Pengaruh Carbon Credit, Jumlah Dewan Direksi, Proporsi Dewan Komisaris
Independen dan Debt to Equity Terhadap Kinerja Perusahaan pada Industri Dasar dan
Kimia yang Terdaftar di BEI
ARTIKEL ILMIAH
Oleh :
Ery Rambu Bita Emu
2018340955
SEKOLAH TINGGI ILMU EKONOMI PERBANAS
SURABAYA
2020
PENGESAHAN ARTIKEL ILMIAH
Nama : Ery Rambu Bita Emu
Tempat, Tanggal Lahir : Waikabubak, 08 Februari 1997
N.I.M : 2018340955
Program Studi : Akuntansi
Program Pendidikan : Sarjana
Konsentrasi : Keuangan
Judul : Pengaruh Carbon Credit, Jumlah Dewan Direksi,
Proporsi Dewan Komisaris Independen dan Debt to
Equity Terhadap Kinerja Perusahaan pada Industri
Dasar dan Kimia yang Terdaftar di BEI
Disetujui dan diterima baik oleh:
Ketua Program Studi Sarjana Akuntansi Dosen Pembimbing
Tanggal : Tanggal :
(Dr. Nanang Shonhadji S.E., Ak., M.Si., (Dr. Diyah Pujiati, S.E., M.Si.)
CA, CIBA, CMA NIDN: 0724127402
1
The Effect Of Carbon Credit, Number Of Board Of Directors, Proportion Of Board Of
Commissioners And Debt To Equity On Company Performance In Manufacturing
Industry Listed On The Idx
ERY RAMBU BITA EMU
STIE Perbanas Surabaya
ABSTRACT
This research is a quantitative study using secondary data. The data used is the financial
statements of manufacturing companies listed on the Indonesia Stock Exchange 2015-2019.
The purpose of this study was to examine the effect of carbon credit, number of boards of
directors, proportion of commissioners, and debt to equity on company performance. The
variables used in this study are carbon credit, number of boards of directors, proportion of
commissioners, and debt to equity as independent variables and company performance as the
dependent variable. The results showed that the number of boards of directors, the
proportion of commissioners, and debt to equity had an effect on company performance,
while carbon credit had no effect on company performance.
Keywords : carbon credit, boards of directors, board of commissioners, debt to equity,
company performance
PENDAHULUAN
Pendirian sebuah perusahaan memiliki
tujuan untuk meningkatkan kesejahteraan
pemegang saham. Kesejehteraan dalam
perusahaan dapat diketahui melalui kinerja
perusahaan (firm performance). Kinerja
perusahaan yang baik akan sangat
berpengaruh bagi konsumen, komunitas,
karyawan, dan kreditur sebagai pemasok
dana. Selain terdapat tujuan utama,
perusahaan juga memiliki tujuan lain yaitu
tujuan sekunder. Tujuan sekunder
perusahaan adalah mencapai sasaran yang
ingin dicapai ketika tujuan primer telah
terwujud dan perusahaan masih mempunyai
sumberdaya untuk mewujudkannya. Tujuan
sekunder dapat menjadi penggerak bagi
tercapainya tujuan primer (Atkinson, dkk
2007). Menurut Jensen dan Meckling
(1976) Teori Agensi didefinisikan sebagai
kontrak dimana satu atau lebih pihak
(disebut owners atau pemegang saham atau
pemilik) menunjuk pihak lainnya (disebut
agen atau pengurus/manajemen) untuk
melakukan beberapa pekerjaan atas nama
pemilik. Hubungan teori keagenan dengan
penelitian ini adalah kinerja suatu
perusahaan yang baik diharapkan dapat
dicapai dengan adanya praktek-praktek
pengelolaan perusahaan yang baik juga.
Bank Indonesia (BI) mencatat kinerja
industri manufaktur pada triwulan IV 2019
tumbuh melambat dibandingkan dengan
kinerja pada triwulan sebelumnya. Menurut
Prompt Manufacturing Index (PMI) Bank
Indonesia sebesar 51,50 persen pada
triwulan IV 2019, lebih rendah dari 52,04
persen pada triwulan III 2019. Teori
Legitimasi menurut Dowling dan Pfeffer
(1975) menyatakan bahwa perusahaan
cenderung meningkatkan kinerja,
kelestarian lingkungan dan pengungkapan
informasi lingkungan untuk melegitimasi
aktivitas-aktivitasnya agar sesuai sudut
pandang yang dimiliki oleh masyarakat
luas. Kinerja perusahaan yang efisien
ditentukan oleh usaha dan pengaruh kondisi
2
lingkungan termasuk setiap agen yang
terlibat. Kinerja yang baik akan dicapai jika
terdapat praktek-praktek tata kelola yang
baik dan melibatkan setiap agen dalam
perusahaan yang sesuai dengan teori
agensi.
Penggunaan perusahaan manufaktur
sebagai objek penelitian disebabkan karena
perusahaan manufaktur yang terdaftar di
BEI memiliki jumlah perusahaan terbanyak
yang terdiri dari berbagai sub sektor
industri, sehingga memberi motivasi untuk
memperoleh sampel yang sesuai untuk
penelitian dapat terpenuhi. Sampel
perusahaan manufaktur yang digunakan
dalam penelitian ini adalah klasifikasi
Industri Dasar dan Kimia Berdasarkan
uraian diatas peneliti tertarik untuk
melakukan penelitian dengan judul
Pengaruh Carbon Credit, Jumlah Dewan
Direksi, Proporsi Dewan Komisaris
Independen dan Debt to Equity terhadap
Kinerja Perusahaan pada Industri Dasar dan
Kimia yang terdaftar di BEI.
KERANGKA TEORITIS YANG
DIGUNAKAN DAN HIPOTESIS
Teori Keagenan
Menurut Jensen dan Meckling (1976)
menyatakan Agency relationship
didefinisikan sebagai kontrak dimana satu
atau lebih pihak (disebut owners atau
pemegang saham atau pemilik) menunjuk
pihak lainnya (disebut agen atau
pengurus/manajemen) untuk melakukan
beberapa pekerjaan atas nama pemilik.
Pekerjaan tersebut termasuk pendelegasian
wewenang untuk mengambil keputusan.
Agen dan prinsipal diasumsikan
termotivasi oleh kepentingannya sendiri,
dan sering kali kepentingan antara
keduanya berbenturan. Hubungan teori
keagenan dengan penelitian ini yaitu bahwa
kinerja suatu perusahaan yang baik akan
dicapai karena pada kenyataan terdapat
praktek-praktek pemerintahan yang baik
juga. Hal ini dilakukan dengan cara
memberikan pemantauan dan perlindungan
yang lebih baik kepada para pemegang
sahamnya.
Teori Legitimasi
Perusahaan cenderung meningkatkan
kinerja, kelestarian lingkungan dan
pengungkapan informasi lingkungan untuk
melegitimasi aktivitas-aktivitasnya agar
sesuai sudut pandang yang dimiliki oleh
masyarakat luas. Teori legitimasi lebih
memfokuskan pada interaksi antara
perusahaan dengan masyarakat luas
(Dowling dan Pfeffer, 1975). Perusahaan
akan berusaha menciptakan harmonisasi
antara nilai-nilai sosial yang tersirat
didalam kegiatan usahanya dalam sistem
sosial masyarakat dimana organisasi
merupakan bagian dalam sistem tersebut.
Jika sistem nilai tersebut berjalan secara
harmonis maka hal tersebut adalah sebagai
legitimasi perusahaan.
Kinerja Perusahaan
Menurut Sucipto (2003) yang dikutip
oleh Rossi dan Panggabean (2012) kinerja
perusahaan merupakan penentuan ukuran-
ukuran tertentu yang dapat mengukur
keberhasilan suatu perusahaan dalam
menghasilkan laba. Penilaian kinerja adalah
penentuan secara periodik efektivitas
operasional suatu organisasi, bagian
organisasi dan karyawan berdasarkan
sasaran, standar dan kinerja yang telah
ditetapkan sebelumnya. Penilaian kinerja
perusahaan dapat dilihat dari segi analisis
laporan keuangan dan dari segi perubahan
harga saham.
Carbon Credit Carbon credit merupakan pengurangan
emisi gas rumah kaca atau GHG (Green
House Gas) emissions yang dapat
diperdagangkanndan mempunyai nilai
ekonomis serta diciptakan berdasarkan
legal framework untuk perdagangan emisi
seperti EU Emissions Trading Scheme atau
Kyoto Protocol maupun dihasilkan oleh
tindakan-tindakan sukarela diluar dari legal
frameworks tersebut. Emisi adalah
3
pelepasan gas-gas yang mengandung
karbon kek,lapisan atmosfer bumi,
pelepasan gas terjadi karena proses
pembakaran terhadap karbon dalam bentuk
tunggal atau senyawa dapat berbentuk
CO2, CH4, N2O, HFCs, dan lain-lain
(Sanjaya, 2018).
Jumlah Dewan Direksi
Menurut S. Beineret (2003) dalam
Wulandari (2006) yang menegaskan
bahwa dewan direksi merupakan
mekanisme governance yang penting
karena dewan direksi dapat memastikan
bahwa manajer mengikuti kepentingan
dewan. Mereka juga menyarankan bahwa
dewan direksi yang jumlahnya besar
kurang efektif daripada dewan yang
jumlahnya kecil. Hal ini karena jumlah
dewan direksi yang besar maka akan
memperbesar permasalahan agensi.
Perusahaan dengan sistem corporate
governance yang tidak berjalan dengan
baik juga dikarakteristikkan dengan jumlah
dewan direksi yang besar.
Proporsi Dewan Komisaris Independen
Pembentukan dewan komisaris
merupakan salah satu mekanisme yang
digunakan untuk memonitor kinerja
manajer. Surat Keputusan Direksi PT.
Bursa Efek Jakarta BEJ Nomor: Kep-
315/BEJ/06-2000 mengharuskan
perusahaan yang terdaftar di bursa efek
untuk memiliki dewan komisaris yang
memonitor perusahaan agar tercipta Good
Corporate Governance di Indonesia.
Struktur governance di Indonesia
memisahkan antara dewan komisaris
dengan dewan direksi. Sebanyak 30% dari
jumlah total dewan komisaris yang berasal
dari luar pemilik atau kalangan profesional
merupakan jumlah dewan komisaris
independen yang disarankan.
Debt to Equity
Pada perseroan terbatas, terdapat 2
sumber dana utama yang dapat digunakan
dalam aktifitas perusahaan yaitu dari
pemegang saham dan pinjaman dari
lembaga keuangan atau pihak lainnya.
Untuk mengetahui seberapa besar
perusahaan dibiayai oleh modal asing, atau
seberapa besar kemampuan perusahaan
dalam menanggung resiko usaha
perusahaan karena adanya pembiayaan
utang atau modal asing, dapat ditunjukkan
dengan nilai debt to equity perusahaan.
Menurut Kasmir (2013) debt to equity rasio
merupakan rasio yang digunakan untuk
menilai hutang dengan menggunakan
ekuitas. Debt to equity rasio (DER) dapat
dicari dengan membandingkan antara
seluruh debt (hutang) dengan seluruh equity
(ekuitas) perusahaan.
Carbon Credit terhadap Kinerja
Perusahaan
Perusahaan yang memiliki carbon
credit kemungkinan akan lebih didukung
oleh para stakeholders khususnya investor
dan kreditor sehingga investor dan kreditor
akan memberikan pendanaan yang lebih
besar kepada perusahaan dengan pendanaan
yang dikelola dengan baik maka
perusahaan dapat meningkatkan kinerjanya.
Konsisten dengan teori legitimasi bahwa
perusahaan yang memiliki carbon credit
akan lebih didukung oleh para stakeholders
khususnya investor dan kreditor sehingga
investor dan kreditor akan memberikan
pendanaan yang lebih besar kepada
perusahaan dengan pendanaan yang
dikelola dengan baik maka perusahaan
dapat meningkatkan kinerjanya (Sanjaya,
2018).
Perusahaan yang menunjukkan
kinerjanya dan memberikan informasi
positif akan mendapatkan legitimasi
masyarakat karena membuktikan bahwa
perusahaan telah melakukan upaya
pelestarian lingkungan dengan mengurangi
polusi yang disebabkan oleh limbah
perusahaan melalui carbon credit dan
mendapat perhatian bagi investor untuk
menambah modal perusahaan sehingga
modal tersebut dapat digunakan perusahaan
untuk meningkatkan produksi yang
4
mempengaruhi tingkat penjualan guna
mendapatkan laba yang dapat
mempengaruhi tingkat kinerja perusahaan.
H1 : Carbon credit berpengaruh positif
terhadap kinerja perusahaan
Jumlah Dewan Direksi terhadap Kinerja
Perusahaan
Dewan direksi merupakan institusi
ekonomi yang membantu memecahkan
permasalahan agensi, yang melekat dalam
perusahaan publik. Dewan direksi
bertanggung jawab pada komisaris
(governance) perusahaan mereka dan
dewan direksi bertugas untuk
menjalankan manajemen perusahaan.
Jumlah dewan direksi biasanya berkaitan
dengan implikasi dari kebijakan mengenai
batasan jumlah dewan direksi.
Keberadaan dewan direksi diharapkan
dapat menghasilkan kebijakan dalam
pengelolaan sumber daya perusahaan guna
meningkatkan kinerja perusahaan. Di sisi
lain, agensi berpendapat bahwa menunjuk
anggota independen untuk dewan hanya
dapat mewakili upaya perusahaan untuk
mematuhi tekanan institusional dan
mungkin tidak menghasilkan kinerja
perusahaan yang lebih baik.
H2: Jumlah dewan direksi berpengaruh
positif terhadap kinerja perusahaan
Proporsi Dewan Komisaris Independen
terhadap Kinerja Perusahaan
Terdapat peran yang
dapat menghubungkan antara manajer,
auditor, dan pemegang saham. Komisaris
independen dapat bertindak sebagai
penengah dalam perselisihan yang terjadi
diantara para manajer internal dan
mengawasi kebijaksanaan direksi serta
memberikan nasihat kepada direksi.
Komisaris independen merupakan posisi
terbaik dalam melaksanakan fungsi
monitoring agar tercipta perusahaan yang
good corporate governance.
Jumlah anggota dewan komisaris yang
besar dapat diartikan pengawasan terhadap
manajemen menjadi lebih baik dalam
memberikan nasehat dan masukan bagi
dewan direksi sehingga kinerja dari
manajemen akan lebih baik dan dapat
meningkatkan kinerja perusahaan.
Komisaris independen akan lebih efektif
dalam memonitor pihak manajemen.
Pemonitoran oleh komisaris independen
dinilai mampu memecah masalah
keagenan. Semakin besar jumlah dewan
komisaris independen akan lebih efektif
untuk memonitor pihak manajer dalam
melakukan sesuai dengan keinginan
pemegang saham, hal ini konsisten dengan
teori agensi.
H3: Proporsi dewan komisaris independen
berpengaruh positif terhadap kinerja
perusahaan
Debt to Equity terhadap Kinerja
Perusahaan
Modal merupakan masalah sumber
dan penggunaan dana. Dana
dapat dipenuhi dari sumber intern dan
ekstern perusahaan. Dana
tersebut kemudian dialokasikan untuk
membiayai aktiva-aktiva perusahaan.
Bauran dari penggunaan modal sendiri dan
modal asing (hutang) dalam memenuhi
kebutuhan dana perusahaan disebut dengan
struktur modal. Debt to equity disusun
untuk mengurangi konflik antara pemegang
saham dan manajer. Terdapat
kecenderungan manajer untuk menahan
sumber daya sehingga mempunyai kontrol
atas sumber daya tersebut. Debt dapat
digunakan sebagai cara untuk mengurangi
konflik keagenan dalam free cash flow atau
yang dapat diartikan sebagai arus kas yang
tersisa setelah perusahaan membayar beban
operasional dan kebutuhan investasinya.
Jika perusahaan menggunakan debt
(hutang), maka manajer akan dipaksa untuk
mengeluarkan kas dari perusahaan untuk
membayar bunga.
H4 : Debt to equity berpengaruh positif
terhadap kinerja perusahaan.
Kerangka Pemikiran
5
Carbon Credit
(X1)
Jumlah Dewan
Direksi (X2)
X1 Proporsi Dewan
Komisaris
Independen (X3)
X1 Debt to Equity
(X4)
Kinerja
Perusahaan
(Y)
Kerangka pemikiran dalam penelitian ini
sebagai berikut :
Sumber : diolah
GAMBAR 1
KERANGKA PEMIKIRAN
METODE PENELITIAN
Klasifikasi Sampel
Penelitian ini menggunakan sampel
Industri Dasar dan Kimia yang terdaftar di
BEI. Teknik pengambilan sampel
dilakukan secara purposive sampling
dengan tujuan untuk mendapakan sampel
yang representatif sesuai dengan kriteria
yang telah ditentukan. Adapun kriteria-
kriteria yang telah ditenntukan dalam
pemilihan sampel adalah sebagai berikut:
1. Industri Dasar dan Kimia yang sudah go
public yang terdaftar di Bursa Efek
Indonesia (BEI).
2. Industri Dasar dan Kimia yang
mempublikasikan laporan tahunan
(annual report) untuk periode 31
Desember 2015-2019 di Bursa Efek
Indonesia (BEI).
Data Penelitian
Jenis data yang digunakan dalam
penelitian ini adalah data sekunder yaitu
Industri Dasar dan Kimia yang terdaftar di
Bursa Efek Indonesia (BEI). Data yang
digunakan adalah laporan keuangan
tahunan untuk tahun 2015 sampai dengan
2019. Laporan keuangan diperoleh dari
laporan keuangan yang diambil melalui
publikasi di website resmi Bursa Efek
Indonesia (BEI) yaitu (www.idx.co.id)
yang diambil adalah merupakan data dari
perusahaan manufaktur yang telah
memenuhi kriteria sampel.
Definisi Operasional Variabel
Kinerja Perusahaan
Variabel dependen dalam penelitian ini
adalah kinerja perusahaan yang diukur
dengan ROE. ROE adalah ukuran
profitabilitas perusahaan penting yang
mengukur pengembalian untuk pemegang
saham. Menurut Laila, dkk (2019) rasio
ROE dapat dihitung sebagai berikut:
ROE = Laba Bersih setelah pajak
Modal Saham
Carbon Credit
Carbon credit diukur dengan
menggunakan pengukuran dimana 1 untuk
penggungkapan terkait carbon credit sesuai
dengan salah satu kategori Emisi Gas
Rumah Kaca atau Greenhouse Gas (GHG)
items pada laporan keuangan perusahaan
dan dilakukan penjumlahan untuk setiap
item agar diketahui item yang paling sering
dilaporkan oleh perusahaan. Penentuan
perusahaan yang memiliki atau tidak
memiliki carbon credit berdasarkan pada
adanya pengungkapan atau tidak pada
annual report mengenai salah satu kategori
Emisi Gas Rumah Kaca atau Greenhouse
Gas (GHG) items (Sanjaya, 2018).
Jumlah Dewan Direksi
Jumlah dewan direksi adalah institusi
ekonomi yang membantu memecahkan
permasalahan agensi, yang melekat dalam
perusahaan publik (Ristika, 2017). Variabel
dewan direksi dalam penelitian ini
diperoleh dari jumlah dewan direksi dalam
perusahaan.
Proporsi Dewan Komisaris Independen
Dewan komisaris independen adalah orang-
orang yang tidak memiliki jabatan
eksekutif dalam perusahaan, dan juga tidak
memiliki hubungan dengan perusahaan itu
atau kepentingan didalamnya sebelum
mereka diangkat sebagai direksi (Chandra
dan Sevendy, 2018). Proporsi dewan
komisaris independen diukur dengan:
% Outside= Jumlah Komisaris Independen
/ Jumlah Keanggotaan Dewan Komisaris.
6
Debt to Equity
Debt to equity ratio (DER) adalah rasio
yang digunakan untuk mengukur
pertimbangan antara kewajiban yang
dimiliki perusahaan dengan besarnya modal
sendiri (Ristika, 2017). Debt to equity
diukur dengan :
Debt to equity(%) =. Total Debt
Total Equity
ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN
Analisis Statistik Deskriptif
Kinerja Perusahaan
Pengamatan dilakukan pada 165
sampel laporan keuangan perusahaan sektor
industri dasar dan kimia tahun 2015-2019.
Berikut ini merupakan penejelasan hasil
analisis deskriptif terkait variabel dependen
yaitu kinerja perusahaan. Analisis
deskriptif untuk variabel kinerja perusahaan
dapat dilihat pada tabel berikut ini :
TABEL 1
STATISTIK DESKRIPTIF KINERJA
PERUSAHAAN N Min Max Mean Std.
Deviation
KINERJA
PERUSAHAA
N
165 -1.9403 3.2668 0.345744 0.6104708
Valid N
(listwise) 165
Sumber : diolah SPSS
Berdasarkan Tabel 1 diketahui bahwa
jumlah sampel yang digunakan dalam
penelitian ini adalah sebanyak 165 sampel.
Dapat dilihat bahwa pada variabel kinerja
perusahaan nilai maksimum sebesar 3.2668
yang dimiliki oleh PT. Surya Toto
Indonesia Tbk (TOTO) tahun 2016 yang
berarti bahwa perusahaan tersebut memiliki
hasil kinerja perusahaan yang tinggi
dihitung dari laba bersih setelah pajak
dibagi dengan modal saham, berarti
perusahaan memiliki tingkat pengembalian
untuk pemegang saham lebih baik maka
akan semakin efektif dan efisien
manajemen suatu perusahaan sehingga
memiliki tingkat kinerja perusahaan yang
tinggi.
Perusahaan yang memiliki tingkat
kinerja perusahaan minimum yaitu dimiliki
oleh PT. Alumindo Light Metal Industry
Tbk tahun 2019 dengan nilai ROE -1.9403
yang berarti bahwa perusahaan tersebut
memiliki hasil yang rendah dari ROE yang
dihitung dari laba bersih setelah pajak
dengan modal saham yang berarti bahwa
perusahaan tersebut memiliki kinerja
perusahaan yang rendah karena mengalami
kerugian sehingga saat dilakukan
pembagian terhadap modal saham
memberikan hasil negatif, berarti
perusahaan memiliki tingkat pengembalian
untuk pemegang saham kurang baik
sehingga manajemen perusahaan kurang
efektif dan efisien yang menyebabkan
tingkat kinerja perusahaan yang rendah.
Dari keseluruhan nilai kinerja perusahaan
selama lima tahun diperoleh nilai mean
sebesar 0.345744 dan standar deviasi
sebesar 0.6104708, hal ini berarti bahwa
nilai mean lebih kecil dari standar deviasi
sehingga mengindikasikan hasil yang
kurang baik. Sebab standar deviasi
merupakan pencerminan penyimpangan
yang sangat tinggi sehingga penyebaran
data menunjukkan hasil yang tidak normal
dan menyebabkan bias.
Carbon Credit
Carbon credit diukur dengan menggunakan
pengukuran dimana 1 untuk
penggungkapan terkait carbon credit sesuai
dengan salah satu kategori Emisi Gas
Rumah Kaca atau Greenhouse Gas (GHG)
items pada laporan keuangan perusahaan
dan dilakukan penjumlahan untuk setiap
item agar diketahui item yang paling sering
dilaporkan oleh perusahaan.
TABEL 2
STATISTIK DESKRIPTIF CARBON
CREDIT
Minimum Maximum Mean
Std.
Deviation
GHG1 6 7 6.40 .548
GHG2 5 6 5.60 .548
GHG3 4 6 4.80 .837
7
GHG4 5 8 6.40 1.140
GHG5 7 11 8.00 1.732
GHG6 1 2 1.80 .447
GHG7 3 4 3.20 .447
Valid N (listwise)
Sumber : diolah SPSS
Berdasarkan hasil uji statistik deskriptif
pada Tabel 2 bahwa pada variabel carbon
credit terdapat tujuh item green house gas
(GHG) yang memiliki nilai 11 oleh item
GHG5 yang berarti terdapat 11 perusahaan
melakukan pengungkapan emisi GHG
berdasarkan asal atau sumbernya (misal
batu bara, listrik, dll) dalam laporan
keuangan selama lima tahun.
Nilai minimum item GHG sebesar 1
yang dimiliki oleh item GHG 6 yang berarti
terdapat 1 perusahaan yang melakukan
pengungkapan emisi GHG menurut fasilitas
atau tingkat segmen dari jumlah
keseluruhan 165 sampel yaitu PT. Semen
Indonesia Persero Tbk pada tahun 2018.
Hal tersebut disebabkan pengungkapan
item GHG dalam laporan keuangan
perusahaan bersifat sukarela (volunteer).
Jumlah dewan direksi
Peningkatan ukuran dan diversitas dari
dewan direksi berpengaruh terhadap kinerja
karena akan memberikan manfaat bagi
perusahaan karena terciptanya network
dengan pihak luar perusahaan dan
menjamin ketersediaan sumber daya.
Dewan direksi diukur dengan jumlah
dewan direksi setiap tahunnya. Analisis
statistik deskriptif untuk variabel dewan
direksi dapat dilihat pada tabel berikut ini:
TABEL 3
STATISTIK DESKRIPTIF JUMLAH
DEWAN DIREKSI N Min Max Mean Std. Deviation
DEWAN
DIREKSI 165 2 11 4.48 1.684
Valid N (listwise) 165
Sumber : diolah SPSS
Berdasarkan hasil uji statistik
deskriptif pada Tabel 3 diketahui bahwa
jumlah sampel yang digunakan dalam
penelitian ini adalah sebanyak 165 sampel.
Dapat dilihat bahwa pada variabel jumlah
dewan direksi memiliki nilai maksimum
sebesar 11 yang dimiliki oleh PT. Surya
Toto Indonesia Tbk dan nilai minimum
sebesar 2 dimiliki oleh PT. Lotte Chemical
Titan Tbk, PT. Pelangi Indah Canindo Tbk
dan PT. Yanaprima Hastapersada Tbk. Dari
keseluruhan nilai dewan direksi selama
lima tahun diperoleh nilai mean sebesar
4.48 dan nilai standar deviasi sebesar 1.68,
hal ini berarti bahwa nilai mean lebih besar
dari standar deviasi, sehingga
mengindikasikan bahwa hasil yang baik.
Hal tersebut dikarenakan standar deviasi
adalah pencerminan penyimpangan
sehingga nilai yang kecil menunjukkan
hasil yang normal dan tidak menyebabkan
bias.
Proporsi Dewan Komisaris Independen
Proporsi dewan komisaris independen
dalam perusahaan dapat diketahui dengan
melakukan pembagian antara jumlah dewan
komisaris independen dalam perusahaan
dibagi dengan jumlah keseluruhan dewan
komisaris dalam perusahaan. Analisis
statistik deskriptif untuk variabel proporsi
dewan komisaris dapat dilihat pada tabel
berikut ini:
TABEL 4
STATISTIK DESKRIPTIF PROPORSI
DEWAN KOMISARIS INDEPENDEN N Min Max Mean Std.
Deviati
on
PROPORSI DEWAN
KOMISARIS
INDEPENDEN
165 20 67 38.37 7.908
Valid N (listwise) 165
Sumber : diolah SPSS
Berdasarkan hasil uji statistik
deskriptif pada Tabel 4 diketahui bahwa
jumlah sampel yang digunakan dalam
penelitian ini adalah sebanyak 165 sampel.
Dapat dilihat bahwa pada variabel proporsi
dewan komisaris memiliki nilai maksimum
sebesar 67% dimiliki oleh PT. Fajar Surya
Wisesa Tbk yang memiliki nilai diatas 30%
yang seharusnya diwajibkan oleh Surat
Keputusan Direksi PT. Bursa Efek Jakarta
BEJ Nomor: Kep-315/BEJ/06-2000 dan
8
nilai minimum untuk variabel proporsi
dewan komisaris sebesar 20% yang
dimiliki oleh PT. Polychem Indonesia Tbk
tahun 2018 dan PT. Semen Baturaja Tbk
tahun 2017. Dari keseluruhan nilai proporsi
dewan komisaris independen selama lima
tahun diperoleh nilai mean sebesar 38.3 dan
nilai standar deviasi sebesar 7.90, hal ini
berarti bahwa nilai mean lebih besar dari
standar deviasi, sehingga mengindikasikan
bahwa hasil yang baik. Hal tersebut
dikarenakan standar deviasi adalah
pencerminan penyimpangan sehingga nilai
yang kecil menunjukkan hasil yang normal
dan tidak menyebabkan bias.
Debt to Equity
Menurut Kasmir (2013) debt to equity
rasio merupakan rasio yang digunakan
untuk menilai hutang dengan menggunakan
ekuitas. Debt to equity rasio (DER) dapat
dicari dengan membandingkan antara
seluruh debt (hutang) dengan seluruh equity
(ekuitas) perusahaan. Semakin besar hasil
DER maka porsi hutang yang dimiliki
perusahaan lebih besar daripada ekuitas
perusahaan, sebaliknya semakin kecil hasil
DER maka porsi hutang lebih kecil atau
sedikit daripada ekuitas yang dimiliki
perusahaan.
TABEL 5
STATISTIK DESKRIPTIF DEBT TO
EQUITY N Min Max Mean Std.
Deviatio
n
DEBT TO
EQUITY 165
-
528.5250
78.696.8
037
59.699.9
227
6118.999
8696
Valid N
(listwise) 165
Sumber : diolah SPSS
Berdasarkan hasil uji statistik
deskriptif pada Tabel 5 diketahui bahwa
jumlah sampel yang digunakan dalam
penelitian ini adalah sebanyak 165 sampel.
Dapat dilihat bahwa pada variabel debt to
equity memiliki nilai maksimum sebesar
786.696.803,7 atau 787% dimiliki oleh PT.
Alumindo Light Metal Industry Tbk tahun
2019 yang berarti porsi hutang yang
dimiliki perusahaan lebih besar daripada
ekuitas perusahaan dan nilai minimum
untuk variabel debt to equity sebesar -
528.525 atau -5,29% yang dimiliki oleh PT.
Intikeramik Alamasri Industri Tbk tahun
2016. Dari keseluruhan nilai debt to equity
selama lima tahun diperoleh nilai nilai
mean sebesar 59.699.9227 dan standar
deviasi sebesar 6118.9998696, hal ini
berarti bahwa nilai mean lebih kecil dari
standar deviasi sehingga mengindikasikan
hasil yang kurang baik. Sebab standar
deviasi merupakan pencerminan
penyimpangan yang sangat tinggi sehingga
penyebaran data menunjukkan hasil yang
tidak normal dan menyebabkan bias.
Uji Asumsi Klasik
Uji Normalitas
TABEL 6
HASIL UJI NORMALITAS Unstandardized Residual
Asymp. Sig.
(2-tailed)
.158
Sumber :diolah SPSS
Berdasarkan Tabel 6 diatas hasil dari
uji normalitas setelah dilakukan outlier data
pada variabel carbon credit, jumlah dewan
direksi, proporsi dewan komisaris, debt to
equity dan kinerja perusahaan dapat dilihat
bahwa nilai signifikansi adalah sebesar
0.158 dan nilai tersebut lebih dari 0,05
sehingga dapat dikatakan bahwa data
berdistribusi normal.
Uji Multikolineritas
TABEL 7
HASIL UJI MULTIKOLINERITAS
Model Collinearity Statistics
Tolerance VIF
1
(Constant)
Carbon Credit .789 1.268
Jumlah Dewan
Direksi .780 1.282
Proporsi Dewan
Komisaris .981 1.019
Debt to Equity .994 1.006
Sumber : diolah SPSS
9
Berdasarkan Tabel 7 hasil pengujian
multikolinieritas menunjukkan hasil bahwa
tidak ada variabel independen yang
memiliki nilai tolerance < 0,10 yang berarti
tidak ada korelasi antara variabel
independen yang lainnya. Selain itu
berdasarkan hasil perhitungan nilai VIF
juga menunjukkan hal yang sama yaitu
tidak ada variabel indepeden yang memiliki
nilai VIF > 10. Dalam hal ini dapat
disimpulkan bahwa tidak ada
multikolinieritas antar variabel independen
dalam model regresi.
Uji Heterokedastisitas
TABEL 8
HASIL UJI HETEROKEDASTISITAS
Model
Unstandardized
Coefficients
Std.
Coefficients t Sig.
B Std. Error Beta
1
(Constant) -.150 .111 -1.350 .179
CARBON
CREDIT -.032 .015 -.173 -2.197 .029
DEWAN
DIREKSI .085 .014 .488 6.177 .000
PROPORSI
DEWAN
KOMISARIS
.004 .003 .102 1.448 .150
DEBT TO
EQUITY
-4.868E-
006 .000 -.102 -1.455 .148
Sumber : diolah SPSS
Pada Tabel 8 dapat terlihat bahwa dari
empat variabel independen yaitu carbon
credit, jumlah dewan direksi, proporsi
dewan komisaris independen dan debt to
equity, dua diantaranya terdapat variabel
yang memiliki gejala heterokedastisitas
yaitu carbon credit dengan nilai sig 0,029
dan jumlah dewan direksi dengan nilai sig
0,00 karena memiliki nilai signifikansi
yang kurang dari 0,05 dan dua variabel
lainnya yaitu proporsi dewan komisaris
independen dan debt to equity tidak terkena
gejala heterokedastisitas karena memiliki
nilai signifikansi lebih dari 0,05.
Uji Autokorelasi
TABEL 9
HASIL UJI AUTOKORELASI Unstandardized Residual
Test Valuea -.03249 Cases < Test Value 82
Cases >= Test Value 83
Total Cases 165
Number of Runs 96
Z 1.953
Asymp. Sig. (2-tailed) .051
Sumber : diolah SPSS
Berdasarkan Tabel 9 dapat dilihat
bahwa hasil dari uji autokorelasi diperoleh
nilai Asymp. Sig. (2-tailed) sebesar 0,051
menujukkan bahwa nilai tersebut sama
dengan 0,05 maka dapat disimpullkan
bahwa tidak terjadi autokorelasi.
Analisis Regresi Linier Berganda
Tabel 10
HASIL UJI ANALISIS REGRESI
LINIER BERGANDA Model Unstandardized
Coefficients
Standardi
zed
Coefficie
nts
T Sig.
B Std.
Error
Beta
1
(Constant) -1.144 .197 -5.794 .000
CC -.044 .026 -.115 -1.719 .088
DD .208 .024 .575 8.572 .000
DKI .016 .005 .203 3.401 .001
DER -0.05 .000 -.304 -5.112 .000
Sumber : Lampiran, diolah SPSS
Berikut ini merupakan persamaan dari
hasil model pertama regresi linier berganda
dari Tabel 10 adalah sebagai berikut:
Kinerja Perusahaan = -1.144 – 0.044
Carbon Credit + 0.208 Jumlah Dewan
Direksi + 0.16 Proporsi Dewan Komisaris
Independen – 3.029 Debt to Equity + e.
Berdasarkan persamaan regresi linier
berganda di atas, maka dapat diberikan
penjelasan sebagai berikut:
1. Konstanta (α) = -1.144 dapat diartikan
bahwa tanpa mempertimbangkan
variabel independen, maka tingkat
kinerja perusahaan akan diperoleh
sebesar -1.144.
2. Koefisien regresi carbon credit = -
0.044 dapat diartikan bahwa apabila
variabel carbon credit meningkat
sebesar satu satuan, maka kinerja
perusahaan akan berkurang sebesar -
0.044 dengan anggapan variabel
lainnya tetap
3. Koefisien regresi jumlah dewan direksi
= 0.208 dapat diartikan bahwa apabila
variabel jumlah dewan direksi
10
meningkat sebesar satu satuan, maka
kinerja perusahaan akan bertambah
sebesar 0.208 dengan anggapan
variabel lainnya tetap
4. Koefisien regresi proporsi dewan
komisaris independen = 0.016 dapat
diartikan bahwa apabila variabel
proporsi dewan komisaris independen
meningkat sebesar satu satuan, maka
kinerja perusahaan akan bertambah
sebesar 0.016 dengan anggapan
variabel lainnya tetap
5. Koefisien regresi debt to equity = -
0.005 dapat diartikan bahwa apabila
variabel debt to equity meningkat
sebesar satu satuan, maka kinerja
perusahaan akan berkurang sebesar -
0.005 dengan anggapan variabel
lainnya tetap
6. Error term (e) menunjukkan variabel
penganggu diluar variabel carbon
credit, jumlah dewan direksi, proporsi
dewan komisaris independen, debt to
equity.
Uji Hipotesis
Uji Statistik F
TABEL 11
HASIL UJI STATISTIK F Model F Sig.
1 Regression 31.290 .000b
Sumber : diolah SPSS
Dari uji ANOVA atau F test telah
didapatkan nilai F hitung sebesar 31,290
dengan nilai signifikansi 0,000 < 0,05.
Nilai signifikansi yang diketahui lebih kecil
atau sama dengan 0,05 maka dapat
disimpulkan bahwa variabel independen
carbon credit, jumlah dewan direksi,
proporsi dewan komisaris, debt to equity
yang digunakan dalam penelitian layak dan
dapat dipergunakan untuk analisis
berikutnya.
Uji Koefisien Determinasi (R2)
TABEL 12
HASIL UJI R2
Model R R
Square
Adjusted
R Square
Std. Error
of the
Estimate
1 .663a .439 .425 .4629577
Sumber : diolah SPSS
Berdasarkan Tabel 12 dapat terlihat
bahwa nilai Adjusted R Square sebesar
0.425 atau 42.5%. Maka dapat diartikan
bahwa carbon credit, jumlah dewan
direksi, proporsi dewan komisaris
independen mampu mempengaruhi kinerja
perusahaan sebesar 42,5% sedangkan
sisanya 57,5% (100%-42,5%) dipengaruhi
oleh variabel lain diluar model regresi ini.
Uji t
Tabel 13
HASIL UJI T
Model T B Sig.
H Keterangan
1
(Constant) -5.794 -1.144 .000
Carbon Credit -1.719 -.044 .088 H1 Tidak
Berpengaruh
Jumlah
Dewan
Direksi
8.572 .208 .000 H2 Berpengaruh
Dewan
Komisaris
Independen
3.401 .005 .001 H3 Berpengaruh
Debt to
Equity -5.112 -3.029 .000 H4 Berpengaruh
Sumber : diolah SPSS
Pada Tabel 13 menunjukkan hasil dari
uji t, sehingga dapat diketahui pengaruh
variabel independen secara masing-masing
terhadap variabel dependen. Berikut
merupakan penjelasan mengenai hasil dari
uji statistik t:
1. Hipotesis Pertama
Berdasarkan Tabel 13 dapat dilihat bahwa
nilai signifikansi untuk variabel carbon
credit adalah sebesar 0.088 dan lebih besar
dibandingkan signifikansi yaitu 0,05.
Kesimpulan yang didapatkan adalah H1
tidak diterima sehingga dapat diartikan
bahwa variabel carbon credit tidak
berpengaruh dan memiliki pengaruh ke
arah negatif terhadap kinerja perusahaan.
2. Hipotesis Kedua
11
Berdasarkan Tabel 13 dapat dilihat bahwa
nilai signifikansi untuk variabel jumlah
dewan direksi adalah sebesar 0.000 dan
lebih kecil dibandingkan signifikansi yaitu
0,05. Kesimpulan yang didapatkan adalah
H2 diterima sehingga dapat diartikan
bahwa variabel jumlah dewan direksi
berpengaruh ke arah positif terhadap
kinerja perusahaan.
3. Hipotesis Ketiga
Berdasarkan Tabel 13 dapat dilihat bahwa
nilai signifikansi untuk variabel proporsi
dewan komisaris independen adalah
sebesar 0.001 dan lebih kecil dibandingkan
signifikansi yaitu 0,05. Kesimpulan yang
didapatkan adalah H3 diterima sehingga
dapat diartikan bahwa variabel proporsi
dewan komisaris independen berpengaruh
ke arah positif terhadap kinerja perusahaan.
4. Hipotesis Keempat
Berdasarkan Tabel 13 dapat dilihat bahwa
nilai signifikansi untuk variabel debt to
equity adalah sebesar 0.000 dan lebih kecil
dibandingkan signifikansi yaitu 0,05.
Kesimpulan yang didapatkan adalah H4
diterima sehingga dapat diartikan bahwa
variabel debt to equity berpengaruh namun
ke arah negatif terhadap kinerja
perusahaan.
PEMBAHASAN
Pengaruh Carbon Credit terhadap
Kinerja Perusahaan
Carbon credit memiliki banyak nama
tetapi biasanya lebih dikenal dengan istilah
CER (Certified Emission Reduction).
Perusahaan yang melakukan pengungkapan
emisi karbon yang lebih banyak akan
cenderung meningkatkan kinerja keuangan
perusahaan. Konsisten dengan teori
legitimasi bahwa perusahaan yang memiliki
carbon credit akan lebih didukung oleh
para stakeholders khususnya investor dan
kreditor sehingga investor dan kreditor
akan memberikan pendanaan yang lebih
besar kepada perusahaan dengan pendanaan
yang dikelola dengan baik maka
perusahaan dapat meningkatkan kinerjanya
(Sanjaya, 2018).
Hasil pengujian yang telah dilakukan
menggunakan uji t menunjukkan bahwa
hipotesis pertama yaitu carbon credit tidak
berpengaruh terhadap kinerja perusahaan.
Nilai signifikansi variabel carbon credit
adalah 0,088 dan lebih besar dibandingkan
signifikansi yaitu 0,05. Hal ini
menunjukkan bahwa besar atau kecilnya
nilai carbon credit tidak mempengaruhi
kinerja perusahaan. Menurut Dewan
Nasional Perubahan Iklim mekanisme
pengungkapan carbon credit pada laporan
keuangan perusahaan di Indonesia masih
bersifat sukarela (voluntary) sehingga tidak
ada kewajiban bagi perusahaan untuk
melakukan pengungkapan.
Hasil penelitian ini tidak mendukung
teori legitimasi yang menjelaskan bahwa
perusahaan cenderung meningkatkan
kinerja, kelestarian lingkungan dan
pengungkapan informasi lingkungan untuk
melegitimasi aktivitas-aktivitasnya agar
sesuai sudut pandang yang dimiliki oleh
masyarakat luas. Hasil penelitian ini sejalan
dengan penelitian berdasarkan penelitian
Riki Sanjaya (2017) yang menyatakan
bahwa carbon credit tidak berpengaruh
terhadap kinerja perusahaan. Sedangkan
penelitian ini tidak sejalan dengan
penelitian Ni Made Dwi R.S & I Gusti Ayu
Agung Omika D.(2019) yang menyatakan
bahwa carbon credit berpengaruh terhadap
kinerja perusahaan.
Pengaruh Jumlah Dewan Direksi
terhadap Kinerja Perusahaan
Dewan direksi bertanggung jawab
pada komisaris perusahaan mereka dan
dewan direksi bertugas untuk
menjalankan manajemen perusahaan.
Jumlah dewan direksi biasanya berkaitan
dengan implikasi dari kebijakan mengenai
batasan jumlah dewan direksi.
Hasil pengujian yang telah dilakukan
menggunakan uji t menunjukkan bahwa
hipotesis kedua yaitu dewan direksi
berpengaruh terhadap kinerja perusahaan.
Nilai signifikansi variabel dewan direksi
adalah 0,000 dan lebih kecil dibandingkan
12
signifikansi yaitu 0,05. Hasil penelitian ini
mendukung teori agensi yang menyatakan
bahwa kinerja perusahaan baik akan
dicapai dengan terdapat praktek-praktek
pengelolaan yang baik dan melibatkan
setiap agen dalam perusahaan yang sesuai,
sehingga besar atau kecilnya jumlah dewan
direksi mempengaruhi kinerja perusahaan.
Hasil pengujian ini sejalan dengan
penelitian Arulvel K. K & Pratheepkanth P.
(2019), Lucia Ari Diyani & Triana
Chairunisa (2018), Suwandi Simon &
Ratnasari (2018) dan Teddy Candra &
Tandy Sevendy (2018) yang menyatakan
bahwa jumlah dewan direksi berpengaruh
terhadap kinerja perusahaan. Penelitian ini
tidak sejalan dengan Ayu Ristika, Dwi
Handani & Intan Immanuenala (2017) dan
Sri Rahayu Lestari (2017) yang
menyatakan bahwa jumlah dewan direksi
tidak berpengaruh terhadap kinerja
perusahaan.
Pengaruh Proporsi Dewan Komisaris
Independen terhadap Kinerja
Perusahaan
Komisaris independen dapat bertindak
sebagai penengah dalam perselisihan yang
terjadi diantara para manajer internal dan
mengawasi kebijaksanaan direksi serta
memberikan nasihat kepada direksi.
Hasil pengujian yang telah dilakukan
menggunakan uji t menunjukkan bahwa
hipotesis ketiga yaitu proporsi dewan
komisaris independen berpengaruh
terhadap kinerja perusahaan. Nilai
signifikansi variabel proporsi dewan
komisaris independen adalah 0,001 dan
lebih kecil dibandingkan signifikansi yaitu
0,05. Hasil penelitian dapat diartikan
bahwa besar atau kecilnya jumlah dewan
komisaris independen mempengaruhi
kinerja perusahaan, sehingga menurunnya
jumlah dewan komisaris independen di
sebuah perusahaan dapat menyebabkan
menurunnya kinerja perusahaan karena
dewan komisaris independen memiliki
tanggung jawab pokok untuk mendorong
diterapkannya prinsip good corporate
governance di dalam perusahaan.
Pemberdayaan dewan komisaris
independen dapat melakukan tugas
pengawasan dan pemberian nasihat kepada
direksi secara efektif dan lebih memberikan
nilai tambah bagi perusahaan, sehingga
berkurangnya jumlah dewan komisaris
independen dapat menyebabkan kurang
efektifnya upaya meminimalisir terjadinya
agency conflict antara manajemen dengan
investor.
Hasil penelitian ini sejalan dengan
penelitian Ni Made Dwi R.S & I Gusti Ayu
Agung Omika D.(2019), Teddy Candra &
Tandy Sevendy (2018), Kartika Mirawati
(2018) yang menyatakan bahwa proporsi
dewan komisaris independen berpengaruh
terhadap kinerja perusahaan. Sedangkan
penelitian ini tidak sejalan dengan
Fahimatuz Zainul Laila, Ronny Malavia
Mardani, & Budi Wahono (2019), Lucia
Ari Diyani & Triana Chairunisa (2018),
Suwandi Simon & Ratnasari (2018) dan
Ayu Ristika, Dwi Handani & Intan
Immanuenala (2017) yang menyatakan
bahwa proporsi dewan komisaris
independen tidak berpengaruh terhadap
kinerja perusahaan.
Pengaruh Debt to Equity terhadap
Kinerja Perusahaan
Menurut Kasmir (2013) debt to equity
rasio merupakan rasio yang digunakan
untuk menilai hutang dengan menggunakan
ekuitas. Debt to equity rasio (DER) dapat
dicari dengan membandingkan antara
seluruh debt (hutang) dengan seluruh equity
(ekuitas) perusahaan. Rasio ini berguna
mengetahui modal sendiri yang dijadikan
jaminan hutang. Hasil pengujian yang telah
dilakukan menggunakan uji t menunjukkan
bahwa hipotesis keempat yaitu debt to
equity berpengaruh terhadap kinerja
perusahaan. Nilai signifikansi variabel
dewan direksi adalah 0,000 dan lebih kecil
dibandingkan signifikansi yaitu 0,05. Hal
ini menunjukkan bahwa besar atau kecilnya
debt to equity memengaruhi kinerja
perusahaan.
13
Sejalan dengan teori agensi yang
menyatakan bahwa teori ini memberikan
sebuah pandangan mengenai kontrak antara
manajemen dan investor atau kreditur.
Hasil perhitungan DER dapat memberikan
sinyal atau informasi kepada investor atau
kreditur melalui manajer keuangan
perusahaan bahwa kinerja perusahaan
tersebut tinggi atau rendah, sehingga
investor dapat melakukan penentuan
kontrak yang akan dilakukan terhadap
investasi mereka pada perusahaan tersebut
Hasil penelitian ini sejalan dengan
penelitian Fahimatuz Zainul Laila, Ronny
Malavia Mardani, & Budi Wahono (2019)
yang menyatakan bahwa debt to equity
berpengaruh terhadap kinerja perusahaan.
Sedangkan, penelitian ini tidak sejalan
dengan Lucia Ari Diyani & Triana
Chairunisa (2018), Kartika Mirawati (2018)
dan Ayu Ristika, Dwi Handani & Intan
Immanuenala (2017) yang menyatakan
bahwa debt to equity tidak berpengaruh
terhadap kinerja perusahaan.
KESIMPULAN, KETERBATASAN
DAN SARAN
Kesimpulan
Penelitian ini dilakukan bertujuan
untuk menganalisis pengaruh carbon
credit, jumlah dewan direksi, proporsi
dewan komisaris independen dan debt to
equity berpengaruh terhadap kinerja
perusahaan industri dasar dan kimia yang
terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI)
tahun 2015 sampai dengan 2019.
Berdasarkan hasil penelitian dari
pembahasan yang telah ada pada bab
sebelumnya maka dapat disimpulkan
sebagai berikut:
1. Carbon credit tidak berpengaruh
terhadap kinerja perusahaan karena
pengungkapan carbon credit pada
laporan keuangan perusahaan di
Indonesia masih bersifat sukarela
(voluntary) sehingga tidak ada
kewajiban bagi perusahaan untuk
melakukan pengungkapan.
2. Jumlah dewan direksi berpengaruh
kearah positif terhadap kinerja
perusahaan yang dapat diartikan bahwa
besar atau kecilnya jumlah dewan
direksi mempengaruhi kinerja
perusahaan, sehingga meningkatnya
jumlah dewan direksi di sebuah
perusahaan dapat meningkatkan
pengawasan dan penerapan kebijakan
terhadap pelaksanaan kinerja
perusahaan oleh manajer serta
memastikan agar manajer perusahaan
mengikuti kepentingan kinerja dewan.
3. Proporsi dewan komisaris independen
berpengaruh ke arah positif terhadap
kinerja perusahaan karena proporsi
dewan komisaris independen yang
tepat sesuai dengan efektifitas
perusahaan akan mampu mengawasi
penyalahgunaan perilaku manajemen
sehingga dapat mengurangi resiko
manajemen melakukan tindak
kecurangan.
4. Debt to equity berpengaruh ke arah
negatif terhadap kinerja perusahaan
yang dapat diartikan bahwa
menurunnya debt to equity di sebuah
perusahaan dapat menyebabkan
meningkatnya kinerja perusahaan
karena membuktikan bahwa sumber
modal perusahaan tidak bergantung
pada pihak luar dan semakin kecilnya
jumlah beban hutang yang di tanggung
perusahaan sehingga dapat
meningkatkan jumlah laba perusahaan
yang akan mempengaruhi kinerja
perusahaan.
Keterbatasan
Keterbatasan pada penelitian ini
diantaranya adalah sebagai berikut:
1. Pada penelitian ini masih terdapat
masalah asumsi klasik yaitu masalah
heterokedastisitas pada variabel carbon
credit dan jumlah dewan direksi.
2. Pada penelitian ini banyak data yang
termasuk dalam penghapusan atau
pembuangan data (outlier) dikarenakan
14
pada sampel awal penelitian ini tidak
berdistribusi normal.
3. Pada penelitian ini sampel data
perusahaan menggunakan data selama
5 tahun berturut-turut sehingga banyak
sampel perusahaan yang tidak
memenuhi kriteria yang menyebabkan
jumlah sampel semakin sedikit.
Saran
Dengan adanya keterbatasan yang telah
diuraikan sebelumnya, maka peneliti
memberikan saran untuk penelitian
berikutnya sebagai berikut:
1. Pada penelitian selanjutnya diharapkan
untuk tidak menggunakan data time
series sehingga dapat meminimalisir
gejala heterokedastisitas.
2. Pada penelitian selanjutnya diharapkan
mengurangi penggunaan data yang
banyak memiliki nilai mendekati nol,
sehingga tidak menyebabkan distribusi
data menjadi skewness yang akan
menyebabkan distribusi data tidak
normal dan terjadi outlier.
3. Pada penelitian selanjutnya diharapkan
untuk menggurangi penggunaan
pengumpulan sampel dengan cara time
series atau tahun berturut-turut
sehingga akan didapatkan lebih banyak
sampel.
15
DAFTAR RUJUKAN
Atkinson, A. A. (1997). Management
Accounting, Second Edition. Prentice
Hall International Edition.
Baridwan, A. (2003).
“Good Corporate Governance: Aturan
aturan Dalam Governing
Mechanism.” Seminar Sehari : Issues
Application & Research In Corporate
Governance Dalam Rangka Launchin
g Pusat Studi Corporate Governance F
e Uty.
Beiner,S.(2003).“Is Board Size An Indepe
ndent Corporate Governance Mechani
sm ?”.Diambil Kembali Dari Http: //
Www.Wwz.Unibas.Ch /Cofi/
Publications/Papers/2003/06.03. Pdf.
Chandra, T., & Sevendy, T. (2018).
Pengaruh Mekanisme Tata Kelola
Perusahaan Terhadap Kinerja
Perusahaan Property Dan Real Estate
Yang Terdaftar Di Bursa Efek
Indonesia . Bilancia Vol. 2 No. 3,,
355-366.
Choi, B. B., Lee, D., & Psaros, J. (2013).
An Analisys Of Austrian Company
Carbon Emission Disclosures. Pacific
Accounting Review, Vol. 25 No.1,, 58-
79.
CNN Indonesia. (2019, Desember 06).
Emisi Karbon Dioksida Global Capai
Rekor Tertinggi Tahun 2019. Diambil
Kembali Dari
Https://Www.Cnnindonesia.Com/Tek
nologi/20191205191747-199-
454565/Emisi-Karbon-Dioksida-
Global-Capai-Rekor-Tertinggi-Tahun-
2019
Diyani, L. A., & Chairunisa, T. (2018).
Implementasi Corporate Governance
Dan Faktor-Faktor Yang
Mempengaruhi Kinerja Perusahaan .
Jurnal Online Insan Akuntan, Vol.3,
No.1 , 149-160.
Dowling, J., & Pfeffer, J. (1975).
Organizational Legitimacy: Social
Values And Organizational Behavior.
Pacific Sociological Review, Volume:
18 , 122-136.
Ghozali, I. (2011). Aplikasi Analisis
Multivariate Dengan Program Spss.
Semarang: Badan Penerbit Universitas
Diponegoro.
Immanuela, A. R. (2017). Pengaruh
Indikator Mekanisme Corporate
Governance Dan Ukuran Perusahaan
Terhadap Kinerja Perusahaan Pada
Perusahaan Manufaktur Periode 2012-
2014 . Jurnal Riset Manajemen Dan
Akuntansi Vol. 05 No. 02, 104-113.
Jensen, M. C., & Meckling, W. H. (1976).
Theory Of The Firm: Managerial
Behavior, Agency Costs And
Ownership Structure . Journal Of
Financial Economics, 3, 305-360.
Kasmir. (2013). Analisis Laporan
Keuangan. Jakarta: Pt. Raja Grafindo
Persada.
Kurnia, A. W. (2020, Januari 13). Kinerja
Industri Manufaktur Melambat Di
Akhir 2019, Mengapa? Diambil
Kembali Dari
Https://Money.Kompas.Com/Read/20
20/01/13/160200826/Kinerja-Industri-
Manufaktur-Melambat-Di-Akhir-
2019-Mengapa-
Laila, F. Z., Mardani, R. M., & Wahono,
B. (2019). Analisis Pengaruh Struktur
Modal, Kebijakan Dividen Dan Good
Corporate Governance (Gcg)
Terhadap Firm Performance . E –
Jurnal Riset Manajemenprodi
Manajemen , 45-54.
Lestari, S. R. (2017). Pengaruh Dewan
Direksi, Komisaris Independen,
Kepemilikan Manajerial, Dan
Kepemilikan Institusional Terhadap
Kinerja Perusahaan Dengan Enterprise
Risk Management Sebagai
Intervening. Jom Fekon Vol.4 No.1,
3081-3094.
Lubis, A. I. (2010). Akuntansi
Keperilakuan. Jakarta: Salemba
Empat.
16
Maryani. (2013). Regaining Company’s
Reputation: What Is A Brand And
Who Cares About Them? Jurnal
Ilmiah Esai Volume 7, No.3.
Ndaruningpuri Wulandari. (2006).
Pengaruh Indikator Mekanisme
corporate Governance
Terhadap Kinerja Perusahaan
Publik Di Indonesia. Fokus Ekonomi
Vol. 1 No. 2 , 120-136.
Puwanenthiren., A. K. (2019). Board
Composition And Firm Performance:
The Sri Lanka Case. Arabian Journal
Of Business And Management Review,
40-49.
Ratnasari, S. S. (2017). Likuiditas, Good
Corporate Governance, Ukuran
Perusahaan, Dan Dampaknya
Terhadap Kinerja Perusahaan . Ultima
Accounting Vol. 9 No. 2, 65-89.
Sanjaya, R. (2017). Carbon Credit Dan
Faktor-Faktor Lain Yang Berpengaruh
Terhadap Kinerja Perusahaan Pada
Perusahaan Manufaktur . Jurnal
Bisnis Dan Akuntansi Issn: 1410 -
9875 Vol. 19, No. 2, , 157-169.
Sari, N. M., & Dewi, I. G. (2019).
Pengaruh Carbon Credit, Firm Size,
Dan Good Corporate Governance
Terhadap Kinerja Perusahaan Pada
Perusahaan Manufaktur Yang
Terdaftar Di Bursa Efek Indonesia.
Jurnal Ilmiah Akuntansi & Bisnis
Volume 4, No. 1, , 62-72.
Soegoto, E. S. (2013). Marketing Research
"The Smart Way To Solve A Problem".
Dki Jakarta: Elex Media Komputindo.
Soegoto, E. S. (2013). Marketing Research
: The Smart Way To Solve A Problem.
Dki Jakarta: Elex Media Komputindo.
Veno, A. (2015). Pengaruhgood Corporate
Governanceterhadap Kinerja
Perusahaan Pada Perusahaan
Manufaktur go Public . Benefit Jurnal
Manajemen Dan Bisnis Volume 19,
Nomor 1,, 95-112.