Download - PENGEMBANGAN MODEL PENDEKATAN PARTISIPATIF …
LAPORAN AKHIR
PENELITIAN PRODUK TERAPAN
PENGEMBANGAN MODEL PENDEKATANPARTISIPATIF DALAM MEMBERDAYAKAN
MASYARAKAT MISKIN KOTA MEDAN UNTUKMEMPERBAIKI TARAF HIDUP
TIM PENGUSUL
DEWI ANDRIANY, S.E, M.M (NIDN 0123086901)
Dr. SYAIFUL BAHRI, M.Ap (NIDN 0121065801)
Dibiayai Oleh:
Direktorat Riset dan Pengabdian MasyarakatDirektorat Jenderal Penguatan Riset dan Pengembangan
Kementerian Riset, Teknologi dan Pendidikan TinggiSesuai dengan Kontrak Penelitian
Nomor: 333/ II.3-AU/UMSU-LP2M/C/2017
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SUMATERA UTARA
OKTOBER 2017
Kode / Nama Rumpun : 561/ EKONOMIPEMBANGUNAN
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), jumlah pengusaha besar hanya
0,2% sedangkan Pengusaha Kecil, menegah dan koperasi mencapai 99,8%. Ini
berarti jumlah usaha kecil, menengah dan koperasi mencapai hampir 500 kali lipat
dari jumlah usaha besar. Persoalannya kontribusi Usaha Kecil terhadap PDRB,
hanya 39,8%, sedangkan usaha besar mencapai 60,2%. Terhadap pertumbuhan
ekonomi, usaha kecil, menengah dan koperasi hanya memberikan kontribusi
sebesar 16,4% sedangkan usaha besar 83,6%. Berdasarkan penguasaan pangsa
pasar, usaha kecil, menengah dan koperasi hanya menguasai pangsa pasar sebesar
20% (80% oleh usaha besar). Hal tersebut menunjukkan dua hal sekaligus, yaitu
super kuatnya sektor usaha besar dan teramat lemahnya sektor Usaha Kecil.
Harapannya adalah dengan meningkatnya produksi usaha kecil, juga menengah
dan koperasi dengan laju pertumbuhan lebih tinggi dari laju pertumbuhan
produktivitas daerah, atau sebesar 6-8% per tahun, maka akan ada daya serap
tenaga kerja tetap yang sebesar pada usaha kecil, menengah dan koperasi,
bersamaan dengan bertambahnya tenaga kerja, sebesar 5-10% per tahun.
Dewi Andriany, dkk (2015) telah merancang model pendekatan
Partisipatif dalam memberdayakan masyarakat miskin Kota Medan untuk
memperbaiki taraf hidup, model yang akan diaplikasikan oleh pelaku usaha kecil
ini di mana pemberdayaan masyarakat miskin dilakukan melalui strategi
pemberdayaan total yang di dalamnya mencakup adanya program perlindungan
sosial, perbaikan lingkungan, pemberdayaan sumber daya manusia, dan
pemberdayaan ekonomi produktif. Perluasan basis usaha dan kesempatan Usaha
Kecil dengan mendorong tumbuhnya wirausaha baru, melalui peningkatan
pengetahuan dan semangat kewirausahaan. Penguatan kelembagaan Usaha Kecil
terutama untuk memperluas akses kepada sumber permodalan khususnya
perbankan- non perbankan, pemanfaatan teknologi dan pemasaran serta promosi
produk. Hal simultan lain yang harus dilakukan adalah memperbaiki lingkungan
usaha melalui penyerderhanaan prosedur perijinan.
Pada tahun kedua, Dewi Andriani, dkk (2016) merancang standar operasional
prosedur (SOP) bagi penguatan ukm sebagai sebuah usaha untuk terus mendorong
pemberdayaan masyarakat melalui usaha kecil menengah. SOP penguatan ini
meliputi pembinaan, pemasaran dan keuangan, di mana SOP ini bermaksud
menggandeng instansi (swasta dan pemerintah) serta perguruan tinggi sebagai
pihak yang menjembatani ukm dengan instansi (swasta dan pemerintah).
Dikarenakan oleh program yang digulirkan pada ukm saat ini belumlah merata, di
samping tidak ada monitoring dan evaluasi, maka dengan adanya SOP ini
dapatlah kiranya akan menyelesaikan permasalahan ini.
Pendekatan pemberdayaan partisipatif ini bukan dalam bentuk penyediaan
lapangan kerja formal melalui berbagai investasi usaha besar atau sebagai
pegawai negeri sipil, tetapi dengan memberdayakan kemampuan produktif untuk
masuk ke dalam satu kegiatan usaha produktif sebagai pelaku Usaha Kecil.
Kelompok masyarakat tersebut merupakan kelompok usaha yang penting dalam
perekonomian Kota Medan. Hal ini disebabkan, usaha kecil menengah dan
koperasi merupakan sektor usaha yang memiliki jumlah terbesar dengan daya
serap angkatan kerja yang signifikan. Oleh karena kesenjangan pendapatan yang
cukup besar masih terjadi antara pengusaha besar dengan usaha kecil, menengah
dan koperasi (UKMK), pengembangan daya saing Usaha Kecil, secara langsung
merupakan upaya dalam rangka peningkatan kesejahteraan rakyat banyak,
sekaligus mempersempit kesenjangan ekonomi.
Untuk menjamin implementasi model pendekatan parsipatif dalam
memberdayakan masyarakat miskin Kota Medan untuk memperbaiki taraf hidup,
pelaksanaan SOP penguatan ukm, diperlukan pola dan sistem bagi penguatan
tersebut, yang tentunya memerlukan dukungan dari instansi pemerintah, dalam hal
ini Dinas Koperasi dan UKM, instansi swasta sebagai bentuk CSR, perbankan,
serta perguruan tinggi
1.2. Rumusan Masalah
Rumusan masalah penelitian adalah:
1. Bagaimanakah Pola Dan Lembaga Penguatan Untuk Menunjang
Kesinambungan Program dan Sistem Pemasaran Terpadu?
2. Bagaimanakah model pengembangan ukm sebagai bentuk pemberdayaan?
1.3. Rencana Target Capaian Tahunan
Tabel 1. Rencana Target Capaian Tahunan
No Jenis Luaran Indikator Capaian
TS+21 Publikasi ilmiah2) Internasional DRAFT
Nasional terakreditasi DRAFT2 Pemakalah dalam
Pertemuan ilmiah3)Internasional published
Nasional published3 Keynote speaker dalam
Pertemuan ilmiah4)Internasional Tidak ada
Nasional Tidak ada
4 Visiting Lecturer5) Internasional Tidak ada56
Hak atas KekayaanIntelektual (HKI)6)
Paten Tidak adaPaten sederhana Tidak ada
Hak cipta Tidak adaMerek dagang Tidak ada
Rahasia dagang Tidak adaDesain produk industry Tidak ada
Indikasi geografis Tidak adaPerlindungan varietas
tanamanTidak ada
Perlindungan topografisirkuitterpadu
Tidak ada
7 Teknologi Tepat Guna7) Tidak ada8 Model/Purwarupa/Desain/Karya
seni/ Rekayasa Sosial8)produk
9 Buku Ajar (ISBN)9) Tidak ada10 Tingkat Kesiapan Teknologi
(TKT)10)4
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Model atau Penelitian yang telah dilakukan
Peneliti melakukan penelitian untuk memetakan kantong kemiskinan di kota
Medan pada tahun 2012. Dari hasil penelitian, diketahui bahwa program
pengentasan kemiskinan yang dilakukan pemerintah kurang berdampak positif,
karena kurang melibatkan masyarakat dalam menggali program yang sesuai
dengan kondisi setempat.Hal ini tentunya perlu ditindak lanjuti dengan melakukan
penelitian tentang partisipasi masyarakat untuk memberdayakan masyarakat.
Hasil lainnya adalah bahwa banyak warga yang memerlukan bantuan dari
pemerintah untuk memberdayakannya, seperti PNPM, beras miskin, dll.
Dewi Andriany, dkk (2015) telah merancang model pendekatan
Partisipatif dalam memberdayakan masyarakat miskin Kota Medan untuk
memperbaiki taraf hidup, model yang akan diaplikasikan oleh pelaku usaha kecil
ini di mana pemberdayaan masyarakat miskin dilakukan melalui strategi
pemberdayaan total yang di dalamnya mencakup adanya program perlindungan
sosial, perbaikan lingkungan, pemberdayaan sumber daya manusia, dan
pemberdayaan ekonomi produktif. Perluasan basis usaha dan kesempatan Usaha
Kecil dengan mendorong tumbuhnya wirausaha baru, melalui peningkatan
pengetahuan dan semangat kewirausahaan. Penguatan kelembangaan Usaha Kecil
terutama untuk memperluas akses kepada sumber permodalan khususnya
perbankan- non perbankan, pemanfaatan teknologi dan pemasaran serta promosi
produk. Hal simultan lain yang harus dilakukan adalah memperbaiki lingkungan
usaha melalui penyerderhanaan prosedur perijinan. Dengan beberapa lembaga
yang diharapkan masyarakat untuk membantu mereka dalam memberdayakan
dirinya. Lembaga itu adalah lembaga pelatihan, lembaga pemasaran, lembaga
promosi, penyediaan lokasi usaha, penyediaan teknologi, penyediaan lembaga
bantuan modal, kemudahan pengadaan bahan baku, dan lembaga monitoring
kualitas.
Dewi Andriani, dkk (2016) telah merumuskan standar operasional prosedur
(SOP) untuk penguatan ukm, yang terdiri dari pemasaran, pelatihan dan
pendanaan. Hal ini didasari oleh kepentingan ukm akan ketiga hal tersebut, di
mana selama ini masih lemahnya ketiga hal tersebut ketika menggulirkan program
bagi pengembangan ukm.
Kurang terakomodirnya perencanaan dari bawah dan masih dominannya
perencanaan dari atas, menurut Asmara, H., (2001) adalah karena kualitas dan
hasil perencanaan dari bawah lemah, yang disebabkan beberapa faktor antara lain:
(1) Lemahnya kapasitas lembaga-lembaga yang secara fungsional menangani
perencanaan; (2) Kelemahan identifikasi masalah pembangunan; (3) Dukungan
data dan informasi perencanaan yang lemah; (4) Kualitas sumberdaya manusia
khususnya di desa yang lemah; (5) Lemahnya dukungan pendampingan dalam
kegiatan perencanaan, dan (6) Lemahnya dukungan pendanaan dalam pelaksanaan
kegiatan perencanaan khususnya di tingkat desa dan kecamatan
Pelibatan perguruan tinggi, organisasi-organisasi kemasyarakatan (RT, RW,
PKK), Lembaga Swadaya Masyarakat, tokoh-tokoh masyarakat formal maupun
informal dalam upaya penanggulangan kemiskinan akan sangat berarti dan
memegang kunci keberhasilan baik dalam perencanaan, pelaksanaan sampai
evaluasi program.
2.2 Pengertian Partisipasi
Partisipasi adalah keikutsertaan, peran serta atau keterlibatan yang berkitan
dengan keadaaan lahiriahnya Pengertian prinsip partisipasi adalah masyarakat
berperan secara aktif dalam proses atau alur tahapan program dan pengawasannya,
mulai dari tahap sosialisasi, perencanaan, pelaksanaan, dan pelestarian kegiatan
dengan memberikan sumbangan tenaga, pikiran, atau dalam bentuk materiil (PTO
PNPM PPK, 2007).
Verhangen (1979) dalam Mardikanto (2003) menyatakan bahwa, partisipasi
merupakan suatu bentuk khusus dari interaksi dan komunikasi yang berkaitan
dengan pembagian: kewenangan, tanggung jawab, dan manfaat. Theodorson
dalam Mardikanto (2003) mengemukakan bahwa dalam pengertian sehari-hari,
partisipasi merupakan keikutsertaan atau keterlibatan seseorang (individu atau
warga masyarakat) dalam suatu kegiatan tertentu. Keikutsertaan atau keterlibatan
yang dimaksud di sini bukanlah bersifat pasif tetapi secara aktif ditujukan oleh
yang bersangkutan. Oleh karena itu, partisipasi akan lebih tepat diartikan sebagi
keikutsertaan seseorang di dalam suatu kelompok sosial untuk mengambil bagian
dalam kegiatan masyarakatnya, di luar pekerjaan atau profesinya sendiri. Faktor-
faktor yang mempengaruhi terhadap tumbuh dan berkembangnya partisipasi dapat
didekati dengan beragam pendekatan disiplin keilmuan. Menurut konsep proses
pendidikan, partisipasi merupakan bentuk tanggapan atau responses atas
rangsangan-rangsangan yang diberikan; yang dalam hal ini, tanggapan merupakan
fungsi dari manfaat (rewards) yang dapat diharapkan.
Partisipasi masyarakat menutut Hetifah Sj. Soemarto (2003) adalah proses ketika
warga sebagai individu maupun kelompok sosial dan organisasi, mengambil peran
serta ikut mempengaruhi proses perencanaan, pelaksanaan, dan pemantauan
kebijakan kebijakan yang langsung mempengaruhi kehiduapan mereka. Conyers
(1991) menyebutkan tiga alasan mengapa partisipasi masyarakat mempunyai sifat
sangat penting. Pertama partispasi masyarakat merupakan suatu alat guna
memperoleh informasi mengenai kondisi, kebutuhan, dan sikap masyarakat, tanpa
kehadirannya program pembangunan serta proyek-proyek akan gagal, alasan
kedua adalah bahwa masyarakat akan lebih mempercayai proyek atau program
pembangunan jika merasa dilibatkan dalam proses persiapan dan perencanaannya,
karena mereka akan mengetahui seluk beluk proyek tersebut dan akan mempunyai
rasa memiliki terhadap poyek tersebut. Alasan ketiga yang mendorong adanya
partisiapsi umum di banyak negara karena timbul anggapan bahwa merupakan
suatu hak demokrasi bila masyarakat dilibatkan dalam pembangunan masyarakat
mereka sendiri. Hal ini selaras dengan konsep man-centered development yaitu
pembangunan yang diarahkan demi perbaiakan nasib manusia.
2.3. Masyarakat Dalam Pembangunan
Pembangunan di Indonesia terus dilakukan melalui berbagai program, namun
keberhasilannya belum sepadan dengan investasi karena antara lain kurang
memperhatikan partisipasi masyarakat (Colletta dan Kayam, 1987). Padahal
masyarakatlah tujuan pembangunan itu¸ sehingga sangat diperlukan beberapa
pendekatan yang dalam pelaksanaannya mengikutsertakan masyarakat. Untuk
keberhasilan pembangunan sesuai seperti yang diharapkan oleh masyarakat dan
pemerintah, diperlukan persepsi yang sama antar individu yang terlibat dalam
pembangunan. Persamaan persepsi ini muncul mulai dari apa yang harus
ditempuh, bagaimana implementasinya, monitoring dan evaluasi. Pendekatan
partisipatif merupakan pendekatan yang disadari mutlak diperlukan dalam
mencapai keberhasilan pembangunan.
Bryant dan White (1982) menegaskan bahwa pembangunan mengandung
implikasi yaitu :
1. Membangkitkan kemampuan optimal manusia
2. Mendorong tumbuhnya kebersamaan dan pemerataan system nilai dan
kesejahteraan
3. Menaruh nilai kepercayaan kepada masyarakat untuk membangun dirinya
sendiri sesuai dengan kemampuan yang ada pada dirinya
4. Membangkitkan kemampuan untuk membanguan secara mandiri
5. Mengurangiketergantungan Negara yang satu dengan Negara yang lain
dengan menciptakan hubungan yang saling menguntungkan dan menghormati
Konsep trickle down effect cenderung bersifat top down dianggap sebagai
paradigma pembangunan yang konvensional dan tidak dapat menyentuh seluruh
kehidupan masyarakat luas. Sebaliknya model-model pembangunan sosial yang
lebih bersifat bottom up dengan strategi pemenuhan kebutuhan masyarakat bawah
(grossroots) lebih sesuai dengan kenyataan di lapangan. Karena itu diperlukan
konsep yang dapat mengintegrasikan antara konsep community organization
(pengorganisasian komunitas) dan community development (pengembangan
komunitas) sebagai suatu kesatuan yang komplementer.
2.4. Konsep Partisipasi Masyarakat Dalam Pembangunan
Partisipasi masyarakat merupakan suatu proses teknis untuk memberikan
kesempatan dan wewenang yang lebih luas kepada masyarakat untuk secara
bersama-sama memecahkan berbagai persoalan. Pembagian kewenangan ini
dilakukan berdasarkan tingkat keikutsertaan (level of involvement) masyarakat
dalam kegiatan tersebut. Partisipasi masyarakat bertujuan untuk mencari solusi
permasalahan yang lebih baik dalam suatu komunitas dengan membuka lebih
banyak kesempatan bagi masyarakat untuk ikut memberikan kontribusi sehingga
implementasi kegiatan berjalan lebih efektif, efesien, dan berkelanjutan. Dari
banyak pengalaman tentang pelaksanaan pembangunan yang dijumpai banyak
pembangunan yang dikatakan untuk kepentingan rakyat ternyata kenyataanya
tidak sesuai dengan apa yang di inginkan yang dikehendaki rakyat sebagai
penikmat pembangunan tersebut.
Arnstein (1969) menjelaskan partisipasi sebagai arti di mana warga negara
dapat mempengaruhi perubahan sosial penting, yang dapat membuat mereka
berbagi manfaat dari masyarakat atas. Dia mencirikan delapan anak tangga yang
meliputi: manipulasi, terapi, memberi tahu, konsultasi, penentraman, kerjasama,
pelimpahan kekuasaan, dan kontrol warga negara. Menurut Marisa B. Guaraldo
Chougil tangga partisipasi masyarakat di negara-negara yang kurang berkembang
(underdeveloped), dapat dibagi menjadi 8 tingkatan yaitu: pemberdayaan
(empowerment), kemitraan (partnership), mendamaikan (conciliation)
dissimulasi/pura-pura (dissimulation), diplomasi (diplomation), memberikan
informasi (informing), konspirasi (conspiration), manajemen diri sendiri (self
management).
Berdasarkan asumsi bahwa demokrasi ibarat suatu pola yang titik
gravitasinya adalah dari rakyat, oleh rakyat, dan untuk rakyat, maka terdapat tiga
proses pentahapan yang perlu dilalui sebagai berikut (Prijono, dkk) :
1. Tahap inisial : dari pemerintah, oleh pemerintah dan untuk rakyat
2. Tahap partisipatoris : dari pemerintah bersama masyarakat, oleh
pemerintah bersama masyarakat, untuk rakyat
3. Tahap emansipatif : dari rakyat, oleh rakyat, untuk rakyat, dan didukung
oleh pemerintah bersama rakyat
Dalam Pedoman Umum PNPM (2007) disebutkan komponen pengembangan
masyarakat mencakup serangkaian kegiatan untuk membangun kesadaran kritis
dan kemandirianmasyarakat yang terdiri dari pemetaan potensi, masalah dan
kebutuhan masyarakat; perencanaan partisipatif, pengorganisasian, pemanfaatan
sumberdaya, pemantauan, dan pemeliharaan hasil-hasil yang telah dicapai. Untuk
mendukung rangkaian kegiatan tersebut, disediakan dana pendukung kegiatan
pembelajaran masyarakat, pengembangan relawan, dan operasional
pendampingan masyarakat; dan fasilitator untuk fasilitasi, pengembangan
kapasitas, mediasi dan advokasi. Peran fasilitator terutama pada saat awal
pemberdayaan, sedangkan relawan masyarakat adalah yang utama sebagai motor
penggerak masyarakat di wilayahnya.
2.5. Hambatan Pelaksanaan Partisipasi Masyarakat Dalam Pembangunan
Mendorong agar masyarakat berpatisipasi dalam pembangunan itu sendiri
merupakan masalah yang masih perlu dicari permasalahannya. Mendorong dalam
arti bukan memaksakan partisipasi masyarakat seperti halnya mendorong
masyarakat itu untuk berkorban. Pemerintah sekarang ini telah meyakini bahwa
partisipasi masyarakat dalam pembangunan adalah merupakan salah satu
persyaratan untuk mendukung keberhasilan pembangunan. Kemampuan
pemerintah untuk memahami pentingnya partisipasi masyarakat dalam
pembangunan adalah merupakan langkah maju tetapi dalam pelaksanaan di
lapangan pemerintah masih cukup banyak mengalami permasalahan dan
hambatan.
Kebijaksanaan penanggulangan kemiskinan secara umum dapat dipilah dalam
3 (tiga) kelompok, yaitu : (Puji Hardiyanti, 2006)
a. Pertama kebijaksanaan yang secara tidak langsung mengarah pada sasaran
tetapi memberikan dasar tercapainya suasana yang mendukung kegiatan sosial
ekonomi. Kebijaksanaan tidak langsung diarahkan pada penciptaan kondisi
yang menjamin kelangsungan setiap upaya peningkatan pemerataan
pembangunan dan penanggulangan kemiskinan, penyediaan sarana dan
prasarana, penguatan kelembagaan serta penyempurnaan peraturan perundang-
undangan yang menunjang kegiatan sosial-ekonomi masyarakat.
b. Kedua kebijaksanaan yang secara langsung mengarah pada peningkatan
ekonomi kelompok sasaran. Kebijaksanaan langsung diarahkan pada
peningkatan akses terhadap prasarana dan sarana yang mendukung penyediaan
kebutuhan dasar berupa pangan, sandang dan perumahan, kesehatan dan
pendidikan, peningkatan produktivitas dan pendapatan, khususnya masyarakat
berpendapat rendah. Dalam hubungan ini, pendekatan pengembangan
ekonomi rakyat yang paling tepat adalah melalui bentuk usaha bersama dalam
wadah koperasi. Upaya peningkatan kemampuan sehingga menghasilkan nilai
tambah setidak-tidaknya harus diadakan perbaikan akses, yaitu (1) akses
terhadap sumber daya; (2) akses terhadap teknologi, yaitu suatu kegiatan
dengan cara dan alat yang lebih baik dan lebih efisien, (3) akses terhadap
pasar. Produk yang dihasilkan harus dapat dijual untuk mendapatkan nilai
tambah. Ini berarti bahwa penyediaan sarana produksi dan peningkatan
keterampilan harus diimbangi dengan tersedianya pasar secara terus menerus;
dan (4) akses terhadap sumber pembiayaan.
c. Ketiga kebijaksanaan khusus menjangkau masyarakat miskin melalui upaya
khusus. Kebijaksanaan khusus diutamakan pada penyiapan penduduk miskin
untuk dapat melakukan kegiatan sosial ekonomi sesuai dengan budaya
setempat. Upaya ini pada dasarnya mendorong dan memperlancar proses
transisi dari kehidupan subsistem menjadi kehidupan pasar. Penyiapan
penduduk bersifat situasional sesuai dengan tingkat permasalahan dan
kesiapan masyarakat itu sendiri.
2.6. Pemberdayaan Masyarakat
Pemberdayaan masyarakat dapat diartikan sebagai suatu proses yang
membangun manusia atau masyarakat melalui pengembangan kemampuan
masyarakat, perubahan perilaku masyarakat, dan pengorganisasian masyarakat.
Ada 3 tujuan utama dalam pemberdayaan masyarakat yaitu mengembangkan
kemampuan masyarakat, mengubah perilaku masyarakat, dan mengorganisir diri
masyarakat. Kemampuan masyarakat yang dapat dikembangkan tentunya banyak
sekali seperti kemampuan untuk berusaha, kemampuan untuk mencari informasi,
kemampuan untuk mengelola kegiatan, kemampuan dalam pertanian dan masih
banyak lagi sesuai dengan kebutuhan atau permasalahan yang dihadapi oleh
masyarakat. Perilaku masyarakat yang perlu diubah tentunya perilaku yang
merugikan masyarakat atau yang menghambat peningkatan kesejahteraan
masyarakat. Contoh yang kita temui di masyarakat seperti, anak tidak boleh
sekolah, yang membicarakan rencana pembangunan desa hanya kaum laki-laki
saja, dan masih banyak lagi yang dapat kita temui dimasyarakat. Pengorganisasian
masyarakat dapat dijelaskan sebagai suatu upaya masyarakat untuk saling
mengatur dalam mengelola kegiatan atau program yang mereka kembangkan.
Disini masyarakat dapat membentuk panitia kerja, melakukan pembagian tugas,
saling mengawasi, merencanakan kegiatan, dan lain-lain. Lembaga-lembaga adat
yang sudah ada sebaiknya perlu dilibatkan karena lembaga inilah yang sudah
mapan, tinggal meningkatkan kemampuannya saja.
Pemberdayaan masyarakat muncul karena adanya suatu kondisi di masyarakat
dimana Kondisi sosial ekonomi masyarakat yang rendah mengakibatkan mereka
tidak mampu dan tidak tahu. Hal ini terjadi karena mereka tidak dapat menikmati
pendidikan yang memadai. Ketidakmampuan dan ketidaktahuan masyarakat
mengakibatkan produktivitas mereka rendah. Hal ini dapat terjadi karena
masyarakat tidak menguasai teknologi yang dapat membantu dan meringankan
pekerjaan mereka. Oleh karenanya masyarakat menggunakan tehnik konvensional
yang sudah mereka pelajari turun temurun dengan hasil yang minimal. Terlihat
secara spintas masyarakat sudah puas dengan hasil mereka, tetapi kenyataan yang
sebenarnya masyarakat tidak sadar bahwa mereka masih dapat melakukan hal-hal
yang lebih baik dari saat ini.Lingkaran masalah yang dihadapi oleh masyarakat
tidak dapat diputuskan rantainya pada salah satu sisi saja. Akan tetapi seluruh
masalah perlu diatasi. Untuk itu masyarakat sendirilah yang perlu dijadikan
sebagai pemain utama dalam mengatasi masalah-masalah mereka.
2.7 Tujuan Pemberdayaan Masyarakat
Tujuan yang ingin dicapai dari pemberdayaan masyarakat menurut Sulistiyani
(2004) adalah untuk membentuk individu dan masyarakat menjadi mandiri.
Kemandirian tersebut meliputi kemandirian berfikir, bertindak, dan
mengendalikan apa yang mereka lakukan tersebut. Untuk mencapai kemandirian
masyarakat diperlukan sebuah proses. Melalui proses belajar maka secara
bertahap masyarakat akan memperoleh kemampuan atau daya dari waktu ke
waktu. Sedangkan tujuan pemberdayaan menurut Tjokowinoto dalam Christie S
(2005 yang dirumuskan dalam 3 (tiga) bidang yaitu ekonomi, politik, dan sosial
budaya; yaitu Kegiatan pemberdayaan harus dilaksanakan secara menyeluruh
mencakup segala aspek kehidupan masyarakat untuk membebaskan kelompok
masyarakat dari dominasi kekuasan yang meliputi bidang ekonomi, politik, dan
sosial budaya. Konsep pemberdayaan di bidang ekonomi adalah usaha
menjadikan ekonomi yang kuat, besar, mandiri, dan berdaya saing tinggi dalam
mekanisme pasar yang besar dimana terdapat proses penguatan golongan ekonomi
lemah. Sedang pemberdayaan dibidang politik merupakan upaya penguatan rakyat
kecil dalam proses pengambilan keputuan yang menyangkut kehidupan
berbangsa dan bernegara khususnya atau kehidupan mereka sendiri. Konsep
pemberdayaan masyarakat di bidang sosial budaya merupakan upaya penguatan
rakyat kecil melalui peningkatan, penguatan, dan penegakan nilai-nilai, gagasan,
dan norma-norma, serta mendorong terwujudnya organisasi sosial yang mampu
memberi kontrol terhadap perlakuan-perlakuan politik dan ekonomi yang jauh
dari moralitas”.
2.8. Strategi dan Pendekatan Pemberdayaan Masyarakat
Berdasar pendapat Sunyoto Usman (2003) ada beberapa strategi yang dapat
menjadi pertimbangan untuk dipilih dan kemudian diterapkan dalam
pemberdayaan masyarakat, yaitu menciptakan iklim, memperkuat daya, dan
melindungi. Dalam upaya memberdayakan masyarakat dapat dilihat dari tiga sisi,
yaitu; pertama, menciptakan suasana atau iklim yang memungkinkan potensi
masyarakat berkembang (enabling). Disini titik tolaknya adalah pengenalan
bahwa setiap manusia memiliki potensi atau daya yang dapat dikembangkan.
Kedua, memperkuat potensi atau daya yang dimiliki masyarakat (empowering),
upaya yang amat pokok adalah peningkatan taraf pendidikan, dan derajat
kesehatan, serta akses ke dalam sumber-sumber kemajuan ekonomi seperti modal,
lapangan kerja, dan pasar. Ketiga, memberdayakan mengandung pula arti
melindungi. Dalam proses pemberdayaan, harus dicegah yang lemah menjadi
bertambah lemah.
Partisipasi masyarakat sangat dibutuhkan dalam rangka perencanaan dan
penentuan kebijakan, atau dalam pengambilan keputusan. Model pendekatan dari
bawah mencoba melibatkan masyarakat dalam setiap tahap pembangunan.
Pendekatan yang dilakukan tidak berangkat dari luar melainkan dari dalam.
Seperangkat masalah dan kebutuhan dirumuskan bersama, sejumlah nilai dan
sistem dipahami bersama. Model bottom memulai dengan situasi dan kondisi serta
potensi lokal. Dengan kata lain model kedua ini menampatkan manusia sebagai
subyek. Pendekatan “bottom up” lebih memungkinkan penggalian dana
masyarakat untuk pembiayaan pembangunan. Hal ini disebabkan karena
masyarakat lebih merasa “memiliki”, dan merasa turut bertanggung jawab
terhadap keberhasilan pembangunan, yang nota bene memang untuk kepentingan
mereka sendiri. Betapa pun pendekatan bottom-up memberikan kesan lebih
manusiawi dan memberikan harapan yang lebih baik, namun tidak lepas dari
kekurangannya, model ini membutuhkan waktu yang lama dan belum menemukan
bentuknya yang mapan.
2.9. Road Map Penelitian
Road map penelitian dimaksudkan untuk menggambarkan penelitian yang
sudah pernah dilakukan terkait masalah yang akan diteliti. Adapun road map
penelitian dapat digambarkan sebagai berikut:
Gambar 1. Roadmap Penelitian
Tahun 2016 Penelitian Hibah Bersaing Dikti (Tahun 2)Pengembangan Model Pendekatan Partisipatif
Dalam Pemberdayaan Masyarakat MiskinHasil: SOP Penguatan UKM (Pelatihan, Pemasaran, Pendanaan)
Dewi Andriany, 2012
Asmara H, 2001
P3P Unram, 2001
Pemetaan kemiskinan, bahwa program pengentasankemiskinan tidak tepat sasaran
Kualitas dan hasil perencanaan dari bawah masih lemahkarena lemahnya kapasitas lembaga yang menangani
Saat melakukan perencanaan partisipatif, masyarakatmerasa gamang karena tidak biasa dan mengetahui apa
yang sebenarnya diperlukan
Tahun 2015 Penelitian Hibah Besaing Dikti (Tahun I)Pengembangan Model Pendekatan Partisipatif
Dalam Pemberdayaan Masyarakat MiskinHasil: Model Pendekatan Partisipatif
Tahun 2017 Penelitian Hibah Bersaing Dikti (Tahun 3)Pengembangan Model Pendekatan Partisipatif
Dalam Pemberdayaan Masyarakat MiskinHasil: Pola dan Lembaga Penguatan UKM
BAB 3
TUJUAN DAN MANFAAT PENELITIAN
3.1. Tujuan Khusus
Tujuan umum dari penelitian ini adalah untuk membuat model pendekatan
partisipatif dalam memberdayakan masyarakat miskin khususnya bagi pelaku
usaha kecil yang sesuai dengan kondisi daerah (potensi wilayah) sehingga bisa
diaplikasikan lebih jauh untuk mengembangkan ke daerah (kecamatan lain) di
Medan. Sedangkan tujuan khususnya adalah sebagai berikut:
1. Merancang Pola Dan Lembaga Penguatan Untuk Menunjang Kesinambungan
Program dan Sistem Pemasaran Terpadu?
2. Merancang model pengembangan ukm sebagai bentuk pemberdayaan?
3. Mempublikasikan model pendekatan partisipatif masyarakat dan model
pengembangan ukm dalam memberdayakan masyarakat miskin kepada instansi
terkait
3.2. Manfaat Penelitian
Penelitian ini secara praktis akan bermanfaat bagi masyarakat Medan
khususnya dalam rangka mempersiapkan masyarakat sebagai pelaku usaha kecil
yang berdaya guna dan berhasil guna dengan memanfaatkan potensi wilayahnya.
Obyek ini dipilih karena merupakan salah satu wilayah dengan jumlah warga
miskin yang banyak dan juga pelaku usaha kecil yang banyak. Apa yang
dilakukan warga mungkin belum tepat, dan adanya program pengentasan
kemiskinan yang digulirkan pemerintah belum mampu memperbaiki taraf hidup
mereka.
Manfaat dan dampak yang timbul dari penerapan metode participatory rural
approach ini adalah sebagai berikut:
(1). Pemecahan masalah pembangunan
a) Membantu pemerintah dalam upaya memberikan kesadaran akan
pentingnya pengembangan dan pemberdayaan masyarakat
b) Membantu pemerintah dalam mengembangkan masyarakat sesuai dengan
potensi wilayah setempat
c) Membantu pemerintah dalam percepatan pembangunan
d) Membantu pemerintah dalam pemerataan akses informasi dalam rangka
mengembangkan ukm
(2). Pengembangan ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni (ipteks)
a) Memperoleh data potensi wilayah setempat, baik dari segi sdm dan sda
yang dapat dimanfaatkan oleh pelaku usaha kecil
b) Merancang model pemberdayaan yang sesuai dengan potensi wilayah
c) Menambah kajian tentang penerapan metode participatory rural
approach
d) Merancang SOP penguatan ukm sehingga mampu mengembangkan ukm
e) Merancang model pengembangan ukm sebagai bentuk pemberdayaan
(3). Pengembangan institusi Universitas Muhammadiyah Sumatera Utara
a) Hasil penelitian diharapkan mampu menjadi pilot project untuk penerapan
metode participatory rural approach dalam rangka percepatan
pembangunan
b) Sebagai bahan acuan bagi pengembangan wilayah lain.
BAB 4
METODE PENELITIAN
4.1. Desain dan Prosedur Penelitian
Penelitian ini menggunakan pendekatan partisipatif dengan pertimbangan
bahwa pelibatan aktif subyek penelitian merupakan faktor yang penting untuk
menentukan program yang tepat sasaran, berorientasi praktis, pemberdayaaan dan
berkelanjutan (Djohani dalam Poerwandari, 2005). Penelitian ini termasuk desain
penelitian pengembangan (developmental research) yang dilakukan dalam waktu
3 tahun secara bertahap, dan telah melaksanakan selama 2 tahun/ 2 tahap.
Diagram alir penelitian pengembangan ini adalah sebagai berikut :
Gambar 2. Diagram Alir Penelitian
Pemetaan Kemiskinan Kota Medan (Badan Perencanaan Pembangunan Daerah,Pemerintah Kota Medan, 2010)
Output tahun 11. Pemetaan potensi ekonomi2. Pemahaman masyarakat tentang
pemberdayaan3. Draft Model Pendekatan
partisipatif4. Jurnal5. Prosiding
Pola Dan Lembaga PenguatanUntuk MenunjangKesinambungan Program dan Sistem Pemasaran
Terpadu, kerjasama dengan instansi (swasta,pemerintahan, perguruan tinggi) terkait
TAHUN III
Output tahun 3- Lembaga
penguatan ukm- Model Final- SOP Final- Jurnal
internasional- Prosiding
seminar
Output Tahun 21. SOP penguatan (pelatihan,
pemasaran, pendanaan2. Jurnal internasional3. Prosiding seminar
Sosialisasi dan Konsolidasi Kepada PihakTerkait
4.2. Teknik Pengumpulan Data
Tahun III
1) Mengumpulkan data sekunder dari hasil pengembangan usaha rakyat (baik
yang sudah ada maupun yang baru)
2) Mengidentifikasi program yang digulirkan untuk pengembangan ukm, baik
dari instansi pemerintah maupun swasta
3) Mengidentifikasi kekuatan, kelemahan, peluang dan ancaman program yang
digulirkan bagi ukm tersebut
4.3. Teknik Analisis Data
Data penelitian akan dianalisis dengan secara deskriptif kualitatif
4.4. Luaran Penelitian
Output (luaran) penelitian ini adalah :
1). Model pengembangan ukm sebagai bentuk pemberdayaan
2). Rancangan Lembaga penguatan ukm
3). Data base program yang ditujukan bagi ukm, yang berasal dari instansi
pemerintah maupun swasta
4). Jurnal Ilmiah
BAB 5
HASIL YANG DICAPAI
5.1. Deskripsi Data
5.1.1. Pengembangan usaha kecil menengah
Terdapat beberapa ukm yang ada di kecamatan Medan Deli, sebagaimana pada
tabel berikut:
Tabel 2. Jumlah Industri Kecil dan Rumah Tangga di Kec Medan Deli
Kelurahan Lingkungan Jumlahpenduduk
Jumlah IndustriKecil
JumlahIndustri RT
Titipapan 8 30.027 10 25
Tj. Mulia Hilir 19 36.703 18 23
Tanjung Mulia 12 35.406 17 21
Kota Bangun 25 11.662 20 23
Mabar 20 34.625 28 19
Mabar Hilir 16 25.166 78 33
JUMLAH 173.589 171 154
Dari data usaha kecil di atas, dilakukan identifikasi terhadap jenis usaha dan
kemampuan usaha kecil tersebut, yang ditunjukkan pada tabel berikut:
Tabel 3. Usaha dan Kemampuan Usaha Kecil
NO NAMA PRODUK/USAHA
EKSISTING BARU KEMAMPUAN SDMMAMPU BISA
DILATIHTDK BISADILATIH
1 Roti ikan 2 Bakso 3 Roti 4 Aneka kue 5 Catering 6 Sepatu 7 Tas 8 Gorden 9 Bengkel 10 Doorsmeer 11 Aksesoris 12 Salon 13 Mainan anak-anak 14 Bordiran 15 Mukena 16 Camilan/jajanan 17 Kerupuk
NO NAMA PRODUK/USAHA
EKSISTING BARU KEMAMPUAN SDMMAMPU BISA
DILATIHTDK BISADILATIH
18 Rempeyek 19 Keripik 20 Sabun cuci piring 21 Boneka 22 Telur asin 23 Hewan peliharaan 24 Tanaman hias 25 Perabot 26 Baju 27 Frame foto 28 Souvenir 29 Pembuatan tahu
tempe
30 Kompos 31 Ternak lele 32 Pengrajin daur ulang
limbah
Sumber: Dewi Andriany, 2015
Ukm-ukm tersebut memperoleh pembinaan dari pemerintah dan beberapa instansi
swasta. Pembinaan yang diperoleh meliputi pelatihan, akses pemasaran dengan
secara rutin mengikuti pameran-pameran di dalam maupun luar kota. Namun
karena banyaknya pesaing ukm yang menghasilkan produk yang sama, maka
beberapa ukm tetap mengalami kesulitan untuk berkembang.
Ukm-ukm tersebut memiliki potensi untuk berkembang. Dengan motivasi yang
tinggi, mereka dapat menerima pembinaan dan pelatihan, namun karena
kurangnya pengetahuan dan pendidikan serta minimnya pendampingan, ukm tidak
mampu mengimplementasikan hasil pembinaan dan pelatihan secara
berkesinambungan.
5.1.2. Program Yang Digulirkan Untuk Pengembangan UKM
HASIL FGD DENGAN BANK SUMUT
Program yang dijalankan :
1. Program pemberdayaan UKM antara lain :
a. Pemasaran dan jaringan usaha, dengan tujuan agar UKM mampu menguasai,
mengelola dan mengembangkan pasar, mengikut sertakan para ukm dalam
ajang promosi misalnya seperti bazar, promosi dagang dan lain –lain.
b. Pembiayaan usaha, dengan tujuan memperkuat struktur permodalan UKM dan
meningkatkan akses ke sumber-sumber pembiayaan misalnya seperti
pemberian KUR
c. Meningkatkan kualitas SDM atau profesionalisme UKM melalui magang dan
pelatihan
d. Jasa pengembangan usaha, dengan tujuan membantu UKM dalam mengatasi
ketidaksempurnaan pasar, keterbatasan akses informasi dan teknologi
Meningkatkan penguasaan teknologi, dengan tujuan meningkatkan efisiensi,
produktifitas dan daya saing UKM
e. Meningkatkan penguasaan informasi, agar UKM mampu melihat, menilai dan
memahami perkembangan dan perubahan yang terjadi dalam lingkungannya
dan cepat tanggap mengantisipasi setiap perubahan
f. Pengembangan Kewirausahaan UKM
Untuk mengembangkan UKM, maka perlu dilakukan pembinaan yang integral
agar terbentuk jiwa dan etos kerja kewirausahaan. Secara sederhana,
kewirausahaan dapat diartikan sebagai seseorang atau mereka yang mendirikan
serta mengelola kegiatan usaha yang dimilikinya sendiri dan menciptakan
lapangan kerja untuk orang lain.
Untuk membentuk etos kewirausahaan, diperlukan perpaduan antara pelaku
(wirausaha) dengan lingkungan usahanya. Konsep ini lebih dikenal dengan
"Competency based economics through formation of entrepreneurs". Terdapat
3 faktor utama yang mempengaruhi si pelaku wirausaha, yaitu :
Kemampuan (knowledge, pengalaman, keterampilan, dan karakter)
Sumber daya (modal dan jaringan), Motivasi.
2. Program Kredit Usaha Rakyat (KUR)
Kredit Usaha Rakyat (KUR) merupakan program yang termasuk dalam
Kelompok Program Penanggulangan Kemiskinan Berbasis Pemberdayaan
Usaha Ekonomi Mikro dan Kecil (klaster 3). Klaster ini bertujuan untuk
meningkatkan akses permodalan dan sumber daya lainnya bagi usaha mikro
dan kecil. KUR adalah skema kredit/pembiayaan modal kerja dan atau
investasi yang khusus diperuntukkan bagi Usaha Mikro Kecil Menengah dan
Koperasi (UMKMK) di bidang usaha produktif dan layak (feasible), namun
mempunyai keterbatasan dalam pemenuhan persyaratan yang ditetapkan
Perbankan (belum bankable). KUR merupakan program pemberian
kredit/pembiayaan dengan nilai dibawah Rp 500.000.000 dengan pola
penjaminan oleh Pemerintah dengan besarnya coverage penjaminan maksimal
80% dari plafon kredit untuk sektor pertanian, kelautan dan perikanan,
kehutanan, dan industri kecil, dan 70% dari plafon kredit untuk sektor lainnya.
. Lembaga penjaminnya yang terlibat adalah 2 lembaga penjamin nasional,
yaitu PT Jamkrindo dan PT Askrindo; dan 2 lembaga penjamin daerah, yaitu
PT Penjaminan Kredit Daerah Jawa Timur (Jamkrida Jatim) dan PT. Jamkrida
Bali Mandara. Terdapat tiga skema KUR yaitu; (1) KUR Mikro dengan plafon
sampai dengan Rp 20 Juta dikenakan suku bunga kredit maksimal 22% per
tahun, (2) KUR Ritel dengan plafon dari Rp 20 Juta sampai dengan Rp 500
Juta dikenakan suku bunga kredit maksimal 13% per tahun, (3) KUR Linkage
dengan plafon sampai dengan Rp 2 milyar. KUR Linkage biasanya
menggunakan lembaga lain, seperti Koperasi, BPR, dan Lembaga Keuangan
Non-bank, untuk menerus-pinjamkan KUR dari Bank Pelaksana kepada
UMKMK
3. Kredit Permaisuri
Kredit Sumut Sejahtera / Kredit Permaisuri
Kredit Sumut Sejahtera (KPUM SS) / Kredit Permaisuri adalah kredit yang
diberikan melalui kelompok keuangan yang dibentuk oleh Account Officer
(AO) Bank Sumut dalam suatu kelompok Keuangan Mikro (KKM) yang
beranggota 20-30 orang dengan melakukan edukasi perbankan berupa
pembinaan, pelatihan dan konsultasi pada pertemuan wajib mingguan.
Persyaratan Umum :
Seluruh anggota kelompok adalah perempuan.
Anggota Kelompok wajib memiliki usaha produktif.
Anggota kelompok berdomisili didaerah yang sama/berdekatan.
Tidak memiliki pinjaman di Lembaga Keuangan Lainnya.
Kredit Tanpa Agunan dan anggota Kelompok saling Tanggung Renteng.
Suku bunga 15,60 % Flat p.a.
Kredit diberikan bertahap yaitu :
- Plafond tahap I Rp 500.000 sampai dengan Rp 1.000.000
- Plafond tahap II > Rp 1.000.000 sampai dengan Rp 2.000.000.
- Plafond tahap III > Rp 2.000.000 sampai dengan Rp 3.000.000.
- Plafond tahap IV > Rp 3.000.000 sampai dengan Rp 4.000.000
- Plafond tahap V > Rp 5.000.000.
Keunggulan Persyaratan Kredit :
Persyaratan mudah.
Bunga Ringan.
Fasilitas Tabungan Martabe Sumut Sejahtera BEBAS Biaya Administrasi
dan Gratis Asuransi Jiwa
TIDAK REPOT karena angsuran & tabungan akan dijemput petugas bank.
Manfaatnya adalah dapat digunakan sebagai tambahan modal usaha dan
kebutuhan investasi usaha.
4. Kredit Sahabat Insan Pengusaha Pemula (SIPP)
Kredit produk PT Bank Sumut ini bertujuan mendukung lahirnya wirausaha
baru di Sumut dengan bunga paling rendah di Indonesia yaitu hannya 6,99
persen. Selain itu, SIPP merupakan salah satu upaya untuk mewujudkan visi
dan misi Provinsi Sumut diantaranya mengurangi jumlah pengangguran
melalui penciptaan wirausaha baru dan penyerapan tenaga kerja oleh koperasi
dan usaha mikro, kecil, menengah serta meningkatkan daya saing koperasi dan
usaha kecil menengah. SIPP diprioritaskan kepada pengusaha mikro yang
bergerak di semua sektor dalam rangka membantu pengembangan usaha mikro
di Sumatera Utara. Plafond minimal SIPP berkisar RP 1 juta hingga maksimum
Rp 15 juta dengan jangka waktu untuk modal kerja 6-36 bulan dan investasi 12
bulan-36 bulan.
HASIL FGD DENGAN PKBL PERTAMINA
Program Kemitraan Bina Lingkungan (PKBL) merupakan Program Pembinaan
Usaha Kecil dan pemberdayaan kondisi lingkungan yang dibiayai oleh BUMN.
Bagi yang mempunyai usaha berhak mengajukan bantuan melalui proyek atau
Program PKBL ini. Program ini adalah program pemberdayaan dana bergulir
yang bersifat pinjaman dan bukan hibah .
Bentuk Program Kemitraan :
1. Pemberian Pinjaman yaitu ; Pinjaman untuk modal kerja dan atau untuk
pembelian barang – barang modal seperti mesin dan alat produksi, alat bantu
produksi dan lain sebagainya yang dapat meningkatkan produksi dan penjualan
produk mitra binaan.
2. Hibah dalam bentuk ;
- Meningkatkan pengendalian mutu produksi
- Meningkatkan pemenuhan standarisasi teknologi
- Meningkatkan rancang bangun dan perekayasaan
- Bantuan pemasaran produk mitra binaan, dalam bentuk penjualan produk
mitra binaan,mempromosikan produk mitra binaan melalui kegiatan
pameran maupun penyediaan ruang pamer (showroom), pendidikan
pelatihan dan magang, jangka waktu atau masa pembinaan untuk mitra
binaan dapat dilakukan terus sampai mitra binaan benar- benar menjadi
tangguh, mandiri dan bankable (dapat diberi pinjaman).
3. Kegiatan monitoring dilakukan kepada mitra binaan yang telah berjalan 6
bulan dalam menerima bantuan kredit. Dalam pelaksanaan monitoring pihak
PKBL menunjuk dua orang petugas dalam satu tim monitoring serta
menyiapkan formulir monitoring dan laporan monitoring dengan tujuan untuk
mendapatkan informasi penilaian yang objektif dan realities. Tujuan
dilakukannya monitoring ini adalah untuk mengetahui penggunaan pinjaman
yang sesuai dengan perjanjian, mengetahui kelancaran pembayaran angsuran
pinjaman, mengetahui perkembangan omset penjualan, mengetahui
perkembangan administrasi, perkembangan pemasaran, perkembangan tenaga
kerja, perkembangan jenis usaha dan perkembangan asset.
4. Pembinaan bersifat sementara dan lama pembinaan maksimal 5 tahun
Tata Cara
1. Surat Permohonan UKK disertai rencana pengembangan usahanya
disampaikan kepada ketua pelaksana PUKK Unit Operasi PERTAMINA
terdekat. Rencana pengembangan tersebut sekurang-kurangnya berisi:
o Keadaan Saat ini
Data Perusahaan (Badan Usaha/Koperasi/Perorangan) : nama, alamat,
pimpinan/pemilik dan nomor telepon/faksimile.
Uraian Usaha : Tempat usaha, ijin usaha(bila ada), lama usaha dan jenis
barang/jasa.
Organisasi : jumlah tenaga kerja, administrasi dan hubungan dengan
lembaga keuangan dan perbankan.
Produksi : prasarana/sarana jenis dan sumber bahan baku
Pemasaran : tempat/daerah, penjualan/omzet dan strategi/cara
Keuangan : laba/rugi (bulanan/tahunan), neraca dan cash flow.
o Bantuan yang diharapkan dan rencana pengembalian pinjaman
o Keadaan yang diharapkan setelah mendapat bantuan
(Dibandingkan dengan keadaan saat ini)
o Rekomendasi dari instansi terkait (bila perlu)
2. PERTAMINA melakukan sendiri evaluasi dan seleksi atas permohonan UKK
atau dibantu pihak lain.
3. UKK yang terpilih menyelesaikan administrasi bantuan dengan PERTAMINA
dan menjadi UKK mitra binaan. Bantuan dalam bentuk pinjaman dituangkan
dalam surat perjanjian/kontrak.
4. Pembinaan dan penyaluran bantuan dana secara langsung kepada UKK.
Alur Program Kemitraan
1. UKM calon mitra binaan mengisi formulir permohonan pinjaman dengan
melengkapi informasi yang diperlukan. Petugas PKBL kemudian menyalin
informasi tersebut kedalam aplikasi.
2. Petugas PKBL melakukan survey lapangan untuk melihat langsung usaha yang
dijalankan
UKM calon mitra binaan. Dari survey tersebut petugas bisa memperoleh
berbagai informasi tambahan yang kemudian akan dimasukkan juga kedalam
aplikasi untuk memperlengkap profil calon mitra binaan.
3. Proses analisis dan persetujuan terhadap permohonan pinjaman dana.
Persetujuan dapat dilakukan di kantor cabang atau kantor pusat PKBL,
bergantung bersaran nilai yang diajukan.
4. Menjelang akad terdapat beberapa surat yang harus ditandatangani, yaitu :
Perjanjian penyaluran, jadwal angsuran, penyerahan jaminan (jika ada), dll.
Berbagai surat tersebut sudah tersedia di aplikasi sehingga tinggal mencetak
saja.
5. Setiap bulan PKBL akan menerima angsuran dari mitra binaan. Terdapat
berbagai cara pembayaran angsuran : tunai melalui petugas, transfer melalui
rekening, atau datang ke kantor PKBL. Setiap angsuran yang diterima akan
dicatat kedalam aplikasi, yang akan secara otomatis memilah porsi pokok dan
porsi jasa administrasi.
6. Jika terdapat piutang bermasalah, maka tersedia opsi untuk melakukan
restrukturisasi, rekondisi, atau reskedul.
7. Setelah mitra binaan melunasi seluruh pinjamannya, maka dibuat keterangan
lunas. Jika terdapat kelebihan pembayaran, maka akan dikembalikan
HASIL FGD DENGAN DINAS KOPERASI
PROGRAM ;
1. Program Peningkatan kualitas dan penyebarluasan informasi.
2. Program penciptaan iklim usaha-usaha Mikro Kecil Menengah yang
kondusif.
3. Program pengembangan Kewirausahaan dan Keunggulan Kompetitif Usaha
Mikro Kecil Menengah.
4. Program pengembangan sistem pendukung usaha bagi Usaha Mikro, Kecil
dan Menengah.
5. Pemberdayaan Usaha skala mikro melalui Pemberdayaan ekonomi Produktif
dan Pemberdayaan Masyarakat Miskin yang mempunyai usaha
6. Pengembangan Kewirausahaan dan Keunggulan Kompetitif KUKM melalui
Penumbuhan Wirausaha Baru
7. Pengembangan sistem Pendukung Usaha bagi Koperasi, Usaha Mikro, Kecil
dan Menengah melalui kegiatan Promosi dan Pameran
8. Program Penciptaan Iklim Usaha Kecil Menengah yang Kondusif
9. Program Pengembangan Kewirausahaan dan Keunggulan Kompetitif Usaha
Kecil Menengah
10. Program Pengembangan Kewirausahaan Sistem Pendukung Usaha bagi
Usaha Mikro Kecil Menengah
11. Program Pengembangan Industri Kecil dan Menengah
12. Kegiatan Program Pemberdayaan Koperasi, Usaha Mikro Kecil dan
Menengah :
KEGIATAN ;
1) Penyusunan Kebijakan tentang Usaha Kecil Menengah
2) Fasilitasi Pengembangan Usaha Kecil Menengah
3) Penyelenggaraan Pelatihan Kewirausahaan
4) Pelatihan Manajemen Pengelolaan Koperasi
5) Sosialisasi Dukungan Informasi Penyediaan Permodalan
6) Pemantauan Pengelolaan Penggunaan Dana Pemerintah bagi Usaha Mikro
Kecil dan Menengah
7) Penyelenggaraan Promosi Produk Usaha Mikro Kecil dan Menengah
8) Pengembangan Kebijakan dan Program Peningkatan Ekonomi Lokal
9) Koordinasi Pemanfaatan Fasilitas Pemerintah untuk Usaha Mikro Kecil
dan Menengah
10) Fasilitasi Kemitraan bagi Koperasi, Usaha Mikro Kecil dan Menengah
11) Bimbingan Teknis Sentra/Perusahaan IKM
12) Pengurusan Sertifikasi HAKI (Merek) Produk Pangan
13) Partisipasi Pameran Dekranasda
14) Bantuan Mesin/Peralatan Pengolahan IKM pada Komoditi Unggulan
15) Temu Bisnis Pelaku IKM
16) Perencanaan, Koordinasi dan Pengembangan Usaha Mikro Kecil dan
Menengah.
17) Fasilitasi Pengembangan Usaha Mikro Kecil dan Menengah.
18) Memfasilitasi Peningkatan Kemitraan usaha bagi Usaha Mikro Kecil dan
Menengah.
19) Fasilitasi pengembangan sarana promosi hasil produksi.
20) Sosialisasi HAKI kepada Usaha Mikro Kecil dan Menengah.
21) Pembekalan keterampilan teknis bagi calon wirausaha baru.
22) Forum Group Discusion (FGD) Koperasi dan UMKM.
23) Penyelenggaraan promosi produk Usaha Mikro Kecil dan Menengah.
24) Bantuan perkuatan bagi KUMKM
HASIL FGD DENGAN PT. MUSIMAS
Sebagai sebuah perusahaan swasta, PT. Musimas menyalurkan dana Corporate
Social Responsilibity nya kepada masyarakan sekitar dalam bentuk kegiatan
sosial. Perusahaan tidak melakukan pembinaan dan usaha pengembangan usaha
kecil menengah
5.1.3. Analisis SWOT Program Yang Digulirkan Untuk Pengembangan UKM
INTERNAL
EKSTERNAL
Kekuatan1. Ukm cukup terbantu
dengan pemasaran yanglebih luas denganmengikuti pameran di luarkota
2. Ukm dapat meningkatkankemampuan denganbimtek yang diberikan
3. Adanya bantuanpermodalan
4. Adanya bantuan peralatan
Kelemahan1. sistem monitoring yang
berkelanjutan dari BUMNcukup memadai, namun dariDinas Koperasi & UKM tidakada
2. Banyak ukm yang belummerasakan manfaat program/belum meratanya program
3. Kurangnya sdm untukmengidentifikasi ukm yangmembutuhkan bantuanprogram
4. Program yang diberikanbelum sesuai dengankebutuhan
5. Pengembalian dana masihtersendat
6. Lemahnya kesadaran ukmakan pentingnya pembinaanyang diberikan
Peluang1. Adanya kolaborasi dengan
perguruan tinggi dan CSRswasta untuk membantuukm
2. Menjalin kerja sama antarasesama pelaku usaha yangmemiliki kesamaan produk
3. Bantuan peralatan dapatmenambah kapasitasproduksi dan kualitasproduk
4. Bantuan modal dapatmeningkatkan kapasitasproduksi
Membuat sistem pemasaranterpadu dengan instansisebagai penggagas dan
perguruan tinggi sebagaimonitoring
Dapat membentuk koperasiantara sesama pelaku usaha yang
memiliki kesamaan produk,sehingga dapat memiliki satu
merek saja
Ancaman1. Program tidak bermanfaat
karena untuk kegiatankonsumtif
2. Program tidak berlanjutsehingga tidak mengetahuikeberhasilan/ kegagalanprogram
3. Kurangnya pengetahuan akanpasar sasaran menyebabkankalah dalam persaingan
Promosi dan pemasaransecara lebih luas dengan
memanfaatkan terknologiinformasi
Melakukan evaluasi secara detailserta monitoring berkelanjutan
untuk memastikan dana bergulirdimanfaatkan secara tepat
sasaran
Gambar 3. Matriks SWOT Program Pengembangan UKM
5.1.4. Hasil Sosialisasi SOP dan Model Pemberdayaan
Dari FGD yang dilakukan dengan Bank Sumut, PKBL Pertamina, Dinas Koperasi
& UKM serta PT. Musimas, dapat disimpulkan bahwa:
1. BUMN dan Dinas Koperasi & UKM telah melakukan pemberdayaan
masyarakat dengan melakukan pengembangan dan pembinaan ukm, dalam
bentuk pembinaan/ pelatihan, pemasaran dan pendanaan.
2. BUMN telah melakukan sistem monitoring dan evaluasi atas program
pengembangan ukm tersebut.
3. Dinas Koperasi & UKM tidak melakukan monitoring dan evaluasi atas
program pengembangan ukm secara kontinu.
4. PT. Musimas sebagai perusahaan swasta tidak melakukan program
pemberdayaan berupa pengembangan. Ukm.
Saran yang diberikan adalah adanya kolaborasi antara instansi (swasta dan
pemerintah), perguruan tinggi, perbankan serta ukm dalam implementasi program
secara bersama-sama. Dalam hal ini semua pihak harus diuntungkan, dalam arti
program yang digulirkan tepat sasaran, sehingga benar-benar mampu
mensejahterakan rakyat.
5.2. PEMBAHASAN
5.2.1. Keterkaitan / Peranan Berbagai Pihak Dalam Pengembangan UKM
Pemerintah, perusahaan swasta maupun perbankan telah bersedia
menyediakan sumber daya untuk membantu pengembangan ukm. Hal ini
merupakan sinyal positif yang harus direspon oleh semua pihak, terutama ukm,
bahwa banyak pihak yang turut berpartisipasi untuk mengembangkan ukm yang
pada akhirnya akan mensejahterakan kehidupan masyarakat.
Sebagaimana telah banyak disimpulkan oleh hasil penelitian, pertanggung
jawaban sosial (CSR) perusahaan swasta, cenderung bersifat charity
(kemanusiaan) yang berupa kewajiban membantu masyarakat. Disebut charity
karena belum menemukan skema bagi keberlanjutan program, belum ada
monitoring serta evaluasi yang akan membantu ukm secara berkelanjutan dalam
usahanya. Program cenderung berhenti sampai implementasi, dan tidak
dilanjutkan dengan pengukuran keberhasilan dan kegagalan dari program tersebut.
Untuk itulah perlu dirancang sebuah sistem pengembangan ukm yang melibatkan
berbagai pihak, sebagai pemberi bantuan, pelaksana program, monitoring dan
evaluasi. Semuanya saling bekerja sama, sehingga mampu merancang pedoman
bagi pengembangan ukm.
Adapun skema keterkaitan pihak-pihak yang berkompeten dalam
pengembangan ukm dijelaskan dalam gambar berikut:
Gambar 4. Keterkaitan Pihak-Pihak Yang Berkompeten Dalam Pengembangan
UKM
Dalam gambar, Dinas Koperasi dan UKM sebagai perwakilan pemerintah (dapat
pula menyertakan instansi pemerintah lainnya), perbankan (BUMN maupun
swasta), perusahaan swasta memiliki peranan yang sama, yaitu memberikan
penguatan kepada ukm, baik dalam hal pelatihan, pembinaan, pemasaran,
pendanaan kepada ukm. Sebelum menjalankan program penguatan bagi ukm
(pelatihan, pembinanaan, pemasaran, pendanaan), dibuatlah pedoman bagi
implementasi program, monitoring dan evaluasi serta pelaporan, sehingga dapat
diketahui keberhasilan ataupun kegagalan program. Untuk pembuatan pedoman
implementasi program dapat melibatkan perguruan tinggi serta sebagai
pendamping bagi ukm sehingga mampu menterjemahkan setiap program dengan
baik.
Um
pan
Bal
ik
Dinas Koperasi &UKM
Perbankan PerusahaanSwasta
Program Penguatan
Monitoring &Evaluasi
UKM(implementasi)
Pedomanimplementasi,monitoring &
evaluasi, pelaporan
Laporan
Pendampingan olehlembaga/ unit
penguatan
5.2.2. Program Yang Diharapkan Pelaku UKM
Dalam Dewi Andriany, dkk (2015) telah diidentifikasi program-program yang
diharapkan pelaku ukm untuk diberikan kepada mereka. Program-program itu
adalah:
1. Penyediaan Lembaga Pelatihan, di mana lembaga ini bertanggung jawab atas
pelatihan dan dampak yang ditimbulkan setelah pelatihan. Untuk itu
diharapkan ada indikator kegagalan/ keberhasilan dari pelatihan yang
diberikan.
2. Penyediaan Lembaga Pemasaran, di mana lembaga ini bertanggung jawab atas
kegiatan pemasaran yang dilakukan, termasuk di dalamnya adalah kegiatan
promosi. Pelaku ukm sudah harus memanfaatkan kecanggihan teknologi
informasi yang telah ada untuk pemasaran produknya
3. Penyediaan Lokasi Usaha, yang diharapkan pelaku ukm adalah penyediaan
lokasi terpusat, misalnya berbentuk sentra industri ataupun kerajinan, sehingga
dapat sekaligus berfungsi sebagai tujuan wisata.
4. Pengadaan Teknologi, yang mampu menjamin efisiensi dan efektifitas
produksi. Hal ini dapat dikoordinasikan dengan perguruan tinggi sebagai
penyedia teknologi
5. Penyediaan Lembaga Bantuan Modal (diintegrasikan dengan Program PNPM
Mandiri Perkotaan yang dilanjutkan dengan Program PPMBK)
6. Pengadaan Bahan Baku, dengan menjamin harga yang murah dengan kualitas
yang baik, menjalin kerja sama dengan pemasok, dengan melakukan
standarisasi bahan baku
7. Lembaga Monitoring Kualitas, yang dimaksudkan dengan pemeliharaan
kualitas, baik bahan baku, proses maupun produk jadi. Perlu adanya pedoman
yang jelas akan standar kualitas.
5.2.3. Model Pengembangan UKM Sebagai Bentuk Pemberdayaan
Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan serta model awal yang telah
dirancang, maka dilakukan penyempurnaan terhadap model pengembangan ukm.
Hal ini dilakukan dengan alasan bahwa pengembangan ukm sendiri membutuhkan
penguatan yang tediri dari pelatihan, pemasaran serta pendanaan, dan unsur
penguatan ukm sendiri telah disusun SOP implementasinya. Model
pengembangan ukm sebagai bentuk pemberdayaan ini melingkupi hal krusial
yang sering dijumpai pada ukm yang merupakan kelemahan dalam operasional
ukm tersebut. Model pengembangan ukm ini akan menjadikan sebuah pedoman
bagi instansi terkait dalam melakukan penguatan ukm, sehingga ukm pada
akhirnya akan memiliki daya saing.
Monitoring & Evaluasi
Pedomanimplementasi,monitoring &
evaluasi, pelaporan
Um
pan
Bal
ik
UKM (implementasi)
Laporan
Pendampingan oleh lembaga/unit penguatan (perguruan
tinggi)
Identifikasi Internal Pengusaha Kecil: Kualitas Produk Kemampuan Manajerial
Identifikasi Eksternal Pengusaha Kecil: Akses Pasar Akses Bahan Baku
ANALISIS KEBUTUHANNYATA
Kebutuhan:1. Peningkatan Ketrampilan2. Bantuan promosi/ pemasaran3. Peningkatan akses kepada pasar4. Pengadaan teknologi5. Peningkatan akses kepada bahan baku6. Monitoring kualitas7. Akses permodalan
RANCANGANPENDAMPINGAN
PARTISIPATIF
EVALUASI KINERJA USAHA KECIL DANPROGRAM
Pendampinganpeningkatan kemampuanteknis ------- berhasil
insentif akseskepada bahan bakuyang lebih murah
Pemberian insentif akseskepada pasar, sepertilokasi usaha yang strategis-------- berhasil
Peningkatanproduksi danpenjualan
Pemberian insentif pengadaan teknologi
MONITORING KUALITAS PRODUK
Dinas Koperasi & UKM Perbankan Perusahaan Swasta & BUMN
Gambar 5. Model Pendekatan Partisipatif Bagi
Pengembangan Usaha Kecil Menengah
Gambar tersebut menjelaskan bahwa ada keterkaitan antara pihak
pemerintah (dalam hal ini diwakili oleh Dinas Koperasi & UKM), perusahaan
swasta dan BUMN, serta perbankan (swasta dan BUMN), serta perguruan tinggi.
Perguruan tinggi sebagai pusat pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi,
dapat menjadikan program pengembangan ukm ini sebagai inkubator dengan
memanfaatkan ilmu dan teknologi yang telah ada, sebagai bagian dari kegiatan
pengabdian kepada masyarakat.
Dalam ilmu manajemen, dikenal fungsi manajemen yang diawali dengan
perencanaan. Perencaaan ini dimaksudkan untuk membuat pedoman bagi
program pengembangan ukm. Dalam penelitian sebelumnya (Dewi Andriany,
dkk, 2016) telah merumuskan standar operasional prosedur bagi penguatan ukm,
di mana terdapat beberapa unsur yang terlibat dalam upaya pengembangan ukm.
Standar operasional prosedur yang telah disusun menyertakan pihak perguruan
tinggi sebagai fasilitator, yang mempersiapkan pedoman bagi implementasi,
monitoring & evaluasi, pelaporan. Di samping itu, fasilitator juga berperan dalam
hal pembimbingan teknis.
Lebih jauh lagi, dalam tahap perencanaan, perlu adanya pedoman bagi
implementasi program, yang memuat target sasaran, luaran serta indikator
keberhasilan. Target sasaran serta indikator keberhasilan akan memuat hal
berikut untuk dijadikan sebagai pedoman implementasi program, yaitu:
1. Peningkatan Ketrampilan, menjelaskan ketrampilan apa yang diharapkan
meningkat, seperti kemampuan pengelolaan sumber daya manusia,
kemampuan pengelolaan keuangan, kemampuan inovasi produk, ketrampilan
entrepreneurship, dan beberapa ketrampilan yang mendukung peningkatan
ukm.
2. Bantuan promosi/ pemasaran, berupaya melakukan cara-cara modern dan
inovatif untuk memasarkan produk, sehingga memiliki jangkauan pemasaran
yang lebih luas. Bantuan promosi/ pemasaran yang diberikan dapat berupa
sebuah domain untuk pemasaran berbasis teknologi informasi, yang dapat
digunakan untuk beberapa produk sejenis.
3. Peningkatan akses kepada pasar, jika memungkinkan dapat menjangkau pasar
di luar wilayah produksi, bahkan keluar negeri.
4. Pengadaan teknologi, dengan bekerja sama dengan perguruan tinggi dalam
penyediaan dan pengembangan teknologi,
5. Peningkatan akses kepada bahan baku, dengan membentuk sebuah sistem
manajemen rantai pasokan, untuk menjamin kualitas bahan baku
6. Monitoring kualitas, yang memuat standar kualitas bagi produk yang
dihasilkan, di mana penetapan standar kualitas ini dapat ditetapkan dengan
bekerja sama dengan perguruan tinggi.
Pendampingan diberikan sejak dari tahap perencanaan, sehingga ukm mampu
membuat perencanaan yang realistis, sampai kepada program diimplementasikan.
Pemetaan potensi ekonomi dan ukm telah dilakukan oleh Dinas Koperasi dan
UKM, sehingga dinas telah memiliki data ukm yang ada di wilayah kerjanya. Hal
ini memudahkan dinas dalam melakukan sosialisasi informasi dan program yang
akan diberikan kepada ukm. Begitupun dengan instansi swasta dan perbankan
yang telah memiliki data base ukm dalam binaannya, sebagai bentuk pertanggung
jawaban sosial kepada masyarakat. Hanya saja, mengingat luasnya wilayah kerja
instansi tersebut, diakui terdapat kesulitan untuk menjangkau semua ukm secara
bersamaan, sehingga diakui pula bahwa seringkali terdapat ukm yang berpotensi
namun tidak memiliki kesempatan untuk mengikuti penguatan ukm yang
diberikan. Hal ini tentunya memerlukan skema lain untuk menjamin
keterjangkauan dan pemerataan informasi dan program sehingga sampai kepada
semua ukm.
5.2.4. Sistem Monitoring dan Evaluasi Program
Untuk menjamin ukm yang memperoleh dana bergulir mempergunakan dana
tersebut untuk pengembangan usahanya, perlu kiranya dirancang sistem
monitoring dan evaluasi program tersebut. Di mana dalam implementasinya
diperlukan kolaborasi antara instansi (pemerintah dan BUMN), perbankan serta
akademisi. Sistem monitoring dan evaluasi program pengembangan ukm dapat
digambarkan sebagai berikut:
Gambar 6. Sistem Monitoring dan Evaluasi Program Pengembangan UKM
Adanya sistem pelaporan yang dilakukan oleh ukm atas penggunaan dana serta
program pengembangan lainnya, menjadi sebuah alat untuk mengevaluasi
Tid
ak a
da p
erub
ahan
Um
pan
Bal
ik
Dinas Koperasi &UKM
Perbankan PerusahaanSwasta
Monitoring &Evaluasi
UKM(implementasi)
AkademisiPedoman implementasi, monitoring
& evaluasi, pelaporan
LaporanMeningkat/ stabil
Paham/ tidak paham
Pendampinganuntuk monitoring
dan evaluasi
Bimbinganteknis
Pemasaran & Promosi,Monitoring Kualitas
BantuanModal
Pelatihan
Pencatatanaktivitas
Indikator: target penjualan, cacat produk, kapasitas produksi,kualitas bahan baku, efisiensi waktu, jangkauan pemasaran,pengembalian modal
Peningkatan
Progam Pengembangan UKM(Pembinaan, pelatihan, pendanaan, pemasaran)
keberhasilan/ kegagalan program. Terlebih dahulu disusun indikator keberhasilan
program tersebut, sehingga mudah untuk melakukan evaluasi.
BAB 6
RENCANA TAHAP BERIKUTNYA
Mengingat pentingnya keberlanjutan program pengembangan ukm, bagi
monitoring dan evaluasi program yang digulirkan, maka sangat penting
mendirikan sebuah lembaga yang berfungsi melakukan monitoring dan evaluasi
atas program pengembangan ukm. Walaupun BUMN telah melakukan fungsi
monitoring dan evaluasi, namun Dinas Koperasi & UKM belum optimal dalam
pelaksanaannya. Sehingga diperlukan lembaga yang berfungsi sebagai fasilitator
dan jembatan bagi ukm serta pemberi program pengembangan, yaitu instansi
pemerintah, perusahaan swasta, dan perbankan.
Sebagai fasilitator, lembaga ini perlu menyusun pedoman bagi sistem
monitoring dan evaluasi sehingga implementasi dan luarannya terukur.
Karenanya, lembaga ini bisa berupa kumpulan akademisi yang mempunyai
perhatian lebih kepada pengembangan ukm.
BAB 7
KESIMPULAN DAN SARAN
7.1. Kesimpulan
1. Model pendekatan partisipatif bagi pengembangan usaha kecil menengah
dimaksudkan bagi pengembangan ukm sehingga memiliki daya saing
2. Program yang diperlukan ukm dalam pengembangan usahanya meliputi:
peningkatan ketrampilan, bantuan promosi/ pemasaran, peningkatan akses
kepada pasar, pengadaan teknologi, peningkatan akses kepada bahan baku, dan
monitoring kualitas
3. Sistem monitoring dan evaluasi dimaksudkan agar dalam
mengimplementasikan program pengembangan ukm, dapat diukur tingkat
keberhasilan/ kegagalan sehingga dapat melakukan perbaikan di masa yang
akan datang.
7.2. Saran
1. Dalam memilih ukm untuk dikembangkan, instansi harus memiliki indikator
yang sesuai sehingga program yang digulirkan tepat sasaran dan berhasil guna.
2. Harus terjalin kolaborasi yang baik antara instansi (swasta, pemerintah dan
BUMN), perbankan serta akademisi dalam upaya pengembangan ukm,
sehingga berhasil sebagaimana target.
DAFTAR PUSTAKA
(PNPM) MANDIRI, 2007, Pedoman Umum Program Nasional PemberdayaanMasyarakat
Agus Purbathin Hadi, , Revisi Mekanisme Dan Peningkatan KualitasPerencanaan Desa Menuju Pembangunan Desa Yang Partisipatif DanBerkelanjutan Di Era Otonomi Daerah, Program Studi Penyuluhan danKomunikasi Pertanian Fakultas Pertanian Universitas Mataram
Asmara, Lalu Hajar., 2001, Mencari Format Perencanaan Pembangunan yangAspiratif Untuk Mendukung Implementasi Otonomi Daerah. Makalahdiskusi internal Bapeda Lombok Tengah tanggal 10 April 2001.
Bintoro Tjokroamidjojo, 1983, Pengantar Administrasi Pembangunan, PustakaLP3ES Indonesia, Jakarta
Bryant, Coralie and White, G, Louise, 1989 Manajemen Pembangunan UntukNegara Berkembang, pengantar Dorodjatun Kuntjoro-jakti, Jakarta;LP3ES.
Colletta, Nat J dan Umar Kayam. 1987. Kebudayaan dan Pembangunan. YayasanObor Indonesia. Pp.333.
Dewi Andriani, dkk (2015), Pengembangan Model Pendekatan Partisipatif DalamMemberdayakan Masyarakat Miskin Kota Medan Untuk MemperbaikiTaraf Hidup, Laporan Penelitian Hibah Bersaing, Tidak Dipublikasi
Dewi Andriani, dkk (2016), Pengembangan Model Pendekatan Partisipatif DalamMemberdayakan Masyarakat Miskin Kota Medan Untuk MemperbaikiTaraf Hidup, Laporan Penelitian Hibah Bersaing, Tidak Dipublikasi
Hornby. Parnwell. Siswojo dan Siswojo. 1984. Kamus Inggris Indonesia. OxfordUniversity Press. P.419.
Koentjoroningrat, 1974, Kebudayaan Mentalitet dan Pembangunan, PT.Gramedia, Jakarta.
P3P UNRAM, 2001. Studi Eksploratif Pengembangan PerencanaanPembangunan yang Aspiratif di Kabupaten Lombok Tengah. Mataram :P3P UNRAM bekerjasama dengan BAPEDA Lombok Tengah, ProgramStudi Penyuluhan dan Komunikasi Pertanian
Puji Hadiyanti, 2006, Kemiskinan & Upaya Pemberdayaan Masyarakat,Komunitas, Jurnal Pengembangan Masyarakat Islam Volume 2, Nomor 1,Juni 2006
Sastropoetro, R.A Santoso (1988). Partisipasi, Komunikasi, Persuasi dan DisiplinDalam Pembangunan Nasional, Bandung : Alumni
Sherry R. Arnstein (1969), A Ladder of Citizen Participation, JAIP. Vol. 3Steinberg, Florian, Nana Rukmana D.W dkk (1993). Manajemen Pembangunan
Prasarana Perkotaan, Jakarta : LP3ESSupriatna, Tjahya, 2000, Stimulasi Pemerintah Dalam Rangka meningkatkan
Partisipasi Masyarakat di Bidang Pembangunan Desa, diktat IIP Jakarta..Syamsi, Ibnu, 1986, Pokok-pokok Kebijaksanaan, Perencanaan Pemrograman
Dan Penganggaran Pembangunan Tingkat Nasional Dan Regional,Rajawali, Jakarta
UU No 22 Tahun 1999 Tentang Pemerintah DaerahVidhyandika Moeljarto. 2000. Pemberdayaan Kelompok Miskin Melalui Program
Inpres Desa Tertinggal. Centre For Strategic And International StudiesJakarta
Wahyuni , Sri dan M. Sukarja. 2000. Kelembagaan Penunjang Acquisition SystemTeknologi Sistem Usahatani Pasang Surut. Pros. Sem. Nas. PenelitianPengembangan Pertanian Lahan Rawa, Cipayung 25 – 27 Juli.PUSLITBANGTAN – BOGOR. P 392 – 402.
LAMPIRAN 1
DAFTAR PERTANYAAN FGD
1. Apakah Dinas, BUMN, perusahaan ini memiliki program bagi pengembangan
usaha kecil menengah?
2. Kalau ada, apa sajakah itu?
3. Tepatnya, kepada siapakah secara khusus program itu ditujukan?
4. Apakah programitu berhasil, menurut Anda?
5. Apa indikator keberhasilan program tersebut?
6. Apakah ada monitoring dan evaluasi pada program yang dijalankan?
7. Bagaimana cara melakukan monitoring dan evaluasi program tersebut?
8. Apa kelemahan dari sistem monitoring dan evaluasi program tersebut?
LAMPIRAN 2
PERSONALIA PENELITIAN
No Nama /NIDN
Instansi asal BidangIlmu
Alokasi Waktu(Jam/minggu)
Uraian Tugas
1 DewiAndriany,SE, MM
0120126504
FE UMSU Manajemen 7 1. Melakukan studibanding
2. Membuat kesimpulanstudi banding
3. Melakukanpengumpulan data
4. Membuat pemetaanpotensi wilayah
5. Merancang polapembinaan / pemantauanprogram
6. Menganalisis data7. Menyusun laporan8. Melakukan seminar hasil
dan publikasi2 Dr. Syaiful
Bahri, M.ApFE UMSU Manajemen
Publik6 1. Melakukan
pengumpulan data2. Membuat pemetaan
potensi wilayah3. Melakukan studi
banding4. Membuat kesimpulan
studi banding5. Merancang pola
pembinaan / pemantauanprogram
6. Menganalisis data7. Menyusun laporan
3 Mutia Arda Mahasiswa Manajemen 3 Melakukanpengumpulan data danadministrasi
LAMPIRAN 3ARTIKEL ILMIAH
DISAMPAIKAN PADA
ROUNDTABLE for INDONESIAN
ENTREPRENEURSHIP EDUCATORS
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
9 AGUSTUS 2017
PERANAN PEMERINTAH DALAM USAHA PENGEMBANGANUSAHA KECIL MENENGAH
DEWI ANDRIANYUNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SUMATERA UTARA
Jl. Kapten Muchtar Basri No 3 MedanTelp (061) 6624567
Abstrak
Penelitian ini bertujuan membandingkan antara implementasi program bagi ukm yangdilakukan oleh pemerintah kota Medan (Kecamatan Medan Deli khususnya) denganpemerintah kota Yogyakarta. Metode pengumpulan data dilakukan dengan melakukanFocus group discussion dengan aparat terkait. Hasil FGD menyiratkan bahwa sudahbanyak proram pemerintah yang digulirkan untuk memberdayakan ukm, hanya saja masihterkendala oleh beberapa hal, seperti lemahnya sumber daya manusia yang ada,keterbatasan sumber bahan baku dan kendala lainnya. Beberapa hal yang perlu dilihatdari pemerintah kota Yogyakarta yang dapat diimitasi oleh pemerintah kota Medanadalah kemudahan dalam perijinan, adanya marketing poin, serta griya kreasi, yangmenyediakan konselor bagi pelaku ukm dalam menghadapi permasalahannya.
Kata Kunci: peranan pemerintah, pengembangan ukm
Abstract
This study aimed to compare between the implementation of the program for SMEscarried out by the city of Medan (district of Medan Deli in particular) with thegovernment of the city of Yogyakarta. Methods of data collection was done by focusgroup discussions with the relevant authorities. FGD results imply that many proramgovernment initiated to empower SMEs , it's just still constrained by several factors, suchas weak human resources exist, limited sources of raw materials and other constraints.Some things to be seen from Yogyakarta city government that can be imitated by the cityof Medan is the ease of licensing, their marketing points, and creations house, whichprovides counselors for the perpetrators of SMEs in dealing with the problem.
Key Words: government role, SMEs development
PENDAHULUAN
Dewi Andriany, dkk (2014) telah merancang model pendekatan Partisipatif
dalam memberdayakan masyarakat miskin Kota Medan untuk memperbaiki taraf
hidup di mana dilakukan strategi pemberdayaan total yang di dalamnya mencakup
adanya program perlindungan sosial, perbaikan lingkungan, pemberdayaan
sumber daya manusia, dan pemberdayaan ekonomi produktif, dengan sasaran
adalah usaha kecil menengah.
Pada pengembangan model pendekatan partisipatif ini dipilih pelaku usaha
kecil menengah sebagai contoh pemberdayaan masyarakat miskin di kota Medan
karena pemberdayaan masyarakat miskin memiliki makna bagaimana agar
kelompok masyarakat tersebut menjadi produktif sedemikian rupa sehingga ada
perbaikan taraf hidup. Pendekatannya dengan memberdayakan kemampuan
produktif untuk masuk ke dalam satu kegiatan usaha produktif sebagai pelaku
Usaha Kecil.
Usaha kecil menengah dan koperasi merupakan sektor usaha yang memiliki
jumlah terbesar dengan daya serap angkatan kerja yang signifikan. Oleh karena
kesenjangan pendapatan yang cukup besar masih terjadi antara pengusaha besar
dengan usaha kecil, menengah dan koperasi (UKMK), pengembangan daya saing
Usaha Kecil, secara langsung merupakan upaya dalam rangka peningkatan
kesejahteraan rakyat banyak, sekaligus mempersempit kesenjangan ekonomi.
Perluasan basis usaha dan kesempatan Usaha Kecil dengan mendorong
tumbuhnya wirausaha baru, melalui peningkatan pengetahuan dan semangat
kewirausahaan. Penguatan kelembangaan Usaha Kecil terutama untuk
memperluas akses kepada sumber permodalan khususnya perbankan- non
perbankan, pemanfaatan teknologi dan pemasaran serta promosi produk. Hal
simultan lain yang harus dilakukan adalah memperbaiki lingkungan usaha melalui
penyerderhanaan prosedur perijinan.
Dalam model pemberdayaan yang telah dirancang, salah satu unsur yang
memegang peranan penting adalah unsur pemerintahan, yang dapat diwakili oleh
pemerintah kota serta instansi terkait, seperti dinas koperasi dan ukm serta dinas
perindustrian dan perdagangan. Adanya sinergi antara unsur pemerintahan
tersebut akan menunjang perkembangan ukm ke arah yang lebih baik, dengan
berbagai dukungan, seperti sarana dan prasarana.
Berdasarkan penguasaan pangsa pasar, usaha kecil, menengah dan koperasi
hanya menguasai pangsa pasar sebesar 20% (80% oleh usaha besar). Hal tersebut
menunjukkan dua hal sekaligus, yaitu super kuatnya sektor usaha besar dan
teramat lemahnya sektor Usaha Kecil. Harapannya adalah dengan meningkatnya
produksi usaha kecil, juga menengah dan koperasi dengan laju pertumbuhan lebih
tinggi dari laju pertumbuhan produktivitas daerah, atau sebesar 6-8% per tahun,
maka akan ada daya serap tenaga kerja tetap yang sebesar pada usaha kecil,
menengah dan koperasi, bersamaan dengan bertambahnya tenaga kerja, sebesar 5-
10% per tahun. Penguatan ukm akan dapat dicapai jika pemerintah mampu
menggerakkan perekonomian dari sektor ukm, dengan memberikan penguatan
pada sektor ukm sebagai usaha pemberdayaan masyarakat.
Untuk keberhasilan usaha tersebut, tentunya memerlukan sebuah perencanaan
yang matang, yang tidak hanya sekedar diberikan sebagai sebuah sumbangsih
dari pemerintah saja, namun harus berbentuk sebuah program yang mampu
memberdayakan masyarakat, dengan sistem monitoring dan evaluasi yang tepat.
Untuk menghasilkan program yang tepat sasaran, perencanaan harus dilakukan
dari bawah untuk menggali kebutuhan nyata pelaku ukm, di mana sampai
sekarang belum terealisasi, karena perencanaan masih dilakukan dari atas.
Kurang terakomodirnya perencanaan dari bawah dan masih dominannya
perencanaan dari atas, menurut Asmara, H., (2001) adalah karena kualitas dan
hasil perencanaan dari bawah lemah, yang disebabkan beberapa faktor antara lain:
(1) Lemahnya kapasitas lembaga-lembaga yang secara fungsional menangani
perencanaan; (2) Kelemahan identifikasi masalah pembangunan; (3) Dukungan
data dan informasi perencanaan yang lemah; (4) Kualitas sumberdaya manusia
khususnya di desa yang lemah; (5) Lemahnya dukungan pendampingan dalam
kegiatan perencanaan, dan (6) Lemahnya dukungan pendanaan dalam pelaksanaan
kegiatan perencanaan khususnya di tingkat desa dan kecamatan.
Salah satu program pemerintah yang digulirkan untuk membantu pelaku ukm
adalah PNPM Mandiri. Dalam Pedoman Umum PNPM (2007) disebutkan
komponen pengembangan masyarakat mencakup serangkaian kegiatan untuk
membangun kesadaran kritis dan kemandirian masyarakat yang terdiri dari
pemetaan potensi, masalah dan kebutuhan masyarakat; perencanaan partisipatif,
pengorganisasian, pemanfaatan sumberdaya, pemantauan, dan pemeliharaan hasil-
hasil yang telah dicapai. Untuk mendukung rangkaian kegiatan tersebut,
disediakan dana pendukung kegiatan pembelajaran masyarakat, pengembangan
relawan, dan operasional pendampingan masyarakat; dan fasilitator untuk
fasilitasi, pengembangan kapasitas, mediasi dan advokasi. Peran fasilitator
terutama pada saat awal pemberdayaan, sedangkan relawan masyarakat adalah
yang utama sebagai motor penggerak masyarakat di wilayahnya.
PNPM Mandiri telah berganti nama menjadi PPMBK (Peningkatan
Penghidupan Masyarakat Berbasis Komunitas), yang sudah ada sejak tahun 2013,
tetapi di Medan Deli bantuan ini tidak ada karena tidak memenuhi kriteria 90%
tingkat pengembalian regular pada program PNPM yang lalu, PPMBK ini
diberikan kepada masyarakat yang telah mempunyai usaha. PNPM sebelumnya
tidak berhasil karena kriteria 90% tingkat pengembalian regular tidak terpenuhi.
Tidak adanya program PPMBK bagi pelaku ukm tentunya menjadi salah satu
penghambat perkembangan usaha karena tidak ada dukungan penambahan modal
usaha. Tidak terpenuhinya kriteria 90% tingkat pengembalian reguler pada
program PNPM tidak dapat sepenuhnya mempersalahkan penerima bantuan
tersebut, namun karena tidak adanya mekanisme kontrol yang memadai dan
kontinu untuk selalu memantau tingkat pengembalian.
Program Peningkatan Penghidupan Masyarakat berbasis Komunitas
(PPMBK)/ adalah salah satu intervensi PNPM Mandiri Perkotaan untuk mencapai
masyarakat mandiri. Prinsip dasar pengembangan dalam PPMBK adalah
penguatan akses masyarakat miskin (KSM) kepada 5 asset sumber penghidupan
masyarakat, yakni modal SDM, modal sosial, sumberdaya alam, sumberdaya fisik
dan sumberdaya keuangan. Tujuan PPMBK adalah menguatkan kelembagaan dan
kegiatan usaha KSM secara mandiri dan berkesinambungan yang berorientasi
pada peningkatan penghidupan masyarakat miskin. PPMBK ini merupakan
program yang diperuntukkan bagi KSM-KSM yang memiliki potensi usaha
terutama dalam meningkatkan mata pencaharian keluarga. Kriteria KSM PPMBK
ini adalah beranggotakan 5-10 orang yang 2/3 anggotanya terdaftar dalam PS-2
(daftar Warga Miskin), memiliki aturan main KSM dan sistem administrasi,
memiliki Usaha Kecil yang berpotensi untuk dikembangkan, serta pernah
mendapat pinjaman bergulir dari UPK atau Lembaga Keuangan lainnya dengan
tingkat pengembalian lebih dari 90%.
Dewi Andriany, dkk, 2015 menyebutkan bahwa perbedaan PPMBK dengan
pinjaman bergulir Reguler (yang biasa digulirkan oleh UPK) adalah, usaha yang
dijalankan penerima PPMBK merupakan usaha pokok mata pencaharian keluarga.
Sedangkan pinjaman bergulir reguler usahanya boleh mata pencaharian
sampingan keluarga. Dan besar pinjaman PPMBK antara 3-5 juta rupiah per
orang, sedangkan yang reguler besar pinjamannya hanya sampai 2 juta rupiah per
orang. Melihat kepada dua contoh, pertama adalah kegagalan PNPM Mandiri
Perkotaan di Kecamatan Medan Deli dan keberhasilan di tempat lain, diduga
bahwa pelaksanaan PNPM Perkotaan di Kecamatan Medan Deli tidak
komprehensif. Dalam arti tidak didukung oleh program lain yang dilaksanakan
oleh Pemerintah Kota Medan. Artinya, tingkat keberhasilan pelaksanaan PNPM
Mandiri Perkotaan di Kota Medan akan berhasil apabila diintegrasikan dengan
kebutuhan riil masyarakat yakni :
1. Peningkatan pengetahuan tentang pengemasan, promosi, pemasaran,
2. Pembangunan akses yang baik kepada pasar dan bahan baku.
Tujuan
Penelitian ini dilakukan untuk mengkaji peranan pemerintah dalam
pengembangan usaha kecil menengah.
Manfaat penelitian
Manfaat yang dapat diperoleh adalah mengetahui bagaimana peranan pemerintah
dalam pengembangan usaha kecil menengah sehingga mampu melakukan evaluasi
atasnya dan pada akhirnya dapat meningkatkan peranan pemerintah.
METODE PENELITIAN
Pendekatan penelitian ini adalah deskriptif kualitatif, karena mengajak
pelaku ukm serta instansi terkait untuk melakukan focus group discussion untuk
mengidentifikasi kekuatan, kelemahan, tantangan dan peluang yang mereka
hadapi.
Pengumpulan data dilakukan dengan melakukan Focus Group Discussion
(FGD) dengan pelaku ukm dan instansi terkait untuk mengungkap peranan
pemerintah yang sudah dilakukan dalam upaya memberdayakan masyarakat,
khususnya ukm. Obyek penelitian adalah ukm yang berada di kecamatan Medan
Deli. Data penelitian akan dianalisis dengan secara kualitatif
HASIL DAN PEMBAHASAN
Pemerintah melalui dinas koperasi telah memberikan bantuan peralatan
kerja dan pelatihan. Namun sebagaimana bantuan permodalan, belum ada sistem
monitoring dan evaluasi yang mengontrol efektifitas program tersebut. Sejauh ini
pelaku ukm masih bisa menjalankan usahanya dengan lancar, bahkan ada
beberapa pelaku ukm yang sudah melakukan pemasaran keluar dari wilayah kota
Medan.
Dari dinas perindustrian dan perdagangan telah ada bantuan pelatihan, yang
bertujuan untuk meningkatkan kemampuan pelaku ukm dalam meningkatkan
kinerjanya. Bagi beberapa produk unggulan, pemerintah cukup sering melibatkan
mereka pada even-even promosi, seperti pameran serta ekspo yang diadakan baik
di dalam kota maupun luar kota, dengan memfasilitasi pembiayaan.
Dari aktifitas FGD dengan Aparat Pemerintah (Dinas Terkait) di kota
Medan, khususnya kecamatan Medan Deli, diperoleh keterangan tentang upaya-
upaya yang telah diberikan untuk membantu perkembangan ukm, seperti:
a. Bimbingan Administrasi dan Teknis Perpajakan serta Perizinan bagi pelaku
usaha di kota Medan,
b. Bantuan gratis untuk pengurusan Perizinan Industri Rumah Tangga (PIRT).
Bantuan tersebut untuk mendorong sekaligus peningkatan daya saing
produk dipasaran.
c. Pendampingan atau mentor bisnis
d. Bantuan peralatan kepada kelompok UP2K di Kota Medan
e. Bantuan pemasaran via pemasaran online
f. Memberikan pelatihan bisnis dan teknis
g. Memberikan pembinaan
h. Memberikan bantuan kepada pelaku usaha dalam melakukan akses
pembiayaan
i. Memberikan bantuan peralatan
j. Memberikan bantuan penguatan kelembagaan dan kerjasama
Sudah banyaknya program yang ditujukan bagi peningkatan ukm sangat
membantu. Hanya saja dalam implementasinya perlu mendapat perhatian yang
lebih, dengan melakukan program monitoring dan evaluasi keberhasilan program,
sehingga pemerintah dapat mengetahui kekurangan dan kekuatan dan program
yang digulirkan.
Kegiatan – kegiatan yang dilaksanakan untuk membantu promosi dan
pemasaran bagi produk ukm adalah sebagai berikut:
a) Medan Promosi Produk Unggulan di Inacraft
b) Promosi yang dilakukan dengan berbagai cara, baik melalui media cetak dan
electronik
c) mengikutsertakan pelaku usaha dalam berbagai acara.Bazar dan Pameran
d) Stand UMKM di Arena MTQ Kota Medan
Pemerintahan dinas terkait telah melakukan pembinaan kepada ukm, dengan pola
pembinaan yang dilakukan kepada pelaku usaha adalah sebagai berikut:
a) Penciptaan iklim usaha dalam rangka membuka kesempatan berusaha seluas-
luasnya, serta menjamin kepastian usaha disertai adanya efisiensi ekonomi
melalui kebijakan yang memudahkan dalam formalisasi dan perijinan usaha,
antara lain dengan mengembangkan pola pelayanan satu atap untuk
memperlancar proses dan mengurangi biaya perijinan.
b) Pengembangan sistem pendukung usaha bagi pelaku usaha untuk
meningkatkan akses kepada pasar yang lebih luas dan berorientasi ekspor serta
akses kepada sumber daya produktif sehingga dapat memanfaatkan kesempatan
yang terbuka dan potensi sumber daya, terutama sumber daya lokal yang
tersedia.
c) Pengembangan budaya usaha dan kewirausahaan, terutama di kalangan
angkatan kerja muda, melalui pelatihan, bimbingan konsultasi dan penyuluhan.
Pelatihan diutamakan pada bidang yang sesuai dengan unit usaha yang menjadi
andalan. Selain itu juga diperlukan pelatihan manajerial karena pada umumnya
pengusaha kecil lemah dalam kemampuan manajemen dan banyak
menggunakan tenaga kerja yang tidak terdidik.
d) Diperlukan usaha pemerintah daerah untuk mengupayakan suatu pola
kemitraan bagi pelaku usaha agar lebih mampu berkembang, baik dalam
konteks sub kontrak maupun pembinaan yang mengarah ke pembentukan
kluster yang bisa mendorong pelaku usaha untuk berproduksi dengan orientasi
ekspor.
e) Untuk mengatasi kesulitan permodalan, diperlukan peningkatan kapasitas
kelembagaan dan kualitas layanan lembaga keuangan lokal dalam
menyediakan alternatif sumber pembiayaan bagi UMKM dengan prosedur
yang tidak sulit
Beberapa hal dapat diperoleh dari hasil studi banding dari pemerintahan
kota Yogyakarta, yang bertujuan membandingkan implementasi program yang
serupa. Industri kecil mempunyai kedudukan, potensi dan peranan yang sangat
strategis dalam mewujudkan tujuan pembangunan nasional. Mengingat
peranannya dalam pembangunan, industri kecil harus terus dikembangkan dengan
semangat kekeluargaan, saling mengisi, saling memperkuat antara usaha kecil dan
besar dalam rangka pemerataan serta mewujudkan kemakmuran yang sebesar-
besarnya bagi seluruh rakyat Indonesia.Untuk mewujudkan tujuan tersebut,
pemerintah dan masyarakat harus bekerjasama. Masyarakat sebagai pelaku utama
pembangunan, sedangkan pemerintah berkewajiban untuk mengarahkan,
membimbing, melindungi serta menumbuhkan iklim usaha.
Pemerintah daerah dapat memberdayakan UKM melalui pembuatan
peraturan yang tepat. Pemberdayaan dimaksudkan untuk menjadikan UKM
sebagai usaha yang tangguh dan mandiri dalam perekonomian nasional. Dalam
proses pemberdayaan melibatkan pemerintah, dunia usaha, dan masyarakat.
Dalam hal ini pemerintah harus menciptakan iklim yang usaha yang kondusif dan
melakukan pembinaan dan pengembangan berupa bimbingan dan bantuan
lainnya. Memang banyak UKM yang masih menghadapi kendala yaitu lingkungan
yang tidak kondusif untuk berusaha. Misalnya, ijin yang sulit atau penyogokan
yang memberatkan usaha UKM. Jika ini dilakukan berarti pemerintah membantu
UKM keluar dari kendala internal dan eksternal.
Ukm yang ada di Kota Yogyakarta mempunyai peranan yang sangat
strategis, pembangunan, pemerataan kesempatan kerja, dan bertujuan untuk
membentuk masyarakat industri kecil yang mandiri, tangguh, dan berkembang
menjadi industri besar.
Berdasarkan data dari Disperindagkoptan Kota Yogyakarta, bahwa
perkembangan sektor industri kecil dan menengah di Kota Yogyakarta mengalami
peningkatan. Ada sekitar 25.500 ukm yang terdaftar. Pemerintah Kota
Yogyakarta telah melakukan berbagai upaya dalam membina pelaku ukm, yaitu
melalui kegiatan pelatihan, promosi, bantuan dana bergulir, bantuan sarana
produksi, dan bantuan teknis namun upaya pembinaan tersebut belum sepenuhnya
dapat menjangkau serta mengatasi permasalahan yang dihadapi pelaku ukm
selama ini.
Permasalahan mendasar untuk sektor industri kecil dan menengah di Kota
Yogyakarta adalah seringnya terhambat dengan keterbatasan modal, SDM yang
masih kurang mampu, kesulitan untuk mendapatkan bahan baku, dan sulitnya
pemasaran khususnya produk kerajinan. Oleh karena itu perlu adanya terobosan-
terobosan dari pihak pemerintah melalui instansi teknis Disperindagkoptan Kota
Yogyakarta untuk melakukan pembinaan secara kontinyu dan berkelanjutan agar
ukm tetap bertahan dan berkembang.
Hal ini menjadi tugas Disperindagkoptan Kota Yogyakarta yang
berkedudukan sebagai unsur pelaksana pemerintahan daerah di bidang
pengelolaan sector perindustrian yang berupaya untuk membina industry kecil dan
menengah agar dapat memberikan kontribusi yang besar terhadap peningkatan
ekonomi masyarakat. Di samping itu perlunya pengembangan kemampuan
sumber daya manusia, karena melalui pembinaan tersebut diharapkan
berkembangnya usaha industry kecil dan menengah di Kota Yogyakarta
Ada beberapa pola pembinaan yang dilakukan oleh Pemerintah Kota
Yogyakarta melalui Disperindagkoptan Kota Yogyakarta yaitu :
1. Pemerintah Kota Yogyakarta terus mengupayakan eksistensi Usaha Mikro
Kecil dan Menengah (UMKM). Salah satunya, kemudahan penerbitan Izin
Usaha Mikro dan Kecil (IUMK). Permasalahan mendasar UMKM adalah
legalitas usaha. Bank manapun tetap mengedepankan legalitas usaha. Untuk
mengatasi hal itu, Pemkot Yogyakarta menerbitkan Perwal tentang
Pelimpahan Kewenangan Walikota ke Camat, agar Camat menerbitkan
IUMK di mana IUMK dapat dijadikan legalitas untuk mengakses perbankan,
Tujuannya, agar camat menerbitkan IUMK yang dapat dijadikan legalitas
untuk mengakses perbankan.
2. Pemerintah Kota Yogyakarta juga telah memberikan sarana dan prasarana
penunjang kepada para pengusaha dan koperasi dengan griya UMKM,
dan marketing point serta pengaplikasian setiap kampung satu kerajinan atau
disebut one unit one product. Tak hanya untuk memajang karya perajin, griya
UMKM Jogja juga dimanfaatkan sebagai lokasi pameran sekaligus transaksi
antara perajin dan pembeli dimana setiap pameran yang digelar di Griya
UMKM mengusung tema yang berbeda-beda, misalnya tema mengenai batik,
kerajinan logam, dan jumputan. Griya UMKM dibuka sejak 2009. Di tempat
tersebut, pelaku UMKM bisa melakukan konsultasi bisnis dengan tiga
konselor yang sudah disiapkan. Di Griya UMKM tersebut, perajin juga bisa
mengembangkan kemampuan pemasaran secara online.
3. Sebagai ajang promosi bagi ukm, Disperindagkoptan Kota Yogyakarta
menyiapkan 15 etalase untuk menampilkan produk kerajinan dari perajin
yang tergabung dalam Forum Komunikasi UMKM di 14 kecamatan yang ada
di kota Yogyakarta dan satu etalase lainnya digunakan untuk anggota
Dekranasda, Untuk dapat mengikuti event – event Pameran tersebut ukm –ukm
Kota Yogyakarta tidak dipungut biaya, baik biaya pendaftaran maupun biaya
sewa dan display stand. UKM calon peserta Pameran hanya perlu
mempersiapkan produknya dengan sebaik mungkin untuk layak dipamerkan.
4. Meningkatkan Kemampuan Ilmu Pengetahuan/SDM, diantaranya melalui
kegiatan pelatihan teknis yang dilaksanakan oleh Disperindagkoptan Kota
Yogyakarta sangat bermanfaat karena dapat memberikan pengetahuan dan
keterampilan teknis terkait desain produk kerajinan. juga memberikan
pelatihan Kewirausahaan dan Manajemen Pemasaran, "achievement
motivation training" (AMT), melalui pelatihan ini, para wirausaha
diharapkan dapat lebih meningkatkan daya saing bagi produk mereka
5. Pemerintah Kota Yogyakarta melalui Disperindagkoptan Kota Yogyakarta
juga memberikan pelatihan bagi calon calon wirausaha yang ingin menjadi
wirausaha yang sukses dengan syarat harus mempunyai Kartu Tanda
Penduduk Kota Yogyakarta dan mempunyai Profil Usaha, Tujuan pelatihan
ini adalah untuk mencari bibit bibit wirausaha baru untuk melatih dan
membuka mindset mereka agar menjadi wirausaha yang tangguh.
6. Pemerintah Kota Yogyakarta melalui Disperindagkoptan Kota Yogyakarta
juga memfasilitasi ukm yang membutuhkan modal usaha dimana para pelaku
ukm akan dipertemukan dengan pihak Perbankan yang akan membantu dalam
permodalan.
7. Pendampingan yang dilaksanakan oleh Disperindagkoptan Kota Yogyakarta
melalui konsultan bisnis akan sangat membantu terhadap pelaku ukm dalam
menjalankan usahanya. Adapun jenis pendampingan yang diberikan oleh
tenaga pendamping kepada pelaku ukm adalah : Mengidentifikasi serta
memberikan solusi setiap permasalahan yang dialami oleh Pelaku ukm,
memfasilitasi pelaku ukm dalam kegiatan pelatihan, promosi, bantuan
peralatan kemasan dan sarana produksi.
8. Para pelaku ukm dalam satu kawasan dan mempunyai produk sejenis di Kota
Yogyakarta ditampung dalam sentra-sentra kerajinan. Kehadiran sentra
kerajinan di Kota Yogyakarta ini lebih memudahkan dan fokus dalam
pelatihan, pembinaan, pengawasan maupun promosi penjualan produk ukm
tersebut.Dengan adanya sentra ini, pembinaan terhadap ukm di Yogyakarta
lebih fokus.
9. Pemerintah Kota Yogyakarta mendorong sentra-sentra kerajinan menjadi
sebuah organisasi sampai berbadan hukum koperasi. Kalau nanti mereka
berbadan hukum, maka akses permodalan maupun bantuan alat akan lebih
mudah mengingat permasalahan klasik ukm tidak berkembang karena
kekurangan modal.
Membandingkan apa-apa yang sudah dilakukan oleh pemerintah kota
Medan dan Yogyakarta, terlihat beberapa perbedaan, meskipun peraturan
pemerintah dan kebijakan yang melingkupinya tentulah sama. Pemerintah kota
Yogyakarta sangat mendukung kemudahan pemberian legalitas UKM (IUMK),
adanya marketing point yang merupakan satu kampung dengan satu kerajinan,
sehingga setiap wisatawan maupun penduduk lokal akan mengingat kerajinan
tersebut sebagai brand image dari kampung tersebut. Adanya griya ukm yang
menyediakan konsultasi bisnis dengan konselor yang sudah disiapkan dan
pemasaran online tentulah sangat membantu perkembangan ukm tersebut.
Hal inilah yang belum dilakukan oleh pemerintah kota Medan, di mana hal
ini disebabkan kurangnya kuantitas dan kualitas sumber daya manusia untuk
melakukan aktivitas ini. Maka sesuai dengan model penguatan yang sebelumnya
talah dikemukakan peneliti, bahwa perlu adanya kerja sama antara pemerintah
kota melalui pemerintah kecamatan, dinas, instansi swasta, perbankan serta
akademisi sebagai pihak yang mampu menyediakan jasa konsultasi serta
monitoring dan evaluasi, sehingga kemajuan maupun stagnansi dari program
dapat diketahui dan benar-benar mampu memberdayakan pelaku ukm.
KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan
Pemerintah pada dasarnya sudah mengimplementasikan berbagai program yang
mendorong kemandirian dan kemajuan ukm, hanya saja kurang dalam hal
monitoring dan evaluasi serta keberlanjutan program.
Saran
Membentuk skema monitoring dan evaluasi dengan melibatkan unsur akademisi
sekaligus sebagai konselor sehingga mampu menjaga keberlanjutan program yang
digulirkan.
Daftar Pustaka
(PNPM) MANDIRI, 2007, Pedoman Umum Program Nasional PemberdayaanMasyarakat
Asmara, Lalu Hajar., 2001, Mencari Format Perencanaan Pembangunan yangAspiratif Untuk Mendukung Implementasi Otonomi Daerah. Makalahdiskusi internal Bapeda Lombok Tengah tanggal 10 April 2001.
Dewi Andriany, dkk. (2015). Pengembangan Model Pendekatan PartisipatifDalam Memberdayakan Masyarakat Miskin Kota Medan UntukMemperbaiki Taraf Hidup. Seminar Nasional Ekonomi, Manajemen DanAkuntansi Ke 2 (pp. -). Padang: Universitas Negeri Padang.
Dewi Andriany, dkk. (2015). Pengembangan Model Pendekatan PartisipatifDalam Memberdayakan Masyarakat Miskin Kota Medan UntukMemperbaiki Taraf Hidup, Laporan Penelitian Hibah Bersaing DP2M Dikti,Tidak Dipublikasi
Dewi Andriany, dkk. (2016). Pengembangan Model Pendekatan PartisipatifDalam Memberdayakan Masyarakat Miskin Kota Medan UntukMemperbaiki Taraf Hidup, Laporan Penelitian Hibah Bersaing DP2M Dikti,Tidak Dipublikasi
LAMPIRAN 4ARTIKEL ILMIAH
DISAMPAIKAN PADA
THE 7th AIC-ICMR 2017
Annual International Conference
Banda Aceh, 18-20 Oktober 2017
Monitoring and Evaluation System Design forSmall Medium Enterprises Development Program
*Dewi Andriany and Syaiful BahriFakultas Ekonomi Universitas Muhammadiyah Sumatera Utara
*Corresponding author: [email protected]
Abstract
The development of small business / industry gets serious attention fromvarious circles either government or public, this is inseparable from therole in the absorption of labor and resilience of small businesses against
various turmoil, such as the economic crisis of 1997 ago. In addition,small businesses also serve as one of the important sources for economic
growth that directly contributes to increase the income of surroundingcommunities. This research aims to design a monitoring and evaluationsystem for the SME’s development program. The SME’s developmentprogram that expected to develop and improve the competitiveness of
SME are training, coaching, marketing, and funding for the SME.Research’s result is a design model of a monitoring and evaluation
system that involving government agencies (such as Dinas Koperasi danUKM), banking (private and state-owned enterprises), private enterprises
which is involving university. University involvement is certainlyexpected to make the SME’s development program successful and
efficient. The role of university is to design guidelines and mechanisms ofmonitoring and evaluation, so as to detect the success or failure of the
program.
Keywords: Small and medium enterprises, government, banking,private, monitoring and evaluation
Introduction
A more prosperous and free from poverty is one of the world's targets,known as Millenium Development Goals - MDGs, which contains 8 targets thatserve as the development goals of each country, including Indonesia. One ofthese targets is developing a global partnership for development. This partnershipto be developed should benefit the community, which is one of the developmentgoals. Profits derived are economic, which is indicated by the increasing income.
The community in this case is represented by small and mediumenterprises. Increased growth of small and medium enterprises indicates thatpeople are still able to engage in productive economic activities, for familysurvival and to empower themselves. Productive economic activities undertakenby SME have gained considerable attention from various community. This is apositive signal in the midst of society's efforts to boost its economic life, andneeds to be given greater motivation continuously. As a communityempowerment effort, the existence of SME needs more attention, so that they cancontinue to grow and be able to absorb more workforce.
In his research, Yunus Zain, et al. ( ) states that access to capital acquisitionby SME entrepreneurs is generally constrained by the weakness of businessfinancial administration system and lack of bankable assurance, low businesscompetitiveness, and weakness of integration of SME development. The schemeof regional banking financing involving local government or other relatedinstitutions still seems to make SME as one of the sources of revenue of locally-generated revenue and SME placed not as the subject of development. Thisindicates that the financing scheme provided only to meet the target of work, andthere is no integration in SME development.
Dewi Andriany, et. al (2015) has produced a model of communityempowerment, with an emphasis on small and medium-sized businesses (SME)because SME is seen as a part of society that has empowered itself. According toher, some things that need to be done is to make some indicators that can beapplied, such as financial statements, so that SME able to measure the extent ofthe success of mentoring. Furthermore, she concluded that there is a need for amonitoring and evaluation mechanism to ensure that the development of the SMEproceeds as expected.
Furthermore, Dewi Andriany, et al (2015) in the model, which consists of 3stages, where in the first stage, accompanied by the improvement of technicalproduction capability as well as the managerial ability of small business actors toa certain extent that is considered to be successful. Subjectively the companionmust determine the success rate, either by comparing with similar productselsewhere or commanding consumer opinion. If there is an increase in technicalcapability, it will be given incentives in the form of opening access to cheapersources of raw materials. In this case the counterpart should have a network ofraw material sources that do have competitive prices. At this stage will bedisbursed first stage capital assistance. The provision of tiered and structuredcapital assistance to reduce the risk of debt burden on Small Business actors andthe continuity of the program itself. After the transaction has actually occurredwith the source that has been sought, then the next mentoring program enters thesecond stage. At this stage, mentoring provides knowledge on how to measurethe success of the business. In the second phase, incentives are given in the formof opening access to the market. Incentives can be form of facilitatingcooperation with a large market network or placement in a more strategic businesslocation and reaching the market more easily. In the second phase, the secondphase of capital assistance is also disbursed. A measure of success of a secondparticipatory approach is when there is an increase in production and sales.
After reaching these criteria, then the mentoring can enter the last stage, thethird stage. As is the case with the first phase, it will certainly need an indicatorthat can be used to assess the success of the program. The SME actor must havethe knowledge to organize the indicators, so that they are able to measure theirperformance. In the last stage, the provision of incentives in the form ofmentoring of technology procurement. The consideration is that the SME actorshave been able to penetrate the market and have access to raw sources so as toproduce relatively competitive products. Increasing production process throughthe introduction of technology is important to improve work efficiency that hasbeen supported by improved managerial capabilities. In the last stage,disbursement of capital assistance for the last stage is also carried out. During the
period of assistance is conducted simultaneously both for product monitoring andperformance of SME’s actors and the implementation of the program itself.
Dewi Andriany, et al (2016) designed Standard Operational Procedures(SOP) for the strengthening of SME, which in the SOP involves various parties,namely government (city, district, service), banking and academics. From thegovernment (city, sub-district, official) and banking, it is expected that theinvolvement in the form of program information and SME’s participation in theprogram held in order to strengthen the SME. While academics are expected tobe involved in monitoring and evaluation together with the government, both interms of making the guidelines, system, indicators and implementation. For thisreason, it is necessary to design a monitoring and evaluation system for the SME’sdevelopment program, to ensure the success of the program, both by thegovernment, private companies and banking.
Literature Review
Small MediumEnterprises Development
I Wayan Dipta (2008), mentioned that in the development of cooperatives andSMEs, the government has set the policy direction, one of which is to strengtheninstitutions by applying the principles of good governance and gender-oriented,especially to:1. Expanding access to capital sources, particularly banking;2. Improve the business environment and simplify licensing procedures3. Expand and improve the quality of supporting institutions that perform the
intermediary function as a provider of business development services,technology, management, marketing and information.
Government has provided tremendous support for the development of the SME,by making policies favorable to SME. Furthermore, I Wayan Dipta, 2008,suggests the development strategy of UMKM is aimed at realizing the following,that is:
1. Business Empowerment of Micro Scale. This program is aimed to increasingthe income of the people who are engaged in economic activities in theinformal sector of micro-scale enterprises, especially those who still have thestatus of poor families in order to obtain a fixed income, through efforts toincrease business capacity, thus becoming a more independent business unit,and ready to grow and compete. This program will facilitate capacity buildingof micro business and business management skills as well as encourage thecertainty, protection and business development. This program contain the mainactivities, including the following:1. Provision of ease and coaching in starting a business, including in
licensing, business location, and business protection from informal levies;2. Provision of alternative financing schemes without distorting the market,
such as profit-sharing system of revolving funds, joint liability system, orguarantee of local community leaders in lieu of collateral
3. Implementation of technical and funding support sourced from variouscentral, regional and state-owned enterprises which are more coordinated,professional, and institutional
4. Provision of support to efforts to improve institutional capacity and servicequality of microfinance institutions
5. Implementation of business culture and entrepreneurship training, as wellas technical guidance on business management
6. Provision of infrastructure and support network for micro business andbusiness partnership
7. Facilitation and provision of support for the establishment of jointorganizations between micro businesses, including street vendors, in theform of cooperatives and other business associations, in order to improvebargaining position and business efficiency;
8. Provision of support for the development of traditional micro-enterprisesand craftsmen through the approach of development of production / clustercenters with the support of providing more adequate infrastructure
9. Provision of support and easiness for the development of productiveeconomic enterprises for micro / informal enterprises in order to supportthe development of rural economies, particularly in disadvantaged areasand pockets of poverty.
Monitoring And Evaluasi
A crucial part in improving efficiency and effectiveness of resource allocation, aswell as improving transparency and accountability of program and activitymanagement is the process of monitoring and evaluation program. Monitoring isconducted to observe the progress of the implementation of the development plan;identify and anticipate emerging problems for anticipatory action, in the form ofcorrection of deviations from activities; acceleration of delays in implementationof activities; and clarification of the unclear implementation of the plan.Monitoring shall be conducted periodically every 3 (three) months, 6 (six) monthsand annually. Meanwhile, the ex-ante, on-going and ex post evaluation process isconducted to know with certainty the level of results achievement, progress andconstraints encountered in the implementation of the development plan forsubsequent inputs to improve the implementation of the next development plan.In addition, monitoring is also an ongoing process by collecting information onwhat has been planned in a project, including the assumptions or external factorsand the side effects of the implementation of the project, whether positive ornegative. Monitoring is intended to assess whether the source of the project(input) will be implemented and used in producing the intended output.(Mohammad Muktiali, 2009)
Meanwhile, evaluation is the process of achieving objective assessment anddisclosure of program/ activity performance issues to provide feedback forimproving the quality of program/ activity performance. Evaluation will basicallyThis is related to the benefit of the evaluation itself that is able to identify theimpact of a project, so that its negative impact can be reduced and eveneliminated. The absence of an effective evaluation system on a project can resulta negative impact of the project being increased as it is unable to generate the
expected returns. Monitoring and evaluation is a continuous process includingdata collection, process and selection of information on project implementation,progress achieved on the project to the impact and effects of the project.(Mohammad Muktiali, 2009)
Always innovate in production and apply social capital in developingbusiness and cooperate with business partners so that batik production businessbusiness can be developed, then social capital is emphasized so that entrepreneurshave wide network and partnership so that business business can grow and notstagnant. It is expected that the importance of social capital, innovation andcooperation is adopted by other SME entrepreneurs so that SME is ready to faceglobalization in the present era especially in ASEAN market. (Alief RakhmanSetyanto, 2015) This indicates that the SME in the development process requiressupport from various parties.
Research Method
This research uses a qualitative approach, where data collection is done byinterview, focus group discussion (FGD) and brainstorming. The data analysis isdone descriptively qualitative by collecting primary data from interview, groupdiscussion (FGD) and brainstorming as well as secondary data through literatureresearch.
Results and DiscussionInterviews, FGDs and brainstorming were conducted with sub-districtgovernments, Dinas Koperasi & UKM, banking, private companies andacademics who were often involved in activities undertaken by SME.Concluded from the expectations of SME’s actors, they need some of thefollowing programs, (Dewi Andriany, 2015):1. Provision of Training Institutions Program, which provide guidance in
managing the business (management)2. Provision of Marketing Institutions Program, one of them in the form of
cooperatives and integrated marketing system that provides the same price andquality of the same product.
3. Promotion Institution Provision Program, which is providing adequateshowroom, both offline and online, so that consumers in other parts of theregion know more about local SME’s products
4. Provision of Business Location Program, follow up from the provision ofshowrooms, by uniting the business location in one cluster
5. Procurement Program Technology, which has been realized by the DinasKoperasi & UKM by providing equipment, it's just not all SME’s gain access
6. Program of Capital Institution Provision, which has been realized by severalagencies (government and private), but not all SME’s get access
7. Raw Material Procurement Program, where SME players expect uniformity interms of raw material prices, ease of obtaining, and quality of guaranteed rawmaterials
8. Quality Monitoring Institute Program, which is expected to have uniformquality standards for the products
Responding to these expectations, agencies (government and private) andacademics consider it necessary to design a monitoring and evaluation system forthe SME’s development program. This monitoring and evaluation system willserve as a guideline for the implementation of the SME’s development program.Monitoring and evaluation system can be described as follows:
Figure 1. Monitoring and Evaluation System of SME’s Development Program
No
chan
geF
eed
Bac
k
Dinas Koperasi &UKM
Banking Private Enterprises
Monitoring &Evaluasi
SME(implementation)
AcademicsGuidelines for implementation,monitoring & evaluasi, reports
ReportIncrease/ stabil
Understand/ not Understand
Assistance formonitoring &
evaluation
Technicalassistance
Marketing & Promotion,Quality Monitoring
Funding
Training
Activityrecording
Indicator: sales target, product defect, produktion capasity, rawmaterial quality, time efficiency, marketing range, funding payback
Increasing
SME’s Development Progam(Coaching, Training, funding, marketing)
Dinas Koperasi dan UKM as representatives of government, Banking andprivate companies that will provide SME’s development program. In practice, theagency only provides programs without follow-through so as not to know thesuccess or failure of the program. For this reason, it is necessary to involvingacademics roles, who voluntarily do continuing implementation of the SME’sdevelopment program. But before, the academics have made the guidelines ofimplementation, monitoring & evaluation, reporting on the implementation of theprogram. Indicators of program successfull are formulated, in accordance withtheir applicability to SME.
In accordance with the results of Dewi Andriany's research, et al (2015)previously, there are some programs that are highly expected by SME in itsdevelopment, which in this case is summarized into training, technical guidance,capital assistance, marketing & promotion, quality monitoring. Where theprogram is the indispensable SME’s players in its development. The indicatorsused are: sales target, product defect, production capacity, raw material quality,time efficiency, marketing range, payback.
Monitoring and evaluation is intended to measure the success or failure ofthe SME’s development program. Therefore, this monitoring activity is carriedout during the program. This means that the guidelines to be compiled academicswill be socialized and given training to the SME, in addition to theimplementation of the academics will accompany. This is to keep theeffectiveness of its implementation maintained and achieve the level of success astargeted.
Conclussion
1. Monitoring and evaluation is a series of activities in SME’s developmentprogram and has a very important role to ensure the success of the program
2. Before SME’s development programs implemented, guidelines forimplementation, monitoring and evaluation and activity reporting should beformulated.
3. There is a link between the government (represented by the Dinas Koperasi &UKM), banking, private companies and academics, to ensure that thisdevelopment program is efficient and effective
Sugestion
1. Build a solid partnership between stakeholders2. Formulate guidelines for the SME’s development program
ReferencesAlief Rakhman Setyanto, dkk (2015). Kajian Strategi Pemberdayaan UMKM
Dalam Menghadapi Perdagangan Bebas Kawasan ASEAN (Studi KasusKampung Batik Laweyan). Etikonomi Volume 14 (2), Oktober , 205 – 220.
Zain, Y. dkk (-). Skema Pembiayaan Perbankan Daerah Menurut KarakteristikUMKM Pada Sektor Ekonomi Unggulan Di Sulawesi Selatan. Makassar:www.bi.go.id.
Muktiali, M. ( 2009). Penyusunan Instrumen Monitoring Dan Evaluasi ManfaatProgram Pembangunan Di Kota Semarang . Riptek, Vol.3, No.2, , 11 - 20.
Dewi Andriany, dkk, 2015, Pengembangan Model Pendekatan Partisipatif DalamMemberdayakan Masyarakat Miskin Kota Medan Untuk MemperbaikiTaraf Hidup, Laporan Penelitian Hibah Bersaing, Tidak Dipublikasi
Dewi Andriany, dkk, 2016, Pengembangan Model Pendekatan Partisipatif DalamMemberdayakan Masyarakat Miskin Kota Medan Untuk MemperbaikiTaraf Hidup, Laporan Penelitian Hibah Bersaing, Tidak Dipublikasi
LAMPIRAN 5ARTIKEL ILMIAH
DITERBITKAN PADAJURNAL SPIRIT PRO PATRIA
Volume III Nomor 2, September 2017E-ISSN 2443-1532, P-ISSN 1412-0267 Page 120 - 131
UNIVERSITAS NAROTAMA SURABAYA
LAMPIRAN 6
JURNAL INTERNASIONAL
LAMPIRAN 7
POSTER