PENERAPAN PERENCANAAN PAJAK
SEBAGAI UPAYA PENGHEMATAN PAJAK
PADA PT. MEGATAMA SPRING
SKRIPSI
Oleh
Agus Wijatmoko
008200900201
Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat
Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Ekonomi
Pada Fakultas Ekonomi, President University
President University
Bekasi - Indonesia
2013
iv
PENERAPAN PERENCANAAN PAJAK SEBAGAI UPAYA PENGHEMATAN PAJAK PADA PT. MEGATAMA SPRING
Abstrak
Tujuan dari penelitian ini yang pertama adalah untuk mengatahui penerapan perencanaan pajak yang baik dan benar sesuai dengan peraturan perpajakan sehingga dapat menghemat pembayaran pajak. Tujuan yang kedua adalah untuk memberitahukan kepada masyarakat dalam hal ini wajib pajak bahwa penerapan perencanaan pajak yang baik dan benar bisa dijadikan sebagai upaya dalam melakukan penghematan pajak.
Jenis penelitian yang akan dipakai adalah penelitian deskriptif kualitatif studi kasus.
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa untuk menghemat pembayaran pajak pada PT. Megatama Spring dapat dilakukan melalui beberapa hal yaitu untuk perhitungan PPh pasal 21 menggunakan metoda gross up, melakukan pemungutan atas penjualan aktiva tetap yang berhubungan langsung dengan kegiatan usaha, membuat daftar nominatif atas biaya jamuan yang berkaitan dengan kegiatan usaha, serta menganalisa dan memisahkan biaya perjalanan dinas antara yang berkaitan dan yang tidak berkaitan dengan kegiatan usaha.
Saran dalam penelitian ini adalah agar perencanaan pajak di PT. Megatama Spring dilaksanakan karena perusahaan memiliki keuntungan yaitu menghemat pembayaran pajak dengan melalui perhitungan PPh pasal 21 menggunakan metoda gross up, melakukan pemungutan atas penjualan aktiva tetap yang berhubungan langsung dengan kegiatan usaha, membuat daftar nominatif atas biaya jamuan yang berkaitan dengan kegiatan usaha, serta menganalisa dan memisahkan biaya perjalanan dinas antara yang berkaitan dan yang tidak berkaitan dengan kegiatan usaha.
Kata kunci: Perencanaan pajak, Pajak penghasilan.
vii
DAFTAR ISI
Surat Rekomendasi Pembimbing…………………………………………………..i
Lembar Persetujuan Panitia Penguji Skripsi………………………………………ii
Lembar Pernyataan Keaslian Skripsi……………………………………………..iii
Abstrak...………………………………………………………………………….iv
Kata Pengantar…………………………………………………………………….v
Daftar Isi…………………………………………………………………………vii
Daftar Singkatan………………………………………………………………......x
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Penelitian..……………………………….….......................1
1.2 Rumusan Masalah dan Batasan Masalah…………….….……………..…..3
1.3 Tujuan Penelitian………………………………………………………..….4
1.4 Manfaat Penelitian………………………………………………...………..4
1.5 Sistematika Pembahasan…………………………………………..…….…5
BAB I LANDASAN TEORI
2.1 Perpajakan…………………..………...…………………………...……….7
2.1.1 Pengertian Pajak……………………………………….………..…...7
2.1.2 Fungsi Pajak……………………………………………….…..…….7
2.1.3 Sistem Perpajakan………………………………………….….…….8
2.1.4 Jenis-jenis Pajak……………………………………………….….…9
viii
2.1.5 Sistem Pemungutan Pajak……………………………….…………10
2.2 Perencanaan Pajak……………………………………………………..….11
2.2.1 Pengertian Perencanaan Pajak ……………………………….….…11
2.2.2 Motivasi Dilakukannya Perencanaan Pajak …………………...…..12
2.2.3 Tahapan Dalam Membuat Perencanaan Pajak ………………...…..13
2.3 Peraturan Perpajakan Di Indonesia………………………………...……..14
2.3.1 Penghasilan……………………………………….………….…….14
2.3.2 Biaya…………………………………………………………….…16
2.3.3 Tarif Pajak………………………………………………………….18
2.4 Laporan Keuangan Komersial dan Fiskal…………………………..…….19
2.4.1 Perbedaan Antara Laporan Keuangan Komersial dengan Fiskal…..19
2.5 Penerapan Perencanaan Pajak……………………………………...……..20
BAB III METODOLOGI PENELITIAN DAN KONDISI PERUSAHAAN
3.1 Objek dan Jenis Penelitian………………………………………….……..24
3.2 Metoda Pengumpulan Data………………………………………….……24
3.3 Jenis dan Sumber Data……………………………………………………25
3.4 Metoda Analisis Data……………………………………………………..25
3.5 Kondisi Perusahaan……………………………………………………….26
3.5.1 Gambaran Umum Perusahaan……………………………………...26
3.5.2 Visi dan Misi Perusahaan…………………………………………..26
3.5.3 Struktur Organisasi Perusahaan………………………………...….26
ix
3.6 Laporan Keuangan Perusahaan…………………………………………...29
3.6.1 Laporan Keuangan Komersial…………………………………..….29
3.6.2 Laporan Fiskal…………………………………………………..….31
3.6.3 Kebijakan Akuntansi Perusahaan……………………………….….31
BAB IV ANALISA DAN EVALUASI
4.1 Laporan Keuangan Perusahaan…………………………………………...35
4.2 Rekonsiliasi Fiskal………………………………………………………...47
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan……………………………………………………………..…49
5.2 Saran……………………………………………………………………....50
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
1. Daftar Nominatif Biaya Entertainment dan Sejenisnya
2. Surat Keterangan Penelitian Perusahaan
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Penelitian
Penerimaan Negara merupakan tulang punggung pelaksanaan kegiatan
pemerintahan, terutama untuk mencapai kemandirian dan keberlangsungan dalam
membiayai pengeluaran yang semakin waktu semakin bertambah besar. Untuk
membiayai pengeluaran tersebut, diperlukan peneriman Negara baik dari
penerimaan pajak maupun penerimaan bukan pajak. Penerimaan sektor pajak dari
tahun ke tahun diharapkan akan selalu meningkat seiring dengan perkembangan
dan kemajuan pembangunan di segala bidang. Sementara itu selain penerimaan
pajak, seperti yang telah disinggung di atas, pendapatan Negara juga berasal dari
penerimaan bukan pajak yang antara lain:
• Penerimaan dari pemanfaatan sumber daya alam seperti minyak dan gas
• Penerimaan dari Badan Layanan Umum
• Pengelolaan Kekayaan Negara
• Pembagian laba BUMN
• Hibah
• Penerimaan bukan pajak lain-lain.
Andalan pemerintah sekarang ini dalam penerimaan Negara adalah dari sektor
perpajakan, yang mana ini bisa dilihat dari APBN sekitar 70% penerimaan
Negara berasal dari sektor perpajakan. Begitu besarnya peranan sektor perpajakan
dalam mendukung penerimaan Negara, maka dibutuhkan kesadaran seluruh
lapisan masyarakat akan pentingnya pajak bagi kehidupan berbangsa dan
bernegara. Tabel dibawah ini menunjukan statistik penerimaan pajak dan bea
cukai (dalam milyaran Rupiah) sejak tahun 2006.
2
Jenis Penerimaan
2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012
Sudah Sudah Sudah Sudah Sudah APBN APBN
Diaudit Diaudit Diaudit Diaudit Diaudit
Perubahan Penerimaan Pajak Domestik
395,971.5
470,051.9
622,358.7
601,251.7
720,764.5 831,745.3 963,793.8
Pajak Penghasilan
208,833.1
238,431.0
327,497.7
317,615.0
362,219.0 431,977.0 510,329.7
Pajak Pertambahan Nilai
123,035.9
154,526.8
209,647.4
193,067.5
262,963.0 298,441.4 335,248.9 Pajak Bumi dan Bangunan
20,858.5
23,723.5
25,354.3
24,270.2
25,319.2 29,057.7 29,687.5
BPHTB
3,184.5
5,953.4
5,573.1
6,464.5
7,155.5 - -
Cukai (Excises)
37,772.1
44,679.5
51,251.8
56,718.5
59,265.9 68,075.1 83,266.6
Lain-lain
2,287.4
2,737.7
3,034.4
3,116.0
3,841.9 4,193.8 5,261.0 Pajak Perdaganan International
13,231.5
20,936.8
36,342.1
18,670.5
22,561.4 46,939.9 47,944.1
Bea Impor
12,140.4
16,699.4
22,763.8
18,105.5
17,106.8 21,500.8 24,737.9
Bea Ekspor
1,091.1
4,237.4
13,578.3
565.0
5,454.6 25,439.1 23,206.2 Jumlah Penerimaan Pajak
409,203.0
490,988.7
658,700.8
619,922.2
743,325.9 878,685.2 1,011,737.9
Jumlah Penerimaan dan Hibah
637,987.2
707,806.1
981,609.4
848,763.0
992,398.8 1,169,914.6 1,344,476.9
Kontribusi Pajak 64.1% 69.4% 67.1% 73.0% 74.9% 75.1% 75.3% (sumber: Data diolah dari website Kementrian Keuangan Republik Indonesia)
Berdasarkan tabel diatas, jelas terlihat bahwa kontribusi pajak dan bea cukai yang
semakin meningkat dalam pembiayaan Negara dan Pemerintahan. Untuk itu,
semua masyarakat semestinya memahami perpajakan.
Namun bagi perusahaan atau badan usaha, pajak merupakan salah satu
beban utama yang akan mengurangi laba bersih maka wajar jika tidak satupun
perusahaan atau badan usaha yang dengan senang hati dan suka rela membayar
pajak. Minimalisasi beban pajak dapat dilakukan dengan berbagai cara, mulai dari
penggelapan pajak (tax evation) atau dengan penghindaran pajak (tax avoidance).
Penggelapan pajak merupakan cara meminimalisasi atau menghapus sama sekali
utang pajak yang tidak sejalan dengan ketentuan perundang-undangan perpajakan,
yang diantaranya:
• Melaporkan penjualan lebih kecil dari data sebenarnya.
• Menggelembungkan biaya perusahaan dengan membebankan biaya fiktif.
• Melakukan transaksi ekspor fiktif.
3
• Memalsukan dokumen perusahaan.
• Melakukan pembayaran dividen secara diam-diam.
Upaya minimalisasi dengan cara ini, selain tidak sejalan dengan prinsip
manajemen dan etika bisnis, juga melanggar hukum pidana yang mana sanksinya
bisa berupa sanksi administrasi dan bisa berupa hukuman penjara.
Sedangkan penghindaran pajak (tax avoidance), walaupun masih
mempunyai konotasi yang sama sebagai tindakan kriminal, namun suatu hal yang
jelas berbeda disini, bahwa penghindaran pajak adalah perbuatan legal yang masih
dalam ruang lingkup perpajakan dan tidak melanggar ketentuan peraturan
perundang-undangan perpajakan.
Perencanaan pajak adalah tindakan penstrukturan yang terkait dengan
konsekuensi potensi pajaknya, yang penekanannya kepada pengendalian setiap
transaksi yang ada konsekuensi pajaknya. Tujuannya adalah bagaimana
pengendalian tersebut dapat mengefisiensi jumlah pajak yang akan ditransfer ke
pemerintah, melalui apa yang disebut sebagai penghindaran pajak (tax avoidance)
dan bukan penyelundupan pajak (tax evasion) yang merupakan tindak pidana
fiskal yang tidak akan ditoleransi (Mohammad Zain.,2008).
Berdasarkan uraian diatas tentang pentingnya perencanaan pajak (tax
planning) bagi pemenuhan kewajiban perpajakan suatu perusahaan dan
penghematan pengeluaran biaya pajak bagi operasional perusahaan, maka penulis
ingin meneliti tentang penerapan perencanaan pajak sebagai upaya penghematan
pajak pada PT. Megatama Spring.
1.2 Rumusan Masalah dan Batasan Masalah
Sesuai dengan latar belakang masalah yang telah dijabarkan di atas, maka
dapat diidentifikasi rumusan masalah dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Bagaimana pelaksanaan perencanaan pajak (tax planning) yang baik dan
benar sehingga dapat menghemat pembayaran pajak.
4
2. Bagaimana perusahaan melaksanakan pemenuhan kewajiban perpajakan
dengan menggunakan perencanaan pajak (tax planning) secara lengkap
sesuai dengan Undang-undang Perpajakan,
Untuk memudahkan dalam melakukan penelitian ini maka peneliti akan
menggunakan batasan masalah yang diantaranya:
1. Di dalam penelitian ini, perencanaan pajak yang akan di bahas adalah
suatu perencanaan yang dikaitkan dengan pemilihan biaya-biaya yang bisa
menjadi pengurang (deductible).
2. Peneliti akan menganalisa laporan keuangan dan laporan pajak tahun 2011.
1.3 Tujuan Penelitian
Sesuai dengan latar belakang masalah dan rumusan masalah yang telah
dijabarkan di atas, tujuan yang hendak dicapai dalam penelitian ini adalah sebagai
berikut:
1. Untuk mengetahui penerapan perencanaan pajak (tax planning) yang baik
dan benar sesuai dengan peraturan perpajakan sehingga dapat menghemat
pembayaran pajak.
2. Untuk memberitahukan kepada masyarakat dalam hal ini wajib pajak
(WP) bahwa perencanaan pajak (tax planning) yang baik dan benar bisa
dijadikan sebagai upaya dalam melakukan penghematan pajak.
1.4 Manfaat Penelitian
Dari tujuan penelitian yang ditetapkan, manfaat yang ingin dicapai dari
penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Bagi perusahaan, pembahasan perencanaan pajak ini diharapkan dapat
memberikan acuan pelaksanaan yang baik dan benar sesuai dengan
legalitas Undang-undang perpajakan.
5
2. Pembahasan perencanaan pajak ini diharapkan memberi kemudahan
kepada fiskus dalam melakukan pemeriksaan perencanaan pajak yang
dibuat oleh wajib pajak.
1.5 Sistematika Pembahasan
Untuk memudahkan pemahaman dalam penelitian ini maka perlu adanya
penyusunan yang sistematis. Adapun sistematika pembahasaanya dalam skripsi
ini terdiri dari lima bab dan didalam tiap bab terbagi dalam sub-sub bab. Adapun
rincian masing-masing bab adalah sebagai berikut:
BAB I PENDAHULUAN
Pada bab ini dijelaskan mengenai latar belakang masalah, rumusan masalah
dan batasan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian dan sistematika
penulisan.
BAB II LANDASAN TEORI
Dalam bab ini akan diuraikan mengenai tinjauan literatur yang berkaitan dan
menjadi acuan dalam pembahasan materi penelitian.
BAB III METODA PENELITIAN DAN KONDISI PERUSAHAAN
Dalam bab ini akan dijelaskan mengenai jenis penelitian, metoda penelitian,
teknik pengumpulan data dan juga sejarah singkat perusahaan, struktur organisasi
perusahaan dan laporan keuangan perusahaan serta kebijakan akuntansi
perusahaan.
BAB IV ANALISA DAN EVALUASI
Dalam bab ini akan dijelaskan tentang analisa dan evaluasi dari peneliti
dengan membandingkan antara kondisi yang ada diperusahaan dengan teori yang
berkaitan.
6
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN
Bab ini berisi kesimpulan dari penelitian dan saran-saran yang dapat penulis
berikan kepada perusahan tempat penulis melakukan penelitian.
7
BAB II
LANDASAN TEORI
2.1 Perpajakan
2.1.1 Pengertian Pajak
Pajak adalah iuran rakyat kepada kas Negara berdasarkan undang-undang
sehingga dapat dipaksaan dengan tiada mendapat balas jasa secara langsung
Pajak dipungut penguasa berdasarkan norma-norma hukum untuk menutup biaya
produksi barang-barang dan jasa kolektif untuk mencapai kesejahteraan umum
(Wikipedia). Adapun definisi pajak secara resmi yang dimuat dalam Undang-
undang Nomor 28 Tahun 2007 yang merupakan perubahan ketiga atas Undang-
undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan
(disingkat “UU KUP”) adalah kontribusi wajib kepada Negara yang terutang oleh
orang pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan undang-undang,
dengan tidak mendapatkan imbalan secara langsung dan digunakan untuk
keperluan Negara bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.
2.1.2 Fungsi Pajak
Fungsi pajak berarti kegunaan pokok, manfaat pokok dari pajak itu sendiri.
Pada umumnya dikenal dua macam fungsi pajak yaitu:
1. Fungsi budgetair (pendanaan)
Fungsi budgetair disebut juga fungsi utama pajak, atau fungsi fiskal yaitu
pajak dipergunakan sebagai alat untuk memasukan dana ke kas Negara
secara optimal berdasarkan undang undang perpajakan yang berlaku.
2. Fungsi regulair (mengatur)
Fungsi regulair disebut juga fungsi tambahan yaitu pajak digunakan
sebagai alat untuk mencapai tujuan-tujuan tertentu yang letaknya diluar
bidang keuangan. Disebut juga fungsi tambahan karena hanya sebagai
8
fungsi pelengkap dari fungsi utama pajak sebagai sumber pemasukan dan
penerimaan dana bagi pemerintah.
2.1.3 Sistem Perpajakan
Terdapat tiga unsur pokok pemungutan pajak yang harus saling terkait satu
sama lainnya. Kesuksesan pelaksanaan administrasi perpajakan tergantung pada
keharmonisan ketiga unsur tersebut. Ketiga unsur tersebut adalah:
1. Kebijakan Perpajakan
Kebijakan perpajakan merupakan pemilihan unsur-unsur dari berbagai
alternatif perpajakan yang tersedia terhadap tujuan yang akan dicapai.
Pemilihan unsur-unsur tersebut berhubungan dengan siapa yang akan
dikenakan pajak (subjek pajak), apa yang akan dikenakan pajak (objek
pajak), cara perhitungan dan prosedur pajak.
2. Undang-undang Pajak
Dari berbagai kebijakan perpajakan tersebut diatas untuk dapat
memberikan kepastian hukum tentang pemungutan pajak harus
dirumuskan dalam suatu peraturan formal yang disebut dengan undang-
undang perpajakan dan peraturan pelaksanaannya. Undang-undang yang
baik harus mudah dimengerti dan mudah dipahami sehingga tidak
menyusahkan pembuat dan pemakai undang-undang itu sendiri.
3. Administrasi Perpajakan
Administrasi pajak merupakan instrument untuk mengoperasionalkan
kebijakan perpajakan dan hukum perpajakan yang berlaku. Administrasi
pajak merupakan kunci bagi berhasilnya kebijakan perpajakan. Admistrasi
perpajakan merupakan prosedur atau tata cara yang lebih rinci dan teknis
yang dibutuhkan untuk memenuhi kewajiban yang diatur dalam undang-
undang. Misalnya, bagaimana prosedur mendaftar sebagai WP, prosedur
mengisi dan menyampaikan Surat Pemberitahuan.
9
2.1.4 Jenis-jenis Pajak
Dalam penjelasan berbagai literature ilmu keuangan Negara dan pengantar
ilmu hukum pajak terdapat perbedaan atau penggolongan pajak serta jenis-jenis
pajak. Perbedaan pembagian atau penggolongan tersebut didasarkan pada suatu
kriteria, seperti siapa yang membayar pajak. Apakah beban pajak dapat di
limpahkan kepada pihak lain, siapa yang memungut, serta sifat-sifat yang melekat
pada pajak yang bersangkutan. Berikut ini adalah pembagian jenis pajak
berdasarkan kriteria di atas:
1. Menurut Golongan
a. Pajak Langsung, yaitu pajak yang pembebanannya tidak dapat
dilimpahkan kepada pihak lain, tetapi harus menjadi beban langsung wajib
pajak yang bersangkutan, misalnya Pajak Penghasilan (PPh).
b. Pajak Tidak Langsung, yaitu pajak yang pembebanannya dapat
dilimpahkan kepada pihak lain, misalnya Pajak Pertambahan Nilai (PPN)
dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPn BM)
2. Menurut Sifatnya
a. Pajak Subjektif, yaitu pajak yang waktu pengenaannya yang pertama
diperhatikan adalah subjek pajaknya. Setelah subjeknya diketahui barulah
menentukan objeknya, contoh WP adalah PPh.
b. Pajak Objektif, yaitu pajak yang pada waktu pengenaannya yang pertama
diperhatikan adalah objeknya, setelah objeknya diketahui barulah
menentukan subjeknya, contohnya adalah PPN dan PBB
3. Menurut Lembaga Institusi Pemungutan
a. Pajak Pusat, yaitu pajak yang di administrasikan pemerintah pusat dalam
hal ini adalah Kementerian Keuangan yakni Direktorat Jendral Pajak,
misalnya PPN dan PPh.
10
b. Pajak Daerah, yaitu pajak yang di administrasikan oleh pemerintah daerah.
2.1.5 Sistem Pemungutan Pajak
Terdapat empat sistem pemungutan pajak menurut Mansyuri (2002) yaitu
sebagai berikut:
1. Official Assesment System yaitu suatu sistem pemungutan pajak dimana
wewenang untuk menghitung besarnya pajak terhutang oleh seseorang
berada pada pemungut atau aparatur pajak, dalam hal ini WP bersifat pasif,
menunggu ketetapan dari aparatur pajak, hutang baru timbul bila sudah
ada surat ketetapan pajak dari aparatur pajak.
2. Self Assesment System yaitu sistem pemungutan pajak dimana wewenang
untuk menghitung besarnya pajak terhutang berada pada WP dalam sistem
ini, WP harus aktif menghitung, memperhitungkan, menyetor dan
melaporkan sendiri pajaknya. Fiskus tidak turut campur dalam perhitungan
besarnya pajak terhitung kecuali WP menyalahi aturan.
3. Full Self Assesment System yaitu suatu sistem perpajakan dimana
wewenang untuk menghitung besarnya pajak terhutang oleh Wajib Pajak
itu sendiri dalam menghitung, menyetor dan melaporkan sendiri pajaknya.
Fiskus tidak turut campur dalam penentuan besarnya pajak yang terhutang.
4. Withholding System yaitu sistem pemungutan pajak dimana WP diberi
wewenang untuk menentukan objek pajak yang terkait dengan
transaksinya dengan pihak lain dan menentukan besarnya pajak yang harus
dipotong atau dipungutnya sesuai dengan objek pajak tersebut serta
menyetorkan dan melaporkan pajak yang telah dipotong atau dipungut.
Sistem pemungutan pajak yang dianut oleh Indonesia adalah self assessment
system yang mengharuskan WP untuk menghitung, memperhitungkan, menyetor
dan melaporkan kewajiban pajaknya sendiri. Dalam hal ini WP dianggap paling
11
tahu mengenai besarnya pajak yang terhutang karena WP tentu lebih memahami
penghasilanya sendiri.
2.2 Perencanaan Pajak
2.2.1 Pengertian Perencanaan Pajak
Perencanaan pajak (tax planning) adalah suatu kapasitas yang dimiliki oleh
wajib pajak (WP) untuk menyusun aktivitas keuangan guna mendapat
pengeluaran/beban pajak yang minimal. Secara teoritis, tax planning sebagai
effective tax planning, yaitu seorang wajib pajak berusaha mendapat penghematan
pajak (tax saving) melalui prosedur penghindaran pajak (tax avoidance) secara
sistematis sesuai ketentuan UU perpajakan (Hoffman, 1961).
Perencanaan pajak mencakup pemahaman dan implementasi dari berbagai
strategi yang dapat meminimalisasi jumlah beban pajak dalam beberapa periode
(Karayan, 2002). Perencanaan pajak yang baik dapat menjadi sumber penyediaan
modal kerja perusahaan. Berikut ini ruang lingkup perencanaan pajak.
1. Upaya legal untuk menghemat beban pajak dengan memanfaatkan hal-hal yang
belum diatur dalam peraturan perpajakan (loopholes) dengan berbagai metoda
berikut ini:
a. Maximizing tax deductable: upaya membebankan biaya-biaya usaha, baik
yang dikeluarkan secara tunai maupun dalam bentuk non tunai semaksimal
mungkin yang diperbolehkan Undang-undang.
b. Legal standing of corporate entity: Mencari bentuk usaha yang tepat,
seperti CV/Fa atau PT, dengan tujuan menghemat pajak.
c. Melakukan konglomerasi usaha: berupaya penyatuan bentuk usaha secara
vertikal dan horizontal.
d. Memecah satu unit usaha menjadi beberapa perusahaan.
e. Tax deffered income: menunda pengakuan penghasilan.
12
2. Mengorganisasi usaha wajib pajak atau kelompok wajib pajak sehingga utang
pajak, baik pajak penghasilan maupun pajak-pajak lainya, dalam posisi
sehemat mungkin sesuai ketentuan Undang-undang pajak.
3. Mendeteksi cacat teoritis dari ketentuan Undang-undang pajak untuk
menemukan cara penghindaran pajak yang dapat menghemat pembayaran
pajak.
2.2.2 Motivasi Dilakukannya Perencanaan Pajak
Motivasi yang mendasari dilakukannya suatu perencanaan pajak (tax
planning) umumnya bersumber dari tiga unsur perpajakan, yaitu sebagai berikut:
a. Kebijakan perpajakan (tax policy)
Tax policy merupakan alternatif dari berbagai sasaran yang hendak dituju dalam
system perpajakan. Dari berbagai aspek tax policy terdapat faktor-faktor yang
mendorong dilakukannya tax planning, yaitu pajak apa yang akan dipungut, siapa
yang akan dijadikan subjek pajak, apa yang merupakan objek pajak, berapa
besarnya tarif pajak dan bagaimana prosedurnya.
b. Undang-undang perpajakan (tax law)
Dalam pelaksanaannya, Undang-undang selalu diikuti dengan ketentuan-
ketentuan lain, termasuk Undang-undang perpajakan yang diikuti oleh Peraturan
Pemerintah, Keputusan Presiden, Keputusan Menteri Keuangan, Keputusan
Dirjen Pajak. Dengan banyaknya ketentuan tersebut, membuka celah bagi wajib
pajak untuk menganalisis kesempatan guna perencanaan pajak yang baik.
c. Administrasi perpajakan (tax administration)
Indonesia masih mengalami kesulitan dalam melaksanakan administrasi
perpajakan secara memadai. Hal ini mendorong perusahaan untuk melakukan
perencanaan pajak yang baik agar terhindar dari sanksi administrasi maupun
pidana karena perbedaan penafsiran antara fiskus dan wajib pajak, luasnya aturan
perpajakan dan sistem informasi yang belum efektif.
13
2.2.3 Tahapan Dalam Membuat Perencanaan Pajak
Agar perencanaan pajak dapat berhasil sesuai dengan yang diharapkan, maka
rencana itu seharusnya dilakukan melalui urutan tahap-tahap berikut ini:
1. Menganalisa informasi yang ada
Pada tahap ini perencanaan pajak harus menganalisis dan mempertimbangkan
semua aspek yang mungkin terlibat dalam perencanaan pajak. Pertimbangan ini
menimbang segala kemungkinan keberhasilan maupun kegagalan dalam
pelaksanaan perencanaan pajak. Faktor-faktor yang perlu diperhatikan antara lain:
a. Fakta yang relevan. Dalam era globalisasi serta tingkat persaingan yang
semakin ketat maka seseorang manajer pajak dalam merencanakan pajak
untuk suatu organisasi dituntut harus benar-benar menguasai situasi yang
dihadapi baik dari segi internal maupun eksternal dan selalu mengamati
perubahan-perubahan yang terjadi agar perencanaan pajak dapat dilakukan
secara tepat, menyeluruh terhadap situasi maupun transaksi yang
mempunyai dampak perpajakan.
b. Faktor-faktor pajak. Dalam melakukan pembuatan perencanaan pajak perlu
diperhatikan faktor-faktor pajak dari suatu negara untuk menjamin
berhasilnya suatu perencanaan pajak.
2. Membuat satu model atau lebih rencana pajak
Model diperlukan untuk memberikan gambaran yang jelas mengenai perhitungan
perencanaan pajak. Sebaiknya model dibuatkan lebih dari satu agar dapat
dibandingkan dan lebih dapat terukur keuntungan dan kerugiannya. Sehingga
perencana pajak dapat memilih alternatif-alternatif yang tersedia.
3. Evaluasi perencanaan pajak
Mengevaluasi dengan analisa keuangan suatu perencanaan pajak misalnya
bagaimana perencanaan pajak mempengaruhi beban pajak, laba kotor atau
pengeluaran lain jika alternatif-alternatif dipilih atau dijalankan.
14
4. Mencari kelemahan dan memperbaiki kembali
Dari berbagai alternatif yang telah dibuat, perencana pajak harus melihat potensi
kerugian atau potensi keuntungan yang akan diperoleh. Keputusan untuk
menjatuhkan pilihan satu alternatif kadang membawa kondisi pada potensi
kerugian yang akan diperoleh. Tugas dari perencana pajak adalah meminimalkan
potensi kerugian tersebut.
5. Memutakhirkan rencana pajak
Suatu undang-undang seringkali mengalami perubahan demikian pula dengan
undang-undang perpajakan. Perubahan ini akan membawa dampak bagi perencana
pajak secara keseluruhan. Tugas dari perencana pajak untuk melihat kembali
rancangan yang telah dibuat untuk menyesuaikan dengan perubahan undang-
undang tersebut.
2.3 Peraturan Perpajakan Di Indonesia
2.3.1 Penghasilan
Menurut Undang-undang No.7 Tahun 1983 sebagaimana telah diubah
terakhir dengan Undang-undang No.36 Tahun 2008 tentang pajak penghasilan
(UU PPh Tahun 2008) pasal 4 ayat (1), ayat (2) dan (3) bahwa jenis penghasilan
adalah:
1) Yang menjadi objek pajak adalah penghasilan, yaitu setiap tambahan
kemampuan ekonomis yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak, baik
yang berasal dari Indonesia maupun dari luar Indonesia, yang dapat
dipakai untuk konsumsi atau untuk menambah kekayaan Wajib Pajak yang
bersangkutan, dengan nama dan dalam bentuk apa pun, termasuk:
a) Penggantian atau imbalan berkenaan dengan pekerjaan atau jasa yang
diterima atau diperoleh.
b) Hadiah dari undian atau pekerjaan atau kegiatan, dan penghargaan.
15
c) Laba usaha.
d) Keuntungan karena penjualan atau karena pengalihan harta.
e) Penerimaan kembali pembayaran pajak yang telah dibebankan sebagai
biaya dan pembayaran tambahan pengembalian pajak.
f) Bunga termasuk premium, diskonto, dan imbalan karena jaminan
pengembalian utang.
g) Dividen.
h) Royalti atau imbalan atas penggunaan hak.
i) Sewa dan penghasilan lain sehubungan dengan penggunaan harta.
j) Penerimaan atau perolehan pembayaran berkala.
k) Keuntungan selisih kurs mata uang asing.
l) Selisih lebih karena penilaian kembali aktiva.
m) Premi asuransi.
n) Iuran anggota.
o) Penghasilan dari usaha berbasis syariah.
p) Imbalan bunga.
q) Surplus Bank Indonesia.
(2) Penghasilan di bawah ini dapat dikenai pajak bersifat final:
a) Penghasilan berupa bunga deposito dan tabungan lainnya.
b) Penghasilan berupa hadiah undian.
c) Penghasilan dari transaksi saham yang diperdagangkan di bursa.
d) Penghasilan dari pengalihan harta berupa tanah dan/atau bangunan.
16
(3) Penghasilan yang dikecualikan dari objek pajak adalah:
a. Bantuan, sumbangan, zakat dan hibah.
b. Warisan.
c. Harta termasuk setoran tunai.
d. Natura dan kenikmatan.
e. Penggantian asuransi.
f. Dividen dengan syarat saham yang dimiliki paling rendah 25%.
g. Iuran pensiun.
h. Beasiswa.
i. Sisa lebih yang diterima atau diperoleh badan atau lembaga nirlaba.
j. Bantuan atau santunan.
2.3.2 Biaya
Menurut Undang-undang No.7 Tahun 1983 sebagaimana telah diubah
terakhir dengan Undang-undang No.36 Tahun 2008 tentang pajak penghasilan
(UU PPh Tahun 2008) pasal 6 ayat (1) bahwa biaya yang dapat menjadi
pengurang pajak adalah sebagai berikut:
1) Besarnya Penghasilan Kena Pajak bagi Wajib Pajak dalam negeri dan bentuk
usaha tetap, ditentukan berdasarkan penghasilan bruto dikurangi biaya untuk
mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan, termasuk:
a) Biaya yang secara langsung atau tidak langsung berkaitan dengan kegiatan
usaha, antara lain:
1) Biaya pembelian bahan.
2) Upah, gaji, honorarium, bonus dan gratifikasi.
17
3) Bunga, sewa, dan royalty.
4) Biaya perjalanan.
5) Biaya pengolahan limbah.
6) Premi asuransi.
7) Biaya promosi.
8) Biaya administrasi.
9) Pajak kecuali Pajak Penghasilan.
b) Penyusutan.
c) Iuran kepada dana pensiun.
d) Kerugian karena penjualan atau pengalihan harta.
e) Kerugian selisih kurs mata uang asing.
f) Biaya penelitian dan pengembangan perusahaan.
g) Biaya beasiswa, magang, dan pelatihan.
h) Piutang yang nyata-nyata tidak dapat ditagih.
i) Sumbangan dalam rangka penanggulangan bencana nasional.
j) Biaya pembangunan infrastruktur sosial.
k) Sumbangan fasilitas pendidikan.
l) Sumbangan dalam rangka pembinaan olahraga.
Biaya yang tidak dapat dikurangkan sesuai dengan pasal 9 ayat (1) dan (2)
adalah sebagai berikut:
1) Untuk menentukan besarnya Penghasilan Kena Pajak bagi Wajib Pajak dalam
negeri dan bentuk usaha tetap tidak boleh dikurangkan:
18
a) Pembagian laba dengan nama dan dalam bentuk apapun seperti dividen.
b) Biaya yang dibebankan atau dikeluarkan untuk kepentingan pribadi.
c) Pembentukan atau pemupukan dana cadangan.
d) Premi asuransi.
e) Natura dan kenikmatan, kecuali penyediaan makanan dan minuman.
f) Jumlah yang melebihi kewajaran yang dibayarkan ke pemegang saham.
g) Harta yang dihibahkan, bantuan atau sumbangan, dan warisan.
h) Pajak Penghasilan.
i) Biaya yang dibebankan atau dikeluarkan untuk kepentingan pribadi.
j) Sanksi administrasi berupa bunga, denda.
2.3.3 Tarif Pajak
Tarif pajak yang ditetapkan sesuai dengan Undang-undang No.36 Tahun
2008 tentang pajak penghasilan (UU PPh Tahun 2008) pasal 17 ayat (1) atas
penghasilan kena pajak bagi wajib pajak orang pribadi adalah sebagai berikut:
Lapisan penghasilan kena pajak Tarif pajak Sampai dengan Rp 50,000,000,- 5% Di atas Rp 50,000,000,- s.d Rp 250,000,000,- 15% Di atas Rp 250,000,000,- s.d Rp 500,000,000,- 25% Di atas Rp 500,000,000,- 30%
Sedangkan untuk wajib pajak badan dalam negeri untuk tahun dimulai 2010
adalah sebesar 25%.
19
2.4 Laporan Keuangan Komersial dan Fiskal
2.4.1 Perbedaan Laporan Keuangan Komersial dengan Fiskal
Adanya perbedaan pengakuan penghasilan dan biaya antara akuntansi
komersial dan fiskal sehingga menimbulkan perbedaan dalam menghitung
besarnya penghasilan kena pajak. Perbedaan ini disebabkan adanya perbedaan
kepentingan antara akuntansi komersial yang mendasarkan laba pada konsep dasar
akuntansi yaitu perbandingan antara pendapatan dengan biaya-biaya terkait
(matching cost against revenue), sedangkan dari segi fiskal tujuan utamanya
adalah penerimaan Negara. Dalam penyusunan laporan keuangan fiskal, WP harus
mengacu pada peraturan perpajakan,sehingga laporan keuangan komersial yang
dibuat berdasarkan SAK harus disesuaikan atau dibuat koreksi fiskalnya terlebih
dahulu sebelum menghitung besarnya penghasilan kena pajak.
Laporan keuangan komersial Koreksi fiskal Laporan keuangan fiskal
Perbedaan antara laporan keuangan komersial dengan laporan keuangan fiskal
dapat dikelompkokan menjadi dua yaitu:
1. Perbedaan tetap (permanent differences) adalah perbedaan yang terjadi
karena peraturan perpajakan menghitung laba fiskal berbeda dengan
perhitungan laba menurut SAK tanpa ada koreksi dikemudian hari.
Perbedaaan permanen dapat positif apabila ada laba akuntansi yang tidak
diakui oleh ketentuan perpajakan sedangkan untuk perbedaaan permanen
positif adalah ada penghasilan yang bukan merupakan objek pajak.
2. Perbedaan waktu (timing differences) adalah perbedaan yang bersifat
sementara karena adanya ketidaksamaan waktu pengakuan penghasilan
dan beban antara peraturan perpajakan dan SAK. Perbedaan waktu dapat
dibagi menjadi dua yaitu perbedaan waktu positif dan perbedaan waktu
negatif. Perbedaan waktu positif terjadi apabila pengakuan beban
akuntansi lebih cepat dari pengakuan beban untuk pajak atau pengakuan
penghasilan untuk pajak lebih cepat dari pada pengakuan penghasilan
20
untuk tujuan akuntansi. Sedangkan untuk perbedaan waktu negatif adalah
kebalikanya.
2.5 Penerapan Perencanaan Pajak
Dalam penerapan perencanaan pajak (tax planning) perusahaan dapat
melakukanya dengan cara memaksimalkan biaya-biaya fiskal (deductible) dan
meminimalkan biaya yang tidak diperbolehkan sebagai pengurang (non
deductible) yang diantaranya sebagai berikut:
1. Biaya pajak PPh 21
Dalam perhitungan PPh pasal 21 ada 3 metoda yang dapat dipakai yaitu:
a. Gross method
Merupakan metoda pemotongan pajak dimana karyawan menanggung
sendiri jumlah pajak penghasilannya.
b. Net method
Merupakan metoda pemotongan pajak dimana perusahaan menanggung
pajak karyawannya.
c. Gross-Up method
Merupakan metoda pemotongan pajak dimana perusahaan memberikan
tunjangan pajak yang jumlahnya sama besar dengan jumlah pajak yang
akan dipotong dari karyawan. Metoda ini diformulasikan untuk
menyamakan jumlah pajak yang akan dibayar dengan tunjangan pajak
yang diberikan perusahaan terhadap karyawannya. Dan biaya ini
merupakan pengurang (deductible).
21
Contoh perhitungan sebagai berikut:
Metoda Gross Net Gross-Up Penghasilan 1 tahun
Gaji 120,000,000 120,000,000 120,000,000 Tunjangan 20,000,000 20,000,000 20,000,000 Tunjangan Pajak - - 23,301,250
Jumlah 140,000,000 140,000,000 163,301,250 Pengurangan
Biaya jabatan (1,296,000) (1,296,000) (1,296,000) Iuran pensiun (600,000) (600,000) (600,000) Jumlah (1,896,000) (1,896,000) (1,896,000) Penghasilan netto 138,104,000 138,104,000 161,405,250 PTKP (K/0) 13,200,000 13,200,000 13,200,000 PKP 124,904,000 124,904,000 148,205,250 Pajak terutang 17,476,000 17,476,000 23,301,250
Diterima karyawan 121,924,000 139,400,000 139,400,000 Dikeluarkan Perusahan 140,000,000 157,476,000 163,301,250
Sumber data: Indonesia tax consultant
2. Biaya pajak atas penjualan tanah dan bangunan.
Sesuai dengan UU No.42 Tahun 2009 perubahan ketiga atas UU No.8
Tahun 1983 tentang pajak pertambahan nilai barang dan jasa dan pajak
penjualan atas barang mewah pasal 16D bahwa PPN dikenakan atas
penyerahan seluruh aktiva, kecuali atas penyerahan aktiva yang tidak
berhubungan langsung dengan kegiatan usaha, serta penyerahan aktiva
berupa sedan dan station wagon.
3. Biaya jamuan (entertainment)
Berdasarkan Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak No.SE-27/PJ.22/1986
tentang biaya entertainment dan sejenisnya bahwa biaya jamuan
(entertainment) atau sejenisnya yang digunakan untuk mendapatkan,
menagih dan memelihara penghasilan pada dasarnya dapat dikurangkan
dari penghasilan bruto dengan syarat melampirkan daftar nominatif pada
Surat Pemberitahuan Tahunan. Daftar nominatif tersebut berisi:
22
a. Nomor urut
b. Tanggal entertainment dan sejenisnya yang telah diberikan.
c. - Nama tempat entertainment dan sejenisnya yang telah diberikan.
- Alamat entertainment dan sejenisnya yang telah diberikan.
- Jenis entertainment dan sejenisnya yang telah diberikan.
- Jumlah (Rp) entertainment dan sejenisnya yang telah diberikan.
d. Relasi usaha yang diberikan entertainment dan sejenisnya sesuai
dengan nomor urut tersebut diatas berisi:
- Nama
- Posisi
- Nama perusahaan
- Jenis usaha
4. Biaya perjalanan dinas
Menurut Indonesia Tax Consultant biaya perjalanan dinas biasanya
terdiri dari tiga komponen yaitu biaya transportasi, akomodasi dan uang
saku.
a. Biaya transportasi adalah pengeluaran untuk membiayai transportasi
sampai ketempat tujuan, dapat diberikan dalam bentuk tiket atau tunai.
b. Akomodasi adalah pengeluaran untuk membiayai penginapan selama
perjalanan dinas, dapat diberikan dalam bentuk tunai atau voucher
hotel yang sudah dibooking di lokasi serta pengeluaran untuk biaya
hidup selama perjalanan dinas, seperti makan, laundry dan
sebagainya.
c. Uang saku merupakan insentif atau cadangan dana bagi karyawan
selama perjalanan dinas.
Ada dua kebijakan dalam biaya perjalanan dinas yaitu diberikan secara
lumpsum atau reimbursement. Kedua kebijakan tersebut sama-sama
deductible tetapi jumlahnya sangat berbeda. Lumpsum semua biaya
menjadi deductible, sedangkan reimbursement hanya uang saku saja yang
deductible, tapi dengan syarat:
23
- Tidak ada mark up dan atau mark down.
- Bukti asli diserahkan kepada karyawan.
- Usahakan atas nama perusahaan, jika tidak bisa maka dapat
menggunakan metoda qq. Misalnya Agus Wijatmoko qq PT.
Megatama Spring. Persyaratan tersebut memang tidak diatur dalam
ketentuan perpajakan yang ada, namun syarat tersebut merupakan
konsekuensi logis dari reimbursement yang hanya merupakan
pengeluaran lebih dahulu untuk kemudian dimintakan ganti.
24
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN DAN
KONDISI PERUSAHAAN
3.1 Objek dan Jenis Penelitian
Penelitian ini dilakukan di PT. Megatama Spring yang begerak di bidang
industri komponen kendaraan bermotor roda dua, empat atau lebih yang berlokasi
di Cikarang Industrial Estate, Jababeka Tahap II Jl.Cikarang-lemahabang Blok TT
No.7-8 Desa Mekarmukti, Kecamatan Cikarang Utara Kabupaten Bekasi 17550.
Jenis penelitian yang akan dipakai adalah penelitian deskriptif kualitatif studi
kasus. Penelitian deskriptif adalah penelitian yang dilakukan dengan cara
membuat deskripsi permasalahan yang telah di identifikasi.
3.2 Metoda Pengumpulan Data
Data yang akan digunakan dalam penelitian ini diperoleh dengan metoda
pengambilan data sebagai berikut:
1. Studi kepustakaan, untuk memperoleh landasan teori mengenai
perencanaan pajak (tax planning) dan penerapanya melalui literatur-
literatur, Undang-undang perpajakan, laporan-laporan, makalah-makalah,
seminar, jurnal-jurnal, artikel majalah, dan surat kabar yang berhubungan
dengan permasalahan yang ada serta berguna bagi penyusunan hasil
penelitian ini.
2. Studi lapangan, untuk mendapatkan data dari perusahaan melalui
wawancara dengan pejabat perusahaan yang berwenang dan melalui
observasi terhadap hal-hal yang berkaitan dengan kebijakan perpajakan
perusahaan, struktur organisasi, laporan keuangan perusahaan dan laporan
pajak perusahaan.
3. Analisis, untuk membandingkan antara keadaan di perusahaan dari studi
kepustakaan, studi lapangan dengan landasan teori, kemudian dari hasil
25
perbandingan tersebut, ditarik kesimpulan dan diberikan saran-saran untuk
perbaikan-perbaikan.
3.3 Jenis dan Sumber Data
Data yang akan digunakan penulis dalam penelitian ini adalah sebagai
berikut:
1. Data primer
Data primer yang dimaksud dalam penelitian ini adalah hasil wawancara
yang dilakukan penulis dengan pihak-pihak yang mengetahui tentang
ketentuan peraturan perpajakan dan perencanaan pajak seperti pegawai
kantor pajak dan konsultan pajak.
2. Data sekunder
Dalam penelitian ini penulis menggunakan data sekunder yaitu peraturan
perundang-undangan tentang perpajakan yang berlaku, laporan keuangan
yang telah diaudit dan laporan perpajakan.
3.4 Metoda Analisis Data
Metoda analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah metoda
penelitian deskriptif kualitatif tanpa mengunakan analisa statistik. Adapun
langkah-langkahnya yaitu:
a. Pengumpulan data yang diperlukan yaitu laporan keuangan komersial
2011, laporan fiskal tahun 2011 dan kebijakan-kebijakan perusahaan.
b. Evaluasi terhadap koreksi fiskal yang dilakukan oleh perusahaan dengan
memahami prosedur dan kebijakan yang berlaku di perusahaan terkait
dengan perpajakan.
c. Membuat perencanaan pajak terhadap biaya-biaya operasional dan biaya-
biaya umum dan administarsi perusahaan dengan cara memaksimalkan
biaya yang diperkenankan sebagai pengurang (deductible).
26
3.5 Kondisi Perusahaan
3.5.1 Gambaran Umum Perusahaan.
PT. Megatama Spring berdiri pada tanggal 01 agustus 1997 di Cikarang
Industrial Estate, Jababeka Tahap II Jl.Cikarang-lemahabang Blok TT No.7-8
Desa Mekarmukti, Kecamatan Cikarang Utara Kabupaten Bekasi 17550 dengan
akta pendirian no.01 oleh notaris Wimphry Suwignjo.,SH di gresik dan akta
perubahan no.6 tanggal 18 Juni 2012 oleh notaris Siti Nurul Yuliami.,SH, M.Kn
di Sidoarjo. Perusahaan ini bergerak dibidang industri komponen kendaraan
bermotor roda dua, empat atau lebih yang berupa spring automotive untuk shock
abasorber.
3.5.2 Visi dan Misi Perusahaan
• Visi : Dengan pengembangan sumber daya manusia dan teknologi,
mampu berkompetisi dan menjadi yang terbaik dalam persaingan global.
• Misi : Kepuasan pelanggan adalah tujuan utama kami, dengan
menghasilkan produk dengan kualitas terbaik dan harga bersaing.
• Motto : We serve for best quality.
3.5.3 Struktur Organisasi Perusahaan
Dalam menjalankan kegiatan usahanya, PT. Megatama Spring dipimpin oleh
seorang direktur yang bertanggung jawab langsung kepada komisaris, dan direktur
membawahi:
a. Factory Manager membawahi:
1. Personalia & general affair dept. head
2. Maintenance dept. head
3. Procurement dept. head
27
4. Production dept. head
5. Engineering & QMS dept. head
6. PPIC dept. head
7. Marketing dept. head
b. Accounting & Finance dept. head membawahi:
1. Accounting staff
2. Finance staff
Untuk mengetahui lebih jelas dapat dilihat bagan struktur organisasi berikut
ini:
28
29
3.6 Laporan Keuangan Perusahaan
3.6.1 Laporan Keuangan Komersial
Laporan keuangan yang disajikan berikut ini adalah laporan keuangan
perusahaan yang sudah diaudit oleh Kantor Akuntan Publik yang terdiri dari
laporan laba/rugi, neraca untuk tahun yang berakhir 31 Desember 2011.
PT. Megatama Spring
Laporan Laba/Rugi
Untuk Tahun Yang Berakhir 31 Desember 2011
Pendapatan Usaha Bersih 58,138,695,638 Beban Pokok Penjualan 51,318,037,113 Laba Kotor 6,820,658,525 Beban Usaha 2,443,228,776 Laba Usaha 4,377,429,749 Pendapatan (Beban) Lain-lain
Rugi selisih kurs (1,745,035,050) Biaya bunga (713,829,070) Biaya administrasi bank (157,608,616) Jasa giro 25,499,243 Lain-lain bersih (19,881)
Pendapatan (Beban) Lain-lain Bersih (2,590,993,374) Laba Sebelum Pajak Penghasilan 1,786,436,375 Pajak Penghasilan (564,222,000) Laba Bersih 1,222,214,375
30
PT. Megatama Spring
Neraca
Untuk Tahun Yang Berakhir 31 Desember 2011
Aset Aset Lancar
Kas dan setara kas 4,557,883,991 Piutang usaha 4,959,090,906 Piutang lain-lain 146,100,000 Persediaan 12,181,690,731 Pajak dibayar dimuka 51,510,895
Jumlah Aset Lancar 21,896,276,523 Aset Tidak Lancar
Aset tetap setelah dikurangi penyusutan Rp 16,054,061,530 18,917,358,691 Aset lain-lain 104,689,700
Jumlah Aset Tidak Lancar 19,022,048,391 Jumlah Aset 40,918,324,914 Kewajiban dan Ekuitas Kewajiban Jangka Pendek
Hutang bank 5,301,184,985 Hutang usaha 18,308,504,008 Hutang pajak 183,872,644 Hutang bank jangka panjang yang jatuh tempo satu tahun 285,750,000
Jumlah Kewajiban Jangka Pendek 24,079,311,637 Kewajiban Jangka Panjang
Hutang bank jangka panjang setelah dikurangi yang jatuh tempo dalam satu tahun
833,437,500
Kewajiban imbalan pasca kerja 563,788,235 Jumlah Kewajiban Jangka Panjang 1,397,225,735 Jumlah Kewajiban 25,476,537,372 Ekuitas
Modal saham 8,000,000,000 Laba ditahan 7,441,787,542
Jumlah Ekuitas 15,441,787,542 Jumlah Kewajiban dan Ekuitas 40,918,324,914
31
3.6.2 Laporan Fiskal
Berikut ini adalah penyesuaian untuk merekonsiliasi laba komersial menjadi
laba fiskal untuk tahun yang berakhir 31 Desember 2011
Laba komersial sebelum pajak penghasilan 1,786,436,375 Perbedaan permanen
Biaya pajak PPh 21 162,835,510 Biaya pajak lainya 178,751,001 Jamuan 44,343,975 Perjalanan dinas 53,226,710
Perbedaan waktu Imbalan karyawan 56,793,943
Pendapatan dikenakan pajak final Jasa giro (25,499,243)
Penghasilan Kena Pajak – Bersih 2,256,888,271 Penghasilan Kena Pajak - Pembulatan 2,256,888,000 Taksiran Pajak penghasilan
25 % x Rp 2,256,888,000 564,222,000 Taksiran hutang pajak 564,222,000
Pajak dibayar dimuka Pajak penghasilan 22 (340,386,470) Pajak penghasilan 25 (120,000,000)
Jumlah pajak dibayar dimuka (460,386,470) Jumlah PPh pasal 29 yang harus dibayar 103,835,530
3.6.3 Kebijakan Akuntansi Perusahaan
Dari hasil pengumpulan data di PT. Megatama Spring, penulis melihat beberapa kebijakan yang diantaranya:
1. Dasar penyusunan laporan keuangan
Perusahaan telah menerapkan Standar Akuntansi Keuangan Entitas Tanpa
Akuntabilitas Publik (SAK ETAP) untuk menyusun laporan keuangan
yang dimulai pada tanggal 1 Januari 2010. Oleh karena itu laporan
keuangan tahun 2011 disajikan berdasarkan SAK ETAP. Manajemen
Perusahaan berpendapat bahwa laporan keuangan tahun 2011, telah
disajikan sesuai SAK ETAP dan telah memenuhi semua persyaratannya.
2. Kas dan setara kas
32
Kas dan setara kas mencakup kas, simpanan yang sewaktu-waktu bisa
dicairkan dan investasi likuid jangka pendek lainnya dengan jangka waktu
jatuh tempo tiga bulan atau kurang.
3. Piutang usaha
Piutang usaha dibedakan menjadi piutang pihak yang mempunyai
hubungan istimewa dan piutang pihak ketiga. Piutang usaha disajikan
dalam bersih setelah dikurangi dengan penyisihan piutang tak tertagih
berdasarkan review individual masing-masing saldo piutang pada
akhir tahun.
4. Piutang lain-lain
Piutang lain-lain adalah piutang kepada karyawan dan perusahaan atas
pinjaman yang diberikan oleh Perusahaan
5. Persediaan
Biaya perolehan ditentukan dengan menggunakan metode rata-rata
(average method). Harga perolehan barang jadi terdiri dari biaya bahan
baku, tenaga kerja serta alokasi biaya overhead yang secara langsung
dapat dihubungkan dengan pembuatan produk, baik yang bersifat tetap
maupun variabel. Perusahaan tidak melakukan penyisihan kerugian untuk
persediaan usang dan rusak, dan atas persediaan yang usang dan rusak
tersebut akan dihapuskan dan dibebankan pada laporan laba rugi periode
berjalan.
6. Aktiva tetap
Aset tetap disajikan sebesar harga perolehan setelah dikurangi akumulasi
penyusutan dan akumulasi nilai. Tarif penyusutan aset tetap dihitung
dengan menggunakan metode garis lurus (straight-line method)
berdasarkan taksiran masa manfaat ekonomis aset tetap sebagai berikut:
• Bangunan dan prasarana 20 tahun
• Instalasi listrik 16 tahun
• Mesin dan peralatan pabrik 4 – 16 tahun
• Fasilitas pabrik 4 – 16 tahun
• Inventaris kantor 4 – 8 tahun
33
• Kendaraan 8 tahun
Pengeluaran untuk perbaikan dan pemeliharaan dibebankan pada laporan
laba rugi pada saat terjadinya. Pengeluaran yang memperpanjang masa
manfaat aset atau memberi manfaat ekonomis di masa yang akan datang
dalam bentuk peningkatan kapasitas, mutu produksi atau peningkatan
standar kinerja, dikapitalisasi. Aset tetap yang sudah tidak digunakan lagi
atau yang dijual, dikeluarkan dari kelompok aset tetap yang bersangkutan,
laba atau rugi yang timbul dikreditkan atau dibebankan pada operasi tahun
berjalan.
7. Pengakuan pendapatan dan beban
Penjualan diakui dalam periode akuntansi ketika fakturnya dibuat dan
barang diserahkan pada pelanggan. Beban diakui pada saat terjadinya
(accrual basis).
8. Pajak penghasilan
Perusahaan megakui kewajiban atas seluruh pajak penghasilan periode
berjalan dan periode sebelumnya yang belum dibayar. Jika jumlah yang
telah dibayar untuk periode berjalan dan periode sebelumnya melebihi
jumlah yang terutang untuk periode tersebut, Perusahaan harus mengakui
kelebihan tersebut sebagai aset. Perusahaan tidak mengakui adanya pajak
tangguhan.
9. Imbalan pasca kerja
Berdasarkan SAK ETAP mengenai “Imbalan Kerja” biaya imbalan pasca
masa kerja karyawan berdasarkan Undang-Undang Tenaga Kerja No. 13
tahun 2003 ditentukan dengan menggunakan metode aktuarial projected
unit credit. Keuntungan dan kerugian aktuarial diakui sebagai penghasilan
atau beban apabila akumulasi bersih keuntungan atau kerugian aktuarial
yang belum diakui untuk setiap program pada akhir tahun pelaporan
sebelumnya melebihi jumlah 10% nilai kini dari kewajiban imbalan pasti
pada tanggal tersebut dan selama rata-rata masa kerja karyawan dengan
menggunakan metode garis lurus. Selanjutnya, biaya jasa lalu yang timbul
34
akibat perubahan kewajiban kerja dari program sebelumnya harus
diamortisasi sampai imbalan kerja tersebut telah menjadi hak karyawan.
10. Transaksi dan saldo dalam mata uang asing
Transaksi dalam mata uang asing dicatat dalam Rupiah berdasarkan kurs
yang berlaku pada saat transaksi dilakukan. Pada tanggal neraca, aset dan
kewajiban dalam mata uang asing dijabarkan ke dalam Rupiah
berdasarkan kurs tengah Bank Indonesia yang berlaku pada tanggal
tersebut, dan laba atau rugi kurs terjadi akui pada usaha tahun berjalan.
35
BAB IV
ANALISA DAN EVALUASI
4.1 Laporan Keuangan Perusahaan
PT. Megatama Spring
Laporan Laba/Rugi
Untuk Tahun Yang Berakhir 31 Desember 2011
Pendapatan Usaha Bersih 58,138,695,638 Beban Pokok Penjualan 51,318,037,113 Laba Kotor 6,820,658,525 Beban Usaha 2,443,228,776 Laba Usaha 4,377,429,749 Pendapatan (Beban) Lain-lain
Rugi selisih kurs (1,745,035,050) Biaya bunga (713,829,070) Biaya administrasi bank (157,608,616) Jasa giro 25,499,243 Lain-lain bersih (19,881)
Pendapatan (Beban) Lain-lain Bersih (2,590,993,374) Laba Sebelum Pajak Penghasilan 1,786,436,375 Pajak Penghasilan (564,222,000) Laba Bersih 1,222,214,375
Berikut ini adalah penyesuaian untuk merekonsiliasi laba komersial menjadi
laba fiskal untuk tahun yang berakhir 31 Desember 2011.
Laba komersial sebelum pajak penghasilan 1,786,436,375 Perbedaan permanen
Biaya pajak PPh 21 162,835,510 Biaya pajak lainya 178,751,001 Jamuan 44,343,975 Perjalanan dinas 53,226,710
Perbedaan waktu Imbalan karyawan 56,793,943
Pendapatan dikenakan pajak final Jasa giro (25,499,243)
Penghasilan Kena Pajak – Bersih 2,256,888,271
36
Penghasilan Kena Pajak - Pembulatan 2,256,888,000 Taksiran Pajak penghasilan
25 % x Rp 2,256,888,000 564,222,000 Taksiran hutang pajak 564,222,000
Pajak dibayar dimuka Pajak penghasilan 22 (340,386,470) Pajak penghasilan 25 (120,000,000)
Jumlah pajak dibayar dimuka (460,386,470) Jumlah PPh pasal 29 yang harus dibayar 103,835,530
Dari laporan keuangan perusahaan tersebut, antara laporan laba/rugi
komersial dan fiskal terdapat perbedaan, yang mana perbedaan tersebut
dikarenakan adanya perbedaan tetap dan perbedaan waktu. Dengan adanya
perbedaan tersebut maka untuk laba sebelum pajak yang di hitung berdasarkan
standar akuntansi perlu dilakukan rekonsiliasi fiskal terhadap biaya-biaya yang
tidak diperbolehkan sebagai pengurang (non deductible).
Dari data perusahaan tersebut dapat dilihat dari laba sebelum pajak menurut
laporan keuangan komersial adalah sebesar Rp 1,786,436,375,-. Sementara untuk
laba sebelum pajak setelah koreksi fiskal adalah sebesar Rp 2,256,888,271,-. Jadi
terdapat koreksi fiskal sebesar Rp 470,451,896,-. Koreksi fiskal tersebut terdiri
dari beberapa biaya yang diantaranya adalah biaya PPh pasal 21 sebesar Rp
162,835,510,-, biaya pajak PPN atas penjualan tanah dan bangunan sebesar Rp
178,751,001,-, biaya untuk jamuan sebesar Rp 44,343,975,- dan biaya perjalanan
dinas sebesar Rp 53,226,710,-.
Berikut ini adalah analisa dan evaluasi untuk biaya-biaya perusahaan yang
dilakukan koreksi fiskal dalam laporan keuangan perusahaan:
1. Biaya PPh pasal 21
Total penghasilan seluruh karyawan yang berjumlah 150 orang pada tahun
2011 yang dikeluarkan oleh perusahaan yang masuk kedalam komponen biaya
PPh pasal 21 adalah sebesar Rp 5,421,461,079,- yang mana biaya ini terdiri dari:
a. gaji karyawan sebesar Rp 4,433,417,869,-
37
b. tunjangan jamsostek sebesar Rp 111,056,970,-
c. tunjangan kesehatan sebesar Rp 290,935,240,-
d. tunjangan hari raya (THR) dan bonus sebesar Rp 586,051,000,-
Dari penghasilan yang diterima karyawan tersebut perusahaan membayar biaya
PPh pasal 21 sebesar Rp 162,835,510,- yang mana biaya ini ditanggung oleh
perusahaan sehingga karyawan menerima penuh tanpa di potong pajaknya.
Dengan demikian maka metoda dalam penghitungan PPh pasal 21 perusahaan
menggunakan metoda perhitungan net method.
Pada dasarnya penghitungan PPh 21 terdapat 3 metoda yang dapat dipakai
yang diataranya adalah
a. Gross method : merupakan metoda pemotongan pajak dimana karyawan
menanggung sendiri jumlah pajak penghasilannya.
b. Net method : merupakan metoda pemotongan pajak dimana perusahaan
menanggung pajak karyawannya
c. Gross-Up method : merupakan metoda pemotongan pajak dimana
perusahaan memberikan tunjangan pajak yang jumlahnya sama besar
dengan jumlah pajak yang akan dipotong dari karyawan. Metoda ini
diformulasikan untuk menyamakan jumlah pajak yang akan dibayar
dengan tunjangan pajak yang diberikan perusahaan terhadap karyawannya.
Dan biaya ini merupakan pengurang (deductible).
38
Berikut ini adalah perbandingan perhitungan PPh pasal 21 jika dihitung
berdasarkan ketiga metoda tesebut:
Metoda Gross Net Gross-Up Penghasilan Setahun
Gaji 4,433,417,869 4,433,417,869 4,433,417,869 Tunjangan Jamsostek 111,056,970 111,056,970 111,056,970 Tunjangan Kesehatan 290,935,240 290,935,240 290,935,240 THR & Bonus 586,051,000 586,051,000 586,051,000 Tunjangan Pajak PPh 21 - - 176,683,432
Jumlah 5,421,461,079 5,421,461,079 5,598,144,511 Pengurangan
Biaya jabatan (271,073,054) (271,073,054) (271,073,054) Iuran pensiun (24,956,622) (24,956,622) (24,956,622) Penghasilan netto 5,125,431,403 5,125,431,403 5,302,114,835 PTKP (2,559,875,956) (2,559,875,956) (2,559,875,956) PKP 2,565,555,447 2,565,555,447 2,742,238,879 Pajak terutang 162,835,510 162,835,510 176,683,432
Dikeluarkan Perusahaan 5,421,461,079 5,584,296,589 5,598,144,511
Berdasarkan perbandingan perhitungan ketiga metoda tersebut sepertinya yang
terbaik untuk perusahaan adalah menggunakan gross method, sebab metoda
tersebut untuk biaya PPh pasal 21 dibebankan ke karyawan. Namun metoda ini
belum tentu bisa diterapkan di perusahaan karena:
1. Penghasilan yang diterima karyawan (take home pay) akan menjadi
berkurang karena dipotong biaya PPh pasal 21 yang harus dibayar ke
kas negara.
2. Selama ini untuk biaya PPh pasal 21 selalu dibayarkan oleh
perusahaan.
Dengan demikian maka metoda perhitungan PPh pasal 21 dengan menggunakan
gross method akan sulit kemungkinannya untuk direalisasikan.
39
Dikarenakan perhitungan pajak PPh pasal 21 menggunakan net method, maka
biaya yang sudah dikeluarkan oleh perusahaan sebesar Rp 162,835,510,- bukan
merupakan pengurang pajak (non deductible) dengan demikian maka untuk
perlakuan perpajakannya ini menjadi koreksi fiskal.
Jika perusahaan untuk perhitungan PPh pasal 21 meggunakan metoda gross-
up yang mana biaya PPh pasal 21 diberikan dalam bentuk tunjangan ke karyawan,
maka biaya ini menjadi pengurang pajak (deductible) sehingga tidak menjadi
koreksi fiskal. Perbandingan jumlah penghasilan yang diterima karyawan (take
home pay) antara perhitungan PPh pasal 21 menggunakan net method dan gross-
up method adalah sama. Namun jika menggunakan gross-up method perusahaan
akan membayar lebih besar untuk biaya PPh pasal 21 sebesar Rp.13,847,922,-
dikarenakan biaya PPh pasal 21 yang dibayar perusahaan dimasukan kedalam
komponen gaji yang diberikan dalam bentuk tunjangan PPh pasal 21. Walaupun
untuk biaya PPh pasal 21 yang dibayar perusahaan meningkat namun biaya ini
merupakan biaya yang dapat dikurangkan (deductible) sehingga tidak menjadi
koreksi fiskal. Perhitungan biaya PPh pasal 21 dengan menggunakan gross up
method bisa menghemat pembayaran pajak sepanjang penghasilan karyawan yang
bersangkutan masuk kedalam range dimana tarif pajaknya masih dibawah tarif
PPh Badan.
Jika perusahaan menggunakan metoda gross-up dalam melakukan
perhitungan PPh pasal 21 maka bisa dilihat perbandingan antara laporan laba/rugi
dan rekonsiliasi fiskalnya adalah sebagai berikut:
Sebelum Sesudah Pendapatan Usaha Bersih 58,138,695,638 58,138,695,638 Beban Pokok Penjualan
Biaya Tenaga Kerja (5,421,461,079) (5,598,144,511) Biaya Non Tenaga Kerja (45,896,576,034) (45,896,576,034)
Total Beban Pokok Penjualan (51,318,037,113) (51,494,720,545) Laba Kotor 6,820,658,525 6,643,975,093 Beban Usaha (2,443,228,776) (2,280,393,266) Laba Usaha 4,377,429,749 4,363,581,827
40
Pendapatan (Beban) Lain-lain (2,590,993,374) (2,590,993,374) Laba Sebelum Pajak Penghasilan 1,786,436,375 1,772,588,453 Pajak Penghasilan (564,222,000) (520,051,000) Laba Bersih 1,222,214,375 1,252,537,453
Penyesuaian untuk merekonsiliasi laba komersial menjadi laba fiskal adalah
sebagai berikut:
Sebelum Sesudah Laba komersial sebelum pajak penghasilan 1,786,436,375 1,772,588,453 Perbedaan permanen
Biaya pajak PPh 21 162,835,510 - Biaya pajak lainya 178,751,001 178,751,001 Jamuan 44,343,975 44,343,975 Perjalanan dinas 53,226,710 53,226,710
Perbedaan waktu Imbalan karyawan 56,793,943 56,793,943
Pendapatan dikenakan pajak final Jasa giro (25,499,243) (25,499,243)
Penghasilan Kena Pajak – Bersih 2,256,888,271 2,080,204,839 Penghasilan Kena Pajak - Pembulatan 2,256,888,000 2,080,204,000 Taksiran Pajak penghasilan
25 % x Rp 2,256,888,000 564,222,000 - 25 % x Rp 2,080,204,000 - 520,051,000 Taksiran hutang pajak 564,222,000 520,051,000
Pajak dibayar dimuka Pajak penghasilan 22 (340,386,470) (340,386,470) Pajak penghasilan 25 (120,000,000) (120,000,000)
Jumlah pajak dibayar dimuka (460,386,470) (460,386,470) Jumlah PPh 29 yang harus dibayar 103,835,530 59,664,530
2. Biaya pajak lainya
Pada tahun 2010 perusahaan melakukan penjualan atas tanah dan bangunan
yang mana tanah dan bangunan tersebut merupakan gudang yang digunakan untuk
menyimpan bahan baku oleh perusahaan, namun pada saat terjadinya transaksi
41
jual beli atas tanah dan bangunan tersebut, perusahaan tidak memungut Pajak
Pertambahan Nilai (PPN) kepada pihak pembeli yang mana nilai transaksi jual
beli atas tanah dan bangunan tersebut adalah sebesar Rp 1,787,510,010,-
Sesuai dengan UU No.42 Tahun 2009 perubahan ketiga atas UU No.8 Tahun
1983 tentang pajak pertambahan nilai barang dan jasa dan pajak penjualan atas
barang mewah pasal 16D bahwa PPN dikenakan atas penyerahan seluruh aktiva,
kecuali atas penyerahan aktiva yang tidak berhubungan langsung dengan kegiatan
usaha, serta penyerahan aktiva berupa sedan dan station wagon.
Dikarenakan ketidaktahuan dari pihak perusahaan terhadap aturan tersebut
maka pada tahun 2010 dalam melakukan penjualan atas tanah dan bangunan tidak
memungut PPN ke pihak pembeli sehingga pada tahun 2011 datang surat
himbauan dari kantor pajak untuk membayar PPN atas penjualan atas tanah dan
bangunan sebesar Rp 178,751,001,- yang mana nilai ini berasal dari 10%
dikalikan dengan jumlah nilai penjualan sebesar Rp 1,787,510,010,-
Jika saja perusahaan tidak lalai dalam memungut PPN atas penjualan tanah
dan bangunan maka bisa dilihat laporan laba/rugi dan koreksi fiskalnya adalah
sebagai berikut:
Sebelum Sesudah Pendapatan Usaha Bersih 58,138,695,638 58,138,695,638 Beban Pokok Penjualan (51,318,037,113) (51,318,037,113) Laba Kotor 6,820,658,525 6,643,975,093 Beban Usaha (2,443,228,776) (2,443,228,776) Laba Usaha 4,377,429,749 4,377,429,749 Pendapatan (Beban) Lain-lain (2,590,993,374) (2,590,993,374) Laba Sebelum Pajak Penghasilan 1,786,436,375 1,786,436,375 Pajak Penghasilan (564,222,000) (519,534,250) Laba Bersih 1,222,214,375 1,266,902,125
Penyesuaian untuk merekonsiliasi laba komersial menjadi laba fiskal adalah
sebagai berikut:
42
Sebelum Sesudah Laba komersial sebelum pajak 1,786,436,375 1,786,436,375 Perbedaan permanen
Biaya pajak PPh 21 162,835,510 162,835,510 Biaya PPN penjualan aktiva tetap 178,751,001 -
Jamuan 44,343,975 44,343,975 Perjalanan dinas 53,226,710 53,226,710
Perbedaan waktu Imbalan karyawan 56,793,943 56,793,943
Pendapatan dikenakan pajak final Jasa giro (25,499,243) (25,499,243)
Penghasilan Kena Pajak – Bersih 2,256,888,271 2,078,137,270 Penghasilan Kena Pajak - Pembulatan 2,256,888,000 2,078,137,000 Taksiran Pajak penghasilan
25 % x Rp 2,256,888,000 564,222,000 - 25 % x Rp 2,078,137,000 - 519,534,250 Taksiran hutang pajak 564,222,000 519,534,250
Pajak dibayar dimuka Pajak penghasilan 22 (340,386,470) (340,386,470) Pajak penghasilan 25 (120,000,000) (120,000,000)
Jumlah pajak dibayar dimuka (460,386,470) (460,386,470) Jumlah PPh 29 yang harus dibayar 103,835,530 59,147,780
3. Biaya jamuan (entertainment)
Biaya jamuan (entertainment) di perusahaan dalam laporan pajak
tahunannya tidak dibuatkan daftar nominatifnya sehingga ini menjadi koreksi
fiskal positif.
Berdasarkan Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak No.SE-27/PJ.22/1986
tentang biaya entertainment dan sejenisnya bahwa biaya jamuan (entertainment)
atau sejenisnya yang digunakan untuk mendapatkan, menagih dan memelihara
penghasilan pada dasarnya dapat dikurangkan dari penghasilan bruto dengan
syarat melampirkan daftar nominatif pada surat pemberitahuan tahunan. Daftar
nominatif tersebut adalah berisi: nomor urut, tanggal entertainment dan sejenisnya
yang telah diberikan, nama tempat/alamat/jenis/jumlah (Rp) entertainment dan
43
sejenisnya yang telah diberikan, serta relasi usaha yang diberikan entertainment
dan sejenisnya sesuai dengan nomor urut tersebut diatas berisi: nama, posisi,
nama perusahaan dan jenis usaha.
Dikarenakan tidak melampirkan daftar nominatif untuk biaya jamuan
(entertainment) yang diberikan oleh perusahaan untuk para relasi usaha
perusahaan yang melakukan kunjungan kerja ke perusahaan, maka biaya tersebut
sebesar Rp 44,343,975,- menjadi koreksi positif.
Jika perusahaan membuatkan daftar nominatif maka biaya ini bisa menjadi
pengurang (deductible). Namun dari analisa berdasarkan bukti-bukti yang ada dari
biaya sebesar Rp 44,343,975,- yang berkaitan dengan kegiatan usaha perusahaan
yaitu untuk mendapatkan, menagih dan memelihara penghasilan dan dapat
dibuatkan daftar nominatifnya adalah sebesar Rp 26,043,975,- yang mana biaya
ini adalah biaya jamuan untuk para konsumen PT. Megatama Spring saat
melakukan kunjungan kerja. Dengan demikian maka yang menjadi koreksi fiskal
positif adalah Rp 18,300,000,- karena tidak dapat dibuatkan daftar nominatifnya
yang mana biaya ini adalah digunakan untuk memberikan jamuan kepada
seseorang yang tidak memiliki hubungan kerja.
Jika perusahaan membuatkan daftar nominatif untuk biaya jamuan yang
berkaitan dengan kegiatan usaha untuk mendapatkan, menagih dan memelihara
penghasilan maka untuk laporan laba/rugi dan koreksi fiskalnya adalah sebagai
berikut:
Sebelum Sesudah Pendapatan Usaha Bersih 58,138,695,638 58,138,695,638 Beban Pokok Penjualan (51,318,037,113) (51,318,037,113) Laba Kotor 6,820,658,525 6,643,975,093 Beban Usaha (2,443,228,776) (2,443,228,776) Laba Usaha 4,377,429,749 4,377,429,749 Pendapatan (Beban) Lain-lain (2,590,993,374) (2,590,993,374) Laba Sebelum Pajak Penghasilan 1,786,436,375 1,786,436,375 Pajak Penghasilan (564,222,000) (557,711,000) Laba Bersih 1,222,214,375 1,228,725,375
44
Penyesuaian untuk merekonsiliasi laba komersial menjadi laba fiskal adalah
sebagai berikut:
Sebelum Sesudah Laba komersial sebelum pajak 1,786,436,375 1,786,436,375 Perbedaan permanen
Biaya pajak PPh 21 162,835,510 162,835,510 Biaya PPN penjualan aktiva tetap 178,751,001 178,751,001 Jamuan 44,343,975 18,300,000 Perjalanan dinas 53,226,710 53,226,710
Perbedaan waktu Imbalan karyawan 56,793,943 56,793,943
Pendapatan dikenakan pajak final Jasa giro (25,499,243) (25,499,243)
Penghasilan Kena Pajak – Bersih 2,256,888,271 2,230,844,296 Penghasilan Kena Pajak - Pembulatan 2,256,888,000 2,230,844,000 Taksiran Pajak penghasilan
25 % x Rp 2,256,888,000 564,222,000 - 25 % x Rp 2,230,844,000 - 557,711,000 Taksiran hutang pajak 564,222,000 557,711,000
Pajak dibayar dimuka Pajak penghasilan 22 (340,386,470) (340,386,470) Pajak penghasilan 25 (120,000,000) (120,000,000)
Jumlah pajak dibayar dimuka (460,386,470) (460,386,470) Jumlah PPh 29 yang harus dibayar 103,835,530 97,324,530
4. Biaya perjalanan dinas
Biaya ini dikeluarkan oleh perusahaan kepada karyawan yang melakukan
perjalanan keluar kota dalam rangka melakukan tugas perusahaan yang mana
biaya ini diberikan secara lumpsum.
Ada dua kebijakan dalam biaya perjalanan dinas yaitu diberikan secara
lumpsum atau reimbursement. Kedua kebijakan tersebut sama-sama deductible
sepanjang biaya tersebut berkaitan dengan kegiatan usaha yaitu untuk
mendapatkan, menagih dan memelihara penghasilan.
45
Dikarenakan perusahaan tidak menganalisa dan memisahkan antara biaya
perjalanan dinas yang berkaitan dan yang tidak berkaitan dengan kegiatan usaha
untuk mendapatkan, menagih dan memelihara penghasilan maka seluruh biaya ini
menjadi koreksi fiskal.
Namun dari hasil analisa berdasarkan bukti-bukti yaitu dari tiket perjalanan,
tiket hotel, surat tugas perusahaan dan laporan hasil kunjungan kerja bahwa biaya
perjalanan dinas yang telah dikeluarkan perusahaan sebesar Rp 53,226,710,- yang
berkaitan dengan kegiatan usaha untuk mendapatkan, menagih dan memelihara
penghasilan hanya sebesar Rp 25,937,950,- yang mana biaya ini adalah biaya
untuk perjalanan dinas yang diberikan kepada karyawan yang melakukan tugas
luar kantor dalam acara melakukan audit kepada supplier PT. Megatama Spring
baik yang diluar kota maupun diluar negeri. Oleh karena itu hanya Rp
27,288,760,- yang menjadi koreksi fiskal karena biaya ini merupakan biaya
perjalanan direktur yang tidak ada kaitannya dalam kegiatan usaha.
Sebaiknya perusahaan menganalisa dan memisahkan antara biaya perjalanan
dinas yang berkaitan dengan kegiatan usaha untuk mendapatkan, menagih dan
memelihara penghasilan dengan biaya perjalanan yang memang tidak ada
kaitannya dengan kegiatan usaha.
Jika perusahaan menganalisa dan memisahkan antara biaya perjalanan dinas
yang berkaitan dengan kegiatan usaha untuk mendapatkan, menagih dan
memelihara penghasilan dengan biaya perjalanan yang memang tidak ada
kaitannya dengan kegiatan usaha maka bisa dilihat untuk laporan laba/rugi dan
koreksi fiskalnya adalah sebagai berikut:
46
Sebelum Sesudah Pendapatan Usaha Bersih 58,138,695,638 58,138,695,638 Beban Pokok Penjualan (51,318,037,113) (51,318,037,113) Laba Kotor 6,820,658,525 6,643,975,093 Beban Usaha (2,443,228,776) (2,443,228,776) Laba Usaha 4,377,429,749 4,377,429,749 Pendapatan (Beban) Lain-lain (2,590,993,374) (2,590,993,374) Laba Sebelum Pajak Penghasilan 1,786,436,375 1,786,436,375 Pajak Penghasilan (564,222,000) (557,737,500) Laba Bersih 1,222,214,375 1,228,698,875
Penyesuaian untuk merekonsiliasi laba komersial menjadi laba fiskal adalah
sebagai berikut:
Sebelum Sesudah Laba komersial sebelum pajak 1,786,436,375 1,786,436,375 Perbedaan permanen
Biaya pajak PPh 21 162,835,510 162,835,510 Biaya PPN penjualan aktiva tetap 178,751,001 178,751,001 Jamuan 44,343,975 44,343,975 Perjalanan dinas 53,226,710 27,288,760
Perbedaan waktu Imbalan karyawan 56,793,943 56,793,943
Pendapatan dikenakan pajak final Jasa giro (25,499,243) (25,499,243)
Penghasilan Kena Pajak – Bersih 2,256,888,271 2,230,950,321 Penghasilan Kena Pajak - Pembulatan 2,256,888,000 2,230,950,000 Taksiran Pajak penghasilan
25 % x Rp 2,256,888,000 564,222,000 - 25 % x Rp 2,230,950,000 - 557,737,500 Taksiran hutang pajak 564,222,000 557,737,500
Pajak dibayar dimuka Pajak penghasilan 22 (340,386,470) (340,386,470) Pajak penghasilan 25 (120,000,000) (120,000,000)
Jumlah pajak dibayar dimuka (460,386,470) (460,386,470) Jumlah PPh 29 yang harus dibayar 103,835,530 97,351,030
47
4.2 Rekonsiliasi Fiskal
Setelah melakukan analisa dan evaluasi terhadap setiap biaya-biaya yang
menjadi koreksi fiskal tersebut dapat dilihat perbandingan laporan laba/rugi
perusahaan dan rekonsiliasi fiskalnya secara keseluruhan antara sebelum
dilakukannya perencanaan pajak (tax planning) dan sesudah dilakukanya
perencanaan pajak (tax planning) adalah sebagai berikut:
Sebelum Sesudah Pendapatan Usaha Bersih 58,138,695,638 58,138,695,638 Beban Pokok Penjualan 51,318,037,113 51,494,720,545 Laba Kotor 6,820,658,525 6,643,975,093 Beban Usaha 2,443,228,776 2,280,393,266 Laba Usaha 4,377,429,749 4,363,581,827 Pendapatan (Beban) Lain-lain
Rugi selisih kurs (1,745,035,050) (1,745,035,050) Biaya bunga (713,829,070) (713,829,070) Biaya administrasi bank (157,608,616) (157,608,616) Jasa giro 25,499,243 25,499,243 Lain-lain bersih (19,881) (19,881)
Pendapatan (Beban) Lain-lain Bersih (2,590,993,374) (2,590,993,374) Laba Sebelum Pajak Penghasilan 1,786,436,375 1,772,588,453 Pajak Penghasilan (564,222,000) (462,367,750) Laba Bersih 1,222,214,375 1,310,220,703
Penyesuaian untuk merekonsiliasi laba komersial menjadi laba fiskal adalah
sebagai berikut:
Sebelum Sesudah Laba komersial sebelum pajak 1,786,436,375 1,772,588,453 Perbedaan permanen
Biaya pajak PPh 21 162,835,510 - Biaya pajak lainya 178,751,001 - Jamuan 44,343,975 18,300,000 Perjalanan dinas 53,226,710 27,288,760
Perbedaan waktu Imbalan karyawan 56,793,943 56,793,943
48
Pendapatan dikenakan pajak final Jasa giro (25,499,243) (25,499,243)
Penghasilan Kena Pajak – Bersih 2,256,888,271 1,849,471,913 Penghasilan Kena Pajak - Pembulatan 2,256,888,000 1,849,471,000 Taksiran Pajak penghasilan
25 % x Rp 2,256,888,000,- 564,222,000 - 25 % x Rp 1,849,471,000,- - 462,367,750 Taksiran hutang pajak 564,222,000 462,367,750
Pajak dibayar dimuka Pajak penghasilan 22 (340,386,470) (340,386,470) Pajak penghasilan 25 (120,000,000) (120,000,000)
Jumlah pajak dibayar dimuka (460,386,470) (460,386,470) Jumlah PPh 29 yang harus dibayar 103,835,530 1,981,280
Dalam penerapan perencanaan pajak (tax planning) di PT. Megatama Spring
untuk jumlah koreksi positif menjadi berkurang. Jika sebelum melakukan
perencanaan pajak (tax planning) jumlah koreksi positif sebesar Rp 495,951,139,-
maka setelah penerapan pajak (tax planning) menjadi sebesar Rp 102,382,703,-.
Dengan berkurangnya koreksi fiskal positif maka taksiran beban pajak menjadi
berkurang. Jika sebelumnya jumlah taksiran beban pajak sebesar Rp
564,222,000,- maka setelah melakukan penerapan perencanaan pajak (tax
planning) taksiran beban pajak menjadi sebesar Rp 462,367,750,-. Dengan
menurunya taksiran beban pajak tersebut maka untuk laba bersih setelah pajak
akan meningkat menjadi Rp 1,310,220,703,- yang mana sebelumnya adalah Rp
1,222,214,375,-. Dan untuk PPh pasal 29 terutang juga berkurang, jika sebelum
perencanaan pajak (tax planning) sebesar Rp 103,835,530,- maka setelah
penerapan perencanaan pajak (tax planning) menjadi sebesar Rp 1,981,280-. Jika
perusahaan melakukan perencanaan pajak dengan baik dan benar sesuai dengan
peraturan perpajakan yang berlaku maka perusahaan dapat melakukan
penghematan pajak.
49
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
Penerapan perencananaan pajak (tax planning) sebagai upaya penghematan
pajak pada PT. Megatama Spring menghasilkan beberapa kesimpulan yang
diantaranya adalah sebagai berikut:
1. Adanya perbedaan jumlah koreksi fiskal sebelum dan sesudah
perencanaan (tax planning) yaitu sebesar Rp 393,568,436,-. Selisih
tersebut terdiri dari biaya pajak PPh 21 sebesar Rp 162,835,510,-, biaya
PPN atas penjualan tanah dan bangunan sebesar Rp 178,751,001,-, biaya
jamuan (entertainment) yang dapat dibuatkan daftar nominatifnya sebesar
Rp 26,043,975,- dan biaya perjalanan dinas yang berkaitan dengan
kegiatan usaha untuk mendapatkan, menagih dan memelihara penghasilan
sebesar Rp 25,937,950,-
2. Dalam penerapan perencanaan pajak (tax planning) pada PT. Megatama
Spring ada beberapa hal yang dapat dilakukan untuk menghemat
pembayaran pajak yang diantaranya:
a. Perhitungan PPh pasal 21 dengan menggunakan metoda gross up bisa
menghemat pembayaran pajak sepanjang penghasilan karyawan yang
bersangkutan masuk kedalam range dimana tarif pajaknya masih
dibawah tarif PPh Badan.
b. Dalam melakukan penjualan aktiva tetap yang berhubungan langsung
dengan kegiatan usaha harus melakukan pemungutan PPN kepada
pembeli.
c. Membuatkan daftar nominatif untuk biaya jamuan (entertainment)
yang berkaitan dengan kegiatan usaha untuk mendapatkan, menagih
dan memelihara penghasilan.
50
d. Menganalisa dan memisahkan antara biaya perjalanan dinas yang
berkaitan dengan kegiatan usaha untuk mendapatkan, menagih dan
memelihara penghasilan dengan biaya perjalanan yang memang tidak
ada kaitannya dengan kegiatan usaha.
5.2 Saran
Dari hasil analisa tersebut, maka penulis menyarankan agar penerapan
perencanaan pajak di PT. Megatama Spring dilaksanakan karena perusahaan
memiliki keuntungan yaitu menghemat pembayaran pajak dengan melalui
beberapa hal yang diantaranya:
1. Untuk perhitungan PPh pasal 21 menggunakan metoda gross up karena
bisa menghemat pembayaran pajak sepanjang penghasilan karyawan
yang bersangkutan masuk kedalam range dimana tarif pajaknya masih
dibawah tarif PPh Badan.
2. Untuk melakukan pemungutan PPN atas penjualan aktiva tetap yang
berhubungan langsung dengan kegiatan usaha.
3. Untuk biaya jamuan (entertainment) perusahaan membuatkan daftar
nominatifnya dalam surat pemberitahuan tahunan, yang mana daftar
nominatif tersebut berisi: nomor urut, tanggal entertainment dan
sejenisnya yang telah diberikan, nama tempat/alamat/jenis/jumlah (Rp)
entertainment dan sejenisnya yang telah diberikan, serta relasi usaha
yang diberikan entertainment dan sejenisnya sesuai dengan nomor urut
tersebut diatas berisi: nama, posisi, nama perusahaan dan jenis usaha.
4. Untuk biaya perjalanan dinas dianalisa dan dipisahkan antara biaya yang
berkaitan dan yang tidak berkaitan dengan kegiatan usaha dengan cara
memeriksa bukti kelengkapan dokumen tersebut yang diantaranya adalah
tiket perjalanan, tiket hotel, surat tugas dari perusahaan dan laporan hasil
kunjungan kerja.