Terbit dalam Buku Bunga Rampai “Bahasa dan Sastra dalam Perpektif Pendidikan” Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia FPBS UPI Bandung, April 2009, ISBN: 978-979-97888-5-6 hal:42-61
PEMERIAN BAHASA BAGI PENGAJARAN BAHASA:
Telaah atas Pemikiran Jeremy Harmer
Miftahulkhairah Anwar
(Dosen Sastra Indonesia FBS UNJ)
Terbit dalam Buku Bunga Rampai “Bahasa dan Sastra dalam Perpektif Pendidikan”
Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia FPBS UPI Bandung, April 2009, ISBN: 978-979-97888-5-6 hal:42-61
Tulisan ini mengetengahkan pemikiran Jeremy Harmer mengenai cara memerikan bahasa
bagi pengajaran bahasa. Menurut Harmer, pemerian bahasa dimulai dari menjabarkan fungsi
kalimat (SPOK-Pel) kemudian dilanjutkan dengan memerikan kelas katanya. Pemerian terhadap
kelas kata berfungsi untuk mengetahui cara menggabungkan kalimat-kalimat yang berbeda.
Langkah selanjutnya adalah memerikan bentuk dan maknanya, fungsi bahasanya, kolokasinya,
ragamnya (lisan atau tulisan), serta pelafalannya. Dengan demikian, bagi Harmer, memerikan
bahasa bukan hanya sekadar memerikan strukturnya saja, melainkan memperhatikan pula
maknanya (gramatikal dan kontekstual), fungsi tindak tuturnya, kolokasi, dan ragam bahasanya.
Pemerian bahasa harus melibatkan struktur dan konteks.
1. Pendahuluan
Pengajaran bahasa mempunyai sejarah panjang dengan beberapa penjelmaan metodologi,
terutama pada abad ke-20. Sebagian besar dari sejarah panjangnya itu berisi pencarian satu
metodologi yang dapat dipakai dalam konteks apa pun. Dari awal sampai pertengahan abad ke-20,
muncul berbagai usaha untuk mencari metodologi yang manjur, yakni seperangkat metodologi
yang bisa berhasil untuk mengajarkan bahasa apa saja, kepada tingkat semua pelajar, dan di mana
saja. Usaha semacam ini dipandang lebih rumit karena berbagai aspek kebahasaan, sifat
pembelajar dan sebagainya yang harus diperhatikan dalam mengajar. Walaupun begitu, tidak
mungkin memahami isu-isu pengajaran bahasa tanpa memperhatikan sejarah perkembangannya
selama beberapa puluh terakhir.
Penyelidikan mengenai sistem bahasa, baik secara keseluruhan maupun tata bahasa secara
khusus dapat dilakukan secara deskriptif (sinkronis) dan secara historis (diakronis). Penyajian
yang dilakukan oleh Harmer ini bersifat deskriptif sekaligus taksonomis. Artinya, selain
memerikan unsur-unsur bahasa, ia juga menekankan analisis pada penggolongan kata.
Secara umum, paradigma pengajaran bahasa dapat dipetakan ke dalam dua, yaitu:
paradigma lama (konvensional) yang diwakili oleh pendekatan audiolingual dan paradigma baru
yang diwakili oleh pendekatan komunikasi. Paradigma lama lebih menekankan pada penguasaan
teori, konsep, dan tata bahasa, sedangkan paradigma baru lebih menekankan pada fungsi bahasa
sebagai sarana komunikasi (Sumardi, 2008:2).
Menurut Harmer, baik siswa maupun guru perlu mengetahui bagaimana membahas
persoalan bahasa dari berbagai aspek selama kegiatan belajar mengajar berlangsung. Hal ini
dimaksudkan agar para guru dapat menjelaskan bahasa, mengetahui bentuk-bentuk yang salah,
dan mengetahui bagaimana cara membetulkannya. Dengan demikian, siswa akan menjadi paham.
Terbit dalam Buku Bunga Rampai “Bahasa dan Sastra dalam Perpektif Pendidikan” Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia FPBS UPI Bandung, April 2009, ISBN: 978-979-97888-5-6 hal:42-61
Membahas bahasa berarti kita harus dapat mendeskripsikan berbagai unsur-unsur bahasa.
Menurut Harmer, pemerian bahasa merupakan landasan utama bagi pengajaran bahasa. Oleh
karena itu, guru harus memiliki kompetensi bahasa yang mamadai.
2. Pemerian Bahasa
Menurut Harmer, ada beberapa hal yang harus diperhatikan dalam pemerian bahasa, di
antaranya:
• - deskripsi bahasa dimulai dari penjabaran fungsi kalimat (SPOK-Pel), kemudian
dilanjutkan dengan pemerian kelas kata;
• - deskripsi bahasa harus memadukan aspek sintaksis, semantis, dan pragmatis;
• - deskripsi bahasa tidak terfokus pada urutan kata dan hubungan antarsatuan kata;
• - deskripsi bahasa melibatkan hal-hal di luar bahasa, seperti fungsi bahasa, ragam
bahasa, dan konteks penggunaannya;
• - aspek gramatikal digunakan untuk mendukung fungsi bahasa.
Pemerian bahasa harus dimulai dari persoalan struktur gramatikal bahasa. Oleh karena itu, guru
harus mengetahui dan menguasai aspek konstruksi kalimat, kelas kata, konsep bentuk dan makna,
fungsi bahasa, kolokasi, ragam lisan dan tulisan, serta pelafalan.
2.1 Konstruksi Kalimat
Salah satu cara mendeskripsikan jenis-jenis kalimat yang berbeda, menurut Harmer, ialah
dengan menggunakan istilah subjek, objek, verba, pelengkap, dan adverb. Sebagai contoh, kalimat
sederhana The dog bit the man ‘Anjing itu menggigit lelaki’ mengandung unsur subjek (The dog),
verba (bit) dan objek (the man). Kalimat-kalimat lainnya yang serupa adalah He read the paper
‘dia membaca koran’, She solved the problem ‘dia telah menyelesaikan masalah’, Colombus
discovered America ‘Colombus menemukan Amerika’. Verba yang disertai oleh objek seperti
pada kalimat-kalimat di atas disebut kata kerja transitif.
Menurut Harmer, ada lima pola dasar kalimat, yaitu: kalimat berpelengkap, kalimat
berkonstruksi subjek dan verba, kalimat berobjek ganda, kalimat berketerangan, dan kalimat
multiklausa.
a. Kalimat Berpelengkap
Pelengkap digunakan pada verba seperti be, seem, look, dll. Fungsi pelengkap adalah
memberi informasi tentang subjek. Sebagai contoh, kalimat-kalimat seperti She seems happy ’Dia
kelihatannya bahagia’ mengandung subjek (she), verba (seems), dan komplemen (happy). Contoh
kalimat-kalimat lainnya yang mengandung unsur komplemen adalah The are Irish ’mereka adalah
orang Irlandia’, He was a brilliant pianist ’Dia adalah seorang pianis yang brilian’, She was in a
bad mood ’dia sedang tidak bergairah’.
Susunan kalimat seperti ini terdapat pula dalam bahasa Indonesia, misalnya verba berisi,
berdasarkan, berlandaskan, merupakan, menyerupai, dan menjadi. Nomina atau frasa nomina
yang mengikuti verba ini disebut pelengkap, contohnya: Botol itu berisi air putih, peraturan itu
berdasarkan surat keputusan menteri, Semua organisasi berlandaskan Pancasila, Kebijaksanaan
Pemerintah itu merupakan langkah penting, Anak itu menyerupai ibunya, Dia menjadi tentara
sejak tahun 1945 (Alwi, 2003: 340).
b. Kalimat Berkonstruksi Subjek+Verba.
Beberapa kalimat dibentuk hanya dengan satu subjek dan satu verba, misalnya He laughed
’dia tertawa’, They disagreed ’mereka tidak setuju’, dll. Bentuk verba yang tidak dapat disertai
oleh objek disebut intransitif, seperti laugh, disagree. Ada pula beberapa verba yang dapat
berprilaku transitif sekaligus intransitif, misalnya She opened the door dan The door opened.
Terbit dalam Buku Bunga Rampai “Bahasa dan Sastra dalam Perpektif Pendidikan” Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia FPBS UPI Bandung, April 2009, ISBN: 978-979-97888-5-6 hal:42-61
Konstruksi subjek + verba ini terdapat juga dalam bahasa Indonesia. Konstruksi ini tidak
berobjek dan berpelengkap, tetapi dapat diiringi oleh unsur keterangan. Sebagai contoh: Bu Camat
sedang berbelanja, Pak Halim belum datang, Mereka mendarat, Dia berjalan, Kami berenang,
Padinya menguning. Dalam Tata Bahasa Baku Bahasa Indonesia (TBBBI), konstruksi kalimat ini
disebut kalimat tak transitif (Alwi, 2003: 338-339).
Ada pula beberapa verba yang dapat berperilaku transitif sekaligus intransitif. Verba yang
berprilaku demikian disebut verba semitransitif. Artinya, kehadiran objek bersifat manasuka.
Sebagai contoh adalah verba membaca pada kalimat Ayah sedang membaca koran dan Ayah
sedang membaca. Contoh verba yang lain adalah: makan, menulis, menyimak, minum, menonton,
membaca, dll.
c. Kalimat Berobjek Dua
Ada dua jenis objek, yaitu objek langsung dan objek tak langsung. Objek langsung
mengacu kepada sesuatu atau seseorang yang dipengaruhi oleh verba, seperti He sang a song ‘dia
menyayikan lagu’, Pizarro conquered Peru ‘Pizarro menaklukan Peru’, She loved him ‘Dia
mencintainya’.
Objek tak langsung mengacu kepada seseorang atau sesuatu yang memperoleh manfaat
dari tindakan-tindakan, seperti kalimat He sang me a song ‘dia telah menyanyikan sebuah lagu
untukku’. She painted him a picture ‘dia telah melukis sebuah gambar untuknya’, I gave a ring to
my girlfriend ‘aku telah memberi cincin kepada pacarku’, Why should we pay taxes to the
government? ‘mengapa kita harus membayar pajak kepada pemerintah?’
Dalam bahasa Indonesia, konstruksi kalimat yang berobjek dua disebut kalimat
dwitransitif. Akan tetapi, dalam beberapa buku tata bahasa, nomina kedua yang hadir dibelakang
verba tidak disebut objek tidak langsung, melainkan pelengkap.
d. Kalimat Berketerangan
Adverbial atau frasa adverbial berfungsi melengkapi verba sebagaimana halnya pelengkap
melengkapi subjek, misalnya He lived in Paris (keterangan tempat), They arrived late/at night
(keterangan waktu), She sings beautifully/like an angel (keterangan cara).
Keterangan dalam bahasa Indonesia lazim dibedakan menjadi sembilan macam, yakni:
keterangan waktu, tempat, tujuan, cara, penyerta, pembanding/kemiripan, alat, sebab, dan
kesalingan (Harimurti, 1985: 61).
e. Kalimat Multiklausa
Sejauh ini semua kalimat yang telah kita lihat adalah kalimat-kalimat sederhana yang
hanya memiliki satu klausa. Kita dapat membuat kalimat yang lebih panjang dan lebih kompleks
dengan menggabungkan sejumlah klausa yang berbeda. Perhatikan, kalimat-kalimat berikut ini: The girl met the women ’gadis itu bertemu wanita’. The woman was standing by the canal ‘wanita yang berdiri dekat kanal’. They went to a cafe ‘mereka pergi ke kafe’. They had a meal ‘mereka telah makan’. They enjoyed it very much ‘mereka sangat menyukainya’.
Kalimat-kalimat ini dapat digabungkan menjadi kalimat multi-klausa seperti berikut: The girl met the women who was standing by the canal and they went to a café and had a meal, which they enjoyed very much.
Dimungkinkan juga untuk mengubah beberapa elemen dari kalimat-kalimat yang terpisah
menjadi frasa, misalnya The girl met the women standing by the canal…etc.
Terbit dalam Buku Bunga Rampai “Bahasa dan Sastra dalam Perpektif Pendidikan” Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia FPBS UPI Bandung, April 2009, ISBN: 978-979-97888-5-6 hal:42-61
Hubungan antarklausa dapat ditandai oleh kehadiran konjungsi. Hubungan ini dapat
bersifat koordinasi dan subordinasi. Koordinasi menggabungkan dua klausa atau lebih yang
masing-masing mempunyai kedudukan yang setara dalam struktur konstituen kalimat. Hubungan
koordinasi dapat digambarkan sebagai berikut:
Adapun subordinasi menggabungkan dua klausa atau lebih sehingga terdapat klausa yang
berfungsi sebagai konstituen klausa yang lain. Hubungan subordinasi dapat digambarkan sebagai
berikut:
Kalimat multiklausa ini disebut juga dengan kalimat majemuk.
2.2 Kelas Kata
Jika kita memperhatikan tata kalimat, kita perlu mengetahui berbagai hal, diantaranya: kata
apa saja yang dapat menempati posisi subjek? Bagaimana cara menggabungkan berbagai kalimat
yang berbeda? Apa saja yang dapat berposisi sebelum dan sesudah nomina, dll. Pertanyaan-
pertanyaan ini hanya bisa dijawab oleh guru jika ia menguasai kelas kata.
Kelas kata yang harus diketahui oleh guru adalah sebagai berikut: Kelas Kata Pemerian Contoh
(Kata) Contoh dalam
Kalimat Nomina (Frasa Nomina)
Kata (atau kelompok kata) yang menamai seseorang, tempat, aktifitas, kualitas, atau ide. Kata ini dapat digunakan sebagai subjek atau objek kata kerja.
Eleanor Devon book sense walking stick town hall
Eleanor arrives tomorrow. I love Devon. I recommend this book. Use your common sense. I don’t need a walking stick. Meet me at the town hall.
Pronomina Kata yang digunakan sebagai pengganti nomina atau frasa nomina.
Her she him they
Jane’s husband loves her. She met him two years ago. Look at him! They don’t talk much
Adjektif Kata yang memberi informasi lebih tentang nomina atau pronomina
kind better impetuous best
What a kind man! We all want a better life! She’s so impetuous. That’s the best thing about her.
Verba
Kata atau kelompok kata yang digunakan untuk memerikan tindakan, pengalaman, atau keadaan.
write ride be set out
He wrote a poem. I like riding horses. We are not amused. She set out on her journey.
Adverb (Frasa Adverbial)
Kata atau kelompok kata yang memerikan atau menambahkan makna pada verba, adjektif, adverb, atau kesuluruhan kalimat.
sensibly carefully at home in half an hour
Please talk sensibly. He walked across the bridge carefully. I like listening to music at home. See you in half an hour.
Preposisi Kata atau sekelompok kata yang berfungsi untuk memperlihatkan
for of
a plan for life. Bring me two bottles of wine.
Terbit dalam Buku Bunga Rampai “Bahasa dan Sastra dalam Perpektif Pendidikan” Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia FPBS UPI Bandung, April 2009, ISBN: 978-979-97888-5-6 hal:42-61
(Frasa Preposisi)
cara antara kata yang satu dan kata yang lainnya dihubungkan.
in on top of
Put that in the box. You’ll find it on the top of the cupboard.
Determinan - Kata kata sandang tertentu - Kata sandang tidak tertentu - Posesif (kepunyaan) - Demonstratif (penunjuk) Quantifiers (pengukur)
the a an my, your etc. this, that, these, those some, many, few, etc.
the queen of hearts. a princess in love. an article in the paper. my secret life. Look at those photographs! Few people believed him.
Konjungsi Kata yang menghubungkan kalimat, frasa, atau klausa.
and so but
fish and chips. my car broke down, so I went by bus. I like it but I can’t afford it.
2.2.1 Nomina
• ¬ Jenis Nomina
a. Nomina Terbilang dan Tak Terbilang
Pembedaan antara nomina terbilang dan nomina tak terbilang perlu dilakukan. Penamaan
itu mengimplikasikan bahwa pada kategori pertama (nomina terbilang) kita dapat ‘menghitung’
kemana kosakata itu mengacu sehingga kita dapat membentuk kata tersebut menjadi jamak.
Sebaliknya, pada kategori kedua (nomina tak terbilang) kita tidak dapat menghitung apa yang
diacu oleh kata itu sehingga kita tidak dapat membentuknya menjadi jamak. Kata apple ’apel’
adalah nomina terbilang karena kita dapat mengatakan three apples, twenty apples. Demikian pula
dengan kata seperti table, horse, cottage, and novel. Akan tetapi, kata seperti furniture, dan
comfort biasanya termasuk ke dalam jenis nomina tak terbilang karena kita tidak dapat mengatakan
two furnitur, eight comforts.
Banyak sekali nomina terbilang yang bermakna satu benda, tetapi bisa juga menjadi
nomina tak terbilang yang berarti sesuatu yang berbeda. Sebagai contoh, kata sugar adalah tidak
terhitung jika kita mengatakan I like sugar, I’d like some sugar, tetapi ia bisa menjadi terbilang
bila kita mengatakan One sugar or two? (sugar = spoonful/cube of sugar ’satu sendok penuh’).
Demikian pula dengan kata rambut. Ketika kita mengatakan tentang rambut seseorang yang mulai
botak, kita mengatakan, ”He hasn’t got much hair” dan bukan ”He’s going bald, he hasn’t got
many hairs”. Ini menunjukkan bahwa rambut termasuk ke dalam jenis nomina tak terbilang. Akan
tetapi, kita juga dapat mengatakan a hair atau the hairs on his neck yang menunjukkan bahwa kata
rambut juga bisa digolongkan ke dalam nomina terbilang.
Bahasa Indonesia juga mengenal jenis nomina ini, meskipun tidak serumit yang ada dalam
bahasa Inggris. Menurut Harimurti (1985: 28-29), yang dimaksud nomina terbilang ialah nomina
yang dapat dihitung dan dapat bergabung dengan numeralia., seperti kantor, kampung, dll.
Adapun nomina yang berbentuk cairan, biji-bijian, dan tepung-tepungan harus dihitung dengan
mempergunakan takaran. Nomina tak terbilang adalah nomina yang tidak dapat dihitung, seperti
udara, kebersihan, kesucian,dll.
b. Nomina Jamak dan Nomina Tunggal
Ada beberapa nomina yang tampaknya jamak, tetapi berprilaku sebagai tunggal, dan
sebaliknya. Kita hanya dapat menyandingkan nomina ini dengan bentuk verba tunggal, misalnya
Terbit dalam Buku Bunga Rampai “Bahasa dan Sastra dalam Perpektif Pendidikan” Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia FPBS UPI Bandung, April 2009, ISBN: 978-979-97888-5-6 hal:42-61
Darts is a popular pub game ’Darts adalah tempat permainan yang terkenal’, The news is
depressing ’beritanya menyedihkan’.
c. Nomina Kolektif
Nomina yang medeskripsikan grup atau organisasi seperti family ‘keluarga’, team ‘tim’,
government ‘pemerintah’ disebut collective noun. Nomina ini dapat berbentuk tunggal atau jamak
bergantung pada apakah kita mendeskripsikan unitnya atau anggotanya. Kita tentu dapat
mengatakan The army are advancing ‘tentara itu sedang maju’ atau The army is advancing .
Namun, pilihan semacam ini tidak selalu berlaku dalam bahasa Inggris Amerika, sebab pendengar
biasanya hanya berharap penutur akan menggunakan verba tunggal saja.
Beberapa nomina kolektif dibentuk dengan cara menjadikan adjektif berlaku seperti
nomina dan pada kasus ini ia selalu berbentuk jamak, seperti The poor live in terrible conditions
‘orang miskin hidup di dalam kondisi-kondisi yang mengerikan’, The vertically challenged
sometimes feel discriminated against ‘yang ditegur secara vertikal kadang-kadang merasa
dibedakan’.
Bentuk nomina terhitung, tak terhitung, jamak, atau kolektif akan memengaruhi konstruksi
kalimat tempat nomina ini berada. Nomina tak terhitung digunakan bersama dengan verba tunggal
dan kata much, sedangkan nomina terhitung digunakan bersama dengan verba tunggal atau jamak
dan dengan kata seperti ‘many’.
Dalam bahasa Indonesia, nomina kolektif mempunyai ciri yakni dapat disubstitusikan
dengan mereka atau dapat diperinci atas bagian-bagiannya, seperti: tentara, keluarga, dll.
(Harimurti, 1985: 29).
d. Nomina Majemuk
Bahasa Inggris memiliki nomina gabungan yang tersusun lebih dari satu kata, seperti
walking stick, cherry tree, town hall, boy friend. Tidak semua gabungan kata adalah nomina,
melainkan ada yang berupa adjektif gabungan, seperti: fair-scanned, neat-looking.
Nomina majemuk juga terdapat dalam bahasa Indonesia, seperti unjuk rasa, orang tua dsb.
Gabungan kata yang terdapat dalam nomina majemuk tentu masih dapat ditelusuri unsur-unsurnya.
Inilah yang membedakannya dengan bentuk idiom (Alwi, 2003: 241).
• ¬ Frasa Nominal
Beberapa frasa yang panjang memiliki fungsi yang sama dengan nomina tunggal dalam
kalimat. Frase-frasa yang berinti nomina itu disebut frasa nominal, seperti the man with the hat,
the tall grinning acrobat, the girls I met last night. Bentuk-bentuk seperti ini dapat menjadi subjek
dan objek kalimat, misalnya:
• - The man with the hat ordered a large whisky .
S
‘lelaki dengan topi itu telah memesan sejumlah besar wiski’
• - The children photographed the tall grinning acrobat
O
• - I’m going to ring up the girls I meet last night
O
Terbit dalam Buku Bunga Rampai “Bahasa dan Sastra dalam Perpektif Pendidikan” Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia FPBS UPI Bandung, April 2009, ISBN: 978-979-97888-5-6 hal:42-61
2.2.2 Verba
2.2.2.1 Jenis Verba
Ada tiga jenis verba yang perlu diketahui: auxiliary verbs, main verbs, dan phrasal verbs.
Auxiliary verbs (kata kerja bantu): yaitu be, do,have dan modal auxiliary verbs shall,
should, will, would, can, could, may, might, must, atau ougth. Verba ini digunakan bersama dengan
main verbs dalam kalimat-kalimat afirmatif, negatif, dan pertanyaan. Contoh:
We are staying at our friend’s house ‘kami tinggal di rumah teman kami’. We have only just arrived ‘kami hanya baru tiba’. We don’t expect to stay for long ‘kami tak berharap tinggal lama’. We can’t afford to pay for a hotel ‘kami tidak sanggung membayar hotel’. We ought to find a place of our own. Could we move to another town? Did you live in Glmorgan once? We hadn’t thought of moving.
Catatan: auxiliary sering disingkat, misalnya, don’t singkatan dari do not, we’re singkatan dari
we are.
Main Verb (kata kerja inti) : bentuk ini mengandung beberapa makna, contohnya: He arrived at six o’clock He said that he had just seen a ghost. We didn’t believe him. He is always telling stories. He shouted at us because we were laughing at him. Someone poured him a drink. He felt better after that.
2.2.2.2 Frasa Verbal
Frasa verbal dibentuk dengan menambahkan adverb, preposisi, atau keduanya sekaligus
pada verba sehingga menghasilkan makna baru, seperti set out ‘berangkat atau mengemukakan’.
Contoh kata ini dalam kalimat: We set out the following day atau He set out his agendaf or the
meeting. Kata set out tentu sangat berbeda maknanya dengan set pada struktur ini: set an exam
‘menetapkan ujian’, set the table ‘mengatur meja’. Demikian pula halnya dengan put up with yang
bermakna tahan. Perbedaan antara put dan put up with terlihat pada kalimat berikut ini:
• - I’m not going to put up with this any more. ‘saya tidak tahan lagi dengan ini’
• - He put her photographs with the letters.
Frasa verbal dapat membingungkan seseorang yang belajar bahasa Inggris karena bahasa-
bahasa selain bahasa Inggris tidak banyak memiliki jenis unit makna semacam ini. Selain itu,
mereka juga sulit menentukan makna saat berhadapan dengan unit makna tunggalnya, seperti She
looked up the word in her dictionary ‘dia mencari keterangan kata di dalam kamus’ dan pada saat
berhadapan dengan kata kerja dan preposisi seperti berikut, She looked up at him ‘ia memandang
kepadanya’. Pada kalimat pertama, makna kata look berubah karena kahadiran preposisi,
sedangkan pada kalimat kedua tidak berubah.. Contoh lainnya adalah: She ran over a dog‘ I’ll just look over the plans before we start. Can we put off the wedding till after the funeral? I take after my father – all his good qualities, that is! You won’t get away with treating her like that.
Terbit dalam Buku Bunga Rampai “Bahasa dan Sastra dalam Perpektif Pendidikan” Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia FPBS UPI Bandung, April 2009, ISBN: 978-979-97888-5-6 hal:42-61
Konsep frasa verbal yang dikemukakan oleh Harmer ini berbeda dengan konsep frasa yang
umum dipahami. Nampaknya, Harmer menyamakan antara konsep frasa verba, frasa majemuk,
dan idiom.
Dalam verba majemuk, penjejeran dua kata atau lebih itu menimbulkan makna yang secara
langsung masih bisa ditelusuri dari makna masing-masing kata yang tergabung. Sebagai misal,
kata terjun payung. Makna dari perpaduan ini masih bisa ditelusuri dari makna kata terjun dan
kata payung, yakni melakukan terjun dari udara dengan memakai alat semacam payung (Alwi,
2003: 151).
Idiom juga merupakan perpaduan dua kata atau lebih, tetapi makna dari perpaduan ini tidak
dapat secara langsung ditelusuri dari makna masing-masing kata yang tergabung. Kata naik,
misalnya, dapat dipadukan dengan kata darah sehingga menjadi naik darah. Akan tetapi,
perpaduan ini telah menumbuhkan makna tersendiri yang terlepas dari makna naik maupun darah.
Makna naik darah tidak ada kaitannya dengan darah yang naik (Alwi, 2003: 151).
Verba majemuk harus pula dibedakan dari frasa verba. Frasa verba juga terdiri dari dua
kata atau lebih, tetapi hubungan antara kata-kata tadi bersifat sintaksis. Sebagai contoh, konstruksi
frasa sudah terjun. Hubungan sintaksis pada frasa ini mengikuti kaidah sintaksis yang umum.
Bentuk sudah harus mendahului terjun sesuai dengan kaidah bahasa Indonesia yang baik (Alwi,
2003:152).
2.2.2.3 Bentuk-Bentuk Verba
Bentuk-bentuk verba dideskripsikan dengan cara sebagai berikut:
• ϖ Present:
• o Your brother is upstairs ‘kakakmu di lantai atas’.
• o ,I love it here.
• o What’s hapenning?
• o I’m not missing that plane ‘saya tidak ketinggalan pesawat’.
• ϖ Past (Verba Lampau)
• - Eleanor said goodnight.
• - She cried.
• - Her parents were packing their suitcases.
• ϖ Simple: merupakan bentuk dasar dari verba, seperti walk, do, run yang dapat diinfleksikan
sesuai dengan subjeknya sehingga menjadi He walks, She does, It runs, atau untuk
mengindikasikan waktu, contoh: They walked, She did, He ran as fast as possible.
• ϖ Continuous: continuous verb disebut juga progressive. Verba ini dibentuk dengan
menambahkan –ing pada bentuk dasar verba beserta dengan to be, misalnya She is writing a letter,
She was looking out of the window.
Bentuk present dan past verb dapat dideskripsikan sebagai present simple, present
continuous, past simple atau past continuous. Bentuk-bentuk ini dapat kita ringkaskan sebagai
berikut:
Simple Continuous
Terbit dalam Buku Bunga Rampai “Bahasa dan Sastra dalam Perpektif Pendidikan” Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia FPBS UPI Bandung, April 2009, ISBN: 978-979-97888-5-6 hal:42-61
Present Mr D’Arcy is in the hall.
I love it here.
What’s happening?
I’m not listening.
Past She said goodbye.
She cried.
She bought a new phone.
He was waiting at the gate.
They were listening to the radio.
• ϖ Perfect verb: bentuk verba yang tersusun berdasarkan pola ‘have/had+past participle atau
‘have/had been+ bentuk verba ‘-ing’, seperti I have lived here for six years, They had just arrived,
He’s been jogging, He hadn’t been listening.
Makna present perfect tense telah dideskripsikan secara beragam sebagai tindakan yang
dimulai pada waktu lampau, tetapi berlanjut hinggi kini. Tindakan yang dimulai pada waktu
lampau ini memiliki relevansi dengan waktu sekarang. Atau dengan kata lain, kontinum dari
tindakan ini belum berakhir. Sebagai contoh, kalimat I’ve been to Santiago. Meski membicarakan
peristiwa pada waktu lampau, kalimat ini tidak menggunakan bentuk verba past simple (lihat di
atas) karena ingin menegaskan relevansi masa kini (sudah sedang ke Santiago) atau karena terjadi
pada kontinum ’ hidup saya’ yang belum berakhir.
Selain bentuk verba present perfect dengan ‘have’, seperti She’s studied Portuguese,
terdapat juga bentuk verba past perfect dengan ‘had’, seperti He had been asleep, They had been
laughing all the way home. Dalam kasus ini, verba mendeskripsikan tindakan sebelum waktu
lampau dan berlanjut hingga waktu lampau.
Selain dalam bentuk past dan present, bentuk verba perfect juga memiliki bentuk simple
dan continuous perfect sebagaimana tercantum pada tabel berikut ini:
Simple Continuous
Present
perfect
I have read Othello.
They haven’t arrived yet.
I’ve been reading Othello.
They haven’t been travelling for long.
Past perfect He had studied English as a
child.
She hadn’t talked to him before
She’d been living in Argentina for
years.
They hadn’t been talking for more than
a minute when…
• ϖ Partisipel
Terdapat dua participle dalam bahasa Inggris: present, seperti taking, talking, happening,
going; dan past, seperti taken, talked, happened, gone.
• ϖ Regular dan irregular verb
Verba juga dapat dideskripsikan menjadi regular verb dan irregular verb. Regular verb
untuk verba bentuk past berakhiran ‘-ed’, misalnya talked, happened, laughed, sedangkan
Irregular verb untuk bentuk past tense yang berbeda, misalnya ran, went, bought, saw, dan lain-
lain.
• ϖ Aktif dan Pasif
Terbit dalam Buku Bunga Rampai “Bahasa dan Sastra dalam Perpektif Pendidikan” Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia FPBS UPI Bandung, April 2009, ISBN: 978-979-97888-5-6 hal:42-61
Pembedaan lainnya yang terdapat pada verba ialah bentuk aktif dan pasif. Kalimat aktif
tersusun atas subjek (S), verba (V) dan Objek (O), misalnya
A scene of utter chaos confronted her.
S V O
Jika kalimat ini dibalik dengan menempatkan objek di awal, maka bentuk kalimat ini berubah
menjadi kalimat pasif. She was confronted by a scene of utter chaos.
Dalam bentuk kalimat pertanyaan, pola kalimat pasifnya adalah auxiliary+past Participle verb.
Bentuk pasif sering digunakan ketika kita tidak mengetahui atau hendak mengatakan siapa yang
telah melakukan sesuatu, misalnya, It’s been destroyed, It was decided that you should leave, atau
ketika kita hendak memberikan penekanan yang berbeda pada subjek dan objek tindakan.
2.2.2.4 Bentuk dan Makna pada Verba
Bentuk verba yang disebut sebagai present continuous atau present simple selalu mengacu
pada waktu sekarang. Dalam kasus ini misalnya, ‘Look over there!, He’s sitting in the driver’s
seat’, atau Gillian has breakfast at seven o’clock every morning’, kalimat-kalimat ini mengacu
pada waktu sekarang. Akan tetapi, bentuk verba present continuous juga dapat mengacu pada
waktu yang akan datang, sebagaimana yang terdapat dalam kalimat pertanyaan berikut ini: ‘What
are you doing tomorrow? Demikian pula bentuk verba present simple, di dalam storytelling,
bentuk ini sering digunakan untuk membicarakan hal-hal masa lalu, terutama untuk memberi efek
dramatis bagi keberlangsungan cerita, misalnya ‘Last Friday, right? I arrive at the house and
knock on the door…’
Bentuk-bentuk verba ini beserta makna kala yang diacunya menunjukkan bahwa tidak ada
korespondensi satu-satu diantara bentuk dan makna. Meski bentuk verba diharuskan mengacu
pada satu waktu, tetapi pada kenyatannya bentuk verba dapat mengacu pada waktu-waktu yang
berbeda, peristiwa-peristiwa yang berbeda, dan berbagai keadaan yang berbeda.
2.2.2.5 Verb Complementation
Verb complemetation adalah kata-kata atau jenis kata yang dapat digunakan setelah verba
tertentu. Sebagaimana yang terlihat pada modal auxiliary, beberapa verba diikuti oleh invinitif (I
can swim, ‘He should go’), beberapa diikuti oleh ‘to’+ infinitif ( I like to swim, He tried to save
her), beberapa yang diikuti oleh participle (I don’t enjoy running), dan ada juga yang diikuti oleh
‘that’+ klausa baru. Beberapa verba dapat diikuti oleh lebih dari satu pola gramatikal. Contoh: I like to watch TV / I like watching TV. I must go. (bukan I must to go). I explain the problem to him. (bukan I explained him the problem). She protected me from the dragon. (bukan she protected me to the dragon)
She suggested that I trained as a teacher. (bukan she suggested me to train as a teacher).
2.2.3 Pronomina
Ada tiga tipe dasar pronomina: pronomina persona, pronomina reflektiva, dan pronomina
relativa. Pronomina Persona yaitu: I, you, he, she, we, they, dan it. Pronomina persona tidak
hanya dapat menjadi subjek, melainkan dapat juga menjadi objek pronoun (‘I saw him’), refleksif
pronoun (‘I cut myself’), dan posesif pronoun (‘Give it to me. It’s mine!’).
Pronomina Relativa adalah pronomina yang digunakan untuk menggabungkan klausa atau
gagasan, seperti: who, whose, where, which dan that. Sebagai contoh, terdapat dua gagasan, yaitu:
(1) ‘I saw a girl’, (2) ‘she was wearing a beautiful blue dress’. Kedua gagasan ini dapat
Terbit dalam Buku Bunga Rampai “Bahasa dan Sastra dalam Perpektif Pendidikan” Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia FPBS UPI Bandung, April 2009, ISBN: 978-979-97888-5-6 hal:42-61
digabungkan dengan pronomina relativa sehingga konstruksinya menjadi ‘I saw a girl who was
wearing a beautiful blues dress’. ‘Who was wearing a beatiful blue dress’ disebut sebagai relative
clause.
Contoh lainnya: The man who walked into my office was tall and blond. She gave me a pen that I still use. That’s the school where I taught my first class. That’s the women whose courage saved her child. The saxophone is the instrument which makes the nicest sound.
2.2.4 Adjektif
Adjektif dapat digunakan sebelum dan sesudah nomina. Adjektif memiliki berbagai
bentuk, diantaranya adalah komparatif dan superlatif. Adjektif dapat dibentuk menjadi komparatif
dengan menambahkan ‘-er’, seperti: nice→nicer, young→younger; dan menjadi superlatif
dengan menambahkan ‘-est’, seperti: nicest, youngest. Pembentukan ini dapat terjadi pada kategori
adjektif bersuku kata satu. Beberapa adjektif bersifat irregular, seperti ‘good’, ‘bad’ dan lain-lain.
Jika adjektif berakhiran vokal+konsonan, konsonan akhirnya digandakan, seperti ‘big→bigger,
thin→thinner dll. Adapun adjektif yang berakhir dengan huruf ‘y’ maka ‘y’ akan berubah menjadi
‘i’ seperti ‘silly→sillier’, ‘friendly→friendlier’.
Komparatif pada adjektif yang bersuku kata dua atau lebih dibentuk dengan
menambahkan kata more di depan adjektif, sedangkan superlatif dibentuk dengan menambahkan
kata most di didepannya. Khusus untuk adjektif seperti ‘clever’, komparatifnya dapat berbentuk
‘cleverer’ atau ‘more clever’.
Adjective order (urutan kata sifat): rangkaian adjektif yang pola urutanaya berterima adalah
sebagai berikut:
Size → colour → origin → material → purpose → noun
Misalnya : The small purple German silk evening gown
The large ( ) ( ) wooden ( ) crate
2.2.5 Adverb
Adverb dan frasa adverbial dapat berupa waktu (early, late, yesterday morning), cara (He
played well, She ran quickly, He spoke fiercely), dan tempat (‘They work upstairs’, ‘I live in
Cambridge’, ‘You’ll burn in hell for this’).
Adverb biasanya berposisi di akhir kalimat, tetapi terkadang berada di posisi awal atau
tengah. Adapun adverb yang menunjukkan frekuensi, seperti always, usually, often, sometimes
dapat menempati posisi awal, tengah, dan akhir kalimat. Sebagai contoh adalah Sometimes he
rings me up in the morning, He sometimes rings me up in the morning, He rings me up in the
morning sometimes. Untuk adverb ‘never’, ia hanya dapat menempati posisi tengah kalimat.
Adverb tidak lazim berada diantara verba dan objeknya. Dengan demikian, kita akan
mengatakan I usually have sandwiches for lunch, dan bukan ‘I have usually sandwiches for lunch’.
Adverb dapat mengubah adjektif, misalnya: a wonderfully physical performance, an
unusually large cucumber, a really fascinating film dll.
2.2.6 Preposisi
Preposisi (at, in, on, for, of, with dll) lazimnya menduduki posisi sebelum nomina. Akan
tetapi, dapat juga menduduki posisi akhir klausa dengan struktur tertentu. Misalnya, kita bisa
mengatakan The book’s on the shelf’ atau It’s not something I’m very interested in’.
Terbit dalam Buku Bunga Rampai “Bahasa dan Sastra dalam Perpektif Pendidikan” Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia FPBS UPI Bandung, April 2009, ISBN: 978-979-97888-5-6 hal:42-61
Banyak sekali kosakata atau ungkapan yang hanya dapat diikuti oleh preposisi tertentu,
seperti ‘anxious about’, ‘dream about/of’, ‘good at’, ‘kind to’, dan lain-lain.
Beberapa kosakata dapat menjadi preposisi dan adverb sekaligus (sering disebut partikel
adverb). Pada kalimat ‘She climbed down the ladder’, ‘kata down’ adalah preposisi karena
mempunyai objek (‘the ladder’), sedangkan kalimat ‘She sat down’, down adalah adverb karena
tidak memiliki objeknya.
2.2.7 Artikel
Artikel the, a, an diperuntukkan bagi kelas kata yang disebut determinasi. Adapun contoh-
contoh determinasi lainnya adalah this, that, these, those, some, all of. Determinasi biasanya
menempati posisi sebelum nomina atau frasa nomina , seperti ‘an apple’, ‘The red bus’, ‘some of
my best friends’, ‘a Spanish teacher I know’.
Artikel tertentu ’the’ digunakan saat kita berpikir bahwa pembaca atau pendengar
mengetahui sesuatu atau seseorang yang sedang kita bicarakan. Juga dapat berarti mengacu pada
satu hal yang telah tertentu, seperti ’the Pope’ (kita tahu ini satu karena memang hanya ada satu),
‘the book I read’ ) hanya ada satu buku yang sedang dibaca), ‘the oldest man in the world’ (hanya
ada satu orang saja yang paling tua).
Secara umum, definite article digunakan ketika kita membicarakan orang atau sesuatu yang
berbentuk jamak atau uncountables noun, seperti Teachers should establish a good rapport with
their students, Life’s a beach (ucapan orang California), People who live in glass houses should
buy curtains.
Adapun indifinite article (a/an) digunakan untuk mengacu kepada seseorang atau sesuatu
tertentu ketika pendengar atau pembaca tidak tahu siapa atau apa yang sedang dideskripsikan,
misalnya A man was reading the paper, I saw a plane take off, I’m going to buy a new computer.
Indifinite article ‘a/an’ juga digunakan untuk untuk mengacu kepada anggota grup atau
keseluruhan grup, misalnya A man’s gotta do what a man’s gotta do, A good nurse will always
spend time with his patients.
2.2.8 Konjungsi dan Kondisional (Pengandaian)
Konjungsi berfungsi menggabungkan dua klausa, misalnya Nicky said goodnight and
walked out of the house with a heavy heart, She was going to be away for a fortnight so she took
a large suitcase, I can sing but I can’t play the guitar, I’m a teacher because I like working with
people.
Kalimat yang tersusun atas dua klausa hanya menggunakan satu konjungsi. Sebagai contoh
adalah kalimat Although it was early he jumped out of bed, dan bukan ‘Although it was early but
he jumped out of bed’.
Adapun kalimat kondisional dibentuk ketika kata sambung ‘if’ digunakan untuk
menunjukkan keadaan, misalnya If it rains (keadaan), you’ll get wet (hasil)’. Pada kasus ini, sangat
mungkin terjadi hujan, dan karena itu hasilnya adalah mungkin. Jika kita mengubah kalimatnya
menjadi ‘If it rained, you would get wet’ maka kita memberi kesan bahwa kesempatan untuk
terjadinya hujan adalah tidak mungkin. Atau dengan kata lain, kita sedang membicarakan secara
hipotetis yang ditandai dengan penggunaan kata ‘would’ dan bukan ‘will’. Perubahan kala past
perfect pada verba akan menghasilkan suatu kondisi yang mustahil, misalnya If it hard rained, you
would have got wet.
Meski demikian, banyak sekali klausa kondisional yang keluar dari pola dasar tersebut
yakni dengan menggunakan berbagai tenses yang berbeda, misalnya If you finish before time, hand
your papers in and go; If I’d been informed about this, I could solve the problem; dan dalam bahasa
Terbit dalam Buku Bunga Rampai “Bahasa dan Sastra dalam Perpektif Pendidikan” Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia FPBS UPI Bandung, April 2009, ISBN: 978-979-97888-5-6 hal:42-61
Inggris gaya Amerika, If I would have met her earlier, I would have married her. Penggunaan
‘would’ pada kedua klausa tersebut (bila hanya berada di dalam klausa yang menyatakan hasil)
dianggap tidak berterima oleh kebanyakan penutur Inggris British.
3. 2.3 Bentuk dan makna
1. 2.3.1 One form, many meanings (satu bentuk, banyak arti)
Sebagaimana telah dijelaskan sebelumnya bahwa present continuous mengacu pada dua
waktu peristiwa, yakni present (I’m not listening) dan future (I’m seeing him tomorrow). Present
continuous juga dapat mengacu pada peristiwa-peristiwa temporer yang belum tuntas (They are
enjoying the weather) atau pada beberapa peristiwa yang sudah tuntas (He’s always putting his
foot in it). Prilaku yang terjadi pada present continuous menunjukkan bahwa bentuk dasar yang
sama (present continuous) digunakan untuk mengekspresikan sejumlah konsep waktu dan durasi
yang berbeda.
Satu kata dapat bermakna lebih dari satu, misalnya, book memiliki makna: sesuatu yang
dibaca, memesan, daftar taruhan, dll; beat memiliki makna: memenangi/mengungguli,
menyerang, mengaduk (telur); the pulse memiliki makna: bunyi musik, denyut jantung; dan can
memiliki makna: kemampuan, permisi, kemungkinan dan kaleng yang terbuat dari almunium.
Perlu diketahui bahwa pada contoh-contoh bentuk sama yang memiliki banyak makna tersebut
bisa saja merupakan kelas kata yang berbeda.
Banyaknya makna dan bentuk gramatikal yang dikandung oleh sebuah kata mengakibatkan
terjadinya kata itulah yang akan menentukan makna yang diacu oleh kata tersebut. Atau dengan
kata lain, makna dari sebuah kata yang mengandung banyak makna bergantung pada konteks. Jika
kita mengatakan I beat him because I ran faster than he did, maka makna kata beat yang paling
tepat pada konteks ini adalah menang ketimbang diartikan serangan secara fisik atau mengaduk.
Demikian pula dengan kalimat I’m talking to the president berubah secara dramatis bila kita
menggunakan ekspresi-ekspresi yang berbeda, seperti at this very minute atau tomorrow at noon.
Ini menunjukkan bahwa makna dari present continous bergantung pada jenis keterangan yang
dihadirkan.
1. 2.3.2 One meaning, many forms (Satu makna, Banyak Bentuk)
Satu bentuk dapat mengandung banyak makna. Bahkan, satu makna atau konsep dapat
diekspresikan dalam berbagai cara. Sebagai contoh adalah penggunaan present continuous dan
future dalam bentuk-bentuk yang berbeda untuk mengekspresikan konsep dasar yang sama. Contoh: I’ll see you tomorrow. I’m going to win the race – with luck. I can get to you by tomorrow evening. The president arrives at her home on Saturday.
Hal yang terpenting bahwa masing-masing bentuk yang berbeda mempunyai makna yang
agak berbeda meskipun semuanya merupakan kalimat future. Oleh karena itu, meski kata-kata itu
merupakan sinonim, selalu berbeda antara satu dengan yang lain. Sebagai contoh, seorang yang
cerdas (intelligent person) dapat dideskripsikan dengan sejumlah kata yang berbeda: ‘intelligent’,
‘bright’, ‘brainy’, ‘clever’, ‘smart’ dll. Namun, masing-masing kata tersebut mempunyai konotasi
yang berbeda. ‘Brainy’ bentuk kata infromal dan mungkin juga mempunyai konotasi negatif ketika
digunakan oleh anak sekolah untuk menyebut teman-temannya. ‘Bright mengandung konotasi
lincah, bersemangat, orang muda. ‘Clever’ sering digunakan dalam konstruksi frasa dengan
Terbit dalam Buku Bunga Rampai “Bahasa dan Sastra dalam Perpektif Pendidikan” Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia FPBS UPI Bandung, April 2009, ISBN: 978-979-97888-5-6 hal:42-61
konotasi negatif, misalnya too clever by half, He may be clever but he’s not going to get away
with it.
Para pembelajar dan guru harus menyadari fakta bahwa bentuk dan makna tidak selalu
sama, demikian sebaliknya. Meski dua bentuk yang berbeda kelihatannya mempunyai makna yang
sama, kita akan senantiasa menemukan perbedaan maknanya.
2.4 Fungsi Bahasa
Yang dimaksud fungsi bahasa adalah tujuan yang sangat ingin dicapai pada saat
mengatakan atau menulis sesuatu dengan cara ‘memainkan’ fungsi tindakan komunikasi. Bila kita
mengatakan I invite you berarti kita melakukan fungsi pengundangan. Bila kita mengatakan I
apologise, berarti kita melakukan fungsi permaafan. Tentu saja, kita juga dapat mengatakan D’
you want to come to the cinema? untuk mengundang seseorang atau ‘Sorry’ untuk minta maaf.
Berdasarkan contoh di atas, tentu terdapat banyak cara bentuk komunikasi berupa
undangan, permohonan maaf, persetujuan, pemberian nasehat, permintaan informasi, dll. Jika
murid ingin mengekspresikan diri mereka dalam bertutur atau menulis, mereka perlu mengetahui
bagaimana melakukan fungsi-fungsi tersebut. Atau dengan kata lain, murid perlu megetahui
bagaimana menggunakan gramatikal dan kosakata untuk mengekspresikan makna-makna atau
maksud tertentu.
2.5 Kolokasi
Guru bahasa harus mengetahui penggunaan fitur kosakata. Penggunaan fitur ini
berhubungan dengan kolokasi. Sebagai contoh, pertanyaan guru pada mitra tuturnya, “Bagaimana
dengan pelajaranmu?”. Pertanyaan ini dijawab oleh mitra tuturnya, “A complete disaster!”
‘bencana yang sempurna!’ Complete adalah kata yang sering digunakan bersamaan dengan kata
disaster ’bencana’. Penutur tersebut bisa saja mengatakan total disaster dan utter disaster, namun
ia tidak boleh mengatakan ‘full disaster’ atau ‘whole disaster’ meskipun dengan kata tersebut
maknanya akan menjadi jelas.
Contoh ini memperlihatkan bahwa beberapa kata dapat bersanding secara harmonis dan
beberapa yang lain tidak. Ada beberapa kolokasi yang berlaku dan ada beberapa yang tidak
berlaku, seperti: common/good sense ‘pengertian umum’, dan bukan bad senses‘pengertian yang
buruk’; ‘membuat tempat tidur dan bukan making the housework ‘membuat pekerjaan rumah’;
doing the housework ‘mengerjakan pekerjaan rumah’; harmful/damaging effects ‘akibat-akibat
yang merusak’, dan bukan bad effects.
2.6 Ragam Lisan dan Tulisan
Ada beberapa karakteristik yang terdapat dalam ragam lisan. Pertama, para penutur
berbicara dalam kalimat yang tidak sempurna, misalnya cold sebagai ganti It’s cold, cup of coffee
sebagai ganti dari pernyataan Would you like a cup of coffee?, Anything interesting? sebagai ganti
dari Was there anything interesting in it?. Kedua, penutur biasa mengulangi apa yang dikatakan
oleh mitra tuturnya, seperti cold, Yes, cold, really cold.’ Penutur juga cenderung menggunakan
penyingkatan here’s, that’s, how’ve, sementara itu ragam tulisan selalu menggunakan bentuk utuh
dari auxiliary verb (here is, that is, how have).
Penelitian mutakhir memperlihatkan bahwa kata-kata yang berbeda digunakan secara
berbeda dalam ragam lisan dan tulisan. Misalnya, however adalah yang paling umum digunakan
dalam ragam tulisan ketimbang dalam lisan, dan kata started lebih banyak digunakan dalam ragam
lisan ketimbang kata began. Orang biasa menggunakan kata go dalam pengertian said ’katakan’,
Terbit dalam Buku Bunga Rampai “Bahasa dan Sastra dalam Perpektif Pendidikan” Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia FPBS UPI Bandung, April 2009, ISBN: 978-979-97888-5-6 hal:42-61
seperti dalam ungkapan She goes how you feeling and I go not so bad…’. Ungkapan ini nyaris
tidak pernah digunakan dalam ragam tulisan.
Banyak faktor nonlinguistik yang mempengaruhi tuturan.. Penutur dapat mengubah tone
suara mereka dan memberikan penekanan padanya. Mereka dapat berbicara lebih cepat atau lebih
lambat, lebih keras atau lebih lembut. Bila mereka terlibat dalam komunikasi face-to face, mereka
dapat menggunakan ekspresi dan bahasa tubuh.
Ragam tulis memiliki beberapa perangkat, yaitu: tanda hubung, tanda seru, alinea, koma,
huruf kapital, dll. Semua perangkat ini dapat digunakan untuk menciptakan ritme dan efek. Dalam
ragam lisan, penutur dapat mengklarifikasi apa yang mereka ucapkan, bergantung pada siapa yang
menjadi lawan tutur. Adapun dalam ragam tulisan, keberadaan perangkat-perangkat ini menjadi
sangat penting untuk menjaga agar tulisan tidak salah. Bahasa tulisan cenderung lebih saksama
dan menggunakan perlengkapan khusus agar senantiasa tepat maknanya.
2.7 Pelafalan
Ada tiga masalah pelafalan yang berkaitan erat dengan makna.
i. 1) Bunyi.
Setiap kata terdiri dari bunyi-bunyi yang berdiri sendiri (fonem). Sebagai contoh, beat
tersusun atas bunyi /b + i: + t/ (i: adalah lambang bunyi ‘ee’), coffee = /kάfi:/ dan cease = /si:s/.
Bunyi ini direpresentasikan oleh simbol-simbol fonetik . Ini menunjukkan tidak ada
korespondensi satu-satu antara penulisan huruf dan pelafalalan bunyi. Karena itu, /c/ pada kata cat
dilafalkan secara berbeda dengan /c/ pada kata cease, tetapi akan berbunyi sama pada kata ‘coffe’.
Demikian pula dengan though, trough, dan rough, kesemuanya memiliki sistem pelafalan ‘-ou-’,
tetapi dilafalkan secara berbeda pada setiap kasus.
Dengan mengubah satu bunyi, kita dapat mengubah kata dan maknanya. Sebagai contoh,
kita mengganti bunyi /b/ dengan bunyi /m/, misalnya meat berubah jadi beat. Kita mengubah /i:/
menjadi /I/ maka kita akan menemukan bit berubah menjadi beat. Daftar lengkap simbol fonetik
dapat dilihat pada appendix C di halaman 191.
2) Tekanan.
Suku kata yang memperoleh tekanan adalah bagian kata atau frasa yang mempunyai
tekanan lebih besar karena volume pembicaraan meningkat atau pitch (pola titi nada) berubah
ketika mengucapkan suku kata itu, misalnya important, complain, medicine dll. Bentuk kata yang
lebih panjang memiliki penekanan utama dan penekanan sekunder, misalnya interpretation, ‘ter’
adalah tekanan sekunder dan ‘ta’ adalah tekanan utama. Bahasa Inggris mempunyai tekanan kata
yang berbeda. Sebagai contoh, penutur bahasa Inggris British biasanya mengatakan advertisement
sementara banyak orang Amerika akan mengucapkan advertisement. Penempatan tekanan dapat
mempengaruhi arti kata. Sebagai contoh, import adalah nomina, tetapi import adalah verba.
Di dalam frasa dan kalimat, kita memberikan penekanan khusus pada bagian kalimat
tertentu (dengan mengubah pitch nada, meningkatkan volume dll), misalnya I’m a teacher because
I like people. Bahkan, kita juga dapat mengubah makna kalimat dengan cara menempatkan tekanan
dimana saja, sebagai misal I’m a teacher because I like people.
Dalam proses pembelajaran bahasa, guru dapat menggunakan aneka simbol untuk
memperlihatkan tekanan, misalnya:
‘teacher performance rapport engagement
3.) Titi Nada dan Intonasi
Terbit dalam Buku Bunga Rampai “Bahasa dan Sastra dalam Perpektif Pendidikan” Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia FPBS UPI Bandung, April 2009, ISBN: 978-979-97888-5-6 hal:42-61
Titi nada mendeskripsikan tingkatan yang akan kita ucapkan. Beberapa orang memiliki
tingkat titi nada yang tinggi, sebagian lain memiliki titi nada yang rendah. Ketika melakukan titi
nada pada kata-kata yang diucapkan, kita menggunakan tingkatan yang berbeda, misalnya titi
nada yang lebih tinggi digunakan pada saat kita gembira atau takut, tetapi titi nada yang lebih
rendah digunakan pada saat kita mengantuk atau bosan. Adapun intonasi seringkali dideskripsikan
sebagai music of speech. Intonasi ini terjadi pada saat kita mengubah titi nada untuk memberikan
pesan khusus. Hal ini penting agar makna yang kita inginkan sampai. Misalnya, kata Yes dapat
berarti ‘Saya setuju’ , ‘Mungkin saja ini banar’, ‘Anda pasti sedang bercanda’, atau ‘Wow, anda
benar sekali’.
Para pengajar biasanya menggunakan tanda panah atau garis bergelombang untuk
memperlihatkan intonasi tune , seperti contoh berikut ini: You’re not angry, are you? Atau You do love me, don’t you?
Pertanyaan yang pertama merupakan permohonan yang sungguh-sungguh untuk meminta
informasi, sedangkan yang kedua ialah meminta konfirmasi tentang sesuatu yang dianggap benar
oleh si penutur. Hal ini diketahui dari intonasi berbeda yang membawa dua makna yang berbeda.
3. Implikasi dan Penutup
Apa yang dilakukan oleh Harmer ini dapat kita refleksikan ke dalam kondisi pengajaran
bahasa Indonesia. Dewasa ini sinyalemen negatif tentang Pembelajaran Bahasa Indonesia (PBI)
masih menjadi isu aktual dan mengemuka di berbagai forum ilmiah. Dinyatakan, bahwa PBI di
setiap jenjang dan institusi pendidikan pada umumnya belum berjalan sebagaimana yang
diharapkan. Proses pembelajaran dan produktivitas pun kurang mamadai, baik dari segi kuantitas,
kualitas, maupun relevansinya dengan kebutuhan. Pernyataan yang agak spesifik juga muncul,
bahwa kondisi PBI masih memprihatinkan. Proses pembelajaran berlangsung timpang, seadanya,
tanpa bobot dan monoton, sehingga pembelajaran terpasung dalam suasana pembelajaran yang
kaku dan membosankan. Hasilnya pun kemampuan berbahasa mereka rendah, kurang mampu
mengungkapkan perasaan dan gagasan secara logis, runtut, dan mudah dipahami (Widodo,
2008:1).
Ada beberapa komponen yang terkait dengan faktor tersebut, diantaranya: tujuan
pembelajaran, pengajar/guru, pembelajar/siswa, materi, metode, media, kegiatan belajar mengajar,
dan evaluasi pembelajaran. Komponen yang memiliki signifikansi dengan pemikiran Harmer
adalah komponen metode dan materi.
Secara umum, paradigma pengajaran bahasa dapat dipetakan ke dalam dua, yaitu:
paradigma lama (konvensional) yang diwakili oleh pendekatan audiolingual dan paradigma baru
yang diwakili oleh pendekatan komunikasi. Paradigma lama lebih menekankan pada penguasaan
teori, konsep, dan tata bahasa, sedangkan paradigma baru lebih menekankan pada fungsi bahasa
sebagai sarana komunikasi.
Kita harus mengakui bahwa pengajaran bahasa di sekolah dewasa ini masih konvensional.
Guru pun sebenarnya menyadari bahwa pengajaran bahasa seperti itu akan menjadikan pelajaran
bahasa sebagai sesuatu yang sangat membosankan dan tidak memberikan manfaat yang optimal
untuk melahirkan SDM yang unggul. Oleh karena itu, Harmer mencoba mensintesiskan paradigma
pengajaran lama (audiolingual) dan paradigma pengajaran baru (komunikasi). Bagi Harmer, tujuan
pengajaran bahasa tidak hanya diorientasikan pada peningkatan kompetensi gramatikal saja atau
kompetensi komunikatif saja, melainkan harus diorientasikan pada kompetensi gramatikal dan
komunikatif sekaligus. Hal ini berarti bahwa aspek gramatikal dan aspek komunikatif harus
terintegrasi dalam pembelajaran bahasa.
Terbit dalam Buku Bunga Rampai “Bahasa dan Sastra dalam Perpektif Pendidikan” Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia FPBS UPI Bandung, April 2009, ISBN: 978-979-97888-5-6 hal:42-61
Adapun prosedur pemerian bahasa untuk pengajaran bahasa menurut Harmer dapat
digambarkan sebagai berikut:
DAFTAR PUSTAKA
Harmer, Jeremy. 1998. How Teach English. Malaysia:Longman