PERAN KELUARGA DALAM PROSES RESOSIALISASI TERHADAP
ANAK BERHADAPAN HUKUM
(Studi Kasus RH di Panti Sosial Marsudi Putra Handayani Jakarta Timur)
SkripsiDiajukan untuk memenuhi persyaratan memperoleh
gelar Sarjana Sosial (S.Sos)
Oleh :
Noor Rachmawaty
NIM : 1113054100036
PROGRAM STUDI KESEJAHTERAAN SOSIAL
FAKULTAS ILMU DAKWAH DAN ILMU KOMUNIKASI
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI (UIN) SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
1439 H / 2018
i
ABSTRAK
Noor Rachmawaty
Peran Keluarga Dalam Proses Resosialisasi Terhadap Anak Berhadapan
Hukum (Studi Kasus RH di Panti Sosial Marsudi Putra Handayani Jakarta
Timur)
Kata Kunci : Peran Keluarga, Anak Berhadapan Hukum.
Peran keluarga dalam kehidupan sosial sangat penting karena keluarga menjadi
elemen yang paling terdekat dalam diri seseorang seperti pembentukan karakter,
pemberiaan keterampilan dan ilmu pengetahuan, serta memberikan contoh dan
teladan yang baik, memberikan kasih sayang, mengontrol prilaku, sebagai tempat
berlindung yang aman, tempat pemenuhan kebutuhan fisik dan emosional dan
pemberian motivasi. Proses resosialisasi Anak Berhadapan Hukum (ABH) sangat
berperan penting sebagai kunci keberhasilan perlindungan anak dalam
mengembalikan kepercayaan dirinya dalam menjalani kehidupan sehari-hari.
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah Pendekatan Kualitatif
dengan metode deskriptif dimana metode ini bertujuan untuk mendeskripsikan secara
rinci, menarik, dan menemukan hal unik yang terjadi di lapangan. Adapun teknik
pengumpulan data yang digunakan yaitu observasi, wawancara dan dokumentasi.
Tujuan penelitian ini untuk mendeskripsikan peran keluarga dalam proses
resosialisasi Anak Berhadapan Hukum (ABH), untuk melihat ketahanan diri klien
ketika selesai di rehabilitasi sosial.Hasil penelitian ini memberikan penjelasan
mengenai peran keluarga dalam proses resosialisasi Anak Berhadapan Hukum
(ABH). Kedua orangtua “RH” pun saat ini lebih memberikan motivasi dan menjaga
agar “RH” mau melanjutkan kehidupannya dan tidak kembali lagi ke lingkungan
pergaulannya yang telah menjerumuskannya. Dan “RH” memiliki keinginan untuk
berubah serta ia juga menyesal telah mengecewakan kedua orangtuanya karena kasus
yang dialaminya.
ii
KATA PENGANTAR
Bismillahirahmanirrahim..
Puji syukur penulis panjatkan hanya kepada Allah SWT yang telah
memberikan rahmat dan juga nikmat yang begitu banyak sehingga dengan ridho-Nya
penulis dapat menyelesaikan skripsi ini yang berjudul “Pe
ran Keluarga Dalam Proses Resosialisasi Terhadap Anak Berhadapan Hukum
(Studi Kasus “RH” di Panti Sosial Marsudi Putra Handayani Jakarta Timur)”
shalawat serta salam senantiasa terlimpah kepada Nabi Muhammad SAW dan
seluruh keluarga, para sahabat dan para pengikutnya.
Dalam kesempatan ini penulis ingin menyampaikan ucapan terima kasih
yang sebesar-besarnya kepada :
1. Bapak Dr. H. Arief Subhan selaku Dekan Fakultas Ilmu Dakwah dan
Ilmu Komunikasi, M.A, Bapak Suparto, M. Ed, Ph. D Selaku Wakil
Dekan I Bidang Akademik, Dr. Roudhonah, M.Ag Selaku Wakil Dekan II
Bidang Administrasi Umum, Serta Dr. H. Suhaimi, M.Si Selaku Wakil
Dekan III Bidang Kemahasiswaan. Semoga selalu diberikan kesehatan
dan Allah melipat- gandakan segala kebaikan yang telah mereka lakukan.
2. Ibu Lisma Dyawati Fuaida, M. Si selaku Ketua Program Studi
Kesejahteraan Sosial dan Ibu Hj. Nunung Khoiriyah, MA selaku
sekretaris Program Studi Kesejahteraan Sosial. terimakasih atas nasihat
dan bimbingannya.
3. Kepada dosen pembimbing saya Ibu Nurkhayati Nurbus, M.Si yang
senantiasa bersabar dan teliti selama membimbing penulis dalam
menyelesaikan skripsi.
4. Seluruh Dosen Program Studi Kesejahteraan Sosial, serta seluruh Dosen
Fakultas Dakwah dan Ilmu Komunikasi yang tidak bisa saya sebutkan
satu persatu namun tidak mengurangi rasa hormat dan terimakasih saya
kepada Bapak dan Ibu.
5. Kepada Panti Sosial Marsudi Putra Handayani Jakarta Timur saya
mengucapkan terimakasih telah menerima penulis dengan tangan terbuka
dan kesempatannya untuk penulis belajar mengenai hal-hal baru.
iii
6. Kepada Maria Josefin Barus selaku supervisi dan pekerja sosial yang
menangani klien penulis selama penulis mengerjakan skripsi.
Terimakasih atas kesabaran, ketelitiaan, bimbingan dan banyak
membantu dalam proses penelitian.
7. Terimakasih kepada keluarga kecil penulis, Mama Rita Kartika S.E dan
Aa Gaeriansyah Wicaksana Idat S.T yang tiada henti memberikan
semangat berupa moril dan materi dan juga kesabaran dalam menampung
keluh kesah penulis dalam menyelesaikan skripsi.
8. Terimakasih kepada Alvian Fikri Delingga yang menjadi penyemangat
penulis untuk melawan rasa malas dan selalu memberikan motivasi
penulis untuk menyelesaikan skripsi.
9. Kepada Himpunan Mahasiswa Jurusan Kesejahteraan Sosial dan keluarga
besar mahasiswa Kesejahteraan Sosial UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
Tidak bisa dipungkiri bahwa penulis lahir disini, dan akan berkembang di
sini. Dedikasikan jiwa ragamu,
Bersama Kita Maju!
10. Kepada teman sehimpun secita HMI Cabang Ciputat khususnya kepada
Himpunan Mahasiswa Islam Komisariat Fakultas Dakwah dan Ilmu
Komunikasi. Teruslah merasa hijau dan kau akan tetap tumbuh, yakinkan
dengan iman, usahakan dengan ilmu, sampaikan dengan amal. Yakin
Usaha Sampai.
11. Terimakasih kepada teman-teman Kesejahteraan Sosial dan FIDKOM
angkatan 2013. Yang selalu memberikan canda, tawa, dan senyum kepada
penulis.
12. Kepada THE RUSAXX, Anindia Prestiawani Rizki S.Sos, Nur Yaumil
Fithroh, Aisyah Perwitasari S.Sos, Elita Noveliyanti S.Sos, Rahmah
Adhawiyah S.Sos, Julia Rahmania dan Deshinta Ria Liany S.Sos.
terimakasih sudah mengajari arti kedewasaan selama di kampus, penulis
yakin dan percaya bahwa tanpa bantuan dan dukungan selama ini, maka
skripsi ini tidak akan sampai pada titik yang sangat membahagiakan ini.
iv
13. Kepada ANAK SURGA, Ladies MTSN3 2010, Laquers Schiebe,
KOHATI KOMFAKDA Periode 2017, KPU UIN JAKARTA Periode
2016, PokokNya Kessos, Para Pembajak Sawah dan Balatentara Kessos.
Selalu memberikan semangat, canda dan tawa kepada penulis.
14. Terimakasih kepada Surya Wijaya S.E yang telah memberikan semangat
dan arahan ketika penulis sedang jenuh.
15. Terimakasih kepada Dua Minion, Dhiya Ulfah dan Gina Fitriani yang
senantiasa memberikan gosip sehingga membuat semangat baru di saat
penulis sedang dilanda kemalasan.
16. Kepada Agung Prasetyo Nugroho, teman seperbimbingan, sepersenior
kessos-an yang selalu sabar tiada henti juga senantiasa menemani dan
memberikan semangat kepada penulis disaat sedang bosan, lelah, malas
dan down.
Penulis menyadari bahwa penyusunan skripsi ini masih jauh dari kata
sempurna baik secara materi maupun penulisannya. Oleh karena itu penulis
masih membutuhkan kritik dan saran yang membangun. Semoga skripsi ini
dapat bermanfaat bagi pembaca.
Jakarta, 03 April 2018
Noor Rachmawaty
v
DAFTAR ISI
ABSTRAK i
KATA PENGANTAR ii
DAFTAR ISI vi
BAB I PENDAHULUAN 1
A. Latar Belakang Masalah 1
B. Pembatasan dan Perumusan Masalah 7
C. Tujuan Penelitian 8
D. Manfaat Penelitian 8
E. Metode Penelitian 9
F. Tinjauan Pustaka 14
G. Sistematika Penulisan 15
BAB II LANDASAN TEORI 17
A. Peran 17
1. Pengertian Peran 17
2. Peran Keluarga 18
3. Pengertian Keluarga 19
4. Tugas dan Fungsi Keluarga 22
B. Resosialisasi 23
1. Pengertian Resosialisasi 23
2. Tujuan Resosialisasi 24
C. Anak Berhadapan Hukum 25
1. Pengertian Anak Berhadapan Hukum 25
2. Penyebab Anak Berhadapan Hukum 27
BAB III GAMBARAN UMUM LEMBAGA 32
A. Sejarah 32
vi
B. Visi dan Misi 34
C. Maksud dan Tujuan 34
D. Tugas Pokok dan Fungsi 35
E. Sasaran dan Garapan 36
F. Struktur Organisasi 39
G. Alur Pelayanan Rehabilitasi Anak Berhadapan
Hukum 40
H. Sumber Daya Manusia 42
I. Sarana dan Prasarana Penerima Manfaat (PM)
Panti Sosial Marsudi Putra Handayani Jakarta Timur 44
J. Penyaluran Anak Berhadapan Hukum 46
K.Gambaran Umum Keluarga “RH” 46
BAB IV ANALISIS DAN TEMUAN 48
A. Profil Informan 48
1. Informan Kepala Bagian Rehabilitasi Sosial 48
2. Informan Pekerja Sosial 49
3. Informan Ayah dan Ibu “RH” 49
4. Informan Klien 50
B. Proses Resosialisasi Anak Berhadapan Hukum 54
C. Peran Keluarga dalam Proses Resosialisasi
Terhadap Anak Berhadapan Hukum 59
BAB V PENUTUP 66
A. Kesimpulan 66
1. Proses Resosialisasi Anak Berhadapan Hukum 66
2. Peran Keluarga 67
B. Saran 69
1. Akademis 69
2. Praktis 69
3. Penelitian Selanjutnya 70
vii
DAFTAR PUSTAKA 71
LAMPIRAN-LAMPIRAN
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Keluarga merupakan media sosialisasi yang pertama dalam proses
kehidupan seseorang, seperti ayah, ibu, adik dan kakak yang tinggal dalam
satu rumah. Melalui lingkungan keluarga, seseorang akan mulai mengenal
pola pergaulan dalam kehidupan sehari-hari. Peran keluarga dalam kehidupan
sosial sangat penting karena keluarga menjadi elemen yang paling terdekat
dalam diri seseorang seperti pembentukan karakter, pemberiaan keterampilan
dan ilmu pengetahuan, serta memberikan contoh dan teladan yang baik,
memberikan kasih sayang, mengontrol prilaku, sebagai tempat berlindung
yang aman, tempat pemenuhan kebutuhan fisik dan emosional dan pemberian
motivasi.
Di keluarga, anak berinteraksi dengan ayah, ibu dan anggota keluarga
lain, dimana anak memperoleh pendidikan informal berupa kebiasaan seperti
tentang cara makan, bertutur kata, bangun pagi, tata cara berpuasa, shalat
subuh dan lain lain. Pendidikan informal dalam keluarga sangat membantu
anak dalam proses pembentukan kepribadiannya.1
Di Indonesia masalah kenakalan remaja telah mencapai tingkat yang
cukup meresahkan bagi masyarakat. Kondisi ini memberi dorongan kuat
kepada pihak-pihak yang bertanggungjawab mengenai masalah ini, seperti
kelompok edukatif di lingkungan sekolah, kelompok hakim dan jaksa
dibidang penyuluhan dan penegakan kehidupan kelompok.Kenakalan remaja
1Abdullah Idi, Sosiologi Pendidikan, Individu, Mayarakat dan Pendidikan, (Jakarta: Rajawali Pers,2011), h. 105
2
dalam studi masalah sosial dapat dikategorikan kedalam perilaku
menyimpang. Dalam perspektif perilaku menyimpang masalah sosial terjadi
karena terdapat penyimpangan perilaku dari beberapa aturan-aturan sosial
ataupun dari nilai norma sosial yang berlaku.2 Masalah kenakalan anak sering
menimbulkan kecemasan sosial karena aksesnya dapat menimbulkan gap
generation sebab anak-anak yang diharapkan sebagai kader-kader penerus
bangsa banyak tergelincir dalam lumpur kehinaan, bagaikan kuncup bunga
yang berguguran sebelum mekar menyerbakkan wangi.3
Perbedaan antara masalah sosial dengan masalah lainnya yaitu masalah
sosial selalu berkaitan dengan nilai-nilai moral pranata-pranata sosial serta ada
keterkaitan dengan hubungan-hubungan manusia itu terwujud.4 Gejala sosial
yang merugikan satu sama lain dimana korban dan pelaku termasuk
masyarakat juga dan gejala sosial ini berada di tengah-tengah masyarakat.5
Tindak kekerasan yang dilakukan oleh anak-anak merupakan perilaku yang
senantiasa berdampak jangka panjang. Di pihak lain, faktor lingkungan,
seperti kemajuan teknologi informasi dan globalisasi yang berkembang pesat
sangat mempengaruhi nilai dan norma yang berlaku dalam individu, keluarga,
dan masyarakat. Perilaku yang tidak melalui jalur yang berlaku berarti telah
menyimpang. Adanya perilaku menyimpang merupakan kegagalan mematuhi
aturan kelompok di masyarakat dan itu menjadi tolak ukur bagi seseorang
2 Suwarniyati Sartono, Pengurangan Sikap Masyarakat terhadap Kenakalan Remaja di DKIJakarta, (Jakarta: Persada, 1985), h.73 Muhammad Rifa’i, Sosiologi Pendidikan, Struktur Dan Interaksi Sosial di Dalam InstitusiPendidikan, (Yogyakarta: AR RUZZ MEDIA, 2016), h.2104 M. Munandar, Ilmu Sosial Dasar Teori & Konsep Ilmu Sosial, (Bandung: PT Refika Aditama,2006), h.6.5 Djoko Prakoso, Peranan Psikologi dalam Pemeriksaan Tersangka Pada Tahap Penyidikan,(Jakarta: Ghalia Indonesia, 1986), h 137.
3
dalam melakukan pranata sosialnya di masyarakat yang dinamakan
penyimpangan perilaku murni.6 Anak juga merupakan generasi penerus
bangsa yang sudah seharusnya diberikan perlindungan penuh oleh negara, hal
tersebut dikarenakan anak merupakan cikal-bakal atau calon-calon pemimpin
masa depan bangsa dan sudah sewajarnya diberikan pendidikan yang baik dan
cukup untuk bekal kehidupannya kelak.
Menurut Undang-undang Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem
Peradilan Pidana Anak, dalam Pasal 1 dijelaskan bahwa Anak yang
Berhadapan dengan Hukum (ABH) adalah anak yang berkonflik dengan
hukum, anak yang menjadi korban tindak pidana, dan anak yang menjadi saksi
tindak pidana.
Kenakalan remaja tidak lagi menjadi masalah sosial yang sederhana
namun sudah meluas bahkan menjadi mengkhawatirkan, seperti :
penyimpangan perilaku pada anak seperti tindak kekerasan, pencurian,
pelecehan seksual, tawuran dan lain-lain yang menyebabkan anak berhadapan
dengan hukum. Dari 103 kasus yang berhasil dikumpulkan di harian Jawa Pos
39,8% diantaranya, menyebutkan bahwa awal mula terjadinya kekerasan
adalah di lingkungan keluarga. Ini berarti bahaya yang mengancam anak-anak
bukan dari orang lain atau penjahat professional lainnya namun dari
keluarganya sendiri. Mereka dalam keadaan yang sangat bingung, goncang,
dan tidak pasti itu dikuasai oleh emosi, karena kemantapan belum ada dan
suasana diluar pun sering pula menyebabkan mereka semakin tidak mampu
menyesesuaikan diri sehingga kegelisahan yang tidak terselesaikan itu
6 Soetomo, Masalah Sosial Dan Upaya Pemecahannya,(Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2010).
4
dikeluarkan melalui bentuk perilaku yang mungkin bisa membahayakan orang
lain seperti merampok, menganiaya, memperkosa, menghisap ganja dan
sebagainya yang menyebabkan dirinya dan orang lain rugi. Ada beberapa
lokasi yang menjadi tempat rawan bagi anak-anak dalam melakukan tindakan
melanggar norma-norma hukum yaitu di jalanan, di sektor perekonomian, di
sekolah, dan di lembaga keagamaan.7
Di Indonesia mengenai Anak Berhadapan Hukum (ABH) menyatakan
bahwa sifat anak dan keadaan psikologisnya ada beberapa hal tertentu yang
membutuhkan perlakuan khusus. Perilaku remaja sangat rentan terhadap
pengaruh lingkungan sekitar, karena remaja mempunyai keinginan kuat
untuk berinteraksi sosial dalam upaya mendapatkan kepercayaan diri
dilingkungannya, sedangkan ia juga mulai memikirkan kehidupan dirinya
sendiri terlepas dari pengawasan dari sekolah dan kedua orangtua. Oleh
karena itu, remaja sangat rentan melakukan kenakalan. Terutama tindakan-
tindakan yang hakikatnya dapat merugikan perkembangan mental maupun
jasmani anak.
7 Bagong Suyanto, Masalah Sosial Anak, (Jakarta: Kencana Prenada Media Grup, 2010), h 67
5
Grafik 1.1 Data kasus Anak Berhadapan dengan Hukum (ABH) tahun 2011-2016
Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) menyatakan, kekerasan
pada anak selalu meningkat setiap tahun seperti pada grafik 1.1. Hasil
pemantauan KPAI dari 2011 sampai 2016, terjadi peningkatan yang signifikan
yaitu pada tahun 2011 terjadi 695 kasus, tahun 2012 terjadi 1.413 kasus, tahun
2013 terjadi 1.428 kasus, tahun 2014 terjadi 2.208 kasus, tahun 2015 terjadi
1.221 kasus, dan tahun 2016 terjadi 1.002 kasus. Total keselurahan Anak
Berhadapan Hukum (ABH) 2011 sampai 2016 sejumlah 7.967 kasus, ini
sangat tinggi sekali angka kriminalitas yang terjadi khususnya diranah anak8.
Seperti pada contoh kasus “RH” yang penulis angkat sebagai objek
dalam penelitian ini,
“Pada sabtu sore “RH” sedang nongkrong dengan temannya sekitar
pukul 17:00, “RH” disamper atau di datangi temannya (“GN”) teman itu
menanyakan kepada “RH” bahwa “ada teman mu yang menjual sabu tidak?”,
8http://www.kemenpppa.go.id/index.php/page/read/30/1260/data-pengaduan-komisi-perlindungan-anak, Di Akses pada (15 Maret 2017), Pukul 11.30 WIB.
0
500
1000
1500
2000
2500
2011 2012 2013 2014 2015 2016
Data Kasus ABH
6
kemudian “GN” minta diantarkan ke rumah AM (penjual sabu) di daerah
rorotan Jakarta utara. Sesampainya di tempat “AM” (penjual sabu) “RH” dan
“GN” menunggu sabu tersebut. Setelah di dapat sabu itu kemudian “RH” di
ajak untuk mengantar barang tersebut ke sebuah POM bensin di dekat warung
nangka pulogebang jakarta timur sekitar pukul 21:00. “RH” ingin di kasih
uang untuk bermain warnet, maka dari itu “RH” ikut untuk mengantar kan
barang tersebut. Sesampainya di pom bensin, “RH” ditangkap oleh pihak
kepolisian polres Jakarta Timur. Kemudian “RH” di BAP di polres Jakarta
Timur lalu di tahan di kantor polres ke esokan harinya “RH” di bawa oleh
pihak penyidik ke Panti Sosial Marsudi Putra Handayani Jakarta Timur
sekitar pukul 13:00 wib.”9
Peran keluarga dalam proses resosialisasi Anak Berhadapan Hukum
(ABH) sangat berperan penting sebagai kunci keberhasilan perlindungan anak
dalam mengembalikan kepercayaan diri nya menjalani kehidupan sehari-hari.
Menurut Undang-undang Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem
Peradilan Pidana Anak, dalam Pasal 1 Ayat 14 dan Ayat 22 disebutkan bahwa
Pekerja Sosial Profesional adalah seseorang yang bekerja, baik dilembaga
pemerintah maupun swasta, yang memiliki kompetensi dan profesi pekerjaan
sosial serta kepedulian dalam pekerjaan sosial yang diperoleh melalui
pendidikan, pelatihan, dan pengalaman praktik pekerjaan sosial untuk
melaksanakan tugas pelayanan dan penanganan masalah sosial anak dan
Lembaga Penyelenggaraan Kesejahteraan Sosial yang selanjutnya disingkat
9 Case record diperoleh dari Bapak Zaenal selaku pekerja sosial yang menangani “RH”, padatanggal 2 November 2017.
7
LPKS adalah lembaga atau tempat pelayanan sosial yang melaksanakan
penyelenggaraan kesejahteraan sosial bagi Anak.10
Berdasarkan fenomena yang terjadi di Indonesia khususnya untuk
Anak Berhadapan Hukum (ABH), peran keluarga sangat penting guna untuk
mempertahankan fungsi sosial dan ketahanan diri anak menjadi yang lebih
baik dan ini salah satu bentuk tanggung jawab keluarga, Penulis melihat
peran keluarga dalam proses pendampingan Anak Berhadapan Hukum (ABH)
sangat berpengaruh dalam upaya pemulihan biopsikososialnya.
Oleh karena itu, bertambahnya peningkatan kasus Anak Berhadapan
Hukum (ABH) yang setiap tahunnya menghalami peningkatan, Penulis
tertarik untuk mengkaji penelitian dengan judul “Peran Keluarga Dalam
Proses Resosialisasi Anak Berhadapan Hukum (Studi Kasus “RH” di
Panti Sosial Marsudi Putra Handayani Jakarta Timur).
B. Pembatasan Dan Perumusan Masalah.
1. Pembatasan Masalah
Pada penelitian ini, penulis membatasi permasalahan yang akan
dibahas dengan tujuan agar tidak terjadinya perluasan materi yang akan
dibahas. Mengingat keterbatasan penulis dalam ilmu pengetahuan, waktu
dan tenaga maka, peneliti membatasi permasalah yang akan dikaji dalam
penelitian adalah Peran Keluarga dalam Proses Resosialisasi Anak
Berhadapan Hukum (ABH) di Panti Sosial Marsudi Putra Handayani
Jakarta Timur.
10 Undang-Undang Republik Indonesia No. 11 Tahun 2012 Tentang Sistem Peradilan PidanaAnak.
8
2. Perumusan Masalah
Dari pembatasan yang sudah dikaji diatas, peneliti dapat
merumuskan pertanyaan dalam penelitian yaitu:
Bagaimana peran keluarga dalam proses resosisalisasi Anak Berhadapan
Hukum (ABH) di Panti Sosial Marsudi Putra Handayani Jakarta Timur.
C. Tujuan Penelitian.
Untuk mendeskripsikan peran keluarga dalam proses resosialisasi
Anak Berhadapan Hukum (ABH).
D. Manfaat Peneliti.
1. Manfaat Akademis
a. Memberikan informasi bagaimana peran keluarga dalam
menangani Anak Berhadapan Hukum (ABH) terutama di bidang
ilmu kesejahteraan sosial yang dilakukan oleh lembaga
kesejahteraan sosial baik lembaga pemerintahan maupun non
pemerintahan.
b. Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi dan
menambah bahan pustaka untuk pengembangan khususnya
pemfokusan mata kuliah di bidang Pekerja Sosial Koreksional
Program Studi Kesejahteraan Sosial.
2. Manfaat Praktis
a. Hasil penelitian ini berharap dapat menjadi masukan penguatan
keluarga akan pentingnya peran orangtua bagi anak dalam
memberikan pendampingan.
9
b. Membantu lembaga sebagai bahan pertimbangan dalam
memberikan tahapan resosialisasi dalam menangani Anak
Berhadapan Hukum (ABH).
E. Metode Penelitian.
1. Pendekatan Penelitian
Untuk mendapat hasil penelitian yang akurat penelitian ini penulis
menggunakan metode kualitatif. Penulis menggunakan ini karena metode
kualitatif bersifat luwes, tidak terlalu rinci, dan memberikan kemungkinan
perubahan fakta-fakta yang lebih mendasar, menarik dan unik ketika
analisis di lapangan, dan juga tidak mendefinisikan suatu konsep.11
Metode deskriptif adalah pencarian fakta dengan interprestasi yang
tepat. Penelitian deskriptif pun mempelajari masalah-masalah dalam
masyarakat serta cara yang berlaku dalam masyarakat secara tertentu
termasuk hubungan, kegiatan-kegiatan, sikap-sikap, pandangan-pandangan
dan proses yang sedang berlangsung dan pengaruh-pengaruh dari suatu
fenomena.12
Penulis memilih menggunakan pendekatan kualitatif dalam
melakukan penelitian dikarenakan agar mendapatkan hasil data yang
akurat dengan digambarkan dan jelas sesuai dengan kondisi yang terjadi di
lapangan.
11 Burhan Bugin, Analisis Data Dan Penelitian Kualitatif, (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada,2003)12 M. Nazir, Metode Penelitian (Jakarta: Ghalia Indonesia. 1998), h.63.
10
2. Sumber Data
Penulis mengacu pada observasi yang dilakukan di Panti Sosial
Marsudi Putra Handayani Jakarta Timur. Penulis mengamati kegiatan
peran keluarga yang berlangsung, buku-buku, website serta jurnal sebagai
referensi daftar pustaka yang menunjang penulis dalam penelitiaan skripsi.
3. Teknik Pengumpulan Data
a. Observasi
Observasi atau pengamatan adalah kegiatan keseharian
manusia dengan menggunakan pancaindra mata sebagai alat bantu
utamanya selain pancaindra lainnya seperti telinga,penciuman,mulut,
dan kulit. Karena itu, observasi adalah kemampuan seseorang untuk
menggunakan pengamatannya melalui hasil kerja panca indra mata
serta dibantu dengan panca indra lainnya.13
Penulis mengacu pada observasi yang dilakukan di lingkungan
keluarga penerima manfaat Panti Sosial Marsudi Putra Handayani
Jakarta Timur. Buku-buku dan website juga membantu penulis dalam
mendapatkan tambahan inspirasi dalam mengkaji skripsi ini.
a. Wawancara
Wawancara adalah berupa percakapan tanya jawab dengan
bertatap muka langsung dari hasil pertanyaan yang di ajukan oleh
penulis secara lisan kepada informan guna mendapatkan data yang
13 Burhan Bungin,Penelitian Kualitatif Komunikasi,Ekonomi,Kebijakan Publik,dan Ilmu SosialLainnya,(Jakarta:Kencana,2011),Edisi kedua,Cetakan ke-5,h.118.
11
konkrit.14 Dalam wawancara yang dilakukan penulis secara
mendalam ini guna untuk menjalin keakraban antara penulis
dengan informan agar lebih mudah mendapatkan data yang di
perlukan oleh penulis. Dalam hal wawancara ini penulis
mengajukan pertanyaan kepada pihak panti, yaitu kepala bagian
rehabilitasi sosial serta pekerja sosial, penerima manfaat “RH”,
“HS” selaku ayah “RH” serta “YH” selaku ibu dari “RH”.
b. Studi Dokumentasi
Mencari data-data tertulis, baik berupa buku, jurnal,
ataupun buku yang menunjang penulis mendapatkan referensi.
Teknik ini di gunakan dengan cara mengkategorisasikan kemudian
mempelajari bahan-bahan yang tertulis lalu mengambil data dan
informasi yang berhubungan dengan masalah penelitian.
4. Teknik Analisis Data
Analisis data adalah proses mencari dan menyusun secara
sistematis data yang diperoleh dari hasil wawancara, catatan lapangan,
dan bahan-bahan lain, sehingga dapat mudah dipahami, dan temuannya
dapat diinformasikan kepada orang lain.15 Dalam melakukan analisis
penelitian data dimana penulis mendapatkan data melalui observasi
dan wawancara mengenai penelitian peran keluarga dalam proses
resosialisasi Anak Berhadapan Hukum (ABH) di Panti Sosial Marsudi
14 Lexi. J. Maleong, Metode Penelitian Kualitatif, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 1999), cetke-10, h.315 Sugiyono, Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif, Dan R&D, (Bandung: CV Alfabeta, 2013),cet ke-19, h.244
12
Putra Handayani Jakarta Timur. Dan deskripsi hasil penelitian ini
dalam bentuk uraian menggunakan metode deskriptif
5. Tempat Dan Waktu Penelitian
a. Tempat Penelitian
Penelitian dilaksanakan di Panti Sosial Marsudi Putra
Handayani yang beralamat Jalan PPA Bambu Apus, Cipayung Jakarta
Timur. 13890.
b. Waktu Penelitian
Penulis melakukan penelitian pada tanggal 01 Agustus 2017
sampai dengan 01 November 2017.
6. Teknik Pemilihan Informan
Teknik yang digunakan dalam memilih informan dalam penelitian
ini menggunakan purposive sampling dimana sampling ini bertujuan untuk
mengambil subjek bukan berdasarkan strata, random, dan daerah tetapi
berdasarkan atas tujuan tertentu dengan segala pertimbangan-
pertimbangan tertentu dari peneliti.16
16 Heribertus B. Sutopo, Metodologi Peneltian Kualitatif: Metodologi penelitian untuk Ilmu-ilmuSosial dan Budaya, (Surakarta: Universitas Sebelas Maret, 1996), h.96
13
Daftar Tabel 1.1
Kerangka Informan
Informasi yang di cari Informan Jumlah
Pelaksanaan Identifikasidan proses assessmentterhadap calon klien.
Kepala Bagian Rehabilitasi SosialPSMP Handayani Jakarta Timur
1
Aktivitas Pekerja SosialDalam PendampinganPenerima Manfaat (PM)
Ibu Maria 1
Kondisi penerima manfaatpada saat berlangsung nyapendampingan.
“RH”(Hasil Rekomendasi dari
Koordinator Pekerja Sosial)
1
Bagaimana peran keluargadalam pendampinganproses resosialisasi
Orang tua Penerima Manfaat 2
TOTAL INFORMAN 5
Dalam penelitian ini penulis mengambil 5 informan yaitu 1 Kepala Bagian
Rehabilitasi Sosial Panti Sosial Marsudi Putra Handayani Jakarta Timur sebagai
penanggung jawab inti kebijakan program rehabilitasi sosial dan penentu
pengambilan keputusan dalam setiap program rehabilitasi, 1 orang Pekerja Sosial
sebagai pendamping penerima manfaat dalam seluruh proses resosialisasi saat
berada di lembaga dan 1 orang penerima manfaat sebagai korban yang terjerat
kasus hukum baik pelaku maupun korban hingga menyebabkan psikososial nya
terguncang dan penulis mengambil sumber informan 2 orang keluarga penerima
manfaat sebagai sumber informasi bagaimana peran keluarga dalam proses
resosialisasi Anak Berhadapan Hukum (ABH) setelah dikembalikan ke keluarga.
Hal ini yang membuat penulis tertarik untuk melakukan penelitian di Panti Sosial
Marsudi Putra Handayani Jakarta Timur
14
F. Tinjauan Pustaka.
Sebelum mengadakan penelitian lebih lanjut, penulis mengadakan
suatu kajian kepustakaan agar memudahkan penulis dalam meneliti dan
menghindari adanya kesamaan judul. Penulis menemukan beberapa literatur
terkait pada persoalan pada skripsi yang berjudul :
Nama : Sonia Pratiwi Mubaraq
Universitas : Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta/
Program Studi Kesejahteraan Sosial Tahun 2015.
Judul Skripsi : Peran Pekerja Sosial dalam Proses Resosialisasi Anak Yang
Berhadapan Hukum (Studi Kasus Penerima Manfaat Di
Panti Sosial Marsudi Putra Handayani Jakarta Timur).
Isi Skripsi : Dalam Skripsi Sonia Pratiwi Mubaraq membahas tentang
peran pekerja sosial dalam proses pra resosialisasi nya
walaupun didalam skripsi ini sama-sama membahas tentang
resosialisasi, ada perbedaan tentang fokus yang dikaji oleh
penulis. Perbedaannya terletak disubjek yakni, penulis
mengkaji bagaimana proses peran keluarga dalam proses
resosialisasi Anak Berhadapan Hukum (ABH).
Nama : Arifin Puguh Waskitho
Universitas : Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Kusuma Husada Surakarta /
Program Studi Keperawatan Tahun 2015.
Judul Skripsi : Peran Keluarga Terhadap Proses Penyembuhan Pasien
Perilaku Kekerasan di Panti Rehabilitasi Mental Wisma
15
Budi Makarti Boyolali.
Isi Skripsi : Dalam skripsi Arifin Puguh Waskitho membagas tentang
peran keluarga terhadap proses penyembuhan pasien
perilaku kekerasan. Walaupun skripsi ini sama-sama
membahas tentang peran keluarga, namun yang
membedakan terletak pada objek, yakni penulis mengkaji
bagaimana proses resosialisasi saat anak sudah selesai
menjalani rehabilitasi di panti.
G. Sistematika Penulisan.
Dalam sistematika penulisan ini penulis mengunakan Pedoman
Penulisan Karya Ilmiah (Skripsi, Tesis dan Disertasi) yang diterbitkan
CeQda (Center for Quality Development and Assurance) Universitas Islam
Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta sebagai pedoman penulisan
skripsi ini.
BAB I :Pendahuluan yang meliputi: latar belakang masalah, pembatasan
dan perumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian,
metodologi penelitian, dan sistematika penulisan.
BAB II : Landasan Teori, meliputi: Pengertian Peran Keluarga, Tugas dan
Fungsi Keluarga, Pengertian dan Tujuan Resosialisasi,
Pengertian Anak Berhadapan Hukum (ABH) dan Penyebab
Anak Berhadapan Hukum (ABH).
BAB III : Gambaran Umum Panti Sosial Marsudi Putra Handayani Jakarta
Timur. Meliputi: Sejarah, Visi Dan Misi, Maksud dan Tujuan,
16
Tugas Pokok dan Fungsi, Sasaran dan Garapan, Struktur
Organisasi, Alur Pelayanan Rehabilitasi Anak Berhadapan
Hukum (ABH), Sumber Daya Manusia, Sarana dan Prasarana
Penerima Manfaat (PM) Panti Sosial Marsudi Putra Handayani
Jakarta Timur, Penyaluran Anak Berhadapan Hukum (ABH).
BAB IV : Hasil Temuan Analisa Peneliti, meliputi: hasil wawancara
tentang bagaimana peran keluarga dalam proses resosialisasi
Anak Berhadapan Hukum (ABH) dan hasil wawancara proses
pendampingan hukum Anak Berhadapan Hukum (ABH) di
Panti Sosial Marsudi Putra Handayani Jakarta Timur.
BAB V : Penutup, meliputi: Kesimpulan, dan Saran.
17
BAB II
LANDASAN TEORI
A. Peran
1. Pengertian Peran
Menurut (Gross, Mason dan A.W.MC, 1995) sebagaimana
yang dikutip oleh David Barry mendefinisikan peran adalah perangkat
harapan-harapan yang dikenakan individu yang menempati kedudukan
sosial tertentu.17 Peranan meliputi norma-norma yang dihubungkan
dengan posisi dalam masyarakat dan juga dapat dikatakan sebagai
perilaku individu yang penting bagi struktur sosial masyarakat.18
Seseorang dapat dikatakan berperan atau memiliki peran
karena seseorang tersebut mempunyai status didalam masyarakat,
keluarga dan sebagainya, walaupun kedudukan ini berbeda-beda antara
satu orang dengan orang lain, akan tetapi masing-masing diri memiliki
peran yang sesuai dengan statusnya. Tentunya peran tersebut tidak
dapat dipisahkan dengan status (kedudukan), walaupun keduanya
berbeda, akan tetapi saling berhubungan antara satu sama lainnya.
Berdasarkan pengertian peranan di atas, dapat disimpulkan
bahwa peranan adalah perilaku individu sebagai kewajiban yang harus
dilaksanakan karena status dan kedudukannya dalam wadah organisasi
17 N. Gross W.S. Mason and A.W. Mc Eachern, Exploritations Role Analysis, dalam David Berry,Pokok-pokok Pikiran Dalam Sosiologi, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 1995), Cet. Ke 3, h. 9918 Soerjono Soekanto, Sosiologi Suatu Pengantar, (Jakarta:PT Raja Grafindo Persada, 1999, h. 268
18
masyarakat. Peranan yang dimaksud dalam hal ini menekankan pada
unsur kewajiban dan tanggung-jawab.
2. Peran Keluarga
Berbagai peranan yang terdapat didalam keluarga menurut
(Nasrul Effendy, 1998) hal 34 adalah sebagai berikut :19
a. Peran ayah adalah sebagai suami dari istri dan anak-anak
berperan sebagai pencari nafkah, pendidik, pelindung, pemberi
rasa aman dan sebagai kepala keluarga, sebagai anggota dari
kelompok sosialnya serta sebagai anggota masyarakat dari
lingkungannya.
b. Peran ibu adalah sebagai istri dan ibu dari anak-anaknya. Ibu
mempunyai peranan untuk mengurus rumah tangga sebagai
pengasuh dan pendidik anak-anaknya, pelindung dan sebagai
salah satu kelompok dari peranan sosialnya serta sebagai
anggota masyarakat dari lingkungannya, disamping itu juga ibu
dapat berperan sebagai pencari nafkah tambahan dalam
keluarganya.
c. Peran anak yaitu Anak – anak melaksanakan peranan
psikososial sesuai dengan tingkat perkembangannya baik fisik,
mental, sosial dan spiritual.
19 Nasrul Effendy, Dasar-dasar kesehatan masyarakat, (Jakarta: Kedokteran EGC, 1998).h. 34
19
d. Keluarga berperan penting untuk tumbuh kembangnya seorang
anak baik secara rohani maupun fisik. Berikut penjelasan
pengertian keluarga, tugas dan fungsi nya :
3. Pengertian Keluarga
Keluarga adalah rumah tangga yang memiliki hubungan darah
atau perkawinan yang menyediakan terselenggaranya fungsi-fungsi
instrumental mendasar dan fungsi-fungsi ekspresif keluarga bagi
para anggotanya yang berada dalam suatu jaringan.20 Keluarga
merupakan unit terkecil dalam masyarakat yang menurut tipenya
terbagi atas dua yaitu keluarga batih yang merupakan satuan
keluarga yang terkecil yang terdiri atas ayah, ibu, serta anak
nuclear family dan keluarga luas extended family.21
Keluarga yang umumnya terdiri dari ayah, ibu dan anak akan
menjadi keluarga yang baik, serasi dan nyaman didalam keluarga
tersebut terdapat hubungan timbal balik yang seimbang antara semua
pihak. Hal tersebut digambarkan dibagan berikut ini :
Dari bagan di atas dapat dijelaskan dalam sebuah keluarga, pola
hubungan tranaktif (tiga arah) antara ibu, ayah dan anak sangat
20 Sri Lestari, Psikologi Keluarga, (Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2012), h. 621 William J.Goode, Sosiologi Keluarga. (Jakarta: Bumi Aksara, 2004), h. 11.
Ibu
Anak Ayah
20
diperlukan. Oleh karena itu, suasana hidup dalam keluarga sangat
berpengaruh terhadap pembentukan karakter anak pada fase
kehidupan selanjutnya.
Peran orang tua dalam mendidik anak sangat besar pengaruhnya
dalam proses perkembangan anak meskipun, perlu didukung oleh
lembaga-lembaga sosial seperti sekolah dan juga lingkungan. Begitu
juga sikap suami terhadap istri dan sebaliknya, sangat berpengaruh
dalam pendidikan di keluarga, karena hal ini akan dapat
mempengaruhi karakteristik atau perilaku anak. Keberhasilan seorang
anak, sangat ditentukan oleh keluarga, karena di situlah anak pertama
mendapat pendidikan.22
Menurut (Wirawan, 1992) konflik dalam keluarga akan tetap ada
karena manusia tidak akan pernah lepas dari masalah, antara lain:23
a. Kurangnya kemampuan berinteraksi antar pribadi dalam
menanggulangi masalah dalam usahanya untuk menghadapi masa
transisi dan krisis, banyak keluarga kesulitan menanggulangi
masalah karena kurangnya pengetahuan, kemampuan dan
fleksibilitas untuk berubah. Hal ini disebabkan karena masing-
masing mengalami kesulitan beradaptasi yang menghalangi
penyesuaian kembali dengan situasi yang baru.
22 Darosy Endah Hyoscyamina, Jurnal Peran Keluarga Dalam Membangun Karakter Anak,(Universitas Diponogoro, 2011).23 Darosy Endah Hyoscyamina, Jurnal Peran Keluarga Dalam Membangun Karakter Anak,(Universitas Diponogoro, 2011).
21
b. Kurangnya komitmen terhadap keluarga menjadi sangat sulit untuk
membangun kebersamaan keluarga dan menangani masalah jika
satu atau lebih dari anggota keluarga tidak mempunyai keinginan
atau waktu untuk terlibat dalam menyelesaikan masalah keluarga.
c. Peran yang kurang jelas dan kaku dari anggota keluarga setiap
keluarga menetapkan peran masing-masing anggotanya dan harus
fleksibel jangan kaku.
d. Kurangnya kestabilan menghadapi lingkungan masalah-masalah
yang terjadi dalam keluarga kerap kali berasal dari luar rumah,
adanya campur tangan dari keluarga besar dan orang-orang lain
yang dapat mengganggu kestabilan keluarga.
e. Tidak lancarnya komunikasi dalam keluarga sehingga
permasalahan yang muncul tidak dapat dibicarakan dan dicari jalan
keluar terbaik.
Dalam bukunya Social Structure, (Murdock, 1965) menguraikan
bahwa keluarga merupakan kelompok sosial yang memiliki
karakteristik tinggal bersama, terdapat kerjasama ekonomi dan
terjadinya proses reproduksi.24
24 Sri Lestari, Psikologi Keluarga, (Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2012), h. 3
22
Dari segi keberadaan anggota keluarga, maka keluarga dapat
dibedakan menjadi dua yaitu : 25
a. Keluarga inti adalah keluarga yang didalamnya hanya
terdapat tiga posisi sosial yaitu ayah, ibu dan anak. Struktur
keluarga tersebut menjadikan keluarga inti sebagai orientasi
yang baik bagi anak dan orangtua menjadi prokreasi karena
keluarga inti terbentuk setelah sepasang laki-laki dan
perempuan menikah dan memiliki anak.
b. Keluarga batih adalah keluarga yang didalamnya
menyertakan posisi lain selain ketiga posisi diatas dan
terdiri dari ayah, ibu dan anak yang belum menikah.
Keluarga batih merupakan wadah dimana manusia
mengalami proses sosialisasi awal, yaitu suatu proses
dimana manusia mempelajari dan mematuhi kaidah-kaidah
dan nilai-nilai yang berlaku dalam masyarakat.
4. Tugas dan Fungsi Keluarga
Menurut (Berns, 2004) keluarga memiliki 5 (lima) fungsi dasar,
yaitu :26
a. Reproduksi yaitu kelurga memiliki tugas untuk
mempertahankan populasi yang ada didalam masyarakat.
25 Sri Lestari, Psikologi Keluarga, (Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2012), h. 926 Sri Lestari, Psikologi Keluarga, (Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2012), h. 22
23
b. Sosialisasi yaitu keluarga menjadi sarana untuk transmisi
nilai, keyakinan, sikap, pengetahuan, keterampilan dan
teknik dari generasi sebelumnya ke generasi yang lebih
muda.
c. Penugasan peran sosial yaitu keluarga memberikan
identitas pada para anggotanya seperti ras, etnik, religi,
sosial ekonomi dan peran gender.
d. Dukungan ekonomi yaitu keluarga menyediakan tempat
berlindung makanan dan jaminan kehidupan.
e. Dukungan emosi yaitu keluarga memberikan pengalaman
interaksi sosial yang pertama bagi anak yang bersifat
mendalam, mengasuh dan berdaya tahan sehingga
memberikan rasa aman pada anak.
B. Resosialisasi.
Resosialisasi sebagai kunci keberhasilan dari rehabilitasi. Oleh karena
itu resosialisasi berperan penting untuk mengembalikan keberfungsiaan
sosial seorang Penyandang Masalah Kesejahteraan Sosial (PMKS).
Berikut penjelasan pengertian berikut tujuannya :
24
1. Pengertian Resosialisasi
Resosialisasi adalah satu bentuk sosialisasi sekunder yang sering
dijumpai dalam masyarakat yang didahului dengan proses
desosialisasi, dalam proses resosialisasi seseorang diberi jati diri yang
baru.27
Berdasarkan pengertian diatas resosialisasi merupakan suatu proses
belajar kembali tentang nilai, norma, bahasa, keterampilan dan sebagainya
untuk dapat diterima dalam masyarakat dimana mereka berada, dalam hal
ini yang menjadi fokus adalah resosialisasi penerima manfaat yang sudah
selesai di rehabilitasi di Panti Sosial Marsudi Putra Handayani Jakarta
Timur sebagai proses mempersiapkan pemulihan kesatuan hubungan
hidup dan penghidupan dirinya dengan masyarakat yang normal.
2. Tujuan Resosialisasi
Menurut (Suparlan,1990) menyebutkan bahwa resosialisasi segala
upaya yang bertujuan untuk :
a. Mempersiapkan para penyandang masalah kesejahteraan sosial agar
mampu berintegrasi dalam kehidupan bermasyarakat.
b. Mempersiapkan masyarakat agar menerima kehadiran dan memperlakukan
bekas penyandang masalah kesejahteraan sosial secara wajar.
c. Menyalurkan para bekas penyandang masalah kesejahteran sosial ke
sektor-sektor pendidikan, usaha produktif dan atau lapangan kerja. Proses
27 Kamanto Sunarto, Pengantar Sosiologi, (Jakarta: Lembaga Penerbit Fakultas Ekonomi,Universitas Indonesia, 2004), h. 29
25
mempersiapkan resosialisasi, narapidana dibina dan mendapatkan
perhatian dari Lembaga Pemasyarakatan atau panti rehabilitasi sosial yaitu
pengupayaan yang bertujuan memperbaiki mental dengan cara
memberikan tuntunan kualitas ketakwaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa,
intelektual, sikap dan perilaku, kesehatan jasmani dan rohani selama
narapidana tersebut menjalani masa pemidanaannya di dalam Lembaga
Pemasyarakatan. Sehingga dalam proses mempersiapkan resosialisasi,
Lembaga Pemasyarakatan harus dapat mengembalikan rasa percaya diri
penerima manfaat, agar kelak setelah bebas penerima manfaat tersebut
sanggup mempertanggungjawabkan semua tindakan dan perilaku dalam
kehidupan bermasyarakat tanpa adanya rasa rendah diri karena dianggap
warga masyarakat yang pernah bermasalah.28
C. Anak Berhadapan Hukum (ABH).
Di era globalisasi yang makin berkembang ini, angka kenakalan
remaja setiap tahun semakin meningkat. Oleh karena itu perlu ada nya
pengawasan yang ketat dari orangtua. Berikut penjelasan pengertian Anak
Berhadapan Hukum dan penyebab nya :
1. Pengertian Anak Berhadapan Hukum (ABH).
Anak nakal ialah anak yang melakukan pidana. Anak yang
melakukan perbuatan yang dinyatakan terlarang bagi anak, baik
menurut peraturan perundang-undangan maupun menurut peraturan
hukum lain yang hidup dan berlaku dalam masyarakat yang
28 Skripsi Rini Sekar Respati, Peranan Lembaga Pemasyarakatan Dalam MempersiapkanResosialisasi Narapidana Di Lembaga Pemasyarakatan Pemuda Plantungan Kendal, h. 21
26
bersangkutan.29 Anak Berhadapan Hukum (ABH) adalah anak yang
berkonflik dengan hukum, anak yang menjadi korban tindak pidana
dan anak yang menjadi saksi pidana yang telah berumur 12 tahun
tetapi belum berumur 18 tahun yang diduga melakukan tindak
pidana.30
Menurut (Romli Atmasasmita, 2013) Juvenile delinquency adalah
setiap perbuatan atau tingkah laku seseorang dibawah umur 18 tahun
dan belum kawin yang merupakan pelanggaran terhadap norma-norma
hukum yang berlaku serta dapat membahayakan perkembangan pribadi
anak yang bersangkutan.31Juvenile delinquency (kenakalan remaja)
bukan hanya merupakan perbuatan yang melawan hukum semata akan
tetapi termasuk pada perbuatan yang melanggar norma-norma
masyarakat. Perilaku menyimpang merupakan perilaku yang
melanggar aturan yang sederhana yang dilabel menyimpang oleh orang
yang memiliki kekuasaan.32
Adapun teori-teori yang berpendapat tentang kenakalan remaja
atau penyimpangan :33
a. Teori labelling adalah teori prosesual yang berkonsentrasi pada
aspek psikologi sosial dari penyimpangan pada individu dan
kelompok-kelompok kecil. Perspektif labelling ini tidak
29 Hidayat bunadi, Pemidanaan dan Pertanggungjawaban Anak di Bawah Umur, (Bandung:PTAlumni, 2010), h 75.30 Pusat Pelayanan Terpadu Pemberdayaan Perempuan dan Anak Provinsi Jakarta, Penangan AnakBerhadapan Hukum, (Jakarta: Pusat Pelayanan Terpadu Pemberdayaan Perempuan dan Anak,2015), h. 331 M. Nasir Djamil, Anak Bukan Untuk Dihukum, (Jakarta : Sinar Grafika, 2013), h. 3532 Amrizal Siagian, Pengantar Studi Kriminologi, (Jakarta : UIN Jakarta Press, 2013), h.2733 Jookie. M.S. Siahaan, Sosiologi Perilaku Menyimpang, (Universitas Terbuka, KementeriaanPendidikan Nasional, 2010), h.3.3
27
bermaksud menerangkan mengapa seseorang melakukan
penyimpangan tetapi teori ini menekankan pentingnya definisi
sosial dan sanksi sosial negatif yang mendorong seseorang
melakukan perilaku yang lebih menyimpang.
b. Teori pengendalian sosial adalah penyimpangan terjadi karena
hilangnya pengendalian sosial. Teori pengendalian sosial
mengasumsikan bahwa setiap orang termotivasi untuk
melakukan perbuatan kriminal dan tidak diperlukan penjelasan
tentang motivasi itu untuk menjelaskan penyimpangan.
Manusia secara alamiah merupakan makhluk egoisentris yang
memenuhi kebutuhan mereka dengan cara termudah yang
tersedia, dan menghilangnya pengendalian sosial membuat
pertahanan diri seseorang terjadi lebih menyimpang.
c. Teori konflik adalah perilaku menyimpang yang bertentangan
dengan kepentingan kelompok-kelompok masyarakat yang
memiliki kekuasaan untuk memotong opini publik dan
kebijakan sosial.
2. Penyebab Anak Berhadapan Hukum (ABH).
Faktor Intern, yaitu dimana faktor kejahatan atau kenakalan yang
berasal dari kemampuan fisik dan moral anak itu sendiri, seperti:
1) Faktor pembawaan sejak lahir atau keturunan yang bersifat
biologis, mislanya: cacat fisik, cacat mental dan
sebagainya.
28
2) Pembawaan sifat dan watak yang negatif yang sulit
diarahkan dengan baik, misalnya: terlalu nakal, keras
kepala.
3) Jiwa anak yang terlalu masih labil, misalnya: kekanak-
kanakan, manja. Perkembangan jiwa anak selalu mengikuti
perkembangan fisik anak itu sendiri.
4) Tingkat intelegensi yang kurang menguntungkan, misalnya:
berfikir lamban atau kurang cerdas.
5) Kurangnya tingkat pendidikan anak baik dari visi agama
maupun ilmu pengetahuan.
6) Pemenuhan kebutuhan pokok yang tidak seimbang dengan
keinginan anak.
7) Tidak memiliki bakat dan hobi yang jelas dan kuat
sehingga mudah dipengaruhi oleh hal-hal yang negatif.
8) Tingkatan usia yang masih rendah, misalnya masih usia 7
tahun sudah diminta pertanggungjawaban hukum, tentang
pengadilan anak.
Faktor ekstern, yaitu faktor yang tidak kalah pentingnya
dengan faktor intern karena hal ini disebabkan jiwa anak yang
masih labil dan mudah dipengaruhi faktor ekstern. Faktor ini
berasal dari lingkungan orang tua dan lingkungan sekitar, seperti:
1) Cinta kasih orang tua yang kurang harmonis.
2) Kemampuan ekonomi yang tidak menunjang.
29
3) Kesalahan pendidikan yang diterapkan orang tua terhadap
anak baik dalam pendidikan keluarga, formal maupun
masyarakat dan akibat dari rendahnya tingkat pendidikan orang
tua
4) Orang tua yang terlalu otoriter, berbicara kasar, selalu marah-
marah, membentak-bentak dan menganggap orang tua sebagai
subjek dan sentral dari segalanya, sementara anak hanya
dianggap sebagai objek dalam memecahkan permasalahan
keluarga. Pendekatan demokratis ini dapat membuat anak
menjadi cengeng, depresi, jengkel,nekad dan akhirnya menjadi
nakal.
5) Kurangnya sosok keteladanan yang baik dari orang tua dalam
mendidik dan membimbing anak termasuk tingkat kejujuran
dan kedisiplinan orang tua itu sendiri.
6) Lingkungan rumah yang kurang menguntungkan bagi anak,
misalnya: di rumah yang terlalu sempit, berada di tempat yang
kumuh, berdekatan dengan tempat perjudian, berdekatan
dengan tempat keramaian, berada di lingkungan anak-anak
nakal, tidak ada tempat ibadah yang memadai dan tidak adanya
sarana yang sehat untuk menampung bakat dan prestasi anak.
7) Bergaul dengan teman yang melakukan penyimpangan sosial.34
34 Hidayat bunadi, Pemidanaan dan Pertanggungjawaban Anak di Bawah Umur, (Bandung:PTAlumni, 2010), h 81
30
Menurut (Hurlock EB, 2002) dalam bukunya Sarwono SW yang
berjudul Psikologi Remaja, tipe-tipe kenakalan dibagi menjadi :35
1) Kenakalan remaja terisolir yaitu merupakan kelompok
terbesar dari kenakalan remaja dan merupakan kelompok
mayoritas. Anak yang dibesarkan dalam keluarga tanpa
mendapatkan supervisi dan latihan kedisiplinan yang
teratur, sehingga akibatnya anak tidak sanggup
meninternalisasikan norma hidup dan tidak mendapatkan
kasih sayang dari orangtua sehingga merasa diabaikan.
Mereka akan mencari pengakuan kasih sayang yang tidak
didapatkan dari orangtua dengan bergabung ke kelompok
yang membuat dirinya diakui. Kenakalan yang dilakukan
anak yang tergolong tipe ini dilakukan secara bersama-sama
dan jarang dilakukan secara individual.
2) Kenakalan remaja neourotik yaitu kenakalan yang
menderita gangguan kejiwaan cukup serius seperti
kecemasan, merasa selalu tidak aman, tersudut dan
terpojok. Kenakalan yang dilakukan merupakan ekspresi
dari konflik batin yang tidak terselesaikan. Kenakalan tipe
ini berasa dari keluarga menengah yang kondisi sosial
ekonominya cukup baik tetapi keluarganya mereka
mengalami banyak ketegangan emosional yang parah.hal
ini berimbas kepada anak yang tidak terurus dan biasa
35 Sarwono, S.W, Psikologi Remaja, (Jakarta:Raja Grafindo Persada, 2002), h. 65
31
melihat ketegangan emosi dari kecil yang membuat
kejiwaan anak terganggu. Kenakalan tipe neurotik ini
melakukan kenakalannya seorang diri misalnya
memperkosa.
3) Kenakalan remaja psikopatik yaitu anak yang berasal dan
dibesarkan dari lingkungan yang ekstrim, brutal, dikelilingi
banyak pertikaian keluarga dan selalu menyiakan anak-
anaknya. Kenakalan remaja pada tipe ini pada tahap serius
karena mengarah kepada kriminal dan sadisme. Kenakalan
ini dipicu adanya prilaku turunan atau tingkah laku orangtya
yang berbuat sadis sehingga anaknya cendeurung meniru.
Bentuk kenakalannya majemuk tergantuk pada suasana
hatinya yang kacau dan tidak dapat diduga misalnya mereka
residivis yang berulangkali masuk penjara dan sulit untuk
diperbaiki.
32
BAB III
GAMBARAN UMUM LEMBAGA
A. Sejarah Panti Sosial Marsudi Putra Handayani Jakarta Timur.
Berawal pada tahun 1957, dimana semakin maraknya permasalahan
cross boys dan cross girls di masyarakat mendorong departemen sosial
mendirikan suatu camp yang bernama Pilot Proyek Karang Taruna Marga
Guna dengan Surat Keputusan Kepala Jawatan Pekerjaan Sosial Nomor :
3/BUL-DJPS-A/62 yang diresmikan pada tanggal 21 Desember 1959.
Selanjutnya melalui Surat Keputusan Menteri Sosial No. HUK 3-2-
49/4479 tanggal 30 Oktober 1965 ditetapkan menjadi Pilot Proyek Taruna
Loka Marga Guna. Pilot proyek ini terdiri dari taman rekreasi sehat anak-
anak dwikora, rumah observasi untuk anak-anak tuna sosial, rumah
pendidikan dan latihan kerja untuk anak anak drop out serta usaha
kesejahteraan wanita.
Pada periode berikutnya dikeluarkan Surat Keputusan Menteri
Sosial No. HUK 3-1-48/144 tanggal 7 Oktober 1968 yang menetapkan
proyek tersebut menjadi Panti Pendidikan Anak Tuna Sosial Wisma
Handayani, Rumah Pendidikan dan Latihan Kerja Anak-anak Drop Out,
Sanggar Rekreasi Sehat Ade Irma Suryani, Pusat Perkemahan Remaja dari
Jakarta dan sekitarnya, Kursus-kursus dan Upgrading petugas Direktorat
Jenderal Kesejahteraan Anak, Keluarga dan Masyarakat Departemen
Sosial.
33
Melalui rapat dinas staf Direktorat Kesejahteraan Anak dan Taruna
dengan staf Pilot Proyek Taruna Loka Marga Guna tanggal 18 Oktober, 30
Oktober dan 5 November 1971 dihasilkan suatu keputusan bahwa mulai
tanggal 1 Desember 1971 kegiatan proyek tersebut menjadi Panti
Pendidikan Anak Tuna Sosial Wisma Handayani sebagai kegiatan pokok
dan Pelayanan Umum sebagai kegiatan suplementer. Terbitnya Surat
Keputusan Menteri Sosial Nomor 10 Tahun 1975 yang salah satunya
melahirkan Direktorat Rehabilitasi Tuna Sosial di dalam Direktorat
Jenderal Rehabilitasi dan Pelayanan Sosial Departemen Sosial, maka nama
Panti Pendidikan Anak Tuna Sosial dirubah menjadi Panti Rehabilitasi
Sosial Anak Nakal Wisma Handayani. Tahun 1983 secara resmi Panti
Rehabilitasi Sosial Anak Nakal Wisma Handayani dialihkan statusnya dari
pengolahan Direktorat Rehabilitasi Tuna Sosial menjadi salah satu Unit
Pelaksana Teknis Kantor Wilayah Departemen Sosial DKI Jakarta.
Pada tahapan terakhir, melalui Surat Keputusan Direktur Jenderal
Bina Rehabilitasi Sosial Departemen Sosial RI Nomor:
06/KEP/BRS/IV/1994 tanggal 1 April 1994 tentang pembakuan penamaan
panti atau sasana Panti Rehabilitasi Anak Nakal Wisma Handayani
berubah menjadi Panti Sosial Marsudi Putra (PSMP) Handayani. Sejak
berdiri tahun 1968 hingga tahun 2017, Panti Sosial Marsudi Putra
Handayani telah menangani lebih dari 1800 anak yang mengalami
penyimpangan perilaku, terutama penyimpangan terhadap nilai dan norma
yang berlaku baik yang masuk ke dalam kategori anak nakal dan anak
yang berhadapan dengan hukum (ABH).
34
B. Visi Dan Misi.
Visi:
Mitra terbaik dalam rehabilitasi sosial Anak Berhadapan Hukum (ABH).
Misi:
Memberikan pelayanan sosial secara profesional.
Meningkatkan sumber daya manusia yang profesional.
Menjadi kajian dan model percontohan penanganan Anak Berhadapan
Hukum (ABH).
Mengembangkan jejaring sosial.
Memberdayakan ABH, Keluarga, Masyarakat dan Organisasi Masyarakat
C. Maksud Dan Tujuan.
Dalam mengemban amanat Undang-Undang Dasar 1945 dan untuk
memajukan kesejahteraan umum, Kementerian Sosial Republik Indonesia
berdiri sebagai leading sektor dalam mengemban Usaha Kesejahteraan
Sosial. Pengembangan tersebut diimplementasikan pada berbagai upaya
untuk mengatasi permasalahan sosial yang ada serta mengembangkan
kapasitas sosial masyarakat.
Panti sosial Marsudi Putra Handayani Jakarta Timur adalah salah satu
unit pelaksana teknis (UPT) yang menangani permasalahan Anak
Berhadapan Hukum (ABH) dan anak yang membutuhkan perlindungan
khusus, dengan maksud antara lain :
35
1. Memulihkan kondisi psikologis dan kondisi sosial serta fungsi
sosial anak sehingga mereka dapat hidup, tumbuh dan berkembang
secara wajar di masyarakat serta menjadi sumber daya manusia
yang berguna, produktif, berkualitas dan berakhlak mulia.
2. Menghilangkan label dan stigma negatif masyarakat terhadap anak
yang menghambat tumbuh kembang mereka untuk berpartisipasi
dalam hidup dan di dalam kehidupan bermasyarakat.
3. Menemukan lingkungan, situasi kehidupan yang mendukung
keberfungsian sosial dan mencegah terulangnya kembali
permasalahan yang pernah di hadapi oleh anak.
D. Tugas Pokok Dan Fungsi.
Panti Sosial Marsudi Putra Handayani adalah salah satu alternatif dari
sekian banyak lembaga pemerintah maupun swasta yang memberikan
pelayanan sosial kepada anak yang mengalami gangguan perilaku dan emosi.
Dalam peraturan Menteri Sosial RI Nomor 106/HUK/2009 tentang struktur
organisasi panti sosial di lingkungan kementerian sosial ditetapkan bahwa
panti sosial adalah unit pelaksana teknis di lingkungan kementerian sosial
yang berada dibawah dan bertanggung jawab langsung kepada direktorat
jenderal rehabilitasi sosial. Tugas pokok dan fungsinya adalah memberikan
bimbingan, pelayanan dan rehabilitasi sosial yang bersifat preventif, kuratif,
rehabilitif, promotif dalam bentuk bimbingan fisik, mental, sosial dan
pelatihan keterampilan, resosialisasi dan bimbingan lanjut bagi anak nakal
agar mampu mandiri dan berperan aktif dalam kehidupan masyarakat serta
pengkajian dan penyiapan standar pelayanan dan rujukan.
36
Kementerian Sosial Republik Indonesia menjabarkan peran, fungsi dan
tugas panti sosial percontohan sebagai berikut:
1. Sebagai pusat pelayanan kesejahteraan sosial, fungsi dan tugasnya adalah:
a. Mengunggah, meningkatkan, mengembangkan kesadaran sosial,
tanggung jawab sosial, prakarsa dan peran serta perorangan, kelompok
dan masyarakat.
b. Penyembuhan dan pemulihan sosial.
c. Penyantunan dan penyediaan bantuan sosial.
2. Sebagai pusat informasi masalah kesejahteraan sosial, fungsi dan tugasnya
adalah:
a. Menyiapkan dan menyebarluaskan informasi tentang masalah
kesejahteraan sosial.
b. Menyelenggarakan konsultasi sosial bagi masyarakat.
3. Sebagai pusat pengembangan kesejahteraan sosial, fungsi dan tugasnya
adalah:
a. Mengembangkan kebijakan dan perencanaan sosial.
b. Mengembangkan metode pelayanan sosial.
4. Sebagai pusat pendidikan dan pelatihan, tugas dan fungsinya adalah:
a. Menyelenggarakan pendidikan dan pelatihan kepada klien dan
pegawai.
b. Menyelenggarakan pendidikan dan pelatihan di luar panti.
E. Sasaran dan Garapan.
Panti sosial Marsudi Putra Handayani memberikan beberapa alternatif
penanganan permasalahan Anak Berhadapan Hukum (ABH) dan Anak
37
Yang Membutuhkan Perlindungan Khusus (AMPK) dan pelayanan yang
diberikan tidak dapat lepas dari kontribusi keluarga dan masyarakat
sebagai lingkungan terdekat dari ABH dan AMPK.
Sasaran garapan dalam penanganan Anak Berhadapan Hukum (ABH),
meliputi:
1. Anak yang melakukan tindak pidana atau diduga melakukan tindak
pidana.
2. Anak yang sedang menjalani proses hukum ditingkat penyidikan,
penuntutan dan pengadilan.
3. Anak yang telah mendapatkan penetapan diversi atau putusan
pengadilan yang memiliki kekuatan hukum tetap.
4. Anak yang memiliki status titipan aparat penegak hukum.
5. Orangtua ABH yaitu, orang tua sebagai lingkungan terdekat anak
tumbuh kembangnya supaya mampu memberikan daya dukung
bagi tumbuh kembangnya potensi anak. Menghadapi permasalahan
ABH, orangtua diharapkan dapat menciptakan kondisi yang dapat
menghindarkan anak melakukan tindak pidana. Untuk mencapi hal
itu Panti Sosial Marsudi Putra Handayani melaksanakan kegiatan
motivasi dan konsultasi keluarga melalui home visit secara berkala.
6. Lingkungan masyarakat yaitu lingkungan masyarakat juga
memiliki peran penting dalam mencegah timbulnya permasalahan
kenakalan anak. Ini dimungkinkan dengan adanya berbagai upaya
memberikan kesempatan kepada anak nakal untuk
mengaktualisasikan diri mereka didalam kehidupan masyarakat.
38
Panti Sosial Marsudi Putra Handayani telah melakukan berbagai
bentuk sosialisasi kepada masyarakat termasuk dunia usaha seperti
bengkel-bengkel skala kecil dan menengah di wilayah DKI Jakarta
untuk dapat menerima ABH mengikuti program magang.
7. Instansi atau lembaga yang berwenang menangani kasus ABH
seperti: kepolisian, kejaksaan, pengadilan, bapas dan bapas anak
yang memiliki tugas dan kewenangan menangani kasus anak yang
berhadapan hukum agar lebih cepat tertangani demi kepentingan
terbaik bagi anak.
Sasaran garapan dalam penanganan Anak Yang Membutuhkan
Perlindungan Khusus (AMPK) di RPSA, meliputi:
1. Anak dalam situasi darurat.
2. Anak berhadapan dengan hukum (ABH).
3. Anak dari kelompok minoritas dan terisolasi.
4. Anak tereksploitasi baik secara ekonomi dan seksual.
5. Anak korban perdagangan orang.
6. Anak korban penculikan.
7. Anak korban kekerasan baik fisik dan mental.
8. Anak korban perlakuan salah dan penelantaran.
39
Daftar Tabel 1.2
F. Struktur Organisasi.
Kepala Panti
Dra. Neneng Heryani, M.Pd
Kepala Bagian Tata Usaha
Sulistya Ariadhi, A.Ks
Kepala Bagian Program danAdvokasi Sosial
Dra. Dwismari Novie Reviani, SD
Kepala Bagian Rehabilitasi Sosial
Bambang wibowo, SH
Koordinator Pekerja Sosial
Maria Josefin Barus, S.Sos
Koordinator Instalasi Produksi
Sarwiji, S.Sos
40
G. Alur Pelayanan Rehabilitasi Anak Berhadapan Hukum (ABH).
1. Rujukan
a. Kepolisian
b. Bapas
c. Lapas
d. Pengadilan
e. Rutan
f. Kejaksaan
g. Dinas sosial
h. Organisasi sosial
i. Keluarga
2. Syarat Masuk
a. Laki-laki atau Perempuan
b. Usia 0-18 tahun
c. Sehat fisik mental
d. Bersedia mengikuti kegiatan rehabilitasi minimal 3 bulan
(kecuali: titipan/rujukan/putusan)
e. Surat titipan atau rujukan
f. Putusan pengadilan
3. Penerimaan
a. Intake
b. Engagement
41
4. Assesment
a. Fisik
b. Mental
c. Sosial
d. Vokasional
5. Rencana intervensi
a. Implementasi dan supervisi
b. Bimbingan, meliputi : fisik, mental, psikologis, sosial dan
vokasional.
c. Keterampilan, meliputi: otomotif, pendingin, las, sablon, dan
handycraft.
d. Sekolah, meliputi: SLB-E/SD, SLB-E/SLTP.
6. Resosialisasi
7. Terminasi
a. Keluarga
b. Sekolah
c. Bekerja
d. Di rujuk ke lembaga lain.
8. Bimbingan lanjut.
42
H. Sumber Daya Manusia.
Sumber daya manusia merupakan penggerak utama suatu program
dalam melaksanakan pelayanan sosial terhadap Anak Berhadapan Hukum
(ABH) dan diperlukan pegawai dengan kualitas yang cukup handal dan
mempunyai kompetensi dibidangnya dan bersertifikasi. Berikut data
sumber daya manusia Panti Sosial Marsudi Putra Handayani, meliputi:
Daftar Tabel 1.3
No Pendidikan Jumlah
1 Pasca Sarjana (S2) 5
2 Sarjana (S1) 30
3 Sarjana Muda (D3) 6
4 D2 3
5 SLTA 11
6 SLTP 2
7 SD 2
Total 59
No Jabatan Jumlah
1 Pekerja sosial 11
2 Psikolog 3
3 Konsultan keterampilan 1
4 Instruktur keterampilan vokasional 3
5 Instruktur keterampilan ekstrakurikuler 9
6 Instruktur ekonomi produktif 2
43
7 Pengelola ekonomi produktif 1
8 Pembimbing sekolah 1
9 Pengadministrasian 2
10 Penjaga ruang antara 2
11 Pendamping rumah antara 2
12 Perawat RPSA 2
13 Pengasuh RPSA 8
14 Juru masak 2
15 Sakti Pekerja Sosial 3
16 Supir 1
17 Petugas keamanan 3
18 Petugas kebersihan 3
Total 59
Pengembangan sumber daya manusia seperti pelatihan keterampilan
diperlukan untuk meningkatkan pemahaman terhadap tugas pokok dan fungsi
masing-masing pelaksana. Beberapa program pengembangan yang dilakukan
untuk meningkatkan kompetensi sumber daya manusia, antara lain:
a. Mengikuti pendidikan latihan teknis Anak Berhadapan Hukum (ABH).
b. Mengikuti pelatihan keterampilan teknis pelayanan.
c. Mengikuti pelatihan keamanan.
44
I. Sarana dan Prasarana Penerima Manfaat (PM) Panti Sosial Marsudi
Putra Handayani Jakarta Timur.
Panti Sosial Marsudi Putra Handayani telah dilengkapi berbagai
sarana dan prasarana yang cukup memadai untuk mendukung proses
pelayanan sosial, berbagai upaya pembenahan sarana dan prasarana terus
dilakukan agar pelayanan yang diberikan dapat memberikan manfaat yang
maksimal bagi masyarakat.
1. Sarana gedung yang cukup representatif, meliputi :
Daftar Tabel 1.4
No Sarana dan Prasarana Jumlah
1 Gedung Kantor 1 unit
2 Ruang Data 1 unit
3 Aula 2 unit
5 Galeri 1 unit
6 Gedung Minat Bakat 1 unit
7 Gedung RPSA 1 unit
8 Asrama Laki-Laki RPSA 1 unit
9 Asrama Perempuan RPSA 1 unit
10 Rumah Antara 1 unit
11 Poliklinik 1 unit
12 Asrama 12 unit
13 Gedung Keterampilan Las 1 unit
45
2. Sarana peralatan yang sesuai dengan tuntutan zaman, meliputi :
No Sarana dan prasarana
1 Peralatan keterampilan yang mengikuti perkembangan
teknologi
2 Penyimpanan data berbasis komputerisasi
3 Sistem informasi elektronik
4 Peralatan band
14 Gedung Keterampilan AC 1 unit
15 Gedung Keterampilan Otomotif Motor 1 unit
16 Ruang Sablon 1 unit
17 Ruang Handycraft 1 unit
18 Masjid 1 unit
19 Rumah Dinas 4 unit
20 Kendaraan Dinas Motor 6 unit
21 Kendaraan Dinas Mobil 2 unit
22 Kendaraan Dinas Minibus 1 unit
23 Gedung Sekolah SLB-E 1 unit
24 Rumah Aman 1 unit
46
3. Kondisi lingkungan yang cukup nyaman, asri dan jauh dari kebisingan,
meliputi :
No Sarana dan Prasarana
1 Taman
2 Lapangan Volley
J. Penyaluran Anak Berhadapan Hukum (ABH).
Setelah melalui serangkaian proses rehabilitasi sosial yang dijalani
seperti pembinaan fisik, mental dan keterampilan Penerima Manfaat (PM)
akan di salurkan. Untuk dapat di salurkan sebelumnya Penerima Manfaat
(PM) mengikuti Program Belajar Kerja (PBK) di perusahaan atau bengkel
yang sesuai dengan bidang keterampilan yang diperoleh saat mengikuti
proses rehabilitasi sosial.
K. Gambaran Umum Keadaan Keluarga “RH”.
“RH” terlahir dari keluarga mampu, ayah “RH” bekerja sebagai guru
dan ibu “RH” bekerja sebagai pegawai negeri sipil kementerian keuangan.
“RH” mempunya 2 adik, 1 adik laki-laki dan 1 adik perempuan. Sehari-hari
ayah dan ibu “RH” sibuk bekerja, jarang ada waktu untuk memperhatikan
kegiatan anaknya sehari-hari. Setelah keluar dari Panti Sosial Marsudi Putra
Handayani Jakarta Timur “RH” bekerja untuk membantu kedua orangtua nya
sambil menunggu pendaftaran test perguruan tinggi negeri. Di keluarga “RH”
setiap magrib diwajibkan untuk shalat berjama’ah bareng untuk mendekatkan
diri kepada Allah SWT dan agar terbangun emosional diri kepada keluarga.
Orangtua “RH” selalu memberikan penghargaan kepada anaknya ketika
47
anaknya berhasil mendapatkan juara pada bangku pendidikannya. Orangtua
“RH” selalu mengusahakan apapun itu demi kelangsungan pendidikan “RH”
dan adik-adiknya. Keluarga “RH” tidak pernah melarang “RH” untuk
bermain keluar rumah. Di keluarga “RH” apa yang orangtua “RH” katakan
harus dituruti, itu dilakukan orangtua “RH” agar anak mempunyai masa
depan dan untuk menjadi anak yang baik.
48
BAB IV
ANALISIS DAN TEMUAN
Pada bab ini penulis akan membahas tentang peran keluarga dalam proses
resosialisasi anak berhadapan hukum di Panti Sosial Marsudi Putra Handayani
Jakarta Timur. Namun, sebelumnya terlebih dahulu akan dijelaskan mengenai
kasus dan penanganan “RH” selama menjalani proses resosialisasi di lembaga dan
setelah di pulangkan ke rumah. Dengan menghubungkan dan mengkaji antara
hasil wawancara, cacatan lapangan dan temuan hasil observasi dengan teori-teori
yang ada pada BAB II.
A. Profil Informan
1. Informan kepala bagian rehabilitasi sosial.
Bambang Wibowo adalah kepala bagian rehabilitasi sosial.
Bambang Wibowo berusia 48 tahun. Pendidikan terakhir beliau S1
ilmu hukum Universitas Pancasila jakarta. Bambang Wibowo
bekerja di Panti Sosial Marsudi Putra Handayani Jakarta Timur
selama 2 tahun. Bambang Wibowo bertugas sebagai pelaksanaan
identifikasi dan proses assesment pada calon klien. Penulis
melakukan wawancara kepada kepala bagian rehabilitasi sosial
karena bidang beliau berhubungan dengan proses penerimaan calon
klien dan penanggung jawab proses rehabilitasi sosial.
49
2. Informan Pekerja Sosial.
Maria Josefin Barus adalah salah satu seorang pekerja sosial di
Panti Sosial Marsudi Putra Handayani Jakarta Timur. Beliau seorang
koordinator pekerja sosial di Panti Sosial Marsudi Putra Handayani
Jakarta Timur. Pendidikan terakhir beliau S1 jurusan Kesejahteraan
Sosial Universitas Indonesia.
Maria berusia 27 tahun dan sudah bekerja sebagai pekerja
sosial di Panti Sosial Marsudi Putra Handayani Jakarta Timur selama 5
tahun. Karena status “RH” yang masih titipan kepolisian dan belum
dijatuhkan vonis hukuman maka dari itu, penulis melakukan
wawancara dengan beliau karena beliau adalah salah satu koordinator
pekerja sosial yang menangani kasus “RH”. Beliau mendampingi
“RH” dari awal masuk Panti Sosial Marsudi Putra Handayani hingga
saat ini sudah selesai menjalani rehabilitasi sosial di Panti Sosial
Marsudi Putra Handayani Jakarta Timur.
3. Informan Ayah dan Ibu “RH”.
“HS” dan “YH” adalah orangtua dari “RH”. “HS” adalah ayah
“RH” yang berusia 41 tahun dan bekerja sebagai seorang guru.
Pendidikan terakhir dari “HS” adalah S1 Sekolah Tinggi Teknik Bina
Tunggal Bekasi. “YH” adalah ibu dari “RH” yang berusia 39 Tahun
dan bekerja sebagai Pegawai Negeri Sipil Kementerian Keuangan
Republik Indonesia. Pendidikan terakhir dari “YH” adalah D1
Akuntansi Sekolah Tinggi Akuntansi Negara. Penulis melakukan
50
wawancara terhadap kedua informan tersebut karena mereka adalah
orangtua dari “RH” yang berperan dalam proses resosialisasi terhadap
“RH” setelah selesai dari rehabilitasi sosial di Panti Sosial Marsudi
Putra Handayani Jakarta Timur.
4. Informan Klien.
“RH” adalah seorang anak laki-laki yang memiliki 3
bersaudara. “RH” saat ini berusia 18 tahun. Pada keseharian nya
“RH” tidak jauh beda dengan anak-anak lain. Kegiatan “RH”
sehari-hari hanya sekolah dan terkadang nongkrong dengan teman-
teman sebayanya. “RH” merupakan anak yang cukup berprestasi di
sekolahnya, hal ini dibuktikan dengan “RH” beberapa kali
mendapat peringkat 1 di kelasnya bahkan pernah mendapat
peringkat 1 di sekolah. Hal ini penulis dapatkan setelah melihat
hasil raport milik “RH”.36
“RH” juga merupakan anak yang mudah bergaul dengan siapa
saja bahkan orang yang baru ia kenal. Dan bisa dibilang ia
merupakan anak baik yang tidak suka berbuat diluar norma dan
adat masyarakat. Namun karena ia bergaul dengan banyak orang
dengan latar belakang yang bermacam-macam, ia menjadi pribadi
yang mudah percaya dengan orang lain. Serta karena kondisi
mental “RH” yang masih labil sebab ia masih remaja, ia belum bisa
memilah-milah teman dan juga kurangnya pengawasan orang tua.
36 Hasil studi dokumentasi raport “RH” pada kelas 2 SMK
51
Hal ini berakibat ia masuk ke dunia gelap narkoba. Ia tertangkap
tangan sedang melakukan transaksi narkoba jenis sabu-sabu oleh
polisi.
Berikut kronologis kajadiannya:
Pada sabtu sore “RH” sedang nongkrong dengan temannyasekitar pukul 17:00, “RH” disamper atau di datangi temannya(“GN”) teman itu menanyakan kepada “RH” bahwa “ada temanmu yang menjual sabu tidak?”, kemudian “GN” minta diantarkanke rumah AM (penjual sabu) di daerah rorotan Jakarta utara.Sesampainya di tempat “AM” (penjual sabu) “RH” dan “GN”menunggu sabu tersebut. Setelah di dapat sabu itu kemudian“RH” di ajak untuk mengantar barang tersebut ke sebuah POMbensin di dekat warung nangka pulogebang jakarta timur sekitarpukul 21:00. “RH” ingin di kasih uang untuk bermain warnet,maka dari itu “RH” ikut untuk mengantar kan barang tersebut.Sesampainya di pom bensin, “RH” ditangkap oleh pihakkepolisian polres Jakarta Timur. Kemudian “RH” di BAP di polresJakarta Timur lalu di tahan di kantor polres ke esokan harinya“RH” di bawa oleh pihak penyidik ke Panti Sosial Marsudi PutraHandayani Jakarta Timur sekitar pukul 13:00 wib.”37
“RH” di jerat Undang-Undang Republik Indonesia No. 35 Tahun 2009
Tentang Narkotika pasal 120 ayat 1 yang berbunyi “setiap orang yang tanpa hak
atau melawan hukum membawa, mengirim, mengangkut, atau mentrasito
narkotika golongan II, di pidana dengan pidana penjara paling singkat 3 (tiga)
tahun dan paling lama 10 (sepuluh) tahun dan pidana denda paling sedikit Rp.
600.000.000,00 (enam ratus juta rupiah) dan paling banyak Rp. 5.000.000.000,00
(lima miliar rupiah)”.38
Namun karena “RH” masih termasuk golongan anak-anak berdasarkan
Undang-Undang Republik Indonesia No. 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan
Anak sebagaimana diubah oleh Undang-Undang No. 35 Tahun 2014 Atas
37 Case record klien “RH” oleh Bapak Zaenal selaku pekerja sosial38 Undang-Undang Republik Indonesia No. 35 Tentang Narkotika
52
Undang-Undang No. 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak pada tingkat
penyidikan, penuntutan, dan pemeriksaan perkara anak di pengadilan negeri wajib
diupayakan diversi. Namun diversi hanya dapat dilakukan dengan syarat, yakni
dalam tindak pidana yang dilakukan diancam dengan pidana penjara dibawah 7
(tujuh) tahun dan perbuatan yang dilakukan oleh si anak bukan merupakan
pengulangan tindak pidana.39
Menurut Undang-Undang No. 11 Tahun 2012 Tentang Sistem Peradilan
Pidana Anak, Upaya diversi dilakukan untuk menghindari dan menjauhkan anak
dari proses peradilan sehingga dapat menghindari stigmatisasi terhadap anak yang
berhadapan dengan hukum dan diharapkan anak dapat kembali ke dalam
lingkungan sosial secara wajar. Proses diversi dilakukan dengan melalui
musyawarah yang melibatkan anak dan orangtua atau walinya, pembimbing
kemasyarakatan, dan pekerja sosial profesional, yang dilakukan dengan
pendekatan keadilan restoratif yang diatur dalam Pasal 3 Undang-Undang Sistem
Peradilan Pidana Anak yaitu mengatur mengenai hak bagi anak-anak yang di
proses secara hukum melalui peradilan pidana, diantaranya : diperlakukan secara
manusiawi dengan memperhatikan kebutuhan sesuai dengan umurnya; di
pisahkan dari orang dewasa; tidak di jatuhi pidana mati atau pidana seumur hidup;
tidak ditangkap, ditahan, atau dipenjara, kecuali sebagai upaya terakhir dan dalam
waktu yang paling singkat; memperoleh dimuka pengadilan anak yang objektif,
tidak memihak, dan dalam sidang yang tertutup untuk umum; tidak dipublikasikan
39Undang-Undang No. 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak.
53
identitasnya; memperoleh pendidikan; dan hak-hak lain sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan.40
Hal tersebut kemudian juga di perjelas oleh “RH”, berikut kutipan wawancaranya:
“Karena kasus narkoba kak. Jadi, dulu ketangkep polisi waktu laginganterin temen transaksi sabu. Dan ternyata dia di ikutin sama polisi.”41
Selanjutnya “RH” menjelaskan kenapa ia bisa ikut terlibat kedalam kasus tersebut,
berikut kutipan wawancaranya :
“Soalnya saya tau kak orang yang jual narkoba itu dan saya kenal, terustemen saya yang mau beli itu langsung datengin saya minta di anter ketemen saya yang jualan narkoba itu kak.”42
Jadi “RH” mengetahui siapa yang menjual narkoba jenis sabu-sabu tersebut,
sehingga temannya tersebut meminta “RH” untuk mengantarnya.
Di tambah setelah penulis melakukan wawancara pribadi dengan klien
ditemukan bahwa “RH” ternyata menggunakan narkoba jenis ganja dan sabu-
sabu, selain itu “RH” juga mengkonsumsi segala minuman yang mengandung
alkohol dan mengkonsumsi obat-obatan terlarang sudah dari awal ia masuk SMA,
berikut kutipam wawancara :
“Sebenernya saya sudah menggunakan ganja dari awal saya masuk SMA kak,saya ditawarin awal nya saat lagi nongkrong setelah pulang sekolah kak, katatemen saya kalo lu gak make lu banci.”43
40 Undang-Undang Republik Indonesia No. 11 Tahun 2012 Tentang Sistem Peradilan Pidana Anak41 Wawancara pribadi dengan “RH”, pada tanggal 29 November 201742Ibid43Ibid
54
A. Proses Resosialisasi Anak Berhadapan Hukum (ABH).
Proses rehabilitasi sosial yang dilakukan oleh Panti Sosial Marsudi
Putra Handayani, diawali dengan proses penerimaan anak berhadapan hukum.
Adapun proses penerimaan tersebut sesuai dengan hasil wawancara sebagai
berikut :
“Awalnya itu setiap anak yang mendapat rujukan maupun putusan darikepolisian, lapas, kejaksaan dan dari dinas sosial. Lalu dari situ dirujukkesini dan diterima oleh seksi PAS (Program Advokasi Sosial)...”44
Sesuai dengan penjelasan dari Bapak Bambang diatas, para Penerima
Manfaat (PM) yang ada di Panti Sosial Marsudi Putra Handayani tidak
semata-mata datang atau masuk kesana. Karena panti tersebut berfokus dalam
menangani Anak Berhadapan Hukum, maka yang dapat masuk kedalam
panti ini adalah para anak yang bermasalah dengan hukum atau kasus-kasus
pelanggaran hukum. Oleh karena itu, semua anak yang berada disana adalah
anak-anak tersangkut kasus hukum dan dirujuk oleh pihak berwajib untuk
ditangani, karena usia mereka masih dibawah umur dan tidak dapat ditangani
oleh pihak berwajib selayaknya orang dewasa. Jadi mereka dirujuk ke Panti
Sosial Marsudi Putra Handayani untuk mendapatkan penanganan dan
rehabilitasi untuk mengganti hukuman atau vonis yang ia terima, tetapi tidak
jarang juga mereka yang ada disana untuk mendapatkan perlindungan selama
menjalani proses penyelidikan atau belum mendapatkan vonis yang jelas dari
pihak berwajib. Contohnya seperti seorang anak yang masih menjalani
penyelidikan kasus yang dihadapinya namun belum mendapatkan vonis yang
44 Wawancara pribadi dengan Kepala Bagian Rehabilitasi Sosial, Bapak Bambang, pada tanggal16 November 2017
55
jelas dari pengadilan, atau bisa dikatakan masih belum mendapatkan status
yang jelas apakah ia bersalah atau tidak. Berikut kutipan wawancara nya :
“..nah setelah diterima lalu anak kita tempatkan ke rumah antara. Rumahantara itu rumah untuk memotivasi dan mengassesment anak yang barudirujuk. Nah setelah anak selesai di motivasi dan diassesment baru kitaturunkan ke asrama untuk mendapatkan pengasuhan. Di asrama itu adapengasuhnya yaitu suami dan istri sebagai pengganti orang tua si anak.45
Setelah menjalani proses penerimaan, anak-anak tersebut lalu ditempatkan di
Rumah Antara atau bisa disebut sebagai tempat awal mereka untuk beradaptasi
dengan lingkungan panti. Disana juga mereka mendapatkan assesment awal serta
motivasi dari petugas yang bertanggung jawab dalam hal ini pekerja sosial agar
nantinya dapat dengan mudah diidentifikasi dan ditangani kasusnya. Selanjutnya
mereka dipindahkan ke Rumah Asrama yang berada di lingkungan panti. Selama
berada di asrama, mereka diasuh oleh 2 orang yang bertugas sebagai pengganti
orang tua mereka selama di panti. Mereka berada di Rumah Asrama selama
mereka menjalani proses rehabilitasi, sesuai dengan masa hukuman atau vonis dan
atau hingga proses penyelidikan selesai.
“Setelah anak di asrama tentunya anak harus mengikuti programrehabilitasi sosial. Diantaranya kita berikan bimbingan pelayanan danpelatihan keterampilan, fisik, mental dan sosial.”46
Setelah anak tersebut ditempatkan di asrama, ia mulai menjalani proses
rehabilitasi dari panti. Proses yang paling penting dalam proses rehabilitasi ini
adalah bimbingan pelayanan dan pelatihan keterampilan, fisik, mental dan sosial.
Maksud dari pemberian bimbingan tersebut adalah agar anak tersebut saat
nantinya sudah keluar dari panti dapat mengaplikasikan keterampilan yang ia
dapat selama di panti, agar fisiknya itu senantiasa sehat dan bugar selama berada
45 Ibid46 Ibid
56
di panti dan setelah keluar dari panti, agar mentalnya membaik dan tidak merasa
terpuruk atau agar mentalnya dapat terbentuk menjadi lebih baik dengan
pemberian bimbingan-bimbingan keagamaan, dan agar ia mampu berfungsi secara
sosial seperti seharusnya selama berada di panti atau saat kembali ke masyarakat
nantinya.
“Untuk vokasional itu ada 5 keterampilan yaitu otomitif, sablon, las,handicraft dan teknik pendingin. Dan dilengkapi dengan ekstra kurikuleryaitu, seni lukis, seni tari, kemudian ada band, gym dan lain-lain. Yangjelas yang permanen itu 5 keterampilan itu.”47
Dalam pemberian pelatihan keterampilan, Panti Sosial Marsudi Putra Handayani
Jakarta Timur menawarkan berbagai pilihan keterampilan yang dapat diambil
oleh Penerima Manfaat (PM) seperti yang disebutkan diatas. Jadi selama
menjalani proses rehabilitasi, PM diwajibkan memilih dan mengikuti kelas
keterampilan tersebut, agar nantinya keterampilan tersebut dapat digunakan
setelah ia keluar dari panti. Selain itu untuk menyalurkan bakat dan hobby PM,
Panti Sosial Marsudi Putra Handayani juga menawarkan pilihan ekstrakulikuler
yang dapat mereka ikuti, sehingga mereka dapat berkarya lewat bakat dan hobby
mereka dan juga agar mereka merasa nyaman selama tinggal di Panti Sosial
Marsudi Putra Handayani.
“Disamping itu kita berikan bimbingan fisik dan mental, mental kanseperti bimbingan keagamaan seperti kelas agama, mengaji, belajarmengajar.”48
Bimbingan mental melalui bimbingan keagamaan itu merupakan sesuatu hal yang
sangat penting selama proses rehabilitasi, karena dengan cara ini proses
pembentukan dan perbaikan mental PM dapat dilakukan. Dengan pemberian
47 Ibid48Ibid
57
bimbingan keagaamaan terhadap klien seperti mengaji dan bimbingan kerohanian
yang lainnya.
“bimbingan fisik itu ada senam jasmani, MFD (Mental Fisik Disiplin)yang diberikan oleh TNI yaitu baris berbaris dengan pelatihanpengibaran bendera merah putih. Untuk pelatihan keagamaan ituseminggu 2 kali.”49
Untuk pelatihan fisik, pihak Panti Sosial Marsudi Putra Handayani Jakarta Timur
bekerja sama dengan TNI untuk melatih fisik Penerima Manfaat (PM) selama
berada di Panti Sosial Marsudi Putra Handayani Jakarta Timur setiap seminggu
sekali. Adapun pelatihan yang diberikan adalah pelatihan baris berbaris, untuk
melatih kedisiplinan Penerima Manfaat (PM) dan pelatihan pengibaran bendera.
“Untuk bimbingan sosial itu ada etika dan penyuluhan hukum, artinyaselain mereka diberikan pelatihan mental mereka juga diberikanbimbingan sosial seperti etika, penyuluhan hukum, budi pekerti, dan lebihlengkapnya bisa ditanyakan kepada pekerja sosial. Untuk bimbingansosial itu senin sampai kamis.”50
Selanjutnya, bimbingan sosial diberikan kepada Penerima Manfaat (PM)
berbentuk kelas bimbingan sosial setiap setiap 2 hari dalam seminggu. Hal ini
termasuk dalam proses resosialisasi karena dalam kelas bimbingan sosial ini,
Penerima Manfaat (PM) ditanamkan kembali etika, nilai, norma dan budi pekerti
dalam masyarakat. Agar saat nanti kembali ke masyarakat, Penerima Manfaat
(PM) dapat berfungsi sosial kembali sesuai dengan fungsinya.
Setelah itu anak melanjutkan proses resosialisasinya dengan mengikuti
magang selama 40 hari di perusahaan-perusahaan yang telah menjalin kerjasama
dengan Panti Sosial Marsudi Putra Handayani Jakarta Timur. Hal tersebut
dijelaskan oleh Bapak Bambang sebagai berikut :
49Ibid50Ibid
58
“Setelah anak menjalani proses rehabilitasi sosial, bagaimana anak inibisa bersosialisasi dengan masyarakat maka anak ini kita magangkankeluar yang namanya praktek belajar kerja. Dimana kita tempatkan diperusahaan-perusahaan yang sesuai dengan bidang keterampilan yangdiambil oleh anak. Intinya bagaimana si anak bisa bersosialisasi denganmasyarakat. Dan itu dilakukan selama 40 hari. Jika di perusahaan itudisediakan tempat untuk anak menginap maka anak akan tinggal disanaselama 40 hari, jadi tidak perlu repot repot pulang pergi dan juga si anakitu diberikan salary atau bayaran dari hasil magang tersebut.”51
Selain sebagai kegiatan praktik kerja anak-anak tersebut, program magang atau
praktik kerja ini dimaksudkan agar anak-anak tersebut dapat bersosialisasi
kembali dengan masyarakat umum tanpa harus malu atau minder dengan keadaan
dirinya yang pernah terlibat kasus hukum. Juga sebagai praktik penerapan proses
resosialisasi yang telah diberikan kepada anak-anak tersebut selama berada di
panti.
“Setelah selesai magang itu, mereka akan dipersiapkan untuk menjalaniproses reintegrasi dan dikembalikan kepada keluarganya. Setelah itu adamonitoring dan homevisit yang dilakukan oleh pekerja sosial.”52
Hal ini di perkuat oleh kutipan wawancara pekerja sosial sebagai berikut :
“...pekerja sosial itu memberikan bimbingan lanjut kepada “R” dirumahdan juga membimbing keluarga dalam proses resosialisasi selamadirumah. Bisa dikatakan homevisit. Namun karena dana yang terbatas,tidak semua klien mendapatkan proses tersebut. Karena tempat tinggalnyatidak dapat dijangkau atau berada diluar daerah.”53
Selanjutnya setelah anak-anak tersebut menjalani praktik kerja selama 40 hari,
mereka dipersiapkan untuk menjalani proses reintegrasi dan dikembalikan kepada
keluarga. Seperti kutipan wawancara diatas, Penerima Manfaat (PM) yang telah
menjalani proses rehabilitasi sosialnya, mereka sudah siap menjalani proses
selanjutnya yaitu reintegrasi dan siap dikembalikan kepada keluarganya. Setelah
Penerima Manfaat (PM) dikembalikan kepada keluarganya, tidak semata-mata
51Ibid52Ibid53 Wawancara pribadi dengan Pekerja Sosial, Ibu Maria , pada tanggal 16 April 2018
59
dilepaskan begitu saja. Masih ada proses monitoring dan home visit yang
dilakukan oleh pekerja sosial yang menanganinya untuk melihat perkembangan
yang ada. Apakah ia menjadi lebih baik atau memiliki potensi untuk mengulang
kesalahannya.
B. Peran Keluarga dalam Proses Resosialisasi Terhadap Anak
Berhadapan Hukum (ABH)
Dalam proses resosialisasi anak berhadapan hukum peran keluarga
sangatlah penting selain peran pekerja sosial. Karena keluarga adalah
tempat pertama sekaligus terakhir yang menjadi tameng anak dari dunia
luar yang tidak baik. Selain itu keluarga berperan juga untuk membimbing
anak yang bermasalah sosial agar dapat berfungsi sosial kembali seperti
semula dan menjadi lebih baik lagi. Namun dalam hal ini pekerja sosial
tetap mendampingi keluarga untuk memonitoring semua perkembangan
yang ada. Seperti kutipan wawancara dengan Bapak Bambang sebagai
berikut :
“Keluarga itu mendampingi si anak namun tetap di monitoringoleh pekerja sosialnya agar diketahui bagaimana perkembangansosial si anak tersebut, apakah setelah keluar dia bekerja,melanjutkan kuliah atau malah melakukan kasus yang lain kan kitatidak tahu. Oleh karena itu diperlukan bimbingan lanjut daripekerja sosial sampai si anak tersebut bisa kembali berfungsisosial seperti sedia kala. Dan jangan sampai si anak kembalimelakukan kejahatan yang sama atau kejahatan lain, intinya agarsi anak tidak kembali mengulangi kesalahannya.”54
54 Wawancara pribadi dengan Kepala Bagian Rehabilitasi Sosial, Bapak Bambang, pada tanggal16 November 2017
60
Pekerja sosial memiliki peran penting dalam proses ini, sebagaimanakutipan wawancara berikut:
“Sudah menjadi tugas pekerja sosial untuk memberi kabar kepadapihak keluarga klien tentang bagaimana keadaan danperkembangan klien selama berada di Panti Sosial Marsudi PutraHandayani Jakarta Timur. Pekerja sosial juga bertanggung jawabuntuk mengontrol bagaimana keadaan dan perkembangan kliendan pada kasus “R” saya pun ikut mengontrol bagaimana prosesselama ia disini dan juga saat ia telah dikembalikan padakeluarganya. Jadi, Pekerja sosial itu setelah klien dikembalikanpada keluarganya bertugas untuk memonitoring dan jugamelakukan bimbingan lanjut terhadap pihak keluarga dan jugakepada klien.”55
Jadi untuk melihat perkembangan anak, pekerja sosial diwajibkan untuk
melakukan kontroling dan home visit. Jadi tidak bisa begitu saja
diserahkan sepenuhnya kepada keluarga, namun selama beberapa waktu
pihak keluarga harus diawasi dan dibimbing agar tidak melakukan
kesalahan dalam proses resosialisasi, seperti membuat mental anak down
dan mengungkit-ungkit kasus yang telah terjadi bukannya memotivasi
anak agar mau berubah kearah yang lebih baik lagi.
Dalam kasus “RH”, ayahnya “HS” berperan untuk mengusahakan
“RH” bisa mengikuti Ujian Nasional dan lulus dari sekolahnya. Serta
merahasiakan kasus yang dihadapi oleh “RH” dari lingkungan sekitar, agar
nantinya “RH” tidak menjadi bahan pembicaraan di lingkungannya dan
membuat “RH” di berikan stigma negatif dari masyarakat. Seperti kutipan
wawancara dengan “HS” selaku ayah “RH” sebagai berikut :
“Kalo saya pribadi sih, saya berusaha supaya “R” bisa tetap ujiannasional mba waktu itu, soalnya waktu dia terjerat kasus itusekitar 3bulan sebelum Ujian Nasional. Jadi saya hubungi sekolah“R” dan meminta izin agar “R” bisa tetap Ujian. Saya waktu itu
55 Wawancara pribadi dengan Pekerja Sosial, Ibu Maria, pada tanggal 16 April 2018
61
izin ke sekolah “R” kalo “R” kabur dari rumah. Sementaradengan tetangga saya bilang kalo “R” itu saya masukkan pondokpesantren. Jadi tidak banyak yang benar-benar tahu bahwa “R”itu terjerat kasus ini kecuali keluarga dan orang-orang tertentu.”56
Dalam kutipan wawancara tersebut dapat dilihat bahwa “HS” sangat
berperan dalam proses resosialisasi “RH”, disini “HS” merahasiakan kasus
yang menimpa “RH”, agar saat “RH” keluar dari Panti Sosial Marsudi
Putra Handayani Jakarta Timur tidak banyak yang mengetahui bahwa
“RH” terjerat kasus hukum. Hanya orang-orang tertentu saja yang
mengetahui hal tersebut, karena hal tersebut juga merupakan aib keluarga.
Selain itu proses pengembalian “RH” ke masyarakat akan berjalan lebih
mudah karena tidak banyak orang yang mengetahui hal tersebut.
Berbeda dengan “HS”, “YH” ibunda dari “RH” memiliki peran
lain dalam proses resosialisasi “RH”. Ia lebih menjaga agar “RH” agar
tidak kembali melakukan hal-hal negatif. Karena “RH” memiliki
kedekatan emosional lebih dengan “YH”dibandingkan dengan anggota
keluarga lainnya. “RH” merupakan anak kesayangan dari “YH” karena
“RH” merupakan anak yang baik dan pintar menurut ibunya. Berikut
kutipan wawancara dengan “YH” :
“Kalo saya sih lebih menjaga “R” supaya tidak kembali ke lingkunganpergaulannya agar tidak terjerumus ke dalam hal-hal negatif yangmerugikan lagi. Saya juga memotivasi “R” supaya ia kembalibersemangat meneruskan pendidikannya. Dan juga agar ia tidak maluhanya karena pernah tersangkut masalah seperti ini.”57
“RH” juga mempunyai niat baik untuk berhenti menggunakan barang-
barang terlarang tersebut dan dia juga sangat berterimakasih kepada pihak
56 Wawancara Pribadi dengan Ayah “RH”, Bapak “HS”, Pada tanggal 22 November 201757 Wawancara Pribadi dengan Ibunda “RH”, ibu “YH”, pada tanggal 22 November 2017
62
Panti Sosial Marsudi Putra Handayani Jakarta Timur karena telah
menyadarkan dirinya agar tidak menggunakan barang-barang terlarang
tersebut. Di dalam diri nya ia ingin menjadi pribadi yang lebih baik untuk
masa depan yang lebih cerah. Berikut kutipan wawancara nya :
“Enggak juga sih kak, alhamdulilah setelah saya di rehab di PantiSosial Marsudi Putra Handayani Jakarta Timur, saya sadar itumerusak badan saya kak. Yang nama nya obat-obatan, ganja dansabu-sabu sudah tidak saya konsumsi lagi kak, paling minuman ajakak yang masih sampe sekarang tapi itu gak sering, karna sayasayang ibu saya kak, saya takut kalo ibu saya tau saya kena olehbarang-barang terlarang itu lagi nanti penyakit ibu saya kambuh.
Dan “RH” sendiri sangat menyayangi ibunya, “YH”. Seperti hasil wawancaraberikut :
“Ya harapannya sih saya ga kejerumus lagi kak karena pergaulandan lingkungan. Saya sayang ibu saya kak, saya gak mau ibu sayasakit lagi karena memikirkan saya, adik saya juga masih pada kecil-kecil. Ini jadi pelajaran hidup saya kak supaya lebih berhati-hati lagimemilih teman dan lingkungan pergaulan.”58
Kedua orang tua “RH” sendiri bingung kenapa “RH” bisa tersangkut kasus seperti
ini, padahal sebelumnya “RH” merupakan anak yang baik dan pintar serta
mematuhi orang tua, “HS” dan “YH” sendiri sebagai orang tua bingung kenapa
“RH” bisa terjerumus kedalam dunia seperti itu, walaupun “RH” tidak terbukti
memakai narkoba karena setelah tes urine hasilnya negatif. Tetapi “RH” disini
telah salah memilih lingkungan pergaulannya, selain itu hal tersebut dapat terjadi
karena menurut penulis “RH” dibebaskan oleh orangtuanya karena kedua
orangtuanya terlalu sibuk bekerja sehingga “RH” seperti kekurangan perhatian
dari kedua orang tua.
58 Wawancara Pribadi dengan “RH”, pada tanggal 29 November 2017
63
Seperti kutipan wawancara dengan “HS” berikut :
“..soalnya “R” itu anaknya nurut sama orang tua mba. Jadi dia itu gamacem-macem anaknya. Saya sebenernya bingung kenapa dia bisa kenakasus seperti ini.”59
Dapat dilihat bahwa “HS” seperti tidak begitu mengetahui perkembangan
anaknya, karena ia hanya tahu bahwa “RH” selama ini merupakan anak yang baik
dan dapat dipercaya. Mungkin karena kesibukan “HS” sebagai guru SMK maka
hal tersebut bisa terjadi.
Namun saat ini,”HS” lebih memperhatikan “RH” dan berniat melanjutkan
jenjang pendidikan “RH” ke Perguruan tinggi seperti kutipan wawancara berikut :
“Setelah selesai menjalani proses rehabilitasi “R” saya berniat agar “R”mengikuti test masuk Perguruan Tinggi tapi karena waktu pendaftaranujian masuknya sudah lewat maka saya bebaskan “R”. Dan akhirnya “R”memilih untuk bekerja. Tapi tahun ini saya niat daftarkan ujian masukPerguruan tinggi.”60
Namun karena telat mendaftarkan “RH” untuk mengikuti ujian masuk, maka
“HS” membebaskan “RH” untuk bekerja karena “RH” memilih untuk bekerja
dibanding dia harus diam dirumah.
Menurut “YH”, alasan kenapa “RH” mudah melakukan tahapan resosialisasi
adalah tidak banyak orang yang tahu akan kasus yang dihadapi oleh “RH”, seperti
kutipan wawancaranya berikut :
“Lingkungan sekitar tidak banyak yang tahu kalau “R” terjerat kasusseperti ini hanya pak RT saja selebihnya benar-benar tidak ada yang tau.Bapak itu ngasih tau orang-orang sekitar kalo “R” itu masuk pondokpesantren untuk beberapa bulan dan mereka percaya. Paling yang tau
59 Wawancara pribadi dengan ayah “RH”, Bapak “HS”, pada tanggal 22 November 201760Ibid
64
benar soal masalah ini ya keluarga dan orang-orang yang dekat dengankeluarga kami.”61
Dari situ dapat disimpulkan bahwa keluarga benar-benar melindungi kasus yang
dihadapi “RH” agar kedepannya tidak terjadi hal-hal yang tidak diinginkan.
Karena jika banyak orang yang mengetahui hal tersebut maka “RH” dapat
diberikan stigma negatif dari masyarakat yang akan merugikan “RH” nantinya.
Lalu, “YH” menambahkan bahwa “RH” adalah anak yang baik, namun ia
sangat mudah kembali ke lingkungan pergaulan yang negatif, seperti berikut :
“Kalo hambatan itu saya rasa ga ada ya mba, soalnya “R” itu anaknyanurut banget sama orang tua. Kalo saya bilang A yaudah dia ikut kalosaya bilang B yaudah ikut. Dia juga bisa dibilang sebenernya anak baik.Karna dia anaknya sangat gampang sekali berbaur dengan teman yangdari kalangan sebaya sampai dewasa. Tapi ya gitu, kadang dia suka balikmain lagi sama temen-temen dia yang bandel itu.”62
Sudah menjadi tugas “YH” sebagai orang tua “RH” untuk melindungi “RH” agar
tidak kembali bergaul dengan lingkungannya yang bersifat negatif, tapi karena
sifat “RH” yang mudah percaya dengan orang lain maka ia sangatlah rentan
kembali bergaul dengan lingkungannya yang negatif tersebut. Maka perlu tenaga
ekstra untuk melindungi “RH” dan juga bimbingan dari keluarga serta motivasi
dan nasihat-nasihat kepada “RH” agar ia mulai dapat memilah-milah lingkungan
pergaulannya.
Kedua orangtua “RH” memiliki harapan yang sangat besar padanya.
Karena ia adalah anak laki-laki sekaligus anak pertama dari keluarga tersebut.
“RH” diharapkan mampu menjadi contoh yang baik bagi adik-adiknya. Selain itu
ia juga diharapkan menjadi orang yang berguna bagi keluarga serta masyarakat
61 Wawancara Pribadi dengan ibunda “RH”, Ibu “YS”, pada tanggal 22 November 201762Ibid
65
sekitar. “RH” pun merasa menyesal walaupun ia tidak benar-benar terlibat dalam
kasus yang menimpanya, ayahnya pun berkata bahwa ini merupakan ujian hidup
bagi “RH” maupun keluarganya. Dengan adanya kejadian tersebut ”RH” menjadi
pribadi yang lebih memilih-milih lingkungan pergaulan, keluarganya pun menjadi
lebih mengawasi pertumbuhan serta pergaulan “RH” agar kejadian tersebut tidak
terulang kembali. “RH” pun sadar bahwa kedua orangtuanya begitu
menyayanginya dan ia tidak mau kejadian tersebut terulang, ia juga begitu
menyayangi kedua orangtuanya terutama ibunya.
66
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Berdasarkan penjelasan pada bab-bab sebelumnya, maka kesimpulan
yang dapat penulis ambil sebagai berikut :
1. Proses Resosialisasi Anak Berhadapan Hukum
Resosialisasi anak berhadapan hukum diawali dengan proses
penerimaan anak berhadapan hukum yang merupakan rujukan atau
hasil putusan dari kepolisian, kejaksaan dan atau lapas oleh bidang
Program Advokasi Sosial (PAS). Selanjutnya setelah anak-anak
tersebut diterima di Panti Sosial Marsudi Putra Handayani Jakarta
Timur, mereka ditempatkan di Rumah Antara selama 14+7 hari hingga
proses penyidikan anak tersebut selesai. Selain menunggu proses
penyidikan selesai, mereka ditempatkan dirumah antara agar dapat
beradaptasi dengan lingkungan dan tata tertib yang berlaku di Panti
Sosial Marsudi Putra Handayani Jakarta Timur.
Setelah proses penyidikan dan telah mendapatkan putusan dari
hakim, anak-anak tersebut dipindahkan dari Rumah Antara ke asrama
untuk memulai proses resosialisasi. Disana mereka di asuh oleh dua
orang yang berperan sebagai pengganti orang tua mereka selama di
Panti Sosial Marsudi Putra Handayani Jakarta Timur. Selama berada di
asrama, meraka mendapatkan bimbingan sosial dan bimbingan mental
atau keagamaan. Mereka berada di asrama sesuai dengan putusan yang
67
mereka dapatkan dan jika sikap dan perilaku mereka baik, mereka akan
mendapatkan diversi atau mendapatkan pembebasan bersyarat.
Selain bimbingan sosial dan bimbingan mental/keagamaan, mereka
juga mendapatkan kelas-kelas keterampilan seperti: las, teknik
kendaraan ringan, servis mesin pendingin, kerajinan tangan dan lain
sebagainya. Kelas-kelas kerterampilan tersebut dimaksudkan untuk
memberikan keterampilan tambahan yang dapat digunakan oleh para
Penerima Manfaat (PM) kelak setelah selesai menjalani proses
rehabilitasi di Panti Sosial Marsudi Putra Handayani Jakarta Timur.
Dalam proses rehabilitasi tersebut setiap anak didampingi oleh
pekerja sosial yang bertugas untuk melakukan assesment dan
memperhatikan perkembangan mereka selama berada di Panti Sosial
Marsudi Putra Handayani Jakarta Timur. Pekerja sosial tersebut
bertugas dari awal proses anak tersebut dirujuk oleh pihak berwajib
hingga anak tersebut selesai menjalani seluruh proses rehabilitasi di
Panti Sosial Marsudi Putra Handayani Jakarta Timur. Namun tidak
sampai disitu, pekerja sosial juga mendampingi anak yang telah
dikembalikan kepada keluarganya. Pekerja sosial bertugas untuk
melakukan monitoring dan bimbingan lanjut kepada anak tersebut.
2. Peran Keluarga
Dalam proses resosialisasi anak berhadapan hukum, peran keluarga
sangatlah penting guna mencapai hasil yang ingin dicapai yaitu, anak
berhasil menjalani proses resosialisasi dan kembali menjadi selayaknya
anak seperti pada umumnya. Peran yang dilakukan keluarga berbeda-
68
beda sesuai dengan situasi dan kondisi keluarga tersebut. Pada kasus
“RH”, orangtua “RH” yaitu bapak “HS” berusaha menutupi kasus
yang dihadapi oleh “RH” pada lingkungan sekitar rumah dan sekolah
“RH” agar tidak muncul stigma negatif di kemudian hari. Selama
“RH” melakukan rehabilitasi di Panti Sosial Marsudi Putra Handayani
Jakarta Timur, “HS” mengatakan pada tetangga dan pihak sekolah
bahwa “RH” ia masukan kedalam pondok pesantren untuk
memperdalam ilmu agama sebelum “RH” menyelesaikan pendidikan
SMK.
Dengan ditutupinya kasus yang menimpa “RH”, proses
resosialisasi “RH” ke masyarakat menjadi lebih mudah dan masyarakat
tidak memberikan stigma negatif pada “RH”. Setelah “RH” keluar dari
Panti Sosial Marsudi Putra Handayani Jakarta Timur, kedua orangtua
“RH” lebih memberikan mengawasi lingkungan pergaulan “RH” agar
dikemudian hari tidak terulang lagi kasus yang menimpanya. “HS”
juga lebih memperhatikan “RH” karena sebelumnya ia tidak terlalu
memperhatikan lingkungan dan tumbuhb kembang “RH”.
Selain itu, kedua orangtua “RH” juga lebih memperhatikan jenjang
pendidikan “RH”, terbukti dengan didaftarkannya “RH” untuk
mengikuti ujian masuk sebuah Perguruan Tinggi Negeri (PTN).
Namun karena waktu ujian yang terlewat sehingga niat tersebut pun
diurungkan oleh orangtua “RH”. “HS” pun membebaskan “RH” untuk
bekerja dahulu sebelum mengikuti ujian masuk Perguruan Tinggi
Negeri (PTN) ditahun depan. Kedua orangtua “RH” pun saat ini lebih
69
memberikan motivasi dan menjaga agar “RH” mau melanjutkan
kehidupannya dan tidak kembali lagi ke lingkungan pergaulannya yang
telah menjerumuskannya. Dan “RH” memiliki keinginan untuk
berubah serta ia juga menyesal telah mengecewakan kedua
orangtuanya karena kasus yang dialaminya.
B. Saran
1. Akademis.
Dalam penulisan skripsi ini, penulis agak sedikit kesulitan dalam
menemukan buku-buku untuk referensi tentang proses resosialisasi
anak berhadapan hukum. Penulis berharap pada Universitas Islam
Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta umumnya dan Program Studi
Kesejahteraan Sosial khususnya, agar dapat menyediakan buku-buku
tentang resosialisasi. Penulis juga berharap bahwa Program Studi
Kesejahteraan Sosial lebih memperdalam bahasan tentang Pekerja
Sosial Koreksional sebab hal tersebut sangat dibutuhkan oleh para
mahasiswa Kesejahteraan Sosial.
2. Praktis.
Sebagai lembaga yang berada dibawah naungan Kementerian
Sosial Republik Indonesia, Panti Sosial Marsudi Putra Handayani
Jakarta Timur diharapkan mampu memaksimalkan perannya sebagai
lembaga rehabilitasi sosial anak berhadapan hukum. Sebab selama ini
proses monitoring dan bimbingan lanjut yang dilakukan setelah anak
70
keluar dari Panti Sosial Marsudi Putra Handayani Jakarta Timur
hanya dirasakan oleh beberapa anak saja. Hal ini terjadi dikarenakan
budget yang tidak cukup untuk para pekerja sosial melakukan tahapan
tersebut. Padahal tahapan tersebut sangatlah penting dalam
pengembalian fungsi sosial anak berhadapan hukum dan masih banyak
orang tua yang tidak mengetahui perannya dan apa yang harus
dilakukannya setelah anaknya selesai menjalani proses rehabilitasi di
lembaga. Oleh karena itu, diperlukan bimbingan dan monitoring dari
pekerja sosial kepada orang tua anak berhadapan hukum agar mereka
mampu berperan dengan maksimal dalam proses resosialisasi tersebut.
3. Penelitian Selanjutnya.
Melakukan penelitian lebih mendalam tentang dampak labelling
yang terjadi di lingkungan klien setelah klien selesai melakukan
resosialisasi di Panti Sosial Marsudi Putra Handayani Jakarta Timur
dan menekankan pada peran orang tua asuh selama klien berada di
asrama Panti Sosial Marsudi Putra Handayani Jakarta Timur.
Hal ini bertujuan agar para orangtua lebih mengetahui tugas dan
fungsi dalam memberi dan mendidik anak baik secara keilmuan
maupun keagamaan untuk menghindari anak melakukan perilaku yang
menyimpang atau melanggar norma-norma yang berlaku.
71
DAFTAR PUSTAKA
Sumber Buku :
Bugin, Burhan. Analisis Data Dan Penelitian Kualitatif, Jakarta. PT. RajaGrafindo Persada, 2003.
Bunadi, Hidayat. Pemidanaan dan Pertanggungjawaban Anak di BawahUmur, Bandung. PT Alumni, 2010.
Djamil. M. Nasir. Anak Bukan Untuk Dihukum, Jakarta. Sinar Grafika, 2013.Effendy, Nasrul, Dasar-dasar Kesehatan Masyarakat. Jakarta: Kedokteran
EGC, 1998.
Goode, J William. Sosiologi Keluarga, Jakarta. Bumi Aksara, 2004.
Idi, Abdullah. Sosiologi Pendidikan, Individu, Mayarakat dan Pendidikan,Jakarta. Rajawali Pers, 2011.
Lestari, Sri. Psikologi Keluarga, Jakarta. Kencana Prenada Media Group,2012.
Maleong, J, Lexi. Metode Penelitian Kualitatif, Bandung. PT RemajaRosdakarya, 1999, Edisi ke-10.
Munandar, Muhammad. Ilmu Sosial Dasar Teori & Konsep Ilmu Sosial,(Bandung: PT Refika Aditama, 2006).
N. Gross W.S. Mason and A.W. Mc Eachern, Exploritations Role Analysis,dalam David Berry, Pokok-pokok Pikiran Dalam Sosiologi, Jakarta. RajaGrafindo Persada, 1995, Edisi. Ke 3.
Nazir, Muhammad. Metode Penelitian, Jakarta. Ghalia Indonesia, 1998.Prakoso, Djoko. Peranan Psikologi dalam Pemeriksaan Tersangka Pada
Tahap Penyidikan, Jakarta. Ghalia Indonesia, 1986.
Pusat Pelayanan Terpadu Pemberdayaan Perempuan dan Anak ProvinsiJakarta. Penangan Anak Berhadapan Hukum, Jakarta. Pusat PelayananTerpadu Pemberdayaan Perempuan dan Anak, 2015.
72
Rifa’i, Muhammad. Sosiologi Pendidikan, Struktur Dan Interaksi Sosial diDalam Institusi Pendidikan, Yogyakarta. Ar Ruzz Media, 2016.
Sartono, Suwarniyati. Pengurangan Sikap Masyarakat terhadap KenakalanRemaja di DKI Jakarta, Jakarta. Persada, 1985.
Sarwono, S.W. Psikologi Remaja, Jakarta. Raja Grafindo Persada, 2002.
Siaahan, M.S, Jookie. M.Sosiologi Perilaku Menyimpang. Universitas Terbuka,Kementeriaan Pendidikan Nasional, 2010.
Siagian, Amrizal. Pengantar Studi Kriminologi, Jakarta. Universitas IslamNegeri Syarif Hidayatullah Jakarta Press, 2013.
Soekanto, Soerjono. Sosiologi Suatu Pengantar, Jakarta. PT Raja GrafindoPersada, 1999.
Soetomo. Masalah Sosial Dan Upaya Pemecahannya,Yogyakarta. PustakaPelajar, 2010.
Sugiyono. Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif, Dan R&D, Bandung. CVAlfabeta, 2013, Edisi ke-19.
Sunarto, Kamanto. Pengantar Sosiologi, Jakarta. Lembaga Penerbit FakultasEkonomi, Universitas Indonesia, 2004.
Sutopo, B Heribertus. Sutopo, Metodologi Peneltian Kualitatif: Metodologipenelitian untuk Ilmu-ilmu Sosial dan Budaya, Surakarta:.UniversitasSebelas Maret, 1996.
Suyanto, Bagong. Masalah Sosial Anak, Jakarta. Kencana Prenada MediaGrup, 2010.
Undang-Undang Republik Indonesia No. 11 Tahun 2012 Tentang SistemPeradilan Pidana Anak.
73
Sumber Artikel dan Majalah :Case record diperoleh dari Bapak Zaenal selaku pekerja sosial yang menangani
klien RH, pada tanggal 2 November 2017.
Darosy Endah Hyoscyamina, Jurnal Peran Keluarga Dalam MembangunKarakter Anak. Universitas Diponogoro, 2011.
http://www.kemenpppa.go.id/index.php/page/read/30/1260/data-pengaduan-komisi-perlindungan-anak, Di Akses pada (15 Maret 2017), Pukul 11.30WIB.
Sumber Skripsi :Rini Sekar Respati, Peranan Lembaga Pemasyarakatan Dalam
Mempersiapkan Resosialisasi Narapidana Di Lembaga PemasyarakatanPemuda Plantungan Kendal.
Pedoman Wawancara
A. Peran keluarga
1. Bagaimana peran keluarga dalam proses resosialisasi penerima
manfaat?
B. Fungsi dan tugas keluarga
1. Bagaimana fungsi dan tugas keluarga dalam proses resosialisasi
penerima manfaat?
C. Resosialisasi
1. Bagaimana proses resosialisasi anak berhadapan dengan hukum?
2. Apakah ada proses setelah resosialisasi?
D. Anak Berhadapan Hukum (ABH)
1. Bagaimana anak dapat dikatakan sebagai anak berhadapan hukum
2. Apa penyebab Anak Berhadapan Hukum (ABH)
1. Kepala Bagian Rehabilitasi Sosial
a. Bagaimana proses penerimaan anak berhadapan hukum?
b. Bagaimana tahapan rehabilitasi anak berhadapan hukum?
c. Bagaimana proses resosialisasi anak berhadapan hukum?
d. Bagaimana peran pekerja sosial dalam proses rehabilitasi anak
berhadapan hukum?
e. Bagaimana peran keluarga dalam proses resosialisasi anak
berhadapan hukum?
f. Apa hambatan dalam proses rehabilitasi sosial anak berhadapan
hukum?
2. Pekerja Sosial
a. Bagaimana proses assesment anak berhadapan hukum?
b. Bagaimana proses pendampingan anak berhadapan hukum?
c. Bagaimana peran pekerja sosial dalam menghubungkan keluarga
dan anak penerima manfaat?
d. Bagaimana peran pekerja sosial dalam pendampingan anak
berhadapan hukum selama proses resosialisasi?
e. Bagaimana proses resosialisasi anak saat di panti dan saat
dikembalikan ke keluarga?
f. Apa tujuan anda memberikan proses resosialisasi trhadap anak
berhadapan hukum?
g. Apa hambatan dalam pendampingan anak berhadapan hukum
selama proses resosialisasi?
h. Apakah ada proses monitoring setelah anak dikembalikan ke orang
tua? Jika ada, bagaimana proses monitoring tersebut?
i. Bagaimana hambatan selama proses pendampingan anak selama di
panti dan setelah dikembalikan ke keluarganya?
3. Penerima Manfaat
a. Mengapa anda bisa ditempatkan di panti?
b. Siapa yang membuat keputusan kamu bisa berada di panti?
c. Bagaimana proses penerima manfaat disini?
d. Bagaimana keadaan anda selama menjalani proses rehabilitasi di
Panti Sosial Marsudi Putra Handayani Jakarta Timur?
e. Apa saja kegiatan yang anda ikuti selama berada disini?
f. Bagaimana pelayanan yang diberikan oleh panti selama anda
berada disini?
g. Bagaimana dampak yang anda rasakan selama dan setelah
mengikuti program rehabilitasi?
h. Apa harapan anda setelah menjalani proses rehabilitasi di panti?
4. Orangtua
a. Mengapa anak anda bisa berada dipanti?
b. Bagaimana keadaan anak anda selama mengikuti program
rehabilitasi di panti?
c. Bagaimana peran panti setelah anda selesai direhabilitasi?
d. Bagaimana peran ibu dan bapak dalam pendampingan anak anda
selama dan setelah selesai menjalani proses rehabilitasi?
e. Bagaimana lingkungan sekitar melihat anak anda setelah menjalani
proses rehabilitasi di panti?
f. Bagaimana peran bapak dan ibu dalam mengembalikan
keberfungsiaan sosial anak anda?
g. Bagaimana hambatan yang anda rasakan selama mendampingi
anak anda?
h. Bagaimana harapan anda kedepannya?
TRANSKRIP WAWANCARA
Nama : Bambang Wibowo, SH
Umur : 48 Tahun.
Jabatan : Kepala Bagian Rehabilitasi Sosial.
Tempat wawancara : Ruangan kantor.
Waktu wawancara : 14.00 WIB.
1. Bagaimana proses penerimaan anak berhadapan hukum?
Awalnya itu setiap anak yang mendapat rujukan maupun putusan dari
kepolisian, lapas, kejaksaan dan dari dinas sosial. Lalu dari situ dirujuk kesini
dan diterima oleh seksi PAS (Program Advokasi Sosial) nah setelah diterima
lalu anak kita tempatkan ke rumah antara. Rumah antara itu rumah untuk
memotivasi dan meng-assesment anak yang baru dirujuk. Nah setelah anak
selesai di motivasi dan di-assesment baru kita turunkan ke asrama untuk
mendapatkan pengasuhan. Di asrama itu ada pengasuhnya yaitu suami dan
istri sebagai pengganti orang tua si anak.
2. Bagaimana tahapan rehabilitasi anak berhadapan hukum?
Setelah anak di asrama tentunya anak harus mengikuti program
rehabilitasi sosial. Diantaranya kita berikan bimbingan pelayanan dan
pelatihan keterampilan, fisik, mental dan sosial. Untuk vokasional itu ada 5
keterampilan yaitu otomotif, sablon, las, handicraft dan teknik pendingin. Dan
dilengkapi dengan ekstra kurikuler yaitu, seni lukis, seni tari, kemudian ada
band, gym dll. Yang jelas yang permanen itu 5 keterampilan itu. Disamping
itu kita berikan bimbingan fisik dan mental, mental kan seperti bimbingan
keagamaan seperti kelas agama, mengaji, belajar mengajar. bimbingan fisik
itu ada senam jasmani, MFD (Mental Fisik Disiplin) yang diberikan oleh TNI
yaitu baris berbaris dengan pelatihan pengibaran bendera merah putih. Untuk
pelatihan keagamaan itu seminggu 2 kali. Untuk bimbingan sosial itu ada etika
dan penyuluhan hukum, artinya selain mereka diberikan pelatihan mental
mereka juga diberikan bimbingan sosial seperti etika, penyuluhan hukum,
budi pekerti, dan lebih lengkapnya bisa ditanyakan kepada pekerja sosial.
Untuk bimbingan sosial itu senin sampai kamis.
3. Bagaimana proses resosialisasi anak berhadapan hukum?
Setelah anak menjalani proses rehabilitasi sosial, bagaimana anak ini
bisa bersosialisasi dengan masyarakat maka anak ini kita magangkan keluar
yang namanya praktek belajar kerja. Dimana kita tempatkan di perusahaan-
perusahaan yang sesuai dengan bidang keterampilan yang diambil oleh anak.
Intinya bagaimana si anak bisa bersosialisasi dengan masyarakat. Dan itu
dilakukan selama 40 hari. Jika di perusahaan itu disediakan tempat untuk anak
menginap maka anak akan tinggal disana selama 40 hari, jadi tidak perlu repot
repot pulang pergi dan juga si anak itu diberikan salary atau bayaran dari hasil
magang tersebut. Setelah selesai magang itu, mereka akan dipersiapkan untuk
menjalani proses reintegrasi dan dikembalikan kepada keluarganya. Setelah
itu ada monitoring dan homevisit yang dilakukan oleh pekerja sosial.
4. Bagaimana peran pekerja sosial dalam proses rehabilitasi anak
berhadapan hukum?
Peran pekerja sosial itu setiap hari setiap saat anak ini dibina oleh
pekerja sosial. Yang pertama anak yang telah dibagikan kepada pekerja
sosialnya. Pekerja sosial membina anak dari jam 08.00 s/d 16.00 WIB.
Membina, membimbing, memotivasi itu tugasnya pekerja sosial. Dari jam
16.00 s/d 08.00 WIB itu tugasnya orang tua asuh. Saat anak ini memiliki
urusan dengan kepolisian, penyelidikan atau hal lain itu sudah menjadi
kewajiban pekerja sosial untuk mendampingi. Dari awal si anak datang ke
Panti Sosial Marsudi Putra Handayani Handayani hingga keluar itu terus
didampingi oleh pekerja sosial. Dan setelah dikembalikan ke keluarga pun
masih ada bimbingan lanjut yang dilakukan oleh pekerja sosial, untuk
melihat perkembangan sosial si anak setelah selesai di rehab.
5. Bagaimana peran keluarga dalam proses resosialisasi anak
berhadapan hukum?
Keluarga itu mendampingi si anak namun tetap di monitoring oleh
pekerja sosialnya agar diketahui bagaimana perkembangan sosial si anak
tersebut, apakah setelah keluar dia bekerja, melanjutkan kuliah atau malah
melakukan kasus yang lain kan kita tidak tahu. Oleh karena itu diperlukan
bimbingan lanjut dari pekerja sosial sampai si anak tersebut bisa kembali
berfungsi sosial seperti sedia kala. Dan jangan sampai si anak kembali
melakukan kejahatan yang sama atau kejahatan lain, intinya agar si anak tidak
kembali mengulangi kesalahannya.
6. Apa hambatan dalam proses rehabilitasi sosial anak berhadapan
hukum?
Kalo hambatan sih banyak ya, yang sering kita hadapi itu kadang anak
itu harus dipaksa untuk mengikuti kegiatan, kemudian hambatannya itu dari
berbagai macam kasus. Kan anak itu saling mempengaruhi dari semua anak
itu saat berkumpul, ketika anak ada waktu luang untuk mengobrol itu ada
kesempatan untuk saling mempengaruhi. Namun kita dari awal masa orientasi
itu kita dan si anak itu membuat komitmen, jika si anak melanggar aturan
sanksi apa yang akan diberikan. Dan yang paling krusial itu hambatan titipan,
karena mereka tidak tahu berapa lama mereka disini. Dan status mereka itu
belum jelas. Dan ada kemungkinan besar semakin lama status mereka tidak
jelas maka semakin besar kemungkinan mereka untuk kabur dari panti. Dan
justru hal tersebut akan menambah lama proses penyidikan. Kalo sudah
putusan tidak masalah jika ia mau meninggalkan panti, karena jika
meninggalkan panti mereka akan ditempatkan di lapas bukan disini.
TRANSKRIP WAWANCARA
Nama : Maria Josefin Barus, S.Sos
Umur : 27 Tahun.
Jabatan : Koordinator Pekerja Sosial.
Tempat wawancara : Ruangan Kantor.
Waktu wawancara : 14.00 WIB.
1. Bagaimana proses assesment “R”?
“R” itu termasuk anak yang baik sih tapi dia itu terlihat seperti tertekan
dengan semua tuntutan orang tua dan ia tidak nyaman dengan hal itu. Kontrol
dirinya sendiri yang masih sangat labil. Ia juga seperti kurang perhatian dari
orang tuanya, namun ia selalu diberikan barang-barang yang dia inginkan jika
ia mampu memenuhi target yang orang tuanya inginkan. Misalnya, jika ia
mendapatkan ranking 1 disekolah maka ia akan diberikan barang yang ia
inginkan seperti handphone dan motor.
2. Bagaimana proses pendampingan anak berhadapan hukum?
“R” ini bisa dibilang anak yang nurut ya, dia juga ga macem-macem
kok anaknya makanya dia bisa dapet diversi karena perilaku dia baik disini.
Dia juga gampang beradaptasi, anaknya sangat gampang bergaul dengan anak-
anak disini. Jadi selama disini tidak ada masalah yang berarti gitu. ”R” itu
anak yang suka menyimpan dendam dan menahannya sendiri, jadi kalau sudah
diambang batas ia akan sangat mudah meledak amarahnya dan melakukan hal-
hal yang tidak diinginkan. Ya wajar namanya juga masih remaja, jadi masih
labil sifatnya. Selebihnya proses pendampingan “R” itu bisa dikatakan ya
sangat mudah karena ia itu anak yang benar-benar nurut. Saya paling lebih
memberikan motivasi saat bimbingan sosial kepada “R” agar ia tidak
mengulangi kesalahannya.
3. Bagaimana peran pekerja sosial dalam menghubungkan keluarga dan
anak penerima manfaat?
Sudah menjadi tugas pekerja sosial untuk memberi kabar kepada pihak
keluarga klien tentang bagaimana keadaan dan perkembangan klien selama
berada di Panti Sosial Marsudi Putra Handayani Jakarta Timur. Pekerja sosial
juga bertanggung jawab untuk mengontrol bagaimana keadaan dan
perkembangan klien dan pada kasus “R” saya pun ikut mengontrol bagaimana
proses selama ia disini dan juga saat ia telah dikembalikan pada keluarganya.
Jadi, pekerja sosial itu setelah klien dikembalikan pada keluarganya bertugas
untuk memonitoring dan juga melakukan bimbingan lanjut terhadap pihak
keluarga dan juga kepada klien.
4. Bagaimana peran pekerja sosial dalam pendampingan anak
berhadapan hukum selama proses resosialisasi?
Sebagai pekerja sosial saya memberikan motivasi dan bimbingan
sosial kepada “R” dan juga pekerja sosial bertanggungjawab untuk selalu
mendampingi “R” saat kasus nya naik ke hukum.
5. Bagaimana proses resosialisasi anak saat di panti dan saat
dikembalikan ke keluarga?
Sejauh ini lancar karena “R” termasuk anak yang mau diajak bekerja
sama dan mematuhi semua perkataan saya dan juga kedua orangtuanya.
Norma-norma yang ditanamkan saat ia di rehabilitasi di Panti Sosial Marsudi
Putra Handayani Jakarta Timur dipakai ‘ucap orangtua ryan’
6. Apa tujuan anda memberikan proses resosialisasi trhadap anak
berhadapan hukum?
Sebenarnya tujuan utama pekerja sosial memberikan proses
resosialisasi itu untuk menanamkan kembali norma-norma yang ada di
masyarakat, agar setelah keluar dari Panti Sosial Marsudi Putra Handayani
Jakarta Timur, “R” mampu berfungsi sosial seperti sebelumnya. Dan juga
memotivasi bahwa tidak selamanya orang-orang seperti “R” itu dipandang
sebelah mata oleh lingkungan sekitar. Dan “R” pun tidak merasa malu untuk
kembali bersosialisasi ke masyarakat.
7. Apa hambatan dalam pendampingan anak berhadapan hukum
selama proses resosialisasi?
Tidak terlalu banyak sih kalo untuk hambatan, paling si anak ini masih
suka malas-malasan dalam mengikuti kegiatan-kegiatan yang ada disini, dan
juga ia masih sulit mengendalikan emosinya sendiri saat benar-benar sudah
meledak. Karena ia sering memendam rasa dendam kepada anak lain.
8. Apakah ada proses monitoring setelah anak dikembalikan ke orang
tua? Jika ada, bagaimana proses monitoring tersebut?
Ada, pekerja sosial itu memberikan bimbingan lanjut kepada “R”
dirumah dan juga membimbing keluarga dalam proses resosialisasi selama
dirumah. Bisa dikatakan homevisit. Namun karena dana yang terbatas, tidak
semua klien mendapatkan proses tersebut. Karena tempat tinggalnya tidak
dapat dijangkau atau berada diluar daerah.
9. Bagaimana hambatan selama proses pendampingan anak selama di
panti dan setelah dikembalikan ke keluarganya?
Kalo dipanti sih seperti yang saya sebutkan tadi “R” ini masih suka
malas-malasan dan juga emosinya sulit dikontrol. Sedangkan selama dirumah
proses itu lebih saya berikan kepada orangtua, selebihnya saya hanya
memberikan bimbingan dan memonitoring perkembangan “R”. Jadi saya
hanya menerima keluhan dan memberikan bantuan kepada keluarga “R”.
TRANSKRIP WAWANCARA
Nama : HS.
Umur : 41 Tahun.
Pekerjaan : Guru.
Tempat Wawancara : Rumah Pribadi.
Waktu Wawancara : 17.00 WIB.
1. Bagaimana “R” bisa berada di panti?
Jadi pada tanggal 21 Januari 2017 itu kejadian “R” ditangkap mba,
tiba-tiba saya menerima telpon dari pihak yang berwajib bahwa “R” di tahan
karena anak saya terjerat kasus narkoba mba. Jadi dia tertangkap polisi waktu
dia nganterin temennya untuk transaksi narkoba. Dan karena dia masih
dibawah 17 tahun dia ditempatkan sementara di tempat rehabilitasi Anak
Nakal.
2. Bagaimana keadaan “R” selama mengikuti program rehabilitasi di
panti?
Alhamdulillah mba, baik-baik saja selama berada di Panti Sosial
Marsudi Putra Handayani Jakarta Timur. Dia juga aktif mengikuti kegiatan
disana. Dia tergolong anak yang pintar mba jadi dia cepat beradaptasi disana.
Dan dia betah selama berada disana karena dia mengikuti kelas keterampilan
AC. Dia itu anaknya suka bongkar-bongkar mesin mba jadinya dia seneng
disana. Kan dia juga sekolah SMK jurusan TKR (Teknik Kendaraan Ringan)
makanya disana dia seneng mba bisa belajar mesin selain mesin motor.
3. Bagaimana peran panti setelah “R” selesai direhabilitasi?
Kalo peran Panti Sosial Marsudi Putra Handayani Jakarta Timur sih
paling monitoring aja mba selama beberapa bulan. Liat perkembangan “R”
gimana setelah dipulangkan dan juga supaya dia ga balik lagi ke lingkungan
dia yang negatif mba.
4. Bagaimana peran bapak dalam pendampingan “R” selama dan
setelah selesai menjalani proses rehabilitasi?
Kalo saya pribadi sih, saya berusaha supaya “R” bisa tetap ujian
nasional mba waktu itu, soalnya waktu dia terjerat kasus itu sekitar 3bulan
sebelum ujian nasional. Jadi saya hubungi sekolah “R” dan meminta izin agar
“R” bisa tetap ujian. Saya waktu itu izin ke sekolah “R” kalo “R” kabur dari
rumah. Sementara dengan tetangga saya bilang kalo “R” itu saya masukan
pondok pesantren. Jadi tidak banyak yang benar-benar tahu bahwa “R” itu
terjerat kasus ini kecuali keluarga dan orang-orang tertentu.
5. Bagaimana lingkungan sekitar melihat “R” setelah menjalani proses
rehabilitasi di panti?
Kalo tetangga itu kebanyakan ga ada yang tahu mba kalo “R” itu di
Panti Sosial Marsudi Putra Handayani Jakarta Timur mba, mereka tahunya itu
“R” sedang saya masukkan pondok pesantren untuk beberapa bulan.
6. Bagaimana peran bapak dalam mengembalikan keberfungsiaan sosial
“R” ?
Setelah selesai menjalani proses rehabilitasi “R” saya berniat agar “R”
mengikuti test masuk Perguruan Tinggi Negeri tapi karena waktu pendaftaran
ujian masuknya sudah lewat maka saya bebaskan “R”. Dan akhirnya “R”
memilih untuk bekerja. Tapi tahun ini saya niat daftarkan ujian masuk
Perguruan tinggi Negeri.
7. Bagaimana hambatan yang bapak rasakan selama mendampingi
“R” ?
Kalo hambatan sih ga ada ya mba, soalnya “R” itu anaknya nurut
sama orang tua mba. Jadi dia itu ga macem-macem anaknya. Saya
sebenernya bingung kenapa dia bisa kena kasus seperti ini.
8. Bagaimana harapan bapak kedepannya?
Semoga “R” bisa menjadi pribadi yang lebih baik lagi kedepannya.
Dan dia tidak terkena kasus semacam ini lagi.
TRANSKRIP WAWANCARA
Nama : YH.
Umur : 39 Tahun.
Pekerjaan : PNS Departemen Keuangan.
Tempat wawancara : Rumah Pribadi.
Waktu wawancara : 13.30 WIB.
1. Mengapa anak ibu bisa berada dipanti?
Sebenernya sih saya ga ngerti juga ya mba, saya itu liat “R” anak yang
baik, disekolah selalu juara bahkan saat ujian nasional kemarin dia mendapat
peringkat 1 disekolah dan “R” termasuk anak yang nurut kepada orang tua dan
ga macem-macem anaknya. Tapi mungkin karena pergaulan dia yang teman-
temannya itu anak-anak yang bandel makanya dia bisa sampe kena kasus ini.
2. Bagaimana keadaan anak ibu selama mengikuti program rehabilitasi
di panti?
Alhamdulillah sih saya lihat dia baik-baik saja. Saya beberapa kali
jenguk “R” kesana bareng keluarga. Dia keadaannya baik-baik aja gitu
sehat. Dia juga rajin mengikuti kegiatan yang disediakan oleh Panti Sosial
Marsudi Putra Handayani Jakarta Timur seperti kelas keterampilan dan
ekskul bahkan sekarang dia rajin shalatnya.
3. Bagaimana peran panti setelah “R” selesai direhabilitasi?
Beberapa kali sih masih monitoring tentang bagaimana keadaan “R”
setelah dipulangkan seperti menanyakan apakah ada perubahan atau
perkembangan dari “R” selama dirumah.
4. Bagaimana peran ibu dalam pendampingan “R” selama dan setelah
selesai menjalani proses rehabilitasi?
Kalo saya sih lebih menjaga “R” supaya tidak kembali ke lingkungan
pergaulannya agar tidak terjerumus ke dalam hal-hal negatif yang
merugikan lagi. Saya juga memotivasi “R” supaya ia kembali bersemangat
meneruskan pendidikannya. Dan juga agar ia tidak malu hanya karena
pernah tersangkut masalah seperti ini.
5. Bagaimana lingkungan sekitar melihat anak ibu setelah menjalani
proses rehabilitasi di panti?
Lingkungan sekitar tidak banyak yang tahu kalau “R” terjerat kasus
seperti ini hanya pak RT saja selebihnya benar-benar tidak ada yang tau.
Bapak itu ngasih tau orang-orang sekitar kalo “R” itu masuk pondok
pesantren untuk beberapa bulan dan mereka percaya. Paling yang tau
benar soal masalah ini ya keluarga dan orang-orang yang dekat dengan
keluarga kami.
6. Bagaimana peran ibu dalam mengembalikan keberfungsiaan sosial
“R” ?
Ya itu tadi saya lebih menjaga “R” agar tidak salah lagi dalam memilih
teman dan lingkungan pergaulan. Lebih ketat menanyakan darimana, nama
nya siapa dan tinggalnya dimana dan jika teman-teman “R” kerumah saya
juga memotivasi “R” agar tidak malu karena pernah mengalami kasus
seperti ini.
7. Bagaimana hambatan yang ibu rasakan selama mendampingi “R” ?
Kalo hambatan itu saya rasa ga ada ya mba, soalnya “R” itu anaknya
nurut banget sama orang tua. Kalo saya bilang A yaudah dia ikut kalo saya
bilang B yaudah ikut. Dia juga bisa dibilang sebenernya anak baik. Karna
dia anaknya sangat gampang sekali berbaur dengan teman yang dari
kalangan sebaya sampai dewasa. Tapi ya gitu, kadang dia suka balik main
lagi sama temen-temen dia yang bandel itu.
8. Bagaimana harapan ibu kedepannya?
Ya kalo harapan saya ya semoga aja “R” jadi anak yang lebih baik lagi
dan menjadi anak yang berbakti dan bisa membanggakan orang tua. Dia
kan anak pertama, anak pertama juga mba, adeknya banyak saya mau “R”
menjadi teladan yang baik bagi adik-adiknya dan juga jangan sampe kena
kasus-kasus seperti ini kedepannya.
TRANSKRIP WAWANCARA
Nama : RH.
Umur : 18 Tahun.
Tempat Wawancara : Warkop Masa Gitu Cakung.
Waktu Wawancara : 20.30 WIB.
1. Bagaimana kamu bisa berada disini?
Karena kasus narkoba kak. Jadi, dulu ketangkep polisi waktu lagi
nganterin temen transaksi sabu. Dan ternyata dia di ikutin sama polisi.
2. Kok kamu bisa nganterin temen kamu transaksi narkoba?
Soalnya saya tau kak orang yang jual narkoba itu dan saya kenal, terus
temen saya yang mau beli itu langsung datengin saya minta di anter ke temen
saya yang jualan narkoba itu kak.
3. Apakah kamu menggunakan barang-barang terlarang itu?
Sebenernya saya sudah menggunakan ganja dari awal saya masuk
SMA kak, saya ditawarin awal nya saat lagi nongkrong setelah pulang
sekolah kak, kata temen saya kalo lu gak make lu banci. Sebenernya awal
nya saya agak takut untuk mencoba,tetapi karena di dorong sama temen-
temen dan di paksa dan akhirnya saya nyobain juga. Lama kelamaan saya
kecanduan dan seiringnya waktu berjalan saya mencoba minuman alkohol
dari yang murah sampai yang mahal. Sampe saya mencoba buat konsumsi
sabu-sabu kak dan selain itu saya juga mengkonsumsi obat-obatan kak.
4. Lalu apakah kamu kecanduan barang-barang terlarang itu sampai
sekarang?
Enggak juga sih kak, alhamdulilah setelah saya di rehab di Panti
Sosial Marsudi Putra Handayani Jakarta Timur, saya sadar itu merusak
badan saya kak. Yang nama nya obat-obatan, ganja dan sabu-sabu sudah
tidak saya konsumsi lagi kak, paling minuman aja kak yang masih sampe
sekarang tapi itu gak sering, karna saya sayang ibu saya kak, saya takut
kalo ibu saya tau saya kena oleh barang-barang terlarang itu lagi nanti
penyakit ibu saya kambuh.
5. Terus bagaimana proses di polres?
Awal nya saya di BAP (Berita Acara Perkara) dulu lalu besoknyasaya
langsung di test urine, tapi hasilnya negatif. Saya juga sempet ditahan di
polres metro jakarta timur selama 1 minggu karena masih proses penyelidikan
kak, setelah itu saya direkomendasikan ke Panti Sosial Marsudi Putra
Handayani Jakarta Timur oleh pihak polres metro jakarta timur karena usia
saya waktu itu dibawah 17 tahun.
6. Bagaimana proses penerima manfaat disini?
Waktu dibawa oleh pihak polres ke Panti Sosial Marsudi Putra
Handayani Jakarta Timur saya langsung ditempatkan di rumah antara. Saya
berada dirumah antara itu sekitar 2 bulan. Sebenernya 2 bulan itu terlalu lama
kak, harusnya di rumah antara itu hanya sekitar 21 hari. Tapi karena status
saya yang belum jelas di kepolisian, dan berkas perkara saya belum P-21
makanya saya ketahan lumayan lama di rumah antara kak. Dan saya juga
ingin melakukan diversi, tetapi untuk tahapan diversi itu lumayan panjang
kak. Setelah 2 bulan di rumah antara, saya baru dipindahin ke asrama kak.
Saya itu di asrama sekitar 4 bulan sampai saya keluar dari Panti Sosial
Marsudi Putra Handayani Jakarta Timur.
7. Bagaimana keadaan kamu selama menjalani proses rehabilitasi di
Panti Sosial Marsudi Putra Handayani Jakarta Timur?
Alhamdulillah baik kak, saya mengikuti semua proses yang ada disini.
Ya abis mau gimana lagi kak, waktu awal awal sih males ikut tapi lama-lama
saya bosen kak daripada saya ga ada kegiatan disini ya mendingan saya ikut
hehe.
8. Apa saja kegiatan yang kamu ikuti selama berada disini?
Banyak kak kegiatannya ada senam, ekskul, dan kelas keterampilan
kak. Selama disana saya ikut kelas keterampilan AC kak, jadi kaya servis AC
gitu kak. Saya juga ikut ekskul band jadi ya selama disana saya ga bosen
bosen banget lah kak, masih ada kegiatan positif yang saya bisa lakuin.
9. Bagaimana pelayanan yang diberikan oleh panti selama kamu berada
disini?
Kalo pelayanan itu lumayan kak, dibanding saya harus di tahan di
polres mending saya di Panti Sosial Marsudi Putra Handayani Jakarta Timur
deh kak. Karena di Panti Sosial Marsudi Putra Handayani Jakarta Timur
orangnya ramah-ramah, petugas pantinya juga enak-enak kak dan makanan
nya terjamin kak, saya makan 3 hari sekali dan lauk mya itu enak kak
seminggu 2 kali makan ayam hehe.
10. Bagaimana dampak yang kamu rasakan selama dan setelah
mengikuti program rehabilitasi?
Alhamdulillah saya sadar kak, saya menyesal dan tidak mau
mengulangi lagi karena kenal dan masuk dalam dunia-dunia yang kaya gitu
kak. Saya juga ga mau asal memilih teman kak, pokoknya sekarang harus
milih-milih teman deh kak. Soalnya kalo asal memilih teman nanti takutnya
kejadian lagi kaya gini kak.
11. Apa harapan kamu setelah menjalani proses rehabilitasi di panti?
Ya harapannya sih saya ga kejerumus lagi kak karena pergaulan dan
lingkungan. Saya sayang ibu saya kak, saya gak mau ibu saya sakit lagi karena
memikirkan saya, adik saya juga masih pada kecil-kecil. Ini jadi pelajaran
hidup saya kak supaya lebih berhati-hati lagi memilih teman dan lingkungan
pergaulan.
HASIL OBSERVASI
DI PANTI SOSIAL MARSUDI PUTRA HANDAYANI JAKARTA TIMUR
Hari dan Tanggal : Kamis, 10 Agustus 2017
Tempat : Panti Sosial Marsudi Putra Handayani Jakarta Timur
Pada hari ini penulis mengunjungi Panti Sosial Marsudi Putra Handayani
untuk pertama kalinya, setelah saya diizinkan untuk melakukan penelitian di
Panti Sosial Marsudi Putra Handayani Jakarta Timur. Pada pertama kali penulis
dikenalkan kepada supervisi selama penelitian berlangsung oleh kepala bagian
rehabilitasi sosial Panti Sosial Marsudi Putra Handayani Jakarta Timur yaitu
Bapak Bambang Wibowo kepada Ibu Maria. Kemudian penulis diajak oleh Ibu
Maria berkeliling-keliling lingkungan Panti Sosial Marsudi Putra Handayani
Jakarta Timur, tempat pertama yang penulis kunjungi adalah Rumah Antara
tempat dimana anak-anak yang baru masuk ke Panti Sosial Marsudi Putra
Handayani Jakarta Timur berada. Mereka ditempatkan disana agar dapat
beradaptasi terlebih dahulu dengan lingkungan dan peraturan yang ada di Panti
Sosial Marsudi Putra Handayani Jakarta Timur. Bentuk Rumah antara sendiri
seperti rumah biasa namun di dalamnya berisikan sel-sel mirip penjara. Terdapat
juga saung didepan rumah antara yang fungsinya sebagai tempat keluarga
Penerima Manfaat (PM) yang datang untuk menjengguk. Anak-anak ditempatkan
di Rumah Antara selama 14 hari+7 hari. Selain ditujukan sebagai tempat awal
untuk beradaptasi, Rumah Antara juga digunakan sebagai tempat perlindungan
anak selama proses penyidikan kasus berlangsung.
Setelah itu penulis diajak berkeliling kembali oleh Ibu Maria, kali ini
penulis mengunjungi Rumah Asrama. Rumah Asrama ini adalah rumah yang
dihuni dari beberapa anak yang di setiap rumahnya itu terdapat orangtua asuh
yang bertugas sebagai orangtua pengganti selama anak-anak tersebut berada di
Panti Sosial Marsudi Putra Handayani Jakarta Timur. Anak-anak yang berada di
rumah asuh biasanya telah selesai proses penyidikannya dan telah dijatuhi vonis
oleh pihak yang berwajib dan mereka tinggal disana sesuai dengan vonis yang
diberikan. Karena usia mereka yang masih digolongkan sebagai anak-anak makan
mereka tidak dapat ditempatkan pada penjara konvensional. Selama berada di
Rumah Asrama pun mereka diberikan bimbingan sosial dan bimbingan agama,
agar sikap dan sifat mereka menjadi lebih baik.
Setelah itu penulis kembali diajak kembali ke kantor karena waktu yang
sudah sore dan Ibu Maria juga harus kembali ke Rumah Asrama atau Rumah
Asuh. Karena Ibu Maria selain sebagai pekerja sosial, beliau juga merangkap
sebagai Orangtua asuh.
Hari dan Tanggal : Kamis, 24 Agustus 2017
Tempat : Panti Sosial Marsudi Putra Handayani
Hari ini adalah hari kedua penulis datang ke Panti Sosial Marsudi
Putra Handayani Jakarta Timur untuk melakukan observasi sekaligus
melakukan bimbingan dengan Supervisi dari lembaga yaitu Ibu Maria.
Setelah bertemu dengan Ibu Maria, penulis diajak untuk berkeliling lagi
untuk melihat kegiatan-kegiatan anak-anak selama berada di Panti Sosial
Marsudi Putra Handayani Jakarta Timur.
Tempat yang pertama penulis kunjungi adalah tempatketerampilan
las, disana anak-anak diajarkan bagaimana agar bisa bekerja dibidang las.
Disana juga terdapat berbagai macam alat-alat las yang bisa dibilang
cukup lengkap. Tempat kegiatan las ini termasuk luas agar anak-anak yang
belajar merasa nyaman dan dapat berkreasi dengan alat-alat las yang
tersedia dan dapat belajar dengan lebih baik agar nantinya dapat bekerja
secara profesional di bidang las.
Setelah selesai melihat-lihat di kegiatan las, penulis kemudian
diajak untuk melihat tempat pembuatan kerajinan. Ditempat ini anak-anak
diajarkan untuk membuat kerajinan tangan seperti vas bunga dan lain-lain.
Setelah itu penulis mengunjungi kelas keterampilan pendingin. Di kelas
ini, anak-anak tidak hanya diajarkan untuk teknik memperbaikin mesin
pendingin seperti kulkas atau AC maupun kipas angin. Namun, anak-anak
juga diajarkan untuk memperbaiki mesin cuci. Kemudian penulis juga
mengunjungi kelas bengkel, disini anak-anak diajarkan bagaimana
memperbaiki mesin kendaraan. Metode yang diajarkan di Panti Sosial
Marsudi Putra Handayani Jakarta Timur ini tidak hanya dengan pemberian
materi dikelas, namun juga langsung melakukan praktek agar anak-anak
lebih paham dalam bidang-bidang keterampilan yang mereka ikuti. Karena
nantinya mereka akan dikirim ke perusahaan-perusahaan yang telah
bekerjasama dengan Panti Sosial Marsudi Putra Handayani Jakarta Timur
yang bergerak di bidang yang sesuai dengan bidang keterampilan yang
mereka ikuti.
Hari dan Tanggal : Selasa, 5 Desember 2017
Tempat : Rumah “RH”
Pada hari ini penulis pertama kalinya berkunjung ke rumah
“RH”, sebelumnya penulis telah menghubungi Ayah “RH” dan
menyampaikan maksud dan tujuan penulis untuk berkunjung
sekaligus meminta izin dan menjelaskan bahwa penulis sedang
melakukan penelitian skripsi dan mengambil kasus “RH” sebagai
subjek penelitian skripsi.
Rumah “RH” berada di Cakung, Jakarta Timur. Sekitar 5
kilometer dari Stasiun Cakung, rumah “RH” sendiri berada di
perkampungan yang tidak teralu padat dan masih tertata rapi
bangunan antar bangunannya. Rumah “RH” sendiri tidak terlalu
besar, namun cukup untuk menampung keluarga “RH” dan
neneknya. Saat membuka pagar rumah terdapat parkiran mobil dan
disebelah parkiran tersebut terdapat pintu kamar “RH” yang
terhubung kedalam rumah. Keluarga “RH” pun cukup dekat
dengan tetangga-tetangganya dan keluarga “RH” termasuk
keluarga yang dipandang oleh masyarakat sekitar.
Pada saat penulis mengunjungi rumah “RH”, penulis
bertemu dengan ayah “RH”, Bapak “HS” dan dua orang adik
“RH”. Bapak “HS” sendiri pada waktu itu baru pulang bekerja
sebagai guru disebuah Sekolah Menengah Kejuruan yag tidak jauh
dari tempat tinggalnya. Sedangkan Ibu “RH”, Ibu “YH” belum
pulang bekerja. Keluarga “RH” bisa dibilang adalah keluarga yang
cukup religius, karena mereka rutin melakukan shalat berjamaah
dirumah dan terutama Bapak “HS” selalu menganjurkan
keluarganya agar cepat pulang kerumah untuk melakukan shalat
berjamaah tersebut.
LAMPIRAN LAMPIRAN
Kegiatan Nonton Film Bersama
Konseling Saat di Rumah Antara
Shalat Berjamaah di Rumah Antara
Kegiatan Keterampilan Pendingin
Kegiatan Keterampilan Reog
Kegiatan Ekskul Band