Download - PENGGUNAAN ENEMA HYDROSTATIC.doc
PENGGUNAAN BARIUM ENEMA HYDROSTATIC SEBAGAI TERAPI UTAMA NON OPERATIF PADA
PASIEN INVAGINASI
( LAPORAN KASUS )
Karya Ilmiah Diajukan Dalam Rangka :
Disusun oleh :dr. Novi Kusuma
Pembimbing :dr. Rohadi Sp.B, Sp.BA
BAGIAN ILMU BEDAHSUB BAGIAN BEDAH ANAK FAKULTAS KEDOKTERAN UGM
RS Dr. SARDJITO YOGYAKARTA2010
DAFTAR ISI
HalamanHALAMAN JUDUL........................................................................................................ i
DAFTAR ISI.................................................................................................................... ii
ABSTRAK....................................................................................................................... iii
I. PENDAHULUAN...................................................................................................... 1
II. LAPORAN KASUS................................................................................................. ..2
III. DISKUSI................................................................................................................... ..7
IV. SIMPULAN.............................................................................................................. .10
i
V. DAFTAR PUSTAKA.............................................................................................. .11
PENGGUNAAN BARIUM ENEMA HYDROSTATIC SEBAGAI TERAPI UTAMA NON OPERATIF PADA
PASIEN INVAGINASI
(Laporan Kasus)
Novi Kusuma* , Rochadi ***Bagian Bedah anak FK UGM RS Dr. Sardjito Yogyakarta
**Sub Bagian BedahAnak FK UGM/ RS Dr. Sardjito Yogyakarta
ii
Abstrak
Latar belakang : Kasus invaginasi pada anak merupakan kasus yang jarang dan biasanya datang ke rumah sakit dalam kondisi yang sudah berat atau complicated. Pengenalan diagnosis dan penatalaksanaan dini dengan tindakan operatif dapat dilakukan untuk menghindari terjadinya komplikasi yang lebih berat dan tindakan reseksi usus.Bahan dan Cara : Dilaporkan seorang laki-laki usia 6 bulan, dengan keluhan rewel dan perut membesar serta buang air besar keluar lendir darah. Pasien didiagnosis sebagai invaginasi dari pemeriksaan klinis dan dari hasil ultrasonografi didapatkan ” doughnat sign”Hasil : Dilakukan hydrostatic barium enema dengan persiapan dilakukan laparatomy jika tindakan tersebut tidak berhasil. Pemberian hydrostatic barium enema dilakukan dengan kontrol flouroscopy dan pemberian obat sedasi untuk mengurangi rasa nyeri. Pemberian hydrostatic barium enema dilakukan selama ± 30 menit dengan jumlah pemberian 150 cc larutan barium enema per anal.Dilakukan evaluasi pemberian larutan tersebut dengan menggunakan flouroscopi sampai 45 menit. Dari hasil tindakan tersebut diketahui invaginasi terdapat pada cecum dan kontras tidak dapat masuk ke ileum pada 15 menit pertama dengan pemberian 50 cc larutan barium enema. Setelah dilakukan evaluasi selama ± 45 menit dan ditambahkan larutan barium enema sampai dengan 150 cc, kontras akhirnya masuk ke ileum. Observasi dilakukan pada pasien selama ± 3 hari, pasien tidak kembung, tidak rewel dan buang air besar berangsung membaik.Kesimpulan :Seorang laki-laki, umur 6 bulan dengan diagnosis invaginasi dini dilakukan pemberian reduksi hydrostatik barium enema dengan kontrol flouroscopi. Dari hasil tindakan tersebut invaginasi dapat tereduksi dan pasien pulang sehat.Kata kunci : Invaginasi, hydrostatic barium enema, flouroscopi
PENDAHULUAN
Invaginasi adalah suatu keadaan masuknya segmen usus ke segmen usus pada
umumnya ke distal dan merupakan salah satu kegawatan di bidang bedah anak. Segmen
usus yang paling sering terlibat adalah ileum terminal dan sekum, tidak menutup keadaan
yang lain terjadi. Penyebab terjadinya invaginasi bervariasi, diduga tindakan masyarakat
tradisional berupa pijat perut serta tindakan medis pemberian obat antidiare juga berperan
iii
pada timbulnya invaginasi. Infeksi rotavirus yang menyerang saluran pencernaan anak
dengan gejala utama berupa diare juga dicurigai sebagai salah satu penyebab invaginasi.
Gejala klinis yang sering dijumpai berupa nyeri kolik sampai kejang yang
ditandai dengan flexi sendi koksa dan lutut secara intermiten, muntah reflektif sampai
bilus, menunjukkan telah terjadi suatu obstruksi. Muntah dan nyeri sering dijumpai
sebagai gejala yang dominan pada sebagian besar pasien. Gejala lain yang dijumpai
berupa distensi, pireksia, Dance’s Sign dan Sousage Like Sign, terdapat darah samar,
lendir dan darah makroskopis pada tinja serta tanda-tanda peritonitis dijumpai bila telah
terjadi perforasi. Ada sumber yang menyatakan diare merupakan suatu gejala awal
invaginasi. Penjepitan segmen usus yang terinvaginasi (intususeptum) akan
menyebabkan iskemi mukosa usus bila berlanjut akan terjadi strangulasi yang ditandai
dengan keluarnya mucus bercampur lendir dan darah. Pada pemeriksaan fisik mungkin
pasien ditemukan masih dalam batas normal atau sudah muncul gejala dan tanda
dehidrasi sampai syok.
Pemeriksaan colok dubur pada kasus invaginasi memberikan kontribusi yang
besar dalam menegakkan diagnosis, invaginasi teraba seperti portio uteri. Ditemukannya
feces bercampur lendir dan darah pada sarung tangan merupakan suatu tanda yang
patognomonik.
Pemeriksaan penunjang dilakukan bila terdapat keraguan dalam diagnosis, yang
sering dilakukan adalah plain foto abdomen, barium enema dan USG.
Tindakan yang dilakukan berupa reduksi hidrostatik menggunakan barium enema,
reduksi dengan tekanan udara, laparotomi dengan reduksi manual (milking) dan
laparotomi dengan reseksi usus. Pasien-pasien yang datang dengan keadaan yang sudah
iv
lanjut (ditemukan obstruksi, BAB lendir-darah) tanpa pemeriksaan penunjang diagnosis
sudah dapat ditegakkan. Pasien yang datang dengan kondisi lanjut sering kali tidak stabil.
Kenaikan suhu, gangguan imbang cairan dan elektrolit tubuh serta perubahan keasaman
dan gas darah harus diperbaiki sebelum pasien menuju operasi.
LAPORAN KASUS
Seorang laki-laki usia 6 bulan, datang ke Rumah Sakit di Yogyakarta dengan
keluhan rewel dan perut membesar serta buang air besar keluar lendir darah. Sejak 2 hari
sebelum masuk rumah sakit pasien sering rewel dan buang air besar encer dan keluar
lendir, tidak ada darah. Saat hari masuk rumah sakit pasien buang air besar keluar lendi
darah kemudian dibawa ke RS Dr Sardjito.
Riwayat lahir spontan, berat badan 3200 gram,persalinan normal,riwayat imunisasi
lengkap, tidak ada riwayat dipijat tetapi mempunyai riwayat diit pisang 2 hr yang lalu.
Pemeriksaan umum didapatkan keadaan umum gizi cukup, menangis, tekanan
darah 100/70 mmHg, frekwensi nasi 132 kali/menit, pernafasan 42 kali/menit dan suhu
37,2 Celcius, konjunctiva tidak anemis, sclera tidak ikterik.
Pada pemeriksaan abdomen, inspeksi permukaan perut lebih tinggi dibandingkan
dengan dinding dada, gambaran bentuk usus ada dan gerakan usus tidak jelas. Pada
pemeriksaan palpasi didapatkan perut membesar serta menangis saat ditekan, defans
muskuler tidak ada. Perkurasi timpani. Auskultasi peristaltik usus meningkat. Pada
pemeriksaan colok dubur: tonus otot sfingter ani dalam batas normal, massa tidak ada,
permukaan mukosa rectum rata halus, ampula rectum kesan kolap, dan nyeri tekan sulit
dinilai.
v
Pada pemeriksaan laboraturium menunjukkan haemoglobin 13,2 gr%, angka
leukosit 16,56 x 1000 /mm3, haematokrit 18,8 %, angka trombosit 234.000/mm3, waktu
perdarahan 4 menit, waktu pembekuan 9 menit. Pemeriksaan hitung jenis menunjukkan
neutrofil 85%, limfosit 11, monosit 4%. Pada pemeriksaan abdomen 2 posisi didapatkan
adanya dilatasi pada sistema usus bagian atas. Sedangkan dari hasil ultrasonografi
didapatkan ” doughnat sign”.
Dari anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang maka
disimpulkan diagnosis pasien ini adalah invaginasi. Dilakukan hydrostatic barium enema
dengan persiapan dilakukan laparatomy jika tindakan tersebut tidak berhasil. Pemberian
hydrostatic barium enema dilakukan dengan kontrol flouroscopy dan pemberian obat
sedasi untuk mengurangi rasa nyeri. Pemberian hydrostatic barium enema dilakukan
selama ± 30 menit dengan jumlah pemberian 150 cc larutan barium enema per anal.
Dilakukan evaluasi pemberian larutan tersebut dengan menggunakan flouroscopi sampai
45 menit. Dari hasil tindakan tersebut diketahui invaginasi terdapat pada cecum dan
kontras tidak dapat masuk ke ileum pada 15 menit pertama dengan pemberian 50 cc
larutan barium enema. Setelah dilakukan evaluasi selama ± 45 menit dan ditambahkan
larutan barium enema sampai dengan 150 cc, kontras akhirnya masuk ke ileum.
Observasi dilakukan pada pasien selama ± 3 hari, pasien tidak kembung, tidak rewel dan
buang air besar berangsung membaik.
vi
Gbr 1: Hasil USG : terdapat ”doughnut” sign
Gbr 2 : Hasil Foto abdomen posisi supine : terdapat dilatasi sistema usus bagian
proksimal
vii
Gbr 3: Hasil Foto abdomen posisi1/2 duduk : terdapat dilatasi sistema usus bagian proksimal
Gbr 4 : Hasil flouroscopi : barium enema mengisi cecum dan ileum terminal pada 45 menit post pemberian hydrostatic barium enema
viii
Gbr 5: Hasil flouroscopi dari lateral : barium enema mengisi cecum dan ileum terminal pada 45 menit post pemberian hydrostatic barium enema
DISKUSI
Invaginasi adalah suatu keadaan masuknya segmen usus ke segmen usus, pada
umumnya ke sebelah distal dan merupakan salah satu kegawatan di bidang bedah anak.
Ada dua komponen invaginasi, intususeptum yaitu segmen usus yang masuk dan
intususipien yaitu segmen usus yang dimasuki segmen lain, secara skematis pada gambar
I. Kelainan ini pertama kali dikemukakan oleh Barbette tahun 1674. Pembedahan
dilaporkan berhasil pertama kali oleh Wilson tahun 1831. Tindakan reduksi hidrostatik
dilaporkan pertama kali berhasil oleh Ladd pada tahun 1913 dan diulangi dengan
keberhasilan Hirschprung tahun 1976.(1-3) Segmen usus yang paling sering terlibat adalah
ileum terminal dan sekum, tidak menutup keadaan yang lain terjadi. Penyebab terjadinya
invaginasi pada anak yang lebih tua biasanya terdapat suatu lead point berupa
divertikulum Meckel, polip, duplikasi, hiperplasi Peyer’s Pacth oleh suatu infeksi atau
ix
keganasan. Pada umur yang lebih muda kemungkinan penyebabnya adalah adanya
spasme segmen usus yang mengalami hiperperistaltik, perubahan kekuatan peristaltik
longitudinal dinding usus oleh adanya lesi karena suatu operasi atau peradangan pada
dinding usus. Perubahan diit dari ASI dengan makanan tambahan mengubah flora usus
yang menjadi predisposisi inflamasi khususnya pada Peyer’s Pacth dan sebab lain yang
idiopatik. Angka kejadian invaginasi di Inggris dan Amerika Utara tercatat 1,5% sampai
4 % dari populasi umur.(3) Distribusi laki-laki dan perempuan 3:2 dan lebih sering
ditemukan pada anak dengan perkembangan fisik yang baik, jarang dijumpai pada anak
yang malnutrisi.(2,4,)
Gejala klinis yang sering dijumpai berupa nyeri kolik sampai kejang yang
ditandai dengan flexi sendi koksa dan lutut secara intermiten, nyeri disebabkan oleh
iskemi segmen usus yang terinvaginasi. Iskemi pertama kali terjadi pada mukosa usus
bila berlanjut akan terjadi strangulasi yang ditandai dengan keluarnya mucus bercampur
dengan darah sehingga tampak seperti agar-agar jeli darah. Terdapatnya darah samar
dalam tinja dijumpai pada + 40%, darah makroskopis pada tinja dijumpai pada + 40%
dan pemeriksaan Guaiac negatif dan hanya dutemukan mucus pada + 20% kasus. Diare
merupakan suatu gejala awal disebabkan oleh perubahan faali saluran pencernaan
ataupun oleh karena infeksi.(1-4) Muntah reflektif sampai bilus menunjukkan telah terjadi
suatu obstruksi, gejala ini dijumpai pada + 75% pasien invaginasi. Pada bayi (umur
kurang dari 1 tahun) gejala yang didapatkan lebih dominan berupa gejala neurologis
seperti letargi, apnea dan miosis. Trias invaginasi yang terdiri dari muntah, kembung
serta diare bercampur lendir dan darah secara lengkap hanya dijumpai pada +20% kasus.
(4) Pada pemeriksaan fisik mungkin pasien ditemukan masih dalam batas normal sampai
x
muncul tanda dehidrasi maupun syok.(3,4) Muntah dan nyeri sering dijumpai sebagai tanda
yang dominan pada sebagian besar pasien. Distensi sistem usus sebelah oral sumbatan
dijumpai pada + 10% kasus. Terjadinya obstruksi menyebabkan distensi usus yang
berlanjut dengan sekuesterisasi (kehilangan cairan tubuh ke lumen usus) dan keluarnya
komponen elektrolit darah. Intravasasi mikroorganisme lumen usus ke dinding usus
terjadi bila timbul iskemik dan strangulasi pada mukosa.(5) Pireksia atau peningkatan suhu
tubuh dijumpai pada + 10% kasus sebagai akibat dari kehilangan cairan tubuh maupun
terjadi infeksi. Dance’s Sign dan Sousage Like Sign dijumpai pada + 60% kasus, tanda ini
patognomonik pada invaginasi. Masa invaginasi akan teraba seperti batang sosis, yang
tersering ditemukan pada daerah paraumbilikal. Daerah yang ditinggalkan intususeptum
akan teraba kosong dan tanda ini disebut sebagai Dance’s Sign. Tanda-tanda peritonitis
dijumpai bila telah terjadi perforasi.(1-4)
Pemeriksaan colok dubur pada kasus invaginasi memberikan kontribusi yang
besar dalam menegakkan diagnosis. Bila masa invaginasi cukup rendah untuk diraih
ujung jari, akan teraba seperti portio uteri. Ditemukannya feces bercampur lendir dan
darah pada sarung tangan merupakan suatu tanda yang patognomonik.(1,5)
Pemeriksaan penunjang meliputi laboratorium dan radiologis berupa foto polos
abdomen, dengan dijumpainya tanda obstruksi dan masa di kwadran tertentu dari
abdomen menunjukkan dugaan kuat suatu invaginasi. USG membantu menegakkan
diagnosis invaginasi dengan gambaran target sign pada potongan melintang invaginasi
dan pseudo kidney sign pada potongan longitudinal invaginasi. Foto dengan kontras
barium enema dilakukan bila pasien ditemukan dalam kondisi stabil, tidak dijumpai
gejala lanjut. Barium enema digunakan sebagai diagnostik maupun terapetik.(1,2)
xi
Penatalaksanaan invaginasi dengan berbagai metode sesuai dengan kelainan yang
ditemukan. Reduksi hidrostatik menggunakan barium enema pertama kali
keberhasilannya dikemukakan oleh Ladd tahun1913 dan diulang keberhasilannya oleh
Hirschprung tahun 1976.(1,2) Metode tindakan ini dengan cara memasukkan barium
melalui anus menggunakan kateter dengan tekanan tertentu. Keberhasilan terapi ini di
berbagai tempat bervariasi, di Inggris dilaporkan 45% sampai 80% dan di Amerika Utara
50% sampai 75%, di Hongkong tidak jauh berbeda.(2,6) Pasien-pasien dengan keadaan
tidak stabil, didapatkan peningkatan suhu, angka lekosit, mengalami gejala
berkepanjangan atau ditemukan sudah lanjut yang ditandai dengan distensi abdomen,
feces berdarah, gangguan sistema usus yang berat sampai timbul shock atau peritonitis
maka perangkat diagnostik tambahan maupun reduksi hidrostatik tidak diperlukan, pasien
segera dipersiapkan untuk suatu operasi. Prosedur operasi berupa reduksi manual
(milking) dan reseksi usus sesuai dengan indikasi.(1-4)
KESIMPULAN
Telah dilaporkan sebuah kasus seorang laki-laki usia 6 bulan dengan diagnosis
invaginasi.
Diagnosis invaginasi secara dini sulit dikenali kecuali dengan pemeriksaan klinis
yang teliti dan pemeriksaan penunjang yang cukup memadai
Perlu adanya penelitian lebih lanjut tentang angka keberhasilan penggunaan
hydrostatic barium enema pada pasien dengan invaginasi.
xii
DAFTAR PUSTAKA
1. Swenson, Intussusception: A Repeat Delayed Gas Enema Increases The Non
Operative Reduction Rate in Vol:37, 1991, pp 109-14,
2. Irish, S., Intussusception in Pediatric Surgery for The Primary Care Pediatrician, part
I, pp 748-753, 1998, W.B. Saunders Company, New York.
3.Charles V., Russell R.C.G., Williams N.S.,Intestinal Obstruction in Bailey &Love’s
Short Practice of Surgery, chapter 51, 22nd edition, 1995, pp 818-820, ELBS,
London.
4. Orenstein, J., Update on Intussusception in Contemporary Pediatric Archive, March
2000, p180, Medical Economic Company, Montvale
5. Allan Clain, M.B., Rectal and Vaginal Examination in Hamilton Bailey’s
Demonstrations of Physical signs in Clinical Surgery, chapter 21, 16th
edition, 1980, ELBS, London.
6. Beasly, S.W., Katz, M., Phelan, E., Saxton, V., Intussusception: A Repeat Delayed Gas
Enema Increases The Non Operative Reduction Rate in, Journal of pediatric
Surgery, volume 29, number 5, May 1994, pp 588-589, Victoria, Australia.
7.Rege V.M., Deshmukh S.S., Borwankar S.S., Kulkarni B.K.,Intussusception in Infancy
and Childhood: Evaluation of A Prognostic Scoring Pattern in Journal of
Post Graduate Medicine, Vol:37, 1991, pp 109-14, Bombay.
xiii
8. Buccimazza, I., Grant, H.W., Hadley, G.P, 1996, A Comparison of Colo-Colic and
Ileo-Colic Intussusception in Journal of Pediatric Surgery, volume 31,
number 12, Desember 1996, Durban, South Africa.
xiv