Penerapan Pendekatan Pendidikan Matematika
Indonesia (PMRI) Dalam Mengurangi Kecemasan
Belajar Matematika Siswa
SKRIPSI
ROSSA AMELIA106017000546
DOSEN PEMBIMBINGDrs. Rachmat Mulyono, M.Si, Psi
Maifalinda Fatra, M.Pd
JURUSAN PENDIDIKAN MATEMATIKA
FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN
UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
2011
Realistik
(Penelitian Tindakan Kelas di SDN PGS 2 Depok)
Diajukan Kepada Fakultas Ilmu Tarbiyah Dan Keguruan Untuk Memenuhi
Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan (S.Pd)
Disusun Oleh:
i
(106017000546) “Penerapan Pendekatan (PMRI) Dalam Mengurangi Kecemasan Belajar
Matematika Siswa”. Skripsi Jurusan Pendidikan Matematika Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah, Februari 2011.
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui 1) Apakah penerapan pendekatan PMRI dalam pembelajaran matematika dapat mengurangi kecemasan belajar matematika siswa, 2) Apakah penerapan pendekatan PMRI meningkatkan hasil belajar matemaika siswa, 3) Bagaimana respon siswa dengan penerapan pendekatan PMRI dalam pembelajaran matematika. Penelit ini dilaksanakan di SDN Pasir Gunung Selatan 2 Depok tahun ajaran 2010/2011. Subyeknya adalah siswa kelas III dengan jumlah siswa 21 orang. Pokok bahasan yang diteliti adalah pecahan sederhana.
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah Penelitian Tindakan Kelas (PTK) yang terdiri dari empat tahap, yaitu tahap perencanaan, pelaksanaan, observasi, dan refleksi. Instrumen penelitian yang digunakan adalah lembar observasi kecemasan belajar matematika siswa, jurnal harian siswa, wawancara, dan tes akhir siklus. Hasil penelitian mengungkapkan bahwa penerapan pendekatan PMRI dapat mengurangi kecemasan belajar matematika siswa yaitu 15,5% pada siklus I menjadi 9,2% pada siklus II. Hal tersebut menunjukkan pula adanya peningkatan rata-rata hasil belajar matematika siswa yaitu 83,48 pada siklus I menjadi 90,38 pada siklus II, dan memberikan respon positif terhadap pembelajaran matematika sebesar 81,4% pada siklus I dan 94,9% pada siklus II.
Kesimpulan dari penelitian ini adalah pendekatan PMRI mengurangi kecemasan belajar matematika siswa dan meningkatkan hasil belajar matematika siswa. Saran yang diajukan pada penelitian ini adalah hendaknya guru matematika dapat menggunakan pendekatan PMRI sebagai salah satu pendekatan inovatif dalam mengajarkan mata pelajaran matematika untuk mengurangi kecemasan belajar siswa dan meningkatkan hasil belajar siswa.
Kata Kunci : Pendekatan Pendidikan Matematika Indonesia (PMRI)dan Kecemasan Belajar
ABSTRAK
ROSSA AMELIA Pendidikan Matematika Realistik Indonesia
Realistik
ii
(106017000546)
ABSTRACT
ROSSA AMELIA “Implementation of Indonesian Realistic Mathematics Approach (PMRI) in reducing anxiety in mathematic learning”. The skripsi of majoring in mathematic. Faculty of Education Science and Teacher Training, Syarif Hidayatullah State Islamic University Jakarta, February 2011.Purpose of this research is to know: 1) Whether the implementation of PMRI can reduce mathematic learning anxiety. 2) Whether the implementation of PMRI can increase mathematic learning result. 3) How the response from students about implementation of PMRI in mathematic learning. This research implemented in SDN Pasir Gunung Selatan 2 Depok 2010/2011. The subjec is third grade student with 21 students. The subject under study is a simple fraction.The used method in this research was classroom action research (PTK) that consists of four stages, they are: planning stages, implementation stages, observation stages and reflection stages. The used research instrument is student observation sheet of mathematic learning anxiety, daily students journal, interview and final test cycle. Research results revealed that the implementation PMRI approach can reduce anxiety mathematics learning of 15.5% in cycle I to 9.2% in cycle II. It shows also an increase in the average math student learning outcomes of 83.48 in the first cycle to 90.38 in the second cycle, and give positive response to mathematics learning of 81,4% in cycle I to 94,9% in cycle II.
The conclusion of this research is PMRI approach can reduce anxiety of mathematics learning and improve student mathematics learning outcomes. Suggestions proposed in this research is mathematics teacher should be able to use PMRI approach as one innovative approach in mathematics teach ng to reduce student anxiety and increase student learning o tcomes.
Keywords: Indonesian Realistic Mathematics Approach (PMRI), anxiety in mathematic learning
iii
Dengan mengucap syukur Alhamdulillah, segala puji dan syukur penulis
panjatkan kehadirat Allah SWT, karena dengan rahmat dan hidayah-Nya penulis
dapat menyelesaikan skripsi ini. Shalawat dan salam semoga senantiasa Allah
curahkan kepada Nabi Muhammad SAW, keluarga, sahabat dan para pengikutnya
yang senantiasa mengikuti ajarannya sampai akhir zaman.
Skripsi ini disusun untuk melengkapi salah satu persyaratan dalam
memperoleh gelar sarjana pendidikan pada program studi pendidikan matematika.
Skripsi ini disusun berdasarkan hasil penelitian di SDN Pasir Gunung Selatan 2
Depok. Penulis menyadari masih banyak kekurangan dan hambatan dalam
penulisan skripsi ini. Hal ini dikarenakan keterbatasan pengetahuan dan
pengalaman penulis, namun berkat dorongan dan bantuan berbagai pihak
maka hambatan tersebut dapat terselesaikan dengan baik.
Oleh karena itu, pada kesempatan kali ini penulis menyampaikan terima
kasih yang sebesar-besarnya kepada semua pihak yang telah membantu dan
memberikan moril dan materil, sehingga skripsi ini dapat selesai. Ucapan terima
kasih penulis sampaikan kepada:
1. Bapak Prof. Dr. Dede Rosyada, MA., Dekan Fakultas Ilmu Tarbiyah dan
Keguruan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
2. Ibu Maifalinda Fatra, M.Pd., Ketua Jurusan Pendidikan
sekaligus Dosen Pembimbing II, yang telah memberikan pengarahan
sehingga skripsi ini dapat terselesaikan.
3. Bapak Otong Suhyanto, M.Si., Sekretaris Jurusan Pendidikan Matematika.
4. Drs. Rachmat Mulyono, M.Si,Psi., Dosen Pembimbing I yang dengan
kesabaran dan keikhlasannya telah membimbing, memberikan saran,
masukan serta mengarahkan penulis, sehingga penulis dapat
menyelesaikan skripsi ini.
5. Bapak dan Ibu Dosen Jurusan Pendidikan Matematika Faku Ilmu
Tarbiyah dan Keguruan Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif
Hidayatullah yang telah memberikan ilmu pengetahuan kepada penulis
beserta staff jurusan yang selalu membantu penulis dal proses
administrasi.
KATA PENGANTAR
iv
6. Perpustakaan Utama dan Perpustakaan Tarbiyah UIN Syari Hidayatullah
Jakarta.
7. Ibu Siti Aminah, Kepala Sekolah SDN Pasir Gunung Selatan 2 Depok
yang telah mengizinkan penulis untuk melakukan penelit skripsi ini,
serta Ibu Nova Mayasari, S.Pd, guru matematika yang te membantu
penulis dalam penelitian skripsi ini.
8. Teristimewa untuk kedua orang tuaku tercinta, ayahanda Abdul Razak
Rahmat dan Ibunda Sumiati yang tiada hentinya mencurahkan kasih
sayang, selalu mendoakan, serta memberikan dukungan moril dan materil
kepada penulis. Kakakku Dita indriani dan Adikku Danu serta
Rossa Fitriana tersayang yang telah memberikan dukungan moril serta
doanya kepada penulis.
9. Sahabat-sahabat seperjuanganku dibangku kuliah (Neneng Milati, Tika
Mufrika, Siti Nurhayati, Rina Triana J.A, Tuti Alawiyah, Mardiyah, dan
Fitria) yang selalu memberikan semangat dan doa kepada penulis serta
semua teman-temanku di Jurusan Pendidikan Matematika 2006.
10. Orang terkasih Faisal Ferdian Ahmad yang tiada henti memberikan
dukungan moril serta doanya kepada penulis.
11. Dan kepada semua pihak terkait yang tidak dapat disebutkan satu persatu.
Penulis menyadari bahwa penulisan skripsi ini masih jauh dari
kesempurnaan. Untuk itu, penulis meminta kritik dan saran yang bersifat
membangun demi kesempurnaan penulisan di masa yang akan datang. Akhir kata
semoga skripsi ini dapat berguna bagi penulis khususnya dan bagi para pembaca
pada umumnya.
Jakarta, Maret 2011
Penulis
Rossa Amelia
v
.............................................................................................................. i
............................................................................................................ ii
........................................................................................... iii
........................................................................................................... v
.................................................................................................. vii
............................................................................................. viii
......................................................................................... ix
A. Latar Belakang Masalah ................................................................ 1
B. Identifikasi dan Fokus Masalah ..................................................... 6
C. Pembatasan Fokus Masalah .......................................................... 6
D. Perumusan Masalah ....................................................................... 7
E. Tujuan Penelitian ........................................................................... 7
F. Kegunaan Hasil Penelitian ............................................................ 7
A. Kajian Teoritik ................................................................................ 9
1. Pengertian Belajar dan Pembelajaran Matematika ................ 9
a. Pengertian Belajar ............................................................ 9
b. Pengertian Matematika .................................................... 11
c. Pengertian Pembelajaran Matematika ............................. 13
2. Kecemasan Belajar Matematika .............................................. 14
a. Pengertian Kecemasan ..................................................... 14
b. Sebab-sebab Timbulnya Kecemasan............................... 16
c. Macam-macam Kecemasan............................................. 17
d. Gejala-gejala Kecemasan ................................................. 18
e. Kecemasan dalam Belajar Matematika ........................... 22
3. Pendekatan PMRI..................................................................... 23
a. Pengertian PMRI .............................................................. 23
b. Karakteristik PMRI .......................................................... 30
DAFTAR ISI
ABSTRAK
ABSTRACT
KATA PENGANTAR
DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL
DAFTAR GAMBAR
DAFTAR LAMPIRAN
BAB I: PENDAHULUAN
BAB II: KAJIAN TEORITIK DAN PENGAJUAN KONSEPTUAL
INTERVENSI TINDAKAN
vi
c. PMRI dalam Pembelajaran Matematika ........................ 31
d. Kelebihan Pembelajaran dengan Pendekatan PMRI...... 32
e. Contoh Implementasi Pendekatan PMRI
dalam Pembelajaran Matematika ................................... 33
B. Penelitian yang Relevan ................................................................. 37
C. Pengajuan Konseptual .................................................................... 37
A. Tempat dan Waktu Penelitian ........................................................ 39
B. Metode dan Desain Intervensi Tindakan ....................................... 39
C. Peran dan Pososi Peneliti dalam Penelitian .................................. 42
D. Subjek dan Pihak yang Terkait dalam Penelitian ........................ 42
E. Tahap Intervensi Tindakan ............................................................ 42
F. Hasil Intervensi Tindakan yang Diharapkan ................................ 45
G. Data dan Sumber Data.................................................................... 45
H. Instrumen Pengumpulan Data........................................................ 45
I. Teknik Pengumpulan Data ............................................................. 46
J. Teknik Pemeriksaan Kepercayaan Studi....................................... 47
K. Analisis Data dan Interpretasi Hasil Analisis ............................... 49
L. Tindak Lanjut/Pengembangan Pemeriksaaan Tindakan .............. 49
A. Deskripsi Hasil Pengamatan .......................................................... 51
B. Pemeriksaan Keabsahan Data ........................................................ 87
C. Analisis Data ................................................................................... 88
D. Interpretasi Analisis Data .............................................................. 91
E. Pembahasan Temuan Penelitian .................................................... 92
A. Kesimpulan ..................................................................................... 94
B. Saran ................................................................................................ 94
BAB III: METODOLOGI PENELITIAN
BAB IV: DESKRIPSI, ANALISIS DATA, INTRPRETASI HASIL
ANALISIS, DAN PEMBAHASAN
BAB V: KESIMPULAN DAN SARAN
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
vii
Tabel 1 Kategori pendekatan-pendekatan matematika ................................ 29
Tabel 2 Implementasi Pembelajaran PMRI ................................................... 34
Tabel 3 Rincian Kegiatan Penelitian .............................................................. 39
Tabel 4 Nilai Ulangan Harian Matematika Kelas Sebelum
Dilakukan Penelitian ……………………………………………. 53
Tabel 5 Statistik Deskriptif Nilai Ulangan Harian Matematika .................. 54
Tabel 6 Rekapitulasi Persentase Kecemasan Belajar Siswa
Sebelum Penelitian ……………………………………………… 54
Tabel 7 Hasil Skor Lembar Observasi Pada Siklus I .................................... 65
Tabel 8 Rekapitulasi Repon Siswa Siklus I ................................................... 67
Tabel 9 Nilai Tes Akhir Silkus I.....................................................................
.............................................................................................................
69
Tabel 10 Hasil Skor Lembar Observasi Pada Siklus II …………………… 81
Tabel 11 Rekapitulasi Repon Siswa Siklus II …………………………….. 84
Tabel 12 Nilai Tes Akhir Silkus II ………………………………………... 85
Tabel 13 Rekapitulasi Persentase Kecemasan Belajar Siswa ……………... 88
Tabel 14 Statistik Deskriptif Peningkatan Hasil Belajar Siswa …………… 90
DAFTAR TABEL
viii
Gambar 1 Siklus Penyebab Kecemasan Matematika ...…..………………… 17
Gambar 2 Fenomena Gunung Es........................................................................ 26
Gambar 3 Konsep dan Aplikasi Matematika ..................................................... 27
Gambar 4 Diagram Desain Penelitian ................................................................ 41
Gambar 5 Suasana Kelas Pada Penelitian Pendahuluan ................................... 55
Gambar 6 Kegiatan Siswa Pada Saat Membagi-bagikan Roti..........................
.............................................................................................................
57
Gambar 7 Kelompok II Terlihat Hanya Mengandalkan S(2) Dan S(18)
Untuk Membuat Dan Memotong Lilin Mainan ............................. 59
Gambar 8 S16 Mengerjakan Soal Dipapan Tulis …………………………... 61
Gambar 9 Kelompok Yang Paling Pertama Selesai Mengerjakan …..……… 63
Gambar 10 Peneliti Sedang Memberikan Pengarahan……………………….. 69
Gambar 11 Ketika S5 Maju Mengerjakan Soal Dipapan Tulis......................... 77
Gambar 12 Kegiatan Siswa Pada Saat Kerja Kelompok................................... 78
DAFTAR GAMBAR
ix
......................................................... 99
1. Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) ..............................................100
2. Latihan Soal Siswa .....................................................................................114
3. Bahan Diskusi Kelompok .........................................................................125
..............................................................129
1. Kisi-kisi Tes Akhir Siklus I Sebelum Uji Validitas .................................130
2. Soal Tes Akhir Siklus I Sebelum Uji Validitas ........................................131
3. Perhitungan Validitas dan Reliabilitas Tes Akhir Siklus I ......................134
4. Kisi-kisi Tes Akhir Siklus I Setelah Uji Validitas ...................................136
5. Soal Tes Akhir Siklus I Setelah Uji Valiitas ............................................137
6. Kunci Jawaban Tes Akhir Siklus I ............................................................140
7. Kisi-kisi Tes Akhir Siklus II Sebelum Uji Validitas................................141
8. Soal Tes Akhir Siklus II Sebelum Uji Validitas.......................................142
9. Perhitungan Validitas dan Reliabilitas Tes Akhir Siklus II .....................145
10. Kisi-kisi Tes Akhir Siklus II Setelah Uji Validitas ..................................147
11. Soal Tes Akhir Siklus II Setelah Uji Validitas .........................................148
12. Kunci Jawaban Tes Akhir Siklus II...........................................................151
13. Kisi-kisi Observasi Keceasan Siswa .........................................................152
14. Lembar Observasi Kecemasan Siswa .......................................................153
15. Lembar Observasi KBM ............................................................................154
16. Lembar Jurnal Harian Siswa......................................................................156
17. Pedoman Wawancara Sebelum Tindakan.................................................157
18. Pedoman Wawancara Setelah Siklus I ......................................................159
19. Pedoman Wawancara Setelah Siklus II ....................................................161
..................................................163
1. Nilai Ulangan Matematika Siswa Sebelum Penelitian ............................164
2. Hasil Tes Akhir Siklus I .............................................................................165
3. Hasil Tes Akhir Siklus II ...........................................................................166
4. Daftar Nilai Latihan Soal Siswa, Tes Siklus I dan Siklus II....................167
DAFTAR LAMPIRAN
A. Lampiran I Perangkat Pembelajaran
B. Lampiran II Instrumen Penelitian
C. Lampiran III Hasil Instrumen Penelitian
x
5. Hasil Lembar Observasi Kecemasan Belajar Matematika Siswa
Pra Penelitian ..............................................................................................168
6. Hasil Lembar Observasi Kecemasan Belajar Matematika .....................170
7. Respon Siswa Terhadap Pembelajaran Selama Siklus I dan
Siklus II ....................................................................................................... 176
8. Hasil Pedomam Wawancara Sebelum Penelitian .....................................178
9. Hasil Pedoman Wawancara Setelah Siklus I ............................................183
10. Hasil Pedoman Wawancara Setelah Siklus II...........................................188
11. Hasil Lembar Observasi KBM ..................................................................192
12. Hasil Dokumentasi Siswa ..........................................................................204
1
Setiap manusia dilahirkan dalam keadaan tidak memiliki pengetahuan
apapun. Akan tetapi dengan fitrah yang dimilikinya, manusia dapat
mengembangkan diri dengan ilmu yang diperolehnya melalui belajar selama
proses kehidupannya. Kondisi awal manusia tersebut juga dijelaskan oleh
Allah SWT di dalam firman-Nya sebagai berikut:
Artinya: “Dan Allah mengeluarkan kamu dari perut ibumu dalam keadaan
tidak mengetahui sesuatupun, dan Dia memberi kamu pendengaran,
penglihatan dan hati, agar kamu bersyukur”. (QS. An-Nahl, 16:78)
Manusia sejak dilahirkan sudah banyak mengalami pembelajaran, hal
ini mengandung pengertian bahwa belajar terjadi melalui banyak cara. Baik itu
belajar yang disengaja (pendidikan formal) maupun belajar dari pengalaman
dan perkembangan dalam hidupnya.
Belajar yang disengaja, dalam hal ini adalah belajar yang dilakukan
dijenjang pendidikan formal, terjadi ketika siswa mendapat informasi yang
disampaikan guru di kelas atau ketika ia mencari informasi dari suatu buku.
Masalah yang dihadapi oleh guru adalah bagaimana supaya siswa mau belajar,
tidak hanya belajar dengan mendengarkan penjelasan guru saja namun ikut
terlibat aktif dalam proses pembelajaran.
Salah satu lembaga formal dalam bidang pendidikan adalah sekolah.
Dari sekolah seseorang dapat memperoleh tujuan pendidikan dengan cara
belajar. Setiap sekolah mengharapkan agar semua siswa dapat meguasai
semua mata pelajaran yang diberikan, tidak terkecuali a.
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
ª $ uy t r.yüö n sxü y y usy $t | F $ u
n y F $ u y sö s
!#_çz&Ü/F &è?$ ©è_ì ¡ #ç Á/ #
â ù #èç ±?
rN3`BbqN3 »gBwcqJ=«ã@ rN39J 9» { r
o « { rN3= 9cr 3ÇÐÑÈ
ä ÷ÏiÈ ä çö ä Ï ¨ éß ÷\ øã äô ¡ö
Ï øö ä ªã ä ô
2
Matematika selalu diajarkan disetiap jenjang pendidikan karena matematika
sangat berguna dalam kehidupan sehari-hari untuk memecahkan persoalan
yang dihadapi manusia, baik masa kini maupun masa yang akan datang.
Tujuan umum diberikannya matematika pada jenjang pendidikan dasar
dan menengah yaitu:
Untuk mempersiapkan siswa agar sanggup menghadapi perubahan keadaan di dalam kehidupan dan dunia yang selalu berkembang melalui latihan bertindak, atau dasar pemikiran secara logis, itis, cermat, jujur, efektif dan efisien, serta mempersiapkan siswa agar dapat menggunakan matematika dan pola pikir matematika dalam kehidupan sehari-hari dan dalam mempelajari berbagai ilmu pengetahuan.1
Tercapainya tujuan pendidikan pada umumnya dinilai dari perolehan
pengetahuan, sikap dan keterampilan. Tujuan tersebut dapat dicapai apabila di
dalam proses pembelajaran terjadi suasana yang menyenangkan dan bermakna
bagi siswa dan guru.
Proses pembelajaran matematika tidak terbatas pada keterampilan
mengerjakan soal saja sebagai bentuk aplikasi dari konsep-konsep yang telah
dipelajarinya, melainkan perlu untuk lebih mementingkan pemahaman pada
proses terbentuknya suatu konsep sehingga siswa tidak hanya menghafal
informasi-informasi yang diterima, tetapi juga harus memahami dan mengerti
secara keseluruhan dan sekaligus menguasai informasi tersebut. Guru
hendaknya tidak menyajikan materi pelajaran dalam bentuk jadi, dengan
demikian penyajian pelajaran matematika haruslah diatur sedemikian rupa
hingga menantang siswa sehingga pembelajaran dapat bermakna.
Namun kenyatannnya, masih banyak siswa yang menganggap bahwa
pelajaran matematika sebagai suatu pelajaran yang sulit, dianggap
menyeramkan, membuat jenuh bagi siswa yang kurang menyukai pelajaran
tersebut. Hal ini disebabkan karena karakteristik dalam matematika bersifat
abstrak sehingga menyebabkan siswa mengalami kesulitan dalam belajar
matematika dan membuat siswa malas, tidak berminat untuk belajar
1 Erman Suherman, , (Bandung:
Universitas Pendidikan Indonesia, 2003), h. 58Strategi Pembelajaran Matematika Kontemporer
3
matematika. Jika keadaan ini berlanjut terus menerus dalam jangka panjang,
maka tentu saja akan mempengaruhi emosi siswa terhadap pelajaran
matematika.
Citra tentang sulitnya pelajaran matematika akan menumbuhkan
perasaan takut berlebihan sehingga dapat menyebabkan kecemasan pada diri
siswa ketika mereka harus berhadapan dengan matematika itu sendiri. Salah
satu faktor penyebab kecemasan adalah rasa tidak menyenangkan siswa dalam
belajar matematika karena cara mengajar guru yang susah dimengerti, karakter
guru yang menakutkan dan fasilitas belajar yang kurang memadai.
Hal ini sejalan dengan hasil penelitian Fardhana yang meneliti
kecemasan matematika pada siswa SLTP Surabaya pada tahun 2004 yang
menyatakan bahwa “faktor yang memberikan kontribusi besar terhadap
kecemasan siswa pada matematika adalah materi pelajaran yang dianggap sulit
(53 %), fasilitas yang kurang memadai (26 %), cara mengajar guru yang sulit
dipahami (23 %) dan karakter guru yang galak (6 %)”.2
Timbulnya kecemasan tersebut akan dapat menghambat proses
pembelajaran dan merugikan siswa dalam memperoleh hasil belajar yang
optimal. Hal ini sejalan dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Spielberg,
fakta dari hasil penelitiannya ditemukan bahwa “siswa yang mengalami
kegagalan akademik dengan akibat dikeluarkan dari seko lebih dari 20%
merasa cemas, hanya 6% siswa yang tidak merasa cemas”.3
Kecemasan telah menjadi masalah yang penting yang harus segera
diatasi, karena memiliki pengaruh besar terhadap proses pembelajaran
sehingga mempengaruhi hasil belajar siswa. Kecemasan dalam belajar
matematika merupakan salah satu penyebab dari prestasi siswa yang rendah.
Di Indonesia, hal ini terbukti dengan hasil penelitian Fardhana yang
menyatakan bahwa “semakin rendah tingkat kecemasan siswa pada
2 Nur Ainy Fardhana N, ,
http://adln.lib.unair.ac.id/go.php?id=jiptunair-gdl-res-2004-nur-927-matematika, (14 Juli 2010 pukul 17:27)
3 Sri Esti Wuryani D, , (Jakarta: PT Grasindo, 2006), Cet Ke-3, h 387
Kecemasan Siswa Pada Bidang Matematika Di Sltp Surabaya
Psikologi Pendidikan
4
matematika akan semakin tinggi prestasi belajar matematika siswa dan
semakin tinggi tingkat kelas maka akan semakin tinggi ingkat kecemasan
siswa”. 4 Sedangkan Kirkland dalam penelitiannya menyimpulkan bahwa
“besar kecilnya kecemasan mempengaruhi murni dan tidaknya l belajar”.5
Dari pernyataan di atas jelas terlihat bahwa kecemasan menjadi salah satu
penyebab kurang berhasilnya suatu proses pembelajaran matematika.
Fenomena kecemasan belajar ini juga terjadi pada siswa di SDN Pasir
Gunung Selatan 2 Depok khususnya kelas III. Berdasarkan hasil wawancara
dengan guru, siswa, dan pengamatan observasi pembelajaran yang dilakukan
pada tanggal 9, 20, 21, dan 22 Desember 2010, diperoleh informasi bahwa
masih banyak terdapat siswa yang terlihat tegang ketika belajar matematika,
tidak berani jika diminta menjelaskan jawaban suatu soal matematika dan
enggan untuk sekedar duduk dibarisan depan ketika belajar matematika. Hal
ini disebabkan karena sebagian besar siswa yang menganggap pelajaran
matematika adalah pelajaran yang menakutkan.
Dengan demikian seorang guru haruslah mampu menyampaikan materi
matematika dengan baik kepada anak didiknya, sehingga negatif
terhadap matematika yang selama ini melekat pada siswa dapat berubah
menjadi kesan yang positif. Seorang guru juga harus dapat menciptakan
suasana yang menyenangkan sehingga dapat mengurangi rasa kecemasan
siswa terhadap pembelajaran matematika. Oleh karena itu, diharapkan guru
dapat melibatkan siswa secara penuh dalam proses pembelajaran yang sesuai
dengan standar kurikulum pendidikan sehingga proses pembelajaran tersebut
berjalan dengan menyenangkan dan bermakna bagi siswa.
Pembelajaran yang menyenangkan menuntut adanya kebebasan
pembelajaran sehingga peserta didik dapat mengungkapkan makna sebagai
hasil dari interprestasinya terhadap segala sesuatu yang ada di dunia nyata.
Sedangkan pembelajaran bermakna ( ) merupakan suatu
4 Nur Ainy Fardhana N, , (14 Juli 2010 pukul 17:27)5 Suharsimi Arikunto, , (Jakarta: Bumi Aksara, 2009),
h. 56
meaningfull learning
Kecemasan Siswa...Dasar-dasar Evaluasi Pendidikan
5
proses dikaitkannya informasi baru pada konsep-konsep relevan yang terdapat
dalam struktur kognitif seseorang.6
Proses pembelajaran yang sesuai dengan tujuan pendidikan
matematika akan menjadikan pembelajaran lebih bermakna dan
menyenangkan. Untuk mendukung tercapainya tujuan tersebut maka
diperlukan pengembangan materi pelajaran yang difokuskan pada aplikasi
dalam kehidupan sehari-hari dan disesuaikan dengan tingkat kognitif siswa.
Menurut Van de Henvel-Panhuizen ”jika anak belajar matematika terpisah
dari pengalaman mereka sehari-hari maka anak akan cepat lupa dan tidak
dapat mengaplikasikan matematika”.7
Menurut DePorter dan Hernacki dalam , ada dua
bentuk kategori utama dalam belajar, yaitu bagaimana k menyerap
informasi dengan mudah dan bagaimana cara kita mengatur dan mengolah
informasi tersebut.8
Berdasarkan hal di atas, pembelajaran matematika di kelas dapat
ditekankan pada keterkaitan antara konsep-konsep matematika dengan
pengalaman anak sehari-hari. Salah satu pembelajaran matematika yang
berorientasi pada matematisasi pengalaman sehari-hari (
) adalah (RME) atau
yang dikenal di Indonesia dengan Pendidikan Matematika Indonesia
(PMRI).
Pada PMRI pola pikir siswa dikembangkan dari hal-hal yang bersifat
konkrit menuju hal yang abstrak. Aktivitas belajar dilakukan melalui
peragaan-peragaan yang melibatkan seluruh panca indera penglihatan,
pendengaran, dan perabaan. Alat peraga berfungsi untuk menjembatani proses
6 Trianto, , (Surabaya:
Prestasi Pusaka,2007), h. 257 I Gusti Putu Suharta,
, Vol 38 No: 4 Tahun 2005, h. 579 8 A. Martuti, , (Yogyakarta: Kreasi Wacana, 2009)
Cet Ke-1, h.58
Quantum Learning
mathematic of
everyday experience Realistic Mathematic Education
Realistik
Model-model Pembelajaran Inovatif Berorientasi Konstruktivistik
Pengembangan Perangkat Pembelajaran Pecahan Dengan Menggunakan Pendekatan Matematika Realistik (PMR)
Pendidik Cerdas dan Mencerdaskan
6
abstraksi dari hal yang bersifat sederhana dan konkrit menuju pengetahuan
matematika formal dan baku oleh siswa sendiri.
Berangkat dari permasalah di atas, dimana masih banyak siswa yang
memiliki masalah kecemasan dalam belajar matematika, maka penulis tertarik
untuk meneliti tentang
Dengan melihat latar belakang yang telah diuraikan sebelumnya dapat
diidentifikasikan masalah-masalah sebagai berikut:
1. Banyak siswa yang belum tertarik terhadap pelajaran matematika
2. Siswa masih menganggap bahwa pelajaran matematika merupakan
pelajaran yang sulit dan menegangkan
3. Banyak siswa yang merasa cemas dalam belajar matematika
4. Banyak siswa yang kurang memahami konsep matematika
5. Proses pembelajaran matematika yang masih bersifat abstrak tanpa
mengkaitkan permasalahan matematika dengan kehidupan sehari–hari.
6. Pendekatan yang digunakan oleh guru kurang bermakna dan tidak
menyenangkan bagi siswa selama proses pembelajaran berlangsung.
Untuk menghindari perbedaan persepsi dalam pembahasan penulis
membatasi pokok permasalahan yaitu:
1. Kecemasan yang dimaksud dalam penelitian ini adalah kecemasan
yang dialami ketika siswa belajar matematika di kelas meliputi
beberapa aspek, yaitu: .
2. yang dimaksud
adalah suatu pembelajaran yang bertitik tolak dari hal-hal yang
real/nyata bagi siswa.
”Penerapan Pendekatan Pendidikan Matematika
Indonesia (PMRI) Dalam Mengurangi Kecemasan Belajar
Matematika Siswa”
B. Identifikasi dan Fokus Masalah
C. Pembatasan Fokus Masalah
Realistik
psikologis, somatik, kognitif, motorik
Pendidikan Matematika Realistik Indonesia (PMRI)
7
3. Penerapan pendekatan PMRI dalam proses pembelajaran untuk
mengurangi kecemasan belajar matematika siswa.
4. Subyek penelitian adalah siswa kelas III SDN Pasir Gunung Selatan 2
Depok sebanyak 21 siswa.
5. Materi yang diajarkan adalah pecahan sederhana.
Berdasarkan pembatasan masalah di atas, maka penulis merumuskan
masalah sebagai berikut:
1 Apakah penerapan pendekatan PMRI dalam pembelajaran matematika
dapat mengurangi kecemasan belajar matematika siswa?
2 Bagaimana respon siswa dengan penerapan pendekatan PMRI dalam
pembelajaran matematika?
3 Apakah penerapan pendekatan PMRI dapat meningkatkan hasil belajar
matemaika siswa?
Tujuan penelitian ini adalah untuk mendeskripsikan penurunan
kecemasan siswa setelah dilaksanakan pendekatan PMRI dalam pembelajaran
matematika; mendeskripsikan respon siswa terhadap pembelajaran
matematika dengan menggunakan pendekatan PMRI; mengetahui hasil belajar
matematika siswa setelah diterapkannya pendekatan PMRI.
Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat berguna bagi beberapa pihak
antara lain :
1. Bagi sekolah tempat penelitian, sebagai bahan pertimbangan dalam
pengembangan dan penyempurnaan program pengajaran matematika
di sekolah.
D. Perumusan Masalah
E. Tujuan Penelitian
F. Kegunaan Hasil Penelitian
8
2. Bagi guru mata pelajaran, sebagai informasi tentang suatu pendekatan
pembelajaran dalam upaya mengurangi kecemasan siswa dalam belajar
matematika.
3. Bagi peneliti, sebagai pengalaman langsung dalam pelaksanaan
pembelajaran dengan pendekatan PMRI.
4. Bagi siswa, sebagai motivasi untuk mendorong siswa agar menyenangi
pelajaran matematika serta meningkatkan kemampuan siswa
khususnya dalam pelajaran matematika.
9
Belajar merupakan faktor penentu dalam proses perkembangan
manusia. Keseluruhan proses pendidikan di sekolah, kegiatan belajar dan
pembelajaran merupakan kegiatan yang paling pokok. Hal ini berarti bahwa
tercapai tidaknya tujuan pendidikan tergantung kepada ses belajar dan
pembelajaran selain faktor pendukung lainnya.
Belajar bukanlah sekedar mengumpulkan pengetahuan. Menurut
Winkel “belajar adalah aktivitas mental atau psikis yang berlangsung dalam
interaksi aktif dengan lingkungan yang menghasilkan perubahan-perubahan
dalam pengetahuan, pemahaman, keterampilan, nilai dan sikap”. 1 Hal ini
sejalan dengan pendapat Piaget yang menyatakan bahwa dasar belajar adalah
aktivitas anak bila ia berinteraksi dengan lingkungan sosial dan lingkungan
fisiknya.2
Belajar menurut Wittig dalam buku
mendefinisikan “belajar adalah perubahan yang relatif menetap dalam segala
macam/keseluruhan tingkah laku suatu organisme sebagai hasil pengalaman”.3
Pengertian ini sejalan dengan pendapat Hilgard yang mengungkapkan definsi
belajar “
1 Yatim Riyanto, , (Jakarta: Kencana, 2009) Cet Ke-1, h.52 Yatim Riyanto, h. 1223 Muhibbin Syah, (Jakarta: Rajawali Pers, 2010), h.66
BAB II
KAJIAN TEORITIK DAN PENGAJUAN KONSEPTUAL
INTERVENSI TINDAKAN
A. Kajian Teoritik
1. Pengertian Belajar dan Pembelajaran Matematika
a. Pengertian Belajar
Psychology of Learning
Learning is the process by wich an activity originates or changed
through training procedurs (wether in the laboratory or in the naural
Paradigma Baru Pembelajaran Paradigma...,
Psikologi Belajar,
10
”.4
Dalam pengertian di atas terdapat kata atau “perubahan” yang
berarti bahwa seseorang setelah belajar akan mengalami perubahan tingkah
laku, baik aspek pengetahuan, keterampilan, nilai, dan aspek sikap. Maka
dalam hal ini kriteria keberhasilan dalam belajar ditandai dengan terjadinya
perubahan tingkah laku pada diri individu yang belajar Misalnya dari tidak
bisa menjadi bisa, dari tidak mengerti menjadi mengert dari ragu-ragu
menjadi yakin.
Degeng menyatakan bahwa belajar merupakan pengaitan pengetahuan
baru pada struktur kognitif yang sudah dimiliki si belajar. 5 Piaget
mengemukakan bahwa srtuktur kognitif yang dimiliki seseorang terjadi
karena proses adaptasi. Pendapat ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan
Skinner bahwa proses adaptasi (penyesuaian tingkah laku) akan
mendatangkan hasil yang optimal apabila diberi penguatan.6
Sedangkan menurut pandangan konstruktivisme mendefiniskan belajar
sebagai proses aktif dari si subjek belajar untuk merekonstruksi makna
sesuatu, entah itu teks, kegiatan dialog, pengalaman f ik dan lain-lain.7 Oleh
karena itu belajar harus dilakukan secara aktif, baik idual maupun
kelompok. Keterlibatan siswa di dalam belajar tidak boleh diartikan sebagai
keterlibatan fisik semata, melainkan juga melibatkan keterlibatan mental
emosional, keterlibatan dengan kegiatan kognitif dalam pencapaian dan
perolehan pengetahuan serta internalisasi nilai-nilai dalam pembentukan sikap
dan nilai.
4 Wina Sanjaya, , (Jakarta:
Kencana, 2007), Cet Ke-2, h.1105 Yatim Riyanto, , h. 56 Muhibbin Syah, , (Jakarta: PT Rajawali Pers, 2010), h. 647 Sardirman A.M, , (Jakarta: PT. Grafindo Persada,
2007) Ed.1, Cet Ke-14, h.37
emvironment) as distinguished from changes by factors ot atributable to
training
change
Strategi Pembelajaran Berorientasi Standar Proses Pend kan
Paradigma ...Psikologi BelajarInteraksi dan Motivasi Belajar Mengajar
11
Berdasarkan perbedaan-perbedaan pendapat mengenai belajar penulis
dapat menyimpulkan bahwa belajar adalah proses mental yang terjadi dalam
diri seseorang, sehingga menyebabkan munculnya perubahan perilaku,
pengetahuan yang didapat seseorang setelah ia mempelajari sesuatu baik itu
melalui bahan atau pengalaman yang berada dilingkungannya sehingga terjadi
perubahan-perubahan tingkah laku yang meliputi aspek pengetahuan,
keterampilan, nilai dan sikap seseorang, dimana perubahan tersebut adalah
akibat hasil belajar yanng bersifat menetap.
Kata matematika berasal dari perkataan Latin yang
mulanya diambil dari kata Yunani yang mengandung pengertian
hal-hal yang berhubungan dengan belajar ( ). Perkataan itu
mempunyai asal katanya yang berarti pengetahuan atau ilmu. Kata
berhubungan pula dengan kata yang artinya belajar
( ). Jadi berdasarkan asal katanya, matematika adalah ilmu
pengetahuan yang didapat dengan belajar.
Matematika merupakan ilmu deduktif, aksiomatik, dan abstrak.
Karakteristik matematika inilah yang menyebabkan matematika menjadi suatu
pelajaran yang kadang dianggap sulit dan menjadi salah satu pelajaran yang
begitu sangat ditakuti oleh siswa. Oleh sebab itu pembelajaran matematika
khususnya pada sekolah dasar membutuhkan perhatian yang sunguh-sungguh
dari siswa. Guru dan instansi pendidikan yang terkait perlu menciptakan suatu
kondisi belajar yang menyenangkan, sehingga proses pembelajaran
matematika dapat menjadi kegiatan belajar yang diminati siswa.
b. Pengertian Matematika
mathematika
mathematike
relating to learning
mathema
mathematike methanein
learning
12
Adapun karakteristik matematika secara umum adalah sebagai
berikut: 8
1. Memiliki objek kajian abstrak
2. Bertumpu pada kesepakatan
3. Berpola pikir deduktif
4. Memiliki simbol yang kosong dari arti
5. Memperhatikan semesta pembicaraan
6. Konsisten dalam sistemnya.
Beberapa ahli mendefinisikan tentang matematika secara umum:
1. Russefendi mendefinisikan matematika adalah ilmu tentang struktur
yang terorganisasi mulai dari unsur yang tidak didefinisikan ke unsur
yang didefinisikan, ke aksioma atau postulat akhirnya ke dalil atau
teorema.9
2. Menurut Johnson dan Rising dalam bukunya mengatakan bahwa
matematika adalah pola berpikir, pola mengorganisasikan, pembuktian
yang logik, matematika itu adalah bahasa yang menggunakan istilah
yang didefinisikan dengan cermat, jelas dan akurat, representasinya
dengan simbol dan padat, lebih berupa bahasa simbol mengenai ide
daripada mengenai bunyi.10
Berdasarkan beberapa definisi matematika di atas, maka penulis
menyimpulkan bahwa matematika adalah ilmu pengetahuan yang abstrak,
yang dapat dipandang sebagai menstrukturkan pola berpikir yang sistematis,
kritis, logis, cermat dan konsisten yang dalam pengerjaannya menggunakan
penalaran.
8 Sri Anitah W, dkk, , (Jakarta: Universitas Terbuka, 2008),
Cet Ke-3, h. 59 Sri Anitah W, …, h. 410 Erman Suherman, , (Bandung:Universitas
Pendidikan Indonesia, 2003), h. 17
Strategi Pembelajaran Matematika
Strategi PembelajaranStrategi Pembelajaran Matematika Kontemporer
13
Peristiwa belajar yang disertai dengan proses pembelajaran akan lebih
terarah dan sistematik dari pada belajar yang hanya berasal dari pengalaman
dalam kehidupan sosial dan masyarakat. Pembelajaran merupakan “proses
interaksi peserta didik dengan pendidik dan sumber belajar pada suatu
lingkungan belajar”.11 Belajar dengan proses pembelajaran melibatkan adanya
guru, bahan belajar dan lingkungan kondusif yang sengaja diciptakan.
Lingkungan yang kondusif adalah lingkungan yang memungkinkan siswa
dapat saling berinteraksi dengan baik, sehingga tujuan pembelajaran
(indikator-indikator) dapat tercapai dengan baik pula.
Hal ini sejalan dengan pendapat Hamalik yang mendefinisikan bahwa
“pembelajaran adalah prosedur dan metode yang ditempuh oleh pengajar
untuk memberikan kemudahan bagi peserta didik untuk melakukan kegiatan
belajar serta aktif dalam rangka mencapai tujuan pembelajaran”.12 Sedangkan
menurut konsep komunikasi, pembelajaran adalah proses
fungsional antara siswa dengan guru dan siswa dengan siswa, dalam rangka
perubahan sikap dan pola pikir yang akan menjadi kebiasaan bagi siswa yang
bersangkutan.13
Pada hakikatnya pembelajaran matematika adalah proses buat
orang belajar matematika. Yang dimaksud adalah menciptakan suasana
belajar yang memungkinkan seseorang melaksanakan kegiatan belajar
matematika sehingga tujuan pembelajaran dapat dicapai. Suasana yang
diciptakan harus menyenangkan dan bermakna agar siswa idak merasa bosan
dan tidak tegang selama belajar matematika.
11 Departemen Pendidikan Nasional,
(SISDIKNAS), (Jakarta: Citra Umbara, 2003), h.612 Herry Hermawan, dkk, , (Bandung: UPI PRESS, 2007), h. 313 Erman Suherman, , ..., h. 8
c. Pengertian Pembelajaran Matematika
Undang Undang Sistem Pendidikan Nasional
Belajar dan Pembelajaran SDStrategi Pembelajaran
14
Adapun sifat-sifat dari proses pembelajaran matematika yang efektif
ada 7 macam, antara lain:14
1. Belajar merupakan suatu interaksi antara anak dengan lingkungan
2. Belajar berarti berbuat
3. Belajar matematika berarti mengalami
4. Belajar matematika memerlukan motivasi
5. Belajar matematika memerlukan kesiapan anak didik
6. Belajar matematika harus menggunakan daya pikir
7. Belajar matematika melalui latihan
Dari uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa pembelajaran
matematika adalah suatu proses yang dirancang untuk memperoleh
pengetahuan tentang matematika sehingga pengetahuan tersebut dapat
dimanfaatkan dalam kehidupan.
Kecemasan juga dikenal dengan istilah “ . Secara leksikal kata
“ diambil dari Bahasa Inggris, berpadanan dengan kata yang
memiliki arti “ketakutan”. Hal ini sejalan dengan pendapat Chaplin dalam
kamus lengkap psikologi yang mengartikan kecemasan ( ) sebagai
“perasaan campuran berisikan ketakutan dan keprihatinan mengenai masa-
masa mendatang tanpa sebab khusus untuk ketakutan tersebut”.15
Kecemasan merupakan salah satu bentuk emosi yang paling
menimbulkan stress yang dirasakan oleh banyak orang. Kecemasan adalah
masalah yang sangat relevan dengan psikologi karena berkaitan dengan jiwa.
Setiap orang pasti pernah mengalami kecemasan pada saat-saat tertentu, dan
14 Erna Suwangsih, (Bandung: UPI PRESS, 2006), h 18-2015 J. P Chaplin, , (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2004), ed.I,
Cet Ke-9, h. 32
2. Kecemasan Belajar Matematika
a. Pengertian Kecemasan
Anxiety”
Anxiety” “fear”,
anxiety
Model Pembelajaran Matematika, Kamus Lengkap Psikologi
15
dengan tingkat yang berbeda-beda. Hal tersebut mungkin saja terjadi karena
individu merasa tidak memiliki kemampuan untuk menghadapi suatu hal yang
menimpanya dirinya.
Kecemasan dapat terjadi pada setiap saat pada diri siswa dan
seringkali muncul secara mendadak ketika belajar khususnya belajar
matematika. Mesikupun demikian, kecemasan bukanlah sesuatu masalah yang
tidak dapat dikendalikan, karena kecemasan merupakan perubahan emosi
yang biasa terjadi pada diri seseorang dalam perjalanan hidupnya, seperti rasa
khawatir, takut, sedih, dan senang.
Freud menggambarkan dan mendefinisikan kecemasan sebagai suatu
perasaan yang tidak menyenangkan, yang diikuti oleh reaksi fisiologis tertentu
seperti perubahan detak jantung dan pernafasan. Menurut Freud, “kecemasan
melibatkan persepsi tentang perasaan yang tidak menyenangkan dan reaksi
fisiologis, dengan kata lain kecemasan adalah reaksi atas situasi yang
dianggap berbahaya”.16
Lain halnya dengan Wiramihardja yang mendefinisikan kecemasan
sebagai suatu keadaan perasaan dimana individu merasa sehingga tidak
berani dan mampu untuk bersikap dan bertindak secara r sesuai dengan
yang seharusnya.17 Sedangkan Nevid berpendapat bahwa “kecemasan adalah
suatu keadaan atau keadaan khawatir yang mengeluhkan bahwa
sesuatu yang buruk akan segera terjadi”.18
Dari beberapa pendapat tersebut dapat disimpulkan bahwa kecemasan
adalah salah satu bentuk emosi seseorang yang direfleksikan dengan
perasaaan khawatir atas ancaman yang akan terjadi, gelisah, tegang, gugup
dan takut dalam menghadapi sesuatu yang dapat menimbulkan gejala-gejala
16 Trismiati,
, Jurnal Psyche, Vol. 1 No. 1, Juli 2004, h. 417 Sudoardjo A. Wiramihardja, , (Bandung: PT Refika
Aditama, 2007), Cet Ke-2, h. 6718 Jeffrey. S. Nevid, , (Jakarta: Erlangga, 2003), h. 163
aprehensi
Perbedaan Tingkat Kecemasan Antara Pria dan Wanita Akseptor Kontrasepsi Mantap di RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta
Psikologi Pengantar Abnormal
Psikologi Abnormal
16
kecemasan. Kecemasan yang berlebihan akan berdampak pada dirinya
tidak adanya ketenangan jiwa sehingga akan berpengaruh pada setiap
aktivitasnya.
Beberapa ahli berpendapat bahwa rasa cemas merupakan akibat tidak
terpenuhinya keinginan-keinginan seksual, merasa diri (fisik) kurang,
pengaruh pendidikan waktu kecil, sering terjadi frustasi karena tidak
tercapainya keinginan baik materil maupun sosial. Kecemasan
menggambarkan keadaan emosional, suatu perasaaan tak tentu yang dikaitkan
dengan rasa takut. Perasaan ini dirasakan sebagai suatu ancaman terhadap
masa depannya. Adapun ciri khas dari perasaan ini adalah perasaan tak tentu
atau situasi tak tentu dan rasa tak berdaya menghadapi masalah.
Nevid dalam buku menyebutkan beberapa faktor-
faktor kognitif yang membuat orang menjadi cemas, yaitu:19
1. Prediksi berlebihan terhadap rasa takut
2. Keyakinan yang irasional
3. Sensitivitas berlebihan terhadap ancaman
4. Sensitivitas kecemasan
5. Salah mengatribusikan sinyal-sinyal tubuh
6. Self - Efficacy yang rendah.
Kecemasan di atas dapat terjadi pada setiap saat pada diri siswa dan
seringkali muncul secara mendadak ketika belajar matematika. Penyebab lain
dari kecemasan matematika adalah kegagalan ( ) belajar matematika dan
19 Jeffrey. S. Nevid, ..., h. 180 - 183
b. Sebab-sebab Timbulnya Kecemasan
Psikologi Abnormal
failure
Psikologi Abnormal
17
adanya perasaan menghindar ( ). Adapun siklus kecemasan tersebut
digambarkan sebagai berikut:20
Menurut Binder dan Kielhotz kecemasan dapat dibagi menurut sumber
sebabnya menjadi 6 macam, yaitu:21
1. Kecemasan obyektif ). Ketakutan akan bahaya
sesungguhnya dari lingkungan atau dunia luar.
2. Kecemasan hati nurani ( ). Kecemasan timbul bila
individu mengerjakan pebuatan yang berlawanan dengan m itas.
3. Kecemasan neurotik. Kecemasan yang berasal dari tubuh takut
hukuman akibat telah dilakukan pemuasaan instinktual.
4. Kecemasan psikotis. Kecemasan ini bukanlah merupakan gejala
kecemasan pada umumnya melainkan sebagai gejala dari psikosisnya.
5. Kecemasan vital. Kecemasan yang berasal dari tubuh dan berfungsi
sebagai mekanisme yang melindungi individu, misalnya: sakit jantung.
20 http://translate.googleusercontent.com/translate_c?hl=id&langpair=en|id&u=http://www.ma
thgoodies.com/articles/math_anxiety_model.html&rurl=translate.google.co.id&usg=ALkJrhidrEh5djKAkCSeeMqamJdrtEzNRA (23 Januari 2011 pukul 09:14)
21 Endang Warsiki G dan Lestari Soeharjono, (dalam artikel Majalah Psikiater, Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga Surabaya , h. 43-44
avoidance
(fear/real anxiety
conscience of anxiety
Kecemasan Pada Anak Dan Remaja, )
c. Macam-macam Kecemasan
Gambar. 1 “Siklus Penyebab Kecemasan Matematika”
18
6. Kecemasan sosial. Kecemasan ini timbul bila individu takut pendapat
umum atau pendapat lingkungannya mencela perbuatannya.
Menurut Nevid kecemasan terdiri dari 3 gejala. Gejala-gejala tersebut
adalah gejala fisik, kognisi, dan perilaku.22
1. kegelisahan, kegugupan banyak berkeringat
sulit berbicara anggota tubuh bergetar, suara yang bergetar sering
buang air kecil, diare, panas dingin, pusing, merasa lemas/lekas lelah,
jantung berdebar.
2. : kebingungan, rasa ketakutan, khawatir
tentang sesuatu, merasa terancam, sulit konsentrasi, keyakinan bahwa
sesuatu akan terjadi.
3. : Perilaku menghindar, perilaku melekat,
dan perilaku terguncang.
Gejala-gejala yang diungkapkan oleh Nevid sejalan dengan pendapat
Novita bahwa ada tiga bentuk gejala kecemasan siswa dalam menghadapi
pelajaran matematika, yaitu:23
1. Gejala fisik atau , seperti: tegang saat mengerjakan soal
matematika, gugup, berkeringat, tangan gemetar ketika harus
menyelesaikan soal matematika atau ketika mulai pelajaran
matematika.
2. Gejala kognitif atau , seperti: pesimis dirinya tidak mampu
mengerjakan soal matematika, khawatir kalau hasil pekerjaan
matematikanya buruk, tidak yakin dengan pekerjaan matematikanya
22 Jeffrey. S. Nevid, ..., h. 16423 Novita Eka Indiyani dan Anita Listiara,
,Vol.3 No. 1, Juni 2006, h. 15
d. Gejala-gejala Kecemasan
, ,
, ,
Gejala kecemasan fisik:
Gejala kecemasan kognitif
Gejala kecemasan behavioral
emotionality
worry
Psikologi AbnormalEfektivitas Metode Pembelajaran Gotong
Royong (cooperative learning) Untuk Menurunkan Kecemasan Siswa Dalam Menghadapi Pela an Matematika
19
sendiri, ketakutan menjadi bahan tertawaan jika tidak
mengerjakan soal matematika.
3. Gejala perilaku, seperti : berdiam diri karena takut d kan, tidak
mau mengerjakan soal matematika karena takut gagal lag dan
menghindari pelajaran matematika.
Sedangkan Passer dan Smith dalam buku “ ” membagi
gejala kecemasan menjadi 4 komponen, antara lain:24
1.
yang berarti secara komponen emosional
subjektif, seseorang yang merasa cemas akan mengalami
ketegangan dan ketakutan.
2.
. Secara kognitif, kecemasan dapat terlihat
dari gangguan kekhawatiran dan rasa ketidakmampuan untuk
mengatasi suatu masalah.
3.
”. Dalam reaksi fisiologis terdapat
reaksi fisik atau biologis, gangguan kecemasan dapat berupa jantung
berdebar, tekanan darah tinggi, ketegangan otot, pernapasan cepat,
mual, mulut kering, diare, dan sering buang air kecil.
4.
24 Michael W Passer dan Ronald E Smith, ,
(Canada: Mc Grawwhill Company), 2003, h. 512
Psychology
Emotional Symptoms
“Subjective emotional component, including: feelings of
tension and apprehension”
Cognitive Symptoms
Cognitive component, including: worrisome thoughts and a
sense of inability to cope
Physiological or Somatic Symptoms
“Physiological responses, including: increased heart ra and
blood pressure, muscle tension, rapid breathing, nausea, dry mouth,
diarrhea, and frequent urination
Behavioral Symptoms
Behavioral responses such as avoidance of certain situa ions
and impaired task performance anxiety disorders take a number of
Psychology, The Science Of Mind And Behavior
20
Reaksi prilaku seperti menghindari situasi tertentu dan mengalami
gangguan kecemasan dapat menimbulkan gangguan pada kinerja kita
dalam mengerjakan suatu tugas. Hal tersebut diakibatkan dari
beberapa hal yang berbeda, seperti perilaku terguncang dan perasaan
trauma dengan kejadian yang pernah dialaminya.
Sedangkan menurut Holmes dalam bukunya
membagi kecemasan dalam empat komponen yang
mengidentifikasikan adanya kecemasan, yaitu:
.25
1.
Holmes mengatakan bahwa
dimana gejala pada gangguan kecemasan ini ditandai
dengan ketegangan, kepanikan, dan ketakutan. Mood (perasaan)
seseorang yang merasa cemas dapat berupa was-was, gelisah, takut,
tegang, gugup, dan rasa tidak aman. Individu tidak dapat merasa
tenang dan mudah tersinggung, sehingga memungkinkannya untuk
terkena depresi.
2.
yang berarti
bahwa secara kognitif, seseorang yang merasa cemas akan terus
mengkhawatirkan segala macam masalah yang mungkin terjadi.
Sehingga ia akan sulit untuk berkonsentrasi atau mengambil keputusan,
bingung, dan menjadi sulit untuk mengingat sesuatu.
25 David S Holmes, , (New york: Longman, 1997), 3 ed, h. 91
different form, obsessive compulsive disorders, and po ttraumatic.
“Abnormal
Psychology”
Mood symptoms,
cognitive symptoms, somatic symptoms dan motor symptoms
Mood symptoms (psychological)
“The mood symptoms in anxiety
disorders consist primarily of anxiety, tension, panic, and
apprehension”
Cognitive symptoms
“The cognitive symptoms in anxiety disorders revolve around
the doom and disaster that the individual anticipates”
Abnormal Psychology rd
21
3.
Secara somatik (dalam reaksi fisik atau biologis), gangguan
kecemasan dapat berupa lekas lelah, tekanan darah tinggi, napas sesak,
dada tertekan, pusing, jantung berdebar, dan sering mual. Akan tetapi
setiap orang memiliki reaksi fisik yang berbeda jika mereka
mengalami kecemasan.
4.
Secara motorik (gerak tubuh),
kecemasan dapat terlihat dari gangguan tubuh seseorang seperti tubuh
yang gemetar, suara yang terbata-bata, dan sikap terburu-buru. Sikap-
sikap seperti inilah yang membuat cemas dan dapat membuat aktivitas
menjadi terganggu dan berjalan tidak sewajarnya.
Dalam penelitian ini, gejala-gejala kecemasan yang akan dibahas
adalah gejala kecemasan yang dikemukakan oleh Holmes. Hal ini dikarenakan
keempat gejala tersebut dapat mewakili beberapa pendapat ahli psikologi lain
yang diklasifikasikan sesuai dengan karakteristik dari masing-masing gejala
dan gejala tersebut juga terdapat pada siswa yang mengalami kecemasan
dalam pembelajaran matematika.
Somatic symptoms
The somatic (physiological) symptoms of anxiety can be
divided into two groups. First are the immediate symptoms, which
consist of sweating, dry mouth, shallow breathing, rap d pulse,
increased blood pressure, throbbing sensations in the head, and
feelings of muscular tension. Second, if the anxiety is prolonged,
delayed symptoms such as chronically increased blood pressure,
headaches, muscular weakness, and intestinal distress (poor digestion,
stomach cramps) may set in.
Motor symptoms
Motor symptoms anxious individuals often exhibit restlessness,
fidgeting, pointless motor activitysuch as toe tapping, and exaggerated
startle responses to sudden noise.
22
Matematika sering dipandang sebagai sebuah pelajaran yang sulit dan
membosankan. Dengan pola pikir siswa yang demikian terhadap pelajaran
matematika dan karena kurang tepatnya pendekatan yang kan guru
dalam proses pembelajaran maka hal yang demikian dapat menimbulkan
kecemasan belajar bagi siswa, khusunya dalam belajar matematika. Perasaaan
cemas ini berhubungan dengan emosi rasa takut yang dialami seseorang. Hal
ini sejalan dengan firman Allah SWT sebagai berikut:
Artinya: “Dan sungguh akan kami berikan cobaan kepadamu, dengan dikit
ketakutan, kelaparan, kekurangan harta, jiwa dan buah-buahan. dan berikanlah
berita gembira kepada orang-orang yang sabar”. (QS. Al-Baqarah, 2:155)
Kecemasan muncul apabila siswa merasa tertekan atau kesulitan.
Gangguan terhadap rasa cemas itu biasanya berupa rasa terhadap
beberapa hal, antara lain terhadap pelajaran, guru maupun sekolah itu sendiri.
Oleh karena itu, sebaiknya guru dapat menciptakan suasana yang
menyenangkan dan bermakna agar siswa tidak merasa takut untuk belajar
matematika dan membuat siswa merasa nyaman selama proses pembelajaran
matematika karena belajar matematika memerlukan kesiapan mental dan
konsentrasi yang tinggi.
Beberapa hasil penelitian menunjukkan bahwa kecemasan matika
berkaitan dengan keberhasilan belajar matematika siswa. Dalam penelitian
Eccles dan Jacob menyatakan bahwa kualitas belajar matematika siswa sangat
dipengaruhi oleh konsep diri siswa dan kecemasan matematika siswa.
Kualitas belajar yang dimaksud adalah kualitas pada proses belajar dan hasil
e. Kecemasan dalam Belajar Matematika
N3Rq= Y9räÓ`B$q :q 9 r)Rr`BAºqB{R{ rº J 9 rr
úï » 9ÇÊÎÎÈ
ä ¯ è ö& ó ÎÏiÅ ö øÆ à ø< øÏiÉ øÄ àÏ ¨3Ì Ïe
Î É ¢u o s uyzs $$ ut uzu F $F $ ut y $ uo u
ö $
7´/É #í f #È#§ÿ #N ç W #ç±0
é9 Á #
23
belajar matematika siswa. Barlow mengatakan bahwa kecemasan matematika
mempengaruhi hasil belajar, semakin rendah kecemasan matematika maka
hasil belajar tinggi dan demikian sebaliknya.
Menurut Pranoto dalam semiloka
mengatakan bahwa penyebab dari rasa cemas atau ketakutan siswa
akan matematika adalah:26
1. Penekanan berlebihan pada hafalan semata
2. Penekanan pada kecepatan berhitung
3. Pengajaran otoriter
4. Kurangnya variasi mengajar
Dari penjelasan di atas, dapat diartikan bahwa kecemasan dalam
belajar matematika adalah suatu emosi dari seseorang terhadap pelajaran
matematika yang menunjukkan adanya suatu bahaya yang harus dihindari atau
adanya kemungkinan kegagalan dalam merespon matematika tersebut.
Istilah pendekatan merujuk pada terjadinya suatu proses yang sifatnya
masih sangat umum. Pendekatan merupakan jalan atau arah yang ditempuh
oleh guru atau siswa dalam mencapai tujuan pendidikan. Pendekatan dapat
diartikan sebagai “titik tolak atau sudut pandang kita terhadap proses
pembelajaran”. 27
Pendekatan sangat menentukan dalam dunia pendidikan dan
pengajaran. Pendekatan mempunyai pengaruh besar terhadap hasil belajar
yang diharapkan. Mengingat kedudukan mata pelajaran matematika yang
demikian penting dalam rencana pelajaran diberbagai jenjang pendidikan.
26 http://p4tkmatematika.org/2008/11/guru-kunci-utama-atasi-fobia-matematika/ (21 Juni 2010 jam 10:05)
27 Wina Sanjaya, , h.125
Mengatasi Fobia Pada Anak di
Bandung
Strategi Pembelajaran ....
3. Pendekatan Pendidikan Matematika Realistik Indonesia (PMRI)
a. Pengertian PMRI
24
Oleh karena itulah sebelum melaksanakan pengajaran guru sebaiknya perlu
memikirkan terlebih dahulu pendekatan apa yang tepat yang akan diberikan
kepada siswa dalam proses pembelajaran.
Salah satu pendekatan yang saat ini mulai dikembangkan di Indonesia
untuk meningkatkan mutu pendidikan dalam pembelajaran matematika adalah
pendekatan . Pendekatan
PMRI merupakan operasionalisasi dari suatu pendekatan didikan
matematika yang telah dikembangkan di Belanda oleh Fruedenthal pada tahun
1971 yang dikenal dengan nama .
Menurut Teffers pengembangan pembelajaran matematika dengan pendekatan
realistik, terutama di negeri Belanda, telah dilakukan selama tak kurang 30
tahun dan telah membawa hasil bahwa “terdapat 75% sekolah-sekolah di
negeri Belanda telah menggunakan pendekatan realistik”.28
Pembelajaran matematika realistik pada dasarnya adalah pemanfaatan
realitas dan lingkungan yang dipahami peserta didik untuk memperlancar
proses pembelajaran matematika, sehingga mencapai tujuan pendidikan
matematika secara lebih baik. Zulkardi mendefinisikan pendekatan RME atau
PMRI adalah ”teori pembelajaran yang bertitik tolak dari hal-hal yang nyata
(real) bagi siswa, menekankan keterampilan proses, berdiskusi dan
berkolaborasi dengan teman sekelas sehingga mereka dapat menemukan
sendiri dan menggunakan matematika itu untuk menyelesa masalah baik
secara individu maupun kelompok”.29
Oleh sebab itu, pendekatan PMRI merupakan suatu teori pembelajaran
yang dikembangkan khusus untuk matematika di Indonesia. PMRI
dikembangkan berdasarkan dua pandangan Hans Freudenthal tentang
matematika. Dua pandangan penting Fruedenthal adalah “matematika harus
28 Erman Suherman, …, h. 14529 Zulkardi. 2001. ,
(Makalah disajikan pada seminar sehari di UPI Bandung tanggal 4 April 2001)
Pendidikan Matematika Realistik Indonesia (PMRI)
Realistic Mathematics Education (RME)
StrategiRME: Teori, Contoh Pembelajaran dan Taman Belajar di Internet
25
dihubungkan dengan realitas dan matematika sebagai akt itas manusia (
y)”.30 Berdasarkan pemikiran tersebut PMRI mempunyai ciri
antara lain, pembelajaran matematika yang berorientasi pada pendekatan
PMRI harus dekat dengan kehidupan sehari-hari dan sesuai dengan
pengalaman anak. Dalam kaitannya dengan matematika, anak harus diberi
kesempatan untuk menemukan kembali ide dan konsep mate sebagai
akibat dari pengalaman anak dalam berinteraksi dengan dunia nyata.
Menurut Blum & Niss, dunia nyata adalah segala sesuatu di luar
matematika, seperti mata pelajaran lain selain matematika, atau kehidupan
sehari-hari dan lingkungan sekitar kita. Sementara itu, De Lange
mendefinisikan dunia nyata sebagai suatu dunia yang konkrit, yang
disampaikan kepada siswa melalui aplikasi matematika.
Menurut Ratu, pembentukan konsep matematika dapat dianalogikan
dengan fenomena gunung es, dimana bagian dasar gunung es lebih besar
daripada bagian atas. 31 Oleh karena itu proses pembelajaran matematika
dengan menggunakan pendekatan PMRI terjadi melalui tiga tahapan. Tahapan
tersebut adalah tahapan dunia nyata, tahapan pembentukan skema, dan
tahapan pembangun pengetahuan. Adapun tahapan-tahapan tersebut
tergambar melalui fenomena gunung es berikut ini:
30 Zulkardi. 2001. ,
(Makalah disajikan pada seminar sehari di UPI Bandung tanggal 4 April 2001)31 Ratu Ilma Indra Putri,
, dalam http://p4mriunsri.files.wordpress.com/2009/11/sinopsis_disertasi_ratu_ilma_unsri_20101.pdf (diakses pada 9 Oktober 2010, pukul 12:16)
a
human activit
RME: Teori, Contoh Pembelajaran dan Taman Belajar di Internet
Pengaruh Pendekatan Pembelajaran Dan Bentuk Tes Formatif Terhadap Hasil Belajar Matematika Dengan Mengontrol Intelegensi Siswa SD di Palembang
26
Konsep dasar yang berada pada dasar gunung es harus dibentuk
terlebih dahulu sebelum menuju kepada matematika yang lebih abstrak.
Konsep dasar yang digunakan guru dalam mengawali proses pembelajaran
matematika tersebut adalah dengan tahapan dunia nyata, yaitu dengan
mengambil konteks yang sudah dikenali siswa dan menggunakan model
sehari-hari yang dekat dengan siswa. Karena dengan konteks dunia nyata,
pemahaman dasar siswa akan lebih kuat seperti yang digambarkan oleh dasar
gunung es tersebut. Oleh karena itu, tahapan dunia nyata sangat berperan
dalam proses pembentukan skema dan pengembangan pengetahuan sebagai
langkah menuju matematika yang lebih formal atau abstrak.
Sedangkan Treffers membedakan dua macam matematisasi, yaitu
dan .32 Pada tipe
siswa mengubah persoalan sehari-hari menjadi persoalan
matematika sehingga dapat diselesaikan atau situasi nyata diubah ke dalam
simbol-simbol dan model-model matematika. Sedangkan pada tipe
proses pengorganisasian kembali menggunakan
matematika itu sendiri, dimana proses matematika pada tahap ini adalah
32 Supinah,
, (Yogjakarta: Pengembangan dan Pemberdayaan Pendidik dan Tenaga Kependidikan Matematika, 2008), h.14
matematisasi horizontal matematisasi vertikal matematisasi
horizontal
matematisasi vertikal
Pembelajaran Matematika SD dengan Pendekatan Kontekstual dalam Melaksanakan KTSP
Gambar. 2 “Fenomena Gunung Es”
27
penggunaan simbol, lambang, kaidah-kaidah matematika yang berlaku secara
umum.
Gambar 2.1 menunjukkan dua proses matematisasi yang berupa siklus
dimana real world atau masalah kehidupan sehari-hari tidak hanya sebagai
sumber matematisasi tetapi sebagai area untuk mengapli kan kembali
matematika. Menurut De Lange, mula-mula mengidentifikasikan bagian dari
matematika yang bertujuan untuk mentransfer suatu masalah yang dinyatakan
secara matematika, melalui penskemaan serta menemukan keteraturan dan
hubungan yang diperlukan untuk mengidentifikasikan matematika secara
khusus ke dalam konteks umum.
Beberapa aktivitas yang dilakukan dalam proses
antara lain:33
1. Pengidentifikasian matematika khusus dalam konteks umum
2. Membuat skema
3. Perumusan dan pemvisualan masalah dalam cara yang berbeda
4. Penemuan relasi (hubungan)
5. Penemuan keteraturan
6. Pengenalan aspek isomorphic dalam masalah-masalah yang berbeda
33 Erna Suwangsih, , h 134
matematisasi
horisontal
Model Pembelajaran...
Real World
Mathematizationand Reflection
Abstraction and Formalization
Mathematization in Aplication
Gambar. 3 “Konsep dan Aplikasi Matematika ”
28
7. Pentransferan ke dalam
8. Pentransferan ke dalam suatu model matematika
yang diketahui.
Adapun aktivitas-aktivitas yang memuat komponen
adalah sebagai berikut: 34
1. Menyatakan suatu hubungan dalam suatu rumus
2. Pembuktian keteraturan
3. Perbaikan dan penyesuaian model
4. Penggunaan model-model yang berbeda
5. Pengkombinasian dan pengintegrasian model-model
6. Perumusan suatu konsep matematika baru
7. Penggeneralisasian.
Berdasarkan matematisasi horizontal dan matematisasi vertikal,
pendekatan dalam pendidikan matematika dapat dibedakan menjadi 4 jenis,
yaitu: dan .35
1. atau pendekatan tradisional, yang menganggap bahwa
manusia ibarat komputer, sehingga dapat diprogram dengan cara
latihan untuk mengerjakan perhitungan.
2. , bahwa dunia adalah kenyataan, dimana siswa dihadapkan
dengan situasi yang mengharuskan mereka menggunakan aktivitas
dan cenderung mengabaikan
. Treffers mengatakan bahwa pendekatan ini secara umum
jarang digunakan dalam pendidikan matematika.
3. atau matematika modern, lebih menekankan
dan cenderung mengabaikan
34 Erna Suwangsih, , h 13535 Erman Suherman, , h. 145
real world problem mathematical problem
real world problem
matematisasi
vertikal
mechanistic, empiristic, structuralistic realistik
Mechanistic
Empiristic
matematisasi horizontal matematisasi
vertikal
Structuralistic
matematisasi vertikal matematisasi
Model Pembelajaran...Strategi…
29
, pendekatan ini dipraktekkan dalam ‘ ’ yaitu
membangun konsep berdasarkan pada teori himpunan.
4. yaitu pendekatan yang menggunakan suatu dunia nyata atau
konteks sebagai titik tolak dalam belajar matematika. ini
memberikan perhatian yang seimbang antara pematematikaan
horizontal dengan pematematikaan vertikal dan disampaikan secara
terpadu melakukan aktivitas untuk
mengidentifikasikan masalah matematika secara informal dan
kemudian dengan menggunakan siswa dapat
memulai pembentukan skema.
Pengkategorian keempat pendekatan tersebut didasarkan aspek
matematisasi ( atau ) dalam masing-masing pendekatan
tersebut digambarkan pada tabel berikut: 36
Mekanistik - -
Empristik + -
Strukturalistik - +
Realistik + +
Berdasarkan hal ini tampak bahwa pembelajaran matematika dengan
pendekatan realistik memberi perhatian yang cukup besar, baik pada kegiatan
matematisasi horisontal maupun vertikal jika dibandingkan dengan tiga
pendekatan yang lain.
36 Suryanto, , Cakrawala
Pendidikan, No.3 Vol 19, Juni 2000, h. 12
horizontal new math
Realistik,
matematisasi horizontal
matematisasi vertikal
horizontal vertikal
Pendekatan Realistik Suatu Inovasi Pembelajaran Matematika
Tabel. 1 “Kategori pendekatan-pendekatan matematika”
Jenis Pendekatan Matematika Horizontal
Matematika Vertikal
30
De Lange mengungkapkan bahwa teori PMRI terdiri dari 5 (lima)
karakteristik, yaitu :37
1. Menggunakan masalah kontekstual sebagai titik belajar matematika
2. Menggunakan model atau jembatan dengan intrumen vertikal
3. Menggunakan kontribusi murid
4. Interaktivitas
5. Terintegrasi dengan topik pembelajaran lainnya
PMRI mencerminkan pandangan matematika mengenai bagaimana
anak belajar matematika dan bagaimana matematika harus diajarkan.
Pandangan ini tercermin pada 6 prinsip yang dikembangkan dari 5
karakteristik di atas. Keenam prinsip yang merupakan karakteristik
pendidikan matematika realistik antara lain:
dan
.38
1. Prinsip aktivitas: cara terbaik mempelajari matematika melalui
yaitu dengan mengerjakannya bukan terima jadi dan menghapalkannya.
2. Prinsip nyata: Matematika tumbuh dari dunia realitas, oleh karena itu
belajar matematika jangan lepas dari dunia realitas, baik
pemahamannya maupun aplikasinya supaya lebih dihayati ra
bermakna.
3. Prinsip bertahap: refleksi aktivitas – solusi informal tentang konteks –
matematika formal.
37 Ratu Ilma Indra Putri,
, Forum Kependidikan, No. 2 Tahun 22, Maret 2003, h. 146-147
38 http://p4mriunp.wordpress.com/2009/10/31/karakteristik-pendidikan-matematika-realistik/ (23 Juli 2010 pukul 10.26)
b. Karakteristik PMRI
prinsip aktivitas, prinsip nyata,
prinsip bertahap, prinsip saling menjalin, prinsip interaksi prinsip
bimbingan
doing
Pengembangan Pengevaluasian Perangkat Pembelajaran Statistika Menggunakan Pendekatan RME Di SLTP Negeri 17 Palembang
31
4. Prinsip saling menjalin: memandang matematika sebagai bahan ajar
yang kaya akan konteks penerapannya.
5. Prinsip interaksi: pembelajaran matematika sebagai suatu aktivitas
sosial, sehingga ada kesempatan untuk tukar pengalaman diantara
siswa.
6. Prinsip bimbingan: dalam pembelajaran matematika perlu adanya
proses bimbingan agar siswa “menemukan kembali” matematika.
Paradigma baru dalam pembelajaran sekarang ini khususnya PMRI
menekankan terhadap proses pembelajaran dimana aktivitas siswa dalam
mencari, menemukan dan membangun sendiri pengetahuan yang perlukan
benar-benar menjadi pengalaman belajar tersendiri bagi setiap individu.
Proses pembelajaran ini dilakukan dengan memberikan siswa kepada
masalah-masalah yang sering dijumpai mereka dalam kehidupan sehari-hari.
Pada pembelajaran melalui pendekatan PMRI siswa diajak berpikir secara
mandiri dengan memberikan kontekstual sehingga siswa dapat membangun
pemahaman.
Adapun langkah-langkah pembelajaran melalui pendekatan PMRI
telah dikemukakan Piaget adalah sebagai berikut:39
1. Memahami masalah kontekstual
Guru menyajikan masalah kontekstual dan meminta siswa
masalah tersebut agar dapat memahaminya. Pada kegiatan ini guru
memberikan penjelasan seperlunya bagian-bagian yang belum
dipahami siswa.
39 Anderson L. Palinussa,
, Mathedu Jurnal Pendidikan Matematika, No. 1 Vol.4, Januari 2009, h. 29
c. PMRI dalam Pembelajaran Matematika
Pembelajaran Matematika Realistik Untuk Materi Belah Ketupat Dan Layang-layang Di Kelas VII SMP Negeri 19 Ambon
32
2. Menyelesaikan masalah kontekstual
Siswa secara individu menyelesaikan masalah kontekstual yang
disajikan oleh guru. Guru memotivasi siswa menyelesaikan masalah
mereka dengan cara mereka sendiri.
3. Membandingkan dan mendiskusikan jawaban dalam diskusi las
Guru memberikan kesempatan kepada siswa untuk bertukar pikiran
dan mendiskusikan jawabannya dalam kelompok kecil dan dilanjutkan
dengan diskusi kelas.
4. Menarik Kesimpulan
Siswa diminta menyimpulkan jawaban dari masalah kontekstual yang
disajikan. Guru hanya memberikan arahan sehingga didapat suatu
kesimpulan.
Keunggulan yang diperoleh dari pembelajaran dengan pendekatan
PMRI adalah sebagai berikut:40
1. Pelajaran menjadi cukup menyenangkan bagi siswa. Suasana tegang
tidak tampak, karena siswa mendapat kebebasan mngungkapkan
idenya atau bertanya kepada kawan
2. Materi yang disiapkan oleh kebanyakan siswa
3. Alat peraga yang digunakan berasal dari benda-benda di sekitar siswa,
sehingga tidak sulit mendapatkannya
4. Guru menjadi lebih kreatif di dalam membuat alat peraga
5. Memupuk kerja sama siswa dengan belajar dalam kelompok
6. Melatih keberanian siswa, karena siswa diberi kesempatan untuk
menjelaskan idenya di dalam menyelesaikan masalah yang diberikan
oleh guru
40 Hongki Julie,
, Widya Darma, No. 1 Vol.13, Oktober 2002, h.35
d. Kelebihan Pembelajaran dengan Pendekatan PMRI
Pembelajaran Matematika Dengan Pendekatan Realistik Da Beberapa Contoh Pembelajarannya
33
7. Melatih siswa untuk terbiasa berfikir
8. Adanya pendidikan budi pekerti (secara tidak langsung).
Membangun pemahaman pecahan bagi siswa SD tidak mudah
dilakukan. Konsep ini menyangkut operasi pembagian yang tidak begitu
mudah dipahami oleh siswa yang masih berada pada tahap berpikir kongkret.
Topik pecahan di SD mulai diberikan di kelas 3 semester 2. Melalui topik ini
diharapkan siswa memahami pecahan dan menggunakannya dalam
perhitungan sehari-hari. Pecahan yang diperkenalkan adalah
, seperti setengah dan seperempat.
Pembelajaran matematika dengan menggunakan pendekatan PMRI
dilakukan 3 tahapan untuk menuju matematika formal. Tahapan-tahapan
tersebut adalah dan
. Tahapan tersebut berjalan sesuai dengan 5
karakteristik dari pendekatan PMRI. Adapun cara mengajarkan konsep
pecahan kepada siswa kelas III dengan pendekatan PMRI, salah satunya
adalah melalui konteks “membagi makanan”.
Pada tema ini siswa mempelajari konsep pecahan melalui konteks
membagi roti tawar. Setiap daerah dapat memanfaatkan konteks lokal untuk
pembelajaran pecahan. Carilah kue atau makanan khas daerah yang
mempunyai bentuk unik yang mudah dibagi sesuai dengan bentuknya.
Melalui pemanfaatan konteks lokal ini pembelajaran lebih bermakna bagi
siswa, sehingga mereka lebih mudah mengembangkan pemahaman konsep.
Melalui konteks ini siswa mempelajari
. Siswa juga akan menemukan betapa mudahnya pecahan
berhubungan satu sama lain. Pengalaman siswa dengan permasalahan yang
sudah dikenalnya dalam membagi suatu benda (keseluruhan) menjadi bagian-
e. Contoh Implementasi Pendekatan PMRI dalam Pembelajaran
Matematika
pecahan
sederhana
tahapan nyata, tahapan pembentukan skema tahapan
pembangun pengetahuan
“hubungan antara bagian dan
keseluruhan”
34
bagian yang sama diharapkan mampu membantu siswa memahami hubungan
notasi formal pecahan dengan pemahaman yang didapat dalam kehidupan
sehari-hari.
Adapun implementasi pendekatan PMRI dalam proses pembelajaran
matematika pada materi pecahan sederhana adalah sebagai berikut:
1. Guru mengawali pembelajaran dengan
mempersiapkan satu bungkus (plastik) roti
tawar/manis yang berbentuk persegi, beberapa buah
pisau roti dan beberapa piring sebagai alas roti.
2. Guru dapat membagi siswa atas beberapa kelompok
yang terdiri dari 2 anak, 3 anak, dan 4 anak dan
sebagainya. Kemudian guru memberikan sehelai roti
tawar untuk setiap kelompok.
3. Siswa-siswa diminta untuk membagi satu buah roti
tawar tersebut secara adil sesuai dengan jumlah anak
dalam setiap kelompok.
Tabel. 2 “Implementasi Pembelajaran PMRI”
Tahapan Langkah-langkah Pembelajaran PMRI
Tahapan Nyata
35
Pada kegiatan ini siswa diberikan kebebasan
membuat kalimat untuk membagikan sebuah roti
tersebut sesuai bahasa mereka sendiri. Tidak ada
kata “salah” disini. Siswa tetap diberikan
penghargaan atas hasil karya mereka, namun tetap
diarahkan menuju jawaban yang benar. Karena tahap
ini adalah tahapan informal dalam proses
pembelajaran.
4. Setelah semua kelompok selesai memotong roti
menjadi bagian-bagian yang sesuai dengan banyak
anggota disetiap kelompok, guru meminta mereka
memegang bagian roti yang mereka dapatkan.
5. Secara bergantian guru bertanya kepada siswa
“berapa bagian roti yang kamu dapatkan dari
kelompokmu?”
6. Setelah siswa menjawab, guru memperbolehkan
siswa memakan roti yang mereka dapatkan. Oleh
karena itu pembelajaran akan menyenangkan dan
mampu mendorong aktivitas dan interaktivitas
siswa.
1. Pada tahap pembentukan skema (model), guru tidak
lagi membawa roti tawar, tetapi roti tawar tersebut
sudah dimodelkan dengan sebuah kertas warna-
warni yang berbentuk persegi.
2. Guru membagi siswa dalam beberapa kelompok
dengan anggota kelompok sama banyak, kemudian
guru memberikan selembar kertas warna-warni
Tahapan
Pembentukan
Skema
36
untuk setiap kelompok.
3. Siswa-siswa bekerja kelompok membuat setengah,
seperempat dan sepertiga dari kertas persegi yang
telah disediakan dan menempelkan pada tempat
yang disediakan pada LKS. Siswa diminta untuk
menuliskan pecahan yang sesuai pada bagian yang
telah dipotong.
1. Pada tahap ini pengetahuan mereka dibangun untuk
menuju kepada tahap formal
2. Konteks roti tawar dan penskemaan roti tawar yang
dimodelkan dengan kertas warna-warni sudah tidak
diberlakukan lagi
3. Guru mulai menjelaskan kepada siswa tentang
pecahan sederhana dalam bentuk formal
4. Dalam soal matematika formal, roti tawar
digambarkan dengan sebuah gambar persegi yang
sudah dibagi menjadi beberapa bagian.
5. Kemudian guru memberikan beberapa soal pecahan
sederhana untuk dikerjakan siswa secara individu
Tahapan
Pembangun
Pengetahuan
1/4
1/2
37
Untuk mendukung penelitian ini, berikut ini disajikan beberapa penelitian
yang relevan dengan penelitian yang akan dilakukan. Penelitian tersebut antara
lain:
1. Penelitian yang dilakukan oleh Oni Yunansih dengan jud “Pengaruh
Pembelajaran Matematika Realistik Terhadap Peningkatan Prestasi Belajar
Siswa MIN Pondok Pinang”. Hasil penelitian tersebut menunjukkan bahwa
siswa mengalami peningkatan prestasi belajar setelah dilakukan proses
pembelajaran melalui pembelajaran matematika realistik.
2. Penelitian yang dilakukan oleh Rizky Wahyudi dari jurusan Pendidikan
Matematika dengan judul “Pengaruh Penggunaan Komik Matematika
Terhadap Kecemasan Belajar Matematika Siswa”. Setelah penelitian
tersebut dilaksanakan, ternyata pembelajaran komik dalam pembelajaran
matematika sangat berperan dalam mengurangi kecemasan
matematika siswa sehingga siswa dapat mencapai hasil belajar yang optimal.
Banyak orang berpendapat bahwa pelajaran matematika adalah pelajaran
yang menakutkan, sehingga kurang disukai oleh para siswa. Karena matematika
merupakan mata pelajaran yang sukar dipahami, sehingga kurang diminati leh
sebagian besar siswa. Ketidaksenangan terhadap mata pelajaran ini dapat
berpengaruh terhadap keberhasilan belajar siswa.
Pada umumnya masih banyak kesalahan yang dilakukan siswa dalam
menerapkan rumus-rumus, memahami bahasa matematika, keliru dalam
menafsirkan konsep dan sebagainya. Hal ini dapat menyebabkan kecemasan
belajar bagi siswa dan khususnya bagi siswa yang tidak menyukai matematika.
Kecemasan yang muncul dari siswa tidak hanya disebabkan oleh siswa itu sendiri,
tetapi juga didukung oleh ketidakmampuan guru menciptakan situasi yang dapat
membawa siswa tertarik pada matematika. Siswa lebih bersifat pasif, enggan,
B. Penelitian yang Relevan
C. Pengajuan Konseptual
38
takut dan malu untuk mengemukakan pendapatnya. Keadaan ini sedikit banyak
akan mengganggu kelancaran pembelajaran.
Dalam proses pembelajaran matematika siswa kerap mengalami masalah
kecemasan belajar yang disebabkan oleh berbagai hal yang salah satunya adalah
karena proses pembelajaran di kelas yang tidak menyenangkan sehingga proses
pembelajaran tersebut tidak memberikan rasa aman ketika siswa mempelajarinya.
Kecemasan sangat mempengaruhi kemampuan berpikir seseorang.
Semakin tinggi kecemasan seseorang maka akan semakin sulit bagi siswa untuk
memahami materi yang disampaikan guru. Dan sebalilknya semakin rendah
kecemasan seseorang maka akan semakin mudah bagi siswa untuk memahami
materi yang disampaikan guru.
Dengan demikian seorang guru haruslah mengetahui faktor-faktor apa saja
yang menyebabkan siswa memiliki masalah kecemasan dalam belajar matematika,
sehingga guru dapat menentukan pendekatan belajar dan lat bantu yang tepat
untuk membatu mengurangi kecemasan siswa dalam pembelajaran matematika.
Selain itu, hendaklah guru dapat menciptakan suasana belajar yang
menyenangkan selama proses pembelajaran berlangsung.
Pendekatan PMRI merupakan salah satu alternatif yang dapat diterapkan
dalam rangka mengurangi kecemasan siswa dalam belajar ka.
Pendekatan PMRI adalah pendekatan yang bertitik tolak dari hal-hal yang konkret
yang berkaitan dalam kehidupan sehari-hari, sehingga dapat menciptakan suasana
yang menyenangkan dan menjadikan suasana belajar menjadi tidak menegangkan.
Dengan demikian, hipotesis yang diharapkan dalam penelitian ini adalah
“Pendekatan PMRI mampu menjadi alternatif pendekatan yang dapat digunakan
untuk mengurangi kecemasan siswa dalam pembelajaran matematika”.
39
Penelitian ini rencananya akan dilakukan di SDN Pasir Gunung
Selatan 2 Depok pada kelas 3 semester genap tahun ajaran 2010/2011. Materi
yang digunakan adalah materi pelajaran yang disesuaikan dengan kurikulum
yang sedang diberlakukan. Penelitian ini direncanakan dalam dua siklus dan
setiap siklusnya terdiri dari 4 kali pertemuan dengan waktu setiap
pertemuan adalah 2 x 35 menit.
Persiapan dan perencanaan v vObservasi v vKegiatan Penelitian vAnalisisn Data v vLaporan Penelitian v
Metode yang digunakan adalah penelitian tindakan kelas (PTK) atau
. Penelitian tindakan kelas adalah suatu
pencermatan terhadap kegiatan belajar berupa sebuah tindakan yang sengaja
dimunculkan dan terjadi dalam sebuah kelas secara bersama.1 Dimana setiap
siklus terdiri dari empat tahap, yaitu:
Pada tahap ini peneliti merencanakan tindakan berdasarkan
tujuan penelitian. Peneliti menyiapkan skenario pembelajaran
(RPP) dan instrumen penelitian. Instruman penelitian yang
1 Suharsimi Arikunto, dkk, , (Jakarta: PT Bumi Aksara, 2007),
Cet ke-4, h.3
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
A. Tempat dan Waktu Penelitian
Tabel. 3Rincian Kegiatan Penelitian
Kegiatan Nov2010
Des2010
Jan 2011
Feb2011
Maret2011
B. Metode dan Desaian Intervensi Tindakan
Tahap 1 : Perencanaan ( )
classroom action research
Penelitian Tindakan Kelas
planning
40
digunakan adalah lembar observasi, jurnal harian siswa,
wawancara, dan soal tes untuk akhir siklus.
Tahap kedua dari penelitian ini adalah pelaksanaan yang
merupakan implementasi atau isi rancangan yang telah dibuat,
yaitu melaksanakan tindakan kelas dengan menerapkan
pendekatan PMRI.
Pada tahap ini, peneliti dibantu guru kolaborator mengobservasi
gejala-gejala kecemasan siswa selama proses pembelajaran
dengan menggunakan lembar observasi. Dengan lembar
observasi guru, observer juga mengamati dan memberikan
penilaian terhadap peneliti dalam menerapkan pendekatan PMRI
selama proses pembelajaran.
Pada tahap ini, hasil pengamatan yang diperoleh dari pengamatan
dikumpulkan dan dianalisis bersama peneliti dan observer,
sehingga dapat diketahui apakah kegiatan yang dilaksanakan
sesuai dengan tujuan yang diharapkan atau masih perlu adanya
perbaikan. Tahap ini dilaksanakan dengan maksud untuk
memperbaiki kegiatan penelitian sebelumnya, yang akan
diterapkan pada penelitian berikutnya.
Adapun bagan dari desain penelitian di atas adalah sebagai berikut :2
2 Suharsimi Arikunto, dkk, h. 74
Tahap 2 : Tindakan ( )
Tahap 3 : Pengamatan ( )
Tahap 4 : Refleksi ( )
acting
observing
reflection
Penelitian…,
41
Berdasarkan desain tersebut, maka dapat ditentukan apakah siklus
selanjutnya perlu dilanjutkan atau tidak, sedangkan penelitian akan diakhiri
atau dihentikan dengan indikator keberhasilan sebagai berikut :
1. Hasil pengamatan melalui lembar observasi kecemasan belajar matematika
siswa menunjukkan penurunan kecemasan belajar matematika siswa. Hal
ini dapat dilihat berdasarkan hasil rata-rata total persentase dari seluruh
indikator kecemasan menurun menjadi 10% .
2. Tes yang diberikan pada setiap akhir siklus menunjukkan bahwa nilai rata-
rata siswa mencapai 75 dengan tidak ada siswa yang mendapat nilai di
bawah KKM yaitu 63.
Permasalahan Perecanaan tindakan I
Pelaksanaan tindakan I
Refleksi I Pengamatan/pengumpulan data
Permasalahan baru hasil refleksi
Perecanaan tindakan II
Pelaksanaan tindakan II
Refleksi II Pengamatan/pengumpulan data
Apabila permasalahan belum terselesaikan
Dilanjutkan ke siklus berikutnya
≥
Gambar. 4 “Diagram Desain Penelitian”
Siklus I
Siklus II
42
Pada penelitian ini peneliti berperan langsung sebagai guru yang
melakukan proses pembelajaran yaitu mengajarkan materi dengan
menggunakan pendekatan Pendidikan Matematika Indonesia
(PMRI). Dalam pelaksanaan, peneliti dibantu oleh kolaborator guru
matematika kelas III yang bertindak sebagai observer.
Subjek penelitian ini adalah seluruh siswa kelas 3 SDN Pasir Gunung
Selatan 2 Depok yang berjumlah 21 siswa yang terdiri dari 12 siswa laki-laki
dan 9 siswa perempuan. Pihak yang terkait dalam penelitian ini adalah guru
matematika. Dalam penelitian ini guru bidang studi terlibat sebagai
kolaborator yang berperan sebagai observer untuk memberi penilaian terhadap
peneliti dalam mengajar dengan menerapkan pendekatan PMRI dan
mengamati serta mencatat sikap detail aktivitas siswa di kelas pada lembar
observasi.
Penelitian tindakan kelas ini direncanakan dalam 2 siklus. Hal ini
dimaksudkan untuk melihat bagaimana kecemasan siswa pada setiap siklus
setelah diberikan tindakan. Jika pada penelitian pada lus I terdapat
kekurangan maka penelitian pada siklus II lebih diarahkan pada perbaikan dan
jika pada siklus I terdapat keberhasilan maka pada siklus II lebih diarahkan
pada pengembangan.
a. Observasi kegiatan belajar mengajar
Pada kegiatan ini peneliti mengamati kondisi pembelajaran
matematika pada kelas III SDN Pasir Gunung Selatan 2 Depok
b. Wawancara dengan guru dan siswa
C. Peran dan Posisi Peneliti dalam Penelitian
D. Subjek dan Pihak yang Terkait dalam Penelitian
E. Tahap Intervensi Tindakan
1. Observasi Pendahuluan
Realistik
·
43
Wawancara dilakukan sebelum melakukan tindakan pada siklus I
untuk mengetahui bagaimana kondisi pembelajaran matematika di
kelas III SDN Pasir Gunung Selatan 2 Depok
a. Tahap Perencanaan
Mempersiapkan RPP dan instrumen-instrumen penelitian, yaitu
lembar observasi guru pada KBM, lembar observasi kecemasan
siswa, pedoman wawancara untuk guru dan siswa, lembar latihan
soal, soal untuk tes akhir pada siklus II, serta alat yang akan
digunakan pada setiap pertemuan
b. TahapTindakan
Pelaksanaan pembelajaran dengan menggunakan pendekatan PMRI
Pembelajaran pada siklus ini terdiri dari 4 pertemuan dengan
pertemuan terakhir digunakan untuk memberikan uji akhir siklus I
dan wawancara dengan guru dan siswa
Peneliti memberikan permasalahan real berkenaan dengan pecahan
sederhana
Peneliti membimbing siswa untuk mengenal pecahan sederhana
dengan menggunakan alat peraga seperti roti, apel, kertas warna
dan lilin mainan
Peneliti membentuk siswa menjadi beberapa kelompok untuk
menyelesaikan sebuah permasalahan real yang diberikan guru
Peneliti mengklasifikasi jawaban yang telah dibuat siswa secara
berkelompok
Peneliti memberikan latihan soal
Peneliti membahas soal bersama-sama siswa secara interaktif
Mereview materi yang telah dipelajari
Memberikan jurnal harian siswa pada setiap pertemuan
Penilaian tes akhir siklus I
Membuat dokumentasi KBM
·
·
·
·
·
·
·
·
·
·
·
·
·
·
2. Siklus 1
44
c. Tahap Pengamatan
Mengamati dan mencatat proses yang terjadi selama pembelajaran
siklus I
d. Tahap Refleksi
Identifikasi kelebihan dan kekurangan dari hasil pengamatan siklus
I untuk menentukan keberhasilan atau ketidakberhasilan dari
tindakan tersebut. Jika belum berhasil maka dilanjtukan pada siklus
II
a. Tahap Perencanaan
Mempersiapkan RPP dan instrumen-instrumen penelitian, yaitu
lembar observasi guru pada KBM, lembar observasi kecemasan
siswa, pedoman wawancara untuk guru dan siswa, lembar latihan
soal, soal untuk tes akhir pada siklus II, serta alat yang akan
digunakan pada setiap pertemuan
b. TahapTindakan
Melaksanaan KBM dengan menngunakan pendekatan PMRI pada
materi membandingkan pecahan sederhana
Peneliti memberikan tindakan belajar dengan kelompok diskusi
Peneliti mengkondisikan siswa menjadi 4 kelompok
Peneliti memberikan permasalahan real pada setiap kelompok
Peneliti menggunakan alat peraga jeruk, pisang, kertas dan pita
Peneliti memimpin diskusi kelas
Peneliti memberikan latihan soal
Membahas latihan soal secara interaktif
Review materi yang telah dipelajari
Memberikan jurnal harian siswa pada setiap pertemuan
Penilaian tes akhir siklus I
Membuat dokumentasi KBM
·
·
·
·
·
·
·
·
·
·
·
·
·
·
·
3. Siklus 2
45
c. Tahap Pengamatan
Mengamati dan mencatat proses yang terjadi selama pembelajaran
pada siklus II
d. Tahap Refleksi
Identifikasi kelebihan dan kekurangan hasil pengamatan dan
menganalisa seluruh program dari perencanaan dan tindakan
Hasil yang diharapkan dari penelitian ini adalah berkurangnya atau
teratasinya kecemasan siswa dalam belajar matematika dengan menggunakan
pendekatan PMRI. Penelitian ini akan dihentikan jika rata-rata total dari
seluruh indikator kecemasan menurun menjadi 10% dan nilai rata-rata siswa
mencapai 75 dengan tidak ada siswa lagi yang mendapat nilai di bawah 63.
Data dalam penelitian ini ada dua macam, yaitu data kualitatif dan data
kuantitatif :
1. Data kualitatif : hasil observasi guru pada KBM, hasil observasi
kecemasan belajar matematika siswa, hasil
wawancara terhadap guru dan siswa, hasil
dokumentasi (berupa foto kegiatan pembelajaran)
serta jurnal harian.
2. Data kuantitatif : nilai tes siswa pada setiap akhir siklus
Instrumen yang digunakan untuk mengumpulkan data dalam penelitian
ini terdiri atas dua jenis, yaitu:
Untuk tes digunakan tes formatif yaitu tes yang dilaksanakan pada
setiap akhir siklus, dan tes subsumatif yang diberikan pada akhir
pembelajaran. Tes ini bertujuan untuk menganalisis hasil belajar
·
·
F. Hasil Intervensi Tindakan yang Diharapkan
G. Data dan Sumber Data
H. Instrumen Pengumpulan Data
1. Instrumen Tes
≥
46
matematika siswa dan ketuntasan belajar siswa terhadap seluruh materi
yang telah diberikan pada kedua siklus sebagai implikasi dari penelitian
tindakan kelas.
Lembar observasi guru pada KBM digunakan untuk mengevaluasi
kegiatan mengajar peneliti selama tindakan pada setiap siklus dan
mengetahui apakah proses pembelajaran dengan pendekatan PMRI
terlaksana dengan baik.
Lembar observasi siswa digunakan untuk mengetahui tingkat
kecemasan belajar matematika siswa dan menganalisa serta merefleksikan
setiap siklus untuk memperbaiki pembelajaran pada siklus berikutnya.
Wawancara dilakukan untuk mengetahui tanggapan atau kesan
guru dan siswa terhadap kegiatan pembelajaran pada setiap siklus dengan
menggunakan pedoman wawancara.
Jurnal harian siswa dibuat untuk mengetahui respon siswa dalam
proses pembelajaran dengan menggunakan pendekatan PMRI pada setiap
pertemuan
Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah
sebagai berikut:
1. Lembar observasi guru pada KBM adalah lembar observasi untuk
peneliti diisi oleh guru kolaborator setiap pertemuan.
2. Instrumen Non Tes
a. Lembar Observasi Guru pada KBM
b. Lembar Observasi Kecemasan Belajar Matematika Siswa
c. Pedoman Wawancara
d. Jurnal harian siswa
I. Teknik Pengumpulan Data
47
2. Lembar observasi kecemasan belajar matematika siswa adalah lembar
observasi yang diisi oleh observer atau guru kolaborator setiap
pertemuan untuk mengamati kecemasan belajar siswa
3. Pedoman wawancara yang dimaksud adalah daftar pertanyaan yang
peneliti tanyakan pada saat mewawancarai guru kolaborator dan siswa
pada observasi awal dan setiap akhir siklus
4. Nilai hasil belajar adalah nilai ini diperoleh dari tes akhir siswa yang
dilakukan pada setiap akhir siklus
5. Dokumentasi, dokumentasi yang dimaksud adalah berupa foto-foto
dan jurnal harian siswa yang diambil pada saat proses pembelajaran
yang diperoleh dari setiap siklus
Keabsahan data penelitian yang berbentuk data kualitatif dalam
penelitian ini akan diuji oleh peneliti dengan menggunakan .
Teknik Triangulasi yaitu peneliti mengumpulkan teknik pengumpulan data
yang berbeda-beda untuk mendapatkan data dari sumber yang sama.3 Dalam
hal ini, teknik triangulasi dilakukan dengan cara mengobservasi siswa dan
mewawancarai siswa.
Agar diperoleh data yang valid sebelum digunakan dalam penelitian,
instrument hasil belajar terlebih dahulu diujicobakan untuk mengetahui
validitas, reliabilitas. Uji validitas yang digunakan pada instrumensoal akhir
siklus adalah dengan menggunakan validitas butir soal. Perhitungan validitas
dilakukan dengan menggunakan rumus sebagai berikut:4
2222 )()()()(
))(()(
3 Sugiyono, , (Bandung: Alfabeta, 2008), h.3304 Suharsimi Arikunto, (Jakarta: Bumi Aksara 2008) h
72
J. Teknik Pemeriksaan Kepercayaan ( ) StudiTrusworthiness
teknik triangulasi
product moment
yynxxn
yxxynrxy
Metode Penelitian PendidikanDasar-dasar Evaluasi Pendidikan, , .
[ ][ ]∑−∑∑−∑
∑∑−∑=
48
Keterangan:
= Koefisien korelasi
= Banyaknya subjek
= Jumlah nilai setiap butir soal
= Jumlah nilai total
= Jumlah hasil perkalian tiap-tiap skor asli dari x dan y
Perhitungan validitas menggunakan program . Hasil uji
validitas menyimpulkan siklus I yang terdiri dari 15 soal terdapat 2 soal yang
tidak valid, yaitu nomor 4 dan 9. Pada siklus II yang terdiri dari 11 soal
terdapat 2 soal yang tidak valid, yaitu soal nomor 2 dan 5.
Reliabilitas berhubungan dengan masalah kepercayaan hasil tes. Suatu
tes dapat dikatakan mempunyai taraf kepercayaan yang tinngi jika tes tersebut
dapat memberikan hasil yang tetap. Untuk mengetahui tingkat reliabilitas
instrumen dilakukan dengan menggunakan , yaitu:5
2
2
11 11
Keterangan:
r11 = Reliabilitas Instrumen
= Banyaknya butir pertanyaan yang valid
2 = Varians total
2 = Jumlah varians butir
Berdasarkan hasil perhitungan diperoleh nilai koefisien reliabilitas
siklus I adalah 0.86 dan nilai koefisien reliabilitas siklus II adalah 0,85.
5 Suharsimi Arikunto, , h. 109
xyr
n
x
y
xy
Microsof Exel
alpha cronbach
t
i
nn
r
n
t
i
Dasar-dasar ...
∑
∑
∑
∑−
−=
∑
s
s
s
s
49
Proses analisis data terdiri atas analisis data pada saat dilapangan yaitu
pada saat pelaksanaan kegiatan dan menganalisis data yang sudah terkumpul.
Sebelum melakukan analisis data, peneliti memeriksa kembali kelengkapan
data dari berbagai sumber kemudian menganalisis data yang sudah terkumpul,
yaitu berupa hasil observasi, hasil wawancara, hasil tes siswa, catatan
komentar observer pada lembar observasi dan catatan lapangan.
Untuk menganalisis setiap indikator kecemasan belajar digunakan
teknik analisis secara deskriptif dengan rumus sebagai berikut:
x 100%
Keterangan :
= presentase kecemasan belajar
= frekuensi siswa yang melakukan indikator kecemasan belajar
= jumlah siswa yang hadir
Tahap menganalisa data dimulai dengan membaca keseluruhan data
yang ada dari berbagai sumber, kemudian mengadakan rekapitulasi data,
menyusunnya dalam satuan-satuan, dan menyimpulkannya. Data yang
diperoleh berupa kalimat-kalimat diubah menjadi kalimat yang bermakna dan
ilmiah.
Setelah tindakan pada siklus I selesai dilaksanakan dan hasil pada
siklus I belum mencapai kriteria keberhasilan yang ditentukan maka siklus
dilanjutkan pada siklus II dengan perencanaan pembelajaran yang telah
diperbaiki sebelumnya.
Penelitian ini berakhir, apabila peneliti menyadari bahwa penelit ini
telah berhasil menggunakan pendekatan PMRI dalam mengurangi kecemasan
belajar matematika siswa dalam pokok bahasan pecahan sederhana, dengan
presentase kecemasan belajar matematika siswa lebih rendah dari presentase
K. Analisis Data dan Interpretasi Hasil Analisis
L. Tindak Lanjut/Pengembangan Perencanaan Tindakan
sf
p
p
f
s
=
50
kecemasan belajar matematika siswa sebelum tindakan (pra penelitian) yang
dilakukan melalui lembar observasi siswa.
Banyak faktor lain yang ikut mempengaruhi kecemasan belajar
matematika siswa, oleh karena itu penulis berharap adanya penelitian lebih
lanjut untuk mengemukakan faktor-faktor lain tersebut.
51
Siswa pada kelas III SDN Pasir Gunung Selatan 2 Depok
berjumlah 21 orang yang terdiri dari 9 perempuan dan 12 laki-laki. Pada
penelitian ini, siswa kelas III yang berperan sebagai subyek penelitian
selanjutnya disebut sebagai Subyek 1 (S1) sampai Subyek 21 (S21).
Berikut ini akan dijelaskan hasil pengamatan kepada 21 siswa sebelum
tindakan. Penjelasan dilakukan dengan membagi subyek kedalam 4
kategori sesuai dengan persamaan karakeristik siswa tersebut.
Penelitian pendahuluan dimulai dengan melakukan observasi ke
SDN Pasir Gunung Selatan 2 Depok. Berdasarkan pegamatan proses
pembelajaran serta wawancara terhadap guru dan siswa diperoleh data:
Subyek yang berada pada kategori ini adalah subyek yang
memiliki ciri-ciri tidak menyukai pelajaran matematika, sering merasa
pusing dalam belajar matematika, sering merasa takut dan tegang, dan
beberapa indikator kecemasan lainnya. Rasa takut tersebut menyebabkan
subyek selalu menghindari pertanyaan guru dan tidak mau maju ke depan
kelas. Selain itu, sebagian besar subyek yang termasuk pada kategori ini
sering mendapatkan nilai yang lebih rendah dibandingkan subyek-subyek
lain dan rata-rata nilai matematika mereka berada dibawah standar KKM
yang ditetapkan sekolah, yaitu 63. Subyek yang berada pada kategori ini
adalah S1, S9, S10, S14, dan S19.
Pada kategori ini, subyek memiliki ciri sering lupa dengan materi
yang sudah dijelaskan dan sering merasa sulit berkonsentrasi pada saat
BAB IV
DESKRIPSI, ANALISIS DATA, INTRPRETASI HASIL
ANALISIS, DAN PEMBAHASAN
A. Deskripsi Data Hasil Pengamatan
1. Deskripsi Siswa Kelas III SDN Pasir Gunung Selatan 2 Depok
a. Kategori 1
b. Kategori 2
52
belajar matematika. Rasa takut pada saat belajar matematika tidak terlalu
terlihat pada mereka, terkadang subyek hanya terlihat menghindar dan
gelisah ketika guru meminta mereka menyelesaikan soal matematika
dipapan tulis. Subyek-subyek yang berada pada kategori ini adalah S11,
S16, dan S17
Subyek yang termasuk pada kategori ini adalah subyek yang
memilki nilai matematika yang relatif baik, namun masih merasa takut
untuk bertanya kepada guru dan cenderung masih terlihat takut dan tegang
ketika guru bertanya kepada mereka. Subyek-subyek yang ada pada
kategori ini adalah S2, S3, S4, S6, S13, S18, S20, dan S21
Dikategori ini dijelaskan subyek dengan nilai matematika yang
baik, tidak takut untuk bertanya dan jarang merasakan ketegangan pada
saat belajar. Subyek pada kategori ini adalah subyek yang jarang
memperlihatkan kecemasannya dalam belajar matematika. Subyek yang
termasuk pada kategori ini adalah S5, S7, S8, S12, dan S15.
Berdasarkan hasil wawancara dengan guru dan observasi
pembelajaran pada tanggal 9, 20, dan 21 Desember 2010, diperoleh
informasi sebagai berikut:
a). Metode yang sering digunakan adalah dengan metode ceramah dan
penugasan/latihan.
b). Pada saat belajar matematika, sebagian siswa yang kurang pintar lebih
memilih duduk dibangku belakang.
c). Siswa kurang memperhatikan penjelasan guru, terutama siswa yang
duduk dibelakang. Guru memberikan hukuman membayar denda Rp
500,- kepada setiap siswa yang melakukan kesalahan.
c. Kategoti 3
d. Kategori 4
2. Pembelajaran Matematika Di Kelas III SDN Pasir Gunung Selatan 2
Depok Sebelum Penelitian
53
d). Guru tidak pernah mengaitkan materi yang disampaikan dengan
masalah kotekstual dan tidak pernah membawa alat peraga untuk
mempermudah pamahaman siswa.
e). Sikap siswa cenderung pasif dalam belajar matematika, sehingga
kurang adanya interaksi antara siswa dengan siswa dan dengan
guru.
f). Ekspresi siswa dalam belajar matematika berbeda-beda, ada yang
terlihat serius, kurang bersemangat, dan ada juga yang terlihat takut.
g). Kemampuan siswa dalam mengingat materi yang telah dipelajari
sebelumnya dianggap kurang. Hal ini sangat terlihat jelas ketika guru
bertanya tentang materi yang telah dijelaskan kepada siswa.
h). Pemberian tugas kurang efektif. Guru menuliskan soal latihan dipapan
tulis dan siswa menyalin soal tersebut dibuku latihan. Pada saat
mengerjakan tugas, kebanyakan siswa sangat lamban dalam
mengerjakannya. Hal ini dikarenakan masih ada beberapa siswa yang
belum lancar membaca dan menulis.
i). Rata-rata hasil persentase observasi kecemasan siswa mencapai 28,4%
j). Nilai sebagian besar subyek pada kelas III ini masih tergolong rendah
Nilai ulangan harian matematika siswa kelas III Pasir Gunung
Selatan 2 Depok dapat dilihat pada tabel berikut:
relatif kumulatif
1. 50 – 55 1 4,8% 100%
2. 56 – 61 4 19% 95,2%
3. 62 – 67 5 23,8% 76,2%
4. 68 – 73 6 28,6% 52,4%
5. 74 – 79 2 9,5% 23,8%
6. 80 – 85 3 14,3% 14,3%
Tabel. 4Nilai Ulangan Harian Matematika Kelas III
Sebelum Dilakukan Penelitian
No. Interval F
Total 21 100% 100%
F f
54
No.
1 Nilai terendah 50
2 Nilai tertinggi 80
3 Rata-rata 67,43
Adapun hasil observasi yang dilakukan peneliti tentang kecemasan
siswa diperoleh data yang dirangkum dalam tabel berikut:
Siswa berusaha menghindari pertanyaan guru
(41,6 %)1
Takut pada saat mengerjakan soal matematika
(46,5%)
Siswa sering buang air kecil pada saat belajar matematika
(21,9%)2
Berkeringat yang berlebihan (17,1%)
Menjadi sering lupa saat ditanya guru (41,6%)
3Siswa sulit berkonsentrasi pada saat belajar matematika
(24,4%)
Suara siswa terbata-bata saat ditanya oleh guru (17,2%)
4Tangan siswa terlihat gemetar pada saat mengerjakan soal
(17,2%)
Berikut ini adalah salah satu dokumentasi suasana belajar
matematika siswa kelas III pada penilitian pendahuluan :
Tabel. 5Statistik Deskriptif Nilai Ulangan Harian Matematika
Nilai Ulangan Matematika Prapenelitian
Tabel. 6Rekapitulasi Persentase Kecemasan Belajar
Siswa Sebelum Penelitian
No.Aspek
kecemasanIndikator yang diamati
Pra Penelitian
Rata-rata kecemasan psikologis 44,1%
Rata-rata kecemasan somatik 19,5%
Rata-rata kecemasan kognitif 33%
Rata-rata kecemasan motorik 17,2%Rata-rata kecemasan total 28,4%
Psikologis
Somatik
Kognitif
Motorik
55
Pada tanggal 22 Desember 2010 peneliti melakukan wawancara
dengan 6 orang siswa kelas III. Keenam siswa ini terdiri dari 2 orang siswa
pintar, 2 orang siswa cukup pintar, dan 2 orang siswa yang kurang pintar.
Ketentuan ini berdasarkan hasil pengamatan yang dilakukan peneliti pada
saat penelitian pendahuluan. Wawancara ini bertujuan untuk mengetahui
sikap dan emosional siswa khususnya kecemasan belajar matematika
siswa. Berdasarkan hasil wawancara diperoleh informasi sebagai berikut:
a). Seluruh siswa pernah merasa bosan/jenuh serta takut pada saat belajar
matematika.
b). Beberapa siswa menyukai pelajaran matematika karena memang suka.
Sedangkan siswa yang lain menyatakan tidak menyukai matamatika
karena susah dan melelahkan.
c). Selama proses pembelajaran berlangsung, hampir seluruh siswa tidak
pernah bertanya kepada guru dikarenakan mereka takut dan malu.
d). Masih ada beberapa siswa yang masih acuh dengan tidak mengerjakan
tugas atau PR yang diberikan guru.
Hasil observasi pembelajaran matematika di kelas dan wawancara
tersebut digunakan sebagai bahan untuk merencanakan tindakan pada
siklus I nanti.
Gambar. 5 Suasana Kelas Pada Penelitian Pendahuluan
56
Pembelajaran pada siklus I ini terdiri dari 3 kali pertemuan dengan
setiap pertemuan berdurasi 2 x 35 menit. Materi yang diajarkan pada
siklus I ini adalah materi .
Kegiatan yang dilakukan pada tahap perencanaan ini adalah
menyiapkan benda-benda konkret yang akan digunakan selama proses
pembelajaran siklus I, dan RPP yang telah dilengkapi dengan latihan soal
1 sampai 3. Peneliti juga membuat instrumen-instrumen penelitian, yaitu
lembar observasi guru pada KBM, lembar observasi kecemasan belajar
siswa, pedoman wawancara untuk guru dan siswa, soal akhir siklus I, serta
jurnal harian siswa yang akan diberikan pada tiap akhir pertemuan.
Rencana Pelaksanaan Pembelajaran dibuat dan didiskusikan
bersama guru kelas agar materi sesuai dengan kurikulum yang telah
ditetapkan disekolah tersebut. Pada tahap perencanaan ini peneliti juga
menjelaskan bagaimana cara penilaian pada lembar observasi guru dan
siswa serta beberapa hal yang perlu diperhatikan selama proses
pembelajaran berlangsung.
Pada penelitian siklus I ini posisi duduk siswa tidak diubah
sebagaimana posisi duduk siswa seperti biasanya, dimana masih banyak
siswa yang memilih duduk diurutan belakang. Hal ini dilakukan agar
siswa tidak merasa kaku pada saat belajar matematika dengan
menggunakan pendekatan PMRI, dan dikarenakan juga proses
pembelajaran dengan pendekatan PMRI baru pertama kali rapkan di
SDN Pasir Gunung Selatan 2 Depok.
Pertemuan pertama ini berlangsung selama 70 menit (2 jam
pelajaran). Jumlah subyek yang hadir 20 orang, 1 subyek S20 tidak
hadir dengan alasan izin. Materi pelajaran pada pertemuan pertama
3. Tindakan Pembelajaran Siklus I
a. Tahap Perencanaan
b. Tahap Pelaksanaan
“Mengenal Pecahan Sederhana”
1) Pertemuan ke-1/Selasa, 11 Januari 2011
57
adalah menyatakan lambang bilangan setengah, sepertiga,
seperempat, dan seperenam. Pada pertemuan pertama ini, peneliti
mengamati emosi siswa selama proses pembelajaran dibantu
dengan guru kolaborator untuk memperkuat hasil pengamatan.
Sebelum guru menjelasakan materi pecahan sederhana, guru
mengawali pembelajaran dengan bercerita tentang tema “
” yang dibantu dengan menggunakan alat
peraga apel. Kegiatan ini dilakukan untuk merangsang
pengetahuan siswa tentang pecahan sederhana. Setelah siswa mulai
memahami apa yang dimaksud dengan pecahan sederhana, guru
melanjutkannya dengan kegiatan membagikan roti.
Berikut ini adalah salah satu dokumentasi kegiatan siswa
pada saat membagi-bagikan roti:
Pada saat siswa yang maju untuk membagikan roti, 4
subyek (S9, S12, S13 dan S14) yang duduk dibelakang beralih
pindah duduk didepan karena mereka terlihat semangat untuk
belajar matematika, tetapi masih ada beberapa siswa laki-laki yang
masih asyik bercanda dan tidak memperhatikannya. Setelah S10
selesai membagikan roti kepada 4 temannya, kemudian peneliti
bertanya kepada siswa tentang berapa banyak bagian yang
apel
untuk Upin dan Ipin
Gambar. 6 Kegiatan Siswa Pada Saat Membagi-bagikan Roti
58
diperoleh teman-teman mereka. Pada saat menjawab secara
bersamaan sebagian besar siswa sangat semangat untuk ikut
menjawab pertanyaan yang diberikan peneliti, walaupun masih ada
beberapa siswa yang menganggap bahwa temannya mendapatkan
satu roti bukan satu dari 4 bagian roti atau 41 bagian roti.
Kemudian peneliti mulai meluruskan jawaban siswa.
Setelah guru memperkenalkan siswa tentang pecahan
sederhana, peneliti memberikan pertanyaan secara lisan kepada
setiap siswa. Pada saat peneliti bertanya tentang materi yang sudah
dijelaskan, tercatat masih ada 6 subyek (S1, S6, S9, S14, S16, S19)
yang lupa saat ditanya. Beberapa siswa juga terlihat belum berani
ketika guru memintanya untuk maju menyelesaikan soal di papan
tulis. Ada 7 subyek (S2, S4, S5, S7, S11, S12, S15) yang berani
maju kedepan kelas untuk menyelesaikan soal tersebut dipapan
tulis. Tetapi hanya 5 subyek (S2, S4, S11, S12, dan S15) yang
menjawab dengan benar.
Kegiatan selanjutnya adalah diskusi kelompok dengan tiap
kelompok diberikan untuk dibuat menjadi
sebuah bentuk dan dipotong menjadi beberapa bagian. Media ini
digunakan untuk membantu siswa mengenal pecahan setengah,
sepertiga, seperempat, dan seperenam.
Pada saat diskusi kelompok, hampir semua anggota
kelompok hanya mengandalkan teman yang pintar saja untuk
mengerjakan bahan diskusi yang diberikan guru. Tidak terlihat
adanya bentuk kerja sama yang baik pada setiap kelompok. Setiap
individu ingin menunjukkan kemampuan mereka di depan guru.
Kemudian peneliti mulai mengarahkan mereka bagaimana diskusi
kelompok yang baik dan memotivasi siswa agar mereka dapat
membuat sebuah bentuk yang bagus dengan lilin tersebut. Setiap
media lilin mainan
59
kelompok membuat bentuk yang berbeda-beda, ada yang membuat
kue tart, hewan, donat, dan lingkaran.
Beberapa anggota kelompok masih terlihat bingung dan
hanya melihat teman yang lain mengerjakan tugas kelompok.
Setelah diskusi kelompok selesai, guru meminta salah satu
kelompok mempresentasikan hasil jawabannya didepan kelas.
Ketika salah satu kelompok sedang menjelaskan hasil jawaban
mereka, masih ada beberapa siswa yang tidak memperhatikannya
dan terlihat acuh dengan penjelasan temannya.
Pada pertemuan pertama diakhiri dengan guru memberikan
latihan soal 1 kepada seluruh siswa kelas III. Ada 3 subyek (S3,
S14, dan S19) yang terlihat tidak bisa berkonsentrasi dalam
mengerjakan latihan soal tersebut.
Jumlah subyek yang hadir pada pertemuan kedua ini ada 19
orang, 1 subyek S17 tidak hadir dengan alasan izin dan 1 subyek
lain S20 tidak hadir karena sakit. Pokok pembahasan pada
pertemuan kedua ini adalah menyatakan dan menulis bentuk
Gambar. 7Kelompok II Terlihat Hanya Mengandalkan S(2) Dan S(18)
Untuk Membuat Dan Memotong Lilin Mainan
2) Pertemuan ke-2/Rabu, 12 Januari 2011
60
pecahan. Diawal pembelajaran guru melakukan tanya jawab untuk
mengingatkan siswa tentang lambang pecahan setengah, sepertiga,
seperempat, seperenam pada pertemuan sebelumnya. Namun,
hanya beberapa siswa saja yang menjawab pertanyaan guru dengan
benar. Beberapa siswa lain masih terlihat lupa dan menoleh kepada
teman sebangkunya ketika ditanya oleh guru.
Setelah selesai melakukan tanya jawab, guru mulai
menjelaskan materi dengan menggunakan cokelat sebagai lat
peraga. Siswa mulai menunjukkan keberaniannya dalam belajar
matematika dengan berlomba-lomba mengacungkan tangan untuk
dipilih membantu guru memotong dan membagikan cokelat. Guru
memilih 2 subyek yang kurang pintar yaitu S14 dan S19 untuk
membantu guru memperagakan permasalahan real yang diberikan.
Beberapa siswa lain terlihat sedih karena tidak dipilih dan S4
berkata: .
Siswa sudah terlihat menujukkan ketertarikannya pada benda-
benda real yang dibawa peneliti. Kemudian S14 memotong cokelat
tersebut menjadi 6 potongan, dan memberikan 2 potongan cokelat
kepada S19. Guru bertanya kepada S3 tentang banyaknya bagian
cokelat yang diperoleh S19. Tetapi ketika ditanya, S3 terihat
menghindari pertanyaan guru sambil berkata:
. Hal ini
menunjukkan bahwa masih ada siswa yang masih terlihat takut dan
tidak percaya diri untuk menjawab pertanyaan guru.
Kegiatan selanjutnya adalah memberikan bahan diskusi
yang dikerjakan secara berkelompok. Media yang digunakan
adalah . Pelaksanaan diskusi kelompok pada
pertemuan kedua ini sudah lebih baik dari pertemuan pertama.
Siswa sudah mulai bisa berdiskusi dan bekerjasama dengan baik.
Hampir semua anggota kelompok terlihat aktif mengerjakan tugas
yang diberikan. Walaupun masih ada 2 subyek (S21 dan S19) yang
“Yaaah ibu,,qo aku ga dipilih, aku kan mau maju buu..”
“Yaah..jangan aku
dong bu,,jangan aku,,aku ga bisa bu..dia ajah tuh bu..”
media daun singkong
61
terlihat diam saja pada saat kerja kelompok. Guru berkeliling
mengamati jalannya diskusi dan memberikan motivasi kepada
beberapa siswa yang masih terlihat bingung pada saat diskusi
kelompok.
Selesai diskusi, guru memberikan permasalahan real yang
ada dipapan tulis dengan
. Guru memberikan kesempatan kepada siswa untuk
menjawab soal tersebut. S16 mengacungkan tangan sambil berkata:
. Tanpa disuruh
oleh guru, siswa tersebut menunjukkan keberaniannya dalam
menjawab soal dipapan tulis.
Pada saat S16 mengerjakan soal dipapan tulis, S16 tidak
terlihat takut tetapi terlihat sedikit gugup karena S16 termasuk
siswa yang jarang mengerjakan soal dipapan tulis. Sete S16
selesai mengerjakan soal dipapan tulis dengan benar, peneliti
meminta S16 menunjuk salah seorang temannya untuk
menyelesaikan soal selanjutnya. Adapun subyek yang ditunjuk
oleh S16 adalah subyek yang kurang lancar dalam membaca yaitu
S14, pada saat ditanya guru subyek tersebut menjawab dengan
media karton bergambarkan
semangka
Gambar. 8 S16 Mengerjakan Soal Dipapan Tulis
“Bu..saya ya bu yang maju, saya sudah bisa buu..”
62
terbata-bata dan lupa sehingga S14 melakukan satu kesalahan
dalam mengerjakan soal tersebut.
Setelah melakukan tanya jawab, peneliti memberikan
penjelasan kembali kepada siswa untuk memastikan bahwa siswa
sudah memahami pelajaran yang diberikan guru. Kemudian guru
memberikan latihan soal 2 kepada siswa kelas III. Hampir semua
siswa dapat mengerjakan latihan soal tersebut dalam waktu yang
singkat.Tetapi ada 3 subyek (S14, S19, dan S21) yang sangat
lamban dalam mengerjakannya.
Pada pertemuan ketiga ini hanya ada 1 siswa yaitu S16
yang tidak hadir karena alasan sakit. Alokasi waktu belajar pada
pertemuan ketiga adalah 2 x 35 menit. Materi yang akan diajarkan
adalah menyajikan nilai pecahan melalui gambar. Pada awal
pembelajaran guru meminta siswa membuat kelompok yang dah
dibentuk pada pertemuan sebelumnya. Suasana sedikit ramai ketika
siswa mencari teman sekelompoknya.
Setelah semua kelompok terbentuk, guru memberikan
siswa pengarahan tentang tugas yang akan mereka kerjakan secara
berkelompok. Guru menggunakan
yang berwarna-warni untuk dibuat menjadi 3
bentuk bangun datar dan mengarsirnya sesuai dengan pecahan
sederhana yang ditentukan. Sebelum kerja kelompok dimulai, guru
memberikan apersepsi untuk mengingatkan siswa tentang benda-
benda real yang berbentuk bangun datar. Pada saat guru
membagikan kertas origami, S8 bertanya:
. Hal ini menunjukkan
bahwa sebagian siswa sudah mengenal benda-benda real yang
berbentuk bangun datar.
3) Pertemuan ke-3/Kamis,13 Januari 2011
media kertas karton dan
kertas origami
“Bu,,kertas warna-warni
ini boleh dibentuk kaya atap rumah ga bu?”
63
Siswa terlihat senang mengerjakan tugas kelompok yang
diberikan guru, walaupun masih ada 1 subyek yang masih terlihat
pasif. Subyek tersebut adalah S19, subyek ini cenderung pemalu
dan kurang bisa bergaul. Guru memotivasinya untuk lebih percaya
diri dan berani melakukan suatu pekerjaan.
Peneliti dan guru kolaborator mengamati jalannya diskusi
dan membantu setiap kelompok yang mengalami kesulitan.
Kelompok 4 adalah kelompok yang pertama selesai mengerjakan
tugas kelompok yang diberikan guru.
Setelah semua kelompok selesai mengerjakan tugas
kelompok, guru meminta kelompok 4 untuk menjelaskan hasil
pekerjaan mereka di depan kelas. Salah satu anggota kelompok 4
yaitu S12 langsung berani mengacungkan tangan untuk bersedia
menjelaskan hasil pekerjaan kelompoknya. Pada saat S12
menjelaskan kepada teman-temannya, masih ada 3 subyek (S1,
S14, dan S21) yang tidak memperhatikan. Ketika 3 subyek tersebut
ditanya oleh guru, hanya S21 saja yang bisa menjawab pertanyaan
guru dengan benar. Sedangankan S1 dan S14 menjawab dengan
terbata-bata sambil sesekali menoleh teman sekelompoknya.
Gambar. 9
Kelompok Yang Paling Pertama Selesai MengerjakanBahan Diskusi 2
64
Kegiatan akhir pada pertemuan ketiga ini adalah
mengerjakan latihan soal 3. Pada saat mengerjakan latihan soal,
masih ada 3 subyek yaitu S1, S14, dan S21 yang terlihat
kebingungan dalam mengerjakannya. Hal ini disebabkan karena
kurang konsentrasinya siswa-siswa tersebut pada saat guru
menjelaskan materi ajar yang diberikan.
Pertemuan ini berlangsung selama 2 jam pelajaran (70
menit). Jumlah siswa yang hadir pada pertemuan ini adalah 21
siswa. Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya pada pertemuan
ini, pembelajaran akan diisi dengan pemberian tes akhir siklus I.
Pada saat memasuki kelas, siswa sudah terlihat menempati
tempat duduknya masing-masing tanpa diperintah terlebih dahulu,
dan telah mempersiapkan diri untuk mengikuti tes yang akan
diberikan. Pelaksanaan tes siklus I ini berjalan lancar, meskipun
masih banyak siswa yang sering menanyakan untuk memastikan
jawaban mereka tetapi guru selalu mencoba membimbing siswa
untuk mandiri dan menemukan hasil jawaban yang benar.
Setelah pelaksanaan tes siklus I, kemudian peneliti
melakukan wawancara dengan guru kelas dan siswa untuk
mengungkap pendapat mereka tentang pembelajaran matematika
dengan menggunakan pendekatan
(PMRI)
Tahap ini dilakukan bersamaan dengan pelaksanaan tindakan.
Pengamatan dilakukan oleh guru kolaborator yang mencatat seluruh aspek
indikator kecemasan siswa dan semua hal yang terjadi selama proses
pembelajaran. Hasil pengamatan subyek melalui lembar observasi dapat
dilihat pada table berikut ini:
4) Pertemuan Ke-4/Sabtu, 15 Januari 2011
Pendidikan Matematika
Realistik Indonesia
c. Tahap Observasi dan Analisis
65
JK % JK % JK % JK %Siswa berusaha menghindari pertanyaan guru
5 25 2 10,5 2 10 9 15,2
Takut pada saat mengerjakan soal matematika
6 30 4 21,1 3 15 13 22
11 27,5 6 15,8 5 12,5 22 18,6
Siswa sering buang air kecil pada saat belajar matematika
4 20 3 15,8 1 5 8 13,6
Berkeringat yang berlebihan 3 15 2 10,6 2 10 7 11,9
7 17,5 5 13,2 3 7,5 15 12,8
Menjadi sering lupa saat ditanya guru
6 30 4 21,1 5 25 15 25,4
Siswa sulit berkonsentrasi pada saat belajar matematika
3 15 3 15,8 3 15 9 15,3
9 22,5 7 18,5 8 20 24 20,4
Suara siswa terbata-bata saat ditanya oleh guru
2 10 2 10,5 2 10 6 10,2
Tangan siswa terlihat gemetar pada saat mengerjakan soal
2 10 3 15,8 1 5 6 10,3
4 10 5 13,2 3 7,5 12 10,3
20 19 20
Tabel. 7 Hasil Skor Lembar Observasi Pada Siklus I
Keterangan : JK = Jumlah Kejadian
Pertemuan ke-No
Aspek Kecemasan
1 2 3
Rata-rata
1 Psikologis
Jumlah rata-rata
2 Somatik
Jumlah rata-rata
3 Kognitif
Jumlah rata-rata
4 Motorik
Jumlah rata-rata
Jumlah siswa hadir
Persentase Rata-Rata Total 73 15,5
66
Dari hasil observasi tersebut terlihat bahwa semua aspek atau
gejala-gejala kecemasan pada siklus I sudah mengalami penurunan. Pada
setiap pertemuan masih cukup banyak subyek yang emosinya mengarah
kepada kecemasan belajar matematika. Dari hasil observasi tersebut,
jumlah subyek yang paling banyak mengalami kecemasan terjadi pada
pertemuan pertama. Hal ini dikarenakan masih banyaknya siswa yang
belum bisa beradaptasi dengan penerapan pendekatan PMRI dalam proses
pembelajaran matematika, sehingga sebagian besar subyek merasa takut
jika ditanya oleh guru.
Berdasarkan tabel di atas, diperoleh informasi tentang aspek
kecemasan belajar siswa pada siklus I sebagai berikut:
1). Aspek Kecemasan Psikologis
Diperoleh bahwa rata-rata aspek kecemasan psikologis siswa
selama siklus I adalah 18,6%. Hal ini sudah menunjukkan penurunan
jika dibandingkan dengan rata-rata persentase sebelum penelitian yaitu
44,1%. Akan tetapi tidak semua siswa berani mengerjakan soal
dipapan tulis dan masih ada siswa yang selalu menghindar saat ditanya
guru, sehingga perlu adanya perbaikan pada siklus II.
2). Aspek Kecemasan Somatik
Rata-rata persentase siswa pada aspek kecemasan somatik adalah
sebesar 12,8%. Persentase ini sudah terbilang cukup sedikit jika
dibandingkan dengan rata-rata persentase prapenelitian yaitu sebesar
19,5%. Hal ini menunjukkan bahwa siswa sudah jarang mengalami
aspek kecemasan somatik selama pembelajaran pada siklus I.
3). Aspek Kecemasan Kognitif
Berdasarkan tabel di atas, kecemasan siswa lebih banyak terjadi
pada aspek kognitif dimana siswa sering lupa jika ditanya guru dan
kurang konsentrasinya subyek pada saat belajar. Rata-rata yang
diperoleh dari aspek kognitif ini sebesar 20,4%. Skor i merupakan
skor tertinggi jika dibandingkan dengan skor rata-rata ketiga aspek
67
yang lain. Oleh karena itu perlu adanya perbaikan yang akan dilakukan
pada siklus II
4). Aspek Kecemasan Motorik
Untuk aspek kecemasan motorik merupakan aspek kecemasan
yang paling sedikit dirasakan siswa. Rata-rata persentase yang
diperoleh pada pra penelitian adalah 17,2% dan sudah mengalami
penurunan pada siklus I menjadi 10,3%. Skor ini merupakan skor
terkecil pada siklus I dibandingkan dengan ketiga aspek kecemasan
lainnya.
Selain lembar observasi, peneliti menggunakan jurnal harian siswa
untuk mengetahui respon siswa terhadap proses pembelajaran yang telah
dilaksanakan dengan mengggunakan pendekatan PMRI. Beberapa respon
siswa terhadap tindakan pembelajaran pada setiap pertemuan siklus I yang
diperoleh dari jurnal harian siswa dapat dilihat pada tabel 8 berikut:
Respon positif 15 75 16 84,2 17 85 48 81,4
Respon Negatif 2 10 1 5,3 1 5 4 6,8
Netral/biasa 3 15 2 10,5 2 10 7 11,8
Data hasil jurnal harian siswa di atas jika diubah ke diagram
lingkaran seperti pada berikut:
Tabel. 8Rekapitulasi Repon Siswa Siklus I
Pertemuan Ke-
1 2 3
Rata-
rataRespon
JR % JR % JR % JR %
Diagram 1
68
Dilihat dari diagram 1 bahwa respon positif siswa terhadap
pembelajaran siklus I lebih besar dibandingkan dengan negatif dan
netral. Ini artinya bahwa sebagian besar siswa menyatakan respon yang
positif terhadap pembelajaran matematika yang diterapkan dengan
pendekatan PMRI. Pendapat-pendapat siswa tersebut baik yang positif,
negatif maupun netral akan dijadikan bahan refleksi untuk tindakan
pembelajaran selanjutnya.
Berdasarkan lembar observasi, diperoleh bahwa kecemasan siswa
pada pembelajaran siklus I sudah menunjukkan penurunan. Adapun
kendala pada pembelajaran siklus I ini adalah pengaturan waktu yang tidak
sesuai dengan Rencanaan Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) pada siklus I.
Hal ini dikarenakan belum terbiasanya siswa belajar matematika secara
berkelompok dan menyelesaikan permasalahan real. Oleh karena itu, guru
selalu berkeliling dan membantu setiap kelompok yang mengalami
kesulitan.
8 1 .4
6 .8
1 1 .8
Diagram. 1 Persentase Jurnal Harian Siswa Pada Pembelajaran Siklus I
Negatif
Netral/biasa
Positif
69
Adapun hasil belajar selama siklus I diperoleh dari tes akhir pada
pertemuan keempat. Hasil tes siklus I tersebut dapat dilihat pada tabel
berikut ini:
relatif kumulatif
1. 60 – 66 3 4,8% 100%
2. 67 – 73 1 19% 95,2%
3. 74 – 80 4 23,8% 76,2%
4. 81 – 87 5 28,6% 52,4%
5. 88– 94 2 9,5% 23,8%
6. 95 – 100 6 14,3% 14,3%
Keterangan:
Nilai tertinggi = 100 Jumlah siswa = 21
Nilai terendah = 60 Rata-rata = 83,48
Berdasarkan tebel di atas terlihat bahwa hasil belajar siswa pada
siklus I ini sudah mencapai rata-rata 83,48. Hal ini menunjukkan bahwa
Gambar.10Peneliti Sedang Memberikan Pengarahan
Tabel. 9Nilai Tes Akhir Silkus I
No. Interval F
Total 21 100% 100%
f f
70
hasil belajar siswa pada siklus I ini sudah baik, namun masih ada 3 orang
siswa yang mendapat nilai dibawah KKM.
Hasil observasi terhadap guru pada KBM oleh observer cukup
baik, hanya saja peneliti harus lebih tegas dan suaranya harus lebih
nyaring agar siswa yang duduk dibelakang juga bisa mendengar.
Tahap ini dilakukan oleh peneliti dan guru kolaborator setelah
melakukan analisis pada siklus I. Berdasarkan hasil analisis pada
observasi, wawancara, dan jurnal harian ditemukan beberapa kekurangan
dan kelebihan yang ada pada siklus I sebagai berikut:
Penyebab kekurangan ini adalah ketegasan peneliti yang
masih kurang dalam menangani subyek pada kelas III ini. Hal ini
disebabkan karena banyaknya subyek yang menganggap peneliti
bukan sebagai guru mereka, sehingga masih ada subyek yang tidak
mengerjakan tugas yang diberikan peneliti.
Dengan adanya kekurangan ini, peneliti harus bertindak
lebih tegas lagi kepada subyek dengan memberikan pengurangan
skor pada setiap subyek yang berbuat kesalahan.
Waktu yang tidak sesuai dengan RPP disebabkan karena
siswa belum terbiasa belajar dengan menggunakan pendekatan
PMRI dan meyelesaikan permasalahan real secara kelompok
maupun individu. Oleh karena itu, peneliti harus bisa membimbing
setiap kelompok yang mengalami kesulitan dan mengarahkan
siswa untuk bekerjasama dengan baik agar siswa dapat
mengerjakan tugas kelompoknya sesuai waktu yang diberikan.
d. Tahap Refleksi
Kekurangan Dan Kendala Yang Ditemukan Pada Siklus I
1. Kurangnya penguasaan peneliti terhadap subyek
2. Pengaturan waktu yang tidak sesuai dengan RPP siklus I
·
71
Perbaikan yang dilakukan peneliti adalah mengoptimalkan
waktu yang dibutuhkan untuk mengerjakan bahan diskusi
memberikan permasalahan real yang lebih mudah untuk dikerjakan
siswa.
Penyebab dari kekurangan ini adalah terbatasnya media real
yang dibawa oleh guru. Suasana menjadi ramai karena banyaknya
siswa yang berebut sambil berteriak-teriak dan berjalan-jalan untuk
melihat media yang dibawa oleh guru. Hal ini dikarenakan guru
kolaborator tidak pernah menggunakan alat peraga apapun pada
saat menjelaskan pelajaran matematika.
Perbaikan yang dilakukan peneliti adalah dengan
membentuk kelompok pada awal pembelajaran dan meminta siswa
membawa benda-benda real sederhana seperti pita, sedotan, dan
tali yang bisa digunakan sebagai media pembelajaran pada siklus
II.
Kondisi ini disebabkan oleh kurangnya rasa kerjasama
antar anggota kelompok untuk saling membantu dalam memahami
suatu materi. Subyek hanya menginginkan tugas kelompoknya bisa
cepat diselesaikan sehingga subyek lain hanya mengandalkan
subyek yang pintar saja untuk menyelesaikan tugas tersebut. Hal
ini terlihat dari hasil lembar observasi KBM pada siklus I, yaitu
pada pertemuan ke-1 sampai pertemuan ke-3 dimana guru belum
maksimal mengarahkan siswa untuk dapat berinteraksi dengan baik
selama proses pembelajaran. (lampiran 11).
3. Suasana menjadi ramai ketika guru memberikan
permasalahan real di awal pembelajaran
4. Pada waktu diskusi masih banyak kelompok yang hanya
mengandalkan subyek yang pintar untuk mengerjakan tugas
kelompok
72
Permasalahan tersebut membuat peneliti harus terus
membimbing setiap kelompok agar dapat bekerjasama dengan baik
dan tidak hanya mengandalkan salah satu anggota saja.
Pengawasan dilakukan secara lebih teliti sehingga tidak ada lagi
subyek yang tidak mengerjakan tugas, baik tugas individu maupun
tugas kelompok.
Hal ini dikarenakan masih banyak siswa yang takut, malu
dan tidak peraya diri ketika belajar matematika. Hal ini
mengakibatkan siswa menjadi tidak bisa berkonsentrasi dengan
baik ketika guru menjelaskan materi. Hal ini terlihat dari hasil
perolehan aspek kecemasan siswa pada siklus I sebesar
20,4% (Tabel 7), dimana skor ini merupakan skor tertinggi jika
dibandingkan dengan skor rata-rata ketiga aspek yang lain
Permasalahan tersebut membuat peneliti harus lebih
terampil dan variatif dalam memberikan permasalahan real.
Perbaikan yang akan dilakukan adalah dengan pemberian
atau permainan yang akan mendorong konsentrasi subyek dalam
belajar matematika.
Hal ini terlihat dari jurnal harian siswa yang menunjukkan
bahwa sudah 81,4% siswa yang merespon positif pada siklus I
(Tabel 8). Sebagian besar siswa menyatakan bahwa belajar dengan
menggunakan pendekatan PMRI sangat menyenangkan dan tidak
membosankan.
5. Konsentrasi subyek dalam belajar masih kurang
Kelebihan pembelajaran pada siklus I
1. Pembelajaran dengan menggunakan pendekatan PMRI
membuat suasana yang menyenangkan dalam belajar
matematika
kognitif
games
·
73
Hal ini dipengaruhi oleh seringnya peneliti dan guru
kolaborator membimbing subyek secara individu. Pembelajaran
secara berkelompok melatih subyek untuk bisa berinteraksi dengan
baik dan melatih keberanian siswa untuk berpendapat. Hal ini
memberikan dampak yang positif terhadap kepercayaan dan
keberanian siswa mengerjakan soal di depan kelas.
Berdasarkan hasil observasi diperoleh rata-rata persentase
kecemasan belajar matematika siswa adalah 15,5%. Hal ini
menunjukkan bahwa rata-rata persentase kecemasan belajar siswa
pada siklus I sudah mengalami penurunan dibandingkan dengan
rata-rata kecemasan siswa sebelum tindakan, yaitu 28,4%.
Hal ini sangat terlihat ketika siswa mengerjakan tes akhir
siklus I. Siswa terlihat semangat mengerjakan soal-soal real yang
diberikan guru. Hal ini membuat siswa menjadi tidak bosan dan
dapat berkonsentrasi dengan baik. Berdasarkan tes akhir siklus I
diperoleh hasil belajar siswa mencapai rata-rata 83,48 akan tetapi
masih ada 3 siswa yang mendapat nilai dibawah KKM yaitu 63.
Seluruh hasil yang diperoleh dari pelaksanaan siklus I ini
menunjukkan bahwa indikator keberhasilan penelitian belum tercapai,
sehingga penelitian dilanjutkan pada tahap siklus II dengan hasil refleksi
ini yang digunakan sebagai perbaikan.
2. Subyek mulai tidak takut untuk mengerjakan soal dipapan
tulis
3. Kecemasan dalam belajar matematika sudah mulai berkurang
sehingga subyek dapat menerima materi pelajaran dengan
baik dan tidak mudah melupakan materi yang telah
disampaikan.
4. Subyek mulai terbiasa untuk mengerjakan soal tepat pada
waktunya sehingga mengurangi kemalasan subyek dalam
belajar matematika
74
Pembelajaran pada siklus II ini dilakukan sebagai bentuk
pengembangan dari pembelajaran yang telah dilaksanakan pada siklus I.
Pada siklus I siswa hanya mengandalkan benda-benda real yang dibawa
oleh guru, tetapi pada siklus II siswa diberi kebebasan untuk membawa
benda-benda real sederhana yang sesuai dengan materi yang akan
diajarkan. Kemudian pada siklus II ini pembentukan kelompok tidak
hanya dimanfaatkan untuk mengerjakan bahan diskusi saja, tetapi guru
memberikan atau permainan untuk mendorong keberanian siswa
dalam belajar matematika.
Pembelajaran siklus II ini terdiri dari 3 kali pertemuan dengan
setiap pertemuan berdurasi 70 menit (2 x 35 menit). Materi yang diajarkan
pada siklus II ini adalah materi .
Kegiatan yang dilakukan pada tahap perencanaan siklus II ini tidak jauh
berbeda dengan kegiatan yang dilakukan pada siklus I, antara lain:
menyiapkan benda-benda konkret yang akan digunakan selama proses
pembelajaran siklus II, RPP, latihan soal 4 sampai latihan soal 6, lembar
observasi guru pada KBM, lembar observasi kecemasan belajar siswa,
pedoman wawancara untuk guru dan siswa, jurnal harian siswa, serta tes
akhir siklus II yang akan diberikan pada akhir siklus II.
Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) dibuat dan diskusikan
bersama guru kelas agar materi yang diajarkan sesuai dengan kurikulum
yang telah ditetapkan disekolah tersebut. Perencanaan pembelajaran yang
dibuat dalam RPP juga disesuaikan dengan hasil pengamatan guru selama
pembelajaran pada siklus I. Kekurangan yang ada pada siklus I akan
diperbaiki pada siklus II ini. Pada tahap perencanaan peneliti juga
memberikan penjelasan kepada guru kelas bahwa untuk pe ian lembar
observasi guru dan siswa sama dengan penilaian sebelumnya pada siklus I.
4. Tindakan Pembelajaran Siklus II
a. Tahap Perencanaan
games
“Membandingkan Pecahan Sederhana”
75
Siswa yang tidak hadir pada pertemuan kelima ini ada 3
orang, 2 subyek (S5 dan S16) tidak hadir karena sakit dan 1 subyek
S6 berhalangan hadir dengan alasan izin. Maka jumlah siswa yang
hadir pada pertemuan ini adalah 18 orang. Waktu belaja pada
pertemuan kelima ini adalah 70 menit. Materi yang akan diajarkan
adalah membandingkan dua pecahan menggunakan gambar. Di
awal pembelajaran guru melakukan tanya jawab kepada siswa
tentang materi yang sudah diajarkan pada pertemuan-pertemuan
sebelumnya. Tanya jawab dilakukan sesuai dengan urutan absen.
Hampir semua siswa bisa menjawab pertanyaan yang diberikan
guru dengan benar, tetapi S14 dan S21 masih terlihat lupa ketika
ditanya.
Kegiatan selanjutnya adalah guru menjelaskan materi
tentang membandingkan pecahan sederhana melalui gambar.
Benda real yang digunakan guru adalah
yang kemudian dipotong menjadi bagian yang berbeda. Sebelum
guru meminta siswa maju kedepan kelas untuk membantu guru
memotong kedua roti tersebut, S1 yang duduk dibelakang langsung
maju kedepan kelas dan berkata:
. Walaupun S1 tergolong siswa yang
kurang pintar tetapi S1 sudah menunjukkan keberaniannya.
Kemudian S1 memotong roti pertama menjadi 2 bagian dan roti
kedua dipotong menjadi 4 bagian. Setelah S1 selesai memotong
kedua roti tersebut, guru memperlihatkan hasil potongan tersebut
dan meminta semua siswa untuk membandingkan kedua bagian
roti. Ada 3 subyek (S9, S14, S20) yang masih melakukan
kesalahan dalam membandingkan pecahan tersebut.
Guru memberikan pemahaman kepada siswa dengan
menggunakan . Guru membagikan dua
b. TahapPelaksanaan
dua lembar roti tawar
media kertas origami
1) Pertemuan Ke-5/Senin, 17 Januari 2011
“Bu,,sekarang aku yang bantu
ibu motong rotinya ya bu???”
76
lembar kertas origami tersebut kepada setiap pasangan ngku.
Kertas pertama berwarna merah dipotong menjadi 4 bagian dan
kertas berwarna biru dipotong menjadi 8 bagian. Guru meminta
siswa berdiskusi dengan teman sebangkunya dan membandingkan
kedua potongan kertas origami tersebut. Ketika guru berkeliling
mengamati pekerjaan siswa, terlihat sepasang siswa (S9 dan S20)
yang hanya diam dan asyik membuat kapal-kapalan dengan kertas
origami tersebut. Ketika ditanya oleh guru, S9 berkata:
.
Pada akhir pertemuan ini guru memberikan latihan soal 4
kepada seluruh siswa dan membahasnya bersama-sama. Guru
memberikan kesempatan bertanya kepada siswa yang belum
mengerti. Pada kesempatan ini ada 3 subyek (S7, S11 dan S15)
yang berani bertanya tentang materi yang belum mereka mengerti.
Dan ada pula 3 subyek (S1, S19 dan S20) yang terlihat dan
berusaha menghindari pertanyaan guru ketika guru membahas
latihan soal bersama dengan siswa
Jumlah siswa yang hadir pada pertemuan ini adalah 20
orang, dimana 1 subyek S17 tidak hadir karena alasan sakit. Materi
yang diajarkan pada pertemuan ini adalah membandingkan dua
pecahan menggunakan garis bilangan. Garis bilangan pada
pembelajaran realistik diganti dengan beberapa macam pita
berwarna-warni. Guru menggunakan media pita berwarna untuk
mempermudah siswa memahami tentang materi yang diajarkan.
Pada awal pembelajaran guru melakukan tanya jawab
kepada siswa untuk mengingatkan siswa tentang materi yang
diajarkan guru sebelumnya. Guru memberikan beberapa
permasalahan real secara lisan kepada siswa dan meminta siswa
untuk menjawabnya. Hampir semua siswa bisa menjawab
“Duuuh
ibu, aku bingung ini diapain??”
2) Pertemuan Ke-6/Selasa, 18 Januari 2011
77
pertanyaan yang diberikan guru, tetapi ada 2 subyek (S1 dan S21)
yang terlihat gelisah dan berusaha menghindar saat ditanya guru.
Pita yang dilengkapi dengan garis bilangan ditempelkan
dipapan tulis. Pita pertama berwarna kuning dibagi menjadi 2
bagian, pita kedua berwarna merah dibagi menjadi 5 bagian, dan
pita ketiga berwarna biru dibagi menjadi 10 bagian. Guru meminta
siswa memperhatikan bagian-bagian pita tersebut, kemudian
menentukan pembanding yang sesuai dengan melihat bagian-
bagian dari ketiga pita yang ada dipapan tulis. Satu per satu siswa
sudah berani maju kedepan kelas tanpa disuruh oleh guru. Ada 8
subyek (S1, S4, S5, S7, S14, S16, S18, dan S21) yang maju
kedapan kelas untuk menyelesaikan soal, tetapi ada 1 subyek yaitu
S1 menjawab salah.
Selanjutnya guru memberikan latihan soal untuk
memperkuat pemahaman siswa. Pada saat mengerjakan soal ada 3
subyek (S13, S16 dan S20) yang selalu bertanya untuk memastikan
jawaban mereka. Pada saat bertanya, S13 berkata:
”.
Hal ini menunjukkan bahwa masih ada beberapa siswa yang belum
Gambar. 11Ketika S5 Maju Mengerjakan Soal Dipapan Tulis
”Bu ini
jawabannya bener ga si Bu??Saya takut kalau nanti salah Bu..
78
percaya diri dengan jawaban mereka dan takut jika jawaban
mereka salah.
Siswa yang hadir pada pertemuan ini adalah 21 orang. Pada
pertemuan ketujuh ini semua siswa hadir untuk mengikuti
pelajaran. Materi yang diajarkan pada pertemuan ini adalah
menyelesaikan masalah yang berkaitan dengan pecahan sederhana.
Sebelum guru meminta siswa membuat kelompok, guru
memberikan beberapa permasalahan real secara lisan dan meminta
siswa menjawabnya. Siswa terlihat antusias pada saat dilakukannya
tanya jawab. Hampir semua siswa bisa menjawab contoh
permasalahan real yang diberikan.
Guru meminta siswa membuat kelompok yang sudah
dibentuk pada pertemuan sebelumnya. Guru memberikan bahan
diskusi dan benda-benda real seperti jeruk dan pisang kepada setiap
kelompok. Dalam konteks “membagi jeruk dan pisang” siswa
diajak memahami arti pecahan melalui kegiatan membagi
dan pisang.
Pada saat diskusi semua siswa sibuk melakukan tugas yang
sudah dibagikan oleh ketua kelompok mereka masing-masing.
Semua siswa terlihat santai dan fokus (bisa berkonsentrasi) pada
saat berdiskusi. Semua kelompok berlomba-lomba menyelesaikan
tugas diskusi mereka karena ingin memakan jeruk dan pisang yang
diberikan guru. Pembelajaran ini terlihat lebih menyenangkan dan
mampu mendorong aktivitas dan interaktivitas siswa.
3) Pertemuan Ke-7/Rabu, 19 Januari 2011
79
Setelah semua kelompok selesai mengerjakan bahan
diskusi, guru meminta siswa mencatat semua bagian jeruk dan
pisang yang mereka dapatkan kemudian memakannya. Ada 1
subyek S17 mengatakan hal yang sangat dia senangi, S17 berkata:
. Hal ini membuktikan bahwa siswa sangat senang
belajar matematika dengan pembelajaran realistik.
Kegiatan selanjutnya adalah guru membagikan latihan soal
kepada setiap siswa. Hampir semua siswa terlihat sudah terbiasa
dengan soal-soal realistik yang diberikan guru. Ada 1 subyek S1
yang masih terlihat gelisah dan diam saja ketika teman-teman yang
lain sibuk mngerjakan soal latihan.
Pertemuan ini berlangsung selama 2 jam pelajaran (70
menit). Jumlah siswa yang hadir pada pertemuan ini adalah 21
siswa. Sesuai dengan RPP pada pertemuan kedelapan ini akan
dilaksanakan tes akhir siklus II.
Siswa terlihat sudah mempersiapkan semua alat-alat tulis
mereka dimeja masing-masing dan telah mempersiapkan diri untuk
mengikuti tes yang akan diberikan. Tidak terlihat satu pun siswa
Gambar. 12Kegiatan Siswa Pada Saat Kerja Kelompok
“..Bu coba aja dari dulu belajar matematikanya kaya gini bu, pasti
seruuu banget..”
4) Pertemuan Ke-8/Kamis, 20 Januari 2011
80
yang takut untuk mengikuti tes uji siklus II. Pelaksanaan tes siklus
II ini berjalan lancar, sudah tidak ada siswa yang bertanya lagi
untuk memastikan jawaban mereka, semua siswa terlihat santai dan
percaya diri mengerjakan soal-soal tes siklus II yang diberikan.
Siswa terlihat sudah terbiasa dengan soal-soal realistik yang
diberikan peneliti.
Setelah pelaksanaan tes siklus II, kemudian peneliti
melakukan wawancara dengan guru kelas dan siswa untuk
mengungkap pendapat mereka tentang pembelajaran matematika
dengan menggunakan pendekatan
(PMRI) pada siklus II ini.
Tahap ini dilakukan berlangsung bersamaan dengan pelaksanaan
tindakan. Pada setiap pelaksanaan tindakan, peneliti didampingi oleh guru
kelas sebagai guru kolaborator dan observer. Observer lakukan
pengamatan langsung tentang pelaksanaan pembelajaran matematika
dengan pendekatan PMRI dan mencatat seluruh aspek kecemasan belajar
siswa selama proses pembelajaran. Hasil pengamatan subyek melalui
lembar observasi dapat dilihat pada tabel berikut ini:
Pendidikan Matematika
Realistik Indonesia
c. Tahap Observasi dan Analisis
81
JK % JK % JK % JK %Siswa berusaha menghindari pertanyaan guru
2 11,1 2 10 2 9,5 6 10,2
Takut pada saat mengerjakan soal matematika
4 22,2 3 15 1 4,8 8 14
6 16,7 5 12,5 3 7,2 14 12,1
Siswa sering buang air kecil pada saat belajar matematika
3 16,7 1 5 1 4,8 5 8,8
Berkeringat yang berlebihan 2 11,1 1 5 1 4,8 4 7
5 13,9 2 5 2 4,8 9 7,9
Menjadi sering lupa saat ditanya guru
4 22,2 2 10 2 9,5 8 13,9
Siswa sulit berkonsentrasi pada saat belajar matematika
3 16,7 2 10 0 0 5 8,9
7 19,5 4 10 2 4,8 13 11,4
Suara siswa terbata-bata saat ditanya oleh guru
1 5,6 2 10 1 4,8 4 6,8
Tangan siswa terlihat gemetar pada saat mengerjakan soal
1 5,6 1 5 0 0 2 3,5
2 5,6 3 7,5 1 2,4 6 5,2
18 20 21
Tabel. 10Hasil Skor Lembar Observasi Pada Siklus II
Pertemuan keNo Aspek kecemasan
1 2 3
Rata-rata
1 Psikologis
Jumlah rata-rata
2 Somatik
Jumlah rata-rata
3 Kognitif
Jumlah rata-rata
4 Motorik
Jumlah rata-rata
Jumlah siswa hadir 42 9,2
Keterangan : JK = Jumlah Kejadian
82
Dari tabel di atas terlihat bahwa semua aspek kecemasan pada
siklus II ini sudah mengalami penurunan. Dari hasil observasi tersebut,
jumlah subyek yang mengalami kecemasan pada siklus II sudah
menunjukkan penurunan persentase dibandingkan dengan siklus I. Jumlah
kejadian yang terjadi pada siklus I adalah 73 JK dengan persentase sebesar
15,5% dan menurun menjadi 42 JK dengan persentase sebesar 9,2%.
Karena pada siklus ini kecemasan siswa pada siklus II sudah mencapai
rata-rata 10% maka penerapan pendekatan PMRI hanya diterapkan sampai
pada siklus II saja.
Berdasarkan tabel di atas, diperoleh informasi bahwa aspek
kecemasan belajar siswa pada siklus II adalah sebagai berikut:
1). Aspek Kecemasan Psikologis
Jumlah rata-rata persentase aspek kecemasan psikologis siswa
selama siklus II adalah 12,1%. Aspek kecemasan psikologis tersebut
terdiri dari rata-rata siswa yang menghindari pertanyaan guru sebesar
10,2% dan rata-rata persentase siswa yang takut mengerjakan soal
matematika adalah 14%. Hal ini sudah menunjukkan penurunan jika
dibandingkan dengan rata-rata persentase pada siklus I, dimana rata-
rata siswa yang menghindari pertanyaan guru sebesar 15,2% dan rata-
rata persentase siswa yang takut mengerjakan soal matematika adalah
22%.
2). Aspek Kecemasan Somatik
Dari tabel 10 diperoleh bahwa jumlah rata-rata persentase siswa
pada aspek kecemasan somatik adalah sebesar 7,9%. Persentase ini
terbilang cukup sedikit bila dibandingkan dengan jumlah rata-rata
aspek kecemasan somatic pada siklus I sebesar 12,8%. Hal ini
menunjukkan bahwa siswa sudah jarang mengalami aspek k
somatik selama pembelajaran pada siklus I. Pada saat belajar, sudah
terlihat jarang siswa yang izin untuk buang air kecil berkeringat
ketika menyelesaikan soal dipapan tulis. Mereka sudah ihat santai
83
dan terbiasa mengikuti proses pembelajaran dengan menggunakan
pendekatan PMRI.
3). Aspek Kecemasan Kognitif
Rata-rata aspek kecemasan kognitif siswa sudah mengalami
penurunan pada siklus II. Sebelumnya pada siklus I rata-rata aspek
kecemasan kognitif merupakan skor tertinggi yaitu sebesar 20,4% dan
berkurang menjadi 11,4% pada siklus II. Hal ini menunjukkan bahwa
siswa dapat mengingat pelajaran dengan menggunakan pendekatan
PMRI dan lebih berkonsentrasi dalam menerima pelajaran. Guru juga
memberikan pertanyaan yang lebih variatif, misalnya saja guru
menggunakan kartu pecahan yang bergambarkan benda-benda real
atau media real yang terbuat dari gabus. Kegiatan ini dapat membua
siswa menjadi lebih mudah mengingat pelajaran sehingga siswa tidak
lupa lagi saat ditanya oleh guru dan bisa berkonsentrasi karena media
yang digunakan guru.
4). Aspek Kecemasan Motorik
Untuk aspek kecemasan motorik merupakan aspek kecemasan
yang paling sedikit dirasakan siswa. Rata-rata persentase yang
diperoleh pada siklus II yaitu 10,3% menurun menjadi 5,2% pada
siklus II. Skor ini merupakan skor terkecil pada siklus II dibandingkan
dengan ketiga aspek kecemasan lainnya.
Selain lembar observasi, peneliti menggunakan jurnal harian siswa
untuk mengetahui respon siswa terhadap proses pembelajaran yang telah
dilaksanakan dengan mengggunakan pendekatan PMRI. Beberapa respon
siswa terhadap tindakan pembelajaran pada setiap pertemuan siklus I yang
diperoleh dari jurnal harian siswa dapat dilihat pada tabel 9 berikut:
84
Respon positif 17 94,4 19 95 20 95,2 56 94,9
Respon Negatif 1 5,6 1 5 1 4,8 3 5,1
Netral/biasa 0 0 0 0 0 0 0 0
Data hasil jurnal harian siswa di atas jika diubah ke diagram
lingkaran seperti pada berikut:
Dilihat dari diagram 2 bahwa respon positif siswa terhadap
pembelajaran siklus II lebih besar dibandingkan dengan respon negatif dan
netral. Ini artinya bahwa sebagian besar siswa menyatakan resp yang
positif terhadap pembelajaran matematika yang diterapkan dengan
pendekatan PMRI.
Rata-rata persentase respon positf siswa terhadap pembelajaran
matematika dengan penerapan pendekatan PMRI meningkat dari
81,4% pada siklus I menjadi 94,9% pada siklus II. Sedangkan rata-rata
persentase respon negatif siswa menurun dari 6,8% pada siklus I menjadi
5,1% pada siklus II. Siswa yang masih merespon negatif pada siklus II
Tabel. 11Rekapitulasi Repon Siswa Siklus II
Pertemuan Ke-
5 6 7
Rata-
rataRespon
JR % JR % JR % JR %
Diagram 2
Diagram. Persentase Jurnal Harian Siswa Pada Pembelajaran Siklus II
Negatif
Netral/biasa
Positif
9 4 .9
5 .1 0
85
adalah S21 dan S17, siswa tersebut merupakan siswa yang sama dengan
merespon negatif pada siklus I. Sementara tidak ada lagi siswa yang
merespon netral pada siklus II.
Adapun hasil belajar selama siklus II diperoleh dari tes akhir pada
pertemuan keempat. Hasil tes siklus I tersebut dapat dilihat pada tabel
berikut ini:
1. 74 – 78 3 14,3% 100%
2. 79 – 83 3 9,5% 85,7%
3. 84 – 88 2 14,3% 76,2%
4. 89 – 93 4 19% 61,9%
5. 94 – 98 1 4,8% 42,9%
6. 99 – 100 8 38,1% 38,1%
Keterangan:
Nilai tertinggi = 100 Jumlah siswa = 21
Nilai terendah = 74 Rata-rata = 90,38
Berdasarkan tebel di atas terlihat bahwa hasil belajar siswa pada
siklus II ini sudah mencapai rata-rata 90,38. Hal ini menunjukkan bahwa
hasil belajar siswa pada siklus II ini sudah baik dan tidak ada lagi siswa
yang mendapat nilai dibawah KKM yaitu 63.
Pada tahap ini peneliti dan guru kolaborator melakukan refleksi
terhadap hasil dari analisis data dan seluruh pelaksanaan pembelajaran
pada siklus II. Adapun hasil refleksi tersebut adalah sebagai berikut:
Pada siklus II ini dilanjutkan kembali penerapan pendekatan PMRI
pada pelajaran matematika dengan materi “Membandingkan Pecahan
Tabel. 12Nilai Tes Akhir Silkus II
No. Interval F
Total 21 100% 100%
d. Tahap Refleksi
f f relatif kumulatif
86
Sederhana”. Media yang digunakan pada siklus II ini lebih menari dan
pertanyaan yang diberikan kepada siswa lebih bervariasi yaitu dengan
menggunakan kartu pecahan bergambar dan media real yang terbuat dari
gabus.
Selama pelaksanaan pembelajaran siklus II ini siswa memberikan
respon yang semakin baik. Pada siklus II ini sudah tidak ada siswa yang
merespon netral, semua siswa terlihat semangat dan senang belajar
matematika dengan penerapan pendekatan PMRI. Dengan penggunaan
media yang lebih menarik dan pertanyaan yang lebih varatif, siswa dapat
menjawab pertanyaan guru dengan tegas dan tidak menoleh kepada
temannya yang lain.
Berdasarkan hasil observasi diperoleh rata-rata persentase
kecemasan belajar matematika siswa adalah 9,2%. Hal ini menunjukkan
bahwa rata-rata persentase kecemasan belajar siswa pada siklus II sudah
mencapai indikator, dimana rata-rata total persentase dari keseluruhan
kecemasan belajar siswa pada siklus II sudah menurun mnjadi 10%.
Berdasarkan tes akhir siklus II diperoleh hasil belajar siswa
mencapai rata-rata 90,38 dengan tidak ada lagi siswa yang mendapat nilai
dibawah KKM. Hal ini menunjukkan bahwa tes hasil belajar siklus II
sudah mencapai indikator keberhasilan penelitian ini, dimana sudah tidak
ada lagi siswa yang mendapat nilai dibawah KKM yaitu 63.
Adapun hasil wawancara terhadap guru dan siswa diperoleh
informasi bahwa pendekatan PMRI sudah cukup baik diterapakan di kelas
III. Semua siswa sangat merespon baik penerapan pendekatan PMRI ini
dan guru kelas juga menganggap bahwa penerapan pendekatan PMRI ini
telah dilaksanakan dengan baik sehingga dapat dikatakan berhasil.
Berdasarkan hasil refleksi siklus II ini, yaitu bahwa kedua indikator
keberhasilan telah tercapai maka penelitian tindakan kelas ini dihentikan
sampai dengan siklus II.
87
Instrumen non tes yang digunakan untuk mengumpulkan data dalam
penelitian ini adalah lembar observasi kecemasan siswa mengetahui
penurunan kecemasan siswa yang diamati setiap pertemuan, pedoman
wawancara, jurnal harian. Untuk mengetahui apakah data yang diperoleh
sudah valid dan memilki tingkat keterpercayaan yang tinggi, dilakukan
. Kegiatan ini meliputi memeriksa kembali keterangan atau
informasi yang diperoleh selama observasi dari narasumber, memeriksa
apakah data tersebut tetap sifatnya dan dapat dipastikan kebenaran data.
Selain melakukan , untuk mendapatkan data yang absah
dilakukan pula teknik melalui pengamatan terhadap kecemasan
belajar siswa apakah menunjukkan penurunan dengan diterapkannya
pendekatan PMRI. Hal ini bertujuan untuk menggali data dari sumber yang
sama yaitu siswa, dengan menggunakan cara yang berbeda. Peneliti juga
secara rutin melakukan diskusi dengan guru kolaborator mengenai hasil
observasi yang diperoleh, dibaca berulang-ulang, dan menghilangkan data
yang tidak relevan dengan focus penelitian. Hal ini bertujuan agar data yang
diperoleh sesuai dengan keadaan yang sebenarnya.
Instrumen tes yang digunakan adalah intrumen tes akhir siklus I dan II
dilakukan pengecekan secara berulang-ulang oleh peneliti untuk mengindari
kesalahan data. Pengecekan tersebut dilakukan dengan di uji validitas dan
reliabilitasnya dengan menggunakan program . Hasil uji
validitas menyimpulkan siklus I yang terdiri dari 15 soal terdapat 13 soal yang
valid dan 2 soal yang tidak valid, yaitu nomor 4 dan 9. Pada siklus I diperoleh
nilai koefisien reliabilitas sebesar 0,86 dan termasuk dalam kategori
reliabilitas tinggi. Sedangkan perhitungan validitas pada siklus II, diperoleh
bahwa dari 11 soal terdapat 9 soal yang valid dan 2 soal yang tidak valid, yaitu
nomor 2 dan 5. Tingkat reliabilitas tes tersebut sebesar 0,85 dan termasuk
kategori reliabilitas tinggi.
B. Pemeriksaan Keabsahan Data
member check
member check
triangulasi
Microsof Exel
88
Berdasarkan hasil pengamatan melaui lembar observasi s yang
dilakukan selama dua siklus, diperoleh data kecemasan siswa adalah sebagai
berikut:
Siswa berusaha menghindari pertanyaan guru
(15,2 %) (10,2%)1
Takut pada saat mengerjakan soal matematika
(22%) (14%)
Siswa sering buang air kecil pada saat belajar matematika
(13,6%) (8,8%)2
Berkeringat yang berlebihan (11,9%) (7%)
Menjadi sering lupa saat ditanya guru
(25,4%) (13,9%)
3Siswa sulit berkonsentrasi pada saat belajar matematika
(15,3%) (8,9%)
Suara siswa terbata-bata saat ditanya oleh guru (10,2%) 6,8%
4Tangan siswa terlihat gemetar pada saat mengerjakan soal (10,3%) 3,5%
Penurunan rata-rata persentase kecemasan belajar matematika siswa
pada setiap akhir siklus jika disajikan dalam diagram adalah sebagai berikut:
C. Analisis Data
Tabel. 13Rekapitulasi Persentase Kecemasan Belajar Siswa
No.Aspek
kecemasanIndikator yang diamati
Siklus I
Siklus II
Rata-rata kecemasan psikologis 18,6% 12,1%
Rata-rata kecemasan somatic 12,8% 7,9%
Rata-rata kecemasan kognitif 20,4% 11,4%
Rata-rata kecemasan motorik 10,3% 5,2%
Rata-rata kecemasan total 15,5% 9,2%
Psikologis
Somatik
Kognitif
Motorik
89
12 .1
7 .9
11.4
5 .2
0
2
4
6
8
10
12
14
16
18
20
22
1 2 3 4
Keterangan: Aspek Kecemasan:
Berdasarkan hasil pengamatan secara keseluruhan diperoleh data
bahwa kecemasan siswa telah mengalami penurunan yang cukup baik. Hal ini
ditandai dengan menurunnya kecemasan belajar siswa dar siklus I sampai
siklus II. Hal ini terihat dari rata-rata persentase aspek kecemasan
pada siklus I sebesar 18,6% menjadi 12,1% pada siklus II. Sedangkan rata-rata
persentase aspek kecemasan pada siklus pertama sebesar 12,8% dan
menjadi 7,9% pada siklus kedua. Jika dibandingkan data tersebut
menunjukkan bahwa siswa sudah mulai berani dan percaya diri dalam hal
mengerjakan soal matematika.
Aspek kecemasan lain yang juga mengalami penurunan adalah aspek
. Hal ini ditandai oleh penurunan aspek kecemasan siswa.
Aspek kecemasan mengalami penurunan pada siklus I sebesar 20,4%
kemudian menurun menjadi 11,4% di siklus II. Sedangkan aspek kecemasan
Diagram. 3
Diagram Batang Penurunan Persentase Kecemasan Belajar
Siklus I
Siklus II18.6
12.8
20.4
10.3
pers
enta
se
aspek kecemasan
1. Psikologis
2. Somatik
3. Kognitif
4. Mortorik
psikologis
somatik
kognitif motorik
kognitif
90
mengalami penurunan sedikit. Hal ini ditandai dengan beberapa
indikator pada aspek kecemasan yang sukar untuk diamati. Aspek
mengalami penurunan sebesar 5,1% dari 10,3% pada siklus I menjadi
9,2% pada siklus II.
Dari keempat aspek indikator tersebut terlihat bahwa penurunan setiap
aspeknya memilki rata-rata penurunan yang hampir sama, hanya saja pada
aspek kecemasan terjadi penurunan tertinggi yaitu sebesar 9%.
Berdasarkan tabel di atas diperoleh informasi bahwa rata-rata
persentase kecemasan belajar siswa mengalami penurunan 6,3%. Pada siklus I
sebesar 15,5% menjadi 9,2% pada siklus II. Data pada tabel tersebut juga
menunjukkan bahwa tindakan yang dilakukan pada siklus telah dapat
memperbaiki/mengurangi sebagian besar aspek kecemasan yang masih tinggi
pada siklus I, seperti takut pada saat megerjakan soal, menghindari pertanyaan
guru, sulit berkonsentrasi, dan lupa saat ditanya oleh guru. Penurunan
kecemasan siswa dari siklus I ke siklus II diiringi dengan meningkatnya hasil
belajar matematika siswa.
Hasil belajar dijadikan sebagai pendukung menurunnya kecemasan
belajar siswa. Berdasarkan hasil penelitian didapat bahwa kecemasan siswa
memberi pengaruh terhadap hasil belajarnya. Perolehan i tes hasil belajar
matematika siswa pada setiap akhir siklus disajikan pada tabel berikut:
Statistik Siklus I Siklus II
Nilai Tertinggi 100 100
Nilai Terendah 60 74
Rata-rata 83,48 90,38
Berdasarkan tabel 14 tersebut diperoleh informasi bahwa hasil belajar
siswa selalu mencapai hasil rata-rata yang baik yaitu di atas 80. Rata-rata nilai
pada siklus II mengalami peningkatan 6,9 yaitu dari yang sebelumnya 83,48
menjadi 90,38. Pada siklus I masih ada siswa yang mendapat nilai di bawah
motorik
motorik
motorik
kognitif
Tabel. 14Statistik Deskriptif Peningkatan Hasil Belajar Siswa
91
KKM yaitu 63, namun pada siklus II nilai terendahnya adalah 74 dan sudah
tidak ada lagi siswa yang mendapat nilai di bawah KKM. Peningkatan hasil
belajar jika disajikan dalam diagram batang adalah sebagai berikut.
Berdasarkan data yang telah dipaparkan di atas, menunjukkan bahwa
pembelajaran matematika realistik dapat mengurangi kecemasan belajar
matematika siswa. Kegiatan belajar menjadi lebih kondusif karena siswa ikut
berperan aktif dalam proses pembelajaran dan penggunaan benda-benda real
mampu mengurangi kecemasan siswa dalam belajar matematika.
Penelitian ini diawali dengan latar belakang masalah yaitu masih
banyaknya siswa kelas III SDN Pasir Gunung Selatan 2 Depok yang
mengalami kecemasan ketika mereka belajar matematika, l belajar
matematika siswa yang masih banyak di bawah KKM yaitu 63, serta
persentase kecemasan belajar matematika siswa sebesar 8,4%. Dari masalah-
masalah tersebut, peneliti menghendaki untuk memperbaiki proses
pembelajaran matematika di kelas tersebut, yaitu dengan menerapkan
pendekatan PMRI sehingga kecemasan belajar matematika mengalami
penurunan.
90.3883.48
0
10
20
30
40
50
60
70
80
90
100
1 2siklus ke-
rata
-rat
a ha
sil b
elaj
ar
Diagram. 4Diagram Batang Peningkatan Rata-rata
Hasil Belajar Matematika Siswa
D. Interpretasi Hasil Analisis
Siklus I
Siklus II
92
Metodologi yang digunakan dalam penelitian ini yaitu Penelitian
Tindakan Kelas (PTK). Hasil dari penelitian ini yaitu pada siklus I persentase
kecemasan belajar matematika siswa sebesar 15,5% dan rata-rata hasil belajar
matematika siswa 83,48. Sedangkan pada siklus II persentase kecemasan
belajar matematika siswa sebesar 9,2% dan rata-rata hasil belajar matematika
siswa sebsesar 90,38. Pada siklus II, seluruh indikator telah tercapai maka
penelitian berakhir sampai siklus II. Jadi, dengan diterapkannya pendekatan
Pendidikan Matematika Realistik Indonesia (PMRI) kecemasan belajar
matematika siswa mengalami penurunan sebesar 6,3% dan rata-rata hasil
belajar matematika siswa meningkat sebesar 6,9.
Penerapan pendekatan PMRI dapat mengurangi kecemasan belajar
siswa karena prinsip pembelajaran dari pendekatan PMRI ini terdiri dari 6
macam prinsip, antara lain:
dan .
Jadi dalam setiap pembelajaran yang lebih berperan akt lah siswa.
Penurunan kecemasan belajar matematika siswa ini dapat dilihat
dari hasil observasi yang menunjukkan bahwa rata-rata persentase
kecemasan belajar siswa pada siklus I adalah 15,5% dan menurun pada
siklus II menjadi 9,2%
Pada siklus I dari hasil pengamatan menunjukkan siswa cukup
senang dan semangat belajar dengan diterapkannnya pendekatan PMRI.
Dengan adanya antusias dan semangat siswa dalam belajar matematika
dengan pendekatan PMRI dapat menginformasikan bahwa pendekatan
E. Pembahasan Temuan Penelitian
1. Penerapan pendekatan
(PMRI) dapat mengurangi kecemasan belajar matematika siswa
2. Siswa memiliki respon positif terhadap pembelajaran matematika
dengan penerapan pendekatan PMRI
Pendidikan Matematika Realistik Indonesia
prinsip aktivitas, prinsip nyata, prinsip
bertahap, prinsip saling menjalin, prinsip interaksi prinsip bimbingan
93
PMRI ini dapat menciptakan respon positif siswa terhadap pelajaran
matematika.
Berdasarkan hasil jurnal yang diperoleh respon positif siswa dari
siklus I sebesar 81,4% menjadi 94,9% pada siklus II. Sehingga mengalami
peningkatan sebesar 13,5% dengan rata-rata keseluruhan siswa yang
merespon positif pada siklus I dan siklus II sebesar 88,2%, sedangkan rata-
rata siswa yang merespon negatif diperoleh 6,8% pada siklus I menjadi
5,1% pada siklus II, ini artinya sebagian besar siswa memiliki respon yang
positif terhadap pembelajaran matematika dengan penerapan pendekatan
PMRI.
Penurunan kecemasan belajar siswa dengan penerapan pendekatan
PMRI dapat meningkatkan hasil belajar siswa. Peningkatan hasil belajar
siswa terlihat dari hasil tes akhir siklus I dan siklus II yang nilai rata-
ratanya meningkat, meskipun hanya 6,90 yaitu dari yang sebelumnya
83,48 pada siklus I menjadi 90,38 pada siklus II.
3. Penerapan pendekatan PMRI dapat meningkatkan hasil belajar
matematika
95
Berdasarkan deskripsi data dan pembahasan pada bab sebelumnya
dapat disimpulkan hal-hal sebagai berikut:
1. Penerapan pendekatan
(PMRI) dapat mengurangi kecemasan belajar matematika siswa. Hal ini
terlihat dari adanya penurunan rata-rata persentase kecemasan belajar
matematika dari sebelumnya 15,5% pada siklus I menjadi 9,2% pada
siklus II.
2. Selain dapat mengurangi kecemasan belajar matematika siswa, penerapan
pendekatan PMRI ini juga dapat meningkatkan hasil belajar matmatika
siswa. Hal ini terlihat dari adanya peningkatan nilai ata-rata hasil belajar
siswa yang sebelumnya rata-rata hasil belajar matematika siswa 83,48
pada siklus I menjadi 90,38 pada siklus II.
3. Respon siswa terhadap penerapan pendekatan PMRI sangat positif. Hal ini
ditunjukkan dengan adanya peningkatan rata-rata respon positif siswa dari
81,4% pada siklus I menjadi 94,9% pada siklus II. Dan suda tidak ada
siswa yang merespon netral pada siklus II.
1. Berdasarkan penelitian ini, hendaknya guru matematika di SDN Pasir
Gunung Selatan 2 Depok bersedia menerapkan pendekatan PMRI sebagai
salah satu pendekatan inovatif dalam mengajarkan mata pelajaran
Matematika. Karena penelitian ini terbukti bahwa siswa sangat senang dan
aktif dalam pembelajaran matematika sehingga dapat mengurangi
kecemasan belajar matematika siswa.
2. Guru diharapkan dapat mengembangkan kreatifitas dalam membuat soal-
soal diskusi dengan lebih mengaitkan masalah pada kegiatan sehari-hari
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
B. Saran
Pendidikan Matematika Realistik Indonesia
95
siswa serta lebih variatif dalam mengkombinasikan pendekatan PMRI
tersebut dengan metode dan strategi belajar yang lain.
3. Dalam proses pembelajaran di kelas perlu diciptakan suasana kompetitif
bersaing antar siswa atau diadakan yang dapat memberikan
semangat belajar yang lebih tinggi dan dapat mengurangi kecemasan
belajar matematika siswa.
games
96
A.M, Sardirman. 2007. . Jakarta: PT. Grafindo Persada. Ed.1, Cet Ke-14.
Anita, L dan Indiyani, E. K., Vol.3 No.1 Juni 2006.
.
Anitah, W. S., Manoy. J. T., & Susanah. 2008. . Jakarta: Universitas Terbuka,. Cet Ke-3.
Arikunto, S. 2009. . Jakarta: Bumi Aksara.
Arikunto, S. 2007. . Jakarta: PT Bumi Aksara. Cet ke-4.
Chaplin, J. P. 2004. . Jakarta: PT Raja Grafindo Persada. ed.I. Cet Ke-9.
Departemen Pendidikan Nasional. 2003.. Jakarta: Citra Umbara.
Fardhana, N. A. . http://adln.lib.unair.ac.id/go.php?id=jiptunair-gdl-res-2004-nur-927-matematika (14 Juli 2010 pukul 17:27)
Hermawan, H. A dan Asra. D, L. 2007. . Bandung: UPI PRESS.
Holmes, D. S. 1997. . New york: Longman. 3 ed.
Julie, H. Vol.13 No.1 Oktober 2002. , Widya
Darma,.
Martuti, A. 2009. . Yogyakarta: Kreasi Wacana. Cet Ke-1.
Nevid, S. J. 2003. . Jakarta: Erlangga.
Palinussa. L. A. Vol.1 No. 1 April 2002.
, Mathedu Jurnal Pendidikan Matematika.
DAFTAR PUSTAKA
Interaksi dan Motivasi Belajar Mengajar
Efektivitas Metode Pembelajaran Gotong Royong (cooperative learning) Untuk Menurunkan Kecemasan Siswa Dalam Menghadapi Pelajaran Matematika
Strategi Pembelajaran Matematika
Dasar-dasar Evaluasi Pendidikan
Penelitian Tindakan Kelas
Kamus Lengkap Psikologi
Undang Undang Sistem Pendidikan Nasional (SISDIKNAS)
Kecemasan Siswa Pada Bidang Matematika Di Sltp Surabaya
Belajar dan Pembelajaran SD
Abnormal Psychology rd
Pembelajaran Matematika Dengan Pendekatan Realistik Dan Beberapa Contoh Pembelajarannya
Pendidik Cerdas dan Mencerdaskan
Psikologi Abnormal
Pembelajaran Matematika Realistik Untuk Materi Belah Ketupat Dan Layang-layang Di Kelas VII SMP Negeri 19 Ambon
97
Putri Indra, R. I.
, dalamhttp://p4mriunsri.files.wordpress.com/2009/11/sinopsis_disertasi_ratu_ilma_unsri_20101.pdf (diakses pada 9 Oktober 2010, pukul 12:16)
Putri Indra, R. I.,
Forum Kependidikan, No. 2 Tahun 22, Maret 2003.
Riyanto, Y. 2009. . Jakarta: Kemcana. Cet Ke-1.
Sanjaya, W. 2007.. Jakarta: Kencana. Cet Ke-2.
Smith, E. R dan Passer, W. M. 2003. , The Science Of Mind And Behavior. Canada: Mc Grawwhill Company.
Soeharjono, L dan Warsiki, E. G. . (dalam artikel Majalah Psikiater Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga Surabaya).
Sugiyono. 2008. . Bandung: Alfabeta.
Suharta Putu, I. G. Vol 38 No: 4 Tahun 2005.
).
Suherman, E., Turmudi, Suryadi, D., Herman. T., Suhendra, Prabawanto, S., Nurjanah, & Rohayati, A. 2002.
. Bandung: JICA.
Supinah, 2008. . Yogjakarta: Pengembangan dan
Pemberdayaan Pendidik dan Tenaga Kependidikan Matematika.
Suryanto, Vol.19 No.3 Juni 2000. , Cakrawala Pendidikan,
Suwangsih, E. 2006. . Bandung: UPI PRESS.
Syah, M. 2010. . Jakarta: Rajawali Pers. Ilmu.
Trianto. 2007. . Surabaya: Prestasi Pusaka.
Pengaruh Pendekatan Pembelajaran Dan Bentuk Tes Format Terhadap Hasil Belajar Matematika Dengan Mengontrol In i Siswa SD di Palembang
Pengembangan Pengevaluasian Perangkat Pembelajaran Statistika Menggunakan Pendekatan RME Di SLTP Negeri 1 Palembang
Paradigma Baru Pembelajaran
Strategi Pembelajaran Berorientasi Standar Proses Pendidikan
Psychology
Kecemasan Pada Anak Dan Remaja
Metode Penelitian Pendidikan
Pengembangan Perangkat Pembelajaran Pecahan Dengan Menggunakan Pendekatan Matematika Realistik (PMR
Sterategi Pembelajaran Matematika Kontemporer
Pembelajaran Matematika SD dengan Pendekatan Kontekstual dalam Melaksanakan KTSP
Pendekatan Realistik Suatu Inovasi Pembelajaran Matematika
Model Pembelajaran Matematika
Psikologi Belajar
Model-model Pembelajaran Inovatif Berorientasi Konstruktivis ik
98
Trismiati. Vol. 1 No. 1, Juli 2004.
. Jurnal Psyche.
Wiramihardja, A. S. 2007. . Bandung: PT Refika Aditama. Cet Ke-2.
Wuryani, D. S. E. 2006. . Jakarta: PT Grasindo. Cet Ke-3.
Zulkardi. 2001. , (Makalah disajikan pada seminar sehari di UPI Bandung tanggal
4 April 2001)
http://p4tkmatematika.org/2008/11/guru-kunci-utama-atasi-fobia-matematika/ (21 Juni 2010 jam 10:05)
http://translate.googleusercontent.com/translate_c?hl=id&langpair=en|id&u=http://www.mathgoodies.com/articles/math_anxiety_model.html&rurl=translate.google.co.id&usg=ALkJrhidrEh5djKAkCSeeMqamJdrtEzNRA (23 Januari 2011 pukul 09:14)
http://p4mriunp.wordpress.com/2009/10/31/karakteristik-pendidikan-matematika-realistik/ (diakses pada 23 Juli 2010 pukul 10.26)
Perbedaan Tingkat Kecemasan Antara Pria dan Wanita Akseptor Kontrasepsi Mantap di RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta
Psikolosi Pengantar Abnormal
Psikologi Pendidikan
RME: Teori, Contoh Pembelajaran dan Taman Belajar di Internet