perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
PENGARUH BERMAIN PERAN PROSOSIAL TERHADAP
PENINGKATAN KONSEP DIRI ANAK PADA SISWA SD
NEGERI 1 PRAMBANAN
Dalam Rangka Penyusunan Skripsi Sebagai Salah Satu Syarat
Guna Memperoleh Gelar Sarjana Psikologi
Program Pendidikan Strata 1 Psikologi
Disusun Oleh:
Diah Tri Novita
G 0104016
PROGRAM STUDI PSIKOLOGI
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA
2011
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
ii
ii
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
iii
iii
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
iv
iv
HALAMAN PERNYATAAN
Dengan ini saya menyatakan dengan sesungguhnya bahwa dalam skripsi
saya ini tidak terdapat karya yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar
kesarjanaan di suatu perguruan tinggi, dan sepanjang pengetahuan saya tidak
terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain,
kecuali yang secara tertulis dalam naskah ini dan disebutkan dalam daftar pustaka.
Jika terdapat hal-hal yang tidak sesuai dengan isi pernyataan ini, maka saya
bersedia derajat kesarjanaan saya dicabut.
Surakarta, April 2011
Diah Tri Novita
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
v
v
MOTTO
Sesungguhnya sesudah kesulitan itu pasti terdapat kemudahan.
(Q.S. Al Inshyroh : 5)
Jangan takut dengan kesalahan, kebijaksanaan biasanya lahir dari kesalahan.
(Paul Galvin)
Bukan masalah-masalah yang mengganggu pikiran tetapi cara memandang masalah tersebut.
Semua bergantung pada cara memandang sesuatu.
(Epictetus)
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
vi
vi
PERSEMBAHAN
Dengan penuh hormat serta cinta, kasih, dan sayang, karya sederhana ini kupersembahkan
kepada :
1. Ibu dan Bapak, serta keluarga tercinta.
2. Staf pengajar Program Studi Psikologi UNS.
3. Semua pihak yang telah membantu dalam penyelesaian
karya ini.
4. Almamaterku.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
vii
vii
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT atas segala limpahan
nikmat, rahmat, dan hidayah-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi
dengan judul Pengaruh Bermain Peran Prososial Terhadap Peningkatan Konsep
Diri Pada Siswa SD Negeri 1 Prambanan sebagai syarat mendapatkan gelar
sarjana Program Studi Psikologi Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret
Surakarta.
Penulis menyadari akan kekurangan, kelemahan, dan hambatan yang
penulis hadapi, sehingga tanpa dorongan, bantuan, bimbingan, serta doa dari
beberapa pihak, skripsi ini tidak akan terselesaikan dengan baik, oleh karena itu
penulis menghaturkan terimakasih dan penghargaan yang setinggi-tingginya
kepada :
1. Bapak Prof. Dr. AA. Subijanto, dr., M.S. selaku Dekan Fakultas Kedokteran
Universitas Sebelas Maret Surakarta.
2. Bapak Drs. Hardjono, M.Si., selaku ketua Program Studi Psikologi Fakultas
Kedokteran Universitas Sebelas Maret.
3. Ibu Dra. Tuti Hardjajani, M.Si selaku dosen pembimbing I, yang telah
memberikan arahan, bimbingan, serta masukan yang bermanfaat bagi
kelancaran skripsi penulis.
4. Bapak Nugraha Arif Karyanta, S.Psi., selaku pembimbing II, yang dengan
sabar memberikan bimbingan, arahan, masukan, serta memberi semangat,
dan motivasi untuk terus berusaha hingga skripsi ini dapat terselesaikan
dengan baik.
5. Ibu Dra. Macmuroh, M.S., selaku dosen pembimbing akademik dan penguji
I, yang selalu memberi semangat dan motivasi kepada penulis untuk terus
berjuang menyelesaikan skripsi dan memberi masukan yang sangat
bermanfaat bagi penyelesaian skripsi ini.
6. Bapak H. Arista Adi Nugroho, S.Psi, M.M selaku penguji II, dan memberi
masukan yang sangat bermanfaat bagi penyelesaian skripsi ini.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
viii
viii
7. Seluruh staf pengajar Program Studi Psikologi Fakultas Kedokteran
Universitas Sebelas Maret yang telah memberikan bekal ilmu dan
pengalaman kepada penulis.
8. Seluruh staf tata usaha dan perpustakaan Program Studi Psikologi Fakultas
Kedokteran Universitas Sebelas Maret, yang telah membantu kelancaran
studi penulis.
9. Kepala Sekolah beserta seluruh pengajar dan staf tata usaha SD Negeri 1
Prambanan Klaten yang bersedia memberikan ijin serta membantu penulis
dalam melakukan penelitian.
10. Adik-adik siswa kelas V SD Negeri 1 Prambanan Klaten yang telah
membantu dalam proses pengumpulan data.
11. Keluarga tercinta yang telah memberikan nasihat, pengertian, kesabaran,
semangat, motivasi, arahan, dan bimbingan kepada penulis dalam
menyelesaikan skripsi, serta kasih sayang, dan doa yang selalu dipanjatkan
demi kesuksesan penulis.
12. Orang-orang terdekat dan sahabat-sahabatku yang telah menemaniku,
memberi semangat, dukungan, bantuan, serta atas doanya, semoga kita tetap
dapat saling membantu dalam kebaikan.
13. Teman-teman Psikologi terutama angkatan 2004, terima kasih atas bantuan,
semangat, dan dukungannya.
14. Semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan karena adanya keterbatasan.
Semoga Allah SWT memberikan balasan yang lebih baik kepada kita semua.
Surakarta, April 2011
Penulis
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
ix
ix
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL .....................................................................................
HALAMAN PERSETUJUAN ......................................................................
HALAMAN PENGESAHAN .......................................................................
HALAMAN PERNYATAAN ......................................................................
MOTTO ........................................................................................................
HALAMAN PERSEMBAHAN ...................................................................
KATA PENGANTAR ..................................................................................
DAFTAR ISI ................................................................................................
DAFTAR TABEL ........................................................................................
DAFTAR LAMPIRAN ................................................................................
DAFTAR GAMBAR ....................................................................................
ABSTRAK ...................................................................................................
BAB I. PENDAHULUAN ...........................................................................
A. Latar Belakang Masalah ...............................................................
B. Rumusan Masalah .........................................................................
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian ......................................................
BAB II. LANDASAN TEORI ....................................................................
A. Konsep Diri ..................................................................................
1. Pengertian Konsep Diri ..........................................................
2. Perkembangan Konsep Diri ....................................................
3. Jenis-Jenis Konsep Diri .........................................................
i
ii
iii
iv
v
vi
vii
ix
xii
xiii
xiv
xv
1
1
11
11
13
13
13
15
18
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
x
x
4. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Konsep Diri ...................
5. Aspek-Aspek Konsep Diri ......................................................
B. Bermain Peran Prososial ...............................................................
1. Pengertian Bermain Peran ………………………………….
2. Tahap-Tahap Bermain Peran ……………………………….
3. Macam-macam Bermain Peran …………………………….
4. Pengertian Perilaku Prososial ……..…………………..........
5. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Perilaku Prososial ........
6. Pengertian Bermain Peran Prososial ………….…….………
7. Aspek-Aspek Bermain Peran Prososial ..................................
C. Pengaruh Bermain Peran Prososial Terhadap Peningkatan
Konsep Diri pada Anak ................................................................
D. Kerangka Pemikiran ......... ...........................................................
E. Hipotesis .......................................................................................
BAB III. METODE PENELITIAN ...........................................................
A. Identifikasi Variabel Penelitian ....................................................
B. Definisi Operasional Variabel Penelitian .....................................
C. Subjek Penelitian ..........................................................................
D. Rancangan Penelitian ...................................................................
E. Alat Pengumpul Data .....................................................................
F. Validitas dan Reliabilitas Data ......................................................
G. Metode Analisis Data ...................................................................
19
22
24
24
28
31
34
35
39
40
42
46
47
48
48
48
49
50
51
58
60
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
xi
xi
BAB IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ..........................
A. Persiapan Penelitian .....................................................................
1. Orientasi Kancah Penelitian ....................................................
2. Persiapan Alat Ukur ................................................................
3. Pelaksanaan Uji-coba ..............................................................
4. Uji Validitas dan Reliabilitas Skala ........................................
5. Penomoran Baru Alat Ukur Penelitian ....................................
B. Pelaksanaan Eksperimen ..............................................................
1. Penentuan Subjek Penelitian ...................................................
2. Pelaksanaan Penelitian ............................................................
C. Hasil Analisis Data .......................................................................
1. Hasil Pretest dan Posttest .......................................................
2. Hasil Statistik Deskriptif .......................................................
3. Uji Normalitas ........................................................................
4. Uji Linieritas ..........................................................................
5. Uji Homogenitas ……………………………………………
6. Uji Hipotesis ………………………………………………...
D. Pembahasan ..................................................................................
BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN .....................................................
A. Kesimpulan ...................................................................................
B. Saran .............................................................................................
DAFTAR PUSTAKA ..................................................................................
LAMPIRAN .................................................................................................
61
61
61
62
62
63
64
65
65
67
74
74
75
77
79
79
80
81
88
88
89
90
94
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
xii
xii
DAFTAR TABEL
Tabel 1. Blue-print Skala Sikap Konsep Diri pada Anak ..............................
Tabel 2. Pembagian Peran dan Karakter Peran ............................................
Tabel 3. Pedoman Pengamatan ....................................................................
Tabel 4. Distribusi Aitem Sahih dan Aitem Gugur Skala Konsep Diri pada
Anak Setelah Uji Coba ...................................................................
Tabel 5. Distribusi Aitem Skala Konsep Diri pada Anak Setelah Uji Coba
Tabel 6. Data Hasil Pengukuran ....................................................................
Tabel 7. Kriteria Kategori Skala Sikap Konsep Diri pada Anak dan
Distribusi Skor Subjek ...................................................................
Tabel 8. Hasil Pengamatan ...........................................................................
Tabel 9. Hasil Laporan Subjek dalam Pemeranan ………….……….…….
Tabel 10. Hasil Pretest dan Posttest ...............................................................
Tabel 11. Tabel Deskriptif Statistik ..............................................................
Tabel 12. Data Hipotetik dan Data Empirik ...................................................
Tabel 13. Kategorisasi Subjek Penelitian ......................................................
Tabel 14. Uji Normalitas berdasarkan rasio Skewness dan Kurtosis ..............
Tabel 15. Uji Normalitas menggunakan rumus Shapiro WiIlk ......................
Tabel 16. Uji Linieritas ...................................................................................
Tabel 17. Uji Homogenitas ............................................................................
Tabel 18. Uji Hipotesis ..................................................................................
52
55
56
64
65
66
66
70
71
75
75
76
76
78
78
79
80
80
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
xiii
xiii
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran A. Modul Bermain Peran Prososial ...............................................
Lampiran B. Alat Ukur Uji Coba .................................................................
Lampiran C. Tabulasi Hasil Uji Coba ..........................................................
Lampiran D. Hasil Uji Validitas dan Reliabilitas .........................................
Lampiran E. Alat Ukur Penelitian ................................................................
Lampiran F. Tabulasi Data Hasil Penelitian .................................................
Lampiran G. Hasil Uji Normalitas, Linieritas dan Homogenitas ..................
Lampiran H. Hasil Uji Hipotesis ........……………....……………………...
Lampiran I. Surat Penelitian ........……………………….....
Lampiran J. Hasil Dokumentasi ……………………………………….......
95
103
108
113
117
122
129
137
139
142
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
xiv
xiv
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1. Kerangka Pemikiran ……………………………………………….. 40
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
xv
xv
ABSTRAK
Pengaruh Bermain Peran Prososial Terhadap Peningkatan Konsep Diri
Anak Pada Siswa SD Negeri 1 Prambanan
Diah Tri Novita
Universitas Negeri Sebelas Maret
Konsep diri anak akan berkembang melalui interaksi dengan orang lain. Konsep diri yang positif sangat penting dalam perkembangan individu. Konsep diri positif membantu anak menjadi lebih percaya diri dan mandiri. Respon positif dari orang lain dan penerimaan sosial dapat meningkatkan konsep diri positif. Hal tersebut dapat diperoleh dengan melakukan tindakan prososial dalam interkasi sosial. Perilaku prososial dapat ditanamkan pada anak dengan cara bermain peran prososial agar anak juga dapat merasakan langsung respon positif dan penerimaan sosial yang dapat meningkatkan konsep diri anak. Tujuan penelitian ini untuk mengetahui pengaruh bermain peran prososial terhadap peningkatan konsep diri anak pada siswa SD Negeri 1 Prambanan. Penelitian ini menggunakan metode kuasi eksperimen dengan randomize pretest-posttest one group design. Skor konsep diri anak akan dibandingkan sebelum dan sesudah perlakuan berupa bermain peran prososial. Pemilihan subjek dilakukan dengan teknik purposive non-random sampling. Subjek penelitian merupakan siswa berusia 10-11 tahun dan memiliki skor konsep diri sedang hingga sangat rendah. Pemilihan subjek tersebut berdasarkan kriteria yang sesuai dalam penelitian. Subjek penelitian adalah siswa kelas V SD berjumlah 16 anak.
Alat pengumpul data menggunakan modifikasi skala konsep diri anak PHCS (Piers-Harris Children Self-Concept scale) dengan menambahkan aspek konsep diri menurut Berzonsky. Skala sikap konsep diri yang digunakan terdiri dari 52 aitem pernyataan yang harus diisi sesuai dengan kondisi subjek. Analisis data menggunakan teknik analisis Paired Sample T-Test dengan bantuan program statistik SPSS 16. Hasil perhitungan Paired Sample T- Test menunjukkan, T hitung = 2,446 > T tabel = 2,15 dan p < 0,05. Hal ini berarti bahwa terdapat peningkatan skor konsep diri yang signifikan sesudah pemberian perlakuan berupa bermain peran prososial dibandingkan sebelum pemberian perlakuan. Hasil analisis deskrptif juga menunjukkan peningkatan mean sesudah perlakuan sebesar 29,63 dibanding sebelum perlakuan yang menunjukkan sebesar 25,19 memberikan gambaran bahwa pemberian perlakuan berupa bermain peran prososial tersebut memberikan pengaruh terhadap peningkatan konsep diri pada anak. Peningkatan skor konsep diri masing-masing subjek dan rata-rata seluruh subjek menunjukkan bahwa bermain peran prososial mampu meningkatkan konsep diri pada anak. Kata kunci : Bermain peran Prososial, Konsep Diri
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
xvi
xvi
ABSTRACT
The Influence of Prosocial Role Play On Increasing Children’s Self Concept
In SD Negeri 1 Prambanan Student
Diah Tri Novita
Sebelas Maret University
Children’s self concept is formed by individual through interactions with environment. Positive children’s self-concept have significant influence for children development. It makes children more confidence and independent in their social life. Positive response from others and social acceptance can increase positive self concept. It can happen when they do some prosocial behavior in their interactions. Children can learn prosocial behavior through prosocial role play. Prosocial role play may make the children experience positive response and social acceptance so they can increase their self concept. The main focus of this study is to examine the influence of prosocial role play to increasing children’s self concept on SD Negeri 1 Prambanan. This study used quasi experiment with randomize pretest-posttest one group design. Score of child self concept before roleplay is compared with score after roleplay. Subject selection used purposive non-random sampling technique. Subject was 10-11 years old students and had medium until very low score of children’s self concept scale. That subject selection based on criteria that required for this study. Sixteen children from Five grade elementary school is selected as subject.
The modification of children self concept scale was used to measure children self concept. The children’s self concept scale was modified from PHCS (Piers-Harris Children’s Self-Concept scale) and added some aspect of self concept from Berzonsky. Self concept scale that was used in this study consisted from 52 item statements that must did properly with subject condition. Data analysis of this study uses Paired Sample T-Test with SPSS 16 statistic programme. The result of analysis with Paired Sample T- Test revealed significant differences between pretest and posttest of children’s self concept through prosocial role play, T (2,15) = 2,446 and p < 0,05. From descriptive analysis revealed that mean increase after the prosocial role play (M = 29,63) than before the prosocial role play (M = 25,19) also gives description that prosocial role play has significant influence to the increase of children’s self concept. Increasing of children’s self concept each subject and mean for all subject revealed that prosocial role play could increases children’s self concept. Keywords : prosocial role play, self concept
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Masalah sumber daya manusia menjadi salah satu permasalahan penting
bagi negara berkembang seperti Indonesia. Masalah sumber daya manusia tidak
bisa lepas dari bidang pendidikan yang secara umum diidentikkan dengan
pendidikan formal yang diselenggarakan di sekolah.
Pendidikan seolah menjadi syarat mutlak sebuah kesuksesan. Hampir
setiap orang menggantungkan harapan kepada pendidikan untuk melahirkan
generasi yang menguasai beragam ilmu dan pengetahuan. Generasi yang mampu
memanfaatkan potensi diri dan setiap peluang hingga menjadi manusia yang
sukses dalam setiap hal. Namun pada kenyataannya, terkadang seseorang berhasil
mencapai jenjang pendidikan yang tinggi tetapi kurang berhasil dalam kehidupan,
atau sebaliknya. Tidak jarang seseorang suskes dalam kehidupan, tetapi
pencapaian akademiknya biasa saja. Fenomena ketidakkonsistenan antara
pendidikan dan keberhasilan kehidupan tersebut memunculkan pertanyaan
bagiamana sistem pendidikan yang sangat kompetitif ternyata dapat melahirkan
generasi yang tangguh secara keilmuan tetapi rapuh atau gagal dalam kehidupan.
Menurut Aikesari (www.aikesari.multiply.com), salah satu kemungkinan
penyebabnya adalah ketika anak didik dihadapkan kepada beban pendidikan yang
terlalu banyak dan ekspetasi yang terlalu tinggi dikarenakan lingkungan yang
sangat kompetitif, sistem pendidikan dan lingkungan tidak memberikan ruang
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
2
yang cukup untuk mengembangkan konsep diri anak didik secara matang dan
positif. Menurut Meggert (dalam Kenny et. al., 2009), konsep diri pada anak
berhubungan dengan cara pandang tentang diri anak tersebut yang berkaitan
dengan atribut dan kemampuannya.
Di setiap jenjang pendidikan, anak sudah datang dengan berbagai konsep
diri, baik yang positif maupun yang negatif. Sekolah memang memiliki resiko
untuk menerima anak-anak dengan berbagai konsep diri tersebut. Di sekolah
sering dijumpai istilah anak bermasalah, berperilaku sulit, nakal dan lain
sebagainya. Sekolah justru yang sering memunculkan label-label tersebut tetapi
tidak berusaha memahami kondisi-kondisi yang sebenarnya anak alami. Sebagai
contoh, jika ada anak yang sering tidak mengerjakan PR, anak itu akan dimarahi
habis-habisan. Hal baik jika guru dapat menahan diri dan tidak lepas kendali
dalam pemilihan kata-katanya. Namun, jika kata-kata yang diucapkan tidak pantas
misal dasar pemalas, dasar anak bodoh dan diucapkan berkali-kali dalam jangka
waktu tertentu, problem kemalasan mengerjakan PR mungkin malah akan
semakin parah.
Banyak guru mengeluh bahwa anak yang sudah mendapatkan penanganan
kedisiplinan tidak semakin membaik tapi justru semakin memburuk. Bukan
menurut, tetapi malah semakin melawan. Hal ini dapat terjadi karena penanganan
kedisiplinan yang diterapkan guru tersebut justru memperkuat konsep diri anak
yang sudah buruk. Pengalaman hidup yang dialami anak-anak di dalam kelas
bersama sang guru akan sangat bermakna bagi mereka. Karena itu sangat fatal
apabila guru-guru berpikir bahwa tugas mereka hanya mengajar dalam bidang
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
3
akademis. Guru juga harus bepikir bahwa guru memiliki peran yang sangat
penting dalam membangun konsep diri anak.
Prestasi akademis berhubungan dengan konsep diri anak, sehingga upaya
untuk mengajar anak akan sulit dilakukan tanpa pembinaan konsep diri. Anak
yang memiiki konsep diri yang baik biasanya belajar dengan mudah karena
senang menerima tantangan untuk melakukan sesuatu yang baru dan memperoleh
keterampilan yang baru. Sikap mental “aku bisa”, membuat pembelajaran menjadi
lebih mudah. Sebagai orang tua atau guru, kita harus punya komitmen untuk
membantu anak merasa nyaman dengan dirinya. Jika anak merasa bahwa anda
percaya akan kemampuannya untuk menjadi sukses, dan ia juga percaya, tidak
akan terbayangkan apa yang bisa dicapai olehnya.
Anak biasanya juga membandingkan dirinya dengan orang-orang di
sekitarnya. Dari lingkungan keluarga, anak akan membandingkan dirinya dengan
orang tuanya atau saudaranya. Misal, anak merasa tidak sepintar ayahnya atau
anak merasa tidak pandai menggambar seperti kakaknya. Beberapa anak mungkin
belum menyadari bahwa kemampuan anak berbeda dengan kemampuan remaja
atau orang dewasa.
Di sekolah, anak sering dibandingkan dengan anak lain di kelasnya bukan
bagaimana dibandingkan dengan anak tersebut ditahun sebelumnya. Hal ini dapat
membuat anak merasa peningkatan yang terjadi pada dirinya tidak merubah
pandangan seseorang tentang dirinya. Orang lain akan selalu menganggap anak
tersebut tetap dibawah rata-rata anak lain di kelasnya. Dengan sistem sekolah
dimana guru yang mengajar berbeda setiap tahunnya, guru akan sulit untuk
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
4
mengetahui peningkatan anak setiap tahun. Guru yang tidak mengetahui
peningkatan anak setiap tahun sulit untuk membantu anak menghargai
peningkatan dan menggunakannya sebagai dasar pembentukan self esteem dan
motivasi.
Orang tua dan guru perlu mengetahui bagaimana seharusnya sikap mereka
agar dapat membantu anak meningkatkan penilaian positif terhadap dirinya
sendiri. Contoh kasus, seorang anak usia 9 tahun selalu menonton kartun di
televisi sebelum berangkat ke sekolah. Pada suatu hari karena asik menonton
televisi iaa terburu-buru berangkat ke sekolah. Saat mengecek tasnya ia baru ingat
bahwa ada pr yang belum dikerjakan. Tiba-tiba mukanya merah dan melemparkan
tasnya ke lantai. Biasanya pada kondisi tersebut orang tua kan menenangkan anak
dan menasehati agar lain kali dia tidak menonton televisi saat berangkat ke
sekolah namun menggunakan waktunya untuk mengecek kembali tas sekolah dan
pelajarannya. Dan respon yang sering kita dapat dari anak jika orang tua
melakukan hal seperti itu adalah ia akan marah atau malah berteriak pada orang
tua. Tujuan orang tua sebenarnya ingin anak menyadari kesalahannya namun cara
tersebut secara tidak langsung malah membuat anak semakin merasa dirinya
bersalah dan menimbulkan penilaian yang buruk pada dirinya sendiri. Cara yang
paling tepat mungkin adalah dengan membuat aturan baru untuk mengatasi
masalah tersebut bukan menyalahkan anak. Mungkin dengan orang tua mengecek
perlengkapan sekolah anak sebelum berangkat sekolah atau membantu anak
menjelaskan pada gurunya.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
5
Menurut Barnes (2000), kata-kata yang bersifat sebagai dorongan dapat
berpengaruh lebih baik terhadap penilaian anak pada dirinya sendiri. Kata-kata
yang bersifat dorongan akan membuat anak percaya pada apa yang mereka
mampu dan miliki. Sebagai contoh, kalimat “kamu bisa melakukannya” akan
lebih baik daripada kalimat “kamu kadang ceroboh,jadi hati-hati”, atau “kamu
melakukannya dengan bagus” akan lebih baik dari “kamu bisa melakukan lebih
baik”.
Seorang anak sering mendengar cerita mengenai diri mereka dari
keluarganya. Cerita tersebut mungkin mengenai masalah mereka di sekolah,
kegagalan, kemampuan mereka. Dari cerita tersebut dapat menggambarkan
apakah anak itu pintar atau bodoh, rajin atau malas, cantik atau biasa saja, populer
atau tidak. Tanpa disadari cerita ini akan mempengaruhi penilaian orang lain dan
diri sendiri. Atau kadang orang tua mrasa perlu mengatakan pada anaknya tentang
permassalahan yang dibicarakan guru pada orang tua pada anaknya. Padahal ini
dapat semakin meyakinkan anak tentang penilaian yang kurang baik tentang
dirinya.
Menurut Rogers (1977), banyak bukti menunjukkan bahwa perilaku anak
dalam berbagai konteks yang spesifik lebih banyak ditentukan oleh bagaimana
cara mereka memandang diri mereka sendiri. Konsep diri memiliki peran yang
sangat penting dalam perkembangan anak. Konsep diri akan menjadi dasar
pembentukan karakter individu. Mengerti tentang konsep diri anak dapat
membantu orang tua atau guru dalam mengambil tindakan untuk memberikan
intervensi awal yang spesifik sesuai dengan tahap perkembangan. Hal ini penting
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
6
untuk meningkatkan perkembangan kemampuan anak dan mencegah munculnya
perilaku menyimpang dalam tahap-tahap perkembangan (Spencer, 1991 dalam
Kenny et. al., 2009).
Konsep diri yang sehat pada anak dapat menjadi dasar yang sangat baik
bagi perkembangan anak, demikian juga sebaliknya konsep diri yang buruk dapat
menghambat perkembangan anak. Konsep diri pada anak membentuk inti yang
tetap yang menyatukan perilaku-perilaku dan mencegah kekacauan sifat-sifat.
Konsep diri yang kuat membantu anak percaya diri dan mandiri. Dalam
menghadapi permasalahan hidup yang kompleks, mereka merasa lebih kuat dan
memandang dunia lebih bersahabat dan tidak mengancam. Menurut Rogers
(1977), konsep diri yang sehat membantu anak memiliki kemampuan untuk
menghadapi lingkungannya. Konsep diri akan terus berkembang walaupun tahap-
tahap perkembangan telah tercapai. Konsep diri anak dapat berkembang kearah
negatif maupun positif (Calhoun & Acocella, 1990).
Menurut Rini (www.e-psikologi.com), individu dikatakan mempunyai
konsep diri negatif jika ia meyakini dan memandang bahwa dirinya lemah, tidak
berdaya, tidak dapat berbuat apa-apa, tidak kompeten, gagal, malang, tidak
menarik, tidak disukai dan kehilangan daya tarik terhadap hidup. Menurut Tim
Familia (2006) apabila seseorang mempunyai gambaran yang negatif tentang
dirinya, maka akan muncul evaluasi negatif pula tentang dirinya. Keyakinan
seseorang bahwa ia pasti gagal mungkin disebabkan ia memandang dirinya tidak
kompeten atau bahkan bodoh. Pandangan ini selanjutnya dapat mempengaruhi
cara belajar dan mengerjakan tugas. Kemungkinan besar ia pun akan gagal seperti
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
7
keyakinannya. Jika berhasil, orang yang memiliki konsep diri negatif akan
mengatakan bahwa keberhasilannya karena suatu kebetulan atau nasib baik.
Sebaliknya apabila seseorang memiliki konsep diri yang positif, maka
akan terbentuk penghargaan yang tinggi pula terhadap diri sendiri. Penghargaan
terhadap diri yang merupakan evaluasi tehadap diri sendiri akan menentukan
sejauh mana seseorang yakin akan kemampuan dirinya dan keberhasilan dirinya.
Jadi, apabila ia memiliki konsep diri yang positif, segala perilakunya akan selalu
tertuju pada keberhasilan. Anak yang memiliki konsep diri positif, jika
menghadapi kegagalan akan bersikap lebih positif. Oleh karena itu, anak yang
memiliki konsep diri positif biasanya juga lebih optimis dan realistis.
Menurut beberapa ahli, konsep diri dikembangkan melalui interaksinya
dengan orang lain maupun peniruan. Apabila sejak kecil ia diterima, disayangi
dan selalu dihargai, maka ia akan mengembangkan konsep diri yang positif.
Sementara itu pengalaman sosial yang buruk seperti ditolak, dicela, akan
membentuk konsep diri yang negatif. Demikian halnya perilaku orang-orang yang
dianggap penting bagi anak maupun tokoh-tokoh idola anak akan mempengaruhi
konsep dirinya. Dengan bertambahnya usia seorang anak, maka konsep diri akan
terus berkembang melalui interaksinya dengan orang lain selain orang tuanya
terutama melalui perbandingan sosial dengan teman sebayanya (Tim Familia,
2006). Anak yang mengalami umpan balik negatif dari anak yang lain dapat
mempengaruhi konsep dirinya (Kenny et. al., 2009).
Agar anak lebih mudah diterima dalam lingkungannya, anak melakukan
tindakan-tindakan yang sesuai dengan norma-norma sosial. Individu dalam suatu
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
8
masyarakat biasanya melakukan hal-hal yang dapat diterima dalam budaya
masyarakat tersebut (Twenge, et. al., 2007). Sebagai contoh, anak yang masuk
dalam lingkungan yang baru akan lebih mudah diterima dalam lingkungan
tersebut jika anak tersebut baik terhadap anak lain, suka menolong, tidak suka
berbohong, dan lain sebagainya. Perilaku-perilaku yang lebih berorientasi pada
orang lain disebut dengan perilaku prososial.
Menurut Twenge, et. al., (2007) perilaku prososial merupakan perilaku
yang ditunjukkan untuk lebih menguntungkan orang lain dibanding
menguntungkan diri sendiri dan biasanya memiliki resiko untuk diri sendiri.
Sebagian besar kebudayaan mendorong dan bahkan mensyaratkan perilaku
prososial karena hal ini vital dalam sistem interaksi sosial. Empati dan perilaku
prososial yang rendah dapat mengarahkan pada penolakan sosial. Menurut
Eisenberg & Fabes (dalam Retnaningsih, 2005), perilaku prososial dapat
berfungsi untuk meningkatkan kualitas sosial dan hubungan antar individu. Brian
& Test (dalam Hakam, 2008) memandang perilaku prososial sebagai kegiatan
individu untuk berbagi atau berkorban yang diperkirakan akan mendapat
reinforcement positif karena tidak mendapatkan hasil sosial atau materi yang
nyata. Perilaku prososial juga menimbulkan perasaan positif seperti berharga
karena dirinya berguna bagi orang lain, perasaan kompeten serta dapat terhindar
dari perasaan bersalah apabila tidak menolong (Baurn, Fisher & Singer, 1985
dalam Retnaningsih, 2005).
Perilaku prososial dapat dipengaruhi oleh faktor situasional dan faktor
personal. Faktor-faktor situasional meliputi kehadiran orang lain, pengorbanan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
9
yang harus dikeluarkan, pengalaman dan suasana hati, kejelasan stimulus, adanya
norma-norma sosial, serta hubungan antara calon penolong dengan si korban.
Faktor personal yang mendorong perilaku prososial antara lain empati yang
tinggi, harga diri yang tinggi, kebutuhan akan persetujuan orang lain yang rendah,
penghindaran tanggung jawab yang rendah, lokus kendali internal serta adanya
keyakinan dalam diri individu bahwa dunia adalah adil dan dapat diprediksi
bahwa perilaku yang baik akan memperoleh ganjaran sedang perilaku jahat akan
memperoleh hukuman (Dayakisni & Hudaniah, 2003).
Menurut Yosef (www.kabarindonesia.com) terdapat satu hal yang perlu
diketahui oleh orang tua dan pendidik seputar menumbuhkan perilaku prososial
anak yaitu membawa anak pada pengalaman nyata (real-life experiences) melalui
bemain peran. Menurut Zuhaerini (dalam Sadali, 2000) bermain peran digunakan
apabila materi yang akan diajarkan dimaksudkan untuk :
a. Menerangkan suatu peristiwa yang didalamnya menyangkut orang banyak dan
berdasarkan pertimbangan lebih baik didramatisasikan daripada diceritakan,
karena akan lebih jelas dan dihayati oleh anak. Anak akan mengalami kesulitan
jika membayangkan orang yang terlalu banyak jika hanya diceritakan.
b. Melatih anak agar mereka mampu menyelesaikan masalah-masalah sosial
psikologis. Permasalahan yang diangkat dalam bermain peran biasanya
merupakan permasalahan sosial yang juga melibatkan kondisi psikologis
individu yang terlibat dalam masalah tersebut.
c. Melatih anak agar mereka dapat berinteraksi dan memberi kemungkinan bagi
pemahaman terhadap orang lain beserta masalahnya. Bermain peran melibatkan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
10
banyak orang sehingga dengan bermain peran anak-anak dapat melatih interkasi
mereka dengan orang lain.
Roberta M. Berns (dalam Yosef, 2008) mengungkapkan bahwa melalui
kesempatan bermain peran prososial seolah anak ditempatkan pada pengalaman
yang nyata akan meningkatkan perilaku prososial anak. Memberi kesempatan
pada anak untuk bermain peran sebagai seseorang yang membutuhkan bantuan
dapat membuat seorang anak merasakan bagaimana rasanya menjadi seorang yang
butuh pertolongan. Dan saat memberi kesempatan pada anak untuk bermain peran
sebagai penolong, anak belajar untuk bagaimana caranya menolong.
Pengajar atau orang tua dapat menerapkan bermain peran seperti halnya
program bantuan kelompok dan mediasi untuk meningkatkan perasaan konsep diri
anak. Program-program tersebut dapat meningkatkan perasaan siswa tentang diri
mereka (Edmondson & White, 1998 dalam Kenny et. al., 2009). Dengan
menggunakan metode bermain peran perilaku prososial khususnya diharapkan
dapat meningkatkan konsep diri anak. Metode bermain peran yang lebih efektif
mengajarkan hal baru pada seorang anak menjadi media agar anak menilai dirinya
sendiri secara positif.
Berdasarkan latar belakang di atas, baik-buruknya perilaku anak dapat
ditentukan oleh konsep diri anak tersebut. Konsep diri anak dapat berkembang
kearah yang positif jika anak tersebut memperoleh reinforcement positif dan
penerimaan sosial dari lingkungan. Reinforcement positif dan penerimaan sosial
dapat diperoleh salah satunya dengan melakukan tindakan prososial dalam
interkasi dengan lingkungan. Penting kiranya bagi pendidik atau orang tua untuk
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
11
mendidik perilaku prososial pada anak. Mendidik perilaku prososial pada anak
dapat dilakukan dengan cara bermain peran. Bermain peran dapat membawa anak
dalam pengalaman nyata. Maka dari itu, penulis mengambil judul penelitian:
”Pengaruh Bermain Peran Prososial Terhadap Peningkatan Konsep Diri Pada
Anak”
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, dapat diambil rumusan masalah
penelitian sebagai berikut: adakah pengaruh bermain peran prososial terhadap
peningkatan konsep diri anak.
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian
1. Tujuan Penelitian:
Tujuan penelitian ini adalah mengetahui peningkatan secara positif bermain
peran prososial terhadap konsep diri pada anak.
2. Manfaat Penelitian:
Apabila terbukti, penelitian ini diharapkan bermanfaat secara :
a. Teoritis:
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan informasi
mengenai perilaku prososial dan konsep diri dalam pengembangan ilmu
psikologi, khususnya psikologi sosial dan psikologi perkembangan ataupun
studi psikologi pada umumnya.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
12
b. Praktis:
Dari hasil penelitian ini diharapkan:
1. Bagi anak, menjadi salah satu sarana belajar dalam memahami perilaku
prososial dan peningkatan konsep diri sehingga dapat mengembangkan
konsep diri positif .
2. Bagi orang tua, pendidik dan masyarakat dapat memberikan wawasan
tentang perilaku prososial dan konsep diri pada anak, sehingga dapat
membantu mengarahkan dan meningkatkan perilaku prososial serta
konsep diri positif anak.
3. Bagi peneliti lain, dapat digunakan sebagai acuan untuk peneliti
selanjutnya, khususnya mengenai pengaruh bermain peran prososial
terhadap konsep diri pada anak, dan dapat dijadikan sebagai bahan
perbandingan dalam penelitian selanjutnya.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
13
BAB II
LANDASAN TEORI
A. Konsep Diri
1. Pengertian Konsep Diri
Burns (1993) mendefinisikan konsep diri sebagai kesan individu
terhadap dirinya sendiri secara keseluruhan mencakup pendapatnya tentang diri
sendiri, pendapatnya tentang gambaran dirinya dimata orang lain dan
pendapatnya tentang hal-hal yang dapat dicapainya. Mead (dalam Burns, 1993)
mengemukakan bahwa konsep diri merupakan suatu objek yang timbul di
dalam interaksi sosial sebagai suatu hal perkembangan dari perhatian individu
mengenai bagaimana orang-orang lain (significant others) bereaksi terhadap
dirinya.
Hurlock (1997) berpendapat bahwa konsep diri adalah gambaran yang
dimiliki individu tentang dirinya. Konsep diri merupakan gabungan dari
keyakinan yang dimiliki individu tentang dirinya sendiri sehingga apa yang
diyakini individu tentang dirinya akan mempengaruhi perilakunya. Jika
individu meyakini bahwa dirinya tidak mampu maka perilakunya akan
menunjukkan ketidakmampuannnya tersebut. Hal yang hampir sama juga
disampaikan Calhoun & Acocella (1990) bahwa konsep diri adalah gambaran
mental diri sendiri yang terdiri dari pengetahuan tentang diri sendiri,
pengharapan bagi diri sendiri dan penilaian terhadap diri sendiri.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
14
Hamalik (dalam Suyanto & Abdurrahim, 2006) menyatakan bahwa
konsep diri adalah konsepsi seseorang terhadap dirinya sendiri. Konsepsi diri
tersebut merupakan perangkat karakteristik pada diri yang dapat diamati fisik,
misalnya tinggi dan berat badan; dari segi segi sifat-sifat kepribadian, misalnya
pendiam, senang ngobrol, terbuka, pemalu dan sebagainya. Pernyataan,
ungkapan, pendapat seseorang individu terhadap dirinya sendiri merupakan
deskripsi yang menggambarkan keadaan diri pribadi.
Menurut Purwanti, dkk. (2000) konsep diri adalah sebuah struktur
mental yang merupakan sebuah totalitas dari persepsi realistik, pengharapan
dan penilaian seseorang tehadap fisik, kemampuan kognitif, emosi, moral etika,
keluarga, sosial, seksualitas dan dirinya secara keseluruhan. Struktur tersebut
terbentuk berdasarkan proses belajar tentang nilai, sikap, peran dan identitas
dalam hubungan interkasi simbolis antara diri dengan berbagai kelompok
lingkungan asuh selama hidupnya. Mowen (dalam Sjabadyni & Alfarini, 2001)
menyatakan bahwa konsep diri merupakan cerminan totalitas pemikiran dan
perasaan individu yang merujuk pada dirinya sendiri sebagai sebuah objek.
Menurut Fitriasih & Pudjono (2003) konsep diri merupakan semua
perasaan dan pemikiran seseorang tentang dirinya sendiri, meliputi
kemampuan, karakater diri, sikap, tujuan hidup, kebutuhan dan penampilan diri,
serta gambaran pribadi remaja terhadap dirinya meliputi penilaian diri dan
penilaian sosial. Konsep diri juga merupakan bagian penting dari kepribadian
seseorang, yaitu sebagai penentu bagaimana seseorang bersikap dan bertingkah
laku.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
15
Secara spesifik Rogers (1977) menyatakan bahwa konsep diri pada
anak meliputi semua kesan dan keyakinan pada diri sendiri. Konsep diri pada
anak membentuk inti yang tetap yang menyatukan perilaku-perilaku dan
mencegah kekacauan sifat-sifat. Konsep diri akan terus berkembang walaupun
tahap-tahap perkembangan telah tercapai. Definisi lain menurut Santrock
(1999), konsep diri merupakan hasil evaluasi spesifik tentang diri sendiri.
Dari pengertian-pengertian tersebut dapat dikatakan bahwa konsep diri
merupakan kumpulan persepsi individu mengenai diri mereka sendiri yang
dapat berpengaruh terhadap perilaku individu.
2. Perkembangan Konsep Diri
Konsep diri yang dimilik manusia tidak terbentuk secara instan
melainkan dengan proses belajar sepanjang hidup manusia. Konsep diri berasal
dan berkembang sejalan pertumbuhannya, terutama akibat dari hubungan
individu dengan individu lainnya (Centi, 1993). Ketika individu lahir, individu
tidak memiliki pengetahuan tentang dirinya, tidak memiliki harapan-harapan
yang ingin dicapainya serta tidak memiliki penilaian terhadap diri sendiri
(Calhoun & Acocella, 1990). Namun seiring dengan berjalannya waktu individu
mulai bisa membedakan antara dirinya, orang lain dan benda-benda sekitarnya
dan pada akhirnya individu ulai mengetahui siapa dirinya, apa yang diinginkan
serta dapat melakukan penilaian terhadap dirinya sendiri (Calhoun & Acocella,
1990).
Menurut Willey (dalam Calhoun & Acocella, 1990), dalam
perkembangan konsep diri yang digunakan sebagai sumber pokok informasi
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
16
adalah ineraksi individu dengan orang lain. Baldwin dan Holmes (dalam
Calhoun & Acocella, 1990) juga mengatakan bahwa konsep diri adalah hasil
belajar individu melalui hubungannya dengan orang lain.
Menurut Fabes & Martin (1999), Pada usia 2 tahun, sebagian besar
anak-anak menganali dirinya sebagai individu, mereka dapat menyebutkan
nama mereka sendiri, mengenali diri mereka sendiri di cermin, membedakan
dan menyebutkan diri mereka sendiri pada sebuah foto yang di dalamnya
terdapat anak-anak lain yang usia dan jenis kelamin yang sama.
Perkembangan penting dalam pembentukan konsep diri terjadi selama
masa kanak-kanak awal bersamaan dengan perkembangan kesadaran anak-anak
pada karakteristik yang mereka miliki. Anak-anak usia 3 tahun mengambarkan
dirinya secara global, berdasarkan sifat-sifat eksternal seperti saya cepat
dibanding dengan ciri-ciri psikologis seperti saya lembut. Kecenderungan
global ini membentuk anak-anak untuk berfikir bahwa jika mereka baik dalam
hal tertentu, ia juga baik dalam hal lain. Artinya definisi diri digeneralisasikan
dalam konteks-konteks lain. Pada anak-anak usia 4 tahun, penilaian anak-anak
lebih spesifik dan terdeferensiasi. Mereka menganggap bahwa jika mereka baik
dalam suatu keahlian tapi idak begitu baik pada keahlian lain. Atau mereka
menganggap bahwa mereka dapat melakukan sesuatu dengan baik pada suatu
situasi tapi tidak pada situasi lain.
Anak-anak sering mendeskripsikan diri mereka pada semua atau tidak
pada satupun kebiasaan, kurang bisa mengakui bahwa sifat-sifat dapat terjadi
secara bersama-sama. Anak usia 3-5 tahun mendeskripsikan diri mereka baik
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
17
atau buruk, tapi tidak diantara baik atau buruk. Anak-anak percaya bahwa
mereka tidak bisa merasakan senang dan sedih secara bersamaan. Antara usia 6-
8 tahun, anak-anak mulai menganggap bahwa dua sifat atau perasaan dapat
terjadi secara bersama-sama, namun hanya secara berurutan, jika pada mulanya
menagalami suatu hal, diikuti hal yang lain.
Pada usia 8 tahun, anak-anak menganggap bahwa dua sifat yang
berlawanan pada diri mereka dapat terjadi secara bersamaan. Pada usia ini anak-
anak juga dapat beranggapan bahwa mereka merasa pada satu hal dan merasa
berlawanan pada hal yang lain. Contoh: saya pandai dalam matematika, tapi
bodoh dalam bahasa.
Selama masa kanak-kanak awal, kehidupan sosial dan emosional anak-
anak berkembang menjadi lebih kompleks mencakup sekumpulan orang,
situasi-situasi dan lingkungan yang lebih luas. Kumpulan situasi dan partner
interaktif yang beragam ini menyediakan banyak kesempatan untuk
mempelajari interaksi sosial , tentang emosi mereka sendiri dan orang lain.
Konsep diri merupakan keyakinan individu tentang sifat-sifat dan kemampuan
yang dimilikinya (Coopersmith dalam Fabes & Martin, 1999). Hal yang
mendasari konsep atas diri adalah pengakuan bahwa setiap individu berbeda
satu dengan yang lain.
Berdasarkan uraian di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa individu
tidak lahir dengan konsep diri. Konsep diri terbentuk seiring dengan
pertumbuhan manusia melalui proses belajar. Sumber informasi dalam
perkembangan konsep diri adalah interaksi individu dengan orang lain, yaitu
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
18
orang tua, kawan sebaya serta masyarakat. Proses belajar yang dilakukan
individu dalam pembentukan konsep dirinya diperoleh dengan melihat reaksi-
reaksi orang lain terhadap perbuatan yang telah dilakukan, melakukan
perbandingan dirinya dengan orang lain, memenuhi harapan-harapan orang lain
atas peran yang dimainkannya serta melakukan identifikasi terhadap orang yang
dikaguminya.
3. Jenis-jenis Konsep Diri
Menurut Calhoun dan Acocella (1990), dalam perkembangannya
konsep diri terbagi dua, yaitu :
a. Konsep diri positif
Konsep diri positif lebih diwujudkan sebagai penerimaan diri bukan
sebagai suatu kebanggaan yang besar tentang diri. Konsep diri yang positif
bersifat stabil dan bervariasi. Individu yang memiliki konsep diri positif
adalah individu yang tahu betul tentang dirinya sendiri, dapat memahami
dan menerima sejumlah fakta yang sangat bermacam-macam tentang
dirinya sendiri, evaluasi terhadap dirinya sendiri menjadi positif dan dapat
menerima keberadaan orang lain. Individu yang memilki konsep diri
positif akan merancang tujuan-tujuan yang sesuai dengan realitas, yaitu
tujuan yang memiliki kemungkinan besar untuk dapat dicapai, mampu
menghadapi kehidupan di depannya serta menganggap bahwa hidup
adalah suatu proses penemuan.
Singkatnya, individu yang memiliki konsep diri positif adalah individuu
yang tahu betul siapa dirinya sehingga dirinya menerima segala kelebihan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
19
dan kekurangan, evaluasi terhadap dirinya menjadi lebih positif serta
mampu merancang tujuan-tujuan yang sesuai dengan realitas.
b. Konsep diri negatif
Calhoun dan Acocella (1990) membagi konsep diri negatif menjadi dua
tipe, yaitu :
1. Pandangan individu tentang dirinya sendiri benar-benar tidak teratur,
tidak memiliki kestabilan perasaan dan keutuhan diri. Individu tersebut
benar-benar tidak tahu siapa dirinya, kekuatan dan kelemahannya atau
apa yang dapat dihargai dalam kehidupannya.
2. Pandangan tentang dirinya sendiri terlalu stabil dan teratur. Hal ini
bisa terjadi karena individu dididik dengan cara yang sangat keras,
sehingga menciptakan citra diri yang tidak mengizinkan adanya
penyimpangan dari seperangkat hukum dalam pikirannya yang
dipandang sebagi cara hidup yang paling tepat.
Singkatnya, individu yang memiliki konsep diri negatif terdiri dari dua
tipe, tipe pertama yaitu individu yang tidak mengerti siapa dirinya dan
tidak mengetahui kekurangan dan kelebihannya, sedangkan tipe kedua
adalah individu yang memandang dirinya dengan sangat teratur dan stabil.
4. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Konsep Diri
Ada berbagai faktor yang mempengaruhi pembentukan konsep diri
diantarnya usia, jenis kelamin, kondisi fisik dan penghayatan terhadap kondisi
tersebut, perlakuan & sikap orang lain di sekitarnya, pengalaman bermakna
yang diperoleh dalam berhubungan dengan orang lain dan pengaruh dari figur-
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
20
figur yang bermakna dalam kehidupannya (Burns & Fitts dalam Zebua &
Nurdjyadi, 2001).
Menurut Stuart & Sudeen (dalam Dayakisni & Hudaniah, 2003) ada
beberapa faktor-faktor yang mempengaruhi perkembangan konsep diri. Faktor-
faktor tersebut terdiri dari :
a. Teori perkembangan menyatakan bahwa konsep diri berkembang secara
bertahap sejak lahir melalui kegiatan eksplorasi lingkungan melalui bahasa,
pengalaman atau pengenalan tubuh, nama panggilan, pengalaman budaya dan
hubungan interpersonal, kemampuan pada area tertentu yang dinilai oleh diri
sendiri atau masyarakat serta aktualisasi diri dengan merealisasi potensi yang
nyata.
b. Significant Other atau orang yang terpenting atau yang terdekat. Konsep diri
dipelajari melalui kontak dan pengalaman dengan orang lain. Belajar
mengenal diri sendiri dengan bercermin pada orang lain yaitu dengan
mengintrepetasi diri dari pandangan orang lain terhadap diri sendiri.
c. Self Perception (persepsi diri sendiri), yaitu persepsi dan penilaian individu
terhadap diri sendiri serta persepsi individu terhadap pengalamannya akan
situasi tertentu.
Rogers (1977) menyatakan faktor-faktor yang mempengaruhi konsep
diri adalah :
a. Orang lain
Konsep diri anak pada mulanya berkembang berawal dari kelompok
terdekat mereka, seperti keluarga, teman sebaya dan lingkungan rumah.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
21
Mereka memperoleh umpan balik dari orang-orang terdekat yang
mengekspresikan penerimaan dan penolakan mereka yang selalu
bersesuaian dengan rasa penerimaan atau penolakan diri mereka. Kondisi
keluarga merupakan faktor terpenting karena dalam keluarga anak pertama
kali mendiferensiasikan dirinya sendiri.
b. Usia
Pada masa anak, individu merasa kurang penting dibanding orang dewasa.
Anak hidup dalam dunia yang didesain dan dijalankan orang yang lebih
tua. Pada pertengahan masa kanak-kanak, konsep diri mungkin
mengalami penurunan. Hal ini disebabkan karena adanya persaingan,
kegagalan di sekolah dan perlakuan-perlakuan yang kurang bijaksana
dalam interaksi sosialnya.
c. Jenis kelamin.
Setiap kepribadian terdapat percampuran antara maskuliniti dan feminiti,
hanya saja proporsinya akan lebih besar sesuai dengan jenis kelaminnya.
Keyakinan-keyakinan dari masyarakat bahwa anak laki-laki lebih kuat,
lebih pintar, bekerja lebih baik sedangkan anak perempuan merupakan
pribadi yang hangat, bersahabat dan tergantung mempengaruhi konsep diri
pada anak. Anak laki-laki memiliki konsep diri yang lebih kuat dibanding
anak perempuan.
d. Ras
Ras akan mempengaruhi citra diri seseorang. Berdasarkan citra diri
tersebut orang membuat penilaian tentang dirinya. Ras juga berkaitan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
22
dengan budaya, maka dari itu budaya di lingkugan anak tinggal
mempengaruhi cara pandang mereka.
Dari uraian yang telah dipaparkan, dapat dijelaskan bahwa faktor-faktor
yang mempengaruhi konsep diri antara lain usia, jenis kelamin, kondisi fisik
serta penghayatan terhadap kondisi tersebut (self perception), perlakuan dan
sikap orang lain di sekitarnya (significant other), pengalaman bermakna yang
diperoleh dalam berhubungan dengan orang lain dan pengaruh dari figur-figur
yang bermakna dalam kehidupannya.
5. Aspek-aspek Konsep Diri
Menurut Berzonsky (dalam Fitriasih & Pudjono, 2003) bahwa aspek
dari konsep diri antara lain:
a. Aspek fisik, yaitu bagaimana penilaian individu terhadap segala sesuatu
kasat mata yang dimilikinya seperti tubuh, uang, barang, dan sebagainya.
b. Aspek sosial, yaitu bagaimana peranan sosial yang dimainkan individu dan
sejauh mana penilaian individu terhadap kinerja perannya tersebut.
c. Aspek moral, merupakan nilai dan prinsip yang memberi arti dan arah
dalam kehidupan individu dan memandang nilai etika moral dirinya seperti
kejujuran, tanggung jawab atas kegagalan yang dialaminya, religiusitas serta
kesesuaian perilakunya dengan norma-norma masyarakat yang ada.
d. Aspek psikis, meliputi pikiran, perasaan dan sikap yang dimiliki individu
terhadap dirinya sendiri.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
23
Hurlock (1997) menyampaikan ada tiga aspek konsep diri yaitu :
a. Fisik, merupakan penilaian individu terhadap segala sesuatu yang
dimilikinya yaitu yang bersifat fisik dan penampilan individual secara
keseluruhan.
b. Psikologis, meliputi perasaan, pikiran dan sikap individu terhadap dirinya.
c. Sosial, yaitu hubungan diantara dua atau lebih individu yang mencakup
kebiasaan, karakteristik, ciri dan perasaan sosial yang diperoleh dalam satu
konteks sosial.
Menurut Calhoun & Acocella (1990), aspek konsep diri meliputi :
a. Pengetahuan atau apa yang individu ketahui tentang diri sendiri misalnya
usia, jenis kelamin, kebangsaan, suku, pekerjaan, dan lain sebaginya.
b. Harapan atau pandangan tentang kemungkinan menjadi apa di masa
mendatang. Dengan kata lain, individu mempunyai pengharapan bagi
dirinya sendiri. Pengharapan ini merupakan diri ideal.
c. Penilaian dimana setiap individu berkedudukan sebagai penilai tentang
dirinya sendiri setiap hari, mengukur apakah dirinya bertentangan dengan
pengharapan bagi diri sendiri dan standar bagi diri sendiri.
Konsep diri biasanya terdiri dari komponen atau dimensi yang
bermacam-macam, yang paling umum adalah fisik, akademik, dan sosial
(Huitt, 2004 dalam Kenny et, al., 2009). Hal serupa juga dinyatakan oleh
Piers-Harris (1969 dalam Nolte, 1981) bahwa konsep diri anak meliputi aspek
fisik, sosial dan akademik. Konsep diri fisik mengacu pada atribut-atribut fisik
individu (seperti apa individu tersebut) dan kemampuan fisik individu. Konsep
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
24
diri akademik mengacu pada sebaik apa individu di sekolah. Sedangkan
konsep diri sosial mengacu pada sebaik apa individu berhubungan dengan
kelompok mereka dan orang lain.
Dari uraian di atas, secara umum aspek-aspek dari konsep diri
meliputi aspek fisik, aspek sosial, aspek moral, aspek psikis dan aspek
akademik.
B. Bermain Peran Prososial
1. Pengertian Bermain Peran
Bermain peran merupakan salah satu bentuk psikodrama (J.L. Moreno,
1953 dalam Pfeiffer & Ballew, 1988). Tujuan psikodrama ini adalah
memberikan klien pemahaman dalam hubungan mereka dengan orang lain
dengan cara melibatkan klien untuk memainkan peran-peran orang lain.
Menurut Pfeiffer & Ballew (1988), bermain peran merupakan interaksi spontan
manusia yang melibatkan perilaku yang realistik berdasarkan kondisi tiruan
atau imajinasi. Peran yang telah diperankan kemudian di diskusikan dan
tindakan-tindakan yang mungkin dan tidak mungkin dilakukan lagi.
Bermain peran biasanya digunakan untuk beberapa tujuan antara lain :
a. Untuk mempraktekkan perilaku dalam suatu persiapan untuk suatu peran
baru atau mengantisipasi situasi masalah.
b. Untuk memeriksa suatu situasi masalah atau kejadian masa lalu untuk
mempelajari bagaimana hal tersebut dapat ditangani lebih baik.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
25
c. Untuk menciptakan pemahaman dalam motivasi dan peran orang lain atau
dirinya sendiri.
Nilai-nilai yang dapat diperoleh partisipan dalam bermain peran antara
lain :
a. Menuntut individu untuk berfikir atau menentukan keputusan.
b. Dapat mempraktekkan suatu perilaku dalam kepura-puraan dan mendapat
umpan balik dari orang lain.
c. Memperjelas fakta bahwa hubungan antar manusia yang baik membutuhkan
suatu ketrampilan.
d. Mengajarkan perubahan sikap secara efektif dengan menempatkan
seseorang dalam peran tertentu.
e. Melatih seseorang untuk lebih peduli dan sensitif terhadap perasaan orang
lain.
f. Mengembangkan apresiasi yang lebih dalam pada saat bermain peran serta
dalam menentukan perilaku dalam situasi sosial.
g. Mampu membuat individu menemukan kesalahan personalnya.
h. Melatih kontrol perasaan dan emosi.
Menurut Sadali (2000) ada empat asumsi bahwa bermain peran dapat
mengajarkan hal baru pada anak, yaitu:
a. Secara implisit bermain peran mendukung suatu situasi belajar berdasarkan
pengalaman dengan menekankan dimensi “di sini dan kini” (here and now)
sebagai isi pengajaran. Model ini dipercaya adalah mungkin sekelompok
anak menciptakan analogi-analogi mengenai situasi-situasi kehidupan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
26
nyata. Terhadap analogi-analogi tersebut yang diwujudkan dalam bermain
peran para siswa dapat menampilkan respon-respon emosional secara khas
dan sejati sambil belajar dari respon-respon orang lain.
b. Bermain peran memberikan kemungkinan kepada anak untuk
mengungkapkan perasaan-perasaannya yang tidak dapat mereka kenali
tanpa bercermin kepada orang lain.
c. Model ini mengasumsikan bahwa emosi dan ide-ide dapat diangkat ke taraf
kesadaran untuk kemudian ditingkatkan melalui proses kelompok.
Pemecahan tidak selamanya datang dari orang tertentu melainkan dapat
saja muncul dari reaksi orang lain terhadap masalah yang tengah
diperankan.
d. Model mengasumsikan bahwa proses-proses psikologis yang tersembunyi
berupa sikap-sikap, nilai-nilai, perasaan-perasaan dan sistem keyakinan
dapat diangkat ke taraf kesadaran melalui kombinasi pemeranan secara
spontan dan analisisnya. Dengan cara itu individu dapat menguji sejauh
mana sikap-sikapnya relevan dengan sikap orang lain apakah sikap itu
perlu dipertahankan atau diubah.
Bermain peran disebut juga bermain simbolik, pura-pura, fantasi,
imajinasi, atau bermain drama. Bermain peran ini sangat penting untuk
perkembangan kognisi, sosial, dan emosi anak. Bermain peran dipandang
sebagai sebuah kekuatan yang menjadi dasar perkembangan daya cipta, tahapan
ingatan, kerja sama kelompok, penyerapan kosa kata, konsep hubungan
kekeluargaan, pengendalian diri, keterampilan spasial, afeksi, dan keterampilan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
27
kognisi. Bermain peran memungkinkan anak memproyeksikan dirinya ke masa
depan dan menciptakan kembali masa lalu (Amirudin, 2008).
Hurlock (1978) mengungkapakan bahwa bermain peran atau “permainan
pura-pura” adalah bentuk permainan aktif dimana anak melalui perilaku dan
bahasa yang jelas, berhubungan dengan materi atau situasi seolah-olah hal itu
mempunyai atribut yang lain daripada yang sebenarnya. Jenis bermain ini dapat
bersifat reproduktif atau produktif. Dalam permainan drama reproduktif, anak
berusaha memproduksi situasi yang telah diamatinya dalam kehidupan
sebenarnya atau media massa dalam permainannya. Sebaliknya, dalam
permainan drama produktif, anak menggunakan situasi, tindakan dan bicara
dari situasi kehidupan nyata ke dalam bentuk yang baru dan berbeda.
Permainan drama reproduktif biasanya mendahului permainan drama produktif.
Menurut Hadi (2008) pengalaman belajar yang diperoleh dari metode ini,
meliputi: kemampuan kerjasama, komunikatif, dan menginterprestasikan suatu
kejadian. Melalui bermain peran, peserta didik mencoba mengeksplorasi
hubungan-hubungan antarmanusia dengan cara memperagakan dan
mendiskusikannya, sehingga secara bersama-sama para peserta didik dapat
mengeksplorasi parasaan-perasaan, sikap-sikap, nilai-nilai, dan berbagai strategi
pemecahan masalah. Bermain peran merupakan salah satu model pembelajaran
yang diarahkan pada upaya pemecahan masalah-masalah yang berkaitan dengan
hubungan antarmanusia (interpersonal relationship), terutama yang
menyangkut kehidupan peserta didik. Menurut Komara (2009) bermain peran
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
28
merupakan usaha untuk memecahkan masalah melalui peragaan, serta langkah-
langkah identifikasi masalah, analisis, pemeranan, dan diskusi.
Goodwin & Coates (1976) berpendapat bahwa bermain peran merupakan
metode yang didasarkan pada fakta bahwa individu belajar dengan melihat
orang lain, mencoba bertingkah laku seperti yang dilakukan orang lain dan
menerima umpan balik dari tindakan tersebut. Bermain peran merupakan salah
satu teknik untuk mengajarkan perilaku baru.
Menurut Erikson (dalam Amirudin, 2008) terdapat dua jenis bermain
peran, yaitu bermain peran mikro dan makro. Bermain peran mikro
dimaksudkan bahwa anak memainkan peran dengan menggunakan alat bermain
berukuran kecil, misalnya orang-orangan kecil yang sedang berjual beli.
Sedangkan bermain peran makro, anak secara langsung bermain menjadi tokoh
untuk memainkan peran-peran tertentu sesuai dengan tema. Misalnya peran
sebagai ayah, ibu, dan anak dalam sebuah rumah tangga.
Dari berbagai uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa bermain peran
merupakan interaksi spontan manusia yang melibatkan perilaku yang realistik
berdasarkan kondisi tiruan atau imajinasi yang telah dirancang dengan tujuan
dan melalui tahapan tertentu.
2. Tahap-tahap Bermain Peran
Menurut Shaftel (dalam Komara, 2008) tahapan bermain peran meliputi :
a. Menghangatkan suasana dan memotivasi pemeran.
Menghangatkan suasana kelompok termasuk mengantarkan peserta terhadap
masalah pembelajaran yang perlu dipelajari. Hal ini dapat dilakukan dengan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
29
mengidentifikasi masalah, menjelaskan masalah, menafsirkan cerita dan
mengeksplorasi isu-isu, serta menjelaskan peran yang akan dimainkan.
Tahap ini lebih banyak dimaksudkan untuk memotivasi peserta agar tertarik
pada masalah karena itu tahap ini sangat penting dalam bermain peran dan
paling menentukan keberhasilan.
b. Memilih peran.
Tahap ini peserta dan pengamat mendeskripsikan berbagai watak atau
karakter, apa yang mereka suka, bagaimana mereka merasakan, dan apa
yang harus mereka kerjakan, kemudian para peserta diberi kesempatan
secara sukarela untuk menjadi pemeran. Jika para peserta tidak menyambut
tawaran tersebut, pengamat dapat menunjuk salah seorang peserta yang
pantas dan mampu memerankan posisi tertentu.
c. Menyusun tahap-tahap peran.
Pada tahap ini para pemeran menyusun garis-garis besar adegan yang akan
dimainkan.
d. Menyiapkan pengamat.
Sebaiknya pengamat dipersiapkan secara matang dan terlibat dalam cerita
yang akan dimainkan agar semua peserta turut mengalami dan menghayati
peran yang dimainkan dan aktif mendiskusikannya.
e. Tahap pemeranan.
Pada tahap ini para peserta mulai beraksi secara spontan, sesuai dengan
peran masing-masing. Mereka berusaha memainkan setiap peran seperti
benar-benar dialaminya.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
30
f. Diskusi dan evaluasi tahap diskusi dan evaluasi tahap I.
Diskusi akan mudah dimulai jika pemeran dan pengamat telah terlibat dalam
bermain peran, baik secara emosional maupun secara intelektual. Dengan
melontarkan sebuah pertanyaan, para peserta akan segera terpancing untuk
diskusi. Diskusi mungkin dimulai dengan tafsiran mengenai baik tidaknya
peran yang dimainkan selanjutnya mengarah pada analisis terhadap peran
yang ditampilkan, apakah cukup tepat untuk memecahkan masalah yang
sedang dihadapi.
g. Pemeranan ulang.
Pemeranan ulang dilakukan berdasarkan hasil evaluasi dan diskusi mengenai
alternatif pemeranan. Mungkin ada perubahan peran watak yang dituntut.
Perubahan ini memungkinkan adanya perkembangan baru dalam upaya
pemecahan masalah. Setiap perubahan peran akan mempengaruhi peran
lainnya.
h. Diskusi dan evaluasi tahap II.
Diskusi dan evaluasi pada tahap ini sama seperti pada tahap enam, hanya
dimaksudkan untuk menganalisis hasil pemeranan ulang, dan pemecahan
masalah pada tahap ini mungkin sudah lebih jelas.
i. Membagi pengalaman dan pengambilan keputusan.
Pada tahap ini para peserta saling mengemukakan pengalaman hidupnya
dalam berhadapan dengan orang tua, guru, teman dan sebagainya. Semua
pengalaman peserta didik dapat diungkap atau muncul secara spontan.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
31
Menurut Sadali (2000), untuk dapat mengatur sejauh mana bermain
peran memberikan manfaat kepada pemeranan dan pengamatnya ditentukan
oleh tiga hal, yakni kualitas pemeranan, analisis yang dilakukan melalui diskusi
setelah pemeranan dan persepsi siswa terhadap peran yang akan ditampilkan
dibandingkan dengan situasi nyata dalam kehidupan.
Dari uraian diatas, maka tahap bermain peran terdiri dari tahap
pemanasan, pemilihan peran, persiapan, pemmeranan, diskusi dan evaluasi
tahap I, pemeranan ulang, diskusi dan evaluasi tahap II, serta berbagi
pengalaman dan pengambilan keputusan.
3. Macam-macam Desain Bermain Peran
Menurut Forrester (2000), bermain peran secara garis besar memiliki tiga
macam teknik, yaitu :
a. Teks naskah penuh, teknik bermain peran yang menggunakan teks naskah
dari awal hingga akhir. Partisipan hanya memainkan peran sesuai teks
naskah yang diberikan. Penyelesaian dari masalah yang menjadi fokus
dalam bermain peran telah ditentukan. Partispan tidak diberikan
kesempatan untuk menampilkan respon berdasarkan keinginan dan
pemahamannya.
b. Teks naskah sebagian, dimana bermain peran dilakukan dari awal hingga
pertengahan berdasarkan teks naskah, namun pada bagian penyelesaiannya
partisipan diberikan kebebasan untuk berekspresi dalam penyelesaian
peran tersebut. Hal ini akan memberikan berbagai macam alternatif
pemecahan masalah.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
32
c. Improvisasi, pada teknik ini partisipan hanya diberikan gambaran
mengenai kasus yang terjadi dan diminta untuk melakukan bermain peran
sesuai dengan yang diinginkan. Kelebihan dari teknik ini data yang
diperoleh lebih lengkap, sedangkan kekurangannya adalah kesulitan dalam
kontrol agar tetap fokus pada masalah.
Menurut Pfeiffer & Ballew (1988) Rancangan bermain peran
dipengaruhi oleh pemilihan masalah dalam bermain peran, situasi dan peran
yang akan dimainkan serta struktur bermain peran. Rancangan bermain peran
berdasarkan keterlibatan aktif pesertanya meliputi bermain peran multiple-
group dan single-group. Dalam rancangan multiple-group beberapa kelompok
atau pasangan dibentuk. Kelompok-kelompok tersebut kemudian berpura-pura
dalam bermain peran yang sama (biasanya di ruangan yang sama). Sedangkan
dalam rancangan single-group hanya ada satu kelompok yang bermain peran
dihadapan peserta lain.
Rancangan bermain peran berdasarkan struktur situasionalnya meliputi
bermain peran langsung, penyelesaian naskah (skit completion), dramatisasi
kasus dan bermain peran berdasarkan suatu naskah. Rancangan langsung
dilakukan jika masalah yang akan diangkat dalam bermain peran diperoleh pada
saat berinteraksi langsung dengan individu. Rancangan penyelesaian naskah
dilakukan dengan menentukan masalah kemudian peserta melakukan bermain
peran secara spontan untuk menyelesaikan masalah tersebut. Rancangan
dramatisasi kasus merupakan rancangan bermain peran berdasarkan
pengalaman individu. Sedangkan rancangan berdasarkan naskah, masalah dan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
33
penyelesaian dalam bermain peran tersebut telah dtentukan, tidak ada
spontanitas dari peserta.
Rancangan bermain peran berdasarkan pemeranan antara lain pemutaran
peran (role reversal), peran ganda (doubling ), pembagian peran (tag teams),
mirroring, kursi kosong (empty chair), monodrama (self-role play). Pemutaran
peran (role reversal), jika setiap peserta dapat memainkan peran secara
bergantian. Peran ganda merupakan pemeranan yang dilakukan dengan karakter
yang berbeda pada satu peran yang sama. Pada pembagian peran, setiap peserta
menjalankan peran masing-masing dan tidak ada pertukaran. Mirroring, jika
pemeranan dilakukan secara bergantian namun setelah pergantian, peserta
menirukan apa yang dilakukan peserta sebelumnya dalam peran tersebut.
Pemeranan dengan kursi kosong merupakan pemeranan dimana peserta
menganggap kursi kosong sebagai lawan bicaranya, sehingga peserta bebas
berekspresi. Sedangkan monodrama merupakan pemeranan yang hanya
dilakukan sendiri, satu orang melakukan berbagai peran yang berbeda-beda.
Rancangan bermain peran juga dapat berdasarkan pada penekanan
nonverbal dalam bermain peran. Ada rancangan bermain peran yang
memberikan penekanan hanya pada nonverbal saja atau verbal saja namun
adapula yang memberikan penekanan pada keduanya.
Suatu rancangan bermain peran merupakan kombinasi dari semua
rancangan tersebut. Setiap rancanagan bermain peran yang akan digunakan
didasarkan pada keterlibatan peserta, struktur situasional, pemeranan dan
penekanan nonverbal.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
34
4. Pengertian Perilaku Prososial
Menurut Baron & Byrne (2005), tingkah laku prososial adalah suatu
tindakan menolong yang menguntungkan orang lain tanpa harus menyediakan
suatu keuntungan langsung pada orang yang melakukan tindakan tersebut dan
mungkin bahkan melibatkan suatu resiko bagi orang yang menolong. Tindakan
prososial nampaknya selalu melibatkan perpaduan dan setidaknya sedikit
pengorbanan pribadi untuk memberikan pertolongan dan pada saat yang sama
memperoleh sejumlah kepuasan pribadi karena melakukannya. Hal ini hampir
sama dengan definisi yang disampaikan oleh Twenge et. al. (2007) bahwa
perilaku prososial merupakan perilaku yang lebih menguntungkan orang lain
dibanding dirinya sendiri dan biasanya melibatkan suatu resiko yang harus
diterima bagi dirinya sendiri, meskipun kadang merugikan diri sendiri dan
tidak rasional.
Menurut Sears, dkk (1985) perilaku prososial mencakup kategori yang
lebih luas, meliputi segala bentuk tindakan yang dilakukan atau direncanakan
untuk menolong orang lain, tanpa memperdulikan motif-motif si penolong.
Rushton (dalam Sears, dkk., 1985) menambahkan bahwa perilaku prososial
berkisar dari tindakan altruisme yang tidak mementingkan diri sendiri atau
tanpa pamrih sampai tindakan menolong yang sepenuhnya dimotivasi oleh
kepentingan diri sendiri.
Dayakisni & Hudaniah (2003) menyatakan bahwa perilaku prososial
adalah segala bentuk perilaku yang memberikan konsekuensi positif bagi
penerima, baik dalam bentuk materi, fisik maupun psikologis tapi tidak
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
35
memiliki keuntungan yang jelas bagi pemiliknya. Perilaku prososial menurut
William (dalam Syafriman & Wirawan, 2000) adalah tingkah laku seseorang
yang bermaksud merubah keadaan psikis atau fisik penerima sedemikian rupa
sehingga si penolong akan merasa bahwa si penerima menjadi lebih sejahtera
atau puas secara material ataupun psikologis. Pengertian ini menekankan pada
maksud untuk menciptakan kesejahteraan fisik maupun psikis.
Dari pengertian-pengertian di atas, dengan kata lain perilaku prososial
merupakan tingkah laku seseorang yang bertujuan untuk membuat orang lain
sejahtera dalam bentuk materi, fisik maupun psikologis tanpa harus
menyediakan suatu keuntungan langsung pada orang yang melakukan tindakan
tersebut.
5. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Perilaku Prososial
Menurut Sears, dkk. (1985) faktor penentu perilaku prososial yang
spesifik antara lain :
a. Karakteristik situasi.
Perilaku prososial dapat dipengaruhi faktor-faktor situasional seperti
kehadiran orang lain (bystander effect), sifat lingkungan fisik seperti cuaca,
ukuran kota dan derajat kebisingan serta tekanan keterbatasan waktu.
b. Karakteristik penolong.
Karakteristik penolong yang mempengaruhi perilaku prososial antara lain
suasana hati, rasa bersalah, distress diri dan rasa empatik. Distress diri
adalah reaksi pribadi seperti perasaan terkejut, takut, cemas, prihatin, tidak
berdaya, atau perasaan apapun yang dialami terhadap penderitaan orang
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
36
lain, sedangkan rasa empatik adalah perasaan simpati dan perhatian terhadap
orang lain, khususnya untuk berbagi pengalaman atau secara tidak langsung
merasakan penderitaan orang lain. Kaitan antara kepribadian dan pemberian
bantuan tergantung pada sifat tertentu yang dibahas dan jenis bantuan
tertentu yang dibutuhkan.
c. Karakteristik orang yang membutuhkan pertolongan.
Seseorang cenderung menolong orang yang disukai dan anggap pantas
untuk ditolong.
Menurut Staub (dalam Dayakisni & Hudaniah, 2003) terdapat beberapa
faktor yang mendasari seseorang untuk bertindak prososial yaitu :
a. Self Gain, yaitu harapan seseorang untuk memperoleh atau menghindari
kehilangan sesuatu, misalnya ingin mendapat pengakuan, pujian atau takut
dikucilkan.
b. Personal Values and Performs, yaitu adanya nilai-nilai dan norma sosial
yang diinternalisaikan oleh individu selama mengalami sosialisasi dan
sebagian nilai-nilai serta norma tersebut berkaitan dengan tindakan
prososial seperti berkewajiban menegakkan kebenaran dan keadilan serta
adanya norma timbal balik.
c. Emphaty, kemampuan seseorang untuk ikut merasakan perasaan atau
pengalaman orang lain. Prasyarat untuk melakukan empati, individu harus
memiliki kemampuan untuk melakukan pengambilan peran.
Selain faktor-faktor tersebut, para ahli mengelompokkan faktor yang
mempengaruhi perilaku prososial menjadi faktor situasional dan faktor personal
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
37
(Dayakisni & Hudaniah, 2003). Faktor-faktor situasional yang berpengaruh
dalam perilaku prososial antara lain kehadiran orang lain, pengorbanan yang
harus dikeluarkan, pengalaman dan suasana hati, kejelasan stimulus, adanya
norma-norma sosial, serta hubungan antara calon penolong dengan si korban.
Faktor personal yang mendorong perilaku prososial antara lain empati yang
tinggi, harga diri yang tinggi, kebutuhan akan persetujuan orang lain yang
rendah, penghindaran tanggung jawab yang rendah, lokus kendali internal serta
adanya keyakinan dalam diri individu bahwa dunia adalah adil dan dapat
diprediksi bahwa perilaku yang baik akan memperoleh ganjaran sedang
perilaku jahat akan memperoleh hukuman.
Di lain pihak Eisenberg & Mussen (dalam Dayakisni & Hudaniah, 2003)
menemukan bahwa anak yang lebih ekspresif khususnya pada perasaan yang
positif lebih cenderung prososial dan spontan dalam melakukan tindakan
prososial baik di kelas ataupun di lain situasi. Demikian juga sosiabilitas dan
kesukaan berteman juga ditemukan berkorelasi dengan tindakan prososial.
Baron & Byrne (2003) menyatakan bahwa terdapat faktor situasional
maupun faktor personal yang mendukung atau menghambat tingkah laku
menolong. Faktor-faktor situasional tersebut antara lain :
a. Daya tarik
Daya tarik korban (fisik maupun kemiripan dengan penolong) cenderung
meningkatkan kemungkian terjadinya respon prososial apabila individu
tersebut membutukan pertolongan.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
38
b. Atribusi
Individu cenderung dapat menahan perilaku prososial jika kondisi korban
diatribusikan sebagai akibat dari kesalahannya sendiri.
c. Model-model prososial
Model-model prososial dapat diperoleh dari model sosial yang kuat dari
bystander lain, maupun model-model dalam media.
Faktor-faktor yang termasuk sebagai faktor personal antara lain :
a. Keadaan emosional bystander.
Individu yang berada dalam kondisi emosional yang buruk dapat menjadi
kurang prososial karena merasa kondisinya tidak lebih baik dari orang lain.
b. Empati.
Empati merupakan kemampuan individu untuk dapat merasakan perasaan
atau pengalaman orang lain.
c. Faktor kepribadian lain seperti kebutuhan akan persetujuan, kepercayaan
interpersonal, rasa kenyamanan, motivasi prestasi, kemampuan sosial dan
keadaan emosional serta machiavellianis atau orang-orang yang
dikarakteristikkan oleh ketidakpercayaan, sinisme, egosentris dan
kecenderungan untuk memanipulasi orang lain. Penelitian pada anak
menunjukkan bahwa kecenderungan prososial dapat menjadi bagian dari
skema diri dan kemudian diaplikasikan pada situasi spesifik dimana
pertolongan dibutuhkan.
Dari uraian-uraian di atas dapat dijelaskan bahwa faktor-faktor yang
mempengaruhi perilaku prososial terdiri dari faktor situasional dan faktor
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
39
personal. Faktor situasional antara lain kehadiran orang lain (bystander effect),
sifat lingkungan fisik seperti cuaca, ukuran kota dan derajat kebisingan,
lingkungan sosial, serta model-model prososial. Sedangkan yang termasuk
faktor personal umumnya berkaitan dengan kondisi psikologis seseorang.
6. Pengertian Bermain Peran Prososial
Bermain peran merupakan salah satu bentuk psikodrama yang diarahkan
pada upaya pemecahan masalah-masalah yang berkaitan dengan hubungan
antar manusia melalui peragaan, serta langkah-langkah identifikasi masalah,
analisis, pemeranan, dan diskusi (Hadi, 2008). Bermain peran didasarkan pada
fakta bahwa individu belajar dengan melihat orang lain, mencoba bertingkah
laku seperti yang dilakukan orang lain dan menerima umpan balik dari
tindakan tersebut. Menurut Chelser & Fox (dalam Sadali, 2000) proses bermain
peran menyediakan contoh nyata dari perilaku manusia yang berperan sebagai
sarana bagi peserta untuk mengeksplorasi perasaan mereka, menghasilkan
pemahaman pada sikap, penilaian dan persepsi mereka, mengembangkan sikap
dan keahlian memecahkan masalah serta mengeksplorasi bahan yang dipelajari
dalam cara yang bervariasi.
Menurut Moreno (dalam Pfeiffer & Ballew, 1988), bermain peran
sebagai suatu kesempatan bagi individu untuk mengatasi hambatan-hambatan
dan batasan-batasan dari lingkungan serta ketakutan-ketakutan terhadap
kritikan, hukuman atau ejekan. Mengatasi hambatan-hambatan tersebut
merupakan hal yang cukup penting dalam menimbulkan kreativitas serta
spontanitas yang penting dalam perubahan dan pembelajaran. Bermain peran
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
40
menyediakan kesempatan untuk benar-benar merasakan suatu situasi, termasuk
sisi yang berlainan. Kesempatan untuk merasakan dan mengalami perasaan
serta perilaku baru membantu membuat stabil konsep baru yang diinginkan.
Pengertian perilaku prososial sendiri adalah tingkah laku seseorang
yang bertujuan untuk membuat orang lain sejahtera dalam bentuk materi, fisik
maupun psikologis tanpa harus menyediakan suatu keuntungan langsung pada
orang yang melakukan tindakan tersebut Menurut Staub (1978 dalam
Retnaningsih, 2005), perilaku prososial adalah segala perilaku yang
menguntungkan orang lain atau memiliki konsekuensi sosial yang positif.
Twenge et. al., (2007) juga mengungkapkan bahwa perilaku prososial
merupakan perilaku yang ditunjukkan untuk lebih menguntungkan orang lain
dibanding menguntungkan diri sendiri. Hal ini biasanya memiliki resiko dan
beban untuk diri sendiri.
Perilaku prososial memiliki peranan yang cukup penting. Individu
dalam masyarakat biasanya melakukan hal-hal yang dapat diakui dalam budaya
masyarakat tersebut. Sebagian besar kebudayaan mendorong dan bahkan
mensyaratkan perilaku prososial karena perilaku prososial vital dalam sistem
kebudayaan tersebut (Twenge et, al., 2007). Rutter Giller dan Hugell (1998
dalam Retnaningsih, 2005), mengungkapkan bahwa mengembangkan perilaku
prososial pada dasarnya dapat mencegah perilaku anti sosial. Perilaku prososial
mencakup tindakan-tindakan seperti berbagi, bekerja sama, berderma,
menolong, berkata jujur, mempercayai orang lain serta mempertimbangkan hak
dan kesejahteraan orang lain.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
41
Dari kedua pengertian tersebut maka dapat dijelaskan bahwa bermain
peran prososial adalah salah satu teknik mengajarkan perilaku prososial dengan
membawa anak dalam pengalaman nyata yang diperoleh dari peragaan,serta
langkah-langkah identifikasi masalah, analisis, pemeranan dan diskusi. Dalam
bermain peran prososial ini, anak diharapkan dapat menggunakan situasi,
tindakan dan bicara dari situasi kehidupan nyata yang menuntut tindakan
prososial seperti menolong, berbagi dan bekerja sama dalam bentuk
“permainan pura-pura”.
7. Aspek-Aspek Bermain Peran Prososial
Bermain peran prososial disusun berdasarkan aspek-aspek perilaku
prososial. Menurut Eisenberg & Mussen (dalam Dayakisni & Hudaniah, 2003)
aspek-aspek perilaku prososial adalah :
a. sharing atau berbagi, suatu tindakan yang ditujukan untuk berbagi
dengan orang lain, baik materi, perhatian dan fikiran maupun
kesempatan dengan orang lain.
b. cooperative atau kerjasama, suatu bentuk tindakan yang ditujukan
untuk saling bekerjasama guna mencapai tujuan bersama.
c. donating atau menyumbang, kesediaan untuk memberikan secara
sukarela sebagian miliknya kepada orang yang membutuhkan.
d. helping atau menolong, suatu bentuk tindakan yang ditujukan untuk
membantu orang lain.
e. honesty atau kejujuran, yaitu tindakan mengakui kesalahan dan
menunjukkan kebenaran.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
42
f. generosity atau kedermawanan, yaitu memberikan sebagian harta yang
dimiliki guna membantu orang lain.
g. mempertimbangkan hak dan kesejahteraan orang lain, yaitu
memberikan sesuatu kepada orang lain dari apa yang menjadi haknya
atau seharusnya didapatkan dari apa yang menjadi haknya.
Menurut Twenge et al. (2007) aspek-aspek perilaku prososial antara lain :
a. Mendonasikan uang, merupakan tindakan prososial yang bertujuan
membantu orang lain dengan memberikan sebagian uang yang dimiliki.
b. Menolong dengan sukarela, yaitu memberikan bantuan tanpa
mengharapkan imbalan materi.
c. Bekerjasama, adalah kegiatan bersama untuk mencapai tujuan bersama.
d. Mempercayai orang lain, yaitu tidak memiliki prasangka buruk dalam
berinteraksi dengan orang lain karena telah memiliki kepercayaan pada
orang lain.
Berdasarkan pendapat para ahli di atas dapat dikatakan bahwa aspek-
aspek perilaku prososial terdiri dari berbagi, kerjasama, menyumbang,
menolong, jujur, mempercayai orang lain, serta mempertimbangkan hak dan
kesejahteraan orang lain.
C. Pengaruh Bermain Peran Prososial Terhadap Peningkatan Konsep
Diri pada Anak
Wrightsman & Deaux (dalam Basti, 2007) mendefinisikan perilaku
prososial sebagai tindakan yang mempunyai akibat sosial secara positif, yang
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
43
ditujukan bagi kesejahteraan orang lain baik secara fisik maupun secara psikologis
dan perilaku tersebut merupakan perilaku yang lebih banyak memberi keuntungan
pada orang lain daripada dirinya sendiri. Dengan kata lain perilaku prososial
merupakan perilaku yang dapat memberikan keuntungan bagi orang lain. Oleh
karena itu, perilaku prososial dapat meningkatkan kualitas hubungan dalam
interaksi sosial. Jika individu melakukan tindakan prososial, maka individu
tersebut akan cenderung disukai dan memperoleh respon yang positif dari orang
lain.Individu yang memiliki kualitas hubungan sosial yang baik akan memperoleh
penerimaan dari orang-orang sekelilingnya.
Selain itu, individu yang melakukan perilaku prososial dapat merasakan
perasaan-perasaan positif alam dirinya, Perasaan positif tersebut antara lain
perasaan berharga karena dirinya berguna bagi orang lain, perasaan kompeten
serta dapat terhindar dari perasaan bersalah jika tidak menolong, serta perasaan
diterima atau diakui dari lingkungannya. Respon dan perasaan positif tersebut
dapat mengembangkan konsep diri yang positif pada individu yang
memperolehnya.
Orang dengan konsep diri positif mengenal dirinya dengan baik sekali
(Wicklund dan Frey, 1980 dalam Calhoun & Acocella, 1990). Konsep diri yang
positif bersifat stabil dan bervariasi. Orang dengan konsep diri positif dapat
memahami dan menerima sejumlah fakta yang sangat bermacam-macam tentang
dirinya sendiri. Dia dapat menerima dirinya sendiri secara apa adanya. Hal ini
tidak berarti bahwa ia tidak pernah kecewa terhadap dirnya sendiri atau bahwa ia
gagal mengenali kesalahannya sebagai suatu kesalahan. Namun, dia merasa tidak
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
44
perlu meminta maaf untuk eksistensinya. Dan dengan menerima dirinya sendiri,
dia juga dapat menerima orang lain.
Konsep diri merupakan cara pandang diri manusia dalam melakukan
penilaian pada dirinya sendiri. Maka dari itu, konsep diri berkaitan erat dengan
motivasi diri bahkan berpengaruh terhadap performance seseorang (Puspasari,
2007). Individu yang memiliki gambaran yang positif tentang dirinya akan
berperilaku sesuai dengan apa yang diyakini tentang dirinya. Konsep diri pada
anak berkaitan dengan cara pandang mereka pada atribut-atribut dan kemampuan-
kemampuan mereka. Atribut dalam hal ini dapat berkaitan dengan kondisi fisik
dan psikologis yang dimilikinya. Sedangkan kemampuan berkaitan dengan
kemampuan mereka dalam bidang akademis.
Anak yang telah memiliki konsep diri yang positif dapat melakukan tugas
sekolahnya dengan baik karena anak tersebut memiliki kesan bahwa dirinya
memiliki kemampuan untuk menyelesaikan tugas tersebut. Anak yang memiliki
konsep diri yang negatif cenderung mengalami kesulitan dalam berinterkasi sosial
dan berprestasi.
Pentingnya konsep diri pada tahap perkembangan anak mendorong
pendidik dan orang tua agar anak memperoleh respon dan perasaan positif dari
orang di sekelilingnya. Oleh karena itu, pendidik dan orang tua dapat mendidik
anak untuk melakukan tindakan prososial. Nancy Eisenberg (dalam Borba, 2008)
mengungkapkan bahwa salah satu praktik terbaik membangun psikis dan moral
anak adalah menunjukan akibat yang ditimbulkan perilaku anak terhadap orang
lain atau menunjukan bagaimana perasaan si korban. Dengan melakukan hal
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
45
tersebut pendidik atau orang tua dapat mendorong perkembangan moral dan
perilaku prososial anak. Hal ini bahkan sangat efektif bagi anak yang masih kecil.
Salah satu caranya adalah menggunakan metode bermain peran peran prososial.
Perilaku prososial yang dapat diajarkan melalui bermain peran antara lain
perilaku menolong, berbagi dan bekerja sama. Melalui bermain peran, anak-anak
dibawa dalam pengalaman nyata. Saat memberi kesempatan pada anak untuk
bermain peran sebagai seseorang yang membutuhkan bantuan, mereka bisa
merasakan bagaimana rasanya menjadi seorang yang butuh pertolongan ketika
memberi kesempatan pada anak untuk bermain peran sebagai penolong, anak
belajar untuk bagaimana caranya menolong.
Manusia berfikir, bertindak dan merasakan pada saat yang sama, namun
mungkin ketiga prosesnya tidak kongruen. Cara yang paling efektif untuk
mengkomunikasikan atau mengajari seseorang adalah dengan mencapai totalitas
ketiganya. Jadi diperlukan praktek. Bermain peran memberikan alternatif
kesempatan untuk mempraktekkan keahlian seseorang dalam berinteraksi pada
setting yang menyerupai kehidupan sehari-hari, untuk bereksperimen dan
mencoba perilaku-perilaku baru tanpa resiko seperti saat mencobanya dalam
kehidupan nyata. Pengulangan dan penguatan pemahaman, perasaan dan keahlian
suatu perilaku baru merupakan bagian dari bermain peran (Pfeiffer & Ballew,
1988).
Partisipan dalam bermain peran terlibat dalam perilaku yang aktual,
konfrontasi masalah dan orang lain. Mereka memperoleh informasi tentang efek
dari perilaku mereka dan tentang bagaimana mereka dapat melakukan tindakan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
46
yang berbeda. Sehingga mereka dapat menghubungkan umpan balik dengan
bagaimana tindakan aktual mereka dalam situasi yang spesifik. Hal ini dapat
menimbulkan motivasi untuk memikirkan kembali serta bereksperimen dengan
perilaku baru.
Karena bermain peran merupakan teknik yang aktif, partisipan dalam
bermain peran memperoleh banyak pemahaman saat tidak ada pemisah antara
pikiran, perkataan dan tindakan. Bermain peran menyediakan kesempatan untuk
benar-benar merasakan suatu situasi, termasuk sisi yang berlainan. Hal ini
membuat hal yang dipelajari menjadi lebih terinternalisasi.
Dari hasil pengalaman bermain peran prososial diharapkan dapat
meningkatkan perilaku prososial anak. Dari peningkatan perilaku prososial
tersebut anak akan memperoleh respon positif berupa penerimaan dari orang lain
dan perasaan positif berupa perasaan berharga dan diakui sehingga anak dapat
mengembangkan konsep diri positif.
D. Kerangka Pemikiran
Gambar 1.
Kerangka Pemikiran
Bermain Peran
Prososial
Penerimaan sosial dan Perasaan
Positif
Konsep Diri
Negatif
Konsep Diri
Positif
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
47
Keterangan :
Anak yang pada awalnya memiliki konsep diri negatif diberikan perlakuan
bermain peran prososial. Dari kesempatan bermain peran prososial tersebut
diharapkan dapat memperoleh perasaan positif dan penerimaan sosial. Perasaan
positif dan penerimaan sosial ini dapat diharapkan dapat meningkatkan konsep
diri positif pada anak.
E. Hipotesis
Berdasarkan uraian tersebut di atas dapat dikemukakan hipotesis yang
akan dibuktikan dalam penelitian ini, yaitu: Ada pengaruh bermain peran
prososial terhadap peningkatan konsep diri pada anak.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
48
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Identifikasi Variabel Penelitian
Variable-variabel yang diteliti dalam penelitian ini adalah :
Variabel Bebas : Bermain peran prososial
Variabel Tergantung : Konsep diri
B. Definisi Operasional Variabel Penelitian
1. Konsep diri adalah kumpulan persepsi individu mengenai diri mereka sendiri
yang dapat berpengaruh terhadap perilaku individu. Konsep diri dalam
penelitian ini diukur menggunakan skala sikap yang dimodifikasi dari Piers-
Harris Children’s Self-Concept Scale (PHCS) agar sesuai dengan kondisi subjek
penelitian yang digunakan. PHCS merupakan skala sikap yang mengukur
konstruk umum konsep diri anak berdasarkan aspek fisik, sosial. akademik
(Nolte, 1981), moral dan psikologis (Berzonsky dalam Fitriasih dan Pudjono,
2003). Skor yang tinggi menunjukkan konsep diri positif dan skor yang rendah
merupakan perwujudan konsep diri yang negatif.
2. Bermain peran prososial merupakan suatu metode yang bertujuan untuk
mengembangkan ketrampilan prososial. Metode ini berupa peragaan pada
situasi yang telah direncanakan dan dapat menstimuli respon prososial seperti
menolong, berbagi, bekerjasama secara spontan pada anak (Pfeiffer & Ballew,
1988). Bermain peran dilakukan berdasarkan petunjuk dalam modul yang telah
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
49
disusun. Hasil bermain peran diperoleh dari hasil diskusi dan evaluasi semua
kelompok setelah tahap pemeranan.
C. Subjek Penelitian
Menurut Seniati,dkk., (2005) subjek penelitian terkait dengan sampel,
yaitu kelompok kecil dari populasi yang akan digunakan dalam penelitian.
Menurut pendapat Nolte (1981) dan Rogers (1977) bahwa anak mulai
mengembangkan konsep diri yang lebih mantap dan kompleks pada usia 10 tahun.
Sedangkan anak-anak dibawah usia tersebut memiliki konsep diri yang hanya
terbatas pada identitas diri dan kondisi fisik (Tim Familia, 2006).
Populasi penelitian ini adalah siswa kelas V di SD Negeri 1 Prambanan.
Siswa kelas V ini usianya rata-rata 10 tahun. Seluruh siswa kelas V di SD Negeri
1 Prambanan ada 40 anak. Untuk memperoleh sampel atau subjek penelitian maka
sampling atau cara pengambilan sampel atau subjek yang digunakan adalah
purposive non-random sampling, yaitu pengambilan sampel yang sesuai dengan
tujuan penelitian (Seniati,dkk., 2005). Tujuan dari penelitian ini adalah untuk
mengetahui peningkatan konsep diri setelah bermain peran prososial. Oleh karena
itu, subjek penelitiannya adalah anak yang memiliki skor konsep diri yang rendah
dan sangat rendah.
Subjek diperoleh dengan memberikan 40 siswa kelas V SD Negeri 1
Prambanan skala sikap untuk menentukan skor konsep diri seluruh siswa tersebut.
Dari hasil skoring, diperoleh 16 siswa yang skornya termasuk dalam kategori
rendah dan sangat rendah. Ke enam belas siswa inilah yang menjadi subjek
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
50
penelitian dan dibagi dalam 2 kelompok. Masing-masing kelompok terdiri dari 8
siswa. Pembagian kelompok ini disesuaikan dengan peran yang akan dimainkan
dalam bermain peran prososial.
D. Rancangan Penelitian
Penelitian ini merupakan penelitian kuasi eksperimental yaitu
mengembangkan rancangan untuk mempelajari korelasi sebab akibat dengan
melakukan intervensi atau perlakuan kepada subjek penelitian. Desain yang
digunakan dalam penelitian ini adalah randomize pretest-posttest one group
design. Dalam rancangan ini digunakan satu kelompok subjek. Pertama-tama
dilakukan pengukuran terhadap variabel tergantungnya, lalu diberikan perlakuan,
kemudian dilakukan pengukuran untuk kedua kalinya (Seniati,dkk., 2005).
Pretest Treatment Posttest
T1 X T2
Keterangan :
Pretest : Pengukuran konsep diri anak menggunakan skala konsep diri
sebelum anak diberikan perlakuan.
Treatment : Perlakuan berupa bermain peran prososial.
Posttest : Pengukuran konsep diri anak menggunakan skala konsep diri yang
sama setelah anak diberikan perlakuan.
Hasil perbandingan skor pre test dan post test yang diperoleh dari skor skala sikap
konsep diri yang selanjutnya akan digunakan sebagai dasar menganalisa pengaruh
bermain peran prososial tehadap konsep diri pada anak.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
51
E. Alat Pengumpul Data
1. Skala Konsep Diri Anak
Skala konsep diri anak dalam penelitian ini merupakan skala sikap yang
dimodifikasi dari PHCS(Piers-Harris Children’s Self-Concept Scale) dengan
menambahkan aspek moral dan psikologis (Berzonsky dalam Fitriasih dan
Pudjono, 2003). PHCS terdiri dari 80 pernyataan langsung dengan format
respon dikotomi “Ya-Tidak”. Aspek-aspek yang diungkap meliputi aspek fisik,
sosial dan akademik. Terdapat 43 aitem favourable dan 37 aitem unfavourable.
Skor dari PHCS berkisar dari 0-80. Konsistensi internal tes ini berkisar antara
0,78 hingga 0,93. Skor reliabilitas berdasarkan tes re-tes berkisar antara 0,71
hingga 0,74 (Piers, 1969 dalam Nolte, 1981). Penambahan aspek bertujuan
untuk memperoleh gambaran konsep diri secara global.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
52
Tabel 1. Blue print Skala Sikap Konsep Diri Pada Anak
Aspek
Konsep Diri Indikator Perilaku Nomor Aitem f %
Aspek Fisik Kondisi dan kemampuan fisik
F 15, 29, 41, 54, 55, 79
8 10
UF 8, 47 Aspek Sosial a. Hubungan
interpersonal. F 33, 49, 51, 57,
60, 69 23 28,75
UF 1, 71 b. Perasaan sosial F 32, 38, 42, 58
UF 3, 7, 11, 77 c. Kinerja peran F 30, 48, 62, 63,
72 UF 46, 65
Aspek Akademik
Prestasi dan kemampuan akademik
F 5, 16, 18, 19, 21, 23, 24, 67, 70.
14 17,5
UF 26, 31, 45, 66, Aspek Moral a. Tanggung jawab F 9, 17, 27, 80 16 20
UF 13, 34, 61, 75, 59
b. Kesesuaian dengan norma
F 12, 35 UF 14, 22, 25, 56,
78 Aspek
Psikologis a. Pikiran terhadap
diri sendiri F 36, 76 19 23,75
UF 40, 43, 64 b. Perasaan terhadap
diri sendiri F 2, 39, 52
UF 4, 6, 10, 37, 50, 74
c. Sikap terhadap diri sendiri
F 44, 68, UF 20, 28, 29
Total 80 100
2. Bermain Peran Prososial
Bermain peran prososial merupakan suatu metode yang bertujuan
untuk mengembangkan ketrampilan prososial. Metode ini berupa peragaan pada
situasi yang telah direncanakan dan dapat menstimuli respon prososial seperti
menolong, berbagi, bekerjasama secara spontan pada anak (Pfeiffer & Ballew,
1988).
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
53
Teknik bermain peran prososial dalam penelitian ini dilakukan oleh
beberapa kelompok (multiple-group) yang setiap kelompoknya terdiri dari
beberapa subjek. Setiap subjek memainkan peran yang berbeda (tag teams).
Sumber permasalahan yang akan diselesaikan dalam bermain peran ini telah
diatur kemudian anak-anak melakukan bermain peran secara spontan untuk
menyelesaikan masalah tersebut (skit completion) atau teks naskah sebagian.
Bermain peran dilakukan berdasarkan modul yang disusun berdasarkan
Pfeiffer & Ballew (1988) dan tahap-tahap bermain peran menurut Shaftel
(dalam Komara, 2008), meliputi :
a. Tahap persiapan bermain peran.
Tahap persiapan ini meliputi :
1. Alat dan bahan dalam bermain peran dipersiapkan oleh fasilitator.
Alat dan bahan yang digunakan antara lain :
a. Lembar instruksi umum dan deskripsi karakter peran yang akan
dimainkan.
b. Properti yang digunakan dalam bermain peran, misalnya buku,
meja, kursi, dan lain-lain.
c. Kamera sebagai alat dokumentasi.
d. Stopwatch.
2. Pembentukan kelompok,
Pada tahap ini, dari sejumlah subjek yang telah memenuhi syarat
dibagi dalam kelompok-kelompok. Pembagian kelompok tersebut
berdasarkan jumlah peran yang akan dimainkan.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
54
3. Mencairkan suasana dalam kelompok
Bermain peran merupakan permainan pura-pura, partisipan dituntut
untuk memainkan perannya seperti apa yang akan mereka lakukan
dalam kehidupan nyata. Agar tercipta suasana yang lebih santai,
dilakukan ice breaking dengan cara membiarkan partisipan melakukan
tanya jawab dengan partisipan lain atau dengan fasilitator kurang lebih
selama 10 menit..
4. Pemberian instruksi umum bermain peran.
Sebelum melakukan bermain peran prososial, subjek di haruskan
membaca instruksi umum yang diberikan oleh fasilitator. Instruksi
umum berisikan uraian kasus yang menjadi fokus masalah dalam
bermain peran prososial ini dan karakter peran yang akan dimainkan.
Subjek diberikan waktu untuk membaca dan memahami instruksi
tersebut.
Instruksi umum dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :
Manusia merupakan makhluk sosial. Manusia tidak dapat
hidup sendiri dan selalu membutuhkan orang lain. Hal ini terjadi
dalam kehidupan sehari-hari di lingkungan keluarga, lingkungan
sekolah maupun lingkungan masyarakat. Dalam kehidupan sehari-hari,
terdapat berbagai macam karakter individu.
Saat ini, kalian akan memerankan beberapa karakter yang
menghadapi suatu situasi. Kalian merupakan siswa-siswa kelas lima
sekolah dasar. Pada suatu ketika, ada dua orang anak yang meminta
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
55
uang pada seorang anak dengan cara memaksa. Beberapa di antara
kalian melihat hal tersebut. Kejadian ini terjadi saat jam istirahat.
Lakukan apa yang ingin kalian lakukan jika benar-benar menghadapi
situasi tersebut.
Berikut tabel peran dan karakter yang akan dimainkan :
Tabel 2 Pembagian peran dan karakter peran
Peran Karakter Ari Siswa yang memiliki kebiasaan
menganggu temannya. Kiki Siswa yang sering meminta milik orang
lain secara paksa. Nana Siswa yang pendiam. Lucky Siswa yang senang berkelompok dengan
beberapa orang teman saja. Mala Siswa yang senang berkelompok dengan
beberapa orang teman saja. Rosi Siswa yang tidak terlalu peduli dengan
urusan orang lain. Odi Siswa yang ceria, memiliki banyak teman
Andri Siswa yang pendiam
5. Pemilihan peran.
Partisipan yang telah membaca instruksi umum, selanjutnya diberikan
waktu untuk menentukan masing-masing pemeran untuk setiap peran
yang telah ditentukan. Ada beberapa cara dalam pemilihan peran,
peran yang dimainkan subjek dapat ditentukan dengan penunjukkan
langsung oleh fasilitator, undian, atau subjek diperkenankan untuk
memilih peran yang ingin dimainkannya. Subjek yang telah memilih
peran mendapatkan teks naskah dari fasilitator sesuai dengan peran
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
56
yang dimainkan. Subjek tidak diperkenankan melihat teks naskah
milik pemeran lain.
b. Tahap pelaksanaan bermain peran
Bermain peran dilakukan berdasarkan instruksi umum dan dengan
menyelesaikan naskah yang telah diberikan fasilitator sesuai dengan sikap
yang ingin ditunjukkan subjek ketika menghadapi masalah tersebut.. Para
partisipan bebas melakukan tindakan berdasarkan situasi tersebut. Bermain
peran akan dilaksanakan setelah partisipan membaca instruksi umum dalam
batas waktu yang ditentukan. Selama partisipan bermain peran, fasilitator
juga melakukan pengamatan berdasarkan pedoman pengamatan pada
partisipan dan hasil bermain peran.
Tabel 3 Pedoman pengamatan
Reaksi yang mungkin terjadi Kelompok 1
Kelompok 2
a. Tidak menghiraukan kejadian tersebut.
b. Menolong dengan membela Nana dan menasehati Ari dan Kiki.
c. Menolong dengan mengajak teman lain.
d. Melaporkan pada guru. e. Tidak melakukan apapun saat
Nana dipaksa, tapi menghibur dan memberikan sebagian uang jajan kepada setelah Ari dan Kiki pergi.
Hasil : a. Ari dan Kiki melepaskan Nana b. Uang Nana tetap dirampas
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
57
c. Tahap pengumpulan data.
Setelah bermain peran dilakukan, partisipan diminta untuk melaporkan
apa yang mereka lakukan dalam bermain peran tersebut. Dalam tahap ini,
fasilitator akan mencatat informasi tambahan yang diperoleh dari laporan
partisipan. Informasi ini berkaitan dengan pandangan partisipan terhadap
peran yang telah mereka mainkan. Catatan pengamat saat partisipan bermain
peran dan catatan berdasarkan laporan partisipan ini akan digunakan dalam
tahap diskusi.
d. Tahap diskusi.
Tahap diskusi dilakukan berdasarkan pedoman diskusi yang telah
disusun. Hal ini bertujuan agar diskusi tetap terarah pada perilaku prososial
yang menjadi dasar dalam bermain peran ini. Pedoman diskusi dalam
bermain peran prososial ini antara lain :
1. Apa yang kalian lakukan jika hal itu terjadi?
2. Mengapa kalian melakukan hal tersebut?
3. Bagaimana perasaan kalian setelah melakukan hal tersebut?
4. Bagaimana tanggapan orang lain terhadap tindakan kalian tersebut?
5. Apakah yang terjadi jika kalian membantu orang dalam situasi tersebut?
Apa pula yang terjadi jika kalian tidak membantu?
6. Apa yang kalian rasakan jika kalian dapat membantu, berbagi dengan
orang lain yang sedang mengalami hal yang kurang menyenangkan, atau
bekerja sama dalam hal yang baik? Bagaimana tanggapan orang-orang
disekitar anda jika kalian melakukan hal tersebut?
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
58
7. Apa yang kalian rasakan jika tidak dapat melakukan hal tersebut?
Bagaimana tanggapan orang lain?
Dalam tahap diskusi ini, pertanyaan dapat dikembangkan dari
pedoman pertanyaan tersebut. Hal ini bertujuan untuk memperoleh data yang
lebih lengkap dalam penelitian ini.
F. Validitas dan Reliabilitas
Validitas dan reliabilitas merupakan dua hal yang mempunyai peran
penting dalam menentukan baik atau tidaknya hasil penelitian. Oleh karena itu
alat ukur harus memenuhi syarat valid dan reliabel.
Pengukuran validitas alat ukur dalam penelitian ini menggunakan rumus
korelasi Product Moment dari Pearson. Teknik ini bertujuan untuk menguji
apakah tiap aitem atau butir pernyataan benar-benar mampu mengungkap faktor
yang akan diukur atau konsistensi internal tiap item alat ukur dalam mengukur
suatu faktor (Azwar, 1999). Nilai korelasi yang diperoleh (nilai korelasi per aitem
dengan total aitem yang diperoleh setelah dikorelasikan secara statistik per
individu) lalu dibandingkan dengan nilai tabel korelasi (r) Product Moment untuk
mengetahui apakah nilai korelasi yang diperoleh signifikan atau tidak. Jika indeks
nilai yang dipeoleh dari perhitungan tersebut memiliki nilai yang lebih besar dari
nilai tabel korelasi maka aitem itu dinyatakan valid demikian juga sebaliknya.
Rumus yang digunakan dalam mencari validitas aitem adalah korelasi
Product Moment dari Karl Pearson (1857-1936) yang dikutip dari Azwar (1999)
sebagai berikut :
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
59
( )( )
( ) ( )ïþ
ïýü
ïî
ïíì SU
-SUïþ
ïýü
ïî
ïíì SC
-SC
SUSC-SCU
=
nn
nrxy2
22
2
Keterangan:
rxy : koefisien korelasi antara aitem dengan skor total
SX : jumlah nilai tiap-tiap aitem
SY : jumlah nilai total aitem
SXY : jumlah perkalian skor aitem dengan skor total aitem
n : jumlah subjek yang diteliti
Suatu alat ukur dikatakan reliabel bila alat ukur tersebut mampu
memberikan hasil pengukuran yang konsisten menurut subjek ukurnya atau dapat
juga sebagai konsistensi atau stabilitas yang merupakan indikasi sejauh mana
pengukuran itu dapat memberikan hasil sama jika dilakukan ulang (Azwar,2008).
Untuk mengetahui reliabilitas alat ukur dalam penelitian ini digunakan
Formula Alpha (Azwar, 1995). Adapun rumusnya sebagai berikut:
÷÷ø
öççè
æ-
-= å
xs
js
kk
2
2
11
a
Keterangan:
α = Koefisien reliabilitas Alpha
k = Banyaknya belahan
s2j = Varians skor belahan
s2x = Varians skor total
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
60
Penghitungan validitas dan reliabilitas dibantu dengan komputasi
program statistik SPSS 16. Validitas suatu alat ukur dapat dilihat dari hasil output
SPSS 16 dengan fasilitas korelasi Product Moment. Sedangkan, reliabilitas alat
ukur dapat dilihat dari hasil output SPSS 16 dengan fasilitas Cronbach Alpha.
Suatu konstruk atau variabel semakin reliabel jika nilai Cronbach Alpha semakin
mendekati angka 1 (Azwar, 2007).
G. Metode Analisis Data
Teknik analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah paired sample
correlated data t-test (Seniati, dkk., 2005) karena penelitian ini bertujuan untuk
membandingkan hasil skor konsep diri sebelum dan setelah mendapat perlakuan
berupa pemberian bermain peran prososial. Penghitungan dilakukan dengan
bantuan komputasi program statistik SPSS 16. Rumus paired sample correlated
data t-test tersebut adalah :
( )
( )1
2
2
21
-
-
=åå
-
nnn
DD
MMt
Keterangan :
D : perbedaan skor untuk setiap pasangan
M1 : rata-rata skor kelompok pre-test
M2 : rata-rata skor kelompok post-test
n : jumlah pasangan.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
61
BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Persiapan Penelitian
1. Orientasi Kancah Penelitian
Persiapan penelitian diawali dengan menentukan lokasi yang akan
dijadikan tempat penelitian. Lokasi penelitian adalah SD Negeri 1 Prambanan,
yang beralamat di Jl. Jogja-Solo Km 17, Prambanan, Klaten. Sekolah dasar ini
terletak di tempat yang cukup strategis. Bangunan SD Negeri 1 Prambanan
terletak di tepi jalan raya.
SD Negeri 1 Prambanan memiliki 6 ruangan kelas, ruang kepala
sekolah, ruang guru, 2 ruang ekstrakurikuler, ruang pepustakaan. Jumlah siswa
tiap kelas berbeda, namun rata-rata tiap kelas terdapat 35 siswa. Subjek
penelitian adalah siswa-siswa kelas V yang telah diklasifikasikan menurut
karakteristik tertentu. Keseluruhan jumlah siswa kelas V adalah 40 siswa yang
terdiri dari 19 siswa laki-laki dan 21 siswa perempuan. Usia siswa kelas V
antara 11-12 tahun.
Seperti pada sekolah dasar pada umumnya, di setiap kelas diampu oleh
seorang guru wali kelas yang mengajarkan sebagian besar mata pelajaran,
kecuali pelajaran tertentu seperti Pendidikan Agama, Pendidikan Jasmani, dan
Seni Suara Daerah. Jumlah keseluruhan pengajar di SD Negeri 1 Prambanan
adalah 10 orang.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
62
SD Negeri 1 Prambanan merupakan salah satu sekolah dasar negeri
yang memiliki beberapa prestasi di wilayah kecamatan Prambanan. Prestasi
tersebut dari bidang akademis, kesenian maupun olahraga.
2. Persiapan Alat Ukur
Penelitian ini menggunakan alat ukur utama berupa skala sikap konsep
diri. Diperlukan persiapan yang matang agar alat ukur tersebut layak dan siap
untuk digunakan. Alat ukur yang akan digunakan dalam penelitian ini telah
melalui prosedur validitas alat ukur melalui pengujian validitas isi. Validitas
isi dilakukan dengan melihat kesesuaian antara butir-butir aitem dalam alat
ukur dengan blue-print yang telah ditentukan sebelumnya. Selain itu validitas
isi juga melihat kesesuaian aitem-aitem dengan indikator perilaku yang hendak
diungkap. Validitas isi ini dilakukan secara rasional oleh professional
judgement, yaitu pembimbing.
3. Pelaksanaan Uji Coba
Sebelum skala penelitian digunakan, terlebih dahulu dilakukan uji coba
untuk mengetahui nilai validitas tiap aitem dan reliabilitas skala tersebut. Uji
coba terhadap aitem skala psikologi ini bertujuan unuk mengetahui apakah
kalimat dalam aitem mudah dan dapat dipahami oleh responden sebagaimana
yang diinginkan oleh peneliti, dan sebagai salah satu cara praktis untuk
memperoleh data dari respnden yang akan digunakan untuk penskalaan atau
untuk evaluasi kualitas aitem secara statistik (Azwar, 2007).
Skala konsep diri yang terdiri dari 80 aitem pernyataan diujicobakan
pada kelompok responden yang mempunyai karakteristik setara dengan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
63
responden penelitian (Azwar, 2007). Uji coba dilakukan dengan mengambil
kelompok responden berjumlah 40 siswa SD kelas V sesuai dengan kriteria
yang sudah ditetapkan. Setelah skala terkumpul dan memenuhi syarat,
dilakukan skoring yang kemudian dilakukan analisis validitas dan reliabiitas
menggunakan program SPSS 16.
4. Uji Validitas dan Reliabilitas Skala
Setelah uji coba dilakukan, selanjutnya data yang diperoleh
ditabulasikan dan dianalisis untuk mengetahui validitas serta reliabilitas alat
ukur. Validitas pada skala konsep diri pada anak dapat diketahui dari 80 aitem
yang diujicobakan, diperoleh indeks korelasi aitem berkisar antar -0,005
sampai dengan 0,656. Ada 28 aitem dinyatakan tidak valid karena r hitung < r
tabel dengan taraf signifikansi 5% dan N = 40 dengan nilai kritis 0,312.
Selanjutnya dari analisis korelasi aitem total yang telah dikoreksi,
diperoleh 52 aitem yang sahih dengan indeks korelasi aitem berkisar antara
0,332 sampai dengan 0,656. Reliabilitasi skala ditunjukkan dengan koefisien
Alpha sebesar 0,928. Dengan demikian, skala konsep diri pada anak ini
dianggap cukup andal sebagai alat ukur penelitian. Adapun perincian aitem
yang gugur dan sahih dapat dilihat pada tabel di bawah ini ;
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
64
Tabel 4 Distribusi aitem sahih dan aitem gugur skala konsep diri pada anak setelah uji
coba
Aspek Konsep Diri
Indikator Perilaku Nomor Aitem yang sahih
Nomer aitem yang gugur
Aspek Fisik Kondisi dan kemampuan fisik
F 15, 29, 41, 54, 55
79
UF 8 47 Aspek Sosial a. Hubungan
interpersonal. F 33, 49, 57,
60, 69 51
UF 1 71 b. Perasaan sosial F 38, 42, 58 32
UF 77 3, 7, 11 c. Kinerja peran F 30, 48, 62,
72 63
UF 65 46 Aspek
Akademik Prestasi dan kemampuan akademik
F 5, 16, 19, 21, 24, 67
18, 23, 70,
UF 26, 53, 66 31, 45 Aspek Moral a. Tanggung jawab F 9, 17, 80 27
UF 13, 34, 61, 75, 59
b. Kesesuaian dengan norma
F 12, 35 UF 22, 25, 78 14, 56
Aspek Psikologis
a. Pikiran terhadap diri sendiri
F 36 76 UF 40 43, 64
b. Perasaan terhadap diri sendiri
F 52 2, 39 UF 50, 74 4, 6, 10, 37
c. Sikap terhadap diri sendiri
F 68 UF 20, 28, 29 44
Total 52 28
5. Penomoran Baru Alat Ukur Penelitian
Setelah dilakukan perhitungan validitas dan reliabilitas, maka langkah
selanjutnya adalah menyusun alat ukur untuk penelitian. Aitem yang telah
gugur tidak dipakai lagi dalam alat ukur untuk penelitian dan aitem yang sahih
disusun dengan nomer urut yang baru, kemudian digunakan lagi untuk
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
65
pelaksanaan penelitin. Aitem skala konsep diri pada anak setelah uji coba
dapat dilihat pada tabel berikut :
Tabel 5 Distribusi aitem skala konsep diri pada anak setelah uji coba
Aspek Konsep Diri
Indikator Perilaku Nomor Aitem f %
Aspek Fisik Kondisi dan kemampuan fisik
F 7, 18, 26, 33, 34, 47
6 11,5
UF 3 Aspek Sosial a. Hubungan
interpersonal. F 20, 29, 36, 38,
45 15 28,9
UF 48 b. Perasaan sosial F 24, 27, 36
UF 50 c. Kinerja peran F 30, 31, 40, 17
UF 41 Aspek
Akademik Prestasi dan kemampuan akademik
F 4, 8, 10, 11, 14, 43
9 17,3
UF 16, 32, 4 2 Aspek Moral a. Tanggung jawab F 2, 9, 52 13 25
UF 6, 21, 39, 49, 37
b. Kesesuaian dengan norma
F 5, 22 UF 13, 15, 19
Aspek Psikologis
a. Pikiran terhadap diri sendiri
F 23 9 17,3 UF 25
b. Perasaan terhadap diri sendiri
F 28 UF 1, 30,
c. Sikap terhadap diri sendiri
F 44 UF 12, 46, 29
Total 52 100
B. Pelaksanaan Eksperimen
1. Penentuan Subjek Penelitian
Setelah memperoleh alat ukur yang cukup valid dan reliabel, peneliti
mulai memberikan alat ukur tersebut untuk diisi oleh siswa kelas V SD Negeri
1 Prambanan. Hal ini bertujuan untuk dapat mengetahui subjek yang memiliki
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
66
tingkat konsep diri yang masuk dalam kategorisasi rendah dan sangat rendah.
Dari 40 siswa yang telah mengisi skala konsep diri pada anak, diperoleh hasil
sebagai berikut :
Tabel 6 Data hasil pengukuran
Subjek Skor Subjek Skor 1 14 21 36 2 39 22 35 3 25 23 40 4 37 24 29 5 35 25 27 6 35 26 32 7 28 27 34 8 31 28 33 9 48 29 31 10 21 30 37 11 22 31 44 12 23 32 29 13 20 33 39 14 30 34 33 15 40 35 10 16 41 36 50 17 42 37 52 18 42 38 52 19 31 39 52 20 40 40 52
Gambaran subjek dalam 6 kategorisasi, maka kategorisasi serta distribusi
skor subjek dapat dilihat seperti pada tabel berikut:
Tabel 7 Kriteria Kategori Skala Sikap Konsep Diri Pada Anak dan Distribusi Skor
Subjek
Variabel Kategorisasi Komposisi Kategori Skor Jumlah Prosentase
Konsep diri pada anak
Sangat rendah 0≤ X < 11 1 2,5% Rendah 11 ≤ X < 22 3 7,5% Sedang 22≤ X < 33 12 30% Tinggi 33 ≤ X < 44 17 42,5% Sangat tinggi 44 ≤ X < 55 7 17,5%
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
67
Berdasarkan tabel kategorisasi di atas diketahui bahwa 16 siswa yang
memiliki konsep diri yang rendah. Siswa tersebut yang selanjutnya menjadi
subjek penelitian dan mendapat perlakuan bermain peran prososial.
2. Pelaksanaan Eksperimen
Sesuai dengan desain randomize pretest-posttest one group design,
penelitian ini akan melalui tiga tahapan, yaitu, pretest, perlakuan dan posttest.
Pretest merupakan tahap pengumpulan data menggunakan skala sikap konsep
diri sebelum subjek mendapat perlakuan. Untuk menghemat waktu, dalam
penelitian ini data pretest diperoleh dari data pemilihan subjek karena skala
sikap yang digunakan sama. Jadi skor 16 subjek yang masuk dalam kategori
rendah dan sangat rendah digunakan sebagai data pretest.
Setelah dua minggu berselang dari pemberian pretest, subjek
diberikan perlakuan berupa bermain peran prososial. Bermain peran prososial
ini dilakukan berdasarkan modul yang telah disusun. Dalam perlakuan ini
peneliti berperan sebagai fasilitator sekaligus pengamat dalam setiap
kelompok. Tugas peneliti sebagai fasilitator antara lain memimpin setiap
kelompok, memberikan instruksi umum, memimpin diskusi dan menyediakan
sarana dan prasarana yang dibutuhkan dalam bermain peran. Sedangkan
sebagai pengamat bertugas melakukan pengamatan selama bermain peran
berlangsung dan mencatat hasil pengamatan tersebut.
Dalam pemberian perlakuan ini subjek melalui beberapa tahapan antara
lain :
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
68
a. Tahap persiapan
Subjek dibagi dalam dua kelompok. Pengelompokan ini berdasarkan
jumlah peran yanng akan dimainkan. Dalam penelitian ini jumlah peran yang
akan dimainkan adalah 8 peran, sehingga tiap kelompok terdiri dari 8 subjek.
Anggota kelompok ditentukan oleh fasilitator secara acak.
Dalam masing-masing kelompok, sebelum mulai bermain peran
fasilitator mengarahkan subjek untuk menciptakan suasana yang lebih santai
dengan melakukan ice breaking. Pada tahap ini, partisipan dan fasilitator
melakukan interaksi sehingga kondisi lebih akrab antar partisipan maupun
dengan fasilitator. Hal ini bertujuan agar partisipan dapat bermain peran
prososial dengan baik dan tidak malu-malu atau kaku.
Setelah semua partisipan terlihat mulai nyaman, fasilitator
memberikan subjek lembar instruksi umum. Semua partisipan diharuskan
membaca instruksi umum. Setelah membaca instruksi umum dan
menanyakan hal-hal yang kurang jelas pada fasilitator, subjek memilih peran
yang ingin mereka mainkan. Fasilitator membantu menentukan peran yang
dimainkan saat ada dua subjek yang menginginkan peran tersebut. Dalam hal
ini fasilitator juga meminta pendapat pada subjek lain agar peran yang
diberikan lebih tepat. Subjek yang telah mendapat peran mendapat teks
naskah sesuai dengan peran yang mereka mainkan. Subjek dilarang membaca
teks naskah peran orang lain atau memberikan informasi mengenai teks
naskah peran yang dimainkan kepada subjek lain. Subjek membaca peran
yang akan dimainkan. Ketika mereka telah siap bermain peran mereka akan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
69
memberikan tanda kepada fasilitator. Subjek menempatkan diri pada posisi
yang sesuai dengan peran mereka. Fasilitator membaca panduan dan instruksi
umum di depan subjek penelitian.
b. Tahap pelaksanaan
Setiap kelompok diberikan waktu 25-30 menit. Subjek bermain peran
tanpa interupsi dari fasilitator. Dua menit sebelum waktu habis, fasilitator
akan memberikan tanda dengan memukul meja.
Selama proses bermain peran, fasilitator membawa pedoman observasi
dan mencatat reaksi dari subjek. Fasilitator akan mengamati beberapa
kemungkinan, yaitu : tidak menghiraukan peristiwa tersebut, langsung
memberikan bantuan, memberikan bantuan bersama-sama orang lain,
melaporkan pada guru, dua anak yang bersifat antagonis dapat menyadari
kesalahannya, anak yang berperan sebagai korban bisa mengatasi masalah
tersebut.
c. Tahap pengumpulan data
Setelah subjek selesai bermain peran, pengamat memperoleh hasil
pengamatan sebagai berikut :
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
70
Tabel 8 Hasil Pengamatan
Reaksi yang mungkin terjadi Kelompok 1
Kelompok 2
1. Tidak menghiraukan kejadian tersebut.
√ √
2. Menolong dengan membela Nana dan menasehati Ari dan Kiki.
√ √
3. Menolong dengan mengajak teman lain.
√
4. Melaporkan pada guru. - - 5. Tidak melakukan apapun saat
Nana dipaksa, tapi menghibur dan memberikan sebagian uang jajan kepada setelah Ari dan Kiki pergi.
√
Hasil : 1. Ari dan Kiki melepaskan Nana √ 2. Uang Nana tetap dirampas √
Selain tabel hasil pengamatan tersebut, pengamat juga memberikan
tambahan catatan berdasarkan laporan subjek mengenai peran yang telah
dilakukan.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
71
Tabel 9 Hasil Laporan Subjek dalam Pemeranan
Peran Laporan Pemeranan Kelompok 1 Kelompok 2
Kiki Subjek sedikit merasa lebih kuat dan lebih hebat jika ada orang lain yang takut.
Subjek merasa berkuasa dan ditakuti di lingkungan di sekolah tersebut..
Ari Subjek berani jika ada teman.
Subjek senang bisa berteman dengan orang yang bekuasa.
Nana Subjek membela diri dan berusaha mempertahankan miliknya.
Berusaha mempertahankan tapi saat digertak lagi, subjek memilih diam.
Lucky Subjek tidak suka dengan Kiki dan Ari. Tapi karena tidak berani menghadapi sendiri, subjek mencari teman untuk menghentikan situasi tersebut.
Subjek tidak menghiraukan karena merasa tidak akrab dengan Nana dan tidak mau menambah masalah.
Mala Subjek menolong karena ada orang lain yang menolong, sehingga subjek berani menolong.
Subjek tidak mau menolong karena melihat orang lain tidak menolong.
Rosi Subjek tidak menolong karena merasa masih banyak orang lain yang melihat sehingga ada kemungkinan Nana akan ditolong orang lain.
Subjek merasa kasihan namun tidak berani sehingga lebih memilih untuk membantuu dengan cara yang lain.
Odi Subjek menolong Nana karena kasihan dan menganggap perbuatan Kiki dan Ari tidak baik.
Subjek segera membantu karena tidak suka perbuatan Kiki dan Ari.
Andri Subjek sebenarnya kasihan, tapi takut pada Kiki dan Ari.
Subjek segera pergi menjauh karena tidak berani dan takut jika dirinya juga dimintai uang secara paksa jika mendekat.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
72
Berdasarkan kedua hasil pengumpulan data tersebut dapat
diketahui bahwa subjek telah melakukan perannya dengan baik, subjek
mampu melakukan dengan spontan. Hasil bermain peran pada kedua
kelompok berbeda. Pada kelompok pertama menunjukkan hasil masalah
dapat terselesaikan dengan cukup baik, karena situasi dimana terjadi
pemerasan tidak terjadi. Hal ini karena sebagian besar subjek melakukan
tindakan prososial yaitu menolong dan bekerjasama untuk menolong. Subjek
melakukan tersebut karena kasihan, merasa perbuatan tersebut tidak baik
maupun hanya meniru subjek lain yang juga menolong. Namun ada juga
subjek yang tidak melakukan tindakan prososial. Hal ini karena subjek
merasa masih banyak subjek lain yang bisa menolong atau karena tidak
punya keberanian yang cukup.
Sedangkan kelompok dua, hasilnya menunjukkan pemerasan tetap
terjadi. Subjek lain tidak mampu mencegah perbuatan tersebut meskipun
sudah berusaha. Ada subjek yang melakukan tindakan prososial karena
merasa tidak suka dengan perbuatan seperti itu, sedangkan ada yang memilih
melakukan tindakan prososial tapi dengan cara yang tidak terlalu merugikan
dirinya. Beberapa subjek yang tidak melakukan tindakan prososial karena
merasa kurang dekat dengan subjek yang menerima perlakuan buruk tersebut
dan tidak mau terlibat masalah orang lain.
e. Tahap diskusi.
Hasil yang diperoleh pada tahap pengumpulan data selanjutnya dapat
digunakan pada tahap diskusi. Pada tahap diskusi, pengamat menanyakan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
73
beberapa pertanyaan utama berdasarkan pedoman diskusi. Dari pertanyaan dan
jawaban selama diskusi dapat diketahui bahwa sebagian besar subjek akan
menolong dengan alasan merasa kasihan. Dalam hal ini rasa kasihan merupakan
salah satu ekspresi emosi empati, dan perbuatan tersebut dapat merugikan orang
lain. Sedangkan subjek yang tidak mau menolong berpendapat bahwa subjek
tidak terlalu mengenal dan karena merasa ada orang lain yang dapat membantu.
Subjek yang akan menolong dengan bantuan orang lain jika situasi tersebut
terjadi merasa dirinya tidak mampu mengatasi masalah tersebut sendiri
sehingga membutuhkan bantuan orang lain.
Mengenai bagaimana perasaan mereka, subjek merasa kasihan terhadap
orang yang mendapat perlakuan seperti itu. Subjek akan merasa senang jika
dapat menolong namun sebagian subjek juga tidak ingin merugikan dirinya
sendiri. Bagi subjek juga ada merasa bersalah atau menyesal jika tidak
menolong.
Selain senang bisa membantu orang lain, subjek berpendapat bahwa jika
subjek dapat membantu orang lain, orang lain juga akan senang pada subjek dan
mereka akan bersikap baik pada subjek. Subjek menjadi lebih mudah
berinteraksi dan mempunyai banyak teman.
Dengan berakhirnya tahap diskusi, pengamat akan membantu subjek
untu memahami mengenai pentingnya tindakan prososial, seperti menolong,
berbagi, bekerja sama dalam hal baik dan lain-lain. Tindakan prososial juga
dapat membuat perasaan seseorang lebih baik, dan penerimaan positif dari
orang lain.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
74
Ketika perlakuan berupa bermain peran dan tahapan-tahapannya selesai
dilakukan, subjek akan diminta untuk mengisi skala sikap konsep diri. Skala
yang digunakan sama dengan skala yang digunakan sebelum subjek
memperoleh perlakuan. Hal ini dilakukan untuk memperoleh skor konsep diri
subjek setelah mendapat perlakuan. Skor postest ini akan digunakan untuk
membandingkan dengan skor pretest sehingga dapat diketahui pengaruh
pemberian bermain peran terhadap konsep diri sebelum dan sesudah bermain
peran. Setelah memperoleh data posttest maka dapat dilakukan analisis data
menggunakan Uji T berpasangan (paired sample T test).
C. Hasil Penelitian
1. Hasil Pretest dan Posttest
Dari skala sikap konsep diri yang telah diselesaikan subjek penelitian
sebelum dan sesudah perlakuan, skornya adalah sebagai berikut :
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
75
Tabel 10 Hasil pretest dan posttest
No. Subjek Pretest Posttest 1 32 47 2 32 33 3 28 24 4 29 23 5 27 36 6 20 35 7 29 26 8 25 27 9 31 24 10 31 30 11 23 37 12 21 27 13 22 26 14 10 20 15 30 37 16 14 22
Dari 16 subjek penelitian, semuanya dapat mengikuti pretest, perlakuan
dan posttest sehingga tidak ada subjek penelitian yang gugur dikarenakan tidak
mengikuti salah satu tahap dalam rangkaian penelitian ini.
2. Hasil Statistik Deskriptif
Tabel 11 Tabel deskriptif statistik
Descriptive Statistics
N Minimum Maximum Mean Std. Deviation Variance
pretest 16 10.00 32.00 25.2500 6.52687 42.600
posttest 16 20.00 47.00 29.6250 7.25603 52.650
Berdasarkan tabel tersebut dapat dibuat beberapa gambaran sebagai
berikut ;
a. Nilai rata-rata konsep diri 16 subjek penelitian sebelum perlakuan sebesar
25,25, sedangkan sesudah perlakuan sebesar 29,63. Dapat disimpulkan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
76
bahwa terjadi peningkatan rata-rata pada pengukuran konsep diri pada
subjek penelitian.
b. Nilai terendah dari 16 subjek penelitian sebelum perlakuan adalah 10 dan
nilai tertingginya adalah 32, sedangkan nilai terendah setelah perlakuan
adalah 20 dan nilai tertingginya adalah 47.
Berdasarkan tabel statistik deskriptif di atas dapat dilakukan
kategorisasi responden dengan melihat data hipotetik dan data empirik sebagai
berikut :
Tabel 12 Data Hipotetik dan Data Empirik
N
Data Hipotetik M
SD
Data Empirik M
SD Skor
min. Skor max.
Skor min.
Skor max.
Pretest 16 10 32 25,25 6,53 0 52 26,02 16,52 posttest 16 24 47 29,63 7,26 0 52 26,02 16,52
Tabel 13 Kategorisasi Subjek Penelitian
Skor Kategorisasi Subjek Rerata Empirik Frek. %
Pretest X< 28 Rendah 2 12,5 % 26,02 18≤ X < 35 Sedang 14 87,5 %
35 ≤ X Tinggi 0 0 % Posttest X< 28 Rendah 0 0 % 26,02
18≤ X < 35 Sedang 11 68,75 % 35 ≤ X Tinggi 5 31,25 %
Dari tabel kategorisasi responden tersebut konsep diri pada pretest
termasuk dalam kategori rendah sebanyak 12,5 %, sedang sebanyak 87,5 %,
tinggi sebanyak 0% sedangkan pada posttest subjek yang termasuk dalam
kategori rendah sebanyak 0 %, sedang 68,75 % dan tinggi sebanyak 31,25 %.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
77
3. Uji Normalitas Data
Uji normalitas data biasanya dilakukan sebelum data diolah
berdasarkan model penelitian. Uji normalitas pada suatu data sangat
diperlukan sebelum dilakukan analisis statistik parametrik. Uji normalitas
bertujuan untuk mengetahui distribusi data dalam variabel yang akan
digunakan dalam penelitian. Data yang baik dan layak digunakan dalam
penelitian adalah data yang memiliki distribusi normal. Normalitas data dalam
penelitian ini menggunakan nilai Skewness. Nilai Skewness digunakan untuk
mengetahui bagaimana distribusi normal data dalam variabel dengan menilai
kemiringin kurva. Berdasarkan rasio Skewness dan Kurtosis, jika rasio
kemiringan dan Kurtosis tidak melebihi 2 maka dapat disimpulkan bahwa data
berdidstribusi normal. Rasio kemiringan merupakan perbandingan antara nilai
kemiringan dengan standar erornya. Sedangkan rasio Kurtosis merupakan
perbandingan antara nilai kurtosis dengan standar erornya.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
78
Tabel 14 Uji Normalitas berdasarkan rasio Skewness dan Kurtosis
Descriptives
Statistic Std. Error
nilai Mean 27.4375 1.26279
95% Confidence Interval for Mean
Lower Bound 24.8620 Upper Bound 30.0130
5% Trimmed Mean 27.4444 Median 27.0000 Variance 51.028 Std. Deviation 7.14340 Minimum 10.00 Maximum 47.00 Range 37.00 Interquartile Range 8.75 Skewness .130 .414
Kurtosis 1.345 .809
Berdasarkan uji normalitas menggunakan SPSS 16 diperoleh rasio
Skewness (kemiringan) = 0,130/0,414 = 0,314 dan rasio Kurtosis =
1,345/0,809 = 1,662. Kedua rasio tersebut kurang dari 2 maka dapat
disimpulkan bahwa data terdistribusi normal.
Tabel 15 Uji Normalitas menggunakan rumus Shapiro WiIlk
Shapiro-Wilk
Statistic df Sig.
nilai .977 32 .711
Untuk uji Shapiro Wilk diperoleh nilai sig. = 0,711. Hal ini berarti
bahwa signifikansinya lebih besar daripada 0,05. Data terdistribusi normal. Dari
output normal Q-Q Plot (terlampir), pada gambar dapat dilihat bahwa sebagian
besar titik menyebar di sekitar garis, sehingga dapat dikatakan bahwa data
berdistribusi normal. Berdasarkan output bloxpot (terlampir), pada gambar
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
79
terdapat garis hitam mendatar yang merupakan tanda median. Karena garis
tersebut berada di tengah bloxpot, maka data berdistribusi normal.
4. Uji Linieritas
Uji linieritas merupakan salah satu uji asumsi dasar pada pengolahan
data dalam penelitian. Asumsi linieritas adalah asumsi yang akan memastikan
apakah data yang kita miliki sesuai dengan garis linier atau tidak. Asumsi ini
dapat diketahui dengan mencari nilai deviation from linearity dari uji F linier.
Tabel 16 Uji Linieritas
ANOVA Table
Sum of Squares df
Mean Square F Sig.
Between Groups
(Combined) 669.250 12 55.771 1.388 .441
Linearity 153.806 1 153.806 3.829 .145
Deviation from Linearity 515.444 11 46.859 1.167 .508
Within Groups 120.500 3 40.167 Total 789.750 15
Hasil diatas menunjukkan bahwa data dalam penelitian ini bertaraf
signifikansi (p) < 0,05 sehingga data tersebut linier.
5. Uji Homogenitas
Uji homogenitas pada suatu data untuk mengetahui apakah sampel yang
dalam penelitian diperoleh dari populasi homogen ataukah tidak.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
80
Tabel 17 Uji Homogenitas
Test of Homogeneity of Variance
Levene Statistic df1 df2 Sig.
nilai Based on Mean .304 1 30 .586
Based on Median .131 1 30 .720
Based on Median and with adjusted df .131 1 29.683 .720
Based on trimmed mean .290 1 30 .594
Berdasarkan tabel uji homogenitas di atas menunjkkan bahwa nilai
probabilitas mean 0,589 menunjukkan nilai di atas 0,05. demikian pula taraf
signifikansi median 0,720 yang berarti bahwa data bervarian homogen.
6. Uji Hipotesis
Uji hipotesis pada penelitian ini menggunakan Uji T Sampel
Berpasangan (Paired-Samples T Test). Prosedur ini digunakan untuk
membandingkan rata-rata dari dua variabel dalam satu grup data. Uji ini
dilakukan terhadap dua sampel dengan subjek yang sama tetapi mengalami
perlakuan yang berbeda atau berpasangan.
Tabel 18.1 Uji Hipotesis
Paired Samples Statistics
Mean N Std. Deviation Std. Error Mean
Pair 1 pretest 25.1875 16 6.47270 1.61817
posttest 29.6250 16 7.29269 1.82317
Berdasarkan tabel di atas untuk subjek sebanyak 16 subjek, diperoleh
rata-rata skor konsep diri sebelum perlakuan berupa bermain peran prososial
adalah 25,19 sedangkan rata-rata skor konsep diri sesudah perlakuan berupa
bermain peran prososial adalah 29,63. Kedua rata-rata tersebut menunjukkan
perbedaan yang cukup signifikan sehingga hipotesis diterima yang berarti
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
81
terdapat perbedaan pada skor konsep diri subjek antara sebelum dan sesudah
adanya perlakuan berupa bermain peran prososial.
Tabel 18.2 Uji Hipotesis
Paired Samples Test
Pair 1
pretest - posttest
Paired Differences Mean -4.43750
Std. Deviation 7.25689
Std. Error Mean 1.81422
95% Confidence Interval of the Difference
Lower -8.30443
Upper -.57057
t -2.446
df 15
Sig. (2-tailed) .027
Berdasarkan tabel nilai t hitung = 2,446 > t tabel = 2,15 sehingga
hipotesis diterima. Nilai Sig (2-tailed) = 0, 027 < 0,05 = 5% sehingga hipotesis
diterima. Berarti terdapat perbedaan pada konsep diri subjek sebelum dan
sesudah bermain peran prososial.
D. Pembahasan
Berdasar hasil penelitian ini menunjukkan bahwa terdapat peningkatan
konsep diri setelah mendapat perlakuan berupa bermain peran prososial (sig. 2-
tailed 0,027 < 0.05). Hasil tersebut menunjukkan bahwa bermain peran prososial
dapat meningkatkan konsep diri pada anak. Hal ini membuktikan bahwa bermain
peran prososial memiliki pengaruh positif terhadap konsep diri pada siswa kelas V
Sekolah Dasar. Skor konsep diri anak meningkat setelah perlakuan berupa
bermain peran prososial.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
82
Berdasarkan pengamatan saat subjek dalam penelitian ini melakukan
bermain peran dapat diketahui bahwa beberapa anak ternyata memutuskan untuk
tidak melakukan tindakan prososial. Setelah melalui tahap diskusi diketahui
bahwa hal ini dikarenakan beberapa alasan, antara lain merasa tidak mengenal
korban secara dekat, tidak mau mengambil resiko dengan terlibat orang lain,
merasa dirinya lemah sehingga tidak mampu menolong orang lain. Namun,
sebagian besar subjek segera melakukan tindakan prososial. Setelah ditanyakan
alasannya sebagian besar subjek menolong karena empati. Tindakan lain yang
dilakukan subjek selain menolong atau mebiarkannya saja adalah melihat situasi
terlebih dahulu. Dengan kata lain, jika terdapat orang lain yang dapat membantu
maka subjek tidak akan bertindak prososial. Sebaliknya jika tidak ada orang lain
lagi yang dapat membantu maka subjek baru akan melakukan tindakan prososial
(bystander effect).
Dalam tahap diskusi ini juga dapat diketahui bahwa subjek juga telah
memahami respon dan perasaaan positif dari diri sendiri maupun orang lain pada
saat mereka melakukan perilaku prososial serta perasaan dan respon negatif jika
tidak melakukan tindakan prososial. Sebagian besar subjek menyatakan bahwa
subjek measa senang setelah melakukan tindakan prososial dan orang lain juga
akan merasa senang jika subjek melakukan tindakan prososial. Sebaliknya subjek
akan merasa bersalah jika tidak melakukan tindakan prososial.
Untuk memberikan pemahaman arti pentingnya perilaku prososial dalam
kehidupan sehari-hari, subjek diberikan penjelasan mengenai situasi yang
dihadapi masing-masing peran, mencoba merasakan apa yang dirasakan jika hal
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
83
tersebut terjadi pada subjek, bagaimana seharusnya yang dilakukan jika
menghadapi hal tersebut, serta apa yang mereka rasakan jika mereka lakukan atau
tidak melakukan hal tersebut dan bagaimana respon orang lain jika kita
melakukan atau tidak melakukan hal tersebut. Dengan penjelasan tersebut
diharapkan subjek memperoleh pemahaman baru mengenai perilaku prososial
dan pengaruhnya bagi orang lain maupun diri sendiri.
Pemahaman yang telah dimiliki individu tersebut dapat mengubah
pandangan subjek mengenai lingkungan sekitar dan dirinya sendiri. Perubahan
pandangan individu terhadap dirinya sendiri diharapkan dapat semakin baik
sehingga dapat meningkatkan konsep diri subjek ke arah yang lebih positif. Centi
(1993) menyatakan bahwa konsep diri adalah gagasn tentang diri sendiri yang
berisikan mengenai bagaimana individu melihat dirinya sendiri sebagai pribadi,
bagaimana individu merasa tentang dirinya sendiri dan bagaimana individu
menginginkan diri sendiri menjadi manusia sebagaimana yang diharapkan.
Penglihatan individu atas diri sendiri disebut gambaran diri (self image). Perasaan
individu atas dirinya sendiri (self evaluation). Harapan individu atas diri sendiri
menjadi cita-cita diri (self idea).
Pengharapan mengenai diri akan menentukan bagaimana individu akan
bertindak dalam hidup. Apabila individu berpikir bahwa dirinya mampu, maka
individu tersebut cenderung sukses, dan apabila individu tersebut berpikir bahwa
dirinya akan gagal, maka sebenarnya dirinya telah menyiapkan diri untuk gagal.
Jadi bisa dikatakan bahwa konsep diri merupakan bagian diri yang mempengaruhi
setiap aspek pengalaman baik itu pikiran, perasaan, persepsi dan tingkah laku
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
84
individu (Calhoun & Acocella, 1990). Menurut Willey (dalam Calhoun &
Acocella, 1990), dalam perkembangan konsep diri yang digunakan sebagai
sumber pokok informasi adalah interaksi individu dengan orang lain. Yang
dimaksud orang lain menurut Calhoun dan Acocella (1990) adalah orang tua,
kawan sebaya dan masyarakat. Orang tua adalah kontak sosial yang paling awal
dan yang paling kuat yang dialami oleh individu. Informasi yang diberikan orang
tua kepada anaknya lebih menancap daripada informasi yang diberikan oleh orang
lain dan berlangsung hingga dewasa. Kawan sebaya menempati posisi kedua
setelah orang tua dalam mempengaruhi konsep diri. Peran yang diukur dalam
kelompok sebaya sangat berpengaruh terhadap pandangan individu mengenai
dirinya sendiri. Sedangkan masyarakat sangat mementingkan fakta-fakta yang ada
pada seorang anak, seperti siapa orang tuanya, ras dan lain-lain. Hal ini sangat
berpengaruh terhadap konsep diri yang dimiliki oleh seorang individu.
Argy (dalam Hardy & Heyes, 1988) mengatakan bahwa perkembangan
konsep diri oleh beberapa faktor antara lain :
1. Reaksi dari orang lain.
Cooley (dalam Hardy & Heyes, 1988) membuktikan bahwa dengan
mengamati pencerminan perilaku diri sendiri terhadap respon yang
diberikan oleh orang lain maka individu dapat mempelajari dirinya sendiri.
2. Perbandingan dengan orang lain.
Konsep diri yang dimiliki individu sangat tergantung kepada bagaimana
cara individu membandingkan dirinya dengan orang lain.
3. Peranan individu.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
85
Setiap individu memainkan peran yang berbeda-beda dan pada setiap
peran tersebut individu diharapkan akan melakukan perbuatan dengan
cara-cara tertentu. Harapan-harapan dan pengalaman yang berkaitan
dengan peran yang berbeda-beda berpengaruh terhadap konsep diri
seseorang. Menurut Kuhn (dalam Hardy & Hayes, 1988) sejalan dengan
pertumbuhannya individu akan menggabungkan lebih banyak peran ke
dalam konsep dirinya.
4. Identifikasi terhadap orang lain.
Jika seorang anak mengagumi orang dewasa, maka anak seringkali
mencoba menjadi pengikut orang dewasa tersebut dengan cara meniru
beberapa nilai, keyakinan dan perbuatan. Proses identifikasi tersebut
menyebabkan individu merasakan bahwa dirinya telah memiliki beberapa
sifat dari yang dikagumi.
Hasil tersebut sejalan dengan penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh
Darminto (2004) bahwa konsep diri dapat ditingkatkan melalui respon positif
serta peneriman dari orang lain melalui interaksi sosial. Respon positif dan
penerimaan dari orang lain dapat membentuk gambaran positif seorang anak
mengenai dirinya. Gambaran positif tersebut dapat meningkatkan konsep diri anak
ke arah yang lebih positif.
Pada tahap tumbuh kembang anak terjadi proses belajar yang penting.
Anak mulai belajar mengenal diri dan lingkungannya. Dalam proses belajar
tersebut, anak akan lebih mudah memahami jika apa yang akan mereka pelajari
mereka praktekan secara langsung. Hal ini dapat memberikan pemahaman yang
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
86
mendalam (Sadali,2006). Salah satu metode belajar yang sesuai dengan prinsip
tersebut adalah metode bermain peran. Menurut Bergen (2002) bermain peran
melibatkan aspek afektif, kognitif dan konatif individu sehingga individu tersebut
lebih mudah mengerti dan memahami apa yang mereka hadapi dalam bermain
peran tersebut dan dapat menerapkan dalam kondisi sesungguhnya. Menurut
Forrester (2000), bermain peran telah digunakan sebagai alat assesmen oleh para
peneliti sejak awal 1940an. Keduanya merupakan alat asesmen yang memiliki
teknik yang kaya dan kompleks serta telah digunakan oleh para peneliti dalam
berbagai bidang kajian.
Bermain peran merupakan teknik yang dapat diterima secara sosial yang di
dasari oleh tradisi, insting dan fenomena dalam kehidupan manusia. Hal
terpenting dalam metode ini adalah konsep bermain (Forrester, 2000). Konsep
bermain dapat dipandang sebagai mediator antara alam pra sadar dan alam bawah
sadar manusia (Freud, 1965 dalam Forrester, 2000). Bandura (1981) dalam
Forrester, 2000) juga menyatakan bahwa melalui bermain individu dapat
memahami dunia.
Menurut Vidya dan Christi (2009), perilaku prososial pada anak dapat
ditanamkan pada anak-anak menggunakkan metode yang menggunakan
reinforcement, induksi dan kombinasi antara keduanya. Reinforcement dapat
dianalogikan dengan konsekuensi positif yang diterima dari suatu perilaku
sehingga dapat meningkatkan perilaku tersebut. Induksi aalah bentuk disiplin
dimana diberikan pengertian dan alasan untuk mengubah perilaku yang salah.
Bermain merupakan salah satu metode yang menerapkan kombinasi antara
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
87
keduanya. Pada tahap diskusi, subjek akan memperoleh induksi dan pada tahap
akhir pemeranan, subjek juga dapat memperoleh reinforcement dari tindakannya.
Dalam memberikan pemahaman mengenai perilaku prososial anak akan
lebih mudah jika melalui bermain peran prososial. Anak dikondisikan dalam
situasi yang secara umum membutuhkan adanya tindakan prososial. Dalam
situasi tersebut anak bebas melakukan apa saja yang mereka anggap benar sesuai
keyakinan mereka. Setelah tahap pemeranan selesai, anak diajak berdiskusi
mengenai apa yang telah dilakukan dan apa yang seharusnya dilakukan. Dari
tahap diskusi tersebut anak diberikan pemahaman mengenai perilaku prososial
serta akibat dan respon yang diperoleh jika mereka melakukan tindakan
prososial.
Merujuk hasil penelitian tersebut, maka dengan melakukan bermain peran
prososial anak akan lebih memahami tentang perilaku prososial dan respon-respon
positif dari orang lain yang dapat dirasakan. Anak menjadi lebih mengerti
bagaimana sikap-sikap yang harus dilakukannya agar mendapat penerimaan sosial
dan respon positif dari orang lain. Hal ini dapat membuat anak merasa dirinya
berharga dan berguna, sehingga dapat mengembangkan penilaian positif terhadap
dirinya sendiri. Maka konsep diri anak dapat meningkat.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
88
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian pengaruh bermain peran prososial terhadap
peningkatan konsep diri pada anak dapat disimpulkan :
1. Bermain peran prososial memiliki pengaruh yang signifikan terhadap
konsep diri pada anak. Angka hasil perbedaan pretest-posttest sebesar
0.027 pada taraf signifikansi (p) 0,05, nilai sig. 0,027 < 0,05 (t hitung =
2,446 > t tabel = 2,15). Hal ini menunjukkan bahwa nilai konsep diri
mengalami peningkatan setelah subjek diberi perlakuan berupa bermain
peran prososial.
2. Peningkatkan konsep diri pada anak dapat dilihat dari skor rata-rata konsep
diri sebelum dan sesudah perlakuan yang juga mengalami peningkatan.
Skor rata-rata konsep diri sebelum perlakuan adalah 25, 25 sedangkan skor
rata-rata sesudah perlakuan adalah 29,63. skor mengalami peningkatan
sebesar 4,38.
3. Peningkatan konsep diri pada anak juga dapat dilihat dari skor tertinggi
dan skor terendah yang mengalami peningkatan. Nilai terendah dari 16
subjek penelitian sebelum perlakuan adalah 10 dan nilai tertingginya
adalah 32, sedangkan nilai terendah setelah perlakuan adalah 20 dan nilai
tertingginya adalah 47.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
89
B. Saran
Berdasarkan hasil penelitian yang diperoleh dapat dikemukakan saran-saran
sebagai berikut :
1. Bagi orang tua dan pendidik, perlu meningkatkan konsep diri anak. Hal ini
dikarenakan konsep diri memiliki peranan yang sangat penting dalam
perkembangan anak. Salah satu cara meningkatkan konsep diri dapat
dilakukan dengan bermain peran prososial. Memberikan pemahaman
terhadap anak tentang perilaku yang dapat diterima di masyarakat, akan
membantu anak mampu menilai dirinya secara lebih positif.
2. Bagi peneliti lain, dapat disarankan agar lebih banyak lagi dilakukan
penelitian mengenai pengaruh antara bermain peran prososial terhadap
peningkatan konsep diri pada anak. Penelitian ini masih dirasa kurang
dikarenakan jumlah subjek yang relatif sedikit dan waktu penelitian yang
relatif singkat.