1.1 Balai Banjar
Sumber : https://desaabiansemal.files.wordpress.com/2013/07/balai-banjar-juwet-1.jpg
Pergeseran Nilai dan Fungsi Balai Banjar pada Arsitektur Masa Kini
1. Spesifikasi Umum Balai Banjar
Bale (bahasa Bali), juga berarti "balai" (dalam bahasa Indonesia) yang artinya
gedung, rumah (umum), atau bangunan terbuka. Kata banjar, selain berarti jajar atau
berderet ke samping, juga memiliki arti kelompok. Misalnya, mabanjar berarti masuk
kelompok suatu unit sosial yang di Bali disebut banjar. Kata banjar juga memiliki arti
yang sama dengan banjah yang artinya "membentang". Sehingga, bale banjar
mengandung arti "suatu balai atau tempat membentangkan suatu masalah yang
dihadapi oleh krama banjar" atau "suatu bangunan terbuka yang digunakan untuk
kepentingan bersama warganya."
Umumnya, lokasi bale banjar terletak di sudut perempatan, pertigaan jalan, atau
di sudut pertemuan antara jalan dengan gang yang mudah dicapai oleh krama banjar.
Dalam bentuknya yang tradisional, pekarangan bale banjar tidak memiliki tembok
panyengker. Pada dasarnya, pola penataan massa bangunan bale banjar menyerupai
tatanan umah. Sebelah timur laut (kaja kangin) berupa tempat suci, biasanya terdiri dari
padmasana, tugu, gedong dan tajuk. Di dekatnya (sebelah barat) dibangun bale gede
atau bale sumanggen bertiang 12, atau bisa pula bale lantang bertiang enam. Di sebelah
selatan/tenggara terletak lumbung dan paon (dapur banjar), dilengkapi bale paebatan
serta bale kulkul di pojok barat dayanya.
Di tengah-tengah pekarangan merupakan natah atau ruang terbuka yang
dipasang tetaring (kerangka bambu) ditutupi atap dari daun kelapa, tempat rapat
(sangkep) banjar atau kegiatan lain yang menampung kapasitas warga banjar dalam
jumlah besar. Ruang pertemuan bentuk tetaring inilah kemudian berkembang
bentuknya jadi wantilan, sebagai ruang serba guna, dalam kondisi yang lebih permanen.
Wantilan dibangun dengan konstruksi utama empat tiang induk, dikitari 12 tiang jajar
pada sisi-sisinya. Selain itu, atap wantilan umumnya bertumpuk dan bercelah. Bentuk
dasar wantilan, awalnya, segi empat bujur sangkar dan berorientasi ke dalam
(memusat). Umumnya lantai di bagian tengahnya lebih rendah. Lambat laun bentuk
dasarnya berkembang jadi segi empat panjang, ditambah panggung pentas atau ruang
pertunjukan di salah satu sisi denahnya.
2. Pergeseran Nilai-Nilai dan Fungsi Balai Banjar
2.1 Perubahan Konstruksi
Awalnya, bale banjar yang tradisional, gugus massa bangunannya berkonstruksi
rangka kayu berusuk bambu, dengan penutup atap alang-alang. "Bahasa"
arsitektural bale banjar tempo dulu menyuarakan artikulasi kesederhanaan, baik
bentuk maupun penataan ruangnya. Wujud bangunan sebagian besar terbuka,
tanpa dinding. Kemudian berubah dan berkembang, berkonstruksi rangka beton
bertulang, dan berbentang ruang lebih lebar. Bangunan bentuk masif terdapat pada
-- bagian dasar--bale kulkul, dan unit-unit bangunan suci (palinggih) di bale banjar,
menggunakan material bangunan lokal seperti bata pripihan, batu paras, alang-
alang, ijuk, bedeg, kerikil, dll.
2.2 Perubahan Fungsi
Seiring dengan kian terbatasnya lahan, disertai pertumbuhan peruntukan dan
jumlah massa-massa bangunan di bale banjar tampak (beberapa di antaranya)
semakin berkurang, tereliminasi oleh perkembangan tuntutan (multifungsi) masing-
masing ruang. Dari fungsi semula yang lebih menekankan sebagai tempat
bermusyawarah, dan pembelajaran nonformal, ada yang berkembang menjadi
tempat usaha atau sebagai ruang yang disewakan. Tak sedikit pula bale kulkul-nya
dibangun di lantai dua atau tiga, lalu pada lantai dasarnya diperuntukkan sebagai
warung/tempat berdagang. Pemekaran fungsi yang dialami, membuat terjadi
transformasi bentuk bale banjar.
2.3 Perubahan Bentuk
Seiring dengan perkembangan jaman, model-model bangunan Bale Banjar
sekarang sudah banyak berubah mengikuti perubahan arus perkembangan
arsitektur modern. Banyak Bale Banjar yang dibuat bertingkat sampai 3 lantai,
bahkan ada yang 4 lantai. Itu karena tuntutan bertambahnya jumlah anggota banjar
sehingga memerlukan tempat yang lebih luas, karena tidak mungkin lagi
memperluas ke samping, terpaksa memperluas ke atas atau secara vertikal.
2.4 Perubahan Bahan
Dari segi bahan, balai banjar juga mengalami perubahan yang sangat pesat
mengikuti perkembangan aristektur masa kini. Semula balai banjar yang
berkembang di bali memakai bahan-bahan tradisional yang kebanyakan berasal dari
alam. Contohnya seperti penggunaan bahan alang-alang sebagai bahan atap
bangunan dan juga penggunaan kayu atau bambu yang digunakan sebagai saka atau
tiang. Berbeda dengan penggunaan bahan pada jama dulu, di masa kini penggunaan
bahan pada balai banjar mulai mengikuti bahan-bahan yang praktis seperti
penggunaan genteng sebagai pengganti alang-alang dan juga beton sebagai
pengganti kayu sebagai saka atau tiang.
1.2 Perubahan Fungsi Balai Banjar sebagai Toko pada Bagian Bawah
Sumber : http://stat.ks.kidsklik.com/statics/files/2012/03/13327549292091008204_30
0x211.40625.jpg
2.5 Perubahan Ragam Hias
Pada awalnya ragam hias yang diterapkan pada bale banjar masih menerapkan
ragam hias yang berbentuk global, kaku dan sederhana. Namun seiring dengan
perkembangan arsitektur masa kini, ragam hias yang digunakan pun berubah
menjadi ragam hias yang detail dan rumit agar semakin terlihat menarik.
1.3 Penggunaan bahan-bahan modern pada balai banjar
Sumber : http://tourdebali.com/wp-content/uploads/2006/10/banjar1-
650x400.jpg
1.4 Ornamen pada balai danjar masa kini
Sumber : http://4.bp.blogspot.com/_tS3tx-j4FA8/RlPJ9XmFkgI/AAAAAAA
AAAc/oSdRoyCqzL8/s320/bale+kulkul001.jpg
Arsitektur dan Budaya
Pergeseran Nilai dan Fungsi Balai Banjar pada Arsitektur Masa Kini
OLEH :
I GEDE RAI DWIJA PUTRA (1219251017)
I WAYAN WIDYARTA (1219251024)
UNIVERSITAS UDAYANA
FAKULTAS TEKNIK
JURUSAN ARSITEKTUR
PROGRAM NON REGULER
TAHUN 2014