PENGARUH TERAPI MUROTAL TERHADAP TINGKAT
NYERI PADA ANAK SAAT PEMASANGAN INFUS
DI RSUD DR. MOEWARDI SURAKARTA
Disusun sebagai salah satu syarat menyelesaikan Program Studi Strata pada
Jurusan Keperawatan Fakultas Ilmu Kesehatan
Oleh :
HERLIN WAHYU TRI KUSUMA
J 210 140 110
PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN
FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA
2018
i
ii
iii
1
PENGARUH TERAPI MUROTAL TERHADAP TINGKAT
NYERI PADA ANAK SAAT PEMASANGAN INFUS
DI RSUD DR. MOEWARDI SURAKARTA
Abstrak
Penyakit dan hospitalisasi seringkali menjadi masalah utama yang harus dihadapi
oleh seorang anak. Tindakan pemasangan infus merupakan salah satu prosedur
invasif pada anak saat mengalami hospitalisasi dan dapat menimbulkan rasa nyeri.
Nyeri yang tidak diatasi mengakibatkan anak menjadi tidak kooperatif dan
menolakterhadap prosedur tindakan sehingga dapat menghambat proses
penyembuhan. Murotal Al Qur’an merupakan teknik distraksi yang diharapkan
dapat mengurangi rasa nyeri pada anak. Tujuan penelitian ini adalah untuk
mengetahui pengaruh terapi murotal terhadap tingkat nyeri pada anak saat
pemasangan infus di RSUD Dr. Moewardi Surakarta. Penelitian ini merupakan
penelitian kuantitatif dengan menggunakan metode quasy eksperimen dan
menggunakan desain penelitian post test only with control group. Populasi
penelitian ini adalah anak usia 4-6 tahunyang dirawat di ruang Melati II RSUD
Dr. Moewardi Surakarta. Sampel penelitian ini sebanyak 30 anak yang dibagi
dalam 2 kelompok yaitu 15 anak kelompok intervensi dan 15 anak kelompok
kontrol, yang ditentukan menggunakan teknik non probability sampling.
Pengukuran nyeri menggunakan skala FLACC. Data yang diperoleh dianalisis
menggunakan uji Independent sample t-test. Hasil uji Independent sample t-test
nyeri, thitung sebesar 3,904 (p = 0,001), maka keputusan uji adalah Ho ditolak.
Peneliti menyimpulkan bahwa ada perbedaan yang signifikan pada tingkat nyeri
saat pemasangan infus pada kelompok intervensi dan kelompok kontrol.
Kesimpulan: Terapi murotal mempunyai pengaruh yang bermakna terhadap
tingkat nyeri anak saat dilakukan tindakan pemasangan infus. Saran: Anak dengan
usia prasekolah yang dilakukan pemasangan infus direkomendasikan diberikan
terapi murotal.
Kata kunci: terapi murotal, nyeri, pemasangan infus, anak prasekolah
THE EFFECT OF MUROTAL THERAPY ON LEVELPAIN IN
CHILDREN WHEN INFUSE INSTALLATION
IN RSUD DR. MOEWARDI SURAKARTA
Abstract
Disease and hospitalization are often the main problems a child has to face.
Action of infusion is one of the invasive procedures in children during
hospitalization and can cause pain. Unresolved pain resulted in the child
becoming uncooperative and resisting the procedure of action so as to inhibit the
healing process. Murotal Al Qur'an is a distraction technique that is expected to
reduce pain in children. The purpose of this study is to determine the effect of
murotal therapy on the level of pain in children during the installation of infusion
in RSUD Dr. Moewardi Surakarta. This research is a quantitative research using
2
quasy method of experiment and using post test only with control group research
design. The population of this study are children aged 4-6 years who were treated
in room Melati II RSUD Dr. Moewardi Surakarta. The sample of this study were
30 children divided into 2 groups, 15 intervention group and 15 control group,
determined using non probability sampling technique. Measurement of pain using
FLACC scale. The data obtained were analyzed using the Independent sample t-
test. Result of Independent test sample t-test of pain, t count equal to 3,904 (p =
0,001), hence decision of test is Ho rejected. The investigators concluded that
there was a significant difference in pain levels during intravenous infusion in the
intervention and control groups. Conclusion: Murotal therapy has a significant
effect on child's pain level during intravenous infusion action. Suggestion:
Children with preschool age performed infusion recommended given murotal
therapy.
Keywords: murotal therapy, pain, infusion, preschool
1. PENDAHULUAN
Penyakit dan hospitalisasi seringkali menjadi masalah utama yang harus
dihadapi anak. Stressor utama hospitalisasi pada anak adalah perpisahan
dengan keluarga, kehilangan kendali, cidera tubuh dan nyeri(Wong, 2009).
Nyeri merupakan pengalaman umum yang dialami oleh anak. Prosedur
pemasangan infus menjadi sumber kedua dari nyeri yang paling dirasakan anak
setelah penyakit yang dideritanya (Rudolph, 2014). Perbedaan usia, tingkat
perkembangan anak dan kemampuan dalam berkomunikasi dapat
mempengaruhi anak ketika menyampaikan rasa sakit (O'neal & Olds, 2016).
Reaksi anak prasekolah pada saat pemasangan infus adalah menangis,
menggigit bibir, mengatupkan gigi, menendang, memukul, dan berlari keluar
ruangan (Hockenberry & Wilson, 2009). Nyeri yang tidak dapat diatasi
biasanya menimbulkan dampak secara fisik maupun perilaku. Dampak fisik
nyeri terdiri dari dampak akut (jangka pendek) yang ditandai dengan
peningkatan laju metabolisme, peningkatan produksi kortisol dan peningkatan
retensi cairan. Sedangkan dampak kronis (jangka panjang) ditandai dengan
meningkatnya stress pada anak yang mengakibatkan ketidakmampuan dalam
melakukan aktivitas (Astuti & Khasanah, 2017).
Penerapan prinsip atraumatik care digunakan untuk meminimalkan nyeri
yang dapat dilakukan dengan cara non farmakologi seperti distraksi. Teknik
3
distraksi ini terdiri dari terapi murotal, terapi menggunakan aromaterapi, terapi
relaksasi, dan terapi musik (Miftah, et al, 2017). Salah satu teknik distraksi
yang efektif untuk mengalihkan rasa nyeri pada anak adalah menggunakan
terapi murotal. Terapi murotal merupakan sebuah lantunan ayat suci Al Qur’an
yang dapat memberikan ketenangan dan mengurangi nyeri pada seseorang
yang mendengarkannya (Andarini dkk, 2015). Beberapa penelitian sebelumnya
telah menunjukkan bahwa suara lembut yang berisi lantunan ayat suci Al
Qur’an dapat memberikan efek positif berupa relaksasi (Safara & Bhatia,
2014).
Berdasarkan latar belakang diatas maka tujuan penelitian ini adalah untuk
menganalisis pengaruh terapi murotal terhadap tingkat nyeri pada anak saat
pemasangan infus di RSUD Dr. Moewardi Surakarta.
2. METODE PENELITIAN
Penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif. Desain penelitian pada
penelitian ini adalah quasi eksperimen. Dengan jenis penelitian quasi
eksperimen post test only with control group. Populasi penelitian ini adalah
anak pra sekolah usia 4-6 tahun yang dirawat di ruang Melati II RSUD Dr.
Moewardi Surakarta, yaitu sebanyak 110 anak. Sampel penelitian sebanyak 30
anak yang dibagi menjadi 2 kelompok yaitu 15 anak pada kelompok intervensi
dan 15 anak pada kelompok kontrol. Teknik pengambilan sampel
menggunakan teknik non probability sampling. Data penelitian selanjutnya
dianalisis menggunakan analisis Independent sample t-test.
3. HASIL DAN PEMBAHASAN
3.1 Karakteristik Responden
Tabel 1 Distribusi frekuensi responden berdasarkan karakteristik
kelompok (umur dan jenis kelamin) (N=30)
Variabel Intervensi Kontrol
Frek % Frek %
Umur anak
4 tahun
5 tahun
6 tahun
7
3
5
47
20
33
4
5
6
27
33
40
Total 15 100 15 100
Jenis kelamin Laki-laki 12 80 11 73
4
Perempuan 3 20 4 27
Total 15 100 15 100
Distribusi karakteristik responden berdasarkan umur pada
kelompok intervensi yang berumur 4 tahun yaitu sebanyak 7 responden
(47%) dan pada kelompok kontrol yang berumur 6 tahun yaitu sebanyak 6
responden (40%). Distribusi jenis kelamin sebagian besar adalah laki-laki
pada kelompok intervensi sebanyak 12 responden (80%) dan pada
kelompok kontrol sebanyak 11 responden (73%).
3.2 Tingkat Nyeri Pada Anak
Gambar 1 Diagram batang frekuensi perbedaan tingkat nyeri pada
kelompok intervensi & kontrol
Hasil analisis data dalam penelitian ini menunjukkan bahwa pada
kelompok intervensi, nyeri responden sebagian besar adalah nyeri sedang
sebanyak 7 responden (47%), responden yang mengalami nyeri ringan
sebanyak 6 responden (40%) dan responden yang mengalami nyeri berat
yaitu sebanyak 2 responden (13%). Hasil analisis data pada kelompok
kontrol sebagian besar adalah nyeri berat sebanyak 10 responden (67%),
nyeri ringan sebanyak 2 responden (13%) dan nyeri sedang sebanyak 3
responden (20%).
0
10
20
30
40
50
60
70
ringan sedang berat
Intervensi
Kontrol
10
2
3
7
2
6
5
3.3 Pengaruh Terapi Murotal Terhadap Tingkat Nyeri Pada Anak Saat
Pemasangan Infus Di RSUD Dr. Moewardi Surakarta
Tabel 2 Hasil uji independent sample t-test
Uji Independent sample t-test
Rerata thitung Pv Kes
Kelompok intervensi 4,13 3,904 0,001 H0 ditolak
Kelompok kontrol 7,33
Dari hasil uji independent sample t-test nyeri antara kelompok
intervensi dan kelompok kontrol diperoleh nilai thitung sebesar 3,904dengan
nilai signifikansi (p) sebesar 0,001. Hasil nilai (p) sebesar 0,001 lebih kecil
dari 0,05 maka keputusan uji adalah H0 ditolak yang mempunyai arti
bahwa ada perbedaan tingkat nyeri yang signifikan pada kelompok
intervensi menggunakan terapi murotal dengan kelompok kontrol pada
saat pemasangan infus. Hal ini menunjukkan bahwa ada pengaruh terapi
murotal terhadap tingkat nyeri pada anak saat pemasangan infus di RSUD
Dr. Moewardi Surakarta.
3.4 Karakteristik Responden
Umur responden berada pada rentang 4 sampai 6 tahun. Pada kelompok
intervensi, sebagian besar berumur 4 tahun (47%) dan pada kelompok
kontrol sebagian berumur 6 tahun (40%). Respon nyeri anak pra sekolah
dalam penelitian ini meliputi wajah sering cemberut, menangis, dagu
bergetar dan posisi kaki menendang. Penelitian ini terdapat persamaan
dengan penelitian yang dilakukan oleh Sembiring, dkk (2015) yang
menyatakan bahwa nyeri pada anak usia pra sekolah dimanifestasikan
dengan menangis, menyeringaikan wajah, menggigit bibir, mengatupkan
gigi, membuka mata dengan lebar, dan melakukan tindakan yang agresif
seperti memukul bahkan menendang.
Nyeri merupakan pengalaman setiap individu yang mengalaminya
dengan mencakup ungkapan baik verbal maupun non verbal (Wong,
2009). Usia adalah salah satu faktor penting yang dapat mempengaruhi
nyeri pada anak. Adanya perbedaan dan perkembangan pada kelompok
6
usia dapat mempengaruhi respon anak terhadap nyeri (Rudolph, 2014).
Nyeri pada anak usia pra sekolah dapat diartikan sebagai pengalaman fisik
yang konkret dan umumnya anak memandang nyeri sebagai hukuman atas
kesalahan yang dilakukannya (Wong, 2009). Penelitian ini sejalan dengan
penelitian Ulfah, dkk (2014) yang mengatakan bahwa masa usia pra
sekolah kemampuan anak dalam menggambarkan dan mengekspresikan
intensitas nyeri belum berkembang. Pengetahuan anak usia pra sekolah
mengenai anatomi internal masih sedikit dan mereka juga tidak dapat
mendefinisikan ruang lingkup tubuh dengan baik.
Distribusi karakteristik responden berdasarkan jenis kelamin
menunjukkan bahwa sebagian besar adalah berjenis kelamin laki-laki
(80%) pada kelompok intervensi dan (73%) pada kelompok kontrol.
Karakteristik jenis kelamin ini tidak berpengaruh terhadap tingkat nyeri
pada anak yang dilakukan pemasangan infus. Jenis kelamin ini hanya
memberikan keterangan bahwa penelitian dilakukan pada anak usia pra
sekolah laki-laki dan perempuan. Penelitian ini sesuai dengan penelitian
Clara, dkk (2015) bahwa pada kelompok intervensi dan kelompok kontrol
sebagian besar berjenis kelamin laki-laki. Namun, hal ini berbeda dengan
penelitian Asriani, dkk (2017) yang menyatakan bahwa tingkat nyeri pada
anak perempuan lebih tinggi dibandingkan dengan anak laki-laki. Anak
perempuan secara konsisten dapat melaporkan intensitas nyeri yang lebih
tinggi, ketidaknyamanan dan adanya rasa takut dibandingkan dengan anak
laki-laki.
3.5 Tingkat Nyeri Pada Anak Saat Pemasangan Infus
Dari hasil analisa data menunjukkan bahwa tingkat nyeri pada kelompok
intervensi sebagian besar adalah nyeri sedang (47%) dan pada kelompok
kontrol sebagian besar adalah nyeri berat (67%). Pemasangan infus adalah
suatu tindakan keperawatan yang dilakukan pada pasien dengan cara
memasukkan cairan melalui intravena dengan bantuan infus set.
Pemasangan infus dapat menimbulkan rasa nyeri pada anak disebabkan
adanya stimulus mekanik yang merangsang ujung-ujung saraf bebas.
7
Nosiseptor pada jaringan perifer yang akan menyebabkan
keluarnya mediator-mediator kimia penghasil nyeri dan selanjutnya akan
mengirimkan impuls nyeri sampai ke bagian otak (Potter & Perry, 2009).
Pada saat penelitian, petugas yang melakukan penusukan infus adalah
perawat bangsal Melati II. Pada kelompok intervensi terdapat 2 responden
dengan nyeri berat yang disebabkan ibu responden terlihat cemas karena
melihat anaknya menangis secara terus menerus. Hal ini mengakibatkan
anak tidak konsentrasi dalam mendengarkan murotal sehingga terapi yang
diberikan tidak maksimal. Menurut Potter & Perry (2009) menyatakan
bahwa semakin sering individu mengalami nyeri, maka semakin takut pula
individu tersebut terhadap peristiwa menyakitkan yang diakibatkan oleh
nyeri tersebut. Inidividu dengan pengalaman nyeri yang berulang dapat
mengetahui ketakutan peningkatan nyeri dan pengobatannya tidak
adekuat.
Hasil penelitian dari Asriani, dkk (2017) menunjukkan bahwa
pengalaman nyeri sebelumnya saat pemasangan infus memiliki keterkaitan
dalam mengurangi kecemasan. Hal ini membuat anak lebih toleran
terhadap rasa sakit dibandingkan yang memiliki sedikit pengalaman
dengan nyeri. Namun, pengalaman nyeri sebelumnya tidak selalu berarti
bahwa individu tersebut akan menerima nyeri dengan lebih mudah di masa
yang akan datang. Dari aspek fisiologis, jenis penyakit dan kecemasan
memiliki hubungan dengan terjadinya nyeri yang dapat meningkatkan
persepsi pasien terhadap nyeri. Kecemasan seorang individu menyebabkan
menurunnya kadar serotonin. Serotonin ini merupakan neurotransmitter
yang memiliki fungsi dalam memodulasi nyeri pada susunan saraf pusat.
Hal tersebut yang mengakibatkan terjadinya peningkatan sensasi nyeri
(LeMone & Burke, 2008).
Pemasangan infus merupakan suatu tindakan invasif yang
diberikan pada seseorang dalam menjalani perawatan di rumah sakit.
Tindakan pemasangan infus merupakan tindakan yang diberikan dengan
cara memasukkan cairan, elektrolit, obat intravena dan nutrisi parenteral
8
ke dalam tubuh melalui intravena. Tindakan ini merupakan tindakan life
saving seperti, pada seseorang kehilangan cairan yang banyak, dehidrasi
dan syok. Bagi individu yang mengalami dehidrasi, cairan infus harus
diberikan dalam volume besar secara cepat (Lestari, dkk 2016). Pada
umumnya pemasangan infus menyebabkan kerusakan jaringan pada kulit,
otot, saraf dan pembuluh darah pada area yang ditusuk. Kerusakan
jaringan ini memberikan stimulasi pada nosiseptor atau reseptor nyeri
sehingga akan melepaskan mediator kimia seperti substansi P. Mediator
tersebut akan meningkatkan transmisi dan impuls nyeri yang diteruskan ke
kornu dorsalis. Selanjutnya nosiseptor yang menghantarkan ke dalam
medulla spinalis. Pada saat mencapai sistem saraf pusat, nyeri akan
diinterpretasikan oleh otak sehingga seseorang akan merasakan nyeri pada
daerah yang terjadi kerusakan (Jagadamba, et al 2011). Menurut
International Association For The Study Of Pain (IASP), nyeri diartikan
sebagai pengalaman emosional dan sensorik yang memberirasa tidak
menyenangkan berhubungan dengan adanya kerusakan jaringan baik
aktual maupun potensial (Carman & Terri, 2015).
Berdasarkan penelitian Maharani & Susilaningsih (2018)
menyatakan bahwa nyeri yang dirasakan setiap individu berbeda-beda
tergantung dengan intensitas dan tingkat keparahannya. Kualitas nyeri
pada anak bervariasi meliputi nyeri ringan, sedang dan berat. Penelitian ini
didukung oleh penelitian dari Susilaningsih, et al (2016) yang menyatakan
bahwa pada kelompok intervensi musik gamelan dan oral glukosa
memiliki rerata skor lebih rendah dibandingkan dengan kelompok kontrol.
Hasil penelitian ini tidak jauh berbeda dari penelitian Asriani, dkk (2017)
menunjukkan bahwa tingkat nyeri pada kelompok intervensi kompres
dingin sebagian besar mengalami nyeri ringan dibandingkan dengan
kelompok kontrol. Anak yang tidak diberikan perlakuan menunjukkan
kerutan didaerah wajah, tegang, menggeliat kedepan atau kebelakang,
merengek, dan sulit untuk dihibur. Hal ini akan membuat perawat
mengalami kesulitan saat melakukan pemasangan infus.
9
3.6 Pengaruh Terapi Murotal Terhadap Tingkat Nyeri Pada Anak Saat
Pemasangan Infus Di RSUD Dr. Moewardi Surakarta
Terapi murotal menunjukkan hasil yang signifikan terhadap tingkat nyeri
pada anak yang dipasang infus dan terdapat perbedaan nyeri antara
kelompok intervensi dan kelompok kontrol. Berdasarkan hasil rata-rata
nyeri dari kedua kelompok menunjukkan bahwa terdapat penurunan nilai
nyeri pada kelompok intervensi bila dibandingkan dengan kelompok
kontrol.
Murotal merupakan suatu metode membacaayat-ayat Al Qur’an
denganlambatdanberiramasedang. Suara yang didengar manusia mencakup
dari getaran mekanik yang mencapai telinga kemudian ke sel-sel otak
(Elzaky, 2011). Lantunan ayat suci Al Qur’an mengandung unsur suara
manusia yang dapat menurunkan rasa nyeri (Siswanti & Kulsum, 2016).
Pada saat anak mendengarkan murotal perhatian anak mulai terfokus pada
suara yang melantunkan surat Ar Rahman dan teralihkan perhatiannya dari
prosedur pemasangan infus. Surat yang digunakan dalam terapi murotal
adalah surat Ar Rahman.
Terapi murotal merupakan salah satu teknik penatalaksanaan nyeri
non farmakologis (Insani & Rokhanawati, 2014). Menurut gate control
theory, nyeri yang dirasakan responden saat pemasangan infus disebabkan
jarum infus yang menusuk kulit akan merangsang serabut syaraf kecil
sehingga inhibitory neuron tidak aktif. Hal ini menyebabkan gerbang
terbuka dan terasa nyeri pada area yang tertusuk infus. Pada saat diberikan
terapi murotal, anak mendengarkan lantunan ayat suci Al Qur’an dengan
berfokus pada suara sehingga dapat mendistraksi dan mengalihkan
perhatian anak. Pada waktu yang bersamaan, anak diberikan teknik
distraksi untuk merangsang serabut syaraf besar sehingga menimbulkan
inhibitory neuron dan projection neuron menjadi aktif. Inhibitory neuron
ini akan menghambat pengiriman sinyal ke otak dari projection neuron,
sehingga stimulasi nyeri pada otak ditolak. Hal ini menunjukkan bahwa
10
gerbang tertutup dan nyeri tidak ditransmisikan ke otak sehingga tidak
terjadi persepsi nyeri di thalamus (Sarfika dkk, 2015).
Penelitian ini juga sejalan dengan penelitian Insani & Rokhanawati
(2014) yang menyatakan bahwa saat seseorang mendengarkan murotal ia
merasa tenang karena hormon endorfin yang dikeluarkan akan ditangkap
oleh reseptor di dalam sistem limbik dan hipotalamus. Hormon endorfin
ini akan meningkat sehingga dapat menurunkan nyeri, memperbaiki nafsu
makan, meningkatkan daya ingat dan pernafasan.
Penelitian ini sesuai dengan Adharin, dkk (2017) bahwa ada
pengaruh terapi distraksi: berdoa terhadap skala nyeri anak usia sekolah
saat pemasangan infus. Terapi distraksi dalam bentuk berdoa efektif untuk
menurunkan nyeri pada anak saat tindakan invansif. Melalui terapi
pembacaan Al Qur’an mampu mengaktifkan sel dalam tubuh dengan
mengubah getaran suara menjadi gelombang yang ditangkap oleh tubuh.
Hal ini merangsang reseptor nyeri di otak untuk mengeluarkan opioid
natural endogen. Dengan mendengarkan ayat-ayat Al Qur’an dapat
merelaksasi saraf reflektif, mengatur fungsi pernafasan dan meningkatkan
ketenangan (Rilla dkk, 2014). Penelitian ini juga didukung oleh penelitian
dari Canbulat, et al (2014) bahwa intensitas nyeri menurun sesudah
diberikan distraksi pada kelompok intervensi dibandingkan dengan
kelompok kontrol. Teknik distraksi pada penelitian tersebut menggunakan
kartu distraksi dan kaleidoskop.
4. PENUTUP
4.1 Kesimpulan
1) Rata-rata responden pada kelompok intervensi berumur 4 tahun dan
pada kelompok kontrol berumur 6 tahun.
2) Rata-rata responden pada kelompok intervensi dan kelompok
kontrol berjenis kelamin laki-laki.
3) Rata-rata tingkat nyeri pada kelompok intervensi saat pemasangan
infus adalah nyeri sedang dan rata-rata tingkat nyeri pada
kelompok kontrol saat pemasangan infus adalah nyeri berat.
11
4) Terapi murotal berpengaruh secara signifikan terhadap tingkat
nyeri pada anak saat pemasangan infus di RSUD Dr. Moewardi
Surakarta.
4.2 Saran
1) Bagi pelayanan keperawatan dan instansi rumah sakit
a) Menerapkan terapi murotal dalam penatalaksanaan nyeri pada
anak saat tindakan invansif.
b) Menerapkan teknik-teknik non farmakologi dalam proses
manajemen nyeri.
2) Bagi orang tua
Orang tua merupakan acuan bagi anak dalam menghadapi kondisi
yang dialaminya. Pada saat orang tua terlihat cemas maka
ketakutan anak akan meningkat terhadap tindakan invansif. Sebagai
orang tua harus mengetahui cara untuk mengalihkan rasa takut dan
nyeri yaitu dengan mempelajari terapi murotal. Dengan adanya
terapi murotal anak menjadi fokus terhadap lantunan ayat suci Al
Qur’an yang diperdengarkan.
3) Bagi peneliti selanjutnya
Peneliti selanjutnya dapat mengembangkan penelitian dengan
menggunakan terapi murotal pada prosedur invasif lainnya selain
pemasangan infus dan observasi penilaian bisa melibatkan orangtua
dan petugas kesehatan lain sebagai pembanding.
DAFTAR PUSTAKA
Adharin, T. K., Hermalinda, & Sari, Y. P. (2017). Pengaruh Terapi Distraksi:
Berdoa Terhadap Skala Nyeri Anak Usia Sekolah Saat Pemasangan Infus
Di Ruang Rawat Inap Anak RSUP DR. M. Djamil Padang.
http://unandalas.ac.id diunduh pada tanggal 9 Mei 2018.
Andarini, S., Nooryanto, M., & Wahida, S. (2015). Terapi Murotal Al Qur'an
Surat Arrahman Meningkatkan Kadar β-Endorphin dan Menurunkan
Intensitas Nyeri pada Ibu Bersalin Kala I Fase Aktif. Jurnal Kedokteran
Brawijaya, 28 (3), 213-216.
12
Asriani, N. K., Lestiawati, E., & Retnaningsih, L. N. (2017). Pengaruh Kompres
Dingin Terhadap Tingkat Nyeri Pada Anak Usia Sekolah Saat
Pemasangan Infus Di Poliklinik Persiapan Rawat Inap RSUD Panembahan
Senopati Bantul. Jurnal Keperawatan Respati Yogyakarta, 4 (1), 70-75.
Astuti, I. T., & Khasanah, N. N. (2017). Uji Beda Efek Guided Imagery dan Ethyl
Chloride Terhadap Nyeri Saat Pemasangan Infus Pada Anak. Indonesian
Journal of Nursing Practices, 1 (2).
Canbulat, N., Inal, S., & Sonmezer, H. (2014). Efficacy Of Distraction Methods
On Procedural Pain And Anxiety by Applying Distraction Cards and
Kaleidoscope in Children. Asian Nursing Research, Page: 23-28.
Carman, S., & Terri, K. (2015). Buku Ajar Keperawatan Pediatri, Ed. 2, Vol, 2.
Jakarta: EGC.
Clara, L. A., Sulastri, & Susilaningsih, E. Z. (2015). Pengaruh Pemberian Glukosa
Oral 40% Terhadap Respon Nyeri Pada Bayi Yang Dilakukan Imunisasi
Pentavalen Di Puskesmas Baki Sukoharjo. Naskah Publikasi. Surakarta:
Universitas Muhammadiyah Surakarta. URL:
http://v2.eprints.ums.ac.id/archive/etd/34683/2/4.
Deswita, & Wahyuni, R. (2013). Pengaruh Terapi murotal Terhadap Tingkat
Kecemasan Menghadapi Persalinan Pada Ibu Hamil di Wilayah Kerja
Puskesmas Andalas. Ners Jurnal Keperawatan, 9 (2), 111-122.
Elzaky, J. (2011). Mukjizat Kesehatan Ibadah. Jakarta: Zaman.
Hockenberry, M. J., & Wilson, D. (2009). Essentials of Pediatric Nursing.
Jakarta: EGC.
Insani, T. H., & Rokhanawati, D. (2014). Pengaruh Alunan Murottal Terhadap
Intensitas Nyeri Dismenorea Primer Pada Siswi Madrasah Mu'allimaat
Muhammadiyah Yogyakarta Tahun 2014. digilib.unisayogya.ac.id
diunduh pada tanggal 8 Mei 2018.
Jagadamba, Kutty, K., Shankar, V., Annamalai, N., & Madhusudhana, R. (2011).
Gender Variation In Pain Perception After Intravenous. The Internet
Journal of Anesthesiology, 28 (1).
LeMone, P., & Burke, K. (2008). Medical-Surgical Nursing: Critical Thinking in
Client Care (4 th ed). Pearson Prentice Hall: New Jersey.
Lestari, D. D., Ismanto, A. Y., & Malara, R. T. (2016). Hubungan Jenis Cairan
Dan Lokasi Pemasangan Infus Dengan Kejadian Flebitis Pada Pasien
13
Rawat Inap Di RSU Pancaran Kasih GMIM Manado.ejournal
Keperawatan (e-Kp),4 (1), 1-7.
Maharani, N., & Susilaningsih, E. Z. (2018). Pengaruh Terapi Bermain Story
Telling Terhadap Respon Nyeri Saat Pemasangan Infus Pada Anak Di
RSUD Pandan Arang Boyolali. eprints.ums.ac.id diunduh pada tanggal 4
Mei 2018.
Miftah, R., Tilahun, W., Fantahun, A., Adulkadir, S., & Gebrekirstos, K. (2017).
Knowledge and factors associated with pain management for hospitalized
children among nurses working in public hospitals in Mekelle City, North
Ethiopia: cross sectional study. Bio Med Central Research Notes, 10(122),
1-6.
O'neal, K., & Olds, D. (2016). Difference in Pediatric Pain Management by Unit
Types. Journal of Nursing Scholarship, 48 (4), 378-386.
Potter, P. A., & Perry, A. G. (2009). Fundamental of Nursing (7th Edition). St.
Louise, Missouri: Mosby Elsevier.
Rilla, E. V., Ropi, H., & Sriati, A. (2014). Terapi Murotal Efektif Menurunkan
Tingkat Nyeri Dibanding Terapi Musik Pada Pasien Pasca Bedah. Jurnal
Keperwatan Indonesia, 17(2),74-80.
Rudolph, A. M. (2014). Buku Ajar Pediatri Vol. 1. Jakarta: EGC.
Safara, M., & Bhatia, S. (2014). The effect of Spiritual Music on Health in
Different Religions. Delhi Psychiatry Journal, 17(1), 134-137.
Sarfika, R., Yanti, N., & Winda, R. (2015). Pengaruh Teknik Distraksi Mneonton
Animasi Kartun Animasi Terhadap Skala Nyeri Anak Usia Pra Sekolah
Saat Pemasangan Infus Di Instalasi Rawat Inap Anak RSUP DR. M.
Djamil Padang. Ners Jurnal Keperawatan, 11 (1), 32-40.
Sembiring, S. U., Novayelinda, R., & Nauli, F. A. (2015). Perbandingan Respon
Nyeri Anak Usia Toddler Dan Prasekolah Yang Dilakukan Prosedur
Invasif. Jurnal Online Mahasiswa (JOM) Universitas Riau, 2 (2), 1491-
1500.
Siswanti, H., & Kulsum, U. (2016). Pengaruh Terapi Murottal Terhadap Nyeri
Pasien Post Seksio Sesaria Di RSI Sunan Kudus Kabupaten Kudus Tahun
2016. University Research Colloquium 2017 Universitas Muhammadiyah
Magelang, 21-26.
Susilaningsih, E. Z., Gamayanti, I. L., & Purwanta. (2016). A Randomized
Control Trial Study, Single Blinded, The Effect Of Gamelan and Oral
14
Glucose Solution Intervention Toward Infants Pain Respond In
Immunization. Diunduh pada tanggal 7 Mei 2018.
Ulfah, S., Alfiyanti, D., & Purnomo, E. S. (2014). Pengaruh Pemberian Larutan
Gula Per Oral Terhadap Skala Nyeri Anak Usia 3-4 Tahun Yang
Dilakukan Pungsi Vena Di RSUD Tlogorejo Semarang
http://stikestelogorejo.sc.id diunduh pada tanggal 23 April 2018. Jurnal
Ilmu Keperawatan dan Kebidanan (JIKK).
Wong. (2009). Buku Ajar Keperawatan Pediatrik. Jakarta: EGC.