Download - pengembangan domain afektif taksonomi bloom
DOMAIN AFEKTIF TAKSONOMI BLOOM
MAKALAH
Untuk memenuhi tugas matakuliahPenilaian Pendidikan Fisika
yang dibina oleh Dr. Sentot Kusairi
Oleh
Tiara Intan C. 909322419810Fatmaliah Agustina 100321400862Aviv Asmara Khahar 100321400884Nindha Ayu Febiyanti 100321400888
UNIVERSITAS NEGERI MALANGFAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
JURUSAN PENDIDIKAN FISIKA
Februari 2013BAB 1
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Penilaian adalah upaya atau tindakan untuk mengetahui sejauh mana tujuan yang telah
ditetapkan, apakah sudah tercapai atau belum. Dengan kata lain penilaian berfungsi sebagai
alat untuk mengetahui keberhasilan proses dan hasil belajar peserta didik. Dalam sistem
pendidikan nasional telah dirumuskan tujuan pendidikan, baik tujuan kurikuler maupun
tujuan instruksional, dengan menggunakan klasifikasi hasil belajar dari Benjamin S. Bloom
yang secara garis besar membagi menjadi tiga domain yakni kognitif, afektif, dan
psikomotorik.
Salah satu prinsip dasar yang harus senantiasa diperhatikan dan dipegang dalam rangka
mengevaluasi hasil belajar adalah prinsip kebulatan. Dalam melaksanakan evaluasi hasil
belajar, evaluator dituntut untuk mengevaluasi secara menyeluruh terhadap peserta didik,
baik dari segi pemahaman terhadap materi atau bahan pelajaran yang telah diberikan (aspek
kognitif), dari segi penghayatan (aspek afektif), dan pengamalan (aspek psikomotor).
Kemampuan berpikir merupakan domain kognitif yang meliputi kemampuan menghapal,
memahami, menerapkan, menganalisis, mensistensis dan mengevaluasi. Kemampuan
psikomotor yang meliputi berbagai keterampilan yang berkaitan dengan gerak dan
menggunakan otot seperti: lari, melompat, menari, melukis, berbicara, serta membongkar dan
memasang peralatan. Adapun kemampuan afektif berhubungan dengan minat dan sikap yang
dapat membentuk tanggung jawab, kerja sama, disiplin, komitmen, dan kepercayaan diri.
Semua kemampuan ini harus menjadi bagian dari tujuan pembelajaran di sekolah yang akan
dicapai melalui pembelajaran yang tepat.
Sebagian besar orang menganggap bahwa masalah afektif merupakan salah satu aspek
yang cukup penting namun pada umumnya masih kurang dalam hal implementasi. Hal ini
disebabkan karena saat merancang pencapaian tujuan pembelajaran afektif tidak semudah
merancang pembelajaran kognitif dan psikomotor. Satuan pendidikan harus merancang
kegiatan pembelajaran yang tepat agar tujuan pembelajaran afektif dapat dicapai.
Keberhasilan pendidik melaksanakan pembelajaran domain afektif dan keberhasilan peserta
didik mencapai kompetensi afektif perlu dinilai. Oleh karena itu perlu dikembangkan acuan
pengembangan perangkat penilaian domain afektif serta penafsiran hasil pengukurannya.
Pasal 25 (4) Peraturan Pemerintah Nomor 19 tahun 2005 tentang standar nasional
pendidikan menjelaskan bahwa kompetensi lulusan mencakup sikap, pengetahuan, dan
keterampilan. Ini berarti bahwa pembelajaran dan penilaian harus mengembangkan
kompetensi peserta didik yang berhubungan dengan domain afektif (sikap), kognitif
(pengetahuan), dan psikomotor (keterampilan). Pada umumnya penilaian yang dilakukan oleh
pendidik selama ini lebih menekankan pada penilaian domain kognitif . Hal ini disebabkan
para pendidik kurang memahami penilaian domain afektif dan psikomotor.
B. RUMUSAN MASALAH
1. Apakah yang dimaksud dengan domain afektif dalam taksonomi Bloom?
2. Apa sajakah karakteristik domain afektif?
3. Bagaimanakah Bloom mengklasifikasikan domain afektif tersebut?
4. Bagaimakah penilaian untuk domain afektif?
5. Apa tujuan dari penilaian afektif?
6. Bagaimanakah sistem penilaian untuk domain afektif?
C. TUJUAN
1. Menjelaskan definisi domain afektif dalam taksonomi Bloom
2. Memaparkan berbagai karakteristik domain afektif
3. Memaparkan klasifikasi domain afektif taksonomi Bloom
4. Memaparkan penilaian untuk domain afektif
5. Memaparkan tujuan penilaian afektif
6. Memaparkan sistem penilaian untuk domain afektif
BAB II
ISI
A. Domain Afektif Taksonomi Bloom
Keberhasilan pengembangan domain kognitif pada taksonomi Bloom tidak sekedar
membuahkan kecakapan kognitif tetapi juga menghasilkan kecakapan domain afektif. Hasil
belajar afektif tampak pada peserta didik dalam berbagai tingkah laku. Contohnya adalah
keantusiasan peserta didik saat mengamati fenomena dalam kehidupan sehari-hari yang
berkaitan dengan fisika. Sikap seseorang akan dapat diramalkan bila seseorang telah memiliki
penguasaan kognitif tingkat tinggi. Domain afektif berkaitan dengan sikap (attitude),
apresiasi (appreciation), dan motivasi (motivation) peserta didik dalam kegiatan
pembelajaran.
B. Karakteristik Domain Afektif
Pemikiran atau perilaku harus memiliki dua kriteria untuk dapat diklasifikasikan sebagai
domain afektif (Andersen, 1981:4). Pertama, perilaku melibatkan perasaan dan emosi
seseorang. Kedua, perilaku harus merupakan tipikal perilaku seseorang. Kriteria lain yang
termasuk domain afektif adalah intensitas, arah, dan target. Intensitas menyatakan derajat
atau kekuatan dari perasaan. Beberapa perasaan lebih kuat dari yang lain, misalnya cinta
lebih kuat dari senang atau suka. Sebagian orang mungkin memiliki perasaan yang lebih kuat
dibanding yang lain. Adapun arah perasaan berkaitan dengan orientasi positif atau negatif
dari perasaan yang menunjukkan apakah perasaan itu baik atau buruk. Sedangkan target
mengacu pada objek, aktivitas, atau ide sebagai arah dari perasaan. Terdapat 5 tipe
karakteristik afektif yang penting berdasarkan tujuannya yaitu sebagai berikut.
1. Sikap
Suatu kencendrungan untuk bertindak secara suka atau tidak terhadap suatu objek. Sikap
dapat dibentuk melalui cara mengamati dan meniru sesuatu yang positif kemudian melalui
penguatan serta menerima informasi verbal. Perubahan sikap dapat diamati dalam proses
pembelajaran, tujuan yang ingin dicapai, keteguhan, dan konsistensi terhadap sesuatu.
Penilaian sikap adalah penilaian yang dilakukan untuk mengetahui sikap peserta didik
terhadap mata pelajaran, kondisi pembelajaran, pendidik, dan sebagainya. Sikap peserta didik
terhadap mata pelajaran, misalnya fisika, harus lebih positif setelah peserta didik mengikuti
pembelajaran fisika dibanding sebelum mengikuti pembelajaran. Perubahan ini merupakan
salah satu indikator keberhasilan pendidik dalam melaksanakan proses pembelajaran. Untuk
itu pendidik harus membuat rencana pembelajaran termasuk pengalaman belajar peserta didik
yang membuat sikap peserta didik terhadap mata pelajaran menjadi lebih positif.
Berikut diberikan contoh indikator sikap terhadap mata pelajaran fisika.
a. Membaca buku fisika
b. Mempelajari fisika
c. Melakukan interaksi dengan guru fisika
d. Mengerjakan tugas fisika
e. Melakukan diskusi tentang fisika
f. Memiliki buku fisika
2. Minat
Minat adalah suatu disposisi yang terorganisir melalui pengalaman yang mendorong
seseorang untuk memperoleh objek khusus, aktivitas, pemahaman, dan keterampilan untuk
tujuan perhatian atau pencapaian. Hal penting pada minat adalah intensitasnya. Secara umum
minat termasuk karakteristik afektif yang memiliki intensitas tinggi. Penilaian minat dapat
digunakan untuk hal berikut.
a. mengetahui minat peserta didik sehingga mudah untuk pengarahan dalam pembelajaran,
b. mengetahui bakat dan minat peserta didik yang sebenarnya,
c. pertimbangan penjurusan dan pelayanan individual peserta didik,
d. menggambarkan keadaan langsung di lapangan/kelas,
e. mengelompokkan didik yang memiliki peserta minat sama,
f. sebagai acuan dalam menilai kemampuan peserta didik secara keseluruhan dan memilih
metode yang tepat dalam penyampaian materi,
g. mengetahui tingkat minat peserta didik terhadap pelajaran yang diberikan pendidik,
h. sebagai bahan pertimbangan menentukan program sekolah,
i. meningkatkan motivasi belajar peserta didik.
3. Konsep Diri
Konsep diri merupakan evaluasi yang dilakukan individu terhadap kemampuan dan
kelemahan yang dimiliki. Target, arah, dan intensitas konsep diri pada dasarnya seperti
domain afektif yang lain. Target konsep diri tidak hanya individu tetapi bisa juga institusi
seperti sekolah. Adapun arah konsep diri bisa positif atau negatif dan intensitasnya bisa
dinyatakan dalam suatu daerah kontinum, yaitu mulai dari rendah sampai tinggi. Sedangkan
target mengacu pada objek, aktivitas, atau ide sebagai arah dari perasaan.
Konsep diri sangat penting untuk menentukan jenjang karir peserta didik, yaitu dengan
mengetahui kekuatan dan kelemahan diri sendiri sehingga dapat dipilih alternatif karir yang
tepat bagi peserta didik. Selain itu informasi konsep diri penting bagi sekolah untuk
memberikan motivasi belajar peserta didik dengan tepat. Penilaian konsep diri dapat
dilakukan dengan penilaian diri. Adapun kelebihan dari penilaian diri adalah sebagai berikut.
a. Pendidik mampu mengenal kelebihan dan kekurangan peserta didik.
b. Pernyataan yang dibuat sesuai dengan keinginan si penanya.
c. Pendidik memperoleh masukan objektif tentang daya serap peserta didik.
d. Mempermudah pendidik untuk melaksanakan remedial dan hasilnya dapat untuk
instropeksi pembelajaran yang dilakukan.
e. Dapat digunakan untuk acuan menyusun bahan ajar dan mengetahui standar input peserta
didik.
f. Memberikan motivasi diri dalam hal penilaian kegiatan peserta didik.
g. Peserta didik lebih aktif dan berpartisipasi dalam proses pembelajaran.
h. Peserta didik mampu merefleksikan kompetensi yang sudah dicapai.
i. Peserta didik dapat mengukur kemampuan untuk mengikuti pembelajaran. Peserta didik
dapat mengetahui ketuntasan belajarnya.
j. Melatih kejujuran dan kemandirian peserta didik.
k. Peserta didik mengetahui bagian yang harus diperbaiki.
l. Peserta didik memahami kemampuan dirinya.
m. Peserta didik belajar terbuka dengan orang lain.
n. Peserta didik dapat mencari materi sendiri.
o. Peserta didik dapat berkomunikasi dengan sesama teman.
4. Nilai
Nilai menurut Rokeach (1968) merupakan suatu keyakinan tentang perbuatan, tindakan,
atau perilaku yang dianggap baik dan yang dianggap buruk. Selanjutnya dijelaskan bahwa
sikap mengacu pada suatu organisasi sejumlah keyakinan sekitar objek spesifik atau situasi,
sedangkan nilai mengacu pada keyakinan. Target nilai cenderung menjadi ide namun dapat
juga berupa sesuatu seperti sikap dan perilaku. Arah nilai dapat positif dan dapat negatif.
Selanjutnya intensitas nilai dapat dikatakan tinggi atau rendah tergantung pada situasi dan
nilai yang diacu.
Definisi lain tentang nilai disampaikan oleh Tyler (1973:7) yakni nilai adalah suatu objek,
aktivitas, atau ide yang dinyatakan oleh individu dalam mengarahkan minat, sikap, dan
kepuasan. Selanjutnya dijelaskan bahwa manusia belajar menilai suatu objek, aktivitas, dan
ide sehingga objek ini menjadi pengatur penting minat, sikap, dan kepuasan. Oleh karena itu
satuan pendidikan harus membantu peserta didik dalam menemukan dan menguatkan nilai
yang bermakna dan signifikan bagi peserta didik untuk memperoleh kebahagiaan personal
dan memberi konstribusi positif terhadap masyarakat.
5. Moral
Berkaitan dengan perasaan salah atau benar terhadap kebahagiaan orang lain atau
tindakan yang dilakukan diri sendiri. Moral juga sering dikaitkan dengan keyakinan agama
seseorang, yaitu keyakinan akan perbuatan yang berdosa dan berpahala. Jadi moral berkaitan
dengan prinsip, nilai, dan keyakinan seseorang. Domain afektif lain yang dianggap penting
adalah sebagai berikut.
a. Kejujuran : peserta didik harus belajar menghargai kejujuran dalam berinteraksi dengan
orang lain.
b. Integritas : peserta didik harus mengikatkan diri pada kode nilai, misalnya moral dan
artistik.
c. Adil : peserta didik harus berpendapat bahwa semua orang mendapat perlakuan
yang sama dalam memperoleh pendidikan.
d. Kebebasan : peserta didik harus yakin bahwa negara yang demokratis memberi kebebasan
yang bertanggung jawab secara maksimal kepada semua orang.
C. Klasifikasi Domain Afektif menurut Taksonomi Bloom
Kartwohl & Bloom membagi domain afektif ke dalam lima aspek, yaitu
(1) receiving, (2) responding, (3) valuing, (4) organization, dan (5) characterization. Adapun
penjelasan masing-masing aspek tersebut adalah sebagai berikut.
1. Receiving or attending (menerima atau memperhatikan)
Kepekaan seseorang dalam menerima rangsangan dari luar yang datang dalam bentuk
masalah, situasi, atau gejala. Receiving atau attenting juga sering didefinisikan sebagai
kemauan untuk memperhatikan suatu kegiatan atau suatu objek. Pada jenjang ini peserta
didik dibina agar mereka bersedia menerima nilai yang diajarkan dan mau menggabungkan
atau mengidentifikasikan diri ke dalam nilai tersebut.
2. Responding (menanggapi)
Responding mengandung arti “adanya partisipasi aktif”. Kemampuan menanggapi ini
dimiliki oleh seseorang untuk mengikutsertakan dirinya secara aktif dan membuat reaksi
terhadap suatu fenomena. Jenjang responding lebih tinggi daripada jenjang receiving.
3. Valuing (menilai atau menghargai)
Menilai atau menghargai artinya memberikan nilai atau memberikan penghargaan
terhadap suatu kegiatan atau obyek. Apabila kegiatan tersebut tidak dikerjakan maka akan
membawa kerugian atau penyesalan. Valuing merupakan tingkat afektif yang lebih tinggi lagi
daripada receiving dan responding. Dalam proses pembelajaran, peserta didik tidak sekedar
menerima nilai yang diajarkan tetapi juga mampu untuk menilai konsep atau fenomena.
4. Organization (mengatur atau mengorganisasikan)
Mempertemukan perbedaan nilai sehingga terbentuk nilai baru yang universal dan
membawa pada perbaikan umum.Mengatur atau mengorganisasikan merupakan
pengembangan dari nilai ke dalam satu sistem organisasi.
5. Characterization (karakterisasi)
Keterpaduan semua sistem nilai yang telah dimiliki oleh seseorang dan dapat
mempengaruhi pola kepribadian dan tingkah laku orang tersebut. Disini proses internalisasi
nilai telah menempati tempat tertinggi dalam suatu hierarki nilai. Di tahap ini peserta didik
telah memiliki philosophy of life yang mapan sehingga mereka telah memiliki sistem nilai
yang telah mengontrol tingkah laku untuk suatu waktu yang lama sehingga membentuk
karakteristik “pola hidup” tingkah laku yang menetap, konsisten, dan dapat diramalkan.
Berdasarkan referensi yang diperoleh dari http://www.nwlink.com/~donclark/hrd/bloom.html
maka secara umum kelima aspek dalam domain afektif disajikan dalam tabel berikut.
Deskripsi Aspek Domain Afektif Ilustrasi Kata Kerja
Menerima (Receiving) fenomena: kesadaran,
kesediaan untuk mendengar, perhatian yang
dipilih.
Contoh: mendengarkan orang lain dengan
hormat. Mendengarkan dan mengingat
nama orang yang baru diperkenalkan.
Kata kunci: bertanya, memilih, melukiskan,
mengikuti, memberikan, memegang,
mengidentifikasi, menempatkan, nama,
menunjuk, memilih, duduk, menegakkan,
menjawab, menggunakan.
Menanggapi (Responding) fenomena:
partisipasi aktif sebagai bagian dari peserta
didik. Menghadiri dan bereaksi terhadap
fenomena tertentu. Hasil pembelajaran dapat
menekankan kepatuhan dalam menanggapi,
kemauan untuk merespon, atau kepuasan
dalam menanggapi (motivasi).
Contoh: berpartisipasi dalam diskusi kelas.
Memberikan presentasi. Pertanyaan tentang
ide baru, konsep, model, dll dalam rangka
untuk memahami mereka. mengetahui
aturan keselamatan dan praktek yang
mereka lakukan.
Kata kunci: jawaban, membantu, menolong,
mengikuti, menyesuaikan, mendiskusikan,
menyapa, membantu, memberi label,
melakukan, mempraktikkan,
mempresentasikan, membaca,
membacakan, melaporkan, memilih,
mengatakan, menulis.
Menilai (Valuing): Menilai layak tidaknya
informasi mengenai suatu fenomena, objek
tertentu, atau perilaku.. Hal ini berkisar dari
penerimaan sederhana ke keadaan yang lebih
kompleks komitmen. Menghargai didasarkan
pada internalisasi dari serangkaian nilai yang
ditetapkan, sedangkan petunjuk untuk nilai-
nilai ini dinyatakan dalam perilaku terbuka
pembelajar dan sering diidentifikasi.
Contoh: Menunjukkan kepercayaan dalam
proses demokrasi. Sensitif terhadap
individu dan perbedaan budaya (nilai
keragaman). Menunjukkan kemampuan
untuk memecahkan masalah. Mengusulkan
rencana untuk perbaikan sosial dan
mengikuti melalui dengan komitmen.
Memberitahu manajemen mengenai hal-hal
yang satu merasa kuat tentang.
Kata Kunci: menyelesaikan,
mendemonstrasikan, membedakan,
menjelaskan, mengikuti, membentuk,
berinisiatif, mengundang, bergabung,
membenarkan, mengusulkan, membaca,
melaporkan, memilih, berbagi, belajar,
bekerja.
Organisasi (Organization): menyusun nilai-
nilai ke dalam prioritas oleh kontras nilai yang
berbeda, menyelesaikan konflik di antara
mereka, dan menciptakan sistem nilai yang
Contoh: Mengakui perlunya keseimbangan
antara kebebasan dan perilaku yang
bertanggung jawab. Menerima tanggung
jawab atas perilaku seseorang. Menjelaskan
unik. Penekanannya adalah pada
membandingkan, berhubungan, dan sintesis
nilai-nilai.
peran perencanaan sistematis dalam
memecahkan masalah. Menerima standar
etika profesional. Membuat rencana hidup
selaras dengan kemampuan, minat, dan
keyakinan. Memprioritaskan waktu secara
efektif untuk memenuhi kebutuhan
organisasi, keluarga, dan diri sendiri.
Kata kunci: melekat, mengubah, mengatur,
menggabungkan, membandingkan,
melengkapi, membela, menjelaskan,
merumuskan, menggeneralisasikan,
mengidentifikasi, menggabungkan/
mengintegrasi, memodifikasi, perintah,
mengatur, menyiapkan, berhubungan,
mensintesis.
Nilai internalisasi / karakterisasi
(Characterization): mempunyai sistem nilai
yang mengendalikan perilaku mereka. Perilaku
ini merasuk, konsisten, dapat diprediksi, dan
yang paling penting merupakan karakteristik
dari peserta didik.
Contoh: Menampilkan kemandirian ketika
bekerja secara independen. Bekerja sama
dalam kegiatan kelompok (menampilkan
kerja tim). Menggunakan pendekatan
objektif dalam pemecahan masalah.
Menampilkan komitmen profesional untuk
praktek etis setiap hari. Merevisi penilaian
dan perubahan perilaku dalam memandang
bukti baru. Menilai orang apa adanya,
bukan bagaimana mereka terlihat.
Kata kunci: tindakan, mendiskriminasikan,
menampilkan, mempengaruhi,
mendengarkan, memodifikasi, melakukan,
praktik, mengusulkan, memenuhi syarat,
pertanyaan, merevisi, melayani,
memecahkan, memverifikasi.
D. Penilaian untuk Domain Afektif
Domain afektif tidak dapat diukur seperti mengukur domain kognitif. Hal ini disebabkan
dalam domain afektif kemampuan yang diukur adalah kemampuan menerima
(memperhatikan), merespon, menghargai, mengorganisasi, dan karakteristik suatu nilai. Oleh
karena itu skala yang digunakan untuk mengukur domain afektif seseorang diantaranya
adalah skala sikap. Hasil dari pengukuran atau penilaian tersebut berupa kategori sikap, yakni
mendukung (positif), menolak (negatif), atau netral.
Pada hakikatnya sikap adalah kecenderungan berperilaku pada seseorang. Terdapat tiga
komponen sikap yang ada, yakni: kognisi, afeksi, dan konasi. Kognisi adalah segala hal yang
berkaitan dengan pengetahuan seseorang tentang objek yang dihadapinya. Sedangkan
afeksi adalah segala yang berkaitan dengan perasaan dalam menanggapi objek tersebut.
Adapun konasi berkaitan dengan kecenderungan berbuat terhadap objek tersebut. Jadi dapat
dikatakan bahwa sikap selalu bermakna bila dihadapkan kepada objek tertentu.
Skala sikap dinyatakan dalam bentuk pernyataan untuk dinilai oleh responden. Skala
sikap tersebut dapat berupa pernyataan yang didukung atau ditolak dengan rentang nilai
tertentu. Oleh sebab itu pernyataan yang diajukan dibagi ke dalam dua kategori, yakni
pernyataan positif dan pernyataan negatif.
Salah satu skala sikap yang sering digunakan adalah skala Likert. Dalam skala Likert,
pernyataan-pernyataan yang diajukan, baik pernyataan positif maupun negatif, dinilai oleh
subjek dengan sangat setuju, setuju, tidak punya pendapat, tidak setuju, atau sangat tidak
setuju.
E. Tujuan Penilaian Afektif
1. Untuk mendapatkan umpan balik (feedback) baik bagi guru maupun peserta didik
sebagai dasar untuk memperbaiki proses belajar mengajar dan mengadakan program
perbaikan (remedial program) bagi anak didiknya.
2. Untuk mengetahui tingkat perubahan tingkah laku anak didik yang dicapai antara lain
diperlukan sebagai bahan bagi perbaikan tingkah laku anak didik, pemberian laporan
kepada orang tua, dan penentuan lulus tidaknya anak didik.
3. Untuk menempatkan anak didik dalam situasi belajar mengajar yang tepat, sesuai dengan
tingkat pencapaian dan kemampuan serta karakteristik anak didik.
4. Untuk mengenal latar belakang kegiatan belajar dan kelainan tingkah laku anak didik.
Skala yang digunakan untuk mengukur domain afektif seseorang terhadap kegiatan suatu
objek diantaranya skala sikap sehingga hasilnya berupa kategori sikap, yakni mendukung
(positif), menolak (negatif), dan netral.
F. Cara Penilaian untuk Domain Afektif
Skala yang sering digunakan dalam instrumen (alat) penilaian afektif adalah Skala
Thurstone, dan Skala Likert. Berikut adalah contoh masing-masing skala penilaian tersebut.
Contoh Skala Thurstone: Minat terhadap pelajaran fisika
Skala Thurstone memiliki skor tertinggi 7 untuk setiap butir pernyataan.
7 6 5 4 3 2 1
Saya senang balajar fisika
Pelajaran sejarah bermanfaat
Pelajaran fisika membosankan
Dst….
Contoh Skala Likert: Minat terhadap pelajaran fisika
Pelajaran fisika bermanfaat Ss s ts sts
Pelajaran fisika sulit
Tidak semua harus belajar fisika
Sekolah saya menyenangkan
Keterangan:
SS : Sangat setuju
S : Setuju
TS : Tidak setuju
STS : Sangat tidak setuju
Berdasarkan karakteristik domain afektif maka terdapat 5 hal yang menjadi yang biasa
dinilai di sekolah, yaitu sikap, minat, konsep diri, nilai, dan moral. Penilaian domain afektif
peserta didik dilakukan dengan menggunakan instrumen afektif. Cara yang mudah untuk
mengetahui karakteristik peserta didik adalah melalui kuesioner. Hal ini akan dibahas
berturut-turut di bawah ini.
1. Instrumen Sikap
Definisi konseptual: sikap merupakan kecenderungan merespons secara konsisten baik
menyukai atau tidak menyukai suatu objek. Instrumen sikap bertujuan untuk mengetahui
sikap peserta didik terhadap suatu objek, misalnya kegiatan sekolah. Sikap bisa positif bisa
negatif. Definisi operasional: sikap adalah perasaan positif atau negatif terhadap suatu objek.
Objek dapat berupa kegiatan atau mata pelajaran.
Pertanyaan tentang sikap meminta responden menunjukkan perasaan yang positif atau
negatif terhadap suatu objek, atau suatu kebijakan. Kata-kata yang sering digunakan pada
pertanyaan sikap menyatakan arah perasaan seseorang; menerima-menolak, senang-tidak
senang, baik-buruk, diinginkan-tidak diinginkan. Berikut contoh pernyataan untuk kuesioner
penilaian sikap pada pelajaran fisika.
a. Saya senang membaca buku fisika
b. Tidak semua orang harus belajar fisika
c. Saya jarang bertanya pada guru tentang pelajaran fisika
d. Saya tidak senang pada tugas pelajaran fisika
e. Saya berusaha mengerjakan soal-soal fisika sebaik-baiknya
f. Fisika penting untuk semua peserta didik
2. Instrumen Minat
Instrumen minat bertujuan untuk memperoleh informasi tentang minat peserta didik
terhadap suatu mata pelajaran yang selanjutnya digunakan untuk meningkatkan minat peserta
didik terhadap suatu mata pelajaran.
Definisi konseptual: minat adalah watak yang tersusun melalui pengalaman yang
mendorong individu mencari objek, aktivitas, pengertian, keterampilan untuk tujuan
perhatian atau penguasaan. Definisi operasional: minat adalah keingintahuan seseorang
tentang keadaan suatu objek. Berikut adalah contoh kuesioner penilaian minat untuk
pelajaran fisika.
a. Catatan pelajaran fisika saya lengkap
b. Catatan pelajaran fisika saya terdapat coretan-coretan tentang hal-hal yang penting
c. Saya selalu menyiapkan pertanyaan sebelum pelajaran fisika
d. Saya berusaha memahami mata pelajaran fisika
e. Saya senang mengerjakan soal fisika
f. Saya berusaha selalu hadir pada pelajaran fisika
3. Instrumen Konsep diri
Instrumen konsep diri bertujuan untuk mengetahui kekuatan dan kelemahan diri sendiri.
Informasi kekuatan dan kelemahan peserta didik digunakan untuk menentukan program yang
sebaiknya ditempuh oleh peserta didik. Hal ini berdasarkan informasi karakteristik peserta
didik yang diperoleh dari hasil pengukuran.
Definisi konseptual: persepsi seseorang terhadap dirinya sendiri yang menyangkut
keunggulan dan kelemahannya. Definisi operasional konsep diri adalah pernyataan tentang
kemampuan diri sendiri yang menyangkut mata pelajaran. Berikut adalah contoh kuesioner
penilaian konsep diri dalam pelajaran fisika.
a. Saya sulit mengikuti pelajaran fisika
b. Saya mudah memahami pelajaran fisika
c. Saya mudah menghafal rumus-rumus fisika
d. Saya perlu waktu yang lama untuk memahami pelajaran fisika.
4. Instrumen Nilai
Nilai merupakan konsep penting dalam pembentukan kompetensi peserta
didik. Pencapaian kemampuan kognitif dan psikomotorik tidak akan memberi manfaat bagi
masyarakat apabila tidak diikuti dengan kempetensi afektif. Kemampuan lulusan suatu
jenjang pendidikan bisa baik bila digunakan membantu orang lain, namun bisa tidak baik bila
kemampuan tersebut digunakan untuk merugikan orang lain.
Kegiatan yang disenangi peserta didik di sekolah dipengaruhi nilai (value) peserta
didik.Ada yang menyukai pelajaran keterampilan dan ada yang tidak. Definisi konseptual:
nilai adalah keyakinan yang dalam terhadap suatu pendapat, kegiatan, atau suatu objek.
Definsi operasional: nilai adalah keyakinan seseorang tentang keadaan suatu objek atau
kegiatan. Misalnya keyakinan akan kemampuan peserta didik dan keyakinan tentang kinerja
guru.
Instrumen nilai dan keyakinan bertujuan untuk mengungkap nilai dan keyakinan individu.
Informasi yang diperoleh berupa nilai dan keyakinan yang positif dan yang negatif. Hal-hal
yang positif diperkuat sedang yang negatif diperlemah dan akhirnya dihilangkan. Berikut
contoh kuesioner tentang nilai bagi peserta didik.
a. Saya berkeyakinan bahwa prestasi belajar peserta didik sulit untuk ditingkatkan.
b. Saya berkeyakinan bahwa kinerja guru sudah maksimum.
c. Saya berkeyakinan bahwa peserta didik yang ikut bimbingan tes cenderung akan diterima
di perguruan tinggi.
d. Saya berkeyakinan sekolah tidak akan mampu mengubah tingkat kesejahteraan
masyarakat.
e. Saya berkeyakinan bahwa perubahan selalu membawa masalah.
f. Saya berkeyakinan bahwa hasil yang dicapai peserta didik adalah karena atas usahanya.
5. Instrumen Moral
Instrumen ini bertujuan untuk mengetahui moral peserta didik. Moral didefinisikan
sebagai pendapat, tindakan yang dianggap baik dan yang dianggap tidak baik. Contoh
kuesioner mengenai moral sesuai definisi tersebut adalah sebagai berikut.
a. Bila dalam praktikum saya tidak memperoleh data sesuai yang diharapkan saya boleh
mengubah sedikit data tersebut agar cocok dengan teori.
b. Bila menghadapi kesulitan dalam menyelesaikan soal fisika, saya selalu minta bantuan
orang lain.
c. Bila ada teman yang menghadapi kesulitan tentang pelajaran fisika, saya berusaha
membantunya.
d. Kesulitan orang lain merupakan tanggung jawab mereka sendiri.
BAB III
PENUTUP
A. KESIMPULAN
1. Domain afektif adalah domain yang berkaitan dengan sikap dan nilai. Domain afektif
berkaitan dengan sikap (attitude), apresiasi (appreciation), dan motivasi (motivation)
peserta didik dalam kegiatan pembelajaran.
2. Terdapat 5 tipe karakteristik afektif yang penting berdasarkan tujuannya yaitu: sikap,
minat, konsep diri, nilai, dan moral.
3. Domain afektif menurut taksonomi Bloom diklasifikasikan ke dalam lima jenjang, yaitu:
(1) receiving, (2) responding, (3) valuing (4), organization, dan (5) characterization.
4. Domain afektif tidak dapat diukur seperti mengukur domain kognitif karena dalam
domain afektif kemampuan yang diukur adalah kemampuan menerima (memperhatikan),
merespon, menghargai, mengorganisasi, dan karakteristik suatu nilai.
5. Tujuan penilaian afektif adalah untuk mendapatkan umpan balik (feedback) bagi guru dan
peserta didik, untuk mengetahui tingkat perubahan tingkah laku anak didik yang dicapai ,
untuk menempatkan anak didik dalam situasi belajar mengajar yang tepat sesuai tingkat
pencapaian dan kemampuan serta karakteristik anak didik, dan untuk mengenal latar
belakang kegiatan belajar dan kelainan tingkah laku anak didik.
6. Berdasarkan karakteristik domain afektif maka terdapat 5 hal yang menjadi yang biasa
dinilai di sekolah, yaitu sikap, minat, konsep diri, nilai, dan moral. Penilaian masing-
masing karakteristik domain afektif peserta didik dilakukan dengan menggunakan
instrumen afektif.
Daftar Rujukan
Andersen, Lorin. W. (1981).Assessing affective characteristic in the schools.Boston: Allyn and Bacon.
Gable, Robert. K. (1986).Instrument development in the affective domain.Boston:Kluwer-Nijhoff Publishing.
Mueller, D. J. (1986).Measuring social attitudes.New York: Teachers College,Columbia University.http://www.nwlink.com/~donclark/hrd/bloom.htmlPeraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan.Direktorat
Jenderal Manajemen Pendidikan Dasar dan Menengah.Robinson, John. P., & Shaver, Philip.R. (1980).Measures of social psychological
attitudes.Michigan: The Institute of Social Research.Sax, Gilbert. (1980). Principles of educational and psychological measurement and
evaluation.Belmont, California: Wadsworth Publishing Company.Straughan, R. (1989). Belief, behaviour, and education.London: Biddles Ltd. Guilfordand King’s
Lynn.Sudjana, Nana. 1989. Penilaian Hasil Proses Belajar. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya OffsetSudjono, Anas. 2008. Pengantar Evaluasi Pendidikan. Jakarta: PT.RajaGrafindo Persada.Thorndike, Robert, L., & Hagen, Elizabeth.P. (1977).Measurement and evaluation in psychology
and education.New York: John Wiley & Sons.Traub, Ross. E. (1994).Reliability for the social sciences.London: Sage Publications