Download - PERUBAHAN EKONOMI
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Penulisan sejarah pada masa pasca kemerdekaan didominasi oleh penulisan mengenai
peristiwa-peristiwa yang masih hangat waktu itu, yaitu mengenai perjuangan bangsa
Indonesia dalam memperjuangkan dan mempertahankan kemerdekaan. Pada masa ini
penulisan sejarah meliputi beberapa peristiwa di Indonesia yang ditulis oleh orang Indonesia
sendiri. Tentu saja objektivitasnya dapat dipertanggung jawabkan karena menulis sejarah
adalah orang yang berada pada saat peristiwa tersebut terjadi. Sehingga dapat dilihat
perkembangan Indonesia-sentris yang mulai beranjak. Dan tentu saja hal ini sangat
berpengaruh bagi perkembangan sejarah itu sendiri.
Oleh karena itu, penulis merasa perlu membuat sebuah makalah mengenai perubahan
Ekonomi, Sosial, dan Budaya Masyarakat Indonesia. Terutama pada masa penjajahan kolonial
Belanda.
B. Tujuan
Adapun tujuan penulisan makalah ini antara lain :
1. Menambah pengetahuan penulis siswa siswi mengenai perubahan Ekonomi, Sosial,
dan Budaya Masyarakat Indonesia.
2. Menambah Ilmu pengetahuan dalam penulisan makalah.
2
BAB II
PEMBAHASAN
PERUBAHAN EKONOMI, SOSIAL, dan BUDAYA MASYARAKAT INDONESIA
Sebagai DAMPAK KEKUASAAN BANGSA-BANGSA EROPA di INDONESIA
A. BIDANG POLITIK
Perkembangan Struktur Birokrasi, Sistem Pemerintahan dan Sistem Hukum pada
masa Kolonial
1. Sistem Pemerintahan
Sebelum tahun 1900 (sebelum sistem politik Etis) sistem pemerintahan untuk daerah
jajahan (Hindia Belanda) masih bersifat sentralistis. Dimana:
Tidak ada partisipasi dari perangkat lokal segala sesuatu diatur oleh pemerintah
pusat.
Tidak ada sama sekali otonomi untuk mengatur sendiri rumah tangga daerah sesuai
dengan kepentingan daerah.
Mengapa menerapkan sentralisasi?
Sentralisasi dipandang sebagai cara terbaik oleh pemerintah Belanda untuk
memperoleh keuntungan sebesar-besarnya. Oleh karena itu, dengan sentralisasi
Belanda dapat mempertahankan tanah jajahannya.
Sentralisasi sebagai bentuk ketakutan Belanda untuk kehilangan tanah jajahannya
sebagai “daerah keuntungan”.
Bagi Belanda “kehilangan Indonesia berarti sebuah malapetaka”.
Pada perkembangannya muncul tuntutan adanya desentralisasi sejak tahun 1854
dimana parlemen Belanda berhak mengawasi pelaksanaan pemerintahan di Hindia
Belanda. Tuntutan tersebut secara perlahan terwujud diawali dengan adanya desentralisasi
keuangan (1903), kemudian baru adanya pemerintahan daerah baru (1922). Berdasarkan
Undang-undang Perubahan tahun 1922 Hindia Belanda dibagi dalam provinsi dan wilayah
(gewest)
a) Provinsi
Provinsi memiliki otonomi.Tiap provinsi dikepalai oleh seorang gubernur.
Ada 3 provinsi yaitu Jawa Barat (1926),Jawa Timur (1929), dan Jawa Tengah(1930).
3
2. Sistem Hukum pada Masa Kolonial
Di Hindia Belanda diterapkan 2 jenis hukum, yaitu:
1. Hukum Pidana dan acara pidana
2. Hukum Perdata dan acara perdata
Hukum Pidana (Strafrecht)
Seluruh penduduk Hindia Belanda mesti tunduk pada hukum pidana seperti
termuat dalam Kitab Undang-undang Hukum Pidana (Wetboek van Strafrecht).
Kitab Undang-undang Hukum Pidana memuat semua fakta yang dapat dikenakan
pidana.
Tindak Pidana mencakup kejahatan dan pelanggaran.
Hukum Acara Pidana (Strafprocesrecht)
Mengatur :
a. Bagaimana atau apa yang harus diperbuat polisi yang bertugas menyidik dan
menerangkan kejahatan.
b. Kepala hakim mana terdakwa dihadapkan
c. Bagaimana berlangsungnya acara pidana
d. Bagaimana keputusan pengadilan harus dilaksanakan
Hukum Perdata
Kitab Undang-undang Hukum Perdata memuat hukum kekayaan, harta benda dan
perjanjian. Pada masa kolonial dibuat disebabkan karena kegiatan perdagangan
sebagian besar dilakukan dengan perantaraan orang-orang Cina.
Tujuan dibuat Kitab Undang-undang Hukum Perdata pada masa kolonial adalah
untuk:
1. Mempermudah pembuatan kontrak
2. Menjamin kepastian hukum bagi perdagangan orang-orang Belanda
3. Menundudukkan orang Cina terhadap hukum Eropa.
Selain KUH Perdata terdapat pula Kitab Undang-undang Hukum Dagang (yang
dibuat khusus untuk orang-orang Cina)
Untuk orang Indonesia awalnya berlaku Hukum Adat setempat tetapi setelah terjadi
kontak dengan Belanda melalui perkebunan-perkebunan Belanda maka dibuat Kitab
Undang-undang Hukum untuk orang pribumi tanpa memperhatikan hukum adat yang
berlaku di masyarakat.
4
Tujuan di buat Undang-undang tersebut adalah:
a. Menundukkan orang-orang Indonesia kepada hukum Eropa.
b. Membuat kitab Undang-undang tersendiri untuk orang Indonesia.
Untuk selanjutnya ketika pemerintah kolonial Belanda membentuk kitab undang-
undang untuk orang Indonesia maka hukum adat selalu menjadi bahan pertibangan
dalam mengambil sebuah keputusan.
Pada perkembangannya berdiri sekolah-sekolah sebagai berikut:
Sekolah Hakim (Rechtsschool) tahun 1908 di Jakarta
Sekolah Tinggi Hukum (Rechtsshoge School) tahun 1924 di Jakarta.
3. Sistem Peradilan pada masa Kolonial
Peradilan dibedakan antara:
1. Pengadilan Gubernemen :
a. Pengadilan Eropa, dilaksanakan oleh Pengadilan Karisidenan, Dewan Yustisi,
Hakim Polisi dan Pengadilan Tinggi.
b. Pengadilan Pribumi, dilaksanakan oleh Landraad (pengadilan negeri)
c. Pengadilan untuk segala bangsa dilaksanakan oleh landgerecht
2. Pengadilan Eropa :
a. Pengadilan Karisidenan, terdapat di kota yang ada Pengadilan Negeri
(Landraad)
b. Raad van Justitie hanya ada 6 buah (Jakarta, Semarang, Surabaya, Makasar,
Medan dan Padang).
c. Hakim Polisi (Politierecht) dibentuk dibeberapa tempat dan merupakan
pengganti Raad van Justitie.
d. Pengadilan Tinggi (Hoogsgerechtshof ) hanya ada di Jakarta.
3. Pengadilan Pribumi
Pengadilan pribumi (landraad) terdapat di kota atau kota yang agak besar,
misalnya di ibu kota kabupaten.
4. Pengadilan untuk semua bangsa (Landgerecht)
Pengadilan ini dimaksudkan untuk menangani perkara bangsa Eropa, pribumi
maupun orang Timur Asing.
5
B. BIDANG EKONOMI
1. KOMERSIALISME, dan INDUSTRIALISASI
Komersialisme yang terjadi di Indonesia awalnya disebabkan karena Kemerosotan VOC,
kekosongan kas negara Belanda serta hutang yang sangat besar dengan saldo kerugian
sebesar 134,7 juta Gulden. Untuk mengatasi masalah tersebut maka diberlakukanlah
tanam paksa dibawah pimpinan Van den Bosh pada 1830-1870.
1). MASA TANAM PAKSA
Pada masa Tanam Paksa yang dikomersilkan dari Indonesia oleh Belanda adalah :
1. Tanah rakyat yang awalnya milik pribadi diambil dan dikuasai oleh pemerintah
Belanda untuk dijadikan sebagai lahan tanam paksa. Dimana tanah rakyat tersebut
wajib ditanami tanaman yang laku dipasaran Eropa (Ekspor) yang jenisnya telah
ditentukan oleh pemerintah Belanda, seperti kopi, gula, teh, tembakau, kapas, nila
(indigo).
2. Hasil dari tanam paksa tersebut diserahkan kepada pemerintah Belanda dan hanya
dihargai sangat rendah sehingga segala hasil keuntungan sepenuhnya dimiliki oleh
pemerintah.
3. Tanah rakyat yang bebas dari tanam paksa hanya 1/5 itupun rakyat masih dibebankan
membayar pajak perorangan.
4. Selain tanahnya diambil, rakyat masih harus bekerja di lahan tanam paksa tersebut
dengan jangka waktu yang tidak terbatas bahkan hampir seluruh waktu digunakan
untuk bekerja dilahan tanam paksa. Sehingga rakyat tidak sempat untuk mengerjakan
tanahnya sendiri.
Akibat dari tanam paksa tersebut:
Tanah rakyat dieksploitasi
Rakyat harus menanggung beban berat akibat tanam paksa.
Selain itu rakyat masih dibebankan kerja rodi/ kerja paksa untuk pemerintah.
Yang terberat adalah rodi untuk membangun dan memelihara benteng pertahanan.
Kemiskinan dan daya tahan rakyat dalam menghadapi berbagai bencana yang
terlalu kecil menyebabkan ketika terjadi musim kekeringan berarti bencana yang
besar bagi rakyat. Akibatnya terjadi kelaparan dimana-mana dan kematian,
sehingga jumlah penduduk mengalami penurunan yang tajam. Contohnya:
Tahun Daerah Sebelum Bencana Setelah Bencana
6
1843 Demak 336.000 juta 120.000 juta
1849-1850 Grobogan 89.500 jiwa 9.000 jiwa
Tanam Paksa memang membawa keuntungan bagi Belanda tetapi rakyat
Indonesia benar-benar tenderita. Oleh karena itu dilakukan upaya penghapusan
tanam paksa diawali dengan penghapusan tanam paksa lada (1860) .Tahun 1870,
secara resma tanam paksa dihapuskan di Indonesia dengan dikeluarkan Undang-
undang Gula, tetapi baru pada 1917 tanam paksa kopi dapat dihapuskan.
Saldo untung untuk Belanda mulai mengalami penurunan Sejas tahun 1867, dan
pada 1870 benar-benar lenyap. Saldo keuntungan tersebut disebabkan karena
pemerintah terlalu berhemat.
2). MASA LIBERALISME (1870-1900)
Penghapusan tanam paksa menyebabkan munculnya sistem ekonomi liberal, dimana
Indonesia dijadikan sebagai tempat untuk menanamkan modal mereka. Pada masa
Liberalisme, komersialisme terhadap bangsa Indonesia tampak dengan:
1. Indonesia dijadikan tempat untuk mencari bahan mentah untuk kepentingan Industri
orang-orang Eropa
2. Indonesia dijadikan sebagai tempat untuk menanamkan modal bagi para pengusaha
swasta asing. Dengan cara menyewa tanah rakyat untuk dijadikan perkebunan-
perkebuan besar.
3. Indonesia juga dijadikan sebagai tempat untuk memasarkan hasil-hasil Industri Eropa.
Pada masa Liberalisme ini pulalah merupakan awal munculnya industrialisasi di
Indonesia. Munculnya Industrialisasi ditandai dengan:
1. Dikeluarkannya Undang-undang Agraria (Agrarische Wet) tahun 1870 ,yang
memberikan peluang bagi pengusaha asing (pengusaha dari Inggris, Belgia, Perancis,
Amerika Serikat, Cina, dan Jepang) untuk menyewa tanah dari rakyat Indonesia tetapi
tidak boleh menjualnya. Mereka mulai datang ke Indonesia untuk menanamkan modal
dan untuk memperoleh keuntungan yang besar.
2. Tanah penduduk Indonesia yang awalnya merupakan milik pribadi tersebut harus
disewa untuk jangka waktu tertentu (25 tahun untuk tanah pertanian, 75 tahun untuk
tanah ladang) oleh para pemilik modal swasta asing. Penduduk hanya mendapatkan
uang sebagai uang sewa tanah tersebut.
7
3. Tanah yang disewa kemudian dijadikan `perkebunan-perkebunan besar yang
dilengkapi dengan pabrik-pabrik untuk mengolah hasil perkebunan tersebut.
Perkebunan-perkebunan tersebut diantaranya Perkebunan Kopi, Teh, Gula, Kina dan
Tembakau. Di Deli, Sumatra Timar.
4. Industri di Indonesia awalnya memang hanya industri perkebunan tetapi
perkembangannya di Indonesia terdapat industri mesin, industri tambang, dsb. Para
pengusaha Indonesia tidak mampu mengalah pengusaha swasta asing.
Pelaksanaan Industrialisasi di Indonesia berkembang pesat didukung dengan:
Dibukanya Terusan Suez(1869) yang berfungsi untuk memperpendek jarak tempuh
antara Eropa ke Indonesia.
Di Indonesia dibangun pelabuhan, seperti Tanjung Prior (1886),dilengkapi dengan
jalan raya, jalan kereta api, jembatan, serta sarana telekomonilasi.
Dengan sarana transportasi tersebut proses industrialisasi di Indonesia berjalan
semakin pesat.
Selain itu dibangun saluran irigasi dan waduk-waduk.
Selama masa Industrialisasi selain perkebunan besar di Indonesia berkembang pula:
Nederlandsch Handels Maatschappij (NHM)
Bank Perkebunan (Cultuur Banker), Pusat perkreditan, dan Kantor pegadaian.
Perkembangan tanaman perkebunan mulai mengalami kemunduran karena jatuhnya
harga kopi dan gula di dunia pada 1885 dikarenakan di Eropa mulai ditanam Gula Bit.
Selain itu pada 1891 harga tembakau mengalami penuruan. Krisis 1885 mengakibatkan
perubahan yang cukup besar bagi kehidupan ekonomi Hindia Belanda.
C. BIDANG SOSIAL
1. PENGGOLONGAN SOSIAL
Penggolongan Sosial merupakan pembedaan anggota masyarakat, golongan secara
horizontal atas dasar perbedaan ras, jenis kelamin, agama, profesi, dsb.
Pada masa colonial penggolongan masyarakat didasarkan pada perbedaan ras.
1. Golongan Eropa
Terdiri dari orang Belanda, Inggris, Amerika, Belgia, Swiss, dan Perancis.
Golongan Eropa merupakan golongan pendatang yang sangat minoritas. Mereka
memiliki kekuasaan yang besar di Indonesia. Status sosial mereka lebih tinggi
8
dibandingkan dengan golongan-golongan lain yang ada. Mereka adalah para pemilik
modal yang menanamkan modalnya di perusahaan perkebunan Indonesia.
Perkawinan antara orang Eropa orang Indonesia disebut golongan Indo-Eropa.
2. Golongan Asia dan Timar Asing
Terdiri dari bangsa Cina, India, dan Arab.
Mereka memiliki kedudukan sosial yang lebih tinggi dan istimewa daripada kaum
pribumi. Status ekonomi merekapun tinggi sehingga membuat pemerintah Belanda
memberikan banyak kemudahan bagi golongan tersebut dalam sektor perdagangan.
Sebagai pedagang, mereka menguasai perdagangan eceran, tekstil, dan mesin
elektronik. Perkawinan antara kaum Timur Asing dengan orang Indonesia disebut
golongan Indo Timur Asing/ Peranakan.
3. Golongan Pibumi
Golongan Pribumi merupakan kelompok mayoritas dan merupakan pemilik negeri
ini. Mereka merupakan penduduk asli Indonesia. Tetapi merupakan orang yang
tertindas dan terjajah. Kedudukannya adalah yang paling rendah (lapisan terbawah)
dan dibebankan banyak kewajiban tetapi hanya kurang diperhatikan.
2. STRATIFIKASI SOSIAL/ PELAPISAN SOSIAL
Stratifikasi Sosial merupakan struktur sosial atau susunan masyarakat yang
dibedakan ke dalam lapisan-lapisan secara bertingkat.
Sebelum pemerintahan kolonial di Indonesia telah mengenal 4 lapisan masyarakat,
yaitu:
1. Golongan Raja dan keluarganya
Golongan raja memiliki pengaruh yang sangat besar dalam masyarakat pada suatu
wilayah. Hal ini disebabkan karena kkedudukannya ssebagai penguasa dalam suatu
wilayah. Golongan ini sangat dihormati dan disegani oleh rakyatnya. Raja memerintah
secara turun-temurun.
2. Golongan Elite
Golongan elite merupakan sekelompok masyarakat yang mempunyai kedudukan
terkemuka di masyarakat maupun di lingkungan kerajaan. Terdiri dari golongan
bangsawan, tentara, kaum keagamaan, serta golongan pedagang. Merreka memiliki
kehidupan ekonomi, sosial, dan budaya yang berbeda dengan masyarakat non elite.
9
Mereka hidup seperti keluarga kerajaan yang dilengkapi dengan pegawai dan Hamba
Sahaya.
3. Golongan Non Elite
Golongan non Elite merupakan gologan masyarakat kebanyakan dengan jumlahnya
paling besar. Mereka memiliki berbagai keahlian seperti dalam bidang pertanian,
pertukangan, pedagang kecil/kelontong sebagian besar mereka tinggal di desa.
Sedangkan masyarakat non elite yang tinggal di kota adalah para seniman.
4. Golongan Hamba Sahaya
Golongan Hamba Sahaya merupakan masyarakat lapisan paling bawah. Mereka
mengerjakan pekerjaan-pekerjaan yang paling berat. Mereka dapat menjadi golongan
Hamba Sahaya jika mereka tidak dapat membayar hutang, tawanan perang, serta
mereka yang diperoleh dengan membeli (Budak Belian). Perlakuan terhadap mereka
tergantung kepada orang yang menjadi majikannya mereka dapat membebaskan diri
jika majikannya memberikan kebebasan padanya.
Adapun Sistem Pelapisan Sosial masa Pemerintahan Kolonial sebagai berikut:
1. Golongan Penjajah dan Terjajah
Golongan penjajah merupakan golongan bangsa asing yang menguasai Indonesia
dan memiliki peran yang penting dalam menentukan arah kekuasaan dan jalannya
pemerintahan. Mereka sekedar menjajah untuk mendapatkan keuntungan dan
menghalalkan segala cara.
Golongan terjajah merupakan golongan yang menjadi tempat penindasan dan
pemerasan yang dilakukan oleh penjajah. Mereka yang mengalami penderitaan dan
kesengsaraan akibat penindasan dan pemerasan selalu dialaminya.
2. Golongan Majikan dan Buruh
Golongan majikan terdiri dari para pengusaha swasta asing. Pemilik perusahaan.
Golongan buruh terdiri dari masyarakat yang bekerja pada perusahaan-perusahaan.
Dari perkebunan-perkebunan tersebut hanya kaum pemilik modal yang memperoleh
keuntungan sedangkan kaum buruh memperoleh upah yang kecil.
Hal-hal yang mempercepat terjadinya mobilitas sosial adalah sebagai berikut.
1. Dibangunnya jaringan infrastruktur seperti jalan raya, jalan kereta api, pelabuhan,
kapal, kereta apai,dsb. Semua itu ditujukan untuk menunjang kegiatan perkebunan,
pengangkutan barang, serta tenaga kerja dari satu tempat ke tempat yang lain.
10
2. Munculnya kota-kota baru yang lahir sebagai dampak munculnya kota-kota
perkebunan. Kota-kota dipesisr contohnya: Tuban, Gresik,Batavia, Surabaya,
Semarang, Banten, dsb. Kota-kota di Pedalaman, seperti Bandung, Malang, Sukabumi.
3. Munculnya kebangkitan Nasional Indonesia dan lahirnya kesadaran kebangsaan dan
bernegara di kalangan penduduk menimbulkan mobilitas sosial penduduk sebagai
upaya untuk melakukan perlawanan menentang penjajahan.
PERUBAHAN DEMOGRAFI, merupakan perkembangan perubahan jumlah penduduk.
Pola kependudukan di Indonesia mengalami perkembangan seiring dengan kemajuan
ekonomi di Indonesia. Pola kependudukan tersebut mengikuti pola kependudukan
modern. Hal ini terliaht dengan:
1. Lahirnya desa-desa dan kota-kota modern menggantikan ibu kota kerajaan sebagai
pusat aktivitas masyarakat Indonesia.
2. Kota-kota baru yang muncul merupakan pusat pemerintahan, kantor-kantor dagang,
dan pusat-pusat perkebunan.
3. Desa merupakan daerah pertanian yang mendukung aktivitas di daerah perkotaan.
4. Hubungan desa dan kota pada masa Belanda merupakan hubungan yang berdasarkan
kepentingan ekonomi. Pejabat pemerintahan merupakan kaki tangan Belanda dalam
memperlancar urusan perdagangan.
Masalah kependudukan selalu berkaitan dengan masalah tanah serta perubahan fungsinya.
Hal ini terlihat pada:
Masa Tanam Paksa, perubahan tampak dengan tanah-tanah yang semula adalah milik
rakyat selanjutnya menjadi tanah perkebunan milik pemerintah dengan ditanami tanaman
yang laku dipasaran Eropa. Tanah-tanah tersebut harus dikerjakan secara paksa oleh
rakyat sehingga tentu saja menimbulkan penderitaan bagi rakyat.
Masa Liberalisme, tanah-tanah milik penduduk dijadikan perkebunan-perkebunan besar
yang ditanami tanaman yang menguntungkan, seperti gula, tembakau. Tanah milik petani
menjadi objek kapitalisme, seiring munculnya perkebunan-perkebunan swasta asing.
Perkebunan tersebut kemudian dijadikan tempat/tujuan untuk bekerja dan mendapatkan
upah sehingga muncul mobilitas penduduk yang akhirnya memunculkan lahirnya kota-
kota baru sebagai tempat perkembangan perekonomian penduduk.
11
D. BIDANG BUDAYA
1. PENGARUH WESTERNISASI
Westernisasi (Pembaratan) merupakan proses pemasukkan pengaruh budaya Barat bagi
rakyat.Masuknya pengaruh budaya Barat tersebut tentu saja berbeda dengan nilai-nilai
dari kebudayan asli bangsa Indonesia. Westernisasi masuk melalui jalur pemerintahan dan
pendidikan. Pengaruh Westernisasi bagi bangsa Indonesia tampak pada:
1. Penggunaan bahas Belanda dalam pergaulan sehari-hari di kalangan rakyat Indonesia.
2. Gaya berpakaian rakyat Indonesia meniru cara berpakaian model barat, tampak
dengan dikenalnya rok, jas, dasi, topi,dsb.
3. Tata cara pergaulan dan lingkungan pergaulan yang meniru cara barat dimana telah
lebih terbuka dan bebas.
4. Sistem jabatan dan kepangkatan, dimana orang Indonesia mulai menduduki jabatan
tertentu dan menyandang pangkat tertentu.
5. Adanya Pendidikan model Eropa/Barat menjadi prioritas utama bagi rakyat Indonesia
yang ingin mengenyam pendidikan.
6. Model bangunan dan arsitektur serta sarana penunjang kehidupan meniru model Eropa
sehingga lebih modern bahkan tata kotapun meniru model barat.
Pengaruh Westernisasi sangat terlihat bagi kalangan bangsawan dan birokrat kolonial,
sedangkan bagi sebagian besar rakyat Indonesia masih tetap menjalankan dengan cara
lama (feodal-tradisional).
2. PERKEMBANGAN PENDIDIKAN
Sebelum masuknya kolonialisme Barat di Indonesia,
Sistem pendidikan masih bersifat tradisional yang hanya bisa dinikmati oleh beberapa
orang dan biasanya kangan elite tertentu dalam masyarakat.
Pusat pendidikan terbatas di lingkungan keraton dan tempat-tempat penyebaran
agama , seperti pondok pesantren.
Berkembangnya Politik Etis menyebabkan berdirinya sekolah-sekolah untuk kaum
pribumi. Tujuan didirikan sekolah-sekolah tersebut awalnya untuk mendidik calon-calon
birokrat pemerintah bangsa Indonesia.
Jenis-jenis sekolah yang didirikan:
12
Sekolah Calon Birokrat bernama OSVIA (Opleidingschool Voor Inlandische
Ambtenaren) yang didirikan di Bandung, Magelang, dan Probolinggo, untuk
kalangan elite tertentu.
Pada tahun 1848, dibuka sekolah secara massal disetiap kabupaten, meskipun
masih terbatas untuk kalangan tertentu, seperti:
HIS (Hollandsch Inlandsche School)
ü MULO (Meer Ultgebreid Lager Onderwijs)
ü AMS (Algemeene Middelbare School)
ü HBS (Hoogere Burgerschool)
Pada tahun 1851 dibuka sekolah guru Kweekschool dan Hogere Kweekschool.
Dibuka sekolah dokter STOVIA.
Akhir tahun 19 dibuka sekolah untuk kaum pribumi disebut Sekolah Angka 1 dan
Sekolah Angka 2 bersifat umum dan memberikan pelajaran dasar seperti
membaca, menulis, berhitung, ilmu bumi, sejarah, dan ilmu alam.
Dalam pendidikan Eropa diajarkan dengan menggunakan metode pendidikan Barat,
diperkenalkan pula nilai-nilai seperti disiplin, taat pada aturan serta tata cara Barat yang
sebelumnya tidak dikenal dalam sistem pendidikan pribumi.
E. BIDANG IDEOLOGI dan AGAMA
1. BIDANG IDEOLOGI
Pendidikan yang diperoleh masyarakat Indonesia mampu menyadarkan mereka mengenai
kondisi bangsa Indonesia akibat penjajahan dan apa yang seharusnya dilakukan oleh
rakyat. Tujuan pemberian pendidikan sebagai strategi politik etis Belanda tetapi akhirnya
menjadi sarana penyadaran nasionalisme Indonesia.
Dengan pendidikan mampu:
Menumbuhkan nilai-nilai kebangsaan, kejuangan, dan ke-Indonesiaan di
kalangan perintis pergerakan nasional Indonesia. Munculnya Nasionalisme
dikalangan rakyat Indonesia.
Menumbuhkan kesadaran mengenai makna kemerdekaan, kebebasan dan hak
untuk menentukan nasib sendiri di kalangan pribumi dan membawa Indonesia
menuju kemerdekaan.
Mulai dibentuklah organisasi pergerakan nasional seperti, Budi Utomo.
Nilai-nilai baru tersebut mulai dilembagakan dan menjadi dasar perjuangan
mereka. Sejak saat itu Indonesia memasuki tahap pergerakaan nasional.
13
2. BIDANG AGAMA
Masyarakat Indonesia mayoritas memeluk agama Islam, kegiatan keagamaan dikontrol
dan dibatasi oleh pemerintah kolonial.
Hal tersebut didasarkan pada ketakutan pemerintah Belanda akan munculnya gerakan
yang dapat menghambat kepentingan perdagangan dan politiknya.
Cara pengontrolan pemerintah kolonial dilakukan dengan :
Orang Muslim yang naik haji juga dibatasi karena dianggap sebagai cikal bakal
munculnya tokoh-tokoh Muslim yang radikal.
Kebijakan tersebut menyebabkan munculnya perlawanan dari masyarakat Muslim
Indonesia.
Untuk meneliti dan mempelajari seluk beluk masyarakat Muslim Indonesia, Belanda
mengirim Snouck Hurgronje ke Aceh.
Belanda juga membatasi kelompok-kelompok agama Katolik, dan Protestan. Belanda
melihat kegiatan keagamaan yang dilakukan para missionaris,
pastor, dan pendeta melalui lembaga pendidikan sebagai penghalang bagi kepentingan
perdagangan dan kekuasaan pemerintah Belanda.
Pemerintah membuat laporan bahwa setiap kegiatan keagamaan harus dilaporkan dan
mendapat perizinan dari pemerintah Belanda.
BAB III
14
KESIMPULAN
A. KESIMPULAN
Dari uraian di atas dapat penulis simpulkan bahwa dalam perjalanan mengisi
kemerdekaan bangsa Indonesia banyak mengalami perubahan baik itu di bidang politik,
sosial, budaya, pendidikan dan ekonomi.semua perubahan itu merupakan dampak dari
masuknya negara-negara Eropa terutama pemerintah kolonial Belanda, baik itu berdampak
positif maupun negatif bagi masyarakat Indonesia.
B. SARAN
Adapun saran dari penulis:
1. Kiranya pembaca mau lebih mempelajari sejarah bangsa Indonesia
2. Kiranya penulis di berikan bimbingan dalam penulisan sebuah makalah
DAFTAR PUSTAKA
15
Www.Hijriah.Jentayu.Com Kondisi Ekonomi, Politik Sosial-Budaya, Pendidikan Dan
Historiografi Indonesia Pasca Proklamasi. Oleh Lea. Diterbitkan: 3 Juni 2010.
www.google.co.id Perubahan Ekonomi, Sosial, Dan Budaya Masyarakat Indonesia Sebagai
Dampak Kekuasaan Bangsa-Bangsa Eropa Di Indonesia. Oleh Rina. Diterbitkan : 6
Maret 2009.