PERBEDAAN TINGKAT KECEMASAN SISWA KELAS XII
YANG MENGIKUTI BIMBINGAN BELAJAR DENGAN
YANG TIDAK MENGIKUTI BIMBINGAN BELAJAR
DALAM MENGHADAPI UN DI SMAN 2 SRAGEN
SKRIPSI
Untuk Memenuhi Persyaratan
Memperoleh Gelar Sarjana Kedokteran
Ninditya Nugroho G0005140
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SEBELAS MARET
SURAKARTA 2010
iii
ii
PERNYATAAN
Dengan ini menyatakan bahwa dalam skripsi ini tidak terdapat karya yang pernah
diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu Perguruan Tinggi, dan
sepanjang pengetahuan saya juga tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah
ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang secara tertulis diacu dalam
naskah dan disebutkan dalam daftar pustaka.
Surakarta, 19 April 2010
Ninditya Nugroho NIM G0005140
iii
PENGESAHAN SKRIPSI
Skripsi dengan judul : Perbedaan Tingkat Kecemasan Siswa Kelas XII yang Mengikuti Bimbingan Belajar dengan yang Tidak Mengikuti Bimbingan
Belajar di SMAN 2 Sragen
Ninditya Nugroho, G0005140/IX, Tahun 2010
Telah diuji dan sudah disahkan di hadapan Dewan Penguji Skripsi Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret Surakarta
Pada Hari Senin, Tanggal 19 April 2010
Pembimbing Utama Mardiatmi Susilohati, dr., Sp.KJ ............................ NIP 194902121976092001
Pembimbing Pendamping H. Zainal Abidin, dr., MKes ............................ NIP 194602021976101001
Penguji Utama I. Gusti Bagus Indro N, dr., Sp.KJ ............................ NIP 197310032005011001
Anggota Penguji Agus Rahardjo, dr., Sp.B-KBD ............................ NIP 140161724
Surakarta,
Ketua Tim Skripsi Dekan FK UNS
Sri Wahjono, dr., MKes., DAFK. Prof. Dr. A.A. Subijanto, dr., MS. NIP 194508241973101001 NIP 19481107197310100
iv
ABSTRAK
Ninditya Nugroho., G0005140, 2010, PERBEDAAN TINGKAT KECEMASAN SISWA KELAS XII YANG MENGIKUTI BIMBINGAN BELAJAR DENGAN YANG TIDAK MENGIKUTI BIMBINGAN BELAJAR DALAM MENGHADAPI UN DI SMAN 2 SRAGEN, Fakultas Kedokteran, Universitas Sebelas Maret, Surakarta.
Telah dilakukan penelitian terhadap siswa kelas XII yang akan menghadapi Ujian Nasional di SMAN 2 Sragen. Dalam penelitian ini diteliti perbedaan tingkat kecemasan antara siswa yang mengikuti bimbingan belajar dengan siswa yang tidak mengikuti bimbingan belajar.
Penelitian ini merupakan penelitian analitik dengan pendekatan cross sectional. Teknik sampling yang digunakan adalah totally sampling. Dalam penelitian ini menggunakan instrument kuesioner L-MMPI dan TMAS.
Kemaknaan statistik perbedaan tingkat kecemasan antara kelompok siswa dengan bimbingan belajar dan tanpa bimbingan belajar diuji dengan Chi Kuadrat. Sedangkan besarnya hubungan keikutsertaan dalam bimbingan belajar dan kecemasan dianalisis dengan menggunakan ukuran hubungan Odds Ratio (OR) dan CI95%.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa pada siswa kelas XII di SMAN 2 Sragen yang tidak mengikuti bimbingan belajar, terdapat 84 siswa yang mengalami kecemasan, dan 4 siswa yang tidak mengalami kecemasan. Sedangkan pada siswa kelas XII di SMAN 2 Sragen yang mengikuti bimbingan belajar terdapat 75 siswa yang mengalami kecemasan dan 13 siswa yang tidak mengalami kecemasan. Dari uji statistik didapatkan X2 = 5,274 ; OR = 4 ; p = 0,01 ; CI95% 1,2 s/d 11,7. Simpulan dari penelitian ini adalah siswa kelas XII yang tidak mengikuti bimbingan belajar mempunyai resiko untuk mengalami kecemasan empat kali lebih besar daripada siswa kelas XII yang mengikuti bimbingan belajar. Perhitungan tersebut secara statistik adalah signifikan.
Kata kunci : Kecemasan, Siswa SMA, Bimbingan Belajar, UN
v
ABSTRACT
Ninditya Nugroho., G0005140, 2010, DIFFERENCE OF ANXIETY BETWEEN THE 3rd YEAR STUDENTS WHO HAVE LEARNED COUNSELING AND WHO HAVE NOT LEARNED COUNSELING FACED THE NATIONAL EXAMINATION IN SMAN2 SRAGEN, Medical Faculty, Sebelas Maret University, Surakarta.
A study of the 3rd year students in Senior High School who will face the National Examination had been conducted. The study examined differences of anxiety between the students who have learned counseling and the students who have not learned counseling.
A cross-sectional study with an analytical method was conducted. The sampling technique used totally sampling. The instruments used in the study were L-MMPI and TMAS questionnaire.
The difference of anxiety between the students who have learned counseling and the students who have not learned counseling, tested by Chi Square. While the amount relationship of participation in the counseling and anxiety was analyzed by Odds Ratio (OR) and CI95%.
The result reveals that 84 of those who have not learned the counseling were anxious and 4 others were not, while 75 of those who have learned the counseling were anxious and 13 others were not. Statistical analysis shows X2 = 5,274; OR=4; p=0,01; CI95% 1,2 s/d 11,7. In conclusion, there is a difference of anxiety between the students who have learned counseling and the students who have not learned counseling. Anxiety risk of the students who have not learned counseling is four times greater than the students who have learned counseling. These calculations statistically are significant. Key words : Anxiety, Student of Senior High School, Counseling, National
Examination
vi
PRAKATA
Dengan memanjatkan puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah
memberikan bimbingan dan anugerahnya sehingga penulis dapat menyelesaikan
penyusunan skripsi yang berjudul Perbedaan Tingkat Kecemasan Siswa Kelas
XII yang Mengikuti Bimbingan Belajar dengan yang Tidak Mengikuti
Bimbingan Belajar di SMAN 2 Sragen.
Penyusunan skripsi dimaksudkan untuk melengkapi tugas, guna memenuhi
syarat-syarat yang ditetapkan untuk mencapai gelar Sarjana Kedokteran. Pada
kesempatan ini, penulis menyampaikan ucapan terima kasih kepada :
1. Prof.Dr.A.A. Subijanto, dr., MS selaku dekan Fakultas Kedokteran
Universitas Sebelas Maret Surakarta.
2. Tim Skripsi Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret Surakarta.
3. dr. Mardiatmi Susilohati, Sp.KJ selaku pembimbing utama.
4. dr. H. Zainal Abidin, MKes selaku pembimbing pendamping.
5. dr. I. Gusti Bagus Indro, Sp.KJ selaku penguji utama
6. dr. Agus Rahardjo, Sp.B-KBD selaku anggota penguji
7. Dan segenap pihak-pihak yang telah membantu penulisan skripsi ini.
Akhir kata penulis memohon kritik dan saran apabila dalam penulisan skripsi
ini masih banyak terdapat kekurangan dan kesalahan.
Surakarta, 19 April 2010
Ninditya Nugroho
vii
DAFTAR ISI
PRAKATA ....................................................................................................... vi
DAFTAR ISI .................................................................................................... vii
DAFTAR TABEL ............................................................................................ ix
DAFTAR GAMBAR ....................................................................................... x
DAFTAR LAMPIRAN .................................................................................... xi
BAB I. PENDAHULUAN ............................................................................ 1
A. Latar Belakang Masalah ............................................................. 1
B. Rumusan Masalah ....................................................................... 5
C. Tujuan Penelitian ........................................................................ 5
D. Manfaat Penelitian ...................................................................... 6
BAB II. LANDASAN TEORI ........................................................................ 7
A. Tinjauan Pustaka .......................................................................... 7
B. Kerangka Pemikiran ..................................................................... 19
C. Hipotesis ...................................................................................... 20
BAB III. METODOLOGI PENELITIAN ....................................................... 21
A. Jenis Penelitian ............................................................................. 21
B. Lokasi Penelitian .......................................................................... 21
C. Populasi Sasaran .......................................................................... 21
D. Populasi Sumber .......................................................................... 21
E. Cara Pengambilan Sampel ........................................................... 21
F. Identifikasi Variabel ..................................................................... 21
G. Definisi Operasional Variabel ...................................................... 22
H. Cara Kerja dan Teknik Pengumpulan Data.................................. 23
I. Teknik Analisis Data..................................................................... 23
J. Rancangan Penelitian ................................................................... 25
BAB IV. HASIL PENELITIAN ...................................................................... 26
A. Karakteristik Sampel .................................................................... 26
B. Analisis Statistik ........................................................................... 28
viii
BAB V. PEMBAHASAN ............................................................................... 32
BAB VI. SIMPULAN DAN SARAN .............................................................. 34
A. Simpulan ..................................................................................... 34
B. Saran ............................................................................................ 34
DAFTAR PUSTAKA ...................................................................................... 36
LAMPIRAN
ix
DAFTAR TABEL
Tabel 3.1 Tabel 2 x 2 untuk analisis data......................................................... 23
Tabel 4.1 Distribusi frekuensi faktor kecemasan pada responden................... 26
Tabel 4.2 Distribusi frekuensi responden berdasarkan pada keikutsertaan
dalam bimbingan belajar atau tidak................................................. 28
Tabel 4.3 Perbedaan Tingkat Kecemasan Siswa Kelas XII yang
Mengikuti Bimbingan Belajar dengan yang Tidak Mengikuti
Bimbingan Belajar dalam Menghadapi UN
di SMA N 2 Sragen.......................................................................... 29
Tabel 4.4 Tabel 2x 2 untuk analisis data.......................................................... 30
x
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1 Kerangka pemikiran tentang pengaruh bimbingan belajar
dengan tingkat kecemasan.......................................................... 19
Gambar 3.1 Rancangan Penelitian Perbedaan Tingkat Kecemasan Siswa
Kelas XII yang Mengikuti Bimbingan Belajar dengan yang
Tidak Mengikuti Bimbingan Belajar dalam Menghadapi
UN di SMA N 2 Sragen............................................................. 25
xi
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran A. Formulir Biodata Responden...................................................... 40
Lampiran B. Kuesioner L-MMPI.................................................................... 42
Lampiran C. Kuesioner TMAS....................................................................... 43
Lampiran D. Data Individu............................................................................. 45
Lampiran E. Hasil Perhitungan Data OpenEpi............................................... 57
xii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Pembangunan suatu bangsa merupakan proses yang berkesinambungan
dan melibatkan seluruh lapisan masyarakat. Generasi muda sebagai salah satu
unsur lapisan masyarakat merupakan potensi yang besar artinya bagi
pembangunan bangsa. Generasi muda yang tangguh, baik fisik, mental,
intelektual, dan spiritual merupakan sumber daya manusia yang akan mampu
melanjutkan proses pembangunan. Oleh karena itu, diperlukan adanya
pembinaan dan bimbingan yang dapat dilaksanakan oleh berbagai pihak,
diantaranya oleh keluarga dan sekolah agar dapat mewujudkan generasi muda
yang tangguh (Indie, 2006).
Pendidikan merupakan salah satu hal penting yang dapat mendukung
majunya suatu bangsa. Dunia pendidikan diperlukan untuk mempersiapkan
sumber daya manusia yang mampu bersaing dalam pasar kerja global. Oleh
karena itu penting untuk mewujudkan proses pendidikan yang lebih
demokratis, memperhatikan keberagaman, kebutuhan atau keadaan daerah dan
peserta didik, serta mendorong peningkatan partisipasi masyarakat. Dengan
menaikkan standar nilai kelulusan kualitas pendidikan dapat memenuhi
harapan dan keinginan sebagian besar orang dalam penyediaan sumber daya
manusia (SDM) bermutu dalam membangun bangsa. Kenaikan standar juga
diharapkan dapat memacu kerja keras guru, anak didik dan orangtua agar
xiii
bekerja keras, dan diharapkan mutu lulusan dapat sejajar dan bersaing dengan
bangsa-bangsa lain (Indie, 2006).
Pemerintah telah mengambil kebijakan untuk menerapkan Ujian
Nasional (UN) sebagai salah satu bentuk evaluasi pendidikan. Menurut
Keputusan Menteri Pendidikan Nasional No. 153/U/2003 tentang Ujian
Nasional Tahun Pelajaran 2003/2004 disebutkan bahwa tujuan UN adalah
untuk mengukur pencapaian hasil belajar peserta didik melalui pemberian tes
pada siswa sekolah lanjutan tingkat pertama dan sekolah lanjutan tingkat atas.
Selain itu UN bertujuan untuk mengukur mutu pendidikan dan
mempertanggungjawabkan penyelenggaraan pendidikan di tingkat nasional,
provinsi, kabupaten, sampai tingkat sekolah (Sulistyo, 2007).
UN yang dijadikan sebagai syarat kelulusan bagi siswa kelas XII sudah
diberlakukan sejak tahun 2003 lalu. Tiga tes untuk tiga mata pelajaran yaitu,
Bahasa Indonesia, Matematika, dan Bahasa Inggris yang dipasok dari pusat.
Diadakan satu kali dalam setiap tahunnya, dimana sering kali menimbulkan
kecemasan bagi berbagai pihak, baik itu siswa, orang tua siswa, guru dan
sekolah yang bersangkutan. Pendidikan yang ditempuh dalam tiga tahun
selama di bangku Sekolah Menengah Atas ditentukan oleh berhasil tidaknya
siswa dalam mengerjakan UN.
Kecemasan meningkat manakala batas kelulusan yang semakin tinggi
setiap tahunnya bila dibanding dengan tahun sebelumnya. Peningkatan standar
nilai kelulusan ini dilakukan secara bertahap, dengan tujuan agar mutu
xiv
pendidikan di Indonesia mengalami peningkatan dari tahun ke tahun (Indie,
2006).
Kecemasan para siswa yang akan menjalani ujian, mampukah mereka
melewati proses penentuan masa depan yang ditentukan dengan perolehan
nilai ujian tiga mata pelajaran utama. Kecemasan para orang tua siswa yang
bersumber dari harapan bahwa putera-puteri mereka harus berhasil melewati
tiga hari penentuan masa depan mereka. Kecemasan para guru, mampukah
anak didiknya melewati ujian yang hasilnya dinyatakan dapat digunakan
sebagai salah satu alat ukur pemetaan mutu pendidikan. Tiga hari dan tiga
mata pelajaran utama dengan batas nilai kelulusan, seolah mengesampingkan
perjuangan selama tiga tahun menempuh pendidikan. Banyaknya pengalaman
di tahun-tahun sebelumnya dimana ada siswa yang dinyatakan pandai bahkan
sudah diterima di perguruan tinggi tanpa tes tidak lulus UN, sedangkan siswa
yang biasanya dikatakan bodoh justru lulus UN (Setyaningsih, 2007).
Sensasi kecemasan sering dialami oleh hampir semua manusia.
Perasaan tersebut ditandai oleh rasa ketakutan yang difus, tidak
menyenangkan, dan samar-samar, seringkali disertai oleh gejala otonomik
seperti nyeri kepala, berkeringat, palpitasi, kekakuan pada dada, dan gangguan
lambung ringan. Dimana gejala dari kecemasan ini bervariasi dari orang ke
orang (Kaplan dan Sadock, 1997).
Kecemasan (anxiety) adalah suatu keadaan khawatir yang
mengeluhkan bahwa sesuatu yang buruk akan terjadi. Kecemasan adalah
respon yang tepat terhadap ancaman, tetapi kecemasan bisa menjadi abnormal
xv
bila tingkatannya tidak sesuai dengan proporsi ancaman, atau sepertinya
datang tanpa ada penyebabnya, yaitu bila bukan merupakan respon terhadap
lingkungan. Dalam bentuknya yang ekstrim kecemasan dapat mengganggu
fungsi kita sehari-hari (Durand dan Barlow, 2006 ).
Kecemasan (anxiety) sendiri dapat sebagai gejala saja yang terdapat pada
gangguan psikiatri, dapat sebagai sindroma pada neurosis cemas dan dapat
juga sebagai kondisi normal. Kecemasan (anxiety) normal sebenarnya sesuatu
hal yang sehat, karena merupakan tanda bahaya tentang keadaan jiwa dan
tubuh manusia supaya dapat mempertahankan diri dan kecemasan juga dapat
bersifat konstruktif, misalnya seorang pelajar yang akan menghadapi ujian,
merasa cemas, maka ia akan belajar secara giat supaya kecemasannya dapat
berkurang (Hutagalung, 2007).
Kecemasan dianggap sebagai salah satu faktor penghambat dalam
belajar yang dapat mengganggu kinerja fungsi-fungsi kognitif seseorang,
seperti dalam berkonsentrasi, mengingat, pembentukan konsep dan
pemecahan masalah. Pada tingkat kronis dan akut, gejala kecemasan dapat
berbentuk gangguan fisik (somatik), seperti: gangguan pada saluran
pencernaan, sering buang air, sakit kepala, gangguan jantung, sesak di dada,
gemetaran bahkan pingsan (Hutagalung, 2007).
Bimbingan belajar seperti diketahui merupakan salah satu sarana
pembelajaran di luar jam sekolah. Dengan kata lain lembaga bimbingan
belajar melengkapi pembelajaran sekolah. Banyak siswa dan orang tua siswa
yang merasa perlu untuk memasukkan anak-anak mereka ke lembaga
xvi
bimbingan belajar di luar jam sekolah agar para siswa mendapat tambahan
pelajaran, yang diharapkan dapat menjadi bekal dalam mempersiapkan diri
menghadapi ujian.(Setyaningsih, 2007).
Salah satu kelebihan yang dimiliki oleh lembaga bimbingan belajar
adalah para siswa banyak berlatih memecahkan soal-soal dengan cepat.
Dimana para siswa dihadapkan pada soal-soal yang harus dijawab dan
dipecahkan dengan tepat. Dengan seringnya para siswa berlatih maka mereka
akan terbiasa dan terlatih, sehingga tidak merasa kecemasan yang berlebih saat
menghadapi soal ujian nantinya (Setyaningsih, 2007).
B. Rumusan Masalah
Apakah ada perbedaan tingkat kecemasan siswa yang mengikuti
bimbingan belajar dengan siswa yang tidak mengikuti bimbingan belajar
dalam menghadapi UN di SMAN 2 Sragen.
C. Tujuan
Tujuan yang hendak dicapai dalam penelitian ini adalah untuk
mengetahui perbedaan tingkat kecemasan siswa kelas XII yang mengikuti
bimbingan belajar dengan yang tidak mengikuti bimbingan belajar dalam
menghadapi UN di SMAN 2 Sragen.
xvii
D. Manfaat Penelitian
1. Manfaat Praktis
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberi manfaat bagi siswa dan
guru dalam pencegahan dan penatalaksanaan kecemasan sehingga dapat
mencapai hasil yang optimal dalam menghadapi UN.
2. Manfaat Teoritis
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memperkaya khasanah ilmu
pengetahuan khususnya bidang psikiatri dan dapat dipakai sebagai
pedoman di dalam penelitian lebih lanjut terutama untuk mengkaji
variabel-variabel lain yang berkaitan dengan kecemasan siswa sekolah
terutama dalam menghadapi ujian.
xviii
BAB II
LANDASAN TEORI
A. Tinjauan Pustaka
1. Kecemasan
a. Pengertian
Kecemasan atau dalam Bahasa Inggrisnya anxiety berasal dari
Bahasa Latin angustus yang berarti kaku, dan ango, anci yang berarti
mencekik (Trismiati, 2004).
Anxiety (kecemasan) adalah keadaan-suasana-perasaan (mood)
yang ditandai oleh gejala-gejala jasmaniah seperti ketegangan fisik dan
kekhawatiran tentang masa depan (Duran dan Barlow, 2006).
Freud mendefinisikan kecemasan sebagai suatu perasaan yang
tidak menyenangkan, yang diikuti oleh reaksi fisiologis seperti
perubahan detak jantung dan pernafasan, dengan kata lain kecemasan
adalah reaksi atas situasi yang dianggap berbahaya (Kaplan dan
Sadock, 1997).
Freud menjelaskan tanda bahaya yang menimbulkan
kecemasan adalah keinginan-keinginan terpendam, dorongan agresi,
atau keinginan kelamin yang telah ditekan dalam jiwa tak sadar
(Langgulung, 1999). Keinginan-keinginan yang terpendam atau
hambatan terhadap pencapaian suatu tujuan disebut juga dengan
frustasi (Sarwono, 2002).
7
xix
Kecemasan oleh Freud dibagi menjadi kecemasan nyata atau
kecemasan normal dan kecemasan neurotik atau kecemasan yang
patologik. Dimana kedua-duanya timbul sebagai reaksi terhadap
sesuatu bahaya yang mengancam organisme. Pada kecemasan nyata
ancaman itu datang dari suatu sumber bahaya di luar individu dan
diketahui olehnya. Pada kecemasan neurotik sumber bahayanya tidak
diketahui (Maramis, 2005).
Kecemasan normal pada dasarnya sebenarnya merupakan
penyerta yang normal dari pertumbuhan, dari perubahan, dari
pengalaman sesuatu yang baru dan belum dicoba, dan dari penemuan
identitasnya sendiri dan arti hidup. Sebaliknya, kecemasan dikatakan
patologis bila respon yang didapat tidak sesuai dengan stimulus yang
diberikan berdasarkan pada intensias dan durasinya (Kaplan dan
Sadock, 1997).
Kecemasan itu sangat mengganggu homeostasis dan fungsi dari
individu, karena itu perlu dihilangkan dengan segera dengan berbagai
macam cara penyesuaian diri yang berorientasi kepada tugas. Bila
dipakai beberapa mekanisme pembelaan ego, terutama represi, maka
kecemasan itu akan hilang, tetapi timbul lagi dengan manifestasi yang
lain dan terjadilah gangguan jiwa (Maramis, 2005).
Anna Freud menyatakan bahwa setiap orang, normal atau
neurotik, menggunakan mekanisme pertahanan yang karakteristik dan
berulang. Ego harus merupakan pusat terapi psikoanalisis, disamping
xx
mengungkapkan derivat dorongan yang direpresi. (Kaplan dan Sadock,
1997)
Untuk memahami kecemasan (anxiety) yang mempengaruhi
individu, Acocella dkk (1996) mengatakan bahwa anxiety seharusnya
melibatkan atau memiliki tiga komponen dasar, yaitu :
1) adanya ungkapan yang subyektif (subjective reports) mengenai
ketegangan, ketakutan dan tidak adanya harapan untuk dapat
mengatasinya.
2) respon-respon perilaku (behavioral responses) seperti menghindari
situasi yang ditakuti. Kerusakan pada fungsi bicara dan motorik,
dan kerusakan tampilan untuk tugas-tugas kognitif yang kompleks.
3) respon-respon fisiologis (physiological responses) termasuk
ketegangan otot, peningkatan detak jantung dan tekanan darah,
nafas yang cepat, mulut yang kering, nausea, diare, dan dizzines.
Akhirnya kecemasan (anxiety) menjadi gangguan dan diagnosa anxiety
disorders dapat ditegakkan ketika individu menyatakan bahwa ada
perasaan cemas yang secara nyata dialami secara subyektif dan hal
tersebut mengganggu aktivitas sehari-hari serta menimbulkan beberapa
respon fisiologis yang tidak nyaman (Tupattinaja, 2003).
Terdapat enam kategori utama yang termasuk dalam anxiety
disorders (Neale dkk, 2001), yaitu :
1) Panic disorder, yang umumnya diawali dengan panic attacks atau
serangan panik berulang yang ditandai dengan adanya gejala
xxi
fisiologis, seperti pusing, detak jantung yang cepat, gemetar,
perasaan tercekik dan ketakutan, ’menjadi gila’ atau ’mau mati’.
2) Generalized anxiety disorder dikarakteristikkan dengan
kekhawatiran yang tidak dapat dikuasai dan menetap, biasanya
terdapat hal-hal yang tidak utama.
3) Phobia yaitu perasaan takut dan menghindar terhadap objek atau
situasi yang realitanya atau kenyataannya tidak berbahaya.
4) Obssessive compulsive disorder ditandai dengan adanya ide-ide
dalam pikiran yang muncul secara berulang-ulang dan tidak
terkendali, serta menimbulkan perilaku yang berulang.
5) Posttraumatic stress disorder merupakan akibat dari pengalaman
traumatik dari suatu kejadian, disertai gejala peningkatan aurosal
dan dorongan kuat untuk menghindari stimulus yang berhubungan
dengan trauma tersebut.
6) Acute stress disorder gejalanya sama dengan posttraumatic stress
disorder yang terjadi secara langsung dan bertahan selama 4
minggu atau kurang.
b. Epidemiologi
Survei di Amerika (1996) melaporkan bahwa 15 - 33% pasien
yang datang berobat ke dokter non psikiater merupakan pasien dengan
gangguan mental. Dari jumlah tersebut minimal sepertiganya
menderita gangguan kecemasan. Di Indonesia penelitian yang
xxii
dilakukan di Puskesmas Kecamatan Tambora Jakarta Barat tahun 1984
menunjukkan bahwa di puskesmas jumlah gangguan kesehatan jiwa
yang sering muncul sebagai gangguan fisik adalah 28,73% untuk
dewasa dan 34,39% untuk anak (Mubarak, 2008).
Kemungkinan 50% pasien dengan gangguan kecemasan
umumnya memiliki gangguan mental lainnya. Rasio wanita dan laki-
laki kira-kira 2 (dua) berbanding 1 (satu), tetapi rasio wanita dan laki-
laki yang mendapat perawatan inap untuk gangguan tersebut adalah
sama. Pada remaja, prevalensinya mencapai 12% hingga 20% (Gorini
dan Riva, 2008; Kaplan dan Sadock, 1997).
c. Etologi
Penyebab kecemasan berasal dari banyak sumber :
1) Kontribusi Biologi
Seperti sebagian besar gangguan psikologis lainnya, dan
tidak seperti warna rambut atau mata, tidak ada sebuah gen
tunggalpun yang tampaknya menjadi penyebab kecemasan.
Sebaliknya, kontribusi-kontribusi kecil dari banyak gen di wilayah-
wilayah kromosom yang berbeda secara kolektif membuat kita
rentan mengalami kecemasan (Durand dan Barlow, 2006).
Kecemasan juga berhubungan dengan sirkuit otak dan
sistem neurotransmiter tertentu. Daerah otak yang sering
berhubungan dengan kecemasan adalah sistem limbik yang
xxiii
bertindak sebagai mediator antara batang otak dan korteks (Durand
dan Barlow, 2006).
2) Kontribusi Psikologis
Freud menganggap kecemasan sebagai reaksi psikis
terhadap bahaya di seputar reaktivasi situasi menakutkan masa
kanak-kanak. Para pakar teori perilaku melihat kecemasan sebagai
produk pengkondisian klasik awal, modeling atau peniruan, dan
bentuk-bentuk belajar lainnya. Di masa kanak-kanak kita mungkin
memperoleh kesadaran bahwa tidak semua kejadian dapat kita
kontrol. Persepsi bahwa berbagai kejadian mungkin tidak dapat
kita kontrol ini paling tampak nyata dalam bentuk keyakinan-
keyakinan yang dipenuhi bahaya. Sebagai contoh seorang pelajar
yang mencemaskan prestasinya di sekolah akan berpikir bahwa
tidak akan berhasil dalam ujian yang akan datang, atau bahkan
dapat berpikir tidak akan lulus (Durand dan Barlow, 2006).
3) Kontribusi Sosial
Peristiwa yang menimbulkan stress memicu kerentanan
terhadap kecemasan. Stressor yang sama dapat memicu reaksi-
reaksi fisik seperti sakit kepala atau hipertensi serta reaksi-reaksi
emosional seperti misalnya serangan panik (Durand dan Barlow,
2006).
xxiv
4) Model Integratif
Dengan mempersatukan faktor-faktor tersebut Barlow
mendiskripsikan sebuah teori perkembangan kecemasan dan
gangguan-gangguan yang terkait dengannya yang disebut dengan
triple vulnerability theory. Kerentanan atau diatesis yang pertama
adalah generalized biological vulnerability (kerentanan biologis
menyeluruh), dimana dapat dilihat bahwa kecenderungan untuk
gelisah atau tegang itu tampaknya diturunkan. Tetapi kerentanan
biologis menyeluruh untuk mengalami kecemasan bukanlah
kecemasan itu sendiri. Kerentanan yang kedua adalah generalized
psychological vulnerability (kerentanan psikologis menyeluruh),
yaitu berdasarkan pengalaman awal, dimana seseorang mungkin
tumbuh dewasa dengan disertai keyakinan bahwa dunia ini
berbahaya dan di luar kontrol kita, dan tidak mampu mengatasinya
bila terjadi hal buruk yang menimpa. Bila persepsi ini kuat, berarti
memiliki kerentanan psikologis menyeluruh untuk mengalami
kecemasan. Kerentanan yang ketiga adalah specific psychological
vulnerability (kerentanan psikologis spesifik), dimana seseorang
belajar dari pengalaman awal misalnya dari apa yang diajarkan
oleh orang tua bahwa situasi atau objek tertentu berbahaya (Durand
dan Barlow, 2006).
Bila seseorang sedang mendapat banyak tekanan, terutama
tekanan-tekanan yang bersifat interpersonal, maka stressor tertentu
xxv
dapat mengaktifkan kecenderungan biologis untu mengalami
kecemasan dan kecenderungan psikologis untuk merasa bahwa
mungkin tidak akan mampu mengatasi sesuatu dan mengontrol stress
tersebut. Begitu siklus ini berjalan maka ia cenderung mengisi dirinya
sendiri sehingga mungkin tidak akan pernah berhenti meskipun
stressornya sendiri sudah lama berlalu. Kecemasan dapat bersifat
sangat umum yang ditimbulkan oleh banyak aspek dalam kehidupan.
Tetapi ia biasanya difokuskan pada salah satu bidang saja, misalnya
saja prestasi akademis (Durand dan Barlow, 2006).
d. Patofisiologi
Kehidupan manusia selalu dipengaruhi oleh rangsangan dari
luar seperti stressor dan dari dalam berupa pengalaman masa lalu dan
faktor genetik. Rangsangan tersebut dipersepsi oleh panca indera,
diteruskan dan direspon oleh sistem saraf pusat, sesuai pola hidup
setiap individu. Bila yang dipersepsi adalah ancaman, maka
responsnya adalah suatu kecemasan. Di dalam sistem saraf pusat,
proses tersebut melibatkan jalur Cortex cerebri – Limbic sistem – RAS
(Reticular Activating System) – Hypothalamus yang memberikan
impuls kepada kelenjar hipofise untuk mensekresi mediator hormonal
terhadap target organ yaitu kelenjar adrenal, yang kemudian memacu
sistem saraf otonom melalui mediator hormonal yang lain
(catecholamine). Hiperaktifitas sistem saraf otonom menyebabkan
xxvi
timbulnya kecemasan (Mudjaddid, 2006). Pada penderita dengan
gangguan kecemasan terdapat petunjuk adanya gangguan pada
reseptor serotonin tertentu yaitu 5HT-1A, namun terbatas pada
penderita dengan hipersekresi kortisol atau yang menunjukkan
manifestasi berupa stress berat (Drevets et al., 2008).
e. Gejala Klinis
Gejala awal sindrom kecemasan dapat dikenali dengan
memperhatikan adanya keluhan psikis dan somatis sebagai berikut
(Mudjaddid, 2006) :
1) Gejala psikis.
Penampilan berubah, sulit konsentrasi, mood berubah,
mudah marah, cepat tersinggung, gelisah, tak bisa diam, timbul
rasa takut.
2) Gejala somatis.
Sakit kepala, gangguan tidur, keluhan berbagai sistem,
misalnya sistem kardiovaskular, sistem pernafasan,
gastrointestinal dan sebagainya.
Pada pemeriksaan fisik terdapat nadi yang sedikit lebih cepat
(biasanya tidak lebih dari 100 per detik), pernapasan yang cepat,
kadang-kadang hiperventilasi dengan keluhan-keluhan yang
menyertainya (Maramis, 2005). Penderita dengan gangguan
xxvii
kecemasan umum dapat pula menunjukkan disfungsi seksual atau
berkurangnya rangsangan seksual (Kendurkar dan Kaur, 2008).
2. Ujian Nasional
Berdasarkan Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 75
Tahun 2009 tentang Ujian Nasional, Ujian Nasional atau UN adalah
kegiatan pengukuran penilaian kompetensi peserta didik secara nasional
pada jenjang pendidikan dasar dan menengah. UN bertujuan menilai
pencapaian kompetensi kelulusan secara nasional pada mata pelajaran
tertentu dalam kelompok mata pelajaran ilmu pengetahuan dan teknologi
(Permen Dik Nas, 2009).
Pada Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 75 Tahun
2009, pasal 3, hasil UN digunakan sebagai salah satu pertimbangan untuk :
a. pemetaan mutu satuan atau program pendidikan.
b. seleksi masuk jenjang pendidikan berikutnya.
c. penentuan kelulusan peserta didik dari program atau satuan
pendidikan.
d. pembinaan dan pemberian bantuan kepada satuan pendidikan dalam
upaya peningkatan mutu pendidikan.
3. Bimbingan Belajar
Kemampuan intelejensi setiap siswa dalam menerima materi
pelajaran di sekolah berbeda-beda. Tidak semua siswa dapat mengerti dan
xxviii
memahami secara maksimal apa yang telah diajarkan oleh guru di sekolah.
Berlatar dari keadaan ini, maka siswa perlu melakukan remedial atau
belajar ulang dan latihan di luar sekolah, misalnya dengan mengikuti
bimbingan belajar (Ismail, 2009).
Bimbingan belajar merupakan proses pemberian bantuan dari guru
atau guru pembimbing kepada siswa agar terhindar dari kesulitan belajar
yang mungkin muncul selama mengikuti proses pembelajaran, sehingga
siswa dapat mencapai hasil belajar yang optimal, yaitu efektif, produktif,
dan prestatif (Rakhmat dkk, 2005).
Ada dua jenis bimbingan belajar tambahan yang bisa dipilih, yaitu
melalui lembaga bimbingan belajar dan privat. Pada lembaga bimbingan
belajar, metode belajar yang digunakan adalah klasikal, dengan jumlah
siswa yang dibatasi dan materi pelajaran yang telah disiapkan lembaga
bimbingan belajar tersebut. Sementara privat menggunakan metode belajar
dimana pengajarnya mendatangi siswa, jumlah siswa yang mengikuti
sedikit dengan materi pelajaran yang diberikan lebih tergantung kepada
kebutuhan siswa (Nova, 2009).
Tujuan bimbingan belajar adalah agar siswa dapat (Rakhmat dkk,
2005) :
a. mengenal, memahami, menerima, mengarahkan, dan
mengaktualisasikan potensi secara optimal.
b. mengembangkan berbagai keterampilan belajar.
c. mengembangkan suasana belajar yang kondusif.
xxix
d. memahami lingkungan pendidikan.
Banyak manfaat yang dapat diperoleh siswa dengan mengikuti
bimbingan belajar (Esagama, 2009), antara lain :
a. Mereka akan terbantu untuk memahami pelajaran yang belum
dipahaminya di sekolah.
b. Membantu siswa dalam mempersiapkan mental menghadapi
persaingan dalam menghadapi ujian.
c. Memberikan bekal materi dengan membahas soal-soal ujian,
sehingga siswa menjadi terbiasa dalam berlatih menghadapi ujian
dan lebih percaya diri.
d. Memberi konsultasi kepada siswa dalam memilih jurusan yang
sesuai dengan minat, bakat, dan kemampuan sehingga siswa dapat
memperhitungkan persaingan dan mendapat wawasan tentang
perguruan tinggi.
4. TMAS (The Taylor Minnesota Anxiety Scale) sebagai instrumen
Kuesioner TMAS adalah instrumen pengukur kecemasan. TMAS
berisi 50 butir pertanyaan, dimana responden menjawab keadaan ya atau
tidak sesuai dengan keadaan dirinya dengan memberi tanda (X) pada
kolom jawaban ya atau tidak, setiap jawaban ‘ya’ pada butir favourable
dan ‘tidak’ pada butir unfavourable diberi nilai 1.
xxx
Sebagai cut off point adalah sebagai berikut :
a. Nilai < 21 berarti tidak cemas.
b. Nilai ≥ 21 berarti cemas
5. L-MMPI (Lie Minnesota Multiphasic Personality Inventory)
Yaitu skala validitas yang berfungsi untuk mengidentifikasi hasil
yang mungkin invalid karena kesalahan atau ketidakjujuran subjek
penelitian. Bila responden menjawab “tidak” maka diberi nilai 1. Nilai
batas skala adalah 10, artinya apabila responden mempunyai nilai >10,
maka data hasil penelitian responden tersebut dinyatakan invalid (Graham,
1990; Butcher, 2005).
B. Kerangka Pemikiran
Gambar 2.1 Kerangka pemikiran tentang pengaruh bimbingan belajar dengan
tingkat kecemasan
Pelajaran tambahan
Dukungan moral
Tingkat Kecemasan
Kepercayaan diri
Pengambilan keputusan
Variabel luar
Bimbingan Belajar
xxxi
C. Hipotesis
Terdapat perbedaan tingkat kecemasan siswa kelas XII yang mengikuti
bimbingan belajar dengan yang tidak mengikuti bimbingan belajar dalam
menghadapi UN.
xxxii
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
A. Jenis Penelitian
Penelitian ini merupakan penelitian analitik dengan pendekatan cross
sectional (Taufiqurohman, 2004).
B. Lokasi Penelitian
Penelitian ini dilakukan di SMA N 2 Sragen.
C. Populasi Sasaran
Siswa kelas XII SMA
D. Populasi Sumber
Populasi sumber penelitian ini adalah siswa kelas XII, subjeknya
adalah siswa kelas XII yang mengikuti bimbingan belajar dan siswa kelas XII
yang tidak mengikuti bimbingan belajar di SMA N 2 Sragen.
E. Cara Pengambilan Sampel
Teknik sampling yang digunakan adalah totally sampling.
F. Identifikasi Variabel
1. Variabel bebas : keikutsertaan dalam bimbingan belajar.
xxxiii
2. Variabel terikat : tingkat kecemasan
3. Variabel luar : umur, jenis kelamin, perpisahan atau perceraian,
kematian atau kecelakaan angggota keluarga,
tingkat sosial ekonomi, dukungan orang tua,
kesulitan belajar dan prestasi di sekolah.
G. Definisi Operasional Variabel
1. Keikutsertaan Bimbingan Belajar
Bimbingan belajar merupakan proses pemberian bantuan dari guru atau
guru pembimbing kepada siswa di luar jam sekolah.
2. Tingkat Kecemasan
Tingkat kecemasan pada siswa diukur dengan TMAS. Responden
dinyatakan cemas bila jawaban “ya” pada butir favourable dan “tidak”
pada butir unfavourable adalah sama atau lebih dari 21, dan tidak cemas
bila jawaban kurang dari 21. Skala yang digunakan adalah skala nominal
dikotomi.
3. Variabel luar :
Terdiri dari yang dapat dikendalikan seperti umur (dapat dikatakan
homogen), dan yang tidak dapat dikendalikan seperti jenis kelamin,
perpisahan atau perceraian orangtua, kematian atau kecelakaan anggota
keluarga, tingkat sosial ekonomi, dukungan orangtua, kesulitan belajar dan
prestasi di sekolah.
21
xxxiv
H. Cara Kerja dan Teknik Pengumpulan Data
1. Responden mengisi biodata.
2. Responden mengisi kuesioner L-MMPI untuk mengetahui angka
kebohongan sampel. Bila responden menjawab “tidak” maka diberi nilai 1.
Bila didapatkan angka lebih besar atau sama dengan 10 maka responden
invalid dan dikeluarkan dari sampel penelitian.
3. Responden mengisi kuesioner TMAS untuk mengetahui angka kecemasan.
Pengukuran kecemasan adalah dengan menggunakan kuesioner TMAS.
I. Teknik Analisis Data
1. Data tentang perbedaan tingkat kecemasan antara kelompok siswa dengan
bimbingan belajar dan tanpa bimbingan belajar dideskripsikan dengan
persen.
Tabel 3.1 Tabel 2 x 2 untuk analisis data.
Siswa Kecemasan Jumlah
+ -
Tidak
Bimbingan Belajar
+ a b a + b
- c d c + d
Jumlah A + c b + d N
xxxv
2. Kemaknaan statistik perbedaan tingkat kecemasan antara kelompok siswa
dengan bimbingan belajar dan tanpa bimbingan belajar diuji dengan Chi
Kuadrat.
Interpretasi nilai X2 sebagai berikut (Sugiono, 2005):
a. Derajat kebebasan untuk nilai-nilai X2 adalah 1
b. Taraf signifikasi yang dipakai adalah 5%, dengan ketentuan jika Xo
(Xhitung)2 > Xh (Xtabel)2 5 %, maka nilai X2 kita katakan signifikan.
Sebaliknya jika Xo (Xhitung)2 < Xh (Xtabel)2 5%, maka nilai X2
dikatakan non signifikan.
Dengan : Xo = chi square yang diperoleh
Xh = chi square yang diharapkan
3. Besarnya hubungan antara keikutsertaan dalam bimbingan belajar dan
kecemasan dianalisis dengan menggunakan ukuran hubungan Odds Ratio
(OR) dan C195%.
xxxvi
J. Rancangan Penelitian
Mengikuti bimbingan belajar
Tidak mengikuti bimbingan belajar
Formulir biodata Formulir biodata
L-MMPI L-MMPI
Subjek penelitian
Kuesioner TMAS Kuesioner TMAS
cemas cemas Tidak cemas
Tidak cemas
Chi Kuadrat
Siswa SMAN 2 Sragen kelas XXI
Kelompok kontrol
xxxvii
Gambar 3.1 Rancangan Penelitian Perbedaan Tingkat Kecemasan Siswa Kelas
XII yang Mengikuti Bimbingan Belajar dengan yang Tidak
Mengikuti Bimbingan Belajar dalam Menghadapi UN di SMA N 2
Sragen.
BAB IV
HASIL PENELITIAN
A. Karakteristik Sampel
Tabel 4.1 Distribusi Frekuensi Faktor Kecemasan pada Responden
No
Faktor kecemasan
Cemas Tidak
Cemas
1. Jenis kelamin P > L L > P
2. Perpisahan atau perceraian ortu 5.5% 2.5%
3. Masalah sosial ekonomi 34.2 % 12.5%
4. Kecelakaan atau kematian anggota keluarga 11.6% 2.5%
5. Kesulitan belajar 75.9% 37.5%
6. Tinggal kelas 0.5% 0
7. Nilai di bawah Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM) 32.7% 25%
8. Dukungan orangtua 85.4% 100%
Dari 199 siswa kelas XII SMAN 2 Sragen yang mengalami kecemasan, di
antaranya :
xxxviii
a. Siswa perempuan lebih banyak mengalami kecemasan daripada siswa
laki-laki
b. 5.5% mengaku mempunyai latar belakang perpisahan atau peceraian di
dalam keluarganya.
c. 34.2% mengaku mempunyai masalah ekonomi di dalam keluarganya.
d. 11.6% mengaku mempunyai riwayat kecelakaan atau kematian
anggota keluarganya.
e. 75.9% mengaku mengalami kesulitan di dalam belajar.
f. 0.5% mengaku pernah tinggal kelas sebelumnya.
g. 32.7% mengaku pernah mempunyai nilai di bawah Kriteria Batas
Kelulusan (KKM)
h. 85.4% mengaku mendapat dukungan dari orangtuanya.
Dari 40 siswa kelas XII SMAN 2 Sragen yang tidak mengalami
kecemasan, di antaranya :
a. Siswa laki-laki lebih banyak yang tidak mengalami kecemasan
dibandingkan siswa perempuan.
b. 2.5% mengaku mempunyai latar belakang perpisahan atau percerain di
dalam keluarganya.
c. 12.5% mengaku mempunyai masalah ekonomi di dalam keluarganya.
d. 2.5% mengaku mempunyai riwayat kecelakaan atau kematian anggota
keluarganya.
e. 37.5% mengaku mengalami kesulitan di dalam belajar.
26
xxxix
f. Tidak didapat siswa yang pernah tinggal kelas sebelumnya.
g. 25% mengaku pernah mempunyai nilai di bawah Kriteria Batas
Kelulusan (KKM)
h. 100% mengaku mendapat dukungan dari orangtuanya.
B. Analisis Statistik
Setelah dilaksanakan penelitian dengan metode totally sampling
dari sejumlah 311 responden, didapat 239 sampel yang telah memenuhi
syarat, responden kemudian melakukan pengisian kuesioner dengan
menggunakan kuesioner TMAS untuk mengetahui tingkat kecemasan.
Dari 239 sampel diperoleh data sebagai berikut :
Tabel 4.2 Distribusi frekuensi responden berdasarkan pada keikutsertaan
dalam bimbingan belajar atau tidak.
No. Keikutsertaan dalam Bimbingan
Belajar
Jumlah Presentase
1. Mengikuti Bimbingan Belajar 151 63.2%
2. Tidak Mengikuti Bimbingan Belajar 88 36.8%
Jumlah 239 100%
xl
Tabel 4.3 Perbedaan Tingkat Kecemasan Siswa Kelas XII yang Mengikuti
Bimbingan Belajar dengan yang Tidak Mengikuti Bimbingan Belajar
dalam Menghadapi UN di SMA N 2 Sragen.
No. Keterangan Cemas Tidak
Cemas
Jumlah OR P CI95%
lower Upper
1. Siswa kelas XII
yang tidak
mengikuti
bimbingan belajar
80
8
88
3
0,008
1.2
6.1 2. Siswa kelas XII
yang mengikuti
bimbingan belajar
119
32
151
Jumlah 199 40 239
Hasil penelitian menunjukkan bahwa pada siswa kelas XII di SMA
N 2 Sragen yang tidak mengikuti bimbingan belajar, terdapat 80 siswa
yang mengalami kecemasan, dan 8 siswa yang tidak mengalami
kecemasan. Sedangkan pada siswa kelas XII di SMA N 2 Sragen yang
mengikuti bimbingan belajar terdapat 119 siswa yang mengalami
kecemasan, dan 32 siswa yang tidak mengalami kecemasan.
xli
Dalam penelitian ini data yang didapat dianalisis dengan uji
statistik Chi Kuadrat untuk mengetahui ada tidaknya perbedaan tingkat
kecemasan antara siswa yang mengikuti bimbingan belajar dengan siswa
yang tidak mengikuti bimbingan belajar.
Data yang diperoleh disajikan dalam tabel sebagai berikut :
Tabel 4.4 Tabel 2x 2 untuk analisis data
Siswa Kecemasan Jumlah
+ -
Tidak
Bimbingan Belajar
+ 80
(a)
8
(b)
88
- 119
(c)
32
(d)
151
Jumlah 199 40 239
(N)
Untuk menentukan apakah data yang diperoleh signifikan, maka terlebih
dahulu dihitung derajat kebebasannya (db).
db = (jumlah lajur - 1)(jumlah baris -1)
= (2-1)(2-1)
= 1
Kemudian nilai X2 dihitung dengan rumus :
xlii
X2 = N (ad-bc)2
(a+b)(c+d)(a+c)(b+d)
= 239 (80.32-8.119)2
(80+8)(119+32)(80+119)(8+32)
= 5.818
Derajat kebebasan untuk nilai-nilai X2 adalah 1. berdasarkan taraf
signifikansi yang dipakai, yaitu 5% dan derajat kebebasan (db) 1, maka
nilai X2 tabel adalah 3,841. Dari penelitian diperoleh X2 hitung > X2 tabel,
maka H0 ditolak dan H1 diterima, yang berarti terdapat perbedaan tingkat
kecemasan antara siswa kelas XII yang mengikuti bimbingan belajar
dengan siswa kelas XII yang tidak mengikuti bimbingan belajar dalam
menghadapi UN.
Besarnya hubungan antara keikutsertaan dalam bimbingan belajar
dan kecemasan dianalisis dengan menggunakan ukuran hubungan Odds
Ratio (OR) dan C195%.
OR = ad bc
= 80.32 8.119
= 2.689
OR = 3
Berdasarkan hasil yang didapat nilai Odss Ratio (OR) adalah 3,
maka siswa kelas XII yang tidak mengikuti bimbingan belajar mempunyai
resiko untuk mengalami kecemasan tiga kali lebih besar daripada siswa
xliii
kelas XII yang mengikuti bimbingan belajar. Perhitungan tersebut secara
statistik adalah signifikan. (OR = 3 ; p = 0.008 ; CI 95% 1.2 s/d 6.1).
BAB V
PEMBAHASAN
Dari penelitian didapatkan hasil sama dengan landasan teori dan hipotesis,
bahwa terdapat perbedaan tingkat kecemasan siswa kelas XII yang mengikuti
bimbingan belajar dengan yang tidak mengikuti bimbingan belajar dalam
menghadapi UN. Dimana dalam penelitian ini siswa kelas XII SMA yang tidak
mengikuti bimbingan belajar memiliki risiko untuk mengalami kecemasan 3 kali
lebih besar daripada siswa kelas XII SMA yang mengikuti bimbingan belajar.
Perhitungan risiko tersebut secara statistik adalah signifikan (dimana OR= 3 ;
p=0.008 ; CI 95% 1.2 s/d 6.1).
Penelitian ini menggunakan metode cross sectional, dimana hubungan
antara variabel bebas (faktor resiko) dan variabel tergantung (efek) yang
diobservasi hanya sekali pada saat yang sama dan tidak diketahui kecemasan itu
timbul sebelum atau setelah mengikuti bimbingan belajar, sehingga dapat
disimpulkan bahwa kecemasan timbul bukan hanya karena faktor bimbingan
belajar, tetapi juga oleh faktor-faktor lain.
xliv
Faktor-faktor yang memperngaruhi tingkat kecemasan pada siswa, antara lain :
1. umur, dimana hampir dikatakan homogen.
2. jenis kelamin.
3. perpisahan atau perceraian dalam keluarga.
4. kematian atau kecelakaan anggota keluarga.
5. tingkat sosial ekonomi.
6. dukungan dan peran serta orang tua.
7. kesulitan belajar dan prestasi di sekolah.
Kecemasan dapat bersifat sangat umum yang ditimbulkan oleh banyak
aspek kehidupan,.dimana kehidupan manusia sendiri selalu dipengaruhi oleh
rangsangan dari luar dan dari dalam berupa pengalaman masa lalu dan faktor
genetik.
Penelitian ini masih mempunyai keterbatasan, salah satunya adalah sampel
yang digunakan terbatas pada satu lokasi tertentu yaitu di SMA N 2 Sragen.
Selain itu juga banyaknya faktor-faktor yang dapat mempengaruhi tingkat
kecemasan yang tidak diteliti dalam penelitian ini terkait dengan program dari
bimbingan belajar dan kecemasan pada siswa.
Dari penelitian ini dapat disimpulkan bahwa ada kecenderungan siswa
yang tidak mengikuti bimbingan belajar cenderung lebih cemas bila dibandingkan
dengan siswa yang mengikuti bimbingan belajar.
32
xlv
BAB VI
SIMPULAN DAN SARAN
A. Simpulan
Berdasarkan dari penelitian yang dilakukan, secara statistik terdapat
perbedaan kecemasan yang signifikan antara siswa kelas XII SMA N 2 Sragen
yang mengikuti bimbingan belajar dengan siswa kelas XII SMA N 2 Sragen
yang tidak mengikuti bimbingan belajar dalam menghadapi UN, dimana siswa
yang tidak mengikuti bimbingan belajar memiliki risiko untuk mengalami
kecemasan 3 kali lebih besar daripada siswa yang mengikuti bimbingan
belajar. (OR= 3 ; p=0.008 ; CI 95% 1.2 s/d 6.1).
B. Saran
1. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut untuk mendapatkan hasil yang lebih
akurat dengan tekhnik yang lebih baik.
2. Hasil penelitian ini tidak dapat digeneralisasikan secara umum, oleh
karena pertimbangan estimasi hanya di SMAN 2 Sragen, sehingga
diperlukan penelitian dengan sampel yang lebih luas.
3. Perlu dilakukan penelitian juga terkait manfaat-manfaat dari bimbingan
belajar yang dapat mempengaruhi kecemasan siswa di dalam menghadapi
ujian.
34
xlvi
4. Dibutuhkan komunikasi yang lebih baik antara pihak sekolah, orangtua
dan siswa di dalam proses belajar mengajar yang baik dan mengurangi
tingkat kecemasan pada siswa terutama dalam menghadapi ujian.
xlvii
DAFTAR PUSTAKA
Acocella, J., Alloy, LB., Bootzin, RR. 1996. Abnormal Psychology : Current
Perspectives. New York : Mc Graw Hill,Inc.
Anxiety Centre Web. 2009. Anxiety Symptoms, Anxiety Attack Symptoms (Panic Attack Symptoms), Symptoms of Anxiety. http://www.anxietycentre.com/anxiety-symptoms.shtm (3 Maret 2009)
Butcher, J.N. 2005. A Beginner’s Guide to the MMPI-2. 2nd ed. Washington D.C.: American Psychological Association, pp: 3-5
Drevets, W.C., Price, J.L., Furey, M.L. 2008. Brain structural and functional
abnormalities in mood disorders: implications for neurocircuitry models of depression. Brain Struct Funct. 213(1): 93-118. http://www.pubmedcentral.nih.gov/articlerender.fcgi?tool=pubmed&pubmedid=18704495 (16 Oktober 2008)
Durand, M.V., Barlow, D.H. 2006. Intisari Psikologi Abnormal. Yogyakarta : Pustaka Pelajar.
Esagama. 2009. Manfaat Bimbel. http://esagama.com/?pilih=news&mod=yes&aksi=lihat&id=18 (12 Januari 2009).
Graham, J.R., 1990. MMPI-2 Assessing Personality and Psychopathology. New York: Oxford University Press, pp: 23-5
Gorini, A., Riva, G. 2008. The potential of virtual reality as anxiety management tool: A randomized controlled study in a sample of patients affected by generalized anxiety disorder. Trials 9:25. http://www.trialsjournal.com/content/9/1/25 (16 Oktober 2008)
xlviii
Hutagalung, E.A. 2007. Tatalaksana Diagnosis dan Terapi Gangguan Anxietas. http://www.idijakbar.com//prosiding/gangguan_anxietas.htm (27 Oktober 2007).
Indie. 2006. Religiusitas dan Kecemasan dalam Menghadapi Ujian Akhir Nasional (UAN) 2006 pada Siswa SMU. http://indiegost.blogspot.com/2009/05/religiusitas-dan-kecemasan-dalam.html (29 September, 2009).
Ismail, N. 2009. Antara Sekolah Formal dan Lembaga Bimbingan Belajar. http://www.cehinstitute.rg/opini_nazli_ismail_antara_sekolah_for.htm.(12 September 2009).
Kaplan, H.I., Sadock, B.J. 1997. Sinopsis Psikiatri. Jakarta : Bina Rupa Aksara, pp : 2-3.
Kendurkar, K., Kaur, B. 2008. Major depressive disorders, obsessivecompulsive disoreder, and generalized anxiety disorder: do th sexual dysfunctions differ? Prim Care Companion J Clin Psychiatry. 10(4): 299-305. http??www.pubmedcentral.nih.gov?articlerender.fcgi?tool=pubmed&pubmedid=18787674 (16 Oktober 2008).
LCC. 2009. Ujian Akhir Nasional (UAN) Sebagai Issue Kritis Pendidikan. http://lcc_ptc.com/index.php?option=com_content&task=view&id=los&hemid=62
Langgulung, H. 1999. Teori-Teori Kesehatan Mental. Jakarta: Pustaka Al-Husna, pp:96-7.
Maramis, W.F. 2005. Catatan Ilmu Kedokteran Jiwa. Surabaya : Airlangga Universuty Press, pp:38,107-108.
Mubarak Husnul. 2008. Gangguan Cemas. http://cetrione.blogspot.com/2008/12/gangguan-cemas.html (28 Desember 2008).
Mudjaddid, E. 2006. Pemahaman dan Penanganan Psikosomatik Gangguan Ansietas dan Depresi di Bidang Ilmu Penyakit Dalam. In: Ilmu Penyakit
36
xlix
Dalam Jilid II. Jakarta: Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. pp : 914
Neale, J.M., Davidson, GC. 2001. Abnormal Psychology. New York : John Wiley and Sons, Inc.
Permen Dik Nas No 75 Tahun 2009 tentang Ujian Nasional Sekolah Menengah Pertama/Madrasah Tsanawiyah (SMP/MTs), Sekolah Menengah Pertama Luar Biasa (SMPLB), Sekolah Menengah Atas/Madrasah Aliyah (SMA/MA), Sekolah Menengah Atas Luar Biasa (SMALB), dan Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) TahunPelajaran 2009/2010. http://www.depdiknas.go.id/produk_hukum/permen/permen_75_2009.pdf
Rakhmat, C., Suherman, Kustiawati, R.T., Ilfiandra. 2005. Silabus Bimbingan Belajar. http://silabu.upi.edu/upload/A04A-PBB%/20525-16.doc (2 November 2009).
Ridwan. 2003. Dasar-Dasar Statistika. Bandung : Alfabeta, pp : 20-1
Santrock, J.W. 2003. Adolescence. Jakarta : Erlangga.
Sarwono, S.W. 2002. Psikologi Sosial, Individu dan Teori-Teori Psikologi Sosial.
Jakarta: Balai Pustaka, p: 305
Setyaningsih, R. 2007. Mengatasi Kecemasan Menghadapi Ujian Nasional. http://bempsychology-unissula.blog.friendster.com/2007/04/ (April 2007)
Sugiyono. 2005. Statistika untuk Penelitian. Bandung: CV. Alfabeta, p: 61
Sulistyo, G.H. 2007. Ujian Nasional Harapan Tantangan dan Peluang. http://books.google.co.id/books?id=wE0eijViQroC&pg=PA85&lpg=PA85&dq=Menurut+Keputusan+Menteri+Pendidikan+Nasional+No.+153/U/2003+tentang+Ujian+Akhir+Nasional+Tahun+Pelajaran+2003/2004&source=bl&ots=SX489g4_hn&sig=LWJiTD9XWqM7cBmxzIMUCeu1fNI&hl=en&ei=MGAS
l
S7bzD4vo7AO5ouXYBQ&sa=X&oi=book_result&ct=result&resnum=6&ved=0CCAQ6AEwBQ#v=onepage&q=&f=false (April, 2007).
Tabloid Nova, 26 April 2009. Tips Memilih Tempat Bimbingan Belajar. http://www.tabloidnova.com/Nova/Tips/Tips-Memilih-Tempat-Bimbingan-Belajar. (26 April 2009)
Taufiqurohman, M.A. 2004. Pengantar Metodologi Penelitian untuk Ilmu Kesehatan. Klaten: CGSF(The Community of Self Help Group Forum), pp:62.
Trismiati. 2004. Perbedaan Tingkat Kecemasan Antara Pria dan Wanita Akseptor Kontrasepsi Mantap di RSUP dr Sarjito Yogyakarta. Palembang : Fakultas Psikologi Universitas Bina Dharma.
Tupattinaja, J.M.R.2003.Cemas Normal atau Tidak. http://library.usu.ac.id/download/fk/D0300172.pdf (30 Mei 2006).
Wiley, Blackwell. 2009. Depression and anxiety disorders of adolescents are not the samething. http://roquest.umi.com/pqdweb?did=1869768221&sid=1&Fmt=3&clientId=44698&RQT=309&VName=PQD (11 Oktober 2009)