PENGARUH MODEL PEMBELAJARAN CORE TERHADAP HASIL BELAJAR
MATEMATIKA DITINJAU DARI KEMANDIRIAN BELAJARBAGI
SISWA KELAS VIII SMP N 1 BANCAK KABUPATEN SEMARANG
JURNAL
Disusun Untuk Memenuhi Syarat Mencapai Gelar Sarjana Pendidikan
Program Studi Pendidikan Matematika
Oleh :
SITI MUNAWAROH
( 202013004 )
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN MATEMATIKA
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS KRISTEN SATYA WACANA
SALATIGA
2016
PENGARUH MODEL PEMBELAJARAN CORE TERHADAP HASIL BELAJAR
MATEMATIKA DITINJAU DARI KEMANDIRIAN BELAJARBAGI SISWA KELAS
VIII SMP NEGERI 1 BANCAK KABUPATEN SEMARANG
Siti Munawaroh1, Kriswandani
2
Program Studi Pendidikan Matematika Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan
Universitas Kristen Satya WacanaJl. Diponegoro 52-60 Salatiga 50711 1Mahasiswa Pendidikan Matematika FKIP UKSW, email: [email protected]
2Dosen Pendidikan Matematika FKIP UKSW, email: [email protected]
ABSTRAK
Penelitian eksperimen semu ini bertujuan untuk mengetahui 1) ada atau tidaknya pengaruh
Model Pembelajaran CORE terhadap hasil belajar matematika; 2) ada atau tidaknya pengaruh
kemandirian belajar terhadap hasil belajar matematika; dan 3) ada atau tidaknya interaksi
efek Model Pembelajaran CORE dan Kemandirian Belajar terhadap hasil belajar matematika
bagi Siswa Kelas VIII SMP N 1 Bancak Kabupaten Semarang. Populasi dari penelitian ini
adalah Siswa Kelas VIII SMP N 1 Bancak Kabupaten Semarang yang terdiri dari 4 kelas.
Sampel penelitian ini diambil dengan Teknik Simple Random Sampling dan diperoleh
sampelnya adalah siswa kelas VIII A (23 siswa) dan VIII B (22 siswa) SMP N 1
Bancak.Teknik pengumpulan data menggunakan metode tes dan angket kemandirian belajar.
Teknik analisis datanya menggunakan Anava Univariate. Berdasarkan hasil penelitian
diperoleh:1) terdapat pengaruh Model Pembelajaran CORE terhadap hasil belajar matematika
Siswa Kelas VIII SMP N 1 Bancak Kabupaten Semarang dimana nilai signifikansinya
sebesar 0,026<0,05; 2) tidak terdapat pengaruh kemandirian belajar terhadap hasil belajar
matematika Siswa Kelas VIII SMP N 1 Bancak Kabupaten Semarang dengan nilai
signifikansi sebesar 0,294>0,05; dan terdapat interaksi efek Model Pembelajaran CORE dan
Kemandirian Belajar terhadap hasil belajar matematika Siswa Kelas VIII SMP N 1 Bancak
Kabupaten Semarang dengan nilai signifikansi sebesar 0,546>0,05.
Kata Kunci: Model Pembelajaran CORE, Kemandirian Belajar, Hasil Belajar Matematika.
PENDAHULUAN
Hans Freudenthal dalam Taylor dan Francis (2000:777) menyatakan bahwa matematika
sebagai kegiatan manusia, yang berarti aktivitas menyelesaikan masalah, mencari masalah,
dan juga aktifitas mengatur atau mengorganisasikan suatu persoalan. Lebih lanjut Adam dan
Hamm dalam Wijaya (2012:5) menyatakan bahwa peran dan fungsi matematika, yaitu 1)
matematika sebagai suatu cara untuk berpikir; 2) matematika sebagai suatu pemahaman
tentang pola dan hubungan; dan 3) matematika sebagai bahasa atau alat untuk komunikasi.
Belajar matematika dapat membentuk kemampuan berpikir logis, kritis, kerja keras,
keingintahuan, kemandirian dan percaya diri. Oleh karena itu matematika dipelajari sejak
tingkat pendidikan dasar hingga tingkat pendidikan tinggi.
Matematika yang dipelajari di tingkat pendidikan dasar meliputi 2 jenis yakni
matematika SD dan matematika SMP. Berdasarkan Permendiknas Nomor 22 tahun
2006tentang Standar Isi menyatakan bahwa tujuan mata pelajaran matematika tingkat
SMP/MTs matematika adalah agar peserta didik memiliki kemampuan sebagai berikut: 1)
memahami konsep matematika, menjelaskan keterkaitan antarkonsep dan mengaplikasikan
konsep atau alogaritma, secara luwes, akurat, efisien, dan tepat, dalam pemecahan masalah;
2) menggunakan penalaran pada pola dan sifat, melakukan manipulasi matematika dalam
membuat generalisasi, menyusun bukti, atau menjelaskan gagasan dan pernyataan
matematika; 3) memecahkan masalah yang meliputi kemampuan memahami masalah,
merancang model matematika, menyelesaikan model dan menafsirkan solusi yang diperoleh;
4) mengomunikasikan gagasan dengan simbol, tabel, diagram atau media lain untuk
memperjelas keadaan atau masalah; dan 5) memiliki sikap menghargai kegunaan matematika
dalam kehidupan yaitu memiliki keingintahuan, perhatian, dan minat dalam mempelajari
matematika, serta sikap ulet dan percaya diri dalam pemecahan masalah. Ketercapaian dari
tujuan mata pelajaran matematika ini dapat diukur melalui capaian siswa dalam belajar yang
sering disebut dengan hasil belajar.
Abdurrahman (2009:38) berpendapat bahwa hasil belajar adalah kemampuan yang
diperoleh siswa setelah melalui kegiatan belajar. Belajar itu sendiri merupakan suatu proses
dari seseorang yang berusaha memperoleh bentuk perubahan perilaku yang relatif
menetap.Mayoritas hasil belajar siswa pada mata pelajaran matematika di banyak daerah di
Indonesia belum sesuai dengan harapan guru. Hal serupa juga terjadi di SMP N 1 Bancak
Kabupaten Semarang.
Berdasarkan hasil wawancara dan observasi yang telah dilakukan Kelas VIII SMP N 1
Bancak diperoleh bahwa pada saat kegiatan pembelajaran di kelas guru masih menggunakan
model pembelajaran konvensional dengan pendekatan mekanistik dan metode ceramah. Hal
ini dasarkan pada anggapan bahwa model ini lebih mudah untuk menjelaskan materi sesuai
dengan alokasi waktu yang telah ditentukan oleh kurikulum. Model pembelajaran ini
menuntut keaktifan guru dan kurang memberikan kesempatan siswa untuk ikut terlibat aktif
dalam pembelajaran. Hal ini tampak dari sebagian besar siswa malas mengikuti pelajaran
matematika, siswa masih kesulitan dalam memahami materi, siswa sudah beranggapan bahwa
matematika itu sulit, kesadaran belajar matematika masih kurang, sering menunda atau tidak
mengerjakan tugas disekolah maupun dirumah. Proses pembelajaran seperti itu bisa
berdampak terhadap kurang maksimal dalam pencapaian hasil belajar siswa. Hal ini didukung
oleh data yang diperoleh dari nilai UAS dimana hanya terdapat 5 siswa yang mendapatkan
nilai diatas KKM, sedangkan 40 siswa nilainya masih dibawah KKM dengan nilai rata-
ratanya sebesar 54,22.Tampaklah sebagian besar siswa belum tuntas dan nilai reratanya
masih jauh dibawah nilai KKM yang telah ditentukan.
Munandi dalam Rusman (2012:124) mengemukakan faktor yang mempengaruhi hasil
belajar meliputi faktor internal dan eksternal. Faktor internal yang mempengaruhi hasil
belajar meliputi faktor fisiologis dan faktor psikologis. Faktor fisiologis yang mempengaruhi
hasil belajar meliputi kesehatan yang prima, tidak dalam keadaan lelah dan capek, tidak
dalam keadaan cacat jasmani, sedangkan faktor psikolohgis yang mempengaruhi hasil belajar
meliputi intelegensi (IQ), perhatian, minat, bakat, motivasi, kognitif, daya nalar peserta didik
serta kemandirian belajar. Faktor eksternal juga turut mempengaruhi hasil belajar. Faktor
eksternal yang mempengaruhi hasil belajar meliputi faktor internal dan faktor instrumental.
Faktor lingkungan ini meliputi lingkungan fisik dan lingkungan sosial. Faktor instrumental
adalah faktor yang keberadaan dan penggunaannya dirancang sesuai dengan hasil belajar
yang diharapkan. Faktor instrumental meliputi kurikulum, sarana, guru, serta model
pembelajaran.
Model pembelajaran juga merupakan faktor eksternal yang turut mempengaruhi hasil
belajar sehingga penggunaan model pembelajaran yang tepat perlu diperhatikan. Salah satu
model pembelajaran yang dapat mengaktifkan siswa dalam pembelajaran dan dalam
mengkonstruksi pengetahuannya adalah Model Pembelajaran Conneting, Organizing,
Reflecting and Extending (CORE). Hal ini sesuai dengan penelitianYusuf (2014) yang
menyatakan bahwa penerapan model pembelajaran CORE dapat meningkatkan hasil belajar
siswa dan peningkatannya lebih besar dari peningkatan hasil belajar siswa pada kelas control.
Dengan kata lain, Model Pembelajarna CORE berpengaruh terhadap hasil belajar siswa.
Jacob dalam Wijayanti (2012:15) mengemukakan bahwa CORE adalah model
pembelajaran yang dapat digunakan untuk mengaktifkan siswa dalam membangun
pengetahuannya. Siswa dalam membangun pengetahuannya sendiri, diharuskan siswa
berinteraksi dengan lingkungannya. Sintaks Model Pembelajaran CORE adalah
Connectingyakni koneksi informasi lama-baru dan antar konsep; Organizing yakni organisasi
ideuntuk memahami materi;Reflectingyakni memikirkan kembali, mendalami, dan menggali;
dan Extending yakni mengembangkan, memperluas, menggunakan, dan menemukan
(Suyatno, 2009:67). Senada dengan pendapat diatas, Suyatno (2009:63) juga mengemukakan
langkah-langkah yang harus ditempuh pada pembelajaran menggunakan Model Pembelajaran
CORE, yaitu membuka pelajaran dengan kegiatan yang manarik siswa, penyampaian konsep
lama yang akan dihubungkan dengan konsep baru (Connecting), pengorganisasian ide-ide
untuk memahami materi yang dilakukan oleh siswa dengan bimbingan guru (Organizing),
pembagian kelompok secara heterogen, memikirkan kembali, mendalami, dan menggali
informasi yang sudah didapat dan dilaksanakan dalam kegiatan kelompok (Reflecting),
pengembangan, memperluas, menggunakan, dan menemukan melalui tugas individu dengan
mengerjakan tugas (Extending).
Model Pembelajaran CORE mempunyai beberapa kelebihan dan kelemahan. Menurut
Aris (2016), kelebihan Model Pembelajaran CORE adalah 1)mengembangkan keaktifan
siswa dalam pembelajaran; 2) mengembangkan dan melatih daya ingat siswa tentang suatu
konsep dalam materi pembelajaran; 3) mengembangkan daya berpikir kritis sekaligus
mengembangkan keterampilan pemecahan suatu masalah; dan 4) Memberikan pengalaman
belajar kepada siswa karena mereka banyak berperan aktif sehingga pembelajaran menjadi
bermakna. Sedangkan kelemahan Model Pembelajaran CORE adalah 1) membutuhkan
persiapan matang dari guru untuk menggunakan model ini; 2) jika siswa tidak kritis, proses
pembelajaran tidak bisa berjalan dengan lancar; 3) memerlukan banyak waktu; 4)tidak semua
materi pelajaran dapat menggunakan Model Pembelajaran CORE.
Selain model pembelajaran yang merupakan salah satu dari faktor eksternal, terdapat
faktor internal yang dapat mempengaruhi hasil belajar siswa. Salah satu jenis faktor internal
ini adalah kemandirian belajar.Kemandirian belajar berpengaruh terhadap hasil belajar. Hal
ini didukung oleh penelitian yang dilakukan oleh Tahar (2006) yang menyatakan bahwa
terdapat hubungan positif antara kemandirian belajar dengan hasil belajar.
Thoha (1996) dan Surya (2003) mendefinisikan kemandirian belajar sebagai aktivitas
belajar yang didorong oleh kemauan sendiri, pilihan sendiri dan tanggung jawab sendiri tanpa
bantuan orang lain serta mampu mempertanggung jawabkan tindakannya untuk
menggerakkan potensi dirinya mempelajari objek belajar tanpa ada tekanan atau pengaruh
asing di luar dirinya. Lebih lanjut, Basri (2000: 54) mengemukakan kemandirian belajar
siswa dipengaruhi oleh faktor dari dalam diri sendiri ( endogen) dan faktor dari luar
(eksogen). Faktor endogen (internal) adalah semua pengaruh yang bersumber dari dalam
dirinya sendiri, seperti keadaan keturunan dan konstitusi tubuhnya sejak dilahirkan dengan
segala perlengkapan yang melekat padanya. Faktor eksogen (eksternal) adalah semua
keadaan atau pengaruh yang berasal dari luar dirinya, sering pula dinamakan dengan faktor
lingkungan. Lingkungan kehidupan yang dihadapi individu sangat mempengruhi
perkembangan kepribadian seseorang, baik dalam segi negative maupun positif. Lingkungan
keluarga dan masyarakat yang baik terutama dalam bidang nilai dan kebiasaan-kebiasaan
hidup akan membentuk kepribadian, termasuk pula dalam hal kemandiriannya. Selain itu,
Kartini dan Dali (2008) mengemukakan bahwa aspek kemandirian belajar meliputi: 1)
mampu mengambil keputusan dan inisiatif untuk mengatasi masalah yang dihadapi; 2)
memiliki kepercayaan diri dalam mengerjakan tugas-tugasnya; dan 3) bertanggung jawab
terhadap apa yang dilakukan.
Berdasarkan uraian masalah tersebut maka dapat dilakukan penelitian yang bertujuan
untuk: 1) mengetahui ada atau tidaknya pengaruh model pembelajaran CORE terhadap hasil
belajar matematika siswa kelas VIII SMP N 1 Bancak Kabupaten Semarang; 2) mengetahui
ada atau tidaknya pengaruh kemandirian belajar siswa terhadap hasil belajar matematika
siswa kelas VIII SMP N 1 Bancak Kabupaten Semarang; dan 3) mengetahui ada atau
tidaknya interaksi efek model pembelajaran CORE dan kemandirian belajar terhadap hasil
belajar matematikasiswa kelas VIII SMP N 1 Bancak Kabupaten Semarang.
METODE PENELITIAN
Jenis penelitian ini adalah penelitian eksperimen semu. Desain ini mempunyai
kelompok kontrol, tetapi tidak dapat berfungsi sepenuhnya untuk mengontrol variabel-
variabel luar yang mempengaruhi pelaksanaan eksperimen (Sugiyono,2009). Penelitian ini
menyelidiki ada atau tidaknyapengaruh dengan cara memberikan perlakuan (treatment)
kepada kelompok eksperimen (kelompok yang diberi Model Pembelajaran CORE) dan
membandingkan dengan kelompok yang tidak diberi perlakuan (kelompok kontrol).
Populasi dalam penelitian ini adalah siswa kelas VIII SMP N 1 Bancak Semester 2
Tahun Ajaran 2016/2017, yaitu sebanyak 94 siswa yang terbagi dalam 4 kelas. Pengambilan
sampel pada penelitian ini menggunakan tekniksimple random sampling, yaitu pengambilan
sampel yang dilakukan secara acak tanpa memperhatikan strata yang ada dalam populasi.
Sampel yang diperoleh sebanyak 2 kelas yaitukelas VIII A dan VIII B. Jumlah siswa di kelas
VIII A sebanyak 23 siswa, sedangkan jumlah siswa di kelas VIII B sebanyak 22 siswa.
Sampel yang diambil kemudian ditetapkan menjadi 1 kelas sebagai kelompok eksperimen
yaitu kelas VIII B, dan 1 kelas sebagai kelompok kontrol yaitu kelas VIII A.
Teknik pengumpulan data dalam penelitian ini menggunakan metode tes dan metode
angket. Metode tes berupa soal posttest untuk mengukur hasil belajar siswa. Tes ini dilakukan
setelah siswa mengikuti pembelajaran pada materi lingkaran. Tes ini dilakukan baik pada
kelompok eksperimen maupun kelompok kontrol. Instrumen yang digunakan berbentuk soal
pilihan ganda berjumlah 25 soal yang disesuaikan dengan standar kompetensi, kompetensi
dasar, serta indikator pada materi lingkaran.Metode angket sebagai alat ukur kemandirian
belajar. Angket yang digunakan adalah angket kemandirian belajar siswa dengan tipe angket
tertutup, dimana responden memilih salah satu jawaban yang tersedia. Angket kemandirian
belajar terdiri dari 43 item pernyataan dengan 32 item yang valid dan 11 item yang tidak
valid.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Penelitian ini dilakukan di SMP N 1 Bancak yang terletak di Jalan KH. Wakhid Hasyim
KM 1 Desa Rejosari Kecamatan Bancak Kabupaten Semarang 50772.Penelitian ini terdapat 2
kelompok data yakni kelompok data untuk kondisi awal dan kelompok data untuk kondisi
akhir. Adapun kondisi awal kedua kelas tersebut dapat dilihat sebagai berikut
A. Kondisi Awal (sebelum diberikan perlakuan)
Untuk mengetahui kemampuan awal hasil belajar matematika siswa, data nilai
pretestdiambil dari nilai ujian akhir semester 1. Data ini digunakan untuk mengetahui
keseimbangan kedua kelompok data. Uji keseimbangan dari kedua kelompok data ini dapat
dilakukan uji normalitas dan uji homogenitas data. Hasil uji normalitas dan statistika
deskriptif untuk kemampuan awal adalah sebagai berikut
Tabel 1 Deskripsi Statistik Nilai Pretest
N Minimum Maximum Mean Std. Deviation
Nilai Kelas Eksperimen 22 35 80 56.32 13.947
Nilai Kelas Kontrol 23 33 78 52.13 12.389
Valid N (listwise) 22
Berdasarkan Tabel 1 diperoleh hasil bahwa nilai rerata kelas eksperimen dan kelas kontrol
tidak jauh berbeda dimana nilai rerata kelas eksperimen sebesar 56,32 lebih tinggi daripada
nilai rerata kelas kontrol sebesar 52,13. Lebih lanjut, untuk menguji keseimbangan data dapat
digunakan uji normalitas dan uji homogenitas data. Adapun hasil uji normalitas data
diperoleh hasil sebagai berikut
Tabel 2 Uji Normalitas Pretes Siswa
One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test
Nilai Kelas Eksperimen
Nilai Kelas Kontrol
N 22 23
Normal Parameters
a
Mean 56.32 52.13
Std. Deviation 13.947 12.389
Most Extreme Differences
Absolute .157 .177
Positive .157 .177
Negative -.142 -.079
Kolmogorov-Smirnov Z .737 .849
Asymp. Sig. (2-tailed) .650 .467
a. Test distribution is Normal.
Berdasarkan Tabel 2diperoleh perhitungan uji normalitas hasil belajar matematika
menggunakan metode Kolmogorov-Smirnov Z dengan taraf signifikansi 5% menunjukkan
kelas eksperimen dengan nilai signifikansi 0.650dan kelas kontrol sebesar 0,467 dimana
kedua nilai signifikan tersebut lebih dari 0.05 sehingga dapat disimpulkan bahwa data kedua
kelas berasal dari populasi yang berdistribusi normal.
Lebih lanjut, uji homogenitas pretest dalam penelitian ini berfungsi untuk mengetahui
apakah variansi-variansi dari populasi sama atau tidak. Hasil uji homogenitas dan analisis
uji-t nilai pretest dapat dilihat pada Tabel 3.
Tabel 3Hasil Uji Homogenitas Data Kemampuan Awal Siswa
Levene's Test
for Equality of
Variances t-test for Equality of Means
F Sig. T df
Sig. (2-
tailed)
Mean
Differe
nce
Std.
Error
Differe
nce
95% Confidence
Interval of the
Difference
Lower Upper
Nilai Equal
variances
assumed
1.564 .218 1.066 43 .292 4.188 3.928 -3.734 12.110
Equal
variances not
assumed
1.063 41.886 .292 4.188 3.939 -3.762 12.137
Berdasarkan Tabel 3 diperoleh hasil uji homogenitas ini menggunakan metode Levene
dengan taraf signifikansi 5% menunjukkan nilai signifikan sebesar 0.218 dimana nilai
signifikan tersebut lebih dari 0.05 maka dapat disimpulkan bahwa kelas eksperimen dan kelas
kontrol berasal dari populasi yang memiliki variansi yang sama (homogen). Oleh karena telah
memenuhi uji normalitas data dan uji homogenitas data maka dapat disimpulkan kedua kelas
tersebut dalam kondisi seimbang. Untuk memperkuat hasil uji keseimbangan kedua
kelompok ini, berdasarkan hasil uji beda rerata diperoleh nilai signifikan sebesar 0.292>0.05
sehingga dapat disimpulkan bahwa tidak ada perbedaan rata-rata nilai pretest antara kedua
kelas tersebut. Berdasarkan hasil uji normalitas, homogenitas, dan uji-t di atas maka
tampaklah bahwa kedua kelas tersebut memiliki kemampuan awal yang seimbang maka
dapat diberikan perlakuan yang berbeda. Kelas eksperimen diberi perlakuan berupa Model
Pembelajaran CORE sedangkan kelas kontrol diberi perlakuan berupa Model Pembelajaran
Konvensional.
B. Kondisi Akhir (setelah diberi perlakuan)
Untuk mengetahui kondisi kemampuan akhir hasil belajar matematika siswa dari data
nilai posttest dan angket kemandirian belajar siswa maka dilakukan dua analisis yaitu analisis
deskriptif dan analisis inferensial. Hasil analisis deskriptif hasil nilai belajar posttest dapat
disajikan pada Tabel 4 berikut ini
Tabel 4 Deskriptif Kondisi Akhir Siswa Kelas VIII SMP N 1 Bancak
N Minimum Maximum Mean Std. Deviation
Nilai Kelas Eksperimen 22 45.00 95.00 73.6364 16.34318
Nilai Kelas Kontrol 23 45.00 90.00 63.9130 14.37774
Valid N (listwise) 22
Berdasarkan Tabel 4 diperoleh hasil bahwa nilai rerata kelas eksperimen dan kelas kontrol
tampak jauh berbeda dimana nilai rerata kelas eksperimen sebesar 73,63 lebih tinggi daripada
nilai rerata kelas kontrol sebesar 63,91. Lebih lanjut, untuk menguji keseimbangan data dapat
digunakan uji normalitas dan uji homogenitas data.
Hasil data angket kemandirian belajar siswa diperoleh dari kelas eksperimen dan kelas
kontrol dikelompokan berdasarkan tiga kategori kemandirian belajar yaitu tinggi, sedang, dan
rendah. Penentuan interval tingkat kemandirian ditentukan menggunakan rumus skor
maksimum dikurangi skor minimum dibagi jumlah kategori, sehingga dapat dituliskan dalam
perhitungan sebagai berikut ( Supranto, 2008 ).
Tinggi : 103 ≤ skor ≤ 113
Sedang : 92≤ skor ≤ 102
Rendah : 81 ≤ skor ≤ 91
Deskripsi kategori kemandirian belajar siswa pada kelas eksperimen dan kelas kontrol dapat
dilihat pada Tabel 5 sebagai berikut
Tabel 5. Kategori Kemandirian Belajar Siswa
Berdasarkan Tabel 5 diperoleh hasil bahwa dari 45 siswa pada kelas eksperimendan kelas
kontrol sebagian besar masuk kategori kemandirian belajartinggi dengan jumlah 20 siswa
diikuti dengan kategori sedang dan rendah masing-masing sebanyak 19 siswa dan 6 siswa.
Adapun hasil analisis deskriptif untuk kondisi akhir dapat dilihat dalam Tabel 6.Berdasarkan
Kelas N Banyaknya Siswa pada Kemandirian Belajar
Tinggi Sedang Rendah
Model Pembelajaran CORE 22 10 10 2
Model Pembelajaran Konvensional 23 10 9 4
Total 45 20 19 6
Tabel 6diperoleh hasil bahwa pada kelas eksperimen, siswa yang memiliki kemandirian
belajar tinggi menunjukan rata-rata sebesar 77,50 lebih baik dari pada siswa yang memiliki
kemandirian belajar sedang sebesar 67,05. Sementara itu, siswa dengan kategori kemandirian
belajar rendah menunjukan rata-rata sebesar 85,00 lebih baik daripada siswa dengan kategori
tinggi maupun sedang. Sedangkan pada kelas kontrol, siswa yang memiliki kemandirian
belajar tinggi menunjukan rata-rata sebesar 65,50 lebih baik daripada rata-rata siswa dengan
kategori kemandirian belajar sedang dan rendah yang masing-masing sebesar 62,22 dan
63,75. Sedangkan nilai rerata siswa dengan kategori kemandirian belajar rendah lebih baik
daripada nilai rerata siswa dengan kategori kemandirian belajar sedang.
Tabel 6. Hasil Analisis Deskriptif Posttestdan Kemandirian Belajar
Dependent Variable:Nilai Akhir
Model Pembelajaran Kemandirian Belajar Mean Std. Deviation N
Model Pembelajaran CORE Kemandirian Belajar Tinggi 77.5000 18.44662 10
Kemandirian Belajar Sedang 67.5000 13.79412 10
Kemandirian Belajar Rendah 85.0000 7.07107 2
Total 73.6364 16.34318 22
Model Pembelajaran Konvensional
Kemandirian Belajar Tinggi 65.5000 16.06411 10
Kemandirian Belajar Sedang 62.2222 13.94433 9
Kemandirian Belajar Rendah 63.7500 14.36141 4
Total 63.9130 14.37774 23
Total Kemandirian Belajar Tinggi 71.5000 17.92528 20
Kemandirian Belajar Sedang 65.0000 13.74369 19
Kemandirian Belajar Rendah 70.8333 15.94261 6
Total 68.6667 15.96872 45
Uji beda rerata untuk membandingkan k-populasi tersebut dapat digunakan uji Analisis
Variansi Univariate. Uji prasyarat untuk Anava Univariate meliputi uji normalitas, uji
homogenitas, independensi, dan randomisasi. Untuk uji independensi data dan randomisasi
telah terpenuhi karena sampel diambil secara random dan independensi dua kelas telah
terjaga saat penelitian berlangsung. Sedangkan hasil uji normalitas data dapat dilakukan 5 uji
normalitas yakni uji normalitas data kelas eksperimen dan kelas kontrol, serta uji normalitas
data kategori kemandirian belajar tinggi, sedang maupun rendah. Adapun hasil uji normalitas
data kelas eksperimen dan kelas kontrol dapat dilihat dalam Tabel 7 sedangkan uji normlaitas
data kelompok siswa kategori kemandirian belajar tinggi, sedang, dan rendah dapat dilihat
dalam Tabel 8. Berdasarkan hasil perhitungan uji normalitas hasil belajar matematika pada
Tabel 7 diperoleh nilai signifikan uji normalitas untuk kelas eksperimen sebesar 0,694 dan
nilai signifikan untuk kelas kontrol sebesar 0,839 dimana kedua nilai signifikan tersebut lebih
dari 0,05 sehingga disimpulkan bahwa nilai posstest matematika dari kedua kelompok berasal
dari populasi yang berdistribusi normal.Berdasarkan hasil perhitungan uji normalitas hasil
belajar matematika pada Tabel 8 diperoleh nilai signifikan uji normalitas data kelompok
siswa yang mempunyai kemandirian belajar tinggi sebesar 0,578 dan siswa yang mempunyai
kemandirian belajarsedang sebesar 0,897, sedangkan siswa yang mempunyai kemandirian
belajarrendah sebesar 0,842 dimana ketiga nilai signifikan tersebut lebih dari 0,05 yang
berarti untuk nilai kemampuan akhir pada kelompok siswa yang memiliki kemandirian
belajar tinggi, sedang dan rendah berasal dari populasi yang berdistribusi normal. Hal ini
bermakna bahwa syarat uji normalitas telah terpenuhi
Tabel 7. Uji Normalitas PosttestKelas Eksperimen dan Kontrol
One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test
Nilai Kelas Eksperimen
Nilai Kelas Kontrol
N 22 23
Normal Parametersa Mean 73.6364 63.9130
Std. Deviation 16.34318 14.37774
Most Extreme Differences
Absolute .152 .129
Positive .110 .129
Negative -.152 -.099
Kolmogorov-Smirnov Z .711 .619
Asymp. Sig. (2-tailed) .694 .839
a. Test distribution is Normal.
Tabel 8. Uji Normalitas Posstest Siswa Kategori Kemandirian Belajar Tinggi, Sedang
dan Rendah
One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test
Nilai Kelompok Kemandirian Belajar Tinggi
Nilai Kelompok Kemandirian
Belajar Sedang
Nilai Kelompok Kemandirian
Belajar Rendah
N 20 19 6
Normal Parametersa Mean 71.5000 65.0000 70.8333
Std. Deviation 17.92528 13.74369 15.94261
Most Extreme Differences
Absolute .174 .132 .252
Positive .171 .132 .252
Negative -.174 -.095 -.217
Kolmogorov-Smirnov Z .780 .574 .616
Asymp. Sig. (2-tailed) .578 .897 .842
a. Test distribution is Normal.
Selanjutnya untuk uji homogenitas data menggunakan data posstest siswa kelas
eksperimen dan kelas kontrol serta data nilai posttest untuk siswa yang mempunyai kategori
kemandirian belajar tinggi,sedang dan rendah. Hasil uji homogenitas data posttest antara
kelas eksperimen dan kontrol dapat dilihat pada Tabel 9 berikut ini
Tabel 9. Hasil Uji Homogenitas Data Postest Kelas Eksperimen dan Kontrol
Nilai Akhir
Levene Statistic df1 df2 Sig.
.767 1 43 .386
Berdasarkan hasil uji homogenitas data pada Tabel 9 menunjukkan bahwa nilai signifikan
0,38>0,05 sehingga hasil belajar matematika dari kedua kelas antara kelas eksperimen dan
kontrol mempunyai variansi yang sama (homogen). Selanjutnya uji homogenitas data posstest
kelompok siswa yang mempunyai kemandirian belajar dapat dilihat pada Tabel 10 berikut
Tabel 10. Hasil Uji Homogenitas Posttest Siswa Kategori Kemandirian Belajar
Tinggi,Sedang dan Rendah
Nilai Akhir
Levene Statistic df1 df2 Sig.
1.951 2 42 .155
Hasil uji homogenitas postest kemandirian belajar siswa pada Tabel 10 menunjukan bahwa
nilai signifikan 0,155>0,05 yang artinya bahwa ketiga kelompok siswa kategori kemandirian
belajar siswa antara tinggi, sedang dan rendah memiliki variansi yang sama (homogen). Oleh
karena telah memenuhi semua persyaratan uji anava maka dapat dilakukan uji Anava
Univariate. Adapun hasil uji anava univariate dua jalan dapat dilihat pada Tabel 11.
Tabel 11. Hasil Uji Anava Dua Jalan
Dependent Variable:Nilai Akhir
Source Type III Sum of
Squares df Mean Square F Sig. Partial Eta Squared
Corrected Model 1898.194a 5 379.639 1.588 .186 .169
Intercept 152990.383 1 152990.383 640.072 .000 .943
KodeMP 1278.422 1 1278.422 5.349 .026 .121
KodeKB 603.658 2 301.829 1.263 .294 .061
kodeMP * kodeKB 293.753 2 146.877 .614 .546 .031
Error 9321.806 39 239.021
Total 223400.000 45
Corrected Total 11220.000 44
a. R Squared = ,169 (Adjusted R Squared = ,063)
Berdasarkan Tabel 11 diperoleh hasil dari uji Anava adalah sebagai berikut:
1. Pada baris model pembelajaran diperoleh nilai signifikansi sebesar 0,026 < 0,05 yang
berarti terdapat perbedaan rata-rata hasil belajar antara kelas eksperimen dan kelas
kontrol. Hal didukung nilai rerata kelas eksperimen sebesar 73,63 lebih baik daripada
nilai rerata kelas kontrol sebesar 63,91. Hal ini bermakna terdapat perbedaan dari kedua
nilai tersebut sehingga dapat dikatakan bahwa terdapat pengaruh Model Pembelajaran
CORE terhadap hasil belajar matematika bagi Siswa Kelas VIII SMP N 1 Bancak
Kabupaten Semarang.
2. Pada baris kemandirian belajar diperoleh nilai signifikansi sebesar 0,294 > 0,05 yang
berarti tidak terdapat perbedaan rata-rata hasil belajar antara siswa yang mempunyai
kategori kemandirian belajar tinggi, sedang, dan rendah. Hal didukung nilai rerata siswa
yang mempunyai kategori kemandirian belajar tinggi sebesar 71,5; nilai rerata siswa
yang mempunyai kategori kemandirian belajar sedang 65 serta nilai rerata siswa yang
mempunyai kategori kemandirian belajar rendah 70,83. Berdasarkan nilai rerata untuk
masing-masing kelompok kemandirian belajar tersebut maka tampaklah bahwa nilai
rerata siswa yang mempunyai kategori kemandirian belajar tinggi lebih baik daripada
nilai rerata siswa yang mempunyai kategori kemandirian belajar sedang maupun rendah
serta nilai rerata siswa yang mempunyai kategori kemandirian belajar rendah lebih baik
daripada nilai rerata siswa yang mempunyai kategori kemandirian belajar sedang.
Perbedaan ketiga nilai rerata tersebut tidaklah besar sehingga dapat dikatakan bahwa
tidak terdapat perbedaan nilai rerata siswa yang mempunyai kemandirian belajar tinggi,
sedang maupun rendah. Hal ini bermakna bahwa tidak terdapat pengaruhKemandirian
Belajar terhadap hasil belajar matematika bagi Siswa Kelas VIII SMP N 1 Bancak
Kabupaten Semarang.
3. Pada baris kelas*kemandirian belajar diperoleh nilai signifikansi sebesar 0,552 > 0,05
sehingga dapat diputuskan bahwa terdapat interaksi efek Model Pembelajaran CORE
dan Kemandirian Belajar terhadap hasil belajar matematika Siswa Kelas VIII SMP N 1
Bancak Kabupaten Semarang. Hal ini bermakna terdapat ketidakkonsistenan pengaruh
model pembelajaran dan kemandirian belajar terhadap hasil belajar siswa.
Ketidakkonsistenan pengaruh model pembelajaran dan kemandirian belajar terhadap
hasil belajar siswa digambarkan dalam grafik berikut:
Grafik 1.Rerata Marginal berdasarkan Jenis
Model Pembelajaran
Grafik 2.Rerata Marginal berdasarkan
Tingkat Kemandirian Belajar
Hasil pengujian Anava Univariate 2 jalan diatas maka dapat dilakukan uji lanjut Pasca Anava
dan diperoleh hasil sebagai berikut
Tabel 12. Hasil Uji Lanjut Pasca Anava Dua Jalan
Multiple Comparisons
Dependent Variable:Nilai Akhir
(I) Kemandirian Belajar
(J) Kemandirian Belajar
Mean Difference (I-J) Std. Error Sig.
95% Confidence Interval
Lower Bound Upper Bound
Scheffe Kemandirian Belajar Tinggi
Kemandirian Belajar Sedang
6.5000 4.95288 .431 -6.1043 19.1043
Kemandirian Belajar Rendah
.6667 7.19637 .996 -17.6469 18.9803
Kemandirian Belajar Sedang
Kemandirian Belajar Tinggi
-6.5000 4.95288 .431 -19.1043 6.1043
Kemandirian Belajar Rendah
-5.8333 7.23995 .725 -24.2578 12.5911
Kemandirian Belajar Rendah
Kemandirian Belajar Tinggi
-.6667 7.19637 .996 -18.9803 17.6469
Kemandirian Belajar Sedang
5.8333 7.23995 .725 -12.5911 24.2578
LSD Kemandirian Belajar Tinggi
Kemandirian Belajar Sedang
6.5000 4.95288 .197 -3.5182 16.5182
Kemandirian Belajar Rendah
.6667 7.19637 .927 -13.8894 15.2227
Kemandirian Belajar Sedang
Kemandirian Belajar Tinggi
-6.5000 4.95288 .197 -16.5182 3.5182
Kemandirian Belajar Rendah
-5.8333 7.23995 .425 -20.4775 8.8108
Kemandirian Belajar Rendah
Kemandirian Belajar Tinggi
-.6667 7.19637 .927 -15.2227 13.8894
Kemandirian Belajar Sedang
5.8333 7.23995 .425 -8.8108 20.4775
Based on observed means. The error term is Mean Square(Error) = 239,021.
Berdasarkan uji Anava dan uji pasca Anava diatas dapat dilihat beberapa makna yakni
1. Nilai rerata kelas eksperimen lebih baik daripada nilai rerata kelas kontrol baik bagi
siswa yang mempunyai kemandirian belajar tinggi, sedang, maupun rendah.
2. Nilai rerata siswa yang mempunyai kemandirian belajar tinggi lebih baik daripada nilai
rerata siswa yang mempunyai kemandirian belajar sedang, serta nilai rerata siswa yang
mempunyai kemandirian belajar rendah lebih baik daripada nilai rerata siswa yang
mempunyai kemandirian belajar tinggi dan sedang. Kondisi ini berlaku di kelas
eksperimen dimana nilai rerata siswa yang mempunyai kemandirian belajar tinggi
sebesar 77,5; nilai rerata siswa yang mempunyai kemandirian belajar sedang sebesar
67,5; serta nilai rerata siswa yang mempunyai kemandirian belajar rendah sebesar 85.
3. Berbeda dengan kondisi kelas eksperimen, kondisi kelas kontrol adalah nilai rerata
siswa yang mempunyai kemandirian belajar tinggi lebih baik daripada nilai rerata siswa
yang mempunyai kemandirian belajar sedang dan rendah, serta nilai rerata siswa yang
mempunyai kemandirian belajar rendah lebih baik daripada nilai rerata siswa yang
mempunyai kemandirian belajar sedang. Kondisi ini berlaku di kelas kontrol dimana
nilai rerata siswa yang mempunyai kemandirian belajar tinggi sebesar 65,5; nilai rerata
siswa yang mempunyai kemandirian belajar sedang sebesar 62,22; serta nilai rerata
siswa yang mempunyai kemandirian belajar rendah sebesar 63,75.
4. Baik di kelas eksperimen maupun kelas kontrol, nilai rerata siswa yang mempunyai
kemandirian belajar tinggi lebih baik daripada nilai rerata siswa yang mempunyai
kemandirian belajar sedang serta nilai rerata terendah dicapai oleh siswa yang
mempunyai kemandirian belajar sedang. Hal ini disebabkan pada saat pembelajaran
siswa yang mempunyai tingkat kemandirian belajar tinggi, siswa ini aktif mengerjakan
soal di LKStetapi kelemahannya siswa ini mengerjakan sendiri tanpa mau berdiskusi
dengan teman kelompoknya, dan ketika masih ada kekeliruan siswa ini cenderung tidak
mau bertanya karena siswa dengan tingkat kemandirian belajar tinggi merasa benar dan
sudah bisa. Sedangkan siswa dengan tingkat kemandirian belajar sedang cenderung
pasif, karena pada saat diskusi kelompok siswa hanya diam dan melihat temannnya
ketika mengerjakan LKS tanpa mau ikut mengerjakan sehingga berdampak pada hasil
belajar yang diperoleh.Bagi siswa yang mempunyai tingkat kemandirian belajar rendah
siswa mempunyai rasa ingin tahu yang tinggi, sehingga siswa lebih aktif bertanya dan
mencari tahu tentang apa yang belum dipahaminya. Siswa yang mempunyai tingkat
kemandirian belajar rendahmerasa dirinya belum mampu dan masih membutuhkan
bantuan dari orang lain.
5. Nilai rerata siswa yang mempunyai kemandirian belajar tinggi lebih baik daripada nilai
rerata siswa yang mempunyai kemandirian belajar sedang maupun rendah dimana
kondisi ini berlaku di kelas kontrol.
6. Nilai rerata siswa yang mempunyai kemandirian belajar rendah lebih baik daripada nilai
rerata siswa yang mempunyai kemandirian belajar sedang maupun tinggi dimana
kondisi ini berlaku di kelas eksperimen
7. Nilai rerata siswa yang mempunyai kemandirian belajar rendah lebih baik daripada nilai
rerata siswa yang mempunyai kemandirian belajar sedang dimana kondisi ini berlaku di
kelas eksperimen maupun kelas kontrol.
8. Dalam kelas eksperimen, nilai rerata siswa yang mempunyai kemandirian belajar
rendah mencapai nilai rerata terbaik dibandingkan siswa yang mempunyai tingkat
kemandirian yang lainnya sedangkan di kelas kontrol, nilai rerata siswa yang
mempunyai kemandirian yang tinggi mencapai nilai rerata yang terbaik dibandingkan
dengan siswa yang mempunyai tingkat kemandirian yang lainnya. Hal ini
bermaknapada kelas eksperimen,siswa dengan tingkat kemandirian belajar rendah
memperoleh hasil belajar yang baik dibandingkan siswa dengan tingkat kemadirian
belajar lainnya karena saat pembelajaran siswa yang mempunyai kemandirian belajar
rendah lebih aktif bertanya dan mencari tahu tentang apa yang belum dipahaminya.
Siswa yang mempunyai kemandirian belajar rendah merasa dirinya belum mampu dan
masih membutuhkan bantuan dari orang lain. Berbeda dengan kelas kontrol, hasil
belajar yang baik diperoleh siswa dengan tingkat kemandirian belajar tinggi, hal ini
dikarenakan siswa dengan tingkat kemandirian belajar tinggi lebih aktif mengerjakan
soal yang diberikan oleh guru dibandingkan siswa dengan tingkat kemandirian belajar
lainnya.
9. Meskipun terdapat perbedaan nilai rerata untuk masing-masing kelompok siswa yang
mempunyai kemandirian belajar tinggi, sedang, dan rendah di kelas eksperimen
maupun kelas kontrol maka berdasarkan hasil uji pasca anava pada Tabel 12 diperoleh
hasil bahwa tidak terdapat perbedaan nilai rerata siswa yang mempunyai kemandirian
belajar tinggi, sedang maupun rendah baik di kelas eksperimen maupun kelas kontrol.
10. Perbedaan efek model pembelajaran CORE dan kemandirian belajar terhadap hasil
belajar di kelas eksperimen dan kelas kontrol ini menyebabkan adanya interaksi atau
ketidakkonsistenan pengaruh Model Pembelajaran CORE dan Kemandirian Belajar
terhadap hasil belajar matematika Siswa Kelas VIII SMP N 1 Bancak Kabupaten
Semarang. Hal ini disebabkan oleh nilai rerata yang diperoleh kelas eksperimen lebih
baik daripada nilai rerata kelas kontrol, baik bagi siswa yang mempunyai kemandirian
belajar tinggi, sedang, maupun rendah. Pada saat proses pembelajaran aktivitas siswa
ketika mengikuti kegiatan pembelajaran dengan model pembelajaran CORE mengajak
siswa untuk aktif pada kegiatan pembelajaran.Siswa aktif berdiskusi dalam kelompok,
saling mengemukakan pendapat untuk membentuk dan menyusun penyelesaian
terhadap permasalahan yang diberikan.Siswa terlihat sangat antusias ketika mengikuti
kegiatan pembelajaran, sebagian besar siswa mengacungkan tangannya ketika guru
memancing dengan pertanyaan-pertanyaan, baik saat apersepsi maupun kegiatan
reflecting (mengulang kembali) dilaksanakan.Dengan bimbingan oleh guru, siswa
mulai berani hingga akhirnya terbiasa untuk mengungkapkan pendapatnya sendiri.Hal
tersebut menunjukkan siswa merespon secara positif kegiatan pembelajaran yang
dilakukan.Kegiatan pembelajaran dengan menggunakan Model Pembelajaran CORE
mampu melatih daya ingat siswa tentang suatu konsep atau informasi.Berbeda halnya
dalam pembelajaran menggunakan model pembelajaran konvensional yang membuat
siswa lebih banyak mendengar ceramah, sehingga siswa cenderung pasif. Siswa tidak
mampu aktif mengemukakan pendapatnya secara lisan, sehingga sedikit sekali
kesempatan bagi siswa untuk mampu mengembangkan kemandirian belajarnya. Proses
pembelajaran ini, guru lebih banyak mendominasi kegiatan pembelajaran. Pemaparan
materi pelajaran dilakukan dengan ceramah yang cenderung membuat siswa cepat
bosan dan sulit memahami serta mengembangkan apa makna dari materi pelajaran,
yang secara tidak langsung akan berpengaruh pada kemandirian belajar siswa.Lebih
lanjut untuk nilai rerata yang diperoleh dari kedua kelas yaitu kelas eksperimen dan
kelas kontrol, dimana untuk kelas eksperimen siswa dengan tingkat kemandirian belajar
rendah memperoleh nilai rerata tertinggi dibandingkan dengan nilai rerata dari siswa
dengan tingkat kemandirian belajar lainnya. Sedangkan pada kelas kontrol nilai rerata
tertinggi diperoleh siswa dengan tingkat kemandirian belajar tinggi. Hal itu disebabkan
karena pada kelas eksperimen, siswa dengan tingkat kemandirian belajar rendah lebih
aktif bertanya dan aktif dalam mengerjakan LKS, sedangkan siswa dengan tingkat
kemandirian belajar tinggi aktif mengerjakan LKStetapi kelemahannya siswa ini
mengerjakan sendiri tanpa mau berdiskusi dengan teman kelompoknya, dan ketika
masih ada kekeliruan siswa ini cenderung tidak mau bertanya karena siswa dengan
tingkat kemandirian belajar tinggi merasa benar dan sudah bisa. Sedangkan siswa
dengan tingkat kemandirian belajar sedang cenderung pasif, karena pada saat diskusi
kelompok siswa hanya diam dan melihat temannnya ketika mengerjakan LKS tanpa
mau ikut mengerjakan. Sedangkan pada kelas kontrol siswa yang aktif mengerjakan
soal hanya siswa yang mempunyai tingkat kemandirian belajar tinggi sedangkan yang
lain hanya meniru pekerjaan temannya. Interaksi pada penelitian ini berarti karakteristik
perbedaan antara tingkat kemandirian belajar tinggi, sedang dan rendah untuk setiap
model berbeda. Hal ini yang menyebabkan ketidakkonsistenan pengaruh Model
Pembelajaran CORE dan Kemandirian Belajar terhadap hasil belajar matematika Siswa
Kelas VIII SMP N 1 Bancak Kabupaten Semarang.
Selama proses pembelajaran dalam penelitian ini, proses pembelajaran menggunakan
model pembelajaran CORE pada kelas eksperimen menggambarkan bahwa siswa lebih aktif,
kreatif dan terlihat lebih antusias dalam mengikuti pembelajaran. Hal ini juga didukung oleh
pendapat yang dikemukakan Yusuf (2014) yang mengemukakan bahwa model pembelajaran
CORE dapat membangkitkan motivasi dan gairah belajar siswa untuk belajar lebih giat
lagi.Yusuf (2014) juga mengemukakan bahwa pembelajaran menggunakan model CORE
dapat melibatkan siswa dalam pembelajaran sehingga siswa mengalami pengalaman
belajarnya langsung sendiri. Selain itu, Model Pembelajaran CORE membantu siswa dalam
mengingat serta mengembangkan kesiapan serta siswa dapat memperoleh pengetahuan secara
individual sehingga dapat dimengerti dan mengendap dalam pikirannya.Siswa dituntut untuk
berfikir kritis terhadap permasalahan-permasalahan yang ada atau yang diberikan oleh guru
lewat tugas kelompok sehingga siswa dalam kelompok berdiskusi satu sama lain dan saling
bertukar pikiran dan gagasan-gagasan serta saling berargumen yang menjadikan
pembelajaran pada kelas eksperimen lebih hidup dan aktif karena terjadi interaksi antara
siswa dengansiswa serta siswa dengan guru.Proses pembelajaran menggunakan Model
Pembelajaran CORE, peran guru hanya mengarahkan dan memberi pertanyaan-pertanyaan
untuk memancing pengetahuan siswa mengingat konsep lama yang akan dihubungkan pada
konsep baru, kegiatan pembelajaran yang dapat digunakan untuk mengaktifkan siswa dalam
membangun pegetahuannya. Siswa dalam membangun pengetahuannya sendiri, diharuskan
siswa berinteraksi dengan kelompoknya (Wijayanti, 2012:15). Proses pembelajaran ini tidak
membuat siswa hanya sekedar menerima informasi dari guru saja, tetapi guru hanya berperan
sebagai fasilitator yang mengarahkan siswa untuk terlibat secara aktif dalam keseluruan
proses pembelajaran.
Munadi dalam Rusman (2012:124) mengemukakan bahwa faktor yang mempengaruhi
hasil belajar meliputi faktor internal dan eksternal. Penelitian ini menemukan bahwa
kemandirian belajar sebagai salah satu faktor psikologis atau faktor internal siswa tidak turut
mempengaruhi hasil belajar siswa. Hal ini berarti bahwa hasil belajar Siswa Kelas VIII SMP
N 1 Bancak Kabupaten Semarang lebih dipengaruhi oleh faktor eksternal terutama pada
model pembelajaran yang digunakan oleh guru. Penelitian ini menemukan bahwa Model
Pembelajaran CORE sebagai model pembelajaran yang diterapkan oleh guru juga turut
mempengaruhi hasil belajar siswa.
KESIMPULAN
Berdasarkan hasil penelitian ini maka dapat disimpulkan bahwa
1. Nilai signifikansi pada model pembelajaran diperoleh 0,026<0,05 yang berarti terdapat
pengaruh Model Pembelajaran CORE terhadap hasil belajar matematika Siswa Kelas
VIII SMP N 1 Bancak Kabupaten Semarang
2. Nilai signifikansi pada kemandirian belajar sebesar 0,294>0,05 yang berarti tidak
terdapat pengaruh kemandirian belajar terhadap hasil belajar matematika Siswa Kelas
VIII SMP N 1 Bancak Kabupaten Semarang
3. Nilai signifikansi pada interaksi efek antara Model Pembelajaran CORE dan
Kemandirian belajar sebesar 0,546>0,05 yang berarti terdapat interaksi efek Model
Pembelajaran CORE dan Kemandirian Belajar terhadap hasil belajar matematika Siswa
Kelas VIII SMP N 1 Bancak Kabupaten Semarang. Interaksi efek dalam penelitian ini
bermakna
a. Nilai rerata kelas eksperimen lebih baik daripada nilai rerata kelas kontrol baik
bagi siswa yang mempunyai kemandirian belajar tinggi, sedang, maupun rendah.
b. Dalam kelas eksperimen, nilai rerata siswa yang mempunyai kemandirian belajar
tinggi lebih baik daripada nilai rerata siswa yang mempunyai kemandirian belajar
sedang, nilai rerata siswa yang mempunyai kemandirian belajar rendah lebih baik
daripada nilai rerata siswa yang mempunyai kemandirian belajar tinggi dan
sedang.
c. Dalam kelas kontrol, nilai rerata siswa yang mempunyai kemandirian belajar
tinggi lebih baik daripada nilai rerata siswa yang mempunyai kemandirian belajar
sedang dan rendah, serta nilai rerata siswa yang mempunyai kemandirian belajar
rendah lebih baik daripada nilai rerata siswa yang mempunyai kemandirian
belajar sedang.
d. Nilai rerata siswa yang mempunyai kemandirian belajar tinggi lebih baik daripada
nilai rerata siswa yang mempunyai kemandirian belajar sedang maupun rendah
dimana kondisi ini berlaku di kelas kontrol.
e. Nilai rerata siswa yang mempunyai kemandirian belajar rendah lebih baik
daripada nilai rerata siswa yang mempunyai kemandirian belajar sedang maupun
tinggi dimana kondisi ini berlaku di kelas eksperimen
f. Nilai rerata siswa yang mempunyai kemandirian belajar rendah lebih baik
daripada nilai rerata siswa yang mempunyai kemandirian belajar sedang dimana
kondisi ini berlaku di kelas eksperimen maupun kelas kontrol.
g. Dalam kelas eksperimen, nilai rerata siswa yang mempunyai kemandirian belajar
rendah mencapai nilai rerata terbaik dibandingkan siswa yang mempunyai tingkat
kemandirian yang lainnya sedangkan di kelas kontrol, nilai rerata siswa yang
mempunyai kemandirian yang tinggi mencapai nilai rerata yang terbaik
dibandingkan dengan siswa yang mempunyai tingkat kemandirian yang lainnya.
DAFTAR PUSTAKA
Abdurrahman, Mulyono.2009. Pendidikan Bagi Anak Berkesulitan Belajar. Jakarta: Rineka
Cipta.
Aris Shoimin.2016. 68 Model Pembelajaran Inovatif dalam Kurikulum 2013/Aris Shoimin.
Yogyakarta: Ar-Ruzz Media.
Basri, Hasan.2000. Remaja Berkualitas (Problem Remaja Dan Solusinya). Yogyakarta:
Pustaka Pelajar
Depdiknas .2006. Permendiknas No 22 Tahun 2006 Tentang Standar Isi. Jakarta :Depdiknas.
Kartini dan Dali Gulo, 2008. Kamus Psikologi, Bandung: Pionir Jaya.
Rusman. 2012. Belajar dan Pembelajaran Berbasis Komputer Mengembangkan
Profesionalisme Guru Abad 21. Bandung: Alfabeta.
Sugiyono. 2009. Metode Penelitian Bisnis (Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif, dan R&D).
Bandung: Alfabeta.
Surya, Hendra.2003. Kiat Mengajak Anak Belajar dan Berprestasi. Jakarta: PT. Gramedia
Suyatno.2009. Menjelajah Pembelajaran Inovatif.(Sidoarjo:Masmedia Buana Pusaka).
Tahar,dkk. 2006. Hubungan Kemandirian Belajar Dan Hasil BelajarPada Pendidikan Jarak
Jauh. Jurnal Pendidikan Terbuka Dan Jarak Jauh. Vol 7. Universitas Terbuka
Taylor,F.2000.Hans Freudenthal:a mathematician on didactics and curriculum theory. JCS
Gravemeijer&Terwel2000, 777-796. Dipetik dari
http://dare.ubvu.vu.nl/bitstream/handle/1871/10770/JCSGravemeijer&Terwel2000.pdf;
jsessionid=627D863D3F0204A3463524058876CCF7/sequence=1.
Thoha, Chabib. 1996. Kapita Selekta Pendidikan. Yogyakarta: Pustaka Belajar.
Wijaya, A.(2012). Pendidikan Matematika Realistik: Suatu Alternatif
PendekatanPembelajaran Matematika. Yogyakarata: Graha Ilmu.
Wijayanti, A. 2012. Penerapan Model Connecting, Organizing, Reflecting, Extending
(CORE) untuk Meningkatkan Kemampuan Pemecahan Masalah Siswa SMP. Skripsi.
Bandung: UPI.
Yusuf,dkk. (2014). Penerapan Model Pembelajaran CORE (Connecting, Organizing,
Reflecting, Dan Extending) Terhadap Peningkatan Hasil Belajar Siswa Pada Konsep
Ekosistem Di Kelas X SMA N 1 Ciwaringin. Journal Scientiae Educatia. Vol 3. Cirebon:
Jurusan Pendidikan Biologi.