PERAN MEDIASI TERHADAP KASUS-KASUS CERAI GUGAT DI PENGADILANAGAMA CIBINONG
SkripsiDiajukan Kepada Fakultas Syari’ah dan Hukum Untuk Memenuhi Salah Satu Persyaratan
Memperoleh Gelar Sarjana Syari’ah (S.Sy)
Oleh:OVY VERINA WARDHANI
NIM. 1111044200005
KONSENTRASI ADMINISTRASI KEPERDATAAN ISLAMPROGRAM STUDI HUKUM KELUARGA
FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUMUNIVERSITAS ISLAM NEGRI
SYARIF HIDAYATULLAHJAKARTA
1436 H/ 2016 M
PERAN MEDIASI TERHADAP KASUS-KASUS CERAI GUGAT DI PENGADILANAGAMA CIBINONG
SkripsiDiajukan Kepada Fakultas Syari’ah dan Hukum Untuk Memenuhi Salah Satu Persyaratan
Memperoleh Gelar Sarjana Syari’ah (S.Sy)
Oleh:OVY VERINA WARDHANI
NIM. 1111044200005
KONSENTRASI ADMINISTRASI KEPERDATAAN ISLAMPROGRAM STUDI HUKUM KELUARGA
FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUMUNIVERSITAS ISLAM NEGRI
SYARIF HIDAYATULLAHJAKARTA
1436 H/ 2016 M
PERAN MEDIASI TERHADAP KASUS-KASUS CERAI GUGAT DI PENGADILANAGAMA CIBINONG
SkripsiDiajukan Kepada Fakultas Syari’ah dan Hukum Untuk Memenuhi Salah Satu Persyaratan
Memperoleh Gelar Sarjana Syari’ah (S.Sy)
Oleh:OVY VERINA WARDHANI
NIM. 1111044200005
KONSENTRASI ADMINISTRASI KEPERDATAAN ISLAMPROGRAM STUDI HUKUM KELUARGA
FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUMUNIVERSITAS ISLAM NEGRI
SYARIF HIDAYATULLAHJAKARTA
1436 H/ 2016 M
v
ABSTRAK
OVY VERINA WARDHANI. NIM : 1111044200005. PERANMEDIASI TERHADAP KASUS-KASUS CERAI GUGAT DI PENGADILANAGAMA CIBINONG. Program Studi Hukum Keluarga Islam KonsentrasiAdministrasi Keperdataan Islam, Fakultas Syariah dan Hukum, Universitas IslamNegeri Syarif Hidayatullah Jakarta 1456 H/ 2016 M. X + 91 halaman+ lampiran.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui sejauh mana peran mediasihakim dalam menangulangi banyaknya kasus-kasus cerai gugat di PengadilanAgama Cibinong dan mengetahui faktor dominan penyebab terjadinya perceraiankhususnya cerai gugat di Pengadilan Agama Cibinong.
Penelitian ini mengunakan metode secara kualitatif. Dalam teknikpengumpulan data peneliti menggunakan teknik studi kasus yaitu berupayamenelaah sebanyak mungkin data mengenai subyek yang diamati dan diteliti.Setiap analis kasus mengandung data berdasarkan pengamatan, data dokumenter,kesan dan pernyataan orang lain mengenai sejauh mana peran medisi terhadapkasus-kasus cerai gugat di Pengadilan Agama Cibinong. Dan peneliti jugamengunakan teknik wawancara, penentuan informan yang akan diwawancaraiditentukan dengan metode purposive sampling yaitu teknik penentuan sempeldengan pertimbangan tertentu sesuai dengan tujuan yang dipertimbangkan.
Hasil penelitian menunjukan bahwa peranan hakim mediator di PengadilanAgama Cibinong selalu mengupayakan para pihak untuk berdamai menyampaikanpengertian mediasi, tujuan mediasi, hakikat mediasi dan proses mediasi atautahapan mediasi. Lalu memberikan kesadaran kepada mereka atau para pihaktentang kerugian dari perceraian. Memberikan penjelasan bahwa mediasi itumerupakan cara menyelesaikan masalah dalam perkara perdata yang merupakanpendekatan non-litigasi atau di luar hukum untuk mencari solusi yang tertera atauyang diputuskan oleh para pihak agar para pihak merasa terpenuhi keadilannyadalam mencari keadilan. Dan tujuan mediasi pada hakikatnya untukmembicarakan ke depannya yang lebih baik sehingga para pihak memiliki itikadyang baik. Namun jika para pihak tidak bisa lagi melanjutkan rumah tangganya,hakim mediator tidak bisa memaksakanya dan faktor yang paling dominanpenyebab terjadinya cerai gugat menurut data yang ada di Pengadilan AgamaCibinong adalah tidak ada keharmonisan namun pada kenyataannya faktorekonomi yang lebih dominan dibandingkan faktor-faktor penyebab lainnya.
Kata Kunci : Peran Mediator, Cerai GugatPembimbing : Drs. Sirril Wafa, MADaftar Pustaka : 1993 s.d 2014
vii
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas rahmat, taufik,
kesabaran, kesehatan dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan
tugas skripsi ini, Shalawat serta salam terlimpahkan kepada Nabi Besar
Muhammad SAW, pembawa Syariahnya yang universal bagi umat manusia dalam
setiap waktu dan tempat sampai akhir zaman.
Dalam penulisan skripsi ini, tidak sedikit kesulitan dan hambatan yang
penulis temukan, namun syukur Alhamdllah berkat rahmat dan inayah-Nya
kesungguhan, serta dukungan dan bantuan pihak, baik langsung maupun tidak
langsung, segala kesulitan dapat diatasi dengan sebaik-baiknya sehingga pada
akhir skripsi ini dapat terselesaikan.
Oleh sebab itu, sudah sepantasnya pada kesempatan kali ini penulis ingin
mengucapkan terima kasih yang sedalam-dalamnya kepada Bapak/ Ibu:
1. Dr. Asep Jahar, M.A, Dekan Fakultas Syariah dan Hukum Universitas
Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.
2. Drs. H. Abdul Halim, M. Ag dan Arip Purkon MA, Ketua Prodi dan
Sekertaris Prodi Akhwalusyakhsiyyah Universitas Islam Negeri Syarif
Hidayatullah Jakarta.
3. Drs. Sirril Wafa, MA dosen pembimbing yang telah meluangkan waktu,
tenaga, dan pikiran selama membimbing penulis.
vii
4. Segenap Bapak dan Ibu Dosen serta Staff pengajar pada lingkungan Prodi
Hukum Keluarga (Akhwal Syakhsiyyah) Fakultas Syariah dan Hukum
Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta telah memberikan
ilmu pengetahuan kepada penulis selama duduk dibangku perkuliahan.
5. Segenap jajaran staff dan karyawan akademik Perpustakaan Fakultas
Syariah dan Hukum dan Perpustakaan Utama yang telah banyak
membantu penulis dalam pengadaan referensi-referensi sebagai bahan
rujukan skripsi.
6. Drs. H. Sahrudin, S.H , M.HI, ketua Pengadilan Agama Cibinong dan
seluruh jajarannya yang telah memberikan kesempatan kepada penulis
dalam mencari data-data sebagai bahan rujukan skripsi.
7. Drs. H. Hasan Basri, SH, MH dan Waluyo, SHI, Hakim mediasi dan Hakim
non mediasi di Pengadilan Agama Cibinong yang senantiasa memberikan
wejangan dan bimbingan pada penulis selama penulis melakukan
penelitian di Pengadilan Agama Cibinong.
8. Pupu Saripuddin, S. Ag, Wakil Panitera Pengadilan Agama Cibinong yang
senantiasa membantu penulis selama mencari data dan membimbing
penulis untuk wawancara kepada Hakim di Pengadilan Agama Cibinong.
9. Terimaksih juga kepada Mursyit Hidayat S. Ag meja I di Pengadilan
Agama Cibinong, Imam Pratomo Budi Santoso S. Kom selaku staff I.T di
Pengadilan Agama Cibinong, Arip Sasongko S.H ketua POSBAKUM
Cibinong sekaligus bos penulis yang sangat baik hati mengizinkan penulis
agar dapat print gratis dan sepuasnya, mbak Hani dan mas Irwan staff
vii
POSBAKUM Pengadilan Agama Cibinong dan rekan serta tim yang solit
selalu menyemangati penulis dalam menuntaskan skripsi ini.
10. Teristimewa untuk kedua orang tua penulis yaitu Ayahanda Ahmad Yani
dan Ibunda Aida Fitri yang telah memberikan motivasi dan arahan yang
tak pernah jenuh serta tak henti-hentinya mendoakan penulis dalam
menempuh pendidikan. Juga kepada adik tercinta dan sepupu-sepupu
tersayang Bhima Pangestu Wardhyani, Muhammad Radja Wardhyani, Ati
Wening Pamungkas dan Indri Yulianti yang memberikan do’a dan
dukungan dan semangat dengan penuh keikhlasan dan kesabaran yang
tiada tara.
11. Keluarga besar Administrasi Keperdataan Islam (AKI) angkatan 2011
terimakasih kalian selalu menyemangati, menghibur dan memberikan trip-
trip seru yang selalu membuat kelas kita heboh meski kelas kita masanya
sedikit namun solidaritas dan kekompakan kita tidak ada tandingannya
dengan kelas-kelas yang lain dan khususnya sahabat-sahabat tercinta dan
tersayang Choirunnisya (Ade), Nurul Via (Nenek) dan Eka Purama Sari
(Sulai) serta Syaikoni yang telah membantu merevisi skripsi penulis dan
memberikan banyak info, saran juga kritik. Kalian penyemangat penulis
dan motivasi penulis dalam suka dan duka terimakasih selama ini atas
persahabatan kita yang selama ini dibangun tak akan tergantikan kapan
dan dimanapun tetap akan dikenang oleh penulis.
Penulis menyadari skripsi ini jauh dari kesempurnaan dan banyak yang perlu
diperbaiki lebih dalam. Oleh karena itu saran dan kritik penulis harapkan demi
vii
kesempurnaan skripsi ini. Mudah-mudahan skripsi ini dapat bermanfaat bagi
penulis khususnya dan setiap pembaca pada umumnya serta menjadi amal baik di
sisi Allah SWT, mohon maaf penulis sampaikan untuk semua pihak yang tidak
disebutkan. Semoga setiap bantuan, doa dan motivasi yang telah diberikan kepada
penulis mendapatkan balasan dari Allah SWT.
Jakarta 04 Januari 2016
Penulis
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ...................................................................................... i
PERSETUJUAN PEMBIMBING ................................................................ ii
LEMBAR PENGESAHAN PENGUJI......................................................... iii
LEMBAR PERNYATAAN ........................................................................... iv
ABSTRAK ..................................................................................................... v
KATA PENGANTAR ................................................................................... vi
DAFTAR ISI................................................................................................... x
BAB I : PENDAHULUAN ...................................................................................... 1
A. Latar Belakang Masalah.......................................................................... 1
B. Identifikasi Masalah ................................................................................ 5
C. Pembatasan dan PerumusaMasalah......................................................... 5
D. Tujuan dan Manfaat Penelitian................................................................ 6
E. Tinjauan Kajian Terdahulu...................................................................... 7
F. Metode Penelitian.................................................................................... 8
G. Sistematika Penulisan.............................................................................. 11
BAB II : MEDIASI HAKIM DALAM MASALAH PERCERAIAN .................. 13
A. Pengertian Mediasi .................................................................................. 13
B. Ruang Lingkup Mediasi .......................................................................... 16
C. Macam-macam Mediator ........................................................................ 17
D. Proses Mediasi di Pengadilan Agama ..................................................... 18
E. Peraturan Mediasi Menurut PERMA No. 1 Tahun 2008 ........................ 20
BAB III : CERAI GUGAT SEBAGAI UPAYA PUTUSNYA PERKAWINAN . 29
A. Pengertian Cerai Gugat dan Alasan Pengajuan Cerai Gugat................... 29
B. Prosedur Pengajuan Cerai Gugat di Pengadilan Agama ......................... 31
C. Akibat Cerai Gugat.................................................................................. 39
BAB IV : PERKARA CERAI GUGAT DI PENGADILAN AGAMA
CIBINONG DAN PERAN MEDIASI HAKIM..................................... 42
A. Gambaran Perkara Cerai Gugat dari Tahun 2012-2014 di Pegadilan
Agama Cibinong...................................................................................... 42
B. Faktor Penyebab Cerai Gugat di Pengadilan Agama Cibinong ............. 46
C. Peran Mediasi Hakim dalam Menangulangi Banyaknya Kasus Cerai
Gugat ....................................................................................................... 53
BAB V : PENUTUP .................................................................................................. 59
A. Kesimpulan.............................................................................................. 59
B. Saran........................................................................................................ 61
DAFTAR PUSTAKA................................................................................................ 63
LAMPIRAN- LAMPIRAN ...................................................................................... 65
1. Surat Permohonan Wawancara............................................................... 66
2. Surat Keterangan Wawancara di Pengadilan Agama Cibinong ............. 67
3. Hasil Wawancara.................................................................................... 68
4. Foto Wawancara..................................................................................... 78
5. Data Perkara Cerai Gugat dan Cerai Talak Tahun 2012 ........................ 84
6. Data Perkara Cerai Gugat dan Cerai Talak Tahun 2013 ........................ 85
7. Data Perkara Cerai Gugat dan Cerai Talak Tahun 2014 ........................ 86
8. Data Faktor Penyebab Tahun 2013 ........................................................ 87
9. Data Faktor Penyebab Tahun 2014 ........................................................ 88
10. Data Faktor Penyebab Cerai Gugat Tahun 2013 ................................... 89
11. Data Faktor Penyebab Cerai Gugat Tahun 2014 ................................... 90
12. Data Mediasi Tahun 2012 ...................................................................... 91
13. Data Mediasi Tahun 2013 ...................................................................... 92
14. Data Mediasi Tahun 2014 ...................................................................... 93
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Pernikahan merupakan sarana untuk membina rumah tangga yang utuh
sakinah, mawaddah warahmah yang pastinya didambakan dan diingginkan oleh
setiap pasangan dalam kehidupan berkeluarga. Sebagaimana telah disebutkan
dalam Al-Qur’an surat Ar-Ruum ayat 21:
Artinya: “Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah Dia menciptakanuntukmu isteri-isteri dari jenismu sendiri, supaya kamu cenderung dan merasatenteram kepadanya, dan dijadikan-Nya diantaramu rasa kasih dan sayang.Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda bagikaum yang berfikir”. (Q.S Ar-Ruum [30]:21).
Tujuan perkawinan menurut ajaran agama Islam ialah untuk memenuhi
petunjuk agama dalam rangka mendirikan keluarga yang harmonis, sejahtera dan
bahagia. Harmonis dalam menggunakan hak dan kewajiban anggota keluarga.
Sejahtera artinya terciptanya ketenangan lahir dan batin disebabkan terpenuhinya
kebutuhan hidup lahir dan batinnya, sehingga timbulah kebahagiaan, yakni kasih
sayang antar anggota keluarga.1
Salah satu asas perkawinan yang disyariatkan ialah perkawinan untuk
selama-lamanya yang dipilih oleh rasa kasih sayang dan saling cinta mencintai.
1 Kamal Mukhtar, Asas-Asas Hukum Islam Tentang Perkawinan (Jakarta : BulanBintang, 1993), Cet III, h. 144.
2
Karena itu agama Islam mengharamkan perkawinan yang bertujuan untuk
sementara, dalam waktu-waktu tertentu sekedar untuk melepaskan hawa nafsu
saja seperti nikah mut’ah, nikah muhalil dan sebagainya.2
Islam sebagai agama yang toleran memberi jalan keluar, ketika suami istri
yang tidak dapat lagi meneruskan perkawinan, dalam arti adanya ketidakcocokan
pandangan hidup dan percekcokan rumah tangga dalam fiqh disebut dengan
thalak (perceraian). Agama Islam memperbolehkan suami istri bercerai tentunya
dengan alasan-alasan-alasan tertentu, kendati perceraian itu sangat dibenci Allah
SWT.3
Perceraian merupakan solusi terakhir yang dapat ditempuh oleh suami istri
dalam mengakhiri ikatan perkawinan setelah mengadakan perdamaian atau
mediasi secara maksimal dapat dilakukan atas kehendak suami ataupun
permintaan si istri, proses perceraian yang dilakukan atas permintaan istri disebut
cerai gugat.
Cerai gugat adalah cerai yang didasarkan atas adanya gugatan yang
diajukan oleh seorang istri agar perkawinan dengan suaminya menjadi putus.4
Dalam UU No. 7 Tahun 1989 Pasal 73 (1) Gugatan perceraian diajukan oleh istri
atau kuasanya kepada pengadilan yang daerah hukumnya meliputi kediaman
penggugat, kecuali apabila penggugat dengan sengaja meninggalkan tempat
2 Kamal Mukhtar, Asas-Asas Hukum Islam Tentang Perkawinan (Jakarta : BulanBintang, 1993), Cet III, h. 144.
3 Muhammad Daud Ali, Hukum Islam dan Pandangan Agama, (Jakarta : PT. RajaGrafindo Persada, 2002), Cet Ke-2, h. 102.
4 Abdul Manan, Aneka Masalah Hukum Perdata di Indonesia (Jakarta: Kencana, 2006),h. 19.
3
kediaman bersama tanpa izin tergugat. Dan dalam Kompilasi Hukum Islam Pasal
132 (1) Gugatan perceraian diajukan oleh istri atau kuasanya pada Pengadilan
Agama yang daerah hukumnya mewilayahi tempat tinggal penggugat kecuali istri
meninggalkan tempat kediaman bersama tanpa seizin suami.5
Adanya kemajuan kehidupan berumah tangga pada zaman sekarang ini,
sering terjadi berbagai macam kasus perceraian yang kita jumpai di lingkungan
Pengadilan Agama yang mana cerai gugat lebih tinggi dibandingkan dengan cerai
talak walaupun yang sebenarnya adalah suami memiliki hak prerogative untuk
menceraikan istrinya.
Data yang didapat di Pengadilan Agama Cibinong bahwa pengajuan cerai
gugat lebih tinggi dibandingkan permohonan cerai talak. Pada tahun 2012 terdapat
1.889 kasus, cerai gugat 1.336 dan cerai talak 553. Pada tahun 2013 terdapat
2.371 kasus, cerai gugat 635 dan cerai talak 1.736 dan di tahun 2014 terdapat 2.
664, kasus cerai gugat 1.946 dan cerai talak 718.6
Penyelesaiaan sengketa atau perkara di Pengadilan Agama, maka jalan
pertama yang ditempuh oleh pengadilan adalah perdamaian yang dikenal dengan
mediasi dalam menyelesaikan sengketa, perkara atau bahkan konflik7. Mediasi
adalah untuk sengketa dan menyatukan kembali suami dan istri yang sedang
diterpa permasalahan rumah tangga dianggap sangat penting sebab keharmonisan
5 Abdul Manan dan Muhammad Fauzan,“Pokok-pokok Hukum Perdata WewenangPengadilan Agama Jakarta :PT. Raja Grafindo Persada, 2002 h. 51-52.
6 Data dari Pengadilan Agama Cibinong pada hari Senin tanggal 5 Oktober 2015 diRuang Arsip Pukul: 11:00 WIB.
7 Syahrizal Abbas, Mediasi Dalam Perspektif (Hukum Syariah, Hukum Adat dan HukumNasional), (Jakarta : Kencana, 2009), h. 22.
4
dalam rumah tangga terkadang timbul karena adanya permasalahan konflik
internal yang terjadi di dalam rumah tangga itu sendiri.
Tujuan mediasi adalah untuk menyelesaikan sengketa dengan “win-win
solution” oleh karena itu upaya perdamaian yang diinginkan oleh para pihak
harus dihargai. Dengan demikian, jika para pihak menghendaki, walaupun suatu
perkara sedang dalam proses banding, kasasi, atau Peninjauan Kembali (PK)
sepanjang perkara belum diputus para pihak dapat menempuh mediasi.8
Dalam Peraturan Mentri Agama Agung No. 1 Tahun 2008 tentang
prosedur mediasi di Pengadilan, disebutkan bahwa mediasi adalah cara
penyelesaian sengketa melalui proses perundingan untuk memperoleh
kesepakatan para pihak dengan dibantu hakim mediator.9
Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa mediasi adalah cara
penyelesaian sengketa melalui proses perundingan untuk memperoleh
kesepakatan para pihak dengan dibantu hakim mediator.10 Oleh karena itu penulis
tertarik untuk mengetahui dan mendalami lebih jauh begaimana peran mediasi
terhadap kasus-kasus perceraian khususnya kasus-kasus cerai gugat sehingga hal
inilah yang membuat penulis merumuskannya dalam bentuk skripsi degan judul
“Peran Mediasi Terhadap Kasus-kasus Cerai Gugat di Pengadilan Agama
Cibinong”.
8 Tim penulis, Buku Komentar Perma No. 1 Tahun 2008 Tentang Pelaksanaan Mediasi diPengadilan, Mahkamah Agung JICA, Jakarta, 2008, h. 26.
9 Ketua Mahkamah Agung Republik Indonesia, Peraturan Mahkamah Agung Nomor 1Tahun 2008 Tentang Prosedur Mediasi di Pengadilan.
10 Ketua Mahkamah Agung Republik Indonesia, Peraturan Mahkamah Agung Nomor 1Tahun 208 Tentang Prosedur Mediasi di Pengadilan.
5
B. Identifikasi Masalah
Dari Latar Belakang yang penulis uraikan di atas, maka penulis
mengidentifikasikan dalam bentuk petanyaan
1. Apa faktor paling dominan pada perkara cerai gugat di Pengadilan Agama
Cibinong tahun 2012-2014.
2. Sejauh mana peran mediasi hakim Pengadilan Agama Cibinong dalam
menanggulangi banyaknya kasus cerai gugat.
C. Pembatasan dan Perumusan Masalah
1. Pembatasan Masalah
Dalam pembatasan skripsi ini sesuai dengan latar belakang yang telah
dipaparkan di atas, dan untuk mempermudah pembahasannya, maka agar tidak
melebar dari pembahasannya tulisan ini dibatasi bagaimana peran mediasi hakim
dalam menanggulangi banyaknya kasus cerai gugat di Pengadilan Agama
khususnya di Pengadilan Agama Cibinong tahun 2012-2014 yang pelaksanaannya
disesuaikan dengan PERMA No. 1 Tahun 2008 tentang proses mediasi di
Pengadilan.
2. Perumusan Masalah
Berdasarkan pembatasan masalah di atas yang fokus penelitiannya pada
peran hakim mediator. Dalam pasal 15 ayat (4) PERMA No. 1 Tahun 2008
tentang proses mediasi di Pengadilan Agama, Mediator wajib mendorong para
pihak untuk menulusuri dan menggali serta mencari berbagai pilihan penyelesaian
6
yang terbaik bagi para pihak. Hal ini artinya peran mediator dituntut untuk
mendamaikan para pihak dan semestinya jumlah perceraian semakin menurun.11
Namun, pada kenyataannya di lapangan menunjukan jumlah perkara di
Pengadilan Agama Cibinong terutama yang berkaitan dengan cerai gugat semakin
meningkat.
Rumusan tersebut penulis rinci dalam bentuk pertanyaan sebagai berikut:
a. Apakah yang menjadi faktor paling dominan pada perkara cerai gugat di
Pengadilan Agama Cibinong tahun 2012-2014
b. Bagaimana peranan mediasi hakim Pengadilan Agama Cibinong untuk
menanggulangi banyaknya kasus cerai gugat?
D. Tujuan dan Manfaat
1. Tujuan Penelitian
Adapun tujuan yang dicapai dalam penulisan skripsi ini antara lain:
a. Untuk mengetahui faktor- faktor dominan dan cara pada perkara cerai gugat di
Pengadilan Agama Cibinong pada tahun 2012-2014.
b. Untuk mengetahui peran mediasi hakim Pengadilan Agama Cibinong.
2. Manfaat
a. Menambah wawasan khazanah ilmu penggetahuan pada umumnya, dan hukum
keluarga pada khususnya.
11 PERMA No. 1 Tahun 2008 Tentang Proses Mediasi di Pengadilan Agama.
7
b. Bagi penulis, untuk memenuhi syarat mendapatkan gelar Sarjana Syariah (S.sy)
pada fakultas syariah dan hukum di Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah
Jakarta.
E. Tinjauan Kajian Terdahulu.
Penelitian skripsi ini secara tinjauan pustaka memiliki perumusan dengan
skripsi yang barjudul
1. “Efektifitas Mediasi di Pengadilan Agama (Studi Implementasi Perma No. 1
tahu 2008 tentang Prosedur Mediasi di Pegadilan Agama Bekasi” yang ditulis
oleh Nur Hidayat Fakultas Syariah dan Hukum, Peradilan Agama, UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta 2011 M. Skripsi ini membahas tentang faktor- faktor
penghambat dan pendukung proses mediasi di Pengadilan Agama, yang mana di
pengadilan banyak menerapkan proses mediasi yang tidak sesuai dengan Perma
tentang Mediasi.
2. “Optimalisasi Peran Hakim Medasi Dalam Perkara Perceraian Di Pengadilan
Agama Jakarta Selatan” yang ditulis oleh Ulfa Fauziah Hidayati
(1090441000040) Fakultas Syariah dan Hukum, Peradilan Agama, UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta 2013 M, poin yang dibahas tentang optimalisasi peran
hakim mediasi dalam perkara cerai di Pengadilan Agama khususnya di
Pengadilan Agama Selatan, karena kurang maksimalnya para mediator dalam
melakukan upaya mediasi antara kedua belah pihak.
3. “Hak Nafkah Iddah Pasca Cerai Gugat dan Implementasinya di Pengadilan
Agama Tanjung Pati” yang di tulis oleh Defi Uswatun Hasanah
8
(1110044100003) Fakultas Syariah dan Hukum, Peradilan Agama, UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta 2014 M. Skipsi ini membahas tentang hak nafkah iddah
pasca Cerai Gugat menurut fuqaha mazhab dan peraturan pemerintah di
Indonesia, hak memperoleh nafkah iddah pasca Cerai Gugat di Pengadilan
Agama Tanjung Pati dan sejauh mana kebebasan hakim menafsirkan ketentuan
perundang-undangan tentang hak nafkah iddah pasca Cerai Gugat.
F. Metode Penelitaian
Metode penelitian yang dipergunakan oleh penulis dalam menyesaikan
skripsi ini adalah metode-metode yang umumnya berlaku dalam penelitian dan
bisa dihadirkan ke dalam beberapa katagori:
1. Jenis Penelitian
Penelitian ini adalah penelitian kualitatif, yaitu suatu pendekatan metode
yang berfungsi sebagai prosedur penelusuran masalah yang diselidiki dengan
menggambarkan atau melukiskan subjek dan objek penelitian (seseorang,
lembaga, masyarakat, dan lain-lain). Berdasarkan fakta-fakta yang tampak atau
sebagaimana adanya.12
2. Jenis Data
Adapun jenis data yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah:
a. Data Primer
Data primer yaitu data yang menjadi pedoman utama dalam data penelitian yaitu:
Undang-undang Republik Indonesia Tahun 1945, HIR (Herziene Inlandsch
12 Hadad Nawawi, Metode Penelitian Sosial, (Yogyakarta Gajah Muda University Press,1998). Cet ke- 8. h. 63.
9
Reglement), R.bg ( Rechsreglement Voor De Buitengewesten), KHI (Kompilasi
Hukum Islam), Peraturan Pemerintah Nomor 9 Tahun 1975 dan Perma No. 1
Tahun 2008.
b. Data Sekunder
Data sekunder merupakan data yang diperoleh dari literature kepustakaan seperti
buku-buku, arsip-arsip yang mendukung, hasil-hasil panelitian yang berwujud
laporan yaitu hasil wawancara dan sebagainya.
3. Teknik Pengumpulan Data
Adapun teknik pengumpulan data yang dilakukan adalah sebagai berikut:
a. Studi kasus yaitu berupaya menelaah sebanyak mungkin data mengenai suyek
yang diamati dan diteliti. Setiap analis kasus mengandung data berdasarkan
pengamatan, data dokumenter, kesan dan pernyataan orang lain mengenai peran
mediasi terhadap kasus-kasus cerai gugat di Pengadilan Agama Cibinong.13
b. Wawancara (interview)
Wawancara atau interview merupakan tanya jawab secara lisan dimana
dua orang atau lebih berhadapan secara langsung. Dalam proses interview ada dua
pihak yang menempati kedudukan yang berbeda. Satu pihak berfungsi sebagai
pencari informasi atau interviewer sedangkan pihak lain berfungsi sebagai
pemberi informasi atau informan (responden).14
Wawancara dilakukan dengan teknik pengambilan sampel purposif
(purposial samping), yaitu ditetapkan secara sengaja oleh penulis. Dalam
13 Dedy Mulyana, Metode Penelitian Kualitatif (Universitas Indonesia) h. 201-202.
14 Soemitro Romy H, Metodelogi Penelitian Hukum dan Jurimetri (Jakarta: GhaliaIndonesia, 1990), h. 47.
10
hubungan ini, lazimnya didasarkan atas kriteria atau pertimbangan tertentu, jadi
tidak melalui proses pemilihan sebagaimana yang dilakukan dalam teknik
random.15 Dalam hal ini penulis menunjuk seseorang yang akan diwawancarai
sesuai dengan tujuan studi yang dilakukan. Wawancara dilakukan penulis dengan
Hakim yang ditunjuk sebagai Mediator di Pengadilan Agama Cibinong yang
mampu mengkaji, mengetahui, serta memeriksa sekaligus memutus jalannya
proses mediasi.
4. Teknik Analisa Data
Analisa data adalah proses mencari dan menyusun secara sistematis data
yang diperoleh dari hasil wawancara, data lapangan dan bahan-bahan lain
sehingga dapat mudah dipahami dan temuanya dapat diinformasikan kepada
orang lain.16
Analisa data dalam penelitian ini dilakukan dengan menggunakan analisa
kualitatif, yaitu menganalisa dengan cara menguraikan dan mendeskripsikan
kasus cerai gugat yang terjadi di lingkungan Pengadilan Agama Cibinong
sehingga dapat suatu kesimpulan yang objektif, logis, konsisten, dan sistematis
sesuai dengan tujuan yang dilakukan penulis dalam penelitian ini.
G. Sistematika Penulisan
Agar mendapatkan gambaran yang jelas mengenai materi pokok penulisan
dan memudahkan serta terarah juga sistematis bagi para pembaca dalam
15 Yayan Sopyan, Pengantar Metode Penelitian, (UIN Jakarta: 2010), h. 81.
16 Sugiyono, Metode Penelitian Kualitatif, (Bandung: Alfabeta, 2004), h. 244.
11
mempelajari tata urutan penulisan skripsi ini, maka penulis mengklasifikasikan
permasalahan dalam beberapa bab dengan sistematika sebagai berikut:
Bab Pertama Berisi tentang pendahuluan yang terdiri dari latar belakang
masalah, identifikasi masalah, pembatasan dan perumusan masalah, tujuan dan
manfaat penelitian, tinjauan kajian terdahulu, metode penelitian, teknik analisa
data dan sistematis penulisan.
Bab Kedua Membahas tentang pengertian mediasi, ruang lingkup mediasi,
macam-macam mediator, proses mediasi di Pengadilan Agama, dan peraturan
mediasi menurut Perma No. 1 Tahun 2008,
Bab Ketiga Uraian tentang Pengertian cerai gugat dan alasan pengajuan
cerai gugat, prosedur pengajuan cerai gugat di pengadilan agama, dan akibat cerai
gugat.
Bab Keempat Merupakan pembahasan hasil penelitian yaitu gambaran
perkara cerai gugat dari tahun 2012-2014 di Pengadilan Agama Cibinong, faktor
penyebab cerai gugat di pengadilan agama cibinong dan peran mediasi hakim
dalam menanggulangi banyakya kasus cerai gugat.
Bab Kelima Merupakan tahap akhir dari Penulisan Skripsi ini yang terdiri
dari kesimpulan dan saran.
13
BAB II
MEDIASI HAKIM DALAM MASALAH KASUS CERAI GUGAT
A. Pengertian Mediasi
Mediasi merupakan istilah yang berasal dari kosa kata Inggris, yaitu
mediation. Para penulis dan sarjana Indonesia kemudian lebih suka
mengindonesiakannya menjadi “mediasi”.1 Mediasi berdasarkan Kamus Besar
Bahasa Indonesia adalah proses pengikutsertaan pihak ketiga dalam penyelesaian
suatu perselisiahan sebagai penasehat.2 Mediasi adalah suatu proses penyelesaian
sengketa antara dua pihak atau lebih melalui perundingan atau cara mufakat
dengan bantuan pihak netral yang tidak memiliki kewenangan memutus. Pihak
netral tersebut disebut mediator dengan tugas memberikan bantuan prosedural dan
substansial. Dengan demikian dari definisi atau pengertian mediasi ini dapat
diidentifikasikan unsur-unsur esensial mediasi yaitu:
1. Mediasi merupakan cara penyelesaian sengketa melalui perundingan
berdasarkan pendekatan mufakat atau consensus para pihak.
2. Para pihak meminta bantuan pihak lain yang bersifat tidak memihak yang
disebut mediator.
1 Gunawan Wijaya, 2001, Alternatif Penyelesaian Sengketa, (Jakarta: PT Raja GrafindoPersada), h. 90-92.
2 Tim Penyusun Kamus Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa, Kamus BesarBahasa Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka, 2002), h. 726.
14
3. Mediator tidak memiliki kewenangan memutus, tetapi hanya membantu para
pihak yang bersengketa dalam mencari penyelesaian yang dapat diterima para
pihak.3
Di dalam surat An-Nisa’ ayat 128 diterangkan:
Artinya: “Dan jika seorang wanita khawatir akan nusyuz atau sikap tidak acuhdari suaminya, maka tidak mengapa bagi keduanya mengadakan perdamaianyang sebenar-benarnya, dan perdamaian itu lebih baik (bagi mereka) walaupunmanusia itu menurut tabiatnya kikir, Dan jika kamu bergaul dengan istrimusecara baik dan memelihara dirimu (dari nusyuz dan sikap tak acuh), makasesungguhnya Allah adalah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan” (Q.SAn-Nisa: [4] 128).
Kewajiban hakim untuk mendamaikan para pihak dengan tuntunan ajaran
agama islam, yang memerintahkan menyelesaikan setiap perkara dengan jalan
perdamaian, yakni pada firman Allah dalam Q.S Al-Hujarat ayat 9, yang
berbunyi:
3 Takdir Rahmadi, Mediasi Penyelesaian Sengketa Melalui Pendekatan Mufakat,(Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2011), h 11-12.
15
Artinya : “Dan jika ada dua golongan dari orang-orang mukmin berperangmaka damaikanlah antara keduanya. Jika salah satu dari kedua golongan ituberbuat aniaya terhadap golongan yang lain maka perangilah golongan yangberbuat aniaya itu sehingga golongan itu kembali kepada perintah Allah; jikagolongan itu telah kembali (kepada perintah Allah), maka damaikanlah antarakeduanya dengan adil dan berlaku adillah. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang berlaku adil” (Q.S Al-Hujarat:[49] 9).
Mediasi sebagaimana dicantum pada pasal 1851 KUHPerdata adalah,
suatu persetujuan kedua belah pihak dengan menyerahkan, menjanjikan, atau
menahan suatu barang, mengakhiri suatu perkara yang sedang bergantung atau
mencegah timbulnya suatu perkara. 4 Dasar perdamaian menurut hukum positif
dijelaskan dalam HIR Pasal 130 dan 154 Rbg (Reglement Buittegewesten) bahwa:
a. Jika pada hari ditentukan itu, kedua belah pihak datang, maka Pengadialan dengan
pertolongan ketua mencoba mendamaikan mereka.
b. Jika perdamian yang demikian ini dapat dicapai, maka pada waktu persidangan,
dibuat sebuah surat (akta) tentang perselisihan itu, lalu surat itu akan berkekuatan
dan dijalankan sebagaimana putusan yang ada.
c. Keputusan yang demikian tidak diizinkan untuk melakukan banding.
d. Jika pada waktu mencoba mendamaikan kedua belah pihak, diperlukan memakai
seorang juru bahasa, maka pasal yang berikut dituruti untuk itu.5
4 R. Subekti dan R. Tjitrosudibio, Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, (Jakarta:Pradyna Paramitha, 2004), h. 468.
5 Nasharuddin Salim, Mimbar Hukum : Pemberdayaan Lembaga Damai Pada PengadilanAgama (Pasal 130 HIR/ 154 RBG), (Jakarta: Al- Hikmah dan DITBINBAPERA, 1999), h. 5.
16
B. Ruang Lingkup Mediasi
Mediasi sebagai salah satu bentuk penyelesaian sengket memiliki ruang
lingkup utama berupa privat/ perdata. Sengketa-sengketa perdata berupa sengketa
keluarga, waris, kekayaan, kontrak, perbankan, bisnis, lingkungan hidup dan
berbagai jenis segketa perdata lainnya dapat diselesaikan melalui jalur mediasi.
Dalam perundang-undangan Indonesia ditegaskan ruang lingkup sengketa yang
dapat dijalankan kegiatan mediasi.6
Dalam perundang-undangan Indonesia ditegaskan ruang lingkup sengketa
yang dapat dijalankan kegiatan mediasi. Dalam Undang-undang Nomor 30 Tahun
tentang Arbitrase dan alternatif penyelesaian sengketa disebutkan bahwa sengketa
atau beda pendapat perdata dapat diselesaikan oleh para pihak melalui alternatif
penyelesaian sengketa yang didasarkan dengan itikad baik dengan
menyampangkan penyelesaian secara litigasi di Pengadilan Negeri dan di
Pengadilan Agama.
Ditegaskan dalam Peraturan Mahkamah Agung (PERMA) No. 1 Tahun
2008 tenatang prosedur mediasi di Pengadilan pasal 2 disebutkan bahwa semua
perkara perdata yang diajukan ke Pengadilan tingkat pertama wajib terlebih
dahulu diselesaikan melalui perdamaian dengan bantua mediator. Ketentuan pasal
ini mengambarkan bahwa ruang lingkup sengketa yang dapat dimediasi adalah
seluruh perkara perdata yang menjadi kewenangan peradilan umum dan peradilan
agama pada tinggkat pertama. Kewenangan pada peradilan agama meliputi
perkara perkawinan, kewarisan, wakaf, hibah, sedekah, dan ekonomi syariah.
6 Syahrizal Abbas, Mediasi Dalam Perspektif (Hukum Syariah, Hukum Adat dan HukumNasional), (Jakarta : Kencana, 2009), h. 21.
17
C. Macam-macam Mediator
Sebelum mengadakan mediasi, sesuai dengan pasal 13 ayat (1) PERMA,
para pihak dapat menyerahkan resume perkara kepada satu sama lain dan kepada
mediator paling lama lima hari kerja setelah para pihak menunjuk mediator yang
disepakati.
Mediator dalam mediasi wajib untuk menentukan jadwal pertemuan untuk
meyesesaikan medasi (pasal 15 (1)). Dalam setiap sesi pertemuan, para pihak
dapat didampingi oleh penasehat hukum. Mengenai tahap-tahap dalam proses
mediasi itu sendiri, PERMA tidak mengaturnya. Para pihak dan mediator dapat
mengatur sendiri mengenai tahap-tahapannya sesuai dengan teori yang telah
dipelajari. Di dalam mediasi tersebut, bila diperlukan dapat kaukus, dan juga
dihadirkan saksi ahli kalau memang ada duduk perkara yang tidak jelas. (pasal 15
(3)).
Mediasi dengan mediator diluar daftar mediator pengadilan (non-hakim)
pada dasarnya prosedur mediasi dengan mediator non- hakim di luar pengadilan,
tidak jauh berbeda dengan mediasi yang menggunakan mediator (hakim maupun
no-hakim) yang dilakukan di pangadilan. Dalam Pasal 12 ayat (1) dikatakan
bahwa para pihak wajib menempuh proses mediasi dengan itikad baik. Namun
memang terdapat beberapa hal yang berbeda dalam pelakasanakannya (diatur
khusus dalam pasal 13 ayat (4)). Seperti dalam hal jangka waktu maka atas dasar
kesepakatan para pihak, jangka waktu dapat diperpanjang paling lama 14 (empat
belas) hari kerja.7
7 Mahkamah agung Republik Indonesia pasal 17 (1).
18
D. Proses Mediasi di Pengadilan Agama
Dalam perjalanannya seringkali para hakim tidak sunguh-sungguh dalam
mengupayakan mediasi dan cenderung bersifat formalitas, sehingga sangat sedikit
sengketa yang diselesaikan dalam masalah mediasi, kondisi seperti itu Mahkamah
Agung mengambil kebijakan untuk memberdayakan upaya perdamaian melalui
mediasi sebagaimana dalam PERMA No. 2 tahun 2003 yang kemudian diubah
menjadi PERMA No. 1 tahun 2008 tentang Pelaksanaan Mediasi di Pengadilan.
Proses mediasi yang dilakukan oleh Pengadilan sesuai PERMA No. 1
Tahun 2008, proses mediasi dibagi kedalam tiga tahap, yaitu tahap pramediasi,
tahap pelaksana mediasi, dan tahap akhir implementasi hasil mediasi,8 ketiga
tahap ini merupakan jalan akan ditempuh oleh mediator dan para pihak dalam
menyelesaikan seneta mereka.
1. Tahap Pra Mediasi
Tahap pra mediasi adalah tahap awal dimana mediator menyusun sejumlah
langkah dan persiapan sebelum mediasi benar-benar dimulai. Tahap ini
menentukan berjalan atau tidaknya proses mediasi selanjutnya. Mediator
melakukan beberapa langkah antara lain: membangun kepercayaan diri,
menghubungi para pihak, menggali dan memberikan informasi awal mediasi,
mengkoordinasikan pihak bertikai, mewaspadai perbedaan budaya, menentukan
siapa yang hadir, menentukan tujuan pertemuan, kesepakataan waktu dan tempat,
8 Syahrizal Abbas, Mediasi Dalam Perspektif Hukum Adat, dan Hukum Nasional,(Jakarta: Kencana, 2009), h. 79-80.
19
dan menciptakan rasa aman bagi kedua belah pihak untuk bertemu dan
membicarakan permasalahan mereka.9
Tahap pra mediasi menurut PERMA No. 1 Tahun 2008 tentang prosedur
mediasi di Pengadilan pasal 7 ayat (1) bahwa: “Pada hari sidang yang telah
ditentukan yang dihadiri kedua belah pihak, hakim mewajibkan para pihak untuk
menempuh mediasi”, pada hari itu juga paling lama 2 hari kerja, berikutnya para
pihak dan ataupun sebagaimana pada pasal 8 PERMA ini lalu menyampaikannya
kepada Ketua Majelis yang akan menunjuk mediator dengan daftar suatu
penetapan. 10
2. Tahap Pelaksanaan Mediasi
Tahap pelaksanaan mediasi adalah tahap para pihak yang bersengketa sudah
berhadapan satu sama lain dan memulai proses mediasi. Tahap mediasi dalam
pasal 13 ayat (1) PERMA No. 1 Tahun 2008 tentang proses mediasi di
Pengadilan: “ Dalam waktu paling lama 5 hari kerja setelah para pihak
menunjukan mediator yang disepakati, para pihak dapat menyerahkan resume
perkara kepada satu sama lain dan mediator.” Selanjutnya mediator menentukan
jadwal pertemuan, para pihak dapat didampingi kuasa hukumnya. Pada dasarnya
proses mediasi bersifat rahasia dan berlangsung paling lama 40 hari kerja sejak
pemilihan atau penetapan penunjukan mediator sebagaimana pada ayat (3) pasal
yang sama.
9 Nurainingsih Amriani, Mediasi Alternatif Penyelesaian Sengketa Perdata di Pengadilan,(Jakarta: Raja Grafindo Persada: 2011), h. 22.
10 Nurainingsih Amriani, Mediasi Alternatif Penyelesaian Sengketa Perdata diPengadilan, (Jakarta: Raja Grafindo Persada: 2011), h. 23.
20
Dalam proses ini terdapat beberapa langkah, diantaranya sambutan
mediator, presentasi dan pemaparan kisah para pihak, mengurutkan dan
menjernihkan permasalahan, berdiskusi dan negosiasi masalah yang disepakati,
menciptakan opsi-opsi, menemukan butir kesepakatan, merumuskan keputusan,
mencatat dan menuturkan kembalin keputusan dan penutup mediasi. Jika tercapai
kesepakatan, para pihak dengan bantuan mediator wajib merumuskan secara
tertulis kesepakatan yang telah dicapai dan ditandatangani oleh pihak dan
mediator (Pasal 17 ayat 1). Hakim kemudian mengukuhkan kesepakatan tersebut
sebagai suatu akta perdamaian, jika tidak mencapai kesepakatan, maka mediator
menyampaikan secara tertulis bahwa proses mediasi gagal, dan memberitahukan
kepada Hakim (Pasal 18 ayat 1) yang kemudian akan melanjutkan pemeriksaan
pokok perkara tersebut.
3. Tahap Akhir Implementasi Hasil Mediasi
Tahap ini merupakan tahap para pihak hanyalah menjalankan hasil-hasil
kesepakatan yang telah mereka tuangkan bersama dalam suatu perjanjian tertulis
berdasarkan komitmen yang telah mereka tunjukan selama dalam proses
mediasi.11
E. Peraturan Mediasi Menurut PERMA No. 1 Tahun 2008
Peraturan Mahkamah Agung Nomor 1 Tahun 2008 memuat sepuluh
prinsip pengaturan tentang penggunaan mediasi terintegrasi di pengadilan (court-
connected mediation). Kesepuluh prinsip itu adalah (1) penggunaan mediasi
11 Nurainingsih Amriani, Mediai Alternatif Penyelesaian Sengketa Perdata diPengadilan, (Jakarta: Raja Grafindo Persada: 2011), h. 23.
21
secara wajib, (2) otonomi para pihak, (3) mediasi dengan iktikad baik, (4)
efesiensi waktu, (5) sertifikat mediator, (6) tanggung jawab mediator, (7)
kerahasiaan, (8) pembiayaan mediasi, (9) mediasi yang berulang-ulang, dan (10)
kesepakatan perdamaian di luar pengadilan.
1. Mediasi Wajib Ditempuh
Peraturan Mahkamah Agung Nomor 1 Tahun 2008 memerintahkan hakim
pemeriksa perkara untuk mewajibkan para pihak menempuh mediasi terlebih
dahulu. Jika proses mediasi tidak ditempuh atau sebuah sengketa langsung
diperiksa dan diputus oleh hakim, konsekuensi hukumnya adalah putusan itu
batal demi hukum. Ide-ide hukum seperti itu yang terkandung dalam Pasal 2 ayat
(2) dan (3) Peraturan Mahkamah Agung Nomor 1 Tahun 2008 yang menyatakan:
(2) Setiap hakim, mediator dan para pihak wajib mengikuti prosedur
penyelesaian sengketa melalui mediasi yang diatur dalam peraturan ini.
(3) Tidak menempuh prosedur mediasi berdasarkan peraturan ini
merupakan pelanggaran terhadap ketentuan Pasal 130 HIR dan Pasal 154 Rbg
yang mengakibatkan putusan batal demi hukum.
Penggunaan mediasi secara wajib tidak tidak diartikan bahwa para pihak
diwajibkan mencapai atau menghasilkan perdamaian. Perdamaian tidak dapat
dipaksa atau diwajibkan, tetapi harus merupakan hasil kesadaran dan keingginan
bersama. Apa yang diwajibkan oleh Peraturan Mahkamah Agung Nomor 1
Tahun 2008 adalah hanya menempuh proses mediasi atau dapat disebut juga
dengan istilah “mandatory to enter mediation”. Jika setelah para pihak
menempuh, tetapi kemudian mereka merasakan bahwa ternyata mediasi tidak
22
memenuhi aspirasi mereka, maka para pihak dapat saja menyatakan ke luar
proses mediasi.
2. Otonomi Para Pihak
Prinsip otonomi para pihak merupakan prinsip yang melekat pada proses
mediasi, mediasi merupakan proses penyelesaian sengketa yang memberi
peluang kepada para pihak untuk menentukan dan memengaruhi proses dan
hasilnya berdasarkan mekanisme konsensus atau mufakat para pihak dengan
bantuan pihak netral. Prinsip otonomi juga kadang-kadang disebut dengan self
determination, yaitu para pihaklah yang berhak atau berwenang untuk
menentukan dalam arti menerima atau menolak segala sesuatu dalam proses
mediasi.
3. Mediasi dengan Iktikad Baik
Mediasi merupakan proses penyelesaian sengketa melalui musyawarah
mufakat atau konsesnsus para pihak yang akan dapat berjalan dengan baik jika
dilandasi oleh iktikad untuk meyelesaikan sengketa. Mediasi juga mengandung
kelemahan-kelemahan yang dapat dimanfaatkan oleh orang atau pihak-pihak
yang memiliki iktikad buruk, mengulur-ulur waktu atau kepura-puraan atau
ketidak jujuran. Atas dasar alasan-alasan ini, Peraturan Mahkamah Agung
Nomor 1 Tahun 2008 memuat norma yang menyatakan bahwa para pihak
menempuh mediasi dengan iktikad baik.12 Dan Peraturan Mahkamah Agung
Nomor 1 Tahun 2008 ternyata memberikan hak kepada salah satu pihak untuk
menyatakan mundur dari proses mediasi jika pihak untuk menyatakan mundur
12 Pasal 12 ayat (1) Peraturan Mahkamah Agung Nomor 1 Tahun 2008 menyatakan:“(1) Para pihak wajib menempuh proses mediasi dengan iktikad baik”.
23
dari proses mediasi jika pihak lawannya menempuh mediasi dengan iktikad tidak
baik.13
4. Efensiensi Waktu
Masalah waktu merupakan salah satu faktor penting dalam penyelesaian
sebuah sengketa atau perkara. Konsep waktu juga berhubungan dengan kepastian
hukum dan ketersediaan atau pemanfaatan sumber daya yang ada. Prinsip
efensiensi waktu dalam Paraturan Mahkamah Agung Nomor 1 Tahun 2008
tampak pada dalam pengaturan pembatasan waktu bagi para pihak dalam
perundingan untuk memilih mediator di antara pilihan sebagaimana disebut
dalam Pasal 8 ayat (1). Demikan pula proses mediasi sebagaimana diatur dalam
Peraturan Mahkamah Agung Nomor 1 Tahun 2008 terhadap kebijakan
pembatasan waktu, yaitu mediasi berlangsung paling lama empat puluh hari kerja
sejak mediator dipilih atau ditunjuk dan atas dasar kesepakatan para pihak, masa
mediasi dapat diperpanjang hingga paling lama emapt belas hari kerja sejak
berakhirnya masa empat puluh hari.14
5. Sertifikasi Mediator
Peraturan Mahkamah Agung Nomor 1 Tahun 2008 mendorong lahirnya
mediator-mediator yang professional. Kecenderungan ini tampak dari adanya
ketentuan, bahwa pada dasarnya “ setiap orang yang menjalankan fungsi
mediator wajib memiliki sertifikat mediator yang diperoleh setelah mengikuti
pelatihan yang diselenggarakan oelh lembaga yang telah memperoleh akreditasi
13 Pasal 12 ayat (2) Peraturan Mahkamah Agung Nomor 1 Tahun 2008.
14 Pasal 13 ayat (3) dan (4) Peraturan Mahkamah Agung Nomor 1 Tahun 2008.
24
dari Mahkamah Agung Republik Indonesia.15 Mahkamah Agung berpandangan
bahwa sertifikat mediator adalah perlu sebagai salah satu upaya penjaminan
mnutu fungsi mediator, namun dalam keadaan atau situasi tertentu, seperti
disebutkan dalam Pasal 5 ayat (2) Peraturan Mahkamah Agung Nomor 1 Tahun
2008, ketentuan itu dapat disampingi karena upaya mediasi tidak boleh ditunda
hanya karena ketiadaan sertifikat.
6. Tanggung Jawab Mediator
Mediator memiliki tugas dan tanggung jawab yang bersifat prosedural
dan fasilitatif. Tugas-tugas itu tercermin dalam ketentuan Pasal 15 Peraturan
Mahkamah Agung Nomor 1 Tahun 2008, yaitu, (1) mempersiapkan usulan
jadwal pertemuan kepada para pihak, (2) mendorong para pihak untuk secara
langsung berperan dalam proses mediasi, (3) melakukan kaukus, (4) mendorong
para pihak untuk menelusuri atau menggali kepentingan mereka dan mencari
berbagai pilihan penyelesaian yang terbaik menurut para pihak memeriksa materi
kesepakatan perdamaian untuk menghindari kesepakatan yang bertentangan
dengan hukum atau yang tidak dapat dilaksanakan atau yang memuat iktikad
tidak baik.16
Pedoman Perilaku Mediator meletakan keawajiban-kewajiban terhadap
mediator untuk:17
1. Menyelenggarakan proses mediasi sesuai dengan prinsip penentuan diri
sendiri oleh para pihak atau sesuai dengan prinsip otonomi para pihak,
15 Pasal 5 ayat (1) Peraturan Mahkamah Agung Nomor 1 Tahun 2008.
16 Pasal 17 ayat (3) Peraturan Mahkamah Agung Nomor 1 Tahun 2008.
17 Pedoman Perilaku Mediator 4, 5, 6, 7, 8, dan 9.
25
2. Menjelaskan kepada para pihak pada pertemuan lengkap pertama tentang
pengertian mediasi, proses mediasi, dan kaukus seta peran mediator,
3. Menghormati hak para pihak untuk berkonsultasi dengan penasihat
hukumnya, para ahli dan hak untuk keluar dari proses mediasi,
4. Menghindari penggunaan ancaman, tekanan atau intimidasi dan paksaan
terhadap salah satu atau para pihak untuk membuat satu keputusan,
5. Menjaga kerahasiaan informasi yang terungkap dalam proses mediasi,
6. Memusnakan catatan-catatan dalam proses mediasi,
7. Menghindari benturan kepentingan,
8. Bila menyadari adanya benturan kepentingan atau potensi benturan
kepentingan, mediator wajib mengundurkan diri,
9. Menyelenggarakan proses mediasi secara berimbang dan menjaga kualitas
proses mediasi,
10. Meningkatkan kemampuan dan keterampilan,
11. Mediator non hakim diperbolehkan menerima honor dari pada para pihak atas
dasar kesepakatan tertulis dengan para pihak,
12. Dalam menentukan jumlah honor, mediator non hakim tidak boleh
berdasarkan pada hasil akhir proses mediasi.
Selain itu, Pedoman Perilaku Mediator juga mengatur mekanisme
penegakan aturan Pedoman Perilaku Mediator.18
7. Kerahasiaan
18 Pedoman Perilaku Mediator Pasal 10, 11, 12 dan 13.
26
Berbeda dengan proses litigasi yang bersifat untuk umum, proses mediasi
pada asasnya tertutup bagi umum kecuali para pihak menghendaki lain.19 Hal ini
berarti bahwa hanya para pihak atau kuasa hukum mereka dan mediator saja yang
boleh mengahdiri dan berperan dalam sesi-sesi mediasi, sedangkan pihak-pihak
lain tidak diperbolehkan menghadiri sesi-sesi mediasi terkecuali atas izin para
pihak. Sifat kerahasiaan proses mediasi ini sering disebut menjadi daya tarik bagi
para pihak, terutama kalangan pelaku bisnis, untuk menempuh mediasi karena
tidak menginginkan persoalan-persoalan yang mereka hadapi diketahui oleh
publik.
Sifat kerahasiaan proses mediasi, sebagaimana disebut dalam Pasal 6,
juga diperkuat dengan ketentuan Pasal 19 ayat (1), (2), dan (3), Pasal 9 ayat (1)
menyatakan bahwa:
“ Jika para pihak gagal mencapai kesepakatan, pernyataan, dan pengakuan para
pihak dalam proses mediasi tidak dapat digunakan sebagai alat bukti dalam proses
persidangan perkara yang bersangkutan.”
8. Pembiyaaan
Pembiyaan yang berkaitan dengan proses mediasi paling tidak
mencangkup hal-hal berikut: ketersidiaan ruang-ruang mediasi, honor para
mediator, biaya para ahli jika diperlukan, dan biaya transportasi para pihak datang
ke pertemuan-pertemuan atau sesi-sesi mediasi. Untuk biaya transportasi para
pihak sudah jelas menjadi tanggung jawab para pihak sendiri. Tentang ini pasal 25
ayat (1) Peraturan Mahkamah Agung Nomor 1 Tahun 2008 secara tegas
19 Pasal 6 Peraturan Mahkamah Agung Nomor 1 Tahun 2008.
27
manyatakan bahwa “ Mahkamah Agung menyediakan sarana yang dibutuhkan
bagi proses mediasi…..”. Dengan ini demikian, sudah sepantasnya jika
pembiayaan pengadaan sarana menjadi tanggung jawab Negara.
9. Pengulangan Mediasi
Pasal 18 ayat (3) Peraturan Mahkamah Agung Nomor 1 Tahun 2008
memberikan kewenangan kepada hakim pemeriksaan perkara untuk tetap
mendorong para pihak supaya menempuh perdamaian setelah kegagalan proses
mediasi pada tahap awal atau pada tahap sebelum pemeriksaan perkara dimulai.
Proses perdamaian setelah memasuki tahap pemeriksaan dimediasi langsung
oleh hakim pemeriksa. Jadi, proses mediasi setelah memasuki tahap pemeriksaan
oleh hakim tidak memberikan kewenangan kepada para pihak untuk memilih
mediator. Proses mediasi ini berlangsung paling lama 14 (empat belas) hari sejak
para pihak menyampaikan keingginan mereka kepada hakim pemeriksa perkara
yang bersangkutan. Jika mediasi sebelum perkara diperiksa oleh hakim bersifat
diwajibkan, mediasi pada tahap pemeriksaan sebelum pengucapan putusan
bersifat sukarela. Bahkan Peraturan Mahkamah Agung Nomor 1 Tahun 2008
tidak hanya membolehkan pengulangan mediasi atau upaya damai pada
pemeriksaan tingkat pertama, tetapi juga pada tingkat banding, tingkat kasasi,
dan peninjauan kembali sebagaimana diatur dalam Pasal 21.20
10. Kesepakatan Perdamaian di Luar Pengadilan
Peraturan Mahkamah Agung Nomor 1 Tahun 2008 pada dasarnya lebih
dimaksudkan untuk mengatur prinsip dan prosedur penggunaan mediasi terhadap
20 Peraturan Mahkamah Agung Nomor 1 Tahun 2008, Pasal 21 (1).
28
perkara atau sengketa perdata yang telah diajukan ke pengadilan (court-connected
mediation). Namun, sebagai upaya untuk lebih memperkuat pengunaan mediasi
dalam sistem hukum Indonesia dan memperkecil timbulnya persoalan-persoalan
hukum yang mungkin timbul dari penggunaan mediasi di luar Pengadilan,
Mahkamah Agung ternyata melalui Peraturan Mahkamah Agung Nomor 1 Tahun
2008 juga memuat ketentuan yang dapat digunakan oleh pihak-pihak yang
bersengketa yang berhasil menyelesaikan sengketa itu melalui mediasi di luar
pengadilan untuk meminta kepada pengadilan dikuatkan dengan akta
perdamaian.21
21 Peraturan Mahkamah Agung Nomor 1 Tahun 2008, Pasal 23 ayat (1).
29
BAB III
CERAI GUGAT SEBAGAI UPAYA PUTUSNYA PERKAWINAN
A. Pengertian Cerai Gugat dan Alasan Pengajuan Cerai Gugat
Perceraian terbagi menjadi dua yaitu cerai gugat dan cerai talak. Cerai
talak adalah apabila suami yang mengajukan permohonan ke Pengadilan untuk
meceraikan istrinya. Cerai Gugat atau gugatan cerai terjadi disebabkan oleh
adanya suatu gugatan oleh istri kepada Pengadilan agar perkawinan dengan
suaminya menjadi putus.1
Dalam persoalan putusnya perkawinan atau perceraian serta akibat-
akibatnya, diatur dalam Pasal 38 sampai dengan 40 Undang-Undang Perkawinan
dijelaskan bahwa:
Pasal 38 Perkawinan dapat putus karena:
a. Kematian
b. Perceraian, dan
c. Atas keputusan pengadilan
Pasal 39 UU Perkawinan
(1) Perceraian hanya dapat dilakukan di depan sidang pengadilan setelahpengadilan yang bersangkutan berusaha dan tidak berhasil mendamaikandua belah pihak.
(2) Untuk melakukan perceraian harus ada cukup alasan, bahwa antara suamiistri itu tidak akan dapat hidup rukun sebagai suami istri.
(3) Tata cara perceraian di depan sidang pengadilan diatur dalam peraturanperundang-undangan tersendiri.
Pasal 40 UU Perkawinan:
1 Abdul Manan, Aneka Masalah Hukum Perdata di Indonesia (Jakarta: Kencana, 2006),h. 19.
30
(1) Gugatan perceraian diajukan kepada pengadilan.(2) Tata cara mengajukan gugatan tersebut pada ayat (1) pasal ini diatur dalam
peraturan perundanagn tersendiri.2
Didalam pasal 19 PP No. 9 Tahun 1975 jo. Pasal 116 KHI dinyatakan hal-
hal yang menyebabkan terjadinya perceraian . Perceraian dapat terjadi karena
alasan-alasan yaitu:
a. Salah satu berbuat zina atau menjadi pemabuk, pemadat, penjudi dan lain
sebagainya yang sukar disembuhkan.
b. Salah satu pihak meninggalkan pihak lain selama 2 tahun berturut-turut
tanpa izin pihak lain dan tanpa alasan yang sah atau karena hal lain diluar
kemampuanya.
c. Salah satu pihak melakukan kekejaman atau penganiayaan berat yang
membahayakan pihak lain.
d. Salah satu pihak mendapat cacat badan atau penyakit dengan akibat tidak
dapat menjalankan kewajibannya sebagai suami/istri.
e. Antara suami dan istri terus menerus terjadi perselisihan dan pertengkaran
dan tidak ada harapan akan hidup rukun lagi dalam rumah tanggga.3
f. Suami melanggar taklik-talak.
g. Peralihan agama atau murtad yang menyebabkan terjadinya
ketidakrukunan dalam rumah tangga.
2 Zainudin Ali, Hukum Perdata Islam di Indonesia, (Sinar Grafika : Cet. I April 2006 Cet.II Juli, 2007), h. 73-74.
3 Amiur Nuruddin dan Azhari Akmal Tarigan,, Hukum Perdata Islam di Indonesia (StudiKritis Perkembangan Hukum Islam dari Fikh, UU No 1/1974 sampai KHI (Jakarta: Kencana,2004), h. 216-219.
31
Dipengadilan Agama penggugat atau pemohon mengajukan gugatan
kepada Ketua Pengadilan Agama melalui Panitera yang secara tertulis maupun
secara lisan. Pengajuan secara tertulis artinya penggugat atau pemohon
mengajukan gugatan secara tertulis dengan surat gugatan atau permohonan
tersebut.
Pengajuan secara tidak tertulis artinya permohonan ini dilakukan bagi
mereka yang tidak bisa baca tulis. Dalam hal penggugat atau pemohon
mengajukan gugatan atau permohonan tidak tertulis melainkan lisan, kemudian
panitera merumuskan surat gugatan kemudian mendatanggani oleh Ketua
Pengadilan Agama.
B. Prosedur Pengajuan Cerai Gugat di Pengadilan Agama
Dalam mengajukan surat gugatan ini, penggugat atau pemohon
melampirkan beberapa syarat yang harus dipenuhi antara lain:4
1. Foto copy akta nikah yang telah dilegalisir yang bermaterai cukup serta akta nikah
yang asli.
2. Surat keterangan dari kelurahan dari kelurahan bagi mereka yang ghoib atau tidak
diketahui alamatnya yang jelas.
3. Foto copy KTP yang masih berlaku yang telah dilegalisir dengan bermaterai
cukup
4. Membayar biaya perkara.
Untuk membayar biaya perkara ini ada dua perbedaan antara lain:
4 Wawancara kepada staff POSBAKUM Pengadilan Agama Cibinong pada hari seninTanggal 11 Mei 2015 Pukul 15.00 WIB.
32
a. Untuk cerai talak yang harus membayar biaya perkara adalah suami, karena suami
yang mengajukan permohonan cerai.
b. Untuk gugatan perceraian maka yang harus membayar biaya perkara adalah istri,
karena ia yang mengajukan gugatan cerai.
c. Penggugat atau pemohon masing-masing akan mendapatkan panggilan sidang 30
hari setelah pendaftaran gugatan.
Selanjutnya tempat mengajukan cerai gugatan Pasal 73 UUPA sebagai
berikut:
(1) Gugatan perceraian diajukan oleh istri atau kuasanya kepada Pengadilanyang daerah hukumnya meliputi tempat kediaman penggugat, kecualiapabila penggugat dengan sengaja meninggalkan tempat tanpa izintergugat.
(2) Dalam hal penggungat bertempat kediaman di luar negeri, gugatanperceraian diajukan kepada Pengadilan yang daerah hukumnya meliputitempat kediaman tergugat.
(3) Dalam hal penggugat dan tergugat bertempat kediaman di luar negeri,maka gugatan diajukan kepada pengadilan yang daerah hukumnyameliputi perkawinan mereka dilangsungkan atau ke Pengadilan AgamaPusat.5
Setelah Pengadilan Agama menerima gugatan penggugat,kemudian
memanggil pihak penggugat dan tergugat atau kuasa mereka ditempat
kediamanya, panggilan disampaikan melalui Juru sita yang mengantarkan
langsung ke kediaman tempat Penggugat dan Tergugat. Pemanggilan disampaikan
secara patut dan selambat-lambatnya tiga hari sebelum sidang dibuka sudah
diterima oleh pihak-pihak yang bersangkutan. Panggilan kepada Tergugat
dilampirkan salinan surat gugatan (pasal 26 PP No. 9/1975).
5 Tata cara perceraian bila tergugat berada di luar negeri dan atau keduanya (suami istri)dapat juga dilihat dalam Pasal 132 KHI dan Pasal 20 PP Nomor 9 Tahun 1975.
33
Mengenai alasan perceraian dan alat bukti untuk mengajukan gugatan
diatur dalam Pasal 74, 75, 76 UUPA dan Pasal 133, 134, dan 135 KHI.
Pasal 74 UUPA
Apabila gugatan perceraian berdasarkan atas alasan salah satu pihak
mendapat pidana penjara, maka untuk memperoleh putusan perceraian, sebagai
bukti penggugat cukup menyampaikan salinan putusan pengadilan yang
berwenang yang menutuskan perkara disertai keterangan yang menyatakan bahwa
putusan itu telah memperoleh kekuatan hukum tetap.
Pasal 75 UUPA
Apabila gugatan perceraian berdasarkan atas alasan bahwa tergugat
mendapat cacat badan atau penyakit dengan akibat tidak dapat menjalankan
kewajiban sebagai suami, maka hakim dapat memerintahkan tergugat untuk
memeriksa diri kepada dokter.
Pasal 76 (2) UUPA
Pengadilan setelah mendengarkan keterangan saksi tentang sifat
persengketaan antara suami istri dapat mengangkat seorang atau lebih dari
keluarga masing-masing pihak ataupun orang lain untuk menjadi hakam.
Pasal 76 ayat (2) UUPA di atas, merupakan penjabaran garis hukum dari Firman
Allah dalam Surah An- Nisaa’ (4) ayat 35:
Artinya: Dan jika kamu khawatirkan ada persengketaan antara keduanya, Makakirimlah seorang hakam dari keluarga laki-laki dan seorang hakam dari keluarga
34
perempuan. jika kedua orang hakam itu bermaksud Mengadakan perbaikan,niscaya Allah memberi taufik kepada suami-isteri itu. Sesungguhnya Allah Mahamengetahui lagi Maha Mengenal.Hakam ialah juru pendamai. (Q.S An- Nisaa’[4] 35).
Dan kemudian mengambil bentuk lembaga yang disebut BP4.
Selaanjutnya, fungsi lembaga tersebut diatur dalam Pasal 30 ayat (2) Peraturan
Menteri Agama Nomor 3 Tahun 1975, yaitu bahwa Pengadilan Agama dalam
setiap kesempatan berusaha mendamaikan kedua belah pihak dan dapat minta
bantuan kepada Badan Penasehat Perkawinan dan Penyelesaian Perceraian (BP4)
setempat. Adapun tindak hukum selama proses perkara di pengadilan
berlangsung, menghindari berbagai kemungkinan hal-hal yang bersifat negatif di
antara suami istri. Hal ini diatur dalam Pasal 77 UUPA.
Pasal 77 UUPA
Selama berlangsungnya gugatan perceraian, atas perkawinan penggugat
atau tergugat atau berdasarkan pertimbangan bahaya yang mungkin ditimbulkan,
Pengadilan dapat mengizinkan suami istri tersebut untuk tidak tinggal dalam satu
rumah.
Pasal 78 UUPA
Selama berlangsungnya gugatan perceraian, atas permohonan penggugat,
pengadilan dapat:
a. Menentukan nafkah yang harus ditanggung suami.b. Menentukan hal-hal yang perlu untuk menjamin pemeliharaan dan
pendidikan anak.c. Menentukan hal-hal yang perlu untuk menjamin terpeliharannya barang-
barang yang menjadi hak bersama suami istri atau barang yang menjadi haksuami atau barang yang menjadi hak istri.
35
Gugatan tersebut gugur apabila suami atau istri meninggal sebelum adanya
putusan pengadilan mengenai gugatan perceraian itu. Namun, bila terjadi
perdamaian, tidak dapat diajukan gugatan perceraian baru berdasarkan alasan
yang ada telah diketahui oleh penggugat sebelum perdamaian tercapai. Upaya
perdamian dimaksud memungkinkan terjadi, meningkat ia tidak dibatasi pada
sebelum pemeriksaan perkara, namun dapat diupayakan setiap kali sidang. Lain
halnya bila tidak tercapai perdamaian, pemerikasaan gugatan perceraian
dilakukan dalam sidang tertutup.
Pemeriksaan gugatan perceraian dilakukan oleh Hakim selambat-
lambatnya 30 hari setelah diterima surat gugatan perceraian setelah berkas atau
surat gugatan percerain didaftarkan di kepaniteraan. (Pasal 80 ayat (1) UUPA:
Akan tetapi, Pasal 80 ayat (2) dan (3) hanya menjelaskan teknis untuk
menghindatkan ketidakhadiran pihak-pihak yang berpekara baik penggugat
maupun tergugat. Hal ini menunjukan hanya pengesahan Pasal 29 ayat (2) dan
(3) PP Nomor 9 Tahun 1975, sebagai berikut:
a) Dalam penetapan waktu sidang gugatan perceraian, perlu diperhatikantenggang waktu pemanggilan dan diterimanya panggilan tersebut olehpenggugat mnaupun tergugat atau kuasa mereka.
b) Apabila tergugat berada dalam keadaan seperti dalam Pasal 20 ayat (3),sidang pemeriksaan gugatan perceraian diterapkan sekurang-kurangnya 6(enam) bulan terhitung sejak dimasukannya gugatan perceraian padakepaniteraan Pengadilan Agama.
Pasal 142 KHI
(1) Pada sidang pemeriksaan gugatan perceraian, suami istri datang sendiriatau diwakilkan kepada kuasanya.
(2) Dalam hal suami atau istri mewakilkan, untuk kepentingan pemeriksaanhakim yang memerintahkan yang bersangkutan untuk hadir sendiri.
36
Sesudah perkara perceraian diputuskan dalam sidang terbuka untuk umum
maka salinan putusan dikirim kepada pihak-pihak yang terkait. Oleh kerena itu
Pasal 147 ayat (1) KHI menjelaskan:
Setelah perkara perceraian itu diputuskan, maka panitera Pengadilan
Agama menyampaikan salinan surat putusan tersebut kepada suami isteri atau
kuasanya dengan menarik kutipan Akta Nikah dari masing-masing yang
bersangkutan.
Selain salinan putusan dikirim kepada suami istri tersebut dijelaskan
dalam Pasal 84 UUPA:
(1) Panitera pengadilan atau pejabat pengadilan yang ditunjuk berkewajibanselambat-lamnbatnya 30 hari mengirimkan satu helai salinan putusanpengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap, tanpabermaterai kepada Pegawai Pencatat Nikah yang wilayahnya meliputikediaman penggugat dan tergugat, untuk mendaftarkan putusan perceriandalam sebuah daftar yang disediakan intuk itu.
(2) Apabila perceraian dilakukan di wilayah yang berbeda dengan wilayahPegawai Pencatat Nikah tempat perkawinan dilangsungkan, maka satuhelai salinan putusan sebagaimana yang dimaksud dalam ayat (1) yangtelah memperoleh kekuatan hukum tetap tanpa bermaterai dikirimkan pulakepada PPN ditempat perkawinan dilangsungkan dan oleh PNN tersebutdicatat pada bagian pinggir daftar catatan perkawinan.
(3) Apabila perkawinan dilangsungkan di luar negeri, maka satu helai salinanputusan sebagaimana yang dimaksud dalam ayat (1) disampaikan pulakepada PNN ditempat di daftarkannya perkawinan mereka di Indonesia.
(4) Panitera berkewajiban memberikan akta cerai sebagai surat bukti ceraikepada para pihak selambat-lambatnya 7 hari terhitung setelah putusanyang memperoleh kekuatan hukum tetap tersebut diberitahukan kepadapara pihak.
Apabila terjadi kelalaian pengiriman salinan putusan sebagaimana yang
dimaksud dalam Pasal 84 menjadi tanggung jawab panitera yang bersangkutan
atau pejabat pengadilan yang ditunjuk.
37
KHI membedakan cerai gugat dengan khulu. Namun demikian, ia
mempunyai kesamaan dan perbedaan diantara keduanya. Persamaannya adalah
keinginan untuk bercerai datangnya istri dari pihak istri. Adapun perbedaanya
yaitu cerai gugat tidak selamanya membayar uang iwad (uang tebusan),
sedangkan khulu uang iwad (uang tebusan) menjadi dasar akan terjadinya khulu.6
Khulu diatur dalam pasal 148 KHI
Pasal 148 KHI:
(1) Seorang istri yang mengajukan gugatan perceraian dengan jalan khulumenyampaikan permohonanya kepada Pengadilan Agama yangmewilayahi tempat tinggalnya disertai alasan-alasan.
(2) Pengadilan Agama selambat-lambatnya satu bulan memanggil istri dansuaminya untuk didengar keterangannya masing-masing.
(3) Dalam persidangan tersebut, Pengadilan Agama memberi penjelasantentang akhibat khulu’ dan memberi nasihat-nasihatnya.
(4) Setelah kedua belah pihak sepakat tentang besarnya iwad atau tebusan,maka Pengadilan Agama memberikan penetapan tentang izin bagi suamiuntuk mengikrarkan talaknya di depan sidang Pengadilan Agama.Terhadap penetapan itu tidak dapat dilakukan upaya banding dan kasasi.
(5) Penyelesaian selanjutnya ditempuh sebagaimana yang diatur dalam Pasal131 ayat (5).
(6) Dalam hal tidak tercapai kesepakatan tentang besarnya tebusan atau iwad,Pengadilan Agama memeriksa dan memutus sebagai perkara biasa.
Uraian cerai gugat dan khulu’ diatas, tampak ada perbedaannya. Namun
Undang-undang Nomor 7 Tahun 1989 UUPA dan Peraturan Pemerintah Nomor 9
Tahun 1975 tidak membedakan diantara keduanya sehingga tidak
membicarakannya. Pada Pasal 87 UUPA menjelaskan perceraian yang
berdasarkan alasan zina yang diuraikan sebagai berikut:
Pasal 87 UUPA
6 Zainuddin Ali, Hukum Perdata Islam di Indonesia, (Sinar Grafika Jakarta : Cet. I April2006 Cet II Juli, 2007), h. 85.
38
(1) Apabila permohonan atau gugatan cerai diajukan atas alasan salah satupihak melakukan zina, sedangkan pemohon atau penggugat tidak dapatmelengkapi bukti-bukti dan termohon atau tergugat menyangah alasantersebut, dan hakim berpendapat bahwa permohonan atau gugatan itubukan tiada pembuktian sama sekali serta upaya peneguhan alat buktitidak mungkin lagi diperoleh baik dari pemohon atau penggugat maupuntermohon atau tergugat, maka hakim karena jabatanya dapat menyuruhpemohon atau penggugat untuk bersumpah.
(2) Pihak termohon atau tergugat diberi kesempatan pula untuk meneguhkananggahannya dengan cara yang sama.
Perceraian berdasarkan zina tersebut, merupakan penjelasan yang
didasarkan perturan perundang-undangan. Apabila al-Qur’an dijelaskan bahwa
seorang yang menuduh perempuan lain yang baik-baik berbuat zina kemudian dia
tidak mendatangkan empat orang saksi, maka ia diancam hukuman had sebanyak
80 (delapan puluh) kali cambuk. Hal ini didasarkan Alqur’an Surah An-Nur (24)
ayat 4 sebagai berikut:
Artinya: Dan orang-orang yang menuduh wanita-wanita yang baik-baik(berbuat zina) dan mereka tidak mendatangkan empat orang saksi, Maka deralahmereka (yang menuduh itu) delapan puluh kali dera, dan janganlah kamu terimakesaksian mereka buat selama-lamanya. Dan mereka Itulah orang-orang yangfasik. Yang dimaksud wanita-wanita yang baik disini adalah wanita-wanita yangSuci, akil balig dan muslimah. (Q.S Surah An-Nur [24] 4).
Apabila ayat tersebut dianalisis, dapat diketahui bahwa saksi hukum bagi
orang yang meunuduh zina tanpa disertai saksi, sangat tipis perbedaannya dengan
pelaku zina itu bila terbukti berbuat zina yang disaksikan oleh 4 orang saksi.7
7 Zainuddin Ali, Hukum Perdata Islam di Indonesia, (Sinar Grafika Jakarta : Cet I April2006 Cet II Juli, 2007), h. 85.
39
C. Akibat Cerai Gugat
Akibat putusnya perkawinan (perceraian) diatur dalam Pasal 41 UU No. 1
Tahun 1974 dan Pasal 149 KHI8 Pasal 41 UU No. 1 Tahun 1974 menjelaskan
akibat putusnya perkawianan karena perceraian adalah:
a. Baik ibu atau bapak tetap bekewajiban memelihara dan mendidik anak-anaknya, semata-mata berdasarkan kepentingan anak, bilamana adaperselisihan mengenai penguasaan anak, Pengadilan memberikeputusanya.
b. Bapak yang bertanggung jawab atas semua biaya pemeliharaan danpendidikan yang diperlukan anak itu, bilamana bapak dalam kenyataantidak dapat memenuhi kewajiban tersebut, Pengadilan dapat menentukanbahwa ibu ikut memikul biaya tersebut.
c. Pengadilan dapat mewajibkan kepada bekas suami untuk memberikanbiaya penghidupan dan menentukan sesuatu kewajiban bagi bekas istri.
Pasal 149 KHI menjelaskan akibat talak adalah bilamana perkawinan
putus karena talak, bekas suami wajib:
a. Memberikan mut’ah yng layak kepada bekas istrinya, baik berupa uangatau benda, kecuali bekas istri tersebut qobla al dukhul.
b. Memberi nafkah, mas kawin kepada bekas istri selama dalam masa iddah,keculai bekas istri telah dijatuhi talak bain atau nusyuz dan dalam keadaantidak hamil.
c. Melunasi mahar yang masih terhutang seluruhnya dan separu apabilaqobla al dukhul.
d. Memberikan biaya hadlanah untuk anak-anaknya yang belum mencapaiumur 21 tahun.
Dari pasal-pasal tersebut dapat difahami bahwa apabila cerai gugat maka
istri tidak menerima pertama, hak nafkah iddah. Hal ini apabila perkara cerai
tergugat tersebut diputus oleh Majlis Hakim dengan putusan talak bain dan istri
40
tidak dalam keadaan hamil, sebagaimana pemahaman dalam pasal 149 huruf b,
hak nafkah iddah hanya diberikan kepada istri yang berada dalam talak raj’i.8
Pemahaman ini berlandaskan karena istri yang mengajukan cerai gugat
adalah istri yang nusyuz sehingga ia pantas tidak mendapatkan hak nafkah iddah.
Kedua, mantan istri tidak akan menerima mut’ah. Mut’ah adalah pemberian bekas
suami kepada istri yang dijatuhi talak berupa benda atau uang lainnya. Mut’ah
wajib diberikan oleh bekas suami dengan syarat yang belum ditetapkan mahar
bagi istri ba’da dukhul dan perceraian itu atas kehendak suami (KHI pasal
158).9Sementara cerai guat adalah perceraian dengan kehendak istri, maka ia tidak
berhak atas mut’ah.
Ketiga tidak dapat ruju’. Cerai gugat putusnya berupa talak bain sughra.
Talak bain sugra adalah talak satu atau dua disertai dengan iwadh dari istri kepada
suami yang dengan akad nikah baru suami dapat kembali kepada istrinya.
Sementara KHI dalam pasal 119 ayat 1 menjelaskan bahwa talak bain sughra
adalah talak yang tidak boleh dirujuk tapi boleh akad nikah baru dengan bekas
suaminya meskipun dalam masa iddah. Sementara ayat 2 menyebutkan bahwa
bentuk talak bain tersebut berupa :
(a) Talak yang terjadi qobla al dukhul,
(b) Talak dengan tebusan khulu’,
8 Defi Uswatun Hasanah, “Hak Iddah Pasca Cerai Gugat dan Implementasinya diPengadilan Agama Tanjung Pati” (Skripsi SI Fakultas Syari’ah dan Hukum, Universitas IslamNegeri Syarif Hidayatullah Jakarta, 2014), h. 35-38.
9 Defi Uswatun Hasanah, “Hak Iddah Pasca Cerai Gugat dan Implementasinya diPengadilan Agama Tanjung Pati” (Skripsi SI Fakultas Syari’ah dan Hukum, Universitas IslamNegeri Syarif Hidayatullah Jakarta, 2014), h. 35-38.
41
(c) Talak yang di jatuhkan pengadilan agama .
Sedangkan dalam hal-hal lain tidak ada perbedaan akhibat hukum antara
cerai gugat dan cerai talak seperti dalam hal harta bersama dan hadlanah.
Terhadap harta bersama diatur dalam pasal 37 UU Perkawinan dalam pasal
tersebut dinyatakan bahwa mengenai harta bersama diatur menurut hukumnya
masing-masing, yang mencakup hukum agama, hukum adat atau hukum yang
lainnya. Hal ini menunjukan bahwa UU No. 1 Tahun 1974 menyerahkan kepada
para pihak yang bercerai untuk memilih hukum mana dan hukum apa yang
berlaku. Dalam pasal 156 Kompilasi Hukum Islam ditentukan bahwa akhibat
hukum putusnya perkawinan karena perceraian tergadap harta bersama adalah
harta bersama tersebut dibagi menurut ketentuan sebagaimana tersebut dalam 97
yang memuat ketentuan bahwa janda atau duda cerai hidup masing-masing berhak
separuhdua dari harta bersama sepanjang tidak ditentukan lain dalam perjanjian
perkawinan.
Nafkah iddah adalah segala sesuatu yang diberikan oleh suami kepada istri
yang telah diceraikannya baik berupa pakaian, makanan maupun tempat tinggal.
Waktu pemberian nafkah tersebut adaolah selama masa iddah dan jika mantan
istri telah lewat masa iddahnya, berarti tanggung jawab suami untuk memberikan
nafkah sudah selesai. Bentuk nafkah yang diberikan suami selama masa iddah
adalah makanan, minuman, tempat tinggal, uang atau lainnya. Dalam hal ini perlu
ditegaskan untuk pemberian nafkah pada istri adalah kebutuhan material, bukan
kebutuhan bathiniah (termasuk sex dan lainnya). Bentuk dan besarnya pemberian
nafkah tersebut pada dasarnya tidak ditegaskan secara jelas, akan tetapi hanya
42
secara umum. Dalam pemberian bentuk dan besarnya nafkah lebih ditentukan atas
dasar kemampuan pihak suami.10
10 Defi Uswatun Hasanah, “Hak Iddah Pasca Cerai Gugat dan Implementasinya diPengadilan Agama Tanjung Pati” (Skripsi SI Fakultas Syari’ah dan Hukum, Universitas IslamNegeri Syarif Hidayatullah Jakarta, 2014), h. 43.
42
BAB IV
PERKARA CERAI GUGAT DI PENGADILAN AGAMA CIBINONG DAN
PERAN MEDIASI HAKIM
A. Gambaran Perkara Cerai Gugat dari Tahun 2012-2014 di Pengadilan
Agama Cibinong
Kemajuan zaman dan semakin berkembangnya teknologi membuat
informasi mudah diakses oleh siapa pun dan dimana pun berada, khususnya yaitu
tentang permasalahan perceraian. Pada zaman dahulu kala perceraian adalah hak
mutlak seorang suami yang dijatuhkan kepada istrinya dengan sebab-sebab yang
beragam di antaranya karena permasalahan sudah tidak adanya rasa ketenangan
dan keharmonisan dalam rumah tanga dan lain sebagainya. Namun pada masa
sekarang ini membuat perempuan semakin mengerti dan memahami tentang hak-
hak dirinya apabila dalam rumah tangganya merasa dizalimi oleh suaminya maka
perempuan tersebut tidak merasa enggan untuk melaporkan ketidakadilan dan
kekerasan yang terjadi pada rumah tangganya bahkan gugat cerai istri kepada
suaminya telah menjadi tren yang ada pada masa sekarang ini. Gambaran Perkara
gugat cerai dari tahun 2013 hingga tahun 2014.1
Bertambahnya pemahaman penemuan akan hak-hak mereka yang
dilindungi dalam Undang-undang perkawinan membuat perempuan kini tidak lagi
merasakan enggan untuk melaporkan kekerasan maupun ketidakadilan yang
terjadi dalam rumah tangganya. Pada perkembangan cerai gugat kini menjadi tren
1 Hasan Basri, Wawancara Pribadi, 4 November 2015.
43
baru seseorang dalam melepaskan dari riuhnya permasalahan yang ada didalam
rumah tangga, sehingga penilaian akan penyelesaian yang ada didalam rumah
tangga, sehingga penilaian akan penyelesaian masalah dimudahkan dengan
bercerai. Banyak hal yang menjadi pemicunya mulai dari kurangnya pengertian
diantara kedua belah pihak. komunikasi, ekonomi dll.
Meningkatnya perceraian yang ada di Pengadilan Agama Cibinong diakui
oleh hakim yang menangani perkara cerai gugat di pengadilan tersebut, perkara
perdata yang berkaitan dengan cerai gugat pada setiap tahunnya meningkat
dibandingkan dengan cerai talak seperti pada masa-masa sebelumnya karena
sebab-sebabnya adalah:
1. Adanya kesadaran hukum bagi Penggugat sebagai istri pada umumnya dan
para perempuan khususnya istri, bahwa istri punya hak-hak menggugat
dengan cara mengajukan ke Pengadilan Agama, hak istri dilindungi oleh
Negara.
2. Akses mendapatkan keadilan bagi istri semakin mudah termasuk informasi
bagaimana tata cara cerai gugat dengan cara browsing di internet, panplet-
panplet menyebabkan istri semakin mudah berbeda dengan dahulu.
3. Biaya perkara di Pengadilan Agama sangat murah, bahkan bagi yang tidak
mampu (SKTM) tidak membayar atau secara cuma-cuma atau disebut
prodeo dan bahkan 5 tahun terakhir semakin murah karena ada dana yang
tidak boleh lagi dimasukan dalam biaya perkara.2
2 Hasan Basri, Wawancara Pribadi, 4 November 2015.
44
Pada setiap cerai gugat yang terjadi di Pengadilan Agama Cibinong selalu
diupayakan dengan memberikan mediasi agar perceraian dapat dihindari, namun
perkara yang terjadi dalam rumah tangga terkadang tidak dapat diselesaikan
begitu saja bahkan setelah melalui mediasi. Paham penulis adalah para perempuan
(istri) memahami cerai gugat sebagai jalan mudah dalam menceraikan suami yang
sudah tidak sesuai dengan tujuan pernikahan pada awalnya. Pada sisi negatifnya
akan semakin benyaknya perceraian yang terjadi di kehidupan rumah tangga,
sedangkan positifnya adalah terlindunginya perempuan (istri) dan tindakan
sewenang-wenang dari suami yang tidak bertanggung jawab baik secara lahir atau
pun batin.
Dalam praktiknya yang terjadi di Pengadilan Agama perceraian yang
dilakukan oleh istri atau yang lebih dikenal dengan cerai gugat mengalami
kenaikan atau bahkan lebih tinggi volumenya dibandingkan dengan perkara cerai
talak.
Banyak hal menjadi penyebab perceraian. Selain faktor ekonomi, tidak ada
keharmonisan, tidak ada tangung jawab perselingkuhan, dan sering dicemburui
cukup dominan menjadi penyebab seorang istri menggugat cerai suami.
Dari faktor-faktor yang menyebabkan istri menggugat cerai suaminya
yang disebutkan diatas terdapat pula persoalan moral yang memberikan andil
untuk memantik krisis keharmonisan dalam rumah tangga.
Kekerasan dalam rumah tangga sering terjadi karena suami melakukan
kekejaman terhadap istrinya baik kekejaman fisik maupun non fisik. Kekejaman
fisik biasanya berbentuk suatu penganiayaan atau pemukulan yang dilakukan
45
suami kepada istrinya hingga menimbulkan luka badan, sedangkan kekejaman
non fisik biasanya berbentuk perkataan-perkataan kasar yang yang melontarkan
istrinya sakit hati. Dengan adanya kekerasan dalam rumah tangga yang dilakukan
suami kepada istrinya maka istrinya mengajukan gugatan perceraian ke
Pengadilan Agama.
Berikut merupakan data yang diperoleh dalam penelitian di Pengadilan
Agama Cibinong 3:
Table 1
Data cerai gugat dan cerai talak
Berdasarkan perkara Pada tahun 2012-2014
Tahun Cerai talak Cerai gugat Jumlah
2012 553 1.336 1.889
2013 635 1.736 2.371
2014 718 1.946 2.664
Jumlah 1.906 5.018 6.924
Sumber : Data cerai gugat dan cerai talak berdasarkan perkara pada tahun 2012-2014
Pengadilan Agama Cibinong 4
Berdasarkan data table di atas dapat disimpulkan bahwa jumlah cerai
gugat dan cerai talak pada tahun 2012 sampai dengan tahun 2014 di Pengadilan
Agama Cibinong adalah tahun 2012 yaitu 1.889 perkara, cerai gugat 1.336 dan
3 Laporan data perkara di Pengadilan Agama Cibinong di meja III pada tanggal 5November 2015.
4 Data cerai gugat dan cerai talak berdasarkan perkara pada tahun 2012-2014 denganPanitera Firman di ruang Panitera pada hari Jumat tanggal 20 November 2015 pukul 10.00 WIB.
46
cerai talak 553, tahun 2013 terdapat 2.371 kasus, cerai gugat 1.736 dan cerai talak
635 dan di tahun 2014 terdapat 2. 664, kasus cerai gugat 1.946 dan cerai talak
718. Hal ini dapat disimpulkan bahwa angka cerai gugat yang selalu meningkat
dari tahun ke tahun membuktikan bahwa istri memilki hak-hak nya dalam mencari
keadilan, dilindungi oleh Undang-undang dan Negara. Penyebab alasan angka
yang mengajukan perkara cerai gugat salah satunya dikarenan teknologi sudah
sangat mudah diakses sehingga istri mudah untuk mencari apa saja syarat-syarat
untuk mengajukan cerai gugat di Pengadilan Agama menyebabkan istri semakin
mudah, berbeda dengan dahulu. Lalu biaya mengajukan cerai gugat lebih murah
dibandingkan cerai talak bahkan jika para pihak tidak mempunyai biaya atau tidak
mampu untuk membayar biaya perkara dapat mengajukan surat keterangan tidak
mampu (SKTM) yang dikeluarkan dari Desa atau Kelurahan sampai tingkat
Kecamatan.
B. Faktor Penyebab Cerai Gugat di Pengadilan Agama Cibinong
Perceraian sebagai jalan terakhir yang ditempuh oleh pasangan suami istri
ketika terjadi dalam rumah tangganya masalah-masalah yang sering terjadi
kebanyakan atau yang paling dominan adalah faktor ekonomi menyebabkan
suami kurang tanggung jawab terhadap perannya sebagai suami salah satu peran
suami adalah memenuhi kebutuhan hidup namun karena suami tidak mempunyai
pekerjaan tetap mengakibatkan financial atau kebutuhan ekonominya tidak
tercukupi.5
5 Hasan Basri. Wawancara Pribadi, 4 November 2015.
47
Hasil wawancara di atas memberikan pandangan bahwa menikah bukanlah
mudah dan dapat dilakukan begitu saja tanpa persiapan dan kematangan antar
pasang. Hal demikian berkaitan dengan kelangsungan rumah tangga yang akan
dan sedang dibangun agar terhindar dari perceraian.
Dari data yang diperoleh di Pengadilan Agama Cibinong, penulis mencoba
memaparkan data tersebut dalam table agar mempermudah dalam menyajikan
data yang menjadi faktor penyebab perceraian di Cibinong dari tahun 2013 hingga
tahun 2014 sebagai berikut:
Table 1
Data Faktor Penyebab Terjadinya Perceraian dari Tahun 2013-2014
Di Pengadilan Agama Cibinong
No Peyebab Perceraian 2013 2014 Jumlah
1 Tidak Ada Keharmonisan 947 1016 1963
2 Tidak Ada Tanggung Jawab 704 721 1425
3 Ekonomi 468 603 1071
4 Krisis Moral 172 247 419
5 Cemburu 80 77 157
6 Menyakiti Jasmani 0 0 0
7 Gangguan Pihak Ketiga 0 0 0
8 Dihukum 0 0 0
9 Kawin Paksa 0 0 0
10 Kawin Di Bawah Umur 0 0 0
48
11 Menyakiti Mental 0 0 0
12 Poligami Tidak Sehat 0 0 0
13 Cacat Biologis 0 0 0
14 Politis 0 0 0
15 Lain-lain 0 0 0
Jumlah 2.371 2.664 5.035
Sumber : Data Faktor Penyebab Terjadinya Perceraian dari 2013-2014 Pengadilan AgamaCibinong.
Berdasarkan data table di atas dapat disimpulkan bahwa faktor penyebab
perceraian di Pengadilan Agama Cibinong adalah tidak ada keharmonisan dalam
rumah tangga, tidak ada tangung jawab, faktor ekonomi, krisis moral dan
cemburu.
Berikut merupakan uraian analisis penulis tentang faktor penyebab yang
menjadi penyebab perceraian:
1. Tidak ada keharmonisan dalam urusan rumah tangga yang menjadi
penyebab tertinggi dengan angka 1.963dalam kurung waktu 2 tahun di
tahun (2013 sampai dengan 2014). Tidak ada harmonis adalah terlalu
umum, penyebab tidak harmonis itu tidak bisa dijadikan faktor penyebab
namun tidak ada keharmonisan itu adalah alasan perceraian atau adanya
perselisihan yang terus menurus.6
2. Tidak adanya tanggung jawab dalam rumah tangga jumlahnya adalah
1.425 dapat berupa kelalaian suami dalam memberi nafkah lahir maupun
6 Hasan Basri, Wawancara Pribadi, 4 November 2015.
49
batin terhadap keluarga. Kurangnya tanggung jawab merupakan
permasalahan yang tidak mudah untuk diselesaikan keran melibatkan
beberapa hal lainnya.
3. Faktor ekonomi jumlah nya adalah 1.071 menduduki urutan ketiga namun
kenyataannya faktor ekonomi adalah urutan pertama dalam penyebab
perceraian yang terjadi di Pengadilan Agama Cibinong. Menurut Bapak H.
Hasan Basri, SH, MH perceraian karena faktor ekonomi dominan terjadi
karena suami sebagai kepala rumah tangga diberhentikan dari
pekerjaannya sehingga suami tidak dapat memberikan nafkah yang cukup
kepada istrinya hingga akhirnya istri menggugat cerai suaminya.7
4. Adanya Krisis Moral 419 masih menjadi polemik karena banyaknya
KDRT atau krisis akhlak bagi suami ataupun istri.
5. Adanya kecemburuan dalam rumah tangga 157 penyebabnya karena
melibatkan kurang adanya kepercayaan antara pasangan suami istri hingga
akhirnya salah satu pihak mengajukan gugatan percerian ke pengadilan
agama.
Table 2
Data Faktor Penyebab Terjadinya Cerai Gugat dari Tahun 2013-2014
di Pengadilan Agama Cibinong
No Peyebab Perceraian 2013 2014 Jumlah
1 Tidak Ada Keharmonisan 721 758 1479
7 Hasan Basri, Wawancara Pribadi, 4 November 2015.
50
2 Tidak Ada Tanggung Jawab 620 654 1274
3 Ekonomi 347 358 705
4 Krisis Moral 41 153 194
5 Cemburu 7 23 30
6 Menyakiti Jasmani 0 0 0
7 Gangguan Pihak Ketiga 0 0 0
8 Dihukum 0 0 0
9 Kawin Paksa 0 0 0
10 Kawin Di Bawah Umur 0 0 0
11 Menyakiti Mental 0 0 0
12 Poligami Tidak Sehat 0 0 0
13 Cacat Biologis 0 0 0
14 Politis 0 0 0
15 Lain-lain 0 0 0
Jumlah 1.736 1.946 3.682
Sumber : Data Faktor Penyebab Terjadinya Cerai Gugat dari 2013-2014 Pengadilan AgamaCibinong.
Dari data yang penulis uraikan diatas, dapat diketahui bahwa faktor-faktor
cerai gugat yang terjadi di Pengadilan Agama Cibinong diantaranya adalah
ketidakharmonisan dalam rumah tangga yang menduduki urutan paling tertinggi
dengan jumlah 1.479, tidak ada tanggung jawab dengan jumlah 1.274, faktor
ekonomi dengan jumlah 705, krisis moral dengan jumlah 194 dan cemburu
dengan jumlah 30.
51
Dari data yang penulis uraikan tentang faktor penyebab perceraian dan
khususnya cerai gugat bahwa faktor-faktor perceraian dan cerai gugat adalah
ketidakharmonisan dalam rumah tangga dipicu karena persoalan-persoalan yang
beragam yaitu karena pasangan suami istri sulit untuk mencoba memahami
kepribadiannya masing-masing. Pengelola kepribadian dibentuk pada saat
mengarungi bahtera rumah tangga apabila tertimpa suatu masalah maka akan
menyelesaikannya dengan baik.8
.Faktor yang kedua adalah tidak adanya tanggung jawab dalam rumah
tangga menempati urutan kedua maksud arti dari tidak adanya tanggung jawab
dapat berupa kelalaian suami dalam memberi nafkah lahir maupun batin terhadap
keluarga. Kurangnya tanggung jawab merupakan permasalahan yang tidak mudah
untuk diselesaikan kerana melibatkan beberapa hal lainnya.
Faktor selanjutnya adalah permasalahan ekonomi yang membuat istri
gugatan istri suaminya. Gugat cerai terhadap suaminya yang didasari oleh
permasalahan ekonomi terjadi karena suami memberikan nafkah kepada istrinya
tidak mencukupi. Sebagai contoh yaitu dalam rumah tangga biasanya suami
memberi nafkah yang lebih kepada istrinya untuk kebutuhan rumah tangga dan
belanja sang istri namun ada suatu hari suami terkena pemutusan hubungan kerja
sehingga tidak dapat memberikan nafkah yang cukup kepada istrinya sehinggga
istrinya menggugat cerai suaminya. Lalu krisis moral yang menempati kedudukan
selanjutnya karena krisis akhlak suami kepada istri atau sebaliknya istri kepada
suami sehingga para pihak merasa tidak dihormati sebagai suami ataupun istri dan
8 Hasan Basri, Wawancara Pribadi, 4 November 2015.
52
faktor cemburu yang seringkali para pihak salah pemahaman karena kurangnya
saling kepercayaan antara suami istri dan tidak adanya keterbukaan sehingga
menimbulkan kecurigaan atara suami istri
Maka dapat diketahui bahwa faktor paling dominan yang menyebabkan
terjadinya cerai gugat di Pengadilan Agama Cibinong karena adanya
ketidakharmonisan dalam rumah tangga yang terjadi antara suami istri. Namun
pada kenyataanya di lapangan faktor ekonomi yang lebih dominan dibandingkan
dengan faktor tidak ada keharmonisan dan lain-lain, karena dengan adanya standar
ekonomi semakin tinggi, persepespi dan pedidikan sehingga pihak istri merasa
kurang cukup diberikan nafkah lahir oleh suami. Oleh karenanya istri selalu
merasa kurang dalam kebutuhan ekonomi mengakibatkan financial atau
kebutuhan ekonominya tidak tercukupi disisi lain suami yang tidak mempunyai
pekerjaan tetap sehingga faktor ekonomi yang paling dominan diantara faktor-
faktor yang lainnya.
C. Peran Mediasi Hakim dalam Menangulangi Banyaknya Kasus Cerai Gugat
Adapun cara pelaksanaan proses mediasi adalah sebagai berikut:
Proses mediasi yang dilaksanakan di Pengadilan Agama Cibinong
berdasarkan PERMA No. 1 Tahun 2008, mediator dalam Pengadilan Agama
Cibinong terbagi menjadi dua yaitu:
1. mediator hakim
2. mediator non hakim
53
Mediator hakim adalah yang dilakukan oleh seorang hakim dan Mediator
non hakim adalah yang dilakukan oleh seoarang bukan hakim.
Seorang mediator yang bisa melakukan mediasi adalah sudah mempunyai
sertifikat sesuai dengan Perma No. 1 Pasal 5 tentang Sertifikasi Mediator dan
didalam ayat itu dikatakan:
(1) Kecuali keadaan sebagaimana dimaksud pasal 9 ayat (3) dan pasal 11 ayat
(6), setiap orang yang menjalankan fungsi meditor pada asasnya wajib
memiliki sertifikat mediator yang diperoleh setelah mengikuti pelatihan
yang diselenggarakan oleh lembaga yang telah memperoleh akreditasi dari
Mahkamah Agung Republik Indonesia.
Kemudian para pihak diiwajibkan mediasi oleh ketua majlis hakim pada
saat sidang pertama dilakukan ketika para pihak hadir sesuai Perma pasal 11
tentang Batas Waktu Pemilihan Meditor ayat 1 dikatakan:
(1) Setelah para pihak hadir pada hari pertama, hakim mewajibkan para pihak
pada hari itu juga atau paling lama 2 (dua) hari kerja berikutnya untuk
berunding guna memilih mediator termasuk biaya yang mungkin timbul
akhibat pilihan penggunaan mediator bukan hakim.
Apabila dalam sidang pertama salah satunya tidak hadir maka mediasi
tidak bisa dilaksanakan dan mediasi tersebut bisa dilaksanakan apabila
para pihak hadir disidang berikutnya.
Para pihak diberikan kesempatan untuk memilih mediator hakim dan
mediator non hakim dan apabila para pihak memilih mediator hakim maka tidak
54
dikenakan biaya akan tetapi apabila memilih mediator non hakim maka para pihak
harus mengeluarkan biaya sesuai pasal tersebut diatas.9
Tempat penyelengaraan mediasi diatur dalam BAB IV Pasal 20 Perma
No. 1 2008 dalam ayat 1 yaitu:
(1) Mediasi dapat diselenggarakan di salah satu ruang Pengadilan Tingkat
Pertama atau ditempat lain yang disepakati oleh para pihak.
(2) Mediator hakim tidak boleh menyelengarakan medaisi di luar pengadilan.
(3) Penyelenggaraan medaisi di salah satu ruang pengadilan Tingkat Pertama
tidak dikenakan biaya.
(4) Jika para pihak memilih penyelenggaraan mediasi di tempat lain,
pembiayaan dibebankan kepada para pihak berdasarkan kesepakatan.
Dalam pasal tersebut ayat 4 dimaksudkan bahwa para pihak diberikan
keleluasaan untuk memilih tempat penyelengaraan mediasi dan segala biaya
ditangung penuh oleh para pihak termasuk pembayaran jasa mediator yang
bersangkutan (mediator non hakim) hal ini dimaksudkan agar para pihak merasa
lebih nyaman dalam melaksanakan mediasi.
Mediasi bisa dilakukan beberapa kali atas permintaan para pihak. Mediasi
mempunyai masa tenggang waktu 40 hari, mediasi bisa dilaksanakan 1 sampai 3
kali tergantung dari permintaan para pihak.
Dalam laporan mediasi, kesimpulannya terdiri dari 3 macam:
1. Laporan mediasi gagal
2. Laporan berhasil sebagian
9 Waluyo, Wawancara Pribadi, 5 November 2015.
55
3. Laporan mediasi berhasil.
1. Laporan Mediasi gagal adalah apabila para pihak tidak bisa damai atau tidak
hadir salah satu pihak dalam forum mediasi sedangkan didalam sidang para pihak
hadir.10
2. Laporan mediasi berhasil sebagian adalah apabila dalam proses mediasi ada
kesepakatan para pihak dari yang dimediasi akan tetapi tidak seluruhnya damai
misalkan : mengajukan permohonan cerai, cerainya namun terjadi perdamaian hak
asus dan nafkah iddah.
3. Laporan mediasi berhasil adalah para pihak bisa berdamai.
Hal ini perdamai tersebut bisa berupa Akta Kesepakatan Bersama yang
secara tertulis untuk ditetapkan oleh hakim dalam bentuk Akta VAN DADING
atau damai tetapi tidak ada akta kesepatannya.11
Cara hakim mengatasi kasus-kasus cerai gugat di Pengadilan Agama
Cibinong yaitu sesuai dengan Tugas Pokok Hakim yaitu:
1. Memeriksa
2. Mengadili
3. Memutus
Adapun tahap-tahap kegiatan mendamaikan salah satu kewajiban hakim
kalau dipersidangan, yang mendamaikan para pihak jika kedua belah pihak hadir
saat persidangan tujuannya agar rumah tangga mereka bisa kembali, itulah salah
satu cara hakim untuk menanggulangi tingkat perceraian di masayarakat.
10Waluyo, Wawancara Pribadi, 5 November 2015.
11 Waluyo, Wawancara Pribadi, 5 November 2015.
56
Hakim Memberikan nasehat dan sesuai dengan pasal 130 HIR, Pasal 39
UU No 1 Tahun 1974 Jo Pasal 65 dan Upaya hakim memicu dengan Pasal 82 UU
No 7 Tahun 1989 dan sesuai Perma No 1 Tahun 2008 tentang mediasi.12
Dan cara mediator memediasi perkara cerai gugat yaitu dengan
menyampaikan pengertian mediasi, tujuan mediasi, hakikat mediasi dan proses
mediasi atau tahapan mediasi. Lalu memberika kesadaran kepada mereka atau
para pihak tentang kerugian dari perceraian. Memberikan penjelasan bahwa
mediasi itu merupakan cara menyelesaikan masalah dalam perkara perdata yang
merupakan pendekatan non-litigasi atau di luar hukum untuk mencari solusi yang
tertera atau yang diputuskan oleh para pihak agar para pihak merasa terpenuhi
keadilannya dalam mencari keadilan. Dan tujuan mediasi pada hakikatnya untuk
membicarakan ke depannya yang lebih baik sehingga para pihak memiliki itikad
yang baik.
Adapun laporan perkara yang di mediasi secara keseluruhan di
Pengadilan Agama Cibinong pada tahun 2012 sampai dengan 2014 yaitu pada
tahun 2012 jumlah perkara yang dimediasi adalah 489, mediasi yang tidak
berhasil 485 mediasi yang berhasil 4, jadi tingkat keberhasilan mediasi pada tahun
2012 adalah 1,2 %. Pada tahun 2013 jumlah perkara yang di mediasi adalah 1.163
mediasi yang tidak berhasil 234 mediasi yang berhasil 929 jadi tingkat
keberhasilan mediasi pada tahun 2013 adalah 80% dan jumlah perkara yang di
mediasi tahun 2014 adalah 567 mediasi yang tidak berhasil 495 mediasi yang
berhasil 72 jadi tingkat keberhasilan mediasi pada tahun 2014 adalah 13 %.
12 Hasan Basri, Wawancara Pribadi, 4 November 2015.
57
Bahwa menurut data yang sudah diuarikan oleh penulis peran mediasi di
Pengadilan Agama Cibinong tidak berfungsi dan lemah karena mediasi yang
berhasil dari tahun ke tahun tingkat keberhasilan yang di mediasi naik dan turun
sehingga dapat disimpulkan peran mediasi di Pengadilan Agama Cibinong dalam
menanggulangi banyaknya kasus cerai gugat belum maksimal dan tingkat
keberhasilannya lemah.
Adapun kasus-kasus cerai gugat yang dimediasi menurut data yang
didapatkan oleh penulis dan hasil wawancara dengan hakim mediasi di Pengadilan
Agama Cibinong adalah tidak ada keharmonisan karena sejak tahun ke tahun
angka faktor tidak ada keharmonisan selalu meningkat yaitu pada tahun 2013
faktor tidak ada keharmonisan adalah 621 dan pada tahun 2014 meningkat yaitu
658 namun pada kenyataannya dilapangan bahwa faktor penyebab cerai gugat di
Pengadilan Agama Cibinong yang paling dominan adalah faktor ekonomi.
58
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Berdasarkan uraian penjabaran pada bab sebelumnya penulis dapat
menyimpulkan sebagai berikut:
1. Faktor penyebab cerai gugat di Pengadilan Agama Cibinong dalam tahun
(2013-2014) adalah faktor ekonomi yang menyebabkan suami tanggung
jawab terhadap perannya sebagai suami, tidak ada keharmonisan dalam
rumah tangga, adanya krisis moral dan adanya kecemburuan dalam rumah
tangga dan faktor yang paling dominan penyebab terjadinya cerai gugat
menurut data yang ada di Pengadilan Agama Cibinong adalah tidak ada
keharmonisan namun pada kenyataannya faktor ekonomi yang lebih dominan
dibandingkan faktor-faktor penyebab lainnya dan banyaknya perkara cerai
gugat dibandingan dengan cerai talak di Pengadilan Agama Cibinong adalah
adanya kesadaran hukum bagi Penggugat sebagai istri, akses mendapatkan
keadilan bagi istri semakin mudah dan biaya perkara bagi cerai gugat atau
yang mengajukan istri biayanya lebih murah dibandingkan cerai talak, karena
dengan adanya standar ekonomi semakin tinggi, persepespi dan pedidikan
sehingga pihak istri merasa kurang cukup diberikan nafkah lahir oleh suami.
Oleh karenanya istri selalu merasa kurang dalam kebutuhan ekonomi
mengakibatkan financial atau kebutuhan ekonominya tidak tercukupi disisi
59
lain suami yang tidak mempunyai pekerjaan tetap sehingga faktor ekonomi
yang paling dominan diantara faktor-faktor yang lainnya.
2. Peranan hakim mediator di Pengadilan Agama Cibinong selalu
mengupayakan para pihak untuk berdamai menyampaikan pengertian
mediasi, tujuan mediasi, hakikat mediasi dan proses mediasi atau tahapan
mediasi. Lalu memberikan kesadaran kepada mereka atau para pihak tentang
kerugian dari perceraian. Memberikan penjelasan bahwa mediasi itu
merupakan cara menyelesaikan masalah dalam perkara perdata yang
merupakan pendekatan non-litigasi atau di luar hukum untuk mencari solusi
yang tertera atau yang diputuskan oleh para pihak agar para pihak merasa
terpenuhi keadilannya dalam mencari keadilan. Dan tujuan mediasi pada
hakikatnya untuk membicarakan ke depannya yang lebih baik sehingga para
pihak memiliki itikad yang baik.
Adapun laporan perkara yang di mediasi secara keseluruhan di Pengadilan
Agama Cibinong pada tahun 2012 sampai dengan 2014 yaitu pada tahun
2012 jumlah perkara yang dimediasi adalah 489, mediasi yang tidak berhasil
485 mediasi yang berhasil 4, jadi tingkat keberhasilan mediasi pada tahun
2012 adalah 1,2%. Pada tahun 2013 jumlah perkara yang di mediasi adalah
1.163 mediasi yang tidak berhasil 234 mediasi yang berhasil 929 jadi tingkat
keberhasilan mediasi pada tahun 2013 adalah 80% dan jumlah perkara yang
di mediasi tahun 2014 adalah 567 mediasi yang tidak berhasil 495 mediasi
yang berhasil 72 jadi tingkat keberhasilan mediasi pada tahun 2014 adalah
13%.
60
Bahwa menurut data yang sudah diuarikan oleh penulis peran mediasi di
Pengadilan Agama Cibinong tidak berfungsi dan lemah karena mediasi yang
berhasil dari tahun ke tahun tingkat keberhasilan yang di mediasi naik dan
turun sehingga dapat disimpulkan peran mediasi di Pengadilan Agama
Cibinong dalam menanggulangi banyaknya kasus cerai gugat belum
maksimal dan tingkat keberhasilannya lemah.
Adapun kasus-kasus cerai gugat yang dimediasi menurut data yang
didapatkan oleh penulis dan hasil wawancara dengan hakim mediasi di
Pengadilan Agama Cibinong adalah tidak ada keharmonisan karena sejak
tahun ke tahun angka faktor tidak ada keharmonisan selalu meningkat yaitu
pada tahun 2013 faktor tidak ada keharmonisan adalah 621 dan pada tahun
2014 meningkat yaitu 658 namun pada kenyataannya dilapangan bahwa
faktor penyebab cerai gugat di Pengadilan Agama Cibinong yang paling
dominan adalah faktor ekonomi.
B. Saran-saran
1. Dengan banyaknya perkara cerai gugatan yang terjadi di Pengadilan Agama
Cibinong maka hakim pengadilan Agama Cibinong harus lebih ekstra teliti
dan bijaksna nuntuk memtus perkara cerai gugat agar memberikan rasa
keadilan pada yang berperkara.
2. Untuk Pengadilan Agama Cibinong agar lebih memperhatikan dan
merapihkan data guna memudahkan dalam pencarian,
61
3. Hendaknya kepada hakim mediator dan para majlis hakim untuk semaksimal
mungkin memediasikan atau mendamaikan yang berperkara (suami-istri) agar
tingkat perkara cerai gugat semakin tahun tidak semakin tinggi dan
bertambah.
63
DAFTAR PUSTAKA
Buku:
Abbas, Syahrizal, Hukum Syariah, Hukum Adat dan Hukum Nasional, Jakarta :Kencana, 2009.
Abbas, Syahrizal, Mediasi Dalam Perspektif Hukum Adat, dan Hukum Nasional,Jakarta: Kencana, 2009.
Ali, Muhammad Daud, Hukum Islam dan Pandangan Agama, Jakarta : PT. Raja
Grafindo Persada, 2002.
Ali, Zainuddin, Hukum Perdata Islam di Indonesia, Jakarta : Sinar Grafika, 2007.
Amriani, Nurainingsih, Media Alternatif Penyelesaian Sengketa Pedata di
Pengadilan, Jakarta: Raja Grafindo Persada: 2011.
Data dari Pengadilan Agama Cibinong pada hari Senin tanggal 5 Oktober 2015 di
Ruang Arsip Pukul: 11:00 WIB.
Manan, Abdul dan Muhammad Fauzan. Pokok-pokok Huku Perdata WewenangPengadilan Agama, Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada, 2002.
Manan, Abdul, Aneka Masalah Hukum Perdata di Indonesia Jakarta:Kencana,2006.
Mulyana, Dedy, Metode Penelitian Kualitatif (Universitas Indonesia).
Mukhtar, Kamal, Asas-Asas Hukum Islam Tentang Perkawinan, Jakata : Bulan
Bintang 1993.
Nawawi, Hadad, Metode Penelitian Sosial, Yogyakarta: Gajah Muda UnerversityPress, 1998.
Nuruddin, Amir dan Tarigan, Azhari Akmal, Hukum Perdata Islam di Indonesia(Studi Kritis Perkembangan Hukum Islam dari Fikh, UU No. 1/1974sampai KHI, Jakarta: Kencana, 2004.
R. Subekti dan R. Tjitrosudibio, Kitab Undang-undang Hukum Perdata, Jakarta:Pradyana Paramitha, 2004.
Rahmadi, Takdir, Mediasi Penyelesaian Sengketa Melalui Pendetakatan Mufakat,Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2011.
64
Salim, Nasharuddin, Mimbar Hukum : Pemberdayaan Lembaga Damai PadaPengadilan Agama (Pasal 130 HIR/ 154 RBG). Jakarta: Al- Hikmah danDITBINBPERA, 1999.
Soekanto, Soerjono dan Sri Mamuji, Penelitian Hukum Normatif Suatu TinjauanSingkat, Jakarta: PT. Rajawali Pers, 1999.
Soekanto, Soerjono, Pokoko-pokok Sosiologi Hukum, Jakarta: PT Rajawali Pers,1999.
Sopyan Yayan, Pengantar Metode Penelitian, UIN Jakarta: 2010.
Sugiyono, Metode Penelitian Kualitatif, Bandung: Alfabeta, 2004.
Sukandarrumidi, Metodelogi Penelitian: Petunujuk Praktis Untuk PenelitiPemula, Yogyakarta: Gajah Mada Unirvesity Perss, 2004.
Tim Penyusun Kamus Pusat Pembinaan dan Pengembangan bahasa, Kamus BesarBahasa Indonesia, Jakarta: Balai Pustaka, 2002.
Waluyo, Bambang, Penelitian Hukum dalam Praktek, Jakarta: Sinar Grafika,2002.
Wijaya, Gunawan, Alternatif Penyelesaian Sengketa, Jakarta: PT Raja GrafindoPersada, 2001.
Peraturan:
Ketua mahkamah agung republik indonesia, Peraturan Mahkamah Agung Nomor1 Tahun 2008 Tentang Prosedur Mediasi di Pengadilan.
Kompilasi Hukum Islam.
Peraturan Pemerintah Nomor 9 Tahun 1975.
Skripsi:
Defi Uswatun Hasanah, “Hak Iddah Pasca Cerai Gugat dan Implementasinya diPengadilan Agama Tanjung Pati” Skripsi SI Fakultas Syari’ah danHukum, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, 2014.