Download - PENERAPAN METODE DOUBLE MOVEMENT DALAM …
PENERAPAN METODE DOUBLE MOVEMENT DALAM MEMAHAMI
HADIS TENTANG NYANYIAN
Skripsi
Diajukan untuk Memenuhi Persyaratan Meperoleh
Gelar Sarjana Agama (S.Ag)
Oleh:
Kiki Saraswati
NIM. 1113034000021
PROGRAM STUDI ILMU AL-QURAN DAN TAFSIR
FAKULTAS USHULUDDIN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI
SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
1439 H./2018 M.
LEMBAR PENGESAHAN BIMBINGAN SKRIPSI
PENERAPAN METODE DOUBLE MOVEMENT DALAM MEMAHAMI
HADIS TENTANG NYANYIAN
Skripsi
Diajukan kepada Fakultas Ushuluddin untuk memenuhi persyaratan memperoleh
Gelar Sarjana Agama (S.Ag)
Oleh:
Kiki Saraswati
NIM. 1113034000021
Pembimbing:
Maulana, M.Ag
NIP. 19650207199903 1001
PROGRAM STUDI ILMU AL-QURAN DAN TAFSIR
FAKULTAS USHULUDDIN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI
SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
1438 H./2017 M.
PENGESAHAN PANITIA UJIAN
Skripsi berjudul PENERAPAN METODE DOUBLE MOVEMENT DALAM
MEMAHAMI HADIS TENTANG NYANYIAN telah diujikan dalam sidang
munaqasyah Fakultas Ushuluddin UIN Syarif Hidayatullah Jakarta pada 04 Juni
2018. Skripsi ini telah diterima sebagai salah satu syarat memperoleh gelar
Sarjana Agama (S.Ag) pada Program Studi Ilmu al-Qur’an dan Tafsir.
Jakarta, 06 Juli 2018
Sidang Munaqasyah
Ketua Merangkap Anggota, Sekretaris Merangkap Anggota,
Dr. M. Suryadinata, MA Dra. Banun Bina Ningrum, M.Pd
NIP: 19600908 198903 1 005 NIP: 19680618 199903 2 001
Anggota,
Penguji I Penguji II
Rifqi Muhammad Fatkhi, MA Lisfa Sentosa Aisyah, MA
NIP: 19770120 200312 1 003 NIP: 19750506 200501 2 003
Pembimbing,
Maulana, M.Ag
NIP: 19650207 199903 1 001
LEMBAR PERNYATAAN
Saya yang bertanda tangan di bahwah ini :
Nama Mahasiswa : KIKI SARASWATI
N I M : 1113034000021
Program Studi : Ilmu Al-Qur’an dan Tafsir
Dengan ini saya menyatakan bahwa Skripsi ini merupakan hasil karya asli saya
yang merupakan hasil penelitian, pengolahan serta analisis saya sendiri serta
bukan merupakan replikasi maupun saduran dari hasil karya atau hasil penelitian
orang lain
Semua sumber yang saya gunakan dalam penulisan ini telah saya cantumkan
sesuai dengan ketentuan yang berlaku di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
Jika di kemudian hari terbukti bahwa karya ini bukan hasil karya asli saya atau
merupakan hasil jiplakan dari karya orang lain, maka saya bersedia menerima
sanksi yang berlaku di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
Ciputat, 20 Februari 2018
KIKI SARASWATI
i
ABSTRAK
Kiki saraswati (1113034000021) Penerapan Metode Double Movement dalam
Memahami Hadis tentang Musik. Di bawah bimbingan Maulana, M. Ag.
Program Studi Ilmu Al-Qur’an dan Tafsir Fakultas Ushuluddin UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta. 2018.
Penelitian ini membahas tentang perbedaan pendapat hadis-hadis tentang musik.
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui penyelesaian ikhtilāf al-Hadīts
tentang musik yang kemudian dikaji dengan menggunakan metode Double
Movement. Jenis pendekatan dalan penelitian ini adalah deskriptif dengan jenis
penelitian kualitatif. Teknik yang digunakan adalah dengan mengaji kedua hadis
menggunakan metode double movement yang dicanangkan Fazlur Rahman dan
kemudian merelevansikan hadis tersebut ke masa kini. Hasil dari penelitian ini
menunjukkan bahwa Musik dan nyanyian dibolehkan selama liriknya tidak
bertantangan dengan Islam, dan mendengarkannya ataupun memainkannya tidak
disertai dengan perbuatan maksiat, apalagi yang paling utama adalah jika sampai
meninggalkan kewajiban dan melewatkan hal-hal yang bermanfaat lainnya.
Karena pada dasarnya nyanyian sama dengan perkataan, apabila liriknya baik
maka baik pula musik tersebut.
Kata kunci: Nyanyian, Double Movement.
ii
KATA PENGANTAR
Bismillāhirrahmānirrahīm
Alhamdulillāhirabbil ‘ālamīn, puji syukur penulis panjatkan atas kehadirat
Allah SWT karena atas izin dan karunia-Nya penulis dapat menyelesaikan skripsi
yang berjudul “Penerapan Metode Double Movement dalam Memahami Hadis
tentang Musik”. Shalawat serta salam tak lupa dilimpahkan kepada Baginda
Rasulullah SAW. penulis menyadari bahwa penulisan skripsi ini masih banyak
terdapat kelemahan dan kekurangan, sehingga penulis mengharapkan kritik dan
saran yang membangun dari semua pihak.
Skripsi ini penulis persembahkan untuk ibunda tercinta Ecin Kuraesin,
ayahanda tercinta Suwardi, adik tercinta Puput Febriani, dan seluruh keluarga
penulis. Terima kasih telah memberikan dukungan baik moral maupun material,
bimbingan, serta doa yang tak pernah putus dipanjatkan untuk penulis yang selalu
menjadi motivasi bagi penulis untuk segera menyelesaikan skripsi ini.
Selanjutnya penulis menyadari dalam pengerjaan skripsi ini tentu tak lepas
dari campur tangan serta dukungan banyak pihak yang telah meluangkan
waktunya dalam membantu penulis. Maka penulis ingin mengucapkan rasa terima
kasih yang sedalam-dalamnya kepada:
1. Bapak Prof. Dr. Masri Mansoer, MA selaku Dekan Fakultas
Ushuluddin UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
2. Ibu Dr. Lilik Ummi Kaltsum, MA selaku Ketua Program Studi Ilmu
Al-Qur’an dan Tafsir Fakultas Ushuluddin UIN Syarif Hidayatullah
Jakarta.
iii
3. Ibu Dra. Banun Binaningrum, M.Pd selaku Sekertaris Program Studi
Ilmu Al-‘Qur’an dan Tafsir Fakultas Ushuluddin UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta.
4. Bapak Maulana, M.Ag selaku dosen pembimbing skripsi penulis yang
membantu mengarahkan, dan menuntun penulis untuk dapat
menyelesaikan skripsi ini.
5. Bapak Dr. Ahzami Samiun Jazuli, M.A selaku dosen pembimbing
akademik penulis, terima kasih atas waktu dan motivasinya.
6. Seluruh Bapak dan Ibu dosen serta staf akademik program studi Ilmu
Al-Qur’an dan Tafsir yang telah mencurahkan begitu banyak ilmu
kepada penulis sebagai bekal masa depan penulis
7. Mamang, bibi, uwa, teteh, dan keluarga besar alm. Bapak Wanta serta
keluarga besar alm. Mbah Wagiman yang telah memberikan dukungan
moril maupun material kepada penulis
8. Selanjutnya kepada sahabat-sahabat seperjuangan penulis, Nida Asiah,
Aini Zahra, Evi Nurdiana, Armenia Septiarini, Rizka Faurina, Yuni
Fitriani, dan Aulia Tiara Safitri, terima kasih selalu memotivasi dan
mengawasi penulis yang berada jauh dari orang tua, kalian sangat luar
biasa.
9. Kepada sahabat-sahabat semasa putih abu-abu penulis, Bella Mustika,
Yuliana, Rita Indri Wahyuni, Amalia Cahyaningrum, Yola Silvia, Fitri
Sukmiati, Amanda Yuana Putri, Diatus Silvia, dan Luthfiana Mustika,
terima kasih karena sudah menjaga AGC hingga sekarang dan selalu
meluangkan waktu untuk penulis, semoga kita tetap seperti ini.
iv
10. Tak lupa untuk sahabat-sahabat Akar Seni Ushuluddin, Karim
Habibullah, Muhammad Firmanullah, Uswatun Hasanah S.Ag,
Nadhine, Rivani, Hamid Ainul Yaqin, Syafiih, dan M. Furqan Haqqi,
terima kasih sudah menjadi wadah aspirasi seni penulis dalam hal
bermusik, semoga kita bisa lebih produktif lagi.
11. Kepada senior Program Studi Ilmu Al-Qur’an dan Tafsir terutama kak
Ahmad Irfan Fauzi S.Ag, terima kasih karena dengan baik hati selalu
meluangkan waktunya untuk memotivasi dan memberikan pencerahan
kepada penulis.
12. Tidak lupa juga kepada kostmates penulis, Desi Mandala, Khadijah
Zakia S.IP, dan Ana Shofiana yang selalu menghibur dan membantu
penulis.
13. Dan semua orang yang telah banyak mendukung dalam penyelesaian
skripsi ini, yang tidak dapat diucapkan satu persatu oleh penulis,
terima kasih untuk segalanya, semoga Allah membalas semua
kebaikan dan doa yang telah diberikan kepada penulis. Aamiin.
v
PEDOMAN TRANSLITERASI
q = ق z = ز tidak dilambangkan = ا
k = ك s = س b = ب
l = ل sy = ش t = ت
m = م s = ص ts = ث
n = ن d = ض j = ج
w = و t = ط h = ح
h = ه z = ظ kh = خ
‘ = ء ‘ = ع d = د
y = ي gh = غ dz = ذ
f = ف r = ر
KETERANGAN
1. Vokal panjang untuk فتحة = ā , كسرة = ī , ضمة = ū.
2. Huruf yang ber-tasydid ( ) ditulis dengan dua huruf yang serupa secara
berturut-turut, seperti السن ة = al-Sunnah.
3. Huruf ta mamrbutah (ة), baik hidup maupun mati atau di-waqaf-kan ditulis
dengan huruf h, seperti أبو هريرة = Abū Hurairah.
vi
DAFTAR ISI
ABSTRAK ............................................................................................................ i
KATA PENGANTAR ........................................................................................... ii
PEDOMAN TRANSLITERASI .......................................................................... v
DAFTAR ISI ......................................................................................................... vi
BAB I PENDAHULUAN ............................................................................ 1
A. Latar Belakang Masalah .............................................................. 1
B. Pembatasan dan Perumusan Masalah .......................................... 6
C. Tujuan Penelitian ......................................................................... 7
D. Manfaat Penelitian ....................................................................... 7
E. Kajian Pustaka ............................................................................. 8
F. Metodologi Penelitian ................................................................... 9
G. Sistematika Penulisan ................................................................. 10
BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG NYANYIAN ........................... 12
A. Pengertian Nyanyian dan Musik serta Perbedaannya ................ 12
B. Nyanyian Pada Masa Rasulullah SAW. ...................................... 15
C. Nyanyian Pada Masa Sekarang .................................................. 18
D. Diskursus Pandangan Ulama tentang Nyanyian ......................... 20
BAB III METODE DOUBLE MOVEMENT ............................................ 24
A. Pengertian Metode Double Movement ........................................ 24
B. Tahap-tahap Metode Double Movement .................................... 28
C. Penerapan Metode Double Movement ........................................ 32
BAB IV PENERAPAN METODE DOUBLE MOVEMENT DALAM
MEMAHAMI HADIS TENTANG NYANYIAN ........................ 35
vii
A. Teks Hadis tentang Nyanyian beserta Takhrijnya ...................... 35
B. Tinjauan Pemahaman Double Movement terhadap Hadis-hadis
tentang Nyanyian. ....................................................................... 54
BAB V PENUTUP ....................................................................................... 62
A. Kesimpulan ................................................................................ 62
B. Saran-saran ................................................................................ 63
DAFTAR PUSTAKA .......................................................................................... 64
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Pada zaman modern ini, dunia hiburan tidak lepas dari serangan musik
ataupun nyanyian. Berbagai macam aliran musik sudah menjadi biasa di telinga
masyarakat. Sederet nama para penyanyi dari dalam dan luar negeri, single
maupun berbentuk grup musik modern, tertata rapi dalam hafalan muda-mudi,
bahkan juga lansia dan anak-anak. Melalui kegemaran itu pulalah berbagai budaya
lain merambati relung-relung kehidupan. Namun, ketika kita membahasnya dari
sisi hadis, ternyata musik dan nyanyian ini menuai pro dan kontra. Beberapa hadis
membolehkan kita untuk mendengarkan nyanyian dan memainkan alat musik,
tetapi beberapa yang lain melarangnya.
Tidak dapat dibantah bahwa nyanyian merupakan salah satu bentuk
kesenian yang paling proaktif dalam mempengaruhi kebudayaan populer di
berbagai belahan dunia. Musik atau nyanyian sangat mempunyai andil dalam tiap
sendi kehidupan manusia, baik itu sebagai industri, ritual, motivasi, therapi dan
lain-lain. Pengaruh musik atau nyanyian begitu nyata salam kehidupan; dengan
kata lain, musik atau nyanyian bisa memberi inspirasi kepada manusia untuk
berlaku positif maupun sebaliknya, tinggal bagaimana ia itu disajikan.1
Nyanyian telah mengalami perkembangan yang begitu pesat. Pertunjukan
musik secara live sangat marak digelar di kota maupun di desa. Baik itu berjenis
musik pop atau dangdut, sama saja semuanya laris dikunjungi penonton. Anak
1 Abdurrahman al-Baghdadi, Seni dalam Pandangan Islam. Cet. 1 (Jakarta: Gema Insani Press,
1991), hlm 63-64.
2
muda lebih memilih menonton konser musik di lapangan terbuka dari pada
menghadiri pengajian di Musholla. Masyarakat lebih senang mendatangi hiburan
dari pada tahlilan. Begitu kuatnya daya tarik pagelaran musik, kematian yang
mewarnai konser musik seakan tidak membuat jera para penggemarnya.2
Di sisi lain, banyak kalangan yang mengaku sebagai seniman Muslim,
merasa gerah melihat kesuksesan musisi dan para penyanyi di blantika musik
dunia. Kegerahan itu menggelitik keinginan sebagian mereka untuk tampil dengan
gaya musik kontroversial, yakni gaya musik Islami atau lebih tepatnya musik
yang bernuansa religius, modern dan sensasional, untuk bersaing dengan para
penyanyi dan musisi lain, membelah permusikan dunia sekalugus
mengembangkan syiar-syiar Islam.3
Untuk menghiasi lagu-lagunya, mereka menciptakan irama dan nada-nada
yang beragam. Kesemuanya mengeluarkan para pendengarnya dari kondisi wajar
dan membangkitkan rasa cinta. Mereka mengenal irama yang mereka sebut irama
slow, yang dapat menengangkan atau bahkan menyayat hati, mereka juga
mengenal irama beat, yang membuat pendengarnya menghentak-hentakkan kaki
karena membangkitkan semangat.
Para ulama seperti Imam Abu Yusuf, Imam Ibnu Taimiyah, Imam Ibnul
Qayyim, Imam an-Nawawi, Syeikh Muhammad Nashiruddin Al-Albani, dan
lainnya berdiri pada pihak yang mengharamkannya, baik melakukan atau tidak,
2 Kusuma Juanda, “Tentang Musik”. Lihat http//:www.pesantrenvirtual.com, diakses pada tanggal
22 Januari 2017. 3 Muhammad Nashiruddin al-Albani, Siapa Bilang Musik Haram?. Cet. 2 (Jakarta: Daarul Haq,
2008) hlm. vii
3
keharamannya karena pada benda dan nyanyian itu sendiri, bahkan di antara
mereka ada yang membuat karya khusus untuk memfatwakan keharamannya.
Berikut salah satu hadis yang mengharamkan:
و قال هشام بن عمار: حدث نا صدقة بن خالد حدث نا عبد الرحن ب ابر حدث نا ع د بن ية ن ث نا عبد الرحان بن غنم الأشعري قال: ح ري و مالك الأشع دثن أبو عامر أو أب بن ق يس الكلب حد
ع النب صلى الله عليه وسلم قول: ليك والله ما كذبن س لون ا أق وام ر ر ر ون من أم وا.والمر والمعازف
Berkata Hisyam bin ‘Ammar, berkata kepada kami Shadaqah bin Khalid,
berkata kepada kami Abdurrahman bin Yazid bin Zabir, berkata kepada kami
‘Athiyah bin Qais Al-Kilabi, berkata kepada kami Abdurrahman bin Ghanam Al-
Asy’ari, dia berkata: berkata kepadaku ‘Amir atau Abu Malik Al-Asy’ari, demi
Allah tidaklah dia membohongi aku: dia mendengar Nabi SAW bersabda: Di
antara umatku akan ada suatu kaum yang menghalalkan zina, sutera, khamr
(minuman keras), dan alat-alat musik.4
Bagi mereka yang menghalakan nyanyian, lagu, rebana, dan lain-lain,
berlandaskan dengan mengatakan bahwa nyanyian itu hendaknya tidak
menumbulkan hal-hal yang menimbulkan syahwat. Bahkan mereka mengatakan
bahwa seni adalah keindahan atau estetika, dan Islam menyukai keindahan.
Mereka juga membantah dan melemahkan beberapa hadis-hadis yang
mengharamkan musik, seperti Ibn Hazm dan Al-Ghazali.
Berikut adalah hadis yang membolehkan:
نة. ق ث نا س حدثنا عمرو النافد وابن أب عمر. كلها عن ابن عثيي يان ال ابن أب عمر: حدرة عن عمرو بن الشرد عن أبيه. سلم يه و فت رسول الله صلى الله عل قال: رد عن إب راهيم بن مي
4 Al-Imam al-Hafidz Abi Abdullah Muhammad bin Ismail bin Ibrahim bin al-Mughirah al-Ja’fi al-
Bukhari, Shahih Bukhari. (Nasyirun; Maktabah al-Rusyd) kitab al-Asyrabah no. 5590 hal.793 pdf.
file
4
ئا؟ ق لت شدته ب . : عم. قال : هيه وما. ف قال : هل معك من شعر أمية بن أب الصلت شي ا. فأ ي 5. شدته مائة ب يت ا. ف قال : هيه. حت أ شدته ب ي ف قال : هيه . ث أ
“Diriwayatkan dari asy-Starid r.a., dia berkata: aku pernah dibonceng
oleh Rasulullah Saw., kemudia beliau bertanya. “Apakah kau hapal sebagian
syair Umayyah bin Abi Ash-Shalt?” Aku menjawab, “Ya.” Kata beliau,
“Lantunkanlah!” Maka aku pun melantunkannya satu bait. Kata beliau,
“Lantunkan lagi!” Aku pun melantunkannya sebait lagi. Kata beliau, “Lantunkan
lagi!” Kata Asy-Syarid: sehingga aku melantunkannya seratus bait.”
Bagi mereka yang mengharamkan, mengkritik tegas mereka yang
menghalalkan musik, dengan dalih banyak hadis yang menunjukkan keharaman
nyanyian yang terdapat di dalam berbagai kitab hadis dan jumlahnya lebih dari
10.
Sedangkan Imam Ibnu Hazm, Imam Ibnul’Arabi, Imam Ibnu Tharir Al-
Maqdisi, Imam Al-Ghazali, Syeikh Ali Ath-Thanthawi, Syeikh Ahmad Syurbashi,
Syeikh Muhammad Al-Ghazali, Syeikh Yusuf Al-Qardhawi, dan lainnya berdiri
pada pihak yang membolehkannya, kecuali jika sudah melalaikan, da dicampur
hal-hal yang diharamkan, dan di antara mereka ada yang membuat karya khusus
tentang nyanyian dan musik untuk menguatkan pendapat kebolehannya, seperti
Imam Al-Ghazali dan Syeikh Yusuf Al-Qardhawi.
Menurut Syaikh Muhammad Nashiruddin al-Albani dalam bukunya yang
berjudul “Siapa Bilang Musik Haram?” mengatakan bahwa meskipun seandainya
masing-masing isnad hadis memiliki cacat sebagaimana yang diklaim oleh Ibn
Hazm, berdasarkan kaidah yang disepakati oelh para ulama dan ahli haids, bahwa
hadis lemah itu dapat menjadi kuat karena banyaknya jalur periwayatan,
sebagaimana hal itu dijelaskan secara mendetail dalam Musthalah al-Hadīts.
5 Al-imam Abi Husein Muslim Bin Hajaj Al-Qusairy An-Naysaburi, Shahih Muslim, (Beirut, Daar
Al-Kutub Al-ulumiyah) kitab asy-Sya’ir hadis no. 2255 hal. 1767 pdf.file
5
Beliau juga menambahkan bahwa seorang penyanyi terkadang melantunkan bait
yang tidak sesuai dengan kondisi orang yang mendengarkannya, sehingga si
pendengar tidak menyukainya, menghindarinya, dan mencari bait syair lainnya.
karena tidak setiap ucapan itu sesuai dengan kondisi setiap orang. Kalau mereka
duduk bersama-sama mendengarkan seorang Qāri’, bisa saja sang qarī’ itu
membacakan ayat yang tidak sesuai dengan kondisi mereka. Padahal al-Qur’an
adalah penyembuh untuk seluruh manusia dengan berbagai kondisi mereka. Maka
ia pun mendengarnya juga karena khawatir akan membenci Kalamullah karena ia
tidak memiliki jalan untuk menolaknya. Adapun ucapan seorang penyair, masih
bisa ditafsirkan tidak sesuai dengan penafsiran sebenarnya. Sementara Kalamullah
harus dijaga dari hal semacam itu. Inilah yang menjadi alasan kenapa sebagian
Syaikh lebih cenderung mendengarkan nyanyian dari pada al-Qur’an.
Lagu dan musik, pada asalnya adalah haram. Banyak dalil-dalil dari Al-
Qur’an, dan terutama juga hadis-hadis shahih, serta penjelasan para ulama
terkemuka yang membuktikan hal itu. Sehingga tidaklah mungkin musik dan lagu
itu diimbuhi dengan label Islam, bagaimanapun wujudnya.
Fazlur Rahman mengatakan bahwa untuk memahami dan menafsiri al-
Qur’an dan hadis, dibutuhkan kajian terhadap sisi historis dengan menyajikan
problem kekinian ke konteks turunnya al-Qur’an atau hadis. hal tersebut
sebagaimana pernyataannya: The proscess of interpretation proposed here
consists of a double movement, from the present situation to the Qur’anic time,
then back to the present. “Proses memahami al-Qur’an yang dimaksud di sini
terdiri dari gerakan ganda, dari situasi saat ini menuju pada masa al-Qur’an
6
diturunkan, kemudia kembali lagi ke masa sekarang”.6Lahirnya metode double
movement ini dapat terlihat jelas dipengaruhi pandangan Fazlur Rahman tentang
penyatuan tradisi dengan pembaharuan. Hal ini juga menunjukkan pengaruh
objektivisme Emillio Betti.
Dari pemaparan di atas penulis tertarik untuk melakukan kajian lebih jauh,
bagaimana jika hadis-hadis tersebut dikaji dengan menggunakan metode Double
Movement dengan mencari relevansinya, apakah nilai ideal moral pada hadis-
hadis tersebut dapat ditarik kembali pada konteks kekinian untuk ditubuhkan pada
masa kini.Sehingga dalam penelitian ini, penulis memberi judul: “Penerapan
Metode Double Movement dalam Memahami Hadis tentang Musik”
B. Pembatasan dan Perumusan Masalah
1. Pembatasan Masalah
Dari latar belakang yang telah dijelaskan di atas, untuk menghindari
pembahasan yang tidak mengarah kepada maksud dan tujuan dari penulisan
skripsi ini, maka penulis perlu membatasi pembahasan yang akan dibahas. Oleh
karena itu, penulis lebih memfokuskan pada hadis-hadis yang membahas tentang
musik, dan menitikberatkannya kepada metode double movement yang
dicanangkan Fazlur Rahman. Ada sembilan hadis yang dapat penulis kumpulkan,
namun hanya dua yang penulis bisa teliti.
6 Fazlur Rahman, Islam and Modernity. (Chicago: University of Chicago Press, 1982). Hlm. 5
7
2. Perumusan Masalah
Dari batasan masalah tersebut, maka dengan demikian penulis
merumuskan permasalahan utama dalam skripsi ini, yaitu: a. Bagaimana metode
double movement menjawab permasalahan tentang nyanyian?
C. Tujuan Penelitian
Adapun tujuan yang hendak dicapai dari penulisan skripsi ini adalah
sebagai berikut:
1. Untuk mengetahui dan memahami hadis tentang seni musik.
2. Untuk mengetahui penyelesaian pemahaman hadis tentang nyanyian yang
dikaji dengan menggunakan metode Double Movement.
3. Untuk memenuhi tugas akademik dan kewajiban bagi setiap mahasiswa
dalam rangka menyelesaikan program studi Tafsir – Hadis / Ilmu Al-
Qur’an dan Tafsir tingkat sarjana strata satu (S1) di Universitas Islam
Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.
D. Manfaat Penelitian
Adapun manfaat akan didapatkan dari penelitian dalam skripsi ini, adalah
sebagai berikut:
1. Mengetahui hadis-hadis tentang seni musik.
2. Mengetahui nilai ideal moral dalam hadis tersebut agar dapat dibumikan
pada masyarakat.
3. Menambah khazanah keilmuan dalam bidang Ilmu Hadis.
8
E. Kajian Pustaka
Dalam penelusuran pustaka, penulis menemukan beberapa literatur yang
berhubungan dengan judul skripsi, di antaranya:
Skripsi yang berjudul “Hadis-Hadis Tentang Seni Musik (Kajian Ma’anil
Hadis)” karya Muhammad Abdul Aziz, Fakultas Ushuluddin UIN Sunan Kalijaga
Yogyakarta 2008.
Skripsi lain yang berjudul “Penolakan Ibn Hazm Terhadap Hadis-hadis
Yang Mengharamkan Nyanyian” karya Ardiansyah Fakultas Ushuluddin dan
Filsafat UIN Syarif Hidayatullah Jakarta 2009.
Skripsi lain yang berjudul “Kajian Hadis-hadis Tematik Tentang Seni
Musik” karya Subur Abdurrahman Fakultas Ushuluddin dan Filsafat UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta 2009.
Penulis tentunya mencantumkan al-Kutub al-Sittah sebagai sumber
rujukan utama penelitian ini. Dalam al-Kutub al-Sittah tersebut terdapat berbagai
macam hadis yang di dalamnya memuat berbagai masalah, dan salah satunya
adalah hadis-hadis tentang musik, sementar itu sumber-sumber sekunder adalah
literatur-literatur yang mendukung dan berkaitan dalam pembahasan ini.
Selain itu penulis juga menemukan beberapa buku yang dapat dijadikan
sumber rujukan dalam skripsi ini yaitu, Siapa Bilang Musik Haram?, karya
Muhammad Nashiruddin al-Albani yang diterjemahkan oleh Abu Umar Basyir
(judul asli: Tahrim ala ath-Tharb); Seni dalam Pandangan Islam, karya
Abdurrahman al-Baghdadi; Musik Religius Islam, karya Henry George Farmer;
9
Seni di Dalam Peradaban Islam, karya Abdul Jabbar; dan Evolusi Konsep
Sunnah: Implikasinya pada Perkembangan Hukum Islam, karya Musahadi HAM.
Kajian terhadap hadis-hadis tentang seni musik memang sudah banyak
yang membahas, namun untuk menggunakan metode Double Movement sebagai
penyelesaiannya belum ditemukan. Untuk itu, menurut penulis penelitian ini layak
dilakukan dalam rangka menambah pengetahuan tentang bagaimana pandangan
Hadis Nabi Saw. tentang kebolehan maupun larangan musik.
Dengan demikian, sepanjang penelusuran penulis, penelitian tentang
Penerapan Metode Double Movement dalam Memahami Hadis tentang
Musik belum pernah diteliti dan layak dijadikan skripsi
F. Metodologi Penelitian
1. Metode Pengumpulan Data
Metode yang digunakan untuk penelitian ini adalah penelitian kepustakaan
(library research), yaitu semua data-data yang diambil dari bahan tertulis yang
berkaitan dengan hadis-hadis tentang musik dan metode Double Movement. Data
diambil dari dua sumber yaitu sumber primer dan sumber sekunder. Adapun
sumber primer yang diambil penulis ialah Kutub al-Tis’ah, sedangkan sumber
sekunder menggunakan buku-buku yang berkaitan dengan permasalahan yang
dikaji dalam skripsi ini.
10
2. Metode Pembahasan
Metode pembahasan pada penelitian ini adalah deskriptif analitik.7 yaitu
metode yang diarahkan untuk mengkaji dan mendeskripsikan gagasan primer
tentang hadis-hadis musik dan double movement.
3. Metode Penulisan
Metode penulisan skripsi ini mengacu pada buku Pedoman Penulisan
Skripsi, Tesis, dan Disertasi yang diterbitkan oleh UIN Syarif Hidayatullah
Jakarta tahun 2013/2014.
G. Sistematika Penulisan
Untuk memudahkan penyusunan skripsi ini, penulis melakukan pembagian
bahasan. Maka penulis akan menguraikannya ke dalam beberapa bab yang di
dalamnya memuat beberapa sub-bab. Adapun uraiannya ialah sebagai berikut:
Bab pertama; berisi tentang pendahuluan yang meliputi a) Latar Belakang
masalah, yang menjelaskan tentang pendahuluan dan kronologi permasalahan
sampai ke titik inti permasalahan, b) Batasan dan Rumusan Masalah, agar
pembahasan yang dikaji lebih fokus dan terarah, c) Tujuan Penelitian, tentang
tujuan penulis untuk mencapai target yang diinginkan, d) Manfaat Penelitian,
yaitu hasil yang dapat dirasakan bagi penulis dan pembaca dari skripsi ini, e)
Kajian Pustaka, f) Metodologi Penelitian, yang menjelaskan metode-metode yang
7 Deskriptif berarti menggambarkan secara tepat sifat-sifat individu, keadaan, gejala, atau
kelompok tertentu, dan untuk menentukan frekuensi atau penyebaran suatu gejala atau frekuensi
adanya hubungan tertentu antara suatu gejala lain dalam masyarakat. Analisis adalah jalan yang
dipakai untuk mendapatkan suatu pengetahuan ilmiayah yang mengadakan perincian terhadap
obyek yang diteliti dengan jalan memilah-memilih antara pengertian yang satu dengan pengertian
yang lain untuk sekedar memperoleh kejelasaan mengenai halnya. Sudarti, Metode Penelitian
Filsafat, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 1996), h. 47-59.
11
digunakan oleh penulis dalam penelitian, dan g) Sistematika Penulisan, untuk
menjelaskan struktural dan target pembahasan agar lebih efektif dan efisien.
Bab kedua; berisi Tinjauan umum tentang seni musik, yang meliputi a)
Pengertian Musik; b) Seni Musik pada Masa Rasulullah SAW; c) Seni Musik
pada Masa Sekarang; d) Diskursus Pandangan Ulama tentang Musik.
Bab ketiga; berisi Metode Double Movement, yang meliputi a) Pengertian
Double Movement; b) Tahap-tahap Metode Double Movement; c) Penerapan
Metode Double Movement.
Bab keempat; berisi Relevansi Hadis-Hadis tentang Nyanyian Melalui
Pemahaman Double Movement, yang meliputi a) Teks Hadis yang Membolehkan
beserta Takhrijnya; b) Teks Hadis yang Melarang beserta Takhrijnya; c) Tinjauan
Pemahaman Double Movement tentang Hadis-hadis Musik d) Relevansi Hadis-
Hadis Seni Musik di Masa Sekarang.
Bab kelima; berisi Penutup, yang meliputi; a) Kesimpulan, yang berisi
jawaban atas pertanyaan yang telah disebutkan dalam perumusan masalah, dan b)
Saran, berisi tentang saran-saran dari penulis.
12
BAB II
TINJAUAN UMUM TENTANG NYANYIAN
A. Pengertian Nyanyian dan Musik serta Perbedaannya
Musik dalam bahasa Yunani kuno disebut dengan istilah Mousike. Kata ini
dikembangkan dari asal kata Mousa dan Ike. Mousa berasal dari bahasa Mesir
Muse, sedangkan kata Ike berasal dari bahasa Celtik, Aik.8
Dalam Kata Kamus Besar Bahasa Indonesia, musik dapat diartikan ilmu
atau seni penyusunan nada atau suara dalam urutan, kombinasi, dan hubungan
temporal untuk menghasilkan komposisi (suara) yang mempunyai kesatuan dan
kesinambungan. Arti lainnya adalah nada atau suara yang disusun sedemikian
rupa sehingga mengandung irama, lagu, dan keharmonisan (terutama yang
menggunakan alat-alat yang dapat menghasilkan bunyi.9
Aristoteles mengatakan bahwa musik merupakan curahan kekuatan tenaga
penggambaran yang berasal dari gerakan rasa dalam suatu rentetan suara (melodi)
yang berirama.10 Dan menurut David Ewen, musik adalah ilmu pengetahuan dan
seni tentang kombinasi ritmik dari nada-nada, baik vokal maupun instrumental,
yang meliputi melodi dan harmoni sebagai ekspresi dari segala sesuatu yang ingin
diungkapkan terutama asppek emosional.
Menurut ahli perkamusan (lexicographer) musik ialah ilmu dan seni dari
kombinasi ritmis nada-nada, vokal maupun instrumental, yang melibatkan melodi
8 Henry S. Sabari, Musik Sebagai Metafisika “Mengingat Kembali yang Terlupakan”, dalam
Ultimart vol. V no. 1. (Universitas Multimedia Nusantara Tangerang: April 2012) h. 4 9 Pusat Bahasa Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Besar Bahasa Indonesia. (Jakarta: Pusat
Bahasa, 2008) h. 987 pdf 10 Artikel diakses pada 2 Agustus 2017 dari https://notepam.com/pengertian-seni-musik/
13
dan harmoni untuk mengekspresikan apa saja yang memungkinkan, namun
khususnya bersifat emosional.11
Dalam bahasa Arab, musik berasal dari kata ma’azif dari akar kata ‘azafa
yang artinya berpaling. Ma’azif merupakan kata plural dari mi’zaf, yakni sejenis
alat musik puluk yang terbuat dari kayu dan dimainkan oleh masyarakat Yaman
dan sekitarnya.
Pada perkembangannya, mi’zaf bermakna alat musik, tanpa perincian jenis
tertentu. Karena itu, masyarakat Arab biasa memaknai ma’azif dengan alat-alat
musik atau sesuatu yang melalaikan.12
Dari beberapa pendapat di atas, dapat disimpulkan bahwa musik adalah
salah satu ilmu atau bidang seni yang berupa suara atau bunyi atau nada yang
terkombinasi dalam urutan yang mempunyai kesatuan irama, melodi, harmoni
yang dapat menggambarkan perasaan penciptanya terutama dalam aspek
emosional.
Pada hakekkatnya musik itu netral, tetapi adakah pemahaman musik yang
sungguh-sungguh netral? Setiap orang memiliki latar belakang sejarah, budaya,
lingkungan, dan pengalaman berbeda yang mempengaruhi sikap, pandangan, dan
reaksi terhadap suatu musik tertentu. Kata “suatu musik tertentu” menyiratkan
adanya keberbagaian sikap dan musik yang nyaris tanpa batas sehingga
ketidakberpihakan atau sikap netral terhadap musik adalah suatu keadaan relatif
yang pada dasarnya sulit dibayangkan . sejarah, budaya, dan lingkungan –
11 Artikel diakses pada 2 Agustus 2017 dari http://notepam.com/pengertian-seni-musik/ 12 Artikel diakses pada 2 Agustus 2017 dari http://khazanah.republika.co.id/berita/dunia-
islam/khazanah/14/02/13/n0wwb9-sejarah-musik-islam-1
14
terutama sekali pada masyarakat tradisional yang belum banyak tersentuh oleh
perubahan kebudayaan industri dan teknologi baru- lebih bersifat ajeg (immanent,
stable) sehingga ketiga faktor determinan perubahan itu (sejarah, budaya, dan
lingkungan) secara kolektif tidak banyak mengubah pandangan masyarakat
tradidional pedesaan dan pedalaman, atau bahkan juga lingkungan kraton, budaya
musik tidak banyak berubah dari waktu ke waktu. Sejarah, budaya, dan
lingkungan justru lebih berperan sebagai faktor penjaga keajegan dan
kelestarian.13
Untuk menjelaskan musik tersebut kita harus menyadari bahwa musik itu
hidup dalam masyarakat; musik dianggap sebagai cerminan sistem sosial atau
sebaliknya. Ketika kita pertama kali mengenal sebuah musik, biasanya kita
mengamati akustiknya; melodi (lagu), ritme, tempo, warna nada (tone colour),
dan lain-lain. Dalam tahap ini kita mengamati musik sebagai kejadian akustik
saja. Dalam studi etnomusikologi14 hal demikian tidak cukup, kita harus
menghubungkannya dengan masalah kemasyarakatannya. Kita dapat meneliti
fungsi dan makna musik, misalnya bagaimana musik itu dipelihara dalam
masyarakat.
Lirik atau syair adalah salah satu unsur musik. Pada masa Rasulullah, kita
mengenal sahabat Hassan bin Tsabit (536M – 674M) yang dikenal sebagai Sang
Mujahid Berpanah Syair, dan dijuluki pula sebagai “Syair Rasulullah SAW”.
Setelah menjadi Muslim, beliau aktif berperan dalam perjuangan dengan mencipta
13 Suka Hardjana, Corat-coret Musik Kontemporer Dulu dan Kini. (Jakarta: kerjasama Ford
Foundation dan Masyarakat Seni Pertunjukan Indonesia, 2003) h. 7 14 Merupakan cabang dari musikologi yang diartikan sebagai "pembelajaran aspek sosial dan
budaya terhadap musik dan tarian dalam konteks lokal dan global." Dicetuskan oleh Jaap Kunst
dari kata Yunani ἔθνος ethnos (bangsa) dan μουσική mousike (musik), sering dianggap sebagai
antropologi atau etnografi musik.
15
dan membacakan syair-syair perjuangan. Rasulullah SAW merespon positif peran
juang Hassan bin Tsabit dan mengakui bahwa syair-syairnya ampuh untuk
melumpuhkan propaganda hitam yang dibuat oleh musuh-musuh Islam. Syair-
syairnya seperti anak panah yang meluncur menikam dada para penista kebenaran
penghina Sang Utusan. Bahkan sabda Beliau, Jibril ‘alaihissalam pun ikut serta
memberi apresiasi hangat untuk syair-syair Hassan.
Sedangkan yang dimaksud nyanyian adalah suatu komponen musik yang
terdiri dari lirik dan lagu. Walaupun tidak semua musik bisa dinyanyikan seperti
musik-musik instrumen, tetapi setiap nyanyian pasti mengandung unsur musik,
yaitu lagu dan lirik atau syair.
B. Nyanyian Pada Masa Rasulullah SAW.
Kehidupan masyarakat islam di zaman Nabi SAW. dan sahabat masa awal
ditandai oleh dua karakteristik, yaitu sederhana dan banyak berbuat untuk jihad
fīsabīlillāh membela islam dan meluaskannya. Sehingga tidak ada waktu untuk
bersenang-senang menciptakan keindahan dalam bentuk musik, lagu, apalagi
menikmati.15
Orang-orang Islam pada zaman Nabi saw. dan sahabat lebih tertarik oleh
seruan jihad dari pada lagu dan musik. Ini membuktikan bahwa masyarakat Islam
di masa Rasulullah saw. bukan tanah yang subur untuk kesenian. Tetapi ketika
wilayah Islam meluas, kaum muslimin berbaur dengan berbagai bangsa yang
masing-masing mempunyai kebudayaan dan kesenian sehingga terbukalah mata
15 Artikel diakses pada 2 Agustus 2017 dari http://www.referensimakalah.com/2012/11/musik-
zaman-nabi-saw-dan-sahabat.html
16
mereka kepada kesenian suara baru dengan mengambil musik-musik Persia dan
Romawi.16
Pada zaman Nabi saw. dan sahabat, tidak ada kaum pria yang berprofesi
sebagai penyanyi, namun ada yang memiliki suara indah. Orang Arab pada zaman
jahiliyah menganggap nyanyian sebagai suatu yang aib bagi kaum laki-laki,
bahkan bagi kaum perempuan merdeka dan bukan hamba sahaya, maka dari itu
mereka mengkhususkan penyanyi bagi para hamba sahaya wanita.17
Adapun tentang adanya penyanyi wanita, telah ditunjukkan oleh sebagian
hadis bahwa di Madinah terdapat penyanyi wanita, bahkan di Madinah merupakan
pusat nyanyian sejak zaman jahiliyah dibandingkan penduduk Makkah.
Sebagaimana telah diisyaratkan oleh Rasulullah saw:
“Sesungguhnya kaum Anshar sangat menyukai dan mengagumi permainan
(nyanyian)”.
Permasalahan lagu dan musik semakin merebak dan marak setelah masa
Rasulullah dan sahabat, bahkan banyak penyanyi yang sangat terkenal ketika itu,
di antaranya Izzah Al-Maila. Kemudian pada masa Bani Umayyah semakin
banyak lagi, bahkan lebih banyak dari sebelumnya. Dan pada masa Bani
Abasiyyah para seniman dan pujangga semakin bertambah lagi dan banyak dari
kaum laki-laki yang terhormat masuk ke dunia musik dan lagu. Mereka banyak
16 Artikel diakses pada 2 Agustus 2017 dari http://www.referensimakalah.com/2012/11/musik-
zaman-nabi-saw-dan-sahabat.html 17 Artikel diakses pada 2 Agustus 2017 dari http://www.referensimakalah.com/2012/11/musik-
zaman-nabi-saw-dan-sahabat.html
17
mengarang buku-buku tentang musik dan lagu dan menggubah syair-syair lagu
bagi para penyanyi.18
Ketika wilayah kekuasaan Islam meluas mencapai Eropa, pertumbuhan
seni musik berubah total. Pesatnya pertumbuhan seni musik pada saat itu sebagai
implikasi terjadinya akulturasi antara kebudayaan Islam dengan kebudayaan
daerah taklukannya. Pada msa itu muncullah seorang ahli musik bernama Ibnu
Bajjah (wafat tahun 705M). Setelah itu kaum muslimin banyak mempelajari
buku-buku musik yang diterjemahkan dari bahasa Yunani dan Hindia. Mereka
mengarang kitab-kitab musik baru dengan mengadakan penambahan dan
penyempurnaan serta pembaharuan baik dari segi alat-alat instrumen maupun
dengan sistem dan tekniknya. Diantara pengarang teori musik Islam yang terkenal
adalah:
1. Yunus bin Sulaiman al-Khatib (wafat tahun 785M). Beliau adalah
pengarang musik pertama dalam Islam, kitab-kitab karangannya dalam
musik sangat bernilai tinggi sehingga pengarang-pengarang teori
musik Eropa banyak yang merujuk pada kitab-kitab karangan beliau
ini.
2. Khalil bin Ahmad (wafat tahun 791M). Beliau telah mengarang buku
teori musik megenai not dan irama.
3. Ishak bin Ibrahim Mausulli (wafat tahun 850M) telah berhasil
memperbaiki musik Arab jahiliyah dengan sistem baru.19
18 Artikel diakses pada 2 Agustus 2017 dari http://www.referensimakalah.com/2012/11/musik-
zaman-nabi-saw-dan-sahabat.html 19 Artikel diakses pada 2 Agustus 2017 dari http://www.referensimakalah.com/2012/11/musik-
zaman-nabi-saw-dan-sahabat.html
18
Mensyukuri nikmat nurani (kecerdasan rohani atau spiritual intelligence)
ialah dengan berdzikir membiasakan mengenang sifat-sifat Allah swt yang agung
(asmā al-husnā), menikmati keindahan alam, menghargai segala macam kesenian,
dari seni music (lagu) sampai ke seni lukis. Inilah salah satu hikmah mengapa kita
disunnahkan Rasulullah membaca Al-Qur’ān dengan melagukannya, bukan
seperti membaca surat kabar atau kitab-kitab lain. Oleh karena itu, kesenian
membaca Al-Qur’ān telah berkembang sejak dahulu kala di dalam dunia Islam.
Sejarah pun telah membuktikan bahwa kesenian musik ini sangat berkembang di
zaman keemasan Islam dahulu kala, baik di Timur maupun di Barat (Spanyol atau
Andalusia dahulu), sehingga pengaruh music islami ini di dalam music klasik dari
neger-negeri Eropa seperti musik ciptaan Bach, Vivaldi, Albinoni, Mozart,
Kachaturian, Mussorgsky, Ravel, Bizet, Rachmaninof, Rodrigo, Francisco
Tarrega, dan lain-lain sangat terasa.20
C. Nyanyian Pada Masa Sekarang
Perkembangan musik bergantung kepada upaya yang menyangkut
kreatifitas seniman. Bentuk kreativitas itu berupa tindakan inovatif dan penciptaan
baru yang mengandung nilai-nilai luhur yakni adanya unsur mendidik, keindahan,
dan menambah pengalaman jiwa sehingga musik itu mencapai bentuknya seperti
yang dikenal sekarang. Perkembangan musik juga harus dipahami mengandung
pengertian sejarah di dalamnya. Tentu saja perkembangan musik tidak dapat
20 Muhammah Imaduddin Abdulrahim, Islam Sistem Nilai Terpadu. (Jakarta: Gema Insani Press,
2002) h. 56
19
dipisahkan dari keberadaan tokoh-tokoh penting musik daerah (empu/maestro)
beserta karya-karya mereka.21
Di era digitalisasi teknologi musik saat ini, aneka perangkat aplikasi
teknologi hadir dan dengan manja menjanjikan berbagai kemudahan bagi
pemusik. Bekal pemahaman yang kurang matang sering kali melahirkan cara
pemanfaatan yang salah di kalangan pengguna teknologi tersebut.22
Di masa seperti sekarang, orang tak perlu lagi repot mewujudkan ide-ide
setiap gagasan konsep bermusiknya. Sendirian, seseorang mampu mewujudkan,
misalnya membuat hingga memainkan konsep musikal yang tidak pernah
terpikirkan dengan mudah.. ia tidak menunjuk kepada sesuatu yang bersifat
spesifik. Kecuali menyiratkan tentang suatu waktu ‘masa kini’ atau sesuatu yang
bersifat ‘kekinian’ yang tidak dibatasi oleh suatu periode waktu tertentu.
Secara spesifik, musik kontemporer hanya dapat dipahami dalam
hubungannya dengan perkembangan sejarah music Barat di Eropa dan Amerika.
Namun walaupun dapat mengacu pada sebuah pemahaman yang spesifik,
sesungguhnya label kontemporer yang dibubuhkan pada kata seni maupun musik
sama sekali tidak menunjuk pada sebuah pengertian yang per definisi bersifat
normative. Itulah sebabnya, terutama bagi yang awam, seni atau musik
kontemporer banyak menimbulkan kesalahpahaman yang berlarut-larut.23
Jadi, musik kontemporer adalah musik yang timbul bukan karena budaya
masa, tetapi musik yang timbul karena kebutuhan adanya ‘pembaruan’ sebagai
21 Sigit Aslono dkk, Apresiasi Seni: Seni Tari dan Seni Musik 2. (Jakarta: Yudhistira, 2007) h. 84 22 Fariz RM, Living in Harmony; Jati Diri, Ketekunan, dan Norma. (Jakarta: Kompas, 2009) h.
135 23 Suka Hardjana, Corat-coret Musik Kontemporer Dulu dan Kini. (Jakarta: Ford Foundation dan
Masyarakat Seni Pertunjukan Indonesia, 2003) h.251.
20
tuntutan terhadap masa lalu yang sudah tidak sesuai lagi atau dianggap telah
usang. Sebagai karya seni yang lebih mementingkan kebebasan ekspresi yang
berorientasi pada seni untuk seni, musik kontemporer tidak akan terpengaruh oleh
masyarakat baik diminati atau tidak. Di barat khususnya Eropa sangat dibedakan
antara budaya musik hiburan dengan budaya musik seni. Walaupun demikian,
kedua jenis musik ini sebenarnya sama-sama dibuat untuk masyarakat.
D. Diskursus Pandangan Ulama tentang Nyanyian
Berikut adalah pandangan beberapa ulama tentang nyanyian baik yang
membolehkan maupun yang melarang:
1. Muhammad AL-Ghazali
Bukankah Allah swt. berfirman:
Dia-lah Allah, yang menjadikan segala yang ada di bumi untuk
kamu dan Dia berkehendak (menciptakan) langit, lalu dijadikan-Nya tujuh
langit. dan Dia Maha mengetahui segala sesuatu. (QS. Al-Baqarah/2: 29)24
Al-Ghazali mengatakan, berdasarkan ayat ini, bisa disimpulkan
bahwa pada asalnya seluruh yang ada di bumi ini adalah halal dan tidak
ada pengharaman, kecuali dengan nash yang pasti. Kenyataannya, ada
beberapa kelompok yang senang dengan tindakan pengharaman; jalan
mereka dalam memberi hukum terhadap sesuatu berlainan dengan jalan
yang ditempuh Rasulullah saw., yang apabila dihadapkan pada dua pilihan
24 Muahmmad AL-Ghazali, Al-Ghazali Menjawab 100 Soal Keislaman. (Tangerang: Lentera Hati,
2012) h. 236
21
pasti selalu memilih yang paling mudah selama tidak menimbulkan dosa.
Bilamana itu merupakan suatu dosa, maka beliau adalah orang yang paling
menjauhinya. Anas bin Malik meriwayatkan bahwa Rasulullah saw.
bersabda:
“Janganlah kamu sekalian mempersulit diri kalian sehingga akan
dipersulit. Sesungguhnya ada suatu kaum yang mempersulit diri sehingga
mereka dipersulit. Mereka itulah tersisa di tempat-tempat pertapaan dan
biara-biara; mereka menjalani kerahiban yang sangat menyimpang dari
ketentuan ajaran sebenarnya.”25
Musik seperti bernyanyi, Al-Ghazali telah melihatnya dalam
sunnah bahwa Nabi saw. pernah memuji suara Abu Musa Al-Asy’ari-
suaranya sangat merdu dan beliau pernah mendengarkannya melagukan
bacaan Al-Qur’ān-dengan bersabda: “Aku diberi seruling dari antara
seruling keluarga Daud.” Seandainya seruling alat yang hina (terlarang),
niscaya beliau tidak akan mengatakannya.26
Rasulullah saw. telah mendengarkan suara rebana dan seruling
tanpa keberatan. Al-Ghazali tidak tahu dalil dari mana sehingga sebagian
orang mengharamkan musik dan berupaya menjauhkan orang dari
mendengarkan musik.27
25 Muahmmad AL-Ghazali, Al-Ghazali Menjawab 100 Soal Keislaman. (Tangerang: Lentera Hati,
2012) h. 237
27 Muahmmad AL-Ghazali, Al-Ghazali Menjawab 100 Soal Keislaman. (Tangerang: Lentera Hati,
2012) h. 240
22
2. Muhammad Nashiruddin Al-Albani
Menurut Al-Albani, harus diketahui bahwa nyanyian itu memiliki
berbagai sifat khas yang berpengaruh mengendapkan warna kemunafikan
dalam hati, sehingga tumbuh tak ubahnya tanam-tanaman.28
Di antara karakter khas nyanyian adalah bahwa nyanyian dapat
melenakan hati dan menghalanginya untuk memahami Al-Qur’an dan
merenungkannya serta mengamalkan kandungannya. Karena Al-Qur’an
dan nyanyian itu tidak akan bertemu secara bersamaan dalam hati
selamanya, karena keduanya saling berlawanan.29
Nashiruddin juga mengatakan bahwa setelah terbukti hikmah
diharamkannya nyanyian berdaraskan atsar-atsar terdahulu, yakni bahwa
nyanyian dapat melenakan hati sehingga tak mampu taat dan berdzikir
kepada Allah swt. itu hal yang sudah terbukti. Dengan demikian, orang
yang menikmati lagu, baik dengan sengaja atau tidak, masing-masing telah
terkena peringatan firman Allah swt.:
Dan di antara manusia (ada) orang yang mempergunakan
Perkataan yang tidak berguna untuk menyesatkan (manusia) dari jalan
Allah tanpa pengetahuan dan menjadikan jalan Allah itu olok-olokan.
mereka itu akan memperoleh azab yang menghinakan.30
28 Muhammad Nashiruddin Al-Albani, Siapa Bilang Musik Haram?; Pro Kontra Masalah Musik
dan Nyanyian. (Jakarta: Daarul Haq, 2008) h. 182. 29 Muhammad Nashiruddin Al-Albani, Siapa Bilang Musik Haram?; Pro Kontra Masalah Musik
dan Nyanyian. (Jakarta: Daarul Haq, 2008) h. 182. 30 Q.S. Luqmān/31: 6-7
23
3. Menurut Ulama-ulama Syafi’iyah
Para ulama Syafi’iyah berpendapat bahwa nash-nash syara telah
menunjukkan bahwa menyanyi, menari, memukul rebana sambil bermain
dengan senjata-senjata perang pada hari raya adalah mubah (boleh) sebab
hari seperti itu adalah hari yang berbeda, seperti khitanan dan semua hari
kegembiraan yang memang dibolehkan syara’.
Bahkan, kata al-Syafi’i, memukul-mukul (al-taqtaqah) dengan
tongkat hukumnya makruh. Permainan seperti itu biasa dilakukan orang-
orang zindiq, hingga mereka lupa membaca al-Qur’an. Al-Syafi’i
mengutip sebuah hadits yang mengatakan bahwa permainan dadu adalah
salah satu jenis permainan yang paling dimakruhkan dibanding permainan-
permainan yang lain. “Dan saya”, tegas al-Syafi’i, “sangat membenci
permainan catur. Bahkan semua jenis permainan. Sebab permainan
bukanlah aktivitas ahli agama dan orang-orang yang memiliki harga
diri (muru’ah).”31
31 Abi Hamid Muhammad bin Muhammad Al-Ghazali, Ihya Ulumuddin, Libanon: Dar Al-Fikr, tt,
h.267
24
BAB III
METODE DOUBLE MOVEMENT
A. Pengertian Metode Double Movement
Dapat dikatakan Fazlur Rahman adalah pemikir muslim yang dipandang
sebagai pionir bagi hermeneutika Al-Qur’an. Bahkan bagi kedua pemikir yang
disebutkan sebelumnya, Farid Essack dan Amina Wadud Muhsin, metodologi
tafsir Rahman sangat mempengaruhi mereka. Namun demikian, hermeneutika Al-
Qur’annya Fazlur Rahman juga ternyata sangat dipengaruhi oleh perdebatan dua
hermeneut sebelumnya, antara Emilio Betti dan Gadamer.32
Dalam kajiannya mengenai evolusi sunnah dan hadis, Rahman memang
mengonformasi temuan-temuan atau teori-teori para sarjana Barat tentang evolusi
kedua konsep tersebut, tetapi ia tidak sepakat dengan teori mereka bahwa konsep
dunnah Nabi merupakan kreasi kaum Muslim yang belakangan. Baginya, konsep
sunnah Nabi merupakan “konsep yang shahih dan operatif sejak awal Islam dan
tetap demikian sepanjang masa.” Rahman memang mengakui bahwa di dalam Al-
Qur’an tidak terdapat istilah sunnah yang merujuk pada ajaran-ajaran ekstra-
qurani Nabi, tetapi konsep sunnah Nabi menurutnya telah eksis sejak awal islam.
Untuk mendukung pandangannya tentang eksistensi sunnah Nabi ini, ia merujuk
pada pernyataan-pernyataan Al-Qur’an yang menegaskan bahwa pada diri
Muhammad terdapat uswah hasanah (teladan yang baik atau contoh yang harus
diikuti). Pernyataan-pernyataan Al-Qur’an ini oleh Rahman dianggap dengan jelas
32 M. sirozi, dkk, Arah Baru Studi Islam di Indonesia. Ed. Toto Suharto, dkk (Jogjakarta: Ar-Ruzz
Media, 2016) h. 266.
25
menyiratkan arti bahwa kaum Muslim sejak “sebermula” telah memandang
perilaku Nabi sebagai suatu konsep.33
Dengan menggarisbawahi bahwa tugas interpretasi adalah memahami
prinsip-prinsip dari Al-Qur’an (Allah), dan situasi objektif adalah suatu sine qua
non bagi pemahaman, khususnya dengan memandang normativitasnya bagi kaum
muslim, maka Al-Qur’an secara harfiah adalah respon Tuhan melalui pikiran
Muhammad (faktor yang terakhir ini secara radikal telah diremehkan oleh
ortodoksi Islam) terhadap suatu situasi historis. Dengan melihat perdebatan
panjang antara Gadamer dan Betti ini, posisi Fazlur Rahman terlihat cenderung
kepada aliran objektivitas dalam mengedepankan interpretasi objektif. Secara
khusus, tugas interpretasi yang dikedepankan Rahman selaras dengan tugas
interpretasi Betti, yaitu “untuk memahami makna bentuk-bentuk ini, untuk
mengungkapkan pesan yang ingin mereka sampaikan kepada kita. Interpretasi
merupakan sebuah aktivitas bertujuan yang bertugas membawa kepada sebuah
pemahaman”. Secara jujur, Rahman mengakui bahwa pandangannya kembali
kepada ajaran atau pikiran “pengarang” Al-Qur’an dipengaruhi oleh pemahaman
sebagai rekonstruksi maksud pengarang dalam istilah Betti. Meskipun demikian,
Rahman juga melampaui Betti saat ia menambahkan bahwa penisbatan tersebut
tidak hanya dalam pikiran pengarangnya, tetapi juga pada situasi di mana ia
menjadi respons.
Mengenai hadis, Rahman berpendapat bahwa keberadaannya dapat
diterima sebagai sumber otoratif ajaran Islam di samping Al-Qur’an, dengan tetap
33 Tufik Adnan Amal, ISLAM DAN TANTANGAN MODERNITAS: Studi atas Pemikiran Hukum
Fazlur Rahman. (Bandung: Mizan, 1996) h. 166
26
merujuk pada pengertian hadis pada umumnya, Rahman memperluas makna hadis
yang berarti suatu cerita yang biasanya sangat pendek dalam rangka memberikan
informasi tentang apa yang dikatakan, dilakukan, disetujui atau yang tidak
disetujui Nabi SAW atau informasi serupa mengenai sahabat-sahabat, khususnya
para sahabat senior terutama empat khalifah yang pertama. Pada masa Rasulullah,
hadis berkembang sebagai sebuah tradisi informal di kalangan umat muslim.
Namun pasca wafatnya Rasulullah hadis bergeser kepada kedudukan semi
formal.34 Karena itu pada masa-masa awal hadis secara bebas ditafsirkan oleh
umat Islam sesuai dengan situasi yang sedang dihadapi, dan dinamakan sebagai
“Sunnah yang hidup”. Maka, pada fasenketida dan keempat dari abad pertama
melalui proses penafsiran secara bebas demi praktik dan aktual, “sunnah yang
hidup” berkembang dengan pesat di kalangan umat Muslimin dan karena
perbedaan di dalam praktik “sunnah yang hidup”, maka hadis pun berkembang
menjadi sebuah disiplin yang formal. Pada generasi setelah wafatnya Rasulullah,
hadis menjadi sebuah pembicaraan yang resmi dan pandangan dogmatis.35
Dalam rangka memahami prinsip-prinsip Al-Qur’an dan kemudian
mengaplikasikannya ke dalam kehidupan modern, Fazlur Rahman mengajukan
proses interpretasi yang ia sebut dengan double movement.36
Menurut Taufik Adnan Amal dalam bukunya Islam dan Tantangan
Modernitas, metodologi Rahman bersandar sepenuhnya pada pendekatan historik
untuk memperoleh makna teks dan pada analisis latar sosiologis untuk memahami
34 Fazlur Rahman, Islam and Modernity: Transformation of an Intelectual Tradition, (Chicago:
The University of Chicago Press, 1982), h. 6. 35 Fazlur Rahman, Islamic Methodology in History, (Islamabad: Islamic Research Institute Press,
1964), h. 32-34 36 M. sirozi, dkk, Arah Baru Studi Islam di Indonesia. Ed. Toto Suharto, dkk (Jogjakarta: Ar-Ruzz
Media, 2016) h. 272-273.
27
sasaran Al-Qur’an. Karena jarak kita yang jauh dari masa wahyu, sangat sukar
kita memperoleh gambaran utuh mengenai situasi sosial waktu itu. Dalam kalimat
Shadr “terdapat jarak yang sangat jauh antara situasi social ketika nash-nash itu
dilahirkan dengan situasi sosial dewasa ini, ketika nash-nash itu dijadikan
rujukan.”
Dari mana kita memperoleh informasi tentang situasi masa lalu itu?
Pertama, dari buku-buku tarikh, yang terbukti sering kali ditulis oleh orang-orang
yang tidak mempunyai pengetahuan historigrafi tetapi mempunyai motif-motif
yang patut dicurigai. Apalagi, seperti kata sebagian orang, Tuhan dapat membuat
sejarah, tetapi hanya ahli sejarah yang dapat mengubah sejarah. Karena itu, seperti
yang dilukiskan oleh Taufik dalam buku ini, para orientalis lewat “analisis
sosiologis” mereka dapat “membuktikan” pengaruh-pengaruh Kristen dan Yahudi
dalam Al-Qur’an.37
Kedua, kita merumuskan situasi si zaman Nabi itu dari asbab al-nuzul
(maupun asbab al-wurud). Rahman menyadari pentingnya asbab al-nuzul, tetapi
pada saat yang sama menilai bahwa literature asbab al-nuzul itu sering kali sangat
bertentangan dan kacau balau. Apalagi sebagai pelanjut madzhab ‘Umari, Rahman
sering kali tidak ragu-ragu menganggap hadis-hadis sebagai “fiksi yang
dirumuskan belakangan saja”, bila bertentangan dengan apa yang telah
dipandangnya sebagai prinsip-prinsip umum ajaran Al-Qur’an.38
37 Taufik Adnan Amal, ISLAM DAN TANTANGAN MODERNITAS: Studi atas Pemikiran Hukum
Fazlur Rahman. (Bandung: Mizan, 1996) h. 28 38 Taufik Adnan Amal, ISLAM DAN TANTANGAN MODERNITAS: Studi atas Pemikiran Hukum
Fazlur Rahman. (Bandung: Mizan, 1996) h. 28
28
B. Tahap-tahap Metode Double Movement
1. Yang pertama dari dua gerakan (atau gerakan ganda atau double
movement) yang disebutkan di atas, terdiri atas dua langkah.
1.1.Langkah pertama, seseorang harus memahami arti atau makna suatu
pernyataan tertentu dengan mempelajari situasi atau problem historis
di mana pernyataan tersebut merupakan jawabannya. Tentu saja,
sebelum mempelajari teks-teks spesifik dalam sinaran situasi
spesifiknya, suatu kajian umum mengenai situasi makro dalam
batasan-batasan masyarakat, agama, adat-istiadat, pranata-pranata,
bahkan tentang kehidupan secara menyeluruh di Arabia pada saat
kehadiran Islam serta khususnya di dan di sekitar Makkah – dengan
tidak mengesampingkan peperangan-peperangan Persi-Bizantium –
harus dilakukan. Jadi, langkah pertama dari gerakan pertama ini
merupakan upaya untuk memahami Al-Qur’an secara utuh maupun
dalam batasan-batasan ajaran spesifik yang merupakan respon
terhadap situasi-situasi spesifik.39
1.2.Langkah kedua adalah menggeneralisasikan jawaban-jawab spesifik
tersebut dan menyatakannya sebagai pernyataan-pernyataan yang
memiliki tujuan moral umum yang dapat disarikan dari teks-teks
spesifik Al-Qur’an dalam sinaran latar belakang sosio-historis dan
rationes legis yang sering dinyatakan. Benar, langkah pertama –
memahami makna teks-teks spesifik Al-Qur’an – itu sendiri
menyiratkan arti langkah kedua dan akan membawa kepadanya.
39 Fazlur Rahman, Islamic Methodology in History, (Islamabad: Islamic Research Institute Press,
1964), h. 30
29
Selama proses ini, perhatian harus diarahkan kepada tujuan ajaran Al-
Qur’an sebagai suatu keseluruhan sehigga setia arti tertentu yang
dipahami, setiap hokum yang dinyatakan, serta setiap tujuan yang
dirumuskan akan koheren dengan lainnya. Al-Qur’an sebagai suatu
keseluruhan memang menanamkan suatu sikap yang pasti terhadap
kehidupan dan benar-benra memiliki suatu weltanschauung yang
konkret; ia juga mendaku bahwa ajarannya “tidak mengandung
kontradiksi-dalam” tetapi koheren secara keseluruhannya.40
Rahman mengemukakan bahwa suatu kajian terhadap pandangan-
pandangan generasi-generasi muslim paling awal akan membantu langkah
memahami dan menafsirkan Al-Qur’an. Tetapi pandangan-pandangan ini
harus menempati tempat kedua dalam materi-materi objektif, karenatradisi
awal historis awal itu – walaupun akan membantu – juga harus dinilai
dengan pemahaman yang baru yang diperoleh dari Al-Qur’an sendiri. Hal
ini, menurut Rahman, disebabkan terlalu sedikitnya upaya untuk
memahami Al-Qur’an seabgai suatu kesatuan yang berkelindan. Lebih
jauh, dengan berlalunya waktu dan dengan muncul serta mengkristalnya
sudut-sudut pandang serta gagasan-gagasan keagamaan tertentu, telah
tumbuh subur penafsiran-penafsiran subjektif, sehingga tradisi historis ini
lebih merupakan objek penilaian dari pemahaman yang baru ketimbang
membantunya. Dengan demikian, terlihat bahwa penerimaan Rahman
terhadap Islam sejarah dalam rangka memahami Al-Qur’an hanya terbatas
pada generasi-generasi Muslim paling awal. Bahkan terdapat kesan kuat
40 Fazlur Rahman, Islamic Methodology in History, (Islamabad: Islamic Research Institute Press, 1964), hlm. 29
30
dalam bahasan-bahasan Rahman bahwa penerimaan terhadap tradisi
historis Islam awal ini hanya terbatas pada generasi Muslim pertama,
generasi sahabat.
Dalam proses pemahaman dan penafsiran gerakan pertama
metodologis sistematis Rahman, sunnah Nabi – yakni perilaku aktual Nabi
dalam sejarah – juga diistilahkan Rahman sebagai hadis historis atau
biografis, sebagaimana dibedakan dari hadis teknis, merupakan bahan-
bahan kesejarahan objektif dalam rangka memahami pesan Al-Qur’an.
Penggunaannya dalam menafsirkan AL-Qur’an oleh Rahman, pada
faktanya, berada sepenuhnya dalam tradisi penafsiran modernisme
klasik.41
2. Sementara gerakan pertama dimulai dari hal-hal spesifik dalam Al-Qur’an
ke penggalian dan sistematisasi prinsip-prinsip umum, nilai-nilai, dan
tujuan-tujuan jangka panjangnya, maka gerakan kedua harus dilakukan
dari pandangan umum ini ke pandangan spesifik yang harus
diformulasikan dan direalisasikan sekarang. Maksudnya, yang umum itu
harus ditubuhkan ke dalam konteks sosio-historis konkret dewasa ini. Hal
ini, sekali lagi, membutuhkan kajian cermat terhadap situasi dewasa ini
dan analisis terhadap berbagai unsur komponennya sehingga kita dapat
menilai situasi sekarang dan mengubahnya sejauh yang diperlukan, serta
mendeterminasi prioritas-proiritas baru untuk mengimplementasikan nila-
nilai Al-Qur’an secara segar. Hingga taraf kita mampu mencapai kedua
41 Taufik Adnan Amal, ISLAM DAN TANTANGAN MODERNITAS: Studi atas Pemikiran Hukum
Fazlur Rahman. (Bandung: Mizan, 1996) h. 30
31
momen gerakan ganda ini dengan berhasil, maka perintah-perintah Al-
Qur’an akan menjadi hidup dan efektif kembali.42
Momen kedua ini juga akan berperan sebagai pengoreksi hasil-
hasil momen pertama, yakni hasil-hasil pemahaman dan penafsiran.
Karena jika hasil-hasil pemahaman ternyata gagal, dalam aplikasinya di
masa kini, maka tentunya telah terjadi kegagalan dalam menilai situasi
saat ini secara tepat atau kegagalan dalam memahami Al-Qur’an maupun
hadis. Sebab tidak mungkin bahwa sesuatu yang dapat dan secara aktual
dapat direalisasikan dalam tatanan spesifik di masa lampau tidak bisa
direalisasikan dalam konteks dewasa ini, dengan mempertimbangkan
perbedaan hal-hal spesifik dalam situasi saat ini – di mana (ungkapan)
“mempertimbangkan perbedaan-perbedaan hal-hal spesifik dalam situasi
saat ini” meliputi pengubahan aturan-aturan masa lampau selaras dengan
situasi yang telah berubah di masa kini (asalkan pengubahan ini tidak
memperkosa prinsip-prinsip umum dan nilai-nilai yang diperoleh dari
masa lampau) dan pengubahan situasi sekarang, di mana perlu hingga
selaras dengan prinsip-prinsip umum dan nilai-nilai tersebut.43
Sehubungan dengan gerakan kedua metodologis sistematis
Rahman – penubuhan prinsip-prinsip atau nilai-nilai normatif yang
diperoleh dari gerakan petama ke dalam situasi konkret dewasa ini. –
seseorang mungkin mempertanyakan pengaruh situasi dewasa ini terhadap
legislasi kontemporer yang bisa saja membolehkan hukum dari standar
42 Fazlur Rahman, Islamic Methodology in History, (Islamabad: Islamic Research Institute Press,
1964), h. 31 43 Taufik Adnan Amal, ISLAM DAN TANTANGAN MODERNITAS: Studi atas Pemikiran Hukum
Fazlur Rahman. (Bandung: Mizan, 1996) h. 196-198
32
keadilan dan kemurnian yang dibutuhkan oleh ajaran Al-Qur’an, tetapi,
menjawab keberatan ini, Rahman mengemukakan bahwa proses
penubuhan tersebut merupakan makna sesungguhnya dari aplikasi prinsip-
prinsip yang telah disarikan terhadap situasi baru. Proses ini tidaklah
berarti bahwa prinsip-prinsip atau nilai-nilai tersebut tidak mampu
menjawab kebutuhan-kebutuhan kontemporer; demikian pula, hal ini juga
tidaklah berarti bahwa prinsip-prinsip atau nilai-nilai itu gagal mengontrol
situasi masa kini: “Pada faktanya, titik temu yang berhasil antara prinsip-
prinsip normatif Islam dan penilaian terhadap situasi baru akan merupakan
bukti konklusif bahwa kedua tugas tersebut telah ditunaikan dewasa ini.”
Bahkan lanjut Rahman, “Proses tersebut merupakan satu-satunya cara
yang secara serempak mengefektifkan prinsip-prinsip Islam dan
melindungi dari subjektivitas (penafsiran) yang tidak semestinya.”44
C. Penerapan Metode Double Movement
Dalam gerakan ganda metodologi sistematis tersebut, kaitan antara masa
lampau dan masa kini ditegaskan terutama sekali dalam istilah-istilah dialektis.
Yang muncul dari interaksi antara masa lampau dan mas kini dalam skema
dialektis ini dapat dipandang sebagai sintesis baru. Dengan kata lain, kerangka
dan etos formulasi baru diperoleh dari semangat ajaran Al-Qur’an dan Sunnah,
sementara bentuk formulasi baru tersebut – dalam taraf tertentu – ditentukan oleh
modernitas. Selanjutnya, walaupun figur modernitas sangat menonjol dalam
44 Taufik Adnan Amal, ISLAM DAN TANTANGAN MODERNITAS: Studi atas Pemikiran Hukum
Fazlur Rahman. (Bandung: Mizan, 1996) h. 196-198
33
skema dialektis itu, tetapi figur ini memiliki orientasi dan tujuan yang tegar serta
baru.
Upaya Rahman lewat metodologi sistematisnya di atas dapat dikatakan
atau dipandang sebagai elaborasi sistematis dan sangat signifikan dari gagasan-
gagasan hukum Iqbal. Sewaktu mendeterminasi karakteristik negara Muslim
India, penyair-filosof Pakistan ini pernah mengungkapkan secara tentatif bahwa
dalam negara impiannya itu, Islam antara lain akan memiliki kesempatan untuk
memobilisasi hukumnya selaras dengan semangat aslinya dan semangat zaman
modern. Pernyataan tentatif Iqbal ini, yang merupakan penegasan elan
modernisme klasik – seperti tercermin dalam gagasan-gagasan Sir Sayyid, Amir
Ali, dan lainnya – diungkapkan secara sistematis dan signifikan oleh Rahman
dalam gerakan ganda skema dialektisnya. Tetapi elaborasi Rahman terhadap
gagasan tersebut, sebagaimana terlihat, menampakkan suatu orisinilitas pemikiran
yang mengagumkan, dan bahkan dijadikan sebagai ciri-pembeda utama antara
neomodernismenya dan modernisme klasik maupun gerakan-gerakan pembaruan
lainnya.45
Model hermeneutika yang ditawarkan Rahman sebagaimana di atas
apabila ditubuhkan pada ayat-ayat khusus bernuansa yurisprudensial maka etika
al-Qur’an pun sebagai prinsip umum harus dikedepankan dari pada upaya
perolehan hukum boleh tidaknya, halal haramnya, dan seterusnya. Di sini maka
perolehan hukum akan mengikuti etika al-Qur’an, bukan etika al-Qur’an yang
mengikuti perolehan hukum. Implikasinya memang hukum akan selalu berubah
45 Tufik Adnan Amal, ISLAM DAN TANTANGAN MODERNITAS: Studi atas Pemikiran Hukum
Fazlur Rahman. (Bandung: Mizan, 1996) h. 202
34
dinamis, menyesuaikan diri dengan perubahan situasi-situasi sosial yang terjadi,
sedangkan nilai-nilai etika atau tujuan-tujuan sosio moral jangka panjang akan
tetap dan tidak berubah. Simpulan sederhananya, jika penafsiran ayat-ayat al-
Qur’an, terlebih ayat-ayat yang bernuansa hukum, mengedepankan visi etis
sebagaimana harapan Rahman maka hukum yang dimunculkan juga bervisi etis.46
Akhirnya, Rahman menjanjikan bahwa metodologi yang ditawarkan itu,
selain dapat mengatasi krisis pemikiran Islam pada periode modern, juga dapat
mengakhiri pertumbuhan ijtihad yang tak semena-mena dan liar. Bahkan jika
dikaitkan dengan operasionalisasinya, Rahmna memandang bahwa Islam akan
lebih sungguh-sungguh dan efektif menampilkan dirinya sendiri melalui
metodologi ini ketimbang yang pernah dilakukan selama ini.47
46 Ulya, Hermeneutika Double Movement Fazlur Rahman: Menuju Penetapan Hukum Bervisi Etis.
(STAIN Kudus) h. 18 47 Tufik Adnan Amal, ISLAM DAN TANTANGAN MODERNITAS: Studi atas Pemikiran Hukum
Fazlur Rahman. (Bandung: Mizan, 1996) h. 203
35
BAB IV
PENERAPAN METODE DOUBLE MOVEMENT DALAM MEMAHAMI
HADIS TENTANG NYANYIAN
A. Teks Hadis tentang Nyanyian beserta Takhrijnya
Dalam memahami hadis tentang nyanyian ini ulama berbeda pendapat, ada
yang mengharamkan dan ada yang menghalalkan. Berikut salah satu hadis yang
menghalalkan:
ث نا ى بن أحد حد ث نا قال عي الرحن عبد بن ممد أن روعم أخب رن قال وهب ابن حدثه الأسدي وعندي وسلم عليه الل لىص الل ل رسو علي دخل قالت عائشة عن عروة عن حدار ان جع ب عاث بغناء ت غنيان راش على فاض وحول ال ال وق فا هرن بكر أبو ودخل هه و
لم عليه الل رسول ليه ع فأق بل وسلم ه علي الل صلى النب عند الشيان ممارة ف لما عهماد ف قال الا غمت هما غل ودان لعب عيد وم وكان فخر راب و بلدرق ال الل صلى النب سألت فإما ا على خدي راء و فأقامن عم ف قلت ت نظرن تشهي قال وإما وسلم عليه ي م دوك قول وهو خد
بك ق لت عم قال فاذهب 48 بن أرفدة حت إذا مللت قال ح
Telah menceritakan kepada kami Ahmad ibn Isa berkata, telah
menceritakan kepada kami ibnu Wahab berkata, telah mengabarkan kepada kami
‘Amru bahwa Muhammad ibn ‘Abdurrahman al-Asady, telah menceritakan
kepadanya dari ‘Urwah dari Aisyah berkata, “Rasulullah SAW masuk menemuiku
saat ketika di sisiku ada dua budak wanita yang sedang bersenandung dengan
lagu-lagu (tentang perang) Bu’ats49. Maka beliau berbaring di atas tikar lalu
memalingkan wajahnya. Kemudia masuklah Abu Bakar mencelaku, ia
mengatakan, “Seruling-seruling setan (kalian perdengarkan) di hadapan Nabi
SAW!” Rasulullah SAW lantas memandang kepada Abu Bakar seraya berkata:
“Biarkanlah keduanya.” Setalah beliau tidak menghiraukan lagi, aku memberi
isyarat kepada kedua sahaya tersebut agar lekas pergi, lalu keduanya pun pergi.
Saat Hari Raya ‘Ied, biasanya ada dua budak sudan yang memperlihatkan
kebolehannya mempermainkan tombak dan perisai. Maka adakalanya aku sendiri
yang meminta kepada Nabi SAW, atau beliau yang menawarkan kepadaku:
“Apakah kamu mau melihatnya?” Maka aku jawab, “Ya, mau.” Maka beliau
48Al-Imam al-Hafidz Abi Abdullah Muhammad bin Ismail bin Ibrahim bin al-Mughirah al-Ja’fi al-
Bukhari, Shahih Bukhari. kitab al-‘īdainī hadis no. 949-950 (Nasyirun; Maktabah al-Rusyd) h. 130
pdf file. 49 Bu’ats adalah perang yang isinya penuh dengan kesatriaan dan keberanian. Perang Bu’ats
adalah peperangan yang sangat dahsyat antara kaum Aus dan Khazraj. Menurut Ibnu Sa’ad,
seorang ahli sejarah klasik, perang tersebut terjadi pada 3 tahun sebelum hijrah. Menurut Ibnu
Ishaq, seorang ahli sejarah klasik dalam peperangan ini pemimpin kaum Aus, Hudhair terluka dan
akhirnya mati. Pemimipin kaum Khazraj, Amru bin Nu’man, terkena panah dan akhirnya
meninggal juga. Dalam perang ini kaum Khazraj kalah.
36
menempatkan aku berdiri di belakangnya, sementara pipiku bertemu dengan
pipinya sambil beliau berkata: “Teruskan hai Bani Arfidah!” Demikianlah
seterusnya sampai aku merasa bosan lalu beliau berkata: “Apakah kamu merasa
sudah cukup?” Aku jawab, “Ya, sudah.” Beliau lalu berkata: “Kalau begitu
pergilah.”
Penulis telah melakukan takhrij terhadap hadis di atas berdasarkan tema,
berikut hasilnya.
Disebutkan kembali dalam kitab Shahīh al-Bukhārī dengan nomor hadis
berbeda:
ثن ، قال: عمرو، حد ثن ابن وهب ث نا إساعيل، قال: حد أبو الأسود، عن عروة، عن حدها: دخل علي رسول الل صلى الله عليه و عن ار ان ت غنيان ب عائشة رضي الل غناء سلم، وعندي
هه، فدخل أبو بكر ، فا راش وحول و جع على ال ند هرن وقال: ممارة الشيان ع ب عاث، فاض، ف لما «ادعهم »لى الله عليه وسلم، ف قال: يه رسول الل ص رسول الل صلى الله عليه وسلم، فأق بل عل
ودان ب ا قالت: وكان وم عيد لعب ال ل غمت هما، فخر راب، فإما سألت رس غ رق وا ول لد، خدي ع ، ف «تشهي ت نظرن »لم، وإما قال: الل صلى الله عليه وس لى قالت: عم، فأقامن وراء
، و قول: بك »، حت إذا مللت، قال: «دوكم بن أرفدة »خد ، ق لت: عم، قال: «ح: ف لما غ ل 50 »فاذهب «، قال أبو عبد الل : قال أحد، عن ابن وهب
Telah bercerita kepada kami Isma'il berkata telah bercerita kepadaku Ibnu
Wahb berkata 'Amru telah bercerita kepadaku Abu Al Aswad dari 'Urwah dari
'Aisyah radliallahu 'anha; "Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam masuk
menemuiku saat itu disisiku ada dua sahaya wanita yang sedang bersenandung
dengan lagu-lagu (tentang perang) Bu'ats. Maka Beliau berbaring di atas tikar lalu
memalingkan wajahnya. Kemudian masuk Abu Bakar lalu mencelaku dan
berkata: Seruling-seruling syetan (kalian perdengarkan) di hadapan Rasulullah
shallallahu 'alaihi wasallam? Maka Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam
memandang kepada Abu Bakar dan berkata: "Biarkanlah keduanya". Setelah
Beliau tidak menghiraukan lagi, aku memberi isyarat kepada kedua sahaya
tersebut lalu keduanya pergi. Saat Hari Raya 'Ied, biasanya ada dua budak Sudan
yang memperlihatkan kebolehannya mempermainkan tombak dan perisai. Maka
adakalanya aku sendiri yang meminta kepada Nabi shallallahu 'alaihi wasallam
50Al-Imam al-Hafidz Abi Abdullah Muhammad bin Ismail bin Ibrahim bin al-Mughirah al-Ja’fi al-
Bukhari, Shahih Bukhari. Kitab al-Jihād wa as-Siyar hadis no. 2906-2907 (Nasyirun; Maktabah al-
Rusyd) h. 392 pdf file.
37
atau Beliau yang menawarkan kepadaku: "Apakah kamu mau melihatnya? ' Maka
aku jawab: "Ya, mau". Maka Beliau menempatkan aku berdiri di belakang, Beliau
dimana pipiku bertemu dengan pipi Beliau sambil Beliau berkata: "Teruskan hai
Banu Arfadah". Demikianlah seterusnya sampai aku merasa bosan lalu Beliau
berkata: "Apakah kamu merasa sudah cukup?" Aku jawab: "Ya, sudah. Lalu
Beliau berkata: "Kalau begitu pergilah". Berkata Abu 'Abdullah Al Bukhariy,
Ahmad berkata dari Ibnu Wahab: " Setelah Beliau shallallahu 'alaihi wasallam
tidak menghiraukan lagi".
Dalam kitab Shāhīh Muslim:
، ووس بن عبد الأعلى، ثن هارون بن سعيد الألي ث نا ا حد ظ لارون، قال: حد بن واللثه عن عروة، ع د بن عبد الرحن، حد ، أخب رن عمرو، أن مم قالت: دخل رسول ن عائشة، وهب
ار ان، ت غنيان بغناء ب راش، وحول الله صلى الله عليه وسلم وعندي جع على ال ، فاض عاث هه، فدخل أبو بكر فا هرن، وقال: ممار الشيان عند رس ؟ فأق بل صلى الله عليه وسلم ول الله و
ا، وكان و ، ف لما غ «دعهما»عليه رسول الله صلى الله عليه وسلم، ف قال: م عيد ل غمت هما فخرراب، فإما سألت ر رق وا ودان بلد هي تش » عليه وسلم، وإما قال: سول الله صلى الله لعب ال
، وهو ق « ت نظرن؟ ، خدي على خد حت « دوكم ي بن أرفدة »ول: ف قلت: عم، فأقامن وراءبك؟« ق لت: عم ، قال: »فاذهب «51 إذا مللت، قال: »ح
Telah menceritakan kepadaku Harun bin Sa'id Al `Aili dan Yunus bin
Abdul A'la -sedangkan lafazhnya dari Harun- keduanya berkata, telah
menceritakan kepada kami Ibnu Wahb telah mengabarkan kepada kami Amru
bahwa Muhammad bin Abdur Rahman telah menceritakan kepadanya dari 'Urwah
dari Aisyah ia berkata; Suatu ketika Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam masuk
ke dalam rumahku, sementara di tempatku terdapat dua orang budak wanita yang
sedang bernyanyi dengan nyanyian Bu'ats, lalu beliau langsung berbaring diatas
tempat tidur dengan membalikkan wajahnya. Setelah itu, masuklah Abu Bakar
dan langsung marah seraya berkata, "Nyanyian syetan ada di sisi Rasulullah
shallallahu 'alaihi wasallam?." Maka Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam pun
menemuinya dan bersabda: "Biarkanlah mereka berdua." Ketika ia tidak
mengindahkan lagi, maka saya pun memberi isyarat pada kedua budak wanita itu
sehingga keduanya pun keluar. Kemudian pada hari raya, orang-orang berkulit
hitam bermain baju besi dan tombak. Kemungkinan saya yang bertanya kepada
Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam atau pun beliau yang bertanya padaku,
"Apakah kamu ingin melihatnya?" Saya menjawab, "Ya." Maka beliau pun
meletakkanku berdiri di belakangnya, pipiku menempel di pipi beliau. Dan beliau
bersabda: "Silahkan kalian bermain-main, wahai bani Arfidah (gelar bangsa
51 Al-imam Abi Husein Muslim Bin Hajaj Al-Qusairy An-Naysaburi, Shohih Muslim. Kitab
Shalātu al-‘īdīn hadis no. 892 (Beirut, Daar Al-Kutub Al-ulumiyah( h. 607 pdf file.
38
Habasyah)." Hingga apabila aku bosan, beliau bertanya, "Cukup?" Aku
menjawab, "Ya." Beliau berkata, "Pergilah."
Dalam kitab Sunan Ibn Majjāh:
ث نا أبو بكر ب ث نا أبو أسامة، عن حد بة قال: حد هشام بن عروة، عن أبيه، عن ن أب شي واري الأ ار ان من ا ت قاولت ب عائشة، قالت: دخل علي أبو بكر ، وعندي ه صار ت غنيان
غني ي، ف قال أبوالأصار ف و ا ، قالت: ولي مور الشيان ف ب يت ال م ب عاث نب صلى بكر : أر، ف قال النب صل ن لكل بكر ، إ ي أب »ى الله عليه وسلم: الله عليه وسلم؟ وذلك ف وم عيد ال
«ق وم عيدا، وهذا عيدن «52
Telah menceritakan kepada kami Abu Bakr bin Abu Syaibah berkata; telah
menceritakan kepada kami Abu Usamah dari Hisyam bin ‘Urwah dari Bapaknya
dari 'Aisyah ia berkata; "Abu Bakar masuk ke dalam rumahku sementara di sisiku
ada dua anak gadis Anshar. Keduanya melagukan nyanyian yang biasa
dinyanyikan kaum Anshar pada hari raya Bu'ats." 'Aisyah melanjutkan; 'Dan
keduanya bukanlah penyanyi.' Abu Bakar berkata; 'Apakah ada seruling setan di
rumah Nabi shallallahu 'alaihi wasallam! ' Waktu itu sedang hari raya 'Iedul Fitri,
hingga Nabi shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: 'Wahai Abu Bakar,
sesungguhnya setiap kaum memiliki hari raya, dan hari ini adalah hari raya kita.'
Berikut penulis paparkan kajian sanad dan matan:
1. Kajian Sanad
1.1.Ahmad bin ‘Isa
Nama lengkapnya adalah Ahmad bin ‘Isa bin Hassan al-Mishry.
Semasa hidup beliau tinggal di Mesir, dan wafat pada 243H. Diantara
guru-guru beliau adalah Azhar bin Sa’din, Bisyri bin Bakr, Risydin bin
Sa’din, dan Abdullah bin Wahb. Sedangkan murid-muridnya antara lain
Al-Bukhari, Muslim, An-Nasa’i, dan Ibnu Majjah.
52Al-Hafidz Abi Abdullah Muhammad bin Yazid al-Qazwini, Sunan ibn Majjah. Kitab an-Nikāh
hadis no. 1898 (Jedah, Bait al-Afkar)h. 612 pdf file.
39
Yahya bin Ma’in mengatakan bahwa beliau kadzdzāb, An-Nasa’I
mengatakan laisa bihi ba’s, kemudian Abu Hatim mengatakan bahwa
orang-orang berkomentar tentangnya, tetapi Ibnu Hibban menyebutkannya
dalam ats-Tsiqāt.53
1.2.Ibnu Wahb
Nama lengkapnya adalah Abdullah bin Wahb bin Muslim al-
Qurasyi al-Fihriy, kuniyahnya Abu Muhammad al-Mishri al-Faqih.
Semasa hidup belaiu pernah tinggal di Mesir dan wafat pada 197H, ini
menjelaskan bahwa Ahmad ibn Isa memang berguru kepada beliau.
Diantara guru-guru beliau yaitu ‘Amru bin al-Harits al-Mishri,
Muhammad bin Abi Yahya al-Aslami, Al-Walid bin Mughirah, dan Yahya
bin Abdullah bin Salim. Sedangkan murid-muridnya antara lain Ahmad
bin ‘Isa al-Mishri, Hajjaj bin Ibrahim al-Azraq, Harmalah ibn Yahya, dan
Said bin Manshur.
Yahya ibn Ma’in dan Al-‘Ajli mengatakan bahwa beliau tsiqah,
An-Nasa’i mengatakan la ba’sa bih, sedangkan Ibnu Hajar mengatakan
bahwa beliau tsiqah hafidz, dan Adz-Dzahabi mengatakan bahwa beliau
adalah salah satu ahli ilmu.54
1.3.‘Amru
Nama lengkapnya adalah ‘Amru bin al-Harits bin Ya’qub bin
Abdullah ak-Anshari, kuniyahnya Abu Umayah Al-Mishri. Beliau tinggal
53 Jamaluddin Abi al-Hajjaaj Yusuf al-Mazi, Tahdzib al-Kamal fī Asma al-Rijal (Beirut;
Muassasah ar-Risalah) jilid 1 h. 417 54 Jamaluddin Abi al-Hajjaaj Yusuf al-Mazi, Tahdzib al-Kamal fii Asma al-Rijal (Beirut;
Muassasah ar-Risalah) jilid 16 h. 277
40
di Mesir dan Madinah dan wafat pada 149H. Diantara guru-guru beliau
adalah Ismail bin Ibrahim al-Anshari al-Mishri, Ayub bin Musa al-
Qurasyi, Abu al-Aswad Muhammad bin Abdurrahman bin Naufal,
dan Al-Mundzir bin ubaid al-Madani. Sedangkan murid-muridnya antara
lain Usamah bin Zaid al-Laitsi, Abdullah bin Wahb, Malik bin Anas, dan
Muhammad bin Syu’aib.
Yahya bin Ma’in, Al-‘Ajli dan Abu zur’ah mengatakan bahwa
beliau tsiqah, sedangkan Ibnu Hajar mengatakan beliau tsiqah, faqih, serta
hāfid, dan Ibnu Hibban menyebutkannya dalam ats-Tsiqāt.55
1.4.Muhammad bin Abdurrahman
Nama lengkap beliau adalah Muhammad bin Abdurarhman bin
Naufal bin al-Aswad bin Naufal, kuniyahnya Abu Al-Aswad Al-Madani.
Beliau tinggal di Madinah dan Mesir dan wafat pada tahun 131H. Diantara
guru-guru beliau adalah Bukair ibn Abdullah, Habib Maula ‘Urwan bin
az-Zubair, Sabim bin Abdullah, dan ‘Amir bin Abdullah bin Zubair.
Sedangkan murid-muridnya antara lain Usamah bin Zubaid al-Laitsi, Said
bin Abi Ayub, ‘Amru bin al-Harits, dan Muhammad bin Ishaq.
Ibnu Hajar, Abu Hatim, dan An-Nasa’i mengatakan bahwa beliau
tsiqah, dan Ibnu Hibban juga menyebutkan beliau dalam kitab ats-
Tsiqāt.56
55 Jamaluddin Abi al-Hajjaaj Yusuf al-Mazi, Tahdzib al-Kamal fii Asma al-Rijal (Beirut;
Muassasah ar-Risalah) jilid 21 h. 570 56 Jamaluddin Abi al-Hajjaaj Yusuf al-Mazi, Tahdzib al-Kamal fii Asma al-Rijal (Beirut;
Muassasah ar-Risalah) jilid 25 h. 645
41
1.5.‘Urwah
Nama lengkap beliau adalah ‘Urwah bin Az-Zubair bin Al-
Awwam bin Khuwailid bin Asad bin Abdul ‘Uzzi bin Qushiy Al-Qurasyi
Al-Asadi, kuniyahnya Abu Abdullah al-Madani. Beliau tinggal di
Madinah dan wafat pada 93H. Diantara gru-guru beliau adalah Usamah
bin Zaid, Hasan dan Husain bin Ali bin Abi Thalib, Usman bin ‘Affan,
Zubair bin Awwam, ‘Aisyah Ummul Mu’minin, dan Abu Hurairah.
Sedamgkan murid-muridnya antara lain Bakr bin Sawadah, Hubaib bin
Abi Tsabit, dan Muhammad bin Abdurrahman bin Naufal, dan
Muawiyah bin Ishaq.
Al-‘Ajli dan Ibnu Hajar mengatakan bahwa beliau tsiqah, dan Ibnu
Hibban menyebutkannya dalam ats-Tsiqāt.57
1.6.‘Aisyah
Nama lengkapnya adalah ‘Aisyah binti Abu Bakar Ash-Shidiq.
Beliau adalah istri tercinta Rasulullah SAW, tinggal di Madinah dan wafat
pada 58H. Diantara guru-guru beliau adalah Rasulullah SAW, Abu Bakar
Ash-Shiddiq, Fatimah, dan Said ibn Abi Waqash. Sedangkan murid-
muridnya antara lain Abu Hurairah, Abu Musa, Zaid bin Khalid, dan
‘Urwah bin az-Zubair bin al-Awwam.58
57 Jamaluddin Abi al-Hajjaaj Yusuf al-Mazi, Tahdzib al-Kamal fii Asma al-Rijal (Beirut;
Muassasah ar-Risalah) jilid 20 h. 11 58 Imam al-Hafidz Ahmad bin ‘Ali bin Hajar al-‘Asqalani, Al-Ishābah fī Tamyīz al-Shahābah
(Beirut; al-Maktabah al-‘Ashriyyah, 2012) h. 1917
42
Jadi hadis tersebut memang benar shahīh karena sanadnya bersambung
sampai kepada Rasulullah SAW dan para perawinya tsiqah.
Hadis yang membolehkan lebih bersifat khusus, karena membolehkannya
pada hari-hari tertentu seperti hari raya ‘Idul Fitri dan hari raya lainnya. Hadis
tersebut di atas mengkhususkan umumnya nash-nash yang mengharamkan musik
dan nyanyian serta membatasinya, yakni membolehkannya dalam kondisi dan
keadaan tertentu.
Dalam kitab Fath al-Bārī, yang perlu digarisbawahi dari hadis di atas
adalah bahwa Rasulullah SAW tidak melarang mendengarkan nyanyian dan
musik. Bahkan Rasulullah mengatakan da’humā (biarkan keduanya), atau dalam
riwayat Hisyam redaksinya “Hai Abu Bakar, sesungguhnya setiap kaum memiliki
hari raya, dan hari ini adalah hari raya kita”, merupakan alasan Rasulullah SAW
membiarkan kedua perempuan itu tetap bernyanyi.59
Sedangkan pada konteks kedua, kala itu adalah hari raya dan banyak orang
memainkan senjata perang, bahkan kadang kala Rasulullah SAW menawarkan
Aisyah untuk menonton pertunjukan itu, atau juga kadang Aisyah sendiri yang
meminta kepada Rasulullah, sampai Aisyah merasa cukup dan kemudian
Rasulullah menyuruhnya untuk pergi.
Berikut penulis sertakan hadis-hadis lain yang membolehkan musik:
Dalam Shahīh al-Bukhārī
59 Hafidz Ahmad Ali bin Hajar al-Asqalani, Fath al-Bārī bi Syarah Shahih al-Bukhārī, juz III (Dār
al-Fikr) h. 113-120
43
ث نا خالد بن ذ ث نا بشر بن المضل، حد دد، حد ث نا م ت كوان، قال: قالت الرب يع بن حداء النب صلى الله عليه وسلم راء، ، فجلس على فراشي فدخل حي معوذ ابن ع بن علي
وريت لنا، ضربن بلدف و ندب ، فجعلت ك من ن من قل من ببئي وم بدر ، إذ كمجل، وق و بلذي كنت ت قولي «60 قالت إحداهن: وفينا ب علم ما ف غد ، ف قال : »دعي هذ
Telah menceritakan kepada kami Musaddad, telah menceritakan kepada
kami Bisyru ibn al-Mufadhdhal, telah menceritakan kepada kami Khalid ibn
Dzakwan berkata Rubayyi’ bintu Mu’awwidz ibn ‘Afra` mengatakan bahwa
Rasulullah SAW datang masuk ke rumah saya di pesta perkawinan saya.
Rasulullah duduk di atas tikar, jarak antara beliau dengan saya seperti jarak antara
kamu dengan saya, maka beberapa Jariyah kami segera memukul rebana sambil
memuji-muji (secara bernyanyi) untuk orang tua saya yang mati di perang badar.
Tiba-tiba seorang Jariyah itu berkata “Dihadapan kita sekarang ada Nabi yang
dapat mengetahui di masa besok hari (hal-hal yang akan datang)” Rasulullah lalu
bersabda “Tinggalkanlah omongan yang begitu dan teruskanlah apa yang kamu
sebutkan (nyanyian) tadi.
، عن ابن شه ث نا الليث، عن عقيل ث نا يي بن بكي ، حد ، عن عروة، عن عائشة: أن أب حد اب ها، وعندها عنه، دخل علي م من بكر رضي الل ان، وتضربن ار ان ف أي ، والنب ت غنيان، وتدف
النب صلى الله عليه وس صلى الله عليه وسلم م غش بث وبه، فا هرها أبو بكر ، ف لم عن كشهه، ف قال: م عيد دعه »و م «. ما ي أب بكر ، فإ ها أي م من وتلك الأي ت . أي وقالت عائشة: رأ
ظر إل ابش رن، وأن أ رهم النب صلى الله عليه وسلم جد، ف ف قال ة، وهم لعبون ف الم
النب صلى الله عليه وسلم: »دعهم، أمنا بن أرفدة عن م ن الأمن «61
Menceritakan kepada kami Yahya ibn Bukair berkata, telah menceritakan
kepada kami al-Laits dari ‘Uqail dari Ibn Syihab dari ‘Urwah dari ‘Aisyah, bahwa
Abu Bakar r.a pernah masuk menemuinya pada hari-hari saat di Mina (Tasyriq).
Saat itu ada dua budak bermain rebana, sementara Nabi SAW menutup wajahnya
denga kain. Kemudian Abu Bakar melarang dan menghardik kedua budak it,
maka Nabi SAW melepas kain yang menutup wajahnya seraya berkata,
“Biarkanlah wahai Abu Bakar. Karena itu adalah hari raya’Ied.” Hari-hari itu
adalah hari-hari Mina (Tasyriq). Aisyah berkata, “Aku melihat Nabi menyaksikan
budak-budak Habsyah yang sedang bermain di dalam masjid. Riba-tiba ‘Umar
60 Abu Abdullah bin Abdul Salam bin Muhammad bin Umar, Shahih Bukhari. Kitab an-Nikāh
hadis no. 5147(Nasyirun; Maktabah al-Rusyd) h. 736 pdf file. 61 Abu Abdullah bin Abdul Salam bin Muhammad bin Umar, Shahih Bukhari. Kitab al-‘īdīn hadis
no. 987-988 (Nasyirun; Maktabah al-Rusyd) h. 135 pdf file.
44
menghentikan mereka, maka Nabi SAW pun bersabda: “Biarkanlah mereka
dengan jaminan Bani Afridah, yaitu keamanan.”
Dalam Sunan Abu Dawud
ث نا عبد الرزاق، أخب رن معمر ، حد ن بن علي ث نا ا ، عن حد بت ، قال: ، عن ا لم »أس م «62 بشة لقدومه ف رحا بذلك، لعبوا را قدم رسول الل صلى الله عليه وسلم المدنة لعبت ا
Telah menceritakan kepada kami al-Hasan ibn ‘Ali, telah menceritakan
kepada kami ‘Abdu al-Razaq, telah mengabarkan kepada kami Ma’mar, dari
Tsabit, dari Anas berkata “Tatkala Rasulullah SAW tiba ke madinah maka
menarilah orang-orang Habsyah menyambut beliau karena gembira mereka
menari dan memainkan alat senjata dan tombak-tombak mereka.
Dan berikut salah satu hadis yang mengharamkan nyanyian:
Sunan Ibn Majjah
ى عن معاوة ب ث نا معن بن عي ث نا عبد الل بن سعيد حد بن حرث عن حد عن حا ن صال رسول الل لك الأشعري قال قال مالك بن أب مري عن عبد الرحن بن غنم الأشعري عن أب ما
ه و م المر عليه وسلم ليشربن نس من أم ها عف على رءوسهم صلى الل ا بغي اسهم الق ردة وال نازر .63 م الأرض ويعل من الل بلمعازف والمغنيات ي
Telah menceritakan kepada kami Abdullah bin Sa'id telah menceritakan
kepada kami Ma'n bin Isa dari Mu'awiyah bin Shalih dari Hatim bin Huraits dari
Malik bin Abu Maryam dari Abdurrahman bin Ghanm Al Asy'ari dari Abu Malik
Al Asy'ari dia berkata, "Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda:
"Sungguh, sebagian dari ummatku akan meminum khamer yang mereka namai
dengan selain namanya, dan akan bernyanyi dengan para biduan disertai dengan
alat musik. Allah akan menutupi kehidupan mereka dan akan menjadikan
sebagian mereka kera dan babi."
Berikut penulis paparkan kajian sanad dan matan:
1. Kajian Sanad
1.1.Abdullah bin Sa’id
62 Abi Dawud sulaiman bin al-Asy’ats as-Sajastani, Sunan Abi Daud. Kitab al-Adab hadis no.
4923 (Jeddah, Bait al-Afkar) h. 891 pdf file. 63Al-Hafiz Abi Abdullah Muhammad bin Yazid al-Qazwini, Sunan ibn Majjah. Kitab al-Fitan
hadis no. 0404 (Jedah, Bait al-Afkar) h. 3111 pdf file.
45
Nama lengkapnya adalah Abdullah bin Sa’id bin Hushain al-Kindi,
atau dikenal juga dengan Abu Sa’id al-Asyaj al-Kufi. Beliau tinggal di
Kufah dan wafat pada 257H. Di antara guru-guru beliau adalah Ma’n bin
‘Isa al-Qazzāz, Mandhur bin Wardan, Husyaim bin Basyir, Abdullah bin
Musa, dan Yunus bin Bukhair. Sedangkan murid-muridnya antara lain
Ibnu Majjah, Abdurrahman bin Abi Hatim ar-Razi, Abu Zur’ah, Abu
Hatim, dan an-Nasa’i.
Yahya bin Ma’in mengatakan laisa bihi ba’s, Abu Hatim
mengatakan bahwa beliau tsiqah saduq, An-Nasa’i menilai beliau saduq,
Ibnu Hajar menilai tsiqah, adz-Dzahabi menilai beliau hafidh, dan Ibnu
Hibban menyebutkannya dalam ats-Tsiqāt.64
1.2.Ma’n bin Isa
Nama lengkap beliau adalah Ma’n bin ‘Isa bin Yahya bin Dinar al-
Asyja’I, atau dikenal juga dengan Abu Yahya al-Madani. Beliau tinggal di
Madinah, dan wafat pada tahun 198H. Di antara guru-guru beliau adalah
Mu’awiyah bin Shalih al-Hadrami, Hisyam bin Sa’d, ‘Ubaidah binti
Nabil, Zuhair bin Muhammad at-Tamimi, dan Sa’id bin Basyir. Sedangkan
murid-murid beliau antara lain Abu Sa’id Abdullah bin Sa’id al-Asyaj,
Yahya bin Ma’in, Ahmad bin Abdussomad al-Anshari, dan Ishaq bin
Musa al-Anshari.
64 Jamaluddin Abi al-Hajjaaj Yusuf al-Mazi, Tahdzib al-Kamal fii Asma al-Rijal (Beirut;
Muassasah ar-Risalah) jilid 15 h. 27
46
Ibnu Sa’d menilai tsiqah ma’mun, Yahya bin Ma’in menilai tsiqah,
Ibnu Hajar menilai tsiqah tsabat, dan Ibnu Hibban menyebutkan beliau
dalam kitab ats-Tsiqāt.65
1.3.Mu’awiyah bin Shalih
Nama lengkap beliau adalah Mu’awiyah bin Shalih bin Hudair bin
Sa’id bin Sa’d. beliau pernah tinggal di Andalusia dan madinah, dan wafat
pada tahun 158H. Diantara guru-guru beliau adalah Hatim bin Huraits,
Rasyid bin Sa’d, Rabi’ah bin Yazid, Sulaiman bin Musa ad-Damasyqi, dan
Ishaq bin Abdullah bin Abi Thalhah. Sedangkan murid-murid beliau
antara lain Ma’n bin ‘Isa al-Qazzaz, Asad bin Musa, Sufyan ats-Tsauri,
Abdurrahman bin Mahdi, dan Al-Laits bin Sa’d.
Ahmad bin Hanbal, Yahya bin Ma’in, Al-‘Ajli dan An-Nasa’I
menilai beliau tsiqah, Abu Zaur’ah menilai beliau tsiqah muhaddits, Abu
Hatim menilai beliau salih al-Hadits, Ibnu Hibban juga menyebut beliau
dalam kitab ats-Tsiqāt, tetapi Ibnu Hajar menilai beliau shaduq tapi punya
keragu-raguan.66
1.4.Hatim bin Huraits
Nama lengkap beliau adalah Hatim bin Huraits ath-Tha’I al-Mahri
asy-Syami al-Himshi. Beliau tinggal di Syam dan wafat pada tahun 138H.
Di antara guru-guru beliau adalah Malik bin Abi Maryam, Jubair bin
65 Jamaluddin Abi al-Hajjaaj Yusuf al-Mazi, Tahdzib al-Kamal fii Asma al-Rijal (Beirut;
Muassasah ar-Risalah) jilid 28 h. 336 66 Jamaluddin Abi al-Hajjaaj Yusuf al-Mazi, Tahdzib al-Kamal fii Asma al-Rijal (Beirut;
Muassasah ar-Risalah) jilid 28 h. 186
47
Naufal, dan Mu’awiyah bin Abi Sufyan. Sedangkan murid-muridnya
antara lain Mu’awiyah bin Shalih, dan Al-Jarah bin Malih al-Bahrani.
Berkata ‘Utsman bin Sa’id ad-Darimi dari Yahya bin Ma’in bahwa
beliau la a’raf, sedangkan Abu Hatim menilsi beliau syaikh.67
1.5.Malik bin Abi maryam
Nama lengkap beliau adalah Malik bin Abi Maryam al-Hakami
asy-Syami. Beliau tinggal di Syam. Guru belaiu adalah Abdurrahman
bin Ghanmi al-Asy’ari. Sedangkan muridnya adalah Hatim bin Huraits.
Ibnu Hajar menilai beliau maqbul, Adz-Dzahabi menilai la yu’raf,
dan Ibnu Hibban menyebut beliau dalam kitab ats-Tsiqāt.
1.6.Abdurrahman bin Ghanmi
Nama lengkap beliau adalah Abdurrahman bin Ghanmi al-Asy’ari
asy-Syami. Beliau tinggal di Syam, dan wafat pada tahun 78H. Guru-guru
beliau antara lain Rasulullah SAW, Abi Malik al-Asy’ari, ‘Utsman bin
‘Affan, ‘Ali bin Abi Thalib, dan ‘Umar bin Khattab. Sedangkan murid-
muridnya antara lain Malik bin Abi Maryam, Yusuf bin Hasyim,
Shafwan bin Sulaim, ‘Ubadan bin Nusay, dan ‘Athiyah bin Qais.
Ibnu Sa’d, al-Ajli, Ibnu Hibban dan Ya’kub bin Syaibah menilai
beliau tsiqah, Adz-Dzahabi menilai dikatakan bahwa beliau adalah
67 Jamaluddin Abi al-Hajjaaj Yusuf al-Mazi, Tahdzib al-Kamal fii Asma al-Rijal (Beirut;
Muassasah ar-Risalah) jilid 5 h. 192
48
sahabat, sedangkan menurut Ibnu Hajar statusnya diperdebatkan di
kalangan sahabat.68
1.7.Abi Malik Al-Ays’ari
Beliau adalah Sahabat. Namun nama beliau diperdebatkan. Ada
yang mengatakan nama beliau adalah Ka’b bin Malik, ada juga yang
mengatakan Ka’b bin’Asim, ada pula yang mengatakan ‘Ubaid dan
‘Amru. Beliau tinggal di Syam dan termasuk ulama Syam. Wafat pada
tahun 18H. Guru beliau adalah Rasulullah SAW, sedangkan murid-
muridnya antara lain Abdurrahman bin Ghanmi, Syahr bin Hausyab,
dan Abu Salam.
Ibnu Hajar al-Asqalani dan Adz-Dzahabi mengatakan bahwa
beliau adalah Sahabat.69
Penulis telah melakukan takhrij terhadap hadis di atas berdasarkan awal
matan, berikut hasilnya:
Dalam kitab Sunan Abu Dawud:
ث نا معاوة ب باب حد ث نا زد بن ا بل حد ث نا أحد بن حن ب حد عن حا ن حرث عن ن صالنا عبد الرحن بن غنم ف ذاك ثن أبو مالك مالك بن أب مري قال دخل علي لء ف قال حد رن ال
و ها بغي م المر عليه وسلم قول ل يشرب ن نس من أم ع رسول الل صلى الل ه س الأشعري أها70 اس
68 Jamaluddin Abi al-Hajjaaj Yusuf al-Mazi, Tahdzib al-Kamal fii Asma al-Rijal (Beirut;
Muassasah ar-Risalah) jilid 17 h. 339 69 Imam al-‘Allamah Abi ‘Umar Yusuf bin Abdul Barri an-Namri al-Qurthubi. Al-Isti’āb fī Asma
al-Ashāb (Beirut; Daar al-Fikr, 2006) jilid 2 h. 459 70 Abi Dawud Sulaiman bin al-Asy’ats al-Sajastani, Sunan Abi Daud. Kitab al-Asyrabah hadis no.
3688 (Jeddah, Bait al-Afkar) h. 664 pdf file.
49
Telah menceritakan kepada kami Ahmad bin Hanbal telah menceritakan
kepada kami Zaid bin Al Hubab telah menceritakan kepada kami Mu'awiyah bin
Shalih dari Hatim bin Huraits dari Malik bin Abu Maryam ia berkata, "
Abdurrahman bin Ghanm masuk menemui kami, lalu kami menyebutkan Thila`
(minuman yang dimasak hingga mengental). Ia kemudian berkata, " Abu Malik Al
Asy'ari menceritakan kepadaku bahwa ia mendengar Rasulullah shallallahu 'alaihi
wasallam bersabda: "Sungguh akan ada beberapa orang dari umatku yang minum
khamer, mereka menamakannya dengan selain namanya."
Dalam kitab Ahmad bin Hanbal:
ثن حا ب حد ث نا معاوة بن صال باب حد ث نا زد بن ا ال ن حرث عن مالك بن أب مري ق حدلء ف خلفة الض لوسا مع ربيعة الرشي ف ذاكرن ال بن ق يس فإن كنا ا ل لكذلك إذ دخ
عليه وس نا عبد الرحن بن غنم صاحب النب صلى الل لء ف ذاكرن علي لء لم ف قلنا اذكروا ال الباب عن عبد الرحن بن غنم صاح عليه وسلم ف ق ب النب كذا قال زد بن ا ثن صلى الل ال حد عليه وسلم ع النب صلى الل ه س المر أبو مالك الأشعري أ ها قول ليشربن نس من أم و م
ث ها والذي حد ثن به أ بغي اس ي ل صدق منه ومن ف قال والل الذ ن أصدق من ومنك والذي حدعه من النب عه من أب مالك الأشعري س ع إله إل هو لقد س عليه وسلم ف ردد ل صلى الل يه ثل
ث نا عبد الرزاق عن أف له من شراب بخر الدهر حد ا معمر عن ق ادة عن شهر بن ف قال الض ه فذكر حوشب عن عبد الرحن بن غنم أن أب مالك الأشعري قال لقوم ه مثل حدث سعد إل أ
مع من ليه 71 اتة الكاب و ل قدميه وقال وق رأ ف الركع ي الأولي ي ب قال وغTelah menceritakan kepada kami Zaid bin Al Hubab telah menceritakan
kepada kami Mu'awiyah bin Shalih telah menceritakan kepadaku Hatim bin
Huraits dari Malik bin Abu Maryam berkata: Ketika kami sedang duduk bersama
Rabi'ah Al Jurasyi maka kami berbicara tentang thila' (sejenis khamer dalam
bejana yang terbuat dari ter, pent.), dan ketika kami seperti itu tiba-tiba 'Abdur
Rahman bin Ghanm, salah seorang sahabat Nabi Shallallahhu'alaihiwasallam
datang menemui kami berkata: Ceritakan kepada kami tentang thila', -Zaid bin
Hubab melanjutkan-, 'Abdur Rahman bin Ghanm, sahabat Nabi
Shallallahhu'alaihiwasallam berkata: Telah menceritakan kepadaku Abu Malik Al
Asy'ari bahwa ia mendengar Nabi Shallallahu'alaihiwasallam bersabda: "Akan ada
orang-orang dari umatku yang meminum khamer dan memberinya merek bukan
dengan nama aslinya." Dan yang bercerita kepadaku lebih jujur dariku dan
darimu, dan yang bercerita kepadaku lebih jujur darinya dan dariku, lalu ia
berkata: Demi Allah yang tidak ada Ilah selainNya sungguh saya mendengarnya
dari Abu Malik Al Asy'ari dari Nabi Shallallahhu'alaihiwasallam, ia
mengulanginya tiga kali, lalu berkata: Alangkah celakanya minuman di akhir
71 Al-Imam al-Hafidz Abi ‘Abdullah Ahmad bin Hanbal, Musnad Ahmad bin Hanbal. Hadis no.
23288 (Bait al-Afkar, 1998) jilid 5 h. 342 pdf file.
50
zaman. Telah menceritakan kepadaku 'Abdur Razzaq dari Ma'mar dari Qotadah
dari Syahr bin Hausyab dari 'Abdur Rahman bin Ghanm bahwa Abu Malik Al
Asy'ari berkata kepada kaumnya, ia menyebutkan seperti hadits Sa'ad hanya saja
ia berkata: Ia membasuh dua telapak kakinya dan berkata: Dia membaca pada dua
rakaat pertama dengan Al faatihah dan memperdengarkannya kepada yang di
belakangnya."
Setelah dilakukan takhrij, penulis hanya menemukan hadis tersebut pada
kitab Sunan Abu Dawud dan kitab Musnad Ahmad bin Hanbal. Namun hadis
pada kitab Sunan Ibnu Majjah terdapat redaksi “dan akan bernyanyi dengan para
biduan disertai dengan alat musik. Allah akan menutupi kehidupan mereka dan
akan menjadikan sebagian mereka kera dan babi” yang tidak terdapat pada hadis
dari kitab Sunan Abu Dawud maupun kitab Musnad Ahmad bin Hanbal.
Meski begitu, Ibnu Majjah dan Abu Dawud menilai hadis ini sahih,
walaupun tidak ada keterangan dari Ahmad bin Hanbal. Namun dari segi sanad,
status sahabat Abdurrahman bin Ghanmi diperdebatkan dikalangan para sahabat
menurut Ibnu Hajar al-Asqalani, ditambah dengan guru beliau, Abu Malik al-
Asy’ari, yang memiliki banyak nama.
Penulis juga menghimpun beberapa hadis lain yang melarang musik dan
nyanyian:
Dalam Sunan at-Tirmidzi:
ث نا عبد الله بن عبد القدوس، عن الأعمش، عن ه ث نا عباد بن عقوب الكوف، قال: حد لل بن حد الأمة عليه وسلم قال: ف هذ ، أن رسول الله صلى الل ، عن عمران بن حصي اف خ
نات ؟ قال: إذا ظهرت القي لمي: ي رسول الله، ومت ذا ل من الم خ وقذف، ف قال ر ومعازف وشربت المور.
والم
، ع عليه وسلم وقد روي هذا ادث، عن الأعمش، عن عبد الرحن بن سابط ن النب صلى الل مرسل.
51
وهذا حدث غرب.72Telah menceritakan kepada kami ‘Abbad ibn Ya’qub al-Kufi, telah
menceritakan ‘Abdullah ibn ‘Abdul Quddus dari al-A’masy dari Hilal ibn Yasāf
dari Imran ibn Husain berkata bahwa Rasulullah bersabda “Pada umatku akan
ada pembenaman, pelemparan, dan perubahan bentuk.” Lalu salah seorang dari
kaum muslimin ada yang bertanya, “Kapan hal itu terjadi, Ya Rasulullah?”
Beliau menjawab, “Jika telah tampak berbagai nyanyian, alat-alat musik dan
diminumnya khamr.”
Dan sesungguhnya periwayatan hadis ini dari al-A’masy dari
‘Abdurrahman ibn Sābith darai Nabi SAW adalah mursal. Dan hadis ini gharib.
Dalam Sunan Abu Dawud
م بن ث نا سل لم بن إب راهيم، قال: حد ث نا م كي ، عن شي حد ، شهد أب وائل ف وليمة ، م خ وته ل أبو وائل حب عت عبد الل قول: سعت فجعلوا لعبون لعبون، غنون، ف رسول ، وقال: س
اق ف القلب «73 الل صلى الله عليه وسلم، قول: »الغناء نبت الن
Telah menceritakan kepada kami Muslim bin Ibrahim ia berkata; telah
menceritakan kepada kami Sallam bin Miskin dari seorang Syaikh Bahwasanya ia
pernah melihat Abu Wail dalam sebuah jamuan walimah. Orang-orang lalu
bermain rebana dan menyanyikan lagu, maka Abu Wail kemudian bangkit dari
duduk ihtiba (duduk di atas bokong dengan mendekap kedua pahanya menempel
dada) dan berkata, "Aku mendengar Abdullah berkata, "Aku mendengar
Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: "Nyayian akan menumbuhkan
kenifakan dalam hati."
Dalam Sunan At-Tirmidzi
رج بن فضالة ث نا ال مذي حد بن عبد الل الت ث نا صال عيد عن أبو فضالة الشامي عن يي بن س حدا ف علت عليه وسلم إذ صلى الل ممد بن عمرو بن علي عن علي بن أب طالب قال قال رسول الل ا البلء فقيل وما هن ي رسول الل خس عشرة خصلة حل ماة قال إذا كان المغنم دول والأ أم
ه وع ل زو عت الأصوات ف ق أمه وب ر صدقه مغنما والكاة مغرما وأطاع الر وارت ا أب و 72 Abu Isa Muhammad bin Isa At-Tirmidzi, Jami’ al-Kabiir at-Tirmidzi. Abwāb al-Fitan hadis no.
2212 (daar al-Gharb) jilid 4 h. 72 pdf. 73Abi Dawud Sulaiman bin al-Asy’ats al-Sajastani, Sunan Abi Daud. Kitab al-Adab hadis no. 4927
(Jeddah, Bait al-Afkar) h. 891 pdf file.
52
ل مافة شر وشرب د وكان زعيم القوم أرذلم وأكرم الر ا ذ الم رر وا ت ت المور ولبس انات والمعازف ولع الأمة أولا ف لي رتقبوا عند القي خان بخر هذ ا وم . ذلك ريا حراء أو خ
ى هذا حدث غرب ل عرفه من حدث علي بن أب ه ول قال أبو عي طالب إل من هذا الورج بن ف علم أحد ر ال عن يي بن سعيد الأصاري غي رج بن فضالة قد تك ا روا لم فيه ضالة وال
ر واحد من الأئمة .74 عنه وكيع وغي ظه وقد روا ه من قبل ح دث وضع ب عض أهل ا
Telah menceritakan kepada kami Shalih bin 'Abdillah At Tirmidzi telah
menceritakan kepada kami Al Faraj bin Fadlalah Abu Fadlalah Asy Syami telah
menceritakan kepada kami Yahya bin Sa'id dari Muhammad bin 'Amru bin 'Ali
dari 'Ali bin Abu Tholib berkata bahwa Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa Salam
bersabda: "Jika ummatku mengerjakan lima belas perkara maka bencana pasti
akan menimpa mereka, " ditanyakan kepada beliau: Apa perkara itu wahai
Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa Salam? beliau menjawab: "Apabila harta
rampasan dimonopoli kelompok tertentu, amanat dijadikan harta rampasan, zakat
dijadikan sebagai denda, laki laki tunduk kepada istrinya, durhaka kepada ibunya,
berbuat baik kepada temannya, kasar terhadap bapaknya, meninggikan suara di
masjid masjid, pemimpin suatu kaum adalah orang yang paling hina, seseorang
dihormati karena dikhawatirkan dari kejahatannya, meminum khomer, memakai
sutra, mengambil para wanita penyanyi dan alat alat musik, dan akhir ummat ini
melaknat orang orang pendahulu, maka tunggulah saat itu akan datang angin
merah atau longsor atau diganti rupanya."
Abu Isa berkata: Hadits gharib, kami tidak mengetahuinya dari hadits Ali
bin Abu Tholib kecuali dari jalur sanad ini, dan kami tidak mengetahui
seorangpun yang telah meriwayatkannya dari Yahya bin Sa'id Al Anshari selain
dari Al Faraj bin Fadlalah, sebagian ahli hadits telah membicarakannya dalam
hadits ini dan melemahkannya dari sisi hafalannya, Waki' dan para ulama yang
lain telah meriwayatkan hadits darinya.
Sebagian orang berargumentasi tentang keharaman musik sebagai berikut,
Allah Ta’ala berfirman,
74 Abi Isa Muhammad bin Isa At-Tirmidzi, Jami’ al-Kabiir at-Tirmidzi. Jil. 3 Abwāb al-Fitan
hadis no. 2210 (daar al-Gharb) h. 70
53
4
Dan di antara manusia (ada) orang yang mempergunakan Perkataan yang
tidak berguna untuk menyesatkan (manusia) dari jalan Allah tanpa pengetahuan
dan menjadikan jalan Allah itu olok-olokan. mereka itu akan memperoleh azab
yang menghinakan.. Dan apabila dibacakan kepadanya[1179] ayat-ayat Kami Dia
berpaling dengan menyombongkan diri seolah-olah Dia belum mendengarnya,
seakan- akan ada sumbat di kedua telinganya; Maka beri kabar gembiralah Dia
dengan azab yang pedih.75
Ayat di atas tidak menjelaskan secara jelas tentang larangan nyanyian.
Kata lahw al-Hadīts multi interpretasi dan tidak ada kejelasan yang nyata apa
yang dimaksud dengan kata tersebut. Secara etimologis lahw al-Hadīts artinya
perkataan yang sia-sia atau perkataan yang melalaikan.
Memang sepatutnya, siapa saja yang membeli suatu ucapan, yang serius
ataupun yang sia-sia, untuk maksud-makasud tertentu dalam ayat di atas, maka
wajarlah bila ia mendapat hukuman yang buruk. Adapun orang yang hanya ingin
mengendurkan syarafnya yang tegang karena kelelahan, dengan mendengarkan
suara yang merdu dan lagu yang indah, maka tidak ada hubungannya dengan ayat
tersebut. Dan seperti dikatakan oleh Ibn Hazm “Seandainya seseorang membeli
mushaf Al-Qur’an untuk penyesatan, maka ia adalah seorang penjahat.”76
Hukum itu ditetapkan berdasarkan ‘illatnya atau sebabnya. Oleh karena itu
untuk mengetahui hukum sesuatu harus mengetahui kepada sebab atau ‘illat
hukumnya.
75 Q.S. luqmān, 6-7. 76 Syaikh Muhammad Al-Ghazali, Studi Kritik Atas Hadis Nabi SAW, Antara Pemahaman
Tekstual dan Kontekstual. (Bandung; Mizan, 1996) h. 105
54
B. Tinjauan Pemahaman Double Movement terhadap Hadis-hadis
tentang Nyanyian.
Teori Double Movement seperti yang telah dibahas pada bab sebelumnya
merupakan puncak dari pemikiran Fazlur Rahman mengenai studi Al-Qur’an.
Teori ini merupakan pengembangan dari teori asbāb al-Nuzūl yang selama ini
telah dikenal oleh umat Islam dalam menafsirkan Al-Qur’an. Titik sentral teori ini
terletak pada kajian sosio historis, yakni sejarah serta latar belakang sosial,
budaya, adat istiadat pada teks tersebut turun.
Terkait dengan hadis tentang nyanyian yang akan dimaknai dan dipahami
dalam konteks masa kini, maka langkah pertama dari gerakan pertama teori
double movement yang harus dilakukan adalah memahami teks hadis tentang
musik kemudian menariknya ke masa lampau untuk mengkaji situasi makro
secara umum pada saat hadis ini diturunkan.
Kedua hadis yang telah dibahas di atas berisi tentang dibolehkan atau
tidaknya musik atau nyanyian. Pada pembahasan sebelumnya sudah dijelaskan
bahwa hadis yang membolehkan berstatus sahīh, dan yang melarang juga
berstatus sahīh, namun setelah diteliti ternyata ada kecacatan pada perawi
tingkatan sahabat bernama Abdurrahman bin Ghanmi, yang mana menurut Ibnu
Hajar al-Asqalani status sahabatnya diperdebatkan di kalangan sahabat sendiri.
Maka lebih diutamakan untuk mengamalkan yang shahih, tapi tidak berarti hadis
yang da’if tidak bisa diamalkan, karena selama hadis tersebut bukan tentang
hukum Islam maka boleh diamalkan. Imam Ahmad menerima hadis-hadis dhaif
55
jika berpautan dengan targhib dan tarhib dan menolaknya jika berpautan dengan
hukum.77
Hadis-hadis di atas memang ridak memiliki asbāb al-Wurud, akan tetapi
pada hadis yang membolehkan, terdapat redaksi bahwa para wanita tersebut
menyanyikan lagu tentang perang Bu’ats.
Perang Bu’ats yaitu perang yang isinya penuh dengan kesatriaan dan
keberanian. Ini adalah peperangan yang sangat dahsyat antara kaum Aus dan
Khazraj. Menurut Ibnu Sa’ad, seorang ahli sejarah klasik, perang tersebut terjadi
pada tiga tahun sebelum hijrah. Menurut Ibnu Ishaq, dalam peperangan ini
pemimpin kaun Aus, Hudair, terluka dan akhirnya wafat. Sedangkan pemimpin
kaum Khazraj, Amru bin Nu’man, terkena panah dan akhirnya meninggal juga.
Dalam perang ini, kaum Khazraj kalah.78
Penulis simpulkan bahwa hadis yang membolehkan nyanyian turun
sesudah perang tersebut, dan jatuh pada hari raya Idul Fitri, walaupun tahunnya
tidak diketahui. Dan dua budak wanita yang sedang menyanyikan lagu-lagu
tentang perang Bu’ats pada itu sedang mengenang keadaan saat perang itu terjadi.
Sedangkan puasa ramadhan sendiri pertama kali disyariatkan pada tanggal 10
Sya’ban tahun ke-2 Hijriyah atau 1,5 tahun setelah hijrah Nabi Muhammad SAW
dari Makkah ke Madinah atau setelah umat muslim diperintahkan untuk
memindahkan kiblat dari Masjid al-Aqsa ke Masjid al-Haram.
77 http://darunnajah.com/pengamalan-hadis-dhaif-menurut-para-ulama/ diakses pada 13 Januari
2018 pukul 12.30 WIB 78 Hafidz Ahmad Ali bin Hajar al-Asqālāni, Fathul Bāri’ bi Syarah Shahih al-Bukhāri, Juz III (Dar
al-Fikr, tt), h. 113-120
56
Kemudian langkah kedua adalah menggeneralisasikan jawaban-jawaban
spesifik tersebut dan menyatakannya sebagai pernyataan-pernyataan yang
memiliki tujuan moral umum. Sudah jelas berdasarkan pemaparan pada langkah
pertama, bahwa musik dan nyanyian diperbolehkan bahkan sejak zaman
Rasulullah. Namun lebih jelas ketika hadis yang melarang musik atau nyanyian
menyatakannya secara spesifik, bahwa hal tersebut dilarang apabila diiringi
dengan kemaksiatan. Redaksi hadis yang melarang tidak secara eksplisit melarang
nyanyian. Sedangkan pada redaksi hadis yang membolehkan, Rasulullah SAW
mengatakan “da’humā” yang artinya beliau juga tidak keberatan dengan nyanyian
tersebut.
Gerakan kedua dari teori double movement adalah spesifikasi pandangan
umum dari gerakan pertama yang harus direalisasikan ke dalam konteks sosio-
historis konkret dewasa ini.
Pada umumnya orang-orang Arab mengikuti sunnah Rasulullah SAW.
Rasulullah SAW tidak pernah menggunakan musik modern, mereka pun tidak
melakukannya. Pada waktu itu (masa Rasulullah) tentu saja teknologi belum pesat
seperti sekarang.79
Dengan melihat perkembangan musik, nyanyian dan teknologi sekarang
yang semakin pesat, maka umat Islam perlu menengok kembali konsep nyanyian
menurut Nabi SAW, salah satunya dengan membaca dan memahami hasil kajian
dari gerakan pertama teori double movement ini. Maka hadis-hadis yang
membolehkan ini juga mempunyai batasan untuk pengharamannya, yaitu
79 Jauhari, “Syariat Islam terhadap Keindahan Kreasi Seni Musik dan Nyanyian.”
http://www.serambinews.com/entertainment/musik/musikislam diakses tanggal 5 Februari 2018
57
pengecualian dari apa yang dilarang oleh Rasulullah. Misalnya mendengarkan
nyanyian dibarengi dengan para wanita penghibur, meminum minuman keras, dan
perbuatan-perbuatan keji lainnya.
Jika pengharaman seperti dibarengi dengan para wanita penghibur,
meminum-minuman keras tidak cukup, penulis menambahkan bahwa nyanyian
memang dapat melenakan hati dan pikiran si pendengar, hingga tidak jarang
mereka meninggalkan kewajibannya dan melewatkan hal-hal bermanfaat lainnya.
Karena di sisi lain, nyanyian dan musik juga membawa pengaruh baik untuk
manusia, seperti membangkitkan semangat juang dalam lagu-lagu nasional untuk
mengenang jasa para pahlawan, membangkitkan semangat ketika berolahraga,
ketika sedang mengerjakan tugas, dan lain-lain. Ditambah lagi nyanyian-nyanyian
yang liriknya amat baik, seperti lagu-lagu salawāt yang memuji-muji keagungan
Rasulullah SAW, tidak akan bisa dikatakan haram.
Dalam beberapa dasawarsa terakhir, dunia musik mengalami banyak
perkembangan. Banyak jenis musik baru yang lahir dan berkembang. Dari waktu
ke waktu, musik seakan mengalami perkembangan dengan inovasi-inovasi yang
terbaru. Mulai dari aliran sampai lirik, semuanya berkembang dengan melihat
kebutuhan pasar maupun zaman.
Secara umum musik ataupun nyanyian memiliki satu tujuan, yaitu untuk
memberikan hiburan kepada seluruh manusia dan juga untuk menjadi media
informasi kepada pihak lain, agar informasi itu lebih diminati oleh banyak orang.
58
Oleh karena itu, kemudia kandungan lagu-lagu disesuaikan dengan pemberi
pesan, sehingga beragamlah isi dari lagu-lagu yang ada.80
Peradaban modern memasyarakatkan radio, televisi dan alat-alat lainnya
yang mengantarkan kebudayaan dan pendidikan sebagaimana juga aneka hiburan
bagi setiap orang. Tentunya, alat-alat itu sendiri tidak bertanggung jawab atas apa
saja yang dipancarkannya. Tetapi beban tanggungjawabnya berada di atas pundak
para pengarang, penyanyi, sutradara, dan pengarah acara. Mereka itulah yang
dapat menyajikan apa saja yang bermanfaat dan menghalangi yang mudharat.
Tampaknya, kebiasaan bercampurnya nyanyian dengan hal-hal yang
diharamkan, seperti khamr dan perbuatan keji lainnya, demikian pula tersiarnya
berita-berita tentang kerusakan akhlak yang menyebar di kalangan para seniman,
semua itu telah mendorong sejumlah ulama mengharamkan nyanyian.81
Mendengarkna musik secara langsung, seperti show di panggung
pertunjukan, di GOR, lapangan, dan lainnya, bisa disamakan dengan
mendengarkan nyanyian secara interaktif. ‘Illat-nya adalah tergantung ada
tidaknya unsur kemaksiatan atau kemungkaran dalam pelaksanaannya. Jika
terdapat unsur kemaksiatan atau kemungkaran, misalnya syair atau liriknya
mengandung unsur-unsur yang dilarang oleh islam, atau terjadi penampakan
aurat, tentu saja hal tersebut tidak dibolehkan82, hal ini sebagaimana hadis
Rasulullah SAW:
80 Sholeh Fikri, “Seni Musik dalam Perspektif Islam” Studi Multidisipliner vol.1 ed.2 (Fakultas
Dakwah dan Ilmu Komunikasi IAIN Padangsidimuan, 2014) h. 2 81 Syaikh Muhammad Al-Ghazali, Studi Kritik Atas Hadis Nabi SAW, Antara Pemahaman
Tekstual dan Kontekstual. (Bandung; Mizan, 1996) h. 105 82 Abdurrahman Al-Baghdadi, Seni dalam Pandangan Islam, cet. I (Jakarta; Gema Insani Press,
1991), h. 74
59
ث نا عبد الله بن عبد القدوس، عن الأعمش، عن ه ث نا عباد بن عقوب الكوف، قال: حد لل بن حد الأمة عليه وسلم قال: ف هذ ، أن رسول الله صلى الل ، عن عمران بن حصي اف خ
نات ؟ قال: إذا ظهرت القي لمي: ي رسول الله، ومت ذا ل من الم خ وقذف، ف قال ر ومعازف وشربت المور.
والم
Telah menceritakan kepada kami ‘Abbad ibn Ya’qub al-Kufi, telah
menceritakan ‘Abdullah ibn ‘Abdul Quddus dari al-A’masy dari Hilal ibn Yasāf
dari Imran ibn Husain berkata bahwa Rasulullah bersabda “Pada umatku akan
ada pembenaman, pelemparan, dan perubahan bentuk.” Lalu salah seorang dari
kaum muslimin ada yang bertanya, “Kapan hal itu terjadi, Ya Rasulullah?”
Beliau menjawab, “Jika telah tampak berbagai nyanyian, alat-alat musik dan
diminumnya khamr.”
Tetapi tidak sedikit pula nyanyian yang dinyanyikan dengan cara
yang sehat, kata-katanya pun mengandung makna-makna yang mulia.
Kadang-kadang menggambarkan tentang perasaan-perasaan yang halus atau
bersifat religius ataupun menimbulkan semangat perjuangan, yang diterima
dengan senang hati oleh para pendengarnya dan membawa mereka bersama
iramanya ke arah cita-cita yang tinggi83, ini juga sebagaimana hadis
Rasulullah SAW:
ث نا ى بن أحد حد ث نا قال عي الرحن عبد بن ممد أن روعم أخب رن قال وهب ابن حدثه الأسدي وعندي وسلم عليه الل لىص الل رسول علي دخل قالت عائشة عن عروة عن حدار ان جع ب عاث بغناء ت غنيان راش على فاض وحول ال ال وق فا هرن بكر أبو ودخل هه و
لم عليه الل رسول ليه ع فأق بل وسلم عليه الل صلى النب عند الشيان ممارة ف لما عهماد ف قال الا غمت هما غل ودان لعب عيد وم وكان فخر راب و بلدرق ال الل صلى النب سألت فإما ا
83 Syaikh Muhammad Al-Ghazali, Studi Kritik Atas Hadis Nabi SAW, Antara Pemahaman
Tekstual dan Kontekstual. (Bandung; Mizan, 1996) h. 92
60
على خدي راء و فأقامن عم ف قلت ت نظرن هي تش قال وإما وسلم عليه ي م دوك قول وهو خدبك ق لت عم قال فاذهب 84 بن أرفدة حت إذا مللت قال ح
Telah menceritakan kepada kami Ahmad ibn Isa berkata, telah
menceritakan kepada kami ibnu Wahab berkata, telah mengabarkan kepada kami
‘Amru bahwa Muhammad ibn ‘Abdurrahman al-Asady, telah menceritakan
kepadanya dari ‘Urwah dari Aisyah berkata, “Rasulullah SAW masuk menemuiku
saat ketika di sisiku ada dua budak wanita yang sedang bersenandung dengan
lagu-lagu (tentang perang) Bu’ats. Maka beliau berbaring di atas tikar lalu
memalingkan wajahnya. Kemudia masuklah Abu Bakar mencelaku, ia
mengatakan, “Seruling-seruling setan (kalian perdengarkan) di hadapan Nabi
SAW!” Rasulullah SAW lantas memandang kepada Abu Bakar seraya berkata:
“Biarkanlah keduanya.” Setalah beliau tidak menghiraukan lagi, aku memberi
isyarat kepada kedua sahaya tersebut agar lekas pergi, lalu keduanya pun pergi.
Saat Hari Raya ‘Ied, biasanya ada dua budak sudan yang memperlihatkan
kebolehannya mempermainkan tombak dan perisai. Maka adakalanya aku sendiri
yang meminta kepada Nabi SAW, atau beliau yang menawarkan kepadaku:
“Apakah kamu mau melihatnya?” Maka aku jawab, “Ya, mau.” Maka beliau
menempatkan aku berdiri di belakangnya, sementara pipiku bertemu dengan
pipinya sambil beliau berkata: “Teruskan hai Bani Arfidah!” Demikianlah
seterusnya sampai aku merasa bosan lalu beliau berkata: “Apakah kamu merasa
sudah cukup?” Aku jawab, “Ya, sudah.” Beliau lalu berkata: “Kalau begitu
pergilah.”
Tentang hukum musik, Al-Ghazali menyebutkan dalam bukunya
Studi Kritik atas Hadis Nabi SAW yang diterjemahkan oleh Muhammad Al-
Baqir bahwa musik sama saja dengan nyanyian. Dalam sebuah hadis
disebutkan bahwa Rasulullah SAW memuji suara merdu Abu Musa Al-
Asy’ari. Beliau mendengarnya ketika sedang membaca Al-Qur’an seraya
melagukannya, dan beliau bersabda kepadanya “Telah dikaruniakan
kepadamu suara seruling seperti seruling keluarga Daud!” Tentunya,
84Al-Imam al-Hafidz Abi Abdullah Muhammad bin Ismail bin Ibrahim bin al-Mughirah al-Ja’fi al-
Bukhari, Shahih Bukhari. kitab al-‘īdainī hadis no. 949-950 (Nasyirun; Maktabah al-Rusyd) h. 130
pdf file.
61
seandainya seruling termasuk alat yang tidak disukai, beliau tidak akan
mengatakan hal itu kepadanya.85
Dalam buku Studi Kritik atas Hadis Nabi SAW, mengenai seni, Al-
Ghazali mengutip sebuah pertanyaan dan jawabannya agar tidak ada lagi
keraguan sedikitpun yang masih tinggal. Bagaimana sikap Islam terhadap
gejala atau produk dari peradaban modern seperti bioskop, teater, musik, dan
berbagai hasil seni lainnya seperti seni lukis, seni pahat, dan fotografi?
Jawabannya adalah bahwa peradaban modern itu hasil dari kemajuan ilmu
pengetahuan yang gemilang, yang telah dicapai oleh manusia setelah
penelitian yang tekun dan eksperimen yang mahal, yang dilakukannya
selama berabad-abad. Dan tidaklah mengherankan jika manusia
menggunakan penemuan-penemuannya itu dalam menyingkap rahasia-
rahasia alam serta kekuatan-kekuatannya yang tersembunyi guna
meningkatkan dirinya dan taraf hidupnya. Sudah barang tentu hal itu lebih
bijaksana dari pada menggunakan penemuan-penemuan itu guna
menghancurkan peradaban itu sendiri atau memudahkan bagi manusia untuk
melakukan tindakan bunuh diri secara massal.86
Dari pemaparan di atas, telah diketahui batasan-batasan pembolehan
dan pengharaman musik dan nyanyian, maka hendaknya kita semua terutama
umat Islam yang berada di zaman modern ini lebih bisa berhati-hati dan
dapat memilah baik buruknya sesuatu terutama dalam kadungan-kandungan
musik dan nyanyian tersendiri.
85 Syaikh Muhammad Al-Ghazali, Studi Kritik Atas Hadis Nabi SAW, Antara Pemahaman
Tekstual dan Kontekstual. (Bandung; Mizan, 1996) h. 105 86 Syaikh Muhammad Al-Ghazali, Studi Kritik Atas Hadis Nabi SAW, Antara Pemahaman
Tekstual dan Kontekstual. (Bandung; Mizan, 1996) h. 102
62
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Dari hasil penelitian ini yang berjudul “Penerapan Metode Double
Movement dalam Memahami Hadis tentang Musik” penulis menyimpulkan bahwa
setelah meneliti hadis dengan melakukan takhrij, kualitas hadis yang melarang
musik dan nyanyian adalah da’if, sedangkan kualitas hadis yang membolehkan
musik dan nyanyian adalah sahīh, karena karena sanadnya bersambung sampai
kepada Rasulullah dan para perawinya ‘adl, dabit, tidak syadz, dan tidak ada
‘illat. Maka hadis yang lebih kuat yang lebih dulu diamalkan.
Dengan melihat perkembangan nyanyian dan teknologi sekarang yang
semakin pesat, maka umat Islam perlu menengok kembali konsep nyanyian
menurut Nabi SAW, salah satunya dengan membaca dan memahami hasil kajian
dari teori double movement. Maka hadis-hadis yang membolehkan ini juga
mempunyai batasan untuk pengharamannya, yaitu pengecualian dari apa yang
dilarang oleh Rasulullah. Misalnya mendengarkan musik dibarengi dengan para
wanita penghibur, meminum minuman keras, dan yang paling utama adalah
sampai meninggalkan kewajiban serta melewatkan hal-hal yang lebih bermanfaat
lainnya. Karena di sis lain, musik juga membawa pengaruh baik untuk manusia,
seperti membangkitkan semangat juang dalam lagu-lagu nasional untuk
mengenang jasa para pahlawan, membangkitkan semangat ketika berolahraga,
ketika sedang mengerjakan tugas, dan lain-lain.
Nyanyian dibolehkan selama liriknya tidak bertantangan dengan Islam,
dan mendengarkannya ataupun memainkannya tidak disertai dengan perbuatan
63
maksiat. Karena pada dasarnya nyanyian sama dengan perkataan, apabila liriknya
baik maka baik pula musik tersebut.
B. Saran-saran
Berikut beberapa saran yang dapat disampaikan oleh penulis, diantaranya
adalah:
1. Hendaknya kita lebih cermat dalam mengkaji hadis-hadis Rasulullah
dengan metode-metode yang tersedia terutama untuk hadis-hadis yang
bertentangan yang menumbulkan berbagai pendapat dan spekulasi,
jangan hanya menyerap dengan tekstual, tapi juga kontekstual.
2. Sebaiknya bagi para muslim dan muslimah yang menyukai musik dan
nyanyian lebih cermat dalam memilih lagu untuk didengarkan, dan
tidak dibarengi dengan hal-hal yang berbau maksiat. Musik nasyid
juga bisa jadi rekomendasi.
DAFTAR PUSTAKA
Al-Qur'an Al-Karim.
Abdulrahim, Muhammad Imaduddin. Islam Sistem Nilai Terpadu. Jakarta: Gema
Insani Press, 2002.
Adipura, Pamungkas. 11 Pengertian Seni Musik Langsung dari Para Ahlinya.
https://notepam.com/pengertian-seni-musik/.
Al-Albani, Nashiruddin Muhammad. Tahrim ala al-tarb. DVD Maktabah al-
Syamilah 13,4 Gyga Byte. Pustaka Ridwan Media, tt.
Al-Albani, Nashiruddin Muhammad. Siapa Bilang Musik Haram?; Pro Kontra
Masalah Musik dan Nyanyian. Jakarta: Dārul Haq, 2008.
Al-Asqalani, Al-Hafidz Ahmad bin ‘Ali bin Hajar. Al-Ishābah fī Tamyīz al-
Shahābah. Beirut: Al-Maktabah Al-‘Ashriyyah, 2012.
Al-Asqalani, Al-Hafidz Ahmad bin ‘Ali bin Hajar. Fath al-Bārī bi Syarah Shahīh
al-Bukhārī. Dār al-Fikr.
Al-Baghdadi, Abdurrahman. Seni Dalam Pandangan Islam. Cet. 1, Jakarta: Gema
Insani Press, 1991.
Al-Bukhari, Shahih al-Bukhari. CD Mausu’ah al-Hadis as-Syarifah: Global
Islamic Software Company, 1991-1997.
Al-Ghazali, Muhammad. Ihya ulum al-Diin. Juz VI. Jilid 11. Beirut: Dar al-
Fikr,t.t.
Al-Ghazali, Muhammad. Al-Ghazali Menjawab 100 Soal Keislaman. Tangerang:
Lentera Hati, 2012.
Al-Ghazali, Muhammad. Studi Kritik atas Hadis Nabi SAW, Antara Pemahaman
Tekstual dan Kontekstual. Bandung: Mizan, 1996.
Al-Mazi, Jamaluddin Abi al-Hajjaj Yusuf. Tahdzib al-Kamal fī Asma al-Rijāl.
Beirut: Muassasah ar-Risalah.
Al-Qardhawi, Yusuf. Seni Dalam Pandangan Islam. Alih bahasa, Hadi Mulyo.
Cet. 2. Jakarta: Pustaka al-Kautsar, 2001.
______. Bagaimana Memahami Hadis Nabi SAW. alih bahasa, Muhammad al-
Baqir. Bandung: Karisma, 1999.
______. Nasyid Versus Musik Jahiliyah. Alih bahasa, Tim Penerjemah LESPISI.
Cet. 1. Bandung: Mujahid, 2003.
Al-Qurthubi, Imam al-‘Allamah Abi ‘Umar Yusuf bin Abdul Barri an-Namri. Al-
Isti’āb fī Asma al-Ashāb. Beirut: Daar al-Fikr, 2006.
Amal, Taufik Adnan. Islam dan Tantangan Modernitas: Studi atas Pemikiran
Hukum Fazlur Rahman. Bandung: Mizan, 1996.
An-Naysaburi, Al-imam Abi Husein Muslim Bin Hajaj Al-Qusairy. Shohih
Muslim. Beirut: Daar Al-Kutub Al-ulumiyah.
Aslono, Sigit dkk. Apresiasi Seni: Seni Tari dan Seni Musik 2. Jakarta: Yudhistira,
2007.
At-Tirmidzi, Abu Isa Muhammad bin Isa. Sunan at-Tirmidzi. CD Mausu’ah al-
Hadis as-Syarifah: Global Islamic Software Company, 1991-1997.
Daud, Abu. Sunan Abu Daud. CD Mausu’ah al-Hadis as-Syarifah: Global Islamic
Software Company, 1991-1997.
Djuned, Daniel. Ilmu hadis: Paradigma Baru dan Rekonstruksi Ilmu Hadis.
Jakarta: Erlangga, 2010.
Farmer, Henry George. Musik Religiud Islam. Bandung: Penerbit Pustaka, 1998.
Fikri, Sholeh. Seni Musik dalam Perspektif Islam. Studi Multidisipliner vol.1 ed.2.
IAIN Padangsidimpuan, 2014.
Ghazali, Abdul Malik. Metodologi Pemahaman Kontekstual Ibn Quthaibah dalam
Ta’wil Mukhtalaf al-Hadīts.
Hanifa, Afriza. Sejarah Musik Islam. http://khazanah.republika.co.id/berita/dunia-
islam/khazanah/14/02/13/n0wzp5-sejarah-musik-islam-2habis. 2014
Hardjana, Suka. Corat-coret Musik Kontemporer Dulu dan Kini. Jakarta:
kerjasama Ford Foundation dan Masyarakat Seni Pertunjukan
Indonesia, 2003.
Jauhari, “Syariat Islam terhadap Keindahan Kreasi Seni Musik dan Nyanyian.”
http://www.serambinews.com/entertainment/musik/musikislam.
Lihin. Musik Zaman Nabi SAW dan Sahabat.
http://www.referensimakalah.com/2012/11/musik-zaman-nabi-saw-
dan-sahabat.html.
Rahman, Fazlur. Islam and Modernity: Transformation of an Intelectual Tradition.
Chicago: University of Chicago Press, 1982.
Rahman, Fazlur. Islamic Methodology in History. Islamabad: Islamic Research Institute
Press, 1964.
RM, Fariz. Living in Harmony; Jati Diri, Ketekunan, dan Norma. Jakarta: Kompas, 2009.
Sabari, Henry S. Musik Sebagai Metafisika “Mengingat Kembali yang
Terlupakan”, Ultimart vol. V no. 1. Tangerang: Universitas Multimedia
Nusantara Tangerang, 2012.
Sirozi, Muhammad dkk. Arah Baru Studi Islam di Indonesia. Ed. Toto Suharto,
dkk. Jogjakarta: Ar-Ruzz Media, 2016.
Nasional, Pusat Bahasa Departemen Pendidikan. Kamus Besar Bahasa Indonesia.
Jakarta: Pusat Bahasa, 2008.
Zahro, Siti Fadillah. Pengamalan Hadis Dhaif Menurut Para Ulama.
http://darunnajah.com/pengamalan-hadits-dhaif-menurut-para-ulama/.
2014