POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES PADANG
KARYA TULIS ILMIAH
ASUHAN KEPERAWATAN PADA NEONATUS DENGAN
HIPERBILIRUBINEMIA DI RUANG PERINATOLOGI
IRNA KEBIDANAN DAN ANAK RSUP Dr. M. DJAMIL
PADANG
ZIKRI IHSAN
NIM : 143110238
PRODI D-III KEPERAWATAN PADANG
JURUSAN KEPERAWATAN
TAHUN 2017
POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES PADANG
KARYA TULIS ILMIAH
Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Ahli Madya Keperawatan
ASUHAN KEPERAWATAN PADA NEONATUS DENGAN
HIPERBILIRUBINEMIA DI RUANG PERINATOLOGI
IRNA KEBIDANAN DAN ANAK RSUP Dr. M. DJAMIL
PADANG
ZIKRI IHSAN
NIM : 143110238
PRODI D-III KEPERAWATAN PADANG
JURUSAN KEPERAWATAN
TAHUN 2017
HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS
Karya Tulis Ilmiah ini adalah karya saya sendiri, dan semua sumber yang saya
kutip maupun dirujuk telah saya nyatakan benar.
Nama : Zikri Ihsan
NIM : 143110238
Tanda Tangan:
Tanggal : 16 Juni 2017
iii
Poltekkes Kemenkes Padang
Ya Allah.....
Begitu besar limpahan rahmat yang engkau berikan kepadaku
Begitu damai jiwaku saatnya bersujud dihadapanmu
Ketenangan dalam dzikirmu membuatku tak henti untuk
menyebut nama Mu
Dan ridhoilah langkah dalam kehidupan yang engkau gariskan
Ya Robbi.....
Berikan petunjuk Mu disetiap pilihanku
Jauhkan aku dari segala resah dan putus asa
Aku ingin menjadi butiran air dalam kehausan insani
Aku ingin menjadi cahaya yang menerangi dunia
Dengan segenap kerendahan hati dan kesabaran jiwa
Ku persembahkan karya ku ini sebagai baktiku
Pada orang-orang yang kucintai dan kusayangi
Terima kasih.....
Zikri ucapkan kepada Ayahanda Bakhtar dan Ibunda Mardaniatil Kamar
Kasihmu begitu tulus tanpa kenal letih dan lelah
Ini adalah mutiara dan butiran keringatmu
Jawaban dari do’a yang selalu didengungkan untuk ku
Pengganti air mata yang mengalir dipipimu
Demi cita-cita anakmu
Ku tahu ini belum seberapa dan ini belum semuanya
Aku menyayangi mu Ayah dan Ibu
Terima kasih...
Zikri ucapkan kepada keluarga saya tacinto Uni Rebi Virlana, Abang Akrimi
Fadhli, Adik bungsu Ainul Fazhilla, dan Nambo Muhiddinur Kamal yang selalu
Memberikan Do’a, semangat, dorongan, dan dukungan baik moral
Maupun materi sehingga saya dapat berjuangan sampai akhir
Aku juga sayang kalian
Terima Kasih....
Zikri Ucapkan kepada Ibu pembimbing kesayangan
Ibu Ns. Zolla Amely Ilda, S.Kep, M.Kep dan
Ibu Hj. Tisnawati, S.St, M.Kes yang telah
memberikan arahan selama proposal
dan karya tulis ilmiah berlangsung
Terima kasih...
Zikri ucapkan buat sahabat-sahabat tersayang Ilham A.Md.Kep,
Igo A.Md.Kep yang selalu berlomba dan berjuang bersama, juga sahabat tacinto
Fakhri dan Dicky yang tak pernah bosan memberi semangat dan doa, serta adek
tingkat Bunga, Mayor, Ika kemala yang selalu memberikan
doa dan dukungan serta selalu berbagi dalam suka maupun duka, semoga kalian
juga bisa secepatnya menyelesaikan perjuangan kalian
Terima kasih saya ucapkan kepada seorang sahabat, teman, kakak, senior,
sekaligus yang tersayang Ridha Fani Yulian, A.Md.Kep yang selalu
memberikan doa dan dukungan serta menemani
dalam suka maupun duka
Dan buat RNB’14 tercinta yang selalu heboh dan takkan terlupakan atas apa yang
telah kita lalui bersama, canda tawa, suka dan duka, dan sama berjuang menuju
gelar A.Md.Kep. Serta buat sahabat Keppang’14 yang selalu kompak dan
bersemangat dimanapun dan kapanpun, Zikri sayang kalian semua
‘Zikri Ihsan’
DAFTAR RIWAYAT HIDUP
Nama : Zikri Ihsan
NIM : 143110238
Tempat/Tanggal Lahir : Panampung/25 November 1995
Jenis Kelamin : Laki-laki
Anak Ke : Tiga
Agama : Islam
Alamat : Jln. Handayani III No. 130 Siteba Padang
Nama Orang Tua
Ayah : Bakhtar
Ibu : Mardaniatil Kamar
RIWAYAT PENDIDIKAN
TAHUN ASAL SEKOLAH
2001-2002 RA/TKA Masjid Akbar Batu Badinding
2002-2008 SD N 17 Batu Badinding
2008-2011 SMP N 2 Bonjol
2011-2014 SMA N 1 Bonjol
2014-2017 Poltekkes Kemenkes Padang
vi
Poltekkes Kemenkes Padang
KATA PENGANTAR
Puji syukur peneliti panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, karena atas berkat
dan rahmat-Nya, saya dapat menyelesaikan karya tulis ilmiah ini dengan judul
“Asuhan Keperawatan Pada Neonatus dengan Hiperbilirubinemia di Ruang
Perinatologi IRNA Kebidanan dan Anak RSUP Dr. M. Djamil Padang
Tahun 2017”. Peneliti menyadari bahwa, tanpa bantuan dan bimbingan dari
berbagai pihak, peneliti mengucapkan terima kasih kepada, Yth:
1. Ibu Ns. Zolla Amely Ilda, S.kep, M.Kep selaku pembimbing I dan Ibu
Hj.Tisnawati, S.St, M.Kep selaku pembimbing II yang telah menyediakan
waktu, tenaga, dan pikiran untuk mengarahkan peneliti dalam penyusunan
karya tulis ilmiah ini.
2. Bapak H. Sunardi, SKM, M.Kes selaku Direktur Politeknik Kesehatan
Kementrian Kesehatan RI Padang.
3. Ibu Hj. Murniati Muchtar, SKM, M.Biomed selaku Ketua Jurusan
Keperawatan Politektik Kesehatan Kementrian Kesehatan RI Padang.
4. Ibu Ns. Idrawati Bahar, S.Kep, M.Kep selaku Ketua Program Studi DIII
Keperawatan Padang Politeknik Kesehatan Kementrian Kesehatan RI
Padang.
5. Bapak Direktur RSUP Dr. M. Djamil Padang beserta staf yang telah
mengizinkan untuk melakukan penelitian.
6. Bapak Ibu dosen serta staf Jurusan Keperawatan yang telah memberikan
pengetahuan dan pengalaman selama perkuliahan.
7. Ibu pembimbing akademik Ns. Sila Dewi Anggreni,S.Kp,M.Kep, Sp.KMB
yang selalu memberikan support dan arahan untuk peneliti dan rekan-
rekan satu bimbingan.
8. Teristimewa kepada orangtua dan saudara yang telah memberikan
semangat dan dukungan serta restu yang tak dapat ternilai dengan apapun.
9. Sahabat yang telah memberikan support dan membantu dalam
menyelesaikan karya tulis ilmiah ini.
Akhir kata, peneliti berharap Tuhan Yang Maha Esa berkenan membalas
segala kebaikan semua pihak yang telah membantu. Semoga nantinya
dapat membawa manfaat bagi pengembangan ilmu.
Padang, 12 Juni 2017
Peneliti
DAFTAR ISI
LEMBAR PERSETUJUAN............................................................................ ABSTRAK...................................................................................................... LEMBAR PENGESAHAN............................................................................. LEMBAR ORISINALITAS............................................................................ KATA PENGANTAR..................................................................................... DAFTAR ISI.................................................................................................. DAFTAR BAGAN.......................................................................................... DAFTAR TABEL........................................................................................... DAFTAR LAMPIRAN................................................................................... BAB I PENDAHULUAN .............................................................................
A. Latar Belakang .............................................................................. B. Rumusan Masalah ........................................................................ C. Tujuan Penelitian .......................................................................... D. Manfaat Penelitian ........................................................................
BAB II TINJAUAN PUSTAKA .................................................................. A. Konsep Kasus Hiperbilirubinemia ...............................................
1. Pengertian ............................................................................... 2. Etiologi ................................................................................... 3. Patofisiologi ............................................................................ 4. WOC ....................................................................................... 5. Respon Tubuh.......................................................................... 6. Penatalaksanaan ......................................................................
B. Konsep Asuhan Keperawatan Pada Hiperbilirubinemia .............. 1. Pengkajian .............................................................................. 2. Kemungkinan Diagnosis Keperawatan .................................. 3. Rencana Keperawatan ............................................................
BAB III METODE PENELITIAN .............................................................. A. Desain Penelitian .......................................................................... B. Tempat dan Waktu Penelitian ....................................................... C. Subjek Penelitian........................................................................... D. Alat dan Instrumen Penelitian ....................................................... E. Cara Pengumpulan Data ............................................................... F. Jenis – jenis Data .......................................................................... G. Rencana Analisis ...........................................................................
BAB IV DESKRIPSI DAN PEMBAHASAN KASUS............................... A. Deskripsi Kasus...................................................................................
1. Pengkajian Keperawatan............................................................... 2. Diagnosis Keperawatan................................................................. 3. Intervensi Keperawatan.................................................................
i ii iii iv v
vii ix x xi 1 1 4 4 5 6 6 6 7 9 11 13 14 16 16 19 19 26 26 26 26 26 29 30 31 32 32 32 36 39
4. Implementasi Keperawatan........................................................... 5. Evaluasi Keperawatan...................................................................
B. Pembahasan Kasus.............................................................................. 1. Pengkajian Keperawatan............................................................... 2. Diagnosis Keperawatan................................................................. 3. Intervensi Keperawatan................................................................. 4. Implementasi Keperawatan........................................................... 5. Evaluasi Keperawatan...................................................................
BAB V PENUTUP......................................................................................... A. Kesimpulan.......................................................................................... B. Saran....................................................................................................
DAFTAR PUSTAKA
44 48 52 52 55 57 60 65 72 72 73
DAFTAR BAGAN
Bagan 2.2 WOC Hiperbilirubinemia............................................................. 11
DAFTAR TABEL
Tabel 2.1. Derajat Ikterus....................................................................................... Tabel 2.2. Rencana Keperawatan........................................................................... Tabel 4.1. Pengkajian Keperawatan....................................................................... Tabel 4.2. Diagnosis Keperawatan........................................................................ Tabel 4.3. Intervensi Keperawatan........................................................................ Tabel 4.4. Implementasi Keperawatan................................................................... Tabel 4.5. Evaluasi Keperawatan...........................................................................
7 19 32 37 39 44 49
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1. Format Pengkajian Asuhan Keperawatan Neonatus
Lampiran 2. Asuhan Keperawatan Pada By.L
Lampiran 3. Asuhan Keperawatan Pada By.T
Lampiran 4. Daftar Hadir Penelitian
Lampiran 5. Surat Izin Penelitian
Lampiran 6. Lembar Konsul Proposal
Lampiran 7. Lembar Konsul KTI
Lampiran 8. Surat Persetujuan Menjadi Responden
Lampiran 9. Ganchart
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Hiperbilirubinemia merupakan masalah yang sering terjadi pada bayi baru
lahir. Hiperbilirubinemia ditandai dengan ikterik atau jaundice akibat
tingginya kadar bilirun dalam darah. Bilirubin merupakan hasil pemecahan
hemoglobin akibat sel darah merah yang rusak (Wong , 2009).
Bilirubin merupakan senyawa pigmen kuning yang merupakan produk
katabolisme enzimatik biliverdin oleh biliverdin reduktase. Bilirubin di
produksi sebagian besar (70-80%) dari eritrosit yang telah rusak.
Kemudian bilirubin indirek (tak terkonjugasi) dibawa ke hepar dengan
cara berikatan dengan albumin. Bilirubin direk (terkonjugasi) kemudian
diekskresikan melalui traktus gastrointestinal. Bayi memiliki usus yang
belum sempurna, karna belum terdapat bakteri pemecah, sehingga
pemecahan bilirubin tidak berhasil dan menjadi bilirubin indirek yang
kemudian ikut masuk dalam aliran darah, sehingga bilirubin terus
bersirkulasi (Atikah & Jaya, 2016 ).
Bilirubin yang tak terkonjugasi larut dalam lemak, kemudian di kirim ke
hepar, yang mana pada saat itu hepar belum berfungsi sempurna sehingga
akan meningkatkan produksi bilirubin. Kerusakan pada sel darah merah
akan memperburuk keadaan, karna proses pemecahan bilirubin akan
terganggu, hal ini mengakibatkan bayi akan mengalami hiperbilirubinemia
( Lynn & Sowden , 2009 ).
Hiperbilirubinemia dapat terjadi secara fisiologis dan patologis. Secara
fisiologis bayi mengalami kuning pada bagian wajah dan leher, atau pada
derajat satu dan dua (<12mg/dl), dapat diatasi dengan pemberian intake
ASI yang adekuat dan sinar matahari pagi kisaran jam 7.00-9.00 selama
15menit. Secara patologis bayi akan mengalami kining diseluruh tubuh
atau derajat tiga sampai lima (>12mg/dl), di indikasikan untuk pemberian
fototerapi, jika kadar bilirubin >20mg/dl maka bayi akan di indikasikan
untuk transfusi tukar (Aviv, 2015; Atikah & Jaya, 2015).
Pemberian fototerapi akan berdampak pada bayi, karena fototerapi
memancarkan sinar intensitas tinggi yang dapat berisiko cedera bagi bayi
yaitu pada mata dan genitalia, juga bayi dapat berisiko mengalami
kerusakan intensitas kulit, diare, dan hipertermi. Perawat berperan penting
dalam pemberian fototerapi untuk mencegah terjadinya dampak fototerapi
pada bayi, yaitu monitor intake ASI yang adekuat, memasangkan penutup
mata dan genitalia bayi, merubah posisi bayi setiap 2jam, dan mengatur
intensitas sinar yang diberikan (Aviv, 2015; Atikah & Jaya, 2015).
Atikah dan Jaya, (2015), komplikasi dari hiperbilirrubinemia yaitu kern
ikterus, dimana kern ikterus adalah suatu sindrom neurologi yang timbul
sebagai akibat penimbunan efek terkonjugasi dalam sel-sel otak sehingga
otak mengalami kerusakan, hal ini dapat menyebabkan kejang-kejang dan
penurunan kesadaran serta bisa berakhir dengan kematian, akan tetapi
apabila bayi dapat bertahan hidup, maka akan ada dampak sisa dari
kernikterus tersebut yaitu bayi dapat menjadi tuli, spasme otot, gangguan
mental, gangguan bicara, dan gangguan pada sistem neurologi lainnya.
WHO (2015), menjelaskan bahwa sebanyak 4,5 juta (75%) dari semua
kematian bayi dan balita terjadi pada tahun pertama kehidupan. Data
kematian bayi terbanyak dalam tahun pertama kehidupan ditemukan di
wilayah Afrika, yaitu sebanyak 55/1000 kelahiran. Sedangkan di wilayah
eropa ditemukan ada 10/1000 dari kelahiran. Hal ini menunjukkan bahwa
di wilayah afrika merupakan kejadian tertinggi pada tahun 2015.
Data Profil Kesehatan Indonesia (2014), dalam upaya penekanan angka
kematian bayi di 2015, yang menjadi perhatian bagi pemerintah ialah
terjadinya 59% kematian bayi pada 2014. Gusni (2016), telah melakukan
penelitian tentang perbedaan ikterus neonatorum pada bayi prematur dan
bayi cukup bulan di RS PKU Muhammadiyah Surakarta, dari 115
responden bayi terdapat 59 bayi (51%) dengan gestasi prematur, dan 56
bayi (49%) gestasi cukup bulan. Hasil dari penelitian tersebut didapatkan
data bayi prematur yang ikterus sebanyak 37 bayi (32,2%), bayi prematur
yang tidak ikterus sebanyak 22 bayi (19,1%), bayi cukup bulan yang
ikterus sebanayak 11 bayi (9,6%) dan bayi cukup bulan yang tidak ikterus
sebanyak 48 bayi (39,1%).
Data Dinkes Kota Padang (2015), menunjukkan bahwa angka kematian
bayi pada tahun 2014 mengalami penurunan dari tahun sebelumnya , yaitu
64 neonatus pada tahun 2013 sedangkan 60 neonatus pada tahun 2014.
Angka kematian bayi jika dilihat dari jender maka kematian bayi laki-laki
(33 bayi) lebih banyak dari bayi perempuan (27 bayi).
Survei awal yang dilakukan di Ruangan Perinatologi IRNA Kebidanan
dan Anak RSUP Dr.M.Djamil Padang pada tanggal 10 Januari 2017
ditemukan bahwa dari 13 neonatus yang dirawat, terdapat satu kasus
dengan BBLR yang mengalami hiperbilirubinemia dan sedang menjalani
fototerapi di ruang NICU. Bayi tersebut dengan berat badan lahir 2000 g,
dengan bilirubin sebanyak 18mg/dl, perawat sudah melakukan fototerapi
selama 150 jam, perawatan dasar sudah dilakukan, dan intake ASI yang
adekuat. Pengkajian lengkap sudah dilakukan perawat yang meliputi
identitas neonatus dan orang tua, alamat, riwayat kesehatan, data
pemeriksaan fisik serta diagnostik. Pendokumentasian setiap tindakan
pada neonatus sudah dilakukan.
Berdasarkan latar belakang diatas, peneliti telah melakukan asuhan
keperawatan pada neonatus dengan kasus hiperbilirubinemia di Ruangan
Perinatologi IRNA Kebidanan & Anak RSUP dr. M. Djamil Padang pada
tahun 2017.
B. Rumusan Masalah
Bagaimana penerapan asuhan keperawatan pada neonatus dengan kasus
hiperbilirubinemia di Ruangan Perinatologi IRNA Kebidanan dan Anak
RSUP Dr.M.Djamil Padang ?
C. Tujuan Penelitian
1.Tujuan umum
Menerapkan asuhan keperawatan pada neonatus dengan kasus
hiperbilirubinemia di Ruangan Perinatologi IRNA Kebidanan dan Anak
RSUP Dr.M.Djamil Padang.
2.Tujuan khusus
a. Mengidentifikasi data hasil pengkajian pada neonatus dengan
kasus hiperbilirubinemia di Ruangan Perinatologi IRNA
Kebidanan dan Anak RSUP Dr.M.Djamil Padang.
b. Merumuskan diagnosa keperawatan pada neonatus dengan kasus
hiperbilirubinemia di Ruangan Perinatologi IRNA Kebidanan
dan Anak RSUP Dr.M.Djamil Padang.
c. Menyusun rencana keperawatan pada neonatus dengan kasus
hiperbilirubinemia di Ruangan Perinatologi IRNA Kebidanan
dan Anak RSUP Dr.M.Djamil Padang.
d. Melakukan tindakan keperawatan pada neonatus dengan kasus
hiperbilirubinemia di Ruangan Perinatologi IRNA Kebidanan
dan Anak RSUP Dr.M.Djamil Padang.
e. Melakukan evaluasi keperawatan pada neonatus dengan kasus
hiperbilirubinemia di Ruangan Perinatologi IRNA Kebidanan
dan Anak RSUP Dr.M.Djamil Padang.
f. Melakukan dokumentasi keperawatan pada neonatus dengan
kasus hiperbilirubinemia di Ruangan Perinatologi IRNA
Kebidanan dan Anak RSUP Dr.M.Djamil Padang.
D. Manfaat Penulisan
1. Institusi Pelayanan
Laporan kasus ini diharapkan dapat memberikan sumbangan pikiran
dalam menerapkan asuhan keperawatan pada neonatus dengan
hiperbilirubinemia
2. Pengembangan Keilmuan
a. Peneliti
Laporan kasus ini dapat mengaplikasikan dan menambah wawasan
ilmu pengetahuan serta kemampuan peneliti dalam menerapkan
asuhan keperawatan pada neonatus dengan hiperbilirubinemia yang
telah dipelajari.
b. Institusi Pendidikan
Laporan kasus ini diharapkan dapat menambah informasi bahan
rujukan atau perbandingan, khususnya mengenai penerapan asuhan
keperawatan pada neonatus dengan hiperbilirubinemia.
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
A. Konsep Kasus Hiperbilirubinemia
1. Pengertian
Hiperbilirubinemia adalah suatu keadaan dimana menguningnya
sklera, kulit atau jaringan lain akibat perlekatan bilirubuin dalam tubuh
atau akumulasi bilirubin dalam darah lebih dari 5mg/ml dalam 24 jam,
yang menandakan terjadinya gangguan fungsional dari liper, sistem
biliary, atau sistem hematologi ( Atikah & Jaya, 2016 ).
Hiperbilirubinemia adalah kondisi dimana tingginya kadar bilirubin
yang terakumulasi dalam darah dan akan menyebabkan timbulnya
ikterus, yang mana ditandai dengan timbulnya warna kuning pada
kulit, sklera dan kuku. Hiperbilirubinemia merupakan masalah yang
sering terjadi pada bayi baru lahir. Pasien dengan hiperbilirubinemia
neonatal diberi perawatan dengan fototerapi dan transfusi tukar
(Kristianti ,dkk, 2015).
Hiperbilirubinemia ialah terjadinya peningkatan kadar bilirubin dalam
darah, baik oleh faktor fisiologik maupun non-fisiologik, yang secara
klinis ditandai dengan ikterus ( Mathindas, dkk , 2013 ).
Atikah dan Jaya, (2016), membagi ikterus menjadi 2 :
a. Ikterus Fisiologis
Ikterus fisiologis sering dijumpai pada bayi dengan berat lahir
rendah, dan biasanya akan timbul pada hari kedua lalu menghilang
setelah minggu kedua. Ikterus fisiologis muncul pada hari kedua
dan ketiga. Bayi aterm yang mengalami hiperbilirubin memiliki
kadar bilirubin yang tidak lebih dari 12 mg/dl, pada BBLR 10
mg/dl, dan dapat hilang pada hari ke-14. Penyebabnya ialah karna
bayi kekurangan protein Y, dan enzim glukoronil transferase.
b. Ikterus Patologis
Ikterus patologis merupakan ikterus yang timnbul segera dalam 24
jam pertama, dan terus bertamha 5mg/dl setiap harinya, kadal
bilirubin untuk bayi matur diatas 10 mg/dl, dan 15 mg/dl pada bayi
prematur, kemudian menetap selama seminggu kelahiran. Ikterus
patologis sangat butuh penanganan dan perawatan khusus, hal ini
disebabkan karna ikterus patologis sangat berhubungan dengan
penyakit sepsis. Tanda-tandanya ialah :
1) Ikterus muncul dalam 24jam pertama dan kadal melebihi
12mg/dl.
2) Terjadi peningkatan kadar bilirubin sebanyak 5 mg/dl dalam
24jam.
3) Ikterus yang disertai dengan hemolisis.
4) Ikterus akan menetap setelah bayi berumur 10 hari pada bayi
aterm , dan 14 hari pada bayi BBLR.
Luasnya ikterus pada neonatus menurut daerah yang terkena dan kadar
bilirubinnya dapat dilihat pada tabel berikut :
Tabel 2.1
Derajat ikterus pada neonatus menurut rumus Kramer
Zona Luas Ikterik Rata-rata Bilirubin
Serum (umol/L)
Kadar bilirubin
(mg)
1 Kepala dan leher 100 5
2 Pusar-leher 150 9
3 Pusar-paha 200 11
4 Lengan dan tungkai 250 12
5 Tangan dan kaki >250 16
Sumber : Atikah & Jaya (2016)
2. Etiolgi
Hiperbilirubinemia dapat disebabkan oleh bermacam-macam keadaan.
Penyebab yang sering ditemukan disini adalah hemolisis yang timbul
akibat inkopatibilitas golongan darah ABO atau defisiensi enzim
G6PD. Hemolisis ini dapat pula timbul karna adanya perdarahan
tertutup (hematoma cepal, perdarahan subaponeurotik) atau
inkompatibilitas golongan darah Rh. Infeksi juga memegang peranan
penting dalam terjadinya hiperbilirubinemia; keadaaan ini terutama
terjadi pada penderita sepsis dan gastroenteritis. Faktor lain yaitu
hipoksia atau asfiksia, dehidrasi dan asiosis, hipoglikemia, dan
polisitemia (Atikah & Jaya, 2016).
Nelson, (2011), secara garis besar etiologi ikterus neonatorum dapat
dibagi :
a. Produksi yang berlebihan
Hal ini melebihi kemampuan bayi untuk mengeluarkannya,
misalnya pada hemolisis yang meningkat pada inkompatibilitas
darah Rh, AB0, golongan darah lain, defisiensi enzim G-6-PD,
piruvat kinase, perdarahan tertutup dan sepsis.
b. Gangguan dalam proses “uptake” dan konjugasi hepar
Gangguan ini dapat disebabkan oleh bilirubin, gangguan fungsi
hepar, akibat asidosis, hipoksia dan infeksi atau tidak terdapatnya
enzim glukoronil transferase (sindrom criggler-Najjar). Penyebab
lain yaitu defisiensi protein. Protein Y dalam hepar yang berperan
penting dalam “uptake” bilirubin ke sel hepar.
c. Gangguan transportasi
Bilirubin dalam darah terikat pada albumin kemudian diangkat ke
hepar.Ikatan bilirubin dengan albumin ini dapat dipengaruhi oleh
obat misalnya salisilat, sulfafurazole. Defisiensi albumin
menyebabkan lebih banyak terdapatnya bilirubin indirek yang
bebas dalam darah yang mudah melekat ke sel otak.
d. Gangguan dalam ekskresi
Gangguan ini dapat terjadi akibat obstruksi dalam hepar atau diluar
hepar.Kelainan diluar hepar biasanya disebabkan oleh kelainan
bawaan. Obstruksi dalam hepar biasanya akibat infeksi atau
kerusakan hepar oleh penyebab lain.
Etiologi ikterus yang sering ditemu-kan ialah: hiperbilirubinemia
fisiologik, inkompabilitas golongan darah ABO dan Rhesus, breast
milk jaundice, infeksi, bayi dari ibu penyandang diabetes melitus,
dan polisitemia/hiperviskositas.
Etiologi yang jarang ditemukan yaitu: defisiensi G6PD, defisiensi
piruvat kinase, sferositosis kongenital, sindrom Lucey-Driscoll,
penyakit Crigler-Najjar, hipo-tiroid, dan hemoglobinopati.
(Mathindas, dkk , 2013)
3. Patofisiologi
Bilirubin diproduksi dalam sistem retikuloendotelial sebagai produk
akhir dari katabolisme heme dan terbentuk melalui reaksi oksidasi
reduksi. Karena sifat hidrofobiknya, bilirubin tak terkonjugasi
diangkut dalam plasma, terikat erat pada albumin. Ketika mencapai
hati, bilirubin diangkut ke dalam hepatosit, terikat dengan ligandin.
Setelah diekskresikan ke dalam usus melalui empedu, bilirubin
direduksi menjadi tetrapirol tak berwarna oleh mikroba di usus besar.
Bilirubin tak terkonjugasi ini dapat diserap kembali ke dalam sirkulasi,
sehingga meningkatkan bilirubin plasma total (Mathindas ,dkk, 2013).
Bilirubin mengalami peningkatan pada beberapa keadaan. Kondisi
yang sering ditemukan ialah meningkatnya beban berlebih pada sel
hepar, yang mana sering ditemukan bahwa sel hepar tersebut belum
berfungsi sempurna. Hal ini dapat ditemukan apabila terdapat
peningkatan penghancuran eritrosit, polisitemia, pendeknya umur
eritrosit pada janin atau bayi, meningkatnya bilirubin dari sumber lain,
dan atau terdapatnya peningkatan sirkulasi enterohepatik (Atikah &
Jaya, 2016).
Bilirubin di produksi sebagian besar (70-80%) dari eritrosit yang
telah rusak. Kemudian bilirubin indirek (tak terkonjugasi) dibawa ke
hepar dengan cara berikatan dengan albumin. Bilirubin direk
(terkonjugasi) kemudian diekskresikan melalui traktus gastrointestinal.
Bayi memiliki usus yang belum sempurna, karna belum terdapat
bakteri pemecah, sehingga pemecahan bilirubin tidak berhasil dan
menjadi bilirubin indirek yang kemudian ikut masuk dalam aliran
darah, sehingga bilirubin terus bersirkulasi (Atikah & Jaya, 2016)
4. WOC
Hemoglobin
Heme Globin
Fungsi hepar terganggu
Kerusakan sel darah merah
Defisiensi protein “Y”
Bilirubin gagal dipecah
Immaturitas hepar
Prematuritas
hepar
Produksi bilirubin
Hemolisis
Etiologi
Gagal melakukan konjugasi
Sel darah merah rusak
Bilirubin bersirkulasi kembali
Biliverdin
Gangguan konjugasi bilirubin
Pemecahan bilirubin berlebihan
Suplai bilirubin melebihi kemampuan
Hepar gagal berkonjugasi
Uptake bilirubin ke sel hepar gagal
Peningkatan inkompatibilitas darah Rh, ABO , dan sepsis
Sebagian masuk ke siklus enterohepatik
bilirubin akan terus bersirkulasi
Hiperbilirubinemia Ikterus Neonatus
Peningkatan bilirubin unconjugated dalam darah
Ikterus pada sklera dan leher, peningkatan bilirubin >12mg/dl
Kelainan sel darah merah, infeksi
Bagan 2.1 WOC Hiperbilirubinemia
Sumber: Atikah & Jaya(2015); Surasmi,dkk(2003); Widagdo(2012); Wong(2009).
Gangguan sistem tubuh
Reflek hisap menurun
Sistem pencernaan
Nutrisi yang dicerna sedikit
Resiko Infeksi
Ketidakefektifan Pola Makan Bayi
Bilirubin indirek terus bersirkulasi ke jaringan perifer
Ikterus Neonatus
Sistem Persyarafan
Sistem integumen
Kelebihan bilirubin indirek
Kern Ikterus
Menumpuk dan melekat di sel otak
Kejang dan penurunan kesadaran
Defisieensi protein “Y”
Kematian
Kadar bilirubin >12mg/dl
Indikasi fototerapi
Gangguan suhu tubuh
Sinar intensitas tinggi
Hipertermi
Risiko Kekurangan Volume Cairan
Bayi malas menyusu
Diare
Akumulasi bilirubin dalam darah tidak di ekskresiekskresikan
Kadar bilirubin >20mg/dl
Indikasi Transfusi tukar
Risiko Kerusakan Integritas Kulit
Risiko Infeksi
Risiko Kekurangan Volume Cairan
Risiko Cidera
5. Respon Tubuh
a. Sistem Eliminasi
Pada bayi normal, feses akan berwarna kuning kehijauan,
sementara pada bayi dengan hiperbilirubin biasanya akan berwarna
pucat. Hai ini disebabkan oleh bilirubin tak larut dalam lemak
akibat dari kerja hepar yang mengalami gangguan.
b. Sistem Pencernaan
Bayi dengan hiperbilirubinemia mengalami gangguan pada nutrisi,
karena biasanya bayi akan lebih malas dan tampak letargi, dan juga
reflek sucking yang kurang, sehingga nutrisi yang akan dicerna
hanya sedikit. Dengan nutrisi yang kurang, bayi bisa berisiko
infeksi karna daya tahan tubuh yang lemah.
c. Sistem Integumen
Pada bayi normal, kulit bayi akan tambah merah muda, akan tetapi
pada bayi yang mengaami hiperbilirubin, kulit bayi akan tampak
berwarna kekuningan. Ini disebabkan karna fungsi hepar yang
belum sempurna, defisiensi protein “Y”, dan juga tidak terdapat
bakteri pemecah bilirubin dalam usus akibat dari imaturitas usus,
sehingga bilirubin indirek terus bersirkulasi keseluruh tubuh.
d. Sistem Kerja Hepar (ekskresi hepar)
Pada bayi yang mengalami hiperbilirubin biasanya disebabkan oleh
sistem kerja hepar yang imatur, akibat nya hepar mengalami
gangguan dalam pemecahan bilirubin, sehingga bilirubin tetap
bersirkulasi dengan pembuluh darah untuk menyebar keseluruh
tubuh.
e. Sistem Persyarafan
Bilirubin indirek yang berlebihan serta kurang nya penanganan
akan terus menyebar hingga ke jaringan otak dan syaraf, hal ini
sangat membahayakan bagi bayi, dan akan menyebabkan kern
ikterus, dengan tanda dan gejala yaitu kejang-kejang, penurunan
kesadaran, hingga bisa menyebabkan kematian.
(Widagdo, 2012).
6. Penatalaksanaan
Menurut Atikah dan Jaya, 2016, cara mengatasi hiperbilirubinemia
yaitu:
a. Mempercepat proses konjugasi, misalnya pemberian
fenobarbital. Fenobarbital dapat bekerja sebagai perangsang
enzim sehingga konjugasi dapat dipercepat.
b. Memberikan substrat yang kurang untuk transportasi atau
konjugasi. Contohnya ialah pemberian albumin untuk
meningkatkan bilirubion bebas.
c. Melakukan dekomposisi bilirubin dengan fototerapi ini ternyata
setelah dicoba dengan alat-alat bantuan sendiri dapat
menurunkan bilirubin dengan cepat. Walaupun demikian
fototerapi tidak dapat menggantikan transfusi tukar pada proses
hemolisis berat. Fototerapi dapat digunakan untuk pra dan
pasca transfusi tukar.
Penatalaksanaan hiperbilirubinemia secara terapeutik :
1) Fototerapi
Dilakukan apabila kadar bilirubin indirek lebih dari 10 mg%
dan berfungsi untuk menurunkan bilirubin dalam kulit melalui
tinja dan urin dengan oksidasi foto pada bilirubin dari
biliverdin.
Langkah-langkah pelaksanaan fototerapi yaitu :
a) Membuka pakaian neonatus agar seluruh bagian tubuh
neonatus kena sinar.
b) Menutup kedua mata dan gonat dengan penutup yang
memantulkan cahaya.
c) Jarak neonatus dengan lampu kurang lebih 40 cm
d) Mengubah posisi neonatus setiap 6 jam sekali.
e) Mengukur suhu setiap 6 jam sekali.
f) Kemudian memeriksa kadar bilirubin setiap 8 jam atau
sekurang-kurangnya sekali dalam 24 jam.
g) Melakukan pemeriksaan HB secara berkala terutama pada
penderita yang mengalami hemolisis.
2) Fenoforbital
Dapat mengekskresi bilirubin dalam hati dan memperbesar
konjugasi. Meningkatkan sintesis hepatis glukoronil transferase
yang mana dapat meningkatkan bilirubin konjugasi dan clearance
hepatik pada pigmen dalam empedu, sintesis protein dimana dapat
meningkatkan albumin untuk mengikat bilirubin. Fenobarbital
tidak begitu sering dianjurkan.
3) Transfusi Tukar
Apabila sudah tidak dapat ditangani dengan fototerapi atau kadar
bilirubin indirek lebih dari 20 mg%.
Langkah penatalaksanaan saat transfusi tukar adalah
sebagai berikut :
a. Sebaiknya neonatus dipuasakan 3-4 jam sebelum
transfusi tukar.
b. Siapkan neonatus dikamar khusus.
c. Pasang lampu pemanas dan arahkan kepada neonatus.
d. Tidurkan neonatus dalam keadaan terlentang dan buka
pakaian ada daerah perut.
e. Lakukan transfusi tukar sesuai dengan protap.
f. Lakukan observasi keadaan umum neonatus, catat
jumlah darah yang keluar dan masuk.
g. Lakukan pengawasan adanya perdarahan pada tali
pusat.
h. Periksa kadar Hb dan bilirubin setiap 12 jam.
(Suriadi dan Yulianni 2006)
Penatalaksanaan hiperbilirubinemia secara alami :
1) Bilirubin Indirek
Penatalaksanaanya dengan metode penjemuran dengan sinar
ultraviolet ringan yaitu dari jam 7.oo – 9.oo pagi. Karena
bilirubin fisioplogis jenis ini tidak larut dalam air.
2) Bilirubin Direk
Penatalaksanaannya yaitu dengan pemberian intake ASI yang
adekuat. Hal ini disarankan karna bilirubin direk dapat larut
dalam air, dan akan dikeluarkan melalui sistem pencernaan.
(Atikah & Jaya, 2016 ; Widagdo, 2012)
B. Konsep Asuhan Keperawatan Pada Kasus Hiperbilirubinemia
1. Pengkajian
Pengkajian pada kasus hiperbilirubinemia meliputi :
a. Identitas, seperti : Bayi dengan kelahiran prematur, BBLR, dan
lebih sering diderita oleh bayi laki-laki.
b. Keluhan utama
Bayi terlihat kuning dikulit dan sklera, letargi, malas menyusu,
tampak lemah, dan bab berwarna pucat.
c. Riwayat kesehatan
1) Riwayat kesehatan sekarang
Keadaan umum bayi lemah, sklera tampak kuning, letargi,
refleks hisap kurang, pada kondisi bilirubin indirek yang
sudah .20mg/dl dan sudah sampai ke jaringan serebral
maka bayi akan mengalami kejang dan peningkatan
tekanan intrakranial yang ditandai dengan tangisan
melengking.
2) Riwayat kesehatan dahulu
Biasanya ibu bermasalah dengan hemolisis. Terdapat
gangguan hemolisis darah (ketidaksesuaian golongan Rh
atau golongan darah A,B,O). Infeksi, hematoma, gangguan
metabolisme hepar obstruksi saluran pencernaan, ibu
menderita DM. Mungkin praterm, bayi kecil usia untuk
gestasi (SGA), bayi dengan letardasio pertumbuhan intra
uterus (IUGR), bayi besar untuk usia gestasi (LGA) seperti
bayi dengan ibu diabetes. Terjadi lebih sering pada bayi
pria daripada bayi wanita.
3) Riwayat kehamilan dan kelahiran
Antenatal care yang kurang baik, kelahiran prematur yang
dapat menyebabkan maturitas pada organ dan salah satunya
hepar, neonatus dengan berat badan lahir rendah, hipoksia
dan asidosis yang akan menghambat konjugasi bilirubin,
neonatus dengan APGAR score rendah juga
memungkinkan terjadinya hipoksia serta asidosis yang akan
menghambat konjugasi bilirubin.
d. Pemeriksaan fisik
1) Kepala-leher.
Ditemukan adanya ikterus pada sklera dan mukosa.
2) Dada
Ikterus dengan infeksi selain dada terlihat ikterus juga akan
terlihat pergerakan dada yang abnormal.
3) Perut
Perut membucit, muntah, kadang mencret yang disebabkan
oleh gangguan metabolisme bilirubin enterohepatik.
4) Ekstremitas
Kelemahan pada otot.
5) Kulit
Menurut rumus kramer apabila kuning terjadi di daerah
kepala dan leher termasuk ke grade satu, jika kuning pada
daerah kepala serta badan bagian atas digolongkan ke grade
dua. Kuning terdapat pada kepala, badan bagian atas,
bawah dan tungkai termasuk ke grade tiga, grade empat jika
kuning pada daerah kepala, badan bagian atas dan bawah
serta kaki dibawah tungkai, sedangkan grade 5 apabila
kuning terjadi pada daerah kepala, badan bagian atas dan
bawah, tungkai, tangan dan kaki.
6) Pemeriksaan neurologis
Letargi, pada kondisi bilirubin indirek yang sudah
mencapai jaringan serebral, maka akan menyebabkan
kejang-kejang dan penurunan kesadaran.
7) Urogenital
Urine berwarna pekat dan tinja berwarna pucat. Bayi yang
sudah fototerapi biasa nya mengeluarkan tinja kekuningan.
e. Pemeriksaan diagnostik
1) Pemeriksaan bilirubin serum
Bilirubin pada bayi cukup bulan mencapai puncak kira-kira
6 mg/dl, antara 2 dan 4 hari kehidupan. Jika nilainya diatas
10 mg/dl yang berarti tidak fisiologis, sedangkan bilirubin
pada bayi prematur mencapai puncaknya 10-12 mg/dl,
antara 5 dan 7 hari kehidupan. Kadar bilirubin yang lebih
dari 14 mg/dl yaitu tidak fisiologis. Ikterus fisiologis pada
bayi cukup bulan bilirubin indirek munculnya ikterus 2
sampai 3 hari dan hilang pada hari ke 4 dan ke 5 dengan
kadar bilirubin yang mencapai puncak 10-12 mg/dl,
sedangkan pada bayi dengan prematur bilirubin indirek
munculnya sampai 3 sampai 4 hari dan hilang 7 sampai 9
hari dengan kadar bilirubin yang mencapai puncak 15
mg/dl/hari. Pada ikterus patologis meningkatnya bilirubin
lebih dari 5 mg/dl perhari.
2) Ultrasound untuk mengevaluasi anatomi cabang kantong
empedu
3) Radioisotope scan dapat digunakan untuk membantu
membedakan hepatitis dan atresia biliary.
(Surasmi, dkk, 2003; Lynn & Sowden, 2009; Widagdo,
2012)
f. Data penunjang
1) Pemeriksaan kadar bilirubin serum (total) (normal =
<2mg/dl).
2) Pemeriksaan darah tepi lengkap dan gambaran apusan
darah tepi.
3) Penentuan golongan darah dari ibu dan bayi.
4) Pemeriksaan kadar enzim G6PD.
5) Pada ikterus yang lama, lakukan uji fungsi hati, uji fungsi
tiroid, uji urin terhadap galaktosemia.
6) Bila secara klinis dicurigai sepsis, lakukan pemeriksaan
kultur darah, urin, IT rasio dan pemeriksaan C reaktif
protein (CPR).
2. Kemungkinan diagnosa keperawatan
a. Ikterus Neonatus
b. Hipertermi b.d suhu lingkungan tinggi dan efek fototerapi.
c. Risiko infeksi b.d proses invasif.
d. Risiko kekurangan volume cairan b.d tidak adekuatnya intake
cairan, efek fototerapi dan diare.
e. Risiko kerusakan integritas kulit b.d hiperbilirubinemia dan diare.
f. Risiko cedera b.d peningkatan kadar bilirubin dan proses
fototerapi.
g. Ketidakefektifan pola makan bayi b.d penurunan daya hisap bayi.
( NANDA, 2015 )
3. Rencana Keperawatan
Tabel 2.2 Rencana Keperawatan
No Diagnosa Keperawatan
NOC NIC
1 Ikterus Neonatus b.d neonatus mengalami kesulitan transisi kehidupan ekstra uterin, keterlambatan pengeluaran mekonium, penurunan berat badan tidak terdeteksi, pola makan tidak tepat dan usia ≤ 7 hari.
Setelah dilakukan asuhan keperawatan, maka didapatkan kriteria:
1. Adaptasi bayi baru lahir a. Warna kulit (5) b. Mata bersih (5) c. Kadar bilirubin
(5)
2. Organisasi (Pengelolaan) bayi prematur a. Warna kulit (5)
3. Fungsi hati , resiko
gangguan. a. Pertumbuhan
dan perkembangan bayi dalam batas normal.(5)
b. Tanda-tanda vital bayi dalam batas normal(5).
1. Fototerapi: neonatus a. Kaji ulang riwayat
maternal dan bayi mengenai adanya faktor risiko terjadinya hyperbilirubinemia.
b. Observasi tanda-tanda (warna) kuning.
c. Periksa kadar serum bilirubin, sesuai kebutuhan, sesuai protokol dan permintaan dokter.
d. Edukasikan keluarga mengenai prosedur dalam perawatan isolasi.
e. Tutup mata bayi, hindari penekanan yang berlebihan.
f. Ubah posisi bayi setiap 4jam per protokol.
2. Monitor tanda vital a. Monitor nadi, suhu,
dan frekuensi pernapasan dengan tepat.
b. Monitor warna kulit, suhu, dan kelembaban.
2 Hipertermi b.d suhu lingkungan tinggi dan efek
Setelah dilakukan asuhan keperawatan, maka didapatkan
1. Temperature regulation (pengaturan suhu)
a. Monitor sushu
fototerapi.
kriteria:
1. Termoregulasi.
a. berkeringat saat panas (5)
b. gemetaran saat dingin.(5)
c. Tingkat pernafasan. (5)
2. Kontrol resiko : hipertermi.
a. Teridentifikasinya tanda dan gejala hipertermi (5)
b. Modifikasi lingkungan untuk mengontrol suhu tubuh (5)
minimal tiap 2 jam. b. Rencanakan
monitoring suhu secara kontinyu.
c. Monitor nadi dan RR.
d. Monitor warna dan suhu kulit.
e. sesuaikan suhu yang sesua dengan kebutuhan pasien.
f. Monitor tanda-tanda hipertermi dan hipotermi.
g. Tingkatkan cairan dan nutrisi.
h. Berikan antipiretik jika perlu.
i. Gunakan kasur yang dingin dan mandi air hangat untuk perubahan suhu tubuh yang sesuai.
2. Manajemen demam a. Monitor suhu secara
kontinue b. Monitor keluaran
cairan c. Monitor warna kulit
dan suhu d. Monitor masukan
dan keluaran.
3 Risiko infeksi b.d proses invasif.
Setelah dilakukan asuhan keperawatan, maka didapatkan kriteria:
Kontrol resiko : proses infeksi.
Infection Control (Kontrol Infeksi).
a. Bersihkan lingkungan setelah dipakai pasien lain.
b. Pertahankan teknik isolasi.
c. Batasi pengunjung bila
Faktor risiko infeksi teridentifikasi. (5)
perlu. d. Gunakan sabun
antimikroba untuk cuci tangan.
e. Cuci tangan setiap sebelum dan sesudah tindakan keperawatan.
f. Gunakan baju, sarung tangan sebagai pelindung.
g. Pertahankan lingkungan aseptik selama pemasangan alat.
h. Tingkatkan intake nutrisi.
i. Berikan terapi antibiotik bila perlu yang mengandung infection protection (proteksi terhadap infeksi).
4 Risiko kekurangan
volume cairan b.d tidak adekuatnya intake cairan, efek fototerapi dan diare.
Setelah dilakukan asuhan keperawatan, maka didapatkan kriteria:
Keseimbangan cairan.
a. Intake dan output seimbang dalam 24 jam.(5)
b. Turgor kulit membaik (5)
Manajemen cairan a. Monitor berat badan. b. Timbang popok. c. Pertahankan catatan
intake dan output yang akurat.
d. Monitor vital sign. e. Dorong masukan oral. f. Monitor pernafasan,
tekanan darah, dan nadi. g. Monitor status hidrasi
(kelembapan membrane mukosa, nadi adekuat, tekanan darah ortostatik).
h. Monitor warna, kuantitas dan banyaknya keluaran urin.
i. Berikan cairan yang sesuai.
j. Monitor respon pasien terhadap penambahan cairan.
k. Monitor berat badan.
5 Risiko kerusakan integritas kulit b.d hiperbilirubinemia dan diare.
Setelah dilakukan asuhan keperawatan, maka didapatkan kriteria:
1. Integritas jaringan :
kulit dan membran mukosa.
a. Integritas kulit yang baik bisa dipertahankan (sensasi, elastisitas, hidrasi). (5)
b. Perfusi jaringan baik. (5)
2. Kontrol resiko. integritas kulit neonatus kembali membaik. Dengan kriteria hasil :
a. Faktor resiko teridentifikasi (5)
b. Faktor resiko personal termonitor (5)
c. Faktor resiko lingkungan termonitor. (5)
1. Manajemen cairan
a. Monitor berat badan. b. Pertahankan catatan
intake dan output yang akurat.
c. Dorong masukan oral. d. Monitor status hidrasi
(kelembapan membran mukosa, nadi adekuat, tekanan darah ortostatik).
e. Berikan cairan yang sesuai.
2. Pressure management
(Manajemen tekanan) a. Anjurkan untuk
menggunakan pakaian yang longgar.
b. Hindari kerutan pada tempat tidur.
c. Jaga kebersihan kulit agar tetap bersih dan kering.
d. Mobilisasi (ubah posisi pasien) setiap dua jam sekali.
e. Monitor akan adanya kemerahan.
f. Monitor aktivitas dan mobilisasi pasien.
g. Memandikan pasien dengan sabun dan air hangat.
6 Risiko cedera b.d peningkatan kadar
Setelah dilakukan asuhan keperawatan,
Environment Management (manajemen lingkungan).
bilirubin dan proses fototerapi.
maka didapatkan kriteria:
1. Kontrol Resiko cidera 1. Terbebas dari
cidera. (5)
a. Sediakan lingkungan yang aman untuk pasien.
b. Menghindari lingkungan yang berbahaya.
c. Monitor kadar bilirubin, Hb, HCT sebelum dan sesudah tansfusi tukar.
d. Monitor tanda vital. e. Mempertahankan
sistem kardiopulmonary.
f. Mengkaji kulit pada abdomen.
g. Kolaborasi pemberian obat untuk meningkatkan transportasi dan konjugasi seperti pemberian albumin atau pemberian plasma.
h. Mengontrol lingkungan dari kebisingan.
7 Ketidakefektifan pola makan bayi
Setelah dilakukan asuhan keperawatan, maka didapatkan kriteria:
1. Organisasi (pengelolaan) bayi prematur a. Toleransi makan
(5)
2. Status menelan: fase oral a. Efisiensi
kemampuan
1. Manajemen cairan a. Timbang BB setiap hari
dan dan monitor status pasien.
b. Hitung atau timbang popok dengan baik
c. Monitor tanda vital pasien
2. Monitor nutrisi a. Timbang dan ukur berat
badan ideal b. Berikan intake ASI
yang adekuat.
menghisap (5)
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Desain Penelitian
Desain penelitian adalah kualitatif, dan jenis penelitian ini adalah Deskriptif
yaitu suatu metode penelitian yang dilakukakan dengan tujuan untuk
membuat gambaran atau deskriptif tentang suatu keadaan secara objektif
dengan pendekatan studi kasus. Hasil yang diharapkan oleh peneliti adalah
melihat penerapan asuhan keperawatan pada neonatus dengan
hiperbilirubinemia di ruang perinatologi IRNA Kebidanan dan Anak
RSUP.Dr.M.Djamil Padang.
B. Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilakukan di ruang Perinatologi IRNA Kebidanan dan Anak
RSUP Dr. M. Djamil Padang tahun 2017. Waktu penelitian dilakukan mulai
dari bulan Januari – Mei 2017.
C. Subjek Penelitian
Kriteria :
1. Kriteria Inklusi
a. Semua bayi yang mengalami hiperbilirubinemia.
b. Bayi yang mengalami hiperbilirubinemia dirawat diruang perinatologi
RSUP Dr.M.Djamil Padang.
2. Kriteria Eksklusi
a. Bayi dengan hiperbilirubinemia yang mengalami perburukan kondisi.
D. Alat atau Instrumen Pengumpulan Data
Alat atau instrumen pengumpulan data yang di gunakan adalah format
tahapan proses keperawatan neonatus mulai dari pengkajian sampai pada
evaluasi. Instrumen pengumpulan data berupa format tahapan proses
keperawatan neonatus mulai dari pengkajian sampai evaluasi. Cara
pengumpulan data dimulai dari anamnesa, pemeriksaan fisik, observasi dan
studi dokumentasi.
Alat yang digunakan dalam penelitian adalah alat pemeriksaan fisik yang
terdiri dari :
1. APD (Alat Pelindung Diri)
2. Stetoskop
3. Termometer
4. Penlight
5. Pita ukur
6. Timbangan bayi
Proses keperawatan meliputi :
1. Pengkajian
Pengkajian dilakukan ketika pasien baru masuk pertama kalinya di
fasilitas kesehatan ( rumah sakit). Bentuk yang umumnya dipakai dalam
format pengkajian sebagai berikut:
a. Format tanya jawab
Format tanya jawab biasanya pertanyaan-pertanyaan bersifat umum
(identitas pasien seperti nama, nama orang tua, jumlah anggota
keluarga, ataupun riwayat keperawatan seperti penyakit yang pernah
diderita orangtua), ataupun yang lebih pribadi (seperti status
keuangan, spiritual, seksual orangtua).
b. Pengkajian lanjutan
Pengkajian lanjutan dilakukan secara terus menerus selama proses
keperawatan diberikan, sehingga data ini adalah data yang up to date.
Data ini biasa dicatat dalam format tertentu yang disebur dengan flow
sheet. Contoh dalam pengkajian lanjutan adalah pengkajian tanda-
tanda vital yang diambil dalam periode tertentu. Format flow sheet
memungkinkan perawat untuk melihat apakah terdapat perubahan
kondisi pasien di periode yang berbeda.
c. Pengkajian ulang
Pengkajian ulang dilakukan setelah intervensi dilakukan. Pengkajian
ini dapat ditulis pada format catatan keperawatan. (Format terlampir).
2. Diagnosa keperawatan
Diagnosa keperawatan dapat ditegakkan jika data-data yang telah ada
dianalisa. Kegiatan pendokumentasian diagnosa keperawatan sebagai
berikut:
a. Analisa data
Dalam analisa data mencakup data pasien, masalah dan
penyebabnya.(Format terlampir) Data pasien terdiri atas data subjektif
yaitu data yang didapat dari perkataan orangtua bayi, biasanya apa yang
dikeluhkan dan objektif yaitu data yang diperoleh perawat berdasarkan
dari hasil pengamatan dan pemeriksaan fisik.
b. Menegakkan diagnosa
Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam menegakkan diagnosa adalah PES
(problem+etiologi+sympton) dan menggunakan istilah diagnosa
keperawatan yang dibuat dari daftar NANDA (format terlampr).
3. Intervensi
Rencana keperawatan terdiri dalam beberapa komponen sebagai berikut:
a. Diagnosa yang diprioritaskan
b. Tujuan dan kriteria hasil
c. Intervensi
Intervensi keperawatan mengacu pada NANDA Nic-Noc.
(Format terlampir)
4. Implementasi
Implementasi keperawatan terdiri dalam beberapa komponen:
a. Tanggal dan waktu dilakukan implementasi keperawatan.
b. Diagnosa keperawatan.
c. Tindakan keperawatan berdasarkan intervensi keperawatan.
d. Tanda tangan perawat pelaksana.
(Format terlampir)
5. Evaluasi
Evaluasi keperawatan terdiri dalam beberapa komponen:
a. Tanggal dan waktu dilakukan evaluasi keperawatan.
b. Diagnosa keperawatan.
c. Evaluasi keperawatan
Evaluasi keperawatan dilakukan dalam bentuk pendekatan SOAP.
E. Cara Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data menggunakan multi sumber bukti (triangulasi)
artinya teknik pengumpulan data yang bersifat menggabungkan dari berbagai
teknik pengumpulan data dan sumber data yang telah ada. Triangulasi teknik
berarti peneliti menggunakan teknik pengumpulan data yang berbeda-beda.
Untuk mendapatkan data dari sumber yang sama. Peneliti akan menggunakan
observasi, pengukuran, wawancara mendalam, dan dokumentasi untuk
sumber data yang sama secara serempak (Sugiyono, 2014).
1. Observasi
Dalam observasi ini, peneliti mengobservasi atau melihat kondisi dari
pasien, seperti keadaan umum pasien dan keadaan pasien, selain itu juga
mengobservasi respon tubuh terhadap tindakan apa yang telah dilakukan
pada pasien.
2. Pengukuran
Pengukuran yaitu melakukan pemantauan kondisi pasien dengan metoda
mengukur dengan menggunakan alat ukur pemeriksaan, seperti melakukan
pengukuran suhu, menimbang berat badan, dan mengukur panjang bayi.
3. Wawancara
Wawancara adalah pertemuan dua orang untuk bertukar informasi dan ide
melalui tanya jawab, sehingga dapat dikonstruksikan makna dalam suatu
topik tertentu. Wawancara digunakan untuk mengumpulkan data
pengkajian seperti identitas, riwayat kesehatan (riwayat kesehatan
sekarang, riwayat kesehatan dahulu, dan riwayat kesehatan keluarga), dan
activity daily living.
Dalam penelitian ini wawancara dilakukan dengan menggunakan pedoman
wawancara bebas terpimpin (format pengkajian yang disediakan).
Wawancara jenis ini merupakan kombinasi dari wawancara tidak
terpimpin dan wawancara terpimpin. Meskipun dapat unsur kebebasan,
tapi ada pengarah pembicara secara tegas dan mengarah, sehingga
wawancara ini bersifat fleksibelitas dan tegas.
4. Studi Dokumentasi
Dokumen merupakan catatan peristiwa yang sudah berlalu. Dokumen bisa
berbentuk tulisan, gambar, atau karya-karya monumental dari seseorang.
Dalam penelitian ini mengunakan dokumen dari rumah sakit untuk
menunjang penelitian yang akan dilakukan, yaitu data laboratorium kadar
bilirubin lengkap, pemeriksaan darah lengkap, pemeriksaan golongan
darah, pemeriksaan kadar enzim, uji fungsi hati, uji fungsi tiroid, uji urin
dan pemeriksaan klinis lainnya.
F. Jenis-Jenis Data
1. Data Primer
Data primer adalah data yang dikumpulkan langsung dari pasien seperti
pengkajian kepada pasien dan orangtua, meliputi: Identitas pasien dan
orangtua, riwayat kesehatan pasien dan orangtua, dan pemeriksaan fisik
terhadap pasien.
2. Data Sekunder
Data sekunder merupakan sumber data penelitian yang diperoleh langsung
dari rekam medis dan ruang perinatologi IRNA kebidanan dan Anak
RSUP Dr. M. Djamil Padang. Data sekunder umumnya berupa bukti, data
penunjang, catatan atau laporan historis yang telah tersusun dalam arsip
yang tidak dipublikasikan.
G. Rencana Analisis
Analisis yang dilakukan pada penelitian ini adalah menganalisis semua temuan
pada tahapan proses keperawatan dengan menggunakan konsep dan teori
keperawatan pada neonatus dengan hiperbilirubinemia. Data yang telah didapat
dari hasil melakukan asuhan keperawatan mulai dari pengkajian, penegakkan
diagnosa, merencanakan tindakan, melakukan tindakan sampai mengevaluasi
hasil tindakan akan dinarasikan dan dibandingkan dengan teori asuhan
keperawatan neonatus dengan hiperbilirubinemia. Analisa yang dilakukan
adalah untuk menentukan apakah ada kesesuaian antara teori yang ada dengan
kondisi pasien.
BAB IV DESKRIPSI DAN PEMBAHASAN KASUS
A. Deskripsi Kasus
1. Pengkajian Keperawatan
Pengkajian adalah tahap awal dalam proses keperawatan dan merupakan
suatu sistem yang sistematis dalam pengumpulan data dari berbagai
sumber data untuk mengevaluasi dan mengidentifikasi suatu kesehatan
klien. Tahap pengkajian merupakan dasar utama dalam memberikan
asuhan keperawatan sesuai dengan kenyataan. Kebenaran data sangat
penting dalam merumuskan suatu diagnosis keperawatan dan memberikan
pelayanan keperawatan sesuai respon individu.
Peneliti melakukan pengkajian pada dua orang partisipan, partisipan 1
adalah By.L dan partisipan 2 adalah By.T. Pengkajian dilakukan dengan
metode wawancara, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang dilihat
dari hasil studi dokumentasi.
Tabel 4.1 Pengkajian Keperawatan
Partisipan 1 Partisipan 2 Anamnesis
By.L perempuan berusia 8 hari no.MR
979409 masuk melalui IGD RSUP
Dr.M.Djamil Padang pada tanggal 14 Mei
2017 pukul 09.00 WIB, tampak kuning
pada seluruh tubuh sejak usia satu hari. Ibu
mengatakan pernah mengalami keputihan,
hipertensi saat hamil, dan ibu punya riwayat
penyakit DM.
Saat dilakukan pengkajian tanggal 23 Mei
2017 pukul 17.00 WIB, ibu mengatakan
Anamnesis
By.T perempuan 1 hari no.MR 978552
masuk melalui IGD RSUP Dr. M. Djamil
Padang pada tanggal 23 Mei 2017 pukul
10.15 WIB, tampak kuning seluruh tubuh
sesaat setelah lahir. Ibu pernah mengalami
demam, nyeri saat berkemih, dan pernah
mengalami keputihan saat hamil.
Saat dilakukan pengkajian pada 24 Mei
2017 pukul 20.00 WIB, ayah mengatakan
By.L tampak kuning pada seluruh tubuh
bayi sejak usia satu hari dan mendapat
fototerapi selama 8 hari di ruang
perinatologi RSUP Dr. M. Djamil Padang,
perawat ruangan juga mengatakan bahwa
By.L suspek sepsis. Ibu mengatakan By.S
suka tidur dan malas untuk menyusu, Ibu
datang pada jam tertentu untuk memberikan
ASI secara langsung untuk By.L dan juga
ibu selalu menyiapkan ASI yang sudah di
pompa untuk diberikan melalui selang
OGT, By.L terpasang Threeway untuk
pemberian obat injeksi berupa antibiotik.
RR : 56x/I, S : 37,8°C, HR : 130x/I, By.L
terpasang Oral Gastric Tube untuk selang
makan.
Riwayat Kehamilan dan kelahiran
Pada riwayat kehamilan dan kelahiran
didapatkan data By.L lahir kurang bulan
(34-35 minggu), berat badan lahir 3000 gr,
panjang badan lahir 50 cm, lahir dengan
operasi Sectio Caesarea (SC), langsung
menangis, By.L lahir diruang OK IGD
RSUP Dr. M. Djamil Padang dibantu oleh
dokter obgyn. Setelah di observasi, bayi
tampak kuning, dan dirujuk ke ruang rawat
neonatus untuk mendapat fototerapi, dan
dilakukan pemeriksaan darah lengkap
dengan hasil labor pada tanggal 17 Mei
2017, Bilirubin total 14,5 mg/dl (normal 0,3-
1), bilirubin direk 0,5 mg/dl (normal <0,20),
By.T dinyatakan kuning oleh dokter sesaat
setelah persalinan di IGD RSUP Dr. M.
Djamil Padang dan langsung di bawa ke
ruang rawat bayi dan neonatus untuk
mendapatkan fototerapi. By.T belum
mendapatkan ASI eksklusif dari ibu karna
kondisi ibu belum membaik dan ASI tidak
mau diperas. By.T sementara mendapat susu
formula untuk diit melalui oral, By.T
terpasang Threeway untuk pemberian obat
injksi berupa antibiotik. Tanda vital saat
pengkajian RR : 40x/I, HR : 150x/I, S :
37,7°C. By.T tidak terpasang Oral Gastric
Tube.
Riwayat Kehamilan dan kelahiran
Pada riwayat kehamilan dan kelahiran
didapatkan data By.T lahir cukup bulan (38-
39 minggu), berat badan lahir 2700 gr,
panjang badan 48 cm, lahir dengan spontan
dan langsung menangis. By.T lahir di ruang
kebidanan IGD RSUP Dr. M. Djamil
Padang dibantu oleh bidan dan dokter
obgyn. Setelah di observasi, bayi tampak
kuning diseluruh tubuh dan dirujuk ke ruang
rawat neonatus untuk mendapatkan
fototerapi, dan dilakukan pemeriksaan darah
lengkap dengan hasil labor pada tanggal 23
Mei 2017 , bilirubin total 18,5 mg/dl
(normal 0,3-1), bilirubin direk 0,8 mg/dl
bilirubin indirek 14 mg/dl (normal < 0,80).
Pemeriksaan Fisik
Hasil pemeriksaan fisik yang ditemui yaitu
kulit By.L tampak kuning pada wajah, dada,
dan paha, turgor kulit kurang elastis dan
kering, berat badan 3100 gr, panjang badan
50 cm, Lingkar lengan 9 cm, bentuk kepala
normal dengan lingkar kepala 35 cm,
rambut hitam, mata simetris kiri kanan,
tidak ada secret, konjungtiva tidak anemis
dan sklera ikterik. Reflek cahaya dan reflek
pupil positif. Tidak ada pernapasan cuping
hidung. Struktur mulut utuh, palatum dan
gusi utuh, pada lidah tampak berwarna
merah muda, bibir merah, reflek rooting dan
reflek sucking masih lemah.
Pemeriksaan pada toraks ditemukan lingkar
dada 32 cm, dada simetris, irama pernafasan
teratur, By.L bernafas spontan, suara nafas
vesikuler. Pada pemeriksaan jantung, ictus
kordis tidak terlihat, saat dilakukan palpasi
iktus kordis teraba, bunyi jantung regular.
Pemeriksaan pada abdomen ditemukan
(normal <0,20), bilirubin indirek 17,7 mg/dl
(normal <0,80), Hb 13,5 gr/dl (normal P 12-
14 g/dl W 12-16 g/dl), leukosit 13.787/mm3
(normal 5000-10000), trombosit
342.000/mm3 (normal 150000-400000), HT
39% (normal P 38-58%, W 37-43%).
Pemeriksaan Fisik
Hasil pemeriksaan fisik yang ditemukan
yaitu kulit By.T tampak kuning pada wajah,
leher dada, pusar, paha dan lengan, tungkai,
tangan dan kaki, turgor kulit kurang elastis
dan kering, berat badan 2700 gr, panjang
badan 48 cm, lingkar lengan 7 cm, bentuk
kepala normal dengan lingkar kepala 33 cm,
rambut kecoklatan, mata simetris kiri kanan,
tidak ada sekret, konjuingtiva tidak anemis
dan sklera ikterik. Reflek cahaya dan reflek
pupil positif. Pernapasan cuping hidung
tidak ditemukan. Struktur mulut utuh,
palatum dan gusi utuh, lidah berwarna
merah, bibir merah, reflek rooting dan
sucking kuat.
Pemeriksaan pada toraks ditemukan lingkar
dada 29 cm, dada simetris, irama pernapasan
teratur, By.T bernafas spontan, suara nafas
vesikuler. Pada pemeriksaan jantung, ictus
cordis tidak terlihat, saat dilakukan palpasi
ictus cordis teraba, bunyi jantung regular.
Pemeriksaan pada abdomen ditemukan
lingkar abdomen 32 cm, tali pusat sudah
kering, tidak ada kelainan struktur abdomen
normal, spider nevy tidak terlihat, terdengar
bising usus 16x/menit, tidak teraba adanya
pembesaran hepar, berbunyi tympani saat di
perkusi.
Pemeriksaan pada ekstremitas ditemukan
ekstremitas atas lengkap, reflek genggam
ada dan kuat. Ekstremitas bawah lengkap,
reflex balbinsky ada. Genitalia normal,
mekonium sudah keluar. Pada kulit tampak
lanugo, turgor kulit buruk. Program terapi
yang didapat yaitu antibiotik berupa
Ampicilline 2x165mg (IV), dan Gentamicin
1x16mg (IV).
Hasil pemeriksaan kadar bilirubin pada By.L
menurut rumus Kramer didapatkan luas
ikterik dari kepala, leher, hingga pusar, dan
derajat ikterus yaitu pada derajat II-III.
Data Penunjang
Hasil pemeriksaan labor pada tanggal 17
Mei 2017, Bilirubin total 14,5 mg/dl (normal
0,3-1), bilirubin direk 0,5 mg/dl (normal
<0,20), bilirubin indirek 14 mg/dl (normal <
0,80).
lingkar abdomen 30 cm, tali pusar masih
lembab, tidak ada kelainan struktur
abdomen, spider navy tidak terlihat, bising
usus terdengan 16x/menit, tidak teraba
adanya pembesaran hepar, bunyi tympani
saat di perkusi.
Pemeriksaan pada ekstremitas ditemukan
ekstremitas atas lengkap, reflek genggang
ada dan kuat. Ekstremitas bawah lengkap,
terpasang threeway. Genitalia normal,
mekonium sudah keluar. Pada kulit tampak
lanugo, turgor kulit buruk. Program terapi
yang didapat yaitu IVFD PG2 13,5 cc/jam ,
antibiotik berupa Ampicilline 2x135mg
(IV), Gentamicin 1x12mg (IV).
Hasil pemeriksaan kadar bilirubin pada By.T
menurut rumus Kramer didapatkan luas
ikterik dari kepala, leher, hingga pusar,
paha, tungkai, tangan, dan kaki, derajat
ikterus yaitu pada derajat IV-V.
Data Penunjang
Hasil Pemeriksaan labor pada tanggal 23
Mei 2017 , bilirubin total 18,5 mg/dl
(normal 0,3-1), bilirubin direk 0,8 mg/dl
(normal <0,20), bilirubin indirek 17,7 mg/dl
(normal <0,80), Hb 13,5 gr/dl (normal P 12-
14 g/dl W 12-16 g/dl), leukosit 13.787/mm3
(normal 5000-10000), trombosit
342.000/mm3 (normal 150000-400000), HT
39% (normal P 38-58%, W 37-43%).
Hasil pemeriksaan labor pada 24 Mei 2017
didapatkan hasil bilirubin total 17,3 mg/dl
(normal 0,3-1), bilirubin direk 0,6 mg/dl
(normal <0,20), bilirubin indirek 16,7 mg/dl
(normal <0,80), Hb 13,1 gr/dl (normal P 12-
14 g/dl W 12-16 g/dl), leukosit 12.350/mm3
(normal 5000-10000), trombosit
304.000/mm3 (normal 150000-400000), HT
39% (normal P 38-58%, W 37-43%).
Sedangkan hasil labor pada tanggal 25 Mei
2017 didapatkan hasil bilirubin total 22,1
mg/dl (normal 0,3-1), bilirubin direk 0,8
mg/dl (normal <0,20), bilirubin indirek 21,3
mg/dl (normal <0,80), terjadi peningkatan
kadar bilirubin yang signifikan.
2. Diagnosis Keperawatan Diagnosis keperawatan yang muncul pada By.L dengan kasus
hiperbilirubinemia yaitu ikterus neonatus berhubungan dengan
prematuritas, selanjutnya hipertermi berhubungan dengan efek fototerapi,
diagnosis selanjutnya yaitu risiko kekurangan volume cairan berhubungan
dengan tidak adekuatnya intake cairan, diagnosis selanjutnya yaitu
ketidakefektifan pola makan bayi berhubungan dengan penurunan daya
hisap bayi. Kemudian pada By.T diagnosis yang muncul yaitu ikterus
neonatus berhubungan dengan inkompatibilitas AB0, selanjutnya
hipertermi berhubungan dengan efek fototerapi, diagnosis selanjutnya
yaitu risiko kekurangan volume cairan berhubungan dengan tidak
adekuatnya intake cairan, diagnosis lainnya diagnosis, dan diagnosis
lainnya yaitu kerusakan integritas kulit berhubungan dengan
hiperbilirubinemia (NANDA, 2015).
Tabel 4.2
Diagnosis Keperawatan Partisipan 1 Partisipan 2
Berdasarkan pengkajian yang sudah
dilakukan pada tanggal 23 Mei 2017, maka
dilakukan analisis data, sehingga dapat
ditegakkan diagnosis sebagai berikut,
diagnosis utama yang muncul yaitu 1)Ikterus
neonatus berhubungan dengan prematuritas,
berdasarkan data subjektif: dokter
mengatakan kuning tampak pada seluruh
tubuh bayi saat hari pertama kelahiran, By.L
lahir kurang bulan yaitu 34-35minggu,
berdasarkan data objektif: tanggal 23 Mei
2017, bayi kuning pada wajah, leher, sampai
dada, pada mukosa dan sklera, saat diraba
turgor kulit kurang elastis dan kuning,
pengkajian ini juga di dukung oleh hasil
laboratorium tanggal 17 Mei 2017
menunjukkan kadar bilirubin total 14,5 mg/dl
(normal 0,3-1 mg/dl), kadar bilirubin direk
0,5 mg/dl (normal <0,20) dan kadar bilirubin
indirek 14 mg/dl (normal <0,80).
2)Hipertermi berhubungan dengan efek
fototerapi, berdasarkan data subjektif: bayi
rewel dan menangis, perawat ruangan
mengatakan bayi mengalami peningkatan
Berdasarkan pengkajian yang sudah
dilakukan pada tanggal 24 Mei 2017, maka
dilakukan analisis data, sehingga dapat
ditegakkan diagnosis sebagai berikut,
diagnosis utama yang muncul yaitu
1)Ikterus neonatus berhubungan dengan
inkompatibilitas AB0, berdasarkan data
subjektif: dokter mengatakan kuning
tampak pada seluruh tubuh bayi sejak
24jam pertama kelahiran, dan dari
pemeriksaan rhesus dokter mengatakan ada
perbedaan golongan darah rhesus ibu dan
bayi, kemudian berdasarkan data objektif:
tanggal 24 Mei 2017, bayi kuning pada
seluruh tubuh, pada mukosa dan sklera,
saat diraba turgor kulit kurang elastis dan
kuning, pengkajian ini juga di dukung oleh
hasil laboratorium tanggal 23 Mei 2017
yang menunjukkan kadar bilirubin total
18,5 mg/dl (normal 0,3-1), bilirubin direk
0,8 mg/dl (normal <0,20), bilirubin indirek
17,7 mg/dl (normal <0,80).
2)Hipertermi berhubungan dengan efek
fototerapi, berdasarkan data subjektif: bayi
rewel dan sering menangis, kemudian
berdasarkan data objektif: hasil observasi
suhu tubuh, kemudian berdasarkan data
objektif: bayi dalam perawatan fototerapi dan
vital sign pada tanggal 23 Mei 2017
didapatkan suhu bayi 37,8°C, pada hasil
observasi bayi jarang di ganti posisi saat
fototerapi, sehingga untuk pengaturan suhu
tubuh bayi tidak seimbang.
3)Risiko kekurangan volume cairan
berhubungan dengan tidak adekuatnya intake
cairan dan efek fototerapi, berdasarkan data
subjektif: ibu By.L mengatakan bahwa
bayinya malas untuk menghisap ASI,
kemudian berdasarkan data objektif: By.L
dalam perawatan fototerapi, dan hasil
pemeriksaan fisik didapatkan turgor kulit bayi
yang tidak elastis dan kering.
4)Ketidakefektifan pola makan bayi
berhubungan dengan penurunan daya hisap
bayi, berdasarkan data subjektif: ibu By.L
mengatakan saat di susui bayi malas
menghisap ASI, dan saat dicoba memberi ASI
melalui botol susu bayi juga malas untuk
menghisap, kemudian berdasarkan data
objektif: hasil pemeriksaan fisik didapatkan
bahwa reflek rooting dan reflek sucking bayi
lemah.
bayi mendapatkan fototerapi tiga lampu,
dan posisi bayi jarang di ganti, sehingga
untuk pengaturan suhu tubuh bayi tidak
seimbang, dan hasil vital sign didapatkan
suhu bayi 37,7°C.
3)Risiko kekurangan volume cairan
berhubungan dengan tidak adekuat nya
intake cairan dan efek fototerapi,
berdasarkan data subjektif: perawat
ruangan mengatakan By.T sangat berisiko
kekurangan volume cairan, kemudian
berdasarka data objektif: hasil pemeriksaan
fisik didapatkan turgor kulit kurang elastis
dan kering, By.T tidak mendapatkan ASI
dari ibu karna ibu dalam perawatan nifas
diruang kebidanan, karna kondisi belum
stabil.
4)Kerusakan integritas kulit
berhubungan dengan hiperbilirubinemia,
berdasarkan data subjektif: dokter
mengatakan kulit bayi terkelupas pada
bagian wajah hingga paha, kemudian
berdasarkan data objektif: hasil
pemeriksaan fisik didapatkan turgor kulit
yang kurang elastis dan kering ditambah
ada kulit yang terkelupas di wajah, lengan,
leher dan kaki, dan adanya kulit
kemerahan di sekitar anus dan bokong
akibat dari bayi mengalami diare.
3. Intervensi Keperawatan
Intervensi atau perencanaan keperawatan diartikan sebagai suatu dokumen
tulisan tangan dalam menyelesaikan masalah, tujuan, dan intervensoi
keperawatan dan merupakan metode komunikasi tentang asuhan
keperawatan pada pasien (Nursalam, 2011).
Tabel 4.3
Intervensi Keperawatan Partisipan 1 Partisipan 2
Rencana keperawatan untuk diagnosis
Ikterus neonatus berhubungan dengan
immaturitas dengan kriteria hasil a)warna
kulit tidak menyimpang dari rentang normal
b)mata bersih tidak menyimpang dari rentang
normal c)kadar bilirubin tidak menyimpang
dari rentang normal d)tanda vital dalam batas
normal, dengan rencana keperawatan yang
akan dilaksanakan yaitu pemberian fototerapi
neonatus, aktifitas keperawatan sebagai
berikut: 1)Kaji kembali riwayat maternal dan
bayi mengenai faktor risiko terjadinya
hiperbiliorubinemia seperti ketidakcocokan
Rhesus atau ABO, polisitemia, sepsis,
prematuritas, sepsis dan malpresentasi.
Pengkajian ini dilakukan untuk mengetahui
faktor resiko hiperbilirubin pada bayi.
2)Amati tanda-tanda ikterus atau kuning pada
tubuh bayi, pemeriksaan ini bertujuan untuk
mengetahui atau menilai derajat ikterus sesuai
dengan rumus Kramer.
3)Periksa kadar bilirubin serum sesuai
Rencana keperawatan untuk diagnosis
Ikterus neonatus berhubungan dengan
inkompatibilitas AB0 dengan kriteria hasil
a)warna kulit tidak menyimpang dari
rentang normal b)mata bersih tidak
menyimpang dari rentang normal c)kadar
bilirubin tidak menyimpang dari rentang
normal d)tanda vital dalam batas normal
d)pertumbuhan dan perkembangan bayi
dalam batas normal, dengan rencana
keperawatan yang akan dilaksanakan yaitu
pemberian fototerapi neonatus, aktifitas
keperawatan sebagai berikut: 1)Kaji
kembali riwayat maternal dan bayi
mengenai faktor risiko terjadinya
hiperbiliorubinemia seperti ketidakcocokan
Rhesus atau ABO, polisitemia, sepsis,
prematuritas, sepsis dan malpresentasi.
Pengkajian ini dilakukan untuk mengetahui
faktor resiko hiperbilirubin pada bayi.
2)Amati tanda-tanda ikterus atau kuning
pada tubuh bayi, pemeriksaan ini bertujuan
kebutuhan, protokol, dan permintaan dokter,
pemeriksaan ini bertujuan agar bisa
mengetahui kadar bilirubin dalam darah dan
untuk memastikan tindakan selanjutnya.
4)Tutup mata bayi dengan penutup mata
berwarna hitam dan tidak tembus cahaya,
hindari penekanan yang berlebihan, tindakan
ini bertujuan untuk menghindari mata bayi
dari cedera akibat dari pemberian sinar
fototerapi, karna akan berdampak kebutaan
pada bayi.
5)Ubah posisi bayi setiap 4jam per protokol,
ini bertujuan agar seluruh bagian tubuh bayi
yang kuning dapat menerima sinar fototerapi.
Selanjutnya monitor tanda vital, aktivitas
keperawatan yang dilakukan yaitu 6)Monitor
warna kulit, suhu, dan kelembaban, ini
bertujuan agar tidak terjadinya cedera pada
kulit bayi, dan juga untuk mencegah agar bayi
tidak mengalami hipertermi.
Rencana keperawatan untuk diagnosis
Hipertermi dengan kriteria hasil
a)Termoregulasi tidak terganggu
b)Teridentifikasinya tanda dan gejala
hipertermi, dengan rencana keperawatan yang
untuk mengetahui atau menilai derajat
ikterus sesuai dengan rumus Kramer.
3)Periksa kadar bilirubin serum sesuai
kebutuhan, protokol, dan permintaan
dokter, pemeriksaan ini bertujuan agar bisa
mengetahui kadar bilirubin dalam darah
dan untuk memastikan tindakan
selanjutnya.
4)Tutup mata bayi dengan penutup mata
berwarna hitam dan tidak tembus cahaya,
hindari penekanan yang berlebihan,
tindakan ini bertujuan untuk menghindari
mata bayi dari cedera akibat dari
pemberian sinar fototerapi, karna akan
berdampak kebutaan pada bayi.
5)Ubah posisi bayi setiap 4jam per
protokol, ini bertujuan agar seluruh bagian
tubuh bayi yang kuning dapat menerima
sinar fototerapi.
Selanjutnya monitor tanda vital, aktivitas
keperawatan yang dilakukan yaitu
6)Monitor warna kulit, suhu, dan
kelembaban, ini bertujuan agar tidak
terjadinya cedera pada kulit bayi, dan juga
untuk mencegah agar bayi tidak
mengalami hipertermi.
Rencana keperawatan untuk diagnosis
Hipertermi dengan kriteria hasil
a)Termoregulasi tidak terganggu
b)Teridentifikasinya tanda dan gejala
hipertermi, dengan rencana keperawatan
akan dilakukan yaitu pengaturan suhu,
aktivitas keperawatan sebagai berikut:
1)Monitor suhu bayi minimal tiap 2jam dan
secara kontinyu, ini bertujuan agar suhu dapat
di seimbangkan, sehingga dapat mencegah
terjadinya hipertermi. 2)Monitor tanda-tanda
hipertermi dan hipotermi, hal ini bertujuan
mengidentifikasi tanda-tanda hipertermi dan
hipotermi.
3)Tingkatkan cairan dan nutrisi, bertujuan
agar tubuh memiliki daya energi dan cairan
dalam tubuh yang cukup dapat mengontrol
keseimbangan suhu tubuh.
Adapun perencanaan lainnya yaitu
manajemen demam, aktivitas keperawatan
yang dilakukan adalah 4)Monitor suhu secara
kontinyu 5)Monitor intake dan output cairan,
serta 6)monitor suhu dan warna kulit
7)pemberian antibiotik melalui IV line.
Rencana keperawatan untuk diagnosis Risiko
kekurangan volume cairan dengan kriteria
hasil a)Intake dan outpun seimbang dalam
24jam, b)Turgor kulit membaik, dengan
rencana keperawatan yang akan dilakukan
yaitu manajemen cairan, dan aktivitas
keperawatan sebagai berikut: 1)Monitor berat
badan, bertujuan untuk menilai apakah intake
cairan dan keseimbangan cairan dalam tubuh
bayi terpenuhi. 2)Timbang popok,
yang akan dilakukan yaitu pengaturan
suhu, aktivitas keperawatan sebagai
berikut: 1)Monitor suhu bayi minimal tiap
2jam dan secara kontinyu, ini bertujuan
agar suhu dapat di seimbangkan, sehingga
dapat mencegah terjadinya hipertermi.
2)Monitor tanda-tanda hipertermi dan
hipotermi, hal ini bertujuan
mengidentifikasi tanda-tanda hipertermi
dan hipotermi.
3)Tingkatkan cairan dan nutrisi, bertujuan
agar tubuh memiliki daya energi dan
cairan dalam tubuh yang cukup dapat
mengontrol keseimbangan suhu tubuh.
Adapun perencanaan lainnya yaitu
manajemen demam, aktivitas keperawatan
yang dilakukan adalah 4)Monitor suhu
secara kontinyu 5)Monitor intake dan
output cairan, serta 6)monitor suhu dan
warna kulit 7)pemberian antibiotik melalui
IV line.
Rencana keperawatan untuk diagnosis
Risiko kekurangan volume cairan
dengan kriteria hasil a)Intake dan outpun
seimbang dalam 24jam, b)Turgor kulit
membaik, dengan rencana keperawatan
yang akan dilakukan yaitu manajemen
cairan, dan aktivitas keperawatan sebagai
berikut: 1)Monitor berat badan, bertujuan
untuk menilai apakah intake cairan dan
keseimbangan cairan dalam tubuh bayi
pertahankan catatan intake dan output yang
akurat, ini bertujuan unutk dapat memonitor
kecukupan cairan dalam tubuh bayi.
3)Monitor tanda vital, tujuan nya untuk
menilai suhu, biasanya suhu dapat
mempengaruhi keseimbangan cairan dalam
tubuh.
4)Monitor status hidrasi, yaitu seperti
kelembaban membrane mukosa, turgor kulit,
dan nadi adsekuat.
5)Monitor warna, kuantitas, dan banyaknya
keluaran urine, bertujuan agar dapat
mengetahui penyerapan cairan dalam tubuh
bayi tidak ada gangguan.
6)Monitor respon pasien terhadap
penambahan cairan, yang bertujuan untuk
menilai apakah bayi mengalami muntah
setelah diberi cairan, apakah bayi mengalami
perubahan suhu yang mendekati normal, dan
turgor kulit membaik.
Rencana keperawatan untuk diagnosis
ketidakefektifan pola makan bayi dengan
kriteria hasil a)Bayi dapat menyusui dengan
efektif, b)Memverbalisasikan teknik untuk
mengatasi masalah menyusui, c)Bayi
menandakan kepuasan menyusu, d)Ibu
menunjukkan harga diri yang positif dengan
menyusui. Rencana keperawatan yang akan
dilakukan dan aktivitas keperawatan sebagai
terpenuhi. 2)Timbang popok, pertahankan
catatan intake dan output yang akurat, ini
bertujuan unutk dapat memonitor
kecukupan cairan dalam tubuh bayi.
3)Monitor tanda vital, tujuan nya untuk
menilai suhu, biasanya suhu dapat
mempengaruhi keseimbangan cairan dalam
tubuh.
4)Monitor status hidrasi, yaitu seperti
kelembaban membrane mukosa, turgor
kulit, dan nadi adekuat.
5)Monitor warna, kuantitas, dan
banyaknya keluaran urine, bertujuan agar
dapat mengetahui penyerapan cairan dalam
tubuh bayi tidak ada gangguan.
6)Monitor respon pasien terhadap
penambahan cairan, yang bertujuan untuk
menilai apakah bayi mengalami muntah
setelah diberi cairan, apakah bayi
mengalami perubahan suhu yang
mendekati normal, dan turgor kulit
membaik.
Rencana keperawatan untuk diagnosis
kerusakan integritas kulit berhubungan
dengan hiperbilirubinemia, dengan
kriteria hasil yaitu a)Integritas kulit yang
baik dipertahankan (sensasi, elastisitas,
hidrasi), b)Perfusi jaringan membaik,
c)Faktor resiko, lingkungan
teridentifikasi, dengan rencana
keperawatan yang akan dilaksanakan yaitu
berikut: 1)Kaji kemampuan menghisap bayi,
tindakan ini bertujuan untuk mengetahui
kemampuan hisap bayi. 2)Sediakan ruangan
khusus untuk menjaga privasi ibu selama
menyusui. Tujuan dari tindakan ini adalah
supaya terjaganya privasi ibu selama
menyusui dan agar ibu merasa nyaman
selama menyusui.
3)Monitor kemampuan bayi untuk menggapai
putting. Tindakan ini bertujuan untuk melihat
kemampuan bayi saat menyusu.
4)Informasikan pada ibu untuk tidak
membatasi bayi menyusu, tindakan ini
dilaksanakan agar pemahaman ibu bertambah
tentang pentingnya frekuensi pemberian ASI
5)Pantau integritas kulit sekitar putting,
tujuan dari perencanaan ini adalah untuk
melihat area sekitar putting ibu setelah
penggunaan alat pemompa ASI.
6)Ajarkan tentang perawatan putting untuk
mencegah lecet. Tindakan keperawatan ini
bertujuan untuk meningkatkan pemahaman
ibu mengenai perawatan putting selama
menyusui dan mencegah agar payudara ibu
tidak lecet.
7)Diskusikan dengan ibu tentang penggunaan
pompa ASI supaya ibu tidak kesusahan lagi
saat memompa ASI.
8)Anjurkan ibu untuk makan makanan
bergizi selama menyusui, tujuan dari
intervensi ini adalah karna makanan bergizi
manajemen cairan, dan aktivitas
keperawatan yang akan dilakukan
1)Pantau berat badan bayi. Tindakan ini
dilakukan untuk melihat perubahan berat
badan bayi. 2)Pertahankan intake dan
output yang akurat. Tujuan dari tindakan
ini agar menyeimbangkan masukan dan
keluaran secara akurat.
3)Dorong masukan oral yang bertujuan
agar bayi tidak kekurangan cairan.
4)Pantau status hidrasi seperti kelembapan
mukosa dan nadi. Bertujuan untuk
mengetahui derajat perfusi jaringan.
5)Anjurkan untuk menggunakan pakaian
yang longgar karna pakaian yang ketat
dapat mengakibatkan penekanan pada area
yang tertekan.
Selanjutnya manajemen tekanan, dengan
aktivitas keperawatan sebagai berikut:
6)Hindari kerutan pada tempat tidur, untuk
mencegah terjadinya iritasi karna gesekan
dengan alat tenun.
7)Jaga kebersihan kulit agar tetap bersih
dan kering.
8)Ubah posisi bayi setiap dua jam sekali.
Tindakan ini bertujuan untuk mencegah
penekanan kulit pada daerah tertentu
dalam waktu lama.
9)Monitor aktivitas dan mobilisasi bayi
untuk melihat kemampuan gerakan bayi.
sangat diperlukan oleh ibu menyusui sebagai
nutrisi yang optimal untuk bayi.
9)Anjurkan ibu untuk minum jika merasa
sudah merasa haus agar ibu tidak kehausan
dan kekurangan cairan selama menyusui.
10)Beritahukan kepada ibu untuk
menghindari penggunaan rokok dan pil KB
selama menyusui yang bertujuan agar efek
samping dari rokok tidak mengenai bayi dan
produksi ASI tidak akibat hormon yang
terkandung didalam KB.
11)Informasikan ibu untuk tetap melanjutkan
menyusui setelah pulang bekerja/sekolah
supaya proses menyusui tidak terhambat.
10)Mandikan bayi dengan sabun dan air
hangat untuk mempertahankan kebersihan
tanpa mengiritasi kulit.
4. Implementasi Keperawatan Implementasi keperawatan merupakan tindakan keperawatan yang dilakukan berdasarkan dari rencana atau intervensi yang telah dibuat, tujuan melakukan tindakan keperawatan sesuai dengan intervensi keperawatan agar kriteria hasil dapat tercapai.
Tabel 4.4 Implementasi Keperawatan
Partisipan 1 Partisipan 2 Berdasarkan rencana keperawatan yang telah
dibuat, maka tindakan keperawatan pada
diagnosis Ikterus neonatus pada By.L yaitu
1)Pada pukul 14.30 WIB Mengkaji ulang
riwayat maternal dan bayi mengenai adanya
faktor risiko terjadinya hiperbilirubinemia
pada By.L, didapatkan ibu dengan riwayat
penyakin Diabetes Melitus dan mengalami
Berdasarkan rencana keperawatan yang
telah dibuat, maka tindakan keperawatan
pada diagnosis Ikterus neonatus pada
By.T yaitu 1)Pada pukul 14.00 WIB
Mengkaji ulang riwayat maternal dan bayi
mengenai adanya faktor risiko terjadinya
hiperbilirubinemia pada By.T, didapatkan
ibu dengan eksklamsia, dan mengalami
PEB saat kehamilan, kemudian hasil
pengkajian lainnya pada ibu didapatkan
bahwa By.L lahir prematur atau kurang bulan
yaitu 34-35minggu dengan operasi sectio
caesarea. Hasil labor pada tanggal 17 Mei
2017, Bilirubin total 14,5 mg/dl (normal 0,3-
1), bilirubin direk 0,5 mg/dl (normal <0,20),
bilirubin indirek 14 mg/dl (normal < 0,80).
Dan By.L sempat mengalami suspek sepsis.
Tindakan keperawatan selanjutnya yaitu
2)Pada pukul 15.15 WIB mengobservasi
tanda-tanda ikterus pada By.L, yaitu menilai
derajat ikterus yang berpedoman pada rumus
Kramer, dengan cara menekan bagian kulit
bayi seperti wajah, dada, lengan, paha, dan
tungkai lalu di lepaskan, dan didapatkan yaitu
kuning masih terdapat di wajah hingga pusar.
Kemudian pada pukul 16.00 WIB 3)Menutup
mata By.L dengan penutup hitam yang sudah
dimodivikasi agar mencegah terjadinya
cedera pada bayi, karna akan dilakukan
tindakan pemberian sinar fototerapi sesuai
protokol dan indikasi dokter, kemudian pukul
20.00 WIB 4)Merubah posisi bayin per
protokol agar fototerapi yang dilakukan dapat
menyeluruh diberikan kepada By.L.
5)pada 20.10 WIB memonitor warna kulit,
suhu, dan kelembaban, ini bertujuan agar
tidak terjadinya cedera pada kulit bayi, dan
juga untuk mencegah agar bayi tidak
mengalami hipertermi.
pecah ketuban ±17jam, dengan warna
ketuban hijau kental, kemudian hasil
pengkajian lainnya pada ibu didapatkan
bahwa By.T lahir cukup bulan yaitu 38-
39minggu dengan spontan. Hasil labor
pada tanggal 23 Mei 2017, bilirubin total
18,5 mg/dl (normal 0,3-1), bilirubin direk
0,8 mg/dl (normal <0,20), bilirubin indirek
17,7 mg/dl (normal <0,80),
Tindakan keperawatan selanjutnya yaitu
2)Pada pukul 15.00 WIB mengobservasi
tanda-tanda ikterus pada By.T, yaitu
menilai derajat ikterus yang berpedoman
pada rumus Kramer, dengan cara menekan
bagian kulit bayi seperti wajah, dada,
lengan, paha, dan tungkai lalu di lepaskan,
dan didapatkan yaitu kuning masih
terdapat pada bagian wajah hingga tungkai.
Kemudian dilanjutkan dengan 3)Menutup
mata By.T dengan penutup hitam yang
sudah dimodivikasi agar mencegah
terjadinya cedera pada bayi, karna akan
dilakukan tindakan pemberian sinar
fototerapi sesuai protokol dan indikasi
dokter, kemudian pukul 20.00 WIB
4)Merubah posisi bayin per protokol agar
fototerapi yang dilakukan dapat
menyeluruh diberikan kepada By.T.
kemudian 5)memonitor warna kulit, suhu,
dan kelembaban, ini bertujuan agar tidak
terjadinya cedera pada kulit bayi, dan juga
Tindakan keperawatan yang dilakukan untuk
mengatasi masalah keperawatan hipertermi
pada By.L yaitu 1)Pada pukul 15.00 WIB
memonitor suhu By.L setiap 3jam dan secara
kontinyu, lalu dilanjutkan dengan
2)memonitor tanta-tanda hipertermi dan
hipotermi dari hasil pengukuran suhu,
kemudian dilakukan pengaturan suhu ruangan
untuk keseimbangan suhu pada bayi.
3)Memonitor warna kulit dan suhu, apakah
ada kulit yg kemerahan. 4)Pada jam 14.00
WIB meningkatkan cairan dan nutrisi setiap
3jam, dengan memberikan ASI pada bayi
melalui ibu secara langsung.
Tindakan keperawatan selanjutnya yang
dilakukan untuk mengatasi masalah
keperawatan Risiko kekurangan volume
cairan pada By.L yaitu 1)pada pukul 14.15
WIB melakukan penimbangan berat badan,
bertujuan untuk menilai apakah intake cairan
dan keseimbangan cairan dalam tubuh bayi
terpenuhi. 2)Meningkatkan intake cairan dan
nutrisi yang adekuat dan mempertahankan
masukan per oral agar cairan dan nutrisi
terpenuhi melalui pemberian ASI.
untuk mencegah agar bayi tidak
mengalami hipertermi.
Tindakan keperawatan yang dilakukan
untuk mengatasi masalah keperawatan
hipertermi pada By.T yaitu 1)Pada pukul
14.00 WIB memonitor suhu By.T setiap
3jam dan secara kontinyu, lalu dilanjutkan
dengan 2)memonitor tanta-tanda
hipertermi dan hipotermi dari hasil
pengukuran suhu, kemudian dilakukan
pengaturan suhu ruangan untuk
keseimbangan suhu pada bayi.
3)Memonitor warna kulit dan suhu, apakah
ada kulit yg kemerahan. 4)Pada jam 14.00
WIB meningkatkan cairan dan nutrisi
setiap 3jam, dengan memberikan susu
formula, karena produksi ASI ibu belum
lancar.
Tindakan keperawatan selanjutnya yang
dilakukan untuk mengatasi masalah
keperawatan Risiko kekurangan volume
cairan pada By.T yaitu 1)pada pukul 14.30
WIB melakukan penimbangan berat badan,
bertujuan untuk menilai apakah intake
cairan dan keseimbangan cairan dalam
tubuh bayi terpenuhi. 2)Meningkatkan
intake cairan dan nutrisi yang adekuat dan
mempertahankan masukan per oral agar
cairan dan nutrisi terpenuhi melalui
3)menimbang popok bayi untuk menilai
pengeluaran atau output, serta menilai warna
dan konsistensi urine bayi, didapatkan urine
berwarna kekunuingan dan feses berwarna
kuning kehijauan dengan konsistensi lembek.
Tindakan keperawatan selanjutnya yang
dilakukan untuk mengatasi masalah
keperawatan Ketidakefektifan pola makan
bayi pada By.L yaitu pada pukul 14.00 WIB
1)mengkajiaji kemampuan menghisap bayi,
yang bertujuan untuk mengetahui
kemampuan hisap bayi sebelum diberikan
pada ibu untuk disusui. Ibu mengatakan daya
hisap By.L masih lemah. 2)menyediakan
ruangan khusus untuk menjaga privasi ibu
selama menyusui. Yang bertujuan supaya
terjaganya privasi ibu selama menyusui dan
agar ibu merasa nyaman selama menyusui
dan produksi ASI bisa lancar.
3)Menginformasikan pada ibu untuk tidak
membatasi bayi menyusu, tindakan ini
dilaksanakan agar pemahaman ibu bertambah
tentang pentingnya frekuensi pemberian ASI.
Ibu mengatakan dapat memberikan ASI
sepenuhnya untuk bayi.
4)Mendiskusikan dengan ibu tentang
penggunaan pompa ASI supaya ibu tidak
kesusahan lagi saat memompa ASI.
pemberian susu formula. 3)menimbang
popok bayi untuk menilai pengeluaran atau
output, serta menilai warna dan konsistensi
urine bayi, didapatkan urine berwarna
pekat dan feses berwarna pucar, dengan
konsistensi lembek dan cepat mengeras
pada kulit bayi.
Tindakan keperawatan selanjutnya yang
dilakukan untuk mengatasi masalah
keperawatan Kerusakan integritas kulit
pada By.T yaitu 1)pada pukul 14.30 WIB
menimbang berat badan bayi. Tindakan ini
dilakukan untuk melihat perubahan berat
badan bayi, didapatkan berat badan bayi
belum mengalami peningkatan,
2)mempertahankan intake dan output yang
akurat, yang bertujuan agar
menyeimbangkan masukan dan keluaran
secara akurat.
3)mendorong masukan oral yang bertujuan
agar bayi tidak kekurangan cairan.
4)memantau status hidrasi seperti
kelembapan mukosa dan nadi. Bertujuan
untuk mengetahui derajat perfusi jaringan.
5)menghindari kerutan pada tempat tidur,
untuk mencegah terjadinya iritasi karna
gesekan dengan alat tenun.
6)mengubah posisi bayi setiap dua jam
sekali. Tindakan ini bertujuan untuk
5)Menganjurkan ibu untuk makan makanan
bergizi selama menyusui, tujuan dari
intervensi ini adalah karna makanan bergizi
sangat diperlukan oleh ibu menyusui sebagai
nutrisi yang optimal untuk bayi. Ibu
mengatakan nafsu makan sudah meningkat
setelah melahirkan dan ibu memahami bahwa
peningnya nutrisi bagi ibu yang menyusui.
6)Menganjurkan ibu untuk minum jika
merasa sudah haus agar ibu tidak kehausan
dan kekurangan cairan selama menyusui.
7)memberitahukan kepada ibu untuk
menghindari penggunaan rokok dan pil KB
selama menyusui yang bertujuan agar efek
samping dari rokok tidak mengenai bayi dan
produksi ASI tidak maksimal akibat hormon
yang terkandung didalam KB.
11)menginformasikan ibu untuk tetap
melanjutkan menyusui setelah pulang bekerja
supaya proses menyusui tidak terhambat, dan
menyediakan stok ASI yang telah di pompa
di rumah.
mencegah penekanan kulit pada daerah
tertentu dalam waktu lama, didapatkan
tidak ada kulit yang memerah akibat dari
penekanan pada kerutan alat tenun.
7)Menilai aktivitas dan mobilisasi bayi
untuk melihat kemampuan gerakan bayi,
bayi bergerak aktif dan sering rewel.
5. Evaluasi Keperawatan
Evaluasi keperawatan adalah suatu proses menilai hasil dari keperawatan neonatus yang sudah dilakukan sudah teratasi atau belum teratasi. Melalui kegiatan evaluasi, perawat dapat menilai pencapaian tujuan dari tindakan keperawatan neonatus.
Tabel 4.5 Evaluasi Keperawatan
Partisipan 1 Partisipan 2 Perkembangan yang dialami oleh By.L Perkembangan yang dialami oleh By.T
selama dilakukan tindakan keperawatan
selama 7 hari yaitu data objektif: pada hari
pertama kuning masih tampak diwajah sampai
pusar By.L, data subjektif: dokter mengatakan
bahwa By.L masih kuning pada wajah sampai
pusar. kulit juga tampak kering, turgor kulit
kurang elastis dan kering.
Evaluasi keperawatan untuk masalah
keperawatan ikterus neonatus pada tanggal
24 Mei 2017, data objektif: kuning hanya
tampak pada bagian wajah sampai dada By.L.
Kuning perlahan mulai berkurang ini terlihat
pada tanggal 26 Mei 2017 hasil pemeriksaan
fisik kuning mulai berkurang sampai leher.
Data subjektif: dokter mengatakan bahwa
fototerapi sudah boleh di hentikan,
dilanjutkaan dengan intake ASI yang adekuat.
Data objektif: Kuning pada leher sudah
hilang, hanya saja saat diperiksa pada bagian
pipi masih terdapat kuning. Pada hari kelima
tanggal 27 Mei 2017 kuning sudah hilang di
seluruh tubuh bayi, By.L masih indikasi
rawat untuk observasi dan melanjutkan
antibiotik selama dua hari lagi Sampai hari
ketujuh tanggal 29 Mei 2017 kuning sudah
tidak ada dan antibiotik sudah habis, data
subjektif: By.L sudah mendapat acc pulang
dari dokter, masalah keperawatan ikterus
neonatus sudah teratasi dan intervensi
dihentikan.
selama dilakukan tindakan keperawatan
selama 5 hari yaitu data objektif: pada hari
pertama kuning masih tampak diseluruh
tubuh By.T, data subjektif: dokter juga
mengatakan bahwa By.T masih kuning
pada seluruh tubuh. kulit juga tampak
kering, turgor kulit kurang elastis, kering,
dan terkelupas. Kadar bilirubin total By.T
juga masih tinggi yang juga tampak dari
hasil pemeriksaan laboratorium pada
tanggal 23 Mei 2017 yang menunjukkan
kadar bilirubin total 18,5 mg/dl (normal
0,3-1). Masalah keperawatan belum
teratasi dan intervensi dilanjutkan.
Evaluasi keperawatan untuk masalah
keperawatan ikterus neonatus pada
tanggal 25 Mei 2017, data objektif:
tampak kuning masih ada di seluruh tubuh
By.T, hal ini didukung dengan hasil labor
pada 24 Mei 2017 yang menunjukkan
kadar bilirubin total By.T yaitu 17,3 mg/dl
(normal 0,3-1) dan di lakukan
penambahan lampu fototerapi menjadi tiga
lampu, kuning diseluruh tubuh By.T masih
menetap hingga tanggal 26 Mei 2017 dan
dibuktikan dengan hasil labor kadar
bilirubin total 22,1 mg/dl (normal 0,3-1),
data subjektif: dokter mengatakan By.T di
indikasikan untuk transfusi tukar, akan
tetapi keluarga menolak untuk dilakukan
transfusi tukar. Sampai hari kelima
Evaluasi dari tindakan keperawatan untuk
masalah keperawatan hipertermi pada
tanggal 24 Mei 2017 data objektif: saat
dilakukan pemeriksaan tanda vital By.L
mengalami hipotermi yaitu suhu 35,7°C,
fototerapi dihentikan dan dipindahkan ke
pemanas bayi untuk mengembalikan suhu
normal bayi, suhu kembali normal pada pukul
20.00 WIB yaitu 37,2°C dan fototerapi
dilanjutkan. Tanggal 26 Mei 2017 saat
dilakukan pemeriksaan tanda vital, suhu bayi
kembali naik tapi tidak signifikan yaitu
37,6°C dan masih dapat di atasi, data
subjektif: bayi tidak rewel lagi dan perawat
ruangan mengatakan masalah hipertermi
sudah teratasi. Sampai hari terakhir peneliti
melakukan penelitian, masalah keperawatan
hipertermi sudah teratasi, dan intervensi
dihentikan.
Evaluasi dari tindakan keperawatan untuk
masalah keperawatan risiko kekurangan
volume cairan setelah dilakukan perawatan
selama 7 hari, volume cairan By.L sudah
membaik, data objektif: dilihat dari hasil
peneliti melakukan penelitian pada By.T
kuning masih menetap diseluruh tubuh dan
keluarga meminta pulang paksa, kondisi
bayi belum membaik, masalah
keperawatan belum teratasi, dan intervensi
dihentikan.
Evaluasi dari tindakan keperawatan untuk
masalah keperawatan hipertermi pada
tanggal 25 Mei 2017, data objektif: saat
dilakukan pemeriksaan tanda vital By.T
yaitu suhu 37,8°C, fototerapi dihentikan
sementara dan By.T diberikan intake
cairan adekuat agar suhu tubuh bayi dapat
seimbang. Kemudian dilakukan observasi
dan pada pukul 12.00 WIB By.T sudah
tidak mengalami hipertermi lagi yaitu
36,5°C, data ssubjektif: bayi tidak rewel
lagi dan kembali dilakukan pemberian
fototerapi pada By.T.
Sampai hari rawatan terakhir yaitu hari
kelima didapatkan hasil pemeriksaan tanda
vital bahwa suhu By.T daalam rentan
normal , yaitu 36,5°C. By.T pulang paksa
atas permintaan keluarga, masalah teratasi,
intervensi dihentikan.
Evaluasi dari tindakan keperawatan untuk
masalah keperawatan risiko kekurangan
volume cairan setelah dilakukan
perawatan selama 5 hari didapatkan bahwa
keseimbangan cairan By.L belum
pemeriksaan fisik didapatkan bahwa turgor
kulit sudah membaik, kulit tidak kering, dan
sudah mulai elastis, muikosa lembab, dan
tidak ada kulit yang terkelupas. OGT pada
By.L sudah dilepas pada tanggal 29 Mei 2017
karena sudah di izinkan untuk pulang, data
ssubjektif: ibu mengatakan kulit bayi sudah
tidak kering dan lebih elastis, kemudian
edukasi pada ibu tentang pentingnya
pemberian intake ASI yang adekuat sudah
diberikan dan ibu mengerti. Masalah
keperawatan teratasi dan intervensi
dihentikan.
Evaluasi dari tindakan keperawatan untuk
masalah keperawatan ketidakefektifan pola
makan bayi yang dilakukan selama 7 hari
yaitu data subjektif: ibu mengatakan reflek
hisap pada By.L belum maksimal tapi sudah
mulai aktif bergerak dan tidak malas, By.L
sudah perbaikan kondisi dan tetap dilatih
untuk menyusui per oral, dengan 8 kali
frekuensi pemberian setiap hari. Data
objektif: kulit By.L sudah membaik dan
turgor kulit sudah mulai elastis. By.L
mengalami penambahan berat badan
sebanyak 200gr, dan reflek hisap sudah ada.
Sampai hari terakhir peneliti melakukan
penelitian, masalah ketidakefektifan pola
makan bayi sudah teratasi sebagian,
intervensi dilanjutakn yaitu memotivasi ibu
untuk tetap merangsang dan memberikan
maksimal karena intake ASI yang adekuat
dan hanya dengan susu formula saja, dari
hasil pemeriksaan fisik ditemukan bahwa
turgor kulit masih buruk, kering, kurang
elastis, dan terkelupas. By.T pulang paksa
atas permintaan keluarga pada tanggal 28
Mei 2017 dengan kondisi yang sangat
belum stabil, masalah belum teratasi dan
intervensi dihentikan.
Evaluasi keperawatan untuk diagnosis
kerusakan integritas kulit yang dipantau
selama 5 hari mulai dari tanggal 24 Mei
2017 sampai 28 Mei 2017, data objektif:
pada hari ke 5 kulit By.T masih
mengelupas pada daerah wajah, dada dan
kaki dan kulit By.T masih kering, dan
kurang elastis. Data subjektif: perawat
ruangan mengatakan kulit bayi masih
terkelupas dan belum mengalami
perbaikan pada kulit. By.T pulang paksa
atas permintaan keluarga, sehingga
intervensi untuk mencapai kriteria hasil
tidak tercapai. Perencanaan pulang yaitu
memberikan edukasi pada ibu dan keluarga
By.T untuk perawatan di rumah.
By.L ASI per oral di rumah.
B. Pembahasan Kasus
Pada pembahasan kasus ini peneliti akan membahas kesinambungan antara
teori dan laporan kasus asuhan keperawatan pada By.L dengan By.T pada
kasus hiperbilirubinemia yang telah dilakukan sejak tanggal 23 Mei – 29 Mei
2017. Kegiatan yang dilakukan meliputi pengkajian, menegakkan diagnosis
keperawatan, memberikan intervensi keperawatan, melakukan implementasi
keperawatan dan evaluasi keperawatan.
1. Pengkajian Keperawatan
Hasil penelitian menunjukkan bahwa By.L tampak kuning pada sklera,
wajah, leher, hingga pusar, refleks menghisap masih lemah, bayi terpasang
OGT. Kemudian hasil penelitian pada By.T didapatkan kuning pada
seluruh tubuh dan sklera By.T, warna feses pucat, dan warna urine gelap,
tampak mengantuk dan malas, reflek hisap kuat, tidak terpasang OGT.
Penelitian Kristanti, dkk (2015), tentang hiperbilirubinemia di RSUD Dr.
Sutomo Surabaya ditemukan kuning pada mukosa, sklera, kuku, dan kulit,
juga ditandai dengan menurunnya reflek hisap, yang mana
hiperbirubinemia ini merupakan masalah yang sering muncul pada bayi
baru lahir.
Atikah dan Jaya (2015), mengatakan bayi yang mengalami
hiperbilirubinemia akan mengalami penurunan daya hisap, penyebabnya
kadar bilirubin darah yang tinggi menyebabkan bayi akan lebih malas
dalam beraktifitas, pada bayi prematur sistem pencernaan belum matang,
sehingga berdampak juga pada reflek hisap bayi yang tidak adekuat.
Berdasarkan analisis peneliti, By.L mengalami penurunan pada reflek hisap
dan menelan, ini dikarenakan pada bayi prematur pada sistem pencernaan
belum berkembang sempurna. Sedangkan pada By.T tidak mengalami
penurunan pada reflek hisap. Maka temuan yang di temukan selama
peneliti melakukan penelitian sesuai dengan teori yang ada.
Hasil penelitian pada riwayat kelahiran pada By.L menunjukkan bahwa
By.L lahir dalam kondisi kurang bulan yaitu 34-35minggu, sedangkan By.T
lahir dalam kondisi cukup bulan yaitu 38-39minggu.
Penelitian Gusni (2016), tentang perbedaan kejadian ikterus neonatus pada
bayi prematur dan bayi cukup bulan di RS PKU Muhammadiyah Surakarta
didapatkan dari hasil uji Chi-Square untuk mengetahui perbedaan kejadian
ikterus neonatorum antara bayi prematur dan bayi cukup bulan pada bayi
dengan berat lahir rendah didapatkan p value =0,000 (p<0,005). Kejadian
ikterus pada bayi prematur sebanyak 32,2% lebih banyak dibandingkan
dengan bayi cukup bulan sebanyak 9,6%.
Atikah dan Jaya (2015), mengatakan bahwa bayi prematur lebih rentan
mengalami hiperbilirubinemia, hal ini di karenakan sistem organ hepar
yang belum berkembang sempurna, sehingga karena menurunnya kerja
hepar, pemecahan bilirubin dalam darah gagal dilakukan sehingga bilirubin
akan terus bersirkulasi dalam darah dan menyebabkan kuning pada tubuh
bayi, akan tetapi juga tidak tertutup kemungkinan bahwa
hiperbilirubinemia juga terjadi pada bayi aterm.
Berdasarkan analisis peneliti, ikterik pada By.L disebabkan oleh
prematuritas atau kurang bulan yaitu 34-35minggu dengan berat badan
lahir 300gr. Pada bayi prematur, kematangan organ hepar belum sempurna,
yang mana hal ini dapat menyebabkan konjugasi bilirubin dalam darah
melebihi kemampuan hepar, sehingga bilirubin dalam darah disebar
keseluruh tubuh melalui pembuluh darah. Akibat nya tampak kuning di
sklera, kulit, mukosa, dan kuku.
Berdasarkan analisis peneliti, ikterik pada By.T terjadi karena kurangnya
antenatal care selama kehamilan, hal ini didukung dengan data bahwa air
ketuban berwarna hijau kental, dan nutrisi selama kehamilan tidak
terpenuhi, By.T lahir cukup bulan yaitu 38-39minggu dengan berat badan
lahir yaitu 2700gr. Kurangnya antenatal care dan nutrisi selama hamil
merupakan faktor yang dapat menyebabkan terjadinya hiperbilirubinemia
pada bayi. Pada pemeriksaan rhesus didapatkan ibu dan By.T memiliki
perbedaan pada golongan darah rhesus. Maka dari analisis peneliti bahwa
yang pemeriksaan yang ditemukan pada By.T sama dengan teori yang ada.
Hasil pemeriksaan laboratorium didapatkan kadar bilirubin total By.L
mencapai 14,5 mg/dl (normal 0,3-1), bilirubin direk 0,5 mg/dl (normal
<0,20), bilirubin indirek 14 mg/dl (normal < 0,80). Hasil Pemeriksaan labor
pada tanggal 23 Mei 2017 , bilirubin total 18,5 mg/dl (normal 0,3-1),
bilirubin direk 0,8 mg/dl (normal <0,20), bilirubin indirek 17,7 mg/dl
(normal <0,80).
Atikah dan jaya (2015), mengatakan bahwa ikterus yang dikatakan
patologis pada bayi apabila terjadi peningkatan bilirubin sebanyak 5mg/dl
dalam 24jam pertama dan kadar bilirubin serum melebihi 12,9mg/dl.
Berdasarkan analisis peneliti, ikterik pada By.L merupakan ikterik
patologis, karena kadar bilirubin serum pada By.L melebihi kadar
maksimal pada bayi prematur dan hasil pemeriksaan dengan menggunakan
rumus Kramer didapatkan bilirubin pada By.L adalah derajat II-III, dan
ikterik yang terjadi pada By.T juga merupakan ikterik patologis dan ikterus
hemolitik, alasannya karena faktor penyebab ikterus pada By.T disebabkan
oleh perbedaan golongan darah Rh ibu dan bayi, juga karena kadar
bilirubin serum pada By.T melebihi kadar maksimal bilirubin darah pada
bayi aterm, dan hasil pemeriksaan dengan menggunakan rumus Kramer
menunjukkan derajat ikterik pada By.T adalah derajat IV-V.
Menurut analisis peneliti penyebab ikterik yang terjadi pada By.L dan By.T
memiliki perbedaan, yaitu pada By.L ikterik disebabkan oleh prematuritas
yang mana bayi mengalami penurunan kematangan hepar sehingga
bilirubin dalam darah tidak dapat di pecah juga pada riwayat maternal By.L
tidak mendapatkan nutrisi yang cukup dari ibu sehingga bisa juga di
sebabkan oleh kurangnya protein dalam tubuh bayi yang berfungsi untuk
transportasi bilirubin untuk membantu pemecahan bilirubin dalam darah,
sementara pada By.T disebabkan oleh inkompatibilitas Rh AB0, karena
pada pemeriksaan rhesus yang dilakukan menunjukkan bahwa By.T
memiliki perbedaan darah Rh dengan ibu, pada riwayat maternal juga
didapatkan bahwa nutrisi ibu selama kehamilan tidak terpenuhi, sehingga
ini juga merupakan faktor penyebab terjadinya ikterik pada By.T.
2. Diagnosis Keperawatan
Hasil penelitian, pada By.L muncul 6 diagnosis keperawatan, yaitu ikterus
neonatus berhubungan dengan prematuritas, hipertermi berhubungan
dengan efek fototerapi, risiko infeksi berhubungan dengan proses invasif,
risiko kekurangan volume cairan berhubungan dengan intake cairan yang
tidak adekuat, risiko cedera berhubungan dengan proses fototerapi dan
ketidak efektifan pola makan bayi. Sedangkan pada By.T ada 7 diagnosis
yang muncul yaitu ikterus neonatus berhubungan dengan inkompatibilitas
AB0, hipertermi berhubungan dengan efek fototerapi, risiko infeksi
berhubungan dengan proses invasif, risiko kekurangan volume cairan
berhubungan dengan intake cairan tidak adekuat, risiko cedera
berhubungan dengan proses fototerapi, defisiensi pengetahuan
berhubungan dengan proses penyakit dan kerusakan integritaas kulit
berhubungan dengan hiperbilirubinemia dan diare.
Diagnosis keperawatan yang muncul pada bayi dengan hiperbilirubinemia
menurut teori ada 7 diagnosis yaitu ikterus neonatus berhubungan dengan
prematuritas, inkompatibilitas AB0, dan keterlambatan pengeluaran
mekonium, hipertermi berhubungan dengan suhu lingkungan tinggi dan
efek fototerapi, risiko infeksi berhubungan dengan prosedur invasif, risiko
kekurangan volume cairan berhubungan dengan tidak adekuatnya intake
cairan dan efek fototerapi, risiko kerusakan integritas kulit berhubungan
dengan hiperbilirubinemia dan diare, risiko cedera berhubungan dengan
peningkatan kadar bilirubin dan proses fototerapi, dan diagnosis lainnya
ketidakefektifan pola makan bayi berhubungan dengan penurunan daya
hisap bayi {Atikah & Jaya(2015); Surasmi, dkk(2003); Widagdo(2012);
Wong(2009)}.
Berdasarkan penelitian diatas, ada diagnosis keperawatan dari teori yang
tidak muncul pada By.L, yaitu risiko kerusakan integritas kulit karena pada
By.L intake cairan dan nutrisi terus diberikan adekuat sehingga risiko untuk
kerusakan integritas kulit dapat dicegah. Bayi hiperbilirubinemia berisiko
infeksi karena bayi ikterik memiliki daya tahan tubuh yang rentan, bayi
dalam perawatan juga berisiko infeksi baik dari lingkungan maupun dari
petugas, sehingga diagnosis risiko infeksi juga harus ditegakkan, untuk
mencegah infeksi sudah dilakukan aktivitas seperti perawat ruangan sudah
menggunakan baju khusus saat tindakan, menerapka 5 moment cuci tangan,
meningkatkan teknik aseptik, bayi juga mendapatkan terapi antibiotik.
Selanjutnyabayi dalam perawatan fototerapi berisiko terjadinya cedera pada
mata, genitalia, dan kulit, sehingga diagnosis risiko cedera juga harus
ditegakkan, untuk mencegah cedera sudah dilakukan aktivitas seperti
menutup mata dengan penutup hitam, menutup genitalia, dan merubah
posisi bayi per 2 jam. Hasil pengkajian hanya 4 diagnosis yang muncul
berdasarkan analisis data.
Sedangkan pada By.T, diagnosis yang tidak muncul berdasarkan teori yaitu
diagnosis risiko kerusakan integritas kulit peneliti tidak mengangkat
diagnosis ini karena By.T sudah mengalami integritas kulit, dan
ketidakefektifan pola makan bayi karena saat dilakukan pemeriksaan reflek
rooting dan sucking By.T memiliki reflek yang kuat, sehingga peneliti tidak
mengangkat diagnosis ini. Bayi hiperbilirubinemia berisiko infeksi karena
bayi ikterik memiliki daya tahan tubuh yang rentan, bayi dalam perawatan
juga berisiko infeksi baik dari lingkungan maupun dari petugas, sehingga
diagnosis risiko infeksi juga harus ditegakkan, untuk mencegah infeksi
sudah dilakukan aktivitas seperti perawat ruangan sudah menggunakan baju
khusus saat tindakan, menerapka 5 moment cuci tangan, meningkatkan
teknik aseptik, bayi juga mendapatkan terapi antibiotik. Selanjutnyabayi
dalam perawatan fototerapi berisiko terjadinya cedera pada mata, genitalia,
dan kulit, sehingga diagnosis risiko cedera juga harus ditegakkan, untuk
mencegah cedera sudah dilakukan aktivitas seperti menutup mata dengan
penutup hitam, menutup genitalia, dan merubah posisi bayi per 2 jam. Pada
bayi ikterus dengan kadar bilirubin >20mg/dl di indikasikan untuk
fototerapi, maka perlu dilakukan edukasi pada keluarga mengenai tindakan
yang akan diberikan dan proses penyakit serta dampak jika tidak dilakukan
fototerapi, maka perlu di angkat diagnosis defisiensi pengetahuan untuk
membantu dalam kelancaran proses rawatan.
3. Intervensi Keperawatan
Intervensi pada By.L dan By.T untuk diagnosis ikterus neonatus
berhubungan dengan prematuritas yaitu fototerapi neonatus, beberapa
tindakan seperti meninjau faktor risiko terjadinya hiperbilirubinemia pada
bayi, seperti prematuritas, inkompatibilitas ABO, dan sepsis perlu dikaji
pada kasus hiperbilirubinemia untuk mengetahui penyebab pasti terjadinya
hiperbilirubinemia apakah disebabkan oleh kelainan golongan darah,
infeksi atau prematur pada bayi.
Intervensi selanjutnya yaitu tutup mata bayi saat dilakukan fototerapi untuk
mencegah terjadinya cedera pada mata, ubah posisi bayi setiap 4jam yang
tujuan nya agar efek sinar fototerapi dapat menyebar merata di tubuh.
Intervensi monitor tanda vital diantaranya monitor nadi, suhu, dan
frekuensi nafas, kemudian monitor warna kulit dan kelembaban.
Atikah dan Jaya (2015), mengatakan pada bayi yang sudah mengalami
ikterus dengan kadar >20mg/dl di indikasikan untuk dilakukan tindakan
transfusi tukar, ini lebih efektif dilakukan daripada fototerapi karena kadar
bilirubin darah yang sudah sangat tinggi, transfusi tukar bisa dilakukan
berkala jika kadar bilirubin serum tidak turun ke batas normal.
Intervensi yang tidak dapat dilakukan pada By.L menurut teori yaitu
tindakan transfusi tukar karena By.L tidak mencapai kriteria untuk transfusi
tukar, sementara menurut teori intervensi yang harus dilakukan pada By.T
yaitu pemberian tindakan transfusi tukar, karena kadar bilirubin By.T sudah
mencapai kriteria untuk dilakukan transfusi tukar, karena ada penolakan
tindakan dari keluarga, maka tindakan transfusi tukar tidak dilakukan.
Intervensi pada By.L dan By.T untuk diagnosis Hipertermi berhubungan
dengan efek fototerapi yaitu pengaturan suhu, beberapa aktivitas
keperawatan untuk mengatasi masalah hipertermi yaitu monitor suhu tiap
2jam ekali secara kontinyu, monitor tanda hipertermi dan hipotermi,
kemudian tingkatkan cairan dan nutrisi.
Atikah & Jaya (2015), mengatakan bahwa fototerapi sangat dibutuhkan
bagi bayi yang mengalami hiperbilirubinemia, namun fototerapi juga
memiliki dampak yaitu salah satunya hipertermi, kehilangan volume cairan
akibat dehidrasi dan penguapan, diare, dan kerusakan integritas kulit.
Menurut analisis peneliti, tindakan pengaturan suhu perlu dilakukan, karena
pada bayi dalam proses fototerapi akan mudah mengalami peningkatan
suhu tubuh akibat dari sinar yang diberikan, ditambah lagi bayi mengalami
dehidrasi sehingga laju metabolisme akan meningkat, maka akan muncul
masalah hipertermi pada bayi.
Kemudian manajemen demam, monitor keluaran cairan, monitor suhu dan
warna kulit, monitor masukan dan keluaran, serta pemberian antibiotik.
Intervensi pada By.L dan By.T untuk diagnosis Risiko kekurangan
volime cairan berhubungan dengan intake cairan tidak adekuat dan efek
fototerapi, rencana keeperawatan yang dilakukan yaitu manajemen cairan,
yang mana ada beberapa tindakan keperawatan yaitu monitor berat badan
bayi setiap hari, timbang diapers untuk menilai pengeluaran, pertahankan
intake dan output yang adekuat, berikan cairan dan nutrisi yang adekuat,
monitor status hidrasi bayi, serta mendorong masukan per oral.
Atikah & Jaya (2015), mengatakan bahwa fototerapi sangat dibutuhkan
bagi bayi yang mengalami hiperbilirubinemia, namun fototerapi juga
memiliki dampak yaitu salah satunya hipertermi, kehilangan volume cairan
akibat dehidrasi dan penguapan, diare, dan kerusakan integritas kulit.
Menurut analisis peneliti, pemberian intake cairan dan nutrisi pada bayi
yang dalam proses fototerapi sangat penting dilakukan, karena pada saat
dilakukan fototerapi, kulit akan mengalami penguapan dan dehidrasi akibat
dari sinar yang diberikan, jikadi abaikan maka bisa berdampak pada bayi,
misalnya bayi bisa mengalami demam, dehidrasi berat, dan mengalami
masalah pada kulit.
Intervensi pada By.L untuk diagnosis ketidakefektifan pola makan bayi
berhubungan dengan penurunan daya hisap bayi, intervensi yang diberikan
yaitu mengkaji daya hisap bayi bisa dilakukan dengan pemeriksaan reflek
sucking atau melalui wawancara pada ibu, kemudian sediakan ruangan
yang nyaman untuk menjaga privasi ibu saat menyusui, kaji kemampuan
bayi untuk menggapai puting.
Atikah & Jaya (2015), mengatakan bayi yang mengalami
hiperbilirubinemia dengan kondisi prematur akan mengalami penurunan
daya hisap, hal ini dikarenakan bayi prematur mengalami penurunan
kematangan pada fungsi pencernaan, dan juga bayi dengan diagnosis
ikterik ini lebih terlihat malas dan tidur sepanjang hari.
Menurut analisis peneliti, bayi yang mengalami hiperbilirubinemia dengan
penyebab prematuritas biasanya akan mengalami penurunan daya hisap,
maka perlu dilakukan pengkajian pada ibu mengenai reflek hisap pada
bayi.
Intervensi selanjutnya informasikan kepada ibu untuk meningkatkan intake
nutrisi dan cairan, diskusikan ddengan ibu tentang penggunaan alat pompa
ASI, informasikan pada ibu agar tidak membatasi bayi dalam menyusui,
beritahukan kepada ibu untuk tidak mengkonsumsi pil KB dan tidak
merokok selama menyusui.
Intervensi pada By.T untuk diagnosis Kerusakan Integritas kulit
berhubungan dengan hiperbilirubinemia adalah manajemen cairan,
tindakan yang dilakukan perawat pantau berat badan bayi, pertahankan
intake cairan, pantai status hidrasi.
Atikah & Jaya (2015), bayi yang mengalami hiperbilirubinemia dapat
mengalami kerusakan pada kulit seperti terkelupas, hal ini disebabkan oleh
nutrisi selama hamil yang tak terpenuhi, di sisi lain bayi hiperbilirubinemia
berisiko mengalami kerusakan pada kulit akibat dari fototerapi.
Menurut analisis peneliti, mempertahankan integritas kulit pada bayi
hiperbilirubinemia sangan penting dilakukan, manajemen cairan penting
dilakukan karena kulit akan lebih cepat kembali seperti semula dengan
cairan yang seimbang, efek fototerapi menyebabkan evaporasi cairan dalam
tubuh bayi melalui kulit, maka manajemen cairan sangat penting dilakukan.
Tindakan selanjutnya manajemen tekanan, yaitu hindari kerutan pada
tempat tidur, jaga kebersihan kulit agar tetap bersih dan terawat, berikan
baby oil setelah dimandikan, ubah posisi bayi tiap 2jam sekali untuk
menghindari tekanan, dan mandikan bayi dengan sabun dan air hangat
untuk mempertahankan kebersihan tanpa iritasi.
4. Implementasi Keperawatan
Diagnosis pertama pada By.L yaitu Ikterus neonatus, tindakan yang telah
dilakukan peneliti adalah 1)melakukan pengkajian ulang riwayat maternal
dan bayi mengenai adanya faktor risiko terjadinya hiperbilirubinemia pada
By.L, didapatkan ibu dengan riwayat penyakit Diabetes Melitus dan
mengalami PEB saat kehamilan, kemudian hasil pengkajian lainnya pada
ibu didapatkan bahwa By.L lahir prematur atau kurang bulan yaitu 34-
35minggu dengan operasi sectio caesarea. Hasil labor pada tanggal 17 Mei
2017, Bilirubin total 14,5 mg/dl (normal 0,3-1), bilirubin direk 0,5 mg/dl
(normal <0,20), bilirubin indirek 14 mg/dl (normal < 0,80). Dan By.L
sempat mengalami suspek sepsis.
Sementara pada By.T untuk diagnosis Ikterus neonatus, tindakan
keperawatan yang telah dilakukan peneliti adalah 1)Mengkaji ulang riwayat
maternal dan bayi mengenai adanya faktor risiko terjadinya
hiperbilirubinemia pada By.T, didapatkan ibu dengan eksklamsia, dan
mengalami pecah ketuban ±17jam, dengan warna ketuban hijau kental,
kemudian hasil pengkajian lainnya pada ibu didapatkan bahwa By.T lahir
cukup bulan yaitu 38-39minggu dengan spontan. Data yang didapat dari
dokter bahwa dokter mengatakan By.T mengalami hiperbilirubinemia
disebabkan oleh inkompatibilitas AB0, yang mana ibu dengan golongan O
rhesus positif dan By.T dengan golongan A rhesus. Hasil labor pada
tanggal 23 Mei 2017, bilirubin total 18,5 mg/dl (normal 0,3-1), bilirubin
direk 0,8 mg/dl (normal <0,20), bilirubin indirek 17,7 mg/dl (normal
<0,80).
Atikah dan Jaya (2015), mengatakan pengkajian dasar tentang riwayat
kehamilan dan kelahiran pada ibu dengan bayi yang mengalami
hiperbilirubinemia perlu dilakukan, karena pada bayi yang mengalami
ikterik faktor yang memicu terjadinya ikterik adalah dari mternal ibu,
karena pada riwayat maternal yang buruk, kemungkinan ikterik bisa terjadi.
Menurut analisis peneliti, mengkaji riwayat maternal antara ibu dan bayi
seperti meninjau faktor ketidakcocokan rhesus atau ABO antara Ibu dan
bayi, sepsis, prematuritas, malpresentasi sangat penting dilakukan karna
keadaan inkompatibilitas rhesus ABO antara ibu dan bayi, sepsis,
prematuritas dan malnutrisi yang mana ini merupakan beberapa keadaan
yang dapat menyebabkan terjadinya ikterus pada bayi.
Tindakan keperawatan selanjutnya pada By.L dan By.T yaitu
2)mengobservasi tanda-tanda ikterus pada By.L dan By.T, yaitu menilai
derajat ikterus yang berpedoman pada rumus Kramer, dengan cara
menekan bagian kulit bayi seperti wajah, dada, lengan, paha, dan tungkai
lalu di lepaskan, dan didapatkan yaitu kuning masih terdapat pada bagian
wajah hingga tungkai, didapatkan pada By.L tampak kuning pada wajah,
leher, hingga pusar, yaitu menurut rumus kramer adalah grade II dan III,
sementara yang ditemukan pada By.T yaitu dari wajah, leher, dada hingga
pusar, lengan, paha, menurut rumus kramer adalah grade III dan IV.
Kemudian dilanjutkan dengan 3)Menutup mata By.L dan By.T dengan
penutup hitam yang sudah dimodivikasi agar mencegah terjadinya cedera
pada bayi, karna akan dilakukan tindakan pemberian sinar fototerapi sesuai
protokol dan indikasi dokter, 4)Merubah posisi bayin per protokol agar
fototerapi yang dilakukan dapat menyeluruh diberikan kepada By.L dan
By.T. kemudian 5)memonitor warna kulit, suhu, dan kelembaban, ini
bertujuan agar tidak terjadinya cedera pada kulit bayi, dan juga untuk
mencegah agar bayi tidak mengalami hipertermi. Hasil yang didapat pada
By.L bahwa masih tampak kuning pada kulit wajah hingga pusar, tidak ada
peningkatan suhu tubuh, dan turgor kulit masih kering.
Berdasarkan analisis peneliti, selain meninjau faktor penyebab terjadinya
hiperbilirubinemia, juga dilakukan pemeriksaan fisik seperti menilai tanda-
tanda ikterus pada bayi, mengukur suhu, pernafasan, dan menilai tanda
dehidrasi pada kulit bayi juga merupakan tindakan yang penting dilakukan
untuk melihat keadaan umum bayi. Kemudian menyarankan kepada ibu
dan keluarga agar bisa memberikan intake ASI yang adekuat, dan lakukan
pompa ASI agar bayi dapat terus memenuhi kebutuhan nutrisi supaya tidak
memperburuk kondisi bayi.
Implementasi pada By.L dan By.T untuk diagnosis hipertermi, yaitu
memonitor suhu By.L dan By.T tiap 3jam, didapatkan suhu dalam rentang
normal, kemudian memantau tanda-tanda hipertermi atau hipotermi, suhu
bayi dalam rentang normal, kemudian mengatur suhu ruangan untuk
keseimbangan suhu pada bayi. Selanjutnya melakukan monitor warna kulit
, apakah ada kulit kemerahan, didapatkan tidak ada kulit yang memerah
akibat hipertermi atau kulit yang sianosis tidak ditemukan, kemudian
memberikan intake cairan dan nutrisi yang adekuat agar keseimbangan
suhu bayi tercapai.
Atikah dan Jaya (2015), mengatakan fototerapi merupakan salah satu faktor
yang menyebabkan bayi bisa mengalami hipertermi akibat pemberian sinar
intensitas tinggi yang menyebabkan terjadinya evaporasi cairan.
Menurut analisis peneliti, manajemen suhu dan cairan sangat perlu
dilakukan untuk mengatasi masalah hipertermi, karena jika suhu pada bayi
meningkat atau jika suhu terlalu turun maka akan menyebabkan
meningkatnya metabolisme, jika metabolisme meningkat dapat
menyebabkan perdarahan di otak.
Implementasi pada By.L dan By.T untuk masalah risiko kekurangan
volume cairan yaitu melakukan penimbangan berat badan setiap hari,
didapatkan By.L mengalami penambahan berat badan dan pada By.T tidak
mengalami peningkatan berat badan,mempertahankan intake cairan dan
nutrisi yang adekuat, mempertahankan masukan per oral agar cairan dan
nutrisi terpenuhi.
Menimbang popok bayi untuk menilai keluaran pada bayi, di dapatkan
berat popok pada By.L 50gr, sedangkan pada By.T 30gr. Kemudian menilai
warna dan konsistensi urin dan feses, didapatkan pada By.L urine berwarna
kekuningan dan feses berwarna kekuningan, sedangkan pada By.T urine
berwarna pekat dan feses berwarna pucat.
Atikah dan Jaya (2015), mengatakan untuk menilai cairan pada bayi sudah
terpenuhi dapat dilakukan dengan pengukuran pada berat badan, kemudian
menilai keefektifan penyerapan cairan dan sirkulasi dapat dinilai dari
output bayi.
Menurut analisis peneliti, monitor intake dan output pada bayi dengan
hiperbilirubinemia dan menjalani proses fototerapi penting dilakukan,
karena bayi dengan proses fototerapi sangat rentan terjadinya dehidrasi,
disisi lain keseimbangan cairan sangat penting untuk membantu dalam
metabolisme seperti keseimbangan suhu dan eliminasi.
Implementasi pada By.L dengan masalah ketidakefektifan pola makan
bayi mengkaji kemampuan menghisap bayi, pada By.L ibu mengatakan
reflek hisap pada bayi masih lemah, sedangkan pada By.T saat dilakukan
pemeriksaan sucking didapatkan reflek hisap kuat, kemudian menyediakan
ruangan khusus untuk menjaga privasi ibu selama menyusui, untuk ibu
By.L menginformasikan agar tidak membatasi bayi untuk menyusui,
mendiskusikan pada ibu untuk menggunakan pompa ASI, menganjurkan
ibu untuk makan makanan bergizi, dam menginformasikan pada ibu untuk
tidak mengkonsumsi pil KB dan merokok saat menyusui.
Menurut analisis peneliti, memotivasi ibu untuk memberikan ASI yang
adekuat sangat penting dilakukan, karena bayi sangat membutuhkan ASI
yang adekuat, terutama pada bayi dengan hiperbilirubinemia sangat
membutuhkan intake ASI yang adekuat untuk membantu dalam melarutkan
bilirubin larut lemak dan untuk keseimbangan cairan dan nutrisi pada bayi.
Implementasi untuk mengatasi masalah kerusakan integritas kulit pada
By.T yaitu manajemen cairan dengan cara menimbang berat badan,
mempertahankan intake dan output kemudianmemantau status hidrasi.
Atikah & Jaya (2015), bayi yang mengalami hiperbilirubinemia dapat
mengalami kerusakan pada kulit seperti terkelupas, hal ini disebabkan oleh
nutrisi selama hamil yang tak terpenuhi, di sisi lain bayi hiperbilirubinemia
berisiko mengalami kerusakan pada kulit akibat dari fototerapi.
Tindakan selanjutnya manajemen tekanan, yaitu menghindari kerutan pada
tempat tidur, menjaga kebersihan kulit agar tetap bersih dan terawat,
berikan baby oil setelah dimandikan, mengubah posisi bayi tiap 2jam sekali
untuk menghindari tekanan, dan memandikan bayi dengan sabun dan air
hangat untuk mempertahankan kebersihan tanpa iritasi.
Berdasarkan analisis peneliti, memberikan tindakan manajemen cairan dan
manajemen tekanan serta memberikan kulit bayi baby oil sangat perlu
dikakukan, yang mana integritas kulit bergantung pada keseimbangan
cairan pada bayi, juga untuk mengatasi kekeringan kulit dari luar dengan
menggunakan baby oil sangat membantu untuk melembabkan kulit agar
kulit yang terkelupas dapat berkurang.
5. Evaluasi keperawatan
Evaluasi keperawatan pada By.L dari asuhan keperawatan yang dilakukan
selama 7 hari pada diagnosis keperawatan ikterus neonatus berhubungan
dengan prematuritas, yang bertujuan untuk mengetahui keefektifan dari
tindakan keperawatan yang dilakukan, dan didapatkan hasil tanda-tanda
vital sudah dalam batas normal.
Kuning pada By.L tampak hilang pada hari rawatan kelima, ibu juga
mengatakan bahwa kuning pada By.L sudah hilang, By.L sudah mau
bangun dan lebih aktif bergerak. Hasil pemeriksaan fisik kuning pada tubuh
sudah tidak ada lagi dan pada skera juga sudah hilang. Tanda-tanda vital
yang normal yaitu nadi 130x/menit, pernafasan 35x/menit dan suhu 36,5°C.
Masalah keperawatan teratasi dan intervensi dihentikan.
Evaluasi keperawatan pada By.T dari asuhan keperawatan yang dilakukan
selama 5 hari pada diagnosis keperawatan ikterus neonatus berhubungan
dengan inkompatibilitas AB0, yang bertujuan untuk mengetahui
keefektifan dari tindakan keperawatan yang dilakukan, dan didapatkan
hasil tanda-tanda vital sudah dalam batas normal.
Kuning pada By.T masih terdapat pada seluruh tubuh bayi dari wajah
hingga kaki, dokter mengatakan By.T harus segera mendapat tindakan
transfusi tukar, tetapi keluarga menolak untuk diberi tindakan tersebut.
Hasil pemeriksaan fisik didapatkan kuning masih terdapat di wajah, pusar,
sampai tungkai, kuning pada sklera dan kuku juga belum hilang. Tanda
vital dalam batas normal yaitu nadi 140x/menit, pernafasan 35x/menit, dan
suhu 36,8°C. Masalah keperawatan belum teratasi dan intervensi
dihentikan karena klien pulang paksa.
Atikah dan Jaya (2015), mengatakan pada bayi hiperbilirubinemia dengan
kadar bilirubin <20mg/dl dapat di atasi segera dengan pemberian fototerapi
dan intake ASI yang adekuat, sedangkan pada bayi dengan kadar bilirubin
>20mg/dl, cara yang paling efektif yaitu dengan transfusi tukar.
Berdasarkan analisis peneliti, kriteria hasil pada kedua bayi tidak sama
tercapai, pada By.L kriteria yang diharapkan tercapai karena perawatan
yang diberikan maksimal, sedangkan pada By.T kriteria yang diharapkan
tidak tercapai karena penolakan keluarga untuk diberikan tindakan
transfusi tukar, sementara By.T sangat membutuhkan tindakan lanjut
dengan transfusi tukar untuk mengatasi kadar bilirubin yang sudah sangat
tinggi pada bayi. Bahaya hiperbilirubinemia adalah terjadinya kern ikterus
yang mana kern ikterus ini dapat menyebabkan terjadinya ensefalopati
biliaris yang dapat menimbulkan kelainan menetap pada bayi. Kelainan ini
terjadi apabila bilirubin indirek telah melalui sawar darah otak. Keadaan ini
perlu dihindari dan transfusi tukar merupakan tindakan utama yang dapat
menurunkan molisis dan membuang pula antibodi yang menimbulkan
hemolis.
Evaluasi keperawatan pada By.L dan By.T dari asuhan keperawatan yang
dilakukan selama 7 hari pada diagnosis keperawatan hipertermi
berhubungan dengan efek fototerapi, yang bertujuan agar termoregulasi
tidak terganggu dan teridentifikasi nya tanda dan gejala hipertermi.
Setelah diberikan tindakan untuk mengatasi masalah hipertermi, suhu pada
By.L sudah normal pada hari kedua yaitu 37,2°C, termoregulasi tidak
terganggu, bayi berkeringat saat panas, tingkat pernafasan tidak terganggu.
Sedangkan pada bayi T didapatkan suhu 36,5°C, termoregulasi tidak
terganggu, bayi berkeringat saat panas, dan pernafasan tidak terganggu.
By.L dan By.T tidak rewel lagi setelah masalah teratasi pada hari kedua.
Atikah dan Jaya (2015), mengatakan bahwa manajemen suhu tubuh bayi
yang tepat dan keseimbangan dengan suhu ruangan akan membantu dalam
menjaga suhu bayi tidak meningkat atau menurun, sehingga risiko untuk
terjadinya dampak dari peningkatan atau penurunan suhu dapat teratasi.
Menurut analisis peneliti, kriteria hasil yang diharapkan pada By.L dan
By.T untuk diagnosis keperawatan hipertermi sudah teratasi pada hari
kedua, kolaborasi antara ibu, keluarga, dan perawat dapat membuat
masalah hipertermi pada bayi dapat cepat teratasi. Untuk mencegah
terjadinya hipertermi kembali, dilakukan pemantauan suhu secara kontinyu
dan pemberian intake cairan yang adekuat.
Evaluasi keperawatan pada By.L dan By.T dari asuhan keperawatan yang
dilakukan selama 7 hari pada diagnosis keperawatan risiko kekurangan
volume cairan berhubungan dengan intake cairan yang tidak adekuat dan
efek fototerapi, yang bertujuan agar keseimbangan cairan tubuh bayi dapat
terjaga.
Evaluasi untuk diagnosis risiko kekurangan volume cairan pada By.L dan
By.T tidak sama, pada By.L setelah dilakukan asuhan keperawatan selama
7 hari, pada hari kelima, masalah risiko kekurangan volume cairan dapat
diatasi dengan kriteria hasil intake dan output seimbang dalam 24 jam,
turgor kulit membaik ditandai dengan kulit lembab, turgor elastis dan
adanya peningkatan berat badan sebanyak 200gr, masalah sudah teratasi,
intervensi risiko kekurangan volume cairan dihentikan.
Sedangkan pada By.T setelah dilakukan asuhan selama 5 hari, masalah
risiko kekurangan volume cairan belum teratasi dan tidak mencapai kriteria
yang diharapkan, yaitu intake dan outpun tidak seimbang dalam 24jam, ini
ditandai dari penimbangan diapers bahwa berat hanya 30gr, dan berwarna
pekat, juga pada feses yang pucat dan cepat mengeras, juga dilihat dari
turgor kulit, kulit By.T masih kering, tidak elastis, dan terkelupas, mukosa
kering, dan tidak ada penambahan beraat badan, masalah belum teratasi,
intervensi risiko kekurangan volume cairan dihentikan.
Atikah dan Jaya (2015), mengatakan untuk menilai cairan pada bayi sudah
terpenuhi dapat dilakukan dengan pengukuran pada berat badan, kemudian
menilai keefektifan penyerapan cairan dan sirkulasi dapat dinilai dari
output bayi. Kurang nya intake cairan dan nutrisi pada bayi yang menjalani
proses fototerapi dapat menyebabkan bayi mengalami dehidrasi, dan juga
dapat ditandai dari kulit terkelupas, kulit dan mukosa kering, kulit kurang
elastis serta tidak adanya penambahan berat badan.
Menurut analisis peneliti, pemberian intake cairan dan nutrisi penting
dilakukan, yang mana bayi dalam proses fototerapi akan mudah kehidangan
cairan akibat evaporasi karena terkena paparan sinar intensitas tinggi, maka
dari itu penting edukasi kepada ibu agar dapat memberikan ASI yang
adekuat baik secara langsung maupun dengan di pompa.
Evaluasi pada By.L setelah dilakukan asuhan keperawatan selama 7 hari
untuk diagnosis keperawatan ketidakefektifan pola makan bayi
berhubungan dengan penurunan daya hisap bayi yang bertujuan agar intake
cairan dan nutrisi pada bayi terpenuhi, dan koping ibu yang positif terhadap
menyusui.
Evaluasi pada By.L setelah dilakukan asuhan keperawatan selama 7 hari
didapatkan sesuai dengan kriteria hasil yang diharapkan yaitu toleransi
makan tidak terganggu, bayi dapat menyusui dengan efektif, bayi
menandakan kepuasan menyusui, dan ibu menunjukkan harga diri yang
positif dengan menyusui, masalah teratasi dan intervensi dihentikan.
Menurut analisis peneliti, bayi dengan kondisi prematur biasanya
mengalami masalah dengan reflek hisap, ini dikarenakan sistem pencernaan
bayi yang belum matang, maka dari itu penting bagi perawat menjelaskan
pada ibu dan keluarga bahwa pentingnya melatih dan merangsang reflek
hisap pada bayi agar nutrisi pada bayi dapat terpenuhi.
Evaluasi pada By.T setelah dilakukan asuhan keperawatan selama 5 hari
untuk diagnosis keperawatan kerusakan integritas kulit berhubungan
dengan hiperbilirubinemia yang bertujuan agar integritas kulit dam
membran mukosa tidak mengalami gangguan, integritas kulit neonatus
kembali membaik.
Evaluasi keperawatan pada By.T setelah dilakukan asuhan selama 5 hari
tidak mencapai kriteria yang diharapkan, yang mana intergritas kulit yang
baik tidak bisa dipertahankan, sensasi elastisitas dan hidrasi terganggu,
faktor risiko terjadi kerusakan integritas teridentifikasi, dan faktor risiko
lingkungan termonitor. Dokter mengatakan jika intake cairan dan nutrisi
masih belum adekuat, maka penyembuhan pada kulit yang terkelupas akan
lama. Masalah belum teratasi dan intervensi dihentikan, pasien pulang
paksa.
Atikah dan Jaya (2015), mengatakan kerusakan integritas kulit pada bayi
hiperbilirubinemia dapat diatasi segera dengan manajemen cairan yang
adekuat. Jika cairan dan nutrisi tidak terpenuhi, tubuh akan sulit
meregenerasi, sehimgga untuk perbaikan kondisi kulit akan lama.
Menurut analisis peneliti, pada dasarnya kerusakan pada kulit By.T dapat
ditangani segera, hanya saja karena kurang pengetahuan keluarga tentang
tindakan untuk mengatasi bilirubin pada By.T dan menolak tindakan,
menyebabkan bilirubin pada By.T semakin banyak, sehingga kerusakan
pada kulit jadi sulit diatasi, ditambah lagi keluarga tidak mau berkolaborasi
dalam membantu ibu untuk bisa memompa ASI agar bisa diberikan kepada
By.T, sehingga cairan dan nutrisi dari ASI tidak didapatkan By.T yang
menyebabkan proses penyembuhan menjadi lama.
Menurut analisis peneliti, tindakan keperawatan untuk By.L yang telah
dilakukan selama 7 hari, ada empat masalah keperawatan yang ditemukan
pada By.L yaitu ikterus neonatus yang berhubungan dengan prematuritas,
hipertermi berhubungan dengan efek fototerapi, risiko kekurangan volume
cairan berhubungan dengan intake cairan yang tidak adekuat, dan
ketidakefektifan pola makan bayi berhubungan dengan penurunan daya
hisap bayi. Kriteria hasil dari keempat masalah keperawatan sudah tercapai
pada hari ketujuh yaitu kuning pada By.L sudah hilang pada hari kelima,
suhu tubuh dalam rentang normal, tanda dehidrasi tidak ditemukan, turgor
kulit membaik, dan ibu mengatakan reflek hisap bayi sudah kuat sehingga
bayi efektif dalam menyusui.
Sementara pada By.T ditemukan empat masalah keperawatan juga yaitu
ikterus neonatus berhubungan dengan inkompatibilitas AB0, hipertermi
berhubungan dengan efek fototerapi, risiko kekurangan volume cairan
berhubungan dengan intake cairan yang tidak adekuat dan efek fototerapi,
dan keerusakan integritas kulit berhubungan dengan hiperbilirubinemia.
Kriteria hasil dari keempat masalah hanya satu yang tercapai yaitu
hipertermi, pada pemeriksaan fisik suhu tidak mengalami hipertermi lagi,
pengaturan suhu dan manajemen demam berhasil dilakukan, kriteria hasil
yang diharapkan untuk ketiga diagnosis lainnya belum tercapai, menurut
peneliti ini disebabkan karena By.T tidak melakukan tindakan transfusi
tukar, kemudian By.T tidak mendapatkan intake ASI yang adekuat,
sehingga untuk mengatasi masalah cairan dan nutrisi pada bayi tidak
terpenuhi.
BAB V PENUTUP
A. Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian asuhan keperawatan pada By.L dan By.T
dengan hiperbilirubinemia diruang Perinatologi IRNA Kebidanan dan
Anak RSUP Dr. M. Djamil Padang, peneliti dapat mengambil kesimpulan
sebagai berikut :
1. Hasil pengkajian yang dilakukan pada By.L dan By.T menunjukkan
adanya persamaan pada tanda dan gejala, namun memiliki perbedaan
yaitu pada By.L dengan bilirubin derajat II – III, sedangkan pada By.T
dengan bilirubin derajat IV – V.
2. Diagnosis keperawatan yang muncul sebagai prioritas masalah pada
By.L dan By.T sama yaitu ikterus neonatus.
3. Intervensi keperawatan pada By.L dan By.T memiliki perbedaan dan
persamaan. Perbedaan yang ditemukan yaitu pada By.L tidak
direncanakan untuk diberikan tindakan transfusi tukar, dan cukup
dengan fototerapi saja, sedangkan pada By.T direncanakan untuk
mendapatkan tindakan transfusi tukar, karena sudah mencapai kriteria
untuk transfusi tukar. Sementara persamaan yang ditemukan yaitu
pada perencanaan fototerapi neonatus dan monitor tanda vital.
4. Implementasi yang diberikan pada By.L dan By.T memiliki perbedaan
pada respon tubuh, yang mana pada By.L lebih cepat menerima respon
seperti penurunan kadar bilirubin serum, sedangkan pada By.T lebih
lambat dalam menerima respon sepeti tidak terjadi penurunan kadar
bilirubin serum.
5. Hasil evaluasi yang dilakukan selama tujuh hari pada By.L untuk
diagnosis ikterus neonatus masalah teratasi, pada By.T untuk diagnosis
ikterus neonatus masalah belum teratasi.
B. Saran
1. Bagi perawat ruang rawat inap perinatologi
Disarankan kepada tenaga kesehatan di ruang Perinatologi IRNA
Kebidanan dan Anak RSUP Dr. M. Djamil Padang agar dapat
memfasilitasi pertemuan antara dokter dan tim medis, kemudian
memberikan edukasi terkait proses penyakit dan rencana tindakan yang
akan dilakukan.
2. Bagi institusi pendidikan
Dapat meningkatkan mutu pendidikan sehingga terciptanya lulusan
perawat yang profesional, terampil, dan bermutu yang mampu
memberikan asuhan keperawatan secara menyeluruh berdasarkan kode
etik keperawatan.
3. Bagi Peneliti Selanjutnya
a. Diharapkan peneliti dapat melakukan pengkajian secara tepat dan
lebih optimal lagi dalam memberikan asuhan keperawatan,serta
mendokumentasikan hasil tindakan yang telah dilakukan dengan
benar.
b. Diharapkan peneliti dapat menggunakan atau memanfaatkan
waktu seefektif mungkin, sehingga dapat memberikan asuhan
keperawatan yang optimal pada bayi dengan hiperbilirubinemia.
c. Diharapkan peneliti dapat menambahkan diagnosis defisiensi
pengetahuan untuk asuhan keperawatan, karena untuk kelancaran
proses perawatan dan tidak bertentangan dengan keluarga.
DAFTAR PUSTAKA
Atikah,M,V & Jaya,P. 2015. Buku Ajar Kebidanan Pada Neonatus, Bayi, dan
Balita. Jakarta. CV.Trans Info Media
Aviv,J. 2015. Researchers Submit Patent Application."Bilirubin
Hematofluorometer and Reagent Kit” . Perpustakaan Nasional RI. Diakses
Pada 10 Januari 2017
Dinkes Kota Padang. 2015. Profil Kesehatan Kota padang 2014. Sumatera
Barat. Kementrian kesehatan RI
Gusni, S,R. 2016. Perbedaan Kejadian Ikterus Neonatorum Antara Bayi
Prematur Dan Bayi Cukup Bulan Pada Bayi Dengan BBLR Di RS
PKU Muhammadiyah Surakarta. Naskah Publikasi. Universitas
Muhammadiyah Surakarta
Herdman. 2015. Diagnosis Keperawatan Defenisi & Klasifikasi Edisi 10.
Jakarta. ECG
Hidayat, A,A . 2009. Pengantar Ilmu Keperawatan Anak 1. Jakarta. Salemba
Medika
Kementrian Kesehatan Republik Indonesia. (2013). Riset Kesehatan Dasar
(Riskesdas) 2013. Jakarta : Departemen Kesehatan Republik Indonesia.
Kristanti ,H,M. Etika,R. Lestari,P . 2015. Hyperbilirubinemia Treatment Of
Neonatus. Folia Medica Indonesian Vol. 51
Lynn, B, C & Sowden, L,A . 2009. Keperawatan Pediatri. Jakarta. EGC
Mathindas, S. Wiliar,R. Wahani,A . 2013. Hiperbilirubinemia Pada Neonatus.
Jurnal Biomedik, Volume 5, Nomor 1, Suplemen
Moorhead, S. Johnson, M. Maas, M, L. Swanson, E. 2016. Nursing interventions
clasification (NIC). United Kingdom. Mocomedia
Moorhead, S. Johnson, M. Maas, M, L. Swanson, E. 2016. Nursing outcomes
clasification (NOC). United Kingdom. Mocomedia
Nelson. Waldo E. dkk. 2011. Nelson Ilmu Kesehatan Anak Edisi 15 Vol. 1.
Jakarta. EGC
Surasmi, A. Handayani, S. Kusuma, H, N. 2003. Perawatan bayi risiko tinggi.
Jakarta . EGC.
Widagdo. 2012. Tatalaksana Masalah Penyakit Anak Dengan Ikterus. Jakarta.
Sagung Seto
WHO, (2015),Global Health Observatory (GHO) data. Diperoleh dari
http://www.who.int/gho/child_health/mortality/neonatal_infant_text/en/.
Diakses Senin, 10 Januari 2017.
Wong, D, L. Eaton, M, H. Wilson, D. Winkelstein, M, L. Schwartz. 2009. Buku
ajar keperawatan pediatrik. Jakarta. EGC
Poltekkes Kemenkes Padang
FORMAT PENGKAJIAN
KEPERAWATAN NEONATUS
Tgl masuk : 14 Mei 2017
Tgl pengkajian : 23 Mei 2017
No.MR : 97 85 52
Ruang : Perinatologi 1. DATA UMUM
IDENTITAS BAYI IDENTITAS
ORANGTUA
IBU AYAH
Nama / Panggilan By.L Nama Ny.L Tn.W Umur / tgl lahir 9 hari Umur 33 tahun 33 tahun Jenis kelamin Perempuan Agama Islam Islam Anak ke 1 Pendidikan S1 SMA Jumlah saudara 0 Pekerjaan Dinas Pertanian Wiraswasta Diagnosa Medis Hiperbilirubinemia Alamat Solok Selatan
Solok Selatan
Jaminan
2. RIWAYAT KESEHATAN
a. KELUHAN UTAMA By.L dirawat diruang perinatologi RSUP Dr. M. Djamil Padang karena bayi kuning setelah kelahiran
b. RIWAYAT KESEHATAN SEKARANG
Saat dilakukan pengkajian pada selasa 23 Mei 2017 diruang perinatologoi, bayi masih kuning dan sedang
dalam perawatan fototerapi, ibu mengatakan kuning masih ada sejak kelahiran, bayi terpasang penutup mata
dan diapers, ASI sudah diberikan, kuning berada pada bagian wajah, leher, sampai pusar.
c. RIWAYAT KESEHATAN DAHULU
Saat dilakukan anamnesis pada ibu didapatkan bahwa ibu mempunyai penyakit diabetes melitus, dan saat
kehamilan ibu mengalami PEB, mual dan muntah sampai hari persalinan.
Riwayat Kehamilan
Status kehamilan G3 P2 A1 H1
Pemeriksaan kehamilan/ANC Tidak ada √ Ada, Frekuensi : < 3 x √ > 3 x
Masalah kehamilan Tidak ada √ Ada,
sebutkan …….ibu mengalami PEB.............
Konsumsi obat selama hamil √ Tidak ada Ada, sebutkan … ..
Pemeriksaan kehamilan ke Perawat Bidan √ Dokter
Riwayat Kelahiran
Usia Gestasi 34-35 mg
BB lahir 3000 gr PB lahir 50.cm
Nilai APGAR Me it ke 1….... Me it ke 5….........
Kala Persalinan Kala I: ……jam.........menit Kala II: ……jam.........menit Kala III: ..……jam.........menit
Penolong Perawat Bidan √ Dokter Dukun
Jenis persalinan Spontan √ Sectio
Caesarea
Vakum Forcep
Kesulitan √ Tidak Ada Ada, sebutkan ….. Air ketuban √ Jernih Keruh
Kelainan bayi Tidak Ada Ada, sebutkan ….. Inisiasi Menyusu Dini
(IMD)
√ Ada Tidak Ada
Pemberian Vit K √ Ada Tidak Ada
Poltekkes Kemenkes Padang
Riwayat Keluarga : GENOGRAM (3 Generasi)
d. Riwayat Kesehatan Keluarga
Anggota keluarga
pernah sakit
√ Tidak ada Ada, sebutkan siapa dan penyakitnya :
Riwayat penyakit
keturunan
Tidak ada √ Ada, sebutkan penyakitnya: Diabetes Melitus
Budaya Kepercayaan Yang Dianut Oleh Keluarga Tentang Kesehatan
Nilai/keyakinan keluarga dalam
kesehatan
: √ Ada, sebutka ……
Tidak ada
1.1 KEBUTUHAN NUTRISI DAN CAIRAN
Kebutuhan Cairan ………….. l/kgBB/hr
Cara Pemberian Parenteral, a. Jenis .........................................
b. Jumlah ………….. l/ja tetesan/menit:..................
Enteral a. Jenis √ ASI PASI Puasa
b. Rute √ Oral √ OGT
c. Frekuensi 8 x/hr ……….. l/kali pe beria
Toleransi pemberian Kembung Ya √ Tidak Muntah √ Tidak Ya, ju lah ……
1.2 KEBUTUHAN ELIMINASI
Kesulitan
Buang Air Besar Buang Air Kecil
Ada, sebutka ……. √ Tidak Ada, sebutka ……. √ Tidak
Konsistensi Padat/keras √ Lembek Cair
Alat bantu Huknah √ Tidak ada Kateter √ Diapers Tidak ada
Warna Kuning kehijauan Kuning
Bau ………. ………..
Frekuensi ……… /hari ……….. /hari
Jumlah ................. ml/hari
1.3 KEBUTUHAN TIDUR DAN BERMAIN
Lama tidur …… ja /hr Siang :…… ja Mala : …… ja
Kualitas tidur √ Nyenyak Sering terbangun / gelisah Pe ebab ……..
Jenis bermain Bermain sendiri Bermain ditemani
IMUNISASI
Imunisasi yang sudah didapatkan : Hb0, BCG
LINGKUNGAN
2. PEMERIKSAAN FISIK
Tanda Vital Suhu : 36,7 oC RR : 56 x/m HR : 130 x/m TD : - mmHg
Tingkat kesadaran
(GCS)
: E.......M.......V....
Jumlah:.........
Antropometri BB saat ini : 3100.gr PB : 50.cm LLA : 15 cm
Kepala Lingkar Kepala : 35 cm
Ubun-ubun besar : 4x2cm Ubun-ubun kecil: 0,5x0,5cm
Bentuk √ Normal Kelainan, sebutkan :............ Jejas
Sutura Sagitalis : ................................. Caput Succedaneum :......................
Poltekkes Kemenkes Padang
Rambut √ Hitam Tipis Jarang Merah
Mata √ Simetris Tidak simetris Menonjol Sklera √ Ikterik Tidak ikterik
Strabismus Ada
Kelainan sebutkan …. Reflek cahaya : +/+
Reflek pupil : +/+
Tidak ada Konjungtiva Anemis
Sekret Ada
√ Tdk anemis
√Tdk ada
Hidung Jalan nafas
Pernafasan cuping
hidung
√ Bersih
Ada
Tidak bersih
√Tidak ada
Sekret Obstruksi Kelainan
Mulut Struktur mulut
Palatum
Gusi
Lidah
Warna bibir
Reflek Rooting
Reflek sucking
√ Utuh
√ Utuh
√ Utuh
: merah muda : merah : (+)
: (+)
Labioskiziz
Palatoskiziz
Tidak Utuh
Telinga √ Normal Keluar cairan Berbau
Kelainan, sebutkan …. Sejajar dengan kantus mata: (+)
Leher Ukuran:
Rekfek Tonik Neck: ..............................
√ Ya Tidak
Dada
Lingkar Dada 32 cm
Pernafasan
Inspeksi Irama nafas √ Reguler Irreguler
Jenis nafas Cheyne Stoke Kussmaul Hiperventilasi
Alat bantu Ada,sebutkan..................... √ Tidak Ada
Kesulitan
nafas
Retraksi dada Otot bantu nafas
Palpasi Fremitus : Sama kiri dan kanan
Auskultasi Suara nafas √ Vesikuler Wheezing Rhonchi Stridor
Jantung
Sirkulasi Denyut jantung 130.x/menit
Irama √ Teratur Tidak teratur
Akral √ Hangat Dingin
CRT √ <2 detik >2 detik
Jantung Inspeksi : Ictus cordis tidak terlihat
Palpasi : Ictus cordis teraba
Auskultasi : denyut jantung normal
Abdomen
Lingkar Perut 32 cm
Inspeksi Tali pusat
Basah √ Kering Bau Sudah puput
Kelainan struktur abdomen: .......................................
Spinder nevy : ........................
Auskultasi Bising usus : 10 x/menit
√ Teratur tidak teratur
Palpasi Pembesaran hepar tidak teraba, tidak ada massa
Perkusi
Saat perkusi, suara abdomen tympani
Poltekkes Kemenkes Padang
Ekstremitas Atas √ Lengkap Kelainan, sebutkan …. Reflek genggam pada tangan (palmar graps): (+)
Bawah
√ Lengkap Kelainan, sebutkan …. Reflek genggam pada kaki (plantar graps): (+)
Reflek Babinsky: ................................
Genitalia
√ Normal
Mekonium sudah
keluar
Kelainan, sebutkan …. Atresia ani
Hipospadia/Epispadia
Kulit Turgor, kembali Segera √ Lambat Sangat lambat
Kelembaban Baik √ Buruk
Warna kulit Sianosis √ Tidak sianosis
Lanugo √ Ada Tidak
Pemeriksaan Ikterus (Kreamer) : ikterus grade II dan III
PROGRAM TERAPI
- Terapi sinar / fototerapi : >96jam - Terapi obat : a. Ampicilline 2x165 mg (iv) b. Gentamicin 1x16 mg (iv) - ASI adekuat PEMERIKSAAN PENUNJANG
Hasil labor pada 17 Mei 2017 - Bilirubin total 14,5 mg/dl (normal 0,3-1)
- Bilirubin direk 0,5 mg/dl (normal <0,20)
- Bilirubin indirek 14 mg/dl (normal < 0,80)
PERENCANAAN PULANG (DISCHARGE PLANNING)
Hari/Tanggal Pengkajian Perawat Tanda tangan
23 Mei 2017
Zikri Ihsan
2. Analisis Data
Nama : By.L
No.MR : 979409
Data Penyebab Masalah
DS:
DO:
Dokter mengatakan By.L tampak
ikterik sejak 24jam pertama
kelahiran, bilirubin grade II – III,
dan di indikasikan untuk segera
mendapat fototerapi.
- By.L tampak kuning pada
sklera, wajah, leher, hingga
pusar
- Bilirubin grade II-III
- Hasil labor menunjukkan
kadar bilirubin total 14,5
mg/dl (normal 0,3-1),
bilirubin direk 0,5 mg/dl
(normal <0,20), bilirubin
indirek 14 mg/dl (normal <
0,80).
- Bayi tampak malas dan lebih
suka tidur sepanjang hari.
- By.L lahir prematur dengan
usia kehamilan 34-35minggu
- Ibu dengan riwayat DM dan
mengalami PEB.
Prematuritas Ikterus Neonatus
DS:
DO:
- Bayi rewel dan menangis
- Perawat ruangan mengatakan
By.L mengalami
peningkatan suhu tubuh.
- Suhu 37,8°C.
Efek fototerapi Hipertermi
- Bayi berkeringat.
- Fototerapi sementara
dihentikan dan diberikan
intake cairan.
- Kulit teraba hangat.
-
DS:
DO:
- Perawat ruangan mengatakan
By.L berisiko untuk
kekurangan volume cairan.
- Kulit kering.
- Turgor kulit kurang elastis.
- Mukosa kering.
- Reflek sucking lemah.
- Bayi malas menyusui.
- Produksi ASI ibu sedikit.
Intake cairan tidak
adekuat dan efek
fototerapi
Risiko kekurangan
volume cairan
DS:
DO:
- Ibu mengatakan bayi malas
menyusui
- Reflek hisap saat menyusui
lemah
- Bayi tampak malas
- Reflek rooting dan sucking
lemah
- By.L terpasang OGT untuk
memaksimalkan intake
cairan dan nutrisi
-
Penurunan daya hisap
bayi
Ketidakefektifan pola
makan bayi
B. Daftar Diagnosis Keperawatan
1. Ikterus neonatus berhubungan dengan prematuritas.
2. Hipertermi berhubungan dengan efek fototerapi.
3. Risiko kekurangan volume cairan berhubungan dengan intake cairan yang
tidak adekuat dan efek fototerapi.
4. Ketidakefektifan pola makan bayi berhubungan dengan penurunan daya
hisap bayi.
C. Intervensi Keperawatan
Nama : By.L
No.MR : 979409
No Diagnosa Keperawatan
NOC NIC
1 Ikterus Neonatus berhubungan dengan prematuritas
Setelah dilakukan asuhan keperawatan, maka didapatkan kriteria:
1. Adaptasi bayi baru lahir a. Warna kulit (5) b. Mata bersih (5) c. Kadar bilirubin
(5)
2. Organisasi (Pengelolaan) bayi prematur a. Warna kulit (5)
3. Fungsi hati , resiko
gangguan. a. Pertumbuhan
dan perkembangan bayi dalam batas normal.(5)
b. Tanda-tanda vital bayi dalam batas normal(5).
1. Fototerapi: neonatus a. Kaji ulang riwayat
maternal dan bayi mengenai adanya faktor risiko terjadinya hyperbilirubinemia.
b. Observasi tanda-tanda (warna) kuning.
c. Periksa kadar serum bilirubin, sesuai kebutuhan, sesuai protokol dan permintaan dokter.
d. Edukasikan keluarga mengenai prosedur dalam perawatan isolasi.
e. Tutup mata bayi, hindari penekanan yang berlebihan.
f. Ubah posisi bayi setiap 4jam per protokol.
2. Monitor tanda vital a. Monitor nadi, suhu,
dan frekuensi
pernapasan dengan tepat.
b. Monitor warna kulit, suhu, dan kelembaban.
2 Hipertermi berhubungan dengan efek fototerapi.
Setelah dilakukan asuhan keperawatan, maka didapatkan kriteria:
1. Termoregulasi.
a. berkeringat saat panas (5)
b. gemetaran saat dingin.(5)
c. Tingkat pernafasan. (5)
2. Kontrol resiko : hipertermi.
a. Teridentifikasinya tanda dan gejala hipertermi (5)
b. Modifikasi lingkungan untuk mengontrol suhu tubuh (5)
1. Temperature regulation (pengaturan suhu)
a. Monitor sushu minimal tiap 2 jam.
b. Rencanakan monitoring suhu secara kontinyu.
c. Monitor nadi dan RR.
d. Monitor warna dan suhu kulit.
e. sesuaikan suhu yang sesua dengan kebutuhan pasien.
f. Monitor tanda-tanda hipertermi dan hipotermi.
g. Tingkatkan cairan dan nutrisi.
h. Berikan antipiretik jika perlu.
i. Gunakan kasur yang dingin dan mandi air hangat untuk perubahan suhu tubuh yang sesuai.
2. Manajemen demam a. Monitor suhu secara
kontinue b. Monitor keluaran
cairan c. Monitor warna kulit
dan suhu d. Monitor masukan
dan keluaran.
3 Risiko kekurangan volume cairan b.d tidak adekuatnya intake cairan, efek fototerapi dan diare.
Setelah dilakukan asuhan keperawatan, maka didapatkan kriteria:
Keseimbangan cairan.
a. Intake dan output seimbang dalam 24 jam.(5)
b. Turgor kulit membaik (5)
Manajemen cairan a. Monitor berat badan. b. Timbang popok. c. Pertahankan catatan
intake dan output yang akurat.
d. Monitor vital sign. e. Dorong masukan oral. f. Monitor pernafasan,
tekanan darah, dan nadi. g. Monitor status hidrasi
(kelembapan membrane mukosa, nadi adekuat, tekanan darah ortostatik).
h. Monitor warna, kuantitas dan banyaknya keluaran urin.
i. Berikan cairan yang sesuai.
j. Monitor respon pasien terhadap penambahan cairan.
k. Monitor berat badan.
4 Ketidakefektifan pola makan bayi
Setelah dilakukan asuhan keperawatan, maka didapatkan kriteria:
1. Organisasi (pengelolaan) bayi prematur a. Toleransi makan
(5)
2. Status menelan: fase oral a. Efisiensi
kemampuan menghisap (5)
1. Manajemen cairan a. Timbang BB setiap hari
dan dan monitor status pasien.
b. Hitung atau timbang popok dengan baik
c. Monitor tanda vital pasien
2. Monitor nutrisi a. Timbang dan ukur berat
badan ideal b. Berikan intake ASI
yang adekuat.
D. Implementasi dan Evaluasi
Nama : By.L
No.MR : 979409
Hari/tgl Diagnosis Implementasi Evaluasi Paraf
Selasa/23
Mei 2017
Ikterus neonatus 1) Melakukan pengkajian ulang
mengenai riwayat maternal dan bayi
mengenai adanya faktor risiko
terjadinya hiperbilirubinemia.
2) Mengobservasi tanda-tanda ikterus.
3) Menutup mata bayi dengan penutup
berwarna hitam, dan hindari
penekanan.
4) Mengubah posisi bayi per 4jam.
5) Memonitor warna kulit, suhu, dan
kelembaban.
S:
- Dokter mengatakan kuning pada
tubuh bayi masih ada.
- Perawat ruangan mengatakan bayi
masih membeutuhkan fototerapi.
O:
- Tampak kuning pada sklera, wajah,
leher, hingga pusar.
- Bayi masih malas, dan suka tidur.
- Fototerapi masih dilanjutkan.
- Kulit masih kering.
A:
- Masalah ikterus neonatus belum
teratasi.
P:
- Intervensi dilanjutkan.
Hipertermi 1) Memonitor suhu bayi setiap 3jam
secara kontinyu.
2) Memonitor tanda-tanda hipertermi
dan hipotermi dari hasil pengukuran
suhu.
3) Memonitor warna kulit dan suhu.
4) Meningkatkan nutrisi dan cairan
setiap 3jam
S:
- Bayi rewel
- Perawat ruangan mengatakan
peningkatan suhu pada By.L sudah
berkurang.
O:
- Suhu 37,2°C.
- Fototerapi dilanjutkan.
- Monitor suhu tetap dilakukan.
A:
- Masalah hipertermi sudah teratasi.
P:
- Intervensi dihentikan.
Risiko kekurangan
volume cairan
1) Melakukan penimbangan berat badan.
2) Meningkatkan intake cairan dan
nutrisi yang adekuat
3) Mempertahankan masukan per oral
agar cairan dan nutrisi terpenuhi
S:
-
O:
- Kulit masih terasa kering
- Turgor kulit kurang elastis
melalui ASI.
4) Menimbang popok bayi untuk menilai
pengeluaran atau output, serte menilai
warna dan konsistensi urine bayi.
- Mukosa kering
- Urine berwarna kekuningan
- Tidak ada kulit yang terkelupas
A:
- Masalah risiko kekurangan volume
cairan belum teratasi
P:
- Intervensi dilanjutkan.
Ketidakefektifan pola
makan bayi
1) Mengkaji kemampuan menghisap
bayi.
2) Menyediakan ruangan khusus untuk
menjaga privasi ibu selama menyusui.
3) Menginformasikan pada ibu untuk
tidak membatasi bayi menyusui.
4) Mendiskusikan pada ibu mengenai
penggunaan pompa ASI.
5) Menganjurkan ibu makan makanan
bergizi selama menyusui.
6) Menganjurkan ibu untuk minum jika
S:
- Ibu mengatakan kemampuan
menghisap bayi masih lemah.
O:
- Turgor kurang elastis.
- Bayi tampak malas menyusui
- Ibu menyusui bayi dengan tenang
di kamar menyusui.
- Ibu mengerti penggunaan alat
pompa ASI, mengkonsumsi
makanan bernutrisi selama
haus saat menyusui. menyusui.
A:
- Masalah ketidakefektifan pola
makan bayi belum teratasi.
P:
- Intervensi dilanjutkan.
Rabu/24
Mei 2017
Ikterus neonatus 1) Mengobservasi tanda-tanda ikterus.
2) Menutup mata bayi dengan penutup
berwarna hitam, dan hindari
penekanan.
3) Mengubah posisi bayi per 4jam.
4) Memonitor warna kulit, suhu, dan
kelembaban.
S:
- Dokter mengatakan kuning pada
By.L masih ada, dan masih di
indikasikan untuk fototerapi.
O:
- Kuning masih ditemukan, yaitu
pada sklera, wajah, leher, dan dada.
- Bayi masih tampak malas
- Tidur sepanjang hari.
- Fototerapi masih dilakukan
- Kulit kering dan kurang elastis,
suhu dalam rentang normal.
A:
- Masalah ikterus neonatus belum
teratasi
P:
- Intervensi dilanjutkan.
Hipertermi 1) Memonitor suhu bayi setiap 3jam
secara kontinyu.
2) Memonitor tanda-tanda hipertermi
dan hipotermi dari hasil pengukuran
suhu.
3) Memonitor warna kulit dan suhu.
4) Meningkatkan nutrisi dan cairan
setiap 3jam
S:
- Perawat ruangan mengatakan By.L
mengalami hipotermi.
O:
- Tidak ada peingkatan suhu tubuh
- Bayi mengalami penurunan suhu
tubuh dan hampir sianosis.
- Setelah diberikan tindakan
memindahkan bayi ke infant
warmer, suhu kembali normal.
- Intake cairan per 3jam.
A:
- Masalah hipertermi sudah teratasi.
P:
- Intervensi dilanjutkan.
Risiko kekurangan
volume cairan
1) Melakukan penimbangan berat badan.
2) Meningkatkan intake cairan dan
nutrisi yang adekuat
3) Mempertahankan masukan per oral
agar cairan dan nutrisi terpenuhi
melalui ASI.
4) Menimbang popok bayi untuk menilai
pengeluaran atau output, serte menilai
warna dan konsistensi urine bayi.
S:
- Bayi rewel saat haus
- Ibu mengatakan bayi masih malas
menyusui.
O:
- Kulit masih kering.
- Turgor kulit kurang elastis.
- Mukosa kering.
- Urine berwarna kekuningan.
- Tidak ditemukan kulit yang
terkelupas.
A:
- Masalah risiko kekurangan volume
cairan belum teratasi
P:
- Intervensi dilanjutkan.
Ketidakefektifan pola
makan bayi
1) Mengkaji kembali kemampuan
menghisap bayi.
2) Menyediakan ruangan khusus untuk
S:
- Ibu mengatakan bayi masih malas
untuk menyusui.
menjaga privasi ibu selama menyusui.
3) Menginformasikan pada ibu untuk
tidak membatasi bayi menyusui.
4) Menganjurkan ibu untuk minum jika
haus saat menyusui.
- Kemampuan menghisap masih
lemah.
O:
- Turgor kurang elastis.
- Bayi tampak malas menyusui
- Ibu menyusui bayi dengan tenang
di kamar menyusui.
- mengkonsumsi makanan bernutrisi
selama menyusui dan minum jika
haus saat menyusui.
A:
- Masalah ketidakefektifan pola
makan bayi belum teratasi.
P:
- Intervensi dilanjutkan
Kamis/25
Mei 2017
Ikterus neonatus 1) Mengobservasi tanda-tanda ikterus.
2) Menutup mata bayi dengan penutup
berwarna hitam, dan hindari
penekanan.
S:
- Dokter mengatakan kuning pada
By.L masih ada, dan menyarankan
untuk tetap di fototerapi.
3) Mengubah posisi bayi per 4jam.
4) Memonitor warna kulit, suhu, dan
kelembaban.
- Ibu mengatakan kulit bayi masih
kuning.
O:
- Kuning masih ditemukan, yaitu
pada sklera, wajah, leher, dan dada.
- Bayi masih tampak malas
- Fototerapi masih dilakukan
- Kulit kering dan kurang elastis,
suhu dalam rentang normal.
A:
- Masalah ikterus neonatus belum
teratasi
P:
- Intervensi dilanjutkan.
Hipertermi - Masalah teratasi dan intervensi dihentikan.
Risiko kekurangan
volume cairan
1) Melakukan penimbangan berat badan.
2) Meningkatkan intake cairan dan
nutrisi yang adekuat
3) Mempertahankan masukan per oral
S:
- Dokter mengatakan bayi butuh
asupan cairan dan nutrisi yang
adekuat
agar cairan dan nutrisi terpenuhi
melalui ASI.
4) Menimbang popok bayi untuk menilai
pengeluaran atau output, serte menilai
warna dan konsistensi urine bayi.
- Ibu mengatakan bayi masih malas
menyusui.
O:
- Kulit masih kering.
- Turgor kulit kurang elastis.
- Mukosa kering.
- Urine berwarna kekuningan.
- Tidak ditemukan kulit yang
terkelupas.
A:
- Masalah risiko kekurangan volume
cairan belum teratasi
P:
- Intervensi dilanjutkan.
Ketidakefektifan pola
makan bayi
1) Mengkaji kembali kemampuan
menghisap bayi.
2) Menyediakan ruangan khusus untuk
menjaga privasi ibu selama menyusui.
3) Menginformasikan pada ibu untuk
S:
- Ibu mengatakan bayi sudah mulai
aktif untuk menyusui.
- Kemampuan menghisap masih
lemah.
tidak membatasi bayi menyusui.
4) Menganjurkan ibu untuk minum jika
haus saat menyusui.
O:
- Turgor kurang elastis.
- Bayi tampak malas menyusui
- Ibu menyusui bayi dengan tenang
di kamar menyusui.
- mengkonsumsi makanan bernutrisi
selama menyusui dan minum jika
haus saat menyusui.
A:
- Masalah ketidakefektifan pola
makan bayi belum teratasi.
P:
- Intervensi dilanjutkan
Jumat/26
Mei 2017
Ikterus neonatus 1) Mengobservasi tanda-tanda ikterus.
2) Menutup mata bayi dengan penutup
berwarna hitam, dan hindari
penekanan.
3) Mengubah posisi bayi per 4jam.
4) Memonitor warna kulit, suhu, dan
S:
- Dokter mengatakan kuning pada
By.L masih ada.
- Perawat ruangan mengatakan bayi
membutuhkan ASI yang adekuat.
O:
kelembaban. - Kuning masih ditemukan, yaitu
pada sklera, wajah, leher
- Bayi masih tampak malas
- Fototerapi masih dilakukan
- Kelembaban kulit mulai membaik
dan sudah mulai elastis, suhu dalam
rentang normal.
- Bilirubin grade I - II.
A:
- Masalah ikterus neonatus belum
teratasi
P:
- Intervensi dilanjutkan.
Hipertermi - Masalah sudah teratasi, intervensi
dihentikan.
Risiko kekurangan
volume cairan
1) Melakukan penimbangan berat badan.
2) Meningkatkan intake cairan dan
nutrisi yang adekuat
3) Mempertahankan masukan per oral
S:
- Dokter mengatakan bayi butuh
asupan cairan dan nutrisi yang
adekuat
agar cairan dan nutrisi terpenuhi
melalui ASI.
4) Menimbang popok bayi untuk menilai
pengeluaran atau output, serte menilai
warna dan konsistensi urine bayi.
- Ibu mengatakan bayi sudah mulai
aktif menyusui, dan terus
dirangsang.
O:
- Kelembaban kulit mengalami
kemajuan.
- Turgor kulit mulai elastis.
- Mukosa kering.
- Urine berwarna kekuningan.
A:
- Masalah risiko kekurangan volume
cairan teratasi sebagian.
P:
- Intervensi dilanjutkan.
Ketidakefektifan pola
makan bayi
1) Mengkaji kembali kemampuan
menghisap bayi.
2) Menyediakan ruangan khusus untuk
menjaga privasi ibu selama menyusui.
3) Menginformasikan pada ibu untuk
S:
- Ibu mengatakan bayi sudah mulai
aktif untuk menyusui.
- Kemampuan menghisap sudah
mengalami kemajuan.
tidak membatasi bayi menyusui.
4) Menganjurkan ibu untuk minum jika
haus saat menyusui.
5) Menganjurkan ibu untuk selalu
memompa ASI.
O:
- Turgor sudah mulai elastis.
- Bayi tampak puas menyusui
- Ibu menyusui bayi dengan tenang
di kamar menyusui.
- mengkonsumsi makanan bernutrisi
selama menyusui dan minum jika
haus saat menyusui.
- Ibu menyiapkan ASI yang sudah di
pompa.
A:
- Masalah ketidakefektifan pola
makan bayi teratasi sebagian.
P:
- Intervensi dilanjutkan
Sabtu/ 27
Mei 2017
Ikterus neonatus 1) Mengobservasi tanda-tanda ikterus.
2) Menutup mata bayi dengan penutup
berwarna hitam, dan hindari
penekanan.
S:
- Dokter mengatakan kuning pada
By.L sudah hilang.
- Perawat ruangan mengatakan bayi
3) Mengubah posisi bayi per 4jam.
4) Memonitor warna kulit, suhu, dan
kelembaban.
membutuhkan ASI yang adekuat.
O:
- Kuning sudah tidak tampak pada
kulit bayi, dan pada sklera juga
sudah tidak kuning.
- Bayi masih tampak sudah mulai
aktif bergerak.
- Fototerapi dihentikan.
- Kelembaban kulit mulai membaik
dan sudah mulai elastis, suhu dalam
rentang normal.
A:
- Masalah ikterus neonatus teratasi
P:
- Intervensi dihentikan.
Hipertermi - Masalah teratasi dan intervensi dihentikan.
Risiko kekurangan
volume cairan
1) Melakukan penimbangan berat badan.
2) Meningkatkan intake cairan dan
nutrisi yang adekuat
S:
- Dokter mengatakan bayi tetap
membutuhkan asupan cairan dan
3) Mempertahankan masukan per oral
agar cairan dan nutrisi terpenuhi
melalui ASI.
4) Menimbang popok bayi untuk menilai
pengeluaran atau output, serte menilai
warna dan konsistensi urine bayi.
nutrisi yang adekuat
- Ibu mengatakan bayi sudah aktif
dan puas menyusui.
O:
- Kelembaban tidak terganggu dan
dalam rentang normal.
- Turgor kulit sudah elastis.
- Mukosa lembab.
- Urine berwarna kekuningan.
A:
- Masalah risiko kekurangan volume
cairan sudah teratasi.
P:
- Intervensi dihentikan.
Ketidakefektifan pola
makan bayi
1) Mengkaji kembali kemampuan
menghisap bayi.
2) Menyediakan ruangan khusus untuk
menjaga privasi ibu selama menyusui.
3) Menginformasikan pada ibu untuk
S:
- Ibu mengatakan bayi sudah mulai
aktif untuk menyusui.
- Kemampuan menghisap sudah
mengalami kemajuan.
tidak membatasi bayi menyusui.
4) Menganjurkan ibu untuk minum jika
haus saat menyusui.
5) Menganjurkan ibu untuk selalu
memompa ASI.
O:
- Turgor sudah elastis.
- Bayi tampak puas menyusui
- Ibu menyusui bayi dengan tenang
di kamar menyusui.
- mengkonsumsi makanan bernutrisi
selama menyusui dan minum jika
haus saat menyusui.
- Ibu menyiapkan ASI yang sudah di
pompa.
A:
- Masalah ketidakefektifan pola
makan bayi sudah teratasi.
P:
- Intervensi dihentikan.
Poltekkes Kemenkes Padang
FORMAT PENGKAJIAN
KEPERAWATAN NEONATUS
Tgl masuk : 23 Mei 2017
Tgl pengkajian : 23 Mei 2017
No.MR : 97 94 09
Ruang : Perinatologi 1. DATA UMUM
IDENTITAS BAYI IDENTITAS
ORANGTUA
IBU AYAH
Nama / Panggilan By.T Nama Ny.T Tn.I Umur / tgl lahir 23 Mei 2017 Umur 22 tahun 27 tahun Jenis kelamin Perempuan Agama Islam Islam Anak ke 1 Pendidikan SMP SMP Jumlah saudara 0 Pekerjaan Ibu rumah tangga Petani Diagnosa Medis Hiperbilirubinemia Alamat Solok Selatan
Solok Selatan Jaminan
2. RIWAYAT KESEHATAN
a. KELUHAN UTAMA Bayi kuning sejak 24jam pertama kelahiran, kuning diseluruh tubuh dan kulit terkelupas.
b. RIWAYAT KESEHATAN SEKARANG
Saat dilakukan pengkajian pada tanggal 24 Mei 2017 pukul 14.00 WIB, By.T tampak kuning pada seluruh tubuh, sklera, dan kuku. Kulit tampak terkelupas, kering dan kurang elastis, By.T dirawat di dalam inkubator, penambahan berat badan belum ada, suhu tidak stabil, By.T tidak mendapatkan ASI langsung dari ibu karena tidak lancar dalam produksi ASI ditambah lagi kondisi ibu yang belum stabil dan masih dirawat di ruang rawat inap HCU kebidanan RSUP Dr. M. Djamil Padang.
c. RIWAYAT KESEHATAN DAHULU
Saat dikaji, keluarga mengatakan ibu tidak rutin memeriksakan kehamilan, pernah mengalami keputihan selama hamil, dan terakhir ibu dengan eksklamsia. Ibu pernah demam saat hamil, nutrisi selama kehamilan tidak terpenuhi karena faktor ekonomi dan kurangnya pengetahuan tentang pentingnya intake nutrisi selama kehamilan.
Riwayat Kehamilan
Status kehamilan G 1 P1 A0 H1
Pemeriksaan kehamilan/ANC √ Tidak ada Ada, Frekuensi : < 3 x > 3 x
Masalah kehamilan Tidak ada √Ada, sebutkan ……..eksklamsia dan keputihan............
Konsumsi obat selama hamil √ Tidak ada Ada, sebutkan … ..
Pemeriksaan kehamilan ke Perawat Bidan Dokter
Riwayat Kelahiran
Usia Gestasi 38 - 39 mg
BB lahir 2700 gr PB lahir 48 .cm
Nilai APGAR Me it ke 1….... Me it ke 5….........
Kala Persalinan Kala I: ……jam.........menit Kala II: ……jam.........menit Kala III: ..……jam.........menit
Penolong Perawat Bidan √ Dokter Dukun
Jenis persalinan √ Spontan Sectio Caesarea Vakum Forcep
Kesulitan √ Tidak Ada Ada, sebutkan ….. Air ketuban Jernih √ Keruh
Kelainan bayi Tidak Ada √ Ada, sebutkan ....kulit pecah-pecah... Inisiasi Menyusu Dini
(IMD)
√ Ada Tidak Ada
Pemberian Vit K √ Ada Tidak Ada
Poltekkes Kemenkes Padang
Riwayat Keluarga : GENOGRAM (3 Generasi)
d. Riwayat Kesehatan Keluarga
Anggota keluarga
pernah sakit
√ Tidak ada Ada, sebutkan siapa dan penyakitnya :
Riwayat penyakit
keturunan
√ Tidak ada Ada, sebutkan penyakitnya:
Budaya Kepercayaan Yang Dianut Oleh Keluarga Tentang Kesehatan
Nilai/keyakinan keluarga dalam
kesehatan
: Ada, sebutka ……
√ Tidak ada
1.1 KEBUTUHAN NUTRISI DAN CAIRAN
Kebutuhan Cairan 240 ml/kgBB/hr
Cara Pemberian Parenteral, a. Jenis .........................................
b. Jumlah ………….. ml/jam tetesan/menit:..................
√ Enteral a. Jenis ASI √ PASI Puasa
b. Rute √ Oral OGT
c. Frekuensi 8 x/hr ……….. l/kali pe beria
Toleransi pemberian Kembung Ya √ Tidak Muntah √ Tidak Ya, ju lah ……
1.2 KEBUTUHAN ELIMINASI
Kesulitan
Buang Air Besar Buang Air Kecil
Ada, sebutka ……. √ Tidak Ada, sebutka ……. √ Tidak
Konsistensi Padat/keras √ Lembek Cair
Alat bantu Huknah √ Tidak ada Kateter √ Diapers Tidak ada
Warna pucat Gelap dan pekat
Bau - -
Frekuensi 6-7 x/hari ……….. /hari
Jumlah ................. ml/hari
1.3 KEBUTUHAN TIDUR DAN BERMAIN
Lama tidur …… ja /hr Sia g :…… ja Mala : …… ja
Kualitas tidur Nyenyak √ Sering terbangun / gelisah Pe ebab ……..
Jenis bermain Bermain sendiri Bermain ditemani
IMUNISASI
Imunisasi yang sudah didapatkan : Hb0 dan BCG
LINGKUNGAN
2. PEMERIKSAAN FISIK
Tanda Vital Suhu : 37,5 oC RR : 40 x/m HR : 150 x/m TD : - mmHg
Tingkat kesadaran
(GCS)
: E.......M.......V....
Jumlah:.........
Antropometri BB saat ini 2700.gr PB : 48.cm LLA : 12 cm
Kepala Lingkar Kepala : 32 cm
Ubun-ubun besar : 4 x 3 Ubun-ubun kecil:
Bentuk √ Normal Kelainan, sebutkan :............ Jejas
Sutura Sagitalis : ................................. Caput Succedaneum :......................
Poltekkes Kemenkes Padang
Rambut Hitam √ Tipis Jarang Merah
Mata √ Simetris Tidak simetris Menonjol Sklera √ Ikterik Tidak ikterik
Strabismus Ada
Kelainan sebutkan …. Reflek cahaya : (+)
Reflek pupil : (+)
Tidak ada Konjungtiva Anemis
Sekret √ Ada
√ Tdk anemis
Tdk ada
Hidung Jalan nafas
Pernafasan cuping
hidung
√ Bersih
Ada
Tidak bersih
√ Tidak ada
Sekret Obstruksi Kelainan
Mulut Struktur mulut
Palatum
Gusi
Lidah
Warna bibir
Reflek Rooting
Reflek sucking
√ Utuh
√ Utuh
√ Utuh
:. Merah muda.. :. Merah.... :.. (+)
:...(+)
Labioskiziz
Palatoskiziz
Tidak Utuh
Telinga √ Normal Keluar cairan Berbau
Kelainan, sebutkan …. Sejajar dengan kantus mata: (+)
Leher Ukuran:.
Rekfek Tonik Neck: ..............................
√ Ya Tidak
Dada
Lingkar Dada 30. cm
Pernafasan
Inspeksi Irama nafas √ Reguler Irreguler
Jenis nafas Cheyne Stoke Kussmaul Hiperventilasi
Alat bantu Ada,sebutkan..................... √ Tidak Ada
Kesulitan
nafas
Retraksi dada Otot bantu nafas
Palpasi Fremitus :.. kiri kanan sama
Auskultasi Suara nafas √ Vesikuler Wheezing Rhonchi Stridor
Jantung
Sirkulasi Denyut jantung 150.x/menit
Irama √ Teratur Tidak teratur
Akral √ Hangat Dingin
CRT √ <2 detik >2 detik
Jantung Inspeksi : Ictus cordis tidak terlihat
Palpasi : Ictus cordis teraba
Auskultasi : Bunyi jantung normal
Abdomen
Lingkar Perut 30 cm
Inspeksi Tali pusat
√ Basah Kering Bau Sudah puput
Kelainan struktur abdomen: .......................................
Spinder nevy : ........................
Auskultasi Bisi g usus : …… / e it
√ Teratur tidak teratur
Palpasi Tidak ada massa di abdomen, abdomen tidak tegang
Perkusi
Tympani
Ekstremitas Atas √ Lengkap Kelainan, sebutkan ….
Poltekkes Kemenkes Padang
Reflek genggam pada tangan (palmar graps): ...(+)
Bawah
√ Lengkap Kelainan, sebutkan …. Reflek genggam pada kaki (plantar graps): ...(+)
Reflek Babinsky: ................................
Genitalia
√ Normal
√ Mekonium sudah
keluar
Kelainan, sebutkan …. Atresia ani
Hipospadia/Epispadia
Kulit Turgor, kembali Segera √ Lambat Sangat lambat
Kelembaban Baik √ Buruk
Warna kulit Sianosis √ Tidak sianosis
Lanugo Ada Tidak
Pemeriksaan Ikterus (Kreamer) : ikterus grade III - IV
PROGRAM TERAPI
- Fototerapi : >96jam - Injeksi : a)Ampicilline 2x135mg (IV)
b)Gentamicin 1x12mg (IV)
- Parenteral : IVFD P62 13,5 cc/jam
PEMERIKSAAN PENUNJANG
Data Penunjang
Hasil Pemeriksaan labor pada tanggal 23 Mei 2017 , bilirubin total 18,5 mg/dl (normal 0,3-1), bilirubin
direk 0,8 mg/dl (normal <0,20), bilirubin indirek 17,7 mg/dl (normal <0,80), Hb 13,5 gr/dl (normal P 12-14
g/dl W 12-16 g/dl), leukosit 13.787/mm3 (normal 5000-10000), trombosit 342.000/mm3 (normal 150000-
400000), HT 39% (normal P 38-58%, W 37-43%).
Hasil pemeriksaan labor pada 24 Mei 2017 didapatkan hasil bilirubin total 17,3 mg/dl (normal 0,3-1),
bilirubin direk 0,6 mg/dl (normal <0,20), bilirubin indirek 16,7 mg/dl (normal <0,80), Hb 13,1 gr/dl (normal
P 12-14 g/dl W 12-16 g/dl), leukosit 12.350/mm3 (normal 5000-10000), trombosit 304.000/mm3 (normal
150000-400000), HT 39% (normal P 38-58%, W 37-43%).
Sedangkan hasil labor pada tanggal 25 Mei 2017 didapatkan hasil bilirubin total 22,1 mg/dl (normal 0,3-1), bilirubin direk 0,8 mg/dl (normal <0,20), bilirubin indirek 21,3 mg/dl (normal <0,80)
Poltekkes Kemenkes Padang
PERENCANAAN PULANG (DISCHARGE PLANNING)
Hari/Tanggal Pengkajian Perawat Tanda tangan
24 Mei 2017
Zikri Ihsan
2. Analisis Data
Nama : By.T
No.MR : 978552
Data Penyebab Masalah
DS:
DO
:
- Dokter mengatakan By.L
tampak ikterik sejak 24jam
pertama kelahiran, bilirubin
grade III - IV, dan di
indikasikan untuk segera
mendapat fototerapi.
- Dokter mengatakan bayi
dengan rhesus golongan
darah berbeda dengan ibu.
- By.L tampak kuning pada
sklera, kuku, wajah, leher,
pusar, lengan, dan paha.
- Bilirubin grade III-IV
- Hasil labor menunjukkan
bilirubin total 18,5 mg/dl
(normal 0,3-1), bilirubin
direk 0,8 mg/dl (normal
<0,20), bilirubin indirek 17,7
mg/dl (normal <0,80)
- Bayi tampak rewel dan
gelisah.
- By.T lahir cukup bulan
dengan usia kehamilan 38-
39minggu
- Ibu dengan riwayat
keputihan dan eksklamsia.
Inkompatibilitas AB0 Ikterus Neonatus
DS: - Bayi rewel dan menangis
- Perawat ruangan mengatakan
By.T mengalami peningkatan
suhu tubuh.
Efek fototerapi Hipertermi
DO
:
- Suhu 37,7°C.
- Bayi berkeringat saat panas.
- Fototerapi dua lampu
sementara dihentikan dan
diberikan intake cairan.
- Kulit teraba hangat.
DS:
DO
:
- Perawat ruangan mengatakan
By.L berisiko untuk
kekurangan volume cairan
karna fototerapi yang
diberikan dengan sinar
intensitas tinggi.
- Kulit kering.
- Turgor kulit kurang elastis.
- Mukosa kering.
- Reflek sucking lemah.
- Bayi tampak gelisah.
- Produksi ASI ibu tidak
lancar,dan tidak dapat
dipompa..
Intake cairan tidak
adekuat dan efek
fototerapi
Risiko kekurangan
volume cairan
DS:
DO
:
- Perawat ruangan mengatakan
kulit bayi terkelupas di
hampir seluruh tubuh.
- Bayi tampak gelisah
- Kulit tampak terkelupas
- Kulit kering
- Turgor kulit kurang elastis.
- Intake cairan dan nutrisi per
3jam dengan susu formula
- By.T tidak terpasang OGT.
Hiperbilirubinemia Kerusakan integritas
kulit
B. Daftar Diagnosis Keperawatan
1. Ikterus neonatus berhubungan dengan inkompatibilitas AB0.
2. Hipertermi berhubungan dengan efek fototerapi.
3. Risiko kekurangan volume cairan berhubungan dengan intake cairan yang
tidak adekuat dan efek fototerapi.
4. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan hiperbilirubinemia.
C. Intervensi KeperawatanNama : By.TNo.MR : 978552
No Diagnosa
Keperawatan
NOC NIC
1 Ikterus Neonatus
berhubungan
dengan
prematuritas
Setelah dilakukan
asuhan keperawatan,
maka didapatkan
kriteria:
1. Adaptasi bayi baru
lahir
a. Warna kulit (5)
b. Mata bersih (5)
c. Kadar bilirubin
(5)
2. Organisasi
(Pengelolaan) bayi
prematur
a. Warna kulit (5)
3. Fungsi hati , resiko
gangguan.
a. Pertumbuhan
dan
perkembangan
bayi dalam
batas normal.(5)
b. Tanda-tanda
vital bayi dalam
batas normal(5).
1. Fototerapi: neonatus
a. Kaji ulang riwayat
maternal dan bayi
mengenai adanya
faktor risiko
terjadinya
hyperbilirubinemia.
b. Observasi tanda-tanda
(warna) kuning.
c. Periksa kadar serum
bilirubin, sesuai
kebutuhan, sesuai
protokol dan
permintaan dokter.
d. Edukasikan keluarga
mengenai prosedur
dalam perawatan
isolasi.
e. Tutup mata bayi,
hindari penekanan
yang berlebihan.
f. Ubah posisi bayi
setiap 4jam per
protokol.
2. Monitor tanda vital
a. Monitor nadi, suhu,
dan frekuensi
pernapasan dengan
tepat.
b. Monitor warna kulit,
suhu, dan
kelembaban.
2 Hipertermi
berhubungan
dengan efek
fototerapi.
Setelah dilakukan
asuhan keperawatan,
maka didapatkan
kriteria:
1. Termoregulasi.
1. Temperature regulation
(pengaturan suhu)
a. Monitor sushu
minimal tiap 2 jam.
b. Rencanakan
monitoring suhu
a. berkeringat saat
panas (5)
b. gemetaran saat
dingin.(5)
c. Tingkat
pernafasan. (5)
2. Kontrol resiko :
hipertermi.
a. Teridentifikasi
nya tanda dan
gejala
hipertermi (5)
b. Modifikasi
lingkungan
untuk
mengontrol
suhu tubuh (5)
secara kontinyu.
c. Monitor nadi dan
RR.
d. Monitor warna dan
suhu kulit.
e. sesuaikan suhu yang
sesua dengan
kebutuhan pasien.
f. Monitor tanda-tanda
hipertermi dan
hipotermi.
g. Tingkatkan cairan
dan nutrisi.
h. Berikan antipiretik
jika perlu.
i. Gunakan kasur yang
dingin dan mandi air
hangat untuk
perubahan suhu
tubuh yang sesuai.
2. Manajemen demam
a. Monitor suhu secara
kontinue
b. Monitor keluaran
cairan
c. Monitor warna kulit
dan suhu
d. Monitor masukan
dan keluaran.
3 Risiko kekurangan
volume cairan b.d
tidak adekuatnya
intake cairan, efek
fototerapi dan
diare.
Setelah dilakukan
asuhan keperawatan,
maka didapatkan
kriteria:
Keseimbangan cairan.
a. Intake dan
output
seimbang
dalam 24 jam.
(5)
b. Turgor kulit
Manajemen cairan
a. Monitor berat badan.
b. Timbang popok.
c. Pertahankan catatan
intake dan output yang
akurat.
d. Monitor vital sign.
e. Dorong masukan oral.
f. Monitor pernafasan,
tekanan darah, dan nadi.
g. Monitor status hidrasi
(kelembapan membrane
mukosa, nadi adekuat,
tekanan darah
membaik (5) ortostatik).
h. Monitor warna, kuantitas
dan banyaknya keluaran
urin.
i. Berikan cairan yang
sesuai.
j. Monitor respon pasien
terhadap penambahan
cairan.
k. Monitor berat badan.
4 Risiko kerusakan
integritas kulit b.d
hiperbilirubinemia
dan diare.
Setelah dilakukan
asuhan keperawatan,
maka didapatkan
kriteria:
1. Integritas jaringan :
kulit dan membran
mukosa.
a. Integritas kulit
yang baik bisa
dipertahankan
(sensasi,
elastisitas,
hidrasi). (5)
b.Perfusi jaringan
baik. (5)
2. Kontrol resiko.
integritas kulit
neonatus kembali
membaik.
Dengan kriteria hasil :
a. Faktor resiko
teridentifikasi
(5)
b. Faktor resiko
personal
termonitor (5)
c. Faktor resiko
lingkungan
termonitor. (5)
1. Manajemen cairan
a. Monitor berat badan.
b. Pertahankan catatan
intake dan output yang
akurat.
c. Dorong masukan oral.
d. Monitor status hidrasi
(kelembapan membran
mukosa, nadi adekuat,
tekanan darah
ortostatik).
e. Berikan cairan yang
sesuai.
2. Pressure management
(Manajemen tekanan)
a. Anjurkan untuk
menggunakan pakaian
yang longgar.
b. Hindari kerutan pada
tempat tidur.
c. Jaga kebersihan kulit
agar tetap bersih dan
kering.
d. Mobilisasi (ubah posisi
pasien) setiap dua jam
sekali.
e. Monitor akan adanya
kemerahan.
f. Monitor aktivitas dan
mobilisasi pasien.
g. Memandikan pasien
dengan sabun dan air
hangat.
D. Implementasi dan EvaluasiNama : By.TNo.MR : 978552
Hari/tgl Diagnosis Implementasi Evaluasi Paraf
Rabu/24
Mei 2017
Ikterus neonatus 1) Melakukan pengkajian ulang
mengenai riwayat maternal dan bayi
mengenai adanya faktor risiko
terjadinya hiperbilirubinemia.
2) Mengobservasi tanda-tanda ikterus.
3) Menutup mata bayi dengan penutup
berwarna hitam, dan hindari
penekanan.
4) Mengubah posisi bayi per 4jam.
5) Memonitor warna kulit, suhu, dan
kelembaban.
S:
- Dokter mengatakan kuning pada
tubuh bayi masih ada.
- Perawat ruangan mengatakan bayi
masih membeutuhkan fototerapi.
- Dokter mengatakan
Inkompatibilitas AB0
menyebabkan bayi mengalami
ikterik.
O:
- Tampak kuning pada sklera, kuku,
wajah, leher, pusar, paha, dan
lengan.
- Bayi masih tampak gelisah.
- Fototerapi masih dilanjutkan
dengan dua lampu.
- Kulit masih kering.
A:
- Masalah ikterus neonatus belum
teratasi.
P:
- Intervensi dilanjutkan.
Hipertermi 1) Memonitor suhu bayi setiap 3jam
secara kontinyu.
2) Memonitor tanda-tanda hipertermi
dan hipotermi dari hasil pengukuran
suhu.
3) Memonitor warna kulit dan suhu.
4) Meningkatkan nutrisi dan cairan
setiap 3jam
S:
- Bayi rewel dan sering menangis.
- Perawat ruangan mengatakan
peningkatan suhu pada By.L sudah
berkurang.
O:
- Suhu 37,2°C.
- Fototerapi dilanjutkan.
- Monitor suhu tetap dilakukan.
- Bayi sudah tidak berkeringat lagi.
A:
- Masalah hipertermi sudah teratasi.
P:
- Intervensi lanjutkan.
Risiko kekurangan
volume cairan
1) Melakukan penimbangan berat badan.
2) Meningkatkan intake cairan dan
nutrisi yang adekuat
S:
- Bayi sering rewel dan menangis
O:
3) Mempertahankan masukan per oral
agar cairan dan nutrisi terpenuhi
melalui ASI.
4) Menimbang popok bayi untuk menilai
pengeluaran atau output, serte menilai
warna dan konsistensi urine bayi.
- Kulit masih terasa kering
- Turgor kulit kurang elastis
- Mukosa kering
- Urine berwarna pekat.
- Kulit terkelupas dan bibir pecah-
pecah.
- Reflek rooting kuat.
A:
- Masalah risiko kekurangan volume
cairan belum teratasi
P:
- Intervensi dilanjutkan.
Kerusakan integritas
kulit
1) menimbang berat badan bayi.
2) mempertahankan intake dan output
yang akurat.
3) mendorong masukan oral
4) memantau status hidrasi seperti
kelembapan mukosa dan nadi.
5) menghindari kerutan pada tempat
tidur, untuk mencegah terjadinya
iritasi karna gesekan dengan alat
tenun.
6) mengubah posisi bayi setiap dua jam
S:
- perawat ruangan mengatakan kulit
masih terkelupas dan belum ada
perkembangan
O:
- Turgor kurang elastis.
- Kulit kering.
- Kulit terkelupas pada bagian wajah,
leher, perut, hingga paha.
- Kulit iritasi dan kemerahan pada
sekali.
7) menilai aktivitas dan mobilisasi bayi
untuk melihat kemampuan gerakan
bayi, bayi bergerak aktif dan sering
rewel.
bagian sekitar anus
A:
- Masalah kerusakan integritas kulit
belum teratasi.
P:
- Intervensi dilanjutkan.
Kamis/25
Mei 2017
Ikterus neonatus 1) Mengobservasi tanda-tanda ikterus.
2) Menutup mata bayi dengan penutup
berwarna hitam, dan hindari
penekanan.
3) Mengubah posisi bayi per 4jam.
4) Memonitor warna kulit, suhu, dan
kelembaban.
S:
- Dokter mengatakan kuning pada
tubuh bayi masih ada.
- Perawat ruangan mengatakan bayi
masih membeutuhkan fototerapi
dua lampu.
O:
- Tampak kuning pada sklera, kuku,
wajah, leher, pusar, paha, dan
lengan.
- Bayi masih tampak gelisah.
- Fototerapi masih dilanjutkan
dengan dua lampu.
- Kulit masih kering.
- Hasil pemeriksaan labor pada 24
Mei 2017 didapatkan hasil bilirubin
total 17,3 mg/dl (normal 0,3-1),
bilirubin direk 0,6 mg/dl (normal
<0,20), bilirubin indirek 16,7 mg/dl
(normal <0,80)
A:
- Masalah ikterus neonatus belum
teratasi.
P:
Intervensi dilanjutkan.
Hipertermi 1) Memonitor suhu bayi setiap 3jam
secara kontinyu.
2) Memonitor tanda-tanda hipertermi
dan hipotermi dari hasil pengukuran
suhu.
3) Memonitor warna kulit dan suhu.
4) Meningkatkan nutrisi dan cairan
setiap 3jam
S:
- Perawat ruangan mengatakan
peningkatan suhu pada By.L sudah
tidak ada.
O:
- Suhu 37,0°C.
- Fototerapi dilanjutkan.
- Monitor suhu tetap dilakukan.
- Bayi sudah tidak berkeringat lagi.
A:
- Masalah hipertermi sudah teratasi.
P:
Intervensi dihentikan.
Risiko kekurangan
volume cairan
1) Melakukan penimbangan berat badan.
2) Meningkatkan intake cairan dan
nutrisi yang adekuat
3) Mempertahankan masukan per oral
agar cairan dan nutrisi terpenuhi
melalui ASI.
4) Menimbang popok bayi untuk menilai
pengeluaran atau output, serte menilai
warna dan konsistensi urine bayi.
S:
- Bayi rewel dan menangis saat haus
- Dokter mengatakan bayi berisiko
kekurangan volume cairan akibat
fototerapi dua lampu.
O:
- Kulit masih kering.
- Turgor kulit kurang elastis.
- Mukosa kering.
- Urine berwarna pekat.
- Kulit terkelupas, dan bibir pecah-
pecah.
A:
- Masalah risiko kekurangan volume
cairan belum teratasi
P:
- Intervensi dilanjutkan.
Kerusakan integritas
kulit
1) menimbang berat badan bayi.
2) mempertahankan intake dan output
yang akurat.
S:
- perawat ruangan mengatakan kulit
masih terkelupas dan belum ada
3) mendorong masukan oral
4) memantau status hidrasi seperti
kelembapan mukosa dan nadi.
5) menghindari kerutan pada tempat
tidur, untuk mencegah terjadinya
iritasi karna gesekan dengan alat
tenun.
6) mengubah posisi bayi setiap dua jam
sekali.
7) menilai aktivitas dan mobilisasi bayi
untuk melihat kemampuan gerakan
bayi, bayi bergerak aktif dan sering
rewel.
perkembangan
O:
- Turgor kurang elastis.
- Kulit kering.
- Kulit terkelupas pada bagian wajah,
leher, perut, hingga paha.
- Kulit iritasi dan kemerahan pada
bagian sekitar anus.
- Kerutan pada alat tenun tidak ada.
A:
- Masalah kerusakan integritas kulit
belum teratasi.
P:
Intervensi dilanjutkan.
Jumat/26
Mei 2017
Ikterus neonatus 1) Mengobservasi tanda-tanda ikterus.
2) Menutup mata bayi dengan penutup
berwarna hitam, dan hindari
penekanan.
3) Mengubah posisi bayi per 4jam.
4) Memonitor warna kulit, suhu, dan
kelembaban.
S:
- Dokter mengatakan kuning pada
tubuh bayi masih ada.
- Perawat ruangan mengatakan bayi
masih membeutuhkan fototerapi
dua lampu.
- Dokter mengindikasikan untuk
transfusi tukar.
O:
- Tampak kuning pada sklera, kuku,
wajah, leher, pusar, paha, dan
lengan.
- Bayi masih tampak gelisah.
- Fototerapi masih dilanjutkan
dengan dua lampu.
- Kulit masih kering.
- Hasil labor pada tanggal 25 Mei
2017 didapatkan hasil bilirubin
total 22,1 mg/dl (normal 0,3-1),
bilirubin direk 0,8 mg/dl (normal
<0,20), bilirubin indirek 21,3 mg/dl
(normal <0,80).
A:
- Masalah ikterus neonatus belum
teratasi.
P:
Intervensi dilanjutkan.
Hipertermi - Masalah teratasi dan intervensi dihentikan.
Risiko kekurangan 1) Melakukan penimbangan berat badan. S:
volume cairan 2) Meningkatkan intake cairan dan
nutrisi yang adekuat
3) Mempertahankan masukan per oral
agar cairan dan nutrisi terpenuhi
melalui ASI.
4) Menimbang popok bayi untuk menilai
pengeluaran atau output, serte menilai
warna dan konsistensi urine bayi.
- Bayi rewel dan menangis saat haus
- Dokter mengatakan bayi berisiko
kekurangan volume cairan akibat
fototerapi tiga lampu.
O:
- Kulit masih kering.
- Turgor kulit kurang elastis.
- Mukosa kering.
- Urine berwarna pekat.
- Kulit terkelupas, dan bibir pecah-
pecah.
A:
- Masalah risiko kekurangan volume
cairan belum teratasi
P:
- Intervensi dilanjutkan.
Kerusakan integritas
kulit
1) mempertahankan intake dan output
yang akurat.
2) mendorong masukan oral
3) memantau status hidrasi seperti
kelembapan mukosa dan nadi.
S:
- perawat ruangan mengatakan kulit
masih terkelupas dan belum ada
perkembangan
O:
4) menghindari kerutan pada tempat
tidur, untuk mencegah terjadinya
iritasi karna gesekan dengan alat
tenun.
5) mengubah posisi bayi setiap dua jam
sekali.
6) menilai aktivitas dan mobilisasi bayi
untuk melihat kemampuan gerakan
bayi, bayi bergerak aktif dan sering
rewel.
- Turgor kurang elastis.
- Kulit kering.
- Kulit terkelupas pada bagian wajah,
leher, perut, hingga paha.
- Kulit iritasi dan kemerahan pada
bagian sekitar anus.
- Kerutan pada alat tenun tidak ada.
A:
- Masalah kerusakan integritas kulit
belum teratasi.
P:
Intervensi dilanjutkan.
Sabtu/27
Mei 2017
Ikterus neonatus 1) Mengobservasi tanda-tanda ikterus.
2) Menutup mata bayi dengan penutup
berwarna hitam, dan hindari
penekanan.
3) Mengubah posisi bayi per 4jam.
4) Memonitor warna kulit, suhu, dan
kelembaban.
S:
- Dokter mengatakan kuning pada
tubuh bayi masih ada.
- Perawat ruangan mengatakan bayi
masih membeutuhkan fototerapi
dua lampu.
- Dokter mengindikasikan untuk
transfusi tukar.
O:
- Tampak kuning pada sklera, kuku,
wajah, leher, pusar, paha, dan
lengan belum hilang.
- Bayi masih tampak gelisah.
- Fototerapi masih dilanjutkan
dengan dua lampu.
- Kulit masih kering.
- Bilirubin grade III – IV.
A:
- Masalah ikterus neonatus belum
teratasi.
P:
Intervensi dilanjutkan.
Hipertermi - Masalah sudah teratasi, intervensi
dihentikan.
Risiko kekurangan
volume cairan
1) Melakukan penimbangan berat badan.
2) Meningkatkan intake cairan dan
nutrisi yang adekuat
3) Mempertahankan masukan per oral
agar cairan dan nutrisi terpenuhi
melalui ASI.
4) Menimbang popok bayi untuk menilai
S:
- Bayi rewel dan menangis saat haus.
- Dokter mengatakan bayi berisiko
kekurangan volume cairan akibat
fototerapi tiga lampu.
O:
- Kulit masih kering.
pengeluaran atau output, serte menilai
warna dan konsistensi urine bayi.
- Turgor kulit kurang elastis.
- Mukosa kering.
- Urine berwarna pekat.
- Kulit terkelupas, dan bibir pecah-
pecah.
- Cairan yg masuk susu formula 30cc
per 3jam.
A:
- Masalah risiko kekurangan volume
cairan belum teratasi
P:
- Intervensi dilanjutkan.
Kerusakan integritas
kulit
1) mempertahankan intake dan output
yang akurat.
2) mendorong masukan oral
3) memantau status hidrasi seperti
kelembapan mukosa dan nadi.
4) menghindari kerutan pada tempat
tidur, untuk mencegah terjadinya
iritasi karna gesekan dengan alat
tenun.
S:
- perawat ruangan mengatakan kulit
masih terkelupas dan belum ada
perkembangan
O:
- Turgor kurang elastis.
- Kulit kering.
- Kulit terkelupas pada bagian wajah,
leher, perut, hingga paha.
5) mengubah posisi bayi setiap dua jam
sekali.
6) menilai aktivitas dan mobilisasi bayi
untuk melihat kemampuan gerakan
bayi, bayi bergerak aktif dan sering
rewel.
7) Memberikan baby oil setelah
dimandikan.
- Kulit iritasi dan kemerahan pada
bagian sekitar anus karena bayi
menmgalami diare.
- Kerutan pada alat tenun tidak ada.
A:
- Masalah kerusakan integritas kulit
belum teratasi.
P:
Intervensi dilanjutkan.
Minggu/28
Mei 2017
Ikterus neonatus 1) Mengobservasi tanda-tanda ikterus.
2) Menutup mata bayi dengan penutup
berwarna hitam, dan hindari
penekanan.
3) Mengubah posisi bayi per 4jam.
4) Memonitor warna kulit, suhu, dan
kelembaban.
S:
- Dokter mengatakan kuning pada
tubuh bayi masih ada.
- Perawat ruangan mengatakan bayi
masih membeutuhkan fototerapi
dua lampu.
- Dokter mengindikasikan untuk
transfusi tukar.
O:
- Tampak kuning pada sklera, kuku,
wajah, leher, pusar, paha, dan
lengan belum hilang.
- Bayi masih tampak gelisah.
- Fototerapi masih dilanjutkan
dengan dua lampu.
- Kulit masih kering.
- Bilirubin grade III – IV.
- Keluarga menolak diberikan
tindakan, dan pulang paksa.
A:
- Masalah ikterus neonatus belum
teratasi.
P:
Intervensi dihentikan.
Hipertermi - Masalah teratasi dan intervensi dihentikan.
Risiko kekurangan
volume cairan
1) Melakukan penimbangan berat badan.
2) Meningkatkan intake cairan dan
nutrisi yang adekuat
3) Mempertahankan masukan per oral
agar cairan dan nutrisi terpenuhi
melalui ASI.
4) Menimbang popok bayi untuk menilai
pengeluaran atau output, serte menilai
S:
- Bayi masih rewel dan menangis
saat haus.
- Dokter mengatakan bayi berisiko
kekurangan volume cairan akibat
fototerapi tiga lampu.
- Perawat ruangan mengatakan
kebutuhan cairan pada By.T belum
warna dan konsistensi urine bayi. terpenuhi.
O:
- Kulit masih kering.
- Turgor kulit kurang elastis.
- Mukosa kering.
- Urine berwarna pekat.
- Kulit terkelupas, dan bibir pecah-
pecah.
- Cairan yg masuk susu formula 30cc
per 3jam.
- Bayi mengalami diare.
A:
- Masalah risiko kekurangan volume
cairan belum teratasi
P:
Intervensi dihentikan.
Kerusakan integritas
kulit
1) mempertahankan intake dan output
yang akurat.
2) mendorong masukan oral
3) memantau status hidrasi seperti
kelembapan mukosa dan nadi.
4) menghindari kerutan pada tempat
S:
- perawat ruangan mengatakan kulit
masih terkelupas dan belum ada
perkembangan
O:
- Turgor kurang elastis.
tidur, untuk mencegah terjadinya
iritasi karna gesekan dengan alat
tenun.
5) mengubah posisi bayi setiap dua jam
sekali.
6) menilai aktivitas dan mobilisasi bayi
untuk melihat kemampuan gerakan
bayi, bayi bergerak aktif dan sering
rewel.
7) Memberikan baby oil setelah
dimandikan.
- Kulit kering.
- Kulit terkelupas pada bagian wajah,
leher, perut, hingga paha.
- Kulit iritasi dan kemerahan pada
bagian sekitar anus karena bayi
menmgalami diare.
- Kerutan pada alat tenun tidak ada.
- By.T pulang paksa atas permintaan
keluarga.
A:
- Masalah kerusakan integritas kulit
belum teratasi.
P:
Intervensi dihentikan.