i
KARYA TULIS ILMIAH
PENGETAHUAN IBU TENTANG GIZI PADA BALITADI WILAYAH KERJA PUSKESMAS LAINEA
KABUPATEN KONAWE SELATANTAHUN 2017
Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Dalam Menyelesaikan Pendidikan padaProgram Studi Diploma III Jurusan Kebidanan Poltekkes Kemenkes Kendari
Disusun Oleh :
RITA AYU RIZKINIM : P00324014028
KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIAPOLITEKNIK KESEHATAN KENDARI
JURUSAN KEBIDANANPROGRAM STUDI DIII
TAHUN 2017
ii
RIWAYAT HIDUP
SZWE
A. Identitas Penulis1. Nama : Rita Ayu Rizki2. Tempat Tangal Lahir : Kendari, 5 Agustus 1996
3. Jenis Kelamin : Perempuan
4. Agama : Islam
5. Suku/Bangsa : Jawa-Tolaki / Indonesia
6. Alamat : Desa Aepodu Kec. Laeya
Kabupaten Konawe Selatan
B. Riwayat Pendidikan1. SD Negeri 1 Aepodu, Tamat Tahun 2008
2. SMP Negeri 3 Palangga, Tahun Tamat 2011
3. SMA Negeri 3 Konawe Selatan, Tamat Tahun 2014
4. Terdaftar sebagai Mahasiswa Poltekkes Kendari Jurusan Kebidanan
Tahun 2014 sampai sekarang.
iii
iv
RIWAYAT HIDUP
C. Identitas Penulis1. Nama : Rita Ayu Rizki2. Tempat Tangal Lahir : Kendari, 5 Agustus 1996
3. Jenis Kelamin : Perempuan
4. Agama : Islam
5. Suku/Bangsa : Jawa-Tolaki / Indonesia
6. Alamat : Desa Aepodu Kec. Laeya
Kabupaten Konawe Selatan
D. Riwayat Pendidikan1. SD Negeri 1 Aepodu, Tamat Tahun 2008
2. SMP Negeri 3 Palangga, Tahun Tamat 2011
3. SMA Negeri 3 Konawe Selatan, Tamat Tahun 2014
4. Terdaftar sebagai Mahasiswa Poltekkes Kendari Jurusan Kebidanan
Tahun 2014 sampai sekarang.
iv
v
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Allah SWT, karena atas karunia dan hidayah-Nya
sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan karya tulis ilmiah ini dengan
judul “Pengetahuan Ibu Tentang Gizi Pada Balita Di Wilayah Kerja
Puskesmas Lainea Kabupaten Konawe Selatan Tahun 2017”.
Penulis menyadari bahwa semua ini dapat terlaksana karena dorongan
dan bimbingan dari berbagai pihak, secara langsung maupun tidak langsung
dalam memberikan bimbingan dan petunjuk sejak dari pelaksanaan kegiatan
awal sampai pada penyelesaian karya tulis ilmiah ini. Untuk itu penulis
mengucapkan terima kasih kepada Ibu Hasmia Naningsih, SST., M.Keb.,
selaku Pembimbing I dan Ibu Wahida S., S.Si.T, M.Keb., selaku Pembimbing
II yang telah meluangkan waktu dan pikiran dengan penuh kesabaran dan
tanggung jawab guna memberikan bimbingan dan petunjuk kepada penulis
dalam menyelesaikan karya tulis ilmiah ini.
Pada kesempatan ini pula, penulis mengucapkan terima kasih kepada
yang terhormat:
1. Bapak Petrus, SKM., M.Kes., selaku Direktur Poltekkes Kemenkes
Kendari.
2. Kepala Puskesmas Lainea dan staf yang telah membantu dalam
memberikan informasi selama pengambilan data awal penelitian ini
berlangsung.
3. Ibu Halijah, SKM., M.Kes., selaku Ketua Jurusan Kebidanan Poltekkes
Kemenkes Kendari.
v
vi
4. Ibu Melania Asi, S.Si.T., M.Kes., selaku Penguji I, Ibu Aswita, S.Si.T.,
MPH., selaku Penguji II, dan Ibu Elyasari, SST., M.Keb., selaku Penguji
III.
5. Seluruh Dosen dan staf pengajar Poltekkes Kemenkes Kendari Jurusan
Kebidanan yang telah banyak membantu dan memberikan ilmu
pengetahuan maupun motivasi selama mengikuti pendidikan di Poltekkes
Kemenkes Kendari.
6. Teristimewa kepada ayahanda Supar dan Ibunda tercinta Marlina yang
telah mengasuh, membesarkan dengan cinta dan penuh kasih sayang,
serta memberikan dorongan moril, material dan spiritual, serta saudara-
saudaraku, terima kasih atas pengertiannya selama ini.
7. Seluruh rekan-rekan mahasiswa Poltekkes Kemenkes Kendari Jurusan
Kebidanan angkatan 2014.
Tiada yang dapat penulis berikan kecuali memohon kepada Allah
SWT, semoga segala bantuan dan andil yang telah diberikan oleh semua
pihak selama ini mendapat berkah dari Allah SWT. Akhir kata penulis
mengharapkan semoga karya tulis ilmiah ini dapat menambah khasanah ilmu
pengetahuan serta dapat bermanfaat bagi kita semua, Amin.
Kendari, Juli 2017
Penulis
vi
vii
ABSTRAK
Pengetahuan Ibu Tentang Gizi Pada Balita Di Wilayah Kerja PuskesmasLainea Kabupaten Konawe Selatan Tahun 2017
Rita Ayu Rizki 1, Hasmia Naningsih 2, Wahida S. 3
Latar Belakang: Salah satu bentuk terwujudnya Indonesia sehat seutuhnyamenjaga perilaku kesehatan dengan berpartisipasinya ibu Balita dalam programPosyandu, yang mewujudkan dengan membawa anak mereka untuk ditimbang beratbadannya ke Posyandu secara teratur setiap bulan.Tujuan Penelitian: untuk memperoleh informasi pengetahuan ibu tentang gizi padaBalita di wilayah kerja Puskesmas Lainea Kabupaten Konawe Selatan Tahun 2017.Metode Penelitian: Jenis penelitian ini adalah deskriptif. Penelitian ini dilakukan diWilayah Kerja Puskesmas Lainea Kabupaten Konawe Selatan pada bulan Juni2017. Populasi penelitian ini adalah semua ibu yang memiliki anak Balita Selatanperiode Oktober-Desember 2016 dan memiliki Kartu Menuju Sehat (KMS) yangberjumlah 273 Balita, dengan jumlah sampel sebanyak 58 responden yangditetapkan secara accidental sampling. Variabel independen yakni umur ibu,pendidikan, pekerjaan dan paritas, sedangkan variabel dependen yaknipengetahuan ibu tentang gizi pada balita.Hasil Penelitian: Menunjukkan bahwa pengetahuan ibu tentang gizi balita yangcukup pada kelompok umur 20-35 tahun yang berjumlah 17 orang (29,3%).Pengetahuan ibu tentang gizi balita yang baik pada tingkat pendidikan tinggi yangberjumlah 13 orang (22,4%). Pengetahuan ibu tentang gizi balita yang baik pada IbuRumah Tangga yang berjumlah 15 orang (25,9%). Pengetahuan ibu tentang gizibalita yang baik pada ibu dengan paritas II-III yang berjumlah 16 orang (27,6%).
Kata Kunci : Gizi pada balitaDaftar Pustaka : 29 (2008-2016)
1. Mahasiswa Poltekkes Kemenkes Kendari Jurusan Kebidanan2. Dosen Pembimbing Poltekkes Kemenkes Kendari Jurusan Kebidanan3. Dosen Pembimbing Poltekkes Kemenkes Kendari Jurusan Kebidanan
vii
viii
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL .................................................................................. i
HALAMAN PERSETUJUAN ................................................................... ii
HALAMAN PENGESAHAN .................................................................... iii
RIWAYAT HIDUP ................................................................................... iv
KATA PENGANTAR ............................................................................... v
ABSTRAK ............................................................................................... vii
DAFTAR ISI ............................................................................................. viii
DAFTAR TABEL ..................................................................................... x
DAFTAR LAMPIRAN .............................................................................. xi
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang .................................................................. 1
B. Rumusan Masalah ............................................................ 6
C. Tujuan Penelitian ............................................................... 7
D. Manfaat Penelitian ............................................................. 7
E. Keaslian Penelitian ............................................................ 8
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
A. Telaah Tentang Gizi ......................................................... 10
B. Telaah Tentang Anak Balita ............................................. 21
C. Telaah Tentang Pengetahuan ........................................... 29
D. Landasan Teori ................................................................ 36
E. Kerangka Konsep ............................................................. 39
BAB III METODE PENELITIAN
A. Jenis Penelitian ................................................................. 40
B. Tempat Penelitian ............................................................ 40
C. Waktu Penelitian .............................................................. 40
D. Populasi dan Sampel Penelitian ........................................ 40
E. Variabel Penelitian ........................................................... 42
F. Definisi Operasional ......................................................... 42
viii
ix
G. Instrumen Penelitian ......................................................... 43
H. Sumber Data .................................................................... 44
I. Pengolahan Data .............................................................. 44
J. Penyajian Data ................................................................. 46
K. Analisis Data .................................................................... 46
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Hasil Penelitian ................................................................. 47
B. Pembahasan .................................................................... 56
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan ....................................................................... 70
B. Saran ................................................................................ 70
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
ix
x
DAFTAR TABEL
Tabel Halaman
1. Standar Klasifikasi Status Gizi BB/U ................................................. 18
2. Standar Klasifikasi Status Gizi TB/U ................................................. 19
3. Standar Klasifikasi Status Gizi BB/TB ............................................... 20
4. Distribusi Ketenagaan Sesuai Bidang Profesi Puskesmas Lainea .... 49
5. Distribusi Umur Ibu Balita di Wilayah Kerja Puskesmas LaineaKabupaten Konawe Selatan .............................................................. 49
6. Distribusi Pendidikan Ibu Balita di Wilayah Kerja Puskesmas LaineaKabupaten Konawe Selatan .............................................................. 50
7. Distribusi Pendidikan Ibu Balita di Wilayah Kerja Puskesmas LaineaKabupaten Konawe Selatan .............................................................. 51
8. Distribusi Paritas Ibu Balita di Wilayah Kerja Puskesmas LaineaKabupaten Konawe Selatan .............................................................. 51
9. Distribusi Pengetahuan Ibu Balita di Wilayah Kerja PuskesmasLainea Kabupaten Konawe Selatan .................................................. 52
10. Distribusi Pengetahuan Ibu Tentang Gizi pada Balita BerdasarkanUmur di Wilayah Kerja Puskesmas LaineaKabupaten Konawe Selatan .............................................................. 53
11. Distribusi Pengetahuan Ibu Tentang Gizi pada BalitaBerdasarkan Pendidikan di Wilayah KerjaPuskesmas Lainea Kabupaten Konawe Selatan ............................... 54
12. Distribusi Pengetahuan Ibu Tentang Gizi pada BalitaBerdasarkan Pekerjaan di Wilayah Kerja Puskesmas LaineaKabupaten Konawe Selatan .............................................................. 55
13. Distribusi Pengetahuan Ibu Tentang Gizi pada BalitaBerdasarkan Paritas di Wilayah Kerja Puskesmas LaineaKabupaten Konawe Selatan .............................................................. 56
x
xi
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran
1. Surat Permohonan Pengisian Kuesioner
2. Surat Pernyataan Persetujuan Responden
3. Kuesioner Penelitian
4. Master Tabel Penelitian
5. Surat Ijin Penelitian
6. Surat Telah Selesai Melakukan Penelitian
xi
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Gizi merupakan salah satu penentu kualitas sumber daya manusia.
Makanan yang diberikan sehari-hari harus mengandung zat gizi sesuai
kebutuhan, sehingga menunjang pertumbuhan yang optimal dan dapat
mencegah penyakit-penyakit defisiensi, mencegah keracunan, dan juga
membantu mencegah timbulnya penyakit-penyakit yang dapat
mengganggu kelangsungan hidup anak (Soekirman, 2010).
Tercapainya kualitas manusia Indonesia yang maju akan
merupakan sasaran utama program jangka panjang pemerintah, salah
satu ciri sumberdaya manusia yang berkualitas adalah terpenuhinya
kesehatan dan gizi memadai. Status gizi atau keadaan gizi merupakan
salah satu indikator derajat kesehatan masyarakat, oleh karena itu perlu
upaya peningkatannya. Untuk dapat mewujudkan status gizi yang baik
diperlukan berbagai upaya antara lain melalui kecukupan kebutuhan
masyarakat dalam pangan yang bermutu tinggi.
Ibu sebagai pendidik pertama dan utama dalam keluarga perlu
dibekali berbagai pengetahuan dan keterampilan agar mereka mengerti,
terampil dalam melaksanakan pengasuhan anak dan bersikap positif
dalam membimbing tumbuh kembang anak secara baik sesuai dengan
tahap perkembangan anak. Para ibu diharapkan dapat melayani
kebutuhan anak dan pengarahan perkembangan anak dalam rangka
1
2
membina dan mengembangkan kemampuan dan kepribadian anak
menuju terwujudnya manusia Indonesia seutuhnya.
Salah satu bentuk terwujudnya Indonesia sehat seutuhnya menjaga
perilaku kesehatan dengan berpartisipasinya ibu Balita dalam program
Posyandu, yang mewujudkan dengan membawa anak mereka untuk
ditimbang berat badannya ke Posyandu secara teratur setiap bulan,
karena perilaku keluarga sadar gizi (keluarga yang mampu mengenal,
mencegah dan mengatasi masalah gizi setiap anggotanya) salah satunya
dapat dilihat dari indikator menimbang berat badan Balita secara teratur
ke Posyandu yakni apabila minimal ada empat kali anak Balita ditimbang
ke Posyandu secara berturut-turut dalam enam bulan (Kemenkes RI,
2013).
Hal ini terkait dengan kasus kurang gizi dan gizi buruk yang
terkadang sulit ditemukan di masyarakat, salah satu penyebabnya adalah
karena ibu tidak membawa anaknya ke Posyandu. Akibatnya
bermunculan berbagai kasus kesehatan masyarakat bermula dari
kekurangan gizi yang terlambat terdeteksi pada banyak Balita seperti
diare, anemia pada anak, dan lain-lain di beberapa provinsi di Indonesia
(Djaeni, 2008).
World Health Organization (WHO) menyatakan bahwa di negara
berkembang terdapat 20% anak Balita mengalami underweight.
Prevalensi nasional masalah gizi pada Balita dalam kategori kurus 7,3%
dan Balita dalam kategori sangat kurus 6% (Kemenkes RI, 2010).
3
Menurut United Nations Children’s Fund (UNICEF), status gizi
Balita tidak hanya dipengaruhi oleh konsumsi pangan saja, melainkan
secara garis besar disebabkan oleh dua determinan utama, yaitu
determinan langsumg dan determinan tidak langsung. Determinan
langsung merupakan faktor-faktor yang mempengaruhi status gizi yang
berasal dari individu itu sendiri. Hal ini meliputi intake makanan (energi,
protein, lemak dan zat gizi mikro) dan adanya penyakit infeksi, sedangkan
yang dimaksud determinan tidak langsung adalah faktor-faktor yang
mempengaruhi status gizi yang berasal dari lingkungan rumah.
Determinan tidak langsung terdiri dari ketahanan pangan, pola
pengasuhan, pelayanan kesehatan dan kesehatan lingkungan. Keempat
hal tersebut berkaitan dengan pendidikan, keterampilan, dan pengasuhan.
Namun, faktor yang mendasarinya adalah kemiskinan.
Departemen kesehatan menetapkan visi Indonesia sehat sejak
Tahun 2010, melalui keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor:
574/Menkes/SK/IV/2000, visi ini menggambarkan bahwa, bangsa
Indonesia hidup dalam lingkungan sehat, berperilaku hidup bersih dan
sehat serta mampu menjangkau pelayanan kesehatan yang setinggi-
tingginya. Untuk mencapai harapan tersebut, Departemen Kesehatan
menuangkan visi barunya yaitu masyarakat mandiri untuk hidup sehat.
Kesehatan erat kaitannya dengan kecukupan gizi, masalah gizi adalah
masalah kesehatan masyarakat yang penanggulangannya tidak dapat
dilakukan dengan pendekatan medis dan dan pelayanan kesehatan saja.
Masalah gizi disamping merupakan sindroma kemiskinan yang erat
4
kaitannya dengan masalah ketahanan pangan tingkat rumah tangga juga
menyangkut aspek pengetahuan dan perilaku yang kurang mendukung
pola hidup sehat (Kemenkes RI, 2010).
Secara nasional sudah terjadi penurunan prevalensi kurang gizi
(berat badan menurut umur-BB/U) pada Balita dari 18,4% Tahun 2007
menjadi 17,9% Tahun 2010. Penurunan terjadi pada prevalensi gizi buruk
yaitu dari 5,4% pada Tahun 2007 menjadi 4,9% Tahun 2010. Tidak terjadi
penurunan pada prevalensi gizi kurang, yaitu tetap 13,0%. Prevalensi
pendek pada Balita adalah 35,7%, menurun dari 36,7% pada Tahun 2007.
Penurunan terutama terjadi pada prevalensi Balita pendek yaitu dari
18,0% Tahun 2007 menjadi 17,1% Tahun 2010. Sedangkan prevalensi
Balita sangat pendek hanya sedikit menurun yaitu dari 18,8% Tahun 2007
menjadi 18,5% Tahun 2010. Penurunan juga terjadi pada prevalensi anak
kurus, dimana prevalensi Balita sangat kurus menurun dari 13,6% Tahun
2007 menjadi 13,3% Tahun 2010 (Kemenkes RI, 2010).
Di Sulawesi Tenggara, prevalensi gizi anak Balita diklasifikasikan
menurut BB/TB, gizi buruk 6,5%, gizi kurang 16,3% gizi baik 66,9% dan
gizi lebih 10,2%. Prevalensi gizi anak Balita diklasifikasikan menurut TB/U,
sangat pendek 20,8%, pendek 17,0% dan normal 62,2%. Prevalensi
status gizi anak Balita diklasifikasikan menurut BB/TB, sangat kurus 6,2%;
kurus 9,6%; normal 66,1% dan gemuk 18,1% (Kemenkes RI, 2010).
Pemerintah Kabupaten Konawe Selatan khususnya Dinas
Kesehatan telah melakukan berbagai upaya untuk mengatasi masalah gizi
yang ada di masyarakat dengan berbagai macam program kerja dalam
5
menurunkan status gizi kurang dan gizi buruk. Hal ini merupakan
permasalahan khusus yang sangat serius, untuk itu melalui Dinas
Kesehatan Kabupaten Konawe Selatan telah berupaya dengan berbagai
program untuk menangani masalah tersebut dengan memberikan bantuan
berupa Program Makanan Tambahan (PMT), Susu, Makanan
Pendamping Air Susu Ibu (MP-ASI), dan masih banyak lagi program yang
berhubungan dengan perbaikan gizi masyarakat. Selama Tahun 2015 di
Kabupaten Konawe Selatan terdapat Balita yang mengalami kekurangan
gizi yaitu gizi kurang 8,3% dan gizi buruk 3,0% (Dinas Kesehatan Konawe
Selatan, 2015).
Berdasarkan data tiga tahun terakhir yang diperoleh dari
Puskesmas Lainea yang terdiri dari 17 Desa dan 17 Posyandu, jumlah
status gizi buruk dan kurang meningkat dari tahun ke tahun. Tahun 2014
terdapat 2.167 orang balita, dimana balita yang memiliki status gizi kurang
sebanyak 320 Balita dan 2 Balita mengalami gizi buruk. Pada Tahun 2015
terdapat 2.168 orang balita, dimana balita dengan status gizi kurang
sebesar 345 Balita dan 4 Balita yang mengalami gizi buruk. Pada Tahun
2016 dari Januari sampai September dari 2.230 Balita terdapat status gizi
kurang sebesar 290 Balita, dan 4 Balita mengalami gizi buruk. Sedangkan
jumlah balita periode Oktober-Desember 2016 dan memiliki Kartu Menuju
Sehat (KMS) yang berjumlah 273 Balita (Puskesmas Lainea, 2016).
Hasil survei awal peneliti terhadap 10 ibu Balita yang diwawancarai
menunjukkan bahwa terdapat 2 (20%) ibu Balita yang mengetahui tentang
pengertian gizi dan cara memberikan asupan yang baik pada Balita dan 8
6
(80%) ibu Balita yang tidak mengetahui tentang gizi. Selain pengetahuan
yang kurang, tingkat partisipasi masyarakat ke posyandu D/S
(perbandingan antara jumlah anak yang ditimbang dibandingkan dengan
seluruh anak yang berada di wilayah tersebut) rendah. Hasil wawancara
menunjukkan bahwa dari 10 ibu Balita, terdapat 6 orang (60%) ibu Balita
yang selama 6 bulan membawa Balita ke Posyandu kurang dari 4 kali.
Hasil D/S di Puskesmas Lainea Tahun 2014 sebesar 25,06%, Tahun 2015
sebesar 59,53% secara keseluruhan Kecamatan Lainea Kabupaten
Konawe Selatan pada Tahun 2014 dan Tahun 2015 belum memenuhi
target yang telah ditetapkan. Sedangkan target nasional adalah 80%. Hal
tersebut menunjukkan bahwa tingkat partisipasi masyarakat dalam
pemanfaatan Posyandu sebagai tempat penimbangan masih rendah
(Hasil Survei di Wilayah Kerja Puskesmas Lainea, 2016).
Berdasarkan uraian dan permasalahan yang ada dengan melihat
penyebab terjadinya kejadian gizi buruk dan masih kurangnya
pengetahuan ibu Balita tentang gizi, dan belum tercapainya D/S di
Posyandu, maka telah dilakukan suatu penelitian dengan judul:
Pengetahuan Ibu Tentang Gizi pada Balita di wilayah kerja Puskesmas
Lainea Kabupaten Konawe Selatan Tahun 2017.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, maka perumusan masalah
dalam penelitian ini adalah: “Bagaimanakah pengetahuan ibu tentang gizi
7
pada Balita di Wilayah Kerja Puskesmas Lainea Kabupaten Konawe
Selatan Tahun 2017”?.
C. Tujuan Penelitian
1. Tujuan umum
Untuk memperoleh informasi pengetahuan ibu tentang gizi pada
Balita di wilayah kerja Puskesmas Lainea Kabupaten Konawe Selatan
Tahun 2017.
2. Tujuan khusus
a. Untuk mengetahui pengetahuan ibu tentang gizi pada Balita
berdasarkan umur ibu di Wilayah Kerja Puskesmas Lainea
Kabupaten Konawe Selatan Tahun 2017.
b. Untuk mengetahui pengetahuan ibu tentang gizi pada Balita
berdasarkan pendidikan ibu di Wilayah Kerja Puskesmas Lainea
Kabupaten Konawe Selatan Tahun 2017.
c. Untuk mengetahui pengetahuan ibu tentang gizi pada Balita
berdasarkan pekerjaan ibu di Wilayah Kerja Puskesmas Lainea
Kabupaten Konawe Selatan Tahun 2017.
d. Untuk mengetahui pengetahuan ibu tentang gizi pada Balita
berdasarkan paritas di Wilayah Kerja Puskesmas Lainea
Kabupaten Konawe Selatan Tahun 2017.
8
D. Manfaat Penelitian
1. Bagi Puskesmas
Hasil penelitian ini dapat dipakai sebagai tambahan informasi
yang nantinya dapat dijadikan pertimbangan dan pengembangan
promosi kesehatan gizi Balita dalam pembuatan kebijakan serta upaya
peningkatan kesehatan Balita.
2. Bagi Masyarakat
Hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai tambahan
informasi pengetahuan khususnya mengenai status gizi pada Balita,
selain itu diharapkan para ibu Balita dapat meningkatkan motivasi
untuk mengikuti kegiatan posyandu.
3. Bagi Peneliti
Penelitian ini merupakan sarana untuk melatih diri dan berfikir
secara ilmiah khususnya masalah asupan gizi Balita.
E. Keaslian Penelitian
Berdasarkan penelusuran kepustakaan yang sudah dilakukan oleh
peneliti, hasil penelitian yang mirip dengan penelitian yang akan dilakukan
adalah:
1. Mariana (2012). Pengetahuan Ibu Tentang Gizi Balita di Wilayah Kerja
Puskesmas Tukka Kecamatan Tukka Kabupaten Tapanuli Tengah
Tahun 2012. Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh wanita hamil
sebanyak 63 orang. Hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa
pengetahuan responden di wilayah Kerja Puskesmas Tukka kabupaten
9
Tapanuli Tengah mayoritas berada pada rentang usia 20 sampai
dengan 30 tahun (79,4%), riwayat kehamilan (63,5%) dan pendidikan
terakhir SMP (34,9%). Sedangkan mayoritas responden memperoleh
sumber informasi dari media cetak (46,0%). Perbedaan dengan
penelitian ini adalah penggunaan variabel penelitian, dimana pada
penelitian ini menambahkan variabel pekerjaan dan paritas.
2. Prasetyowati (2013). Tingkat Pengetahuan Ibu Hamil Primigravida
Tentang Gizi Ibu Hamil di BPS Supanti Mojogedong Karanganyer
Tahun 2013. Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh ibu hamil
primigravida sebanyak 35 orang. Hasil penelitian dapat disimpulkan
bahwa tingkat pengetahuan ibu hamil primigravida tentang gizi ibu
hamil terbanyak pada kategori cukup yakni 54,3%. Perbedaan dengan
penelitian ini adalah penggunaan variabel penelitian, dimana pada
penelitian ini adalah melihat tingkat pengetahuan ibu berdasarkan
umur, pendidikan, pekerjaan dan paritas. Sedangkan dalam penelitian
Prasetyowati melihat tingkat pengetahuan ibu secara umum yakni
berdasarkan tingkat pengetahuan baik, cukup baik dan kurang baik.
10
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Telaah Tentang Gizi
1. Defenisi Gizi
Gizi merupakan salah satu faktor yang menentukan
sumberdaya manusia dan kualitas hidup. Untuk itu, program perbaikan
gizi bertujuan untuk meningkatkan mutu gizi konsumsi pangan, agar
terjadi perbaikan gizi masyarakat. Gizi adalah keadaan tubuh sebagai
akibat dari pemakaian, penyerapan, dan penggunaan makanan
(Suhardjo, 2008). Gizi (nutriens) adalah ikatan kimia yang diperlukan
tubuh untuk melakukan fungsinya, yaitu menghasilkan energi,
membangun dan memelihara jaringan serta mengatur proses-proses
kehidupan (Almatsier, 2009).
Zat gizi adalah substansi makanan yang dibutuhkan tubuh
untuk hidup sehat, terdiri dari karbohidrat, protein, lemak, vitamin dan
mineral. Zat gizi tersebut dalam tubuh berfungsi sebagai sumber
energi (terutama karbohidrat dan lemak), sumber zat pembangun
(protein), pertumbuhan, pertahanan dan perbaikan jaringan tubuh.
Status gizi adalah cerminan dari ukuran terpenuhinya kebutuhan gizi
(PERSAGI, 2009).
2. Asupan Zat-zat Gizi pada Balita
Gizi merupakan salah satu faktor penting yang menentukan
tingkat kesehatan dan kesejahteraan manusia. Gizi dikatakan baik
10
11
apabila terdapat keseimbangan dan keserasian antara perkembangan
fisik dan perkembangan mental. Menurut Almatzier (2009), tingkat
status gizi optimal akan tercapai apabila kebutuhan zat gizi optimal
terpenuhi, adapun zat gizi tersebut terdiri atas:
a. Karbohidrat
Karbohidrat sebagai zat gizi merupakan kelompok zat-zat
organik yang mempunyai struktur molekul yang berbeda-beda,
meski terdapat persamaan dari sudut dan fungsinya. Karbohidrat
yang terkandung dalam makanan pada umumnya hanya ada 3
jenis yaitu: Polisakarida, Disakarida, dan Monosakarida (Almatsier,
2009). Karbohidrat terdapat dalam bahan makanan yang berasal
dari tumbuh-tumbuhan dan hanya sedikit yang termasuk bahan
makanan hewani. Fungsi utama karbohirat yaitu:
1) Sumber utama energi yang murah.
2) Memberikan rangsangan mekanik.
3) Melancarkan gerakan peristaltik yang melancarkan aliran bubur
makanan serta memudahkan pembuangan tinja.
Karbohidrat dapat diperoleh dari beras, sagu, jagung, tepung
terigu, ubi, kentang dan gula murni. Tidak semua sumber
karbohidrat baik maka ibu harus bisa memilih bahan pangan yang
tepat.
b. Protein
Protein merupakan zat gizi yang sangat penting karena yang
paling erat hubungannya dengan kehidupan. Protein mengandung
12
unsur C, H, O dan unsur khusus yang tidak terdapat pada
karbohidrat maupun lemak yaitu nitrogen. Protein nabati dapat
diperoleh dari tumbuh-tumbuhan, sedangkan protein hewani
didapat dari hewan. Protein berfungsi:
1) Membangun sel-sel yang rusak.
2) Membentuk zat-zat pengatur seperti enzim dan hormon.
3) Membentuk zat anti energi, dalam hal ini tiap protein
menghasilkan sekitar 4,1 kalori (Almatsier, 2009).
c. Vitamin
Vitamin berasal dari kata Vitamine oleh Vladimin Funk
karena disangka suatu ikatan organic amine dan merupakan zat
vitamin yang dibutuhkan untuk kehidupan. Ternyata zat ini bukan
merupakan amine, sehingga diubah menjadi vitamin. Fungsi
vitamin sebagai berikut:
1) Vitamin A berfungsi dalam proses melihat, metabolisme umum,
dan reproduksi.
2) Vitamin D atau calciferol, berfungsi sebagai prohormon
transport calsium ke dalam sel. Bahan makanan yang kaya
vitamin D adalah susu.
3) Vitamin E atau alpha tocoperol, berfungsi sebagai antioksida
alamiah dan metabolisme selenium. Umumnya bahan
makanan kacang-kacangan atau biji-bijian khususnya bentuk
kecambah, mengandung vitamin E yang baik.
13
4) Vitamin K atau menadion, berfungsi di dalam proses sintesis
prothrombine yang diperlukan dalam pembekuan darah.
Vitamin K terdapat dalam konsentrasi tinggi di dalam ginjal.
Paru-paru dan sumsum tulang. Pada penyerapan vitamin K
diperlukan garam empedu dan lemak (Almatsier, 2009).
d. Lemak
Lemak merupakan senyawa organik yang majemuk, terdiri
dari unsur-unsur C, H, O yang membentuk senyawa asam lemak
dan gliserol, apabila bergabung dengan zat lain akan membentuk
lipoid, fosfolipoid dan sterol. Fungsi lemak antara lain:
1) Sumber utama energi atau cadangan dalam jaringan tubuh dan
bantalan bagi organ tertentu dari tubuh.
2) Sebagai sumber asam lemak yaitu zat gizi yang esensial bagi
kesehatan kulit dan rambut.
3) Sebagai pelarut vitamin-vitamin (A, D, E, K) yang larut dalam
lemak (Almatsier, 2009).
e. Mineral
Mineral merupakan zat gizi yang diperlukan tubuh dalam
jumlah yang sedikit. Mineral mempunyai fungsi:
1) Sebagai pembentuk berbagai jaringan tubuh, tulang, hormon,
dan enzim.
2) Sebagai zat pengatur berbagai proses metabolisme.
3) Keseimbangan cairan tubuh.
14
4) Proses pembekuan darah.
5) Kepekaan saraf dan untuk kontraksi otot.
3. Masalah-Masalah Gizi pada Balita
Keadaan gizi kurang tingkat berat pada masa anak ditandai
dengan dua macam sindrom yang jelas yaitu Kwashiorkor, karena
kurang konsumsi protein dan Marasmus karena kurang konsumsi
energi dan protein. Kwarsiorkor banyak dijumpai pada anak dengan
keluarga berpenghasilan rendah, dan umumnya kurang sekali
pendidikannya. Sedangkan Marasmus banyak terjadi pada bayi
dibawah usia 1 tahun, yang disebabkan karena tidak mendapatkan ASI
atau penggantinya (Suharjo, 2008).
Kekurangan energi yang kronis pada anak-anak dapat
menyebabkan anak balita lemah, pertumbuhan jasmaninya terlambat,
dan perkembangan selanjutnya terganggu. Pada orang dewasa
ditandai dengan menurunnya berat badan dan menurunnya
produktifitas kerja. Kekurangan gizi pada semua umur dapat
menyebabkan mudahnya terkena serangan infeksi dan penyakit
lainnya serta lambatnya proses regenerasi sel tubuh (Suharjo, 2008).
Kekurangan Energi Protein (KEP) adalah keadaan kurang gizi
yang disebabkan oleh rendahnya konsumsi energi dan protein dalam
makanan sehari-hari sehingga tidak memenuhi angka kecukupan gizi.
Orang yang mengidap gejala klinis KEP ringan dan sedang pada
pemeriksaan hanya nampak kurus. Namun gejala klinis KEP berat
15
secara garis besar dapat dibedakan menjadi 2 yaitu Marasmus,
Kwasiorkor, atau Marasmic-Kwasiorkor (Supariasa dkk, 2010).
Tanda-tanda marasmus meliputi anak tanpak sangat kurus,
tinggal tulang terbungkus kulit; wajah seperti orang tua, cengeng dan
rewel, kulit keriput, jaringan lemak subkitis sangat sedikit, bahkan
sampai tidak ada, sering disertai diare kronik atau konstipasi susah
buang air, serta penyakit kronik, tekanan darah, detak jantung dan
pernafasan berkurang.
Tanda-tanda kwasiokor meliputi oedema, umumnya seluruh
tubuh terutama pada punggung kaki, wajah membulat dan sembab,
pandangan mata sayu, rambut tipis kemerahan seperti warna rambut
jagung, mudah dicabut tanpa rasa sakit, rontok, perubahan status
mental dan rewel, pembesaran hati, otot mengecil (hipotrofi) lebih
nyata bila diperiksa pada posisi berdiri atau duduk, kelainan kulit
berupa bercak merah muda yang luas dan berubah menjadi coklat
kehitaman dan terkelupas, sering disertai penyakit infeksi, umumnya
akut, anemia dan diare (Supariasa dkk, 2010).
4. Dampak dari Kekurangan Gizi
Keadaan gizi kurang pada anak-anak mempunyai dampak pada
kelambatan pertumbuhan dan perkembangannya yang sulit
disembuhkan. Oleh karena itu anak yang bergizi kurang tersebut
kemampuannya untuk belajar dan bekerja serta bersikap akan lebih
terbatas dibandingkan dengan anak yang normal (Almatsier, 2009).
16
Dampak yang mungkin muncul dalam pembangunan bangsa di
masa depan karena masalah gizi antara lain:
a. Kekurangan gizi adalah penyebab utama kematian bayi dan anak-
anak.Hal ini berarti berkurangnya kuantitas sumber daya manusia
di masa depan.
b. Kekurangan gizi berakibat meningkatnya angka kesakitan dan
menurunnya produktivitas kerja manusia. Hal ini berarti akan
menambah beban pemerintah untuk meningkatkan fasilitas
kesehatan.
c. Kekurangan gizi berakibat menurunnya tingkat kecerdasan anak-
anak. Akibatnya diduga tidak dapat diperbaiki bila terjadi
kekurangan gizi semasa anak dikandung sampai umur kira-kira tiga
tahun. Menurunnya kualitas manusia usia muda ini, berarti
hilangnya sebagian besar potensi cerdik pandai yang sangat
dibutuhkan bagi pembangunan bangsa.
d. Kekurangan gizi berakibat menurunnya daya tahan manusia untuk
bekerja, yang berarti menurunnya prestasi dan produktivitas kerja
manusia.
e. Kekurangan gizi pada umumya adalah menurunnya tingkat
kesehatan masyarakat. Masalah gizi masyarakat pada dasarnya
adalah masalah konsumsi makanan rakyat. Karena itulah program
peningkatan gizi memerlukan pendekatan dan penggarapan
diberbagai disiplin, baik teknis kesehatan, teknis produksi, sosial
budaya dan lain sebagainya (Suharjo, 2008).
17
5. Penilaian Status Gizi
Penilaian status gizi dibagi menjadi 2 (dua), yaitu penilaian
status gizi secara langsung dan penilaian status gizi secara tidak
langsung.
a. Penilaian Status Gizi Secara Langsung
Penilaian status gizi secara langsung dapat dibagi menjadi 4
penilaian yaitu antropometri, klinis, biokimia, dan biofisik. Tetapi
pada umumnya penilaian status gizi secara langsung
menggunakan penilaian Antopometri (Arisman, 2008).
Secara umum antropometri artinya ukuran tubuh manusia.
Ditinjau dari sudut pandang gizi, maka antropometri gizi
berhubungan dengan berbagai macam pengukuran dimensi tubuh
dan komposisi tubuh dari berbagai tingkat umur dan tingkat gizi.
Penggunaan antropometri secara umum digunakan untuk melihat
ketidakseimbangan protein dan energi. Ketidakseimbangan ini
terlihat pada pola pertumbuhan fisik dan proporsi jaringan tubuh
seperti lemak, otot, dan jumlah air dalam tubuh.
Indeks antopometri meliputi:
1) Berat Badan (BB) menurut Umur (U)
Berat badan adalah salah satu parameter yang
memberikan gambaran massa tubuh. Massa tubuh sangat
sensitif terhadap perubahan-perubahan yang mendadak,
misalnya karena terserang penyakit infeksi, menurunnya nafsu
makan atau menurunnya jumlah makanan yang dikonsumsi.
18
Dalam keadaan normal, dimana keadaan kesehatan baik dan
keseimbangan antara konsumsi dan kebutuhan zat gizi terjamin,
maka berat badan berkembang mengikuti pertambahan umur
(Supariasa dkk, 2010).
Sebaliknya dalam keadaan abnormal, terdapat 2
kemungkinan perkembangan berat badan yaitu dapat
berkembang cepat atau lebih lambat dari keadaan normal.
Berdasarkan karakteristik berat badan ini, maka indeks berat
badan menurut umur digunakan sebagai salah satu cara
pengukuran status gizi. Mengingat karakteristik berat badan
yang labil, maka indeks BB/U lebih menggambarkan status gizi
seseorang saat ini.
Menurut WHO, untuk menilai status gizi anak, maka angka
berat badan dan tinggi badan setiap Balita dikonversikan ke
dalam bentuk nilai terstandar (Z-score) dengan menggunakan
baku antropometri Balita, yaitu:
Tabel 1. Standar Klasifikasi Status Gizi BB/U
Klasifikasi Z-ScoreGizi Buruk Zscore < -3,0 SDGizi Kurang Zscore ≥ -3,0 SD Zscore < -2,0 SDGizi Baik Zscore ≥ -2,0 SD Zscore ≤ 2,0 SDGizi Lebih Zscore > 2,0 SD
Sumber: Depkes RI, 2009.
19
2) Tinggi Badan (TB) menurut Umur (U)
Tinggi badan merupakan antropometri yang
menggambarkan keadaan pertumbuhan skeletal. Pada keadaan
normal, tinggi badan tumbuh seiring dengan pertambahan umur.
Pertumbuhan tinggi badan tidak seperti berat badan, relatif
kurang sensitif terhadap masalah kekurangan gizi dalam waktu
pendek. Pengaruh defisiensi zat gizi terhadap tinggi badan akan
nampak dalam waktu yang relatif lama (Supariasa dkk, 2010).
Tabel 2. Standar Klasifikasi Status Gizi TB/U
Klasifikasi Z-ScoreSangat Pendek Zscore < -3,0 SDPendek Zscore ≥ -3,0 SD Zscore < -2,0 SDNormal Zscore ≥ -2,0 SD Zscore ≤ 2,0 SDTinggi Zscore > 2,0 SD
Sumber: Depkes RI, 2009.
3) Berat Badan (BB) menurut Tinggi Badan (TB)
Berat badan memiliki hubungan yang linier dengan tinggi
badan. Dalam keadaan normal, perkembangan berat badan
akan searah dengan pertumbuhan berat badan dengan
kecepatan tertentu. Indeks BB/TB merupakan indikator yang
baik untuk menilai status gizi masa lalu. Dari berbagai jenis
indeks tersebut, untuk menginterpretasikan dibutuhkan ambang
batas, penentuan ambang batas diperlukan kesepakatan para
ahli gizi. Ambang batas dapat disajikan kedalam 3 cara yaitu
persen terhadap median, persentil, dan standar deviasi unit
persen terhadap median. Median adalah nilai tengah dari suatu
20
populasi. Dalam antropometri gizi median sama dengan
persentil 50.
Tabel 3. Standar Klasifikasi Status Gizi BB/TB
Klasifikasi Z-ScoreSangat kurus Zscore < -3,0 SDKurus Zscore ≥ -3,0 SD Zscore < -2,0 SDNormal Zscore ≥ -2,0 SD Zscore ≤ 2,0 SDGemuk Zscore > 2,0 SD
Sumber: Depkes RI, 2009.
b. Penilaian Status Gizi Secara Tidak Langsung
Penilaian status gizi secara tidak langsung dapat dibagi tiga
yaitu: survey konsumsi makanan, statistik vital dan faktor ekologi.
Dalam penelitian ini menggunakan survey konsumsi dengan
metode kuantitatif recall 24 jam.
1) Survei Konsumsi
Survei konsumsi pangan adalah metode penentuan status
gizi secara tidak langsung dengan melihat jumlah dan zat gizi
yang dikonsumsi. Penggunaan pengumpulan data konsumsi
makanan dapat memberikan gambaran tentang konsumsi
berbagai zat gizi pada masyarakat, keluarga, dan individu.
Survei ini dapat mengidentifikasi kelebihan dan kekurangan zat
gizi.
2) Metode Recall 24 Jam
Untuk dapat melakukan recall, makanan dengan baik
terlebih dahulu harus mempelajari jenis bahan makanan yang
biasa dikonsumsi oleh kelompok sasaran survey. Oleh karena
21
itu kadang-kadang perlu dilakukan survey pasar. Tujuannya
adalah mengetahui sasaran berat dari tiap jenis bahan makanan
yang biasa dikonsumsi.
3) Metode frekuensi makanan (food frequency)
Metode ini adalah untuk memperoleh data tentang
frekwensi konsumsi bahan makanan atau makanan jadi pada
waktu lalu. Kuesioner terdiri dari daftar bahan makanan dan
frekwensi makanan. Cara ini merekam tentang berapa kali
konsumsi bahan makanan sehari, seminggu, sebulan atau
waktu tertentu (Supariasa dkk, 2010).
B. Telaah Tentang Anak Balita
1. Definisi Anak Balita
Anak Balita merupakan individu yang berumur 0-5 tahun,
dengan tingkat plastisitas otak yang masih sangat tinggi sehingga akan
lebih terbuka untuk prosos pembelajaran dan pengayaan (Kemenkes
RI, 2010). Sedangkan menurut Meadow dalam Nelson (2010) bahwa
anak Balita merupakan anak yang usianya berumur antara satu hingga
lima tahun. Saat usia Balita kebutuhan akan aktivitas hariannya masih
tergantung penuh terhadap orang lain, mulai dari makan, buang air
besar maupun air kecil dan kebersihan diri. Masa Balita merupakan
masa yang sangat penting bagi proses kehidupan manusia. Pada
masa ini akan berpengaruh besar terhadap keberhasilan anak dalam
proses tumbuh kembang selanjutnya.
22
Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa anak
Balita merupakan individu dengan usia di bawah lima tahun.
Pertumbuhan pada masa ini berlangsung dengan cepat dan melambat
pada usia prasekolah. Pemenuhan kebutuhan sehari-hari anak Balita
masih sangat tergantung dengan orang lain. Perkembangan masa
Balita akan berpengaruh besar terhadap pertumbuhan dan
perkembangan anak selanjutnya.
2. Klasifikasi Perkembangan Anak Balita
Menurut Supartini (2009), klasifikasi perkembangan anak Balita
meliputi:
a. Usia Bayi (0-1 tahun)
Bayi memiliki sistem kekebalan tubuh yang primitive dengan
kekebalan pasif yang didapat dari ibunya selama dalam
kandungan. Pada saat bayi kontak dengan antigen yang berbeda,
bayi akan memperoleh antibodinya sendiri. Imunisasi diberikan
untuk kekebalan terhadap penyakit yang dapat membahayakan
bayi berhubungan secara alamiah (Lewer dalam Supartini, 2009).
Bila dikaitkan dengan status gizi bayi memerlukan jenis
makanan Air Susu Ibu (ASI), susu formula, dan makanan padat.
Kebutuhan kalori bayi antara 100-200 kkal/kg berat badan. Pada
empat bulan pertama, bayi yang lebih baik hanya mendapatkan ASI
saja tanpa diberikan susu formula. Usia lebih dari enam bulan baru
dapat diberikan makanan pendamping ASI (Supartini, 2009).
23
b. Usia toddler (1-3 tahun)
Secara fungsional biologis masa umur 6 bulan hingga 2-3
tahun adalah rawan. Masa itu tantangan karena konsumsi zat
makanan yang kurang, disertai minuman buatan yang encer dan
terkontaminasi kuman menyebabkan diare dan marasmus. Selain
itu dapat juga terjadi sindrom kwashiorkor karena penghentian ASI
mendadak dan pemberian makanan padat yang kurang memadai
(Jelife dalam Supartini, 2009).
Imunisasi pasif yang diperoleh melalui ASI akan menurun dan
kontak dengan lingkungan akan makin bertambah secara cepat
dan menetap tinggi selama tahun kedua dan ketiga kehidupan.
Infeksi dan diet adekuat kan tidak banyak berpengaruh pada status
gizi yang cukup baik (Akre dalam Supartini, 2009).
Bagi anak Balita dengan gizi kurang, setiap tahapan infeksi
akan berlangsung lama dan akan berpengaruh yang cukup besar
pada kesehatan, petumbuhan dan perkembangan. Anak 1-3 tahun
membutuhkan kalori kurang lebih 100 kkal/kg berat badan dan
bahan makanan lain yang mengandung berbagai zat gizi (Supartini,
2009).
c. Usia Pra Sekolah (3-5 tahun)
Pertumbuhan anak usia ini semakin lambat. Kebutuhan
kalorinya adalah 85 kkal/kg berat badan. Karakteristik pemenuhan
kebutuhan nutrisi pada usia pra sekolah yaitu nafsu makan
berkurang, anak lebih tertarik pada aktivitas bermain dengan
24
teman, atau lingkungannya dari pada makan dan anak mulai sering
mencoba jenis makanan yang baru (Supartini, 2009).
3. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Tumbuh Kembang Balita
Menurut Supariasa dkk (2010), secara umum ada dua faktor
yang mempengaruhi pertumbuhan yaitu:
a. Faktor Internal (Genetik)
Faktor genetik merupakan modal dasar mencapai hasil
proses pertumbuhan. Melalui genetik yang berada didalam sel telur
yang telah dibuahi, dapat ditentukan kualitas dan kuantitas
pertumbuhan. Faktor internal (Genetik) antara lain: faktor bawaan
yang normal dan patologis, jenis kelamin, obstetrik dan ras atau
suku bangsa.
b. Faktor Eksternal (Lingkungan)
Faktor lingkungan sangat menentukan tercapainya potensi
genetik yang optimal. Apabila kondisi lingkungan kurang
mendukung, maka potensi genetik yang optimal tidak akan
tercapai. Lingkungan ini meliputi lingkungan “bio-fisiko-psikososial”
yang akan mempengaruhi setiap individu mulai dari masa konsepsi
sampai akhir hayatnya. Faktor lingkungan pasca natal adalah faktor
lingkungan yang mempengaruhi pertumbuhan anak setelah lahir,
meliputi;
1) Lingkungan biologis yang berpengaruh terhadap pertumbuhan
adalah ras, jenis kelamin, umur, gizi, perawatan kesehatan,
25
kepekaan terhadap penyakit, penyakit kronis, fungsi
metabolisme yang saling terkait satu dengan yang lain.
2) Lingkungan fisik yang dapat mempengaruhi pertumbuhan
adalah cuaca, keadaan geografis, sanitasi lingkungan, keadaan
rumah dan radiasi.
3) Faktor psikososial yang berpengaruh pada tumbuh kembang
anak adalah stimulasi (rangsangan), motivasi, ganjaran atau
hukuman, kelompok sebaya, stres, cinta dan kasih sayang serta
kualitas interaksi antara anak dan orang tua.
4) Faktor keluarga dan adat istiadat yang berpengaruh pada
tumbuh kembang anak antara lain: pekerjaan atau pendapatan
keluarga, stabilitas rumah tangga, adat istiadat, norma dan
urbanisasi.
4. Tahap Perkembangan Anak Balita
Berdasarkan psikoanalisa Sigmud Freud dalam Siswanto,
(2010) membagi tahapan perkembangan anak Balita, yaitu:
a. Masa Oral (0 – 1 Tahun)
Di dalam masa ini fokus kepuasan baik fisik maupun
emosional berada pada sekitar mulut (oral). Kebutuhan untuk
makan, minum sifatnya harus dipenuhi.
b. Masa Anal (1 – 3 Tahun)
Pada fase ini kesenangan atau kepuasan berpusat di sekitar
anus dan segala aktivitas yang berhubungan dengan anus. Anak
pada fase ini diperkenalkan dengan toilet training, yaitu anak mulai
26
diperkenalkan tentang ingin buang air besar dengan buang air
kecil.
c. Fase Phalic (3-6 tahun)
Pada fase ini alat kelamin merupakan bagian paling penting,
anak sangat senang dan hatinya merasa puas memainkan alat
kelaminnya. Pada fase ini anak laki-laki menujukkan sangat dekat
dan merasa mencintai ibunya (oedipus complex), sebaliknya anak
perempuan sangat mencintai ayahnya (electra complex).
5. Pertumbuhan Anak Balita
Menurut Soetjiningsih (2008), pertumbuhan adalah hal keadaan
tumbuh. Pendapat lainnya, pertumbuhan adalah bertambahnya ukuran
fisik (anatomi) dan struktur tubuh dalam arti sebagian atau seluruhnya
karena adanya multiplikasi (bertambah banyak) sel-sel tubuh juga
karena bertambahnya besarnya sel. Adanya multiplikasi dan
pertambahan sel berarti ada pertambahan secara kuantitatif dan hal
tersebut terjadi sejak terjadinya konsepsi, yaitu bertemunya sel telur
dan sperma hingga dewasa (Tanuwijaya, 2008). Sedangkan menurut
Suyitno & Moersintowarti (2010), pertumbuhan adalah proses yang
berhubungan dengan bertambah banyaknya sel, disertai
bertambahnya substansi intersiil pada jaringan tubuh. Proses tersebut
dapat diamati dengan adanya perubahan-perubahan pada besar dan
bentuk yang dinyatakan dalam nilai-nilai ukuran tubuh, misalnya berat
badan, tinggi badan, lingkar kepala, lingkar lengan atas dan
sebagainya.
27
Pertumbuhan adalah bertambahnya ukuran berbagai organ
tubuh. Pertambahan besar ini dapat disebabkan oleh peningkatan
ukuran masing-masing sel atau kesatuan sel yang membentuk organ
tubuh atau pertambahan jumlah keseluruhan sel atau keduanya.
Dengan perkataan lain sepanjang masa anak terjadi pembentukan
secara terus menerus jaringan tubuh baru dan makanan yang dimakan
bayi tidak hanya digunakan untuk menyediakan panas dan energi
serta untuk penggantian sel-sel yang rusak, tetapi sebagian besar
digunakan untuk pembentukan jaringan tubuh baru.
Pertumbuhan (growth) berkaitan dengan perubahan dalam
besar, jumlah, ukuran atau dimensi tingkat sel, organ maupun individu,
yang diukur dengan ukuran berat (gram, pound, kilogram), ukuran
panjang (centimeter, meter) sedangkan perkembangan adalah
bertambahnya kemampuan dalam struktur dan fungsi tubuh yang lebih
kompleks dalam pola yang teratur dan dapat diramalkan sebagai hasil
pematangan (Soetjiningsih, 2008).
Tumbuh kembang Balita dipengaruhi oleh berbagai hal,
pertumbuhan yang berkaitan dengan malnutrisi ditandai suatu
penurunan awal berat badan, dan apabila seorang Balita mempunyai
berat badan rendah/tidak normal akan mempengaruhi proses
pertumbuhan serta pembentukan susunan organ-organ tubuh,
sehingga dapat menimbulkan gangguan pada perkembangan mental
balita. Data mengemukakan bahwa anak-anak Balita di Indonesia
khususnya di pedesaan banyak yang mengalami sakit dan kurang gizi
28
yang menyebabkan berat badan Balita di bawah normal, hal ini
disebabkan oleh kurangnya pengetahuan, sikap dan tindakan ibu
mengenai gizi dan kesehatan lingkungan serta sosial ekonomi yang
masih rendah (Nelson, 2010).
6. Jenis-Jenis Pertumbuhan Balita
Menurut Supariasa dkk (2010), jenis pertumbuhan dapat dibagi
menjadi 2 (dua), yakni:
a. Pertumbuhan Linear
Pertumbuhan linear menggambarkan status gizi yang
dihubungkan pada saat lampau. Bentuk dari ukuran linear adalah
ukuran yang berhubungan dengan panjang. Contoh ukuran linear
adalah panjang badan, lingkar dada dan lingkar kepala. Ukuran
linear yang rendah biasanya menunjukkan keadaan gizi yang
kurang akibat kekurangan energi dan protein yang diderita waktu
lampau. Ukuran linear yang paling sering digunakan adalah tinggi
atau panjang badan.
b. Pertumbuhan Masa Jaringan
Pertumbuhan massa jaringan menggambarkan status gizi
yang dihubungkan pada saat ini. Bentuk dan ukuran massa
jaringan adalah massa tubuh. Contoh ukuran massa jaringan
adalah berat badan, lingkar lengan atas (LLA), dan tebal lemak
bawah kulit. Apabila ukuran ini rendah atau kecil, menunjukkan
keadaan gizi kurang akibat kekurangan energi dan protein yang
diderita pada waktu pengukuran dilakukan.
29
C. Telaah Tentang Pengetahuan
1. Pengertian
Pengetahuan merupakan hasil mengingat suatu hal, termasuk
mengingat kembali kejadian yang pernah dialami secara sengaja
maupun tidak sengaja dan ini terjadi setelah orang melakukan kontak
atau pengamatan terhadap suatu objek tertentu. Perilaku yang didasari
oleh pengetahuan akan lebih langgeng dari pada perilaku yang tidak
didasari oleh pengetahuan, sebab perilaku itu terjadi akibat adanya
paksaan atau aturan yang mengharuskan untuk berbuat (Wahit, dkk.,
2008).
Menurut Notoatmodjo (2012), bahwa pengetahuan adalah
merupakan hasil tahu dan ini terjadi setelah orang melakukan
penginderaan terhadap suatu objek tertentu. Penginderaan terjadi
melalui panca indera, penglihatan, pendengaran, penciuman, rasa dan
raba. Sebagian besar pengetahuan merupakan hal yang sangat utuh
terbentuknya tindakan seeorang (over behavior). Karena dalam
penelitian ternyata perilaku yang didasari oleh pengetahuan akan lebih
langgeng daripada perilaku yang tidak didasari oleh pengetahuan.
Menurut Taufik (2007), pengetahuan merupakan penginderaan
manusia, atau hasil tahu seseorang terhadap objek melalui indera
yang dimilikinya (mata, hidung, telinga dan lain sebagainya).
2. Tingkat PengetahuanMenurut Notoatmodjo (2012), bahwa pengetahuan yang
mencakup dalam domain kognitif mempunyai 6 tingkatan yaitu:
30
a. Tahu (know)
Tahu diartikan sebagai mengingat suatu materi yang telah
dipelajari sebelumnya, mengingat kembali termasuk (recall)
terhadap suatu yang spesifik dari seluruh bagian atau rangsangan
yang telah diterima. Oleh sebab itu, tahu merupakan tingkat
pengetahuan yang paling rendah. Kata kerja untuk mengukur
bahwa orang tahu tentang apa yang dipelajari antara lain
menyebutkan, menguraikan, mendefinisikan, menyatakan dan
sebagainya.
b. Memahami (comprehension)
Memahami diartikan sebagai suatu kemampuan
menjelaskan secara benar tentang objek yang diketahui dan dapat
menginterpretasikan materi tersebut secara luas. Orang yang telah
paham terhadap objek atau materi harus dapat menjelaskan,
menyebutkan contoh, menyimpulkan, meramalkan dan sebagainya
terhadap objek yang dipelajari.
c. Aplikasi (aplication)
Aplikasi diartikan sebagai kemampuan untuk menggunakan
materi yang telah dipelajari pada situasi atau kondisi nyata. Aplikasi
disini dapat diartikan sebagai aplikasi atau penggunaan hukum-
hukum, rumus, metode, prinsip dan sebagainya dalam konteks atau
situasi yang lain.
31
d. Analisis (analysis)
Analisis adalah suatu kemampuan untuk menjabarkan
materi atau suatu objek ke dalam komponen-komponen, tetapi
masih di dalam satu struktur organisasi tersebut, dan masih ada
kaitannya satu sama lain. Kemampuan analisis dapat dilihat
dengan menggunakan kata kerja: membuat bagan, membedakan,
memisahkan atau mengelompokkan, dan sebagainya.
e. Sintesis (syntesis)
Sintesis menunjuk kepada suatu kemampuan untuk
meletakkan atau menghubungkan bagian-bagian di dalam suatu
bentuk keseluruhan yang baru atau kemampuan untuk menyusun
formulasi baru dari formulasi-formulasi yang ada. Misalnya dapat
menyusun, dapat merencanakan, dapat meringkas, dapat
menyesuaikan dan sebagainya terhadap suatu teori atau rumusan-
rumusan yang telah ada.
f. Evaluasi (evaluation)
Artinya kemampuan untuk melakukan justifikasi atau
penilaian terhadap suatu materi atau objek. Penilaian berdasarkan
kriteria yang ditentukan sendiri atau menggunakan kriteria-kriteria
yang telah ada.
3. Faktor yang Mempengaruhi Pengetahuan
Menurut Notoatmodjo (2012), ada beberapa faktor yang
mempengaruhi pengetahuan seseorang yaitu:
32
a. Umur
Umur adalah suatu variable yang sudah diperhatikan dalam
penyelidikan epidemiologi, yaitu pada angka kesakitan ayaupun
kematian. Hampir semua keadaan menunjukkan pada keadaan
umur seseorang. Umur merupakan salah satu hal yang penting
dalam mempengaruhi pengetahuan seseorang. Hal ini sesuai
dengan pendapat Hurlock dalam Notoatmodjo (2012) bahwa
semakin tinggi umur seseorang semakin tinggi pula tingkat
pengetahuannya dan ini diperoleh dari pengalamannya, dan ini
akan berpengaruh terhadap apa yang akan dilakukan oleh
seseorang. Dua sikap tradisional mengenai jalannya
perkembangan selama hidup semakin tua semakin bijaksana,
semakin banyak informasi yang dijumpai dan semakin banyak hal
yang dikerjakan sehingga menambah pengetahuannya.
b. Pendidikan
Pendidikan adalah proses tumbuh kembang seluruh
kemampuan dan perilaku manusia melalui pengajaran, sehingga
dalam penelitian ini perlu dipertimbangkan umur dan proses
belajar. Tingkat pendidikan juga merupakan salah satu faktor yang
mempengaruhi persepsi seseorang yang lebih menerima ide-ide
dan teknologi yang baru. Makin tinggi pendidikan seseorang makin
mudah seseorang tersebut menerima informasi. Dengan
pendidikan tinggi maka seseorang tersebut menerima informasi
baik dari orang lain maupun dari media massa, semakin banyak
33
informasi yang masuk semakin banyak pula pengetahuan
seseorang tentang kesehatan.
Adapun tujuan yang hendak dicapai melalui pendidikan
adalah untuk mengubah pengetahuan (pengertian, pendapat,
konsep-konsep), sikap dan persepsi serta menanamkan tingkah
laku atau kebiasaan yang baru.
c. Pekerjaan
Pekerjaan adalah aktivitas yang dilakukan sehari-hari,
dimana seluruh bidang pekerjaan umumnya diperlukan adanya
hubungan sosial dan hubungan dengan orang. Setiap orang harus
dapat bergaul dengan orang lain, dengan teman sejawat maupun
berhubungan dengan atasan. Pekerjaan dapat menggambarkan
tingkat kehidupan seseorang karena dapat mempengaruhi
sebagian aspek kehidupan seseorang termasuk pemeliharaan
kesehatan. Jenis pekerjaan dapat berperan dalam pengetahuan.
d. Paritas
Paritas adalah jumlah anak yang dilahirkan oleh seorang ibu,
baik yang hidup maupun yang mati, dimana bayi telah viable.
Paritas dapat dikelompokkan menjadi 3 (tiga) yakni,
1) Primipara adalah wanita yang telah melahirkan seorang anak,
yang cukup besar untuk hidup di dunia.
2) Multipara adalah wanita yang telah melahirkan seorang anak
lebih dari satu kali
34
3) Grande multipara adalah wanita yang telah melahirkan 5 orang
anak atau lebih (Wiknjosastro, 2009).
4. Cara Memperoleh Pengetahuan
Menurut Notoatmodjo (2012), ada beberapa cara untuk
memperoleh pengetahuan, yaitu:
a. Cara Coba-Salah (Trial and Error)
Cara coba-coba ini dilakukan dengan menggunakan
kemungkinan dalam memecahkan masalah, dan apabila
kemungkinan tersebut tidak berhasil, dicoba kemungkinan yang
lain. Apabila kemungkinan kedua ini gagal pula, maka dicoba
dengan kemungkinan ketiga, dan apabila kemungkinan ketiga
gagal dicoba kemungkinan keempat dan seterusnya, sampai
masalah tersebut dapat dipecahkan. Itulah sebabnya maka cara ini
disebut metode trial (coba) dan error (gagal atau salah) atau
metode coba-salah/coba-coba.
b. Cara Kekuasaan atau Otoritas
Dalam kehidupan manusia sehari-hari, banyak sekali
kebiasaan-kebiasaan dan tradisi-tradisi yang dilakukan oleh orang,
tanpa melalui penalaran apakah yang dilakukan tersebut baik atau
tidak. Kebiasaan-kebiasaan ini biasanya diwariskan turun temurun
dari generasi ke generasi berikutnya. Dengan kata lain,
pengetahuan tersebut diperoleh berdasarkan pada otoritas atau
kekuasaan, baik tradisi, otoritas pemerintah, otoritas pemimpin
agama, maupun ahli-ahli ilmu pengetahuan.
35
Prinsip ini adalah, orang lain menerima pendapat yang
dikemukakan oleh orang yang mempunyai otoritas, tanpa terlebih
dahulu menguji atau membuktikan kebenarannya, baik
berdasarkan fakta empiris, ataupun berdasarkan penalaran sendiri.
Hal ini disebabkan karena orang yang menerima pendapat tersebut
menganggap bahwa yang dikemukakannya adalah benar.
c. Berdasarkan Pengalaman Pribadi
Pengalaman adalah guru yang baik, dimana pepatah ini
mengandung maksud bahwa pengalaman itu merupakan sumber
pengetahuan, atau pengalaman itu merupakan suatu cara untuk
memperoleh pengetahuan.
d. Melalui Jalan Pikiran
Sejalan dengan perkembangan umat manusia, cara berpikir
manusia pun ikut berkembang. Dari sini manusia telah mampu
menggunakan penalarannya dalam memperoleh pengetahuannya.
Dengan kata lain, dalam memperoleh kebenaran pengetahuan
manusia telah menggunakan jalan pikirannya, baik melalui induksi
maupun deduksi.
e. Cara Modern dalam Memperoleh Pengetahuan
Cara baru dalam memperoleh pengetahuan pada dewasa ini
lebih sistematis, logis, dan ilmiah.
36
D. Landasan Teori
Menurut Suharjo (2008), dalam penyediaan makanan keluarga
dalam hal ini dilakukan oleh seorang ibu, banyak yang tidak
memanfaatkan bahan makanan yang bergizi, hal ini disebabkan salah
satunya karena kurangnya pengetahuan akan bahan makanan yang
bergizi. Semakin banyak pengetahuan gizinya, semakin diperhitungkan
jenis dan kwantum makanan yang dipilih untuk dikonsumsinya. Awam
yang tidak mempunyai cukup pengetahuan gizi, akan memilih makanan
yang paling menarik pancaindera, dan tidak mengadakan pilihan
berdasarkan nilai gizi makanan. Sebaliknya mereka yang semakin banyak
pengetahuan gizinya, lebih mempergunakan pertimbangan rasional dan
pengetahuan tentang gizi makanan tersebut.
Pengetahuan gizi yang baik akan menyebabkan seseorang mampu
menyusun menu yang baik untuk dikonsumsi. Semakin banyak
pengetahuan gizi seseorang, maka ia akan semakin memperhitungkan
jenis dan jumlah makanan yang diperolehnya untuk dikonsumsi
(Sediaoetama, 2007). Semakin bertambah pengetahuan ibu maka
seorang ibu akan semakin mengerti jenis dan jumlah makanan untuk
dikonsumsi seluruh anggota keluarganya termasuk pada anak balitanya.
Hal ini dapat meningkatkan kesejahteraan anggota keluarga, sehingga
dapat mengurangi atau mencegah gangguan gizi pada keluarga.
Asupan gizi yang harus tercukupi meliputi makanan 4 sehat 5
sempurna, yang terdiri dari nasi atau sejenisnya sebagai karbohidrat, ikan
37
atau sejenisnya sebagai penghasil protein, sayur-sayuran maupun buah-
buahan sebagai penghasil zat besi dan vitamin.
Faktor perilaku ibu seperti pengetahuan, sikap dan tindakan dapat
menyebabkan terjadinya kekurangan gizi pada Balita. Pengetahuan ibu
sehubungan dengan gizi balita dipengaruhi oleh faktor umur, pendidikan,
pekerjaan dan paritas.
Menurut penyataan Notoatmodjo (2012) bahwa, usia
mempengaruhi daya tangkap dan pola pikir seseorang. Pada usia 20-35,
individu akan lebih berperan aktif dalam masyarakat dan kehidupan sosial
serta lebih banyak melakukan persiapan demi suksesnya upaya
menyesuaikan diri menuju usia tua, selain itu orang pada usia ini akan
lebih banyak menggunakan banyak waktu untuk membaca. Dengan
melakukan hal tersebut maka dimungkinkan ibu dapat memperoleh
informasi untuk meningkatkan pengetahuannya sehubungan dengan
pemberian kecukupan gizi pada Balitanya.
Tingkat pendidikan turut pula menentukan mudah tidaknya
seseorang menyerap dan memahami pengetahuan gizi yang mereka
peroleh. Hal ini bisa dijadikan landasan untuk membedakan metode
penyuluhan yang tepat. Dari kepentingan gizi keluarga, pendidikan
diperlukan agar seseorang lebih tanggap terhadap adanya masalah gizi
didalam keluarga dan bisa mengambil tindakan secepatnya.
Status pekerjaan mempengaruhi gambaran tingkat pengetahuan
gizi seimbang anak kurang dari 5 tahun. Golongan ini menjadi golongan
minoriti kemungkinan Ibu yang sudah mempunyai pekerjaan penuh tidak
38
lagi dapat memberikan perhatian penuh terhadap anak balitanya, apalagi
untuk mengurusnya. Meskipun tidak semua ibu bekerja tidak mengurus
anaknya, akan tetapi kesibukan dan beban kerja yang ditanggungnya
dapat menyebabkan kurangnya perhatian ibu dalam menyiapkan
hidangan yang sesuai untuk balitanya. Ibu-ibu berumah tangga memilki
tingkat pengetahuan yang tinggi tentang gizi seimbang anak. Golongan ini
menjadi mayoritas disebabkan ibu yang berumah tangga dapat
memberikan perhatian penuh terhadap penyediaan hidangan yang sesuai
untuk anaknya. Selain itu, ibu-ibu juga dapat meluangkan lebih masa
dalam penyediaan makanan dan pemberian makanan pada anak.Ini
membolehkan anak-anak mendapat makanan yang secukupnya
(Tanuwijaya, 2008).
Paritas berpengaruh kepada pengalaman ibu dalam pemeriksaan
kesehatan selama kehamilan, pengalaman yang diperoleh memberikan
pengetahuan dan ketrampilan serta dapat mengembangkan kemampuan
mengambil keputusan yang merupakan manifestasi dari keterpaduan
menalar secara ilmiah (Notoatmodjo, 2012).
39
E. Kerangka Konsep
Variabel Independen Variabel Dependen
Gambar 1. Kerangka Konsep Penelitian Tentang Gizi pada Balita
Umur
Pengetahuan Ibu TentangGizi Balita
Pendidikan
Pekerjaan
Paritas
40
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Jenis Penelitian
Jenis penelitian ini bersifat deskriptif yaitu untuk mengetahui
gambaran pengetahuan ibu tentang gizi pada Balita di wilayah kerja
Puskesmas Lainea Kabupaten Konawe Selatan Tahun 2017.
B. Tempat Penelitian
Penelitian ini dilakukan di wilayah kerja Puskesmas Lainea
Kabupaten Konawe Selatan Tahun 2017.
C. Waktu Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Juni 2017.
D. Populasi dan Sampel Penelitian
1. Populasi
Populasi dalam penelitian ini adalah semua ibu yang memiliki
anak Balita yang berada di wilayah kerja Puskesmas Lainea
Kabupaten Konawe Selatan periode Oktober-Desember 2016 dan
memiliki Kartu Menuju Sehat (KMS) yang berjumlah 273 Balita.
2. Sampel
Sampel adalah sebagian dari populasi yang diambil dari objek
yang diteliti dan dianggap mewakili seluruh populasi (Notoatmodjo,
40
41
2010). Besar sampel yang akan digunakan dalam penelitian ini
dihitung dengan menggunakan rumus:
qpZNd
qpZNn
.1
..22
2
Keterangan:n = jumlah sampelN = jumlah populasip = estimator proporsi populasi (0.05)q = 1,0 – pZ2 = 1.96d = 0.05
Besarnya sampel dalam penelitian ini adalah :
n 05,0105,0.96,1127305,0
05,0105,0.96,127322
2
.0,05.0,953,8422720,0025
.0,05.0,953,842273
86,0
82,49
93,57 ≈ 58 orang
Teknik pengambilan sampel dalam penelitian ini adalah tehnik
accidental sampling. Teknik accidental sampling yaitu teknik
penetapan sampel yang didasarkan pada apa yang kebetulan
ditemukan di lapangan (Nursalam, 2010). Artinya, sampel yang di
ambil adalah ibu yang memiliki Balita yang datang berkunjung ke
Puskesmas Lainea pada saat peneliti berkunjung ke tempat tersebut.
42
E. Variabel Penelitian
Variabel dalam penelitian ini terdiri dari dua variabel yaitu:
1. Variabel independent atau variabel bebas dalam penelitian ini yaitu
umur ibu, pendidikan ibu, pekerjaan ibu, dan paritas.
2. Variabel dependent atau variabel terikat dalam penelitian ini yaitu
pengetahuan ibu tentang gizi pada Balita.
F. Definisi Operasional
1. Pengetahuan ibu tentang gizi pada Balita
Pengetahuan adalah apa yang diketahui oleh responden
tentang gizi pada Balita, dengan kriteria objektif:
Baik : Bila skor yang diperoleh 76-100%
Cukup : Bila skor yang diperoleh 56-75%
Kurang : Bila skor yang diperoleh 0-55% (Notoatmodjo, 2012).
2. Umur
Umur adalah usia responden saat penelitian dilakukan, dengan
kategori:
a. < 20 tahun
b. 20 – 35 tahun
c. > 35 tahun (Depkes RI, 2009).
3. Pendidikan
Pendidikan adalah jenis pendidikan formal yang terakhir yang
diselesaikan oleh responden, dengan kategori:
43
a. Pendidikan Dasar : SD dan SMP
b. Pendidikan Menengah: SMA Sederajat
c. Perguruan Tinggi: Diploma dan Sarjana (Notoatmodjo, 2012).
4. Pekerjaan
Pekerjaan adalah suatu kegiatan atau aktivitas responden
sehari-hari, dengan kategori:
a. Bekerja : Pegawai Negeri/Swasta, Wiraswasta
b. Tidak Bekerja : IRT (Ibu Rumah Tangga) (Notoatmodjo, 2012).
5. Paritas
Paritas adalah jumlah anak yang pernah dilahirkan responden,
baik lahir hidup maupun mati, dengan kategori:
a. Paritas I
b. Paritas II - III
c. Paritas > III (Pudiastuti, 2012).
G. Instrumen Penelitian
Instrumen penelitian ini menggunakan Kuesioner. Kuesioner yang
digunakan merupakan kuesioner tertutup atau closedended dengan variasi
dichotomous choice yang terdiri dari 20 pertanyaan sehubungan dengan
pengetahuan ibu tentang gizi pada Balita.
Kuesioner penelitian ini menggunakan alternatif jawaban “benar”
dan “salah”, dimana kriteria pernyataan positif sebanyak 10 butir soal (1, 3,
5, 7, 9, 11, 13, 15, 17, 19) dan negatif sebanyak 10 butir soal (2, 4, 6, 8,
10, 12, 14, 16, 18, 20). Dimana pertanyaan positif mendapat skor 1 jika
44
menjawab benar dan skor 0 jika menjawab salah. Sedangkan pernyataaan
negatif mendapat skor 0 jika menjawab benar dan skor 1 jika menjawab
salah. Adapun pengisian kuesioner dengan memberikan tanda centang (√)
pada lembar kuesioner yang sudah disediakan.
H. Sumber Data
Sumber data dalam penelitian ini adalah data primer dan data
sekunder. Data primer yaitu data yang diperoleh langsung dari responden
dengan menggunakan kuesioner sehubungan dengan pengetahuan ibu
tentang gizi Balita. Sedangkan data sekunder bersumber dari laporan-
laporan yang telah didokumentasikan melalui buku registrasi ibu yang
memiliki Balita di Poli KIA dan gambaran umum lokasi penelitian.
I. Pengolahan Data
Pengolahan data pada dasarnya merupakan suatu proses untuk
memperoleh data atau data ringkasan berdasarkan suatu kelompok data
mentah dengan menggunakan rumus tertentu sehingga menghasilkan
informasi yang diperlukan. Pengolahan data dilakukan dengan cara:
1. Pengeditan (editing)
Editing dimaksudkan untuk meneliti tiap daftar pertanyaan yang
diisi agar lengkap untuk mengoreksi data yang meliputi kelengkapan
pengisian atau jawaban yang tidak jelas, sehingga jika terjadi
kesalahan atau kekurangan data dapat dengan mudah terlihat dan
segera dilakukan perbaikan. Proses editing dalam penelitian ini
dilakukan dengan cara mengecek kelengkapan kuesioner yang telah
45
diisi oleh responden untuk memastikan bahwa seluruh pertanyaan
dalam kuesioner telah diisi sesuai dengan petunjuk sebelum
menyerahkan kuesioner.
2. Pengkodean (coding)
Setelah data terkumpul dan selesai diedit di lapangan, tahap
berikutnya adalah mengkode data, yaitu melakukan pemberian kode
untuk setiap pertanyaan dan jawaban dari responden untuk
memudahkan dalam pengolahan data. Pengkodean yang dilakukan
oleh peneliti dalam penelitian ini yaitu dengan memberi nomor yang
mewakili dan berurutan pada tiap kuesioner sebagai kode yang
mewakili identitas responden dan memberikan kode pada setiap
jawaban responden.
3. Pemberian skor (scoring)
Skoring adalah memberikan penilaian terhadap item-item yang
perlu diberi penilaian atau skor.
4. Pemasukan data (entry)
Entry data adalah proses memasukkan data-data dalam tabel
berdasarkan variabel penelitian.
5. Tabulasi (tabulating)
Tabulating dilakukan dengan memasukkan data ke dalam tabel
yang tersedia kemudian melakukan pengukuran masing-masing
variabel (Sugiyono, 2008).
46
J. Penyajian Data
Data dalam penelitian ini disajikan dalam bentuk tabel distribusi
frekuensi berdasarkan variabel yang diteliti disertai dengan narasi
secukupnya.
K. Analisis Data
Analisa data dilakukan secara manual dengan menggunakan
kalkulator, kemudian hasilnya disajikan dalam bentuk tabel frekuensi
disertai penjelasan-penjelasan. Sedangkan dalam pengolahan data maka
digunakan rumus:
%100N
fP
Keterangan:
f : Frekuensi yang sedang dicari persentasenya
N : Number Of Cases (jumlah frekuensi atau banyaknya individu)
P : Angka persentase (Sugiyono, 2008).
47
BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Hasil Penelitian
1. Gambaran Umum Lokasi Penelitian
a. Keadaan Geografis
Puskesmas Lainea merupakan salah satu Puskesmas yamg
menjalankan pelayanan rawat inap dan rawat jalan dari beberapa
Puskesmas rawat Inap lainnya di Kabupaten Konawe Selatan
dengan kapasitas perawatan 10 tempat tidur. Puskesmas Lainea
memiliki letak yang sangat strategis dipertemuan tiga Kabupaten
yaitu: Kabupaten Muna, Kabupaten Bombana Dan Kota Kendari.
Karena posisi yang strategis ini maka Puskesmas Lainea menjadi
jalur transit pasien baik rawat jalan maupun rawat inap.
Wilayah kerja puskesmas terdiri dari 17 desa dengan 2
Kelurahan, dimana luas wilayah kerjanya adalah 685,86 km2.
Wilayah Kerja Puskesmas Lainea secara administratif berbatasan
dengan beberapa wilayah lain yaitu:
1) Sebelah Utara berbatasan dengan Kecamatan Wolasi
2) Sebelah Selatan berbatasan dengan Kecamatan Palangga
Selatan
3) Sebelah Timur berbatasan dengan Kecamatan Lainea
4) Sebelah Barat berbatasan dengan Kecamatan Palangga
47
48
b. Visi dan Misi
Visi dari Puskesmas Lainea adalah tercapainya Kecamatan
Laeya sehat menuju terwujudnya Kabupaten Konawe Selatan
sehat. Indikator Kecamatan Laeya sehat yakni lingkungan sehat,
perilaku sehat, cakupan pelayanan kesehatan yang bermutu dan
derajat kesehatan penduduk kecamatan.
Misi dari Puskesmas Lainea adalah mendukung terciptanya
misi pembangunan kesehatan nasional, yakni:
1) Menggerakkan pembangunan berwawasan kesehatan di
wilayah kerja Puskesmas Lainea Kecamatan Laeya.
2) Mendorong kemandirian hidup sehat bagi keluarga dan
masyarakat di wilayah kerja Puskesmas Lainea Kecamatan
Laeya.
3) Memelihara dan meningkatkan mutu, pemerataan dan
keterjangkauan pelayanan kesehatan yang diselenggarakan
Puskesmas Lainea Kecamatan Laeya.
4) Memelihara dan meningkatkan kesehatan perseorangan,
keluarga dan masyarakat serta lingkungannya di Kecamatan
Laeya.
c. Kependudukan
Jumlah penduduk di wilayah kerja Puskesmas Lainea pada
tahun 2016 sebanyak 19.006 jiwa yang terhimpun dalam 4.536 KK.
Sebagian besar penduduk di wilayah kerja Puskesmas Lainea
memiliki mata pencaharian sebagai petani tradisional dengan
49
sumber daya manusia yang masih terbatas dengan tingkat
pendapatan ekonomi yang masih rendah.
d. Tenaga Kesehatan
Distribusi ketenagaan sesuai bidang profesi di Puskesmas
Lainea disajikan sebagai berikut:
Tabel 4. Distribusi Ketenagaan Sesuai Bidang Profesi PuskesmasLainea
Bidang Keprofesian Jumlah (Orang)Dokter UmumDokter GigiAkademi PerawatAkademi KebidananAkademi GiziAkademi Kesehatan LingkunganBidanPerawatPerawat GigiPekaryaTenaga Administrasi
21
2152255213
Jumlah 49 OrangSumber: Puksesmas Lainea, 2017.
2. Karakteristik Responden
a. Umur Responden
Distribusi umur ibu balita di Wilayah Kerja Puskesmas
Lainea Kabupaten Konawe Selatan disajikan sebagai berikut:
Tabel 5. Distribusi Umur Ibu Balita di Wilayah Kerja PuskesmasLainea Kabupaten Konawe Selatan
Umur (Tahun) n %< 20 3 5,2
20 – 35 38 65,5> 35 17 29,3Total 58 100
Sumber: Data Primer, 2017.
50
Tabel di atas menunjukkan bahwa dari 58 responden
sebagian besar responden berumur 20 – 35 tahun, yakni sebanyak
38 orang (65,5%), umur > 35 tahun sebanyak 17 orang (29,3%)
dan umur < 20 tahun sebanyak 3 orang (5,2%).
b. Pendidikan Responden
Distribusi pendidikan ibu balita di Wilayah Kerja Puskesmas
Lainea Kabupaten Konawe Selatan disajikan sebagai berikut:
Tabel 6. Distribusi Pendidikan Ibu Balita di Wilayah KerjaPuskesmas Lainea Kabupaten Konawe Selatan
Pendidikan n %Dasar 23 39,7
Menengah 20 34,5Tinggi 15 25,9Total 58 100
Sumber: Data Primer, 2017.
Tabel di atas menunjukkan bahwa dari 58 responden
sebagian besar responden memiliki pendidikan dasar (SD dan
SMP), yakni sebanyak 23 orang (39,7%), Pendidikan Menengah
(SMA) sebanyak 20 orang (34,5%), dan Pendidikan Tinggi
(Diploma dan Sarjana) sebanyak 15 orang (25,9%).
c. Pekerjaan Responden
Distribusi pekerjaan ibu balita di Wilayah Kerja Puskesmas
Lainea Kabupaten Konawe Selatan disajikan sebagai berikut:
51
Tabel 7. Distribusi Pendidikan Ibu Balita di Wilayah KerjaPuskesmas Lainea Kabupaten Konawe Selatan
Pekerjaan n %Bekerja 27 46,6
Tidak Bekerja 31 53,4Total 58 100
Sumber: Data Primer, 2017.
Tabel di atas menunjukkan bahwa dari 58 responden
sebagian besar responden tidak bekerja atau sebagai Ibu Rumah
Tangga, yakni sebanyak 31 orang (53,4%), dan responden yang
bekerja sebanyak 27 orang (46,6%).
d. Paritas Responden
Distribusi paritas ibu balita di Wilayah Kerja Puskesmas
Lainea Kabupaten Konawe Selatan disajikan sebagai berikut:
Tabel 8. Distribusi Paritas Ibu Balita di Wilayah Kerja PuskesmasLainea Kabupaten Konawe Selatan
Paritas n %I 2 3,4
II - III 26 44,8> III 30 51,7
Total 58 100Sumber: Data Primer, 2017.
Tabel di atas menunjukkan bahwa dari 58 responden
sebagian besar responden memiliki paritas > III, yakni sebanyak 30
orang (51,7%), paritas II-III sebanyak 26 orang (44,8%) dan paritas
I sebanyak 2 orang (3,4%).
52
e. Pengetahuan Responden
Distribusi pengetahuan ibu balita di Wilayah Kerja
Puskesmas Lainea Kabupaten Konawe Selatan disajikan sebagai
berikut:
Tabel 9. Distribusi Pengetahuan Ibu Balita di Wilayah KerjaPuskesmas Lainea Kabupaten Konawe Selatan
Pengetahuan n %Baik 21 36,2
Cukup 23 39,7Kurang 14 24,1Total 58 100
Sumber: Data Primer, 2017.
Tabel di atas menunjukkan bahwa dari 58 responden
sebagian besar responden memiliki pengetahuan dalam kategori
baik, yakni sebanyak 21 orang (36,2%), pengetahuan dalam
kategori cukup sebanyak 23 orang (39,7%) dan pengetahuan
dalam kategori kurang sebanyak 14 orang (24,1%).
3. Analisis Variabel Penelitian
a. Pengetahuan Ibu Berdasarkan Umur
Distribusi pengetahuan ibu tentang gizi pada balita
berdasarkan umur ibu balita di wilayah kerja Puskesmas Lainea
Kabupaten Konawe Selatan disajikan sebagai berikut:
53
Tabel 10. Distribusi Pengetahuan Ibu Tentang Gizi pada BalitaBerdasarkan Umur di Wilayah Kerja Puskesmas LaineaKabupaten Konawe Selatan
Umur(Tahun)
Pengetahuan JumlahBaik Cukup Kurangn % n % n % n %
< 20 0 0 0 0 3 5,2 3 5,220 – 35 11 19,0 17 29,3 10 17,2 38 65,5
> 35 10 17,2 6 10,4 1 1,7 17 29,3Total 21 36,2 23 39,7 14 24,1 58 100
Sumber: Data Primer, 2017.
Tabel di atas menunjukkan bahwa dari 58 responden, 3
responden (5,2%) yang berumur < 20 tahun, terdapat 0 responden
(0%) yang memiliki pengetahuan baik, 0 responden (0%) yang
berpengetahuan cukup dan 3 responden (5,2%) yang
berpengetahuan kurang. Dari 38 responden (65,5%) yang berumur
20-35 tahun, terdapat 11 responden (19,0%) yang berpengetahuan
baik, 17 responden (29,3%) yang berpengetahuan cukup dan 10
responden (17,2%) yang berpengetahuan kurang. Sedangkan dari
17 responden (29,3%) yang berumur > 35 tahun, terdapat 10
responden (17,2%) yang berpengetahuan baik, 6 responden
(10,4%) yang berpengetahuan cukup dan 1 responden (1,7%) yang
berpengetahuan kurang.
b. Pengetahuan Ibu Berdasarkan Pendidikan
Distribusi pengetahuan ibu tentang gizi pada balita
berdasarkan pendidikan ibu balita di wilayah kerja Puskesmas
Lainea Kabupaten Konawe Selatan disajikan sebagai berikut:
54
Tabel 11. Distribusi Pengetahuan Ibu Tentang Gizi pada BalitaBerdasarkan Pendidikan di Wilayah Kerja PuskesmasLainea Kabupaten Konawe Selatan
PendidikanPengetahuan JumlahBaik Cukup Kurang
n % n % n % n %Dasar 0 0 11 19,1 12 20,6 23 39,7
Menengah 8 13,8 10 17,1 2 3,5 20 34,5Tinggi 13 22,4 2 3,5 0 0 15 25,9Total 21 36,2 23 39,7 14 24,1 58 100
Sumber: Data Primer, 2017.
Tabel di atas menunjukkan bahwa dari 58 responden, 23
responden (39,7%) berpendidikan dasar (SD dan SMP), terdapat 0
responden (0%) yang memiliki pengetahuan baik, 11 responden
(19,1%) yang berpengetahuan cukup dan 12 responden (20,6%)
yang berpengetahuan kurang. Dari 20 responden (34,5%)
berpendidikan menengah (SMA), terdapat 8 responden (13,8%)
yang berpengetahuan baik, 10 responden (17,1%) yang
berpengetahuan cukup dan 2 responden (3,5%) yang
berpengetahuan kurang. Sedangkan dari 15 responden (25,9%)
berpendidikan tinggi (Diploma dan Sarjana), terdapat 13 responden
(22,4%) yang berpengetahuan baik, 2 responden (3,5%) yang
berpengetahuan cukup dan 0 responden (0%) yang
berpengetahuan kurang.
c. Pengetahuan Ibu Berdasarkan Pekerjaan
Distribusi pengetahuan ibu tentang gizi pada balita
berdasarkan pekerjaan ibu balita di wilayah kerja Puskesmas
Lainea Kabupaten Konawe Selatan disajikan sebagai berikut:
55
Tabel 12. Distribusi Pengetahuan Ibu Tentang Gizi pada BalitaBerdasarkan Pekerjaan di Wilayah Kerja PuskesmasLainea Kabupaten Konawe Selatan
PekerjaanPengetahuan JumlahBaik Cukup Kurang
n % n % n % n %Bekerja 6 10,3 14 24,1 7 12,1 27 46,6
Tidak Bekerja 15 25,9 9 15,6 7 12,1 31 53,4Total 21 36,2 23 39,7 14 24,1 58 100
Sumber: Data Primer, 2017.
Tabel di atas menunjukkan bahwa dari 58 responden, 27
responden (46,6%) yang bekerja, terdapat 6 responden (10,3%)
yang memiliki pengetahuan baik, 14 responden (24,1%) yang
berpengetahuan cukup dan 7 responden (12,1%) yang
berpengetahuan kurang. Sedangkan dari 31 responden (53,4%)
yang tidak bekerja atau Ibu Rumah Tangga, terdapat 15 responden
(25,9%) yang berpengetahuan baik, 9 responden (15,6%) yang
berpengetahuan cukup dan 7 responden (12,1%) yang
berpengetahuan kurang.
d. Pengetahuan Ibu Berdasarkan Paritas
Distribusi pengetahuan ibu tentang gizi pada balita
berdasarkan paritas ibu balita di wilayah kerja Puskesmas Lainea
Kabupaten Konawe Selatan disajikan sebagai berikut:
56
Tabel 13. Distribusi Pengetahuan Ibu Tentang Gizi pada BalitaBerdasarkan Paritas di Wilayah Kerja PuskesmasLainea Kabupaten Konawe Selatan
ParitasPengetahuan JumlahBaik Cukup Kurang
n % n % n % n %I 0 0 0 0 2 3,4 2 3,4
II - III 16 27,6 9 15,5 1 1,7 26 44,8> III 5 8,6 14 24,2 11 18,9 30 51,7
Total 21 36,2 23 39,7 14 24,1 58 100Sumber: Data Primer, 2017.
Tabel di atas menunjukkan bahwa dari 58 responden, 2
responden (3,4%) memiliki paritas I, terdapat 0 responden (0%)
yang memiliki pengetahuan baik, 0 responden (0%) yang
berpengetahuan cukup dan 2 responden (3,4%) yang
berpengetahuan kurang. Dari 26 responden (44,8%) memiliki
paritas II-III, terdapat 16 responden (27,6%) yang berpengetahuan
baik, 9 responden (15,5%) yang berpengetahuan cukup dan 1
responden (1,7%) yang berpengetahuan kurang. Sedangkan dari
30 responden (51,7%) memiliki paritas > III, terdapat 5 responden
(8,6%) yang berpengetahuan baik, 14 responden (24,2%) yang
berpengetahuan cukup dan 11 responden (18,9%) yang
berpengetahuan kurang.
B. Pembahasan
Hasil penelitian menunjukkan bahwa responden yang memiliki
pengetahuan dalam kategori baik, yakni sebanyak 21 orang (36,2%),
pengetahuan dalam kategori cukup sebanyak 23 orang (39,7%) dan
57
pengetahuan dalam kategori kurang sebanyak 14 orang (24,1%).
Tingginya tingkat pengetahuan responden tersebut disebabkan karena
informasi yang diperoleh responden melalui Puskesmas atau tenaga
kesehatan penerimaannya cukup baik, sehingga mempengaruhi tingkat
pengetahuan mereka.
Hal ini sesuai pendapat Efendy dalam Notoatmodjo (2010), bahwa
pengetahuan merupakan hasil dari penggunaan pancaindera yang
didasarkan atas intuisi atau kebetulan, otoritas dan kewibawaan, tradisi
dan pendapat umum. Menurut Soejoeti dalam Kristina dan Yuni (2008),
salah satu faktor yang menyebabkan timbulnya perubahan, pemahaman,
sikap dan perilaku pada seseorang, sehingga seseorang mau
mengadopsi perilaku baru, yaitu kesiapan psikologis yang ditentukan oleh
tingkat pengetahuan.
Salah satu peran tenaga kesehatan dalam masyarakat adalah
meningkatkan pengetahuan kesehatan masyarakat khususnya pada ibu
balita. Pengetahuan mengenai gizi balita dapat diperoleh melalui
penyuluhan tentang gizi balita. Dengan pengetahuan tersebut diharapkan
ibu akan termotivasi kuat untuk menjaga kesehatan balitanya dengan
memberikan asupan makanan yang sehat bagi pertumbuhan dan
perkembangan balitanya (Manuaba, 2008).
Hal ini pula sesuai dengan pendapat yang dikemukakan oleh
Notoatmodjo (2012), tentang pengetahuan yang dicakup dalam domain
kognitif bahwa tingkat tahu seseorang diartikan sebagai mengingat
kembali terhadap suatu spesifikasi dari seluruh bahan yang dipelajari atau
58
rangsangan yang telah diterima. Lebih lanjut dikatakannya bahwa pada
umumnya setiap orang, sebelum bersikap dan bertindak terhadap sesuatu
objek, terlebih dahulu ia mengetahui apa objek yang hendak disikapi dan
ditindaki. Meski demikian, sering seseorang menyikapi bahkan langsung
bertindak terhadap suatu objek tanpa lebih dahulu mengetahui tentang
objek yang hendak disikapi dan ditindakinya.
Pengetahuan pada hakikatnya merupakan segenap apa yang kita
ketahui tentang sesuatu objek tertentu. Pengetahuan merupakan
khasanah kekayaan mental yang secara langsung atau tidak langsung
turut memperkaya kehidupan kita, sebab pengetahuan merupakan
sumber jawaban bagi berbagai pertanyaan yang muncul dalam kehidupan
(Mubarak, dkk, 2010).
Menurut Notoatmodjo (2012), bahwa aspek pengetahuan
merupakan domain yang sangat penting untuk terbentuknya perilaku
seseorang di mana semakin tinggi tingkat pengetahuan seseorang akan
dapat mempengaruhi pola pikir dan sikap terhadap sesuatu hal ini akan
mempengaruhi perubahan perilaku.
Pengetahuan adalah sesuatu yang diketahui berkenaan dengan hal
(mata pelajaran). Pengetahuan merupakan pengakuan hubungan suatu
terhadap sesuatu yang lain. Pengakuan itu dalam bentuk kepuasan yang
disebut pengetahuan. Tingkat pengetahuan lebih bersifat pengenalan
terhadap sesuatu benda atau hal secara obyektif. Tingkatan pengetahuan
atau kognitif merupakan domain yang sangat penting untuk terbentuknya
tindakan seseorang (Notoatmodjo, 2012). Faktor-faktor yang dapat
59
mempengaruhi pengetahuan sendiri adalah umur, pendidikan, paparan
media massa, sosial ekonomi, hubungan sosial, dan pengalaman
(Notoatmodjo, 2010).
Menurut asumsi peneliti dapat disimpulkan bahwa pengetahuan ibu
tentang status gizi balita tergolong cukup, hal ini kemungkinan disebabkan
petugas kesehatan yang aktif memberikan penyuluhan tentang status gizi
balita secara berkala, khususnya pada saat pelaksanaan posyandu.
1. Pengetahuan Ibu Tentang Status Gizi Berdasarkan Umur
Hasil penelitian menunjukkan bahwa kelompok umur yang
mempunyai tingkat pengetahuan cukup baik dijumpai pada kelompok
umur 20-35 tahun sebanyak 17 responden (29,3%). Hal ini sesuai
dengan penyataan Notoatmodjo (2012) bahwa, usia mempengaruhi
daya tangkap dan pola pikir seseorang. Pada usia 20-35, individu akan
lebih berperan aktif dalam masyarakat dan kehidupan sosial serta
lebih banyak melakukan persiapan demi pemenuhan gizi balitanya,
selain itu orang pada usia ini akan lebih banyak menggunakan banyak
waktu untuk membaca.
Hasil penelitian juga masih ditemukan ibu balita yang berumur >
35 tahun yang memiliki pengetahuan baik dan cukup. Hal ini
dikarenakan faktor kesungguhan ibu dalam merawat, mengasuh serta
membesarkan anaknya. Pengetahuan tentang gizi balita yang baik dan
cukup akan memberikan dampak pada pola pemberian makan yang
diberikan kepada balita sehingga berpengaruh terhadap status gizi
balita tersebut.
60
Pada penelitian yang dilakukan oleh Noor (2010), menemukan
bahwa usia ibu berhubungan dengan tingkat pengetahuan ibu dan
status gizi balita. Hal ini sejalan dengan penelitian Ali (2012) bahwa
usia ibu berhubungan dengan pengetahuan dan perilaku mereka
terhadap status gizi. Menurut Hurlock dalam Nursalam (2008) semakin
tua umur maka seseorang akan lebih matang dalam berfikir dan
bekerja. Dari hasil penelitian tersebut bahwa sebagian besar
responden adalah ibu yang masih muda di mana pada umur tersebut
daya tangkap ibu terhadap segala bentuk informasi yang disampaikan
oleh tenaga kesehatan akan memperluas pengetahuan ibu tentang
status gizi balita. Keingintahuan dan minat ibu yang rendah terhadap
status gizi pada balita merupakan faktor penyebab utama yang
mendorong ibu kurang memperhatikan status gizi balita mereka.
Menurut Widayatun (2009), secara teoritis dikatakan bahwa pada
usia 20-35 tahun merupakan masa pengaturan, masa usia produktif,
masa bermasalah, masa ketegangan emosional, masa keterasingan
sosial, masa ketergantungan, masa perubahan nilai dan masa
penyesuaian diri dengan hidup kreatif.
Menurut asumsi peneliti bahwa pada umumnya responden yang
berpengetahuan cukup baik berumur 20-35 tahun. Hal ini dapat terjadi
karena ibu yang berusia 20-35 tahun mempunyai motivasi yang besar
untuk mengetahui tentang status gizi balita yaitu dengan mencari
informasi kepada petugas kesehatan. Sedangkan ibu yang berusia <
61
20 tahun masih belum menyadari dengan begitu baik akan pentingnya
status gizi pada balita.
2. Pengetahuan Ibu Tentang Status Gizi Berdasarkan Pendidikan
Hasil penelitian menunjukkan bahwa tingkat pendidikan ibu balita
yang mempunyai pengetahuan baik dijumpai pada ibu yang memiliki
pendidikan tinggi (Diploma dan Sarjana), yakni sebanyak 13 orang
(22,4%). Hal ini dapat disimpulkan bahwa semakin tinggi tingkat
pendidikan ibu, maka cenderung semakin baik tingkat pengetahuan
ibu tentang status gizi balita.
Berdasarkan hasil penelitian diperoleh hasil bahwa tingkat
pengetahuan ibu yang baik berdasarkan tingkat pendidikannya adalah
ibu yang memiliki tingkat pendidikan tinggi, sementara ibu dengan
tingkat pendidikan dasar (SD dan SMP), cenderung memiliki
pengetahuan yang kurang. Berdasarkan teori pendidikan merupakan
salah satu faktor yang mempengaruhi tingkat pengetahuan karena
pendidikan merupakan suatu usaha untuk mengembangkan
kemampuan yang berlangsung di dalam hidup, semakin tinggi
pendidikan seseorang semakin mudah orang tersebut menerima
informasi dan mengerti akan informasi tersebut (Notoatmodjo, 2012).
Pendidikan sangat penting bagi seseorang untuk memberikan
kemampuan dalam berfikir, menelaah dan memahami informasi yang
diperoleh dengan pertimbangan yang lebih rasional. Pendidikan yang
baik akan memberikan kemampuan yang baik pula kepada seseorang
62
dalam mengambil keputusan mengenai kesehatan keluarga terutama
status gizi balita.
Menurut Lienda (2009), pendidikan merupakan hal yang penting
dalam merubah perilaku terutama dalam memanfaatkan pelayanan
kesehatan karena wanita yang berpendidikan cenderung untuk
meningkatkan status kesehatan keluarganya dengan mencari
pelayanan yang lebih baik termasuk untuk memberikan asupan gizi
pada balitanya. Dengan demikian, hasil tersebut sesuai dengan
pendapat Notoadmodjo (2012), bahwa pendidikan menentukan pola
pikir dan wawasan seseorang. Semakin tinggi pendidikan seseorang
maka diharapkan pengetahuan meningkat.
Tingkat pengetahuan ibu yang bervariasi ini dapat dipengaruhi
oleh berbagai faktor, sesuai dengan pendapat Rogers dalam
Notoatmodjo (2012), bahwa pengetahuan dipengaruhi oleh dua faktor
yaitu faktor internal dan faktor eksternal. Faktor internal yaitu
karakteristik orang yang bersangkutan yang terdiri dari: pendidikan,
persepsi, motivasi dan pengalaman. Berdasarkan hasil penelitian
menunjukkan bahwa responden yang berpendidikan SMA dan
Perguruan Tinggi pada penelitian ini memiliki tingkat pengetahuan
yang baik dan cukup.
Berdasarkan penelitian Mahmudah (2007) yang mengatakan
bahwa pendidikan mempengaruhi tingkat pengetahuan ibu karena
semakin tinggi tingkat pendidikan ibu maka semakin banyak pula
informasi yang diperoleh. Pengetahuan ibu tentang status gizi balita
63
tersebut bisa diperoleh baik melalui pendidikan formal maupun
pendidikan non formal. Sebagai contoh pendidikan formal yaitu
dengan mengikuti pendidikan di sekolah kesehatan dan pendidikan
non formal yaitu melalui informasi yang diperoleh ibu baik secara
langsung maupun tidak langsung seperti iklan dan penyuluhan.
Sebagai contoh ibu yang mempunyai tingkat pendidikan sarjana maka
tingkat pengetahuannya akan lebih baik daripada ibu yang memiliki
tingkat pendidikan SD dan SMP.
Pernyataan ini sejalan dengan penelitian Kasnodiharjo (2010)
yang mengatakan bahwa pendidikan seseorang yang berbeda-beda
akan mempengaruhi seseorang dalam pengambilan keputusan, pada
ibu yang berpendidikan tinggi lebih mudah menerima suatu ide baru
dibandingkan ibu yang berpendidikan rendah sehingga informasi lebih
mudah dapat diterima dan dilaksanakan. Tingkat pendidikan yang
diperoleh seseorang dari bangku sekolah formal dapat mempengaruhi
pengetahuan seseorang. Makin tinggi pendidikan seseorang maka
makin tinggi pengetahuannya tentang kesehatan.
Penelitian ini juga didukung oleh teori WHO (World Health
Organization) yang dikutip oleh Notoatmodjo (2010), pengetahuan
dipengaruhi faktor pendidikan formal, pengetahuan saat erat
hubungannya dengan pendidikan, dimana diharapkan bahwa dengan
pendidikan tinggi maka orang tersebut akan semakin luas pula
pengetahuannya. Akan tetapi perlu ditekankan bukan berarti
seseorang yang berpendidikan rendah mutlak berpengetahuan rendah
64
pula. Hal ini mengingat bahwa peningkatan pengetahuan tidak mutlak
diperoleh dari pendidikan formal saja, akan tetapi dapat diperoleh
melalui pendidikan non formal. Pengetahuan seseorang tentang suatu
objek mengandung dua aspek yaitu aspek positif dan aspek negatif.
Kedua aspek ini akan menentukan sikap seseorang. Semakin banyak
aspek positif dari objek diketahui, maka akan menimbulkan sikap
semakin positif terhadap objek tetentu, salah satu bentuk objek
kesehatan dapat dijabarkan oleh pengetahuan yang diperoleh dari
pengalaman sendiri.
Rokmah (2008), menyatakan bahwa tingkat pendidikan formal
merupakan landasan seseorang dalam berbuat sesuatu, membuat
lebih mengerti dan memahami sesuatu, atau menerima dan menolak
sesuatu gagasan sehingga responden dengan tingkat pendidikan yang
lebih tinggi akan lebih mudah menerima program kesehatan pada saat
kehamilan, sedangkan responden dengan tingkat pendidikan yang
lebih rendah masih sulit menerima hal tersebut.
Berdasarkan hasil penelitian, penelitian terkait dan teori di atas
dapat disimpulkan bahwa pengetahuan ibu masih rendah tentang
pentingnya status gizi pada balita, hal ini sangat terkait dengan masih
banyaknya ibu yang memiliki tingkat pendidikan hanya SD dan SMP.
Hal ini menunjukkan bahwa ibu yang berpendidikan rendah lebih sulit
mengerti dan memahami informasi tentang status gizi pada balita yang
baik dan manfaatnya, sehingga kurang mempunyai motivasi untuk
menjaga kesehatan guna pertumbuhan dan perkembangan balitanya.
65
Maka dengan memberikan penyuluhan tentang status gizi bagi balita
diharapkan ibu mendapatkan pengetahuan yang lebih baik serta
pemahaman seseorang sehingga dapat menentukan sikap dan tingkah
laku dalam menghadapi persoalan yang baru terutama dalam
mengambil keputusan dan memberikan respon yang lebih rasional
yang mempunyai dampak dalam kehidupan sehari-hari misalnya
pentingnya status gizi bagi balita.
3. Pengetahuan Ibu Tentang Status Gizi Berdasarkan Pekerjaan
Hasil penelitian menunjukkan bahwa jenis pekerjaan ibu balita
yang mempunyai tingkat pengetahuan baik dijumpai pada ibu yang
tidak bekerja atau ibu rumah tangga sebanyak 15 responden (25,9%).
Hal tersebut terjadi dikarenakan hampir semua ibu rumah tangga
melaksanakan aktivitas pekerjaan utamanya yaitu pekerjaan dalam
mengasuh anak, membersihkan rumah dan melaksanakan pekerjaan
rumah tangga lainnya yang menjadi tanggung jawab sebagai ibu
rumah tangga. Jenis pekerjaan yang seperti ini tidak terlalu
melelahkan tenaga dan pikiran ibu sehingga proses menjaga
kesehatan balitanya melalui status gizi yang baik pun dapat berjalan
dengan baik (Supriyadi, 2012).
Hasil penelitian di wilayah kerja Puskesmas Lainea menunjukkan
bahwa ibu yang tidak mempunyai pekerjaan (ibu rumah tangga)
cenderung memiliki pengetahuan yang baik tentang status gizi balita.
Karena lebih mempunyai banyak waktu dalam mencari informasi
66
sehubungan dengan kesehatan balitanya selama pertumbuhan dan
perkembangan balita, dibandingkan dengan ibu yang bekerja.
Bertambah luasnya lapangan kerja, semakin mendorong
banyaknya kaum wanita yang bekerja terutama di sektor informal. Di
satu sisi hal ini berdampak positif bagi pertambahan pendapatan,
namun di sisi lain berdampak negatif terhadap pembinaan dan
pemeliharaan balita. Perhatian terhadap pemberian makan pada balita
yang kurang dapat menyebabkan anak menderita kurang gizi, yang
selanjutnya berpengaruh terhadap tumbuh kembang anak dan
perkembangan otak mereka.
Menurut penelitian Anggraini (2009), mengatakan bahwa
kegiatan yang dilakukan ibu-ibu juga mempunyai hubungan bermakna
dengan pengetahuan tentang status gizi balita. Proporsi ibu rumah
tangga lebih besar dibandingkan ibu yang mencari nafkah dan
membantu mencari nafkah. Aktivitas dan pekerjaan yang dilakukan ibu
terkadang tidak dapat meluangkan sedikit waktu untuk mencari
informasi atau menjaga kesehatan anak balitanya. Pekerjaan
terkadang mempengaruhi penerimaan pengetahuan ibu tentang status
gizi balita. Secara teknis hal itu dikarenakan kesibukan ibu sehingga
tidak cukup untuk memperhatikan kesehatan balitanya, khususnya
dalam pemberian asupan makanan.
Salah satu dampak negatif yang dikhawatirkan timbul sebagai
akibat dari keikutsertaan ibu-ibu pada kegiatan di luar rumah adalah
keterlantaran anak terutama balita, padahal masa depan kesehatan
67
balita dipengaruhi oleh pengasuhan dan keadaan gizi sejak bayi
sampai balita yang merupakan usia penting, karena pada umur
tersebut anak belum dapat melayani kebutuhan sendiri dan
bergantung pada pengasuhannya. Oleh karena itu, alangkah baiknya
balita yang ditinggalkan dapat dipercayakan kepada pengasuh atau
anggota keluarga yang lain untuk dirawat dan diberi konsumsi
makanan yang baik.
Asumsi peneliti bahwa kemungkinan Ibu yang sudah mempunyai
pekerjaan penuh tidak lagi dapat memberikan perhatian penuh
terhadap anak balitanya, apalagi untuk mengurusnya. Meskipun tidak
semua ibu bekerja tidak mengurus anaknya, akan tetapi kesibukan
dan beban kerja yang ditanggungnya dapat menyebabkan kurangnya
perhatian ibu dalam menyiapkan hidangan yang sesuai untuk
balitanya. Karena itu didalam sebuah penelitian menunjukkan bahwa
seringkali terjadi ketidaksesuaian antara konsumsi zat gizi terutama
Energi dan Protein dengan kebutuhan tubuh pada kelompok anak
yang berusia di atas 1 tahun.
Selain itu, Ibu rumah tangga memilki tingkat pengetahuan yang
tinggi tentang gizi seimbang anak. Golongan ini menjadi mayoritas
disebabkan ibu yang berumah tangga dapat memberikan perhatian
penuh terhadap penyediaan hidangan yang sesuai untuk anaknya.
Selain itu, ibu-ibu juga dapat meluangkan lebih masa dalam
penyediaan makanan dan pemberian makanan pada anak. Ini
membolehkan anak-anak mendapat makanan yang secukupnya.
68
Fenomena yang terjadi khususnya di kota-kota besar, para ibu
yang aktif melakukan kegiatan komersial, seperti bekerja dikantor atau
pabrik, menjalankan usaha pribadi sebagai tambahan penghasilan,
serta berkecimpung dalam kegiatan sosial yang banyak menyita waktu
di luar rumah, hingga kurang memperhatikan status gizi balita mereka
(Prasetyono, 2009).
4. Pengetahuan Ibu Tentang Status Gizi Berdasarkan Paritas
Hasil penelitian menunjukkan bahwa kelompok paritas yang
mempunyai tingkat pengetahuan baik dijumpai pada ibu dengan
paritas II-III sebanyak 16 responden (27,6%). Dari hasil penelitian dapat
dikatakan bahwa paritas ibu ada hubungannya dengan tingkat pengetahuan ibu
tentang gizi seimbang anak.
Hasil penelitian tersebut sejalan dengan pendapat Suhardjo (2008),
yang menyatakan pangan yang tersedia untuk suatu keluarga yang besar
mungkin cukup untuk keluarga yang besarnya setengah dari keluarga
tersebut, tetapi tidak cukup untuk mencegah gangguan gizi pada keluarga
yang besar tersebut.
Sesuai pernyataan Wiknjosastro (2009) bahwa ibu yang baru
pertama kali melahirkan merupakan hal yang sangat baru sehingga
termotivasi dalam merencanakan asupan gizi bagi anak yang
dilahirkannya. Sebaliknya ibu yang sudah pernah melahirkan lebih dari
satu orang mempunyai anggapan bahwa ia sudah berpengalaman
sehingga kurang termotivasi untuk meningkatkan kesehatan pada
69
anak-anak selanjutnya. Semakin tinggi paritas ibu, maka perhatian ibu
lebih banyak dialihkan pada anak yang baru dilahirkan.
70
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan yang telah
dikemukakan di atas, maka penulis dapat menarik kesimpulan sebagai
berikut:
1. Pengetahuan ibu tentang gizi balita terbanyak dalam kategori cukup
pada kelompok umur 20-35 tahun yang berjumlah 17 orang (29,3%).
2. Pengetahuan ibu tentang gizi balita terbanyak dalam kategori baik
pada tingkat pendidikan tinggi yang berjumlah 13 orang (22,4%).
3. Pengetahuan ibu tentang gizi balita terbanyak dalam kategori baik
pada Ibu Rumah Tangga yang berjumlah 15 orang (25,9%).
4. Pengetahuan ibu tentang gizi balita terbanyak dalam kategori baik
pada ibu dengan paritas II-III yang berjumlah 16 orang (27,6%).
B. Saran
1. Bagi tenaga kesehatan Puskesmas Lainea Kabupaten Konawe
Selatan diharapkan dapat memberikan informasi dan meningkatkan
upaya promosi kesehatan dengan melakukan penyuluhan dan
kegiatan promosi kesehatan lainnya.
2. Bagi masyarakat, khususnya ibu balita agar meningkatkan
pengetahuannya tentang status gizi balita sehingga dapat merubah
perilaku kesehatan, utamanya kunjungan ke posyandu. Karena
70
71
informasi tentang gizi balita dapat diperoleh melalui media
cetak/elektronik, petugas kesehatan, penyuluhan, teman, kerabat dan
sumber informasi lainnya.
3. Bagi peneliti selanjutnya yang akan melakukan penelitian yang serupa
dengan penelitian ini agar menambah jumlah variabel penelitian
sehingga mendapatkan hasil yang maksimal.
72
DAFTAR PUSTAKA
Almatsier, S. 2009. Prinsip Dasar Ilmu Gizi. Jakarta: Gramedia PustakaUtama.
Arisman. 2008. Gizi dalam Daur Kehidupan. Cetakan IV. Jakarta: EGC.
Depkes RI, 2009. Pedoman Umum Gizi Seimbang. Jakarta: Depkes RI.
Dinkes Kab. Konawe Selatan, 2015. Profil Kesehatan Kab. Konawe Selatan.Andoolo: Dinkes Kab. Konawe Selatan.
Djaeni A. 2008. Ilmu Gizi: Untuk Mahasiswa dan Profesi, Jilid I. Jakarta: CV.Dian Rakyat.
Kemenkes RI, 2013. Riset Kesehatan Dasar RI Tahun 2013. Jakarta:Kemenkes RI.
____________, 2010. Riset Kesehatan Dasar RI Tahun 2010. Jakarta:Kemenkes RI.
Nelson, WE. 2010. Ilmu Kesehatan Anak. Jakarta: EGC.
Notoatmodjo, S. 2012. Promosi Kesehatan dan Ilmu Perilaku. Jakarta: RinekaCipta.
__________, 2010. Metodologi Pelayanan Kesehatan. Jakarta: Rineka Cipta.
Nursalam, 2008. Konsep dan Penerapan Metode Penelitian IlmuKeperawatan. Jakarta: Salemba Medika.
Persatuan Ahli Gizi Indonesia (PERSAGI), 2009. Kamus Gizi PelengkapKesehatan Keluarga. Jakarta: Kompas Media Nusantara.
Pudiastuti, RD., 2012. Asuhan Kebidanan pada Hamil Normal dan Patologi.Yogyakarta: Nuha Medika.
Puskesmas Lainea, 2016. Rekapitulasi Laporan Puskesmas-KIA PuskesmasLainea Tahun 2015. Kendari: Puskesmas Lainea.
Siswanto, 2010. Pendidikan Kesehatan Anak Usia Dini. Yogyakarta: PustakaRihana.
Soekirman. 2010. Ilmu Gizi Dan Aplikasinya: Untuk Keluarga Dan MasyarakatJakarta: Direktorat Jendral Pendidikan Tinggi Departemen PendidikanNasional.
73
Soetjiningsih, 2008. Tumbuh Kembang Anak. Jakarta: EGC.
Sugiyono. 2008. Metode Penelitian. Bandung: CV. Alfa Beta.
Suharjo, 2008. Berbagai Cara Pendidikan Gizi. Jakarta: Bumi Aksara.
Sulistyoningsih, 2011. Gizi Untuk Kesehatan Ibu dan Anak. Yogyakarta:Graha Ilmu.
Supariasa, 2012. Pendidikan dan Konsultasi Gizi. Jakarta: EGC.
Supariasa, dkk., 2010. Penilaian Status Gizi. EGC: Jakarta.
Supartini, 2009. Buku Ajar Konsep Dasar Keperawatan Anak. Jakarta: EGC.
Suyitno & Moersintowarti, 2010. Pemantauan Pertumbuhan Balita: BalitaBawah Garis Normal. Jakarta: Salemba Medika.
Tanuwijaya, 2008. Konsep Umum Tumbuh dan Kembang. Jakarta: EGC.
Taufik. 2007. Prinsip-Prinsip Promosi Kesehatan Dalam Bidang KeperawatanUntuk Perawat dan Mahasiswa Keperawatan. Jakarta: Infomedika.
Wahit, Mubarak & Iqbal. 2008. Ilmu Keperawatan Komunitas: Konsep danAplikasi. Jakarta: Salemba Medika.
Wiknjosastro, H. 2009. Ilmu Kebidanan. Jakarta: Yayasan Bina Pustaka.
____________. 2010. Buku Panduan Praktis Pelayanan Kesehatan Maternaldan Neonatal. Jakarta: Yayasan Bina Pustaka.
74
Lampiran 1.
SURAT PERMOHONAN PENGISIAN KUESIONER
Lampiran : 1 (satu) berkasPerihal : Permohonan Pengisian KuesionerKepada Yth.
Saudara ............................
Di –Wilayah Kerja Puskesmas Lainea
Dengan Hormat,
Dalam rangka penulisan Karya Tulis Ilmiah yang berjudul:
”Pengetahuan Ibu Tentang Gizi pada Balita di Wilayah Kerja PuskesmasLainea Kabupaten Konawe Selatan Tahun 2017”, maka saya mohon
dengan hormat kepada saudara untuk menjawab beberapa pertanyaan
kuesioner (angket penelitian) yang telah disediakan. Jawaban saudara
diharapkan objektif (diisi apa adanya).
Kuesioner ini bukan tes psikologi, maka dari itu saudara tidak perlu
takut atau ragu-ragu dalam memberikan jawaban yang sejujur-jujurnya.
Artinya, semua jawaban yang saudara berikan adalah benar dan jawaban
yang diminta adalah sesuai dengan kondisi yang terjadi. Oleh karena itu,
data dan identitas saudara akan dijamin kerahasiaannya.
Demikian atas perhatian dan kerjasamanya, saya ucapkan terimakasih.
Kendari, Februari 2017
Ttd
...................................
75
Lampiran 2.
SURAT PERNYATAAN PERSETUJUAN RESPONDEN
Dalam rangka memenuhi salah satu syarat penulisan Karya Tulis
Ilmiah yang berjudul “Pengetahuan Ibu Tentang Gizi pada Balita diWilayah Kerja Puskesmas Lainea Kabupaten Konawe Selatan Tahun2017”, maka saya yang bertanda tangan di bawah ini:
Nama : ...........................................................
Alamat : ...........................................................
Menyatakan Bersedia/Tidak Bersedia*) menjadi responden dalam penelitian
ini.
Kendari, 2017
Hormat Saya,
(............................................)
Responden
*) Coret yang tidak perlu
76
Lampiran 3.
LEMBAR KUESIONER
Pengetahuan Ibu Tentang Gizi pada Balita di Wilayah KerjaPuskesmas Lainea Kabupaten Konawe Selatan
Tahun 2017
Identitas Responden
1. Nama Ibu : …………………………
2. Umur : .......... tahun
3. Agama : ........................................
4. Pendidikan : ........................................
5. Pekerjaan : ........................................
6. Alamat : ........................................
7. Paritas
a. Paritas I
b. Paritas II-III
c. Paritas > III
77
Tingkat pengetahuan
No PertanyaanPilihan
JawabanBenar Salah
1. Pada usia 0-6 bulan bayi hanya boleh diberi Asi (airsusu ibu) saja
2. Asi (air susu ibu) sebaiknya tidak diberi pada bayisegera setelah lahir
3. Balita 1-5 tahun makan-makanan utama sebanyak 3kali sehari ditambah makanan selingan diantarasetiap makanan utama.
4. Sebaiknya jangan memberikan makanan yangberanekaragam agar anak terbiasa makan makanantertentu
5. Telur daging, tempe, ikan, tahu, dan kacang –kacangan sangat baik untuk pertumbuhan balita.
6. Memberi makanan ringan sebelum waktu makan,akan meningkatkan nafsu makan anak
7. Anak usia 1-5 tahun mempunyai rasa ingin tahu yanglebih tinggi untuk itu ibu sebaiknya memilikiketerampilan yang baik dalam mengolah makan.
8. Pada usia balita 6 bulan, makanan pendampingsangat penting bagi balita karena air susu ibu akansemakin berkurang.
9. Pada usia 6-9 bulan makanan tambahan yangdiberikan berbentuk bubur tim..
10. Balita usia 9-12 bulan jangan diberikan makananyang berbentuk lunak seperti bubur nasi yangditambah lauk pauk (ikan dan sayuran).
11. Pengolahan makanan untuk balita dibedakan denganpengelolaan makanan untuk keluarga.
12. Karbohidrat, lemak, protein, vitamin, mineral tidaktermasuk kedalam zat gizi yang dibutuhkan tubuh.
13. Kurang gizi dapat mengakibatkan anak mudahterserang penyakit sehingga mengganggupertumbuhannya.
14. Makanan yang kurang baik adalah makanan yangmemberikan semua zat gizi yang dibutuhkan olehtubuh.
15. Makanan bergizi adalah makanan yang memberikantenaga dan kesehatan bagi tubuh.
16. Telur daging, tempe, ikan, tahu, dan kacang –kacangan kurang baik untuk pertumbuhan balita.
78
No PertanyaanPilihan
JawabanBenar Salah
17 Dalam memasak makanan sebaiknya dicuci dulubaru dipotong.
18 Makanan bergizi sangat penting untuk meningkatkannafsu makan balita
19 Anak-anak juga perlu dibatasi dari mengkonsumsimakanan segera seperti mie instan, kfc, mcd danlain-lain.
20 Anak-anak tidak perlu minum 8 gelas air per hari danmengkonsumsi buah-buahan setiap hari
79
80
81