perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
POLA KOMUNIKASI POLITIK MASYARAKAT TRANSISI
PADA PEMILUKADA 2010
(Studi Kasus tentang Pola Pengaruh Komunikasi Politik dalam Membentuk Perilaku
Memilih Masyarakat Transisi di Desa Ngabeyan Kecamatan Kartasura
pada Pemilukada Sukoharjo 2010)
Oleh :
AIDA NURSANTI
D0206030
SKRIPSI
Diajukan untuk Melengkapi Tugas-tugas dan Memenuhi
Syarat-syarat Guna Memperoleh Gelar Sarjana Ilmu Komunikasi
pada Program Studi Ilmu Komunikasi
JURUSAN ILMU KOMUNIKASI
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
UNIVERSITAS SEBELAS MARET
SURAKARTA
2010
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
HALAMAN PERSETUJUAN
Disetujui untuk dipertahankan di Hadapan Panitia Penguji Skripsi
Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik
Universitas Sebelas Maret
Surakarta
Pembimbing
Prof. Drs. H. Pawito, Ph.DNIP. 19540805 198503 1 002
ii
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
iii
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
HALAMAN MOTTO
Self Confidence is The First Secret of Success... (RalphWaldo Emerson)
iv
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
HALAMAN PERSEMBAHAN
Untuk kedua orang tuaku,
Bapak Dalimin Harso Siswanto dan Ibu Watik Harso Siswanto.
Terima kasih atas perjuangan tak kenal lelah,
hingga sanggup menghantarkanku sampai di titik berdiri saat ini...
v
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
KATA PENGANTAR
Puji syukur alhamdulillah tak henti-hentinya penulis panjatkan kehadirat
Allah SWT atas limpahan berkah, rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat
menyelesaikan skripsi berjudul Pola Komunikasi Politik Masyarakat Transisi pada
Pemilukada 2010 (Studi Kasus tentang Pola Pengaruh Komunikasi Politik dalam
Membentuk Perilaku Memilih Masyarakat Transisi di Desa Ngabeyan Kecamatan
Kartasura pada Pemilukada Sukoharjo 2010) dengan segala kurang dan lebihnya
sebagai buah pilihan, kesungguhan dan tekad yang kuat untuk mempersembahkan
yang terbaik bagi kehidupan yang penulis jalani.
Pemilihan tema penelitian ini berawal dari minat penulis akan kajian
komunikasi politik yang juga merupakan salah satu mata kuliah pada program
studi tempat penulis menimba ilmu. Ketertarikan tersebut didasari oleh fakta
bahwa komunikasi politik memainkan peranan yang sangat strategis karena
berada dalam kawasan (domain) politik dengan menempatkan komunikasi pada
posisi yang sangat fundamental. Komunikasi politik berpengaruh dalam sistem
politik sedangkan sistem politik mempengaruhi hajat hidup orang banyak, karena
terkait dengan kebijakan umum.
Kajian ini kemudian penulis implementasikan untuk meneliti kegiatan
Pemilukada Sukoharjo 2010 dengan fokus penelitiannya adalah pola pengaruh
komunikasi politik dalam membentuk perilaku memilih masyarakat transisi di
Desa Ngabeyan Kecamatan Kartasura. Perilaku memilih sendiri merupakan efek
motorik atau behavior dari komunikasi politik yang bersifat mekanistis.
vi
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
Sedangkan masyarakat transisi dipilih sebagai objek penelitian karena
dibandingkan dengan masyarakat perkotaan maupun pedesaan, penelitian tentang
masyarakat transisi cenderung lebih jarang dilakukan. Padahal tipe masyarakat ini
merupakan karakteristik mayoritas masyarakat di negara-negara berkembang
termasuk Indonesia. Bertolak dari pandangan di atas, peneliti melakukan
penelitian ini yang laporannya disusun dalam bentuk skripsi sebagai salah satu
syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ilmu Komunikasi pada Fakultas Ilmu
Sosial dan Ilmu Politik (FISIP) UNS Solo.
Penyusunan skripsi ini tidak lepas dari dukungan dan pertolongan baik
moril maupun material dari berbagai pihak. Dengan segenap keikhlasan hati,
kejernihan pikiran, dan kerendahan jiwa, penulis menghaturkan terima kasih
kepada Allah Subhanallahu Wata’ala atas segala nikmat-Nya, terutama dalam
memberi petunjuk, kesempatan dan kesehatan sehingga penulis bisa menjalankan
penelitian dan menyelesaikan skripsi ini. Ucapan terima kasih juga penulis
haturkan kepada Bapak Drs. H. Supriyadi, SN, SU, Dekan FISIP UNS yang telah
memberikan ijin kepada penulis untuk melakukan penelitian serta Ibu Dra.
Prahastiwi Utari, M.Si, Ph.D, Ketua Jurusan Ilmu Komunikasi FISIP UNS
sekaligus pembimbing akademik penulis, atas kesabarannya dalam membimbing
penulis selama masa perkuliahan dan motivasinya agar penulis segera
menyelesaikan skripsi.
Terkhusus, penulis menyampaikan banyak ucapan terima kasih kepada
pembimbing skripsi, Bapak Prof. Drs. H. Pawito, Ph.D atas keikhlasannya
membimbing penulis dalam mengerjakan skripsi ini, membukakan begitu banyak
cakrawala informasi yang sebelumnya tidak penulis ketahui, serta kemurahan
vii
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
hatinya untuk berbagi pengalaman dan pelajaran hidup berharga kepada penulis di
sela-sela kegiatan bimbingan. Terima kasih pula untuk Bapak Sri Herwindya
Baskara Wijaya, S.Sos, M.Si yang bersedia membagi pengalaman tentang
penelitiannya yang berkaitan dengan tema yang diangkat penulis. Tidak lupa
terima kasih penulis ucapkan kepada Bapak Drs. Hamid Arifin, M.Si dan Bapak
Budi Aryanto (Mas Budi) yang bersedia direpotkan oleh segala keperluan
administrasi yang diperlukan terkait penelitian ini.
Penelitian tidak akan bisa dilaksanakan tanpa ijin dari Kepala Desa
Ngabeyan Kecamatan Kartasura Kabupaten Sukoharjo. Untuk itu, penulis
mengucapkan terima kasih kepada Bapak Sri Widodo, selaku Kepala Desa
Ngabeyan, Bapak Paryanto, Bapak Gunarto, Ibu Dhian Vita, serta seluruh
aparatur pemerintahan Desa Ngabeyan atas kemudahan dan kelancaran yang
diberikan kepada penulis selama proses penelitian. Juga kepada Komisi Pemilihan
Umum Daerah (KPUD) Sukoharjo dan Panitia Pemungutan Suara (PPS) Desa
Ngabeyan, terima kasih atas sambutan hangat dan keleluasaan akses informasi
yang diberikan kepada peneliti terkait proses pengumpulan data sekunder. Penulis
juga mengucapkan banyak terima kasih kepada seluruh informan penelitian di
Desa Ngabeyan yang bersedia meluangkan waktu, menyediakan tempat, dan
memberikan informasi yang dibutuhkan penulis untuk penelitian ini.
Ucapan terima kasih juga penulis sampaikan kepada keluarga tercinta,
Bapak Dalimin Harso Siswanto, Ibu Watik Harso Siswanto, Yanuar Nur Aqsa,
dan Afrita Nurmawati yang telah memberikan dukungan baik moril maupun
material kepada penulis. Kepada teman-teman yang telah berbaik hati ikut
membantu kelancaran proses penelitian ini, Erlinta Yudantoro, Yaniar Wendy
viii
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
Astrianto, dan Noviana Manja Ratna, penulis sampaikan ucapan terima kasih
sebanyak-banyaknya. Juga para sahabat yang tidak pernah lelah untuk memotivasi
penulis agar segera menyelesaikan skripsi, terima kasih untuk Kartika Chandra
Dewi Pertiwi, S.Sn, Agung Listianto, SH, Sari Hastuti, A.Md, Hendro Wibowo,
Endro Krisdiyanto, A.Md, Lusiana Wati, dan Rofika Nur Hayati.
Untuk 11 Camar, Five Ads, KAMEO serta teman-teman seperjuangan
Komunikasi FISIP angkatan 2006, terima kasih atas kebersamaan selama masa
perkuliahan dan dukungannya selama pengerjaan skripsi. Terima kasih pula untuk
Narendra Wisnu Karisma, atas segala bentuk bantuan, dukungan moral dan obor
semangat di kala jenuh menerpa. Terakhir, kepada semua pihak yang telah
memberikan bantuan baik lahir maupun batin dari persiapan penelitian hingga
terselesainya skripsi ini yang tidak dapat penulis sebutkan satu per satu, terima
kasih banyak.
Walaupun dalam melaksanakan penelitian penulis telah berusaha
semaksimal mungkin sesuai batas kemampuan penulis, namun tetap saja tidak ada
gading yang tak retak, pun dengan penelitian ini. Kritik dan saran sangat penulis
harapkan demi kesempurnaan karya sederhana ini. Terima kasih dan semoga
bermanfaat. Amin.
Surakarta, 2 November 2010
Penulis
ix
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ------- i HALAMAN PERSETUJUAN ------- ii HALAMAN PENGESAHAN ------- iii HALAMAN MOTTO ------- iv HALAMAN PERSEMBAHAN ------- v KATA PENGANTAR ------- vi DAFTAR ISI ------- x
DAFTAR GAMBAR ------- xiii DAFTAR TABEL ------- xiv ABSTRAK ------- xv
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang ------- 1 B. Rumusan Masalah ------- 11 C. Tujuan Penelitian ------- 11 D. Manfaat Penelitian ------- 12 E. Telaah Pustaka
1. Komunikasi Politik ------- 14
2. Komunikasi Massa ------- 25 3. Komunikasi Interpersonal ------- 31
4. Iklan Media Luar Ruang ------- 34 5. Perilaku Memilih ------- 37 6. Masyarakat Transisi ------- 44
F. Review Penelitian Terdahulu ------- 50 G. Kerangka Pemikiran ------- 54 H. Metodologi Penelitian
1. Jenis Penelitian ------- 56 2. Metode Penelitian ------- 56 3. Lokasi Penelitian ------- 59
4. Jenis Data ------- 59 5. Teknik Pengumpulan Data ------- 60
6. Teknik Sampling ------- 64 7. Validitas Data ------- 67 8. Analisis Data ------- 67
x
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
I. Keterbatasan Penelitian ------- 71
BAB II DESKRIPSI LOKASI A. Gambaran Umum Kabupaten Sukoharjo ------- 73
B. Desa Ngabeyan 1. Geografis ------- 75 2. Administrasi ------- 77 3. Potensi ------- 79
C. Pemilukada Sukoharjo 2010 ------- 80 1. Daftar Pemilih Tetap (DPT) ------- 81 2. Pencalonan ------- 843. Kampanye ------- 90
4. Pemungutan dan Penghitungan Suara ------- 93
BAB III PENYAJIAN DAN ANALISA DATAA. Komunikasi Politik Masyarakat Desa Ngabeyan Kecamatan
Kartasura pada Pemilukada Sukoharjo 2010 ------- 100 1. Komunikasi Politik Antar Persona ------- 101 2. Kampanye Pemilukada ------- 108 3. Iklan Politik Media Luar Ruang ------- 113 4. Media Massa ------- 118
B. Perilaku Memilih Masyarakat Desa Ngabeyan Kecamatan Kartasura pada Pemilukada Sukoharjo 2010 ------- 120 1. Pemilih Sekedar Memilih ------- 122
2. Pemilih Partisan ------- 124 3. Pemilih Rasional ------- 127 4. Pemilih Tidak Memilih (Golput) ------- 132
C. Pola Pengaruh Komuniksi Politik dalam Membentuk Perilaku Memilih Masyarakat Desa Ngabeyan Kecamatan Kartasura pada Pemilukada Sukoharjo 2010 ------- 135 1. Pengaruh dari Komunikasi Politik Antar Persona ------- 139
1.1 Kandidat Calon ------- 140
1.2 Tim Sukses ------- 145 1.3 Tokoh Masyarakat ------- 151 1.4 Keluarga ------- 158
1.5 Tetangga ------- 162 1.6 Teman ------- 166
xi
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
2. Pengaruh dari Kampanye Pemilukada ------- 168 3. Pengaruh dari Iklan Politik Media Luar Ruang ------- 176 4. Pengaruh dari Media Massa ------- 184
BAB IV PENUTUP A. Kesimpulan
1. Komunikasi Politik ------- 192 2. Perilaku Memilih ------- 193 3. Pola Pengaruh Komunikasi Politik dalam Membentuk
Perilaku Memilih ------- 194 B. Implikasi ------- 197 C. Saran ------- 199
DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN
xii
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1.1 Dispersi cahaya putih menjadi cahaya dengan berbagai warna yang mempunyai harga panjang gelombang ------- 46
Gambar 1.2 Berkas cahaya yang datang pada prisma akan mengalami pembelokan atau deviasi ke bawah ------- 47
Gambar 1.3 Masyarakat model prismatik, memusat, dan memencar ------- 47 Gambar 1.4 Kerangka Pemikiran Penelitian ------- 55 Gambar 1.5 Komponen-komponen Analisis Data : Model Interaktif Miles dan
Huberman ------- 70 Gambar 2.1 Peta Administratif Kabupaten Sukoharjo ------- 74 Gambar 2.2 Pasangan Calon Muhammad Toha - Wahyudi ------- 87 Gambar 2.3 Pasangan Calon Titik Suprapti - Sutarto ------- 88 Gambar 2.4 Pasangan Calon Wardoyo Wijaya - Haryanto ------- 89
Gambar 2.5 Suasana di Salah Satu TPS Desa Ngabeyan saat Pencoblosan ------- 95
Gambar 3.1 Kampanye Pasangan Wardoyo Wijaya - Haryanto ------- 111 Gambar 3.2 Kampanye Pasangan Muhammad Toha - Wahyudi ------- 112 Gambar 3.3 Iklan Baliho Pasangan Wardoyo Wijaya - Haryanto ------- 114 Gambar 3.4 Iklan Baliho Pasangan Muhammad Toha - Wahyudi ------- 116 Gambar 3.5 Iklan Spanduk Pasangan Titik Suprapti - Sutarto ------- 117 Gambar 3.6 Debat Kandidat Cabup-Cawabup Sukoharjo 2010 ------- 120
xiii
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
DAFTAR TABEL
Tabel 1.1 Daftar Informan Penelitian ------- 66 Tabel 2.1 Pembagian Administratif Desa Ngabeyan ------- 77 Tabel 2.2 Daftar Pemilih Tetap (DPT) Desa Ngabeyan dalam Pemilukada
Sukoharjo 2010 ------- 82 Tabel 2.3 Daftar Pasangan Calon Bupati dan Calon Wakil Bupati dalam
Pemilukada Sukoharjo 2010 ------- 86 Tabel 2.4 Jadwal Kampanye Pemilukada Sukoharjo 2010 ------- 91
Tabel 2.5 Hasil Rekapitulasi Penghitungan Suara Pemilukada Sukoharjo 2010 di Desa Ngabeyan Kecamatan Kartasura ------- 96
Tabel 2.6 Hasil Perolehan Suara Kandidat dalam Pemilukada Sukoharjo
2010 ------- 97 Tabel 3.1 Gambaran Perilaku Memilih Masyarakat Desa Ngabeyan ------ 121 Tabel 3.2 Gambaran Pola Pengaruh Komunikasi Politik dalam Membentuk
Perilaku Memilih Masyarakat Transisi ------- 137
xiv
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
ABSTRAK
AIDA NURSANTI, D0206030, POLA KOMUNIKASI POLITIK MASYARAKAT TRANSISI PADA PEMILUKADA 2010 (Studi Kasus tentang Pola Pengaruh Komunikasi Politik dalam Membentuk Perilaku Memilih Masyarakat Transisi di Desa Ngabeyan Kecamatan Kartasura pada Pemilukada Sukoharjo 2010), Skripsi, Jurusan Ilmu Komunikasi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sebelas Maret (FISIP UNS) Surakarta, 2010.
Sebagai salah satu masukan yang menentukan bekerjanya semua fungsi dalam sistem politik, komunikasi politik berperan penting dalam pelaksanaan Pemilukada Sukoharjo 2010, terutama dalam kapasitasnya sebagai strategi yang digunakan kandidat calon untuk menumbuhkan simpati dan mempengaruhi preferensi pemilih agar condong kepada mereka. Berhasil tidaknya upaya tersebut tampak pada perilaku pemilih pada saat pemungutan suara, karena perilaku memilih merupakan efek motorik atau behavior dari komunikasi politik yang bersifat mekanistis.
Berdasarkan uraian di atas, masalah yang diangkat dalam penelitian ini adalah bagaimana pola pengaruh komunikasi politik dalam membentuk perilaku memilih masyarakat transisi pada Pemilukada Sukoharjo 2010. Penelitian ini mengambil lokasi di Desa Ngabeyan Kecamatan Kartasura dengan pertimbangan bahwa desa ini memiliki ciri masyarakat transisi.
Untuk menjawab masalah tersebut, peneliti menggunakan metode studi kasus karena fokus penelitian terletak pada fenomena kontemporer di dalam konteks kehidupan nyata. Sedangkan pengumpulan data menggunakan metode wawancara mendalam (indepth interview), observasi, dan dokumentasi. Teknik purpossive sampling digunakan untuk memilih 15 orang informan penelitian, sementara validitas data diuji melalui teknik triangulasi sumber (data) dan analisa data menggunakan model interaktif Miles dan Huberman.
Penelitian ini menghasilkan temuan bahwa komunikasi politik yang dijalankan kandidat calon melalui saluran komunikasi antar persona, iklan media luar ruang, dan media massa berhasil mempengaruhi preferensi dan perilaku memilih masyarakat transisi Desa Ngabeyan Kecamatan Kartasura. Akan tetapi, pengaruh tersebut memiliki polanya masing-masing dan tidak sama antara individu satu dengan yang lainnya, sesuai dengan karakteristik masyarakat transisi yang heterogen.
Secara umum, komunikasi antar persona paling berpengaruh dalam membentuk perilaku memilih dibandingkan saluran lainnya, terutama pada tipikal pemilih partisan dan pemilih sekedar memilih. Sementara pada pemilih rasional, komunikasi politik antar persona berpengaruh dalam memperkuat keyakinan akan preferensi awal pemilih terhadap kandidat tertentu.
Secara khusus, iklan media luar ruang berpengaruh membentuk perilaku memilih pada situasi dan kondisi di mana pemilih tidak memperoleh akses informasi terhadap sumber pengaruh yang lain, seperti komunikasi politik antar persona dan media massa. Pengaruh ini terutama tampak pada perilaku pemilih sekedar memilih yang memiliki kecenderungan untuk memilih kandidat calon
xv
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
yang paling familiar, paling sering dilihat ataupun didengar. Dan dalam konteks inilah iklan media luar ruang memainkan peranannya.
Sedangkan media massa secara khusus berpengaruh dalam membentuk perilaku memilih pemilih rasional yang relatif terpelajar serta tidak memiliki kepentingan maupun ikatan emosional dengan partai atau kandidat manapun. Selain itu, mereka cenderung tidak pernah terlibat dalam komunikasi politik antar persona dengan siapapun. Kalaupun ada, komunikasi politik tersebut tidak disisipi adanya kepentingan khusus untuk menggiring opini, melainkan hanya sebatas obrolan seperti biasa pada umumnya dan topik pemilukada yang menjadi muatannya murni karena kegiatan tersebut memang tengah berlangsung dan menjadi pembicaraan hangat di tengah masyarakat.
Hasil penelitian juga menunjukkan bahwa kampanye publik ternyata tidak mempengaruhi preferensi pemilih terhadap kandidat tertentu, apalagi membentuk perilaku memilihnya. Hal ini dikarenakan masyarakat menyadari tujuan dilaksanakannya kampanye adalah untuk menggalang dukungan suara sehingga apa yang disampaikan cenderung yang baik-baik saja. Kehadiran masyarakat non-partisan dalam kampanye publik yang diadakan kandidat calon umumnya hanya karena tertarik pada hadiah yang ditawarkan dan juga hiburan yang diberikan.
xvi
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
ABSTRACT
AIDA NURSANTI, D0206030, THE TRANSITIONAL SOCIETY’S POLITICAL COMMUNICATION PATTERN ON HEAD OF DISTRICT ELECTION 2010 (Case Study about The Pattern of Political Communication Influence in Forms The Transitional Society’s Voting Behavior at Ngabeyan’s Village Kartasura’s Subdistrict on Sukoharjo’s Head of District Election 2010), Paper, Communication Science Majors, Social and Political Science Faculty, Surakarta Sebelas Maret University (FISIP UNS), 2010.
As one of prescriptive entry the working of all political system, political communication plays important role on Sukoharjo’s Head of District Election 2010, especially in it’s capacity as a strategy used by candidate for growing sympathy and influence voter’s preference in order to bend to them. Succesful or not that effort appears on voting behavior in vote picking, it’s because voting behavior is motorik’s or behavioral’s effect of political communication that gets mechanistic character.
Based on descriptions upon, appointed problem in this research is how the pattern of political communication influence in forms the transitional society’s voting behavior at Ngabeyan’s Village Kartasura’s Subdistrict on Sukoharjo’s Head of District Election 2010. This research located at Ngabeyan’s, Village Kartasura’s Subdistrict with consideration that this village have transitional society’s characteristic.
To answer that problem, researcher use case study methods because the research’s focus is at contemporary phenomenon in the real life context. Meanwhile, the data collection was done using indepth interview, observation, and documentation. Purpossive sampling technique used to choose 15 research’s informant, while data validity is tested by source (data) triangulation and data analysis use Miles and Huberman’s interactive model.
This research results that political communication that carried on by candidate through interpersonal communication channel, outdoor media advertising, and mass media succesfully influence transitional society’s preference and voting behavior at Ngabeyan’s Village Kartasura’s Subdistrict. But then, that influence have it’s own pattern and it’s different among one individual to another according to the heteroginity of transitional society’s characterictic.
In common, interpersonal communication have a biggest influence in form voting behavior than another channel, especially on partisan and just-vote voter typical. While on rational voter, interpersonal communication influential in strengthen conviction for voter’s early preference to spesific candidate.
Specially, outdoor media advertising influential forms voting behavior in a situation and condition whereabouts voter doesn’t get information’s access to another affecting source, such as interpersonal communication and mass media. This influence particularly appears on just-vote voting behavior that tend to vote the most familiar candidate, the most often seen or heard. And in it’s context, outdoor media plays it’s role.
xvii
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
xviii
Meanwhile mass media specially influential forms rational voter’s voting behavior that educated relative and have no spesific importance and also emotional tied up with party or candidate. Beside that, they used to never engage in interpersonal communication with whoever. If even available, that political communication not inserted with spesific importance to dribbling opinion, but it just like a general talk whereabouts the topic around head of district election as a content just because that activity really mean happens and become warming talk in the middle of society.
The results of research also shows that public campaign apparently doesn’t influence voter’s preference to spesific candidate, even less forms voting behavior. It because of the society realize the aim of campaign is to gather voice support so what does it said tend that carefully only. Except partisan voters, the society attendance on public campaign that arranged by candidate just because they interested with the prize which offered and the entertainment which given.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Komunikasi sebagai esensi dari interaksi antar manusia memegang
peranan penting dalam semua aspek kehidupan, termasuk politik. Politisi
terpilih menduduki jabatan tertentu karena komunikasi politik yang
dijalankannya, sebaliknya, beberapa terpaksa meletakkan jabatannya pun
karena komunikasi politik. Urgensi komunikasi politik dalam sistem politik
ibarat darah dalam tubuh manusia, tanpanya, manusia tidak akan ada.
Komunikasi politik berkaitan erat dengan sistem politik yang dianut
sebuah negara. Menurut Gabriel A. Almond, komunikasi merupakan salah
satu masukan yang menentukan bekerjanya semua fungsi dalam sistem politik.
Komunikasi politik diibaratkan sebagai suatu sistem sirkulasi darah dalam
tubuh yang mengalirkan pesan-pesan politik berupa tuntutan, protes, dan
dukungan (aspirasi dan kepentingan) ke jantung (pusat) pemrosesan sistem
politik. Ia berperan menyambungkan semua bagian dari sistem politik
sehingga aspirasi dan kepentingan tersebut dikonversikan menjadi
kebijaksanaan. Bila komunikasi berjalan lancar, wajar, dan sehat, sistem
politik akan mencapai tingkat kualitas responsif yang tinggi terhadap
perkembangan aspirasi dan masyarakat sesuai dengan tuntutan zaman
(Cangara, 2009 : 17).
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
Dalam setiap realitas kehidupan politik bisa dipastikan akan selalu
terjadi komunikasi politik. Setiap hari, para tokoh pemerintahan/aktor politik
menyampaikan pernyataan baik resmi maupun tidak resmi, pendapat, dan
berbagai komentar yang berkaitan dengan kepentingan masyarakat secara
keseluruhan, sehingga bentuk kehidupan politik seperti rapat, pidato,
kampanye, debat politik, lobi dan negosiasi menjadi suatu keniscayaan. Hal
ini merupakan salah satu bentuk konkret dari kegiatan komunikasi politik di
mana elit politik bertindak selaku komunikator.
Bentuk konkret lain dari kegiatan komunikasi politik adalah
penyampaian pesan politik yang dilakukan oleh warga masyarakat. Yang
menjadi sasaran biasanya adalah pejabat pemerintahan/politik. Kegiatan di
mana warga masyarakat bertindak selaku komunikator ini dapat berupa
penyampaian tuntutan atau protes yang biasanya dialamatkan kepada DPR RI,
DPRD, pemerintah pusat maupun pemerintah daerah.
Meski dilakukan oleh masyarakat biasa, komunikasi politik dalam
bentuk tuntutan dan protes ini tidak bisa dipandang sebelah mata. Kesalahan
penguasa/elit politik yang mengabaikan tuntutan mereka akan membawa
dampak yang berakibat fatal. Aksi-aksi protes dari masyarakat luas yang
kemudian memperoleh penguatan dari media massa dapat memaksa
pemerintah mengubah atau mencabut suatu kebijakan, memaksa pejabat
mengundurkan diri, bahkan mengakibatkan perubahan politik yang besar
termasuk tumbangnya suatu rezim.
Contoh nyata yakni keputusan pemerintah merevisi PP No. 37 Tahun
2006 tentang Kedudukan Protokoler dan Keuangan Pimpinan/Anggota DPRD
2
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
di awal 2007 dan penarikan kembali rencana kenaikan Tarif Dasar listrik
(TDL) tahun 2005. Begitu pula pengunduran diri Presiden Soeharto pada
tanggal 21 Mei 1998 sebagai puncak dari rangkaian krisis politik di Indonesia
periode 1997-1999. Keduanya sarat dipengaruhi oleh komunikasi politik
masyarakat yang kemudian mendapat penguatan oleh media massa (Pawito,
2009 : 3).
Komunikasi politik, seperti halnya di sistem politik lainnya, juga
mutlak diperlukan dalam proses pembentukan pemerintahan, baik eksekutif
maupun legislatif, baik pemerintah pusat maupun pemerintah daerah.
Pembentukan pemerintahan ini mengacu pada proses penyelenggaraan
pemilihan umum (pemilu), baik pemilu legislatif, pemilu presiden, maupun
pemilihan umum kepala daerah (pemilukada) yang rutin diselenggarakan
setiap lima tahun sekali sebagai agenda wajib demokrasi Indonesia.
Terlepas dari segala pro dan kontra yang timbul atas penyelenggaraan-
nya, pemilukada adalah instrumen penting untuk mewujudkan kedaulatan
rakyat di tingkat lokal. Pemilukada merupakan mekanisme demokratis dalam
rangka rekruitmen pemimpin daerah, di mana rakyat sebagai pemegang
kekuasaan tertinggi dalam sebuah negara memiliki hak dan kebebasan
sepenuhnya untuk memilih calon pemimpinnya secara langsung berdasarkan
kriteria yang jelas dan transparan.
Pemilukada (dulu pilkada) diselenggarakan pertama kali di Indonesia
pada bulan Juni 2005 berdasarkan UU No. 32 Tahun 2004 tentang
Pemerintahan Daerah. Akan tetapi, banyaknya kritik terhadap implementasi
UU tersebut mendorong dibentuknya peraturan perundang-undangan baru
3
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
yang secara khusus mengatur penyelenggara pemilihan umum. Terbitnya UU
No. 22 tahun 2007 tentang Penyelenggara Pemilihan Umum pun dirasa
sebagai angin segar. Menurut UU ini, secara yuridis formal pilkada telah
dikategorikan sebagai pemilihan umum. Sejak saat itulah, istilah pemilukada
mulai sering dipakai banyak orang, walaupun sebagian yang lain masih sering
pula menyebut pilkada.
Seperti pemilu pada umumnya, pada pemilukada, komunikasi politik
berperan penting untuk menarik simpati dan mempengaruhi perilaku
masyarakat untuk memilih calon tertentu pada saat pemilihan. Kandidat calon
dan tim kampanye selaku komunikator politik melemparkan berbagai pesan
politik untuk mempengaruhi sikap dan perilaku khalayak. Terkait hal ini,
Stuart dan Jamias menyatakan bahwa pengaruh atau efek adalah perbedaan
antara apa yang dipikirkan, dirasakan, dan dilakukan oleh seseorang sebelum
dan sesudah menerima pesan. Pengaruh dapat terjadi pada tingkat
pengetahuan, sikap, maupun perilaku (Cangara, 2009 : 411).
Berhasil atau tidaknya komunikasi politik yang dijalankan kandidat
calon dan tim kampanye akan tampak pada perilaku memilih masyarakat
ketika hari pencoblosan tiba. Perilaku memilih dipahami sebagai tingkah laku
atau atau tindakan seseorang dalam proses pemberian suara serta latar
belakang seseorang melakukan tindakan tersebut. Perilaku memilih seseorang
kepada satu calon tertentu merupakan efek motorik atau behavior dari
komunikasi politik yang bersifat mekanistis. Untuk mewujudkannya perlu
pemilihan saluran komunikasi politik yang tepat sesuai dengan karakteristik
dan pola komunikasi masyarakat setempat.
4
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
Penentuan saluran komunikasi politik erat kaitannya dengan target
sasaran yang hendak dituju, dalam hal ini yaitu masyarakat. Memahami
masyarakat sebagai target sasaran dalam komunikasi politik merupakan hal
yang sangat penting sebab semua aktivitas komunikasi diarahkan kepada
mereka. Merekalah yang menentukan berhasil tidaknya komunikasi politik
karena bagaimana pun besarnya biaya, waktu, dan tenaga yang dikeluarkan
untuk mempengaruhi mereka, namun apabila mereka tidak mau memberi
suara kepada partai atau kandidat yang diperkenalkan kepada mereka,
komunikasi politik akan sia-sia.
Penggunaan saluran komunikasi massa untuk penyampaian pesan
politik pada saat pemilukada cukup efektif apabila sasaran yang ingin dituju
adalah masyarakat modern/industri yang tinggal di wilayah perkotaan.
Karakteristik mereka yang cenderung individualis dan kompetitif tidak
memberikan ruang dan waktu yang cukup untuk berinteraksi secara langsung
dengan lingkungan di sekitarnya. Pola hidup dengan tingkat kesibukan yang
tinggi juga membatasi ruang gerak mereka untuk hal-hal yang berada di luar
kepentingannya sendiri, termasuk politik. Kehadiran media massa pun
dipandang mampu menjembatani kepentingan komunikator politik.
Penggunaan media massa dalam komunikasi politik sangat sesuai
dalam upaya membangun opini publik serta membentuk citra diri kandidat
calon. Media massa tidak lagi sekedar menyampaikan laporan mengenai
berbagai peristiwa, tetapi juga menjadi panggung bagi para kandidat yang
saling berkompetisi untuk meraih dukungan publik dalam skala masif
mengingat kekuatan media massa dalam menguasai ruang dan waktu. Melalui
5
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
media massa pula, publik khususnya masyarakat perkotaan dapat mengetahui
platform kandidat yang ditawarkan sehingga hal itu dapat dijadikan
pertimbangan dalam mengambil keputusan memilih.
Sementara itu, saluran komunikasi antar persona atau interpersonal
lebih tepat diterapkan bagi masyarakat pedesaan/tradisional mengingat
interaksi sosial mereka jauh lebih kental dibandingkan dengan masyarakat
kota. Apalagi, tingkat perkembangan media massa dan tingkat “melek huruf”
masyarakat masih rendah, sehingga pesan politik hanya dapat disampaikan
melalui komunikasi interpersonal. Apabila di masyarakat modern peran
pemuka pendapat (opinion leader) mulai memudar seiring arus informasi yang
kian mudah diakses siapa saja, maka tidak demikian halnya dengan
masyarakat tradisional. Opinion leader masing memegang peranan yang
cukup besar dalam menentukan sikap dan perilaku pengikutnya. Mereka
diikuti bukan karena kedudukan atau jabatan politik tetapi karena
kewibawaan, kharisma, mitos yang melekat padanya, atau karena pengetahuan
dan pengalaman yang dimilikinya.
Dalam pola komunikasi ini, kiai dan ulama merupakan sasaran paling
strategis. Kiai dianggap mempunyai kekuatan yang tinggi dalam mem-
pengaruhi masyarakat karena bisa memahami apa yang dibutuhkan dan
diinginkan masyarakatnya. Dengan ilmu dan keahliannya di bidang agama,
seorang kiai mampu ‘mengasuh’ masyarakat dengan menunjukkan mana yang
benar dan mana yang salah. Kemampuannya dalam menjawab berbagai
persoalan yang ingin diketahui masyarakat pun tidak diragukan lagi.
Sehingga dapat dikatakan, pendekatan yang intens secara interpersonal kepada
6
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
opinion leader selaku pengatur lalu lintas opini adalah kunci keberhasilan
komunikasi politik di mana target sasarannya adalah masyarakat tradisional.
Apabila masyarakat modern/perkotaan dan masyarakat tradisional/
pedesaan memiliki pola komunikasi politiknya sendiri, masyarakat transisi
pun demikian. Masyarakat ini mempunyai karakteristik tersendiri yang
membedakannya dari masyarakat modern ataupun masyarakat tradisional
sehingga tidak dapat dimasukkan dalam golongan keduanya. Masyarakat
transisi merupakan masyarakat yang berada pada posisi persimpangan atau
peralihan dari masyarakat tradisional/agraris menuju masyarakat
modern/industri, atau dengan kata lain masyarakat yang tengah mengalami
proses pembangunan.
Perubahan struktur pada masyarakat tradisional merupakan akibat dari
derasnya proses modernisasi dengan berbagai nilai atau teknologi yang
ditawarkan. Perubahan pada masyarakat transisi terlihat jelas pada makna
pribadi yang mengalami transformasi di dalam tatanan dan tata hidup sehari-
hari, misalnya pluralitas mata pencaharian, pengalihan fungsi lahan pertanian
menjadi areal perumahan dan pabrik, banyaknya masyarakat pendatang,
kemajuan teknologi dan transportasi yang digunakan, serta keadaan sosial
ekonomi masyarakat yang semakin meningkat dan pendidikan masyarakat
yang semakin tinggi. Walaupun perubahan yang terjadi membawa dampak
positif yakni dapat meningkatkan kehidupan masyarakat melalui teknologi
yang ditawarkan, akan tetapi dampak negatif juga tidak terelakan, yaitu
potensi munculnya konflik dikarenakan adanya perbenturan dua sistem nilai,
tradisional dan modern.
7
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
Dalam aspek komunikasi politik, secara umum baik pola komunikasi
politik masyarakat tradisional/pedesaan maupun modern/perkotaan dapat
dijumpai pada masyarakat transisi, karena karakteristiknya memang berada di
antara keduanya, yang membedakan hanyalah seberapa besar porsi masing-
masing. Hal tersebut tentunya berbanding lurus dengan sejauh mana transisi
yang dialami. Inilah yang harus dipahami oleh kandidat calon yang ingin
melakukan komunikasi politik dengan target sasaran masyarakat transisi.
Pemahaman mengenai target sasaran, keinginan, sikap, kepercayaan,
kebiasaan, dan nilai-nilai yang mereka pegang sangat penting dalam
menetapkan langkah-langkah kampanye terutama dalam kaitannya dengan
strategi, pendekatan, tema, penyusunan pesan, dan pemilihan saluran yang
tepat.
Masyarakat transisi, seperti diungkapkan Fred W. Riggs, merupakan
tipikal masyarakat di negara-negara yang sedang berkembang (dunia ketiga),
termasuk Indonesia. Mayoritas masyarakat di Indonesia mulai menganut nilai-
nilai modernisasi walaupun tidak sepenuhnya meninggalkan tradisi nenek
moyang mereka. Karakteristik ini pula yang dijumpai pada masyarakat Desa
Ngabeyan, Kecamatan Kartasura, Kabupaten Sukoharjo.
Berada di lokasi strategis yang menghubungkan jalur Surabaya-Solo-
Yogyakarta dan Solo-Semarang, Kartasura merupakan kota satelit bagi
Surakarta atau Solo. Selain Solo Baru, Kartasura merupakan wilayah
pengembangan dari Kota Surakarta. Kartasura juga memiliki nilai historis
yang kuat karena di daerah ini dulu pernah berdiri pusat Kerajaan Mataram
Islam sebelum akhirnya Perjanjian Giyanti tahun 1755 membaginya menjadi
8
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
Kasunanan Surakarta dan Kasultanan Yogyakarta (http://id.wikipedia.org/wiki/
Kartasura, Sukoharjo).
Desa Ngabeyan termasuk salah satu desa di wilayah Kecamatan
Kartasura. Pada umumnya dari tahun ke tahun keadaan Desa Ngabeyan terus
mengalami perkembangan yang cukup pesat. Kondisi masyarakatnya pun
semakin maju seiring dengan semakin mudahnya menerima arus informasi
dari luar. Desa Ngabeyan dapat disebut sebagai desa transisi karena baik
secara fisik maupun psikologis masyarakatnya sedang menuju ke arah
modern. Secara fisik dapat diamati dari banyaknya pembangunan perumahan,
pabrik, terminal bus baru, rumah sakit, jalan-jalan penghubung desa, serta
penggunaan alat transportasi bermotor yang semakin beragam. Gaya hidup
masyarakatnya pun turut berubah, sesuai tingkat pendidikan, pola pekerjaan,
tingkat pendapatan, dan keadaan sosial ekonomi yang juga mengalami
perubahan.
Meskipun demikian, ada beberapa bagian dari kondisi sosial budaya
mayarakat Desa Ngabeyan yang tidak ikut berubah. Hal ini dikarenakan masih
ada karakteristik pedesaan yang terus dipertahankan, misalnya kegiatan kerja
bakti membersihkan lingkungan, pertemuan rutin warga, kegiatan tirakatan
memperingati hari kemerdekaan RI, rewang (membantu tetangga yang punya
hajat), njagong (menghadiri resepsi pernikahan), serta nglayat (mengurusi
pemakaman tetangga yang meninggal dunia).
Termasuk dalam wilayah administratif Kabupaten Sukoharjo,
masyarakat Desa Ngabeyan juga turut berpartisipasi dalam ajang pemilukada
Sukoharjo yang diselenggarakan tahun ini. Pemilihan bupati dan wakil bupati
9
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
Sukoharjo merupakan satu di antara 244 pemilukada yang digelar di Indonesia
sepanjang tahun 2010. Jumlah tersebut terdiri dari tujuh pemilihan
gubernur/wakil gubernur, 202 pemilihan bupati/wakil bupati dan 35 pemilihan
wali kota/wakil wali kota (Kompas, 13 Agustus 2010). Pemilukada Sukoharjo
2010 diikuti oleh tiga pasang calon bupati dan wakil bupati, yakni Drs.
Muhammad Toha, S.Sos, M.Si – Drs. H. Wahyudi, M. Pd yang diusung oleh
koalisi PKB, Partai Demokrat, dan PAN; Titik Suprapti S.Sos, M.Si – H.
Sutarto yang diusung Partai Golkar dan PBB; serta Wardoyo Wijaya SH, MH
– Drs. Haryanto yang diusung oleh koalisi PDIP, PKS, PPP, dan Hanura.
Dalam pemilihan yang berlangsung Kamis, 3 Juni 2010 tersebut,
pasangan nomor urut tiga Wardoyo Wijaya - Haryanto (War-To) berhasil
keluar sebagai pemenang. Pasangan ini meraup 199.612 suara atau 49,33 %
dari suara sah yang ada. Selanjutnya di urutan kedua ditempati pasangan
nomor urut dua, Titik Suprapti - Sutarto (Titik-Tarto) yang mengantongi
121.290 dukungan atau 29,98 % suara sah. Sementara pasangan nomor satu,
Muhammad Toha - Wahyudi (Ha-Di) menempati posisi ke tiga dengan
dukungan 83.716 suara atau 20,69 % suara sah. Berdasarkan hasil rekapitulasi
suara, total suara sah pada pemilukada Sukoharjo yakni sebesar 93,4 % atau
404.618 suara. Untuk suara tidak sah jumlahnya mencapai 28.402 suara atau
6,6 %. Sedangkan tingkat partisipasi pemilih sebesar 66 % atau sebanyak
433.020 suara (Solopos, Rabu, 9 Juni 2010).
Pada penelitian ini fokus utama peneliti adalah mengenai pola
komunikasi politik masyarakat transisi dalam hal ini masyarakat Desa
Ngabeyan, Kecamatan Kartasura, pada Pemilukada Kabupaten Sukoharjo
10
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
Tahun 2010. Oleh karena itu, peneliti mengambil judul ”Pola Komunikasi
Politik Masyarakat Transisi pada Pemilukada 2010 : Studi Kasus tentang Pola
Pengaruh Komunikasi Politik dalam Membentuk Perilaku Memilih
Masyarakat Transisi di Desa Ngabeyan Kecamatan Kartasura pada
Pemilukada Sukoharjo 2010”.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian latar belakang di atas, maka permasalahan yang
ingin diangkat oleh peneliti adalah:
1. Bagaimana komunikasi politik masyarakat transisi di Desa Ngabeyan
Kecamatan Kartasura pada Pemilukada Sukoharjo 2010?
2. Bagaimana perilaku memilih masyarakat transisi di Desa Ngabeyan
Kecamatan Kartasura pada Pemilukada Sukoharjo 2010?
3. Bagaimana pola pengaruh komunikasi politik dalam membentuk
perilaku memilih masyarakat transisi di Desa Ngabeyan Kecamatan
pada Pemilukada Sukoharjo 2010?
C. Tujuan Penelitian
Adapun tujuan yang ingin dicapai dari penelitian ini adalah :
1. Untuk mengetahui bagaimana komunikasi politik masyarakat transisi
di Desa Ngabeyan Kecamatan Kartasura pada Pemilukada Sukoharjo
2010.
2. Untuk mengetahui bagaimana perilaku memilih masyarakat transisi di
Desa Ngabeyan Kecamatan Kartasura pada Pemilukada Sukoharjo
2010.
11
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
3. Untuk mengetahui bagaimana pola pengaruh komunikasi politik dalam
membentuk perilaku memilih masyarakat transisi di Desa Ngabeyan
Kecamatan pada Pemilukada Sukoharjo 2010.
D. Manfaat Penelitian
Manfaat yang diharapkan dengan adanya penelitian ini adalah:
1. Manfaat Akademis :
a. Penelitian ini diharapkan dapat menjadi proses pembelajaran bagi
peneliti dalam mengaplikasikan teori-teori komunikasi yang
dipelajari di bangku perkuliahan, serta melatih peneliti untuk
berpikir lebih ilmiah, kritis, dan sistematis. Dengan melakukan
penelitian ini, peneliti juga mendapatkan wawasan dan
pengetahuan lebih mengenai tiga elemen penting dalam bidang
kajian ilmu sosial sekaligus. Pertama komunikasi, dengan meneliti
pengaruh komunikasi politik, kedua sosiologi, yakni dengan
meneliti masyarakat transisi, dan ketiga politik, dengan meneliti
perilaku memilih sebagai bagian dari kegiatan politik Pemilukada
Sukoharjo 2010.
b. Hasil penelitian diharapkan dapat memperkaya khasanah keilmuan
di bidang penelitian ilmu komunikasi pada umumnya, serta
menambah pengetahuan dan pemikiran mengenai pola pengaruh
komunikasi politik dalam membentuk perilaku memilih pada
khususnya.
12
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
2. Manfaat Praktis :
a. Bagi aktor politik (kandidat calon, pengurus partai politik, aktivis
politik, dan seluruh stakeholders terkait), penelitian ini diharapkan
dapat memberikan gambaran mengenai arti penting merencanakan
komunikasi politik yang baik agar pesan dapat efektif
mempengaruhi perilaku memilih, khususnya dalam konteks
pemilukada di mana target sasarannya adalah masyarakat transisi.
b. Bagi masyarakat selaku komunikan, penelitian ini diharapkan
dapat menjadi bahan pertimbangan dan masukan penting untuk
dijadikan pedoman memperluas pandangan terkait partisipasi
politik dalam ajang pemilukada, komunikasi politik yang
dijalankan kandidat calon dan partai politik, serta perilaku memilih
sebagai unit terpenting keberhasilan kandidat calon dalam
memenangkan pemilukada.
c. Bagi lembaga penyelenggara pemilukada, dengan adanya
penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi lebih rinci
mengenai penyelenggaraan pemilukada di wilayah desa, yang
merupakan unit pemerintahan terkecil, khususnya desa dengan
karakteristik masyarakat transisi, supaya dapat digunakan sebagai
bahan evaluasi dan kedepannya dapat menyelenggarakan
pemilukada secara lebih baik lagi.
13
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
E. Telaah Pustaka
1. Komunikasi Politik
Komunikasi politik adalah sebuah studi interdisipliner yang dibangun
diatas berbagai macam disiplin ilmu, terutama dalam hubungannya antara
proses komunikasi dan proses politik. Menurut Lucian Pye, antara komunikasi
dan politik memiliki hubungan yang erat dan istimewa karena berada dalam
kawasan (domain) politik dengan menempatkan komunikasi pada posisi yang
sangat fundamental. Tanpa adanya suatu jaringan (komunikasi) yang mampu
memperbesar (enlarging) dan melipatgandakan (magnifying) ucapan-ucapan
dan pilihan-pilihan individual, tidak akan ada namanya politik (Cangara, 2009
: 16 ).
Sesuai etimologinya, komunikasi politik (political communication)
adalah komunikasi yang melibatkan pesan-pesan politik dan aktor-aktor
politik, atau berkaitan dengan kekuasaan, pemerintahan, dan kebijakan
pemerintah. Walaupun setiap orang yang menyuarakan pesan bermuatan
politik dapat disebut sebagai komunikator politik, namun yang bertindak
sebagai komunikator utama di sini adalah para pemimpin politik atau pejabat
pemerintah karena merekalah yang aktif menciptakan pesan politik untuk
kepentingan politis mereka. Mereka adalah pols, yakni politisi yang hidupnya
dari manipulasi komunikasi, dan vols, yakni warganegara yang aktif dalam
politik secara part timer ataupun sukarela (http://romeltea.com/komunikasi-
politik).
Dalam praktiknya, komunikasi politik sangat kental dalam kehidupan
sehari-hari. Sebab dalam aktivitas sehari-hari, tidak satu pun manusia tidak
14
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
berkomunikasi, dan kadang-kadang sudah terjebak dalam analisis dan kajian
komunikasi politik. Berbagai penilaian dan analisis orang awam berkomentar
soal kenaikan BBM, merupakan contoh kekentalan komunikasi politik. Sebab,
sikap pemerintah untuk menaikkan BBM sudah melalui proses komunikasi
politik dengan mendapat persetujuan DPR. Konsep, strategi, dan teknik
kampanye, propaganda, dan opini publik termasuk dalam bidang kajian ilmu
komunikasi politik.
Ada banyak definisi mengenai komunikasi politik, salah satu yang
cukup gamblang dikemukakan Astrid D. Soesanto (1986), bahwa komunikasi
politik adalah komunikasi yang diarahkan pada pencapaian pengaruh
sedemikian rupa sehingga masalah yang dibahas oleh jenis kegiatan
komunikasi ini dapat mengikat semua warganya melalui sanksi yang
ditentukan bersama oleh lembaga-lembaga politik (Ardial, 2009 : 28). Dengan
demikian, melalui kegiatan komunikasi politik terjadi pengaitan masyarakat
sosial dengan lingkup negara sehingga komunikasi politik merupakan sarana
untuk pendidikan politik/kesadaran warga dalam hubungan kenegaraan.
Sedangkan pakar ilmu politik, seperti Almond dan Powell (1966)
menempatkan komunikasi politik sebagai fungsi politik, bersama-sama
dengan fungsi artikulasi, sosialisasi, dan rekruitmen yang terdapat dalam
sistem politik tertentu. Menurut kedua pakar tersebut, komunikasi politik
merupakan prasyarat yang diperlukan bagi kelangsungan fungsi-fungsi yang
lain (Ardial, 2009 : 28). Dari perspektif berbeda, Nimmo juga memberi
rumusan mengenai komunikasi politik. Dengan memandang inti komunikasi
komunikasi sebagai proses interaksi sosial dan inti politik sebagai konflik
15
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
sosial, Nimmo merumuskan komunikasi politik sebagai kegiatan komunikasi
yang bersifat politis atas dasar konsekuensi aktual dan potensial, yang
mengatur perbuatan manusia dalam kondisi konflik (Nimmo, 1999 : 9).
Sebagai suatu proses, komunikasi politik dapat dipahami dengan
melibatkan setidaknya lima unsur, yakni pelibat (aktor atau partisipan), pesan,
saluran, situasi atau konteks, dan pengaruh atau efek (Pawito, 2009 : 6).
a. Pelibat (Aktor Komunikasi Politik)
Aktor komunikasi politik adalah semua pihak yang terlibat atau
mengambil peran dalam proses penyampaian (komunikator politik) dan
penerimaan pesan (komunikan). Aktor komunikasi politik dapat berupa
individu/perseorangan, kelompok, organisasi, lembaga, maupun
pemerintah. Bapak-bapak yang tengah melakukan kegiatan siskamling
sembari membicarakan pemilukada yang sebentar lagi akan berlangsung
dapat dikatakan sebagai aktor komunikasi politik, begitu pula pemerintah
yang memberikan pengumuman mengenai kenaikan tarif dasar listrik
(TDL).
b. Pesan Politik
Suatu komunikasi dapat dikatakan sebagai komunikasi politik apabila
pesan yang saling dipertukarkan oleh aktor atau partisipan memiliki
signifikasi dengan politik, setidaknya sampai tingkat tertentu. Artinya,
karakter dan pesan komunikasi tersebut memiliki keterikatan dengan
politik. Kata politik mengandung pengertian tentang segala sesuatu yang
menyangkut kepentingan penjatahan sumber daya publik. Pidato politik,
undang-undang pemilu, pernyataan politik, siaran radio dan televisi yang
16
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
berisi muatan politik, iklan politik, debat politik, dan propaganda dapat
dikategorikan sebagai pesan politik.
c. Saluran atau Media Politik
Saluran atau media politik adalah alat atau sarana yang dipergunakan oleh
para komunikator dalam menyampaikan pesan-pesan politiknya, misalnya
media massa baik cetak maupun elektronik, media format kecil (leaflet,
pamphlet, poster, brosur, stiker, buletin), media luar ruang (baliho,
spanduk, reklame, bendera, kaos oblong), saluran komunikasi kelompok,
saluran komunikasi antarpribadi, dan saluran komunikasi sosial.
d. Situasi atau Konteks
Situasi atau konteks komunikasi politik adalah keadaan dan
kecenderungan lingkungan yang melingkupi proses komunikasi politik.
Atau dalam arti luas, situasi atau konteks pada dasarnya adalah sistem
politik di mana komunikasi politik berlangsung dengan segala
keterikatannya dengan nilai-nilai, baik filsafat, ideologi, sejarah, ataupun
budaya.
e. Pengaruh atau efek Komunikasi Politik
Pertukaran pesan yang terjadi di antara aktor komunikasi politik yang
kemudian direspon oleh pihak-pihak terkait atau yang memiliki
kepentingan dapat dikatakan membawa pengaruh (efek). Pengaruh dapat
berupa perubahan situasi yang sama sebagaimana dikehendaki oleh
pemberi pesan, tidak terjadi perubahan apa-apa, dan mungkin dapat berupa
situasi yang lebih buruk lagi.
17
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
Sedangkan dalam tatanan penyelenggaraan sebuah pemerintahan
negara, komunikasi politik mempunyai dua fungsi yang secara garis besar
terbagi dalam dua macam situasi, yaitu:
a. Fungsi komunikasi politik yang ada pada struktur pemerintahan
(suprastruktur politik) atau disebut pula dengan istilah the government
political sphere.
Pada fungsi ini, komunikasi politik berisikan informasi yang
menyangkut seluruh kebijakan yang dilaksanakan oleh pemerintah. Isi
komunikasi ditujukan pada upaya mewujudkan loyalitas dan integritas
nasional untuk mencapai tujuan negara yang lebih luas. Komunikasi yang
berada pada suprastruktur berisikan antara lain:
1. Seluruh kebijakan yang menyangkut kepentingan umum.
2. Upaya meningkatkan loyalitas dan integritas nasional.
3. Motivasi dalam menumbuhkan dinamika dan integritas mental dalam
segala bidang kehidupan yang menuju pada sikap perbaikan dan
modernisasi.
4. Peraturan dan perundang-undangan untuk menjaga ketertiban dan
keharmonisan dalam hidup bernegara.
b. Fungsi yang berada pada struktur masyarakat (infrastruktur politik) yang
disebut pula dengan istilah the sociopolitical sphere.
Komunikasi politik yang berada pada struktur masyarakat dapat
dilihat dari fungsi agregasi kepentingan dan artikulasi kepentingan.
Agregasi kepentingan merupakan proses penggabungan kepentingan untuk
kemudian dirumuskan dan disalurkan kepada pemerintah selaku pemegang
18
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
kekuasaan, untuk dijadikan kebijaksanaan umum (policy). Sedangkan
artikulasi kepentingan adalah proses sintesis aspirasi-aspirasi masyarakat
sebagai anggota kelompok, yang berupa ide dan pendapat untuk kemudian
dijadikan pola dan program politik (Ardial, 2009 : 39).
Fungsi yang telah dikemukakan di atas tentu sangat mendukung
berbagai bentuk kegiatan komunikasi politik. Menurut Arifin (2003 : 85-104),
bentuk kegiatan komunikasi politik yang sudah lama dikenal dan diterapkan
para politikus, aktivis dan komunikator politik lain adalah sebagai berikut :
a. Retorika Politik
Retorika berasal dari bahasa Yunani rhetorica, yang berarti seni
berbicara. Retorika menurut Plato adalah kemampuan untuk
mempengaruhi jiwa manusia secara positif kearah kebenaran. Plato
menekankan bahwa orator atau komunikator dalam mengucapkan kata
atau kalimat, baik secara implisit maupun eksplisit senantiasa harus
berpedoman pada dasar-dasar yang di dalamnya terdapat kebenaran dan
kebajikan.
Sedangkan Aristoteles dalam karyanya Retorika, membagi retorika
politik ke dalam tiga jenis, yaitu retorika diliberatif, retorika forensik, dan
retorika demonstratif. Retorika diliberatif dirancang untuk mempengaruhi
khalayak dalam kebijakan pemerintah di mana pembicaraan difokuskan
pada keuntungan dan kerugian jika kebijakan diputuskan dan
dilaksanakan. Retorika forensik adalah retorika yang berkaitan dengan
pengadilan. Fokus pembicaraan pada masa lalu yang berkaitan dengan
19
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
keputusan pengadilan. Sedangkan retorika demonstratif adalah retorika
yang mengembangkan wacana, dapat memuji atau menghujat. Retorika
politik pada umumnya menerapkan retorika demonstratif untuk
mempengaruhi khalayak.
b. Agitasi Politik
Agitasi berasal dari bahasa Latin agitare (bergerak, meng-
gerakkan) atau dalam bahasa Inggris yaitu agitation. Menurut Herbert
Blumer (1969) agitasi adalah beroperasi untuk membangkitkan rakyat ke
gerakan tertentu terutama gerakan politik. Dengan kata lain, agitasi adalah
upaya menggerakkan massa dengan lisan atau tulisan, dengan cara
merangsang dan membangkitkan emosi khalayak.
Agitasi menurut Blumer dimulai dengan cara membuat kontradiksi
dalam masyarakat dan menggerakkan khalayak untuk menentang
kenyataan hidup yang dialami selama ini (penuh penderitaan dan
ketidakpastian), dengan tujuan menimbulkan kegelisahan di kalangan
massa. Kemudian massa digerakkan untuk mendukung gagasan baru atau
ideologi baru dengan menciptakan keadaan yang baru.
c. Propaganda Politik
Propaganda yang berasal dari bahasa Latin propagare (menyemai
tunas tanaman) merupakan salah satu bentuk kegiatan komunikasi politik
yang dilakukan secara terencana dan sistemik, untuk tujuan mempengaruhi
seseorang atau kelompok orang, khalayak, atau komunitas yang lebih
besar (bangsa) agar melaksanakan atau menganut ide (ideologi, gagasan,
20
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
sampai sikap) atau kegiatan tertentu dengan kesadarannya sendiri tanpa
merasa dipaksa/terpaksa.
Beberapa teknik propaganda yang sudah lama dikenal antara lain:
1. Penjulukan (name calling), yaitu memberi nama jelek kepada pihak
lain.
2. Iming-iming (glittering generalities), yaitu menggunakan kata-kata
yang muluk, slogan-slogan, dan memutarbalikkan fakta.
3. Transfer, yaitu melakukan identifikasi dengan lambang-lambang
otoritas.
4. Testimonial, yaitu pengulangan ucapan orang yang dihormati atau
dibenci untuk mempromosikan atau meremehkan suatu maksud.
5. Merakyat (plain foks), yaitu menempatkan diri sebagai bagian dari
rakyat.
6. Menumpuk kartu (card stacking), yaitu memilih dengan teliti
pernyataan yang akurat dan logis.
7. Gerobak musik (bandwagon), yaitu mendorong khalayak untuk
bersama-sama orang banyak bergerak mencapai tujuan atau
kemenangan yang pasti.
Dengan beragam teknik seperti diatas, propaganda politik
dipandang sebagai bentuk kegiatan komunikasi politik yang berbahaya
bagi kemanusiaan. Itulah sebabnya, di negara demokrasi kegiatan
propaganda politik sangat tidak disukai, bahkan ditolak dengan cara
mengembangkan kegiatan yang lain seperti public relations politik dan
penerangan.
21
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
d. Public Relations Politik
Public relations adalah usaha atau kegiatan untuk mengadakan
hubungan dengan masyarakat oleh badan/ organisasi secara sadar dan
sistemis. Kegiatan public relations menunjukkan ciri demokrasi, dengan
faktor tekanan pada komunikasi timbal balik, dan memberi penghargaan
kepada khalayak atau masyarakat. Khalayak tidak hanya dipandang
sebagai objek semata melainkan juga subjek. Jadi, public relations politik
bukan hanya mempengaruhi pendapat umum, tetapi juga memupuk
pendapat umum yang sudah terbangun, artinya memelihara tindakan-
tindakan terhadap pendapat tersebut.
Dalam komunikasi politik, usaha membentuk atau membina citra
dan pendapat umum yang positif dilakukan dengan persuasif positif, yaitu
dengan metode komunikasi dua arah dalam arti menghargai pendapat dan
keinginan khalayak.
e. Kampanye Politik
Kotler dan Roberto (1989) mendefinisikan kampanye sebagai
berikut :
“Campaign is an organized effort conducted by one group (to change agent) which intends to persuade others (the target adopters), to accept, to modify, or abandon certain ideas, atitudes, practices and behavior.” [Kampanye adalah sebuah upaya yang dikelola oleh satu kelompok (agen perubahan) yang ditujukan untuk mempersuasi target sasaran agar bisa menerima, memodifikasi atau membuang ide, sikap, dan perilaku tertentu (Cangara, 2009 : 284)]
Kampanye merupakan salah satu kegiatan komunikasi politik yang
paling semarak dan melibatkan banyak orang. Kegiatan ini biasanya
22
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
dilakukan menjelang pemilihan umum, baik pemilu legislatif, presiden,
maupun pemilihan kepala daerah (pemilukada). Kampanye politik adalah
bentuk komunikasi politik yang dilakukan oleh seseorang, sekelompok
orang atau organisasi politik dalam suatu kurun waktu tertentu untuk
memperoleh dukungan politik dari rakyat.
Salah satu jenis kampanye yang digunakan adalah kampanye
massa, yaitu kampanye politik yang ditujukan kepada massa (orang
bnayak), yang dilakukan baik melalui hubungan tatap muka maupun
dengan menggunkan berbagai media, seperti surat kabar, radio, televisi,
film, spanduk, baliho, poster, pamphlet, serta melalui medium internet.
Penyampaian pesan politik kepada massa, merupakan bentuk kampanye
yang handal.
Selain kampanye massa, dikenal pula kampanye tatap muka atau
kampanye antarpersona (interpersonal), yaitu kampanye yang dilakukan
tanpa media perantara. Kandidat bertemu langsung dengan para calon
pemilih, melakukan dialog, bersalaman, dan bercanda. Hubungan tatap
muka dapat dilangsungkan baik secara formal maupun informal.
f. Lobi Politik
Lobi politik merupakan forum pembicaraan politik yang bersifat
dialogis. Dalam lobi politik, pengaruh pribadi seperti kom-petensi,
penguasaaan masalah, jabatan, dan kepribadian (kharisma) politikus amat
penting, karena lobi politik merupakan gelanggang terpenting pembicaraan
para politikus atau kader partai politik tentang kekuasaan, pengaruh,
otoritas, konflik, dan konsensus.
23
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
Menurut Dan Nimmo, karakteristik percakapan politik dalam lobi
politik antara lain adalah koorientasi, yaitu orang saling bertukar
pandangan tentang suatu masalah. Dalam pertukaran pandangan itu
diperlukan kemampuan negosiasi karena pesan politik yang ingin
disampaikan memiliki dimensi isi maupun dimensi hubungan yang
memerlukan kesepakatan.
Beragam bentuk kegiatan komunikasi politik yang dilakukan
semuanya mengarah pada tujuan-tujuan politik yang hendak dicapai. Tujuan
komunikasi politik sangat terkait dengan pesan politik yang disampaikan
komunikator politik. Sesuai dengan tujuan komunikasi, maka tujuan
komunikasi politik ada kalanya hanya sekadar penyampaian informasi politik,
pembentukan citra politik, pembentukan pendapat umum (public opinion) dan
bisa pula mengahandel pendapat atau tuduhan lawan politik. Dalam pemilihan
umum legislatif, presiden maupun pemilihan kepala daerah (pemilukada),
komunikasi politik bertujuan untuk menarik simpati khalayak dalam rangka
menggalang sebanyak-banyaknya suara rakyat sebagai modal utama
kemenangan kandidat calon.
Dampak komunikasi politik yang dapat diukur adalah hasil
pemungutan suara dalam pemilu dan pemilukada. Kegiatan pemilu dan
pemilukada yang berkaitan langsung dengan komunikasi politik adalah
kampanye dan pemungutan suara. Kampanye adalah usaha untuk
mempengaruhi rakyat secara persuasif (tidak memaksa), dengan menggunakan
24
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
saluran-saluran antara lain komunikasi antar pribadi, iklan politik, kampanye
terbuka, dan komunikasi massa.
Berdasarkan beberapa temuan penelitian, kampanye ternyata tidak
membawa pengaruh cukup penting dalam pemberian suara, melainkan ikatan
afektif atau hubungan emosional khalayak kepada partai atau kandidat tertentu
yang lebih berpengaruh (Ardial, 2009 : 69). Namun diungkapkan bahwa
ternyata orang yang memberikan suara dalam pemilu adalah mereka yang
terkena komunikasi politik persuasif. Sedang yang paling mudah dipengaruhi
oleh kampanye politik adalah mereka yang kurang minatnya terhadap politik.
Persoalan yang paling esensial dalam komunikasi politik adalah
bagaimana para politikus yang menjadi komunikator politik memanfaatkan
saluran-saluran komunikasi politik untuk membentuk citra dan opini public
yang baik dan positif tentang dirinya. Penggunaan saluran komunikasi tersebut
penting untuk memperoleh dukungan massa. Saluran komunikasi itu lebih dari
sekadar titik sambungan, tetapi terdiri atas pengertian bersama tentang siapa
dapat berbicara kepada siapa, mengenai apa, dalam keadaan seperti apa, dan
sejauh mana dapat dipercaya. Saluran komunikasi politik yang kerap
digunakan untuk menggalang dukungan antara lain dengan menggunakan
komunikasi massa dan komunikasi antarpribadi.
2. Komunikasi Massa
Komunikasi massa merupakan salah satu saluran komunikasi, di
samping komunikasi interpersonal, komunikasi organisasi, dan komunikasi
publik. Banyak definisi tentang komunikasi massa yang telah dikemukakan
25
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
oleh para ahli. Ada yang menilai dari segmen khalayaknya, dari segi
medianya, ada pula yang melihat dari sifat pesannya. Tetapi, dari sekian
banyak definisi itu ada sebuah benang merah kesamaan definisi satu dengan
yang lain. Pada dasarnya, komunikasi massa adalah komunikasi melalui media
massa, baik cetak maupun elektronik. Dalam konteks ini, media massa yang
dimaksud adalah media massa yang dihasilkan oleh teknologi modern, bukan
media tradisional seperti kentongan, gamelan, dan lain-lain (Nurudin, 2003 :
2).
Definisi lebih lengkap dikemukakan oleh Joseph A. DeVito dalam
bukunya Communicology: An Introduction to the Study of Communicatio,
sebagai berikut:
“First, mass communication addressed to the masses, to an extremely large audience. This does not mean that the audience includes all people or everyone who reads or everyone who watches television, rather it means an audience that is large and generally rather poorly defined. Second, mass communication is communication mediated by audio and/ or visual transmitters. Mass communication is perhaps most easily and most logically defined by it forms: television, radio, newspapers, magazines, films, books, and tapes” [Pertama, komunikasi massa adalah komunikasi yang ditujukan kepada massa, kepada khalayak yang luar biasa banyaknya. Ini tidak berarti bahwa khalayak meliputi seluruh penduduk atau semua orang yang menonton televisi, agaknya ini berarti bahwa khalayak itu besar dan pada umumnya agak sukar untuk didefinisikan. Kedua, komunikasi massa adalah komunikasi yang disalurkan oleh pemancar-pemancar yang audio dan atau visual. Komunikasi massa barangkali akan lebih mudah dan lebih logis bila didefinisikan menurut bentuknya: televisi, radio, surat kabar, majalah, film, buku, dan pita (Effendy, 2004 : 21)]
Senada dengan DeVito, Littlejohn (2002 : 303) memberikan definisi
yang hampir serupa, yakni:
26
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
“Mass communication is the process whereby media organization produce and transmit message to large publics and the process by which those messages are sought, used, understood, and influenced by audiences” [Komunikasi massa adalah proses di mana organisasi-organisasi media memproduksi dan menyampaikan pesan-pesan kepada khalayak luas dan proses di mana pesan-pesan dicari, digunakan, dipahami, dan dipengaruhi oleh khalayak (Pawito, 2007 : 16)]
Seperti dikatakan DeVito, komunikasi massa ditujukan kepada massa
melalui media massa, dikaitkan dengan pendapat Littlejohn bahwa
komunikasi adalah proses media memproduksi dan menyampaikan pesan
kepada massa, maka komunikasi massa mempunyai ciri-ciri khusus yang
disebabkan oleh sifat-sifat komponennya. Ciri-ciri tersebut adalah sebagai
berikut :
a. Komunikator dalam komunikasi massa melembaga.
Komunikator bukan satu orang, tetapi kumpulan orang-orang yang
tergabung dari berbagai macam unsur dan bekerja satu sama lain dalam
sebuah lembaga yang melakukan suatu kegiatan mengolah, menyimpan,
menuangkan ide, gagasan, simbol, dan lambang agar menjadi sebuah
pesan yang dapat dijadikan sebagai sumber informasi.
b. Komunikan dalam komunikasi massa bersifat heterogen.
Komunikan mempunyai heterogenitas dalam komposisi atau susunan-nya.
Misalnya, program televisi satu dengan yang lainnya memiliki penonton
yang berbeda-beda, baik menurut usia, jenis kelamin, status sosial, agama,
maupun jabatan. Antar komunikan bisa jadi tidak saling mengenal satu
sama lain karena tidak adanya interaksi apapun diantara mereka.
27
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
c. Pesannya bersifat umum.
Pesan tidak ditujukan kepada satu orang atau satu kelompok masyara-kat
tertentu, melainkan ditujukan kepada khalayak yang plural. Oleh karena
itu, pesan tidak boleh bersifat khusus dalam artian sengaja ditujukan untuk
satu golongan tertentu.
d. Komunikasi massa menimbulkan keserempakan.
Serempak di sini berarti khalayak bisa memperoleh pesan media massa di
waktu hampir bersamaan. Namun, bersamaan ini sifatnya juga relatif.
Misalnya surat kabar bisa dibaca di kota tempat terbitnya jam 5 pagi,
sementara di luar kota baru bisa dibaca jam 6 pagi.
e. Komunikasi massa mengandalkan peralatan teknis.
Peralatan teknis yang dimaksud misalnya pemancar untuk media
elektronik (televisi dan radio), perangkat komputer, modem, dan jaringan
satelit untuk media internet, serta peralatan percetakan untuk surat kabar,
majalah, poster, dan media cetak lainnya.
f. Komunikasi massa dikontrol oleh gatekeeper.
Gatekeeper atau yang sering disebut penyaring informasi/ palang pintu/
penjaga gawang adalah orang yang sangat berperan dalam penyebaran
informasi melalui media massa. Gatekeeper berfungsi sebagai orang yang
ikut menambah atau mengurangi, menyederhana-kan, dan mengemas agar
semua informasi yang disebarkan lebih mudah dipahami. Selain itu ia juga
berperan dalam menginterpretasi-kan pesan, menganalisis, serta
menambah data-data yang kurang. Yang termasuk gatekeeper antara lain
28
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
reporter, editor film/ surat kabar/ buku, manajer pemberitaan, kameramen,
sutradara, dan lembaga sensor film (Nurudin, 2003 : 16 - 30).
Bennett (2003) telah mengidentifikasi perubahan yang dimudahkan
oleh adanya teknologi komunikasi massa di bidang komunikasi politik.
Menurutnya, pemberitaan dalam saluran media massa merupakan perjuangan
kuat mengubah standar penjagaan sehubungan dengan adanya permintaaan
muatan interaktif oleh audiens.
“Mass media news outlets are struggling mightily with changing gatekeeping standards due to demands for interactive content produced by audiences themselves. Ordinary people are empowered to report on their political experiences while being held to high standards of information quality and community values. In the long run, these trends maybe the most revolutionary aspects of the new media environment”. (Manuel Castells, 2007 : 19).
Sedangkan Ball-Rokeach (1998 : 17) memandang kekuatan media
massa dalam masyarakat modern berlandaskan pada hubungan asimetris
antara individu dan sistem media. Individu dan jaringan antarpribadi tidak
mengatur sumber daya tersebut, yang secara langsung mempengaruhi
kesejahteraan sistem media. Sistem media menggunakan kontrol sumber daya
yang secara langsung mempengaruhi tujuan individu dan jaringan antarpribadi
selayaknya pemahaman atau orientasi. Asimetri ini terjadi terutama pada
periode perubahan sosial atau terjadi konflik dramatis ketika tumbuh
permintaan akan informasi.
“The power of mass media in modern society is based on an asymmetrical relationship between individuals and the media system. Individuals and interpersonal networks do not control those resources, which directly affect the welfare of the media system. The media system exerts control over the resources that directly affect the goals of individuals and interpersonal networks as regards understanding or
29
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
orientation. This asymmetry particularly occurs in periods of social change or dramatic conflicts when there is a growing demand for information”. (Nikolaus Georg Edmund Jackob, 2010 : 3).
Dalam konteks politik modern, media massa bukan hanya menjadi
bagian yang integral dari politik, melainkan juga memiliki posisi yang sentral
dalam politik. Media massa merupakan saluran komunikasi politik yang
banyak digunakan untuk kepentingan-kepentingan politik dikarenakan
sifatnya yang dapat mengangkut pesan-pesan secara massif, salah satunya
pada saat periode pemilihan. Pada periode ini, posisi media massa sangat
istimewa dikarenakan tingkat konsumsinya cenderung mengalami
peningkatan. Hal ini dipicu lantaran pemilih ingin mengetahui pandangan atau
penilaian mengenai kandidat atau partai politik, ingin memperoleh referensi
mengenai prediksi-prediksi, baik berkenaan dengan pemilihan maupun politik
dalam arti yang lebih luas, serta ingin memperoleh informasi mengenai
berbagai hal dari sumber-sumber yang lebih kompeten (Pawito, 2009 : 173).
Beragam studi yang dilakukan terkait pengaruh media massa terhadap
pemilih telah menghasilkan beberapa teori diantaranya model dampak
terbatas, (limited effects model) dan model dampak yang kuat (the powerfull
effects model). Model dampak terbatas bermakna komunikasi massa pada
umumnya mempunyai dampak kecil, yakni sebatas memberikan pengaruh
terhadap penumbuhan pengetahuan, penguatan sikap, keyakinan, dan
predisposisi khalayak sebelumnya (Pawito, 2009 : 178). Kebalikannya, model
dampak kuat menyatakan bahwa dalam keadaan tertentu, media massa bisa
mempunyai dampak yang signifikan pada sejumlah besar orang. Pengaruhnya
bersifat langsung dan kuat terhadap pemilih (Wijaya, 2009 : 52).
30
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
3. Komunikasi Interpersonal
Pergaulan manusia merupakan salah satu bentuk komunikasi dalam
masyarakat. Menurut Theodorson (1969), komunikasi adalah proses
pengalihan informasi dari satu atau sekelompok orang kepada satu atau
sekelompok orang lainnya dengan menggunakan simbol-simbol tertentu.
Proses pengalihan informasi tersebut selalu mengandung pengaruh tertentu.
Pengaruh tersebut merupakan suatu proses yang bersifat psikologis yang pada
gilirannya membentuk proses sosial. Di sinilah letak keunikan komunikasi
antarpribadi, yakni selalu dimulai dari hubungan yang bersifat psikologis yang
kemudian mengakibatkan keterpengaruhan. Benar seperti apa yang
diungkapkan DeVito (1976), bahwa komunikasi antarpribadi merupakan
pengiriman pesan dari seseorang dan diterima oleh orang lain dengan efek dan
umpan balik secara langsung (Liliweri, 1997 : 11).
Komunikasi antarpribadi pada dasarnya merupakan jalinan hubungan
interaktif antara seorang individu dengan individu lain di mana lambang-
lambang pesan paling efektif digunakan, terutama lambang-lambang bahasa
(Pawito, 2007 : 2). Penggunaan lambang-lambang bahasa verbal, terutama
yang bersifat lisan, di dalam kenyataan kerapkali disertai dengan bahasa
isyarat terutama gerak atau bahasa tubuh (body language), seperti tersenyum,
tertawa, menggeleng, atau menganggukkan kepala.
Effendy (1986b) mengemukakan juga bahwa pada hakikatnya
komunikasi antarpribadi adalah komunikasi antara seseorang komunikator
dengan seorang komunikan yang dianggap paling efektif untuk mengubah
sikap, pendapat, atau perilaku manusia dikarenakan prosesnya yang bersifat
31
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
dialogis (Liliweri, 1997:12). Sifat dialogis ini ditunjukkan melalui komunikasi
lisan dalam percakapan yang menampilkan arus balik yang langsung, sehingga
komunikator dapat mengetahui tanggapan komunikan pada saat itu juga,
apakah pesan-pesan yang dia kirimkan itu diterima atau ditolak, berdampak
positif atau negatif. Jika tidak diterima maka komunikator akan memberi
kesempatan seluas-luasnya kepada komunikan untuk bertanya. Begitu
seterusnya hingga tercapai kesepahaman (mutual understanding) diantara
keduanya.
Komunikasi antarpribadi pada umumnya dipahami lebih bersifat
pribadi (private) dan berlangsung secara tatap muka (face to face). Sebagian
komunikasi antarpribadi memang memiliki tujuan, misalnya seseorang datang
untuk meminta saran atau pendapat kepada orang lain. Akan tetapi,
komunikasi antar pribadi dapat juga terjadi relatif tanpa tujuan atau maksud
tertentu yang jelas, misalnya ketika seseorang bertemu dengan kawannya di
jalan kemudian mereka bercakap-cakap dan bercanda (Pawito, 1997 : 2).
Menurut sifatnya, komunikasi antarpribadi dapat dibedakan menjadi
dua macam, yaitu komunikasi diadik (dyadic communication) dan komunikasi
kelompok kecil (small group communication). Komunikasi diadik ialah proses
komunikasi yang berlangsung antara dua orang dalam situasi tatap muka.
Komunikasi diadik menurut R. Wayne Pace dapat dilakukan dalam tiga
bentuk, yakni percakapan, dialog, dan wawancara. Percakapan berlangsung
dalam suasana yang besahabat dan informal. Dialog berlangsung dalam situasi
yang lebih intim, lebih dalam, dan lebih personal, sedangkan wawancara
sifatnya lebih serius, yakni adanya pihak yang dominan pada posisi bertanya
32
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
dan yang lainnya pada posisi menjawab. Sementara komunikasi kelompok
kecil ialah proses komunikasi yang berlangsung antara tiga orang atau lebih
secara tatap muka, di mana anggota-anggotanya saling berinteraksi satu sama
lainnnya (Cangara, 2005 : 32).
Berdasarkan pengertian dan sifat yang dimiliki tersebut, terdapat
beberapa ciri khas komunikasi antarpribadi yang membedakannya dengan
komunikasi massa dan komunikasi kelompok. Reardon (1987) mengemuka-
kan bahwa komunikasi antarpribadi mempunyai enam ciri sebagai berikut :
a. Dilaksanakan atas dorongan berbagai faktor.
b. Mengakibatkan dampak yang disengaja dan tidak disengaja.
c. Kerapkali berbalas-balasan.
d. Mengisyaratkan hubungan antarpribadi antara paling sedikit dua orang.
e. Berlangsung dalam suasana bebas, bervariasi, dan berpengaruh.
f. Menggunakan pelbagai lambang yang bermakna (Liliweri, 1997 : 13).
Sementara Everet M. Rogers menyebutkan beberapa ciri komunikasi
antar pribadi yaitu :
a. Arus pesan cenderung dua arah.
b. Konteks komunikasi adalah tatap muka.
c. Tingkat umpan balik tinggi.
d. Kemampuan untuk mengatasi tingkat selektivitas (terutama “selectivity
exposure” sangat tinggi).
e. Kecepatan untuk menjangkau sasaran yang besar sangat lamban.
f. Efek yang terjadi antara lain perubahan sikap (Liliweri, 1997 : 13).
33
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
4. Iklan Politik Media Luar Ruang
Kemunculan iklan media luar ruang pada periode pemilihan di
Indonesia bak jamur di musim hujan, khususnya pada pemilihan di tingkat
lokal/daerah di mana pemasangan iklan melalui media televisi tergolong
minim. Ruang publik, jalan-jalan protokol, dinding rumah, batang pohon, gardu
listrik dan tempat-tempat strategis lainnya dipenuhi oleh reklame, baliho, spanduk,
dan poster yang merupakan atribut kampanye kandidat calon. Cara ini dipandang
strategis bagi kandidat calon untuk memperkenalkan diri dan meng-
komunikasikan pesan-pesan, ide, serta program kerja mereka kepada para
calon pemilih, sehingga pada gilirannya upaya untuk menggalang dukungan
pemilih yang diwujudkan dalam bentuk pemberian suara dalam pemilihan pun
dapat tercapai.
Bolland mendefinisikan iklan sebagai bentuk pembayaran yang
dilakukan untuk membeli tempat atau ruang dalam menyampaikan pesan-
pesan atau institisi dalam media. Oleh karena itu, iklan politik didefinisikan
sebagai “Political advertising refers to the purchase and the use of
advertising space, paid for at commercial rates, in order to transmit political
message to a mass audience”. Sementara media yang biasa digunakan adalah
bioskop, billboard (baliho), surat kabar, radio, dan televisi (Cangara, 2009 :
345). Robert Baukus dalam Combs (1993) membagi iklan politik menjadi
empat macam, yakni :
a. Iklan serangan, yang ditujukan untuk mendeskreditkan lawan.
b. Iklan argumen, yang memperlihatkan kemampuan para kandidat untuk
mengatasi masalah-masalah yang mereka hadapi.
34
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
c. Iklan ID, yang memberi pemahaman mengenai siapa sang kandidat
kepada pemilih.
d. Iklan resolusi, di mana para kandidat menyimpulkan pemikiran mereka
untuk para pemilih (Cangara, 2009 : 346).
Pemakaian media luar ruang untuk menyampaikan iklan politik
didasari oleh pertimbangan bahwa media ini memiliki karakteristik yang tidak
dimiliki media lainnya, antara lain memiliki kemampuan tinggi sebagai
pengingat khalayak terhadap kandidat yang diiklankan. Selain tentunya
fleksibel secara geografis, dalam artian dapat dipindahkan dari satu tempat ke
tempat lainnya sesuai dengan kebutuhan.
Selan faktor lokasi atau penempatan, efektivitas pemakaian media luar
ruang sebagai salah satu saluran komunikasi politik ditentukan oleh berbagai
faktor seperti :
a. Jangkauan
Kemampuan media menjangkau khalayak sasaran bersifat lokal,
artinya hanya mampu menjangkau daerah sekitarnya saja.
b. Frekuensi
Pada media luar ruang, frekuensi telah berubah menjadi repetisi, yakni
melihat pesan yang sama pada saat masih ingat. Ini terjadi karena
khalayak sasaran melihat pesan iklan tersebut setiap hari, bahkan
beberapa kali dalam sehari.
c. Kontinuitas
Media luar ruang memiliki kesinambungan yang baik mengingat
lokasinya yang tetap.
35
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
d. Ukuran
Media luar ruang, khususnya yang berukuran besar seperti reklame dan
baliho memiliki kemampuan untuk tampil secara mencolok dan tiba-
tiba. Dengan ukuran besar, media tersebut mampu meyakinkan
khalayak bahwa produk pemilu (kandidat calon) benar-benar baik
karena diiklankan secara serius, mahal, dan bonafide.
e. Warna
Media luar ruang sangat membantu menampilkan gambar
produk pemilu (kandidat calon) dalam tata warna hingga mampu
tampil sesuai aslinya. Dan apabila dipadu dengan ukuran yang besar,
media ini mampu menciptakan smash impact yang kuat sekali. Selain
itu, warna juga mencerminkan identitas. Sebagai contoh, dominasi
warna merah menyala pada iklan media luar ruang kandidat calon
merupakan penanda bahwa ia diusung oleh PDI Perjuangan, begitu
pula warna biru yang mewakili Partai Demokrat.
f. Pengaruh
Karena media luar ruang menghadapi khalayak sasaran yang hampir
tidak memiliki kesempatan membaca saat berkendara, maka media ini
harus mudah dibaca. Pesan harus singkat dan ditampilkan secara jelas
serta harus dapat dibaca setidaknya dalam waktu tujuh detik
(diadaptasi dari Kasali, 1992 : 139).
Penelitian tentang pengaruh iklan terhadap pemilih pernah dilakukan
Hofstetter dan Buss (1980) yang menemukan bahwa eksposure iklan
36
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
kampanye pada menit-menit terakhir cenderung berpengaruh terhadap
keputusan memilih. Sementara Rothschild dan Ray (1974) menyatakan bahwa
iklan kampanye cenderung berpengaruh di kalangan orang-orang yang
memiliki keterlibatan rendah dalam lingkungan politiknya (Pawito, 2009 :
196).
5. Perilaku Memilih
Perilaku memilih (voting behaviour) dalam pemilu merupakan salah
satu bentuk perilaku politik (political behaviour). Perilaku politik merupakan
perilaku yang dapat dipahami sebagai perbuatan, kelakuan, atau tindakan, dan
juga aksi yang dijalankan individu atau kelompok atau masyarakat sebagai
respon terhadap stimulan atau lingkungan politik tertentu, terutama berkenaan
dengan distribusi dan pemanfaatan kekuasaan dalam suatu masyarakat,
bangsa, dan negara yang sering muncul dalam berbagai bentuk.
Studi perilaku memilih menurut Jack C. Plano (1985 : 280) adalah
studi yang memusatkan diri pada bidang yang menggeluti kebiasaan atau
kecenderungan pilihan rakyat dalam pemilihan umum, serta latar belakang
mereka melakukan pilihan itu (Sofiah, 2003 : 18). Sementara itu, Bone dan
Raney (1971 : 2-3) memberikan pandangan mengenai perilaku memilih
sebagai berikut:
“In most study of voting behavior….., voting behavior is pictured as having the two dimension. Preference…. Can be to measure his approval or disapproval of Democratic and Republican Parties, their perceived stands on issues, and teha personal quality of their candidate…. Activity has six main categories: organization activities, organization contributors, opinion leaders, voters, non voters, and apolitical (Sofiah, 2003 : 18).”
37
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
Berdasarkan dua pandangan di atas, perilaku memilih mengandung
pengertian yakni tingkah laku atau atau tindakan seseorang dalam proses
pemberian suara dalam penyelenggaraan pemilu serta latar belakang seseorang
melakukan tindakan tersebut. Adapun tingkah laku atau tindakan tersebut
meliputi preferensi (orientasi terhadap isu, orientasi terhadap kualitas personal
kandidat, identifikasi partai), aktivitas (keterlibatan dalam partai politik
tertentu, keterlibatan dalam setiap kampanye, kehadiran dalam pemungutan
suara) dan pilihan terhadap salah satu partai politik atau kandidat tertentu.
Untuk memahami perilaku memilih, ada tiga macam pendekatan yang
biasa digunakan, yakni model sosiologi, model psikologi sosial, dan model
pilihan rasional (Dieter Roth, 2008 : 23 - 54).
1. Pendekatan Sosiologis
Pendekatan sosiologis atau yang disebut pula dengan pendekatan sosial
struktural untuk menerangkan perilaku memilih secara logis terbagi atas
model penjelasan mikrososiologis dan model penjelasan makrososiologis.
Penjelasan mikrososiologis senantisa dikaitkan dengan sosiolog Paul F.
Lazarfeld dan rekan sekerjanya Bernard Berelson dan Hazel Gaudet dari
Columbia University, oleh karena itu model ini disebut juga mahzab
Columbia. Sedangkan model penjelasan makrososiologis dari Seymour martin
Lipset dan Stein Rokkan didasarkan atas pengamatan perilaku memilih
menurut Lazarfeld. Model ini menelaah perilaku memilih di seluruh tingkatan
atau lapisan masyarakat secara keseluruhan yang merupakan cikal bakal
penjelasan mengenai terbentuknya sistem partai di Eropa Barat.
38
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
Dasar model penjelasan mikrososiologis atau mahzab Columbia
berasal dari teori lingkaran sosial yang diformulasikan oleh Georg Simmel
(1890). Menurut teori ini, setiap manusia terikat di dalam berbagai lingkaran
sosial, contohnya keluarga, teman-teman, rekan kerja, dan lain-lain. Paul F.
Lazarfeld menerapkan pola pikir ini kepada para pemilih. Seorang pemilih
hidup dalam konteks tertentu, misal status ekonominya, agamanya, tempat
tinggal, pekerjaan dan usia yang semuanya mendefinisikan lingkaran sosial
yang mempengaruhi keputusan pemilih. Setiap lingkaran sosial memiliki
normanya tersendiri dan kepatuhan terhadap norma-norma tersebut
menghasilkan integrasi. Konteks ini turut mengontrol perilaku individu
dengan cara memberikan tekanan agar individu tersebut menyesuaikan diri,
karena pada dasarnya setiap orang ingin hidup dengan tentram, tanpa
bersitegang dengan lingkungan sosialnya.
Pendekatan ini pada dasarnya menjelaskan bahwa karakteristik sosial
dan pengelompokan sosial mempunyai pengaruh yang cukup signifikan dalam
menentukan perilaku memilih. Pengaruh terbesar berasal dari keluarga dan
lingkungan rekan/ sahabat erat individu terkait. Berdasarkan tingginya relasi
antara predisposisi politis sesuai struktur sosial dan keputusan yang diambil
berkenaan dengan pemilu, mahzab Columbia sampai pada suatu kesimpulan:
seseorang berpikir politis sebagaimana ia berpikir secara sosial. Karakteristik
sosial menentukan kecenderungan politis (A person thinks politically as he is
socially. Social characteristic determine political preference).
Untuk menghindari konflik, tiap orang berusaha mempertahankan
homogenitas sosialnya. Berelson, dkk berhasil menemukan suatu dasar bahwa
39
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
individu memilih teman-teman dan rekan yang memiliki pandangan politis
yang kurang lebih sama. Namun, homogenitas lingkaran sosial ini jarang
ditemukan dalam masyarakat modern sebab masyarakat ini memiliki mobilitas
ruang dan sosial yang kuat sehingga cenderung mengakibatkan hilangnya
hubungan-hubungan yang ada.
2. Pendekatan Psikologi Sosial
Pendekatan Psikologi yang dikembangkan oleh sekelompok ahli ilmu
sosial dari University of Michigan ini menjelaskan bahwa perilaku memilih
masyarakat lebih banyak dipengaruhi oleh kekuatan psikologis yang
berkembang dari dalam dirinya sendiri sebagai hasil proses sosialisasi politik.
Persepsi dan penilaian pribadi mengenai sang kandidat berikut tema-tema
yang diangkat sangat berpengaruh terhadap pilihan yang dijatuhkan (pengaruh
jangka pendek). Selain itu, ‘keanggotaan psikologis’ dalam sebuah partai yang
dapat diukur dalam bentuk identifikasi partai turut pula mempengaruhi pilihan
pada saat pemilu (pengaruh jangka panjang).
Pendekatan sosial psikologis berusaha menerangkan faktor-faktor yang
mempengaruhi perilaku memilih melalui trias determinan, yakni identifikasi
partai, orientasi terhadap kandidat dan orientasi terhadap isu/ tema. Sementara
itu, faktor lainnya yang sudah ada terlebih dahulu (misalnya keanggotaan
dalam kelompok sosial tertentu) dianggap memberi pengaruh langsung
terhadap perilaku memilih.
Indentifikasi partai merupakan orientasi yang permanen, tidak berubah
dari pemilu ke pemilu. Namun apabila seseorang mengalami perubahan
40
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
pribadi yang besar (misalnya menikah, pindah profesi atau tempat tinggal),
atau situasi politik yang luar biasa (seperti krisis ekonomi dan perang), maka
identifikasi partai ini dapat berubah.
Dalam orientasi kandidat pun berlaku ketentuan semakin sering sang
pemilih mengambil posisi terhadap kandidat-kandidat yang ada, maka
semakin besar pula kemungkinan ia akan berpartisipasi dalam pemilu. Bila
posisi/ pandangan pemilih cocok dengan kandidat sebuah partai tertentu, maka
semakin besar pula ia akan memilih kandidat tersebut. Sementara isu/ tema
dapat mempengaruhi pemilih apabila mampu memenuhi tiga persyaratan
dasar, yakni tema tersebut harus dapat ditangkap oleh pemilih, tema tersebut
dianggap penting oleh pemilih, dan pemilih dapat menerima konsep
pemecahan permasalahan yang ditawarkan partai atau kandidat.
3. Pendekatan Rasional
Menurut pendekatan rasional, yang menentukan kemenangan partai
atau kandidat dalam pemilu bukanlah ketergantungan terhadap ikatan sosial
struktural atau ikatan partai yang kuat, melainkan hasil penilaian rasional
pemilih. Menurut V.O. Key (1966 : 61) dalam bukunya The Responsible
Electorate, masing-masing pemilih menetapkan pilihannya secara retrospektif,
yaitu dengan menilai apakah kinerja partai yang menjalankan pemerintahan
sudah baik bagi negara maupun negara ataukah justru sebaliknya (Roth, 2008 :
48).
Penilaian ini juga dipengaruhi oleh pemerintahan di masa lampau.
Apabila hasil penilaian kinerja pemerintah yang berkuasa positif, maka
41
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
mereka akan dipilih kembali. Begitupun sebaliknya, hasil penilaian yang
negatif tidak akan memberikan kesempatan kedua bagi pemerintahan tersebut
untuk dipilih kembali.
Salah satu teori klasik pendekatan rasional dikemukakan Anthony
Downs. Menurutnya, pemilih yang rasional senantiasa mendahulukan
kepentingannya sendiri di atas kepentingan orang lain, atau istilahnya self-
interest axiom. Manusia bertindak egois untuk mengoptimalkan kesejahteraan
material mereka. Apabila hal ini diterapkan pada perilaku memilih, maka
pemilih yang rasional akan memilih partai atau kandidat yang paling
menjanjikan keuntungan bagi dirinya. Pemilih tidak terlalu tertarik pada
konsep politis sebuah partai, melainkan pada keuntungan terbesar yang ia
dapat apabila partai atau kandidat menduduki pemerintahan.
Dalam konteks pemilih Indonesia, Pawito menggolongkan perilaku
memilih menjadi empat golongan, yaitu pemilih yang sekedar memberikan
suara dalam pemilihan sebagai wujud partisipasi politik, pemilih partisan,
pemilih rasional, dan golongan tidak memilih (golongan putih atau golput)
(Pawito, 2009 : 180).
Golongan pertama, pemilih yang sekedar ikut memberikan suara,
biasanya adalah pemilih yang tidak memiliki cukup referensi tentang politik,
pemilu, kandidat, dan partai. Pada umumnya mereka tidak banyak
mengetahui, sering pula tidak mau tahu tentang politik dan kandidat, termasuk
platform serta program-program kerja yang diusung. Partisipasi golongan ini
dalam pemilu seperti layaknya just to celebrate the election, karena mirip
dengan kehadiran pada upacara bendera.
42
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
Golongan kedua, pemilih partisan adalah kelompok pemilih yang
memiliki keberpihakan kuat terhadap partai atau kandidat tertentu karena
berbagai alasan. Kandidat, tim sukses, maupun kader partai dengan sendirinya
akan memberikan suara kepada dirinya sendiri atau partai yang bersangkutan.
Selain itu, adanya persamaan ideologis, tradisi, dan ikatan sosio-kultural
termasuk agama dan etnik, dapat menjadi pengikat seseorang untuk
memberikan suara kepada partai atau kandidat tertentu.
Kemudian golongan ketiga, pemilih rasional, terdiri dari orang-orang
yang relatif tidak memiliki ikatan keluarga, ideologis, dan sosio-kultural
dengan partai atau kandidat manapun. Mereka dapat mengambil keputusan
yang logis dengan mempertimbangkan alternatif-alternatif yang ada demi
kepentingan umum. Kelompok ini cenderung aktif mencari informasi
mengenai politik maupun pemilu, memiliki pengetahuan relatif luas mengenai
partai dan kandidat yang sedang berkompetisi, serta mampu membuat analisis-
analisis perbandingan di anatra partai maupun kandidat. Pada dasarnya, tipikal
pemilih seperti ini benar-benar bebas (independen) dari kepentingan golongan
dalam mengambil keputusan.
Sedangkan untuk golongan yang sengaja tidak mau memberikan
suaranya dalam pemilu (golput), dalam konteks pemilu 1999 dan 2004,
sebenarnya banyak berasal dari orang-orang yang memiliki pengetahuan dan
kesadaran politik relatif tinggi. Akan tetapi, mereka tidak puas dengan
keadaan yang ada, baik menyangkut sistem dan mekanisme pemilihan, partai
politik, maupun kandidat yang berkompetisi, sehingga dengan kesadaran
penuh memilih untuk tidak memberikan suaranya dalam pemilu.
43
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
6. Masyarakat Transisi
Salah satu karakteristik masyarakat Indonesia adalah masyarakat
transisi, yaitu masyarakat yang tengah beranjak dari keadaan tradisional
menuju pada kondisi yang lebih modern. J. Useem dan R.H Useem (1968 :
144) mengistilahkan masyarakat transisi dengan modernizing society.
Masyarakat seperti ini berbeda dari traditional society (masyarakat
tradisional) dan modern society (masyarakat modern).
Masyarakat tradisional adalah masyarakat yang mencoba mengekalkan
nilai-nilai tradisi dari nenek moyang dengan cara mempraktikkan terus adat
istiadat, upacara-upacara dan kebiasaan-kebiasaan yang telah berlaku sejak
jaman dulu. Sementara masyarakat modern merupakan masyarakat yang telah
meninggalkan adat, tradisi, dan kebiasaan nenek moyang mereka dengan cara
memungut simbol-simbol budaya dunia baru (http://hamah.socialgo.com/
magazine/read/kajian-kritis-tentang--transisi-masyarakat-tradisional-indonesia-da
lam-budaya-konsumtif_15.html).
Masyarakat transisi, menurut J. Useem dan R. H. Useem adalah
masyarakat yang sedang mencoba untuk membebaskan diri dari nilai-nilai
masa lalu dan menggapai masa depan dengan terus-menerus membuat nilai-
nilai baru. Masa transisi di Eropa misalnya, ditandai dengan mulai
digunakannya teknologi mesin uap, alat fotografi dan listrik, yang bersamaan
dengan terjadinya pergantian sistem monarki menjadi sistem demokrasi
(Kusuma, 2008 : 20).
Dalam masyarakat Indonesia, kemajuan teknologi dan informasi juga
merupakan salah satu faktor pendorong perubahan pola kehidupan
44
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
masyarakat. Teknologi mempunyai arti penting dalam kehidupan manusia.
Dengan adanya teknologi, manusia dibantu mencapai tujuan-tujuan dalam
rangka memenuhi tuntutan kebutuhan, baik kebutuhan jasmani maupun
kebutuhan rohani. Oleh karena itu, untuk mewujudkan kesejahteraan yang
lebih baik, penguasaan dan penggunaan teknologi yang lebih maju adalah
suatu keharusan. Semakin tinggi tingkat kemakmuran suatu masyarakat,
semakin tinggi dan beraneka ragam pula teknologi yang harus dikuasai dan
dipergunakan dalam kehidupan sehari-hari.
Fred W. Riggs dalam bukunya Administration in Developing
Countries, The Prismatic Society tahun 1964, menggambarkan masyarakat
transisi sebagai masyarakat model prismatik, yaitu masyarakat peralihan
(transisi) dari masyarakat tradisional ke masyarakat industri. Masyarakat
prismatik dapat dikatakan sebagai masyarakat campuran antara nilai
tradisional dan proses modernisasi, di mana terjadi tumpang tindih
(overlapping) diantara kedua nilai tersebut. Teori ini dikembangkan dengan
berlandaskan filsafat teori positivisme, organisme, dan fenomenologis
(Soelaiman, 1988 : 37).
Paradigma masyarakat prismatik diilhami oleh teori optik tentang
defraksi atau pembelokan cahaya. Teorinya adalah bahwa dalam setiap
masyarakat, proses diferensiasi tidak terjadi secara tiba-tiba dan pada tingkat
kecepatan yang sama. Riggs memberikan penjelasan mengenai hal ini dengan
menggunakan konteks asli teori optik defraksi gelombang cahaya, yakni
apabila seberkas cahaya putih datang pada permukaan sebuah prisma, maka
arah jalar cahaya akan dibelokkan dengan sudut berlainan, atau dengan kata
45
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
lain mengalami deviasi. Besarnya deviasi tergantung pada sudut puncak
prisma dan indeks bias prisma. Hal ini terjadi karena kecepatan jalar
gelombang cahaya dalam kaca berbeda dengan kecepatan jalar cahaya di
udara. Demikian juga harga indeks bias kaca, selain bergantung pada warna
juga bergantung pada panjang gelombang.
Jika suatu cahaya putih yang terdiri dari beberapa gelombang dengan
berbagai harga panjang gelombang datang miring pada permukaan prisma,
maka tiap warna akan dibelokkan dengan sudut yang berlainan. Peristiwa ini
disebut dispersi atau penyebaran. Akan tetapi Riggs menyebut peristiwa
dispersi dengan difracted atau memencar, karena kata ini secara teknis lebih
tepat digunakan dalam arti kiasan. Lawan kata memencar adalah memusat
(fused), ini digunakan Riggs dalam membeda-bedakan jenis masyarakat.
Cahaya memusat dikiaskan sebagai masyarakat tradisional dan cahaya
memencar dikiaskan untuk masyarakat modern.
Gambar 1.1 Dispersi cahaya putih menjadi cahaya dengan berbagai warna
yang mempunyai harga panjang gelombang.
cv = c / a
Sumber : (Moenandar Soelaiman, 1988 : 39)
46
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
Gambar 1.2 Berkas cahaya yang datang pada prisma akan mengalami
pembelokan atau deviasi ke bawah
Sumber : (Moenandar Soelaiman, 1988 : 39)
Gambar 1.3 Masyarakat model prismatik, memusat, dan memencar
Memusat Prismatik Memencar
Sumber : (Moenandar Soelaiman, 1988 : 40)
Sinar yang memusat terdiri dari semua frekuensi sebagaimana yang
terdapat dalam sinar berwarna putih, sedangkan sinar yang membias
memisahkan komponen frekuensi seperti dalam spektrum. Oleh Riggs,
keadaan teori optik ini dikiaskan pada masyarakat, untuk membedakan
47
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
masyarakat tradisional (memusat/ difused), masyarakat transisi (prismatik),
dan masyarakat modern (memencar/ diffracted).
Karakteristik masyarakat transisi dapat dipahami dengan melihat
fenomena-fenomena sosial masyarakat seperti :
a. Terjadinya tumpang tindih antara nilai-nilai tradisional dengan proses
modern.
Hal ini dipertegas oleh Riggs (1998) yang menyebutkan terjadi
pola campuran antara nilai-nilai tradisional dengan proses modern. Di satu
sisi nilai-nilai modern yang mempengaruhi perilaku kehidupan masyarakat
desa untuk meninggalkan nilai-nilai tradisional, di sisi lain nilai-nilai
tradisional yang positif harus bisa dipertahankan dan tidak dihilangkan,
melainkan dikelola secara proporsional dan fungsional.
Contohnya adalah nilai-nilai solidaritas pada masyarakat pedesaan
di Jawa, yaitu tradisi soyo (membantu membangun atau merenovasi rumah
tetangga tanpa dibayar upah), tradisi ngelayat (mendatangi keluarga
tetangga yang ditimpa musibah meninggal), tradisi rewang (membantu
tenaga tetangga yang punya hajatan), tradisi klontang (memberi
sumbangan uang kepada tetangga yang ditimpa musibah kematian
dimasukkan ke dalam kardus aqua atau kaleng), dan tradisi buwuh
(memberikan sumbangan uang pada tetangga/ warga yang
menyelenggarakan hajatan).
b. Masyarakat menjadi heterogen, seperti tingkat pendidikan, perkerjaan,
dan kepercayaannya.
48
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
c. Terjadinya pembangunan perumahan baru yang terkadang bisa
menyebabkab terjadinya pertentangan antara nilai-nilai yang dibangun
masyarakarat pendatang dengan masyarakat asli. Selain itu, hal ini dapat
menjadi pemicu adanya kecemburuan sosial.
d. Masyarakat transisi tinggal di kawasan yang terletak di pinggiran kota, di
mana kawasan tersebut semakin tumbuh dan berkembang sebagai kawasan
industri, perdagangan, dan perumahan yang membawa dampak positif,
yakni memberikan kesempatan kerja non pertanian bagi masyarakat di
wilayah tersebut dan sisi negatifnya terjadi konflik antara masyarakat asli
dan pendatang.
e. Masyarakat desa yang mengalami peralihan dari mata pencaharian di
bidang agraris (pertanian) menuju mata pencaharian non pertanian
(http://berkarya.um.ac.id/2010/02/konflik-dan-lunturnya-solidaritas-sosial-
masyarakat-desa-transisi/).
Pola kehidupan masyarakat transisi pada dasarnya dapat dilihat sebagi
akibat dari pertemuan pola kebudayaan yang berbeda, yaitu pola kebudayaan
masyarakat tradisional/ agraris dan pola perangkat industri. Pertemuan dari
dua pola kebudayaan tersebut melahirkan suatu perubahan, baik dilihat dari
segi masyarakat agraris maupun dari perangkat industri. Perubahan yang
dialami tersebut menuju ke arah terbentuknya masyarakat yang lebih majemuk
dan beragam, baik suku bangsa, kebudayaan, agama, mata pencaharian,
keahlian, dan pendidikan. Perubahan pola kehidupan ini dapat mempengaruhi
struktur sosial masyarakat, proses pengambilan keputusan, maupun pola
49
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
komunikasi masyarakat setempat, termasuk di dalamnya yaitu komunikasi
politik.
F. Review Penelitian Terdahulu
Komunikasi politik adalah salah satu aspek paling berpengaruh dalam
dunia politik. Begitu vital peranannya hingga komunikasi politik menjadi
bidang kajian yang banyak diminati, baik oleh ilmuwan komunikasi maupun
politik. Hasilnya, berbagai jenis penelitian telah dilakukan dan beberapa
diantaranya berguna sebagai acuan dalam penelitian ini, termasuk di dalamnya
penelitian mengenai masyarakat sebagi subjek maupun objek komunikasi
politik.
Review penelitian terdahulu dapat memberi gambaran dan
pengetahuan bagi peneliti dalam menjalankan penelitian ini. Penelitian
terdahulu yang memiliki tema yang sama dan/atau hampir sama dengan
penelitian kali ini, yaitu mengenai pengaruh komunikasi politik dalam
membentuk perilaku memilih dapat memberikan gambaran awal agar
penelitian ini dapat memberikan nilai tambah bagi penelitian yang telah
dilakukan sebelumnya.
Penelitian yang dilakukan Sofiah (2001) menjelaskan peranan terpaan
kampanye pemilu melalui media televisi dalam membentuk perilaku memilih.
Penelitian tersebut dilakukan di Kota Surakarta pada periode pemilihan 1999.
Kajian mengenai terpaan kampanye pemilu melalui media televsi dan perilaku
memilih dipandang sangat penting berkenaan dengan adanya pendapat ahli
yang menyatakan bahwa keberhasilan sosialisasi politik pada akhirnya akan
50
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
sangat bergantung pada terpaan media (media expossure) (Curran, 1979 : 5).
Hasil penelitian Lasswell (1927), Charles R. Wright (1975), dan Patterson
(1980) menunjukkan hasil bahwa media massa banyak memberikan kontribusi
dalam kehidupan politik terutama dalam tahap pemungutan suara pada
kegiatan pemilu.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui seberapa jauh hubungan
antara terpaan kampanye pemilu melalui media televisi dengan perilaku
memilih dan adakah hubungan antara sub-sub variabel terpaan kampanye
pemilu melalui media televisi dengan perilaku memilih yang meliputi tingkat
selektivitas terhadap tayangan kampanye, tingkat kesenjangan mengikuti
tayangan kampanye, tingkat kemanfaatan mengikuti tayangan kampanye,
tingkat keterlibatan dalam penggunaan media televisi, dan tingkat keyakinan
terhadap materi kampanye.
Penelitian ini termasuk jenis penelitian eksplanatori dengan metode
survei. Populasi penelitian adalah seluruh pemilih Pemilu 1999 di Surakarta,
sedangkan teknik sampling yang digunakan adalah multi stage cluster (Nazir,
1988 : 370) dengan jumlah sampel 188 orang. Data dikumpulkan dengan
menggunakan angket, sementara validitas atau kesahihan diuji dengan korelasi
Rank Spearman (Al-Rasyid, 1995 : 130) dan reliabilitas diuji dengan
menggunakan metode belah dua melalui alat uji Spearman-Brown (Azwar,
1995 : 183). Teknik analisa data dilakukan secara kuantitatif melalui uji
korelasi Rank Spearman yang dilanjutkan dengan uji Z (Al-Rasyid, 1995 : Loc
Cit).
51
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
Dari hasil analisis penelitian Sofiah yang menunjukkan adanya
hubungan yang kecil antara variabel terpaan kampanye pemilu melalui televisi
dengan perilaku memilih adalah indikasi dari rendahnya peranan terpaan
kampanye pemilu melalui televisi dalam mempengaruhi keputusan
masyarakat Surakarta untuk menentukan pilihan terhadap partai politik
tertentu pada pemilu 1999. Hal ini disebabkan oleh adanya fakta bahwa
sebagian besar masyarakat belum memanfaatkan informasi yang diperoleh
dari menonton acara kampanye pemilu sebagai bahan pijakan penentuan
keputusan mereka pada saat pemungutan suara. Media televisi masih sebatas
dimanfaatkan oleh masyarakat pemilih sebagai sarana pemenuhan kebutuhan
hiburan sedangkan hal yang berkenaan dengan pilihan mereka dalam pemilu
cenderung bergantung pada afiliasi kelompok serta loyalitas pada partai lama
yang diidentifikasi. Bagi penelitian kali ini, hasil penelitian Sofiah dapat
memberikan gambaran awal bahwa salah satu saluran komunikasi politik yaitu
komunikasi massa kurang berpengaruh dalam membentuk perilaku memilih,
khususnya bagi masyarakat perkotaan.
Selain penelitian yang telah dijalankan oleh Sofiah, penelitian lain
yang berkaitan dengan komunikasi politik dan perilaku memilih juga pernah
dilakukan oleh Sri Herwindya Baskara Wijaya (2009). Berbeda dengan
dengan penelitian Sofiah yang mengambil lokasi di perkotaan, penelitian
Herwindya mengambil lokasi di daerah pedesaan, tepatnya di Kecamatan
Karanggede Kabupaten Boyolali, dengan studi kasus pada Pemilihan
Gubernur Jawa Tengah 2008. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui
sejauh mana tingkat partisipasi politik masyarakat pedesaan di Kecamatan
52
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
Karanggede Kabupaten Boyolali dalam Pilgub Jateng 2008, sumber-sumber
informasi yang mempengaruhi partisipasi politik, faktor-faktor yang
mempengaruhi pengambilan keputusan memilih, serta untuk mengetahui
apakah ada hubungan signifikan antara sumber informasi dan latar belakang
sosio-demografis dengan partisipasi politik masyarakat pedesaan di
Kecamatan Karanggede Kabupaten Boyolali dalam Pilgub Jateng 2008.
Adapun tujuan yang berkaitan dengan penelitian kali ini adalah tujuan kedua
dan ketiga.
Jenis penelitian ini adalah deskriptif eksplanatif. Penelitian deskriptif
bertujuan membuat deskripsi secara sistematis, faktual, dan akurat tentang
fakta-fakta objek tertentu sementara penelitian eksplanatif berusaha mencari
sebab akibat antara dua atau lebih konsep (variabel) yang akan diteliti
(Kriyantono, 2006 : 69). Apabila dilihat dari pendekatan metodologi riset,
penelitian ini tergolong multiple research strategies atau multiple methods
yang merupakan gabungan penelitian kuantitatif dn kualitatif. Pengumpulan
data dilakukan dengan metode survei, wawancara (interview), dan observasi.
Populasi penelitian adalah semua masyarakat pemilih yang terdaftar dalam
Daftar Pemilih Tetap (DPT) di Kecamatan Karanggede sebanyak 36.143
orang. Sampel berjumlah 75 orang yang dipilih berdasarkan quota sampling
dan available sampling/convenience sampling, di mana periset bebas memilih
siapa saja anggota populasi yang mempunyai data berlimpah dan mudah
diperoleh untuk dijadikan sampel sampai jumlah kuota tertentu yang
diinginkan periset. Untuk analisis data, Herwindya menggunakan analisis
53
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
statistik Chi Square/Chi Kuadrat (2-sides) yang hasilnya diperkuat atau
dilengkapi dengan data hasil analisis wawancara dan observasi.
Adapun temuan penelitian yang relevan dengan penelitian ini adalah
bahwa tokoh masyarkat merupakan sumber informasi yang paling
mempengaruhi partisipasi politik masyarakat pedesaan. Selain itu, partisipasi
politik secara umum juga banyak dipengaruhi oleh tetangga dan media massa.
Hasil penelitian juga menunjukkan bahwa komunikasi politik dalam bentuk
kampanye (terbuka maupun tertutup), iklan baliho, banner, spanduk, dan
media massa sampai derajat tertentu turut mempengaruhi preferensi pemilih
saat mengambil keputusan dalam Pilgub Jateng 2008.
G. Kerangka Pemikiran
Komunikasi politik merupakan salah satu aspek yang paling
berpengaruh dalam sistem politik, tidak terkecuali dalam kegiatan pemilukada.
Dalam sebuah negara demokrasi, pemilukada merupakan mata rantai yang
pokok untuk menentukan orang-orang yang mewakili rakyat dalam
menjalankan pemerintahan eksekutif di daerah. Perubahan konstelasi sistem
pemilukada yang dulu dipilih oleh DPRD dan sekarang dipilih secara
langsung oleh rakyat menyebabkan semua calon kepala daerah harus
memasang kuda-kuda dengan baik jika mau ikut bertarung dalam pemilukada.
Salah satunya adalah dengan mempersiapkan strategi komunikasi politik yang
matang agar dapat memperoleh sebanyak-banyaknya suara rakyat sebagai
syarat mutlak kemenangan calon kepala daerah.
54
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
Penelitian ini mencoba menggambarkan bagaimana komunikasi politik
mempengaruhi pemilih untuk memberikan suaranya kepada satu calon
tertentu, dengan studi kasus pada Pemilukada Sukoharjo 2010. Adapun
masyarakat yang menjadi objek dari penelitian ini adalah masyarakat transisi
Desa Ngabeyan Kecamatan Kartasura. Dalam melakukan penelitian ini,
peneliti membuat sebuah kerangka pemikiran yang akan menjelaskan proses
berpikir peneliti dalam menjalankan penelitian. Peneliti menggambarkannya
secara sederhana dalam skema di bawah ini :
Gambar 1.4 Kerangka Pemikiran Penelitian
Faktor Sosiokultural : Jenis Kelamin UsiaPekerjaanAgama Status Sosial
Afiliasi Politik Identifikasi Partai Orientasi Kandidat Orientasi Isu
Perilaku Memilih
Komunikasi Politik: Komunikasi Antar Persona Kampanye Pemilukada Iklan Media Luar Ruang Media Massa
55
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
H. Metodologi Penelitian
1. Jenis Penelitian
Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah deskriptif
kualitatif, yaitu jenis penelitian yang akan menggambarkan gejala-gejala,
realitas, atau fenomena kontemporer serta memberikan pemahaman
(understanding, verstehen) secara jelas mengenai bagaimana dan mengapa
suatu gejala, realitas atau fenomena tersebut terjadi (Pawito, 2007 : 36).
Penelitian kualitatif merupakan usaha untuk mengungkapkan suatu masalah,
keadaan, atau peristiwa sebagaimana adanya sehingga hanya bersifat sekadar
mengungkap fakta (fact finding). Hasil penelitian ditekankan untuk
memberikan gambaran obyektif tentang keadaan sebenarnya dari objek yang
diteliti.
Metode penelitian kualitatif tidak mendasarkan bukti-bukti empirik
pada logika matematik, prinsip-prinsip bilangan, ataupun teknik-teknik analisa
statistik, seperti halnya kuantitatif, tetapi lebih mendasarkan diri pada hal-hal
yang bersifat diskursif, seperti transkrip dokumen, catatan lapangan, hasil
wawancara, dokumen-dokumen tertulis, dan data nondiskursif. Pijakan
analisis dan penarikan kesimpulan dalam penelitian kualitatif adalah kategori-
kategori substansif dari makna-makna, atau lebih tepatnya adalah interpretasi-
interpretasi terhadap gejala atau fenomena yang diteliti (Pawito, 2007 : 37).
2. Metode Penelitian
Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah studi
kasus. Menurut Robert K. Yin, studi kasus adalah suatu inkuiri empiris yang
56
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
menyelidiki fenomena di dalam konteks kehidupan nyata bilamana batas-batas
antara fenomena dan konteks tak tampak dengan tegas dan di mana multi
sumber bukti dimanfaatkan (Yin, 2000 : 18). Sementara Patton (2002 : 447)
melihat bahwa studi kasus merupakan upaya mengumpulkan dan
mengorganisasikan serta menganalisis data tentang kasus-kasus tertentu
berkenaan dengan permasalahan-permasalahan yang menjadi perhatian
peneliti untuk kemudian data tersebut dibandingkaan atau dihubungkan satu
dengan lainnya dengan tetap berpegang pada prinsip holistik dan konstektual.
Denagn kata lain, metode ini berorientasi pada sifat-sifat unik (casual) dari
unit-unit yang sedang diteliti berkenaan dengan permasalahan-permasalahan
yang menjadi fokus penelitian (Pawito, 2007 : 141).
Secara umum, studi kasus merupakan strategi yang lebih cocok bila
pokok pertanyaan suatu penelitian berkenaan dengan “how” atau “why”, bila
peneliti hanya memiliki sedikit peluang untuk mengontrol peristiwa-peristiwa
yang akan diselidiki, dan bilamana fokus penelitiannya terletak pada
fenomena kontemporer (masa kini) di dalam konteks kehidupan nyata. Studi
kasus memungkinkan peneliti untuk mempertahankan karakteristik holistik
dan bermakna dari peristiwa-peristiwa kehidupan nyata, seperti siklus
kehidupan seseorang, proses-proses organisasional dan manajerial, perubahan
lingkungan sosial, hubungan-hubungan internasional dan kematangan industri
(Yin, 2000 : 1 - 4).
Berdasarkan karakteristik tersebut, metode studi kasus tepat
diimplementasikan dalam penelitian ini karena tipe pertanyaan penelitian
dalam rumusan masalah penelitian adalah ‘bagaimana’, yakni bagaimana
57
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
komunikasi politik masyarakat transisi Desa Ngabeyan Kecamatan Kartasura
pada Pemilukada Sukoharjo 2010, bagaimana perilaku memilih masyarakat
transisi Desa Ngabeyan Kecamatan Kartasura pada Pemilukada Sukoharjo
2010, serta bagaimana pola pengaruh komunikasi politik dalam membentuk
perilaku memilih masyarakat transisi Desa Ngabeyan Kecamatan pada
Pemilukada Sukoharjo 2010. Selain itu, pola pengaruh komunikasi politik
dalam membentuk perilaku memilih masyarakat transisi sebagai fokus
penelitian ini merupakan peristiwa kontemporer dan dalam konteks kehidupan
yang nyata.
Dari keempat tipe desain untuk strategi studi kasus, yakni desain kasus
tunggal holistik, desain kasus tunggal terpancang (embedded), desain multi
kasus holistik, dan desain multi kasus terpancang (Yin, 2000 : 46), penelitian
ini menggunakan desain studi kasus tunggal terpancang (embedded). Studi
kasus tunggal artinya penelitian hanya terarah pada satu karakteristik atau satu
sasaran (satu lokasi atau satu objek). Satu sasaran atau satu objek dalam
pengertian ini bukanlah satu orang, melainkan satu kelompok, satu organisasi,
satu wilayah, satu desa, atau satu bangsa, tergantung kesamaan karakteristik
yang dimilikinya. Sedangkan penelitian terpancang artinya peneliti dalam
rancangan penelitian atau proposalnya telah memilih dan menentukan sendiri
variabel yang menjadi fokus utamanya sebelum memasuki lapangan studinya.
Walaupun demikian, peneliti harus tetap bersifat terbuka dan berpikir secara
holistik dalam menyikapi apapun temuan penelitian, sesuai dengan sifat
penelitian kualitatif yang lentur, fleksibel, dan terbuka.
58
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
3. Lokasi Penelitian
Penelitian ini mengambil lokasi di Desa Ngabeyan, Kecamatan
Kartasura, Kabupaten Sukoharjo. Peneliti memilih lokasi penelitian ini dengan
alasan sebagai berikut :
a. Desa Ngabeyan, Kecamatan Kartasura adalah salah satu wilayah yang
termasuk dalam pemerintahan Kabupaten Sukoharjo, sebuah kabupaten
yang terletak di Jawa Tengah, yang pada tahun ini menyelenggarakan
pemilihan kepala daerah dan wakil kepala daerah (Pemilukada).
b. Masyarakat Desa Ngabeyan, Kecamatan Kartasura, Kabupaten Sukoharjo
memiliki karakteristik masyarakat transisi. Hal ini sesuai dengan tema
penelitian yang ingin diangkat oleh peneliti.
c. Desa Ngabeyan, Kecamatan Kartasura, Kabupaten Sukoharjo merupakan
daerah tempat tinggal peneliti, sehingga sedikit banyak peneliti telah
mengetahui dan memahami karakteristik masyarakat di sana. Selain itu,
peneliti dapat memperoleh kemudahan dalam hal birokrasi maupun akses
lain untuk keperluan penelitian. Karena kedekatan geografis ini pula,
peneliti dapat melakukan penelitian lebih intens sehingga data yang
dihasilkan pun lebih valid.
4. Jenis Data
Dalam penelitian ini peneliti menggunakan dua jenis data yaitu :
a. Data Primer
Data primer adalah data yang diperoleh secara langsung dari hasil
wawancara dengan informan yang mengetahui dan berkompeten seputar
tema penelitian ini dan dari hasil observasi yang dilakukan di lapangan.
59
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
b. Data Sekunder
Data sekunder adalah data yang diperoleh dengan mengutip serta
mengumpulkan keterangan dari sumber informasi lain dengan tujuan
untuk melengkapi data-data primer. Data sekunder biasanya berbentuk
sebuah dokumentasi, catatan-catatan, internet atau arsip yang berkaitan
dengan tema penelitian.
5. Teknik Pengumpulan Data
a. Wawancara mendalam (indepth interview)
Sumber data yang sangat penting dalam penelitian kualitatif adalah
manusia dalam kapasitas sebagai narasumber atau informan penelitian.
Untuk mengumpulkan informasi dari sumber data inilah diperlukan
wawancara. Wawancara secara garis besar dibedakan menjadi dua, yakni
wawancara tak terstruktur dan wawancara terstruktur. Wawancara tak
terstruktur sering juga disebut wawancara mendalam (indepth interview),
wawancara intensif, wawancara kualitatif, wawancara terbuka (open-
ended interview, dan wawancara etnografis. Sedangkan wawancara
terstruktur sering disebut wawancara baku (standarized interview), yang
susunan pertanyaannya sudah ditetapkan sebelumnya dan biasanya tertulis
serta disertai pilihan-pilihan jawaban yang juga sudah disediakan
(Mulyana, 2006 : 180).
Untuk menggali data dalam penelitian ini, peneliti menggunakan
wawancara mendalam, yaitu suatu cara mengumpulkan data atau
informasi dengan cara bertatap muka secara langsung dengan informan
60
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
dengan maksud untuk mendapatkan gambaran lengkap tentang topik yang
diteliti (Bungin, 2003 : 110). Untuk memudahkan wawancara tersebut
peneliti membuat panduan wawancara yang berisi pertanyaan-pertanyaan
dan tersusun dalam bentuk interview guide. Wawancara dilakukan dengan
pertanyaan yang bersifat open-ended, dan mengarah pada kedalaman
informasi guna menggali pandangan subjek yang diteliti tentang banyak
hal yang sangat bermanfaat untuk menjadi dasar bagi penggalian informasi
secara lebih jauh lagi dan mendalam (H.B. Sutopo, 2002 : 59).
Wawancara mendalam yang dilakukan peneliti dengan informan
penelitian berlangsung selama kurang lebih 1 (satu bulan) yang dimulai
seminggu setelah penyelenggaraan Pemilukada Sukoharjo 2010.
Wawancara pertama berlangsung Jumat, 11 Juni 2010 sementara
wawancara terakhir dilakukan pada Senin 19 Juli 2010.
Wawancara mendalam melibatkan beberapa tahapan yang tidak
harus bersifat linear tetapi memerlukan perhatian karena tidak jarang
dilakukan lebih dari satu kali sesuai dengan kelengkapan data yang
diinginkan. Adapun tahapan atau prosedur wawancara yang dilakukan
peneliti adalah sebagai berikut :
1. Menentukan siapa yang akan diwawancarai, termasuk waktu dan
tempat wawancara.
Pada tahap pertama, peneliti menentukan siapa saja informan
yang akan digali datanya melalui wawancara. Mereka adalah
masyarakat Desa Ngabeyan Kecamatan Kartasura yang dipandang
memiliki cukup informasi yang bermanfaat untuk menjawab
61
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
pertanyaan penelitian. Kemudian, peneliti menghubungi mereka satu
per satu dan menjelaskan perihal penelitian ini serta menanyakan
kesediaan mereka untuk dijadikan informan penelitian. Cara ini
dilakukan dengan menelepon calon informan atau mendatangi
langsung rumah mereka. Kepada mereka yang bersedia untuk menjadi
informan, peneliti lantas membuat kesepakatan mengenai waktu dan
tempat wawancara. Sebagian besar informan memilih rumah mereka
masing-masing sebagai tempat wawancara. Hanya satu wawancara
yang dilakukan di tempat lain, yakni di salah satu masjid di Desa
Ngabeyan. Sedangkan waktu wawancara bervariasi antara informan
satu dengan lainnya.
2. Persiapan wawancara.
Setelah menentukan informan, peneliti mempersiapkan diri
untuk memahami pribadi dan peran informan dalam konteksnya, agar
tidak terjadi kesan yang mungkin kurang tepat sehingga berakibat
kurang memperoleh informasi yang diharapkan. Selain itu, peneliti
juga menyiapkan draf tertulis mengenai pokok-pokok pertanyaan
sebagai panduan wawancara (interview guide), yang berguna pula
untuk mencegah agar pembicaraan tidak terlalu melebar.
3. Langkah awal wawancara.
Pada awal pertemuan dengan informan, peneliti tidak langsung
masuk tahap penggalian informasi melainkan berusaha terlebih dahulu
menjalin keakraban dan menciptakan suasana yang santai dengan
informan melalui pembicaraan yang bersifat ‘grand tour’, atau
62
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
berbicara mengenai hal-hal umum dan menyenangkan. Hal ini
dimaksudkan untuk menciptakan kondisi yang nyaman serta
membiasakan informan dengan kehadiran peneliti, sehingga informan
dapat dengan mudah mengorganisasikan apa yang ada dalam
pikirannya untuk menjawab pertanyaan peneliti.
4. Pengusahaan agar wawancara bersifat produktif dan pembicaraan
semakin terfokus dan mendalam.
Pada tahap ini, peneliti berusaha menjaga irama wawancara
agar tetap lancar serta semakin terfokus dan mendalam. Peneliti
berusaha menunjukkan kesan bahwa informasi yang disampaikan
informan amat penting dan berharga sehingga informan tetap berminat
dan sungguh-sungguh dalam memberikan informasinya.
5. Penghentian wawancara dan penarikan kesimpulan.
Tahap terakhir dari wawancara mendalam adalah penghentian
wawancara dan penarikan kesimpulan. Setelah informasi yang
dibutuhkan berhasil diperoleh atau ketika peneliti menangkap adanya
gejala kelelahan baik pada diri informan maupun peneliti sendiri, maka
peneliti menghentikan wawancara yang tengah berlangsung serta
menarik kesimpulan dan mengklarifikasikannya kepada informan,
apakah telah sesuai dengan apa yang dimaksud olehnya. Peneliti
menyampaikan ucapan terima kasih dan menanyakan kesediaan
informan untuk memberikan informasi tambahan di lain waktu bila
memang dibutuhkan demi kelengakapan dan kejelasan informasi yang
telah diterima sebelumnya.
63
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
b. Observasi
Observasi merupakan suatu teknik pengumpulan data dengan cara
melakukan pengamatan secara langsung dan juga pencatatan yang
sistematis terhadap gejala-gejala yang diteliti . Dalam penelitian ini,
peneliti melakukan metode observasi berperan penuh, artinya peneliti
benar-benar terlibat penuh dalam kegiatan yang diamati. Dalam jenis
observasi ini, selain berperan sebagai “yang melakukan penelitian”,
peneliti juga menjalankan peran sebagai objek penelitian karena kesamaan
daerah tempat tinggal dengan lokasi penelitian. Selain itu, peneliti juga
melakukan observasi tak berperan, di mana kehadiran peneliti hanya untuk
melakukan pengamatan pada objek yang dikaji, tanpa melakukan peran
apapun. Selama pengamatan berlangsung, peneliti seolah-olah hanya
sebagai penonton tanpa memberikan feedback apapun.
c. Dokumentasi
Dokumentasi yaitu teknik pengumpulan data dengan mempelajari
dokumen-dokumen terkait dengan judul penelitian ini, arsip-arsip dan juga
literatur lainnya. Di sini, peneliti bukan sekedar mencatat isi penting yang
tersurat dalam dokumen/ arsip tetapi juga mencari makna yang tersirat di
dalamnya, untuk itu peneliti dituntut untuk bersikap kritis, analitis dan
teliti.
6. Teknik Sampling
Teknik pengambilan sampel yang digunakan dalam penelitian ini
adalah teknik purposive sampling, di mana peneliti mempunyai
64
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
kecenderungan untuk memilih dan menentukan sendiri informan yang
dianggap mengetahui informasi dan masalah penelitian secara mendalam serta
dapat dipercaya untuk menjadi sumber data yang mantap (H.B. Sutopo, 2002 :
56). Pemilihan informan oleh peneliti didasari oleh alasan dan pertimbangan-
pertimbangan tertentu sesuai dengan tujuan penelitian. Akan tetapi, dalam
pelaksanaan pengumpulan data, pilihan informan dapat berkembang sesuai
dengan kebutuhan dan kemantapan peneliti dalam memperoleh data (Patton,
1984). Purpossive sampling lebih mendasarkan diri pada alasan atau
pertimbangan-pertimbangan tertentu (purposeful selection) sesuai dengan
tujuan penelitian (Pawito, 2007 : 89). Hal ini sesuai dengan karakteristik
penelitian kualitatif yang lebih membutuhkan keterwakilan substansi dari data
atau informasi dari pada keterwakilan populasi.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana komunikasi
politik masyarakat transisi Desa Ngabeyan pada Pemilukada Sukoharjo 2010,
bagaimana perilaku memilih masyarakat transisi Desa Ngabeyan pada
Pemilukada Sukoharjo 2010, serta bagaimana pola pengaruh komunikasi
politik dalam membentuk perilaku memilih pada Pemilukada Sukoharjo 2010,
sehingga informan dipilih berdasarkan pertimbangan bahwa orang tersebut
adalah pemilih pada Pemilukada Sukoharjo 2010 yang tercantum dalam
Daftar Pemilih Tetap (DPT) Desa Ngabeyan Kecamatan Kartasura, memiliki
keterkaitan atau menjadi bagian dari proses komunikasi politik masyarakat,
baik sebagai komuniktor maupun komunikan, serta memiliki kapabilitas untuk
memberikan informasi berkenaan dengan permasalahan penelitian.
65
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
Informan dalam penelitian ini berjumlah 15 orang masyarakat Desa
Ngabeyan Kecamatan Kartasura yang terdiri dari 2 (dua) orang perangkat
Desa, 2 (dua) orang tim sukses kandidat, dan 11 (sebelas) masyarakat umum
dengan kondisi sosio-kultural, keterlibatan dalam proses komunikasi politik,
dan perilaku memilih yang berbeda-beda. Berikut data informan
selengkapnya:
Tabel 1.1 Daftar Informan Penelitian
No. Nama Jenis Kelamin Usia Etnis Pekerjaan
1. LIM Laki-laki 59 Jawa Pensiunan PNS
2. YAN Laki-laki 23 Jawa Mahasiswa
3. AYU Perempuan 28 Jawa Ibu Rumah Tangga
4. WAR Laki-laki 50 Jawa Karyawan Swasta
5. MAN Perempuan 65 Jawa Pedagang
6. YAH Perempuan 50 Jawa Penjahit
7. TAN Laki-laki 44 Jawa Juru Parkir
8. HAR Laki-laki 48 Jawa Karyawan Swasta
9. WID Laki-laki 46 Jawa Perangkat Desa
10. SON Laki-laki 48 Tionghoa Karyawan Swasta
11. CAN Laki-laki 54 Tionghoa Pedagang
12. GUN Laki-laki 50 Jawa Perangkat Desa
13. SUM Laki-laki 56 Jawa Petani
14. RAH Perempuan 44 Jawa Pengusaha
15. CIP Laki-laki 55 Jawa Akademisi
Sumber : Hasil wawancara peneliti (diolah)
66
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
7. Validitas Data
Validitas (kesahihan) merupakan jaminan bagi kemantapan
kesimpulan dan tafsir makna sebagai hasil penelitian. Validitas data akan
membuktikan apakah hasil penelitian yang dilakukan peneliti sesuai dengan
apa yang sesungguhnya terjadi di lapangan. Agar data hasil penelitian ini
valid, peneliti menggunakan teknik triangulasi, yaitu teknik keabsahan data
yang memanfaatkan sesuatu yang lain di luar data itu untuk keperluan
pengecekan atau sebagai pembanding terhadap data itu, selanjutnya ditarik
kesimpulan yang lebih mantap dan paling bisa diterima (H.B. Sutopo, 2002 :
78).
Dari empat macam teknik triangulasi yakni triangulasi data (disebut
juga triangulasi sumber), triangulasi metode, triangulasi teori, dan triangulasi
peneliti, penelitian ini menggunakan triangulasi data, artinya, peneliti
menggunakan berbagai macam sumber data agar data yang diperoleh teruji
kemantapan dan kebenarannya. Dengan demikian akan bisa didapatkan hasil
penelitian yang teruji validitasnya serta dapat dipertanggungjawabkan apabila
suatu saat diperlukan verifikasi.
8. Analisis Data
Analisis data dalam penelitian kualitatif pada dasarnya dikembangkan
untuk memberikan makna (making sense of) terhadap data, menafsirkan
(interpreting), atau mentransformasikan (transforming) data ke dalam bentuk-
bentuk narasi yang kemudian mengarah pada temuan yang bernuansa
proposisi-proposisi ilmiah (thesis) yang akhirnya sampai pada kesimpulan-
67
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
kesimpulan final. Kunci pokok dalam analisis data kualitatif adalah menjawab
pertanyaan how did the researcher get to these conclusions from these data?
(bagaimana peneliti sampai pada kesimpulan-kesimpulan dengan bertolak
pada data yang ada?) (Pawito, 2007 : 101).
Teknik analisis dan penafsiran data yang digunakan dalam penelitian
ini mengikuti langkah-langkah yang direkomendasikan Miles dan Huberman
(2005), yang lazim disebut dengan interactive model. Teknik analisis ini pada
dasarnya terdiri dari tiga komponen, yakni reduksi data, penyajian data, dan
penarikan serta pengujian kesimpulan.
a. Reduksi Data
Reduksi data diartikan sebagai proses pemilihan, pemusatan perhatian
pada penyederhanaan, pengabstrakan, dan transformasi data “kasar” yang
muncul dari catatan-catatan tertulis di lapangan. Reduksi data merupakan
suatu bentuk analisis yang menajamkan, menggolongkan, mengarahkan,
membuang yang tidak perlu, dengan cara sedemikian rupa sehingga
kesimpulan-kesimpulan finalnya dapat ditarik dan diverifikasi. Reduksi data
dilakukan melalui beberapa tahap, yaitu:
1. Tahap pertama, melibatkan langkah-langkah seperti editing,
pengelompokan, dan meringkas data.
2. Tahap kedua, peneliti menyusun kode-kode dan catatan-catatan
(memo) mengenai berbagai hal, termasuk yang berkenaan dengan
aktivitas serta proses-proses penelitian sehingga peneliti dapat
menemukan teme-tema, kelompok-kelompok, dan pola-pola data.
68
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
3. Tahap ketiga, peneliti menyusun rancangan konsep-konsep
(mengupayakan konseptualisasi) serta penjelasan-penjelasan yang
berkaitan dengan tema, pola, atau kelompok-kelompok data yang
bersangkutan.
b. Penyajian Data
Alur penting yang kedua dari kegiatan analisis adalah penyajian data.
Miles dan Huberman membatasi penyajian sebagai sekumpulan informasi
tersusun yang member kemungkinan adanya penarikan kesimpulan dan
pengambilan tindakan. Penyajian data dimulai dengan proses
mengorganisasikan data, yakni menjalin (kelompok) data yang satu dengan
(kelompok) data yang lain sehingga seluruh data yang dianalisis benar-benar
dilibatkan dalam satu kesatuan. Karena data dalam penelitian kualitatif
biasanya beraneka ragam perspektif dan terasa bertumpuk, maka penyajian
data pada umumnya diyakini sangat membantu proses analisis.
Dalam hubungan ini, data yang tersaji berupa kelompok-kelompok
atau gugusan-gugusan yang kemudian saling dikait-kaitkan sesuai dengan
kerangka teori yang digunakan. Gambar-gambar dan diagram yang
menunjukkan keterkaitan antara gejala satu dengan yang lain sangat
diperlukan untuk kepentingan analisa data.
c. Penarikan dan Pengujian Kesimpulan
Pada komponen terakhir ini, peneliti pada dasarnya meng-
implementasikan prinsip induktif dengan mempertimbangkan pola-pola data
yang ada dan atau kecenderungan dari display data yang telah dibuat. Ada
69
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
kalanya kesimpulan telah tergambar sejak awal, namun kesimpulan final tidak
pernah dapat dirumuskan secara memadai tanpa peneliti menyelesaikan
analisis seluruh data yang ada (Miles dan Huberman, 2007 : 16 - 20).
Peneliti dalam kaitan ini masih harus mengkonfirmasi, mempertajam,
atau mungkin merevisi kesimpulan-kesimpulan final berupa proposisi-
proposisi ilmiah mengenai gejala atau realitas yang diteliti. Ketiga proses
analisis data tersebut merupakan satu kesatuan yang saling menjelaskan dan
berhubungan erat satu dengan yang lainnya. Hubungan ketiganya dapat
digambarkan sebagai berikut :
Gambar 1.5 Komponen-komponen Analisis Data : Model Interaktif
Miles dan Huberman
Pengumpulan data Penyajian
data
Reduksi data
Kesimpulan-kesimpulan:
Penarikan/Verifikasi
Sumber : (Miles & Huberman, 2007 : 20)
70
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
I. Keterbatasan Penelitian
Peneliti sangat menyadari bahwa penelitian ini masih sangat jauh dari
kesempurnaan sebagaimana yang diharapkan (idealitas) meskipun peneliti
telah berusaha semaksimal mungkin untuk mereduksi atau meminimalisir
segala bentuk kekurangan dan kelemahan yang ada. Adapun kelemahan dalam
penelitian ini terletak pada teknik pengambilan sampel penelitian. Karena
menggunakan teknik purpossive sampling, maka data yang dihasilkan tidak
bisa digeneralisasikan untuk mewakili keseluruhan populasi. Generalisasi
teoritis dalam hal ini lebih dimungkinkan sebab sumber data yang digunakan
lebih cenderung mewakili informasi. Karena itulah, peneliti merasa penelitian
ini belum cukup representatif untuk mewakili populasi masyarakat transisi di
Desa Ngabeyan.
Selain itu, peneliti juga menghadapi kendala pada aspek pengumpulan
data melalui metode wawancara dan observasi. Peneliti belum mampu
menggali data secara maksimal melalui metode observasi dikarenakan pada
saat pemilukada berlangsung peneliti masih aktif mengikuti perkuliahan
semester delapan dengan jadwal dan tugas kuliah yang sangat padat sehingga
belum mampu memfokuskan diri sepenuhnya pada penelitian. Karena
kesibukan kuliah juga lah, peneliti sempat melewatkan beberapa aktivitas
komunikasi politik yang melibatkan masyarakat transisi Desa Ngabeyan
sehingga hal ini berpengaruh terhadap kelengkapan data yang didapat.
Sedangkan untuk metode wawancara, selain keterbatasan waktu,
peneliti juga dihadapkan pada situasi dan kondisi di mana informan penelitian
kurang terbuka pada saat wawancara. Terlebih, penggalian data mengenai
71
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
perilaku memilih mengharuskan peneliti untuk menanyakan kandidat pilihan
informan serta latar belakangnya memilih kandidat tersebut. Bagi sebagian
informan, pertanyaan ini dianggap kurang nyaman karena menyangkut sesuatu
yang pada hakekatnya adalah sebuah rahasia pribadi, khususnya mereka yang
dituntut untuk bersikap netral seperti PNS dan aparat pemerintah desa,
meskipun peneliti sebelumnya telah berusaha menjalin keakraban dengan
maksud agar informan lebih terbuka. Keterbatasan data hasil penelitian ini
akhirnya mempengaruhi tingkat ketajaman dan komprehensifitas analisis
penelitian serta penarikan kesimpulan atau konklusi penelitian ini.
72
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
BAB II
DESKRIPSI LOKASI
A. Gambaran Umum Kabupaten Sukoharjo
Sukoharjo merupakan salah satu kabupaten di Jawa Tengah dan
termasuk dalam wilayah eks-Karesidenan Surakarta yang dikenal pula dengan
nama Subosukowonosraten (Surakarta Boyolali Sukoharjo Wonogiri Sragen
Klaten). Memiliki luas wilayah 46.666 hektar, secara administratif Kabupaten
Sukoharjo terbagi menjadi 12 kecamatan, yakni Kartasura (10 desa, 2
kelurahan), Gatak (14 desa), Baki (14 desa), Grogol (14 desa), Sukoharjo (14
kelurahan), Mojolaban (15 desa), Polokarto (17 desa), Bendosari (13 desa, 1
kelurahan), Nguter (16 desa), Tawangsari (12 desa), Bulu (12 desa) dan Weru
(13 desa).
Kabupaten Sukoharjo berbatasan langsung dengan Kota Solo dan
Kabupaten Karanganyar di sebelah utara, Kabupaten Karanganyar di sebelah
timur, Kabupaten Wonogiri dan Gunungkidul (DIY) di sebelah selatan, serta
Kabupaten Klaten dan Boyolali di sebelah barat. Sungai Bengawan Solo
membelah kabupaten ini menjadi dua bagian. Bagian utara pada umumnya
merupakan dataran rendah dan bergelombang, sedangkan bagian selatan
adalah dataran tinggi dan pegunungan. Sebagian daerah di perbatasan
merupakan wilayah perkembangan dari Kota Surakarta, diantaranya kawasan
Grogol dan Kartasura. Kartasura merupakan persimpangan jalur Solo-
Yogyakarta dengan Solo-Semarang.
73
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
Gambar 2.1
Peta Administratif Kabupaten Sukoharjo
KAB. KARANGANYAR
KAB. KARANGANYAR
KOTA SOLO
KAB. BOYOLALI
KAB. KLATEN
KAB. WONOGIRI
KAB. GUNUNG KIDUL, DIY
Dalam menjalankan pemerintahannya, pemerintah Kabupaten
Sukoharjo memiliki motto pembangunan MAKMUR, yang merupakan
kependekan dari Maju, Aman, Konstitusional, Mantap, Unggul dan Rapi.
Motto inilah yang ingin dicapai Kabupaten Sukoharjo sehingga tercapai
masyarakat madani yang gemah ripah loh jinawi.
Kabupaten Sukoharjo memiliki potensi besar di bidang pertanian,
perindustrian, dan pariwisata. Di bidang pertanian, Kabupaten Sukoharjo
memiliki potensi budi daya tanaman padi, kedelai, jagung, dan holtikultura.
74
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
Swasembada padi yang berhasil dicapai bahkan menempatkan kabupaten ini
sebagai lumbung padi Jawa Tengah. Di sektor peindustrian, industri konveksi
merupakan salah satu andalan Kabupaten Sukoharjo. Banyaknya pabrik
konveksi yang didirikan seperti Sritex, Tyfountex, Ambassador, dan Batik
Keris telah memberikan lapangan pekerjaan bagi warga setempat dan produk-
produknya telah dipasarkan bukan hanya untuk kebutuhan Kabupaten
Sukoharjo tetapi juga untuk daerah sekitarnya, bahkan luar negeri. Selain
konveksi, industri lain yang turut andil dalam pembangunan ekonomi
kabupaten ini antara lain industri mebel kayu, industri mebel rotan, industri
jamur lingzi, serta industri gamelan di Desa Wirun, Mojolaban. Sedangkan di
sektor pariwisata, Kabupaten Sukoharjo memiliki sejumlah objek antara lain
Pandawa Water World, Bekas Benteng Kraton Kartasura, Batu Seribu,
Pemandian Air Hangat Langenharjo, serta Karamba Waduk Mulur.
B. Desa Ngabeyan
1. Geografis
Desa Ngabeyan merupakan salah satu desa yang terdapat di Kartasura,
sebuah kecamatan yang terletak di ujung barat laut Kabupaten Sukoharjo.
Lokasinya kurang lebih 25 kilometer dari pusat kota Sukoharjo. Kecamatan
Kartasura memiliki lokasi yang strategis karena dilalui oleh jalan negara yang
menghubungkan jalur Surabaya-Solo-Yogya dan Solo-Semarang. Selain itu,
Kartasura merupakan daerah transit yang menghubungkan wilayah lain
disekitarnya, seperti Kabupaten Boyolali, Kabupaten Karanganyar, dan Kota
75
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
Solo karena letaknya memang berbatasan langsung dengan ketiga daerah
tersebut.
Walaupun secara administratif termasuk dalam wilayah Kabupaten
Sukoharjo, Kartasura memiliki jarak geografis yang lebih dekat dengan Kota
Surakarta atau Solo, yakni sekitar 10 kilometer. Kondisi inilah yang
menyebabkan masyarakat Kecamatan Kartasura pada umumnya serta Desa
Ngabeyan pada khususnya lebih sering melakukan mobilitas ke Kota Solo dari
pada Kabupaten Sukoharjo, baik untuk urusan pekerjaan, pendidikan, maupun
usaha pemenuhan kebutuhan hidup lainnya.
Desa Ngabeyan sendiri merupakan satu diantara 10 desa dan 2
kelurahan lain yang termasuk wilayah Kartasura, yakni Desa Singopuran,
Desa Pucangan, Desa Pabelan, Desa Wirogunan, Desa Kertonatan, Desa
Ngadirejo, Desa Ngemplak, Desa Gonilan, Desa Gumpang, Kelurahan
Kartasura, dan Kelurahan Makamhaji. Jarak pusat pemerintahan Desa
Ngabeyan dengan Kecamatan Kartasura kurang lebih 0,5 kilometer ke arah
selatan, atau waktu perjalanan 1,5 menit dengan kendaraan sepeda motor.
Sedangkan jarak Desa Ngabeyan dengan pusat pemerintahan Kabupaten
Sukoharjo kurang lebih 25 kilometer ke arah tenggara dengan waktu
perjalanan 40 menit. Selanjutnya jarak Desa Ngabeyan dengan ibu kota
Propinsi Jawa Tengah kurang lebih 100 kilometer ke arah barat laut dengan
waktu tempuh sekitar dua jam menggunakan kendaraan sepeda motor.
Secara geografis, Desa Ngabeyan berbatasan dengan Kabupaten
Karanganyar di sebelah utara, Desa Singopuran di sebelah timur, Kelurahan
Kartasura di sebelah selatan, dan Desa Wirogunan di sebelah barat. Adapun
76
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
luas wilayah Desa Ngabeyan adalah 136,797 hektar yang terbagi atas sawah
irigasi teknis 49 hektar, tanah pemukiman 71,897 hektar, tanah kas desa 14,2
hektar, tanah lapangan 1,2 hektar, dan perkantoran pemerintah 0,5 hektar.
Desa Ngabeyan memiliki medan yang datar dengan ketinggian 67 meter di
atas permukaan air laut. Sedangkan suhu udara rata-rata 32 derajat Celcius
dengan curah hujan 55 mm/tahun (2009).
2. Administrasi
Dalam menyelenggarakan pemerintahan, Desa Ngabeyan membagi
wilayahnya menjadi 12 dusun yakni Brontowiryan, Tegalan, Blateran,
Ngabeyan, Mangkuyudan, Indronatan, Perumahan Mega Permai I, Perumahan
Mega Permai II, Perumahan Kampung Baru, Perumahan Perhutani,
Perumahan Gedong Baru, dan Perumahan Vila Nusa Indah. Kedua belas
dusun tersebut tergabung dalam 4 Rukun Warga (RW) serta terbagi menjadi
25 Rukun Tetangga (RT) yang dipimpin oleh dua orang kepala dusun
(kadus/bayan). Masing-masing kadus membawahi dua RW, kadus 1
memimpin RW I dan RW II sementara kadus 2 memimpin RW III dan RW
IV.
Tabel 2.1 Pembagian Administratif Desa Ngabeyan
RW RT Dusun
I(7 RT)
123456
BrontowiryanBrontowiryan
TegalanBrontowiryanBrontowiryanBrontowiryan
77
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
7 Brontowiryan
II(7 RT)
1234567
Blateran NgabeyanNgabeyanNgabeyanBlateran
Perumahan Mega Permai II Perumahan Kampung Baru
III(7 RT)
1234567
MangkuyudanMangkuyudan
IndronatanIndronatan
MangkuyudanPerumahan Vila Nusa Indah
Indronatan
IV(4 RT)
1234
MangkuyudanPerumahan Mega Permai II Perumahan Gedong Baru
Perumahan Perhutani
Sumber : Wawancara dengan Kepala Dusun (Bayan) I Desa Ngabeyan, Kamis, 21 Oktober 2010
Berdasarkan data tahun 2009, jumlah penduduk Desa Ngabeyan adalah
4431 jiwa. Jumlah penduduk tersebut terdiri dari 2144 jiwa penduduk laki-laki
dan 2287 jiwa penduduk perempuan. Dengan kepadatan penduduk mencapai
3239 jiwa/ km2, dapat dikatakan Desa Ngabeyan merupakan kawasan yang
sangat padat penduduk. Berdasarkan penggolongan umur, penduduk Desa
Ngabeyan yang berusia 0 - 15 tahun sebanyak 507 jiwa sedangkan 16 tahun
ke atas berjumlah 3924 jiwa.
Seperti masyarakat transisi di daerah lainnya, mata pencaharian
masyarakat Desa Ngabeyan bersifat heterogen. Tercatat sebanyak 203
78
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
penduduk bekerja sebagai Pegawai Negeri Sipil (PNS). Jumlah ini lebih
banyak bila dibandingkan dengan penduduk yang memiliki mata pencaharian
pokok sebagai petani yakni 152 orang. Pekerjaan penduduk lainnya adalah
karyawan swasta/ buruh 162 orang, pedagang/ wiraswasta/ pengusaha 147
orang, buruh tani 115 orang, TNI/ Polri 12 orang, dokter 9 orang, guru swasta
7 orang, peternak 9 orang, penjahit 8 orang, serta montir 10 orang.
Heterogenitas tidak hanya ditemukan pada mata pencaharian pokok
penduduk, namun juga tingkat pendidikan. Masyarakat Desa Ngabeyan
memiliki jenjang pendidikan bervariasi satu dengan yang lain, ada yang
selama hidupnya tidak pernah mengenyam bangku pendidikan, ada pula yang
pendidikannya mencapai derajat doktoral (S-3). Jumlah penduduk yang tidak
pernah sekolah berjumlah 46 orang, tidak tamat SD 105 orang, tamat SD 317
orang, tamat SMP 420 orang, dan tamat SMA 723 orang. Di tingkat
perguruan tinggi, lulusan D-1 sebanyak 251 orang, D-2 165 orang, D-3 123
orang, S-1 109 orang, S-2 15 orang, dan S-3 3 orang.
Mayoritas penduduk Desa Ngabeyan merupakan pemeluk agama
islam. Jumlahnya mencapai 3737 orang. Lainnya, 485 orang memeluk agama
kristen, 193 orang beragama katholik, 7 orang menganut ajaran hindu, serta 9
orang penganut budha. Sedangkan perihal etnis, 12 orang keturunan Tionghoa
bermukim di desa ini, sementara sisanya adalah masyarakat Jawa asli.
3. Potensi
Potensi Desa Ngabeyan terletak pada sektor pertanian, perindustrian,
peternakan, dan perdagangan. Di sektor pertanian, Desa Ngabeyan adalah
79
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
penghasil padi dan kedelai yang setiap tahunnya mampu menghasilkan kurang
lebih 5 ton padi/hektar serta 4 ton kedelai per hektar. Di bidang perindustrian,
di Desa Ngabeyan terdapat industri mebel kayu dan rotan yang berkembang
cukup pesat. Selain industri yang dapat dikategorikan sebagai industri besar
tersebut, terdapat pula industri kecil kerajinan perak dan juga industri pangan.
Di sektor peternakan, ayam, bebek, dan babi merupakan komoditas utama
Desa Ngabeyan, di samping jenis peternakan lain seperti kambing, kerbau,
dan sapi. Sedangkan pada sektor perdagangan, letak Desa Ngabeyan yang
sangat strategis berperan besar dalam mendorong perkembangan sektor ini.
Selain usaha perdagangan skala mikro yang dijalankan oleh penduduk, seperti
toko kelontong dan rumah makan, di desa ini juga terdapat beberapa
swalayan/toserba yang menyediakan barang-barang kebutuhan sehari-hari.
C. Pemilukada Sukoharjo 2010
Pemilihan Umum Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah
(Pemilukada) Sukoharjo 2010 diselenggarakan dengan berpedoman pada
Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2007 tentang Penyelenggara Pemilihan
Umum. Peraturan perundangan ini dibuat sebagai revisi dari Undang-Undang
Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah yang sebelumnya
digunakan sebagai dasar hukum penyelenggaraan pemilukada (dulu pilkada).
Untuk mendukung Pelaksanaan Pemilukada di tingkat teknis, pemerintah
pusat juga mengeluarkan peraturan berupa: (i) Peraturan Pemerintah Nomor 6
tahun 2005 tentang Pemilihan, Pengesahan, Pengangkatan, dan Pemberhentian
Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah, dan (ii) Peraturan Pemerintah
80
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
Nomor 17 tahun 2005 tentang Perubahan Pertama atas PP Nomor Nomor 6
tahun 2005, serta (iii) Peraturan Pemerintah Nomor 25 tahun 2007 tentang
Perubahan Kedua atas PP Nomor 6 tahun 2005.
Sesuai ketentuan Undang-Undang dan Peraturan Pemerintah di atas,
tahapan pemilukada dibagi menjadi dua, yakni tahap persiapan dan tahap
pelaksanan. Tahap pertama, yaitu tahap persiapan, meliputi:
1. DPRD memberitahukan kepada kepala daerah dan KPUD mengenai
berakhirnya masa jabatan kepala daerah yang sedang menjabat.
2. Kepala daerah menyampaikan laporan pertanggungjawaban
penyelenggaraan pemerintahan daerah kepada pemerintah dan laporan
keterangan pertanggungjawaban (LKPj) kepada DPRD.
3. KPUD menetapkan rencana penyelenggaraan pemilihan kepala daerah dan
wakil kepala daerah, membentuk Panitia Pemilihan Kecamatan (PPK),
Panitia Pemungutan Suara (PPS), dan Kelompok Penyelenggara
Pemungutan Suara (KPPS) serta pemberitahuan dan pendaftaran
pemantau.
Sedangkan tahap kedua atau tahap pelaksanaan meliputi penetapan
daftar pemilih, pengumuman pendaftaran dan penetapan pasangan calon,
kampanye, masa tenang, pemungutan suara, penghitungan suara, penetapan
pasangan calon terpilih, pengesahan serta pelantikan pasangan terpilih.
1. Daftar Pemilih Tetap (DPT)
Daftar Pemilih Tetap (DPT) pada Pemilukada Sukoharjo 2010 yang
tercatat di KPUD setempat adalah sebanyak 657.774 orang, yang tersebar di
81
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
12 kecamatan di Sukoharjo. Di Desa Ngabeyan sendiri, jumlah DPT
sebanyak 3958 orang. Angka ini ditetapkan oleh Ketua Panitia Pemungutan
Suara (PPS) Desa Ngabeyan, Jumat, 12 Maret 2010, selang tiga bulan sebelum
waktu pencoblosan. Data lebih lengkap dapat dilihat pada tabel berikut :
Tabel 2.2 Daftar Pemilih Tetap (DPT) Desa Ngabeyan
Dalam Pemilukada Sukoharjo 2010
No. TPS DPT
No. Tempat Laki-laki Perempuan Jumlah
1. 1 Gereja Bethel Injil Sepenuh, Brontowiryan
290 290 580
2. 2 Rumah Bapak Wahyudi, Brontowiryan
281 305 586
3. 3 TK Aisyiyah, Ngabeyan 250 287 537
4. 4 Gedung Pusat Kegiatan Pemuda (PKP), Ngabeyan
251 309 560
5. 5 Rumah Bapak Joko Maryanto, Perum Perhutani
275 292 567
6. 6 Rumah Bapak Saban Joko Purwanto, Mangkuyudan
270 306 576
7. 7 Rumah Bapak Agus, Indronatan
269 283 552
Jumlah 1886 2072 3958
Sumber : Panitia Pemungutan Suara (PPS) Desa Ngabeyan
82
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
Kegiatan pendaftaran pemilih dilaksanakan dengan berlandaskan pada
Peraturan Pemerintah Nomor 6 tahun 2005 tentang Pemilihan, Pengesahan,
Pengangkatan, dan Pemberhentian Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah.
Adapun syarat-syarat yang harus dipenuhi oleh seorang warga negara untuk
dapat menggunakan hak pilihnya adalah sebagai berikut :
a. Warga negara Indonesia yang pada hari dan tanggal pemungutan suara
telah berumur 17 tahun, atau belum berumur 17 tahun tapi sudah pernah
kawin.
b. Nyata-nyata tidak sedang terganggu jiwa/ ingatannya.
c. Tidak sedang dicabut hak pilihnya berdasarkan putusan pengadilan yang
telah memperoleh kekuatan hukum tetap.
d. Berdomisili di daerah pemilihan sekurang-kurangnya 6 (enam) bulan
sebelum disahkan daftar pemilih sementara yang dibuktikan dengan Kartu
Tanda Penduduk (KTP).
Selain untuk mengidentifikasikan masyarakat yang telah mempunyai
hak pilih, pendaftaran pemilih tetap juga bertujuan antara lain untuk
mempersiapkan jumlah logistik utamanya surat suara yang akan
didistribusikan ke seluruh Tempat Pemungutan Suara (TPS), untuk dijadikan
pedoman pengalokasian dana yang dibutuhkan terkait pengadaan logistik
pemilukada, untuk menghindari penduduk luar daerah memilih di daerah
pelaksanaan pemilukada, serta untuk mengantisipasi pemberian suara lebih
dari satu kali dalm pemilukada.
83
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
2. Pencalonan
Mekanisme pencalonan kepala daerah dan wakil kepala daerah secara
langsung diusulkan oleh partai politik atau gabungan partai politik secara
berpasangan dengan catatan harus memenuhi persyaratan perolehan sekurang-
kurangnya limabelas persen dari jumlah kursi DPRD Kabupaten atau lima
persen dari akumulasi suara sah dalam pemilihan anggota DPRD di daerah
yang bersangkutan. Pencalonan dapat pula ditempuh melalui jalur
perseorangan atau independen yang jumlah pendukungnya bisa ditunjukkan
melalui KTP.
Selain harus dapat memenuhi semua persyaratan administratif yang
ditentukan, seorang calon kepala daerah dan wakil kepala daerah harus
memenuhi syarat-syarat berikut ini :
a. Bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa
b. Setia kepada Pancasila sebagai Dasar Negara, Undang-Undang Dasar
Negara Tahun 1945, cita-cita Proklamasi 17 Agustus 1945, kepada Negara
Kesatuan Republik Indonesia serta Pemerintah.
c. Pendidikan sekurang-kurangnya Sekolah Lanjutan Tingkat Atas atau
sederajat.
d. Berusia sekurang-kurangnya 30 (tiga puluh) tahun pada saat pendaftaran.
e. Sehat jasmani dan rohani berdasarkan hasil pemeriksaan menyeluruh dari
tim dokter.
f. Tidak dijatuhi pidana penjara berdasarkan keputusan pengadilan yang
telah mempunyai kekuatan hukum tetap karena melakukan tindak
pidanayang diancam pidana penjara paling lama lima tahun atau lebih.
84
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
g. Tidak sedang dicabut hak pilihnya berdasarkan keputusan pengadilan yang
mempunyai kekuatan hukum tetap.
h. Mengenal daerah dan dikenal masyarakat di daerahnya.
i. Menyerahkan daftar kekayaan pribadi dan bersedia diumumkan.
j. Tidak memiliki tanggungan hutang secara perseorangan dan atau secara
badan hukum yang menjadi tanggung jawabnya yang merugikan keuangan
negara.
k. Tidak sedang dinyatakan pailit berdasarkan keputusan pengadilan yang
telah mempunyai kekuatan hukum tetap.
l. Tidak pernah melakukan perbuatan tercela.
m. Memiliki Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) atau bagi yang belum
mempunyai NPWP wajib mempunyai bukti pembayaran pajak.
n. Menyerahkan daftar riwayat hidup lengkap yang memuat antara lain
riwayat pendidikan dan pekerjaan serta keluarga kandung, suami atau istri.
o. Belum pernah menjabat sebagai Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah
selama dua kali masa jabatan dalam jabatan yang sama.
p. Tidak dalam status Pejabat Kepala Daerah.
Dalam Pemilukada Sukoharjo 2010, terdapat tiga pasang bakal calon
bupati dan wakil bupati yang mampu memenuhi segala persyaratan yang ada
sehingga KPUD Sukoharjo menetapkan pasangan tersebut sebagai calon
bupati dan wakil bupati. Berikut adalah pasangan calon cabup-cawabup
Sukoharjo 2010-1015 ;
85
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
Tabel 2.3 Daftar Pasangan Calon Bupati dan Wakil Bupati
dalam Pemilukada Sukoharjo 2010
No. Pasangan Calon Partai Politik Pengusung
1. Drs. Muhammad Toha, S.Sos, M.Si – Drs. H. Wahyudi, M. Pd
PKB, Partai Demokrat, PAN
2. Titik Suprapti S.Sos, M.Si – H. Sutarto, STP Partai Golkar, PBB
3. Wardoyo Wijaya, SH, MH – Drs. Haryanto PDIP, PKS, PPP, Hanura
Sumber : Komisi Pemilihan Umum Daerah (KPUD) Sukoharjo
a. Drs. Muhammad Toha, S.Sos, M.Si – Drs. H. Wahyudi, M. Pd
Dalam penetapan dan pengundian nomor urut pasangan calon yang
dilakukan KPUD Sukoharjo, Rabu, 12 Mei 2010, pasangan Toha-Wahyudi
mendapatkan nomor urut pertama. Muhammad Toha, pria kelahiran
Sukoharjo, 25 Mei 1964, adalah mantan wakil bupati Sukoharjo yang sebelum
mencalonkan diri telah menjabat sebagai anggota DPR RI, sedangkan
Wahyudi yang lahir di Sukoharjo, 9 Oktober 1957 merupakan seorang PNS.
86
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
Gambar 2.2 Pasangan Calon Muhammad Toha - Wahyudi
Sumber : http://www.solopos.com/2010/tabulasi-pilkada/quick-count-jsi-23965
Dalam pencalonannya, pasangan yang diusung oleh koalisi PKB,
Partai Demokrat, dan PAN ini memiliki tiga visi yakni terwujudnya Sukoharjo
sebagai daerah yang unggul dalam pertanian dan industri; membangun
Kabupaten Sukoharjo dengan penyelenggaraan pemerintahan yang
demokratis, partisipatif, berkeadilan, dan keberagaman; serta terwujudnya
masyarakat Sukoharjo makmur, sejahtera, mandiri, berbudaya, dinamis, dan
berkeadilan dengan tata kepemerintahan yang baik serta tata kelola
pembangunan yang partisipatif, transparan, akuntabel dan merata.
Untuk mencapai visi tersebut, misi yang sedianya akan dijalankan
apabila pasangan ini terpilih sebagai bupati dan wakil bupati adalah
mengembangkan sektor-sektor pertanian dan industri; mewujudkan
masyarakat yang bertaqwa, sejahtera, aman, tenteram, berbudaya dan
berdaulat; serta menciptakan pemerintah daerah yang profesional, produktif,
bersih, berwibawa, demokratis, partisipatif, dan berkeadilan.
87
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
b. Titik Suprapti, S.Sos, M.Si – H. Sutarto, STP
Pasangan nomor urut dua dalam Pemilukada Sukoharjo 2010 adalah
Titik - Tarto. Satu-satunya kandidat wanita dalam bursa cabup-cawabup, Titik
Suprapti, dikenal sebagai istri bupati incumbent yang menjabat selama dua
periode, Bambang Riyanto, karenanya ia sering pula disebut Titik Bambang
Riyanto (TBR). Sebelum mencalonkan diri sebagai bupati, wanita kelahiran
Banda Aceh, 1 Desember 1967 ini aktif sebagai anggota DPRD Kabupaten
Sukoharjo. Ia berpasangan dengan Sutarto, seorang staf sekretariat KPUD
Sukoharjo kelahiran Sukoharjo, 18 Mei 1966. Berbeda dengan Bambang
Riyanto yang menggunakan kendaraan partai PDIP untuk menuju kursi
kekuasaannya, Titik-Tarto diusung oleh koalisi Partai Golkar dan PBB.
Gambar 2.3 Pasangan Calon Titik Suprapti - Sutarto
Sumber : http://www.solopos.com/2010/tabulasi-pilkada/quick-count-jsi-23965
Terwujudnya masyarakat Sukoharjo yang maju, adil, dan makmur
adalah visi yang diusung pasangan ini. Untuk mencapainya, misi yang
dijalankan yaitu :
88
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
1. Mewujudkan kualitas sumber daya manusia yang produktif, cerdas, sehat,
berbudaya, dan religius.
2. Mewujudkan perekonomian masyarakat yang berorientasi pada ekonomi
kerakyatan.
3. Mewujudkan pemerataan pembangunan dalam segala aspek kehidupan.
4. Mewujudkan kondisi daerah yang aman, damai, tertib, dan tentram.
c. Wardoyo Wijaya, SH, MH – Drs. Haryanto
Wardoyo - Haryanto merupakan pasangan cabup-cawabup nomor urut
tiga. Sama seperti Titik, Wardoyo yang lahir di Wonogiri, 8 Juni 1960 adalah
seorang anggota DPRD Kabupaten Sukoharjo. Pada periode sebelumnya, ia
menjabat sebagai Ketua DPRD. Wardoyo berpasangan dengan Haryanto yang
seorang pensiunan PNS kelahiran Klaten, 28 Desember 1950. Mereka diusung
oleh koalisi PDIP, PPP, PKS, dan Partai Hanura.
Gambar 2.4 Pasangan Calon Wardoyo Wijaya - Haryanto
Sumber : http://www.solopos.com/2010/tabulasi-pilkada/quick-count-jsi-23965
89
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
Wardoyo - Haryanto mengusung visi terwujudnya masyarakat
Kabupaten Sukoharjo sejahtera, mandiri dan bermartabat dengan
pemerintahan yang profesional. Sementara misinya adalah sebagai berikut :
1. Membangun manajemen pemerintah yang konseptual, profesional dan
demokratis berbasis pada pelayanan masyarakat.
2. Meningkatkan kualitas pendidikan, pelayanan kesehatan, kesejahteraan
masyarakat dan pembangunan infrastruktur yang terukur.
3. Mendorong kemandirian dan partisipasi masyarakat sebagai upaya
meningkatkan sumber daya manusia dan pertumbuhan ekonomi.
4. Memanfaatkan dan mengelola potensi daerah berbasis sektor pertanian dan
industri dengan memperhatikan kelestarian lingkungan hidup.
5. Meningkatkan kualitas kehidupan beragama dan bermasyarakat.
6. Menciptakan kondisi masyarakat yang aman, tentram, dan dinamis.
3. Kampanye
Kampanye merupakan bagaian dari tahapan pelaksanaan pemilukada.
Pelaksanaaan kampanye dijadwalkan selama empatbelas hari sebagaimana
diamanatkan Peraturan Pemerintah Nomor 6 tahun 2005 tentang Pemilihan,
Pengesahan, Pengangkatan, dan Pemberhentian Kepala Daerah dan Wakil
Kepala Daerah. Setiap pasangan calon maupun juru kampanye pasangan
memberikan materi kampanye yang berisikan visi misi dan program yang
meliputi agenda kebijakan yang diperjuangkan dan strategi untuk mewujudkan
program-program kampanye yang disampaikan dengan cara sopan, tertib,
90
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
mendidik serta tidak bersifat provokatif sehingga diharapkan tidak
mengganggu stabilitas keamanan.
Jadwal kampanye Pemilukada Sukoharjo berlangsung Senin, 17 Mei
2010 hingga Minggu, 30 Mei 2010. Selanjutnya 31 Mei s/d 2 Juni 2010 adalah
minggu tenang. Terkait dengan teknis pelaksanaan kampanye, KPUD
membagi seluruh wilayah Sukoharjo menjadi tiga zona kampanye. Zona
pertama meliputi Kecamatan Weru, Tawangsari, Bulu dan Nguter, zona kedua
terdiri dari Kecamatan Sukoharjo, Bendosari, Polokarto, dan Mojolaban, serta
zona ketiga yakni Kecamatan Baki, Gatak, Grogol dan Kartasura.
Tabel 2.4 Jadwal Kampanye Pemilukada Sukoharjo 2010
Tanggal Zona I Zona II Zona III
17 Mei 2010 Penyampaian Visi Misi Pasangan Calon di hadapan Sidang
Paripurna DPRD
18 Mei 2010 Kampanye Damai
19 Mei 2010 Toha-Wahyudi Titik-Tarto Wardoyo-Haryanto
20 Mei 2010 Wardoyo-Haryanto Toha-Wahyudi Titik-Tarto
21 Mei 2010 Titik-Tarto Wardoyo-Haryanto Toha-Wahyudi
22 Mei 2010 Toha-Wahyudi Titik-Tarto Wardoyo-Haryanto
23 Mei 2010 Wardoyo-Haryanto Toha-Wahyudi Titik-Tarto
24 Mei 2010 Titik-Tarto Wardoyo-Haryanto Toha-Wahyudi
25 Mei 2010 Toha-Wahyudi Titik-Tarto Wardoyo-Haryanto
26 Mei 2010 Wardoyo-Haryanto Toha-Wahyudi Titik-Tarto
91
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
27 Mei 2010 Titik-Tarto Wardoyo-Haryanto Toha-Wahyudi
28 Mei 2010 Toha-Wahyudi Titik-Tarto Wardoyo-Haryanto
29 Mei 2010 Wardoyo-Haryanto Toha-Wahyudi Titik-Tarto
30 Mei 2010 Titik-Tarto Wardoyo-Haryanto Toha-Wahyudi
Sumber : Komisi Pemilihan Umum Daerah (KPUD) Kabupaten Sukoharjo
Jadwal pembagian per zona tersebut berlaku untuk jenis kampanye
terbuka/ rapat umum, di mana setiap harinya berlangsung mulai pukul 09.00
s/d 16.00 WIB. Sedangkan kampanye tertutup dapat dilaksanakan oleh semua
pasangan calon setiap hari selama masa kampanye di seluruh wilayah
Kabupaten Sukoharjo. Semua pelaksanaan kampanye dalam bentuk apapun
harus disertai pemberitahuan secara tertulis kepada KPUD, Polres Sukoharjo,
dan Panwas paling lambat tiga hari sebelum kegiatan kampanye.
Dalam berkampanye, pasangan calon atau tim kampanye harus
mematuhi semua peraturan yang ditetapkan oleh KPUD. Selain larangan
untuk melakukan kampanye di luar jadwal yang telah ditetapkan, pasangan
calon dan tim kampanye juga dilarang :
a. Mempersoalkan Pancasila dan Pembukaan UUD 1945.
b. Menghina seseorang, agama, suku, ras, golongan, calon kepala daerah dan
wakil kepala daerah dan partai politik.
c. Menghasut atau mengadu domba perorangan, kelompok masyarakat, dan
partai politik.
92
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
d. Menggunakan kekerasan, ancaman kekerasan, atau menganjurkan
penggunaak kekerasan kepada perorangan, kelompok masyarakat dan
partai politik.
e. Mengganggu keamanan, ketentraman, dan ketertiban umum.
f. Mengancam dan menganjurkan penggunaan kekerasan untuk mengambil
alih kekuasaan dari pemerintah yang sah.
g. Merusak dan menghilangkan alat peraga kampanye pasangan calon.
h. Menggunakan fasilitas dan anggaran pemerintah daerah.
i. Menggunakan tempat ibadah dan tempat pendidikan.
j. Melakukan pawai atau arak-arakan dengan berjalan kaki atau kendaraan di
jalan raya.
k. Menjanjikan atau memberikan uang atau materi lainnya untuk
mempengaruhi pemilih.
l. Memasang alat peraga sebelum masa kampanye, kecuali pada kantor tim
kampanye, dan tempat yang ditetapkan oleh pemerintah daerah dan
KPUD.
4. Pemungutan dan Penghitungan Suara
Puncak pelaksanaan pemilukada adalah pada saat pemungutan dan
penghitungan suara. Tahap ini adalah yang paling menentukan, karena benar-
benar melibatkan seluruh aparat penyelenggara pemilukada, calon kepala
daerah dan wakil kepala daerah, serta masyarakat pemilih. Berdasarkan data
yang ditetapkan KPUD Sukoharjo, hari dan tanggal pemungutan suara jatuh
pada Kamis, 3 Juni 2010.
93
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
Pemungutan suara dilakukan secara serentak mulai pukul 07.00 s/d
13.00 WIB. Sebelum pemilih melakukan pencoblosan, terlebih dahulu
Kelompok Penyelenggara Pemungutan Suara (KPPS) harus melakukan tugas
antara lain membuka kotak suara, mengeluarkan seluruh isi kotak suara,
mengidentifikasikan jenis dokumen dan peralatan, serta menghitung jumlah
setiap setiap jenis dokumen dan peralatan. Semua kegiatan tersebut dapat
dihadiri oleh saksi dari pasangan calon, panitia pengawas, pemantau, dan
warga masyarakat. Selanjutnya dibuat berita acara yang ditandatangani oleh
sekurang-kurangnya dua anggota KPPS serta dapat ditandatangani oleh saksi
dari pasangan calon terkait.
Setelah semua prosedur di atas dilaksanakan, maka para pemilih yang
telah terdaftar dalam DPT memberikan suaranya kepada calon pilihan mereka
melalui mekanisme pencoblosan surat suara. Menurut PP No. 6 tahun 2005
Pasal 82, surat suara dinyatakan sah apabila :
a. Ditandatangani oleh ketua KPPS.
b. Tanda coblos hanya terdapat pada satu kotak segi empat yang memuat satu
pasanagn calon.
c. Tanda cobls terdapat dalam salah satu kotak segi empat yang memuat
nomor, foto, dan nama pasangan calon yang telah ditentukan.
d. Tanda coblos lebih dari satu tetapi masih di dalam satu kotak yang
memuat nomor, foto, dan nama pasanagn calon.
e. Tanda coblos terdapat pada salah satu garis kotak yang memuat nomor,
foto, dan nama pasangan calon.
94
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
Sebagai bukti telah berpartisipasi dalam pemilukada serta untuk
mengantisipasi kemungkinan terjadinya seorang pemilih mencoblos dua kali,
maka KPPS memberikan tanda khusus di salah satu jari pemilih yakni dengan
mencelupkannya ke dalam tinta. Pada prinsipnya, pencoblosan dilakukan
berdasarkan nomor urut kehadiran pemilih, artinya, pemilih yang datang ke
TPS lebih awal akan mendapat giliran awal pula untuk memilih. Akan tetapi,
observasi peneliti di lapangan tidak menemukan adanya antrean yang cukup
panjang dalam pencoblosan pemilukada di Desa Ngabeyan sebagaimana yang
terjadi pada Pemilu Legislatif tahun 2009 lalu. Selain karena alur pencoblosan
yang berlangsung cepat sehingga memperlancar proses pemilihan, hal ini juga
dikarenakan tingginya pemilih golput di desa ini.
Gambar 2.5 Suasana di Salah Satu TPS Desa Ngabeyan saat Pencoblosan
Sumber : Dok. Peneliti (3 Juni 2010)
Usai pencoblosan, dilakukan penghitungan suara yang biasanya
dihadiri pula oleh para saksi dari masing-masing kandidat calon, panitia
95
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
pengawas, pemantau, dan masyarakat umum. Dalam kesempatan ini, pasangan
calon dan warga masyarakat melalui saksi pasangan calon yang hadir dapat
mengajukan keberatan terhadap jalannya penghitingan suara oleh KPPS
apabila ternyata terdapat hal-hal yang tidak sesuai dengan peraturan
perundang-undangan, sehingga KPPS dapat melakukan pembetulan saat itu
juga. Hasil penghitungan suara di masing-masing TPS selanjutnya
disampaikan kepada Panitia Pemungutan Suara (PPS) untuk kemudian
diteruskan kepada Panitia Pemilihan Kecamatan (PPK) dan KPUD melalui
prosedur yang sama.
Tabel 2.5 Hasil Rekapitulasi Penghitungan Suara Pemilukada Sukoharjo 2010
Di Desa Ngabeyan Kecamatan Kartasura
No. Pasangan Calon Perolehan Suara Prosentase
1. Mohammad Toha - Wahyudi 602 25,32 %
2. Titik Suprapti - Sutarto 765 32,17 %
3. Wardoyo Wijaya - Haryanto 1011 42,51 %
Jumlah Suara Sah 2378 93,29 %
Jumlah Suara Tidak Sah 171 6,71 %
Jumlah Pemilih yang Menggunakan Hak Pilih
2549 64,40 %
Jumlah Pemilih yang tidak Menggunakan Hak Pilih (Golput)
1409 35,60 %
Jumlah Daftar pemilih Tetap (DPT) 3958 100 %
Sumber : Panitia Pemungutan Suara (PPS) Desa Ngabeyan
Penetapan calon terpilih biasanya dilakukan terhadap calon yang
mendapatkan suara terbanyak. Namun, menurut PP Nomor 6 tahun 2005,
96
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
pasangan calon kepala daerah dan wakil kepala daerah yang memperoleh
suara lebih dari 50 persen jumlah suara sah ditetapkan sebagai pasangan
terpilih dan apabila ketentuan sebagaimana dimaksud tidak terpenuhi,
pasangan calon yang memperoleh suara lebih dari 30 persen suara sah, yang
mempunyai suara terbanyak dinyatakan sebagai calon terpilih. Selanjutnya
apabila terdapat lebih dari satu pasangan calon yang memperoleh suara yang
sama, maka penentuan calon terpilih dilakukan berdasarkan wilayah perolehan
suara yang lebih luas. Dalam pemilukada kemungkinan dapat dilakukan
pemilihan putaran kedua, jika pasangan calon tidak memperoleh suara sampai
dengan 30 persen ditambah 1 (satu).
Tabel 2.6 Hasil Perolehan Suara Kandidat dalam Pemilukada Sukoharjo 2010
No. Pasangan Calon Perolehan Suara Prosentase
1. Mohammad Toha - Wahyudi 83.716 20,69 %
2. Titik Suprapti - Sutarto 121.290 29,98 %
3. Wardoyo Wijaya - Haryanto 199.612 49,33 %
Jumlah Suara Sah 404.618 93,4 %
Jumlah Suara Tidak Sah 28.402 6,6 %
Jumlah Pemilih yang Menggunakan Hak Pilih
433.020 65, 83 %
Jumlah Pemilih yang tidak Menggunakan Hak Pilih (Golput)
224745 34, 17 %
Jumlah Daftar pemilih Tetap (DPT) 657.774 100 %
Sumber : Komisi Pemilihan Umum Daerah (KPUD) Sukoharjo
97
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
BAB III
PENYAJIAN DAN ANALISA DATA
Seperti halnya pada sistem maupun kegiatan politik lainnya,
komunikasi politik memiliki peran vital dalam pelaksanaan pemilukada
Kabupaten Sukoharjo tahun 2010. Ia hadir dalam berbagai bentuk. Jauh
sebelum tanggal 3 Juni yang ditetapkan sebagai hari pencoblosan tiba,
misalnya, bakal calon bupati-wakil bupati telah aktif melakukan lobi,
negosiasi, dan beragam upaya lain yang mengarah pada terkumpulnya
dukungan bagi pencalonan mereka. Bukan hanya bakal calon namun juga
partai, baik partai pengusung maupun partai pendukung aktif melakukan
komunikasi politik demi kemungkinan tercapainya koalisi yang bertujuan
untuk menciptakan pemerintahan yang kuat.
Demikian halnya ketika KPUD telah mengumumkan pasangan calon
secara resmi, komunikasi politik hadir dalam bentuk sosialisasi serta
kampanye politik yang dilakukan oleh kandidat calon dan tim sukses mereka.
Kegiatan ini merupakan sebuah upaya sistematis untuk mempengaruhi
masyarakat, terutama calon pemilih, agar memberikan dukungannya kepada
calon yang bersangkutan melalui mekanisme pemberian suara dalam
pemilihan.
Dari beragam bentuk komunikasi politik di atas, satu yang tidak kalah
penting adalah komunikasi politik yang terjalin di antara masyarakat itu
sendiri. Karena, kadangkala yang terjadi justru kampanye politik tidak
98
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
memberikan dampak yang signifikan terhadap perolehan suara calon,
melainkan komunikasi antar persona dengan orang-orang terdekatlah yang
mampu melakukannya. Diskusi dan obrolan ringan di warung kopi bersama
tetangga serta masukan dari kerabat dan kolega akan lebih berpengaruh
terhadap keputusan memilih satu calon tertentu.
Sebagaimana masyarakat di daerah lain yang termasuk dalam wilayah
administratif Kabupaten Sukoharjo, masyarakat Desa Ngabeyan, Kecamatan
Kartasura juga turut berpartisipasi dalam pemilukada yang dimenangkan oleh
pasangan yang diusung PDIP tersebut. Menjelang pemilihan, masyarakat Desa
Ngabeyan yang memiliki tipikal masyarakat transisi ini juga terlibat dalam
komunikasi politik, baik aktif maupun pasif. Aktif dalam artian turut
menyampaikan pesan dan/ atau memberikan tanggapan (sebagai
komunikator), serta pasif dalam artian hanya mendengarkan pesan yang
disampaikan saja (sebagai komunikan).
Dalam BAB IV ini akan dibahas secara rinci mengenai pola pengaruh
komunikasi politik dalam membentuk perilaku memilih masyarakat Desa
Ngabeyan, dengan studi kasus pada pemilukada Kabupaten Sukoharjo 2010.
Diharapkan apa yang tertuang dalam BAB IV ini akan mampu memberikan
gambaran mengenai bagaimana masyarakat transisi melakukan komunikasi
politik dan bagaimana komunikasi tersebut mempengaruhi perilaku mereka
dalam memilih salah satu kandidat calon.
99
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
A. Komunikasi Politik Masyarakat Desa Ngabeyan Kecamatan
Kartasura pada Pemilukada Sukoharjo 2010
Komunikasi Politik Masyarakat Desa Ngabeyan Kecamatan Kartasura
pada Pemilukada Kabupaten Sukoharjo tahun 2010 –demikian judul sub bab
ini– dalam analisis peneliti memiliki pengertian dan cakupan yang amat luas.
Ketika di tengah mobilitasnya sehari-hari seorang warga masyarakat Desa
Ngabeyan tanpa sengaja melihat spanduk atau baliho pasangan calon
Wardoyo Wijaya - Haryanto (War-To) yang marak di pinggir jalan dan lantas
ia memperhatikan pesan politik yang termuat, dapat dikatakan orang tersebut
terlibat dalam proses komunikasi politik. Ketika orang lain menghadiri
pertemuan Titik Suprapti - Sutarto (Titik-Tarto), mendengarkan pidatonya dan
menerima pesan politiknya, ia juga terlibat dalam proses komunikasi politik.
Pun ketika orang berbicara mengutarakan pendapatnya dalam sebuah forum
diskusi tidak resmi –misalnya obrolan ibu-ibu saat belanja sayur atau bapak-
bapak saat kerja bakti– tentang penilaiannya terhadap calon Muhammad Toha
- Wahyudi (Ha-Di) yang ia rasa layak memimpin Sukoharjo.
Ketiganya merupakan gambaran komunikasi politik yang terjadi di
masyarakat menjelang dilangsungkannya pemilukada. Informasi-informasi
yang diperoleh dari komunikasi politik inilah yang pada gilirannya nanti
memiliki andil dalam menentukan keputusan memilih masyarakat. Karena
komunikasi politik adalah bagian dari komunikasi, dan komunikasi adalah
interaksi. Interaksi terjadi karena seseorang menyampaikan pesan dalam
bentuk lambang-lambang tertentu, diterima oleh pihak yang menjadi sasaran
100
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
sehingga sedikit banyak mempengaruhi sikap dan tingkah laku pihak
dimaksud.
Untuk menyederhanakan pembahasan, peneliti membagi komunikasi
politik masyarakat Desa Ngabeyan ke dalam empat saluran yang umum
dilakukan pada saat pemilukada, yakni komunikasi politik antar persona,
kampanye pemilukada, iklan politik melalui media luar ruang, dan komunikasi
politik melalui media massa.
1. Komunikasi Politik Antar Persona
Komunikasi antar persona bersifat pribadi (private) dan berlangsung
secara tatap muka (face to face). Penggunaan saluran komunikasi antar
persona untuk menyampaikan pesan politik didasari atas pertimbangan bahwa
saluran ini memiliki tingkat umpan balik yang tinggi dan dianggap paling
efektif mengubah perilaku dikarenakan sifatnya yang dialogis (Effendy :
1986b).
Dengan mempelajari beberapa temuan penelitian maupun referensi
ilmiah, komunikasi antar persona sebenarnya merupakan ciri khas masyarakat
pedesaan atau tradisional karena tipikal masyarakat ini memiliki sistem sosial
di mana kekerabatan masih erat satu dengan yang lainnya. Pada masyarakat
transisi, komunikasi antar persona ternyata masih berperan cukup penting
untuk menyampaikan pesan-pesan politik, baik dari kandidat calon kepada
masyarakat maupun antar sesama masyarakat itu sendiri.
Dalam komunikasi politik antar persona, pasangan cabup-cawabup
bertindak selaku komunikator utama. Hal ini dikarenakan merekalah pihak
101
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
yang memiliki kepentingan hendak maju sebagai kepala daerah, sehingga
kegiatan terjun ke masyarakat untuk menggalang dukungan secara langsung
adalah suatu keharusan. Cara yang ditempuh yakni dengan mengadakan
pertemuan langsung dengan warga, misalnya melalui acara anjangsana,
sarasehan, sosialisasi maupun perekrutan tim sukses pasangan.
Dalam konteks ini, pasangan calon yang memiliki keterkaitan dengan
incumbent agaknya sedikit diuntungkan. Berdasarkan observasi yang
dilakukan peneliti, cabup Titik Suprapti yang notabene adalah istri dari bupati
Bambang Riyanto telah aktif menggalang dukungan jauh sebelum dimulainya
tahapan pemilukada. Melalui beragam acara yang melibatkan dirinya baik
sebagai ketua Tim Penggerak PKK Kabupaten Sukoharjo maupun dalam
kapasitasnya sebagai istri bupati, ia gencar melancarkan pesan politik.
Salah satunya yaitu pada acara Pelatihan Dasawisma (10 Program
Pokok PKK), yang diadakan oleh PKK Desa Ngabeyan, Minggu, 18 April
2010 lalu. Dalam acara yang bertempat di Balai Desa Ngabeyan dan dihadiri
oleh ibu-ibu PKK RT/RW se-Desa Ngabeyan ini, selain memberikan materi
pelatihan, Titik juga sempat meminta dukungan kepada tamu undangan terkait
pencalonannya sebagai bupati Sukoharjo 2010 - 2015.
Hal yang sama pun dilakukan sang suami, Bambang Riyanto, yang
kala itu masih menjabat sebagai bupati. Menjelang akhir masa baktinya, ia
rutin menggelar pertemuan dengan warga masyarakat secara bergilir di tiap-
tiap desa dan kelurahan di wilayah Sukoharjo, sebagaimana diungkapkan oleh
informan penelitian, LIM (Laki-laki, 59 tahun, Pensiunan PNS) :
102
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
“Selama ajeng pergantian bupati niku kan Pak Bupatine kan nganaake Sambung Rasa. Lha niku kan Bambang Riyanto niku sakploke pun ajeng lengser niku nganaake Sambung Rasa per desa-desa, per kelurahan. Nek teng mriki ndhisik teng nggene Pak SJP niku. Terus dhisik meleh tenggene Blimbing. Mriko programe nggih ngoten niku, ajeng melanjutkan programe Bambang Riyanto.” [Selama mau pergantian bupati itu kan Pak Bupatinya mengadakan Sambung Rasa. Lha Pak Bambang Riyanto itu semenjak mau lengser itu mengadakan Sambung Rasa per desa-desa, per kelurahan. Kalau di sini dulu di tempat Pak SJP. Terus dulu di Blimbing (Gatak, Sukoharjo) juga. Di sana programnya ya begitu itu, (Titik Suprapti) mau melanjutkan programnya Bambang Riyanto.] (Wawancara, 12 Juni 2010)
Dalam pertemuan yang dinamakan ‘Sambung Rasa’ tersebut,
Bambang mensosialisasikan pencalonan istrinya, Titik Suprapti, sebagai calon
bupati menggantikan dirinya. Ia juga memaparkan program kerja Titik yang
pada intinya meneruskan program kerjanya, seperti sekolah gratis dan
kesehatan gratis. Tidak lupa, Bambang pun meminta dukungan kepada
segenap masyarakat untuk memilih sang istri kelak.
Senada dengan Titik Suprapti dan Bambang Riyanto, komunikasi
antara persona juga diterapkan oleh pasangan calon nomor urut satu,
Muhammad Toha - Wahyudi dalam upaya mereka menggalang dukungan.
Sebagaimana diungkapkan oleh RAH (Perempuan, 44 tahun, Pengusaha),
Toha dan Wahyudi yang juga merupakan rekan bisnisnya datang kepadanya
bahkan sebelum mereka resmi mendaftarkan diri di KPU. Tujuannya adalah
mencari saran dan masukan tentang pencalonan mereka berdua, memaparkan
visi dan misi, serta meminta dukungan RAH secara pribadi dan meminta
kesediannya untuk menjadi tim sukses. Berikut penuturan RAH :
“Pertama kan dia (Toha) dateng ke sini, terus saya tanya, lha mau maju jadi bupati itu programnya seperti apa, visi dan misinya, kan gitu to, mestinya kan nanya gitu. Kalau kita suruh ndukung nggak tau visinya
103
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
misinya apa gitu kan juga ya kurang sreglah, ya karena visi dan misinya itu jelas ya saya dukung.” (Wawancara, 19 Juli 2010)
Selain dari calon bupati kepada masyarakat, komunikasi politik antar
persona juga berlangsung antar sesama masyarakat, baik dengan keluarga,
tetangga, maupun teman. Dalam setiap kegiatan kemasyarakatan seperti kerja
bakti, siskamling, pertemuan rutin warga, pengajian, maupun di dalam
keluarga itu sendiri, isu politik khususnya tentang pemilukada sering kali
hadir di tengah-tengah pembicaraan yang sedang berlangsung.
Peneliti membedakan komunikasi politik antar persona seperti ini
menjadi dua jenis. Pertama adalah komunikasi politik yang dilakukan atas
dasar adanya kepentingan khusus yang menunjukkan keberpihakan kepada
satu calon tertentu. Di sini, komunikasi politik antar persona sengaja
dikendalikan oleh pihak yang dominan untuk menggiring opini orang lain
kepada calon tersebut. Biasanya, pihak yang secara dominan berperan sebagai
komunikator politik tersebut adalah tim sukses yang telah direkrut oleh
pasangan calon maupun kader partai yang aktif, walaupun ada sebagian yang
bukan tim sukses dan bukan pula kader partai, namun karena pertimbangan
tertentu ia aktif mempersuasi pihak lain untuk mengikuti pilihannya.
Dari hasil wawancara peneliti, pertimbangan tersebut antara lain
loyalitas seseorang kepada partai tertentu sehingga siapapun calon yang
diusung oleh partai tersebut sudah pasti akan dipilihnya. Dan bukan hanya itu,
ia pun memberikan saran dan masukan kepada orang lain agar orang tersebut
memiliki pilihan yang sama dengan dirinya. Selain loyalitas terhadap partai,
pertimbangan lainnya didasari oleh keyakinan terhadap ajaran agama yang
104
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
dianut. Hal ini sesuai dengan apa yang dikatakan TAN (Laki-laki, 44 tahun,
Juru Parkir), salah satu Informan penelitian :
“Oo… kalo itu justru saya yang nyarankan, harus milih ini, karena istri saya juga harus manut saya tentang pilihan, terus harus mengikut, karena semua yang diajarkan pada saya harus ajarkan pada, terutama pada keluarga dulu, baru tetangga, kalau bisa sampai masyarakat.” (Wawancara, 28 Juni 2010)
TAN yang merupakan anggota organisasi islam MTA (Majelis Tafsir
Al Qur’an) memiliki keyakinan terhadap calon yang disarankan oleh
pimpinannya sehingga ia merasa wajib meneruskan saran tersebut kepada
orang lain di sekitarnya. Hal ini sesuai dengan ajaran agamanya yakni bahwa
sesuatu yang ia yakini benar harus disebarkan kepada orang lain, tidak
berhenti sampai dirinya saja.
Jenis komunikasi politik antar persona yang kedua adalah komunikasi
politik yang dilakukan tanpa didasari oleh kepentingan apapun. Berbeda
dengan jenis pertama yang memang diagendakan, komunikasi ini mengalir
apa adanya, selayaknya pembicaraan biasa pada umumnya. Isu politik
pemilukada yang menjadi muatannya murni hanya karena kegiatan tersebut
memang tengah berlangsung dan menjadi pembicaraan hangat di tengah
masyarakat. Biasanya, komunikasi antar persona seperti ini berlangsung dalam
bentuk diskusi ringan atau lebih tepatnya obrolan santai dalam keluarga di
mana tidak ada satu pun anggotanya yang memiliki kepentingan khusus baik
sebagai tim sukses maupun kader partai politik pengusung pasangan calon.
Seperti penuturan YAN (Laki-laki, 23 tahun, Mahasiswa) berikut ini :
“Nek diskusi nggak pernah i. Sama masku juga nggak pernah. Kalo sama bapakku paling cuma ngobrol-ngobrol aja, tanya, ‘nyoblos opo, Yan?’ Nomer 1. Yo wes mandeg, ora disaranke opo-opo. Dadi
105
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
memang iki ya pilihanku dewe, sak ngertiku dewe. Ngertiku kuwi ya sing tak coblos kuwi.” [Kalau diskusi nggak pernah. Sama kakakku juga nggak pernah. Kalau sama bapakku paling cuma ngobrol-ngobrol saja, tanya, ‘Nyoblos apa, Yan?’ Nomor 1. Ya sudah berhenti, tidak disarankan apa-apa. Jadi memang ini ya pilihanku sendiri, sepengetahuanku sendiri. Tahuku itu ya yang aku coblos itu.] (Wawancara, 12 Juni 2010)
Hal yang sama diungkapkan oleh LIM. Tidak ada komunikasi politik
antar persona yang dibuat mengerucut kepada satu calon tertentu, melainkan
hanya sebatas obrolan biasa mengenai pilihan masing-masing anggota
keluarga dan juga alasan di balik pilihan tersebut. Begitu pula dengan
masyarakat. Informan yang juga menjabat sebagai Ketua RT ini membebaskan
sepenuhnya opini publik berkembang, tanpa ada niat untuk menggiring atau
mengarahkan-nya kepada satu calon tertentu. Berikut pernyataan LIM
selengkapnya :
“Nggih naming kulo tekoki Mbak, lha wong keluargane. Ning kulo mboten nyaranke, kudu milih iki kudu milih kae, mboten. Nggih mung tekon, kowe senenge opo, Le? Aku senenge lentho, Pak, rasane saget kriuk-kriuk. Paribasane niku. Lha nggih ngoten to. Cah enom nggih monggo, senenge opo. Tak tekoki alesane nggih pun nalar. Nggih pun, monggo. Nyoyah nggih nduwe pilihan dewe meleh, Mbak. Dadi diskusine mung sebatas tekon-tekon, Mbak, keputusane nggih kiyambak-kiyambak. Kaleh masyarakat nggih ngoten, sing ngekei usulan nggih kulo terimo. Semua warga pilihannya dianggap baik. Nek milih kan ya tetep awake dewe, wong milih ra ono sing ngerti.” [Ya cuma saya tanya Mbak, orang keluarganya. Tapi saya tidak menyarankan, harus milih ini harus milih itu, tidak. Ya cuma tanya, kamu senangnya apa Le (Thole--panggilan untuk anak laki-laki dalam Bahasa Jawa)? Aku senangnya lentho (camilan dari singkong yang diparut dan dicampur kacang/ kedelai kemudian digoreng), Pak, rasanya bisa kriuk-kriuk. Peribahasanya seperti itu. Lha iya begitu to. Anak muda ya silakan, senangnya apa. Saya tanya alasannya ya sudah nalar. Ya sudah, silakan. Istri ya punya pilihan sendiri lagi, Mbak. Jadi diskusinya cuma sebatas tanya-tanya, Mbak, keputusannya ya sendiri-sendiri. Sama masyarakat juga begitu, yang memberi usulan juga saya terima. Semua warga pilihannya dianggap baik. Kalau milih kan ya tetap diri sendiri, orang memilih tidak ada yang tahu.] (Wawancara, 12 Juni 2010)
106
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
Komunikasi politik antar persona sebagai upaya penggalangan opini
pada masyarakat pedesaan seringkali efektif dikarenakan ada sebagian warga
yang masih belum melek huruf sehingga pesan hanya dapat disampaikan
melalui pembicaraan. Dalam meneliti masyarakat Desa Ngabeyan yang
memiliki karakteristik masyarakat transisi, ternyata peneliti masih menjumpai
permasalahan seperti itu. Pemilih berusia lanjut (lansia) merupakan sasaran
komunikasi antar persona yang strategis karena ketidakmampuannya dalam
menerima pesan dari sumber lain –misalnya iklan media luar ruang–
menjadikan pesan komunikasi antar persona merupakan satu-satunya sumber
informasi yang sangat menentukan keputusan memilih. Sebagaimana
dikatakan MAN (Perempuan, 65 tahun, Pedagang) berikut ini :
“Pokok’e aku wi dodol tahu dijipuk karo tukang daging, podho nang gerejane, ‘Mbah, sesuk ampun lali’, dikei layang, ‘Mbak kulo niku layang mboten saget moco’, ‘Nggih mpun pokok’e nomer telu nggih mbah, ampun lali’, trus tak delok, ‘Mbak, piyayi niki jane yo anu tapi kok ireng mbededeng, lemu’. Tenan tak coblos, trus ndang wes nyoblos, ‘Mbah, njenengan ayu tenan lho mbah, dikon ngene ya ngene’. Woo dielus-elus piyayi-piyayi no Nduk, jarene aku piyayi sepuh, nanging nek dikandhani ki yo nggatekke. Ngono lho Nduk. Mbok aku ditekoni sopo ngono, sing tak coblos yo sing ireng mbededeng lemu.” [Pokoknya aku itu jual tahu diambil sama tukang daging, sama ke gerejanya, ‘Mbah, besok jangan lupa’, diberi surat, ‘Mbak aku itu kalau surat tidak bisa membaca’, ‘Ya sudah pokoknya nomor 3 ya Mbah, jangan lupa’, terus aku lihat, ‘Mbak orang ini (Wardoyo - Haryanto) kok hitam, gagah, gemuk’. Beneran saya coblos, terus begitu sudah mencoblos, ‘Mbah, kamu cantik benar lho Mbah, disuruh begini ya begini’. Wah, disanjung-sanjung orang aku Nduk (Gendhuk--panggilan untuk anak perempuan dalam Bahasa Jawa), katanya aku itu orang tua, tapi kalau diberitahu ya memperhatikan. Begitu lho Nduk. Aku ditanya siapa-siapa gitu, yang aku coblos ya itu, hitam gagah gemuk.] (Wawancara, 27 Juni 2010)
Selain menerima pesan politik tersebut, Informan juga
mengungkapkan bahwa dirinya menerima sejumlah uang dari komunikator
107
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
yang juga rekan jualannya di salah satu pasar di Kota Solo tersebut. Peneliti
menilai hal itu tak ubahnya sebagai suatu bentuk money politics yang memang
tidak dapat dinafikkan keberadaannya di masyarakat saat ini. Walaupun tidak
dapat dibenarkan, penggunaan strategi money politics memang kerap
dilakukan untuk menunjang komunikasi politik pra pemilihan agar lebih
mempermudah proses penggalangan dukungan, khususnya dari mereka yang
berpikiran pragmatis dan membutuhkan uang.
2. Kampanye Pemilukada
Kampanye merupakan aktivitas komunikasi yang ditujukan untuk
mempengaruhi orang lain agar ia memiliki wawasan, sikap, dan perilaku
sesuai dengan kehendak atau keinginan pemberi informasi. Dalam konteks
pemilukada, kampanye adalah sebuah upaya sistematis untuk mempengaruhi
masyarakat, khususnya calon pemilih, agar memberikan dukungan suaranya
kepada kandidat calon kepala daerah yang sedang berkompetisi.
Memahami pengertiannya, kegiatan kampanye penting dilakukan
menjelang pemilukada, karenanya semua pemilukada selalu menyertakan
kampanye di dalamnya. Kampanye pemilukada Sukoharjo sendiri
dilaksanakan dari tanggal 17 s/d 30 Mei 2010. Selama 14 hari, ketiga
pasangan calon bupati - wakil bupati, Wardoyo Wijaya - Haryanto (War-To,
Titik Suprapti - Sutarto (Titik-Tarto) dan Muhammad Toha - Wahyudi (Ha-
Di) berlomba-lomba mengeluarkan manuver terbaiknya untuk menggalang
sebanyak-banyaknya dukungan masyarakat Sukoharjo.
108
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
Dalam konteks politik, data tentang daerah sasaran sangat penting
karena bisa memberi informasi untuk dijadikan acuan dalam menetapkan
langkah-langkah kampanye, terutama dalam kaitannya dengan strategi,
pendekatan, tema, penyusunan pesan, dan pemilihan media yang tepat. Karena
kampanye melalui iklan media luar ruang dan media massa akan dibahas
secara terpisah, di sini peneliti hanya akan membatasi kampanye sebagai suatu
bentuk komunikasi politik dengan menggunakan saluran komunikasi publik,
misalnya kampanye terbuka di alun-alun, rapat terbuka, pertemuan terbatas,
panggung terbuka di pasar swalayan, pagelaran musik di kampung, turnamen
olahraga, pasar murah, iring-iringan motor, dan semacamnya.
Kampanye pemilukada yang dijadwalkan selama 12 hari oleh KPUD
Sukoharjo dimanfaatkan sebaik-baiknya oleh cabup-cawabup War-To, Titik-
Tarto, dan Ha-Di, meskipun fakta di lapangan menunjukkan kegiatan
kampanye sudah berlangsung sebelum jadwal yang tetapkan. War-To
misalnya. Pada Minggu, 2 Mei 2010, pasangan calon nomor urut tiga ini
menggelar sebuah pertunjukan musik dangdut yang dikoordinir oleh
organisasi masyarakat Brayat Ageng Wisanggeni (Paseduluran Tanpa Henti)
yang juga merupakan relawan pemenangan War-To.
Kampanye terbuka yang mengambil lokasi di areal kosong bekas
terminal lama Kartasura dan berlangsung dari pukul 13.00 s/d 16.00 WIB
tersebut tidak hanya dihadiri oleh tim sukses maupun simpatisan War-To dari
Kartasura saja, namun juga dari kecamatan lain di sekitarnya seperti Gatak
dan Baki. Karena acara bersifat terbuka, dalam artian siapa saja boleh hadir,
tak pelak acara ini turut mengundang atensi masyarakat Desa Ngabeyan,
109
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
mengingat terminal lama memang berlokasi di desa ini. Masyarakat, terutama
bapak-bapak dan pemuda, berbondong-bondong menyaksikan acara ini.
Selain dihadiri oleh Wardoyo Wijaya dan Haryanto, acara tersebut
turut pula dihadiri Ketua Tim Sukses cabup-cawabup War-To sekaligus Ketua
DPRD Sukoharjo, Dwi Jatmiko dan juga dalang kondang Ki Manteb
Sudarsono. Selain membahas sejarah singkat Wisanggeni sebagai salah satu
tokoh pewayangan, Ki Manteb juga menyoroti kondisi Indonesia saat ini yang
kehilangan tiga hal penting, yakni kebangsaan, kebijaksanaan, dan juga sikap
saling tolong menolong sesama. Ia juga meminta audiens untuk bersama-sama
mendukung dan membantu yang benar (War-To).
Sedangkan Dwi Jatmiko dalam orasinya lebih banyak
mensosialisasikan tokoh War-To, partai pengusungnya, kandidat pesaingnya
dan juga klarifikasi atas kasak-kusuk seputar calon ganda yang diusung PDIP.
Ia juga menghimbau kepada seluruh audiens untuk mencoblos pasangan ini
dalam pemilukada.
Selain pertunjukan musik dangdut, kampanye ini dimeriahkan oleh
atraksi reog, organ tunggal, dan penampilan dari ibu-ibu PKK Sehat Ceria
Wisanggeni Makamhaji yang membawakan tarian poco-poco. Kampanye juga
sempat diwarnai oleh arak-arakan sepeda motor oleh massa simpatisan calon,
tepatnya sebelum acara dimulai dan setelah acara berakhir.
110
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
Gambar 3.1 Kampanye Pasangan Wardoyo Wijaya - Haryanto
Sumber : Dok. Peneliti (2 Mei 2010)
Apabila War-To melakukan kampanye dengan pertunjukan musik
dangdut, lain halnya dengan Muhammad Toha - Wahyudi (Ha-Di). Pasangan
calon nomor urut satu ini menyelenggarakan kampanye dengan format sepeda
santai. Dalam acara yang berlangsung Minggu, 30 Mei 2010 ini, cabup
Muhammad Toha tidak hadir, ia diwakili oleh cawabup Wahyudi yang
memimpin rombongan sepeda santai dengan mengendarai mobil bak terbuka
berwarna merah. Selain mendapatkan kupon undian yang berhadiah doorprize
menarik, peserta sepeda santai juga mendapatkan sebuah kaos, makanan
ringan, dan air mineral. Penampilan band lokal yang membawakan lagu-lagu
yang tengah popular turut pula memeriahkan acara, terlebih cawabup
Wahyudi ikut berpartisipasi menyanyikan beberapa buah lagu.
111
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
Gambar 3.2 Kampanye Pasangan Muhammad Toha - Wahyudi
Sumber : Dok. Peneliti (30 Mei 2010)
Adapun kampanye politik berupa pertemuan terbatas digelar oleh
pasangan calon nomor urut dua, Titik Suprapti - Sutarto (Titik-Tarto) di rumah
salah seorang tim sukses mereka di Dukuh Brontowiryan RT 02/01 Desa
Ngabeyan, atau di samping terminal lama Kartasura. Berdasarkan observasi
peneliti, acara yang digelar Rabu, 26 Mei 2010 tersebut dimulai pada pukul
10.00 WIB. Cabup Titik Suprapti hadir untuk memberikan sosialisasi dan
arahan langsung kepada undangan yang berjumlah kurang lebih 150 orang dan
dipilih berdasarkan kriteria tertentu, yakni mereka yang dipandang berpotensi
memberikan dukungan suaranya kepada Titik-Tarto.
Selain pertunjukan musik dangdut, pasangan War-To juga sempat
menyelenggarakan pertemuan terbatas pada masa kampanyenya seperti halnya
yang dilakukan Titik-Tarto. Bedanya, acara tersebut tidak digelar di rumah
112
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
salah seorang tim sukses seperti yang dilakukan Titik, melainkan di Gedung
Pusat Kegiatan Pemuda (PKP) Desa Ngabeyan. Acara ini juga dihadiri
undangan dalam jumlah yang terbatas.
3. Iklan Politik Media Luar Ruang
Iklan pasangan calon melalui media luar ruang termasuk jenis iklan
politik, yaitu pembelian dan penggunaan ruang-ruang periklanan untuk
mengirimkan pesan politik kepada khalayak luas. Media luar ruang bisa
dikaitkan dengan dunia estetika dalam bentuk lukisan, dan ditempatkan pada
tempat-tempat yang ramai dilihat banyak orang. Media ini memiliki
keunggulan karena bisa menjangkau semua kalangan, baik dari segi usia
maupun lapisan sosial, dapat bertahan cukup lama dan mudah dipindah-
pindahkan dari satu tempat ke tempat lain. Kelebihan inilah yang membuat
keberadaan iklan media luar ruang menjadi satu bagian penting yang tidak
dapat dipisahkan dari penyelenggaraan pemilukada dan juga pemilu lainnya.
Iklan media luar ruang menjadi atribut kampanye yang selalu
digunakan oleh hampir semua kandidat calon untuk mengenalkan diri kepada
masyarakat yang telah atau akan menjadi target konstituen mereka, dengan tujuan
agar masyarakat bersedia memilih mereka dalam pemilihan. Hal ini
diimplementasikan pula oleh ketiga pasangan calon bupati dan wakil bupati
Sukoharjo, Muhammad Toha - Wahyudi (Ha-Di), Titik Suprapti - Sutarto
(Titik-Tarto), serta Wardoyo Wijaya - Haryanto (War-To) dalam pemilukada
3 Juni lalu.
113
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
Berdasarkan pengamatan peneliti, iklan media luar ruang pasangan
War-To di wilayah Desa Ngabeyan memiliki kuantitas paling banyak
dibandingkan dua calon lainnya. Penempatannya pun tersebar merata hingga
ke sudut-sudut desa, baik melalui baliho, spanduk, dan banner. Selain itu,
waktu pemasangannya pun paling awal. Beberapa bulan sebelum pemilihan,
bahkan di saat calon lain masih pontang-panting menjalin lobby dengan partai
yang akan mengusungnya, pasangan War-To sudah aktif memperkenalkan diri
kepada masyarakat melalui beberapa buah baliho besar yang dipasang di
pertigaan jalan desa dan juga di tempat strategis lainnya.
Gambar 3.3 Iklan Baliho Pasangan Wardoyo Wijaya - Haryanto
Sumber : Dok. Peneliti (2 Mei 2010)
Selain foto diri pasangan yang mengenakan pakaian jas rapi dan
menampilkan ekspresi senyum lebar, baliho tersebut juga memiliki keunikan
karena mencantumkan program kerja calon secara sistematis, sesuatu yang
114
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
belum banyak dilakukan oleh kandidat calon lainnya, karena biasanya
program kerja dicantumkan pada iklan media cetak. Adapun program kerja
yang dimaksud meliputi empat aspek perjuangan War-To apabila kelak
terpilih untuk memimpin Sukoharjo, yaitu sekolah dan berobat gratis, dana
pembangunan setiap desa sampai dengan 200 juta per tahun, jaminan sosial
(asuransi dan santunan) untuk rakyat, serta lapangan pekerjaan yang luas.
Pemakaian warna merah menyala sebagai warna dasar baliho
menandakan bahwa pasangan yang mengusung jargon “Cerdas Berbuat Untuk
Rakyat” ini diusung oleh PDI Perjuangan. Bahkan untuk mempertegas hal
tersebut, beberapa baliho War-To lainnya dilengkapi foto Megawati
Soekarnoputri dan Puan Maharani. Tokoh partai yang sudah terkenal secara
nasional biasanya menarik perhatian masyarakat karena menjadi panutan atau
public figure.
Kalau foto diri pasangan War-To dalam balihonya berbalut busana jas
rapi, tidak demikian halnya dengan pasangan Ha-Di. Dengan mengenakan
kemeja batik lengan panjang, celana hitam dan berkopiah, pasangan ini
berpose santai mengendarai sepeda gunung seraya melambaikan tangan.
Dalam baliho yang dipasang di pinggir jalan masuk terminal Kartasura
tersebut, tidak ada program kerja, himbauan mencoblos, atau tulisan lain
kecuali nama pasangan calon dan tagline “Muda yang Kompak Sehat Hemat
Merakyat”.
115
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
Gambar 3.4 Iklan Baliho Pasangan Muhammad Toha - Wahyudi
Sumber : Dok. Peneliti (2 Mei 2010)
Selain baliho, pasangan Ha-Di juga memasang spanduk di beberapa
lokasi strategis lainnya, salah satunya di depan Lapangan Desa Ngabeyan.
Dibandingkah baliho, spanduk Ha-Di lebih informatif. Selain secara tersurat
menginformasikan dirinya sebagai bakal calon bupati dan wakul bupati
Sukoharjo, pasangan ini juga mengusung jargon “Perubahan, Bersama Kita
Lebih Bisa!”. Tulisan 100 persen asli yang berada di pojok kanan spanduk pun
terasa mempertegas identitas mereka sebagai putra daerah Sukoharjo.
Dibandingkan dua kandidat calon lainnya, Titik Suprapti - Sutarto
adalah yang paling terakhir memasang iklan media luar ruang di wilayah Desa
Ngabeyan. Bila dua calon lain sudah memasang iklan baik lewat media baliho
spanduk maupun banner sejak mereka masih berstatus sebagai bakal calon
bupati dan wakil bupati, maka tidak demikian halnya dengan Titik-Tarto.
Entah disengaja atau tidak, pasangan ini memilih untuk memasang iklan
116
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
melalui media banner setelah dilakukannya pengundian nomor urut oleh
KPUD Sukoharjo pada Rabu, 12 Mei 2010 dan mereka resmi menyandang
status calon bupati dan wakil bupati.
Gambar 3.5 Iklan Spanduk Pasangan Titik Suprapti - Sutarto
Sumber : Dok. Peneliti (30 Mei 2010)
Melalui visualisasi gambar angka dua (nomor urut Titik-Tarto dalam
pemilukada) yang dicoblos, pasangan ini menyampaikan pesan tersurat
kepada masyarakat untuk memilih mereka dalam pemilihan dengan cara
mencoblos angka dua seperti yang tertera pada iklan. Titik Suprapti yang
dikenal pula dengan nama TBR (Titik Bambang Riyanto) juga menunjukkan
keterkaitannya dengan incumbent melalui jargon ‘Lanjutkan!’ yang berarti ia
hendak melanjutkan pemerintahan terdahulu yang dipegang sang suami, dan
‘Tetap Bersama Rakyat’ yang mempunyai inisial sama dengan dirinya (TBR).
Dalam hal ini, ‘Tetap Bersama Rakyat’ mengandung sebuah pesan bahwa
117
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
walaupun bupati incumbent sebentar lagi akan habis masa jabatannya, namun
ia akan tetap bersama rakyat, apabila kelak Titik-Tarto memenangkan
pemilukada dan menjabat sebagai bupati dan wakil bupati.
4. Media Massa
Media massa memiliki kedudukan yang sangat istimewa dalam periode
pemilihan. Orang yang sebelumnya jarang mengikuti dan mencermati
perkembangan politik melalui media massa, tiba-tiba menjadi lebih intensif
membaca koran, menonton televisi, bahkan mengakses situs di internet yang
semuanya menyajikan pemberitaan seputar pemilihan. Melalui media massa
pula, masyarakat khususnya mereka yang memiliki hak pilih dapat
mengetahui siapa saja kandidat yang hendak maju dalam pemilihan, apa saja
program kerja yang diusung, serta bagaimana kandidat menyoroti isu penting
yang menyangkut hajat hidup masyarakat.
Karena mengandung muatan politik, maka dapat dikatakan bahwa
pemberitaan seputar pemilu di media massa merupakan komunikasi politik.
Selain pemberitaan mengenai segala hal terkait pemilihan, komunikasi politik
dapat berupa debat kandidat, kampanye, maupun iklan kandidat di media
cetak maupun elektronik.
Media massa yang memiliki jangkauan nasional menjadi pilihan
strategis untuk menyampaikan pesan politik di mana target sasarannya yakni
masyarakat pemilih di seluruh wilayah Indonesia, seperti pemilu presiden dan
pemilu legislatif sebelum diberlakukannya sistem daerah pemilihan (dapil).
118
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
Walaupun demikian, hal itu tidak berlaku mutlak, karena ada beberapa
kandidat kepala daerah yang memilih untuk beriklan di televisi nasional.
Dalam konteks Pemilukada Sukoharjo 2010, selain berbagai
pemberitaan mengenai pemilukada di beberapa surat kabar lokal, komunikasi
politik melalui media massa yang melibatkan masyarakat Desa Ngabeyan
sebagai komunikan yakni acara “Debat Kandidat Calon Bupati dan Wakil
Bupati Sukoharjo 2010-2015” yang ditayangkan oleh Terang Abadi Televisi
(TATV), sebuah televisi lokal di Solo yang memiliki jangkauan siaran
meliputi wilayah Solo dan sekitarnya, termasuk Sukoharjo. Acara ini dihelat
oleh KPUD Sukoharjo bekerjasama dengan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu
Politik (FISIP) Universitas Veteran Bangun Nusantara Sukoharjo (UNIVET
BANTARA) pada hari Kamis, 20 Mei 2010 di Gedung Auditorium Kampus
UNIVET dan disiarkan secara langsung oleh TA TV mulai pukul 19.30 WIB.
Selain menghadirkan tiga pasang cabup-cawabup Sukoharjo
Muhammad Toha-Wahyudi (Ha-Di), Titik Suprapti-Sutarto (Ti-To), dan
Wardoyo Wijaya-Haryanto (War-To) sebagai peserta debat, panitia juga
mengundang 250 orang dari berbagai elemen masyarakat Sukoharjo termasuk
Tokoh Masyarakat, Akademisi, Anggota DPRD dan lain sebagainya.
119
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
Gambar 3.6 Debat Kandidat Cabup-Cawabup Sukoharjo 2010
Sumber : www.kpu-jateng.go.id
B. Perilaku Memilih Masyarakat Desa Ngabeyan Kecamatan Kartasura
pada Pemilukada Sukoharjo 2010
Perilaku memilih merupakan tindakan seseorang dalam memberikan
suara kepada partai atau kandidat yang mencalonkan diri dalam pemilu, baik
pemilu legislatif, presiden, maupun pemilu kepala daerah, serta alasan atau
latar belakang tindakan tersebut. Perilaku memilih mencakup pula tindakan
tidak memilih salah satu calon atau yang lazim disebut golongan putih
(golput). Berikut ini adalah gambaran perilaku memilih masyarakat Desa
Ngabeyan dalam Pemilukada Sukoharjo 2010 yang diwakili oleh informan
penelitian.
120
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
Tabel 3.1 Gambaran Perilaku Memilih Masyarakat Desa Ngabeyan
No. Informan Tipologi Pemilih Kandidat Pilihan
1. LIM Pemilih Rasional Titik - Tarto
2. YAN Pemilih Rasional Toha - Wahyudi
3. AYU Pemilih Rasional Titik - Tarto
4. WAR Pemilih Partisan Titik - Tarto
5. MAN Pemilih Sekedar Memilih Wardoyo - Haryanto
6. YAH Pemilih Rasional Titik - Tarto
7. TAN Pemilih Partisan Wardoyo - Haryanto
8. HAR Pemilih Rasional Titik - Tarto
9. WID Pemilih Partisan Wardoyo - Haryanto
10. SON Pemilih Sekedar Memilih Toha - Wahyudi
11. CAN Pemilih Sekedar Memilih Titik - Tarto
12. GUN Pemilih Rasional Wardoyo - Haryanto
13. SUM Pemilih Rasional Wardoyo - Haryanto
14. RAH Pemilih Partisan Toha - Wahyudi
15. CIP Golongan Putih --
Sumber : Hasil Wawancara Peneliti dengan Informan (diolah)
Sebagai masyarakat dengan karakteristik transisi, masyarakat Desa
Ngabeyan memiliki pertimbangan yang berbeda-beda dalam memilih calon
bupati dan wakil bupati Sukoharjo 2010, sesuai dengan karakteristik pribadi,
sosial, dan pengaruh yang ia dapatkan dari luar. Dari hasil wawancara dengan
15 informan, peneliti menggolongkan perilaku memilih masyarakat ke dalam
empat kelompok, sebagaimana dilakukan Pawito dalam penelitiannya pada
periode pemilihan 1999 dan 2004, yakni pemilih sekedar memilih, pemilih
partisan, pemilih rasional, dan golongan tidak memilih (golput).
121
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
1. Pemilih Sekedar Memilih
Perilaku memilih yang dilakukan tanpa didasari pertimbangan yang
matang alias sekedar memilih biasanya disebabkan karena informan tidak
mendapatkan informasi yang cukup mengenai kandidat cabup-cawabup,
platform atau program kerja yang ditawarkan, bahkan Pemilukada Sukoharjo
secara umum. Minimnya akses terhadap informasi tersebut disebabkan karena
keterbatasan dalam diri, misalnya orang tua yang tidak melek huruf. Hal ini
diungkapkan oleh MAN (Perempuan, 65 tahun, Pedagang). Informan yang
sehari-hari bekerja sebagai pedagang di salah satu pasar di Kota Solo ini
memilih calon nomor urut tiga yakni Wardoyo Wijaya - Haryanto dengan
alasan banyak orang yang menyarankannya untuk memilih pasangan tersebut.
“Lhoh, aku kabeh akon’e kuwi, Nduk. Pokok’e yo kabeh, ora mung wong siji ora wong loro. Pokok’e sing lemu ireng mbededeng kuwi lho, kuwi.” [Lho, aku semua nyuruhnya itu, Nduk (Gendhuk--panggilan untuk anak perempuan dalam Bahasa Jawa). Pokoknya ya semua, nggak cuma satu orang dua orang. Pokoknya yang gemuk, hitam, gagah (Wardoyo) itu lho, itu.] (Wawancara, 27 Juni 2010)
Karena ketidakmampuannya dalam membaca dan menulis, MAN tidak
mengerti program-program yang ditawarkan pasangan calon sehingga ia
hanya menggunakan masukan-masukan dari orang lain tersebut sebagai
pertimbangan dalam memilih War-To, terlebih dirinya tidak mendapatkan
masukan lain untuk memilih calon selain War-To. Berikut penjelasan
Informan secara lebih lengkap :
“Programe aku ki ra ngerti ngendhi-ngendhi Nduk, pokok’e aku ki ngertine gur menang, soale aku ki wong tuwo, ora ngrungko’ke ngendhi-ngendhi, mbuh enek opo-opo ki aku ra tak pikir Nduk. Pokok’e aku ki menang, juarane ora elek. Pokok’e mung ngono kuwi, tenan. Aku wis tuwo nangendi-ngendi yo wes gur meneng.”
122
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
[Programnya aku nggak tahu apa-apa, Nduk, pokoknya aku itu tahunya cuma menang, soalnya aku itu orang tua, tidak mendengarkan siapa-siapa. Ada apa-apa juga nggak aku pikir. Pokoknya (pilihan) aku ini menang, juaranya nggak jelek. Pokoknya cuma begitu itu, beneran. Aku sudah tua di mana-mana ya cuma diam saja.] (Wawancara, 27 Juni 2010)
Senada dengan MAN, pemilih yang beralamat di Dukuh Ngabeyan,
SON (Laki-laki, 48 tahun, Karyawan Swasta), mengatakan minimnya
informasi serta referensi seputar pemilukada dan kandidat calon menjadi
alasannya berperilaku sekedar memilih. Pria keturunan Tionghoa ini berdalih
bahwa Pemilukada Sukoharjo minim sosialisasi dan kampanye. Selain itu, ia
juga mengaku tidak aktif di kegiatan kemasyarakatan ataupun kelompok-
kelompok lain yang memungkinkannya berinteraksi lebih intens dengan
masyarakat. Mobilitasnya sehari-hari yang cukup tinggi dan kebanyakan
berada di Kota Solo pun semakin membuatnya enggan bersikap aktif mencari
informasi seputar pemilukada. Walaupun demikian, ia tetap menggunakan hak
pilihnya dengan memilih pasangan calon nomor satu, Muhammad Toha -
Wahyudi, dengan pertimbangan nama M. Toha adalah yang paling familiar
baginya. Demikian pernyataan SON :
“Ya kebetulan dia (M. Toha) yang udah dua kali nyalon ya, saya pernah denger gitu aja. Cuma saya belum kenal semua sama calon-calonnya. Hehe... Masalahnya Pilkada di Sukoharjo ini kurang sosialisasi e, kita ndak kenal sama calon-calonnya. Kampanyenya juga kurang juga. Kalau cuma gambar-gambar gitu kan kita nggak tau dia siapa, dia siapa. Haha...” (Wawancara, 14 Juli 2010)
Perilaku sekedar memilih juga dipraktekkan oleh CAN (Laki-laki, 54
tahun, Pedagang). Pria yang juga keturunan Tionghoa ini tidak paham akan
seluk beluk calon yang dipilihnya dalam pemilukada, Titik - Tarto. Ia memilih
pasangan calon nomor urut dua tersebut atas dasar pertimbangan dari pihak
123
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
luar, yaitu teman-teman Informan yang kebanyakan memilih pasangan ini
sehingga membuatnya memilih calon yang sama dengan mereka. CAN
mengemukakan alasan memilihnya seperti berikut :
“Ya cuma ikut-ikutan ya (memilih Titik - Tarto). Saya kan masalah kayak gitu kan ndak paham. Ya ikut-ikutan orang-orang sini. Pada milih nomer dua, milih nomer dua, ya wes [ya sudah] nomer dua, hehe...” (Wawancara, 14 Juli 2010)
Pada dasarnya, manusia sebagai makhluk sosial memang tidak
menyukai keterasingan. Ia selalu menginginkan berada di pihak mayoritas.
Hal itu pula yang dilakukan oleh CAN, terlebih mengingat dirinya juga tidak
mempunyai alasan yang tepat untuk berbeda pendapat.
2. Pemilih Partisan
Pemilih partisan atau pemilih fanatik merupakan kelompok pemilih
yang memiliki keberpihakan kuat terhadap kandidat tertentu karena berbagai
alasan. Kandidat cabup-cawabup, kader partai pengusung dan pendukung
maupun tim sukses pasangan calon termasuk dalam kategori ini. Hal demikian
meluas setidaknya kepada cakupan keluarga, sanak famili, dan teman dekat.
Alasan lain yakni adanya kesamaan ideologis, tradisi, dan ikatan sosio-
kultural lain yang sampai tahap tertentu dapat menjadi pertimbangan dalam
memberikan suara kepada kandidat tertentu.
Salah satu pemilih partisan di Desa Ngabeyan adalah WAR (Laki-laki,
48 tahun, Karyawan Swasta). Karena berpartisipasi sebagai tim sukses
pasangan Titik Suprapti - Sutarto, otomatis pasangan inilah yang dipilihnya
dalam pemilukada kemarin. Ia bersedia berpartisipasi menjadi tim sukses
pasangan karena pertimbangan aspek kemanfaatan yang didapatkannya bila
124
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
kelak pasangan ini memenangkan pemilukada. Mengenai hal ini, WAR
mengutarakan pandangannya sebagai berikut :
“Kene ki milih niku mboten gaco milih, tapi supoyo injoh digondheli. Suk nek enek kesulitan tetep isoh dieloni terus no Mbak. Nek milih yo ra gaco milih tok. Dadi oo… iyo ya aku nduwe anak. Koyo Mamat, Ida, mengko nek Mamat neng SMA 2 jelas injoh. Lha itu kan saya milih tetep ono kegunaane Mbak supoyo disemelehi injoh. Masalah gawean suk pomo dadi tenan titip ponakan ngoten niku, nek ra enek manfaate wegah no Mbak milih koyo ngono kui. Nggih to?” [Sini itu milih tidak asal milih, tapi supaya bisa diikuti. Nanti kalau ada kesulitan tetap bisa diikuti terus, Mbak. Kalau milih ya tidak asal milih. Jadi, o iya ya saya punya anak. Kayak Mamat, Ida, nanti kalau Mamat ke SMA 2 (SMA N 2 Sukoharjo) jelas bisa. Lha itu kan saya milih tetap ada manfaatnya Mbak, biar bisa dijadikan sandaran. Masalah pekerjaan besok kalau (Titik) jadi beneran titip keponakan begitu itu, kalau tidak ada manfaatnya tidak mau Mbak milih kayak gitu itu. Iya kan?] (Wawancara, 15 Juni 2010)
Berbeda dengan WAR yang menjadi tim sukses Titik - Tarto dan
memilih pasangan ini karena kepentingan pragmatis, RAH (Perempuan, 44
tahun, Pengusaha) beralasan bahwa ikatan pertemananlah yang membuatnya
memilih pasangan nomor urut satu, Muhammad Toha - Wahyudi. Bukan
hanya itu, sosok Toha yang ia nilai gentleman serta memiliki program kerja
yang bagus mendorongnya berpartisipasi dengan menjadi tim sukses pasangan
yang juga rekan bisnisnya tersebut. Demikian penjelasan RAH :
“Kalau saya milih yang nomer satu, pertimbangannya kan juga teman sendiri, Pak Toha itu sama Pak Wahyudi. Kalau pribadinya apa kan sudah kenal, ya to, tapi kalau sama yang lainnya itu kan, mungkin kalau dari Pak Bambang sendiri saya juga sudah ngerti sedikit-sedikit pribadinya, terus kalau sama Pak Wardoyo sendiri kan saya nggak tahu siapa beliau, belum kenal, nggak kenal sama sekali kalau sama Pak Wardoyo. Jadi saya ndukungnya ya Pak Toha itu. Kalau menurut saya beliau itu orang baik, ya boleh dibilang orang gentleman, terus punya program yang bagus, kan gitu.” (Wawancara, 19 Juli 2010)
Temuan berbeda peneliti dapatkan dari hasil wawancara dengan TAN
(Laki-Laki, 44 tahun, Juru Parkir). Di sini, tampak sekali bahwa faktor
125
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
sosiokultural yakni agama turut berperan dalam menentukan perilaku memilih
informan yang juga merupakan anggota MTA (Majelis Tafsir Al Qur’an) ini.
Kondisi ini dapat dikomparasikan dengan apa yang terjadi di kancah
perpolitikan nasional, misalnya pada pemilu 1999 dan 2004 di mana kalangan
NU kebih banyak memberikan suaranya ke PKB dan PPP sedang
Muhammadiyah cenderung memilih PAN dan PKS. Dalam konteks perilaku
memilih TAN, pasangan Wardoyo Wijaya - Haryanto menjadi pilihan
terakhirnya dikarenakan pola pikir Informan yang didasari oleh nilai-nilai
keislaman sehingga membuatnya tidak bisa memilih dua pasangan calon yang
lain. Berikut penuturan TAN terkait perilaku memilihnya :
“Aku milih War-To ada pola pikirnya. Alesannya ada tiga. Satu, saya sebagai orang islam ndak mungkin milih perempuan, karena islam tidak bisa dipimpin oleh perempuan. Itu, satu. Dua, kalau saya milih Toha, Toha itu kalau dengan keyakinan saya, dengan Toha jauh berbeda. Karena dia mempunyai keyakinan dengan lambang, apa, jagad. Peta dunia itu. Lha itu musuh dakwah dalam kajian saya. Saya ngaji di MTA, dia nggak senang dengan MTA (Majelis Tafsir Al Qur’an), adanya islam dengan diajarkan yang benar dia ndak senang, makanya dia musuh bagi saya, ndak mungkin saya milih. Ya terpaksa, milih diantara itu hanya satu tok, lha War-To, karena jelas sebagai orang islam, dia tidak akan menghalangi dakwah saya. Lha itu pilihan saya.” (Wawancara, 28 Juni 2010)
Selain faktor agama, partai politik pengusung pasangan calon
merupakan pertimbangan kuat pemilih partisan dalam memilih cabup-
cawabup Sukoharjo. Banyak orang walaupun dirinya bukan merupakan kader
partai namun memiliki loyalitas dan fanatisme yang tinggi terhadap partai
tersebut. Terlebih Kabupaten Sukoharjo terletak di wilayah eks-Karesidenan
Surakarta yang terkenal dengan tipikal pemilih fanatiknya. Salah satunya
adalah WID (Laki-laki, 46 tahun, Perangkat Desa). Informan yang juga
126
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
berprofesi sebagai dalang ini menjatuhkan pilihannya kepada cabup-cawabup
nomor urut tiga, Wardoyo Wijaya - Haryanto dengan alasan pasangan ini
diusung oleh PDI Perjuangan. Lebih lanjut, WID menjelaskan pandangannya
seperti ini :
“Nek masalah teng partai, kulo masalahe ngrumaosi sejarah isoh makmur, merdeka, kulo njenengan mangan enak nyandhang utuh, niku sejarahe saking Pak Karno, nggih to? Mulo terus kulo nindhakke partaine Pak Karno, mpun niku. Mongko Pak Karno partaine opo? PDI Perjuangan to. Aku masalahe yo ngrumangsani aku injoh dadi dalang laris, injoh nduwe omah tingkat, montor, sawah, ojo ora Pak Karno le merdheka’ke ora mungkin injoh ngeten niki, mpun. Nggih. Pokok’e sing kulo senengi niku nopo? Mung partaine Pak Karno. Pak Karno nggenah partaine PDIP. Dadi mbok sing maju sinten ning sing baku sing ngajo’ke partaine Pak Karno tetep kulo pilih.” [Kalau masalah partai, saya merasa sejarah bisa makmur, merdeka, saya kamu makan enak pakai pakaian utuh, itu sejarahnya dari Pak Karno (Ir. Soekarno--Presiden Pertama RI), iya kan? Makanya terus saya menjalankan partainya Pak Karno, sudah begitu. Padahal partainya Pak Karno apa? PDI Perjuangan kan. Saya juga merasa saya bisa jadi dalang laris, bisa punya rumah tingkat, mobil, sawah, kalau bukan Pak Karno yang memerdekakan (Indonesia), tidak mungkin bisa seperti ini. Iya. Pokoknya yang saya sukai itu apa? Cuma partainya Pak Karno. Pak Karno jelas partainya PDIP. Jadi mau yang maju siapa tapi yang mutlak yang mengajukan partainya Pak Karno tetap saya pilih.] (Wawancara, 11 Juli 2010)
Walaupun di sisi lain dirinya tetap tidak mengabaikan program kerja
yang ditawarkan War-To seperti sekolah dan berobat gratis serta santunan tiga
juta untuk orang meninggal namun WID mengakui bahwa faktor partai tetap
menjadi pertimbangan utamanya.
3. Pemilih Rasional
Pemilih rasional adalah tipikal pemilih yang mampu mengambil
keputusan yang logis dengan didasari oleh pertimbangan-pertimbangan yang
matang dan analisis-analisis mengenai alternatif yang ada. Kelompok ini
127
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
cenderung aktif mencari tahu informasi perihal pemilukada, pasangan calon
dan program kerja mereka, serta tidak memiliki ikatan apapun dengan partai
atau kandidat, baik ikatan keluarga, pertemanan, ideologis maupun
sosiokultural.
Nimmo menjelaskan tipe pemilih rasional melalui lima ciri khas.
Pertama, selalu dapat mengambil keputusan apabila dihadapkan pada
alternatif. Kedua, selalu memilih alternatif tersebut secara sadar. Ketiga,
menyusun alternatif dengan cara transitif. Keempat, selalu memilih alternatif
yang peringkat preferensinya tinggi. Dan kelima, selalu mengambil keputusan
yang sama apabila dihadapkan pada alternatif yang sama (konsisten).
YAN (Laki-laki, 23 tahun, Mahasiswa) mewakili tipe pemilih seperti
ini. Mahasiswa tingkat akhir di salah satu Perguruan Tinggi Swasta di Kota
Solo ini memilih pasangan Ha-Di lantaran kemampuan dan kinerja yang
ditunjukkan Toha selama menjabat sebagai wakil bupati maupun anggota
DPR RI ia nilai positif. Sebelum akhirnya menjatuhkan pilihan pada Ha-Di,
YAN telah membuat analisis perbandingan dari semua alternatif cabup-
cawabup yang ada. Menurut penilaiannya, cabup Titik tidak akan membawa
kemajuan apa-apa bagi Sukoharjo karena ia mengusung program kerja yang
sama dengan pemerintahan incumbent. Sementara War-To tidak dipilihnya
karena memang ia tidak mendapatkan informasi apapun mengenai pasangan
ini, baik track record maupun program kerjanya. Lebih lengkapnya, berikut
penuturan YAN:
“Nek sing liya-liyane kan, koyo istrine bupatine kae nek ngaranku yo bakalane podho wae planninge karo bojone. Ra bakal enek kemajuan opo-opo. Nek sing ketiga kae aku ra reti. Emang blank ra ngerti ngono
128
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
lho. Nek program kerjane 1, 2, 3 aku blass ra ngerti kabeh malah. Dadi penilaianku gur berdasarkan orangnya, terus britane barang.” [Kalau yang lain, kayak istri bupatinya itu kalau menurutku ya nanti bakalan sama saja perencanaannya sama suaminya. Nggak akan ada kemajuan apa-apa. Kalau yang ketiga aku nggak tahu. Memang sama sekali nggak tahu gitu lho. Kalau programnya 1, 2, 3 aku nggak tahu sama sekali malah. Jadi penilaianku cuma berdasarkan orangnya, sama beritanya juga.] (Wawancara, 12 Juni 2010)
Menurut V.O. key, pemilih rasional menetapkan pilihannya secara
retrospektif, yaitu dengan menilai apakah kinerja partai yang menjalankan
pemerintahan pada periode legislatif terakhir sudah baik bagi dirinya sendiri
dan bagi negara, atau justru sebaliknya. Penilaian ini juga dipengaruhi oleh
penilaian terhadap pemerintahan di masa lampau. Apabila hasil penilaian
kinerja pemerintah yang berkuasa positif, maka mereka akan dipilih kembali.
Apabila hasil kerjanya negatif, maka pemerintahan tersebut tidak akan dipilih
kembali.
Apabila YAN memberikan penilaian negatif terhadap pemerintahan
yang sedang berkuasa sehingga membuatnya tidak memilih calon yang
berkaitan dengan incumbent yakni Titik - Tarto, tidak demikian halnya dengan
HAR (Laki-laki, 48 tahun, Karyawan Swasta). Pria yang juga menjabat
sebagai Ketua RT ini memberikan penilaian positif terhadap pemerintahan
yang sedang berkuasa sehingga dirinya bersedia memilih Titik - Tarto. Inilah
pernyataan Informan :
“Ya karena pertimbangan dari semua calon, lha Bu Titik itu kan ada kaitannya dengan incumbent. Lha harapan saya itu mudah-mudahan program pembangunan di Sukoharjo bisa terus berlanjut.” (Wawancara, 28 Juni 2010)
Pertimbangan yang sama dikemukakan oleh LIM (Laki-laki, 59 tahun,
pensiunan PNS). Citra positif yang melekat pada pemerintahan Bambang
129
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
Riyanto adalah faktor pendorongnya dalam memilih Titik - Tarto. Dalam
konteks pemilu, citra merupakan kesan atau gambaran tentang suatu objek
terutama partai politik, kandidat, elite politik, dan pemerintah. Citra positif
diyakini sebagai salah satu bagian terpenting dari tumbuhnya preferensi-
preferensi calon pemilih terhadap kandidat. Citra terbentuk oleh perpaduan
antara informasi dan pengalaman. Hal inilah yang dialami oleh LIM.
Pengalamannya selama dua periode dipimpin pemerintahan Bambang Riyanto
menimbulkan persepsi dan citra positif yang menentukan perilakunya memilih
Titik - Tarto. Mengenai hal ini, LIM mengemukakan pandangannya seperti
berikut :
“Kalau memilih itu, saya dasare soko hati nurani saya sendiri, Mbak, nggih. Saya sendiri niku menurut sing wes klakone. Lha, nggih to. Sing wes klakone niku, Bu Titik niku kan bojone Pak Bambang Riyanto, nggih to, Lha Pak Bambang Riyanto niku selama dua periode ternyata pembangunan nggih maju, nggih to.”[Kalau memilih itu (TBR-Tarto), saya dasarnya dari hati nurani saya sendiri, Mbak, iya. Saya sendiri itu menurut yang sudah kejadian. Lha, iya kan? Yang sudah kejadian itu, Bu Titik itu kan istrinya Pak Bambang Riyanto, iya kan? Lha Pak Bambang Riyanto itu selama dua periode ternyata pembangunan ya maju, iya kan?] (Wawancara, 12 Juni 2010)
Menurut penilaiannya, selama dua periode Bambang Riyanto
memimpin Sukoharjo, pembangunan dapat dikatakan maju dan merata, PKK
maju, apabila ada kucuran dana dan juga bantuan untuk masyarakat baik itu
dari APBD, APBN, DAK (Dana Alokasi Khusus), P2KP (Proyek
Penanggulangan Kemiskinan Perkotaan) benar-benar sampai ke masyarakat.
Selain itu pendidikan dari SD sampai SMA pun gratis. LIM berharap dengan
memilih Titik Suprapti, pembangunan di Sukoharjo akan terus berlanjut
130
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
seperti pada pemerintahan suaminya. Kembali, LIM mempertegas
pernyataannya :
“Lha kulo anane milih Bu Titik, niku mbok menowo mengko Bu Titik ki dadi, pembangunan iso terus koyo dhisik, ngoten lhe. Kan sing ngerti bojone. Iki anu Bu, ngene ngene, programku iki iki iki, kan iso lancar terus.” [Lha saya adanya memilih Bu Titik, itu siapa tahu nanti kalau Bu Titik itu jadi, pembangunan bisa terus seperti dulu, gitu lho. Kan yang tahu suaminya. Ini begitu Bu, begini begini, programku ini ini ini, kan bisa lancar terus.] (Wawancara, 12 Juni 2010)
Pendapat HAR dan LIM diamini oleh seorang pemilih dari Dukuh
Blateran, AYU (Perempuan, 28 tahun, Ibu Rumah Tangga). Ibu satu putri ini
memilih pasangan calon Titik Suprapti - Sutarto dengan alasan karena Titik
akan melanjutkan program kerja suaminya, antara lain pengobatan dan juga
sekolah gratis. Seperti inilah AYU mengutarakan alasan memilihnya :
“Lha kan nglanjutke program suamine. Program suamine kan sekolah gratis, pengobatan gratis, buat KTP/ KK gratis, buat sertifikat tanah gratis. Kok ora liyane, lha cocoke karo kuwi og Mbak, hehehe...” [Lha kan (Titik Suprapti) melanjutkan program suaminya. Program suaminya kan sekolah gratis, pengobatan gratis, membuat KTP/KK gratis, membuat sertifikat tanah gratis. Kenapa tidak yang lain, lha cocoknya itu kok, Mbak, hehehe...] (Wawancara, 11 Juni 2010)
Penilaian retrospektif juga dilakukan oleh SUM (Laki-laki, 56 tahun,
Petani) dalam memilih pasangan nomor urut tiga, Wardoyo Wijaya -
Haryanto. Kinerja Wardoyo yang dulu pernah menjabat sebagai Ketua DPRD
Sukoharjo memberikan kesan positif di mata Informan ini. Hal ini didasarkan
oleh pengalaman Informan sebagai petani pada saat pembangunan terminal
baru Kartasura. Sebagai informasi, tahun 2004 lalu, terminal Kartasura
dipindahkan dari lokasi sebelumnya di Dukuh Tegalan RT 03/01 Desa
Ngabeyan ke lokasi baru yakni di Dukuh Mangkuyudan, Desa Ngabeyan.
131
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
Karena pemindahan ini, sejumlah petani terkena dampaknya. Wardoyo
Wijaya, yang saat itu menjabat sebagai Ketua DPRD melalui lembaganya
berusaha memberikan perhatian intensif kepada petani dengan memberikan
bantuan-bantuan baik berupa tanaman maupun saluran irigasi. Dan SUM
adalah salah satu di antaranya. Hal inilah yang di kemudian hari (sekarang)
menumbuhkan preferensinya terhadap sosok Wardoyo. Sebagaimana
penuturannya kepada peneliti berikut ini :
“Saya pilih Wardoyo. Pertimbangan saya sebagai petani, dulu waktu ada pemugaran terminal baru Kartasura itu yang mendukung kan Wardoyo, saat itu masih jadi Ketua DPRD. Terus petani dapat bantuan-bantuan tanaman, saluran air, itu kan dari Wardoyo, Wardoyo bersama wakilnya dari PAN itu yang mengusulkan. Di sini belum mau pilkada pun Wardoyo sudah kerja sama sama petani untuk mencarikan uang tukar tanaman buat petani-petani yang kena dampak terminal itu, ya termasuk saya. Makanya saya yo punya pikiran buat milih Wardoyo.” (Wawancara, 19 Juli 2010)
Pada intinya, Pawito mengungkapkan bahwa pemilih rasional adalah
orang-orang yang bebas (independen) dari kepentingan golongan dalam
mengambil keputusan. Mereka memiliki loyalitas dan komitmen yang tinggi
terhadap kepentingan bangsa dan negara dibandingkan dengan kepentingan
satu golongan tertentu saja.
4. Pemilih Tidak Memilih (Golput)
Pada setiap ajang pemilihan baik pemilu legilatif, pemilu presiden
maupun pemilukada, perilaku tidak memilih partai maupun kandidat yang
tengah berkompetisi atau yang lazim disebut golongan putih (golput) menjadi
fenomena tersendiri. Golput yang mulai marak sejak tahun 1970-an ini
merupakan sebuah gerakan politik (political movement) yang dimotori Arief
132
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
Tanman sebagai wujud protesnya terhadap rezim Orde Baru yang dinilai tidak
demokratis dalam menyelenggarakan pemilu.
Hingga saat ini, selama hampir 40 tahun semenjak lahirnya gerakan
tersebut, fenomena Golput seolah tidak dapat dipisahkan dari setiap
penyelenggaraan pemilu, termasuk dalam hal ini Pemilukada Sukoharjo. Hasil
penghitungan suara oleh KPUD Sukoharjo mencatat tingkat partisipasi
pemilih sebesar 66 %. Dengan kata lain, sebanyak 34% masyarakat Sukoharjo
tidak menggunakan hak pilihnya dalam pemilukada (SOLOPOS, Rabu, 9 Juni
2010). Pemandangan serupa juga dijumpai di Desa Ngabeyan Kecamatan
Kartasura yang merupakan lokasi penelitian ini di mana jumlah pemilih
Golput pada Pemilukada Sukoharjo berjumlah 1409 orang atau 36 % dari total
DPT.
Berdasarkan penelitian di lapangan, peneliti menemukan fakta bahwa
alasan pemilih berperilaku Golput adalah rasa tidak puasnya terhadap kandidat
calon yang ditawarkan. Ketiga calon bupati dan wakil bupati yang saling
berkompetisi, Ha-Di, Titik-Tarto, dan War-To dinilai tidak mempunyai
kapabilitas yang cukup untuk membawa Sukoharjo ke arah yang lebih maju.
Mengenai hal ini, CIP (Laki-laki, 60 tahun, Akademisi) mengatakan
pandangannya sebagai berikut :
“Pertimbangan saya tidak menggunakan hak pilih dalam pilkada kemarin karena menurut saya tidak ada calon yang capable. Tidak ada calon yang bisa membawa kemajuan daerah ini menjadi daerah yang memang diinginkan oleh masyarakat.” (Wawancara, 15 Juni 2010)
Temuan peneliti menunjukkan gejala serupa dengan hasil penelitian
Pawito pada pemilu 1999 dan 2004 di mana pemilih Golput sebenarnya
133
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
berasal dari kalangan relatif terpelajar serta memiliki pengetahuan dan
kesadaran politik cukup tinggi. Akan tetapi, mereka tidak puas dengan sistem
yang ada, terutama mengenai kandidat yang berkompetisi. Pemilih ini
merupakan orang-orang independen yang bebas dari kepentingan apapun.
Selain itu, mereka juga tergolong aktif dalam mencari informasi mengenai
sepak terjang kandidat, terutama melalui media massa, seperti layaknya tipe
pemilih rasional. Hanya saja, sikap skeptis akan kandidat calon yang
ditawarkan membuat pemilih Golput tidak berpartisipasi dengan memilih
salah satu calon tersebut. Menjelaskan hal ini, kembali CIP mengutarakan
pendapatnya :
“Saya melihat track record mereka ketika menjadi tokoh publik. Apa yang mereka lakukan selama ini belum ada untuk rakyat. Karena melihat apa yang sudah dilakukan mereka juga tidak banyak membawa perubahan Sukoharjo, prediksi saya juga nanti tidak akan ada banyak perubahan. Ya sekedar ada pemerintahan berjalan, sesuai dengan apa yang kemarin diprogramkan oleh calon. Saya tidak optimis kalau pilkada kali ini bisa membawa kemajuan Sukoharjo karena ya orang kan bisa dilihat sepak terjangnya sebelum menjabat.” (Wawancara, 15 Juni 2010)
Sementara itu, Firmanzah mengistilahkan pemilih Golput sebagai
pemilih skeptis, yakni pemilih yang tidak memiliki orientasi ideologi cukup
tinggi dengan sebuah partai politik atau sebuah kontestan, juga tidak
menjadikan kebijakan sebagai sesuatu yang penting. Mereka beranggapan
bahwa proses pemilihan umum yang akan memilih wakil-wakil mereka atau
memilih presiden dan kepala daerah tidak akan bisa membawa perubahan
yang berarti. Mereka berkeyakinan siapapun dan partai apapun yang
memenangkan pemilu tidak akan bisa membawa bangsa dan daerah ke arah
perbaikan sesuai dengan ekpektasi mereka.
134
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
Sedangkan Miriam Tanarjo menyoroti fenomena Golput yang kian
merebak saat ini sebagai dampak dari penilaian pemilih yang menganggap
bahwa sistem politik yang ada belum bisa menjalankan komunikasi politik
yang baik dalam hal mengagregasi (menampung) dan mengartikulasi
(merumuskan) aspirasi serta kepentingan masyarakat. Akibatnya, masyarakat
“menghukum” dengan berperilaku Golput pada saat momen pemilu atau
pemilukada.
C. Pola Pengaruh Komunikasi Politik dalam Membentuk Perilaku
Memilih Masyarakat Desa Ngabeyan Kecamatan Kartasura pada
Pemilukada Sukoharjo 2010
Semua peristiwa komunikasi yang dilakukan, termasuk komunikasi
politik mempunyai tujuan, yakni mempengaruhi target sasaran. Stuart dan
Jamias menyatakan pengaruh atau efek adalah perbedaan antara apa yang
dipikirkan, dirasakan, dan dilakukan oleh penerima sebelum dan sesudah
menerima pesan. Pengaruh sebagai salah satu elemen dalam proses
komunikasi memiliki peranan yang sangat penting untuk mengetahui berhasil
tidaknya komunikasi yang dilakukan. Pengaruh dapat dikatakan mengena jika
perubahan yang terjadi pada penerima informasi sama dengan sama dengan
tujuan yang diinginkan pemberi informasi (Cangara, 2009 : 41). Sedangkan
menurut Pawito, pengaruh dapat berupa perubahan situasi yang sama
sebagaimana dikehendaki pemrakarsa pesan, tidak terjadi perubahan apa-apa,
bahkan perubahan situasi menjadi lebih buruk lagi (Pawito, 2009 : 12).
135
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
Adapun perubahan yang dimaksud dapat terjadi dalam bentuk
perubahan pengetahuan (knowledge), perubahan sikap (attitude) maupun
perubahan perilaku (behavior). Pada tahap pengetahuan, pengaruh dapat
berupa perubahan persepsi dan pendapat (opinion). Sedangkan perubahan
sikap yaitu perubahan internal pada diri seseorang dalam bentuk prinsip
sebagai hasil evaluasi yang dilakukannya terhadap suatu objek. Sementara
perubahan perilaku terjadi dalam bentuk tindakan. Perilaku memilih yang
selanjutnya akan menjadi pokok bahasan dalam bab ini merupakan perubahan
yang terjadi dalam tataran perilaku.
Perilaku memilih yang dalam kajian lebih luas termasuk dalam
perilaku politik, tidak berdiri sendiri melainkan memiliki keterkaitan erat
dengan hal-hal lain. Perilaku memilih yang ditunjukkan seseorang merupakan
hasil pengaruh dari berbagai faktor, baik faktor internal maupun eksternal.
Sebagai bagian dari perilaku politik, Milbrath menjelaskan adanya empat
faktor utama yang berperan penting dalam membentuk perilaku memilih.
Pertama adalah sejauh mana seseorang menerima perangsang politik. Kedua
karakteristik pribadi seseorang. Ketiga karakteristik sosial dan keempat adalah
keadaan politik atau lingkungan politik di mana orang tersebut tinggal
(Sastroatmodjo, 1995 : 15).
Dalam konteks pemilukada Sukoharjo 2010, komunikasi politik
merupakan faktor eksternal yang mempengaruhi perilaku memilih masyarakat,
khususnya masyarakat transisi Desa Ngabeyan yang menjadi objek penelitian
ini. Dengan tidak mengecilkan peranan faktor-faktor berpengaruh lainnya,
perilaku memilih dapat dijadikan parameter berhasil tidaknya komunikasi
136
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
politik yang dijalankan elite politik pemangku kepentingan, dalam hal ini
mereka yang maju sebagai cabup dan cawabup. Berhubung penelitian ini
bersifat kualitatif, parameter yang dimaksud tidak ditunjukkan melalui angka-
angka pasti, melainkan deskripsi atau gambaran bagaimana komunikasi politik
berpola membentuk pengaruh tertentu di masyarakat.
Berdasarkan data yang telah diperoleh baik dari hasil wawancara
maupun observasi peneliti di lapangan, berikut adalah gambaran pola
pengaruh komunikasi politik dalam membentuk perilaku memilih masyarakat
transisi Desa Ngabeyan Kecamatan Kartasura pada Pemilukada Sukoharjo
2010.
Tabel 3.2 Gambaran Pola Pengaruh Komunikasi Politik dalam Membentuk
Perilaku Memilih Masyarakat Transisi
No. Informan
Sumber Informasi
TipologiPemilih
Tidak Mempengaruhi
Perilaku
MempengaruhiPerilaku
1. LIM Tim Sukses KeluargaMedia Luar Ruang
TokohMasyarakat (memperkuat)
Pemilih Rasional
2. YAN Kampanye Keluarga
Media Massa Pemilih Rasional
3. AYU Media Luar Ruang
KandidatCalon(memperkuat) Kampanye (memperkuat)
Pemilih Rasional
4. WAR Kampanye KandidatCalon
Pemilih Partisan
137
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
Media Luar Ruang(memperkuat) Media Massa (memperkuat)
5. MAN Teman Media Luar Ruang(memperkuat)
Pemilih Sekedar Memilih
6. YAH Kampanye Media Luar Ruang
Tim Sukses (memperkuat) Tetangga(memperkuat)
Pemilih Rasional
7. TAN Kampanye Media Luar Ruang
Tokoh Agama Pemilih Partisan
8. HAR TetanggaKampanye Media Massa
Media Luar Ruang(memperkuat)
Pemilih Rasional
9. WID Tim Sukses (memperkuat) Media Luar Ruang(memperkuat) Kampanye (memperkuat)
Pemilih Partisan
10. SON Media Luar Ruang
Pemilih Sekedar Memilih
11. CAN Media Luar Ruang
Tetangga Pemilih Sekedar Memilih
12. GUN Media Luar RuangMedia Massa
Pemilih Rasional
13. SUM Tim Sukses (memperkuat) Kampanye (memperkuat)
Pemilih Rasional
138
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
Sumber : Hasil Wawancara Peneliti dengan Informan (diolah)
TokohMasyarakat (memperkuat) Media Luar Ruang(memperkuat)
14. RAH TokohMasyarakat Media Luar Ruang
KandidatCalonMedia Massa (memperkuat)
Pemilih Partisan
15 CIP Media Massa Golongan Putih
Sebagaimana peneliti mengklasifikasikan komunikasi politik ke dalam
saluran-saluran tertentu pada sub bab sebelumnya, dalam membahas pola
pengaruh ini, peneliti akan melakukan hal yang sama, yakni mengkategorikan-
nya sesuai dengan saluran-saluran komunikasi politik yang ada, yakni
pengaruh dari komunikasi antar persona, pengaruh dari kampanye
pemilukada, pengaruh dari iklan media luar ruang, dan pengaruh dari media
massa.
1. Pengaruh dari Komunikasi Politik Antar Persona
Interaksi manusia dalam sebuah masyarakat merupakan proses
pengalihan informasi dari seseorang atau sekelompok orang kepada orang lain
dengan menggunakan simbol-simbol tertentu. Proses pengalihan informasi
tersebut selalu disertai adanya pengaruh tertentu. Pengaruh itu sendiri
merupakan suatu proses yang bersifat psikologis yang pada gilirannya
membentuk proses sosial. Di sinilah letak keunikan komunikasi antar persona
139
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
atau antar pribadi, yakni selalu dimulai dari hubungan yang bersifat psikologis
yang kemudian mengakibatkan keterpengaruhan (Theodorson, 1969).
Komunikasi antar persona merupakan sumber informasi utama yang
mempengaruhi perilaku memilih masyarakat Desa Ngabeyan Kecamatan
Kartasura pada Pemilukada Sukoharjo 2010. Sebagian besar informan yang
peneliti wawancara (interview) menyatakan pernah terlibat dalam komunikasi
antar persona yang di dalamnya mengandung pesan politik pemilukada,
setidaknya dalam kapasitas mereka sebagai komunikan atau penerima pesan.
Adapun yang bertindak sebagai komunikator atau pemberi pesan dalam hal ini
yaitu kandidat calon bupati dan wakil bupati, tim sukses calon, tokoh
masyarakat, keluarga, serta tetangga dan teman. Sumber-sumber inilah yang
mempengaruhi perilaku memilih sebagian besar masyarakat transisi Desa
Ngabeyan Kecamatan Kartasura dalam Pemilukada Sukoharjo 2010.
a. Kandidat Calon
Sebagai pemangku kepentingan dalam pemilukada, sudah barang tentu
keterlibatan kandidat calon dalam komunikasi politik antar persona mutlak
diperlukan. Tabel ... di atas menunjukkan beberapa informan mengatakan
kandidat calon sebagai sumber informasi yang mempengaruhi perilaku
memilih mereka. Hasil observasi peneliti sendiri menunjukkan gejala serupa,
di mana para cabup dan cawabup yakni Muhammad Toha - Wahyudi, Titik
Suprapti - Sutarto, dan Wardoyo Wijaya - Haryanto melancarkan upaya
mempengaruhi pemilih melalui komunikasi politik antar persona atau tatap
muka secara langsung. Terbukti dengan banyaknya acara pertemuan dengan
140
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
masyarakat yang digelar pra pemilukada, baik itu sosialisasi, kaderisasi,
anjangsana, dan juga kegiatan-kegiatan lain yang selengkapnya sudah peneliti
bahas pada sub bab awal.
Komunikasi politik antar persona dengan menempatkan kandidat calon
sebagai komunikator tampak berhasil mempengaruhi pemilih tidak hanya pada
level perubahan pengetahuan atau sikap saja, namun sampai pada tahap
perilaku mereka, terutama di kalangan pemilih partisan atau pemilih yang
memang memiliki keberpihakan kuat dengan kandidat tertentu.
Temuan penelitian ini mengatakan bahwa komunikasi politik antar
persona berperan besar untuk menciptakan atau memperkuat keberpihakan
tersebut. Misalnya adalah keberpihakan seorang tim sukses kepada kandidat
calon yang didukungnya. Dalam hal ini, komunikasi politik antar persona
dilakukan pada saat kandidat calon merekrut tim sukses tersebut. Melalui
komunikasi persuasif yang dilakukan secara intensif, kandidat calon berusaha
mempengaruhi calon tim suksesnya, bahkan tidak jarang upaya ini dibarengi
dengan iming-iming keuntungan tertentu apabila kelak sang kandidat terpilih.
Hal demikian diungkapkan oleh informan penelitian yang juga tim sukses
pasangan cabup-cawabup Titik -Tarto, WAR (Laki-laki, 48 tahun, Karyawan
Swasta). Berikut kutipan wawancara peneliti dengan informan :
“Lha pas pertemuan kui kan mesti Mbak Titik crito-crito. Pokok’e gilo, dhewe wes nduwe perusahaan, pabrik pohong teng Nguter. Iki. Suk nek nganti dadi koyo kowe barang ngoten ‘gampang’. Nek genah nek kulo tetep pomo dadi titip ponak-ponakane.” [Waktu pertemuan itu pasti Mbak Titik cerita-cerita. Pokoknya ini, kita sudah punya perusahaan, pabrik singkong di Nguter. Ini. Besok kalau jadi, seperti kamu begitu nanti ‘mudah’. Kalau saya jelas kalau jadi titip keponakan-keponakan.] (Wawancara, 15 Juni 2010)
141
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
Sumber informasi dari Titik inilah yang mempengaruhi perilaku
memilih WAR. Dirinya yang sebelum terlibat dalam komunikasi politik antar
persona dengan kandidat calon adalah pemilih independen yang bebas dari
kepentingan manapun, otomatis berubah perilakunya menjadi pemilih partisan
setelah ia menjadi tim sukses calon. Sebagai tim sukses Titik - Tarto,
Wartidak hanya terikat pada keharusan memilih pasangan ini dalam
pemilukada, melainkan juga menggalang massa sebanyak-banyaknya untuk
mendulang perolehan suara pasangan calon.
Fakta di atas sangat sesuai dengan apa yang dikatakan Effendy, bahwa
komunikasi antar persona paling efektif mengubah perilaku dikarenakan
sifatnya yang dialogis. Sifat dialogis ini ditunjukkan oleh komunikasi lisan
dalam percakapan yang menampilkan arus balik secara langsung. Bila pesan
yang disampaikan ternyata belum diterima dengan baik oleh komunikan, ia
diberi kesempatan seluas mungkin untuk bertanya. Proses seperti ini
berlangsung terus menerus hingga tercapai kesepahaman (mutual
understanding) di antara pemberi dan penerima pesan.
Masih dalam konteks pemilih partisan, selain menciptakan,
komunikasi politik antar persona juga berpengaruh dalam memperkuat
keberpihakan. Memperkuat keberpihakan berarti telah ada modal awal
sebelumnya yang mungkin lebih berpotensi. Identifikasi terhadap partai
pengusung pasangan calon, kesamaan ideologi, tradisi, dan etnis merupakan
beberapa contoh modal awal tersebut. Begitu pula dengan ikatan kekerabatan
maupun pertemanan.
142
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
Ikatan pertemanan inilah yang menjadi modal dasar keberpihakan
RAH (Perempuan, 44 tahun, Pengusaha) terhadap pasangan calon Muhammad
Toha - Wahyudi. Adanya komunikasi antar persona yang terjalin antara
informan dengan kedua tokoh ini semakin memperkuat keberpihakannya
sehingga hal itu berimbas pada perilaku informan memilih pasangan nomor
urut satu tersebut. Bahkan, RAH pun bersedia menjadi tim sukses pasangan
secara suka rela.
Seperti diungkapkan informan yang juga seorang pengusaha sukses
ini, sebelum resmi mendaftar sebagai bupati berpasangan dengan cawabup
Wahyudi, Toha datang ke rumahnya untuk meminta saran. Berikut penuturan
RAH :
“Iya, Pak Toha datang ke sini. Sebelum beliau itu bener-bener mencalonkan gitu lho, istilahnya cari masukanlah, misalnya aku ini mau maju bersama ini, itu menurut panjenengan gimana, kan gitu, ya saya minta dukungannya kalau nanti saya benar-benar maju. Wong belum ndaftar og waktu itu datang ke sini.” (Wawancara, 19 Juli 2010)
Mengenai hal ini, Pawito mengatakan bahwa sebagian komunikasi
antar persona memang memiliki tujuan khusus, misalnya seseorang datang
untuk meminta saran atau pendapat kepada orang lain, meskipun ada pula
yang terjadi relatif tanpa tujuan yang jelas, seperti halnya ketika seseorang
bertemu dengan teman lamanya di jalan lantas mereka bercakap-cakap dan
bercanda.
Dimintai saran dan dukungan oleh teman yang juga rekan bisnisnya
itu, RAH memberikan feedback dengan menanyakan apa program kerja yang
hendak diusung dan apa pula visi misi serta tujuan pencalonan Toha. Sebuah
pertanyaan yang lantas mendapat jawaban yang memuaskan dari sang
143
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
kandidat. Pascatercapainya kesepahaman di antara mereka melalui komunikasi
antar persona tersebut, RAH lantas memberikan dukungan maksimal
sebagaimana yang dikehendaki Toha, baik melalui perilakunya memilih Toha
- Wahyudi, maupun melalui upayanya mempengaruhi orang lain untuk
memilih pasangan yang sama.
Pengaruh kandidat calon sebagai komunikator dalam komunikasi
politik antar persona tidak hanya dialami oleh pemilih partisan saja, melainkan
juga oleh pemilih rasional. Akan tetapi, pengaruh keduanya berbeda. Pada
pemilih rasional, pengaruh yang dimaksud hanya bersifat memperkuat
pertimbangan-pertimbangan dan analisis-analisis logis yang sebelumnya telah
dilakukan. Sebab, pertimbangan dan analisis itulah penentu pertamanya.
Kesimpulan ini didapat dari hasil wawancara peneliti dengan informan
penelitian, AYU (Perempuan, 28 tahun, Ibu Rumah Tangga). Pertimbangan
utamanya memilih Titik - Tarto adalah program kerja yang diusung pasangan
ini, seperti sekolah gratis, berobat gratis, serta pembuatan KTP dan KK gratis.
Sedangkan informasi mengenai calon Titik - Tarto termasuk program kerjanya
ia dapatkan dari komunikasi antar persona langsung dengan kandidat cabup ini
melalui sebuah acara sarasehan atau pertemuan yang diselenggarakannya.
Penilaian retrospektif seperti dijelaskan oleh V.O. Key tampaknya
dipraktekkan oleh AYU. Hal ini dikarenakan program kerja yang hendak
diusung Titik - Tarto yang informasinya ia peroleh dari komunikasi antar
persona langsung dengan sang kandidat itu adalah program kerja pemerintah
incumbent yang sedang dijalankan oleh suami Titik, Bambang Riyanto. Dan
melalui pencalonannya sebagai bupati menggantikan suaminya, Titik
144
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
bermaksud melanjutkan kembali apa yang sudah dikerjakan Bambang. Karena
program kerja Titik - Tarto telah terbukti pada pemerintahan Bambang
Riyanto, AYU pun tidak ragu lagi untuk memilih pasangan nomor urut dua
ini. Lebih lanjut, demikian pernyataan langsung informan :
“Ngomonge yo ameh nglanjutke programe Pak Bambang, programe kan sudah terbukti, nek seko liyane kan isih nyobo sek. Ngandhanine pas pertemuan... pertemuan opo kui... temu kangen karo Bu Titik... opo... sarasehan… Waktune sebelum pemilihan kae, sebelum masa kampanye malah. Aku terpengaruh ya kan mergo wes ono buktine.” [Bilangnya ya (Titik) mau melanjutkan programnya Pak Bambang, programnya kan sudah terbukti, kalau yang lainnya kan masih mencoba dulu. Memberitahunya waktu pertemuan... pertemuan apa itu... temu kangen sama Bu Titik... apa... sarasehan. Waktunya sebelum pemilihan, sebelum masa kampanye malah. Saya terpengaruh kan karena sudah ada buktinya.] (Wawancara, 11 Juni 2010)
Pada pemilih rasional seperti AYU, informasi yang diperoleh dari
komunikasi politik antar persona dengan kandidat calon tidak dapat dikatakan
mempengaruhi perilaku memilih, namun hanya sebatas memperkuatnya.
Sebab apabila program kerja yang diusung masih sebatas janji-janji kampanye
dan belum tebukti serta tidak ada keterkaitan antara kandidat calon dengan
incumbent, belum tentu informan memilih pasangan yang sama.
b. Tim Sukses
Sumber informasi komunikasi politik antar persona yang kedua datang
dari tim sukses. Seperti namanya, tim sukses adalah orang-orang yang direkrut
untuk menyukseskan pencalonan kandidat alias memenangkan pemilukada.
Tim sukses direkrut dari tenaga-tenaga potensial sesuai dengan tugas dan
fungsinya. Pengorganisasiannya pun berbeda-beda antara kandidat satu
dengan yang lainnya, mulai dari penasihat, tim ahli, tim riset dan litbang, tim
145
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
pengumpul dana, tim kampanye, tim penggalangan massa, tim pengamat
(intelijen), hingga tim pengumpul suara (vote getter) (Cangara, 2009 : 282).
Namun, untuk kepentingan penelitian ini, peneliti membatasi
pengertian tim sukses hanya sebatas tim penggalangan massa, yakni orang
yang direkrut untuk menggalang massa, baik untuk kepentingan pengumpulan
suara maupun show force untuk menunjukkan kekuatan kandidat calon kepada
masyarakat khususnya calon pemilih. Tim inilah yang biasanya aktif
menggiring opini dan mempengaruhi pemilih di lingkungan sekitarnya untuk
diarahkan kepada calon tertentu.
Begitu pula yang terjadi di lingkungan masyarakat Desa Ngabeyan, di
mana tim sukses memainkan peran yang begitu vital dalam komunikasi politik
antar persona terkait upaya mereka memenangkap cabup-cawabup Sukoharjo
yang didukungnya. Sebagaimana diungkapkan informan penelitian yang juga
tim sukses pasangan Titik-Tarto, WAR (Laki-laki, 48 tahun, Karyawan Swata)
berikut ini :
“Kiro-kiro yo diarahke, yo dikei informasi, diarahkan ke tempate Mbak ini. Pomo, nggenah, berpengalaman, potensine enek. Niko nggih mboke, sedulur-sedulur, koncone kan yo mesti enek to Mbak, koyo Pakdhe Gemi, Yu Yah, mboke njenengan, diarahke no supoyo milih no Mbak. Mosok ora. Podho mawon kan mriki niku kan saora-orane koyo kader, dadi nggih kudu golek. Nek ra golek ra oleh bolo ra menang. Genah niku.” [Kira-kira (masyarakat) ya diarahkan, ya beri informasi, diarahkan ke tempatnya Mbak ini (Titik Suprapti). Seumpama jelas, berpengalaman, berpotensi. Itu jelas, ibu saya, saudara-saudara, teman kan juga pasti ada kan Mbak, seperti Pakdhe Gemi, Mbak Yah, ibu kamu, diarahkan supaya milih Mbak. Masak tidak. Sama saja kan saya itu seperti kader, jadi harus mencari (massa). Kalau tidak mencari tidak dapat massa, tidak menang. Jelas itu.] (Wawancara, 15 Juni 2010)
146
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
Komunikasi politik antar persona yang memposisikan tim sukses
sebagai komunikator biasanya terjadi hampir di semua kesempatan yang
memungkinkan tim sukses bertemu dengan calon pemilih yang menjadi target
sasarannya, seperti pada saat pertemuan rutin warga, kerja bakti, siskamling,
maupun acara pengajian. Terkait hal ini, RAH (Perempuan, 44 tahun,
Pengusaha), informan yang menjadi tim sukses Toha - Wahyudi memberikan
pernyataannya :
“Saya juga pernah menyarankan untuk ke Pak Toha, terutama ke ini ya, kelompok-kelompok pengajian, ke teman-teman dekat gitu kan, sampai main SMS gitu. Walaupun kadang SMS, ayo pilih Pak Toha gitu ya, kadang mbales, ah aku udah ada pilihan, katanya gitu. Terus ada yang bilang, itu jagomu itu nanti kalah, hahaha. Tapi ya memang kita kan namanya berusaha mencari itu kan walaupun balasannya seperti apa ya tetep usaha.” (Wawancara, 19 Juli 2010)
Akan tetapi, betapa pun besarnya usaha yang dilakukan seorang tim
sukses dalam menggalang massa, keputusan akhir tetap berada di tangan sang
pemilih. Bagaimana pengaruh komunikasi politik oleh tim sukses dalam
menentukan perilaku memilih mereka merupakan sebuah pertanyaan besar.
Dan melalui penelitian ini, peneliti berusaha memberikan gambaran yang
diharapkan bisa menjawab pertanyaan tersebut.
Hasil wawancara yang dilakukan peneliti menunjukkan kecenderungan
bahwa peranan tim sukses dalam mempengaruhi pemilih masyarakat transisi
Desa Ngabeyan melalui komunikasi antar persona tidak cukup besar. Ada dua
tipe pemilih yang mendapatkan informasi dari tim sukses, yakni pemilih
rasional dan pemilih partisan. Pada pemilih rasional, pengaruh yang
didapatkan tidak sampai mengubah perilaku, akan tetapi hanya
memperkuatnya. Hal ini terjadi apabila calon yang disarankan oleh tim sukses
147
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
sama dengan apa yang sebelumnya memang telah menjadi pilihan pemilih,
seperti diungkapkan oleh informan penelitian, YAH (Perempuan, 50 tahun,
Penjahit) berikut :
“Informasine yo ono… seko tim sukses. Ono, neng awake dhewe memang yo dari awale wes seneng Bu Titik sek. Karo seng wingi seng kakung kok apik. Lha berlanjut ngono wae, dadi pengene gur kuwi.” [Informasinya ya ada... dari tim sukses. Ada, tapi aku sendiri memang ya dari awal sudah suka dulu sama Bu Titik. Sama yang kemarin suaminya kok bagus. Lha berlanjut gitu saja, jadi pengennya cuma itu.] (Wawancara, 27 Juni 2010)
Menurutnya, informasi mengenai calon Titik - Tarto yang ia peroleh
dari komunikasi antar persona dengan tim sukses memang menambah
keyakinannya dalam memilih calon ini. Sehingga dapat dikatakan
pengaruhnya di sini hanya sebatas memperkuat perilaku, tidak membentuk
atau pun mengubahnya. YAH, seperti kebanyakan tipe pemilih rasional lain di
Desa Ngabeyan, lebih terpengaruh oleh citra positif pemerintahan Bambang
Riyanto, suami Titik, dalam menentukan keputusan memilihnya.
Pemilih rasional lain yang juga mendapat informasi dari tim sukses
adalah SUM (Laki-laki, 56 tahun, Petani). Berbeda dengan YAH yang
memilih Titik - Tarto, informan ini menjatuhkan pilihannya pada pasangan
nomor urut tiga, Wardoyo Wijaya - Haryanto. Akan tetapi keduanya sama-
sama terpengaruh oleh citra diri kandidat dalam membentuk perilaku
memilihnya. Sebagai seorang petani di wilayah desa yang sedang mengalami
pembangunan cukup pesat, ia sangat mengapresiasi upaya Wardoyo yang
telah menunjukkan perhatian lebih kepada dirinya dan juga petani lain terkait
proses pemindahan terminal Kartasura beberapa tahun lalu. Sedangkan dari
tim sukses, Sum memperoleh informasi seputar pencalonan Wardoyo,
148
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
termasuk program-program kerja yang diusung guna mempengaruhi pemilih.
Citra kandidat dan informasi inilah yang akhirnya berperan dalam menentukan
perilaku memilihnya. Berikut SUM mengutarakan informasi yang
diperolehnya dari tim sukses :
“Lha bicaranya dari timnya Wardoyo sendiri kan datang ke PKP (Gedung Pusat Kegiatan Pemuda, Desa Ngabeyan) itu kan sekolahan mau dibebaskan, terus sama berobat itu kan gratis. Jadi kan ya akhirnya kan bisa berapa persen masyarakat kan ya ndukung itu to. Yang pokok utama kan ya pendidikan, kesehatan.” (Wawancara, 19 Juli 2010)
Dalam konteks YAH dan SUM, saran yang diberikan oleh tim sukses
memang menambah keyakinan akan preferensi awal mereka dalam memilih
kandidat pilihan masing-masing, akan tetapi, kondisinya akan berbeda ketika
calon yang disarankan oleh tim sukses berbeda dengan preferensi awal
informan. Hal ini dialami oleh LIM (laki-laki, 59 tahun, Pensiunan PNS). Tim
sukses yang menyarankannya calon lain selain Titik - Tarto tidak sedikitpun
mengubah pendiriannya. Ia tetap teguh pada keputusannya sendiri, sedangkan
masukan dari tim sukses tersebut hanya sebatas menambah pengetahuannya
saja. Inilah penjelasan lengkap LIM :
“Nek dikandhani nggih monggo, kulo rungok’ke. Kowe miliho iki, dasare ngene ngene ngene. Wardoyo, dasare jaringane tekan Bu Mega, nggih to? Mpun masalah dana gampang nek Wardoyo dadi. Sijine kuwi. Lagi kondang-kondange kuwi, programe kuwi iki, mengko lapangan pekerjaan luas, per taun satu desa dapat 200 juta, terus sekolah gratis. Ra popo, itu juga baik. Ning nek pengaruh nggih mboten, kulo dewe no, Mbak. Umpamane njenengan sampun duwe pemikiran sendiri, nggih to, lha kulo nggih ngoten. Monggo itu hak anda. Nggih mang milih dewe, mang nglakoni dewe. Kulo nggih milih dewe. Kan ngoten.” [Kalau diberitahu ya silakan, saya dengarkan. Kamu pilihlah ini, dasarnya begini begini begini. Wardoyo, dasarnya jaringan-nya sampai Bu Mega (Megawati Soekarnoputri--Ketua Umum DPP PDIP), iya kan? Sudah, masalah dana gampang kalau Wardoyo jadi. Pertama itu.
149
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
Baru terkenal-terkenalnya itu, programnya itu ini, nanti lapangan pekerjaan luas, per tahun satu desa dapat 200 juta, terus sekolah gratis. Tidak apa-apa, itu juga baik. Tapi kalau pengaruh ya tidak, saya sendiri Mbak. Seumpama kamu sudah punya pemikiran sendiri, iya kan, lha saya juga begitu. Silakan itu hak anda. Ya silakan memilih sendiri, silakan menjalani sendiri. Saya juga milih sendiri. Kan begitu.] (Wawancara, 12 Juni 2010)
Informasi dari tim sukses melalui komunikasi antar persona tidak
hanya diperoleh pemilih rasional, melainkan juga pemilih partisan. Tidak
seperti pemilih rasional yang menggunakan penilaian terhadap pemerintah
incumbent maupun citra kandidat sebagai pertimbangan utama, fanatisme atau
ikatan tertentu dengan partai/ kandidat calon berperan penting dalam
pengambilan keputusan pemilih partisan. Sehingga hampir dapat dipastikan
bahwa komunikasi politik antar persona dengan tim sukses tidak membawa
pengaruh yang cukup untuk mengubah perilaku memilih, khususnya tim
sukses yang menyarankan calon lain selain apa yang sudah dipertimbangkan-
nya. Sedangkan informasi dari tim sukses kandidat calon pilihannya
berpengaruh dalam menambah keyakinan akan keputusan memilih pemilih
partisan. Bukan hanya informasi, namun cara tim sukses mengkomunikasikan
pesan pun ternyata dapat mempengaruhi penilaian seseorang terhadap
kandidat yang didukung tim sukses tersebut. Sebagaimana penuturan WID
(Laki-laki, 46 tahun, Perangkat Desa) berikut ini :
“Kulo angsal informasi saking tim’e sukses Pak Wardoyo. Dados tim-tim kan do ngendhiko ngeten-ngeten. Ngertos kulo saking niku. Apike niku mboten ngandhani bengok-bengok turut dalan ngoten mboten. Kulo seneng sing ngoten niku. Dadi wes alus-alusan, do milih monggo, mboten monggo. Niki programe, dikandhak’ke niku wau.” [Saya dapat informasi dari tim suksesnya Pak Wardoyo. Jadi tim-tim kan pada bicara begini-begini. Tahu saya dari situ. Bagusnya itu tidak memberitahu teriak-teriak di jalan begitu tidak. Saya suka yang begitu
150
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
itu. Jadi ya sudah, halus-halusan, mau milih silakan, tidak silakan. Ini programnya, diberitahu itu tadi.] (Wawancara, 11 Juli 2010)
Dari pembahasan di atas, dapat disimpulkan bahwa komunikasi politik
antar persona di mana komunikatornya adalah tim sukses kandaidat calon,
ternyata tidak mampu membawa pengaruh yang dapat mengubah perilaku
memilih masyarakat transisi Desa Ngabeyan. Pada pemilih rasional,
pertimbangan dan analisis kritis pemilih ternyata lebih menentukan perilaku,
sedangkan komunikasi politik antar persona hanya berpengaruh dalam
memperkuat perilaku tersebut. Begitu pula dengan pemilih partisan,
komunikasi politik antar persona tidak sanggup mengalahkan kuatnya
pengaruh dari ikatan yang menyebabkan keberpihakan kuat pemilih terhadap
partai/kandidat tertentu.
c. Tokoh Masyarakat
Tokoh masyarakat selaku opinion leader (pemuka pendapat)
merupakan salah satu aspek yang tidak bisa dipisahkan saat mengkaji
komunikasi politik. Hasil wawancara peneliti dengan sejumlah informan
menguatkan pendapat tersebut. Tokoh masyarakat termasuk salah satu sumber
informasi yang mempengaruhi perilaku memilih masyarakat transisi Desa
Ngabeyan dalam Pemilukada Sukoharjo 2010. Yang dimaksud tokoh
masyarakat di sini antara lain bupati, camat, kepala desa, perangkat desa,
ketua RW, ketua RT serta orang-orang yang mempunyai pengaruh lainnya
seperti tokoh agama (ustadz).
Tokoh masyarakat dalam kerangka masyarakat transisi seperti halnya
masyarakat Desa Ngabeyan Kecamatan Kartasura telah mengalami banyak
151
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
pergeseran peran bila dibandingkan dengan masyarakat pedesaan. Pada
masyarakat pedesaan, tokoh masyarakat lebih banyak berperan dalam
meneruskan informasi dari media massa kepada masyarakat. Bukan hanya
meneruskan, ia pun berperan memilah dan menyaring setiap informasi
sebelum akhirnya disampaikan kepada masyarakat. Terlebih, tingkat konsumsi
media massa masyarakat pedesaan umumnya tergolong masih rendah,
sehingga keberadaan dan peran tokoh masyarakat masih begitu tinggi.
Dalam konteks pemilihan umum, tokoh masyarakat bertindak sebagai
sumber informasi untuk kepentingan mensukseskan jalannya pemilu, seperti
sosilasisasi pelaksanaan pemilu, kandidat calon yang berkompetisi, ajakan
untuk mengunakan hak pilih, dan sebagainya. Karena kebijaksanaan yang
dimilikinya pula, biasanya informasi tersebut tidak disertai dengan anjuran
untuk memilih kandidat calon tertentu.
Kondisi tersebut seakan kontras dengan apa yang terjadi pada
masyarakat transisi. Karena pengaruhnya yang demikian besar di masyarakat,
tidak jarang tokoh-tokoh masyarakat menjadi pilihan strategis bagi cabup dan
cawabup yang berkompetisi dalam ajang pemilihan, tidak terkecuali dalam
Pemilukada Sukoharjo. Tokoh-tokoh masyarakat ini digalang oleh kandidat
calon maupun partai pengusung calon untuk menjadi pengumpul suara (vote
getter). Dengan mengikutsertakan mereka dalam setiap kampanye maupun
sosialisasi yang dilakukan, kandidat akan dengan mudah mendulang banyak
suara, karena tokoh masyarakat sangat berperan dalam menentukan perilaku
pengikutnya.
152
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
Observasi peneliti di lapangan menunjukkan tokoh-tokoh masyarakat
yang menjadi pemuka pendapat di Desa Ngabeyan Kecamatan Kartasura
dalam Pemilukada Sukoharjo 2010 berasal dari kalangan struktural maupun
kultural. Pemuka pendapat struktural adalah pemuka pendapat yang memiliki
status sosial formal dalam kehidupan bermasyarakat. Pengurus RT, RW,
aparatur pemerintah desa, maupun aparatur kecamatan termasuk dalam
kategori ini. Sedangkan pemuka pendapat kultural adalah pemuka pendapat
yang tidak menyandang status sosial formal tertentu dalam masyarakat, namun
memiliki kemampuan dalam suatu bidang tertentu hingga mampu
mempengaruhi masyarakat. Termasuk dalam kelompok ini yaitu tokoh agama,
tokoh pendidikan, dan tokoh budaya (Wijaya, 2009 : 147-148).
Pengamatan peneliti diperkuat oleh pernyataan informan penelitian,
SUM (Laki-laki, 56 tahun, Petani) yang mengungkapkan bahwa para tokoh
masyarakat menjadi pemuka pendapat (opinion leader) bagi masyarakat
transisi Desa Ngabeyan dalam Pemilukada Sukoharjo 2010. Bukan hanya
memberikan sosialisasi mengenai tata cara pemilihan bupati dan wakil bupati,
namun juga menggiring opini masyarakat, khususnya pemilih, kepada satu
kandidat tertentu. Berikut penuturan SUM :
“Ada. Ada tokoh masyarakat yang menyarankan. Kan timnya semua kandidat tadi nyari tokoh, RT itu khususnya. Ya tinggal itu, pilkada itu kan LUBER, ya ajak-ajak terserah, kalau mau tapi, kalau ndak mau ya sudah. Tokoh masyarakat ya ada, RT, tokoh, itu ada.” (Wawancara, 19 Juli 2010)
Pernyataan senada juga dilontarkan oleh RAH (Perempuan, 44 tahun,
Pengusaha). Menurutnya, fungsi strategis tokoh masyarakat dalam pemilukada
banyak dimanfaatkan oleh kandidat untuk mengatrol perolehan suara mereka.
153
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
Dalam hal ini, tokoh masyarakat yang ia maksud adalah tokoh masyarakat
struktural. Demikian pernyataannya :
“Ada. Itu juga ada. Ya kalau di sini tokoh masyarakat kan sudah sebagian ke Pak BR (mendukung Titik-Tarto) ya. Tapi kan sebagian juga ke Pak Toha.” (Wawancara, 19 Juli 2010)
Bagi kedua informan ini, informasi yang diberikan tokoh masyarakat
tersebut tidak membawa pengaruh apapun terhadap perilaku memilih mereka.
Karena sebagai pemilih rasional dan partisan, SUM dan RAH lebih
mempertimbangkan analisis-analisis logis dan juga keberpihakan dengan
kandidat dalam membentuk perilaku memilihnya.
Pernyataan berbeda dikemukakan oleh LIM (Laki-laki, 59 tahun,
Pensiunan PNS), informan yang mendapatkan pengaruh dari tokoh
masyarakat yaitu Bupati Sukoharjo, Bambang Riyanto. Diungkapkan LIM,
menjelang berakhirnya masa jabatan Bambang sebagai bupati, ia kerap
menyelenggarakan pertemuan dengan warga masyarakat yang bertujuan untuk
mensosialisasikan pencalonan Titik Suprapti yang juga merupakan istri
Bambang sebagai calon bupati menggantikan dirinya. Terlibat sebagai
komunikan dalam komunikasi antar persona dengan Bambang Riyanto, LIM
mengaku semakin yakin untuk memilih Titik dalam pemilukada. Pengaruh
komunikasi antar persona dengan tokoh masyarakat pada diri pemilih rasional
ini bisa dikatakan memperkuat perilaku memilihnya, karena pertimbangan
utama preferensinya terhadap Titik adalah penilaian positifnya terhadap
kinerja Bambang selama menjabat sebagai bupati, khususnya kemajuan dalam
bidang pembangunan.
154
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
Selain menemukan pengaruh tokoh masyarakat struktural, peneliti juga
menemukan adanya pengaruh yang kuat dari tokoh masyarakat kultural.
Pengaruh tokoh masyarakat kultural, dalam konteks ini yaitu tokoh agama,
tampak pada perilaku memilih TAN (Laki-laki, 44 tahun, Juru Parkir).
Bergabung dalam kelompok pengajian Majelis Tafsir Al Qur’an, TAN
mendapatkan informasi yang mampu mempengaruhi perilaku memilihnya dari
sang pimpinan Majelis. Ia mengutarakan alasan memilihnya sebagai berikut :
“Saya mempunyai pimpinan, apapun yang dipilih yang disarankan oleh pimpinan saya harus ikuti. Lha nyarankene War-To. Lha itu tadi, dakwah saya itu di situ. Jadi emang harus. Saya apapun itu dari dulu sampai pilihan presiden, saya juga harus nunggu dari pimpinan pusat. Kalau dari pimpinan pusat belum memberi informasi saya juga belum punya pilihan.” (Wawancara, 28 Juni 2010)
Pemuka pendapat (opinion leader), khususnya tokoh agama,
mempunyai otoritas tinggi serta mampu menentukan sikap dan perilaku
pengikutnya. Mereka diikuti bukan karena kedudukan atau jabatan politiknya
akan tetapi karena kewibawaan, ketundukan, kharisma, dan mitos yang
melekat padanya atau karena pengetahuan serta pengalaman yang dimilikinya
(Ardial, 2009:199-200). Karena kuatnya pengaruh inilah, TAN yang
merupakan pemilih partisan tidak kuasa untuk tidak melaksanakan apa yang
disarankan oleh pimpinannya, walaupun sebenarnya dirinya memiliki
pendapat lain mengenai kandidat calon yang disarankan. Terkait hal ini, TAN
mengemukakan pandangannya seperti berikut :
“Contoh, nggak masuk akal, sekolah swasta gratis. Ya kalo swasta gratis itu terus, apa, biayanya dari mana? Wong swasta kok digratiskan, ya pihak swasta nggak mau, wong pihak swasta itu nyari keuntungan dari hasil swastanya sendiri kok mosok pemerintah mau menggratiskan sekolah swasta. Itu janji itu ndak masuk akal. Coba, njenengan nduwe sekolahan swasta, terus pemerintah ngongkon, kowe
155
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
kudu gratis, terus njenengan nggaji guru keng pundhi? Pemerintah ndak mungkin nggaji guru swasta. Janjine War-To kan seperti itu kemarin saya dengar, swasta gratis, ndak mungkin. Dia tu dari mana punya janji seperti itu, sistem kerjane piye.” (Wawancara, 28 Juni 2010)
Kekuatan tokoh agama sebagai pemimpin opini setidaknya dapat
dilihat dari dua hal, pertama, memiliki perasaan kemasyarakatan yang dalam
dan tinggi (highly developed social sense), kedua, selalu melandaskan sesuatu
kepada kesepakatan bersama (general concencus). Tokoh agama mempunyai
kekuatan yang tinggi dalam mempengaruhi masyarakat karena bisa
memahami apa yang dibutuhkan dan diinginkan masyarakatnya. (Soelaiman,
1998 : 147-148).
Dalam hal ini, pemahaman akan kebutuhan masyarakat tersebut
diimplementasikan dalam bentuk memberikan saran untuk memilih kandidat
tertentu kepada pengikutnya, termasuk kepada TAN, dengan didasari oleh
pertimbangan-pertimbangan yang telah dijelaskan dalam sub bab sebelumnya.
Sehingga walaupun menyadari kalau pilihannya bukanlah calon yang ideal,
Tan tetap memilih kandidat calon nomor urut tiga, Wardoyo Wijaya -
Haryanto sesuai saran sang pimpinan. Secara lebih lengkap, berikut penjelasan
TAN :
“Milih ya karena saya punya pimpinan, memang harus seperti itu. Selain itu, kalau saya tidak tahu pribadi War-To itu gimana, Pak Wardoyo itu gimana, mosok pimpinan seperti itu, dulu juga tukang judi. Ndak mungkin kalau pimpinan saya nggak nyuruh nggak mungkin saya milih itu. Dulu kan pernah ketangkep Wardoyo itu, lha, itu kan dia judi. Lho kalau saya ndak manut pimpinan saya, ndak mungkin saya milih dia.” (Wawancara, 28 Juni 2010)
Apabila dikaitkan dengan perspektif teoritis, bentuk komunikasi politik
antar persona dengan tokoh masyarakat sebagai komunikator ini merupakan
156
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
komunikasi kelompok kecil (small group communication), yaitu proses
komunikasi yang berlangsung antara tiga orang atau lebih secara tatap muka
di mana anggotanya saling berinteraksi satu dengan yang lainnya (Cangara,
2007 : 32).
Nurudin menyebutkan salah satu ciri komunikasi antar persona
mempunyai struktur jaringan tertentu (misalnya kerabat, suku, maupun
kelompok lainnya) yang sangat kuat karena ikatan yang telah lama ada atau
kebiasaan-kebiasaan yang telah lama tertanam. Setiap struktur ini memiliki
pemuka pendapatnya masing-masing. Adanya garis hierarki yang ketat
sebagai ciri sistem tradisional membuat pemuka pendapat sudah barang tentu
mempunyai pengaruh yang amat jelas (Nurudin, 2004 : 184).
Severin dan Tankard (2005 : 244-245) mengatakan bahwa pemuka
pendapat dan pengikutnya biasanya memiliki perilaku yang sangat mirip
karena mereka menjadi bagian dari kelompok yang sama. Sangat tidak
mungkin bahwa pemimpin opini akan sangat jauh dari pengikutnya dalam
minat terhadap topik tertentu. Hubungan antar persona bukan hanya
merupakan jaringan komunikasi semata melainkan juga sumber tekanan sosial
untuk menyesuaikan diri kepada norma-norma kelompok serta merupakan
sumber dukungan sosial untuk nilai-nilai dan opini yang dipercaya individu
(Wijaya, 2009 : 152).
Dalam konteks pengaruhnya terhadap perilaku memilih masyarakat
transisi Desa Ngabeyan pada Pemilukada Sukoharjo, tokoh masyarakat
kultural dalam hal ini tokoh agama lebih berpengaruh bila dibandingkan
dengan dengan tokoh masyarakat struktural baik itu perangkat desa, pengurus
157
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
RT/RW, maupun pejabat pemerintah yang lebih tinggi. Tokoh masyarakat
struktural hanya berpengaruh dalam memperkuat perilaku sementara tokoh
masyarakat kultural mampu mengubahnya.
d. Keluarga
Ada dua saluran utama komunikasi antar persona yang membantu
seseorang belajar politik, yakni keluarga dan lingkungan yang terdiri atas
kawan-kawan dekat dan akrab yang dikenal sebagai teman sebaya.
Kebijaksanaan konvensional pernah mengatakan bahwa bukan fakta yang
diragukan lagi bahwa keluarga adalah lembaga sosial primer di semua negeri.
Keluarga merupakan sumber terpenting dalam belajar politik. Hal ini
ditunjang oleh temuan tentang banyaknya kesamaan di antara orientasi politik
orang tua dan anaknya (Nimmo, 2000 : 110).
Sosialisasi dan juga informasi politik dari keluarga turut membantu
proses belajar anak untuk mengidentifikasikan dirinya dengan kelompok
maupun partai politik tertentu. Riset yang dilakukan di Amerika menunjukkan
bahwa separuh dari jumlah anak-anak yang telah mencapai usia tujuh tahun
cenderung mengidentikkan dirinya sebagai Demokrat atau Republikan. Di
Indonesia, fakta bahwa keluarga merupakan sumber informasi penting yang
pada gilirannya berpengaruh dalam membentuk perilaku politik seseorang,
juga tampak pada perilaku yang ditunjukkan banyak elit politik. Pada level
nasional, nama Eddie Baskoro Yudhoyono dan Puan Maharani cukup
representatif. Keduanya merupakan politikus yang duduk sebagai anggota
DPR RI mewakili fraksi partai orang tua masing-masing, Demokrat dan PDI
158
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
Perjuangan. Peran Susilo Bambang Yudhoyono dan Megawati Soekarnoputri
dalam mempengaruhi perilaku politik Eddie dan Puan, tentu tidak dinafikkan
lagi adanya.
Dalam penelitian ini, peneliti menemukan fakta yang kurang lebih
sama. Keluarga merupakan salah satu sumber informasi penting yang
mempengaruhi perilaku memilih masyarakat transisi Desa Ngabeyan
Kecamatan Kartasura dalam Pemilukada Sukoharjo 2010. Dalam lingkungan
keluarga, pengaruh tersebut datang dari orang tua yang merupakan pemilih
partisan. Keberpihakan kuat terhadap partai dan kandidat tertentu mendorong
mereka merancang sebuah pembicaraan persuasif yang tujuannya adalah
mengarahkan anak, suami/ istri maupun anggota keluarga yang lain agar
mempunyai perilaku memilih yang sama. Terkait hal ini, informan yang
merupakan pemilih partisan kandidat calon Wardoyo Wijaya - Haryanto, WID
(Laki-laki, 46 tahun, Perangkat Desa), memberikan pernyataannya sebagai
berikut :
“Nggih nek anak bojo tetep kulo kandhani no, programe sing apik iki ngoten tetep no. Anak bojo, keluarga niku kulo kandhani. Programe iki, gilo tujuane koyo ngene apike, mikirke nyang rakyat tenan. Pilihane nggih niku sedoyo keluargo kulo, mboten mungkin nyoblos liyane. Mboten mungkin.” [Ya kalau anak istri tetap saya beritahu, programnya yang bagus ini, tetap begitu. Anak, istri, keluarga itu saya beritahu. Programnya ini, ini lho tujuannya seperti ini bagusnya, memikirkan rakyat benar. Pilihannya ya itu semua keluarga saya, tidak mungkin nyoblos yang lain. Tidak mungkin.] (Wawancara, 11 Juli 2010)
Sejalan dengan apa yang disampaikan WID, seorang pemilih lain yang
berasal dari Dukuh Mangkuyudan RAH (Perempuan, 44 tahun, Pengusaha),
yang juga pemilih partisan pasangan Muhammad Toha - Wahyudi
159
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
mengatakan bahwa dirinya dan sang suami memang menganjurkan seluruh
anggota keluarga untuk memilih pasangan nomor urut satu tersebut. Sebagai
bagian dari pengaruhnya, ia juga mengkomunikasi-kan pertimbangan politik
mengenai alasan mengapa Toha - Wahyudi layak dipilih, apa program kerja
yang diusung, dan apa terobosannya untuk Sukoharjo. Walaupun demikian,
komunikasi politiknya memang hanya sebatas anjuran. Setelah memberikan
informasi lengkap perihal kandidat serta memberikan pandangannya, ia
menyerahkan keputusan sepenuhnya kepada anggota keluarga yang lain.
Demikian penuturan RAH lebih lengkapnya :
“Ya kalau kita satu rumah itu kita sudah masing-masing ya, yang penting aku ini, ya kamu apa monggo, gitu. Nek di sini saya nggak harus, kamu harus gini, misalnya sama Manja (Noviana Manja Ratna--putri Rah) ya, atau sama siapa saja ya monggo, itu hak mereka. Cuman seandainya menurut pandangan saya itu yang baik ini, kan gitu, ya tetep kasih pengaruh to mbak, namanya kita punya, punya pilihan kan mestinya kan kita punya pendapat ya, bahwa ini pilihan saya itu visinya seperti ini, misinya seperti ini. Tapi ya kebetulan kalau di rumah ini semua setuju (memilih Ha-Di), nggak ada apa, itu lho sampai kontroversi, debat masalah itu, gitu nggak ada. Ya udahlah, apa yang disarankan kepala keluarga, ya udah, gitu.” (Wawancara, 19 Juli 2010)
Besarnya pengaruh komunikasi antar persona sampai tingkat tertentu
sejalan dengan pendapat Dan Nimmo yang menekankan bahwa semakin
personal suatu media, semakin efektif pula dalam mengubah opini, baik
karena orang percaya kepada informan personal, ingin sesuai dengan opini
rekan dekat dan anggota kelompok yang menjadi anggota favorit, atau semata-
mata lebih nyaman memperhatikan media informal daripada media formal
(Nimmo, 2000 : 147). Senada dengan Nimmo, Katz (1957 : 63) menyatakan
bahwa pengaruh hubungan antar pribadi dalam kelompok primer, seperti
160
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
keluarga, efektif dalam memelihara tingkat homogenitas opini dan tindakan
dalam kelompok.
Pengaruh dari komunikasi politik antar persona dengan keluarga tidak
hanya timbul ketika komunikasi tersebut memang sengaja diagendakan untuk
mempengaruhi, seperti halnya yang terjadi pada keluarga WID maupun RAH,
namun pengaruh juga timbul dari pembicaraan spontan yang relatif tanpa
tujuan jelas. Kepercayaan yang tinggi terhadap pilihan orang-orang terdekat
menimbulkan pengaruh yang dapat mengubah perilaku, khususnya pada
pemilih yang belum menentukan pilihannya. Mengenai hal ini, YAH
(Perempuan, 50 tahun, Penjahit) memberikan penjelasannya sebagai berikut :
“Ora diskusi, Mbak, yo mung tekon-tekon tok. Lha arep nyoblos we Sulis tekon, ‘kowe nyoblos opo Bu mengko?’ ‘Aku Bu Titik wi’, lha kowe opo?’ ‘Opo, aku yo bingung, haha… Aku yo bingung og, ah yo wes podho Ibu wae neknu’. ‘Terserah, kuwi kowe, hakmu dhewe, dadi sak senengmu meh milih opo, aku yo ngono.’” [Tidak diskusi, Mbak, ya cuma tanya-tanya saja. Lha mau mencoblos saja Sulis (putra Yah) tanya, ‘Kamu nyoblos apa Bu nanti?’, ‘Aku Bu Titik, lha kamu apa?’, ‘Apa, aku juga bingung, haha... Aku juga bingung, ya sudah sama seperti Ibu saja kalau begitu’, ‘Terserah, itu kamu, hakmu sendiri, jadi terserah kamu mau milih apa, aku juga begitu’.] (Wawancara, 27 Juni 2010)
Apabila dalam keluarga pemilih partisan komunikasi politik antar
persona memiliki tujuan khusus yaitu untuk menciptakan keterpengaruhan,
tidak demikian halnya dengan yang terjadi dalam keluarga pemilih rasional.
Karena tidak memiliki kepentingan apapun, perbincangan dalam keluarga
tidak bertujuan untuk mengarahkan anggota keluarga kepada satu calon
tertentu. Perbincangan yang berlangsung sekedar bermaksud ingin mengetahui
pilihan anggota keluarga yang lain serta alasan memilihnya, tanpa disertai
161
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
muatan persuasif, sebagaimana yang terjadi dalam keluarga GUN (laki-laki,
50 tahun, Perangkat Desa). Berikut keterangan informan:
“Masing-masing kan sudah punya pendirian sendiri-sendiri. Anak saya ya gitu. Tapi kalau cuma sekedar tanya-tanya ya ada. Tanya-tanya, rasan-rasan [membicarakan]. Tapi soal memilih semuanya sudah punya pilihan sendiri-sendiri. Aku ngono sing programe apik kok, ngoten [Kalau aku yang programnya bagus, begitu]. Kalau anak kan bisa milih sendiri, wong [orang] sudah besar, sudah mahasiswa masak diarahkan.” (Wawancara, 14 Juli 2010)
Masyarakat Desa Ngabeyan Kecamatan Kartasura dengan karakteristik
transisinya memiliki heterogenitas baik dalam hal nilai, kepercayaan,
pendidikan, status sosial, dan pekerjaan sebagai ciri khasnya, sehingga
komunikasi politik antar persona khususnya dalam lingkup keluarga
menimbulkan pengaruh yang berbeda-beda satu dengan yang lainnya.
Komunikasi politik antar persona mempengaruhi perilaku memilih sebuah
keluarga di mana salah satu anggotanya merupakan pemilih partisan.
Sedangkan pada keluarga pemilih rasional, pengaruh yang dihasilkan berbeda-
beda, ada yang pengaruhnya sampai pada level mengubah perilaku seperti
halnya yang terjadi pada keluarga YAH, ada pula yang tidak membawa
pengaruh sama sekali, sebagaimana dialami keluarga GUN.
e. Tetangga
Sebagai makhluk sosial, manusia senantiasa berinteraksi dan
berkomunikasi dengan manusia lain di sekitarnya, termasuk dengan tetangga
yang notabene merupakan orang-orang yang memiliki kedekatan dari segi
geografis tempat tinggal. Data penelitian menunjukkan bahwa komunikasi
antar persona dengan para tetangga masih sering dilakukan oleh masyarakat
162
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
transisi Desa Ngabeyan Kecamatan Kartasura. Walaupun intensitasnya tidak
sesering masyarakat pedesaan, namun tidak jarang pula sebagaimana yang
terjadi pada masyarakat perkotaan. Biasanya, proses komunikasi terjadi pada
saat berlangsung kegiatan sosial kemasyarakatan yang melibatkan partisipasi
warga, seperti siskamling, kerja bakti, pengajian, ataupun ketika acara-acara
santai seperti berkumpul di rumah salah seorang warga hanya untuk sekedar
ngobrol bersama.
Komunikasi antar persona dengan para tetangga terjadi dalam bentuk
komunikasi diadik (diadyc communication) maupun komunikasi kelompok
kecil (small group communication). Informasi seputar penyelenggaraan
Pemilukada Sukoharjo 2010 termasuk cabup-cawabup yang berkompetisi
tidak terlepas menjadi salah satu substansi komunikasi antar persona ini.
Tidak jarang pula, pertukaran informasi dalam komunikasi tersebut mampu
memberikan pengaruh terhadap perilaku memilih seseorang, terutama kepada
pemilih yang sekedar ikut memberikan suara dalam pemilihan sebagai wujud
partisipasi politik. Tipe pemilih ini tidak memerlukan pertimbangan yang
matang dalam menentukan keputusan memilihnya, tidak mengetahui program
kerja kandidat, serta tidak bersikap aktif mencari informasi. Karena itulah,
perilaku memilih kelompok ini lebih banyak dipengaruhi oleh informasi yang
didapat dari komunikasi politik antar persona, terutama dengan sesama warga
kelompok di mana mereka berada, termasuk tetangga.
Seorang pemilih asal Dukuh Ngabeyan Desa Ngabeyan, CAN (Laki-
laki, 54 tahun, Pedagang) mengatakan preferensinya terhadap kandidat Titik
Suprapti - Sutarto juga banyak dipengaruhi oleh komunikasi politik antar
163
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
persona dengan tetangganya. Pria keturunan Tionghoa ini mendapat informasi
dari tetangganya pada kesempatan ketika dirinya berkumpul dengan mereka,
misalnya saat acara kerja bakti atau rapat warga. Demikian penuturan CAN :
“Pas kumpul-kumpul warga itu kan sok omong. Pas ronda, rapat warga, pas kerja bakti, atau pas ketemu apa-apa kan sok omong. Piye-piye milih opo? Nek aku milih nomer dua gitu, yowes cuma gitu ya, jadi nggak pernah ada sosialisasi atau apalah.” [Waktu kumpul-kumpul dengan warga itu kan kadang bicara. Waktu ronda, rapat warga, kerja bakti, atau waktu ketemu kan kadang bicara. Bagaimana-bagaimana, milih apa? Kalau aku milih nomer dua. Ya sudah cuma begitu ya, jadi tidak pernah ada sosialisasi atau apapun.] (Wawancara, 14 Juli 2010)
Sejalan dengan apa yang disampaikan CAN, informan lain, YAH
(Perempuan, 50 tahun, Penjahit) mengatakan obrolan antartetangga
merupakan hal yang biasa dilakukannya sehari-hari, begitu pula ketika
pemilukada tengah berlangsung. Komunikasi antar persona ia jadikan ajang
untuk bertukar pendapat dengan tetangganya perihal calon pilihan masing-
masing. Berikut penjelasan informan :
“Yo enek tonggo, ngandhani tentang Bu Titik. ‘Kowe milih opo, Yah? Aku kok koyone mathuk Bu Titik, mengko nek dadi iki yo berlanjut koyo sing kakung’, ngono.” [Ya ada tetangga, memberitahu tentang Bu Titik. ‘Kamu milih apa Yah? Aku sepertinya setuju Bu Titik, nanti kalau jadi ini ya berlanjut seperti suaminya’, begitu.] (Wawancara, 27 Juni 2010)
Komunikasi politik antar persona dengan tetangga membawa pengaruh
yang berbeda bagi CAN maupun YAH. Bagi CAN, informasi yang diperoleh
berhasil mengubah perilakunya, sedangkan bagi Yah informasi tersebut hanya
berpenagruh memperkuat perilakunya, karena ia adalah tipikal pemilih
rasional yang sebelumnya telah memiliki preferensi terhadap kandidat calon
yang sama.
164
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
Walaupun demikian, pandangan yang disampaikan mereka berdua
memberikan kesan adanya pengaruh pribadi dalam komunikasi antar persona
yang dilakukan dengan para tetangga. Kuatnya pengaruh ini dibuktikan oleh
penelitian Paul Lazarfeld mengenai pemilih di Erie Country, Ohio pada tahun
1940 dan Elmira, New York tahun 1948. Temuan penelitian Lazarfeld
menyatakan bahwa media massa memainkan peranan lemah dalam pembuatan
keputusan memilih dibandingkan dengan pengaruh antar pribadi. Penelitian
ini juga memperlihatkan kecenderungan kuat bagi orang untuk memberikan
suara sama dengan para anggota kelompok primer. Barelson, Lazarfeld, dan
McPhee (1954) menyebut konsistensi kuat ini sebagai ‘homogenitas politik
kelompok primer’ (Severin dan Tankard dalam Wijaya, 2009 : 156).
Derajat homogenitas tergolong tinggi pada sistem tradisional seperti di
daerah pedesaan, sedangkan norma-norma desa yang lebih modern
mendorong homogenitas ini berubah perlahan menjadi lebih hetero. Ciri ini
dimiliki oleh Desa Ngabeyan yang memiliki masyarakat dengan karakterstik
transisi. Komunikasi politik antar persona bisa jadi sangat berpengaruh
terhadap satu individu, tapi tidak sama sekali bagi individu lainnya. Apa yang
dikatakan salah satu informan penelitian, HAR (Laki-laki, 48 tahun,
Karyawan Swasta) sepertinya cukup merepresentasikan fakta tersebut. Ia
menjelaskan pandangannya sebagai berikut :
“Ya ada obrolan dengan tetangga, kadang pas siskamling, terus pas lagi kumpul dengan tetangga, cuma ya itu sebatas masukan sebagai bahan referensi, untuk pilihan saya sudah mempunyai gambaran tetap. Saya kalau dengan tetangga itu cuma sebatas diskusi kok Mbak. Kalau pengaruh yo tidak, masalahnya saya tidak mempunyai kepentingan apapun, jadi ndak ada pengaruhnya sama sekali. Yang jelas saya sudah
165
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
ada penilaian sendiri, dan itu jatuh pada Bu Titik.” (Wawancara, 28 Juni 2010)
Sama dengan YAH, HAR merupakan pemilih rasional yang
menggunakan penilaian retrospektif sebagai dasar pertimbangan memilihnya.
Oleh sebab itu, pesan komunikasi politik antar persona tidak berhasil
mempengaruhi perilakunya, sekalipun hal itu dilakukan oleh orang-orang
yang termasuk lingkaran dekatnya seperti para tetangga.
Berdasarkan uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa pemilih sekedar
memilih adalah orang yang paling kuat mendapat pengaruh dari komunikasi
politik antar persona yang berlangsung dengan para tetangga. Sedangkan pada
pemilih rasional, pengaruh yang dihasilkan cenderung lebih lemah, bahkan
tidak berpengaruh sama sekali.
f. Teman
Di samping keluarga, lingkungan yang terdiri dari teman-teman dekat
merupakan saluran utama komunikasi antar persona yang membantu
seseorang belajar politik (Nimmo, 2000 : 110). Teman-teman dekat atau yang
biasa disebut pula dengan teman sebaya ini biasanya mempunyai status sosial,
tingkat kemakmuran, dan kegiatan yang relatif sama. Oleh karena itu, melalui
komunikasi politik antar persona, mereka mampu memberikan pengaruh
terhadap pandangan politik seseorang, sebuah fondasi yang pada akhirnya
membentuk perilaku politik orang tersebut.
Kelompok sebaya mampu mempengaruhi pandangan politik dengan
cara memberikan bimbingan melalui keanggotaan dalam asosiasi sukarela,
perhimpunan kewarganegaraan, atau dengan rekan kerja di perusahaan, serikat
166
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
buruh, atau tempat kerja yang lain. Karena orang biasanya masuk dalam
pandangan sendiri, maka kemungkinan asosiasi seperti ini mengubah opini
publik menjadi berkurang. Meskipun tidak selalu demikian, kecenderungan
yang umum ialah bahwa orang menyesuaikan kepercayaan, nilai, pengharapan
politiknya dengan teman sebaya untuk memelihara persahabatan yang
ditunjukkan dengan menjadi teman sebaya (Nimmo, 2000 : 113).
Teori di atas menjadi acuan peneliti dalam membahas pengaruh
komunikasi politik antar persona dengan teman dalam membentuk perilaku
memilih. Seperti diungkapkan oleh informan penelitian dari Dukuh
Brontowiryan, MAN (Perempuan, 65 tahun, Pedagang), perilaku memilihnya
merupakan buah dari komunikasi antar persona yang ia lakukan dengan
teman-temannya. Dengan kata lain, komunikasi tersebut mampu memberikan
pengaruh terhadap perilakunya. Informan ini memberikan pernyataan
lengkapnya sebagai berikut :
“Pokok’e aku wi dodol tahu dijipuk karo tukang daging, podho nang gerejane, ‘Mbah, sesuk ampun lali’, dikei layang, ‘Mbak kulo niku layang mboten saget moco’, ‘Nggih mpun pokok’e nomer telu nggih mbah, ampun lali’, trus tak delok, ‘Mbak, piyayi niki jane yo anu tapi kok ireng mbededeng, lemu’. Tenan tak coblos, trus ndang wes nyoblos, ‘Mbah, njenengan ayu tenan lho mbah, dikon ngene ya ngene’. Woo dielus-elus piyayi-piyayi no Nduk, jarene aku piyayi sepuh, nanging nek dikandhani ki yo nggatekke. Ngono lho Nduk. Mbok aku ditekoni sopo ngono, sing tak coblos yo sing ireng mbededeng lemu.” [Pokoknya aku itu jual tahu diambil sama tukang daging, sama ke gerejanya, ‘Mbah, besok jangan lupa’, diberi surat, ‘Mbak aku itu kalau surat tidak bisa membaca’, ‘Ya sudah pokoknya nomor 3 ya Mbah, jangan lupa’, terus aku lihat, ‘Mbak orang ini (Wardoyo - Haryanto) kok hitam, gagah, gemuk’. Beneran saya coblos, terus begitu sudah mencoblos, ‘Mbah, kamu cantik benar lho Mbah, disuruh begini ya begini’. Wah, disanjung-sanjung orang aku Nduk (Gendhuk--panggilan untuk anak perempuan dalam Bahasa Jawa), katanya aku itu orang tua, tapi kalau diberitahu ya memperhatikan. Begitu lho
167
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
Nduk. Aku ditanya siapa-siapa gitu, yang aku coblos ya itu, hitam gagah gemuk.] (Wawancara, 27 Juni 2010)
MAN yang termasuk kategori pemilih sekedar memilih ini mengaku
dirinya juga mendapatkan pesan yang sama dari beberapa temannya yang lain,
baik itu rekan jualannya di pasar maupun temannya di gereja. Semua
komunikasi berlangsung dalam bentuk komunikasi diadik, di mana informan
bertatap muka secara langsung hanya dengan komunikator. Adanya pesan
yang sama dari beberapa sumber yang berbeda memantapkan hati Arjo untuk
memilih pasangan nomor urut tiga, Wardoyo Wijaya - Haryanto, meskipun ia
tidak mengerti betul siapa sosok yang ia pilih dan apa pula program kerja yang
diusung mereka (tidak rasional).
Dari penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa komunikasi politik
antar persona dengan teman efektif mempengaruhi perilaku memilih
masyarakat transisi Desa Ngabeyan dalam Pemilukada Sukoharjo 2010,
khususnya bagi pemilih yang tidak memiliki referensi cukup mengenai
kandidat yang berkompetisi sehingga mereka berperilaku sekedar memilih.
2. Pengaruh dari Kampanye Pemilukada
Dalam konteks pemilukada, kampanye adalah periode yang diberikan
oleh panitia pemilu kepada semua kontestan, baik partai politik atau
perorangan, untuk memaparkan program-program kerja dan mempengaruhi
opini publik sekaligus memobilisasi masyarakat agar memberikan suara
kepada mereka sewaktu pencoblosan (Lilleker dan Negrine, 2000). Kampanye
dapat dilihat sebagai suatu aktivitas pengumpulan massa, parade, orasi politik,
pemasangan atribut partai (misalnya umbul-umbul, baliho, poster) dan
168
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
pengiklanan partai. Kampanye jenis ini akan diakhiri dengan pemungutan
suara untuk menentukan siapa yang akan mendapatkan dukungan terbanyak
untuk disahkan sebagai pemenang pemilu (Firmanzah, 2007 : 268).
Untuk kebutuhan penelitian ini, peneliti membatasi pembahasan
kampanye pemilukada hanya mengenai aktivitas penggalangan massa melalui
saluran komunikasi publik, sedangkan kampanye atau komunikasi politik
melalui iklan media luar ruang dan media massa akan dibahas dalam bagian
terpisah. Adapun saluran komunikasi publik yang biasa digunakan sebagai
media kampanye dalam pemilukada antara lain kampanye terbuka di alun-
alun, rapat terbuka, pertemuan terbatas, panggung terbuka di pasar swalayan,
pagelaran musik di kampung, turnamen olahraga, pasar murah, termasuk
iring-iringan atau pawai kendaraan bermotor.
Periode kampanye Pemilukada Sukoharjo yang dijadwalkan selama 12
hari terhitung dari tanggal 17 s/d 30 Mei merupakan ajang bagi ketiga
kandidat cabup-cawabup untuk saling mengeluarkan manuver politiknya demi
dukungan segenap rakyat Sukoharjo, tidak terkecuali masyarakat Desa
Ngabeyan Kecamatan Kartasura. Berdasarkan observasi peneliti, saluran
komunikasi publik yang dimanfaatkan sebagai media kampanye kandidat di
Desa Ngabeyan yakni pertemuan terbatas oleh pasangan calon Titik Suprapti -
Sutarto dan Wardoyo Wijaya - Haryanto, kampanye terbuka yang diawali
dengan kegiatan sepeda santai oleh Muhammad Toha - Wahyudi, serta
pertunjukan musik dangdut yang disertai iring-iringan kendaraan bermotor
oleh Wardoyo Wijaya - Haryanto.
169
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
Kegiatan kampanye ini mendapat tanggapan berbeda-beda dari
masyarakat Desa Ngabeyan selaku publik sasaran. Akan tetapi, dari
kesemuanya dapat ditarik satu benang merah bahwa pada umumnya,
masyarakat menyadari tujuan dari dilaksanakannya kampanye itu sendiri
adalah penggalangan massa sehingga apa yang diutarakan kandidat maupun
juru kampanye cenderung hal-hal yang positif saja. Sementara di sisi lain,
masyarakat juga masih sangsi apakah janji-janji kampanye tersebut benar-
benar terealisasi bila sang kandidat terpilih.
Salah satu informan penelitian yang beralamat di Dukuh Indronatan,
LIM (Laki-laki, 59 tahun, Pensiunan PNS) mengemukakan pandangannya
terkait aktivitas kampanye pemilukada yang berlangsung di desanya sebagai
berikut :
“Nggih sae, Mbak. Kampanye tujuane kan ngge penggalangan massa, cari massa sebanyak-banyaknya dengan mengeluarkan program-program kerjanya. Nggih to? Dadi aku nduwe program ngene, tak tawarke ben do seneng karo aku. Lha sak niki Wardoyo sing wis kepilih programe netes po ra. Nek kados lapangan kerja luas, niku mungkin saget ditampung. Ning nek 200 juta per desa niku, lha kiro-kiro yo wes mbuh. Nek kampanye tujuane nggih baik, Mbak, ngetokke program-programe. Aku gen oleh massa okeh i piye, nek perlu yo nyoh tak kei duit, kan ngoten niku. Nggih ngerti kulo nggih pun ngoten niku.”[Ya (kampanye) bagus, Mbak. Kampanye tujuannya kan untuk penggalangan massa, mencari massa sebanyak-banyaknya dengan mengeluarkan program kerjanya. Iya kan? Jadi saya punya program begini, saya tawarkan biar pada suka sama saya. Lha sekarang Wardoyo yang sudah terpilih programnya bisa terlaksana apa tidak. Kalau seperti lapangan kerja luas, itu mungkin bisa ditampung. Tapi kalau 200 juta per desa itu, lha kira-kira ya sudah tidak tahu. Tapi kampanye tujuannya ya baik, Mbak, mengeluarkan program-programnya. Saya biar dapat massa banyak itu gimana, kalau perlu ini saya kasih uang, kan begitu itu. Ya tahu saya ya sudah cuma begitu] (Wawancara, 12 Juni 2010)
170
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
Informan lain, TAN (Laki-laki, 44 tahun, Juru Parkir) menilai bahwa
kampanye yang marak dilakukan sebelum pemilukada tak ubahnya sebagai
suatu bentuk hura-hura politik, khususnya kampanye dengan arak-arakan atau
sepeda motor di jalan raya. Selain membahayakan, ia menilai bentuk
kampanye seperti itu sudah bukan jamannya lagi dilakukan pada saat pemilih
sudah lebih pintar dalam merumuskan keputusan memilihnya seperti sekarang
ini. TAN memberikan penjelasan lengkapnya sebagai berikut :
“Kalau menurut pendapat saya kampanye itu bukan mendidik suatu politik. Itu adalah termasuk hura-hura dari pihak yang mau mimpin. Dengan begitu kan dia menghambur-hamburkan uang.Kalau itu tertib, bagus, kui [itu] ndak masalah. Tapi kenyataannya di jalan malah menakutkan orang. Di jalan dar der dar der sepeda motor bagaimana dilihat kebisingannya, tapi pimpinan (calon bupati) itu ndak mau tau, yang penting aku punya massa, itu tok. Padahal massa itu belum tentu memilih dia. Jadi untuk pimpinan kalau mau kampanye itu ndak seperti itu, sebenarnya bisa ditempuh dengan cara lain, dengan pendekatan secara personal begitu mungkin. Kalau seperti yang ada sekarang itu saya kira ndak ada pengaruhnya bagi pemilih, sekarang pemilih udah pinter-pinter kok. Udah tau, oo… itu orangnya gimana, ini orangnya gimana, itu udah tau.” (Wawancara, 28 Juni 2010)
Sejalan dengan TAN, informan yang juga tim sukses Titik - Tarto,
WAR (Laki-laki, 48 tahun, Karyawan Swasta) mengungkapkan bahwa dirinya
tidak menaruh respek sama sekali terhadap jalannya kampanye. Menurutnya,
kampanye dapat memicu timbulnya hal-hal negatif semisal cek-cok dan
perkelahian. Berikut Warmengutarakan pendapatnya :
“Kulo mboten seneng blas Mbak. Alesane tepat yo, mesti kan ngeten Mbak, nek nganti dumpyuk kan hal yang tidak diinginkan kan bisa terjadi, perkelahian, nggih to, terus perang mulut itu kan udah biasa. Kulo mboten seneng Mbak nek kampanye.” [Saya tidak suka (kampanye) sama sekali Mbak. Alasan tepat ya, pasti kan begini Mbak, kalau sampai konflik kan hal yang tidak diinginkan kan bisa terjadi, perkelahian, iya kan, terus perang mulut itu kan sudah biasa. Saya tidak suka Mbak kalau kampanye.] (Wawancara, 15 Juni 2010)
171
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
Berbicara mengenai pengaruh kampanye pemilu terhadap perilaku
memilih (voting behavior), penelitian yang ada selama ini tidak berhasil
menghasilkan suatu kesepakatan. Penelitian yang dilakukan Huckfeldt dkk
(2000) menunjukkan bahwa kampanye pemilu meningkatkan keterjangkauan,
kepastian, dan akurasi pesan politik yang disampaikan kontestan kepada
pemilih. sementara studi-studi yang lain menunjukkan hasil yang berbeda.
Kampanye pemilu hanya diungkapkan berdampak kecil, kalau tidak mau
dibilang tidak berdampak, terhadap perilaku memilih. Gelman dan King
(1993) serta Bartels (1993) menunjukkan bahwa preferensi pemilih terhadap
kontestan telah ada jauh-jauh hari sebelum kampanye pemilu dimulai.
Sehingga siapa yang akan memenangkan pemilu dapat ditentukan sebelum
pemilu dilaksanakan. Hal ini juga menunjukkan bahwa pemilih mengevaluasi
layak atau tidaknya suatu kandidat tidak hanya sebatas pada kampanye
pemilu, melainkan berdasarkan atas reputasi masa lalu (Firmanzah, 2007 :
269).
Temuan penelitian ini cenderung mengarah pada teori yang terakhir
disebutkan, di mana berdasarkan wawancara yang dilakukan kepada seluruh
informan, peneliti menemukan bahwa kampanye Pemilukada Sukoharjo,
khususnya yang menggunakan saluran komunikasi publik, nyaris tidak
membawa pengaruh apapun terhadap perilaku memilih masyarakat transisi
Desa Ngabeyan Kecamatan Kartasura. Kalaupun ada pengaruh, hal itu hanya
sebatas memperkuat atau memperkokoh perilaku yang ada dan bukan
mengubah perilaku tersebut. Fakta ini tentu tidak terlepas dari bagaimana
172
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
masyarakat mempersepsikan kegiatan kampanye pemilu itu sendiri, seperti
yang sudah dijelaskan di atas.
Pernyataan informan yang juga seorang Ketua RT, HAR (Laki-laki, 48
tahun, Karyawan Swasta) merepresentasikan temuan ini. Sadar akan tujuan
dari dilaksanakannya kampanye itu sendiri, informan tidak serta-merta
terpengaruh untuk memilih kandidat yang dikampanyekan. Terlebih, dirinya
adalah pemilih rasional yang memberikan penilaian positif terhadap kinerja
pemerintahan masa lalu, sehingga janji-janji kampanye yang belum tentu
terealisasi itu tidak sedikitpun mengubah opini maupun perilakunya. Terkait
hal ini, berikut penuturan informan :
“Kalau saya tidak pengaruh apa-apa kampanye itu. Karena ya sudah saya katakan tadi, kampanye itu biasane cuma ajak-ajak untuk memilih, istilahnya menggiring massa agar memilih calon tertentu. Lha biasanya yang diutarakan itu yang baik-baik, program ini ini ini, biasanya ya tidak cuma calon bupati tok ya, wakil rakyat juga begitu, masa kampanye yang dikemukakan ya yang baik-baik, gini gini gini, tapi kalau jadi yaa… biasanya lupa, ndak ada, istilahnya ya ndak ada yang ditepati, cuma janji-janji kosong.” (Wawancara, 28 Juni 2010)
Pendapat senada dikemukakan oleh YAN (Laki-laki, 23 tahun,
Mahasiswa). Walaupun secara objektif mengaku salut terhadap cara
berkampanye Muhammad Toha - Wahyudi yang terkesan lebih tertib dengan
bersepeda santai, informan ini mengaku tidak juga terpengaruh oleh kampanye
tersebut. Memang benar pasangan calon nomor urut satu itu adalah pilihannya
dalam pemilukada, akan tetapi preferensinya sudah terbentuk jauh-jauh hari
sebelum dilaksanakan kampanye karena ia adalah tipe pemilih rasional yang
menyimak track record kandidat dari media massa. Sehingga dapat dikatakan
bahwa kampanye yang dilakukan Ha-Di tidak membawa pengaruh apapun
173
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
bagi perilakunya, terlebih ia hanya mengetahui sepintas acara itu, tidak
mengikuti penuh jalannya acara. Demikian YAN mengutarakan
pandangannya:
“Wingi aku reti sing terakhir bupati sing nomer siji kae. Kuwi kan ndek wingi sepeda santai neng lapangan. Yo nek ngaranku, kan koyo sepeda santai kan semua kalangan, mungkin efektif. Lebih efektif daripada konser dangdut. Nek konser-konser kan paling gur dewasa karo wong tuo kan, cah cilik kan ra enek. Tur nggak mengganggu lingkungan, ra koyo arak-arakan pake sepeda motor, bising. Tapi kalau pengaruh nggak sih, kan aku sebelumnya wes pengen milih kuwi. Salut aja sama cara berkampanyenya, nggak pake motor, nggak brutal, lebih tertib.”[Kemarin aku tahu yang terakhir bupati yang nomor satu itu. Itu kan kemarin sepeda santai di lapangan. Ya kalau menurutku, kan seperti sepeda santai kan semua kalangan, mungkin efektif. Lebih efektif daripada konser dangdut. Kalau konser-konser kan paling cuma dewasa sama orang tua kan, anak kecil kan tidak ada. Lagian tidak mengganggu lingkungan, tidak seperti arak-arakan pakai sepeda motor, bising. Tapi kalau pengaruh ya tidak, kan aku sebelumnya sudah ingin milih itu. Salut saja sama cara berkampanyenya, tidak pakai motor, tidak brutal, lebih tertib.] (Wawancara, 12 Juni 2010)
Sementara itu, informan yang berasal dari Dukuh Blateran, AYU
(Perempuan, 28 tahun, Ibu Rumah Tangga) mengatakan dirinya sedikit
terpengaruh oleh kampanye pasangan Titik Suprapti - Sutarto yang dilakukan
melalui saluran pertemuan terbatas di salah satu rumah warga. Akan tetapi,
pengaruh tersebut hanya memperkokoh atau memperkuat perilaku menilihnya
terhadap pasangan nomor urut dua tersebut karena seperti pemilih rasional lain
yang melalukan penilaian retrospektif, pengaruh citra positif pemerintahan
incumbent lebih kuat dalam membentuk perilakunya. AYU menyatakan
pendapatnya seperti berikut :
“Kampanyene yo pas ngandhani programe Bu Titik. Pokoe programe nglanjutke suamine lah. Nek masyarakat kan ngertine sing wes terbukti to Mbak, sing liyane kan yo rung ngerti. Kampanye ya mung neng Brontowiryan, nggone Pak TRI, ya mung pengarahan ngono,
174
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
diomongilah program-programe ngene-ngene tok. Tertarik iya, lha udah sreg itu og.”[Kampanyenya ya waktu memberitahu programnya Bu Titik. Pokoknya programnya melanjutkan suaminya. Kalau masyarakat kan tahunya yang sudah terbukti kan Mbak, yang lainnya kan ya belum tahu. Kampanye ya cuma di Brontowiryan, di rumahnya Pak Trimo, ya cuma pengarahan begitu, diberitahu programnya begini-begini. Tertarik (pengen mencoblos) iya, lha sudah cocok itu.] (Wawancara, 11 Juni 2010)
Kecilnya pengaruh kampanye dalam membentuk perilaku memilih ini
diakui oleh informan yang juga menjadi tim sukses Muhammad Toha -
Wahyudi, RAH (Perempuan, 44 tahun, Pengusaha). Menurutnya, kampanye
pemilu dengan menggunakan saluran komunikasi publik memang efektif
untuk mengumpulkan massa, tetapi tidak untuk menciptakan keterpengaruhan,
apalagi hingga taraf perilaku. Karena kadangkala yang terjadi pemilih
berpartisipasi menghadiri kampanye publik semata-mata hanya karena tergiur
iming-iming tertentu. Uang, sembako, hadiah dan bingkisan-bingkisan lain
misalnya, sudah bukan rahasia umum lagi hal itu menjadi magnet tersendiri
yang mampu menarik kehadiran massa dalam setiap kampanye publik yang
dilakukan kandidat calon. Inilah yang menjadikan kampanye publik tidak
begitu efektif dalam mengubah perilaku. Kembali, informan ini
mengemukakan pendapatnya :
“Kalau menurut saya itu ya gimana ya Mbak ya, dibilang ya (kampanye) kayak bohong-bohongan ajalah, misalnya di sana semua kaos minta semua ya, padahal yang minta itu belum tentu nyoblos dia, gitu. Sekarang itu sulit Mbak untuk memprediksi bahwa itu bener-bener ke pihak kita itu sulit. Kadang udah nerima kaos, udah nerima uang, ee… mbalik. Karena apa? Dia udah punya pilihan itu. Jadi (kampanye) itu kurang efektif.” (Wawancara, 19 Juli 2010)
Berdasarkan pembahasan di atas, peneliti menyimpulkan bahwa
kampanye pemilukada oleh kandidat cabup-cawabup Sukoharjo, khususnya
175
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
dengan menggunakan saluran komunikasi publik, nyaris tidak memberikan
pengaruh apapun terhadap perilaku memilih masyarakat transisi Desa
Ngabeyan Kecamatan Kartasura. Sesuai dengan teori Gelman dan King (1993)
serta Bartels (1993), preferensi masyarakat Desa Ngabeyan telah terbentuk
sebelum kampanye pemilukada dimulai. Pada pemilih rasional, kampanye
publik sebatas berpengaruh dalam memperkokoh atau memperkuat perilaku
memilih, tidak mengubahnya, itupun dengan catatan kandidat yang
berkampanye sama dengan kandidat yang sebelumnya telah menjadi
preferensi pemilih. Pada situasi dan kondisi yang sebaliknya, kampanye
publik tidak memberikan pengaruh apapun dalam perilaku memilih.
3. Pengaruh dari Iklan Media Luar Ruang
Keberadaan iklan media luar ruang (outdoor media) sebagai salah satu
saluran komunikasi politik seolah menjadi fenomena tak terpisahkan dalam
setiap penyelenggaraan pemilihan umum (termasuk pemilukada) di Indonesia,
terlebih pascadilaksanakannya sistem pemilihan secara langsung oleh rakyat.
Iklan media luar ruang menjadi atribut kampanye yang selalu digunakan oleh
hampir semua kandidat calon untuk mengenalkan diri kepada masyarakat yang
telah atau akan menjadi target konstituen mereka, dengan tujuan agar masyarakat
bersedia memilih mereka dalam pemilihan. Adapun bentuk-bentuk media luar
ruang antara lain spanduk, baliho, reklame, electronic board, bendera, umbul-
umbul, balon, dan banner.
Seperti halnya kampanye melalui saluran lain, penggunaan iklan media
luar ruang dalam pemilukada dimaksudkan untuk mempengaruhi pemilih agar
176
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
menjatuhkan pilihannya kepada kandidat yang beriklan. Pada umumnya,
kajian mengenai pengaruh iklan berkisar pada tingkatan pengaruh kognitif,
yakni pengaruh iklan terhadap pengetahuan pemilih mengenai partai politik
atau kandidat, afektif yaitu pengaruh iklan terhadap persepsi-persepsi serta
penilaian-penilaian pemilih terhadap kandidat, dan perilaku yakni pengaruh
iklan terhadap preferensi atau keputusan memilih (Pawito, 2009 : 193).
Dalam penelitian yang mengkaji pengaruh iklan media luar ruang
terhadap perilaku memilih masyarakat transisi ini, peneliti menemukan fakta
bahwa pengaruh iklan media luar ruang bervariasi antara satu pemilih dengan
pemilih yang lain. Pertama, iklan media luar ruang berpengaruh dalam
membentuk perilaku memilih. Kedua, iklan media luar ruang berpengaruh
memperkokoh atau memperkuat perilaku memilih, sedangkan yang ketiga,
iklan media luar ruang tidak memberikan pengaruh apapun terhadap perilaku
memilih.
Perilaku memilih informan penelitian dari Dukuh Mangkuyudan, GUN
(Laki-laki, 50 tahun, Perangkat Desa) merepresentasikan variasi pengaruh
yang pertama. Iklan media luar ruang diakuinya sebagai sumber informasi
yang mempengaruhi perilaku memilihnya. Gun yang seorang pemilih rasional
memang menjadikan program kerja kandidat sebagai dasar pertimbangannya
dalam memilih Wardoyo Wijaya - Haryanto. Sementara informasi mengenai
program kerja War-To diperolehnya dari baliho. Setelah melihat, mengamati,
dan mencermati program kerja yang tertulis di dalamnya, informan akhirnya
mengambil keputusan untuk memilih pasangan nomor urut tiga tersebut dalam
pemilukada. Lebih lengkapnya, berikut penjelasan GUN :
177
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
“Ya nggih [iya] no pengaruh. Buktinya ini sudah ada, dengan adanya baliho dulu yang paling besar hanya Pak Wardoyo, di mana-mana kan ada. Lha di situ juga sudah dicantumke, tertulis program kerjanya. Jadi ya mempengaruhi, lha di situ, di baliho, di pamflet-pamflet kan saya bisa lihat program kerjanya. Yang dicantumkan program kerjane kan hanya Pak Wardoyo, yang lain kan ndak ada, hehe...” (Wawancara, 14 Juli 2010)
Berdasarkan observasi peneliti, kandidat calon Wardoyo Wijaya -
Haryanto memang paling agresif berkampanye melalui iklan media luar ruang
seperti baliho, spanduk, pamflet, dan reklame. Selain pemasangan-nya paling
awal dan jumlahnya paling banyak, iklannya pun lebih informatif, yakni
mencantumkan program kerja secara sistematis. Diferensiasi inilah yang
menyebabkan preferensi GUN terhadap pasangan War-To. Temuan ini
menguatkan kesimpulan penelitian yang sebelumnya pernah dilakukan oleh
Pinkleton (1998 : 24-36). Menurutnya, iklan yang memberikan penonjolan
perbedaan kandidat (comparative political advertising) mempengaruhi
preferensi-preferensi individu terhadap kandidat. Selain itu, iklan komparatif
juga berpengaruh terhadap meningkatnya keterlibatan situasional dalam
pemilihan (Pawito, 2009 : 196).
Selain efektif mempengaruhi perilaku memilih pemilih rasional seperti
Gun, iklan media luar ruang juga efektif mempengaruhi pemilih yang sekedar
memberikan suaranya dalam pemilihan alias pemilih sekedar memilih. Akan
tetapi, adanya pengaruh ini lebih disebabkan karena terbatasnya informasi dari
sumber-sumber yang lain. Hal ini dikemukakan oleh SON (Laki-laki, 48
tahun, Karyawan Swasta). Informan ini berpendapat bahwa pada idealnya
iklan media luar ruang sebenarnya kurang efektif sebagai sarana kampanye
karena gambar saja tidak cukup merepresentasikan kepribadian dan sepak
178
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
terjang calon serta menjawab pertanyaan di benak pemilih apakah calon
tersebut layak untuk memimpin daerahnya.
Menurutnya, alangkah lebih baik bila cabup-cawabup menunjukkan
prestasinya terlebih dahulu kepada masyarakat sebelum akhirnya
mencalonkan diri. Dengan demikian, masyarakat mempunyai pengetahuan
dan referensi yang cukup tentang sosok calon bupati sehingga dapat memilih
dengan penuh keyakinan. SON mengutarakan pandangannya seperti berikut :
“Ya sering liat (media luar ruang), kalau pas jalan gitu ngeliat ya. Tapi kalau buat kampanye itu kurang efektif ya. Yang lebih bagus kan sebetulnya kalau mereka terjun langsung, berkarya dulu ya baru nyalon. Sebelum nyalon itu kan mestinya dia cari prestasi dulu lah, apa, cari gebrakan apa gitu. Selama ini kan calon-calonnya cuma gitu-gitu aja ya. Minim prestasi.” (Wawancara, 14 Juli 2010)
Akan tetapi, ketika kondisi ideal itu tidak juga tercipta dan ketika
prestasi yang diharapkan tak kunjung ada, maka calon yang paling familiar,
paling sering di lihat, dan paling sering didengarlah yang menjadi opsi terakhir
informan keturunan Tionghoa ini, terlebih mobilitasnya yang tinggi di Kota
Solo membatasi ruang geraknya untuk mencari informasi dari sumber lain.
Sehingga pada kondisi ini dapat dikatakan, iklan media luar ruang
berpengaruh dalam membentuk perilaku SON memilih pasangan Muhammad
Toha - Wahyudi. Demikian informan memberikan pernyataannya :
“Sedikit banyak terpengaruh (media luar ruang) ya. Paling ndak kan karena saya pernah ngeliat, terus juga pernah denger orang ngomong, orang cerita. Yang waktu itu yang inget ya cuma itu. Mungkin yang kali ini saya ndak begitu memperhatikan kampanye saya malahan, jadi dari baliho-baliho itu ndak seberapa ngamati. Ya waktu hari H pilkadanya itu kan saya ngeliat, oo… ini, saya yang pernah denger, pernah tau ceritanya, jadi pernah denger-denger nama yang paling sering disebut, kok itu. Yang familiarlah. Kalau yang dua belum pernah denger malah, hahaha...” (Wawancara, 14 Juli 2010)
179
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
Pengaruh iklan media luar ruang terhadap perilaku memilih SON
sesuai dengan pendapat Rothschild dan Ray (1974) yang menyatakan bahwa
keputusan memilih di kalangan orang-orang yang memiliki keterlibatan
rendah dalam lingkungan politiknya, cenderung lebih mudah dipengaruhi oleh
iklan kampanye (Kaid, 2004 : 171).
Variasi pengaruh yang kedua, iklan media luar ruang tidak
berpengaruh dalam membentuk perilaku memilih, melainkan memperkuat
atau memperkokohnya. Pemilih rasional, pemilih partisan, dan pemilih
sekedar memilih adalah tipe pemilih yang terkena pengaruh seperti ini. HAR
(Laki-laki, 48 tahun, Karyawan Swasta) salah satunya. Pemilih rasional yang
menjatuhkan pilihan kepada Titik Suprapti - Sutarto ini mengatakan dirinya
mendapatkan informasi bahwa Titik hendak melanjutkan kembali program
kerja Bambang Riyanto dari media luar ruang yakni baliho. Tagline
‘Lanjutkan!’ yang diusung Titik - Tarto dipersepsikan oleh informan bahwa
pasangan ini hendak melanjutkan program kerja pemerintahan incumbent
yang dipegang suami Titik Suprapti. Berikut penuturan informan :
“Saya taunya (Titik hendak melanjutkan program Bambang) dari baliho, lha itu kan ada kata ‘Lanjutkan!’, Lha mungkin sok representasi dari program Pak Bambang, karena calon Bu Titik itu ada kaitannya dengan incumbent, yo Pak Bambang itu.” (Wawancara, 28 Juni 2010)
Pada suatu kampanye iklan produk, dikenal istilah tagline atau slogan
produk, demikian halnya dalam iklan politik. Pawito (2009:244) menyatakan
bahwa dilihat dari karakter pesannya, iklan politik dapat digolongkan menjadi
dua macam, yakni iklan yang lebih mengutamakan penyampaian persoalan-
persoalan serta posisi-posisi partai atau kandidat terhadap persoalan-persoalan
180
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
bersangkutan (issue oriented) dan iklan yang lebih mengutamakan penampilan
kandidat dengan maksud terutama untuk menumbuhkan citra (image
oriented). Dalam hal ini, tagline ‘Lanjutkan!’ yang diusung Titik - Tarto
termasuk dalam ketegori image oriented, di mana melalui jargon tersebut,
Titik - Tarto dicitrakan sebagai pasangan yang mampu melanjutkan kembali
kesuksesan pemerintahan Sukoharjo sebagaimana dijalankan oleh pemerintah
sebelumnya.
Pengaruh yang sama juga dialami oleh MAN (Perempuan, 65 tahun,
Pedagang). Pemilih sekedar memilih yang mendapat pengaruh utama dari
komunikasi antar persona dengan teman ini mengaku semakin yakin untuk
memilih Wardoyo Wijaya - Haryanto setelah dirinya mengamati iklan
pasangan ini melalui media baliho dan spanduk yang marak di pinggir jalan.
Informan ini mengutarakan pandangannya sebagai berikut :
“Gambar-gambar calone kuwi aku yo ngerti, wong kebak neng dalan-dalan. Yo, neng kae lho, arep gerejo. Gerejoku sing nang Ngabeyan kae lho. Sing okeh i nomer telu, sing nomer liyane enenge gur sithik. Trus nek aku ki arep numpak montor i yo tak awaske neng dalan akeh. Yo ngetke-ngetke wong dike’ke neng dalan-dalan, neng wit-wit ngono kuwi lho nduk, yo tak ngetke. Wah suk bakale sing ireng mbededeng kuwi.”[Gambar-gambar calonnya itu aku ya tahu, orang penuh di jalan-jalan. Ya, di itu lho, mau ke gereja. Gerejaku yang di Ngabeyan itu lho. Yang banyak itu nomor 3, yang nomor lainnya adanya cuma dikit. Terus kalau aku mau naik kendaraan ya aku lihat di jalan-jalan banyak. Ya lihat-lihat, orang dipasang di jalan-jalan, di pohon-pohon itu lho Nduk, ya aku lihat. Wah, besok bakal yang hitam gagah itu (yang jadi)] (Wawancara, 27 Juni 2010)
Apa yang dikatakan MAN sejalan dengan pemikiran WID (Laki-laki,
46 tahun, Perangkat Desa). Informan ini memandang iklan media luar ruang
cukup berperan dalam mensosialisasikan pencalonan kandidat. Ia menyoroti,
181
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
pada situasi dan kondisi di mana pemilih tidak mendapatkan informasi dari
sumber lain, di situlah iklan media luar ruang memberikan pengaruhnya. Hal
ini juga berlaku untuk kalangan pemilih berusia lanjut, di mana informasi
paling mudah diberikan melalui media gambar. Secara lengkap, demikian
penjelasan WID :
“Niku karepe yo kampanye og, nggih to, golek massa golek jeneng og. Nek niku jane nggih rodo pengaruh. Nggih to. Oo… enek gambare kae, nomer kae, jenenge kae. Oo… kae programe ndhek mben kae, kan gampang to niku, saget niteni. Niku jane nggih pengaruh, masalah baliho utowo kaos-kaos niku to, saget ngerti, oo Pak Wardoyo i gambare koyo ngono kae to, nomere kae. Soale wong tuwo-tuwo mboten mudeng nek mboten enten gambar, mboten enten nomer ngoten lhe. Nggih to, lak an.” [Itu (media luar ruang) maksudnya ya kampanye kok, iya kan, mencari massa mencari nama kok. Kalau itu sebenarnya ya agak pengaruh. Iya kan? Oo... ada gambarnya itu, nomor itu, namanya itu. Oo... itu programnya dulu itu, kan mudah kan itu, bisa diingat. Itu sebenarnya ya pengaruh, masalah baliho atau kaos-kaos itu kan bisa tahu, oo... Pak Wardoyo itu gambarnya kayak begitu itu, nomornya itu. Soalnya orang tua-tua kan tidak paham kalau tidak ada gambar, tidak ada nomor, begitu lho. Iya kan?] (Wawancara, 11 Juli 2010)
Di kalangan masyarakat transisi Desa Ngabeyan Kecamatan Kartasura,
iklan media luar ruang dapat pula tidak memberikan penagruh apapun
terhadap perilaku memilih. Demikian variasi pengaruh yang ketiga.
Sebagaimana pengaruh kedua seperti yang telah dibahas sebelumnya,
pengaruh ini juga dialami baik oleh pemilih partisan, rasional, maupun
pemilih sekedar memilih.
Seorang pemilih partisan pasangan Wardoyo Wijaya - Haryanto, TAN
(Laki-laki, 44 tahun, Juru Parkir) mengungkapkan dirinya tidak terpengaruh
sama sekali oleh iklan media luar ruang karena ia telah mendapatkan
182
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
informasi dari sumber lain, yaitu tokoh masyrakat yang juga pimpinannya
dalam pengajian Majelis TAfsir Al’Quran. Berikut penjelasan TAN :
“Ndak bisa pengaruh, tetep ndak bisa, cuma sebatas informasi saja, oo ini to calonnya ini ini, nanti yang memberi informasi yang mengarahkan kepada calon ini, itu dari pimpinan saya sendiri punya. Itu ndak bisa, saya harus pilih sendiri ndak bisa. Memang saya itu, saya sudah masuk harakah seperti itu, harus mengikuti apa yang dikatakan pimpinan.” (Wawancara, 28 Juni 2010)
Senada dengan TAN, AYU (Perempuan, 28 tahun, Ibu Rumah
Tangga) berpendapat bahwa iklan media luar ruang hanya efektif untuk
memberikan pengetahuan dan informasi tentang kandidat berikut program-
program kerja kandidat kepada calon pemilih saja, bukan untuk
mempengaruhi. Sebagai pemilih rasional yang menjatuhkan pilihannya
terhadap pasangan Titik Suprapti - Sutarto, perilaku memilih AYU adalah
buah penilaian retrospektifnya terhadap pemerintahan incumbent yang
kemudian memperoleh penguatan dari komunikasi antar persona dengan
kandidat calon. Demikian pernyataan langsung informan :
“Yo efektif mungkin, kan ditulisi janji-janjine, program-programe. Tapi aku ora terpengaruh, lha ya yen terbukti, yen janji-janji tok?” [Ya mungkin efektif, kan dituliskan janji-janjinya, program-programnya. Tapi aku tidak tepengaruh, lha iya kalau terbukti, kalau cuma janji-janji saja?] (Wawancara, 11 Juni 2010)
Dari pembahasan mengenai pengaruh iklan media luar ruang, dapat
ditarik kesimpulan, pertama, iklan media luar ruang berpengaruh membentuk
perilaku memilih masyarakat transisi Desa Ngabeyan Kecamatan Kartasura
pada situasi dan kondisi di mana masyarakat tersebut tidak memperoleh akses
informasi terhadap sumber pengaruh yang lain, seperti komunikasi antar
persona dan media massa. Kedua, pengaruh iklan media luar ruang hanya
183
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
sebatas memperkuat dan memperkokoh perilaku memilih terjadi pada kondisi
di mana pemilih sebelumnya telah memiliki preferensi awal terhadap kandidat
yang diiklankan tersebut karena pertimbangan faktor lain. Sedangkan
pengaruh yang ketiga, iklan media luar bisa jadi tidak memberikan pengaruh
apapun terhadap perilaku memilih ketika pemilih telah mendapatkan informasi
dari sumber lain yang lebih berpengaruh mengubah perilakunya, misalnya dari
komunikasi antar persona dengan tokoh masyarakat ataupun kandidat calon.
4. Pengaruh dari Media Massa
Hubungan saling pengaruh antara masyarakat dan media massa telah
berlangsung sejak lama. Perkembangan pesat di bidang teknologi komunikasi
yang berhasil mengubah dunia bak sebuah kampung kecil (global village)
semakin menguatkan pengaruh tersebut. Kemunculan, perkembangan, bahkan
kematian suatu media menjadi sangat dipengaruhi oleh perkembangan
ekomomi, politik, budaya, dan berbagai kekuatan yang mengitarinya. Begitu
pula sebaliknya, perkembangan dan kemunduran ekomoni, politik, budaya,
dan sosial suatu komunitas amat bergantung pada informasi yang diakses
melalui media massa.
Pada era globalisasi ini, kapital (modal) bukan lagi dianggap sebagai
satu-satunya sarana menggenggam dunia, melainkan juga arus informasi
dengan media massa sebagai tansformatornya. Kekuatan informasi dianggap
sangan efektif untuk mempengaruhi kognitif (pikiran), afektif (sikap) hingga
behavioral (perilaku) publik dunia sampai tingkat tertentu. Dengan begitu,
khalayak (audiens) secara sadar maupun tidak sadar telah digiring untuk
184
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
mengikuti kepentingan komunikator melalui pesan media massa (Herwindya,
2009 : 47).
Uraian di atas melatarbelakangi digunakannya media massa sebagai
salah satu saluran komunikasi politik. Dalam konteks pemilu, peranan media
massa amat penting untuk menyebarluaskan informasi-informasi berkenaan
dengan pemilu serta menyediakan perspektif dan citra yang jelas dari partai-
partai peserta pemilu kepada masyarakat luas. Terkait hal ini, Severin (1977) ,
Tankard (1981), dan Wright (1986) menyatakan bahwa media massa
merupakan suatu bentuk komunikasi yang menggunakan saluran (media)
dalam menghubungkan komuniktor dengan komunikan secara massal,
bejumlah banyak, bertempat tinggal yang jauh, sangat heterogen, dan
menimbulkan efek-efek tertentu (Sofiah, 2003 : 16).
Studi tentang pengaruh atau efek media massa terhadap pemilih telah
banyak dilakukan. Teori Peluru (The Bullet Theory) atau Jarum Suntik (The
Hypodermic Needle) misalnya, mengatakan bahwa media massa berpengaruh
langsung atau kuat terhadap khalayak pemilih. Pengaruh ini seperti peluru
yang dapat langsung mengenai sasaran atau seperti jarum suntik yang secara
otomatis dapat menyembuhkan pasien. Adapula Model Efek-efek Terbatas
(Limited Effects Theory) yang menyatakan bahwa pengaruh media massa
bersifat terbatas, artinya, media massa sebatas memberikan pengaruh terhadap
penumbuhan pengetahuan, penguatan sikap, keyakinan, dan predisposisi
khalayak sebelumnya (Pawito, 2009 : 178). Demikian halnya beberapa teori
spesifik yang menjelaskan dampak media massa seperti Teori Kultivasi
(Cultivation Theory), Pendekatan Uses and Gratification, dan Agenda Setting.
185
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
Pengaruh media massa terhadap pemilih beragam dan bersifat tidak
langsung. Pengaruh ini ditentukan sejumlah variabel perantara seperti
persepsi, karakteristik pribadi pemilih, serta nilai-nilai dan norma-norma yang
berlaku di dalam masyarakat terpat pemilih tersebut tinggal. Dalam penelitian
ini, peneliti menemukan fakta yang sama. Media massa cukup berpengaruh
dalam membentuk perilaku pemilih rasional yang relatif terpelajar dan tidak
memiliki tendensi terhadap satu pasangan calon tertentu.
Hal ini tampak dalam perilaku memilih YAN (Laki-laki, 23 tahun,
Mahasiswa). Informan ini mengatakan perilakunya memilih pasangan
Muhammad Toha - Wahyudi banyak dipengaruhi oleh informasi mengenai
track record kandidat yang ia peroleh dari media massa, terlebih ia juga tidak
pernah terlibat dalam komunikasi politik antar persona dengan siapapun. YAN
mengemukakan pernyataannya sebagi berikut :
“Iya pengaruh sih. Kayak berita seputar Pak Toha, gimana dia di partai, terus yaa… kayak semacam track recordnya dia gitu. Tapi itu di luar masa kampanye lho. Kalo berita-berita pas kampanye malah aku enggak tahu. Dadi emang menilaine aku soko mbiyen. Ora pas kampanye. Kampanye kan biasalah, wes jelas tujuane opo to, mesti sing diomongke sing apik-apik tok.” [Iya (terpengaruh) sih. Seperti berita seputar Pak Toha, gimana dia di partai, terus yaa... kayak semacam track recordnya dia gitu. Tapi itu di luar masa kampanye lho. Kalau berita-berita pas kampanye malah aku nggak tahu. Jadi memang menilainya aku dari dulu. Bukan pada waktu kampanye. Kampanye kan biasalah, sudah jelas tujuannya apa kan, pasti yang dibicarakan yang baik-baik saja.] (Wawancara, 12 Juni 2010)
Terkait hal ini, Harrop memberikan penegasan bahwa pengaruh media
terhadap pemilih lebih menonjol pada pemilih yang memang tergolong jarang
melakukan perbincangan atau menjalin komunikasi dengan orang lain
mengenai persoalan politik secara luas dan persoalan pemilihan secara lebih
186
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
khusus. Hasil temuan peneliti juga memperkuat pandangan mengenai jenis
pengaruh media massa sebagaimana dikemukakan Pawito. Menurutnya,
secara umum media massa memang kurang berpengaruh terhadap
pembentukan sikap-sikap khalayak pemilih terhadap partai dan kandidat serta
terhadap perilaku memilih. Akan tetapi, secara khusus media massa tetap
berpengaruh dalam dua hal, yakni sikap-sikap dan perilaku memilih
khususnya, terutama bagi khalayak pemilih golongan menengah perkotaan
yang relatif terpelajar dan tidak memiliki ikatan emosional dengan partai atau
kandidat manapun.
Selain pemberitaan-pemberitaan mengenai kandidat calon di media
massa, terutama surat kabar, sumber informasi yang mempengaruhi perilaku
memilih masyarakat transisi Desa Ngabeyan adalah acara debat kandidat
Calon Bupati dan Wakil Bupati Sukoharjo 2010-2015. Acara ini dihelat oleh
KPUD Sukoharjo bekerjasama dengan FISIP Universitas Veteran Bangun
Nusantara Sukoharjo (UNIVET BANTARA) pada hari Kamis, 20 Mei 2010
di Gedung Auditorium Kampus UNIVET dan disiarkan secara langsung oleh
TA TV mulai pukul 19.30 WIB.
Seorang informan penelitian yang berasal dari Dukuh Mangkuyudan,
GUN (Laki-laki, 50 tahun, Perangkat Desa) mengaku acara tersebut sedikit
mempengaruhi keputusan memilihnya karena melalui acara itu ia bisa
memperoleh informasi perihal kandidat Wardoyo Wijaya - Haryanto. Akan
tetapi, pengaruh yang dimaksud tidak sampai mengubah perilakunya,
melainkan hanya memberikan penguatan. Hal ini dikarenakan sebelum
187
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
menyaksikan acara tersebut, informan memang telah memiliki preferensi
terhadap War-To. Berikut penjelasan informan :
“Kalau bagi saya pribadi yang melihat ya ada pengaruhnya, kan di situ dipaparkan visi misi calon-calonnya, jadi ya ada pengaruhnya lah sedikit. Tapi ya itu tertentu tok Mbak, yang melihat kan tidak semua, tapi yen baliho itu kan hampir semua masyarakat mengetahui.” (Wawancara, 14 Juli 2010)
Klapper (1960) memberikan penjelasan mengenai jenis pengaruh yang
ditimbulkan media massa. Menurutnya, media massa dapat memberikan enam
jenis pengaruh terhadap perilaku individu. Pertama, media dapat
menyebabkan perubahan yang diinginkan (konversi). Kedua, media mampu
menyebabkan perubahan yang tidak diinginkan. Ketiga, media menyebabkan
perubahan kecil. Keempat, media memperlancar perubahan baik sesuai yang
diinginkan ataupun sebaliknya. Kelima, media memperkuat apa yang ada
(tidak ada perubahan). Dan keenam, media berpengaruh dalam mencegah
perubahan (Dennis McQuail, 1996 : 231). Berdasarkan teori ini, bentuk
pengaruh media massa terhadap terhadap perilaku memilih GUN adalah tipe
kelima, yakni media massa memperkuat apa yang ada, yakni preferensi awal
informan terhadap pasangan War-To.
Senada dengan GUN, acara debat kandidat juga memperkuat perilaku
memilih informan lainnya, RAH (Perempuan, 44 tahun, Pengusaha). Selain
dapat mengetahui visi misi yang ditawarkan kandidat calon, ia juga bisa
menilai kepribadian, karakter dan pembawaan mereka dengan cara mengamati
ekspresi dan bahasa tubuh yang ditampilkan tatkala menjawab pertanyaan dari
panelis. RAH menyatakan pendapatnya seperti berikut ini :
188
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
“Itu (debat kandidat) ya mengikuti, tau seperti apa. Ya seperti itu kan justru media yang terbaik ya, langsung kita menilai, oh orangnya emosinya begini, oo... ini begini, oo... ini begini, kan enak malahan, langsung gitu malah justru lebih enak, dari pada pasang-pasang itu (iklan media luar ruang) kan, lebih pengaruh debat itu.” (Wawancara, 19 Juli 2010)
Pada saat ini, media massa yang dianggap memiliki daya tarik lebih
adalah media televisi. Menurut Gerbner dan Conoly dalam artikelnya yang
berjudul “Television as a New Religion” menyebutkan bahwa televisi
memiliki memiliki karakteristik istimewa sebagai berikut :
a. Televisions consumes more time attention of more people than other media
and lisure activities combined. In the average American home, the
television set is on for six and one-quarter hours a day.
b. Television requires no mobility. Unlike movies or theater, you do not have
to go out to watch televisions. It is there in the home, available at any
time.
c. Television does not required literacy. Unlike print, it provide information
about the world to pporly educated and illiterate. In fact for those who do
not read (by choice or inability), televisions is a major source of
information, much of which comes from what is called entertainment.
Sedangkan McLuhan melalui teori Sense Extention Theory-nya
menyatakan bahwa media massa, termasuk televisi merupakan alat
perpanjangan mata sehingga ia dapat menyebabkan demokrasi kolektif.
Televisi juga merangsang seluruh alat indera, mengubah persepsi dan akhirnya
mempengaruhi perilaku (Sofiah, 2003 : 16).
189
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
Sebagaimana diungkapkan RAH, televisi merupakan media yang
cukup representatif sebagai saluran komunikasi politik. Walaupun secara
tersurat mengaku mendapatkan informasi tidak hanya seputar visi misi namun
juga karakter kandidat calon, debat kandidat yang ditayangkan di televisi tetap
tidak dapat memberikan pengaruh yang mampu mengubah perilaku RAH,
melainkan memperkuat keputusan memilihnya. Hal ini disebabkan karena
dirinya adalah salah seorang tim sukses kandidat Toha - Wahyudi, sehingga
keputusan memilihnya telah terbentuk jauh-jauh hari sebelum berlangsungnya
debat kandidat. Walaupun demikian, RAH menyatakan bahwa seandainya
dirinya bukan seorang tim sukses dan belum mempunyai keputusan memilih,
tentu debat kandidat tersebut akan dapat berpengaruh mengubah perilaku
memilihnya.
Apabila media massa berpengaruh dalam memperkuat perilaku
memilih GUN dan RAH, maka tidak demikian halnya dengan HAR (Laki-
laki, 48 tahun, Karyawan Swasta). Pada diri informan ini, media massa tidak
berpengaruh apapun terhadap perilaku memilihnya. Seperti yang sebelumnya
telah dijelaskan pada sub bab kedua, pemilih yang menjatuhkan pilihannya
pada kandidat Titik Suprapti - Sutarto ini terpengaruh oleh citra positif
pemerintahan sebelumnya, sebagaimana dijelaskan oleh V.O. Key tentang
pemilih rasional yang melakukan penilaian retrospektif dalam menetapkan
pilihannya. Berikut HAR mengutarakan pendapatnya.
“Kalau saya juga tidak begitu pengaruh, soalnya kan saya penilaiannya masalah program, jadi misalnya program bagus dan sudah teruji lha mungkin bisa saya pertimbangkan, iso tak pertimbangke [bisa saya pertimbangkan].” (Wawancara, 28 Juni 2010)
190
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
Berdasarkan analisis data penelitian, maka dapat disimpulkan bahwa
ada tiga jenis pengaruh yang ditimbulkan media massa terhadap perilaku
memilih masyarakat transisi. Pertama, media massa dapat berpengaruh dalam
membentuk perilaku memilih pemilih rasional yang relatif terpelajar dan tidak
memiliki ikatan emosional dengan partai atau kandidat manapun. Selain itu,
mereka cenderung tidak pernah pernah terlibat dalam komunikasi politik antar
persona dengan siapapun, baik tim sukses, keluarga, atau teman. Kedua, pada
pemilih partisan dan juga pemilih rasional, media massa berpengaruh
memperkuat perilaku memilih mereka terhadap kandidat yang sebelumnya
telah menjadi preferensi awal. Pengaruh media massa bersifat memperkuat
pengaruh yang datang dari sumber lain, seperti komunikasi antar persona dan
iklan media luar ruang. Sedangkan pengaruh ketiga, media massa tidak
memberikan pengaruh apapun terhadap perilaku memilih. Tidak mengubah,
tidak pula memperkuatnya. Hal ini berlaku untuk pemilih rasional yang
melakukan penilaian retrospektif terhadap kandidat calon yang berkaitan
dengan incumbent, sehingga informasi yang berasal dari media massa tidak
sanggup menyaingi pengaruh citra positif sang incumbent.
191
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
BAB IV
P E N U T U P
A. Kesimpulan
Dari serangkaian analisa data yang diperoleh di lapangan terkait pola
pengaruh komunikasi politik dalam membentuk perilaku memilih masyarakat
transisi Desa Ngabeyan Kecamatan Kartasura, maka dapat diambil
kesimpulan sebagai berikut :
1. Komunikasi Politik
a. Menjelang diselenggarakannya pemungutan suara Pemilukada Sukoharjo
2010, masyarakat Desa Ngabeyan terlibat dalam komunikasi politik baik
sebagai komunikan maupun komunikator dengan saluran utamanya yakni
komunikasi antar persona, kampanye terbuka, iklan politik melalui iklan
media luar ruang, serta media massa.
b. Dalam komunikasi politik antar persona, sumber informasi yang
berpotensi menciptakan keterpengaruhan yaitu kandidat calon, tim sukses,
tokoh masyarakat, keluarga, tetangga, dan teman.
c. Ada dua jenis komunikasi politik antar persona yang berlangsung di
tengah-tengah masyarakat Desa Ngabeyan Kecamatan Kartasura. Pertama,
adalah komunikasi politik yang dilakukan atas dasar adanya kepentingan
khusus untuk menggiring opini orang lain kepada satu calon tertentu.
Sedangkan komunikasi politik antar persona yang kedua adalah
komunikasi politik yang terjadi relatif tanpa tujuan. Berbeda dengan jenis
192
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
pertama yang memang diagendakan, komunikasi ini mengalir apa adanya,
selayaknya pembicaraan biasa pada umumnya. Isu politik pemilukada
yang menjadi muatannya murni hanya karena kegiatan tersebut memang
tengah berlangsung dan menjadi pembicaraan hangat di tengah
masyarakat.
d. Kampanye publik yang dilakukan oleh kandidat calon di Desa Ngabeyan
Kecamatan Kartasura berupa kegiatan konser musik dangdut, sepeda
santai, dan rapat/pertemuan terbatas.
e. Media luar ruang yang paling banyak digunakan sebagai sarana sosialisasi
dan kampanye kandidat calon adalah baliho dan spanduk.
f. Selain pemberitaan-pemberitaan di media cetak, komunikasi politik
melalui media massa yang melibatkan masyarakat Desa Ngabeyan
Kecamatan Kartasura sebagai komunikan adalah debat kandidat Calon
Bupati dan Wakil Bupati Sukoharjo 2010-2015 yang ditayangkan secara
live oleh TATV Kamis, 20 Mei 2010 mulai pukul 19.30 WIB.
2. Perilaku Memilih
a. Perilaku memilih masyarakat transisi Desa Ngabeyan Kecamatan
Kartasura dapat digolongkan menjadi empat kategori, yaitu pemilih
sekedar memilih, pemilih rasional, dan pemilih partisan (64,40 %); serta
pemilih tidak memilih (golongan putih/golput) (35,60 %).
b. Kandidat pilihan mayoritas masyarakat transisi Desa Ngabeyan
Kecamatan Kartasura adalah pasangan Wardoyo Wijaya - Haryanto (42,51
193
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
%), di susul oleh Titik Suprapti - Sutarto di posisi kedua (32,17 %), serta
Muhammad Toha - Wahyudi di posisi ketiga (25,32 %).
3. Pola Pengaruh Komunikasi Politik dalam Membentuk Perilaku
Memilih
a. Dalam konteks penelitian, komunikasi politik merupakan faktor eksternal
yang mempengaruhi perilaku memilih masyarakat transisi Desa Ngabeyan,
di samping faktor sosiokultural dan karakteristik pribadi sebagai faktor
internalnya.
b. Di kalangan masyarakat transisi Desa Ngabeyan Kecamatan Kartasura,
keempat saluran utama komunikasi politik yang ada semuanya
mempengaruhi perilaku memilih, kecuali komunikasi politik dengan
menggunakan saluran kampanye publik. Pengaruh tersebut memiliki
polanya masing-masing dan tidak sama antara individu satu dengan yang
lainnya, sesuai dengan karakteristik masyarakat transisi yang heterogen.
c. Komunikasi politik antar persona dengan kandidat calon sebagai
komunikator berpengaruh dalam membentuk perilaku memilih pemilih
partisan, yaitu tim sukses kandidat. Sementara pada pemilih rasional,
komunikasi antar persona dengan kandidat calon hanya berpengaruh
dalam memperkuat keputusan memilih, tidak mengubahnya.
d. Dari komunikasi politik antar persona dengan tim sukses, ada dua macam
pengaruh yang ditimbulkan. Pertama, pengaruh tim sukses bersifat
menambah keyakinan pemilih rasional terhadap preferensi awal mereka.
Kedua, tim sukses tidak memberikan perubahan apapun pada perilaku
194
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
memilih pemilih partisan dan pemilih rasional yang tidak memiliki
preferensi awal terhadap kandidat yang sama seperti yang disarankan oleh
tim sukses.
e. Tokoh masyarakat struktural sebagai komunikator politik di Desa
Ngabeyan menciptakan dua pola pengaruh. Pertama, tidak berpengaruh
sama sekali terhadap perilaku memilih atau tidak memberikan perubahan
apapun pada keputusan memilih pemilih partisan dan rasional. Kedua,
tokoh masyarakat struktural berpengaruh memperkuat keyakinan pemilih
rasional yang memiliki preferensi awal sama dengan apa yang
disarankannya. Sementara itu, tokoh masyarakat kultural dalam hal ini
tokoh agama sanggup memberikan informasi yang mampu membentuk
perilaku pemilih partisan.
f. Komunikasi politik antar persona mempengaruhi perilaku memilih sebuah
keluarga di mana salah satu anggotanya merupakan pemilih partisan.
Sedangkan pada keluarga pemilih rasional, pengaruh yang dihasilkan tidak
membawa perubahan sama sekali karena pada umumnya komunikasi antar
persona yang dilakukan hanya sebatas bertukar pikiran saja, tidak untuk
menggiring opini.
g. Pemilih sekedar memilih adalah pihak yang paling kuat mendapat
pengaruh dari komunikasi antar persona dengan lingkaran terdekat mereka
seperti tetangga dan teman. Pengaruh yang ditimbulkan mampu
merumuskan preferensi dan membentuk perilaku mereka memilih satu
kandidat tertentu.
195
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
h. Kampanye publik Pemilukada Sukoharjo 2010 tidak memberikan
pengaruh apapun dalam perilaku memilih masyarakat transisi, baik
membentuk perilaku memilih, ataupun memperkuat keputusan memilih.
Hal ini disebabkan karena rata-rata masyarakat Desa Ngabeyan paham
akan tujuan dari kampanye itu sendiri yakni menggalang massa untuk
mendongkrak perolehan suara kandidat calon sehingga apa yang
disampaikan cenderung yang baik-baik saja. Kehadiran masyarakat dalam
kampanye publik semata-mata hanya ingin memperoleh hiburan serta
hadiah yang ditawarkan oleh sang kandidat.
i. Iklan media luar ruang sebagai saluran komunikasi politik memberikan
tiga macam pola pengaruh terhadap perilaku memilih masyarakat transisi
Desa Ngabeyan Kecamatan Kartasura. Pertama, iklan media luar ruang
berpengaruh membentuk perilaku pemilih sekedar memilih pada situasi
dan kondisi di mana mereka tidak memperoleh akses informasi terhadap
sumber pengaruh yang lain, seperti komunikasi antar persona. Kedua,
pengaruh iklan media luar ruang sebatas memperkuat dan memperkokoh
preferensi awal pemilih terhadap kandidat yang diiklankan. Sedangkan
pengaruh ketiga, iklan media luar tidak memberikan pengaruh apapun
terhadap perilaku memilih ketika pemilih telah mendapatkan informasi
dari sumber lain yang lebih berpengaruh terhadap perilakunya. Jenis
pengaruh kedua dan ketiga berlaku baik untuk pemilih rasional, partisan,
maupun pemilih sekedar memilih.
j. Sama seperti iklan media luar ruang, pengaruh media massa terhadap
perilaku memilih juga beragam. Pertama, media massa dapat berpengaruh
196
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
dalam membentuk perilaku memilih pemilih rasional yang relatif
terpelajar dan tidak memiliki ikatan emosional dengan partai atau kandidat
manapun. Selain itu, mereka cenderung tidak pernah terlibat dalam
komunikasi politik antar persona. Kedua, pada pemilih partisan dan
pemilih rasional, media massa berpengaruh memperkuat keyakinan
mereka terhadap kandidat yang sebelumnya telah menjadi preferensi awal.
Sedangkan pengaruh ketiga, media massa tidak memberikan pengaruh
apapun terhadap perilaku memilih. Hal ini berlaku untuk pemilih rasional
yang melakukan penilaian retrospektif.
B. Implikasi
Gambaran mengenai pola pengaruh komunikasi politik dalam
membentuk perilaku memilih masyarakat transisi di Desa Ngabeyan
Kecamatan Kartasura dalam Pemilukada Sukoharjo 2010 sebagaimana
telah diuraikan pada bab sebelumnya memberikan implikasi bagi
perkembangan teori-teori dan studi komunikasi, khususnya mengenai
komunikasi antar persona, komunikasi massa (media massa), komunikasi
politik, dan perilaku memilih. Berikut adalah implikasi yang dimaksud :
1. Komunikasi politik antar persona adalah salah satu faktor berpengaruh
dalam membentuk perilaku memilih masyarakat transisi Desa
Ngabeyan Kecamatan Kartasura. Temuan ini sesuai dengan pendapat
Theodorson (1969) yang menyatakan bahwa komunikasi antar persona
selalu dimulai dari hubungan yang bersifat psikologis yang pada
gilirannya mampu mengakibatkan keterpengaruhan. Sementara studi
197
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
yang pernah dilakukan Wijaya (2009) melihat hubungan antar persona
bukan hanya sekedar jaringan komunikasi semata melainkan juga
sumber tekanan sosial untuk menyesuaikan diri kepada norma-norma
kelompok serta merupakan sumber dukungan sosial untuk nilai-nilai
dan opini yang dipercaya individu.
2. Kampanye pemilukada, khususnya dengan menggunakan saluran
komunikasi publik tidak berpengaruh terhadap perilaku memilih,
senada dengan teori yang dikemukakan Gelman dan King (1993) serta
Bartels (1993). Menurut mereka preferensi pemilih terhadap kandidat
telah ada jauh-jauh hari sebelum kampanye pemilu dimulai, sehingga
kampanye pemilu tidak memberikan pengaruh apapun dalam
membentuk perilaku memilih. Sedangkan Ardial (2009) dalam
bukunya yang berjudul ‘Komunikasi Politik’ menyatakan bahwa
kampanye ternyata tidak membawa pengaruh cukup penting dalam
pemberian suara, melainkan ikatan afektif atau hubungan emosional
pemilih terhadap partai atau kandidat tertentu.
3. Iklan media luar ruang cenderung berpengaruh dalam membentuk
perilaku memilih masyarakat transisi pada situasi dan kondisi di mana
individu tidak memperoleh akses informasi dari sumber pengaruh yang
lain, seperti komunikasi antar persona dan media massa. Temuan ini
membuktikan kebenaran teori Rothschild dan Ray (1974) yang
menyatakan bahwa keputusan memilih di kalangan orang-orang yang
memiliki keterlibatan rendah dalam lingkungan politiknya, cenderung
lebih mudah dipengaruhi oleh iklan kampanye. Dilihat dari sudut
198
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
kemasan iklan, Pinkleton (1998) menyatakan bahwa iklan yang
memberikan penonjolan perbedaan kandidat (comparative political
advertising) mempengaruhi preferensi-preferensi individu terhadap
kandidat.
4. Penelitian Pawito (2002) yang menyatakan bahwa media massa secara
khusus berpengaruh pada pembentukan sikap-sikap dan keputusan
memilih masyarakat golongan menengah perkotaaan yang relatif
terpelajar dan tidak memiliki ikatan emosional dengan kandidat
tertentu terbukti dalam penelitian ini. Selain karena faktor tersebut,
masyarakat transisi Desa Ngabeyan yang terpengaruh oleh media
massa cenderung tidak pernah terlibat dalam komunikasi politik antar
persona dengan siapapun, baik keluarga, tetangga maupun teman.
Hasil penelitian diperkuat oleh penelitian yang dilakukan Lazarfeld
(1944) yang berkesimpulan bahwa pengaruh media massa terhadap
khalayak, terutama berkenaan dengan sikap-sikap dan perilaku
memilih ternyata bersifat tidak langsung dan sangat terbatas.
C. Saran
Berdasarkan hasil penelitian, beberapa saran yang dapat peneliti
berikan agar dapat menjadi kontribusi konstruktif bagi peneliti yang
tertarik dengan tema penelitian sama/hampir sama yakni :
1. Mengingat adanya keterbatasan penelitian ini dalam aspek
pengumpulan data, bagi peneliti yang berminat untuk melakukan
penelitian dengan tema yang sama/hampir sama dengan penelitian ini,
199
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
ada baiknya mencoba menggunakan multiple research strategies atau
multiple methods. Metode ini merupakan gabungan penelitian
kualitatif dan kuantitatif di mana data digali melalui metode survei,
wawancara, dan observasi. Penggabungan dua metode seperti ini
memiliki keuntungan bahwa temuan dari tiap-tiap metode dapat saling
melengkapi dan/atau menguji sehingga secara keseluruhan hasil
penelitian lebih komprehensif dan lebih valid. Karena menggunakan
metode survei, hasil penelitian dapat digeneralisasikan mewakili
populasi yang diteliti, sementara informasi lebih mendalam dapat
digali melalui wawancara.
2. Dari segi keterbatasan mekanisme pengumpulan data melalui metode
wawancara, sebaiknya peneliti berusaha untuk lebih akrab dengan
informan dengan cara memberikan alokasi waktu yang lebih lama lagi
pada tahap langkah awal wawancara, yakni pembicaraan mengenai
hal-hal yang umum dan menyenangkan (grand tour questions).
Keakraban ini bisa menyebabkan orang yang diwawancara merasa
semakin bersahabat dan ‘lupa’ bahwa ia sedang diwawancara.
3. Sedangkan mengenai keterbatasan dalam hal pengumpulan data
melalui observasi, peneliti yang berminat untuk melakukan penelitian
dengan tema yang sama/hampir sama dengan penelitian ini hendaknya
menyediakan waktu tersendiri khusus untuk melaksanakan
keseluruhan proses penelitian agar penelitian menjadi fokus dan
terarah. Kelengkapan data akan mempertajam validitas dan
200
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
komprehensifitas analisis data sehingga dapat ditarik suatu kesimpulan
atau konklusi yang mantap.
4. Dalam penelitian ini, peneliti menemukan bahwa money politics telah
menjadi salah satu faktor yang juga mempengaruhi perilaku pemilih
terhadap kandidat calon tertentu, terutama bagi pemilih sekedar
memilih. Money politics biasanya hadir menyertai komunikasi antar
persona, baik dalam bentuk komunikasi diadik maupun komunikasi
kelompok kecil. Oleh karena itu, bagi peneliti yang akan datang sangat
disarankan juga untuk meneliti tentang money politics apabila masalah
penelitian berkaitan dengan perilaku memilih.
201