Download - Perbedaaan Anatomi Pada Anak
REFERAT FISIOANATOMI PEDIATRIK ANESTESI
Disusun untuk Memenuhi Sebagian Syarat Dalam Mengikuti
Ujian Profesi Kedokteran Bagian Ilmu Anestesi dan Reaminasi
RSUD dr. R. Goeteng Taroenadibrata Purbalingga
Disusun oleh :
Robin Perdana Saputra
08711054
Pembimbing :
dr. Fajar Agus Salim, Sp.An
SMF ILMU ANESTESI DAN REAMINASI
RSUD DR. R. GOETENG TAROENADIBRATA PURBALINGGA
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS ISLAM INDONESIA
YOGYAKARTA
2013
Perbedaaan Anatomi pada anak sangatlah berpengaruh terhadap proses
pengobatan termasuk dalam reanimasi. Dan satu hal yang penting anak itu bukan
miniature orang dewasa. Perubahan Ukuran tubuh karena Proses Pertumbuhan,
perbedaan paling jelas antara anak-anak dan orang dewasa berkaitan dengan ukuran
tubuh: berat "normal" neonatus adalah 3 hingga 3,5 kg dengan ketinggian/panjang
badan 50 cm, dan dalam waktu 10 sampai 15 tahun mereka akan berkembang dan
tumbuh, berat badan mereka berkembang lebih dari 12 (> 1200%) dan tinggi mereka
lebih dari 3 (> 300%). Selama tahap awal pengembangan tulang belakang Spinal
cord menempati seluruh dari kanal di tulang belakang seluruhnya, tetapi kemudian
pada pertumbuhan spinal cord berakhir karena proses "tertarik" dalam kanal tulang
belakang. Pada saat lahir durameter berakhir pada sacral ke 3 dan 4 sedangkan spinal
cord pada tingkat L3 atau L4. Itu hanya terjadi pada akhir tahun pertama kehidupan
tingkat dewasa dicapai, yaitu, L1 untuk medullaris konus dan S2 untuk kantung
dural.
Pengelolaan neuroanestesi pada pasien pediatri merupakan tantangan yang
menarik bagi neuroanesthesiologist karena memerlukan pengatahuan dan
pengalaman yang cukup mengenai anatomi,fisiologi yang normal dan neuro fisiologi
maupun neurofarmakologi serta europatofisologi anak yang terus berkembang sangat
berarti mulai dari masa neonatal sampai remaja. Hal ini penting untuk mengerti
kebutuhan khusus yang diperlukan dalam praktek anestesi pediatrik yang aman.
Kekerapan morbiditas dan mortalitas intraoperatif kelompok neonatal 10 kali
lipat dibandingkan kelompok usia yang lebih tua sementara bayi yang preterm(lahir
dengan umur kehamilan kurang dari 37 minggu) lebih mungkin terjadi
penyulit intraoperatif walaupun hanya pembedahan minor dibandingkan kelompok
aterm (antara 37 dan 42 minggu).
Penyulit ini terjadi karena keterbatasan cadangan fisiologis dan volume darah
yang sedikit serta perubahan anatomi dan fisiologi yang berlangsung terus sampai
anak dewasa terutama susunan saraf pusat yang belum lengkap dalam tahun pertama.
PERTIMBANGAN UMUM :
Definisi :
Newborn : 24 jam pertama kehidupan
Neonatus : bulan pertama kehidupan (28hari)
Bayi : tahun pertama kehidupan
Anak : 12 tahun pertama kehidupan
Transisi yang sangat signifikan terjadi dalam 24 jam sampai 72 jam setelah
lahir dimana semua system berubah tetapi yang paling penting bagi ahli anestesi
adalah system respirasi,sirkulasi dan renal.
Respirasi :
Cenderung terjadi obstruksi jalan nafas atas pada
infant oleh sebab :
- Saluran nafas sempit mulai dari hidung, glottis, trakea.
- Adanya jaringan limpoid (tonsil,adenoid).
- Lidah relatif besar dibanding rongga mulut.
- Leher pendek dan dagu menyentuh dada.
Bila terjadi obstruksi jalan nafas atas akan terlihat retraksi
suprasternal,substernal dan interkostal yang nyata pada anak yang besar sementara
pada infant tanda tanda ini harus diamati secara cermat untuk mengetahui obstruksi
lebih dini.Perlu dicatat bahwa infant hanya bisa bernafas lewat hidung sehingga bila
penyumbatan ringan saja dihidung, sudah bisa menyebabkan kesulitan bernafas.
Laring infant lokasinya agak cephalad(lebih tinggi) setinggi vertebra servikal
ke 4 dibandingkan dewasa setinggi vertebra servikalis ke 6 sumbu panjangnya
mengarah kebawah dan depan. Epiglottis infant kaku,sempit dan berbentuk omega
menonjol keposterior dengan sudut 45 derajat.Pita suara agak miring keatas dan
kebelakang. Semuanya menyulitkan laringoskopi/intubasi. Jaringan areolar yang
longgar dari glottis cenderung terjadi odem akibat overhidrasi.Cincin krikoid bagian
yang paling sempit pada jalan nafas anak sehingga pipa trakeal sering tersangkut
disitu,setelah melewati pita suara dan kalau dipaksakan bisa menyebabkan trauma
dan odem laryng.Sering terjadi pada anak dengan kelainan bawaan terutama pada
craniofacial dysostosis (Crouzon's disease dan Apert's syndrome). Bila ini terjadi
seharusnya pipa trakeal diganti dengan ukuran yang lebih kecil.
Trakea pendek lebih kurang 4cm sehingga dengan begitu penempatan dan fiksasi
pipa trakea yang tepat,penting.Torak relatif sempit dan sternum lunak,rusuk
horisontal,diapragma tinggi,abdomen besar semuanya menghambat pengembangan
torak saat inspirasi.
Selama inspirasi kadang-kadang terbentuk tekanan negatif dalam abdomen
menyebabkan tertelannya udara ataugas anestesi sehingga abdomen distensi dan
mudah terjadi regurgitasi /aspirasi. Newborn sensitive juga terhadap
PaO2,pemakaian 02 100% bisa menurunkan ventilasi.Selama minggu
pertama,hipoksia menstimulir ventilasi asal temperatur normal,bila hipotermi tak ada
respons ventilasi.Closing volume pada newborn relatif tinggi bisa mengganggu tidal
volume walaupun selama pernafasan normal,bila dianestesi terjadi penurunan drastis
functional residual capacity(FRC) dengan meningkatnya penutupan
airway mengakibatkan A-aO2 tension yang lebih besar. Rasio ventilasi alveolar/
FRC 5:1 pada bayi ini salah satu faktor mengapa pengambilan obat inhalasi lebih
cepat dibanding dewasa,dimana induksi yang cepat dengan obat inhalasi ini bisa
menyebabkan hipotensi.
System kardiovaskular :
Bayi baru lahir relatif overload cairan dihadapkan dengan
perubahan mendadak sistem sirkulasi yang bisa menyebabkan gagal jantung terutama
pada neonatus dengan cacat jantung bawaan.
Kebanyakan penyakit jantung oleh karena cacat jantung bawaan yang terjadi
pada tahun pertama kehidupan. Cacat jantung bawaan ini tak terdeteksi segera
setelah lahir tetapi baru ketahuan sesudah dianestesi,ventilasi mekanik atau
perdarahan selama pembedahan. Darah bayi sampai umur 6 bulan mengandung
mayoritas fetal hemoglobine(HbF) mempunyai affinitas tinggi terhadap oksigen
sehingga sulit melepaskan oksigen kejaringan apalagi didukung suasana alkalosis
seperti hipokapnia. Kembali kesirkulasi fetal bisa saja terjadi oleh berbagai situasi
yang menyebabkan hipoksemi yang serius dan acidemia(umpama RDS atau hernia
diapragmatika bawaan.
Volume darah neonatus lebih kurang 85 cc/kg,6 minggu
sampai 2 tahun 75cc/kg dan prematur 100cc/kg,Ini penting saat menentukan apakah
darah sudah saatnya diberikan berdasarkan presentase darah yang hilang lebih
15% dari volume sirkulasi darah effektif.
Curah jantung semenit per kg berat badan neonatus lebih
besar dan mayoritas menuju organ yang kaya vaskular seperti otak dan jantung
menyebabkan induksi anestesi lebih cepat . Makin muda anak makin cepat laju
denyut jantungnya. Perlu diingat tonus vagal terutama pada newborn sangatdominan
sehingga cenderung bradikardi berat dengan kardiak output yang rendah bila terjadi
stimulasi vagal waktu intubasi trakea.Oleh karena itu sulfas atropin haruslah selalu
ada sebagai vagolitik.
Masalah bradikardi pada anak lebih riskan ketimbang takikardi,walaupun laju
denyut jantung lebih dari 230 kali permenit tampaknya tanpa penyulit yang nyata.
Bila anak berkembang takiaritmia, paling sering paroksis mal atrial takikardi dimana
laju denyut jantung bisa mencapai 400x/menit namun bayi yang masih muda mampu
menghantarkan kecepatan yang tinggi ini dari atrium ke ventrikel pada ratio 1:1.
Adanya kecepatan yang tinggi ini walaupun sering karena idiopatik namun tetap
dicurigai kemungkinan adanya Wolf Parkinson White syndrome atau tirotoksikosis.
Tekanan darah sistolik pada anak menggambarkan kecukupan volume
sirkulasi, untuk itu pemantauan tekanan darah sistolik penting pada anak dan nilainya
berbeda beda setiap umur anak mulai lahir dan setiap tahunnya. Pergeseran dari syok
jadi overhidrasi sangat cepat pada neonatus dan bayi.
Batas yang sempit antara hipotensi dan hipertensi akut menyebabkan resiko
yang tinggi buat neonatus terjadi iskemia serebral dan perdarahan intraventrikular.
Dalam memantau tanda tanda vital anak haruslah diperhatikan tingkat usianya.
Tabel tanda tanda vital dari anak
Umur BB(kg) Tekanan darah lajujantung frekuensi
sistolik(mmHg) x/menit nafas/mnt
================================================
prematur <2,5 50 120 - 160 35 -80
cukup umur >2,5 60 120 - 170 35 -60
1 tahun 10 90 100 - 130 20 -40
6 tahun 20 100 80 - 120 20 -25
12 tahun 40 115 60 - 100 18- 20
================================================
Diambil dari :Anesthesia and intensive care for The Neuro
surgical patient, Walters.
Fungsi ginjal dan kesimbangan air:
Kemampuan mengkonsentrasi urine dan penyimpanan air terbatas sehingga
tak mampu mengendalikan kelebihan air dan natrium terutama kalau infus terlalu
cepat,sebaliknya bila pemasukan Na dibatasi atau kehilangan yang
meningkat(muntah,diare),ginjal tak mampu menahan Na sehinga bayi cenderung
dehidrasi atau overhidrasi.
Perbedaan yang menyolok antara bayi,anak dan dewasa terlihat dalam
respons dari susunan saraf pusat(SSP). Pada waktu lahir otak beratnya kira kira 300-
400 gram (10-15)% berat badan dan pertumbuhan otak cepat mencapai 2x berat
lahir pada saat umur 6 bulan,900 gram pada umur satu tahun dan mencapai berat
1200 gram pada saat umur 12 tahun. Volume otak terdiri dari parenchym otak
(70%),sisanya 30% (volume darah otak,cairan ektrasel dan CSF(cerebrospinal fluid)
atau cairancerebrospinal.
Kenaikan salah satu dari unsur ini apakah karena pertumbuhan
tumor,hidrosepalus,perdarahan,atau odem traumatik dapat menekan jaringan vital
dan pergeseran struktur neural.Hal ini disebabkan fungsi cranium sebagai kotak
tertutup dengan volume yang tetap bila ada peningkatan volume maka akan
meningkatkan tekanan intracranial (TIK) dan kenaikan ini adalah inti dari
neuroanestesi.
Calvaria waktu lahir terdiri dari lapisan tulang dan dipisahkan oleh sutura dan
dua fontanella yaitu anterior dan posterior dimana fontanella posterior menutup saat
umur 2-3 bulan sedangkan fontanella anterior menutup saat umur satu satu sampai
satu setengah tahunKenaikan volume intrakranial secara bertahap dan perlahan
bisa ditolerir dengan ekspansi fontanella dan pelebaran sutura kranial melalui periode
mingguan atau bulanan tetapi tak bisa ditolerir untuk kenaikan volume intrakranial
yang akut.Palpasi atau meletakkan skin transducer pada fontanella dapat menilai
tekanan intrakranial(TIK) secara non invasif.
Ruangan intrakranial dipisahkan oleh tentorium cerebella menjadi dua
ruangan supratentorial dan infratentorial. Ruangan supratentorial paling besar diisi
oleh hemisper yang terdiri dari 3 lobus (frontalis,temporalis dan paritookipitalis)
dimana masing masing punya fungsi yang komplex dan spesialis. Bila lesi terjadi
ditemporal atau paritookipital maka akan terjadi gangguan klinik yang lebih serius
dibandingkan lesi di lobus frontalis. Diensepalon merupakan pusat ruangan
supratentorial, terdiri dari talamus ,hipotalamus, epitalamus dan
subtalamus mengelilingi ventrikel tiga, sangat mudah terpengaruh iskemia dan
pertumbuhan neoplasma. Gangguan suplai darah sering oleh sebab kompressi
oleh massa di hemisper.Dalam neuroanestesi, prosedur intrakranial selalu disebut
supratentorial atau infra tentorial sesuai lokasinya.
Perlu dicatat bahwa supratentorial termasuk fossa kranii anterior dan fossa
kranii media sedangkan infratentorial adalah fossa cranii posterior dimana atapnya
adalah tentorium cerebelli dan berisi cerebellum,pons dan medulla oblongata
merupakan fossa yang kranii yang terbesar dan dinding belakangnya sebagian besar
ditutupi oleh tulang okipital bagian bawah dan depan.
Trauma atau penyakit daerah fossa cranii posterior bisa merusak pusat
respirasi,cardiovaskular ,sistem reticular maupun saraf saraf kranial.Cerebellum
menempati sebagian besar fossa kranii posterior merupakan pusat pengatur fungsi
motorik yang mengatur postur,tonus otot dan koordinasi. Lesi bilateral atau garis
tengah bisa menyebabkan kerusakan permanen hipotoni,tremor dan unsteady gait.
Tonsil cerebellar yang merupakan perpanjangan dari jaringan cerebellum secara
klinik sangat penting karena bila ada kenaikan tekanan dalam fossa kranii posterior
akan mendorong tonsil cerebellar lewat foramen magnum
menyebabkan herniasi dari tonsil cerebellar yang disebut pressure cone phenomen
yang biasanya fatal.
Diantara bagian antromedial tentorium serebelli kiri dan kanan ada satu
lobang oval disebut incisura tentorial yang memungkinkan brain stem dan struktur
vital lainnya bisa melewatinya dari fossa kranii media kedalam fossa kranii posterior
bila terjadi perbedaan tekanan yang cukup bermagna. Ruangan kraniospinal
merupakan ruangan yang satu dan berhubungan, berkembang sempurna untuk
melindungi jaringan otak dan spinal yang sangat mudah kena trauma, iskemia dan
hipoksia . Medulla spinalis adalah lanjutan dari medullaoblongata dan ujung kaudal
medullaspinalis menjelang umur delapan tahun terletak pada ruang diantara diskus
intervetbralis L1 dan L2, sedangkan waktu lahir setinggi L3.
Ini penting waktu melakukan pungsi lumbal pada bayi. Tetapi ruang
intradural lebih panjang dari medulla spinal dan ujungnya setinggi sacral 2.Ruangan
ini mulai dari ujung medulla spinalis sampai ujung dura merupakan tempat
penyimpanan cairan cerebrospinalis(CSF) terutama bila ada pergeseran cairan
serebrospinalis dari otak untuk mengurangi kenaikan tekanan intrakranial.
Namun oleh karena ruangan spinal lebih besar kompliansnya dibandingkan
fossa kranii posterior,bila terjadi dekompressi akut dalam ruangan spinal akan
mencetuskan herniasi isi fossa cranii posterior melalui foramen magnum. Produksi
CSF dimulai minggu ke8 kehidupan intrauterin. Plexus choroidales yang terletak
pada tanduk temporal dari ventrikel lateralis ,dinding belakang ventrikel tiga dan
atap ventrikel empat memproduksi CSF 0,35ml/menit pada saat baru lahir,
sedangkan absorbsi CSF terjadi pada villi arachnoidales yang merupakan villi yang
menjorok kedalam vena vena atau sinus sinus otak.Dalam keadaan normal produksi
CSF seimbang dengan absorbsi CSF. CSF beredar setelah keluar dari ventrikel empat
lewat foramen Magendie dan Luschka memasuki ruangan subarachnoid mengelilingi
otak dan medulla spinalis.
Bila terjadi obstruksi aliran CSF apakah oleh karena tumor atau perdarahan
maka akan terjadi hidrosepalus. Biasanya tekanan intrakranial berkaitan erat dengan
aliran darah otak dan volume darah otak bukan dari produksi CSF. Penurunan
produksi CSF sepertiga hanya menurunkan ICP hanya satu mmHg dengan demikian
obat obat yang menurunkan produksi CSF seperti acetasolamide punya effek
minimal pada ICP, tetapi pada kasus yang kurva komplians intrakranialnya bergeser
kekanan justru effektif tetapi obat obat yang meningkatkan produksi CSF dan
menurun kan absorbsi CSF harus dihindari.
Pada umur 8 tahun berat otak anak 2% dari berat badan total,tetapi
menggunakan 20% dari semua adenosin tripospat (ATP)yang diproduksi oleh tubuh.
Bahan utama untuk produksi energi otak adalah glukosa. Turunnya kadar glukosa
darah secara cepat menyebabkan koma dan akhirnya kematian otak.Cadangan
glukuosa dan glikogen tak mampu memenuhi pemakaian ATP lebih dari tiga menit
dengan demikian energi otak hanya tergantung dari kadar glukosa darah.
Otak neonatus tampaknya mempunyai cadangan glikogen yang lebih besar
daripada orang dewasa sehingga neonatus lebih tahan terhadap kekurangan oksigen.
Laju metabolik otak untuk oksigen(CMRO2) anak umur 3-12 tahun adalah 5,2 ml
oksigen/100g/menit tetapi CMRO2 newborn dan bayi hanya
2,3ml/100g/menit,sedangkan laju metabolik untuk glukose untuk
anak6,8mg/100g/mnt. Aliran darah otak (CBF) pada prematur dan newborn
adalah 40ml/100g/menit sedangkan pada bayi dan anak (6-40)bulan adalah
90ml/100g/menit dan terus meningkat sampai umur 11 tahun kira
kira100ml/100g/menit.Batas autoregulasi pada bayi dan anak tak begitu
diketahui.Distres pada bayi dapat mengganggu autoregulasi diperberat oleh
hipoksia,zat vasodilator,konsentrasi obat anestesi inhalasi.
Trauma,iskemia fokal,inflamasi sekitar tumor,abses semua dapat
mengganggu autoregulasi otak tetapi dilaporkan hiperventilasi dapat mengembalikan
autoregulasi pada neonatus seperti orang dewasa. Autoregulasi untuk
mempertahankan perfusi otak dalam menghadapi perubahan tekanan darah dalam
batas tertentu sehingga penghantaran oksigen keotak adekuat. Diatas dan dibawah
batas autoregulasi perubahan CBF secara passif tergantung tekanan darah. Batas
autoregulasi serebral pada neonatus biasanya diantara takanan sistolik(45-
160)mmHg.
Peningkatan mendadak PaCO2 menyebabkan vasodilatasi otak dan
peningkatan tekanan intrakranial(ICP). Penelitian terbaru menunjukkan bahwa bayi
dan anak yang dianestesi kesepatan CBF meningkat sebanding dengan konsentrasi
end tidal CO2. Reaktiviti pembuluh darah otak terhadap hipokarbia ada lah alat yang
sangat berguna bagi ahli anestesi untuk mengurangi CBF. Respons pembuluh darah
otak anak terhadap hipoksia tak diketahui.Pada bayi yang lebih besar tampaknya
CBF meningkat cepat bila PaO2 dibawah 50 mmHg.
Tekanan perfusi otak(CPP) lebih penting dari CBF dalam menentukan
cukupnya aliran darah keotak namun pengendalian CBF amat mempengaruhi ICP.
CPP =Tekanan arteri rata rata(MAP)minus tekanan vena central(CVP),dalam hal
kranium intak maka CPP=MAP minus ICP kalau ICP melampaui CVP. Pemantauan
CPP terutama pada otak yang terganggu adalah petunjuk yang berharga untuk
mempertahankan cukupnya perfusi otak.
NEUROPATOFISIOLOGI
Untuk dapat memberikan terapi yang rasional harus me ngerti mekanisme
patofisiologi . Kalau aliran darah keotak terganggu akibatnya berkaitan dengan
iskemia dan kerusakan neuron. Otak adalah organ yang sangat sensitif terhadap
iskemia. Peristiwa inti yang mencetuskan kerusakan cellular ada lah produksi
ATP yang merosot oleh sebab pemblokiran posporilasi oksidatif pada rantai
respirasi mitokondria. Produksi ATP tergantung samasekali pada suplai glukosa.
Aktifitas pompa ion yang tergantung ATP bila menurun, maka kadar Na dan Ca
dalam sel meningkat sedangkan kadar K menurun.Perubahan kadar ion ini
menyebabkan neuron mengalami depolarisasi dan melepaskan excita tory amino
acids seperti glutamat dan aspartat yang me nyebabkan kenaikan asidosis lokal.
Peningkatan glutamat membantu lebih lanjut depolarisa si neuronal dan masuknya
Ca lewat saluran receptor N-methyl-D-aspartat (NMDA).
Naiknya kadar Ca dalam sel menyebabkan meningkatnya aktifitas enzym
protease dan pospolipase dan menyebabkan terbentuknya radikal bebas dan
peroksidasi lipid akan menyebabkan lepasnya asam lemak bebas dan kerusaka
membran sel. Iskemia bisa bersifat lokal maupun global. Kerusakan ini dapat
diperbaiki dengan terapi yang serius yang membantu melindungi kerusakan otak
akibat iskemi termasuk mempertahankan kadar ATP (baik menambah substrat
yang diperlukan untuk pembentukan ATP maupun menurunkan laju
metabolik ,menghambat aliran ionik melewati membran sel,membatasi produksi
radikal bebas atau meningkatkan efisiensi mekanisme scavenging (pemusnahan)
radikal bebas,mencegah produksi asid me tabolit seperti glutamat dan aspartat yang
mendukung depolarisasi dan kerusakan neuron.
Yang paling penting dari semuanya mempertahankan CBF dan
penghantaran oksigen yang cukup kejaringan. Salah satu penyebab iskemia adalah
meningkatnya ICP. Kenaikan tekanan intrakranial merupakan salah satu
kerusakan patofisologik yang sangat serius. Telah dikemukakan bahwa rongga
kranium merupakan rongga yang kaku dengan volume yang tetap berisi parenchim
otak,cairan ekstraselular ,darah dan CSF. Perubahan volume masing masing
komponen dapat meningkatkan tekanan intrakranial(ICP). CSF satu satunya
yang mampu sebagai penetralisir (buffer) kenaikan ICP dengan cara menggeser
CSF dari ventrikel otak ke ruangan subdural sebagai penampung CSF. Tetapi
kemampuan kompensasi ini terbatas bila kenaikan volume otak berlangsung terus
maka ICP akan meningkat. Kenaikan volume parenchim otak bisa oleh karena odem
hematoma,tumor,abses,dan kenaikan volume darah otak terutama oleh peningkatan
CBF(vasodilatasi otak, hipertensi) atau obstruksi sirkulasCSF(tumor,perdarahan
intraventrikular,stenosis aquaductus)atau gangguan absorbsi CSF.
Pada bayi dimana fontanella dan sutura bisa diregang sampai batas tertentu
asal saja perubahan volume tak mendadak. Perlu kita ketahui kurva komplians
intrakranial dimana perubahan volume terbatas masih bisa diimbangi dengan sedikit
kanaikanICP,bila batas sudah dilampaui maka ICP akan meninggi drastis. Bila
kurva bergeser kekiri artinya dengan kenaikan volume sedikit saja sudah terjadi
kenaikan ICP artinya komplians intrakranial rendah namun dengan
terbukanya fontanella dan sutura pada bayi ,adanya tumor atau perdarahan
intrakranial ditutupi oleh kompensasi kenaikan volume intrakranial melalui
fontanella dan sutura sehingga baru diketahui setelah stadium lanjut dengan gejala
hipertensi intracranial.
ICP normal pada anak diantara 2 dan 4 mmHg tetapi pada bayi baru lahir
tekanan positip selanjutnya menjadi negatif karena dalam beberapa hari setelah bayi
menga lami penurunan berat badan oleh sebab kehilangan air dan garam dimana
otak mengimbangi dengan pengurangan volume dan tekanan negatif ini dapat
mencetuskan perdarahan intraventrikular terutama pada bayi prematur. Kenaikan
ICP awal, mungkin tak terdeteksi dari gejala klinik seperti dilatasi pupil,naiknya
tekanan darah,bradikardi yang biasanya sudah terlambat dan memburuk. Bahkan
papil odem tak dijumpai pada anak sampai anak meninggal karena hipertensi
intracranial. Pada bayi bisa tak ditemukan fontanella menonjol kalau ICP naik
secara lambat. Perlu dicatat penurunan kesadaran dan respons motorik yang
abnormal terhadap stimulus nyeri sering berkaitan dengan kenaikan ICP. Ingat
bahwa bahwa kenaikan ICP adalah kunci neuroanestesi.
Bayi terutama newborn sangat sensitif terhadap sedatif,hipnotik dan narkotik.
Hal ini dikaitkan dengan immaturitas otak (myelinisasi dan blood brain barrier yang
belum lengkap) juga kenaikan permeabilitas untuk beberapa obat yaitu kelarutan
obat dalam lemak yang banyak dipakai dalam anestesi, adanya maternal progesteron
dan kadar endorpin yang tinggi. Respons terhadap obat ini juga sangat berbeda
antara satu bayi dengan lainnya. Beberapa bayi sangat toleran terhadap obat sedatif
tertentu sementara yang lain sangat sensitif terhadap obat yang sama. Pemberian
haruslah secara titrasi untuk mencegah depresi kardiovaskular dan hindarkan
mengeneralisasi dosis terutama untuk neonatus. Sebagai tambahan pemakaian agent
inhalasi dipengaruhi oleh umur pasien. MAC neonatus jauh lebih rendah daripada
bayi apalagi prematur. Tetapi sebaliknya pada bayi diatas 6 bulan, nilai MACnya
meningkat bahkan dibandingkan dewasa. Walaupun ada kenaikan kebutuhan
anestetik pada bayi tetapi harus diingat bahwa batas keamanan antara kecukupan
anestesi dan depresi kardiovaskular yang serius sangat sempit.Untuk itu dosis obat
harus dihitung dengan teliti dan memantau efek terapetiknya termasuk obat inhalasi
harus dititrasi. Untuk neuroanestetist penting mengetahui pengaruh obat terhadap
CBF,CMRO2 dan dinamika CSF.
Semua obat anestesi inhalasi yang rutin dipakai punya effek vasoserebral
dengan tingkatan yang berbeda beda. N2O secara klinik dapat meningkatkan CBF
dan ICP pada dewasa maupun anak tapi dapat dicegah dengan pemberian barbiturat
atau hipokapnia bersama namun bila bersama obat anestesi inhalasi lainnya
akan memperhebat kenaikan CBF atau ICP. N2O juga dapat meningkatkan CMRO2
dianjurkan membatasi pengunaannya pada ICP yang tinggi dan CPP yang menurun.
Halotan adalah vasodilator serebral yang kuat efeknya terlihat maksimal
walau pada satu MAC tetapi CBF tidak bertambah pada 1,5 MAC pada anak .
Namun bila diturunkan kembali ke 0,2 MAC tampaknya CBF yang tinggi tetap
bertahan selama 30-45 menit. Walaupun halotan sangat cocok untuk induksi inhalasi
pada anak sebaiknya dihindarkan pada komplians kranial yang rendah ,sampai
duramater dibuka dan efek halotan diotak bisa dilihat. Halotan bisa menyebabkan
bradikardi terutama pada newborn diduga karena pengaruh vagal lebih dominan dan
mensesitisasi myorkardial terhadap katekolamin sehingga dalam kondisi kadar
katekolamin meningkat seperti pada trauma otak bisa menimbulkan disritmia yang
serius.
Isofluran adalah obat anestesi inhalasi paling popular dalam neuroanestesia
berdasarkan efeknya pada CBF kurang dibandingkan halotan dengan dosis yang
sama disamping efek proteksi otaknya. Isoflurane tak mempengaruhi produksi CSF
malah mengurangi tahanan reabsorbsi CSF dan efek terhadap autoregulasilasi otak
dan reaktiviti serebrovaskular terhadap PaCO2 minimal. Penelitian pada anak dengan
konsentrasi antara 0,5 dan 1,5 MAC dalam kondisi hipokapnia tak merubah CBF.
Enfluran dapat meningkatkan CBF tapi kurang dibanding halotan efek yang sangat
jelek adalah meningkatkan produksi CSF dan tahanan rabsorbsi CSF pada dewasa
namun tak ada data mengenai enfluran pada anak.
Sevofluran sama efeknya seperti isofluran terhadap CBF,CMRO2 dan ICP
pada dewasa tetapi tidak tersedia data untuk anak. Desfluran menaikkan ICP secara
bermakna pada anak dengan dengan lesi massa supra tentorial walaupun
dengan hipokapnia Anak cepat hilang kesadaran 1-2 menit setelah induksi desfluran
dengan hemodinamik yang stabil tetapi problem airway sering terjadi berupa
batuk,menahan nafas,spasmo laring'. Sebaliknya semua obat anestesi intravena
menurunkan CBF dan ICP dan CMRO2 kecuali ketamin.Barbiturat dapat
menurunkan CBF dan CMRo2 dan sangat efisien menurunkan ICP tetapi problem
utamanya adalah mendepresi myokardium dan menurunkan tekanan darah demikian
juga CPP. Dengan dosis 10-50mg/kg intravena dapat menurunkan CMRO2 sebanyak
50% dan membuat ECG isoelek ris.Tak ada perubahan reaktiviti
serebrovaskular terhadap PaCO2 ,autoregulasi otak,produksi dan reabsorbsi CSF.
Etomidat
Dapat menurunkan CBF(34%) dan CMRo2(45%) dengan efek vasokonstriksi
langsung pada serebrovaskular.Reaktiviti serebrovaskular terhadap PaCO2 tetap dan
untungnya tidak mendepresi kardiovaskular seperti barbiturat tetapi bisa mensupresi
respons adrenokortikal terhadap stress,dan mentriger aktivitas myoklonik setelah
infus yang lama.
Propofol:
Cepat menurunkan CBF dan CMRo2 dan ICP tetapi dapat menurunkan MAP
akibatnya menurunkan CPP. Tak ada tersedia data pemakaiannya untuk anak.
Ketamin:
Vasodilator serebral yang kuat dapat menaikkan ICP 60% dalam kondisi
normokapnia.Tak ada pengaruhnya pada CMRo2,walaupun dilaporkan punya effek
proteksi otak ketamin tetap dikontraindikasikan pada pasien dengan resiko kenaikan
ICP.
Benzodiazepin
Bisa menurunkan CBF dan CMRo2 kira kira 25%,dimana penurunan CBF
karena penurunan CMRo2. Flumazenil merupakan antagonist dapat menghiangkan
efek benzodiazepin malah memperburuk pasien dengan ICP yang tinggi.
Dropridol
Merupakan vasoserebral konstriktor dapat menurunkan CBF tanpa perubahan
CMRo2 sehingga kurang menguntungkan pada pasien penyakit serebrovaskular.
Kombinasi dengan fentanil hanya sedikit efeknya pada CBF.
Opioid
Sedikit atau tidak ada efek pada CBF,ICP danCMRo2 Tetapi bila
dikombinasi fentanil dan N2O dapat menurunkan CBF (47%) danCMRo2(18%).
Tidak ada perubahan reaktiviti serebrovaskular terhadap PaCO2, autoregulasi otak
dan produksi CSF tetapi mmenurunkan reabsorbsi CSF (50%). Pada pasien dengan
tumor otak,alfentanil dan sufentanil dapat menaikkan tekanan CSF namun pengaruh
sufentanil lebih besar dan fentanil lebih kecil. Kontroversi pemakaian sufentanil
dalam neuroanestesia ada yang melaporkan peningkatan CBF, ICP dan CMRo2 dan
sebaliknya.
Pelemas otot :
Sedikit pengaruhnya terhadap sirkulasi otak. Pada anak dengan komplians
kranial menurun suksinilkolin awalnya dapat menurunkan ICP kemudian diikuti
kenaikan tetapi dapat dikurangi dengan general anestesi dan prekurarisasi. Kenaikan
ICP diduga akibat stimulasi serebral oleh sebab meningkatnya aktiviti afferen muscle
spindle. Ini penting diingat bahwa hiperkalimia akibat suksinilkolin dapat
menyebabkan aritmia maligna pada pasien dengan injuri kepala tertutup tanpa defisit
motorik,hipoksia otak yang serius,perdarahan subarachnoid,CVA dengan hilang nya
substansi otak dan paraplegi namun tak bisa dicegah dengan prekurarisasi .
Akan tetapi pemakaiannya pada anak perlu dipertimbangkan oleh keuntungannya
cepat dilakukan intubasi dengan hiperventilasi dibandingkan resiko kenaikan ICP
dan hiperkalimia.
Pelemas otot non depolarisasi tak ada atau sedikit efek
nya terhadap CBF,ICP ,CBV dan CMRo2. Dosis besar d tubocurarin, atrakurium dan
metokurium dapat menyebabkan vasodilatasi serebral sesaat oleh karena pelepasan
histamin dan dengan demikian sedikit menaikkan ICP. Vekuronium mempunyai efek
sedikit pada autonomik, sedikit penurunan ICP,pada anak tampaknya merupakan
pilihan yang tepat tetapi kombinasi vekuronium dan fentanil atau sufentanil dapat
menyebabkan bradikardi berat terutama pada bayi kecuali telah diberikan vagolitik
intravena, Rokuronium tampaknya bisa sebagai pengganti suksinilkolin untuk
intubasi emergensi asalkan respirasi spontan tak cepat dibutuhkan.Rokuronium
0,6mg/kg dapat memberikan kondisi relaksasi yang cukup dalam 30-60 detik,
vekuronium 0,1mg/kg dalam 120 detik dan atrakurium 0,5mg/kg dalam 180 detik
sementara rapakurium(ultrashort acting nondepolarizing neuromuscular blocking
drug)yang terbaru dengan dosis 2,0 mg/kg dapat memberikan kondisisi
intubasi yang cukup dalam 60 detik.
EVALUASI PRA BEDAH :
Ada 3 hal penting yang perlu diperhatikan :
1.Tekanan intrakranial(ICP)
2.Pusat respirasi dan kardiovaskular
3.Gangguan spesifik fungsi neurologi\
Kenaikan ICP secara bertahap perlu dicurigai bila ada gejala anak agak
cengeng,tak suka makan,muntah, fontanella anterior menonjol,vena kulit kepala
dilatasi, pada anak yang lebih besar mengeluh sakit kepala terutama dipagi hari.Bila
mecapai tingkat kritis akan terlihat penurunan kesadaran dan mungkin tanda tanda
herniasi batang otak. Bila ada lesi medulla spinalis cervikal bisa mempengaruhi
fungsi respirasi dan kardiovaskular. Bila dijumpai infeksi saluran nafas atas atau
nasoparingitis sebaiknya operasi elektif ditunda sampai 1-2 minggu sejak meredanya
gejala dan bila infeksi saluran nafas bawah sebaiknya ditunda sampai 6-8 minggu
karena sering terjadi komplikasi respirasi terutama anak dibawah satu tahun.Tetapi
bila operasi darurat ,disarankan persiapkan mengatasi komplikasinya. Biasanya
penyulit yang timbul waktu induksi dan ektubasi berupa broncho dan laringospasmo
dan waktu post opera tif berupa pneumonia dan atelektasis
Kelainan jantung bawaan(CHF) merupakan kelainan jantung tersering pada
anak (VSD,PDA,TF dan ASD)haruslah diteksi pra operasi dan pasien dengan AVM
atau meningocele selalu bersamaan dengan CHF. Penyulit yang terbanyak dengan
resiko kematian adalah penyulit yang berkaitan dengan kardiopulmonal. Penilaian
fungsi neurologi adanya kesadaran menurun, kejang kejang,defisit nerves kranial
terutama gangguan reflex batuk dan menelan beresiko aspirasi. Perlu juga dievaluasi
penyakit lain yang bersamaan dengan kelainan neurologi yang bisa menambah
komplikasi .
Kondisi implikasi anestesi
================================================
Prematuritas Apnoe post operatif
CHD hipoksia,kollaps kardiovaskular
Infeksi saluran nafas Laringospasm,pneumonia
Kelainan kraniofacial Kesulitan pengeloaan airway
Penyakit neuromuskular Hipertermi maligna,gagal nafas
Chiari malformation Apnoe,aspirasi paru
Denervasi injuri Hiperkalimia post suksinilkolin
Terapi anti konvulsan Kelainan hepar dan hematologi
untuk epilepsi Metabolisme zat anestesi naik.
AVM Potensial gagal jantung
Lesi hipotalamus/hipopise Diabeteinsipidus,hipotiroidism.
Pemeriksaan laboratorium :
Darah rutin terutama hematokrit pada newborn/neonatus dengan
meningomyelocele yang besar dan cenderung terjadi perdarahan dan hilangnya
cairan yang banyak. Umumnya untuk prosedur rekonstruksi diperlukan pemeriksaan
studi koagulasi(trombosit,protrombin time dan partialtromboplastin time).Urinalisa,
ECG,foto torak untuk pasien dengan spinabifida kelainan urologi dan jantung.
Elekrolit terutama natrium pada diabetes insipidus dan SIADH.
Test fungsi paru,analisa gas darah dan ekokardiograpi pada pasien dengan
disfungsi kardiopulmonal.Konsultasi kardiologist bila dijumpai kelainan jantung dan
konsultasi pulomonologist bila ditemukan restrictive pulmonary disease yang berat
untuk membantu optimasi fungsi kardiopulmonal sebelum pembedahan.
Perencanaan anesthesi yang baik termasuk persiapan meja operasi dengan
perlengkapan yang tepat untuk melindungi pasien sesudah diposisikan. Posisi pasien
bervariasi menurut type operasinya,prinsip pemosisian bayi dan anak sama dengan
dewasa dimana mata harus di amankan dengan menutup pakai plester terutama pada
posisi duduk dan posisi tengkurap, lindungi wajah dan bagian menonjol
dari extrimitas terhadap tekanan dengan bantalan lunak. Perut dan dada harus bebas
dari tekanan dengan bantuan guling ditempatkan dibawah dada dan pangkal
paha, abdomen tergantung bebas mempermudah pernafasan dengan intermittent
positip ventilation.
Pipa endotrakeal harus difiksasi dengan baik agar tak terlepas terutama posisi
tengkurap dan selalu bisa terlihat selama operasi agar diketahui kemungkinan
tertekuk atau terlepas dari konektornya. Antisialagogue penting untuk mengurangi
sekresi yang dapat melepaskan perlekatan plester dari kulit. Biasanya 10 derajat
posisi kepala ditinggikan untuk memperlancar aliran vena serebral dan mengurangi
kongesti dan rotasi kepala kesatu sisi dapat menekuknya sistem vena jugular dan
menghalangi venous return menurunnya perfusiserebral,meningkatnya ICP dan
perdarahan vena serebral. Tetapi elevasi kepala bisa menurunkan tekanan sinus
sagitalis superior dan potensial terjadinya emboli udara vena lewat vena terbuka
ditulang kepala dan sinus. Pasien dengan foramen ovale persisten atau patent ductus
arteriosus sering emboli udara lewat defect ini. Awas posisi fleksi kepala yang
ekstrim bisa membuat kompressi brainstem pada kelainan pada fossa posterior
seperti lesi massa atau Arnold -Chiari malformasi.
Pengaruh posisi pasien terhadap fisiologi :
Posisi efek fisiologi
Kepala ditinggikan Melancarkan drainage vena serebral.
(head elevation ) Menurunkan CBF
Menambah pooling ven extrimitas inferior.
Hipotensi postural
Kepala rendah Menambah tekanan vena serebral dan intrakranial.
(head down) Menurunkan FRC dan komp lians paru.
Tengkurap (prone ) Kongesti vena diwajah,lidah dan leher.
Menurunkan komplians paru dan menaikkan tekanan
abdominal menyebabkan kompressi vena cava.
Lateral dekubitus Menurunkan komplians paru disisi bawah.
Sebagai tambahan sebaiknya kaki dan tangan harus terlihat untuk menilai
perfusi periper pasien.
MONITORING:
Monitoring untuk anak prinsipnya sama dengan dewasa dengan
stetoskop prekordial,ECG,tekanan darah non invasif,temperatur prob,pulse oksimetri
dan capnography.Walaupun neonatus mempunyai HbF namun tak mempengaruhi
pembacaan pulse oxymetri akan tetapi beberapa faktor bisa mempengaruhi
performance pulse oxymetri pada populasi pediatri antara lain hipoperfusi,gerakan
pasien,lampu pemanas infrared,intravena zat warna(indigo cyanine green,methylen
blue,indigocarmin.
Untuk prosedur pembedahan yang memungkinkan banyak perdarahan
sebaiknya terpasang kateter arteri bisa arteri radialis,femoralis,tibialis posterior atau
dorsalis pedis. Dengan kateter arteri bisa diakses untuk sampel analisa gas
darah,elektrolit dan hematokrit.
Radial pulse Doppler sangat baik untuk memonitor perfusi perifer
sekalian tekanan darah non invasif secara kontinu terutama pada
neonatus.Monitoring untuk emboli udara dengan prekordial Doppler dan end
tidal nitrogen sangat tepat terutama pada posisi duduk,paling baik diposisikan didada
anterior sebelah kanan sternum celah interkostal IV dan alternatif lain ditho
rax posterior dapat digunakan pada bayi< 6 bulan. Peripheral nerve stimulator
memang perlu untuk mencegah gerakan tiba tiba selama operasi yang sangat
riskan,dengan menilai apakah pelemas otot perlu ditambah, tetapi untuk bayi muda
sering overestimasi dimana Train of four negatip tetapi anak sudah bernafas spontan
dan batuk. Kateter urin adalah keharusan untuk yang medapat osmotik diuresis.
Kemajuan teknologi yang baru memungkinkan secara non invasif memonitor perfusi
serebral,brain tissue oxymetri CBF,bioelectrical signals.
PENGATURAN SUHU
Pemeliharaan suhu tubuh bergantung pada keseimbangan normal
antara produksi dan kehilangan panas.Keseimbangan ini bisa terganggangu oleh
beberapa faktor sehingga resiko timbulnya hipotermia terutama pada pasien
anak.Hilangnya panas selama anestesi bisa disebabkan oleh tanpa
mengigil, permukaan tubuh yang terbuka,vasodilatasi oleh obat anestesi,dan
umumnya oleh lingkungan dalam kamar operasi yang dingin dengan
cepatnya pertukaran udara.
Bayi < 3bulan tak bisa mengigil untuk mempertahankan suhu sehingga bayi
lebih mudah hipotermi dan menjadi hipoksia,apneik dan asidosis. Rasio luas
permukaan tubuh terhadap berat badan anak dua kali orang dewasa,sehingga
terjadinya hipotermia lebih besar. Sungguhpun hipotermia dapat menurunkan
CMRO2 namun sering menimbulkan penyulit seperti klierens obat yang
lambat,pelemas otot yang lambat direverse,menurunnya kardiak output,konduksi
yang abnormal,gangguan kesimbangan elektrolit dan fungsi platelet serta mengigil
post operatif yang dapat meningkatkan produksi CO2 dan extraksi oksigen.
Pemakaian sulfas atropin dan lama operasi >40 menit kemungkinan menggigil lebih
besar. Hilangnya panas biasanya melalui proses konveksi,konduksi radiasi
atau evaporasi,dan 30% panas hilang lewat kepala bayi secara konveksi selama
kraniotomi apalagi kalau berlangsung beberapa jam.
Hipotermi dapat dihindarkan dengan suhu kamar operasi dan kasur meja
operasi yang hangat,overhead radiant heater selama induksi, gas anestesi dan cairan
infus,irigasi dan desinfeksi yang juga hangat. Untuk bayi terutama prematur
ditempatkan dibawah lampu pemanas radiant dan kakinya dibungkus plastik.Perlu
diketahui bahwa rewarming post operatif bukan tanpa resiko yaitu vasodilatasi yang
meningkatkan kebutuhan cairan dan naiknya kadar katekolamin mencetuskan
distritmia,hipertensi dan iskemia myokard.
PENGELOLAAN CAIRAN :
Kehilangan cairan tubuh pada bayi lebih besar dibandingkan dengan dewasa
dalam situasi yang sama karena luas permukaan tubuh yang relatif lebih besar
dibandingkan berat badannya.Total body water tergantung umur, untuk fullterm
infant sampai 80% dari berat badan dimana 50% adalah cairan extracellular. Pada
umur 1 tahun menurun jadi 50% dari berat badan akan tetapi cairan intracellular tetap
40% dari berat badan .Kebutuhan cairan pemeliharaan dihitung meliputi kehilangan
cairan dan elektrolit karena insensible loss,urine, faeces,keringat,third space loss,dan
perubahan kondisi metabolik disebabkan demam. Sedangkan kebutuhan cairan
intraoperatif ditentukan oleh kebutuhan cairan pemeliharaan,hilangnya
darah,insensible loss,third space loss,urine output,hilangnya cairan dari
nonhumidified gas anestetik dan perubahan temperatur lingkungan.Kebutuhan cairan
pemeliharaan dengan rumus 4:2:1 ,yaitu 4ml/kg/jam untuk 10 kg pertama,2 ml/kg
untuk 10 kg berikutnya dan 1 ml/kg untuk selanjutnya.
Untuk berat badan 25 kg dibutuhkan sebanyak = 10x4 +10x2+5x1 ml = 65
ml/jam. Prinsip pemberian cairan pada anak untuk mempertahankan
isovolemik,isoosmolar dan isoonkotik. Pemberian larutan garam seimbang seperti
cairan RL lebih disukai dibandingkan larutan normal saline karena normal saline
mengandung kadar chlorida tinggi menyebabkan hiperchloremic asidosis
terutama pada bayi. Tetapi bila sebagai satu satunya cairan karena RL hipotonik
bisa menyebabkan eksaserbasi odem otak,maka normal saline lebih disukai
untuk mengatasi hipovolemi pada kasus anak dengan lesi intrakranial atau
kerusakan blood brain barrier.Walaupun dahulu glukosa direkomendasikan pada
pasien pediatri namun ternyata pasien pediatri yang sehat tak terjadi hipoglikemia
intraoperatif walaupun dengan puasa yang lama. Kenyataannya kadar glukosa darah
meningkat selama operasi karena peningkatan katekolamine sebagai respons
terhadap trauma pembedahan dan anestesi,namun glukose diindikasikan kalau ada
hipoglikemia,untuk itu monitoring glukosa darah sesering mungkin (kadar normal
gula darah pada neonatus 30-40 mg%). Hiperglikemia akan memperburuk outcome
pasien dengan iskemia /hipoksia otak.
Dextrose 2% dalam RL atau half normal saline mungkin lebih baik
sebagai terapi panggantian cairanpemeliharaan. Dari sekelompok bayi berumur 1
sampai 11bulan,yang dapat dextrose 2% dalam RL 6ml/kg/jam selama operasi tetap
normoglikemia tanpa mobilisasi lipid atau penurunan pH. Bayi yang menerima
dextrose 5% dalam RL mengalami hiperglikemia dan yang menerima RL tunggal
mengalami mobilisasi lipid dan turunnya pH.
Kehilangan darah pada pediatric neurosurgery sulit diperkirakan
karena tersembunyi dalam selimut pasien. Untuk itu pemeriksaan hematokrit secara
serial penting sebagai acuan banyaknya kehilangan darah dan saatnya kapan darah
diberikan.Hematokrit adalah presentase jumlah eritrosit dalam 100ml darah, untuk
itu perlu diketahui estimate blood volume setiap anak yang tergantung umur. Normal
blood volume pada prematur adalah 100 ml/kg, newborn 90ml/kg ,bayi 80ml/kg dan
anak yang lebih tua 70ml/kg.Sementara hematokrit normal saat lahir 45 sampai 60%
menurun jadi 30-35% saat umur 3 bulan, dan secara bertahap meningkat lagi
sampai remaja.Kebanyakan kasus pediatri yang sehat mentolerir turunya
hematokrit sampai 20-25% kecuali bayi kurang 3 bulan, prematur ,anak dengan CHD
dan penyakit paru yang berat memerlukan Ht yang lebih tinggi.
Minimal allowable blood loss(MABL) yaitu minimal darahyang hilang yang
masih ditolerir artinya kehilangan darah jangan melewati MABL dengan rumus
sebagai berikut.
EBV x (Sph -25)
MABL = -----------------
Sph
EBV =Estimate blood volume.
Sph =Starting patient haematocriet.
Contoh: Anak umur 10 tahun BB 25kg Ht awal 30%.
EBV =25x 70 ml =1500 ml.
1500x(30-25)
MABL =-------------------= 500 ml
30
Kalau perdarahan kurang dari 1/3 MABL cukup diganti dengan
cairan kristaloid 3:1 artinya 1 ml darah diganti dengan 3 ml cairan kristaloid. Kalau
darah hilang lebih dari 1/3 MABL diganti dengan koloid 1:1 artinya satu ml darah
diganti satu ml koloid. Kalau hilang darah hilang sama dengan total MABLharus
diganti darah sebanyak darah hilang diatas MABL.
Contoh :Kalau hilang darah 150 ml maka cukup diganti 450 ml cairan
kristaloid. Kalau hilang darah 200 ml maka ganti dengan 200 ml koloid.Kalau jam
berikutnya ternyata hilang darah total 550 ml diganti dengan darah. Darah diganti
dengan packed red cell(PRC) dan garam berimbang setiap ml darah diganti dengan
0,5 PRC diatas MABL.Walaupun mahal sebaiknya berikan PRC beku karena kurang
sensitisasi golongan darah, preservasi 2-3 DPG lebih baik,kadar citrat lebih
sedikit, kurang potensial untuk menularkan penyakit virus,kurang kebocoran kalium
dari eritrosit.
Platelet mungkin diperlukan karena perdarahan yang massif atau
obat menyebabkan trombositopeni. Kalau pediatri dengan prolonged bleeding time
dimana operasi darurat maka platelets harus diberikan sebelum operasi ,0,1-0,3 unit
platelet/kg akan menambah jumlah platelet 20.000-70.000 platelet/mm3. Untuk
perdarahan massif yang sedang berlangsung jumlah yang lebih besar dari 0,3U/kg
lebih effektif dibandingkan lebih kecil dari 0,2U/kg. Perlu diingat untuk semua
pembedahan tidak ada indikasi propilaktis transfusi platelet kalau tak ada indikasi
perdarahan mikrovaskular atau hilangnya darah yang sedang berlangsung.
Fresh frozen plasma(FFP) mengandung semua faktor pembekuan kecuali
platelet, mengandung kadar citrat yang tinggi bila diberikan dalam jumlah yang besar
dan cepat bisa menyebabkan keracunan citrat dan akut hipocalcemia pada pasien
pediatri. FFP hanya diindikasikan kalau ada gangguan homeostasis intraoperatif.
Dilaporkan anak yang kehilangan darah lebih dari 1,5x volume darah akan terjadi
pemanjangan prrotrombin time dan tromboplastin time 1,5x waktu kontrol. FFP lebih
baik diberikan lewat vena perifer daripada vena central karena ditakuti terjadi
konsentrasi citrat yang tinggi memasuki sirkulasi koroner.
Keracunan citrat disebabkan citrat mengikat ion calcium sehingga terjadi
hipocalcemia.Citrat banyak dikandung oleh FFP dan whole
blood ,yang menyebabkan depresi fungsi jantung yang sering pada bayi. Sebaiknya
diberikan calcium kalau diberi FFP dengan kecepatan 1ml/kg permenit atau lebih
terutama pada neonatus dan bayi muda. Insiden hiperkalemia sangat tinggi bila
bukan darah segar yang ditransfusikan.Jika memberikan whole blood walau pun
segar pada neonatus dan bayi sebaiknya diperiksa kadar kalium sebelum
transfusi.Transfusi yang cepat akan menimbulkan hiperkalemia yang serius.
PENGELOLAAN PENINGKATAN ICP :
Osmotik diuresis terapi biasa digunakan dalam prosedur
neurosurgery. Biasanya digunakan larutan mannitol 20% dengan dosis 0,25-0,5
g/kg ,onset terjadi dalam 10-15 menit, dapat menaikkan osmolaritas serum sebesar
10 mosm cukup untuk menurunkan odema otak maupun ICP dan bertahan selama
dua jam. Mannitol seharusnya tidak diberikan dengan kecepatan melebihi
0,5g/kg selama 20-30 menit sebab sering menimbulkan instabilitas
hemodinamik yang transient pada kasus pediatri.Mannitol dapat membuat
vasodilatasi intra dan extrakranial sehingga terjadi peningkatan transient CBV
dan ICP dan pada saat bersamaan terjadi hipotensi. Hati hati pemberian mannitol
pada anak dengan CHF. Peningkatan osmolaritas serum >320 mosm mencetuskan
gagal ginjal.
Loop diuretikum bisa mengurangi odema serebri dengan effek diuresis dan
mengurangi produksi CSF tapi tidak seefektif mannitol. Dosis awal furesemid
sebaiknya 0,6-1mg/kg bila dikombinasi dengan mannitol cukup dengan dosis 0,3-0,4
mg/kg. Pemberian furesemid sebelum mannitol dapat mengurangi kenaikan transient
volume intravaskular dan pada saat yang sama memberikan dehidrasi yang efektif.
Steroid dapat mengurangi peritumor odema tetapi efeknya baru timbul
sesudah beberapa jam atau hari dan pemakaiannya sebelum operasi dapat
memperbaiki status neurologi diduga karena perbaikan blood brain barrier. Dosis
permulaan dexametason 0,25mg/kg,selanjutnya dapat diberikan 0,1mg/kg setiap 6
jam.
PRINSIP TEHNIK ANESTESIA DENGAN ICP MENINGGI :
a.Optimalisasi perfusi otak.
b.Mencegah iskemia otak.
c.Menghidarkan teknik/obat obatan yang menaikkan ICP.
Ini bisa dicapai dengan cara:
Menjaga stabilisasi hemodinamik yang optimal dengan mencegah hipertensi
dan hipotensi.
Membebaskan jalan nafas dan ventilasi kendali untuk menjamin oksigenasi
yang adekuat dan hipokarbia.
Mencegah faktor faktor yang menaikkan tekanan vena serebral dengan
mencegah :
Batuk, mengejan dan merejan.
Posisi kepala yang nenghalangi aliran vena besar dileher (hiperfleksi,
hiperekstensi, rotasi dan head down).
Tekanan pada abdomen dan tahanan pengembangan thorax.
Kanulisasi vena jugularis interna untuk CVP.
Obat obatan yang menaikkan ICP.
Hipertensi sistemik biasanya disebabkan laringoskopi dan intubasi bisa
diredam dengan lidokain intravena waktu induksi tetapi perlu dicatat bahwa
pemakaian lidokain 2mg/kg dilaporkan menyebabkan aritmia sampai henti jantung
pada pada bayi untuk itu perlu hati-hati dan sebaiknya dengan dosis yang dikurangi.
Tehnik induksi cepat dengan memakai pentotal,atropin dan suksi nilkolin
diikuti dengan hati-hati menekan krikoid,dan mannual hiperventilasi
direkomendasikan. Pada bulan oktober 1994 terjadi kontroversi terhadap
pemakaian rutin suksinilkolin pada anak.Kontroversi ini berdasarkan beberapa kasus
yang dilaporkan dengan hiperkalimia dan henti jantung. Pada hal telah dibuktikan
pemakaian suksinilkolin beratus ribu anak dan bayi dalam kurun waktu tertentu tanpa
ditemukan mati karena suksinilkolin.Keuntungan kerjanya yang cepat pada pediatri
dan kemampuan calcium mengatasi respons hiperkalemia membuat suksinilkolin
berperan penting dalam pengelolaan airway terutama pada anak kecil bahkan lebih
lanjut telah terbukti pemakaian pentotal bersama suksinilkolin dapat mengurangi
penyulit yang ditimbulkan oleh suksinilkolin. Penelitian terakhir menunjukkan
penekanan krikoid dan ventilasi manual dapat dilakukan tanpa masuknya udara
kelambung.Hal ini memberikan proteksi airway anak yang baru makan
atau pengosongan lambung yang terlambat sering bersamaan dengan ICP yang
meninggi. Kecepatan mula kerja suksinilkolin mempermudah intubasi dan
hiperventilasi dibandingkan dengan kenaikan JCP yang kecil karena suksinilkolin
maka pemakaiannya rutin dalam pediatri apalagi dengan lambung penuh.
Anak yang tanpa kateter intravena sebelumnya bisa diberi inhalasi nitrous
oxide,oksigen,sevorane dengan konsentrasi yang cukup untuk insersi kateter
intravena dan sesudah terpasang maka anestesi inhalasi dihentikan. Fentaniyl 3-6
mcg/kg dan rokuronium 0,6 mg/kg diberikan bersama pentotal sesudah hiperventilasi
dengan 100% oksigen.Kemudian laring diintubasi setelah reflex laring hilang, dan
otot rangka paralisis tambahkan 2mg/kg pentotal untuk mencegah hipertensi
sistemik dan intrakranial waktu intubasi. Pasien yang hipotensi atau hipovolemi lebih
baik midazolam atau etomidate sebagai pengganti pentotal. Anestesia selanjutnya
dipertahankan dengan N20,oksigen, konsentrasi rendah anestesi inhalasi dan
intermitten narcotic, pelemas otot dengan ventilasi mannual/ventilator.
Hindarkan hipoventilasi dan hiperkarbia, anestesi yang dalamkontra indikasi
pada anak. PaCO2 diantara 25 dan 30 mmHg. Waktu sadar harus mulus tanpa batuk
atau mengejan sebab akan menaikkan tekanan darah, ICP dan mengganggu
homeostasis. Pelemas otot dinetralkan dengan neostigmin dan glikopirolat
atau edroponium dan atropin. Bila trakea pasien responsif,hemodinamik stabil dan
respirasi spontan adekuat maka diekstubasi dikamar operasi. Bila setelah pelemas
otot dinetralisir dan PaCO2 kembali normal namun belum bisa nafas spontan yang
cukup maka bisa diberi naloxon. Tetapi pasien yang direncanakan tetap diventilasi
pasca bedah oleh sebab trauma, odem otak dan status preoperatif yang jelek atau
kejadian intraoperatif yang mengancam nyawa maka tetap tidur dan diventilasi
positip.Oksigen dan portable EKG, saturasi oksigen dan monitor hemodinamik
dibawa bersama pasien dari kamar operasi kekamar pulih sadar dilanjutkan
pemantauannya. Segera setelah pasien stabil periksa hematokrit, analisa gas
darah,elektrolit ,kadar gula darah,osmolaritas serum dan berat jenis urin. Nyeri paska
bedah bisa dikontrol dengan dosis kecil narkotik.
KASUS NEUROPEDIATRI KHUSUS:
HIDROSEPALUS:
Penumpukan CSF dalam sistem ventrikular yang disebabkan berbagai proses
patologi,paling sering ditemukan pada pasien myelomeningocele. Hidrosepalus akut
dimana terjadi penutupan sistem ventikular mendadak dengan kurangnya kompensasi
untuk kenaikan volume intrakranial biasa disebabkan perdarahan intraventrikular
pada prematur atau expansi kiste koloid dalam ventrikel III . Muntah, dehidrasi,
turunnya kesadaran,neurogenic pulmonary edema(NPO),koma adalah gejala
mengancam nyawa. Jika terapi yang tepat seperti dekompressi ventrikular tak segera
dilakukan bisa berlanjut dengan hernia brainstem, berhentinya jantung dan respirasi
atau kematian disebabkan meningkatnya ICP yang hebat. Hidrosepalus kronis dapat
terjadi oleh karena stenosis aquaduktus kongenital,meningitis dan tumor
spinalis.Gejala yang timbul bertahap antara lain anak rewel, terlambat mengikuti
pelajaran,sakit kepala intermittent, bicara gagap,kelakuan aneh,bingung,kejang dan
inkotinens. Bila tekanan meningkat nyata periode neonatal terjadi pelebaran sutura
dan membesarnya kepala akan menimbul problem airway pada neonatus.
Hidrosepalus baik kongenital maupun yang didapat bisa disebabkan oleh
salah satu dari 4 proses:
1.Anomali kongenital
2.Neoplasma
3.Peradangan
4.Overproduksi CSF
Klassifikasi hidrosepalus:
Tipe kommunikating dan non kommunikating.Non kommunikating ada
obstruksi CSF sedangkan tipe kommunikating aliran CSF bebas tapi overproduksi
CSF atau enurunnya absorbsi CSF.
I. Overproduksi CSF :
-Papilloma plexus choroideous
II.Obstruksi aliran CSF :
A.Obstruksi dalam sistem ventrikular :
a.Ventrikular lateralis
b.Ventrikel III
c.Aquaductus Sylvii (stenosis kongenital,lesi massa)
d.Ventikel IV
B.Obstruksi dalam ruangan subarachnoid :
a.Cysternal basalis (Chiari Malformation, post infeksi).
b.Konveksitas.
III.Menurunnya absorbsi CSF :
a.Obstruksi pada villi choroidales :
(sumbatan sel tumor,darah,protein dan bakteri).
b Obstruksi sinus venosus duralis mayor :
(thrombus,infeksi maupun keganasan).
c.Obstruksi pada sinus venosus ektra kranial (achondro
plasia).
Penyebab obstruksi CSF yang sering :
a. Infeksi : abses,meningitis,ensepalitis.
b. Neoplasma : astrositoma,ependimoma,papilloma
plexus choroideus,oligodendroglioma
medulloblastoma & meningioma.
c. Vaskular : Arterivenous Malformation,aneurisma.
d. Kongenital : Kista arachnoid,kista koloid,ensepalokel
Chiari malformasi.
Diagnosis:
Pemeriksaan funduskopi:
Ditemukan papil odem bilateral kalau ICP cukup tinggi.
Computed Tomography CT):
Ukuran ventrikel mudah ditentukan dan bisa menunjukkan
hidrosepalus,odem otak atau lesi massa seperti kista koloid venrtrikel III dan
tumor thalamus. Bila ada proses neurologi akut maka CTscan adalah urgen.
Magnetic Resonance Imaging (MRI):
Bisa melihat dilatasi ventrikel atau lesi massa.
Transcranial Doppler:
Metode non invasif untuk menilai hidrosepalus. Perubahan serebral vaskular
dan CBF. Diastolic velocity menurun dan pulsatility index(systolic velocity-
diastolic velocity/mean velocity)meningkat. Bisa menilai fungsi CSF shunt
secara non invasif,dimana penurunan pulsality index berkaitan dengan
perubahan ukuran ventrikel.
Tiga type operasi shunting ventrikular yang dilakukan pada
pasien hidrosepalus yaitu ventrikuloperitoneal,atrial dan pleural tetapi yang paling
sering adalah shunting ventrikuloperitoneal.Ventrikulo atrial beresiko endokarditis
bila terinfeksi. Tekanan intrakranial biasanya segera kembali kenormal
sesudah dilakukan dekompressi ventrikel.Revisi kateter ventrikular shunt karena
10% mengalami malfungsi ,terutama karena obstruksi (80% dibagian proksimal),
infeksi atau pertumbuhan bayi.
Pertimbangan pra anestesi termasuk :
1.Tingkat kesadaran yang menurun :
Bisa karena meningkatnya ICP yang memerlukan terapi agresif.
2.Lambung penuh :
Adanya muntah atau terlambat pengosongan lambung merupakan indikasi
rapid squence induksi.
3.Penyakit yang mendampingi :
Cerebral palsy yang sering terjadi aspirasi.
4.Patofisiologi yang berkaitan dengan umur :
Problem apnoe, komplian paru yang jelek atau fungsi renal yang belum
matang.
Cara induksi tergantung kondisi anak. Kalau kenaikan ICP minimal, tak ada
mual atau muntah maka induksi dengan masker cukup baik, atau bisa dengan
methohexital 30mg/kg via rectal.Bila ada tanda meningkatnya ICP atau lambung
penuh maka rapid sequence induction technique lebih terpilih dengan memakai
pentotal atau propofol, lidokain,dosis kecil narkotik dan pelemas otot tanpa
depolarisasi.Lakukan penekanan krikoid,pasien dihiperventilasi dengan
tekanan inspirasi puncak yang rendah, intubasi haruslah semulus mungkin tanpa
batuk atau merejan untuk mencegah kenaikan ICP dengan menambah pentotal dan
lidokain.
Anestesia biasanya dipertahankan dengan obat inhalasi N20 dan kadang-
kadang suplemen narkotik, hiperventilasi mempertahankan PaCO2 antara 25 dan 30
mmHg. Pemakaian narkotik sebaiknya dikurangi atau dihentikan menjelang akhir
operasi terutama pada anak dengan gangguan neurologi yang berat sangat sensitif
terhadap sedatif dan narkotik. Penempatan VP shunt biasanya tak disertai hilangnya
darah dan cairan rongga ketiga yang bermakna akan tetapi pengeluaran CSF yang
mendadak dan banyak akan menyebabkan bradikardi dan hipotensi.
Hilangnya cairan karena diuresis oleh obat-obatan atau muntah diganti
dengan larutan garam seimbang. Cegah hipotermia yang tak diinginkan karena
kepala,dada dan abdomen di expose selama pembedahan. Pada akhir operasi,
pelemas otot harus direverse, dan bila hemodinamik stabil, pernafasan spontan
adekuat, suhu tubuh >35 derajat C indikasi untuk extubasi. Anak yang sebelumnya
mual,muntah sebaiknya benar benar sadar dan reflex proteksi kembali normal baru
lakukan extubasi untuk mencegah aspirasi.Kebanyakan anak yang membutuhkan VP
shunt dengan reflex airway yang lemah untuk itu hati-hati menggunakan analgetik
narkotik.Infiltrasi lokal anestetik sebelum penutupan luka operasi dapat mengurangi
kebutuhan narkotik secara bermakna.
TUMOR INTRAKRANIAL :
Tumor otak intrakranial dibagi berdasarkan lokasinya. Untuk tujuan
pengelolaan anestesi diklassifikasikan atas supratentorial,fossa posterior dan
cranioparingioma.
Tumor supratentorial :
Lesi supratentorial hampir separoh dari semua tumor otak pada
pediatri ,tumor tumor ini cenderung menekan sistem ventrikular dan menyebabkan
obstruktif hidrosepalus. Lesi supratentorial lebih sering pada bayi daripada anak
sedangkan anak diatas satu tahun 50% pada infratentorial. Lesi supratentorial 25%-
40% terletak pada hemisper dan 15% sampai 20% terletak pada garis tengah.
Frekuensi tumor maligna biasanya dua kali tumor benigna.Tumor maligna yang
sangat sering adalah astrocytoma (35%),medulla blastoma (18%) dan ependimoma
(13%).
Pertimbangan anestesi :
1.Kenaikan ICP :
Perkiraan derajat kenaikan ICP lewat pemeriksaan CT scan dan MRI.
2.Lambung penuh :
Pengosongan lambung yang terlambat pada pasien dengan ICP yang meninggi.
3.Keseimbangan cairan dan elektrolit :
Bisa berubah oleh kelainan intrakranial dan SIADH.
4.Hubungan patofisiologi dan umur.
5.Posisi :
Kepala sebaiknya ditinggikan tidak lebih 10 derajat dari horisontal menjamin
aliran balik vena besar kepala tak terhalang.
Monitoring :
Pemasangan kateter arterial perlu dipertimbangkan untuk pemantauan
hemodinamik dan kimia darah. Pemasangan CVP bila diantisipasi terjadi
hilangnya darah yang banyak dan terjadinya emboli udara. Issue pemasangan CVP
adalah kontroversi,karena diameter terlalu besar buat bayi dan kebanyakan anak dan
kurang akurat menggambarkan volume vaskular terutama posisi tengkurap. Kateter
urine penting karena pemakaian diuretika dan operasi lama.
Preinduksi :
Pasien dengan tumor yang besar,odem tumor yang bermakna, atau obstruksi
CSF dibutuhkan pendekatan anestesi yang mampu mengurangi ICP dan
sebagian anak sudah dipasang VP shunt. Perlu dicatat defisit neurologi pre operasi
dan SIADH sering bersamaan dengan proses patologi intrakranial.Anak mungkin
menunjukan hiponatremia,osmolalitas serum yang rendah,osmolalitas urin yang
rendah dan oliguri. Retriksi cairan preoperatif biasanya diperlukan.
Induksi :
Induksi intravena pentotal,lidokain,narkotik dan pelemas otot
tanpa depolarisasi, penekanan krikoid dan hiperventilasi dengan tekanan inpirasi
rendah untuk mencegah masuknya udara kelambung. Intubasi semulus mungkin dan
sebaiknya via nasotrakeal bila ventilasi post operatif diperlukan atau untuk menjamin
posisi yang lebih stabil terutama pada bayi.Pemeliharaan anestesi dengan
narkotik,N20,benzodiazepin atau dropridol. PaCO2 dipertahankan antara 25-30
mmHg. Isofluran dapat ditambahkan dengan konsentrasi rendah, untuk pelemas otot
bisa diberikan pankuronium yang bersifat vagolitik cocok untuk neonatus atau bayi
untuk mempertahankan laju jantung.
Pengelolaan cairan :
Pasien dengan ICP tinggi sering dehidrasi setelah pemakaian diuretik osmotik
hal ini diperberat dengan perdarahan oleh insisi kulit dan eksisi boneflap, ekspansi
volume sering dibutuhkan. Pada anak tanpa kenaikan ICP yang berarti
atau hilangnya darah hanya sedikit cukup diganti dengan larutan kristaloid. Untuk
mempertahankan volume isoonkotik maka diberikan koloid dengan ratio 1:3 dengan
kristaloid. Putusan untuk extubasi berdasarkan tingkatan intervensi pembedahan,
stabilitas selama operasi normalisasi ICP, umur anak, beratnya defisit neurologi,
faktor yang menyulitkan respirasi proteksi jalan nafas dan suhu tubuh. Neonatus dan
bayi dengan problem kardiopulmonal membutuhkan ventilasi post operatif. Anak
yang lebih besar dengan kelainan neurologi sering dengan reflex airway yang tak
adekuat membutuhkan intubasi post operatif sampai mampu melindungi
airway.Pemberian narkotik harus hati hati dengan melihat status neurologi pasien dan
infiltrasi lokal anestetik waktu penutupan luka operasi sangat menurunkan kebutuhan
narkotik post operatif.
Pasien yang tak sadar post operatif harus dicurigai dengan ICP yang tinggi
atau perdarahan intrakranial.Kenaikan ICP post operatif biasanya karena
hipertensi sistemik yang tidak terkontrol cukup hanya dengan membuat anak senang,
tetapi bila tekanan darah tetap tinggi bisa diberi obat vasoaktif seperti labetalol yang
bersifat gabungan alpa dan beta bloker dan biasanya tidak melewati sawar darah
otak. Kejang kadang-kadang terjadi segera post operasi untuk ini ahli bedah biasa
memberi propilaktis antikonvulsan preoperatif diteruskan selama post operatif
umumnya penobarbital paling sering digunakan dan phenitoin untuk yang tidak
respons.
TUMOR FOSSA POSTERIOR :
Lebih sering pada anak daripada dewasa dan setengah dari jumlah tumor otak
pada anak dan 50-55% adalah infratentorial. Empat tumor yang biasa adalah
medulloblastoma (30%), cerebellarastrocytoma (30%),brainstem glioma(30%),
ependymoma(7%) dan sisanya acoustic neuroma(3%).Gejala klinis yang sering
akibat tumor fossa posterior adalah oleh karena hidrosepalus ditemukan pada
90% anak dengan medulloblastoma dan hampir semua anak dengan cerebellar
astrocytoma.
Pertimbangan anestesi:
Patofisiologi berkaitan dengan umur
Penilaian ICP :
Simtomatik hidrosepalus selalu memerlukan VP shunt.
Kompressi brainstem :
Menyebabkan problema kardiopulmonal terutama hipertensi
dan hilangnya reflex proteksi airway dan stridor inspirasi,cenderung
aspirasi pneumonitis dan sleep apnoe sering bertahan selama post
operatif.
Lambung penuh :
Kelainan pada fossa posterior sering
melambatkan pengosongan lambung dan menyebabkan
regurgitasi waktu induksi.
Emboli udara :
Terutama posisi duduk(30%) dan monitor emboli udara
dengan prekordial Doppler dan pasang CVP untuk menyedot emboli
udara. Elevasi bone flap bisa merobek sinus transversus,perdarahan
massif dan emboli udara bisa terjadi.
Cairan dan elektrolit :
Pemberian osmotik diuretik preoperatif untuk menurunkan ICP bisa
menyebabkan gangguan volume cairan dan elektrolit.
Posisi pasien :
Biasanya 50% posisi pasien tengkurap,ini
memerlukan perhatian khusus antara lain bebasnya
kompressi abdomen dan thorax,perlindungan mata dan penekanan
bagian tubuh tertentu serta keamanan posisi dan fiksasi pipa
trakea.Kepala biasanya dilindungi dengan Mayfiel head frame.
Induksi dan pemeliharaan anestesi :
Diarahkan dengan mempertahankan CPP dan mencegah kenaikan ICP dan
memberikan kedalaman anestesi yang tepat. Induksi intravena pentotal atau propofol
bersama pelemas otot tanpa depolarisasi dan narkotik adalah cukup. Suksinilkolin
bisa diberikan bila ICP tak terlalu tinggi dan hemodinamik stabil. Pipa trakeal lebih
baik non kinked dan oral karena via nasal walaupun lebih stabil namun
kecenderungan terjadi perdarahan nasal dan infeksi. Sesudah pensterilan
kulit,infiltrasi bupivacain 0,125% dengan epinefrin 1/200.000 sepanjang garis insisi
dan anestesi didalamkan dengan fentanil atau isoluran untuk merelaksasikan otak
sehingga mengurangi tekanan rekraktor dan mempertahankan CPP. Pelemas otot
diberikan dan hiperventillasi dimana PaCO2 dipertahankan antara 25-30 mmHg,dan
ICP bisa dikurangi dengan mannitol dengan didahului furesemide. Selama operasi
terutama tumor intramedullary atau brainstem sebaiknya dimonitor sensory evoked
potential(SEP). Nyeri post operatif bisa dikurangi dengan infiltrasi anestetik
lokal pada saat penutupan luka operasi.
Masa pulih :
Terlibatnya saraf kranial dan odem brainstem sebaiknya pasien tetap
terintubasi selama post operatif. Bila mungkin diextubasi dikamar bedah
berikan lidokain 0,5-1mg per kg dan dosis kecil narkotik untuk mencegah
batuk/mengejan yang bisa menaikkan ICP dan perdarahan ulang. Hindarkan
pemakaian obat yang mempengaruhi sensorium atau pupil supaya tak
mengganggu penilaian neurologi. Pemakaian narkotik harus hati hati dan
pasien seharusnya dimonitor terutama adanya depressi respirasi.
CRANIOPARINGIOMA
Frekuensinya 3% dari seluruh tumor intrakranial,6-9% dari tumor
pediatri, dan 50% dari tumor yang menempati area sella-chiasmic. Tumor non glial
yang paling sering pada anak terutama anak umur 5-10 tahun, distribusi sex sama
pada laki-laki dan perempuan. Cranioparingioma menyebabkan kerusakan progressif
neurologik dan kematian karena terlibatnya struktur suprasellar termasuk
hipopisa,hipotalamus dan nervus optikus. Gejala yang timbul tergantung lokasi
tumor. Bila pada suprasellar menyebabkan sakit kepala dan gangguan
endokrin. Tumor retrochiasmatic menimbulkan obstruktif hidrosepalus,
hipertensi intrakranial, odem papil dan tumor prechiasmatic menurunkan ketajaman
visual dan atropi optik.
Evaluasi preoperatif termasuk pemeriksaan:
CTscan,MRI,neurooptamologi,neuroendokrinologi dan neuropsikologi. Anak
bisa denga hipotiroidism,defisiensi growth hormon & kortikotropin atau diabetes
insipidus yang memerlukan pergantian hormon kortikosteroid dan hormon tiroid
sebelum operasi.Diabetes insipidus jarang timbul sebelum operasi tetapi beberapa
jam sesudah operasi dengan poliuri yang hebat menyebabkan
hipovolemia,hipernatremia,hiperosmolality dan osmolalitas urine<200 mosm.
Diuresis diganti dengan cairan intravena sedangkan keseimbangan elektrolit,kadar
gula darah dan osmolalitas harus dipertahankan. Vasopressin diberikan dalam bentuk
desmopressin 0,05-0,3 mg/kg/hari intranasal,tetapi bila diberi via intravena dosisnya
1/10 dosis intranasal, seharusnya diberikan saat stadium awal diabetes insipidus.
Hidrosepalus dengan ICP yang tinggi kadang terjadi dan emerlukan ventrikulostomi.
Pengangkatan tumor merupakan pengobatan terpilih dilakukan pada 65% kasus.
Akan tetapi selalu disertai insidens yang buruk diantaranya iskemia sekunder akibat
kerusakan vaskular otak dan bisa mengganggu perfusi otak pada awal post operatif
dan problem jangka panjang termasuk disfungsi lobus frontalis dan late onset
epilepsy. Pengangkatan tumor via craniotomi frontalis dan biasanya tehnik
pembedahan mikroskopik dan berlangsung lama sedangkan pengelolaan anestesi
sama dengan operasi tumor supratentorial.
Komplikasi post operatif antara lain kejang, diabetes insipidus dan hipotermia
karena injuri pusat thermoregulator pada hipotalamus. Kadar glukosa harus dipantau
secara cermat. Pemberian cairan disamping kebutuhan pemeliharaan ditambah
75% kehilangan urine/jam sebelumnya, berpedoman pada serum elektrolit.
Propilaktis anti kejang disarankan karena bisa terjadi kejang post operasi sebaiknya
pasien dirawat di ICU.
ANOMALI SEREBROVASKULAR :
Aneurisma arteri jarang pada anak tetapi arteriovenous malformation(AVM)
sering tidak terdeteksi sampai umur 40-50 tahun dan hanya 18% muncul dibawah
umur 15 tahun, bisa kongenital maupun didapat, merupakan tantangan buat
neuroanestesiologist terutama bayi dan anak. Insidens yang lebih tinggi ditemukan
pada pasien dengan sindrom angioplastik (Osler-Weber-Rondu syndrome,hereditary
hemorrhage telangiectasi,Wyber-Mason syndrome). Aneurisma dan AVM bawaan
merupakan perkembangan abnormal dari jaringan kapiller arteriole menghubungkan
sistem arteri dan vena. Aliran darah melalui sirkuit arteriokapiler dengan resisten si
rendah menyebabkan distensi dan dilatasi seluruh sistem vena diotak dan kranium
secara progressif. Beberapa anomali vaskular spesifik pada arteri cerebral
posterior dan vena besar dari Galen biasanya muncul pada periode newborn dengan
CHF. Dilatasi sakular vena Galen mungkin bersamaan dengan hidrosepalus karena
obstruksi aquaductus Sylvius. Lokasi dominan pada anak adalah supratentorial.
Injuri serebral bisa disebabkan salah satu atau lebih:
1.Perdarahan dengan thrombosis dan infark.
2.Kompressi terhadap struktur neural yang berdekatan.
3.Iskemia parenchimal disebabkan oleh pencurian aliran
darah kejaringan bertahanan rendah.
4.CHF dan hipoperfusi
5.Trauma pembedahan dan pengalihan aliran darah.
Pasien AVM bisa membutuhkan embolisasi aliran darah arteri dengan kontrol
radiologi,stereotactic radiosurgery sebagai terapi definitif dan klipping pembuluh
darah mungkin dilakukan baik sebagai prosedur satu satunya atau prosedur lanjutan.
Sasaran ahli anestesi adalah meminimalkan tekanan transmural pada aneurisma
untuk mencegah pelebaran atau ruptur aneurisma dimana CPP tetap dipertahankan
untuk mencegah iskemia otak.
Pertimbangan spesifik anestesi anak dengan AVM:
1.Patofisiologi sebelumnya :
Adakah kenaikan ICP atau bersamaan dengan CHF?
Atau adakah defect bawaan ?
2.Patofisiologi sehubungan umur :
Adakah immaturitas dari sistem organ?
3.Kemungkinan hilang darah yang massif harus diantisipasi
Simptomatologi tergantung umur berapa saat penyakit itu ada.Pada anak yang
lebih tua sering bersamaan dengan perdarahan subarachnoid dan
intraventrikular.Lebih dari 70% pasien pediatri, AVM sebagai penyebab perdarahan
subarachnoid dan 25% gejalanya adalah kejang. AVM pada neonatus adalah
tantangan yang besar sebab sering bersama dengan CHF. Tahanan rendah AVM
menyebabkan overload volume dan gejala gagal jantung kanan, memerlukan
inotropik dan intubasi ,ventilasi mekanik sebelum operasi.
Sebagai tambahan monitor rutin,dua kateter intravena ukuran besar
terpasang,serta kateter arteri , CVP dan kateter urin penting. Intervensi pembedahan
terhadap satu atau lebih pembuluh darah besar sering menyebabkan emboli udara
yang bermakna untuk itu monitor precordial Doppler adalah essensial. Prinsip tehnik
anestesi ,hindarkan depresi kardiovaskular dan hipertensi waktu induksi. Dosis besar
pentotal atau propopol,lidokain hindarkan tetapi dosis moderat pentotal,narkotik dan
pelemas otot non depolarisasi disarankan serta premedikasi sedatif membantu
lancarnya induksi. Pemeliharaan anestesi sama dengan anestesi tumor supratentorial.
Pada pasien AVM lebih disukai normokapni karena hipokapni akan
menurunkan CBF kepembuluh darah normal dan menambah aliran ke AVM. Bila
tanpa CHF maka hipotensi terkontrol dapat digunakan saat ligasi AVM, dengan
trimethaphan,nitrogliserin dan nitroprusid. Mempertahankan suhu tubuh normal
sangat sulit apalagi transfusi massif diperlukan,untungnya modest hipotermia (34C)
dapat memproteksi otak dengan menurunkan CMRO2 tanpa menimbulkan
komplikasi post operatif dan bila hipertermia harus diterapi secara agressif.
Vasospamo serebral perlu dideteksi dan dicegah periode post operatif dengan
transcranial Doppler sonography dan calcium antagonist sebagai terapi pilihan
karena vasospasmo memperburuk outcome. Pasien dengan CHF maupun dengan
defisit neurologi yang berat sebaiknya tetap tersedasi dan terintubasi dan dirawat di
ICU .Tak hanya analgetik tetapi terapi antihipertensi diperlulukan untuk mencegah
kenaikan mendadak tekanan darah yang mencetuskan rebleeding.
Pasien aneurisma venous of Galen walaupun jarang tetapi mortalitinya
75% dimana neonatus dengan CHF,makrokrania,suara aliran darah terdengar via
fontanella anterior dan embolisasi dilakukan sebelum operasi. Tetapi anak yang lebih
tua sering mengeluh seperti migrain tetapi mortalitasnya rendah. Pengelolaan
anestesi termasuk monitoring cardiovaskular yang agressif hindarkan hipotensi dan
hipovolemia dan tekanan diastolik yang rendah akan mengganggu perfusi
jantung.Saat klipping aneurisma terjadi peningkatan ventrikular afterload secara
mendadak dan gagal jantung memerlukan inoropik dan vasodilator.
N20 dihindarkan karena pengaruh inotropik negatif dan meningkatkan resistensi
vaskular pulmonal.
CEDERA KEPALA :
Penyebab morbiditas dan mortalitas terbanyak pada kasus pediatri.
Mortaliti akibat cedera kepala berat pada anak sekitar 9 sampai 38%.Prognose
bergantung pada GCS(Glassgow Coma Scale) dan lamanya koma,untuk anak
berumur 3 sampai 11 tahun dengan GCS<8 mortalitas 30% bila diresusitasi lebih
awal dirawat secara intensif lebih dari 90% pasien dengan GCS 8 akan pulih dengan
baik atau cacat ringan.
Cedera kepala bisa menyebabkan kelainan berupa hematom
intrakranial, odema otak dan effek sistemik. Pada anak lebih sering odem otak diffus
daripada hematom intrakranial. Namun 20-30% cedera kepala anak disertai
intrakranial hematom dan 25% adalah epidural hematom yang sering di area parital
dan paritotemporal ,disertai sakit kepala yang hebat,lethargi,hemiparesis
sampai dilatasi pupil,bila evakuasi diperlukan haruslah lebih dini.Cedera kepala berat
20-50% bersamaan trauma diluar kepala seperti leher,dada,abdomen dan extrimitas.
Cedera leher pada anak selalu bersama cedera kepala dan tak menganggu respirasi
tetapi hipotensi berat sampai henti jantung. Perlu dicatat bahwa hipotensi sering
terjadi karena hipovolemia akibat perdarahan intra thorax dan abdomen dan harus
segera dikoreksi karena sangat krusial menentukan outcome pasien dan status
neurologik baru bisa ditetapkan kalau shock telah diatasi. Namun laserasi kulit
kepala, cukup potensial menimbulkan hipovolemia pada anak dan subdural hematom
diffus pada bayi juga bisa hipotensi. Sering terjadi retensi natrium pada cedera kepala
pada anak akibat sekresi abnormal ADH sehingga terjadi dilutional hiponatremia
untuk itu lakukan retriksi cairan sebanyak 50% dari kebutuhan normal. Namun
prinsip isovolemi,isoosmolar harus dipertahankan. Hiperglikemia sering ditemukan
hal ini akan memperburuk outcome pasien yang seharusnya normoglikemia.
Kerusakan jaringan otak pada anak bisa juga mengganggu koagulasi
oleh sebab pelepasan thromboplastin,aktivasi pathway koagulasi dan penurunan
fibrinogen,platelet, faktor V dan VIII. Desseminated intravascular coagulation(DIC)
dilaporkan terjadi pada sepertiga anak dalam 2 jam setelah cedera otak.Terapi
koagulopati dengan mengganti faktor koagulasi yang berkaitan. Neurogenik
pulmonari odem(NPO) dilaporkan pada anak dengan lesi fokal pada brainstem
didaerah nukleus traktus solitarius disebabkan kenaikan tekanan arteri pulmonal
disertai kenaikan permeabilitas kapiler paru.Diterapi dengan diuretika dan ventilasi
tekanan positip dan positve end expiration pressure)(PEEP) sebatas tak menaikkan
ICP. NPO bisa juga terjadi pada injuri cervikal,perdarahan intraserebral
dan subarachnoid,tumor otak terutama lesi brainstem ,kiste koloid dalam ventrikel
III,emboli udara serebral,malfungsi shunt ventrikular ,reseksi cerebello pontine
tumor dan kejang kejang.
Pembebasan jalan nafas sangat penting untuk mencegah hipoksia
namun harus hati hati ,dengan bantuan asisten meluruskan posisi kepala leher
diperlukan,untuk menjaga stabilitas servikal, karena kita harus memperlakukan
pasien seperti fraktur servikal, sampai dibuktikan tidak ada fraktur servikal. Fraktur
servikal sering pada anak karena ukuran kepala relatif besar,dan otot leher belum
sempurna berkembang elastisitas pendukung kepala lebih besar biasanya pada
vertebra cervicalis 2 dan 3 selalu bersamaan dengan trauma kepala. Tehnik anestesia
sesuai petunjuk sebelumnya dimana awake intubasi sebaiknya jangan dilakukan,
hindarkan hipertensi,hipotensi,batuk,mengejan. Pentotal baik untuk induksi bila
hemodinamik stabil dan etomidat untuk hemodinamik yang labil tetapi ketamin
dikontraindikasikan untuk cedera kepala tertutup.
MYELODISPLASIA:
Adalah abnormalitas penyatuan celah neural embrionik selama
bulan pertama gestasi.Kegagalan tabung neural menutup menghasilkan hernia
seperti kantong dari meningen dan jaringan neural. Defect ini termasuk antara lain
anencephaly ,encephalocele, myelomeningococoele dan meningococoele.
Encephalocoele akibat kegagalan penutupan garis tengah kranium biasanya
dioccipital tetapi bisa juga difrontal dengan prognose lebih baik. Prognose tergantung
derajat herniasi otak yang terjadi dan terapinya adalah pembedahan.
Spinabifida akibat kegagalan penutupan column vertebralis bisa disertai
herniasi meningen dan medulla spinalis. Spinabifida occulta tanpa herniasi meningen
dan medulla spinalis biasanya disertai kelainan kulit seperti nevus dan rambut
didaerah lumbal. Bila tak dikoreksi bisa menyebabkan gangguan neurologi dari
kantong kemih atau extrimitas inferior ketika anak bertumbuh, insidennya 10%.
Bila ditemukan nevus dan rambut didaerah lumbal patut dicurigai spinabifida
okulta dan dikonfirmasi dengan MRI. Spina bifida sistika berupa kantong ditutupi
meningen yang bisa ruptur dan mengeluarkan CSF,20% sebagai meningococel dan
80% sebagai meningomyelocoele dan 70% didaerah lumbosakral.Lesi saraf bisa
sensoris atau motoris melibatkan kandung kemih dan anus. Sering disertai kelainan
ortopedi(talipes,kiposis,skoliosis) dan kelainan renal,jantung,visceral dan
chromosomal. Sebanyak 80% bayi dengan kelainan ini disertai obstruktif
hidrosepalus yang sebaiknya dilakukan VP shunt sebelum operasi. Karena
terbukanya CNS resiko infeksi sangat besar maka operasi dalam waktu 24-36 jam
setelah lahir sangat membantu mengurang resiko infeksi.Kebanyakan
kasus didiagnose antenatal dan MRI membantu memetakan lokasinya secara akurat.
Pertimbangan anestesi:
Kelainan kongenital lain dan defisit neurologi yang menyertai
haruslah diditeksi dan diantisipasi problem yang ditimbulkannya. Tujuh puluh lima
percent lesi terletak di lumbosakral ,bila diatas T4 akan menyebabkan paraplegia bila
antara L4-S3 mempengaruhi kaki. Anak dengan cervical encephalocele biasanya
dengan leher pendek dan kaku akan menyulitkan intubasi. Bayi dengan
meningomyelocoele sering hipovolemia karena evaporasi dari kulit yang defect
untuk itu perlu rehidrasi preoperatif. Bayi diinduksi dalam posisi telentang atau
lateral . Bila myelomeningocele besar maka diberi bantalan busa dibawah
kepala ,bahu,dan kaki untuk melindungi kantong saraf dari penekanan. Bayi dengan
meningocele pada hidung sering terjadi obstruksi jalan nafas atas dan kesulitan mask
ventilasi. Induksi dilakukan cara standard pentotal dan pelemas otot beberapa center
menganjurkan awake intubasi. Fiksasi pipa trakeal harus teliti terutama waktu
memposi sikan pasien sering bergeser dan lepas karena sekresi
yang membasahi plester pipa trakea. Posisi pasien tengkurap, untuk itu dada dan
pangkal paha diganjal untuk membebaskan abdomen terhadap tekanan untuk
mempermudah ventilasi dan paling penting mengurangi tekanan intraabdominal dan
menurunkan distensi vena untuk mencegah perdarahan hebat dari plexus epidural.
Dalam melakukan ventilasi mekanik harus hati hati bisa menimbulkan barotrauma
pada bayi dengan paru yang masih immatur.
Bayi prematur terutama dibawah 32 minggu dan <1500g resiko
tinggi terjadi retinopati,dan injuri paru dengan terlalu lama menerima
oksigen konsentrasi tinggi. Transfusi jarang diperlukan kecuali meningocele
yang besar. Hematokriet bayi 50-55% dapat mentolerir ilangnya darah. Kebanyakan
newborn beresiko apnoe dalam 12 jam perta ma sesudah anestesia harus dimonitor
dengan ketat. Bayi dengan spinabifida cenderung allergi terhadap latex hindari
pemakaian bahan dari latex.
ANOMALI KRANIUM (SKULL ABNORMALITY):
Anomali tulang kepala yang paling sering ditemui pada anak adalah
craniosynosthesis dan craniofacial dysmorphism(dimana basis kranii dan sutura
facialis juga terkena).
CRANIOSYNOSTOSIS:
Adalah akibat fusi sutura kranii yang prematur' Sutura yang terlibat termasuk korona
dextra dan sinistra (anterior plagiocephaly),metopik(trigonocephaly),sagital
(scaphycephaly),lambdoida dextra dan sinistra(posterior plagiocephaly),korona
bilateral(anterior brachicephaly).lambdoida bilateral(posterior brachicephaly).
SAGITAL SYNOSTOSIS
Hampir separoh dari kejadian craniosynostosis diduga predisposisi genetik
dan pria lebih dominan. Bentuk kepala lonjong antroposterior(scaphocepahalic),
fontanella anterior mengecil atau hilang. Kebanyakan perkembangan otak dan
pemeriksaan neurologi normal dan biasanya intervensi pembedahan diarahkan untuk
pembebasan sutura yang menyatu pada umur dibawah 6 bulan.
CORONALSYNOSTOSIS:
Meliputi 20% dari seluruh kejadian craniosynostosis bilaunilateral maka
kening disisi yang terkena akan mendatar dan meningginya pinggir orbita ipsilateral
sebaliknya kening disisi kontralateral akan menonjol. Khasnya hidung menyimpang
jauh dari sutura yang menyempit.Bilateral coronal synostosis sering bersamaan
dengan craniofacial dysmorphism (Apert,Crouzon dan Saethre Chotsen syndrome).
Penyatuan sutura frontoethmoidalis bisa menimbulkan penyempitan nasal
airway .Rekontruksi pada unilateral coronalsynostosis dilakukan di bawah umur 6
bulan sedangkan pada bilateral synostosis diatas umur 6 bulan,prosedur ini memakan
waktu yang lama dan perdarahan yang lebih banyak daripada yang
unilateral.
MULTIPLE SUTURE SYNOSTOSIS:
Kejadiannya 7% dari seluruh kasus craniosynostosis. Bentuk kepala
tergantung pada sutura mana saja yang terlibat,pada kasus ini diperlukan total
rekonstruksi tulang kepala untuk kosmetik terbaik,dimana posisi pasien tengkurap
dan leher sangat extensi kemungkinan pipa endotrakeal tertarik dan perdarahan yang
banyak.
Pertimbangan anestesi,Termasuk perhatian terhadap :
1.ICP yang meninggi.
Peninggian ICP berkaitan dengan cepatnya pertumbuhan otak didalam rongga
tengkorak yang kaku yang bisa terjadi tergantung jumlah sutura yang terlibat dan
berapa cepat problem ini diketahui. Hidrosepalus ditemukan pada 5-10% pasien
dengan anomali craniofacial mungkin karena stenosis basis kranii. Penurunan ICP
sangat penting untuk mempermudah akses intrakranial ke struktur facialis dan
mengurangi kompressi terutama pada lobus temporalis yang dapat meneyebabkan
odema serebral post operatif hal ini bisa dicapai dengan hiperventilasi dan
osmotik/loop diuretik untuk menurunkan volume isi intracranial. Induksi anestesi
harus mulus,gunakan barbiturat,narkotik dan batasi pemakaian inhalasi anestesi.
2.Problema airway
Penyempitan nasal airway sering dijumpai padahal bayi hanya bisa bernafas
lewat hidung. Karena kemungkinan kesulitan intubasi terutama pada anak dengan
anomali facialis dengan mandibula hipoplasia,leher dan trakea yang
immobil,makroglossi dan mulut yang sulit dibuka maka sebaiknya bronchoscope
fiberoptik tersedia dan ahli bedah siap dengan trakeostomi.Beberapa anak bisa
mentolerir awake laringoskopi dan fiberoptik intubasi. Tehnik induksi utama pada
kesulitan jalan nafas ada lah tehnik inhalasi dan assisted ventilasi dapat
mempertahankan atau mengurangi PaCO2 sehingga bisamembatasi kenaikan
ICP. Bila bisa dintubasi maka pipa trakea diamankan dengan dijahit karena
kemungkinan bergeser besar sekali.Pasien dengan prosedur facial terutama
dibawah orbita sering dengan odem jalan nafas atas untuk itu sebaiknya pasien tetap
terintubasi dan ter sedasi dan diventilasi selama 24-48 jam post operatif dengan
subarachnoid drain untuk mengurangi kebocoran CSF melalui dura sebelum
extubasi.
3.Hilang darah yang massif.
Walaupun prosedur adalah extradural namun hilangnya darah bisa massif dan
mendadak bila intervensi pembedahan mengenai sinus venous mayor. Kebanyakan
operasi craniosynostosis dilakukan pada bayi berumur antara 2 dan 6 bulan suatu
periode yang bersamaan dengan anemi fisiologi. Semakin banyak sutura dan
semakin tebal tulang yang direkonstruksi semakin banyak darah yang hilang untuk
itu cross match darah selalu tersedia di kamar operasi dan persiapan darah harus ada
sebelum operasi.Akses intravena harus dijamin lancar untuk persiapan pergantian
cairan/darah dan monitoring tekanan intra arterial,CVP,produksi urine dan
temperatur otak(timpani dan nasoparing thermistor) adalah penting.Bila hilangnya
darah sama dengan volume darah efektif kemungkinan gangguan pembekuan darah
terjadi. Kehilangan cairan dan ektrolit perlu dievaluasi akibat diuresis termasuk
SIADH dan diabetes insipidus karena retraksi otak.
4.Emboli udara vena.
Ahli anestesi haruslah serius mengamati pasien wak tu ahli bedah
memisahkan sutura yang menyatu dari sinus sagitalis dimana perdarahan vena yang
hebat dan emboli udara terjadi.Emboli udara vena dideteksi dengan
echocardiography dan precordial Doppler dimana craniectomi pada bayi resiko
terjadinya emboli udara vena sekitar 66-83% yang dapat diminimalisir dengan
deteksi dini dengan precordial Doppler dan mempertahankan euvolumia
DAFTAR PUSTAKA
Hamid A.K Rukaiya,Newfield Philippa:Pediatric Neuroanesthesia
Hidrocephalus:Anesthesiology Clinics of North America,volume 19,number
2june2001.pp207-9
Miller, Ronald D., et all. Miller’s Anesthesia edisi ke 7 volume 1section VI pediatric
anesthesia
Morgan, Edward G., Jr. Maged S Mikhail et all. 2007. Clinical anesthesiology edisi
ke 4. Chpater 44. Pediatric anestesi.
Newfield Philippa,Hamid AK Rukaiya:Anesthesia for Pediatric Neurosurgery;
Cottrell E James,Smith S David;Anesthesia and Neurosurgery;4th
edit,Mosby Inc.USA,2001.pp.501-22.
Soriano G.Sulpicio,Elredge A Elizabeth, Rockoff A Mark: Pediatric
Neuroanesthesia; Anesthesiology Clinics of North America;Children's
Hospital and Harvard Medical School,Boston USA;2002.pp.389-404.
Turner M John,Gilder Fay:Principles of Pediatric Anesthesia;Matta F Basil,
Menon K David;Textbook of Neuroanesthesia and Critical Care,
Greenwich Medical Media Ltd.Londo 2000.pp.229-38