BAGIAN ILMU KESEHATAN GIGI MASYARAKATFAKULTAS KEDOKTERAN GIGIUNIVERSITAS HASANUDDIN
Laporan Penelitian
PERBEDAAN STATUS KEBERSIHAN MULUT PADA PEROKOK DAN
NON PEROKOK
(Penelitian dilakukan pada mahasiswa laki-laki Kedokteran Gigi Universitas Hasanuddin)
Nama : SukmawatiStambuk : J 111 02 099Hari/Tanggal : Senin/29 Oktober 2012Pembimbing : Prof. Dr. drg. Hj. Rasmidar Samad, MSTempat : Ruang Seminar Bagian IKGM FKG-UH
DIBACAKAN DALAM RANGKA TUGAS KEPANITERAANBAGIAN ILMU KESEHATAN GIGI MASYARAKAT
FAKULTAS KEDOKTERAN GIGIUNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR2012
0
ABSTRAK
Tujuan : Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui perbedaan status kebersihan mulut perokok dan non perokok pada mahasiswa laki-laki Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Hasanuddin. Metode : Penelitian observasional analitik dengan rancangan penelitian cross sectional pada mahasiswa laki-laki Kedokteran Gigi Universitas Hasanuddin Makassar (Preklinik dan Klinik) yang aktif pada semester akhir 2010-2011. Metode sampling yang digunakan adalah accidental sampling. Kebiasaan merokok dinilai dari kuisioner. Status kebersihan mulut dinilai dengan menggunakan metode dari Green dan Vermillion yaitu Simplified Oral Hygiene Index (OHI-S) yang terdiri dari Calculus Index (CI-S) dan Debris Index (DI-S). Hasil : Secara statistik dengan uji Chi-Square menunjukan nilai p dari perbedaan status kebersihan mulut perokok dan non perokok (p=0,46). Kesimpulan : Tidak terdapat perbedaan yang bermakna antara kebiasaan merokok dengan kebersihan mulut pada mahasiswa laki-laki Kedokteran Gigi Universitas Hasanuddin.
Kata kunci : Kebiasaan merokok, status kebersihan mulut, mahasiswa Kedokteran Gigi UNHAS
ABSTRACT
Purpose : The purpose of this study was to determine the differences in oral hygiene status of smokers and non-smokers in the male students of the Dentistry Faculty, Hasanuddin University. Methods : Observational study analytic cross sectional study design in male students of Dentistry, Hasanuddin University Makassar (preclinical and clinics) are active at the last of semester 2010-2011 year. The sampling method used was accidental sampling. Smoking habits assessed from questionnaires. Oral hygiene status was assessed using the method of Green and Vermillion the Simplified Oral Hygiene Index (OHI-S), which consists of the Calculus Index (CI-S) and Debris Index (DI-S). Results : Statistically, Chi-Square test showed p value of the difference in oral hygiene status of smokers and non-smokers (p=0.46). Conclusions : There was no significant difference between smoking habits and oral hygiene in male students of Dentistry faculty, Hasanuddin University.
Keywords : Smoking habits, oral hygiene status, students of Dentistry UNHAS
1
PENDAHULUAN
Kesehatan merupakan salah
satu faktor yang sangat diperlukan
dalam kehidupan seseorang.
Kebiasaan hidup sehat dapat
menunjang kesehatan seseorang.
Adapun kebiasaan hidup yang sehat
diantaranya mengkomsumsi makanan
yang bergizi secara teratur,
berolahraga secara teratur dan
menghindari rokok. Kebiasaan
merokok merupakan salah satu
kebiasaan dan pola hidup yang tidak
sehat.1 Badan kesehatan dunia (WHO)
mengganggap bahwa kebiasaan
merokok telah menjadi masalah
kesehatan masyarakat yang penting
bagi seluruh dunia sejak satu dekade
yang lalu.2
Badan kesehatan dunia (WHO)
telah menetapkan bahwa tanggal 31
Mei sebagai hari bebas tembakau
sedunia. Hal menunjukkan semakin
meningkatnya perhatian dunia
terhadap efek negatif rokok bagi
kesehatan dan kesejahteraan manusia.3
Indonesia merupakan suatu
negara berkembang yang memiliki
tingkat konsumsi rokok dan produksi
rokok yang tinggi. Menurut Bank
Dunia yang (dikutip dari Alamsyah
RM ), konsumsi rokok di Indonesia
sekitar 6,6 % dari konsumsi rokok
yang ada di seluruh dunia. Data WHO
tahun 2002 menyebutkan bahwa
Indonesia mengkonsumsi rokok
sebanyak 215 miliar batang rokok,
menduduki peringkat kelima di dunia
sesudah Cina (1.697,3 miliar batang),
Amerika Serikat (463,5 miliar batang),
Rusia (375,0 miliar batang), dan
Jepang (299,1 miliar batang). Saat ini
jumlah perokok di Indonesia semakin
meningkat setiap tahunnya, walaupun
pemerintah telah banyak berupaya
untuk terus menekan angka perokok
2
dengan menaikan angka bea cukai
rokok sampai membatasi iklan rokok
ditelevisi hanya boleh ditayangkan
setelah pukul sepuluh malam.2
Di Indonesia diketahui perokok
dari kalangan remaja didapatkan
perokok pria 24,1% sedangkan dari
kalangan dewasa perokok pria 63%.
Berdasarkan penelitian dari National
and Socio Economic Survey tahun
2001 di Sulawesi Utara diketahui
perokok pria sebanyak 61,2%. Di
Universitas Sam Ratulangi
(UNSRAT) diketahui perokok
diberbagai fakultas misalnya Ekonomi
Manajemen angkatan 2004-2009
sebanyak 36% dengan perokok pria
33%, di Fakultas Kesehatan
masyarakat 5,3%, dan di Fakultas
Sospol perokok 40%.1
Prevalensi merokok pada pria
meningkat cepat seiring dengan
bertambahnya umur, dari 0,7% (10-14
tahun) menjadi 24,2% (15-19 tahun),
melonjak ke 60,1% (20-24 tahun)
yang umumnya kelompok umur 20-24
tahun adalah mahasiswa. Pada
kelompok umur 20-24 tahun memiliki
prevalensi merokok paling tinggi
disebabkan karena kemudahan
mengakses rokok di kampus.3
Rongga mulut merupakan
bagian tubuh yang pertama kali
terpapar langsung dengan asap rokok.
Merokok dapat menyebabkan
terganggunya kesehatan gigi dan
mulut seperti: bau mulut, diskolorisasi
gigi, inflamasi kelenjar saliva,
meningkatkan terjadinya penumpukan
plak dan tar pada gigi yang lama
kelamaan akan menjadi penyakit
periodontal, kehilangan tulang pada
rahang, terjadinya leukoplakia,
memperlambat proses penyembuhan
pada pencabutan gigi dan perawatan
3
periodontal serta meningkatkan resiko
terjadinya kanker di ronngga mulut.2
Selham (1992) dalam Pratiwi
LN (1997), melaporkan bahwa para
perokok mempunyai skor plak dan
kalkulus lebih besar bila dibandingkan
dengan yang non perokok, hal ini
berarti perokok mempunyai oral
hygiene yang lebih buruk daripada
yang bukan perokok. Kslaowalski
(1992) dalam Ruslaan G (1995), juga
menunjukkan bahwa non perokok
mempunyai kalkulus supragingiva
lebih kecil daripada perokok. Oral
higiene yang buruk lama kelamaan
akan menyebabkan penyakit
periodontal, yang jika tidak dirawat
dapat menyebabkan kehilangan gigi.2,4
Pada akhir-akhir ini
keterlibatan profesi dokter gigi dalam
kampanye menghentikan kebiasaan
merokok mulai dilirik, dan ini telah
diterapkan pada beberapa negara,
termasuk Malaysia dan Singapura. Hal
ini berkaitan dengan komitmen profesi
dokter gigi pada edukasi preventif
sebagai bagian perawatan terhadap
pasien, terlebih bagi dokter gigi yang
berkecimpung di bidang Periodonsia.5
Berdasarkan data di atas,
peneliti memandang perlu meneliti
tingkat kebersihan mulut pada
perokok, dan non perokok mengingat
bahwa kebersihan mulut yang buruk
merupakan awal timbulnya masalah
dalam kesehatan rongga mulut.
Alasan memilih mahasiswa laki-laki
kedokteran gigi UNHAS untuk
dijadikan sebagai sampel karena
berdasarkan pengamatan peneliti,
kebiasaan merokok menjadi suatu
fenomena yang terus berkelanjutan
dari tahun ke tahun. Pada jam-jam
istirahat di kantin maupun di luar
kampus dan klinik, sering terlihat
mahasiswa yang merokok, baik
4
perorangan maupun berkelompok
bersama teman-temannya, padahal
mereka sedang menjalani proses
pendidikan dalam bidang kesehatan
gigi dan mulut, yang semestinya
mereka sadar betul akan bahaya rokok
baik bagi dirinya sendiri maupun
orang disekitarnya. Selain itu belum
ada yang meneliti tentang perbedaan
kebersihan mulut pada perokok dan
non perokok di kalangan mahasiswa
khususnya mahasiswa fakultas
kedokteran gigi UNHAS.
Adapun tujuan penelitian ini
adalah untuk mengetahui tingkat
perbedaan kebersihan mulut pada
perokok dan non perokok pada
mahasiswa laki-laki Fakultas
Kedokteran Gigi Universitas
Hasanuddin.
TINJAUAN PUSTAKA
Kedokteran Gigi Universitas
Hasanuddin
Fakultas Kedokteran Gigi
Universitas Hasanuddin telah
menghasilkan 1384 dokter gigi (data
periode wisuda Maret 2010), yang
hampir semuanya terserap di berbagai
instansi pemerintahan maupun swasta.
Indeks prestasi sangat memuaskan
(IPK) lulusan sesuai peraturan
akademik UNHAS tentang predikat
kelulusan berada pada kategori sangat
memuaskan (2,76 – 3,50).6
Data yang diperoleh dari Biro
Akademik FKG UNHAS jumlah
mahasiswa laki-laki yang aktif pada
semester akhir 2010-2011 berjumlah
189 orang yang terdiri dari Sarjana
Kedokteran Gigi (Preklinik) sebanyak
101 orang dan Profesi Kepaniteraan
(Klinik) sebanyak 88 orang.7
Kebiasaan Merokok
Kebiasaan merokok yang
muncul selama ini menyebabkan
sekitar 500 juta orang yang masih
5
hidup akan dapat meninggal karena
konsumsi rokok walaupun demikian
masih banyak orang yang
melakukannya, bahkan orang mulai
merokok ketika mereka masih
remaja.2,8
Ada berbagai alasan yang
dikemukakan oleh para ahli untuk
menjawab mengapa seseorang
merokok. Menurut Levy (1984)
dikutip oleh Nasution IK setiap
individu mempunyai kebiasaan
merokok yang berbeda dan biasanya
disesuaikan dengan tujuan mereka
merokok. Pendapat tersebut didukung
oleh Smet (1994) dikutip oleh
Nasution IK yang menyatakan bahwa
seseorang merokok karena faktor-
faktor sosio cultural seperti kebiasaan
budaya, kelas social, gengsi dan
tingkat pendidikan.8
Menurut Lewin (KOmasari &
Helmi, 2000) dikutip oleh Nasution IK
kebiasaan merokok merupakan fungsi
dari lingkungan dan individu.
Artinya, kebiasaan merokok selain
disebabkan faktor-faktor dari dalam
diri juga disebabkan faktor
lingkungan. Laventhal (dalam Smet,
1994) dikutip oleh Nasution IK
mengatakan bahwa merokok tahap
awal dilakukan dengan teman-teman
(46%), seorang keluarga bukan orang
tua (23%) dan orang tua (14%).
Banyak faktor yang mempengaruhi
kebiasaan merokok, namun secara
umum dapat dibagi menjadi ;
1. Faktor biologis, salah satu zat
yang terdapat dalam rokok
adalah nikotin yang dapat
mempengaruhi perasaan atau
kebiasaan dan berperan penting
pada ketergantungan merokok.
2. Faktor lingkungan sosial,
lingkungan sosial berpengaruh
terhadap sikap, kepercayaan dan
6
perhatian individu pada perokok.
Faktor psikososial dari merokok
yang dirasakan antara lain lebih
diterima dalam lingkungan
teman dan merasa lebih nyaman
3. Faktor psikologis, merokok
dapat dianggap meningkatkan
konsentrasi atau menghalau rasa
kantuk, mengakrabkan suasana,
juga dapat memberikan kesan
berwibawa.
4. Faktor Demografis, faktor ini
meliputi umur dan jenis
kelamin, orang merokok pada
usia dewasa semakin banyak.
5. Faktor Sosial-Kultural,
kebiasaan budaya, kelas sosial,
tingkat pendidikan, gengsi
pekerjaan akan mempengaruhi
perilaku merokok pada individu.
6. Faktor Sosial Politik,
menambahkan kesadaran umum
berakibat pada langkah-langkah
politik yang bersifat melindungi
bagi orang-orang yang tidak
merokok dan usaha melancarkan
kampanye-kampanye promosi
kesehatan untuk mengurangi
perilaku merokok.
7. Faktor promosi (iklan), yang
dilakukan oleh industri rokok
mempunyai kekuatan finansial
yang sangat besar untuk
membuat propaganda. Industri
rokok menjadi sponsor utama
berbagai tayangan di televisi,
penyelenggaraan acara musik di
berbagai kampus yang banyak
menarik perhatian dan
menawarkan beasiswa bagi yang
berprestasi.2,8
Kebiasaan merokok tidak
terlalu diperhatikan pada mahasiswa
kesehatan, dan terdapat banyak
laporan awal berasal dari Inggris.
Berdasarkan wawancara dengan
7
sampel mahasiswa kedokteran Inggris,
Knopf (dikutip oleh Coe RM)
menyimpulkan bahwa terjadi
peningkatan prevalensi merokok
diantara mahasiswa profesi yang
berhubungan dengan stres terhadap
masa pelatihan disertai kurangnya
kampanye anti-rokok pada Fakultas
Kedokteran. Brunskill (dikutip oleh
Coe RM) memperlihatkan bahwa
prevalensi merokok diantara
mahasiswa kedokteran di Inggris tidak
memiliki perbedaan yang signifikan
dari mahasiswa sarjana di bidang
biologi.9
Penggunaan rokok tembakau
sendiri diantara mahasiswa kesehatan
telah ditinjau dari perspektif global
baru-baru ini, dan ditemukan angka
perokok yang tinggi di fakultas
kedokteran, kedokteran gigi dan
keperawatan di Jepang. Survei yang
dilakukan terhadap mahasiswa
diberbagai universitas di Jepang pada
tahun 2007 menunjukkan bahwa
mahasiswa kedokteran gigi memiliki
angka merokok yang paling tinggi
diantara mahasiswa di fakultas Ilmu
pasti yang lain yakni 62% laki-laki
dan 35% perempuan.10 Hal yang sama
juga dilaporkan di Jordania, prevalensi
merokok pada mahasiswa kedokteran
gigi lebih tinggi di daerah dan negara-
negara berkembang.11
Perokok adalah seseorang yang
merokok sedikitnya 1 batang per hari
selama sekurang-kurangnya 1 tahun.
Menurut Mu’tadin pada tahun 2007
(dikutip oleh Alamsyah,RM), jenis
perokok dapat dibagi atas ; 2,8
1. Perokok ringan adalah
seseorang yang mengkonsumsi
rokok 1-10 batang per hari
2. Perokok sedang adalah
seseorang yang mengkonsumsi
8
rokok antara 11-20 batang per
hari
3. Perokok berat adalah
seseorang yang mengkonsumsi
rokok lebih dari 20 batang per
hari
4. Non-perokok adalah seseorang
yang belum pernah mencoba
rokok dan pernah mencoba
tetapi tidak rutin merokok
sebanyak satu batang per hari
selama satu tahun.
Menurut Sitepoe pada tahun
2000 (dikutip oleh Alamsyah,RM)
perokok dibagi atas 4 yaitu : 2,8
1. Perokok ringan, adalah seorang
yang mengkonsumsi rokok antara
1-10 batang per hari
2. Perokok sedang, adalah seorang
yang mengkonsumsi rokok antara
11-20 batang per hari;
3. Perokok berat, adalah seorang
yang mengkonsumsi rokok lebih
dari 20 batang per hari
4. Perokok yang menghisap rokok
dalam-dalam.
Dari penjelasan diatas, maka
kebiasaan merokok dibagi atas
perokok dan bukan perokok.
Kebersihan Mulut
Rongga mulut merupakan
suatu tempat yang amat ideal bagi
perkembangan bakteri hal ini
disebabkan oleh temperatur,
kelembapan dan makanan yang cukup
tersedia disana. Bakteri inilah yang
berpengaruh pada kesehatan gigi dan
mulut. Kebersihan gigi dan mulut
terutama ditentukan oleh sisa makanan
(food debris), plak, kalkulus, dan
material alba pada permukaan gigi
Plak
9
Plak atau debris dipermukaan
gigi dapat dipakai sebagai indikator
kebersihan mulut. Plak adalah lapisan
tipis, tidak berwarna, mengandung
bakteri melekat pada permukaan gigi
dan selalu terbentuk dalam mulut dan
akan membentuk asam. Asam ini akan
berada dalam mulut untuk jangka
waktu yang lama, karena gula hasil
fermentasi membentuk plak menjadi
lebih melekat. Asam akan menyerang
jaringan gigi yang tertular, yaitu
enamel. Plak selain merupakan
penyebab utama karies juga dapat
menyebabkan terjadinya penyakit
periodontal
Material alba
Material alba adalah deposit
jaringan yang lunak, berwarna
kekuningan atau keputihan dapat di
temukan pada rongga mulut yang
kurang terjaga kebersihannya.
Material alba terdiri dari masa
mikroorganisme, sel-sel epital yang
terdeskuamasi, sisa makanan, leukosit,
dan deposit saliva. Strukturnya
amorfus dan berbeda dari plak,
material alba dapat dengan mudah
dibersihkan dengan semprotan air .
Kalkulus
Lapisan keras yang terbentuk
pada gigi, sudah sejak lama
mempunyai hubungan dengan
penyakit periodontal. Kalkulus adalah
massa kalsifikasi yang terbentuk dan
melekat pada permukaan gigi,
kalkulus jarang ditemukan pada gigi
susu dan tidak sering ditemukan pada
gigi permanen anak usia muda
meskipun demikian, pada usia 9 tahun,
kalkulus sudah dapat ditemukan pada
sebagian besar rongga mulut, dan pada
hampir seluruh rongga mulut orang
dewasa.12
Kebiasaan merokok dapat
memperburuk status kebersihan mulut
10
seseorang individual dan bersama-
sama dengan kebersihan gigi dan
mulut yang buruk, ia bertindak
sebagai kofaktor untuk terjadinya
penyakit gingivitis dan periodontitis. 4
Pindborg et al (dikutip oleh
Ruslan G) menyimpulkan bahwa
terdapat hubungan antara konsumsi
tembakau dan deposisi ka1ku1us.
Analisis selanjutnya dan data yang
sama oleh Kowalski menunjukkan
bahwa non perokok mempunyai
kalkulus supragingival yang lebih
kecil. Preber dan Kant (1973) dikutip
oleh Ruslan G melaporkan bahwa
terjadi peningkatan indeks kebersihan
mulut pada perokok bila dibanding
dengan non perokok. Penelitian-
penelitian epidemiologis lainnya juga
menunjukkan bahwa deposisi
kalkulus, debris dan stain makin
bertambah pada perokok daripada
non perokok. Akumulasi plak dalam
rongga mulutjuga lebih besar pada
perokok daripada non perokok.
Perokok juga lebih mudah mengalami
gingivitis daripada orang yang tidak
merokok.4
BAHAN DAN METODE
Penelitian ini adalah penelitian
yang bersifat observasional analitik
dengan pendekatan cross sectional.
Penelitian ini dilakukan di RSGM
Kandea, RSGM Tamalanrea dan
Fakultas Kedokteran Gigi UNHAS
pada tanggal 23 – 28 Agustus 2011
dengan populasi mahasiswa laki-laki
Kedokteran Gigi UNHAS Makassar
(Preklinik dan Klinik) yang aktif pada
semester akhir 2010-2011 yang
berjumlah 211 mahasiswa. Teknik
pengambilan sampel dilakukan dengan
cara accidental sampling dengan
kriteria inklusi adalah (1) mahasiswa
(Preklinik dan Klinik) yang terdaftar
dan aktif pada semester akhir 2010-
11
2011; (2) bersedia mengisi kuesioner
dan diperiksa gigi dan mulutnya; (3)
berada di lokasi waktu penelitian.
adapun jumlah sampel yang
didapatkan adalah sebanyak 94
mahasiswa. Pemeriksaan klinis
dilakukan dengan menggunakan alat
dan bahan sebagai berikut: blanko
kuesioner, alat tulis menulis, betadine,
mirror, sonde, probe periodontal
WHO, pinset, neirbekken, tampon,
cotton pellet, alkohol 70%, kapas,
excavator, masker dan handscoen.
Definisi operasional yang digunakan
sebagai berikut ;
1. Perokok adalah seseorang yang
merokok sedikitnya satu batang
per hari selama sekurang-
kurangnya satu tahun.
2. Non-perokok adalah seseorang
yang belum pernah mencoba
merokok atau pernah mencoba
tetapi tidak rutin merokok
sebanyak satu batang per hari
selama satu tahun.
3. Kebersihan mulut adalah
pemeriksaan yang ditetapkan
berdasarkan ada tidaknya debris
dan karang gigi yang melekat atau
menutupi permukaan gigi yang
dinilai dengan menggunakan
indeks OHI-S menurut Green dan
Vermillion.
Kriteria penilaian untuk informasi
kebiasaan merokok diperoleh dari
pengisian kuisioner merokok sebagai
berikut : 2,8
- Perokok Ringan adalah seseorang
yang mengkonsumsi rokok kurang
1-10 batang per hari
- Perokok Sedang adalah seseorang
yang mengkonsumsi rokok antara
11-20 batang per hari
12
- Perokok Berat adalah seseorang
yang mengkonsumsi rokok lebih
dari 20 batang per hari
- Non-perokok adalah seseorang
yang belum pernah mencoba
merokok dan pernah mencoba
tetapi tidak rutin merokok sebanyak
satu batang per hari selama satu
tahun.
Penilaian tingkat kebersihan
mulut menggunakan metode dari
Green dan Vermillion yaitu Simplified
Oral Hygiene Index (OHI-S) yang
terdiri dari Calculus Index (CI-S) dan
Debris Index (DI-S). Pemeriksaan
dilakukan terhadap enam gigi, yaitu :13
6 1 6
6 1 6
Keterangan :
6 = permukaan bukal gigi molar
satu
(M1) permanen kanan atas
1 = permukaan labial gigi insisivus
sentralis (I1) permanen kanan
atas
6 = permukaan bukal gigi molar
satu
(M1) permanen kiri atas
6 = permukaan bukal gigi molar
satu
(M1) permanen kanan bawah
1 = permukaan labial gigi insisivus
sentralis (I1) permanen kiri
bawah
6 = permukaan lingual gigi molar
satu
(M1) permanen kiri bawah
Apabila salah satu gigi indeks
telah hilang atau tinggal sisa akar,
maka penilaian dapat dilakukan pada
gigi pengganti yang dapat mewakili :
Apabila gigi M1 RA atau RB
tidak ada, maka penilaian dapat
dilakukan pada gigi M2 RA atau
RB
Apabila gigi M1dan M2 RA dan
RB tidak ada, maka penilaian
dapat dilakukan pada gigi M3 RA
atau RB
13
Apabila gigi M1, M2 dan M3 RA
dan RB tidak ada, maka penilaian
tidak dapat dilakukan
Apabila gigi I1 kanan RA tidak
ada, maka penilaian dilakukan
pda gigi I1 kiri RA
Apabila gigi I1 kanan dan kiri RA
tidak ada, maka penilaian tidak
dapat dilakukan
Apabila gigi I1 kiri RB tidak ada,
maka penilaian dilakukan pada
gigi I1 kanan RB
Apabila gigi I1 kanan dan kiri RB
tidak ada, maka penilaian tidak
dapat dilakukan
Kriteria untuk menghitung Debris
Index (DI-S), yaitu :
0 : Tidak ada debris atau stain
1 : Debris lunak yang menutupi tidak
melebihi dari 1/3 permukaan gigi
2 : Debris lunak yang menutupi lebih
1/3
permukaan gigi tetapi tidak lebih
dari 2/3 permukaan gigi
3 : Debris lunak yang menutupi lebih
2/3
permukaan gigi
Nilai Debris Index (DI-S) :
Jumlah skor gigi yang dinilai
6
Kriteria untuk menghitung Calculus
Index (CI-S), yaitu 0 : Tidak ada
kalkulus
1 : Kalkulus supragingiva yang
menutupi
tidak lebih 1/3 permukaan gigi
14
2 : Kalkulus supragingiva yang
menutupi
lebih dari 1/3 permukaan gigi
tetapi
tidak lebih dari 2/3 permukaan gigi
3 : Kalkulus supragingiva yang
menutupi
lebih dari 2/3 permukaan gigi dari
arah apikal dengan/atau tanpa
kalkulus subgingiva yang berlanjut
ke daerah servikal gigi.
Nilai Calculus Index (CI-S) :
Jumlah skor gigi yang dinilai 6
Tingkat kebersihan mulut secara klinis
pada OHI-S dapat dikategorikan
sebagai berikut :
0,0 – 1,2 = Kebersihan mulut baik
1.3 – 3,0 = Kebersihan mulut
sedang
3,1 – 6,0 = Kebersihan mulut buruk
Data yang diperoleh kemudian
ditabulasi dan diolah dengan
menggunakan program SPSS 16.0 dan
disajikan dalam bentuk tabel.
HASIL PENELITIAN
Data yang diperoleh dari hasil
penelitian tentang perbedaan status
kebersihan mulut pada perokok dan
non perokok mahasiswa laki-laki
Kedokteran Gigi Universitas
Hasanuddin
Tabel 1. Distribusi mahasiswa laki-laki Kedokteran
Gigi Universitas Hasanuddin berdasarkan pendidikan, kebiasaan merokok, jenis perokok dan OHI-S
15
Nilai OHI-S = Nilai DI-S + Nilai CI-S
Tabel 1 menunjukan distribusi
sampel secara keseluruhan.
Berdasarkan tabel dapat diketahui
bahwa persentase sampel pada profesi
kepaniteraan lebih banyak daripada
preklinik yakni 52 orang (55,3%) dari
jumlah total sampel yang ada.
Berdasarkan kebiasaan merokok,
persentase terbanyak pada non-
perokok yakni 65 orang (69,1%) dari
jumlah total sampel yang ada.
Berdasarkan jumlah batang
rokok/hari, persentase terbanyak pada
responden yang merokok lebih dari 20
batang rokok/hari yakni 11 orang
(11,7%). Berdasarkan status
kebersihan mulut persentase terbanyak
dengan kategori sedang yakni
sebanyak 53 orang, sedangkan untuk
OHI-S dengan kategori baik sebanyak
41 orang.
16
Tabel 2. Rerata DI-S, CI-S, OHI-S berdasarkan
Kebiasaan merokok
Tabel 2 menunjukkan distribusi nilai rata-
rata DI-S, CI-S, OHI-S. Dari tabel dapat dilihat
bahwa pada perokok memiliki nilai rata-rata
OHI-S yang lebih tinggi 1,49 ± 0,59 dibandingkan
pada non perokok yakni 1,42 ± 0,72.
Tabel 3. Perbedaan status kebersihan mulut berdasarkan kebiasaan merokok
Tabel 3 menunjukkan perbedaan status
kebersihan mulut berdasarkan kebiasaan merokok,
non perokok yang memiliki status kebersihan
mulut terbanyak pada kategori sedang sebanyak
35 (53,8%) orang, sedangkan pada perokok
memiliki status kebersihan mulut terbanyak pada
kategori sedang sebanyak 18 (62,1%) orang.
Pada tabel ini tidak ditemukan perbedaan
yang bermakna pada kebiasaan merokok terhadap
status kebersihn mulut berdasarkan OHI-S,
dengan nilai P = 0,46.
DISKUSI
Penelitian ini dilakukan pada tanggal 23–28
Agustus 2011 di Fakultas Kedokteran Gigi
Universitas Hasanuddin Makassar. Awalnya
peneliti ingin mengambil sampel seluruh
mahasiswa laki-laki preklinik dan kepaniteraan
klinik. Namun pada saat kami melakukan
penelitian, banyak diantara mahasiswa sedang
dalam libur puasa, KKN (preklinik), dan tidak
hadir dengan alasan yang tidak jelas (klinik).
Kami pun mengambil mahasiswa laki-laki yang
ada pada saat kami penelitian. Pada penelitian ini
sampel yang didapat adalah 94 orang mahasiswa
laki-laki Kedokteran Gigi Universitas Hasanuddin
Makassar.
Pada tabel 1 dapat diketahui bahwa jumlah
sampel mahasiswa preklinik sebanyak 42 orang
(44,7%), sedang untuk mahasiswa profesi
kepaniteraan (mahasiswa klinik) sebanyak 52
orang (55,3%). Berdasarkan kebiasaan merokok,
jumlah non perokok sebanyak 65 orang (69,1%),
jumlah perokok ringan sebanyak 9 orang, perokok
sedang sebanyak 9 orang, dan perokok berat
sebanyak 11 orang. Jadi jumlah keseluruhan
perokok sebanyak 29 orang (30%). Survei pada
kalangan mahasiswa di Jepang yang dilakukan
oleh Ministry of Health, Labor and Welfare
(MLHW) pada tahun 2007 menunjukan bahwa
mahasiswa kedokteran gigi memiliki jumlah
perokok tertinggi diantara fakultas yang lain yaitu
62% laki-laki dan 35% perempuan menjadi
perokok. Hal ini sejalan dengan penelitian yang
dilakukan di Inggris dimana diperoleh sebanyak
54% laki-laki dan 40% mahasiswa perempuan
menjadi perokok.10
Berdasarkan status kebersihan mulut,
jumlah mahasiswa laki-laki yang dengan kategori
baik sebanyak 41 orang dengan persentase 43,6%,
17
kategori sedang sebanyak 53 orang dengan
persentase 56,4%, sedangkan pada kategori buruk
tidak ada mahasiswa yang memiliki status
kebersihan mulut buruk.
Pada tabel 2 terlihat bahwa nilai rata-rata
DI-S, CI-S dan OHI-S pada perokok lebih tinggi
dibandingkan pada non perokok, hal ini sejalan
dengan penelitian yang dilakukan oleh Alamsyah
RM pada remaja di kota Medan tahun 2007, hal
ini juga sesuai dengan penelitian yang dilakukan
oleh Selham (1992) yang dikutip oleh Alamsyah
RM yang menyatakan bahwa perokok
mempunyai skor plak dan kalkulus lebih besar
bila dibandingkan dengan yang non perokok dan
Kowalski (1992) yang dikutip oleh Alamsyah RM
juga menunjukkan bahwa non perokok
mempunyai kalkulus supragingival lebih kecil
daripada perokok.2 Pada penelitian
epidemiologis lainnya juga menunjukkan bahwa
deposisi kalkulus, debris dan stain makin
bertambah pada perokok daripada bukan perokok.
Akumulasi plak dalam rongga mulut juga lebih
besar pada perokok daripada bukan perokok. 4
Pada tabel 4 terlihat bahwa tidak ada
perbedaan yang bermakna secara statistik pada
kebiasaan merokok terhadap status kebersihan
mulut (p = 0,46), hal ini tidak sesuai dengan
penelitian yang dilakukan oleh Megawati,14 hal ini
mungkin terjadi karena perokok berat dan sedang
sebagian besar merupakan mahasiwa fakultas
kedoktarean gigi tingkat akhir yang memiliki
tingkat pengetahuan dan kesadaran terhadap
kesehatan gigi dan mulut yang lebih baik. hal ini
mungkin juga karena sebagian besar mahasiswa
kepaniteraan menjadikan teman se-fakultasnya
sebagai pasien skaling di bagian periodontologi
sehingga kebersihan giginya terkontrol.
SIMPULAN
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan
dapat ditarik simpulan sebagai berikut ;
Tidak ada perbedaan yang bermakna secara
statistik pada kebiasaan merokok terhadap status
kebersihan mulut.
SARAN
1. Mahasiswa Kedokteran Gigi sebagai calon
tenaga kesehatan seharusnya lebih aktif dalam
melakukan konseling tentang bahaya dan
dampak merokok untuk menghentikan
kebiasaan merokok sehingga mereka dapat
menjadi contoh bagi masyarakat luas.
2. Pihak universitas sebaiknya lebih banyak
memberikan promosi kesehatan di kalangan
mahasiswa tentang bahaya merokok dengan
cara menempelkan pamflet atau poster di setiap
fakultas dan juga menerapkan peraturan dan
larangan merokok di wilayah kampus sehingga
tercipta kawasan kampus bebas asap rokok.
18