i
LAPORAN AKHIR PENELITIAN HIBAH BERSAING
PERANCANGAN DAN UJI ALAT DEHIDRATOR PENYARING MOLEKUL TIPE TUNGGAL UNTUK
PEMURNIAN BIOETANOL
TAHUN KE-2 DARI RENCANA 2 TAHUN
TIM PENGUSUL
I Putu Surya Wirawan,S.TP.,M.Si. NIDN: 0025087607 I Wayan Arnata, S.TP., M.Si. NIDN: 0020067803 Ir. I Made Nada, M.Erg. NIDN: 0001016134
UNIVERITAS UDAYANA NOPEMBER 2014
Kode/Nama Rumpun Ilmu :164/Mekanisasi Pertanian
ii
iii
RINGKASAN
Tujuan jangka panjang dari penelitian ini adalah menghasilkan bioetanol yang memenuhi spesifikasi bahan bakar pengganti bensin. Bioetanol sebagai bahan bakar pengganti bensin perlu mempunyai tingkat kemurnian 99,6 %. Teknologi yang telah banyak dipergunakan untuk meningkatkan kemurnian bioetanol adalah metode distilasi kolom tunggal maupun distilasi bertingkat. Tetapi teknologi ini memerlukan kebutuhan energi yang besar dan tingkat kemurnian yang dihasilkan secara umum maksimum hanya sampai pada 95,6%, artinya terdapat 5—4% air dan belum memenuhi spesifikasi bahan bakar. Kondisi ini disebabkan oleh campuran air-bioetanol bersifat azeotrop yang artinya air dengan bioetanol tidak dapat lagi dipisahkan dengan proses pemanasan dengan distilasi sederhana.Untuk meningkatkan konsentrasi bioetanol dari 95% sampai 99,6% diperlukan teknologi dehidrasi atau pengeringan bioetanol dengan menyerap air dari bioetanol azeotrop menggunakan penyaring molecular atau molecular sieve. Biasanya teknologi distilasi dan dehidrasi dilakukan secara terpisah sehingga tidak efisien dari segi waktu dan energi. Untuk mengatasi ini, maka tujuan khusus dalam penelitian ini adalah menghasilkan alat distilasi yang dilengkapi dengan kolom dehidrasi molecular sieve, sehingga proses distilasi dan dehidrasi dapat berjalan simultan, sehingga energi dan waktu lebih efisien. Pada penelitian ini juga akan diperoleh jenis adsorben dan kondisi aktivasi adsorben yang tepat untuk proses pemurnian bioetanol.
Penelitian ini dilakukan dalam 2 tahun. Pada penelitian tahun pertama telah didibuat alat dehydrator dan dilakukan pengujian terhadap kinerja alat. Pada tahap ini kinerja alat dehydrator telah dapat meningkatkan konsentrasi bioetanol berkisar antara 84-90 %, namun terdapat kesulitan dalam memasukkan umpan bioetanol ke dalam tangki dan adsorben ke dalam kolom dihidrator. Dilihat dari tingkat kemurniannya berarti tingkat kemurnian bioetanol masih rendah. Selain itu diperlukan modifikasi alat untuk mempermudah operasional pemurnian, sehingga lebih mudah untuk diterapkan pada skala produksi. Berkaitan dengan hal tersebut maka diperlukan penelitian tahun kedua. Pada tahun kedua dilakukan modifikasi alat dan pengujian kinerja alat dengan menentukan kondisi jenis adsorben dan volume adsorben dalam kolom. Pada penelitian awal ini, modifikasi input adsorben pada kolom dehydrator telah dilakukan. Dari jenis adsorben yang terbaik dipergunakan untuk meningkatkan konsentrasi bioetanol dengan persentase kehilangan bioetanol terendah adalah adsorben CaCO3. Perlakuan jenis adsorben CaCO3 dengan perbandingan bioetanol 1:2 merupakan perlakuan terbaik dengan konsentrasi bioetanol yang dihasilkan 99,6%(v/v), persentase kehilangan bioetanol 26% dan persentase peningkatan konsentrasi bioetanol 4,8% dari konsentrasi awal. Waktu mulai jenuh adsorben dihasilkan setelah volume 1500 ml dengan waktu 43,31 menit. Produktivitas kerja 1,5L/jam dengan konsentrasi rata-rata 98,25%.
Kata kunci : bioetanol, pemurnian, adsorben, moleculas sieve, dehydrator
iv
PRAKATA
Puji syukur kami panjatkan kehadapan Tuhan Yang Maha Esa karena berkat rahmat dan karunia-Nya laporan kemajuan penelitian ini dapat diselesaikan tepat pada waktunya. Pada kesempatan ini kami mengucapkan terima kasih kepada Dikti melalui LPPM Universitas Udayana yang telah memberikan dana penelitian ini.
Kami menyadari bahwa laporan ini masih jauh dari sempurna. Kritik dan saran yang bersifat membangun sangat kami harapkan untuk menyempurnakan laporan kami selanjutnya. Sebagai akhir kata semoga laporan ini bermanfaat.
Denpasar, 27 Nopember 2014
Penulis
v
DAFTAR ISI
LAPORAN AKHIR .......................................................................................................................... i
PENELITIAN HIBAH BERSAING ................................................................................................ i
TIM PENGUSUL ............................................................................................................................. i
UNIVERITAS UDAYANA .............................................................................................................. i
RINGKASAN ................................................................................................................................. iii
PRAKATA .......................................................................................................................................iv
DAFTAR ISI.................................................................................................................................... v
BAB 1. PENDAHULUAN .............................................................................................................. 1
1. Latar Belakang ........................................................................................................................... 1
2. Perumusan Masalah ................................................................................................................... 2
4. Urgensi Penelitian ........................................................................................................................ 2
BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA ..................................................................................................... 5
BAB 3. TUJUAN DAN MANFAAT ................................................................................................ 9
3.1. Tujuan ....................................................................................................................................... 9
3.2. Manfaat ..................................................................................................................................... 9
BAB 4. METODE PENELITIAN ................................................................................................ 10
4.1. Persiapan bahan adsorben ..................................................................................................... 11
4.2. Modifikasi Alat Dehidrator Kolom Sesuai Tahun I............................................................... 11
4.3. Rancangan Percobaan ............................................................................................................ 11
4.4. Pelaksanaan Penelitian ........................................................................................................... 12
4.5. Variabel Yang Diamati ........................................................................................................... 13
4.6. Analisa Data ........................................................................................................................... 13
BAB 5. HASIL DAN PEMBAHASAN ........................................................................................ 15
5.1.Modifikasi Alat Dehidrator ..................................................................................................... 15
5.2. Penentuan Jenis Adosorben dan Perbandingan Adsorben Dengan Bioetanol ..................... 16
5.2.1. Konsentrasi Bioetanol .......................................................................................................... 16
5.2.2. Persentase Kehilangan Bioetanol ....................................................................................... 17
5.2.3. Persentase Kenaikan Konsentrasi Bioetanol ...................................................................... 18
5.3. Pengujian Kinerja Alat dehydrator ....................................................................................... 19
BAB 6. KESIMPULAN DAN SARAN .......................................................................................... 21
vi
DAFTAR PURTAKA .................................................................................................................... 22
LAMPIRAN................................................................................................................................... 24
1
BAB 1. PENDAHULUAN
1. Latar Belakang
Bietanol dapat dipergunakan sebagai salah satu energi alternatif pensubsitusi bensin
yang ramah lingkungan jika dibandingkan dengan bahan bakar fosil. Berdasarkan data
Departemen Energi dan Sumberdaya Mineral (2007), proyeksi konsumsi etanol untuk
mensubsitusi 5 % premium (E5) di Indonesia dari tahun 2007 – 2010 ditargetkan sekitar 5 %
dan tahun 2011 - 2015 ditargetkan sekitar 10 % atau sekitar 2,78 juta kL dari total konsumsi.
Untuk menjadikan bioetanol sebagai bahan bakar pengganti bensin diperlukan tingkat
kemurnian minimal 99,6 %. Pemurnian dengan hanya menggunakan teknologi distilasi
hanya mampu mencapai tingkat kemurnian 95 %, ini disebabkan oleh sifat campuran
bioetanol dengan air bersifat azeotropik. Beberapa teknologi pemurnian enanol telah
dilakukan, diantaranya dengan menambahkan campuran azeotropik etanol-air dengan bahan
pelarut lain seperti benzene, sikloheksana, etilen glikol, pentana, dietil eter, gliserin dan
bensin, sebagai komponen ketiga untuk recovery etanol. Metode ini dapat dipergunakan
tetapi membutuhkan energi yang besar untuk memisahkan etanol dengan pelarut yang
dipergunakan, dengan kata lain proses distilasi terhadi dua tahap dan tidak efisien.
Berkaitan dengan kondisi diatas, maka dalam penelitian tahun pertama telah dibuat
alat pemurnian bioetanol dengan menggunakan kolom adsorben molecular sieve. Dengan alat
ini proses distilasi dengan proses dehidrasi atau pengeringan berjalan secara simultan,
sehingga dapat meningkatkan efisiensi energi dan waktu proses yang lebih cepat. Dari hasil
uji pada tahun pertama, alat dehydrator telah dapat meningkatkan konsentrasi bioetanol
berkisar antara 84-90 %, namun terdapat kesulitan dalam memasukkan umpan bioetanol ke
dalam tangki dan adsorben ke dalam kolom dihidrator. Dilihat dari tingkat kemurniannya
berarti tingkat kemurnian bioetanol masih rendah. Selain itu diperlukan modifikasi alat untuk
mempermudah operasional pemurnian, sehingga lebih mudah untuk diterapkan pada skala
produksi. Prinsip kerja alat ini adalah melewatkan fase uap etanol-air melalui kolom yang
didalamnya telah diisi dengan adsorben, sehingga air akan teradsorpsi sedangkan etanol
terlewatkan.
Adsorpsi adalah suatu proses pemisahan bahan dari campuran gas atau cairan, dimana
bahan dipisahkan dengan cara ditarik oleh permukaan sorben padat (adsorben) dan diikat oleh
gaya-gaya yang bekerja pada permukaan tersebut (Endah et al., 2010). Berbagai jenis
adsorben telah banyak dipergunakan, seperti zeolit sintetis 3Angstrong. Zeolit ini dapat
2
dengan cepat mengadsorpsi air, tetapi harganya relative mahal dan sulit diperoleh, sehingga
jika diterapkan pada skala kerakyatan sangat tidak memungkinkan. Untuk mengatasi kondisi
ini maka, dalam penelitian ini akan dikaji teknik adsorsi dengan menggunakan adsorben yang
mudah dan murah diperoleh, seperti, kapur tohor (CaO), batu kapur (CaCO3), arang dan
pasir silica. Dengan menggunakan adsorben ini diharapkan dapat diterapkan untuk pemurnian
bioetanol pada skala kerakyatan sehingga mampu mewujudkan masyarakat mandiri energi.
Penggunaan adsorben seperti kapur tohor (CaO), batu kapur (CaCO3), arang dan pasir
silica tidak lansung dapat dipergunakan karena kemampuan adsorpsinya rendah. Kemampuan
mengadsorpsi sangat tergantung kepada ukuran partikel dan kondisi aktivasi. Metode
aktivasi dapat dilakukan secara fisika, kimia, ataupun merupakan gabungan antara fisika
dengan kimia. Untuk meningkatkan kemampuan adsorpsinya, maka dalam penelitian ini akan
dicoba menentukan ukuran dan kondisi aktivasi yang tepat untuk masing-masing adsorben.
2. Perumusan Masalah
Berdasarkan uraian latar belakang diatas maka rumusan permasalahan secara umum
adalah:
a. Apakah alat pemurnian bioetanol dehidrator kolom molecular sieve dapat
dipergunakan untuk memurnikan bioetanol sampai minimal 99,6%.
b. Apakah jenis adsorben yang tepat untuk proses dehidrasi bioetanol
c. Berapakah volume adsorben dalam kolom dehidrator yang tepat untuk proses
dehidrasi bioetanol,
d. Berapakah waktu regenerasi yang tepat untuk adsorben yang dipergunakan dalam
proses pemurnian.
4. Urgensi Penelitian
Bioetanol adalah etanol yang diproduksi dari bahan-bahan nabati seperti pati,
selulosa, nira dan molase. Untuk memproduksi bioetanol ini, diperlukan proses fermentasi.
Secara umum konsentrasi bioetanol hasil fermentasi bahan-bahan nabati masih rendah yaitu
berkisar antara 5-10 % (v/v), disisi lain, agar dapat dipergunakan sebagai bahan bakar, maka
dibutuhkan konsentrasi bioetanol dengan konsentrasi 99,6%. Jika kurang dari 99,6 % dapat
menyebabkan kerusakan mesin dan berkurangnya nilai kalor pembakaran. Adanya kondisi
seperti ini berarti perlu adanya suatu teknologi untuk dapat memurnikan bioetanol dari
campuran lain terutama fraksi airnya.
3
Selama ini, teknologi yang telah banyak dipergunakan untuk meningkatkan
konsentrasi bioetanol adalah model pemurnian dengan metode distilasi kolom tunggal
maupun distilasi bertingkat. Tetapi teknologi ini memerlukan kebutuhan energi yang besar
dan tingkat kemurnian yang dihasilkan secara umum maksimum hanya sampai pada 95,6%,
artinya terdapat 5—4% air. Kondisi ini disebabkan oleh campuran air dengan bioetanol
bersifat azeotrop yang menunjukkan bahwa antara air dengan bioetanol tidak dapat lagi
dipisahkan dengan proses pemanasan dengan distilasi sederhana.
Untuk meningkatkan konsentrasi bioetanol dari 95% sampai 99,6% diperlukan
teknologi dehidrasi atau pengeringan bioetanol dengan menyerap air dari bioetanol azeotrop
menggunakan penyaring molecular atau molecular sieve. Berbagai bahan molecular sieve
telah banyak dipergunakan seperti batu kapur atau gamping, zeolit 3 angstrong atau zeolit
alam, silica dan lain sebagainya. Zeolit 3 Angstrong banyak dipergunakan saat ini karena
mempunyai ukuran pori 3 angstrong yang hanya dapat menyerap air saja dan tidak menyerap
molekul bioetanol yang mempunyai ukuran pori 4,4 angstrong. Namun, zeolit 3 Angstrong
ini, harganya masih mahal dan masih diimpor, sehingga dapat meningkatkan biaya produksi
dan sulit diterapkan pada skala kerakyatan. Proses dehidrasi yang umum dipergunakan untuk
dehidrasi bioetanol khususnya pada industri kecil dan menengah adalah dengan cara
perendaman bioetanol dalam bahan-bahan dehidrasi yang kemudian dilanjutkan dengan
proses distilasi biasa. Cara ini tentu memerlukan waktu yang relative lama, sehingga
berpengaruh terhadap produktivitas kerja.
Guna memenuhi kebutuhan untuk peningkatan konsentrasi bioetanol ini, maka
diperlukan suatu alat dehidrasi yang lebih efisien. Dalam penelitian ini akan dicoba
merancang dan menguji alat dehidrasi yang mengkombinasikan antara proses distilasi dengan
dehidrasi secara simultan. Prinsip yang akan dicobakan adalah alat distilasi biasa akan
ditambahkan dengan kolom molecular sieve, sehingga proses pemurnian dapat berlangsung
secara simultan antara distilasi dan dehidrasi.
Dalam proses dehidrasi dengan moleculas sieve dipengaruhi oleh beberapa factor,
seperti jenis absorben, dan volume adsorben didalam kolom. Jenis adsorben diketahui
mempunyai kemampuan adsorsi yang berbeda-beda karena adanya perbedaan dalam struktur
molekul adsorben, Volume adsorben dalam kolom juga berpengaruh terhadap kemampuan
adsorpsi. Volume yang terlalu kecil kemungkinan kemampuan dehidrasinya rendah, namun
mempunyai keuntungan dalam waktu proses yang lebih cepat karena kepadatan adsorben
dalam kolom kecil, sehingga fase uap etanol air lebih mudah mengalir. Kondisi sebaliknya
jika volume adsorben dalam kolom tinggi, kemampuan adsorpsi juga tinggi, namun dapat
4
menyebabkan tingkat kepadatan adsorben menjadi tinggi, sehingga kemungkinan dapat
menghalangi laju aliran fase uap saat distilasi dan dehidrasi. Kondisi ini tentunya akan
memperpanjang waktu proses. Sampai saat ini kondisi-kondisi tersebut belum diketahui,
apalagi jika diaplikasikan pada teknik dehidrasi menggunakan kolom molecular sieve,
sehingga dalam penelitian ini perlu ada kajian lebih lanjut mengenai kondisi-kondisi tersebut
di atas.
5
BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA
1. Bioetanol
Bioetanol (C2H5OH) adalah cairan yang dihasilkan dari proses fermentasi karbohidrat
atau gula yang dimana dalam proses pembuatannya membutuhkan bantuan mikroorganisme.
Bioetanol dapat juga diartikan juga sebagai bahan kimia yang diproduksi dari bahan pangan
yang mangandung pati, seperti ubi kayu, ubi jalar, jagung, dan sagu. Etanol dapat diperoleh
dari hasil proses fermentasi gula dengan menggunakan bantuan mikroorganisme. Dalam
industri, etanol digunakan sebagai bahan baku industri turunan alkohol, campuran untuk
miras, bahan dasar industri farmasi, dan campuran bahan bakar untuk kendaraan. Etanol
terbagi dalam tiga grade, yaitu grade industri dengan kadar alkohol 90-94%, netral dengan
kadar alkohol 96-99,5% umumnya digunakan untuk minuman keras atau bahan baku farmasi
dan grade bahan bakar dengan kadar alkohol diatas 99,5% (Hambali et al. 2007).
Bioetanol dapat dipergunakan sebagai bahan bakar alternatif memiliki beberapa
keunggulan yaitu mampu menurunkan emisi CO2 hingga 18 %, bioetanol merupakan bahan
bakar yang tidak beracun dan cukup ramah lingkungan serta dihasilkan melalui proses yang
cukup sederhana yaitu melalui proses fermentasi menggunakan mikrobia tertentu. Bioetanol
sebagai bahan bakar memiliki nilai oktan lebih tinggi dari bensin sehingga dapat
menggantikan fungsi aditif seperti metil tertiary butyl ether (MTBE) yang menghasilkan
timbal (Pb) pada saat pembakaran. Bioetanol untuk dapat dipergunakan sebagai bahan bakar
pengganti bensin haruslah memenuhi persyaratan mutu seperti yang disajikan pada Tabel 1.
2. Pemurnian Bioetanol Dengan Adsorpsi
Pada tahap pemurnian etanol, metode yang umum dipergunakan adalah metode
distilasi. Distilasi dilakukan pada suhu diatas etanol murni, yaitu pada kisaran 78 – 100 oC.
Produk yang dihasilkan pada tahap ini memiliki kemurnian hingga 96%. Sebelum memasuki
tahap pemurnian, dilakukan pemisahan antara sludge yang diperoleh dari hasil fermentasi
etanol mencapai 70% dan umumnya masih mengandung larutan gula hingga kadar 18%.
Etanol hasil distilasi kemudian dikeringkan melaui metode furifikasi molecular sieve untuk
merningkatkan kemurnian etanol sehingga memenuhi spesifikasi bahan bakar (Hambali et al.
2007).
6
Tabel 1. Syarat mutu bioetanol terdenaturasi untuk gasohol (Sumber: SNI 7390-2008)
No Sifat Unit, min/max Spesifikasi 1 Kadar etanol
Kadar methanol Kadar air Kadar denaturant Kadar tembaga (Cu) Keasaman sebagai CH3COOH Tampakan Kadar ion kloride (Cl-) Kandungan belerang (S) Kadar getah (gum), dicuci pHe
%-v, min mg/L, max %-v, max %-v, min %-v, max mg/kg, max mg/L, max mg/L, max mg/L, max mg/100ml, max
99,5 (sebelum denaturasi)2
94,0 (setelah denaturasi)1
300 1 2 5 0,1 30 Jernih dan terang, tidak ada endapan dan otoran 40 50 5,0 6,5-9,0
1) jika tidak diberikan catatan khusus, nilai batasan yang diterapkan adalah nilai untuk bioetanol yang didenaturasi
2) Fuel Grade Etanol (FGE) atau etanol kering biasanya memiliki berat jenis dalam rentang 0,7936-0,7961 ( pada kondisi 15,56/15,56oC), atau bert jenis dalam rentang 0,7871-0,7896 (pada kondisi 25/25oC), diukur dengan piknometri atau hidrometri yang sudah sangat lazi diterapkan dalam dunia industri alkohol
Untuk memperoleh bio-etanol dengan kemurnian lebih tinggi dari 99,5% atau yang
umum disebut fuel based ethanol, maka masalah yang timbul adalah sulitnya memisahkan
hidrogen yang terikat dalam struktur kimia alkohol dengan cara destilasi biasa. Oleh karena
itu salah satu cara untuk mendapatkan fuel based ethanol dilaksanakan proses adsorpsi
azeotropic. Adsorbsi yaitu suatu proses yang terjadi ketika suatu fluida (cairan maupun gas)
terikat kepada suatu padatan dan akhirnya membentuk suatu film (lapisan tipis) pada
permukaan padatan tersebut. Pada metode adsorbsi ini, ethanol hasil distilasi dengan kadar
±95% ditambah suatu adsorban yang dapat menyerap kandungan airnya, sehingga dihasilkan
ethanol yang memiliki spesifikasi yang dapat digunakan sebagai bahan bakar yaitu ethanol
dengan kadar >99.5 %. Metode ini cocok digunakan untuk skala rumahan atau home industri.
Adsorbsi fisik merupakan alternatif yang cukup menarik, karena operasinya sederhana dan
menjanjikan konsumsi energi yang tidak besar.
Hal utama dalam proses adsorbsi adalah pemilihan adsorben. Beberapa adsorben yang
sudah dicoba yaitu batu gamping (CaCO3). Batu gamping adalah batu yang terbuat dari
pengendapan cangkang kerang dan siput, foraminifera atau ganggang. Batu itu berwarna
putih susu, abu-abu muda, abu-abu tua, cokelat, atau hitam, tergantung keberadaan mineral
pengotornya. Mineral karbonat yang umum ditemukan berasosiasi dengan kapur adalah
aragonit. Ia merupakan mineral metastable karena pada kurun waktu tertentu dapat berubah
7
menjadi kalsit. Mineral lainnya siderit, ankarerit, dan magnesit, tapi ketiganya berjumlah
sangat sedikit. Batu gamping bersifat higroskopis, artinya mempunyai kemampuan untuk
menyerap air. Karena itulah ia mampu mengurangi kadar air dalam bioethanol. Sebelum
digunakan batu gamping ditumbuk hingga jadi tepung agar penyerapan air lebih cepat.
Perbandingannya untuk 7 liter bioethanol diperlukan 2-3 kg batu gamping. Campuran itu
didiamkan selama 24 jam sambil sesekali diaduk. Selanjutnya, campuran diuapkan dan
diembunkan menjadi cair kembali sebagai ethanol berkadar 99% atau lebih. Bioethanol inilah
yang bisa dicampur dengan bensin atau digunakan murni. Walaupun prosesnya sangat
mudah, tapi penggunaan batu gamping memiliki beberapa kelemahan. Di antaranya jumlah
ethanol yang hilang sangat tinggi, mencapai 30%. hal ini terjadi karena selain menyerap air,
gamping juga menyerap alkohol. Alkohol itu tidak dapat keluar karena terikat pada pori-pori
gamping. Akibatnya ethanol pun hilang sampai 30%.
Alternatif lain, pemurnian bioethanol dengan zeolit. Proses pemurnian itu
menggunakan prinsip penyerapan permukaan. Zeolit adalah mineral yang memiliki pori-pori
berukuran sangat kecil. Zeolit terbentuk dari abu lahar dan materi letusan gunung berapi.
Zeolit juga bisa terbentuk dari materi dasar laut yang terkumpul selama ribuan tahun. Untuk
adsorpsi, zeolit ada dua jenis yaitu zeolit sinteis dan zeolit alam. Zeolit sintetis terbentuk
setelah melalui rangkaian proses kimia. Namun, baik zeolit sintetis maupun zeolit alam
berbahan dasar kelompok alumunium silikat yang terhidrasi logam alkali dan alkali tanah
(terutama Na dan Ca). Kedua zeolit ini sama-sama memiliki kemampuan menyerap air. Pada
zeolit alam, air yang sudah terserap perlahan-lahan dilepaskan kembali; zeolit sintetis, air
akan terikat kuat. Penggunaan zeolit memiliki beberapa kelebihan dibandingkan batu
gamping yaitu luas permukaan dan daya serap air yang tinggi sehingga ethanol yang hilang
pun hanya 10%.
Adsorbent lain yang dapat digunakan adalah silica gel. Silika gel merupakan suatu
bentuk dari silika yang dihasilkan melalui penggumpalan sol natrium silikat (NaSiO2). Sol
mirip agar - agar ini dapat didehidrasi sehingga berubah menjadi padatan atau butiran mirip
kaca yang bersifat tidak elastis. Sifat ini menjadikan silika gel dimanfaatkan sebagai zat
penyerap, pengering dan penopang katalis.
6. Roadmap penelitian
Rodmap penelitian disajikan pada Gambar 1.
8
Gambar 1 Roadmap penelitian
9
BAB 3. TUJUAN DAN MANFAAT
3.1. Tujuan
Tujuan dari penelitian ini adalah:
a. Memodifikasi dan menguji kinerja alat pemurnian bioetanol dehidrator kolom
molecular sieve dalam memurnikan bioetanol sampai minimal 99,6%.
b. Menentukan jenis adsorben yang tepat untuk proses dehidrasi bioetanol
c. Menentukan volume adsorben dalam kolom dehidrator yang tepat untuk proses
dehidrasi bioetanol.
d. Memperoleh waktu regenerasi yang tepat untuk adsorben yang dipergunakan dalam
proses pemurnian.
3.2. Manfaat
Manfaat penelitian ini adalah diperolehnya satu alat dehydrator molecular sieve tipe
tunggal untuk pemurnian bioetanol. Adsorben yang dipergunakan adalah adsorben yang
mudah diperoleh dan lebih murah jika dibandingkan dengan adsorben sintetik. Adsorben
tersebut adalah CaCO3, CaO, dan zeolit alam. Produk yang dihasilkan berupa bioetanol 99.6
% yang dapat dipergunakan sebagai bahan bakar pensubsitusi premium dan juga diharapkan
dapat dikembangkan menjadi produk-produk hilir bioetanol lainnya seperti, bioetanol gel,
bioetanol padat yang dapat dipergunakan sebagai pensubsitusi minyak tanah. Teknologi ini
diharapkan dapat diterapkan pada skala kerakyatan terutama untuk mendukung terbentuknya
keluarga mandiri energi. Kondisi ini sangat mendukung mengingat teknologi fermentasi
secara umum sudah dikenal dan mudah dilaksanakan oleh masyarakat Indonesia.
10
BAB 4. METODE PENELITIAN
1. Sistematika dan Fishbone Usulan Penelitian
Sistematika penelitian yang dilakukan pada penelitian ini disajikan pada Tabel 2 dan
bagan fishbone disajikan pada Gambar 2.
Tabel 2. Sistematika Penelitian Tahapan Kegiatan
1 · Melakukan modifikasi terhadap tabung umpan dan tabung kolom dehydrator.
· Persiapan bahan adsorben arang aktif, CaO, CaCO3 dan silica gel (ukuran 40 mesh, aktifasi fisik dengan pemanasan 200oC selama 2 jam)
· Pengujian alat dehydrator kolom molecular sieve dengan perlakuan jenis adsorben dan perbandingan volume bioetanol dengan bobot adsoben yang tepat untuk proses dehidrasi bioetanol,
· Analisis data · Penentuan perlakuan terbaik berdasarkan konsentrasi bioetanol
grade bahan bakar (99,6%) dan waktu jenuh adsorben paling lama.
2. Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian dilakukan di Laboratorium Teknologi Pertanian, Fakultas Teknologi
Pertanian Universitas Udayana. Waktu pelaksanaan penelitian tahun 2014.
3. Bahan dan Alat Penelitian
Bahan-bahan yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah adsorben molecular
sieve berupa zeolit alam (Malang), arang aktif, CaO, CaCO3 yang diperoleh dari toko bahan
kimia, H2SO4, HCl, NaOH, etanol PA, aquades. Peralatan yang dipergunaka adalah
seperangkat alat distilasi kolom dehydrator molecular sieve, tanur, thermometer, water bath,
alcohol meter dan alat-alat gelas
11
Gambar 2. Diagram fishbone penelitian produksi bioetanol
4. Penelitian Tahap I :
4.1. Persiapan bahan adsorben
Masing-masing adsorben sebelum dipergunakan dalam kolom molecular sieve untuk
pemurnian bioetanol, terlebih dahulu dihomogenkan ukurannnya dengan ditumbuk dan
diayak 40 mesh. Setelah diayak, masing-masing adsorben dioven dalam tanur pada suhu
200oC selama 2 Jam. Ini diperlukan untuk meningkatkan kemampuan adsorben dalam
menyerap air.
4.2. Modifikasi Alat Dehidrator Kolom Sesuai Tahun I
Alat dehydrator kolom molecular sieve yang telah dirancang akan dimodifikasi pada
bagian tangki umpan dan kolom dehydrator untuk mempermudahkan system operasi dalam
pemurnian bioetanol. Gambar peralatan di sajikan Gambar 3.
4.3. Rancangan Percobaan
Penelitian ini menggunakan Rancangan Acak Kelompok yang disusun secara faktorial
dengan 2 faktor perlakuan yaitu jenis adsorben dan volume adsorben dalam kolom. Factor
jenis absorben terdiri dari 3 taraf yaitu CaO, CaCO3, dan Zeolit alam. Factor perbandingan
volume bioetanol dengan bobot adsorben dalam kolom terdiri dari 3 taraf yaitu 1:2, 1:1, dan
12
2:1. Dari faktor-faktor ini akan diperoleh 9 perlakuan kombinasi dan dikelompokkan menjadi
3 (tiga) berdasarkan waktu dehidrasi, dengan demikian terdapat dua puluh tujuh (27) unit
percobaan. Apabila perlakuan berpengaruh nyata terhadap respon yang diamati, maka
dilakukan uji lanjut Duncan (Steel dan Torrie 1991).
4.4. Pelaksanaan Penelitian
Penelitian tahap pertama yaitu untuk menentukan jenis adsorben dan perbandingan
volume bioetanol dengan bobot dilakukan secara batch dengan perendaman bioetanol .
Bioetanol sebanyak 5L dengan konsentrasi 20%(v/v) didistilasi hingga mengasilkan 1L
bioetanol dengan konsentrasi 90%(v/v). Selanjutnya bioetanol hasil distilasi tahap pertama ini
dilakukan pemurnian dengan proses perendaman. Proses ini dilakukan dalam Erlenmeyer 500
ml dengan volume bioetanol 300 ml, kemudian ke dalam erlenmeyer ditambahkan adsorben
dengan perbandingan sesuai dengan perlakuan yang telah ditentukan. Perendaman dilakukan
selama 24 jam dan dilakukan pengadukan secara periodik. Diakhir proses perendaman
dilakukan pengukuran terhadap variable-variabel penelitian. Dan ditentukan perlakuan
terbaik yang akan dipergunakan pada penelitian selanjutnya yaitu pemurnian bioetanol
dengan alat dehydrator.
Sebelum proses pemurnian, adsorben hasil perlakuan terbaik pada tahap sebelumnya
diaktivasi secara fisik dengan pemanasan 200oC selama 2 jam dan kemudian didinginkan.
Adsorben yang sudah diaktivasi dimasukkan kedalam kolom molecular sieve sebanyak 2,5
kg. Konsentrasi awal bioetanol yang dipergunakan sebagai umpan adalah 95% (v/v). Etanol
dimasukkan ke dalam tangki penampung umpan sebanyak 5 liter. Suhu operasi sebagai factor
tetap diatur dengan kondisi, yaitu suhu water bath antara 100oC dan suhu di dalam tangki
umpan antara 80-90oC. pada proses dehidrasi, etanol dan air akan menguap dan melewati
kolom molecular sieve sehingga air akan terserap, sedangkan etanol akan tetap terbawa aliran
menuju kolom kondensor. Pada kondensor, uap etanol akan berubah wujud mencadi fase
cair. Etanol yang di hasilkan ditampung pada tangki produk.
Selama proses dehidrasi dilakukan pengambilan sample bioetanol pada setiap
perlakuan untuk dianalisa konsentrasinya. Pengambilan sample dan pengukuran dilakukan
setelah memperoleh volume 100 ml dimulai dari tetesan pertama hasil dehidrasi. Ini
diperlukan untuk mengetahui perubahan-perubahan konsentrasi bioetanol selama proses,
sehingga memudah kandalam penentuan waktu jenuh dari adsorben. Proses dehidrasi
13
dihentikan sampai tidak ada lagi tetesan bioetanol ke tangki produk. Waktu dan volume
destilat yang dihasilkan secara keseluruhan dihitung. Ini diperlukan untuk mengetahu
rendemen dan produktivitas proses.
4.5. Variabel Yang Diamati
Variabel yang diamati pada proses dehidrasi bioetanol ini adalah konsentrasi etanol
sebelum dan sesudah dehidrasi(Gas chromatography), rendemen, dan produktivitas proses
4.6. Analisa Data
Data yang diperoleh dianalisis keragamannya dan dilanjutkan dengan uji
perbandingan berganda Duncan. Pemilihan perlakuan terbaik didasarkan pada perlakuan yang
memberikan konsentrasi etanol tertinggi dengan rendemen dan produktivitas tertinggi. Untuk
mengetahu tingkat kejenuhan adsorben, maka data yang diperoleh dari sampling setiap 5
menit terhadap konsentrasi etanol akan dianalisis secara deskriptif dengan menampilkannya
dalam bentuk grafik dan standar deviasi.
5. Luaran Penelitian Luaran penelitian adalah (1) memperoleh jenis adsorben dan perbandingan volume
bioetanol dengan bobot adsoben yang tepat untuk proses dehidrasi bioetanol, (2) memperoleh
waktu regenerasi yang tepat untuk adsorben yang dipergunakan dalam proses pemurnian.
Bioetanol diperoleh diharapkan dapat digunakan sebagai salah satu energi alternatif
pengganti bensin, sehingga krisis energi dapat diatasi dengan energi terbarukan yang ramah
lingkungan. Selain itu dilakukan pengajuan makalah untuk publikasi di jurnal nasional
terakreditasi bertopik “Pemurnian Bioetanol Dengan Alat Dehydrator Kolom Molecular
Sieve”
6. Indikator Capaian Penelitian Indikator capaian penelitian yang terukur dari penelitian tahun ke-1 adalah
1. Diperoleh jenis adsorben dan perbandingan volume bioetanol dengan bobot adsoben yang
tepat untuk proses dehidrasi bioetanol.
2. Diperoleh waktu jenuh dari adsorben, sehingga memudahkan waktu untuk regenerasi
adsorben.
3. Pengajuan makalah untuk publikasi di jurnal nasional terakreditasi bertopik “Pemurnian
Bioetanol dengan Kolom Adsorben Molecular sieve”
14
7. Prosedur Analisa
1) Konsentrasi etanol yang diproduksi pada akhir proses sesuai perlakuan (Rudolf et al.
2005). Pengukuran kkonsentrasi etanol dilakukan dengan menggunakan GC (gase
chromatography) Agilent dengan kolom HP-5. Penentuan dilakukan dengan
membandingkan waktu retensi sampel dengan waktu retensi standar etanol. Standar
etanol yang diinjeksikan dengan konsentrasi 99,8 %(v/v). kadar etanol yang terdapat pada
sampel dihitung dengan persamaan berikut ini :
standar iKonsentras x standar area Luassampel area Luas etanol iKonsentras =
2) Rendemen merupakan persentase produk terhadap bahan baku yang dipergunakan
100% x umpan etanol Volume
destilat VolumeRendemen =
3. Produktivitas merupakan banyak produk yang dihasilkan persatuan waktu
distilasiWaktu destilat Volume tasProduktivi =
4. Analisa parameter kemurnian bioetanol mengacu pada prosedur SNI 7390-2008 tentang
syarat mutu bioetanol terdenaturasi untuk gasohol.
15
BAB 5. HASIL DAN PEMBAHASAN
5.1.Modifikasi Alat Dehidrator
Gambar 3. Peralatan dehidrator molecular sieve
Untuk meningkatkan kemudahan kerja terutama pada saat pengoperasian peralatan
telah dilakukan modifikasi terhadap peralatan dehydrator terutama pada bagian kolom
adsorbennya. Modifikasi dilakukan pada bagian input dan output adsorben, ysitu dengan
menambahkan kemiringan lobang pipa input dan output sehingga dapat memudahkan dalam
pemasukan dan pengeluaran adsorben. Modifikasi telah dilakukan terhadap tangki umpan
dengan menambahkan “water mur” sehingga mempermudahkan dalam pemasangan tabung
umpan dengan kolom adsorben. Modifikasi alat disajikan pada Gambar 3. Pada pengujian
kinerja alat dilakukan dengan mencoba melakukan distilasi terhadap bioetanol dengan
Output adsorben diubah menjadi 45o untuk memudahkan pengeluaran adsorben dan penambahan water mur
Lubang kolom terlalu horizontal, shg adsorben
sulit masuk dan penambahan water mur
Water mur
Water mur
Input adsorben lebih miring
Output adsorben lebih miring
16
konsentrasi awal 22% sebanyak 3 liter. Dari hasil uji kinerja diperoleh bahwa konsentrasi
bioetanol semakin menurun dengan semakin lamanya waktu distilasi. Dan untuk
mendapatkan distilat (bioetanol) dengan volume yang sama yaitu 150 ml diperlukan waktu
yang semakin lama. Hubungan waktu distilasi terhadap konsentrasi bioetanol disajikan pada
Gambar 4 . Jika dilihat dari produktivitasnya, untuk meningkatkan konsentrasi bioetanol dari
22% menjadi rata-rata 80,17% dihasilkan 10,75 ml/menit. Konsentrasi ini masih rendah dan
perlu untuk didehidrasi dengan adsorben.
Gambar 4. Hubungan waktu distilasi terhadap konsentrasi bioetanol
5.2. Penentuan Jenis Adosorben dan Perbandingan Adsorben Dengan Bioetanol
5.2.1. Konsentrasi Bioetanol
Kadar bioetanol yang awalnya mempunyai konsentrasi 90% mengalami peningkatan
selama proses adsorpsi. Peningkatan konsentrasi bioetanol berkisar dari 91,65% sampai
92,41%. Nilai peningkatan konsentrasi bioetanol selama proses dehidrasi disajikan pada
Tabel 3. Dari hasil analisis keragaman diketahui bahwa peningkatan konsentrasi bioetanol
hanya dipengaruhi oleh faktor perbandingan bobot adsorben dengan volume bioetanol.
Peningkatan konsentrasi bioetanol terjadi sejalan dengan semakin meningkatnya nilai
perbandingan bobot adsorben dengan volume bioetanol. Ini disebabkan oleh semakin banyak
adsorben yang ditambahkan pada bioetanol, maka semakin banyak air yang diserap oleh
adsorben, sehingga konsentrasi bioetanol meningkat. Jenis adsorben tidak berpengaruh nyata
terhadap peningkatan konsentrasi bioetanol. Ini menunjukkan bahwa masing-masing
17
adsorben mempunyai kemampuan yang sama dalam menyerap air. Tinggi rendahnya
konsentrasi bioetanol yang dihasilkan dalam proses adsorpsi juga dipengaruhi oleh
konsentrasi awal dan ukuran partikel adsorben. Priyo dan Ragil (2009) melaporkan bahwa
proses dehidrasi bioetanol secara batch dengan konsentrasi awal 93,75% menggunakan
tepung jagung mampu meningkatkan konsentrasi bioetanol dengan kisaran 96 % sampai
99% (v/v) dan tingkat kemurnian ini juga sangat tergantung pada lamanya waktu proses.
Tabel 3. Konsentrasi bioetanol setelah dehidrasi (% v/v) Perlakuan 1:2 1:1 2:1 Rata-rata
Zeolit 91,77 92,00 92,35 92,04 CaCO3 91,65 92,02 92,40 92,02
CaO 91,97 92,15 92,41 92,18 Rata-rata 91,80b 92,06b 92,39a
Keterangan: Angka-angka yang diikuti oleh huruf yang sama berarti berbeda tidak nyata menurut uji Duncan pada taraf nyata 5%.
5.2.2. Persentase Kehilangan Bioetanol
Selama proses pemurnian dengan menggunakan adsorben terjadi kehilangan volume
etanol dalam larutan. Hasil analisis keragaman menunjukkan bahwa interaksi antara jenis
adsorben dengan perbandingan adsorben dengan bioetanol berpengaruh sangat nyata
terhadap persentase kehilangan volume bioetanol (p<0,01). Persentase kehilangan tertinggi
yaitu 60,32% dihasilkan dari perlakuan jenis adsorben zeolit dengan perbandingan 2:1, dan
perlakuan ini tidak berbeda nyata dengan jenis adsorben CaO dengan perbandingan 2:1 yang
menghasilkan persentase kehilangan 60,30%. Persentase kehilangan bioetanol terendah
dihasilkan dari perlakuan CaCO3 dengan perbandingan 1:2 yaitu sebesar 11,07%. Persentase
kehilangan hietanol selama proses pemurnian disajikan pada Tabel 4.
Tabel 4. Persentase Kehilangan bioetanol (%) Perlakuan 1:2 1:1 2:1 Rata-rata
Zeolit 25,91f 44,80b 60,32a 43,68 CaCO3 11,07h 26,39e 27,45d 21,63
CaO 25,06g 41,98c 60,30a 42,45 Rata-rata 20,68 37,72 49,36
Keterangan: Angka-angka yang diikuti oleh huruf yang sama berarti berbeda tidak nyata menurut uji Duncan pada taraf nyata 5%.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa semakin tinggi nilai perbandingan jenis adsorben
dengan bioetanol, maka semakin tinggi pula persentase kehilangan bioetanol selama proses
dehidrasi. Hal ini disebabkan oleh semakin banyaknya adsorben yang ditambahkan, maka
18
semakin banyak cairan yang diserap, sehingga persentase kehilangan bioetanol juga
meningkat. Dari kondisi ini menunjukkan bahwa adsorben yang dipergunakan tidak hanya
menyerap air tetapi juga menyerap bioetanol. Jika dikaitkan dengan peningkatan konsentrasi
bioetanol, terlihat bahwa terdapat hubungan linier antara peningkatan nilai perbandingan
bobot adsorben dengan volume bioetanol dengan peninggkatan konsentrasi bioetanol dan
persentase kehilangan bioetanol. Semakin meningkatnya nilai perbandingan bobot adsorben
dengan volume bioetanol, maka konsentrasi bioetanol dan persentase kehilangan bioetanol
juga semakin meningkat. Tingginya persentase kehilangan bioetanol selama proses diduga
disebabkan oleh ukuran pori dari adsorben yang tidak seragam. Dona dan Adip (2009)
menyebutkan bahwa ukuran pori adsorben yang dapat dipergunakan dalam proses dehidrasi
bioetanol adalah 3 Å.
5.2.3. Persentase Kenaikan Konsentrasi Bioetanol
Selama proses pemurnian terjadi peningkatan konsentrasi bioetanol dari konsentrasi
90%(v/v) meningkat berkisar antara 1,83% sampai 2,67%. Namun berdasarkan hasil analisis
keragaman, interaksi antara perlakuan jenis adsorben dengan perbandingan adsorben dengan
bioetanol tidak berpangaruh nyata terhadap persentase kenaikan konsentrasi bioetanol
(p>0,05). Ini menunjukkan jenis adsorben dengan berbagai perbandingan memberikan
peningkatan kemurnian bioetanol yang sama. Peningkatan konsentrasi bioetanol dalam hal ini
hanya dipengaruhi oleh tinggi rendahnya perbandingan jenis adsorben dengan bioetanol,
sedangkan jenis adsorben tidak memberikan peningkatan yang nyata terhadap konsentrasi
bioetanol. Semakin tinggi nilai perbandingan antara bobot adsorben dengan bioetanol, maka
tingkat kemurnian bioetanol semakin meningkat. Tingginya nilai perbandingan bobot
adsorben dengan bioetanol menunjukkan semakin tingginya bobot adsorben yang
ditambahkan pada bioetanol, sehingga kemampuan adsorpsi terhadap air juga semakin
meningkat. Semakin banyak air yang dapat diserap oleh adsorben maka semakin tinggi
konsentrasi bioetanol yang dihasilkan. Rendahnya persentase peningkatan konsentrasi
bioetanol dapat disebabkan oleh kurangnya proses aktivasi adsorben yang dipergunakan.
Menurut Nanik dan Harimbi (2012) proses aktivasi adsorben dapat dilakukan secara fisik dan
kimia. Perlakuan fisik dilakukan dengan proses termal sedangkan perlakuan kimia dengan
perendaman dalam larutan asam. Aktivasi secara asam dapat meningkatkan porositas
adsorben sehingga kemampuan adsorben untuk menyerap juga akan semakin tinggi.
Persentase kenaikan konsentrasi bioetanol disajikan pada Tabel 5.
19
Tabel 5. Persentase kenaikan konsentrasi bioetanol (%) Perlakuan 1:2 1:1 2:1 Rata-rata
Zeolit 1,96 2,22 2,61 2,26 CaCO3 1,83 2,24 2.67 2,25
CaO 2,19 2,39 2.67 2,42 Rata-rata 1,99b 2,28b 2,65a
Keterangan: Angka-angka yang diikuti oleh huruf yang sama berarti berbeda tidak nyata menurut uji Duncan pada taraf nyata 5%.
5.3. Pengujian Kinerja Alat dehydrator
Berdasarkan Penelitian tahap pertama yaitu penentuan jenis adsorben dan
perbandingan volume bioetanol dengan adsorben diperoleh hasil bahwa perlakuan jenis
adsorben CaCO3 dengan perbandingan bioetanol 1:2 merupakan perlakuan terbaik dengan
konsentrasi bioetanol. Selanjutnya kondisi ini akan dipergunakan untuk uji alat dehydrator
dalam meningkatkan konsentrasi bioetanol. Volume umpan yang dipergunakan adalah 5 L
bioetanol dengan konsentrasi awal 95%. Dari hasil penelitian menunjukkan bahwa selama
proses dehidrasi telah mampu meningkatkan konsentrasi bioetanol dari kisaran 96,4 sampai
99,6%. Konsentrasi bioetanol diatas 99% ternyata hanya diperoleh dengan volume 1500 ml
dari proses distilasi awal dengan membutuhkan waktu sekitar 43,31 menit dari pertama kali
destilat menetes. Selanjutnya terlihat bahwa konsentrasi bioetanol yang dihasilkan semakin
menurun sampai pada konsentrasi 96,4%. Hal serupa juga dapat dilihat bahwa untuk
mendapatkan bioetanol pada volume yang sama yaitu 500 ml diperlukan waktu yang
semakin lama. Hubungan waktu distilasi terhadap konsentrasi bioetanol pada proses
pemurnian dengan alat dehidrator disajikan pad Gambar 5. Adanya penurunan konsentrasi
bioetanol selama proses distilasi menunjukkan bahwa adsorben yang dipergunakan sudah
mengalami kejenuhan. Tingkat kejenuhan adsorben semakin lama semakitn meningkat
sehingga berpengaruh terhadap semakin menurunnya konsentrasi bioetanol yang dihasilkan.
Dari hasil penelitian terlihat bahwa adsorben mulai jenuh setelah mencapai volume produksi
1500 ml atau setelah waktu proses selama 43,31 menit. Ini menunjukkan bahwa adsorben
yang dipergunakan mempunyai kemampuan yang sangat kecil dalam mengabsorp air pada
campuran air bioetanol. Kondisi ini diduga disebabkan oleh adsorben yang hanya diaktivasi
secara fisik dengan pemanasan pada suhu 200oC. Untuk meningkatkan kemampuan adsorpsi
adsorben seharusnya peru dilakukan kombinasi metode aktivasi antara aktivasi secara fisik
dengan kimia. Aktivasi secara fisik dilakukan dengan perlakuan suhu, sedangkan aktivasi
secara kimia dapat dilakukan dengan proses perendaman adsorben dalam larutan asam.
20
Selama proses produksi juga terjadi kehilangan bioetanol cukup tinggi yaitu sekitar 26% dari
volume awal. Jika dirata-rataakan konsentrasi bioetanol yang dihasilkan selama proses
distilasi adalah 3700 ml dengan konsentrasi 98,25% dengan waktu proses 139,02 menit dari
destilat pertama kali menetes. Dengan demikian dapat ditentukan bahwa produkstivitas kerja
alat ini adalah sekitar 1,5 L/jam dengan konsentrasi 98,25%. Hasil ini terlihat bahwa hasil
produksi masih rendah terutama berkaitan dengan rata-rata konsentrasi bioetanol yang
dihasilkan masih dibawah standar.
Gambar 5. Hubungan waktu distilasi terhadap konsentrasi bioetanol pada proses pemurnian
dengan alat dehidrator
21
BAB 6. KESIMPULAN DAN SARAN
Peningkatan konsentrasi bioetanol dipengaruhi oleh tinggi rendahnya perbandingan
antara bobot adsorben dengan volume bioetanol, sedangkan persentase kehilangan bioetanol
selama proses pemurnian dipengaruhi oleh interaksi antara jenis adsorben dengan
perbandingan bobot adsorben dengan volume bioetanol. Semakin tinggi nilai perbandingan
bobot bioetanol dengan volume bioetanol maka semakin tinggi konsentrasi bioetanol, namun
pada kondisi ini persentase kehilangan bioetanol juga semakin tinggi. Perlakuan jenis
adsorben CaCO3 dengan perbandingan bioetanol 1:2 merupakan perlakuan terbaik dengan
konsentrasi bioetanol yang dihasilkan 99,6%(v/v), persentase kehilangan bioetanol 26% dan
persentase peningkatan konsentrasi bioetanol 4,8% dari konsentrasi awal. Waktu mulai jenuh
adsorben dihasilkan setelah volume 1500 ml dengan waktu 43,31 menit. Produktivitas kerja
1,5L/jam dengan konsentrasi rata-rata 98,25%.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa adsorben yang dipergunakan untuk adsorpsi
campuran air bioetanol cepat sekali jenuh, sehingga diperlukan penelitian lebih lanjut
mengenai metode aktivasi adsorben yang tepat. Dengan melakukan metode aktivasi yang
tepat diharapkan rata-rata konsentrasi bioetanol yang dihasilkan lebih tinggi dengan
kehilangan bioetanol yang lebih rendah.
22
DAFTAR PURTAKA
Balagopalan C, Padmaja G, nanda SK, Moorthy SN. 1988. Cassava in Food, Feed and Industry. CRC Press, Inc, Florida.
Boyles D. 1984. Bio-Energy, Thermodynamics and Cost. Ellis Horwood Limited, West Sussex.
Campbell IM. 1983. Biomass, Catalyst and Liquid Fuels. Technomic Publishing Co. Inc, Pensylvania.
Depatermen Energi dan Sumberdaya Mineral. 2007. Target dan Tahapan Penggunaan Biofuel di Indonesia. Dalam: Agro Observer “ Agribusiness Review and Reference. No. 5
Departemen Pertanian. 2008. Statistik Tanaman Pangan (Ubi Kayu). www. Deptan.go.id. [27 Februari 2009].
Hambali E, Mudjadlipah S, Tambunan AH, Pattiwiri AW, Hendroko R. 2007. Teknologi Bioenergi. Agromedia Pustaka, Jakarta.
Harahap, H. 2003. Karya Ilmiah Produksi Alkohol. http://library.usu.ac.id/download/ft/tkimia-hamidah.pdf.
Harrison JS, Graham JGJ. 1970. Yeast in Destilery Practice. Academic Press, New York.
Hidayat, N. 2007. Distilasi, Filtrasi, Dan Ekstraksi. http://ptp2007.wordpress.com/2007/11/29/ekstraksi-dan-distilasi
Irfani, A. 2007. Distilasi. http://achmadirfani.wordpress.com/2007/12/23/distilasi Kay DE. 1979. Root Crops. The Tropical Product Institute, London.
Kunkee K D, C J Mardon. 1970. Yeast Wine Making. Academic Press, London. Kofli N T, Dayaon S H M. 2010. Identification Of Microorganism From Ragi For
Bioethanol Production by API Kit. J. Applied Science 10 (21):2751-2753. Lidya, B. dan N. S. Djenar. 2000. Dasar Bioproses. Direktorat Jendral Pendidikan Tinggi
Departemen Pendidikan Nasional. Jakarta Merican Z, Queeland Y. 2004. Tapi Processing In Malaysia: A Technology In Transition.
Industrialization Of Indigeneous Fermented Foods, pp. 247-270. Marcel Dekker Inc., New York
Muchtadi D, Palupi NS, Astawan M. 1992. Enzim dalam Industri Pangan. PAU-Institut Pertanian Bogor, Bogor.
Nurdyastuti I. 2005. Teknologi Proses Produksi Bio-Ethanol. Prospek Pengembangan Bio-Fuel Sebagai Subsitusi Bahan Bakar Minyak.
Offeman, R. D., S. K. Stephenson. G. H. Robertson, and W. J. Orts. 2006. Solvent Extraction of Ethanol from Aqueous Solutions Using Biobased Oils, Alcohols, and Esters. JAOCS. 83 (2). hal. 153 – 157.
Oura E. 1983. Reaction Product of Yeast Fermentations. Di dalam H. Dellweg (ed.). Biotechnology Volume III. Academic Press, New York.
Pelezar M, Chan ECS. 1986. Dasar-Dasar Mikrobiologi. Terjemahan R S Hadioetomo, T Imas, S S Tjitrosomo, S L Angka. UI-Press, Jakarta.
23
Prescott JM, Dunn CG. 1981. Industrial Microbiology. McGraw-Hill Book Co. Ltd., New York.
Ratledge C. 1991. Yeast Physiology-Micro-Synopsis. J Bioprocess Engineering 6:195-203. Rodmui A, Jirasak K, Yuwapin D. 2008. Optimization of Agitation Conditions for Maximum
Ethanol Production by Coculture. Kasetsart J. (Nat. Sci.) 42 : 285 - 293 Syarief R, Irawati A. 1988. Pengetahuan Bahan untuk Industri Pertanian. Mediyatama
Sarana Perkasa, Jakarta. Taherzadeh MJ, Karimi K. 2007. Enzyme-Based Hydrolysis Process for Ethanol from
Lignocellulosic Material. Review: J BioResources 2 (4) : 707-738. Waluyo L. 2004. Mikrobiologi Umum. UMM Press, Malang.
24
LAMPIRAN
Lampiran Bukti kegiatan seminar
Lampiran Abstrak makalah seminar
PENENTUAN PERBANDINGAN JENIS ADSORBEN DENGAN BIOETANOL PADA PROSES DEHIDRASI BIOETANOL SECARA
BACTH (THE COMPARATION DETERMINATION OF THE TYPE OF ADSORBENT WITH BIOETHANOL ON
BIOETHANOL DEHYDRATION IN BATCH PROCESS)
I Wayan Arnata1), I Putu Surya Wirawan2) I Made Nada2)
1Teknologi Industri Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian, Universitas Udayana, Jl. Kampus Unud Bukit Jimbaran, 80364
Telp/Fax : 0361-703825, E-mail : [email protected] 2Teknik Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian, Universitas Udayana, Jl. Kampus Unud Bukit
Jimbaran, 80364
25
Abstrak
Tujuan penelitian ini adalah untuk menentukan perbandingan jenis adsorben dengan bioetanol pada proses dehidrasi bioetanol secara batch. Penelitian dirancang menggunakan rancangan acak lengkap dan proses dehidrasi dilakukan secara batch dengan proses perendaman. Hasil penelitian menunjukkan bahwa perlakuan jenis adsorben CaCO3 dengan perbandingan bioetanol 1:2 merupakan perlakuan terbaik dengan konsentrasi bioetanol yang dihasilkan 91,65%(v/v), persentase kehilangan bioetanol 11,07% dan persentase peningkatan konsentrasi bioetanol 1,83%.
Kata kunci: Bioetanol, adsorben, pemurnian, batch
Abstract
The purpose of this study was to determine the ratio of the type of adsorbent with bioethanol in the batch process of ethanol dehydration. The study was designed using a completely randomized design and the process of dehydration conducted in batch process. The results showed that the ratio of the type of CaCO3 adsorbent with bioethanol of 1: 2 is the best treatment with the ethanol concentration produced 91.65% (v / v), the percentage of bioethanol loss of 11.07% and the percentage of increase bioethanol concentration of 1.83%.
Keywords: Bioethanol, adsorbent, purification, batch
26
Lampiran foto Kegiatan