sarana yang tersedia di PKBM Negeri 26 Bintaro 57
Tabel 1.3 Prasarana yang tersedia di PKBM Negeri 26 Bintaro 59
Tabel 1.4 Daftar Tenaga Kependidikan dan Tenaga Pendidik
PKBM Negeri 26 Bintaro 64
Tabel 1.5 Identitas Informan 67
xv
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1 Gedung PKBM Negeri 26 Bintaro 52
Gambar 2.2 Proses Pembuatan Replika Pola Dasar Pakaian 105
Gambar 2.3 Proses Pembuatan Pola Dasar Pakaian yang
Sesungguhnya 108
Gambar 2.4 Proses Praktik Menjahit Menggunakan Mesin 110
xvi
DAFTAR BAGAN
Bagan 3.1 Struktur Organisasi PKBM Negeri 26 Bintaro 62
xvii
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1 Transkip Wawancara dengan Kepala PKBM Negeri
26 Bintaro 152
Lampiran 2 Transkip Wawancara dengan Instruktur Keterampilan
Menjahit 157
Lampiran 3 Transkip Wawancara dengan IRT (Ibu Salma) 168
Lampiran 4 Transkip Wawancara dengan IRT (Ibu Erna) 171
Lampiran 5 Transkip Wawancara dengan IRT (Ibu Ida) 174
Lampiran 6 Transkip Wawancara dengan IRT (Ibu Sumi) 177
Lampiran 7 Transkip Wawancara dengan IRT (Ibu Paryati) 180
Lampiran 8 Hasil Observasi 184
Lampiran 9 Foto Dokumentasi 203
Lampiran 10 Surat Keterangan Pengajuan Proposal Skripsi 208
Lampiran 11 Cover Persetujuan Skripsi 209
Lampiran 12 Surat Permohonan Dosen Pembimbing 210
Lampiran 13 Surat Permohonan Izin Penelitian Skripsi di PKBM
Negeri 26 Bintaro 211
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Perempuan dalam keluarga dengan penghasilan
yang rendah atau bisa dikatakan miskin mempunyai
kemampuan terbatas untuk meningkatkan kesejahteraan
dirinya dan keluarganya. Tidak sedikit perempuan yang
kesulitan untuk mencari pekerjaan, disebabkan tingkat
pendidikan yang rendah. Secara psikologis perempuan
membutuhkan kemampuan diri untuk mencapai apa yang
mereka inginkan dan bisa melakukan pengembangan
dirinya sehingga berdampak positif pula terhadap
pengembangan banyak orang (Anwar 2007, 6).
Perempuan yang bekerja sebagai pencari nafkah
utama, bisa disebabkan karena suaminya telah wafat,
suami masih hidup tetapi berpenghasilan rendah, biaya
pendidikan anak dan biaya kebutuhan lainnya yang tinggi
serta keinginan perempuan untuk mendapatkan kehidupan
yang lebih baik lagi. Umumnya perempuan bekerja di
bidang informal yaitu seperti berdagang, sebagai
pembantu rumah tangga, menjual makan dan minuman,
buruh kebun dan lainnya, perempuan bekerja seperti itu
karena sulit untuk memperoleh pekerjaan dan kurangnya
2
keterampilan yang dimilikinya disebabkan pula oleh
rendahnya pendidikan perempuan (Miko 2016, 101).
Banyak anggapan bahwa perempuan tidak
diharuskan menempuh pendidikan yang tinggi
dibandingkan dengan laki-laki karena kodrat perempuan
ketika sudah berkeluarga hanya perihal pekerjaan rumah
tangga saja sehingga tidak banyak pula keahlian yang
dimumpuninya dalam berbagai bidang pekerjaan. Badan
Pusat Statistik (BPS) mengungkapkan bahwa adanya
kesenjangan dalam ketenagakerjaan di Indonesia antara
lelaki dan perempuan dan terbilang cukup tinggi jika
mengacu pada Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja
(TPAK) Indonesia untuk periode Februari tahun 2017
hingga Agustus tahun 2018. Tingkat Partisipasi Angkatan
Kerja (TPAK) pada laki-laki tercatat sebesar 82,69%
namun perempuan hanya tercatat sebesar 51,88% pada
Agustus 2018 (Andreas 2018).
Ketidak kemandirian perempuan atau bisa dikatakan
tidak berdaya karena perempuan belum mengenal
kemampuan pada dirinya serta bagaimana jati dirinya
yang sesungguhnya, namun beberapa perempuan pun
cukup dikatakan mandiri karena ia mampu untuk dapat
berguna bagi orang lain dan ia memiliki kreatifitas
keterampilan untuk menciptakan sesuatu, memiliki
pemikiran yang nyata, dapat menghadapi
permasalahannya, berani melakukan hal apapun juga
memberikan kritik, sehingga perempuan dapat berdiri
3
dengan yakin tanpa harus orang lain yang membantunya
(Muniarti 2004, 114).
Rekha Mehra mengemukakan bahwa perempuan
cenderung tidak dipandang dalam proses pembangunan
ekonomi, terlihat dari tingginya reproduksi perempuan
dibandingkan perannya dalam berproduktif. Di negara-
negara berkembang perempuan terlibat dalam pekerjaan
terutama di bidang pertanian serta di bidang informal
namun mereka mendapatkan penghasilan tambahan yang
rendah. Sejak tahun 1950 Lembaga Swadaya Masyarakat
(LSM) atau organisasi nonpemertintah membantu
perempuan dalam keluarga miskin untuk memperoleh
pendapatan dengan menawarkan pekerjaan sambilan
seperti pekerjaan feminin yaitu keterampilan menjahit
serta merajut walaupun dengan pasar yang terbatas, 20
tahun terakhir di India terdapat organisasi nonpemerintah
yakni Asosiasi Wiraswasta Perempuan memulai bahwa
perempuan dianggap sebagai dasar atau fondasi dalam
proses pembangunan ekonomi sehingga telah efektif pula
dalam meningkatkan status ekonomi perempuan serta
keluarganya (Mehra 1997, 136).
Perempuan sejatinya merupakan makhluk yang
lemah dan bergantung dengan laki-laki, tetapi perempuan
berhak mendapatkan keadilan dalam kehidupannya.
Keadilan ini merupakan adanya keseimbangan antara hak
dan kewajiban setiap orang dalam aspek kehidupan
seperti halnya perekonomian, politik, pengetahuan dan
4
juga kesempatan, keadilan ini juga dapat dikatakan
hilangnya pemusatan terhadap salah satu aspek kehidupan
tersebut yang dilakukan oleh kelompok atau golongan
tertentu (Ubaedillah dan Rozak 2003, 227), karena baik
laki-laki maupun perempuan memiliki suatu hak yang
diatur dalam UUD 1945 Pasal 28 C ayat 1 yaitu “Setiap
orang berhak mengembangkan diri melalui pemenuhan
kebutuhan dasarnya, berhak mendapat pendidikan dan
memperoleh manfaat dari ilmu pengetahuan dan
teknologi, seni dan budaya, demi meningkatkan kualitas
hidupnya dan demi kesejahteraan umat manusia”. Oleh
karena itu, baik laki-laki maupun perempuan memiliki
hak dalam kehidupannya jika ia lakukan dengan hal-hal
kebaikan maka akan mendapatkan pula balasan kebaikan
dari Tuhan Yang Maha Esa, sesuai dalam Al-Qur’an Surat
An-Nahl ayat 97 yakni sebagai berikut:
Artinya: “Barang siapa mengerjakan kebajikan, baik
laki-laki maupun perempuan dalam keadaan
beriman, maka pasti akan Kami berikan
kepadanya kehidupan yang baik dan akan
Kami beri balasan dengan pahala yang lebih
5
baik dari apa yang telah mereka kerjakan”.
(QS. An-Nahl 16:97)
Perempuan memiliki hak untuk mendapatkan
keadilan di antaranya mendapatkan pendidikan demi
meningkatkan kualitas hidupnya, walaupun tidak selalu
dengan pendidikan formal atau pendidikan tinggi namun,
perempuan pun berhak mendapatkan pendidikan
nonformal dalam pengembangan maupun pemberdayaan
terhadap dirinya melalui pelaksanaan suatu keterampilan
sehingga perempuan tetap mendapatkan suatu ilmu yang
berguna bagi kehidupannya, serta untuk kedepannya pun
perempuan dapat membantu suami maupun keluarganya
dalam mendapatkan tambahan penghasilan dan menuntut
ilmu pun merupakan kewajiban bagi laki-laki maupun
perempuan dalam bentuk apapun, seperti halnya hadits
berikut:
Artinya: “Mencari ilmu itu adalah wajib bagi setiap
muslim laki-laki maupun muslim
perempuan”. (HR. Ibnu Abdil Barr)
Bagi perempuan yang tidak memiliki kesempatan
belajar secara formal, terdapat model pengembangan
maupun pemberdayaan masyarakat di Indonesia yang
6
telah dikembangkan seperti program pendidikan
keaksaraan, pendidikan kejar paket yang setara dengan
SD, SMP dan SMA (Rahardjo 1994, 22) dan muncul pula
program Pusat Kegiatan Belajar Masyarakat (PKBM)
mencoba melakukan kegiatan pendidikan yang bersifat
nonformal yang terorganisir di suatu tempat (Sihombing
1999, 7).
Pendidikan nonformal sebagai usaha untuk
memberdayakan masyarakat di Indonesia yakni
dikembangkan oleh Kindervatter untuk kali pertama,
bahwasanya pemberdayaan adalah proses menciptakan
daya kekuatan dalam bentuk pelatihan dengan tujuan
untuk membangun kesadaran serta masyarakat agar peka
terhadap perkembangan ekonomi, sosial, politik dalam
suatu pelatihan sehingga mampu memperbaiki serta
meningkatkan kedudukannya dalam bermasyarakat di
lingkungannya (Anwar 2007, 7).
Pemberdayaan menurut Englebrg, Rappaport, dan
Hess sebagaimana dikutip oleh Saraka dalam disertasinya
merupakan campur tangan masyarakat dalam suatu
strategi pencegahan permasalahan dengan
perkembangannya yang meluas dan mulai terkenal pada
tahun 1980-an, mereka pun menjelaskan bahwa
pemberdayaan awalnya dikenal pada tingkat individu atau
perorangan dan mulai berkembang ke arah kelompok atau
masyarakat dalam pemberdayaan tersebut dan kini
digunakan sebagai strategi dalam memecahkan
7
permasalahan yang dihadapi individu maupun kelompok
(Saraka 2002, 134). Sesuai dalam Al-qur’an Surat Ar-
Ra’d ayat 11 tentang pemberdayaan yakni sebagai berikut:
Artinya:“Baginya (manusia) ada malaikat-malaikat
yang selalu menjaganya bergiliran, dari
depan dan belakangnya. Mereka menjaganya
atas perintah Allah. Sesungguhnya Allah tidak
akan mengubah keadaan suatu kaum sebelum
mereka mengubah keadaan diri mereka
sendiri. Dan apabila Allah menghendaki
keburukan terhadap suatu kaum, maka tak
ada yang dapat menolaknya dan tidak ada
pelindung bagi mereka selain Dia”. (QS.Ar-
Ra’d 13:11)
Pengembangan atau bisa dikatakan pemberdayaan
yang dilakukan perempuan menjadikan hal tersebut
sebagai suatu usaha dalam peningkatan kualitas hidupnya
dan menuju kehidupan yang sejahtera, maka perempuan
pun perlu mendapatkan pendidikan nonformal seperti
pelatihan keterampilan dengan tujuan perempuan mampu
melakukan sesuatu untuk kehidupannya agar lebih baik
8
lagi serta dapat membantu dalam mencukupi kebutuhan
hidup keluarganya.
Pusat Kegiatan Belajar Masyarakat (PKBM) Negeri
26 Bintaro Jakarta Selatan banyak memberi manfaat bagi
masyarakat seperti halnya pada perempuan karena Pusat
Kegiatan Belajar Masyarakat (PKBM) ini merupakan
salah satu wadah dalam pemberdayaan perempuan dengan
cara memberikan pelatihan yaitu melalui keterampilan
menjahit yang menjanjikan dalam upaya peningkatan
kualitas hidupnya serta keluarganya. Pengajar atau
instruktur keterampilan menjahit pun telah terlatih di
Ikatan Penata Busana Indonesia (IPBI) Kartini dan
profesional dalam memberikan pelatihan keterampilan
menjahit di Pusat Kegiatan Belajar Masyarakat (PKBM)
Negeri 26 Bintaro yaitu sejak tahun 2003 hingga saat ini.
Peserta mengalami naik turun namun sudah banyak
juga peserta yang bisa dikatakan berdaya serta mandiri
dalam meningkatkan kualitas hidup dan keluarganya.
Banyak peserta yang dapat membuka usaha menjahit
sendiri di rumahnya dengan menerima jahitan pakaian
anak-anak maupun dewasa. Peserta tersebut merupakan
ibu rumah tangga yang memang kesehariannya hanya
mengurus rumah dan keluarganya, sehingga dari
pemberdayaan perempuan dengan keterampilan menjahit
ini mampu menjadikan perempuan khususnya ibu rumah
tangga dari kalangan keluarga sederhana dapat berdaya
9
dan mandiri dalam meningkatkan kualitas hidupnya dan
keluarganya agar menjadi lebih baik lagi dalam segi
perekonomianya.
Pentingnya pemberdayaan bagi perempuan untuk
meningkatkan kualitas hidupnya dapat dilakukan melalui
pendidikan atau pelatihan yang tidak selalu formal di
antaranya dengan pelatihan melalui keterampilan
menjahit. Oleh karena itu, penulis tertarik dengan
pemberian judul penelitian ini yaitu “Pemberdayaan
Perempuan melalui Keterampilan Menjahit di Pusat
Kegiatan Belajar Masyarakat (PKBM) Negeri 26
Bintaro Jakarta Selatan”.
B. Identifikasi Masalah
Adapun identifikasi masalah dalam penelitian ini
adalah sebagai berikut:
a. Tidak sedikit perempuan yang kesulitan untuk mencari
pekerjaan karena tingkat pendidikan yang rendah
b. Perempuan dalam keluarga sederhana bekerja tidak
menentu dan akan menjadi pencari nafkah utama
apabila suaminya wafat
c. Ketidak mandirian perempuan dengan tidak memiliki
suatu keahlian yang dimumpuninya
d. Perempuan cendrung tidak dipandang dalam proses
pembangunan ekonomi, namun hanya terkait urusan
rumah tangga saja apabila sudah berkeluarga
10
e. Hak perempuan cendrung dipandang sebelah mata
untuk mendapatkan keadilan dalam memperoleh suatu
pendidikan demi meningkatkan kualitas hidupnya
C. Batasan Masalah
Untuk menghindari pembahasan yang terlalu luas
dalam penelitian ini, maka penulis membatasinya pada
pemberdayaan perempuan melalui keterampilan menjahit
yang dilakukan oleh ibu-ibu rumah tangga yang tidak
bekerja di Pusat Kegiatan Belajar Masyarakat (PKBM)
Negeri 26 Bintaro Jakarta Selatan
D. Rumusan Masalah
1. Bagaimana tahapan pemberdayaan perempuan
melalui keterampilan menjahit di Pusat Kegiatan
Belajar Masyarakat (PKBM) Negeri 26 Bintaro
Jakarta Selatan?
2. Apa sasaran program dan manfaat yang dirasakan
oleh perempuan dalam pemberdayaan melalui
keterampilan menjahit di Pusat Kegiatan Belajar
Masyarakat (PKBM) Negeri 26 Bintaro Jakarta
Selatan?
E. Tujuan dan Manfaat Penelitian
1. Tujuan Penelitian
a. Untuk mendeskripsikan bagaimana tahapan
pemberdayaan perempuan melalui keterampilan
11
menjahit di Pusat Kegiatan Belajar Masyarakat
(PKBM) Negeri 26 Bintaro Jakarta Selatan
b. Untuk mendeskripsikan bagaimana manfaat
yang dirasakan bagi perempuan dalam program
keterampilan menjahit di Pusat Kegiatan Belajar
Masyarakat (PKBM) Negeri 26 Bintaro Jakarta
Selatan
2. Manfaat Penelitian
a. Manfaat Akademik
1) Memberikan informasi akademik dan menjadi
bahan referensi untuk acuan penelitian
sejenisnya di masa mendatang serta
memberikan sumbangan pengetahuan bagi
program studi Kesejahteraan Sosial Fakultas
Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi
Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah
Jakarta tentang pemberdayaan perempuan
melalui keterampilan mejahit di Pusat
Kegiatan Belajar Masyarakat (PKBM) Negeri
26 Bintaro Jakarta Selatan
2) Menjadi bekal pengalaman, memperluas
wawasan dan ilmu pengetahuan bagi peneliti
serta untuk memenuhi persyaratan
menyelesaikan gelar Sarjana Sosial (S.Sos) di
Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah
Jakarta
12
b. Manfaat Praktis
Penelitian ini diharapkan dapat menjadi
masukan bagi Pusat Kegiatan Belajar Masyarakat
(PKBM) Negeri 26 Bintaro Jakarta Selatan dalam
pengembangan maupun pemberdayaan perempuan
F. Tinjauan Kajian Terdahulu
Peneliti telah melakukan penelusuran terhadap
tinjauan kajian terdahulu yang merupakan bagian penting
dalam sebuah penelitian. Berdasarkan penelusuran yang
dilakukan, penulis menemukan beberapa skripsi terdahulu
yang berkaitan dengan permasalahan yang penulis teliti,
adapun skripsi tersebut adalah sebagai berikut:
a. Resa Risaldi Gosal (111354100044) mahasiswa
Program Studi Kesejahteraan Sosial Fakultas Ilmu
Dakwah dan Ilmu Komunikasi UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta, dengan judul “Tahapan
Pemberdayaan Perempuan Melalui Program
Pelestarian Bir Pletok di Kelompok Wanita
Tani (KWT) Cempaka RW.02 Kelurahan
Petukangan Selatan”. Dari hasil temuan yang
didapat oleh penulis bahwa penelitian ini memiliki
persamaan dengan penelitian penulis yaitu
bagaimana tahapan pemberdayaan perempuan yang
dilakukan oleh ibu-ibu rumah tangga agar mereka
bisa produktif dan bisa meningkatkan kualitas
hidupnya. Namun, penelitian tersebut memiliki
13
celah perbedaan dengan penelitian penulis bahwa
subyek sangat ketergantungan yang hanya memliki
satu mitra kerja dalam pemasaran hasil
pemberdayaan sehingga jika mitra kerja tersebut
mengalami tingkat jual yang rendah maka subyek
pun juga mengalami penurunan dalam pemasaran,
namun subyek yang mengikuti keterampilan
menjahit di PKBM yang nantinya mereka mampu
membuka usaha jahit di rumahnya dengan
menerima beberapa orang yang menjahit padanya
sehingga untuk mendapatkan penghasilan atau
pemasukan mereka tidak perlu khawatir jika satu
dari beberapa orang tersebut tidak menjahit
padanya.
b. Amirah Mukminina (109054100029) mahasiswi
Program Studi Kesejahteraan Sosial Fakultas Ilmu
Dakwah dan Ilmu Komunikasi UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta, dengan judul
“Pemberdayaan Penyandang Disabilitas Melalui
Program Keterampilan Menjahit di Yayasan
Wisma Cheshire Jakarta Selatan”. Dari hasil
temuan yang didapat oleh penulis bahwa penelitian
ini memiliki persamaan dengan penelitian penulis
yaitu meneliti tentang suatu pemberdayaan melalui
keterampilan menjahit namun memiliki celah
perbedaan yaitu dalam penelitian ini yang menjadi
subyek dalam pemberdayaan ialah tidak hanya
14
perempuan saja namun terdapat laki-laki dengan
berbagai usia sesuai syarat dan ketentuan yayasan
tersebut dan mereka semua merupakan penyandang
disabilitas, lembaga tempat penelitian penulis
memiliki seorang instruktur menjahit namun di
yayasan ini awalnya menyediakan pelatih menjahit
dengan berjalannya waktu peserta baru dilatih
menjahit hanya dengan seniornya yang sudah ahli
dalam menjahit dan pemberdayaan di yayasan ini
hanya sebatas memberi pengetahuan keterampilan
menjahit saja untuk bekal ketika peserta keluar dari
yayasan namun belum sampai ke tingkat
kesejahteraan perkonomian dalam hidupnya,
sedangkan yang penulis teliti bahwa pemberdayaan
perempuan tersebut memiliki tujuan guna
meningkatkan kualitas hidup perempuan dan untuk
dapat membantu suami dan keluarganya dalam
menambah penghasilan.
c. Minarti (106054002047) mahasiswi jurusan
Pengembangan Masyarakat Islam Fakultas Ilmu
Dakwah dan Ilmu Komunikasi UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta, dengan judul
“Pemberdayaan Perempuan Melalui Program
Keterampilan Menjahit oleh Koperasi Wanita
Wira Usaha Bina Sejahtera Di Bulak Timur
Depok”. Dari hasil temuan yang didapat oleh
penulis bahwa penelitian ini dan penelitian yang
15
diteliti oleh penulis memiliki kesamaan yaitu
penelitian tentang pemberdayaan perempuan
melalui keterampilan menjahit yang dilakukan oleh
ibu-ibu rumah tangga dengan tujuan untuk
meningkatkan kualitas hidupnya dan membantu
perekonomian keluarganya, dan penelitian ini juga
memiliki celah perbedaan dengan penelitian penulis
yaitu pemberdayaan perempuan pada penelitian ini
dilaksanakan di rumah ketuanya sehingga ini
menjadi salah satu faktor penghambat dalam
pemberdayaan tersebut tidak adanya tempat khusus
dan hanya berlangsung selama 3 bulan saja, namun
penelitian yang dilakukan penulis yaitu tersedianya
ruangan khusus keterampilan menjahit di PKBM
tersebut dan berlangsung kapan saja sesuai
kesepakatan bersama antara peserta atau ibu-ibu
rumah tangga dengan instruktur, yang dilaksanakan
2 kali pertemuan dalam seminggu.
d. Ahmad Suheri (1110054000037) mahasiswa
jurusan Pengembangan Masyarakat Islam Fakultas
Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta, dengan judul
“Pemberdayaan Perempuan Melalui Program
Tabungan Simpan Pinjam Masyarakat Desa
Study Kasus Perempuan Kepala Keluarga
Kelompok Kartini di Kp. Klebet Pabuaran Ds.
Klebet Rt.004/Rw.002 Kecamatan Kemiri-
16
Tangerang” Dari hasil temuan yang didapat oleh
penulis bahwa penelitian ini memiliki persamaan
dengan penelitian penulis yaitu meneliti tentang
bagaimana tahapan atau proses pemberdayaan
perempuan dan apa manfaat dari pemberdayaan
tersebut dalam program tabungan simpan pinjam
Pekka Kelompok Kartini, namun memiliki
perbedaan yaitu anggota dalam pemberdayaan
tersebut diprioritaskan sebagai perempuan yang
menjadi kepala keluarga dan tidak memiliki suami
sedangkan penelitian yang penulis lakukan angoota
pemberdayaan tersebut ibu-ibu rumah tangga dalam
keluarga sederhana dan masih memiliki suami serta
pada penelitian tersebut dalam memberdayakan
anggotanya melakukan berbagai kegiatan seperti
pemberdayaan politik, pemberdayaan hukum, hak
kesehatan sedangkan penelitian yang dilakukan
penulis hanya fokus pada proses pemberdayaan
melalui keterampilan menjahit demi meningkatkan
kualitas hidup perempuan khususnya pada bidang
ekonomi.
e. Mir’atun Nisa (1113054000038) mahasiswi
Program Studi Pengembangan Masyarakat Islam
Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi UIN
Syarif Hidayatullah Jakarta, dengan judul
“Pemberdayaan Ekonomi Perempuan Melalui
Home Industry Batik di Desa Sendang Duwur
17
Kecamatan Paciran Kabupaten Lamongan”.
Dari hasil temuan penelitian yang didapat oleh
penulis bahwa penelitian ini memiliki persamaan
dengan penelitian yang dilakukan penulis yaitu
meneliti tentang bagaimana proses pemberdayaan
yang dilakukan serta apa saja hasil yang dapat
diperoleh dari mengikuti dan tergabung dalam
pemberdayaan tersebut, namun juga memiliki suatu
perbedaan yaitu dalam penelitian tersebut
menggunakan proses tahapan yang berbeda dengan
penelitian penulis seperti halnya tahap penyadaran,
tahap transformasi, tahap peningkatan intelektual.
G. Metode Penelitian
Metode penelitian adalah teknik spesifik penelitian
atau teknik pengumpulan data (pengamatan, wawancara,
angket, dan dokumentasi), validitas dan reliabilitas data
(kuantitatif), keabsahan data (Usman dan Akbar 2017, 4).
1. Pendekatan Penelitian
Penelitian ini menggunakan pendekatan
kualitatif. Penelitian kualitatif dilakukan dalam
situasi yang wajar (natural setting) dan data yang
dikumpulkan umumnya bersifat kualitatif. Oleh
karena itu, penelitian ini disebut metode
kualitatif. Penelitian kualitatif menurut Bogdan
dan Taylor sebagaimana dikutip oleh Syamsir
Salam dan Jaenal Aripin dalam bukunya
18
merupakan prosedur penelitian yang
menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata
tertulis atau lisan dari orang-orang dan perilaku
yang dapat diamati (Salam dan Aripin 2006, 30).
Penelitian kualitatif ini digunakan oleh
penulis untuk mendeskripsikan dan menganalisis
bagaimana pemberdayaan perempuan melalui
keterampilan menjahit di Pusat Kegiatan Belajar
Masyarakat (PKBM) Negeri 26 Bintaro Jakarta
Selatan dalam meningkatkan kualitas hidupnya,
dalam penelitian ini pula penulis berusaha
menggambarkan hal tersebut sebaik mungkin
melalui pengumpulan data dengan melakukan
pengamatan, wawancara dan studi dokumentasi
serta penulis melakukan analisis yakni
menyesuaikan dengan teori-teori yang berkaitan
dengan pemberdayaan perenpuan tersebut.
2. Jenis Penelitian
Penelitian ini menggunakan jenis penelitian
deskriptif yang memiliki tujuan untuk
menggambarkan suatu peristiwa tertentu dan
penyimpangan harus di minimalisir serta harus
memaksimalkan kebenaran (Sukandarrumidi
2012, 104). Tujuan dari penelitian deskriptif ini
ialah untuk mengumpulkan data suatu peristiwa
yang benar-benar terjadi secara jelas dengan
19
menggambarkan perihal yang ada, masalah
diidentifikasi serta memeriksa keadaan dan juga
menentukan solusi orang lain terhadap masalah
yang sama dihadapinya lalu suatu pengalaman
dijadikan pembelajaran agar pada masa yang
akan datang rencana telah ditentukan (Rakhmat
2006, 25).
Maka dari itu, penelitian ini menggunakan
jenis penelitian deskriptif yang sesuai dengan apa
yang akan diteliti oleh penulis untuk
menggambarkan bagaimana upaya perempuan
meningkatkan kualitas hidupnya yaitu dengan
pemberdayaan melalui keterampilan menjahit di
Pusat Kegiatan Belajar Masyarakat (PKBM)
Negeri 26 Bintaro Jakarta Selatan.
3. Teknik Pengumpulan Data
Penelitian ini dilaksanakan dengan
menggunakan beberapa metode teknik
pengumpulan data yaitu:
a. Observasi
Dalam penelitian ini penulis melakukan
observasi atau pengamatan secara langsung
terhadap pelaksanaan keterampilan menjahit
yang dilakukan oleh para peserta menjahit
dan pengajar atau instruktur yang melatih
peserta tersebut untuk mendapatkan
20
informasi yang dibutuhkan. Setelah apa yang
penulis amati kemudian penulis tuangkan ke
dalam tulisan penelitian ini.
b. Wawancara
Dalam penelitian ini penulis melakukan
wawancara dengan subyek secara tersrtuktur,
dengan terlebih dahulu mempersiapkan
pertanyaan-pertanyaan dan dilakukan secara
terbuka serta menggunakan media perekam
untuk mendapatkan informasi dari pendapat
yang diutarakan oleh subyek maupun
informan. Adapun informan yang akan
diwawancarai yaitu empat orang peserta
keterampilan menjahit, satu orang alumni
keterampilan menjahit, Kepala Pusat
Kegiatan Belajar Masyarakat (PKBM), serta
instruktur atau pengajar keterampilan
menjahit.
c. Studi Dokumentasi
Dalam penelitian ini penulis berusaha
untuk mendapatkan data-data dokumentasi
tentang pemberdayaan perempuan melalui
keterampilan menjahit di Pusat Kegiatan
Belajar Masyarakat (PKBM) Negeri 26
Bintaro Jakarta Selatan yaitu dengan mencari
dan mengumpulkan profil lembaga,
pengumpulan foto-foto yang berkaitan
21
dengan PKBM tersebut serta pelaksanaan
keterampilan menjahit yang sedang
berlangsung di Pusat Kegiatan Belajar
Masyarakat (PKBM).
4. Teknik Pemilihan Informan
Sesuai dengan kriteria penelitian kualitatif,
teknik pemilihan informan yang digunakan
dalam penelitian ini yaitu sampel
bertujuan/purposive sampling yang
mengutamakan pada pertimbangan karakteristik
tertentu dari subyek penelitiannya (Moleong
2009, 241). Purposive sampling ialah sampel
yang diambil hanya menurut kriteria,
pengetahuan peneliti dan pemilihan secara
otomatis terhadap sampel oleh pemahaman
peneliti yang mempengaruhinya terhadap
populasi (Nursiyono 2014, 2015). Subyek dari
penelitian ini yaitu para peserta (ibu-ibu) sesuai
kriteria dalam pembatasan rumusan masalah
tersebut dan informan dari penelitian ini ialah
ibu-ibu tersebut serta kepala Pusat Kegiatan
Belajar Masyarakat dan instruktur keterampilan
menjahit. Adapun tabel tentang pemilihan subyek
terhadap rancangan informan yaitu sebagai
berikut:
22
Tabel 1.1
Rancangan Informasi
Informasi yang
dicari
Informan Metode atau
Cara
Jumlah
Gambaran umum
Pusat Kegiatan
Belajar
Masyarakat
(PKBM) Negeri
26 Bintaro
Kepala Pusat
Kegiatan Belajar
Masyarakat
(PKBM)
Wawancara
dan Studi
Dokumentasi
1 orang
Pelaksanaan
keterampilan
menjahit
Instruktur
keterampilan
menjahit
Observasi,
Wawancara
dan Studi
Dokumentasi
1 orang
Sasaran program
dan manfaat bagi
perempuan yang
diperoleh selama
mengikuti
keterampilan
menjahit
Ibu-ibu rumah
tangga
Observasi,
Wawancara
dan Studi
Dokumentasi
4 orang
Sasaran program
dan manfaat bagi
perempuan yang
diperoleh setelah
Alumni (ibu
rumah tangga)
Observasi
dan
Wawancara
1 orang
23
mengikuti
keterampilan
menjahit
5. Teknik Pengolahan dan Analisis Data
Analisis data untuk penelitian kualitatif yaitu
suatu upaya dikerjakan dengan data,
penggorganisasian data, untuk menjadi suatu
bagian data dipilah dan dikelola, data dicari dan
memadukannya, lalu menemukan sesuatu yang
penting serta mengambil keputusan terhadap
apapun yang dianggap penting untuk
diinformasikan kepada orang lain. Melakukan
analisis data dalam penelitian kualitatif ini ialah
dimulai dari awal peneliti terjun ke lapangan
untuk mengobservasi serta melakukan
wawancara yang sesuai dengan ketentuan
penelitian. Penelitian ini menggunakan analisis
induktif yang merupakan kategori, tema dan pola
berasal dari data, kategori-kategori yang muncul
dari hasil catatan lokasi penelitian, berasal dari
dokumen dan hasil wawancara, analisis
penelitian kualitatif meliputi: pengorganisasian
data dengan kasus-kasus spesifik yang
memungkinkan studi mendalam kasus tersebut,
kasus dapat berupa individual, program, institusi,
24
atau kelompok (Ghony dan Almanshur 2016,
247).
6. Teknik Keabsahan Data
Untuk menjaga keabsahan data dalam
rangkaian penelitian, diperlukan teknik
pemeriksaan data dalam penelitian ini penulis
menggunakan triangulasi data. Triangulasi data
teknik pemeriksaan keabsahan data yang
memanfaatkan sesuatu yang lain, di luar data itu
untuk keperluan pengecekan atau sebagai
pembanding terhadap data yang dimaksud
(Moleong 2009, 124), hal ini dapat dicapai
dengan melakukan cek dan ricek data antara data
yang didapat melalui wawancara, observasi dan
studi dokumentasi yang akan penulis lakukan,
dengan begitu keabsahan data yang didapat oleh
penulis menjadi valid.
7. Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan pada bulan
Februari 2020 sampai dengan bulan Maret 2020
dan dilaksanakan di Pusat Kegiatan Belajar
Masyarakat (PKBM) Negeri 26 Bintaro Jakarta
Selatan berlokasi di Jalan Bintaro Permai III
Nomor 30 B, Kelurahan Bintaro, Kecamatan
Pesanggerahan, DKI Jakarta Selatan
25
H. Sistematika Penulisan
Untuk lebih memudahkan mengetahui pembahasan
dalam penelitian ini, maka penulis menyusunnya ke dalam
enam bab yang saling berkaitan satu sama lain, adapun
susunannya sebagai berikut:
a. BAB I PENDAHULUAN
Menjelaskan tentang Latar Belakang Masalah,
Pembatasan dan Rumusan Masalah, Tujuan dan
Manfaat Penelitian, Kajian Literatur, Metode
Penelitian, Waktu dan Tempat Penelitian, serta
Sistematika Penulisan
b. BAB II KAJIAN PUSTAKA
Terdiri dari Landasan Teori penelitia yang
membahas tentang pemberdayaan perempuan,
pendidikan nonformal dan sebagainya
c. BAB III GAMBARAN UMUM LATAR
PENELITIAN
Menjelaskan tentang gambaran umum Pusat
Kegiatan Belajar Masyarakat (PKBM) Negeri 26
Bintaro Jakarta Selatan serta latar belakang, tujuan
berdirinya, visi, misi, struktur organisasi, dan
sebagainya
d. BAB IV DATA DAN TEMUAN PENELITIAN
Berisi uraian penyajian data dan temuan penelitian
yang didapatkan saat penelitian berlangsung serta
menjawab rumusan permasalahan penelitian
26
e. BAB V PEMBAHASAN
Berisi uraian tentang analisis yang mengaitkan data
dan temuan penelitian dengan teori yang digunakan
untuk penelitian yang dilakukan oleh penulis
f. BAB VI PENUTUP
Terdiri dari implikasi, kesimpulan dan saran dalam
penelitian yang dilakukan oleh penulis tentang
pemberdayaan perempuan melalui keterampilan
menjahit
I. Teknik Penulisan Penelitian
Teknik penulisan penelitian ini berpedoman pada
buku pedoman Keputusan Rektor UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta Nomor: 507 Tahun 2017 Tentang
Pedoman Penulisan Karya Ilmiah (Skripsi, Tesis, dan
Disertasi) UIN Syarif Hidayatullah Jakarta dan
menggunakan gaya Chicago 1: Bidang Ilmu Sosial
(author-date system).
27
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
A. Pemberdayaan Perempuan
1. Pengertian Pemberdayaan Perempuan
Pemberdayaan perempuan yaitu upaya untuk
meningkatkan kualitas hidup perempuan agar ia
mendapatkan akses dan juga kontrol terkait semua
sumber daya dalam kehidupannya (Hanindito 2011, 11).
Pemberdayaan perempuan merupakan sebuah upaya
yang efektif untuk menghapuskan hal-hal yang tidak
menguntungkan seperti penyakit, kelaparan, dan juga
kemiskinan serta untuk mencapai keberlanjutannya suatu
pembangunan (Harkristuti dan dkk 2008, 17).
Pemberdayaan perempuan merupakan suatu upaya
demi terwujudnya kesetaraan baik peran maupun akses
serta kontrol terhadap pembangunan antara perempuan
dan laki-laki, pemertintah dan juga masyarakat
melakukan upaya-upaya terkait program pemberdayaan
perempuan agar dapat mewujudkan keseimbangan antara
laki-laki dan perempuan terhadap manfaat pembangunan
itu sendiri yang tercipta dan terdistribusikan serta agar
terciptanya kesetaraan gender dan agar kesejahteraan
keluarga dapat tercapai maka dilakukan berbagai upaya
seperti halnya mengembangkan suatu usaha sehingga
28
dapat pula meningkatkan perekonomian keluarga
(Marwanti dan Astuti 2012, 135).
Pemberdayaan perempuan menurut Hubeis
sebagaimana yang dikutip oleh Saugi dan Sumarno
dalam jurnalnya yaitu suatu upaya perbaikan perempuan
terhadap status dan perannya dalam pembangunan
bangsa sama halnya dengan organisasi perempuan
terhadap perannya yang berkualitas serta kemandirian
yang dilakukannya dan program pemberdayaan
perempuan di Indonesia menurut Daulay sebagaimana
yang juga dikutip oleh Saugi dan Sumarno dalam
jurnalnya yaitu dimulai sejak tahun 1978 dalam
perkembangannya program pemberdayaan perempuan
tersebut telah menghasilkan suatu kemajuan di antaranya
peningkatan kondisi, derajat serta kualitas hidup
perempuan di bidang pendidikan, kesehatan, ekonomi,
ketenagakerjaan dan ikut serta dalam ber-KB (Keluarga
Berencana) (Saugi dan Sumarno 2015, 228).
Pemberdayaan perempuan adalah agenda bangsa
yang secara keseluruhan menjadi tanggung jawab
bersama pemerintah dan masyarakat. Disamping itu,
pemberdayaan perempuan perlu disiapkan dan
dilaksanakan secara terencana, terarah, terpadu dan
berlanjut. Tujuan pemberdayaan perempuan, untuk
mepertahankan nilai-nilai persatuan dan kesatuan serta
nilai historis perjuangan kaum perempuan. Hal ini
29
dilakukan dalam rangka melanjutkan usaha
pemberdayaan perempuan serta kesejahteraan keluarga
dan masyarakat. Terdapat dua ciri dari pemberdayaan
perempuan, pertama, sebagai refleksi kepentingan
emansipatoris yang mendorong masyarakat
berpartisipasi secara kolektif dalam pembangunan,
kedua, sebagai proses pelibatan diri individu atau
masyarakat dalam proses pencerahan, penyadaran dan
pengorganisasian kolektif sehingga mereka dapat
berpartisi (Parawansa 2006, 79).
Pemberdayaan perempuan merupakan upaya untuk
mengatasi hambatan guna mencapai pemerataan atau
persamaan bagi laki-laki dan perempuan pada setiap
tingkat proses pembangunan dan pemberdayaan
perempuan menurut Novian sebagaimana dikutip oleh
Widiastuti dan Kartika dalam jurnalnya yaitu upaya
pemampuan perempuan untuk memperoleh akses dan
kontrol terhadap sumber daya, ekonomi, politik, sosial,
budaya, agar perempuan dapat mengatur diri dan
meningkatkan rasa percaya diri untuk mampu berperan
dan berpartisipasi aktif dalam memecahkan masalah,
sehingga mampu membangun kemampuan dan konsep
diri (Widiastuti dan Kartika 2017, 23).
Pemberdayaan perempuan menurut Prijono &
Prijoko sebagaimana yang dikutip oleh Sri Marmoah
dalam bukunya ialah kesadaran dan partisipasi
30
perempuan dapat tumbuh di semua sisi kehidupan yang
didorong oleh adilnya pembagian kekuasaan, hal ini
dapat dikaitkan dengan perempuan yang diberikan
kekuatan agar mampu mengaktualisasikan dirinya
terhadap eksistensi yang tinggi di tengah masyarakat dan
menurut Mutawali bahwa peranan perempuan dapat
dilihat dari dua aspek, yaitu aspek intern berupa
peranannya dalam kehidupan keluarga yakni mendidik
dan memelihara anak serta membina keluarga agar
menjadi keluarga yang sehat dan sejahtera lahir dan
batin dan aspek eksternal yakni perannya di luar
keluarga, turut membangun masyarakat sebagai
pelaksana pembangunan (Marmoah 2014, 66).
Perempuan menurut Tan sebagaimana yang
dikutip oleh Sri Marmoah dalam bukunya bahwa
perempuan mendapatkan berbagai kesempatan bukan
hanya sebagai anggota keluarga namun ia memiliki
kesempatan untuk melakukan sebagaimana perannya
sebagai makhluk sosial yang dapat menjalin hubungan
tidak hanya dengan keluarga saja melainkan dengan
masyarakat luas pun perempuan dapat melakukannya,
maka dari itu dalam suatu pembangunan bangsa
perempuan diarahkan pada peningkatan kualitas
hidupnya, kemiskinan yang dihapuskan, perekonomian
yang tumbuh baik, stabilisasi nasional, keberlanjutan
31
pembangunan serta perempuan dapat aktif berpartisipasi
dalam hidup bermasyarakat (Marmoah 2014, 67).
2. Faktor Pemberdayaan Perempuan
Pemberdayaan perempuan merupakan suatu hal
yang sangat penting terhadap kemajuan suatu bangsa dan
pemberdayaan perempuan ini dapat dilaksanakan
karenakan beberapa faktor yaitu sebagi berikut:
a. Rendahnya tingkat pendidikan yang didapatkan
perempuan
b. Paksaan hak reproduksi yang dimiiki oleh
c. Tingginya kekerasaan yang dialami oleh
perempuan
d. Perempuan tidak memiliki kebebasan berada di
dalam dunia politik
Maka dari itu, sangat diperlukan upaya
pemberdayaan yang dilakukan oleh perempuan untuk
dapat memiliki akses terhadap semua aspek
pembangunan sehingga dapat terjadi pula keseimbangan
dalam suatu pembangunan serta adanya pemberdayaan
perempuan ini dapat menjadikan hasil pembangunan
yang setara antara laki-laki dan juga perempuan
(Sunarjati dan dkk 2000, 130).
3. Tujuan Pemberdayaan
Tujuan pertama pemberdayaan yaitu agar
masyarakat yang lemah dan tidak berdaya dapat
32
memiliki kekuatan dan kekuasaan terhadap dirinya
sendiri karena situasi internal (misalnya persepsi mereka
sendiri) dan juga situasi eksternal (ditindas oleh ketidak
adilan struktur sosial). Berikut merupakan kelompok
yang dapat dikategorikan sebagai kelompok lemah atau
tidak berdaya:
a. Lemah secara struktural yakni mengalami
kehidupan di kalangan bawah seperti kelas, gender,
maupun etnis
b. Lemah khusus ialah lanjut usia, anak-anak,
penyandang disabilitas, gay dan lesbian,
masyarakat marginal
c. Lemah personal ialah orang yang mengalami
permasalahan pribadi maupun keluarga (Suharto
2005, 60).
Pemberdayaan menunjukkan orang-orang yang
termasuk kelompok lemah agar mereka dapat memiliki
kemampuan atau kekuatan untuk memenuhi kebutuhan
hidupnya sehingga mereka terbebas dari kelaparan,
kebodohan, penyakit dan mereka dapat menggunakan
sumber-sumber yang dapat membuat mereka
meningkatkan pemasukan dan mendapatkan kebutuhan
yang mereka perlukan, serta mereka pun boleh
berpartisipasi pada pembangunan dan mengambil
keputusan (Marmoah 2014, 51). Adapun tujuan pada
tahap pelaksanaan pemberdayaan yaitu agar terciptanya
33
perubahan sikap mental, memiliki keterampilan, dan
kualitas warga dampingan sosial menjadi lebih baik lagi
serta agar terciptanya nilai-nilai sosial baru yang dapat
menunjang ke arah perbaikan dan juga kemajuan
(Marmoah 2014, 47).
4. Tahapan Pemberdayaan
Tahap pemberdayaan yang juga dapat dilakukan
oleh perempuan menurut Isbandi Rukminto Adi yaitu
sebagai berikut:
a. Tahap Persiapan (Engagement)
Pada tahap persiapan ini merupakan langkah
awal dalam pemberdayaan yang meliputi dua
tahapan yaitu penyiapan petugas dan penyiapan
lapangan. Penyiapan petugas dalam hal ini
merupakan tenaga pemberdayaan dan diperlukan
untuk mengutamakan kesamaan pemikiran
peserta atau anggota dan agen perubahan,
sedangkan penyiapan lapangan yakni petugas
melakukan studi kelayakan terhadap suatu tempat
atau lokasi yang akan dijadikan sasaran dalam
pelaksanaan pemberdayaan dan pada tahap ini
kontak awal dengan peserta atau anggota terjadi
serta komunikasi yang baik pada tahap ini akan
mempengaruhi partisipasi peserta atau anggota
pada tahap berikutnya.
34
b. Tahap Pengkajian (Assessment)
Pada tahap ini petugas sebagai agen
perubahan dalam pelaksanaan pemberdayaan
memiliki peranan yaitu berusaha
mengidentifikasi masalah atau kebutuhan yang
dirasakan dan sumber daya yang dimiliki
anggota. Dalam melaksanakan assesment ini
partisipasi peserta atau anggota sangat
dibutuhkan agar mereka mengetahui terhadap
masalah yang dirasakannya, kemudian agen
perubahan pun berperan penting untuk
memfasilitasi peserta atau anggota terhadap
permasalahannya yang akan ditindaklanjuti di
tahap berikutnya.
c. Tahap Perencanaan Alternatif Program dan
Formulasi Rencana Aksi (Designing)
Pada tahap ini agen perubah mencoba
melibatkan peserta atau anggota untuk
membentuk perencanaan program atau kegiatan
dalam upaya mengatasi permasalahan yang dapat
mereka lakukan. Program atau kegiatan tersebut
harus dikembangkan sesuai dengan tujuan dan
dipahami oleh semua pihak baik peserta atau
anggota maupun agen perubah yang berperan
sebagai fasilitator dalam tahap pemberdayaan ini.
Kemudian pada tahap formulasi rencana aksi ini
agen perubah dan peserta atau anggota dapat
35
menentukan tujuan yang jelas untuk mencapai
keberhasilan program tindakan yang
dilakukannya pun harus sesuai dengan apa yang
sudah direncanakannya.
d. Tahap Pelaksanaan Program atau Kegiatan
(Implementasi)
Tahap ini merupakan tahap yang paling
penting dalam program pemberdayaan, karena
tahap ini adalah proses pelaksanaan program atau
kegiatan yang telah direncanakan oleh peserta
atau anggota pada tahap sebelumnya. Dalam
tahap ini seringkali teknologi maupun peralatan
yang akan digunakan harus sesuai dengan kondisi
atau apa yang dibutuhkan peserta pada tahap
pelaksanaan pemberdayaan.
e. Tahap Evaluasi
Tahap ini merupakan proses pengawasan
peserta atau anggota dan agen perubah terhadap
program pemberdayaan yang sedang berlangsung
dilaksanakan, sehingga diharapkan pula dalam
jangka panjang dapat membentuk peserta atau
anggota pemberdayaan menjadi lebih mandiri
dengan memanfaatkan sumber daya yang ada.
Tahap evaluasi ini juga diharapkan dapat
memberikan umpan balik yang memiliki
kebermanfaatan bagi suatu program atau
kegiatan agar menjadi lebih baik lagi.
36
f. Tahap Terminasi (Disengagement)
Tahap ini merupakan tahap pemutusan
hubungan secara formal yang dilakukan agen
perubah dengan komunitas atau anggota sasaran
program pemberdayaan agar mereka dapat
memiliki kemandirian dalam upaya mengatasi
permasalahan yang telah dilaksanakannya pada
tahap pemberdayaan sebelumnya. Namun, tidak
jarang pula agen perubah tetap melakukan kontak
meskipun tidak rutin dengan anggota sasaran
tersebut dan kemudian secara perlahan-lahan
agen perubah harus mengurangi kontak
dengannya (Adi 2002, 182).
5. Sasaran Program dan Manfaat Pemberdayaan
Perempuan
Sasaran program dan manfaat pemberdayaan yang
dilakukan oleh perempuan adapun di antaranya yaitu
sebagai berikut:
a. Meningkatkan potensi yang ada pada dirinya
yang dapat dipergunakan dalam berbagai bidang
baik formal maupun nonformal juga untuk
meningkatkan kemampuannya sehingga dapat
memiliki suatu keahlian profesional yang
dimumpuninya
b. Kemudian untuk dapat mewujudkan rasa peka
dan peduli terhadap gender dari seluruh
37
masyarakat, dalam kebijakan pun perempuan
mendapat hak untuk menentukannya, perempuan
juga memiliki suatu keahlian dalam keputusan
yang diambilnya dan juga dalam pengambilan
rencana dan menegakkan hukum serta
memperbaharui produk hukum tentang nilai
sosial budaya serta keadilan yang berwawasan
gender
c. Perempuan dapat menjadi sebagai pengkoordinir
secara optimal dalam hal perencanaan,
pelaksanaan, pengendalian, pemantauan, evaluasi
dan pelaporan (Widiastuti dan Kartika 2017, 23)..
B. Pendidikan Nonformal
1. Pengertian Pendidikan Nonformal
Pendidikan nonformal menurut Peraturan
Pemerintahan Republik Indonesia Nomor 19 Tahun
2005 pasal 1 adalah jalur pendidikan di luar pendidikan
formal yang dapat dilaksanakan secara terstruktur dan
berjenjang. Sebagaimana penelitian pemberdayaan
perempuan ini dilakukan di suatu lembaga atau Pusat
Kegiatan Belajar Masyarakat (PKBM) yang merupakan
salah satu pendidikan nonformal, dapat dirasakan dan
diikuti oleh masyarakat khususnya perempuan tanpa
adanya paksaan dan tekanan. Pendidikan nonformal
merupakan salah satu dari sekian banyak istilah yang
muncul dalam studi kependidikan pada akhir tahun tujuh
38
puluhan, istilah-istilah pendidikan yang berkembang di
tingkat internasional mula saat itu ialah pendidikan
sepanjang hayat, pendidikan pembaharuan, pendidikan
abadi, pendidikan informal, pendidikan masyarakat,
pendidikan perluasan, pendidikan massa, pendidikan
sosial, pendidikan orang dewasa dan pendidikan
berkelanjutan (Sudjana 2001, 13).
Pendidikan nonformal adalah setiap kegiatan
terorganisasi dan sistmatis, diluar sistem persekolahan
yang mapan, dilakukan secara mandiri merupakan
bagian penting dari kegiatan yang lebih luas yang
sengaja dilakukan untuk melayani peserta didik tertentu
di dalam mencapai tujuan belajarnya (Sudjana 2001, 21).
Pendidikan nonformal juga merupakan salah satu
pendidikan sekolah, menyediakan kesempatan belajar
bagi anak-anak atau orang dewasa karena berbagai
alasan tidak memperoleh kesempatan untuk memasuki
satuan pendidikan sekolah. Kegiatan belajar mengajar
bertujuan untuk memberikan kemampuan dasar
membaca, menulis, berhitung dan pengetahuan praktis
yang berhubungan dengan kehidupan sehari-hari seperti
pemeliharaan kesehatan lingkungan, gizi keluarga, dan
jenis-jenis keterampilan lainnya (Sudjana 2001, 107).
Pendidikan nonformal merupakan pendidikan yang
diselenggarakan diluar sistem pendidikan persekolahan
yang berorientasi pada pemberian layanan pendidikan
yang berfungsi sebagai pengganti, penambah, dan/atau
39
pelengkap pendidikan formal dalam rangka mendukung
pendidikan sepanjang hayat. Pendidikan Nonformal
memang mengalami perubahan, walaupun istilah yang
digunakan mengalami beberapa perubahan, secara garis
besar fungsi pendidikan nonformal tetap sama yaitu
sebagai pelengkap, dan pengganti pendidikan formal
bagi warga yang membutuhkan pendidikan diluar
pendidikan formal (Mulyono dan Ernawati 2017, 61).
Pendidikan nonformal menurut Soelaman Joesoef
adalah setiap kesempatan dimana terdapat komunikasi
yang terarah di luar sekolah dan seseorang memperoleh
informasi, pengetahuan, latihan maupun bimbingan
sesuai dengan tingkat usia dan kebutuhan hidup, dengan
tujuan mengembangkan tingkat keterampilan, sikap dan
nilai-nilai yang memungkinkan baginya menjadi peserta-
peserta yang efesien dan efektif dalam lingkungan
keluarga, pekerjaan bahkan lingkungan masyarakat dan
negaranya (Joesoef 1992, 51). Pendidikan nonformal
menurut Philip H.Coombs sebagaimana yang dikutip
oleh Soelaman Joesoef dalam bukunya adalah
terorganisirnya kegiatan pendidikan yang
diselenggarakan baik di luar sistem formal maupun
bukan ialah untuk memberikan layanan pendidikan
tertentu agar tercapainya tujuan-tujuan belajar (Joesoef
1992, 50).
Pendidikan nonformal menurut The Soth East
Asian Ministery of Education Organization sebagaimana
40
yang dikutip oleh Sulfemi dalam modulnya ialah setiap
upaya pendidikan dalam arti luas yang di dalamnya
terdapat komunikasi yang teratur dan terarah,
diselenggarakan di luar subsistem pendidikan formal,
sehingga seseorang atau kelompok memperoleh
informasi, latihan, dan bimbingan sesuai dengan
tingkatan usia dan kebutuhan hidupnya (Sulfemi 2018,
9).
2. Tujuan Pendidikan Nonformal
Tujuan dari pendidikan nonformal ini ialah
bertanggung jawab menggapai dan memenuhi tujuan-
tujuan yang sangat luas cakupannya dalam kapasitas
inilah muncul pendidikan nonformal yang bersifat multi
purpose. Tujuan-tujuannya terfokus pada pemenuhan
kebutuhan belajar tingkat dasar semacam pendidikan
keaksaraan, pengetahuan alam, keterampilan vokasional,
pengetahuan gizi serta citra diri dan nilai hidup (Ishak
dan Suprayogi 2012, 44).
Pendidikan nonformal menurut Sudjana
sebagaimana yang dikutip oleh Sulfemi dalam modulnya
bertujuan untuk menyediakan kesempatan belajar kepada
peserta didik yang ingin memperdalam materi pelajaran
tertentu yang diperoleh selama mengikuti program
pendidikan pada jenjang pendidikan sekolah, kepada
alumni suatu jenjang pendidikan sekolah dan masih
memerlukan layanan pendidikan untuk memperluas
41
materi pelajaran yang telah diperoleh dan mereka yang
putus sekolah serta masih memerlukan pengetahuan
serta keterampilan yang berkaitan dengan lapangan
pekerjaan atau penampilan diri dalam masyarakat. Serta
memiliki tujuan untuk memenuhi kebutuhan belajar
masyarakat dan mendekatkan fungsi pendidikan sekolah
dengan kenyataan yang ada di masyarakat, oleh karena
itu program pendidikan nonformal pada umumnya
dikaitkan dengan lapangan pekerjaan seperti latihan
keterampilan menjahit, memasak dan lain sebagainya
(Sulfemi 2018, 11).
Pendidikan nonformal memiliki tujuan dan
kegiatan yang terorganisasi, dilaksanakan di lingkungan
masyarakat dan lembaga-lembaga untuk melayani
kebutuhan belajar khusus para peserta didik (Sulfemi
2018, 22). Adapun tujuan pendidikan nonformal
menurut Peraturan Pemerintah nomor 73 tahun 1991
sebagaimana yang dikutip oleh Mulyono dan Ernawati
yaitu sebagai berikut:
a. Melayani warga belajar supaya dapat tumbuh dan
berkembang sedini mungkin dan sepanjang
hayatnya guna meningkatkan martabat dan mutu
kehidupannya
b. Membina warga belajar agar memiliki
pengetahuan, keterampilan dan sikap mental yang
diperlukan untuk pendidikan yang lebih tinggi
42
c. Memenuhi kebutuhan belajar masyarakat yang
tidak dapat dipenuhi dalam jalur pendidikan
sekolah (Mulyono dan Ernawati 2017, 62).
3. Karakteristik Pendidikan Nonformal
Pendidikan nonformal memiliki ciri-ciri atau
karakteristik yang berbeda dari pendidikan sekolah atau
pendidikan formal. Namun kedua pendidikan tersebut
saling menunjang dan melengkapi, adapun karakteristik
tersebut sebagai berikut:
a. Memiliki tujuan untuk memperoleh keahlian atau
keterampilan yang nantinya dapat dipergunakan
dalam kehidupan para peserta, pendidikan
nonformal menekankan belajar dengan memiliki
fungsi yang sesuai apa yang dibutuhkan peserta
dalam hidupnya
b. Peserta menjadi pusat dalam pendidikan
nonformal ini dan dapat belajar mandiri serta
peserta memiliki peran sebagai pengambil inisiatif
dan peserta sendiri yang dapat mengontrol
kegiatan pada saat belajar
c. Menggunakan waktu yang cukup singkat dalam
pelaksanaannya serta tidak memiliki
kesinambungan
d. Kurikulum kafetarialah yang digunakan oleh
pendidikan nonformal dan bersifat fleksibel dapat
dirundingkan antara peserta dengan pengajar atau
43
instruktur dan juga kurikulum dapat ditentukan
sesuai kebutuhan peserta
e. Partisipasi peserta digunakan dalam metode
pembelajaran dan menekankan pula belajar secara
mandiri
f. Peserta dengan pengajar memiliki hubungan yang
bersifat mendatar serta informal dan akrab satu
sama lain, pengajar merupakan fasilitator bukan
menggurui dalam pendidikan nonformal ini dan
juga dipandang sebagai narasumber oleh peserta
g. Sumber yang digunakan merupakan sumber lokal
yakni menggunakan sumber belajar dari berbagai
keahlian dan narasumber, sehingga digunakan
semaksimal mungkin karena langkanya sumber-
sumber untuk pendidikan (Ishak dan Suprayogi
2012, 44).
4. Jenis Pendidikan Nonformal
Pendidikan nonformal hadir di tengah masyarakat
merupakan salah satu pilar penting dalam mencerdaskan
bangsa, tidak semua lapisan masyarakat mampu
menempuh jenjang-jenjang pada jalur pendidikan
formal. Banyak hambatan dan keterbatasan yang terjadi
di masyarakat, terutama masyarakat lapisan bawah.
Keterbatasan ekonomi, keterbatasan waktu, persoalan
usia merupakan beberapa alasan penting hadirnya
lembaga-lembaga yang dikelola oleh masyarakat dalam
44
lingkup pendidikan nonformal yang memiliki tujuan dan
kepedulian dalam menyediakan tempat bagi masyarakat
lapisan bawah untuk tetap mendapatkan kesempatan
belajar dan ini merupakan pentingnya pendidikan
nonformal, salah satu jenis pendidikan nonformal
tersebut yakni Pusat Kegiatan Belajar Masyarakat
(PKBM) (Himayaturohmah 2017, 101).
Pusat Kegiatan Belajar Masyarakat (PKBM)
merupakan salah satu jenis pendidikan nonformal yang
juga meliputi pendidikan kecakapan hidup, pendidikan
anak usia dini, pendidikan kepemudaan, pendidikan
pemberdayaan perempuan, pendidikan keaksaraan,
pendidikan keterampilan/kursus dan pelatihan kerja,
berbagai jenis program tersebut pada umumnya
(Muarifuddin dan Suminar 2016, 24).
a. Pengertian Pusat Kegiatan Belajar
Masyarakat (PKBM)
Pusat Kegiatan Belajar Masyarakat
(PKBM) sebagai lembaga pendidikan nonformal,
secara umum sebagai suatu lembaga yang
bergerak pada dunia pendidikan nonformal
dengan tujuan sebagai senter kegiatan belajar
masyarakat. Pusat Kegiatan Belajar Masyarakat
(PKBM) sebagai wadah masyarakat untuk
belajar, memiliki banyak fungsi terutama yang
terkait dengan implementasi pengembangan
kegiatan pendidikan nonformal. Inti keberadaan
45
Pusat Kegiatan Belajar Masyarakat (PKBM)
mampu melayani kebutuhan belajar bagi
masyarakat sekaligus sebagai wadah solusi
berbagai masalah sosial yang ada di masyarakat.
Secara umum dapat dikatakan sebagai suatu
organisasi sosial yang bertujuan menanggulangi
masalah-masalah kemiskinan, kebodohan, dan
masalah keterbelakangan, beberapa hal tersebut
keberadaan Pusat Kegiatan Belajar Masyarakat
(PKBM) tentu memiliki peran besar dalam
memecahkan masalah kemasyarakatan. Pusat
Kegiatan Belajar Masyarakat (PKBM)
merupakan gerakan kekuatan alternatif yang
tumbuh dari masyarakat itu sendiri melalui ujung
tombak dalam membantu menangani masalah
sosial, masalah yang sangat urgen sekaligus
menjadi masalah holistik adalah kemiskinan,
selama ini kemiskinan menjadi masalah pokok
terutama di bangsa Indonesia tercinta kita ini
(Muarifuddin dan Suminar 2016, 22).
Pusat Kegiatan Belajar Masyarakat
(PKBM) menurut UNESCO yang dikutip oleh
seorang peneliti dalam jurnalnya merupakan
tempat yang memberikan kesempatan belajar
seumur hidup bagi semua orang di masyarakat
untuk memberdayakan masyarakat agar menjadi
mandiri, meningkatkan kualitas hidup, dan
46
mengembangkan komunitas yang ada di
masyarakat. Pusat Kegiatan Belajar Masyarakat
(PKBM) mempunyai peran yang sangat penting
dalam upaya mewujudkan pendidikan untuk
semua (education for all). Beberapa tugas Pusat
Kegiatan Belajar Masyarakat (PKBM) di
antaranya ialah mengidentifikasi dan mengatasi
kebutuhan masyarakat, memenuhi kebutuhan dan
kepentingan masyarakat melalui berbagai
kegiatan, memobilisasi sumber daya di
masyarakat, membangun hubungan kerjasama
yang erat dan kemitraan dengan organisasi dan
lembaga lainnya, memantau dan meninjau
kemajuan untuk membantu dalam perencanaan
masa depan, endokumentasikan kekuatan dan
kelemahan kegiatan Pusat Kegiatan Belajar
Masyarakat (PKBM). Dalam upaya menjalankan
tugas Pusat Kegiatan Belajar Masyarakat
(PKBM) mengenai pemenuhan kebutuhan dan
kepentingan masyarakat, Pusat Kegiatan Belajar
Masyarakat (PKBM) mempunyai dua program
kegiatan utama, yaitu kegiatan pembelajaran,
meliputi Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD),
kesetaraan (Paket A, B & C), kursus serta
pendidikan perempuan, dan kegiatan
nonpembelajaran meliputi Taman Bacaaan
Masyarakat (TBM), multimedia, Kelompok
47
Usaha Bersama (KUB), seni, dan usaha
produktif. Berbagai kegiatan tersebut
menunjukkan Pusat Kegiatan Belajar Masyarakat
(PKBM) mencakup semua aktivitas belajar yang
dapat dilakukan sepanjang hidup, dengan tujuan
untuk meningkatkan pengetahuan, keterampilan
dan kompetensi dalam perspektif pribadi,
masyarakat, sosial dan/atau yang berhubungan
dengan pekerjaan (Septiani 2015, 68).
Pusat Kegiatan Belajar Masyarakat
(PKBM) menurut UNESCO sebagaimana yang
dikutip oleh Mustofa Kamil dalam bukunya
merupakan sebuah lembaga pendidikan yang
diselenggrakan di luar sistem pendidikan formal
diarahkan untuk masyarakat pedesaan dan
perkotaan dengan dikelola oleh masyarakat itu
sendiri serta memberi kesempatan kepada mereka
untuk mengembangkan berbagai model
pembelajaran dengan tujuan mengembangkan
kemampuan dan keterampilan masyarakat agar
mampu meningkatkan kualitas hidupnya (Kamil
2009, 85).
Pusat Kegiatan Belajar Masyarakat
(PKBM) merupakan alternatif yang dapat dipilih
dan dijadikan ajang pemberdayaan masyarakat
hal ini selaras dengan pemikiran bahwa dengan
melembagakan Pusat Kegiatan Belajar
48
Masyarakat (PKBM) akan banyak berpotensi
yang selama ini tidak tergali akan dapat digali,
ditumbuhkan, dimanfaatkan, dan didaya gunakan
melalui pendekatan-pendekatan kultural dan
persuasif, Pusat Kegiatan Belajar Masyarakat
(PKBM) diharapkan dapat menjadi pusat seluruh
kegiatan belajar masyarakat, kemandirian dan
kehandalannya perlu dijamin oleh semua pihak
(Sihombing 1999, 104).
Pusat Kegiatan Belajar Masyarakat
(PKBM) merupakan salah satu jenis pendidikan
nonformal sebagai tempat pembelajaran dan
sumber informasi yang dibentuk dan dikelola
oleh masyarakat yang berorientasi pada
pemberdayaan potensi setempat untuk
meningkatkan pengetahuan, keterampilan dan
sikap masyarakat dalam bidang ekonomi, sosial
dan budaya. Pusat Kegiatan Belajar Masyarakat
(PKBM) adalah suatu wadah yang menyediakan
informasi dan kegiatan belajar sepanjang hayat
bagi setiap warga masyarakat agar mereka lebih
berdaya, wadah ini adalah milik masyarakat
dikelola dari, oleh, dan untuk masyarakat.
b. Tujuan Pusat Kegiatan Belajar Masyarakat
(PKBM)
Terdapat tujuan penting dalam
terbangunnya Pusat Kegiatan Belajar Masyarakat
49
(PKBM) yaitu memberdayakan masyarakat agar
mampu mandiri (berdaya), meningkatkan
kualitas hidup masyarakat baik dari segi sosial
maupun ekonomi, meningkatkan kepekaan
terhadap masalah-masalah yang terjadi di
lingkungannya sehingga mampu memecahkan
permasalahan tersebut, adapun tujuan
pelembagaan Pusat Kegiatan Belajar Masyarakat
(PKBM) menurut Sihombing ialah untuk
menggali, menumbuhkan, mengembangkan dan
memanfaatkan seluruh potensi yang ada di
masyaraka, untuk sebesar-besarnya
pemberdayaan masyarakat itu sendiri (Kamil
2009, 87).
Pada sisi lain tujuan Pusat Kegiatan
Belajar Masyarakat (PKBM) adalah untuk lebih
mendekatkan proses pelayanan pendidikan
terutama proses pelayanan pembelajaran yang
dipadukan dengan berbagai tuntutan, masalah-
masalah yang terjadi disekitar lingkungan
masyarakat itu sendiri (Finola, Irja, dan
Maemunaty 2016, 6).
c. Fungsi Pusat Kegiatan Belajar Masyarakat
(PKBM)
Pusat Kegiatan Belajar Masyarakat
(PKBM) yang berada di tengah masyarakat
memiliki beberapa fungsi yaitu sebagai tempat
50
pusat semua kemampuan yang dimiliki
masyarakat, sebagai pusat dan sumber informasi,
sebagai tempat tukar-menukar keterampilan dan
pengalaman, sebagai pusat pertemuan pengelola
dan sumber belajar serta sebagai lokasi belajar
yang nyaman (Sihombing 1999, 110).
Pusat Kegiatan Belajar Masyarakat
(PKBM) merupakan suatu tempat kegiatan
pembelajaran masyarakat yang terfokus pada
pemberdayaan masyarakat melalui pendidikan
yang sesuai dengan kebutuhan belajar dan
potensi masyarakat dalam mencapai kemajuan
pendidikan, ekonomi, sosial budaya, dan aspek-
aspek kehidupan lainnya. Hal ini mencerminkan
PKBM berfungsi sebagai:
a. Melakukan kegiatan pembelajaran
b. Melakukan koordinasi dalam
memanfaatkan potensi masyarakat
c. Menyajikan informasi
d. Ajang pertukaran informasi dan
pengetahuan
e. Menjadi tempat untuk upaya peningkatan
pengetahuan, keterampilan, sikap dan
nilai-nilai tertentu bagi warga masyarakat
yang membutuhkannya
51
Untuk itu, PKBM mengadakan program-
program pendidikan luar sekolah seperti program
pendidikan kesetaraan, pendidikan keaksaraan,
pendidikan anak usia dini, pendidikan kecakapan
hidup dan pendidikan kepemudaan (Tohani 2009,
195).
52
BAB III
GAMBARAN UMUM PUSAT KEGIATAN BELAJAR
MASYARAKAT (PKBM) NEGERI 26 BINTARO
JAKARTA SELATAN
Dalam bab ini penulis akan memaparkan mengenai
gambaran umum objek penelitian yaitu Pusat Kegiatan
Belajar Masyarakat (PKBM) Negeri 26 Bintaro, yang
berlokasi di Jalan Bintaro Permai III Nomor 30 B, Kelurahan
Bintaro, Kecamatan Pesanggerahan, Jakarta Selatan.
Gambar 2.1
Gedung PKBM Negeri 26 Bintaro Jakarta Selatan
Sumber: Dokumentasi Pribadi Penulis
53
A. Sejarah Berdirinya
Pusat Kegiatan Belajar Masyarakat (PKBM) adalah
satuan Pendidikan Nonformal yang didirikan dalam
rangka memenuhi kebutuhan masyarakat yang
menyelenggarakan berbagai pendidikan yang berbasis
masyarakat dan menyesuaikan dengan kebutuhan
masyarakat. Pusat Kegiatan Belajar Masyarakat (PKBM)
Negeri 26 Bintaro sebagai institusi pelayanan masyarakat
untuk memenuhi kebutuhan masyarakat dalam bidang
nonformal, yaitu memberi pengetahuan, keterampilan
agar masyarakat berilmu pengetahuan, berketerampilan
dan berkarakter produktif sehingga mereka memiliki
kesetaraan dengan kelompok masyarakat lainnya dalam
kehidupan sosial maupun ekonomi.
Pusat Kegiatan Belajar Masyarakat (PKBM) Negeri
26 Bintaro berada di wilayah Kelurahan Bintaro,
Kecamatan Pesanggrahan, Kota Administrasi Jakarta
Selatan awalnya merupakan Panti Latihan Karya (PLK)
mengalami perubahan nama sesuai fungsinya tidak lagi
hanya melayani pendidikan keterampilan tetapi juga
melayani pendidikan keaksaraan, kesetaraan, serta
kegiatan lain yang dapat memberdayakan masyarakat
sekitar Pusat Kegiatan Belajar Masyarakat (PKBM).
Perubahan nama menjadi PKBM sesuai surat Gubernur
Provinsi DKI Jakarta Nomor 135/-1.838.6b Tahun 1999
dan Keputusan Gubernur Provinsi DKI Jakarta Nomor
54
14342 Tahun 2015. Pengelolaan Pusat Kegiatan Belajar
Masyarakat (PKBM) Negeri 26 Bintaro di bawah
Pemerintah Daerah Provinsi DKI Jakarta dengan
pengawasan dan pembinaan Dinas Pendidikan DKI
Jakarta melalui Suku Dinas Pendidikan Wilayah 1 Kota
Administrasi Jakarta Selatan.
Program-program Pusat Kegiatan Belajar Masyarakat
(PKBM) Negeri 26 Bintaro berfokus pada pelayanan
pendidikan nonformal untuk warga masyarakat yang tidak
terlayani pada jalur pendidikan formal yang masih
membutuhkan layanan. Program yang dilaksanakan antara
lain; Pendidikan Keaksaraan, Pendidikan Kesetaraan
(Paket A, B, C), Pendidikan kecakapan hidup dan kursus-
kursus. Hasil yang diharapkan dari program-program
yang dilaksanakan di Pusat Kegiatan Belajar Masyarakat
(PKBM) Negeri 26 Bintaro adalah masyarakat kreatif
berpengetahuan dan bertaqwa serta berperilaku yang baik,
memiliki disiplin tinggi mencintai kebersihan diri dan
lingkungan dengan tujuan ini maka Pusat Kegiatan
Belajar Masyarakat (PKBM) Negeri 26 Bintaro berupaya
untk meningkatkan pelayanan lebih baik sehingga Pusat
Kegiatan Belajar Masyarakat (PKBM) Negeri 26 Bintaro
unggul berkreasi dalam memberikan layanan pendidikan
nonformal (Nurhaeni 2020).
55
B. Visi dan Misi
a. Visi:
Unggul Berkreasi (Kreatif, Religius, Antusias dan
Bersih) dalam pemberian layanan pendidikan
nonformal yang berkualitas
b. Misi:
Meningkatkan mutu pelayanan pendidikan dengan:
1) Mengoptimalkan pengembangan layanan
pendidikan nonformal-informal (pendidikan
kesetaraan, keaksaraan, life skill, anak usia dia)
yang berkualitas melalui perkembangan
teknologi
2) Menanamkan penghayatan dan pengamalan
terhadap ajaran agama kepada komponen
PKBM
3) Meningkatkan kekuatan berkompetisi semua
komponen PKBM
4) Membangun karakter cinta kebersihan,
keindahan semua komponen PKBM (Nurhaeni
2020)
C. Tujuan
a. Memberikan pembelajaran dan bimbingan secara
efektif dalam mewujudkan pelayanan yang
berkualitas
56
b. Mendorong aktifitas dan kreatifitas secara optimal
minat terhadap perkembangan kemajuan
pengetahuan dan teknologi
c. Menanamkan disiplin yang tinggi dari seluruh
komponen PKBM dalam mewujudkan ketertiban di
lingkungan PKBM
d. Memberikan pengetahuan dan keterampilan kepada
peserta didik dalam meningkatkan kekuatan
berprestasi dan berkompetisi
e. Menanamkan suasana pergaulan sehari-hari yang
berlandakan pengamalan terhadap ajaran agama
f. Mewujudkan manajemen PKBM yang transparan
dan partisipatif, melibatkan seluruh komponen
PKBM dan kelompok kepentingan yang terkait
g. Mewujudkan lingkungan PKBM yang bersih, resik
dan asri (Nurhaeni 2020)
D. Sarana dan Prasarana
Guna mendukung kelancaran serta menunjang proses
pengajaran dan pemberdayaan di Pusat Kegiatan Belajar
Masyarakat (PKBM) Negeri 26 Bintaro ini, maka lembaga
ini pun memiliki sarana dan prasarana sebagai berikut:
57
Tabel 1.2
Sarana yang Tersedia di PKBM Negeri 26 Bintaro
Jakarta Selatan
No. Jenis Sarana Jumlah
1. Komputer 5 Unit
2. Laptop 2 Unit
3. Implifiyer 1 Unit
4. Printer 4 Unit
5. Lemari File 4 Unit
6. Lemari File Tutor 1 Unit
7. Lemari Penyimpanan
Tas
1 Unit
8. Lemari Kaca 2 Unit
9. Lemari Buku 2 Unit
10. Locker Penyimpanan 1 Unit
11. Televisi 1 Unit
12. Projector 1 Unit
13. Meja dan Kursi
Belajar
100 Set
14. Meja dan Kursi Kantor 5 Unit
15. Meja dan Kursi
Pimpinan
1 Unit
16. Meja dan Kursi
Komputer
6 Unit
58
17. Bangku Istirahat 1 Unit
18. Kipas Angin 3 Unit
19. Pendingin Ruangan 1 Unit
20. Refrigenerator 1 Unit
21. Mesin Air dan Toren 1 Unit
22. Mesin Jahit 6 Unit
23. Meja Besar 1 Unit
24. Patung/Manekin 2 Unit
25. Cermin 2 Unit
26. Mesin Obras 1 Unit
27. Meja Perapihan
Menjahit
1 Unit
28. Lemari Penyimpanan
Kain
1 Unit
29. Etalase Penghargaan 1 Unit
30. Perangkat Peralatan
Salon
1 Unit
31. Perangkat Peralatan
Boga
1 Unit
32. Peralatan Olahraga
Tenis Meja
1 Unit
33. Peralatan Musik
(Organ, Gitar, Kajon)
1 Unit
59
Tabel 1.3
Prasarana yang Tersedia di PKBM Negeri 26 Bintaro
Jakarta Selatan
No. Jenis Prasarana Jumlah
1. Luas Tanah 500 M2
2. Luas Bangunan 300 M2
3. Listrik 2.200 Watt
4. Ruang Pimpinan dan
Ruang Tamu
1 Ruang
5. Ruang Tata Usaha
dan Ruang Tutor
1 Ruang
6. Ruang Belajar 3 Ruang
7. Ruang Praktek
Keterampilan
2 Ruang
8. Ruang Perpustakaan 1 Ruang
9. Toilet 2 Ruang
10. Dapur 1 Ruang
E. Program-program yang Diselenggarakan
Pusat Kegiatan Belajar Masyarakat (PKBM) Negeri
26 Bintaro pada saat ini memiliki dua program utama
adalah sebagai berikut:
a. Pendidikan kesetaraan yang biasa disebut Sekolah
Kejar Paket yakni Paket A setara dengan Sekolah
60
Dasar (SD), Paket B setara dengan Sekolah
Menengah Pertama (SMP), dan Paket C setara
dengan Sekolah Menengah Atas (SMA) dan
menyelenggarakan kegiatan ekstra kurikuler bagi
peserta pendidikan kesetaraan tersebut seperti
futsal, taekwondo, musik, bulu tangkis dan basket.
b. Program keterampilan menjahit yang dilakukan
oleh ibu-ibu sebagai upaya pemberdayaan
perempuan
Namun sebenarnya tidak hanya kedua program
tersebut saja yang diselenggarakan oleh Pusat Kegiatan
Belajar Masyarakat (PKBM) Negeri 26 Bintaro, 5 tahun
yang lalu terdapat program keterampilan tata rias dan juga
tata boga yang memiliki manfaat bagi pemberdayaan
perempuan dalam menggali potensi pada dirinya dan
dapat meningkatkan kualitas hidupnya serta pendidikan
keaksaraan yang dapat diikuti oleh masyarakat tanpa
batasan usia.
Program keterampilan tata rias telah berlangsung
pada tahun 1999 hingga tahun 2014 sedangkan tata boga
telah berlangsung pada tahun 2012 hingga tahun 2016 dan
saat ini sudah tidak ada karena dana yang diberikan oleh
Pemerintah Daerah telah dialihkan kepada program
Pemberdayaan Kesejahteraan Keluarga (PKK) pada saa
itu dan lambat laun dialihkan kepada Lembaga
Masyarakat Kelurahan (LMK) yang ada di Kelurahan
61
Bintaro Jakarta Selatan, sehingga PKBM tidak lagi
mengadakan kedua keterampilan tersebut (Nurhaeni
2020).
Pendidikan keaksaraan pun sebenarnya saat itu yang
sangat menonjol di PKBM tersebut sejak tahun 2000,
yang mengajarkan masyarakat dalam belajar membaca
dan menulis, namun Pemerintah DKI telah menyatakan
bebas buta huruf dan akhirnya pendidikan keaksaraan
tersebut dihapus atau ditiadakan oleh PKBM kurang lebih
pada tahun 2003 (Nurhaeni 2020).
62
F. Struktur Organisasi
Bagan 3.1
Struktur Organisasi PKBM Negeri 26 Bintaro
Pembina
Kasudin Pendidikan Wilayah I Kota Administrasi Jakarta Selatan
Penilik Kecamatan Pesanggrahan
Kepala PKBM
Dra. Nurhaeni
Sekretaris
Irwansyah, S.Pd
Bendahara
Wawan Gunawan, SE
Koordinator
Kesetaraan
Koordinator
Keaksaraan
Koordinator
Keterampilan
Koordinator
Jaringan / Mitra
Peserta PKBM Negeri 26 Bintaro Jakarta Selatan
63
G. Tenaga Kependidikan dan Tenaga Pendidik
a. Tenaga Kependidikan
Tenaga kependidikan Pusat Kegiatan Belajar
Masyarakat (PKBM) Negeri 26 Bintaro memiliki
tugas melakukan peyelenggaraan (Perencanaan,
Pelaksanaan, Peniliain dan Pengembangan) dalam
membantu kelancaran program di Pusat Kegiatan
Belajar Masyarakat serta bertanggung jawab terhadap
seluruh pelaksanaan program, status kepegawaian
untuk Kepala Pusat Kegiatan Belajar Masyarakat
adalah Pegawai Negeri Sipil (PNS) dan tenaga lainnya
adalah Pekerja Harian Lepas (PHL)/honorer Sudin
Pendidikan wilayah 1 Jakarta Selatan.
b. Tenaga Pendidik
Pendidik/tutor/instruktur memiliki tugas
memfasilitasi proses pembelajaran pada program-
program yang diselenggarakan oleh Pusat Kegiatan
Belajar Masyarakat (PKBM) Negeri 26 Bintaro.
Pendidik memiliki kompetensi sesuai bidang yang
diampuhnya. Jumlah pendidik di Pusat Kegiatan
Belajar Masyarakat (PKBM) Negeri 26 Bintaro yaitu
pendidik kesetaraan berjumlah 11 orang, instruktur
keterampilan berjumlah 2 orang dan instruktur
ekstrakurikuler berjumlah 2 orang, semua merupakan
tenaga honorer/non Pegawai Negeri Sipil (PNS)
(Nurhaeni 2020).
64
Tabel 1.4
Daftar Tenaga Kependidikan dan Tenaga PKBM
Negeri 26 Bintaro Jakarta Selatan
No. Nama Tempat
Tanggal
Lahir
Jabatan / Tugas Pendidikan
Terakhir
1. Dra.
Nurhaeni
Jakarta,
15 Mei 1967
Kepala PKBM
S1
Pendidikan
Luar
Sekolah
2. Wawan
Gunawan,
SE
Jakarta,
15 September
1975
Bendahara S1 Ekonomi
3. Irwansyah,
S.Pd
Timu,
07 Oktober
1984
Sekretaris S1
Penjaskes
4. Siti
Zubaidah,
S.Ag
Jakarta,
11 Agustus
1973
Tutor Ekonomi
& Geografi
(Paket C),
Tutor IPS
(Paket B)
S1
Pendidikan
Agama
5. M.Kurtubi,
S.Ag
Cirebon,
12 Januari
1968
Tutor Sosiologi,
Ekonomi, Mulok
(Paket C)
S1
Pendidikan
Agama
6. Mahmud
Saltut, SH.i
Cirebon,
13 Agustus
1970
Tutor Pendidikan
Agama Islam
(Paket A, B, C)
S1 Hukum
Islam
7. Holilah,
S.Pd
Jakarta,
12 September
1979
Tutor Bahasa
Inggris
(Paket B, C)
S1 Bahasa
Inggris
8. Sri
Ramdiny,
Jakarta,
02 Juni 1986
Tutor PKN
(Paket A, B, C)
D3 Teknik
65
A.Md Tutor IPS
(Paket A)
Komputer
9. Muliahadi
Tumanggor,
S.Pd. MM
Padang,
11 November
1988
Tutor
Matematika
(Paket B, C)
S1
Pendidikan
Matematika
10. Viveka Wira
Mukti, S.Pd
Tangerang,
06 September
1993
Tutor IPA
(Paket A, B, C)
S1 IPA
Biologi
11. Syafrijal Padang,
19 Desember
1995
Tutor Olahraga
& TIK
(Paket A, B, C)
S1
Pendidikan
Akuntansi
12. Nurkhasana
h, S.Pd
Jakarta,
08 Oktober
1994
Tutor Bahasa
Indonesia
(Paket A, B, C)
S1
Manajemen
Pendidikan
13. Asrida
Warni
Pasar
Tarandam,
30 Oktober
1990
Tutor Bahasa
Indonesia & Seni
Budaya
S1 Sastra
Indonesia
14. Tesmanawit
a
Padang,
12 Mei 1964
Tutor
Keterampilan
SMA
15. Febian Elan
Saputra
Jakarta,
17 September
1989
Tutor Musik SMA
16. Parini Karanganyar,
15 Oktober
1982
Tutor
Keterampilan
Menjahit
SMA
17. Nabila
Dwiyanti
Jakarta Tutor
Taekwondo
SMA
18. Ruaida
Tumanggor
Padang,
25 November
1992
Tutor
Matematika
S1
Matematika
66
H. Mitra Kerja
Mitra kerja Pusat Kegiatan Belajar Masyarakat
(PKBM) Negeri 26 Bintaro adalah pihak-pihak dari
masyarakat terdiri dari lembaga atau individu yang degan
kesadaran dan kerelaan turut berpartisipasi dan
berkontribusi bagi kelangsungan dan pengembangan
PKBM. Adapun mitra kerja tersebut di antaranya yaitu:
a. Pengurus Rukun Tetangga (RT)/Rukun Warga
(RW) di lingkungan Pusat Kegiatan Belajar
Masyarakat (PKBM) Negeri 26 Bintaro dalam
menjaga kebersihan, keamanan dan ketertiban
lingkungan
b. Kelurahan dan Kecamatan dalam rangka
perekrutan dan pembinaan peserta didik
c. Universitas, lembaga motivasi dalam rangka
pengajaran, pengembangan dan pemotivasian
peserta didik
d. LKP Wijaya Sari dalam rangka pembelajaran dan
usaha tata boga
e. Lembaga homeschooling (Sekolah Rumah) dalam
pengembangan program pembelajaran
f. Homeschooling Prima Gama dalam
pengembangan program pendidikan kesetaraan
g. Sekolah bisa dalam pengembangan program
Pendidikan kesetaraan paket A (Nurhaeni 2020)
67
BAB IV
DATA DAN TEMUAN PENELITIAN
A. Identitas Informan
Penulis melakukan wawancara untuk memperoleh
data informasi dengan 7 orang informan yaitu Kepala dan
Instruktur Pusat Kegiatan Belajar Masyarakat (PKBM)
Negeri 26 Bintaro, peserta atau ibu-ibu yang mengikuti
keterampilan menjahit dan seorang ibu rumah tangga yang
sudah menjadi alumni atau sudah tidak lagi mengikuti
keterampilan menjahit sebagai upaya pemberdayaan
perempuan berikut merupakan data identitas informan
tersebut:
Tabel 1.5
Identitas Informan
No. Nama Usia Alamat Pendidikan
Terakhir
Tingkat
1. Ibu Nurhaeni
(Kepala
PKBM)
53 th Jakarta Selatan S1
Pendidikan
Luar Sekolah
2. Ibu Parini
(Instruktur
Keterampilan
Menjahit)
38 th Pondok Aren
Tangerang
Selatan
SMA
(Sekolah
Menengah
Atas)
3. Ibu Salma
(Peserta / Ibu
Rumah
Tangga)
38 th Pondok Aren
Tangerang
Selatan
MTS
(Madrasah
Tsanawiyah)
2 tahun
(Mahir)
68
4. Ibu Erna
(Peserta / Ibu
Rumah
Tangga)
49 th Ciledug,
Tangerang
Selatan
SMA
(Sekolah
Menengah
Atas)
7 bulan
(Terampil)
5. Ibu Ida (Peserta
/ Ibu Rumah
Tangga)
34 th Pesanggrahan
Jakarta Selatan
SMA
(Sekolah
Menengah
Atas)
7 bulan
(Terampil)
6. Ibu Sumi
(Peserta / Ibu
Rumah
Tangga)
40 th Petukangan
Jakarta Selatan
SMP
(Sekolah
Menengah
Pertama)
1 tahun
(Mahir)
7. Ibu Paryati
(Alumni
Peserta / Ibu
Rumah
Tangga)
50 th Bintaro Jakarta
Selatan
SMP
(Sekolah
Menengah
Pertama)
3 bulan
(Dasar)
Terdapat 12 ibu rumah tangga yang mengikuti
keterampilan menjahit di PKBM dan program
keterampilan menjahit tersebut berlangsung kurang lebih
selama 6 bulan dengan satu kali ujian, namun peserta
diperbolehkan apabila mengikuti pemberdayaan tersebut
hanya dalam kurun waktu kurang 6 bulan atau lebih
karena sesuai dengan kesepakatan bersama antara peserta
dengan intruktur. Penulis melakukan penelitian dengan 5
peserta sesuai dengan kriteria pada penelitian yang
dilakukan oleh penulis. Kelima peserta tersebut sudah
mengikuti keterampilan menjahit dalam kurun waktu rata-
69
rata maksimal dua tahun dan minimal tiga bulan. Adapun
penuturan dari kelima ibu rumah tangga yang telah
penulis wawancarai di antaranya sebagai berikut:
a) Ibu Salma
Ibu Salma merupakan seorang ibu rumah tangga
yang kesehariannya hanya mengurus rumah tangga
dan keluarganya saja tidak memiliki pekerjaan formal
dikarenakan rendahnya tingkat pendidikan yang
ditempuhnya sehingga ia tidak memiliki suatu
keahlian yang dimumpuninya. Ibu Salma berusia 38
tahun yang bertempat tinggal di Pondok Aren,
Tanggerang Selatan mengikuti program keterampilan
menjahit sudah 2 tahun sejak 2018 dan bisa dikatakan
sudah pada tingkat mahir. Ia memiliki 2 orang anak
yang masih sekolah dan suaminya bekerja sebagai
pegawai swasta, pendidikan yang ditempuhnya hanya
sampai Tsanawiyah.
Ibu Salma mengikuti keterampilan menjahit di
PKBM ini berawal dari ia yang selalu mengantar
jemput anaknya yang bersekolah tidak jauh dari
lokasi PKBM tersebut, sehingga ia berinisiatif untuk
mengikutinya dan untuk mengisi waktu luang serta
memperoleh ilmu tentang keterampilan menjahit yang
sangat bermanfaat dalam kehidupan bersama
keluarganya, sebagaimana hasil wawancara yang
dilakukan oleh penulis bersama ibu Salam yakni:
70
“Karena waktu itu anak saya sekolah di dekat
daerah sini jadikan daripada saya hanya antar
jemput anak saja ga ada kegiatan menurut saya
ya ikut keterampilan menjahit disini sambil antar
anak langsung kesini dan supaya saya punya
keahlian terus ya bisa menambah penghasilan
juga, jadi kita ga tergantung sama suami yang
penghasilannya berapa, bisa bantu suami dan
kedepannya bisa mandiri juga gitu”(Salma
2020).
b) Ibu Erna
Ibu Erna merupakan seorang ibu rumah tangga
yang berusia 49 tahun, bertempat tinggal di daerah
Ciledug, Tangerang Selatan. Ibu Erna memiliki 3
orang anak, dua di antaranya sudah berkeluarga dan
satu masih sekolah suaminya bekerja sebagai pegawai
negeri namun akan memasuki masa pensiun. Ibu Erna
mengikuti pemberdayaan keterampilan menjahit ini
sudah tujuh bulan (tingkat terampil), ia mengetahui
adanya program keterampilan menjahit ini dari
temannya yang juga sebagai peserta keterampilan
menjahit di PKBM tersebut dikarenakan pula di
daerah tempat tinggalnya tidak ada tempat atau
lembaga yang melaksanakan pemberdayaan
keterampilan menjahit dan salah satu alasan ia belajar
menjahit ini karena untuk memperoleh suatu keahlian
untuk membantu suaminya serta ketika ia sudah ahli
71
dalam menjahit ia akan menurunkan kepada anaknya
dengan mengajarkannya keterampilan menjahit untuk
bekal kehidupan rumah tangganya kelak, walaupun
jenjang pendidikan terakhirnya yaitu hingga sekolah
menengah atas namun ia hanyalah seorang ibu rumah
tangga yang tak bekerja seperti pada umumnya yang
dikarenakan pula keahlian yang terbatas.
Sebagaimana pernyataan yang dikatakan Ibu Erna
saat melakukan wawancara dengan penulis yakni
sebagai berikut:
“Saya tahu dari teman, yang lebih dulu ikut
keterampilan menjahit di sini kami ngobrol-
ngobrol akhirnya saya kesini. Biar bisa
membantu pemasukkan keluarga saya dan
supaya saya juga punya kahlian menjahit terus
kalo udah lancar banget maunya saya juga bisa
nurunin ke anak, supaya nantinya dia bisa jahit
juga minimal dia nanti kalau udah berumah
tangga pas dia ga kerja dia punya keahlian gitu
“ (Erna 2020).
c) Ibu Ida
Ibu Ida berusia 34 tahun beralamat di
Pesanggrahan, Jakarta Selatan merupakan seorang ibu
rumah tangga memiliki satu orang anak yang masih di
bawah umur dan pendidikan terakhir yang ia tempuh
hanya sampai sekolah menengah pertama saja
sehingga ia tidak memiliki suatu keahlian yang
72
spesifik dalam bidang pekerjaan formal.
Kesehariannya sama seperti informan lainnya yaitu
hanya mengurus keluarganya di rumah, suaminya
bekerja sebagai seorang pegawai swasta. Sudah tujuh
bulan (tingkat terampil).
Ibu Ida mengikuti keterampilan menjahit di PKBM
tersebut, dikarenakan dahulu mertuanya telah
mengikuti program keterampilan menjahit juga di
Panti Latihan Karya (PLK) sebelum berubah nama
menjadi Pusat Kegiatan Belajar Masyarakat (PKBM)
sehingga Ibu Ida diberitahu oleh mertuanya agar
mengikuti keterampilan menjahit sebagai upaya
pemberdayaan perempuan di Pusat Kegiatan Belajar
Masyarakat (PKBM) Negeri 26 Bintaro dan memang
Ibu Ida sendiri juga ingin memiliki suatu keahlian
dalam menjahit yang nantinya bisa bermanfaat untuk
membantu suaminya dalam menambah penhasilan
keluarganya serta ingin lebih berproduktif dalam
mengisi waktu luangnya. Sebagaimana apa yang
dikatakan oleh Ibu Ida saat penulis melakukan
wawancara kepadanya, ialah sebagai berikut:
“Dulu mertua saya ikut PLK (Panti Latihan
Karya) sebelum namanya diubah jadi PKBM, dia
yang ngasih tahu saya ada keterampilan jahit
disini, saya juga mau banget bisa jahit jadinya
saya dateng sendiri ke sini. Saya ikut
keterampilan jahit disini buat mengisi waktu
73
luang aja, mana tahu ada yang nawarin yang
lebih Alhamdulillah syukuri aja. Terus supaya
saya juga bisa bantuin suami nantinya,
penghasilan jadi nambah sayanya ga bergantung
mulu sama suami karena bisa menjahit baju
orang lain kalau udah lancar belajar jahitnya”
(Ida 2020).
d) Ibu Sumi
Informan selanjutnya yaitu Ibu Sumi seorang ibu
rumah tangga yang kesehariannya hanya mengurus
keluarganya dan juga menjualkan pakaian anak-anak
di rumahnya yang didapatkannya dari luar bukan
hasil jahitannya sendiri, walaupun tidak seberapa
keuntungan yang diperolehnya dari hasil penjualan
pakaian anak-anak tersebut. Ibu Sumi berusia 40
tahun dan bertempat tinggal di Petukangan, Jakarta
Selatan. Pendidikan terakhir yang ia tempuh hanya
sampai sekolah menengah pertama saja. Ibu sumi
memiliki satu orang anak yang masih bersekolah di
sekolah dasar dan suaminya hanya bekerja sebagai
karyawan swasta. Ibu Sumi mengikuti keterampilan
menjahit ini sudah satu tahun (tingkat mahir).
Awalnya ia mencari-cari tahu tentang adanya
program keterampilan menjahit di PKBM ini karena
yang ia tahu memang sebenarnya terdapat tempat
kursu untuk menjahit namun memerlukan biayan
yang tidak sedikit dan Ibu Sumi sangat senang karena
74
di PKBM ini untuk keterampilan menjahit masih aktif
berjalan dan alasannya ia ingin sekali mengikuti
keterampilan menjahit ialah agar memiliki keahlian
menjahit dan bisa memproduksi sendiri pakaian anak-
anak untuk dijual serta ia pun ingin sekali membantu
menambah penghasilan suaminya yang tidak
seberapa. Seperti apa yang dikatannya saat
melakukan wawancara dengan penulis yakni sebagai
berikut:
“Saya sebagai ibu rumah tangga aja, sama ya
dagang baju ga banyak tapi bukan hasil buatan
saya sendiri bajunya dari luar saya dagangin aja
di rumah. Makanya saya ikut pemberdayaan
keterampilan jahit disini juga supaya bisalah ya
jahit bajunya sendiri. Saya tahu PKBM ini ada
keterampilan jahitnya cari-cari sendiri aja,
karena yang saya tahu tempat-tempat pelatihan
keterampilan jahit gitu kebanyakan bayarannya
mahal. Alhamdulillah nemu PKBM ini ada
keterampilan jahitnya juga disini dan khusus
pemberdayaan perempuan kaya ibu-ibu seperti
saya ini. Tujuannya ya untuk diri sendiri aja,
buat usaha ternyata enak terus ya bisa juga
nambah-nambah keuangan suami”(Sumi 2020).
e) Ibu Paryati
Ibu Paryati adalah alumni atau sudah tidak lagi
mengikuti program keterampilan menjahit di Pusat
75
Kegiatan Belajar Masyarakat (PKBM) Negeri 26
Bintaro ia mengikuti program tersebut selama 3 bulan
(tingkat dasar) dikarenakan sebenarnya ia sudah bisa
menjahit menggunakan mesin jahit namun untuk
pembuatan pola dasar pakaian ia sama sekali belum
bisa sehingga ia pun mengikuti keterampilan menjahit
tersebut sebagai upaya pemberdayaan perempuan dan
ia pun sebagai seorang ibu rumah tangga yang berusia
50 tahun dan bertempat tinggal di Bintaro Permai,
Jakarta Selatan. Ibu Paryati menempuh pendidikan
sama seperti informain lainnya yaitu hanya sampai
sekolah menengah pertama saja, ia memiliki seorang
anak yang masih bersekolah dan suaminya bekerja
hanya sebagai buruh dan pedagang keliling mainan
anak-anak, namun saat ini kondisi tubuh suaminya
sudah tidak baik.
Setelah mengikuti keterampilan menjahit kini Ibu
Paryati di rumahnya sudah dapat menerima jahitan
pakaian orang lain walaupun belum membuka
usahanya secara besar, penghasilan yang
didapatkannya pun bisa menambah pemasukan
suaminya untuk memenuhi kebutuhan hidup
keluarganya. Tujuan Ibu Paryati dalam mengikuti
keterampilan menjahit ini tidak lain tidak bukan yaitu
untuk membantu menambah penghasilan suaminya
yang tidak seberapa dari hasil bekerjanya dan ia ingin
hidup mandiri tidak bergantung kepada orang lain
76
dalam bekerja sebagai penjahit rumahan yang dapat ia
produksi dari hasil dirinya sendiri. Sebagaimana apa
yang dikatakannya saat penulis melakukan
wawancara dengan Ibu Paryati, yakni sebagai berikut:
“Prinsip saya gini, kan ga bisa saya tergantung
dengan orang lain harus bisa mandiri gitu, harus
bisa sendiri kan belum tentu kita ikut orang
mulu, enakan sendiri gitu. Terus ya akhirnya
Alhamdulillah disini bisa buka jahitan, sama biar
bisa bantu keluarga, suami saya kerjanya cuma
kuli bangunan sama kadang jualan mainan anak-
anak keliling terus sekarang lagi sakit asam
lambungnya naik jadinya libur dulu.
Alhamdulillah pendapatan dari jahitan cukup-
cukup aja buat menuhin kebutuhan keluarga,
walaupun bukan buat cari nafkah utama tapi
Alhamdulillah bisa bantu suami, bisa buat uang
jajan anak terus ya buat kebutuhan pribadi juga
gitu” (Paryati 2020).
B. Karakteristik Program Keterampilan Menjahit di
Pusat Kegiatan Belajar Masyarakat (PKBM) Negeri
26 Bintaro
Pendidikan nonformal pun memiliki karakteristik
yang berbeda dengan pendidikan formal. Oleh karena itu,
bab ini akan memaparkan hasil temuan lapangan tentang
karakteristik pendidikan nonformal yang telah dibunyikan
77
ke dalam karakteristik program keterampilan menjahit di
Pusat Kegiatan Belajar Masyarakat (PKBM) Negeri 26
Bintaro, di antaranya sebagai berikut:
a. Memperoleh suatu Keahlian
Program keterampilan menjahit di PKBM ini
memiliki tujuan yang sangat baik yaitu agar perempuan
khsususnya ibu-ibu rumah tangga yang tidak
menempuh pendidikan dengan jenjang yang tinggi dan
ini merupakan salah satu penghalang untuk
mendapatkan lapangan pekerjaan, di mana mereka
yang hanya di rumah saja mengurus keluarganya agar
dapat memiliki keterampilan atau keahlian, di
antaranya mereka dapat memiliki suatu keterampilan
atau keahlian dalam bidang menjahit. Sehingga dari
keterampilan tersebut mereka dapat pula memiliki
fungsi sesuai apa yang dibutuhkannya yakni mereka
dapat mengembangkan potensi yang ada pada dirinya
serta dapat pula meningkatkan kualitas hidupnya,
selain itu mereka pun dapat sedikit demi sedikit
membantu keluarganya memperoleh pemasukan dari
hasil menjahitnya, khususnya dapat menbantu
perekonomian yang mungkin hanya didapatkan oleh
suaminya dalam memenuhi kebutuhan hidup
keluarganya (Parini 2020). Seperti yang dikatakan oleh
Ibu Parini selaku instruktur keterampilan menjahit di
PKBM Negeri 26 Bintaro, saat penulis melakukan
78
wawancara dengannya pada tanggal 04 Maret 2020
sebagai berikut:
“Tujuannya itu bagi ibu-ibu yang tidak punya
kegiatan kerjaan di luar rumah atau cuma sebagai
ibu rumah tangga saja mereka bisa
mengembangkan potensi dirinya, terus juga bisa
terampil juga dalam menjahit pakaian atau
apapun sama supaya mereka bisa berguna
nantinya untuk membantu penghasilan suaminya”
(Parini 2020).
Adapun peserta atau ibu-ibu yang mengikuti
pemberdayaan perempuan melalui keterampilan
menjahit ini datang ke Pusat Kegiatan Belajar
Masyarakat (PKBM) Negeri 26 Bintaro tidak dengan
cuma-cuma, mereka pergi dari rumahnya dengan niat
dan semangat yang tinggi untuk belajar menjahit
dengan memiliki tujuan yang baik agar memperoleh
pengetahuan dan keahlian atau keterampilan dalam
bidang menjahit. Di mana nantinya mereka dapat
meningkatkan kualitas hidupnya serta dapat membantu
perekonomian keluarganya dalam memenuhi
kebutuhan hidup. Secara garis besar apa yang
dikatakan oleh peserta atau ibu-ibu saat wawancara
yang dilakukan oleh penulis pada tanggal 19 Februari
2020, yakni sebagai berikut:
79
“Supaya saya punya keahlian terus ya bisa
menambah penghasilan juga, jadi kita ga
tergantung sama suami yang penghasilannya
berapa, bisa bantu suami dan kedepannya bisa
mandiri gitu” (Salma 2020).
b. Pendidikan yang berpusat pada Kemampuan
Peserta
Ibu-ibu sebagai peserta dalam pemberdayaan ini
memiliki inisiatif sendiri dalam melakukan
keterampilan menjahit, apa yang akan diajarkan
instruktur dalam proses keterampilan menjahit ini
apabila mereka merasa kurang cukup apa yang
diberikan oleh instruktur, mereka akan mengutarakan
pendapatnya dalam berinisiatif seperti halnya terdapat
ibu-ibu yang ingin belajar keterampilan menjahit selain
pakaian yaitu membuat wewadahan yang terbuat dari
kain, maka instruktur akan mempersilahkannya namun
hal itu dapat dilakukan setelah mereka selesai dan
lancar pada tahap pembuatan pola dasar (Parini 2020).
Mereka berhak memutuskan akan menjahit jenis
pakaian seperti apa atau menjahit apapun selain
pakaian sehingga nantinya mereka pun dapat mandiri
dalam mengerjakan jahitan tersebut dan mereka
memiliki hak untuk mengerjakannya seperti apa baik
dikerjakan di PKBM atau melanjutkan mengerjakan di
rumahnya sendiri, tidak ada aturan yang ketat.
80
Instruktur memberikan kebebasan kepada peserta atau
ibu-ibu dalam keterampilan menjahit ini karena semua
keputusan ada di tangan mereka dan juga mereka yang
menjadi pusat pendidikan nonformal dalam mengikuti
pemberdayaan keterampilan menjahit tersebut (Parini
2020). Seperti apa yang dikatakan oleh instruktur
tersebut ketika wawancara sedang berlangsung dengan
penulis, ialah sebagai berikut:
“Ibu-ibu di sini punya inisiatif sendiri misalnya di
pelajaran belum ada ya saya kasih tahu gimana
cara buatnya, terserah mereka juga mau buat
pakaian jenis apa, bebas mereka mau belajar
menjahit apa setelah bisa membuat pola dasar.
Seperti pertemuan kali ini dia mau membuat
celana kulot terus kainnya yang kaya gini
silahkan, ada juga yang mau buat baju model kaya
gini ya boleh aja, terus ada juga yang ngerjainnya
di rumah ya gapapa. Jadi sesuka mereka aja mbak
enaknya gimana” (Parini 2020).
c. Waktu yang digunakan cukup Singkat dan tidak
Berkesinambungan
Pemberdayaan perempuan yang terdapat di Pusat
Kegiatan Belajar Masyarakat (PKBM) Negeri 26
Bintaro ini dilaksanakan pada waktu yang
menyesuaikan dengan aktifitas ibu-ibu rumah tangga,
yaitu pukul 13.00 WIB sampai pukul 16.00 WIB setiap
81
hari Rabu dan Jum’at. Walaupun memang relatif
singkat namun dalam waktu tersebut disesuaikan
dengan kesibukan dari masing-masing mereka yang
sebelumnya harus mengerjakan aktifitas rumah tangga
serta mengurus anak dan suami terlebih dahulu.
Pemberdayaan keterampilan menjahit ini sangat
berkesinambungan dengan waktu yang relatif singkat
tersebut, peserta atau ibu-ibu dipersilahkan untuk
melanjutkan mengerjakan jahitannya di rumah mereka
masing-masing atau dipersilahkan pula untuk
melanjutkannya di pertemuan berikutnya di PKBM
tersebut dengan arahan yang diberikan oleh instruktur
dalam proses pemberdayaan melalui keterampilan
menjahit ini (Parini 2020). Sebagaimana yang
dikatakan oleh instruktur saat melakukan wawancara
dengan penulis saat itu, ialah sebagai berikut:
“Keterampilan jahit di sini mulainya dari jam satu
siang sampai jam empat sore mbak, nyesuaian
waktu kosong ibu-ibunya, kalau pagikan mereka
sibuk dengan aktifitas rumah jadi kesepakatan kita
siang. Sayanya juga ya bisanya jam segituan
ngajarin jahit merekanya, soalnya saya juga harus
urus rumah tangga dulu” (Parini 2020).
d. Menggunakan Kurikulum yang Fleksibel
Pusat Kegiatan Belajar Masyarakat (PKBM)
Negeri 26 Bintaro ini merupakan salah satu pendidikan
nonformal yang menggunakan kurikulum yang jelas
82
berbeda dengan kurikulum yang digunakan oleh
pendidikan formal. Pada tahun 2015 sebenarnya
terdapat program pemerintah dalam kurikulum
keterampilan menjahit ini dengan menggunakan
pelevelan yaitu level 1, 2, dan 3 sama seperti halnya
dengan tingakatan dasar, mahir, dan terampil namun
tidak diajarkan dari awal mula belajar menjahit, peserta
atau ibu-ibu diajarkan dan langsung praktik menjahit
menggunakan mesin.
Tidak adanya pengajaran membuat pola dasar
padahal itu penting sekali, sedangkan mereka sama
sekali belum mengetahui dan belum bisa melakukan
keterampilan menjahit apalagi menggunakan mesin
jahit. Namun, instruktur tidak mengikuti program
pemerintah yang menggunakan pelevelan tersebut, ia
seperti saat sebelum adanya program pemerintah
tersebut benar-benar mengajarkan ibu-ibu dalam
keterampilan menjahit dimulai dari 0, di mana ibu-ibu
tersebut belum bisa sama sekali untuk keterampilan
menjahit. Instruktur mengajarkan peserta dari mulai
awal sekali, ia menjelaskan terkait dasar-dasar menjahit
serta mengajarkan cara pembuatan pola dasar dengan
sangat baik dan sabar kepada mereka. (Parini 2020).
Sebagaimana yang dikatakan oleh instruktur saat
melakukan wawancara dengan penulis saat itu, ialah
sebagai berikut:
83
“Kurikulum keterampilan jahit di sini sebenarnya
program pemerintah itu adanya level 1, 2, dan 3 di
mulai dari tahun 2015, tapi kalau kita ikutin
program pemerintah ibu-ibu gak akan mengerti
buat pola dasar, tapi saya ajarinnya berbeda yaitu
saya ajarin pola dasarnya terlebih dahulu. Kalau
program pemerintahkan harusnya langsung
dikasih jahitan, ibu-ibu belum tentu bisakan jadi
saya ngajarinnya dari 0 mereka sama sekali belum
bisa. Ada juga yang emang udah lumayan bisa
gunain mesin jahit walaupun belum lancar tapi
belum bisa buat pola dasar pakaian ya saja ajarin,
jadi nyesuain ibu-ibunya juga apa yang belum bisa
dikuasain atau dibutuhin dalam keterampilan jahit
ini ya saya ajarin mbak”(Parini 2020).
Kurikulum di PKBM ini dapat pula ditentukan
oleh peserta seperti halnya terdapat ibu rumah tangga
yang sebelumnya sudah bisa menggunakan mesin jahit
namun ia tidak bisa membuat pola dasar sehingga ia
mengikuti pemberdayaan keterampilan menjahit ini
sesuai apa yang dibutuhkannya yaitu hanya belajar
membuat pola dasar yang diarahkan oleh instruktur dan
juga ia sendiri yang menentukannya sampai berapa
lama ia akan mengikuti pemberdayaan perempuan
melalui keterampilan menjahit tersebut. Jadi tidak
adanya aturan yang ketat berapa lama peserta atau ibu-
84
ibu yang harus mengikuti pemberdayaan keterampilan
menjahit yang terpenting sesuai dengan kehendak dan
ketentuan mereka sendiri dan kurikulum ini dapat
disesuaikan dengan kesepakatan bersama antara peserta
atau ibu-ibu dengan istruktur tersebut (Parini 2020).
Seperti yang dikatakan oleh seorang peserta atau
alumni dalam program keterampilan menjahit saat
melakukan wawancara dengan penulis, yakni sebagai
berikut:
“Saya ikut program keterampilan jahit di PKBM
cuma 3 bulan, soalnya cuma biar bisa bikin pola
dasar aja kan sebelumnya saya udah bisa jahit
pake mesin tapi kalo untuk buat pola dasar
pakaiannya saya belum bisa mbak”(Paryati 2020).
Terdapat pula peserta yang sudah cukup lama
mengikuti pemberdayaan melalui keterampilan
menjahit di PKBM ini dan sebenarnya ia sudah bisa
terampil dan lancar dalam menjahit serta ia sudah dapat
membuka usaha jahitannya sendiri di rumahnya
walaupun belum secara besar-besaran namun, ia masih
tetap ingin mengikuti pemberdayaan perempuan
melalui keterampilan menjahit di PKBM tersebut
karena semakin pesatnya perkembangan di zaman ini,
semakin banyak pula jenis model pakaian yang bisa
dikatakan tidak mudah untuk menjahitnya. Jadi ia pun
sering datang ke PKBM selain untuk pembuatan pola
85
dasar dan menjahitnya yang dibantu dengan arahan
instruktur, ia pun selalu berbagi pengetahuan dan
berdiskusi tentang keterampilan menjahit pakaian
tersebut dengan peserta lainnya (Parini 2020). Seperti
yang dikatakan oleh seorang peserta yang mengikuti
keterampilan menjahit saat melakukan wawancara
dengan penulis, yakni sebagai berikut:
“Saya ikut keterampilan jahit kurang lebih sudah
2 tahun, sebenernya saya sudah mulai terampil
dan lancar untuk buat pola sama jahitnya, saya
juga di rumah Alhamdulillah nerima kalo ada
orang yang mau jahi baju, tapi saya masih sering
ke sini soalnya ada aja model baju zaman
sekarang yang agak ribet bikinnya jadi saya sering
diskusi deh sama bu Rini” (Salma 2020).
e. Pentingnya Partisipasi Peserta dan Pembelajaran
secara Mandiri
Pada pemberdayaan perempuan partisipasi yang
dilakukan oleh peserta atau ibu-ibu rumah tangga
sangat penting agar dapat berjalan dengan baik.
Keterampilan menjahit itu tidak semudah apa yang
dipikirkan, butuh waktu cukup lama agar benar-benar
lancar dalam menjahit dan bisa mandiri mengerjakan
jahitan tersebut, maka dari itu instruktur sangat
berperan dalam memberikan arahan terkait proses
keterapilan menjahit tesebut. Untuk bisa lancar dalam
86
pembuatan pola dasar tidak cukup dengan waktu enam
bulan saja belajarnya, minimal satu tahun agar dapat
lancar semua langkah dalam keterampilan menjahit
yang dimulai dari pembuatan pola dasar pakaian lalu
menerapkannya kepada kain yang akan dipotong
setelah dibuat pola dasarnya, kemudian menjahitnya
dengan mesin dan diakhiri dengan finishing atau
merapikan pakaian yang dijahit.
Untuk menjalankan mesin jahit banyak ibu-ibu
yang sudah terbiasa dan lancar menggunakannya
dengan waktu kurang lebih tiga bulan proses
pembelajaran, berkaitan dengan mandiri ini banyak
ibu-ibu yang meneruskan sedikit demi sedikit jahitan di
rumahnya ketika waktu proses pemberdayaan
keterampilan menjahit sudah selesai di PKBM dan
mereka pun berusaha mandiri dengan terus belajar
dalam tahap pembuatan pola dasar di rumahnya, di
mana pada pertemuan selanjutnya ia akan meminta
bantuan instruktur untuk mengkoreksi apakah sudah
baik dan benar dalam pembuatan pola dasar tersebut di
PKBM, semua hal ini dapat berjalan dengan baik
karena rasa semangat tinggi yang dimiliki ibu-ibu dan
partisipasi yang mereka lakukan sendiri terhadap
pemberdayaan perempuan ini (Parini 2020).
Sebagaimana yang dikatakan oleh instruktur saat
melakukan wawancara dengan penulis saat itu, ialah
sebagai berikut:
87
“Butuh waktu cukup lama supaya mereka bener-
bener mandiri serta lancar menjahitnya karena
menjahit itu berbagai model, gak bisa cukup 6
bulan. Tapi 3 bulan itu untuk menggunakan mesin
mereka sudah lumayan lancar tapi kalau buat pola
dasar mereka belum bisa lancar. Minimal itu di
atas 1 tahun peserta bisa lancar mengerjakan
semuanya dari mulai buat pola dasar, potong pola
terus di taruh atas kain, jahit gunain mesinnya,
pasang kancing-kancing, terus finishing dan itu
semua harus benar-benar dilakukan dengan
partisipasi dari ibu-ibu itu sendiri sama semangat
yang tinggi supaya mereka bisa lancar dan punya
keahlian menjahit apapun yang mereka mau”
(Parini 2020).
f. Memiliki Hubungan yang Mendatar dan Informal
antara Instruktur dengan Peserta
Hubungan di antara instruktur keterampilan
menjahit dengan para peserta atau ibu-ibu yang
mengikuti pemberdayaan ini memiliki hubungan yang
sangat baik dan tidak memiliki tingkatan-tingkatan.
Mereka menganggap instruktur seperti temannya,
hubungan mereka begitu akrab dan juga tidak kaku
walaupun seperti itu namun, mereka bersikap tidak
melampaui batas yang sewajarnya (Parini 2020).
Sebagaimana yang dikatakan oleh instruktur dalam
88
wawancara yang dilakukan dengan penulis saat itu,
ialah sebagai berikut:
“Mereka ya nganggep saya sudah seperti teman
sendiri aja, jadi hubungan kami akrab satu sama
lain enggak kaku tapi mereka bisa bedain antara
orang yang ngajarinya jadi enggak melampaui
batas, kami juga sering ngobrol seputar aktifitas
rumah tangga ngalir aja gitu sambil ngerjain
jahitannya”(Parini 2020).
Tidak hanya berdiskusi dan berbincang tentang
persoalan keterampilan saja namun, mereka satu sama
lain juga saling berkomunikasi mengenai persoalan
rumah tangga dengan mengalir begitu saja saat
melakukan pemberdayaan melalui keterampilan
menjahit ini di mana mereka semua merupakan seorang
ibu rumah tangga (Parini 2020). Sebagaimana yang
dikatakan oleh seorang peserta saat melakukan
wawancara dengan penulis, yakni sebagai berikut:
“Instrukturnya baik ya, sabar banget kadang saya
ga cukup sekali diajarinnya jadi ya saya nanya-
nanya mulu ke instrukturnya. Terus enak kalo
ngobrol sama bu Rini udah kaya sama temen
sendiri aja, selain ngobrolin jahitan kadang kita
semua juga suka ngalir aja gitu ngobrolin urusan
keluarga yang sekiranya baik buat diobrolinnya”
(Ida 2020).
89
g. Menggunakan Sumber Lokal
Karakteristik selanjutnya yakni Pusat Kegiatan
Belajar Masyarakat (PKBM) yang merupakan salah
satu pendidikan nonformal sangat terbatas dalam
memiliki sumber-sumber pendidikan sehingga
instuktur yang mengajarkan ibu-ibu dalam
pemberdayaan melalui keterampilan menjahit ini
hanyalah seorang diri dan ia berusaha semaksimal
mungkin untuk memberikan pengetahuan dan
mengajarkan menjahit kepada ibu-ibu sejak tahun 2003
hingga sekarang ini dikarenakan pula tidak ada honor
yang harus dibayarkan kepada instruktur lainnya selain
instruktur yang ada untuk mengajarkan ibu-ibu dalam
keterampilan menjahit selama ini. Selain itu, peserta
atau ibu-ibu satu sama lain menjadi narasumber untuk
memperoleh pengetahuan tentang keterampilan
menjahit, mereka saling membantu dalam proses
keterampilan menjahit tersebut. (Parini 2020).
Sebagaimana yang dikatakan oleh instruktur dalam
wawancara yang dilakukan dengan penulis saat itu,
ialah sebagai berikut:
“Khusus keterampilan jahit ini cuma saya yang
menjadi instruktur atau pengajarnya di sini mbak,
jadi ya bener-bener saya harus maksimal
mengajarkan jahitnya ke ibu-ibu. Kadang mereka
juga satu sama lain saling bantu, diskusi terkait
jahitan yang dikerjainnya” (Parini 2020).
90
Dari hasil pengamatan yang dilakukan oleh
penulis bahwa sebenarnya di wilayah Kecamatan
Pesanggrahan terdapat dua Pusat Kegiatan Belajar
Masyarakat (PKBM) Negeri yaitu Pusat Kegiatan
Belajar Masyarakat (PKBM) Negeri 26 Bintaro dan
Pusat Kegiatan Belajar Masyarakat (PKBM) Negeri 27
Petukangan. Namun, Pusat Kegiatan Belajar
Masyarakat (PKBM) Negeri 27 Petukangan sudah
tidak ada lagi program-program pemberdayaan yang
dilakukan oleh perempuan salah satunya program
keterampilan menjahit, sedangkan Pusat Kegiatan
Belajar Masyarakat (PKBM) Negeri 26 Bintaro
merupakan satu-satunya PKBM yang masih aktif
berjalan dengan adanya program keterampilan menjahit
bagi para ibu rumah tangga dan PKBM ini terletak di
wilayah yang strategis yakni berada di wilayah yang
tidak jauh dari wilayah perbatasan antara Jakarta
Selatan dan Tangerang Selatan dan rata-rata peserta
keterampilan menjahit tersebut bertempat tinggal di
wilayah Jakarta Selatan dan juga di wilayah Tangerang
Selatan.
C. Tahapan Pemberdayaan Perempuan Melalui
Keterampilan Menjahit di Pusat Kegiatan Belajar
Masyarakat (PKBM) Negeri 26 Bintaro
Pemberdayaan perempuan melalui keterampilan
menjahit di PKBM ini mempunyai tujuan utama yaitu
91
untuk meningkatkan kualitas hidupnya dan menggali
potensi yang ada pada dirinya sehingga perempuan
nantinya akan memiliki keahlian terhadap suatu hal di
mana dengan itu dapat membantu perekonomian
keluarganya. Oleh karena itu, untuk mencapai tujuan
tersebut dalam pemberdayaan perempuan ini diperlukan
adanya tahapan yang harus dilakukan oleh perempuan
atau ibu-ibu rumah tangga dalam mengikuti
pemberdayaan perempuan melalui keterampilan menjahit.
Sebagaimana hasil temuan penelitian yang dilakukan oleh
penulis, Pusat Kegiatan Belajar Masyarakat (PKBM)
Negeri 26 Bintaro melakukan tahapan pemberdayaan
yang dilakukan oleh perempuan terhadap keterampilan
menjahit yakni sebagai berikut:
1. Tahap Persiapan (Engagement)
Tahap persiapan ini terdapat dua tahapan yang
harus dilaksanakan dalam proses pemberdayaan, yaitu
tahap penyiapan petugas dan juga penyiapan
lapangan. Kedua tahapan tersebut sangat penting
dalam pelaksanaan pemberdayaan, sebagai berikut:
a. Tahapan Penyiapan Petugas
Program keterampilan menjahit di Pusat
Kegiatan Belajar Masyarakat (PKBM) Negeri
26 Bintaro dalam mempersiapkan petugas atau
agen perubahan yang memberikan arahan atau
bimbingan pada proses pemberdayaan melalui
92
keterampilan menjahit ini dengan cara mencari
instruktur atau pengajar keterampilan menjahit.
Pada tahun 2003 Kepala PKBM mencari
seseorang yang memiliki keahlian dalam bidang
tata busana dan memiliki keterampilan menjahit
yang baik dan akhirnya ia menemukan seorang
perempuan yang ahli dalam hal tata busana
khususnya menjahit sehingga ia pun menjadi
instruktur keterampilan menjahit di Pusat
Kegiatan Belajar Masyarakat (PKBM) Negeri
26 Bintaro, Jakarta Selatan (Parini 2020).
Instruktur keterampilan menjahit di PKBM
tersebut merupakan seorang ibu rumah tangga
yang memiliki keahlian dalam keterampilan
menjahit, ia juga menempuh pendidikan jurusan
tata busana saat sekolah dan banyak mengikuti
pelatihan-pelatihan keterampilan menjahit salah
satunya di sanggar kegiatan belajar yang
dikelola oleh seseorang yang memiliki peran
penting di suatu perguruan tinggi Jakarta
khususnya bidang tata busana. Ia hanyala
seorang diri yang siap memberi arahan atau
bimbingan menjahit ibu-ibu rumah tangga.
Sebenarnya terdapat dua orang instruktur
keterampilan menjahit pada saat itu namun,
salah satu dari mereka telah kembali terlebih
dahulu menghadap sang Ilahi dan semenjak itu
93
tidak ada penambahan instruktur keterampilan
menjahit karena pendanaan untuk keterampilan
menjahit diberikan oleh pemerintah telah
dialihkan ke Kelurahan setempat sehingga tidak
ada adanya uang honor yang diberikan
kepadanya (Parini 2020). Seperti yang
dikatakan oleh Ibu Parini selaku instruktur di
PKBM saat penulis melakukan wawancara
dengannya yakni sebagai berikut:
“Waktu itu saya ditawarin untuk jadi
pengajar menjahit di sini sama Kepala
PKBM, yaudah saya bersedia. Saya sempat
belajar keterampilan tata busana di
sanggar kegiatan belajar menjahit Ibu Hj.
Murtati beliau adalah dosen tata busana di
Universitas Negeri Jakarta (UNJ) dan
beliau juga buka tempat pelatihan menjahit
di Bintaro Sektor. Awalnya ada dua orang
instruktur di sini termasuk saya, tapi dia
sekarang sudah meninggal jadi cuma saya
sendiri yang jadi instrukturnya dari tahun
2003 sampai sekarang ini mbak. Tidak cari
instruktur lagi karena uang honornya udah
ga ada lagi dari pemerintah, udah di alihin
ke program yang ada di kelurahan
itu”.(Parini 2020).
94
b. Tahapan Penyiapan Lapangan
Pada tahap ini ibu-ibu yang mengikuti
pemberdayaan melalui keterampilan menjahit
di Pusat Kegiatan Belajar Masyarakat
(PKBM) Negeri 26 Bintaro, tidak perlu
melakukan usaha untuk mencari dan
menentukan lokasi yang akan dijadikan
tempat melakukkan pemberdayaan tersebut
karena PKBM ini sudah berdiri dan memiliki
bangunan sendiri sejak tahun 1975, di mana
PKBM sebelumnya itu adalah Panti Latihan
Karya (PLK) yang diperuntukkan tidak hanya
ada pemberdayaan keterampilan menjahit saja
namun, juga terdapat seperti pelatihan
akuntansi, kursus bahasa Inggris dan lainnya
untuk masyarakat di daerah sini bahkan yang
bertempat tinggal di luar daerah ini. Dalam
pelaksanaan keterampilan menjahit ibu-ibu
bersama instruktur tidak perlu merasa resah
terhadap tempat yang akan digunakan untuk
pemberdayaan tersebut, karena PKBM
memiliki ruangan tersendiri untuk pelaksanaan
keterampilan menjahit walaupun ruangannya
tidak memiliki ukuran yang besar (Parini
2020). Seperti yang dikatakan oleh Ibu Rini
selaku instruktur di PKBM saat penulis
95
melakukan wawancara dengannya, yakni
sebagai berikut:
“Keterampilan menjahit ini udah memiliki
bangunan sendiri untuk dijadikan tempat
pelaksanaan belajar menjahit bagi ibu-ibu
sejak tahun 1975, PKBM ini itu dulu
namanya PLK (Panti Latihan Karya) di
mana saya belum menjadi instruktur atau
petugas dalam pemberdayaan perempuan
di sini mbak” (Parini 2020).
2. Tahap Pengkajian (Assessment)
Pada tahap ini instruktur melakukan pengkajian
terhadap ibu-ibu bahwasannya mereka datang ke
Pusat Kegatan Belajar Masyarakat (PKBM) Negeri
26 Bintaro untuk bisa menjahit pakaian yang nantinya
dapat membantu menambah penghasilan suaminya
sehingga mereka membutuhkan pengajaran
keterampilan menjahit yang baik dan benar.
Kemudian instruktur pun melibatkan peserta atau ibu-
ibu untuk berdiskusi dalam melakukan perencanaan
terkait pelaksanaan pemberdayaan melalui
keterampilan menjahit dan juga melakukan
pengkajian terhadap permasalahan yang dihadapi
dalam pelaksanaan pemberdayaan tersebut.
Di antaranya yaitu saat ini untuk pelaksanaan
keterampilan menjahit di PKBM membutuhkan
96
mesin-mesin jahit yang lebih baik lagi karena mesin-
mesin yang ada sudah dalam keadaan yang kurang
maksimal untuk dipergunakan oleh ibu-ibu,
dikarenakan pula beberapa mesin bermasalah setelah
digunakan peserta atau ibu-ibu yang masih awam
terhadap penggunaan mesin jahit tersebut. Walaupun
mesin-mesin jahit yang terdapat di PKBM selalu
diperbaiki tiga bulan satu kali oleh teknisi yang
mendatangi PKBM namun, sebenarnya untuk
pelaksanaan keterampilan menjahit ini juga
membutuhkan mesin jahit yang baru, yang telah
terperbaharui pada zaman sekarang. Pemerintah
mengetahui bahwa terdapat mesin-mesin jahit di
PKBM yang dapat digunakan oleh peserta atau ibu-
ibu namun, tidak tahu bagaimana kondisi atau
keadaan mesin-mesin jahit tersebut pada saat ini
walaupun memang masih bisa dipergunakan namun
juga tidak semaksimal seperti dahulu untuk
digunakannya (Parini 2020).
Lalu permasalahan dalam pelaksanaan
keterampilan menjahit ialah instruktur terkadang
selalu merasa cemas ketika peserta kejar paket akan
melaksanakan ujian nasional atau ujian lainnya
karena biasanya semua ruangan yang ada di PKBM
akan disterilisasikan termasuk ruangan yang
digunakan untuk keterampilan menjahit tersebut
sehingga tidak dapat digunakan untuk pelaksanaan
97
pemberdayaan melalui keterampilan menjahit dan
pelaksanaan keterampilan menjahit di PKBM akan
diberhentikan sejenak setelah ujian-ujian sekolah
yang dilaksanakan oleh peserta kejar paket tersebut
selesai, walaupun memang bukan merupakan masalah
yang besar karena pada saat itu peserta atau ibu-ibu
bisa mengerjakan sesuatu keterampilan menjahit
secara mandiri di rumahnya seperti apa yang telah
diajarkan oleh instruktur di PKBM. Seperti yang
dikatakan oleh Ibu Parini selaku instruktur di PKBM
saat penulis melakukan wawancara dengannya, yakni
sebagai berikut:
“Peserta yang datang kesini punya tujuan biar
bisa menjahit dan bisa bantuin penghasilan
suaminya mbak kalau mereka sudah benar-
benar lancar menjahitnya. Terus kebutuhan
peserta saat ini yang dibutuhkan itu adalah
mesin jahit, karena disini mesinnya itu sudah
kurang maksimal karena juga sudah tua dan
sekarang pemerintah sudah tidak memberi
subsidi mesin-mesin, pemerintah tahunya itu
ada tapi kondisinya sudah kurang maksimal.
Terus yang dibutuhin mungkin tempat kali ya,
soalnya kalau anak-anak sekolah paket
waktunya ujian sekolah semua ruangan
disterilin dulu jadi buat pemberdayaan
keterampilan jahit ini ga bisa pake ruangannya
98
karena udah dirapihin buat anak-anak ujianya
otomatis keterampilan jahitnya dipending dulu,
kan kasihan ibu-ibu yang mau belajar jahit di
PKBM ini, walaupun cuma seminggu dua kali
tapi kan lumayan buat mereka bisa ngembangin
potensinya mbak” (Parini 2020).
3. Tahap Perencanaan Alternatif Program dan
Formulasi Rencana Aksi (Designing)
Tahap ini merupakan tahap perencanaan di
mana instruktur sendiri yang membuat kurikulum
dalam pelaksanaan keterampilan menjahit di PKBM
tersebut, pertama-tama instruktur menjelaskan
peralatan apa saja yang akan digunakan untuk
keterampilan menjahit ini kepada peserta atau ibu-ibu
dan sebelum memulai pelaksanaan keterampilan
menjahit mereka bersama instruktur melakukan
diskusi terlebih dahulu pada satu kali pertemuan
dalam satu pekan, di antaranya instruktur dan ibu-ibu
melakukan diskusi untuk merencanakan pembuatan
replika pola dasar pakaian yang nantinya akan
dilekatkan pada lembaran-lembaran buku sebelum
benar-benar membuat pola dasar pakaian yang
sesungguhnya. Setelah ibu-ibu tersebut lancar dalam
membuat replika pola dasar maka pada diskusi
selanjutnya ibu-ibu dan instruktur akan melakukan
rencana dengan membahas terkait untuk menjahit
99
pakaian jenis apa sesuai dengan yang diinginkan oleh
ibu-ibu tersebut. Instruktur memperbolehkan mereka
yang mengikuti pemberdayaan melalui keterampilan
menjahit ini untuk membuat pakaian jenis apa setelah
benar-benar lancar dalam pembuatan replika pola
dasar di mana hal itu dapat didiskusikan terlebih
dahulu secara bersama-sama (Parini 2020).
Pada tahap perencanaan ini pun memiliki tujuan
terkait pembuatan replika pola dasar pakaian yang
dilakukan oleh ibu-ibu yakni agar nantinya ibu-ibu
dapat membuat pola dasar pakaian yang
sesungguhnya dengan baik dan benar, tidak ada
kesalahan sedikit pun karena dalam pembuatan pola
dasar pakaian yang sesungguhnya jika dari awal
sudah mengalami atau menemukan kesalahan maka
untuk kedepannya pun akan salah, baik dalam
mengambil ukuran tubuh atau dalam pengguntingan
kertas yang dijadikan pola tidak benar maka untuk
tahap menjahit selanjutnya pun akan menemukan
masalah. Sehingga dalam diskusi tentang perencanaan
tersebut sangat penting untuk dilakukan oleh ibu-ibu
bersama instruktur keterampilan menjahit di PKBM
(Parini 2020). Seperti yang dikatakan oleh instruktur
tersebut saat melakukan wawancara dengan penulis,
yakni sebagai berikut:
100
“Sebelum keterampilan menjahit dimulai saya
dan ibu-ibu melakukan diskusi terkait peralatan
apa saja yang akan digunakan untuk menjahit
kaya mereka itu harus punya gunting, jarum,
benang, pensil, dan lain-lainnya, saya juga yang
membuat sendiri gimana kurikulum untuk
keterampilan menjahit ini kaya ngerencanain
dulu sama ibu-ibu mau buat replika pola dasar
apa kaya rok atau atasan gitu mbak sebelum
bener-bener bikin pola dasar sungguhan dan
mulai menjahit pake mesin. Nah kalau udah
lancar buat pola dasarnya boleh langsung jahit
pake mesin, terus di setiap pertemuan ibu-ibu
bebas nentuin sendiri mau belajar jahit pakaian
jenis apa sesuai dengan keinginannya, saya juga
enggak membatasi mereka untuk belajar jahit,
jadi mereka udah ngerencanain mau belajar jahit
apa untuk pertemuan berikutnya. Kaya misalnya
ada ibu-ibu yang bilang ke saya bahwa besoknya
mau buat gamis, mereka juga punya tujuannya
masing-masing mau buat ini, mau buat itu
karena apa, dan pastinya bisa bermanfaat
banget buat jangka kedepan” (Parini 2020).
101
4. Tahap Pelaksanaan Program atau Kegiatan
Tahap ini merupakan tahap pelaksanaan
pemberdayaan melalui keterampilan menjahit yang
dilakukan oleh ibu-ibu, khususnya mereka ibu rumah
tangga yang tidak memiliki pekerjaan di luar rumah.
Pelaksanaan pemberdayaan perempuan melalui
keterampilan menjahit ini dapat dilakukan dengan
beberapa tahap yaitu sebagai berikut:
a. Memahami Gambar Aneka dan Bagian
Busana
Pada tahap ini ibu-ibu yang mengikuti
keterampilan menjahit di PKBM benar-benar
sama sekali tidak tahu-menahu tentang
keterampilan menjahit, instruktur akan
mengarahkannya untuk belajar memahami
beberapa gambar aneka dan bagian busana
dengan cara melihat dengan seksama gambar-
gambar tersebut beserta keterangan
penjelasannya di sebuah buku tata busana
milik instruktur. Ia pun akan memberi
penjelasan kepada ibu-ibu mengenai gambar
aneka dan bagian busana seperti atasan
pakaian dewasa maupun pakaian anak-anak,
berbagai macam rok, daster, celana, pakaian
kerja, pakaian muslim, gaun, pakaian daerah,
dan lainnya (Parini 2020).
102
Seperti halnya tentang macam-macam
model lengan, kerah, model belahan,
pelengkap lainnya dan saku yaitu lengan licin,
lengan lonceng, lengan tulip, lengan setali,
lengan panjang/manset, lengan kelelawar,
lengan raglan, kerah tegak, kerah rebah, kerah
shanghay, kerah kemeja, kerah garbo, kerah
bertingkat, belahan kancing, belahan dua jalur,
belahan bervariasi, macam kancing hias,
macam renda, vuring, bisban, padding, dan
lain sebagainya serta saku tempel, saku sisi
dalam, saku lengkung dalam dan lainnya. Ibu-
ibu juga diajarkan oleh instruktur cara
mengambil ukuran yang diperlukan pada
paham gambar tersebut dan diarahkan agar
dapat memilih bahan untuk menjahit pakaian
yang sesuai dengan model, bentuk tubuh, usia,
serta permukaan bahan yang baik untuk
digunakan dalam pembuatan pakaian yang
akan dijahitnya (Parini 2020). Seperti yang
dikatakan oleh instruktur tersebut saat
melakukan wawancara dengan penulis, yakni
sebagai berikut:
“Pertama ibu-ibu memahami gambar
mbak, saya jelaskan juga terkait gambar-
gambar bagian yang ada di pakaian,
seperti gambar macam-macam model
103
lengan. Model lengan itu banyak
macamnya kaya lengan licin, lengan
lonceng, lengan tulip, lengan setali,
lengan panjang/manset, lengan
kelelawar, lengan raglan. Terus model
kerah baju juga banyak macamnya kaya
kerah tegak, kerah rebah, kerah
shanghay, kerah kemeja, kerah garbo,
kerah bertingkat. Terus ada juga macam
model belahan yaitu belahan kancing,
belahan dua jalur, belahan bervariasi,
dan sebagainya. Berbagai macam
pelengkap pakaian seperti macam
kancing hias, macam renda, vuring,
bisban, padding, dan lain sebagainya
serta berbagai macam saku seperti saku
tempel, saku sisi dalam, saku lengkung
dalam dan lainnya. Selain itu saya
ajarkan juga caranya mengambil ukuran
pakaian mbak biar nantinya baju yang
udah jadi sesuai sama ukuran badan
orangnya” (Parini 2020).
b. Pembuatan Replika Pola Dasar Pakaian
Tahap selanjutnya yakni ibu-ibu
diarahkan instruktur untuk membuat replika
pola dasar pakaian dengan menggunakan
peralatan seperti kertas HVS, alat tulis,
104
gunting, skala, lem, kertas warna dan lainnya.
Langkah pertama ibu-ibu harus mengerti cara
mengambil ukuran tubuh, namun dalam
pembuatan replika pola dasar ini
menggunakan satu perempat dari ukuran
tubuh yang sesungguhnya.
Ukuran tersebut dipergunakan pada kertas
warna untuk digunting dan ditempel pada
buku khusus pembuatan replika pola dasar,
mereka tidak hanya membuat satu jenis model
pakaian saja namun, juga membuatnya
beberapa jenis model pakaian sehingga hal ini
dapat menjadikan ibu-ibu lebih kreatif dan
teliti karena memang dengan ukuran yang
kecil tidak semudah untuk mengerjakannya
membutuhkan tingkat ketelitian yang begitu
tinggi. Pembuatan replika pola dasar ini
memiliki tujuan yaitu agar nantinya ibu-ibu
dapat lebih memahami dalam pembuatan pola
dasar pakaian yang sesungguhnya dan
menjadikan terbiasa melakukannya sehingga
tidak akan mengalami kesalahan-kesalahan
pada proses pembuatan pola dasar pakaian
yang sesungguhnya (Parini 2020). Seperti
yang dikatakan oleh instruktur tersebut saat
melakukan wawancara dengan penulis, yakni
sebagai berikut:
105
“Kemudian yang harus dilakukan ibu-ibu
selanjutnya itu membuat replika pola
dasar pakaian tujuanya supaya ibu-ibu
dapat lebih memahami dalam pembuatan
pola dasar pakaian yang sesungguhnya
terus supaya ga ada kesalaha-kesalahan
waktu membuat pola dasar pakaian yang
sesungguhnya mbak. Membuat replika
pola dasar ini alat yang digunakannya itu
kertas HVS, alat tulis, gunting dan buku
panduannya buatnya pakai ¼ ukuran
tubuh yang sesungguhya mbak” (Parini
2020).
Gambar 2.2
Proses Pembuatan Replika Pola Dasar
Sumber: Dokumentasi Pribadi Penulis
106
c. Pembuatan Pola Dasar Pakaian
Sesungguhnya
Tahap selanjutnya yaitu ibu-ibu membuat
pola dasar pakaian sesungguhnya, dengan
langkah awal yaitu mengambil ukuran tubuh
dirinya sendiri atau ukuran tubuh orang lain
dengan saling membantu dalam pengambilan
ukuran tubuh tersebut. Dalam pembuatan pola
dasar pakaian yang sesungguhnya ini
membutuhkan peralatan berupa alat-alat tulis,
kertas plano, gunting serta lem. Lalu
menggambar pola bagian-bagian tubuh yang
sebelumnya diukur terlebih dahulu seperti
ukuran lingkar dada, lingkar pinggang, lebar
bahu, lebar pundak, lingkar leher, lingkar
tangan, panjang lengan, panjang kaki, dan lain
sebagainya. Menggunting tepi-tepi kertas yang
telah digambar bagian-bagian tubuh
sebelumnya, kemudian pola bagian-bagian
tubuh tersebut diaplikasikan kepada bahan
yang akan digunakan untuk membuat pakaian
sesuai dengan model yang diinginkannya
(Parini 2020).
Dalam membuat pola dasar pakaian ini
diharapkan ibu-ibu harus dengan teliti agar
tidak menemukan kesalahan-kesalahan baik
107
dalam mengukur ukuran tubuh ataupun ketika
sedang tahap pemotongan dengan
menggunakan gunting karena apabila telah
mengalami sedikit kesalahan saja maka untuk
pengerjaan tahap berikutnya pun akan tetap
salah dan lumayan sulit untuk diperbaiki
kembali oleh peserta atau ibu-ibu rumah
tangga tersebut (Parini 2020). Seperti yang
dikatakan oleh instruktur tersebut saat
melakukan wawancara dengan penulis, yakni
sebagai berikut:
“Membuat pola dasar pakaian yang
sesungguhnya itu pertama mengambil
ukuran badan sendiri atau ibu-ibu
lainnya mbak, menggunakan alat-alat
tulis, kertas plano, gunting serta lem.
Terus menggambar pola bagian-bagian
tubuh yang sebelumnya diukur kaya
ukuran lingkar dada, lingkar pinggang,
lebar bahu, lebar pundak, lingkar leher,
lingkar tangan, panjang lengan, panjang
kaki. Turus mengguntin tepi-tepi kertas
yang udah digambar bagian-bagian
tubuhnya, terus diaplikasiin ke bahan
yang mau digunain untuk jahit baju
sesuai model yang dinginin ibu-ibunya.
Buat pola dasar pakaian ini harus teliti
108
biar ga ada kesalahan di awal, karena
kalau diawal ada yang salah nanti
selanjutnya juga bakal salah mbak”
(Parini 2020).
Gambar 2.3
Proses Pembuatan Pola Dasar Pakaian
Sungguhan
109
Sumber: Dokumentasi Pribadi Penulis
d. Praktik Menjahit Menggunakan Mesin
Jahit
Ibu-ibu yang sudah lancar dalam
pembuatan pola dasar pakaian maka tahap
selanjutnya yaitu instruktur akan memberikan
arahan untuk praktik langsung menjahit bahan
yang telah dipotong sesuai dengan pola-pola
dasar bagian tubuh tersebut dengan
menggunakan mesin jahit. Namun, untuk
pertama kalinya ibu-ibu dalam penggunaan
mesin jahit ini mereka terlebih dahulu
diajarkan untuk berlatih menjahit kain-kain
perca agar tidak kaget dan gugup dalam
menggunakan mesin jahit tersebut dan ketika
mereka sudah benar-benar lancar menjahit
kain-kain perca dalam kurun waktu kurang
lebih tiga bulan maka ibu-ibu selanjutnya
praktik langsung menjahit pakaian sesuai
110
dengan jenis model yang diinginkannya
(Parini 2020). Seperti yang dikatakan oleh
instruktur tersebut saat melakukan wawancara
dengan penulis, yakni sebagai berikut:
“Tiga bulan itu untuk menggunakan
mesin mereka sudah lumayan lancar tapi
kalau buat pola dasar mereka belum bisa
lancar” (Parini 2020).
Gambar 2.4
Proses Praktik Menjahit menggunakan
Mesin Jahit
111
Sumber: Dokumentasi Pribadi Penulis
e. Finishing atau Tahap Pengakhiran
Tahap ini merupakan tahap terakhir dalam
pelaksanaan keterampilan menjahit yang
dilakukan oleh ibu-ibu di Pusat Kegiatan
Belajar Masyarakat (PKBM) Negeri 26
Bintaro, pada tahap ini ibu-ibu yang sudah
melakukan tahap proses menjahit bahan yang
sesuai dengan pembuatan pola dasar
pakaiannya dengan langsung praktik
menggunakan mesin jahit dan sudah hampir
selesai dalam proses penjahitannya maka
selanjutnya mereka harus mengerjakan
finishing atau tahap pengakhiran yaitu
menyelesaikan apa yang belum rapi pada
pakaian yang dijahit oleh peserta atau ibu-ibu
dengan cara manual menggunakan jarum
tangan (Parini 2020).
Finishing ini yaitu berupa menjahit tepi-
tepi jahitan pakaian tanpa menggunakan mesin
jahit agar terlihat rapi selanjutnya jahitan
112
tersebut yang sudah benar-benar menjadi
pakaian sesungguhnya dalam tahap finishing
ini dirapikan menggunakan setrika dengan
tekanan yang tidak terlalu panas sesuai dengan
bahan jenis apa yang digunakan agar pakaian
tersebut tidak bermasalah ketika sedang
disetrika. Kemudian finishing juga merupakan
melengkapi bagian pakaian agar terlihat
menarik seperti halnya memasang kancing-
kancing baik pada permukaan pakaian
maupun pada lengan sesuai dengan apa yang
diinginkan oleh ibu-ibu tersebut,
diperkenankan untuk menggunakan kancing-
kancing sebagai pelengkap dan penarik
pakaian maupun tidak menggunakannya
(Parini 2020). Seperti yang dikatakan oleh
instruktur tersebut saat melakukan wawancara
dengan penulis, yakni sebagai berikut:
“Selanjutnya itu finishing menyelesaikan
yang belum rapi tepi-tepi pakaiannya,
manual aja pake tangan dan jarum. Terus
disetrika dengan tekanan yang ga terlalu
panas, melengkapi bagian pakaian kaya
memasang kancing-kancing” (Parini
2020).
113
5. Tahap Evaluasi
Pada tahap ini instruktur melakukan proses
pemantauan dan pengawasan kepada ibu-ibu yaitu
dengan cara mengadakan ujian keterampilan menjahit
yang dilakukan satu kali dalam enam bulan. Ujian
tersebut akan dilakukan oleh ibu-ibu secara mandiri
tidak lagi dengan menggunakan bantuan instruktur,
hal ini juga menjadikan sebagai pengaplikasian sejauh
mana ibu-ibu dapat lancar dalam proses
pemberdayaan melalui keterampilan menjahit ini
dengan apa yang telah diajarkan dan diarahkan oleh
instruktur kepada ibu-ibu tersebut (Parini 2020).
Seperti yang dikatakan oleh instruktur saat melakukan
wawancara dengan penulis, yakni sebagai berikut:
“Tahap evaluasinya yaitu 6 bulan sekali ada
ujian mengerjakan jahitan, saya kasih soal
misalnya dengan model dress seperti ini, nanti
bagaimana cara membuat pola dasar,
merancang lalu memotong sampai dengan
menjahit dan model pakaian yang akan
diujikan pun semua dengan model pakaian
yang sama yang akan dijahit masing-masing
peserta atau ibu-ibu yang ikut keterampilan
menjahit di sini”(Parini 2020).
Instruktur memberikan materi ujian kepada ibu-
ibu berupa bagaimana pengerjaan suatu jenis pakaian
dimulai dari membuat pola dasarnya dengan ketelitian
114
mengambil ukuran tubuh seseorang atau sesama
rekannya dalam pemberdayaan melalui keterampilan
menjahit ini, kemudian proses menjahitnya dengan
menggunakan mesin jahit apakah sudah dengan baik
dan benar dalam penggunaan mesin jahit tersebut
sehingga akan mudah terlihat rapi atau tidaknya
pakaian yang dijahitnya dan melakukan tahap
finishing pada pakaian yang telah dijahitnya secara
manual tidak lagi menggunakan mesin jahit.
Insrtruktur akan memberi materi ujian tersebut
kepada ibu-ibu yang mengikutinya dengan jenis
model pakaian yang sama setiap masing-masing
peserta atau ibu-ibu di Pusat Kegiatan Belajar
Masyarakat (PKBM) Negeri 26 Bintaro, seperti
halnya bagaimana cara pembuatan atau menjahit
kemeja atau rok atau lain sebagainya yang nantinya
hasil dari ujian keterampilan menjahit tersebut
pakaianna bisa digunakan oleh mereka sendiri (Parini
2020).
6. Tahap Terminasi
Tahap terminasi ini merupakan tahap
pemutusan atau tahap pengakhiran pemberdayaan
melalui keterampilan menjahit yang dilakukan oleh
ibu-ibu dengan instruktur di Pusat Kegiatan Belajar
Masyarakat (PKBM) Negeri 26 Bintaro. Tahap ini
dilakukan dengan cara yakni instruktur akan
115
memberikan sertifikat bukti telah mengikuti
keterampilan menjahit di PKBM, apabila ibu-ibu
tersebut benar-benar lancar dalam mengerjakan
proses penjahitan berbagai jenis macam model
pakaian, sehingga mereka pun akan meninggalkan
PKBM.
Sertifikat yang diberikan oleh instruktur dapat
dipergunakan jika mereka ingin melamar bekerja
untuk menjahit di suatu tempat usaha jahit seperti
konveksi ataupun butik-butik ternama dan bisa juga
hanya disimpan sendiri sebagai kenang-kenangan
bukti bahwa ia telah mengikuti keterampilan menjahit
di Pusat Kegiatan Belajar Masyarakat (PKBM)
Negeri 26 Bintaro dan jika memang mereka mampu
dan siap membuka usaha jahitan di rumahnya sendiri
(Parini 2020). Seperti apa yang dikatakan oleh
instruktur dalam wawancara yang dilakukan dengan
penulis, yakni sebagai berikut:
“Sertifikatnya bisa digunain ibu-ibu kalau
ingin melamar kerja seperti di konveksi-
konveksi atau kalau siap mereka akan buka
usaha jahit sendiri di rumahnya dan sertifikat
itu disimpan sebagai penghargaan atas kerja
keras dan kemampuannya semasa ikut
pemberdayaan keterampilan menjahit di
PKBM ini mbak” (Parini 2020).
116
Ibu-ibu yang telah memilih untuk mengakhiri
dalam pemberdayaan melalui keterampilan menjahit
ini dipersilakan untuk tidak hadir kembali di PKBM
namun, mereka pun dipersilakan apabila ingin
berkonsultasi dengan instruktur terkait keterampilan
menjahit baik secara langsung datang ke PKBM
maupun melalui via suara atau menelepon instruktur
keterampilan menjahit (Parini 2020).
D. Sasaran Program dan Manfaat yang dirasakan oleh
Perempuan dalam Pemberdayaan Melalui
Keterampilan Menjahit di Pusat Kegiatan Belajar
Masyarakat (PKBM) Negeri 26 Bintaro
Pemberdayaan perempuan melalui keterampilan
menjahit di Pusat Kegiatan Belajar Masyarakat (PKBM)
Negeri 26 Bintaro ini memiliki sasaran dan juga manfaat
bagi perempuan dari adanya program keterampilan
menjahit tersebut dalam kehidupannya, di antaranya
sebagai berikut:
1. Peningkatan Kualitas Hidup Perempuan
Dengan adanya program keterampilan
menjahit di Pusat Kegiatan Belajar Masyarakat
(PKBM) Negeri 26 Bintaro sebagai suatu proses
pemberdayaan perempuan yang dilakukan oleh
ibu-ibu rumah tangga di mana mereka tidak
memiliki pekerjan di luar rumah atau pekerjaan
formal seperti pada umumnya, pemberdayaan ini
117
sangat memiliki manfaat bagi mereka yakni ibu-
ibu yang mengikuti pemberdayaan melalui
keterampilan menjahit kebanyakan dari mereka
sama sekali tidak tahu-menahu tentang
keterampilan menjahit, kemudian mereka dapat
belajar dan berlatih menjahit yang dibantu oleh
arahan dan bimbingan instruktur ketika proses
pemberdayaan tersebut berlangsung, sehingga
mereka memiliki pengetahuan tentang
keterampilan menjahit. Seperti apa yang dikatakan
oleh Ibu Sumi sebagai salah satu peserta atau ibu
rumah tangga yang mengikuti keterampilan
menjahit saat melakukan wawancara bersama
dengan penulis, ialah sebagai berikut:
“Bantu dan bermanfaat banget ikut
keterampilan menjahit di sini, pokoknya
baguslah ada pemberdayaan keterampilan jahit
kaya gini, bener-bener baguslah bisa latih ibu-
ibu supaya mandiri dan bantu keuangan suami
juga. Terus saya juga jadi tahu gimana caranya
menjahit dari mulai buat pola dasarnya yang
diajarin sama bu Rini, padahal tadinya saya
sama sekali ga tahu tentang jahit-menjahit”
(Sumi 2020).
Peserta atau ibu-ibu mengikuti
pemberdayaan ini hadir dengan penuh semangat ke
118
Pusat Kegiatan Belajar Masyarakat (PKBM)
Negeri 26 Bintaro dan berharap nantinya mereka
dapat memiliki suatu keahlian, tentu saja sasaran
dari program pemberdayaan ini dan manfaatnya
bagi perempuan yaitu meningkatkan kualitas
hidupnya di mana mereka dapat memiliki suatu
keahlian yang profesional di berbagai bidang
seperti halnya dalam bidang keterampilan
menjahit. Mereka dengan kesehariannya sebagai
ibu rumah tangga dan juga tidak memiliki suatu
pekerjaan berhak memiliki keahlian agar dapat
mereka pergunakan dalam kehidupannya
membantu meningkatkan kesejahteraan
keluarganya. Sebagaimana yang dikatakan oleh
Ibu Erna selaku peserta atau ibu rumah tangga
yang mengikuti program keterampilan menjahit
dalam wawancara yang dilakukan bersama dengan
penulis, yakni sebagai berikut:
“Biar bisa membantu pemasukkan keluarga
saya dan supaya saya juga punya kahlian
menjahit terus kalo udah lancar banget maunya
saya juga bisa nurunin ke anak, supaya
nantinya dia bisa jahit juga minimal dia nanti
kalau udah berumah tangga pas dia ga kerja
dia punya keahlian gitu”(Erna 2020).
119
Dengan adanya program keterampilan
menjahit di Pusat Kegiatan Belajar Masyarakat
(PKBM) Negeri 26 Bintaro ini juga memiliki
manfat sebagai upaya menggali dan
mengembangkan potensi yang ada pada diri
perempuan sebagai sasaran program keterampilan
menjahit di PKBM tersebut, yang sebelumnya
mereka pun tidak mengetahui potensi apa yang
dimilikinya dengan demikian mereka bisa
melakukannya pada bidang keterampilan menjahit
ini. Seperti yang dikatakan oleh Ibu Parini selaku
instruktur keterampilan menjahit dalam wawancara
bersama dengan penulis, yaitu sebagai berikut:
“Ibu-ibu yang tidak punya kegiatan kerjaan di
luar rumah atau cuma sebagai ibu rumah
tangga saja, mereka bisa mengembangkan
potensi dirinya bisa terampil juga dalam
menjahit pakaian atau apapun terus supaya
mereka juga bisa berguna nantinya untuk
membantu penghasilan suaminya” (Parini
2020).
2. Mewujudkan Rasa Peduli terhadap Gender
Selanjutnya terkait sasaran program
pemberdayaan melalui keterampilan menjahit ini
yang memliki manfaat bagi perempuan yakni
mereka dapat menjadikan semua pihak peduli akan
120
gender yang tidak lagi membandingkan antara
laki-laki dan perempuan karena perempuan pun
memilik hak untuk dapat berdiri mandiri dengan
memiliki suatu keahlian yang mereka mumpuni
dan juga memiliki hak untuk mengambil
keputusan dalam pembuatan rencana terhadap
suatu pekerjaan yang ingin dilakukannya untuk
menambah pemasukan keluarga, seperti halnya
membuka usaha jahitan di rumahnya sebagaimana
mereka semua mengikuti keterampilan menjahit di
PKBM ini sebagai upaya pemberdayaan
perempuan, sebagaimana apa yang dikatakan oleh
Ibu Nurhaeni selaku Kepala PKBM saat
melakukan wawancara bersama dengan penulis,
yakni sebagai berikut:
“Di era sekarang ini agar perempuan
mendapatkan hak untuk memiliki keahlian
dalam mencari pekerjaan dan memperoleh
pemasukan yang tidak lagi hanya dapat
dilakukan oleh laki-laki, serta perempuan juga
punya hak untuk mengambil keputusan tentang
rencana bekerja seperti apa yang
diinginkannya. Kan kalau misalnya buka usaha
jahitan di rumahnya itu sangat bagus, bisa
bekerja sekaligus tetap berjalan sebagai ibu
rumah tangga mengurus keluarganya”
(Nurhaeni 2020).
121
Dalam keterampilan menjahit ini mereka
juga memiliki hak dalam mengambil keputusan
sebagaimana mereka memohon izin kepada
suaminya untuk mengikuti pemberdayaan tersebut
di mana nantinya mereka dapat membantu
suaminya dalam meningkatkan kualitas hidupnya
dan membantu dalam menambah penghasilan
keluarga serta sebagai pembuat rencana terkait
bagaimana mereka akan mengerjakan jahitan
pakaiannya yang sesuai dengan apa yang mereka
inginkan ketika pemberdayaan tersebut sedang
berlangsung di Pusat Kegiatan Belajar Masyarakat
(PKBM) Negeri 26 Bintaro, sebagaimana yang
dikatakan Ibu Parini selaku instruktur keterampilan
menjahit dalam wawancara bersama dengan
penulis, yakni sebagai berikut:
“Di setiap pertemuan ibu-ibu bebas nentuin
sendiri mau belajar jahit pakaian jenis apa
sesuai dengan keinginannya, saya juga enggak
membatasi mereka untuk belajar jahit, jadi
mereka udah ngerencanain mau belajar jahit
apa untuk pertemuan berikutnya” (Parini
2020).
3. Menjadikan Perempuan sebagai Pengkoordinir
Sasaran program pemberdayaan berikutnya
yang memiliki manfaat bagi perempuan ialah
122
dalam pelaksanaan keterampilan menjahit selain
peserta dapat memiliki keahlian dalam menjahit
berbagai macam jenis pakaian, namun mereka pun
dapat dengan optimal mengatur keadaan atau
mereka dapat mengkoordinir terhadap dirinya
sendiri pada tahap perencanaan dan pelaksanaan
keterampilan menjahit sesuai dengan apa yang
ingin dilakukannya, serta kapan dan di mana
mereka akan melanjutkan mengerjakan
keterampilan jahitannya tersebut setelah mereka
mendapatkan arahan dan bimbingan dari instruktur
yang mengajarinnya, seperti yang dikatakan oleh
Ibu Erna selaku peserta keterampilan menjahit di
PKBM tersebut saat melakukan wawancara
bersama dengan penulis, yakni sebagai berikut:
“Sangat bantu banget ikut keterampilan
menjahit di sini, ini lumayan tidak terlalu jauh
dari rumah sebelumnya juga saya ga bisa
menjahit, disini saya bener-bener dari 0. Saya
juga seneng banget karena kan saya nantinya
bisa buat baju kapan aja bisa, terus enak aja
gitu belajar jahit di sini saya bisa ngatur
sendiri sesuai yang dibutuhin dan yang
diinginin saya, bisa buat rencana sama bu
Rini mau jahit baju jenis apa untuk besok
harinya dan saya juga bisa ngelaksanain
123
jahitannya di bawa pulang, ngerjain sedikit-
sedikit di rumah terus diperiksa bu Rini di
pertemuan selanjutnya” (Erna 2020).
Tidak hanya salah satu peserta saja yang
dapat mengkoordinir dirinya sendiri terhadap
rencana pelaksanaan keterampilan menjahit ini,
namun siapa saja pun boleh sesuai dengan yang
diinginkannya selagi baik dan wajar dan hal
tersebut dapat dilakukan oleh peserta atau ibu-ibu
apabila mereka sudah benar-benar lancar pada
tahap pembuatan pola dasar pakaian yang
sesungguhnya. Sebagaimana yang dikatakan oleh
Ibu Ida selaku peserta atau ibu rumah tangga yang
mengikuti keterampilan menjahit saat melakukan
wawancara bersama dengan penulis, yakni sebagai
berikut:
“Membantu banget adanya keterampilan jahit
di sini tuh mbak, apalagi buat ibu-ibu kaya
saya gini yang cuma di rumah aja ngurus
rumah tangga, saya di sini bisa belajar
mejahit terus di sini juga ga ada aturan yang
ketat saya bisa atur jadwal datang ke sini
sesuai saya bisanya kapan datang yang
penting di hari Rabu dan Jum’at, saya juga
bisa ngerencanain sendiri mau jahit apa tapi
setelah saya bener-bener lancar buat pola
dasarnya, nanti bu Rini bantuin saya ngarahin
124
gimana caranya kalau buat jahit pakaian
model ini atau itu” (Ida 2020).
125
BAB V
PEMBAHASAN
Pada bab ini penulis akan memaparkan analisis
penelitian yang mengacu pada bab IV data dan temuan
penelitian dikaitkan dengan beberapa teori yang bersangkutan
pada bab II mengenai proses tahapan pemberdayaan
perempuan melalui keterampilan menjahit serta apa manfaat
yang dirasakan bagi perempuan dalam mengikuti
pemberdayaan melalui keterampilan menjahit di Pusat
Kegiatan Belajar Masyarakat (PKBM) Negeri 26 Bintaro
Jakarta Selatan.
Pada penelitian ini penulis memfokuskan pada ibu-
ibu rumah tangga sebagai peserta keterampilan menjahit di
Pusat Kegiatan Belajar Masyarakat (PKBM) Negeri 26
Bintaro, mereka yang tidak memiliki pekerjaan formal dan
hanya melakukan pekerjaan rumah tangga saja di rumah dan
masih terdapat kelemahan pada kaum perempuan maka
diperlukan adanya suatu peningkatan pendidikan atau
pemberdayaan bagi kaum perempuan tersebut salah satunya
yaitu melalui pendidikan atau pelatihan keterampilan menjahit
guna meningkatkan kualitas hidupnya agar tidak selalu
bergantung pada suaminya terlebih mengenai perekonomian
keluarganya serta mereka menginginkan adanya suatu
kemajuan dalam dirinya yaitu agar dapat berdaya dan mandiri
dalam kehidupan sosialnya. Hal ini selaras dengan teori yang
126
telah dipaparkan pada bab II tentang tujuan dari pemberdayaan
yaitu agar terciptanya perubahan sikap mental, memiliki
keterampilan, dan kualitas warga dampingan sosial menjadi
lebih baik lagi serta agar terciptanya nilai-nilai sosial baru
yang dapat menunjang ke arah perbaikan dan juga kemajuan
(Marmoah 2014, 47).
A. Tahapan Pemberdayaan Perempuan Melalui
Keterampilan Menjahit di Pusat Kegiatan Belajar
Masyarakat (PKBM) Negeri 26 Bintaro
Tahapan pemberdayaan keterampilan menjahit yang
dilakukan oleh peserta atau ibu-ibu rumah tangga di Pusat
Kegiatan Belajar Masyarakat (PKBM) Negeri 26 Bintaro
dengan temuan penelitian yang telah dipaparkan pada bab
IV yang dikaitkan dengan teori pada bab II yang
dikemukakan oleh Isbandi Rukminto Adi tentang tahapan
pemberdayan, adapun di antaranya sebagai berikut:
1. Tahap Persiapan (Engagement)
Pada tahap ini terdapat dua tahapan yang harus
dilakukan dalam pemberdayaan yaitu tahapan penyiapan
petugas dan penyiapan lapangan, di antaranya adalah
sebagai berikut:
a. Tahapan Penyiapan Petugas
Berdasarkan data hasil temuan penelitian pada bab
IV halaman 91 bahwa pada tahapan penyiapan
petugas atau pelatih dalam melakukan keterampilan
127
menjahit Kepala PKBM mencari orang yang memiliki
keahlian dalam bidang tata busana dan memiliki
keterampilan menjahit, akhirnya ia menemukannya
yang ahli dalam hal tersebut sehingga ia pun menjadi
instruktur keterampilan menjahit di Pusat Kegiatan
Belajar Masyarakat (PKBM) Negeri 26 Bintaro sejak
tahun 2003 hingga sekarang in. Hal tersebut selaras
dengan pernyataan yang telah dipaparkan bahwa
tahapan penyiapan petugas yaitu tenaga
pemberdayaan dan diperlukan untuk mengutamakan
kesamaan pemikiran peserta atau anggota dan petugas
atau agen perubahan (bab II, hal. 33).
b. Tahapan Penyiapan Lapangan
Di dalam tahapan penyiapan lapangan ini para
peserta tidak perlu melakukan usaha untuk mencari
dan menentukan lokasi yang akan dijadikan tempat
melakukan proses pemberdayaan karena PKBM ini
sudah memiliki gedung bangunan sendiri dan
memiliki ruangan tersendiri untuk pelaksanaan
keterampilan menjahit walaupun ruangannya tidak
terlalu besar dan komunikasi antara instruktur dan
peserta sudah berjalan secara baik (bab IV, hal. 94).
Hal tersebut dapat dikatakan tidak selaras dengan
pernyataan Isbandi Rukminto Adi tentang tahapan
penyiapan lapangan yang menjelaskan bahwa petugas
melakukan studi kelayakan terhadap suatu tempat
atau lokasi yang akan dijadikan sasaran dalam
128
pelaksanaan pemberdayaan dan kontak awal dengan
peserta atau anggota terjadi, komunikasi yang baik
pada tahap ini akan mempengaruhi partisipasi peserta
pada tahap berikutnya (bab II, hal 33).
2. Tahap Pengkajian (Assessment)
Berdasarkan data hasil temuan bahwa instruktur
melakukan pengkajian terhadap ibu-ibu yang datang ke
PKBM agar bisa menjahit yang nantinya mereka pun
dapat membantu penghasilan suaminya, maka dari itu
mereka butuh untuk diajarkan menjahit yang baik dan
benar di PKBM tersebut, sehingga ibu-ibu atau peserta
membutuhkan pengajaran terkait keterampilan menjahit
dan pada tahap pemberdayaan selanjutnya akan
ditindaklanjuti tentang bagaimana langkah-langkah cara
menjahit yang baik dan benar yang akan diajarkan oleh
instruktur (bab IV, hal. 95).
Instruktur melakukan pengkajian terhadap apa
yang dibutuhkan oleh ibu-ibu atau peserta terkait
pelaksanaan pemberdayaan melalui keterampilan
menjahit dan melakukan pengkajian terhadap
permasalahan yang dihadapi dalam pelaksanaan
pemberdayaan tersebut. Berdasarkan hasil temuan
penelitian bahwa dalam pelaksanaan keterampilan
menjahit membutuhkan mesin jahit yang lebih baik lagi
karena mesin-mesin yang ada sudah dalam keadaan yang
kurang maksimal dan permasalahan yang terjadi yaitu
129
instruktur dan ibu-ibu atau peserta terkadang selalu
merasa cemas ketika peserta kejar paket akan
melaksanakan ujian sekolah karena biasanya semua
ruangan yang ada di PKBM akan disterilisasikan
termasuk ruangan yang digunakan untuk keterampilan
menjahit sehingga proses pemberdayaan melalui
keterampilan menjahit akan sedikit terhmbat (bab IV,
hal. 96).
Namun untuk merealisasikan kebutuhan terkait
mesin jahit dan permasalahan terkait ruangan hal ini
tidak selaras dengan teori yang ada karena program
keterampilan menjahit tetap berlangsung dengan tetap
menggunakan mesin jahit tersebut walaupun sudah
kurang maksimal, setidaknya masih bisa digunakan serta
ketika terdapat ujian sekolah yang dilakukan oleh peserta
kejar paket, program keterampilan pun diliburkan, tidak
ada upaya untuk menindaklanjuti terhadap kedua hal
tersebut pada tahapan pemberdayaan selanjutnya, para
peserta atau ibu-ibu tidak turut berpartisipasi terhadap
apa yang dibutuhkan pada proses pemberdayaan tersebut
dan terhadap permasalahan yang dirasakannya mereka
hanya mengikuti arahan instruktur saja tidak adanya
suatu partisipasi atau tindakan yang dilakukannya.
Kedua hal tersebut bersinggungan dengan
pernyataan yang telah dijelaskan oleh Isbandi Rukminto
Adi tentang tahap pengkajian dalam pemberdayaan yaitu
130
petugas dalam pelaksanaan pemberdayaan memiliki
peranan yakni berusaha mengidentifikasi masalah atau
kebutuhan yang dirasakan dan sumber daya yang
dimiliki anggota dalam melaksanakan pengkajian ini
partisipasi peserta atau anggota sangat dibutuhkan agar
mereka mengetahui terhadap masalah yang
dirasakannya, kemudian agen perubahan pun berperan
penting untuk memfasilitasi peserta atau anggota
terhadap permasalahannya yang akan ditindaklanjuti
pada tahap berikutnya (bab II, hal. 34).
3. Tahap Perencanaan Alternatif Program dan
Formulasi Rencana Aksi (Designing)
Berdasarkan data temuan penelitian bahwa
instruktur melibatkan peserta untuk melakukan diskusi
terlebih dahulu pada satu kali pertemuan dalam satu
pekan seperti untuk merencanakan pembuatan replika
pola dasar pakaian, kemudian merencanakan jenis
pakaian apa yang akan dijahit dan dapat didiskusikan
terlebih dahulu secara bersama-sama, hal ini bertujuan
agar saat memulai pelaksanaan keterampilan menjahit
dapat berjalan dengan baik dan tidak ada kesalahan
dalam proses pelaksanaannya serta dapat berjalan sesuai
dengan apa yang sudah direncanakan (bab IV, hal. 98).
Sebagaimana yang telah dijelaskan bahwa petugas
yang melibatkan peserta pemberdayaan untuk
membentuk perencanaan yang harus dikembangkan
131
sesuai dengan tujuan dan dipahami oleh semua pihak
baik petugas maupun peserta, kemudian pada tahap
formulasi rencana aksi ini petugas dan peserta dapat
menentukan tujuan yang jelas untuk mencapai
keberhasilan program, tindakan yang dilakukannya pun
harus sesuai dengan apa yang sudah direncanakannya
(bab II, hal. 34).
4. Tahap Pelaksanaan Program atau Kegiatan
Pada tahap ini pelaksanaan keterampilan menjahit
yang diajarkan atau diarahkan oleh instruktur
dilaksanakan setelah apa yang sudah direncanakan
sebelumnya seperti halnya pelaksanaan tersebut dimulai
dari memahami gambar aneka busana dan ukuran badan,
pembuatan replika pola dasar, pembuatan pola dasar
pakaian yang sesungguhnya, menjahit menggunakan
mesin dan melakukan tahap pengakhiran pada pakaian
yang sudah jadi dan teknologi atau alat yang digunakan
telah tersedia di Pusat Kegiatan Belajar Masyarakat
(PKBM) Negeri 26 Bintaro Jakarta Selatan seperti
terdapat beberapa unit mesin jahit, mesin obras, meja
potong, manekin, dan lain sebagainya yang sesuai
dengan apa yang dibutuhkan pada pelaksanaan proses
keterampilan menjahit (bab IV, hal. 101).
Berdasarkan data hasil temuan penelitian yang
dilakukan oleh penulis bahwa hal tersebut selaras,
sebagaimana yang dijelaskan pada bab II halaman 35
132
yaitu tahap pelaksanaan program sangat penting dan
merupakan proses pelaksanaan program yang telah
direncanakan oleh petugas bersama peserta pada tahap
sebelumnya, dalam tahap ini seringkali teknologi
maupun peralatan yang akan digunakan harus sesuai
dengan kondisi atau apa yang dibutuhkan peserta pada
tahap pelaksanaan pemberdayaan.
5. Tahap Evaluasi
Berdasarkan data temuan penelitian pada bab IV
halaman 113 bahwa instruktur melakukan proses
pemantauan dan pengawasan kepada ibu-ibu pada tahap
evaluasi ini yaitu dengan cara mengadakan ujian
keterampilan menjahit yang dilakukan satu kali dalam
enam bulan. Instruktur memantau peserta dalam
melakukan pembuatan pola dasar, pengambilan ukuran
badan dan penggunaan mesin jahit serta melakukan
proses finishing atau pengakiran, apakah sudah baik dan
benar ataupun masih terdapat kesalahan.
Peserta atau ibu rumah tangga yang mengikuti
keterampilan menjahit ini dapat meningkatkan potensi
yang ada pada dirinya terlihat dari adanya beberapa dari
mereka dapat membuka usaha jahitannya sendiri dan
terdapat pula yang sudah terampil dalam menjahit
mereka masih tetap mengikuti pelaksanaan
pemberdayaan tersebut agar lebih baik lagi dalam
mengembangkan potensi yang ada pada dirinya, mereka
133
memperdalam pendidikan dalam keterampilan menjahit
tersebut.
Hal ini selaras dengan apa yang telah dijelaskan
pada bab II halaman 35 bahwa tahap evaluasi ini
merupakan proses pengawasan peserta dan petugas
terhadap program pemberdayaan yang sedang
berlangsung dilaksanakan, sehingga diharapkan pula
dalam jangka panjang dapat membentuk peserta atau
anggota pemberdayaan menjadi lebih mandiri dengan
memanfaatkan sumber daya yang ada. Tahap ini juga
diharapkan dapat memberikan umpan balik yang
memiliki kebermanfaatan bagi suatu program atau
kegiatan agar menjadi lebih baik lagi.
6. Tahap Terminasi
Tahap ini peserta atau ibu-ibu dengan instruktur
melakukan pemutusan atau pengakhiran dalam proses
pemberdayaan yang dilakukannya yaitu dengan cara
instruktur memberikan sertifikat tanda bukti telah
mengikuti program keterampilan menjahit kepada ibu-
ibu yang sudah mengikuti ujian dan benar-benar lancar
dalam mengerjakan proses menjahit berbagai jenis
macam model pakaian sehingga ia pun diperbolehkan
untuk tidak lagi mengikuti keterampilan menjahit di
PKBM dan diharapkan mereka mampu menggunakan
keilmuan yang telah diajarkan oleh instruktur dengan
membuka usaha jahitan di rumahnya walaupun secara
134
kecil-kecilan atau sertifikat tersebut dapat digunakan
untuk melamar bekerja di butik-butik ternama yang
memerlukan pekerja yang profesional dan terampil. Ibu-
ibu yang sudah mengakhiri pemberdayaan tersebut
diperkenankan untuk tetap melakukan kontak dengan
instruktur baik secara langsung maupun melalui via
telepon (bab IV, hal. 114).
Berdasarkan temuan penelitian tersebut selaras
dengan teori yang telah dipaparkan pada bab II halaman
36 yaitu tahap terminasi merupakan tahap pemutusan
hubungan secara formal yang dilakukan agen perubah
dengan komunitas atau anggota sasaran program
pemberdayaan agar mereka dapat memiliki kemandirian
dalam upaya mengatasi permasalahan yang telah
dilaksanakannya pada tahap pemberdayaan sebelumnya.
Namun, tidak jarang pula petugas atau agen perubah
tetap melakukan kontak meskipun tidak rutin dengan
anggota sasaran tersebut dan kemudian secara perlahan-
lahan agen perubah harus mengurangi kontak
dengannya.
Seperti halnya terdapat peserta atau ibu rumah
tangga yang sudah mengikuti ujian keterampilan
menjahit dengan baik dan benar sehingga mendapatkan
sertifikat yang diberikan oleh instruktur, sertifikat
tersebut ia simpan dengan baik di rumahnya tidak ia
pergunakan untuk melamar bekerja di suatu butik
135
ternama atau perusahaan yang membutuhkan tenaga
kerja dalam bidang fashion atau keterampilan menjahit
karena peserta tersebut berusaha untuk mencoba
membuka usaha jahitan di rumahnya sendiri walaupun
tidak besar-besaran (bab IV, hal. 115).
B. Sasaran Program dan Manfaat yang dirasakan oleh
Perempuan dalam Pemberdayaan Melalui
Keterampilan Menjahit di Pusat Kegiatan Belajar
Masyarakat (PKBM) Negeri 26 Bintaro
1. Peningkatan Kualitas Hidup Perempuan
Pemberdayaan melalui keterampilan menjahit ini
sangat memiliki manfaat bagi ibu-ibu rumah tangga yang
kebanyakan dari mereka sama sekali tidak tahu-menahu
tentang keterampilan menjahit, kemudian mereka dapat
belajar dan berlatih menjahit yang dibantu oleh arahan
dan bimbingan instruktur sehingga mereka memiliki
pengetahuan tentang keterampilan menjahit. Mereka
mengikuti pemberdayaan keterampilan menjahit ini
berharap nantinya dapat memiliki suatu keahlian, tentu
saja sasaran dari program pemberdayaan tersebut dan
manfaatnya bagi perempuan yaitu meningkatkan kualitas
hidupnya di mana mereka dapat memiliki suatu keahlian
yang profesional dalam bidang keterampilan menjahit,
mereka dengan kesehariannya sebagai ibu rumah tangga
dan juga tidak memiliki suatu pekerjaan berhak memiliki
keahlian agar dapat dipergunakan untuk membantu
136
meningkatkan kesejahteraan keluarganya (bab IV, hal.
116).
Berdasarkan temuan penelitian hal tersebut selaras
dengan pernyataan yang dikemukakan oleh Widiastuti
dan Kartika bahwa sasaran program dan manfaat yang
dirasakan oleh perempuan dalam pemberdayaan yaitu
untuk meningkatkan potensi yang ada pada dirinya yang
dapat dipergunakan dalam berbagai bidang baik formal
maupun nonformal dan untuk meningkatkan
kemampuannya sehingga dapat memiliki suatu keahlian
profesional yang dimumpuninya (bab II, hal. 36).
2. Mewujudkan Rasa Peduli terhadap Gender
Berdasarkan data temuan penelitian bahwa sasaran
program serta manfaatnya bagi perempuan dalam
pemberdayaan yaitu dapat menjadikan semua pihak
peduli akan gender sehingga perempuan tidak lagi
dibanding-bandingkan dengan lelaki karena perempuan
pun memilik hak untuk dapat berdiri mandiri dengan
memiliki suatu keahlian yang mereka mumpuni dan
memiliki hak untuk mengambil keputusan dalam
membuat rencana terhadap suatu pekerjaan yang ingin
dilakukannya seperti halnya membuka usaha jahitan di
rumahnya, sebagaimana mereka mengikuti keterampilan
menjahit di Pusat Kegiatan Belajar Masyarakat (PKBM)
Negeri 26 Bintaro sebagai upaya pemberdayaan
perempuan (bab IV, hal. 119).
137
Hal tersebut selaras dengan teori yang telah
dipaparkan bahwa sasaran dari program keterampilan
menjahit dan manfaatnya bagi perempuan yaitu untuk
dapat mewujudkan rasa peka dan peduli terhadap
gender dari seluruh masyarakat, dalam kebijakan pun
perempuan mendapat hak untuk menentukannya,
perempuan juga memiliki suatu keahlian dalam
keputusan yang diambilnya dan juga dalam pengambilan
rencana dan menegakkan hukum serta memperbaharui
produk hukum tentang nilai sosial budaya serta keadilan
yang berwawasan gender (bab II, hal. 36).
Hal ini juga diperkuat dalam UUD 1945 Pasal 28
C ayat 1 yang berbunyi “Setiap orang berhak
mengembangkan diri melalui pemenuhan kebutuhan
dasarnya, berhak mendapat pendidikan dan memperoleh
manfaat dari ilmu pengetahuan dan teknologi, seni dan
budaya, demi meninkatkan kualtas hidupnya dan demi
kesejahteraan umat manusia”. Karena sejatinya
walaupun perempuan selalu dipandang makhluk yang
lemah namun perempuan pun juga memiliki hak untuk
dapat mengembangkan potensi dirinya sehingga dapat
meningkatkan kualitas hidupnya yang tidak harus selalu
bergantung kepada laki-laki serta perempuan memiliki
hak terhadap kesetaraan gender yang memiliki
kesempatan yang sama dalam menikmati atau
menggunakan fasilitas atau aspek kehidupan seperti
138
halnya dalam bidang perekonomian, poitik, hukum,
pengetahuan dan lain sebagainya.
3. Menjadikan Perempuan sebagai Pengkoordinir
Kemudian sasaran program dan manfaat bagi
perempuan selanjutnya berdasarkan data temuan
penelitian yaitu peserta atau ibu-ibu dapat dengan
optimal mengatur keadaan atau dapat mengkoordinir
terhadap dirinya sendiri pada tahap perencanaan dan
pelaksanaan khususnya dalam keterampilan menjahit
sesuai dengan apa yang ingin dilakukannya, serta kapan
dan di mana mereka akan melanjutkan mengerjakannya
baik di PKBM maupun di rumahnya setelah mereka
mendapatkan arahan dan bimbingan dari instruktur yang
mengajarinnya (bab IV, hal. 121).
Sebagaimana yang telah dijelaskan bahwa hal
tersebut cukup selaras dengan teori yang ada karena
sasaran program keterampilan menjahit dan manfaatnya
bagi perempuan khususnya ibu-ibu rumah tangga ialah
perempuan dapat menjadi sebagai pengkoordinir secara
optimal dalam hal perencanaan, pelaksanaan,
pengendalian, pemantauan, evaluasi dan pelaporan (bab
II, hal. 37).
139
BAB VI
PENUTUP
A. Kesimpulan
Setelah pemaparan pada bab-bab sebelumnya, dalam
bab ini penulis akan menjawab pertanyaan penelitian
mengenai bagaimana pendidikan atau pelatihan
keterampilan menjahit bagi perempuan apakah dapat
meningkatkan kualitas hidupnya dengan demikian bahwa
pemberdayaan melalui keterampilan menjahit ini
berdasarkan hasil data dan temuan penelitian yaitu dapat
meningkatkan kemampuan perempuan dalam bidang
keterampilan menjahit dengan persentase satu orang yang
dapat membuka usaha jahitan di rumahnya sendiri, dua
orang yang sudah terampil namun belum dapat membuka
usah jahitan sendiri dan dua orang memperdalam belajar
keterampilan menjahit di PKBM tersebut.
Kemudian penulis menarik kesimpulan dari penelitian
yang dilakukannya mengenai bagaimana tahapan
pemberdayaan perempuan melalui keterampilan menjahit
di Pusat Kegiatan Belajar Masyarakat (PKBM) Negeri 26
Bintaro serta apa sasaran dan manfaatnya yang dirasakan
oleh perempuan dalam mengikuti pemberdayaan tersebut,
adapun di antaranya sebagai berikut:
140
a. Tahapan Pemberdayaan Perempuan Melalui
Keterampilan Menjahit di Pusat Kegiatan Belajar
Masyarakat (PKBM) Negeri 26 Bintaro
Tahapan pemberdayaan program keterampilan
menjahit yaitu pada tahap persiapan, terdapat dua
tahapan yaitu tahapan penyiapan petugas dimana pada
tahun 2003 Kepala Pusat Kegiatan Belajar
Masyarakat (PKBM) Negeri 26 Bintaro merekrut
seorang instruktur yang berpengalaman dan
profesional untuk menjadi instruktur keterampilan
menjahit atau agen perubahan pada pemberdayaan
perempuan kemudian tahapan penyiapan lapangan
dimana anggota atau peserta pemberdayaan tidak
perlu mencari dan menentukan lokasi yang akan
dijadikan tempat untuk melakukan pemberdayaan.
Tahap pengkajian, dimana tahap ini adalah untuk
mengkaji permasalahan dan kebutuhan yaitu
kebutuhan merekrut instruktur dan kebutuhan alat
penunjang seperti, mesin jahit baru karena mesin jahit
yang ada sudah kurang maksimal untuk
dipergunakan.
Tahap Perencanaan, pada tahap ini para ibu
rumah tangga bersama dengan instruktur melakukan
perencanaan terlebih dahulu dengan berdiskusi, agar
nantinya tidak menemukan suatu permasalahan dalam
proses menjahit yaitu mereka berdiskusi untuk
merencanakan pembuatan replika pola dasar pakaian
141
terlebih dahulu, kemudian pertemuan selanjutnya
berdiskusi membahas untuk merencanakan
pembuatan pola dasar pakaian sesungguhnya sebelum
tahap pelaksanaan keterampilan menjahit
dilaksanakan.
Tahap Pelaksanaan, tahap ini merupakan tahap
terpenting dalam pemberdayaan dimana tahap
pelaksanaan ini dilaksanakan dengan beberapa
langkah di antaranya yakni pertama-tama peserta
harus memahami aneka jenis dan bagian dari busana
yang dibimbing oleh instruktur, lalu membuat replika
pola dasar pakaian setelah itu membuat pola dasar
pakaian sesungguhnya, lalu peserta dapat belajar
menggunakan mesin jahit, dan terakhir yaitu finishing
atau pengakhiran yang dilakukan dengan menjahit
tepi-tepi pakaian secara manual agar terlihat lebih
rapi kemudian pakaian tersebut dirapikan dengan
menggunakan setrika.
Tahap Evaluasi, pada tahap ini instruktur
melakukan proses pemantauan dan pengawasan
kepada peserta atau para ibu rumah tangga yaitu
dengan cara mengadakan ujian keterampilan menjahit
yang dilakukan satu kali dalam enam bulan, hal ini
dilakukan agar dapat mengetahui pengaplikasian
sejauh mana mereka lancar dalam proses
pemberdayaan melalui keterampilan menjahit ini
142
dengan apa yang telah diajarkan dan diarahkan oleh
instruktur.
Tahap Terminasi, tahap ini merupakan tahap
pemutusan atau tahap pengakhiran pemberdayaan
melalui keterampilan menjahit yang dilakukan oleh
ibu-ibu dengan instruktur, lalu instruktur memberikan
sertifikat bukti telah mengikuti keterampilan menjahit
di PKBM apabila mereka telah lancar dalam
mengerjakan semua langkah proses keterampilan
menjahit, sehingga mereka pun berhak meninggalkan
PKBM.
b. Sasaran dan Manfaat yang dirasakan oleh
Perempuan dalam Pemberdayaan Melalui
Keterampilan Menjahit di Pusat Kegiatan Belajar
Masyarakat (PKBM) Negeri 26 Bintaro
Sasaran program dan manfaat yang didapatkan
oleh para ibu rumah tangga dalam mengikuti
keterampilan menjahit sebagai upaya pemberdayaan
perempuan yaitu ibu-ibu rumah tangga tersebut dapat
memiliki pengetahuan tentang keterampilan menjahit
dan dapat meningkatkan kualitas hidupnya serta
membantu perekonomian keluarganya, di mana
mereka dapat memiliki suatu keahlian yang
profesional dalam bidang keterampilan menjahit.
Kemudian dapat mewujudkan kesetaraan gender
antara laki-laki dan perempuan karena perempuan
143
pun memilik hak untuk dapat berdiri mandiri dengan
memiliki suatu keahlian yang mereka mumpuni
seperti halnya membuka usaha jahitan di rumahnya
sendiri serta perempuan dapat menjadi sebagai
pengkoordinir atau pengatur dirinya sendiri untuk
dapat melaksanakan keterampilan menjahit yang baik
dan benar, hal ini juga dapat dilakukannya di tengah-
tengah hidup bermasyarakat sebagai pengkoodinir
terhadap suatu hal yang tidak lagi selalu bergantung
dengan laki-laki.
B. Implikasi
Implikasi dari hasil penelitian ini diharapkan dapat
bermanfaat bagi banyak pihak serta penelitian-penelitian
selanjutnya. Adapun implikasinya adalah sebagai berikut:
a. Pusat Kegiatan Belajar Mayarakat (PKBM) Negeri
26 Bintaro merupakan suatu wadah pemberdayaan
perempuan bagi ibu-ibu rumah tangga yang tidak
memiliki pekerjaan pada umumnya yang bertempat
tinggal di kawasan Kecamatan Pesanggrahan Jakarta
Selatan dan beberapa tinggal di kawasan Tangerang
Selatan, dengan program keterampilan menjahit
tersebut dapat menjadikan mereka belajar dan
memiliki pengetahuan tentang keterampilan menjahit
yang sangat bermanfaat bagi mereka untuk dapat
memiliki suatu keahlian dan meningkatkan kualitas
144
hidupnya serta membantu perekonomian
keluarganya
b. Penelitian yang dilakukan oleh penulis memiliki
manfaat yaitu untuk menambah wawasan dan
pengetahuan banyak orang mengenai pemberdayaan
perempuan yang dilakukan ibu-ibu rumah tangga
dengan keseharian hanya mengurus keluarga dan
rumah tangganya sehingga dengan mereka mengikuti
pemberdayaan tersebut mereka dapat memiliki suatu
keahlian yang memumpuni dan dapat hidup mandiri
tanpa selalu bergantung kepada suaminya
C. Saran
Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh
penulis, terdapat saran yang penulis berikan baik untuk
tempat penelitian penulis maupun untuk penelitian
selanjutnya yaitu sebagai berikut:
a. Pihak Pusat Kegiatan Belajar Masyarakat (PKBM)
Negeri 26 Bintaro perlu meningkatkan kualitas
pendidikan atau pelatihan keterampilan menjahit
bagi perempuan dan diharapkan lebih
memperhatikan lagi mengenai program keterampilan
menjahit terkait tentang ruangan yang dijadikan
tempat pelaksanaan program tersebut agar tidak
terganggu oleh peserta sekolah kejar paket yang akan
melaksanakan ujian sekolah dan juga lebih
memperhatikan terhadap apa yang dibutuhkan oleh
145
program keterampilan menjahit khususnya
kebutuhan akan adanya mesin-mesin jahit baru yang
lebih maksimal untuk dipergunakan.
b. Untuk penelitian selanjutnya diharapkan dapat
melakukan penelitian lebih baik lagi tidak hanya
tentang pemberdayaan saja, namun juga melakukan
penelitian mengenai evaluasi dari pemberdayaan
perempuan dan juga dapat menggunakan metode
penelitian lainnya.
146
DAFTAR PUSTAKA
Buku:
Adi, Isbandi Rukminto. 2002. Pemikiran-pemikiran dalam
Pembangunan Kesejahteraan Sosial. Seri Pemberdayaan
Masyarakat 02. Jakarta: Lembaga Penerbit FE-UI.
Anwar. 2007. Manajemen Pemberdayaan Perempuan Perubahan
Sosial Melalui Pembelajaran Vocational Skills pada
Keluarga Nelayan. Bandung: Alfabeta.
Finola, Ozi, Desti Irja, dan Titi Maemunaty. 2016. “Studi tentang
Organisasi Pusat Kegiatan Belajar Masyarakat (PKBM) di
Kota Dumai.” Program Studi Pendidikan Luar Sekolah
Jurusan Ilmu Pendidikan Fakultas Keguruan dan Ilmu
Pendidikan Universitas Riau.
Ghony, M. Djunaidi, dan Fauzan Almanshur. 2016. Metodologi
Penelitian Kualitatif. Revisi. Yogyakarta: Ar-Ruzz Media.
Hanindito, Andi. 2011. Berdaya Bersama Perempuan Indonesia.
Jakarta: Kementrian Sosial RI.
Harkristuti, Harkrisnowo, dan dkk. 2008. Pedoman Pemenuhan
Hak Asasi Manusia bagi Perempuan. Jakarta:
Departemen Hukum dan HAM RI.
Himayaturohmah, Emma. 2017. “Strategi Pengembangan
Manajemen Pengelolaan Pusat Kegiatan Belajar
Masyarakat (PKBM) di Provinsi Riau.” Jurnal
Penjaminan Mutu.
147
Ishak, Abdulhak, dan Ugi Suprayogi. 2012. Penelitian Tindakan
dalam Pendidikan Nonformal. Jakarta: PT Raja Grafindo
Pustaka.
Joesoef, Soelaman. 1992. Konsep Dasar Pendidikan Nonformal.
Jakarta: Bumi Aksara.
Kamil, Mustofa. 2009. Pendidikan Nonformal Pengembangan
Melalui Pusat Kegiatan Belajar Masyarakat (PKBM) di
Indonesia (Sebuah Pembelajaran dari Kominkan di
Jepang. Bandung: Alfabeta.
Marmoah, Sri. 2014. Manajemen Pemberdayaan Perempuan
Rimba. 1 ed. Yogyakarta: Deepublish.
Moleong, Lexy J. 2009. Metode Penelitian Kualitatif. Bandung:
PT. Remaja Rosdakarya.
Muniarti, Nunuk P. 2004. Getar Gender: Perempuan Indonesia
dalam Perspektif Sosial, Politik, Ekonomi, Hukum dan
HAM. Magelang: Indonesiatera.
Nursiyono, Joko Ade. 2014. Kompas Teknik Pengambilan
Sampel. Bogor: In Media.
Parawansa, Khafifah Indar. 2006. Mengukur Paradigma
Menembus Tradisi. Jakarta: LP3ES Indonesia.
Rahardjo, S. 1994. Petunjuk Teknis Penyelenggaraan Program
Magang. Jakarta: Depdikbud.
Rakhmat, Jalaluddin. 2006. Metode Penelitian Kualitatif.
Bandung: PT. Remaja Rosdakarya.
Salam, Syamsir, dan Jaenal Aripin. 2006. Metodologi Penelitian
Sosial. Jakarta: UIN Jakarta Press.
148
Saraka. 2002. Model Pembelajaran Swaarah dalam
Pengembangan Sikap Mental Wiraswasta. Bandung:
Tidak diterbitkan.
Sihombing. 1999. Pendidikan Luar Sekolah Kini dan Masa
Depan. Jakarta: PD. Mahkota.
Sihombing, dan Gutama. 1999. Profil Pusat Kegiatan Belajar
Masyarakat (PKBM) di Indonesia pada Masa Perintisan.
Jakarta: Mahkota.
Sudjana. 2001. Pendidikan Nonformal: Wawasan, Sejarah
Perkembangan Falsafah & Teori Pendukung serta Asas.
Bandung: Falah Production.
Suharto, Edi. 2005. Membangun Masyarakat Memberdayakan
Rakyat Kajian Strategis Pembangunan Kesejahteraan
Sosial & Pekerjaan Sosial. Bandung: PT Refika Aditama.
Sukandarrumidi. 2012. Metodologi Penelitian Petunjuk Praktis
untuk Peneliti Pemula. Yogyakarta: Gadjah Mada
University Press.
Sunarjati, Ari, dan dkk. 2000. Perempuan yang Menuntun:
Sebuah Perjalanan Inspirasi dan Kreasi. Bandung:
Ashoka Indonesia.
Ubaedillah, A, dan Abdul Rozak. 2003. Pendidikan
Kewarganegaraan (Civic Education) Demokrasi, Hak
Asasi Manusia, dan Masyarakat Madani. Jakarta: ICCE
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
Usman, Husaini, dan Purnomo Setiady Akbar. 2017. Metodologi
Penelitian Sosial. Jakarta: Bumi Aksara.
149
Jurnal:
Marwanti, Sri, dan Ismi Dwi Astuti. 2012. “Model Pemberdayaan
Perempuan Miskin Melalui Pengembangan
Kewirausahaan Keluarga Menuju Ekonomi Kreatif di
Kabupaten Karanganyar.” Sepa 9.
Mehra, Rekha. 1997. “Women, Empowerment, and Economic
Development. The Annals of the American Academy of
Political and Social Science.” Center for International
Education University of Massachusetts 9.
Miko, Jeroh. 2016. “Peran Perempuan Sebagai Pencari Nafkah
Utama di Kota Subulussalam (Studi Fenomenologi).”
Medan: UIN Sumatera Utara.
Muarifuddin, Tri Joko Raharjo, dan Tri Suminar. 2016. “Peran
Pusat Kegiatan Belajar Masyarakat dalam Menanggulangi
Kemiskinan Melalui Pendidikan Nonformal di Jawa
Tengah.” Journal of Nonformal Education 2.
Mulyono, Sungkowo Edy, dan Ernawati. 2017. “Manajemen
Pembelajaran Program Paket C di PKBM Bangkit Kota
Semarang.” Journal of Nonformal Education 3.
Saugi, Wildan, dan Sumarno. 2015. “Pemberdayaan Perempuan
Melalui Pelatihan Pengolahan Bahan Pangan Lokal.”
Jurnal Pendidikan dan Pemberdayaan Masyarakat 2.
Septiani, Mita. 2015. “Pengalaman Pusat Kegiatan Belajar
Masyarakat (PKBM) dalam Memfasilitasi Masyarakat
Belajar Sepanjang Hayat” 10.
150
Sulfemi, Wahyu Bagja. 2018. “Modul Manajemen Pendidikan
Nonformal.” Program Studi Administrasi Pendidikan
STKIP Muhammadiyah.
Tohani, Entoh. 2009. “Evaluasi Pelaksanaan Program Pusat
Kegiatan Belajar Masyarakat (PKBM) dalam Konteks
Pemberdayaan Masyarakat di Daerah Istimewa
Yogyakarta.” Jurnal Penelitian Ilmu Pendidikan,
Universitas Negeri Yogyakarta 2.
http://garuda.ristekdikti.go.id/documents/detail/353362.
Widiastuti, Novi, dan Prita Kartika. 2017. “Penerapan Model
Kelompok Usaha Kreatif Islami (Kukis) dalam
Pemberdayaan Perempuan Berbasis Pondok Pesantren.”
Jurnal Empowerment 6.
Website:
Andreas, Damianus. 2018. “Masih Ada Kesenjangan Laki-laki &
Perempuan di Ketenagakerjaan.” tirto.id, 2018.
https://tirto.id/bps-masih-ada-kesenjangan-laki-laki-
perempuan-di-ketenagakerjaan-c9IR. Diakses 14
November 2019
Sumber Wawancara:
Erna. 2020. Temuan dan Data tentang Pemberdayaan Perempuan
melalui Keterampilan Menjahit di Pusat Kegiatan Belajar
Masyarakat (PKBM) Negeri 26 BintaroAlat Rekaman.
151
Ida. 2020. Temuan dan Data tentang Pemberdayaan Perempuan
melalui Keterampilan Menjahit di Pusat Kegiatan Belajar
Masyarakat (PKBM) Negeri 26 BintaroAlat Rekaman.
Nurhaeni. 2020. Pemaparan Gambaran Umum Pusat Kegiatan
Belajar Masyarakat (PKBM) Negeri 26 BintaroAlat
Rekaman.
Parini. 2020. Temuan Data tentang Karakteristik Pendidikan
Nonformal yang dibunyikan ke dalam Pemberdayaan
Perempuan melalui Keterampilan Menjahit di Pusat
Kegiatan Belajar Masyarakat (PKBM) Negeri 26
BintaroAlat Rekaman.
Paryati. 2020. Temuan dan Data tentang Pemberdayaan
Perempuan melalui Keterampilan Menjahit di Pusat
Kegiatan Belajar Masyarakat (PKBM) Negeri 26
BintaroAlat Rekaman.
Salma. 2020. Temuan dan Data tentang Pemberdayaan
Perempuan melalui Keterampilan Menjahit di Pusat
Kegiatan Belajar Masyarakat (PKBM) Negeri 26
BintaroAlat Rekaman.
Sumi. 2020. Temuan dan Data tentang Pemberdayaan Perempuan
melalui Keterampilan Menjahit di Pusat Kegiatan Belajar
Masyarakat (PKBM) Negeri 26 BintaroAlat Rekaman.
152
LAMPIRAN
Lampiran 1
TRANSKIP WAWANCARA
Informan : Kepala PKBM Negeri 26 Bintaro
Nama : Dra, Nurhaeni
Usia : 53 tahun
Hari, Tanggal Wawancara : Senin, 17 Februari 2020
Pukul : 10.12 WIB
Tempat Wawancara : Ruang Kantor PKBM
Pendidikan Terakhir : S1 Pendidikan Luar Sekolah
No. Pertanyaan Jawaban
1. Bagaimana sejarah
berdirinya PKBM?
PKBM itu dulu namanya Panti Latihan
Karya (PLK) yaitu gedung yang
diperuntukkan untuk keterampilan seperti
keterampilan menjahit, akuntansi, bahasa
Inggris itu dulu tahun 1975 berdirinya.
Setelah tahun 2000 itu ada kebijakan dari
kementerian dulu itu namanya
departemen gitu ya, jadi kementerian itu
membentuk PKBM di masyarakat, jadi
kebijakan secara umum setiap
wilayah/daerah itu harus memiliki PKBM
153
maka DKI inisiatif dari kepala-kepala
PLK dulu bahwa PKBM ini dijadikan
dan ada surat-suratnya permohonan ke
gubernur bahwa PLK ini dirubah menjadi
PKBM karena fungsinya memang sudah
banyak pendidikan kesetaraan pada saat
itu, karena pada tahun 1994 itu muncul
pendidikan kesetaraan, wadah-wadahnya
tidak ada karena itu masih kelompok
belajar. Nah karena PLK ini untuk
keterampilan dan peluangnya untuk
ditempatkan kegiatan itu ada, maka
mereka banyak yang belajar di PLK pada
saat itu. Fungsinya sehingga ada
pendidikan kesetaraan (paket), ada
keterampilan maka pada saat itu kepala
PLK mengusulkan untuk dijadikan
PKBM karena ada kebijakan juga, dari
dinas juga lebih baik digunakan untuk
PKBM Negeri. Tahun 1999 ada
keaksaraan (buta huruf), dulu dari PKBM
ini yang menonjol justru program
keaksraannya karena kan dulu program
pemerintah memberantas buta huruf, jadi
program-program pemerintah pada saat
itu adalah keaksaraan, tapi lambat laun
pemerintah DKI sudah menyatakan bebas
buta huruf akhirnya lama-lama program
itu hilang. Jadi pada tahun 2015
diresmikan terbentuknya PKBM,
pembentukkan secara belum hukum itu
sih sudah berdiri dari tahun 2000,
mengusulkannya tahun 1999 maka 2000
sudah digunakan untuk kegiatan-kegiatan
karenakan PKBM itu pusat kegiatan
154
belajar masyarakat jadi kegiatan apapun
bisa ditempatkan di PLK pada saat itu,
jadi akhirnya pada tahun 2000 sudah
ditempatkan kegiatan-kegiatan yang lain.
Baru pada tahun 2015 resmi dari
Pergubnya secara resmi disahkan. Jadi
gedung ini sebenarnya sudah ada dari
tahun 1975 di DKI ini punya
Pemenrintah Daerah, untuk tadi
keterampilan masyarakat seperti itu
2. Apa saja program
yang ada di
PKBM?
Saat ini terdapat program yaitu
pendidikan kesetaraan ialah sekolah kejar
paket di antaranya Paket A setara SD,
Paket B setara SMP, Paket C setara SMA
dan keterampilan menjahit yang
diperuntukkan untu ibu-ibu yang mau
mandiri
3. Apa sajakah sarana
dan prasarana yang
tersedia dalam
program yang ada
di PKBM?
Sarana belajar kaya biasa, ada ruang
kelas, bangku, kursi, papan tulis, ruang
keterampilan menjahit ada mesin-
mesinnya, dan lainnya terus prasarana
tempat ibadah seperti mushola
4. Siapa saja yang
menjadi sasaran
program PKBM
tersebut?
Anak-anak dan ibu-ibu saja, untuk
keterampilan menjahit ibu-ibu usia di atas
25 tahun
5. Dari mana sumber
dana PKBM?
Kalau untuk anak-anak itu dananya dari
pemerintah untuk keterampilan menjahit
juga dari pemerintah pusat yaitu bantuan
operasional namun ada dana swadaya
dari peserta untuk peralatan menjahitnya
seperti jarum tangan, penggaris, dan
155
sebagainya yang sangat terjangkau
6. Bagaimana sistem
penerimaan peserta
pemberdayaan
perempuan melalui
keterampilan
menjahit?
Peserta yakni ibu-ibu mendaftar ke
bagian tata usaha dan kami langsung
menerimanya, tidak bisa dikelompokkan
karena berbeda antara satu dengan yang
lainnya jadi ketika sudah mendaftar
keesokkan harinya kami berikan
pelatihan keterampilan menjahit tersebut
mulai dari awal, satu minggu 2 kali yaitu
pada hari Rabu dan Jum’at
7. Apa tujuan dari
adanya
pemberdayaan
perempuan melalui
keterampilan
menjahit?
Tujuannya untuk memberikan
keterampilan sebagai bekal untuk dia bisa
bertahan hidup di masyarakat, contohnya
untuk bisa menambah income rumah
tangga. Untuk bisa mandiri tidak lagi
bekerja di tempat orang tetapi bisa
menjahit baju sendiri di rumah, itu juga
salah satunya tujuan dia datang kesini
untuk itu mereka semangat sekali datang
ke sini untuk belajar menjahit, apalagi
yang memang mereka berasal dari
keluarga sederhana sangat berguna sekali
untuk bisa membantu meningkatkan
kualitas hidup keluarganya dari mereka
yang bisa terampil menjahit dan
tujuannya juga tidak hanya untuk mencari
nafkah atau membantu ekonomi
keluarganya namun juga agar mereka
bisa mandiri dalam hidupnya dan
memiliki keahlian yang profesional
dalam bidang keterampilan menjahit. Di
era sekarang ini agar perempuan
mendapatkan hak untuk memiliki
keahlian dalam mencari pekerjaan dan
156
memperoleh pemasukan yang tidak lagi
hanya dapat dilakukan oleh laki-laki,
serta perempuan juga punya hak untuk
mengambil keputusan tentang rencana
bekerja seperti apa yang diinginkannya.
Kan kalau misalnya buka usaha jahitan di
rumahnya itu sangat bagus, bisa bekerja
sekaligus tetap berjalan sebagai ibu
rumah tangga mengurus keluarganya
8. Bagaimana alumni
atau peserta yang
sudah tidak lagi
mengikuti
pemberdayaan
perempuan melalui
keterampilan
menjahit?
Mereka ada yang membuka usaha
menjahitnya sendiri di rumahnya, ada
juga yang menjadi instruktur
keterampilan menjahit seperti instruktuk
keterampilan menjahit di sini dia tadinya
juga ikut pemberdayaan melalui
keterampilan menjahit di PKBM ini
157
Lampiran 2
TRANSKIP WAWANCARA
Informan : Instruktur Keterampilan Menjahit
Nama : Ibu Parini
Usia : 38 tahun
Hari, Tanggal Wawancara : Rabu, 19 Februari 2020
Rabu, 04 Maret 2020
Pukul : 12.59 WIB & 15.05 WIB
Tempat Wawancara : Ruang Keterampilan Menjahit
PKBM
Pendidikan Terakhir : SMA (Sekolah Menengah Atas)
No. Pertanyaan Jawaban
1. Sudah berapa lama Ibu
menjadi instruktur
keterampilan menjahit
di PKBM ini?
Sejak tahun 2003 sampai sekarang
ini tahun 2020. Waktu tahun 2003
sampai tahun 2008 yang menjadi
instruktur disini saya dengan satu
teman saya, tetapi ia sakit-sakitan
hingga akhirnya wafat jadi yang
menjadi instruktur sampai saat ini
ya saya sendiri
2. Apa tujuan dari adanya
program pemberdayaan
perempuan melalui
keterampilan menjahit
Tujuannya itu bagi ibu-ibu yang
tidak punya kegiatan kerjaan di luar
rumah atau cuma sebagai ibu
rumah tangga saja, mereka bisa
158
di PKBM ini?
mengembangkan potensi dirinya
bisa terampil juga dalam menjahit
pakaian atau apapun terus supaya
mereka juga bisa berguna nantinya
untuk membantu penghasilan
suaminya
3. Apakah peserta atau
Ibu-ibu memiliki
inisiatif dalam
pelaksanaan
keterampilan menjahit
di PKBM ini?
Ibu-ibu di sini punya inisiatif
sendiri misalnya di pelajaran belum
ada ya saya kasih tahu gimana cara
buatnya, terserah mereka juga mau
buat pakaian jenis apa, bebas
mereka mau belajar menjahit apa
setelah bisa membuat pola dasar.
Seperti pertemuan kali ini dia mau
membuat celana kulot terus
kainnya yang kaya gini silahkan,
ada juga yang mau buat baju model
kaya gini ya boleh aja, terus ada
juga yang ngerjainnya di rumah ya
gapapa. Jadi sesuka mereka aja
mbak enaknya gimana
4. Bagaimana waktu yang
dipergunakan dalam
pelaksanaan
keterampilan menjahit
di PKBM ini?
Keterampilan jahit di sini mulainya
dari jam satu siang sampai jam
empat sore mbak, nyesuaian waktu
kosong ibu-ibunya, kalau pagikan
mereka sibuk dengan aktifitas
rumah jadi kesepakatan kita siang.
Sayanya juga ya bisanya jam
segituan ngajarin jahit merekanya,
soalnya saya juga harus urus rumah
tangga dulu
5. Bagaimana kurikulum
yang digunakan oleh
Kurikulum keterampilan jahit di
sini sebenarnya program
159
Pusat Kegiatan Belajar
Masyarakat (PKBM)
Negeri 26 Bintaro
dalam pemberdayaan
perempuan melalui
keterampilan menjahit
ini?
pemerintah itu adanya level 1, 2,
dan 3 di mulai dari tahun 2015, tapi
kalau kita ikutin program
pemerintah ibu-ibu gak akan
mengerti buat pola dasar, tapi saya
ajarinnya berbeda yaitu saya ajarin
pola dasarnya terlebih dahulu.
Kalau program pemerintahkan
harusnya langsung dikasih jahitan,
ibu-ibu belum tentu bisakan jadi
saya ngajarinnya dari 0 mereka
sama sekali belum bisa. Ada juga
yang emang udah lumayan bisa
gunain mesin jahit walaupun belum
lancar tapi belum bisa buat pola
dasar pakaian ya saja ajarin, jadi
nyesuain ibu-ibunya juga apa yang
belum bisa dikuasain atau
dibutuhin dalam keterampilan jahit
ini ya saya ajarin mbak
6. Membutuhkan waktu
berapa lama agar
peserta atau Ibu-ibu
dapat menjahit secara
mandiri tanpa bantuan
dari Ibu?
Butuh waktu cukup lama supaya
mereka bener-bener mandiri serta
lancar menjahitnya karena menjahit
itu berbagai model, gak bisa cukup
6 bulan. Tapi 3 bulan itu untuk
menggunakan mesin mereka sudah
lumayan lancar tapi kalau buat pola
dasar mereka belum bisa lancar.
Minimal itu di atas 1 tahun peserta
bisa lancar mengerjakan semuanya
dari mulai buat pola dasar, potong
pola terus di taruh atas kain, jahit
gunain mesinnya, pasang kancing-
kancing, terus finishing dan itu
160
semua harus benar-benar dilakukan
dengan partisipasi dari ibu-ibu itu
sendiri sama semangat yang tinggi
supaya mereka bisa lancar dan
punya keahlian menjahit apapun
yang mereka mau
7. Bagaimana hubungan
antara Ibu sebagai
instruktur keterampilan
menjahit dengan Ibu-
ibu sebagai peserta
dalam pemberdayaan
perempuan melalui
keterampilan menjahit
ini?
Mereka ya nganggep saya sudah
seperti teman sendiri aja, jadi
hubungan kami akrab satu sama
lain enggak kaku tapi mereka bisa
bedain antara orang yang
ngajarinya jadi enggak melampaui
batas, kami juga sering ngobrol
seputar aktifitas rumah tangga
ngalir aja gitu sambil ngerjain
jahitannya
8. Bagaimana sumber
daya yang digunakan
dalam pemberdayaan
perempuan melalui
keterampilan menjahit
di PKBM ini?
Khusus keterampilan jahit ini cuma
saya yang menjadi instruktur atau
pengajarnya di sini mbak, jadi ya
bener-bener saya harus maksimal
mengajarkan jahitnya ke ibu-ibu.
Kadang mereka juga satu sama lain
saling bantu, diskusi terkait jahitan
yang dikerjainnya
9. Berapa jumlah peserta
atau Ibu-ibu dalam
pemberdayaan
perempuan melalui
keterampilan menjahit
ini?
Ada 12 peserta ibu-ibu untuk
sekarang ini, mereka hadir
jadwalnya beda-beda mbak,
karenakan mereka juga punya
kesibukan tersendiri di rumahnya
jadi yang gak bisa hadir di hari
Rabu bisa hadir di hari Jum’atnya.
Peserta setiap tahunnya pasti
ngalamin naik turun, gak bisa
161
dipastiin. Mereka ikut keterampilan
menjahit di sini dari 0 yang sama
sekali gak bisa mereka diajarkan
dari mulai pola dasar, pemecahan,
bagaimana merancang baju, sampai
selesai/finish
10. Bagaimana tahap
persiapan Pusat
Kegiatan Belajar
Masyarakat (PKBM)
Negeri 26 Bintaro
dalam pemberdayaan
perempuan melalui
keterampilan menjahit?
Kepala PKBM saat itu rumahnya
gak jauh dari rumah saya dan
kebetulan saya ditawarin untuk
mengajar jahit ibu-ibu di sana
karena waktu itu gak ada orang
yang ngajarin jahitnya, saya juga
bersedia ngajarinnya. Terus saya
dulu ngambil keterampilan tata
busana dari SMK nya dan ambil
pelatihan-pelatihan tata busana.
Saya sempat belajar keterampilan
tata busana di sanggar kegiatan
belajar menjahit Ibu Hj. Murtati
beliau adalah dosen tata busana di
Universitas Negeri Jakarta (UNJ)
dan beliau juga buka tempat
pelatihan menjahit di Bintaro
Sektor 1 dan akhirnya saya menjadi
instruktur menjahit di sini dari
tahun 2003 sampai sekarang ini,
keterampilan menjahit ini sudah
memiliki bangunan sendiri untuk
dijadikan tempat pelaksanaan
belajar menjahit bagi ibu-ibu sejak
tahun 1975, PKBM ini itu dulu
namanya PLK (Panti Latihan
Karya) di mana saya belum
menjadi instruktur atau petugas
162
dalam pemberdayaan perempuan di
sini mbak
11. Bagaimana tahap
pengkajian yang Ibu
lakukan bersama
peserta atau Ibu-ibu?
Kebutuhan peserta saat ini yang
dibutuhkan itu adalah mesin jahit,
karena disini mesinnya itu sudah
kurang maksimal karena juga
sudah tua dan sekarang pemerintah
sudah tidak memberi subsidi
mesin-mesin, pemerintah tahunya
itu ada tapi kondisinya sudah
kurang maksimal. Mesin-mesin
tersebut juga sering diservice atau
diperbaiki tiga bulan sekali,
dibiayai oleh dana kantor, dengan
kerusakannya tergantung gimana
pemakaiannya seperti peserta yang
masih awam gunain mesin jahitnya
itu ia menggenjot pedal mesin
dengan sembarangan. PKBM sudah
lama bekerjasama dengan teknisi
perbaikan mesin jahit, ia datang ke
PKBM buat benerin mesin-mesin
jahitnya. Terus yang dibutuhin
mungkin tempat kali ya, soalnya
kalau anak-anak sekolah paket
waktunya ujian sekolah semua
ruangan disterilin dulu jadi buat
pemberdayaan keterampilan jahit
ini ga bisa pake ruangannya karena
udah dirapihin buat anak-anak
ujianya otomatis keterampilan
jahitnya dipending dulu, kan
kasihan ibu-ibu yang mau belajar
jahit di PKBM ini, walaupun cuma
163
seminggu dua kali tapi kan
lumayan buat mereka bisa
ngembangin potensinya mbak
12. Bagaimana tahap
perencanaan
pemberdayaan
perempuan melalui
keterampilan menjahit?
Sebelum keterampilan menjahit
dimulai saya dan ibu-ibu
melakukan diskusi terkait peralatan
apa saja yang akan digunakan
untuk menjahit kaya mereka itu
harus punya gunting, jarum,
benang, pensil, dan lain-lainnya,
saya juga yang membuat sendiri
gimana kurikulum untuk
keterampilan menjahit ini kaya
ngerencanain dulu sama ibu-ibu
mau buat replika pola dasar apa
kaya rok atau atasan gitu mbak
sebelum bener-bener bikin pola
dasar sungguhan dan mulai
menjahit pake mesin. Nah kalau
udah lancar buat pola dasarnya
boleh langsung jahit pake mesin,
terus di setiap pertemuan ibu-ibu
bebas nentuin sendiri mau belajar
jahit pakaian jenis apa sesuai
dengan keinginannya, saya juga
enggak membatasi mereka untuk
belajar jahit, jadi mereka udah
ngerencanain mau belajar jahit apa
untuk pertemuan berikutnya. Kaya
misalnya ada ibu-ibu yang bilang
ke saya bahwa besoknya mau buat
gamis, mereka juga punya
tujuannya masing-masing mau buat
ini, mau buat itu karena apa, dan
164
pastinya bisa bermanfaat banget
buat jangka kedepan
13. Bagaimana tahap
pelaksanaan
keterampilan menjahit
ini?
Pertama ibu-ibu memahami gambar
mbak, saya jelaskan juga terkait
gambar-gambar bagian yang ada di
pakaian, seperti gambar macam-
macam model lengan. Model
lengan itu banyak macamnya kaya
lengan licin, lengan lonceng,
lengan tulip, lengan setali, lengan
panjang/manset, lengan kelelawar,
lengan raglan. Terus model kerah
baju juga banyak macamnya kaya
kerah tegak, kerah rebah, kerah
shanghay, kerah kemeja, kerah
garbo, kerah bertingkat. Terus ada
juga macam model belahan yaitu
belahan kancing, belahan dua jalur,
belahan bervariasi, dan sebagainya.
Berbagai macam pelengkap
pakaian seperti macam kancing
hias, macam renda, vuring, bisban,
padding, dan lain sebagainya serta
berbagai macam saku seperti saku
tempel, saku sisi dalam, saku
lengkung dalam dan lainnya. Selain
itu saya ajarkan juga caranya
mengambil ukuran pakaian mbak
biar nantinya baju yang udah jadi
sesuai sama ukuran badan
orangnya. Kemudian yang harus
dilakukan ibu-ibu selanjutnya itu
membuat replika pola dasar
pakaian tujuanya supaya ibu-ibu
165
dapat lebih memahami dalam
pembuatan pola dasar pakaian yang
sesungguhnya terus supaya ga ada
kesalaha-kesalahan waktu
membuat pola dasar pakaian yang
sesungguhnya mbak. Membuat
replika pola dasar ini alat yang
digunakannya itu kertas HVS, alat
tulis, gunting dan buku panduannya
buatnya pakai ¼ ukuran tubuh yang
sesungguhya mbak. Terus
membuat pola dasar pakaian yang
sesungguhnya itu pertama
mengambil ukuran badan sendiri
atau ibu-ibu lainnya mbak,
menggunakan alat-alat tulis, kertas
plano, gunting serta lem. Terus
menggambar pola bagian-bagian
tubuh yang sebelumnya diukur
kaya ukuran lingkar dada, lingkar
pinggang, lebar bahu, lebar pundak,
lingkar leher, lingkar tangan,
panjang lengan, panjang kaki.
Turus mengguntin tepi-tepi kertas
yang udah digambar bagian-bagian
tubuhnya, terus diaplikasiin ke
bahan yang mau digunain untuk
jahit baju sesuai model yang
dinginin ibu-ibunya. Buat pola
dasar pakaian ini harus teliti biar ga
ada kesalahan di awal, karena kalau
diawal ada yang salah nanti
selanjutnya juga bakal salah mbak.
Kalau mereka udah lancar dan
bener buat pola dasarnya mereka
166
waktunya belajar jahit pake mesin
ya walaupun suka ada aja ibu-ibu
yang masih gugup gunain
mesinnya. Nah kalau menjahitnya
sudah selesai selanjutnya ngerjain
finishing/pengakhiran menjahit,
menyelesaikan yang belum rapi
tepi-tepi pakaiannya, manual aja
pake tangan dan jarum terus
disetrika dengan tekanan yang ga
terlalu panas, melengkapi bagian
pakaian kaya memasang kancing-
kancing
14. Seperti apa tahap
evaluasi bagi para
peserta atau Ibu-ibu?
Tahap evaluasinya yaitu 6 bulan
sekali ada ujian mengerjakan
jahitan, saya kasih soal misalnya
dengan model dress seperti ini,
nanti bagaimana cara membuat
pola dasar, merancang lalu
memotong sampai dengan menjahit
dan model pakaian yang akan
diujikan pun semua dengan model
pakaian yang sama yang akan
dijahit masing-masing peserta atau
ibu-ibu yang ikut keterampilan
menjahit di sini
15. Bagaimana tahap
terminasi yang
dilakukan Ibu dengan
peserta atau Ibu-ibu?
Peserta yang sudah benar-benar
lancar dalam keterampilan menjahit
ini diberikan sertifikat yaitu
sertifikat telah mengikuti
keterampilan menjahit, ketika
peserta tersebut sudah tidak lagi
ikut pemberdayaan keterampilan
menjahit di sini ia akan
167
meninggalkan PKBM ini.
Sertifikatnya bisa digunain ibu-ibu
kalau ingin melamar kerja seperti
di konveksi-konveksi atau kalau
siap mereka akan buka usaha jahit
sendiri di rumahnya dan sertifikat
itu disimpan sebagai penghargaan
atas kerja keras dan
kemampuannya semasa ikut
pemberdayaan keterampilan
menjahit di PKBM ini mbak
168
Lampiran 3
TRANSKIP WAWANCARA
Informan : Ibu Rumah Tangga
Nama : Ibu Salma
Usia : 38 tahun
Alamat : Pondok Aren, Tangerang Selatan
Pendidikan Terakhir : MTS (Madrasah Tsanawiyah)
Hari, Tanggal Wawancara : Rabu, 19 Februari 2020
Pukul : 16.16
Tempat Wawancara : Ruang Keterampilan Menjahit
PKBM
No. Pertanyaan Jawaban
1. Sudah berapa lama Ibu
mengikuti pemberdayaan
keterampilan menjahit di
PKBM ini?
Saya ikut keterampilan jahit kurang
lebih sudah 2 tahun, sebenernya
saya sudah mulai terampil dan
lancar untuk buat pola sama
jahitnya, saya juga di rumah
Alhamdulillah nerima kalo ada
orang yang mau jahi baju, tapi saya
masih sering ke sini soalnya ada aja
model baju zaman sekarang yang
agak ribet bikinnya jadi saya sering
diskusi deh sama bu Rini
2. Bagaimana Ibu tahu
tentang adanya
Karena waktu itu anak saya sekolah
di dekat daerah sini jadikan
169
pemberdayaan
keterampilan menjahit
ini?
daripada saya hanya antar jemput
anak saja ga ada kegiatan menurut
saya ya ikut keterampilan menjahit
disini sambil antar anak langsung
kesini
3. Apa tujuan Ibu mengikuti
pemberdayaan
keterampilan menjahit
ini?
Supaya saya punya keahlian terus
ya bisa menambah penghasilan
juga, jadi kita ga tergantung sama
suami yang penghasilannya berapa,
bisa bantu suami dan kedepannya
bisa mandiri juga gitu
4. Materi apa yang Ibu
dapat dari pemberdayaan
keterampilan menjahit
ini?
Sudah banyak, bisa bikin pola, bisa
bikin macam-macam model.
Sekarang ya gini sambil saya
belajar gini mau berapa tahun pun
saya jalanin
5. Bagaimana instruktur
saat memberikan
pelatihan keterampilan
menjahit?
Baik banget, selalu sabar kalau lagi
ngajarin saya walaupun saya sudah
cukup lama ikut pemberdayaan
disini, masih saja ada kesulitan
waktu ngerjain jahitan ini jadi ya
saya banyak nanya-nanya sama bu
Rini, beliau selalu bantuin saya
kalau saya nanya gimana sih
ngerjain bagian-bagian ini dan
ngoreksi jahitan saya terus ngasih
tahu kalau ada jahitannya yang
kurang rapi
6. Apa yang Ibu lakukan
sebelum mengikuti
pemberdayaan
keterampilan menjahit ini
Saya cuma Ibu rumah tangga saja,
ngurus keluarga sama ngerjain
pekerjaan rumah yang dilakuin
170
di PKBM ini? setiap harinya
7. Menurut Ibu bagaimana
dengan adanya
pemberdayaan
keterampilan menjahit di
PKBM ini?
Bagus ya, maksudnya kalau ibu-ibu
kan santai disinikan ga kaya di
sekolah formil gitu. Kita santai
sama instrukturnya juga santai,
bagus sih sambil kita buat
keterampilan, bisa buat ngehasilin
juga. Kita bisa buat pemasukan
juga, saya juga kan sudah lumayan
lama disini sekarang saya bisa jahit
punya orang lain di rumah pelan-
pelan dan pemasukkannya pun
lumayan. Awalnya tetangga tahu
saya bisa jahit sendiri terus mereka
coba jahit di saya dan cocok gitu,
jadi pelanggan tau ya dari mulut ke
mulut, belum berani pasang plang
gitu. Tapi saya kan masih tahap
belajar juga ya, jadi saya gamau
yang diburu-buru kaya harus 2/3
hari harus selesai, jadi saya yang
nentuin misalnya di atas satu
minggu harus udah selesainya saya
mau terima dan ibu-ibu kebanyakan
yang jahit
8. Apa rencana Ibu setelah
selesai mengikuti
pemberdayaan
keterampilan menjahit
ini?
Saya pingin bisa bikin galeri, bisa
buka sendiri di rumah pasang
plang, sambil urus rumah tanggalah
gitu kedepannya Insyaa Allah
171
Lampiran 4
TRANSKIP WAWANCARA
Informan : Ibu Rumah Tangga
Nama : Ibu Erna
Usia : 49 tahun
Alamat : Ciledug, Tangerang Selatan
Pendidikan Terakhir : SMA (Sekolah Menengah Atas)
Hari, Tanggal Wawancara : Jum’at, 21 Februari 2020
Pukul : 16.28 WIB
Tempat Wawancara : Ruang Keterampilan Menjahit
PKBM
No. Pertanyaan Jawaban
1. Sudah berapa lama Ibu
mengikuti pemberdayaan
keterampilan menjahit di
PKBM ini?
Saya sudah 7 bulan ikut keterampilan
menjahit disini
2. Bagaimana Ibu tahu
tentang adanya
pemberdayaan
keterampilan menjahit
ini?
Saya tahu dari teman, yang lebih
dulu ikut keterampilan menjahit
disini kami ngobrol-ngobrol akhirnya
saya kesini
3. Apa tujuan Ibu mengikuti
pemberdayaan
Biar bisa membantu pemasukkan
keluarga saya dan supaya saya juga
172
keterampilan menjahit
ini?
punya kahlian menjahit terus kalo
udah lancar banget maunya saya juga
bisa nurunin ke anak, supaya
nantinya dia bisa jahit juga minimal
dia nanti kalau udah berumah tangga
pas dia ga kerja dia punya keahlian
gitu
4. Materi apa yang Ibu
dapat dari pemberdayaan
keterampilan menjahit
ini?
Banyak mbak, gimana caranya saya
bikin rok, bikin kebaya terus bikin
gamis. Terus dilatih bikin pola,
pecah model, gimana cara mengukur
badan buat bikin pola dasar
pakaiannya
5. Bagaimana instruktur
saat memberikan
pelatihan keterampilan
menjahit?
Sabar terus pengertian kalo lagi
ngajarin saya, kadang saya juga suka
lama ngertinya kalau sudah diajarin,
tapi beliau ya sabar setiap ngajarin
saya dari mulai bikin replika pola
dasar sampe jahit gunain mesinnya.
Saya kalo nanya-nanya sama beliau
ga canggung, kadang juga saya suka
ngobrol sama beliau urusan rumah
tangga hari ini masak apa, besok
masak apa ya gitu aja ngobrolnya
6. Apa yang Ibu lakukan
sebelum mengikuti
pemberdayaan
keterampilan menjahit
ini?
Sebagai ibu rumah tangga aja, di
rumah ngurus keluarga dan ya beres-
beres rumah saya seneng ikut
pemberdayaan keterampilan jahit di
sini jadi saya ada kerjaan lain gitu di
waktu luang belajar jahit, berguna
banget pokoknya
7. Menurut Ibu bagaimana Sangat bantu banget ikut
173
dengan adanya
pemberdayaan
keterampilan menjahit di
PKBM ini?
keterampilan menjahit di sini, ini
lumayan tidak terlalu jauh dari
rumah sebelumnya juga saya ga bisa
menjahit, disini saya bener-bener
dari 0. Saya juga seneng banget
karena kan saya nantinya bisa buat
baju kapan aja bisa, terus enak aja
gitu belajar jahit di sini saya bisa
ngatur sendiri sesuai yang dibutuhin
dan yang diinginin saya, bisa buat
rencana sama bu Rini mau jahit baju
jenis apa untuk besok harinya dan
saya juga bisa ngelaksanain
jahitannya di bawa pulang, ngerjain
sedikit-sedikit di rumah terus
diperiksa bu Rini di pertemuan
selanjutnya
8. Apa rencana Ibu setelah
selesai mengikuti
pemberdayaan
keterampilan menjahit
ini?
Pinginnya sih saya bisa jadi mata
pencaharian bantu suami nambah
pemasukan karena kan sedikit lagi
suami mau pensiun terus supaya bisa
produksi sendiri minimal ke teman-
teman terus saudara juga
174
Lampiran 5
TRANSKIP WAWANCARA
Informan : Ibu Rumah Tangga
Nama : Ibu Ida
Usia : 34 tahun
Alamat : Pesanggrahan, Jakarta Selatan
Pendidikan Terakhir : SMP (Sekolah MenengahPertama)
Hari, Tanggal Wawancara : Jum’at, 13 Maret 2020
Pukul : 15.13 WIB
Tempat Wawancara : Ruang Keterampilan Menjahit
PKBM
No. Pertanyaan Jawaban
1. Sudah berapa lama Ibu
mengikuti pemberdayaan
keterampilan menjahit di
PKBM ini?
Kurang lebih 7 bulan saya ikut
pemberdayaan keterampilan jahit
disini, ya hampir barengan sama Bu
Erna mbak
2. Bagaimana Ibu tahu
tentang adanya
pemberdayaan
keterampilan menjahit ini?
Dulu mertua saya ikut PLK (Panti
Latihan Karya) sebelum namanya
diubah jadi PKBM, dia yang ngasih
tahu saya ada keterampilan jahit
disini, saya juga mau banget bisa
jahit jadinya saya dateng sendiri ke
sini
175
3. Apa tujuan Ibu mengikuti
pemberdayaan
keterampilan menjahit ini?
Saya ikut keterampilan jahit disini
buat mengisi waktu luang aja, mana
tahu ada yang nawarin yang lebih
Alhamdulillah syukuri aja. Terus
supaya saya juga bisa bantuin
suami nantinya, penghasilan jadi
nambah sayanya ga bergantung
mulu sama suami karena bisa
menjahit baju orang lain kalau udah
lancar belajar jahitnya
4. Materi apa yang Ibu dapat
dari pemberdayaan
keterampilan menjahit ini?
Selama saya ikut pemberdayaan
jahit disini saya dapet materi
tentang seputar bikin baju kaya
atasan, gamis, celana, kulot yang
bisa saya pake sendiri
5. Bagaimana instruktur saat
memberikan pelatihan
keterampilan menjahit?
Instrukturnya baik ya, sabar banget
kadang saya ga cukup sekali
diajarinnya jadi ya saya nanya-
nanya mulu ke instrukturnya. Terus
enak kalo ngobrol sama bu Rini
udah kaya sama temen sendiri aja,
selain ngobrolin jahitan kadang kita
semua juga suka ngalir aja gitu
ngobrolin urusan keluarga yang
sekiranya baik buat diobrolinnya
6. Apa yang Ibu lakukan
sebelum mengikuti
pemberdayaan
keterampilan menjahit ini?
Dulu sih pernah kerja tapi karena
punya anak jadinya ya ngurus anak
sama rumah tangga aja di rumah
7. Menurut Ibu bagaimana
dengan adanya
pemberdayaan
Membantu banget adanya
keterampilan jahit di sini tuh mbak,
apalagi buat ibu-ibu kaya saya gini
176
keterampilan menjahit di
PKBM ini?
yang cuma di rumah aja ngurus
rumah tangga, saya di sini bisa
belajar mejahit terus di sini juga ga
ada aturan yang ketat saya bisa atur
jadwal datang ke sini sesuai saya
bisanya kapan datang yang penting
di hari Rabu dan Jum’at, saya juga
bisa ngerencanain sendiri mau jahit
apa tapi setelah saya bener-bener
lancar buat pola dasarnya, nanti bu
Rini bantuin saya ngarahin gimana
caranya kalau buat jahit pakaian
model ini atau itu
8. Apa rencana Ibu setelah
selesai mengikuti
pemberdayaan
keterampilan menjahit ini?
Untuk kedepannya kalau udah bisa
menjahit terus udah lancar ya
dikembangin, terus kalau ada yang
nawarin buka usaha jahitan gede-
gedean ya Alhamdulillah. Sekarang
mah belajar untuk diri sendiri dulu,
ini juga lagi belajar bikin kantong
baju biar lancar dan rapi
177
Lampiran 6
TRANSKIP WAWANCARA
Informan : Ibu Rumah Tangga
Nama : Ibu Sumi
Usia : 40 tahun
Alamat : Petukangan, Jakarta Selatan
Pendidikan Terakhir : SMP (Sekolah MenengahPertama)
Hari, Tanggal Wawancara : Jum’at, 13 Maret 2020
Pukul : 16.20 WIB
Tempat Wawancara : Ruang Keterampilan Menjahit
PKBM
No. Pertanyaan Jawaban
1. Sudah berapa lama Ibu
mengikuti pemberdayaan
keterampilan menjahit di
PKBM ini?
Sudah 1 tahun saya ikut
pemberdayaan keterampilan jahit
disini
2. Bagaimana Ibu tahu
tentang adanya
pemberdayaan
keterampilan menjahit
ini?
Saya tahu PKBM ini ada
keterampilan jahitnya cari-cari
sendiri aja, karena yang saya tahu
tempat-tempat pelatihan
keterampilan jahit gitu kebanyakan
bayarannya mahal. Alhamdulillah
nemu PKBM ini ada keterampilan
jahitnya juga disini dan khusus
178
pemberdayaan perempuan kaya
ibu-ibu seperti saya ini
3. Apa tujuan Ibu mengikuti
pemberdayaan
keterampilan menjahit
ini?
Tujuannya ya untuk diri sendiri aja,
buat usaha ternyata enak terus ya
bisa juga nambah-nambah
keuangan suami
4. Materi apa yang Ibu
dapat dari pemberdayaan
keterampilan menjahit
ini?
Yang saya tekunin itu ya belajar
jahit gamis sama baju anak-anak
aja mbak
5. Bagaimana instruktur
saat memberikan
pelatihan keterampilan
menjahit?
Instruktur ngajarin saya sabar
banget, bu Rini itu sabar banget
kalau ga sabar ya saya ga bisa
bertahan, ga ikut pemberdayaan
keterampilan jahit ini lagi
6. Apa yang Ibu lakukan
sebelum mengikuti
pemberdayaan
keterampilan menjahit
ini?
Saya sebagai ibu rumah tangga aja,
sama ya dagang baju ga banyak tapi
bukan hasil buatan saya sendiri
bajunya dari luar saya dagangin aja
di rumah. Makanya saya ikut
pemberdayaan keterampilan jahit
disini juga supaya bisalah ya jahit
bajunya sendiri
7. Menurut Ibu bagaimana
dengan adanya
pemberdayaan
keterampilan menjahit di
PKBM ini?
Bantu dan bermanfaat banget ikut
keterampilan menjahit di sini,
pokoknya baguslah ada
pemberdayaan keterampilan jahit
kaya gini, bener-bener baguslah
bisa latih ibu-ibu supaya mandiri
dan bantu keuangan suami juga.
Terus saya juga jadi tahu gimana
caranya menjahit dari mulai buat
179
pola dasarnya yang diajarin sama
bu Rini, padahal tadinya saya sama
sekali ga tahu tentang jahit-
menjahit
8. Apa rencana Ibu setelah
selesai mengikuti
pemberdayaan
keterampilan menjahit
ini?
Rencana kedepannya ya pastilah ya
untuk bisa buka usaha jahitan sama
terima jahitan sendiri di rumah,
rencananya juga ya itu jualan lebih-
lebih semangat lagi
180
Lampiran 7
TRANSKIP WAWANCARA
Informan : Alumni Keterampilan Menjahit
Nama : Ibu Paryati
Usia : 50 tahun
Alamat : Bintaro Permai, Jakarta Selatan
Pendidikan Terakhir : SMP (Sekolah MenengahPertama)
Hari, Tanggal Wawancara :Sabtu, 22 Februari 2020
Pukul : 16.34 WIB
Tempat Wawancara : Rumah Ibu Paryati
No. Pertanyaan Jawaban
1. Berapa lama Ibu mengikuti
pemberdayaan keterampilan
menjahit di Pusat Kegiatan
Belajar Masyarakat
(PKBM) Negeri 26 Bintaro?
Saya ikut program keterampilan
jahit di PKBM cuma 3 bulan,
soalnya cuma biar bisa bikin
pola dasar aja kan sebelumnya
saya udah bisa jahit pake mesin
tapi kalo untuk buat pola dasar
pakaiannya saya belum bisa
mbak
2. Apa pekerjaan Ibu saat ini?
Ya ini terima jahitan, tapi ga
bikin plakat gitu pelanggan
taunya ya dari telinga ke telinga
aja Alhamdulillah pada cocok,
mesin-mesin juga punya ada
mesin jahit, mesin lubangin
181
kancing sama mesin neci juga
punya ya kalau buat bungkus
kancing baru saya keluar. Terus
juga saya ikutan ibu-ibu PKK
ada posyandu, ada dasawisma
dari Kelurahan gitu sama ikutan
pengajian bareng ibu-ibu lainnya
di majelis-majelis
3. Bagaimana Ibu tahu tentang
adanya pemberdayaan
keterampilan menjahit ini?
Kan tempatnya itu ga jauh dari
rumah, yaudah deh coba ikut
keterampilan jahit disana
sekalian biar bisa ngelancarin
4. Apa yang Ibu lakukan
sebelum mengikuti
pemberdayaan keterampilan
menjahit tersebut?
Ya ngurus rumah tangga sama
bantu suami nambah-nambah
pemasukan, jahit di tempat
orang. Tapi ya cuma jahit aja
pake mesin belum bisa bikin
pola dasarnya gitu
5. Apa tujuan Ibu mengikuti
pemberdayaan keterampilan
menjahit tersebut?
Prinsip saya gini, kan ga bisa
saya tergantung dengan orang
lain harus bisa mandiri gitu,
harus bisa sendiri kan belum
tentu kita ikut orang mulu,
enakan sendiri gitu. Terus ya
akhirnya Alhamdulillah disini
bisa buka jahitan, sama biar bisa
bantu keluarga, suami saya
kerjanya cuma kuli bangunan
sama kadang jualan mainan
anak-anak keliling terus
sekarang lagi sakit asam
lambungnya naik jadinya libur
dulu
182
6. Materi apa yang Ibu dapat
dari pemberdayaan
keterampilan menjahit
tersebut?
Materi tentang membuat pola
dasar, kan kalau dari dasar itu
nanti kalau mau bikin apa aja ya
udah bisa. Yang dipinginin ya
emang itu bisa bikin pola dasar,
jahitnya kan emang udah bisa
tapi ikut sampe ujiannya
7. Menurut Ibu bagaimana
dengan adanya
pemberdayaan keterampilan
menjahit tersebut?
Bagus, apalagi kalau buat ibu-
ibu gini. Tapi juga sebenernya
anak muda bisa aja ikut
keterampilan jahit disana biar
dia kreatif gitu, kan ga musti
kerja kantoran kalau dia punya
keterampilan bisa dia bikin
usaha sendiri apalagi dia bisa
memperkerjakan orang, bagus
itu begitu mah sebenernya
8. Bagaimana instruktur saat
memberikan pelatihan
keterampilan menjahit?
Saya sih berterima kasih banget
sama mbak Rini, karena saya
kan ikut pelatihan keterampilan
jahit disana supaya bisa
ngelancarin jahitnya, kaya bikin
pola dasar pakaiannya gitu terus
kalau ada orang yang jahit ke
saya suka ga ada contoh aslinya
cuma gambar aja, yaudah saya
sering nanya-nanya ke mbak
Rini ini gimana bikin polanya
yang bener. Dia ngajarinnya
juga enak terus telaten gitu mbak
9. Bagaimana dengan sertifikat
yang diberikan oleh pihak
Pusat Kegiatan Belajar
Sertifikatnya ada ko saya simpan
aja, terus saya kan ga ngelamar
kemana-mana gitu. Emang
183
Masyarakat (PKBM) Negeri
26 Bintaro setelah
melakukan evaluasi atau
ujian?
sebenernya sertifikat itu bisa
dipakai buat ngelamar kerja
menjahit di luar, tapi karena kan
saya mikirnya bukan buat kerja
di luar, tapi ya di rumah aja bisa
terima jahitan, bisa bantu
keluarga
10. Berapa pendapatan Ibu
perbulan dari hasil
keterampilan menjahit?
Ga bisa ditentuin, kadang-
kadang lumayan kan kalau kaya
gitu bukan kaya gajian ya
jadinya, kadang-kadang
dapetnya Alhamdulillah
bersyukur banyak ya memenuhi
target terus kan kalau gini ga
bisa matokin
11. Apakah dengan pendapatan
tersebut cukup untuk
memenuhi kebutuhan
keluarga?
Alhamdulillah pendapatan dari
jahitan cukup-cukup aja buat
menuhin kebutuhan keluarga,
walaupun bukan buat cari nafkah
utama tapi Alhamdulillah bisa
bantu suami, bisa buat uang
jajan anak terus ya buat
kebutuhan pribadi juga gitu
184
Lampiran 8
HASIL OBSERVASI
No Hari /
Tanggal
Tempat Kegiatan
1. Kamis / 06
Februari 2020
Ruang Kantor
PKBM Negeri
26 Bintaro
Penulis berkunjung ke Pusat
Kegiatan Belajar Masyarakat
(PKBM) Negeri 26 Bintaro
pada pukul 10.15 WIB penulis
memasuki ruang kantor untuk
bertemu dengan Kepala PKBM
yaitu Ibu Nurhaeni. Penulis
memperkenalkan diri
kepadanya bahwa maksud
kedatangannya ialah untuk
melakukan penelitian tentang
Pemberdayaan Perempuan
Melalui Keterampilan Menjahit
di Pusat Kegiatan Belajar
Masyarakat (PKBM) Negeri 26
Bintaro yang sebelumnya
penulis telah memberikan surat
izin penelitian kepada pihak
staf tata usaha PKBM tersebut.
Ibu Nurhaeni memberikan
respon yang sangat baik
kepada penulis dan tentu saja
mengizinkan penulis untuk
melakukan penelitian di tempat
yang ia tanggung jawabi
sebagai kepala atau pimpinan.
Penulis dan Ibu Nurhaeni
185
berbincang-bincang mengenai
PKBM walaupun tidak secara
detail beliau pun tidak bisa
berlama-lama di PKBM
karena memiliki urusan dinas
pekerjaannya di luar PKBM.
Kemudian Ibu Nurhaeni
memberikan salinan file
dokumentasi PKBM kepada
penulis yang berisi tentang
profil, visi dan misi, sejarah
adanya PKBM tersebut, serta
tujuannya dan lain sebagainya.
Setelah itu, penulis mengamati
keadaan PKBM di antaranya
ruang kepala menyatu dengan
ruang tata usaha yang dibatasi
dengan beberapa lemar,
memang PKBM tersebut
memiliki luas bagunan gedung
yang tidak terlalu besar,
sehingga ketika penulis sedang
berbincang dengan kepala
PKBM tidak sengaja
mendengar percakapan antara
salah satu petugas tata usaha
dan orang tua calon peserta
baru yang sedang melakukan
pendaftaran sekolah kejar
paket untuk anaknya.
2. . Senin / 17
Februari 2020
Ruang Kantor
PKBM Negeri
26 Bintaro
Penulis berkunjung ke Pusat
Kegiatan Belajar Masyarakat
(PKBM) Negeri 26 Bintaro
pada pukul 10.27 WIB dan
186
langsung memasuki ruang
kantor untuk bertemu dengan
Ibu Nurhaeni selaku kepala
PKBM yang sebelumnya telah
melakukan perjanjian untuk
bertemua melalui komunikasi
Whatsapp. Penulis melakukan
wawancara kepada kepala
PKBM tentang pertanyaan-
pertanyaan mengenai profil
umum PKBM, dimulai dari
bagaimana sejarah
terbentuknya, bagaimana visi
dan misinya, bagaimana tujuan
dari adanya PKBM tersebut
dan lainnya secara mendetail
dan tidak bertele-tele.
Kemudian, penulis melakukan
pengamatan terhadap PKBM
tersebut terdapat beberapa
ruang kelas yang sedang serius
melakukan belajar mengajar
mengenai materi pelajaran
sekolah kejar paket yang
dilakukan oleh para peserta dan
juga tutor atau pengajarnya
namun, terdapat pula dua orang
peserta yang sedang
melakukan pembelajaran di
salah satu depan ruang kelas
bersama tutornya. Lalu penulis
melihat ruang keterampilan
menjahit yang sepi
dikarenakan tidak ada orang-
orang yang sedang melakukan
187
keterampilan menjahit tersebut
yang memang pada hari
tersebut bukanlah jadwalnya
hari untuk melaksanakan
keterampilan menjahit yang
dilakukan oleh peserta yaitu
ibu-ibu rumah tangga yang
tidak memiliki pekerjaan selain
urusan rumah tangganya saja,
penulis mengamati keadaan
luar ruang keterampilan
menjahit yang terdapat meja
besar dan beberapa kursi di
sisi-sisinya, serta terdapat
gambar-gambar pakaian wanita
seperti halnya gambar gaun
yang tertempel di dinding luar
ruangan ketermpilan menjahit
tersebut.
3. Rabu / 19
Februari 2020
Ruang
Keterampilan
Menjahit
PKBM Negeri
26 Bintaro
Penulis tiba di PKBM pada
pukul 12.59 dan bertemu
dengan instruktur keterampilan
menjahit, kemudian penulis
memperkenalkan diri
kepadanya. Setelah itu, penulis
melakukan wawancara dengan
Ibu Parini selaku instruktur
keterampilan menjahit tersebut
mengenai peserta atau ibu-ibu
rumah tangga yang mengikuti
keterampilan menjahit di
PKBM sebelum mereka semua
tiba. Kurang lebih pada pukul
dua siang beberapa peserta tiba
188
di PKBM, mereka bercerita
alasan mengapa tiba pada
pukul tersebut yang
dikarenakan tidak lain tidak
bukan adalah terdapat urusan
di rumahnya masing-masing,
pada hari tersebut tidak semua
peserta bisa hadir ke PKBM
dikarenakan terdapat peserta
yang cuti urusan keluarganya.
Setelah itu, penulis
diperkenalkan oleh instruktur
kepada para peserta terkait
maksud dan tujuannya berada
di tengah-tengah mereka
karena untuk melakukan
penelitian terkait tugas akhir
penulis dan respon dari mereka
pun sangat baik kepada
penulis. Kemudian, penulis
melakukan pengamatan
terhadap para peserta yang
akan memulai melakukan
pembelajaran terkait
keterampilan menjahit,
terdapat peserta yang akan
membuat pola dasar pakaian
yaitu akan membuat kemeja
lengan pendek, ia dibantu oleh
peserta lainnya untuk
mengukur bagian-bagian
tubuhnya seperti panjang dan
lebar bagian bahu, lingkar
dada, lingkar lengan, dan
lainnya. Penulis pun
189
mengamati bahwa para peserta
satu sama lain saling
membantu dan terlihat
hubungan mereka semua
sangat akrab yang terlihat pula
dari mereka yang saling
berdiskusi terhadap pengerjaan
keterampilan menjahit tersebut.
Lalu, terdapat salah satu
peserta yang sedang membuat
replika pola dasar pakaian
dengan sangat serius dan juga
terdapat peserta yang meminta
bantuan instruktur untuk
mengoreksi apakah sudan
benar atau belum terhadap
ukuran-ukuran tubuh yang
akan digunakan untuk
membuat pola dasar pakaian
suaminya, lalu instruktur pun
mengkoreksinya terdapat
beberapa ukuran yang kurang
pas yang seharusnya ukuran
tubuh laki-laki, instruktur pun
memberitahu yang benar
terkait ukuran tubuh tersebut
dan mereka pun berdiskusi.
Terdapat pula peserta yang
akan melakukan penjahitan
terhadap pola dasar pakaian
yang sudah diterapkan kepada
kain yang akan dibuat pakaian
olehnya, penulis melihat
peserta tersebut menjahit kain-
kain menggunakan mesin jahit
190
yang ada di ruangan
keterampilan menjahit PKBM
dengan sangat hati-hati dan
secara pelan-pelan untuk
menghindari terjadinya
kesalahan saat menjahit.
Sekitar pukul empat sore
pelaksanaan keterampilan
menjahit harusnya berakhir
namun karena peserta datang
terlambat pada pukul dua siang
yang seharusnya dimulai pukul
satu siang, maka pelaksanaan
keterampilan menjahit tersebut
dilakukan dengan tambahan
satu jam sehingga mereka
memiliki waktu untuk
melakukan pengerjaan
jahitannya hingga pukul lima
sore. Terdapat pula peserta
yang cukup menyudahi
pengerjaan jahitannya dan
penulis pun melakukan
wawancara kepada peserta
tersebut yang sebelumnya
penulis telah meminta
waktunya sebentar untuk
melakukan wawancara
dengannya yaitu Ibu Salma, ia
merespon sangat baik dan
bersedia untuk penulis
wawancarai. Penulis
melakukan wawancara dengan
pertanyaan yang sesuai dengan
pedoman wawancara, yakni
191
penulis mewawancarainya
dengan pertanyaan-pertanyaan
mengenai tujuan dari
mengikuti keterampilan
menjahit di PKBM tersebut,
bagaimana manfaat yang dapat
dirasakannya setelah dan
ketika mengikuti keterampilan
menjahit, dan lain sebagainya.
Ibu Salma memberikan
jawaban dari wawancara
tersebut dengan sangat baik
dan juga terbuka kepada
penulis saat proses wawancara
sedang berlangsung.
4. Jum’at / 21
Februari 2020
Ruang
Keterampilan
Menjahit
PKBM Negeri
26 Bintaro
Penulis tiba di PKBM pada
pukul 12.37 WIB dan langsung
menuju ruang keterampilan
menjahit. Belum ada para
peserta yang hadir, hanya ada
instruktur saja yang sedang
menunggu dan sedang
merapikan jahitan pakaian
milik anaknya secara manual,
kemudian penulis
menghampirinya. Penulis
berbincang-bincang dengan
instruktur sambil menunggu
kedatangan peserta, walaupun
sedang berbincang-bincang
namun instruktur tetap fokus
terhadap jahitannya tersebut ia
memiliki sifat yang sangat
terbuka, jadi tidak masalah
192
dengan berlangsungnya
perbincangan tersebut saat
instruktur sedang menjahit
pakaian anaknya secara manual
tidak menggunakan mesin
jahit. Pukul satu siang akhirnya
peserta tiba di PKBM dan
langsung menuju ruang
keterampilan menjahit.
Sebelum kegiatan dimulai
penulis meminta izin kepada
salah satu peserta untuk
melakukan wawancara, peserta
tersebut pun bersedia untuk
diwawancarai setelah
kegiatannya selesai. Kegiatan
keterampilan pun dimulai,
masing-masing peserta
memiliki kesibukannya sendiri
terhadap apa yang akan
dilakukannya, terdapat peserta
yang sedang merader pola
dasar pakaiannya dengan
tujuan untuk menandakan pola
tersebut agar mudah dijahitnya
dengan menggunakan kertas
karbon untuk penanda di antara
pola dan bahan yang akan
digunakan, peserta tersebut
melakukannya dengan fokus
agar tidak terjadi kesalahan
saat meradernya. Kemudian
peserta dengan instruktur
berdiskusi terkait pengukuran
untuk membuat pola dasar
193
atasan/blouse seperti halnya
mengukur bagian lengan,
lingkar dada, lebar bahu dan
sebagainya, instruktur
membantu dan
mengarahkannya mengukur
tubuhnya agar sesuai dan pas.
Tidak jarang para peserta
saling berbincang saat
melakukan bagian-bagian
pekerjaannya dalam
keterampilan menjahit, mereka
saling berbincang terkait apa
yang dilakukannya sebelum
tiba di PKBM dan seputar
perbincangan ibu-ibu rumah
tangga pada umumnya yang
juga memiliki manfaat satu
sama lain saling memberikan
pengalaman, perbincangan ini
dilakukan saat beberapa
peserta sedang membut pola
dasar pakaian di meja besar
khusus keterampilan menjahit
yang tersedia di sana dan
perbincangan ini dilakukan
agar dapat mencairkan suasana
dan agar terasa santai tidak
tertekan dan agar tidak merasa
canggung satu sama lain.
Peserta saling membantu satu
sama lain dalam penempatam
posisi pola dasar pakaian agar
pas dan sesuai karena terdapat
suatu masalah karena pola
194
yang dibuatnya tidak pas untuk
dipasangkan atau disejajarkan
dengan bahan yang akan
dijahitnya untuk menjadi
pakaian karena bahan tersebut
kurang, dan akhirnya dapat
diakali dengan menambahkan
bahan baru yang akan dibeli
oleh peserta walaupun memang
tidak banyak. Penulis
diperlihatkan oleh instruktur
buku panduan menjahit yang
berisi tentang cara mengambil
ukuran tubuh/badan untuk
menjahit pakaian, buku
tersebut diberikan kepada
peserta. Terdapat peserta yaitu
Ibu Salma yang sedang
membuat pola dasar pakaian
dengan menggunakan kertas
plano dan ukuran tubuhnya
yang dalam pengambilan
ukuran tubuhnya dibantu oleh
peserta lainnya yaitu Ibu Erna,
setelah selesai pola tersebut
instruktur memeriksanya
apakah sudah benar atau masih
terdapat kekurangannya.
Akhirnya pukul setengah lima
sore kegiatan pun selesai,
penulis melakukan wawancara
dengan peserta yang sudah
melakukan kesepakatan
sebelumnya yaitu bersama Ibu
Erna, penulis
195
mewawancarainya terkait
pemberdayaan keterampilan
menjahit ini, apa manfaat yang
dirasakaannya ketika
mengikuti pemberdayaan ini
dan sebagainya. Ibu Erna
memberikan jawaban yang
sangat jelas, terbuka dan ramah
kepada penulis.
5. Sabtu / 22
Februari 2020
Rumah
Alumni
Keterampilan
Menjahit
Penulis berkunjung ke rumah
salah satu alumni keterampilan
menjahit atas arahan dari
instruktur yang letak rumahnya
tidak jauh dari PKBM Negeri
26 Bintaro. Penulis memiliki
kontak alumni dari instruktur
dan sebelum berkunjung ke
rumahnya penulis terlebih
dahulu berkomunikasi dengan
alumni melalui pesan
Whatsapp untuk melakukan
pertemuan dan
memperkenalkan diri maksud
dan tujuan penulis, respon
alumni tersebut pun sangat
terbuka kepada penulis dan
bersedia untuk bertemu di
rumahnya dan diwawancarai.
Penulis tiba di rumah alumni
tersebut yaitu Ibu Paryati pada
sore hari karena memang pada
waktu tersebut Ibu Paryati
memiliki waktu yang senggang
untuk bisa bertemu dengan
196
penulis. Kemudian penulis
langsung dengan jelas
memperkenalkan diri maksud
dan tujuannya berkunjung ke
rumah Ibu Paryati, penulis pun
langsung melakukan
wawancara dengannya terkait
keterampilan menjahit yang
dilakukan oleh Ibu Paryati dan
seputar pedoman wawancara
yang telah disusun oleh
penulis. Berdasarkan hasil
observasi yang dilakukan oleh
penulis bahwa rumah yang
ditempat tinggali oleh Ibu
Paryati sangat sederhana dan
merupakan rumah kontrakan,
terdapat satu mesin jahit, satu
mesin obras dan satu manekin
serta beberapa pakaian yang
tergantung rapi. Walaupun
rumahnya sangat sederhana,
Ibu Paryati sudah bisa
membuka usaha jahitan di
rumahnya sendiri namun tidak
memasang plakat pada
umumnya, dan ini menjadi
suatu pekerjaan yang ia tekuni
dan ia lakukan setiap harinya
selain menjadi ibu rumah
tangga.
6. Rabu / 04
Maret 2020
Ruang
Keterampilan
Menjahit
Seperti hari-hari sebelumnya
penulis melakukan penelitian
dengan berkunjung ke PKBM
197
PKBM Negeri
26 Bintaro
Negeri 26 Bintaro dan
langsung ke ruang
keterampilan menjahit. Di
depan ruangan kelas peserta
kejar paket terdapat peserta dan
tutor yang sedang duduk di
meja piket terlihat seperti
sedang memberi arahan yang
dilakukan oleh tutor kepada
peserta. Penulis menunggu
kedatangan instruktur dan
peserta ibu-ibu, tidak lama
kemudian mereka pun datang
dan langsung mempersiapkan
peralatan keterampilan
menjahit yang dibawanya.
Penulis pun melakukan
pengamatan, terdapat peserta
yang menjahit dengan penuh
hati-hati menggunakan mesin
jahit dan instruktur pun
mendapinginya. Terdapat
peserta yang sedang membuat
pola dasar pakaian atasan
wanita dan penulis pun
menjadi contoh ukurannya,
penulis membantu peserta
untuk diukur tubuhnya
sepertihalnya mengukur bagian
lengan, lingkar dadar, lebar
bahu dan lainya karena peserta
ingin membuatkan pakaian
tersebut untuk saudaranya yang
ukuran tubuh dan tingginya
tidak berbeda jauh dengan
198
peserta. Lalu, penulis
membantu peserta lainnya
untuk memegang kain panjang
yang akan dipotong oleh
peserta dan akan dibuat pola
dasarnya. Pukul tiga sore
peserta melakukan wawancara
kembali dengan instruktur
yang sebelumnya telah
melakuan wawancara pada
minggu lalu, mewawancara
terkait data-data sesuai yang
dibutuhkan dalam penelitian,
penulis meminta izin terlebih
dahulu kepada instruktur
sebelum wawancara dimulai
dan di waktu tersebut pun
instruktur yang mengajak
langsung untuk diwawancarai,
karena menurutnya peserta bisa
melakukan kegiatan
keterampilan menjahitnya
tanpa banyak bantuan dan
arahan darinya. Penulis pun
mewawancarainya dengan
suasana yang santai karena
instruktur pun sedang
merapikan jahitan pakaian
anaknya dengan hanya
menggunakan benang, jarum
dan gunting namun instruktur
memberikan jawaban sangat
jelas meskipun sedang fokus
merapikan jahitan tersebut.
199
7. Rabu / 13
Maret 2020
Ruang
Keterampilan
Menjahit
PKBM Negeri
26 Bintaro
Penulis berkunjung ke PKBM
Negeri 26 Bintaro dan terdapat
peserta yang sedang
mempersiapkan peralatan
untuk keterampilan menjahit.
Kemudian penulis mengamati
instruktur yang sedang
membantu salah satu peserta
dalam pembuatan pola kerah
model sanghay, mula-mula
instruktur membuat gambar
kerah pada pola yang akan
dibuat olehnya dan nantinya
akan dijahit oleh peserta
tersebut, lalu insttuktur
mengarahkannya untuk
membuat pola kerah tersebut
secara sendiri dengan langkah
awal menggambarnya terlebih
dahulu agar peserta dapat
terbiasa dan lancar dalam
pembuatan kerah sanghay dan
model lainnya secara mandiri.
Kemudian instruktur
membantu peserta dalam
pemasangan resleting pada rok
yang akan dijahitnya,
instruktur membantu dengan
mengarahkannya posisi yang
benar untuk memasang
resleting tersebut. Penulis pun
membantu peserta atau salah
seorang ibu yang sedang
membuat pola dasar pakaian
dengan memegangi bahan yang
200
akan dipotong oleh ibu
tersebut. Penulis melihat
terdapat peserta yang sedang
menggunakan mesin jahit
untuk menjahit bahan bagian
lengan yang sudah dibuatkan
polanya terlebih dahulu, namun
ia menggunakan mesinnya
dengan sangat perlahan seperti
belum lancar sekali dalam
penggunaan mesin tersebut.
Lalu penulis melihat peserta
lainnya yang sedang membuat
pola kantung pada atasan
pakaian dengan menggunakan
bahan berwarna putih yang
tidak terlalu banyak dalam
pemakaiannya setelah itu ia
meminta instruktur untuk
memeriksanya apakah sudah
benar atau belum pola kantung
yang dibuatnya, instruktur pun
mengeceknya lalu memberi
arahan pada peserta agar
pembuatan pola kantung
tersebut dibuat menjadi lebih
rapi lagi. Kemudian penulis
dimintai bantuan oleh peserta
untuk berdiri secara tegap dan
mengukur badan penulis
karena menurutnya postur
tubuh penulis sama dengan
postur tubuh keponakannya
yang akan ia jahitkan pakaian
untuknya sehingga beberapa
201
bagian ukuran tubuh penulis ia
gunakan untuk mebuat pola
dasar pakaiannya. Pukul tiga
sore penulis meminta izin
kembali untuk mewawancarai
salah satu peserta lainnya
karena sebelum kegiatan
dimulai peserta tersebut
bersedia untuk diwawancarai
oleh penulis dan akhirnya
penulis dan peserta melakukan
wawancara mengenai
penelitian yang dilakukannya,
peserta tersebut merespon
setiap pertanyaan penulis
secara terbuka dan jelas. Lalu
penulis melakukan wawancara
dengan peserta lainnya setelah
kegiatan akan berakhir pada
hari itu, peserta atau Ibu Sumi
bersedia untuk melakukan
wawancara bersama penulis
ketika ia sudah cukup
menyelesaikan jahitannya, ia
mengajak penulis untuk
diwawancarai di dalam ruang
keterampilan menjahit karena
ia sudah selesai menjahit
pakaian anaknya dengan
menggunakan mesin jahit di
dalam ruang tersebut. Peserta
atau Ibu Sumi dan penulis
melakukan wawancara dengan
santai dan Ibu Sumi
memberikan respon sangat
202
baik kepada penulis, ia
menjawab semua pertanyaan
penulis dengan jelas dan apa
adanya. Setelah selesai
melakukan wawancara dan
waktu telah menunjukkan
pukul lima sore semua peserta
dan instruktur serta penulis pun
bersiap untuk kembali pulang
ke rumah masing-masing.
203
Lampiran 9
FOTO DOKUMENTASI
Tampak Bagian Depan Gedung Pusat Kegiatan Belajar
Masyarakat (PKBM) Negeri 26 Bintaro Jakarta Selatan
204
Para Peserta sedang Membuat Pola Dasar Pakaian
205
Para Peserta sedang Melakukan Proses Menjahit
206
Peserta sedang Merader Pola Dasar Pakaian
Instruktur sedang Membantu Merapikan Hasil Jahitan Peserta
Instruktur sedang Memeriksa Pengukuran Pola Dasar yang akan
digunakan oleh Peserta
207
Mesin-mesin Jahit yang Tersedia di PKBM Negeri 26 Bintaro
Mesin Obras yang Tersedia di PKBM Negeri 26 Bintaro
208
Lampiran 10
Surat Keterangan Pengajuan Proposal Skripsi
209
Lampiran 11
Cover Persetujuan Skripsi
210
Lampiran 12
Surat Permohonan Dosen Pembimbing
211
Lampiran 13
Surat Permohonan Izin Penelitian Skripsi di Pusat Kegiatan
Belajar Masyarakat (PKBM) Negeri 26 Bintaro Jakarta Selatan