1
PERILAKU MENGEMUDI SISWA SMA KOTA TANJUNGPINANG
Naskah Publikasi Sebagai Syarat Untuk
Memperoleh Gelar Sarjana Bidang Sosiologi
JANTI DANIATY NINGSIH MANALU
NIM: 110569201125
PROGRAM STUDI SIOSIOLOGI
FAKULTAS ILMU SOSIAL ILMU POLITIK
UNIVERSITAS MARITIM RAJA ALI HAJI
TANJUNGPINANG
2016
2
PERILAKU MENGEMUDI SISWA SMA KOTA
TANJUNGPINANG
Janti Daniaty Ningsih Manalu
Jurusan Sosiologi
Fakultas Ilmu Sosial dan Politik
Universitas Maritim Raja Ali Haji
2016
ABSTRAK
Fenomena yang tampak di kota Tanjungpinang dalam hal pengemudi siswa
SMA yaitu antara lain mengemudi tanpa memiliki SIM, mengemudi secara ugal-
ugalan, misalnya kebut-kebutan di jalan raya serta menyalip kendaraan lain, atau
berkendara dengan jarak yang dekat dengan kendaraan lain. Siswa SMA di
Tanjungpinang juga seringkali mengemudi tanpa menggunakan helm ganda, dan
juga mengemudikan sepeda motor dengan jumlah lebih dari dua orang.
Pelanggaran aturan lalu lintas oleh siswa SMA ini kemudian menyebabkan
mereka tidak luput dari kemungkinan mengalami kecelakaan lalu lintas.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kesadaran hukum lalu lintas yang
berkitan dengan perilaku mengemudi siswa SMA Tanjungpinang. Metode yang
digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian yang bersifat deskriptif dengan
menggunakan teknik analisis kualitatif, penelitian ini menganalisa data
berdasarkan landasan konsep kesadaran hukum oleh Soerjono soekanto dan teori
fungsionalisme struktural dari Talcot Parsons.
Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan, tampak bahwa kesadaran
hukum siswa SMA kota Tanjungpinang hanya sebatas pengetahuan terhadap
aturan hukum lalu lintas. Hal ini kemudian tergambarkan dari pelanggaran lalu
lintas yang dilakukan oleh mereka yang masih sering terjadi. Kurangnya
kesadaran hukum pada siswa SMA kota Tanjungpinang sebagian besarnya
disebabkan oleh lemahnya pelaksanaan fungsi oleh lembaga-lembaga yang
bersangkutan dalam menjalankan perannya. Dari kesadaran hukum siswa SMA
kota Tanjungpinang ini kemudian diketahui perilaku mengemudi siswa SMA kota
Tanjungpinang masih belum sesuai dengan aturan yang berlaku dan cenderung
melanggar aturan. Kecenderungan siswa SMA kota Tanjungpinang untuk
mengulang perbuatan melanggar aturan hukum lalu lintas dikarenakan anggapan
mereka bahwa melanggar aturan ini sudah menjadi semacam kebiasaan dalam
masyarakat.
3
Kata Kunci: KesadaranHukum
ABSTRACT
The phenomena of riding motorcycle done by senior school students in
tanjung pinang is against the law. They ride motorcyclewithout obtaining riding
license. They ride motorcycle recklessly as they speed on the road, overtaking
other vehicles, riding in very unsafe distant. They also ride without taking on
helmets, riding on with more than two people. It leads them to have traffic
accidents.
The research is to observe the awareness of traffic corporate of
senior school students in tanjung pinang. The method that is used is descriptive
with qualitative analysis. This research is to analyzedata based on concept
foundation of law awareness by Soerjono and structural functionalism theory by
talcot.
Based on the research, the awareness of Tpi senior school students
is still low. It is proven on violations which they do. The lack of traffic corporate
is caused by the weakness of government bodies to function their responsibilities.
The TPIsenior school students’ behavior is still not in accordance to the law.
The tendency to break the traffic law again and again caused by their
consideration that breaking law is like habits in the society.
Key words: Law awareness
4
A. Latar Belakang
Perilaku mengemudi
masyarakat pada umumnya dapat
dibedakan menjadi dua macam.
Adapun perilaku mengemudi yang
terlihat ialah mereka yang
mengemudi dengan tertib dan taat
hukum (aturan) lalu lintas, dan
mereka yang ugal-ugalan alias tidak
mematuhi hukum lalu lintas.
Berkenaan dengan itu, pemerintah
yang dalam hal ini diwakili oleh
pihak kepolisian dan Dinas
Perhubungan semakin gencar
melakukan usaha dalam
meningkatkan kesadaran masyarakat
terhadap hukum lalu lintas. Adanya
berbagai macam upaya untuk
meningkatkan kesadaran hukum lalu
lintas ini bertujuan untuk turut
mengontrol perilaku mengemudi
masyarakat di jalan raya.
Pada tahun 2013 Indonesia
menempati posisi kelima terbesar
yang mencatat korban tewas
terbanyak di jalan raya setelah China,
India, Nigeria dan Brasil (viva.co.id).
Secara umum kecelakaan lalu lintas
yang terjadi disebabkan oleh
beberapa faktor, seperti kelalaian
manusia, kondisi jalan, kelaikan
kendaraan dan belum optimalnya
penegakan hukum lalu lintas.
Berdasarkan Outlook 2013
Transportasi Indonesia (viva.co.id),
terdapat empat faktor penyebab
kecelakaan, yakni kondisi sarana dan
prasarana transportasi, faktor
manusia dan alam. Namun demikian,
di antara keempat faktor tersebut,
kelalaian manusia menjadi faktor
5
utama penyebab tingginya angka
kecelakaan lalu lintas. Oleh karena
itu, diperlukan kesadaran berlalu
lintas yang baik bagi masyarakat,
terutama kalangan usia produktif.
Perilaku pengguna jalan yang tidak
disiplin menjadi pemicu jatuhnya
korban jiwa.
Dari data yang diperoleh di
Polres Tanjungpinang
(tanjungpinangpos.co.id), angka
kecelakaan di Kepulauan Riau terus
meningkat. Pada tahun 2013 ada 479
kasus kecelakaan lalu lintas di
Kepulauan Riau, dengan jumlah
meninggal dunia 144 orang, luka
berat 255 orang, dan luka ringan 524
orang. Dari banyaknya kasus
kecelakaan lalu lintas yang terjadi di
Kepulauan Riau ini, kebanyakan
diantaranya dikarenakan kurangnya
kesadaran pengguna jalan untuk
mematuhi peraturan berlalu lintas.
Oleh sebab itu segala macam upaya
pencegahan terjadinya kecelakaan
mesti terus dilakukan, khususnya
upaya untuk mengontrol perilaku
mengemudi serta meningkatkan
kesadaran pengguna kendaraan
bermotor untuk mematuhi peraturan
lalu lintas.
Tabel I.1 :
Data Jumlah Kasus
Kecelakaan Lalu Lintas Kota
Tanjungpinang
N
o.
Ta
hun
Jumlah
Kasus
Kecelakaan
1
.
20
12
150
2
.
20
13
70
3
.
20
14
69
Sumber: Satlantas Polres
Tanjungpinang, 2015
6
Seperti yang tampak pada tabel
di atas, pada tahun 2014 angka
kecelakaan lalu lintas menurun jika
dibandingkan dengan jumlah
kecelakaan lalu lintas pada tahun
2013 dan 2012. Namun demikian,
menurunnya angka kecelakaan pada
tahun 2014 ini tidak lantas membuat
Satlantas Polres Tanjungpinang
mengurangi upaya peningkatan
kesadaran masyarakat mengenai
pentingnya keselamatan dalam
berlalu lintas di jalan raya. Berkaitan
dengan tingginya angka kecelakaan
lalu lintas yang kebanyakan
disebabkan oleh kelalaian manusia
(data Korlantas Polri), maka perilaku
berlalu lintas mesti diperhatikan
lebih seksama demi meminimalisir
kemungkinan terjadinya kecelakaan.
Perilaku mengemudi yang baik dan
taat aturan hukum merupakan
harapan yang ingin dicapai.
Pengemudi jalan raya terdiri dari
berbagai macam golongan usia mulai
dari mereka yang masih bersekolah
hingga mereka yang sudah masuk
usia pensiunan.
Hal yang meresahkan di
Tanjungpinang adalah perilaku
mengemudi masyarakat yang ada,
ternyata tidak sesuai dengan aturan
yang berlaku. Dalam berlalu lintas,
sudah jelas diatur bagaimana dan apa
saja hal-hal yang boleh serta tidak
boleh dilakukan. Sosialisasi
mengenai aturan lalu lintas sudah
diadakan dimana-mana, dan
penindakan terhadap pelanggar
aturan lalu lintas pun acapkali
dilakukan. Namun demikian, hal
tersebut tidak lantas membuat
masyarakat patuh terhadap aturan
yang berlaku. Jadi, masyarakat
mengetahui tentang aturan, namun
mengabaikan dan tidak menaati
7
peraturan yang ada. Hal ini kemudian
telah menjadi semacam kebiasaan
yang mendarah daging, bahkan
berlarut-larut. Kebanyakan
masyarakat baru mau menaati aturan
lalu lintas apabila ada aparat yang
memperhatikan karena takut
mendapat sanksi. Ironisnya lagi, ada
pula pengemudi yang justru bersikap
cuek dan mengabaikan aturan lalu
lintas sekalipun berhadapan langsung
dengan aparat yang bertugas.
Fenomena yang tampak di kota
Tanjungpinang dalam hal pengemudi
siswa SMA yaitu antara lain
mengemudi tanpa memiliki SIM,
mengemudi secara ugal-ugalan,
misalnya kebut-kebutan di jalan raya
serta menyalip kendaraan lain, atau
berkendara dengan jarak yang dekat
dengan kendaraan lain. Siswa SMA
di Tanjungpinang juga seringkali
mengemudi tanpa menggunakan
helm ganda, dan juga mengemudikan
sepeda motor dengan jumlah lebih
dari dua orang. Selain itu,
pengemudi siswa SMA di
Tanjungpinang juga sering tampak
memodifikasi kendaraan bermotor
yang dikendarai sehingga seringkali
tidak sesuai dengan standar aturan,
misalnya mengganti plat kendaraan,
mengganti ban sepeda motor dengan
ban yang tidak sesuai standar, serta
mengganti knalpot menjadi knalpot
racing yang bunyinya bising dan
mengganggu kenyamanan pengguna
jalan yang lain. Pelanggaran aturan
lalu lintas oleh siswa SMA ini
kemudian menyebabkan mereka
tidak luput dari kemungkinan
mengalami kecelakaan lalu lintas.
Berangkat dari hal tersebut,
peneliti kemudian ingin mengetahui
perilaku mengemudi siswa SMA.
Bentuk perilaku mengemudi dapat
8
diketahui melalui kesadaran hukum
siswa SMA dalam berlalu lintas. Hal
ini dikarenakan kesadaran hukum
memiliki kaitan yang erat dengan
perilaku masyarakat, yang dalam hal
ini yaitu dalam berlalu lintas.
Kesadaran hukum warga masyarakat
yang tinggi mengakibatkan warga
masyarakat mentaati ketentuan-
ketentuan hukum yang berlaku,
begitu pula sebaliknya (Otje dan
Anthon). Pada penelitian ini
kesadaran hukum lalu lintas pada
siswa SMA digunakan untuk melihat
bentuk perilaku mengemudi siswa
SMA kota Tanjungpinang.
Kesadaran hukum lalu lintas pada
siswa SMA di Tanjungpinang perlu
dipertanyakan, mengingat
perilakunya dalam mengemudi di
jalan raya cenderung masih tergolong
kategori pelanggar aturan. Oleh
karena perilaku mereka saat
mengemudi di jalan raya akan
berpengaruh pada orang lain, maka
perlu ditelaah mengenai perilaku
tersebut, dicari penyebab maupun
pemicunya agar lebih mudah dalam
mendapatkan solusi guna menindak
perilaku pelanggaran yang mungkin
dilakukan. Dari informasi tersebut
kemudian akan diketahui bentuk
kesadaran hukum lalu lintas siswa
SMA Tanjungpinang dalam
penelitian ini, yang kemudian
mampu memberi informasi mengenai
bentuk perilaku mengemudi siswa
SMA kota Tanjungpinang.
Mengingat angka kecelakaan lalu
lintas yang tinggi akibat dari
pelanggaran aturan lalu lintas yang
makin marak, maka penelitian ini
penting untuk dilakukan agar bisa
mendapatkan solusi guna
meminimalisir tindak pelanggaran
9
lalu lintas oleh siswa SMA
Tanjungpinang.
B. Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang
penelitian, secara garis besar dapat
ditarik rumusan masalah yaitu
“Bagaimana perilaku mengemudi
siswa SMA Kota Tanjungpinang?”
C. Tujuan & Kegunaan
1. Tujuan
Adapun yang menjadi tujuan
dari penelitian ini adalah untuk
mengetahui bentuk perilaku
mengemudi siswa SMA kota
Tanjungpinang.
2. Kegunaan
a. Kegunaan Teoritis
Secara teoritis, hasil dari
penelitian ini diharapkan dapat
menjadi referensi atau masukan
bagi perkembangan ilmu
sosiologi dan menambah kajian
ilmu sosiologi, khususnya
mengenai perilaku mengemudi
siswa SMA.
b. Kegunaan Praktis
Secara praktis, hasil dari
penelitian ini diharapkan dapat
menjadi masukan untuk
menentukan kebijakan apa
yang harus diambil berkenaan
dengan isi penelitian ini yaitu
misalnya untuk meminimalisir
tingkat kecelakaan lalu lintas
khususnya bagi pemerintah dan
pihak lain yang berhubungan.
Hasil penelitian ini juga
diharapkan dapat dijadikan
referensi pada penelitian
selanjutnya serta menjadi
informasi bagi masyarakat
10
yang menaruh minat pada
(masalah) penelitian ini.
D. Metode Penelitian
1. Jenis Penelitian
Jenis penelitian ini yaitu
penelitian kualititatif. Menurut Prof.
Dr. Sugiyono (2005: 10) metode
penelitian kualitatif adalah metode
penelitian yang digunakan untuk
meneliti pada kondisi objek yang
alamiah. Tipe penelitian ini yaitu
penelitian deskriptif. Menurut
Sugiyono (2003: 11) penelitian
kualitatif deskriptif dilakukan dalam
beberapa tahap penelitian yaitu:
penelitian lapangan, studi
kepustakaan dan analisis data.
Peneliti memilih jenis dan tipe
penelitian kualitatif deskriptif karena
dianggap paling sesuai untuk
menjawab rumusan masalah.
2. Lokasi Penelitian
Tempat yang menjadi lokasi
penelitian ini adalah Kota
Tanjungpinang Kepulauan Riau.
Adapun alasan dipilihnya lokasi ini
adalah sebagai berikut:
a. Kota Tanjungpinang sebagai
Ibukota Kepulauan Riau
merupakan pusat dimana
masyarakatnya sudah semakin
modern dalam kesehariannya.
Alat transportasi yang digunakan
di Kota Tanjungpinang cukup
beragam, dan kendaraan bermotor
sudah semakin memadati ruas
jalan setiap harinya.
b. Kepolisian sudah melakukan
banyak program yang bertujuan
menumbuhkan kesadaran
mengenai pentingnya menjaga
keselamatan saat berkendara
namun fenomena di jalan raya
kota Tanjungpinang menunjukkan
11
pelanggaran aturan lalu lintas
yang tampak diulang-ulang oleh
masyarakat.
3. Teknik Pemilihan Informan
Teknik pemilihan informan
yang digunakan dalam penelitian ini
yaitu Purposive Sampling yang
artinya pemilihan informan
dilakukan dengan
mempertimbangkan kriteria-kriteria
yang sudah ditentukan terhadap
obyek yang sesuai dengan tujuan
penelitian ini. Adapun kriteria
informan dalam penelitian ini yaitu:
1. Merupakan siswa/i yang
bersekolah di SMA Kota
Tanjungpinang.
2. Membawa (mengemudikan)
sepeda motor dalam
kesehariannya.
3. Pernah melakukan salah satu
bentuk pelanggaran aturan lalu
lintas, seperti:
a. Tidak memiliki Surat
Izin Mengemudi (SIM),
b. Menerobos lampu lalu
lintas,
c. Kebut-kebutan dalam
mengemudi.
d. Tidak menggunakan
helm ganda.
e. Mengendarai sepeda
motor lebih dari dua
orang.
f. Melakukan modifikasi
(yang tidak sesuai
standar) pada
kendaraan bermotor
yang dimiliki, misalnya
pada plat kendaraan
bermotor atau knalpot
atau ban kendaraan
bermotor.
12
4. Sumber Data
a. Data Primer
Data primer pada penelitian ini
digali melalui teknik wawancara
pada siswa SMA yang menjadi objek
penelitian. Data yang dicari yaitu
bagaimana pengetahuan serta sikap
siswa SMA tentang hukum lalu lintas
yang berlaku dan mengenai jenis
pelanggaran apa yang dilakukan serta
alasan atau latar belakang dari
perilaku tersebut.
b. Data Sekunder.
Data sekunder dalam penelitian
ini dikumpulkan melalui penelusuran
berbagai pustaka serta dari instansi
terkait seperti kepolisian. Data yang
dicari yaitu data tentang banyaknya
pelanggaran aturan lalu lintas yang
terjadi di Tanjungpinang khususnya
rentang usia SMA. Data primer serta
data sekunder yang dibutuhkan
peneliti akan digunakan untuk
menjawab rumusan masalah dalam
penelitian ini.
5. Teknik dan Alat Pengumpulan
Data
a. Observasi
Observasi yang penulis
gunakan adalah observai non
partisipan dan melakukan observasi
sesuai kenyataan yang terjadi di
lapangan. Hal-hal yang diamati
dalam penelitian ini yaitu segala
kelengkapan kendaraan yang
digunakan siswa SMA dalam
mengemudi.
b. Wawancara
Wawancara adalah teknik
pengumpulan data yang digunakan
peneliti untuk mendapatkan
keterangan-keterangan dengan cara
bercakap-cakap dan berhadapan
muka dengan orang yang dapat
memberikan keterangan kepada
13
peneliti. Jenis wawancara yang
digunakan adalah wawancara
mendalam, dimana tujuannya unuk
memperoleh bentuk-bentuk
informasi dari semua responden,
tetapi susunan dan urtan kalimatnya
disesuaikan dengan ciri-ciri
responden.
Wawancara dalam penelitian
ini dilakukan untuk mendapat
informasi mengenai kesadaran
hukum siswa SMA tentang aturan
lalu lintas, serta tentang segala
bentuk perilaku dan semua faktor
yang mempengaruhi dan
melatarbelakangi pelanggaran yang
dilakukan oleh siswa SMA. Adapun
yang menjadi instrumen penelitian
ini ialah pedoman wawancara dan
alat perekam
E. Tinjauan Pustaka
1. Kesadaran Hukum
Para ahli telah banyak
mendefinisikan hukum menurut
pendapatnya masing-masing, seperti
menurut Abdul Manan yaitu
“Hukum adalah suatu rangkaian
peraturan yang menguasai tingkah
laku dan perbuatan tertentu dari
manusia dalam hidup bermasyarakat.
Hukum itu sendiri mempunyai ciri
yang tetap yakni hukum merupakan
suatu organ peraturan-peraturan
abstrak, hukum untuk mengatur
kepentingan-kepentingan manusia,
siapa saja yang melanggar hukum
akan dikenakan sanksi sesuai dengan
apa yang telah ditentukan”. Seorang
ahli hukum lain, S. M. Amin juga
mengemukakan pendapatnya sebagai
berikut: “Hukum adalah kumpulan-
kumpulan peraturan-peraturan yang
terdiri dari norma dan sanksi-sanksi
itu disebut hukum dan tujuan hukum
itu adalah mengadakan ketatatertiban
14
dalam pergaulan manusia, sehingga
keamanan dan ketertiban
terpelihara”. Berdasarkan definisi
para ahli tersebut, dapat disimpulkan
bahwa hukum merupakan kumpulan
peraturan yang sifatnya memaksa
dan menguasai perilaku manusia
yang memiliki tujuan menjaga
ketertiban dan keamanan. Para
pelanggar aturan hukum akan
mendapat sanksi sesuai dengan
perbuatannya.
Kesadaran hukum lebih banyak
merupakan perumusan dari kalangan
hukum mengenai penilaian tersebut,
yang telah dilakukan secara ilmiah.
Jadi kesadaran hukum sebenarnya
merupakan kesadaran atau nilai-nilai
yang terdapat dalam manusia tentang
hukum yang ada atau tentang hukum
yang diharapkan ada. Dengan
demikian yang ditekankan dalam hal
ini adalah nilai-nilai tentang fungsi
hukum dan bukan terhadap kejadian-
kejadian yang konkret dalam
masyarakat yang bersangkutan. Bila
demkian, kesadaran hukum
menekankan tentang nilai-nilai
masyarakat tentang fungsi apa yang
hendaknya dijalankan oleh hukum
dalam masyarakat. Berdasarkan
pendapat tersebut di atas, dapat
dikatakan bahwa persoalannya disini
kembali pada masalah dasar dari
validitas hukum yang berlaku, yang
akhirnya harus dikembalikan pada
nilai-nilai masyarakat.
Kesadaran hukum berkaitan
dengan nilai-nilai yang tumbuh dan
berkembang dalam suatu masyarakat.
Dengan demikian masyarakat
mentaati hukum bukan karena
paksaan, melainkan karena hukum
itu sesuai dengan nlai-nilai yang ada
alam masyarakat itu sendiri. Dalam
hal ini telah terjadi internalisasi
15
hukum dalam masyarakat yang
diartikan bahwa kaidah-kaidah
hukum tersebut telah meresap dalam
diri masyarakat.
Terdapat empat indikator
kesadaran hukum, yang masing-
masing merupakan suatu tahapan
bagi tahapan berikutnya, yaitu:
a. Pengetahuan hukum,
Pengetahuan hukum adalah
pengetahuan seseorang mengenai
beberapa perilaku tertentu yang
diatur oleh hukum. Sudah tentu
bahwa hukum yang dimaksud disini
adalah hukum tertulis dan hukum
tidak tertulis. Pengetahuan tersebut
berkaitan dengan perilaku yang
dilarang ataupun perilaku yang
diperbolehkan oleh hukum.
Sebagaimana dapat dilihat dalam
masyarakat bahwa umumnya
seseorang mengetahui bahwa
mencuri, membunuh dan seterusnya
dilarang oleh hukum.
Pengetahuan hukum tersebut
erat kaitannya dengan asumsi bahwa
masyarakat dianggap mengetahui isu
suatu peraturan manakala peraturan
tersebut telah diundangkan.
Kenyataannya asumsi tersebut tidak
selalu benar, hal tersebut terbukti
dari berbagai penelitian yang
dilakukan d berbagai Negara.
b. Pemahaman hukum,
Pemahaman hukum dalam arti
di sini adalah sejumlah iformasi yang
dimiliki seseorang mengenai isi
peraturan dari suatu hukum tertentu.
Dengan lain perkataan pemahaman
hukum adalah suatu pengertian
terhadap isi dan tujuan dari suatu
peraturan dalam suatu hukum
tertentu, tertulis maupun tidak, serta
manfaatnya bagi pihak-pihak yang
kehidupannya diatur oleh peraturan
16
tersebut. Dalam hal pemahaman
hukum, tidak disyaraktkan seseorang
harus terlebih dahulu mengetahui
adanya suatu aturan tertulis yang
mengatur sesuatu hal. Akan tetapi
yang dilihat di sini adalah bagaimana
persepsi mereka dalam menghadapi
berbagai hal, dalam kaitannya
dengan norma-norma yang ada
dalam masyarakat. Persepsi ini
biasanya diwujudkan melalui sikap
mereka terhadap tingkah laku sehari-
hari.
Pemahaman hukum ini dapat
diperoleh bila peraturan tersebut
dapat atau mudah dimengerti oleh
warga masyarakat. Bila demikian,
hal ini tergantung pula bagaimanakah
perumusan pasal-pasal dari peraturan
perundang-undangan tersebut.
c. Sikap hukum,
Sikap hukum adalah suatu
kecenderungan untuk menerima
hukum karena adanya penghargaan
terhadap hukum sebagai sesuatuu
yang bermanfaat atau
menguntungkan jika hukum itu
ditaati. Sebagaimana terlihat disini
bahwa kesadaran hukum berkaitan
dengan nilai-nilai yang terdapat di
masyarakat. Suatu sikap hukum akan
melibatkan pilihan warga terhadap
hukum yang sesuai dengan nilai-nilai
yang ada dalam dirinya sehingga
akhirnya warga masyarakat
menerima hukum berdasarkan
penghargaan terhadapnya.
d. Pola perilaku hukum.
(Soerjono Soekanto dalam
Otje dan Anthon)
Pola perilaku hukum adalah hal
yang utama dalam kesadaran hukum,
karena di sini dapat dilihat apakah
suatu peraturan berlaku atau tidak
dalam masyarakat. Dengan demikian
sampai seberapa jauh kesadaran
17
hukum dalam masayarakat dapat
dilihat dari pola perilaku hukum
suatu masyarakat.
Setiap indikator menunjuk
pada tingkat kesadaran hukum
tertentu mulai dari yang terendah
sampai dengan yang tertinggi.
Apabila indicator-indikator dari
kesadaran hukum dipenuhi, maka
derajat kesadaran hukumnya tinggi,
begitu pula sebaliknya. Kesadaran
hukum berkaitan pula dengan
efektivitas hukum dan wibawa
hukum. Salah satu segi pembicaraan
mengenai efektivitas hukum
seringkali dikaitkan pengaruh hukum
terhadap masyarakat. Inti dari
pengaruh hukum terhadap
masyarakat adalah pola perilaku
wwarga masyarakat yang sesuai
dengan hukum yang berlaku atau
yang telah diputuskan. Bila hal ini
kita kaitkan dengan indicator
kesadaran hukum, maka hal ini
termasuk pada indicator yang
keempat. Jika tujuan hukum tersebut
tercapai, yaitu bila warga
dikehendaki oleh hukum, hal ini
dinamakan hukum tersebut efektif.
2. Fungsionalisme Struktural
Suatu fungsi adalah “suatu
kompleks kegiatan-kegiatan yang
diarahkan kepada pemenuhan suatu
kebutuhan atau kebutuhan-kebutuhan
sistem itu” (Rocher, R. Stryker
dalam Ritzer). Menggunakan definisi
tersebut, Parsons percaya bahwa ada
empat imperatif fungsional yang
perlu bagi (khas pada) semua sistem
yaitu; adaptation (A) (adaptasi), goal
attainment (G) (pencapaian tujuan),
integration (I) (integrasi), dan latency
(L) (Latensi) atau pemeliharaan pola.
Secara bersama-sama, keempat
imperatif fungsional itu dikenal
18
sebagai skema AGIL. Agar dapat
lestari, suatu sistem harus
melaksanakan keempat fungsi
tersebut.
a. Adaptasi: suatu sistem harus
mengatasi kebutuhan mendesak
yang bersifat situasional eksternal.
Sistem itu harus beradaptasi
dengan lingkungannya dan
mengadaptasikan lingkungan
dengan kebutuhan-kebutuhannya.
b. Pencapaian tujuan: suatu sistem
harus mendefinisikan dan
mencapai tujuan utamanya.
c. Integrasi: suatu sistem harus
mengatur antarhubungan bagian-
bagian dari komponennya. Ia juga
harus mengelola hubungan
diantara tiga imperative
fungsional lainnya (A, G, L).
d. Latensi (pemeliharaan pola): suatu
sistem harus menyediakan,
memelihara dan memperbarui
baik motivasi para individu
maupun pola-pola budaya yang
menciptakan dan menopang
motivasi itu.
Parsons merancang skema
AGIL untuk digunakan pada semua
level di dalam sistem teoritisnya.
Organisme behavioral adalah sitem
tindakan yang menangani fungsi
adaptasi dengan menyesuaikan diri
dan mentransformasi dunia eksternal.
Sistem kepribadian melaksanakan
fungsi pencapaian tujuan dengan
mendefinisikan tujuan-tujuan sistem
dan memobilisasi sumber-sumber
daya untuk mencapainya. Sistem
sosial menangani fungsi integrasi
dengan mengendalikan bagian-
bagian komponennya. Terakhir,
sistem budaya melaksanakan fungsi
latensi dengan menyediakan norma-
norma dan nilai-nilai bagi para aktor
19
yang memotivasi mereka untuk
bertindak.
F. Pembahasan
1. Kesadaran Hukum Lalu Lintas
Siswa SMA Kota Tanjungpinang
a. Pengetahuan Hukum Lalu Lintas
Siswa SMA Kota
Tanjungpinang
Pengetahuan hukum adalah
pengetahuan seseorang mengenai
beberapa perilaku tertentu yang
diatur oleh hukum. Sudah tentu
bahwa hukum yang dimaksud disini
adalah hukum tertulis dan hukum
tidak tertulis. Pengetahuan tersebut
berkaitan dengan perilaku yang
dilarang ataupun perilaku yang
diperbolehkan oleh hukum.
Sebagaimana dapat dilihat dalam
masyarakat bahwa umumnya
seseorang mengetahui bahwa
mencuri, membunuh dan seterusnya
dilarang oleh hukum (Soerjono
soekanto dalam Otje, Susanto dan
Anthon: 2004). Dari jawaban-
jawaban tersebut, tampak bahwa
pengetahuan informan tentang UU
yang mengatur lalu lintas masih
sangat minim. Sekalipun mengaku
bahwa pernah mendengar tentang
adanya UU yang mengatur tentang
lalu lintas, namun informan tidak
dapat menyebutkan secara detail.
Pada umumnya, mereka hanya bisa
menyebutkan tentang aturan-aturan
lalu lintas berdasarkan pengalaman
serta apa yang mereka dengar dan
lihat di jalan raya.
Meskipun memiliki
pengetahuan mengenai aturan perihal
kelengkapan berlalu lintas, informan
tetap saja belum sepenuhnya
menjadikannya sebagai patokan
dalam mengemudi. Ada banyak
faktor yang dapat mempengaruhi
20
pengetahuan hukum lalu lintas siswa
SMA. Berdasarkan hasil wawancara,
proses sosialisasi mengenai aturan
hukum lalu lintas yang tidak
tersampaikan secara sempurna turut
mempengaruhi pengetahuan hukum
lalu lintas oleh siswa SMA tersebut.
Informan mengaku
mendapatkan sosialisasi mengenai
hukum lalu lintas dari sekolah.
Dalam membentuk kesadaran hukum
lalu lintas siswa, sekolah memiliki
peran sebagai pemberi informasi
serta turut mengontrol perilaku
siswa. Sekolah diharapkan mampu
mensosialisasikan tentang aturan
hukum lalu lintas yang berlaku di
masyarakat, setidaknya dengan
bekerja sama dengan pihak
kepolisian dan mengadakan kegiatan
sosialisasi atau penyuluhan. Akan
tetapi sekolah belum mampu
menciptakan suasana yang
menyenangkan dan membuat siswa
tertarik pada pembahasan yang
dalam hal ini yaitu sosialisasi hukum
lalu lintas. Sama halnya dengan
pihak kepolisian, sekolah hendaknya
mampu menemukan cara-cara atau
metode baru yang mampu menarik
perhatian siswa sehingga berminat
pada pengetahuan tentang hukum
lalu lintas tersebut.
Selain itu dari penelitian ini
ternyata ditemukan hanya sebanyak
dua sekolah yang memiliki aturan
mengenai siswa SMA yang harus
memiliki SIM saat berkendara.
Sisanya tidak memiliki aturan
tersebut. Longgarnya kontrol serta
kurang tegasnya sekolah dalam
penerapan tata tertib perihal
membawa kendaraan ini, turut
berpengaruh pada pola perilaku
siswa dalam mengemudi. Sekolah
gagal menyesuaikan kebutuhan siswa
21
dengan apa yang di butuhkan
lingkungan saat ini. Melihat
maraknya terjadi kecelakaan yang
mana siswa SMA tidak luput dari hal
tersebut, sekolah seharusnya lebih
memperhatikan dan mampu
mengontrol siswa yang mengemudi.
Kemampuan adaptasi (adaptation)
manajemen sekolah terhadap
perubahan maupun perilaku siswa
nampak tidak berhasil, sehingga
sekolah gagal mempertahankan pola
(latency) sebagai tempat menyemai
dan menanam nilai-nilai dan norma.
Dalam penelitian ini, nilai serta
norma hukum lalu lintas termasuk
pada apa yang seharusnya
ditanamkan sekolah sebagai bentuk
fungsi laten sekolah. Akibat dari
fungsi adaptasi serta fungsi laten
sekolah yang tidak terlaksana dengan
baik, maka berdampak pada
pengetahuan hukum lalu lintas pada
siswa SMA yang minim
b. Pemahaman Hukum Lalu Lintas
Siswa SMA Kota
Tanjungpinang
Informan sejauh ini hanya
memiliki pemahaman tentang
simbol-simbol di jalan raya
berdasarkan apa yang sering mereka
lihat seperti larangan berhenti,
larangan parkir, tanda belokan, jalan
berliku serta tanda untuk berhati-hati
mengurangi kecepatan. Sedangkan
mengenai simbol-simbol yang masih
asing bagi mereka, informan masih
belum memahami jelas maksud dari
simbol-simbol yang digunakan di
jalan raya tersebut.
Menurut Soerjono soekanto
(dalam Otje, Susanto dan Anthon:
2004) dalam hal pemahaman hukum,
tidak disyaraktkan seseorang harus
terlebih dahulu mengetahui adanya
22
suatu aturan tertulis yang mengatur
sesuatu hal. Akan tetapi yang dilihat
di sini adalah bagaimana persepsi
mereka dalam menghadapi berbagai
hal, dalam kaitannya dengan norma-
norma yang ada dalam masyarakat.
Persepsi ini biasanya diwujudkan
melalui sikap mereka terhadap
tingkah laku sehari-hari. Berdasarkan
jawaban informan, tampak bahwa
mereka memiliki pemahaman, akan
tetapi tidak secara mendalam sebab
mereka masih memiliki
ketidakpahaman terhadap rambu-
rambu lalu lintas yang digunakan di
jalan. Sebagian besar informan
mengaku bahwa pemahaman tentang
rambu lalu lintas seperti symbol-
simbol, mereka dapatkan dari apa
yang mereka lihat dan pengalaman
ketika mengemudi sehari-hari di
jalan raya. Keterbatasan informasi
inilah yang paling berpengaruh
terhadap pemahaman informan. Hal
ini yang kemudian dapat turut
mempengaruhi perilaku mereka di
jalan raya. Disebabkan oleh
minimnya pemahaman, maka tidak
dapat dipungkiri bahwa
kemungkinan mereka melakukan
pelanggaran di jalan raya akan
semakin besar.
c. Sikap Hukum Lalu Lintas Siswa
SMA Kota Tanjungpinang
Sekalipun tau dan paham
bahwa perbuatan melanggar aturan
hukum lalu lintas itu adalah
perbuatan yang tidak benar, namun
informan masih belum sepenuhnya
bisa menghindarinya.
Kecenderungan informan untuk
kembali mengulang pelanggaran
hukum lalu lintas tampak dari
jawaban-jawaban ketika dilakukan
wawancara. informan belum jera
23
meskipun sudah pernah mendapat
sanksi berupa tilang (tindakan
langsung) dari polisi lalu lintas.
Terbukti bahwa mereka masih berani
mengemudikan sepeda motor
sekalipun sudah pernah diberi
peringatan dan paham bahwa hal
tersebut dilarang. Bahkan perihal
kelengkapan mengemudi lainnya
yang sudah diperingatkan pun
mereka masih bersikap membandel
dan tidak mengikuti himbauan yang
diberikan.
Sikap hukum adalah suatu
kecenderungan untuk menerima
hukum karena adanya penghargaan
terhadap hukum sebagai sesuatu
yang bermanfaat atau
menguntungkan jika hukum itu
ditaati. (Soerjono soekanto dalam
Otje, Susanto dan Anthon: 2004).
Sikap hukum informan belum bisa
dikatakan baik, karena
kecenderungan informan untuk
mematuhi hukum lalu lintas yang
berlaku masih lebih kecil
dibandingkan kecenderungan untuk
melanggar dan mengabaikan aturan
itu. Berdasarkan wawancara yang
dilakukan, dapat diambil kesimpulan
bahwa informan tidak menganggap
serius masalah pelanggaran hukum
lalu lintas yang mereka lakukan.
Maksudnya, mereka tidak merasa
bahwa pelanggaran hukum lalu lintas
yang mereka lakukan adalah
kesalahan fatal karena mereka masih
berani melakukan pelanggaran lalu
lintas tersebut. Hal tersebut membuat
peneliti menyimpulkan bahwa
informan masih belum begitu
menghargai hukum lalu lintas yang
berlaku. Informan masih belum
menanggapi serius persoalan
mentaati hukum lalu lintas.
Penghargaan informan terhadap
24
hukum lalu lintas yang berlaku masih
sangat minim mengingat sikap
mereka terhadap hukum yang
berlaku tidak mencerminkan sikap
yang taat hukum. Terbukti dari
pernyataan mereka yang justru
mencari-cari cara dan celah agar bisa
lolos dari sanksi pelanggaran hukum
yang mereka lakukan.
Sebagai agen sosialisasi paling
utama, keluarga ialah pihak yang
dianggap paling berperan dalam
membentuk perilaku anak. Keluarga
merupakan lingkungan yang paling
dekat dengan anak, dalam hal ini
siswa SMA. Segala macam bentuk
perilaku-perilaku yang sudah
menjadi kebiasaan dalam sebuah
keluarga biasanya akan turut menjadi
acuan paling utama bagi setiap
anggota keluarga dalam
kesehariannya. Berdasarkan fakta
yang diperoleh pada penelitian ini,
bahwa orangtua yang seharusnya
mencontohkan serta membimbing
anak untuk taat pada aturan, justru
telah memfasilitasi anak dalam
melanggar aturan lalu lintas, yaitu
memberikan izin pada anak untuk
mengendarai sepeda sekalipun
mereka paham bahwa anak belum
berada pada usia yang cukup untuk
mengendarai kendaraan bermotor.
Hal tersebut tentu saja menunjukkan
bahwa orangtua gagal melakukan
perannya sebagai pembimbing,
contoh serta teladan bagi anak.
Orangtua informan mengaku bahwa
mereka memberikan kebebasan pada
anak agar menggunakan kendaraan
sendiri dikarenakan alasan-alasan
seperti kesibukan, sebagai efisiensi
waktu, serta juga dilatarbelakangi
perhitungan biaya. Penelitian ini
menunjukkan bahwa orang tua dalam
hal ini telah gagal melakukan fungsi
25
adaptasi terhadap perubahan pola
pikir dan budaya anak pada jaman
modern. Orangtua yang seharusnya
mampu menyesuaikan kebutuhannya
dengan kebutuhan anak, malah
mencari cara untuk memenuhi
kebutuhan anak dengan cara yang
tidak sesuai dengan norma yang
berlaku. Selain itu, hasil penelitian
juga menunjukkan bahwa keluarga
telah gagal mempertahankan pola
sebagai peletak dasar nilai-nilai dan
norma untuk membekali anak dengan
budi pekerti yang baik.
Ketidakmampuan ini membuat
keluarga tidak mampu membawa
serta mengarahkan pola perilaku agar
sesuai de-ngan nilai dan norma yang
berlaku. Selain itu orangtua justru
ikut andil dalam pembuatan SIM
tembak, yang artinya orangtua turut
mendukung perbuatan anak dalam
melakukan tindak kecurangan
terhadap aturan. Orangtua informan
juga bermaksud untuk menghindari
pelanggaran hukum lalu lintas
perihal mengemudi tanpa SIM,
namun dengan cara yang salah alias
tidak sesuai aturan dengan membuat
SIM tembak. Kesadaran hukum
berkaitan dengan nilai-nilai yang
terdapat di masyarakat. Suatu sikap
hukum akan melibatkan pilihan
warga terhadap hukum yang sesuai
dengan nilai-nilai yang ada dalam
dirinya sehingga akhirnya warga
masyarakat menerima hukum
berdasarkan penghargaan
terhadapnya (Soerjono soekanto
dalam Otje, Susanto dan Anthon:
2004). Penelitian ini melihat
masyarakat sebagai struktur yang
berperan dalam membentuk
kesadaran hukum siswa SMA. Pada
penelitian ini, ditemukan disfungsi
pada masyarakat. Masyarakat yang
26
seharusnya melakukan kontrol bagi
anggotanya, yang dalam hal ini siswa
SMA, justru turut menjadi
penyumbang angka pelanggaran dan
menjadi contoh tidak baik bagi siswa
SMA. Pada penelitian ini, kegagalan
masyarakat untuk melakukan fungsi
integrasi antara norma hukum lalu
lintas yang berlaku dengan keinginan
masyarakat, telah berdampak pada
perilaku hukum lalu lintas
masyarakat itu sendiri. Perilaku
pelanggaran hukum lalu lintas oleh
masyarakat ini kemudian menjadi
sebuah kebiasaan yang dimaklumi,
kareena sebagian besar anggota
masyarakat turut melakukannya.
Berdasarkan pernyataan
informan, tindakan pelanggaran
hukum lalu lintas yang mereka
lakukan juga dikarenakan mereka
terbiasa melihat masyarakat sekitar
melakukan hal yang sama. Hal ini
kemudian dijadikan alasan untuk
ikut-ikutan mengulang pelanggaran
tersebut. Pemeliharaan nilai dan
norma adalah tanggung jawab
bersama masyarakat. Melihat fakta
yang ada, tampak bahwa struktur
masyarakat tidak mampu
menjalankan fungsi laten nya sebagai
pengontrol serta pemelihara pola
tindakan agar anggota masyarakat
sesuai dengan aturan yang ada.
Maraknya pelanggaran hukum lalu
lintas yang dilakukan masyarakat
kota Tanjungpinang, menjadi sebuah
faktor penting yang mempengaruhi
kesadaran hukum serta sikap hukum
lalu lintas siswa SMA kota
Tanjungpinang.
Dalam membentuk kesadaran
hukum siswa SMA, kepolisian
berperan penting sebagai pihak yang
mengontrol jalannya norma hukum
lalu lintas yang berlaku. Namun
27
demikian, hal-hal seperti
penyelewengan alias bentuk
kecurangan turut pula dilakukan oleh
oknum kepolisian tertentu demi
memenuhi kepentingan pribadinya.
Berdasarkan keterangan informan,
selain kecurangan dalam masalah
pemberian sanksi tilang, polisi juga
dikatakan melakukan kecurangan
perihal pengurusan SIM menurut
pengalaman mereka. Berdasarkan
pernyataan informan, ada pula
oknum-oknum polisi tertentu yang
melakukan praktek kecurangan
perihal pengurusan SIM. Fakta
tersebut membuktikan bahwa telah
terjadi disfungsi polisi dalam
membentuk kesadaran hukum siswa
SMA. Rusaknya citra polisi di mata
masyarakat adalah sebagai bukti
gagalnya fungsi adaptasi pihak
kepolisian. Mereka dalam hal ini
tidak mampu menyesuaikan
kebutuhan-kebutuhannya dengan
lingkungannya dan malah
menyimpang serta melakukan
pelanggaran atas nilai serta norma
yang dianut. Hal tersebut turut juga
mengagalkan polisi dalam
menjalankan fungsi goal attaintment
yang mana mereka tidak mampu
menggiring siswa SMA agar
bertindak sesuai norma hukum lalu
lintas yang berlaku di masyarakat.
Tindakan oknum-oknum tertentu
yang telah membuat siswa SMA
memandang pihak kepolisian sebagai
pelaku kecurangan menyebabkan
pihak kepolisian gagal
mempertahankan pola (fungsi laten)
polisi sebagai pihak yang
memberikan contoh bagi siswa SMA
d. Pola Perilaku Hukum Lalu
Lintas Siswa SMA Kota
Tanjungpinang
28
Informan mengaku sering
melanggar aturan. Jadi, sekalipun
informan menyadari bahwa tindakan
melanggar aturan hukum itu tidak
benar, mereka tetap melakukannya.
Hal tersebut juga tampak sudah
menjadi semacam kebiasaan karna
sering dilakukan dan informan
merasa bahwa hal tersebut bukan
saja kebiasaannya, melainkan telah
menjadi kebiasaan pengguna jalan
yang lain.
Menurut Soerjono soekanto
(dalam Otje, Susanto dan Anthon:
2004) pola perilaku hukum adalah
hal yang utama dalam kesadaran
hukum, karena di sini dapat dilihat
apakah suatu peraturan berlaku atau
tidak dalam masyarakat. Dengan
demikian sampai seberapa jauh
kesadaran hukum dalam masyarakat
dapat dilihat dari pola perilaku
hukum suatu masyarakat.
Pelanggaran aturan lalu lintas di kota
Tanjungpinang yang memang
tampak telah menjadi kebiasaan,
secara tidak langsung juga
mempengaruhi pola perilaku hukum
siswa SMA kota Tanjungpinang.
Akibat melihat kesalahan yang
diulang-ulang, menjadikan mereka
tidak lagi memandang tindakan
melanggar hukum lalu lintas itu
sebagai sebuah kesalahan fatal,
melainkan sebuah kebiasaan yang
dimaklumi. Pola prilaku hukum lalu
lintas siswa SMA jadi turut
mengulang pelanggaran hukum
tersebut. Dalam penelitian ini, media
massa secara tidak langsung turut
pula mempengaruhi pola pikir siswa
SMA yang kemudian berdampak
pada kesadaran hukumnya dalam
berlalu lintas. Banyaknya tayangan-
tayangan televisi seperti sinetron
yang menceritakan tentang balap liar
29
dan perilaku ugal-ugalan di jalan
raya, yang menampilkan bentuk
kendaraan bermotor yang
dimodifikasi sedikit banyak
membuat mereka melihat hal itu
sebagai hal yang keren dan menjadi
tren di kalangan mereka.
Berdasarkan keterangan sebagian
besar informan yang mengaku turut
mengonsumsi siaran televisi tentang
balap motor dan berkendara yang
ugal-ugalan, bisa diambil kesimpulan
bahwa lembaga pers gagal
menjalankan fungsi adaptasinya.
Dalam hal ini informan menyatakan
bahwa mereka mempunyai
ketertarikan terhadap apa yang
disajikan media dan pada akhirnya
hal tersebut mempengaruhi pola
perilakunya dalam mengemudi. Pers
seharusnya mampu menggiring opini
masyarakat ke arah yang dibutuhkan
struktur masyarakat saat ini. Dengan
maraknya angka kecelakaan serta
aksi pelanggaran aturan lalu lintas,
mestinya pers menampilkan bahaya
dari berkendara ugal-ugalan dan
bukan malah menampilkan sinetron
yang notabene menceritakan tentang
kehidupan balap yang seolah keren
dan menarik. Pers telah
mengadaptasi perubahan kebutuhan
masyarakat yang salah, sehingga pers
telah kehilangan arah sebagai media
pencerah bagi pemikiran masyarakat
berdasarkan fungsi goal attainment.
Media massa yang semestinya
menambah pengetahuan masyarakat
perihal betapa pentingnya kesadaran
hukum dalam berlalu lintas, justru
menampilkan acara-acara yang
bertentangan dengan hal tersebut.
Siswa SMA yang mengosumsi acara
tersebut pun secara tidak langsung
akan berpengaruh perilakunya
berdasarkan apa yang ia lihat.
30
2. Perilaku Mengemudi Siswa SMA
Kota Tanjungpinang
Lemahnya kesadaran hukum
berlalu lintas pada siswa SMA kota
Tanjungpinang adalah karena adanya
kegagalan atau disfungsi lembaga-
lembaga serta struktur sosial dalam
masyarakat. Lembaga dan struktur
masyarakat yang tidak berdaya
dalam pengendalian sosial mengenai
norma hukum lalu lintas ini pada
umumnya terjadi karena adanya
penyimpangan oleh sebagian besar
pemimpin dan anggota masyarakat
tersebut. Dalam penelitian ini
ditemukan bahwa ternyata
pelanggaran-pelanggaran aturan
hukum lalu lintas yang telah menjadi
semacam kebiasaan memang
menjadi salah satu faktor yang
mempengaruhi pola perilaku hukum
siswa SMA kota Tanjungpinang.
Stuktur masyarakat tidak lagi mampu
menjalankan fungsinya dengan baik
ketika sebagian besar anggotanya
melakukan penyimpangan nilai dan
norma yang dianut.
Bentuk perilaku mengemudi
siswa SMA dapat diketahui setelah
mengetahui kesadaran hukum lalu
lintas pada siswa SMA. Berdasarkan
hasil penelitian ditemukan bahwa
kesadaran hukum lalu lintas siswa
SMA hanya sebatas mengetahui
aturan hukum secara umum. Siswa
SMA tidak mempunyai pemahaman
yang mendalam mengenai aturan lalu
lintas yang berlaku. Sikap hukum
lalu lintas siswa SMA juga tidak
menghargai hukum lalu lintas yang
ada. Hal ini yang kemudian membuat
mereka tidak berlaku sesuai aturan
dalam mengemudi.
Perilaku mengemudi siswa
SMA tidak mampu beradaptasi
dengan aturan hukum yang berlaku
31
di jalan raya. Aturan hukum yang
ada mengharuskan perilaku
mengemudi yang aman dan tidak
bertentangan dengan aturan yang
ada. Akan tetapi dalam penelitian ini
ditemukan bahwa ternyata perilaku
mengemudi siswa SMA tidak sesuai
dengan apa yang diharuskan dan apa
yang tidak diperolehkan di jalan
raya. Siswa SMA kota
Tanjungpinang dalam mengemudi
bertujuan untuk memenuhi
kebutuhannya dalam beraktifitas agar
bisa sampai ke tujuan dengan aman,
akan tetapi dalam pencapaian tujuan
ini mereka mengabaikan aturan-
aturan yang berlaku di jalan raya.
Selain itu perilaku mereka dalam
mengemudi tidak mampu
mengintegrasikan antara penyesuaian
dan tujuan mereka. Jadi, mereka
tidak mampu menyesuaikan
kebutuhan dengan aturan yang ada,
serta melakukan pelanggaran demi
mencapai tujuan, hal ini yang
kemudian membuat pola perilaku
mereka dalam mengemudi yang
sebagai pelanggar aturan terus
menerus terjadi secara berulang
karna adanya kebiasaan melanggar
aturan dalam masyarakat.
G. Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian
yang telah dipaparkan dan telah
dijabarkan dalam penyajian dan
analisis data mengenai perilaku
mengemudi lalu lintas siswa SMA,
penelitian ini menyimpulkan
beberapa hal yaitu:
1. Pengetahuan siswa SMA kota
Tanjungpinang tentang aturan
hukum lalu lintas hanya
sebatas bentuk-bentuk aturan
secara umum. Mereka tidak
memiliki pemahaman
32
mendalam mengenai aturan
hukum lalu lintas yang
berlaku.
2. Siswa SMA kota
Tanjungpinang masih belum
menanggapi serius persoalan
mentaati hukum lalu lintas.
Penghargaan mereka terhadap
hukum lalu lintas yang
berlaku masih sangat minim
mengingat sikap mereka
terhadap hukum yang berlaku
tidak mencerminkan sikap
yang taat hukum.
3. Ada beberapa sistem atau
lembaga yang mempengaruhi
bentuk kesadaran hukum lalu
lintas siswa SMA kota
Tanjungpinang, di antaranya
sekolah, keluarga, pihak
kepolisian, masyarakat serta
media massa. Lembaga yang
berhubungan dengan siswa
SMA ini tidak mampu
menjalankan perannya sesuai
status yang dimiliki.
4. Kesadaran hukum dalam
berlalu lintas yang dimiliki
siswa SMA kota
Tanjungpinang dapat
disimpulkan hanya sebatas
mengetahui. Secara umum,
mereka memiliki
pengetahuan mengenai aturan
hukum tentang apa-apa saja
yang dilarang dan diharuskan
dalam mengendarai
kendaraan di jalan raya. Akan
tetapi, mereka belum
memiliki pemahaman yang
mendalam. Hal ini
disebabkan oleh sosialisasi
tentang hukum lalu lintas
yang didapatkan mereka
kurang sempurna yang
dikarenakan oleh kurangnya
33
minat mereka terhadap hal
tersebut.
5. Perilaku mengemudi siswa
SMA kota Tanjungpinang
masih belum sesuai dengan
aturan yang berlaku dan
cenderung melanggar aturan.
Kecenderungan siswa SMA
kota Tanjungpinang untuk
mengulang perbuatan
melanggar aturan hukum lalu
lintas dikarenakan anggapan
mereka bahwa melanggar
aturan ini sudah menjadi
semacam kebiasaan dalam
masyarakat.
H. Daftar Pustaka
Ali, Zaenudin. 2008. Sosiologi
Hukum. Jakarta: CV. Sinar
Grafika
Ali, Achmad. 2009. Menguak Teori
Hukum (Legal Theory) dan Teori
Peradilan (Judicialprudence)
Termasuk Interpretasi Undang-
Undang (Legisprudence). Jakarta:
Kencana
Arikunto, Suharsimi. 1991. Prosedur
Penelitian; Suatu Pendekatan
Paktek. Jakarta: Rineka Cipta
C.S.T. Kansil. 1992. Pengantar Ilmu
Hukum Dan Tata Hukum
Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka
Manan, Abdul. 2006. Aspek-aspek
Pengubah Hukum. Jakarta:
Kencana
Poloma, Margaret M. 2010.
Sosiologi Kontemporer. Jakarta:
PT.Raja Grafindo Persada
Rahardjo, Satjipto. 2009. Hukum dan
Perilaku, Hidup Baik adalah
Dasar Hukum yang Baik, Jakarta:
Kompas
Ritzer, George. 2012. Teori
Sosiologi: Dari Sosiologi Klasik
Sampai Perkembangan Terakhir
Postmodern. Yogyakarta: Pustaka
Pelajar
Salman, H. R. Otje dan Susanto,
Anthon F. 2004. Beberapa Aspek
Sosiologi Hukum. Bandung: PT
Alumni
Soekanto, Soerjono. 2005. Sosiologi
Suatu Pengantar. Jakarta: PT
RajaGrafindo Persada
Sugiyono, 2003. Metode Penelitian
Bisnis. Bandung: Pusat Bahasa
Depdiknas
------------- 2005. Memahami
Penelitian Kualitatif. Bandung :
Alfabeta
Sunarto, Kamanto. 2004. Pengantar
sosiologi (edisi ketiga). Jakarta:
Fakultas Ekonomi Universitas
Indonesia
Link Terkait:
http://fokus.news.viva.co.id/n
ews/read/476357-mengerikan--
34
angka-kematian-di-jalan-lampaui-
korban-perang-teluk (diakses:
22/04/2015 11.45)
http://www.tanjungpinangpos
.co.id/2014/110361/tewas-di-jalan-
18-orang/ (diakses: 22/04/2015
13.45)