BAB I
PENDAHULUAN
Ikterus adalah perubahan warna kulit, sklera mata atau jaringan lainnya
(membran mukosa) yang menjadi kuning karena pewarnaan oleh bilirubin yang
meningkat konsentrasinya dalam sirkulasi darah. Bilirubin dibentuk sebagai akibat
pemecahan cincin hem, biasanya sebagai akibat metabolisme sel darah merah.
Kata ikterus (jaundice) berasal dari kata Perancis jaune yang berarti
kuning. Ikterus sebaiknya diperiksa di bawah cahaya terang siang hari, dengan
melihat sklera mata. Ikterus dapat dibagi dalam dua kelompok yaitu ikterus hemolitik
dan ikterus obstruktif.1
Ikterus obstruktif, disebabkan oleh obstruksi duktus biliaris (yang sering
terjadi bila sebuah batu empedu atau kanker menutupi duktus koledokus) atau
kerusakan sel hati (yang terjadi pada hepatitis), kecepatan pembentukan bilirubin
adalah normal, tapi bilirubin yang dibentuk tidak dapat lewat dari darah ke dalam
usus.
Ikterus obstruktif atau bisa juga disebut kolestasis dibagi menjadi 2 yaitu
kolestasis intrahepatik dan ekstrahepatik. Penyebab paling sering kolestatik
intrahepatik adalah hepatitis, keracunan obat, penyakit hati karena alkohol dan
penyakit hepatitis autoimun sedangkan penyebab paling sering pada kolestasis
ekstrahepatik adalah batu duktus koledokus dan kanker pankreas. Penyebab lainnya
yang relatif lebih jarang adalah striktur jinak (operasi terdahulu) pada duktus
koledokus, karsinoma duktus koledokus, pankreatitis atau pseudocyst pankreas dan
kolangitis sklerosing.
Sumbatan bilier ekstra-hepatik biasanya membutuhkan tindakan
pembedahan, ekstraksi batu empedu diduktus, atau insersi stent, dan drainase via
kateter untuk striktur (sering keganasan) atau daerah penyempitan sebagian. Untuk
sumbatan maligna yang non-operabel, drainase bilier paliatif dapat dilakukan melalui
stent yang ditempatkan melalui hati (transhepatik) atau secara endoskopik.
1
Umumnya, jaundice non-obstruktif tidak membutuhkan intervensi bedah,
sementara jaundice obstruktif biasanya membutuhkan intervensi bedah atau prosedur
intervensi lainnya untuk pengobatan.1
2
BAB II
IKTERUS
Definisi
Jaundice (berasal dari bahasa Perancis ‘jaune’ artinya kuning) atau ikterus
(bahasa Latin untuk jaundice) adalah pewarnaan kuning pada kulit, sklera, dan
membran mukosa oleh deposit bilirubin (pigmen empedu kuning-oranye) pada
jaringan tersebut. Ikterus ini merupakan suatu keadaan dimana jaringan berwarna
kekuning-kuningan akibat deposisi bilirubin yang terjadi bila kadar bilirubin darah
mencapai 2 mg/dL atau 35-40 mmol/L.2
Epidemiologi
Prevalensi dari ikterus adalah beragam sesuai usia dan jenis kelamin. Bayi
baru lahir dan dewasa tua adalah yang paling sering terkena. Penyebab dari ikterus
juga bervariasi menurut usia. Sekitar 20% bayi baru lahir mengalami ikterus pada
minggu pertama kehidupan, terutama diakibatkan oleh imaturitas proses konjugasi di
hepar. Kelainan kongenital, kelainan hemolitik dan dekek konjugasi juga
bertanggungjawab sebagai penyebab ikterus pada bayi dan anak-anak. Virus hepatitis
A adalah penyebab tersering ikterus pada anak usia sekolah.
Ikterus pada jenis kelamin laki-laki biasanya disebabkan oleh sirosis, hepatitis
B kronis, hepatoma, karsinoma pankreas, dan kolangitis. Sedangkan pada wanita
penyebab terseringnya yaitu batu empedu, sirosis bilier dan karsinoma kandung
empedu.
Klasifikasi
Adanya ikterus yang mengenai hampir seluruh organ tubuh menunjukkan
terjadinya gangguan sekresi bilirubin. Berdasarkan penyebabnya, ikterus dapat
dibedakan menjadi 3, yaitu:
3
1. Ikterus pre-hepatik
Ikterus jenis ini terjadi karena adanya kerusakan RBC atau intravaskular
hemolisis, misalnya pada kasus anemia hemolitik menyebabkan terjadinya
pembentukan bilirubin yang berlebih. Hemolisis dapat disebabkan oleh parasit darah,
contoh: Babesia sp., dan Anaplasma sp. Menurut Price dan Wilson (2002), bilirubin
yang tidak terkonjugasi bersifat tidak larut dalam air sehingga tidak diekskresikan
dalam urin dan tidak terjadi bilirubinuria tetapi terjadi peningkatan urobilinogen. Hal
ini menyebabkan warna urin dan feses menjadi gelap. Ikterus yang disebabkan oleh
hiperbilirubinemia tak terkonjugasi bersifat ringan dan berwarna kuning pucat.
Contoh kasus pada anjing adalah kejadian Leptospirosis oleh infeksi Leptospira
grippotyphosa.
2. Ikterus hepatik
Ikterus jenis ini terjadi di dalam hati karena penurunan pengambilan dan
konjugasi oleh hepatosit sehingga gagal membentuk bilirubin terkonjugasi.
Kegagalan tersebut disebabkan rusaknya sel-sel hepatosit, hepatitis akut atau kronis
dan pemakaian obat yang berpengaruh terhadap pengambilan bilirubin oleh sel hati.
Gangguan konjugasi bilirubin dapat disebabkan karena defisiensi enzim glukoronil
transferase sebagai katalisator (Price dan Wilson 2002).
3. Ikterus Post-Hepatik
Mekanisme terjadinya ikterus post hepatik adalah terjadinya penurunan
sekresi bilirubin terkonjugasi sehinga mengakibatkan hiperbilirubinemia
terkonjugasi. Bilirubin terkonjugasi bersifat larut di dalam air, sehingga diekskresikan
ke dalam urin (bilirubinuria) melalui ginjal, tetapi urobilinogen menjadi berkurang
sehingga warna feses terlihat pucat. Faktor penyebab gangguan sekresi bilirubin
dapat berupa faktor fungsional maupun obstruksi duktus choledocus yang disebabkan
oleh cholelithiasis, infestasi parasit, tumor hati, dan inflamasi yang mengakibatkan
fibrosis.
4
Jaundice obstruktif selalu ditunjuk sebagai post-hepatik sejak defeknya
terletak pada jalur metabolisme bilirubin melewati hepatosit. Bentuk lain jaundice
ditunjuk sebagai jaundice non-obstruktif. Bentuk ini akibat defek hepatosit (jaundice
hepatik) atau sebuah kondisi pre-hepatik.
5
BAB III
IKTERUS OBSTRUKTIF
Definisi
Ikterus obstruktif adalah kegagalan aliran bilirubin ke duodenum, dimana
kondisi ini akan menyebabkan perubahan patologi di hepatosit dan ampula vateri.
Dengan demikian, ikterus obstruktif merupakan jaundice/ kekuningan yang
disebabkan oleh obstruksi yang menghalangi bilirubin mengalir ke jejunum.
Hambatan aliran empedu yang disebabkan oleh sumbatan mekanik
menyebabkan terjadinya ikterus obstruktif yang disebut sebagai kolestasis saluran
empedu, sebelum sumbatan melebar. Aktifitas enzim alkalifosfatase akan meningkat
dan ini merupakan tanda adanya kolestasis. Infeksi bakteri dengan kolangitis dan
kemudian pembentukan abses menyertai demam dan septisemia yang tidak jarang
dijumpai sebagai penyulit ikterus obstruktif.3
Etiologi
Ikterus obstruktif disebabkan oleh dua grup besar yaitu intrahepatik dan
ekstrahepatik. Penyebab dari ikterus obstruktif intrahepatik yaitu:
1. Ikterus obstruktif yang berhubungan dengan penyakit hepatoseluler, seperti
Steatohepatitis, hepatitis virus akut A, hepatitis B atau dengan ikterus dan
fibrosis, sirosis dekompensata serta hepatitis karena obat.
2. Ikterus obstruktif yang berhubungan dengan duktopenia seperti sindrom
Alagille’s, kolestatik familial progresif tipe 1, “non sindromic bile duct
paucity”, obat-obatan hepatotoksik, reaksi penolakan kronik setelah
transplantasi hati, dan stadium lanjut dari sirosis bilier primer.6
Penyebab dari ikterus obstruktif ekstrahepatik dibagi dalam dua bagian yaitu:
6
1. Kolestasis yang berhubungan dengan kerusakan kandung empedu yaitu
stadium lanjut sirosis bilier primer, dan obat-obat hepatotoksik.
2. Kolestasis yang berhubungan perubahan atau obstruksi traktus portal seperti
batu duktus koledokus, striktur kandung empedu, sklerosis primer kolangitis,
karsinoma pankreas, dan pankreatitis kronik.
Patofisiologi
Empedu merupakan sekresi multi-fungsi dengan susunan fungsi, termasuk
pencernaan dan penyerapan lipid di usus, eliminasi toksin lingkungan, karsinogen,
obat-obatan, dan metabolitnya, dan menyediakan jalur primer ekskresi beragam
komponen endogen dan produk metabolit, seperti kolesterol, bilirubin, dan berbagai
hormon.
Pada obstruksi jaundice, efek patofisiologisnya mencerminkan ketiadaan komponen
empedu (yang paling penting bilirubin, garam empedu, dan lipid) di usus halus, dan
cadangannya, yang menyebabkan tumpahan pada sirkulasi sistemik. Feses biasanya
menjadi pucat karena kurangnya bilirubin yang mencapai usus halus. Ketiadaan
garam empedu dapat menyebabkan malabsorpsi, mengakibatkan steatorrhea dan
defisiensi vitamin larut lemak (A, D, K); defisiensi vitamin K bisa mengurangi level
protrombin. Pada kolestasis berkepanjangan, seiring malabsorpsi vitamin D dan Ca
bisa menyebabkan osteoporosis atau osteomalasia.
Retensi bilirubin menyebabkan hiperbilirubinemia campuran. Beberapa
bilirubin terkonjugasi mencapai urin dan menggelapkan warnanya. Level tinggi
sirkulasi garam empedu berhubungan dengan, namun tidak menyebabkan, pruritus.
Kolesterol dan retensi fosfolipid menyebabkan hiperlipidemia karena malabsorpsi
lemak (meskipun meningkatnya sintesis hati dan menurunnya esterifikasi kolesterol
juga punya andil); level trigliserida sebagian besar tidak terpengaruh.
Penyakit hati kolestatik ditandai dengan akumulasi substansi hepatotoksik,
disfungsi mitokondria dan gangguan pertahanan antioksidan hati. Penyimpanan asam
empedu hidrofobik mengindikasikan penyebab utama hepatotoksisitas dengan
perubahan sejumlah fungsi sel penting, seperti produksi energi mitokondria.
7
Gangguan metabolisme mitokondria dan akumulasi asam empedu hidrofobik
berhubungan dengan meningkatnya produksi oksigen jenis radikal bebas dan
berkembangnya kerusakan oksidatif.3
Faktor resiko
Riwayat tansfusi darah, penggunaan jarum suntik bergantian, tatoo, pekerjaan
beresiko tinggi terhadap hepatitis B, pembedahan sebelumnya dapat menjadi faktor
risiko hepatitis yagn dapat menyebabkan hepatitis sebagai etiologi ikterus obstruktif
intrahepatik. Makanan dan obat, contohnya Clofibrate akan merangsang
pembentukan batu empedu; alkohol, CCl4, makanan tinggi kolesterol juga akan
merangsang pembentukan batu empedu. Disamping itu alkohol juga akan
menyebabkan fatty liver disease.
Diagnosis
Langkah pertama pendekatan diagnosis pasien dengan ikterus ialah melalui
anamnesis, pemeriksaan fisik yang teliti serta pemeriksaan faal hati.
A. Anamnesis
Jaundice, urin pekat, feses pucat dan pruritus general merupakan ciri ikterus
obstruktif. Dicolorisation (ikterus) atau riwayat ikterus yang terlihat dalam inspeksi
bila kadar bilirubin serum > 2,5 mg/dl. Perubahan warna urine, urine jadi gelap
seperti warna teh. Perubahan warna feses, menjadi pucat seperti dempul dalam
minimal 3x pemeriksaan berturut-turut. Pada pasien ini juga timbul gejala pruritus
akibat penumpukan bilirubin direk pada kolestasis. Terkadang kolelitiasis dapat
disertai dengan anemia hemolitik.3
Nyeri terutama di regio perut kanan atas, lebih sering diakibatkan oleh
obstruksi mekanis. Kolik bilier merupakan gejala yang umum terjadi berupa nyeri
hilang timbul pada area epigastrium (subxyphoid) yang menjalar ke subcostal dextra,
scapula dextra, dan leher. Waktu munculnya nyeri pada obstruksi bilier terutama
8
dirasakan setelah makan makanan berlemak yang diikuti mual, muntah. Gejala
anoreksia dan kaheksia lebih sering terjadi pada keganasan (Ca caput pankreas atau
Ca hepar) daripada obstruksi batu bilier.
Riwayat demam, kolik bilier, dan jaundice intermiten mungkin diduga
kolangitis/koledokolitiasis. Hilangnya berat badan, massa abdomen, nyeri yang
menjalar ke punggung, jaundice yang semakin dalam, mungkin ditimbulkan
karsinoma pankreas. Jaundice yang dalam (dengan rona kehijauan) yang
intensitasnya berfluktuasi mungkin disebabkan karsinoma peri-ampula. Kandung
empedu yang teraba membesar pada pasien jaundice juga diduga sebuah malignansi
ekstrahepatik (hukum Couvoissier).
B. Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisik meliputi perabaan hati, kandung empedu, limpa, mencari
tanda-tanda stigmata sirosis hepatis, seperti spider naevi, eritema palmaris, bekas
garukan di kulit karena pruritus, tanda-tanda asites. . Hepar membesar pada hepatitis,
Ca hepar, obstruksi bilier, bendungan hepar akibat kegagalan jantung. Hepar
mengecil pada sirosis. Anemi dan limpa yang membesar dapat dijumpai pada pasien
dengan anemia hemolitik. Kandung empedu yang membesar menunjukkan adanya
sumbatan pada saluran empedu bagian distal yang lebih sering disebabkan oleh tumor
(dikenal hukum Courvoisier).
Hukum Courvoisier
“Kandung empedu yang teraba pada ikterus tidak mungkin disebabkan oleh batu
kandung empedu”. Hal ini biasanya menunjukkan adanya striktur neoplastik tumor
(tumor pankreas, ampula, duodenum, CBD), striktur pankreatitis kronis, atau
limfadenopati portal.
Pada pemeriksaan ditemukan nyeri tekan dengan punctum maksimum di
daerah letak anatomik kandung empedu. Tanda murphy positif, apabila nyeri tekan
bertambah sewaktu penderita menarik nafas panjang karena kandung empedu yang
9
meradang tersentuh ujung jari tangan pemeriksaan dan pasien berhenti menarik
napas. Murphy’s sign positif pada kolangitis, kolesistitis, koledokolelitiasis terinfeksi.
C. Pemeriksaan Penunjang
1. Hematologi
Meningkatnya level serum bilirubin dengan kelebihan fraksi bilirubin terkonjugasi.
Serum gamma glutamyl transpeptidase (GGT) juga meningkat pada kolestasis.
Umumnya, pada pasien dengan penyakit batu kandung empedu hiperbilirubinemia
lebih rendah dibandingkan pasien dengan obstruksi maligna ekstra-hepatik. Serum
bilirubin biasanya < 20 mg/dL. Alkali fosfatase meningkat 10 kali jumlah normal.
Transaminase juga mendadak meningkat 10 kali nilai normal dan menurun dengan
cepat begitu penyebab obstruksi dihilangkan.3
Meningkatnya leukosit terjadi pada kolangitis. Pada karsinoma pankreas dan kanker
obstruksi lainnya, bilirubin serum meningkat menjadi 35-40 mg/dL, alkali fosfatase
meningkat 10 kali nilai normal, namun transamin tetap normal.
Penanda tumor seperti CA 19-9, CEA dan CA-125 biasanya meningkat pada
karsinoma pankreas, kolangiokarsinoma, dan karsinoma peri-ampula, namun penanda
tersebut tidak spesifik dan mungkin saja meningkat pada penyakit jinak percabangan
hepatobilier lainnya.
2. Radiology Imaging
Tujuan dibuat pencitraan adalah: (1) memastikan adanya obstruksi
ekstrahepatik (yaitu membuktikan apakah jaundice akibat post-hepatik dibandingkan
hepatik), (2) untuk menentukan level obstruksi, (3) untuk mengidentifikasi penyebab
spesifik obstruksi, (4) memberikan informasi pelengkap sehubungan dengan diagnosa
yang mendasarinya (misal, informasi staging pada kasus malignansi)
10
USG : memperlihatkan ukuran duktus biliaris, mendefinisikan level obstruksi,
mengidentifikasi penyebab dan memberikan informasi lain sehubuungan dengan
penyakit (mis, metastase hepatik, kandung empedu, perubahan parenkimal
hepatik). Identifikasi obstruksi duktus dengan akurasi 95%, memperlihatkan batu
kandung empedu dan duktus biliaris yang berdilatasi, namun tidak dapat
diandalkan untuk batu kecil atau striktur. Juga dapat memperlihatkan tumor, kista
atau abses di pankreas, hepar dan struktur yang mengelilinginya.
CT : memberi viasualisasi yang baik untuk hepar, kandung empedu, pankreas,
ginjal dan retroperitoneum; membandingkan antara obstruksi intra- dan
ekstrahepatik dengan akurasi 95%. CT dengan kontras digunakan untuk menilai
malignansi bilier.
ERCP (Endoscopic Retrograde Cholangio Pancreatography) : menyediakan
visualisasi langsung level obstruksi. Dengan bantuan endoskopi melalui muara
papila Vater kontras dimasukkan kedalam saluran empedu dan saluran pankreas.
Keuntungan lain pada pemeriksaan ini ialah sekaligus dapat menilai apakah ada
kelainan pada muara papila Vater, tumor misalnya atau adanya penyempitan.
Keterbatasan yang mungkin timbul pada pemeriksaan ini ialah bila muara papila
tidak dapat dimasuki kanul. Namun prosedur ini invasif dan bisa menyebabkan
komplikasi seperti kolangitis, kebocoran bilier, pankreatitis dan perdarahan.
PTC : Adanya sumbatan di saluran empedu bagian distal, gambaran saluran
proksimalnya dapat divisualisasikan dengan pemeriksaan Percutaneus
Transhepatic Cholangiography (PTC). Pemeriksaan ini dilakukan dengan
penyuntikan kontras melalui jarum yang ditusukkan ke arah hilus hati dan sisi
kanan pasien. Kontras disuntikkan bila ujung jarum sudah diyakini berada di
dalam saluran empedu. Computed Tomography (CT) adalah pemeriksaan
radiologi yang dapat memperlihatkan serial irisan-irisan hati. Adanya kelainan
hati dapat diperlihatkan lokasinya dengan tepat.
EUS (endoscopic ultrasound) : memiliki beragam aplikasi, seperti staging
malignansi gastrointestinal, evaluasi tumor submukosa dan berkembang menjadi
modalitas penting dalam evaluasi sistem pankreatikobilier. EUS juga berguna
untuk mendeteksi dan staging tumor ampula, deteksi mikrolitiasis,
11
koledokolitiasis dan evaluasi striktur duktus biliaris benigna atau maligna. EUS
juga bisa digunakan untuk aspirasi kista dan biopsi lesi padat.
Magnetic Resonance Cholangio-Pancreatography (MRCP) merupakan teknik
visualisasi terbaru, non-invasif pada bilier dan sistem duktus pankreas. Hal ini
terutama berguna pada pasien dengan kontraindikasi untuk dilakukan ERCP.
Visualisasi yang baik dari anatomi bilier memungkinkan tanpa sifat invasif dari
ERCP. Tidak seperti ERCP, MRCP adalah murni diagnostik.
Gambaran khas ikterus hemolitik, hepatoselular, dan obstruktif
Gambaran Hemolitik Hepatoselular Obstruktif
Warna kulit Kuning pucat Oranye-kuning
muda
Kuning hijau muda
atau tua
Warna urine Normal atau gelap
(urobilin)
Gelap (bilirubin
direk)
Gelap (bilirubin
direk)
Warna feses Normal atau
gelap(sterkobilin)
Pucat (sedikit
sterkobilin)
Warna dempul
(tidak ada
sterkobilin)
Pruritus Tidak ada Tidak menetap Biasanya menetap
Bilirubin Indirek Meningkat Meningkat Meningkat
Bilirubin Direk Normal Meningkat Meningkat
Bilirubin urine Tidak ada Meningkat Meningkat
Urobilinogen urine Meningkat Sedikit meningkat Menurun
Komplikasi
Komplikasi yang dapat dialami oleh pasien dengan ikterus obstruktif antara
lain gagal hati, sirosis hati, diare, pruritus, koagulopati, sindroma malabsorpsi, gagal
ginjal, hiperkolesterolemia, dan defisiensi vitamin K.
1. Kolangitis asendens
Adanya gejala nyeri yang intermiten, demam, dan ikterus. Kolangitis ini dapat
menyebabkan abses hepar.
12
2. Koagulopati
Hal ini disebabkan oleh defisiensi vitamin K akibat tidak diabsorpsi. Pada keadaan
ini, pasien dapat diberikan FFP (fresh frozen plasma).
3. Hepatorenal sindrom
Penyebabnya dapat berupa garam empedu dan pigmen yang bersifat nerotoksik,
endotoksin dan mediator inflamasi.
Tatalaksana
Medikamentosa
Terapi medikamentosa digunakan sesuai dengan etiologi dari ikterus. Pada
kasus batu empedu, pasien dapat diberikan ursodeoycholic acid 10 mg/kg/hari untuk
mengurangi sekresi kolesterol bilier. Pada pasien dengan gejala pruritus dapat
diberikan bile acid-binding resins (cholestyramine atau colestipol) dan antihistamin.
Pembedahan
Pada dasarnya penatalaksanaan pasien dengan ikterus obstruktif bertujuan
untuk menghilangkan penyebab sumbatan atau mengalihkan aliran empedu. Tindakan
tersebut dapat berupa tindakan pembedahan misalnya pengangkatan batu atau reseksi
tumor. Upaya untuk menghilangkan sumbatan dapat dengan tindakan endoskopi baik
melalui papila Vater atau dengan laparoskopi. Penatalaksanaan secara konservatif
yang dapat dilakukan antara lain dengan cara pemberian diet rendah lemak, obat-
obatan antispasmodik, analgetik dan antibiotik bila disertai dengan kolesistitis.
Bila tindakan pembedahan tidak mungkin dilakukan untuk menghilangkan
penyebab sumbatan, dilakukan tindakan drainase yang bertujuan agar empedu yang
terhambat dapat dialirkan. Drainase dapat dilakukan keluar tubuh misalnya dengan
pemasangan pipa nasobilier, pipa T pada duktus koledokus atau kolesistotomi.
Drainase interna dapat dilakukan dengan membuat pintasan biliodigestif. Drainase
interna ini dapat berupa kolesisto-jejunostomi, koledoko-duodenostomi, koledoko-
jejunostomi atau hepatiko-jejunostomi.3
13
BAB IV
TINJAUAN PUSTAKA
Anatomi Hepar
Available at : http://l.yimg.com/a/i/edu/ref/ga/s/1087.jpg
Pengetahuan yang akurat akan anatomi hati dan traktus biliaris, dan
hubungannya dengan pembuluh darah penting untuk kinerja pembedahan hepatobilier
karena biasanya terdapat variasi anatomi yang luas. Deskripsi anatomi klasik pada
traktus biliaris hanya muncul pada 58% populasi.
Hepar, kandung empedu, dan percabangan bilier muncul dari tunas ventral
(divertikulum hepatikum) dari bagian paling kaudal foregut diawal minggu keempat
kehidupan. Bagian ini terbagi menjadi dua bagian sebagaimana bagian tersebut
tumbuh diantara lapisan mesenterik ventral: bagian kranial lebih besar (pars hepatika)
merupakan asal mula hati/hepar, dan bagian kaudal yang lebih kecil (pars sistika)
meluas membentuk kandung empedu, tangkainya menjadi duktus sistikus. Hubungan
awal antara divertikulum hepatikum dan penyempitan foregut, nantinya membentuk
duktus biliaris. Sebagai akibat perubahan posisi duodenum, jalan masuk duktus
biliaris berada disekitar aspek dorsal duodenum.4
14
available at : http://digestive.niddk.nih.gov/ddiseases/pubs/gallstones/images/billiary.gif
Sistem biliaris secara luas dibagi menjadi dua komponen, jalur intra-hepatik
dan ekstra-hepatik. Unit sekresi hati (hepatosit dan sel epitel bilier, termasuk kelenjar
peribilier), kanalikuli empedu, duktulus empedu (kanal Hearing), dan duktus biliaris
intrahepatik membentuk saluran intrahepatik dimana duktus biliaris ekstrahepatik
(kanan dan kiri), duktus hepatikus komunis, duktus sistikus, kandung empedu, dan
duktus biliaris komunis merupakan komponen ekstrahepatik percabangan biliaris.
Duktus biliaris ekstrahepatal terdiri atas duktus hepatikus kiri dan kanan,
common hepatic duct, duktus sistikus, dan common bile duct atau duktus
koledokus.Duktus hepatika kanan dan kiri keluar dari hati dan bergabung dengan
hilum membentuk duktus hepatik komunis, umumnya anterior tehadap bifurkasio
vena porta dan proksimal dekat dengan arteri hepatica kanan. Bagian ekstrahepatik
dari duktus kiri cenderung lebih panjang. Duktus hepatikus komunis membangun
batas kiri dari segitiga Calot dan berlanjut dengan duktus koledokus. Pembagian
terjadi pada tingkat duktus sistikus. Duktus koledokus panjangnya sekitar 8 cm dan
terletak antara ligamentum hepatoduodenalis, ke kanan dari arteri hepatica dan
anterior terhadap vena porta. Segmen distal dari duktus koledokus terletak di dalam
15
substansi pankreas. Duktus koledokus mengosongkan isinya ke dalam duodenum
sampai ampula Vateri, orifisiumnya dikelilingi oleh muskulus dari sfingter Oddi.
Secara khas, ada saluran bersama dari duktus pankreatikus dan duktus koledokus
distal.
Pasokan darah ke kandung empedu adalah melalui arteri sistika; yang akan
terbagi menjadi anterior dan posterior, secara khas merupakan cabang dari arteri
hepatika kanan, tetapi asal dari arteri sistika bervariasi. Arteri sistika muncul dari
segitiga Calot (dibentuk oleh duktus sistikus, common hepatic duct dan ujung hepar).
Drainase vena dari kandung empedu bervariasi, biasanya ke dalam cabang kanan dari
vena porta. Aliran limfe masuk secara langsung ke dalam hati dan juga ke nodus-
nodus di sepanjang permukaan vena porta.. Persarafannya berasal dari vagus dan
cabang simpatik yang melewati celiac plexus (preganglionik T8-9). Impuls dari liver,
kandung empedu, dan bile ducts melewari aferen simpatetik melalui splanknik nerve
dan menyebabkan nyeri kolik. Saraf muncul dari aksis seliak dan terletak di
sepanjang arteri hepatica. Sensasi nyeri diperantarai oleh serat viseral, simpatis.
Rangsangan motoris untuk kontraksi kandung empedu dibawa melalui cabang vagus
dan ganglion seliaka.4
16
Metabolisme Bilirubin 4
Pembagian terdahulu mengenai tahapan metabolisme bilirubin yang
berlangsung dalam 3 fase; prehepatik, intrahepatik, dan pascahepatik masih relevan,
walaupun diperlukan penjelasan akan adanya fase tambahan dalam tahapan
metabolisme bilirubin. Pentahapan yang baru menambahkan 2 fase lagi sehingga
pentahapan metabolisme bilirtibin menjadi 5 fase. yaitu fase 1). Pembentukan
bilirubin, 2). Transpor plasma, 3). Liver uptake, 4). Konyugasi, dan 5). Eskresi bilier
Fase Prahepatik
1. Pembentukan Bilirubin.
Sekitar 250 sampai 350 mg bilirubin atau sekitar 4 mg per kg berat badan
terbentuk setiap harinya; 70-80% berasal dari pemecahan sel darah merah
yang matang. Sedangkan sisanya 20-30% (early labelled billirubin) datang
17
dari protein heme lainnya yang berada terutama di dalam sumsum tulang dan
hati. Sebagian dari protein heme dipecah menjadi besi dan produk antara
biliverdin dengan perantaraan enzim hemeoksigenase. Enzim lain, biliverdin
reduktase, mengubah biliverdin menjadi bilirubin. Tahapan ini terjadi
terutama dalam sel sistem retikuloendotelial (mononuklir fagositosis).
Peningkatan hemolisis sel darah merah merupakan penyebab utama
peningkatan pembentukan bilirubin. Pembentukan early labelled bilirubin
meningkat pada beberapa kelainan dengan eritropoiesis yang tidak efektif
namun secara klinis kurang penting.5
2. Transport plasma.
Bilirubin tidak larut dalam air, karenanya bilirubin tak terkonyugasi ini
transportnya dalam plasma terikat dengan albuinin dan tidak dapat melalui
membran glomerulus, karenanya tidak muncul dalam air seni. Ikatan melemah
dalam beberapa keadaan seperti asidosis, dan beberapa bahan seperti
antibiotika tertentu, salisilat berlomba pada tempat ikatan dengan albumin.
Fase Intrahepatik.
3. Liver uptake.
Proses pengambilan bilirubin tak terkonyugasi oleh hati secara rinci dan
pentingnya protein pengikat seperti ligandin atau protein Y, belum jelas.
Pengambilan bilirubin melalui transport yang aktif dan berjalan cepat, namun
tidak termasuk pengambilan albumin.
4. Konjugasi.
Bilirubin bebas yang terkonsentrasi dalam sel hati mengalami konyugasi
dengan asam glukuronik membentuk bilirubin diglukuronida atau bilirubin
konyugasi atau bilirubin direk. Reaksi ini yang dikatalisasi oleh enzim
mikrosomal glukuronil-transferase yang menghasilkan bilirubin yang larut
dalam air. Dalam beberapa keadaan reaksi ini hanya menghasilkan bilirubin
monoglukuronida, dengan bagian asam glukuronik kedua ditambahkan dalam
saluran empedu melalui sistem enzim yang berbeda, namun reaksi ini tidak
18
dianggap fisiologik. Biliruibin konyugasi lainnya selain diglukuronid juga
terbentuk namun kegunaannya tidak jelas.
Fase Pascahepatik
5. Eskresi Bilirubin.
Bilirubin konyugasi dikeluarkan ke dalam kanalilculus bersama bahan
lainnya. Anion organik lainnya atau obat dapat mempengaruhi proses yang
kompleks ini. Di dalam usus flora bakteri men"dekonyugasi" dan mereduksi
bilirubin menjadi sterkobilinogen.dan mengeluarkannya sebagian besar ke
dalam tinja yang memberi wama coklat. Sebagian diserap dan dikeluarkan
kembali ke dalam empedu, dan dalam jumlah kecil mencapai air seni sebagai
urobilinogen. Ginjal dapat mengeluarkan diglukuronida tetapi tidak bilirubin
unkonyugasi. Hal ini menerangkan wama air seni yang gelap yang khas pada
gangguan liepatoselular atau kolestasis intrahepatik. Bilirubin tak
terkonyugasi bersifat tidak larut dalam air namun larut dalam lemak.
Karenanya bilirubin tak terkonyugasi dapat melewati barier darah-otak atau
masuk ke dalam plasenta. Dalam sel hati, bilirubin tak terkonyugasi
mengalami proses konyugasi dengan gula melaltii enzim
glukuroniltransferase dan larut dalam empedu cair.6
19
BAB V
KESIMPULAN
Ikterus obstruktif merupakan jaundice kekuningan yang disebabkan oleh
obstruksi yang menghalangi bilirubin mengalir ke jejunum. Ikterus obstruktif
disebabkan oleh dua grup besar yaitu intrahepatik dan ekstrahepatik. Penyebab dari
ikterus obstruktif ekstrahepatik dibagi dalam dua bagian yaitu: Kolestasis yang
berhubungan dengan kerusakan kandung empedu yaitu stadium lanjut sirosis bilier
primer, dan obat-obat hepatotoksik; kolestasis yang berhubungan perubahan atau
obstruksi traktus portal seperti batu duktus koledokus, striktur kandung empedu,
sklerosis primer kolangitis, karsinoma pankreas, dan pankreatitis kronik.
Langkah pertama pendekatan diagnosis pasien dengan ikterus ialah melalui
anamnesis, pemeriksaan fisik yang teliti serta pemeriksaan faal hati. Pada dasarnya
penatalaksanaan pasien dengan ikterus obstruktif bertujuan untuk menghilangkan
penyebab sumbatan atau mengalihkan aliran empedu. Dapat berupa pembedahan
sesuai etiologi dari ikterus. Jika terapi tidak adekuat, maka komplikasi yang dapat
terjadi pada pasien ini adalah gagal hati, sirosis hati, diare, pruritus, koagulopati,
sindroma malabsorpsi, gagal ginjal, hiperkolesterolemia, dan defisiensi vitamin K.7
20
DAFTAR PUSTAKA
1. Sulaiman A. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Edisi 5 : Interna
Publishing. 2009. p.634-39
2. Doherty, M.Gerard. Current Surgical Diagnosis and Treatment, Ed 12,
USA : The Mc.Graw-Hill Companies Inc.2006. hlm. 49-551
3. Amirudin R. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Edisi 5 : Interna
Publishing. 2009. p.627-33
4. Sherwood L. Fisiologi Manusia. Ed 2. Penerbit Buku Kedokteran
EGC: Jakarta: 2001. P. 609-57.
5. Doerr S. Jaundice. [online] 2013 [cited 2013 august 01] available from
: URL: http://www.emedicinehealth.com/jaundice/article_em.htm
6. Marley R. Obstructive Jaundice. [online] 2013 [cited 2013 August 01]
available from : URL : http://www.liverandpancreas.co.uk/the-
management-of-obstructive-jaundice.php
21