-
PENARIKAN KEMBALI HARTA WAKAF OLEH WAKIF MENURUT
HUKUM ISLAM
(Studi Kasus di Yayasan Sabilal Muhtadin Rt. 13 Kelurahan Kenali Besar
Kecamatan Alam Barajo Kota Jambi)
Skiripsi
Diajukan Untuk Melengkap Salah Satu Syarat Guna
Memperolah Gelar Sarjana Strata Satu (S.1)
Dalam Hukum Ekonomi Syariah
Fakultas Syariah
Oleh:
NURHIDAYAH
NIM.SHE.162071
PEMBIMBING:
Dr. A.A. Miftah, M.Ag
Dr. Maryani, S.Ag, M.HI
FAKULTAS SYARIAH
JURUSAN HUKUM EKONOMI SYARIAH
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SULTHAN THAH SAIFUDDIN JAMBI
2020
-
ii
-
iii
KEMENTERIAN AGAMA
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI
SULTHAN THAHA SAIFUDDIN JAMBI
FAKULTAS SYARIAH
Jln. Jambi-Ma. Bulian Km. 16 Simp. Sei Duren-
Jambi 36363 Tlp./Fak.(0741) 583183-584118
Website: www.iain jambi.ac.id
LEMBAR PERNYATAAN
Dengan ini saya menyatakan bahwa:
1. Skripsi ini merupakan hasil karya saya yang diajukan untuk
memenuhi salah satu persyaratan gelar Strata (S.1) di
Fakultas Syariah Universitas Islam Negeri Sulthan Thaha
Saifuddin Jambi.
2. Semua sumber yang saya gunakan dalam penelitian ini
telah saya cantumkan sesuai dengan ketentuan yang
berlaku di Universitas Islam Negeri Sulthan Thaha
Saifuddin Jambi.
3. Jika kemudian hari terbukti bahwa karya ini bukan hasil karya
asli saya atau merupakan hasil jiplakan dari karya orang lain,
maka saya bersedia menerima sanksi yang berlaku di
Universitas Islam Negeri Sulthan Thaha Saifuddin Jambi.
Jambi, April 2020
Yang menyatakan
NURHIDAYAH SHE 162071
-
iv
-
v
Pembimbing I : Dr. A.A. Miftah, M.Ag Pembimbing II : Dr. Maryani, S.Ag, M.HI
Alamat : Fakultas Syariah UIN STS JAMBI Jl. Jambi - Ma.Bulian KM.15 Desa Simpang
Sei. Duren Kab. Muaro Jambi 31346
Telp.(0741)584118-583183
Kepada Jambi, April 2020 Yth
Bapak Dekan Syariah
UIN Sulthan Thaha Saifuddin Jambi
Di-
Jambi NOTA DINAS
Assalaamu’alaikum Wr, Wb.
Setelah membaca dan mengadakan perbaikan sepenuhnya maka
skripsi saudara Nurhidayah NIM: SHE. 162071 yang berjudul :
“Permintaan Penarikan Kembali Harta Wakaf Oleh Wakif
Menurut Hukum Islam (Studi Kasus Di Yayasan Sabilal
Muhtadin Rt. 13 Kel. Kenali Besar Kec. Alam Barajo Kota
Jambi)” telah disetujui dan dapat diajukan untuk dimunaqasahkan
guna melengkapi syarat-syarat memperoleh gelar sarjana (S.1) dalam
ilmu Hukum Ekonomi Syariah pada Fakultas Syariah Universitas
Islam Negeri Sulthan Thaha Saifuddin Jambi.
Demikian, kami ucapkan terima kasih semoga bermanfaat bagi
kepentingan Agama, Nusa dan Bangsa.
Wassalaamu’alaikum Wr, Wb.
Pembimbing I Pembimbing II
Dr. A.A.Miftah, M.Ag Dr. Maryani, S.Ag. M.HI
NIP. 197311121996031001 NIP.197609072005012004
-
vi
MOTTO
َأْجُسُهْم ِعْىَد َزبِِّهْم الَِّريَه ُيْىِفُقىَن َأْمَىاَلُهْم ِفي َسِبيِل اللَِّه ُثمَّ َلا ُيْتِبُعىَن َما َأْوَفُقىا َمىًّا َوَلا َأًذي ۙ َلُهْم
ََوَلا َخْىٌف َعَلْيِهْم َوَلا ُهْم َيْحَزُوىن
Artinya: : ”Orang-orang yang menafkahkan hartanya di jalan Allah, kemudian
mereka tidak mengiringi apa yang dinafkahkannya itu dengan menyebut-nyebut
pemberiannya dan dengan tidak menyakiti (perasaan si penerima), mereka
memperoleh pahala di sisi Tuhan mereka. Tidak ada kekhawatiran terhadap
mereka dan tidak (pula) mereka bersedih hati”. (QS. Al-Baqarah (2) : 262)
-
vii
PERSEMBAHAN
Dengan mengucapkan syukur kehadirat Allah SWT, Dzat yang Maha Kuasa dan
Maha Pengasih Lagi Maha Penyayang.
Kupersembahkan skripsi ini kepada :
Kedua orang tuaku tersayang Hasbi. Is dan Zuhdiah, terimakasih telah tulus dan
ikhlas dalam menyayangi, mencintaiku dan atas doa, motivasi dan serta
pengorbanannya selama ini.
Semoga Allah SWT selalu memberi limpahan Rahmat serta Hidayah-Nya kepada
mereka di dunia dan akhirat. (Aamiin)
-
viii
ABSTRAK
Yayasan Sabilal Muhtadin merupakan lembaga pendidikan Alquran
yang didirikan oleh sekelompok orang pada tahun 2017 yang terletak di Rt. 13
Kelurahan Kenali Besar Kecamatan Alam Barajo Kota Jambi, Skripsi yang
Berjudul ”Penarikan Kembali Harta Wakaf oleh Wakif Menurut Hukum Islam
(Studi Kasus di Yayasan Sabilal Muhtadin Rt. 13 Kelurahan Kenali Besar
Kecamatan Alam Barajo Kota Jambi)” ini bertujuan mengetahui apa yang
melatarbelakangi si wakif meminta kembali, bagaimana status harta wakaf dan
akibat hukum setelah penarikan kembali harta wakaf tersebut. Skripsi ini
menggunakan pendekatan kualitatif deskriptif dengan instrumen pengumpulan
data melalui observasi, wawancara dan dokumentasi. Berdasarkan penelitian
yang dilakukan diperoleh hasil kesimpulan sebagai berikut: Permintaan
penarikan harta wakaf di Yayasan Sabilal Muhtaddin terjadi karena wakif
merasa tidak dilibatkan dalam kepengurusan yayasan, faktor ekonomi juga
menjadi faktor penarikan kembali tanah wakaf karena tanah menjadi alat untuk
mencari rezeki, lemahnya pengetahuan agama masyarakat tidak semua
mengerti tentang wakaf.Penarikan tanah wakaf bila ditinjau dari hukum islam
tidak boleh ditarik kembali. Harta yang telah diwakafkan tidak boleh ditarik
kembali karena pada hakikatnya akad wakaf adalah memindahkan kepemilikan
kepada Allah. Karena harta wakaf terlepas dari hak milik wakif sejak wakaf
diikrarkan. Harta benda wakaf yang sudah diwakafkan dilarang untuk dijadikan
jaminan, dihibahkan, dijual, diwariskan, ditukardan dialihkan dalam bentuk
pengalihan hak lainnya.
Kata kunci : Hukum Ekonomi Syariah, Wakaf, Penarikan Harta Wakaf
-
ix
KATA PENGANTAR
Alhamdulillah puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah
melimpahkan rahmat dan hidayah-nya serta anugerah yang tiada terkira,
shalawat dan salam selalu tercurahkan kepada junjungan kita Rasullah SAW
yang telah mengajarkan suri tauladan, dan yang telah membawa kita dari jaman
jahiliyah ke jaman modern seperti yang kita rasakan sekarang dengan
kemudahannya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan judul
“Permintaan Penarikan Kembali Harta Wakaf Oleh Wakif Menurut Hukum
Islam (Studi Kasus Di Yayasan Sabilal Muhtadin Rt. 13 Kel. Kenali Besar Kec.
Alam Barajo Kota Jambi)”.
Skripsi ini disusun guna melengkapi persyaratan dalam menyelesaikan
kelulusan studi pada Program Sarjana (S1) Fakultas Ekonomi Syariah
Universitas Islam Negeri Sulthan Thaha Saifuddin Jambi. Oleh karena itu, hal
yang pantas penulis ucapkan adalah kata terima kasih kepada semua pihak yang
turut membantu penyelesaian skripsi ini, terutama sekali kepada yang
terhormat:
1. Bapak Prof. Dr. H. Su‟aidi Asy‟ari, MA., Ph.D selaku Rektor UIN STS
Jambi.
2. Bapak Dr. Sayuti, MH selaku Dekan Fakultas Syariah UIN STS Jambi.
3. Bapak Agus Salim, MA., M.IR., Ph. D selaku Wakil Dekan I Fakultas
Syariah UIN STS Jambi.
4. Bapak Dr. Ruslan Abdul Ghani, SH, M.H selaku wakil Dekan II Fakultas
Syariah UIN STS Jambi
-
x
5. Bapak Dr. H. Ishaq, SH., M.Hum selaku wakil Dekan III Fakultas Syariah
UIN STS Jambi.
6. Bapak Rasito SH., M. Hum dan Ibu Pidayan Sasnifa, S.H, M.Sy, selaku
Ketua dan Sekretaris Jurusan Hukum Ekonomi Syariah, Fakultas Syariah.
7. Bapak Dr. A.A.Miftah, M.Ag selaku dosen pembimbing I.
8. Ibu Dr. Maryani, S.Ag, M.HI selaku dosen pembimbing II.
9. Bapak dan Ibu Dosen Fakultas Syariah.
10. Bapak dan Ibu Karyawan/Karyawati di lingkungan Fakultas Syariah UIN
STS Jambi.
11. Semua pihak yang terlibat dalam penyusunan skripsi ini, baik langsung
maupun tidak langsung.
Di samping itu, disadari juga bahwa skripsi ini masih jauh dari
Kesempurnaan. Oleh karenanya diharapkan kepada semua pihak untuk dapat
memberikan kontribusi pemikiran demi perbaikan skripsi ini. Kepada Allah
SWT kita mohon ampunan-Nya, dan kepada manusia kita memohon
kemaafannya. Semoga amal kebajikan kita dinilai seimbang oleh Allah SWT.
Jambi, April 2020
Nurhidayah
SHE.162071
-
xi
DAFTAR ISI
HALAMAN DEPAN ..................................................................................... i
PERNYATAAN ORISINALITAS SKRIPSI ................................................ ii
LEMBAR PERNYATAAN ........................................................................... iii
PENGESAHAN SKRIPSI ............................................................................. iv
NOTA DINAS ............................................................................................... v
MOTTO ......................................................................................................... vi
PERSEMBAHAN .......................................................................................... vii
ABSTRAK ..................................................................................................... viii
KATA PENGANTAR ................................................................................... ix
DAFTAR ISI .................................................................................................. xi
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah ..................................................................... 1
B. Rumusan Masalah .............................................................................. 5
C. Batasan Masalah................................................................................. 5
D. Tujuan dan Kegunaan Penelitian ....................................................... 6
E. Kerangka Teori................................................................................... 8
F. Tinjauan Pustaka ................................................................................ 28
BAB II METODE PENELITIAN
A. Pendekatan Penelitian ........................................................................ 31
B. Lokasi Penelitian................................................................................. 32
C. Jenis dan Sumber Data ....................................................................... 32
D. Instrumen Pengumpulan Data ............................................................ 33
E. Teknik Analisis Data .......................................................................... 35
F. Sistematika Penulisan ........................................................................ 36
BAB III GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN
A. Sejarah Singkat Yayasan Sabilal Muhtadin ....................................... 38
B. Status, Fungsi dan Tujuan Yayasan Sabilal Muhtadin ...................... 39
C. Proses Wakaf diserahkan oleh Wakif Kepada Pihak Nadzir ............. 40
D. Struktur Pengurus Yayasan Sabilal Muhtadin ................................... 42
-
xii
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Hal-Hal yang Melatarbelakangi Wakif Meminta Kembali Harta yang
sudah ia wakafkan ............................................................................. 45
B. Status Harta di Wakaf Yayasan Sabilal Muhtadin ............................. 47
C. Akibat Hukum dari Permintaan Penarikan Kembali Harta Wakaf
di Yayasan Sabilal Muhtadin ............................................................. 48
BAB V PENUTUP
A. Kesimpulan ........................................................................................ 58
B. Saran ................................................................................................... 59
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
RIWAYAT HIDUP PENULIS
-
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Allah Swt menciptakan manusia dan jin tidak lain hanya untuk
beribadah kepada-Nya. Beribadat artinya mengabdi kepada-Nya secara
keseluruhan, baik seluruh sikap hidup dan kehidupan manusia secara pribadi,
maupun sebagai anggota masyarakat dan sebagai kesatuan makhluk pada
umumnya.
Pelaksanaan ibadat dipraktikkan melalui pengabdian keseluruhan diri
manusia beserta segala apa yang dimilikinya. Satu bentuk ibadat melalui
pengorbanan dengan harta yang kita miliki untuk kepentingan kemanusiaan,
kemasyarakatan dan keagamaan telah diatur oleh syariat Islam adalah wakaf.
Wakaf dianjurkan oleh Islam karena dengan wakaf maka seseorang
akan memperoleh pahala secara terus menerus, selama benda wakaf tersebut
masih digunakan untuk kemaslahatan umat meskipun orang yang berwakaf
telah meninggal. Dalam islam wakaf juga dijadikan sebagai amalan yang
sangat dianjurkan untuk mendekatkan diri kepada Allah swt. Menurut bahasa
wakaf berarti al-habsu, yang berasal dari kata kerja habasa-yahbisu-habsan,
menjauhkan diri dari sesuatu yang memenjarakan. Menurut istilah wakaf
berarti berhenti atau menahan harta yang dapat diambil manfaatnya tanpa
musnah seketika dan untuk penggunaan yang mubah, serta dimaksudkan untuk
mendapatkan keridaan Allah swt.1
1 Rachmadi Usman, Hukum Perwakafan di Indonesia.( Jakarta: Sinar Grafika, 2013),
hlm.51
-
2
Dari tata cara transaksinya wakaf, wakaf dapat dipandang sebagai salah
satu bentuk amal yang mirip dengan shadaqoh. Yang membedakannya adalah
dalam shadaqoh, baik substansi (asset) maupun hasil/manfaat yang diperolah
dari pengelolaannya, seluruhnya ditransfer (dipindahtangankan) kepada yang
berhak menerimany, sedangkan wakaf yang ditransfer hanya hasil/manfaatnya,
sedangkan substansinya/assetnya tetap dipertahankan.2
Antara amalan yang disyariatkan oleh islam dalam konteks penjagaan
harta ialah amalan wakaf, termasuk wakaf tanah untuk kebajikan umat islam.
Wakaf disyariatkan dalam ajaran Islam yang ditanamkan Rasulullah SAW
sejak zaman dahulu, banyak ayat Al-quran dan hadis yang menjelaskan akan
pentinya wakaf, salah satunya dalam Q.S Ali-Imran ayat 92:
َتَىاُلىا اْلِبسَّ َحتًَّٰ ُتْىِفُقىا ِممَّا ُتِحبُّىَن ۚ َوَما ُتْىِفُقىا ِمْه َشْيٍء َفِإنَّ اللََّه ِبِه َعِليٌمَلْه
Artinya: “Kamu sekali-kali tidak sampai kepada kebajikan (yang sempurna),
sebelum kamu menafkahkan sehahagian harta yang kamu cintai. dan apa saja
yang kamu nafkahkan Maka Sesungguhnya Allah mengetahuinya”.3
Dalam salah satu hadist Rasulullah SAW menjelaskan bahwa wakaf
merupakan amaliyah harta tetap memnerikan kontribusi terhadap orang Islam,
meskipun ia telah meninggal dunia. Dalam artian selama barang atau harta
yang diwakafkan masih dimanfaatkan oleh masyarakat, maka ia tetap
mendapatkan balasan dari Allah SWT.
Sedangkan menurut Kompilasi Hukum Islam wakaf merupakan
perbuatan hukum seseorang atau kelompok orang atau badan hukum yang
2 Mannan, Sertifikat Waqaf Tunai, Sebuah Inovasi Instrumen Keuangan Islam.(Jaksel:
Ciber-PKTTI-UI, 2001), hlm. 30
3 Ali-Imran (3): 92
-
3
memisahkan sebagian dari benda miliknya dan melembagakannya untuk
selama-lamanya guna kepentingan ibadat atau keperluan umum lainnya sesuai
dengan ajaran Islam.4
Menurut Jumhur Ulama yang menjadi dasar pendapatnya oleh golongan
Syafi‟ iyah dan Hanabilah bahwa wakaf adalah melepaskan harta yang
diwakafkan dari kepemilikan wakif, setelah sempurna prosedur perwakafannya.
Wakif tidak boleh melakukan apa saja terhadap harta yang diwakafkannya.
Harta yang diwakafkan tersebut tidak dapat diwarisi oleh ahli warisnya. Wakif
menyalurkan manfaat harta yang diwakafkannya kepada mauquf‟ alaih (yang
diberi wakaf) sebagai sedekah yang mengikat, dimana wakif tidak dapat
melarang penyaluran sumbangannya tersebut. Wakif tidak berwenang lagi atas
harta tersebut. Karena itu mazhab Syafi‟ i mendifinisikan wakaf adalah:
“Tidak melakukan suatu tindakan atas suatu benda, yang berstatus sebagai
milik Allah SWT, dengen menyedekahkan manfaatnya kepada suatu
kebajikan.5
Sedangkan menurut golongan Malikiyah bahwa wakaf itu tidak
melepaskan harta yang diwakafkan dari kepemilikan wakif, namun wakaf
tersebut mencegah wakif melakukan tindakan yang dapat melepaskan
kepemilikannya atas harta tersebut kepada yang lain dan wakif beerkewajiban
menyedekahkan manfaatnya serta tidak boleh menarik kembali wakafnya.
Perbuatan si wakif menjadikan manfaat hartanya untuk digunakan oleh
4 Departemen Agama RI, Peraturan Perundang Perwakafan, (Jakarta: Dirjen Bimas, 2006),
hlm. 150
5 Depertemen Agama RI, Fiqih Wakaf, (Jakarta: Direktorat Jendral Bimbingan Masyarakat
Islam , 2007), hlm. 3
-
4
mustahiq (penerima wakaf), walaupun yang dimilikinya itu berbentuk upah,
atau menjadikan hasilnya untuk dapat digunakan seperti mewakafkan uang.
Wakaf dilakukan dengan mengucapkan lafadz wakaf untuk masa tertentu
sesuai dengan keinginan pemilik. Perwakafan tersebut berlaku untuk suatu
masa tertentu, dan karenanya tidak boleh disyaratkan sebagai wakaf kekal.
Praktek wakaf yang dilakukan di Indonesia banyak masih bersifat
tradisionalis, ini bisa dilihat dari banyaknya muslim di Indonesia yang
menggunakan kebiasaan mewakafkan hartanya secara lisan, yang didasarkan
saling percaya kepada seseorang atau suatu lembaga. Karena tradisi tersebut
memunculkan berbagai fenomena yang mengakibatkan perwakafan tidak
mengalami perkembangan yang signifikan dan menggembirakan untuk
kepentingan masyarakat banyak, bahkan banyak harta wakaf yang hilang atau
bersengketa akibat tidak adanya bukti tertulis seperti ikrar wakaf, sertifikat
tanah dan lain-lain.
Dalam permasalahan perwakafan banyak sekali ditemui kasus-kasus
sengketa tanah wakaf, baik itu sengketa intern maupun ekstrn. Misalnya dalam
sengketa intern adalah karena suatu kepentingan/alasan si wakif menarik
kembali tanah yang telah ia wakafkan. Sehingga menimbulkan sengketa antara
wakif dengan pihak pengelolah yaitu nazhir.
Dari contoh kasus diatas penulis mendapatkan suatu masalah yaitu
permintaan kembali harta wakaf yang dilakukan oleh wakif yang bernama Ibu
Hj. Siti Zainab di Rt. 13 Kelurahan Kenali Besar Kecamatan Alam Barajo Kota
jambi. Awal mulanya tanah pribadi milik Ibu Hj. Siti Zainab seluas 688 meter
-
5
persegi yang diwakafkan pada tahun 2001 diwakafkan untuk dijadikan Tempat
pengajian anak-anak di kawasan Rt. 13 Kelurahan Kenali Besar, namun hal
kurang menggembirakan terjadi pada tahun 2015 karena si wakif ingin
meminta kembali harta yang sudah dia wakafkan dengan berbagai macam
alasan di antaranya adalah karena wakif tidak dilibatkan dalam kepengurusan
yayasan.
Berdasarkan Kasus diatas maka penulis merasa tertarik untuk mengkaji
masalah ini kedalam sebuah penelitian dan menuangkannya kedalam sebuah
karya skripsi yang berjudul: PENARIKAN KEMBALI HARTA WAKAF
OLEH WAKIF MENURUT HUKUM ISLAM (Studi Kasus di Yayasan
Sabilal Muhtadin Rt. 13 Kel. Kenali Besar Kec. Alam Barajo Kota Jambi).
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian singkat dalam latar belakang masalah dan
penegasan istilah diatas, maka pokok permasalahan yang menjadi pembahasan
dalam Skripsi saya dapat dirumuskan sebagai berikut :
1. Apa yang melatarbelakangi si wakif meminta kembali harta yang sudah ia
wakafkan?
2. Bagaimana status harta wakaf di Yayasan Sabilal Muhtadin?
3. Bagaimana akibat hukum dari permintaan penarikan harta wakaf di
Yayasan Sabilal Muhtadin?
C. Batasan Masalah
Untuk menghindari adanya perluasan masalah yang dibahas yang
menyebabkan permasalahan menjadi tidak konsisten dengan rumusan masalah
-
6
yang telah penulis buat sebelumnya maka penulis memberikan batasan masalah
ini hanya membahas mengenai Penarikan Kembali Harta Wakaf Oleh Pemberi
Wakaf di Yayasan Sabilal Muhtadin Rt. 13 Kel. Kenali Besar Kec. Alam
Barajo Kota Jambi
D. Tujuan dan Kegunaan Penelitian
1. Tujuan Penelitian
Dalam melakukan penelitian ini penulis mempunyai tujuan tertentu
yang ingin dicapai sebagai pemecah masalah yang dihadapi. Dalam suatu
penelitian ada dua macam tujuan yaitu, tujuan obyektif dan subyektif.
a. Tujuan Obyektif
Tujuan obyektif adalah tujuan penulisan yang mendasari penulis dalam
melakukan penulisan. Dalam penelitian ini tujuan obyektifnya adalah:
1) Ingin mengetahui apa yang melatarbelakangi si wakif mengambil kembali
harta yang sudah ia wakafkan
2) Ingin Mengetahi bagaimana status harta wakaf di Yayasan Sabilal
Muhtadin
3) Ingin Mengetahui Bagaimana akibat hukum dari permintaan penarikan
harta wakaf di Yayasan Sabilal Muhtadin
b. Tujuan Subyektif
Tujuan subyektif adalah tujuan penulis dilihat dari tujuan pribadi yang
mendasari penulis dalam melakukan penulisan. Dalam penelitian ini tujuan
subyektifnya adalah:
-
7
1) Ingin menambah, memperluas dan mengembangkan pemahaman penulis
tentang permintaan penarikan kembali harta wakaf yang ditinjau dari
Hukum Islam.
2) Ingin memberikan sumbang pemikiran bagi ilmu pengetahuan dibidang
Hukum Ekonomi Syariah, terkhusus terhadap harta wakaf.
3) Ingin memenuhi salah satu syarat untuk meraih gelar sarjana (S1) dibidang
Hukum Ekonomi Syariah pada Fakultas Syariah Universitas Islam Negeri
Sulthan Thaha Saifuddin Jambi melalui penulisan penelitian ini.
2. Kegunaan Penelitian
Penelitian ini diharapkan bisa memberikan nilai daya guna dan manfaat
sebagai berikut:
a. Manfaat Teoritis
Manfaat teoritis yaitu manfaat dari penulisan hukum ini yang bertalian
dengan pengembangan ilmu hukum ekonomi syariah. Manfaat teoritis dari
penelitian ini adalah sebagai berikut:
1) Hasil penelitian ini diharapkan memberikan sumbangan pemikiran bagi
pengembangan ilmu hukum ekonomi syariah.
2) Hasil penelitian ini diharapkan dapat memperkaya literatur,referensi dan
bahan bahan informasi ilmiah. Hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai
acuan terhadap penelitian-penelitian sejenis pada tahap selanjutnya.
b. Manfaat Praktis
Manfaat praktis yaitu manfaat dari penulisan hukum ini yang berkaitan
dengan pemecahan masalah. Manfaat praktis dari penelitian ini adalah sebagai
berikut:
-
8
1) Hasil penelitian ini diharapkan memberikan jawaban atas permasalahan
yang akan diteliti mengenai Penarikan Kembali Harta Wakaf Oleh Wakif
Menurut Hukum Islam di Yayasan Sabilal Muhtadin Rt. 13 Kel. Kenali
Besar Kec. Alam Barajo Kota Jambi.
2) Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan pemikiran
pada pihak-pihak pengelolah (nadzir) dan pengurus yayasan dalam kasus
Permintaan Penarikan Kembali Harta Wakaf Oleh Wakif Menurut Hukum
Islam di Yayasan Sabilal Muhtadin Rt. 13 Kel. Kenali Besar Kec. Alam
Barajo Kota Jambi.
E. Kerangka Teori
1. Pengertian Wakaf
Kata wakaf diprediksi telah sangat popular dikalangan umat Islam dan
malah juga dikalangan nonmuslim. Kata wakaf yang sudah menjadi bahasa
Indonesia itu berasal dari kata kerja bahasa Arab waqafa (fiil madi)-yaqifu (fiil
mudari’)-waqfan (isim masdar) yang secara etimologi (bahasa) berarti
berhenti, berdiri, berdiam ditempat, atau menahan. Kata waqafa dalam bahasa
Arab adalah sinonim dari kata habasa (isim masdar) yahbisu (fiil mudari’) dan
habsan (isim masdar) yang menutut etimologi juga bermakna menahan. Dalam
hal ini ada pula yang menarik untuk dicermati dan agar menjadi ingatan bahwa
ternyata Rasulullah SAW menggunakan kat al-habs (menahan), yaitu menahan
suatu harta benda yang manfaatnya digunakan untuk kebajikan dan dianjurkan
agama.6
6 Suhrawardi K. Lubis, Wakaf dan Pemberdayaan Umat, (Jakarta: Sinar Grafika,
2010),hlm. 4
-
9
Abu Bakar Jabir Al-Jazairi mengartikan wakaf sebagai penahanan harta
sehingga harta tersebut tidak bisa diwarisi, atau dijual, atau dihibahkan, dan
mendermakan hasilnya pada penerima wakaf. Dalam prespektif ekonomi,
wakaf dapat didefinisikan sebagai pengalihan dana (atau aset lainnya) dari
keperluan konsumsi dan menginvestasikannya pada aset produktif yang
menghasilkan pendapatan untuk konsumsi di masa yang akan datang baik oleh
individual ataupun kelompok.7
Pengertian wakaf menurut Pasal 1 angka 1 UU Nomor 41 Tahun 2004
yaitu Perbuatan hukum wakif untuk memisahkan dan / atau menyerahkan
sebagian harta benda miliknya untuk dimanfaatkan selamanya atau untuk
jangka waktu tertentu sesuai kepentingannya guna keperluan ibadah dan / atau
kesejahteraan umum menurut syariah.8
Sedangkan menurut PP Nomor 28 Tahun 1977 Wakaf adalah perbuatan
hukum seseorang atau badan hukum yang memisahkan sebagian dari harta
kekayaannya yang berupa tanah milik dan melembagakannya untuk selama-
lamanya untuk kepentingan peribadatan atau keperluan umum lainnya sesuai
dengan ajaran agama Islam.9
Menurut Boedi harsono, perwakafan tanah milik merupakan suatu
perbuatan hukum yang suci, mulia dan terpuji yang dilakukan oleh seseorang
atau badan hukum, dengan memisahkan sebagian harta kekayaan berupa harta
milik dan melembagakan untuk selama-lamanya menjadi wakaf sosial.
7 Farid Wadjdy & Mursyid, Wakaf dan Kesejahteraan Umat (filantropi Islam Yang Hampir
Terlupakan), (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2007), hlm. 30
8 Undang-undang Nomor 41 Tahun 2004, Pasal 1
9 Peraturan Pemerintah RI Nomor 28 Tahun 1977, Pasal 1
-
10
Selanjutnya dikemukakan beberapa definisi wakaf menurut ulama fiqh
sebagai berikut:
Pertama, definisi wakaf yang didefinisikan oleh Mazhab Hanafiyah
mengartikan wakaf sebagai menahan materi benda (al-‘ain) milik wakif dan
menyedekahkannya atau mewakafkan manfaatnya kepada siapapun yang
diinginkan untuk tujuan kebajikan. Definisi wakaf tersebut menjelaskan bahwa
kedudukan harta wakaf masih tetap tertahan atau terhenti ditangan wakif itu
sendiri. Dengan artian, wakif masih menjadi pemilik harta yang
diwakafkannya, manakala perwakafan hanya terjadi ke atas manfaat harta
tersebut, bukan termasuk aset hartanya.10
Kedua, Mazhab Malikiyah berpendapat, wakaf adalah menjadikan
manfaat suatu harta yang dimili (walaupun pemiliknya dengan cara sewa)
untuk diberikan kepada orang yang berhak dengan satu akad (sighat) dalam
jangka waktu tertentu sesuai dengan keinginan wakif. Definisi wakaf tersebut
hanya menentukan pemberian wakaf kepada orang atau tempat yang berhak
saja.
Ketiga, Mazhab Syafi‟iyah mengartikan wakaf dengan menahan harta
yang bisa memberi manfaat serta kekal materu bendanya (al-‘ain) dengan cara
memutuskan hak pengelolaan yang dimiliki oleh wakif untuk diserahkan
kepada nadzir yang diperbolahkan oleh syari‟ah. Golongan ini mensyaratkan
harta yang diwakafkan harus harta yang kekal materi bendanya, dalam artian
10 Siska Lis Sulistiani, Pembaharuan Hukum Wakaf di Indonesia , (Bandung: PT Refika
Aditama,2017), hlm.9
-
11
harta yang tidak mudah rusak atau musnah serta dapat diambil manfaatnya
secara berterusan.
Keempat, Mazhab Hanabilah, yaitu menahan secara mutlak kebebasan
pemilik harta dalam menjalankan yang bermanfaat dengan tetap utuhnya harta
dan memutuskan seluruh hak penguasa terhadap harta, sedangkan manfaat
harta adalah untuk kebaikan dan mendekatkan diri kepada Allah.
Memperhatikan defisini yang dikemukakan oleh Mazhab Hambali diatas
tampak bahwa apabila suatu wakaf sudah sah, berarti hilanglah kepemilikan
waqif terhadap harta yang diwakafkannya. Hal ini berarti sama dengan
pendapat Mazhab Syafi‟ i dan Mazhab Syafi‟ i ini berpendapat bahwa harta
wakaf tidak boleh dijual (la yuba’), tidak boleh dihibahkan (la yuhab), tidak
boleh diwariskan (la yurats) kepada siapa pun.
2. Dasar Hukum Wakaf
a. Al-quran
1) QS. Ali Imran Ayat 92:
ا ِمْه َشْيٍء َفِإنَّ اللََّه ِبِه َعِليٌمَلْه َتَىاُلىا اْلِبسَّ َحتًَّٰ ُتْىِفُقىا ِممَّا ُتِحبُّىَن ۚ َوَما ُتْىِفُقى
Artinya: “ Kamu sekali-kali tidak sampai kepada kebajikan (yang sempurna)
sebelum kamu menafkahkan sebagian harta yang kamu cintai. Dan apa saja
yang kamu nafkahkan maka sesungguhnya Allah mengetahuinya”.11
2) QS. Al-Baqarah Ayat 267:
َيمَُّمىا َيا َأيَُّها الَِّريَه آَمُىىا َأْوِفُقىا ِمْه َطيَِّباِت َما َكَسْبُتْم َوِممَّا َأْخَسْجَىا َلُكْم ِمَه اْلَؤْزِض ۖ َوَلا َت
َأنَّ اللََّه َغِىيٌّ َحِميٌداْلَخِبيَث ِمْىُه ُتْىِفُقىَن َوَلْسُتْم ِبآِخِريِه ِإلَّا َأْن ُتْغِمُضىا ِفيِه ۚ َواْعَلُمىا
Artinya: “Wahai orang-orang yang beriman, Infakkanlah sebagian dari hasil
usahamu yang baik, dan dari apa yang kamu keluarkan untuk dari alam bumi.
11 Ali-Imran (3): 92
-
12
Dan janganlah kamu memilih yang buru-buruk daripadanya untuk kemudian
kamu infakkan padahal kamu sendiri tidak mau mengambilnya kecuali dengan
memicingkan mata (enggan). Ketahuilah Ketahuilah bahwa Allah Maha Kaya
lagi Maha terpuji”.12
Kata-kata menafkahkan harta yang disebut dalam Al-quran tidak kurang
dari 72 tempat, selain berkonotasi pada nafkah wajib, seperti zakat atau
memberi nafkah keluarga, juga menunjuk hukum sunnah, seperti sedekah,
hibah, wakaf dan lain-lain. Dalam Al-quran tidak ditemukan secara eksplisit
dan tegas mengenai wakaf, al-quran hanya menyebutkan dalam artian umum
saja, tidak tegas dan khusus menggunakan kata wakaf. Para Fuqaha menjadikan
ayat-ayat umum itu sebagai dasar wakaf dalam Islam. Seperti ayat-ayat yang
membicarakan sedekah, infak dan amal jariyah. Para ulama menafsirkannya
bahwa wakaf itu sudah tercakup di dalam cakupan ayat tersebut.
Dalam ayat ini terdapat anjuran untuk melakukan infak secara umum
terhadap sebagian dari apa yang dimiliki seseorang, dan termasuk kedalam
pengertian umum infak menurut Jumhur ulama adalah melalui sarana wakaf.13
b. Hadis
ِلٍح َيْدُعى َلُهَذا َماَت اْلِإْوَساُن اْوَقَطَع َعَمُلُه ِإلَّا ِمْه َثَلاَثٍة ِمْه َصَدَقٍة َجاِزَيٍة َوِعْلٍم ُيْىَتَفُع ِبِه َوَوَلٍد َصاِإ
Artinya: “ Dari Abu Hurairah r.a (dilaporkan bahwa Rasulullah SAW bersabda:
Apabila seseorang meninggal dunia, maka putuslah amalannya kecuali tiga hal:
sedekah yang mengalir, ilmu yang dimanfaatkan atau anak shahih yang
mendoakannya”.
Sedekah Jariyah yang disebutkan dalam hadis Abu Hurairah tidak lain
yang dimaksud adalah wakaf, dimana pokok bendanya tetap, sedangkan manfaat
12 Al-Baqarah (2):267
13
Siska Lis Sulistiani, Pembaharuan Hukum Wakaf di Indonesia , (Bandung: PT Refika
Aditama, 2017), hlm.49
-
13
benda yang diwaafkan itu mengalir terus (Jariyah=Mengalir) sehingga wakif tetap
mendapat pahala atas amalnya meskipun ia telah meninggal dunia.
3. Macam-Macam Wakaf
Bila ditinjau dari segi ditujuan kepada siapa wakaf itu, maka wakaf
dibagi menjadi 2 (dua) macam, yaitu:
a. Wakaf Ahli
Wakaf Ahli atau disebut dengan wakaf keluarga, wakaf yang khusus
diperuntukkan orang-orang tertentu, seseorang atau lebih baik ia keluarga
wakif ataupun orang lain. Bagian dari sejarah wakaf dzurri atau ahli ini yaitu
wakaf lain yang dilakukan pada zaman Rasulullah adalah wakaf tanah Khaibar
Dari Umar bin Khattab. Tanah ini sangat disukai oleh beliau karena subur dan
banyak hasilnya. Namun demikian, ia meminta nasihat kepada Rasulullah
tentang apa yang harus ia perbuat terhadap tanah tersebut maka rasulullah
menuruh agar Umar menahan pokoknya, dan memberikan hasilnya kepada
fakir miskin, dan Umar pun melakukan hal itu. Sejak saat itu keluarga Nabi dan
para sahabat yang mewakafkan tanah dan perkebunannya. Sebagian dari
mereka ada yang mewakafkan harta untuk keluarga dan kerabatnya, sehingga
muncullah wakaf keluarga (wakaf dzurri atau ahli).14
b. Wakaf Khairi
Wakaf Khairi atau wakaf umum adalah wakaf yang diperuntukkan bagi
kepentingan atau kemasyarakatan umum. Wakaf jenis ini jelas sifatnya sebagai
lembaga keagamaan dan lembaga sosial dakam bentuk masjdi, madrasah,
pesantren, asrama, rumah sakit, rumah yatim piatu, tanah perkuburan dan
14 Ibid,hlm.71
-
14
sebaginya. Wakaf khairi ini dianjurkan bagi orang yang mempunyai harta
untuk melakukannya guna memperolah pahala yang terus megalir bagi orang
yang bersangkutan meskipun ia telah meninggal dunia, selama wakaf itu masih
dapat diambil manfaatnya.15
4. Rukun dan Syarat Wakaf
a. Rukun Wakaf
Abi al-Qasim menyebutkan bahwa rukun wakaf ada empat yaitu, al-
Muhabbas, al-Muhabbis, al-Muhabbis ‘alaih dan sighat. Sementara Jumhur
Ulama, Maliki, Syafi‟i, Zaidiyah, Hambali dan al-Khurasyi menjelaskan bahwa
rukun wakaf yaitu, wakif, Maukuf’alai, Maukuf bih, Sighat atau Ikrar.
Dalam hukum Islam untuk terwujudnya wakaf harus memenuhi rukun dan
syaratnya. Rukun wakaf ada lima yaitu:
1) Wakif (pemberi wakaf)
Syarat wakif adalah sehat akalnya, dalam keadaan sadar, tidak dalam
keadaan terpaksa atau dipaksa, dan telah mencapai umur baliigh. Wakif adalah
pemilik sempurna harta yang diwakafkan. Dalam versi pasal 2215 (2) KHI jo.
Pasal 1 (2) PP 28/1977 dinyatakan: “wakif adalah orang atau orang-orang
ataupun badan hukum yang mewakafkan benda miliknya”. Selain itu yang
berwakaf hendak berbuat baik walaupun bukan Islam sekalipun.
2) Maukuf bih (benda yang diwakafkan)
Syarat-syarat harta benda yang diwakafkan yang harus dipenuhisebagai
berikut :
a) Benda wakaf dapat dimanfaatkan jangka panjang
15 Ibid, hlm.72
-
15
b) Tidak sekali pakai
c) Benda wakaf dapat berupa milik kelompok atau badan hukum
d) Hak milik wakif yang jelas batas-batas kepemilikannya
e) Benda wakaf itu dapat dimiliki dan dipindahkan kepemilikannya
f) Benda wakaf dapat dialihkan hanya jika jelas-jelas untuk maslahat yang
lebih besar
g) Benda wakaf tidak dapat diperjual belikan, dihibahkan atau diwariskan
3) Maukuf ‘alaih (tujuan wakaf/ peruntukan wakaf)
Untuk menghindaripenyalahgunaan wakaf, maka wakif perlu
menegaskan tujuan wakafnya. Yang jelas tujuannya adalah untuk kebaikan,
mencari keridhaan Allah dan mendekatkan diri kepada-Nya. Kegunaan wakaf
bisa untuk sarana ibadah murni, bisa juga untuk sarana sosial keagamaan
lainnya yang lebih besar manfaatnya. Karena itu, wakaf tidak bisa digunakan
untuk kepentingan maksiat, membantu, mendukung atau memungkinkan untuk
tujuan maksiat. Faktor administrasi, kecermatan, dan ketelitian dalam
mewakafkan barang menjadi sangat penting, demi keberhasilan tujuan dan
manfaat wakaf itu sendiri.16
4) Sighat (ikrar atau pernyataan wakaf)
Ikrar adalah pernyataan kehendak dari wakif untuk mewakafkan tanah
atau benda miliknya (ps. 1(3) PP No. 28/1977 jo.ps.2015 (3) KHI). Pernyataan
atau ikrar wakaf ini harus dinyatakan secara tegas baik lisan maupun tertulis,
dengan redaksi “aku mewakafkan” atau “aku wakafkan” atau kalimat yang
semakna lainnya. Ikrar ini penting, karena pernyataan ikrar membawa implikasi
16 Departemen Agama RI, Hukum Wakaf,(Jakarta: Direktorat Pemberdayaan Wakaf Dirjen
Bimas Islam Depag RI, 2006),hlm.26
-
16
gugurnya hak kepemilikan wakif, dan harta wakaf menjadi milik Allah atau
miliki umum yang dimanfaatkan untuk kepentingan umum yang menjadi
tujuan wakaf itu sendiri. Karena itu konsekuensinya harta wakaf tidak bisa
dihibahkan, diperjualbelikan, ataupun diwariskan.
5) Nazhir wakaf (pengelolah wakaf)
Nazhir adalah pihak yang menerima harta benda wakaf dari wakif untuk
dikelolah dan dikembangkan sesuai dengan peruntukkannya. Posisi nazhir
sebagai pihak yang bertugas untuk memlihara dan mengurusi harta wakaf
mempunyai kedudukan yang penting dalam perwakafan. Sedemikian penting
kedudukan nazhir dalam perwakafan, sehingga berfungsi tidaknya wakaf bagai
maukuf ‘alai sangat bergantung pada nazhir wakaf. Meskipun demikian tidak
berarti bahwa nazhir mempunyai kekuasaan mutlak terhadap harta yang
diamanahkan kepadanya.17
Nazhir adalah orang yang ahli memiliki syarat seperti orang yang
berwakaf dan tujuan dari wakaf harus jelas. Karenanya tidak sah berwakaf
kepada anak yang masih didalam kandungan ibunya, begitu juga kepada hamba
sahaya. Kehadiran nadzir sebagai pihak yang diberi kepercayaan mengelolah
harta wakaf sangatlah penting. Walaupun mujtahid tidak menjadikan nadzir
sebagai salah satu rukun wakaf, namun para Ulama sepakat bahwa wakif harus
menunjuk nadzir wakaf, baik yang bersifat perorangan maupun kelembagaan.
Pengangkatan nadzir wakaf ini bertujuan agar harta wakaf tetap terjaga dan
terurus, sehingga harta wakaf tidak sia-sia.
17 Depertemen Agama RI, Fiqih Wakaf, hlm. 70
-
17
Nazhir berwenang melakukan segala tindakan yang mendatangkan
kebaikan bagi harta wakaf bersangkutan dengan memperhatikan syarat-syarat
yang mungkin telah ditentukan wakif. Tetapi nadzir tidak boleh menggadaikan
harta wakaf untuk tanggungan hutang harta wakaf atau tanggungan hutang
tujuan wakaf.
Peran nazhir terhadap pengelolaan wakaf seyogyanya menjelaskan jika
seorang wakif berwakaf secara siiriyyah, sekalipun ia ingin menghilangkan sifat
sombong dan riya’. Dalam hal ini Al-Khatib Al-Syarbini mengemukakan syarat
nazhir sabagai berikut:
a) Jujur dan adil karena wakaf adalah amanah yang harus dijaga dengan sebaik-
baiknya dan manfaatnya disalurkan sesuai dengan peruntukan wakaf.
b) Memiliki kemampuan untuk mengelola dan mengembangkan untuk
mengelola dan mengembangkan harta benda wakaf sehingga mencapai hasil
optimal, dan jika terabaikan maka penguasa hukum wilayah segera memecat
dan menggantiannya yang telah ditunjuk oleh wakif, agar harta benda wakaf
terselamatkan.
Berdasarkan pasal 11 dalam Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2004
dijelaskan bahwa nazhir mampunyai tugas:
a) Melakukan pengadministrasian harta benda wakaf;
b) Mengelola dan mengembangkan harta benda wakaf sesuai dengan tujuan,
fungsi dan peruntukannya;
c) Mengawasi dan melindungi harta benda wakaf;
-
18
d) Melaporkan pelaksanaan tugas kepada BWI.18
Sementara pasal 12 menjelaskan bahwa dalam melaksanakan tugas
sebagaimana dimaksud dalam pasal 11, nazhir dapat menerima imbalan dari hasil
bersih atas pengelolaan dan pengembangan harta benda wakaf yang besarnya
tidak melebihi 10% (sepuluh persen).19
Bagi Imam Ahmad bahwa nazhir
memperolah upah berdasarkan ketentuan wakif. Tetapi dikalangan Hanabilah ada
dua argumen yang menjadi alasan untuk memberi upah. Pertama, nazhir tidak
layak mendapatkan upah kecuali sekedar memenuhi kebutuhannna sehari-hari.
Kedua, nazhir seharusnya mendapatkan gaji sesuai dengan volume kerjanya.
Nazhir menurut Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2004 pasal 13 dan 14
dalam melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud pasal 11, ia memperilah
pembinaan dari Menteri dan Badan Wakaf Indonesia. (1) Dalam rangka
pembinaan sebagaimana dimaksud dalam pasal 13, nazhir harus terdaftar pada
Menteri da BWI. (2) Ketetapan lebih lanjut mengenai nazhir sebagaimana
dimaksud dalam pasal 10, 11, 12, 13 dan 14 diatur dengan Peraturan Pemerintah.
Berbeda halnya dengan Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2004 Pasal 6
bahwa unsur wakaf ada enam yaitu:
1) Wakif
2) Nazhir (pengelolah wakaf)
3) Harta benda wakaf
4) Ikrar wakaf
5) Peruntukan harta benda wakaf
18 Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2004, Pasal 11
19
Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2004, Pasal 12
-
19
6) Jangka waktu wakaf20
Namun bagi Hanafi dan Ibnu Najm rukun wakaf cukup kata-kata yang
menunjukkan terjadinya lafal. Lafal adalah rukun wakaf yang berhubungan
dengan ucapan atau perbuatan (fi’il). Karena itu keduanya sependapat bahwa
rukun wakaf hanya “lafal” karena dengan itu inklude unsur lainnya.
b. Syarat Wakaf
Perwakafan memiliki syarat dan unsur yang meliputi yaitu:
1) Wakif
Wakif adalah pemilik harta secara sah, ia bertanggung jawab penuh
terhadap tanah yang diwakafkan. Dalam Undang-Undang Nomor 41 Tahun
2004 pasal 7 disebutkan bahwa wakif meliputi Perseorangan, organisasi dan
badan hukum.
2) Mauquf bih
Adapun yang dimaksud dengan Maukquf bih yaitu, benda yang
diwakafkan untuk kepentingan umum.
3) Mauquf ‘alaih
Maukuf ‘alaih adalah tujuan wakaf atau peruntukan wakaf, yaitu nazhir
yang diserahi tugas untuk mengelolah wakaf dan berhak menerima wakaf.
4) Sighat
Sighat adalah statemen wakaf dari wakif, atau pernyataan wakif
terhadap harta yang diwakafkan baik tertulis, lisan maupun isyarat yang dapat
dipahami maknanya.21
5. Kewajiban dan Hak Nazhir Terhadap Benda Wakaf
20 Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2004, Pasal 6
21
Bahrul ma‟ani, Fikih Wakaf Kontemporer, (Yogyakarta: litera, 2019), hlm.50
-
20
a. Kewajiban Nazhir
Kewajiban Nazhir diatur pada pasal 220 KHI dan pasal 7 Peraturan
pemerintah Nomor 28 Tahun 1977 sebagai berikut:
1) Nazhir berkewajiban untuk mengurus dan bertanggung jawab atas kekayaan
dan bertanggung jawab atas kekayaan wakaf serta hasilnya dan pelaksaan
perwakafan sesuai dengan tujuannya menurut ketentuan-ketentuan yang
diatur oleh menteri Agama.
2) Nadzir diwajibkan membuat laporan secara berkala atas laporan secara
berkala atas semua hal yang menjadi tanggungjawab sebagaimana yang
dimaksudkan dalam ayat (1) kepada Kepala Kantor Urusan Agama setenpat
dengan tembusan kepada Majelis Ulama Kecamatan dan Camat setempat.
3) Tata cara pembuatan laporan seperti dimaksud dalam ayat (2) dilaksanakan
sesuai dengan peraturan Menteri Agama.
Menurut Undang-Undang Nomor 41 tahun 2004 seorang nazhir, baik
perorangan, organisasi atau badan hukum memiliki beberapa tugas antara lain:
1) Melakukan pengadministrasian harta benda wakaf;
2) Menjaga, mengelolah dan mengembangkan harta benda wakaf;
3) Mengawasi dan melindungi harta benda wakaf;
4) Melaporkan berbagai kegiatan dalam rangka menumbuh kembangkan harta
wakaf.
b. Hak Nazhir
Pada pasal 222 KHI dan pasal 8 PP No. 28/1977 dijelaskan bahwa nadzir
berhak mendapat penghasilan dan fasilitas yang jenis dan jumlahnya ditentukan
-
21
bedasarkan kelayakan atas saran Majelis Ulama Kecamatan dan Kantor Urusan
Agama Kecamatan setempat.18 Mengingat nadzir baik perorangan maupun badan
hukum dibatasi masa tugasnya baik karena halangan samawi maupun kasbi, maka
dia perlu diatur. Sebab itu pasal 221 menegaskan:
1) Nazhir diberhentikan oleh Kepala Kantor Urusan agama kecamatan karena
meninggal dunia, atas permohonan sendiri, tidak dapat melakukan
kewajibannya lagi sebagai nadzir dank arena melakukan sesuatu kejahatan
sehingga dipidana.
2) Bilamana terdapat lowongan jabatan nadzir karena salah satu alasan
sebaigaimana tersebut dalam ayat(1) maka penggantinnya diangkat oleh
Kepala Kantor Urusan Agama Kecamatan atas saran Majelis Ulama
Kecamatan dan Camat setempat.
3) Seorang nadzir yang telah berhenti, sebagaimana dimaksud dalam ayat (1)
sub a, dengan sendirinya digantikan oleh salah seorang ahli warisnya.
6. Tata Cara Perwakafan dan Pendaftaran Benda wakaf
a. Tata Cara Perwakafan
Dalam KHI pasal 223 dinyatakan bahwa:
1) Pihak yang hendak mewakafkan dapat menyatakan ikrar wakaf di hadapan
pejabat Pembuat Akta Ikrar Wakaf untuk melakukan Ikrar Wakaf.
2) Isi dan bentuk Ikrar Wakaf ditetapkan oleh Menteri Agama.
3) Pelaksanaan ikrar, demikian pula pembuatan Akta Ikrar Wakaf, dianggap sah
jika dihadiri dan disaksikan oleh sekurang-kurangnya 2 (dua) orang saksi.
-
22
4) Dalam melaksanakan ikrar seperti yang dimaksud ayat(1) pihak yang
mewakafkan diharuskan menyerahkan kepada pejabat tersebut22
dalam pasal
215 ayat (6) surat-surat sebagai berikut:
a) Tanda bukti pemilikan harta benda;
b) Jika benda yang diwakafkan berupa benda tidak bergerak, maka harus disertai
surat keterangan dari Kepala Desa yang diperkuat Camat setempat yang
menerangkan pemilikan benda tidak bergerak dimaksud;
c) Dan surat atau dokumen tertulis yang merupakan kelengkapan dari benda
tidak bergerak yang bersangkutan. Aturan ini tidak jau berbeda dengan apa
yang ada dalam Pasal 9 PP. No. 28/1977.
b. Pendaftaran Benda Wakaf
Setelah Akta Ikrar Wakaf dilaksanakan sesuai dengan ketentuan dalam
pasal 223 ayat (3) dan (4), maka Kepala Kantor Urusan Agama Kecamatan atas
nama Nadzir yang bersangkutan diharuskan untuk mengajukan permohonan
kepada Camat untuk mendaftarkan perwakafkan benda yang bersangkutan guna
menjaga keutuhan dan kelestarian.
Dalam Permendagri Nomor 6 Tahun 1977 tentang tata pendaftaran tanah
mengenai perwakafan tanah milik dijelaskan pada pasal 3 yaitu semua tanah yang
diwakafkan sebagaimana dimaksud dalam ketentuan pasal 1 harus didaftarkan
kepada kantor Sub Direktorat Agraria Kabupaten/Kotamadya setempat. PPAIW
berkewajiban untuk mengajukan permohonan pendaftaran kepada Kantor Sub
Direktorat Agraria Kabupaten/Kotamadya setempat atas tanah-tanah yang telah
22 Kompilasi Hukum Islam Pasal 223
-
23
dibuatkan akta ikrar wakaf. Permohonan pendaftaran perwakafan tanah hak milik
tersebut pada ayat (1) pasal ini harus disampaikan selambat-lambatnya dalam
jangka waktu 3 bulan sejak dibuatnya akta ikrar wakaf.23
7. Perubahan Peruntukan Wakaf
a. Ditinjau dari hukum Islam (Fikih)
Harta wakaf bersifat kekal, artinya manfaat dari harta wakaf itu boleh
dinikmati, tetapi harta wakafnya sendiri tidak boleh diasingkan. Bila timbul
masalah, misalnya harta wakaf sudah tidak bermanfaat lagi, maka akan menjadi
lebih bermanfaat lagi apabila harta tersebut dipindahkan, contohnya dijual.24
Menurut Imam Ahmad bin Hanbal, apabila manfaat wakaf itu dapat
digunakan wakaf itu boleh dijual dan uangnya dibelikan kepada gantinya.
Contoh :
1) Mengganti atau mengubah masjid.
2) Memindahkan masjid dari satu kampung ke kampung yang lain.
3) Dijual, uangnya untuk mendirikan masjid di lain kampung.
4) Karena kampung yang lama tidak berkehendak lagi kepada masjid misalnya
sudah rubuh. Hal tersebut jika dilihat dari kemaslahatannya.
Ibnu Taimiyah berkata bahwa sesungguhnya yang menjadi pokok disisi
guna menjaga kemaslahatn. Allah menyuruh kita menjalankan kemaslahatan dan
menjauhkan kerusakan. Allah telah mengutus pesuruh-Nya guna
menyempurnakan kemaslahatan dan melenyapkan segala kerusakan. Demikian
juga pendapat Ibnu Qudamah salah seorang ulama mazhab Hanbali, bahwa
23 Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 6 Tahun 1977, Pasal 3
24
Depertemen Agama RI, Fiqih Wakaf, hlm.73
-
24
apabila harta wakaf mengalami rusak hingga tidak dapat membawakan manfaat
sesuai dengan tujuannya, hendaklah dijual saja, kemudian harga penjualan
dibelikan barang lain yang akan mendatangkan kemanfaatan sesuai dengan tujuan
wakaf, dan barang yang dibeli itu kedudukannya sebagai harta wakaf seperti
semula.
Pada dasarnya benda wakaf tidak dapat diubah atau dialihkan. Dalam pasal
225 KHI (Kompilasi Hukum Islam) ditentukan, bahwa benda yang telah
diwakafkan tidak dapat dilakukan perubahan atau penggunaan lain daripada yang
dimaksud dalam ikrar wakaf.
Ketentuan yang dimaksud hanya dapat dilakukan terhadap hal-hal tertentu
setelah mendapatkan persetujuan tertulis dari Kepala KUA Kecamatan
berdasarkan saran dari Majelis UlamaKecamatan dan Camat setempat dengan
alasan, karena tidak sesuai lagi dengan tujuan wakaf seperti diikrarkan oleh waqif
dan karena kepentingan umum.
b. Ditinjau dari perundang-undangan Indonesia
Memanfaatkan benda wakaf berarti menggunakan benda wakaf tersebut.
Sedang benda asalnya atau pokoknya tetap tidak boleh dijual, dihibahkan atau
diwariskan.Namun, kalau suatu ketika benda wakaf itu sudah tidak ada
manfaatnya, atau kurang memberi manfaat demi kepentingan umum kecuali harus
melakukan perubahan pada benda wakaf tersebut, seperti menjual, merubah
bentuk atau sifat, memindahkan ketempat lain atau menukar dengan benda lain.
Dalam Undang-undang Nomor 41 Tahun 2004 Pasal 40 tentang wakaf
juga mengatur tentang perubahan dan pengalihan harta wakaf yang sudah
-
25
dianggap tidak atau kurang berfungsi sebagaimana maksud wakaf itu sendiri.
Harta benda wakaf yang sudah diwakafkan dilarang :
1) Dijadikan jaminan;
2) Disita;
3) Dihibahkan;
4) Dijual;
5) Diwariskan;
6) Ditukar;
7) Dialihkan dalam bentuk pengalihan hak lainnya.25
Namun, ketentuan tersebut dikecualikan apabila harta benda wakaf yang
telah diwakafkan digunakan untuk kepentingan umum sesuai dengan Rencana
Umum Tata Ruang (RUTR).Berdasarkan ketentuan dan peraturan perundang-
undangan yang berlaku dan tidak bertentangan dengan syari‟ah. Pelaksanakan
ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) hanya dapat dilakukan setelah
memperoleh ijin tertulis dari Menteri atas persetujuan Badan Wakaf Indonesia.
Demikian pula Dalam PP Nomor 28 tahun 1977 tentang perwakafan tanah
hak milik telah dijelaskan pada pasal 11 ayat 1 bahwa Pada dasarnya terhadap
tanah milik yang telah diwakafkan tidak dapat dilakukan perubahan peruntukan
atau penggunaan lain daripada yang dimaksud dalam Ikrar Wakaf.
Pada ayat 2 dijelaskan Penyimpangan dari ketentuan tersebut dalam ayat 1
hanya dapat dilakukan terhadap hal-hal tertentu setelah terlebih dahulu mendapat
persetujuan tertulis dari Menteri Agama, yakni:
a) Karena tidak sesuai lagi dengan tujuan wakaf seperti diikrarkan oleh wakif.
25 Undang-undang Nomor 41 Tahun 2004, Pasal 40
-
26
b) Karena kepentingan umum.
Ayat 3 PP Nomor 28 tahun 1977 menjelaskan bahwa Perubahan status
tanah milik yang telah diwakafkan dan perubahan penggunaannya sebagai akibat
ketentuan tersebut dalam ayat (2) harus dilaporkan oleh Nadzir kepada
Bupati/Walikota madya Kepala Daerah cq. Kepala Sub Direktorat Agraria
setempat untuk mendapatkan penyelesaian lebih lanjut.
Ketatnya prosedur perubahan benda wakaf itu bertujuan untuk
meminimalisir penyimpangan peruntukan dan menjaga keutuhan harta wakaf agar
tidak terjadi tindakan-tindakan yang dapat merugikan eksistensi wakaf itu sendiri.
Sehingga wakaf tetap menjadi alternatif untuk meningkatkan kesejahteraan
masyarakat banyak.
8. Penyelesaian Sengketa wakaf
Adapun dasar hukum bagi penyelesaian sengketa wakaf dapat dilihat
dalam beberapa peratura perundang-undangan sebagai berikut:
a. Pasal 226 KHI menyebutkan: Penyelesaian perselisihan sepanjang yang
menyangkut benda wakaf dan nazhir diajukan kepada Pengadilan Agama
setempat sesuai peraturan Perundang-undangan yang berlaku. Pasal
tersebut diatas memberikan kewenangan kepada Pengadilan Agama untuk
menyelesaikan perselisihan mengenai benda wakaf dan nazhir. Kata
“perselisihan” pada pasal tersebut menunjukkan secara jelas bahwa
masalah (perkara) wakaf dan nazhir merupakan masalah contentius,
sehingga perkara wakaf merupakan perkara contentius, sedangkan wakaf
yang tidak diperselisihkan tidak dianggap sebagai perkara yang contentius
-
27
sehingga bukan perkara, sekalipun menimbulkan sengketa pada masa-masa
sesudahnya.
b. Pasal 62 ayat (2) Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2004 menyebutkan
bahwa penyelesaian sengketa perwakafan dengan cara: musyawarah untuk
mufakat, mediasi, arbitrase, atau pengadilan. Pada penjelasan pasal
tersebut berbunyi: Yang dimaksdu mediasi adalah penyelesaian sengketa
dengan bantuan pihak ketiga (mediator) yang disepakati oleh pihak yang
bersengketa. Dalam hal mediasi tidak berhasil menyelesaikan sengketa,
maka sengketa tersebut dibawa kepada badan arbitrase syariah. Dalam
hal badan arbitrase tidak berhasil menyelesaikan sengketa maka sengketa
tersebut dibawa ke pengadilan agama dan/atau mahkamah syariah.26
c. Undang-Undang Nomor 3 tahun 2006 tentang perubahan atas Nomor 7
tahun 1989 tentang Peradilan Agama menegaskan kembali tentang
kewenangan Peradilan Agama dalam mengadili perkara sengketa wakaf
sebagaimana disebutkan dalam pasal 49 undang-undang tersebut berbunyi:
Pengadilan Agama bertugas dan berwenang memeriksa, memutus dan
menyelesaikan perkara-perkara ditingkat pertama antara orang-orang
yang beragama Islam dibidang: a) perkawinan, b) waris, c) wasiat, d)
hibah, e) wakaf, f) zakat, g) infaq, h) shadaqah, dan i) ekonomi syariah.
Dengan demikian, sengketa jenis apapun yang berkaitan dengan wakaf,
harus diselesaikan oleh Pengadilan Agama.
Penyelesaian sengketa wakaf dapat dilakukan secara litigasi dan
nonlitigasi. Penjelasan pasal 62 ayat (2) Undang-Undang Nomor 41 Tahun
26 Suhrawardi K. Lubis, Wakaf dan Pemberdayaan Umat,hlm.167
-
28
2004 menyebutkan: Dalam hal badan arbitrase syariah tidak berhasil
menyelesaikan sengketa, maka sengketa tersebut dapat dibawa ke pengadilan
agama dan/atau mahkamah syariah. Lalu bagaimana “apabila ketentuan
pidana sebagaimana disebutkan dalam pasal 67 terjadi, lembaga peradilan
manakah yang berwenang untuk mengadilinya?” penjelasan pasal tersebut
cukup jelas berbunyi “cukup jelas”, Sedangkan penjelasan pasal 62 ayat (2)
tidak menyebutkan lembaga peradilan lainnya selain lembaga peradilan agama
dan/atau mahkamah syariah. Namun, sekalipun berbunyi penjelasan “cukup
jelas” tetapi menurut Prof. H. Muchsin berpendapat bahwa penyelesaian
dikembalikan kepada lembaga peradilan yang mengadili perkara pidana, yaitu
peradilan umum.27
Dasar hukum sengketa wakaf pasal pasal 226 KHI, Pasal 61 ayat (1)
dan (2) Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2004 dan Undang-Undang Nomor 3
Tahun 2006. Sengketa wakaf diselesaikan oleh pengadilan Agama, Pengadilan
Tinggi Agama dan Mahkamah Agung serta diperlukan peraturan perundang-
undangan baru sebagai payung hukum yang mengatur dan memberikan
kewenangan volunter (itsbat wakaf) kepada lembaga Pengadilan Agama.28
F. Tinjauan Pustaka
Materi wakaf dari segi fiqh bukan merupakan hal baru lagi. Penulis
bukanlah orang yang pertama kali membahas tentang masalah wakaf, tetapi
disini penulis membahas tentang penarikan harta wakaf oleh pemberi wakaf
yang terjadi di Yayasan Sabilah Muhtadin Rt. 13 Kelurahan Kenali Besar
27 Ibid, hlm.168
28
Ibid, hlm.174
-
29
Kecamatan Alam Barajo. Berdasarkan hasil penelusuran bahan-bahan
kepustakaan, penulis menemukan beberapa karya ilmiah yang membahas
tentang wakaf. Beberapa diantaranya dapat penulis kemukakan sebagai berikut.
Pertama, Skripsi yang disusun Edo Aryando program sarjana di STIH
Muhammadiyah Kotabumi tahun 2011, dengan judul Analisis Hukum Islam
Tenntang Sengketa Tanah Wakaf dan Hibah Aset Yayasan Al-Amin di desa
Karang Anyar Kec. Anak Ratu Aji. Dapat disimpulkan bahwa penelitian
tersebut menujukkan bahwa status kepemilikian tanah wakaf dan hibah aset
yayasan Al-Amindi Desa Karang Anyar Kec. Anak Ratu Aji berada dalam
sengketa yang berkepanjangan antara keluarga almarhum pemberi wakaf dan
hibah dengan yayasan.29
Kedua, skripsi yang disusun oleh Abdul Rahman Praja Negara program
sarjana di Universitas Lampung tahun 2017, dengan Judul Implementasi
Perwakafan Tanah Menurut Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2004 Tentang
Wakaf (Studi Kasus Sengketa Tanah Wakaf Masjid ad-Du’a Bandar
Lampung).30
Dapat disimpulkan bahwa proses wakaf terjadinya wakaf tanah
Masjid Ad-Du‟a, Bandar Lampung adalah karena inisiatif warga Perumahan
Puri Way Halim untuk memanfaatkan lahan kosong yang merupakan fasilitas
umum dan sosial deangan membangun Masjid Ad-Du‟a sebagai tempat ibadah.
Warga yang diwakili oleh Takmir Masjid Ad-Du‟a berupaya untuk
memperoleh hak atas tanah masjid Ad-Du‟a yang sudah dibangun tersebut
29 Edo Aryando, Analisis Hukum Islam Tenntang Sengketa Tanah Wakaf dan Hibah Aset
Yayasan Al-Amin di desa Karang Anyar Kec. Anak Ratu Aji, Skripsi STHI Muhammadiyyah, 2011
30
Abdul Rahman Praja Negara, Implementasi Perwakafan Tanah Menurut Undang-Undang
Nomor 41 Tahun 2004 Tentang Wakaf (Studi Kasus Sengketa Tanah Wakaf Masjid ad-Du’a
Bandar Lampung), skripsi Universitas Lampung,2017
-
30
dengan upaya mediasi dengan pihak PT Way Halim Permai selaku
Pengembang, dan kemudian didaftarkan kepada Badan Pertanahan Kota
Bandar Lampung untuk dibuatkan sertifikat tanah wakaf Masjid.
Disertasi oleh Bahrul Ma‟ani program pasca sarjana di UIN Sunan
Kalijaga Yogyakarta tahun 2014. Untuk mencapai gelar Doktor dalam ilmu
agama islam dengan judul Optimalisasi Pemanfaatan Tanah Wakaf di Kota
Jambi.31
Dapat disimpulkan dari yang penulis baca bahwa penlitian ini
membahas kurang optimalnya pemanfaata tanah wakaf yang banyak kita
ketahui bahwa di Kota Jambi tanah wakaf banyak hanya dimanfaatkan untuk
kepentingan spiritual dan belum dimanfaatkan untuk kepentingan ekonomi
sebagai mata pencaharian masyarakat.
Dari tinjauan penelitian terdahulu ternyata penelitian tentang penarikan
kembali harta wakaf oleh wakif menurut hukum Islam yang dilakukan belum
ada yang spesifik yang mengkajinya sehingga hasil penelitian terdahulu belum
terfokus pada bagaimana hukum penarikan kembali harta wakaf oleh wakif,
untuk itu penelitian ini diharapkan mampu mengisi kekosongan tersebut.
31 Bahrul Ma‟ani, Optimalisasi Pemanfaatan Tanah Wakaf di Kota Jamb,.Disertasi
pasca sarjana UIN Sunan Kalijaga untuk memenuhi syarat guna mencapai gelar Doktor dalam ilmu agama islam Yogyakarta, 2014
-
31
BAB II
METODE PENELITIAN
Metode penelitian adalah tata cara bagaimana studi penelitian
dilaksanakan. Metode penelitian membicarakan mengenai tata cara
penelitian.Metode penelitian adalah langkah yang dilakukan oleh peneliti
dalam rangka untuk mengumpulkan informasi atau data serta melakukan
investigasi pada data yang didapat tersebut.
A. Pendekatan Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah yang telah di jelaskan sebelumnya, maka
dalam penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif deskriptif. Penelitian
kualitatif deskriptif menggunakan metode kualitatif yaitu pengamatan,
wawancara, atau penelahaan dokumen.32
Dengan menggunakan pendekatan normatif di harapkan dapat di peroleh
data-data yang relevan terhadap tujuan penelitian, dan dapat di peroleh
pemahaman dan penafsiran yang mendalam mengenai makna dari fakta yang
relevan.
Dalam penelitian ini penulis juga menggunakan penelitian kepustakaan
(library research).33
Penelitian kepustakaan adalah sebuah penelitian yang
dilakukan literatur-literatur putaka, seperti buku, jurnal ataupun tulisan-tulisan
lainnya yang perkaitan dengan penelitian.
32 Lexy J. Moleong, Metodologi Penelitian Kualitatif, Cet. Ke-25 (Bandung: Remaja
Rosdakarya,2008). Hal. 9
33 Sayuti una, (ED), pedoman penulisan skripsi (edisi revisi),
(Jambi:Syariah Press,2014),hlm.33
-
32
B. Lokasi Penelitian
Lokasi yang penulis tentukan dalam penelitian adalah di Yayasan Sabilal
Muhtaddin Rt. 13 Kelurahan Kenali Besar Kecamatan Alam Barajo Kota Jambi.
C. Jenis dan Sumber Data 1. Jenis data
Dalam penelitian ini penulis menggunakan dua jenis data yaitu sebagai
berikut:
a. Data Primer
Data primer adalah data pokok yang diperlukan dalam penelitian, yang
diperoleh secara langsung dari sumbernya ataupun dari lokasi penelitian atau
keseluruhan data hasil yang diperolah dilapangan. Menurut Lofland sumber
data utama dalam penelitian kualitatif ialah kata-kata, dan tindakan, selebihnya
adalah data tambahan seperti dokumen dan lain-lain.34
Dalam penelitian ini data primer diperolah langsung dari hasil
wawancara yang dilakukan peneliti di Yayasan Sabilal Muhtaddin Rt. 13 Kel.
Kenali Besar Kec. Alam Barajo Kota Jambi. Data primer tidak diperolah
melalui sumber perantara atau pihak kedua dan seterusnya.
b. Data sekunder
Data sekunder adalah data atau sejumlah keterangan yang diperolah
secara tidak langsung atau melalui sumber perantara. Data sekunder adalah data
yang biasanya telah disusun dalam bentuk dokumen-dokumen.
Data sekunder yang akan digunakan penulis didalam penelitian ini adalah
berupa buku-buku ilmiah, skripsi, jurnal. Data sekunder ini penulis peroleh dari
34 Lexy J. Moleong, Metodologi Penelitian Kualitatif, Cet. Ke-25 (Bandung: Remaja
Rosdakarya,2008). hal. 157
-
33
perpustakaan UIN Sulthan Thaha Saifuddin Jambi, buku-buku pribadi, dan
melalui situs yang ada di internet.
2. Sumber Data
Sumber data adalah sumber objek dari mana data itu diperolah. Sumber
data dalam penelitian kualitatif ini adalah orang atau narasumber. Posisi
naraumber sangat penting, bukan hanya memberi respon melainkan juga
sebagai pemilik informasi.
Jadi sumber data dalam penelitian ini adalah:
a. Ketua Rt
b. Pengelolah wakaf (nadzir)
c. Pengurus yayasan
d. Masyarakat
D. Instrumen Pengumpulan Data
Sesuai dengan permasalahan yang diangkat, penelitian ini
menggunakan instrumen pengumpulan data sebagai berikut :
1. Penelitian kepustakaan (library research)
Adanya penelitian pustaka yang penulis maksud adalah mengumpulkan
data yang diambil dari buku-buku, jurnal, dan internet yang mendukung
penelitian ini.
2. Penelitian lapangan
Sementara penulis mengumpulkan data langsung ketempat objek
penelitian. Dalam hal ini yang menjadi objek penelitian ini adalah data yang
diperoleh dari pihak pengelola wakaf (nadzir) dan lainnya.
-
34
Teknik itu dengan pengumpulan data adalah sebagai berikut:
a. Observasi
Observasi adalah tehnik pengumpulan data yang dilakukan dengan
mengamati dan mencatat secara sistematik akan fenomena yang diteliti. Dari
segi proses pelaksanaan pengumpulan data, observasi dapat dibedakan menjadi
participant observasion (obserpasi berperan serta) dan non participant
observasion, selanjutnya dari segi instrumen yang digunakan, maka onservasi
dapat dibedakan menjadi observasi terstuktur dan tidak terstruktur.
Metode dengan mendatangi tempat penelitian lapangan langsung guna
mendapatkan data yang valid bagi peneliti, dan penelitian ini observasinya
dilakukan secara langsung ketempat harta wakaf, pihak pengelolah wakaf
(nadzir), dan pihak pengurus yayasan.
b. Wawancara
Metode dengan tanya jawab langsung kepada pihak yang terlibat dalam
penelitian ini. Wawancara ini dilakukan dengan pihak terkait guna mengetahui
secara langsung tentang Permintaan Penarikan Kembali Harta Wakaf Oleh
Wakif Menurut Hukum Islam di Yayasan Sabilal Muhtadin Rt. 13 Kel. Kenali
Besar Kec. Alam Barajo Kota Jambi.
c. Dokumentasi
Metode ini digunakan untuk mengumpulkan data yang sudah tersedia
dalam bentuk-bentuk dokumen. Dokumen yang diperolah dari pihak
pengelolah wakaf (nadzir) dan pengurus yayasan Sabilal Muhtaddin Rt. 13 kel.
-
35
Kenali Besar Kec. Alam Barajo Kota Jambi yang dikelolah untuk melengkapi
penelitian-penelitian yang berupa dokumen.
E. Teknik Analisi Data
Analisis data dalam penelitian ini dilakukan dengan mereduksi data yang
diperolah dari hasil wawancara. Data wawancara yang sudah direkam kemudian
di transkipkan dengan tujuan memudahkan peneliti memili data yang sesuai untuk
dianalisi. Data yang berhubungan dengan permintaan penarikan kembali harta
wakaf. Ada empat tahap analisis data yang diselingi dengan pengumpulan data
yaitu:
1. Analisis Domain
Analisis domein dilakukan terhadap data yang diperoleh dari pengamatan
berperanserta atau wawancara pengamatan deskriptif yang terdapat dalam catatan
lapangan, yang dapat di lihat di buku lampiran. Pengamatan deskriptif berarti
mengadakan pengamatan secara menyeluruh terhadap sesuatu yang ada dalam
latar penelitian.
2. Analisis Taksomoni
Setelah analisis domein, dilakukan pengamatan dan wawancara terfokus
berdasarkan fokus yang sebelumnya yang telah dipilih peneliti. Oleh hasil
pengamatan terpilih dimanfaatkan untuk memperdalam data yang telah ditemukan
melalui pengajuan sejumlah pertanyaan kontras. Data hasil wawancara terpilih
dimuat dalam catatan lapangan yang terdapat di buku lampiran.
3. Analisis Komponen
-
36
Setelah analisis taksonomi, dilakukan wawancara atau pengamatan terpilih
untuk memperdalam data yang telah ditemukan melalui pengajuan sejumlah
pertanyaan kontras. Data hasil wawancara terpilih dalam catatan lapangan yang
terdapat di buku lampiran.
4. Analisis Tema
Analisis tema merupakan seperangkat prosedur untuk memahami secara
holistic pemandangan yang sedang di teliti. Sebab setiap kebudayaan terintegrasi
dalam beberapa jenis pola yang lebih luas.
Langkah selanjutnya adalah membuat rangkuman ini dari setiap aspek
yang diteliti. Langka terakhir adalah membuat kesimpulan sementara dari data-
data yang terkumpul, sehingga dapat diambil langkah-langkah awal untuk
penelitian lanjutan dan mengecek kembali hasil data-data asli yang telah
diperolah.
Analisis data berlangsung sejak awal penelitian hingga setelah kegiatan
pengumpulan data berakhir secara deskriptif dan kualitatif. Data yang
terkumpul dianalisis dan dideskripsikan dalam kalimat sederhana dan tersusun
secara sistematis, sehingga menarik suatu pemahaman mengenai Penarikan
Kembali Harta Wakaf Oleh Wakif Menurut Hukum Islam (Studi Kasus Di
Yayasan Sabilal Muhtadin Rt. 13 Kel. Kenali Besar Kec. Alam Barajo Kota
Jambi).
F. Sistematka Penulisan
Untuk mendapatkan pemahaman secara runtut, pembahasan dalam
penulisan skripsi mempunyai sistematika sebagai berikut:
-
37
Pembahasan diawali dengan Bab I, pendahuluan. Bab ini hakuatnya
menjadi pijakan bagi penulisan skripsi. Bab ini berisikan tentang latar belakang
masalah, rumusan masalah, tujuan dan kegunaan penelitian, kerangka teori, dan
tentang tinjauan pustaka.
Kemudian pada Bab II membahas tentang metode penelitian dalam
pembuatan skripsi. Dengan sub bab, pendekatang penelitian, jenis dan sumber
data, teknik pengumpulan data, sistematika penulisan dan jadwal penelitian.
Dalam Bab III berisi tentang gambaran umum lokasi penelitian dan
harta wakaf yaitu Yayasan Sabilal Muhtaddin Rt. 13 Kel. Kenali Besar Kec.
Alam Barajo Kota Jambi. Dalam bab ini menjelaskan mengenai biografi harta
wakaf tersebut.
Selanjutnya dalam Bab IV berisi tentang pembahasan dan hasil
penelitian.
Sementara Bab V yang merupakan penutup, berisikan kesimpulan dari
hasil penelitian skripsi dan berisikan tentang saran-saran serta dilengkapi
dengan daftar pustaka, lampiran, dan curikulum vitae.
-
38
BAB III
GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN
A. Sejarah Singkat Yayasan Sabilal Muhtaddin
Yayasan Sabilal Muhtadin merupakan lembaga pendidikan Alquran
yang yang didirikan oleh sekelompok orang pada tahun 2017 yang terletak di
Rt. 13 Kel. Kenali Besar Kec. Alam Barajo Kota Jambi. Satu tahun sebelum
yayasan ini berdiri, ditempat yang sama sempat berdiri yayasan Akbar yang
didirikan oleh bapak Aminullah Amit. Namun tak bertahan lama yayasan
tersebut karena beliau pindah.35
Yayasan Sabilah Muhtadin merupakan lembaga yang berfungsi sebagai
wahana pembinaan dan pemberdayaan mahasiswa dalam memberikan
kontribusinya terhadap pembinaan anak-anak usia dini dan usia sekolah yang
berahlak mulia. Lembaga ini diperlukan adanya suatu kaidah dan norma yang
menjadi acuan para pembina sehingga dapat membantu menciptakan suasana
yang kondusif terhadap pembelajaran anak-anak didalamnya. Asrama Yayasan
pendidikan islam Sabilal Muhtadin adalah asrama mahasiswa yang berada
dalam lingkungan Rt. 13 Kel. Kenali Besar Kec. Alam Barajo Kota Jambi.
Penghuni asrama yayasan Sabilal Muhtadin adalah pengajar dan pembina yang
telah terdaftar sebagai penguni tetap asrama yang telah ditetapkan dan wajib
tinggal diasrama selama satu tahun dan tidak diperkenankan diluar asrama.36
35 Wawancara dengan Bapak Darmawan, Nadzir , Jambi 29 November 2019
36
Wawancara dengan Bapak Syamsul Hadi, Ketua Yayasan Sabilal Muhtadin, Jambi 23 Januari 2020.
-
39
Pada awal berdirinya Yayasan Sabilal Muhtadin jumlah anak-anak yang
mengaji sangat sedikit yaitu 1-3 orang namun beberapa bulan berikutnya
jumlah tersebut meningkat hingga 20 orang namun jumlah tersebut tidak
bertahan lama setiap hari menyusut hingga tinggal 2 orang. Namun semenjak
pergantian kepengurusan Yayasan jumlah tersebut kembali meningkat hingga
20 orang. 37
B. Status, Fungsi dan Tujuan Yayasan Sabilal Muhtadin 1. Status dan Fungsi
Asrama Yayasan Sabilal Muhtadin adalah milik Yayasan Sabilal
Muhtadin yang penggunaan dan pemanfaatannya yang diatur oleh Badan
nadzir dan pengurus. Asrama Yayasan Sabilal Muhtadin berfungsi sebagai
tempat tinggal sementara pengajar yang dapat membantu dalam
mengembangkan karakter dan ahlak anak-anak melalui syiar agama,
kebersamaan hidup, sosialisasi dan menjalin kekeluargaan.
2. Tujuan
Yayasan Sabilal Muhtadin bertujuan:
a. Menyediakan tempat tinggal yang kondusif untuk belajar mengajar anak-
anak.
b. Menyediakan wahana yang membantu terciptanya pengembangan
kompetensi, ahlak pengajar yang berkarakter, disiplin, mandiri dan
bertanggung jawab.
c. Membantu mengembangkan kepribadian pengajar yang profesional,
apresiatif, dan peka terhadap lingkungan.
37 Ibid
-
40
d. Membantu terbentuknya watak dan akhlak pengajar yang berkarakter,
terpuji dan religius melalui sosialisasi, kekeluargaan dalam lingkungan
dalam kehidupan sehari-hari di Asrama.
C. Proses Wakaf Diserahkan Oleh Wakif Kepada Pihak Nadzir
Keadaan perkembangan penduduk Indonesia tiap tahun selalu
bertambah semuanya itu menuntut akan kesejahteraan ekonomi dan
kemakmuran. Disisi lain bertambahnya penduduk tidak diiringi dengan
keadaan lahan tempat tinggal sehingga masyarakat sekarang ini banyak yang
tidak mendapatkan kesajahteraan ekonomi dan kelayakan tempat tinggal. Disisi
lain dalam ajara agama Islam yang berdemensi spiritual wakaf juga merupakan
ajaran yang menekankan kesejahteraan ekonomi dalam kehidupan masyarakat.
Wakaf merupakan salah satu pilar ekonomi umat untuk meningkatkan
kesejahteraan masyarakat dengan cara memberdayakan harta benda wakaf
sesuai dengan porsinya.
Wakaf adalah sejenis pemberian yang pelaksanaanya dilakukan dengan
jalan menahan secara abadi lalu manfaatnya berlaku untuk umum. Pada kasus
ini rukun dan syarat wakafnya telah terpenuhi menurut hukum Islam dan
menurut Kompilasi Hukum Islam. Yang mana pada rukun wakaf harus adanya
wakif, maukuf, maukuf alaih dan shighat. Pada kasus ini adanya wakif, syarat
pada seorang wakif pun telah terpenuhi yaitu orang yang merdeka, baligh,
berakal sehat dan tidak dibawah pengampuan. Adanya maukuf yang mana
syarat maukuf yaitu mempunyai manfaat terus menerus, dapat dinikmati orang
banyak dan benda wakaf dalam keadaan utuh dan harta wakaf milik wakif.
-
41
Adanya maukuf „alaih yang syarat maukuf „alaih tahu kemana wakaf tersebut
ditunjukkan, jelas kemana benda akan diwakafkan, untuk ibadah dan
mengharap keridhoan dari Allah Swt. Adanya shighat, pada shighat ini wakaf
itu harus jelas, terjadi seketika ketika diikrarkan, tidak diiringi syarat yang
bathil, tidak berjangka waktu dan tidak ada maksud untuk mengambil kembali
wakaf tersebut.
Pada tahun 2001 wakif mewakafkan sebidang tanah perumahan
miliknya seluas 688 meter persegi di Kelurahan Kenali Besar Kec. Alam
Barajo Kota Jambi. Peruntukan harta wakaf ini untuk dijadikan tempat
pengajian anak-anak.38
Wakaf yang diberikan wakif ini adalah wakaf khairi. Wakaf khairi ini
adalah wakaf yang ditunjukkan untuk kepentingan umum dan tidak ditunjukan
untuk orang tertentu. Pada waktu wakif mewakafkan tanah itu tidak adanya
pencatatan atas tanah wakaf. Pada waktu itu hanya disaksikan oleh masyarkat
dan tokoh masyarakat.
Selama 14 tahun tanah wakaf ini dijadikan sebagai tempat pengajian
antara magrib dan isya (PAMI) yang dikelolah oleh badan nadzir dengan
pengurus masjid serta masyarakat Rt. 13 Kelurahan Kenali besar dan saat itu
belum terbentuk kepengurusan yayasan. Kegiatan belajar menjagar berjalan
dengan lancar.
38 Wawancara dengan Bapak Darmawan, Nadzir , Jambi 29 November 2019.
-
42
Selanjutnya, pada tahun 2015 berdirilah Yayasan tersebut yang diberi
nama yayasan Akbar, perlahan namun pasti murid di Yayasan akbar
meningkat hari demi hari hingga mencapai kurang lebih 50 anak.
D. Struktur Badan Nazhir dan Pengurus Yayasan Sabilal Muhtaddin
1. Struktur Badan Nazhir
No Nama Jabatan
1 Drs.A.Aminullah Amid Ketua
2 Darmawan Sekretaris
3 Amirizal Anggota
4 Tedrisyah Anggota
5 Nasrullah Anggota
2. Struktur Pengurus Yayasan Sabilal muhtadin 2019-2020
Syamsul Hadi KETUA
Khairil Amri WAKIL KETUA
M.Yunus SEKRETARIS
Leandriadi BENDAHARA
TENAGA PENGAJAR Sipa Pauziah Fitri Haryanti Nurrohillah
Wenidia Tina
-
43
Berdasarkan struktur organisasi diatas adapun tugas-tugas dari masing-
masing jabatan yaitu:
a. Ketua Yayasan bertugas:
1) Mengenai Visi dan Misi yayasan sesuai dengan anggaran dasar
2) Memimpin dan mengkoordinasikan seluruh anggota dan pengurus yayasan
3) Mengkoordinasikan program kerja yayasan baik perencanaan,
pelaksanaan, evaluasi, evaluasi maupun pertanggung jawaban.
b. Wakil Ketua bertugas:
1) Mengkoordinasikan dan mewakili kepentingan yayasan
2) Mewakili ketua apabila berhalangan untuk setiap aktifitas yayasan
3) Mengawasi seluruh penyelenggaraan program kegiatan diseluruh kesgiatan
yayasan
c. Sekretaris bertugas:
1) Mengatur dan menertibkan pengorganisasian administrasi administrasi
yayasan
2) Mendesak, mengelolah dan menginventarisasi barang-barang milik yayasan
3) Bertanggung jawab atas terselengaranya kegiatan operasional harian yayasan
4) Berhak dan memiliki wewenang mendokumentasikan serta mengarsipkan
semua surat-surat masuk dan keluar
5) Bertanggung jawab kepada ketua umum
d. Bendahara bertugas:
1) Bertanggung jawab atas pengelolaan keuangan yayasan
2) Bertanggung jawab atas pengelolaan keuanga yayasan
-
44
3) Membuat laporan keuangan periodik dan diterbitkan yang disampaikan
secara berkala
4) Menyusun dan mengeluarkan anggaran dengan mengkoordinasikan kepada
ketua Umum
5) Persetujuan pencatatan, penerimaan, penyimpanan, dan pengeluaran
keuangan, surat-surat berharga, bukti kas yang berkaitan dengan kegiatan,
yayasan dan dilaporan resmi transparansi
6) Mempunyai hak bertanya dan menyelenggarakan audit keuangan pada
setiap kepanitiaan
e. Tenaga Pengajar bertugas:
1) Menciptakan suasana atau iklim proses pembelajaran yang dapat
memotivasi murid agar senantiasa belajar dengan baik dan bersemangat
2) Mengembangkan nilai-nilai agama, ahlak, moral, dan kehidupan
3) Mengembangkan keterampilan pada murid
4) Sebagai orangtua kedua yang memiliki artian pengganti orangtua di
lingkungan yayasan
5) Merencanakan dan melaksanakan pengajaran
-
45
BAB IV
PEMBAHASAN
A. Hal-Hal yang Melatarbelakangi Si Wakif Meminta Kembali Harta Yang Sudah Ia Wakafkan
Perwakafan yang terjadi di Yayasan Sabilal Muhtadin Rt. 13 Kelurahan
Kenali Besar Kecamatan Alam Barajo Kota Jambi sesuai dengan konsep
perwakafan yang masyarakat ketahui. Dapat dikatakan sesuai karena adanya
wakif yaitu Ibu Hj. Siti Zainab, objek wakaf yaitu tanah seluas 688 meter persegi
dan dalam kepemilikan yang sempurna, adanya nadzhir yaitu Bapak Darmawan.
Tanah yang diwakafkan oleh Ibu Hj. Siti Zainab, objek wakaf yaitu
tanah seluas 688 meter persegi diperuntukan untuk dijadikan Tempat pengajian
anak-anak di Rt. 13 Kelurahan Kenali Besar Kecamatan Alam Barajo Kota
Jambi dengan tujuan agar masyarakat sekitar dapat melaksanakan kegiatan
ibadah selain itu dapat dijadikan sebagai kegiatan keagamaan.
Berdirinya yayasan akbar membuat Nadzir dan masyarakat di Rt.13
sangat merasa berbangga karena murid yang lumayan banyak. Namun
disamping itu si wakif bersikeras ingin menempati salah satu ruangan di
kawasan yayasan tersebut. Dan pada ahirnya di setujui oleh nadzir namun hal
itu membuat pengurus yayasan akbar tidak nyaman. Hal demikian dilakukan
oleh wakif karena ia ingin ikut serta dalam kepengurusan yayasan tersebut dan
ia tidak setuju yayasan tersebut diberi nama yayasan Akbar. Namun sayangnya
pada awal 2017 yayasan akbar ditutup karena pengurus yayasan tersebut
pindah. 39
39 Wawancara dengan Bapak Hepri Zakaria, Ketua Rt.13 Kelurahan Kenali Besar,
Jambi 11 Januari 2020
-
46
Selanjutnya pada bulan November 2017 berdirilah Yayasan Sabilal
Muhtaddin yang pada saat itu diketuai oleh Bapak Bujang Ridwan dan
sekarang dilanjutkan oleh Bapak Syamsul Hadi. Hal yang sama punterjadi pada
Yayasan sabilal Muhtadin si wakif berdalih bahwa ia tidak dilibatkan dalam
kepengurusan yayasan Sabilal Muhtaddin. Adapun alasan selanjutnya si wakif
ingin meminta kembali harta tersebut yaitu karena harta tersebut ingin ia
berikan kepada anaknya mengingat anak-anaknya tidak semua ekonominya
baik.40
Permintaa penarikan kembali harta wakaf oleh wakif yang terjadi di
Yayasan Sabilal Muhtadin Rt. 13 Kelurahan Kenali Besar Kecamatan Alam
Barjo Kota Jambi merupakan kejadian yang didasari oleh berbagai macam
faktor antara lain:
1. Wakif tidak dilibatkan dalam kepengurusan yayasan, menjadi faktor utama
mengapa wakif ingin menarik kembali harta wakaf di yayasan Sabilal
Muhtadin karena wakif masih menempati satu ruangan di lingkungan
yayasan Sabilal Muhtadin menjadi hambatan pengurus yayasan untuk
mengembangkan yayasan.
2. Ekonomi juga menjadi salah satu faktor permintaan kembali harta wakaf
tersebut karena tidak semua anak si wakif mempunyai ekonomi yang baik
dari tanah tersebut bisa melakukan apa saja yang mendapat hasil sebagai
alat untuk mencari rezeki.
40 Wawancara dengan Bapak Darmawan, Nadzir , Jambi 29 November 2019
-
47
3. Lemahnya pengetahuan agama dari wakif dan anak-anaknya tidak semua
orang walaupun beragama Islam memahami ketentuan wakaf. Sehingga
kadang orang melakukan sesuatu yang menyimpang dari aturan.41
Wakaf adalah sejenis pemberian yang pelaksanaannya dilakukan
dengan jalan menahan (pemilikan) asal (tahbisul ashli), lalu menjadikan
manfaatnya berlaku umum. Berdasarkan hal tersebut dapat disimpulkan bahwa
wakaf ialah menahan barang yang diwakafkan itu agar tidak diwariskan,
dihibahkan, digadaikan, disewakan dan sejenisnya, yang cara pemanfaatannya
adalah menggunakan sesuai dengan kehendak pemberi wakaf (wakif) tanpa
imbalan. Pahala wakaf akan terus mengalir selama masih dipergunakan. Tetapi
jika sebaliknya, maka bukan pahala yang didapat melainkan sindiran dari
masyarakat
Pada dasarnya hal tersebut berawal dari rasa saling percaya, sehingga
tidak dibuatkan bukti yang kuat. Kejadian tersebut membuat penerima wakaf
selanjutnya lebih berhati-hati. Lemahnya pengetahuan agama sering membuat
orang tidak takut dosa dan tidak menyadari akibat dari perbuatannya itu. Hanya
dengan ijab qabul, menurut Hukum islam itu sudah dianggap sah. Namun
kadangkadang orang meremehkan aturan tersebut.
B. Status Harta di Wakaf Yayasan Sabilal Muhtadin
Harta yang sudah diwakafkan artinya sudah menjadi milik Allah SWT.
Namun untuk menjamin sebuah kekuatan hukum pada harta wakaf perlu
41 Wawancara dengan Bapak Darmawan, Nadzir , Jambi 29 November 2019
-
48
didaftarkan harta wakaf itu untuk mengantisipasi ancaman dan penarikan kembali
harta wakaf dikemudian hari.
Bapak Darmawan selaku nadzir menjelaskan bahwa wakafan yang terjadi
di Yayasan Sabilal Muhtadin Rt. 13 Kelurahan Kenali Besar Kecamatan Alam
Barajo Kota Jambi sesuai dengan konsep perwakafan. Dapat dikatakan sesuai
karena adanya wakif yaitu Ibu Hj. Siti Zainab, objek wakaf yaitu tanah seluas 688
meter persegi dan dalam kepemilikan yang sempurna, adanya nadzhir yaitu Bapak
Darmawan. Wakaf diserahkan pada tahun 2001 kepada pihak nazhir untuk
dikelolah dengan pengurus masjid diperuntukkan untuk tempat pengajian anak-
anak. Pada tahun 2011 pihak nazhir berupaya untuk melegalitaskan tanah wakaf
tersebut untuk mengantisipasi adanya ancaman penarikan kembali harta wakaf
dikemudian hari. Tahun 2012 dilakukan pengukuran tanah yang dilakukan oleh
petugas ukur bernama Achmad Zaki pada tanggal 7 juni 2012 Nomor 1197/KBS
/2012 dengan luas 688 meterpersegi. Kemudian tahun 2015 terbitlah sertifikat
wakaf tersebut Nomor W.2/07/19 tahun 2015 tanggal 19/04/2015.42
Saat ini status tanah wakaf yayasan sabilal muhtadin sudah sah atas
nama badan nadzir karena sudah mempunyai sertifikat melalui ikrar wakaf oleh
pembuat akta wakaf di Kantor Urusan Agama (KUA).
C. Akibat Hukum dari Permintaan Penarikan Kembali harta Wakaf di Yayasan Sabilal Muhtadin
Harta Benda wakaf yang telah diberikan tidak bisa diambil kembali,
Miftahul Huda menjelaskan dalam bukunya, mengalir manfaat wakaf bahwa
Imam Nawawi yang bermadzab Syafi‟i Mendefinisikan wakaf sebagai:
42 Ibid
-
49
“Penahanan harta yang bisa dimanfaatkan dengan tetap menjaga keutuhan
barangnya, terlepas dari camping tangan wakif atau lainya, dan hasilnya
disalurkan untuk kebaikan semata-mata dan untuk taqarrub (mendekatkan diri)
kepada allah”. Definisi ini mempertegas terlepasnya harta dari kepemilikan
wakif, terlepas dari campur tangan wakif atau lainya dan hasilnya disalurkan
untuk kebaikan semata-mata untuk mendekatkan diri kepada Allah SWT.43
Pada pasal 40 Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2004 disebutkan, harta
benda yang sudah diwakafkan dilarang:
1. Dijadikan jaminan
2. Disita
3. Dihibahkan
4. Dijual
5. Diwariskan
6. Ditukar
7. Dialihkan dalam bentuk pengalihan
Kemudian dalam pasal 49 peraturan pemerintah no 42 tahun 2006,
disebutkan :
Ayat 1: Perubahan status harta benda wakaf dalam bentuk penukaran
dilarang kecuali dengan izin tertulis dari materi berdasarkan pertimbangan BWI.
Ayat 2 : Izin tertulis dari menteri sebagaimana dimaksud pada pasal 1
hanya dapat diberikan dengan pertimbangan sebagai berikut :
43 Miftahul Huda, Mengalirkan Manfaat Wakaf Potret Perkembangan Hukum Wakaf
dan Tata Kelola Wakaf di Indonesia, (Bekasi: Gramat