Download - Persentasi Kasus Anak Hisprung Disease
PERSENTASI KASUS
HISPRUNG DISEASE
Oleh:
Isti Iryan Prianti (1102009146)
NAMA PEMBIMBING:
dr. Endang Poerwati, SpA.
KEPANITERAAN KLINIK ILMU KESEHATAN ANAK
RUMAH SAKIT UMUM PASAR REBO
OKTOBER 2013
STATUS PASIEN
I. IDENTIFIKASI PASIEN
Nama : An. NA
Jenis Kelamin : Laki-laki
Umur : 5 Tahun 3 Bulan
TTL : 30 Mei 2008
Alamat : Jl Perum Wahana No. 9 RT 003/ RW 02 , Jati Rangon Bekasi
Agama : Islam
Masuk RS : 6 September 2013 Pukul 10.00
Ruang : Mawar
II. IDENTITAS ORANG TUA
Nama Ayah : Tn. Sodri
Usia : 43 Tahun
Pendidikan : SMA
Pekerjaan : Pegawai swasta
Nama Ibu : Ny. Nurlela
Usia : 43 Tahun
Pendidikan : SMA
Pekerjaan : Ibu rumah tangga
2
III. ANAMNESA
Diambil dari : Alloanamnesa
Tanggal : 7 September 2013 pukul 07.00
a. Keluhan Utama
Nyeri Perut sebelah kiri bawah yang dirasakan seperti ditusuk-tusuk sejak 1 minggu sebelum
masuk rumah sakit.
b. Keluhan tambahan
Mual (+), Muntah (+) , Demam hilang timbul , Perut kencang dan kembung, Nafsu makan
menurun, belum BAB sejak ± 7 hari yang lalu.
c. Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien datang dengan keluhan nyeri perut sebelah kiri bawah yang dirasakan seperti
ditusuk-tusuk sejak 1 minggu sebelum masuk rumah sakit. Nyeri perut awalnya dirasakan
hilang timbul namun menjadi semakin sering dan sangat nyeri. Nyeri yang dirasakan sangat
mengganggu dan menghalangi aktivitas sehari-sehari. Nyeri disertai dengan perut yang terasa
besar dan kembung. Akibat nyeri perut yang dirasakan, pasien menjadi tidak ingin makan
(nafsu makan menurun). Pasien juga mengeluh belum BAB sejak ± 7 hari yang lalu, namun
BAB menjadi mencret setelah diberikan obat melalui lubang anus sehari sebelum dibawa ke
rumah sakit.
Keluhan belum BAB seperti ini sering berulang sebelumnya. Mencret sedikit-sedikit
2x/hari bewarna kecoklatan, lembek, disertai ampas, tanpa lendir maupun darah. Mual dan
muntah juga dikeluhkan oleh pasien. Mual selalu mendahului muntah. Muntah selalu terjadi
setelah pasien makan, muntah awalnya berisi ampas namun lama kelamaan muntah hanya
3
lendir bewarna putih terjadi terus menerus. Pasien juga mengeluh demam yang hilang timbul.
Hilang setelah pasien minum obat penurun panas.
d. Riwayat penyakit dahulu
Riwayat penyakit dengan keluhan yang sama disangkal.
Riwayat trauma pada perut disangkal.
Riwayat operasi sebelumnya disangkal.
e. Riwayat penyakit keluarga
Ibu pasien menyatakan tidak ada dalam keluarga yang pernah mengalami keadaan seperti ini
sebelumnya.
f. Riwayat kehamilan Ibu, kelahiran dan Pasca Lahir
Ibu pasien lupa kapan pasien keluar mekonium pertama kali setelah lahir. Kesan : Riwayat kehamilan dan persalinan baik.
4
KEHAMILAN Morbiditas kehamilan -
Perawatan antenatal Rutin kontrol
KELAHIRAN Tempat kelahiran Rumah bersalin
Penolong persalinan Bidan
Cara persalinan Partus spotan
Masa gestasi Cukup bulan (40 minggu)
Keadaan bayi o Berat lahir : 3300 gr
o Panjang : -
o Lingkar kepala : -
o Langsung menangis : Ya
o Nilai APGAR : -
o Kelainan bawaan : -
g. Riwayat gizi dan nutrisi
ASI diberikan sampai usia 1 tahun 2 bulan
Setelah 1 tahun 2 bulan diberikan susu formula sebagai pengganti ASI
Saat usia 6 bulan sudah mulai diberikan buah (jeruk, pisang), biscuit, dan bubur.
Setelah usia 1 Tahun , Ibu pasien mengeluh bahwa anaknya sulit untuk makan, nafsu
makan tidak sebaik anak-anak pada sebayanya, sehingga terlihat kurus.
h. Riwayat Imunisasi
Imunisasi dilakukan di Puskesmas
BCG 1 bulan
HEPATITIS B 0,1 bulan
DPT 2, 3, 4 bulan
POLIO 1, 2, 3, 4 bulan
Kesan : Imunisasi lengkap.
i. Riwayat Tumbuh Kembang
6 bulan : merangkak dan duduk
9 bulan : berdiri dan lepas tangan
12 bulan : belum bisa berjalan, baru bisa bicara 2 suku kata
IV. PEMERIKSAAN
a. PEMERIKSAAN UMUM ( dilakukan pada tanggal 7 September 2013 )
Keadaan umum : Sakit sedang
Kesadaran : Compos mentis
Nadi : 103 x/menit
Respirasi : 27 x/menit
Suhu : 37,4 °C
5
Status Gizi:
Klinis: edema (-), tampak kurus (+)
Antropometris:
Berat Badan (BB) : 18 kg
Tinggi/Panjang Badan(TB/PB) : 107 cm
BB/U : 3,6
TB/U : 21,4
BB/TB : 0,16
BMI : (BB) / [(TB)*(TB)]
18 / [107]2 = 15,7
Simpulan status gizi: underwight / berat badan kurang (< 18,5)
b. PEMERIKSAAN FISIK
Kepala : Normocephal
Mata : Conjunctiva anemis+/+, Sklera ikterik -/-
Leher : KGB leher tidak teraba membesar
Thoraks : Simetris, statis dan dinamis
Cor : BJ I-II normal reguler, murmur (-), gallop (-)
Pulmo : Vesikuler (+/+), rhonki (-/-), wheezing (-/-)
Abdomen : Membuncit, Keras,Timpani, BU (+) , hepar dan lien tidak teraba
Genitalia : Tidak ada kelainan
Ekstrimitas : Akral hangat, Edema (-) di keempat ekstrimitas
Kulit : Tidak sianosis, tidak ikterik, tekanan turgor kembali cepat
6
c. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Lab Tanggal 6 September 2013 (12:16)
Hb : 9,3 g/dl(14-16 g/dl)
Ht : 30% (40-46%)
Leukosit : 10.000 ul(5000-10000/ul)
Trombosit : 245.000ul(200000-500000/ul)
Na+ : 138 mmol/L
K+ : 3,4 mmol/L (3,5-5)
Cl : 99 mmol/L (98-108 )
Lab tanggal 6 September 2013 ( 16:45 )
SGOT : 11 U/L (<29 )
SGPT : 26 U/L (<29 )
GDS : 108 mg/dl ( <200 )
Ureum : 21,9 mg/dl ( <48 mg/dl)
Kreatinin : 0,6 mg/dl ( < 1.0 mg/dl )
Lab Tanggal 9 September 2013
Hemoglobin : 9,9 g/dl
Hematokrit : 30%
Leukosit : 19.630 ul
Trombosit : 426.000 ul
LED : 44 mm/jam ( < 10 mm/jam)
Hitung Jenis
Basofil : 0
Eosinofil : 0
Batang : 0
7
Segmen :78
Limfosit : 15
Monosit : 7
Pemeriksaan Urin tanggal 9 September 2013
Warna : kuning
BJ : 1,015
PH : 7,0
Keton : + 2
Darah/Hb : +2
Protein : +1
Leukosit : 1-3
Eritrosit : 8-10
Sel epitel : +1
Bakteri : +
Pemeriksaan USG tanggal 6 September 2013
- Tidak tampak massa intraabdominal
- Dinding gaster, caecum, colon transversum dan sigmoid sebagian menebal
- Mc Burney, tidak tampak tanda khas appendicitis acut/ infiltrat
8
- Usus dilatasi sampai ke rectum dengan gangguan pasase usus.
Kesan : - Meteorismus – Suspek Ileus
Pemeriksaan BNO tanggal 9 September 2013
- usus dilatasi
- distribusi udara usus tidak tampak di rectum
- herring bone di kiri
Kesan : Suspek Ileus
Pemeriksaan Rontgen Thorak tanggal 9 September 2013
9
- Corakan bronkovaskular kanan agak kasar
- Tidak tampak perselubungan / nodul / cavitas
- Bercak agak opaque surahiller paracardial kanan
Kesan : Suspek Limfadenitis spesifik
V. DIAGNOSIS KERJA
- Suspek Hisprung Disease
- Gizi Kurang
VI. RINGKASAN DATA DASAR:
A . ANAMNESIS:Seorang anak laki-laki, 5 tahun 3 bulan, datang dengan keluhan nyeri perut, lemas, demam tidak tinggi, mual, muntah, perut membesar dan kembung, nafsu makan berkurang dan belum BAB sejak ± 7 hari yang lalu. Belum pernah mengalami hal yang sama sebelumnya.
B. PEMERIKSAAN FISIS:
Mata : konjungtiva pucat dan mata terlihat cekung
Dada : jantung dan paru dalam batas normal
Abdomen : Membuncit dan keras
Kulit : Tidak ikterik, tekanan turgor kembali agak lambat
C. PEMERIKSAAN PENUNJANG:Terdapat anemia, hipokalemia, leukositosis, suspek ileus dan meteorismus.
10
VII. RENCANA TERAPI
Non- mendikamentosa
Tirah Baring
Puasa
O2 2-3 L
Pemasangan NGT
Konsul Ke Dokter Spesialis Bedah
Rujuk ke bedah anak RS terdekat
Medikamentosa
Infus KAEN- 3B 20 tetes/ menit
Injeksi Ranitidin 2x1/2 ampul
Microlac supp 5 ml
Aminofusin 250cc /hari
Ondansentron 2x2mg
Omeprazol 2x10 mg
Inj. Metronidazol 2 x 500mg
Inj. Ceftriaxon 1 g
VIII. PROGNOSIS
Quo ad vitam : ad bonam
Quo ad fungsionam : ad bonam
IX. RESUME
11
Pasien anak laki-laki datang dengan keluhan nyeri perut sebelah kiri seperti ditusuk-
tusuk sejak satu minggu sebelum masuk rumah sakit. Pasien juga mengeluh lemas,
mual, muntah, sulit untuk BAB, demam yang hilang timbul. Setelah dilakukan
perawatan inap di rumah sakit, dilakukan juga pemeriksaan fisik, pemeriksaan
penunjang laboratorium darah, USG abdomen, BNO dan Rontgen. Selanjutnya,
pasien disarankan untuk dirujuk ke Rumah sakit terdekat yang terdapat bedah anak.
X. FOLLOW UP
S O A P
7september 2013
Jam 07.00
Mencret (+) 1x, BAK(+), demam (+),muntah (+), Mual (+), Lemas (+)
Ku/ks : sedang/CM, Suhu : 37,4oC
RR : 27x/menit, FN : 103 x/menit,
Mata : SI (-/-), CA (-/-)
Leher : >>> KGB (-)
Pulmo : sn.vesikuler
Cor : regular, BJ I-II (N)
Abdomen : Keras, NT (+), BU (+)
Ekstremitas : akral hangat
- Suspek Hisprung
- Gizi kurang
Pasang NGT
Terapi dilanjutkan
9 September 2013
Jam 06.30
Nyeri Perut sebelah kiri, nafsu makan sedikit, Lemas (+), tidak muntah, mual (+), batuk (+).
Ku/ks : sedang/CM, Suhu : 37,1 oC
RR : 26x/menit, FN : 112 x/menit Mata : SI (-/-), CA (-/-)
Leher : >>> KGB (-)
Pulmo : sn.vesikuler
Cor : regular, BJ I-II (N)
Abdomen : Keras, NT (+), BU (+)
Ekstremitas : akral hangat
- Suspek Hisprung
- Gizi kurang
KAEN 3B 10 Tetes
Puasa
Terapi dilanjutkan
12
10 September 2013
Jam 07.00
Nyeri perut sebelah kiri, tidak demam, tidak muntah, mual (+), mencret 1x bewarna kuning disertai ampas, lemas (+), batuk (+).
Ku/ks : sedang/CM, Suhu : 37oC
RR : 27x/menit, FN : 96x/menit
Mata : SI (-/-), CA (-/-)
Leher : >>> KGB (-)
Pulmo : sn.vesikuler
Cor : regular, BJ I-II (N)
Abdomen : supel, NT (+), BU (+)
Ekstremitas : akral hangat
- Suspek Hisprung
- Gizi kurang
Rujuk
Puasa
13
ANALISIS KASUS
Hirschsprung Disease adalah kelainan kongenital dimana tidak dijumpai pleksus auerbach dan pleksus meissner pada kolon. Sembilan puluh persen (90%) terletak pada rectosigmoid, akan tetapi dapat mengenai seluruh kolon bahkan seluruh usus (Total Colonic Aganglionois). Tidak adanya ganglion sel ini mengakibatkan hambatan pada gerakan peristaltik sehingga terjadi ileus fungsional dan dapat terjadi hipertrofi serta distensi yang berlebihan pada kolon yang lebih proksimal. Pada kasus yang disajikan kali ini didapatkan pasien datang dengan keluhan utama nyeri perut sebelah kiri yang tidak berhubungan dengan posisi tubuh dan dirasakan terus menurus. Selain itu, didapatkan juga keluhan tambahan berupa mual, muntah, konstipasi, demam yang hilang timbul dan nafsu makan yang menurun. Pada anak yang lebih besar, gejala klinis yang menonjol adalah konstipasi kronis dan gizi buruk (failure to thrive). Kegagalan mengeluarkan tinja menyebabkan dilatasi bagian proksimal usus besar dan perut menjadi kembung.
Pada pemeriksaan fisik didapatkan keadaan yang normal, hanya pada pemeriksaan abdomen terlihat bentuk abdomen yang membuncit dan pada perabaan teraba keras. Dapat pula terlihat gerakan peristaltik usus di dinding abdomen. Namun, pada pasien ini tidak terlihat spontan gerakan peristaltik dari luar. Jika dilakukan pemeriksaan colok dubur, maka feces biasanya keluar menyemprot, konsistensi semi-liquid dan berbau tidak sedap. Penderita biasanya buang air besar tidak teratur, sekali dalam beberapa hari dan biasanya sulit untuk defekasi. Pada pemeriksaan laboratorium di dapatkan hasil hemoglobin yang menurun, jumlah leukosit yang meningkat dan jumlah LED yang meningkat. Jumlah atau hasil hemoglobin yang menurun mungkin dikarenakan masukan nutrisi yang kurang dan kehilangan melalui usus ( perdarahan yang menyertai diare). Tapi pada kasus ini lebih kepada asupan nutrisi yang kurang. Sedangankan pada jumlah leukosit dan LED yang meningkat disebabkan oleh faktor infeksi dalam tubuh pasien.
Kebanyakan kasus penyakit Hirschsprung sekarang didiagnosis pada masa neonatus. Penyakit Hirschsprung sebaiknya dicurigai jika seorang neonatus tidak mengeluarkan mekonium dalam 24-48 jam pertama setelah kelahiran. Walaupun barium enema berguna untuk menegakkan diagnosis, biopsi rektum tetap menjadi gold standard penegakkan diagnosis. Biasanya, karena bayi tumbuh dalam kandungan, kumpulan sel saraf (ganglia) mulai terbentuk antara lapisan otot di bagian usus besar yang panjang. Proses ini dimulai pada bagian atas dan berakhir di usus besar bagian bawah (dubur). Pada anak-anak dengan penyakit Hirschsprung, proses ini tidak selesai dan tidak ada ganglion di sepanjang seluruh panjang dengan dua titik. Kadang-kadang sel-sel yang hilang dari hanya beberapa centimeter dari usus besar. Mengapa hal ini terjadi tidak diketahui secara pasti.
Pada pasien ini dilakukan terapi cairan maupun obat. Namun pada selanjutnya, pasien dirujuk untuk mendapat penanganan yang lebih lagi diutamakan terapi definitif bedah.
14
TINJAUAN PUSTAKA
A. ANATOMI ANOREKTAL
Rektum memiliki 3 buah valvula : superior kiri, medial kanan dan inferior kiri. 2/3
bagian distal rektum terletak di rongga pelvik dan terfiksir, sedangkan 1/3 bagian proksimal
terletak dirongga abdomen dan relatif mobile. Kedua bagian ini dipisahkan oleh peritoneum
reflektum dimana bagian anterior lebih panjang dibanding bagian posterior.1
Saluran anal (anal canal) adalah bagian terakhir dari usus, berfungsi sebagai pintu masuk
ke bagian usus yang lebih proksimal; dus, dikelilingi oleh spinkter ani (eksternal dan internal)
serta otot-otot yang mengatur pasase isi rektum kedunia luar. Spinkter ani eksterna terdiri dari
3 sling : atas, medial dan depan.1
15
Pendarahan rektum berasal dari arteri hemorrhoidalis superior dan medialis
(a.hemorrhoidalis medialis biasanya tidak ada pada wanita, diganti oleh a.uterina) yang
merupakan cabang dari a.mesenterika inferior. Sedangkan arteri hemorrhoidalis inferior
adalah cabang dari a.pudendalis interna, berasal dari a.iliaka interna, mendarahi rektum
bagian distal dan daerah anus.1
Persyarafan motorik spinkter ani interna berasal dari serabut syaraf simpatis
(n.hypogastrikus) yang menyebabkan kontraksi usus dan serabut syaraf parasimpatis
(n.splanknikus) yang menyebabkan relaksasi usus. Kedua jenis serabut syaraf ini membentuk
pleksus rektalis. Sedangkan muskulus levator ani dipersyarafi oleh n.sakralis 3 dan 4. Nervus
pudendalis mensyarafi spinkter ani eksterna dan m.puborektalis. Syaraf simpatis tidak
mempengaruhi otot rektum. Defekasi sepenuhnya dikontrol oleh n.splanknikus
(parasimpatis). Walhasil, kontinensia sepenuhnya dipengaruhi oleh n.pudendalis dan
n.splanknikus pelvik (syaraf parasimpatis).1
17
Sistem syaraf autonomik intrinsik pada usus terdiri dari 3 pleksus :
1. Pleksus Auerbach : terletak diantara lapisan otot sirkuler dan longitudinal
2. Pleksus Henle : terletak disepanjang batas dalam otot sirkuler
3. Pleksus Meissner : terletak di sub-mukosa.
18
Pada penderita penyakit Hirschsprung, tidak dijumpai ganglion pada ke-3 pleksus
tersebut.
Fungsi Saluran Anal Pubo-rectal sling dan tonus spinkter ani eksterna bertanggung jawab
atas penutupan saluran anal ketika istirahat. Jika ada peristaltik yang kuat, akan menimbulkan
regangan pada sleeve and sling. Untuk menghambat gerakan peristaltik tersebut ( seperti
mencegah flatus ) maka diperlukan kontraksi spinkter eksterna dan sling yang kuat secara
sadar. Sleeve and sling dapat membedakan antara gas, benda padat, benda cair, maupun
gabungan, serta dapat mengeluarkan salah satu tanpa mengeluarkan yang lain.1
Defekasi dan kontinensia adalah mekanisme yang saling terkait erat. Kontinensia adalah
kegiatan pengeluaran isi rektum secara terkontrol pada wakru dan tempat yang diinginkan.
Koordinasi pengeluaran isi rektum sangat kompleks, namun dapat dikelompokkan atas 4
tahapan: Tahap I. Tahap awal ini adalah berupa propulsi isi kolon yang lebih proksimal ke
rektum, seiring dengan frekwensi peristaltik kolon dan sigmoid (2-3 kali/hari) serta refleks
gastrokolik. Tahap II. Tahap ini disebut sampling reflex atau rectal-anal inhibitory reflex,
yakni upaya anorektal mengenali isi rektum dan merelaksasi spinkter ani interna secara
involunter. Tahap III. Tahap ini berupa relaksasi spinkter ani eksternal secara involunter. 19
Relaksasi yang terjadi bukanlah relaksasi aktif, melainkan relaksasi akibat kegagalan
kontraksi spinkter itu sendiri. Tahap IV. Tahap terakhir ini berupa peninggian tekanan intra
abdominal secara volunter dengan menggunakan diafragma dan otot dinding perut, hingga
defekasi dapat terjadi.1
B. DEFINISI
Hisprung Disease atau Penyakit Hisprung atau Megakolon Konginetal adalah suatu
kelainan kongenital yang ditandai dengan tidak adanya sel ganglion parasimpatik pleksus
auerbach dan meissner pada kolon distal mulai dari spinkter ani kearah proksimal dengan
panjang yang bervariasi dan memberikan gejala klinis akibat gangguan pasase kolon
fungsional.2
C. EPIDEMIOLOGI
Penyakit hirschprung dapat terjadi dalam 1:5000 kelahiran. Risiko tertinggi terjadinya
Penyakit hirschprung biasanya pada pasien yang mempunyai riwayat keluarga Penyakit
hirschprung dan pada pasien penderita Down Syndrome. Rectosigmoid paling sering terkena
sekitar 75% kasus, flexura lienalis atau colon transversum pada 17% kasus.3
Anak kembar dan adanya riwayat keturunan meningkatkan resiko terjadinya penyakit
hirschsprung. Laporan insidensi tersebut bervariasi sebesar 1.5 sampai 17,6% dengan 130
kali lebih tinggi pada anak laki dan 360 kali lebih tinggi pada anak perempuan. Penyakit
hirschsprung lebih sering terjadi secara diturunkan oleh ibu aganglionosis dibanding oleh
ayah. Sebanyak 12.5% dari kembaran pasien mengalami aganglionosis total pada colon
(sindroma Zuelzer-Wilson). Salah satu laporan menyebutkan empat keluarga dengan 22
pasangan kembar yang terkena yang kebanyakan mengalami long segment aganglionosis.4
D. ETIOLOGI
Penyakit Hirschsprung disebabkan karena kegagalan migrasi sel-sel saraf parasimpatis
myentericus dari cephalo ke caudal. Sehingga sel ganglion selalu tidak ditemukan dimulai
dari anus dan panjangnya bervariasi keproksimal.2
E. PATOFISIOLOGI
Kelainan pada penyakit ini berhubungan dengan spasme pada distal colon dan sphincter
anus internal sehingga terjadi obstruksi. Maka dari itu bagian yang abnormal akan mengalami
kontraksi di segmen bagian distal sehingga bagian yang normal akan mengalami dilatasi di
20
bagian proksimalnya. Bagian aganglionik selalu terdapat dibagian distal rectum. Dasar
patofisiologi dari HD adalah tidak adanya gelombang propulsive dan abnormalitas atau
hilangnya relaksasi dari sphincter anus internus yang disebabkan aganglionosis,
hipoganglionosis atau disganglionosis pada usus besar.5
Hipoganglionosis
Pada proximal segmen dari bagian aganglion terdapat area hipoganglionosis. Area
tersebut dapat juga merupakan terisolasi. Hipoganglionosis adalah keadaan dimana jumlah
sel ganglion kurang dari 10 kali dari jumlah normal dan kerapatan sel berkurang 5 kali dari
jumlah normal. Pada colon inervasi jumlah plexus myentricus berkurang 50% dari normal.
Hipoganglionosis kadang mengenai sebagian panjang colon namun ada pula yang mengenai
seluruh colon.
Imaturitas dari sel ganglion
Sel ganglion yang imatur dengan dendrite yang kecil dikenali dengan pemeriksaan LDH
(laktat dehidrogenase). Sel saraf imatur tidak memiliki sitoplasma yang dapat menghasilkan
dehidrogenase.
Sehingga tidak terjadi diferensiasi menjadi sel Schwann’s dan sel saraf lainnya.
Pematangan dari sel ganglion diketahui dipengaruhi oleh reaksi succinyldehydrogenase
(SDH). Aktivitas enzim ini rendah pada minggu pertama kehidupan. Pematangan dari sel
ganglion ditentukan oleh reaksi SDH yang memerlukan waktu pematangan penuh selama 2
sampai 4 tahun. Hipogenesis adalah hubungan antara imaturitas dan hipoganglionosis.
Kerusakan sel ganglion
Aganglionosis dan hipoganglionosis yang didapatkan dapat berasal dari vaskular atau
nonvascular. Yang termasuk penyebab nonvascular adalah infeksi Trypanosoma
cruzi(penyakit Chagas), defisiensi vitamin B1, infeksi kronis seperti Tuberculosis. Kerusakan
iskemik pada sel ganglion karena aliran darah yang inadekuat, aliran darah pada segmen
tersebut, akibat tindakan.
F. KLASIFIKASI
Hirschsprung dikategorikan berdasarkan seberapa banyak colon yang terkena. Tipe
Hirschsprun disease meliputi:
21
Ultra short segment: Ganglion tidak ada pada bagian yang sangat kecil dari rectum.
Short segment: Ganglion tidak ada pada rectum dan sebagian kecil dari colon.
Long segment: Ganglion tidak ada pada rectum dan sebagian besar colon.
Very long segment: Ganglion tidak ada pada seluruh colon dan rectum dan kadang
sebagian usus kecil.
G. DIAGNOSIS
Anamnesis
Diagnosis penyakit ini dapat dibuat berdasarkan adanya konstipasi pada neonatus.
Gejala konstipasi yang sering ditemukan adalah terlambatnya mekonium untuk dikeluarkan
dalam waktu 48 jam setelah lahir. Tetapi gejala ini biasanya ditemukan pada 6% atau 42%
pasien. Gejala lain yang biasanya terdapat adalah: distensi abdomen, gangguan pasase
usus, poor feeding, vomiting. Apabila penyakit ini terjdi pada neonatus yang berusia lebih tua
maka akan didapatkan kegagalan pertumbuhan. Hal lain yang harus diperhatikan adalah jika
didapatkan periode konstipasi pada neonatus yang diikuti periode diare yang massif kita
harus mencurigai adanya enterokolitis. Pada bayi yang lebih tua penyakit hirschsprung akan
sulit dibedakan dengan kronik konstipasi dan enkoperesis. Faktor genetik adalah faktor yang
harus diperhatikan pada semua kasus. Pemeriksaan barium enema akan sangat membantu
dalam menegakkan diagnosis. Akan tetapi apabila barium enema dilakukan pada hari atau
minggu awal kelahiran maka zone transisi akan sulit ditemukan. Penyakit hirschsprung klasik
ditandai dengan adanya gambaran spastic pada segmen distal intestinal dan dilatasi pada
bagian proksimal intestinal. 4
Gejala klinik:
Pada bayi yang baru lahir, kebanyakan gejala muncul 24 jam pertama kehidupan.
Dengan gejala yang timbul: distensi abdomen dan bilious emesis. Tidak keluarnya mekonium
pada 24 jam pertama kehidupan merupakan tanda yang signifikan mengarah pada diagnosis
ini. Pada beberapa bayi yang baru lahir dapat timbul diare yang menunjukkan adanya
enterocolitis. 3
Pada anak yang lebih besar, pada beberapa kasus dapat mengalami kesulitan makan,
distensi abdomen yang kronis dan ada riwayat konstipasi. Penyakit hirschsprung dapat juga
22
menunjukkan gejala lain seperti adanya periode obstipasi, distensi abdomen, demam,
hematochezia dan peritonitis. 3
Kebanyakan anak-anak dengan hirschsprung datang karena obstruksi intestinal atau
konstipasi berat selama periode neonatus. Gejala kardinalnya yaitu gagalnya pasase
mekonium pada 24 jam pertama kehidupan, distensi abdomen dan muntah. Beratnya gejala
ini dan derajat konstipasi bervariasi antara pasien dan sangat individual untuk setiap kasus.
Beberapa bayi dengan gejala obstruksi intestinal komplit dan lainnya mengalami beberapa
gejala ringan pada minggu atau bulan pertama kehidupan. 5
Beberapa mengalami konstipasi menetap, mengalami perubahan pada pola makan,
perubahan makan dari ASI menjadi susu pengganti atau makanan padat. Pasien dengan
penyakit hirschsprung didiagnosis karena adanya riwayat konstipasi, kembung berat dan
perut seperti tong, massa faeses multipel dan sering dengan enterocolitis, dan dapat terjadi
23
gangguan pertumbuhan. Gejala dapat hilang namun beberapa waktu kemudian terjadi distensi
abdomen. Pada pemeriksaan colok dubur sphincter ani teraba hipertonus dan rektum biasanya
kosong.5
Umumnya diare ditemukan pada bayi dengan penyakit hirschsprung yang berumur
kurang dari 3 bulan. Harus dipikirkan pada gejala enterocolitis dimana merupakan komplikasi
serius dari aganglionosis. Bagaimanapun hubungan antara penyakit hirschsprung dan
enterocolitis masih belum dimengerti. Dimana beberapa ahli berpendapat bahwa gejala diare
sendiri adalah enterocolitis ringan. 5
Enterocolitis terjadi pada 12-58% pada pasien dengan penyakit hirschsprung. Hal ini
karena stasis feses menyebabkan iskemia mukosal dan invasi bakteri juga translokasi.
Disertai perubahan komponen musin dan pertahanan mukosa, perubahan sel neuroendokrin,
meningkatnya aktivitas prostaglandin E1, infeksi oleh Clostridium difficile atau Rotavirus.
Patogenesisnya masih belum jelas dan beberapa pasien masih bergejala walaupun telah
dilakukan colostomy. Enterocolitis yang berat dapat berupa toxic megacolon yang
mengancam jiwa. Yang ditandai dengan demam, muntah berisi empedu, diare yang
menyemprot, distensi abdominal, dehidrasi dan syok. Ulserasi dan nekrosis iskemik pada
mukosa yang berganglion dapat mengakibatkan sepsis dan perforasi. Hal ini harus
dipertimbangkan pada semua anak dengan enterocolisis necrotican. Perforasi spontan terjadi
pada 3% pasien dengan penyakit hirschsprung. Ada hubungan erat antara panjang colon yang
aganglion dengan perforasi. 5
Pemeriksaan penunjang :
Diagnostik utama pada penyakit hirschprung adalah dengan pemeriksaan:
1. Barium enema. Pada pasien penyakit hirschprung spasme pada distal rectum memberikan
gambaran seperti kaliber/peluru kecil jika dibandingkan colon sigmoid yang proksimal.
Identifikasi zona transisi dapat membantu diagnosis penyakit hirschprung. 1 Segmen
aganglion biasanya berukuran normal tapi bagian proksimal usus yang mempunyai
ganglion mengalami distensi sehingga pada gambaran radiologis terlihat zona transisi.
Dilatasi bagian proksimal usus memerlukan waktu, mungkin dilatasi yang terjadi
ditemukan pada bayi yang baru lahir. Radiologis konvensional menunjukkan berbagai
macam stadium distensi usus kecil dan besar. Ada beberapa tanda dari penyakit
Hirschsprung yang dapat ditemukan pada pemeriksaan barium enema, yang paling
penting adalah zona transisi. Posisi pemeriksaan dari lateral sangat penting untuk melihat 24
dilatasi dari rektum secara lebih optimal. Retensi dari barium pada 24 jam dan disertai
distensi dari kolon ada tanda yang penting tapi tidak spesifik. Enterokolitis pada
Hirschsprung dapat didiagnosis dengan foto polos abdomen yang ditandai dengan adanya
kontur irregular dari kolon yang berdilatasi yang disebabkan oleh oedem, spasme,
ulserase dari dinding intestinal. Perubahan tersebut dapat terlihat jelas dengan barium
enema. Nilai prediksi biopsi 100% penting pada penyakit Hirschsprung jika sel ganglion
ada. Tidak adanya sel ganglion, perlu dipikirkan ada teknik yang tidak benar dan
dilakukan biopsi yang lebih tebal. Diagnosis radiologi sangat sulit untuk tipe aganglionik
yang long segmen , sering seluruh colon. Tidak ada zona transisi pada sebagian besar
kasus dan kolon mungkin terlihat normal/dari semula pendek/mungkin mikrokolon. Yang
paling mungkin berkembang dari hari hingga minggu. Pada neonatus dengan gejala ileus
obstruksi yang tidak dapat dijelaska.Biopsi rectal sebaiknya dilakukan. Penyakit
hirschsprung harus dipikirkan pada semua neonates dengan berbagai bentuk perforasi
spontan dari usus besar/kecil atau semua anak kecil dengan appendicitis selama 1 tahun. 6
2. Anorectal manometry dapat digunakan untuk mendiagnosis penyakit hirschsprung, gejala
yang ditemukan adalah kegagalan relaksasi sphincter ani interna ketika rectum dilebarkan
dengan balon. Keuntungan metode ini adalah dapat segera dilakukan dan pasien bisa
langsung pulang karena tidak dilakukan anestesi umum.Metode ini lebih sering dilakukan
pada pasien yang lebih besar dibandingkan pada neonatus. 3
25
3. Biopsy rectal merupakan “gold standard” untuk mendiagnosis penyakit hirschprung. Pada
bayi baru lahir metode ini dapat dilakukan dengan morbiditas minimal karena
menggunakan suction khusus untuk biopsy rectum. Untuk pengambilan sample biasanya
diambil 2 cm diatas linea dentate dan juga mengambil sample yang normal jadi dari yang
normal ganglion hingga yang aganglionik. Metode ini biasanya harus menggunakan
anestesi umum karena contoh yang diambil pada mukosa rectal lebih tebal. 3
Diagnosis Banding
Diagnosis banding dari Hirschprung harus meliputi seluruh kelainan dengan obstruksi
pada distal usus kecil dan kolon, meliputi:
Obstruksi mekanik
Meconium ileus
Simple
Complicated (with meconium cyst or peritonitis)
Meconium plug syndrome
Neonatal small left colon syndrome
Malrotation with volvulus
Incarcerated hernia
Jejunoileal atresia
Colonic atresia
Intestinal duplication
Intussusception
NEC
Obstruksi fungsional
Sepsis
Intracranial hemorrhage
Hypothyroidism
Maternal drug ingestion or addiction
Adrenal hemorrhage
Hypermagnesemia
Hypokalemia
26
H. TATALAKSANA
Diagnosis dari penyakit hirschsprung pada semua kasus membutuhkan pendekatan
pembedahan klinik terdiri dari prosedur tingkat multipel. Hal ini termasuk kolostomi pada
neonatus, diikuti dengan operasi pull-through definitif setelah berat badan anak >5 kg (10
pon). Ada 3 pilihan yang dapat digunakan, untuk setiap prosedurnya, prinsip dari pengobatan
termasuk menentukan lokasi dari usus di mana zona transisi antara usus ganglionik dan
aganglionik, reseksi bagian yang aganglionik dari usus dan melakukan anastomosis dari
daerah ganglionik ke anus atau bantalan mukosa rektum.
Dewasa ini ditunjukkan bahwa prosedur pull-through primer dapat dilakukan secara aman
bahkan pada periode neonatus. Pendekatan ini mengikuti prinsip terapi yang sama seperti
pada prosedur bertingkat melindungi pasien dari prosedur pembedahan tambahan. Banyak
dokter bedah melakukan diseksi intra abdominal menggunakan laparoskop. Cara ini terutama
banyak pada periode neonatus yang dapat menyediakan visualisasi pelvis yang baik. Pada
anak-anak dengan distensi usus yang signifikan adalah penting untuk dilakukannya periode
dekompresi menggunakan rectal tube jika akan dilakukan single stage pull-through. Pada
anak-anak yang lebih tua dengan kolon hipertrofi, distensi ekstrim, kolostomi dilakukan
dengan hati-hati sehingga usus dapat dekompresi sebelum dilakukan prosedur pull-through.
Namun, harus ditekankan, tidak ada batas umur pada prosedur pull-through.
Dari ketiga prosedur pull-through yang dilakukan pada penyakit Hirschsprung yang
pertama adalah prosedur Swenson. Pada operasi ini rektum aganglionik diseksi pada pelvis
dan dipindahkan ke anus. Kolon ganglionik lalu dianastomosis ke anus melalui pendekatan
perineal. Pada prosedur Duhamel, diseksi di luar rektum dibatasi terhadap ruang retrorektal
dan kolon ganglionik dianastomosis secara posterior tepat di atas anus. Dinding anterior dari
kolon ganglionik dan dinding posterior dari rektum aganglionik dianastomosis
menggunakan stappler. Walaupun kedua prosedur ini sangat efektif, namun keterbatasannya
adalah adanya kemungkinan kerusakan syaraf parasimpatis yang menempel pada rektum.
Untuk mengatasi masalah ini, prosedur Soave menyertakan diseksi seluruhnya dari rektum.
Mukosa rektum dipisahkan dari mukosa muskularis dan kolon yang ganglionik dibawa
melewati mukosa dan dianastomosis ke anus. Operasi ini dapat dilakukan sepenuhnya dari
bawah. Dalam banyak kasus, sangat penting untuk menentukan dimana terdapat usus yang
ganglionik. Banyak ahli bedah mempercayai bahwa anastomosis dilakukan setidaknya 5 cm
dari daerah yang sel ganglion terdeteksi. Dihindari dilakukannya pull-through pada zona
transisi yang berhubungan dengan tingginya angka komplikasi karena tidak adekuatnya
27
pengosongan segmen usus yang aganglionik. Sekitar 1/3 pasien yang di pull-throughpada
zona transisi akan membutuhkan reoperasi.
Komplikasi utama dari semua prosedur diantaranya enterokolitis post operatif, konstipasi
dan striktur anastomosis. Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya, hasil jangka panjang
dengan menggunakan 3 prosedur sebanding dan secara umum berhasil dengan baik bila
ditangani oleh tangan yang ahli. Ketiga prosedur ini juga dapat dilakukan pada aganglionik
kolon total dimana ileum digunakan sebagai segmen yang dipull-through.
Beberapa metode operasi biasa digunakan dalam penatalaksanaan penyakit hirschsprung:
Secara klasik, dengan melakukan insisi di bagian kiri bawah abdomen kemudian
dalakukan identifikasi zona transisi dengan melakukan biopsy seromuskuler.
Terapi definitive yang dilakukan pada penyakit hirschprung ada 3 metode:
1. Metode Swenson: pembuangan daerah aganglion hingga batas sphincter ani interna dan
dilakukan anastomosis coloanal pada perineum
2. Metode Duhamel: daerah ujung aganglionik ditinggalkan dan bagian yang ganglionik
ditarik ke bagian belakang ujung daerah aganglioner. stapler GIA kemudian dimasukkan
melalui anus.
3. Teknik Soave: pemotongan mukosa endorectal dengan bagian distal aganglioner.
Setelah operasi pasien-pasien dengan penyakit hirschprung biasanya berhasil baik, walaupun
terkadang ada gangguan buang air besar. Sehingga konstipasi adalah gejala tersering pada
pascaoperasi.
I. KOMPLIKASI
Obstruksi usus
Ketidakseimbangan cairan dan elektrolit
Secara garis besarnya, komplikasi pasca tindakan bedah penyakit hisprung dapat digolongkan
atas :
1) Kebocoran anastomose
Kebocoran anastomose pasca operasi dapat disebabkan oleh ketegangan yang berlebihan
pada garis anastomose, vaskularisasi yang inadekuat pada kedua tepi sayatan ujung usus,
infeksi dan abses sekitar anastomose serta trauma colok dubur businasi pasca operasi yang
dikerjakan terlalu dini dan tidak hati-hati. Manifestasi klinis yang terljadi akibat kebocoran
28
anastomose ini beragam, mulai dari abses rongga pelvic, abses intra abdomen, peritonisis,
sepsis dan kematian.
2) Stenosis
Stenosis yang terjadi pasca operasi tarik terobos dapat disebabkan oleh gangguan
penyembuhan luka daerah anastomose, serta prosedur bedah yang dipergunakan. Stenosis
sirkuler biasanya disebabkan komplikasi prosedur Swenson atau Rehbein, stenosis posterior
berbentuk oval akibat prosedur Duhamel sedangkan bila stenosis memanjang biasanya akibat
prosedur Soave. Manifestasi dapat berupa kecipirit, distensi abdomen, enterokolitis hingga
vistula perianal.
3) Enterokolitis
Merupakan komplikasi yang paling berbahaya dan dapat mengakibatkan kematian. Tindakan
yang dapat dilakukan dengan penderita dengan tanda-tanda enterokolitis adalah segera
melakukan resusitasi cairan dan elektrolit, pemasangan pipa rectal untuk decompresi,
melakukan wash out dengan cairan fisiologis 2-3 kali perhari serta pemberian antibiotic yang
tepat.
4) gangguan fungsi spingter
29
DAFTAR PUSTAKA
1. Irawan, Budi. Pengamatan fungsi anorektal pada penderita penyakit hischprung pasca operasi full-through. Bagian ilmu bedah FK USU : 1-31
2. Wahab,Samik. Ilmu Kesehatan Anak Nelson. EGC : 2000
3. Warner B.W. 2004. Chapter 70 Pediatric Surgery in TOWNSEND SABISTON TEXTBOOK of SURGERY. 17th edition. Elsevier-Saunders. Philadelphia. Page 2113-2114
4. Ziegler M.M., Azizkhan R.G., Weber T.R. 2003. Chapter 56 Hirschsprung Disease In: Operative PEDIATRIC Surgery. McGraw-Hill. New York. Page 617-640
5. Holschneider A., Ure B.M., 2000. Chapter 34 Hirschsprung’s Disease in: Ashcraft Pediatric Surgery 3rd edition W.B. Saunders Company. Philadelphia. page 453-468
6. Leonidas J.C., Singh S.P., Slovis T.L. 2004. Chapter 4 Congenital Anomalies of The Gastrointestinal Tract In: Caffey’s Pediatric Diagnostic Imaging 10th edition. Elsevier-Mosby. Philadelphia. Page 148-153
7. Hidayat Muhammad dan Nurmantu, Farid, dkk. Anorectal Function of Hiscprung’s patients after definitive surgery. Faculty of public health, hasanudin university. Vol/.2 April- June 2009 : 77- 85.
8. Hay, William, Levin, Myron and Sondheimer, Judith. Current Diagnosis and Treatment Pediatrics 20th Edition. Mcgraw-Hill Books. 2011
9. Juffrie, Mohammad, dkk. Buku Ajar Gastroenterologi-hepatologi. UKK-Gastroenterologi-Hepatologi IDAI. 2012
30