UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
PERBANDINGAN METODE EKSTRAKSI DAN UJI AKTIVITAS ANTIOKSIDAN EKSTRAK AIR SARANG
BURUNG WALET (Collocalia fuciphaga) DENGAN METODE DPPH (2,2-Difenil-1-1-Pikrihidrazil)
SKRIPSI
AHMAD RIFQI NIM. 1111102000118
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN PROGRAM STUDI FARMASI
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
SEPTEMBER 2017
ii
UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
PERBANDINGAN METODE EKSTRAKSI DAN UJI AKTIVITAS ANTIOKSIDAN EKSTRAK AIR SARANG BURUNG WALET
(Collocalia fuciphaga) DENGAN METODE DPPH (2,2-Difenil-1-1-Pikrihidrazil)
SKRIPSI
Diajukan sebagai salah satu syarat ntuk memperoleh gelar Sarjana Farmasi
AHMAD RIFQI NIM. 1111102000118
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN PROGRAM STUDI FARMASI
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
SEPTEMBER 2017
HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS
Skripsi ini adalah hasil karya sendiri,
dan semua sumber yang dikutip aupun dirujuk
telah saya nyatakan benar.
Nama
NIM
Tanggal
Tanda Tangan
: Ahmad Rifqi
:1111102{X}0118
: 05 Oktober 2Ol7
l1t
Nama
NIM
Program Studi
Judul Skripsi
HALAMAN PERSETUJUAI\ PEMBIMBING
Ahmad Rifqi
1 11 1 t0200$r 18
Farmasi
Perbandingaa Metode Eksraksi dan Uji Aktiyitas
Antioksidan Ekstrak Sarang Burung Walet (Collocalia
Fuciphaga) dengan Metode DPPH Q,2-DiJbnit-l-I-
Pilvihidrazit)
Disetujui oleh
Pembimbing I Pembimbing II
{t.4Lina Elfita. M.Si..Apt.
NIP. 1 973 l 2L220ttA0A02
1\dEka PuSi. M.Si..Apt.
NIP. 1 9790 5 1 7 2009 l22A02
Mengetahui,
Kepala Program Studi Farmasi
Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan
Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah
Skripsi
Nama
NIM
Program Studi
Judul Skripsi
Pembimbing I
Pembimbing II
Penguji I
Penguji II
Ditetapkan di
Tanggal
ini diajukan oleh.
ITALAMAN PENGESAHAN
: Ahmad Rifqi
:1111i02000118
:Farmasi
: Perbandingan Metode Ekstraksi dan Uji Aktivitas
Antioksidan Ekstrak Sarang Burung Walet (Collocalia
I.-uciphaga) dengan Metode DPPH (2,2-Difenil-l-l-
Pikrihidrazil)
Telah berhasil dipertahankan dihadapan Dewan Penguji dan diterima sebagai
persyaratan yang diperlukan untuk memperoleh gelar Sarjana Farmasi pada
Program Studi Farmasi Fakultas Kedokteran dan IImu Kesehatan flniversitas
Islam Negeri (UIN) Syarif I{idayatullah Jakarta
I}EWAN PENGUJT
Lina Elfita, M.Si., Apt.
EkaPutri, M.Si.,Apt.
Ofa Suzanti Betha, M.Si., Apt.
Supandi, M.Si., Apt.
Ciputat
5 Oktober 2017
Afo'-W )
vi
ABSTRAK
Nama : Ahmad Rifqi
Program Studi : Farmasi
Judul : Perbandingan Metode Ekstraksi dan Uji Aktivitas Antioksidan
Ekstrak Sarang Burung Walet (Collocalia Fuciphaga) dengan
Metode DPPH (2,2-Difenil-1-1-Pikrihidrazil)
Sarang Burung Walet sangat terkenal dengan ciri ciri dapat meningatkan kesehatan seperti Antipenuaan, peningkatan kadar tumbuh besar dan kekuatan imunitas. Penelitian ini ditujukan untuk mengetahui efek antioksidan dalam sarang burung walet (Collocalia fuchiphaga) dan membandingkan metode optimasi eksraksi sarang burung walet. Dalam penelitian ini digunakan sarang burung walet yang berasal dari Palu, Sulawesi Tengah dan dideterminasi di pusat Biologi Zoologi LIPI Cibinong. Ada 3 jenis metode ekstraksi yang dilakukan, yaitu metode sonikasi, metode pemanasan, dan metode kombinasi (sonikasi dan pemanasan). Pengukuran efek antioksidan dalam penelitian ini menggunakan metode DPPH, yang diekstrak menggunakan aquabidest. Hasil dari ketiga jenis ekstraksi ini menunjukan aktivitas antioksidan yang terkandung di dalam sarang burung walet yaitu sangat lemah dengan nilai AAI yaitu 0,012 (metode pemanasan), 0,010 (metode sonikasi) dan 0.013 (metode kombinasi) dibandingkan dengan Vitamin C sebagai kontrol positif yang memiliki nilai AAI sebesar 11,061. Kata kunci : AAI, antioksidan, DPPH, ekstrak sarang burung walet, (Collocaila
fuchiphaga), sonikasi, pemanasan, kombinasi, vitamin C
vii
ABSTRACT
Name : Ahmad Rifqi
Program Study : Pharmacy
Edible Bird’s nest (EBN) is well know for health enchancing effect such as antiaging, growth promoting and immunoenchancing properties. This study was aimed to determine the Antioxidant activities of EBN (Collocalia fuchiphaga) and comparing optimization methods of EBN. In this study was use EBN from Palu, Midlest Sulawesi and determination in LIPI, Cibinong Bogor. In this study there’s 3 method of extraction that used, sonication method, heating method and combination method (heating and sonication). The antioxidant activities were analyzed by using 2,2 diphenyl-1-1-pycrylhydrazil (DPPH) and were extract using aquabidest. These result of 3 method showed very weak antioxidant activity of EBN, with AAI 0.012 (heating method), 0,010 (sonication method) and 0.013 (combination method) compared with Vitamin C as control positive wich has AAI value 11,061.
Keywords : AAI, antioxidant activity, DPPH, Collocalia fuchiphaga, Sonication, heating, combination, extraction, EBN, Vitamin C
viii
KATA PENGANTAR
Syukur kepada Allah SWT menjadi hal pertama setelah terselesaikannya
skripsi ini karena atas ridha-Nya, skripsi ini berada di hadapan pembaca. Teriring
shalawat dan salam pula kepada Nabi Muhammad SAW yang menjadi pembawa
kebenaran dan rahmat untuk seluruh alam.
Skripsi berjudul “Perbandingan Metode Ekstraksi dan Uji Aktivitas Sarang
Burung Walet (Collocalia Fuciphaga) dengan Metode DPPH (2,2-Difenil-1-1-
Pikrihidrazil)” ini disusun sebagai syarat untuk mendapatkan gelar Sarjana Farmasi
di Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif
Hidayatullah Jakarta.
Penulis sadar, skripsi ini tidak akan terwujud tanpa bantuan dari berbagai
pihak. Maka perkenankanlah penulis mengucapkan terima kasih kepada:
1. Kedua orang tuaku, Ayah. Ahmadi dan Ibu Dra. Asmini yang tiada lelah
mengirimkan doa dan segala yang mereka punya untuk keperluan penulis.
2. Adikku tersayang, Isnaini Septia, Hafis Romadhon, Iman Nurcahyo, Puji
Syalsabila, Muhammad Fahrezi dan Muhammad Faiz Ragil serta Acik dan Makde
yang selalu menularkan semangat kepada penulis agar merampungkan skripsi ini
sebaik mungkin.
3. Bapak Prof. Dr. H. Arief Sumantri, M.Kes sebagai Dekan Fakultas Kedokteran
dan Ilmu Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah.
4. Ibu Dr. Nurmeilis, M.Si., Apt selaku Ketua Program Studi Farmasi UIN Syarif
Hidayatullah dan ibu Nelly Suryani, Ph.D., Apt selaku Sekretaris Program Studi
Farmasi UIN Syarif Hidayatullah.
5. Ibu Lina Elfita, M.Si., Apt.,. dan ibu Eka Putri, M.Si., Apt.,. selaku pembimbing
yang telah memberikan ilmu, waktu, saran, petunjuk, hingga motivasi untuk
menyelesaikan skripsi dengan baik.
6. Ibu Ismiarni Komala, Phd., Apt.,. sebagai dosen pembimbing akademik penulis,
yang siap memberikan bimbingan selama masa perkuliahan.
ix
7. Bapak dan Ibu dosen Farmasi UIN Syarif Hidayatullah yang telah menurunkan
ilmu dan pengetahuan kepada penulis.
8. Para laboran dari laboratorium Farmasi; mbak Rani, kak Lisna, kak Tiwi, kak
Eris, kak Yaenab, kak Rahmadi, dan kak Walid yang telah membantu selama
masa penelitian.
9. Kekasih, teman curhat, teman bermain Dota 2, Edi, Iid, Ibad, Iman yang selalu
memberikan motivasi dan semangat agar penulis bisa menyelesaikan skripsi ini
sebaik mungkin.
10. Sahabat-sahabat penulis di Farmasi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta yang selalu
siap membagi ilmu dan memberikan bantuan, masukan, serta semangat kepada
penulis.
11. Teman-teman Farmasi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta angkatan 2011,
khususnya kelas BD yang telah menerima dan membantu penulis dalam
perkuliahan.
12. Keluarga, Teman dan Adik – adik SIMS (Silaturahmi Mahasiswa Sumatera
Selatan), M. Tajam Teguh, Robika Rahman, Habib Ijul, Arius, Beni, Sahrir,
Rizky Ade Kurniawan, M. Cahyo Rahmat , Endrawan yang telah membantu
penulis dalam mengisi keseharian.
13. Pengurus Komisariat HMI KOMFAKDIK (Komisariat Fakultas Kedokteran dan
Ilmu Kesehatan) Cabang Ciputat, yang banyak membantu penulis dalam
mengarungi perkuliahan baik di dalam kampus maupun di luar kampus.
14. Keluarga besar HMI KOMFAKDIK Cabang Ciputat yang telah menyambut,
menerima, dan menjadi teman serta keluarga penulis selama di perantauan.
15. Teman sekaligus keluarga kosan Ciputat Molek, Ibu Shopie, Ipul, bang Rapiq,
Alam, Ilham Romadhon dan Hari Rahman yang selalu hangat dalam
persaudaraan selama penulis menjalani perkuliahan.
16. Semua pihak yang telah membantu selama penelitian dan penyelesaian naskah
skripsi baik secara langsung maupun tidak langsung yang namanya tidak dapat
penulis sebutkan satu persatu.
x
Semoga semua amal mereka dibalas oleh Allah SWT dengan sebaik-baik balasan.
Amin.
Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih banyak kekurangan, oleh karena
itu penulis berharap agar pembaca berkenan memberikan kritik dan saran yang
membangun. Semoga skripsi ini dapat bermanfaat dan memberikan sumbangan
pengetahuan bagi masyarakat dan pengembangan ilmu.
Ciputat, September 2017
Penulis
xi
HALAMAN PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI
TUGAS AKHIR UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIK
Sebagai sivitas akademik Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah
Jakarta, Saya yang bertanda tangan di bawah ini :
Nama : Ahmad Rifqi
NIM : 1111102000118
Program Studi : Farmasi
Fakultas : Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan (FKIK)
Jenis Karya : Skripsi
Demi pengembangan ilmu pengetahuan, saya menyetujui skripsi/karya ilmiah
saya dengan judul
PERBANDINGAN METODE EKSTRAKSI DAN UJI AKTIVITAS ANTIOKSIDAN EKSTRAK AIR SARANG BURUNG WALET (Collocalia
fuciphaga) DENGAN METODE DPPH (2,2-Difenil-1-1-Pikrihidrazil)
Untuk dipublikasikan atau ditampilkan di internet atau media lain yaitu Digital
Library Perpustakaan Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta
untuk kepentingan akademik sebatas sesuai dengan Undang-Undang Hak Cipta.
Dengan demikian persetujuan publikasi karya ilmiah ini saya buat dengan
sebenarnya .
Dibuat di : Ciputat
Pada Tanggal :
Yang menyatakan,
(Ahmad Rifqi)
xii
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN JUDUL ................................................................................................ ii
HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS.................................................... iii
HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING .................................................... iv
HALAMAN PENGESAHAN .................................................................................. v
ABSTRAK ............................................................................................................... vi
ABSTRACT ............................................................................................................ vii
KATA PENGANTAR ............................................................................................. viii
HALAMAN PERNYATAAN PUBLIKASI .......................................................... xi
DAFTAR ISI ........................................................................................................... xii
DAFTAR GAMBAR .............................................................................................. xv
DAFTAR TABEL ................................................................................................... xvi
DAFTAR DIAGRAM ........................................................................................... xvii
DAFTAR LAMPIRAN ....................................................................................... xviii
BAB 1 PENDAHULUAN ....................................................................................... 1
1.1. Latar Belakang ....................................................................................... 1
1.2. Rumusan Masalah ................................................................................. 3
1.3. Tujuan Penelitian .................................................................................. 3
1.4. Manfaat Penelitian ................................................................................. 3
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA ............................................................................. 5
2.1. Burung Walet ........................................................................................ 5
2.1.1. Klasifikasi Burung Walet Putih ...................................................... 5
2.1.2. Morfologi Sarang Burung Walet .................................................... 6
2.1.3. Kandungan dan Manfaat Sarang Burung Walet ............................ 7
2.2. Ekstraksi ............................................................................................... 10
2.3. Metode Ekstraksi ................................................................................. 10
2.3.1. Cara Dingin ................................................................................. 10
xiii
2.3.2. Cara Panas ................................................................................... 10
2.4. Ekstrak ................................................................................................. 11
2.5. Protein ............................................................................................. 12
2.6. Sonikasi ................................................................................................ 13
2.6.1. Sonikator ..................................................................................... 13
2.6.2. Prinsip Kerja ................................................................................ 14
2.7. Sentrifugasi ........................................................................................... 14
2.7.1. Alat Sentrifugasi Filtrasi ............................................................. 15
2.7.2. Alat Sentrifugasi Penjernih ......................................................... 16
2.8. Antioksidan .......................................................................................... 18
2.8.1. Klasifikasi Antioksidan ............................................................... 19
2.8.2. Uji Aktivitas Antioksidan Metode DPPH ................................... 21
2.9. Spectrofotometer UV-Vis ................................................................... 22
BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN .............................................................. 25
3.1. Lokasi dan Waktu Penelitian ............................................................... 25
3.2. Alat ...................................................................................................... 25
3.3. Bahan .................................................................................................. 25
3.4. Prosedur Kerja ..................................................................................... 25
3.4.1. Penyiapan Sampel ....................................................................... 25
3.4.2. Pembuatan Ekstrak Sarang Burung Walet ................................. 25
3.4.3. Uji Pendahuluan Antioksidan ....................................................... 26
3.4.4. Analisis Kualitatif Ekstrak Sarang Burung Walet ....................... 27
3.4.5. Analisis Kuantitatif Ekstrak Sarang Burung Walet ..................... 27
BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN ................................................................ 30
4.1. Penyiapan Sampel ............................................................................... 30
4.2. Proses Perolehan Sampel .................................................................... 30
4.2.1. Pembuatan Ekstrak Menggunakan Metode Sonikasi .................. 31
4.2.2. Pembuatan Ekstrak Menggunakan Metode Pemanasan .............. 31
4.2.1. Pembuatan Ekstrak Menggunakan Metode Kombinasi .............. 32
4.3. Uji Kualitatif Ekstrak Sarang Burung Walet ...................................... 32
xiv
4.3.1. Uji Biuret ..................................................................................... 33
4.3.2. Uji Molish ................................................................................... 33
4.3.3. Uji Xantoprotein .......................................................................... 34
4.4. Uji Pendahuluan Antioksidan ............................................................ 34
4.5. Uji Aktivitas Anitioksidan Secara Kuantitatif .................................... 34
BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN ................................................................ 42
5.1. Kesimpulan ......................................................................................... 42
5.2. Saran ................................................................................................... 42
DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................. 43
LAMPIRAN ............................................................................................................ 50
xv
DAFTAR GAMBAR
Halaman
Gambar 2.1.2 Morfologi Sarang Burung Walet ....................................................... 7
Gambar 2.6.1 Sonikator ......................................................................................... 15
Gambar 2.8.2 Molekul 2,2 Diphenil-1-picrylhidrazyl (DPPH) ............................... 21
Gambar 2.8.3 Contoh Reaksi DPPH dengan Senyawa Antioksidan ..................... 22
xvi
DAFTAR TABEL
Halaman
Tabel 2.1.3 Kandungan Kimia Sarang Burung Walet Putih, Sarang Burung Walet
Merah, Rumput Laut Merah dan Jamur Tremella ..................................... 8
Tabel 4.2.3 Hasil Rendemen Ketiga Jenis Ekstrak Sarang Burung Walet .............. 32
Tabel 4.3. Hasil Uji Kualitatif Ekstrak Sarang Burung Walet .............................. 33
Tabel 4.5. Hasil Uji Aktivitas Antioksidan Ekstrak Metode Pemanasan .............. 36
Tabel 4.6. Hasil Uji Aktivitas Antioksidan Ekstrak Metode Sonikasi ................... 36
Tabel 4.7. Hasil Uji Aktivitas Antioksidan Ekstrak Metode Kombinasi (Sonikasi
dan Pemanasan) ........................................................................................ 37
Tabel 4.8. Hasil Uji Aktivitas Antioksidan Vitamin C ......................................... 37
xvii
DAFTAR DIAGRAM
Halaman
Diagram 4.5. Kurva Hubungan Konsentrasi dan % Inhnibisi Ekstrak Air Sarang Burung Walet dengan Metode Pemanasan ........................................ 39
Diagram 4.6. Kurva Hubungan Konsentrasi dan % Inhnibisi Ekstrak Air Sarang Burung Walet dengan Metode Sonikasi ........................................... 39
Diagram 4.7. Kurva Hubungan Konsentrasi dan % Inhnibisi Ekstrak Air Sarang Burung Walet dengan Metode Pemanasan dan Sonikasi ................. 40
xviii
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
Lampiran 1. Kerangka Konsep Penelitian ............................................................. 50
Lampiran 2. Hasil Determinasi .............................................................................. 54
Lampiran 3. Perhitungan Rendemen Ekstrak Sarang Burung Walet ..................... 55
Lampiran 4. Perhitungan dalam Uji Antioksidan ................................................... 55
Lampiran 5. Perhitungan Persen Inhibisi ............................................................... 58
Lampiran 6. Perhitungan IC50 Metode Pemanasan ................................................ 58
Lampiran 7. Perhitungan IC50 Metode Sonikasi .................................................... 59
Lampiran 8. Perhitungan IC50 Metode Pemanasan dan Sonikasi .......................... 59
Lampiran 9. Perhitungan Nilai AAI ....................................................................... 60
Lampiran 10. Panjang Gelombang DPPH ............................................................... 61
Lampiran 11. Hasil dari Data Statistik Ekstrak Sarang Burung Walet .................. 62
Lampiran 12. Data Absorbansi Pemanasan ............................................................ 64
Lampiran 13. Data Absorbansi Sonikasi ................................................................ 65
Lampiran 12. Data Absorbansi Pemanasan dan Sonikasi ...................................... 66
Lampiran 12. Data Absorbansi Vitamin C ............................................................. 67
1
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Walet merupakan burung yang dapat membuat sarang menggunakan air
liurnya. Sarang yang dihasilkan tersebut bersifat edible nest atau sarang yang
dapat dimakan dan biasa disebut dengan edible bird’s nest (EBN). Konsumsi
sarang walet telah dikenal sejak Dinasti Tang (618-907 M) dan Dinasti Sung
(960-1279 M) di Cina, sebagai obat tradisional dan merupakan symbol dari
kekayaan, kekuasaan dan kewibawaan (Koon dan Cranbook, 2002). Di seluruh
dunia ada dua jenis EBN yang diperdagangkan yaitu sarang yang dihasilkan oleh
spesies walet sarang putih (Collocalia fuciphaga) dan walet sarang hitam
(Collocalia maxima) (Koon, 2000).
Menurut Hobbs dalam Ma dan Liu (2012), Indonesia berada pada
peringkat pertama sebagai Negara penghasil sarang walet terbesar dan Malaysia
berada pada peringkat kedua. Daerah penghasil sarang walet di Indonesia, antara
lain, Sumatera, Kalimantan, Jawa, Bali, Nusa Tenggara, Sulawesi dan Maluku
(Mardiastuti, 1997). Hampir semua sarang yang dihasilkan di Indonesia diekspor
kebeberapa negara di Asia seperti Hongkong, Cina, Taiwan, Korea, Jepang, dan
Singapura (Mardiastuti, 1997).
Ada pun pemanfaatan sarang burung Walet di Indonesia belum banyak
dilakukan dan dikembangkan. Lebih dari 75% kebutuhan dunia akan sarang
burung walet dipenuhi oleh Indonesia. Sisanya dipenuhi oleh Vietnam, Thailand,
Malaysia, Myanmar, Cina bagian Selatan, dan Filipina (Panduan Lengkap Walet,
2011).
Hal ini menyebabkan sarang burung walet menjadi komoditi ekspor yang
cukup menjanjikan bagi Indonesia. Sayangnya, sarang burung walet hanya
diekspor tanpa dimanfaatkan oleh penduduk Indonesia. Padahal dari penelitian
yang dilakukan oleh Hamzah et al. (2013), sarang burung walet dari Indonesia
memiliki kandungan protein yang tinggi, yaitu sekitar 59,8%-65,8%. Komponen
karbohidrat terdiri dari 9% asamsialat, 7,2% galaktosamin, 5,3% glukosamin,
2
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
16,9% galaktosa, dan 0,7% fukosa. Asam amino yang paling banyak saat ini
adalah serin, treonin, aspartat asam, asam glutamat, prolin, danvalin (Kathan,
1969). Satu studi telah menunjukkan adanya glikoprotein yang mampu
menunjukan pembelahan sel, dan studi lainnya telah menunjukkan adanya
pertumbuhan faktor epidermal seperti protein (Kong et al, 1987; Ng et al, 1986.)
Penelitian-penelitian terdahulu menunjukkan bahwa sarang burung walet
memiliki beberapa manfaat, antara lain memiliki efek menghambat hemaglutinasi
terhadap virus influenza (Howe, 1961; Howe, Lee, & Rose, 1960), sebagai factor
pertumbuhan epidermal burung (Kong et al., 1987; Ng, Chan, & Kong, 1986),
dapat meningkatkan fungsi otak pada bayi (Chau et al., 2003).
Khasiat sarang walet berdasarkan laporan penelitian Riset Unggulan
Terpadu IV- Dewan Riset Nasional (1998) adalah menjaga kesegaran tubuh, obat
sakit pernapasan, meningkatkan vitalitas, obat awet muda, memelihara
kecantikan, menambah tenaga dalam, menghambat pertumbuhan kanker,
menghilangkan pengaruh alkohol, meningkatkan konsentrasi, obat diabetes
melitus, sumber protein, dan menurunkan demam (Dewi et al., 2012).
EBN dapat berkhasiat sebagai antioksidan, anti-inflamasi, dan dapat
memperkuat tulang. EBN mengandung banyak senyawa bioaktif yang
bertanggung jawab atas efek kesehatan, termasuk glukosamin, laktoferin, asam
sialik, asam amino, asam lemak, triasilgliserol, vitamin, mineral dan antioksidan
lainnya (Yida et al 2014). Antioksidan adalah senyawa kimia yang dapat
menyumbangkan satu atau lebih elektron kepada radikal bebas reaktif, sehingga
membentuk radikal bebas yang tidak reaktif dan relatif lebih stabil (Brewer M.S
2011).
Berdasarkan sumbernya antioksidan terbagi menjadi 2 macam, yaitu
antioksidan alami dan antioksi dan buatan. Antioksidan alami adalah antioksidan
yang sudah tersedia dari alam, baik dari bahan pangan yang diperoleh melalui
berbagai pengolahan maupun dari bahan alami yang tidak bias dijadikan bahan
pangan. Antioksidan buatan adalahantioksidan yang dihasilkan dari hasil sintesis
reaksi. Di dalam tubuh manusia mengandung antioksidan namun jumlahnya
terbatas, oleh karena itu jika terkena paparan radikal bebas berlebih tubuh
membutuhkan antioksidan dari luar (Winarsi H.2007)
3
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Meskipun telah dilakukan uji aktifitas farmakologis terhadap sarang
burung walet, sedikit sekali yang dilaporkan terkait dengan optimasi metode
ekstraksi dan uji aktivitas antioksi dan dari sarang burung walet. Oleh karena itu
penulis tertarik untuk melakukan penelitian terkait dengan otimasi ekstraksi dan
uji aktivitas antioksi dan ekstrak air sarang burung walet. Uji aktivitas antioksi
dan ekstrak air sarang burung wallet dilakukan secara invitro dengan metode
DPPH (2,2-diphenyl-1-picrylhydrazil).
1.2 RumusanMasalah
Indonesia merupakan Negara penghasil sarang burung wallet terbesar
didunia, walaupun demikian sedikit sekali penelitian ilmiah terkait dengan efek
farmakologis ekstrak sarang burung walet yang berasal dari Indonesia khususnya
efek antioksidan. Selain itu penelitian terkait dengan metode ekstraksi yang
optimal untuk memperoleh senyawa bioaktif yang maksimal belum pernah
dilaporkan. Oleh karena itu, penelitian ini perlu untuk mengetahui metode
ekstraksi yang paling optimal dan uji aktivitas antioksi dan ekstrak air sarang
bururng walet (collocalia fuchiphaga) dengan metode DPPH (2,2-diphenyl-1-
picrylhydrazil).
1.3 TujuanPenelitian
Berdasarkan rumusan masalah diatas, maka tujuan dari penelitian ini
adalah:
1. Membandingkan metode ekstraksi ekstrak air sarang burung walet
(Collocalia fuchiphaga).
2. Mengetahui aktivitas antioksi dan ekstrak air sarang burung walet
(Collocalia fuchiphaga) dengan menggunakan metode DPPH.
1.4 ManfaatPenelitian
Adapun manfaat dari penelitian ini adalah:
1. Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi ilmiah kepada
masyarakat terkait aktivitas antioksi dan ekstrak air sarang burung walet
(Collocalia fuchiphaga).
4
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
2. Penelitian ini diharapkan dapat menjadi acuan / referensi bagi peneliti
selanjutnya terkait dengan metode ekstraksi sarang burung walet
(Collocalia fuchiphaga) yang optimal.
3. Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi kepada masyarakat
terkait dengan sumber antioksidan alami yang berasal dari produk hewani.
5
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Burung Walet
Burung walet merupakan burung yang hidup di daerah yang beriklim
tropis lembab, dan merupakan burung pemakan serangga yang suka tinggal
didalam goa-goa dan rumah-rumah yang cukup lembab, remang-remang, dan
menggunakan langit-langitnya untuk membangun sarang dan berkembang biak.
Burung walet dikelompokkan dalam 2 genus yaitu Aerodramus (9 spesies) dan
Collocalia (2 spesies). Dari 11 jenis, hanya terdapat 3 spesies menghasilkan
sarang yang bisa dimakan, yaitu Collocalia fuciphaga, Collocalia maximus, dan
Collocalia germani.
Sarang burung walet terbuat dari saliva burung walet yang disekresikan
oleh kelenjar ludah burung walet (Liu et al., 2012). Sebagai bahan makanan,
sarang burung walet mengandung gizi yang lengkap dengan nilai yang tinggi.
Sarang burung walet mengandung kalori, protein, lemak, karbohidrat, kalsium,
fosfor, vitamin, dan mineral. Asam amino yang dikandung dalam sarang walet
juga lengkap, mulai dari asam amino esensial, asam amino semi esensial, dan
asam amino non esensial. Sarang walet juga berkhasiat sebagai obat. Zat yang
terkandung dalam sarang walet antara lain ODA (9-octadecenoic acid) dan HAD
(hexadecenoicacid). Zat ini digunakan tubuh untuk meningkatkan stamina
(Panduan Lengkap Walet, 2011).
2..1. Klasifikasi Burung Walet Putih (collocalia fuciphaga)
Berdasarkan taksonominya, walet diklasifikasikan sebagai berikut
(panduan lengkap walet, 2011):
Kingdom : Animalia
Fillum : Chordata
Subfillum : Vertebrata
Kelas : Aves
Ordo : Apodiformes
Familia : Apodidae
6
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Genus : Collocalia
Spesies : fuciphaga
Kata Collocalia fuciphaga berasal dari bahasa latin. Fuci berarti lumut dan
phagus yang berarti makan. Burung ini membuat sarang dengan memanfaatkan
lumut dari dinding goa, lalu direkatkan dengan air liurnya.Walet ini paling sering
diburu untuk diambil sarangnya.Walet jenis ini sering disebut juga white-nest
swiftlet karena memiliki sarang yang berwarna putih. Ukuran tubuhnya relatif
kecil, yaitu sekitar 12 cm. Tubuh bagian atas berwarna coklat kehitaman, dan
bagian bawahnya berwarna coklat. Daerah penyebarannya meliputi Sumatera,
Jawa, Bali, Nusa Tenggara, Kalimantan, hingga Filipina. Collocalia fuciphaga
yang ditemukan di Jawa umumnya memiliki tunggir berwarna cokelat keabu-
abuan, sementara Collocalia fuciphaga yang hidup di Sumatera dan Kalimantan
memiliki tunggir berwarna cokelat tua.Collocalia fuciphaga memiliki kemampuan
terbang yang lebih kuat dibandingkan dengan spesies lainnya (Arief Budiman,
2012).
2.1.2. Morfologi Sarang Burung Walet
Sarang burung walet terdiri dari beberapa bagian, yaitu kaki sarang,
fondasi sarang, dinding sarang, bibir sarang, dan dasar sarang. Kaki sarang
terletak di kedua ujung sarang walet. Jarak antar kaki berkisar 6-10 cm,
tergantung ukuran sarang. Kaki sarang dibangun dari air liur yang bertumpuk-
tumpuk dan tidak beraturan karena berfungsi sebagai paku yang menempel pada
papan sirip dan tempat sarang menggantung. Kedua kaki sarang dihubungkan oleh
fondasi sarang.Fondasi sarang juga menempel pada papan sirip.Fungsi fondasi
adalah untuk mendukung kaki dalam memperkuat sarang (Panduan Lengkap
Walet, 2011).
Dasar sarang merupakan bagian alas sarang sebagai tempat untuk bertelur,
mengeram, dan kasur bagi anak walet (piyik). Pada bagian ini, terdapat rongga
yang suhunya lebih hangat dan berguna saat pengeraman. Akan tetapi, bagian
rongga ini sering dijadikan oleh kutu busuk atau kepinding untuk berkembang
7
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
biak. Di dasar sarang ini pula, banyak pecahan cangkang telur yang terselip
(Panduan Lengkap Walet, 2011).
Dinding sarang berbentuk lekukan, seperti mangkuk dan berfungsi untuk
menampung telur atau piyik. Ukuran dinding sarang bervariasi, berkisar 2-5 cm
dengan ketebalan 1-2 mm. Dinding sarang dibangun dari serat-serat air liur yang
sejajar dan melekat satu sama lain. Oleh karena serat yang sejajar dan jalinan serat
padat dan kuat maka dinding sarang mampu menampung telur atau piyik
(Panduan Lengkap Walet, 2011).
Bibir sarang merupakan bagian luar dari sarang yang berbentuk huruf U,
seperti setengah lingkaran. Ketebalan bibir sarang sekitar 1-2 mm untuk bagian
muka, sedangkan ketebalan bagian samping yang menghubungkan bagian kaki
lebih besar.Fungsi bibir sarang yaitu sebagai batas sehingga telur atau piyik tidak
mudah jatuh dari sarang.Selain itu, bibir sarang juga merupakan tempat untuk
induk menggantung menyuapi piyik (Panduan Lengkap Walet, 2011).
Gambar 2.1.2 : Morfologi Sarang Walet (Panduan Lengkap Walet,
2011)
2.1.3 Kandungan dan Manfaat Sarang Burung Walet
Sarang burung walet sudah berabad-abad digunakan dalam Ilmu
Pengobatan Tradisional China (Traditional Chinese Medicine) sebagai makanan
tambahan yang menyehatkan. Penelitian tentang sarang burung walet menemukan
beberapa kandungan zat didalamnya, yaitu 50-60% protein, 25% karbohidrat, dan
10% air. Pada tahun 1987 telah diketahui bahwa sarang burung walet
mengandung “cell division including hormone” dan “ epidermal growth factor”
yang dapat mempengaruhi pertumbuhan dan diferensiasi sel, meliputi jaringan
pertumbuhan, regenerasi sel, dan kekebalan tubuh.
8
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Sarang burung walet sudah dijadikan sebagai obat-obatan sejak 700 tahun
silam di Negeri Cina. Pada waktu itu sarang burung walet sudah dijual bebas
untuk bahan konsumsi maupun bahan obat-obatan. Sarang burung walet sendiri
dipercaya memiliki banyak sekali khasiat bagi kesehatan, diantaranya adalah
sebagai obat penyakit pernafasan, menambah kebugaran tubuh, dan memperhalus
kulit. Kandungan nutrisi yang terdapat pada sarang burung walet di antaranya
adalah protein yang cukup tinggi, serta kandungan mineral lainnya seperti
kalsium, kalium, fosfor, nitrogen, natrium, dan besi.
Tabel 2.1.3 : Kandungan Kimia Sarang Burung Walet Putih, Sarang Burung
Walet Merah, Rumput Laut Merah Dan Jamur Tremella
Sarang walet
putih
Sarang walet
merah
Rumput laut
merah
Jamur tremella
Kadar air (%) 7.50 8.00 44.63 4.50
Kadar abu (%) 2.10 2.10 33.94 7.64
Lemak (%) 0.14 1.28 2.32 2.22
Protein(%) 62.0 63.00 0.40 8.60
Karbohidrat (%) 27.26 25.26 18.71 77.04
Analisis Unsur (ppm)
Natrium 650 700 50.350 180
Kalium 110 165 31.64 26.440
Kalsium 1298 798 1840 190
Magnesium 330 500 6100 520
Fosfor 40 45 90 4060
Besi 30 60 20 20
Analisis Lemak (%)
(P) palmitat
C16:0
23 23
(O) stearat C18:0 29 26
(L) Linoleat
C18:1
22 22
(Ln) Lino lenat
C18:2
26 26
9
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Triasigliserol
PPO 16 14
OOL 13 15
PLnLn 19 18
Monogliserida 31 27
Digliserida 21 26
Sarang burung walet merupakan makanan berkhasiat yang dihormati oleh
bangsa Cina yang telah terbukti memiliki nutrisi y ang baik (protein larut air,
karbohidrat, besi, garam inorganik, dan serat) dan manfaat dari sisi medis (anti-
aging, antikanker, dan meningkatkan imunitas. Sarang walet dari genus
Aerodramus mengandung lemak (0,14- 1,28%), abu (2,1%), karbohidrat (25,62-
27,26%), dan protein (62-63%) (Marcone, 2005).
Salah satu glikonutrien utama pada sarang walet adalah sialic acid (9%)
(Colombo et al., 2003; Kathan dan Weeks, 1969). Sialic acid memiliki peran
penting pada perkembangan neurologi dan intelektual pada bayi (Chau et al.,
2003).Selain itu, sialic acid juga mempengaruhi hambatan aliran lendir untuk
mengusir bakteri, virus dan mikroba berbahaya. Dalam hal kandungan nutrisi,
komponen utama dari sarang burung walet meliputi protein yang larut dalam air,
karbohidrat, elemen seperti kalsium, fosfor, besi, natrium, dan kalium dan asam
amino yang memainkan peran penting dalam meningkatkan kekuatan tubuh.
Sarang burung walet mengandung jumlah tertinggi dari kalsium dan natrium
dibandingkan dengan mineral lain. Telah dilaporkan bahwa jumlah kandungan
kalsium dalam olahan sarang burung walet berkisar antara 503,6 sampai 2071,3
mg/g dan natrium konten berkisar antara 39,8 sampai 509,6 mg/g yang lebih
tinggi dari mineral lainnya (Norhayati et al., 2010).
Selain manfaat di atas, sarang burung walet terbukti dapat menghambat
hemaglutinasi terhadap virus influenza (Howe, 1961; Howe, Lee, & Rose, 1960)
dan sebagai faktor pertumbuhan epidermal burung (Kong et al., 1987; Ng, Chan
& Kong, 1986). Selain itu, Matsukawa (2011) menemukan bahwa pemberian oral
ekstrak sarang burung walet meningkatkan kekuatan tulang dan kadar kalsium
tulang.
10
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
2.2 Ekstraksi
Ekstraksi merupakan proses pemisahan kandungan senyawa kimia dari
simplisia menggunakan pelarut tertentu. (Ketut Ristiasa et al., 2000). Metode
ekstraksi dengan menggunakan pelarut dibedakan menjadi dua cara yaitu cara
dingin dan cara panas (Depkes RI, 2000). Cara dingin terbagi menjadi dua yaitu
maserasi dan perkolasi, sedangkan cara panas terbagi menjadi empat jenis yaitu
refluks, soxhlet, digesti, infus, dan dekok (Depkes RI, 2000).
2.3 Metode Ekstraksi (Ketut Ristiasa et al., 2000)
2.3.1 Cara Dingin
a. Maserasi
Maserasi merupakan cara penyarian sederhana. Maserasi dilakukan dengan
cara merendam serbuk simplisisa dalam cairan penyari dengan beberapa kali
pengocokan atau pengadukan pada temperatur ruang (kamar). Cairan penyari akan
menembus dinding sel atau masuk ke dalam rongga sel yang mengandung zat
aktif, zat aktif tersebut akan larut karena adanya perbedaan konsentrasi antara
larutan zat aktif di dalam sel dengan yang di luar sel. Larutan yang lebih pekat (di
dalam sel) didesak keluar sel, masuk ke dalam larutan di luar sel. Peristiwa
tersebut berulang sehingga terjadi keseimbangan konsentrasi antara larutan di luar
sel dan di dalam sel. Keuntungan cara penyarian dengan maserasi adalah cara
pengerjaan dan peralatan yang digunakan sederhana dan mudah diusahakan.
b. Perkolasi
Perkolasi adalah ekstraksi dengan pelarut yang selalu baru sampai
sempurna (exhaustive extraction) yang umumnya dilakukan pada temperatur
ruangan.Prinsip perkolasi adalah serbuk simplisisa ditempatkan dalam suatu
bejana silinder yang bagian bawahnya diberi sekat berpori.Cairan penyari
dialirkan dari atas ke bawah melalui serbuk tersebut, kemudian melarutkan zat
aktif dari sel-sel yang dilalui sampai mencapai keadaan jenuh.
2.3.2 Cara Panas
a. Refluks
Refluks adalah ekstraksi dengan pelarut pada temperatur titik didihnya,
selama waktu tertentu dan jumlah pelarut terbatas yang relatif konstan dengan
11
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
adanya pendingin balik. Umumnya dilakukan pengulangan proses pada residu
pertama sampai 3-5 kali sehingga dapat termasuk proses ekstraksi sempurna.
b. Soklet
Sokletasi merupakan ekstraksi menggunakan pelarut yang selalu baru
umumnya dilakukan alat khusus sehingga terjadi ekstraksi kontinu dengan jumlah
pelarut relatif konstan dengan adanya pendingin balik.
c. Digesti
Digesti adalah maserasi kinetik (dengan pengadukan kontinu) pada
temperatur yang lebih tinggi dari temperatur ruangan, yaitu secara umum
dilakukan pada temperatur 40-500C.
d. Infus
Infus adalah ekstraksi dengan pelarut air pada temperatur penangas air
(bejana infus tercelup dalam penangas air mendidih, temperatur terukur 96-980C)
selama waktu tertentu (15-20 menit). Infus pada umumnya digunakan untuk
menarik atau mengekstraksi zat aktif yang larut dalam air dan bahan-bahan
nabati.Hasil dari ekstrak ini menghasilkan zat aktif yang tidak stabil dan mudah
tercemar oleh kuman dan kapang, sehingga ekstrak yang diperoleh dengan infus
tidak boleh disimpan lebih dari 4 jam.
e. Dekok
Dekok adalah infus pada waktu yang lebih lama (>30 menit) dan
temperatur sampai titik didih air.
2.4 Ekstrak
Ekstrak adalah sediaan pekat yang diperoleh dengan mengekstraksi zat
aktif dari simplisia nabati atau simplisia hewani menggunakan pelarut yang
sesuai, kemudian semua atau hampir semua pelarut diuapkan dan massa atau
serbuk yang tersisa diperlakukan sedemikian hingga memenuhi baku yang telah
ditetapkan (Farmakope Indonesia, 1995).
Faktor yang mempengaruhi ekstrak yaitu faktor biologi dan faktor kimia.
Faktor biologi meliputi: spesies tumbuhan, lokasi tumbuh, waktu pemanenan,
penyimpanan bahan tumbuhan, umur tumbuhan dan bagian yang digunakan.
Sedangkan faktor kimia yaitu: faktor internal (jenis senyawa aktif dalam bahan,
12
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
komposisi kualitatif senyawa aktif, komposisi kuantitatif senyawa aktif, kadar
total rata-rata senyawa aktif) dan faktor eksternal (metode ekstraksi, perbandingan
ukuran alat ekstraksi, ukuran, kekerasan dan kekeringan bahan, pelarut yang
digunakan dalam ekstraksi, kandungan logam berat, kandungan pestisida)
(Depkes, 2000).
Selain faktor yang mempengaruhi ekstrak, ada faktor penentu mutu ekstrak
yang terdiri dari beberapa aspek, yaitu; kesahihan tanaman, genetik, lingkungan
tempat tumbuh, penambahan bahan pendukung pertumbuhan, waktu panen,
penangan pasca panen, teknologi ekstraksi, teknologi pengentalan dan
pengeringan ekstrak, dan penyimpanan ekstrak (Saifudin, Rahayu, & Teruna,
2011).
2.5. Protein
Protein tersusun dari peptida-peptida sehingga membentuk suatu polimer
yang disebut polipeptida. Setiap monomernya tersusun atas asam amino. Peranan
protein diantaranya sebagai katalisator, pendukung, cadangan, sistem imun, dsb.
Hampir semua asam amino, kecuali glisin mempunyai atom karbon kiral.Asam
amino kiral memiliki dua bentuk isomeri. Memiliki kemiripan sifat fisika dan
kimia, kecuali kemampuan membedakan arah putar bidang polarisasi.
Protein yang tersusun dari rantai asam amino akan memiliki berbagai
macam struktur yang khas pada masing-masing protein. Adapun struktur protein
meliputi struktur primer, struktur sekunder, struktur tersier, dan struktur
kuartener. Struktur primer merupakan struktur yang urutan asam aminonya
tersusun secara linear dan tidak terjadi percabangan rantai. Struktur
sekunder merupakan kombinasi antara struktur primer yang linear dan memiliki
segmen - segmen dalam polipeptida yang terlilit. Struktur tersier dari suatu protein
adalah lapisan yang tumpang tindih di atas pola struktur sekunder yang terdiri atas
pemutarbalikan tak beraturan dari ikatan antara rantai samping (gugus R) berbagai
asam amino Struktur kuarterner adalah protein membentuk molekul kompleks,
beberapa rantai protein bergabung membentuk seperti bola (Carey, 2006).
13
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
2.6 Sonikasi
Sonikasi adalah suatu cara penerapan energi ultrasuara untuk memisahkan
partikel-partikel yang menempel dalam sampel yang akan disonikasi. Ultrasuara
yang digunakan dalam sonikasi merupakan tekanan suara siklik dengan frekuensi
yang lebih besar dari pada batas teratas pendengaran manusia. Sonikasi dapat
digunakan untuk mempercepat pemisahan partikel dalam sampel, dengan cara
memecah interaksi antarmolekul. Sonikasi juga dapat berfungsi untuk
menghilangkan gas-gas terlarut dari cairan sampel dengan cara mensonikasi
cairan tersebut dalam keadaan vakum.
Sonikasi dapat diterapkan dalam berbagai bidang, misalnya dalam bidang
biologi, sonikasi digunakan untuk mengganggu dan menginaktifkan materi-materi
biologi. Selain itu, dapat diaplikasikan dalam bidang nanoteknologi, yang
bertujuan untuk menyebarkan nanopartikel dalam cairan.Sonikasi juga dapat
diartikan sebagai suatu mekanisme yang digunakan dalam pembersihan
ultrasonik, untuk menghilangkan partikel-partikel pengotor (Indra, 2008).
2.6.1 Sonikator
Sonikator merupakan generator dengan frekuensi suara tinggi yang
digunakan untuk merusak sel atau menggeser asam nukleat. Bahaya penggunaan
sonikator mencakup suara dengan frekuensi yang terlalu tinggi.Sonikator
menghasilkan gelombang suara dalam kisaran 20.000 Hz, yang berada di luar
kisaran normal pendengaran manusia.Suara yang terdengar saat dihasilkan oleh
kavitasi cairan dalam wadah sampel atau getaran di antara peralatan yang longgar.
Gambar 2.6.1 Sonikator
14
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
2.6.2 Prinsip kerja
Sonikasi merupakan suatu proses pengubahan sinyal listrik menjadi
getaran mekanis yang dapat diarahkan menuju suatu zat yang dilakukan untuk
memecahkan ikatan antar molekul atau untuk merusak sel. Getaran yang
dihasilkan dapat memecah bagian molekul dan merusak sel. Bagian utama dari
sonikator adalah generator listrik ultrasonik. Alat ini menghasilkan sinyal (sekitar
20 KHz) yang menghidupkan transduktor. Transduktor kemudian mengkonversi
sinyal elektrik degan menggunakan kristal piezoelectric, yaitu kristal yang dapat
merespon listrik dengan menghasilkan getaran mekanis. Getaran tesebut dijaga
oleh sonikator hingga melewati probe. Probe sonikator berperan dalam
menyampaikan getaran pada cairan yang disonikasi. Pergerakan probe
yang terjadi dengan cepat menghasilkan efek kavitasi yang terjadi ketika
terbentuk gelembung-gelembung mikroskopis dalam larutan akibat adanya
getaran. Pembentukan dan penghancuran gelembung tersebut menghasilkan
gelombang getaran berenergi tinggi yang dapat merusak sel (Lacoma, 2009).
2.7. Sentrifugasi
Sentrifugasi merupakan alat pemisah yang digunakan untuk memisahkan
campuran padat/ cair atau cair/ cair yang tidak saling larut akibat gaya sentrifugal
dengan cara diputar dngan kecepatan tinggi. Sabagai contoh adalah alat yang
digunakan untuk pemisahan bakteri-bakteri atau isotop-isotop.
Dibanding dengan metode gaya berat, kecepatan pengendapan dengan
gaya sentrifugasi jauh lebih baik, percepatan dengan gaya sentrifugasi bisa 500
hingga 1000 kali percepatan gravitasi bumi (gaya berat) yang bisa meningkatkan
kecepatan pengendapan hingga 30 kali.
Alat sentrifugasi ini dapat dibagi menjadi 2 jenis berdasarkan hasil yang
didapatkan, yaitu :
1. Alat sentrifugasi filtrasi (pengendapan)
2. Alat sentrifugasi penjernih (dekanter, klarifier)
15
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
2.7.1 Alat Sentrifugasi Filtrasi
Alat jenis ini biasanya digunakan untuk memisahkan campuran padatan
dan cairan dengan padatan yang lebih banyak dibandingkan cairannya. Prinsip
pemisahan untuk alat ini adalah campuran padat/ cair dimasukkan ke dalam
sebuah tromol yang dilengkapi dengan dinding saring.Pada waktu memutar, at
cair didorong keluar, sedangkan padatan tetap tinggal di dalam dinding saring
tromol.Jadi disini sentrifugal berfungsi sebagai penyaring (filtrasi).
Alat sentrifugasi filtrasi yang paling sederhana terdiri dari sebuah
keranjang ayak yang berputar cepat di dalam sebuah rumah keranjang bagian
dalam dilapisi dengan media filter (kain saringan). Keranjang dapat digerakkan/
diputar secara listrik atau hidrolik. Alat ini bisa dipasang secara vertikal atau
horizontal.
A. Perforated basket centrifuge
Perforated basket adalah salah satu contoh alat sentrifugasi filtrasi
yang dipasang secara vertikal. Perforated basket merupakan alat setrifugal
filtrasi yangsederhana dan bekerja secara tak kontinu, terdiri dari
keranjang ayak yang berputar cepat dalam sebuah rumah. Alat ini dapat di
pasang secara tegak, di dalam keranjang ayak di pasang kain saring (media
filter).
Keranjangnya dapat terbuat dari baja, stainless steel atau
brass. Sentrifugal jenis ini banyak di pakai untuk slurry yang viscous
(industri gula, tekstil, benang).
B. Termeer centrifuge with pusher (alat sentrifugasi sorong)
Alat ini termasuk dalam jenis alat sentrifugasi perforated basket yang
dilengkapi dengan pusher (alat pendorong) untuk mengeluarkan kue
sehingga alat bisa bekerja secara terus-menerus (kontinu). Ukuran basket
biasanya berdiameter 30 inci dengan panjang pusher 12 inci. Karena alat
bekerja secara kontinu, maka kapasitasnya besar dengan pergerakan
pusher 15-30 kali per menit.
16
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
C. Ter meer universal centrifuge
Sentrifugal ini sebenarnya merupakan sentrifugal semi kontinu, karena
dalam operasinya mengalami pemberhentian aliran feed (slurry) tetapi alat
masih tetap berputar. Kontruksi alatnya sama dengan perforated basket
sentrifugal, tetapi diletakkan secara horizontal dimana pemasukan slurry
dan pengeluaran kue dilakukan dari samping, pengeluaran kuenya
menggunakan pisau penggaruk.
Cara kerja alat sentrifugasi filtrasi, feed / slurry dimasukkan pada saat
basket dalam keadaan berputar. Karena adanya putaran, kue akan tertahan
dan mengendap pada kain saringan, sedang filtrat menembus kain saringan
dan keluar lewat pipa pengeluaran untuk filtrat.
Setelah beberapa waktu (kue mencapai ketebalan tertentu), pemasukan
feed dihentikan. Kemudian dilakukan pencucian (sentrifugal tetap
berputar). Setelah pencucian selesai, perputaran dikurangi kecepatannya.
Kemudian kue dikeluarkan dengan pisau penggaruk dan langsung masuk
ke pipa pengeluaran.
Kerugian pada alat sentrifugasi yang mempunyai pisau penggaruk
adalah hanya bahan yang berbentuk pasir dan tidak melekat yang dapat
dikeluarkan. Disamping itu, setiap kali terdapat lapisan kue yang tersisa
pada kain filter. Lapisan ini pada saat-saat tertentu harus dikeluarkan
dengan tangan.Jika tidak, dapat mengurangi daya filtrasi.
2.8.1 Alat Sentrifugasi Penjernih
Alat jenis ini dapat digunakan untuk memisahkan cair/ cair atau cair/ cair
dengan sedikit endapan, dimana cair/ cair tersebut tidak saling larut (ada
perbedaan densitas) dan alat ini bisa beroperasi secara kontinu.
Berbeda dengan alat sentrifugasi penyaring/ filtrasi, tromol maupun rotor
pada alat sentrifugasi penjernih dibuat bermantel penuh. Prinsipnya: pada alat ini
pemisahan terjadi pada arah radial, sehingga karena percepatan yang besar,
partikel berat membentuk lapisan yang terluar dan partikel yang lebih ringan ada
di lapisan dalam.
17
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
A. Disk centrifuge (sentrifugasi piring)
Alat sentrifugasi piring sangat efektif untuk pemisahan beberapa
campuran liquida dan campuran liquida yang mengandung sedikit padatan.
Bentuknya menyerupai silinder yang bulat dengan diameter 8 – 20 inci yang
mempunyaisumbu berputar yang vertikal. Di dalam alat ini terdapat sejumlah
besar piring berbentuk kerucut yang disusun satu diatas yang lain.
B. Alat sentrifugasi spiral pengangkut
Alat ini dapat digunakan untuk memisahkan campuran padatan dan
cairan yang lebih banyak padatannya, tapi karena dalam sistem peralatannya
tidak menggunakan saringan ayak (filter), sehingga masuk pada sentrifugasi
jenis penjernih.
Alat ini terdiri atas tromol (drum) yang berbentuk conical (kerucut
silinder) yang berputar pada posisi horizontal yang di dalamnya terdapat screw/
spiral pengangkut yang berputar dengan kecepatan sedikit berbeda dengan
kecepatan putar tromol, di antara tromol dan spiral terdapat celah yang
sempit.Alat inimemisahkan campuran padat-cair dengan padatan yang mudah
menjadi kering atau yang tidak higroskopis.
C. Solid bowl basket (Imperforated basket centrifugal)
Sama dengan perforated basket, hanya basketnya tidak berlubang.
Digunakan untuk pemisahan liquida dengan liquida dalam suspensi (misal
minyak/ eteris).Tujuan dinding yang berbentuk lekuk (bowl) agar cairan ikut
berputar, dan pada putaran tetsebut terjadi 2 lapisan.
Karena sistem ini tidak kontinu, maka pada pabrik agar bisa menjadi
sistem yang kontinu, sering dipasang beberapa centrifugal secara paralel,
misalnyadipasang 4 buah, maka yang I diisi dahulu, setelah yang I mencapai
operasikonstan (1500 rpm), yang II lalu diisi dan seterusnya. Ketika sampai di III
atau IV, lalu I discharge. Jadi, kerjanya semi kontinu bila dtinjau dari seluruh
penysunan alat tersebut.
18
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
2.8 Antioksidan
Di dalam tubuh kita terdapat senyawa yang disebut antioksidan yaitu
senyawa yang dapat menetralkan radikal bebas, seperti: enzim SOD (Superoksida
Dismutase), gluthatione, dan katalase. Antioksidan juga dapat diperoleh dari
asupan makanan yang banyak mengandung vitamin C, vitamin E dan betakaroten
serta senyawa fenolik. Bahan pangan yang dapat menjadi sumber antioksidan
alami, seperti rempah-rempah, coklat, biji-bijian, buah-buahan, sayur-sayuran
seperti buah tomat, pepaya, jeruk dan sebagainya (Prakash, 2001; Frei B,1994;
Trevor R, 1995).
Antioksidan adalah zat yang dapat melawan pengaruh bahaya dari radikal
bebas yang terbentuk sebagai hasil metabolisme oksidatif, yaitu hasil dari reaksi-
reaksi kimia dan proses metabolik yang terjadi di dalam tubuh. Berbagai bukti
ilmiah menunjukkan bahwa senyawa antioksidan mengurangi risiko terhadap
penyakit kronis, seperti kanker dan penyakit jantung koroner (Amrun et al. 2007).
Radikal bebas adalah atom atau molekul yang tidak stabil dan sangat
reaktif karena mengandung satu atau lebih elektron tidak berpasangan pada orbital
terluarnya. Untuk mencapai kestabilan atom atau molekul, radikal bebas akan
bereaksi dengan molekul disekitarnya untuk memperoleh pasangan elektron.
Reaksi ini akan berlangsung terus menerus dalam tubuh dan bila tidak dihentikan
akan menimbulkan berbagai penyakit seperti kanker, jantung, katarak, penuaan
dini, serta penyakit degeneratif lainnya.
Persyaratan (sesuai peraturan/undang – undang) : Antioksidan sebagai
bahan tambahan pangan batas maksimum penggunaannya telah diatur oleh
Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor: 772/Menkes/Per/IX/88 tertulis dalam
Lampiran I, antioksidan yang diizinkan penggunannya antara lain asam askorbat,
asam eritrobat, askorbil palmitat, askorbil stearat, butil hidroksilanisol (BHA),
butil hidrokinin tersier, butil hidroksitoluen, dilauril tiodipropionat, propil gallat,
timah (II) klorida, alpha tokoferol, tokoferol, campuran pekat (Wisnu Cahyadi,
2008).
Tanpa disadari, dalam tubuh kita terbentuk radikal bebas secara terus
menerus, baik melalui proses metabolisme sel normal, peradangan, kekurangan
gizi,dan akibat respon terhadap pengaruh diluar tubuh. Seperti polusi lingkungan,
19
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
ultraviolet (UV), asap rokok, dan lain - lain. Konsumsi antioksidan dalam jumlah
yang memadai dilaporkan dapat menurunkan kejadian penyakit generatif. Seperti
kardiovaskular, kanker, atherosklerosis, dan lain - lain. Konsumsi makanan yang
mengandung antioksidan juga dapat meningkatkan status imunologis dan
menghambat timbulnya penyakit degeneratif akibat penuaan. Oleh sebab itu,
kecukupan asupan antioksidan secara optimal diperlukan pada semua kelompok
umur. (winarsi, 2007).
2.8.1 Klasifikasi Antioksidan
Secara umum antioksidan dikelompokan menjadi 2 yaitu, antioksidan
enzimatis dan non-enzimatis. Antioksidan enzimatis misalnya enzim superoksida
dismutase (SOD), katalase, glutation peroksidase. Antioksidan enzimatis masih
dibagi menjadi dua kelompok yaitu :
1. Antioksidan larut lemak, seperti tokoferol, karotenoid, flavonoid, quinon,
dan bilirubin.
2. Antioksidan larut air, seperti asam askorbat, asam urat, dan protein
pengikat logam.
Antioksidan enzimatis dan non-enzimatis tersebut bekerja sama memerangi
aktivitas senyawa oksidan dalam tubuh. Terjadinya stress oksidatif dapat
dihambat oleh kerja enzim-enzim antioksidan dalam tubuh dan antioksidan non-
enzimatis.
Berdasarkan mekanisnme kerjanya, antioksidan digolongkan menjadi 3
kelompok, yaitu :
1. Antioksidan Primer (Antioksidan Endogenus)
Suatu senyawa dikaatakan sebagai antioksidan primer apabila dapat
membersihkan atom hydrogen secara cepat kepada senyawa radikal,
kemudian radikal antioksidan yangterbentuk segera berubah menjadi
senyawa yang lebih stabil. Antioksidan primer disebut juga antioksidan
enzimatis. Antioksidan primer meliputi superoksida dismutase (SOD),
katalase, glutation peroksidase.
Sebagai antioksidan, enzim – enzim tersebut manghambat pembentukan
radikal bebas, dengan cara memutus reaksi berantai (polymerisasi),
20
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
kemudian mengubahnya me njadi produk yang lebih stabil. Enzim katalase
dan glutation peroksidase bekerja dengan mengubah H2O2 menjadi H2O
dan O2, sedangkan SOD bekerja denganmengkatalisis reaksi dismutase
dari radikal anion superoksidase menjadi H2O2
2. Antioksidan sekunder (Antioksidan Eksogenus)
Antioksidan sekunder disebut juga antioksidan eksogenus atau
antioksidan non-enzimatis. Dalam system pertahanan ini, terbentuknya
senawa oksigen reaktif dihambat dengan cara pengkelatan metal atau
dirusak pembentukannya. Pengkelatan metal terjadi dalam cairan ekstrak
seluler. Kerja antioksidan non-enzimatis yaitu dengan cara memotong
reaksi oksidasi berantai dari radikal bebas atau dengan cara
menangkapnya. Akibatnya, radikal bebas tidak akan bereaksi dengan
komponen seluler.
Antioksidan sekunder meliputi Vit. E, Vit. C, -karoten, flavonoid,
asam urat, bilirubin dan albumin. Vit.C dan karotenoid banyak terdapat
dalam buah buahan dan sayuran.
Menurut Amens, et. al. (1993) melaporkan bahwa orang dalam diet
rendah sayuran dan buah-buahan dua kali lebih beresio terkena penyakit
jantung, kanker dan katarak, dibandingkan dengan orang diet tinggi bahan
makanan tersebut. Berdasarkan pernyatan tersebut dirokemandasikan
kepada 9% orang Amerika untuk mengkonsumsi buah-buahan dan sayuran
lima kali lebih banyak dari pada konsumsi pada umunya, guna
memperbaiki kesehatan.
3. Antioksidan tersier
Kelompok antioksidan tersier meliputi sistem DNA-Repair dan
metionin sulfoksida reductase. Enzim ini berfungsi dalam perbaikan
biomolekuler yang rusak akibat reaktivitas radikal bebas. Kerusakan DNA
yang terinduksi senyawa radikal bebas dicirikan oleh rusaknya Single dan
Double strand baik gugus non-basa maupun basa (Winarsi, 2007)
Menurut komposisinya antioksidan dibagi menjadi 2 yaitu,
antioksidan sintetik dan antioksidan alami. Antioksidan sintetik antara lain
21
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
butyl hidroksil anisol (BHA), butyl hidroksitoluena (BHT), propel gallat,
dan etoksiquinon. (Cahyadi, 2009).
2.8.2 Uji Aktivitas Antioksidan Metode DPPH
Metode DPPH digunakan untuk mengevaluasi kemampuan antioksidan
untuk mengikat radikal bebas yang merupakan faktor utama dalam kerusakan
biologis yang disebabkan oleh reaksi oksidasi. Uji ini memberikan informasi
mengenai kemampuan antioksidan dari senyawa yang diujikan. (Suhaya, et.al,
2009).
DPPH merupakan radikal bebas yang stabil pada suhu kamar dan sering
digunakan untuk mengevaluasi aktivitas antioksidan beberapa senyawa atau ekstra
bahan alam. Gambar molekul radikal DPPH dapat dilihat pada Gambar 2.10
dibawah ini (miranda UPI, 2010):
Gambar 2.8.2 Molekul 2.2 diphenyl-1-picrylhidrazyl (DPPH)
Mekanisme reaksi yang terjadi adalah proses reduksi senyawa DPPH oleh
antioksidan yang menghasilkan pengurangan intensitas warna dari larutan DPPH.
Pemudaran warna akan mengakibatkan penurunan nilai absorbansi sinar tampak
dari Spektrofotometer.
Reaksi yang terjadi adalah pembentukan a,a-diphenyl-b-picrylhidrazine,
melalui kemampuan antioksidan menyumbang hidrogen. Semakin pudarnya
warna DPPH setelah direaksikan dengan antioksidan menunjukkan kapasitas
antioksidan yang semakin besar pula (Yanuar,2002) Gambar 2.11 berikut ada lah
salah satu contoh reaksi radikal DPPH dengan senyawa antioksidan.
22
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Gambar 2.8.3 Contoh reaksi radikal DPPH dengan senyawa
Antioksidan
Aktivitas antioksidan pada metode DPPH dinyatakan dengan IC50
(Inhibitiry Concentration). IC50 adalah bilangan yang menunjukan
konsentrasiekstrak yang mampu menghambat aktivitas DPPH sebesar
50%.Semakn kecil nilai IC50 bearti makin tinggi aktivitas antioksidan (Blois,
1958). Nilai IC50 < 50 ppm menunjukan kekuatan antioksidan sangat aktif, nilai
IC50 50-100 ppm menunjukan kekuatan antioksidan aktif, nilai IC50 101-250
ppm menunjukan kekuatan antioksidan sedang, nilai IC50 251-500 ppm
menunjukan antioksidan lemah, dan nilai IC50 >500 ppm menunjukan kekuatan
antioksidan tidak aktif (Jun, et.al., 2003).
AAI (Antioxidant Activity Index) adalah nilai yang menunjukan besarnya
aktivitas antioksidan yang dimiliki suatu ekstrak atau bahan uji. Nilai AAI dapat
ditentukan dengan cara konsentrasi DPPH yang digunakan dalam uji (ppm) dibagi
dengan niai IC50 yang diperoleh (ppm). Nilai AAI yang < 0,5 menandakan
aktivitas antioksidan lemah, AAI > 0,5 -1 menandakan aktivitas antioksidan
sedang, AAI > 1-2 menandakan aktivitas antioksidan kuat, dan AAI > 2
menandakan aktivitas antioksidan sangat kuat (Helio, et al., 2010).
2.9. Spektrofotometer UV-Vis
Spektrofotometri Ultraviolet-Visibel (UV-Vis) merupakan salah satu
teknik analisis spektroskopi yang memakai sumber radiasi elektromagnetik
ultraviolet dekat (190-380 nm) dan sinar tampak (380-780 nm) dengan
memakai instrumen spektrofotometer. Spektrofotometri UV-Vis melibatkan
energi elektronik yang cukup besar pada molekul yang dianalisis, sehingga
23
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
spektrofotometri UV-Vis lebih banyak dipakai untuk analisis kuantitatif
ketimbang kualitatif (Mulja dan Suharman, 1995).
Spektrofotometer terdiri atas spektrometer dan fotometer.
Spektrofotometer menghasilkan sinar dari spektrum dengan panjang gelombang
tertentu dan fotometer adalah alat pengukur intensitas cahaya yang
ditranmisikan atau yang diabsorpsi. Spektrofotometer tersusun atas sumber
spektrum yang kontinu, monokromator, sel pengabsorpsi untuk larutan sampel
atau blangko dan suatu alat untuk mengukur pebedaan absorpsi antara sampel
dan blangko ataupun pembanding (Khopkar, 1990).
Spektrofotometer UV-Vis dapat melakukan penentuan terhadap sampel
yang berupa larutan, gas, atau uap. Untuk sampel yang berupa larutan perlu
diperhatikan pelarut yang dipakai antara lain:
1. Pelarut yang dipakai tidak mengandung sistem ikatan rangkap
terkonjugasi pada struktur molekulnya dan tidak berwarna.
2. Tidak terjadi interaksi dengan molekul senyawa yang dianalisis.
3. Kemurniannya harus tinggi atau derajat untuk analisis. (Mulja dan
Suharman, 1995).
Hal–hal yang harus diperhatikan dalam analisis spektrofotometri UV-Vis
sebagai berikut.
1. Penentuan panjang gelombang maksimum
Panjang gelombang yang digunakan untuk analisis kuantitatif
adalah panjang gelombang dimana terjadi serapan maksimum.
Untuk memperoleh panjang gelombang serapan maksimum,
dilakukan dengan membuat kurva hubungan antara absorbansi
dengan panjang gelombang dari suatu larutan baku pada
konsentrasi tertentu.
2. Pembuatan kurva kalibrasi
Dibuat seri larutan baku dari zat yang akan dianalisis dengan
berbagai konsentrasi. Masing–masing absorbansi larutan dengan
berbagai konsentrasi diukur, kemudian dibuat kurva yang
merupakan hubungan antara absorbansi dengan konsentrasi. Bila
24
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
hukum Lambert-Beer terpenuhi maka kurva kalibrasi berupa garis
lurus.
3. Pembacaan absorbansi sampel atau cuplikan
Absorbansi yang terbaca pada spektrofotometer hendaknya antara
0,2 sampai 0,6. Anjuran ini berdasarkan anggapan bahwa pada
kisaran nilai absorbansi tersebut kesalahan fotometrik yang terjadi
adalah paling minimal (Gandjar dan Rohman, 2007)
25
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
BAB 3
METODE PENELITIAN
3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian
Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Farmakognosi dan Fitokimia dan
Laboratorium Kimia Obat, Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas
Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta. Waktu penelitian dimulai pada bulan
Mei sampai bulan Juli 2015.
3.2 Alat
Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah spektrofotometer
UV-Vis, sonikator, sentrifuge, plat KLT, timbangan analitik, kertas whatman,
mikropipet, shaker waterbath, pinset, blender, alat-alat gelas lain yang biasa
digunakan.
3.3 Bahan
Sarang burung walet (Collocalia fuchiphaga) yang berasal dari Palu,
Sulawesi Tengah, aquabides, metanol p.a, DPPH (2,2-diphenyl-1-picrylhydrazil),
Vitamin C, NaOH, CuSO4, Naftol 3%, H2SO4, asam sitrat, dan aquadest.
3.4 ProsedurKerja
Prosedur kerja yang akan dilakukan dalam penelitian ini meliputi:
3.4.1 Penyiapan Sampel
Sebanyak 250 gram sarang burung walet yang akan digunakan dibersihkan
dari bulunya dengan mengguna kan pinset, lalu diblender hingga halus.
3.4.2 Pembuatan Ekstrak Sarang Burung Walet
Sarang burung wallet 250 gr yang telah dibersihkan kemudian dibagi
menjadi tiga dengan berat masing-masing 60 gr, selanjutnya dilakukan pembuatan
ekstrak sarang burung walet dengan metode pemanasan, metode sonikasi dan
metode kombinasi (pemanasan dan sonikasi).
26
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
3.4.2.1 Metode Sonikasi
Sebanyak 60 gram sarang burung walet yang telah halus dilarutkan
dalam1,8 L aquabides, lalu dihomogenkan dengan cara diaduk menggunakan
batang pengaduk selama 30 menit dan disonikasi dengan sonikator selama 30
menit. Setelah itu disaring dengan menggunakan kain kassa, supernatan yang
diperoleh diambil dan selanjutnya di freeze drying. Hasil yang didapatkan
ditimbang dan dihitung berat rendemen yang diperoleh.
3.4.2.2 Metode Pemanasan
Sebanyak 60 gram sarang burung walet yang telah halus dilarutkan dalam
1,8 L aquabides, lalu dihomogenkan dengan cara diaduk menggunakan batang
pengaduk selama 30 menit dan dididihkan selama 30 menit pada suhu 60°C.
Setelah itu disaring dengan menggunakan kain kassa, supernatan yang diperoleh
diambil dan selanjutnya di freeze drying. Hasil yang didapatkan ditimbang dan
dihitung berat rendemen yang diperoleh.
3.4.2.3 Metode Sonikasi dan Pemanasan
Sebanyak 60 gram sarang burung walet yang telah halus dilarutkan dalam
1,8 L aquabides, lalu dihomogenkan dengan cara diaduk menggunakan batang
pengaduk selama 30 menitdan disonikasi dengan sonikator selama 30 menit,
selanjutnya dididihkan selama 30 menit pada suhu 60 °C. Setelah itu disaring
dengan menggunakan kain kassa, supernatan yang diperoleh diambil dan
selanjutnya di freeze drying. Hasil yang didapatkan ditimbang dan dihitung berat
rendemen yang diperoleh.
3.4.3 Uji Pendahuluan Antioksidan
Ekstrak air sarang burung walet masing-masing ditotolkan pada kertas
Whatman kemudian disemprotkan dengan pereaksi DPPH 0,1% dalam metanol.
Diamati bercak yang memberikan warna kuning cukup intensif dalam waktu 30
menit (Endang handani, 2006).
27
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
3.4.4 Analisis Kualitatif Ekstrak Air Sarang BurungWalet
3.4.4.1 Reaksi Biuret (Uji Protein)
Sebanyak 2 gr bahan uji ditambahkan 2 mL larutan NaOH 2 M, kocok
perlahan. Lalu tambahkan 10 tetes larutan CuSO4 0,1 M. Amati perubahan yang
terjadi. Perubahan warna menjadi warna ungu menunjukkan hasil uji positif
mengandung protein (Auterhoff, 2002).
3.4.4.2 Reaksi Molish (Uji Karbohidrat)
Sebanyak 2 gr bahan uji ditambahkan 5 tetes larutan naftol 3% dalam
etanol, dikocok perlahan selama 5 detik, miringkan tabung dan ditambahkan 2 ml
H2SO4 pekat melalui dinding tabung secara hati hati, kemudian tegakkan kembali
tabung. Terdapatnya cincin ungu diperbatasan kedua cairan menunjukkan hasil uji
positif mengandung karbohidrat. (Auterhoff, 2002)
3.4.4.3 Reaksi Xantoprotein (Uji Protein)
Sebanyak 2 mL larutan asam nitrat pekat ditambahkan dengan hati-hati ke
dalam larutan protein (bahan uji), dikocok dan amati perubahan warnanya. Setelah
dicampur akan terjadi endapan putih yang dapat berubah menjadi kuning apabila
dipanaskan yang menunjukkan hasil uji positif protein (Sutresna, 2007).
3.4.5 Pengujian Antioksidan secara Kuantitatif dengan Metode DPPH
3.4.5.1 Pembuatan Larutan DPPH 0,1 mM
Sebanyak 1,98 mg DPPH (BM 394,32) dilarutkan dengan metanol p.a (pro
analisa) dan dimasukkan kedalam labu ukur 50 mL. Volume dicukupkan dengan
metanol p.a hingga tanda batas, kemudian ditempatkan dalam botol gelap.
3.4.5.2 Penentuan Panjang Gelombang Serapan Maksimum DPPH
Sebanyak 2 mL larutan DPPH 0,1 mM dimasukkan ke dalam tabung
reaksi lalu ditambahkan metanol p.a sebanyak 2 mL, tutup dengan aluminium foil,
dihomogenkan dengan vortex lalu dituang ke dalam kuvet dan diukur pada
panjang gelombang 400-800 nm menggunakan spektrofotometer UV-Vis
(Musfiroh dan Syarief, 2009).
28
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
3.4.5.3 Pembuatan Larutan Blanko
Dipipet 2 mL larutan DPPH 0,1 mM kedalam tabung reaksi dan
ditambahkan metanol p.a sebanyak 2 mL. Tutup dengan aluminium foil.
Kemudian dihomogenkan dengan vortex dan diinkubasi dalam ruangan gelap
selama 30 menit (Molyneux, 2004).
3.4.5.4 Pembuatan Larutan Kontrol Positif Vitamin C
Sebanyak 5 mg serbuk vitamin C dilarutkan dengan 50 mL metanol p.a
dalam labu ukur 50 mL sehingga diperoleh konsentrasi 10 ppm (larutan induk).
Kemudian dari larutan induk dibuat seri konsentrasi 2, 4, 6, 8, 10 ppm.
3.4.5.5 Pembuatan Larutan Uji Ekstrak Sarang Burung Walet
Masing – masing ekstrak dari metode ekstraksi air sarang burung walet
ditimbang sebanyak 10 mg dan dilarutkan dengan 10 mL metanol p.a dalam labu
ukur 10 mL sehingga diperoleh konsentrasi 1000 ppm (larutan induk). Kemudian
dari larutan induk dibuat seri konsentrasi 100, 200, 300, 400 dan 500 ppm.
3.4.5.6 Pengukuran serapan dengan menggunakan spekrofotometer UV-Vis
Semua larutan kontrol, larutan ekstrak sarang burung walet dan larutan
kontrol positif (vitamin C) masing masing diambil 2 ml dan dimasukan kedalam
tabung reaksi kemudian ditambahkan 2ml larutan DPPH 0,1 mM.
Campuran larutan dikocok dan didiamkan selama 30 menit dalam keadaan
gelap (ditutup alumunium foil). Hal ini dilakukan karena radikal DPPH mudah
didegradasi oleh cahaya. Kemudian absorbansinya diukur menggunakan
spektrofotometer UV-Vis pada panjang gelombang 515 nm.
3.4.5.7 Penenentuan Nilai IC50 (Inhibitory Concentration)
Parameter yang biasa digunakan untuk menginterpretasikan hasil dari uji
aktivitas antioksidan dengan metode DPPH adalah dengan nilai efficient
concentration (EC50) atau sering disebut nilai IC50, yaitu konsentrasi yang
menyebabkan hilangnya 50% aktivitas DPPH (Molyneux, 2004). Untuk
29
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
menghitung nilai IC50 diperlukan data persen inhibisi dari pengujian yang
dilakukan. Persen inhibisi dapat dihitung dengan menggunakn rumus sebagai
berikut (Ghosal dan Mandal, 2012).
Konsentrasi sampel dan persen inhibisi yang diperoleh diplot masing-
masing pada sumbu x dan y pada persamaan regresi linear. Persaman tesebut
digunakan untuk menentukan nilai IC50 dari masing-masing sampel dinyatakan
dengan nilai y sebesar 50 dan nilai x yang akan diperoleh sebagai IC50 (Nurjanah,
et al., 2011).
3.4.5.8 Penentuan nilai AAI (Antioxidant Activity Index)
Nilai AAI dapat ditentukan dengan cara konsentrasi DPPH yang
digunakan dalam uji (ppm) dibagi dengan niai IC50 yang diperoleh (ppm). Nilai
AAI yang < 0,5 menandakan aktivitas antioksidan lemah, AAI > 0,5 -1
menandakan aktivitas antioksidan sedang, AAI > 1-2 menandakan aktivitas
antioksidan kuat, dan AAI > 2 menandakan aktivitas antioksidan sangat kuat.
30
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
BAB 4
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Penyiapan Sampel
Sampel yang digunakan pada penelitian ini adalah Sarang Burung Walet
(Collocalia fuchiphaga). Sarang burung walet yang menjadi sample adalah sarang
burung walet putih yang diperoleh dari Palu, Sulawesi Tengah dideterminasi di
Puslit Biologi Bidang Zoologi LIPI Cibinong, Bogor, Jawa Barat. Hasil
determinasi menunjukkan bahwa sampel benar merupakan sarang burung walet
putih dari burung walet putih (Collocalia fuciphaga Thunberg). Determinasi
dilakukan dengan tujuan untuk memastikan identitas sampel.
Sarang burung walet (edible bird nest) merupakan bahan yang terkenal
dalam bidang makanan dan pengobatan di Kekaisaran Cina sejak abad ke-16.
Sarang burung walet telah diketahui efeknya yang menguntungkan dalam bidang
kesehatan di Cina selama ratusan tahun (Chua et al., 2013). Pada penelitian ini
digunakan sarang burung walet berwarna putih dihasilkan dari burung walet
Collocalia fuciphaga. Harga sarang burung walet putih yang lebih murah
dibandingkan dengan sarang burung walet jenis lain membuat sarang burung
walet putih ini lebih sering dikonsumsi oleh masyarakat, dan juga memilki
kandungan protein yang hampir sama yaitu 62% dengan sarang brung walet
merah yaitu 63% dan sukar didapat maka dari itu penelitian ini menggunakan
sarang burung walet yang umum dikonsumsi oleh masyarakat dan memiliki
kandungan kimia yang setara dengan sarang burung walet jenis lainnya.
4.2 Proses Perolehan Sampel
Proses ekstraksi dilakukan dengan cara 250 gr sarang burung walet
dibersihkan dengan menggunakan pinset, untuk memisahkan pengotor seperti
bulu dibawah air mengalir. Setelah bersih, sarang burung walet kemudian
dikeringkan pada suhu ruangan lalu dihaluskan menggunakan blender. Tujuannya
yaitu memperbesar luas permukaan sarang burung walet, sehingga proses
ekstraksi bisa lebih optimal, karena permukaan yang terkena pelarut lebih besar.
Kemudian didapatkan 193 gr serbuk sarang burung walet. Kemudian dari 193 gr
31
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
serbuk sarang walet ditimbang masing masing 60 gr serbuk sehingga didapatkan 3
sampel serbuk yang beratnya masing masing 60 gram.
4.2.1 Pembuatan Ekstrak Menggunakan Metode Sonikasi
Sebanyak 60 gr serbuk sarang burung walet ditambahkan aqubidest 1,8 L
(1:30), lalu diaduk hingga mengembang selama 30 menit dan disonikasi dengan
sonikator selama 30 menit dengan tujuan mempercepat proses pemindahan massa
senyawa bioaktif dari dalam sel sarang burung walet ke pelarut menjadi lebih
cepat. Sonikasi mengandalkan energi gelombang yang menyebabkan proses
kavitasi, yaituproses pembentukan gelembung – gelembung kecil akibat adanya
transmisi gelombang ultrasonik untuk membantu difusi pelarut kedalam dinding
sel sarang burung walet (Indra, 2008). Hasil sonikasi kemudian disaring untuk
memisahkan ampas sisa ekstraksi. Hasil penyaringan kemudian dikeringkan
dengan metode freeze dry selama 7 hari yang kemudian disimpan pada lemari es.
Hasil ekstraksi diperoleh 1,5 gram serbuk ekstrak air sarang burung walet,
sehingga didapatkan persentase rendemen sebesar 2,5%
4.2.2 Pembuatan Ekstrak Sarang Burung Walet Metode Pemanasan
Sebanyak 60 gr serbuk sarang burung walet ditambahkan aqubidest 1,8 L
(1:30), lalu diaduk hingga mengembang selama 30 menit dan dipanaskan pada
suhu 60oC selama 30 menit. Digunakan aquabidest dengan tujuan meminimalisir
adanya kontaminasi bakteri dan logam logam yang bisa bereaksi dengan protein
yang ada dalam ekstrak. Penelitian Oda (1983) dalam Ma dan Daicheng (2012)
menyebutkan adanya mukoprotein yang terekstraksi setelah diekstraksi dengan air
mendidih. Hasil pemanasan selanjutnya disaring untuk memisahkan ampas sisa
dari ekstraksi. Hasil penyaringan kemudian dikeringkan dengan metode freeze dry
selama 7 hari yang kemudian disimpan pada lemari es. Hasil ekstraksi diperoleh
1,5 gram serbuk ekstrak air sarang burung walet, sehingga didapatkan persentase
rendemen sebesar 2,5%
32
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
4.2.3 Pembuatan Ekstrak Sarang Burung Walet Metode Pemanasan Dan
Sonikasi
Sebanyak 60 gr serbuk sarang burung walet ditambahkan aqubidest 1,8 L
(1:30), lalu diaduk hingga mengembang selama 30 menit dan dipanaskan pada
suhu 60oC selama 30 menit. Kemudian dilakukan sonikasi yang bertujuan
untukmempercepat proses perpindahan massa bioaktif dari dalam sel sarang
burung walet kepelarut menjadi lebih cepat. Setelah dilakukan pemanasan
dansonikasi dilanjutkan dengan proses penyaringan untuk memisahkan ampas dari
ekstraksi. Setelah didapatkan supernatan dilakukan freeze dry dengan alat freeze
dryer.
Freeze dry mempunyai keunggulan dalam mempertahankan mutu hasil
pengeringan, dipilihnya metode ini dikarenakan freeze dry dapat mempertahankan
stabilitas produk (menghindari perubahan aroma, warna, dan unsur organoleptis
lainnya), dapat mempertahankan stabilitas struktur bahan (pengkerutan dan
perubahan bentuk). Hasil ekstraksi diperoleh 138 mg serbuk ekstrak air sarang
burung walet, sehingga didapatkan persentase rendemen sebesar 0.023 %.
Masing masing ekstrak yang didapat dari ketiga 3 metode langsung digunakan
dalam pengujian.
Tabel 4.2.3. Hasil rendemen ketiga jenis ekstrak sarang burung walet
Metode yang
digunakan
Berat ekstrak yang
digunakan
Hasil yag didapat Persen randemen
yang didapat
Sonikasi 60 gram 1,5 gram 2,5%
Pemanasan 60 gram 1,5 gram 2,5%
Sonikasi dan
pemanasan
60 gram 0,138 mg 0,023%
4.3 Uji kualitatif Ekstrak Sarang walet
Pada penelitian ini dilakukan uji kualitatif untuk mengetahui adanya zat
aktif protein yang terkandung pada ekstrak air sarang burung walet (Collocalia
fuchiphaga). Uji kualitatif yang dilakukan dengan uji biuret, molish, dan uji
xantoprotein.
33
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Tabel. 4.3 Hasil Uji kualitatif Ekstrak Sarang walet
Ekstrak Sarang
burung wallet
Uji biuret
Uji molish
Uji xantoprotein
Metode Pemanasan + + +
Metode Sonikasi + + +
Metode Pemanasan
dan Sonikasi
+ + +
4.3.1 Uji biuret
Uji biuret merupakan uji untuk mengetahui adanya ikatan peptida dalam
suatu sampel. Protein, kandungan utama dari sarang burung walet, merupakan
salah satu senyawa yang memiliki ikatan peptida, sehingga reaksi biuret dilakukan
untuk mengidentifikasi kualitatif protein dalam ekstrak sarang burung walet.
Uji dilakukan dengan cara diambil 2 mg ekstrak air sarang burung walet ,
dimasukan kedealam tabung reaksi, kemudian ditambahkan 2 ml larutan NaOH,
ditambahkan 5 tetes larutan CuSO4 0,1 M. diamati perubahan warna yang terjadi.
Uji ini memberikan reaksi positif yaitu ditandai dengan timbulnya warna ungu
violet. reaksi yang terjadi pada uji kualitatif ini adalah terikatnya ion Cu2+
dari
CuSO4 pada rantai peptida. Gugus amida pada protein akan membentuk kompleks
yang berwarna ungu dengan ion Cu2+
pada pH basa (Scopes, 1994).
4.3.2 Uji Molish
Kandungan utama sarang burung walet adalah glikoprotein. Glikoprotein
merupakan senyawa kompleks antara protein dengan rantai oligosakarida (glikan)
yang terikat secara kovalen (Azizz et al, 2007). Maka selain dilakukan uji
kualitatif terhadap protein dilakukan juga uji kualitatif pada karbohidrat
menggunakan uji molish.
Uji molish merupakan uji yang memiliki prinsip hidrolisis karbohidrat
menjadi monosakarida, selanjutnya monosakarida jenis pentosa akan mengalami
dehidrasi dengan HCl menjadi furfural. Pereaksi molish yang terdiri dari a-naftol
dalam alkohol akan berreaksi dengan furfural tersebut membentuk lapisan cincin
34
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
senyawa kompleks bewarna ungu. Adanya lapisan cincin bewarna ungu
menyatakan reaksi positif mengandung karbohidrat.
4.3.3 Uji Xantoprotein
Uji xantoprotein merupakan uji untuk menentukan apakah suatu protein
mengandung gugus benzena. Dilakukan dengan cara diambil 2 mg ekstrak air
sarang burung walet, dimasukan kedalam tabung reaksi, ditambahkan 1 ml HNO3
pekat, diperhatikan adanya endapan putih. Lalu dipanaskan selama 1 menit dan
amati terbentuknya warna kuning. Proses ini adalah proses nitrisi inti benzena
pada asam amino penyusun protein tersebut (sumardjo, 2006). Selanjutnya
didinginkan dan titambahkan NaOH 10% tetes demi tetes melalui dinding tabung.
Diperhatikan warna terjadi perubahan warna dari kuning menjadi jingga
menunjukan senyawa nitro yang terbentuk dalam suasana basah akan terionisasi,
sehingga terjadi perbahan warna kuning hingga jingga. (S.Riawan, 1990).
Uji ini dilakukan karena menurut Marcone (2005) dalam Ma dan Diacheng
(2012), sarang burung walet putih kaya akan dua asam amino bergugus aromatic,
yaitu fenilalanin dan tirosin. Uji kualitatif ini menunjukan hasil yang positif.
4.4 Uji Pendahuluan antioksidan ekstrak sarang burung walet
Uji ini dilakukan untuk mengetahui ada atau tidaknya aktivitas antioksidan
dari ekstrak sarang burung walet (Collocalia fuchiphaga). Ekstrak sarang burung
walet ditotolkan pada plat KLT kemudian disemprot dengan menggunakan larutan
DPPH. Ekstrak yang berpotensi sebagai antioksidan dapat terlihat berupa bercak
kuning pada plat KLT dengan latar belakang ungu. Dengan demikian terlihat
bercak bercak yang memilki aktifitas sebagai antioksidan. Berdasarkan hasil uji
antioksidan secara kualitatif diketahui bahwa ekstrak sarang burung walet
(Collocalia fuchiphaga) memiliki aktivitas sebagai antioksidan.
4.5 Uji Aktivitas Antioksidan ekstrak sarang burung walet secara Kuantitatif
a. Penentuan panjang gelombang maksimum DPPH
Hasil penentuan panjang gelombang maksimum DPPH dengan
menggunakan spektro UV-Vis dapat dinyatakan dahwa serapan maksimum DPPH
35
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
berada pada panjang gelombang 515 nm. Hasil optimasi panjang gelombang
maximum DPPH dapat dilihat pada lampiran 9.
b. Uji aktivitas antioksidan ekstrak sarang burung walet (Collocalia
fuchiphaga) secara kuantitatif
Pengujian aktivitas antioksidan seacar kuantitatif dilakukan dengan
menggunakan metode DPPH (2,2-difenil-1-pikrilhidrazil). Metode DPPH ini
dipilih karena merupakan metode yang sederhana, mudah, cepat dan peka serta
hanya memerlukan sedikit sampel untuk evaluasi aktivitas antioksidan dari
senyawa bahan alam (Molyneux, 2004).
Prinsip pengukuran aktivitas antioksidan secar kuantitaif menggunakan
metode DPPH ini adalah adanya perubahan intensitas warna ungu DPPH yang
sebanding dengan konsentrasi larutan DPPH tersebut. Radikal bebas bebas DPPH
yang memilki elektron tidak berpasangan akan memberikan warna ungu. Warna
akan berubah menjadi kuning saat elektronnya berpasangan. Perubahan intensitas
warna ungu ini terjadi karena adanya peredaman radikal bebas yang dihasilkan
bebas yang dihasilkan oleh bereaksinya molekul DPPH dengan atom hidrogen
yang dilepas oleh molekul senyawa sample sehingga terbentuk senywa difenil
pikril hidrazin dan menyebabkan terjadinya peluruhan warna DPPH dari ungu ke
kuning. Perubahan warna ini akan memberikan perubahan arbsobansi pada
panjang gelombang maksimum DPPH menggunakan spektro UV-Vis sehingga
akan diketahui nilai aktivitas peredeman radikal bebas yang dinyatakan dengan
nilai IC50 (Inhibitor Concentration) (Molyneux, 2004).
Nilai IC50 didefinisikan sebagai besarnya konsentrasi senyawa uji yang
dapat meredam radikal bebas sebnyak 50%. Semakin kecil nilai IC50 maka
aktivitas peredaman radikal bebas akan semakin tinggi (molyneux, 2004). Nilai
AAI (Antioxidant Activity Index) ditentukan untuk menggolongkan sifat
antioksidan. Nilai AAI diperoleh dengan membandingkzan konsentrasi DPPH
yang digunakan dalam uji dengan dengan nilai IC50 yang diperoleh. Nilai AAI
perlu diketahui untuk menggolongkan sifat antioksidan ekstrak. Jika nilai AAI <
0,5 antioksidan lemah, AAI >0,5-1 antioksidan bersifat sedang, AAI >1-2
36
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
antioksidan bersfat kuat, dan AAI>2 antioksidan sangat kuat (Vasic et al, 2012,
pp.211).
Pengujian aktivitas antioksidan secara kuantitatif dilakukan dengan
berbagai seri konsentrasi menggunakan metode DPPH yang selanjutnya
absorbansi diukur menggunakan spektrofotometri UV-Vis. Sebelumnya dilakukan
penentuan panjang gelombang maksimum DPPH yang digunakan berada panjang
gelombang 515 nm (lampiran9). Panjang gelombang maksimum ini memberikan
serapan paling maksimal dari larutan uji dan memberikan kepekaan paling besar.
Selanjutnya, besarnya aktivitas antioksidan dari ekstrak dan kontrol positif yang
digunakan diukur pada panjang gelombang maksimum. Hasil uji aktivitas
antioksidan yang diperoleh dapat dilihat pada tabel berikut.
Tabel 4.5 : Hasil Uji Aktivitas Antioksidan Ekstrak Sarang Burung Walet
(Collocalia Fuchiphaga) Metode Pemanasan
Konsentrasi
(ppm)
Arbsorbansi
rata-rata
% Inhibisi IC50 AAI
Blanko 0.611
100 0.583 4.583 3100.861 ppm 0.012 (<0.5
atau sangat
lemah)
200 0.571 6.547
300 0.565 7.529
400 0.557 8.838
500 0.544 10.966
Tabel 4.6 : Hasil Uji Aktivitas Antioksidan Ekstrak Sarang Burung Walet
(Collocalia Fuchiphaga) Metode Sonikasi
Konsentrasi
(ppm)
Arbsorbansi
rata-rata
% Inhibisi IC50 AAI
Blanko 0.611
100 0.585 4.255 3894.462 ppm 0.010 (<0.5
atau sangat
lemah)
200 0.580 5.074
300 0.570 6.710
400 0.566 7.365
500 0.555 9.165
37
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Tabel 4.7 : Hasil Uji Aktivitas Antioksidan Ekstrak Sarang Burung Walet
(Collocalia Fuchiphaga) Metode Pemanasan Dan Sonikasi
Konsentrasi
(ppm)
Arbsorbansi
rata-rata
% Inhibisi IC50 AAI
Blanko 0.533
100 0.521 5.787 2857.1677
ppm
0.013 (<0.5
atau sangat
lemah)
200 0.514 7.052
300 0.507 8.318
400 0.491 11.211
500 0.488 11.754
Tabel 4.8 : Hasil Uji Aktivitas Antioksidan Vitamin C
Konsentrasi
(ppm)
Arbsorbansi
rata-rata
% Inhibisi IC50 AAI
Blanko 0.550
2 0.130 43.5 3.41 ppm
11.061 (AAI
< 2.0 atau
sangat kuat )
4 0.266 51.5
6 0.201 63.4
8 0.145 73.6
10 0.098 82.1
Pengujian aktivitas antioksidan yang dilakukan terhadap ekstrak sarang
burung walet diperoleh yaitu, meode pemanasan IC50 3100.861 ppm dengan nilai
AAI 0.012, metode sonikasi IC50 3894.462 ppm dengan nilai AAI 0,010 dan
metode sonikasi dan pemanasan IC50 2857.1677 ppm dengan nilai AAI 0.013.
Berdasarkan penggolongan nilai AAI maka ketiga ekstrak sarang burung walet
memiliki aktivitas antioksidan yang sangat lemah yaitu kurang dari 0.5. Hal
tersebut mungkin dikarenakan, sarang burung walet memiliki ikatan peptida yang
belum terpecah secara sempurna senhingga tidak menghasilkan efek farmakologis
yang optimal. Ikatan peptida yang membangun rantai polipeptida dalam protein
dapat diputus (dihidrolisis) menggunakan asam, basa atau enzim pemecah ikatan
38
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
peptida. Dalam kondisi asam atau basa kuat merupakan proses hidrolisis kimia
dan pemecahan ikatan peptida mengunakan ezim merupakan proses hidrolisis
biokimia. Reaksi hidrolisis peptida akan menghasilkan produk reaksi yang berupa
satu molekul dengan gugus karboksil dan molkul lainnya memiliki gugus amina
(Juniarso dkk, 2007), gugus amina tersebutlah yang kemungkinan dapat
menyebabkan efek farmakologis bagi tubuh.
Vitamin C digunakan sebagai pembanding karena berfungsi sebagai
antioksidan sekunder yang menangkap radikal bebas dan mencegah terjadinya
reaksi berantai. Hal tersebut dikarenakan Vitamin C mempunyai gugus hidroksi
bebas yang bertindak sebagai penangkap radikal bebas dan jika mempunyai gugus
polihidroksi akan meningkatkan aktiviats antioksidan (Isnidar, Wahyuno, &
setyowati, 2011). Hasil Uji Vitamin C memilki nilai IC50 3.41% dan nilai AAI
sebesar 11.061 menunjukan bahwa Vitamin C merupakan antioksidan yang sangat
kuat. Vitamin C merupakan antioksidan yang bekerja sebagai oksigen scavenger
yaitu mengikat oksigen sehingga tidak mendukung reaksi oksidasi. Dalam hal ini
vitamin C akan mengadakan reaksi dengan oksigen yang berada dalam sistem
sehingga jumlah oksigen akan berkurang. Selain vitamin C senyawa yang bekerja
sebagai oxygen scavenger diantaranya askorbil palminat, asam eritorbat dan sulfit.
(Gordon, 1990).
Beradasarkan data tersebut bahwa ketiga metode ekstraksi ekstrak sarang
burung walet memiliki aktivitas antioksidan yang jauh berbeda dibandingkan
vitamin C yang memiliki aktivitas antioksidan yang sangat kuat, hal tersebut bisa
terjadi dikarenkan peningkatan konsentrasi senyawa mempengaruhi aktivitas
antioksidannya.
Kurva hubungan konsentrasi ekstrak terhadap persen inhibisi sebagai
persen penghambatn radikal bebas DPPH dari ketiga jenis ekstrak dan vitamin C
dapat dilihat pada diagram berikut.
39
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Diagram 4.5. Kurva hubungan konsentrasi dan %inhibisi ekstrak air sarang
burung walet metode pemanasan
Diagram 4.6 : Kurva hubungan konsentrasi dan %inhibisi ekstrak air sarang
burung walet metode sonikasi.
y = 0.0151x + 3.177 R² = 0.9843
0
2
4
6
8
10
12
0 200 400 600
% i
nh
ibis
i
Konsentrasi (ppm)
ekstrak sarang burungwalet
Linear (ekstrak sarangburung walet)
y = 0.0121x + 2.877 R² = 0.9799
0
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
0 200 400 600
% I
nib
isi
Konsentrasi (ppm)
ekstrak sarang burungwalet
Linear (ekstrak sarangburung walet)
40
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Diagram 4.7 : kurva hubungan konsentrasi dan %inhibisi ekstrak air sarang
burung walet metode pemanasan dan sonikasi.
Kurva diatas diperoleh dengan menggunakan regeresi linear pada
pengelolah data Microsoft excel 2010. Koefisien y pada persamaan linear bernilai
50 merupakan koefisien IC50, sedangkan koefisien x pada persamaan linear ini
merupakan konsentrasi ekstrak yang dicari nilainya, dimana x yang yang
diperoleh merupakan besarnya konsentrasi yang diperlukan untuk meredam 50%
aktivitas radikal bebas DPPH. Nilai R2
menggambarkan linearitas konsentrasi
terhadap % inhibisi. Nilai R2 mendekati +1 (positif) menandaklan bahwa dengan
semakin meningkatnya konsentrasi ekstrak, semakin meningkat pula konsentrasi
aktivitas antioksidannya. Hal ini berkaitan dengan jumlah senyawa metabolit
sekunder yang terlarut didalam ekstrak dan memiliki aktivitas antioksidan.
Glikoprotein yang diduga senyawa yang berpotensi berperan sebagai
antioksidan dalam ekstrak sarang burung walet tidak terlalu menunjukan hasil
yang signikan setelah dilakukan uji aktivitas antioksidan, Berdasarkan hasil dari
ketiga ekstrak yang didapat menujkan bahwasannya efek aktivitas antioksidan
srang burung walet tidak menunjukan aktivitas yang maksimal, sesuai dengan
penelitian sebelumnya yang menyatakan antioksidan dalam sarang burung walet
yang sangat sedikit yaitu kurang dri 1%. Yida et. al (2014) dalam penelitiannya
menyatakan aktivitas antioksidan dengan konsentrasi 1000 ppm hanya
mennghasilkan efek sebesar 1%, ketika telah dilakukan uji invitro. Dan ketika
y = 0.0161x + 3.9996 R² = 0.9625
0
2
4
6
8
10
12
14
0 200 400 600
% I
nh
ibis
i
konsentrasi (ppm)
ekstrak sarang burungwalet
Linear (ekstrak sarangburung walet)
41
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
telah dilakukan uji invivo maka hasilnya dapat meningkat drastis. Hal tersebut
mungkin dikarenakan, sarang burung walet memiliki ikatan peptida yang belum
terpecah secara sempurna sehingga tidak menghasilkan efek farmakologis yang
optimal. Ikatan peptida yang membangun rantai polipeptida dalam protein dapat
diputus (dihidrolisis) menggunakan asam, basa atau enzim pemecah ikatan
peptida. Dalam kondisi asam atau basa kuat merupakan proses hidrolisis kimia
dan pemecahan ikatan peptida mengunakan ezim merupakan proses hidrolisis
biokimia. Reaksi hidrolisis peptida akan menghasilkan produk reaksi yang berupa
satu molekul dengan gugus karboksil dan molokul lainnya memiliki gugus amina
(Juniarso dkk, 2007), gugus amina tersebutlah yang kemungkinan dapat
menyebabkan efek farmakologis bagi tubuh.
Menurut Yida et.al (2014) sarang burung walet banyak mengandung
senyawa bioaktif yang dianggap bertanggung jawab atas kesehatan yaitu
laktoferin, asam amino, asam lemak, triasgliserol, vitamin, mineral dan lainnya.
Namun, komposisi antioksidan tinggi tidak selalu sama dengan khasiat yang lebih
baik karena faktor nutrikinetik bisa menentukan bioavailabilitas bioaktif dari
sumber makanan dan bioaktivitasnya.
42
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
1. Pengujian antioksidan metode DPPH menunjukan bahwa hasil ekstraksi
metode pemanasan sarang burung walet (Collocalia fuchiphaga), metode
sonikasi sarang burung walet dan metode kombinasi (pemanasan dan
sonikasi) memiliki aktivitas antioksidan yang sangat lemah dibandingkan
dengan kontrol positif Vitamin C dengan nilai AAI masing masing 0.012
dan 0.010 serta 0.013.
2. Pengujian Antioksidan dengan menggunakan program analisis data SPSS
16 dari ketiga jenis metode ekstraksi tidak menunjukan adanya perbedaan
yang bermakna (p ≤ 0.05)
5.2 Saran
1. Penelitian ini perlu dikembangkan lebih lanjut mengenai aktivitas
antioksidan sarang bururng walet (Collocalia fuchiphaga) dengan uji
hidrolisis protein.
2. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut untuk mengetahui secara pasti
senyawa senyawa yang memiliki aktivitas antioksidan dari sarang burung
walet (Collocalia fuchiphaga).
43
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
DAFTAR PUSTAKA
Arsih, Metharezqi Suci. 2014. Analisa Profil Protein dan Asam Amino Sarang
Burung Walet Putih (Collocalia fuciphaga) dengan Menggunakan SDS-
PAGE dan KCKT. Skripsi Jurusan Farmasi, Fakultas Kedokteran dan Ilmu
Kesehatan. Jakarta: UIN Syarif Hidayatullah.
Atiqah, Salehatul. 2012. Physical Characterisations and Antioxidant Properties of
Freeze Dried Edible Bird’s Nest and White Fungus Hydrolysates. Final
Year Project Report Submitted in Partial Fulfillment of the Requirements
for the Degree of Bachelor of Science (Hons.) Food Science and
Technology in the Faculty of Applied Sciences Universiti Teknologi
MARA
Auterhoff, Harry. 2002. Identifikasi Obat, Edisi ke-5, diterjemahkan oleh N.C.
Sugiarso. Bandung: ITB.
Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan. 2013. Riset Kesehatan Dasar.
Kementerian Kesehatan RI.
Betti, Delmifiana. 2013. Pengaruh Sonikasi Terhadap Struktur dan Morfologi
Nanopartikel Magnetik yang Disintesis dengan Metode Kopresipitasi.
Padang: Universitas Andalas.
Brewer, M.S. (2011). Natural antioxidants: Sources, compounds, mechanisms of
action, and potential applications. Comprehensive Reviews in Food
Science and Food Safety, 10, 221-247.
Budiman, Arief. 2012. Menentukan Lokasi Budi Daya Walet. Jakarta: Penebar
Swadaya.
But, Paul et al. 2013. Edible Bird’s Nest-How Do The Red Ones Get Red?.
Journal of Ethnopharmacology, 1 45 (2013) 378-380.
Chau, Q., S.B. Cantor, E. Caramel, M. Hicks, D. Kurtin, T. Grover dan L.S.
Elting. 2003. Cost Effectiveness of the Bird‟s Nest Filter for Preventing
44
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Pulmonary Embolism Among Patients with Malignant Brain Tumors and
Deep Venous Thrombosis of the Lower Extremities. Support Care Cancer,
11: 795-799.
Colombo, J.P., C. Garcia-Rodenas, P.R. Guesry dan J.Rey. 2003. Potential Effects
of Supplementation With Amino Acids, Choline or Sialic Acid on Cognitive
Development in Young Infants. Acta Paediatr Suppl, 46: 92.
Dachriyanus. 2004.Analisis Struktur Senyawa Organik Secara Spektrofotometri.
Padang. CV. Trianda Anugrah Pratama.
Departemen Kesehata Republik Indonesia. 1995. Farmakope Indonesia Edisi IV.
Jakarta: Departemen Kesehatan
Direktorat Jendral Pengawasan Obat dan Makanan. 2000. Parameter Standar
Umum Ekstrak Tumbuhan Obat.. Jakarta: Depkes RI.
Direktorat Jendral Pengawasan Obat dan Makanan. 1995. Farmakope Indonesia
Edisi IV. Jakarta: Depkes RI. Hal: 7, 1221-1223.
Dewi, Kurniati, dkk. 2012. Analisis Faktor Internal dan Eksternal Usaha
Agribisnis Sarang Burung Walet di Kota Pontianak. Pontianak:
Universitas Tanjungpura.
Direktorat Jendral Pengawasan Obat dan Makanan. 1995. Materia Medika
Indonesia Jilid IV. Jakarta: Depkes RI. Hal: 182-185.
Dukes, H. H. 1955. The Physiology of Domestic Animal. Comstock Publishing
Associates, New York.
Elis Pujiastuti, Juni Sumarmono, Samsu Wasito. 2013. Pengaruh Lama
Pemutaran Menggunakan Metode Sentrifugasi Terhadap Yield, Kadar Air
dan Total Solid Concentrated Yoghurt. Purwokerto: Universitas Jendral
Soedirman.
45
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Faishal, et al. 2013. Pengaruh Lama Maserasi dan Perbandingan Kuning Telur
dengan Etanol pada Pembuatan Tepung Kuning Telur Terhadap Kadar
Protein dan Lemak. Purwokerto: Universitas Jendral Soedirman.
Gandjar &Rohman. 2007. Kimia Farmasi Analisis. Pustaka Pelajar. Yogyakarta
Goh, dkk. 2000. Edible Bird’s Nest – Including Anaphylaxis: an Under
Recognized Entity. Journal of Pediatric, 137.
Goh, D. L. M., Chua, K.-Y., Chew, F.-T., Seow, T. K., Ou, K. L., Yi, F. C., dan
Lee, B. W. 2001. Immunochemical Characterization of Edible Bird’s Nest
Allergens. Journal of Allergy and Clinical Immunology, 107(6), 1082 –
1088.
Gritter Roy J., James M. Bobbit, Arthur E. S., 1991. Pengantar Kromatografi.
Penerbit ITB. Bandung
Hernani & M. Raharjo. 2005. Tanaman Berkhaisat Antioksidan. Jakarta. Penerbit
Swadaya.
Hery Winarsi. 2009. Antioksidan Alami dan Radikal Bebas. Yogyakarta: Kanisiu.
hlm. 19 – 20.
Hiroe Kikuzaki, Masashi Hisamoto, Kanae Hirose,Kayo Akiyama& Hisaji
Taniguchi. 2002. Antioxidant Properties of Ferulic Acid and Its Related
Compounds. Journal of Agric. Food Chem.
Howe, C., Lee, L. T., dan Rose, H. M. 1961. Collocalia Mucoid: a Substrate for
Myxovirus Neuraminidase. Archives of Biochemistry and Biophysics,
95,512–520.
46
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Howe, C., Lee, L. T., dan Rose, H. M. 1960. Influenza Virus Sialidase. Nature,
188, 251–252.
Ivanišová,et al. 2013. Antioxidant Activity of Selected Plant Products. Journal of
Microbiology, Biotechnology, and Food Sciences.
Kathan, R.H. dan D.I. Weeks. 1969. Structure Studies of Collocaliamucoid . I.
Carbohydrate and Amino Acid Composition. Arch Biochem Biophys, 134:
572-576.
Ketut Ritiasa. 2000. Parameter Standar Umum Ekstrak Tumbuhan Obat. Jakarta
(ID): Dirjen BPPOM. Departemen Kesehatan RI: 10-11.
Koon, L. C. and Canbrook. 2002. Swiftlet of Borneo – Builders of Edible Nests.
Sabah: Budiman.
Kuncahyo, I. & Sunardi. 2007. Uji Aktivitas Antioksidan Ekstrak Belimbing
Wuluh (Averrhoa bilimbi, L.) terhadap 1,1-diphenyl-2-Picrylhidrazil
(DPPH). Seminar Nasional Teknologi. ISSN: 1978-9777.
Ladya Chatuchak. 2012. Benefit and Characterization of Edible Bird’s Nest.
Bangkok: AIKO.
Liu, Qing., Huiyuan Yao. 2007. Antioxidant Activities of Barley Seeds Extracts.
Food Chemistry, 102: 732–737.
Ma, Fucui dan Daicheng Liu. 2012. Sketch of The Edible Bird’s Nest and Its
Important Bioactivities. Food Research International, 48 (2012) 559-567.
Marcone, M.F. 2005. Characterization of the Edible Bird‟s Nestthe “Caviar of
the East”. Food Research International, 38(11), 25–1134.
47
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Mardiastuti, A. 1999. Breeding Biology of the Edible-Nest Swiftlets in Java.
Media Konservasi VI (2): 37 – 43.
Mardiastuti, A. 1999. An Attempt to Artificially Incubate and Raise Chicks of
Edible-Nest Swiftlets. Media Konservasi VI (2): 45 – 49.
Maser R. L., Vassmer D., Magenheimer B. S., Calvet J. P. 2002. Oxidant Stress
and Reduced Antioxidant Enzyme Protection in Polycystic Kidney
Disease. J Am Soc Nephrol. 13:991-9.
Masuda, A dan Dohmae, N. 2011. Amino Acid Analysis Of Sub-Picomolar
Amounts of Proteins by Precolom Fluoresence Derivatization with 6-
Aminoquinolyl-N HydroxysuccinimidylCarbamate. Jepang: Bioscience
Trends; 5(6):231-238. DOI: 10.5582/bst.v5.6.231.
Miranda Novindar. 2010. Uji Aktivitas Antioksidan Sirup Berbahan Dasar Rosela
(Hibiscus sabdariffa). Bandung: Program Starta Satu Universitas
Pendidikan Indonesia, hlm. 15-16.
Molyneux, Philip. The Use of the Stable Free Radical Diphenylpicrylhydrazil
(DPPH) for Estimating Antioxidant Activity. Songklanakarin J. Sci.
Technol. 2001. 26(2): 211-219.
Musfiroh & Syarief. 2012. Uji Aktivitas Peredaman Radikal Bebas Nanopartikel
Emas dengan Berbagai Konsentrasi sebagai Material Antiaging dalam
Kosmetik. UNESA Journal of Chemistry Vol. 1 (2).
Mayes P. A. 2003. Struktur dan Fungsi Vitamin larut - Lipid. Dalam: Biokimia
Harper. Edisi XXV. Jakarta: EGC, pp: 618-9.
Nurjanah, Izzati, Abdullah. 2011. Aktivitas Antioksidan dan Komponen Bioaktif
Kerang Pisau (Solen sp.). Jurnal Ilmu Kelautan Vol 16 (3): 119-124. ISSN
0853-7291.
48
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Norhayati, M.K., O. Azmandan W.M. Wan Nazaimoon. 2010. Preliminary Study
of the Nutritional Content of Malaysian Edible Bird‟s Nest. Malaysian
Journal of Nutrition, 16(3), 389-396.
Nuroini, Fitri. 2013. Efek Antiinflamasi Ekstrak Air Sarang Burung Walet Pada
Mencit Yang Diinduksi Karagenan. Tesis S2 Jurusan Biologi, Pascasarjana
Fakultas Biologi. Yogyakarta: Universitas Gadjah Mada.
Redaksi AgroMedia. 2007. Budi Daya Walet. Jakarta Selatan : PT. AgroMedia
Pustaka.
Soehartono, T & A. Mardiastuti. 2003. Kutai National Park: Where to go.
Tropical Biodiversity 7 (2-3): 83 – 101.
Suhanya Parthasaraty, et.al. Evaluation of Antioxidant and Antibabacterial
Activites of Aqueous, methanolic, and Alkoloid Extracts from Mitragyna
Speciosa (Rubiaceae Family) leaves. Molucules, (9 Oktober 2009), hlm.
3966.
Suzana, Noor. 2012. Characterization and Process Opimization of Collocalia
Fuciphaga Extract. A Thesis is Submitted in Fulfillment of the
Requirements For The Award of the Degree of Bachelor in Chemical
Engineering (Biotechnology).
Underwood. A. L & RA. Day.Jr. 1988. Analisis Kimia Kuantitatif, Edisi 6.
Terjemahan dari Quantitative Analysis. Oleh Hilarius, W &Lemeda, S.
Erlangga, Jakarta : 421 – 428.
Prakash, A., Antioxidant Activity., Medallion Laboratories : AnalithycalProgres ,
2001, Vol 19 No : 2. 1 – 4.
Tim Penulis PS. 2011. Panduan Lengkap Walet. Jakarta: Penebar Swadaya.
49
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
W.M. Koné, D Soro, B. Dro, K. Yao, K. Kamanz. 2011. Chemical Composition,
Antioxidant, Antimicrobial And Acetylcholinesterase Inhibitory Properties
of Lannea Barteri (Anacardiaceae). Australian Journal of Basic and
Applied Sciences, 5(10): 1516-1523.
Willy Yanuar. 2002. Aktivitas Antioksidan dan Immunodulator Serealia-non
Beras. Bogor: Program Strata Satu Universitas Muhammadiyah Malang,
hlm. 19.
Winarsi, Hery. 2007. Antioksidan Alami dan Radikal Bebas. Yogyakarta:
Kanisius. Deresan.
Yida, Zhang et al. 2014. In Vitro Bioaccessibility and Antioxidant Properties of
Edible Bird’s Nest Following Simulated Human Gastro-Intestinal
Digestion. BMC Complementary & Alternative Medicine. 14 : 468.
50
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Lampiran 1
A. Alur Ekstraksi Sample
Determinasi sarang burung walet
Sarang burung walet dibersihkan dari bulu
burung walet menggunkan pinset
Dibersihkan dibawah air mengalir
Serbuk kemudian dilarutkan dalam
aquabiadest dengan perbandingan 1:30
Dihaluskan menggunakan blender
Dikeringkan pada suhu ruangan
51
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Supernatant dikeringkan dengan metode
freeze dry
Diaduk menggunakan batang pengaduk
Dihomogenkan 30 menit
dan disonikasi selama 30
menit.
Dihomogenkan 30 menit
dan didihkan selama 30
menit pada suhu 60 c.
Dihomogenkan 30 menit
dan disonikasi selama 30
menit, dan dididihkan
selama 30 menit pada
suhu 60 c
Didapat ekstrak kering
Ditimbang dan dicatat beratnya
Analisa Kualitatif Ekstrak Air Sarang
Burung walet
52
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
B. Uji Aktivitas Antioksidan Ekstrak Air Sarang Burung Walet ( Collocalia
fuciphaga) dengan Metode DPPH
Larutan Induk Ekstrak Air Sarang Burung
Walet (1000 ppm)
1 mL ad
methanol
p.a hingga
10 mL
Masing masing ditambahkan 2 mL DPPH 0,1
mM didiamkan 30 menit (tempat gelap)
2 mL ad
methanol
p.a hingga
10 mL
3 mL ad
methanol
p.a hingga
10 mL
4 mL ad
methanol
p.a hingga
10 mL
5 mL ad
methanol
p.a hingga
10 mL
100 ppm 200 ppm 300 ppm 400 ppm 500 ppm
Pengukuraan
Abrsorbansi
Perhitungan %
inhibisi
AAI
Analisi Data
53
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Lampiran 2. Hasil Determinasi
54
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Lampiran 3. Perhitungan Rendemen Ekstrak Air Sarang Burung Walet
Sebanyak 60 grm sarang burung walet yang telah di preparasi diekstraksi
menggunakan 1.8 liter aqubidest, didapatkan ekstrak kering sebanyak 1.5 gram
dengan persentase rendemen sebagai berikut :
Berat Sampel Awal : 60 gram
Berat Ekstrak : 1.5 gram
% Rendemen =
00%
=
= 2.5 %
Lampiran 4. Perhitungan dalam Uji Antioksidan
1. Pembuatan larutan DPPH (0,1 mM)
Banyaknya DPPH yang ditimbang :
0,1 mM =
x
0,1 mM =
x
X = 1,98 mg
Jadi ditimbang 1,98 mg DPPH dan dilarutkan dengan metanol pro analisa
serta dicukupkan volume hingga tanda batas.
2. Pembuatan larutan induk sampel 1000 ppm dalam 10 ml labu ukur
Banyaknya sampel yang ditimbang
1000 ppm =
=
1000 ppm =
1000 ppm =
Jadi, ditimbang 10 mg sampel dan dilarutkan dengan metanol pro analisa
dalam labu ukur 10 ml.
55
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
3. Pembuatan larutan induk vitamin C
Konsentrasi 1 ppm setara dengan 1µg/ml sehingga untuk membuat
konsentrasi 100 ppm dapat dilakukan dengan menimbang 5 mg vitamin c
dan dicukupkan dengan metanol pro analisa hingga volume 50 ml.
=
= 100
= 100 ppm
Sehingga vitamin c ditimbang 5 mg
4. Perhitungan larutan uji dengan konsentrasi (6,25; 12,5; 25; 50; 100
ppm)
Pembuatan larutan uji ekstrak sampel dari larutan induk 1000 ppm
menggunakan labu ukur 10 ml
Konsentrasi 100 ppm
N1 x V1 = N2 x V2
1000 ppm x V1 = 100 ppm x 10 ml
V1 = 1 ml (jumlah yang dipipet dari larutan induk 100 ppm)
Konsentrasi 200 ppm
N1 x V1 = N2 x V2
1000 ppm x V1 = 200 ppm x 10 ml
V1 = 2 ml (jumlah yang dipipet dari larutan induk 100 ppm)
Konsentrasi 300 ppm
N1 x V1 = N2 x V2
1000 ppm x V1 = 300 ppm x 10 ml
V1 = 3 ml (jumlah yang dipipet dari larutan induk 100 ppm)
Konsentrasi 400 ppm
N1 x V1 = N2 x V2
1000 ppm x V1 = 400 ppm x 10 ml
V1 = 4 ml (jumlah yang dipipet dari larutan induk 100 ppm)
56
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Konsentrasi 500 ppm
N1 x V1 = N2 x V2
1000 ppm x V1 = 500 ppm x 10 ml
V1 = 5 ml (jumlah yang dipipet dari larutan induk 100 ppm)
5. Perhitungan larutan kontrol positif vitamin C (2,4,6,8,10 ppm)
Pembuatan larutan uji pembanding vitamin c dari larutan induk 100 ppm
menggunakan labu ukur 50 ml
Konsentrasi 2 ppm
N1 x V1 = N2 x V2
100 ppm x V1 = 2 ppm x 50 ml
V1 = 1 ml (jumlah yang dipipet dari larutan induk 100 ppm)
Konsentrasi 4 ppm
N1 x V1 = N2 x V2
100 ppm x V1 = 4 ppm x 50 ml
V1 = 2 ml (jumlah yang dipipet dari larutan induk 100 ppm)
Konsentrasi 6 ppm
N1 x V1 = N2 x V2
100 ppm x V1 = 6 ppm x 50 ml
V1 = 3 ml (jumlah yang dipipet dari larutan induk 100 ppm)
Konsentrasi 8 ppm
N1 x V1 = N2 x V2
100 ppm x V1 = 8 ppm x 50 ml
V1 = 4 ml (jumlah yang dipipet dari larutan induk 100 ppm)
Konsentrasi 10 ppm
N1 x V1 = N2 x V2
100 ppm x V1 = 10 ppm x 50 ml
V1 = 5 ml (jumlah yang dipipet dari larutan induk 100 ppm)
57
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Lampiran 5. Perhitungan Persen Inhibisi
Contoh perhitungan % inhibisi ekstrak metode pemanasan
Konsetrasi 100 ppm
% inhibisi =
% inhibisi =
% inhibisi = 4.583 %
Contoh perhitungan % inhibisi ekstrak metode sonikasi
Konsetrasi 100 ppm
% inhibisi =
% inhibisi =
% inhibisi = 4.255 %
Contoh perhitungan % inhibisi ekstrak metode sonikasi dan pemanasan
Konsetrasi 100 ppm
% inhibisi =
% inhibisi =
% inhibisi = 5.787 %
Lampiran 6. Perhitungan IC50
Contoh perhitungan IC50 ekstrak sampel metode pemanasan
Sebelumnya konsentrasi (x) dan % inhibisi (y) dari ekstrak dibuat
persamaan regresi linier menggunakan aplikasi pengolah data Microsoft
excel 2010 hingga diperoleh persamaan y = 0.0151x + 3.177. Dari
persamaan inilah dihitung nilai IC50
y = 0.0151x + 3.177
50 = 0.0151x + 3.177
X =
X = 3100.861 ppm
Jadi, nilai IC50 dari ekstrak dengan metode pemanasan sebesar 3100.861
ppm
58
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Lampiran 7. Perhitungan IC50
Contoh perhitungan IC50 ekstrak sampel metode sonikasi
Sebelumnya konsentrasi (x) dan % inhibisi (y) dari ekstrak dibuat
persamaan regresi linier menggunakan aplikasi pengolah data Microsoft
excel 2010 hingga diperoleh persamaan y = 0.0121x + 2.877. Dari
persamaan inilah dihitung nilai IC50
y = 0.0121x + 2.877
50 = 0.0121x + 2.877
X =
X = 2857.1677 ppm
Jadi, nilai IC50 dari ekstrak dengan metode pemanasan sebesar 2857.1677
ppm
Contoh perhitungan IC50 ekstrak sampel metode sonikasi dan pemanasan
Sebelumnya konsentrasi (x) dan % inhibisi (y) dari ekstrak dibuat
persamaan regresi linier menggunakan aplikasi pengolah data Microsoft
excel 2010 hingga diperoleh persamaan y = 0.0161x + 3.9996. Dari
persamaan inilah dihitung nilai IC50
y = 0.0161x + 3.9996
50 = 0.0161x + 3.9996
X =
X = 3.41 ppm
Jadi, nilai IC50 dari ekstrak dengan metode pemanasan sebesar 3.41 ppm
59
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Lampiran 8. Perhitungan Nilai AAI (Antioxidant Activity Index)
Contoh perhitungan nilai AAI dari ekstrak sampel metode pemanasan
Konsentrasi DPPH yang digunakan adalah 1.98 mg/50 ml = 39.6 ppm
serta nilai IC50 ekstrak yang diperoleh sebesar 3100,861 ppm
AAI =
AAI =
AAI = 0.012
Nilai AAI dari ekstrak sebesar 0,012, ekstrak ini tergolong sangat lemah
untuk aktivitas antiokidannya.
Contoh perhitungan nilai AAI dari ekstrak sampel metode sonikasi
Konsentrasi DPPH yang digunakan adalah 1.98 mg/50 ml = 39.6 ppm
serta nilai IC50 ekstrak yang diperoleh sebesar 3896,462 ppm
AAI =
AAI =
AAI = 0.010
Nilai AAI dari ekstrak sebesar 0,010, ekstrak ini tergolong sangat lemah
untuk aktivitas antiokidannya.
Contoh perhitungan nilai AAI dari ekstrak sampel metode pemanasan dan
sonikasi
Konsentrasi DPPH yang digunakan adalah 1.98 mg/50 ml = 39.6 ppm
serta nilai IC50 ekstrak yang diperoleh sebesar 3.41 ppm
AAI =
AAI =
AAI = 0.013
Nilai AAI dari ekstrak sebesar 0,013, ekstrak ini tergolong sangat lemah
untuk aktivitas antiokidannya.
60
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Lampiran 9. Panjang Gelombang DPPH
61
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Lampiran 10. Hasil dari data statistik ekstrak sarang burung walet
Test of Homogeneity of Variances
Inhibisi
Levene Statistic df1 df2 Sig.
.401 2 12 .678
One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test
inhibisi
N 15
Normal Parametersa Mean 7.6769
Std. Deviation 2.36423
Most Extreme Differences Absolute .125
Positive .125
Negative -.118
Kolmogorov-Smirnov Z .484
Asymp. Sig. (2-tailed) .973
a. Test distribution is Normal.
ANOVA
Inhibisi
Sum of Squares Df Mean Square F Sig.
Between Groups 13.349 2 6.675 1.234 .326
Within Groups 64.905 12 5.409
Total 78.254 14
Multiple Comparisons
Inhibisi
LSD
(I) nama_ekstrak (J) nama_ekstrak Mean Std. Error Sig. 95% Confidence Interval
62
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Difference (I-J) Lower Bound Upper Bound
eks_panas eks_sonikasi 1.17880 1.47088 .438 -2.0260 4.3836
eks_campuran -1.13180 1.47088 .456 -4.3366 2.0730
eks_sonikasi eks_panas -1.17880 1.47088 .438 -4.3836 2.0260
eks_campuran -2.31060 1.47088 .142 -5.5154 .8942
eks_campuran eks_panas 1.13180 1.47088 .456 -2.0730 4.3366
eks_sonikasi 2.31060 1.47088 .142 -.8942 5.5154