Download - Penilaian Risiko & Prosedur Analitis
(1) Penilaian Risiko, Tipe-tipe risiko, Metode dalam menilai risiko, Hubungan Timbal Balik
Antar Risiko
Resiko adalah segala hambatan yang mungkin terjadi dalam pencapaian suatu tujuan.
Sedangkan menurut beberapa ahli arti dari resiko adalah sebagai berikut :
• Resiko adalah suatu variasi dari hasil-hasil yang dapat terjadi selama periode tertentu
(Arthur Williams dan Richard, M.H)
• Resiko adalah ketidaktentuan (uncertainy) yang mungkin melahirkan peristiwa kerugian
(loss) (A. Abas Salim)
• Resiko adalah ketidakpastian atas terjadinya suatu peristiwa (Soekarto)
• Resiko adalah probalitas sesuatu hasil / outcome yang berbeda dengan yang diharapkan
(Herman Darmawi)
Sedangkan penilaian resiko menurut Muhammad Badrus adalah sebuah aktifitas yang
dilakukan untuk mendeteksi atau mengevaluasi kemungkinan adanya kesalahan atau penurunan
kualitas akibat beroperasinya suatu kegiatan. Pendapat lainnya, penilaian risiko adalah
mengkuantitatifkan atau menggolongkan tingkatan risiko agar mudah dikelola dan dilakukan
penanganan yang tepat sesuai prinsip Cost and Benefit. Penentuan resiko (risk assessment)
merupakan hal penting bagi manajemen dan auditor. Bagi manajemen penentuan resiko
merupakan tanggungjawab yang tidak terpisahkan dan dilakukan secara terus menerus. Karena
manajemen tidak dapat menetapkan tujuan dan dengan mudah mengasumsikan bahwa tujuan
tersebut telah tercapai. Banyak hambatan yang timbul dalam pencapaian tujuan tersebut dan
hambatan tersebut bisa berasal dari luar entitas maupun dari dalam entitas. Sejumlah resiko
tidaklah dalam bentuk yang statis tetapi juga dinamis sesuai dengan perubahan yang terjadi
sehingga selalu ada resiko-resiko baru yang muncul setiap waktu. Oleh karena itu penentuan
resiko harus berjalan berkelanjutan dalam proses manajemen yang dilakukan secara terorganisir
dan berurutan.
Sedangkan bagi auditor, dalam kegiatan audit harus memasukan hasil penentuan resiko
ke dalam program audit untuk memastikan bahwa kontrol-kontrol yang dibutuhkan memang
diterapkan untuk mengurangi risiko. Resiko dalam audit atau resiko audit memperlihatkan resiko
yang dihadapi auditor yang menyatakan bahwa laporan keuangan tersebut telah benar sehingga
dan pendapat auditor telah diterbitkan, tetapi pada kenyataannya laporan tersebut ternyata tidak
benar dan materialitasnya tinggi. hal tersebut menyebabkan pendapat auditor tersebut menjadi
tidak bermutu bagi para penggunanya. Hal ini bisa terjadi karena auditor hanya mampu
mengumpulkan bukti berdasarkan tes transaksi dan kesalahan yang telah diatur sedemikian rupa
menyebabkan menjadi sangat sulit dideteksi meskipun auditor telah bekerja sesuai dengan
standar audit yang berlaku.
Menurut studi yang dilakukan oleh COSO, pembahasan tentang penentuan resiko adalah
sebagai berikut:
“Setiap entitas menghadapi berbagai resiko baik dari lua maupun dari dalam yang harus
ditentukan. Persyaratan awal untuk menentukan resiko adalah adanya penetapan tujuan
yang dihubungkan pada tingkat-tingkat yang berbeda dan konsisten di dalam organisasi.
Penentuan resiko adalah identifikasi dan analisis resiko-resiko yang relevan untuk
mencapai tujuan entitas, yang membentuk suatu dasar untuk menentukan cara
pengelolaan resiko. Karena kondisi ekonomi, industri, peraturan, dan operasi akan terus
menerus berubah, maka dibutuhkan mekanisme untuk mengidentifikasi dan menangani
resiko-resiko khusus yang berhubungan dengan perubahan.”
Pada proses perencanaan audit, salah satu proses yang harus dilakukan oleh seorang
auditor adalah melakukan penilaian resiko bisnis klien. Auditor mempergunakan pengetahuan
yang didapatkan dari pemahaman sistem strategi akan bisnis dan industri klien untuk melakukan
penilaian resiko tersebut. Resiko bisnis klien adalah resiko dimana klien akan gagal dalam
mencapai tujuannnya. Perhatian utama seorang auditor adalah resiko dari salah saji material
dalam laporan keuangan yang disebabkan oleh resiko bisnis klien. Dalam menilai resiko bisnis
klien juga harus mempertimbangkan kontrol manajemen yang bisa mengurangi resiko bisnis .
Auditor menerima sejumlah tingkat resiko atau ketidakpastian dalam melaksanakan
fungsi auditnya. Auditor mengenali bahwa terdapat suatu ketidakpastian tentang kompetensi
bukti, ketidakpastian tentang efektivitas dari dari pengendalian intern yang dimiliki klien, serta
ketidakpastian tentang apakah laporan keuangan telah disajikan secara wajar pada saat audit
telah selesai dilakukan. Auditor yang efektif mengenali kehadiran sejumlah risiko serta akan
bergumul dengan risiko-risiko tersebut dalam suatu cara pendekatan yang tepat. Mayoritas risiko
yang dihadapi oleh auditor sulit untuk diukur serta membutuhkan pemikiran yang cermat agar
dapat direspons dengan tepat. Menjawab berbagai risiko ini secara tepat merupakan suatu hal
kritis dalam rangka menghasilkan suatu audit yang berkualitas tinggi.
Auditor mendapat sebuah pemahaman tentang bisnis dan industri klien dan menilai risiko
bisnis klien untuk menilai kemungkinan salah saji mateial dalam laporan keuangan klien.
Auditor menggunakan model risiko audit untuk mengidentifikasikan lebih jauh potensial untuk
kesalahan saji dan dimana mereka paling mungkin terjadi.
A. Tipe-tipe Resiko
Risiko audit adalah risiko yang timbul karena auditor tanpa disadari tidak memodifikasi
pendapatnya sebagaimana mestinya, atas suatu laporan keuangan yang mengandung salah
saji material. Tipe-tipe risiko audit adalah sebagai berikut:
1. Risiko Deteksi (Detection Risk)
Risiko Deteksi (Detection Risk), adalah risiko bahwa auditor tidak dapat mendeteksi
salah saji material yang terdapat dalam suatu asersi. Risiko deteksi merupakan fungsi
efektivitas prosedur audit dan penerapannya oleh auditor. Risiko ini timbul sebagian
karena ketidakpastian yang ada pada waktu auditor tidak memeriksa 100% saldo akun
atau golongan transaksi, dan sebagian lagi karena ketidakpastian lain yang ada, walaupun
saldo akun atau golongan transaksi tersebut telah diperiksa 100%. Ketidakpastian lain
semacam itu bisa timbul karena auditor mungkin memilih suatu prosedur audit yang tidak
sesuai, menerapkan secara keliru prosedur yang semestinya, atau menafsirkan secara
keliru hasil audit. Ketidakpastian seperti ini dapat dikurangi sampai pada tingkat yang
dapat diabaikan melalui perencanaan dan supervisi memadai serta pelaksanaan praktek
audit yang sesuai dengan standar pengendalian mutu.
2. Risiko Bawaan (Inheren Risk)
Risiko Bawaan (Inherent Risk), adalah kerentanan suatu saldo akun atau golongan
transaksi terhadap suatu salah saji material, dengan asumsi bahwa tidak terdapat
pengendalian yang terkait (maksudnya bahwa risiko bawaan timbul dengan asumsi
pengedalian intern dalam perusahaan tidak ada. Jika sekiranya pengendalian intern dalam
perusahaan memadai serta efektif dalam pelaksanaannya dengan sendirinya risiko
bawaan akan dapat diminimalisasi). Risiko salah saji demikian adalah lebih besar pada
saldo akun atau golongan transaksi tertentu dibandingkan dengan yang lain. Sebagai
contoh, perhitungan yang rumit lebih mungkin disajikan salah jika dibandingkan dengan
perhitungan yang sederhana. Uang tunai dalam perusahaan lebih mudah dicuri daripada
persediaan. Suatu akun dalam laporan keuangan yang berasal dari estimasi akuntansi
cenderung mengandung risiko yang lebih besar dibandingkan dengan akun yang sifatnya
relatif rutin dan berisi data faktual. Perusahaan yang bergerak dalam bidang industri yang
memproduksi barang-barang hi-tech seperti misalnya handphone akan lebih berisiko
terjadinya penumpukan persediaan yang usang karena tidak sesuai lagi dengan tuntutan
pasar.
3. Risiko Pengendalian (Control Risk)
Risiko Pengendalian (Control Risk), adalah risiko bahwa suatu salah saji material yang
dapat terjadi dalam suatu asersi tidak dapat dicegah atau dideteksi secara tepat waktu oleh
pengendalian intern entitas. Risiko ini merupakan fungsi efektivitas desain dan operasi
pengendalian intern untuk mencapai tujuan entitas yang relevan dengan penyusunan
laporan keuangan entitas. Beberapa risiko pengendalian akan selalu ada karena
keterbatasan bawaan dalam setiap pengendalian intern.
4. Resiko akseptibilitas audit (acceptable audit risk)
Resiko akseptibilitas audit (acceptable audit risk) merupakan ukuran atas tingkat
kesediaan auditor untuk menerima kenyataan bahwa laporan keuangan mungkin masih
mengandung salah saji yang material setelah audit selesai dilaksanakan serta suatu
laporan audit wajar tanpa syarat telah diterbitkan. Ketika auditor memutuskan untuk
menetapkan suatu tingkat resiko akseptibilitas audit yang lebih rendah, hal tersbut berarti
bahwa auditor ingin memperoleh tingkat keyakinan yang lebih tinggi bahwa laporan
keuangan tidak mengandung salah saji yang material. Resiko nol berarti yakin sekali, dan
suatu tingkat resiko sebesar 100 persen berarti benar-benar tidak yakin.
Dalam audit terdapat istilah audit assurance atau tingkat keyakinan, yaitu merupakan
pelengkap dari resiko akseptibilitas audit. Audit assurance dihitung dengan perhitungan
satu dikurangi resiko akseptibilitas audit. Sebagai contoh, tingkat resiko akseptibilitas
audit sebesar 2 persen sama dengan tingkat audit assurance sebesar 98 persen.
Dengan mempergunakan model audit, akan terlihat adanya hubungan yang searah antara
resiko akseptibilitas audit dan resiko deteksi terencana, serta hubungan yang saling
berlawanan antara resiko akseptibilitas audit dan bukti audit yang direncanakan. Sebagai
contoh, jika auditor memutuskan akan mengurangi nilai resiko akseptibilitas audit, maka
akan mengurangi pula resiko deteksi terencana serta bukti audit yang direncanakan akan
dikumpulkan harus ditingkatkan. Auditor pun seringkali harus menugaskan staf yang
lebih berpengalaman atau mereview kertas kerja dengan lebih cermat bagi klien dengan
tingkat resiko akseptibilitas audit yang lebih rendah.
5. Risiko Kecurangan
Resiko kecurangan merupakan resiko selain 4 resiko di atas dan resiko ini biasanya di
perhitungkan di luar dari model resiko audit. Karena resiko kecurangan secara konsep
dan praktek sangat sulit untuk dipisahkan faktor-faktornya ke dalam 4 jenis resiko di atas.
Kecurangan sendiri memiliki arti kesalahan penyajian yang dilakukan secara sengaja
dalam bentuk penggelapan aktiva dan kecurangan pelaporan keuangan.
Untuk menilai resiko kecurangan, auditor mengumpulkan informasi untuk menentukan
luasnya keberadaan kondisi kecurangan. Hal-hal yang menyebabkan timbulnya resiko
kecurangan antara lain tekanan yang diterima manajemen baik kelompok maupun
individual, kesempatan yang tercipta, dan perilaku manajemen untuk membiarkan
terjadinya tindakan ketidakjujuran tersebut.
B. Penilaian Resiko
1. Menilai Risiko Yang Dapat Diterima ( Acceptable Audit Risk)
Auditor harus memutuskan risiko audit yang dapat diterima yang tepat bagi suatu audit
selama perencanaan audit. Pertama, auditor memutuskan risiko risiko penugasan. Risiko
penugasan (engagement risk) adalah risiko bahwa auditor atau organisasi yang
membawahi auditor akan menderita kerugian setelah selesainya audit, walaupun laporan
audit sudah benar. Untuk menilai risiko audit yang dapat diterima, auditor harus menilai
setiap faktor yang mempengaruhi risiko audit yang dapat diterima Faktor faktor utama
yang mempengaruhi resiko penugasan dan mempengaruhi resiko yang audit yang dapat
diterima antara lain:
a. Derajat ketergantungan pemakai eksternal pada laporan keuangan
b. Kemungkinan klien mengalami kesulitan keuangan
c. Integritas manajemen
Metode yang digunakan menilai risiko audit yang dapat diterima
a. Derajat ketergantungan pemakai eksternal pada laporan keuangan
- Menelaah laporan keuangan
- Membaca notulen rapat dewan direksi unruk menentukan rencana masa depan
- Membahas rencana pembiayaan dengan manajemen.
b. Kemungkinan klien mengalami kesulitan
- Menganalisis keuangan laporan keuangan dan menggunakan prosedur analitis
lainnya
- Menelaah laporan arus kas historis dan proyeksi, untuk mempelajari arus kas
masuk dan keluar
c. Integritas manajemen
- Menganalisa prosedur penerimaan klien dan kelanjutan klien.
- Menelaah laporan arus kas historis dan proyeksi, untuk mempelajari arus kas
masuk dan keluar
d. Integritas manajemen
- Menganalisa prosedur penerimaan klien dan kelanjutan klien.
2. Menilai Resiko Bawaan (Inheren Risk)
Auditor melakukan penilaian risiko inheren selama tahap perencanaan dan
memperbaharui penilaian tersebut selama audit berlangsung. Auditor harus mengevaluasi
informasi yang mempengaruhi risiko inheren serta memutuskan faktor risiko inheren
yang tepat bagi setiap tujuan audit. Faktor faktor yang mempengaruhi risiko inheren :
a. Sifat bisnis klien
Risiko inheren untuk akun tertentu dipengaruhi oleh sifat bisnis klien. Pemahaman
auditor atas bisnis klien akan membantu menilai risiko inheren ini.
b. Hasil audit sebelumnya
Salah saji yang ditemukan dalam audit tahun sebelumnya dapat ditemukan lagi dalam
audit tahun berjalan. Oleh karena itu auditor tidak boleh mengabaikan hasil audit
tahun sebelumnya selama mengembangkan proses audit di tahun berjalan.
c. Penugasan awal vs penugasan berulang
Auditor akan memperoleh pengalaman dan pengetahuan tentang kemungkinan salah
saji setelah mengaudit klien selama beberapa tahun. Auditor menetapkan risiko
inheren yang tinggi pada tahun pertama audit dan mengurangi tinggkat risikonya pada
tahun berikutnya karena telah semakin memahami klien.
d. Pihak pihak yang terkait
Pihak yang terkait yaitu perusahaan induk dengan perusahaan anak, serta manajemen
dan entitas perusahaan. Risiko inheren atas transaksi pihak yang terkait ini sangat
tinggi karena kemungkinan salah saji yang lebih besar.
e. Transaksi non rutin
Transaksi yang tidak biasa bagi klien lebih besar resikonya dibandingkan transaksi
rutin karen pengalaman untuk transaksi non rutin masih sedikit.
f. Pertimbangan yang diperlukan untuk mencatat saldo akun dan transaksi dengan tepat
Auditor harus memperbesar risiko inheren karena banyak akun memerlukan estimasi
dan banyak pertimbangan manajemen.
3. Menilai Risiko Deteksi (Detection Risk)
Para auditor menetapkan tingkat risiko deteksi yang dapat diterima (risiko deteksi yang
direncanakan) yang mempengaruhi tes-tes substantif yang mereka lakukan.
a. Jika tingkat risiko deteksi yang direncanakan rendah, maka auditor akan
mengumpulkan bukti sebanyak mungkin untuk menurunkan risiko kesalahan saji .
b. Tingkat risiko deteksi yang direncanakan tinggi maka auditor mengurangi
pengumpulan bukti .
4. Menilai Resiko Pengendalian (Control Risk)
Auditor harus memahami perancangan dan pengimplementasian pengendalian internal
untuk melakukan penilaian pendahuluan atas risiko pengendalian. Setelah memahami
pengendalian internal, auditor dapat membuat penilaian pendahuluan atas risiko
pengendalian sebagai bagian dari penilaian risiko secara keseluruhan. Penilaian ini
merupakan ukuran ekspektasi auditor bahwa pengendalian internal akan mencegah salah
saji material atau mendeteksi dan mengoreksinya jika terjadi.
Banyak auditor menggunakan matriks risiko pengendalian (control risk matrix) untuk
membantu proses penilaian risiko pengendalian. Tujuannya adalah menyediakan cara
yang mudah untuk mengatur penilaian risiko pengendalian bagi setiap tujuan audit.
Langkah langkah dalam penilaian risiko pengendalian:
Mengidentifikasi tujuan audit
Mengidentifikasi pengendalian yang ada
Menghubungkan pengendalian dengan tujuan audit
Mengidentifikasi dan mengevaluasi defisiensi pengendalian, defisiensi yang
signifikan dan kelemahan yang material
Menghubungkan defisiensi yang signifikan dan kelemahan yang material dengan
tujuan audit terkait.
Menilai risiko pengendalian untuk setiap tujuan audit.
5. Menilai Risiko Kecurangan
Dalam menilai risiko kecurangan, SAS 99 memberikan pedoman bagi auditor. Auditor
harus mempertahankan sikap skeptisisme profesional ketika memepertimbangkan
serangkaian informasi termasuk faktor faktor risiko kecurangan, untuk dapat
mengidentifikasi dan menanggapi risiko kecurangan
a. Skeptisisme professional
Selama penugasan, bahwa tim auditor harus mempertahankan sikap dan pikiran
yang selalu mempertanyakan.
b. Evaluasi kritis atas bukti
Auditor harus menyelidiki secara mendalam permasalahan dan kemungkinan
kesalahan salah saji yang material karen kecurangan.
c. Komunikasi di antara tim audit
Diantara auditor dapat saling bertukar pendapat terutama dengan yang telah
berpengalaman mengenai penilaian risiko kecurangan, dan bagaimana kecurangan
kecurangan itu biasanya terjadi dalam organisasi atau entitas yang diaudit.
d. Mengajukan pertanyaan kepada manajemen
Untuk menilai risiko kecurangan, auditor dapat menanyakan beberapa pertanyaan
secara langsung kepada manajemen ataupun pihak lain dalam organisasi, sehingga
terbuka kesempatan datangnya informasi yang dalam kondisi lain tidak
diungkapkan oleh manajemen ataupun pihak lain dalam organisasi.
e. Prosedur analitis
Auditor harus melakukan prosedur analitis selama tahapan perencanaan audit dan
penyelesaian audit untuk membantu mengidentifikasi kecurangan kecurangan.
f. Faktor faktor risiko
Untuk menilai resiko kecurangan, kondisi yang harus diperhatikan adalah adanya
faktor faktor risiko kecurangan (segitiga kecurangan/ fraud triangle), yaitu adanya
tekanan, kesempatan, dan rasionalisasi.
C. Metode dalam menilai risiko
Cara utama yang dipergunakan oleh auditor untuk mempertimbangkan risiko yang ada dalam
merencanakan bukti audit yang akan dikumpulkan adalah melalui penerapan model risiko
audit (audit risk model). Sumber dari model risiko audit ini adalah literatur profesional yang
terdapat dalam SAS 39 (AU350) tentang sampling audit serta dalam SAS 47 (AU 312)
tentang materialitas dan risiko. Model resiko audit umumnya digunakan bagi berbagai tujuan
perencanaan untuk memutuskan berapa banyak bukti audit yang akan dikumpulkan pada
setiap siklusnya. Formula atas model resiko audit adalah sebagai berikut:
DR= ARIR xCR
Keterangan :
DR : Detection Risk (rentang bukti yang harus dikumpulkan auditor)
AR : Audit Risk (tingkatan resiko yang masih bisa diterima auditor)
IR : Inheren Risk (keyakinan atas tidak adanya salah saji diluar SPI)
CR : Control Risk (keyakinan atas efektifitas SPI)
D. Hubungan Timbal Balik Antar Risiko
Konsep – konsep materialitas dan resiko dalam auditing saling terkait erat dan tak
terpisahkan. Resiko merupakan suatu pengukuran atas ketidakpastian, sementara materialitas
merupakan suatu pengukuran atas ukuran atau besaran. Secara bersama-sama, kedua hal
tersebut mengukur tingkat ketidakpastian suatu nilai pada suatu besaran tertentu. Sebagai
contoh, suatu pernyataan bahwa auditor berencana untuk mengumpulkan bukti audit
sedemikian rupa hingga hanya terdapat suatu tingkat resiko (resiko akseptibilitas audit)
sebesar 5 persen saja atas kegagalan dalam mengungkapkan suatu salah saji yang melebihi
nilai salah saji yang masih dapat ditoleransi sebesar $400,000 (materialitas) merupakan suatu
pernyataan yang sangat akurat dan penuh arti. Jika, baik bagian yang menyatakan risiko atau
materialitas dari pernyataan tersebut dihapuskan, maka pernyataan tersebut tidak akan
memiliki arti apapun. Suatu tingkat risiko sebesar 5 persen tanpa diikuti dengan suatu ukuran
materialitas yang spesifik dapat menyatakan secara tidak langsung bahwa suatu salah saji
yang bernilai $100 atau $1,000,000 pun dapat diterima. Suatu overstatement sebesar
$442,000 tanpa diikuti dengan suatu tingkat risiko yang spesifik dapat menyatakan secara
tidak langsung bahwa suatu tingkat risiko sebesar 1 persen atau 80 persen pun dapat diterima.
Matriks hubungan antar risiko dan bukti audit
Situasi Audit RiskInheren
RiskControl
RiskDetection
RiskJumlah Bukti
yang Diperlukan1 Tinggi Rendah Rendah Tinggi Rendah2 Rendah Rendah Rendah Sedang Sedang3 Rendah Tinggi Tinggi Rendah Tinggi4 Sedang Sedang Sedang Sedang Sedang5 Tinggi Rendah Sedang Sedang Sedang
Sedangkan hubungan antara komponen risiko audit dengan sifat, saat, dan luas nya pengujian
substantif dapat dilihat pada gambar di bawah.
(2) Prosedur Analitis
DEFINISI
PSA No. 22 (SA 329.02) merumuskan prosedur analitis sebagai “evaluasi informasi keuangan
yang dibuat dengan mempelajari hubungan yang masuk akal antara data keuangan yang satu
dengan data keuangan lainnya, atau antara data keuangan dengan data nonkeuangan.”
Prosedur analitis terdiri dari kegiatan mempelajari dan membandingkan data yang memiliki
hubungan(Jusup, 2001:137). Prosedur analitis mencakup perbandingan yang paling sederhana
hingga model yang rumit yang mengaitkan berbagai hubungan dan unsur data (Jusup, 2001:188).
Prosedur ini mencakup perhitungan dan penggunaan rasio-rasio sederhana, analisis vertikal atau
laporan perbandingan, perbandingan antara jumlah sesungguhnya dengan data historis atau
anggaran, dan penggunaan model-model matematika dan statistika seperti analisa regresi.
Prosedur analitis menghasilkan bukti analitis.
TUJUAN DAN MANFAAT PROSEDUR ANALITIS
Tujuan prosedur analitis dalam auditing, antara lain:
1. Pada tahap perencanaan audit, untuk membantu auditor dalam merencanakan sifat, saat, dan
luas prosedur audit lainnya.
2. Pada tahap pengujian, sebagai pengujian substantif untuk memperoleh bukti tentang asersi
tertentu, yang berhubungan dengan saldo rekening atau jenis transaksi.
3. Pada tahap review akhir audit/penyelesaian audit, sebagai review menyeluruh informasi
keuangan dalam laporan keuangan setelah diaudit.
Dalam tahap perencanaan audit, prosedur analitis akan dapat membantu auditor dalam:
1. Meningkatkan pemahaman auditor atas usaha klien
2. Mengidentifikasi hubungan-hubungan yang tidak biasa dan fluktuasi yang tidak diharapkan
dalam data yang bisa menunjukkan bidang-bidang yang kemungkinan mencerminkan risiko
salah saji. Manfaat dari prosedur audit ini disebut sebagai tujuan pengarah perhatian dari
prosedur analitis.
PROSEDUR ANALITIS UTAMA
1. Perbandingan data absolut. Prosedur ini melibatkan perbandingan sederhana suatu jumlah
saat ini (seperti saldo akun) dengan suatu jumlah yang diharapkan atau diprediksi.
2. Laporan keuangan ukuran umum (atau analisis vertikal). Teknik ini melibatkan
penghitungan persentase dari total yang berhubungan yang direpresentasikan oleh
komponen laporan keuangan (misalnya kas sebagai persentase dari total aktiva). Persentase
kemudian dibandingkan dengan jumlah yang diharapkan.
3. Analisis Rasio. Sejumlah rasio yang seringkali digunakan oleh manajemen atau analis
keuangan dapat dihitung dan dibandingkan dengan nilai yang diharapkan untuk rasio
tersebut. Jumlah dari hasil perhitungan dapat dianalisis secara individual atau dalam
kelompok yang berhubungan seperti rasio solvabilitas, efisiensi, dan profitabilitas.
4. Analisis tren. Analisis ini melibatkan perbandingan beberapa data untuk beberapa periode
akuntansi untuk mengidentifikasi perubahan penting yang tidak dapat diketahui hanya
dengan membandingkan data dua periode berurutan.
5. Hubungan antara informasi keuangan dengan nonkeuangan yang relevan. Contohnya : data
nonkeuangan seperti jumlah karyawan mungkin berguna dalam memperkirakan saldo akun
beban gaji.
PENTINGNYA PROSEDUR ANALITIS
Asumsi dasar penerapan prosedur analitik adalah bahwa hubungan yang masuk akal di antara
data dapat diharapkan tetap ada dan berlanjut, kecuali jika timbul kondisi yang sebaliknya.
Kondisi tertentu yang dapat menimbulkan penyimpangan dalam hubungan ini mencakup antara
lain, peristiwa atau transaksi yang tidak biasa, perubahan akuntansi, perubahan usaha, fluktuasi
acak, atau salah saji (SA 329.02). Dengan demikian, hasil analisis terhadap hubungan data dapat
digunakan dalam tahap perencanaan audit, tahap pengujian, dan tahap review akhir
audit/penyelesaian audit, sebagaimana tersebut di atas.
PROSEDUR ANALITIS DAN PERTIMBANGAN AUDITOR
Pemahaman hubungan keuangan adalah penting dalam merencanakan dan mengevaluasi hasil
prosedur analitik, dan secara umum juga menuntut dimilikinya pengetahuan tentang klien dan
industri yang menjadi tempat usaha klien. Pemahaman atas tujuan prosedur analitik dan
keterbatasannya juga penting. Oleh karena itu, identifikasi hubungan dan jenis data yang
digunakan, serta kesimpulan yang diambil apabila membandingkan jumlah yang tercatat dengan
yang diharapkan, membutuhkan pertimbangan auditor. (SA 329.03)
PROSEDUR AUDIT: PERBANDINGAN DENGAN HARAPAN AUDITOR
Prosedur analitik meliputi perbandingan jumlah-jumlah yang tercatat atau ratio yang dihitung
dari jumlah-jumlah yang tercatat dibandingkan dengan harapan yang dikembangkan oleh auditor.
Auditor mengembangkan harapan tersebut dengan mengidentifikasi dan menggunakan hubungan
yang masuk akal, yang secara pantas diharapkan terjadi berdasarkan pemahaman auditor
mengenai klien dan industrinya. Berikut ini adalah contoh sumber informasi yang digunakan
dalam mengembangkan harapan:
1. Informasi keuangan periode sebelumnya yang dapat diperbandingkan dengan
memperhatikan perubahan yang diketahui.
2. Hasil yang diantisipasikan, misalnya anggaran atau prakiraan termasuk ekstrapolasi dari
data interim atau tahunan.
3. Hubungan antara unsur-unsur informasi keuangan dalam satu periode.
4. Informasi industri bidang usaha Mien, misalnya informasi laba bruto.
5. Hubungan informasi keuangan dengan informasi nonkeuangan yang relevan.
PROSEDUR ANALITIS DAN EFISIENSI DAN EFEKTIVITAS AUDITOR
Kepercayaan auditor terhadap pengujian substantif untuk mencapai tujuan audit yang
berhubungan dengan suatu asersi dapat berasal dari:
1. pengujian rinci,
2. prosedur analitik, atau
3. kombinasi keduanya.
Dalam beberapa hal, prosedur analitik lebih efektif atau efisien daripada pengujian rinci untuk
mencapai tujuan pengujian substantif.
Keputusan mengenai prosedur yang digunakan untuk mencapai tujuan audit tertentu didasarkan
pada pertimbangan auditor terhadap efektivitas dan efisiensi yang diharapkan dari prosedur audit
yang ada.
Auditor mempertimbangkan tingkat keyakinan, jika ada, yang diinginkannya dari pengujian
substantif untuk suatu tujuan audit dan memutuskan, antara lain prosedur yang mana, atau
kombinasi prosedur mana, yang dapat memberikan tingkat keyakinan tersebut. Untuk asersi
tertentu, prosedur analitik cukup efektif dalam memberikan tingkat keyakinan memadai. Namun,
pada asersi lain, prosedur analitik mungkin tidak seefektif atau seefisien pengujian rinci dalam
memberikan tingkat keyakinan yang diinginkan.
Efektivitas dan efisiensi yang diharapkan dari suatu prosedur analitik dalam mengidentifikasikan
kemungkinan salah saji tergantung atas, antara lain:
1. Sifat asersi.
Prosedur analitik mungkin merupakan pengujian efektif dan efisien atas asersi yang
kemungkinan salah sajinya tidak akan tampak dari pemeriksaan bukti rinci atau bila bukti
yang rinci tidak langsung tersedia. Sebagai contoh, perbandingan dari kumpulan gaji
yang dibayar dengan jumlah karyawan mungkin menunjukkan pembayaran yang tidak
sah yang mungkin tidak tampak dari pengujian transaksi individual. Perbedaan dari
hubungan yang diharapkan dapat juga menunjukkan kemungkinan penghilangan dari
catatan akuntansi bilamana bukti transaksi individual dari pihak yang independen yang
seharusnya dibukukan tidak langsung tersedia.
2. Kelayakan dan kemampuan untuk memprediksikan suatu hubungan.
Penting bagi auditor untuk memahami alasan yang membuat hubungan menjadi masuk
akal sebab data kadang-kadang seperti berkaitan padahal kenyataannya tidak demikian,
sehingga dapat mengarahkan auditor ke pengambilan kesimpulan yang salah. Di samping
itu, adanya satu hubungan yang tidak diharapkan dapat memberikan bukti yang penting
jika diteliti secara memadai.
Karena tingkat keyakinan yang lebih tinggi diharapkan dari prosedur analitik dibutuhkan
lebih banyak hubungan untuk mengembangkan harapan. Hubungan dalam satu
lingkungan yang stabil biasanya lebih dapat diduga daripada hubungan dalam satu
lingkungan yang dinamis atau tidak stabil. Hubungan yang melibatkan akun laba-rugi
cenderung lebih dapat diduga dari pada hubungan yang melibatkan hanya akun neraca,
karena akun laba-rugi mencerminkan transaksi selama satu periode waktu, sementara
akun neraca mencerminkan saldo pada satu titik waktu. Hubungan yang menyangkut
transaksi yang tergantung pada keputusan manajemen kadang-kadang kurang dapat
diduga. Sebagai contoh, manajemen mungkin memilih untuk mengeluarkan biaya
pemeliharaan dari pada mengganti aktiva tetap atau mereka mungkin menunda suatu
pengeluaran klien.
3. Ketersediaan dan keandalan data yang digunakan untuk mengembangkan harapan.
Data mungkin atau tidak mungkin langsung tersedia untuk mengembangkan taksiran bagi
beberapa asersi. Sebagai contoh, untuk menguji asersi kelengkapan, penjualan yang
ditaksir bagi jenis usaha tertentu mungkin dapat dikembangkan dari statistik produksi
atau ukuran tempat penjualan. Bagi jenis usaha lain, data yang relevan untuk asersi
kelengkapan penjualan mungkin tidak langsung tersedia dan mungkin akan lebih efektif
clan efisien untuk menggunakan catatan pengiriman yang rinci dalam menguji asersi
tersebut.
Auditor memperoleh keyakinan dari prosedur analitik berdasarkan atas konsistensi
jumlah yang tercatat dengan harapan yang dikembangkan dari data yang diperoleh dari
sumber lainnya. Keandalan data yang digunakan untuk mengembangkan harapan harus
sesuai dengan tingkat keyakinan yang diinginkan dari prosedur analitik. Auditor harus
menilai keandalan data dengan mempertimbangkan sumber data dan kondisi yang
melingkupi pengumpulan data serta pengetahuan lain yang mungkin dimiliki auditor
mengenai data itu. Faktor berikut ini mempengaruhi pertimbangan auditor terhadap
keandalan data untuk mencapai tujuan audit:
a) Apakah diperoleh dari sumber yang independen di luar entitas atau dari sumber di
dalam entitas.
b) Apakah sumber dari dalam entitas independen dari mereka yang bertanggung jawab
atas jumlah yang diaudit.
c) Apakah data dikembangkan dari sistem yang dapat diandalkan dengan pengendalian
memadai.
d) Apakah data menjadi sasaran pengujian dalam tahun berjalan atau tahun sebelumnya.
e) Apakah harapan dikembangkan dengan memakai data dari berbagai sumber.
4. Ketepatan harapan.
Harapan auditor harus cukup tepat untuk memberikan tingkat keyakinan yang diinginkan
sehingga perbedaan yang mungkin merupakan salah saji yang material, baik secara
individu atau secara kelompok, dengan salah saji lainnya, akan teridentifikasi untuk
diaudit oleh auditor. Ketika harapan menjadi lebih tepat, toleransi perbedaan yang
diharapkan menjadi lebih sempit, sehingga jika terjadi perbedaan yang signifikan antara
hasil prosedur analitik dengan angka sesungguhnya, perbedaan tersebut kemungkinan
besar karena salah saji. Ketepatan harapan tergantung pada, antara lain, identifikasi dan
pertimbangan auditor terhadap faktor-faktor yang secara signifikan mempengaruhi
jumlah yang diaudit dan tingkat kerincian data yang digunakan untuk mengembangkan
harapan.
Banyak faktor yang dapat mempengaruhi hubungan keuangan. Sebagai contoh, penjualan
dipengaruhi oleh harga, volume dan campuran produk. Sebaliknya, masing-masing hal
itu dipengaruhi oleh sejumlah faktor dan faktor yang bertentangan dapat menutupi salah
saji. Identifikasi yang lebih efektif terhadap faktor yang secara signifikan mempengaruhi
hubungan umumnya dibutuhkan sejalan dengan meningkatnya keyakinan yang
diinginkan dari prosedur analitik.
Harapan yang dikembangkan pada tingkat yang rinci biasanya mempunyai kemungkinan
yang lebih besar dalam mendeteksi salah saji jumlah tertentu dari pada perbandingan
secara luas. Jumlah bulanan biasanya akan lebih efektif dari pada jumlah tahunan dan
perbandingan berdasarkan lokasi atau jalur usaha biasanya akan lebih efektif dari pada
membandingkan perusahaan secara keseluruhan. Tingkat kerincian yang cocok akan
dipengaruhi oleh sifat klien, besarnya dan kerumitannya. Umumnya risiko salah saji yang
material menjadi kabur akibat meningkatnya faktor yang bertentangan karena operasi
klien menjadi lebih rumit dan lebih beragam. Penguraian masalah akan membantu
mengurangi risiko ini.
KAPAN PROSEDUR ANALITIS DILAKUKAN
Untuk semua audit laporan keuangan yang dilakukan berdasarkan standar auditing yang
ditetapkan Ikatan Akuntan Indonesia,prosedur analitis wajib dilakukan pada tahap:
1. Perencanaan audit
Tujuan prosedur analitik dalam perencanaan audit adalah untuk membantu dalam
perencanaan sifat, saat, dan lingkup prosedur audit yang akan digunakan untuk
memperoleh bukti saldo akun atau golongan transaksi tertentu.
Penggunaan prosedur analitis dalam tahap perencanaan audit yang efektif meliputi
tahapan-tahapan sistematis berikut ini:
a) Mengidentifikasi perhitungan-perhitungan/perbandingan yang akan dibuat
b) Mengembangkan ekspektasi
c) Melakukan perhitungan-perhitungan/perbandingan-perbandingan.
d) Menganalisis data dan mengidentifikasi perbedaan-perbedaan yang signifikan.
e) Menyelidiki perbedaan signifikan yang tak diharapkan
f) Menentukan pengaruhnya terhadap perencanaan audit.
2. Penyelesaian audit
Tujuan prosedur analitik yang diterapkan dalam tahap review menyeluruh adalah untuk
membantu auditor dalam menilai kesimpulan yang diperoleh dan dalam mengevaluasi
penyajian laporan keuangan secara keseluruhan. Berbagai macam prosedur analitik
mungkin bermanfaat untuk tujuan ini. Review menyeluruh umumnya meliputi
pembacaan laporan keuangan dan catatannya serta mempertimbangkan:
a) Kecukupan bukti yang terkumpul sebagai respon terhadap saldo yang tidak biasa atau
yang tidak diharapkan, yang diidentifikasi pada waktu perencanaan audit atau dalam
pelaksanaan audit, dan
b) Saldo atau hubungan yang tidak biasa atau tidak diharapkan yang sebelumnya tidak
diidentifikasi.
Hasil review menyeluruh dapat menunjukkan bahwa bukti tambahan mungkin
diperlukan
Prosedur analitis yang dilakukan pada tahap pengujian bersifat pilihan (opsional).
Akan tetapi Boynton, Johnson, dan Kell (2002:296) menyarankan untuk merancang
prosedur analitis dalam rangka memperoleh bukti mengenai setiap saldo akun yang
material atau golongan transaksi.
DAFTAR PUSTAKA
http://dhianadhe.at.ua/_ld/0/15_2-Risk_Asessmen.docx
http://estehmanishangatnggakpakegula.blogspot.com/2012/04/konsep-risiko-3-habis-risiko-
audit.html
PSA No. 22 (SA Seksi 329). Prosedur Analitik. Standar Profesional Akuntan Publik.
Jusup, A.H. 2001. Auditing. Yogyakarta: Bagian Penerbitan Sekolah Tinggi Ilmu YKPN.
Boynton, W.C., Johnson, R.N. dan Kell, W.G. 2001. Modern Auditing. Jakarta: Penerbit
Erlangga.