1
PEMISAHAN SINYAL AKUSTIK BAWAH AIR MENGGUNAKAN
METODE BLIND SEPARATION of SOURCE (BSS)
Wahyu Indra Purnama Sari1)
, Dr. Ir. Wirawan, DEA2)
, Ir. Endang Widjiati M.Eng.Sc.3)
1) 2) 3)
Jurusan Teknik Elektro ITS, Surabaya 60111, email: [email protected]
Bidang Studi Telekomunikasi Multimedia
Jurusan Teknik Elektro – FTI, Institut Teknologi Sepuluh Nopember
Kampus ITS, Surabaya – 60111
Abstrak –Seringkali sinyal akustik yang diterima oleh
sensor tidak sesuai dengan yang diinginkan, yaitu
bercampurnya sinyal tersebut dengan sinyal-sinyal lainnya
di lingkungan. Oleh karena itu, digunakanlah sebuah teknik
untuk memisahkan sinyal-sinyal yang bercampur tersebut.
Salah satu teknik yang dapat digunakan untuk pemisahan
sumber tak dikenal yaitu Blind Separation of Source (BSS).
Sesuai dengan namanya, tak dikenal (blind), berarti tidak
ada informasi mengenai sinyal sumber ataupun sistem
pencampurannya. Ada beberapa metode yang tergabung
dalam BSS. Diantaranya adalah Independent Component
Analysis (ICA), Second Order Statistic (SOS), dan Joint
Approximate Diagonalization of Eigenmatrice (JADE).
Tujuan dari tugas akhir ini adalah membandingkan
masing-masing metode BSS agar dapat diketahui metode
mana yang memberikan hasil pemisahan yang paling baik.
Parameter untuk mengetahui kualitas hasil pemisahan
adalah nilai similarity yang dihitung dengan menggunakan
metode cross correlation dan Euclidian distance, nilai Mean
Square Error (MSE), dan nilai Signal to Interference Ratio
(SIR). Dengan menganalisa hasil simulasi, dapat diketahui
bahwa metode JADE menghasilkan sinyal pemisahan yang
lebih baik daripada metode lainnya pada BSS.
Kata kunci:
I. PENDAHULUAN
Penelitian tentang komunikasi bawah laut di
Indonesia masih sangat terbatas sedangkan karakteristik
dari komunikasi wireless bawah air berbeda dengan
karakteristik komunikasi wireless dengan menggunakan
medium udara. Hal ini dikarenakan karakteristik kanal
yang digunakan yaitu air memiliki sifat-sifat tertentu
yang mempengaruhi kinerja kanal. Gelombang radio dan
elektromagnet yang biasa digunakan pada sistem
komunikasi dengan menggunakan medium udara tidak
dapat dipakai di bawah air. Hal ini dikarenakan
gelombang elektromagnetik dan radio tidak dapat
mencapai jarak yang jauh pada medium air. Jenis
gelombang yang dapat digunakan di medium bawah air
adalah gelombang akustik.
Pada kenyataannya, seringkali sinyal akustik
yang diterima oleh sensor tidak sesuai dengan yang
diinginkan, yaitu bercampurnya sinyal tersebut dengan
sinyal-sinyal lainnya di lingkungan. Sejak dulu,
pemisahan sinyal sudah menjadi permasalahan dalam
bidang teknik. Oleh karena itu digunakanlah sebuah
teknik untuk memisahkan sinyal-sinyal yang bercampur
tersebut. Salah satu teknik yang dapat digunakan untuk
pemisahan sumber tak dikenal yaitu BSS. Sesuai dengan
namanya, tak dikenal (blind), berarti tidak ada informasi
mengenai sinyal sumber ataupun sistem pencampurannya.
Salah satu metode yang paling umum digunakan untuk
melakukan BSS adalah analisis komponen independen
(Independent Component Analysis – ICA) ,Second Order
Blind Identification (SOBI) dan Joint Approximate
Diagonalization of Eigenmatrice (JADE).
II. TEORI PENUNJANG
2.1 Kecepatan Suara [6]
Kecepatan suara dipengaruhi oleh suhu air, salinitas,
dan tekanan (kedalaman). Kecepatan suara akan
bertambah seiring dengan bertambahnya nilai parameter-
parameter tersebut. Untuk penyederhanaannya kecepatan
suara dinyatakan sebagai fungsi temperatur, salinitas, dan
kedalaman dalam Persamaan berikut:
𝑐 = 1448.96 + 4.591𝑇 − 5.304 × 10−2𝑇2 + 2.374 ×10−4𝑇3 + 1.340 𝑆 − 35 + 1.630 × 10−2𝐷 + 1.675 ×10−7𝐷2 − 1.025 × 10−2𝑇 𝑆 − 35 − 7.139 ×10−13𝑇𝐷−3 (1)
Dimana
T = temperatur air [0C]
S = Salinitas [ppt atau part per thousand]
D = kedalaman [m]
2.2 Instantaneous mixture
Instantaneous mixture adalah campuran yang
dihasilkan dari perkalian sesaat secara dot product dari
dua buah sinyal. Rumus untuk mendapatkan hasil
instantaneous mixture adalah sebagai berikut:
X(t)=s1(t).s2(t) (2)
Dimana s1 merupakan sumber suara pertama, s2
merupakan sumber suara kedua, dan X merupakan sinyal
hasil pencampuran kedua sumber.
2.3 Blind Separation of Source [9]
Blind Separation of Sources adalah metode
pemisahan satu set sinyal dari satu set sinyal campuran,
tanpa adanya informasi (atau dengan sangat sedikit
informasi) tentang sumber sinyal atau proses
pencampuran. Pemisahan sinyal Blind bergantung pada
asumsi bahwa sumber sinyal tidak berkorelasi satu
dengan yang lainnya (independent). Sebagai contoh,
bayangkan ada dua orang berbicara pada saat yang sama
di sebuah ruangan yang berisi dua mikrofon, seperti
diGambarkan pada Gambar 1.
Gambar 1. Ilustrasi BSS
2
Pada BSS, diketahui terdapat beberapa sinyal
campuran seperti pada persamaan:
x1(t) = a11s1(t)+ a12s2(t)
x2(t) = a21s1(t)+ a22s2(t) (3)
juga dapat dituliskan menjadi Persamaan (4) di bawah ini:
𝑥 = 𝐴𝑠 (4)
Sedangkan untuk mengetahui sinyal sumber s,
didapatkan dari rumus di bawah ini:
s=Wx (5)
dimana W merupakan invers dari mixing matrix A. untuk
lebih jelasnya, dapat dilihat dari bagan di bawah ini:
Gambar 2 Bagan BSS
Dari Gambar di atas, yang dimaksud mixing
matrix adalah nilai A, Sedangkan nilai unmixing matrix
adalah nilai W. Mixing matrix digunakan pada proses
pencampuran sinyal sedangkan unmixing matrix
digunakan pada proses pemisahan sinyal.
Sebelum dilakukan proses BSS, dilakukan pre
processing yaitu proses centering dan whitening.
Centering adalah proses pemusatan data yang membuat
nilai x menjadi zero mean. Rumus untuk melakukan
centering adalah:
𝑋 = 𝑋 − 𝐸[𝑋] (6)
Sedangkan whitening adalah merupakan
praproses yang berfungsi untuk me“mutih”kan variabel
yang diamati. Dari proses ini didapatkan sebuah vektor
baru yang variansnya sama dengan satu. Rumus untuk
melakukan proses whitening adalah sebagai berikut:
z=Vx 7)
V = D-1/2
Tx (8)
2.4 Independent Component Analysis [1]
Independent Component Analysis (ICA) adalah
sebuah teknik pemrosesan sinyal untuk menemukan
faktor–faktor atau komponen tersembunyi yang
membentuk sekumpulan variabel acak (hasil dari
pengukuran, sinyal atau secara umum data). Ada dua
metode untuk menentukan beberapa komponen
independent, yaitu Deflationary dan symetrical.
Deflationary
Langkah-langkah dalam melakukan metode
deflationary adalah sebagai berikut:
Plih m, jumlah komponen independent, dengan
p=1
Memilih sebuah nilai awal vektor kompleks w,
dapat secara acak
Menghitung nilai w yang baru:
𝑤𝑝 ← 𝐸 𝑧𝑔(𝑤𝑝𝑇𝑧) − 𝐸{𝑔′(𝑤𝑝
𝑇𝑧)}wp (9)
Melakukan orthogonalization seperti di bawah
ini:
wp ← wp − wjwjTwp
p−1j=1 (10)
Menormalkan nilai w yang baru:
𝑤𝑝 ←𝑤𝑝
𝑤𝑝 (11)
Memeriksa konvergensi, bila tidak konvergen
maka kembali ke persamaan (10).
Jika konvergen, set p=p+1. Apabila p≤m, maka
kembali ke persamaan (9).
Symetrical
. Langkah-langkah metode symetrical dapat dilihat di
bawah ini:
Memilih m jumlah komponen independent (jumlah
sumber).
Memilih sebuah nilai awal vektor kompleks wi,
dengan i=1,..,m
Menghitung setiap nilai wi dengan menggunakan
rumus (9).
Melakukan orthogonalization matrix W=(w1,…,wm)T
seperti di bawah ini:
W ← (WWT)−1/2W (12)
Atau dengan iterasi di bawah ini:
o 𝑊 ←𝑊
𝑊 (13)
o 𝑊 ←3
2𝑊 −
1
2𝑊𝑊𝑇𝑊 (14)
o Jika 𝑊𝑊𝑇 tidak mendekati matrix identitas,
kembali ke persamaan (14)
2.5 Second Order Blind Identification [3]
Metode Second Order Statistic adalah sebuah
metode yang menggunakan second order cumulant atau
varians untuk mendapatkan nilai demixing matrixnya.
Langkah-langkah dari algoritma SOBI dapat dilihat di
bawah ini:
Memilih banyaknya time delay yang ingin dilakukan
untuk dapat dicari matrix kovarians dengan
pergeseran waktu.
𝜏 ∈ {𝜏𝑗 𝑗 = 1, … , 𝐾}
Mencari matrix kovarians untuk tiap-tiap time delay
sesuai dengan persamaan di bawah ini, kemudian
mencari whitening matrixnya.
R=E[x(t)x(t+)T] (15)
Membentuk ulang sinyal yang sudah di whitening.
Melakukan Joint Diagonalization sehingga dihasilkan
matrix V. [4]
Mencari sinyal estimasi sesuai dengan Persamaan di
bawah ini:
S=VX (16)
2.6 Joint Approximate Diagonalization of
Eigenmatrice [5]
Metode Joint Approximate Diagonalization of
Eigenmatrice adalah sebuah metode yang menggunakan
fourth order cumulant untuk mendapatkan nilai demixing
matrixnya Langkah algoritma JADE dapat dilihat di
bawah ini:
Mencari nilai Cumulant orde 4 dari sinyal yang sudah
di whitening sesuai dengan Persamaan di bawah ini:
𝑘 𝑧 = 𝐸 𝑧4 − 3(𝐸 𝑧2 )2 (17)
Membentuk ulang cumulant matrix dengan mensortir
eigenvalue dan eigenvector-nya.
3
Melakukan Joint Diagonalization seperti yang ada
pada SOBI.
Mencari sinyal estimasi sesuai dengan Persamaan
(16).
2.7. Cross correlation, MSE, dan SIR
Cross correlation atau korelasi silang adalah
sebuah metode untuk menghitung kesamaan antara dua
sinyal. Cross correlation dihitung sebagai fungsi dari
time delay dengan menggunakan metode perkalian
product yang digeser. Nilai absolut cross correlation
berkisar antara 0 sampai 1. Semakin mendekati angka 1,
maka sinyal semakin mendekati sinyal asli. Rumus untuk
mendapatkan nilai cross correlation antar 2 sinyal dapat
dilihat pada rumus di bawah ini:
𝑅𝑥𝑦 𝑡1, 𝑡2 = 𝐸[𝑋 𝑡1 𝑌 𝑡2 ] (18)
MSE (Mean Square Error) adalah nilai rata-rata
dari eror hasil estimasi. Rumus dari MSE adalah sebagai
berikut:
𝑀𝑆𝐸 =1
𝑛 𝑠 − 𝑠𝑒 2𝑛
𝑖=1 (19)
Dimana n= jumlah sampel data
s=sinyal asli
se=sinyal estimasi
Ukuran yang digunakan untuk menilai kualitas
sinyal terhadap gangguan interferensi dinyatakan dalam
SIR. Interferensi adalah gangguan selain noise yang dapat
menyebabkan kualitas sebuah sinyal menurun. Semakin
tinggi nilai SIR, maka kualitas sinyal semakin baik,
begitu juga sebaliknya. Rumus untuk mencari nilai SIR
pada tugas akhir ini adalah sebagai berikut :
𝑆𝐼𝑅 = −10 𝑙𝑜𝑔10 (𝑀𝑆𝐸) (20)
III. PEMODELAN DAN SIMULASI
3.1 Metodologi Penelitian
Tahapan pemodelan ini dimulai dengan
melakukan studi literatur agar didapatkan pemahaman
tentang algoritma BSS. Setelah melakukan studi literatur,
didapatkan karakteristik data yang dibutuhkan agar
algoritma BSS dapat berjalan dengan baik. Pada Tugas
Akhir ini, terdapat dua tahap dalam pengambilan data.
Yang pertama adalah pengambilan data dengan cara
menggunakan data sinyal input yang sudah ada di matlab
atau dengan mencari sinyal voice dan non voice yang
terdapat di internet kemudian sinyal-sinyal tersebut di-
mixing dengan konfigurasi tertentu. Sedangkan yang
kedua adalah dengan melakukan pengambilan data di
Laboratorium Hidrodinamika Indonesia (LHI). Hasil dari
kedua tahapan tersebut kemudian digunakan sebagai
sinyal inputan dari simulasi algoritma BSS. Hasil
keluaran dari simulasi algoritma BSS tersebut digunakan
untuk mencari nilai similarity, MSE, dan SIR. Nilai-nilai
tersebut kemudian di analisa agar dapat ditarik
kesimpulannya. Adapun diagram alir metodologi
penelitian dari Tugas Akhir ini dapat dilihat pada
Gambar.3.
Gambar 3. Metodologi Penelitian
3.2 Data yang digunakan
Data-data yang diperlukan untuk algoritma BSS
meliputi data sinyal input, mixing matrix, dan fungsi g.
Data-data tersebut divariasikan agar dapat dianalisa
pengaruhnya. Tabel 1-3 di bawah ini merupakan Tabel
data-data yang divariasikan.
Tabel 1. Variasi sinyal input yang digunakan
voice unvoice
sinyal
geometri
suara
kapal
welcome.wav Chirp Sinusoidal propeller
mistery.wav Gong Triangle boat
hope.wav Pulse Kotak sonar
Mixing matrix digunakan sebagai konstanta pengkali pada
algoritma BSS sehingga didapatkan mixing sinyal yang
akan digunakan untuk mencari estimasi sinyal sumber.
Sebagai bahan perbandingan, pada tugas akhir ini juga
ditetapkan 3 macam mixing matrix dengan dimensi 2x2
dan 3 macam mixing matrix dengan dimensi 3x3.
Tabel 2. Mixing matrix yang digunakan
Mixing matrix
2
x
2
[2 34 6
] [2 44 2
] [2 32 1
]
. e-3 [2 32 1
]
3
x
3 [1 2 32 4 64 8 12
] [2 4 62 2 26 4 2
] 2 3 11 2 33 2 1
. e-3
[2 3 11 2 33 2 1
]
Fungsi g merupakan salah satu karakteristik yang
cukup penting pada algoritma ICA. Terdapat beberapa
macam nilai g yang terdapat pada algoritma FastICA,
namun pada tugas akhir ini, hanya akan digunakan 2
macam nilai g. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada
Tabel 3.
4
Tabel 3. Fungsi g yang digunakan
fungsi Tanh Gauss
g tanh (a1y) y exp (- y2/2)
g' a1(1-tanh2 (a1y)) (1-y
2)exp (- y
2/2)
IV. ANALISA HASIL SIMULASI
4.1. Pengaruh sinyal input terhadap algoritma BSS
Sinyal input yang digunakan sebagai inputan
algoritma BSS dibuat bervariasi seperti pada Tabel 1.
Untuk mengukur ada tidaknya pengaruh tersebut, maka
parameter fungsi g dan matrix A dibuat sama pada setiap
algoritma.
Tabel 4. Hasil perhitungan Cross correlation dengan
variasi sinyal input 2 sumber
Dari Tabel 4 dapat dilihat nilai similarity dengan
menggunakan beberapa algoritma BSS dengan
menggunakan variasi sinyal input pada 2 sumber sinyal.
Untuk sinyal voice, digunakan sumber suara
welcome.wav dan mystery.wav. sedangkan untuk sinyal
unvoice, digunakan sinyal gong dan chirp. Sinyal
geometri yg digunakan untuk analisa 2 sumber adalah
sinyal sinusoidal dan triangel sedangkan suara kapal yang
digunakan adalah boat dan propeller. Dari Tabel di atas
dapat terlihat bahwa sinyal input voice, unvoice, dan
suara kapal tidak memberikan pengaruh terhadap hasil
similarity dari algoritma BSS. Ketiga jenis sinyal diatas
dapat terpisahkan dengan baik. Hal ini terlihar dari nilai
similaritynya yang mencapai lebih dari 0.8. Namun, hasil
similarity dengan menggunakan sinyal input geometri
memberikan hasil yang kurang baik. Terlihat bahwa pada
sinyal geometri, algoritma BSS hanya bisa memberikan
hasil yang baik pada salah satu sumber. Hal ini
dikarenakan kedua sinyal tersebut tidak independent.
Gambar 4. Sinyal Asli
Gambar 5. Sinyal Hasil Pencampuran
Gambar 6. Sinyal Pertama Hasil Pemisahan dengan
Algoritma JADE
Gambar 7. Sinyal Kedua Hasil Pemisahan dengan
Algoritma JADE
Gambar 4-7 di bawah ini menunjukkan hasil
pemisahan dengan menggunakan algoritma JADE pada
sinyal voice 2 sumber dengan parameter fungsi g dan
mixing matrix yang sama. Hasil dari pemisahan tersebut
dapat dilihat pada Tabel 4, yaitu hasil similarity dengan
menggunakan metode cross correlation yang
menghasilkan nilai 0,9995 untuk sinyal estimasi pertama
dan 0,9983 untuk sinyal estimasi kedua.
4.2 Pengaruh nilai mixing matrix terhadap
algoritma BSS
Untuk mengetahui ada tidaknya pengaruh nilai
mixing matrix pada algoritma BSS, diberikan beberapa
variasi nilai mixing matrix untuk di analisa. Daftar variasi
nilai mixing matrix dapat dilihat pada Tabel 2. Untuk
mengukur ada tidaknya pengaruh tersebut, maka
parameter fungsi g dan sinyal input dibuat sama pada
setiap algoritma. Sinyal input yang digunakan disini
adalah sinyal voice.
Voice Unvoice geometri kapal
2 x 2 2 x 2 2 x 2 2 x 2
r 0.9939 0.9958 0.4655 0.9967
s 0.9802 0.9819 0.9949 0.9828
r 0.9916 0.9994 0.9982 0.9849
s 0.9878 0.9994 0.6639 0.9875
r 0.9995 1 0.9678 0.9941
s 0.9983 1 0.4007 0.9957
r 0.9477 1 0.767 1
s 0.9488 1 0.9785 1
Nama Metode Similarity
Jenis Sinyal
Defla
Sym
Jade
Sobi
5
Tabel 5. Hasil perhitungan Cross correlation dengan
variasi nilai mixing matrix 2 sumber
Pada Tabel 5, perubahan mixing matrix pada
sinyal masukan 2 sumber, tidak pengaruh besar terhadap
perubahan similarity. Hal ini dapat dilihat dari nilai
similarity dengan menggunakan metode Cross
correlation yang hampir sama di tiap-tiap metode.
Tampak pula nilai similarity tidak tersedia apabila
determinan suatu mixing matrix adalah nol sehingga
mixing matrix tidak invertible.
Tabel 6. Hasil perhitungan MSE dengan variasi sinyal
input 2 sumber
Pada 6 diatas juga dapat terlihat bahwa nilai
mixing matrix tidak terlalu berpengaruh pada perubahan
amplitudo pada sinyal estimasi. Hal ini terlihat dari
perubahan nilai MSE yang sangat kecil sehingga dapat
diabaikan.
4.3 Pengaruh fungsi g terhadap algoritma BSS
Terdapat beberapa fungsi g pada algoritma BSS.
Dalam pengujian ini diberikan beberapa variasi fungsi g
untuk dianalisa. Daftar variasi nilai mixing matrix dapat
dilihat pada Tabel 3. Pengaruh variasi fungsi g tersebut
diterapkan pada algoritma ICA, yaitu algoritma FastICA
deflationary dan FastICA symmetrical. Untuk mengukur
ada tidaknya pengaruh tersebut, maka parameter nilai
mixing matrix A dan sinyal input dibuat sama pada setiap
algoritma. Sinyal input yang digunakan disini adalah
sinyal voice
Tabel 7. Hasil perhitungan Cross correlation dengan
variasi fungsi g pada 2 sumber
Tabel 8. Hasil perhitungan MSE dengan variasi fungsi
g pada 2 sumber
Fungsi g digunakan pada algoritma FastICA
baik pada metode deflationary maupun symetrical. Dari
Tabel 8 dapat dilihat bahwa baik untuk 2 sumber maupun
3 sumber, nilai cross correlation pada hasil dengan
menggunakan fungsi g pertama maupun fungsi g yang
kedua memiliki selisih sangat kecil sehingga dapat
diabaikan.
Pada perhitungan dengan menggunakan metode
MSE, juga dapat terlihat bahwa hasil MSE dengan
menggunakan fungsi g yang pertama baik pada 2 sumber
maupun 3 sumber tidak terlalu berbeda dengan hasil MSE
dengan menggunakan fungsi g yang kedua. Sehingga,
dapat disimpulkan bahwa fungsi g yang digunakan tidak
berpengaruh pada algoritma BSS.
4.4 Pengaruh noise terhadap algoritma BSS
Untuk mengetahui ada tidaknya pengaruh noise
pada algoritma BSS, diberikan beberapa variasi nilai SNR
untuk di analisa. Disini, digunakan 3 macam nilai SNR
yaitu 2dB, 5dB, dan 10dB. Pengaruh variasi nilai SNR
tersebut diterapkan pada masing-masing algoritma yang
digunakan, yaitu FastICA, SOBI, dan JADE. Untuk
mengukur ada tidaknya pengaruh tersebut, maka
parameter nilai mixing matrix, fungsi g dan sinyal input
dibuat sama pada setiap algoritma. Sinyal input yang
digunakan disini adalah sinyal voice.
Gambar 8. Grafik perbandingan nilai SNR dan similarity
dengan menggunakan cross correlation
Grafik di atas menunjukkan hubungan antara
pengaruh SNR dalam sinyal masukan dengan hasil sinyal
yang telah dipisah oleh masing-masing metode. Dari
grafik di atas, tampak bahwa semakin meningkatnya nilai
SNR maka similarity juga akan meningkat. Artinya,
semakin kecil noise, nilai similarity akan semakin besar.
2 x 2 3 x 3 2 x 2 3 x 3
r 0.9939 0.9825 0.9939 0.9914
s 0.9802 0.7351 0.9881 0.6959
t 0.288 0.347
r 0.9944 0.8616 0.9916 0.8598
s 0.9912 0.9036 0.9878 0.9102
t 0.7637 0.7686
Defla
Sym
Fungsi gNama
MetodeSimilarity g1 g2
0
0.2
0.4
0.6
0.8
1
1.2
2 5 10
similarity
SNR (dB)
deflation
ary
Symetri
cal
JADE
SOBI
6
Gambar 9. Grafik perbandingan nilai SNR dan MSE
Grafik di atas menunjukkan hubungan antara
pengaruh SNR dalam sinyal masukan dengan
menggunakan metode MSE. Dari grafik di atas, tampak
bahwa semakin meningkatnya nilai SNR maka nilai MSE
akan semakin menurun. Artinya, semakin kecil noise,
nilai Nilai MSE akan semakin kecil pula. Hal ini
dikarenakan noise berpengaruh pada penurunan nilai
amplitudo sinyal.
V. PENUTUP
Kesimpulan
1. Algoritma FastICA, SOBI dan JADE mampu
memisahkan sinyal dengan baik hal ini terlihat dari
nilai similarity dengan menggunakan metode Cross
correlation pada 2 sumber dengan algoritma FastICA
Deflationary yang mencapai 0.9939, FastICA
symetrical 0.9916, JADE 0.9995, dan SOBI 0.9477.
2. Sinyal input memberikan pengaruh pada tiap-tiap
algoritma. Hal ini bergantung pada terpenuhi atau
tidaknya syarat dari algoritma BSS yaitu independent.
3. Variasi fungsi g tidak berpengaruh pada hasil
pemisahan, karena variasi fungsi g tidak memberikan
perubahan pada nilai similarity.
4. Nilai mixing matrix tidak terlalu mempengaruhi nilai
similarity dengan menggunakan metode cross
correlation dan MSE.
5. Banyaknya sumber ikut berpengaruh pada keakuratan
sinyal hasil estimasi. Semakin banyak sumber,
keakuratan semakin mengecil.
6. Adanya noise mengurangi nilai similarity sinyal
estimasi di tiap-tiap metode.
Saran
1. Pada penelitian yang selanjutnya, dapat dicoba dengan
membandingkan algoritma BSS dengan menggunakan
sinyal hasil pencampuran dari convolutive mixture.
2. Algoritma BSS tidak hanya dapat digunakan pada
sinyal suara namun juga dapat digunakan pada
Gambar. Untuk yang selanjutnya, dapat
diimplementasikan algoritma BSS pada pemisahan
Gambar sebagai sistem pendeteksian suatu image.
3. Dalam pengambilan data di lapangan, sebaiknya
menggunakan data inputan yang memenuhi criteria,
yaitu independent dan non Gaussian.
DAFTAR PUSTAKA
[1] A. Hyvärinen, E. Oja . “Independent Component
Analysis: Algorithms and Application”. Neural
Networks, 13(4-5):411-430, 2000.
[2] A. Mansour, N. Benchekroun.” General Structure for
Separation of Underwater Acoustic”. Berlin. 2006.
[3] Belourchrani, K. Abde-Meraim, J.F. Cardoso, “A
blind separation technique using second order
statistics,” IEEE on Trans. Signal Processing, vol 45,
pp. 434-444,Feb.1997.
[4] Cardoso, J.F. and Souloumiac, A. “Jacobi angles for
simultaneous diagonalization”. SIAM J. Mat. Anal.
Appl., 17, 161–164. 1996.
[5] Cardoso, J.F. and Souloumiac,A. “Blind beamforming
for nonGaussian signals”. Proc. Inst. Elec. Eng., pt.
F, vol. 140, no. 6, pp. 362–370, 1993.
[6] Etter, Paul C. “Underwater Acoustic Modelling, 2nd
edition”. Chapman & Hall. London. Chapter 2-4.
1996
[7] J. Eriksson, A. Kankainen, and V. Koivunen,. “Novel
characteristic function based criteria for ICA”.
Proceedings ICA 2001 San Diego, Dec. 2001.
[8] M.T. Sutherland, J. Liu, A. Tang. “Temporal delays in
blind identification of primary somatosensory cortex”.
International conference on machine learning and
cybernetics. 2004.
[9] Stone, J.V. (2004). “Independent Component
Analysis: A Tutorial Introduction”.MIT Press, Boston.
RIWAYAT PENULIS
Wahyu Indra Purnama sari dilahirkan di Yogyakarta, 13 Juli
1989. Merupakan putri pertama dari
empat bersaudara pasangan Achmad
Husein dan Adi Astuti.Lulus dari
SDN Baratajaya Surabaya tahun
2001 dan melanjutkan ke SLTPN 12
Surabaya. Kemudian melanjutkan
jenjang pendidikan ke SMAN 16 Surabaya pada tahun
2004 dan lulus pada tahun 2007.
Setelah menamatkan SMA, penulis melanjutkan studinya
ke Jurusan Teknik Elektro Institut Teknologi Sepuluh
Nopember Surabaya melalui jalur SPMB pada tahun
2007. Pada bulan Juni 2011 penulis mengikuti seminar
dan ujian Tugas Akhir di Bidang Studi Telekomunikasi
Multimedia Jurusan Teknik Elektro FTI - ITS Surabaya
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana
Teknik Elektro.
0
0.1
0.2
0.3
0.4
0.5
0.6
0.7
0.8
0.9
2 5 10
MSE
SNR (dB)
deflationary
Symetrical
JADE
SOBI