Download - Pengendalian PPTM
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Indonesia pada saat ini menghadapi pergeseran pola penyakit dari penyakit menular
menjadi penyakit tidak menular (PTM). Prevalensi beberapa PTM utama meningkat,
sementara penyakit menular masih tinggi, lebih diperparah lagi oleh munculnya penyakit
baru dan penyakit lama yang muncul kembali.1 Menurut berbagai penelitian epidemiologi,
masalah penanganan PTM dan faktor risikonya justru terjadi pada masyarakat golongan
sosial ekonomi rendah. Kematian akibat PTM di negara-negara maju terus menurun,
sebaliknya di negara-negara berkembang justru meningkat.1,2
Hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2007 menunjukkan bahwa dari 10 besar
penyebab kematian di Indonesia, enam diantaranya tergolong PTM. Stroke merupakan
penyebab kematian tertinggi 15,4%, disusul Tuberkulosis 7,5%, hipertensi 6,8%, cedera
6,5%, perinatal 6,0%, diabetes melitus 5,7%, tumor 5,7%, penyakit hati 5,2%, penyakit
jantung iskemik 5,1%, dan penyakit saluran nafas bawah 5,1%.3
Riskesdas 2007 juga menyebutkan bahwa, prevalensi hipertensi umur >18 tahun di
Indonesia mencapai 31,7%, namun hanya 23,9% kasus saja yang terdiagnosis/minum obat.
Prevalensi diabetes mellitus adalah 5,7%, sudah terdiagnosis 1,5%, sedangkan 4,2% baru
terdiagnosis saat penelitian dilakukan.3
WHO pada tahun 2008 memprediksikan bahwa di Indonesia, 63% (sekitar 1 juta)
kematian diakibatkan oleh PTM, 9% kematian akibat cedera dan 28% akibat penyakit
menular, maternal, perinatal dan malnutrisi. 4
Sejalan dengan perkembangan perekonomian dan layanan kesehatan di Indonesia,
terjadi pula perubahan demografis - struktur umur penduduk Indonesia bergerak ke arah
struktur penduduk yang semakin menua (ageing population). Perubahan ini ikut berperan
terhadap pergeseran pola penyakit (transisi epidemiologi), penyakit menular cenderung
menurun sedangkan PTM cenderung meningkat. Untuk menghadapi perubahan pola penyakit
ini, diperlukan perubahan strategi pelayanan kesehatan.
WHO memperkirakan bahwa 90% penyakit diabetes tipe-2, 80% penyakit
kardioserebrovaskular dan 33% penyakit kanker sebenarnya dapat dicegah dengan
mengkonsumsi diet sehat, olahraga cukup dan tidak merokok. Maka, upaya prevensi dan
promosi harus digalakkan dan diupayakan dapat menjangkau seluruh golongan sosial
ekonomi, termasuk golongan sosial ekonomi bawah.
1
Dewasa ini, pelayanan kesehatan di negara-negara berkembang sangat terbebani oleh
peningkatan kebutuhan terhadap penanganan penyakit jantung, stroke, kanker, diabetes, dan
penyakit paru kronik. Upaya penambahan fasilitas di rumah sakit tersier yang disertai
pengadaan alat-alat canggih memakan sebagian besar anggaran kesehatan, padahal fasilitas
semacam itu hanya dapat dinikmati oleh sebagian kecil saja dari masyarakat. Akibatnya
upaya promosi, prevensi dan deteksi dini terhadap mereka yang mempunyai faktor risiko
PTM, tidak terlaksana. 5
Langkah-langkah yang dijalankan dalam Pengendalian PTM mencakup: tujuan dan
penetapan target nasional, penilaian hasil penanganan PTM, memperluas jaringan kemitraan,
dan melakukan pendekatan “kesehatan dalam berbagai kebijakan”, memperkuat sistem
kesehatan dan pelayanan kesehatan di tingkat primer seperti pelayanan di Pusat Kesehatan
Masyarakat (Puskesmas), serta membentuk kapasitas nasional maupun institusional yang
mampu melaksanakan program penanganan PTM.6
Puskesmas sebagai unit pelayanan kesehatan terdepan perlu direvitalisasi, agar mampu
memberikan kontribusi besar dalam upaya pengendalian PTM. Dibutuhkan komitmen yang
tinggi dari semua pihak untuk meningkatkan kualitas pelayanan puskesmas. Jejaring yang
efektif dan efisien perlu diciptakan, kuantitas dan kualitas sumber daya manusia hendaknya
ditingkatkan, tersedianya standar pelayanan minimum (SPM) yang komprehensif (holistik)
dan sarana/prasarana diagnostik, serta pengobatan sesuai SPM, juga didukung oleh sistem
informasi yang memadai.
Puskesmas mempunyai 3 fungsi utama yaitu sebagai: 1) pusat penggerak pembangunan
berwawasan kesehatan, 2) pusat pemberdayaan masyarakat dan keluarga dalam
pembangunan kesehatan, 3) pusat pelayanan kesehatan primer.
Dari penjelasan fungsi puskesmas ini, jelaslah bahwa puskesmas bukan saja berperan
menjalankan teknis medis, tetapi juga mengorganisasikan modal sosial yang ada di
masyarakat, agar terlibat dalam penyelenggaraan kesehatan secara mandiri, sehingga
pelayanan yang dilaksanakan oleh puskesmas dapat memberikan hasil yang lebih baik karena
mampu menjangkau masyarakat luas dengan biaya lebih rendah.
Kombinasi antara teknologi mengelola PTM yang sudah tersedia dengan personil yang
terlatih dan sistem rujukan yang terorganisir, memungkinkan kebanyakan kasus PTM dapat
ditangani dan dikelola di fasilitas pelayanan kesehatan dasar. Berdasarkan hal tersebut perlu
disusun petunjuk teknis PPTM sebagai acuan dalam penyelenggaraan kegiatan pelayanan
kesehatan di puskesmas.6
2
1.2 Sasaran
1. Dinas Kesehatan Propinsi
2. Dinas Kesehatan Kabupaten/ Kota
3. Puskesmas dan Jaringannya (Puskemas Pembantu dan Puskesmas Keliling)
1.3 Kebijakan Operasional
1. Mengembangkan dan memperkuat kegiatan pencegahan dan penanggulangan faktor
risiko PTM berbasis masyarakat.
2. Mengembangkan dan memperkuat kegiatan deteksi dini (skrining) faktor risiko PTM
3. Meningkatkan tata kelola pelayanan PTM sesuai standar.
4. Meningkatkan monitoring pelaksanaan kegiatan pengendalian PTM.
5. Meningkatkan dan memperkuat manajemen, pemerataan, dan kualitas peralatan
deteksi dini faktor risiko PTM dengan merencanakan, menyediakan dan
memanfaatkannya secara optimal.
6. Meningkatkan peran masyarakat dalam melakukan KIE yang benar tentang faktor
risiko PTM.
7. Meningkatkan advokasi dan sosialisasi (kepada camat, lurah/kepala desa, tokoh
agama, tokoh pemuda, tokoh perempuan, lembaga ketahanan masyarakat desa/dewan
kelurahan, lembaga sosial masyarakat) pengendalian PTM.
8. Memperkuat surveilans PPTM.
9. Mengembangkan dan memperkuat sistem informasi pengendalian PTM.
10. Merencanakan dan menyepakati pembiayaan pengendalian PTM.
11. Mengembangkan dan memperkuat jejaring kerja pengendalian PTM.
3
BAB II
UPAYA PELAYANAN PPTM DI PUSKESMAS
Puskesmas sebagai penanggung jawab upaya kesehatan terdepan mempunyai tiga
fungsi yaitu 1) sebagai pusat penggerakan pembangunan berwawasan kesehatan, 2) Pusat
pemberdayaan keluarga dan masyarakat, 3) Pusat pelayanan kesehatan strata pertama. Dalam
rangka penyelenggaraan pengendalian PTM, puskesmas melakukan upaya pencegahan
penyakit melalui kegiatan primer, sekunder dan tertier.6
Pencegahan Primer adalah segala kegiatan yang dapat menghentikan atau
mengurangi faktor risiko kejadian penyakit sebelum penyakit tersebut terjadi. Pencegahan
primer dapat dilaksanakan di puskesmas, melalui berbagai upaya meliputi: promosi PTM
untuk meningkatkan kesadaran serta edukasi untuk meningkatkan pengetahuan masyarakat
dalam pengendalian PTM. Promosi PTM dapat dilaksanakan melalui berbagai upaya,
contohnya : kampanye pengendalian PTM pada hari-hari besar PTM (Hari Kanker Sedunia,
Hari Tanpa Tembakau Sedunia, Hari Diabetes Sedunia, Pekan Keselematan di Jalan, dan
lain-lain).
Upaya meningkatkan pengetahuan, kemauan, dan kemampuan masyarakat untuk
melaksanakan upaya pencegahan primer dengan cara melindungi dirinya dari risiko PTM
contohnya: pemakaian alat pelindung diri (pemakaian helm berstandar SNI untuk mengurangi
fatalitas cedera kepala saat terjadi benturan), pemakaian sarung tangan saat melakukan
pemeriksaan darah, pemberian obat suntikan, dan pelaksanaan screening IVA.
Kesadaran dalam pemakaian alat pelindung diri melalui pelayanan kesehatan primer,
utamanya menekankan upaya-upaya pencegahan agar masyarakat tidak jatuh sakit dan
masyarakat yang sehat dapat memelihara kesehatan dan kebugarannya secara optimal.
Puskesmas wajib memberdayakan perorangan, keluarga dan masyarakat agar berperan serta
dalam penyelenggaraan setiap upaya puskesmas.
Pencegahan Sekunder lebih ditujukan pada kegiatan deteksi dini untuk menemukan
penyakit. Bila ditemukan kasus, maka dapat dilakukan pengobatan dini agar penyakit tersebut
tidak menjadi parah. Pencegahan sekunder dapat dilaksanakan melalui skrining /uji tapis dan
deteksi dini
Pencegahan Tertier adalah suatu kegiatan difokuskan kepada mempertahankan
kualitas hidup penderita yang telah mengalami penyakit yang cukup berat yaitu dengan cara
rehabilitasi dan paliatif. Pencegahan tertier merupakan upaya yang dilaksanakan pada
penderita sesegera mungkin agar terhindar dari komplikasi yang lebih lanjut untuk
4
meningkatkan kualitas hidup dan memperpanjang lama ketahanan hidup. Pencegahan tertier
dapat dilaksanakan melalui tindak lanjut dini dan tata laksana kasus termasuk penanganan
respon cepat menjadi hal yang utama agar kecacatan dan kematian dini akibat penyakit tidak
menular dapat tercegah dengan baik.
Tatalaksana kasus dan respon cepat terhadap kondisi kegawatan PTM harus dapat
dilakukan oleh setiap petugas kesehatan di fasilitas pelayanan kesehatan dasar. Penanganan
pra rujukan yang memadai menjadi tolak ukur keberhasilan setiap pelayanan kesehatan yang
diberikan di fasilitas layanan kesehatan dasar terhadap kasus yang memerlukan penanganan
lebih lanjut di rumah sakit.
Pengendalian PTM di fokuskan terhadap faktor risiko PTM, jika sudah menderita
PTM maka akan sulit disembuhkan dengan sempurna, bahkan dapat menimbulkan kecacatan
dan kematian. Disamping itu, PTM memerlukan perawatan dan pengobatan yang memakan
waktu cukup lama dengan biaya yang tidak sedikit.
2.1 Upaya Promotif
Upaya promosi kesehatan di Puskesmas dilakukan agar masyarakat mampu berprilaku
hidup bersih dan sehat (PHBS), upaya promosi kesehatan dilakukan melalui sosialisasi,
penyuluhan, komunikasi, diseminasi-informasi dan edukasi, dengan menggunakan media
promosi seminar/workshop dan melibatkan pemuka masyarakat, keluarga dan dunia usaha.
Promosi kesehatan juga ditujukan dalam rangka menciptakan lingkungan yang kondusif
seperti adanya kawasan tanpa rokok (KTR), sarana umum untuk melakukan aktivitas fisik,
olahraga dan untuk mencegah gangguan cedera dan tindak kekerasan dilakukan promosi
peningkatan perilaku sehat di jalan melalui penggunaan helm, penggunaan sabuk pengaman,
dan lain-lain. Pengendalian faktor risiko PTM dilakukan melalui gaya hidup sehat seperti
tidak merokok, cukup aktivitas fisik, diet sehat (gizi seimbang, rendah garam, rendah gula
dan rendah lemak), tidak mengkonsumsi alkohol serta tata kelola stresS. Promosi kesehatan
mengajak masyarakat untuk “CERDIK“ menuju masa muda sehat dan hari tua nikmat tanpa
PTM, yang secara harfiah adalah6:
C : Cek kesehatan dengan deteksi dini secara rutin dan teratur
E : Enyahkan asap rokok dan polusi udara lainnya
R : Rajin aktifitas fisik, olah raga, dan seni
D : Diet sehat dengan kalori seimbang berupa rendah lemak, garam, gula dan tinggi serat
I : Istirahat yang cukup
K : Kendalikan stress
5
Pemberdayaan perorangan, keluarga, dan masyarakat di komunitas melalui posbindu
PTM, UKBM, Posdaya, Poslansia, dan Posyandu dimana masyarakat berkontribusi dalam
peningkatan kesehatan melalui pengetahuan dan kemampuan menuju kemandirian untuk
hidup sehat dan berpartisipasi secara total dalam pencegahan dan penanganan kegawat
daruratan yang sederhana. Diharapkan masyarakat dapat merubah perilakunya untuk
mencapai hidup sehat.
Pemberdayaan masyarakat di bidang kesehatan saat ini dilakukan melalui
pembentukan dan pengembangan Desa Siaga sebagai upaya merekonstruksi atau membangun
kembali berbagai Upaya Kesehatan Bersumberdaya Masyakarat (UKBM). Pengembangan
Desa Siaga merupakan revitalisasi Pembangunan Kesehatan Masyarakat Desa (PKMD)
sebagai pendekatan edukatif yang perlu dihidupkan kembali, dipertahankan, dan
ditingkatkan.
Posbindu PTM adalah kegiatan pembinaan terpadu untuk mengendalikan faktor risiko
PTM dan merupakan bentuk kemandirian masyarakat dalam mendeteksi dan memonitor
faktor risiko PTM secara rutin. Petugas puskesmas melakukan pengawasan melalui kegiatan
monitoring program.
Pembinaan kegiatan Posbindu PTM, dapat dilakukan melalui kemitraan organisasi
profesi (PPNI, IAKMI, IDI, IBI, Forum Kota Sehat, dan lain-lain). Selain sebagai pembina
dan pengawas dalam penyelenggaraan Posbindu PTM, Puskesmas juga menjadi tempat
rujukan untuk kasus yang memerlukan penanganan atau tindak lanjut selain dokter keluarga
dan klinik swasta.
Dalam hal kasus sudah ditangani dan sudah mendapat pengobatan, puskesmas dapat
mengajurkan agar kasus dimonitor melalui kegiatan posbindu PTM, selanjutnya secara
berkala tetap kontrol ke Puskemas untuk mendapatkan pengobatan dan penanganan medis
lainnya jika diperlukan. Peran Puskesmas dalam penyelenggaraan Posbindu PTM menurut
mekanisme di bawah ini, lihat Alur -1.
Puskesmas sebagai pembina Posbindu dan rujukan Posbindu, berperan memberikan
penanganan penyakit serta memberikan pendidikan kesehatan dan konseling. Pendidikan
kesehatan dan konseling ini merupakan tatalaksana dini untuk pengendalian faktor risiko
maupun pengendalian penyakit di posbindu maupun di puskemas.6
6
Berikut ini adalah panduan dalam memberikan pendidikan kesehatan maupun
konseling kepada masyarakat untuk pencegahan PTM dengan melakukan pengendalian
faktor risiko (lihat Alur-2)
7
PUSKESMAS
Alur-1PENGENDALIAN PTM MULAI DARI POSBINDU PTM,
PUSKESMAS, DAN RUMAH SAKIT
Hasil wawncara dan pemeriksaan
FR PTM:-Hipertensi-Dislipidemia-Hiperglikemia-Obesitas-dan lain-lain
PENYAKIT TIDAK MENULAR:- PJK-PD-Stok-Diabetes Melitus-Kanker-PPOK dan Asma-Gakti
-dan lain-lain
DIAGNOSIS: - Pemeriksaan-Pemeriksaan Penunjang
TATALAKSANA DINI-Respon cepat-Pengobatan dini
KONSELING
-Berhenti merokok-Konsumsi makanan sehat-Berhenti minum alcohol-Lakukan aktifitas fisik secara teratur-Kendalikan stres-Taat terhadap pengobatan
KIE“cerdik”
“Cerdik”
POSBINDU
PTM
RUJUKAN:
RUMAH SAKIT
8
Alur-2 Pendidikan dan Konseling KesehatanAlur-2 Pendidikan dan Konseling Kesehatan
Periksa kesehatan berkala
Periksa kesehatan berkala
Manajemen stress
Manajemen stress
Makan makanan sehat
Makan makanan sehat
Berhenti merokok
Berhenti merokok
BERHENTI MEROKOK
Mendorong semua bukan perokok untuk tidak mulai merokok
Menganjurkan keras semua perokok untuk berhenti merokok dan membantu upaya mereka untuk berhenti merokok
Individu yang menggunakan bentuk lain dari tembakau harus disarankan untuk berhentiKONSUMSI MAKANAN SEHAT
Garam (natrium klorida) dengan cara: membatasi sampai < 6 gram (1 sendok teh) per hari, Kurangi garam saat memasak, dan membatasi makanan olahan dan cepat saji
Konsumsi Buah-buahan dan sayuran : Lima porsi (400-500 gram) buah-buahan dan sayuran per hari (satu porsi setara dengan 1 buah jeruk, apel,mangga, pisang atau 3 sendok makan sayuran dimasak
Hindari Makanan berlemak dengan cara:membatasi daging berlemak, lemak susu dan minyak goreng (< dua sendok makan perhari), ganti minyak sawit menjadi minyak kelapa dengan zaitun, kedelai, jagung, lobak atau minyak sun flower, dan ganti daging lainnya dengan ayam (tanpa kulit)
Mengkonsumsi Ikan: Makan ikan sedikitnya tiga kali per minggu, utamakan ikan berminyak seperti tuna,makarel, salmon, dan kurangi konsumsi gula, dengan anjuran konsumsi gula tidak melebihi delapan sendok teh per hari
LAKUKAN AKTIFITAS FISIK SECARA TERATUR
Tingkatkan aktivitas fisik secara progresif untuk mencapai tingkat moderat (seperti jalan
cepat), sedikitnya 30 menit per-hari ( lima hari dalam seminggu)
Kontrol berat badan dan hindari kelebihan berat badan dengan mengurangi makanan berkalori tinggi dan melakukan aktivitas fisik yang cukup
Teratur berolah raga
Teratur berolah raga
- Bila pasien diberi resep obat, maka ajarkan: cara minum obat dirumah, jelaskan
perbedaan antara obat-obatan yang harus diminum untuk jangka panjang (misalnya obat
hipertensi) dan pemakaian jangka pendek menghilangkan gejala (misalnya pelega untuk
mengatasi mengi)
- Jelaskan cara kerja tiap-tiap obat, jelaskan dosis yang digunakan untuk tiap obat dan
berapa kali minum sehari, bungkus masing-masing tablet dan berikan label
- Periksa pemahaman pasien sebelum meninggalkan praktek anda
- Jelaskan pentingnya untuk menjaga kecukupan pasokan obat-obatan.
- Keharusan minum obat secara teratur seperti yang disarankan, meskipun tidak ada
gejala
Sehubungan dengan pengendalian faktor risiko merokok, alur berikut digunakan
sebagai pendidikan kesehatan dan konseling untuk berhenti merokok (lihat Alur-3).6
9
BERHENTI MINUM ALKOHOL
Pantang alkohol harus dipertahankan:
Orang seharusnya tidak disarankan untuk mulai mengkonsumsi alkohol untuk alasan kesehatan. Laki-laki yang mengkonsumsi alkohol > 2 gelas per hari dan perempuan yang mengkonsumsi > 1 gelas per hari dan dianjurkan untuk mengurangi, Tidak lebih dari 5 hari minum per minggu.
Satu unit = setengah gelas bir (5% alkohol), 100 ml anggur (10% alkohol), 25 ml minuman 40% alkohol
Sarankan pasien untuk tidak mengkonsumsi alkohol bila ada risiko tambahan seperti:
Mengemudi atau mengoperasikan mesin, Hamil atau menyusui, Minum obat yang berinteraksi dengan alkohol, Menderita gangguan medis yang dapat diperburuk oleh alkohol, dan kesulitan dalam mengendalikan kebiasaan minum alkohol
Taat terhadap pengobatan
Berpikir positif, tidur yang cukup, tertawa, berolah raga, meditasi, dengarkan musik, libatkan indera tubuh, lakukan pemijatan, miliki sikap mental pemenang, bangun hubungan positif, seleksi yang kita baca, dengar dan lihat, mendekatkan diri pada sang pencipta
Konseling Tata Kelola Stress
2.2 Upaya Penapisan dan Deteksi Dini
10
Alur 3 Konseling Berhenti MerokokAlur 3 Konseling Berhenti Merokok
A1. Ask(tanyakan)
A2. Advice(nasihatkan)
A3: ASSESS(kajian)
A4: ASSIST(memberikan
dukungan)
A5:ARRANGE(Mengatur)
Apakah anda merokok?
TIDAK Ingatkan kembali bahwa merokok meningkatkan risiko penyakit jantung
Nasihatkan untuk berhenti merokok dengan memberikan pandangan yang jernih, kuat dan individualistis.
"Tembakau meningkatkan risiko serangan jantung, strok, kanker paru, penyakit respirasi. Berhenti
merokok merupakan hal terpenting yang perlu anda lakukan untuk melindungi jantung dan kesehatan anda, stop merokok sekarang.”
Apakah anda ingin berhenti merokok sekarang?
Ya Tidak
Bantu mempersiapkan rencana berhenti merokok :
Tetapkan tanggal berhentiInformasikan kepada keluarga dan temanMeminta dukungan merekaBuang jauh-jauh rokok / tembakauSingkirkan benda-benda / artikel yang
menimbulkan keinginan merokokMengatur kunjungan tindak lanjut*
Menyediakan Informasi kesehatan tentang bahaya merokok dan memberikan leaflet-leaflet terkait kepada pasien
Pada tindak lanjut kunjungan Ucapkan selamat sukses berhenti merokok dan beri semangatJika pasien kambuh merokok, pertimbangkan tindak lanjut lebih intensif dan dukungan dari keluarga
YA
Idealnya kunjungan follow-up kedua dianjurkan dalam bulan yang sama, kemudian setiap bulan sesudahnya selama empat bulan dan evaluasi setelah satu tahun. Jika tidak memungkinkan,lakukan konseling setiap kali pasien datang untuk pemeriksaan tekanan darah.
Dalam perjalanan penyakit tidak menular selain faktor risiko perilaku, faktor risiko
antara atau faktor risiko PTM bisa dikendalikan karena itu perlu dideteksi dan diintervensi
secara dini agar tidak berlanjut menjadi fase akhir terjadinya Penyakit Jantung Koroner,
Stroke, Diabetes Mellitus, Ginjal Kronik, Kanker, PPOK yang akan memberikan beban biaya
kesehatan sangat mahal.
Faktor risiko PTM ada yang dapat dimodifikasi dan tidak dapat di modifikasi. Faktor
risiko yang tidak dapat dimodifikasi yaitu riwayat penyakit dalam keluarga, kelahiran
prematur, usia dan jenis kelamin. Faktor risko yang dapat dimodifikasi antara lain adalah:
kurang aktivitas fisik, pola makan yang tidak sehat dan seimbang, gaya hidup tidak sehat,
stress, dislipidemia (metabolism lemak yang abnormal), hiperglikemia (kadar gula darah
tinggi), dan perilaku yang berkaitan dengan kecelakaan dan cedera, seperti perilaku berlalu
lintas yang tidak benar. Semakin dini penyakit tidak menular ditemukan akan semakin baik
dalam penatalaksanaannya dan mengurangi terjadinya komplikasi yang bersifat fatal.
2.2 Skrining/Uji Tapis
Skrining /Uji tapis adalah suatu strategi yang digunakan dalam suatu populasi untuk
mendeteksi faktor risiko atau penyakit pada individu dengan atau tanpa tanda dan gejala.
Skrining /uji tapis bukan untuk diagnosis tetapi untuk menjaring dan menentukan apakah
yang bersangkutan memiliki faktor risiko PTM atau PTM. Pada saat skrining /uji tapis
ditemukan faktor risiko PTM atau PTM maka perlu follow-up yang cepat dan pengobatan
yang tepat.
Pelayanan skrining /uji tapis PTM di Puskesmas dilaksanakan dengan dua cara :
1) Pelayanan aktif
Dilaksanakan melaui penyaringan massal (mass screening) saat kegiatan yang
melibatkan masyarakat banyak seperti seminar/ workshop, peringatan hari-hari
besar nasional, keagamaan, dan lain-lain.
2) Pelayanan pasif
Skrining dapat dilaksanakan secara terintergrasi misalnya melakukan pemeriksaan
TB, BB, TD, LP, IMT, disertai pemeriksaan GDS, kolesterol, albuminurin,
peakflow meter, IVA dan terintegrasi dengan program lain (misalnya pemeriksaan
TD, GDS, dan darah rutin untuk ibu hamil saat ANC; pemeriksaan IVA dan CBE
bersama pada ibu yang berusia 30-50 tahun dengan kontrol KB, dan pemeriksaan
mata pada penderita DM)
11
Puskesmas dan jajarannya sebagai ujung tombak pelayanan dasar di komunitas, juga
dapat melakukan skrining kepada masyarakat berisiko, yaitu perempuan umur 30-50 tahun
dan dapat dilakukan pemeriksaan dan tatalaksana pada sekali kunjungan yang disebut Single
Visite Approace ( SVA) (lihat Alur-4a)7 di bawah ini:
12
Mengajak ibu - ibu usia 30-50 tahun untuk melakukan penapisan kanker leher rahim
Melakukan konseling ttg kanker leher rahim, faktor risiko dan pencegahannya
Melakukan IVA
Normal/IVA negatif IVA Postif Curiga Kanker
Diulang 5thn yad lesi luas*
Tidak ya
Sarankan Krioterapi
Konseling
Setuju Menolak Ibu memilih dirujuk
Ada servisitis?
Iya Tidak
Obati krioterapi
Anjurkan untuk ulangi IVA 1 tahun yang akan datang
Langsung Krioterapi
Tunggu 2 minggu untuk krioterapi
Kembali setelah satu bulan pasca krioterapi
Ulangi setelah lima tahunIVA (-)
Evaluasi-Apakah sudah bisa melakukan hubungan - Lesi sudah sembuh
Rujuk
Ket: * lesi > 75% meluas ke dinding vagina atau lebih dari 2mm dari diameter krioprob atau kedlm saluran diluar jangkauan krioprobe** 6 bulan I : 6 bulan pasca krio pertama*** 6 bulan II : 6 bulan pasca krio kedua
Kembali enam bulan pasca krioterapiAcetowhite (+) atau lesi prakanker
*** 6 bulan ke-II
** 6 bulan ke-I
Alur 4a Skrining Kanker Leher rahim
Tingkat Komunitas
Tingkat Yankes Primer/Sekunder
Skrining kanker payudara dapat juga dilakukan secara terintegrasi dengan leher rahim
pada kelompok umur yang sama, dengan menggunakan alur di bawah ini (lihat Alur-4b).7
Alur 4b Skrining Pencegahan Kanker Payudara
13
YaTidak
Keterangan:RS yang belum memiliki fasilitas mammografi, cukup dilakukan USG oleh Radiolog
Mengajak ibu - ibu dalam kelompok usia 30-50 tahun untuk melakukan penapisan kanker payudara
Melakukan konseling tentang kanker payudara, faktor risiko dan pengendaliannya
Menanyakan apakah Ibu telah melakukan SADARI
Ajarkan SADARI
Ada benjolan / kelainan lainnya ?
Lakukan CBE (Clinical Breast Examination)
< 35 tahun > 35 tahun
RUJUK
Ada benjolan / kelainan lainnya ?
Dokter Bedah Umum / OnkologiRadiolog
Menyusui?
Ya Tidak
Kosongkan ASI
TidakYa
USG Mammografi
Normal
Ada Kelainan
Tingkat Yankes Primer
Normal
Tingkat Komunitas
Tingkat Yankes Sekunder
2.3 Deteksi Dini
Melalui kegiatan deteksi dini faktor risiko PTM diharapkan dapat dilakukan
penanganannya sesegera mungkin, sehingga prevalensi faktor risiko, angka kesakitan,
kecacatan dan kematian akibat PTM dapat diturunkan serendah mungkin. Deteksi dini faktor
risiko PTM dapat mencegah dampak yang memiliki konsekuensi sosial dan ekonomi, karena
untuk pengobatan PTM perlu waktu yang lama dan dengan biaya mahal, misalnya miokard
infark, stroke, gagal ginjal, amputasi, dan gangguan penglihatan, PPOK derajat berat.
Deteksi dini PTM dilakukan terhadap faktor risiko dan dengan mengenali tanda dan
gejala, seperti pada :
a. Penyakit Kanker, dapat dilaksanakan pada beberapa jenis kanker, dengan cara yang
lebih mudah dan dapat dilakukan oleh petugas kesehatan di tingkat dasar sekalipun,
yaitu: pada kanker leher rahim menggunakan metode IVA (Inspeksi Visual dengan
menggunakan Asam asetat), kanker payudara (mengajarkan SADARI dan
melaksanakan metode CBE=Clinical Breast Examination), dan menggunakan senter
atau pemeriksaan funduskopi untuk mendeteksi Retinoblastoma
b. Penyakit Jantung, dengan tanda utamanya adalah adanya keluhan sakit dada yang
khas disertai peningkatan enzim-enzim jantung seperti CPK-CKMB-troponin, bila
positif jelas terjadi suatu penyumbatan koroner.
c. Penyakit jantung-pembuluh darah dan DM (melalui pemeriksaan kadar kolesterol dan
gula darah), Obesitas (melalui pemeriksaan IMT, lingkar perut), tekanan darah
Deteksi dini diabetes dan penyakit jantung-pembuluh darah dapat dilaksanakan secara
terintegrasi dengan mengikuti alur di bawah ini (Lihat Alur-5).2
14
Alur 5 Deteksi dini Diabetes dan Penyakit Jantung-Pembuluh Darah
PENGUKURAN FR DM
Berat Badan
Tinggi Badan
Indeks Massa Tubuh
Lingkar Perut
Tekanan Darah
RIWAYAT FAKTOR RISIKO :
Apakah usianya > 40 Tahun
Riwayat keluarga menderita DM
Pernah melahirkan bayi dengan BB > 4 kg
Kehamilan dengan kadar gula darah tinggi
Riwayat lahir dengan BB < 2,5 kg
Berat badan lebih (IMT > 23 kg/m2)
Kurangnya aktivitas fisik
Hipertensi (> 140 /90 mmHg)
Dislipidemia (HDL < 35 mg/dL dan atau trigliserida > 250 mg/dL)
Diet tak sehat (unhealthy diet) dengan tinggi gula, tinggi garam, dan
rendah serat
PEMERIKSAAN
Kadar Glukosa darah sewaktu
Kadar Glukosa darah puasa
Tes Toleransi Glukosa Oral (TTGO)
Kadar lipid darah
EKG
a. Hipotiroid (melalui pemeriksaan TSH pada WUS, wanita hamil, dan neonatus)
b. Osteoporosis adanya faktor risiko PTM, riwayat patah tulang secara tiba-tiba
karena trauma ringan atau tanpa trauma, tubuh makin pendek dan bongkok,
skrining dengan tes 1 menit
c. Gagal Ginjal Kronik
d. Thalasemia dengan adanya riwayat thalasemia dalam keluarga, sering anemia
tanpa perdarahan, pemeriksaan darah tepi ditemukan anemia mikro
e. Systemic Lupus Eritematous SLE dengan periksa SLE sendiri “SALURI”
f. PPOK dan Asma, dengan tanda utama adanya keluhan batuk/sesak, untuk PPOK
usia diatas 40 tahun dengan riwayat merokok disertai gangguan pernapasan berupa
batuk kronik yang berulang dan bersifat progresif disertai perubahan warna
sputum, Asma dengan tanda utama sesak disertai mengi, gejala episodik, dengan
riwayat alergi. PPOK dan Asma dapat dideteksi dengan pemeriksaan arus puncak
ekspirasi (APE) menggunakan peak flow rate meter dan dilanjutkan dengan
pemeriksaan spirometri.
15
Deteksi dini PPOK dan asma secara terintegrasi dapat juga dilakukan di puskesmas
dan jajarannya dengan memperhatikan alur di bawah ini (Lihat Alur-6).9,10
16
Alur 6 Deteksi dini PPOK dan Asma
Catatan :
Perokok adalah subjek yang telah merokok minimal 100 batang rokok dan sampai
dengan penilaian.dilakukan, masih merokok
Bekas perokok adalah perokok yang telah berhenti merokok minimal satu bulan ,
sebelum penilaian dilakukan.
Subjek Perokok/ Bekas perokok, dengan Usia = 35 tahun
Mempunyai = 1 Gejala pernapasan
Pemeriksaan APE
Pemeriksaan Spirometri dan Uji bronkodilator jika ada obstruksi sal. Napas
Datang dengan infeksi pernapasan akut/ berulang
Jika ada fasilitas
Jika ada fasilitas
Nilai APE < nilai prediksi
Nilai APE normal
Faktor risiko kecelakaan pada pengemudi (melalui pemeriksaan tekanan darah, kadar
gula darah, alkohol, amphetamin) dan tindak kekerasan dalam rumah tangga (melalui
pengenalan cedera tidak wajar yang mengarah pada kekerasan dan pembuatan visum).
Berikut diberikan contoh alur pemeriksaan faktor risiko kecelakaan pada pengemudi
dimana pelaksanaannya melibatkan lintas sektor terkait yaitu Perhubungan dan Kepolisian.
17
Pada pengendalian faktor risiko kecelakaan dan tindak kekerasan di jalan raya
dengan menggunakan alur di bawah ini (Lihat Alur-7).8
Kegiatan pemeriksaan deteksi dini faktor risiko PTM, dapat dilaksanakan dengan cara
aktif (memberikan pelayanan kesehatan sedekat mungkin ke masyarakat melalui kegiatan di
luar gedung /outreach activities) dan secara pasif (dengan melakukan kegiatan deteksi dini
pada Masyarakat Khusus / Kelompok Khusus bahkan pada suatu event atau kegiatan tertentu
dimana berkumpul banyak orang seperti rapat kerja, seminar, workshop, menunggu
kunjungan masyarakat ke puskesmas.
2.3. Upaya Penatalaksanaan PTM
2.3.1 Pengendalian faktor risiko PTM terintegrasi
Faktor risiko umum ‘common risk faktor’ yaitu pola konsumsi makanan yang tidak
sehat (tinggi gula dan garam, tinggi lemak, dan rendah serat), kurangnya aktivitas fisik (tidak
cukup dan tidak teratur), merokok dan konsumsi alkohol, jika tidak dicegah dapat memicu
timbulnya faktor risiko antara yaitu hipertensi, dislipidemia, kadar gula darah tinggi, dan
18
Alur 7 Pemeriksaan Faktor Risiko
kegemukan/obesitas. Jika faktor risiko dapat diketahui lebih dini, maka intervensi yang tepat
dapat dilakukan sehingga PTM dapat dicegah atau paling tidak mengurangi komplikasi
penyakit. Berikut adalah gambaran faktor risiko penyakit dan kemungkinan penyakit tidak
menular yang mungkin terjadi berdasarkan faktor risiko tersebut. (Lihat Gambar-2)
Gambar- 2 Pengendalian Faktor Risiko Penyakit Tidak Menular secara terintegrasi
Dalam menentukan diagnosis dan selanjutnya untuk tatalaksana penyakit tidak
menular berdasarkan faktor risiko utama ditambah dengan keterangan mengenai keluhan dan
gejala yang ada, digunakan alur berikut sebagai pengendalian faktor risiko terintegrasi (Lihat
Lampiran-1 Pendekatan Faktor risiko dan gejala PTM)
2.3.2 Tatalaksana
Tatalaksana pengobatan dilakukan oleh dokter berdasarkan temuan-temuan yang
diperoleh selama anamnesis dan pemeriksaan. Dalam proses pengobatan terkandung
keputusan ilmiah yang dilandasi oleh pengetahuan dan keterampilan untuk melakukan
intervensi pengobatan yang memberi manfaat maksimal dan risiko sekecil mungkin bagi
pasien. Hal tersebut dapat dicapai dengan melakukan pengobatan yang rasional.
19
PENGENDALIAN FAKTOR RISIKO TERINTEGRASI
MEROKOK
AKTIVITASFISIK
DIET
ALKOHOL
PENYAKIT JANTUNGDAN PEMBULUH DARAH
DIABETES
KANKER
PENYAKITPERNAFASAN KRONIK
OSTEOPOROSIS
Walaupun pengendalian PTM lebih difokuskan pada faktor risiko perilaku dan penyakit
antara, namun fase akhir penyakit tetap menjadi perhatian penanggulangan. Tatalaksana
penderita PTM (kuratif-rehabilitatif) yang efektif dan efisien, yang didukung kecukupan obat,
ketenagaan, sarana/prasarana, sistem rujukan, jaminan pembiayaan dan regulasi memadai,
untuk menjamin akses penderita PTM dan faktor risiko terhadap tatalaksana pengobatan baik
di tingkat pelayanan kesehatan primer, sekunder maupun tertier.
Pengobatan yang tepat, cepat, efektif dan rasional dilakukan untuk PTM beserta faktor
risikonya, yaitu Penyakit Jantung dan Pembuluh Darah, Diabetes Mellitus dan Penyakit
Metabolik, Kanker dan Penyakit Kronis dan penyakit degeneratif lainnya ditambah dengan
gangguan cedera dan tindak kekerasan.
Tatalaksana PTM di puskesmas dapat dilaksanakan secara terintegrasi mulai saat
ditemukan faktor risiko sampai pada penatalaksanaannya, merokok sebagai suatu faktor
risiko bersama PTM dapat menyebabkan PTM, maka jika pasien dengan riwayat
merokok/bekas perokok datang ke puskesmas dengan gejala pernapasan (Asma, PPOK,curiga
kanker paru) maka dokter juga harus memikirkan kemungkinan-kemungkinan apakah pasien
tersebut juga memiliki penyakit jantung/kardiovaskular atau metabolik (DM) atau
kemungkinan PTM yang lainnya. Denikian pula jika datang dengan riwayat merokok dengan
gejala sering makan, sering minum, sering kencing, gemuk karena penyakit metabolik maka
dokter juga harus memikirkan apakah pasien juga memiliki kemungkinan PTM lainnya
seperti penyakit jantung, Apabila klien datang dengan riwayat merokok dengan gejala sering
makan, sering minum, sering kencing, gemuk karena penyakit metabolik maka dokter juga
harus memikirkan apakah pasien juga memiliki kemungkinan PTM lainnya seperti penyakit
jantung, PPOK atau penyakit tidak menular lainnya (Gambar 3).9,10
20
Gambar 3. MEROKOK MERUPAKAN FAKTOR RISIKO BERSAMA PTM
2.3.2.1 Tatalaksana Hipertensi dan Diabetes Terintegrasi
Alur tatalaksana hipertensi dan diabetes terintegrasi dipergunakan pada kondisi berikut:
Usia > 40 tahun, perokok, obesitas, hipertensi, diabetes, riwayat penyakit Kardiovaskuler
prematur pada orang tua/ saudara kandung, riwayat diabetes atau penyakit ginjal pada orang
tua/ saudara kandung. Tatalaksana hipertensi dan diabetes dapat dilaksanakan secara
terintegrasi dengan memperhatikan Alur-8 Tatalaksana hipertensi dan diabetes terintegrasi
pencegahan serangan jantung, strok dan ginjal yang terintegrasi dengan hipertensi, diabetes
dan rokok sebagai faktor risiko sebagai pendekatan awal (entery point).6
Untuk menilai risiko penyakit jantung dan pembuluh darah digunakan Carta prediksi
faktor risiko. carta ini memprediksi seseorang untuk menderita berisiko penyakit jantung dan
pembuluh darah dan memprediksi seseorang untuk menderita penyakit jantung (infark
miokard dan stroke) 10 tahun kemudian berdasarkan umur, jenis kelamin, tekanan darah,
merokok, total cholesterol dan ada tidaknya Diabetes Mellitus. Carta ini dapat digunakan di
21
K U N J U N G A N P E R T A M AK U N J U N G A N P E R T A M AK U N J U N G A N P E R T A M A
MER
OKO
K
MER
OKO
K
BATUK KRONISSESAKPRODUKSI SPUTUM HIPERTENSISESAKNYERI DADAHIPERKOLESTEROLSAKIT KEPALA
OBESITASSERING MAKANSERING MINUMSERING KENCING
PERNAPASAN
JANTUNG DAN PEMBULUH
DARAH
METABOLIK
- PPOK- ASMA- CURIGA KANKER PARU
DIABETES
MELITUS
ANGINA,INFARK MIOCARD
14 Sub regional WHO. Indonesia menggunakan carta sub regional B (SEAR B) seperti
dibawah ini :
Nama :. . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . Umur :. . . . . .tahun
KESETARAAN KADAR
CHOLESTEROL MMOL/L
DENGAN mgr/d
TINGKAT RISIKO MENURUT
WARNA:
- 4 mmol/l =72 mgr/dl
- 5 mmol/l =90 mgr/dl
- 6 mmol/l = 108 mgr/dl
- 7 mmol/l = 126 mgr/dl
- 8 mmol/l =144 mgr/dl
- Hijau ■ <10%
- Kuning ■ 10% s/d <20%,
- Orange ■ 20% s/d <30%,
- Merah ■ 30% s/d <40%,
- Merah tua ■ > 40%
22
SUBYEK DENGAN DIABETES MELLITUS
Nama : . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . Umur : . . . . . .
tahun
KESETARAAN KADAR
CHOLESTEROL mmol/l
DENGAN mgr/dl
TINGKAT RISIKO MENURUT
WARNA:
- 4 mmol/l :72 mgr/dl
- 5 mmol/l :90 mgr/dl
- 6 mmol/l :108 mgr/dl
- 7 mmol/l :126 mgr/dl
- 8 mmol/l :144 mgr/dl
- Hijau ■ <10%
- Kuning ■ 10% s/d <20%,
- Orange ■ 20% s/d <30%,
- Merah ■ 30% s/d <40%,
- Merah tua ■ > 40%
Penilaian berdasarkan tingkat risiko ini dilanjutkan dengan talaksana yang harus
dilakukan sesuai dengan tingkat, lihat alur 8 di bawah ini:
23
LAKI - LAKI PEREMPUAN
SUBYEK TANPA DIABETES MELLITUS
Usi
TD Bukan Perokok Bukan Perokok Peroko
Alur-8
Tatalaksana hipertensi dan diabetes terintegrasi pencegahan serangan
jantung, strok dan ginjal yang terintegrasi dengan hipertensi, diabetes dan
rokok sebagai faktor risiko sebagai pendekatan awal (entery point)
24
K U N J U N G A N P E R T A M A
Diketahui penyakit jantung, strok, TIA, diabetes, penyakit ginjal
Nyeri dada dan/atau sesak saat aktifitas, nyeri I tungkai saat jalan
Obat-obatan yang diminum pasien
Merokok saat ini (ya/tidak)
Konsumsi alkohol (ya/tidak)
Pekerjaan (duduk saja atau banyak gerak)
Berolah raga teratur minimal 30 menit sehari 5 hari
dalam seminggu (ya/tidak)
Lingkar perut*
Palpasi nadi perifer
Auskultasi jantung dan paru
Tekanan darah
Gula darah puasa dan sewaktu ( DM puasa > 7 mmol/L (126 mg/dl) atau sewaktu > (200 mg/dl
Proteinuria
Lipid darah (bila dimungkinkan)
Test sensasi (rasa) pada tungkai dan nadi dorsalis pedis/tibialis pada DM
Langkah 4.Tetapkan risiko kardiovaskuler bagi yang tidak dirujuk:
K U N J U N G A N P E R T A M A
Langkah 1.Tanyakan tentang :
Langkah 2.Lakukan penilaian :
Langkah 3. Kriteria rujukan untuk semua kunjungan :
Tekanan darah systole > 140 atau diastole > 90 mmHg pada subyek usia < 40 tahun
(untuk menyingkirkan hipertensi sekunder)
Diketahui menderita hipertensi, strok, TIA, DM, penyakit ginjal ( untuk penilaian bila mana diperlukan )
Angina pektoris, klaudikasio
Perburukan gagal jantung
Kenaikan tekanan darah > 140/90 mmHg ( pada DM > 130/80 mmHg) meskipun sudah
mendapat terapi dengan 2-3 obat
Proteinuria
Bila penderita terapi 8-12 minggu kadar HbA1c >7%
DM dengan infeksi berat dan/atau luka di kaki
DM yang baru saja mengalami perburukan penglihatan atau tidak dilakukan pemeriksaan mata
dalam 2 tahun terakhir.
Gunakan usia, jenis kelamin, status merokok, tekanan darah sistol, diabetes
(kadar kolesterol darah bila ada)
Bila usia 50-59 tahun pilih kolom kelompok usia 50, bila 60-69 tahun pilih kolom kelompok usia 60 dst;
untuk usia < 40 tahun pilih kolom 40 tahun
GUNAKAN ALUR INI PADA KONDISI :
Usia > 40 tahun, Perokok,
Obesitas*, Hipertensi, Diabetes,
Riwayat Penyakit Kardiovaskuler
premature pada orang tua/ saudara
kandung, dan Riwayat diabetes
atau penyakit ginjal pada orang tua
saudara kandung
25
Langkah 5.Obati sebagaimanaTercantum disamping:
Risiko < 20% :
Perlu konsultasi diet, aktifitas fisik, berhenti merokok (alur konseling faktor risiko PTM)
Bila risiko < 10% check kembali dalam waktu 12 bulan
Bila risiko 10 - < 20% check kembali tiap 3 bulan hingga target tercapai, selanjutnya tiap 6-9 bulan
Risiko 20 - < 30% :
Perlu konsultasi diet, aktifitas fisik, berhenti merokok (alur konseling faktor risiko PTM)
Tekanan darah menetap > 140/90 mmHg (pada DM > 130/80 mmHg) pertimbangkan salah satu dosis rendah obat : Hydrochlorthiazide 25-50 mg perhari, Enalapril 5-20 mg perhari, Atenolol 50-100 mg perhari atau Amlodipine 5-10 mg perhari
check teratur tiap 3-6 bulan.
Semua subyek dengan tekanan darah >160/100 mmHg harus diberikan obat anti hipertensiSemua pasien dengan diagnosis diabetes dan penyakit kardiovaskuler (penyakit jantung coroner, infark miokard, serangan iskemik transien/TIA, penyakit cerebrovaskuler atau penyakit vaskuler perifer), bila stabil hendaknya terus minum obat yang sudah diresepkan dan dianggap mempunyai risiko > 30%. Semua subyek dengan kadar kolesterol total > 320 mg/dl harus diberikan nasihat pola hidup sehat dan terapi statin
Risiko > 30% :
Perlu konsultasi diet, aktifitas fisik, berhenti merokok (alur konseling)
Tekanan darah menetap = 130/90 mmHg harus diberikan salah satu dosis rendah obat : thiazide, ACE inhibitor beta-blocker atau calcium channel blocker, Perlu konsultasi diet, aktifitas fisik, berhenti merokok (alur konseling FR PTM))
Tekanan darah menetap = 130/80 mmHg : pertimbangkan salah satu dosis rendah obat : Hydrochlorthiazide 25-50 mg perhari, Enalapril 5-20 mg perhari, Atenolol 50-100 mg perhari atau Amlodipine 5-10 mg perhari, Berikan statin (Check teratur tiap 3 bulan)
K U N J U N G A N P E R T A M A
K U N J U N G A N P E R T A M A
2.3.1.2 Tatalaksana berdasarkan gejala dan Tanda
Gambaran gejala dan tanda yang muncul dapat menjadi dasar dalam
menentukan kemungkinan diagnosis suatu penyakit penyakit, khususnya pada
penyakit kanker seringnya tanpa gejala, bila sudah timbul gejala kemungkinan sudah
menderita stadium lanjut, untuk itu sangat diperlukan pengetahuan yang benar
terhadap dr.umum yang ada di puskesmas untuk mengerti tanda dan gejala, dapat
dilihat seperti dibawah ini (Lihat Alur-9)
26
K U N J U N G A N K E D U A
Nasihat bagi pasien dan keluarganya:
Ulangi langkah 2,3,4.Ikuti kriteria rujukan untuk semua kunjungan (sesuai langkah-3) Tatalaksana sebagai berikut
Bila risiko < 20% :Check ulang tiap 12 bulan untuk dinilai kembali risiko kardiovaskuler Konsultasi diet, aktifitas fisik, berhenti merokok
Bila risiko 20% - < 30% :Lanjutkan seperti langkah 4 dan check ulang tiap 3 bulan
Bila risiko masih tetap > 30% Setelah 3 – 6 bulan intervensi obat-obatan pada kunjungan pertama, lajutkan ketingkat berikutnya
Jangan tambahkan garam di meja makan dan hindari makanan asin, makanan cepat saji, makanan kaleng dan bumbu penyedap makanan
Ukur kadar gula darah, tekanan darah dan periksa urin anda secara teratur
NASIHAT KHUSUS BAGI PENDERITA DIABETES.
Bila anda dalam terapi diabetes yang dapat mengakibatkan hipoglikemik, bawalah selalu gula atau gula-gula, Bila memungkinkan periksakan mata teratur setiap tahun
Jangan berjalan tanpa alas kaki atau kaos kaki, cuci kaki dengan air hangat dan jaga agar selalu kering terutama di sela-sela jari kaki
Jangan potong atau bubuhi bahan kimia pada callus atau corns
Periksa kaki anda setiap hari dan bila bermasalah atau ada luka segera temui dokter anda Langkah tambahan untuk DM : Bila dengan diet diabetes kadar gula puasa tetap di atas normal, berikan Obat hipoglikemik oral (metformin, sulfonilurea, glinid), Titrasi metformin hingga kadar gula mencapai target yang diinginkan (dosis maksimal 2 g/hari)
Nasehatkan cara memelihara kaki: Check teratur tiap 3 bulan, bila sarana tersedia, berikan statin bagi subyek usia >40 tahun meskipun risiko kardiovaskuler rendah
Rujuk untuk pemeriksaan mata setiap dua tahun
K U N J U N G A N K E D U A
27
Alur 9. KELUHAN/TANDA dan GEJALA YANG DIDUGA MENDERITA KANKER TERTENTU :
Alur 9. KELUHAN/TANDA dan GEJALA YANG DIDUGA MENDERITA KANKER TERTENTU :
KONSULTASI INDIVIDU KE PELAYANAN KESEHATAN PRIMER
Batuk kronik, berdarah sedikit, nyeri dada, sesak nafas, bendungan di leher, riwayat merokok aktif atau pasif (curiga kanker paru)
Benjolan di payudara, retraks ikulit, puting susu mengeluarkan cairan / darah, payudara membesar sebelah (curiga kanker payudara)
Keputihan,pendarahan per-vaginam: pasca coital, antar-menstruasi, pasca-menopause, nyeri perut bagian bawah*(curiga kanker leher rahim)
Perubahan kebiasaan buang air besar, perdarahan rektum (kanker kolorektal)
Kesulitan dalam buang air kecil, pancaran seni tidak beraturan, rasa ingin buang air kecil terus
menerus / anyang-anyang (kanker prostat)Menilai kemungkinan Kanker
Nilai keluhan dan gejala: riwayat, intensitas, durasi, perkembangannya
Diagnosis banding: menyingkirkan infeksi * (klamidia, gonokokus), ulkus genetalia*
Mengidentifikasi faktor-faktor risiko kanker dan co-morbiditas / penyakit penyerta : kelompok usia, pengguna tembakau, dan lain-lain
Pemeriksaan klinis berfokus pada area yang bermasalah (misalnya payudara teraba nodul, leher rahim : Lesi putih , timbul ulserasi pada mulut rahim)
, prostat)
DIPERKIRAKAN DAPAT DITANGANI DI PELAYANAN KESEHATAN PRIMER
DIDUGA KUAT KANKER
Rujuk segera ke Pelayanan Kesehatan Sekunder/RS
Obati bila memungkinkan Anjurkan kontrol
Saat Kontrol : Evaluasi keluhan/gejala, lakukan pemeriksaan klinis
Rujuk ke tingkat Pelayanan Kesehatan Sekunder bila keluhan / gejala menetap atau memburuk
Untuk mengetahui gejala dan tanda pada kanker tertentu dapat merujuk pada Alur di
bawah ini (Lihat Alur-10)
Kemungkinan Kanker di
Organ
Dilakukan olehDokter Non Dokter
A : Batuk darah kronis dan sesak napas
B : Sesak napas, Benjolan di leher dan/atau bendungan di leher, pembesaran kelenjar getah bening di leher
Paru Jika memungkinkan
lakukan Pemeriksaan
Rontgen Thorax,Rujuk ke Pelayanan Kesehatan sekunder
Rujuk ke Pelayanan Kesehatan sekunder
A : Perubahan bentuk dan ukuran pada perabaan payudara.A, B : Benjolan atau penebalan pada payudara atau ketiak,- Puting/ kulit retraksi, putting keluar cairan,kulit payudara seperti eksim- Benjolan di aksila
Payudara Rujuk ke Pelayanan Kesehatan sekunder
Rujuk ke Pelayanan Kesehatan sekunder
A: Pendarahan per-vaginam (postcoital, intermenstrual, post menopausa)
Cervix Singkirkan kemungkinan
infeksi
Rujuk ke dokter
A : Mual, pembesaran di perutA,B :Benjolan di perut
Ovarium USG, Rujuk ke Pelayanan Kesehatan sekunder
Rujuk ke Pelayanan Kesehatan sekunder
A: Pendarahan per-vaginam (post Endometrium Singkirkan Rujuk ke
28
PERLU DIINGAT BAHWA :
Jenis Kanker yang gejalanya muncul hanya pada tahap lanjut dan tidak membaik/prognosis-nya buruk:
- Lambung (penurunan berat badan, disfagia, dispepsia, nyeri perut, cepat kenyang, pencernaan terganggu, keasaman dan bersendawa, diare, berulang, sembelit, anemia defisiensi zat besi)
-Paru (batuk kronis >3 minggu, dispnea, pneumonia berulang, hemoptisis, suara serak, nyeri dada)
- Esofagus (disfagia)
- Kantong empedu/saluranempedu (ikterik)
- Ovarium (sakit perut, distensi, penurunan berat badan, asites)
- Hati (hipoglikemia, pendarahanintraperitoneal, mengangkatserumalfa-fetoprotein - diagnosis banding: kankerovarium dantestis – asites, hepatomagali)
- SSP /glioblastoma ( sakit kepala, kejang, muntah pagi dini hari, epilepsi
ALUR 10GEJALA KANKER TERTENTU YANG PROGNOSISNYA BAIK JIKA DILAKUKAN
DETEKSI DINITanyakan A : Dipahami oleh pasien B: dipahami oleh tenaga kesehatan profesional
ALUR 10GEJALA KANKER TERTENTU YANG PROGNOSISNYA BAIK JIKA DILAKUKAN
DETEKSI DINITanyakan A : Dipahami oleh pasien B: dipahami oleh tenaga kesehatan profesional
menopause bleeding) kemungkinan infeksi, curetage
dokter
A: Diare persisten dan/atau konstipasi, perubahan kebiasaan buang air besar, obstruksi – pendarahan per-rektum, berat badan turun drastis.
Colorectal Adakah anemia defisiensi zat besi,Singkirkan infeksi dan haemorrhoid
FOBT
Rujuk ke dokter
A, B : - Persistent Keratosis (bibir) - Benjolan di leher - Ulkus atau daging tumbuh di mulut/lidah >3 minggu - Mulut bau, gigi goyangB: Bercah merah atau putih di mulut A: Batuk persisten atau suara parau >3 mingguA,B: - Ketulian pada satu sisi telinga, disfagia, otalgia,palsi pada saraf Cranial, epistaxis, obstruksi nasal,
Oral
LarynxNasopharynx
- Berhenti merokok atau mengunyah
tembakau-Rujuk bila menetap > 2
minggu
-Rujuk ke Pelayanan Kesehatansekunder
Rujuk ke Pelayanan Kesehatan sekunder
A,B: - Lesi kulit dengan warna merah-unguB:- infiltrasi di kulit
Kaposi sarcoma
Rujuk ke Pelayanan Kesehatansekunder
Rujuk ke Pelayanan Kesehatan sekunder
A, B: - Tumbuh tahi lalat baru atau membesar dari yang sudah ada -Pendarahan, perubahan warna dan bentuk dari tahi lalat yang ada (asymmetrical), tahi lalat dengan berbagai warna mengalami inflamasi atau tepinya berwarna merah (aturan A, B ,C,D) - keratosis persisten atau luka kulit yang tak sembuh-sembuh
Kulit
A,B: - Sering kencing, pancaran seni tak beraturan, rasa ingin kencing terus, rasa ingin kencing tapi sulit mulai.
Prostat Pemeriksaan Rektal
Rujuk ke dokter
A,B :Bintik putih di pupil,convergent strabismus pada anak-anak, hilangnyavisus, penonjolan bola mata.
Retinoblastoma,
Rujuk ke Pelayanan Kesehatansekunder
Rujuk ke Pelayanan Kesehatan sekunder
A,B :Pembengkakan pada satu testis Testis Rujuk ke Pelayanan Kesehatansekunder
Rujuk ke Pelayanan Kesehatan sekunder
A,B :Kencing berdarah, tidak nyeri, strangury
Kandung kencing
Singkirkan infeksi Rujuk ke dokter
29
Terdapat beberapa penyakit pada paru yang menimbulkan gejala yang sama, seperti
sesak dan batuk sehingga membutuhkan pemeriksaan lanjutan, alur di bawah ini (lihat Alur-
11) dapat membantu untuk mendiagnosis suatu penyakit.
Buat Dugaan Diagnosis Berdasarkan Hal-hal Berikut :
30
Curiga Kanker paru
Sesuai tatalaksana kanker paru
TANYAKAN :Beratnya sesak napas(saat berjalan, naik tangga, berbicara atau saat istirahat), Bercak/ batuk berdarah, nyeri dada, riwayat TB/asma/PPOK, gagal jantung, merokok (ya/tidak).Periksasianosis, pitting edemabilateral, suara nafas abnormal, murmur jantung. suhu,pernapasandan jantungmenilai,tekanan darah danaliran puncak
Jika sesak napas ringan-sedang dengan : -Mengi atau dada rasa berat,
dahak banyak-Frekuensi napas 20-30-Riwayat kekambuhan-Gejala kronis
Jika sesak napas berat (sesak saat istirahat atau saat berjalan) dengan :
•Frekuensi napas >30per menit
•Gelisah
•Menggunakan otot bantu napas (otot leher, otot perut)
•APE<50%
•Saturasi O2 (oximetry<90%)
Curiga TBC atau kanker paru-paru jika:
Batuk > 2minggu atau sering,atau Ada riwayatTB ataupenurunan berat badan tanpa alasan jelasmenderita HIV atauNyeri dada saat bernapasBatuk darah
APE >80%Asma /PPOK eksaserbasi ringan
APE 50-80%Asma /PPOK eksaserbasi sedang
-Mengi ada/tidak sama sekali (silent chest), -ronki kering
-Suhu > 38 ºC - dengan/tanpa nyeri -dahak berwarna
Edema kedua tungkai (pitting oedem) #
Pemeriksaan lanjutan untuk TB atau Kanker paru
Asma /PPOKeksaserbasi
berat
Infeksi saluran napas bagian bawah Sesuai alur tatalaksana infeksi saluran napas
Kemungkinan Gagal jantung Sesuai alur gagal jantung
Alur tatalaksana Asma/PPOK
Foto thorax dan sputum BTA
SputumJika TB, Sesuai tatalaksana TB
Alur 11 Sesak Napas / BatukAlur 11 Sesak Napas / Batuk
Bila ditemukan edema pada kedua tungkai (pitting oedem)#, maka dr.umum di
puskesmas perlu memikirkan beberapa kemungkinan penyakit yang diduga oleh penderita,
untuk memudahkan beberapa kemungkinan penyakit dapat dilihat pada alur di bawah ini
(Lihat alur-12)ALUR 12
PEMBENGKAKAN TUNGKAI
Sesak, orthopnea,
penyakitjantung, DM, hipertensi
Peminum alkohol,
Ibu hamil atau setelah melahirkan dan/atau dengan keluhan pusing,
pandangan kabur
Ronkhi basah di basal paru, Tekanan darah meningkat, Takhikardia,CVP meningkat, Bising
Edema kedua tungkai
Batasi konsumsi garam
Furosemide 40-80 mg
ACE dosis rendah
Ikterik, CVP meningkat, perut
membuncit, Ascites,
hepatomegali
Wajah bengkak,CVP meningkat, Ronkhi
basah di basal paru, peningkatanTD,
pucat, infeksi kulit
Albumin dalam UrinSerum creatinin
(jika memungkinkan)
GagalJantung
DM
Edema kedua tungkai
Gagal Hati
Albumin dalam UrineSerum creatinin
(jika memungkinkan)
Albumin dalam Urin
Gagal Ginjal Pre - eklampsi
Hipertensi, Paru (ronkhi basah), Pemeriksaan
pelvis,Ukuran uterus
Batasi konsumsi garam dan air
Batasi konsumsi garam
Furosemide 40-80 mg,ACE dosis rendah
Elevasikan tungkai, stocking, Batasi konsumsi garam
RUJUK RS UNTUK KONFIRMASI DIAGNOSIS
Albumin dalamUrinSerum creatinin
(jika memungkinkan)
Edema kedua tungkai Edema kedua tungkai
TANYAKAN
PERIKSA
DIDUGA
TEST
TERAPI
RUJUK
31
Bila ditemukan terjadi penurunan berat badan pada penderita > 10% dari berat badan
sebelumnya dan hal ini terjadi secara berturut-turut dalam enam bulan terakhir, maka dokter
umum di puskesmas perlu memikirkan kearah diagnosis penyakit tidak menular dengan
membandingkan dengan diagnosis penyakit lainnya, seperti pada Alur 13 di bawah ini:
KANKER
ALUR 13PENURUNAN BERAT BADAN
BatukSputum berdarah
Berkeringat malam
Demam tak jelas Penyebabnya
Kencing berlebihan
Haus berlebihan
TUBERKULOSIS
Pembesaran kelenjar tanpa disertai rasa nyeri
DIABETESTHYROTOXICOSIS
Tremor Takikardia
Berkeringat banyak
Gula darah
Nafsu makan buruk Nafsu makan baik
Tanyakan riwayat penyakit kronik
HIV/AIDS
RUJUK RUMAH SAKIT UNTUK KONFIRMASI DIAGNOSIS (subyek dengan diabetes lebih mudah terjangkit TB)
TANYAKAN
PERIKSA
DIDUGA
TEST
TERAPI
RUJUK
32
2.3.1.3 Tatalaksana Berdasarkan Penyakit
Tatalaksana penyakit jantung, membutuhkan penanganan yang cepat dan akurat
dengan memperhatikan alur 14 di bawah ini:
Carta 3
Sesuaikan dosis opioids
Codein oral: Naikkan dosis harian total Opioid hingga 30%; bila dosis maksimum telah dicapai ganti dengan morfhin
Morfin oral: Naikkan dosis harian total hingga 30%.
KRITERIA RUJUKAN UNTUK PASIEN DENGAN ANGINA STABIL DAN RIWAYAT INFARK MIOKARD
- Nyeri yang persisten sehingga membatasi aktivitas sehari-hari pada pasien angina stabil atau riwayat infark miokard
- Nyeri (angina) pada pasien dengan riwayat infark miokard
- Gagal jantung
- Aritmia
- Tidak tersedianya pemeriksaan lanjutan untuk menilai faktor risiko
PERHATIAN/KONTRAINDIKASI
Aspirin : riwayat tukak lambung, pendarahan serebri, alergi dan trauma mayor
Atenolol : asma, penyakit paru obstruktif kronik, gagal jantung, blok jantung atau bradikardia (nadi < 50x/menit)
Penghambat pompa kalsium (ca-channel blockers) : gagal jantung
Penghambat pompa angiotensin (ace-i) : alergi, hamil, intoleransi terhadap batuk
ALUR 14ANGINA STABIL, RIWAYAT INFARK MIOKARD
ANGINA STABIL
Lakukan konseling dan edukasi kesehatan
Berikan Isosorbid Dinitrat 5mg sublingual untuk mengatasi nyeri dada (jika tidak ada kontraindikasi)
Aspirin (yang dapat larut/soluble) 80 - 160 mg per hari
Atenolol 50 – 100 mg/hari atau Bisoprolol 5 mg/hari, terapi lini pertama untuk mengatasi gejala (jika tidak ada kontraindikasi)
Jika pasien intoleran terhadap -blocker atau tidak dapat dikontrol dengan -blocker, tatalaksana dengan Ca-channel Blockers (contoh : Amlodipine 5-10mg/hari)
Berikan Simvastatin 10-40 mg/hari
RIWAYAT INFARK MIOKARDLakukan konseling dan edukasi kesehatan
Berikan Aspirin (yang dapat larut/soluble) 75-150 mg per hari
Penghambat (-blocker) setidaknya selama 1 tahun (Atenolol 50 – 100 mg/hari atau Bisoprolol 5 mg/hari) (jika tidak ada kontraindikasi)
ACE-inhibitor jika gagal jantung atau infark luas (contoh : Enalapril 10-20mg/hari)
Simvastatin 10-40mg/hari
Isosorbid Dinitrat 5 mg sublingual untuk mengatasi nyeri dada (jika tidak ada kontraindikasi)
PASIEN YANG MEMILIKI RIWAYAT INFARK MIOKARD (DALAM 30 HARI) HARUS DILAKUKAN FOLLOW-UP SETIAP 1-2 MINGGU
33
Pada kasus gagal jantung kronik, seorang dr.umum di puskesmas harus cermat
dalam melakukan anamnesis dan pemeriksaan fisik dengan memperhatikan alur 15 di
bawah ini.
INVESTIGASI AWAL JIKA MEMUNGKINKAN : Darah rutin
Ureum-kreatinin,
EKG,
Rontgen Thorax (jika memungkinkan)RUJUK RS SECEPAT MUNGKIN, UNTUK DILAKUKAN :
EKG, rontgen dada, Echokardiogram atau natriuretic peptide darah (pilih salah satu)
Tes darah : Hb, hitung darah lengkap, Gula Darah Puasa, Na+, K+, urea, kreatinin,
glikosa, tiroid, lipid, enzim hati.
Albumin urine
Tidak Gagal JantungCari penyebab lain dari gejala
klinis
Gagal JantungLakukan Tatalaksana
TATALAKSANANILAI KELEBIHAN CAIRAN: RESEPKAN DIURETIK JIKA TERDAPAT KELEBIHAN CAIRAN :
Tiazide dirasa cukup untuk tatalaksana kelebihan cairan (contoh : Hydrochlortiazide (HCT) 25-50mg)Pada kasus yang lebih berat, gunakan Furosemide (awal 40 mg, dosis pemeliharaan 20-40mg)Selanjutnya kombinasi diuretic furosemide dan tiazideTambahan pengobatan (misal : Spironolakton 25-200 mg/hari) hanya pada pasien tertentuLakukan Protokol 3 dan 4 untuk konseling dan edukasi kesehatan (hindari jumlah garam yang banyak dalam makanan)
Rujuk RS /ke tingkat berikutnya untuk :ACE-inhibitor (cek elektrolit dan fungsi ginjal)-blocker (seleksi dosis)
TANYAKAN TENTANGPenurunan kemampuan aktifitas fisik
Sesak nafas
Riwayat penyakit jantung
Merokok
Obat-obatan yang digunakan
PEMERIKSAAN TD, denyut dan ritme jantung
Edema tungkai, ascites
Frekuensi nafas, ronkhi
Pembesaran, konsistensi lunak hepar
Murmur jantung, bunyi ke-3 jantung
ALUR 15
GAGAL JANTUNG KRONIK
34
Dalam melaksanakan tatalaksana dan follow-up pada penderita yang menderita asma
dan PPOK perlu dilakukan anamnesis dan pemeriksaan fisis dan pemeriksaan penunjang
dengan baik dan akurat dengan memperhatikan Alur 16a di bawah ini
Follow-up untuk kasus Asma terkontrol dan PPOK stabil
Alur 16aTatalaksana Asma dan PPOK
Alur 16aTatalaksana Asma dan PPOK
Pemeriksaan fisik
Asma dan PPOK memiliki gejala : Batuk, sulit bernafas, rasa berat di dada, dan/atau mengiBedakan antara Asma dan PPOK
PERTIMBANGKAN ASMA jika: PERTIMBANGKAN PPOK jika:
Sebelumnya telah didiagnosis Asma
Gejala sejak anak-anak atau awal dewasa
Riwayat alergi (eksim, rhinitis, urtikaria hayfever)
Gejala bersifat episodik (intermiten dengan periode bebas gejala diantaranya)
Gejala bersifat variabilitas (memburuk pada waktu tertentu yaitu malam / dini hari, dicetuskan dengan pemicu)
Gejala bersifat reversible (perbaikan atau respons dengan bronkodilator kerja singkat /pelega)
Sebelumnya telah didiagnosis PPOK
Awal gejala muncul biasanya usia 40 tahun
Gejala bersifat progresif (bertambah berat seiring berjalannya waktu)
Umumnya gejala dimulai dengan batuk kronik dan berdahak kemudian diikuti oleh sesak napas
Gejala terus menerus tidak terkait waktu
Riwayat merokok biasanya perokok berat ( >20 batang/hari untuk lebih dari 15 tahun)
Riwayat polusi udara di dalam atau diluar ruang (asap rokok, asap dapur, polutan di lingk kerja)
Pemeriksaan spirometri ( VEP1,KVP, APE)Jika ada obstruksi berikan bronkodilator inhalasi (Salbutamol 400 ug, IDT dengan spacer)Nilai reversibilitas (selisih % VEP1 sebelum dan sesudah pemberian bronkodilator), Nilai VEP1/KVP setelah bronkodilator
Tanyakan :
Pemeriksaan foto toraks untuk menyingkirkan penyakit paru lainnya
PPOKASMA BUKAN ASMA/PPOK
35
Tujuan tatalaksana asma adalah asma terkontrol. Yang disebut asma terkontrol adalah
kondisi asma dalam keadaan baik yaitu dalam beberapa waktu terakhir tidak ada/minimal
gejala, kebutuhan pelega, tidak ada asma malam, eksaserbasi serta tidak ada keterbatasan
aktifitas. Untuk memudahkan penilaian digunakan instrument asma kontrol test (ACT) yang
dilakukan setiap 2-4 minggu.10
Penilaian kondisi kontrol asma:
Minta pasien menjawab setiap pertanyaan (no. 1 s.d 5) dengan seJujurnya dan lingkari
nilai sesuai jawaban pasien serta tuliskan nilai tersebut di kotak yang tersedia di ujung kanan.
Jumlahkan nilainya sehingga mendapatkan nilai total.
1. Dalam 4 minggu terakhir, seberapa sering asma anda mengganggu anda untuk
melakukan pekerjaan sehari-hari di kantor, di sekolah atau di rumah ?
Nilai
2. Dalam 4 minggu terakhir, seberapa sering anda mengalami sesak napas ?
3. Dalam 4 minggu terakhir seberapa sering gejala asma (bengek, batuk-batuk, sesak
napas, nyeri dada atau rasa tertekan di dada) menyebabkan anda terbangun di
malam hari atau lebih awal dari biasanya ?
4. Dalam 4 minggu terakhir seberapa sering menggunakan obat pelega inhalasi ?
Selalu(1)
Tidak pernah
(5)
Jarang(4)
Kadang-kadang
(3)
Sering(2)
>1 / hari(1)
Tidak pernah
(5)
1-2 x/ mgg(4)
3-6 x/ mgg(3)
1 x/ hari (2)
≥ 4 x/ mgg(1)
Tidak pernah
(5)
1 -2 x/ bln(4)
1 x/ mgg(3)
2-3x/ mgg(2)
36
5. Menurut anda, dalam 4 minggu terakhir bagaimana kondisi asma anda ?
≥ 3x/ hari (1)
Tidak pernah
(5)
≤ 1x/ mgg(4)
2-3x/ mgg(3)
1-2 x/ hari(2)
Tidak terkontrol
sama sekali (1)
Terkontrol Total
/sangat baik (5)
Terkontrol baik (4)
CukupTerkontrol
(3)
Kurang terkontrol
(2)
37
Penilaian Asma kontrol dengan Asthma Control Test (ACT)
Interpretasi Hasil ACT
Nilai/skor Artinya Apa yang harus dilakukan
Strategi pelaksanaan
≤ 19 Tidak terkontrol
Tingkatkan tahapan pengobatan sampai mencapai terkontrol
Cari faktor penyebab tidak terkontrol: pengobatan yang digunakan cara menggunakan obat inhalasi kepatuhan menggunakan obat
pengontrol kendala bila ada Penyakit
penyerta Upayakan mencapai terkontrol
dengan mengatasi masalah di atas Tingkatkan tahapan pengobatan
20-24 Terkontrol Sebagian
Upayakan mencapai terkontrol total atau paling tidak pertahankan tetap terkontrol
Idem strategi di atas Teruskan penggunaan pelega dan
evaluasi setelah 3 bulan.
25 Terkontrol total
Pertahankan kondisi ini agar tetap stabil
Pertahankan pengobatan sampai kondisi stabil; Kemudian turunkan pengobatan secara bertahap dengan tetap mempertahankan kondisi terkontrol.
Dokter umum di Puskesmas Pelayanan PTM, harus melakukan penilaian kontrol
asma kepada pasien yang menderita asma agar dapat melakukan tatalaksana sesuai dengan
memperhatikan Alur 16c di bawah ini10:
38
Alur: 16 c Tatalaksana Asma terkontrol dan tidak terkontrol
Dokter umum di puskesmas pelayanan PTM, wajib memberikan edukasi tentang
asma, penanganan asma, dan bagaimana menggunakan obat pelega dan pengontrol, serta
bagaimana menilai control asma dengan memperhatikan alur 16d di bawah ini
Tanyakan : Nilai kontrol terhadap ASMA dengan ACT
Belum mendapatkan pengontrol :
Kortikosteroid inhalasi dosis rendah (budesonid 2x 200 ug)
Bronkodilator (Salbutamol), JIKA PERLU
Nilai setelah 3 bulan
Sudah mendapatkan pengontrol :Tingkatkan dosis kortikosteroid
inhalasi (budesonid) sesuai tahapan pengobatan,bila mungkin gunakan kombinasi inhalasi kortikosteroid dan agonis β2 kerja lama
Bronkodilator (Salbutamol), JIKA PERLU
Terkontrol (ACT 20-25) Tidak terkontrol (ACT < 19)
Tatalaksana
Dalam pengobatan saat ini:
Lanjutkan kortikosteroid inhalasi sebagai pengontrol (budesonid) dengan dosis sesuai yang digunakanGunakan bronkodilator sebagai pelega (Salbutamol), JIKA PERLUNilai setelah 3 bulan
Koreksi tekhnik pemakaian inhaler dan pastikan kepatuhan pasien terhadap pengobatan
Jika ada efak samping yang berarti Ingin mengurangi atau menghentikan kortikosteroid inhalasi (pengontrol)
Jika diagnosis ragu-raguJika Kortikosteroid inhalasi sudah mencapai 2x 400 ug/hari dan belum terkontrol RUJUK
Rujuk
Alur 16dNASEHAT KEPADA PASIEN ASMA DAN KELUARGANYA
39
WAKTU BER-KUNJUNG
BAHAN EDUKASI DEMONSTRASI
Kunjungan awal
Apa itu asma Diagnosis asma Identifikasi dan mengontrol
pencetus Dua tipe pengobatan asma
(pengontrol & pelega) Tujuan pengobatan
• Penggunaan obat inhalasi/spacer:• Memonitor kondisi asma sendiri melalui
berdasarkan gejala dan kebutuhan obat pelega
Kunjungan pertama (First follow-up)
• Identifikasi & mengontrol pencetus
• Penilaian kontrol asma (dengan ACT)
• Pengobatan yang digunakan (bagaimana & kapan, adakah masalah dengan pengobatan tsb.)
Penanganan serangan asma di rumah
Penderita menunjukkan cara menggunakan obat inhalasi/ spacer, koreksi oleh dokter bila perlu
Monitor asma & tindakan apa yang dapat dilakukan (idem di atas)
Kunjungan ke dua (second follow-up)
• Identifikasi & mengontrol pencetus Penilaian kontrol asma (dengan ACT)
• Penanganan serangan asma di rumah
• Pengobatan • Monitor asma (gejala &
pemeriksaan APE)
• Penderita menunjukkan cara menggunakan obat inhalasi & koreksi bila perlu
• Demonstrasi pengukuran APE dengan peak flow meter (oleh penderita/ dokter)
Setiap kunjungan berikut
Strategi mengontrol pencetus Penilaian kontrol asma (dengan
ACT) Pengobatan Monitoring asma (gejala &
pemeriksaan APE)
• Obat inhalasi• Pengukuran APE dengan Peak flow meter
Ajari bagaimana menggunakan inhalasi pada asma Ajari dan cek cara penggunaan obat inhalasi: inhalasi dosis terukur (IDT)/ metered-dose inhaler (MDI)
dan dry powder inhaler (DPI) Gunakan inhalasi melalui mulut, kecuali pasien tidak dapat mentoleransi atau sesak napas. Pada kasus
seperti itu, gunakan masker sebagai perantara inhalasi.
Nasehat untuk pasien dan keluarga untuk menghindari kekambuhan/eksaserbasi Hindari faktor pencetus Bersihkan rumah dari serangga (ketika pasien tidak berada di rumah) Gunakan sarung bantal dan guling dengan bahan sintetik Singkirkan karpet dari rumah, terutama kamar tidur Jemur kasur, bantal, dan guling dibawah matahari Membersihkan rumah tanpa memicu banyak debu :
Tebar sedikit air sebelum menyapu, Bersihkan perabotan dengan lap lembab, Bersihkan kipas angin, Hindari menyimpan buku, mainan, baju, sepatu, dan lain-lain yang mengakumulasi debu di kamar tidur
40
Pada pasien dengan PPOK yang stabil perlu dilakukan tatalaksana sesuai dengan
tanda dan gejala, derajat PPOK, spirometri dengan memperhatikan alur 16-e ini:9
DERAJAT KLINISFAAL PARU
REKOMENDASI PENGOBATAN
SEMUA DERAJAT
EDUKASI Berhenti merokokHindari faktor pencetus
Derajat I:PPOK Ringan
Gejala batuk kronik dan produksi sputum ada tetapi tidak sering. Pada derajat ini pasien sering tidak menyadari bahwa fungsi paru mulai menurun
VEP1 /KVP < 70%VEP1 80 % prediksiDengan atau tanpa gejala
Bronkodilator kerja singkat (SABA, Antikolinergik kerja cepat, Santin) bila perlu
Derajat II:PPOK Sedang
Gejala sesak mulai dirasakan saat aktivitas dan kadang ditemukan gejala batuk dan produksi sputum. Pada derajat ini biasanya pasien mulai memeriksakan kesehatannya
VEP1/KVP < 70%50 % < VEP1< 80 % prediksi,Dengan atau tanpa
gejala
1. Pengobatan reguler dengan bronkodilator kerja lama
Agonis -2 kerja (LABA)
Antikolinergik kerja lama (LAMA)
Simptomatik (SABA)2. Rehabilitasi paru (edukasi, nutrisi, latihan, dukungan psikososial)
Alur 16-eTATALAKSANA PPOK STABIL
Alur 16-eTATALAKSANA PPOK STABIL
Ajari bagaimana menggunakan inhalasi pada asma Ajari dan cek cara penggunaan obat inhalasi: inhalasi dosis terukur (IDT)/ metered-dose inhaler (MDI)
dan dry powder inhaler (DPI) Gunakan inhalasi melalui mulut, kecuali pasien tidak dapat mentoleransi atau sesak napas. Pada kasus
seperti itu, gunakan masker sebagai perantara inhalasi.
41
Derajat III:PPOK Berat
Gejala sesak lebih berat, penurunan aktivitas, rasa lelah dan serangan eksaserbasi semakin sering dan berdampak pada kualitas hidup pasien
VEP1 /KVP 70%30 % VEP1 50 % prediksi dengan atau tanpa gejala
1. Pengobatan reguler dengan 1 atau lebih bronkodilator:
Agonis -2 kerja lama LABA)
Anti kolinergik kerja lama (LAMA)
Simptomatik Kortikosteroid inhalasi
bila sering eksaserbasi berulang, dan memberikan respons klinis
2. Rehabilitasi paru (edukasi, nutrisi, latihan , psikososial)
Derajat IV:PPOK Sangat Berat
Gejala di atas ditambah tanda-tanda gagal napas atau gagal jantung kanan dan ketergantungan oksigen. Pada derajat ini kulitas hidup pasien memburuk dan jika eksaserbasi dapat mengancam jiwa
VEP1 /KVP < 70%VEP1 < 30 % prediksiatau gagal napas atau
gagal jantung kanan
1. Pengobatan reguler dengan 1 atau lebih bronkodilator: Agonis -2 kerja lama
(LABA) Antikolinergik kerja lama
(LAMA) Pengobatan komplikasi Kortikosteroid inhalasi bila
memberikan respons klinis atau eksaserbasi berulang
PDE-4 inhibitor2. Rehabilitasi (edukasi, nutrisi, Latihan , psikososial)3. Terapi oksigen jangka
panjang bila gagal napas kronik
4. Ventilasi mekanis noninvasif 5. Pertimbangkan terapi intervensi untuk mengurangi hiperinflasi paru ?
Nasehat untuk pasien PPOK dan keluarga Rokok dan polusi udara di dalam dan luar ruang adalah resiko mayor untuk PPOK Hal penting untuk penderita PPOK harus berhenti merokok dan menghindari debu,
asap rokok, dan asap apapun Kondisikan asap dari proses memasak dapat keluar melalui jendela atau pintu Memasak dengan menggunakan kayu atau karbon dilakukan di luar rumah Gunakan masker untuk proteksi pernafasan atau pada area yang berdebu dan polusi
42
Selain 4 (empat) penyakit tidak menular seperti jantung dan pembuluh darah, DM,
Kanker pada orang dewasa, dan penyakit kronis pada orang dewasa, Program pengendalian
penyakit tidak menular juga melaksanakan pengembangan kepada pengendalian penyakit
kanker pada anak, Thalasemia, dan SLE dengan memperhatikan Alur 17a sampai dengan
17h, seperti di bawah ini:11
Alur 17aDIAGNOSIS LEUKEMIA PADA ANAK
Alur 17aDIAGNOSIS LEUKEMIA PADA ANAK
PEMERIKSAAN FISISPucat, Epitaksis/petekie/ekimosis, Pembesaran kelenjar getah bening, Hepatomegali, Splenomegali
ANAMNESISPucat, Demam tanpa sebab yang jelas, Perdarahan kulit, Nyeri tulang, Lesu, berat badan turun
PEMERIKSAAN PENUNJANG
PUSKESMAS
Darah rutin dan hitung jenis (perhatikan kadar haemoglobin dan trombosit yang rendah,
kadar leukosit yang rendah atau meningkat > 100.000/µl, ada tidaknya sel blast, dan hitung jenis limfositer) 2 dari 3 kel darah tepi
RS Tipe C dan B
Darah rutin dan hitung jenis
Foto toraks AP dan lateral
Aspirasi sumsum tulang
Pungsi lumbal
Sitokimia sumsum tulang
RS Tipe A
Darah rutin dan hitung jenisFoto toraks AP dan lateralAspirasi sumsum tulangPungsi lumbalSitokimia sumsum tulangImunofenotiping Sitogenetik
43
PEMERIKSAAN FISIS (pemeriksaan bola mata eksternal, segmen anterior, dan funduskopi)
Leukokoria/white pupil, cat’s eyeMata juling (strabismus)Proptosis/bola mata menonjol : Tanda stadium lanjut!!Red reflex fundus (-)
ANAMNESIS
Tampak bintik putih pada bagian hitam bola mataTampak mata seperti mata kucing
PEMERIKSAAN PENUNJANG
RS Tipe C dan BDarah lengkapCT-scanAspirasi sumsum tulangPungsi lumbal
Serologi IgA anti EA & IgA anti VCA
Serologi IgA anti EA & IgA anti VCACXR CT MRI **Panendoscopy(laryngoscopy,esophagoscopy, bronchoscopy) dan nasopharyngoscopy Biopsy : endoskopi /FNAPatologi Anatomi/immunohistokimiaSerologi IgA anti EA & IgA anti VCACXR CT MRI **Panendoscopy(laryngoscopy,esophagoscopy, bronchoscopy) dan nasopharyngoscopy Biopsy : endoskopi /FNAPatologi Anatomi/immunohistokimiaSerologi IgA anti EA & IgA anti VCACXR CT MRI **Panendoscopy(laryngoscopy,esophagoscopy, bronchoscopy) dan nasopharyngoscopy Biopsy : endoskopi /FNAPatologi Anatomi/immunohistokimia
Serologi IgA anti EA & IgA anti VCACXR CT MRI **Panendoscopy(laryngoscopy,esophagoscopy, bronchoscopy) dan nasopharyngoscopy Biopsy : endoskopi /FNAPatologi Anatomi/immunohistokimia
Serologi IgA anti EA & IgA anti VCACXR CT MRI **Panendoscopy(laryngoscopy,esophagoscopy, bronchoscopy) dan nasopharyngoscopy Biopsy : endoskopi /FNAPatologi Anatomi/immunohistokimia
RS Tipe ADarah lengkapBiopsi-histopatologi CT-scan/MRIUSG mataAspirasi sumsum tulangPungsi lumbal
Alur 17bDIAGNOSIS RETINOBLASTOMA PADA ANAK
44
PEMERIKSAAN FISISPembengkakan pada tulang, lebih hangat, peningkatan vaskularisasi di kulit, Gerakan terbatas, Pembesaran getah bening, Sesak nafas bila metastase ke paru
ANAMNESISNyeri tulang, lebih terasa malam hari atau setelah beraktifitasPembengkakan, kemerahan dan teraba hangat pada daerah dimana terasa nyeri tulangTerjadi gejala patah tulang setelah aktifitas rutin bahkan tanpa traumaGerakan terbatas pada bagian yang terkena kankerNyeri tulang belakang yang persistenGejala lain adalah demam, cepat lelah, berat badan turun dan pucat.
PEMERIKSAAN PENUNJANG
PUSKESMAS
Foto tulang yang terkena, ada kelainan rujuk
Laboratorium DPL, BUN/Creat, alk phosphatase, GOT/ GPT, bilirubin,LDH.
Laboratorium DPL, BUN/Creat, alk phosphatase, GOT/ GPT, bilirubin,LDH.Darah rutin
RS Tipe C dan BDarah rutin, Laju Endap Darah (LED)Laktat dehidrogenase (LDH) dan alkali fosfatase
Foto tulang yang terkena dan toraks (metastasis)
Biopsi-histopatologi
CT-scan tulang
Serologi IgA anti EA & IgA anti VCA
Serologi IgA anti EA & IgA anti VCACXR CT MRI **Panendoscopy(laryngoscopy,esophagoscopy, bronchoscopy) dan nasopharyngoscopy Biopsy : endoskopi /FNAPatologi Anatomi/immunohistokimiaSerologi IgA anti EA & IgA anti VCACXR CT MRI **Panendoscopy(laryngoscopy,esophagoscopy, bronchoscopy) dan nasopharyngoscopy Biopsy : endoskopi /FNAPatologi Anatomi/immunohistokimiaSerologi IgA anti EA & IgA anti VCACXR CT MRI **Panendoscopy(laryngoscopy,esophagoscopy, bronchoscopy) dan nasopharyngoscopy Biopsy : endoskopi /FNAPatologi Anatomi/immunohistokimia
Serologi IgA anti EA & IgA anti VCACXR CT MRI **Panendoscopy(laryngoscopy,esophagoscopy, bronchoscopy) dan nasopharyngoscopy Biopsy : endoskopi /FNAPatologi Anatomi/immunohistokimia
Serologi IgA anti EA & IgA anti VCACXR CT MRI **Panendoscopy(laryngoscopy,esophagoscopy, bronchoscopy) dan nasopharyngoscopy Biopsy : endoskopi /FNAPatologi Anatomi/immunohistokimia
RS Tipe ADarah rutin, LEDLaktat dehidrogenase dan
alkali fosfatase Foto tulang yang terkena dan
toraks (metastase)Biopsi-histopatologi CT-scan tulang
Alur 17cDIAGNOSIS OSTEOSARCOMA PADA ANAK
45
Alur 17dPENGENDALIAN KANKER ANAK PADA NEUROBLASTOMA
PEMERIKSAAN FISISTeraba benjolan di perutProptosisPerdarahan di sekitar mata (hematoma periorbita)
ANAMNESISBenjolan di perutKebiruan di sekitar mata
PEMERIKSAAN PENUNJANG
RS Tipe C dan BDarah rutin
Fungsi hati, fungsi ginjal, feritin, LDH, aspirasi sumsum tulang
USG abdomen atau CT-Scan abdomenBiopsi
Serologi IgA anti EA & IgA anti VCA
Serologi IgA anti EA & IgA anti VCACXR CT MRI **Panendoscopy(laryngoscopy,esophagoscopy, bronchoscopy) dan nasopharyngoscopy Biopsy : endoskopi /FNAPatologi Anatomi/immunohistokimiaSerologi IgA anti EA & IgA anti VCACXR CT MRI **Panendoscopy(laryngoscopy,esophagoscopy, bronchoscopy) dan nasopharyngoscopy Biopsy : endoskopi /FNAPatologi Anatomi/immunohistokimiaSerologi IgA anti EA & IgA anti VCACXR CT MRI **Panendoscopy(laryngoscopy,esophagoscopy, bronchoscopy) dan nasopharyngoscopy Biopsy : endoskopi /FNAPatologi Anatomi/immunohistokimia
Serologi IgA anti EA & IgA anti VCACXR CT MRI **Panendoscopy(laryngoscopy,esophagoscopy, bronchoscopy) dan nasopharyngoscopy Biopsy : endoskopi /FNAPatologi Anatomi/immunohistokimia
Serologi IgA anti EA & IgA anti VCACXR CT MRI **Panendoscopy(laryngoscopy,esophagoscopy, bronchoscopy) dan nasopharyngoscopy Biopsy : endoskopi /FNAPatologi Anatomi/immunohistokimia
RS Tipe ADarah rutin
Fungsi hati, fungsi ginjal, Vannyl Mandelic Acid (VMA), feritin, LDH, aspirasi sumsum tulang
USG abdomen atau CT-Scan abdomenBiopsi Metaiodobenzylguanidine (MIBG)
Baca ulang
hasil PA & CT -SCAN
46
PEMERIKSAAN FISIS
Pembengkakan kelenjar getah bening yang sulit digerakkan di leher (spesifik: supraklavikula), ketiak, pangkal paha, tanpa rasa nyeri.
Pembengkakan kelenjar tunggal atau multiple pada 1 atau beberapa tempat
Gejala sesak nafas dan sindrom vena cava superior yang disebabkan desakan massa di rongga dada/mediastinum
Obstruksi saluran pencernaan (pada limfoma di abdominal)
Sistemik: demam, keringat malam, lemah, lesu, nafsu makan berkurang (berat badan turun secara progresif)
ANAMNESIS
Benjolan (>2cm) tanpa rasa nyeri dan cepat membesar, Sesak nafas, Demam, Keringat malam, Lemah, lesu, dan nafsu makan berkurang
PEMERIKSAAN PENUNJANG
RS Tipe C dan BDarah rutin, LDH, Foto toraks, Foto abdomen , biopsi Aspirasi sumsum tulang USG abdomenCT-Scan Patologi anatomi
Serologi IgA anti EA & IgA anti VCA
Serologi IgA anti EA & IgA anti VCACXR CT MRI **Panendoscopy(laryngoscopy,esophagoscopy, bronchoscopy) dan nasopharyngoscopy Biopsy : endoskopi /FNAPatologi Anatomi/immunohistokimiaSerologi IgA anti EA & IgA anti VCACXR CT MRI **Panendoscopy(laryngoscopy,esophagoscopy, bronchoscopy) dan nasopharyngoscopy Biopsy : endoskopi /FNAPatologi Anatomi/immunohistokimiaSerologi IgA anti EA & IgA anti VCACXR CT MRI **Panendoscopy(laryngoscopy,esophagoscopy, bronchoscopy) dan nasopharyngoscopy Biopsy : endoskopi /FNAPatologi Anatomi/immunohistokimia
Serologi IgA anti EA & IgA anti VCACXR CT MRI **Panendoscopy(laryngoscopy,esophagoscopy, bronchoscopy) dan nasopharyngoscopy Biopsy : endoskopi /FNAPatologi Anatomi/immunohistokimia
Serologi IgA anti EA & IgA anti VCACXR CT MRI **Panendoscopy(laryngoscopy,esophagoscopy, bronchoscopy) dan nasopharyngoscopy Biopsy : endoskopi /FNAPatologi Anatomi/immunohistokimia
RS Tipe ADarah rutin, LDHFoto: toraks dan abdomen Biopsi Aspirasi sumsum tulangUSG abdomenCT-Scan Patologi anatomi Imunohistokimia MRI
Alur 17eDIAGNOSIS LIMFOMA MALIGNUM PADA ANAK
47
Alur deteksi dini pada pasien SLE dapat dilakukan dengan mengingat 11 kriteria
berupa pertanyaan, yang terangkum di dalam SALURI (Periksa Lupus Sendiri):
1. Apakah Persendian anda sering terasa sakit, nyeri atau bengkak lebih dari tiga
bulan?
2. Apakah jari tangan dan atau jari kaki pucat, kaku atau tidak nyaman di saat
dingin?
3. Apakah anda pernah menderita sariawan lebih dari dua minggu?
4. Apakah anda mengalami kelainan darah seperti : anemia, leukositopenia, atau
trombositopenia?
5. Pernahkah pada wajah anda terdapat ruam kemerahan berbentuk kupu-kupu
yang sayapnya melintang dari pipi ke pipi?
6. Apakah anda sering demam diatas 38⁰ C dengan sebab yang tidak jelas?
7. Apakah anda pernah mengalami nyeri dada selama beberapa hari saat menarik
nafas?
8. Apakah anda sering merasa sangat lelah dan sangat lemas, bahkan setelah cukup
beristirahat?
9. Apakah kulit anda hipersensitif terhadap sinar matahari?
10. Apakah terdapat protein pada pemeriksaan urine anda?
11. Pernahkah anda mengalami serangan kejang?
ALUR RUJUKAN SLE
Terdapat empat tugas utama sebagai dokter umum di puskesmas, yaitu :
Waspada terhadap kemungkinan penyakit SLE diantara pasien yang dirawat dan
melakukan rujukan diagnosis
Melakukan tatalaksana serta pemantauan penyakit SLE ringan dan kondisinya stabil
(pasien SLE tanpa keterlibatan organ vital dan atau terdapat komorbiditas)
Mengetahui saat tepat untuk melakukan rujukan ke ahli reumatik pada kasus SLE.
Melakukan kerjasama dalam pengobatan dan pemantauan aktivitas penyakit pasien SLE
derajat berat, merujuk ke alur 17g, di bawah ini:
Bila anda menjawab “Ya” untuk minimal empat (4) pertanyaan, ada
kemungkinan anda terkena lupus. Segera konsultasikan dengan dokter
puskesmas atau rumah sakit setempat.
48
DOKTER UMUMPUSAT PEL. KES
PRIMER
Reumatologis/Internist
Penegakan diagnosisKajian Aktivitas dan derajat
penyakitPerencanaan pengobatanPemantauan aktivitas
penyakit secara teratur /terprogram
SLE derajat ringan
SLE dengan komplikasi/aktivitas
meningkat
Alur 17gRujukan systemic Lupus Eritematous (SLE)
Alur 17gRujukan systemic Lupus Eritematous (SLE)
KECURIGAAN SLE
SLE Derajat sedang dan beratSLE yang mengancam jiwa
Alur 17h Thalasemia Alur 17h Thalasemia
ANAMNESIS
Adanya riwayat thalasemia dalam keluarga, riwayat anemia berulang tanpa pendarahan
PEMERIKSAAN FISIS:Pucat Infeksi berulangJantung berdebar-debarTidak nafsu makanIkterusBentuk muka mongoloidTerdapat gangguan pertumbuhanPerut membesar karena hepatomegali /splenomegali
PEMERIKSAAN LABORATORIUM :Skrining anemia mikrositik hipokrom
Rujuk ke RS
49
Pengendalian Faktor Risiko Thalassaemia
Thalessemia diartikan sebagai sekumpulan gangguan genetik yang mengakibatkan
berkurang atau tidak ada sama sekali sintesis satu atau lebih rantai globin. Pengendalian
faktor risiko dapat dimulai dari seseorang yang memiliki thalassaemia trait/bawaan, pembawa
Thalassaemia yang sehat, maka untuk mencegah terjadinya keturunan yang menderita
thalassaemia, hindarilah perkawinan sesama pembawa sifat thalassaemia, berikut adalah
kemungkinan-kemungkinan yang dapat terjadi jika terjadi tali perkawinan:
- Jika pasangan anda memiliki darah normal maka tidak mungkin anak-anak anda
akan menderita Thalassaemia Mayor
- Jika anda dan pasangan anda memiliki Thalassaemia Trait/bawaan maka dalam
setiap kehamilan terdapat kemungkinan satu dibanding empat, bahwa anak anda
akan menderita Thalassaemia Mayor
2.3.2. Respon Cepat Kegawatdaruratan PTM
Hindari perkawinan sesama pembawa sifat thalasemia
50
PPOK eksaserbas i dengan gejala: Sesak yang bertambah, produksi sputum/dahak yang bertambah, perubahan warna sputum (kuning, kehijauan atau purulen)Asma eksaserbasi dengan gejala: meningkatnya gejala (sesak napas, batuk, mengi, rasa berat di dada,kombinasi gejala tersebut, APE menurun)
Tindak lanjut dini, tata laksana kasus, dan respon cepat terhadap kondisi kegawatan
penyakit tidak menular harus dapat dilakukan oleh setiap petugas kesehatan di fasilitas
pelayanan kesehatan dasar.
Penanganan rujukan yang memadai menjadi tolak ukur keberhasilan setiap pelayanan
kesehatan yang diberikan di fasilitas layanan kesehatan dasar terhadap kasus yang
memerlukan penanganan lebih lanjut di rumah sakit.
Pengetahuan dan keterampilan untuk mengenali, menilai, dan memberikan
pertolongan pertama atau mengelolaan pada keadaan darurat PTM harus dapat dilakukan oleh
petugas kesehatan di puskesmas, yang meliputi (1) sesak napas, (2) nyeri dada, (3) penurunan
kesadaran, dan (4) trauma.
1) KEGAWATDARURATAN SESAK NAPAS
Kegawatdaruratan sesak napas ditemukan pada PPOK eksaserbasi, Asma eksaserbasi.
Bila diagnosis kedua penyakit tersebut masih ragu dapat menggunakan alur 18-a. Jika sudah
dapat dipastikan serangan Asma eksaserbasi dapat menggunakan alur 18-b, dan jika PPOK
eksaserbasi dapat menggunakan alur 18-c, seperti di bawah ini:
51
Alur 18-aPenanganan Eksaserbasi Asma/ PPOK
Alur 18-aPenanganan Eksaserbasi Asma/ PPOK
Eksaserbasi Ringan
Kondisi:
mengi atau dada terasa berat, dahak banyak
Frekuensi napas 20-30x/menit
Riwayat kekambuhan
Gejala kronis
APE >80%
Berikan:
O2 kanula hidung
Salbutamol inhalasi , dapat diulang setiap 20 menit (3x dalam 1 jam)
Nebulisasi 2,5 ug atau alternatif IDT dengan spacer 400 ug
Jika suhu > 38 dan/atau sputum yang purulen berikan eritromisin atau amoksilin
Eksaserbasi Sedang Kondisi: mengi atau dada terasa berat, dahak banyak
Frekuensi napas 20-30x/menit,menggunakan otot bantu napas
Riwayat kekambuhan
Gejala kronis
APE 50 - 80%
Berikan:
O2 kanula hidung 3-4 liter/menit monitor saturasi > 90%
Salbutamol nebulisasi 2,5ug dapat diulang setiap 20 menit (3 x dalam sejam), Dapat dikombinasi dengan ipratropium bromida inhalasi solution 10-20 tetes/ satu kali nebulisasi
Berikan kortikosteroid sistemik : injeksi (iv) 1 mg/kg BB metilprednisolon atau analognya dexamethasone 5-10mg/ kali pemberian, prednisone oral 1mg/kgBB, selama 5 hari
Jika suhu >38 dan/atau sputum yang purulen: berikan antibiotik (erythromycin, amoksilin dengan asam klavulanat)
Nilai ulang respon terhadap pengobatan dalam 1 jam
Eksaserbasi Berat Kondisi: Sesak napas berat (sesak saat istirahat atau saat berjalan)Frekuensi napas: >30 per menitGelisahMenggunakan otot bantu napas (otot leher & perut)APE: < 50%Saturasi Oksigen < 90%
Berikan:
Berikan oksigen 4liter/menit (30%) melalui nasal kanul, dan dimonitor sampai dengan sat O2 diatas 90%
Pasang infuse (iv line)
Salbutamol 2,5 ug kombinasi dengan Ipratropium Bromida inhalasi solution 10-20 tetes dapat diulang setiap 20 menit (3 x dalam sejam)
Jika temperatur > 38C dan/atau sputum yang purulen : Berikan Eritromisin (250-500 mg/6jam) atau Amoksisilin dengan asam klavulanat (250-500mg/8jam)
Nilai ulang respon terhadap pengobatan dalam sejam
RUJUK
NASEHAT UNTUK PASIEN DAN KELUARGA
Rokok dan polusi udara di dalam dan luar ruang adalah risiko mayor untuk PPOK Hal penting untuk penderita PPOK harus bdiperhatikan adalah: berhenti merokok, menghindari debu, asap rokok, dan asap apapunKondisikan asap dari proses memasak dapat keluar melalui jendela atau pintuMemasak dengan menggunakan kayu atau karbon dilakukan di luar rumahJika memungkinkan, bangun oven dalam dapur dari batu bata dan terdapat cerobong asap yang menghantarkan asap keluarGunakan masker untuk proteksi pernafasan atau pada area yang berdebu dan polusi
Nilai respon terhadap pengobatan
RESPON BAIK
1 jam setelah penanganan, kondisi pasien:StabilTidak sesakAPE perbaikan, frekuensi nafas berkurang (normal : <20x/menit)Kondisi pasien stabil
Pasien diperbolehkan pulang dengan terapi: Pastikan pasien menggunakan Salbutamol oral 2mg/kali ,metilprednisolon 20-30 mg/hari, prednisone oral 40 mg, sekali/hari, selama lima-tujuh hari, mukolitik bila perlu, antibiotik jika ada infeksi Nilai ulang dalam seminggu
RESPON BURUK
Respon Buruk : Jika APE menurun, atau kesadaran menurun (bingung/gelisah), atau sesak nafas yang memberat : RUJUK segeraTidak ada respon : setelah pengobatan awal (salbutamol inhalasi 3x dalam sejam, kortikosteroid dengan Salbutamol RUJUKSambil menunggu transport ke tempat rujukan: Pasang infus (iv line)
Pasang oksigen (30% masker atau 4 liter/menit nasal kanul) untuk menjaga saturasi >90% jika memungkinkan
Lanjutkan salbutamol inhalasi 3x dalam 1 jamBerikan aminofilin bolus (5-6 mg/kg BB atau setengah dosis jika 12 jam sebelumnya menggunakan aminofilin),dilanjutkan dengan aminofilin drip (0,5-0,7 mg/kgbb/jamAntibiotik (golongan kuinolon respirasi) amoksilin dengan asam klavulanat atau ofloxacin atau levofloxacin
FOLLOW UP SETELAH SEMINGGU :
Nilai gejala (sesak nafas dan mengi) dan tanda (frekuensi nafas, pemeriksaan paru, dan pulse oximetry)Jika TIDAK ada perubahan, tatalaksana sebagai eksaserbasi sedang/berat (lihat di atas). Jika tidak ada respon terhadap pengobatan, RUJUK.Jika respon baik, lanjutkan pengobatan jangka panjang dan follow-up (gunakan alur )
52
Serangan Asma Sedang/ Berat
Kontrol puskesmas
Alur 18-b Penanganan Asma Eksaserbasi Alur 18-b Penanganan Asma Eksaserbasi
Jika diagnosis Asma eksaserbasi sudah ditegakkan, dengan gejala : batuk,sesak, mengi, dada terasa berat yang bertambah
Penilaian awalRiwayat dan pemeriksaan fisis (auskultasi, otot bantu napas, denyut jantung, frekuensi napas) dan bila mungkin faal paru (APE atau VEP1, saturasi O2). pemeriksaan lain atas indikasi
Pengobatan awalOksigenasi dengan kanul nasalInhalasi agonis beta-2 kerja singkat (nebulisasi), setiap 20 menit dalam satu jam) atau agonis beta-2 injeksi (Terbutalin
0,5 ml subkutan atau Adrenalin 1/1000 0,3 ml subkutan)
Kortikosteroid sistemik :- serangan asma berat- Tidak ada respon dengan pengobatan bronkodilator- Dalam kortikosteroid oral- Tidak ada respons segera dengan pengobatan bronkodilatordalam kortikosteroid oral
Serangan Asma Ringan
Serangan Asma Mengancam Jiwa
Penilaian Ulang setelah 1 jamPem.fisis, saturasi O2 dengan pulsoxymetri
Respons baikRespons baik dan stabil dalam 60 menit Pem.fisis normalAPE > 70% prediksi/ nilai terbaikSaturasi O2 > 90%
Respons tidak sempurna Risiko tinggi distresPem.fisis : gejala ringan – sedangAPE > 50% tetapi < 70%Saturasi O2 tidak perbaikan
Respons buruk dalam 1 jam
Risiko tinggi distresPem.fisis : berat, gelisah dan kesadaran menurunAPE < 30%
PulangPengobatan dilanjutkan dengan inhalasi agonis beta-2 Membutuhkan kortikosteroid oral Edukasi penderitaMemakai obat yang benarIkuti rencana pengobatan selanjutnya
DirawatInhalasi agonis beta-2 anti-kolinergikKortikosteroid sistemikAminofilin drip Terapi oksigen pertimbangkan kanul nasal Pantau APE, Sat O2, Nadi
RUJUK RS
RUJUK RUMAH SAKIT
PulangBila APE > 60% prediksi / terbaik. Tetap berikan pengobatan oral atau inhalasi
Perbaikan
53
TATALAKSANA
Alur 18-c Serangan PPOK EksaserbasiAlur 18-c Serangan PPOK Eksaserbasi
PPOK eksaserbasi dengan gejala : Sesak yang bertambah, produksi sputum/dahak yang bertambah,perubahan warna sputum(kuning, kehijauan atau purulen)
Eksaserbasi Ringan (terdapat 1 gejala disertai keluhan lain mis demam)
Dapat diberikan:
Salbutamol inhalasi , dapat diulang setiap 20 menit (3x dalam 1 jam)
Nebulisasi 2,5 ug atau alternatif IDT dengan spacer 400 ug
Mukolitik bila perlu
Jika temperatur > 38C dan/atau sputum yang purulen : Berikan Eritromisin atau Amoksisilin dengan asam klavulanat
Eksaserbasi Sedang (jika terdapat 2 dari 3 gejala diatas)
Dapat diberikan obat sistemik (injeksi) kemudian dilanjutkan dengan oral
Salbutamol nebulisasi 2,5ug dapat diulang setiap 20 menit (3 x dalam sejam), Dapat dikombinasi dengan ipratropium bromida inhalasi solution 10-20 tetes/ satu kali nebulisasi
Berikan kortikosteroid sistemik : injeksi (iv) 1 mg/kgBB/hari metilprednisolon atau analognya dexamethasone 5-10mg/ kali pemberian,metilpredsinolon oral 24-40mg/hari, prednisone oral 1mg/kgBB, selama 5 hariJika suhu >38 dan/atau sputum yang purulen: berikan antibiotik (erythromycin, amoksilin dengan asam klavulanat)Nilai ulang respon terhadap pengobatan dam 1 jam
Eksaserbasi Berat (memiliki 3 gejala diatas)
Pasang infus (iv line)Jika sesak nafas berat dan pulse oximetry rendah (<90%), Kombinasi Ipratropium Bromida solution 10-20 tetes inhalasi atau 2mL ipratropium solution+ salbutamol 2,5 ug untuk nebulisasi, dapat diulang setiap 20 menit selama 1 jam)Kortikosteroid injeksiJika temperatur > 38C dan/atau sputum yang purulen : Berikan Eritromisin (250-500 mg/6jam) atau Amoksisilin dengan asam klavulanat (250-500mg/8jam)RUJUK RS
54
Nilai respon terhadap pengobatan
Respon baik
APE meningkat, frekuensi nafas berkurang (normal : <20x/menit)
Diperbolehkan pulang : nilai ulang dalam 1 minggu
Pastikan pasien menggunakan Salbutamol inhaler di rumah : perintahkan 2 puff, setiap 4 jam, untuk sesak nafas atau mengi
Resepkan prednisone oral 40 mg, 1x/hari, selama 7 hari
Respon Buruk : Jika APE menurun, atau turun kesadaran, atau sesak nafas yang memberat : RUJUK segera
Tidak ada respon : setelah 2 jam dalam pengobatan dengan Salbutamol RUJUKSambil menunggu transport ke tempat rujukan: Pasang oksigen (30% masker atau 204 liter/menit nasal prongs) untuk menjaga saturasi >90% jika memungkinkanLanjutkan Salbutamol, nebulisasi jika memungkinkan (1-2 mL Salbutamol, setiap 20 menit atau kontinyu, jika terjadi distress pernafasan berat)
Follow up setelah 1 minggu :
Nilai gejala (sesak nafas, mengi) dan tanda (frekuensi nafas, pemeriksaan paru, pulse oximetry)
Jika TIDAK ada perubahan, tatalaksana sebagai eksaserbasi sedang/berat (lihat di atas). Jika tidak ada respon terhadap pengobatan, RUJUK.
Jika respon baik, lanjutkan pengobatan jangka panjang dan follow-up (gunakan alur )
55
2) NYERI DADA
Sifat nyeri: lokasi, menjalar, berat, kapan mulai dirasakan, berapa lama, apakah berhubungan dengan aktifitas, apa gejala yang mengikuti (mual, muntah, berkeringat, palpitasi, pusing)
Tanyakan
KEMUNGKINAN PENYEBABNYA:
Pleuritis, Pericarditis, Tromboemboli paru,Gastritis Akut, Serangan panik dan lain-lain
Gambaran bukan karena nyeri akibat jantung:Lokasi sakit dapat ditunjuk dan berubah dengan perubahan posisi tubuh
Gambaran angina stabil kronikSakit di daerah pusat atau retrosternalSaat aktivitas, menghilang saat istirahatRasa sesak, berat Waktu < 10 menit dapat menjalar ke leher, rahang, tangan atau perut bagian atas
Manifestasi angina bisa bukan merupakan nyeri dada, namun dapat berupa manifestasi yang berbeda (sesak napas) : pada wanita, orang tua, dan pasien diabetes.
RIWAYAT PENYAKIT
Pernah mengalami sakit seperti ini, dan diagnosis (jika diketahui)
Dokumen penyakit jantung, atau diagnosis medis
Riwayat serangan jantung sebelumnya, DM, Tekanan darah tinggi dan merokok
Riwayat keluarga: Penyakit jantung prematur (<55 tahun pada pria; <65 tahun pada wanita), diabetes atau strok.
Periksa Tekanan darah, Nadi : bradikardi, takikardi, tidak teratur, Gagal jantung : S3, gallop
EKG (jika memungkinkan)
Infark Miokard Akut dengan ST elevasi
Angina Pektoris Tidak Stabil
Tangani/ Rujuk ke RS dengan fasilitas
Infark Miokard Akut tanpa ST elevasi
Alur 18c Kemungkinan diagnosis berdasarkan keluhan nyeri dadaAlur 18c Kemungkinan diagnosis berdasarkan keluhan nyeri dada
Tanyakan
56
3) PENURUNAN KESADARAN
Alur 18d Keluhan Kesadaran (Tidak Sadar atau Semi-tidak sadar)Alur 18d Keluhan Kesadaran (Tidak Sadar atau Semi-tidak sadar)
Tindakan 1
Posisikan pasien tidak sadar pada posisi lateral (kecuali curiga trauma leher)Bebaskan jalan napas dan pertahankanNilai napas adekuat atau tidak (Frekuensi napas >35 x/menit, napas dangkal, atau napas cepat dan dalam)Berikan terapi oksigen (non rebreathing mask > 6-10 l/menit)Periksa sirkulasi, bila a.radialis tidak teraba pasang iv line, berikan kristaloid.Hentikan perdarahan dengan kompresi
Tindakan 2 Tanyakan pada orang yang menemani/mengenali
Tanyakan tentang riwayat trauma, konvulsi/kejang, diagnosis epilepsi, hipertensi, pengobatan untuk Diabetes, alkohol/penyalahgunaan substansi lain, penggunaan
pestisida/herbisida, riwayat alergi, sengatan serangga, gigitan ular
Tindakan 3 Pemeriksaan : glukosa darah, tekanan darah, suhu, nadi
Pemeriksaan untuk :
Kelemahan satu sisi dan respon terhadap nyeri (misal : cubitan)Kesulitan bernafasKejang/konvulsiKehamilan, kaku kudukPembengkakan bibir, lidah atau kulit
57
Tidak sadar atau Semi tidak-sadar (lanjutan)
Tindakan 4. Tatalaksana sesuai di bawah ini
Trauma dengan TD sistolik<90Mulai Infus i.v NaCl 0,9% dan rujuk ke RS
Konvulsi/kejangJika konvulsi/kejang pada kehamilan, berikan Magnesium Sulfat (MgSO4) i.v, selama 5-15 menit. Jika tidak hamil, berikan Diazepam 10 mg i.v atau rektal, rujuk ke RS (kecuali diketahui Epilepsi)
Suspek anafilaksis dengan TD sistolik <90 Posisikan secara supine dan masukkan alat bantu jalan nafas Berikan adrenalin i.m (paha samping) 0.01 mg/kg, dosis maksimal 0.5 mg Berikan NaCl 0.9% i.v (20 ml/kgBB, ulangi hingga total 50ml/kgBB selama 1/2
jam pertama) Jika tidak ada respon, ulangi adrenalin setiap 5 menit Hidrokortison i.v 100-300mg
Gula Darah ≤ 60 mg/dl Jika dapat minum, berikan satu sendok makan 20-30 g
glukosa dicampur dengan air, atau 1 gelas jus buah, madu, minuman bergula. Jika tidak ada respon selama 15 menit, ulangi
Jika tidak sadar/tidak dapat minum, berikan 50 ml 50% glukosa i.v. Rujuk ke RS jika tidak ada respon selama 10 menit (Sebelum dirujuk jika fasilitas tersedia, dapat dilakukan pemasangan infus dextrose sambil dilakukan pemantauan GS secara ketat (tiap jam). Jika respons baik juga sebaiknya tetap dirujuk) ke RS terdekat untuk pemantauan ketat krn
Suspek keracunan herbesida/pestisidaJika agen diketahui, masukkan antidot jika tersedia sebelum rujuk ke RS
ParalisisJaga jalan nafas, rujuk ke RS
Keton urin +3 dan/atau Glukosa darah ≥ 250 mg/dl- Rehidrasi dengan NaCl 0.9% 500 ml - 1 liter
selama 1 jam, sambil di rujuk ke RS
Demam > 38 C dan/atau kaku kudukProtokol untuk meningitis/malaria
Gigitan ularAntivenom jika tersedia, rujuk ke RS
58
GAMBARAN SINDROMA KORONER AKUT :
Sakit hebat di daerah retrosternalBerlangsung selama ≥ 20 menit Dapat disertai mual, muntah, berkeringat dingin, palpitasi dan pusingTerjadi saat beristirahat menjalar ke tangan, leher, rahang, atau perut bagian atasDapat dimulai saat aktivitas dan terus berlanjut saat istirahat
Perburukan dari angina stabil sebelumnya
Gunakan alur berikut jika pasien mengalami secara tiba-tiba :Kelemahan atau kehilangan sensori pada satu sisi tubuh atau anggota gerakKesulitan berbicara atau pemahamanGangguan penglihatanSakit kepala hebat atau yang tidak biasaGangguan keseimbangan
Tanyakan : -Kapan hal itu terjadi? Sedang berada dimana? Apa yang sedang dilakukan?- Apakah mengalami kelemahan atau baal?- Dapatkah berbicara seperti biasa?- Apakah dapat melihat seperti biasa?- Apakah mengalami sakit kepala?- Apakah gejala masih terasa, atau sudah menghilang?- Apakah pernah TIA atau stroke sebelumnya?- Apakah ada riwayat Hipertensi, Diabetes, Penyakit jantung?- Apakah merokok? Jika tidak, apakah sebelumnya pernah merokok?- Apakah mengkonsumsi alkohol?- Apakah ada diagnosis lain?- Apakah pernah ada riwayat jatuh atau trauma sebelumnya?
PEMERIKSAANDerajat kesadaranDefisit neurologi : kelemahan atau kehilangan sensori wajah, tangan, kaki, hemianopia, afasia, disfagia, dan lain-lain.Auskultasi dari jantung dan leherTD dan nadiGula darah
Jika pasien memiliki defisit neurologi yang
persisten >24 jam
RUJUK segera ke level berikutnya
Alur 18e Transient Ischemic Attack (TIA) dan strokeAlur 18e Transient Ischemic Attack (TIA) dan stroke
59
Tindakan :Baringkan pasien,periksa tanda vital, sekaligus dilakukan anamnesa singkat ,Pasang iv line
Tindakan : Tatalaksana :- Berikan Oksigen 2-4 liter per menit dengan nasal kanul- Aspirin tanpa salut gula (dikunyah) 160 – 300 mg , berikan secepatnya- Isosorbide dinitrate (ISDN) sublingual 5 mg dapat diulangi 2-3 kali selama selang waktu 10 menit
(jika tidak ada kontraindikasi misalnya hipotensi) - Untuk nyeri dada hebat yang belum teratasi dengan obat-obat di atas, berikan Morphine 5-10
mg IM atau IV (jika terdapat apoteker)- Lakukan pemeriksaan EKG dan enzim troponin atau CKMB.- Tindakan Rujuk ke RS secepat mungkin
Kegawatdaruratan jantung (lanjutan)
Diagnosis Sindrom Koroner Akut berdasarkan munculnya 2 dari :
Gejala Infark Miokard Biomarker jantung + (Tes Troponin T kualitatif menggunakan strip,
pada layanan primer)
Jika defisit neurologi hilang selama 24 jam
Tatalaksana : Aspirin (dosis pertama : 300-500 mg, kemudian 75 -150 mg per hari)Antihipertensif jika TD 140/95 mmHg atau lebihSimvastatin (10-40 mg per hari)
Rujuk untuk pemeriksaan lebih lanjut :untuk CT Scan, Ultrasound untuk ateri karotis, ECG dan pemeriksaan jantung jika dibutuhkan
Alur 18f Sindrom Koroner AkutAlur 18f Sindrom Koroner Akut
60
4) TRAUMA
Pada klien yang mengalami trauma, baik kecelakaan lalu lintas, jatuh, tenggelam, dan
terbakar memerlukan tatalaksana
Alur 18gTATALAKSANA TRAUMA (KLL, JATUH, TENGGELAM, DAN TERBAKAR)
Alur 18gTATALAKSANA TRAUMA (KLL, JATUH, TENGGELAM, DAN TERBAKAR)
61
Keterangan Pemberian:
A. Kompresi Jantung Luar
1. Posisikan pasien / korban ditempat yang keras dan rata.
2. Posisi penolong berlutut pada samping kiri atau kanan korban .
3. Posisi kedua telapak tangan berada pada tulang dada pasien / korban, lengan lurus.
4. Lakukan penekanan pada tulang dada, lakukan dengan cepar dan kuat, jangan
ragu – ragu.
5. Lakukan penekanan sebanyak 30 kali.
6. Setelah 30 kali, buka jalan nafas, beri nafas buatan, dengan cara dengakkan kepala
pasien / korban, tutup hidung dengan jari, hembuskan nafas kuat – kuat ke dalam
mulut korban sebanyak 2 kali.
7. Bila belum ada tanda – tanda kesadaran atau perbaikan dari pasien / korban,
lanjutkan kompresi jantung luar.
8. Hal ini terus menerus dilakukan sampai lima siklus.
9. Setelah lima siklus, periksa kembali denyut nadi jantung.
10. Bila ada denyut nadi leher, hentikan kompresi.
11. Bila tidak ada denyut nadi leher, lanjutkan siklus kompresi dan pemberian nafas
buatan dengan perbandngan 30 : 2.
12. Siklus ini terus menerus dilakukan sampai datang penolong yang lebih ahli atau
syarat – syarat lain.
B. Pembebasan jalan napas :
Tehnik chin lift adalah meletakkan dua jari dibawah dagu kemudian hati - hati angkat ke atas hingga rahang bawah terangkat kedepan.selama tindakan ini perhatikan leher jangan sampai menengadah berlebihan.
Tehnik chin lift adalah meletakkan dua jari dibawah dagu kemudian hati - hati angkat ke atas hingga rahang bawah terangkat kedepan.selama tindakan ini perhatikan leher jangan sampai menengadah berlebihan.
62
Tehnik Jaw trust doronglah sudut rahang bawah ke depan hingga rahang bawah terdorong ke depan.
Pemberian napas :Kelingking penolong disudut rahang bawah , jari tengah dan jari manis didagu dan mengangkat ke atas telunjuk dan ibu jari memegang face mask agar hidung dan mulut pasien / korban tertutup dengan rapat ( C – E posisi ).
Kasus kegawatdaruratan jantung dan trauma, tahapan penilaian:
Circulation – Airway – Breathing
Kasus asfiksia, misalnya karena tenggelam dan kegawatan nafas karena
terbakar, tahapan penilaian:
Airway – Breathing – Circulation.
Selanjutnya dilakukan penatalaksanaan dan rujukan berdasarkan hasil yang ditemukan.
Demikian juga pada kunjungan kedua penilaian terus dilakukan untuk ditindak lanjuti
sebagaimana hasil yang ditemukan dan dilakukan rencana penatalaksanaan lebih lanjut serta
dilakukan intervensi pada pasien maupun keluarga.
2.1 Upaya rehabilitatif
Rehabilitasi PTM bertujuan untuk meminimalkan komplikasi melalui pengobatan yang
tepat serta meningkatkan kualitas hidup dan lama ketahanan hidup pada penderita.
Rehabilitasi dilaksanakan pada penderita pasca stroke (survivor), pasca cedera/ kecelakaan
(penyandang cacat), DM dengan Kaki Diabetes (diabetesi), Kanker (survivor) dan lain-lain.
Rehabiltasi dilakukan dengan perawatan kasus PTM melalui kunjungan rumah (home care)
dengan tenaga terlatih dalam rehabilitasi medik. Kegiatan paliatif antara lain meliputi
penatalaksanaan nyeri.
Keluhan fisik lain, asuhan keperawatan, dukungan psikolog, sosial cultural dan spiritual,
persiapan dan selama masa dukacita (breavement). Keluhan utama pasien stadium lanjut yang
paling sering adalah nyeri. Nyeri hebat dan tidak mampu lagi diobati dengan obat standar.
Pengobatan dimaksud, dapat secara medikamentosa/obat-obatan khusus termasuk morphin
ataupun tindakan operasi. Terapi paliatif bisa dilakukan di rumah sakit atau di rumah
63
penderita (home care). Terapi paliatif dan bebas nyeri adalah suatu kesatuan, dengan tujuan
agar tercapai kualitas hidup yang baik, secara pribadi maupun sebagai komunitas sosial.
Tindakan yang dilakukan pada terapi paliatif sama dengan terapi utama, modalitas
terapinya meliputi operasi, kemoterapi, radioterapi, atau salah satu atau kombinasi ketiganya.
Misalnya, dilakukan operasi untuk mengeluarkan cairan di perut sehingga pasien tidak sesak,
operasi atau radioterapi untuk mengurangi besarnya tumor atau kanker supaya tidak menekan
saraf sehingga keluhan nyeri berkurang, dan lain-lain.
Salah satu upaya rehabilitatif untuk penderita DM adalah perawatan kaki Diabetes, seperti
yang tergambar dalam Alur 19, di bawah ini :
64
SEPATUPemakaian alas kaki yg sesuai
Alur 19UPAYA REHABILITATIF PERAWATAN KAKI
DIABETES UNTUK PENDERITA DM NON ULKUS
ANAMNESISIdentifikasi faktor risiko kaki diabetik (kalus, tinea pedis, deformitas jari, fisura, dan lain-lainRiwayat pemakaian alas kaki dan kaos kaki sehari-hari
PEMERIKSAAN FISIK (ISKEMIK)Pemeriksaan fisis umumKelainan pembuluh darah balik (varises)Aritmia
DEFORMITASDeformitas jariPes cavusCharcot footHallus vagusHallus rigidus
LESI KULIT-Kalus,korn-Deformitas kuku-Tinea pedis-Fisura, lepuh-Edema, bengkak
NEUROPATI-Refleks tendon achiles-Persepsi vibrasi-Persepsi tekanan
KELAINAN VASCULARPulsasi arteri pedis
Evaluasi kaki berisiko
Risiko Rendah
Edukasi perawatan kaki
Inspeksi kaki setiap enam bulan
RisikoTinggi
Perawatan kakiPerawatan kaki non-ulkusEdukasi perawatan kakiEdukasi dan penggunaan alas kaki yang sesuai
Inspeksi kaki setiap bulan
65
2.2 Sistem Rujukan PPTM
Mekanisme rujukan kasus secara timbal-balik.
1. Posbindu PTM, Kader Kesehatan, dan UKBM lainnya, dapat membantu pasien untuk
menunjukkan dan atau mengantarkannya menuju fasilitas pelayanan kesehatan yang
tepat serta mampu memberikan layanan sesuai kebutuhannya.
2. Demikian pula institusi kesehatan, mulai dari Puskesmas Pembantu, Poskesdes/Bidan
di desa, dan puskesmas, sebagai institusi pelayanan kesehatan dasar terdekat di
masyarakat, dapat merujuk pasien dengan kondisi “sakit cukup berat dan atau
kegawat-daruratan medik”, langsung ke institusi pelayanan kesehatan terdekat yang
mampu mengatasi masalahnya secara tepat, misalnya ke Puskesmas PTM yang sudah
dapat difungsikan sebagai pusat rujukan-antara, atau pusat rujukan medik spesialistik
terbatas dan bila dipandang perlu dapat langsung ke RS rujukan medik terdekat
sebagaimana disebutkan diatas, bila memungkinkan.
3. Pada kondisi Puskesmas yang tidak mampu memberi layanan rujukan medis pada
kasus dengan kondisi sakit cukup berat dan atau kegawat-daruratan medik, maka
pasien harus secepatnya dirujuk ke rumah sakit rujukan medik spesialistik terdekat.
Dari pasien yang dirujuk ke fasilitas pelayanan rujukan medik spesialistik/spesialistik
terbatas, umpan balik hasil layanan dikirim kembali kepada pengirimnya agar
penyelenggaraan pelayanan kesehatan secara menyeluruh di seluruh wilayah
Kabupaten/Kota berjalan dengan baik.
4. Umpan balik hasil pelayanan dan saran-saran tindak-lanjutnya, disampaikan kepada
puskesmas atau institusi pelayanan kesehatan yang mengirim semula, yang dipastikan
dapat menindak-lanjuti saran yang diberikannya, agar pelayanan dapat diselesaikan.
Pelayanan pengendalian penyakit tidak menular dan rujukan kasus, dilaksanakan secara
berjenjang, mulai dari posbindu PTM, Puskesmas, Puskesmas PTM, sampai ke Rumah sakit,
sebagai rujukan, lihat alur 20
66
Rujukan masyarakat
Rujukan Puskesmas lain yang belum
mengembangkan Pelayanan PTM
Puskesmas pengembangan pelayanan
PTM
Kasus dapat dita-ngani di Puskesmas
Kasus dapat dita-ngani dgn
tuntunan dari RS rujukan
Kasus Tdk dpt dita-ngani di Puskesmas
Pemeriksaan Fisik dan
Penunjang
Tindakan/Yankes Sesuai SOP & Bimbing-an
Kemandirian Klg
Monev hasil Tindakan/ Yankes di
Puskesmas
Belum Sembuh, dirujuk ke RS Rujukan/TPKB
Perkesmas
Pasien sembuh, Pulang, lanjutkan
Rawat jalan, follow-up
Tindakan/Yankes Sesuai SPO, dgn Bimbingan dari RS Rujukan Terdekat, melalui
Komunikasi Radio–medik,Tlp, atau e-Health
Dirujuk ke RS Rujukan Terdekat yang mempunyai fasilitas memadai sesuai dengan Kebutuhan /TPKB Spesialis yg datang ke
Puskesmas
Perorangan
Hasil tindakan / Yankes di RS baik,
Pasien dikembalikan ke
Puskesmas
Rujukan Posbindu
Alur 20 Pelayanan dan rujukan kasus di puskesmas
67
BAB III
SARANA DAN PRASARANA
Untuk terlaksananya upaya pengendalian PTM di puskesmas, sewajarnya diperlukan
pentahapan penerapan kriteria, baik menyangkut sumber daya (tenaga, anggaran/biaya,
metode/SPO, peralatan medis), obat essensial PTM.
Sesuai dengan target yang telah ditetapkan pada pedoman pengembangan
pengendalian PTM di Puskesmas bahwa pada tahun 2014 terdapat minimal satu
Kabupaten/Kota memiliki satu puskesmas pelayanan PTM yang dapat dilaksanakan di
puskesmas perawatan maupun non perawatan, tergantung pada sumber daya, sarana-
prasarana yang dimiliki. Adapun standar yang ditetapkan dimiliki oleh puskesmas untuk
pelayanan PTM adalah:12
3.1 Sumber Daya Manusia
Untuk dapat melaksanakan pelayanan PTM terintegrasi di puskesmas diperlukan
sumber daya manusia yang kompeten, terdiri dari
1 (satu) orang dokter umum, terlatih PTM terintegrasi, Practical approach to Lung
Health (PAL), ACLS, GELS.
1 (satu) orang perawat, terlatih BTCLS, GELS,
1 (satu) orang Bidan, terlatih GELS,
1 (satu) orang sarjana kesehatan masyarakat, terlatih surveilans
1 (satu) orang ahli gizi (minimal D3)
1 (satu) orang penata kesehatan lingkungan
1 (satu) orang fungsional penyuluh kesehatan masyarakat
1 (satu) orang apoteker
Serta tenaga pendukung sesuai dengan kebutuhan puskesmas
Upaya pelayanan PTM terintegrasi di puskesmas sebaiknya dilaksanakan dalam
satuan kerja tim dinamis, yang mendapatkan pelatihan yang terprogram, melalui Inter-
Profesional Education (IPE)/ Inter-Profesional Learning (IPL) dalam bentuk workshop.
3.2. Peralatan medis untuk pelayanan PTM
Beberapa contoh peralatan dasar tersedia dalam jumlahnya cukup, antara lain:
Sarana penyuluhan PTM untuk berhenti merokok, gizi sehat, aktivitas fisik yang
terdiri dari media cetak (flipchart, lembar balik), media elektronika (CD, kaset,sound
68
system, monitor), media wawan muka (diskusi kelompok terarah, wawancara dan
bermain peran/rolplay ,konseling)
Sarana deteksi dini : Tensimeter merkuri, alat pengukur: TB, BB, LP, stetoskop,
EKG, Rontgen paru, peak flow meter, IVA kit, glukometer, tes albumin urin, tes
cholesterol, amphetamine test, alcohol test
Sarana penatalaksanaan kegawatdaruratan PTM: tabung oksigen, tabung N2O/CO2,
monitor 4 parameter (TD, nadi, EKG, pulseoxymetri), nebulizer, trauma kit,
spirometri, defibrillator, resusitasi kit.
Sarana pendukung seperti kreatinin, keton urine, dan troponin test, Thiroid Check,
HbA1C, CKMB (Creatine kinase Miyocardial Band), Mioglobin.
Standar pemeliharaan alat dengan melakukan kalibrasi dengan teratur dan
pembuangan limbah medis sesuai standar internasional untuk Alat suntik disposible dan
sampah medis lainnya.
3.3. Obat essensial PTM
AminofilinAmoxycillinAmoxicillin + as.klavulanatAdriaminAdriamycinAspirinBisoprololBudesonidBurnazineBeclometasone inhalerCyclophospamideCotrimoxazoleCaptoprilCodein TabletDoksisiklinDexamethasonEfedrinErythromycinFurosemideIbuprofenMethilprednisolonMetronidazoleIpratropium bromideIpratropium bromide + SalbutamolTiotropiumSalbutamol tabletSalbutamol inhaler
MetforminSulfonilurea(glibenclamide,Glimepirid,Glikazid,Glikuidon)Statin(lovastatin/simvastatin)HydrochlorothiazideIsosorbide dinitrateEnalaprilCCB (nifedipine R, amlodipine)Glukosa InjeksiMetotrexateTamoxifenPhenoxymethyl penicillinParacetamolPrednisolone
Hydrocortisone (injection)Salbutamol injectableInsulin basal (NPH, Glargine, Detemir)Promethazine injectionGlucose injectable solutionSodium chloride infusionSulfas AtropinHeparinPovidon Iodine
69
Beberapa daftar obat kemoterapi yang sering dipakai oleh orang dengan kanker harus
diketahui oleh dokter yang bertugas di puskesmas pelayanan PTM, mengenai efek samping
obat seperti dibawah ini:
AC (Adriamin, Cyclophospamide) Benzathine benzylpenicillin (inject)
CAF (Cyclophospamide,Adriamycin,5 Fluoro Uracil)
CEF (Cyclophospamide,Epiburicin,5 FluoroUracil)
CMF(Cyclophospamide,Metrotrexate,5Fluoro Uracil) Epirubicin
Fluoro Uracil
Morphine (injection dan Oral)
MTX
Obat essensial ini harus ada di puskesmas sehubungan dengan pengendalian PTM di
fasilitas pelayanan kesehatan dasar. Dalam hal lama pemberian obat, karena PTM
membutuhkan pengobatan dalam waktu lama, maka obat-obatan diberikan paling sedikit
untuk waktu 1 (satu) bulan sebagaimana pedoman masing-masing penyakit dan jika tidak ada
keluhan lain yang mendesak dan perlu penanganan lebih lanjut. Dalam hal perhitungan dan
manajemen obat di puskesmas dapat dilihat pedoman dan petunjuk teknis yang ada terkait
pengadaan dan manajemen obat di puskesmas.
70
71
BAB IV
PENCATATAN DAN PELAPORAN PPTM
4.1. Pencatatan
Pencatatan dan pelaporan kegiatan pelayanan pengendalian PTM menjadi bagian
penting dari pencatatan di puskesmas dan jajarannya, dengan penambahan kolom untuk
beberapa format pencatatan yang diperlukan seperti jumlah skrining maupun deteksi dini,
jumlah kasus yang ditangani, jumlah pasien yang dirujuk, secara detail mengenai pencatatan
dapat merujuk pada pedoman pengendalian yang tersedia. Disarankan untuk tidak membuat
format baru, mengingat bahwa format pencatatan kegiatan puskesmas untuk data penyusunan
profil kesehatan Kabupaten/Kota, masih tetap dibuat puskesmas.12,13
Laporan kegiatan puskesmas, merupakan bagian dari laporan kegiatan pelayanan
puskesmas secara keseluruhan. Hasil evaluasi/penilaian kinerja pelayanan puskesmas akan
menjadi bagian dari hasil kinerja pelayanan puskesmas induknya. Bersama dengan hasil
kinerja pelayanan lainnya, akan menjadi hasil kinerja puskesmas. Pengiriman laporan dan
umpan-balik analisis hasil evaluasi kinerja pelayanan di setiap fasilitas pelayanan PTM akan
dilaporkan kepada Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota setempat.
4.2. Pelaporan
Pelaporan pengendalian PTM di Puskesmas disesuaikan dengan format pelaporan
yang ada di Puskesmas setempat. Bila memungkinkan dalam pengembangannya dapat
ditambahkan jenis penyakit PTM lainnya. Pencatatan penyakit tidak menular di puskesmas
untuk pencatatan berdasarkan individu maupun kasus digunakan rekam medis atau catatan
klinis.
72
BAB VII
PENUTUP
Petunjuk teknis penyelenggaraan Pengendalian Penyakit tidak menular di puskesmas
merupakan upaya dalam mengakomodasi berbagai perkembangan di bidang kesehatan
maupun sektor lain yang berdampak pada derajat kesehatan.
Dukungan yang optimal dari berbagai pihak, baik pemerintah, swasta, maupun LSM,
organisasi profesi, akademisi, sangat dibutuhkan pada penerapan kebijakan pengendalian
penyakit tidak menular di Puskesmas
Terdapat Buku Petunjuk teknis penyelenggaraan Pengendalian Penyakit tidak menular
di puskesmas sebagai acuan bagi Pusat, Dinas Kesehatan Provinsi, Dinas Kesehatan
Kabupaten/Kota, dan Puskesmas, dalam mengembangkan kebijakan operasional dan
penyelenggaraan puskesmas, disesuaikan dengan kondisi dan situasi daerah. Pengendalian
PTM secara terintegrasi merupakan kunci keberhasilan dalam upaya pengendalian penyakit
tidak menular di puskesmas PTM.
73
DAFTAR PUSTAKA
1. Global Atlas on Cardiovascular Diseases. Cardiovascular disesases distribution.
Global Atlas on Cardiovascular Diseases Prevention and Control 2011.
2. Asaria P, Chisholm D, Mathers C, Ezzati M, Beaglehole R. Chronic disease
prevention: Health effects and financial costs of strategies to reduce salt intake
and control tobacco use. Lancet 2007; 370: 2044-53.
3. Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Departemen Kesehatan Republik
Indonesia. Riset Kesehatan Dasar 2007. Kementrian Kesehatan Republik
Indonesia. 2008.
4. World Health Organization. 2008 – 2013 Action plan for the WHO Global
Strategy for the Prevention and Control of Noncommunicable Disease. Geneva:
2008.
5. Departemen Kesehatan Republik Indonesia. Revitalisasi Kebijakan Dasar Pusat
Kesehatan Masyarakat. Revisi Kepmenkes. Direktorat Bina Upaya Kesehatan
Dasar. Jakarta: Depkes RI. 2011.
6. Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. Pedoman Teknis Penyelenggaraan
pengendalian penyakit tidak menular di Puskesmas. Direktorat Pengendalian
penyakit tidak menulat. Jakarta: Bakti Husada. 2013. p. 1–92.
7. Departemen Kesehatan Republik Indonesia. Pedoman tatalaksama penyakit
kanker di komunitas. Jakarta: Depkes RI. 2009.
8. Departemen Kesehatan Republik Indonesia. Pedoman penanganan evakuasi
medik. Jakarta: Depkes RI. 2008.
9. Departemen Kesehatan Republik Indonesia. Pedoman pengendalian penyakit paru
obstruktif kronik. Jakarta: Depkes RI. 2008.
10. Departemen Kesehatan Republik Indonesia. Pedoman pengendalian penyakit
asma. Jakarta: Depkes RI. 2008.
11. Departemen Kesehatan Republik Indonesia. Pedoman pengendalian osteoporosis.
Jakarta: Depkes RI. 2008.
12. Departemen Kesehatan Republik Indonesia. Rencana program nasional
pencegahan dan penanggulangan PTM tahun 2010 – 2014. Jakarta: Depkes RI.
2008.
13. World Health Organization. Package of Essential Non Communicable Disease
Intervention for Primary Health Care in Low Resouse Settings. Geneva: 2010.
74