1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Bahasa dengan segala keberagaman yang ada di dalamnya merupakan
anugrah Tuhan kepada hamba-Nya. Salah satu fungsi bahasa sebagai media
komunikasi yang digunakan untuk menyampaikan informasi di antara sesama
penutur. Widada (2009:17) menyatakan bahwa bahasa lebih dari sekedar
perbendaharaan kata, bahasa merupakan sistem tanda, yakni suatu keterjalinan
tanda-tanda menurut suatu aturan tertentu yang memungkinkan bahasa menjalankan
fungsi hakikinya sebagai sarana representasi dan komunikasi.
Pada umumnya tidak ada individu yang dapat berkomunikasi di luar jalur
kaidah sosial yang ada akan tetapi, selalu ada kemungkinan bagi individu untuk
menciptakan bahasa kreasi mereka sendiri. Widada (2009:16) menambahkan bahwa
seorang kreatif atau seorang penulis tidak sepenuhnya menciptakan bahasa, ia hanya
menyiasati, mengeksploitasi bahasa konvensional yang telah tercipta secara sosial.
Selain berkomunikasi, individu kreatif seringkali menggunakan gaya bahasa
dalam berkomunikasi , sebagaimana diungkapkan oleh Keraf (2007: 112-113), gaya
bahasa merupakan kemampuan menulis atau menggunakan kata-kata secara indah
dan merupakan cara untuk mengungkapkan ide melalui bahasa khususnya yang
menunjukkan jiwa dan kepribadian penutur. Seseorang dapat berkreasi dengan
bahan baku bahasa, tetapi kreasi yang sama sekali baru akan sulit dipahami oleh
orang lain.
2
Para penulis bahasa sastra menggunakan tulisan mereka selain untuk
mengungkapkan ide, juga untuk menyampaikan perasaan mereka. Untuk membuat
para pembaca mengerti dan merasakan perasaan mereka serta untuk menimbulkan
rasa ketertarikan pembaca, mereka seringkali menggunakan gaya bahasa kiasan
dalam bertutur maupun dalam tulisan mereka.
Salah satu bentuk bahasa kiasan adalah metafora. Metafora merupakan
bagian dari figure of speech atau gaya bahasa kiasan (Keraf, 2007: 129-145). Keraf
(2007: 129) membagi gaya bahasa berdasarkan makna langsung dan tidak langsung.
Makna langsung dari sebuah gaya bahasa adalah makna yang hanya sama dengan
penampilan fisik dari tuturan tersebut. Sedangkan makna tidak langsung merupakan
bentuk penyimpangan bahasa yang menyebabkan tekanan, ornament, humor,
keseriusan, atau efek-efek emosional lainnya. Makna tidak langsung disebut figure of
speech, yang kemudian dibagi menjadi dua kelompok, yaitu gaya bahasa retoris
(rhetorical language style) dan gaya bahasa analogi (analogical language style).
Berdasarkan gaya bahasa kiasan retoris dibagi menjadi apostrof, eufemisme, litotes,
pertanyaan retorik, hiperbola, paradox, dan oksimoron. Sementara itu analogical
language style dibagi menjadi metafora, simile, alegori, personifikasi, ironi,
sarkasme, dan synecdoche. Metafora digunakan untuk mengantisipasi kekurangan
manusia yang memiliki keterbatasan dalam membahasakan sesuatu. Melalui
metafora, karya puisi dapat diperindah. Selain itu, menurut Black (2006: 102)
metafora digunakan untuk mendeskripsikan sesuatu dengan sesuatu yang lain.
Puisi Arab adalah salah satu jenis karya sastra yang banyak mengandung
metafora di dalamnya. Metafora dalam bahasa Arab dikenal dengan istilah isti’arah,
yaitu peralihan makna dari kata yang dalam penggunaan bahasa keseharian memiliki
3
makna dasar, atau makna asli, kemudian karena alasan tertentu makna tersebut
beralih kepada makna lainnya, bahkan terkadang melampaui batas makna
leksikalnya (Al-`ālim, tanpa tahun: 65). Orang Arab sering meminjam kata dan
menempatkannya untuk kata lain tatkala ditemukan alasan-alasan yang
memungkinkan, seperti memperkuat makna yang terkandung dalam sebuah kata
atau mengantisipasi kekurangan manusia yang memiliki keterbatasan dalam
membahasakan sesuatu. Puisi pada penelitian ini adalah puisi berbahasa Arab.
Pertimbangannya adalah karena pada versi terjemahan sering terjadi salah
penerjemahan, yang mengakibatkan hilangnya metafora pada hasil terjemahan atau
bahkan justru menampakkan metafora pada hasil terjemahan sedangkan dalam teks
asli tidak tercantum metafora. Oleh karena itu dalam menganalisis metafora, penulis
menggunakan teks asli berbahasa Arab dan mengartikannya menggunakan kamus
dibandingkan terjemahan Indonesia untuk lebih mengetahui sisi ke-metafora-annya.
Metafora ditemukan dalam berbagai bahasa di dunia. Misalnya dalam
bahasa Indonesia terdapat kalimat Sari bunga desa di kampung saya. Bunga desa
bukan berarti Sari adalah sebuah bunga dalam arti yang sebenarnya, namun
mengandung makna lain yang terkandung dalam sifat bunga yaitu cantik dan
mempesona. Jadi, makna yang terkandung dalam kalimat tersebut adalah Sari
memiliki paras yang indah dan mempesona. Contoh lain dapat kita perhatikan dalam
kalimat dalam bahasa Inggris berikut, the tongue is a fire. Tongue ‘lidah’ pada
contoh tersebut dibandingkan dengan fire ‘api’ karena anggapan tentang adanya
kemiripan antara lidah dan api dalam budaya tertentu. Lidah, melalui kata-katanya
dapat menghancurkan seperti halnya api menghancurkan benda-benda yang
4
dilalapnya. Dengan demikian, titik kemiripan antara lidah dan api adalah dapat
menghancurkan.
Dalam bahasa Arab, bahasa kiasan metafora juga banyak ditemukan dalam
berbagai sumber baik tertulis maupun lisan seperti drama, novel, prosa, dan puisi.
Dari beberapa sumber tersebut, puisi adalah sumber data tertulis yang paling banyak
dijumpai adanya makna kiasan. Puisi (syair) pada masa dahulu mempunyai
kedudukan sangat tinggi yang menjadi identitas kemurniaan sastra Arab yang
diwariskan dari pendahulu mereka. Puisi Arab terutama puisi pada masa sebelum
islam datang dijadikan rujukan sejarah dan budaya yang paling utama bagi
masyarakat arab untuk mengetahui sejarah mereka pada zaman nenek moyang
mereka.
Seorang penyair akan cenderung menggunakan bahasa kiasan dalam
membuat puisi untuk memperindah karangannya. Dari beberapa buku puisi Arab
yang ada, makna kiasan yang digunakan oleh penyair Arab dalam menulis puisi
lebih banyak mengandung simile dan metafora, tetapi dalam penelitian ini penulis
memfokuskan pada metafora karena simile dinilai lebih mudah ditemukan dalam
diwan Imam Syafi`i. Hal tersebut karena ciri khas pada simile lebih mudah
ditemukan dibandingkan metafora. ciri tesebut diantaranya kata seperti, bak,
bagaikan, bagai dan lain sebagainya. Jadi bila ada sebuah kalimat yang
menggunakan kata tersebut, maka dapat dipastikan mengandung bentuk kiasan
berupa simile.
Metafora yang digunakan dalam puisi memiliki karateristik yang berbeda-
beda antara satu tempat dengan tempat yang lainnya. Setiap penyair yang kreatif
akan menemukan kekhasan masing-masing dalam bertutur. Hal ini yang
5
mengakibatkan lahirnya begitu banyak gaya bahasa metafora. Begitu pula dalam
dunia Arab yang memiliki banyak suku di dalamnya. Setiap suku memiliki
penggubah syair sendiri yang kemudian pada satu hari yang ditentukan, mereka
akan berlomba untuk memamerkan puisi terbaik mereka agar menjadi pemenang
yang kemudian akan dihormati dan disanjung oleh suku-suku Arab lainnya. Masing-
masing suku memiliki kekhasan masing-masing, karena perbedaan lingkungan,
watak, pergaulan dan lain sebagainya. Bahkan karena perbedaan rezim, kekuasaan,
politik, dan pengaruh budaya dapat mengakibatkan setiap generasi memiliki ciri
yang membedakan dengan penyair generasi sebelumnya ataupun sesudahnya.
Dalam dunia Arab, salah satu sastrawan Arab yaitu Imam Syafi`i. Saat belia,
beliau sudah berguru kepada beberapa ahli ilmu pada zaman tersebut atas saran
ibunya. Salah satu ilmu yang beliau pelajari adalah ilmu bahasa Arab dan syair-
syairnya. Untuk tujuan tersebut beliau mengembara ke kampung-kampung dan
tinggal bersama puak (kabilah) “Huzail” lebih kurang sepuluh tahun, lantaran
hendak mempelajari bahasa mereka dan juga adat istiadat mereka. kabilah Huzail
adalah suatu kabilah yang terkenal baik bahasa Arabnya. Imam Syafi`i banyak
menghafal syair-syair dan qasidah dari kabilah Huzail. Sebagai bukti Al-Asma`i
pernah berkata bahwa beliau pernah membetulkan atau memperbaiki syair-syair
Huzail dengan seorang muda dari keturunan bangsa Quraisy yang disebut dengan
namanya Muhammad Bin Idris, maksudnya ialah Imam Syafi`i (Asy-Syurbasi,
1991:143-144).
Mayoritas muslim di Indonesia lebih mengenal Imam Syafi`i sebagai
seorang imam mazhab, yaitu mazhab Syafi`i yang mengajarkan segala sesuatu
tentang hukum-hukum dan tata cara mengamalkan ajaran agama Islam. Mazhab ini
6
banyak dianut mayoritas muslim Indonesia. Selain menjadi ahli hukum Islam beliau
juga ahli dalam bahasa karena, pada awal beliau belajar adalah mengenai bahasa
Arab. Beliau juga ahli dalam bidang kesusastraan, syair, dan sajak. Di kala beliau
masih berumur 15 tahun, Syekh Ash-Ashmu`y telah mengakui kehebatan Imam
Syafi`i dalam membuat syair (Chalil, 1955: 175).
Salah satu buku yang merangkum syair-syair Imam Syafi`i adalah Dîwân al-
Imâm asy-Syâfi‘i. Ada sekitar seratus tiga puluh syair yang terdapat dalam karya
tersebut. Sebagian besar syair-syair dalam diwan memotret soal moral dan nasihat
serta refleksi dari keadaan masyarakatnya saat itu. Di dalamnya juga banyak
menggunakan bahasa kiasan, metafora salah satunya.
Sebagian besar daerah Arab merupakan daerah gersang dan tandus. Sebagai
imbasnya, mereka yang hidup di daerah itu menjalani hidup dengan cara pindah dari
suatu tempat ke tempat lain. Mereka tidak betah tinggal menetap di suatu tempat.
Yang mereka kenal hanyalah hidup mengembara, selalu berpindah-pindah mencari
padang rumput dan menuruti keinginan hatinya. Mereka tidak mengenal hidup cara
lain selain pengembaraan itu. Kabilah-kabilah yang selalu pindah dan pengembara
itu tidak mengenal suatu peraturan atau tata-cara seperti yang kita kenal. Mereka
hanya mengenal kebebasan pribadi, kebebasan keluarga, dan kebebasan kabilah
yang penuh (Faruqi, 2003: 48-49). Daerah yang berada jauh dari aliran sungai
sangat jarang memiliki tanah. Daerah mereka hanya debu yang bertebaran, bahkan
mereka harus membeli tanah dengan harga tinggi hanya untuk menanam pohon-
pohon disekitar tempat mereka.
Mekah merupakan pusat perdagangan di Jazirah Arab, disana banyak
terdapat pasar-pasar yang digunakan oleh para pedagang untuk berjual-beli misalnya
7
saja pasar Ukaz, Majnah, dan Dzu almajaz. Selain digunakan untuk berjual beli
pasar-pasar tersebut juga sering dipergunakan sebagai tempat bertemunya aliran-
aliran kebudayaan. Para penyair juga sering berkumpul di pasar-pasar tersebut untuk
menyenandungkan puisi buatan mereka di muka umum. Mekah merupakan pusat
peradaban kecil. Bahkan masa Jahiliah bukan masa kebodohan dan kemunduran
seperti ilustrasi para sejarahwan, tetapi ia merupakan masa-masa peradaban tinggi.
Kebudayaan sebelah utara sudah ada sejak seribu tahun sebelum masehi. Bila
peradaban di suatu tempat melemah, maka ia kuat di tempat yang lain
(http://msubhanzamzami.wordpress.com).
Kehidupan bangsa Arab identik dengan alamnya yang panas, segi
keagamaan yang kental, kesenjangan hidup bagi kaum hawa, berbagai minuman
yang memabukkan dan lain sebagainya yang mengakibatkan seorang penyair akan
membuat syair tidak jauh dari kehidupan sosial mereka, hal ini tentu akan berbeda
dengan daerah lain dalam segi pemilihan kata yang digunakan dalam syair.
Jika dicermati lebih dalam, maka dalam puisi Arab terdapat penggunaan
sejumlah metafora seperti yang tampak pada puisi Imam Syafi`i berikut:
� �� ���ـ�� ر ����ن �ــء �و� ��ج ا� � ا� �� Wa lā tarujju as-samāḥatu min bakhīlin
Famā fī an-nāri li ẓ-ẓammāni māun
‘Jangan engkau harapkan Kemurahan orang yang kikir Sebab orang yang sedang kehausan Tak akan mendapatkan air dalam api’
Puisi di atas mengandung gaya bahasa metafora, karena di dalamnya
terdapat pebanding dan pembanding serta persamaan antara keduanya. Dalam
kalimat tersebut kelapangan dada, toleransi atau keikhlasan seorang bakhil
8
dapat disebut pebanding, sedangkan pembandingnya adalah air dalam api.
Persamaan antara kelapangan dada seorang bakhil dan ketiadaan air dalam api
adalah keduanya sama-sama mustahil, walaupun dapat terjadi, akan tetapi hal itu
sangat kecil kemungkinannya. Seorang yang pelit sedikit kemungkinan akan
memberi sebagian dari harta yang dimilikinya untuk orang lain. Sebagaimana
seorang yang sedang kehausan yang ingin mendapatkan air minum, dia tidak akan
mendapatkan air seteguk jika berada di dalam api yang membara.
Untuk menambah ilustrasi dalam pikiran pembaca, berikut akan ditampilkan
contoh metafora lain dalam bahasa Arab yang masih terdapat dalam puisi Imam
Syafi`i.
آ'ب ه�$� ا!�%ا�$ـــ و� ه� إ� !� ــ� �����ــ�� $��) Wamā hiya illa jaifatun mustahīlatun
`alaihā kilābun hamhunna ijtaẓābuhā
‘dan tiada dia kecuali bangkai yang bau diatasnya anjing-anjing yang memakannya dan menarik-nariknya’
Dalam kalimat tersebut terdapat dua metafora sekaligus. Pertama, kalimat
yang berbunyi ‘dan tiada dia kecuali bangkai yang bau’. Dalam kalimat tersebut
pebandingnya tidak terlihat yaitu dunia, sedangkan pembandingnya adalah bangkai
yang bau. Bangkai merupakan jasad binatang yang telah mati dan tidak dikuburkan
sehingga menimbulkan bau yang menyengat yang dapat merugikan dan mengganggu
orang lain sebagaimana dunia yang lama tidak dirawat dan hanya tempat untuk
membuang kotoran akan menjadi tempat timbulnya bencana yang dapat merugikan
banyak orang.
9
Sedangkan kalimat yang kedua yaitu ‘diatasnya ada anjing-anjing yang
memakan dan menarik-nariknya’. Pada kalimat tersebut pebandingnya juga masih
tidak terlihat. Manusia merupakan pebanding yang diumpamakan sebagai anjing-
anjing yang menjadi pembandingnya. Anjing merupakan hewan yang dapat
memakan daging apa saja, baik daging yang masih hidup atau sudah menjadi
bangkai.manusia disini diumpamakan sebagai anjing yang rakus dan tamak, mereka
selalu memakan apa saja yang ada di bumi tanpa memeperdulikan akibat dari
perbuatan mereka.
Berdasarkan uraian di atas, maka fokus penelitian ini adalah metafora dalam
puisi berbahasa Arab. Pembahasan ini dipandang menarik karena dapat memperkaya
penelitian bidang linguistik mengenai gaya penulisan sastrawan Arab dalam
merangkai kata-kata melalui penggunaan gaya bahasa metafora. Lebih jauh, adanya
perbedaan beberapa faktor seperti lingkungan, budaya, sosial politik antara satu
negara dengan negara lain dapat dimungkinkan akan terjadi perbedaan pula dalam
hal pengkiasan sebuah karya.
Sebuah karya mampu menunjukkan keahlian pengarangnya dalam menulis
bahasa kiasan yang mungkin belum dijumpai dalam karya lain. Seringkali di dalam
karya sastra terdapat kata-kata yang memiliki arti, makna yang mendalam, serta
nasehat dan kebenaran yang sulit dibenarkan oleh sebagian orang sehingga memberi
kesan bagi pembaca. Hal ini juga terlihat dengan banyaknya penggunaan gaya
bahasa dalam bahasa Arab seperti halnya metafora. Semakin sedikit unsur dari
perumpamaan tersebut dimunculkan bagi mereka malah semakin baik dan bagus
perumpamaan tersebut.
10
1.2. Rumusan Masalah
Sesuai dengan latar belakang serta agar tercapainya pembahasan yang tepat
dan terarah, maka diperlukan adanya rumusan masalah. Adapun rumusan masalah
dalam penelitian ini meliputi:
1. Apa sajakah jenis metafora yang terdapat dalam Diwan Imam Syafi`i?
2. Bagaimana bentuk kebahasaan yang terdapat dalam Diwan Imam
Syafi`i?
3. Bagaimana hubungan metafora dalam Diwan Imam Syafi`i dengan
budaya Arab?
1.3. Tujuan Penelitian
Bertolak dari masalah yang menjadi objek penelitian seperti yang
dikemukakan diatas maka tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Mendeskripsikan jenis metafora bahasa Arab dalam Diwan Imam Syafi`i.
2. Mendeskripsikan bentuk kebahasaan yang terdapat dalam Diwan Imam
Syafi`i.
3. Mendeskripsikan hubungan metafora bahasa Arab dalam Diwan Imam
Syafi`i dengan budaya Arab.
1.4. Batasan Masalah
Sesuai dengan latar belakang di atas, penelitian ini dibatasi pada gaya bahasa
metafora puisi Imam Syafi`i yang termuat dalam Diwan Imam Syafi`i. Terdapat
sekitar 130 puisi dalam syair Diwan Syafi`i yang selanjutnya dicari data yang
11
mengandung metafora. Data yang telah diperoleh akan dianalisis menurut jenis
metafora, bentuk kebahasaan dan hubungan metafora tersebut dengan budaya Arab.
1.5. Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat memberi manfaat bagi banyak pihak yang
berkepentingan baik secara praktis maupun secara teoritis.
1.5.1. Manfaat Praktis
Manfaat praktis dari penelitian ini diharapkan mampu mendorong atau
bahkan meningkatkan kembali rasa bangga bagi pembelajar bahasa Arab, karena di
dalamnya mengandung banyak keindahan yang terdapat dalam berbagai karya sastra
berbahasa Arab terutama mengenai pemahaman gaya bahasa kiasan, khususnya,
metafora.
1.5.2. Manfaat Teoritis
Penelitian ini diharapkan mampu memberikan sumbangsihnya bagi kajian
linguistik dan kajian budaya secara teoritis. Gambaran mengenai bentuk variasi
bahasa Arab memberikan pengetahuan linguistik, sedangkan penggambaran situasi
ekstra lingual kiasan dalam karya sastra Arab menyumbang pengetahuan budaya.
Penelitian ini juga dapat dijadikan referensi dalam studi metafora puisi khususnya
puisi berbahasa Arab.
1.6. Tinjauan Pustaka
Penelitian tentang gaya bahasa kiasan metafora telah banyak dilakukan oleh
beberapa peneliti, diantaranya sebagai berikut:
12
Penelitian dengan judul Metafora Leksikal Dalam Novel Larung Karya Ayu
Utami Suatu Kajian Linguistik Fungsional oleh Aisyah (2007). Penelitian ini
bertujuan mengklarifikasikan jenis metafora leksikal yang ada dalam novel tersebut.
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa kecenderungan pengarang yang melihat
berbagai macam peristiwa sebagai sesuatu yang tidak konstan dan sesuatu yang
mengalami proses tertentu serta berharap ada unsur puitis yang dapat mempengaruhi
perasaan atau membangkitkan emosi pembaca.
Tulisan berjudul “A Corpus Study Of Metaphor & Metonym In English
And Italian” yang diteliti oleh Deignan dan Potter (2004: 1231-1252). Terdapat
perbedaan antara metafora dan metonimi dalam dua bahasa yaitu bahasa Inggris dan
bahasa Italia di dalam tulisan tersebut. Keduanya menggunakan pendekatan
komparatif untuk meneliti metafora dan metonimi. Sebagai contoh kalimat anger is
the heated fluid in the container ‘kemarahan adalah cairan panas yang terdapat
dalam sebuah wadah’. Anger merupakan sesuatu yang abstrak yang tidak dapat
dilihat atau diraba, sehingga untuk menjelaskan konsep anger digunakan konsep
pembanding ‘cairan panas’ dengan asumsi keduanya memiliki persamaan sifat
yaitu mudah meledak dan meluap-luap. Sedangkan metonim merupakan penyebutan
salah satu bagian dari sebuah benda untuk merujuk keseluruhan benda itu,
contohnya bite one`s tongue off. Secara metonim, tongue merujuk pada speech atau
kemampuan berbicara seseorang. Namun, dalam ungkapan di atas juga mengandung
ungkapan metaforis yang berarti menghilangkan kesempatan orang untuk bicara.
Perbedaan penelitian di atas dengan penelitian pada tesis ini adalah pada objek
kajian. Jika Deignan dan Potter meneliti dalam bahasa Inggris dan Italia, pada
penelitian tesis ini mengambil objek bahasa Arab.
13
Sari (2011) yang melakukan penelitian dengan judul Metafora Pada Lagu-
Lagu Spiritual Negro (The Negro Spirituals). Penelitian ini bertujuan untuk
menjawab rumusan-rumusan masalah berupa bagaimana hubungan pebanding dan
pembanding yang terdapat pada metafora lagu-lagu spiritual Negro, jenis-jenis
metafora pada lagu-lagu spiritual Negro, dan hubungan metafora pada lagu-lagu
spiritual Negro dengan budaya Black America, serta bagaimana fungsi metafora
tersebut. Hasil dari rumusan masalah tersebut adalah setiap metafora memiliki tiga
elemen pembentuk yaitu elemen tenor atau pebanding, elemen vehicle atau
pembanding dan elemen ground atau persamaan diantara kedua elemen sebelumnya,
hasil yang kedua menyebutkan adanya delapan jenis metafora berdasarkan pada
medan semantik Haley. Kedelapan jenis tersebut adalah metafora keadaan (being),
metafora kosmos (cosmos), metafora tenaga (energy), metafora permukaan bumi
(terrestrial), metafora benda mati (object), metafora tumbuhan (living), metafora
binatang (animate) dan metafora manusia (human). Budaya kaum Black American
sangat mempengaruhi penciptaan metafora pada lirik-lirik lagu spiritual mereka.
dari beberapa metafora yang ditemukan terdapat lima fungsi metafora yaitu
metafora kesedihan, metafora kemarahan, metafora ketaatan kepada Tuhan,
metafora putus asa, dan metafora harapan. Perbedaan penelitian ini dengan
penelitian yang penulis kerjakan adalah selain berbeda dalam objek kajian karena
penelitian ini mengambil objek pada lagu dalam bahasa Inggris sedangkan objek
penelitian penulis adalah syair dalam bahasa Arab juga berbeda dalam rumusan
masalah. Penelitian ini membuat rumusan masalah berupa fungsi sedangkan
penelitian penulis tidak menyertakan fungsi, akan tetapi selain rumusan masalah
14
tersebut beberapa rumusan masalah lainnya memiliki persamaan dengan rumusan
masalah yang penulis kerjakan.
Tinjauan pustaka selanjutnya diambil dari penelitian yang dilakukan oleh
Udu (2006) dengan judul Metafora Dalam Kalganti Pengantar Tidur. Kalganti
merupakan nyanyian rakyat untuk menidurkan anak mereka. Temuan pertama dari
penelitian ini mengenai unsur metafora, makna metafora dan pandangan masyarakat
Wangi-wangi dari segi budayanya di Kabupaten Wakatobi, Provinsi Sulawesi
Tenggara. Penelitian mengenai unsur metafora menemukan adanya tiga unsur
utama, yaitu tenor, vehicle, dan ground dan dari analisis tersebut ditemukan makna
dan pandangan budaya masyarakat Wangi-Wangi yang terkandung dalam metafora..
penciptaan metafora dipengaruhi oleh ekosistem tempat dimana dia berada dan
berinteraksi. Berdasarakan kategori dan ekosistem yang digunakan dalam metafora
dapat diketahui jenis-jenis metafora yaitu metafora keadaan (being), metafora
kosmos (cosmos), metafora tenaga (energy), metafora Subtansi (subtance), metafora
permukaan bumi (terrestrial), metafora benda mati (object), metafora tumbuhan
(living), metafora binatang (animate) dan metafora manusia (human). Temuan yang
kedua adalah jenis dan ciri khas metafora dalam nyanyian tersebut. Ciri khas yang
terdapat dalam kalganti hampir selalu menggunakan nama benda-benda atau hal
lain yang akrab dengan kehidupan anak. Sedangkan kaitan antara metafora dengan
cara pandang masyarakat terhadap dunia adalah bahwa metafora memberi gambaran
terhadap kehidupan sosial, ekonomi, budaya dan adat istiadat, ilmu pengetahuan,
alam, dan harmonisasi kehidupan keluarga. Penelitian ini memiliki persamaan
dengan penelitian yang penulis kerjakan yaitu sama-sama mengkaji jenis metafora
yang dikemukakan oleh Haley, sedangkan perbedaanya terletak pada objek kajian.
15
Penelitian ini mengambil objek kalganti yang merupakan syair pengantar tidur
sedangkan penelitian yang akan penulis kerjakan adalah syair Arab yang digunakan
untuk mengintropeksi diri dan mengisahkan cerita-cerita serta beberapa nasehat.
Tesis terbaru mengenai metafora adalah yang berjudul Metafora Percakapan
Antartokoh Pada Film The King`s Speech Oleh Effendi (2012). Penelitian ini
membahas tiga permasalahan. Pertama, mencari jenis-jenis metafora, kedua,
mendeskripsikan fungsi elemen penyusun metafora dan yang ketiga menjelaskna
konteks penggunaan metafora yang terdapat dalam percakapan antartokoh film The
King`s Speech. Beberapa kesimpulan yang didapatkan dari penelitian ini adalah
jenis yang banyak digunakan dalam penelitian ini adalah jenis metafora ontologis,
kemudian jenis metafora struktural dan metafora orientalis adalah jenis yang sangat
jarang digunakan dalam metafora film tersebut. Metafora ontologia adalah metafora
yang menerapkan konsep perbandingan dari benda konkret yang diwujudkan ke
benda konkret lain. Metafora jenis ini mengkonsepkan pikiran, pengalaman, proses
abstrak lain ke suatu yang bersifat fisik. Contohnya adalah kalimat hari ini otak
saya tidak berjalan. Otak merupakan benda mati yang tidak dapat bergerak
kemudian dikonsepkan ke dalam sebuah konsep yang fisik yaitu berjalan
sebagaimana makhluk hidup berjalan. Metafora orientalis adalah metafora yang
berhubungan dengan orientasi ruang seperti naik-turun, dalam-luar, depan-belakang
dan lain-lain. Metafora ini muncul dari kenyataan bahwa manusia memiliki tubuh,
dan tubuh tersebut berfungsi dalam lingkungan fisik (Lakof, 2003:15). Contohnya
adalah kalimat happy is up health is up. Konsep kalimat tersebut memicu timbulnya
ekspresi i`m feeling up today ‘saya merasa bersemangat hari ini’. Sedangkan
metafora struktural adalah jenis metafora yang memiliki konsep melihat persamaan
16
yang ada dari benda abstrak kemudian diwujudkan ke benda konkret yang dibentuk
dari ranah sumber dan ranah sasaran. Metafora ini mengkonsepkan bahwa A sama
dengan B dan B sama dengan A, seperti contoh time is money ‘waktu adalah uang’.
Jadi dalam dalam metafora tersebut waktu disamakan dengan uang dan dapat pula
uang disamakan dengan waktu. penggunaan konteks situasional metafora
dipengaruhi oleh medan, pelihat dan sarana yang ada dalam sebuah situasi tertentu.
Sedangkan penggunaan konteks budaya metafora terkait dengan maknanya dalam
budaya itu dan terkait pula dengan latar situasi. Perbedaan penelitian ini dengan
penelitian yang penulis kerjakan adalah dalam jenis metafora yang dikemukakan
Lakof (1980), penelitian ini lebih merujuk pada jenis metafora ontologis sedangkan
penulis cenderung memakai jenis metafora struktural.
Berdasarkan uraian diatas, penelitian yang dilakukan penulis mengenai
metafora dalam puisi diwan Imam Syafi`i dapat diterima secara ilmiah dengan
memperhatikan etika keilmuan. Penelitian ini belum pernah dilakukan oleh orang
lain dengan objek formal metafora dan objek material berupa puisi Imam Syafi`i.
1.7. Landasan Teori
1.7.1. Definisi Metafora
Metafora sudah menjadi bahan studi sejak zaman kuno. Kata metafora secara
etimologi berasal dari bahasa Yunani ‘meta’ yang berarti ‘over, beyond’ dan
‘pherein’ yang berarti ‘to trasnfer’. Aristoteles menganggap metafora sebagai
bentuk analogi dan penghias bahasa dalam retorika dan dia mendefinisikan metafora
sebagai sebuah kata yang digunakan dalam arti yang berbeda. Pada intinya
Aristoteles menganggap metafora merupakan upaya dalam memberikan kesan
17
kemiripan antara suatu hal dengan hal-hal yang lain, kesan kemiripan tersebut dapat
muncul melalu perpindahan makna dari benda hidup ke benda mati maupun
sebaliknya (Aristotle, 1909: 63 dalam Punter, 2007: 12).
Wahab (1990:11), mengartikan metafora dalam devinisi yang lebih lebar dari
devinisi Aristoteles, yaitu sebagai ungkapan kebahasaan yang maknanya tidak dapat
dijangkau secara langsung dari lambang yang dipakai, karena makna yang dimaksud
terdapat pada prediksi ungkapan kebahasaan tersebut. Kridalaksana (2001:136)
mengatakan bahwa metafora adalah pemakaian kata atau ungkapan lain untuk objek
atau konsep lain berdasarkan kiasan atau persamaan, misalnya kaki gunung, kaki
meja yang dianalogikan dengan kaki manusia. Metafora juga dapat didefinisikan
sebagai sebuah penggunaan bahasa untuk merujuk sesuatu dengan menggunakan
sesuatu yang lain dimana kedua hal tersebut memiliki persamaan, “the use of
language to refer to something other than what it was originally applied to, or what
it ‘literally’ means, in order to suggest some resemblance or make a connection
between the two things” (Knowles dan Moon, 2006:2). Persamaan di dalam kedua
hal yang dibandingkan disebut sebagai ground. Persamaan ini dapat berupa
persamaan bentuk, sifat, konsep, maupun emosi. Jadi dapat disimpulkan bahwa
metafora membuat perbandingan terhadap dua hal atau benda untuk menciptakan
suatu kesan mental yang hidup walaupun tidak dinyatakan secara eksplisit dengan
menggunakan kata-kata seperti, ibarat, bak, sebagai, umpama, laksana, penaka,
serupa, seperti perumpamaan atau yang lebih dikenal dengan simile.
18
1.7.2. Unsur-Unsur Metafora
Teori mengenai metafora terdiri dari dua jenis yaitu teori metafora linguistik
dan teori metafora konseptual (Taylor, 2003:135). Kedua teori ini memiliki
pandangan yang berbeda dalam melihat metafora. Teori metafora linguistik
memandang bahwa suatu metafora terdiri dari tiga elemen yaitu tenor, vehicle dan
ground. Tenor merupakan elemen yang dibandingkan atau dilambangkan, vehicle
merupakan elemen yang melambangkan atau menjadi lambang sedangkan ground
merupakan persamaan sifat maupun konsep antara tenor dan vehicle. Dan untuk
memudahkan dalam pembacaan tesis ini selanjutnya kata tenor akan diganti dengan
pebanding, kata vehicle akan diganti dengan pembanding. Bertolak dari pendapat
tersebut dapat dilihat bahwa metafora memiliki tiga elemen pokok didalamnya,
yaitu:
1. Pebanding (tenor or target domain) adalah konsep, objek yang
dideskripsikan, dibicarakan, dikiaskan, dilambangkan, dan dibandingkan.
2. Pembanding (vehicle atau source domain) adalah kata-kata kias itu
sendiri.
3. Persamaan antara pebanding dan pembanding (ground and sense) adalah
relasi persamaan antara target domain dan vehicle atau source domain.
Relasi persamaan ini dapat bersifat objektif: bentuk, tempat, sifat atau
kombinasi diantaranya serta persamaan emotif, konsep, fungsi, dan sosial
budaya.
Ketiga elemen tersebut harus ada dalam setiap metafora, sebagai contoh
adalah kalimat Jono bintang lapangan di klub bolanya. Kalimat tersebut
digunakan untuk menyebut seorang yang jago bermain bola. Jono dalam kalimat
19
diatas disebut sebagai pebanding, sedangkan bintang lapangan adalah pembanding.
Adapun persamaan antara keduanya adalah bintang merupakan benda langit yang
tinggi dan dapat menyinari disaat kegelapan disamakan dengan kepandaian dan
keahlian seseorang dalam menggocek dan memainkan bola saat dilapangan.
Pandangan teori metafora linguistik dan metafora konseptual dalam
memahami sebuah metafora berbeda. Jika metafora linguistik memandang bahwa
metafora terdiri dari tiga elemen yang berbeda yaitu tenor, vehicle dan ground,
maka metafora konseptual memandang bahwa metafora memiliki dua ranah
konseptual dimana salah satu ranah (domain) dimengerti atau dijelaskan dengan
domain lain. Dua ranah tersebut adalah target domain yaitu hal yang dijelaskan atau
dimengerti dengan source domain dan source domain yaitu hal yang menjelaskan
target domain (Kovecses, 2002:4). Sebagai contoh adalah kalimat Ina pelita
hidupku. Jika dalam teori metafora linguistik kalimat tersebut terdiri dari pebanding
yaitu Ina yang merupakan persona perempuan ketiga tunggal dan masih abstrak
karena belum dijelaskan siapa itu Ina, apakah hubungan Ina dengan pelaku.
Kemudian kata Ina dikonsepkan dengan pelita hidupku yang merupakan bentuk
frasa, setelah kata Ina disandingkan dengan pelita hidupku maka konsep abstrak Ina
dapat ditemukan yaitu Ina adalah sebuah pelita bagi hidup si pelaku. Antara Ina dan
pelita adalah dua unsur metafora yang memiliki persamaan diantara keduanya, yaitu
sama-sama menerangi dan menuntun kehidupan pelaku sebagaimana pelita
menerangi keadaan yang gelap. Kalimat Ina pelita hidupku juga dapat
dikonsepkan ke dalam teori metafora konseptual. Ina menjadi target domain yang
akan dijelaskan oleh source domain yaitu pelita hidupku. Ina adalah hal yang
dijelaskan atau dimengerti oleh source domain, sedangkan pelita hidupku adalah hal
20
yang menjelaskan target domain yaitu Ina. Jadi dapat dikatakan bila Ina adalah inti
dari metafora tersebut sedangkan pelita hidupku adalah atribut yang melengkapi
pengertian target domain.
Teori metafora konseptual di atas terkadang disebut sebagai teori metafora
kognitif . Teori ini kemudian mulai dikenal oleh banyak orang ketika terbit buku
Metaphor We Live by yang ditulis oleh Lakoff dan Johnson. Lakoff dan Johnson
(1980:4) mengatakan bahwa metafora menanyangkan peta kognitif dari satu ranah
pebanding kepada ranah pembanding sehingga menyebabkan pembanding terikat
dalam pengalaman fisik spasial melalui ranah pebanding. Hasilnya adalah skema-
skema yang menengahi diantara tingkat konseptual dan indrawi dalam ranah
pebanding menjadi aktif, dan begitu juga dalam ranah pembanding. Satu skema
metafora merupakan satu representasi mental yang mengikat struktur konseptual
dari ranah abstrak ke ranah indrawi yang lebih fisikal. Artinya, metafora berusaha
untuk menjelaskan sesuatu yang bersifat abstrak dengan sesuatu yang lain yang
bersifat lebih nyata. Selain itu, metafora juga berada pada sistem kognitif manusia
karena metafora menunjukkan bagaimana pikiran mempersepsikan atau membentuk
kenyataan. Metafora tidak hanya digunakan dalam berbahasa, melainkan digunakan
juga dalam pikiran dan tindakan manusia karena sistem konseptual manusia dalam
berpikir dan bertindak secara fundamental terkait dengan metafora (Lakoff dan
Johnson, 1980:4).
1.7.3. Jenis-Jenis Metafora Berdasarkan Medan Semantik
Semantik merupakan cabang sistemik bahasa yang menyelidiki makna atau
arti (Veerhar, 1978: 9). Semantik juga merupakan bagian tertentu dari leksikon yang
21
didefinisikan dengan istilah atau konsep umum. Menurut Haley (1980: 139) dalam
penciptaan metafora, bahasa yang digunakan tergantung pada lingkungan sosial dan
budaya. Hal ini dikarenakan persepsi manusia terjadi dalam suatu keseluruhan
dengan lingkungannya.
Wahab (1990, 126-129) membagi metafora menjadi dua kategori, yaitu
kategori metafora universal dan metafora kultural. Metafora universal merupakan
metafora yang memiliki medan semantik yang sama bagi sebagian besar budaya di
dunia, baik lambang kias maupun makna yang dimaksudkan. Wahab juga
menjelaskan bahwa metafora universal diambil dari medan semantik yang
diciptakan oleh Halley. Haley (1980: 139-154) dalam buku Linguistics Perspective
on Literature membagi metafora ke dalam sembilan jenis berdasarkan medan
semantik pembandingnya, yaitu:
a. Metafora keadaan (being) yaitu metafora yang meliputi hal-hal abstrak,
seperti kebenaran dan kasih.
b. Metafora kosmos (cosmos) yaitu metafora yang meliputi benda-benda
kosmos, misalnya bulan dan matahari.
c. Metafora tenaga (energy) yaitu metafora dengan medan makna semantik
hal-hal yang memiliki kekuatan angin, cahaya, api, dengan prediksi
dapat bergerak.
d. Metafora Subtansi (subtance) yaitu metafora yang meliputi macam-
macam gas dengan prediksinya dapat memberi kelembaban, bau,
tekanan, dan sebagainya.
e. Metafora permukaan bumi (terrestrial) metafora yang meliputi hal-hal
yang terikat atau terbentang di permukaan bumi, misalnya sungai, hutan,
22
gunung, laut, dan sebagainya. Selain itu metafora ini juga meliputi hal-
hal yang berhubungan dengan segala hal yang jatuh karena pengaruh
gravitasi bumi.
f. Metafora benda mati (object) adalah metafora yang meliputi benda-
benda yang tidak bernyawa, misalnya meja, buku, kursi, gelas dan
sebagainya yang dapat hancur dan pecah.
g. Metafora tumbuhan (living) yaitu metafora yng berhubungan dengan
seluruh jenis tumbuh-tumbuhan, seperti daun, sagu, padi dan sebagainya.
h. Metafora binatang (animate) adalah metafora yang berhubungan dengan
makhluk organisme yang dapat berjalan, berlari, terbang dan sebagainya
seperti kuda, burung, kucing, harimau dan sebagainya.
i. Metafora manusia (human) adalah metafora yang berhubungan dengan
makhluk yang dapat berpikir dan memiliki akal.
1.7.4. Bentuk Kebahasaan Metafora Diwan Imam Syafi`i
Kata adalah satuan terkecil dalam kalimat yang dapat diujarkan sebagi
bentuk yang bebas dan dapat berdiri sendiri (Kridalaksana, 2001:110). Kata
merupakan cakupan kebahasaan yang dibahas oleh Morfologi. Morfologi sendiri
adalah bagian dari ilmu bahasa yang membicarakan atau mempelajari seluk beluk
bentuk kata.
Kata merupakan satuan terbesar dalam morfologi, akan tetapi dalam tataran
sintaksis kata adalah satuan terkecil yang dapat membentuk menjadi satuan terbesar
yaitu paragraf. Kata dalam hal ini akan membahas menengenai kata sebagai satuan
terkecil sintaksis. Sebagai satuan terkecil dalam sintaksis, kata berperan sebagai
23
pengisi fungsi sintaksis, sebagai penanda kategori sintaksis dan sebagai perangkai
dalam penyatuan satuan-satuan atau bagian-bagaian dari satuan sintaksis (Chaer,
2007: 219).
Kridalaksana (2008:223) mengatakan bahwa sintaksis adalah pengaturan dan
hubungan antara kata dengan kata, atau dengan satuan yang lebih besar, atau antara
satuan-satuan yang lebih besar itu dalam bahasa. Satuan kecil dalam bidang itu
adalah kata. Jadi hal-hal yang membicarakan mengenai seluk beluk wacana,
kalimat, klausa dan frasa merupakan bidang kajian sintaksis.
Frasa adalah gabungan dua kata atau lebih yang sifatnya tidak predikatif;
gabungan itu dapat rapat dapat pula renggang. Seperti misalnya gunung tinggi
adalah frasa karena gunung tinggi merupakan kontruksi nonpredikatif. Konstruksi
tersebut berbeda dengan gunung itu tinggi yang bukan termasuk frasa karena
bersifat predikatif (Kridalaksana, 2008:66).
Klausa adalah kalimat berpredikat yang merupakan bagian dari kalimat yang
lebih besar (Wirjosoedarmo:1985:327). Perbedaan antara klausa dan frasa adalah
bila klausa berpredikat sedangkan frasa tidak. Di dalam sebuah klausa akan
ditemukan adanya fungsi predikat dari sebuah kata ataupun frasa dan kata yang
lainnya menyatakan fungsi subyek, sebagai objek ataupun sebagai keterangan.
Klausa terbagi menjadi dua golongan, yakni klausa bebas atau klausa
lengkap dan klausa terikat atau klausa tidak lengkap, sedangkan menurut jenis kata
pedikatnya, klausa bebas dibedakan atas dua macam, yakni klausa verbal dan klausa
nominal (Wirjosoedarmo:1985:327).
Kridalaksana (2008:103) menyebutkan bahwa kalimat merupakan konstruksi
gramatikal yang terdiri atas satu atau lebih klausa yang ditata menurut pola tertentu,
24
dan dapat berdiri sendiri sebagai satu satuan. Sesungguhnya yang menentukan
satuan kalimat bukan banyaknya kata yang menjadi unsurnya, melainkan
intonasinya. Berdasarkan fungsi dalam hubungan situasi, kalimat dapat dibedakan
menjadi kalimat berita, kalimat tanya dan kalimat suruh.
1.7.5. Metafora dan Budaya
Cara masyarakat membandingkan sesuatu dengan sesuatu yang lain terikat
pada pengalaman masyarakat (bodily experience) (Marley, 2008: 565-568). Oleh
karena itu, daerah dan kebudayaan yang berbeda akan memiliki metafora yang
berbeda pula yang disebabkan oleh konsep-konsep skema yang dihasilkan terbentuk
dari budaya masyarakat yang berbeda.
Budaya dalam hal ini juga termasuk berbagai pengalaman hidup yang
senantiasa mempengaruhi penciptaan metafora. Oleh karena itu, untuk mengetahui
makna sebenarnya dari sebuah metafora, seseorang harus mengetahui konteks dan
budaya dimana metafora tersebut muncul. Apabila tidak mengetahui konteks dan
budaya, maka pemaknaan terhadap makna yang sebenarnya dari sebuah metafora
dapat keliru.
Hal ini sebagaimana yang telah dikemukakan oleh Lyons (1996:280-281)
bahwa untuk mengetahui apakah suatu ungkapan hanya bermakna harfiah saja atau
bermakna metaforis dibutuhkan konteks dan situasi pembicaraan. Ungkapan John is
a tiger dapat bermakna harfiah saja yaitu John adalah nama seekor harimau ataupun
dapat bermakna metaforis berdasarkan konteks pembicaraan.
Menyebarnya kesusastraan arab sangat erat kaitannya dengan bersinarnya
Islam secara luas ke berbagai belahan dunia. Penerimaan terhadap agama Islam di
25
kalangan bangsa Arab pada mulanya memang tidak banyak membawa perubahan
terhadap perkembangan sastra Arab, juga tidak banyak memberi perubahan terhadap
sifat-sifat, watak dan tabiat bangsa Arab.
Perubahan besar terjadi setelah munculnya penulisan mushaf Al-Qur’an.
Pengaruh langsung tampak pada berkembangnya kajian terhadap teks kitab suci,
terutama dari segi bahasa dan sastra. Semenjak itu orang Arab juga mulai giat
mengumpulkan puisi lama dan cerita lisan warisan nenek moyang mereka. Gaya
bahasa Al-Qur’an semakin menarik perhatian penyair yang nantinya mempengaruhi
corak penulisan dan pola bercerita. Para penyair pada saat itu belum dapat
menandingi keindahan kata yang terdapat dalam Al-Qur`an, oleh sebab itu mereka
menggunakannya sebagai rujukan untuk mengetahui budaya, keadaan dan kisah-
kisah kaum sebelum mereka.
1.8. Metode Penelitian
Kata ‘penelitian’ merupakan bentuk pembendaan dari kata ‘peneliti’ yang
mengandung makna sebagai tindakan melakukan kerja penyelidikan secara cermat
terhadap suatu sasaran untuk memperoleh hasil tertentu (Soeratno, 2011:58).
Penelitian ini menganalisis metafora yang terdapat pada puisi yang terangkum
dalam buku puisi Diwan Imam Syafi`i dengan membatasi kajiannya pada gaya
bahasa kiasan metafora. Penelitian yang digunakan merupakan penelitian yang
bersifat deskriptif dengan pendekatan kualitatif. Penelitian deskriptif berarti
penelitian ini akan memberikan deskripsi dan eksplanasi atas gejala-gejala
kebahasaan yang muncul (Mahsun, 2007:257). Pendekatan kualitatif merupakan
pendekatan yang bersifat alamiah dan menghasilkan data deskritif berupa kata-kata
26
tertulis atau lisan dari orang-orang, perilaku atau data-data lainnya yang dapat
diamati oleh peneliti (Moleong, 2000:3). Sebagaimana penelitian kualitatif,
penelitian ini tidak menggunakan data statistik yang berupa angka-angka, melainkan
mencari data-data berupa gaya bahasa kiasan metafora dalam bahasa Arab yang
terkandung dalam buku puisi Diwan Imam Syafi`i.
1.8.1. Metode Pengumpulan Data
Penelitian ini merupakan library research, karena data diperoleh dari sumber
tertulis. Dalam mengumpulkan data digunakan teknik simak bebas libat cakap yang
artinya melakukan penjaringan data dengan menyimak penggunaan bahasa tanpa
ikut berpartisipasi dalam proses pembicaraan. Kesuma (2007:43) memberikan
pengertian metode simak sebagai cara pengumpulan data yang dilakukan dengan
kategorisasi dan klasifikasi bahan-bahan tertulis yang berhubungan dengan masalah
penelitian, baik dari sumber dokumen maupun buku-buku, koran, majalah, dan lain-
lain.
Untuk mendukung metode ini, teknik yang digunakan adalah teknik catat,
yaitu penulis mencatat dan mengklasifikasikan data kebahasaan (Mahsun,
2007:133). Data yang telah dipilih diidentifikasi sesuai dengan rumusan masalah
yang telah dibuat sebelumnya.
1.8.2. Metode Analisis Data
Dalam menganalisis data, penulis menggunakan metode agih. Metode ini
merupakan metode yang alat penentunya terdapat di dalam dan merupakan bagian
dari bahasa yang diteliti. Di dalam analisis data, penulis juga menggunakan teknik
bagi unsur langsung. Teknik tersebut merupakan teknik yang menganalisis data
dengan cara membagi suatu konstruksi menjadi beberapa bagian atau unsur dan
27
bagian-bagian serta unsur-unsur itu dipandang sebagai bagian atau unsur yang
langsung membentuk konstruksi yang dimaksud (Kesuma, 2007:54-55).
Dalam Analisis pertama penulis akan mengklarifikasikan vehicle tersebut
berdasarkan teori medan semantik metafora yang dikemukakan Haley (1980: 139-
154). Kemudian, penulis akan mengklarifikasikan metafora berdasarkan bentuk
kebahasaannya sesuai yang dikemukakan oleh Keraf (1969: 90-100), yang
menggolongkan kata berdasarkan ciri bentuk dan kelompok kata itu menjadi kata
benda, kata kerja, kata sifat dan kata tugas. Dan bentuk kebahasaan lainnya berupa
frasa dan klausa. selanjutnya yang terakhir menghubungkan metafora tersebut
dengan budaya bangsa Arab. Dalam hal ini penulis menggunakan beberapa bantuan
untuk menghubungkan pembanding metafora tersebut dengan budaya Arab pada
umumnya, diantaranya yaitu Al-Qur`an yang di dalamnya banyak menceritakan
kehidupan bangsa Arab terdahulu, kamus Munjid yang di dalamnya terdapat kajian
mengenai budaya, dan beberapa narasumber yang telah lama tinggal di kawasan
Arab.
1.8.3. Penyajian Hasil Analisis Data
Hasil analisis data dapat menggunakan dua cara penyajian, yaitu bersifat
formal dan informal. Penyajian formal adalah penyajian hasil analisis data dengan
menggunakan sejumlah rumus dan skema tertentu dalam beberapa pembahasan.
Sementara penyajian yang bersifat informal adalah penyajian hasil analisis data
yang dilakukan dengan menggunakan kata-kata biasa untuk mendeskripsikan hasil
analisis data (Sudaryanto, 1993:144). Penyajian hasil analisis data dalam penelitian
ini berupa penyajian secara informal, yaitu penyajian hasil analisis data yang
dilakukan dengan menggunakan kata-kata biasa.
28
1.9. Sistematika Penulisan
Penyajian penelitian dengan judul Gaya Bahasa Metafora dalam Puisi Imam
Syafi`i ini akan dibagi ke dalam lima bab. Bab pertama berupa pendahuluan yang
terdiri dari latar belakang; rumusan masalah; tujuan penelitian; manfaat penelitian
yang terdiri dari manfaat praktis dan manfaat teoritis; landasan teori yang terdiri dari
hubungan antara linguistik, sastra dan karya sastra arab; gaya bahasa; gaya bahasa
kiasan; jenis-jenis gaya bahasa kiasan; dan metode penelitian.
Bab kedua akan menyajikan jenis-jenis metafora yang terdapat dalam Syair
Diwan Imam Syafi`i. Selanjutnya, pada bab ketiga akan mendeskripsikan tata
bahasa atau bentuk kebahasaan yang terdapat dalam puisi diwan Imam Syafi`i.
Pemaparan mengenai hubungan metafora dalam puisi diwan Imam Syafi`i dengan
budaya Arab, akan dibahas pada bab keempat. Pada bab terakhir akan berisi
kesimpulan penelitian dan saran.