1
PENGARUH PAJAK DAERAH, RETRIBUSI DAERAH, DANA ALOKASI
UMUM, DANA ALOKASI KHUSUS DAN DANA BAGI HASIL
TERHADAP BELANJA MODAL PEMERINTAH PROVINSI
KEPULAUAN RIAU PERIODE TAHUN 2011-2014
DIAN LESTARI
110462201215
Jurusan Akuntansi, Fakultas Ekonomi, Universitas Maritim Raja Ali Haji,
Tanjungpinang, Kepulauan Riau
Email : [email protected]
ABSTRAK
Secara garis besar tujuan dalam penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh
Pajak Daerah, Retribusi Daerah, Dana Alokasi Umum, Dana Alokasi Khusus dan
Dana Bagi Hasil terhadap Belanja Modal Pemerintah Provinsi Kepulauan Riau
Periode Tahun 2011-2014.
Jenis penelitian dalam penelitian ini yaitu Asosiatif, yaitu menganalisis pengaruh
antara variabel x terhadap variabel y. Rancangan penelitian disusun berdasarkan
data Laporan Realisasi Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Pemerintah
Provinsi Kepulauan Riau tahun 2011-2014. Variabel yang digunakan dalam
penelitian ini yaitu Pajak Daerah (X1), Retribusi Daerah (X2), Dana Alokasi
Umum (X3), Dana Alokasi Khusus (X4), Dana Bagi Hasil (X5) serta Belanja
Modal (Y). Sampel dalam penelitian ini adalah data Pajak Daerah, Retribusi
Daerah, Dana Alokasi Umum, Dana Alokasi Khusus, Dana Bagi Hasil dan
Belanja Modal Pemerintah Provinsi Kepulauan Riau periode tahun 2011 sampai
dengan 2014.
Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan dapat diketahui bahwa secara parsial
Pajak Daerah memiliki pengaruh yang signifikan terhadap Belanja Modal.
Retribusi Daerah tidak memiliki pengaruh yang signifikan terhadap Belanja
Modal. Dana Alokasi Umum memiliki pengaruh yang signifikan terhadap Belanja
Modal. Dana Alokasi Khusus memiliki pengaruh yang signifikan terhadap
Belanja Modal. Dana Bagi Hasil memiliki pengaruh yang signifikan terhadap
Belanja Modal. Secara simultan Pajak Daerah, Retribusi Daerah, Dana Alokasi
Umum, Dana Alokasi Khusus dan Dana Bagi Hasil secara bersama-sama
memiliki pengaruh yang signifikan terhadap Belanja Modal. Besarnya pengaruh
yang diberikan oleh variabel Pajak Daerah, Retribusi Daerah, Dana Alokasi
Umum, Dana Alokasi Khusus dan Dana Bagi Hasil terhadap Belanja Modal pada
Pemerintah Provinsi Kepulauan Riau adalah sebesar 45,6%, sedangkan sisanya
sebesar 54,4% adalah dipengaruhi oleh faktor lain yang tidak diteliti dalam
penelitian.
Kata Kunci : Pajak Daerah, Retribusi Daerah, Dana Alokasi Umum, Dana Alokasi
Khusus, Dana Bagi Hasil, Belanja Modal.
2
PENDAHULUAN
Pemerintah daerah mengalokasikan dana dalam bentuk alokasi belanja
modal dalam APBD untuk menambah aset tetap. Alokasi belanja modal ini
didasarkan pada kebutuhan daerah akan sarana dan prasarana, baik untuk
kelancaran pelaksanaan tugas pemerintahan maupun untuk fasilitas publik. Oleh
karena itu, dalam upaya meningkatkan kualitas pelayanan publik, pemerintah
daerah seharusnya mengubah komposisi belanjanya. Selama ini belanja daerah
lebih banyak digunakan untuk belanja rutin yang relatif kurang produktif. Saragih
(2003) menyatakan bahwa pemanfaatan belanja hendaknya dialokasikan untuk
hal-hal produktif, misal untuk melakukan aktivitas pembangunan.
Infrastuktur dan sarana prasarana yang ada di daerah akan berdampak pada
pertumbuhan ekonomi daerah. Jika sarana dan prasarana memadai maka
masyarakat dapat melakukan aktivitas sehari-harinya secara aman dan nyaman
yang akan berpengaruh pada tingkat produktivitasnya yang semakin meningkat,
dan dengan adanya infrastruktur yang memadai akan menarik investor untuk
membuka usaha di daerah tersebut. Dengan bertambahnya belanja modal maka
akan berdampak pada periode yang akan datang yaitu produktivitas masyarakat
meningkat dan bertambahnya investor akan meningkatkan pendapatan asli
daerah. Pada Pemerintah Provinsi Kepulauan Riau realisasi belanja modal
berdasarkan laporan realisasi anggaran dapat dilihat pada grafik berikut ini:
REALISASI BELANJA MODAL
Berdasarkan grafik di atas dapat diketahui bahwa pada tahun 2011
realisasi belanja modal Pemerintah Provinsi Kepulauan Riau yaitu sebesar
3
Rp.259.903.000, pada tahun 2012 Rp.262.335.000, pada tahun 2013
Rp.392.904.000, pada tahun 2014 Rp.717.989.000. Dari data tersebut diketahui
bahwa realisasi belanja modal Pemerintah Provinsi Kepulauan Riau semakin
meningkat hal ini menunjukkan bahwa Pemerintah Provinsi Kepulauan Riau
selalu memperhatikan kebutuhan daerah sehingga memberikan dampak yang baik
bagi daerah sendiri. Pemerintah daerah harus mampu mengalokasikan alokasi
belanja modal dengan baik karena belanja modal merupakan salah satu langkah
bagi pemerintah daerah untuk memberikan pelayanan kepada publik. Untuk
dapat meningkatkan pengalokasian belanja modal, maka perlu diketahui
variabel-variabel yang berpengaruh terhadap pengalokasian belanja modal,
seperti Pajak daerah, Retribusi daerah (PAD), Dana Alokasi Umum (DAU), Dana
Alokasi Khusus (DAK) dan Dana Bagi Hasil (DBH).
Dalam pelaksanaannya, kebijakan otonomi daerah didukung pula oleh
perimbangan keuangan antara pusat dan daerah, sebagaimana diatur dalam UU
No. 25 Tahun 1999 (diganti dengan UU No. 33 Tahun 2004) tentang Perimbangan
Keuangan antara Pemerintah Pusat-Daerah. Dalam UU tersebut yang dimaksud
dengan perimbangan keuangan pusat dan daerah adalah suatu sistem pembiayaan
pemerintah dalam kerangka negara kesatuan, yang mencakup pembagian
keuangan antara Pemerintah Pusat dan Daerah serta pemerataan antardaerah
secara proporsional, demokratis, adil dan transparan dengan memperhatikan
potensi, kondisi dan kebutuhan daerah sejalan dengan kewajiban dan pembagian
kewenangan serta tata cara penyelenggaraan kewenangan tersebut, termasuk
pengelolaan dan pengawasan keuangannya.
Wujud dari perimbangan keuangan tersebut adalah adanya dana
perimbangan yang bersumber dari pendapatan APBN yang dialokasikan kepada
daerah untuk mendanai kebutuhan daerah dalam rangka pelaksanaan
desentralisasi. Dana Perimbangan terdiri dari Dana Alokasi Umum (DAU), Dana
Alokasi Khusus (DAK), dan Dana Bagi Hasil (DBH) yang bersumber dari pajak
dan sumber daya alam. Ketiga jenis dana tersebut bersama dengan Pendapatan
Asli Daerah (PAD) merupakan sumber dana daerah yang digunakan untuk
menyelenggarakan pemerintahan di tingkat daerah. Setiap jenis dana perimbangan
4
memiliki fungsinya masing-masing. Sesuai dengan namanya, Dana Perimbangan
menurut Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 adalah dana yang bersumber
dari Pendapatan APBN yang dialokasikan ke daerah untuk mendanai kebutuhan
daerah dalam rangka pelaksanaan desentralisasi. Dana Perimbangan itu meliputi
Dana Alokasi Umum (DAU), Dana Alokasi Khusus (DAK) dan Dana Bagi Hasil
(DBH). Dana Bagi Hasil berperan sebagai penyeimbang fiskal antara pusat dan
daerah dari pajak yang dibagihasilkan. DAU berperan sebagai pemerata fiskal
antardaerah (fiscal equalization) di Indonesia. Dana Alokasi Umum dialokasikan
dengan tujuan pemerataan dengan memperhatikan potensi daerah, luas daerah,
keadaan geografi, jumlah penduduk dan tingkat pendapatan masyarakat di daerah.
Dalam mengelola keuangannya, pemerintah daerah harus dapat
menerapkan asas kemandirian daerah dengan mengoptimalkan penerimaan dari
sektor Pendapatan Asli Daerah (PAD). Pendapatan Asli Daerah merupakan
sumber penerimaan pemerintah daerah yang berasal dari daerah itu sendiri
berdasarkan kemampuan yang dimiliki. Pendapatan Asli Daerah terdiri dari pajak
daerah, retribusi daerah, hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan,
dan lain-lain Pendapatan Asli Daerah yang sah (Kawedar, 2008), dan
peningkatan PAD diharapkan meningkatkan investasi belanja modal pemerintah
daerah sehingga kualitas pelayanan publik semakin baik tetapi yang terjadi
adalah peningkatan Pendapatan Asli Daerah tidak diikuti dengan kenaikan alokasi
belanja modal yang signifikan, hal ini disebabkan karena Pendapatan Asli Daerah
tersebut banyak tersedot untuk membiayai belanja lainnya.
Selain itu pendelegasian wewenang dari pemerintah pusat kepada
pemerintah daerah disertai dengan pengalihan dana, sarana dan prasarana serta
sumber daya manusia. Pengalihan dana dari pemerintah pusat ke pemerintah
daerah diwujudkan dalam bentuk dana perimbangan yang terdiri dari Dana
Alokasi Umum (DAU), Dana Alokasi Khusus (DAK) dan Dana Bagi Hasil
(DBH). Setiap daerah mempunyai kemampuan keuangan yang tidak sama dalam
mendanai kegiatan-kegiatannya, hal ini menimbulkan ketimpangan fiskal antara
satu daerah dengan daerah lainnya. Oleh karena itu, untuk mengatasi
5
ketimpangan fiskal ini pemerintah mengalokasikan dana yang bersumber dari
APBN untuk mendanai kebutuhan daerah dalam pelaksanaan desentralisasi.
Berdasarkan latar belakang di atas, di mana belanja modal merupakan
bentuk pengeluaran pemerintah yang seharusnya memiliki pengaruh yang
sangat besar terhadap ketersediaan kualitas pelayanan publik untuk masyarakat,
maka yang menjadi fokus dari tulisan ini adalah faktor alokasi belanja
modal pemerintah daerah dengan mengangkat Judul “Pengaruh Pajak Daerah,
Retribusi Daerah, Dana Alokasi Umum, Dana Alokasi Khusus dan Dana
Bagi Hasil terhadap Belanja Modal Pemerintah Provinsi Kepulauan Riau
Periode Tahun 2011-2014”.
KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS
Belanja Modal
Belanja Modal merupakan salah satu jenis Belanja Langsung dalam
APBN/APBD. Menurut Erlina dan Rasdianto (2013:122), Belanja Modal adalah
pengeluaran anggaran untuk aset tetap berwujud yang memberi manfaat lebih dari
satu periode akuntansi. Menurut Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor
58 Tahun 2005 tetang Keuangan Daerah, Belanja Modal adalah pengeluaran yang
dilakukan dalam rangka pembelian/pengadaan aset tetap dan aset lainnya yang
mempunyai masa manfaat lebih dari 12 (dua belas) bulan untuk digunakan dalam
kegiatan pemerintah, seperti dalam bentuk tanah, peralatan dan mesin, gedung dan
bangunan, jaringan, buku perpustakaan dan hewan.
Besaran nilai pembelian/pengadaan atau pembangunan aset tetap berwujud
dianggarkan dalam belanja modal hanya sebesar harga beli/bangun aset
(Permendagri 13 Tahun 2006). Dalam Lampiran III PMK No. 101/PMK.02/2011
Belanja Modal dipergunakan untuk antara lain: Belanja Modal Tanah, Belanja
Modal Peralatan dan Mesin, Belanja Modal Gedung dan Bangunan, Belanja
Modal Jalan Irigasi dan Jaringan, Belanja Modal lainnya, dan Belanja Modal
Badan Layanan Umum (BLU). Secara spesifik sumber pendanaan untuk Belanja
Modal belum ditentukan aturannya. Namun seluruh jenis sumber-sumber
6
penerimaan daerah dapat dialokasikan untuk mendanai Belanja Daerah
diantaranya Belanja Modal.
Pajak Daerah
Pengertian Pajak menurut Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 28
Tahun 2007 Tentang Perubahan Ketiga Atas Undang-Undang Nomor 6 Tahun
1983 Tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan Pasal 1 Angka 1
adalah: “Pajak adalah kontribusi wajib kepada negara yang terutang oleh orang
pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan undang-undang, dengan
tidak mendapatkan imbalan secara langsung dan digunakan untuk keperluan
negara bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat”. Definisi pajak juga
dikemukakan oleh Andriani (Bohari, 2012:23), adalah “Pajak adalah iuran pada
negara (yang dapat dipaksakan) yang terutang oleh yang wajib membayarnya
menurut peraturan-peraturan dengan tidak dapat prestasi kembali, yang langsung
dapat ditunjuk, dan yang gunanya adalah untuk membiayai pengeluaran-
pengeluaran umum berhubungan dengan tugas pemerintah”.
Melihat beberapa definisi pajak di atas, peneliti dapat menyimpulkan
bahwa pajak merupakan iuran wajib masyarakat kepada negara yang dalam
pemungutannya dapat dipaksakan namun tidak memberi jasa timbal balik secara
langsung terhadap masyarakat, hal ini dikarenakan pajak menjadi sumber
penerimaan utama dalam membiayai pengeluaran rutin pemerintah.
Pajak Daerah merupakan bagian Pendapatan Asli Daerah (PAD) yang
terbesar, kemudian disusul dengan pendapatan yang berasal dari retribusi daerah.
Adapun yang dimaksud dengan Pajak Daerah hampir tidak ada bedanya dengan
pengertian pajak pada umumnya, seperti dikutip dalam buku “Ekonomi Publik”
karangan Suparmoko (2001:56), yaitu: “merupakan iuran wajib yang dilakukan
oleh orang pribadi atau badan kepada pemerintah (daerah) tanpa balas jasa
langsung yang dapat ditunjuk, yang dapat dipaksakan berdasarkan peraturan
perundang-undangan yang berlaku”.
Retribusi Daerah
Disamping pajak daerah, sumber Pendapatan Asli Daerah yang cukup
besar peranannya dalam menyumbang pada terbentuknya Pendapatan Asli Daerah
7
adalah Retribusi Daerah. Menurut Suparmoko (2001:85), bahwa yang dimaksud
Retribusi Daerah adalah Pungutan daerah sebagai bayaran atas jasa atau
pemberian izin tertentu yang khusus disediakan atau diberikan oleh Pemerintah
Daerah untuk kepentingan orang pribadi atau badan. Zain (2003:13),
mendefinisikan retribusi daerah sebagai berikut: “Retribusi Daerah yang
selanjutnya disebut Retribusi adalah pungutan daerah sebagai pembayaran atas
jasa atau pemberian izin tertentu yang khusus disediakan dan atau diberikan oleh
Pemerintah Daerah untuk kepentingan orang pribadi atau badan”. Jasa pelayanan
yang dapat dipungut retribusinya hanyalah jenis-jenis jasa pelayanan yang
menurut pertimbangan sosial ekonomi layak untuk dijadikan objek retribusi.
Jenis Retribusi Daerah berdasarkan Peraturan Daerah Provinsi Kepulauan
Riau Nomor 1 Tahun 2012 yang merupakan turunan dari Undang-Undang No.28
Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah adalah:
1. Retribusi Jasa Umum, terdiri dari:
a. Retribusi Pelayanan Kesehatan; dan
b. Retribusi Pelayanan Tera/Tera Ulang.
2. Retribusi Jasa Usaha, terdiri dari:
a. Retribusi Pemakaian Kekayaan Daerah;
b. Retribusi Rumah Potong Hewan; dan
c. Retribusi Pelayanan Kepelabuhanan.
3. Retribusi Perizinan Tertentu, terdiri dari:
a. Retribusi Izin Trayek; dan
b. Retribusi Izin Usaha Perikanan.
Dana Alokasi Umum (DAU)
Dana Alokasi Umum (DAU) adalah sejumlah dana yang dialokasikan
kepada setiap daerah otonom (provinsi/kabupaten/kota) di Indonesia setiap
tahunnya sebagai dana pembangunan yang bertujuan sebagai pemerataan
kemampuan keuangan antardaerah untuk mendanai kebutuhan daerah otonom
dalam rangka pelaksanaan desentralisasi.
Berdasarkan Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 besarnya Dana
Alokasi Umum diterapkan sekurang-kurangnya 26% dari penerimaan dalam
8
negeri yang diterapkan dalam APBN. DAU ini merupakan seluruh alokasi umum
daerah provinsi dan daerah kabupaten/kota. Kenaikan Dana Alokasi Umum akan
sejalan dengan penyerahan dan pengalihan kewenangan pemerintah pusat kepada
daerah dalam rangka pelaksanaan desentralisasi. Dana Alokasi Umum terdiri dari
Dana Alokasi Umum untuk daerah provinsi dan Dana Alokasi Umum untuk
daerah kabupaten/kota. Jumlah Dana Alokasi Umum bagi semua daerah provinsi
dan jumlah Dana Alokasi Umum bagi semua daerah kabupaten/kota masing-
masing ditetapkan setiap tahun dalam APBN. Dana Alokasi Umum untuk suatu
daerah provinsi tertentu ditetapkan berdasarkan jumlah Dana Alokasi Umum
untuk suatu daerah provinsi yang ditetapkan dalam APBN dikalikan dengan rasio
bobot daerah provinsi yang bersangkutan, terhadap jumlah bobot seluruh provinsi.
Porsi daerah provinsi ini merupakan persentase bobot daerah provinsi yang
bersangkutan terhadap jumlah bobot semua daerah provinsi di seluruh Indonesia.
Dana Alokasi Umum untuk suatu daerah kabupaten/kota tertentu
ditetapkan berdasarkan perkalian jumlah Dana Alokasi Umum untuk seluruh
daerah kabupaten/kota yang ditetapkan dalam APBN dengan porsi daerah
kabupaten/kota yang bersangkutan. Berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 55
Tahun 2005 tentang dana perimbangan, maka kebutuhan wilayah otonomi daerah
merupakan perkalian dari total pengeluaran daerah rata-rata dengan penjumlahan
dari indeks: penduduk, luas daerah, kemiskinan relatif dan kenaikan harga setelah
dikalikan dengan bobot masing-masing indeks.
Dana Alokasi Khusus (DAK)
Dana Alokasi Khusus (DAK) adalah dana yang berasal dari APBN, yang
dialokasikan kepada daerah untuk membantu membiayai kebutuhan tertentu. Dana
Alokasi Khusus dapat dialokasikan dari APBN kepada daerah tertentu untuk
membiayai dana dalam APBN, yang dimaksud sebagai daerah tertentu adalah
daerah-daerah yang mempunyai kebutuhan yang bersifat khusus. Dana Alokasi
Khusus (DAK) adalah alokasi dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara
kepada provinsi atau kabupaten/kota tertentu dengan tujuan untuk mendanai
kegiatan khusus yang merupakan urusan pemerintah daerah dan sesuai dengan
prioritas nasional.
9
Dana Alokasi Khusus (DAK) digunakan untuk membiayai investasi
pengadaan dan atau peningkatan prasarana dan sarana fisik secara ekonomis untuk
jangka panjang. Dalam keadaan tertentu, Dana Alokasi Khusus dapat membantu
biaya pengoperasian dan pemeliharaan prasarana dan sarana tertentu untuk
periode terbatas, tidak melebihi 3 (tiga) tahun. Dana Alokasi Khusus dialokasikan
kepada daerah tertentu berdasarkan usulan daerah yang berisi usulan-usulan
kegiatan dan sumber-sumber pembiayaannya yang diajukan kepada Menteri
Teknis oleh daerah tersebut. Bentuknya dapat berupa rencana suatu proyek atau
kegiatan tertentu atau dapat berbentuk dokumen program rencana pengeluaran
tahunan dan multi tahunan untuk sektor-sektor serta sumber-sumber
pembiayaannya.
Dana Bagi Hasil (DBH)
Dana Bagi Hasil dijelaskan sebagai dana yang bersumber dari APBN yang
dialokasikan kepada daerah berdasarkan angka persentase untuk mendanai
kebutuhan daerah dalam rangka pelaksanaan desentralisasi (Undang-Undang
Nomor 33 Tahun 2004). Dalam penjelasannya Dana Bagi Hasil pada APBN
merupakan pendapatan yang diperoleh dari sumber-sumber dana nasional yang
berada di daerah berupa pajak dan sumber daya alam.
Menurut Peraturan Pemerintah Nomor 55 Tahun 2005 Dana Bagi Hasil
adalah dana yang bersumber dari pendapatan APBN yang dialokasikan kepada
daerah berdasarkan angka persentase untuk mendanai kebutuhan daerah dalam
rangka pelaksanaan desentralisasi. Adapun yang menjadi sumber Dana Bagi Hasil
yaitu:
1. Pajak, terdiri dari:
a. Pajak Bumi dan Bangunan (PBB)
b. Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB)
c. Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 25 dan Pasal 29 Wajib Pajak Orang Pribadi
Dalam Negeri dan PPh Pasal 21
2. Sumber Daya Alam yang berasal dari:
a. Kehutanan
b. Pertambangan Umum
10
c. Perikanan
d. Pertambangan Minyak Bumi
e. Pertambangan Gas Bumi
f. Pertambangan Panas Bumi
Kerangka Pemikiran
Berdasarkan konsep teori di atas maka peneliti mencoba menguraikan
dalam bentuk kerangka pikir sebagai berikut:
Pengembangan Hipotesis
Pengaruh Pajak Daerah terhadap Belanja Modal
Salah satu sumber pendapatan daerah adalah Pendapatan Asli Daerah
(PAD). Pendapatan Asli Daerah terdiri dari pajak daerah, retribusi daerah,
pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan, dan lain-lain PAD yang sah. Dari
beberapa komponen PAD tersebut, pajak daerah dan retribusi daerah
mempunyai kontribusi terbesar dalam memberikan pendapatan bagi daerah.
Pajak daerah merupakan PAD yang tarifnya ditetapkan melalui Peraturan
Daerah (Perda). Menurut Sianturi (2010), terdapat keterkaitan antara pajak daerah
dengan alokasi belanja modal. Semakin besar pajak yang diterima oleh
pemerintah daerah, maka semakin besar pula PAD dengan demikian semakin
Pajak Daerah (X1)
Retribusi Daerah (X2)
Dana Alokasi Umum (X3)
Belanja Modal (Y)
Dana Alokasi Khusus (X4)
Dana Bagi Hasil (X5)
H 1
H 3
H 4
H 5
H 6
H 2
11
besar pula peluang pemerintah daerah untuk dapat meningkatkan belanja modal
guna melengkapi aset daerah. Sejalan dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh
Agave Sianturi (2010) dengan judul pengaruh pajak daerah dan retribusi daerah
terhadap pengalokasian belanja modal pada pemerintah kabupaten/kota di
Sumatera Utara dimana hasil penelitian membuktikan bahwa Pajak daerah
berpengaruh signifikan terhadap belanja modal. Pemerintah daerah mempunyai
wewenang untuk mengalokasikan pendapatannya dalam sektor belanja langsung
ataupun untuk belanja modal. Berdasarkan landasan teori tersebut, hipotesis dapat
dinyatakan sebagai berikut:
H1: Pajak Daerah berpengaruh signifikan terhadap Belanja Modal
Pengaruh Retribusi Daerah terhadap Belanja Modal
Retribusi daerah merupakan salah satu sumber pendapatan daerah
yang penting guna membiayai penyelenggaraan pemerintahan daerah dan
pembangunan daerah. Dalam UU No. 34 Tahun 2000 disebutkan bahwa retribusi
daerah yang selanjutnya disebut retribusi adalah pungutan daerah sebagai
pembayaran atas jasa atau pemberian ijin tertentu yang khusus disediakan
dan/atau diberikan oleh pemerintah daerah untuk kepentingan orang pribadi atau
badan. Retribusi daerah untuk masing-masing kabupaten/kota dapat dilihat dari
pos PAD dalam Laporan Realisasi APBD.
Peningkatan pelayanan kepada masyarakat dapat ditingkatkan apabila
pendapatan yang dimiliki oleh pemerintah daerah juga memadai. Meskipun
pemerintah daerah mendapatkan bantuan dana dari pemerintah pusat, namun
pemerintah daerah juga tetap harus dapat mengoptimalkan potensi daerahnya
untuk dapat meningkatkan PAD dalam rangka memenuhi belanja modal daerah.
Jika retribusi daerah meningkat, maka PAD juga akan meningkat sehingga
dapat meningkatkan pengalokasian belanja modal untuk meningkatkan pelayanan
kepada masyarakat. Retribusi diharapkan mampu memberikan kontribusi yang
positif terhadap pembangunan infrastruktur daerah (Novita, 2012). Hal tersebut
sejalan dengan penelitian Diah Sulistyowati (2011) dimana retribusi daerah
berpengaruh positif dan signifikan terhadap alokasi belanja modal. Sehingga
12
apabila terjadi kenaikan pada retribusi daerah, maka akan meningkatkan alokasi
belanja modal. Berdasarkan hal tersebut di atas dapat diasumsikan suatu hipotesis
sebagai berikut:
H2: Retribusi Daerah berpengaruh signifikan terhadap Belanja Modal
Pengaruh Dana Alokasi Umum terhadap Belanja Modal
Dana perimbangan meliputi Dana Bagi Hasil Pajak/Non-Pajak, Dana
Alokasi Umum (DAU), dan Dana Alokasi Khusus (DAK). Dana Alokasi Umum
(DAU) yang diterima pemerintah daerah dapat dialokasikan untuk belanja modal.
Hasil penelitian yang dilakukan Putro (2011), dapat diketahui bahwa DAU
berpengaruh terhadap Pengalokasian Belanja Modal.
Dapat diketahui bahwa besarnya Dana Alokasi Umum dapat dipastikan
dapat menambah pendapatan pemerintah daerah. Sejalan dengan penelitian yang
dilakukan Diah Sulistyowati (2011), Dana Alokasi Umum (DAU) daerah
berpengaruh positif dan signifikan terhadap alokasi belanja modal. Sehingga
apabila terjadi kenaikan pada DAU, maka akan meningkatkan alokasi belanja
modal. Dengan begitu adanya keterkaitan antara Dana Perimbangan dalam hal ini
Dana Alokasi Umum dapat mempengaruhi belanja modal Pemerintah Provinsi
Kepulauan Riau. Berdasarkan asumsi tersebut dapat dikemukakan suatu hipotesis
yaitu:
H3: Dana Alokasi Umum berpengaruh signifikan terhadap Belanja Modal
Pengaruh Dana Alokasi Khusus terhadap Belanja Modal
Sumber dana perimbangan yang kedua adalah Dana Alokasi Khusus.
Dengan adanya DAK, maka membantu mengurangi beban biaya kegiatan
khusus yang ditanggung oleh pemerintah daerah. Diketahui bahwa sumber
pendanaan untuk belanja modal salah satunya berasal dari Dana Alokasi
Khusus (DAK). Berdasarkan hasil penelitian dari Ni Luh Dina Selvia Martini
(2014) dengan judul Pengaruh Pendapatan Asli Daerah, Dana Alokasi Umum Dan
Dana Alokasi Khusus Terhadap Belanja Modal Pada Kabupaten Buleleng Tahun
2006-2012 didapatkan hasil bahwa ada pengaruh positif dan signifikan dari Dana
13
Alokasi Khusus terhadap Belanja Modal. Sehingga apabila terjadi kenaikan pada
DAK, maka akan mempengaruhi alokasi belanja modal. Dana Alokasi Khusus
merupakan bagian dari dana perimbangan yang dapat membantu sumber
pendanaan belanja modal daerah Provinsi Kepulauan Riau. Berdasarkan
pemaparan tersebut dapat ditarik suatu hipotesis:
H4: Dana Alokasi Khusus berpengaruh signifikan terhadap Belanja Modal
Pengaruh Dana Bagi Hasil terhadap Belanja Modal
Sumber dana perimbangan yang ketiga adalah Dana Bagi Hasil. Menurut
Peraturan Pemerintah Nomor 55 Tahun 2005 Dana Bagi Hasil adalah dana yang
bersumber dari pendapatan APBN yang dialokasikan kepada daerah berdasarkan
angka persentase untuk mendanai kebutuhan daerah. Dana Bagi Hasil yang
didapatkan oleh pemerintah daerah yaitu dari adanya pajak dan sumber daya alam
daerah yang dapat membantu sumber pendanaan belanja modal.
Dana Bagi Hasil (DBH) adalah dana yang bersumber dari pendapatan
APBN yang dialokasikan kepada daerah dengan memperhatikan potensi daerah
penghasil berdasarkan angka presentase tertentu untuk mendanai kebutuhan
daerah dalam rangka pelaksanaan desentralisasi (Deddi, 2007). Menurut Carol
(2005), Dana Perimbangan dimaksudkan untuk mengatasi ketidakseimbangan
vertikal antar tingkat pemerintah (dana bagi hasil & dana alokasi umum)
menyamakan kemampuan fiskal pemerintah daerah mendorong belanja daerah
untuk kegiatan-kegiatan prioritas pembangunan nasional, mendorong pencapaian
pelayanan dan standar minimum, dan merangsang mobilisasi pendapatan.
Menurut Arbie (2013), Dana Bagi Hasil merupakan sumber pendapatan daerah
yang cukup potensial dan merupakan salah satu modal dasar pemerintah daerah
dalam mendapatkan dana pembangunan dan memenuhi belanja daerah. Wahyuni
dan Pryo (2009) menyebutkan bahwa “Dana Bagi Hasil (DBH) merupakan
sumber pendapatan daerah yang cukup potensial dan merupakan salah satu modal
dasar pemerintah daerah dalam mendapatkan dana pembangunan dan memenuhi
belanja daerah selain yang berasal dari Pendapatan Asli Daerah (PAD), Dana
Alokasi Umum (DAU) dan Dana Alokasi Khusus (DAK)”. Penelitian yang
14
dilakukan oleh Indra (2010), menyatakan bahwa dari hasil yang dilakukan
menunjukkan bahwa Pendapatan Asli Daerah (PAD), Dana Bagi Hasil (DBH) dan
Dana Alokasi Umum (DAU) secara simultan dan parsial berpengaruh positif
terhadap belanja modal. Dari pemaparan tersebut dapat ditarik suatu hipotesis:
H5: Dana Bagi Hasil berpengaruh signifikan terhadap Belanja Modal
Pengaruh Pajak Daerah, Retribusi Daerah, Dana Alokasi Umum, Dana
Alokasi Khusus dan Dana Bagi Hasil terhadap Belanja Modal
Belanja Modal merupakan salah satu jenis Belanja Langsung dalam
APBN/APBD. Menurut Erlina dan Rasdianto (2013), Belanja Modal adalah
pengeluaran anggaran untuk aset tetap berwujud yang memberi manfaat lebih dari
satu periode akuntansi. Penelitian yang dilakukan oleh Diah Sulistyowati (2011),
tentang Pengaruh Pajak Daerah, Retribusi Daerah, DAU dan DAK Terhadap
Alokasi Belanja Modal dimana hasil penelitian secara parsial menunjukkan bahwa
pajak daerah, retribusi daerah, dana alokasi umum berpengaruh positif terhadap
Belanja Modal. Sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Indra (2010),
menyatakan bahwa dari hasil yang dilakukan menunjukkan bahwa Pendapatan
Asli Daerah (PAD), Dana Bagi Hasil (DBH) dan Dana Alokasi Umum (DAU)
secara simultan dan parsial berpengaruh positif terhadap Belanja Modal. Bagi
pemerintah daerah diharapkan dapat lebih mengoptimalkan daerah untuk
menambah Pendapatan Asli Daerah termasuk didalamnya mengoptimalkan hasil
pajak daerah, retribusi daerah.
H6: Pajak Daerah, Retribusi Daerah, Dana Alokasi Umum, Dana Alokasi
Khusus dan Dana Bagi Hasil berpengaruh signifikan terhadap Belanja
Modal
METODOLOGI PENELITIAN
Metode penelitian dalam penelitian ini yaitu Asosiatif, yaitu menganalisis
pengaruh antara variabel X terhadap variabel Y. Rancangan penelitian disusun
berdasarkan data Laporan Realisasi Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah
Pemerintah Provinsi Kepulauan Riau tahun 2011-2014. Variabel yang digunakan
15
dalam penelitian ini yaitu Pajak Daerah (X1), Retribusi Daerah (X2), Dana
Alokasi Umum (X3), Dana Alokasi Khusus (X4), Dana Bagi Hasil (X5) serta
Belanja Modal (Y).
Variabel Dependen
Variabel dependen dalam penelitian ini adalah belanja modal, yang
dinotasikan (Y). Belanja modal sebagai variabel terikat (Y). Dalam penelitian ini
adalah Belanja Modal yang digunakan yaitu Belanja Modal Pemerintah Provinsi
Kepulauan Riau periode 2011-2014. Belanja modal merupakan belanja
pemerintah daerah yang manfaatnya melebihi 1 tahun anggaran dan akan
menambah aset atau kekayaan daerah dan selanjutnya akan menambah belanja
yang bersifat rutin seperti biaya pemeliharaan pada kelompok belanja administrasi
umum (Halim, 2004). Belanja modal untuk masing-masing kabupaten/kota dapat
dilihat dalam Laporan Realisasi APBD.
Variabel Independen
1. Pajak Daerah sebagai variabel bebas (X1). Yaitu Pajak Daerah Pemerintah
Provinsi Kepulauan Riau periode 2011-2014.
2. Retribusi Daerah sebagai variabel bebas (X2). Dalam penelitian ini adalah
Retribusi Daerah yang digunakan yaitu Restribusi Daerah Pemerintah
Provinsi Kepulauan Riau periode 2011-2014.
3. Dana Alokasi Umum sebagai variabel bebas (X3). Dalam penelitian ini
adalah Dana Alokasi Umum yang digunakan yaitu Dana Alokasi Umum
Pemerintah Provinsi Kepulauan Riau periode 2011-2014.
4. Dana Alokasi Khusus sebagai variabel bebas (X4). Dalam penelitian ini
adalah Dana Alokasi Khusus yang digunakan yaitu Dana Alokasi Khusus
Pemerintah Provinsi Kepulauan Riau periode 2011-2014.
5. Dana Bagi Hasil sebagai variabel bebas (X5). Dalam penelitian ini adalah
Dana Bagi Hasil yang digunakan yaitu Dana Bagi Hasil Pemerintah Provinsi
Kepulauan Riau periode 2011-2014.
Sampel Data Penelitian
Sampel dalam penelitian ini adalah data Pajak Daerah, Retribusi Daerah,
Dana Alokasi Umum, Dana Alokasi Khusus, Dana Bagi Hasil dan Belanja Modal
16
Pemerintah Provinsi Kepulauan Riau periode tahun 2011 sampai dengan 2014
dengan data bulanan sehingga jumlah data untuk masing-masing variabel
berjumlah 48 data. Berikut merupakan tabel penjelasan sampel penelitian:
Tebel 3.1
Sampel Penelitian
No Sampel Penelitian Periode Jumlah Data
1.
2.
3.
4.
5.
Pajak Daerah
Retribusi Daerah
Dana Alokasi Umum
Dana Alokasi Khusus
Dana Bagi Hasil
2011-2014
2011-2014
2011-2014
2011-2014
2011-2014
48
48
48
48
48
Sumber : BPKKD Provinsi Kepulauan Riau
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
Statistik Deskriptif
Statistik deskriptif pada penelitian ini didasarkan pada data penelitian
yang bertujuan untuk melihat gambaran umum dari data yang digunakan dalam
penelitian ini. Hasil perhitungan statistik deskriptif untuk tiap-tiap variabel dapat
dijelaskan dalam tabel berikut ini:
Descriptive Statistics
N Minimum Maximum Mean Std. Deviation
PD 48 .00 103698.00 64775.7292 21332.82089
RD 48 66.00 2986.00 481.4167 529.57333
DAU 48 .00 116334.00 46055.2917 25282.47858
DAK 48 .00 18755.00 2571.1042 4919.51923
DBH 48 .00 321461.00 81789.5833 102490.69526
BM 48 .00 316307.00 34023.5625 59812.64588
Valid N (listwise) 48
Sumber : Data Hasil Olahan SPSS, 2016
Berdasarkan dari tabel di atas dapat diketahui bahwa variabel Pajak
Daerah (X1) dari 48 data yang diolah terdapat nilai minimum 00, nilai maximum
17
103698.00, dan nilai rata-rata 64775.7292. Variabel Retribusi Daerah dapat
diketahui memiliki nilai minimum 66.00, nilai maximum 2986.00 dan nilai rata-
rata 481.4167. Variabel Dana Alokasi Umum memiliki nilai minimum 00, nilai
maximum 116334.00 dan nilai rata-rata 46055.2917. Variabel Dana Alokasi
Khusus memiliki nilai minimum 00, nilai maximum 18755.00, dan nilai rata-rata
2571.1042. Variabel Dana Bagi Hasil memiliki nilai minimum 00, nilai maximum
321461.00, dan nilai rata-rata 81789.5833. Variabel Belanja Modal memiliki nilai
minimum 00, nilai maximum 316307.00, dan nilai rata-rata 34023.5625.
Uji Asumsi Klasik
Uji Normalitas
Uji Statistik Kolmogorov Smirnov
One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test
Unstandardized
Residual
N 48
Normal Parametersa,b Mean .0000000
Std. Deviation 41710.6683201
9
Most Extreme Differences Absolute .135
Positive .135
Negative -.090
Test Statistic .135
Asymp. Sig. (2-tailed) .129c
a. Test distribution is Normal.
b. Calculated from data.
c. Lilliefors Significance Correction.
Sumber : Hasil Olahan SPSS Versi 21
Berdasarkan hasil analisis metode One-Sample Kolmogorov-Smirnov
menunjukkan bahwa nilai signifikansi 0,129 lebih besar dari 0,05, ini berarti
variabel residual berdistribusi normal.
Hasil Uji Multikolinearitas
Multikolinearitas dapat juga dilihat dari nilai Tolerance dan lawannya
Variance Inflation Factor (VIF). Kedua ukuran ini menunjukkan setiap variabel
bebas manakah yang dijelaskan oleh variabel bebas lainnya.
18
Coefficientsa
Model
Collinearity Statistics
Tolerance VIF
1 (Constant) PD .902 1.109
RD .883 1.132
DAU .871 1.148
DAK .924 1.082
DBH .915 1.093
a. Dependent Variable: Belanja_Modal
Sumber : Hasil Pengolahan Data SPSS Versi 21, 2016
Berdasarkan hasil dari tabel diatas nilai Tolerance dan VIF terlihat bahwa
tidak ada nilai Tolerance di bawah 0.10 dan nilai VIF tidak ada di atas 10, hal ini
berarti kelima variabel independen tersebut tidak terdapat hubungan
multikolinieritas dan dapat digunakan untuk memprediksi belanja modal selama
periode pengamatan 2011-2014.
Hasil Uji Heteroskedastisitas
Uji heteroskedastisitas digunakan untuk mengetahui ada atau tidaknya
penyimpangan asumsi klasik heteroskedastisitas yaitu adanya ketidaksamaan
varian dari residual untuk semua pengamatan pada model regresi. Hal yang harus
terpenuhi dalam model regresi adalah tidak adanya gejala heteroskedastisitas.
Gambar 4.3
Hasil Uji Heteroskedastisitas
Sumber : Hasil Pengolahan Data SPSS Versi 21, 2016
19
Berdasarkan Gambar 4.3 di atas, dapat diketahui bahwa data (titik-titik)
menyebar secara merata di atas dan di bawah garis nol, tidak berkumpul di satu
tempat, serta tidak membentuk pola tertentu sehingga dapat disimpulkan bahwa
pada uji regresi ini tidak terjadi masalah heteroskedastisitas.
Hasil Uji Autokorelasi
Uji autokorelasi merupakan pengujian asumsi regresi di mana variabel
dependen (terikat) tidak berkorelasi dengan dirinya sendiri.
Autokorelasi (Durbin Watson)
Model Summaryb
Model R R Square
Adjusted R
Square
Std. Error of the
Estimate Durbin-Watson
1 .717a .514 .456 44123.65013 1.503
a. Predictors: (Constant), DBH, DAK, PD, RD, DAU
b. Dependent Variable: Belanja_Modal
Berdasarkan tabel di atas dapat diketahui nilai Durbin Watson sebesar
1,503. Hal ini dapat diketahui berdasarkan kriteria bahwa nilai DW berada
diantara -2 dan 2 sehingga tidak adanya autokorelasi.
Hasil Uji T-Test
Uji statistik T pada dasarnya digunakan untuk melihat pengaruh variabel
independen terhadap variabel dependen secara parsial. Pada penelitian ini akan
dikaji pengaruh Pajak Daerah, Retribusi Daerah, Dana Alokasi Umum, Dana
Alokasi Khusus dan Dana Bagi Hasil terhadap Belanja Modal.
Hasil pengujian hipotesis dengan menggunakan uji t dapat dilihat pada
tabel berikut ini:
Hasil Uji T Coefficientsa
Model
Unstandardized Coefficients Standardized Coefficients
t Sig. B Std. Error Beta
1 (Constant) 8882.664 23356.548 .380 .706
PD .661 .318 .236 2.080 .044
RD 6.587 12.933 .058 .509 .613
DAU -.949 .273 -.401 -3.479 .001
DAK 3.830 1.361 .315 2.814 .007
DBH .159 .066 .273 2.424 .020
a. Dependent Variable: Belanja_Modal
Sumber : Hasil Pengujian SPSS Versi 21, 2016
20
Kesimpulan yang dapat diambil dari analisis tabel tersebut adalah sebagai
berikut:
1. Pajak Daerah mempunyai thitung 2,080 sehingga nilai thitung > ttabel, yaitu
2,080>1,677. Berdasarkan nilai tersebut maka dapat disimpulkan bahwa Ha
diterima, ini menunjukkan bahwa secara parsial pajak daerah memiliki
pengaruh yang signifikan terhadap Belanja Modal. Berdasarkan tabel di atas
dapat diketahui nilai signifikansi pajak daerah yaitu sebesar 0,044. Pajak
Daerah berpengaruh secara parsial terhadap Belanja Modal, karena nilai
signifikansi lebih kecil daripada 0,05.
2. Retribusi Daerah mempunyai thitung 0,509 sehingga nilai thitung < ttabel, yaitu
0,509<1,677. Berdasarkan nilai tersebut maka dapat disimpulkan bahwa Ha
ditolak, ini menunjukkan bahwa secara parsial retribusi daerah tidak memiliki
pengaruh yang signifikan terhadap Belanja Modal.
3. Dana Alokasi Umum mempunyai thitung 3,479 sehingga nilai thitung > ttabel, yaitu
3,479>1,677. Berdasarkan nilai tersebut maka dapat disimpulkan bahwa Ha
diterima, ini menunjukkan bahwa secara parsial Dana Alokasi Umum
memiliki pengaruh terhadap Belanja Modal. Nilai t negatif menunjukkan
bahwa Dana Alokasi Umum mempunyai hubungan yang berlawanan arah
dengan Belanja Modal. Berdasarkan tabel di atas dapat diketahui nilai
signifikansi pajak daerah yaitu sebesar 0,001. Dana Alokasi Umum
berpengaruh secara parsial terhadap Belanja Modal, karena nilai signifikansi
lebih kecil dari pada 0,05.
4. Dana Alokasi Khusus mempunyai thitung 2,814 sehingga nilai thitung > ttabel,
yaitu 2,814>1,677. Berdasarkan nilai tersebut maka dapat disimpulkan bahwa
Ha diterima, ini menunjukkan bahwa secara parsial Dana Alokasi Khusus
memiliki pengaruh yang signifikan terhadap Belanja Modal. Berdasarkan
tabel di atas dapat diketahui nilai signifikansi Dana Alokasi Khusus yaitu
sebesar 0,007 sehingga dapat diketahui juga bahwa Dana Alokasi Khusus
berpengaruh secara parsial terhadap Belanja Modal, karena nilai signifikansi
lebih kecil dari pada 0,05.
21
5. Dana Bagi Hasil mempunyai thitung 2,424 sehingga nilai thitung > ttabel, yaitu
2,424>1,677. Berdasarkan nilai tersebut maka dapat disimpulkan bahwa Ha
diterima, ini menunjukkan bahwa secara parsial Dana Bagi Hasil memiliki
pengaruh yang signifikan terhadap Belanja Modal. Berdasarkan tabel di atas
dapat diketahui nilai signifikansi Dana Bagi Hasil yaitu sebesar 0,020
sehingga dapat diketahui juga bahwa Dana Bagi Hasil berpengaruh secara
parsial terhadap Belanja Modal, karena nilai signifikansi lebih kecil dari pada
0,05.
Hasil Uji F-Test (Anovab)
Uji F untuk menentukan apakah secara serentak atau bersama-sama
variabel independen mampu menjelaskan variabel dependen dengan baik atau
apakah variabel independen secara bersama-sama mempunyai pengaruh yang
signifikan terhadap variabel dependen. Pada tabel Anova dapat dilihat pengaruh
variabel Pajak Daerah, Retribusi Daerah, Dana Alokasi Umum, Dana Alokasi
Khusus dan Dana Bagi Hasil terhadap Belanja Modal.
Hasil Uji Simultan Dengan F- Test
ANOVAa
Model Sum of Squares Df Mean Square F Sig.
1 Regression 86375319531.119 5 17275063906.224 8.873 .000b
Residual 81769653030.693 42 1946896500.731
Total 168144972561.813 47
a. Dependent Variable: Belanja_Modal
b. Predictors: (Constant), DBH, PD, DAK, RD, DAU
Dari tabel di atas, uji signifikansi simultan/bersama-sama (uji statistik F)
menghasilkan nilai F hitung sebesar 8,873 dengan siginfikasi 0,000. Nilai
signifikasi tersebut lebih kecil dari pada 0,05 sehingga hal tersebut menunjukkan
bahwa variabel independen berpengaruh secara simultan terhadap variabel
dependen. Artinya, setiap perubahan yang terjadi pada variabel independen yaitu
Pajak Daerah, Retribusi Daerah, Dana Alokasi Umum, Dana Alokasi Khusus dan
Dana Bagi Hasil secara bersama-sama akan berpengaruh terhadap Belanja Modal
pada Pemerintah Provinsi Kepulauan Riau. Nilai f tabel pada taraf kepercayaan
22
signifikansi 0,05 adalah 4,04 dengam demikian F hitung = 8,873 > F tabel = 4,04
dengan demikian maka model regresi dapat dikatakan bahwa Pajak Daerah,
Retribusi Daerah, Dana Alokasi Umum, Dana Alokasi Khusus dan Dana Bagi
Hasil secara bersama-sama memiliki pengaruh yang signifikan terhadap Belanja
Modal pada Pemerintah Provinsi Kepulauan Riau.
Uji Koefisien Determinasi (R Square)
Koefisien determinasi (R2) bertujuan untuk melihat seberapa besar
pengaruh masing-masing variabel bebas terhadap variabel dependen untuk
mengetahui persentase sumbangan variabel (Pajak Daerah, Retribusi Daerah,
Dana Alokasi Umum, Dana Alokasi Khusus dan Dana Bagi Hasil) secara
bersama-sama terhadap variabel dependen (Belanja Modal).
Hasil Pengujian Untuk
Uji Koefisien Determinasi (R Square)
Model R R Square
Adjusted R
Square
Std. Error of the
Estimate Durbin-Watson
1 .717a .514 .456 44123.65013 1.503
a. Predictors: (Constant), DBH, DAK, PD, RD, DAU
b. Dependent Variable: Belanja_Modal
Dari hasil tabel di atas besarnya Adjusted R Square berdasarkan hasil
analisis dengan SPSS 21 sebesar 0,456. Adjusted R Square merupakan nilai R2
yang disesuaikan sehingga gambarannya lebih mendekati mutu penjajakan model.
Dengan demikian besarnya pengaruh yang diberikan oleh variabel Pajak Daerah,
Retribusi Daerah, Dana Alokasi Umum, Dana Alokasi Khusus dan Dana Bagi
Hasil terhadap Belanja Modal pada Pemerintah Provinsi Kepulauan Riau adalah
sebesar 45,6%, sedangkan sisanya sebesar 54,4% adalah dipengaruhi oleh faktor
lain yang tidak diteliti dalam penelitian.
Hasil Penelitian dan Pembahasan
Pengaruh Pajak Daerah terhadap Belanja Modal
Pajak Daerah mempunyai thitung 2,080 sehingga nilai thitung > ttabel, yaitu
2,080>1,677 serta nilai signifikansi lebih kecil dari pada 0,05. Berdasarkan nilai
tersebut maka dapat disimpulkan bahwa Ha diterima, ini menunjukkan bahwa
23
secara parsial pajak daerah memiliki pengaruh yang signifikan terhadap Belanja
Modal. Pajak daerah merupakan PAD yang tarifnya ditetapkan melalui Peraturan
Daerah (Perda). Menurut Sianturi (2010), terdapat keterkaitan antara pajak daerah
dengan alokasi belanja modal. Semakin besar pajak yang diterima oleh
Pemerintah Daerah, maka semakin besar pula PAD dengan demikian semakin
besar pula peluang pemerintah daerah untuk dapat meningkatkan belanja modal
guna melengkapi aset tetap daerah. Sesuai dengan Undang-Undang Nomor 28
Tahun 2009 bahwa pajak daerah dapat digunakan sebaik baiknya untuk keperluan
daerah dalam hal pemenuhan kebutuhan daerah. Hal ini sesuai dengan hasil
penelitian yang menyatakan pajak daerah berpengaruh terhadap belanja modal
dikarenakan pemerintah Provinsi Kepulauan Riau dapat mengalokasikan pajak
daerah sebagai sumber penting untuk pengalokasian belanja modal.
Pengaruh Retribusi Daerah terhadap Belanja Modal
Retribusi Daerah mempunyai thitung 0,509 sehingga nilai thitung < ttabel, yaitu
0,509<1,677. Berdasarkan nilai tersebut maka dapat disimpulkan bahwa Ha
ditolak, ini menunjukkan bahwa secara parsial retribusi daerah tidak memiliki
pengaruh yang signifikan terhadap Belanja Modal. Hasil penelitian yang tidak
signifikan ini dikaitkan dengan data pendapatan Provinsi Kepulauan Riau periode
tahun 2011-2014, dapat diketahui bahwa persentase retribusi daerah terhadap total
pendapatan rata-rata yaitu 0,25% (sangat rendah) sehingga retribusi daerah tidak
memiliki pengaruh yang signifikan terhadap Belanja Modal. Retribusi daerah
tidak memiliki pengaruh terhadap Belanja Modal dimana hal ini berarti kurang
optimalnya penggalian, pengelolaan sumber daya yang dimiliki pemerintah
Provinsi Kepulauan Riau untuk dapat meningkatkan Pendapatan Asli Daerahnya.
Pemerintah daerah diharapkan dapat lebih mengoptimalkan potensi ekonomi
dimasing-masing daerah untuk menambah Pendapatan Asli Daerah termasuk
didalamnya mengoptimalkan hasil pajak daerah, retribusi daerah sehingga dapat
berdampak baik terhadap belanja modal. Hal ini sejalan dengan penelitian
Mamonto (2015) dimana hasil penelitian menjelaskan bahwa Retribusi Daerah
tidak berpengaruh terhadap Belanja Modal.
24
Pengaruh Dana Alokasi Umum terhadap Belanja Modal
Dana Alokasi Umum mempunyai thitung 3,479 sehingga nilai thitung > ttabel,
yaitu 3,479>1,677 serta nilai signifikansi lebih kecil dari pada 0,05. Berdasarkan
nilai tersebut maka dapat disimpulkan bahwa Ha diterima, ini menunjukkan
bahwa secara parsial Dana Alokasi Umum memiliki pengaruh terhadap Belanja
Modal. Nilai t negatif menunjukkan bahwa Dana Alokasi Umum mempunyai
hubungan yang berlawanan arah dengan Belanja Modal. Berdasarkan Undang-
Undang Nomor 33 Tahun 2004 dapat diketahui bahwa Jumlah keseluruhan DAU
ditetapkan sekurang-kurangnya 26% (dua puluh enam persen) dari Pendapatan
Dalam Negeri Neto yang ditetapkan dalam APBN. DAU merupakan salah satu
komponen belanja pada APBN, dan menjadi salah satu komponen pendapatan
pada APBD. Tujuan DAU adalah sebagai pemerataan kemampuan keuangan antar
daerah untuk mendanai kebutuhan Daerah Otonom dalam rangka pelaksanaan
desentralisasi. Bertolak belakangnya antar dana alokasi umum dan belanja modal
dalam penelitian ini karena alokasi dasar perhitungan Dana Alokasi Umum
digunakan untuk memenuhi Belanja Pegawai sehingga ketika Dana Alokasi
Umum meningkat maka belanja pegawai meningkat sehingga akan berdampak
turunnya Belanja Modal. Hasil penelitian yang dilakukan Setiawan (2015) dapat
diketahui bahwa DAU berpengaruh terhadap Pengalokasian Anggaran Belanja
Modal. Dapat diketahui bahwa besarnya Dana Alokasi Umum dapat dipastikan
dapat menambah pendapatan pemerintah daerah. Sejalan dengan penelitian yang
dilakukan Diah Sulistyowati (2011) Dana Alokasi Umum (DAU) berpengaruh
positif dan signifikan terhadap alokasi belanja modal. Sehingga apabila terjadi
kenaikan pada DAU, maka akan meningkatkan alokasi belanja modal.
Pengaruh Dana Alokasi Khusus terhadap Belanja Modal
Dana Alokasi Khusus mempunyai thitung 2,814 sehingga nilai thitung > ttabel,
yaitu 2,814>1,677 serta nilai signifikansi lebih kecil daripada 0,05. Berdasarkan
nilai tersebut maka dapat disimpulkan bahwa Ha diterima, ini menunjukkan
bahwa secara parsial Dana Alokasi Khusus memiliki pengaruh yang signifikan
terhadap Belanja Modal. Diketahui bahwa sumber pendanaan untuk belanja
modal salah satunya berasal dari Dana Alokasi Khusus (DAK), sejalan dengan
25
hasil penelitian dimana terdapat pengaruh yang signifikan antara Dana Alokasi
Khusus terhadap Belanja Modal dimana hal ini membuktikan bahwa Pemerintah
Provinsi Kepulauan Riau dapat menempatkan Dana Alokasi Khusus sebagai
sumber penting terhadap Belanja Modal. Hal ini sesuai dengan Peraturan
Pemerintah nomor 55 Tahun 2005 dimana Dana Alokasi Khusus dimaksudkan
untuk mendanai kegiatan khusus yang menjadi urusan daerah dan merupakan
prioritas nasional, sesuai dengan fungsi yang merupakan perwujudan tugas
kepemerintahan di bidang tertentu, khususnya dalam upaya pemenuhan kebutuhan
sarana dan prasarana pelayanan dasar masyarakat. Dalam hal ini berarti sesuai
dengan hasil penelitian bahwa meningkatnya Dana Alokasi Umum pada
Pemerintah Provinsi Kepulauan Riau akan memberikan dampak baik bagi belanja
modal dikarenakan pemenuhan kebutuhan sarana dan prasarana sebagai wujud
pelayanan yang baik bagi masyarakat. Berdasarkan hasil penelitian dari Martini
(2014) bahwa ada pengaruh positif dan signifikan dari Dana Alokasi Khusus
terhadap Belanja Modal.
Pengaruh Dana Bagi Hasil terhadap Belanja Modal
Dana Bagi Hasil mempunyai thitung 2,424 sehingga nilai thitung > ttabel, yaitu
2,424>1,677 dan nilai signifikansi lebih kecil daripada 0,05. Berdasarkan nilai
tersebut maka dapat disimpulkan bahwa Ha diterima, ini menunjukkan bahwa
secara parsial Dana Bagi Hasil memiliki pengaruh yang signifikan terhadap
Belanja Modal. Dana Bagi Hasil (DBH) adalah dana yang bersumber dari
pendapatan APBN yang dialokasikan kepada daerah dengan memperhatikan
potensi daerah penghasil berdasarkan angka presentase tertentu untuk mendanai
kebutuhan daerah, hal ini sesuai dengan hasil penelitian yang membuktikan bahwa
Dana Bagi Hasil memiliki pengaruh yang signifikan terhadap Belanja Modal
dimana Pemerintah Provinsi Kepulauan Riau dapat menggunakan Dana Bagi
Hasil yang bersumber dari APBN untuk mencukupi kebutuhan daerah dalam hal
ini Belanja Modal. Sesuai dengan Peraturan Pemerintah Nomor 5 Tahun 2005
Dana Bagi Hasil merupakan dana yang bersumber dari penerimaan pajak dan
sumber daya alam yang disalurkan kepada pemerintah daerah. Pemberian dana
bagi hasil kepada daerah merupakan wujud pemerintah pusat kepada pemerintah
26
daerah agar dapat mendukung kemandirian daerah dalam pemenuhan kebutuhan,
hal ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan bahwa pemberian Dana Bagi
Hasil memberikan dampak baik bagi pemerintah Provinsi Kepulauan Riau dimana
diupayakan dengan maksimal untuk memenuhi kebutuhan daerah dalam hal ini
Belanja Modal.
Pengaruh Pajak Daerah, Retribusi Daerah, Dana Alokasi Umum, Dana
Alokasi Khusus dan Dana Bagi Hasil terhadap Belanja Modal
Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan dapat diketahui nilai F hitung
sebesar 8,873 dengan siginfikasi 0,000. Dengan demikian F hitung = 8,873 > F
tabel = 4,04. Nilai signifikasi tersebut lebih kecil dari pada 0,05 sehingga hal
tersebut menunjukkan bahwa Pajak Daerah, Retribusi Daerah, Dana Alokasi
Umum, Dana Alokasi Khusus dan Dana Bagi Hasil secara bersama-sama
memiliki pengaruh yang signifikan terhadap Belanja Modal pada Pemerintah
Provinsi Kepulauan Riau.
KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan
Berdasarkan pembahasan dari hasil penelitian dapat disimpulkan hasil
penelitian dalam penelitian ini sebagai berikut:
1. Secara parsial Pajak Daerah memiliki pengaruh yang signifikan terhadap
Belanja Modal.
2. Secara parsial Retribusi Daerah tidak memiliki pengaruh yang signifikan
terhadap Belanja Modal.
3. Secara parsial Dana Alokasi Umum memiliki pengaruh yang signifikan
terhadap Belanja Modal.
4. Secara parsial Dana Alokasi Khusus memiliki pengaruh yang signifikan
terhadap Belanja Modal.
5. Secara parsial Dana Bagi Hasil memiliki pengaruh yang signifikan terhadap
Belanja Modal.
27
6. Secara simultan Pajak Daerah, Retribusi Daerah, Dana Alokasi Umum, Dana
Alokasi Khusus dan Dana Bagi Hasil secara bersama-sama memiliki
pengaruh yang signifikan terhadap Belanja Modal.
Saran
Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan, maka saran yang dapat
diberikan adalah sebagai berikut:
1. Disarankan kepada Pemerintah Provinsi Kepulauan Riau untuk dapat
memperhatikan pendapatan Retribusi Daerah sehingga nantinya dapat
memberikan kontribusi terhadap Belanja Modal pada Pemerintah Provinsi
Kepulauan Riau.
2. Untuk mewujudkan kemandirian pemerintah daerah dalam pengelolaan
keuangan daerah, khususnya untuk alokasi belanja modal, dalam jangka
panjang sebaiknya Pemerintah Provinsi Kepulauan Riau mengurangi
ketergantungan atas transfer dana perimbangan dari pemerintah pusat.
3. Bagi pemerintah Provinsi Kepulauan Riau alokasi belanja modal perlu lebih
diprioritaskan pada peningkatan kesejahteraan rakyat yang nantinya akan
memberikan dampak terhadap pertumbuhan ekonomi daerah. Hal ini
menandakan bahwa pengeluaran pemerintah daerah, khususnya untuk belanja
modal harus lebih difokuskan pada sektor-sektor yang lebih diprioritaskan
sehingga memberikan dampak baik bagi ekonomi daerah.
DAFTAR PUSTAKA
Abdullah, Syukriy, dan Abdul Halim. 2008. Pengalokasian Belanja Fisik dalam
Anggaran Pemerintah Daerah: Studi Empiris atas Determinan dan
Konsekuensinya Terhadap Belanja Pemeliharaan,
Algifari. 2010. Analisis Regresi (Teori, Kasus, dan Solusi). Yogyakarta: BPFE.
Bastian, Indra. 2006, Akuntansi Sektor Publik: Suatu Pengantar, Erlangga,
Jakarta.
____________. 2007. Sistem Akuntansi Sektor Publik.Buku 2 Jakarta:
Salemba Empat.
28
Bohari. 2012. Pengantar Ilmu Hukum Pajak. Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada.
Darwanto dan Yulia Yustikasari, 2007 Pengaruh Pengaruh Pertumbuhan
Ekonomi, Pendapatan Asli Daerah, Alokasi Umum terhadap
Pengalokasian Belanja Modal. Unhas Makasar 26-27 Juli 2007.
Erlina dan Rasdianto. 2013. Akuntansi Keuangan Daerah Berbasis Akrual. Brama
Ardian. Medan
Ghozali, Imam. 2005. Aplikasi Analisis Multivariate dengan Program SPSS. Edisi
Ketiga. Badan Penerbit Universitas Diponegoro: Semarang
____________. 2007. Aplikasi Analisis Multivariate Dengan Program SPSS. BP
Universitas Diponogoro, Semarang
Halim, Abdul. 2007. Akuntansi Sektor Publik : Pengelolaan Keuangan Daerah
Edisi 3. Jakarta : Salemba Empat
Kawedar Warsito dkk. 2008. Akuntansi Sektor Publik. Semarang. UNDIP
Keputusan Menteri Keuangan Nomor 553/KMK.03/2000 tentang Tata Cara
Penyaluran Dana Alokasi Umum dan Dana Alokasi Khusus
Lukman. 2006. Sistem Dan Prosedur Pemungutan Pajak Daerah Dan Retribusi
Daerah. Badan Pendidikan dan Pelatihan Daerah. Jakarta
Mamonto, Sandry Yossi. 2015. Pengaruh Pajak Daerah Dan Retribusi Daerah
Terhadap Belanja Modal (Studi pada Kabupaten Bolaang Mongondow
Periode 2004-2013)
Mardiasmo. 2013. Perpajakan: Edisi Revisi. Yogyakarta: Andi.
Martini, Ni Luh Dina Selvia Martini. 2014. Pengaruh Pendapatan Asli Daerah,
Dana Alokasi Umum Dan Dana Alokasi Khusus terhadap Belanja Modal
Pada Kabupaten Buleleng Tahun 2006-2012
Meianto. Edy. 2015. Pengaruh Dana Alokasi Umum, Dana Alokasi Khusus,
Pendapatan Asli Daerah, Dan Luas Wilayah Terhadap Belanja Modal
Pada Kabupaten/Kota Di Sumatera Selatan
Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 104 Tahun 2000 tentang Dana
Perimbangan
Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 55 Tahun 2005 tentang Dana
Perimbangan
29
Santoso, S. 2010. Statistik Multivariat Konsep dan Aplikasi dengan SPSS.
Jakarta: PT Elex Media Komputindo.
Saragih, Juli Panglima. 2003. Desentralisasi Fiskal dan Keuangan Daerah dalam
Otonomi. Cetakan Pertama. Penerbit Ghalia Indonesia: Jakarta
Setiawan. Asrul Wisnu. 2015. Pengaruh Pertumbuhan Ekonomi, Pendapatan Asli
Daerah, Dana Alokasi Umum, Dana Alokasi Khusus Dan Dana Bagi
Hasil Terhadap Pengalokasian Anggaran Belanja Modal Di
Kabupaten/Kota Di Yogyakarta Periode Tahun 2007-2013
Sianturi, Agave. 2010. Pengaruh Pajak Daerah Dan Retribusi Daerah Terhadap
Pengalokasian Belanja Modal Pada Pemerintah Kabupaten/Kota Di
Sumatera Utara
Sugiyono. 2005, Metode Penelitian Kualitatif, Bandung: Alfabeta.
________. 2012. Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R&B.
Bandung: Alfabeta.
________. 2009. Metode Penelitian Kuantitatif dan Kualitatif. CV.Alfabeta:
Bandung.
Sulaiman, Wahid. 2004. Analisis Regresi Menggunakan SPSS: Contoh Kasus
Dalam Pemecahan. Yogyakarta: Penerbit Andi
Sulistyowati, Diah. 2011. Pengaruh Pajak Daerah, Retribusi Daerah, Dana
Alokasi Umum, Dan Dana Alokasi Khusus Terhadap Alokasi Belanja
Modal. Universitas Diponegoro.
Suparmoko, M. 2001. Ekonomi Publik, Untuk Keuangan dan Pembangunan
Daerah, Edisi Pertama, Yogyakarta, Penerbit :Andi
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan
Daerah
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan
Daerah
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan
Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah.
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 36 Tahun 2008 dan Peraturan
Pemerintah RI tentang Perpajakan