PERILAKU BELANJA TURIS INDIVIDUAL ATAS PRODUK BATIK
DI PULAU MADURA
Sugeng Hariadi Siti Rahayu
Fakultas Bisnis dan Ekonomika Universitas Surabaya
[email protected]; [email protected]
Abstrak Batik adalah kerajinan yang memiliki nilai seni tinggi dan telah menjadi bagian dari
budaya Indonesia. Batik, warisan budaya dari Indonesia, telah ditetapkan sebagai warisan kemanusiaan untuk budaya lisan dan non-bendawi oleh UNESCO pada 2009, bertepatan dengan Hari Batik Nasional yakni 2 Oktober.
Studi ini menggunakan metode survey untuk mengeksplorasi perilaku belanja turis tradisional atas produk batik, yang datang langsung di pulau Madura. Menggunakan dasar pemikiran Choi, dkk. (2007) yang telah melakukan penelitian tentang perilaku wisatawan Chinese Mainland (CM) yang berbelanja ke Hong Kong, penelitian ini dikembangkan untuk kasus wisata batik.
Ditemukan bahwa pembeli batik adalah kelompok masyarakat menengah, bahkan cenderung ke atas untuk batik-batik dengan motif/corak yang asli Madura, khususnya berupa batik tulis. Meski pengeluaran untuk batik relatif kecil dibandingkan dengan pengeluaran total rumah tangga, namun studi ini menemukan beberapa hal menarik agar pasar batik Madura berkembang. Oleh karena minat pembeli batik adalah pakaian jadi, maka perlu diperbesar kapasitas produksi pakaian jadi batik tulis, namun dengan motif, pola, dan pengerjaan yang baik dan modern. Perlu pula dibangun pasar batik di Bangkalan yang tidak jauh dari jembatan Suramadu sehingga benar-benar menjadi pusat batik Madura. Pembeli batik Madura adalah media promosi penjualan yang efektif karena akan menjadi sumber informasi utama pda masa datang. Oleh karena itu harus dilayani dengan baik dan dipenuhi kebutuhannya, seperti ketersediaan ruang pas yang memadai.
Kata kunci: Batik Madura, Perilaku, Belanja’
PENDAHULUAN
Batik adalah kerajinan yang memiliki nilai seni tinggi dan telah menjadi bagian dari budaya
Indonesia (khususnya Jawa) sejak abad XVI. Perempuan-perempuan Jawa pada masa lampau
menjadikan keterampilan dalam membatik sebagai mata pencaharian. Bagi penggemar batik,
kota-kota di Pulau Jawa yang memiliki pasar dan desain batik terbaik adalah Yogyakarta, Solo,
Pekalongan, Cirebon, dan Madura (baca: Suharyono, 2006; Wulandari, 2011, Ishwara dkk,
2011).
Batik sudah menjadi identitas bangsa, melalui ukiran simbol nan unik, warna menawan,
dan rancangan tiada dua. Batik, warisan budaya dari Indonesia, ditetapkan sebagai warisan
kemanusiaan untuk budaya lisan dan non-bendawi oleh UNESCO pada 2009, bertepatan dengan
Hari Batik Nasional yakni 2 Oktober (http://nationalgeographic.co.id/berita/2012/10/batik-lebih-
dari-sekadar-warisan-budaya-indonesia).
Batik di Indonesia memainkan banyak peran: bentuk seni yang canggih, sebuah bagian
penting dari warisan budaya bangsa, sebuah simbol identitas nasional (terutama di daerah
penghasil), sebuah alat promosi untuk pariwisata, baik sebagai citra negara dan sebagai imbang
untuk minat khusus turis, dan sebagai kontributor bagi pembangunan ekonomi. Produksi batik
mempekerjakan ratusan ribu orang di seluruh negeri, terutama di perusahaan-perusahaan kecil,
memberikan kontribusi secara efektif bagi pengembangan desa seringkali sangat miskin dan
kota-kota kecil (baca: Wulandari, 2011; http://my.opera.com/batik12/blog/).
Batik menjadi populer karena sejumlah alasan. Bagi banyak orang Indonesia yang
menawarkan link ke tradisi masa lalu, terutama di Jawa di mana itu adalah simbol identitas dan
masih digunakan dalam upacara-upacara budaya. Batik juga menarik karena begitu mencolok:
dalam warna dan desain. Batik diproduksi dalam berbagai macam warna dan dengan variasi
besar motif sehingga sangat serbaguna. Tradisional yang dilukis dengan tangan batik sangat
tahan lama, yang berarti bahwa sepotong kualitas tunggal dapat berlangsung selama beberapa
generasi. Bagi banyak wisatawan, batik merupakan kenang-kenangan yang sempurna dari
liburan di Indonesia: eksotis, tradisional dan berwarna-warni. Selain untuk pakaian, kain batik
dapat digunakan dalam berbagai cara yang berbeda, seperti untuk aksesoris, perabot rumah
tangga, dan hiasan dinding, serta sebagai media untuk melukis. Alasan, akhir mungkin bersahaja
untuk popularitas batik dapat ditemukan dalam motif yang sebagian besar bergaya atau
geometris, terinspirasi oleh Islam, yang berarti bahwa batik dapat memiliki daya tarik, intrinsik
universal (baca: Iswara dkk, 2011; Suharyono, 2005; http://my.opera.com/batik12/blog/).
Madura bukan sekadar dikenal dengan karapan sapi ataupun garamnya. Ada hal lain yang
perlu diburu, yaitu keindahan penuh warna batik Madura yang memiliki nilai seni dan bercita
rasa tinggi. Sejak dahulu sebenarnya pulau Madura merupakan salah satu sentra batik di
Indonesia dan tidak kalah bergairahnya dengan daerah batik lain di Indonesia seperti Solo,
Yogyakarta, Cirebon, atau Pekalongan. Batik Madura menemukan keindahan corak dan motif
batiknya dengan warna yang tegas dan berani. Meski tampak kasar, bukan berarti batik madura
murahan. Keistimewaan batik ini adalah warnanya yang semakin lama akan semakin cerah
(baca: Angel, 2009; Ishwara, 2011; http://www.indonesia.travel/id/destination/512/sumenep-
kekayaan-warisan-keraton-di-pulau-madura/article/103/batik-madura-menemukan-kain-batik-
gentongan-yang-cerah-dan-unik).
Motif batik Madura memiliki karakter khas bergambar bunga atau burung, dengan sedikit
sentuhan seni China. Warna batik Madura adalah warna merah mengkudu, merah kecoklatan
atau warna-warna indigo yang menggambarkan motif naga bersayap, kuda terbang, dan hewan-
hewan lainnya. Ornamen aneh ini diambil dari hewan-hewan laut, sebagai refleksi pekerjaan
nelayan, yang merupakan salah satu profesi utama di Madura. Selain pengaruh China, pengaruh
kerajaan Mataram yang pernah menguasai Madura juga dapat terlihat di batik ini
(http://travel.okezone.com/read/2012/01/29/408/565466/5-kota-batik-terbaik-di-pulau-jawa).
Batik Madura adalah salah satu bentuk seni budaya, batik tulis Madura banyak diminati
dan populer dengan konsumen lokal dan internasional.Dengan bentuk khas dan motif batik tulis
Madura memiliki keunikan sendiri. Gaya dan berbagai unik dan bebas, sifat pribadi produksinya
dilakukan di unit, mereka masih mempertahankan produksi tradisional, yang ditulis dan diolah
dengan cara tradisional. Kebanyakan orang mengenal batik tulis Madura dengan karakter yang
kuat, yang dicirikan oleh bebas, dengan warna yang berani (merah, kuning, hijau muda). Tapi
jarang yang mengetahui bahwa batik Madura mungkin telah lebih dari seribu motif dan paling
terkemuka di pasar batik di indonesia maupun mancanegara. Sejarah mencatat produsen batik
Madura yang cukup terkenal.Apa yang membuatnya menjadi seperti itu, mungkin karena kedua
komoditas tersebut merupakan bagian integral dari tradisi masyarakat mereka sendiri.
Di Pulau Madura sendiri sudah sejak lama dikenal sejumlah sentra kerajinan
batik.Misalnya di Kabupaten Pamekasan, sejak jaman dulu banyak perajin dan pengusaha batik
bermukin dan mengembangkan usaha batiknya di wilayah tersebut.Sampai saat ini Kabupaten
Pamekasan dikenal sebagai salah satu sentra industri kerajinan Batik di Pulau Madura.Karena,
dibandingkan dengan kabupaten-kabupten lain di Pulau Madura, Kabupaten Pamekasan inilah
yang paling banyak dihuni para perajin dan pengusaha batik.Selain di Kabupaten Pamekasan,
Kabupaten Bangkalan juga merupakan daerah penghasil batik Madura.Khususnya batik buatan
Tanjung Bumi di Kabupaten Bangkalan.Tidak hanya di Tanjung Bumi saja, batik telah menjadi
nilai seni budaya Indonesia di mata asing.Bahkan pakaian atau baju batik menjadi bagian dari
pakaian resmi di Indonesia.Tidak jarang kita menemukan atau bahkan sering, para undangan,
pejabat mengenakan pakaian batik pada acara resmi keluarga, negara dan lain
sebagainya.Industri kecil yang menjadi kebanggaan daerah ini memang batik. Bagi Madura,
batik bukan hanya sehelai kain, namun telah menjadi ikon budaya dan sering menjadi objek
penelitian banyak institusi. Di berbagai buku batik terbitan luar negeri, batik Madura menjadi
perhatian khusus.Motif dan warna yang tertuang di dalam kain panjang itu, merefleksikan
karakter masyarakatnya (http://id.wikipedia.org/wiki/Batik_Madura).
Suatu tantangan untuk Pemerintah Provinsi Jawa Timur, BPWS, dan seluruh Kabupaten se
Madura untuk mencari solusi menghadapi kendala kendala di bidang pariwisata di Madura
dengan membuat grand design konsep Pariwisata yang tepat, komprehensif, dan integrated
berdasar budaya religi di Madura (http://bpws.go.id/?p=2012).
Dibukanya akses ke Madura melalui jembatan Suramadu membuat Madura menjadi satu
alternatif objek wisata baru. Banyak orang berkunjung untuk menikmati wisata alam, wisata
religi, wisata kuliner, dan berburu produk terkenal khas Madura yaitu batik. Lokasi terdekat
dengan Madura adalah Surabaya. Banyak masyarakat Surabaya yang datang ke Madura untuk
berburu batik Madura. Hal ini tentunya penting bagi perkembangan Madura sebagai destinasi
wisata.
Agar Madura berkembang menjadi destinasi wisata yang menarik, tentunya banyak hal
yang harus dibenahi agar bisa memenuhi kebutuhan wisatawan. Untuk itu studi terhadap perilaku
wisatawan yang berkunjung ke Madura menjadi penting untuk dilakukan.
LANDASAN TEORI
Choi, dkk. (2007) melakukan penelitian tentang perilaku wisatawan Chinese Mainland
(CM) yang berbelanja ke Hong Kong. Berdasarkan penelitian tersebut didapatkan berbagai
informasi yang berhubungan dengan pengeluaran wisatawan dalam berbelanja, pola berbelanja,
destinasi tujuan berbelanja, preferensi merk, tendensi untuk melakukan pembelian terhadap
merek baru, gaya pengambilan keputusan, atribut produk yang penting, lingkungan di dalam
toko, layanan penjualan, dan kebijakan toko. Berbagai informasi tersebut menjadi masukan yang
penting bagi pemerintah China maupun Hong Kong dalam menyusun berbagai kebijakan tentang
pariwisata.
Mendorong wisatawan berkunjung ke sebuah destinasi berarti pengelola destinasi juga
harus mempersiapkan kebutuhan wisatawan. Berbelanja sebagai aktivitas utama wisatawan
membuat destinasi wisata harus mempersiapkan tempat-tempat belanja yang menarik untuk
dikunjungi. Abu, dkk (2013) menyatakan bahwa berdasarkan review literature, tampilan dari
barang-barang yang dijual akan mendorong konsumen untuk melakukan pembelian, dan dapat
mempengaruhi pembelian konsumen yang tidak terencana.
Studi perilaku konsumen lainnya juga dilakukan oleh Mehta, Lalwani dan Ping (2001).
Studi yang dilakukan Mehta, Lalwani dan Ping (2001), menunjukkan bahwa konsumen Asia
cenderung tidak bersifat individualistik, dan lebih mempertimbangkan norma-norma sosial.
Sedangkan Hsu, Kang, dan Lam (2006) melakukan studi tentang kelompok referensi yang
mempengaruhi kekuatan dari wisatawan. Hasil penelitiannya menunjukkan bahwa teman,
saudara, dan kelompok referensi sangat mempengaruhi pengambilan keputusan sebagian besar
wisatawan. Perilaku ini juga didukung oleh fakta bahwa masyarakat Asia merupakan collective
society.
Studi ini penting dilakukan mengingat para pengambil kebijakan di dunia pariwisata perlu
mempersiapkan destinasi wisata yang menarik bagi wisatawan. Untuk itu, budaya yang
berorientasi pada pelanggan perlu menjadi perhatian utama perusahaan (Brady dan Conin, 2001).
Berdasarkan referensi tersebut, penting dilakukan studi perilaku wisatawan yang
berkunjung ke Madura untuk membeli batik. Hasil studi ini diharapkan dapat memberikan
masukan bagi para pemangku kepentingan, khususnya pemerintah, terkait dalam mengambil
berbagai kebijakan dalam mengembangkan batik sebagai potensi wisata di Madura.
Berbelanja, membeli, dan menggunakan merupakan 3 aktivitas yang menunjukkan perilaku
konsumen secara holistik. Banyak literature yang membahas perilaku membeli dan
mengkonsumsi, namun lebih sedikit yang membahas perilaku berbelanja. Perilaku berbelanja
merupakan perilaku yang unik dari konsumen (Tiwari dan Abraham, 2010).
Reid dan Brown (1996) dalam (Tiwari dan Abraham, 2010) menyatakan bahwa salah satu
motivasi konsumen dalam berbelanja adalah untuk berinteraksi dengan orang lain dalam konteks
sosial serta keluar dari rutinitas pekerjaan maupun kehidupan pribadinya. Untuk itu peran
keberadaan orang lain dalam berbelanja menjadi penting.
Rerangka konseptual yang digunakan dalam penelitian ini mengacu pada penelitian Choi,
dkk (2007) yang menggambarkan perilaku pada elemen-elemen: (1) spending, (2) shopping
pattern, (3) shopping destinations, (4) brand preference, (5) tendency of purchase new brand, (6)
decision making style, (7) product attributes, (8) in-store shopping environment, (9) sales
service, dan (10) store policy.
Menyesuaikan dengan objek penelitian yang digunakan, maka beberapa elemen yang tidak
digunakan dalam penelitian ini adalah brand preference, dan tendency of purchase new brand.
Hal ini mengingat bahwa batik Madura merupakan produk tradisional dengan sebagian produk
yang dihasilkan belum mempunyai merek, dan untuk produk yang bermerek belum banyak
merek yang nama mereknya cukup dikenal oleh wisatawan.
METODOLOGI PENELITIAN
Survei dalam penelitian ini dilakukan terhadap 131 responden yang telah menyelesaikan
pengisian kuesiaoner dengan lengkap. Responden terpilih adalah yang memiliki karakteristik
pernah melakukan pembelian produk ‘Batik Madura” baik dalam bentuk kain, pakaian jadi, atau
berbagai bentuk suvenir berbahan dasar batik Madura di berbagai kabupaten di Madura.
Responden berasal dari kota-kota di sekitar pulau Madura.
Bagian pertama dari kuesioner menanyakan identitas responden, bagian kedua menanyakan
tentang pola berbelanja, dan bagian tiga adalah tentang referensi belanja responden. Pola
berbelanja mengacu pada penelitian Choi dkk (2007) dan referensi belanja menggunakan in-
store shopping experience construct (ISSEC) yang dikembangkan oleh Terblanche and Boshoff
(2003) yang juga diacu dalam penelitian Choi dkk..
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
Demografi responden studi ini menunjukkan bahwa pembeli batik Madura adalah 41%
laki-laki dan 59% perempuan, dengan rentang usia terbesar adalah 21 – 30 tahun (65%).
Selanjutnya, 21 % berusia 31 – 40 tahun, 10% berusia 41-50 tahun, sedangkan di bawah 21
tahun dan di atas 50 tahun masing-masing hanya sebesar 2 %.
Pasar batik di Madura masih didominasi oleh pembeli dari Surabaya (45%), Sidoarjo
(17%), dan Gresik (8%). Sisanya berasal dari Jombang, Lamongan, Mojokerto, Malang, dan
Blitar (masing-masing sekitar 3%) serta daerah lain yang terbagi secara merata (Jakarta, Solo,
Banyuwangi, dan lain-lain).
Dilihat dari tingkat pendidikan, pembeli batik di Madura terbanyak adalah lulusan sarjana
Strata 1 (S1) yakni sebanyak 50%. Disusul lulusan SLTA sebanyak 27%, diploma (17%),
sisanya lulusan SLTP dan Strata 2 (S2) masing-masing 3%.
Pekerjaan pembeli batik di Madura yang terbanyak adalah pegawai swasta (55%),
pegawai negeri (18%), wiraswasta (11%), ibu rumah tangga (6%), pekerja professional (5%),
serta pelajar/mahasiswa (3%) dan lain-lain (2%).
Responden pembeli batik di Madura berasal dari kelompok menengah dengan pengeluaran
rumah tangga sebulan antara Rp2 dan 4 juta (47%), kelompok bawah Rp2 juta (28%), kelompok
menengah atas berpengeluaran di atas Rp4 hingga 6 juta (13%), di atas Rp6 hingga 8 juta (6%),
kelompok di atas Rp8 hingga 10 juta (4%), serta sisanya (2%) berpengeluaran melebihi Rp10
juta.
Pengeluaran
Lebih dari separuh (bahkan mencapai 58%), pembeli batik di Madura hanya berbelanja
antara Rp100.000,00 dan Rp500.000,00. Nampaknya ini sesuai dengan kondisi para pembeli
batik di Madura yang terbesar ada di kelompok pengeluaran rumah tangga terbesar (Rp2 – 4
juta). Belanja batik lebih dari Rp500.000,00 hingga Rp1.000.000,00 dilakukan oleh 11%
responden. Hanya 2% responden menyatakan belanja batik di Madura sebesar Rp1.000.000,00
hingga Rp2.000.000,00.
Responden juga meluangkan waktu berbelanja batik di Madura sebagian besar (75%)
hanya sehari (kurang dari 24 jam). Butuh waktu 1-2 hari diakui oleh 17% pembeli batik. Sisanya
memerlukan waktu hingga lebih dari 3 atau 4 hari. Untuk itu perlu diperhatikan sarana dan
prasarana akomodasi di sekitar pasar batik di Madura.
Pola belanja
Saat berbelanja batik di Madura, barang yang banyak dibeli adalah pakaian jadi (lebih
dari 61% menyatakan demikian). Kain juga diminati meski cuma oleh 38% responden saja.
Sementara itu, kurang dari 15% menyatakan membeli berbagai barang berbahan dasar batik
Madura, seperti seprei, tas, souvenir, dan lain-lain.
Jenis batik Madura yang diminati adalah batik tulis, mencapai hampir 50%. Selanjutnya,
responden meminati batik cap (sekitar 40%) dan yang terendah adalah minat terhadap batik
printing (kain motif batik Madura) tercatat sekitar 20% saja.
Tujuan belanja
Pasar adalah tempat favorit bagi para pembeli batik di Madura dibandingkan dengan di
pusat kerajinan atau sentra batik, lebih-lebih bila dibandingkan dengan di toko. Bagian yang
menarik adalah pemilihan daerah (kabupaten) tempat pembelian batik di Madura. Kabupaten
batik yakni Pamekasan kalah menarik dibandingkan dengan Bangkalan, meski masih dipilih
dibandingkan dengan Sumenep dan Sampang. Labih dari separuh (56% tepatnya) memilih
berbelanja di Bangkalan. Bisa jadi ini adalah dampak dari keberadaan jembatan Suramadu.
Gaya pengambilan putusan
Sebelum membeli batik di Madura, sebagian besar responden mencari informasi, bahkan
mencapai 87%. Sisanya, langsung datang ke Madura. Sumber informasi yang paling banyak
dijadikan rujukan adalah saudara atau teman yang mencapai 73%. Bukan internet (18%), koran
atau majalah (10%), maupun sumber lain. Hal ini sesuai dengan Hsu dkk (2006) bahwa
Indonesia sebagai bagian dari Asia yang sangat collective social.
Atribut barang
Salah satu temuan penting studi ini adalah atribut yang dianggap sangat penting serta
tertinggi adalah motif/corak (50%). Sangat menarik, karena bisa mengalahkan kecocokan ukuran
(44%), yang berada di urutan kedua. Setelah itu model (41%) dan berikutnya harga (37%).
Sementara itu, merek menjadi atribut terendah (11%) yang dipentingkan pembeli batik Madura.
Lebih rendah dari bahan atau kualitas batik yang satu tingkat di atasnya (33%).
Alasan membeli batik di Madura yang utama adalah untuk dipakai jika ada acara resmi
(mencapai 56%). Jadi batik Madura dianggap pantas sebagai pakaian resmi. Minimal bias
dipakai saat bekerja (31%), bahkan dipakai sehari-hari (13%). Di samping itu, sama-sam sekitar
10%, responden membeli batik Madura untuk dijadikan koleksi atau hadiah bagi rekan atau
pihak lain.
Lingkungan belanja produk baik
Studi ini menemukan bahwa hal terpenting yang ada di tempat pembelian batik Madura
adalah fasilitas ruang pas (fitting room). Berikutnya adalah ketersediaan informasi, diikuti
dengan display barang dagangan. Dekorasi took berikutnya diakhiri dengan material took yang
meliputi tas pembungkus, materi promosi, brosur dan lain-lain.
Layanan tenaga penjual
Bagi pembeli batik di Madura, hal terpenting dalam layanan tenaga penjual adalah sikap
tenaga penjual. Berikutnya, tenaga penjual dituntut untuk memeiliki pengetahuan tentang
produk-produk yang dijual. Setelah itu, tenaga penjual diharapkan memiliki inisiatif saat
melayani dan terakhir baru penampilan fisik tenaga penjual menjadi perhatian.
Kebijakan tempat pembelian batik
Kebijakan tempat pembelian batik juga diperhatikan oleh peminat batik Madura. Studi ini
menemukan bahwa yang terpenting adalah kebijakan yang berkaitan dengan metode penanganan
komplain. Berikutnya adalah kebijakan tentang pengembalian atau penukaran produk. Setelah itu
tentang metode pembayaran dan terakhir tentang jam buka.
Kesimpulan
Studi ini mengeksplorasi perilaku belanja turis tradisional atas produk batik, dengan
datang langsung di pulau Madura. Ditemukan bahwa pembeli batik adalah kelompok masyarakat
menengah, bahkan cenderung ke atas untuk batik-batik dengan motif/corak yang asli Madura.
Meski pengeluaran untuk batik relative kecil dibanding pengeluaran total rumah tangga, namun
studi ini menemukan beberapa hal menarik agar pasar batik Madura berkembang.
Oleh karena minat pembeli batik adalah pakaian jadi, maka perlu diperbesar kapasitas
produksi pakaian jadi batik tulis, namun dengan motif, pola, dan pengerjaan yang baik dan
modern. Perlu pula dibangun pasar batik di Bangkalan yang tidak jauh dari jembatan Suramadu
sehingga benar-benar menjadi pusat batik Madura.
Pembeli batik Madura adalah media promosi penjualan yang efektif karena akan menjadi
sumber informasi utama pda masa datang. Oleh karena itu harus dilayani dengan baik dan
dipenuhi kebutuhannya, seperti ketersediaan ruang pas yang memadai.
Rekomendasi
Para pemangku kepentingan terutama pemerintah, hendaknya lebih aktif mengembangkan
industri dan pasar batik di Madura. Kesan yang ditangkap setelah peresmian jembatan Suramadu
adalah tugas sudah selesai. Akibatnya, perkembangan pulau Madura sebagai salah satu sentral
batik pesisir menjadi tidak optimal. Infrastruktur jalan setelah measuk pulau Madura dan
keberadaan pasar yang menjadi pusat batik menjadi prioritas utama. Begitu pula peran Pemprov
Jatim dalam mengkoordinasi beberapa kabupaten di Madura agar bias lebih bersinergi dan
bekerja sama untuk mengembangkan batik. Bantuan terhadap para pengrajin, khususnya
tradisional juga mutlak dilakukan agar motif dan mutu batik terjaga.
DAFTAR PUSTAKA Abu, Bashar, Ahmad Irshad, dan Wasiq Mohammad (2013), A Study of Influence of
Demographic Factors on Consumer Impulse Buying Behavior, International Journal of Marketing and Management Research, Volume 4, Issue 3 & 4, hal. 64-76.
Angel, Merlyne, Angel (2009), Batik Sumenep’s Motif, Universitas Kristen Petra Publishing,
Surabaya. Brady, Michael K., dan J. Joseph Cronin, Jr. (2001), Customer Orientation: Effects on Customer
Service Perceptions and Outcome Behaviors, Journal of Service Research, Volume 3, No. 3, February, 241-251, Sage Publications Inc.
Choi, Tsan-Ming, Shuk-Ching Liu, Ka-Man Pang, dan Pui-Sze Chow (2007), Shopping
Behaviors of Individual Tourists from the Chinese Mainland to Hong Kong, Journal of Tourism Management .
Hsu, C. H. C., Kang, S. K., & Lam, T. (2006), Reference Group Influences among Chinese
Travelers. Journal of Travel Research, 44, 474–485. Ishwara, Helen, L.R. Supriyanto, dan Xenia Moeis (2011), Batik Pesisir Pusaka Indonesia,
Kepustakaan Populer Gramedia, Jakarta. Mehta, S. C., Lalwani, A. K., & Ping, L. (2001). Reference group influence and perceived risk in
services among working women in Singapore: A replication and Extension. Journal of International Consumer Marketing, 14(1), 43–65
Suharyono, Ahmad (2005), Batik Tulis, Adicita Karya Nusa, Yogyakarta. Tiwari, Rupesh Kumar, dan Anish Abraham (2010), Understanding The Consumer Behavior
toward Shopping Malls in Raipur City, International Journal of Management & Strategy July-Dec, Vol.1, No.1
Wulandari, Ari (2011), Batik Nusantara – Makna Filosofis, Cara Pembuatan, dan Industri Batik,
Andi Publisher, Yogyakarta. http://travel.okezone.com/read/2012/01/29/408/565466/5-kota-batik-terbaik-di-pulau-jawa, 5
Kota Batik Terbaik di Pulau Jawa, Minggu, 29 Januari 2012 - 12:36 wib, Mutya Hanifah – Okezone, diunduh 6 Mei 2013
http://bpws.go.id/?p=2012, diunduh 26 Agustus 2012 http://www.indonesia.travel/id/destination/512/sumenep-kekayaan-warisan-keraton-di-pulau-
madura/article/103/batik-madura-menemukan-kain-batik-gentongan-yang-cerah-dan-unik, diunduh 26 Agustus 2013
http://nationalgeographic.co.id/berita/2012/10/batik-lebih-dari-sekadar-warisan-budaya-
indonesia, unduh 6 mei 2013
http://my.opera.com/batik12/blog/Pengaruh Akan Budaya Batik, Wednesday, September 26,
2012 7:23:33 AM, batik diunduh 6 Mei 2013 http://www.merdeka.com/peristiwa/batik-dan-warisan-budaya-indonesia-yang-diakui-
unesco.html, Batik dan warisan budaya Indonesia yang diakui UNESCO, Reporter : Lia Harahap, Selasa, 2 Oktober 2012 06:31:00, Diunduh 6 mei 2013