PENANAMAN NILAI-NILAI PENDIDIKAN AKHLAK
PADA ANAK DI LINGKUNGAN PSK (PEKERJA SEKS KOMESIAL)
(Studi Kasus di Bandungan Kabupaten Semarang Tahun 2017)
SKRIPSI
Diajukan untuk Memperoleh Gelar
Sarjana Pendidikan
Oleh
SITI LAILATUL MUNAWAROH
NIM : 111-13-067
JURUSAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
FAKULTAS TARBIYAH DAN ILMU KEGURUAN (FTIK)
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI SALATIGA
2018
ii
Rasimin, M.Pd.
Dosen IAIN Salatiga
Nota Pembimbing
Lamp. : 4 eksemplar
Hal : Naskah skripsi
Saudari Siti Lailatul Munawaroh
Kepada :
Yth. Dekan FTIK IAIN Salatiga
Di Tempat
Assalamualaikum. Wr. Wb.
Setelah kami meneliti dan mengadakan perbaikan seperlunya, maka bersama ini,
kami kirimkan naskah skripsi saudari :
Nama : Siti Lailatul Munawaroh
NIM : 111-13-067
Fakultas/Jurusan : Tarbiyah dan Ilmu Keguruan/Pendidikan Agama Islam
(PAI)
Judul : Penanaman Nilai-Nilai Pendidikan Akhlak Pada Anak Di
Lingkungan PSK (Pekerja Seks Komersial) (Studi Kasus di
Kelurahan Bandungan, Kabupaten Semarang Tahun 2017)
Dengan ini kami mohon skripsi saudari tersebut di atas supaya segera
dimunaqosahkan. Demikian agar menjadi perhatian.
Wassalamualaikum, Wr. Wb.
Salatiga, 14 September 2017
Pembimbing
Rasimin, M.Pd.
NIP. 19750713 200901 1011
iii
iv
v
MOTTO DAN PERSEMBAHAN
MOTTO
“Doa serta usaha”
“Doa itu senjata dan kekuatan bagi orang beriman”
PERSEMBAHAN
Skripsi ini ku persembahkan untuk :
Orang tuaku tercinta bapak Suroto, ibu Siti Maemonah yang telah mengasuh,
membesarkan dan mendidikku dengan penuh kerelaan dan pengorbanan baik
secara lahir maupun batin dengan iringan do’a restunya.
Seluruh keluarga besar saya, terima kasih atas dorongan, motivasinya, serta
do’anya yang telah memperlancar saya dalam menyelesaikan tanggung jawab
ini.
Kepada bapak Rasimin, M.Pd. selaku pembimbing dan sekaligus sebagai
motivator serta pengarah sampai selesainya penulisan skripsi ini.
Kawan-kawan seperjuangan angakatan 2013 terlebih khusus kelas PAI.B yang
telah memberikan motivasi, inspirasi dan semangat belajar.
Kepada keluargaku di kos yang selalu memberikan semangat kepadaku.
Kepada Rifka, dan semua Sahabat Karibku yang selalu memberikan motivasi
dan membantu wira-wiri sehingga terselesaikan tugas ini.
Kepada Iswan tercinta yang senantiasa memberikanku semangat.
Kepada adikku tersayang Ilma yang memberikan keceriaannya untukku.
Kepada keluarga besar perpustakaan di Salatiga.
Kepada Lurah Bandungan dan warga Bandungan yang berpartisipasi dalam
penyelesaian skripsi ini.
Kepada pihak FC yang memfasilitasi dalam penyelesaian skripsi.
vi
KATA PENGANTAR
Assalamu‟alaikum Wr.Wb
Dengan menyebut nama Allah yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang.
Segala puji bagi Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan hidayahNya.
Sholawat dan salam tercurah kepada khotamul anbiya Muhammad SAW, beserta
keluarga dan sahabatnya.
Penulisan skripsi ini penulis banyak mendapatkan bimbingan dan juga
arahan serta saran dari berbagai pihak, sehingga penyusunan skripsi ini dapat
terselesaikan. Oleh karna itu penulis ingin menyampaikan terimakasih kepada:
1. Dr. Rahmat Hariyadi, M.Pd selaku Rektor IAIN Salatiga.
2. Suwardi, M.Pd selaku Dekan FTIK IAIN Salatiga.
3. Siti Rukhayati, M.Pd. selaku Ketua Jurusan PAI FTIK IAIN Salatiga.
4. Rasimin, M.Pd. selaku Dosen Pembimbing yang telah berkenan secara tulus,
ikhlas, dan sabar meluangkan waktu serta mencurahkan pikiran dan
tenaganya, memberi bimbingan dan pengarahan yang sangat berguna sejak
awal proses penyusunan dan penulisan hingga terselesaikannya skripsi ini.
5. Dr. Miftahuddin, M.Ag. selaku pembimbing akademik.
6. Seluruh Dosen Fakultas tarbiyah dan Ilmu Keguruan Jurusan pendidikan
Agama Islam yang telah berkenan memberikan ilmu pengetahuan kepada
penulis dan pelayanan hingga studi ini dapat selesai
7. Keluarga, saudara, sahabat semua yang telah memberikan dukungan dalam
penyelesaikan skripsi ini.
vii
8. Semua pihak yang tidak bisa penulis sebutkan satu per satu yang telah
membantu dalam penulisan skripsi ini.
Semoga amal mereka diterima sebagai amal ibadah oleh Allah SWT serta
mendapatkan balasan yang berlipat ganda. Penulis sadar bahwa dalam penulisan
ini masih banyak kekurangan dan jauh dari kesempurnaan. Oleh karena itu,
dengan kerendahan hati penulis mohon saran dan kritik yang sifatnya membangun
demi kesempurnaan penulisan skripsi ini. Semoga skripsi ini dapat bermanfaat
bagi penulis pada khususnya maupun pembaca pada umumnya dan memberikan
sumbangan bagi pengetahuan dalam dunia pendidikan.
Salatiga, 14 September 2017
Penulis,
Siti Lailatul Munawaroh
NIM. 111-13-067
viii
ABSTRAK
Munawaroh, Siti Lailatul. 2017. Penanaman Nilai-Nilai Pendidikan Akhlak Pada
Anak Di Lingkungan PSK (Pekerja Seks Komersial) (Studi Kasus di
Bandungan, Kabupaten Semarang Tahun 2017). Skripsi, Fakultas
Tarbiyah dan Ilmu Keguruan Jurusan Pendidikan Agama Islam
Institut Agama Islam Negeri Salatiga. Pembimbing: Rasimin, M.Pd.
Kata Kunci : Pendidikan Akhlak, PSK
Pendidikan agama dalam membina akhlak anak sebagai bagian dari
lingkungan PSK tentunya tidak mudah, penelitian ini bertujuan untuk mengetahui
lebih dalam bagaimana pendidikan akhlak pada anak di lingkungan PSK?.
Bagaimana penanaman nilai-nilai pendidikan akhlak pada anak dalam keluarga
PSK?. Apa saja faktor pendukung dan penghambat dalam menanamkan nilai-nilai
pendidikan akhlak pada anak dalam keluarga PSK di Bandungan Kabupaten
Semarang.
Pendekatan dalam penelitian ini adalah deskriptif kualitatif. Sumber data
dan penelitian ini meliputi sumber primer dan sumber sekunder. Pengumpulan
data dilakukan dengan wawancara, observasi, dan dokumentasi. Keabsahan data
diperoleh dengan teknik perpanjangan keikutsertaan, ketekunan pengamatan,
triangulasi, dan pengecekan anggota. Data yang terkumpul dianalisis dengan cara
reduksi data, penyajian data, dan verifikasi.
Temuan penelitian menunjukan bahwa pendidikan akhlak pada anak dalam
keluarga PSK dilakukan dengan menggunakan metode uswatun khasanah,
dialogis, pembiasaan diri, dan nasihat. Penanaman nilai-nilai pendidikan akhlak
pada anak dalam keluarga PSK dilakukan dengan pembatasan pergaulan anak,
mengontrol perilaku anak, memilih teman pergaulan, pembiasaan mengaji,
memberikan nasihat, teguran, pendidikan yang baik, melibatkan anak ke dalam
keluarga, serta bekerjasama dengan pihak sekolah, mengaji, dan tempat les.
Faktor pendukung pendidikan akhlak anak dalam keluarga PSK melalui bakat
serta minat anak yang kuat. Sedangkan faktor penghambatnya berupa sikap
melawan, dan berasal dari luar yaitu lingkungan tempat tinggal pekerja PSK dan
pergaulan dengan teman sebaya yang berpengaruh negatif.
ix
DAFTAR ISI
SAMPUL ....................................................................................................... i
PERSETUJUAN PEMBIMBING ................................................................. ii
PENGESAHAN KELULUSAN ................................................................... iii
PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN ..................................................... vi
MOTTO DAN PERSEMBAHAN ................................................................. v
KATA PENGANTAR………………………………………… ................... vi
ABSTRAK………………………………………… ..................................... viii
DAFTAR ISI………………………………………… .................................. ix
DAFTAR LAMPIRAN………………………………………… .................. xi
BAB I PENDAHULUAN ………………………………………… ............. 1
A. Latar Belakang Masalah .............................................................. 1
B. Fokus Penelitian .......................................................................... 5
C. Tujuan Penelitian ........................................................................ 6
D. Kegunaan Penelitian .................................................................... 6
E. Kajian Penelitian Terdahulu ........................................................ 7
F. Sistematika Penulisan .................................................................. 10
BAB II LANDASAN TEORI ………………………………………… ....... 12
A. Nilai-Nilai Pendidikan Akhlak .................................................... 12
1. Pendidikan Akhlak .................................................................. 12
2. Pendidikan Akhlak Dalam Keluarga ....................................... 21
B. Pendidikan Akhlak di Lingkungan PSK ..................................... 32
1. Lingkungan ............................................................................. 32
x
2. PSK ........................................................................................ 35
3. Lingkungan PSK dan Pendidikan Akhlak Dalam Keluarga ... 42
BAB III METODE PENELITIAN ………………………………………… 45
A. Pendekatan dan Jenis Penelitian …………….............................. 45
B. Lokasi Penelitian .......................................................................... 45
C. Sumber Data ................................................................................ 46
D. Prosedur Pengumpulan Data ....................................................... 47
E. Analisis Data ............................................................................... 48
F. Pengecekan Keabsahan Data ....................................................... 49
G. Tahap-Tahap Penelitian .............................................................. 50
BAB IV PAPARAN DATA DAN ANALISIS ............................................. 51
A. Paparan Data ............................................................................... 51
B. Temuan Penelitian ....................................................................... 53
C. Pembahasan ................................................................................. 64
BAB V PENUTUP ........................................................................................ 71
A. Kesimpulan ................................................................................. 71
B. Saran ............................................................................................ 72
DAFTAR PUSTAKA ................................................................................... 73
LAMPIRAN-LAMPIRAN
xi
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1 Daftar Riwayat Hidup
Lampiran 2 Surat Permohonan Ijin Penelitian
Lampiran 3 Surat Keterangan Melakukan Penelitian
Lampiran 4 Surat Rekomendasi Penelitian dari Kantor Kesatuan Bangsa dan
Politik Kabupaten Semarang Lampiran 4 Surat Pengajuan Pembimbing
Lampiran 5 Lembar Konsultasi Skripsi
Lampiran 6 Pedoman Wawancara
Lampiran 7 Dokumentasi Foto Penelitian
Lampiran 8 Laporan SKK
Lampiran 9 Stuktur Organisasi Kecamatan Bandungan
Lampirab 10 Data Kependudukan Kelurahan Bandungan
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Pendidikan merupakan hal yang penting bagi kehidupan manusia.
Tujuan pendidikan yaitu meningkatkan kualitas sumberdaya manusia.
Pendidikan merupakan usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan
suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif
mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual
keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia,
serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa, dan
negara (Saebani, 2010: 36).
Pendidikan yaitu upaya untuk mengembangkan ranah kognitif,
afektif, dan psikomotorik. Muara ranah kognitif adalah tumbuh dan
berkembangnya kecerdasan dan kemampuan intelektual akademik, ranah
afektif bermuara pada terbentuknya karakter kepribadian, dan ranah
psikomotorik akan bermuara pada keterampilan vokasional dan perilaku
(Damayanti, 2014: 9).
Jadi, pendidikan merupakan usaha dan kegiatan yang berproses
dengan tujuan yang bertingkat. Pendidikan akan menghasilkan manusia
yang berguna bagi dirinya sendiri dan masyarakat serta senang dan gemar
mengamalkan ilmu yang telah diperolehnya, dan dapat mengambil
manfaat darinya untuk kepentingan hidup di dunia sampai akhirat.
2
Manusia tanpa pendidikan maka tidak akan menjadi manusia yang
sebenarnya, yaitu manusia yang utuh dengan segala fungsinya, secara fisik
maupun psikisnya. Dengan pendidikan semua aspek yang ada dalam diri
manusia akan tercapai, aspek tersebut meliputi aspek fisikal dan spiritual.
Pendidikan telah terbukti menjadi tonggak dalam kehidupan manusia,
apalagi di era globalisasi ini manusia dituntut untuk selalu belajar agar
dapat eksis dan bertahan membaur dalam masyarakat. Melihat banyaknya
peranan pendidikan di antaranya seperti yang telah dipaparkan di atas,
maka pendidikan merupakan hal yang penting dalam kehidupan.
Nilai-nilai Islam ditumbuhkembangkan dalam diri pribadi manusia
melalui proses transformasi kependidikan. Proses kependidikan yang
mentransformasikan (mengubah) nilai tersebut selalu berorientasi pada
kekuasaan Allah dan Iradah-Nya yang menentukan keberhasilannya.
Fokus dalam pendidikan Islam adalah akhlak. Masalah akhlak adalah suatu
masalah yang menjadi perhatian orang dimana saja, baik dalam
masyarakat yang telah maju maupun dalam masyarakat yang masih
belakang (Basri dan Saebani, 2010: 20-22).
Lingkungan tempat tinggal bagi setiap orang dimanapun dia
berada, merupakan suatu dasar yang signifikan dalam pembentukan akhlak
orang yang berada di sekitarnya, khususnya dalam keluarga dan umumnya
masyarakat sekelilingnya. Terlebih pengaruh itu akan lebih besar
dampaknya kepada anak-anak usia muda atau remaja, yang mana sesuai
3
dengan perkembangan dan dinamikanya saat itu, mereka sedang mencari
jati diri dan pengakuan atas eksistensinya.
Berbagai upaya untuk membangun dan meningkatkan kualitas
sumber daya manusia di dalam lingkungan masyarakat pada umumnya,
saat ini telah dilaksanakan oleh berbagai lembaga, melalui berbagai
program yang telah disiapkan, baik itu lembaga pemerintah maupun
swasta dan lembaga-lembaga sosial dengan sumber dana dari dalam dan
luar negeri, bahkan lembaga pendidikan, yang mana secara keseluruhan
tujuan utamanya adalah agar tercipta sebuah masyarakat madani yang
didukung oleh kemandirian melalui penyerapan program yang telah
disiapkan. Lingkungan pendidikan pertama adalah keluarga. Orang tua
menentukan pola pembinaan pertama bagi anak dengan sebaik-baiknya.
Memberikan pengetahuan jenis-jenis kebajikan dan keburukan serta dapat
memilah sekaligus mengamalkannya secara maksimal (Basri dan Saebani,
2010: 133).
Manusia memiliki hak asasi untuk memperoleh pendidikan
dimanapun dan kapanpun. Kunci utama untuk menjadikan pribadi anak
yang baik adalah pendidikan dalam keluarga. Sehingga orang tua disini
harus memiliki bekal yang cukup untuk memberikan karakter, akhlak,
moral, agama, dan pengetahuan dengan berbagai cara yang dilakukan.
Pada umumnya pendidikan dalam keluarga itu bukan dari sesuatu yang
telah direncanakan secara terstruktur dan bukan pula terlahir dari
pengetahuan mendidik, melainkan karena secara kodrati suasana dan
4
strukturnya memberikan kemungkinan secara alami membangun situasi
pendidikan. Semua itu terwujud berkat pergaulan dan hubungan pengaruh
mempengaruhi secara timbal balik antara orang tua dan anak. Orang tua,
baik ayah maupun ibu keduanya merupakan pendidik bagi anak.
Kependidikannya akan dinilai berhasil apabila keduanya tidak hanya
sekedar memberi nasihat, perintah, dan membuat berbagai peraturan, tetapi
juga dengan keteladanan tentang pendidikan karakter, akhlak, moral,
agama dan pengetahuan dari keduanya yang pantas dicontohkan kepada
anak.
Tidak dapat dipungkiri juga kegiatan pendidikan akhlak pada anak
dipengaruhi oleh unsur pergaulan dan unsur lingkungan, yang keduanya
tidak dapat dipisahkan namun dapat dibedakan. Dalam pergaulan tidak
selalu berlangsung pendidikan walaupun di dalamnya terdapat faktor-
faktor yang berdaya guna untuk mendidik. Pergaulan merupakan unsur
lingkungan yang turut serta mendidik seseorang.
Melihat dinamika kehidupan masyarakat dengan keanekaragaman
kepentingan mulai dari politik, ekonomi, sosial, budaya dan agama serta
lainnya, mengakibatkan terjadinya berbagai fenomena yang sangat
beragam. Salah satu fenomena yang sangat menyentuh hati setiap orang
yang melihat dan tidak banyak orang yang mau menyediakan waktu dan
sarana/prasarana agar terjadi perubahan ke arah yang lebih positif, adalah
lingkungan PSK . Masalah yang banyak terjadi di Indonesia adalah PSK
yang dipandang ilegal dan terlarang oleh semua agama. Kenyataannya
5
dalam masyarakat tidak semua keinginan masyarakat dapat terpenuhi
seperti yang diharapkan. Masalah pendidikan yang selalu diperbincangkan
dapat kita lihat dalam pendidikan yang ada pada keluarga PSK .
Pendidikan, agama, dan akhlak merupakan pondasi utama agar
seseorang tidak terjerumus ke lembah nista. Dari permasalahan kehidupan
PSK salah satu yang menjadi perhatian adalah nasib dari anak-anak yang
tinggal di lingkungan tersebut. Hal penting dalam mendidik anak idealnya
adalah orang tua tersebut memiliki pengetahuan agama yang cukup
sebagaimana landasan yang kuat bagi perkembangan pendidikannya.
Bagaimana hasil dari pendidikan agama dalam membina akhlak anak
sebagai bagian dari lingkungan PSK ? Apakah orang tua yang tinggal di
lingkungan PSK mampu mendidik akhlak anaknya?
Berdasarkan dari latar belakang di atas, peneliti bermaksud untuk
melakukan penelitian tentang “Penanaman Nilai-Nilai Pendidikan Akhlak
Pada Anak Di Lingkungan PSK (Pekerja Seks Komersial) (Studi Kasus di
di Bandungan Kabupaten Semarang Tahun 2017)”.
B. Fokus Penelitian
1. Bagaimana pendidikan akhlak pada anak di lingkungan PSK di
Bandungan Kabupaten Semarang?
2. Bagaimana penanaman nilai-nilai pendidikan akhlak pada anak di
lingkungan PSK di Bandungan Kabupaten Semarang?
6
3. Apa saja faktor pendukung dalam menanamkan nilai-nilai pendidikan
akhlak pada anak di lingkungan PSK di Bandungan Kabupaten
Semarang?
4. Apa saja faktor penghambat dalam menanamkan nilai-nilai pendidikan
akhlak pada anak di lingkungan PSK di Bandungan Kabupaten
Semarang?
C. Tujuan Penelitian
1. Untuk mengetahui pendidikan akhlak pada anak di lingkungan pekerja
PSK di Bandungan Kabupaten Semarang.
2. Untuk mengetahui upaya penanaman nilai-nilai pendidikan akhlak
pada anak di lingkungan PSK di Bandungan Kabupaten Semarang.
3. Untuk mengetahui faktor pendukung dalam menanamkan nilai-nilai
pendidikan akhlak pada anak di lingkungan PSK di Bandungan
Kabupaten Semarang.
4. Untuk mengetahui faktor pendukung dalam menanamkan nilai-nilai
pendidikan akhlak pada anak di lingkungan pekerja PSK di
Bandungan Kabupaten Semarang.
D. Kegunaan Penelitian
1. Secara Teoritis
Manfaat teoritis hasil penelitian ini diharapkan mampu
memberikan informasi kepada orang tua/guru/pemerhati/peneliti akan
7
penanaman nilai-nilai pendidikan akhlak pada anak dalam keluarga
PSK .
2. Secara Praktis
Tulisan ini dapat memberikan masukan kepada semua pihak
terkait yang ingin mengadakan penelitian lebih lanjut mengenai
penanaman nilai-nilai pendidikan akhlak pada anak dalam keluarga di
lingkungan PSK . Serta menjadi sumbangan penelitian alternatif untuk
masyarakat mengenai gambaran penanaan nilai-nilai pendidikan
akhlak pada anak dalam keluarga PSK .
E. Kajian Penelitian Terdahulu
Siti Ivayatun (2012), menyimpulkan dalam skripsinya yang
berjudul “Pendidikan Akhlak Dalam Keluarga Karyawan Panti Mandi Uap
Dan Anak Kost di Kelurahan Bandungan Kecamatan Bandungan
Kabupaten Semarang Tahun 2012” bahwa keluarga pekerja seks komersial
memberikan pendidikan akhlak dalam keluarganya dengan menggunakan
metode keteladanan, pembiasaan diri dan pengalaman, nasihat, khiwar,
dan hukuman.
Radhiya Bustan, Emmalia Sutiasasmita, dan Hanifah Arief (2013)
menyatakan dalam jurnalnya yang berjudul “Pengaruh Pendidikan Islam
Terhadap Kecerdasan Spiritual Pada Remaja Yang Tinggal di Lingkungan
Pekerja Seks Komersial (PSK) Tanah Abang Jakarta Pusat”. Pendidikan
Islam yang dilakukan selama ini di Pengajian Hurin’in berpengaruh
8
terhadap kecerdasan spiritual pada remaja santri yang tinggal di
lingkungan PSK, dengan hasil 45,3% merupakan variabel kecerdasan
spiritual.
A. M. Wibowo (2016), menyimpulkan dalam jurnalnya yang
berjudul “Madrasah Diniyah di Tengah Kampung PSK” berhasil
menemukan temuan yaitu Madrasah Diniyah Miftahul Hidayah di Desa X,
Kecamatan Bandar Kabupaten Batang”, merupakan sebuah lembaga
pendidikan keagamaan informal yang bertujuan untuk mengatisipasi
budaya perkawinan anak usia dini serta mencoba memutuskan jaringan
pelacuran sebagai akibat perkawinan usia dini.
Penelitian Nuhri (2011) tentang “Pelaksanaan Bimbingan Agama
Islam Pada Wanita Tuna Susila di Panti Sosial Karya Wanita Mulya Jaya
Pasar Rebo Jakarta” bahwa pelaksanaan bimbingan PSKW Mulya Jaya
dimulai dengan tahap identifikasi. Proses yang dilakukan meliputi:
penerimaan, masa penyesuaian, pengungkapan dan analisa masalah,
orientasi umum, dan penyembuhan fisik. Selanjutnya tahap rehabilitasi
meliputi rehabilitasi mental, spiritual, fisik, sosial, dan berbagai
keterampilan.
Penelitian Devy Tri Wahyuni (2015), tentang “Pendidikan
Karakter Melalui TPQ Miftahul Huda Pada Anak di Lingkungan
Lokalisasi Kampung Baru Desa Sukodadi Kecamatan Kabuh Kabupaten
Jombang”. Bahwa TPQ (Taman Pendidikan Al-Qur’an) Miftahul Huda
berdiri sekitar tahun 2007-2008 karena warga ingin anak-anak mereka
9
dapat belajar agama dan akhlak yang baik meski berada di lingkungan
lokalisasi. Program pengembangan TPQ Miftahul Huda meliputi belajar
membaca Al-Qur’an, belajar kesenian Hadrah dan penanaman pendidikan
karakter.
Mardina Dyah Utami (2010), menyimpulkan dalam skripsinya
yang berjudul “Manajemen Konflik Pada Wanita Pekerja Seks Komersial
Yang Berkeluarga (Sebuah Studi Kualitatif dengan Pendekatan
Fenomenologis)” bahwa peneliti menemukan adanya satu karakteristik
yang menonjol, yaitu adanya kekosongan spiritual dalam diri subjek
penelitian.
Muhammad Yusuf (2015), menyimpulkan dalam skripsinya yang
berjudul “Motivasi Beribadah Mahdhah Pada Pekerja Seks Komersial
(Psk) Di Tegal Panas Desa Jati Jajar Kecamatan Bergas Kabupaten
Semarang Tahun 2015” bahwa motivasi beribadah pada PSK adalah: 1)
untuk bekal di akhirat 2) supaya bisa taubat dan lepas dari dunia prostitusi
3) untuk mencari ketenangan 5) untuk mengurangi dosa 6) untuk
memenuhi kewajiban sebagai manusia beragama 7) untuk mendapat
pahala dari Tuhan.
Sholekah Rinto Yuliana (2012), menyimpulkan dalam skripsinya
yang berjudul “Model Dakwah Bimbingan Untuk Pekerja Seks Komersial
(PSK) Di Gambilangu (GBL) Mangkang Oleh K.H. Ahmad Sirojudin”
bahwa pola bimbingan keagamaan yang telah dilakukan oleh K.H. Ahmad
Sirojudin menggunakan pendekatan sosiologis religious sehingga pekerja
10
seks dan masyarakat sekitar lokalisasi sebagai obyek merasa senang dan
menerima bimbingannya.
Dicky Dwi Ardiansyah (2017), menyimpulkan dalam skripsinya
yang berjudul “Pendidikan Akhlak Di Majelis Ta’lim Masyarakat Gunung
Kemukus Desa Pendem Kecammatan Sumber Lawang Kabupaten Sragen”
bahwa pelaksanaan pendidikan akhlak di Gunung Kemukus yaitu meliputi:
1) Kajian untuk Remaja dan bapak-bapak setiap hari Kamis jam 20.00
WIB. Diisi dengan yasinan, tahlilan, dan tausiyah tentang akhlak. 2)
Sekolah untuk ibu-ibu yang buta huruf dilaksanakan setiap hari Senin jam
13.00 WIB, sekolah ibu-ibu di isi dengan tausiyah, dan di isi materi Baca
Tulis Alquran (BTA), Ibadah, akidah akhlak, Hadits dan juga tafsir Al-
quran. Dalam sekolah ini dibimbing oleh petugas dari kabupaten.
Berangkat dari permasalahan di atas maka penulis ingin
melakukan penelitian tentang “Penanaman Nilai-Nilai Pendidikan Akhlak
Pada Anak Di Lingkungan Pekerja PSK (Studi Kasus di Bandungan
Kabupaten Semarang Tahun 2017)” dimana data hasil penelitian ini
diperoleh dari wawancara langsug oleh keluarga yang tinggal di
lingkungan PSK di Kelurahan Bandungan, Kecamatan Bandungan,
Kabupaten Semarang.
F. Sistematika Penulisan
Untuk memperoleh gambaran yang jelas tentang skripsi ini, maka
dibuat sistematika penulisan skripsi. Adapun wujud dari sistematika yang
dimaksud adalah:
11
Bab I, pada bab ini membahas tentang Latar Belakang Masalah,
Fokus Penelitian, Tujuan Penelitian, Kegunaan Penelitian, Kajian
Penelitian Terdahulu, dan Sistematika Penulisan.
Bab II, pada bab ini adalah membahas Landasan Teori tentang
Pendidikan Akhlak Dalam Keluarga di Lingkungan PSK .
Bab III, pada bab ini membahas tentang Metode Penelitian yang
mencakup Pendekatan dan Jenis Penelitian, Lokasi Penelitian, Sumber
Data, Prosedur Pengumpulan Data, Analisis Data, Pengecekan Keabsahan
Data, dan Tahap-Tahap Penelitian.
Bab IV, pada bab ini membahas tentang jawaban atas rumusan
masalah dan relevansi penanaman nilai-nilai pendidikan akhlak pada anak
dalam keluarga yag tinggal di lingkungan PSK .
Bab V, berisi Kesimpulan dan Saran, untuk dijadikan bahan
pertimbangan bagi yang membutuhkan, dan sebagai bahan masukan dalam
dunia pendidikan agama khususnya pendidikan akhlak.
12
BAB II
LANDASAN TEORI
A. Nilai-Nilai Pendidikan Akhlak
1. Pendidikan Akhlak
a. Pengertian Pendidikan
Secara bahasa pendidikan berasal dari bahasa Arab
“tarbiyah” yang berarti pendidikan. Sedang secara istilah
pendidikan adalah usaha dan kegiatan yang dilakukan oleh
pendidik dengan menyampaikan ajaran agama, memberi contoh,
melatih keterampilan, memberi motivasi dan menciptakan
lingkungan sosial yang mendukung pelaksanaan ide pembentukan
pribadi muslim (Daradjat, 2011: 25-28).
Dalam Undang-Undang tentang Sistem Pendidikan Nasional
Nomor 20 tahun 2003, Pasal 3 disebutkan bahwa pendidikan
nasional berfungsi untuk mengembangkan dan membentuk watak
serta peradaban bangsa yang mertabat dalam rangka mencerdaskan
kehidupan bangsa. Hal ini bertujuan untuk berkembangnya potensi
peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa
kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu,
cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis
serta bertanggung jawab.
12
13
Tujuan tersebut merupakan rumusan kualitas manusia
Indonesia yang harus dikembangkan oleh setiap satuan pendidikan.
Pendidikan merupakan upaya untuk mengembangkan ranah
kognitif, afektif, dan psikomotorik. Muara ranah kognitif adalah
tumbuh dan berkembangnya kecerdasan dan intelektual akademik,
ranah afektif bermuara pada terbentuknya karakter kepribadian, dan
ranah psikomotorik akan bermuara pada keterampilan vokasional
dan perilaku (Damayanti, 2014: 9).
Pendidikan Islam merupakan pendidikan ketuhanan, yang
menjadikan berbeda dengan pendidikan yang lain baik dari sisi
tujuan, karakter, kandungan, ciri-ciri, dan pengaruhnya dalam
kehidupan riil. Pendidikan Islam juga diidentikkan dengan
pendidikan akhlak yang menekankan perubahan sikap menuju yang
utama. Keberadaan pendidikan Islam sebagai pendidikan
ketuhanan, menjadikannya berjalan selaras dengan makna yang
luas, Islam sebagai agama dunia dan akhirat, agama yang
komperehensif mencakup seluruh maslah kehidupan, menyangkut
kebutuhan individu, masyarakat manusia seluruhnya (Hafidz dan
Kastolani, 2009: 33).
b. Pengertian Akhlak
Akhlak adalah suatu keadaan yang melekat pada jiwa-jiwa
manusia, yang daripadanya lahir perbuatan-perbuatan dengan
mudah, tanpa melalui proses pemikiran, pertimbangan, dan
14
penelitian. Jika keadaan tersebut melahirkan perbuatan yang baik
dan terpuji menurut pandangan akal dan syara‟ (hukum Islam),
disebut akhlak yang baik. Jika perbuatan-perbuatan itu timbul tidak
baik, dinamakan akhlak buruk.
Akhlak menempati posisi yang sangat penting dalam Islam
yang dapat dilihat dalam berbagai sunnah qauliyah (sunnah dalam
bentuk perkataan) Rasulullah SAW, diantaranya adalah
“sesunggguhnya aku diutus untuk menyempurnakan akhlak” (HR.
Ahmad); ”mukmin yang paling sempurna imannya adalah yang
paling baik akhlaknya” (HR. Tirmizi). Dan akhlak Nabi
Muhammad yang diutus menyempurnakan akhlak manusia itu,
disebut akhlak Islam atau akhlak Islami yang terdapat dalam wahyu
Allah yang terdapat dalam Al-Qur’an yang menjadi sumber utama
agama dan ajaran Islam.
Suri teladan yang digambarkan Rasullah SAW selama
hidup beliau adalah merupakan contoh akhlak yang tercantum
dalam Al-Qur’an. Butir-butir akhlak yang baik yang disebut dalam
berbagai ayat yang tersebar dalam Al-Qur’an terdapat pula Hadis
yang memuat perkataan, tindakan, dan sikap diam Nabi
Muhammad selama kerasulan beliau 13 tahun di Makkah dan 10
tahun di Madinah. Menurut Aisyah yang banyak sekali
meriwayatkan sunnah Rasulullah, akhlak Nabi Muhammad adalah
(seluruh) isi Al-Qur’an (Daud, 2008: 348-351).
15
c. Fungsi dan Peran Lembaga Pendidikan
Peranan lembaga pendidikan adalah membantu lingkungan
keluarga yang bertugas mendidik dan mengajar, memperbaiki dan
memperhalus tingkah laku anak yang dibawa dari keluarganya.
Sedangkan fungsi lembaga pendidikan itu sendiri adalah:
mengembangkan kecerdasan pikiran dan memberikan
pengetahuan, spesialisi, efisiensi, sosialisasi, konservasi dan
transmisi kultural, serta transisi dari rumah ke masyarakat
(Hasbullah, 2009: 49-51).
d. Ruang Lingkup Pendidikan
Pertama adalah teori-teori dan konsep-konsep yang
diperlukan bagi perumusan desain pendidikan Islam dengan
berbagai aspeknya: visi, misi, tujuan, kurikulum, proses belajar
mengajar, dan sebagainya.
Kedua, teori dan konsep yang diperlukan untuk praktik
pendidikan, yaitu memengaruhi peserta didik agar mengalami
perubahan, peningkatan dan kemajuan, baik dari segi wawasan,
keterampilan, mental spiritual, sikap, pola pikir, dan
kepribadiannya. Berbagai komponen ketrampilan terapan yang
diperlukan dalam praktik pendidikan, berupa praktik pedagogis,
didaktik, dan metodik didasarkan pada teori-teori dan konsep-
konsep yang terdapat dalam ilmu pendidikan Islam (Nata, 2010:
22-23).
16
e. Tujuan Pendidikan
Tujuan pendidikan bukanlah suatu benda yang berbentuk
tetap dan statis. Tapi ia merupakan suatu keseluruhan dari
kepribadian seseorang, berkenaan dengan seluruh aspek
kehidupannya (Daradjat, 2011: 29-33).
f. Pendidik
Pendidik ialah orang yang memikul pertanggung jawaban
untuk mendidik, yang disebut pendidik menurut Dwi Nugroho
Hidayanto dalam Hasbullah (2009: 17) adalah yang mempunyai
karakteristik:
1) Mempunyai individualitas yang utuh
2) Mempunyai sosialitas yang utuh
3) Mempunyai norma kesusilaan dan nilai-nilai kemanusiaan
4) Bertindak sesuai dengan nilai dan norma itu atau bertanggung
jawab sendiri demi kebahagiaan dirinya dan kebahagiaan
masyarakat atau orang lain.
g. Anak Didik
Anak didik adalah setiap orang yang menerima pengaruh
dari seseorang atau sekelompok orang yang menjalankan kegiatan
pendidikan. Dalam arti sempit anak didik adalah anak (pribadi
yang belum dewasa) yang diserahkan kepada tanggung jawab
pendidik (Hasbullah, 2009: 23-24).
17
h. Alat Pendidikan
Alat pendidikan adalah suatu tindakan atau situasi yang
sengaja diadakan untuk tercapainya suatu tujuan pendidikan yang
yang diinginkan.
i. Lingkungan Pendidikan
Lingkungan adalah kondisi dan alam dunia yang dengan
cara-cara tertentu dapat mempengaruhi tingkah laku sesorang.
Menurut Ki Hajar Dewantara lingkungan pendidikan meliputi
lingkungan keluarga, lingkungan sekolah dan lingkungan
organisasi pemuda, yang ia sebutkan dengan Tri Pusat Pendidikan
(Hasbullah, 2009: 33).
j. Ruang Lingkup Akhlak
Banyak sekali butir-butir akhlak dalam Al-Qur’an dan Al-
Hadis yang tidak bisa diuraikan satu persatu. Dalam lingkup ini
dicantumkan beberapa saja sebagai contoh:
1) Akhlak Terhadap Tuhan
Mengetahui, memahami, dan meyakini bahwa Tuhanlah
yang menciptakan langit dan bumi beserta segala isinya. Tuhan
pula yang menciptakan manusia, hewan dan tumbuh-tumbuhan.
Tuhan juga menciptakan makhluk gaib, seperti malaikat dan jin.
Jadi, Tuhan itu disebut Khaliq (Sang Pencipta) dan semua yang
diciptakan Tuhan disebut makhluk.
18
Kewajiban manusia terhadap Allah diantaranya adalah:
Kewajiban diri kita terhadap Allah, dengan ibadah shalat, dzikir,
dan doa. Kewajiban keluarga kita terhadap Allah, adalah dengan
mendidik mereka, anak dan isteri agar dapat mengenal Allah
dan mampu berkomunikasi dan berdialog dengan Allah.
Adapun akhlak terhadap Allah diantaranya adalah
mencintai Allah melebihi apapun; melaksanakan segala perintah
dan laranganNya; mengharap keridhaanNya; bersyukur atas
nikmatNya; menerima dengan ikhlas atas semua yang Allah
berikan; memohon ampunan kepadaNya; bertaubat kepadaNya;
serta bertawakal kepadaNya.
2) Akhlak Terhadap Rasulullah
Mencintai Rasulullah secara tulus dengan menikuti
semua sunnahnya; mengidolakannya (suri tauladan);
menjalankan sunnnahnya dan menjauhi apa yang telah dilarang.
3) Akhlak Terhadap Orang Tua
Agar anak memiliki akhlak mulia kepada orang tuanya
adalah berakti kepada orang tua baik yang masih hidup maupun
yang sudah meninggal. Ketika masih hidup kita diwajibkan
mempertahankan dan membantu keperluan orang tua;
merawatnya ketika sedang sakit; perbuatan yang menyenangkan
hatinya, dan masih banyak lagi. Serta kepada orang tua yang
telah meninggal adalah memandikan, mengafani, menyolatkan,
19
dan menguburkan jenazahnya sesuai dengan syariat Islam bagi
pemeluknya; mendoakannya; menyelesaikannya utang
piutangnya, memenuhi wasiatnya dalam kebaikan dan
kebenaran serta taat kepada Tuhan Yang Maha Esa;
menyambung tali silaturahmi dengan keluarga dan sahabat
orang tua; serta menziarahi makamnya. Sebagai anak juga
mempunyai kewajiban lain yaitu menjaga nama baik dan
mau/mampu memelihara/menjalankan amanah orang tua dengan
ikhlas dan bertanggung jawab.
4) Akhlak Mulia Dalam Perkataan, Perbuatan, dan Sikap
Orang yang berakhlak akan berkata yang baik dan
mengandung makna mulia; sopan; suaranya enak dan jelas;
hanya berkata hal yang berguna; dan senantiasa menjaga ucapan
dan perkataanya dalam pergaulan.
Dalam berperilaku selalu melakukan kewajiban,
memberi manfaat, memperoleh kebajikan, mencapai
kesejahteraan, dan untuk keselamatan; melakukan sesuatu yang
mengacu pada nilai-nilai agama, budaya, adat istiadat, dan
hukum yang berlaku; tidak mementingkan kepentingan pribadi;
berdisiplin dalam melakukan perbuatan.
Ketika bersikap senantiasa berpihak pada keadilan,
kebenaran, dan kebaikan; memiliki sikap yang mendorong
terjadinya penyelesaian masalah dengan semangat persaudaraan,
20
kerukunan, dan kebersamaan; bersikap ramah, sopan, dan rendah
hati; bersikap sabar dalam berbagai hal; serta memiliki sikap
simpatik, empati, dan tidak sombong (Syafei, 2006: 76-84).
k. Nilai-Nilai Pendidikan Akhlak
Nilai menurut Dick Hartoko dalam (Muin, 1996: 22) adalah
hakekat suatu hal yang menyebabkan hal itu pantas dikerjakan oleh
manusia. Nilai berkaitan erat dengan kebaikan yang ada dalam inti
suatu hal. Ada nilai yang dikejar sebagai sarana atau nilai medial,
ada pula nilai yang merupakan nilai final, yaitu yang dikejar karena
harga itu sendiri. Selanjutnya ada pula hirarki nilai, yaitu ada
perbedaan tingkat nilai antara lain misalnya nilai sosial, kesusialaan
dan agama. Juga ada nilai universal misalnya tentang hak asasi
manusia, dan nilai partikular yaitu tentang etiket dan adat setempat.
Ansari juga menyebutkan nilai-nilai yang Islami adalah
norma. Menurutnya dalam menetapkan subtansi nilai-nilai Islam
ada dua cara yaitu melalui kajian ilmiah tentang sikap dan tingkah
laku orang-orang muslim. Cara kedua merujuk kepada sumber
aslinya, yaitu Al-Qur’an dan Hadis (Muin, 1996: 22).
Jadi, nilai merupakan sesuatu yang diyakini kebenarannya
dan dianut serta dijadikan sebagai suatu acuan dasar individu dan
masyarakat dalam men entukan sesuatu yang dipandang baik,
benar, bernilai maupun berharga. Nilai merupakan bagian dari
kepribadian individu yang berpengaruh terhadap pemilihan cara
21
atau alternatif serta mengarahkan pada tingkah laku dan kepuasan
dalam kehidupan sehari-hari. Nilai juga dapat mewarnai
kepribadian kelompok atau bangsa.
Sedangkan nilai-nilai pendidikan akhlak adalah usaha dan
kegiatan yang dilakukan oleh pendidik dengan menyampaikan
ajaran agama, memberi contoh, melatih keterampilan, memberi
motivasi dan menciptakan lingkungan sosial yang mendukung
pelaksanaan ide pembentukan pribadi muslim, agar anak
mempunyai akhlak mulia baik akhlak terhadap Allah, Rasulullah
SAW, orang tua, dan akhlak mulia dalam perkataan, perbuatan, dan
sikap.
2. Pendidikan Akhlak Dalam Keluarga
Pendidikan akhlak menurut UU No. 20 tahun 2003 adalah
usaha sadar dan terencan untuk mewujudkan suasana belajar dan
proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan
potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan,
pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta
keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa, dan
negara. Pendidikan secara sederhana diartikan sebagai usaha manusia
untuk membina kepribadian sesuai dengan nilai-nilai di dalam
masyarakat dan kebudayaan (Hasbullah, 2009: 11).
Sesungguhnya pendidikan akhlak menjadi hal yang sangat
penting dalam subtansi pendidikan Islam, sehingga Al-Qur’an
22
menjadikan rujukan terpenting bagi seorang muslim, rumah tangga
Islami, masyarakat Islami, dan umat manusia seluruhnya. Akhlak
adalah buahnya Islam yang diperuntukkan bagi seorang individu dan
umat manusia, dan akhlak menjadikan kehidupan ini menjadi manis
dan elok. Tanpa akhlak yang merupakan kaidah-kaidah kejiwaan dan
sosial bagi individu dan masyarakatnya, maka kehidupan manusia
tidak berbeda dengan kehidupan hewan.
Pendidikan akhlak dalam Islam yang terangkum dalam
berpegang atas kebajikan dan kebaikan dan menjauhkan diri dari
kejelekan dan kemungkaran sangat terkait dengan tujuan utama
pendidikan Islam yaitu taqwa kepada Allah, takut kepada-Nya,
beribadah dalam makna yang luas. Pendidikan akhlak dalam Islam
pertama kali menegaskan pentingnya niat yang ikhlas karena Allah
semata, agar akhlak itu senantiasa orisinil tidak dibuat-buat, yang
berubah dikarenakan perubahan jabatan, lingkungan, waktu, tempat,
dan seseorang yang kita ajak bergaul (Hafidz dan Kastolani, 2009:
107-111).
Achmad Mubarok dalam (Baiquni, 2016: 138) mengemukakan
bahwa pendidikan akhlak adalah berbicara megenai perilaku baik dan
buruk manusia, serta bagaimana membetuk perilaku baik menjadi
sebuah karakter. Sealin itu juga berbicara tentang bagaimana manusia
merasakan dekat dengan Allah SWT.
23
Dalam Islam ruang lingkup pendidikan akhlak adalah akhlak
seorang hamba kepada Allah SWT, akhlak seseorang kepada
tetangganya, akhlak seseorang kepada tamunya, akhlak seseorang
kepada orang yang lebih tua dan lebih muda, akhlak seseorang kepada
keluarganya, dan lain sebagainya.
Dalam keluarga, orang tua memiliki kewajiban memberikan
pendidikan akhlak kepada anak-anaknya. Orang tua bertanggung
jawab memperkenalkan anaknya bagaimana cara berperilaku yang
baik. Anak yang sejak dini sudah dididik dengan ilmu akhlak, maka ia
akan tumbuh menjadi orang yang berkarakter, selalu memiliki pikiran
positif, dan berkelakuan baik. Orang tua harus memiliki dasar
pengetahuan yang baik agar mampu mengarahkan dan memimbing
anak. Sebab, tidaklah mungkin apabila orang tua mampu mengajarkan
akhlak yang baik kepada anak apabila mereka belum atau tidak
memiliki konsep dasar tentang konsep akhlak pengetahuan yang baik.
a. Pentingnya Pendidikan Akhlak Dalam Keluarga
Keluarga menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (2007:
535) terdiri dari ibu dan bapak beserta anak-anaknya; seisi rumah
yang menjadi tanggungan. Keluarga merupakan unit terkecil
masyarakat yang anggotanya terdiri dari seorang laki-laki yang
berstatus sebagai suami dan seorang perempuan yang berstatus
sebagai isteri. Keluarga pokok tersebut menjadi keluarga inti jika
ditambahi dengan adanya anak-anak. Kadang-kadang terdapat
24
keluarga besar, yang anggotanya bukan cuma ayah, ibu, dan anak-
anak, tetapi juga bersama anggota keluarga lain, semisal kakek,
nenek, dan sanak keluarga lainnya.
Keluarga dalam konsep Islam adalah kesatuan hubungan
antara seorang laki-laki dan perempuan yang dilakukan dengan
melalui akad nikah menurut ajaran Islam. Dengan kata lain, ikatan
apapun antara seorang laki-laki dengan seorang perempuan yang
tidak dilakukan dengan melalui akad nikah secara Islam, tidak
diakui sebagai suatu keluarga (rumah tangga) Islam.
Dengan adanya ikatan akad nikah (pernikahan) diantara
laki-laki dengan perempuan, maka anak keteurunan yang
dihasilkan dari ikatan tersebut menjadi sah secara hukum agama
sebagi anak, dan terikat dengan norma-norma atau kaidah-kaidah
yang berkaitan dengan pernikahan dan kekeluargaan.
Agar menjadi keluarga yang diliputi rasa mencintai
(mawaddah) dan kasih sayang (rahmah), maka keluarga harus
diciptakan untuk memenuhi lima fondasi di lingkugan keluarga,
yaitu sebagai berikut:
1) Memiliki sikap ingin menguasai dan mengamalkan ilmu-ilmu
agama.
2) Yang lebih muda menghormati yang lebih tua.
3) Berusaha memiliki rezeki yang memadai.
25
4) Hemat (efisiensi dan efektif) dalam membelanjakan harta
(nafkah).
5) Mampu melihat segala kekurangan dan kesalahan diri dan
segera bertaubat (Musnawar dkk, 1992: 55-69).
Salah satu bagian dalam keluarga adalah anak. Anak
adalah amanah dari Allah SWT yang juga merupakan aset bangsa.
Untuk itu anak harus diasuh, dididik, dibina, dan dilatih agar kelak
menjadi anak yang shaleh, bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha
Esa, berbudi pekerti luhur, beramal dan punya etika serta
menguasai ilmu pengetahuan daan tekhologi. Dengan kata lain
menguasai “iptek dan imtaq” yang berguna dan bermanfaat bagi
dirinya sendiri, bagi orang lain, bagi masyarakat dan bagi
bangsanya. Tanpa penguasaan iptek dan imtaq, hal tersebut dapat
dicapai apalagi kita akan menyonsong era globalisasi dengan
mengharapkan generasi kita yang akan datang akan mampu
bersaing dan memenangkan persaingan.
Bagi seorang anak, keluarga merupakan persekutuan
hidup pada lingkungan keluarga tempat dimana ia menjadi diri
pribadi. Keluarga juga merupakan wadah bagi anak dalam konteks
proses belajarnya untuk mengembangkan dan membentuk diri
dalam fungsi sosialnya. Sudah jelas bahwa orang pertama dan
utama bertanggung jawab terhadap kebelangsugan hidup dan
pendidikan adalah orang tua.
26
Orang tua memiliki tanggung jawab atas pendidikan
anaknya, seperti kewajiban atas cinta kasih, moral anak, dan
tanggung jawab sosial yang merupakan bagian dari keluarga, yang
pada gilirannya merupakan bagian dari masyarakat, bangsa dan
juga negaranya (Syam dkk, 1981:17).
Sebagiamana dikemukakan terlebih dahulu bahwa
keluarga merupakan tempat pendidikan yang pertama dan utama
bagi seseorang, dengan orang tua sebagai kuncinya dalam hal ini
Al-Qur’an secara tegas mengungkapkan tentang perananan orang
tua untuk mendidik anak-anaknya, seperti yang dinyatakan dalam
Surat At-Tahrim ayat 6, yaitu:
Artinya: ”Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan
keluargamu dari api neraka yang bahan bakarnya adalah
manusia dan batu; penjaganya malaikat-malaikat yang
kasar, keras, dan tidak mendurhakai Allah terhadap apa
yang diperintahkan-Nya kepada mereka dan selalu
mengerjakan apa yang diperintahkan”.
Pendidikan dalam keluarga terutama berperan dalam
mengembangkan watak, kepribadian, nilai-nilai budaya, nilai-nilai
keagamaan dan moral, serta keterampilan sederhana. Sementara
27
pendidikan sekolah adalah perluasan pendidikan dalam keluarga.
Pendidikan akhlak mempunyai arti sebagai proses sosial dan
enkulturasi secara berkelanjutan dengan tujuan untuk
mengantarkan anak agar menjadi manusia beriman dan bertakwa
kepada Tuhan Yang Maha Esa serta berakhlak mulia, tangguh,
mandiri, inovatif, kreatif, beretos kerja, setia kawan, peduli
lingkungan, dan banyak lagi seperti yang tretera dlam pendidikan
Nasional pada GBHN maupun Undang-Undang Sistim Pendidikan
Nasional (Hasbullah, 2009: 184-185).
Sementara itu yang berkenaan dengan keluarga
menyediakan situasi belajar, bayi sangatlah bergantung pada orang
tua baik keadaan jasmani maupun kemampuan intelektual, sosial,
dan moral. Anak belajar dan meniru apa yang dilakukan orang
tuanya. Seperti cara orang tua melatih anak untuk mengurus diri
(seperti cara makan, buang air, berbicara, berjalan, dan berdoa)
sangat membekas dalam diri anak sebagai perkembangan dirinya
sebagai pribadinya. Sikap orang tua sangat memengaruhi
perkembangan anak. Sikap menerima atau menolak, sikap kasih
sayang atau acuh tak acuh, sikap sabar atau tergesa-gesa, sikap
melindungi atau membiarkan secara langsung memengaruhi reaksi
emosional anak.
Tanggung jawab pendidikan yang perlu dibina oleh orang
tua adalah sebagai berikut:
28
1) Memelihara dan membesarkan anak.
2) Melindungi dan menjamin kesehatannya baik jasmani atau
rohninya.
3) Mendidik dengan berbagai ilmu pengetahuan, keterampilan
yang berguna bagi masa depannya serta berakhlak mulia.
4) Membahagiakan anak untuk dunia dan akhirat dengan
memberinya pendidikan agama sesuai dengan ketentuan Allah
SWT sebagai tujuan akhir hidup muslim.
b. Faktor yang Mempengaruhi Pendidikan Akhlak Dalam Keluarga
Keberhasilan pendidikan akhlak seseorang dipengaruhi oleh
berbagai faktor, baik faktor internal atau faktor eksternal.
1) Faktor Internal
a) Kecerdasan, yaitu kemampuan untuk memahami dan
menghadapi situasi dan kondisi sekitar dengan cepat atau
sering disebut dengan kata “pintar”.
b) Bakat, yaitu potensi atau kemampuan terpendam yang
sangat menonjol dari bidang tertentu.
c) Minat, yaitu dorongan untuk mencurahkan daya
kemampuan pengamatan (observasi) dengan panca idera
terhadap sesuatu.
d) Keadaan mental (psikis), yaitu keadaan senang, sedih,
gembira, duka, gelisah, frustasi, emosi dan sebagainya.
e) Keadaan fisik, yaitu dalam keadaan sehat ataupun sakit.
29
2) Faktor Eksternal
a) Bahan/materi yang dipelajari, yaitu faktor mudah sulitnya
bahan/materi tersebut untuk dipelajari seseorang.
b) Situasi dan kondisi lingkungan fisik, yaitu tempat untuk
melakukan pembelajaran baik atau tidak.
c) Situasi dan kondisi lingkungan sosial, yaitu tempat
melakukan pembelajaran kondusif atau tidak.
d) Sistem pendidikan, yaitu bagaimana proses pendidikan
tersebut akan berlangsung (Musnawar dkk, 1992: 89-91).
c. Faktor Penghambat Pendidikan Akhlak Dalam Keluarga
Dalam mendidik anak terdapat faktor yang menghambat
proses pelaksanaan pendidikan, antara lain sebgai berikut:
1) Faktor Internal
Yaitu berasal dari dalam pribadi anak yang berupa malas
untuk belajar, keinginan untuk bermain berlebihan, sikap
melawan, gangguan kesehatan, dan lain-lain.
2) Faktor Eksternal
Yaitu berasal dari luar diri anak seperti, perilaku orang
tua yang berlaku keras, terlalu otoriter, terlalu memanjakan,
terlalu khawatir, terlalu lemah, terlalu egois, terlalu pesimistis,
terlalu banyak aturan dan permintaan, hubungan kurang
harmonis dengan anak, dan keadaan ekonomi keluarga yang
kurang menguntungkan.
30
Selain adanya kendala yang dapat menghambat proses
mendidik anak, juga terdapat dampak negatif kegagalan dalam
melaksanakan pendidikan akhlak, diantaranya yaitu:
a) Anak akan tumbuh dan berkembang tanpa terkendali, tidak
terarah sesuai dengan norma-norma pendidikan, susila, dan
agama.
b) Menjadi beban yang tidak ringan bagi keluarga, masyarakat,
dan negara.
c) Menjadi ancaman dan gangguan terhadap integritas,
persatuan, dan kesatuan bangsa, serta keamanan dan
kenyamanan lingkungan (Syafei, 2002: 90).
d. Penanaman Nilai-Nilai Pendidikan Akhlak Dalam Keluarga
Semua orang tua mungkin menyadari bahwa tidak mudah
mendidik anak terutama dalam menanamkan nilai-nilai pendidikan
akhlak pada anak. Perlu kesabaran, kesungguhan, perjuangan, dan
pengorbanan yang besar. Oleh karena itu orang tua perlu metode
mendidik anak yang baik. Berikut adalah metode yang digunakan
para orang shalih dalam mendidik serta menanamkan nilai-nilai
pendidikan akhlak pada anak:
1) Mendidik sebagaimana nabi Ibrahim as. yaitu sebagai berikut:
a) Mencari dan membentuk perilaku yang baik dari lingkungan
yaitu baitullah.
b) Mengajarkan ibadah, yaitu shalat.
31
c) Melakukan hal yang disenangi orang-orang pada umumnya,
seperti berlaku lemah-lembut, penuh hormat, pandai
berterimakasih, dan sebagainya.
d) Semangat dan mandiri dalam memperoleh rezeki Allah.
artinya diberikan bekal keterampilan yang akan
mendatangkan rezeki Allah.
e) Selalu memperkuat keimanan, sehingga akan benar-benar
merasa bahwa hidupnya selalu diawasi oleh Allah.
f) Mau memperhatikan dan menghargai orang-orang yang
berjasa dan peduli terhadap mereka yang beriman.
2) Mendidik sebagaimana Rasulullah saw. yaitu:
a) Ketika anak baru lahir, Islam mengajarkan untuk
mengadzaninya.
b) Mengadakan aqiqah.
c) Memberikan nama yang terbaik.
d) Menumbuhkembangkan kepribadian anak dengan cara
menghormatinya.
3) Mendidik sebagaimana Imam Syafi’i adalah dengan
memberikan anak ilmu yang bermanfaat, yaitu:
a) Ilmu adalah sesuatu yang sangat penting dan dibutuhkan
seseorang agar dirinya menjadi lebih baik, dan bertakwa.
b) Ilmu utama yang dipelajari adalah ilmu Al-Qur’an, hadis,
dan fiqh.
32
c) Menuntut ilmu dengan kesungguhan, kesabaran, konsisten,
keuletan.
d) Orang tua mengetahui berbagai metode dalam memberikan
nasihat dan memberikan pendidikan yang baik bagi anak.
B. Pendidikan Akhlak di Lingkungan PSK
1. Lingkungan
a. Pengertian Lingkungan
Menurut Hasbullah lingkungan mencakup:
1) Tempat (lingkungan fisik), keadaan iklim, keadaan tanah, dan
keadaan alam.
2) Kebudayaan (lingkungan budaya) dengan warisan budaya
tertentu seperti bahasa, seni, ekonomi, ilmu, pengetahuan,
pandangan hidup, dan pandangan keagamaan.
3) Kelompok hidup bersama (kelompok sosial atau masyarakat),
keluarga, dan kelompok bermain.
Lingkungan memiliki pengaruh yang berbeda-beda terhadap
anak. Perbedaan pengaruh tersebut tergantung jenis lingkungan
tempat anak terlibat di dalamnya. Hal ini karena masing-masing
jenis lingkungan memiliki situasi sosial yang berbeda-beda. Situasi
sosial yang dimaksud meliputi faktor perencanaan, sarana, dan
sistem pada masing-masing jenis lingkungan. Intensitas pengaruh
lingkungan terhadap anak tergantung sejauh mana anak dapat
33
menyerap rangsangan yang diberikan lingkungannya dan sejauh
mana lingkungan mampu memahami dan memberikan fasilitas
terhadap kebutuhan khususnya pendidikan akhlak anak (Suwarno,
2006: 39).
b. Ragam Bentuk Lingkungan
Manusia sepanjang hidupnya selalu akan menerima pengaruh
dari tiga lingkungan pendidikan yang utama yakni keluarga, sekolah,
dan masyarakat yang disebut sebagai “Tri Pusat Pendidikan”
(Langgulung, 1995: 40).
1) Lingkungan Keluarga
Keluarga merupakan lingkungan pendidikan yang pertama
dan utama. Keluarga memiliki pengaruh yang sangat kuat
terhadap perkembangan kepribadian anak, karena sebagian besar
kehidupan anak berada di tengah-tengah keluarganya. Untuk
mengoptimalkan kemampuan kepribadian anak, orang tua harus
menumbuhkan suasana edukatif di lingkungan keluarganya sedini
mungkin, suasana yang mampu menciptakan pola hidup dan tata
pergaulan dalam kleuarga dengan baik sejak anak dalam
kandungan. Pentingnya pendidikan anak dalam keluarga sehingga
orang tua menyadari tanggung jawabnya terhadap anak, yaitu:
a) Memelihara dan membesarkannya.
b) Melindungi dan menjamin kesehatannya.
c) Mendidik dengan berbagai ilmu.
34
d) Membahagiakan kehidupan anak (Suwarno, 2006: 40-41).
2) Lingkungan Sekolah
Diantara pusat pendidikan, sekolah merupakan sarana
yang secara sengaja dirancang untuk melaksanakan pendidikan.
Seperti telah ditemukan bahwa karena kemajuan zaman, keluarga
tidak mungkin lagi memenuhi seluruh kebutuhan dan aspirasi
generasi muda terhadp iptek. Semakin maju suatu masyarakat
semakin penting peranan sekolah dalam mempersiapkan generasi
muda sebelum masuk dalam proses pembangunan masyarakat.
tanggunga jawab sekolah dalam proses pendidikan adalah:
a) Tanggung jawab formal.
b) Tanggung jawab keilmuan.
c) Tanggung jawab fungsional (Suwarno, 2006: 42-43).
3) Lingkungan Masyarakat
Masyarakat merupakan lembaga pendidikan yang ketiga
setelah pendidikan di lingkungan keluarga dan pendidikan di
lingkungan sekolah. Bila dilihat runag lingkup masyarakat,
banyak dijumpai keanekaragaan bentuk dan sifat masyarakat.
Tanggung jawab masyarakat terhadap penddikan
sebenarnya masih belum jelas, tidak sejelas tanggung jawab di
lingkungan keluarga dan lingkungan sekolah. Hal ini disebbakan
faktor waktu, hubungan, sifat dan isi pergaulan yang terjadi di
dalam masyarakat. waktu pergaulan terbatas, hubungannya hanya
35
pada waktu-waktu tertentu, sifat pergaulannya bebas, dan isinya
sangat kompleks dan beraneka ragam.
Masyarakat adalah pendidikan tersier yang merupakan
pendidikan terakhir yang bersifat permanen dengan
pendidikannya secara sosial, kebudayaan adat istiadat dan kondisi
masyarakat setempat sebagai lingkungan material. Lembaga-
lembaga pendidikan dalam masyarakat meliputi: masjid, suaru,
mushola; madrasah, pondok pesantren; pengajian atau majlis
ta’lim, kursus-kursus; serta badan pembinaan rohani (Ihsan, 2013:
58-59).
2. PSK
a. Pengertian PSK
PSK adalah seseorang yang menjual jasanya untuk
melakukan hubungan seksual untuk uang. Di Indonesia disebut juga
dengan pelacur. Pelacur adalah profesi yang menjual jasa untuk
memuaskan kebutuhan seksual pelanggan. Biasanya pelayanan ini
dalam bentuk menyewakan tubuhnya. Di kalangan masyarakat
Indonesia, pelacuran dipandang negatif, dan mereka yang
menyewakan atau menjual tubuhnya sering dianggap sebagai
sampah masyarakat. Istilah pelacur sering diperhalus dengan PSK ,
pekerja seks komersial, wanita tuna susila, istilah lain yang juga
mengacu kepada layanan seks komersial (Bustan dkk, 2013: 59).
36
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (1999) istilah pelacur
berkata dasar “lacur” yang berarti malang, celaka, gagal, sial, atau
tidak jadi. Kata lacur bahkan juga memiiki arti buruk laku. Pelacur
adalah orang yang berbuat lacur atau orang yang menjual diri
sebagai pelacur. Kata lain untuk menyebut pelacur adalah penjaja
daging mentah atau sundel yang bersinonim lonte mempunyai arti
perempuan jalang, liar akal, pelangar norma susila. Bahasa tersebut
sebenarnya adalah milik masyarakat dalam perkembangannya
sekarang istiah pelacur adalah pekerja seks komersial (PSK) atau
disebut juga dengan istilah PSK .
Di Indonesia istilah PSK berkembang menjadi wanita tuna
susila (WTS). Disebut demikian karena wanita tersebut dianggap
tidak menuruti aturan susila yang berlaku di masyarakat. Wanita
tersebut dianggap tidak memiliki adab dan sopan santun dalam
berhubungan seks. Secara etimologis, kata pelacur dalam bahasa
Indonesia memang lebih dimaknai sebagi wanita yang melacur,
padahal dalam praktik kedua jens kelamin ini sama-sama menjual
diri.
Secara legal pemerintah Indonesia mengeluarkan surat
Keputusan Menteri Sosial No. 23/HUK/96 yang menyebut pelacur
dengan istilah WTS. Pemerintah menggunaan kata WTS hanya
untuk memperhalus istilah pelacur. Pelacur juga sebagai pekerja,
seperti juga pekerja pabrik atau bangunan, perawat, dokter, psikolog,
37
atau pekerjaan lain. Oleh karena itu pemakaian istilah pekerja seks
mengindikasi secara tansparan adanya penerimaan bahwa menjadi
pelacur adalah menjadi seorang pekerja. Apabila pelacuran telah
diterima sebagai salah satu jenis pekerjaan, hal ini bertentangan
dengan norma budaya, susila, dan kelayakan, bahkan agama dan
bangsa Indonesia.
Kapur (1978), Kumar (1978), Mukhreji (1986), dan Truong
(1990) dalam (Koentjoro: 2004: 26-56) menemukan adanya
komponen yang dapat digunakan untuk mengembangkan definisi
pelacuran. Komponen utama tersebut adalah, bayaran,
perselingkuhan, dan ketidakacuhan emosional. Bayaran atas
pelayanan seks adalah elemen paling mendasar daalm definisi
pelacuran. Adapun motif perempuan memasuki dunia pelacuran
adalah sebagai berikut:
1) Motif Psikoanalisis
Grendwald (1970) menyatakan bahwa faktor kepribadian
mempengaruhi seseorang untuk memilih dunia pelacuran.
Ketidakbahagiaan akibat pola hidup, pemenuhan kebutuhan untuk
membuktikan tubuh yang menarik melalui kontak seksual dengan
macam-macam pria, dan ssejarah perkembangan cenderung
mempengaruhi perempuan menjadi pelacur.
2) Motif Ekonomi
38
Motif ekonomi disini adalah uang. (Weisberg, 1985)
mengatakan bahwa terdapat dua pandangan yang melihat uang
sebagi faktor ekonomi yang ekstrem dan pelacuran yang
menyediakan standar hidup paling tinggi yang dapat dicapai.
3) Motivasi Situasional
(Weisberg, 1985) mengatakan bahwa motivasi situasional
termasuk di dalamnya penyalahgunaan kekuasaan orang tua,
penyalahgunaan fisik, merendahkan, dan buruknya hubungan
dengan orang tua.
b. Faktor Penyebab Seseorang Menjadi PSK
Banyak faktor yang menyebabkan sesorang terjerumus ke
dalam dunia kelam ini, seperti yang dikemukakan oleh Kartini
Kartono (2003):
1) Menghindarkan diri dari kesulitan hidup dan mendapatkan
kesenangan melalui “jalan pendek”. Kurang pengertian, kurang
pendidikan, dan buta huruf, sehinga menghalalkan pelacuran.
2) Ada nafsu-nafsu seks abnormal, tidak terintegrasi dalam
kepribadian, dan keroyalan seks. Histeris dan hyperseks,sehingga
tidak merasa puas mengadakan relasi seks dengan satu
pria/suami.
3) Tekanan ekonomi, faktor kemiskinan; ada pertimbangan-
pertimbangan ekonomis untuk mempertahankan kelangsungan
39
hidupnya; khususnya untuk mendapatkan status sosial yang lebih
baik.
4) Aspirasi materiil yang tinggi pada didi wanita dan kesenangan
ketamakan terhadap pakaian-pakaian indah dan perhiasan mewah.
Ingin hidup bermewah-mewahan namun malas bekerja.
5) Kompensasi terhadap perasaan-perasaan imferior, jadi ada
adjusment yang negatif, terutama sekali terjadi pada masa puber
dan adolesens. Ada keinginan untuk melebihi kakak, ibu sendiri,
teman puteri, tante-tante atau wanita-wanita mondain lainnya.
6) Rasa melit dan rasa ingin tahu anak-anak puber pada masalah
seks, yang kemudian tercebur dalam dunia kepelacuran oleh
bujukan-bujukan bandit-bandit seks (Kartini Kartono, 1989).
Jadi, faktor-faktor yang menyebabkan seseorang terjerumus
kedalam dunia kelam adalah karena kemiskinan, pendapatan rendah,
pendidikan rendah, tidak memiliki keterampilan, dan pengangguran.
c. Pandangan Islam Tentang PSK
Islam adalah agama yang mengajarkan kebaikan bagi
segenap penganutnya. Allah menganjurkan kepada umat-Nya agar
senantiasa menjalankan perintah-Nya dan menjauhi semua larangan-
Nya. Allah SWT akan memberikan balasan surga terhadap hamba-
Nya yag senantiasa menjalankan perintah-Nya, dan neraka adalah
balasan bagi orang yang melanggar atau tidak menjauhi segala
larangan-Nya.
40
Zina (free seks) jelas dilarang oleh agama, jangankan
melakukan zina mendekatkan diri untuk melakukan perbuatan zina
saja dilarang. Yang dimaksud dengan zina menurut Al-Jurjani adalah
memasukkan penis (zakar) ke dalam vagina (fajr) bukan miliknya
(bukan istrinya) dan tidak ada unsur syubhat (keserupaan atau
kekliruan). Zina dalam arti lain adalah menyetubuhi perempuan
tanpa melalui akad nikah yang diatur dalam agama. secara umum
zina bukan hanya di saat manusia melakukan hubungan seksual, tapi
segala aktifitas seksual yang dapat merusak kehormatan manusia
tarmasuk kategori zina.
Menurut syariat Islam bahwa perzinaan hukumnya adalah
haram, dan termasuk perbuatan yang hina dan merupakan penyakit
yang akan merusak keutuhan rumah tangga dan kehidupan
bermasyarakat, selain itu zina juga dikatakan sebagi perbuatan yang
keji dan menjijikkan. Ancaman Allah terhadap orang yang
melakukan perbuatan zina adalah sebagaimana dijelaskan dalam Al-
Quran Surat An-Nur ayat 2-3:
41
Artinya: 2. “Perempuan yang berzina dan laki-laki yang berzina,
Maka deralah tiap-tiap seorang dari keduanya seratus
dali dera, dan janganlah belas kasihan kepada keduanya
mencegah kamu untuk (menjalankan) agama Allah, jika
kamu beriman kepada Allah, dan hari akhirat, dan
hendaklah (pelaksanaan) hukuman mereka disaksikan
oleh sekumpulan orang-orang yang beriman. 3. Laki-laki
yang berzina tidak mengawini melainkan perempuan yang
berzina, atau perempuan yang musyrik; dan perempuan
yang berzina tidak dikawini melainkan oleh laki-laki yang
berzina atau laki-laki musyrik, dan yang demikian itu
diharamkan atas oran-orang yang mukmin.” (Ridho,
2014: 21)
d. Reaksi Sosial Terhadap PSK
Kenyataan membuktikan, bahwa semakin ditekan
pelacuran, maka semakin luas penyebaran prostitusi tersebut
(Kartini-Kartono, 1989). Sikap reaktif dari masyarakat luas atau
reaksi sosialnya bergantung empat faktor:
1) Derajat penampakan atau fisibilitas tingkah laku, yaitu menyolok
tidaknya perilaku immoril para PSK .
2) Besarnya mendemolisir lingkungan sekitarnya.
3) Kronis tidaknya kompleks tersebut menjadi sumber penyakit
kotor Syphilis dan Gonorrhoe, dan penyebab terjadinya abortur
serta kematian bayi-bayi.
4) Pola kultural: adat istiadat, norma-norma susila dan agama yang
menentang pelacuran yang sifat repretif dan memaksakan.
42
3. Lingkungan PSK dan Pendidikan Akhlak Dalam Keluarga
Faktor yang menyebabkan seseorang menjadi PSK salah
satunya adalah kurangnya penidikan agama. Sedangkan agama
merupakan fondasi dalam berakhlak. Pada dasarnya anak tidak
mengeahui sesuatu yang baik dan buruk kecuali orang tua yang
membentuk mereka menjadi baik sesuai dengan tuntunan agama.
Dengan demikian anak mampu untuk mengetahui mana yang sesuai
dengan ajaran agama dan mana yang menyimpang ajaran agamanya.
Peranan kedua orang tua dalam pendidikan sangatlah besar
pengaruhnya dalam memotivasi pendidikan agama anak.
Tujuan utama keluarga bagi pendidikan anak adalah sebagai
peletak dasar bagi pendidikan akhlak dan pandangan hidup keagamaan.
Sifat dan tabiat anak sebagian besar diambil dari kedua orang tuanya
dan dari anggota keluarga yang lain (Hasbullah, 2009: 88).
Pengalaman pertama masa kanak-kanak dalam (Hasbullah,
2009: 39-44) adalah keluarga. Dalam keluarga anak mulai mengenal
hidupnya. Lembaga pendidikan keluarga memberikan pengalaman
pertama yang merupakan faktor penting dalam perkembangan pribadi
anak. Keluarga merupakan pendidikan pertama bagi anak, maksudnya
adalah hubungan kedua orang tuanya yang menyebabkan anak berada
di dunia ini. Orang tua adalah orang dewasa, maka mereka bertanggung
jawab atas anaknya. Bukan hanya bertanggung jawab memelihara
43
eksistensinya sebagai pribadi, namun juga memberikan pendidikan
anak sebagai individu yang tumbuh dan berkembang.
Sedangkan utama maksudnya adalah bahwa orang tua
bertanggung jawab atas pendidikan anak. Hal itu memberikan
pengertian bahwa seorang anak dilahirkan dalam keadaan yang tidak
berdaya, dalam keadaan bergantung kepada orang lain, tidak mampu
berbuat apa-apa. Ia lahir dalam keadaan suci bagaikan lilin berwarna
putih. Seperti hadis yang diriwayatkan Bukhari, bahwasannya
Rasulullah SAW bersabda: “Setiap anak dilahirkan dalam keadaan
suci, maka orang tuanyalah yang dapat menjadikannya Yahudi,
Nasrani, atau Majusi.” Kenyataan tersebut menunjukkan bahwa
kehidupan seorang anak pada saat itu sangat bergantung pada orang tua.
Oleh karena itu orang tua berkewajiban memberikan pendidikan pada
anaknya dan yang paling utama dimana hubungan orang tua dengan
anaknya bersifat alami dan kodrati.
Keluarga menjamin kehidupan emosional anak. Suasana dalam
keluarga selalu diliputi rasa cinta dan simpati yang sewajarnya, suasan
aman dan tentram, suasana percaya mempercayai. Untuk itulah melalui
pendidikan keluarga kehidupan emosional atau rasa kasih syang dapat
berkembang dengan baik karena didasari rasa cinta kasih sayang murni.
Dalam keluarga merupakan penanaman utama dasar-dasar moral
bagi anak, yang biasanya tercermin dalam sikap dan perilaku orang tua
44
sebagi keteladanna yang diicontoh anak. Dalam hal ini Ki Hajar
Dewantara menyatakan bahwa:
“Rasa cinta, rasa bersatu dan lain-lain perasan dan keadaan jiwa yang
pada umumnya yang sangat berfaedah untuk berlangsungnya
pendidikan budi pekerti, terdapatlah di dalam hidup keluarga dlam sifat
yang kuat dan murni sehingga tak dpat pusat pendidikan lainnya
menyamainya”.
Segala nilai yang dikenal anak akan melekat pada orang-orang yang
disenangi dan dikaguminya, inilah salah satu proses yang ditmpuh anak
dalam mengenal nilai. Pendidikan dalam keluarga penanaman benih-
benih kesadaran sosial pada anak-anak dapat dipupuk sedini mungkin,
melalui kehidupan keluarga yang penuh rasa tolong-menolong, gotong
royong, menolong saudara/tetangga, bersama-sama menjaga ketertiban,
kedamaian, kebersihan daan keserasian dalam segala hal.
Pendidikan dalam keluarga juga sebagai peletakan dasar-dasar
keagamaan. Dalam menentukan dan menanamkan dasar-dasar moral
anak juga tidak kalah penting dengan penanman nilai-nilai keagamaan
dalam pribadi anak. Masa kanak-kanak adalah masa yang paling baik
untuk meresapkan dasar-dasar hidup beragama. Anak-anak dibiasakan
ikut ke masjid bersama-sama untuk beribadah dan kegiatan ini sangat
besar pengaruhnya bagi anak. Maka setelah dewasa mereka akan sangat
memperhatikan dan mengamalkan dalam kehidupan keagamaan.
45
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Pendekatan dan Jenis Penelitian
Pendekatan yang digunakan adalah pendekatan kualitatif. Menurut
Bogdan dan Taylor (1975: 5) metodologi kualitatif sebagai prosedur
penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis atau
lisan dari orang-orang dan perilaku yang dapat diamati (Moleong, 2009:
4). Metode penelitian kualitatif sering pula disebut dengan metode
naturalistis, karena penelitiannya dilakukan pada kondisi yang alamiah dan
tanpa adanya rekayasa, manipulasi dan sebagainya. Disebut metode
penelitian naturalistik karena objek penelitiannya adalah suatu yang
bersifat alamiah dan berkembang apa adanya, tidak dimanipulasi oleh
peneliti, dan kehadiran peneliti tidak begitu memengaruhi dinamika pada
objek tersebut (Nata, 2010: 351). Dalam mendeskripsikan lebih jauh
terkait Penanaman Nilai-Nilai Pendidikan Akhlak Pada Anak Di
Lingkungan Pekerja PSK di Bandungan Kabupaten Semarang.
B. Lokasi Penelitian
Penelitian ini dilakukan di Kelurahan Bandungan, Kecamatan
Bandungan, Kabupaten Semarang.
45
46
C. Sumber Data
Ada dua sumber data yang digunakan oleh peneliti yaitu:
1. Sumber data primer
Adalah data yang diperoleh dari lapangan secara langsung.
Kata-kata dan tindakan merupakan sumber data yang diperoleh dari
lapangan dengan wawancara secara mendalam. Peneliti menggunakan
data ini untuk mendapatkan informasi langsung tentang penanaman
nilai-nilai pendidikan akhlak pada anak dalam keluarga yang tinggal di
lingkungan PSK di Kelurahan Bandungan Kecamatan Bandungan
Kabupaten Semarang. Adapun sumber data langsung penulis dapatkan
dari keluarga yang tinggal di lingkungan PSK Kelurahan Bandungan
Kecamatan Bandungan Kabupaten Semarang.
2. Sumber data sekunder
Adalah data yang diperoleh secara tidak langsung dari sumber
utama, yaitu buku-buku acuan yang sangat menunjang penelitian.
Peneliti menggunakan data skunder ini untuk memperkuat penemuan
dan melengkapi informasi yang telah dikumpulkan melalui wawancara
langsung dengan keluarga yang tinggal di lingkungan PSK Kelurahan
Bandungan Kecamatan Bandungan Kabupaten Semarang.
47
D. Prosedur Pengumpulan Data
1. Wawancara
Wawancara adalah percakapan dengan maksud tertentu.
Percakapan itu dilakukan oleh dua pihak, yaitu pewawancara
(interviewer) yang mengajukan pertanyaan, dan terwawancara
(interviewee) yang memberikan jawaban atas pertanyaan (Moleong,
2009: 186).
Teknik wawancara ini digunakan untuk mencari data tentang
cara orang tua dalam mendidik akhlak anak, faktor pendukung dan
penghambat dalam mendidikan akhlak anak, dan upaya orang tua dalam
menanamkan nilai-nilai pendidikan akhlak pada anak.
Informan dalam penelitian ini adalah keluarga yang tinggal di
lingkungan PSK di Kelurahan Bandungan, Kecamatan Bandungan,
Kabupaten Semarang. Wawancara dilakukan secara terstruktur,
maksudnya adalah wawancara yang pewawancaranya menetapkan
sendiri masalah dan pertanyaan-pertanyaan yang akan diajukan peneliti
kepada responden disusun secara ketat dan rapi (Moleong, 2002: 138).
2. Observasi
Observasi merupakan pengamatan dan pencatatan secara
sistematis fenomena-fenomena yang diselidiki. Secara umum observasi
adalah penglihatan atau pengamatan. Sedangkan secara khusus dalam
dunia penelitian, observasi adalah mengamati dan mendengar dalam
rangka memahami, mencari jawaban, mencari bukti terhadap fenomena
48
sosial keagamaan selama beberapa waktu tanpa mempengaruhi
fenomena yang diobservasi, dengan mencatat, merekam dan memotret
guna penemuan data. Adapun teknik ini penulis gunakan untuk mencari
data tentang penanaman nilai-nilai pendidikan akhlak pada anak dalam
keluarga yang tinggal di lingkungan PSK di Kelurahan Bandungan,
Kecamatan Bandungan, Kabupaten Semarang.
3. Dokumentasi
Dokumentasi merupakan teknik pengumpulan data dengan
banyak hal dokumen untuk menguji, menafsirkan, dan meramalkan
(Moleong, 2009: 217). Sifat utama data ini tidak terbatas pada ruang
dan waktu sehingga memberi peluang kepada peneliti untuk
mengetahui hal-hal yang pernah terjadi di waktu silam. Adapun teknik
ini penulis gunakan untuk mencari data tentang penanaman nilai-nilai
pendidikan akhlak pada anak dalam keluarga yang tinggal di
lingkungan PSK di Kelurahan Bandungan, Kecamatan Bandungan,
Kabupaten Semarang.
E. Analisis Data
Analisis data kualitatif (Bogdan dan Biklen, 1982) adalah upaya
yang dilakuakan dengan jalan bekerja dengan data, mengorganisasikan
data, memilah-milah menjadi satu kesatuan agar dapat dikelola, mencari
dan menemukan pola, menemukan apa yang penting dan apa yang
49
dipelajari, dan memutuskan apa yang dapat diceritakan kepada orang lain
(Moleong, 2009: 248).
Dalam penelitian ini penulis menggunakan pendekatan deskriptif
kualitatif yaitu data yang dikumpulkan berupa kata-kata, gambar, dan
bukan angka-angka. Prosedur penelitian yang menghasilkan data-data
deskriptif yang berupa kata-kata tertulis atau orang-orang dari pelaku yang
dapat diamati dengan tujuan untuk menggambarkan keadaan atau status
fenomena dari data-data yang diperoleh dari obyek penelitian, yang
kemudian dilakukan analisis dengan cara:
1. Mendiskripsikan data dari informan.
2. Memilah-milah sesuai dengan analisis penelitian kemudian dianalisis
oleh penulis.
3. Disimpulkan untuk menjawab tujuan penelitian.
Pertanyaan dengan kata tanya mengapa, alasan apa, dan bagaimana
akan senantiasa dimanfaatkan oleh peneliti (Moelong, 2008: 11).
F. Pengecekan Keabsahan Data
Pengecekan keabsahan data didasarkan pada derajat kepercayaan
(kredibilitas), keteralihan, kebergantungan, dan kepastian. Kredibilitas
datanya dilakukan dengan teknik perpanjangan keikutsertaan, ketekunan
pengamatan, triangulasi, dan pengecekan anggota. Kebergantungan dan
kepastian pemeriksaan dilakukan dengan teknik auditing (Moleong, 2009:
344).
50
G. Tahap-Tahap Penelitian
1. Tahap persiapan meliputi menyusun proposal, penyusunan jadwal
kegiatan.
2. Tahap pengumpulan data meliputi pengumpulan dokumen dan
menganalisis dokumen yang terkumpul.
3. Tahap analisis data meliputi analisis data baik yang diperoleh melalui
observasi, wawancara maupun dokumentasi dengan responden.
4. Tahap penulisan laporan meliputi kegiatan penyusunan hasil penelitian
dari semua rangkaian kegiatan pengumpulan data. Setelah itu konsultasi
hasil penelitian dengan dosen pembimbing untuk mendapatkan
perbaikan dan saran-saran demi kesempurnaan skripsi yang kemudian
ditindaklanjuti hasil bimbingan tersebut dengan penulis skripsi yang
sempurna. Langkah terakhir melakukan penyusunan kelengkapan
persyaratan untuk ujian skripsi.
51
BAB IV
PAPARAN DATA DAN ANALISIS
A. Paparan Data
1. Sejarah Desa Bandungan
Bandungan berada di ketinggian 800-900 mdpl, suhu udara 19-
230C, dengan topografi berbukit dan bergelombang menawarkan sejuta
pesona alam eksotis. Karakteristik sosial budaya masyarakat Kelurahan
Bandungan Kecamatan Bandungan Kabupaten Semarang sangat
kompleks dan beragam, mengingat penduduknya yang berasal dari latar
belakang yang berbeda-beda. Corak masyarakat Kelurahan Bandungan
dapat dibedakan dari sumber penghidupannya. Jenis mata pencaharian
pokok daerah ini adalah petani, pedagang, pegawai, dan karyawan
swasta. Mayoritas mata pencaharian yang digeluti oleh masyarakat
Bandungan adalah petani sekaligus pedagang bunga, dan petani
sekaligus pedagang sayur.
Penduduk Bandungan bukan hanya penduduk asli namun ada juga
pendatang. Keadaan ini menimbulkan perbedaaan corak kehidupan
sosial budaya antara masyarakat asli dengan pendatang. Dalam
masyarakat yang majemuk inilah segala gerak langkah kehidupan
berkisar pada usaha pencarian nafkah, akan tetapi semangat dan
kegiatan gotong royong masih terpelihara dan tumbuh dengan baik serta
dapat menumbuhkan rasa toleransi yang mendalam.
51
52
Lingkungan PSK di Kelurahan Bandungan, Kecamatan
Bandungan, Kabupaten Semarang berada di Lingkungan Jungul RW 4.
Saat ini jumlah PSK yang ada di Bandungan berjumlah 700 orang.
PSK di Bandungan Kabupaten Semarang dimulai sejak tahun 1960.
Pada tahun 1980 PSK di Bandungan diperhalus dengan kata Wabin
(Warga Binaan). Para PSK berada di bawah koordinasi ketua
kelompok masing-masing apapun yang dikerjakan dalam pantauan
ketua kelompoknya. Saat itu sudah ada istilah primadona, perbedaan
antara primadona dan wabin adalah tarifnya, dimana tarif primadona
lebih tinggi dari wabin. Menginjak tahun 2000, ketika itu terjadi krisis
moneter pada tahun 1998 berbagai industri bangkrut, akan tetapi hal
tersebut tidak terjadi di Bandungan.
Beberapa pengusaha hotel yang jeli melihat peluang, belakangan
banting stir. Mereka ramai-ramai mengubah hotelnya menjadi tempat
karaoke, demikian pula dengan pemilik modal, yang semula berminat
membangun hotel mengurungkan dan diganti dengan bisnis karaoke
dan kafe.
2. Data Informan
Untuk mengetahui penanaman nilai-nilai pendidikan akhlak
pada anak dalam keluarga yang tinggal di lingkungan PSK di
Kelurahan Bandungan Kecamatan Bandungan Kabupaten Semarang,
dapat didasarkan pada keluarga yang tinggal di lingkungan PSK
tersebut.
53
Tabel 2.1 Daftar Informan
Nama Dengan
Inisial
Umur
J
K
Pendidikan Mata Pencaharian
Nr 35 P SMA Pedagang
Yl 42 P SMP Penjahit
SW 36 P SMP Ibu Rumah Tangga
SH 40 P SMA Ibu Rumah Tangga
Dn 37 P SMA Ibu Rumah Tangga
Ng 35 P SMA Ibu Rumah Tangga
Sumber: Lingkungan Junggul RT 4, Kelurahan Bandungan, 2017
B. Temuan Penelitian
Hasil dari proses wawancara dan observasi yang dilakukan oleh
peneliti adalah sebagai berikut :
1. Pendidikan Akhlak Pada Anak Di Lingkungan PSK Di Bandungan
Temuan data di lapangan menujukkan pendidikan akhlak pada
anak dalam keluarga PSK di Bandungan yang diperoleh langsung dari
keluarga yang tinggal di lingkungan PSK yang bertindak sebagai
informan.
a. Nr (35 tahun)
Nr memberikan pendidikan akhlak pada anak di waktu-waktu
tertentu sebisa mungkin disetiap waktu senggang ketika berkumpul
dengan anak-anaknya. Cara Nr dalam mendidik akhlak anaknya
54
adalah dengan metode keteladanan yang baik dan memberikan
nasihat kepada anaknya. Nr memberikan pendidikan akhlak pada
anak hanya dengan suaminya saja, namun pendidikan akhlak
anaknya juga dilakukan di sekolah dan tempat mengaji. Seperti
ungkapan Nr berikut ini:
“Saya memberikan pendidikan akhlak pada anak saya
biasannya ketika berkumpul bersama dengan bapak, ba‟da maghrib
adalah waktu senggang dan waktu kami bersantai. Dimana waktu
saya untuk bisa berkumpul dengan keluarga.
Cara saya dalam mendidik akhlak anak yaitu dengan cara
membimbingnya dan mengarahkannya untuk selalu berperilaku baik
melaksanakan sholat juga mengaji, menasihatinya jika ia
menyimpang seperti berperilaku tidak jujur, memberikan contoh
yang baik, seperti ini nak yang baik, kalau seperti itu tidak baik
jangan ditiru. Ya melalui aktivitas kita sehari-hari mbak, anak akan
melihat dan mencontoh yang orang tua lakukan. Media pendidikan
akhlak seperti Hp, Televisi juga kami gunakan untuk mendidik
akhlak anak, tentu semua dalam pengawasan dan bimbingan dari
orang tua mbak.
Yang memberikan pendidikan akhlak pada anak ya saya dan
suami saya saja, namun di sekolah dan di tempat ngajinya ada
gurunya yang juga memberikan pendidikan akhlak” (Nr,
13/06/2017).
b. Yl (42 tahun)
Yl memberikan pendidikan akhlak pada anakanya di setiap waktu
dengan cara menasihatinya, dan hanya keluarga Yl memberikan
pendidikan akhlak apada anaknya. Seperti ungkapan Yl berikut ini:
“Saya memberikan pendidikan akhlak pada anak saya di setiap
waktu saya, kapan saja mbak. Saya menasihati anak saya ketika ia
melakukan kesalahan. Yang memberikan pendidikan akhlak pada anak ya
kami berdua, saya dengan suami ya mbak pastinya, selain itu kan ada
kakek juga nenek” (Yl, 13/06/2017).
c. SW (36 tahun)
55
Setiap hari SW memberikan pendidikan akhlak pada anaknya,
dengan cara memberikan contoh teladan yang baik. Selain orang tua, guru
di sekolah dan mengaji juga memberikan pendidikan akhlak pada anak.
Seperti ungkapan ibu SW berikut ini:
“Setiap hari saya memberikan pendidikan akhlak pada anak saya,
tidak ada batasan waktu ketika kita berkumpul dengan anak dan keluarga.
Dengan memberikan contoh teladan yang yang baik, melalui kegiatan
orang tua sehari-hari. Media Hp dan juga Tv juga membantu dalam
mendidik akhlak anak. Selain bapak dn ibu ada guru ngaji, guru sekolah
mbak yang juga memberiikan pendidikan akhlak anak” (SW,
13/06/2017).
d. SH (40 tahun)
Dalam memberikan pendidikan akhlak pada anak SH sedikit
berbeda dengan informan lainnya, SH memilih waktu-waktu yang diaggap
paling mujarab yaitu disaat ada kesempatan berkumpul dengan anak-
anaknya, dan disaat mood anaknya membaik. Dengan cara memberikan
pembiasaan melalui contoh-contoh kecil dalam keseharian anak akan
terbiasa melakukan hal-hal kecil yang baik. Selain keluarga pendidikan
akhlak anak juga dilakukan oleh guru di sekolah, mengaji, dan privat.
Seperti ungkapan SH berikut ini:
“Saya memberikan pendidikan akhlak pada anak saya disaat ada
kesempatan dan disaat mood anak baik, masalah kalau remaja ngomong
harus nyari celah, kalau nggak pas anak akan pergi dan tidak akan
mendengarkan. Saya mendidik anak dengan cara memberikan contoh-
contoh kecil aja mbak, masuk keluar rumah ya mengucapkan salam, lewat
depan orang menyapa. Dengan memberikan nasihat mbak, kalau anak
remaja kok disuruh ya ga bakalan mau. Remaja itu didekati mbak, saat
bersikap manja dengan orang tua, anak didekati diberikan arahan dan
nasihat, biasanya diwaktu ia tidur lalu saya temani.
Selain saya ya pasti bapaknya yang meberikan pendidikan akhlak
pada anak, karena dengan bekal agama dan akhlak yang baik maka
anak saya akan menjadi anak yan sholih, dan orang lain belum tentu
bisa. kalau orang lain ya belum tentu bisa. Pendidikan formal dan non
formal juga memberikan pendidikan akhlak karena itu kan juga tanggung
jawab dari lembaga itu sendiri. Seperti guru sekolah, guru ngaji, guru
kesenian, kebetulan anak saya suka kesenian jadi untuk menasihati anak
56
saya, saya juga bekerjasama dengan gurunya. Biasanya guru kesenian
juga saya kasih tau, untuk juga menasihati anak saya” (SH, 13/06/2017).
e. Dn (37 tahun)
Dn memberikan pendidikan akhlak pada anak di waktu
santai, dengan cara mengawasi pergaulan anak agar tidak salah
dalam bergaul, memberikan pengertian mana yang baik dan mana
yang buruk, dengan lebih mendisplinkan anak untuk memanfaatkan
waktu dengan hal baik dan positif seperti mengaji, belajar, bermain
dengan tau waktu. Selain orang tua dan anggota keluarga lainnya,
guru privat juga yang memberikan pendidikan akhlak pada anak.
Seperti ungkapan Dn berikut ini:
“Saya memberikan pendidikan akhlak pada anak saya pada
waktu santai gitu mbak. Kalau pulang sekolah pas lagi nyantai, saya
sebisa mungkin berbicang-bincang dengan anak, ya tentang
kegiatan apa yang dilakukan di sekolah, bagaimana teman-
temannya, dan sebisa mungkin saya mengarahkannya. Oh sikap
teman yang ini baik, dan yang itu kurang baik nak.
Dengan anak diberikan pengertian, kan sudah dewasa
jangan bergaul sembarangan. pergaulan saat ini itu sangat rawan mbak, anak-anak sekarang pergaulannya itu over. Setelah itu saya
meminta ia belajar dan mengaji juga mbak. Selain saya, yang kasih
tau ke anak adalah bapaknya. Kadang kakek, nenek, om, tante”
(Dn, 13/06/2017).
f. Ng (35 tahun)
Setiap ada kesempatan bersama dengan anak Ng memberikan
pendidikan akhlak pada anaknya. Ketika anak melakukan kesalahan
Ng memberikan contoh keteladanan yang baik bagaimana
seharusnya anak bersikap dan bertindak dengan benar. Seperti
ungkapan Ng berikut ini:
57
“Saya memberikan pendidikan akhlak pada anak ya setiap
saat mbak, setiap berkumpul dengan anak-anak saya. Pada saat
anak melakukan kesalahan anak saya beri contoh bagaimana anak
bersikap dan berperilaku. Ya, saya lebih memberikan contoh kepada
anak saya, contoh yang baik kepada anak. Selain saya dan bapak,
guru sekolah dan guru ngajinya yang memberikan pendidikan
akhlak pada anak”(Ng, 13/06/2017).
Dari enam informan, pendidikan akhlak dilakukan setiap
waktu ketika bersama dengan anak-anaknya, cara untuk mendidik
akhlak anak dengan pembiasaan hal baik, teladan yang baik, dan
nasihat.
2. Penanaman Nilai-Nilai Pendidikan Akhlak Pada Anak Di
Lingkungan PSK Di Bandungan
Pendidikan akhlak pada anak sangatlah penting untuk mendidik
anak agar tidak terpengaruh lingkungan yang buruk.
a. Nr (35 tahun)
Pendidikan akhlak dalam keluarga Nr sangatlah penting, dan
dalam mendidik akhlak anak Nr hanya mempercayakannya pada
keluarga saja. Seperti ungkapan Nr berikut ini:
“Pendidikan akhlak dalam keluarga saya penting sekali. Itu
kan modal anak untuk masa depannya. Saya percayakan pendidikan
akhlak anak hanya pada keluarga, ya bapak dan ibunya saja mbak.
Tentu saja saya membatasi pergaulan anak. Ketika anak melakukan
kesalahan yang saya lakukan menasihatinya mbak bahwa apa yang
telah dilakukan itu salah itu menyimpang” (Nr, 13/06/2017).
b. Yl (42 tahun)
Pendidikan akhlak dalam keluarga Yl sangat penting, sebagai
bekal anak di masa depan. seperti ugkapan Yl berikut ini:
58
“Pendidikan akhlak dalam keluarga saya penting sekali
mbak. Karena itu adalah modal untuk dia kedepannya. Ya saya
percaya pada saya sendiri untuk melakukan mendidik akhlak anak
saya. Iya, saya membatasi pergaulannya, ya karena kalau terlalu
dibiarkan dia akan melonjak dan akan membantah terus nantinya
mbak, dia tidak akan terkontrol. Dan apabila dia melakukan
penyimpangan saya menasihatinya” (Yl, 13/06/2017).
c. SW (36 tahun)
Pendidikan akhlak dalam keluarga SW sangatlah penting.
SW juga memeprcayakan pendidikan akhlak pada pihak sekolah,
selain membatasi pergaulan anak dan SW menasihati anak apabila ia
melakukan penyimpangan. Seperti ungkapan SW berikut ini:
“Ya tentunya sangat penting sekali ya mbak pendidikan akhlak
dalam keluarga saya. Karena itukan sebagai dasar dan modal anak
ya. Dengan saya membatasi pergaulan anak agar anak tidak salah
langkah ya mbak. Namun ketika anak melakuka penyimpangan hal
pertama yang saya lakukan adalah menasihatinya, setelah itu
melakukan pejagaan terhadap anak lebih saya perketat ya mbak.
Soalnya di sini kan „lingkungannya‟ jadi lebih berat dalam mendidik
anak” (SW, 13/06/2017).
d. SH (40 tahun)
Pendidikan akhlak dalam keluarga SH sangatlah penting, dan
selain pada keluarga pendidikan akhlak anak SW percyakan pada
pihak sekolah. SH membatasi pergaulan anak, serta melakukan
pendekatan dan nasihat ketika anak melakukan penyimpangan.
Seperti ungkapan SH berikut ini:
“Pendidikan dalam keluarga saya penting sekali, itu untuk
masa depan anak, akhlak itu akan dibawa di masa mendatang dan
akan sampai kapanpun akan tetap ia bawa. Pendidikan akhlak saya
percayakan pada keluarga saja pada guru juga, wong kadang karo
gurune mecece. Nak karo keluarga tidak mungkin arep njuntrungke
to. Nak guru nang sekolahan ya sebatas mengajar, ya sebatas
kewajiban mengajar. Nek orang lain ya ra mungkin mbak.
59
Sebenarnya saya sudah membatasi pergaulan anak, tapi karena
faktor lingkungan dan pergaulan mau mbak, di „lingkungan‟ seperti
ini sangat sulit, masih belum pergaulan dengan teman-temannya,
jadi sangat sulit. Ketika anak saya melakukan penyimpangan saya
melakukan pendekatan pada anak, anak diarahakan dibri nasihat
mbak” (SH, 13/06/2017).
Terjemah dalam bahasa Indonesia “Pendidikan dalam
keluarga saya penting sekali, itu untuk masa depan anak, akhlak itu
akan dibawa di masa mendatang dan akan sampai kapanpun akan
tetap ia bawa. Pendidikan akhlak saya percayakan pada keluarga
saja pada guru juga, terkadang dengan gurunyapun masih
membangkang. kalau dengan keluarga tidak mungkin akan
menjatuhkan kan. Kalau guru di sekolahan ya sebatas mengajar, ya
sebatas kewajiban mengajar. Kalau orang lain ya tidak mungkin
mbak. Sebenarnya saya sudah membatasi pergaulan anak, tapi
karena faktor lingkungan dan pergaulan tadi mbak, di „lingkungan‟
seperti ini sangat sulit, masih belum pergaulan dengan teman-
temannya, jadi sangat sulit. Ketika anak saya melakukan
penyimpangan saya melakukan pendekatan pada anak, anak
diarahakan dibri nasihat mbak” (SH, 13/06/2017).
e. Dn (37 tahun)
Pendidikan akhlak dalam keluarga Dn penting seperti pada
umumnya, dengan mebatasi pergaulan anak. Seperti ungkapan Dn
sebagai berikut ini:
“Ya penting juga, standar lah mbak, sesuai pada umumnya
pendidikan akhlak di keluarga saya. Pendidikan tentu saya
percayakan pada orang tua mbak. Tentu saya membatasi pergaulan
anak, saiki kan pergaulan anak nyamari, yo nyamari mbak ra biso
langsung di percaya ngono wae mbak. Anak nak nglakoni kesalahan
ya senantiasa diawasi, dikontrol, jangan sampai anak lepas kontrol,
ya pokoknya dipantau lah mbak agar tidak melakukan penyimangan
lagi, anak tetap dipantau gerak geriknya perbuatannya” (Dn,
13/06/2017).
Terjemah dalam bahasa Indonesia “Ya penting juga, standar
lah mbak, sesuai pada umumnya pendidikan akhlak di keluarga
saya. Pendidikan tentu saya percayakan pada orang tua mbak. Tentu
saya membatasi pergaulan anak, sekarang kan pergaulan anak
membahayakan, ya berbahaya mbak tidak bisa langsung di percaya
begitu saja mbak. Anak jika melkukani kesalahan ya senantiasa
diawasi, dikontrol, jangan sampai anak lepas kontrol, ya pokoknya
60
dipantau lah mbak agar tidak melakukan penyimangan lagi, anak
tetap dipantau gerak geriknya perbuatannya” (Dn, 13/06/2017).
f. Ng (35 tahun)
Dalam keluarga Ng pendidikan akhlak anak sangat penting
yang merupakan dasar anak dalam bertindak. Ng mempercayakan
pendidikan akhlak pada guru, dan dengan membatasi pergaulan anak
agar tidak salah lankah. Seperti ungkapann Ng berikut ini:
“Pendidikan akhlak dalam keluarga saya ya pentin sekali
karena dasar abak adalah dari orang tua. Dalam mendidik akhlak
anak kami percayakan pada keluarga dan guru di sekolah dan
mengaji. Membatasi pergaulan anak kami lakukan karena kalau
anak terlalu banyak bergaul pasti ada sisi positif dan sisi negatifnya,
mending kalau positif, lalu bagaimana jika sisi negatif yang anak
dapatkan kan. Namun jika anak saya melakukan suatu
penyimpangan hal yang pertama kami lakukan adalah menasihati
anak terlebih dahulu. Kedua, dengan menegur anak jika memnag
kita melihat angsung anak melakukan hal yang menyimpang
tersebut. Ketiga, dengan memberikan contoh teladan yang baik,
contohnya bagaimana ia harus berperilaku baik, bagaimana
berperilaku yang sesuai dengan syariat, agar apa, ya agar anak
tidak melakukan hal yang menyimpang mbak” (Ng, 13/06/2017).
3. Faktor Pendukung Dan Penghambat Dalam Menanamkan Nilai-
Nilai Pendidikan Akhlak Pada Anak Di Lingkungan PSK Di
Bandungan
Dalam mendidik akhlak anak tentu tidaklah mudah, apalagi
dalam lingkungan PSK . Sedangkan faktor yang paling berpengaruh
dalam pendidikan akhlak anak adalah lingkungan tempat tinggal dan
pergaulan.
61
a. Nr (35 tahun)
Faktor yang paling berpengruh terhadap pendidikan akhlak
anak adalah lingkungan dan pergaulan, sedangkan yang menjadi
kendala dalam pendidikan akhlak adalah sikap anak itu sendiri.
Seperti ungkapan Nr berikut ini:
“Yang menjadi kendala dalam pendidikan akhlak anak
adalah sikap anak yang ngeyel, suka membantah. Karena waktu
saya berkumpul dengan anak juga ketika maghrib saja, saya kan
sibuk di pasar, namun meskipun begitu tetap saya usahakan dan
bapaknya juga yang sering memberikan pendidikan yang
memberikan nasihat. Karena pengaruh dari teman-teman dan
lingkungan pergaulan yang memang berada di lingkungan pekerja
seks komersial. Selain itu saya juga konsultasi dengan guru di
sekolah dan guru ngajinya” (Nr, 13/06/2017).
b. Yl (42 tahun)
Faktor yang mempengaruhi pendidikan akhlak dalam
keluarga Yl adalah sikap anak dan lingkungan tempat tinggal.
Seperti ungkapan Yl ketika ditanya tentang faktor pendukung dan
penghambat pendidikan akhlak adalah sebagi berikut:
“Banyak sekali yang menghambat pendidikan akhlak anak,
ya walaupun banyak waktu saya di rumah karena memang
pekerjaan saya sebagai penjahit, dan seharusnya menjaga dan
mengawasi anak lebih banyak waktu. Untuk mendidik anak saya
yang suka ngeyel dan bahkan merengek-rengek, dan lingkungan
yang memang negatif seperti ini, saya juga harus ekstra membujuk
rayu manis dan kadang saya sampe menangis gitu mbak” (Yl,
13/06/2017).
c. SW (36 tahun)
Faktor yang menghambat pendidikan akhlak dalam keluarga
SW adalah faktor dari luar, yaitu dari lingkungan dan pergaulan.
Seperti ungkapan SW berikut ini:
62
“Faktor yang menghambat pendidikan akhlak anak adalah
faktor lingkungan dan pergaulan, apalagi lingkugan di sini adalah
lingkungan yang begini mbak, saya harus benar-benar mengawasi
anak, mengawasi pergaulannya” (SW, 13/06/2017).
d. SH (40 tahun)
Faktor yang memengaruhi pendidikan akhlak anak adalah sikap
dan watak anak sendiri, serta lingkungan dan pergaulan. Remaja
mempunyai ego yang sangat tinggi di masanya. Berikut ungkapan SH
berikut ini:
”Anak saya itu ngeyil, ndablik. Ya masa-masa puber, pada usia-
usia itu kan memang sifat anak lagi egonya tinggi. Saya ingin ini saya
ingin itu di masa-masa segitu, sak kareppe. Jadi, akibate pun sering
dirasakan sendiri kan. Nek aku wes tau nglakoni enom ya paham geh
mbak.
Solusinya yang pertama ya didoakan, itu pasti ya mbak. Yang
kedua didekati, anak itu didekati tidak diabaikan. Pada waktu tidur
biasanya saya mendekati anak. Karna suatu saat anak itu pasti jadi
kadingalem sama orang tua. Kalau pas tidur saya temani, diajak ngobrol,
lalu diarahkan. Terkadang walau anak saya tidak pulang ke rumah ya saya
biarkan. Tapi tidak lepas begitu saja, saya juga tau anak tidak pulang itu
berada dimana dan ngapain saya juga tau, jadi anak tidak pulang ke
rumah masih dalam pantauan kami. Nanti kalau anak sudah pulang dan
di waktu tidur kita temani maka anak itu akan timbul dengan sendirinya.
Karena pengaruh yang terbesar itu lingkungan dan pergaulan ya
mbak. Apalagi lingkungan di sini seperti ini, pergaulan anak muda
sekarang pun ya sangat bebas. Dengan „lingkugan‟ yang seperti ini punya
anak yang baru gede sangat sulit sekali, belum lagi teman-temannya
mbak” (SH, 13/06/2017).
Terjemah dalam bahasa Indonesia “ Anak saya itu susah dikasih
tau, jika dikasih tau tidak mendengarkan. Ya masa-masa puber, pada usia-
usia itu kan memang sifat anak lagi egonya tinggi. Saya ingin ini saya
ingin itu di masa-masa segitu, sak kareppe. Jadi, akibatnya pun sering
dirasakan sendiri kan. Lagipula saya sebagai orang tua pernah mengalami
masa-masa itu ya mbak.
Solusinya yang pertama ya didoakan, itu pasti ya mbak. Yang
kedua didekati, anak itu didekati tidak diabaikan. Pada waktu tidur
biasanya saya mendekati anak. Karna suatu saat anak itu pasti jadi dekat
sama orang tua. Kalau pas tidur saya temani, diajak ngobrol, lalu
diarahkan. Terkadang walau anak saya tidak pulang ke rumah ya saya
biarkan. Tapi tidak lepas begitu saja, saya juga tau anak tidak pulang itu
berada dimana dan ngapain saya juga tau, jadi anak tidak pulang ke
rumah masih dalam pantauan kami. Nanti kalau anak sudah pulang dan
di waktu tidur kita temani maka anak itu akan timbul dengan sendirinya.
63
Karena pengaruh yang terbesar itu lingkungan dan pergaulan ya
mbak. Apalagi lingkungan di sini seperti ini, pergaulan anak muda
sekarang pun ya sangat bebas. Dengan lingkugan yang seperti ini punya
anak yang baru gede sangat sulit sekali, belum lagi teman-temannya
mbak” (SH, 13/06/2017).
e. Dn (37 tahun)
Faktor yang mempengaruhi pendidikan akhlak dalam
keluarga Dnadalah faktor dari anak itu sendiri dan juga lingkungan
dan pergaulan. Seperti ungkapan Dn berikut ini:
“Kesulitan saat mendidik akhlak anak, kadangkan anak
kalau dibilangin itu salah nak, itu tidak benar, tapi anak hanya
ngikut-ngikut teman-temannya. Lha itu aja gitu, lha itu aja begini,
masak aku ga boleh, anak hanya sekedar ikut-ikutan pergaulan yang
ada agar sama dengan teman-temannya. Untuk mendidiknya kadang
saya minta bantu suami saya ya tidak mengurus anak sendirian,
ngurus anak perempuan sendiri itu tidak mudah, apalagi anak yang
dibilang kecil sudah gede tapi kalau dibilang gede masih kecil, ya
seperti itu lah mbak.
Faktor pergaulan dan lingkungan mbak yang paling
berpengaruh terhadap pendidikan akhlak anak saya, pergaulan
sekarang kan sangat ngeri ya mbak, anak-anak sekarang itu pada
over. Lingkungan di sini juga sangat rawan akan hal negatif, itu
sangat berpengaruh terhadap pedidikan akhlak anak ” (Dn,
13/05/2017).
f. Ng (35 tahun)
Kendala yang dialami Ng dalam mendidik akhlak anak
adalah pengaruh pergaulan teman. Seperti umgkapan Ng beriku ini:
“Yang menjadi kendala ketika mendidik akhlak anak adalah
anak terpengaruh pergaulan teman bermainnya. Untuk
mengantisipasinya saya membatasi ruang gerak anak, saya
membatasi anak main di luar rumah. Dengan lebih mendisiplinkan
anak, dan agar anak bisa tau waktu, kapan bermain, kapan belajar,
dan kapan mengaji. Yang paling berpegaruh itu adalah pergaulan,
ya karena jelas mbak teman itu paling mempengaruhi” (Ng,
13/06/2017).
64
Dari enam informan mengungkapkan yang paling berpengaruh
dalam pendidikan akhlak anak adalah faktor dari dalam diri anak, dan
faktor dari luar yaitu lingkungan dan pergaulan.
C. Pembahasan
1. Pendidikan Akhlak Pada Anak Di Lingkungan PSK
Pendidikan akhlak pada anak dalam keluarga informan dalam
mendidik akhlak mereka yaitu dengan menggunakan metode:
a. Metode Pemberian Contoh Teladan Yang Baik (Uswatun
Khasanah)
Para informan lebih sering mengunakan metode pemberian
contoh teladan yang baik (uswatun khasanah) yang dianggap
paling bisa membawa anak mereka untuk memahami pendidikan
akhlak. Anak memiliki sifat yang imitatif maka dari itu orang tua
menggunakan metode keteladanan agar anak meniru perbuatan
positif yang informan tunjukkan. Seperti yang peneliti temukan
pada wawancara berikut ini:
“Cara saya dalam mendidik akhlak anak yaitu dengan cara
membimbingnya dan mengarahkannya untuk berperilaku baik
melaksanakan sholat juga mengaji, menasihatinya jika ia
menyimpang seperti berperilaku tidak jujur, memberikan contoh
yang baik, seperti ini nak yang baik, kalau seperti itu tidak baik
jangan ditiru. Ya melalui aktivitas kita sehari-hari mbak, anak
akan melihat dan mencontoh yang orang tua lakukan. Media
pendidikan akhlak seperti Hp, Televisi juga kami gunakan untuk
mendidik akhlak anak, tentu semua dalam pengawasan dan
bimbingan dari orang tua mbak” (Nr, 13/06/2017).
Menurut H.M. Arifin (2011: 154) metode pemberian contoh
teladan yang baik (uswatun hasanah) terhadap manusia didik,
65
terutama anak-anak yang belum mampu berpikir kritis, akan
banyak mempengaruhi pola tingkah laku mereka dalam
kehidupan sehari-hari. Orang tua sebagai pembawa dan pengamal
nilai-nilai agama, kultural, dan ilmu pengetahuan akan
memperoleh manfaat dalam mendidik akhlak dan agama serta
sikap mental anak. Pengaruh proses pendidikan dengan metode
keteladanan akan membuat anak lebih mendapatkan kesan-kesan
mendalam dan diingat dalam jangka lama daripada hanya belajar
dengan teori saja. Pengetahuan yang melekat pada jiwa anak bila
tidak diperoleh melalui praktik dan dipraktikkan semakin lama
semakin berkurang intensitasnya.
Nasihat orang tua akan lebih efektif jika disampaikan
melalui keteladanan. Artinya orang tualah yang menempatkan diri
sebagai sosok teladan bagi anak-anak mereka. Pada dasarnya
anak menirukan atau bercermin kepada orang tuanya. Jika orang
tua berbuat baik maka anaknya akan termotivasi melakukan
semua hal yang baik, begitu pula sebaliknya (Baiquni, 2016:142-
143).
b. Metode Dialogis
Selain menggunakan metode teladan, informan juga
menggunakan metode dialogis, karena informan sangat
menyadari sharing dengan anak, selain responden meminta anak
untuk menceritakan kegiatan apa yang dilakukan bersama teman-
66
temannya di rumah, di tempat mengaji dan di sekolah. Seperti
yang peneliti temukan pada wawancara berikut ini:
“Kalau pulang sekolah pas lagi nyantai, saya sebisa
mungkin berbicang-bincang dengan anak, ya tentang kegiatan
apa yang dilakukna di sekolah, bagaimana teman-temannya, dan
sebis amungkin saya mengarahkannya. Oh sikap teman yang ini
baik, dan yang itu kurang baik nak.” (Dn, 13/06/2017).
Metode dialogis yang melahirkan sikap saling keterbukaan
antara orang tua dan anak akan mendorong untuk saling berbagi.
Dalam menerapkan metode ini pikiran, kemauan, perasaan, dan
ingatan serta pengamatan akan terbuka. Sehingga orang tua akan
lebih mudah untuk memberikan pesan religious dan akhlak dalam
setiap perbincangan mereka. Atau ketika ada hal yang dirasa
janggal tentu anak akan langsung bertanya pada orang yang dirasa
dekat dengan mereka yaitu orang tua (Arifin, 2011: 153-154).
c. Metode Pembiasaan Diri
Informan juga membiasakan anak sejak kecil untuk
mengerjakan tugas-tugasnya seperti belajar dan mengaji. Seperti
yang peneliti temukan pada wawancara berikut ini:
“Saya mendidik anak dengan cara memberikan contoh-
contoh kecil saja mbak, masuk keluar rumah ya mengucapkan
salam, lewat depan orang menyapa.
Selain saya ya pasti bapaknya yang memberikan pendidikan
akhlak pada anak, karena dengan bekal agama dan akhlak yang
baik maka anak saya akan menjadi anak yan sholih, dan orang
lain belum tentu bisa. Pendidikan formal dan non formal juga
memberikan pendidikan akhlak karena itu kan juga tanggung
jawab dari lembaga itu sendiri. Seperti guru sekolah, guru ngaji,
guru kesenian” (SH, 13/06/2017).
Cara mendidik melalui pembiasaan merupakan metode
yang biasa digunakan oleh responden untuk menanamkan akhlak
67
pada anak mereka dan rohani serta pembinaan sosial seseorang
tidak cukup nyata dan pembiasaan diri sejak usia dini. Untuk
biasa hidup teratur, disiplin, tolong menolong sesama manusia
dalam kehidupan sosial memerlukan latihan yang kontinyu setiap
hari.
Berbeda dengan perintah, motivasi yang diberikan orang tua
kepada anak agar selalu berbuat kebaikan, membuat ia terobsesi
untuk terus berbuat kebaikan. Maka, harapan orang tua untuk
memiliki anak shalih, berbakti, dan patuh kepada orang tua akan
menjadi sebuah keniscayaan. Apabila orang tau menginginkan
anak bertutur kata santun, maka anak diajarkan bagaimana
beretika menyapa dan berbicara santun. Seperti mengawali
ucapan salam sewaktu menyapa seseorang dan berbicara dengan
nada sesopan mungkin sewaktu bertemu dengan orang lain dan
melakukan pembicaraan (Baiquni, 2016: 149).
d. Metode Nasihat
Ketika bersama, saat anak melakukan hal yang
menyimpang seperti bermain sampai sore. Informan memberikan
nasihat kepada anak untuk tidak mengulanginya lagi. Seperti yang
peneliti temukan pada wawancara berikut ini:
“Saya menasihati anak saya ketika ia melakukan
kesalahan” (Yl, 13/06/2017).
“Dengan memberikan nasihat mbak.i Kalau anak remaja
kok disuruh ya ga bakalan mau. Remaja itu didekati mbak, saat
anak bersikap manja dengan orang tua, anak didekati diberikan
68
arahan, dan nasihat, biasanya diwaktu ia tidur lalu saya temani”
(SH, 13/06/2017).
Metode ini sebagai penyempurna dari metode pemberian
contoh teladan yang baik (uswatun khassanah), dialogis, maupun
pembiasaan diri karena anak akan lebih bisa mengerti ketika
dalam setiap ajaran yang ditangkap mendapatkan penjelasan dan
teguran, sehingga anak menjadi paham mana yang salah dan
mana yang benar.
2. Penanaman Nilai-Nilai Pendidikan Akhlak Pada Anak Di
Lingkungan PSK
Pendidikan dalam keluarga juga sebagai peletakan dasar-dasar
keagamaan. Dalam menentukan dan menanamkan dasar-dasar moral
anak juga tidak kalah penting dengan penanman nilai-nilai keagamaan
dalam pribadi anak. Seperti yang diungkapkan salah satu informan
yang berinisial SW sebagai berikut:
“Ya tentunya sangat penting sekali ya mbak pendidikan akhlak
dalam keluarga saya. Karena itukan sebagai dasar dan modal anak
ya. Dengan saya membatasi pergaulan anak agar anak tidak salah
langkah ya mbak. Namun ketika anak melakuka penyimpangan hal
pertama yang saya lakukan adalah menasihatinya, setelah itu
melakukan pejagaan terhadap anak lebih saya perketat ya mbak.
Soalnya di sini kan „lingkungannya‟ jadi lebih berat dalam mendidik
anak” (SW, 13/06/2017).
3. Faktor Pendukung Dan Penghambat Dalam Menanamkan Nilai-
Nilai Pendidikan Akhlak Pada Anak Di Lingkungan PSK
Sebagian besar faktor yang mendukung dan yang menghambat
pendidikan akhlak dalam keluarga di lingkungan pamuria adalah
faktor internal dan eksternal. Salah satu yang mengahmbat pendidikan
69
akhlak dari dalam diri anak, seperti anak susah diatur, dan faktor
eksternal yaitu pergaulan dengan teman dan lingkungan tempat
tingggal yang merupakan tempat lokalisasi. Seperti yang telah peneliti
temukan dalam hasil wawancara dengan responden:
a. pendukung pendidikan akhlak anak dalam keluarga dari faktor
internal anak melalui bakat serta minat, seperti ungkapan SH
berikut ini:
“Selain saya ya pasti bapaknya yang meberikan pendidikan
akhlak pada anak, karena dengan bekal agama dan akhlak yang
baik maka anak saya akan menjadi anak yan sholih, dan orang lain
belum tentu bisa. kalau orang lain ya belum tentu bisa. Pendidikan
formal dan non formal juga memberikan pendidikan akhlak karena itu
kan juga tanggung jawab dari lembaga itu sendiri. Seperti guru sekolah,
guru ngaji, guru kesenian, kebetulan anak saya suka kesenian jadi untuk
menasihati anak saya saya juga bekerjasama dengan gurunya. Biasanya
guru kesenian juga saya kasih tau, untuk juga menasihati anak saya”
(SH, 13/06/2017).”
b. Faktor penghambat
1) Penghambat pendidikan akhlak anak dalam keluarga dari faktor
internal anak yang berupa sikap melawan, seperti ungkapan Yl
berikut ini:
“Banyak sekali yang menghambat pendidikan akhlak
anak, ya walaupun banyak waktu saya di rumah karena
memang pekerjaan saya sebagai penjahit, dan seharusnya
menjaga dan mengawasi anak lebih banyak waktu. Untuk
mendidik anak saya yang suka ngeyel dan bahkan merengek-
rengek, dan lingkungan yang memang negatif seperti ini, saya
juga harus ekstra membujuk rayu manis dan kadang saya sampe
menangis gitu mbak” (Yl, 13/06/2017).
2) Penghambat pendidikan akhlak anak dalam keluarga dari faktor
eksternal yaitu faktor lingkungan tempat tinggal, seperti
ungkapan SW berikut ini:
70
“Faktor yang mengahmbat pendidikan akhlak anak
adalah faktor lingkungan dan pergaulan, apalagi lingkungan di
sini adalah „lingkungan‟ yan begini mbak, saya harus benar-
benar mengawasi anak, mengawasi pergaulannya” (SW,
13/06/2017).
3) Penghambat pendidikan akhlak anak dalam keluarga dari faktor
eksternal yaitu faktor pergaulan, seperti ungkapan Ng berikut
ini:
“Yang menjadi kendala ketika mendidik akhlak anak
adalah anak terpengaruh pergaulan teman bermainnya. Untuk
mengantisipasinya saya membatasi ruang gerak anak, saya
membatasi anak main di luar rumah. Dengan lebih
mendisiplinkan anak, dan agar anak bisa tau waktu, kapan
bermain, kapan belajar, dan kapan mengaji. Yang paling
berpegaruh itu adalah pergaulan, ya karena jelas mbak teman
itu paling mempengaruhi” (Ng, 13/06/2017).
Dalam keluarga, orang tua memiliki kewajiban mengajarkan
ilmu agama dan ilmu akhlak kepada anak. Orang tua bertanggung
jawab memperkenalkan anak mereka bagaimana cara berperilaku
yang baik. Beberapa solusi yang diambil oleh para informan karena
permasalahan di atas:
a. mempelajari dan mengajarkan ilmu akidah kepada anak
b. mempelajari dan memperkenalkan ilmu akhlak kepada anak
c. menanamkan sikap cinta beribadah kepada Allah SWT
d. menjadikan diri sebagai teladan yang baik
e. menghidupkan tradisi musyawarah dalam keluarga
f. memotivasi dalam keluarga
g. penuh pengertian (Baiquni, 2016).
71
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
1. Pendidikan akhlak pada anak di lingkungan pekerja PSK dilakukan
dengan menggunakan metode uswatun khasanah, metode dialogis,
metode pembiasaan diri, dan metode nasihat.
2. Penanaman nilai-nilai pendidikan akhlak pada anak di lingkungan
pekerja PSK dilakukan dengan pembatasan pergaulan anak,
mengontrol perilaku anak, memilih teman pergaulan, pembiasaan
mengaji, memberikan nasihat, teguran, pendidikan yang baik,
melibatkan anak ke dalam keluarga, serta bekerjasama dengan pihak
sekolah, mengaji, dan tempat les.
3. Faktor pendukung pendidikan akhlak anak di lingkungan pekerja PSK
melalui bakat serta minat anak yang kuat.
4. Sedangkan faktor penghambat pendidikan akhlak pada anak di
lingkungan pekerja berupa sikap melawan, dan berasal dari luar yaitu
lingkungan tempat tinggal dan pergaulan.
72
B. Saran
Berdasarkn kesimpulan yang penulis uraikan di atas, maka penulis
mengajukan beberapa saran guna perkembangan selanjutnya ke arah yang
lebih baik.
1. Orang Tua
Pendidikan akhlak pada anak harus benar-benar dilakukan
dengan semaksimal mungkin, agar anak tumbuh dan berkembang
menjadi pribadi yang yang berakhlak mulia sesuai dengan ajaran Islam.
2. Pembaca
Diharapkan studi tentang pendidikan akhlak pada anak dalam
keluarga PSK di Bandungan, Kabupaten Semarang, dapat
disempurnakan dengan mengadakan penelitian lebih lanjut dari segi
lain, sehingga dapat memberikan gambaran yang lengkap pada
pendidikan akhlak.
73
DAFTAR PUSTAKA
Ahid, Nur. (2010). Pendidikan Keluarga Dalam Perspektif Islam.
Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Al-Rasyidin dan Nizar, Samsul. (2005). Filsafat Pendidikan Islam
Pendekatan Historis, Teoritis, dan Praktis. Jakarta: Ciputat Press.
Arifin, H.M. 2011. Ilmu Pendidikan Islam. Jakarta: Bumi Aksara.
Baiquni, Ahmad Nizar. (2016). Jika Salah dan Mendidik
Anak.Yogyakarta: Sabil.
Basri, Hasan dan Saebani, Beni Ahmad. (2010). Ilmu Pendidikan Islam
(Jilid II). Bandung: Pustaka Setia.
Bustan, Radhiya, dkk. Pengaruh Pendidikan Islam Terhadap Kecerdasan
Spiritual Pada Remaja Yang Tinggal di Lingkungan Pekerja Seks
Komersial (PSK) Tanah Abang Jakarta Pusat. Jurnal Al-Azhar
Indonesia seri Humaniora, Vol. 2, No. 1, Maret 2013.
Daradjat, Zakiah. (2011). Ilmu Pendidikan Islam. Jakarta: Bumi aksara.
Damayanti, Deni. (2014). Panduan Implementasi Pendidikan Karakter Di
Sekolah. Yogyakarta: Araska.
Hafidzh, Muhammad Nur Abdul. (1997). Mendidik Anak Bersama
Rasulullah. Bandung: Al-Bayan.
Hafidz, Muhammad dan Kastolani. (2009). Pendidikan Islam Antara
Tradisi dan Modernitas. Salatiga: STAIN Salatiga Press.
Hasbullah. (2009). Dasar-Dasar Ilmu Pendidikan. Jakarta: Raja Grafindo
Persada.
Ihsan, Fuad. 2013. Dasar-Dasar Kependidikan. Jakarta: Rineka Cipta.
Kartini, Kartono. 1989. Psikologi Abnormalitas seksual. Bandung: Mandar
Maju.
Koentjoro. (2004). Tutur dari Sarang Pelacur. Yogyakarta: CV Qalam.
Langgulung, Hasan. 1995. Manusia dan Pendidikan. Jakarta: Husna Zikra.
Moleong, Lexy J. (2009). Metodologi Penelitian Kualitatif Edisi Revisi.
Bandung: PT. Remaja Rosdakarya Offset.
74
Muin, Abdul M. (1996). Reformulasi Filsafat Pendidikan Islam.
Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Musnawar, Tohari, dkk. (1992). Dasar-Dasar Konseptual Bimbingan dan
Konseling Islami.Yogyakarta: UII Press.
Nata, Abudin. (2010). Pemikiran Para Tokoh Pendidikan Islam: Islam
Filsafat. Jakarta: PT. Raja Grafindo.
Nizar. (2005). Sejarah dan Pergolakan Pemikiran Pendidikan Islam:
Potret Timur Tengah Era Awal dan Indonesia: Sejarah Pendidikan
Islam. Jakarta: Ciputat Press.
Ridho, Muhammad Tamyiz. 2014. Skripsi: Perkawinan Wanita Hamil
Akibat Zina (Menurut Undang-Undang Tahun 1974 dan Fatwa
MUI DKI tahun 2000). Jakarta: UIN Syarif Hidayatullah.
Suwarno, Wiji. 2006. Dasar-Dasar Ilmu Pendidikan. Jakarta: Ar-Ruzz.
Syafei, M. Sahlan. (2006). Bagaimana Anda Mendidik Anak. Bogor:
Ghalia Indonesia.
Syam, Noor, dkk. (1981). Pengantar Dasar-Dasar Pendidikan. Surabaya:
Usaha Nasional.
Uhbiati, Nur. (2009). Long Life Education: Pendidikan Anak Sejak Dalam
Kandungan Sampai Lansia. Semarang: Walisongo Press.
Ulwan, Abdullah Nasih. (1981). Pedoman Pendidikan Anak Dalam Islam.
Semarang: Asy-Syifa’.
AM Wibowo - EDUKASIA ISLAMIKA, 2017 - e-
journal.iainpekalongan.ac.id.
DA Dicky - 2017 - eprints.iain-surakarta.ac.id
eprints.undip.ac.id/11120/1/INTISARI.pdf
eprints.walisongo.ac.id/350
http://repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/334/1/101871-
NUHRI-FITK.pdf
https://www.bing.com/search?q=Pendidikan+Karakter+Melalui+TPQ+Mif
tahul+Huda+Pada+Anak+di+Lingkungan+Lokalisasi+Kampung+B
75
aru+Desa+Sukodadi+Kecamatan+Kabuh+Kabupaten+Jombang%E
2%80%9D.&FORM=EDGNNC&PC=LCTS
karya-ilmiah.um.ac.id/index.php/HKn/article/view/45240
M Yusuf – Skripsi, 2015 – Perpus.iainsalatiga.ac.id
R Bustan, E Sutiasasmita, H Arief – SERI HUMANIORA, 2013 –
jurnal.uai.ac.id.
s iVayatun – Skripsi, 2012 – STAIN Salatiga.
Wikipedia Bahasa Indonesia.
DAFTAR RIWAYAT HIDUP PENELITI
A. Identitas Diri
Nama : Siti Lailatul Munawaroh
Tempat, Tanggal Lahir : Kab. Semarang, 02 Agustus 1994
Jenis Kelamin : Perempuan
Agama : Islam
Alamat : RT 01/ RW 05 Dusun Larangan,
Desa Lanjan, Kecamatan
Sumowono, Kabupaten Semarang
Tempat Penelitian : Kelurahan Bandungan, Kecamatan
Bandungan, Kabupaten Semarang
B. Orang Tua
Ayah : Suroto
Ibu : Siti Maimonah
Pekerjaan : Petani
C. Pendidikan
1. RA Perwanida 1 lulus tahun 1998
2. SD Negeri Lanjan 01 lulus tahun 2007
3. SMP Negeri 1 Sumowono lulus tahun 2010
4. SMA Negeri 1 Ambarawa lulus tahun 2013
5. IAIN Salatiga
2
3
4
5
6
PEDOMAN WAWANCARA
Narasumber : Orang tua dari keluarga yang tinggal di lingkungan
pramuria
Judul Penelitian : Penanaman Nilai-Nilai Pendidikan Akhlak Pada
Anak Dalam Keluarga Pramuria (Studi Kasus di
Bandungan, Kabupaten Semarang Tahun 2017)
No Konsep Indikator Pertanyaan
1 Pendidikan akhlak pada
anak dalam keluarga di
lingkungan pramuria
Waktu 1. Pada waktu apa saja Anda
memberikan pendidikan
akhlak pada anak?
Cara 2. Bagaimana cara Anda dalam
memberikan pendidikan
akhlak pada anak?
3. Apakah Anda juga
menerapkan metode
keteladanan dalam memberi
pendidikan akhlak pada
anak? Jelaskan!
Subjek 4. Siapa saja yang memberi
pendidikan akhlak pada anak
dalam keluarga Anda?
Jelaskan!
7
Media 5. Media apa saja yang Anda
gunakan dalam memberikan
pendidikan akhlak pada
anak?
Guru agama 6. Selain Anda, siapa saja yang
memberikan pendidikan
akhlak pada anak?
2. Faktor pendukung dan
penghambat dalam
menanamkan nilai-nilai
pendidikan akhlak pada
anak dalam keluarga di
lingkungan pramuria
Kesulitan
yang
dialami
7. Kesulitan apa saja yang Anda
alami dalam memberikan
pendidikan akhlak pada
anak?
Cara
mensikapi
kesulitan
8. Bagaimanakah solusi Anda
bila mendapati kesulitan
dalam memberikan
pendidikan akhalak pada
anak? Jelaskan!
Faktor
berpengaruh
9. Faktor apa saja menurut
Anda yang paling
berpengaruh terhadap
pendidikan akhlak anak?
Sebut dan jelaskan!
8
3. Penanaman nilai-nilai
pendidikan akhlak pada
anak dalam keluarga di
lingkungan pramuria
Pentingnya
pendidikan
akhlak
10. Seberapa pentingkah
pendidikan akhlak dalam
keluarga Anda? Jelaskan!
Lembaga
pendidikan
11. Anda percayakan kepada
siapa sajakah pendidikan
akhlak dalam keluarga?
Batasan
pergaulan
12. Apakah Anda membatasi
pergaulan anak? Mengapa?
Sikap orang
tua
13. Bagaimanakah sikap Anda
ketika mengetahui anaknya
melakukan penyimpangan?
WAWANCARA
1. Pada waktu apa saja Anda memberikan pendidikan akhlak pada anak?
2. Bagaimana cara Anda dalam memberikan pendidikan akhlak pada anak?
3. Apakah Anda juga menerapkan metode keteladanan dalam memberi
pendidikan akhlak pada anak?
4. Siapa saja yang memberi pendidikan akhlak pada anak dalam keluarga
Anda? Jelaskan!
5. Media apa saja yang Anda gunakan dalam memberikan pendidikan akhlak
pada anak?
9
6. Selain Anda, siapa saja yang memberikan pendidikan akhlak pada anak?
7. Kesulitan apa saja yang Anda alami dalam memberikan pendidikan akhlak
pada anak?
8. Bagaimanakah solusi Anda bila mendapati kesulitan dalam memberikan
pendidikan akhalak pada anak? Jelaskan!
9. Faktor apa saja menurut Anda yang paling berpengaruh terhadap
pendidikan akhlak anak? Sebut dan jelaskan!
10. Seberapa pentingkah pendidikan akhlak dalam keluarga Anda? Jelaskan!
11. Anda percayakan kepada siapa sajakah pendidikan akhlak dalam keluarga?
12. Apakah Anda membatasi pergaulan anak? Mengapa?
13. Bagaimanakah sikap Anda ketika mengetahui anaknya melakukan
penyimpangan?
10
DOKUMENTASI FOTO PENELITIAN
11
12
13
14
15
16
Nama/NIP Keterangan
Nanang Septiyanto, S. Sos.
NIP. 19590927 198607 1 001 Camat
Eko Purwanto, S. Sos.
NIP. 19700605 199003 1 013 Sekretariat
Mariyamah, SH.
NIP. 19710409 199203 2 004 Subbagian Perencanaan Dan Keuangan
LAMPIRAN BAGAN STRUKTUR ORGANISASI KECAMATAN BANDUNGAN
KECAMATAN BANDUNGAN KABUPATEN SEMARANG
CAMAT
SEKRETARIAT
SUBBAGIAN
PERENCANAAN
DAN KEUANGAN
SUBBAGIAN UMUM
DAN
KEPEGAWAIAN
SEKSI
KETENTRAMAN DAN
KETERTIBAN UMUM
SEKSI
KESEJAHTERAAN
RAKYAT
SEKSI TATA
PEMERINTAH
AN
SEKSI
PEMBANGUNAN
DAN
PEMBERDAYAAN
MASYARAKAT
DAN DESA
LURAH
SEKRETARIS
LURAH
SEKSI PEMBANGUNAN
DAN KESEJAHTERAAN
RAKYAT
SEKSI TATA
PEMERINTAHAN DAN
KETERTIBAN
MASYARAKAT
17
R. Wisanggeni H., S. Sos.
NIP. 19680630 199103 1 006 Subbagian Umum Dan Kepegawaian
Woro Hendryaswati P., S.Sos.
NIP. 19650515 198607 2 002 Seksi Tata Pemerintahan Kecamatan
Yohanes Wendy H., SE.
NIP. 19680630 199103 1 006
Seksi Pembangunan Dan Pemberdayaan
Masyarakat Dan Desa
Waziroh, S. Sos.
NIP. 19630320 198709 2 002 Seksi Kesejahteraan Rakyat
Totok Muharto, SH.
NIP. 19650523 198611 1 001
Seksi Ketentraman Dan Ketertiban
Umum
Adiarso, S.TP.
NIP. 19620609 198603 1 019 Lurah
R. Wisanggeni H., S. Sos.
NIP. 19680630 199103 1 006
Sekretaris Lurah
Yusuf Premono, SE.
NIP. 19750112 199603 1 002
Seksi Tata Pemerintahan Dan Ketertiban
Masyarakat (Kelurahan)
Mu’is Abdilah, S.Kom.
NIP. 19790812 199903 1 00
Seksi Pembangunan Dan Kesejahteraan
Rakyat (Kelurahan)
Sumber: Kantor Kecamatan Bandungan, 2017
18
LAMPIRAN DATA KEPENDUDUKAN KELURAHAN BANDUNGAN
KECAMATAN BANDUNGAN KABUPATEN SEMARANG
Jumlah Penduduk Kelurahan Bandungan Menurut Kelompok Umur
No. Umur (Tahun)
Jumlah
L P Jumlah
1. 0-4 288 272 560
2. 5-9 348 336 682
3. 10-14 310 278 588
4. 15-19 310 268 596
5. 20-24 311 309 620
6. 25-29 281 310 591
7. 30-34 372 366 738
8. 35-39 371 353 724
9. 40-44 316 322 638
10. 45-49 273 295 568
11. 50-54 223 249 472
12. 55-59 210 207 417
13. 60-64 180 141 321
14. 65-69 116 87 203
15. 70-74 61 71 132
16. >75 81 102 183
Jumlah 4.049 3.984 8.033
Sumber: Kanntor Kelurahan Bandungan, 2017
19
Jumlah Penduduk Kelurahan Bandungan Berdasarkan Pendidikan
No. Pendidikan
Jumlah Penduduk
L P Jumlah
1.
Akademi/Diploma
III/S.Muda
38 40 78
2. Belum Tamat SD/Sederajat 880 880 1.760
3. Diploma I/II 7 13 20
4. Diploma IV/Strata I/SI 101 95 196
5. SLTA/Sederajat 498 514 1.169
6. SLTP/Sederajat 498 514 1.012
7. Tamat SD/Sederajat 8 2 10
8. Strata II/SII 932 906 1.838
9. Tidak/Belum Sekolah 962 988 1.950
Jumlah 4.049 3.984 8.033
Sumber: Kantor Kelurahan Bandungan, 2017
Jumlah Penduduk Kelurahan Bandungan Berdasarkan Mata
Pencaharian
No. Pekerjaan
Jumlah
L P Jumlah
1. Belum/Tidak Bekerja 886 855 1.741
2. Bidan 0 2 2
3. Buruh Harian Lepas 262 185 447
20
4. Buruh Peternakan 1 0 1
5. Buruh Tani/Perkebunan 24 18 31
6. Guru 13 18 31
7. Karyawan BUMN 4 0 4
8. Karyawan Swasta 697 537 1.234
9. Polri 3 0 3
10. Mengurus Rumah Tangga 0 586 586
11. Pedagang 6 19 25
12. PNS 32 18 50
13. Pelajar/Mahasiswa 604 480 1.084
14. Pendeta 4 2 6
15. Pensiunan 25 19 44
16. Penyiar TV 1 0 1
17. Perawat 0 1 1
18. Perdagangan 22 106 128
19. Petani/Pekebun 681 588 1.269
20. Peternak 0 1 1
21. Sopir 5 0 5
22. TNI 3 0 3
23. Tukang Jahit 0 1 1
24. Wiraswasta 776 547 1.323
25. Lainnya 0 1 1
21
Jumlah 4.049 3.984 8.033
Sumber: Kantor Kelurahan Bandungan, 2017
Jumlah Penduduk Kelurahan Bandungan Berdasarkan Agama
Kelompok Agama Laki-Laki Perempuan Jumlah
Islam 3613 3505 7120
Kristen 269 293 653
Katholik 159 181 340
Hindu 4 3 7
Budha 2 1 3
Khonghucu 0 0 0
Aliran Kepercayaan 0 0 0
Jumlah 8033
Sumber: Kantor Kelurahan Bandungan, 2017